d alam hati nuraninya akan kebodohan dirinya
sendiri dalam berbicara tidak pantas kepada-Nya.
1. Ia mengakui bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu.
Adakah yang terlalu sulit bagi Dia yang menciptakan behemot
dan lewiatan, dan mengatur keduanya dengan sesuka hati-
Nya? Ayub sudah mengetahui hal ini sebelumnya, dan telah
menjelaskan dengan sangat baik mengenai hal itu, namun kini
ia mengetahuinya melalui pengalaman. Satu kali Allah ber-
firman, dan ia telah mendengarnya dua kali, bahwa kuasa dari
Allah asalnya. sebab itu, sungguh gila dan lancang untuk
melawan Allah. “Engkau sanggup melakukan segala sesuatu,
dan sebab itu juga Engkau sanggup untuk mengangkatku
keluar dari keadaan yang rendah ini, yang sering kali dengan
bodohnya aku anggap tidak mungkin. Sekarang aku percaya,
bahwa Engkau sanggup melakukannya.”
2. Bahwa tidak ada rencana-Mu yang gagal (KJV: tidak ada pikiran
yang tersembunyi dari pada-Nya), yaitu,
(1) Tidak ada pikiran yang dapat kita sembunyikan dari pada-
Nya. Tidak ada keluhan, ketidakpuasan, maupun ketidak-
percayaan dalam pikiran kita yang tidak Allah saksikan
setiap waktu. yaitu sia-sia untuk melawan Allah, sebab
tidak ada rencana dan rancangan kita yang dapat kita sem-
bunyikan daripada Allah, dan apabila Ia mengetahuinya,
maka Ia dapat mengalahkannya.
(2) Tidak ada rencana-Nya yang tidak dapat terlaksana. TU-
HAN melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Ayub telah ber-
kata-kata dengan marah tentang hal ini, mengeluhkannya
(23:13). Apa yang dikehendaki-Nya dilaksanakan-Nya juga.
Sekarang ia berkata-kata dengan senang dan yakin, bahwa
tidak ada rencana-Mu yang gagal. Apabila rancangan-ran-
cangan Allah atas kita yaitu rancangan-rancangan yang
baik, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh
harapan, maka Ia tidak bisa digagalkan dari mencapai
tujuan-tujuan-Nya yang baik, betapa pun besar kesulitan
yang kelihatannya merintangi.
II. Ayub mengakui bahwa dirinya bersalah atas tuduhan-tuduhan
yang diberikan Allah kepadanya pada awal perkataannya (ay. 3).
“Tuhan, kata pertama yang Engkau katakan yaitu , Siapakah dia
yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Tidak diperlu-
kan lagi. Perkataan itu telah menginsafkanku. Aku mengakui aku-
lah dia yang telah demikian bodoh. Kata itu telah sampai ke hati
nuraniku, dan menyatakan dosaku di hadapanku. Hal itu terlalu
jelas untuk disangkal, terlalu buruk untuk diampuni. Aku telah
menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan. Aku telah dengan
bodohnya mengabaikan keputusan-keputusan dan rancangan-ran-
cangan Allah yang membuatku menderita, sehingga aku berbantah
dengan Allah, dan terlalu bersikeras untuk membenarkan diri
sendiri: Itulah sebabnya, tanpa pengertian,” yaitu, “Aku telah men-
jatuhkan penghakiman atas dispensasi Penyelenggaraan Allah,
tanpa pengetahuan yang benar akan alasan-alasanya.” Di sini,
1. Ia mengakui bahwa dirinya tidak tahu apa-apa akan putusan
hikmat ilahi, dan kita semua pun demikian. Penilaian Allah
sangat dalam, sehingga kita tidak dapat menyelaminya, apa-
lagi untuk memahami asalnya. Kita melihat perbuatan-per-
buatan Allah, namun kita tidak mengetahui mengapa Ia mela-
kukannya, apa yang menjadi tujuan-Nya, atau apa yang akan
terjadi kemudian. Hal-hal ini terlalu besar bagi kita, melam-
paui apa yang dapat kita lihat, melampaui jangkauan kita
untuk dapat kita ubah, dan melampaui wilayah kekuasaan
kita untuk dapat kita hakimi. Hal-hal itu tidak kita mengerti,
melampaui kemampuan kita untuk menghakiminya. Alasan
mengapa kita berbantah dengan Penyelenggaraan Allah yaitu
sebab kita tidak memahaminya. sebab itu, kita harus puas
saja di dalam ketidakmengertian akan hal itu, sampai misteri
Allah usai.
2. Ayub mengakui bahwa dirinya tidak bijak dan gegabah dalam
memperkatakan apa yang tidak ia mengerti dan mendakwa hal
yang tidak dapat ia adili. Jikalau seseorang memberi jawab
sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya. Kita
menyatakan kesalahan diri sendiri, dan perkara yang kita pu-
tuskan, sebab kita bukanlah hakim yang cakap untuk meng-
adilinya.
III. Ayub tidak akan menjawab, namun ia akan memohon belas kasih-
an kepada yang mendakwa dirinya, sebagaimana yang telah ia
katakan (9:15). “Firmanmu: Dengarlah, maka Akulah yang akan
berfirman (ay. 4, KJV: bahwa Ayub yang berbicara, bukan Allah
seperti dalam terjemahan LAI). Aku tidak berbicara sebagai peng-
gugat maupun pembela (13:22), namun sebagai pemohon yang
rendah hati, bukan sebagai seorang yang akan mengajar dan
mengatur-atur, namun sebagai seorang yang ingin belajar dan ingin
diatur. Tuhan, jangan lagi berikan aku pertanyaan-pertanyaan
yang sulit, sebab aku tidak mampu menjawab satu pun dari
ribuan pertanyaan yang Engkau berikan. Sebaliknya, izinkan aku
untuk meminta pengajaran dari pada-Mu, dan jangan menolak
aku, jangan mencela aku dengan kebodohan dan kesombongan-
ku,” (Yak. 1:5). Ia kini dibawa kepada doa yang diajarkan Elihu
kepadanya, apa yang tidak kumengerti, ajarkanlah kepadaku.
IV. Ia menempatkan dirinya sebagai seorang petobat, dan di sini ia
ada di jalan yang benar. Dalam pertobatan sejati tidak hanya ada
keinsafan akan dosa, namun juga ada penyesalan dan dukacita
kudus terhadap dosa, dukacita menurut kehendak Allah (2Kor.
7:9). Seperti itulah Ayub berdukacita atas dosa-dosanya.
1. Pandangan Ayub tertuju kepada Allah di dalam pertobatannya,
dengan pemikiran yang luhur akan Dia, dan menyadari (ay. 5):
“Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,
sering kali dari guru-guruku saat aku masih muda, dari
teman-temanku pada masa lanjutku. Aku telah mengetahui
beberapa hal tentang kebesaran-Mu, kuasa-Mu, dan kekua-
saan-Mu yang berdaulat. Namun apa yang telah aku dengar
tidak membawaku untuk menundukkan diriku kepada-Mu se-
bagaimana mestinya. Semua pengetahuan yang aku miliki ha-
nya sebatas di bibir saja, tidak ada pengaruhnya terhadap akal
budiku. namun sekarang dengan pewahyuan langsung Engkau
telah menyatakan dirimu kepadaku di dalam kemegahan-Mu
yang mulia. Sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
Sekarang aku merasakan kuasa dari kebenaran-kebenaran
yang sebelumnya hanya sebatas pengetahuan saja, dan sebab
itu kini aku bertobat, dan mencabut kembali apa yang telah
aku katakan di dalam kebodohanku.” Perhatikan,
(1) yaitu suatu belas kasihan yang besar untuk mendapat-
kan pengajaran yang baik, dan mengetahui tentang Allah
melalui segala petunjuk dari firman dan para hamba-Nya.
Iman timbul dari pendengaran, dan paling mungkin timbul
saat kita mendengar dengan penuh perhatian dan dengan
telinga yang mendengar.
(2) saat pengertian kita dicerahkan oleh Roh anugerah,
maka pengetahuan kita akan hal-hal ilahi akan jauh me-
lampaui apa yang semula kita miliki, sebagaimana peng-
lihatan mata melampaui kabar dan cerita dari mulut ke
mulut. Allah menyatakan Anak-Nya kepada kita melalui
pengajaran-pengajaran manusia, namun melalui pengajar-
an-pengajaran Roh-Nya Ia menyatakan Anak-Nya di dalam
kita (Gal. 1:16), dan dengan demikian mengubah kita men-
jadi serupa dengan gambar-Nya (2Kor. 3:18).
(3) Allah berkenan untuk terkadang menyatakan dirinya sepe-
nuh-penuhnya kepada umat-Nya melalui teguran firman-
Nya dan tindakan penyelenggaraan-Nya. “Sekarang setelah
aku menderita, setelah aku diberitahukan akan kesalahan-
kesalahanku, sekarang mataku sendiri memandang Eng-
kau”. Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat. Berbaha-
gialah orang yang Kauhajar, dan yang Kauajari.
2. Ayub memandang dirinya di dalam penyesalannya, menyalah-
kan dirinya, dan dengan demikian menyatakan dukacitanya
atas dosa-dosanya (ay. 6): Oleh sebab itu aku mencabut perka-
taanku, dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.
Perhatikan,
(1) yaitu penting bagi kita untuk merendahkan diri dalam-
dalam atas dosa-dosa yang kita sadari, dan tidak sekadar
berhenti pada sikap ketidaksenangan yang dangkal terha-
dap diri kita atas dosa-dosa tersebut. Bahkan orang baik
sekalipun, yang tidak melakukan kejahatan-kejahatan yang
menjijikkan untuk disesali, harus berduka sedalam-dalam-
nya di dalam jiwanya saat hatinya hancur akibat kesom-
bongan, hawa nafsu, kesesatan, dan ketidakpuasan, dan
perkataan-perkataan mereka yang gegabah. Hal-hal ini se-
harusnya menusuk hati kita dan membuat hati kita pahit.
Sampai musuh sungguh-sungguh ditaklukkan, kedamaian
tidaklah datang.
(2) Ungkapan lahiriah dari dukacita yang saleh patut diper-
lihatkan para petobat. Ayub menyesal dalam debu dan abu.
Hal ini apabila dilakukan tanpa perubahan di dalam batin
yang sungguh-sungguh yaitu penghinaan kepada Allah.
Namun saat hal ini keluar dari penyesalan jiwa yang
tulus, dengan ungkapan ini orang berdosa memberikan ke-
muliaan kepada Allah, mengambil cela bagi dirinya sendiri,
dan dapat menjadi alat untuk membawa orang-orang lain
kepada pertobatan. Penderitaan Ayub telah membawanya
kepada debu (2:8, ia duduk di tengah-tengah abu), namun
sekarang dosa-dosanya membawanya ke sana. Orang-orang
yang sungguh-sungguh menyesal berkabung atas dosa-dosa
mereka dengan sepenuh hati sebagaimana mereka meratapi
penderitaan-penderitaan jasmani. Mereka merasa pahit, se-
bab mereka dibuat melihat kejahatan yang ada dalam dosa-
dosa mereka melebihi yang ada dalam kesusahan-kesusah-
an mereka.
(3) Kebencian terhadap diri sendiri merupakan kawan dari
pertobatan sejati (Yeh. 6:9), mereka sendiri akan mual meli-
hat kejahatan yang mereka lakukan. Kita harus tidak hanya
marah kepada diri kita atas kesalahan dan kerusakan yang
diakibatkan dosa pada jiwa kita sendiri, melainkan juga
harus membenci diri kita sendiri, sebab dengan dosa kita
membuat diri kita menjijikkan bagi Allah yang murni dan
kudus, yang tidak tahan melihat dosa. Apabila dosa sung-
guh-sungguh merupakan kekejian bagi kita, maka demi-
kianlah seharusnya dengan dosa dalam diri kita sendiri.
Semakin dekat dosa dengan diri kita, semakin menjijikkan
dosa itu.
(4) Semakin kita melihat kemuliaan dan keagungan Allah, dan
semakin kita melihat kotor dan jijiknya dosa dan diri kita
akibat dosa, maka semakin kita akan merendahkan diri
dan membenci diri kita sebab nya, “Sekarang mataku sen-
diri melihat betapa agungnya Allah yang telah aku hina, ke-
cemerlangan keagungan yang telah aku ludahi oleh dosa
yang dengan sengaja aku perbuat, kelembutan dari belas
kasihan yang telah aku tolak dengan hina. Sekarang aku
telah melihat betapa benar dan kudusnya Allah yang telah
aku bangkitkan amarah-Nya. Oleh sebab itu aku membenci
diriku sendiri. Celakalah aku! aku binasa,” (Yes. 6:5). Allah
menantang Ayub untuk mengamat-amati setiap orang yang
congkak dan menundukkan mereka. “Aku tidak bisa,” kata
Ayub, “mengaku-ngaku mampu melakukannya. Aku jera,
kesombongan hatiku kena batunya, direndahkan dan kena
hina.” Mari kita menyerahkan kepada Allah untuk meng-
atur isi dunia, sedangkan kewajiban kita yaitu dengan
kekuatan anugerah-Nya mengatur diri dan hati kita.
Ayub Dibenarkan oleh Allah
(42:7-9)
7 Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN
kepada Elifas, orang Téman: “Murka-Ku menyala terhadap engkau dan ter-
hadap kedua sahabatmu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku se-
perti hamba-Ku Ayub. 8 Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan
dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu per-
sembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan
baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, sebab hanya perminta-
annyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap
kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku
Ayub.” 9 Maka pergilah Elifas, orang Téman, Bildad, orang Suah, dan Zofar,
orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN
kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub.
Sebelumnya Ayub banyak mengeluh mengenai celaan teman-teman-
nya dan perlakuan keras mereka kepadanya, dan ia berseru kepada
Allah memohon menjadi hakim antara dirinya dan mereka. Ia tidak
percaya penghakiman akan datang segera. saat Allah bertanya
jawab dengan Ayub dari dalam badai, orang tentu akan berpikir bah-
wa hanya Ayub yang salah, dan bahwa perkara akan dijatuhkan un-
tuk melawan dia. Namun di sini, secara mengejutkan, kita mendapati
bahwa yang terjadi yaitu sebaliknya, dan keputusan yang dijatuh-
kan justru menguntungkan Ayub. Oleh sebab itu, janganlah meng-
hakimi sebelum waktunya. Mereka yang sungguh-sungguh benar di
hadapan Allah mungkin saja kebenarannya tertutup mendung dan
terhalang oleh penderitaan-penderitaan yang besar dan tidak biasa,
oleh celaan-celaan keras orang, oleh kelemahan-kelemahan dan hawa
nafsu bodoh mereka sendiri, oleh teguran tajam firman Tuhan dan
hati nurani, dan kesesakan dalam roh mereka sendiri akibat kengeri-
an yang datang dari Allah. Namun demikian, pada waktunya, awan-
awan yang menyelubungi akan berlalu, dan Allah akan memunculkan
kebenaran mereka seperti terang, dan hak mereka seperti siang (Mzm.
37:6). Ia membersihkan kebenaran Ayub di sini, sebab Ayub seorang
yang jujur, memegang dengan teguh dan tidak melepaskan kejujur-
annya. Di sini kita temukan,
I. Penghakiman dijatuhkan kepada ketiga sahabat Ayub, atas per-
bantahan di antara mereka dan Ayub. Elihu tidak dikecam di sini,
sebab ia membedakan dirinya dari yang lain dalam menangani per-
selisihan itu, dan tidak berpihak, melainkan menjadi penengah.
Penengah akan mendapatkan pujian Allah, baik hal itu dipuji oleh
manusia maupun tidak. Dalam penghakiman di sini Ayub dipuji,
sedangkan ketiga temannya dipermalukan. saat kita menguji
perkataan-perkataan kedua belah pihak, kita tidak dapat mem-
bedakan, sehingga tidak dapat menentukan siapa yang benar.
Kita pikir ada kebenaran di kedua belah pihak, namun kita tidak
dapat memilih di antara mereka. Kita juga tidak boleh, demi apa
pun, mengambil keputusan yang pasti atas perkara ini, atau kita
akan mengambil keputusan yang salah. Akan namun , syukurlah
bahwa penghakiman yaitu milik Tuhan, dan kita yakin bahwa
penghakiman-Nya sesuai dengan kebenaran. Kepada penghakim-
an Allah kita akan berserah, dan kita akan tunduk kepadanya.
Sekarang, dalam penghakiman di sini dicatat bahwa,
1. Ayub sangat dipuji dan keluar sebagai orang yang terhormat.
Ia hanya seorang melawan tiga orang, seorang pengemis me-
lawan tiga raja, namun, dengan Allah di sisinya, ia tidak perlu
takut akan hasilnya, meskipun ribuan orang melawan dirinya.
Perhatikan di sini,
(1) saat Allah tampil baginya: Setelah TUHAN mengucapkan
firman itu kepada Ayub (ay. 7). Setelah Ia menginsafkan
dan merendahkannya, dan membawanya kepada pertobat-
an atas perkataannya yang keliru, barulah Ia mengakui
Ayub atas perkataannya yang tepat, menghiburnya, dan
memberikan kehormatan kepadanya. Sebab, kita tidak siap
menerima pujian dari Allah sampai kita menghakimi dan
menyalahkan diri kita sendiri. Namun setelah itu barulah
Ia membela perkara Ayub, sebab Dialah yang telah mener-
kam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memu-
kul dan yang akan membalut kita. Sang Penghibur akan
menginsafkan (Yoh. 16:8). Perhatikan bagaimana kita akan
mendapatkan penerimaan ilahi. Kita harus pertama-tama
direndahkan di bawah teguran ilahi. Setelah Allah, melalui
firman-Nya, mendatangkan dukacita, Ia kembali dan me-
nunjukkan belas kasihan, sesuai dengan kelimpahan kemu-
rahan-Nya. Sebab bukan untuk selama-lamanya Ia hendak
berbantah, melainkan hanya sebentar saja, dan menahan
angin-Nya yang keras di waktu angin timur. Kini setelah
Ayub merendahkan dirinya, maka Allah mengangkatnya.
Orang yang sungguh-sungguh bertobat akan menerima
kemurahan Allah, dan kesalahan yang telah mereka ucap-
kan dan perbuat tidak lagi diungkit terhadap mereka. Allah
berkenan kepada kita saat kita membenci diri sebab dosa.
(2) Bagaimana Allah tampil bagi Ayub. Sudah pasti bahwa se-
mua pelanggaran Ayub diampuni, sebab jika ia ditinggikan,
seperti yang terjadi di sini, maka tidak diragukan lagi ia
dibenarkan. Ayub beberapa kali menyatakan dengan penuh
keyakinan bahwa Allah akan membenarkannya pada akhir-
nya, dan memang ia tidak dipermalukan atas pengharap-
annya itu.
[1] Allah memanggilnya hamba-Ku Ayub berkali-kali, seba-
nyak empat kali dalam dua ayat. Ia sepertinya senang
memanggil Ayub demikian, sebagaimana sebelum semua
kesusahannya (1:8), “Apakah engkau memperhatikan
hamba-Ku Ayub? Meskipun miskin dan dihina, dia tetap
hamba-Ku, dan sama kusayangi seperti saat dia da-
lam kemakmuran. Meskipun ia memiliki kesalahan-ke-
salahan, dan takluk pada nafsu amarah seperti orang
lain, meskipun ia telah berselisih denganku, hendak
meniadakan pengadilan-Ku, dan telah berkata-kata tan-
pa pengetahuan, namun ia telah menyadari kesalah-
annya dan mencabutnya kembali, dan dengan demikian
ia tetaplah hamba-Ku Ayub.” Apabila kita berpegang
teguh pada ketulusan dan kesetiaan sebagai hamba
Allah, seperti Ayub, maka meskipun kita untuk semen-
tara waktu akan kehilangan penghargaan dan peng-
hiburan dari Allah, semuanya akan dipulihkan pada
akhirnya, sama seperti Ayub. Iblis telah berusaha untuk
membuktikan bahwa Ayub yaitu seorang yang muna-
fik, dan ketiga sahabatnya telah mengecam dia sebagai
orang fasik, namun Allah akan mengakui orang-orang
yang Ia terima, dan tidak akan membiarkan mereka di-
kalahkan oleh kejahatan neraka atau dunia. Jika Allah
berkata, Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia, maka apa pun perkataan orang lain,
tidak ada pengaruhnya.
[2] Allah mengakui bahwa Ayub telah berkata benar ten-
tang diri-Nya, melampaui apa yang telah dikatakan
lawan-lawan debatnya. Ayub telah memberikan pernya-
taan yang jauh lebih baik dan benar tentang Penyeleng-
garaan ilahi dibanding mereka. Mereka telah bersalah
kepada Allah dengan menjadikan kemakmuran sebagai
tanda umat yang sejati dan penderitaan sebagai tanda
yang pasti akan murka Allah. namun Ayub telah berbuat
benar bagi Allah dengan mempertahankan kepercayaan-
nya, bahwa kasih dan kebencian Allah dinilai berdasar-
kan apa yang ada di dalam diri manusia, bukan apa
yang ada di hadapan mereka (Pkh. 9:1). Perhatikan,
Pertama-tama, orang-orang yang paling berlaku adil
kepada Allah dan penyelenggaraan-Nya yaitu yang me-
mandang upah dan hukuman di dunia yang lain lebih
daripada upah dan hukuman di dunia ini, dan dengan
pandangan inilah mereka mengatasi berbagai kesukar-
an hidup sekarang ini. Ayub mengacu kepada peng-
hakiman dan keadaan yang akan datang melebihi yang
dilakukan sahabat-sahabatnya, dan dengan demikian
berbicara tentang Allah dengan benar, melebihi saha-
bat-sahabatnya.
Kedua, meskipun Ayub telah mengatakan beberapa
hal yang keliru, bahkan tentang Allah, yang telah ia ka-
takan dengan lancangnya, namun ia dipuji untuk hal-
hal yang ia katakan dengan benar. Kita tidak boleh ha-
nya tidak menolak hal yang benar dan baik, namun
juga tidak boleh mengingkari pujian yang layak didapat-
kan atas hal-hal itu, meskipun kelihatan di dalamnya
campuran kerapuhan dan kelemahan manusia.
Ketiga, Ayub benar dan sahabat-sahabatnya salah,
namun ia yang menderita sedangkan mereka hidup
dengan nyaman. Dan ini merupakan sebuah bukti yang
nyata bahwa kita tidak dapat menghakimi seseorang
dan pandangannya melalui apa yang kelihatan di wajah
atau pundi-pundinya. Hanya Allah yang melihat hati
manusia yang dapat menilai dengan sempurna.
[3] Ia akan berkata-kata bagi Ayub, bahwa terlepas dari se-
gala kesalahan yang diperbuat sahabat-sahabatnya ke-
padanya, ia yaitu seorang yang sangat baik, dan ber-
jiwa rendah hati, lembut dan pemaaf, sehingga ia akan
dengan senang hati berdoa bagi mereka, dan menggu-
nakan kepentingannya di sorga atas nama mereka:
“Hamba-Ku Ayub akan meminta doa untuk kamu. Aku
tahu ia akan melakukannya. Aku telah mengampuninya
dan ia telah mendapat kelegaan dari pengampunan,
maka ia akan mengampuni kamu.”
[4] Ia mengangkat Ayub sebagai imam bagi jemaat ini, dan
berjanji untuk menerimanya dan pengantaraannya bagi
sahabat-sahabatnya. “Ambillah persembahanmu kepada
hamba-Ku Ayub, sebab hanya permintaannyalah yang
akan Kuterima.” Mereka yang Allah sucikan dari dosa-
dosanya akan ia jadikan raja dan imam bagi-Nya. Se-
orang petobat yang sejati tidak hanya akan diterima un-
tuk memohon bagi diri mereka sendiri, namun juga akan
diterima sebagai pendoa syafaat bagi orang lain. Suatu
kehormatan besar yang Allah berikan kepada Ayub, de-
ngan mengangkatnya untuk mempersembahkan korban
bagi sahabat-sahabatnya, sebagaimana dahulu ia laku-
kan bagi anak-anaknya sendiri (1:5). Dan ini sungguh
menjadi suatu pertanda yang membahagiakan bahwa
kemakmurannya akan dipulihkan, dan juga sebuah lang-
kah yang baik bahwa ia dikembalikan kepada jabatannya
sebagai imam. Dengan demikian ia menjadi perlambang
Kristus, yang melalui-Nya saja kita dan persembahan
rohani kita berkenan kepada Allah (1Ptr. 2:5). “Pergilah
kepada hamba-Ku Ayub, kepada hamba-Ku Yesus”
(yang dari-Nya untuk suatu waktu Ia menyembunyikan
wajah-Nya), “berikan korban persembahanmu kepada-
nya, dan jadikan Dia Pembelamu, sebab Ia akan Aku
terima, namun di luar Dia, engkau harus bersiap untuk
diadili sesuai dengan kebodohanmu.” Dan sebagaimana
Ayub berdoa dan mempersembahkan korban bagi mere-
ka yang telah mendukakan dan melukai jiwanya, demi-
kian juga Kristus berdoa dan mati bagi orang-orang yang
menganiaya Dia, dan untuk selama-lamanya hidup dan
berdoa untuk pemberontak-pemberontak.
2. Sahabat-sahabat Ayub sangat dipermalukan dan dicela. Me-
reka yaitu orang-orang baik dan merupakan milik kepunya-
an Allah, dan oleh sebab itu Ia tidak akan membiarkan me-
reka terus berbaring di dalam kesalahan mereka lebih dari
Ayub. sebab itu, setelah merendahkan Ayub melalui perkata-
an dari dalam badai, Ia mengambil langkah lain untuk meren-
dahkan mereka. Ayub, yang paling dikasihi-Nya, ditegur per-
tama-tama, baru setelah itu giliran yang lainnya. saat mere-
ka mendengar Allah berbicara kepada Ayub, mereka mungkin
memuji-muji diri bahwa mereka benar dan Ayub bersalah.
Namun Allah segera memberi mereka perintah dan memberi-
tahu mereka bahwa yang terjadi yaitu hal yang sebaliknya.
Dalam kebanyakan perselisihan dan pertentangan, ada kesa-
lahan pada kedua belah pihak, baik dalam penyebabnya mau-
pun dalam penanganannya, jika tidak dalam keduanya. Dan
sebab nya memang tepat kalau kedua belah pihak harus di-
beritahukan tentang hal itu dan diperlihatkan akan kesalahan
mereka. Allah menyampaikan hal ini kepada Elifas, tidak ha-
nya sebagai yang tertua, namun juga sebagai pemimpin dalam
serangan yang dilakukan terhadap Ayub. Sekarang,
(1) Allah memberitahukan kepada mereka dengan jelas, bahwa
kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku
Ayub. Yaitu, mereka telah mengecam dan menuduh Ayub
dengan dugaan yang salah, telah memfitnah bahwa Allah
menentang Ayub sebagai seorang musuh, padahal se-
sungguhnya Ia hanya mengujinya sebagai seorang kawan.
Tuduhan mereka itu tidak benar. Orang tidak berkata be-
nar tentang Allah, jika mereka menggambarkan bahwa gan-
jaran Allah seperti bapa kepada anaknya yaitu hukuman
penghakiman-Nya terhadap mereka, dan bahwa Ia menca-
but perkenanan-Nya atas mereka. Perhatikan, sangatlah
berbahaya untuk menghakimi dengan keras keadaan ro-
hani dan hidup kekal orang lain, sebab dengan melakukan-
nya kita mungkin saja mengutuk orang yang diterima
Allah, suatu hal yang sangat membuat Allah marah. Ini
sama saja dengan menyakiti orang-orang kecil milik-Nya,
dan Ia memandangnya sebagai kesalahan yang diperbuat
terhadap diri-Nya sendiri.
(2) Allah meyakinkan Elifas dan sahabat-sahabat Ayub itu,
bahwa Ia marah kepada mereka: Murka-Ku menyala terha-
dap engkau dan terhadap kedua sahabatmu. Allah sangat
marah kepada mereka yang memandang rendah dan men-
cela saudara-saudara mereka, yang bermegah atas mereka,
dan menjatuhkan penghakiman yang keras kepada mereka,
baik sebab malapetaka yang mereka alami maupun kare-
na kelemahan mereka. Meskipun mereka yaitu orang-
orang yang bijak dan baik, namun, mereka berkata-kata
dengan keliru, Allah marah kepada mereka dan memberi-
tahu mereka bahwa Ia benar-benar marah.
(3) Ia menuntut dari mereka suatu korban persembahan, un-
tuk menebus perkataan mereka yang keliru. Mereka ma-
sing-masing harus membawa tujuh ekor lembu jantan dan
tujuh ekor domba jantan, untuk dipersembahkan kepada
Allah sebagai korban bakaran. Sebab tampaknya, sebelum
hukum Musa, semua persembahan, bahkan untuk penda-
maian, dibakar sampai habis, dan sebab itulah disebut
korban bakaran. Mereka pikir mereka telah berkata dengan
luar biasa hebatnya, dan bahwa Allah telah berutang budi
kepada mereka sebab telah membela perkara-Nya dan
berutang hadiah kepada mereka atas hal itu. Namun seba-
liknya, mereka diberitahu, bahwa Ia marah kepada mereka,
menuntut dari mereka suatu korban persembahan, dan
mengancam, bahwa apabila mereka tidak melakukannya,
maka Ia akan berurusan dengan mereka atas kebodohan
mereka. Allah sering kali marah dengan hal yang kita bang-
gakan dan memandang salah hal yang kita pikir sudah kita
lakukan dengan baik.
(4) Ia memerintahkan mereka untuk pergi kepada hamba-Nya
Ayub, dan memohon kepadanya untuk mempersembahkan
korban mereka, dan berdoa untuk mereka, atau mereka
tidak akan diterima. Melalui hal ini Allah bermaksud,
[1] Untuk menghina dan merendahkan mereka. Mereka pi-
kir mereka yaitu kesayangan sorga dan Ayub tidak
memiliki kepentingan di sana. Namun Allah membuat
mereka mengerti bahwa Ayub lebih disayangi di sorga
dibandingkan mereka, dan lebih diterima Allah diban-
dingkan mereka. Saatnya akan tiba saat mereka yang
memandang rendah dan mencela umat Allah akan me-
mohon-memohon bantuan umat-Nya itu, dan diberita-
hukan bahwa Allah mengasihi umat-Nya (Why. 3:9).
Gadis-gadis yang bodoh akan mengemis meminta mi-
nyak gadis-gadis yang bijaksana.
[2] Mengharuskan mereka untuk berdamai dengan Ayub
sebagai syarat untuk berdamai dengan Allah. Jika ada
sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap eng-
kau (seperti Ayub memiliki masalah besar dengan mere-
ka), pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu
kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
Penebusan harus pertama-tama dilakukan atas kesa-
lahan yang dilakukan, sesuai dengan syaratnya, sebe-
lum kita berharap mendapat pengampunan dosa dari
Allah. Lihat bagaimana Allah mendukung penuh per-
kara Ayub dan terlibat di dalamnya. Allah tidak akan
mau berdamai dengan mereka yang telah menghina
Ayub sampai mereka pertama-tama memohon pengam-
punan darinya dan berdamai dengan mereka. Ayub dan
sahabat-sahabatnya berbeda pendapat dalam banyak
hal, dan saling menyindir dengan tajamnya, namun seka-
rang mereka hendak diperdamaikan kembali. Untuk itu,
mereka tidak perlu memperdebatkan masalah ini lagi
dan mencoba melakukan hal itu lagi (yang mungkin
tidak akan ada habisnya), namun harus bersatu di da-
lam persembahan dan doa, dan hal itu akan memperda-
maikan mereka. Mereka harus bergabung dalam kasih
dan ibadah saat mereka beradu perasaan. Mereka
yang berbeda pendapat dalam hal-hal yang kecil tetap-
lah satu di dalam Kristus Sang Korban yang Agung, dan
berkumpul di hadapan takhta anugerah yang sama,
dan sebab itu harus saling mengasihi dan memaafkan
satu dengan yang lainnya. Sekali lagi perhatikan, saat
Allah marah kepada sahabat-sahabat Ayub, Ia juga mem-
berikan mereka suatu jalan untuk berdamai dengan diri-
Nya. Pertentangan kita dengan Allah selalu berawal dari
pihak kita, namun pendamaian selalu dimulai dari pihak
Allah.
II. Persetujuan sahabat-sahabat Ayub akan penghakiman itu (ay.
9). Mereka yaitu orang-orang yang baik, sehingga segera
setelah mereka memahami pikiran Allah, mereka melakukan
seperti apa yang Ia perintahkan. Mereka melakukannya de-
ngan segera dan tidak membantah, meskipun mungkin me-
reka merasa malu memohon kepada Ayub yang telah mereka
cela itu. Perhatikan, mereka yang hendak diperdamaikan de-
ngan Allah harus memakai sarana dan cara untuk ber-
damai yang telah ditentukan dengan berhati-hati. Pendamaian
dengan Allah hanya dapat ditempuh melalui cara dan syarat
yang telah Ia tentukan. Jalan dan cara-Nya itu tidak akan
menjadi terlalu sulit bagi mereka yang memahami bagaimana
menghargai hak istimewa untuk diperdamaikan dengan-Nya.
Mereka akan dengan senang hati melakukannya, bagaimana-
pun merendahkannya caranya. Sahabat-sahabat Ayub semua-
nya bersama-sama telah bergabung menuduh Ayub, dan seka-
rang mereka semua bersama-sama bergabung untuk memohon
pengampunannya. Orang-orang yang telah berdosa bersama-
sama harus bertobat bersama-sama. Orang-orang yang memo
hon kepada Allah, seperti yang dilakukan Ayub dan sahabat-
sahabatnya harus menetapkan diri untuk berpegang pada
keputusan-Nya, baik hal itu menyenangkan atau tidak menye-
nangkan bagi mereka. Orang-orang yang dengan berhati-hati
mematuhi perintah-perintah Allah tidak perlu meragukan
kebaikan-Nya: TUHAN menerima permintaan Ayub, dan saha-
bat-sahabatnya sebagai jawaban atas doa Ayub. Tidak dikata-
kan bahwa Ia menerima mereka (meskipun hal itu tersirat), te-
tapi Ia menerima Ayub bagi mereka. Demikianlah Ia menerima
kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya (Ef. 1:6, Mat. 3:17). Ayub
tidak menghina sahabat-sahabatnya atas kesaksian yang Allah
berikan tentang dia. Ia juga tidak menghina mereka sebab
mereka harus tunduk terhadapnya. Sebagaimana Allah dengan
penuh kemurahan berdamai dengan dirinya, demikian juga
Ayub dengan mudah berdamai dengan mereka, dan kemudian
Allah menerima dirinya. Inilah yang seharusnya menjadi tu-
juan kita di dalam semua doa dan ibadah kita, yaitu untuk
diterima oleh Tuhan. Inilah yang harus menjadi keinginan kita
yang tertinggi, yaitu bukan untuk mendapatkan pujian manu-
sia, melainkan untuk menyenangkan Allah.
Hati Kemakmuran Ayub Diperbarui; Kematian Ayub
(42:10-17)
10 Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk
sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat
dari segala kepunyaannya dahulu. 11 Kemudian datanglah kepadanya semua
saudaranya laki-laki dan perempuan dan semua kenalannya yang lama, dan
makan bersama-sama dengan dia di rumahnya. Mereka menyatakan turut
berdukacita dan menghibur dia oleh sebab segala malapetaka yang telah di-
timpakan TUHAN kepadanya, dan mereka masing-masing memberi dia uang
satu kesita dan sebuah cincin emas. 12 TUHAN memberkati Ayub dalam hidu
pnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia
mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu
pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina. 13 Ia juga mendapat tujuh
orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan; 14 dan anak perempuan
yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga
Kerenhapukh. 15 Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik
anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah
saudara-saudaranya laki-laki. 16 Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat
puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai
keturunan yang keempat. 17 Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.
Kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub (kata Sang Rasul,
Yak. 5:11) dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan,
yaitu, akhir yang diberikan Tuhan pada penderitaan Ayub. Pada awal
kitab ini kita menyaksikan ketekunan Ayub di dalam penderitaannya,
sebagai teladan. Pada bagian ini, sebagai penutup, untuk mendorong
kita untuk meneladani Ayub, kita menemukan akhir yang menyenang-
kan dari penderitaannya dan hidupnya yang makmur yang dipulihkan
setelahnya. Hal ini meneguhkan kepada kita bahwa berbahagialah
orang yang bertekun. Mungkin juga, kemakmuran luar biasa yang
dikaruniakan kepada Ayub setelah penderitaannya dimaksudkan
sebagai perlambang dan gambaran kemuliaan dan sukacita sorgawi
yang akan datang bagi kita orang-orang Kristen yang saat ini berada
di dalam penderitaan. Penderitaan sekarang ini sedang mengerjakan
kemuliaan dan sukacita sorgawi bagi kita, yang akan terjadi pada
akhirnya. Kemuliaan dan sukacita ini akan terasa lebih dari dua kali
lipat kebahagiaan dan kepuasaannya dari yang saat ini kita nikmati,
sebagaimana kemakmuran Ayub yang kedua melebihi yang sebelum-
nya, padahal sebelumnya Ia yaitu orang yang paling kaya di Timur.
Barang siapa yang dengan benar bertahan dalam pencobaan, saat
ia diuji, akan menerima mahkota kehidupan (Yak. 1:12), seperti Ayub,
saat sesudah tahan uji, menerima semua kekayaan, dan kehormat-
an, dan penghiburan, yang kita temui catatannya pada bagian ini.
I. Allah kembali kepada Ayub dalam kemurahan. Pikiran Allah me-
ngenai Ayub yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan ran-
cangan kecelakaan, untuk memberikan hari depan yang penuh ha-
rapan, bahkan yang tidak terduga (Yer. 29:11). Kesusahan Ayub
dimulai dengan maksud jahat iblis, yang ditahan Allah. Pemu-
lihannya dimulai dengan belas kasihan Allah, yang tidak dapat
dilawan Iblis. Keluhan terbesar Ayub, yang menjadi keluhan yang
paling memilukan di antara semua keluhannya, yang paling ia
tekankan, yaitu bahwa Allah tampil melawan dia. Namun seka-
rang Allah dengan jelas menampakkan diri baginya, dan berjaga-
jaga atas mereka untuk membangun dan menanam, sebagaimana
yang telah Ia lakukan (setidaknya dalam pemahamannya) berjaga-
jaga atas mereka untuk mencabut dan meruntuhkan (Yer. 31:28).
Hal ini segera memberi wajah baru pada perkara Ayub, dan segala
sesuatu sekarang kelihatan sama menyenangkan dan menjanji-
kannya seperti sebelumnya kelihatan suram dan menakutkan.
1. Allah memulihkan keadaan Ayub, yaitu, Ia memulihkan semua
keluhannya dan mengangkat semua penyebab keluhannya. Ia
melepaskan Ayub dari ikatan Iblis saat ini, yang untuk semen-
tara waktu mengikatnya, dan membebaskannya dari tangan-
tangan kejam yang mencengkeramnya. Kita dapat menduga
sekarang semua penyakit dan boroknya telah disembuhkan de-
ngan tiba-tiba sepenuhnya bagaikan mujizat. Tubuhnya meng-
alami kesegaran seorang pemuda, ia seperti pada masa muda-
nya. Terlebih lagi, ia merasakan perubahan besar dalam pikir-
annya. Pikirannya menjadi tenang dan ringan, dan kekacauan
sudah berakhir, segala pikirannya yang gelisah telah dilenyap-
kan, ketakutannya dibungkam, dan penghiburan Allah seka-
rang menjadi kesukaan jiwanya sebagaimana kengerian-Nya
menjadi beban baginya sebelumnya. Air pasang kini berbalik,
dan segala kesusahannya surut secepat datangnya, tepat
setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, berdoa
untuk korban yang ia persembahkan bagi mereka. Belas ka-
sihan Allah tidak kembali saat ia berbantah dengan sahabat-
sahabatnya, tidak, tidak meskipun ia benar, namun saat ia
berdoa untuk mereka. Sebab Allah lebih senang dan menyukai
ibadah kita yang hangat dibanding perbantahan yang hangat.
saat Ayub menuntaskan pertobatannya dengan mengampuni
orang lain, maka Allah menyelesaikan pengampunannya de-
ngan memulihkan keadaannya. Perhatikan, kita sebenarnya
sedang menolong diri kita saat berdoa bagi sahabat-sahabat
kita, apabila kita berdoa dengan cara yang benar, sebab di
dalam doa-doa tersebut tidak hanya ada iman, namun juga
kasih. Kristus telah mengajarkan kita untuk berdoa bersama
dan bagi orang lain dengan mengajar kita berdoa, Bapa kami.
Di dalam memohonkan belas kasihan bagi orang lain, kita bisa
mendapat belas kasihan bagi diri kita. Tuhan kita Yesus
ditinggikan dan berkuasa di sana, di mana Ia hidup senantiasa
untuk menjadi Pengantara (KJV: hidup sementara untuk menjadi
Pengantara). Beberapa penafsir memahami pemulihan keadaan
Ayub sebagai ganti rugi yang dibayarkan orang-orang Sabean
dan Kasdim atas ternak yang telah mereka ambil darinya, di
mana Allah dengan luar biasa mendorong mereka untuk mela-
kukannya, dan dengan ini Ayub memulai dunia lagi. Mungkin
memang begitu, sebab harta benda ditelan para penjarah, na-
mun mereka dipaksa untuk mengeluarkannya lagi dari dalam
perutnya (20:15). namun saya lebih memilih memahami hal ini
secara umum sebagai suatu perubahan keadaan.
2. Allah melipatgandakan harta Ayub. TUHAN memberikan kepa-
da Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
Mungkin saja pada awalnya Ia melakukannya, dengan cara
tertentu, menyatakan kepadanya bahwa yaitu tujuan-Nya
yang mulia, sedikit demi sedikit, pada waktunya untuk mem-
bawanya ke tingkat kemakmuran yang sedemikian tinggi se-
hingga ia memiliki dua kali lipat dari apa yang ia miliki sebe-
lumnya. Hal ini dimaksudkan untuk membesarkan harapan-
nya dan mendorong ketekunannya, sehingga tampak bahwa
peningkatan yang luar biasa ini merupakan tanda khusus
akan perkenanan Allah. Dan hal itu dapat dianggap sebagai:
(1) Penggantian atas kerugiannya. Ayub telah menderita bagi
kemuliaan Allah, sehingga Allah kemudian mengembalikan
kepadanya dengan keuntungan, dan memberikan kepada-
nya lebih dari bunga atas bunga. Allah akan memastikan
bahwa tidak ada orang yang akan menanggung rugi sebab
diri-Nya.
(2) Upah atas ketekunan dan kepercayaannya kepada Allah,
yang, meskipun ada banyak kelemahan, tidak ia buang,
namun ia pegang teguh, dan sebab itulah ada upah besar
yang menantinya (Ibr. 10:35). Sahabat-sahabat Ayub telah
sering menghina Ayub sebab hal ini, kalau engkau bersih
dan jujur, maka tentu Ia akan bangkit demi engkau (8:6).
namun Ia tidak bangkit demi engkau, dan sebab itu eng-
kau pasti orang yang tidak lurus hati. “Pernyataanmu tidak
benar, dan Aku bahkan akan menunjukkan betapa tulus-
nya hati hamba-Ku Ayub. Hidupnya yang selanjutnya akan
bertambah-tambah berkali lipat, dan dengan begitu akan
jelas, bahwa bukan sebab ketidakjujuran maka ia men-
derita kehilangan segala sesuatu.” Sekarang Ayub memiliki
alasan untuk memuji Allah sebab mengambil segala se-
suatu darinya (sebagaimana yang ia lakukan, 1:21), sebab
Ia mengembalikannya dengan sangat baik.
II. Semua kenalannya yang lama, tetangga, dan kerabatnya sangat
baik kepadanya (ay. 11). Sebelumnya mereka meninggalkan diri-
nya, dan hal ini bukan yang paling berat dalam kesengsaraannya.
Dengan pahit ia mengeluh tentang sikap jahat mereka (19:13).
Namun sekarang mereka semua mengunjunginya dengan berba-
gai ungkapan kasih dan penghormatan.
1. Mereka menghormatinya, dengan datang makan bersama-sama
dengan dia seperti sebelumnya, dan (dapat kita duga) masing-
masing datang dengan membawa jamuannya sehingga ia dapat
menjamu mereka tanpa harus membayar.
2. Mereka bersimpati kepada Ayub dan menunjukkan perhatian
mereka, layaknya saudara. Mereka menyatakan turut ber-
dukacita saat membicarakan kemalangan penderitaannya,
dan menghibur dia saat mereka memperhatikan Allah kem-
bali kepadanya dengan penuh belas kasih. Mereka menangis
atas dukacitanya, dan bersukaria atas sukacitanya, dan ter-
bukti bukan menjadi penghibur sialan seperti ketiga sahabat-
nya, yang pada awalnya begitu lancang dan berkata-kata pe-
das saat mengunjunginya. Orang-orang ini bukanlah orang-
orang yang hebat, terpelajar dan fasih seperti ketiga sahabat
Ayub itu, namun mereka terbukti lebih cakap dan baik hati
dalam menghibur Ayub. Allah terkadang memilih yang bodoh
dan lemah dari dunia baik untuk menginsafkan maupun
untuk menghibur.
3. Mereka mengumpulkan harta mereka untuk mengganti kerugi-
an Ayub dan menolongnya untuk memulai kembali. Tidak cu-
kup bagi mereka untuk hanya berkata, kenakanlah kain panas
dan makanlah sampai kenyang, namun juga memberikan ke-
padanya hal-hal yang berguna baginya (Yak. 2:16). Masing-
masing memberi dia uang satu kesita (beberapa mungkin lebih,
mungkin kurang, sesuai dengan kemampuan mereka) dan
sebuah cincin emas (perhiasan yang sangat umum dikenakan
orang-orang di timur), yang sama bergunanya seperti uang
bagi Ayub: ini yaitu kelebihan yang dapat mereka berikan,
dan aturannya yaitu , bahwa kelimpahan kita harus mencu-
kupi kekurangan saudara-saudara kita. Namun mengapa ke-
rabat Ayub sekarang, akhirnya, menunjukkan kebaikan ini
kepadanya?
(1) Allah meletakkan hal ini di dalam hati mereka untuk mela-
kukannya, dan setiap ciptaan akan berbuat kepada kita
sesuai dengan apa yang Allah maksudkan bagi dia dengan
keberadaannya. Ayub mengakui Allah atas sikap mereka
yang menjauh darinya, dan sekarang Allah memberi upah
kepadanya dengan membawa mereka kembali kepadanya.
(2) Mungkin beberapa orang di antara mereka dahulu menarik
diri dari Ayub sebab mereka berpikir bahwa ia seorang
munafik, namun kini setelah kebenarannya telah dinyata-
kan, mereka kembali kepadanya dan bersekutu dengannya
lagi. saat Allah akrab dengan Ayub, mereka juga mau
akrab dengannya (Mzm. 119:74, 79). Sebagian yang lainnya
mungkin menarik diri sebab Ayub sangat miskin, sakit, dan
menyedihkan untuk dipandang, namun setelah ia mulai
dipulihkan, mereka bersedia untuk memperbarui hubungan
mereka dengannya. Teman-teman yang seperti burung la-
yang-layang, yang pergi saat musim dingin, akan kembali
saat musim semi, meskipun persahabatan mereka tidak
terlalu berarti.
(3) Mungkin teguran Allah terhadap Elifas dan kedua sahabat
Ayub yang lain atas perlakuan keras mereka kepada Ayub
menyadarkan kawan-kawan Ayub yang lain untuk kembali
kepada kewajiban mereka. Teguran kepada orang lain ha-
rus kita perhatikan sebagai peringatan dan pengajaran bagi
kita.
4. Ayub meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan mereka ber-
bondong-bondong datang kepadanya, tersentuh oleh kebaik-
annya, dan setiap orang ingin didoakan olehnya. Semakin sering
kita berdoa untuk sahabat-sahabat dan kerabat kita, semakin
besar penghiburan yang akan kita dapatkan di dalam mereka.
III. Kekayaan Ayub bertambah dengan anehnya, dengan berkat Allah
atas hal-hal kecil yang diberikan sahabat-sahabatnya. Dengan
bersyukur ia menerima kebaikan mereka, dan tidak merasa hina
mendapat harta kembali melalui sumbangan. Namun di sisi lain
ia tidak memaksa teman-temannya untuk menggalang dana bagi-
nya. Dia menjauhkan dirinya dari pada hal itu (6:22), Pernahkah
aku berkata: Berilah aku sesuatu, atau: Berilah aku uang suap dari
hartamu? Namun ia menerima apa yang mereka bawa dengan
penuh syukur, dan tidak mencela mereka atas perlakuan mereka
yang keras sebelumnya, juga tidak bertanya mengapa mereka
tidak melakukan kebaikan ini lebih awal. Ia tidak tamak atau
mengeluh sehingga meminta sumbangan mereka, namun juga tidak
sombong atau bertabiat buruk hingga menolaknya saat mereka
memberikannya. Dan sebab sikapnya yang baik ini, Allah mem-
berikan kepadanya apa yang jauh lebih baik lagi daripada uang
dan cincin mereka, yaitu berkat-Nya (ay. 12). Sekarang Tuhan
menghiburnya sesuai dengan hari-hari ia menderita, dan member-
kati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam
hidupnya yang dahulu. Perhatikan,
1. Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya. Ia-lah yang memberi
kita kekuatan untuk mendapat kekayaan dan memberi keber-
hasilan dalam usaha yang jujur. Oleh sebab itu, mereka yang
ingin berkembang harus memandang kepada berkat Allah, dan
tidak mengarahkan pandangan kepada yang lainnya, jangan,
jangan kepada matahari yang hangat sekalipun. Dan, mereka
yang telah berkembang tidak boleh memberi persembahan ke-
pada upayanya sendiri, melainkan mengakui kewajiban mere-
ka kepada Allah atas berkat-berkat-Nya.
2. Berkat Tuhan dapat membuat sangat kaya dan terkadang mem-
buat orang-orang yang baik menjadi kaya. Orang yang menjadi
kaya dengan bekerja, berpikir bahwa mereka dapat dengan mu-
dah menjadi sangat kaya dengan menabung. Namun, sebagai-
mana orang yang memiliki sedikit harus bergantung kepada
Allah untuk menjadikannya banyak, demikian juga orang yang
memiliki banyak harus bergantung kepada Allah untuk mem-
buatnya bertambah dan melipatgandakannya. Jika tidak, kamu
menabur banyak, namun membawa pulang hasil sedikit (Hag. 1:6).
3. Hari-hari terakhir seorang yang saleh terkadang merupakan
hari-hari yang terbaik, pekerjaan-pekerjaan terakhirnya meru-
pakan yang terbaik, penghiburan-penghiburan terakhirnya me-
rupakan yang terbaik. Sebab perjalanan mereka seperti sinar
mentari pagi yang bersinar semakin gemilang hingga puncak
siang hari. Mengenai orang fasik dikatakan, akhirnya keadaan
orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula (Luk.
11:26), namun orang benar, akhirnya yaitu damai. Terka-
dang semakin dekat, semakin jelaslah penglihatan. Mengenai
kemakmuran lahiriah, Allah terkadang berkenan untuk mem-
buat akhir dari seorang yang baik menjadi lebih nyaman dari-
pada bagian mulanya. Dan anehnya, hal ini terjadi sampai me-
lampaui harapan daripada umatnya yang menderita, yang ber-
pikir mereka tidak akan pernah memiliki hari-hari hidup yang
lebih baik. Jadi janganlah kita berputus asa di tengah-tengah
keadaan yang sukar sekalipun. Kita tidak tahu hal baik apa
yang disimpan bagi kita pada hidup yang selanjutnya, Non, si
male nunc, et olim sic erit – keadaan kita bisa baik-baik saja,
meskipun sekarang tidak demikian. Ayub, di dalam penderi-
taannya, berharap untuk menjadi seperti dalam bulan-bulan
yang silam, kaya seperti dahulu, dan ia sungguh putus asa da-
lam berharap. Namun Allah sering kali terbukti lebih baik ke-
pada kita daripada ketakutan-ketakutan kita, bahkan, dari-
pada keinginan-keinginan kita sendiri, terbukti dari harta
Ayub dilipatgandakan oleh-Nya. Jumlah ternak Ayub, kambing
domba dan unta, lembu dan keledai betina, dua kali lipat dari
yang sebelumnya (1:3). Hal ini menjadi contoh yang luar biasa
mengenai luasnya penyelenggaraan ilahi bahkan sampai pada
hal-hal yang kelihatannya sepele, bahkan termasuk jumlah
ternak seseorang. Penyelenggaraan-Nya juga selalu selaras
dari satu tindakan ke tindakan lainnya. Sebab, demikianlah
firman Tuhan yang melakukan semuanya ini, yang telah diketa-
hui dari sejak semula. Harta kepunyaan Ayub lainnya, tidak di-
ragukan lagi, bertambah jumlahnya seperti halnya ternak,
tanah, uang, hamba, dll. Sehingga, apabila sebelumnya ia ada-
lah orang yang terkaya dari semua orang di sebelah timur,
maka sekarang bagaimana pula jadinya Ayub?
IV. Keluarganya dibangun kembali, dan ia mendapat kesukaan besar
dalam anak-anaknya (ay. 13-15). Bagian akhir dari penderitaannya
yang tercatat (ps. 1), dan bagian yang paling memilukan yaitu ke-
matian semua anaknya sekaligus. Sahabat-sahabatnya mencelanya
melalui hal-hal tersebut (8:4), namun Allah memulihkan keadaan
itu seturut dengan berjalannya waktu, baik dengan istri yang sama,
atau dengan istri yang lain, seandainya istrinya sudah meninggal.
1. Jumlah anak-anaknya sama dengan sebelumnya, tujuh orang
anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Beberapa penaf-
sir memberikan penjelasan mengapa jumlah anak-anaknya
tidak dilipatgandakan seperti ternak miliknya, sebab anak-
anaknya yang sudah mati tidaklah hilang, melainkan pergi
mendahului ke dunia yang lebih baik. Sehingga, jika ia diberi-
kan anak dengan jumlah yang sama, maka jumlah anak-anak-
nya tetap terhitung sebagai dua kali lipat, sebab ia mempunyai
dua kelompok anak-anak atau (dapat saya katakan) mahanaim
– dua kaum, satu di sorga, yang lainnya di bumi, dan di dalam
keduanya ia kaya.
2. Nama-nama anak perempuan Ayub dicatatkan di sini (ay. 14),
sebab arti nama mereka sengaja dipilih untuk mengingat
kebaikan Allah yang luar biasa kepadanya dengan perubahan
keadaannya yang mengejutkan. Ia memberi nama anak perem-
puan yang pertama Yemima – Hari itu (yang mungkin merupa-
kan asal nama Diana), oleh sebab kemakmurannya bersinar
setelah berlalunya malam gelap yang penuh penderitaan. Yang
kedua, Kezia, rempah yang sangat harum, sebab (menurut
Uskup Patrick) Allah telah menyembuhkan boroknya, yang ber-
bau busuk. Yang ketiga, Kerenhapukh (yaitu Dipulihkan berlim-
pah atau Lebih cantik, sebab (menurut Uskup Patrick) Allah
telah menghapus air mata yang membuat mukanya merah
(16:16). Mengenai anak-anak perempuan ini kita diberitahukan,
(1) Bahwa Allah memberikan mereka kecantikan yang luar
biasa, tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak
Ayub (ay. 15). Dalam Perjanjian Lama kita sering menemu-
kan perempuan dipuji sebab kecantikan mereka, misalnya
Sara, Ribka, dan banyak lainnya. Namun kita tidak pernah
menemukan ada perempuan di dalam Perjanjian Baru yang
dicatatkan mengenai kecantikannya. Tidak, bahkan pera-
wan Maria pun tidak, sebab yaitu keindahan kekudus-
anlah yang lebih ditonjolkan oleh Injil.
(2) Bahwa ayah mereka (Allah memampukan Ayub untuk me-
lakukan hal itu) menyediakan mereka kekayaan yang luar
biasa: mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah
saudara-saudaranya laki-laki, dan tidak mengabaikan me-
reka dengan memberi bagian yang kecil, sebagaimana yang
dilakukan kebanyakan orang. Besar kemungkinan bahwa
mereka memiliki kelebihan masing-masing yang luar biasa,
yang diperhatikan Ayub sehingga ia memberikan karunia
yang luar biasa bagi mereka. Mungkin mereka melampaui
saudara-saudara mereka yang laki-laki dalam hal kebijak-
sanaan dan kesalehan, sehingga supaya mereka dapat terus
ada dalam keluarga Ayub, tetap tinggal dan menjadi berkat
bagi keluarganya, ia menjadikan mereka pewaris bersama
saudara-saudara laki-laki mereka.
V. Ayub berumur panjang. Kita tidak diberitahukan mengenai usia
Ayub saat segala penderitaannya muncul, namun di sini kita
diberitahukan bahwa Ayub hidup sampai usai 140 tahun. Sebagi-
an penafsir menduga Ayub berusia 70 tahun saat ia mengalami
penderitaan, sehingga usianya juga dibuat dua kali lipat, sama
seperti harta kepunyaannya yang lain.
1. Ia hidup untuk menikmati banyak kenyamanan hidup ini, se-
bab ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai ketu-
runan yang keempat (ay. 16). Meskipun jumlah anak-anaknya
tidak bertambah dua kali lipat, namun di dalam anak-anak
dari anak-anaknya (dan mereka yaitu mahkota orang-orang
tua), jumlah mereka lebih dari dua kali lipat. Sebagaimana
Allah memberikan kepada Adam anak yang lain sebagai ganti
anak yang telah dibunuh (Kej. 4:25), demikianlah Ia perbuat
kepada Ayub beserta kelebihannya. Allah memiliki cara untuk
menggantikan yang telah hilang dan memulihkan dukacita
mereka yang dikatakan tidak mempunyai anak, seperti Ayub
saat ia sudah menguburkan semua anak-anaknya.
2. Ia hidup sampai puas, sebab ia mati saat usianya genap, puas
hidup di dunia ini, sehingga bersedia meninggalkannya. Bukan
dengan kesal hati, seperti pada hari-hari penderitaannya, me-
lainkan dengan hati yang saleh, sehingga dengan demikian,
sebagaimana Elifas telah menyuruhnya untuk berharap, ia
dalam usia tinggi turun ke dalam kubur, seperti berkas gandum
dibawa masuk pada waktunya.