Rabu, 29 Januari 2025

muhammad dan islam 3


 a kita bergelut dengan al-Qur'an 

yang merupakan produk tahap paling awal dari kehidupan komunitas di 

Arab barat. 

lni bukan berarti bahwa kita harus kembali untuk menerima pan￾dangan tradisional mengenai asal usu! al-Qur'an. Walaupun al-Qur'an 

sendiri mengklaim sebagai dalam bahasa Arab yang jelas, banyak dari 

bagan i di dalamnya tetap jauh dari kejelasan, bahkan dalam pemaham￾an paling dasar tentang apa kemungkinan arti kata-kata itu di dalam 

konteks aslinya. Boleh jadi al-Qur'an mengandung bagian-bagian dari 

teks yang lebih kuno yang telah direvisi dan dipakai ulang. Gaya dan 

isi yang terlihat sangat berbeda dalam bagian-bagian al-Qur'an yang 

beraneka, mungkin rnerupakan bukti bahwa teks sebagaimana yang kita punyai sekarang adalah merupakan kombinasi atau kumpulan dari 

teks yang asalnya terpisah yang didatangkan dari berbagai komunitas 

Umat Beriman di Arab. Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa teks 

al-Qur'an bukan hanya sadar akan adanya, tetapi bahkan dalam bebe￾rapa hal merupakan reaksi terhadap, debar teologis komunitas Kristiani 

yang berbahasa Syria di Timur Dekat. Apakah karya-karya selanjutnya 

tentang teks ini akan menjustifikasi adanya hubungan dekat antara be￾berapa ayat tertentu di dalam al-Qur'an dengan episode tertentu pula 

dalam kehidupan Nabi Muhammad, sebagaimana dijelaskan oleh kedua 

sumber kecendekiawanan tradisional Muslim maupun Barat, masih te￾tap akan kita lihat. Yang dapat dikatakan adalah bahwa teks al-Qur'an 

jelas merupakan teks yang mula-mula. 

Karakter Gerakan Umat Beriman yang Mula-Mula 

Kenyataan bahwa teks al-Qur'an tertanggal fase paling awal dari gerak￾an yang dicanangkan oleh Nabi Muhammad berarti bahwa ahli sejarah 

dapat menggunakannya untuk memperoleh pengetahuan mengenai ke￾percayaan dan nilai-nilai komunitas yang mula-mula ini. Maka sumber￾sumber literal yang lebih kemudian dapat digunakan, dengan hati-hati, 

untuk menjelaskan mengenai apa kepercayaan yang paling mula-mula 

ini. Akan tetapi, problem interpolasi dan idealisasi di dalam sumber￾sumber yang kemudian itu bahkan membuat peran "mendukung" nya 

sering menjadi tidak pasti. Oleh karenanya, paling baik adalah kukuh 

pada apa yang dikatakan oleh al-Qur'an mengenai informasi ini. 

Kepercayoon-Kepercayoon Mendasar 

Latu, apa yang al-Qur'an bicarakan tentang Nabi Muhammad dan para 

sahabat awalnya? Untuk memulai, kita mengetahui bahwa al-Qur'an 

merujuk kepada sejumlah besar orang yang disebut dengan "Umat Beri￾man" (mu'minun). Dalam ha! ini, al-Qur'an berbeda dengan narasi tra-

disional orang Muslim dan dengan praktik para cendekiawan modem, 

yang keduanya secara rutin merujuk Nabi Muhammad dan pengikucnya 

terutama sebagai "Muslim" (muslimun, secara literal, "mereka yang 

pasrah") dan merujuk gerakannya sebagai "Islam". Tetapi penggunaan 

yang terakhir ini ambigu atau bahkan mencurigakan ketika diterapkan 

kepada asal usul munculnya komunicas sebagaimana direfleksikan di 

dalam al-Qur'an. Benar bahwa kata-kata is/am dan muslim ditemukan 

di dalam al-Qur'an, dan benar juga bahwa kata-kata ini kadang diapli￾kasikan di dalam eeks kepada Nabi Muhammad dan pengikutnya. Akan 

tetapi, contoh-contoh itu menjadi tidak berarti untuk sejumlah kasus 

di mana Nabi Muhammad dan pengikutnya dirujuk sebagai mu'minun, 

"Umat beriman"-yang terjadi hampir seribu kali, dibanding dengan 

yang lebih kecil dari 75 contoh mengenai kata muslim, dan seterusnya. 

Tradisi Muslim yang kemudian, dimulai sekitar satu abad setelah masa 

Nabi Muhammad, mulai menekankan identitas pengikut Nabi Muham￾mad sebagai Muslim dan berusaha unruk menetralisasi (melakukan per￾imbangan/counterbalance) pentingnya beberapa bagian ketika mereka 

disebut sebagai Umat Beriman, dengan menempatkan kedua istilah itu 

sebagai sinonim dan dapat dipertukarkan. Akan tetapi, sejumlah ayat di 

dalam al-Qur'an memperlihatkan dengan jelas bahwa kata mu'min dan 

muslim, sekalipun jelas berkaitan dan kadang diterapkan untuk satu dan 

orang yang sama, tidak dapat berarti sama acau sinonim. Misalnya, Q. 

49: 14 mengatakan, "orang-orang badui mengatakan: "kami telah ber￾iman (aman-na)." Katakan [kepada mereka): "Kalian belum beriman"; 

akan tetapi kacakan "kami berserah diti/berislam (aslam-na), karena 

Keimanan belum mas-uk ke dalam hatimu."' Dalam ayat ini, iman jelas 

berarti sesuatu yang berbeda (dan lebih baik) ketimbang "berserah diri" 

(islam). Dengan demikian kica tidak bisa sekadar menyamakan Orang 

Beriman dengan Berislam, sekalipun beberapa orang Islam mungkin 

mempunyai kualifikasi sebagai Umat Beriman. Ajakan yang sering kali 

dikemukakan al-Qur'an terhadap Umat Beriman, dengan demikian￾biasanya dalam frasa seperci "Hai kamu yang Beriman ... "-memaksa kita untuk menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad dan para sahabat￾nya yang mula-mula memandang diri mereka terutama sebagai satu ko￾munitas Umat Beriman, ketimbang sebagai Muslim dan merujuk diri me￾reka sendiri sebagai Orang-Orang Beriman. Lebih lagi, pendapat yang 

menyarakan bahwa mereka memandang diri mereka sendiri sebagai 

Orang-Orang Beriman adalah sesuai dengan beberapa bukti dokumen￾ter yang paling awal yang benanggal dari beberapa dekade setelah wafat 

Nabi Muhammad. Karena itulah, saya akan meninggalkan standar prak￾tis para cendekiawan clan juga merujuk, dalam ayat-ayat ini, Muham￾mad dan sahabat-sahabat dan pengikut awalnya sebagai "Komunitas 

Umat Beriman", atau "Gerakan Umat Beriman". Oihat "Ekumenisme", 

dalam bab ini, untuk diskusi mengenai makna awal yang pasti menge￾nai muslim). Untuk sementara, Muhammad bisa menyebut gerakannya 

sebagai: "Hanifisme" (hanifiyya), sangat mungkin merujuk kepada mo￾noteisme pra-lslam yang masih samar, akan tetapi penggunaan ini tam￾paknya tidak banyak tersebar. 

Jika Nabi Muhammad dan para pengikutnya memandang diri mere￾ka penama dan terutama sebagai Umat Beriman, pada apa mereka ber￾iman? Yang terpenting, Umat Beriman diperintahkan untuk mengakui 

keesaan Tuhan. (Allah adalah kara Arab untuk "Tuhan".) Al-Qur'an 

tanpa lelah mengkhotbahkan pesan monoteisme kaku, mendorong 

pendengarnya untuk selalu ingat T uhan dan tunduk terhadap kehen￾dak-Nya. Al-Qur'an mendorong untuk melawan dosa politeisme (shirk, 

secara harfiyah "menyekutukan" sesuatu dengan T uhan)-yang, tradi￾si Muslim menjelaskan kepada kita, merupakan pandangan dominan 

agama di Makkah ketika Nabi Muhammad tumbuh. Dari perspektif 

al-Qur'an atau Umat Beriman, ketidakmampuan mengakui keesaan 

T uhan, yang telah menciptakan segala sesuatu dan memberi kita hidup, 

adalah merupakan ketidaksyukuran dan merupakan esensi dari ketiada￾an iman (kufr). Akan tetapi monoteisme kaku al-Qur'an juga mengutuk 

doktrin Kristiani mengenai Trinitas sebagai tidak sesuai dengan ide ten￾tang keesaan T uhan: "Mereka yang mengatakan bahwa T uhan itu yang ketiga dari tiga, tidak 'beriman, tidak ada T uhan melainkan T uhan yang 

Satu ... " (Q. 5: 73). 

Sebagaimana sudah kita lihat, ide mengenai monoteisme telah ter￾bangun dengan baik di sepanjang Timur Dekat, termasuk Arab, pada 

masa Nabi Muhammad, dan secara persuasif dikemukakan bahwa kritik 

al-Qur'an yang begitu sering terhadap "politeisme" mungkin diarahkan 

kepada T rinicarian orang-orang Kristiani dan yang lain yang oleh Nabi 

Muhammad dipandang sebagai monoteisme yang setengah-setengah. 

)ika memang begitu, al-Qur'an menjelaskan bahwa persyaracan paling 

dasar bagi Umat Beriman adalah pengakuan tanpa kompromi akan kee￾saan Tuhan. Dan, sebagaimana akan kita lihat, dari konsep fundamen￾tal inilah, yaitu ide mengenai keesaan T uhan, elemen lain dari iman 

yang benar itu muncut 

Yang juga penting bagi Umat Beriman adalah percaya atau iman ke￾pada Hari Akhir atau Hari Pembalasan (yawm al-din). Sebagaimana Tu￾han merupakan Pencipta alam semesta dan segala sesuatu di dalamnya, 

dan Pemberi kehidupan, maka Dia juga yang akan memberikan clekrit 

kapan semuanya akan berakhir, yaitu dunia fisik sebagaimana yang kita 

tahu, waktu, clan segala sesuatu. Al-Qur'an memberikan uraian cukup 

detail mengenai Hari Penghabisan atau Hari Akhir, yaitu bagaimana ia 

akan clatang secara tiba-tiba clan tanpa peringatan; bagaimana sebelum￾nya dunia natural akan berada dalam ketidakteraturan-gunung akan 

mengalir seperti air, tutup langit akan terbuka, bintang berjatuhan; ba￾gaimana orang-orang mati dari masa-masa yang lama akan dihidupkan 

kembali clan muncul dari kubur; bagaimana semua manusia akan clibawa 

ke hadapan T uhan untuk menghadapi Hari Pengadilan Akhir; dan 

bagaimana kita kemudian akan cliambil semuanya baik masuk ke surga 

yang penuh dengan kesenangan dan kebaikan, atau ke dalam neraka 

yang penuh clengan siksaan clan penderitaan, untuk selamanya. Akan 

tetapi al-Qur'an bukan hanya sekadar menjelaskan kedatangan Penga￾clilan itu bagi kita-yang terpenting aclalah bahwa, ia memperingatkan 

kita akan dekatnya masa itu, mendorong kita untuk mempersiapkan diri 

dengan percaya kepada T uhan dan dengan hidup secara saleh. Dari al-Qur'an kira juga dapar mengambil kesimpulan bahwa Umar 

Beriman menerima pandangan mengenai wahyu dan kenabian. Al￾Qur'an menjelaskan bahwa Tuhan telah mewahyukan firman-Nya yang 

abadi kepada manusia berkali-kali, melalui perantaraan serial utusan 

(mufrad, rasul) arau para nabi (mufrod, nabi). (Perbedaan reknis anrara 

rasul dan nabi akan didiskusikan lebih banyak nanti dalam bab ini.) 

Al-Qur'an memberikan banyak cerira mengenai, dan pelajaran yang 

diambil darinya, kehidupan para nabi dan rasul ini. Termasuk figur-figur 

rerkenal di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru-Adam, Nuh, 

Ayub, Musa, Ibrahim, Luth, Zakaria, Isa dan yang lain-sebagaimana 

juga beberapa Nabi Arab yang ridak dikenal (Hud, Salih) dan, tencu 

saja, Muhammad sendiri, yang kepadanya al-Qur'an diwahyukan. Me￾mang, al-Qur'an sebagai wahyu paling akhir mengenai firman Tuhan, 

jelas didahului oleh wahyu•wahyu sebelumnya, yang dikatakan telah 

didisrorsi selama iru. Dan Umar Beriman berkali-kali diperincahkan 

uncuk merujuk semua persoalan "kepada Tuhan dan rasul-Nya" Mu￾hammad. Sebagian dari pandangan yang kompleks ini, juga, adalah 

pandangan mengenai "kirab", yang merujuk, dalam beberapa kasus 

kepada arkeripe langir dari firman T uhan, di mana al-Qur'an semara￾mara merupakan rranskrip persisnya, dan dalam beberapa kasus kepada 

al-Qur'an itu sendiri atau pada kitab-kitab suci lain sebelumnya. 

TEKS AL-QUR'AN 7 (A'RAF): 11-18 

Kami yang menciptakan kamu dan memberimu bentuk, kemudi￾an Kami karalcan kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada 

Adam!" Maka rnereka semua bersujud kecuali ibli&--dia bukanlah 

termasuk orang-orang yang bersujud./ Dia rr uhan] berfinnan: 

"Apa yang menghalangimu untuk bersujud ketika Aku memerin· 

tahkanmu untuk [melakukannya)?" lblis menjawab: "Aku lebih 

baik daripada dia; Kau menciptakan aku dari api, sementara Kau 

menciptakannya dari tanah liat./ rruhanl berfinnan, "Kalau begi· tu turunlah kamu selcarang dari [surga], kamu tidak diberi hak un· 

tuk bersikap arogan di sana. Keluarlah, kamu benar-benar terma￾suk di antara orang-orang yang dihinakan. "/ Dia [iblis) menjawab, 

"Berikan aku arnnesti sampai hari kebangkitan mereka."/(Tuhan] 

berfirman, "Kamu diberikan amnesti."/ [lblis) mengatakan, "be￾nar, saya harus menunggu mereka di jalan lurus Mu karena Kau 

menggodaku./ Maka aku akan datang kepada mereka dari depan, 

dan belakang dan dari kanan serta dari kiri mereka; Engkau tidak 

akan menemukan mereka sebagai orang-orang yang bersyukur 

[kepada Mu]./ [T uhan] berfirman, "Keluar dari Surga, kau Ku￾benci dan Kuusir! lngatlah, Aku akan memenuhi neraka dengan 

semua yang mengikuti kamu." 

Umat Beriman juga diperintahkan untuk percaya pada malaikat￾malaikat T uhan-ciptaan yang membantu T uhan dalam berbagai cara, 

yang paling penting adalah membawa firman Tuhan kepada para ra· 

sul-Nya ketika turunnya wahyu, melayani sebagai "asisten" pada masa 

Penghakiman Akhir, dan dalam beberapa hal cerlibat di dalam perso￾alan-persoalan duniawi ketika itu dikehendaki T uhan. Setan (yang juga 

disebut dengan iblis) di dalam al-Qur'an, adalah semata·mata malaikat 

yang jatuh yang selalu menemani orang dan mencoba membujuknya 

untuk melakukan dosa (Q. 7: 11-22). 

Kesalehan dan Ritual 

Seperti itulah konsep dasar yang membentuk gerakan Umat Beriman, 

yaitu Satu Tuhan, Hari Pengadilan Akhir, para Un1san Tuhan, Kitab, 

dan para Malaikat. Akan tetapi al-Qur'an menjelaskan bahwa menjadi 

orang beriman yang benar dengan hanya semata·mata menerima secara 

intelektual pandangan-pandangan ini tidaklah cukup; seseorang juga 

harus hidup secara saleh. Menurut al-Qur'an, status kica sebagai cipcaan Tuhan menuncut ketaatan pada firman-Nya, harus selalu ingat Tuhan 

dan merendahkan hati di hadapan-Nya ketika shalat. Akan cetapi kica 

juga harus bersikap rendah hati kepada orang lain, yang sama-sama 

ciptaan T uhan; peringatan al-Qur'an terhadap sifat takabur dan ajar￾annya untuk membantu yang kurang beruntung adalah bagian penting 

dari pandangan al-Qur'an mengenai kesalehan, suatu ajaran yang me· 

nekankan misi egalitarian yang sangat kuat yang kita lihat terefleksi 

dalam berbagai ritual. Lebih jauh lagi, Umat Beriman tampaknya harus 

merasa bahwa mereka hidup di dalam abad yang penuh dosa dan merasa 

khawatir bahwa keselamatannya akan berada dalam bahaya kecuali jika 

mereka hidup dalam kehidupan yang lebih religius. 

TEKS AL-QUR'AN 11 (NABI HUD): 114 

Dan dirikanlah shalat pada dua akhir hari, dan sebagian malam. 

Benar bahwa perbuatan baik akan mencegah perbuatan jahat. ltu 

sebagai peringatan bagi mereka yang ingat. 

Lalu apakah kesalehan dari gerakan Umat Beriman itu? Yang per￾tama dan utama, al-Qur'an menjelaskan bahwa Umat Beriman harus 

menjalankan shalat secara rutin. Hal ini termasuk ibadah-ibadah in· 

formal dengan meminta pertolongan T uhan atau doa, dan ibadah yang 

lebih formal (shalat), yang dilakukan pada saat-saat tertentu tiap hari 

clan dalam cara yang tertentu pula, dan diutamakan bersama-sama de￾ngan Umat Beriman lain, apa pun status sosial mereka, berdiri dengan 

pundak yang sama untuk memasrahkan diri sebagai sama di hadapan 

T uhan. Referensi uncuk ibadah shalat, perintah uncuk melakukannya 

dengan iman, clan instruksi mengenai kapan dan bagaimana melaku￾kannya begitu sering disinggung di dalam al-Qur'an, bahwa, sebagaima￾na seorang beriman mengatakannya, "shalat adalah ... di dalam worldvi￾ew al-Qur'an, merupakan fondasi penting dari tingkah laku beragama." Al-Qur'an khususnya memerintahkan shalat sebelum gelap, sebelum 

matahari terbit, pada waktu malam, dan pada waktu siang. Misalnya, 

al-Qur'an 11: 114, 17: 78-79, 20: 130 dan 76: 25-26). Satu referensi 

untuk shalat tengah-tengah (middle prayer) (Q. 2: 238) menjelaskan 

bahwa 3 shalat harian boleh jadi merupakan pola standar di antara 

Umat Beriman pada s:aat tertentu di masa Nabi Muhammad, akan teta￾pi referensi al-Qur'an mengenai waktu kapan shalat harus dilaksanakan 

menggunakan kosa kata yang berbeda dan tidak jelas implikasi tempo￾ralnya dan mungkin merefleksikan bermacam-macam waktu di dalam 

situasi yang selalu berubah. Sistematisasi ibadah shalat menjadi Hrna 

waktu tertentu-satu sistematisasi yang terjadi pada abad setelah wafat 

Nabi Muhammad-tampaknya belum terjadi (paling tidak al-Qur'an ti￾dak memberikan bukti jelas untuk sistematisasi tersebut), namun, Umat 

Beriman yang mula-mula secara umum diharapkan untuk tetap mengi￾ngat Tuhan sepanjang hari. Terlepas dari berapa banyak Umat Beriman 

itu melaksanakan shalat setiap harinya, tetapi kita dapat mengetahui se￾perti apa ritual shalat itu, dari kosakata yang digunakan oleh al-Qur'an. 

Jelasnya melibatkan sikap berdiri, membungkuk, bersujud, duduk, dan 

menyebut nama Tuhan, sekalipun mekanisme pasti dan urutan ritual 

tersebut tidak hanya ditemukan dari al-Qur'an. Lebih jauh, al-Qur'an 

memanggil Umat Beriman agar melakukan shalat pada waktunya dan 

berwudlu dengan air sebelum melaksanakan shalat. Oleh karenanya, sa￾ngat jelas bahwa Umat Beriman dari masa Nabi Muhammad melakukan 

ibadah rutin yang sama dengan ibadah "Islam klasik", walaupun detail 

sepenuhnya mengenai praktik ritual yang lebih awal belum begitu jelas 

sekarang. 

Praktik lain yang dijelaskan oleh al-Qur'an sebagai sesuatu yang 

penting bagi Umat Beriman adalah sedekah kepada yang kurang berun￾tung di dalam hidup----cara lain untuk mengambil kembali ide bahwa 

semua manusia secara fundamental adalah sama dan bahwa apa pun 

perbedaan keberuntungan yang mungkin kita nikmati hanyalah meru￾pakan sesuatu yang sementara. Hal ini diekspresikan secara jelas di dalam berbagai ayat al-Qur·'an: " ... akan tetapi orang yang bercakwa 

adalah siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, pada 

malaikac-malaikat-Nya, Kicab, dan rasul-rasulNya, yang memberikan 

kekayaannya, walaupun sangat menyukainya, kepada saudaranya, anak 

yacim, orang miskin, pengembara, peminca-minca, dan pada [yang mem￾bebaskan) budak, dan mereka yang menjalankan shalat dan membayar 

zakat ... " (Q. 2: 177). 

Tradisi Muslim yang kemudian merujuk amal tersebut dengan iscilah 

zakat atau sadaqah, biasanya diterjemahkan dengan "(sedekah/almsgi￾ving) zakat"; dua iscilah ini sangat dekat dengan shalat dalarn sejurnlah 

ayat al-Qur'an, dan tradisi Muslim yang kemudian memandangnya, 

seperti juga shalat, sebagai salah satu "rukun islam" yang menjadi ciri 

seorang Beriman. Akan cecapi, riser kontemporer menegaskan bahwa 

makna asli Qur'anik dari zakat dan sadaqah bukanlah almsgiving, akan 

tetapi suacu denda acau pembayaran yang dibuac seseorang yang bersa￾lah karena sesuatu bentuk dosa, sebagai ganti di mana Nabi Muhammad 

akan berdoa agar mereka disucikan dari dosa dan urusan lainnya yang 

mungkin menguncungkan. Memang, bahkan dalam ayat yang baru saja 

dikucip, seseorang berpendapac bahwa pembayaran zakac yang dising￾gung secelah shalac, menunjukkan bahwa hal itu merupakan sesuatu 

yang berbeda dengan memberikan hana kekayaan kepada orang miskin 

(yang biasanya kica anikan uncuk almsgiving/sedekah), yang di dalam 

ayat dicempatkan sebelum menyinggung shalat. Pemahaman centang 

zakat dan sadaqah yang semacam ini sebagai pembayaran untuk peng￾ampunan acau penyucian dosa-dosa adalah lebih jelas di dalam ayac 

berikuc: "Yang lain telah mengaku dosa mereka ... /ambil dari kekaya￾an mereka sadaqah uncuk membersihkan mereka, dan menyucikan [tu￾zakki) mereka karenanya, dan berdoalah untuk mereka, memang doamu 

adalah merupakan kepuasan buat rnereka. Tuhan Maha Mendengar, 

dan Maha Mengecahui" (Q. 9: 102-103; kata kerja "untuk menyucikan" 

adalah dari akar bahasa Arab yang sama sebagaimana zakac). Akan te￾tapi kenyataan bahwa Umat Beriman kadang-kadang perlu membuac pembayaran untuk penyucian tersebut, menggarisbawahi bagaimana ko￾munitas ketika itu, secara prinsip, fokus untuk mempertahankan kesu• 

cian hati mereka, dalam menjadi satu komunitas yang sejauh mungkin 

hidup dalam ketakwaan yang ketat, sehingga dapat memisahkan diri 

dari dunia dosa di sekitar mereka serta dapat mencapai keselamatan 

pada hidup sesudah mati. Seiring dengan berjalannya waktu, tampaknya 

kriteria keanggotaan Umat Beriman menjadi lebih rileks, sehingga siapa 

saja yang mengucapkan statemen iman yang paling mendasar dapat ter￾masuk di dalamnya. Akan tetapi untuk itu mereka, paling tidak secara 

teoretis, harus tunduk kepada standar tingkah laku yang tinggi. 

Umat Beriman juga harus, jika mereka secara fisik mampu, menja￾lankan ibadah puasa seharian pada bulan kesembilan dalam kalender 

Muslim, Ramadan, dan pada waktu lain sebagai penyesalan terhadap 

dosa (Q. 2: 183-185). Puasa, khususnya pada bulan 'ashura' (hari ke￾sepuluh dari awal bulan), telah lama dipraktikkan oleh orang-orang 

Yahudi dan Kristiani di Timur Dekat; mungkin juga telah dilakukan di 

antara para penganut penyembah paganisme di Arab dan merupakan 

suatu praktik yang terus berlanjut dengan baik pada masa Islam. Na￾mun, tidak jelas bagaimana tradisi puasa yang mula-mula ini menyum￾bang kepada praktik Umat Beriman. Akan tetapi, saat ini, puasa Ra￾madan membuat Umat Beriman khususnya ingat Tuhan, paling tidak 

dalam teori, dan merupakan satu cara untuk mengikat bersama Umat 

Beriman sebagai suatu komunitas melalui aktivitas ritual bersama-sama. 

Akhimya, puasa Ramadan menjadi diwajibkan dan puasa 'Asura' dijadi￾kan sebagai sunah saja. 

Al-Qur'an juga merujuk kepada ritual haji yang diperintahkan bagi 

Umat Beriman. Hal ini termasuk umra atau "haji kecil", dilaksanakan 

di dekat Ka'bah di Makkah, dan Hajj atau "haji besar", dilakukan pada 

hari-hari tenentu di bulan Dhu 1-hijja di 'Arafat clan tempat·tempat 

sekitamya, beberapa mil dari Makkah (Q. 2: 196-200, 5: 94-97.) lbadah 

haji ke Ka'bah, termasuk ritual tawaf dan lain-lain, telah dipraktikkan di 

Ka'bah pada masa pra-Islam, akan tetapi bentuk haji juga telah dibangun 

pada masa Yahudi dan Kristiani antik akhir, dan hal ini mungkin telah membentuk latar belakang yang mengharuskan kita melihat praktik haji 

Orang-Orang Beriman yang awal. Akan tetapi tampaknya ibadah haji 

diperintahkan sebagai suatu kewajiban pada Umat Beriman hanya pada 

masa akhir karier Nabi Muhammad, untuk alasan sederhana, bahwa Nabi 

Muhammad dan para pengikutnya di Madinah tidak mempunyai akses ke 

Makkah sepanjang dua kota itu terkunci karena permusuhan terbuka. La￾yak untuk disebutkan, bahwa surah al-Qur'an yang secara umum tertang￾gal pada fase Makkah dari karier Nabi Muhammad tidak menyinggung 

mengenai ibadah haji ini. Akan tetapi, kita melihat Nabi Muhammad 

menekankan ide mengenai haji ini pada ekspedisi Hudaybiya tahun 

6/628, ketika beliau dan sejumlah besar kelompok pengikutnya melaku￾kan operasi, dalam ,sejumlah massa tetapi tanpa senjata, ke arah Mak￾kah yang bermaksud melaksanakan ibadah haji. Umat Beriman disuruh 

kembali oleh Quraysh tetapi bukan sebelum membuat perjanjian yang 

memberikan mereka izin untuk melaksanakan ibadah haji ke Makkah 

pada tahun berikucnya. Tentu saja, ritual ibadah haji pra-lslam di Ka'bah, 

yang merupakan ritual pagan, harus direinterpretasi dari sudut pandang 

monoteistik Umat Beriman. Tradisi Muslim mengklaim bahwa ritual 

Ka'bah asalnya dibangun oleh Ibrahim, seorang monotheis pertama, 

tetapi selanjutnya terkorupsi oleh praktik-praktik pagan. Dengan demi￾kian ibadah haji Umat Beriman merupakan restorasi praktik yang asalnya 

monoteistik. Cerita mengenai penaklukan Nabi atas Makkah pada 8/630, 

sebagaimana telah kita lihat, menghubungkan bagaimana Nabi Muham￾mad menyucikan Ka'bah yang menjadi arena patung pagan. 

TEKS AL-QUR'AN 2 (AL-BAQARAH ): 183-185 

Wahai kamu orang yang beriman, berpuasalah sebagaimana dipe￾rintahkan kepadamu, sebagaimana juga kepada orang-orang se· 

belum kamu, sehingga kamu menjadi orang yang benakwa (184). 

Untulc sejumlah hari-hari tertentu. Akan tetapi siapa di antara 

kamu yang sakit, atau sedang bepergian [maka gantilah] pada hari lain. Dan bagi mereka yang mampu untuk melakukannya [akan 

tetapi tidak melakukannya) penebusannya adalah memberi makan 

orang miskin, akan tetapi siapa saja yang berbuat baik, maka itu 

lebih baik baginya, dan bahwa puasamu itu lebih baik bagimu, 

jika engkau mengetahui. (185) Bulan Ramadan, di mana al· 

Qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia, dan bukti yang 

jelas dari petunjuk dan perintah. Siapa saja di antara kamu yang 

menyaksikan bulan tersebut harus berpuasa, akan tetapi siapa saja 

yang sakit atau sedang bepergian [hendaknya berpuasa) di hari 

lain. Tuhan ingin membuat kemudahan buatmu, Dia tidak ingin 

membuat kesulitan untukmu. Maka penuhilan Uumlah hari) ter· 

sebut dan agungkanlah Tuhan karena Dia-lah yang memberimu 

petunjuk, sehingga kamu bersyukur. 

Kemungkinan bahwa Umat Beriman memandang diri mereka sen￾diri sebagai hidup dalam suatu dunia yang yang penuh dengan dosa, 

sehingga mereka berkeinginan untuk membedakan diri mereka sendiri, 

juga menemukan ekspresinya di dalam praktik-prakcik lainnya yang 

lebih rutin yang dianjurkan atau dilarang al-Qur'an. Umat Beriman 

didorong untuk berpakaian secara pantas (modesty) (Q. 24: 30-31)-se￾buah implikasi bahwa ini bertentangan dengan mereka yang berada di 

sekitarnya adalah jelas-dan dilarang untuk memakan babi, bangkai, 

dan darah (Q. 2: 173). Mereka diperintahkan untuk tidak datang shalat 

dalam keadaan mabuk (Q. 4: 43). Pedoman moral secara umum juga 

sering ditemukan. Misalnya, Q. 60: 12 melarang praktik-praktik yang 

merupakan dosa serius yang tampaknya sudah merupakan sesuatu yang 

biasa, yaitu menyekutukan sesuatu dengan Tuhan (syirk), mencuri, 

berzina, membunuh anak-anak, mengemukakan saksi palsu, dan tidak 

menaati Nabi. Ayat-ayat yang semacam ini menunjukkan, sekali lagi, 

bahwa Umac Beriman sangac peduli terhadap apa yang mereka lihat se￾bagai dosa yang tidak terkontrol dan tersebar luas di sekitar mereka, dan berkeinginan untuk hidup dalam standar tinggi di dalam tingkah laku 

mereka. 

TEKS AL-QUR'AN 60 (MUMTAHANAH): 12 

Wahai Nabi, ketika para perempuan beriman yang datang kepa￾damu, berjanji bahwa mereka tidak akan menyekutukan Tuhan, 

tidak akan berbuat zina, tidak membunuh anak-anak mereka, 

tidak mengatakan sesuatu yang tidak benar, tidak juga tidak me￾naati kamu dalam segala hal yang bersifat tradisi, maka terimalah 

apa yang mereka janjikan dan memohonlah kepada Tuhan untuk 

mengampuni mereka, karena T uhan Maha Pengampun. 

Kesalehan yang diperintahkan al-Qur'an bagi Umat Beriman, de￾ngan demikian, mensyaratkan mereka secara konstan menampakkan 

sifat takwa kepada Tuhan melalui ibadah reguler (shalat), melakukan 

perbuatan baik, dan tingkah laku yang pantas dan secerusnya. Al￾Qur'an begitu kuat menekankan pentingnya tingkah laku yang benar, 

oleh karenanya sangat dibenarkan bagi kita untuk menilai gerakan 

Umar Beriman ini sebagai satu gerakan yang bukan hanya bersifat mo￾noreistik kaku, akan terapi juga kesalehan yang kaku. Dalam ha! ini, 

gerakan Umat Beriman dapat dilihat sebagai kelanjutan dari tendensi 

kesalehan yang ditemukan di dalam agama-agama Timur Dekat pada 

periode antik terakhir. Memang gerakan Umat Beriman ini dapat kita 

lihat dalam konteks umumnya, akan terapi dapat juga kita lihat bahwa 

kesalehan gerakan Umat Beriman merepresentasikan pula manifesta￾si dari kesalehan yang beradaprasi dengan lingkungan budaya Arab. 

Sekalipun Umat Beriman memandang dunia di sekitar mereka penuh 

dengan dosa dan kejahatan, akan tetapi kesalehan gerakan mereka ini 

bukan semacam orientasi asketisisme yang sangat terkenal di dalam 

tradisi Krisriani pada masa antik terakhir, khususnya di Syria dan Mesir. Memang, kesederhanaan dan kerendahan haci icu diperincahkan seba￾gai bagian dari etos egalitarian al-Qur'an, dan kekayaan kadang-kadang 

dipandang sebagai jebakan, bagi yang tidak sadar. Sacu ayat bahkan 

menunjukkan bahwa anak-anak dan keluarga bisa jadi menggoda kewa￾jiban kica untuk memusackan pikiran pada Tuhan: "Kekayaan dan anak 

merupakan omamen dari kehidupan duniawi, akan tetapi bertakwa ada￾lah lebih baik di hadapan Tuhan ... " (Q. 18: 46). Akan tetapi sentimen 

ini lebih dari sekadar mengimbangi beberapa ayac yang menegaskan 

bahwa sesuacu yang baik di dunia ini merupakan hasil dari rahmac Tu￾han dan harus diterima sebagai karunia yang diberikan kepada Umat 

Beriman: "Wahai orang yang beriman, janganlah engkau melarang 

sesuacu yang baik yang Allah karuniakan kepadamu, tapi jangan pula 

melebihi batas, karena Allah tidak menyukai mereka yang melebihi 

batas" (Q. 5: 87). Dengan demikian, tampak bahwa dosa dan kejahatan 

yang dipahami Umat Beriman sebagai berada di sekitar mereka, semata￾mata hanyalah merupakan fenomena manusiawi atau sosial, yang sama 

sekali bukan berimplikasi bahwa karunia yang ada di dunia bukan me￾rupakan sesuacu selain dari rahmat Allah. Menikmatinya, dan beberapa 

kenikmatan di dalam masyarakat juga diperbolehkan bagi Umat Ber￾iman, sepanjang mereka menikmacinya dalam bacas moderac-paling 

tidak, mereka tidak dilarang. Perkawinan dan membesarkan anak-anak 

diasumsikan sebagai norma dan secara umum tidak dipresentasikan se￾bagai bercentangan dengan kehidupan yang baik. Pendeknya, kesalehan 

Umac Beriman adalah kesalehan yang dimaksudkan untuk berfungsi di 

dalam dunia, dan dalam kehidupan sehari-hari-bukan bersifat asketik, 

sebagaimana di dalam cradisi Kristiani masa antik terakhir. Dalam hal 

ini, kesalehan Umac Beriman lebih mirip dengan pandangan umum me￾ngenai takwa yang ditemukan di dalam Yahudi masa antik. TEKS AL-QUR'AN 16 (NAHL) 114-115 

Maka makanlah apa yang diberikan T uhan kepadamu sesuatu 

yang halal dan baik, dan bersyukurlah kepada kebaikan Tuhan, 

jika engkau berbakti kepada-Nya. (115) Dia hanya melarangmu 

terhadap bangkai, daging babi, dan segala sesuatu yang dikorban· 

kan tidak atas nama Tuhan, akan tetapi barang siapa yang ter· 

paksa [untuk memakan semua ini) tanpa dia kehendaki dan tidak 

berlebihan, sungguh T uhan Maha Pengampun dan Mahakasih 

Ekumenisme 

Bukti-bukti al-Qur'an menunjukkan bahwa gerakan Umat Beriman 

awal terpusat pada ide mengenai monoteisme, persiapan untuk Hari 

Akhir, percaya kepada kenabian clan kitab suci yang diwahyukan, clan 

menjalankan tingkah laku yang benar/takwa, termasuk shalat/doa yang 

selalu dilakukan, menghindari melakukan dosa-dosa, menjalankan pu· 

asa secara periodik, clan tingkah laku asih clan rendah hati terhadap 

orang lain. Semua ide clan praktik ini sudah cukup dikenal di Timur 

Dekat pada abad ketujuh, sekalipun di dalam al-Qur'an mereka mene￾mukan formulasi unik (clan satu dalam bahasa Arab). Umat Beriman 

yang paling mula-mula memandang diri mereka sendiri terdiri sebagai 

kelompok terpisah yang saleh, kelompok monoceis yang bercakwa ke￾pada T uhan, terpisah karena kesalehan ketac mereka dibanding yang 

berada di sekitar mereka-baik itu politeis maupun monoteis yang tidak 

sempurna atau pendosa-yang tidak sesuai dengan aturan yang mereka 

punyai. 

Di sisi lain, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa Umat Beriman 

memandang diri mereka sendiri sebagai konfesi agama yang baru atau 

terpisah (yang Al-Qur'an tampaknya memberikan istilah milla (Q. 2: 120). Memang, beberapa ayat menjelaskan bahwa misi Nabi Muham￾mad sama dengan yang dibawa nabi-nabi sebelumnya: "Kacakanlah: 

Aku bukanlah baru di antara nabi-nabi yang telah ada; dan aku tidak 

tahu akan jadi apa aku dan kamu. Aku semata-mata mengikuti apa yang 

telah diwahyukan kepadaku; aku hanya pemberi peringatan" (Q. 46: 9). 

Pada masa paling awal dalam sejarah gerakan Umat Beriman, dengan 

demikian, tampak bahwa Yahudi atau Kristiani yang cukup saleh dapat, 

jika mereka mau, berpartisipasi di dalamnya karena mereka telah meng￾akui T uhan yang esa. Arau dengan kaca lain, beberapa di antara Umat 

Beriman yang mula-mula terdapat orang-orang Kristiani atau Yahudi￾walaupun tidak semuanya. Alasan untuk "secara konfesional terbuka" 

ini atau kualitas ekurnenikal ini adalah semata-mata bahwa ide dasar 

Umat Beriman dan penekanan mereka pada pelaksanaan kesalehan 

ketat, sama sekali bukan merupakan antitesis terhadap kepercayaan dan 

praktik-praktik orang-orang Kristiani dan Yahudi. Bahkan, al-Qur'an 

sendiri kadang-kadang mencatat paralelisme tertentu antara Umat Ber￾iman dan dengan kepercayaan monoteisme yang telah ada (tak jarang 

dikombinasikan bersama oleh al-Qur'an dalam istilah "orang-orang 

yang menerima kitab," ahl aL-kitab, (Q. 48: 29). 

Pengamatan lebih dekat terhadap al-Qur'an memperlihatkan adanya 

sejumlah ayat yang menunjukkan bahwa beberapa orang Kristiani dan 

Yahudi dapat menjadi anggota dalam gerakan Umat Beriman-bukan 

semata karena mereka Kristiani atau Y ahudi, tetapi karena mereka 

orang yang saleh. Misalnya, Q. 3: 199 menyatakan: "di antara ahli kitab 

terdapat mereka yang percaya kepada T uhan dan apa yang diturunkan 

kepadamu dan apa yang diturunkan kepada mereka ... "Ayat lain se￾perti Q. 3: 113-1 16, menempatkan hal ini secara lebih detail. Ayat-ayat 

ini dan ayat-ayat lain menunjukkan bahwa banyak ahli kitab--Kristiani 

dan Yahudi-yang dipandang sebagai Umat Beriman. Jadi garis pemi￾sah antara Umat Beriman dengan yang tidak beriman, tidak sama de￾ngan garis pemisah dengan ahli kitab, tetapi tergantung kepada komit￾men mereka terhadap T uhan dan pada ketaatan melaksanakan hukum T uhan. Dengan demikian sebagian di anrara mereka harus dipandang 

sebagai Umat Beriman, sementara yang lain tidak. 

Umat Beriman, dengan demikian, apa pun agama yang mereka pe￾luk-apakah Krisciani (non Trinitarian). Yahudi, acau yang bisa kica 

sebuc dengan "monoiteisme Qur'anik," perubahan dari agama pagan ke 

yang baru---dihar,ipkan untuk hidup secara ketat dengan hukum Tuhan 

yang diwahyukan kepada komunitas mereka. Yahudi hams menaati 

hukum-hukum Taurac; Krisciani menaati lnjil; dan mereka yang belum 

menjadi anggota salah satu komunitas monoteisme yang ada, harus 

menaati aturan atau ajaran al-Qur'an. lstilah umum untuk monoteisme 

Qur'anik yang baru ini adalah mu.slim, tetapi di sini kita harus berhenti 

sejenak untuk mendiskusikan secara lebih derail arci yang cepac uncuk 

kata mu.slim dan islam di dalam al-Qur'an. 

TEKS AL-QUR'AN 3 (ALI IMRAN): 113-116 

Di ancara Ahli Kicab adalah orang-orang yang sangac bisa diper￾caya; mereka membaca ayat-ayat Allah sepanjang malam sambil 

bersujud. Mereka beriman kepada Allah clan Hari Akhir, menga· 

jak kepada kebaikan clan melarang kejahatan clan bersegera mela￾kukan perbuacan baik. Mereka adalah di antara orang-orang yang 

bertakwa. Tidak satu perbuatan baik dari mereka yang akan lewat 

tanpa syukur; karena Allah Mengetahui orang yang saleh. Akan 

tetapi mereka yang tidak beriman, harca clan anak-anaknya tidak 

akan membantu mereka melawan Allah. Mereka adalah ahli ne￾raka; mereka kekal di dalamnya. 

Pandangan bahwa komunitas Umat Beriman yang mula-mula yang 

ada pada masa Nabi Muhammad itu termasuk di dalamnya orang-orang 

Krisciani clan Yahudi yang saleh, centu saja, sangac berbeda dengan apa 

yang disebutkan oleh sumber-sumber tradisional Islam akhir-akhir ini. 

Dalam tradisi Islam akhir, sampai sekarang, "Islam" merujuk kepada agama rerrenru, berbeda dengan Krisriani, Yahudi dan lainnya, dan 

"Muslim" merujuk kepada para anggota dari agama ini. lstilah-isrilah 

ini memang berasal dari al-Qur'an, tetapi maknanya, sebagaimana digu￾nakan oleh tradisi yang kemudian, telah melalui beberapa perubahan. 

Kerika, misalnya, seseorang membaca ayar al-Qur'an "Ibrahim bukanlah 

seorang Yahudi arau Kristiani, retapi dia adalah seorang muslim hanif, 

dan bukan salah seorang dari orang-orang musyrik" (Q. 3: 67; teks ba￾hasa Arab berbunyi hanifan musliman), menjadi jelas bahwa muslim di 

dalam al-Qur'an harus berarri sesuaru yang lain dari apa yang kemudian 

(clan sekarang) digunakan untuk memberi arti "Muslim"; karena muslim 

dalam kalimat tersebut digunakan sebagai adjektiva yang memodifikasi 

kara benda hanif (yang artinya sendiri masih dalam perdebatan-mung￾kin istilah pra-Islam untuk "penganut monoteisme"). Pengertian dasar 

mengenai muslim adalah "seseorang yang berserah diri" kepada T uhan 

arau "seseorang yang taar" kepada aturan atau perinrah T uhan serta 

kehendak Tuhan bagi manusia, dan dengan demikian juga mengakui 

keesaan Tuhan. Dengan kata lain, muslim yang digunakan di dalam al￾Qur'an berarti, secara esensial, monoteisme yang mempunyai komitmen 

(committed monotheism) dalam arti memasrahkan diri kepada kehendak 

T uhan. lnilah mengapa Ibrahim dapat disebut dalam ayat al-Qur'an ini, 

seorang muslim hanif, seorang "hanif yang monoteis yang punya komit￾men". Dengan demikian, sebagaimana digunakan di dalam al-Qur'an, 

islam dan muslim belum mempunyai pengerrian perbedaan konfesi seba￾TEKS AL-QUR'AN 29 ('ANKABUT): 46 

Janganlah berdebat dengan Ahli Kitab kecuali berdebat secara 

baik-kecuali mereka yang berbuat jahat. Katakanlah, "Kami ber· 

iman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan juga kepada 

kamu. T uhan kami dengan T uhan kamu adalah satu, dan kepada￾Nya lah kami berserah diri. gaimana yang sekarang kira asosiasikan dengan "Islam" dan "Muslim"; 

keduanya mempunyai makna yang jauh lebih luas dan lebih inl<lusif dan 

kadang bahkan diaplikasikan kepada orang-orang Kristiani clan Yahudi, 

yang pada dasamya, juga monoteis (Q. 3: 53, 3: 83, dan 29: 46). Akan 

rerapi, kira dapar memahami bagaimana kara-kara Qur'anik ini, is/am 

dan musim, l kemudian memperoleh makna yang lebih membatasi dan 

konfesional sebagai keimanan baru yang berbeda dengan Kristiani clan 

Yahudi. Mereka Umat Beriman yang merupakan orang-orang Krisriani 

dan Yahudi dapar te,rus diidenrifikasikan dengan nama tersebut (Kristia￾ni clan Yahudi), namun seorang Beriman yang sebelumnya polireis tidak 

lagi disebut sebagai Musyrik, dengan demikian istilah yang paling bisa 

diterapkan unruk manran Musyrik rersebut, begitu dia memeluk mono￾teisme clan menjalankan hukum al-Qur'an, adalah muslim. Dan kemudi￾an, istilah muslim mulai digunakan secara eksklusif bagi Umat Beriman 

"monoteis baru" ini yang mengikuti hukum al-Qur'an. 

Selain al-Qur'an, terdapat bukti rambahan mengenai pendapat bah￾wa beberapa orang Yahudi, paling tidak, adalah merupakan anggora 

komunitas Nabi Muhammad. Sekalipun sampai sekarang kita meng￾hindari keterganrungan pada sumber-sumber Muslim tradisional, yang 

rerranggal lebih akhir dari masa al-Qur'an, persetujuan anrara Nabi Mu￾hammad dengan orang-orang Yathrib yang dijelaskan sebelumnya, yang 

dikenal dengan dokumen ummat, tampaknya berkualitas mendekati teks 

dokumenter. Sekalipun hanya disimpan dalam koleksi yang bertanggal 

akhir, teksnya sangat berbeda dalam isi dan gayanya dari segala sesuatu 

yang lain yang ada dalam koleksi ini, dan sangat jelas bersifat kuno (ar￾kaik), sehingga semua mahasiswa yang belajar Islam awal, bahkan yang 

skeprik sekalipun, menerimanya sebagai bemilai autenrik dan mende￾kati teks dokumenter. 

Satu pasal dalam domumen ummat itu terbaca "Orang-orang Yahudi 

dari suku 'Awf adalah satu dengan Umat Beriman; orang-orang Yahudi 

mempunyai hukum mereka dan orang-orang Islam mempunyai hukum 

(din) mereka. [Hal ini diaplikasikan kepada) mawali mereka clan kepada mereka sendiri, kecuali mereka yang melakukan perbuatan jahat dan 

bertindak tidak setia, karena dia hanya akan membunuh dirinya sendiri 

dan orang-orang yang ada di dalam rumahnya" (Terjemahan serjeant. 

Para C2a, dengan modifikasi). Dengan kata lain, ini dan pasal-pasal la￾innya di dalam dokumen ummat tampak jelas mengonfirmasi pandang￾an bahwa beberapa kaum Yahudi Madinah telah membuat perjanjian 

dengan Nabi Muhammad di mana mereka diakui sebagai bagian dari 

ummat atau komunitas Umat Beriman. lstilah muslim dalam pasal ini 

juga mungkin merujuk kepada Umat Beriman yang mengikuti hukum 

al-Qur'an (bukan umat Yahudi, yang disebutkan di dalam dokumen, 

yang mempunyai hukum mereka sendiri). 

Dokumen ummat memunculkan pertanyaan-pertanyaan keraguan 

mengenai deskripsi sumber-sumber tradisional yang menjelaskan ten￾tang hubungan Nabi Muhammad dengan Yahudi Madinah. Misalnya, 

sementara sumber tradisional menjelaskan secara detail konflik Nabi 

dengan tiga klan utama Yahudi Madinah-banu Qoynuqo', banu Nadir, 

dan banu Qurayza-tapi tak satu pun dari klan ini bahkan disinggung 

di dalam dokumen ummat. Bagaimana kita menginterpretasikan peng￾hilangan hal tersebut dari dokumen? Apakah diamnya dokumen umat 

mengenai ketiga klan tersebut merupakan bukti bahwa dokumen itu 

hanya ditulis kemudian di dalam kehidupan Nabi Muhammad, setelah 

ketiga klan Yahudi ini lenyap? Atau apakah suatu saat ada klausul-klau￾sul (atau dokumen lain) yang semata-mata hilang atau yang dihilang￾kan sebagai tidak relevan setelah ketiga klan ini tidak ada lagi di Ma￾dinah? Atau haruskah kita menginterpretasikan kediaman ini sebagai 

bukti bahwa cerita mengenai benturan antara Nabi Muhammad dengan 

orang-orang Yahudi Madinah ini terlalu dibesar-besarkan (atau mung￾kin sama sekali diada-adakan) oleh tradisi Muslim-mungkin sebagai 

bagian dari proyek menggambarkan Nabi Muhammad sebagai benar￾benar seorang nabi, yang melibatkan penghilangan resistensi yang ku￾kuh dari mereka yang berada di sekitamya? Pertanyaan-pertanyaan ini 

dan yang lainnya masih harus diselesaikan oleh kecendekiawanan yangakan datang. Akan tetapi dapat kita katakan di sini bahwa tradisi Mus￾lim akhir menyinggung sejumlah Umat Beriman pada masa hidup Nabi 

Muhammad yang berasal usu! Yahudi-yaitu, mereka dijelaskan sebagai 

"convert" (berubah) dari Yahudi ke dalam Islam. Kira mungkin ingin 

bertanya apakah memang benar bahwa figur ini berubah; boleh jadi 

mereka tetap sebagai orang Yahudi, tanpa meninggalkan keyahudian 

mereka, bergabung dengan gerakan Umat Beriman, dan yang akhimya 

disebut dengan "convert" oleh kaum tradisionalis yang kemudian, sebab 

bagi mereka kategori Umat Beriman dan Y ahudi ketika itu merupakan 

sesuatu yang saling terpisah? 

Mengakui karakter yang secara konfesional bersifat ekumenikal dari 

gerakan Umat Berirnan awal sebagai sesuatu gerakan yang terbuka ter￾hadap monoteisme yang saleh dan bertakwa kepada T uhan, apa pun 

konfesi mereka, maka hal ini mengharuskan kita untuk merevisi persep￾si kita mengenai apa yang telah terjadi dalam berbagai episode selama 

kehidupan Nabi Muhammad (jika kita ingin menerima rekonstruksi 

mengenai hidup Nabi yang berhubungan dengan sumber-sumber tradi￾sional). Misalnya, sebagian dari cerita tradisional mengenai kehidupan 

Nabi Muhammad, yang melibatkan benturannya dengan kelompok 

Yahudi tertentu, menjadikan beberapa ahli memandang bahwa khot￾bah clan gerakan Nabi Muhammad dalam beberapa ha! sebagai gerakan 

anti-Yahudi. lni benar, khususnya mengenai cerita nasib buruk Bani 

Qurayzah, yang anggotanya dieksekusi atau dijadikan budak setelah 

Perang Khandak. Akan tetapi mengenai masuknya orang-orang Yahudi 

ke dalam gerakan Umat Beriman, kita harus menyatakan bahwa ben￾turan dengan kelompok-kelompok Yahudi merupakan efek dari sikap 

atau tindakan politik tertentu dari mereka sendiri, misalnya penolakan 

untuk menerima kepemimpinan atau kenabian Nabi Muhammad. Se￾mua itu tidak bisa dijadikan sebagai bukti adanya permusuhan secara 

umum terhadap Yahudi di dalam gerakan Umat Beriman yang melebihi 

bukti bahwa eksekusi terhadap penindas tertentu yang berasal dari suku 

Quraysh harus disimpulkan bahwa beliau anti-Quraysh. Narasi cradisional menjelaskan bagaimana Nabi Muhammad diundang 

ke Yathrib/Madinah untuk berperan sebagai arbiter pertencangan anta￾ra suku-suku yang bertikai, khususnya Aws dan Khazraj clan sekutu Ya￾hudi mereka. Memilih seseorang yang berasal dari luar sebagai arbicer￾yang bukan cermasuk di dalam salah sacu yang bercikai-yaicu seorang 

yang diakui mempunyai ka.rakter yang baik, bukanlah merupakan sesu￾acu yang cidak biasa di dalam konteks Arab. Sejumlah ayat al-Qur'an 

yang menginstruksikan para pendengarnya untuk "menaaci Allah dan 

rasul-Nya," acau menaaci rasul-Nya saja, tampaknya merefleksikan pe￾ranannya sebagai arbiter. Tak ada alasan untuk berpikir bahwa suku 

pencing Yahudi Yachrib sejak awal kurang berkehendak menerima beli￾au sebagai arbicer, dan sebagaimana disinggung di acas, Yahudi termasuk 

bagian dari komunitas baru yang satu ini di dalam dokumen ummat. 

Peranan Nabi Muhammad sebagai pemimpin politik, oleh karenanya, 

mungkin memiliki sedikic masalah bagi Yahudi clan Krisciani pada masa 

Nabi Muhammad. 

Akan tetapi, yang lebih sulit uncuk dilihat adalah stacus Nabi Mu￾hammad sendiri di dalam ideologi agama dari gerakan Umat Beriman. 

Umac Beriman, sebagaimana kica kecahui, cermasuk dalam monoceisme 

yang kuat, sangac saleh, dan bersifac ekumenikal acau secara pengakuan 

terbuka terhadap gerakan keagamaan yang memerintahkan orang-orang 

yang belum monoteis untuk mengakui keesaan T uhan clan memerintah￾kan yang sudah monoceis untuk hidup dengan ketaacan penuh kepada 

hukum yang terus diwahyukan oleh Tuhan kepada manusia-baik da￾lam bentuk Taurat, lnjil, maupun al-Qur'an. Akan tetapi apa yang di￾pahami Umat Beriman mengenai peranan yang harus diperankan Nabi 

Muhammad, dan khususnya, bagaimana pandangan ini celah berpenga￾ruh terhadap kehendak Yahudi dan Kristiani yang mendengar misi Nabi 

Muhammad untuk bergabung dengan gerakan Umat Beriman? 

Sekali lagi, satu-satunya bukti yang pasti untuk menjawab pertanya-an ini adalah al-Qur'an, yang memberikan banyak ayat spesifik menge￾nai Nabi Muhammad dan status keagamaannya. Sejumlah kata yang 

berbeda diaplikasikan di dalam al-Qur'an; beliau dipanggil, antara lain, 

sebagai utusan atau apostel/rasul, yaitu utusan Allah, dan nabi. Apakah 

dua istilah ini harus dipandang sebagai sinonim tidak begitu jelas, akan 

tetapi paling tidak dalam sacu ayat (Q. 33: 40), dia disebut "rasul Allah 

dan penutup nabi", dua istilah ini diaplikasikan pada beliau secara ber￾samaan. Dalam Q. 7:157, keduanya tampak dapat dipergantikan: " ... 

mereka yang mengikuti rasul, nabi yang ummi ... " Beliau disebut nabi 

yang telah diramalkan di dalam Taurat dan lnjil (Q. 7: 94). Beliau juga 

disebut sebagai pengemban visi yang bagus (mubashshir), seorang pem￾beri peringatan (nadhir)-khususnya seseorang yang memberikan peri￾ngatan mengenai datangnya Hari Penghakiman--dan terkadang, seba￾gai saksi (shahid) atau sebagai pengajak (da'i), seseorang yang mengajak 

orang lain untuk beriman. Beliau sering digambarkan sebagai penerima 

wahyu, yang bertanggung jawab menyampaikan kepada mereka yang 

berada di sekitarnya apa yang diwahyukan kepadanya. Proses pewah￾yuan itu sendiri disebut dengan "penurunan" (biasanya tanzil) dan jelas 

teridentifikasi sebagai berasal dari Tuhan (misalnya, lihat Q. 11: 14). 

Substansi mengenaii apa yang diturunkan dijelaskan secara bervariasi, 

sebagai al-Qur'an (Q. 6: 19, 12: 3, dan 42: 7), sebagai kitab (Q. 29: 45, 

3: 79, 6: 89, 18: 27, 35: 31, dan 57: 26), sebagai wisdom/kebijaksanaan 

(3: 79, 6: 89, 57: 26, dan 17: 39), sebagai kerasulan (3: 79, 6: 89, dan 

57: 26), sebagai pengetahuan mengenai sesuatu yang tersembunyi (3: 

44, 12: 102, dan 11: 49), dan pengetahuan bahwa Allah itu Esa (Q. 11: 

14 dan 18: l lO). 

Muhammad, dengan demikian mengklaim bukan hanya diberi wah￾yu, tetapi benar-benar seorang Nabi yang membawa kitab suci, sebagai￾mana nabi-nabi sebelumnya. Bahkan, beliau disebut sebagai "penutup 

kenabian", yaitu yang terakhir dalam serial panjang penerima wahyu 

Tuhan. Mereka yang mengikuti Nabi Muhammad diharapkan untuk 

tidak saja beriman kepada Tuhan dan Hari Akhir, tetapi juga beriman kepada klaim Nabi acas kenabian dan pada validicas acau ocencisitas 

mengenai apa yang diwahyukan kepadanya (Q. 5: 81). Bagaimana umat 

Yahudi dan Krisciani koncemporer akan menerima klaim bahwa Nabi 

Muhammad adalah seorang nabi yang membawa wahyu Tuhan merupa￾kan sesuacu yang sulic uncuk diakses. 

Sebagaimana kita ketahui, pandangan bahwa kenabian icu ada, cam￾paknya cersebar di berbagai bagian Timur Dekac beberapa abad sebelum 

munculnya Islam, walaupun sedikic sekali yang kica kecahui. Pandangan 

semacam icu campaknya cersebar di Arab; tradisi Muslim yang kemu￾dian menyebut sejumlah "nabi palsu" Arab yang muncul di berbagai 

wilayah pada masa hidup Nabi Muhammad. Konsep kenabian yang 

kica cemukan di dalam al-Qur'an, cermasuk pandangan mengenai serial 

nabi-nabi dan juga mengenai "penucup nabi-nabi", adalah sama dengan 

yang ditemukan di dalam beberapa sekte Yahudi-Kristiani pada awal 

abad permulaan Masehi, dan dari sana menyebar ke kelompok lain, se￾perti Manichanisme. Aktivicas kenabian Nabi Muhammad dengan de￾mikian tampaknya bukan sesuatu yang luar biasa bagi orang-orang yang 

mempunyai pandangan yang sama mengenai harapan akan munculnya 

secara ciba-ciba dan periodik aktivitas kenabian itu. Akan tetapi, aspek 

tertentu mengenai ajarannya jelas lebih sulit bagi Kristiani dan Yahudi 

untuk menerima. Sejumlah kecil ayat-ayat al-Qur'an yang secara ekspli￾sit menentang ide trinitas (sebagai bentuk yang salah dari monoteisme 

yang kaku) akan merupakan halangan yang tidak mudah bagi Kristiani 

yang berkomitmen Trinicarian; dan beberapa orang Yahudi boleh jadi 

juga menolak pandangan bahwa Nabi Muhammad, yang mereka kenal 

dan dapat mereka dengar dan lihat, diposisikan sama sebagaimana pat￾riarch kuno yang mereka hormati-lbrahim, Musa, Daud, dan secerus￾nya. 

Akan tetapi, dalam melihat persoalan ini kita harus ingat bahwa 

memang lebih mudah bagi kita, (berbicara mengenai kejadian-kejadian 

ini hampir empat belas abad kemudian), untuk menyadari implikasi 

dari kontradiksi dan ketegangan-ketegangan cersebut. Harus diingat bahwa pada masa N abi Muhammad, kebanyakan orang yang bergabung 

dengan gerakan Umat Beriman mungkin buta huruf; dan sekalipun 

mereka bisa membaca, mereka tidak mempunyai salinan al-Qur'an 

uncuk diuji, karena bagian-bagian itu campaknya terucama dikenal dari 

bacaan ayat-ayat yang dihafal. Mereka tidak mempunyai keberuncungan 

sama seperti yang kita punyai sekarang, yaitu dapat meneliti dan men￾jelaskan secara sabar melalui eeks al-Qur'an secara keseluruhan untuk 

mencari ayac-ayat yang mungkin secara khusus problemacik. Memang, 

wajar untuk berasumsi bahwa kebanyakan Umat Beriman awal hanya 

mengetahui ajaran keagamaan paling dasar dan umum yang dijelaskan 

di dalam al-Qur'an secara lebih detail. Bahwa Tuhan adalah esa, bahwa 

Hari Akhir adalah realicas yang menakutkan yang akan datang (mung￾kin akan datang segera), bahwa seseorang harus hidup secara saleh dan 

dengan banyak berdoa dan shalat, dan bahwa Nabi Muhammad adalah 

seorang, yang sebagai ucusan dan Nabi Allah, membimbing mereka ke￾pada kepercayaan ini-itu boleh jadi yang dikecahui oleh kebanyakan 

orang pada masa Nabi Muhammad, bahkan oleh panisipan yang ber￾dedikasi dalam gerakan Umat Beriman tersebut. Dan pandangan-pan￾dangan ini akan memunculkan sedikit masalah bagi umac Krisciani acau 

Yahudi. 

Apokaliptisisme dan Orientasi Eskatologis 

Ciri lain gerakan Umat Beriman, dan satu yang penting bagi dinamis￾menya sena kemampuan memobilisasi parcisipannya adalah orientasi 

eskacologisnya. Kita tahu bahwa salah satu pandangan utama yang di￾percayai Umat Beriman adalah realitas mengenai Hari Akhir. Beberapa 

ayac di dalam al-Qur'an menunjukkan bahwa ha! ini bukan semata￾mata pandangan bahwa Hari Pengadilan (yang juga disebut dengan 

"Hari Akhir" atau hanya "Saat") akan cerjadi pada masa datang yang 

belum bisa diketahui. Akan tecapi, ayac-ayac tertentu menunjukkan 

bahwa komunicas Umac Beriman mengharapkan bahwa Hari Akhir akan segera cerjadi-acau, mungkin, dipercaya bahwa "awal dari akhir" 

telah terjadi kepada mereka. Pandangan apokaliptik semacam ini secara 

unik berkaican dengan gerakan-gerakan mengenai adanya dosa besar di 

dunia dan gerakan-gerakan yang membuac perbedaan cajam ancara baik 

dan buruk-yang, sebagaimana kica kecahui, dipercaya oleh Umac Ber￾iman. Lebih jauh, umumnya mereka mengartikulasikan pandangan ini 

dengan apa yang oleh cendekiawan ahli pemikiran apokalipcik disebuc 

dengan "gambaran yang dengan mudah divisualisasikan dan merupakan 

karakcer yang digambarkan secara kuat", seperti yang kita cemukan ba￾n yak di dalam al-Qur'an. 

Pandangan bahwa Hari Penghabisan sudah dekac disinggung secara 

eksplisic di dalam beberapa ayac: "Orang-orang bertanya mengenai Hari 

Akhir tersebut. Kacalcanlah: Pengetahuan tentang hat ini hanya ada 

pada Tuhan, tecapi apa yang akan membuatmu sadar bahwa Hari Akhir 

itu sudah dekat?" (Q. 33: 63 ); "Benar kica telah memberi peringatan 

kepadamu mengenai Hari Pengadilan yang dekac, suatu hari di mana 

seseorang akan melihat apa yang cangannya lakukan sebelumnya, dan 

(di mana) orang yang tidak beriman akan mengatakan, 'seandainya 

saya mati"' (Q. 78: 40). Lebih jauh, peringatan yang cerus-menerus tak 

pernah henti untuk bertobat dan menjadi saleh untuk mempersiapkan 

beratnya Hari Pengadilan, yang merupakan ciri yang ada di dalam ayat￾ayat pendek di dalam al-Qur'an, berimplikasi sangat kuat bahwa Saat 

Pengadilan dipandang sebagai dekac. Namun, ayac-ayac lain menyata￾kan secara eksplisit bahwa, sekalipun dekat, waktu yang pasti dari Hari 

Pengadilan tersebut hanya Allah yang tahu (Q. 7: 187). 

Adapun mengenai hakikat dari Hari Penghabisan itu sendiri, al￾Qur'an, sebagaimana celah disinggung sebelumnya, menjelaskannya 

secara mendecail dalam bentuk yang sangat mengerikan. Kedacangan￾nya akan ditandai dengan sejumlah tanda besar yang menggambarkan 

kebenaran transendensi Tuhan dan kualitas temporal segala sesuatu di 

dalam dunia yang Dia cipcakan. Dengan demikian, pada hari itu, kecika 

terompet dibunyikan, bintang akan berjatuhan dan menjadi gelap, la-ngit akan terbelah, gunung-gunung akan hancur, mengalir seperti lum￾pur acau air. Lauc-laut akan medidih dan penuh dengan ombak gelom￾bang besar. Akan ada suara yang memekakkan telinga begitu dunia fisik 

mulai terbelah-belah. Orang-orang akan dalam kondisi bingung; cak 

seorang pun akan mencari orang yang dicintainya, anak-anak yang baru 

lahir akan diabaikao oleh ibu-ibu mereka, anak-anak akan mempunyai 

rambut putih seperci orang cua. Kuburan-kuburan akan cerbuka dan 

mayac-mayac akan bangun, dan mereka akan mengancri uncuk mengha￾dapi Hari Penghakiman dari T uhan mereka. Malaikat akan curun dari 

ketinggian, membawa singgasana T uhan. Kemudian pengadilan akan 

dimulai; yang benar dan bertakwa cidak akan merasa kecakucan dan 

wajah-wajah mereka akan bersinar dengan kegembiraan, akan tetapi 

yang jahat dan tidak beriman akan merasakan teror sempuma dan ber￾duka cita dan akan pingsan atau bingung dan menangis. Masing-masing 

perbuacan akan dinilai dan dicimbang secara adil, dan masing-masing 

orang akan diberi ganjaran atau hukuman secelahnya. Orang-orang 

yang tidak beriman akan dikumpulkan dan diseret ke dalam api acas 

muka mereka, dalam perjalanan mereka menuju siksaan yang abadi di 

dalam api neraka, sementara yang bercakwa akan menuju suacu caman 

yang penuh kehijauan, wama wami, sungai yang mengalir, makanan 

dan minuman lezat, dan pasangan yang cantik. 

Penekanan al-Qur'an yang begitu jelas pada Hari Pengadilan￾satu konsep yang sangac cerkait dekac dengan pandangan keesaan 

T uhan dan perannya sebagai Pencipca segala sesuatu-merefleksikan 

keyakinan Umat Beriman bahwa "Hari Akhi