i aspek religius kisah ini. Keberhasilan Israel
menduduki tanah Kanaan tergantung pada kesetiaan kepada
YHWH (Yos.2:1-13:33).
(3) Bagian yang berisi kisah pembagian tanah Kanaan kepada masing-
masing suku bangsa dan daftar lokasi yang dibagikan kepada suku-
suku Israel. Bagian ini merupakan salah satu bagian Kitab Suci
yang paling membosankan. Walaupun demikian, bagian ini
memuat informasi berharga bagi para sejarahwan. Secara lebih
rinci, nampak bahwa tanah yang dibagikan dalam teks Yos.14-22
sebenarnya jauh lebih luas dari bagian tanah yang direbut Israel
dalam teks Yos.1-13 (Yos.14:1-22:34).
(4) Bagian yang mengisahkan pidato perpisahan Yosua dan
pembaharuan perjanjian di Sikhem. Bagian ini mengakhiri dirinya
sendiri dengan narasi tentang kematian Yosua (Yos.24:29-33). Dua
bab terakhir Kitab Yosua ini sebenarnya mengisahkan hal yang
sama, yaitu menasihati Israel supaya tetap setia kepada YHWH.
43
Teks Yos.23 menegaskan bahwa ajakan itu disampaikan Yosua
sendiri. Sementara dalam teks Yos.24, ajakan itu merupakan
perintah YHWH yang disampaikan kepada Bangsa Israel melalui
Yosua. Pidato terakhir seorang tokoh sebelum kematiannya
merupakan narasi yang senantiasa berulang dan berfungsi sebagai
penutup suatu periode tertentu. Dalam teks Kej.49 disampaikan
pidato terakhir Yakub dan narasi panjang tentang kematiannya.
Pidato ini menutup periode Bapa Bangsa. Teks Ul.33-34
mengisahkan kata-kata terakhir Musa dan disusul dengan
kematiannya. Kematian Musa ini menutup periode padang gurun.
Demikian juga Kitab Yosua berakhir dengan pidato Yosua dan
narasi kematiannya yang sekaligus menjadi penutup periode
pendudukan Tanah Terjanji. Selanjutnya dalam teks 1Sam.12:1-25
disampaikan pidato terakhir Samuel, sebagai penutup periode
Hakim-hakim. Skema seperti ini menunjukkan bahwa pada tahap
akhir penyusunan narasi-narasi tersebut, ada seseorang (atau
sejumlah orang) yang bertindak sebagai editor yang bekerja dengan
kerangka pikir tertentu (Yos.23-24).
Seperti nampak dalam pembagian itu, pusat Kitab Yosua terletak pada
Yosua 2-13 dan Yosua 14-22. Kedua bagian itu memuat narasi ‘perebutan’
dan ‘pembagian’ Kanaan sebagai Tanah Terjanji. Boleh dikatakan bahwa
seluruh Kitab Yosua yang terdiri dari 24 bab hanya berkisah tentang
perebutan dan pembagian Tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua,
pengganti Musa. Sudah sejak awal, Kitab Yosua secara berulang-ulang
menegaskan bahwa Allah akan memberikan tanah Kanaan kepada bangsa
Israel untuk direbut, dimiliki, dan didiami sebagai Tanah Air Terjanji bagi
mereka (Yos.1:2-3.6.11.13.15). Selanjutnya dikisahkan upaya Yosua
44
mengirim pengintai-pengintai, memimpin kedua-belas suku Israel untuk
menyeberangi sungai Yordan dan memasuki tanah Kanaan, serta merebut
kota-kotanya mulai dari bagian selatan negeri sampai ke bagian Utara negeri
tersebut (Yos.2-12).
Dalam narasi perebutan tanah Kanaan ini, peranan Allah sangat
ditonjolkan sehingga bangsa Israel dengan sangat mudah menaklukan semua
musuh-musuh mereka. Allah-lah yang berperang melawan semua penduduk
asli Kanaan. Bangsa Israel hampir tidak berbuat apa pun. Narasi perebutan itu
melukiskan sejumlah intervensi Allah membantu Bangsa Israel mengambil
alih Tanah Kanaan dari penduduk aslinya. Sungai Yordan dikisahkan berhenti
mengalir (Yos.3:14-17). Kota Yerikho yang kokoh kuat ditaklukkan hanya
dengan sorak-sorai (Yos.6:20). Ke-12.000 orang Ai ditewaskan dengan tanpa
kesulitan (Yos.8:25). Orang Gibeon yang perkasa (Yos.10:2) mengikat
persahabatan dengan Bangsa Israel (Yos.9:15; 10:1). Singkat kata, dengan
sangat mudah dan tanpa kesulitan apa pun, Yosua berhasil merebut seluruh
Tanah Kanaan, sesuai dengan yang difirmankan Allah kepada Musa
(Yos.11:23). Sebagaimana memerintahkan Yosua merebut tanah Kanaan
(Yos.1:2-3), demikian pula Allah memerintahkan Yosua membagikan tanah
Kanaan di antara suku-suku Israel (Yos.13:6-7).
Selanjutnya, dikisahkan usaha Yosua bersama imam Eleazar dan para
kepala suku membuang undi untuk membagikan tanah Kanaan kepada semua
suku Israel (Yos.14:1-19:51). Setelah itu, dikisahkan penetapan kota-kota
perlindungan bagi mereka yang membunuh dengan tidak sengaja (Yos.20:1-
9; Kel.21:13: Bil.35:19), penetapan kota-kota orang Lewi (Yos.21:1-42), dan
pendirian mezbah oleh suku Ruben, suku Gad, dan suku Manasye yang
tinggal di seberang Yordan (Yos.9-34). Dengan demikian, sekali lagi diberi
kesan bahwa Allah-lah yang membagikan tanah Kanaan kepada setiap suku
Israel dan itu bukanlah hasil usaha bangsa Israel sendiri.
45
“Sesungguhnya, bukan oleh pedangmu dan bukan pula oleh panahmu.
Demikianlah kuberikan kepadamu negeri yang kamu peroleh tanpa
bersusah-susah dan kota-kota yang tidak kamu dirikan, tetapi kamulah
yang diam di dalamnya: juga kebun-kebun anggur dan kebun-kebun
zaitun yang tidak kamu tanami, kamulah yang makan hasilnya!”
(Yos.24:12-13; Ul.6:23; 26:9).
Tujuan Kitab Yosua adalah menegaskan bahwa pendudukan tanah
Kanaan merupakan pelaksanaan perjanjian Allah dengan bangsa Israel.
“Jadi seluruh negeri itu diberikan Allah kepada orang Israel, yaitu
negeri yang dijanjikan-Nya dengan bersumpah untuk diberikan kepada
nenek moyang mereka.”
Mereka menduduki negeri itu dan menetap di sana. Kepada mereka
Allah mengaruniakan keamanan ke segala penjuru, tepat seperti dijanjikan-
Nya dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka. Tidak ada seorang
pun dari semua musuhnya yang tahan berdiri menghadapi mereka. Semua
musuhnya diserahkan Allah kepada mereka.
Dari segala yang baik yang dijanjikan Allah kepada kaum Israel, ‘tidak
ada yang tidak dipenuhi. Semuanya dipenuhi!’ (Yos.21:43-45). Oleh karena
itu, supaya bangsa Israel tetap dapat mendiami tanah Kanaan yang diberikan
Allah kepada mereka, Allah menuntut bangsa Israel untuk juga menepati
perjanjian mereka dengan Allah.
“Maka demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu. Sebab
jika kamu berbalik dan berpaut pada sisa-sisa bangsa-bangsa ini …
46
maka ketahuilah dengan sesungguhnya, bahwa Tuhan, Allahmu, tidak
akan menghalau lagi bangsa-bangsa itu dari depanmu … sampai kamu
binasa dari tanah yang baik ini, yang telah diberikan kepadamu oleh
Tuhan, Allahmu … Tetapi seperti telah datang atas kamu segala yang
baik, yang telah dijanjikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu,
demikianlah Tuhan akan mendatangkan atas kamu segala yang tidak
baik sampai Ia telah memusnahkan kamu dari tanah yang baik ini, yang
diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, apabila kamu melangkahi
perjanjian, yang telah diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu,
dan pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepada
mereka. Maka murka Tuhan akan bangkit terhadap kamu, sehingga
kamu segera binasa dari negeri yang baik, yang telah diberikan-Nya
kepadamu!” [Yos.23:11-16].
Guna menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan perjanjian ini, pada
akhir Kitab Yosua dengan sengaja dikisahkan pembaharuan perjanjian antara
Allah dengan bangsa Israel di Sikhem.
”Pada hari itu juga Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu dan
membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka di Sikhem. Yosua
menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah, lalu ia mengambil
batu yang besar dan mendirikannya di sana, di bawah pohon besar, di
tempat kudus Tuhan yang diucapkan-Nya kepada kita. Sebab itu batu
ini akan menjadi saksi terhadap kamu, supaya kamu jangan
menyangkal Allahmu!” (Yos.24:25-27).
47
Mengingat tujuan Kitab Yosua ini, dapat dipahami jika narasi mengenai
perebutan dan pembagian tanah Kanaan sedikit dibesar-besarkan sehingga
kurang sesuai dengan kenyataan sejarah.
Dalam hal ini perlu selalu disadari bahwa Kitab Suci tidak bermaksud
‘melaporkan’ sejarah, tetapi ‘mengajar’ dan ‘memperkembangkan iman’.
Kitab Yosua ingin mengajar bangsa Israel bahwa jika sekarang ini mereka
dapat dan boleh menikmati hasil tanah Kanaan, yang berlimpah-limpah susu
dan madunya (Kel.3:8; Ul.26:9.15), itu semua merupakan karunia Allah
belaka. Kondisi nyaman itu bukan merupakan jerih payah Bangsa Israel
sendiri. Allah sendirilah yang berperang melawan musuh-musuh bangsa
Israel sekaligus merebut tanah mereka untuk diberikan kepada bangsa Israel
(Yos.10:14; 23:3.10; 24:8-13), sehingga sekarang bangsa Israel dapat
mendiami tanah Kanaan dan menikmati hasil tanamnya. Oleh karena itu,
sudah sepantasnya bahwa Bangsa Israel harus selalu takut akan Allah dan
beribadat kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia, serta menjauhkan segala
allah asing dari hadapan mereka (Yos.24:14-24).
3. Narasi-narasi Penting dalam Kitab Yosua
a. Program Narasi (Yos.1:1-9)
Guna memahami kitab Yosua, membaca ayat-ayat pembukaan
mungkin akan membantu. Jika pembaca memperhatikan dengan saksama,
teks Yos.1:1-9 menyampaikan program narasi yang selanjutnya akan
dikembangkan dalam seluruh kitab. Sejumlah pokok penting dari perikop
pembukaan ini akan ditunjukkan.
“1 Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah
TUHAN kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian: 2
“Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang,
48
seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa
ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka,
kepada orang Israel itu. 3 Setiap tempat yang akan diinjak
oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang
telah Kujanjikan kepada Musa. 4 Dari padang gurun dan
gunung Libanon yang sebelah sana itu sampai ke sungai
besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai
ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam, semuanya itu
akan menjadi daerahmu. 5 Seorangpun tidak akan dapat
bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku
menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau;
Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan
meninggalkan engkau. 6 Kuatkan dan teguhkanlah hatimu,
sebab engkaulah yang akan memimpin bangsa ini memiliki
negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek
moyang mereka untuk diberikan kepada mereka. 7 Hanya,
kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh,
bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang
telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa;
janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau
beruntung, ke manapun engkau pergi. 8Janganlah engkau
lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu
siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai
dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan
demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan
beruntung. 9 Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu:
kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar
49
hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun
engkau pergi.”
Firman YHWH kepada Yosua yang cukup panjang ini
membuka kitab Yosua. Ada sejumlah pokok yang patut mendapat
perhatian.
(1) Kaitan kitab Yosua dengan bagian sebelumnya cukup
kentara. Keterangan tentang wafat Musa dengan jelas
mengaitkan kitab ini dengan kitab Ulangan (Ul.34:1-12).
Sementara itu, pernyataan bahwa YHWH akan
memberikan tanah ini kepada Bangsa Israel mengandaikan
keterkaitannya dengan janji YHWH yang diberikan
kepada para Bapa Bangsa (Kej.12:1ss). Data geografis
yang terdapat pada teks Yos.1:4 mirip dengan yang
terdapat dalam teks Kej.15:16-21. Juga patut diperhatikan
bagaimana Musa dan Yosua disebut. Musa disebut ‘hamba
YHWH’ (ebed YHWH). Sementara itu Yosua disebut
dalam kaitannya dengan Musa, ‘abdi (lebih tepatnya
pelayan) Musa’ atau ’mesaret Moses’ (Yos.1:1). Sama
seperti kepada Musa, kepada Yosua, YHWH juga
menjanjikan penyertaan-Nya (Yos.1:5).
(2) Dalam teks Yos.1:7-9, YHWH memperingatkan Yosua
supaya tetap setia pada Hukum. Kesetiaan ini menjadi
syarat yang menentukan kesuksesan Yosua. Ini dapat
menjadi problem yang menantang untuk direnungkan. Hal
ini sebenarnya menarik untuk direnungkan. Jika kesetiaan
pada Hukum Taurat menjadi hal yang fundamental,
50
sebenarnya operasi militer tidak perlu dilakukan lagi.
Bukankah cukup untuk Yosua dan Bangsa Israel menaati
Hukum Taurat. Berkat itu segalanya pasti beres. Hal ini
sekaligus menunjukkan bagaimana pengaruh ideologi
Deuteronomis amat kuat terasakan. Skema klasik ‘setia-
berkat’ dan tidak ‘setia-kutuk’ sangat kentara di sini. Akan
tetapi, nyatanya tidak sesederhana itu. Sebagaimana sudah
dikatakan sejak teks Kej.12:6b, pendudukan Tanah
Terjanji tidak akan terlaksana tanpa halangan. Alasannya,
‘orang Kanaan diam di negeri itu’. Untuk menerima janji,
ternyata Bangsa Israel harus terlibat dalam konflik militer
dengan penduduk setempat. Klaim teologi adalah satu hal.
Akan tetapi, pelaksanaan dalam hidup konkret adalah hal
yang lain. Iman harus diwujudkan dalam kompleksitas
hidup.
(3) Bagian awal Kitab Yosua ini berfungsi sebagai program
narasi Kitab Yosua. Jika ada program, harus ada juga
pelaksanaan program. Dengan demikian, seluruh kitab
Yosua sebenarnya dapat dipandang sebagai pelaksanaan
program tersebut. Teks Yos.11:23a menyebutkan
‘Demikianlah Yosua merebut seluruh negeri itu sesuai
dengan segala yang difirmankan TUHAN kepada Musa’.
Kondisi ini dapat dipandang sebagai kesimpulan atas
program narasi, kendati hanya bagian pertama. Teks
Yos.11:23b justru memunculkan program lain. ‘Dan
Yosua pun memberikan negeri itu kepada orang Israel
menjadi milik pusaka mereka, menurut pembagian suku
mereka’. Pelaksanaannya terdapat dalam bagian kedua
51
kitab Yosua (Yos.23-24). Dua bab terakhir Kitab Yosua
memberikan penilaian tentang pelaksanaan program narasi
ini.
b. Narasi Pendudukan Yerikho (Yos.1-6)
Menarik memperhatikan bagaimana Bangsa Israel merebut Yerikho
(Yos.3-6). Rincian narasi itu memunculkan sesuatu yang gagasannya
mungkin agak berbeda dengan pra-paham pada umumnya. Narasi dibuka
dengan persiapan bangsa Israel untuk menyeberang Yordan (Yos.3). Bangsa
Israel harus berbaris di belakang tabut yang diarak oleh para imam. Yosua
memerintahkan Bangsa Israel untuk menguduskan diri. Alasannya, ‘sebab
besok TUHAN akan melakukan perbuatan ajaib di antara kamu’ (Yos.3:5).
Saat para imam mencelupkan kaki mereka ke dalam sungai Yordan, dikatakan
bahwa air sungai tiba-tiba berhenti mengalir dan menjadi kering, sehingga
Bangsa Israel dapat menyeberanginya. Gambaran ini tentu mengingatkan
pembaca pada peristiwa eksodus atau keluaran dari tanah perbudakan Mesir.
Pada teks Yosua 4 dikatakan bahwa setelah iring-iringan tabut bersama
dengan bangsa Israel keluar dari sungai Yordan, air mengalir kembali
(Yos.4:18). Selanjutnya mereka mendirikan batu-batu peringatan yang
berjumlah duabelas, sesuai dengan jumlah suku-suku Israel. Dalam teks
Yos.4:6 dan teks Yos.21 ditemukan rumusan spesifik, yaitu ‘Jika anak-
anakmu bertanya di kemudian hari’. Sebagaimana diketahui, rumusan
semacam itu juga terdapat dalam teks Kel.13:14. Teks tersebut membicarakan
aturan-aturan tentang perjamuan paskah. Kaitan dengan peristiwa eksodus,
lagi-lagi ditampakkan.
Teks Yosua 5 mengisahkan usaha Yosua menyunat bangsa Israel
sekaligus merayakan Paskah di Gilgal. Sebagai persiapan perang, tindakan
Yosua ini sulit dimengerti. Jika diingat kembali narasi yang terdapat dalam
52
teks Kej.34 dalam peristiwa Dina dan Sikhem, ada informasi bahwa orang-
orang sebangsa dengan Sikhem dibinasakan Simeon dan Lewi (Yos.34:25).
Pembinasaan ini terjadi justru karena mereka sedang kesakitan karena
disunat. Oleh karena itu, banyak orang berpikir bahwa peristiwa itu bukanlah
sebuah peristiwa historis. Paling tidak, bukan dalam konteks perang.
Saat berada dekat Yerikho, Yosua melihat seorang laki-laki dengan
pedang terhunus yang mengaku diri sebagai Panglima Bala Tentara Tuhan
(Yos.5:13-14). Orang ini berkata kepada Yosua untuk menanggalkan
kasutnya, ‘sebab tempat engkau berdiri itu kudus’ (Yos.5:15). Perintah ini
tentu saja mengingatkan pada peristiwa semak terbakar dalam teks Kel.3:5.
Kehadiran tokoh ini memberi kesan bahwa ‘pertempuran’ yang akan terjadi
adalah semacam Perang Kudus (holy war). Dalam Perang Suci YHWH
sendiri yang berperang untuk umat-Nya. Jika YHWH yang berperang, umat
memang wajar menguduskan diri.
Akhirnya, setelah persiapan-persiapan itu, teks Yosua 6 mengisahkan
akhirnya Yerikho jatuh ke tangan Bangsa Israel. Jika diikuti, rasanya proses
merebut kota Yerikho ini agak aneh. Pertama-tama dikatakan bahwa orang
Israel mesti mengelilingi kota tersebut satu kali setiap hari selama enam hari
berturut-turut. Sementara itu ada tujuh imam dengan tujuh sangkakala
berjalan di depan tabut. Lagi-lagi terjadi prosesi! Dalam teks 1Sam.4:3
memang disampaikan bahwa Tabut Perjanjian diarak ke peperangan untuk
menunjukkan kehadiran YHWH. Baru pada hari ketujuh, Israel mengelilingi
kota tersebut sebanyak tujuh kali. Imam meniup sangkakala. Sementara para
imam meniup sangkakala. Hasilnya, ‘runtuhlah tembok itu, lalu mereka
memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan
merebut kota itu’ (Yos.6:20). Selanjutnya ada narasi bahwa ‘mereka
menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik
laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu,
53
domba, dan keledai’ (Yos.6:21). Yerikho pun jatuh! Bangsa Israel berhasil
merebutnya.
Gambaran penaklukan Yerikho seperti diringkaskan itu menunjukkan
kejanggalan sebagai suatu operasi militer. Ada dua hal yang patut menjadi
catatan. Pertama, yang dilukiskan dalam narasi tersebut lebih menyerupai
sebuah ritus keagamaan dan bukan perang. Dalam teks Kel.12:48, orang
wajib disunat (walau peraturan ini adalah untuk orang asing) supaya boleh
mengikuti perayaan Paskah. Dalam teks Yosua 5 dikatakan bahwa orang
Israel yang lahir di padang gurun dalam perjalanan keluar dari Mesir, belum
disunat (Yos.5:5). Sunat bukan syarat untuk perang, melainkan untuk suatu
ritus keagamaan. Kedua, yang lebih menyolok dan merisaukan adalah
perintah Yosua bahwa ‘kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi
TUHAN untuk dimusnahkan’ (Yos.6:17). Pelaksanaan perintah ini
digambarkan pada teks Yos.6:21 saat tembok runtuh dan Bangsa Israel
memasuki Yerikho dan semua dibinasakan. Ini bukanlah gambaran tentang
perang, melainkan suatu tindakan pembantaian dan penjarahan. Gambaran
seperti ini menunjukkan dengan sangat jelas, karakter narasi ini. Karakternya
adalah narasi ideologis atau teologis. Aspek inilah yang ditonjolkan dalam
narasi ini.
c. Narasi Pemusnahan Bangsa Kanaan
Dalam narasi penyerbuan masuk ke Tanah Terjanji sebagaimana
dikisahkan dalam kitab Yosua, terdapat teks-teks yang bernada haus darah.
Antara lain, ‘Mereka menumpas darah dengan mata pedang segala sesuatu
yang di dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun
muda, sampai kepada lembu, domba dan keledai’ (Yos.6:21; 8:22;
10:26.28.30.32). Menariknya, tindakan seperti itu diklaim mendapat
legitimasi religius sebagai perintah yang diberikan YHWH sendiri.
54
Misalnya, ‘Seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, hamba-
Nya itu, demikianlah diperintahkan Musa kepada Yosua dan seperti
itulah dilakukan Yosua: tidak ada sesuatu pun yang diabaikan dari
segala yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. … Karena TUHAN
yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras, sehingga
mereka berperang melawan orang Israel, supaya mereka ditumpas,
dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan
TUHAN kepada Musa’ (Yos.11:15.20).
Lukisan seperti ini mengajak pembaca merenungkan sekaligus
mempertanyakan sejumlah hal. Misalnya, bagaimana dengan gambaran Allah
yang Maharahim dan Maha Penyayang? Bagaimana mungkin Allah yang
kudus, adil, dan penuh kasih memerintahkan tindakan pembinasaan seperti
itu? Mengapa Kanaan yang harus mengalami pemusnahan? Apa yang sudah
diperbuat Bangsa Kanaan sehingga harus menderita seperti itu? Apakah
mereka sudah terlebih dahulu menindas Bangsa Israel? Jika demikian, teori
tentang peasants’ revolt (pemberontakan kaum petani) menjadi masuk akal.
Akan tetapi, jika diteliti secara lebih jujur, sebenarnya hampir tidak ada teks
yang secara eksplisit mengatakan dosa Kanaan sehingga membuat mereka
patut mendapat ganjaran seperti itu! Jika demikian, pertanyaannya adalah
mengapa?
Guna mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut,
sejumlah hal perlu diperhatikan. Pertama, teks tersebut (Yos.6:21) berbunyi
‘Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota
itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada
lembu, domba, dan keledai.’ Kata kerja Ibrani yang dipakai adalah ’hrm’
(kata bendanya adalah ‘hêrem’). Sebenarnya kata ini tidak sekadar memiliki
55
makna membinasakan, tetapi juga membinasakan dalam konteks religius.
Dengan demikian, penghancuran itu memiliki karakter religius, yaitu korban
dipersembahkan kepada YHWH.
Di satu pihak, hal ini sebenarnya merupakan sesuatu yang masuk akal.
Jika YHWH yang berperang, wajarlah jika hal-hal yang dirampas dalam
peperangan itu memang menjadi milik YHWH. Pelanggaran atas perintah itu
akan berakibat hukuman mati seperti dialami Akhan dalam teks Yosua 7-8.
Mekanisme ini tentu saja dapat dilihat sebagai upaya membina kedisplinan
militer, sekaligus juga menguntungkan karena musuh lantas memang
dimusahkan sampai ke akar-akarnya. Di lain pihak, hal seperti itu tentu agak
sedikit menggoncangkan nurani banyak orang karena peristiwa seperti itu
ditemukan di dalam Kitab Suci. Bagaimana mungkin pemusnahan yang keji
itu termuat dalam teks-teks suci? Mengapa penulisnya membiarkan narasi
kebencian itu berada di dalam teks Kitab Suci? Bagaimana itu pemusnahan
itu dapat dimaknai? Repotnya lagi, hal seperti ini dapat saja menjadi
justifikasi religius di perang zaman sekarang.
Pertanyaan berikut yang lebih mendalam adalah mengapa Kanaan yang
harus mengalami pemusnahan itu? Mengapa kekerasan semacam itu justru
didukung penuh kelompok Deuteronomis? Padahal jika disimak hukum-
hukum yang dirumuskan, terlihat bahwa orientasi kemanusiaan kelompok ini
sangatlah kuat. Atas pertanyaan seperti itu, tidak ada jawaban pasti yang dapat
diberikan. Kendati demikian, mungkin sejumlah gagasan dapat diajukan
sebagai jawaban atau pertanggungjawaban.
Konteks penulisan KSDtr seperti yang sudah disinggung adalah
pemerintahan Yosia yang mendukung Pembaharuan Yosia. Berdasarkan
konteks historis, Kerajaan Yehuda saat itu berada dalam periode di bawah
bayang-bayang kerajaan besar Asyur. Sementara dari segi ideologis,
pembaharuan Yosia sebenarnya juga mencakup identitas nasional.
56
Menegaskan identitas nasional bermakna membedakan diri atau mengambil
jarak dari mereka yang berdekatan tetapi tetap berbeda. Jika diingat
kemungkinan bahwa Bangsa Israel merupakan bagian dari Bangsa Kanaan,
tidak mengherankan bahwa untuk menegaskan identitas diri itu, harus diambil
tindakan tegas, yaitu memusnahkan bangsa-bangsa lain.
Pokok lain yang dapat dikemukakan adalah bahwa pembaharuan Yosia
pada dasarnya merupakan pembaharuan religius yang bermaksud
mempromosikan Yahwisme yang dalam sejarah Kerajaan Yehuda (dan
Israel) senantiasa naik-turun. Kemurnian religius merupakan tujuan penting.
Perlu diingat bahwa untuk mencapai kemurnian religius, agama-agama lain
harus disingkirkan. Dalam konteks ini, Bangsa Kanaan dapat dipandang
sebagai ancaman terhadap kemurnian agama Israel. Lagi-lagi, tidak
mengherankan jika Bangsa Kanaan memang harus disingkirkan. Oleh karena
itu pertanyaan mengapa Bangsa Kanaan yang harus mengalami pemusanahan
ini dapat dijawab hanya karena mereka adalah Kanaan.
d. Narasi Rahab (Yos.2:4-5)
Soal lain yang muncul adalah moralitas dalam kitab Yosua sehubungan
dengan tipuan Rahab kepada lelaki-lelaki yang memburu para pengintai Israel
(Yos.2:4-5). Ada orang yang tidak mau menyebutnya sebagai tipuan karena
tipu daya diperbolehkan dalam peperangan. Yang lain mengatakan bahwa di
Israel ‘kebenaran’ berbeda maknanya dengan ‘setuju atas fakta’. Sebaliknya,
kata ini memiliki makna ‘kesetiaan pada tetangga dan TUHAN’. Menurut
pendapat ini, tipu daya Rahab sebenarnya bukan sungguh-sungguh menipu.
Orang-orang lain menekankan bahwa pada narasi tersebut tidak
ditemukan penafsiran ganda moralitas. Dengan kata lain, pada narasi tersebut
tetap terjadi dosa yang serius, yaitu berdusta (Im.19:11; Ams.12:22).
Pendapat ini menegaskan bahwa tujuan tidak dapat menghalalkan segala cara.
57
Sebagai bandingan, Paulus dalam teks Rom.3:8 mencela sikap semacam itu.
‘Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik muncul daripadanya’.
Sementara itu bagian lain Perjanjian Baru justru memuji iman Rahab yang
diungkapkan saat menolong para pengintai, bukan semata-mata karena ia
menipu.
“Karena iman, Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa
bersama-sama dengan orang-orang tidak taat, karena ia telah
menyambut pengintai-pengintai itu dengan damai” (Ibr.11:31).
“Bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan berdasarkan
perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang
suruhan itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui
jalan yang lain?” (Yak.2:25).
Secara implisit, perikop dari Surat Yakobus menyebutkan dua tindakan
netral. Pertama, menyediakan penginapan. Kedua, menyuruh para pengintai
itu pergi melalui jalan yang lebih aman. Perikop ini tidak menyebutkan bahwa
Rahab menipu atau bahkan ‘melindungi’ kedua laki-laki dengan cara
berdusta. Sangat mungkin tipu daya itu sengaja tidak ditampilkan dalam surat
Yakobus. Jika tidak, tentu perikop ini akan mengungkapkan tindakan Rahab
secara lebih jelas. Kemungkinan lainnya adalah Surat Yakobus ini bermaksud
menghindari kesan memaafkan atau membiarkan.
Menghadapi soal seperti itu, mungkin dapat disampaikan sejumlah
jawaban. Antara lain, larangan-larangan untuk menipu adalah penting dan
bahwa akhirnya tindakan dusta Rahab tidak dapat dibenarkan (Im.19:11).
Akan tetapi, Rahab juga tidak dapat dihakimi terlalu keras karena motivasinya
tentu benar. Pertama, ia sungguh-sungguh memperlihatkan iman yang hidup
58
benar kepada Allah Israel. Kedua, jelas bahwa ia tidak sepenuhnya
memahami peraturan-peraturan dalam hukum Musa yang dimiliki orang-
orang Israel. Ketiga, menilai kembali suatu tindakan dengan suasana kepala
dingin jauh lebih mudah ketimbang mengambil keputusan penting dalam
suasana darurat. Kitab Suci menilai bahwa iman Rahab yang ditunjukkan
melalui tindakan-tindakan lebih penting dari tindakan yang menyimpang dari
etika ini.
Yang memberi penghiburan dalam soal Rahab ini adalah kenyataan
bahwa ternyata ia diselamatkan dari penghancuran sebagaimana dialami
orang-orang Kanaan. Rahab selamat karena ia sudah membantu Israel. Akan
tetapi, ini memang pola yang seringkali muncul dalam Kitab Suci. Polanya
adalah yang lemah justru dipilih Allah untuk mempermalukan yang kuat.
Berulang-ulang ditemukan pilihan Allah justru jatuh ke pihak yang tidak
semestinya. Dalam Kidung Hana, yang menjadi inspirasi magnificat,
ditemukan ungkapan semacam itu.
“Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat
orang miskin dari Lumpur, untuk mendudukkan ia bersama-sama
dengan para bangsawan, dan membuatnya memiliki kehormatan.
Sebab TUHAN mempunyai alas bumi; dan di atasnya Ia menaruh
daratan” (1Sam.2:8).
C. RANGKUMAN
(1) Di dalam tradisi Yahudi, Kitab Yosua tergolong pada kitab nabi-nabi
yang terdahulu. Kendati demikian, para ahli berpendapat bahwa penulis
kitab ini tidak anonim. Akan tetapi, besar kemungkinan ada kaitannya
dengan penulis kitab Ulangan.
59
(2) Kitab Yosua terbagi atas dua bagian pokok. Pertama, teks Yosua 2-12.
Bagian ini mengisahkan perebutan secara ajaib Tanah Terjanji (Kanaan)
oleh suku-suku Israel di bawah pimpinan Yosua. Kedua, teks Yosua 13-
22. Bagian ini mengisahkan dinamika perjuangan Yosua membagikan
Tanah Kanaan di antara suku-suku Israel sekaligus menyelesaikan semua
persengketaan tapal batas dan wilayah masing-masing suku.
(3) Bagian awal Kitab Yosua ini berfungsi sebagai program narasi Kitab
Yosua. Jika ada program, harus ada juga pelaksanaan program. Dengan
demikian, seluruh kitab Yosua sebenarnya dapat dipandang sebagai
pelaksanaan program tersebut.
TINJAUAN KITAB HAKIM-HAKIM DAN TAFSIRAN ATAS
Dalam Bahasa Indonesia sekurang-kurangnya kata ‘hakim’ memiliki
dua makna. Pertama, ‘orang yang mengadili perkara di pengadilan atau
mahkamah’. Kedua, ‘orang pandai, budiman dan ahli atau orang yang
bijaksana’. Akan tetapi, dalam bahasa Ibrani kata ‘syofêt’ atau bentuk jamak
‘syofetîm’ tidak hanya bermakna ‘hakim’. Kata itu juga bermakna
‘pemimpin’ militer dan sipil. Bahkan, kadang-kadang kata itu dapat memiliki
makna ‘kepala suku’ atau ‘kepala kampung’. Demikian pula kata dalam
Bahasa Arab ‘qudāt’ yang menerjemahkan kata Ibrani itu memiliki makna
yang lebih luas daripada sekadar ‘hakim’ dalam dunia peradilan. Dari
pemaknaan itulah sebutan ‘Kitab Hakim-hakim’ harus dipahamni.
61
Dalam Kitab Suci ‘Kitab Hakim-hakim’ merupakan terjemahan dari
judul Latin ‘liber iudicum’. Uraiannya, kata ‘liber’ bermakna ‘buku’.
Sedangkan kata ‘iudex’ bermakna ‘hakim’. Singkat kata, sebutan ‘Kitab
Hakim-hakim’ sebenarnya kurang tepat untuk dikenakan pada kitab yang
menyusul Kitab Yosua ini. Sama seperti Kitab Yosua, kitab ini pun memuat
narasi pertempuran Bangsa Israel melawan musuh-musuhnya. Secara khusus
bangsa yang menjadi lawan adalah bangsa Filistin sebagai musuh besarnya.
Dalam narasi pertempuran tersebut dikisahkan munculnya beberapa ‘syofêt’
yang dikirim Allah guna menyelamatkan bangsa Israel dari tangan musuh-
musuh mereka. Umumnya, para ‘syofêt’ itu hanya muncul di saat-saat gawat.
Misalnya, saat bangsa Israel dikalahkan dan ditindas suku bangsa tertentu.
Dengan demikian, tugas seorang ‘syofêt’ terutama adalah membebaskan
Bangsa Israel dari cengkeraman dan penindasan musuh. Seorang ‘syofêt’
lebih merupakan seorang ‘penyelamat’ alih-alih seorang ‘hakim’ yang
beraktivitas di ruang pengadilan.
Berdasarkan uraian itu makna kata ‘hakim (-hakim)’ dalam kitab ini
tidak sama dengan makna ‘hakim’ di zaman modern ini. Hakim dalam Kitab
Hakim-hakim tidak menjalankan tugas peradilan dengan mendengarkan
keluhan-keluhan atau membuat keputusan-keputusan legal. Sebaliknya, para
hakim adalah pemimpin-pemimpin utama Israel. Mereka adalah pelepas
bangsa dari ancaman atau tekanan asing. Dalam hal ini narasi Deborah dalam
teks Hak.4:4-5 adalah kekecualian. Kunci untuk memahami mereka terdapat
dalam kitab itu sendiri.
“Maka TUHAN membangkitkan hakim-hakim, yang menyelamatkan
mereka dari tangan perampok itu” (Hak.2:16).
62
Kitab Hakim-hakim sangat berbeda jika dibandingkan dengan kitab
sebelumnya (Yosua). Isinya merupakan rangkaian episode-episode lepas.
Rangkaian episode itu memiliki tema yang serupa. Temanya adalah
kemurtadan Israel dan kasih setia Allah. Secara tidak langsung, tema ini
menggambarkan kekacauan kehidupan politik maupun kehidupan rohani
bangsa Israel. Kekacauan ini diselesaikan karena berulang-ulang Bangsa
Israel diselamatkan campur tangan dan pemeliharaan Allah semata.
Kitab ini ditulis guna menunjukkan akibat dari ketidaktaatan kepada
Allah. Berbeda dengan Kitab Yosua yang ditutup dengan kondisi damai
sebagai buah ketaatan Israel terhadap perintah Allah, kitab Hakim-hakim
membuktikan bahwa sesungguhnya Israel sudah mulai tidak taat kepada
Allah sejak zaman Yosua. Sikap tidak taat ini terus berkembang menjadi lebih
serius dan lebih parah. Kondisi ini terjadi di seluruh periode yang dicatat
dalam kitab Hakim-hakim.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Program Narasi (Hak.1:1-2:5)
Sebelum beranjak lebih lanjut, baik diperhatikan bagian awal Kitab
Hakim-hakim. Teks Hak.1:1 membuka dirinya dengan keterangan ‘Sesudah
Yosua mati…’. Akan tetapi, selanjutnya berita kematian Yosua diulang lagi
dengan lebih panjang dalam teks Hak.2:6-9. Lebih repot lagi, teks yang sama
terdapat dalam teks Yos.24:28-31. Sejumlah pertanyaan dapat diajukan.
Bagaimana memahami situasi seperti itu? Mengapa kematian Yosua seperti
ini ditempatkan tumpang tindih begitu? Jika dipandang dari sudut lain, akan
muncul pertanyaan selanjutnya. Misalnya, apa makna atau fungsi teks
Hak.1:1-2:5 dalam konteks ini.
Jika diperhatikan dengan teliti, teks Hak.1:1-2:5 berdasarkan teks
Hak.1:1, sebenarnya jelas menggambarkan upaya Bangsa Israel memasuki
63
tanah Kanaan. Akan tetapi, versi yang dikisahkan berbeda dengan yang
terdapat dalam Kitab Yosua. Menurut versi teks Hak.1, masing-masing suku
bangsa bergerak sendiri dan memukul kalah bangsa-bangsa yang ada di sana.
Menurut pandangan Kitab Hakim-hakim, tidak ada gambaran gerakan
bersama Bangsa Israel sebagai satu kesatuan yang menjarah Kanaan. Selain
itu, gambaran yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim masih lebih manusiawi
jika dibandingkan dengan gambaran dalam Kitab Yosua. Pada Kitab Hakim-
hakim tidak ada pembantaian penduduk Kanaan yang dimaksudkan sebagai
‘hêrem’. Perkecualian terdapat dalam teks Hak.1:5-7. Teks ini
menggambarkan kejadian ibu jari kaki dan tangan Raja Adoni-Bezekk
dipotong. Secara umum rumusan yang berulangkali muncul adalah
‘penduduk kota X tidak dihalau suku Y’.
Banyak orang berkesimpulan bahwa gambaran yang disajikan Kitab
Hakim-hakim ini jauh lebih realistis dibandingkan yang dipaparkan teks
Yos.1-12. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Kitab Yosua diwarnai
unsur ideologis-teologis serta juga unsur propaganda yang sangat kuat. Jika
dilihat lagi, ‘perebutan’ tanah Kanaan menurut versi Kitab Hakim-hakim ini
lebih mencerminkan teori infiltrasi. Sekaligus, versi Kitab Hakim-hakim juga
memuat teori peasants’ revolt seperti akan lebih dirinci. Dalam hal ini dapat
dimunculkan dugaan bahwa justru Kitab Hakim-hakim menjadi dasar
munculnya teori-teori tersebut.
Bagaimana pun, gambaran ini sebenarnya juga mengajarkan kepada
Bangsa Israel bahwa keinginan untuk hidup secara eksklusif tanpa diganggu
bangsa-bangsa lain sebenarnya hanyalah suatu ilusi atau mimpi di siang
bolong. Bangsa Israel harus belajar bahwa mereka hidup di dunia nyata,
bukan di alam khayal seturut gambaran yang dijanjikan tradisi religius. Sekali
lagi, hal ini menyadarkan bahwa ajaran agama seringkali menawarkan
gambaran yang ideal. Sementara itu, kenyataan berbicara lain. Justru
64
ketegangan antara ajaran agama dengan kenyataan inilah yang menjadi ajang
perjuangan hidup beriman.
Kembali ke dua narasi kematian Yosua, menjadi jelas bahwa dua narasi
tersebut sebenarnya bermaksud mengatakan bahwa ada dua versi narasi
pendudukan tanah Kanaan yang mendahului kematian Yosua. Baru setelah
kematian Yosua, seperti dikisahkan dalam teks Hak.2:6-9, Bangsa Israel
memasuki babak baru. Babak ‘Pendudukan Tanah Terjanji’ sudah selesai.
Muncul babak baru, yaitu babak ‘Mempertahankan Tanah Terjanji’. Babak
baru itu adalah babak yang lebih sulit.
Dalam konteks belajar beriman, supaya sanggup mempertahankan
Tanah Terjanji, kehadiran tetangga-tetangga yang tidak seiman ini justru
menjadi sarana untuk menguji konsistensi iman Bangsa Israel. Interaksi
dalam hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain akan menimbulkan banyak
godaan. Dalam kondisi itu Bangsa Israel harus berani bertahan. Dalam teks
Hak.2:2-3, YHWH menyampaikan firman-Nya terkait kondisi tersebut.
“Aku tidak akan membatalkan perjanjian-Ku dengan kamu untuk
selama-lamanya, tetapi janganlah kamu mengikat perjanjian dengan
penduduk negeri ini; mezbah mereka haruslah kamu robohkan. Tetapi
kamu tidak mendengarkan firman-Ku. Mengapa kamu berbuat
demikian? Lagi Aku telah berfirman: Aku tidak akan menghalau orang-
orang itu dari depanmu, tetapi mereka akan menjadi musuhmu dan
segala allah mereka akan menjadi jerat bagimu.”
Sementara dalam bagian lain, dikatakan dengan sangat jelas sikap Allah
terhadap Bangsa Israel.
65
“21 Aku pun tidak mau menghalau lagi dari depan mereka satu pun
dari bangsa-bangsa yang ditinggalkan Yosua pada waktu
matinya, 22 supaya dengan perantaraan bangsa-bangsa itu Aku
mencobai orang Israel, apakah mereka tetap hidup menurut jalan
yang ditunjukkan TUHAN, seperti yang dilakukan oleh nenek
moyang mereka, atau tidak. 23 Demikianlah TUHAN membiarkan
bangsa-bangsa itu tinggal dengan tidak segera menghalau
mereka; mereka tidak diserahkan-Nya ke dalam tangan Yosua”
(Hak.2:21-23; 3:4).
Kehadiran bangsa asing dengan siapa Bangsa Israel harus hidup
bersama menjadi sarana untuk mencobai kualitas iman orang Israel. Dengan
hidup bersama dengan bangsa lain yang memiliki allah berbeda, menjadi
pertanyaan apakah Bangsa Israel sanggup tetap setia kepada YHWH atau
tidak? Kitab Hakim-hakim ternyata menunjukkan bahwa jawabannya adalah
‘tidak’. Segera setelah kematian Yosua dan mereka yang seangkatan
dengannya diberitahukan (Hak.2:6-10), secepat itu pulalah Israel
meninggalkan YHWH (Hak.2:11ss). Inilah yang sebenarnya menjadi tema
seluruh Kitab Hakim-hakim atau sekurang-kurangnya pada bagian awal dari
kitab tersebut.
2. Pola Narasi Kitab Hakim-hakim
Pesan pokok Kitab Hakim-hakim terungkap dengan jelas dalam teks
Kitab Hakim-hakim 2. Bab itu melukiskan bahwa Bangsa Israel telah
melanggar perjanjian mereka dengan Allah. Mereka melakukan tindakan
yang jahat di mata Allah dengan sujud menyembah allah-allah lain. Oleh
karena itu, Allah menghukum mereka dengan menyerahkannya ke dalam
tangan bangsa-bangsa lain. Akan tetapi, setiap kali Bangsa Israel bertobat dan
66
berseru kepada-Nya, Allah selalu menolong mereka dengan membangkitkan
seorang ‘syofêt’. Pesan pokok ini terus-menerus terulang dalam narasi
mengenai para ‘syofêt’, sehingga menjadi semacam suatu ‘skema’ narasi yang
merupakan ciri khas kitab Hakim-hakim. Pola itu dapat dilihat dalam narasi
Otniel (Hak.3:7-11).
“7 Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN,
mereka melupakan TUHAN, Allah mereka, dan beribadah kepada
para Baal dan para Asyera. 8 Lalu bangkitlah murka TUHAN
terhadap orang Israel, sehingga Ia menjual mereka kepada
Kusyan-Risyataim, raja Aram-Mesopotamia dan orang Israel
menjadi takluk kepada Kusyan-Risyataim delapan tahun lamanya.
9 Lalu berserulah orang Israel kepada TUHAN, maka TUHAN
membangkitkan seorang penyelamat bagi orang Israel, yakni
Otniel, anak Kenas adik Kaleb. 10 Roh TUHAN menghinggapi dia
dan ia menghakimi orang Israel. Ia maju berperang, lalu TUHAN
menyerahkan Kusyan-Risyataim, raja Aram, ke dalam tangannya,
sehingga ia mengalahkan Kusyan-Risyataim. 11 Lalu amanlah
negeri itu empat puluh tahun lamanya. Kemudian matilah Otniel
anak Kenas.”
Dari potongan perikop tersebut, ada empat unsur tindakan yang menjadi
skema atau pola.
(1) Orang Israel melakukan yang jahat di mata Allah
(2) Allah murka dan menyerahkan mereka ke dalam tangan musuh
(3) Orang Israel bertobat dan berseru kepada Allah
(4) Allah membangkitkan seorang ‘syofêt’ untuk membebaskan
67
Skema atau pola inilah yang menjadi skenario kisah para hakim. Ini
merupakan skema teologis yang tampaknya dirumuskan kelompok
Deuteronomis. Ada empat unsur yang bisa ditemukan dalam seluruh kisah
para hakim.
(1) Dosa : Israel meninggalkan YHWH
(2) Hukuman : Israel diserahkan ke dalam tangan musuh
(3) Tobat : Bani Israel bertobat kepada YHWH
(4) Penyelamatan : YHWH membangkitkan hakim-hakim
Negeri aman selama ‘syofêt’ masih hidup. Akan tetapi, saat ‘syofêt’
mati, Bangsa Israel kembali melakukan yang jahat di mata Allah. Dengan
demikian, skema tersebut terulang kembali. Ini terjadi berulang-ulang.
Demikianlah Kitab Hakim-hakim melukiskan situasi kacau sebelum zaman
kerajaan (1250-1050 sM). Bersamaan dengan itu Kitab Hakim-hakim juga
mengajar Bangsa Israel bahwa Allah akan memberkati mereka jika setia.
Sebaliknya Allah akan menghukum mereka jika murtad. Ajaran ini telah
terbukti dalam sejarah Bangsa Israel pada zaman para ‘syofêt’. Jika setia
kepada Allah, Bangsa Israel niscaya menang perang. Sebaliknya, jika
berbalik dari Allah, niscaya Bangsa Israel akan kalah perang. Oleh karena itu,
Bangsa Israel seharusnya belajar dari sejarah mereka (Sir.46:11-12;
Ibr.11:32-34).
Ada ahli yang mengatakan bahwa skema ini sebenarnya berlaku untuk
seluruh KSDtr. Dalam kitab Samuel dan Raja-raja, dinyatakan unsur yang
pertama, yaitu dosa. Bangsa Israel meninggalkan YHWH dan berbakti kepada
dewa-dewi yang lain. Dalam bagian terakhir Kitab Raja-raja muncul unsur
yang kedua, yaitu hukuman. Kerajaan Israel dan Kerajaan Yehuda telah
68
diserahkan ke dalam tangan musuhnya. Mereka mengalami pembuangan ke
Babilonia. Selanjutnya, dalam periode pembuangan, harus direalisasikan
unsur yang ketiga, yaitu tobat. Bangsa terpilih harus berseru kepada Allah,
bertobat, dan berbalik kembali kepada-Nya. Dengan keyakinan seperti itu,
ada harapan bahwa Allah akan bertindak. Memang tidak jelas wujud konkret
tindakan penyelamatan Allah. Hanya dikatakan bahwa Allah akan bertindak
demi keselamatan umat-Nya. Allah akan mewujudkan suatu keselamatan
yang hebat, tanpa menyinggung secara terperinci unsur-unsur seperti peranan
dinasti Daud, atau kenisah Yerusalem, atau suku Lewi, atau unsur lain lagi.
Jika memperhatikan baik-baik skema tersebut, menjadi jelas bahwa
narasi para hakim yang sekarang terdapat dalam Kitab Hakim-hakim
sebenarnya sudah mengalami proses editorial sedemikian rupa sehingga
cocok dengan skema teologis tersebut. Tidak diketahui persis yang
sebenarnya terjadi dalam hidup masing-masing hakim itu. Kemungkinan
besar mereka ini tidak muncul satu sesudah yang lain seperti narasi yang ada
sekarang ini. Tampaknya mereka adalah pemimpin-pemimpin lokal yang
secara tiba-tiba saja muncul ke permukaan dan naik daun saat krisis bergolak.
Latar belakangnya juga macam-macam. Ada yang kidal seperti Ehud. Ada
hakim perempuan seperti Deborah. Ada Gideon yang adalah seorang agak
pengecut dan tidak yakin akan dirinya sendiri. Dalam konteks ini jika
memperhatikan bahwa namanya juga adalah Yerubaal, dapat dipertanyakan
apakah mungkin ia juga seorang mantan pengikut Baal (Hak.8:27).
Selanjutnya ada Samson yang adalah seorang buta. Sedangkan Yefta adalah
anak seorang perempuan sundal yang diusir dari keluarganya. Melihat hal-hal
semacam itu, menjadi jelas bahwa sebenarnya di balik penyelamatan yang
dikerjakan para hakim, Allah sendiri yang bertindak. Karya para hakim
dipahami sebagai mujizat dari Allah sendiri.
69
Jika narasi para hakim aslinya adalah cerita-cerita lokal tentang sosok-
sosok pahlawan yang muncul dalam situasi krisis, dapat dipikirkan bahwa
kondisi semacam itu cocok dengan teori tentang pemberontakan kaum
proletar. Para hakim sebenarnya adalah jagoan-jagoan lokal (kampung) yang
pada suatu saat tertentu bangkit melawan para tuan tanah dan aparatnya yang
menindas mereka. Gagasan semacam ini mendukung teori ‘peasants’ revolt’.
Akan tetapi, tetap tidak dapat diketahui secara persis apa yang sebenarnya
terjadi.
Sebagaimana dinarasikan dalam Kitab Hakim-hakim, para hakim
Bangsa Israel biasanya dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, Hakim-
hakim utama. Kedua, Hakim-hakim kecil. Pengelompokan seperti ini lebih
didasarkan pada panjang narasi yang diceritakan. Hakim utama adalah hakim
yang dikisahkan secara lebih rinci. Sementara itu, Hakim kecil adalah mereka
yang hanya dikisahkan secara sepintas.
Tabel 1. Para Hakim Bangsa Israel
UTAMA KECIL SUKU
Otniel (3:7-11) Yehuda
Ehud (3:12-30) Benyamin
Samgar (3:31) ¿?
Debora (4:1-5:31) Efraim ¿?
Gideon (6:1-8:32) Manasye
Tola (10:1-2) Isakhar
Yair (10:3-5) ¿?
Yefta (10:6-2:7) ¿?
Ebzan (12:8-10) Yehuda atau Zebulon
Elon (12:11-12) Zebulon
Abdon (12:13-15) Efraim
70
Simson (13:1-
16:31)
Dan
Selain para Hakim itu, dalam teks Hak.9 terdapat narasi tentang
Abimelekh (Hak.8:33-9:57). Ia bukanlah seorang hakim dalam arti seperti
hakim-hakim lainnya. Ia merebut kekuasaan raja menurut keinginannya
sendiri dan menjadi seorang pemimpin semacam itu atas Israel selama tiga
tahun sebelum ia terbunuh.
3. Susunan Kitab Hakim-hakim
Kitab Hakim-hakim dibuka dengan kalimat yang mirip dengan teks
Yos.1:1, yaitu ‘Sesudah Yosua mati…’ Kenyataan ini menunjukkan adanya
sentuhan redaksional saat kitab ini disusun. Secara garis besar, kitab ini dapat
disusun sebagai berikut.
(1) Teks Hak.1:1-2:5 : Kisah tentang pendudukan Tanah Kanaan
dalam versi yang agak berbeda dengan yang dikisahkan dalam
Kitab Yosua.
(2) Teks Hak.2:6-3:6 : Ada tiga bagian yang saling berkaitan dalam
perikop ini. Pertama, rangkuman kehidupan bangsa Israel semasa
Yosia hidup (Hak.2:6-9). Kedua, dalam teks Hak.2:10-2
dikisahkan gambaran bangsa Israel sesudah zaman Yosua. Bagian
ini sebenarnya lebih merupakan antisipasi dari yang kemudian
secara rinci dikisahkan dalam narasi masing-masing hakim. Bagian
ini menjadi semacam skema dan sekaligus pengantar kisah para
hakim. Ketiga, teks Hak.3:1-6 menyajikan daftar bangsa-bangsa
yang dibiarkan YHWH tinggal di Tanah Kanaan.
71
(3) Teks Hak.3:7-16:31: Dikisahkan pada bagian ini narasi perbuatan
para hakim. Sesuai dengan cara pencerita mengisahkannya, para
hakim biasanya dibagi menjadi dua golongan. Pertama, yaitu
Hakim Utama (mayor). Kedua, para Hakim Kecil (minor). Para
Hakim mayor dikisahkan berdasarkan skema yang terdapat pada
teks Hak.2:10-23 dengan pelbagai variasi di sana-sini. Narasi para
hakim ini berakhir pada Simson, tetapi tidak berarti bahwa periode
hakim-hakim berakhir pada Simson. Di luar Kitab Hakim-hakim,
paling tidak ada dua tokoh lagi yang disebut hakim, yaitu Eli
(1Sam.4:18) dan Samuel (1Sam.7:15-17). Samuel dianggap
sebagai hakim terakhir dan sekaligus penutup periode hakim-
hakim dan pengantar ke periode kerajaan. Dapat didiskusikan, jika
Eli dan Samuel dianggap sebagai hakim Israel walaupun
dikisahkan di luar kitab Hakim-hakim, apakah skema para hakim
yang terdapat dalam teks Hak.2:10-23 juga berlaku bagi mereka?
(4) Teks Hak.17-21 : Bagian terakhir dari Kitab Hakim-hakim ini
berisi narasi yang sama sekali lain. Ada dua narasi. Pertama, teks
Hak.17-18 yang memuat narasi tentang bani Dan yang menyembah
berhala di kota Dan. Kedua, teks Hak.19-21 yang memuat narasi
perang antara bani Benyamin melawan orang-orang Israel. Kedua
narasi ini merupakan kisah yang sama sekali terpisah dari kisah
tentang para hakim. Oleh karena itu, kehadiran kedua narasi
tersebut sebagai epilog Kitab Hakim-hakim merupakan bahan yang
menarik dibicarakan. Kedua narasi itu pun tidak berhubungan satu
sama lain. Kendati demikian, dalam teks Hak.17-21 ada semacam
refrain yang selalu kembali, yaitu ‘Pada zaman itu tidak ada raja
di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa saja yang benar
menurut pandangannya sendiri’ (Hak.17:6; 18:1; 9:1; 21:25), yang
72
seolah-olah menyatukan kedua narasi tersebut. Apakah ungkapan
ini mewakili suara yang pro atau kontra kerajaan, tidak dapat
dijawab secara sederhana.
Bagian pendahuluan (Hak.1-2) mengisahkan situasi Bangsa Israel
setelah kematian Yosua, yaitu perjuangan Bangsa Israel berperang melawan
orang Kanaan. Selain itu, ada juga narasi tentang Bangsa Israel yang tidak
menghalau penduduk setempat, tetapi justru tinggal bersama mereka
sehingga terpengaruh kebiasaan jahat mereka, yaitu beribadat kepada Baal
dan Asytoret (Hak.2:11-13). Bagian inti (Hak.3-16) mengisahkan intervensi
Allah membangkitkan duabelas orang ‘syofêt’ (Otniel, Ehud, Samgar, Barak-
Deborah, Gideon, Tola, Yair, Yefta, Ebzan, Elon, Abdon, dan Simson) untuk
melepaskan Bangsa Israel dari tangan musuh-musuh mereka. Di antara
keduabelas ‘syofêt’ itu, ada enam yang dinarasikan secara panjang lebar, yaitu
Otniel, Ehud, Barak-Debora, Gideon, Yefta, dan Simson. Sedangkan keenam
lainnya (Samgar, Tola, Yair, Ebzan, Elon, dan Abdon) hanya disinggung
dengan singkat.
Oleh karena itu, kelompok pertama (yang dikisahkan panjang lebar)
sering disebut ‘Hakim-hakim besar’ (dalam Bahasa Ibrani disebut
‘hasysyofetîm haggedolîm’). Sedangkan kelompok kedua (yang disinggung
singkat saja) sering disebut ‘Hakim-hakim kecil’ (dalam Bahasa Ibrani
disebut ‘hasysyofetîm haqqetannîm’). Akhirnya, bagian tambahan (Hak.17-
21) menarasikan dinamika situasi saat belum ada raja di antara orang Israel.
Kondisi saat itu memungkinkan setiap orang berbuat yang benar menurut
pandangannya sendiri (Hak.17:6; 18:1; 19:1; 21:25).
Teks Hak.17-18 mengisahakn dinamika suku Dan berpindah tempat
dan mendirikan kuil mereka di Dan. Selain itu, mereka juga menempatkan
patung pahatan Mikha di dalam kuil itu. Teks Hak.19-21 mengisahkan usaha
73
bangsa Israel menyerang suku Benyamin yang melanggar kewajiban terhadap
tamu, bahkan berlaku keji terhadap mereka. Dengan menekankan situasi
kacau dan tidak tertib selama belum ada raja di antara orang Israel, bagian
tambahan ini sekaligus berfungsi sebagai persiapan pembentukan kerajaan
Israel yang baru dikisahkan dalam kitab berikutnya, yaitu Kitab Samuel
(1Sam.8:5.19-20; 10:19; 12:12).
Banyak persoalan yang dapat dipertanyakan dari pelbagai sudut
pandang jika ingin membaca Kitab Hakim-hakim. Akan tetapi, tidak perlulah
dibahas semuanya. Beberapa hal di berikut ini dapat menjadi contoh. Kendati
cukup sederhana (seperti juga Kitab Yosua) Kitab Hakim-hakim juga
menyimpan persoalan-persoalan cukup pelik, tetapi sekaligus menarik untuk
didiskusikan.
Generasi Yosua adalah generasi yang taat pada YHWH dan Taurat-
Nya. Sementara pada generasi berikutnya ketaatan ini mulai luntur. Seperti
sudah dikatakan pada awal Kitab Yosua, ketidaktaatan Israel kepada YHWH
akan membahayakan kepemilikan Israel atas tanah terjanji. Di sini perlu
diingat gagasan yang sudah berulang kali dikemukakan pada kesempatan
sebelumnya bahwa salah satu godaan Israel mengikuti ilah-ilah lain adalah
motif ekonomi. Agama kesuburan Kanaan merupakan daya tarik sekaligus
godaan bagi Israel. Meninggalkan YHWH dan mengikuti ilah lain adalah
perkara memilih ilah yang salah. Persoalan sebenarnya tidak hanya itu.
Keputusan memilih ilah membawa juga konsekuensi yang menyangkut
penataan praktik sosio-ekonomis dan politis dalam hidup sehari-hari.
Memilih YHWH berarti menganut paham komunitarian yang memberi
tempat yang kurang lebih sama pada setiap anggota komunitas, tanpa
memperhitungkan status ekonomis menurut visi yang terdapat dalam Kitab
Ulangan. Sebaliknya, memilih ilah lain membawa serta juga paham Kanaan,
74
yaitu penggunaan kekuatan sosial-ekonomi untuk kepentingan diri sendiri
dengan menindas pihak lain, terutama yang lemah.
Kenyataan yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim bahwa Bangsa Israel
harus hidup di tengah-tengah bangsa-bangsa lain. Sekaligus Bangsa Israel
berada dalam posisi rentan karena interaksi dengan bangsa-bangsa lain itu
dapat menggerogoti kesetiaan Israel pada YHWH, membuat orang dapat
semakin memahami ideologi-teologi Kitab Yosua yang ingin memusnahkan
bangsa-bangsa lain. Bangsa Kanaan dianggap sebagai setan (to be demonized)
untuk menunjukkan kontras tajam antara ‘atau-atau’ antara YHWH dan
dewa-dewa Kanaan, antara ‘kita’ dan ‘mereka’. Jika secara ideologis
‘mereka’ sudah dianggap setan, pemusnahannya hanya tinggal waktu.
Kekerasan yang seringkali di luar peri kemanusiaan tinggal menunggu
pelaksanaannya. Seperti sudah disinggung, di bawah pengaruh perang
ideologis semacam inilah, reformasi atau penataan tanah merupakan hal yang
fundamental. Bahaya nyata yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim membuat
orang semakin menyadari mengapa Kitab Yosua begitu menekankan
eksklusivitas dan kekerasan.
C. RANGKUMAN
(1) Hakim dalam Kitab Hakim-hakim tidak menjalankan tugas peradilan
dengan mendengarkan keluhan-keluhan atau membuat keputusan-
keputusan legal. Sebaliknya, para hakim adalah pemimpin-pemimpin
utama Israel. Mereka adalah pelepas bangsa dari ancaman atau tekanan
asing.
(2) Pesan pokok Kitab Hakim-hakim terungkap dengan jelas dalam teks
Kitab Hakim-hakim 2. Pesan pokok ini terus-menerus terulang dalam
narasi mengenai para ‘syofêt’, sehingga menjadi semacam suatu ‘skema’
75
narasi yang merupakan ciri khas kitab Hakim-hakim. Pola itu dapat
dilihat dalam narasi Otniel (Hak.3:7-11).
(3) Kenyataan yang ditampilkan Kitab Hakim-hakim bahwa Bangsa Israel
harus hidup di tengah-tengah bangsa-bangsa lain. Sekaligus Bangsa
Israel berada dalam posisi rentan karena interaksi dengan bangsa-bangsa
lain itu dapat menggerogoti kesetiaan Israel pada YHWH, membuat
orang dapat semakin memahami ideologi-teologi Kitab Yosua yang ingin
memusnahkan bangsa-bangsa lain.
TINJAUAN KITAB 1-2SAMUEL DAN TAFSIRAN ATAS
Dalam Kitab Suci Ibrani (teks Masoretik), Kitab Samuel hanya satu
kitab atau satu buku tanpa pembagian. Kitab ini ditulis (dicetak) bersambung
dan tidak dibagi menjadi dua sebagaimana yang ada sekarang ini (1 dan 2
Samuel). Bahkan, dalam Kitab Suci Yunani (Septuaginta), Kitab Samuel
bergabung dengan Kitab Raja-raja dengan menggunakan satu judul untuk
ketiga buku itu. judulnya, ‘tentang Kerajaan-kerajaan’ (dalam bahasa Yunani
disebut ‘Basileiôn’ . Akan tetapi, akibat penggabungan tersebut kitab ini
menjadi terlalu panjang (terlalu tebal) karena memuat 101 bab. Oleh karena
itu, para ahli sepakat membagi Kitab ‘Basileiôn’ ini menjadi empat, yaitu
Kitab ‘Basileiôn ’ atau Kitab tentang Kerajaan-kerajaan A-B-
C-D. Pada pertengahan abad XV M (1477M), Kitab Suci Ibrani mengambil
alih pembagian ini. Saat mengambil alih Kitab Suci Ibrani memberi judul
77
baru kepada keempat bagian kitab, yaitu Kitab ‘Samuel A-B’ (dalam bahasa
Ibrani disebut ‘Syemû’ēl Aleph-Bet’) dan Kitab ‘Raja-raja A-B’ (dalam
bahasa Ibrani disebut ‘Melākhîm Aleph-Bet’).
Pembagian inilah yang sekarang ini lazim dipakai dalam banyak
terjemahan Kitab Suci, termasuk terjemahan Indonesia. Hanya perlu selalu
diingat para pembaca Kitab Suci, bahwa aslinya Kitab 1-2Samuel dan Kitab
1-2Raja-raja adalah satu kitab saja. Kitab ini berkisah ‘mengenai kerajaan-
kerajaan’ Israel dari periode Saul sebagai raja pertama (1030 sM) sampai
periode Zedekia sebagai raja terakhir (586 sM). Bagian pertama kitab (1-
2Samuel) mengisahkan sejarah kerajaan Israel dari periode Saul sampai
periode Daud. Sedangkan bagian kedua kitab (1-2Raja-raja) mengisahkan
sejarah kerajaan Israel dari periode Salomo sampai periode Zedekia. Kitab
Samuel mengisahkan perjuangan Kerajaan Tunggal Israel akhirnya berdiri.
Oleh karena itu, kitab ini berawal saat Bangsa Israel masih dipimpin Hakim-
hakim dengan sistem desentralisasi. Kitab ini mengakhiri dirinya dengan
pelayanan Hakim-hakim terakhir (Samuel) dan benar-benar menutup dirinya
dengan narasi saat Daud yang merupakan raja terbesar pertama dari suku
Yehuda menduduki tahta kerajaan.
Bagian pertama Kitab 1Samuel dipenuhi dengan pertanyaan tentang
perlunya dibentuk sistem kerajaan. Selanjutnya, ada pertanyaan bagaimana
sistem tersebut seharusnya dibangun. Setelah itu menyusul pertanyaan
mengenai siapa yang seharusnya menjadi raja Bangsa Israel. Setelah jelas
bahwa Saul sebagai raja pertama kehilangan kekuasaannya, Daud langsung
menggantikannya. Akibat suksesi kekuasaan ini, pertanyaan berubah menjadi
‘Apakah Daud sanggup menghadapi usaha Saul yang ingin membunuhnya?’
Kematian Saul di akhir kitab secara efektif menjawab semua pertanyaan
tersebut.
78
Kitab 2Samuel seluruhnya meliputi masa pemerintahan Raja Daud.
Narasi diawali dengan konsolidasi dalam pemerintahan Raja Daud. Narasi
berlanjut dengan keterangan rinci tentang janji Allah kepada Daud untuk
memberikan tampuk pemerintahan untuk seterusnya kepada keturunannya.
Segera sesudah itu, Daud melakukan dosa besar. Akibatnya, paruh kedua
kitab ini menjelaskan kemerosotan Daud. Kemerosotan itu terjadi akibat
masalah-masalah internal dalam kerajaannya. Sebagian besar permasalahan
itu berputar-putar di sekitar konflik di antara anak-anaknya.
Kedua kitab ini mengungkapkan latar belakang ancaman Bangsa
Filistin yang bersifat terus-menerus terhadap Bangsa Israel. Dalam konflik
itu, Bangsa Filistin selalu menebar ancaman bahwa mereka tidak akan dapat
ditaklukkan Bangsa Israel. Samuel, Raja Saul, sampai akhirnya Raja Daud
terlibat pertempuran melawan Bangsa Filistin. Akhirnya, pada periode Raja
Daud, Bangsa Filistin dapat dikalahkan. Sebenarnya, reputasi Raja Daud
dibangun sebagian besar karena kemenangan-kemenangannya atas orang
Filistin dan orang Amon.
Isi kedua kitab ini berputar-putar di sekitar para tokoh utamanya, yaitu
Samuel, Saul, dan Daud. Seperti dapat dilihat, para tokoh itu tidak dihadirkan
satu sesudah yang lain. Melalui tokoh-tokoh ini, Allah melaksanakan dan
menggenapi rencana-Nya dalam kehidupan bangsa Israel. Para tokoh tersebut
hadir dalam narasi secara tumpang tindih. Misalnya, kehidupan Samuel.
Kehidupannya meliputi periode Saul dan Daud. Demikian pula kehidupan
Saul bertumpang tindih dengan kehidupan Daud. Dengan demikian, pada
dasarnya, ada empat narasi utama yang tampil pada panggung Kitab 1-
2Samuel.
(1) 1Sam.1-7 : tentang Samuel
(2) 1Sam.8-15 : tentang Samuel dan Saul
79
(3) 1Sam.16-31: tentang Saul dan Daud
(4) 2Sam.1-24 : tentang Daud
B. PENYAJIAN MATERI
1. Judul dan Pengarang
Dalam Kitab Suci Ibrani, Kitab Samuel ini diberi judul sesuai dengan
nama tokoh utamanya. Akan tetapi, jika diperhatikan secara saksama, tokoh
istimewa dalam Kitab 1-2Samuel sebenarnya adalah Raja Daud. Akan tetapi,
kitab ini mendapat nama Kitab SamuelSamuel memang bukan tokoh utama.
Akan tetapi, tetapi praktis Samuel adalah tokoh yang menghantar raja-raja
pertama Israel, yaitu Saul dan Daud ke tahta mereka. Pasal-pasal pendahuluan
memberi perhatian utama kepada Samuel. Akan tetapi, sesudah teks 1Sam.15,
Samuel tidak lagi menjadi figur yang menonjol. Bagaimana pun juga, sampai
di sini Samuel telah memberi sumbangan yang sangat besar dengan menolong
mengurapi dua tokoh utama lain, yaitu Saul dan Daud. Pengaruh Samuel tetap
ada meskipun Samuel sudah tidak ada lagi.
Tradisi tidak mengetahui penulis Kitab Samuel ini. Tradisi Yahudi
mengaitkan penulisan Kitab Samuel bersama-sama Kitab Hakim-hakim
kepada Samuel sendiri. Akan tetapi, atas alasan kematian Samuel tercatat
dalam teks 1Sam.25:1, sekarang ini tidak seorang pun yang menerima dengan
serius anggapan seperti itu. Sebenarnya Samuel memang menulis tentang
kehidupan Daud. Tulisan dalam satu karya ini dikenal sebagai ‘riwayat
Samuel, sang pelihat’ (1Taw.29:29). Akan tetapi, sejauh mana karya ini
memiliki kesamaan dengan Kitab Samuel yang sekarang ini terdapat dalam
kanon, tidak lagi dapat secara persis diketahui. Mungkin Samuel juga menulis
tentang hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan (1Sam.10:25). Akan tetapi,
kenyataan ini pun tidak perlu dipegang sebagai kebenaran sejati.
80
Tidak seperti kebanyakan tulisan Kitab Suci yang lain, Kitab Samuel
memperlihatkan perhatian yang lebih rinci terhadap penulisan karya sastra.
Dialog-dialog kata per kata yang panjang dan detail tentang tokoh-tokoh dan
kejadian dicatat dengan cermat. Berdasarkan itu, pada mulanya banyak ahli
berpendapat bahwa Kitab Samuel ditulis seseorang yang terlibat di dalam
kejadian-kejadian itu sendiri. Sekurang-kurangnya orang itu adalah saksi
mata kejadian. Akan tetapi, akhir-akhir ini muncul anggapan bahwa karya ini
merupakan suatu karya sastra dengan latar belakang sejarah (historical
fiction). Bagaimana pun tidak diketahui persis yang menulis Kitab 1-2Samuel
ini!
2. Garis Besar Kitab 1-2 Samuel
Sebagaimana Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab 1-2Samuel memiliki
sejumlah versi sistematika atau susunannya. Tentu saja, untuk membacanya
secara akurat pembaca harus memilih satu dari sekian banyak variasi atau
tawaran sistematika itu. Sejumlah ahli tafsir umumnya sepakat bahwa Kitab
1-2Samuel memiliki sistematika berikut ini.
(1) Munculnya Samuel (1Sam.1-3)
- Kelahiran Samuel (1Sam.1:1-2:10)
- Samuel dan keluarga Eli: Kejayaan dan kemerosotan
(1Sam.2:11-4:1ª)
(2) Orang Israel, Filistin, dan Tabut Perjanjian (1Sam.4:1b-7:1)
(3) Samuel menjadi Hakim (1Sam.7:2-17)
(4) Permulaan atau pembentukan sistem kerajaan (1Sam.8-15)
- Tuntutan untuk memiliki raja (1Sam.8:1-22)
- Saul dipilih dan diurapi (1Sam.9:1-10:27)
- Kemenangan pertama Saul (1Sam.11:1-15)
81
- Pembaharuan Perjanjian (1Sam.12:1-25)
- Saul ditolak sebagai raja (1Sam.13:1-15a)
- Kepahlawanan Saul dan Yonatan (1Sam.13:15b-14:52)
- Saul ditolak sebagai raja (1Sam.15:1-35)
(5) Daud memegang kekuasaan (1Sam.16:1-2Sam.5:10)
(6) Daud mengadakan konsolidasi kekuatan (2Sam.5:11-8:18)
(7) Kemerosotan Daud (2Sam.9-24)
Di antara ketujuh bagian Kitab Samuel ini, narasi kemerosotan
kekuasaan Raja Daud (2Sam.9-24) menjadi bagian tertua sekaligus yang
paling dulu ditulis. Bagian ini mengisahkan perebutan tahta Raja Daud yang
dilakukan anak-anaknya. Pemenang perebutan itu adalah Salomo.
Kemungkinan besar bagian ini ditulis seorang ‘saksi mata’. Yang dimaksud
dengan saksi mata adalah seorang pegawai istana raja yang menyaksikan
langsung peristiwa itu. Dengan demikian, narasi ini menjadi semacam
‘laporan pandangan mata’ yang dapat dipercaya. Dalam hal ini perlu diingat
bahwa pada periode Raja Daud (1000 sM) sudah ada ‘panitera negara’
(2Sam.8:17; 20:25; 1Taw.18:16; 1Raj.4:3).
Panitera negara bertugas mencatat peristiwa-peristiwa penting seputar
kerajaan. Catatan itu menjadi arsip resmi atau dokumen kerajaan. Lama-
kelamaan ‘laporan pandangan mata’ ini dilengkapi dengan pelbagai macam
narasi lain. Narasi-narasi tambahan itu berasal dari beberapa sumber.
Misalnya, tradisi Samuel, tradisi Tabut Perjanjian, Tradisi Saul, dan tradisi
tempat-tempat suci seperti Rama, Silo, Mizpa, Gilgal. Akhirnya, para
sejarahwan Deuteronomis merangkai semua narasi itu sekaligus
menyatukannya menjadi satu rangkaian narasi panjang mengenai kerajaan
Israel. Narasi panjang itu memuat narasi dari mulai dari terbentuknya
82
Kerajaan Tunggal Israel sampai dengan kehancurannya. Narasi itu sama
seperti yang ada sekarang ini dalam Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-raja.
Pada intinya Kitab 1-2Samuel mengisahkan proses terbentuknya
kerajaan di Israel. Pada periode Hakim-hakim (1250-1050 sM) sebenarnya
Bangsa Israel sudah pernah mencoba membentuk suatu kerajaan kecil di
Sikhem. Pada saat itu Bangsa Israel meminta Gideon menjadi raja mereka
(Hak.8:22). Upaya lain adalah menobatkan Abimelekh menjadi raja mereka
(Hak.9:6). Akan tetapi, usaha ini gagal karena Gideon menolak permintaan
itu. (Hak.8:23). Sementara itu rakyat tidak menyukai Abimelekh (Hak.9:22-
23). Akibatnya, menurut penulis Kitab Hakim-hakim, ‘Pada zaman itu tidak
ada raja di antara orang Israel, setiap orang berbuat apa yang benar
menurut pandangannya sendiri’ (Hak.17:6; 21:25; 18:1; 19:1). Dengan
ungkapan ini, penulis menggambarkan suasana kacau dan kurang tertib saat
itu. Suasana kacau dan tidak tertib itu terjadi karena masing-masing orang
berbuat menurut keinginannya sendiri sebagai akibat tidak adanya seorang
raja yang mengatur mereka.
Dengan kata lain, supaya dapat menjadi tertib dan teratur, Bangsa Israel
membutuhkan seorang raja yang dapat memerintah, memimpin, dan
menghakimi (mengatur) mereka. Oleh karena itu, Kitab Samuel mengisahkan
bahwa saat Samuel sudah tua dan anak-anaknya tidak sebaik dirinya, Bangsa
Israel mendatanginya di Rama. Dalam kesempatan tersebut Bangsa Israel dan
meminta seorang raja.
“Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka
angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami,
seperti pada segala bangsa-bangsa lain!” (1Sam.8:5).
83
Meskipun Samuel, seperti Gideon, menolak permintaan itu dengan
menegaskan bahwa Allah-lah yang menjadi raja mereka (1Sam.12:12),
Bangsa Israel tetap berkeras meminta seorang raja (1Sam.8:19-20). Akibat
desakan tersebut Samuel terpaksa menuruti kemauan bangsa Israel. Samuel
pun memilih dan mengurapi Saul menjadi raja pertama Bangsa Israel
(1Sam.10:1). Selanjutnya kitab ini memuat narasi kegagalan Saul sebagai raja
dan keberhasilan Daud menjadi raja ideal (1Sam.13-2Sam.24).
3. Narasi-narasi Penting dalam Kitab 1-2Samuel
Kitab 1-2Samuel sebenarnya merupakan sangat kaya dengan aneka
tema yang patut dan menarik untuk diperhatikan. Kreativitas serta imajinasi
pembaca sangat membantu guna menarik tema-tema yang menarik dari
tulisan-tulisan tersebut. Beberapa tema berikut menarik untuk menjadi bahan
diskusi.
a. Narasi yang memuat Tradisi Pro dan Kontra Kerajaan
Menurut para ahli, Kitab Samuel memuat dua tradisi tentang
terbentuknya Kerajaan Tunggal Israel. Tradisi pertama bernada ‘pro-
kerajaan’. Sedangkan tradisi kedua bernada ‘kontra-kerajaan’.
(1) Tradisi ‘pro-kerajaan’
- Teks 1Sam.9:1-10:16 yang memuat narasi Samuel mengurapi
Saul menjadi raja di kota Rama (1Sam.10:1)
- Teks 1Sam.11:1-15 yang memuat narasi Samuel menobatkan
Saul sebagai raja di Gilgal (1Sam.11:15)
(2) Tradisi ‘kontra-kerajaan’
84
- Teks 1Sam.8:1-22 yang memuat narasi Samuel kesal atas
permintaan tua-tua Israel akan seorang raja (1Sam.8:6 -
Mizpa)
- Teks 1Sam.10:17-27 yang memuat narasi Samuel membuang
undi untuk mencari seorang raja (1Sam.10:20-21 – Mizpa)
- Teks 1Sam.12:1-25 yang memuat narasi Samuel
memperingatkan orang Israel akan kesalahan mereka meminta
raja (1Sam.12:17 – Gilgal)
Tradisi ‘pro-kerajaan’ memuat narasi tentang Samuel yang melantik
Saul menjadi raja dengan senang hati. Sedangkan dalam tradisi ‘kontra-
kerajaan’ memuat narasi tentang Samuel yang melantik Saul dengan berat
hati. Menurut tradisi ‘pro-kerajaan’, Samuel melantik Saul menjadi raja atas
bangsa Israel supaya Saul menyelamatkan mereka dari tangan musuh
(1Sam.9:16; 10:1). Sedangkan menurut tradisi ‘kontra-kerajaan’, Samuel
melantik Saul menjadi raja atas bangsa Israel hanya karena didesak mereka
(1Sam.8:5.19-20; 10:19; 12:1-2.12-13). Ada dua alasan keberatan Samuel.
Pertama, dengan meminta seorang raja ‘seperti pada segala bangsa lain’
(1Sam.8:5), Bangsa Israel telah menolak Allah sebagai raja mereka
(1Sam.8:7; 10:19; 12:12). Kedua, dengan adanya seorang raja di Israel,
Bangsa Israel harus mengorbankan banyak hal demi kepentingan kerajaan
(1Sam.8:10-18). Alasan yang terakhir ini dipertegas dengan membandingkan
sistem pemerintah Samuel sendiri sebagai ‘hakim’ (syofêt) dengan sistem
pemerintahan seorang ‘raja’ (melekh).
Selama periode kepemimpinannya, Samuel tidak pernah merugikan
atau memeras Bangsa Israel (1Sam.12:1-5). Sedangkan selama pemerintahan
seorang raja, raja itu akan terus merugikan dan memeras bangsa Israel
(1Sam.8:10-18). Kedua tradisi yang berlawanan ini mencerminkan adanya
85
perbedaan pendapat di kalangan Bangsa Israel pada zaman awal terbentuknya
kerajaan (1050 sM). Sebagian orang menghendaki sistem pemerintahan baru
seperti bangsa-bangsa tetangga. Sebagian lagi cenderung mempertahankan
sistem kepemimpinan lama menurut tradisi nenek moyang. Meminjam istilah
abad ini, ada ketegangan antara ‘kaum modernis’ dengan ‘kaum konservatif’.
Pokok keberatan kaum konservatif sebenarnya tidak terletak pada
hakikat kerajaan itu sendiri. keberatan mereka terletak pada bentuk kerajaan
yang diinginkan golongan pembaharu, yaitu ‘seperti pada segala bangsa
lain’ (1Sam.8:5). Raja pada bangsa-bangsa lain adalah seorang penguasa
tunggal dan mutlak. Raja semacam itu dapat bertindak semau-maunya dan
berbuat sewenang-wenang tanpa batas. Bahkan, pada sejumlah bangsa
seorang raja dianggap dan disembah sebagai allah, dewa, atau setengah dewa
(Yeh 28:2; 29:2-3). Padahal bagi bangsa Israel, Allah adalah satu-satunya
penguasa tunggal dan mutlak. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang harus
disembah (Kel.20:2-3; Ul.5:6-7; 6:4; 2Sam.7:22; 22:32). Oleh karena itu,
dengan menghendaki seorang raja ‘seperti pada segala bangsa lain’, kaum
modernis secara tidak langsung hendak mengkudeta (coup d’état) Allah
sebagai Tuhan Bangsa Israel (Kel.3:18; 1Taw.17:24).
Jelas tindakan makar ini ditentang mati-matian kaum konservatif,
terutama mereka yang tetap berpihak pada Samuel sebagai ‘hakim’
(1Sam.7:15-17). Bersama dengan kaum konservatif Samuel sendiri
sebenarnya sepakat dengan keinginan adanya seorang ‘raja’ di Israel.
Syaratnya, raja itu tidak ‘seperti pada segala bangsa lain’. Raja Israel tidak
memiliki kuasa mutlak. Ia tidak boleh berbuat semaunya. Sebaliknya, raja
Bangsa Israel harus tunduk dan taat kepada Allah. Ia harus menuruti perintah
Allah dan mendengarkan firman-Nya. Raja bangsa Israel seharusnya adalah
‘hamba’ Allah. Ia harus melayani Alah dengan memimpin umat-Nya selaras
dengna kehendak-Nya. Allah-lah yang mengangkatnya menjadi raja. Allah
86
pula yang akan menurunkannya jika ia tidak bertindak sebagai ‘hamba’ yang
setia.
Kegagalan Saul sebagai raja pertama bangsa Israel bersumber dari
ketidaksetiaannya kepada Allah. Saul bertindak sebagai raja ‘seperti pada
segala bangsa-bangsa lain’. Saul bertindak secara sewenang-wenang. Ia
mempersembahkan korban bakaran tanpa menunggu kedatangan Samuel
(1Sam.13). Saul juga hendak membunuh anaknya sendiri, yaitu Yonatan
(1Sam.14). Ia juga melanggar hukum perang suci (hêrem) dengan tidak
menumpas semua jarahan (1Sam.15). Singkat kata, sebagai ‘hamba’ Allah,
Saul telah melanggar perintah Allah (1Sam.13:13-14). Ia tidak mendengarkan
firman-Nya (1Sam.15:11.22.23). Padahal, Allah-lah yang mengangkat Saul
menjadi raja mel





.jpeg)






