tia kepada Allah Israel, hal ter-
sebut tidak menghalangi kedua belah pihak untuk saling me-
nunjukkan kasih, kebajikan, dan segala hal baik yang dibu-
tuhkan dalam suatu hubungan. Sering kali ibu mertua dan
menantu perempuan tinggal dalam percekcokan (Mat. 10:35),
sebab itu, makin terpujilah kasih sayang antara Naomi dan
kedua menantunya itu. Kiranya semua orang yang ingin mem-
pertahankan hubungan berusaha memperoleh pujian yang
seperti ini.
2. saat mereka telah berjalan sedikit jauh, dengan penuh kasih
sayang yang amat sangat, Naomi mendorong mereka untuk
kembali (ay. 8-9). Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah
ibunya. Sungguh merupakan kasih karunia bahwa orangtua
mereka masih hidup, tatkala mereka berdua terputus secara
menyedihkan dari pemeliharaan keluarga suami. Mereka ma-
sih punya rumah orangtua untuk pulang, di situ mereka akan
diterima dan tinggal tenang, tidak tercampakkan ke dunia
luar. Naomi menasihatkan bahwa ibu kandung mereka sendiri
tentu lebih cocok bagi mereka daripada seorang ibu mertua.
Apalagi, ibu kandung mereka memiliki rumah, sementara sang
mertua sendiri tidak pasti punya tempat untuk membaringkan
kepalanya sendiri. Ia pun menyuruh mereka pergi,
(1) Dengan sanjungan. Ini merupakan hutang yang harus di-
bayar kepada orang yang telah bersikap baik dalam hu-
bungan apa pun. Mereka pantas mendapat pujian: kamu
telah menunjukkan kasih kepada orang-orang yang telah
mati itu dan kepadaku. Artinya, “Kalian telah menjadi istri
yang baik bagi suamimu yang sudah mati, dan anak yang
baik bagiku. Kalian tidak melalaikan tanggung jawab dalam
kedua hubungan itu.” Perhatikanlah, saat kita berpisah
dengan keluarga, baik sebab kematian maupun hal lain,
alangkah menenangkan hati bila ada kesaksian, baik dari
pihak keluarga maupun dari hati nurani kita sendiri, bah-
wa semasa hidup bersama, kita telah berusaha keras me-
menuhi tanggung jawab satu sama lain. Hal ini akan mem-
bantu menghalau kesedihan tatkala berpisah. Selagi masih
bersama, kita harus berusaha keras berperilaku sedemi-
kian rupasupaya tidak mengakibatkan penyesalan saat
berpisah.
(2) Dengan doa. Sudah sepatutnya perpisahan dengan sau-
dara-saudara kita dilakukan dalam doa. Naomi menyuruh
kedua menantunya pulang dengan mengucap berkat atas
mereka. Berkat dari seorang ibu mertua tidak boleh diang-
gap remeh. Dalam berkat ini, dua kali Naomi menyebut
nama Jehovah, Allah Israel, satu-satunya Allah sejati. De-
ngan demikian, Naomi dapat mengarahkan kedua putrinya
itu untuk berpaling kepada Dia, satu-satunya sumber se-
gala yang baik. Secara umum, Naomi berdoasupaya Allah
membalaskan segala kebaikan yang telah mereka tunjuk-
kan kepadanya dan anak-anaknya. Dengan iman, kita
boleh berharap dan berdoa agar Allah berbuat baik kepada
orang-orang yang juga telah berbuat baik kepada kerabat
mereka. Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.
Secara khusus, Naomi berdoa agar menantunya menikah
lagi serta berbahagia. Kiranya atas karunia TUHAN kamu
mendapat tempat perlindungan, masing-masing di rumah
suaminya. Perhatikan bahwa,
[1] Menurut pengarahan Rasul Paulus, sangatlah pantas
bagi para wanita muda, yang dimaksudkannya di sini
yaitu janda muda, untuk kawin lagi, beroleh anak,
dan memimpin rumah tangganya (1Tim. 5:14). Sungguh
malang bila wanita-wanita yang telah berbakti menjadi
istri yang baik tidak diberkati dengan mendapat suami
yang baik sekali lagi. Apalagi jika mereka belum mem-
punyai anak, seperti Rut dan Orpa.
[2] Menikah berarti hidup dalam perhentian, dalam peristi-
rahatan, seperti yang dapat diberikan dalam dunia ini.
Yaitu, perhentian di rumah seorang suami, lebih dari-
pada yang dapat diharapkan di rumah seorang ibu atau
mertua.
[3] Perhentian ini merupakan karunia Allah. saat meng-
alami kecukupan dan kepuasan dalam kehidupan
lahiriah, di situ Allah harus diakui. Ada orang-orang
yang ditekan oleh kuk yang tidak sepadan, sehingga
tidak mendapat peristirahatan di rumah suaminya se-
kalipun. Kesengsaraan seperti itu seharusnya membuat
orang yang hubungannya rukun lebih beryukur. Akan
namun , Tuhanlah tempat perhentian jiwa, tidak ada per-
hentian sempurna di seberang sorga sini.
(3) Naomi menyuruh kedua menantunya pulang dengan kasih
sayang yang besar. Diciumnyalah mereka, berharap andai
saja ada yang lebih baik untuk diberikan, namun perak
dan emas tidak ia punya. namun , ciuman perpisahan ini
akan menjadi meterai persahabatan sejati, sebab seumur
hidupnya ia akan mengingat kenangan manis ini, meski-
pun tidak pernah melihat mereka lagi. Jika suatu hubung-
an harus terpisah, maka hendaklah mereka berpisah dalam
kasih,supaya mereka bisa berjumpa kembali di dunia
kasih abadi (bila mereka tidak bertemu lagi di dunia ini).
3. Dua janda muda itu tidak dapat membayangkan berpisah
dengan ibu mertua mereka yang baik hati itu. Begitu banyak
perilaku hidup yang indah dari wanita Israel yang saleh itu
telah mempengaruhi mereka. Bukan saja menangis dengan
suara keras sebab enggan berpisah, mereka juga mengucap-
kan ketetapan hati untuk tetap setia kepadanya (ay. 10).
“Tidak, kami ikut dengan engkau pulang kepada bangsamu,
dan mempertaruhkan nasib kami bersamamu.” Ini merupakan
contoh langka kasih sayang kepada seorang ibu mertua, juga
suatu bukti bahwa sebab Naomi, mereka memiliki pandangan
yang baik tentang orang Israel. Bahkan Orpa, yang belakangan
kembali kepada para allahnya, di sini pun tampak bertekad
ikut bersama Naomi. Acara perpisahan yang sendu dan air
mata yang tertumpah mewarnai kesempatan ini. Namun, Opra
tidak bertahan lama. Keinginan yang kuat tanpa disertai de-
ngan pertimbangan yang mantap, biasanya menghasilkan
keputusan yang mudah goyah.
4. Naomi menguatkan hati dan mencegah mereka pergi bersama-
nya (ay. 11-13),
(1) Naomi bersikeras mengutarakan keadaannya yang men-
derita. Andai saja ia punya anak-anak lelaki atau kerabat
dekat di Kanaan yang dapat diharapkan untuk menikahi
kedua janda itu, untuk membangkitkan keturunan bagi
suami mereka yang sudah mati, serta menebus tanah ke-
luarganya yang telah digadaikan, mungkin hal itu bisa
menjadi penyemangat bagi mereka untuk mengharapkan
tempat tinggal yang nyaman di Betlehem. Akan namun , tidak
ada anak laki-laki, dan Naomi juga tidak ingat ada kerabat
dekat yang dapat menebusnya. Oleh sebab itu, ia menge-
mukakan alasan bahwa dirinya tidak akan mungkin lagii
melahirkan anak laki-laki bagi kedua menantunya. Ia su-
dah terlalu tua untuk bersuami. Bukan lagi masanya un-
tuk memikirkan pernikahan dan kembali memulai kehi-
dupan, sebaliknya, sudah saatnya bagi dirinya untuk me-
mikirkan kematian dan meninggalkan dunia ini. Kalaupun
ia masih bersuami, ia tidak bisa berharap untuk dapat
melahirkan anak lagi. Atau, kalaupun memiliki anak, ia
tidak bisa membayangkan kedua janda muda itu mau tetap
tidak menikah untuk menunggu hingga anak-anaknya
lahir dan cukup dewasa untuk menikah. Selain itu, masih
ada lagi. Naomi bukan hanya tidak mampu mengajukkan
dirinya untuk menikah lagi, namun juga tidak tahu bagai-
mana menyokong mereka. Keluhan terberat dari kemalang-
an yang dialami Naomi ialah bahwa ia tidak mampu ber-
buat apa-apa bagi kedua menantunya, sekalipun ia ingin
melakukannya. Aku lebih berduka sebab kamu (ay. 13,
KJV), daripada sebab diriku sendiri, sebab tangan TUHAN
teracung terhadap aku. Cermatilah bahwa,
[1] Ia merasa sasaran penderitaan itu tertuju padanya. Per-
seteruan Allah terutama diarahkan kepada dirinya. “Ta-
ngan TUHAN teracung terhadap aku. Akulah yang ber-
dosa. Akulah yang sedang ditentang Allah. Akulah yang
dilawan-Nya, dan aku akan menanggungnya sendiri.”
Sebaiknya ini pula yang menjadi sikap kita tatkala ber-
ada dalam penderitaan. Meski banyak orang lain meng-
alami persoalan yang sama, kita tetap harus mendengar
suara pukulan tongkat ditujukan hanya kepada kita,
bukannya menimpakan teguran itu kepada orang lain.
Kitalah yang harus menanggungnya.
[2] Yang paling diratapi Naomi yaitu hukumannya yang
harus turut dirasakan oleh Rut dan Orpa. Ia yang ber-
dosa, namun kedua menantunya yang menderita. Aku
lebih berduka sebab kamu. Jiwa yang mulia dan murah
hati lebih bisa menanggung beban untuk diri sendiri
daripada melihat orang lain menderita, atau orang lain
yang ikut terseret ke dalam persoalannya. Lebih mudah
bagi mengalami kekurangan daripada melihat menantu-
nya merana. “Oleh sebab itu, pulanglah, anak-anakku,
sebab, celaka, aku tidak mampu berbuat apa-apa bagi
kalian!” Akan namun ,
(2) Apakah Naomi melakukan hal yang benar dengan men-
cegah mereka mengikuti dia? Padahal, jika ia mengajak
kedua perempuan itu bersamanya, ia dapat melepaskan
mereka dari penyembahan berhala Moab dan membawa
mereka kepada iman serta penyembahan Allah Israel. Ten-
tu saja Naomi ingin melakukannya. Namun,
[1] Jika mereka pergi bersamanya, ia tidak mau mereka me-
lakukannya hanya sebab demi dirinya. Orang yang
memilih beragama hanya sebab ingin mengikuti keluar-
ga, atau merasa segan dengan teman, atau demi perte-
manan, pertobatannya itu dangkal dan tidak akan ber-
langsung lama.
[2] Jika mereka ikut bersamanya, ia ingin mereka melaku-
kan itu sebab keputusan mereka sendiri. Pertama, me-
reka harus membicarakannya serta menimbang harga
yang harus dibayar. Hal tersebut harus dilakukan oleh
orang yang hendak memilih untuk percaya kepada
Tuhan dan beribadah kepada-Nya. yaitu baik bagi kita
untuk mengetahui kemungkinan terburuk. Juruselamat
kita menyampaikan hal ini kepada orang yang dalam
kobaran semangatnya dengan berani berujar, “Guru,
aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.”
Jawab Kristus, “Mari, datanglah. Dapatkah kamu mem-
bayar harga seperti yang Kulakukan? Ketahuilah bahwa
Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletak-
kan kepala-Nya. Pertimbangkanlah apakah hatimu kuat
untuk mempertaruhkan segala milikmu bagi-Nya,” (Mat.
8:19-20). Demikianlah yang dilakukan Naomi kepada
kedua menantunya. Keputusan yang diambil melalui
pertimbangan yang sungguh-sungguh biasanya akan
terus bertahan di dalam hati, namun keputusan yang
terlalu cepat diambil akan segera kandas.
5. Dengan mudah Orpa terbujuk untuk menyerah pada kecende-
rungan hatinya yang buruk, dan untuk kembali ke negerinya,
kepada sanak saudaranya, dan ke rumah bapanya, saat kini
ia sudah siap untuk ke sana. Mereka berdua menangis pula
dengan suara keras (ay. 14), tersentuh oleh kelemahlembutan
yang diucapkan Naomi. Akan namun , keduanya menangkap
ucapan itu dengan cara berbeda. Bagi Orpa, itu merupakan
bau kematian yang mematikan. Gambaran Naomi tentang keti-
daknyamanan yang harus mereka hadapi di Kanaan membuat
Orpa kembali ke negeri Moab. Hal ini menjadi alasan baginya
untuk murtad. Namun, sebaliknya, bagi Rut, perkataan Naomi
menguatkan keputusannya dan kasihnya kepada mertuanya
itu. Hikmat dan kebaikan Naomi pada saat seperti ini begitu
memikat Rut, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebe-
lumnya. Maka, bagi Rut, perkataan Naomi tadi merupakan
bau kehidupan yang menghidupkan.
(1) Lalu Orpa mencium mertuanya itu minta diri. Ia meninggal-
kan Naomi dengan kehangatan, berpamitan untuk seterus-
nya, tanpa niat untuk kembali mengikuti Naomi. Ia seperti
orang yang mengatakan bahwa ia akan mengikut Kristus
sesudah menguburkan ayahnya atau berpamitan dahulu
dengan keluarganya. Ciuman Orpa menunjukkan bahwa ia
mengasihi Naomi dan berat untuk berpisah dengannya.
Namun, kasihnya tidak cukup besar untuk rela meninggal-
kan negerinya demi Naomi. Demikianlah, banyak orang
menghargai dan mengasihi Kristus, namun menolak kesela-
matan dari-Nya, sebab mereka tidak mau meninggalkan
hal-hal lain demi Kristus. Mereka mengasihi Dia, namun
meninggalkan-Nya, sebab lebih besar cinta mereka bagi hal
lain daripada bagi Kristus. Itu sebabnya, orang muda yang
meninggalkan Kristus pergi dengan sedih (Mat. 19:22).
Akan namun ,
(2) Rut tetap berpaut padanya. Kita tidak tahu kapan Rut ber-
ketetapan untuk mengikuti Naomi, apakah sejak ia pergi
dari rumah atau bukan. Kemungkinan, keputusan itu telah
dia buat sebelumnya, oleh sebab kasihnya kepada Allah
Israel yang telah dikenalnya lewat pengajaran Naomi, dan
cintanya kepada hukum-Nya.
6. Naomi membujuk Rut untuk pulang, lebih jauh lagi dengan
menyebut teladan saudarinya itu (ay. 15). Telah pulang iparmu
kepada bangsanya, dan sebab itu, tentu saja kepada para
allahnya. Apa pun juga yang Orpa lakukan selagi tinggal ber-
sama mertuanya, tetap saja mustahil baginya untuk menghor-
mati Allah Israel saat ia pergi dan tinggal di antara penyem-
bah dewa Kamos. Orang yang meninggalkan perkumpulan
orang kudus dan kembali kepada bangsa Moab, pasti memu-
tuskan persekutuannya dengan Allah dan memeluk ilah-ilah
Moab. Jadi, pulanglah mengikuti iparmu itu. Artinya, kalau eng-
kau mau pulang, pulanglah sekarang. Inilah ujian terbesar
bagi kesetiaanmu. Bila engkau tahan dalam ujian ini, maka
engkau akan menjadi milikku selamanya.” Cobaan untuk ber-
paling seperti yang diperbuat Orpa itu memang harus ada,
susaha tampak siapa-siapa yang sempurna dan tulus, seperti
halnya Rut dalam kesempatan ini.
7. Rut pun mengakhiri perdebatan itu dengan pengakuan paling
tulus tentang keputusannya yang sudah bulat. Ia tidak akan
pernah meninggalkan Naomi ataupun kembali ke negerinya,
kepada sanak saudaranya lagi (ay. 16-17).
(1) Tidak ada pernyataan yang lebih murni dan lebih berani
daripada ini. Sepeninggal Orpa, Rut tampak memiliki roh
yang berbeda, perkataan yang berbeda. Ini merupakan
contoh anugerah Allah yang mencondongkan hati manusia
kepada pilihan yang lebih baik. Maka tariklah aku di bela-
kangmu, dan marilah kita cepat-cepat pergi. Larangan
Naomi justru membuat Rut semakin bulat hati. Sama
seperti saat Yosua berkata kepada umat Israel, “Tidaklah
kamu sanggup beribadah kepada TUHAN,” mereka pun
semakin bergelora menjawab, “Tidak, hanya kepada TUHAN
saja kami akan beribadah.”
[1] Rut memohon kepada mertuanya agar tidak mencegah-
nya lagi, “Janganlah desak aku meninggalkan engkau
dan pulang dengan tidak mengikuti engkau. Sebab se-
gala permohonanmu sekarang tidak bisa lagi meng-
goyahkan keputusan hatiku yang telah engkau tempa di
dalamku dengan pengajaranmu selama ini. Perhatikan-
lah, orang yang telah berketetapan hati bagi Allah dan
agama akan merasa kesal serta gelisah jika ia digoda
dan dibujuk untuk mengubah kebulatan hatinya. Orang
tidak berpikiran untuk mengubah hati seperti itu, tidak
akan mau mendengar bujukan untuk mengubah hati-
nya. Janganlah desak aku. Tafsiran luas berbunyi, Ja-
nganlah menentang aku. Ingatlah, kita harus memper-
hitungkan orang-orang yang menentang kita sungguh
sebagai musuh-musuh kita, yaitu yang mau merintangi
kita masuk ke Kanaan sorgawi. Mereka mungkin saja
sanak keluarga kita, namun tidak bisa menjadi kawan,
kalau mereka mau menghalangi dan mematahkan se-
mangat kita dalam menyembah Allah dan beribadah
kepada-Nya.
[2] Rut sangat bersungguh-sungguh dalam keputusan hati-
nya untuk terus mengikuti Naomi dan tidak akan me-
ninggalkannya. Apa yang dia ucapkan merupakan ba-
hasa seseorang yang sudah berketetapan hati bagi Allah
dan surga. Ia amat terpikat, bukan pada kecantikan,
kekayaan, maupun keceriaan ibunya sebab semua itu
akan layu dan berlalu, melainkan pada hikmat, kebajik-
an, dan kemuliaan hatinya. Ketiga hal itu tetap ada
pada Naomi sekalipun di tengah keadaan miskin dan
menyedihkan, sehingga Rut pun berbulat hati untuk
tetap berpegang erat pada mertuanya itu. Pertama, ia
akan pergi bersama Naomi. “Ke mana engkau pergi, ke
situ jugalah aku akan pergi. Sekalipun harus ke negeri
yang belum pernah kulihat dan di tengah lingkungan
yang buruk dan hina yang sudah biasa bagiku. Sekali-
pun jauh dari negeriku sendiri, bersamamu setiap jalan
pasti menyenangkan. Kedua, ia akan tinggal bersama
Naomi. Di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku
akan bermalam. Sekalipun di tempat yang tidak lebih
baik daripada tempat Yakub bermalam, saat ia harus
tidur berbantalkan batu. Di mana engkau menegakkan
tongkatmu, di situlah aku akan menegakkan tongkatku,
di mana pun juga tempatnya. Ketiga, ia akan mengikuti
kepentingan Naomi. Bangsamulah bangsaku. Dari sifat
Naomi, dengan yakin Rut menyimpulkan bahwa bangsa
yang besar itu merupakan umat yang bijaksana dan
pengertian. Ia menilai mereka berdasar ibu mertua-
nya. Ke mana pun Naomi pergi, ia merupakan cerminan
negerinya (demikian pula semua orang seharusnya bel-
ajar menjadi orang yang menyatakan hubungannya den
ngan negeri yang lebih baik, yaitu negeri sorgawi).
sebab itulah, Rut merasa akan berbahagia jika diper-
hitungkan sebagai salah satu dari bangsa itu. “Bangsa-
mu akan menjadi bangsaku, untuk bersekutu dengan
mereka, menyesuaikan diri dengan mereka, dan peduli
pada mereka.” Keempat, ia akan masuk ke agama Naomi.
Demikianlah ia bertekad untuk menjadi usque ad aras
bagi Naomi – hingga sampai ke mezbah. “Allahmulah
Allahku. Selamat tinggal semua ilah Moab, yang yaitu
kesia-siaan dan dusta. Aku akan memuja Allah Israel,
satu-satunya Allah yang hidup dan yang sejati. Percaya
kepada-Nya saja, melayani Dia, dan dipimpin oleh Dia
dalam segala hal. Ini artinya menerima Tuhan sebagai
Allah kita. Kelima, dengan senang hati Rut mau mati di
ranjang yang sama. Di mana engkau mati, aku pun akan
mati di sana. Ia percaya bahwa mereka berdua pasti
akan mati, dan kemungkinan terbesar, Naomi yang le-
bih tua akan mati lebih dulu. Rut bertekad untuk tetap
tinggal serumah dengannya hingga genap masa hidup-
nya. Hal ini juga menandakan keinginan Rut untuk tu-
rut berbagi dalam kebahagiaan Naomi dalam kematian.
Rut berharap dapat mati di tempat yang sama, sebagai
tanda bahwa ia mati dengan cara yang sama. “Biarkan
aku mati seperti Naomi yang saleh, dan biarlah akhir
hidupku sama seperti dia.” Keenam, Rut ingin disema-
yamkan dalam kubur yang sama, tulang-tulangnya di-
baringkan di sisi Naomi. Dan di sanalah aku dikubur-
kan. Ia tidak ingin jasadnya dibawa kembali ke Moab
sebagai tanda bahwa masih tersisa kebaikan untuk ne-
gerinya itu. Sebaliknya, sebab telah bersatu jiwa de-
ngan Naomi, ia ingin bersama dengannya walau sudah
menjadi debu, dalam harapan akan dibangkitkan ber-
sama-sama, dan bersama selamanya di dunia yang lain.
[3] Rut mendukung keputusannya untuk melekat pada
Naomi dengan sumpah yang sungguh-sungguh: Begini-
lah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi
dari pada itu, ini merupakan bentuk kutukan pada
zaman kuno, jikalau sesuatu apa pun memisahkan aku
dari engkau, selain dari pada maut! Sebuah sumpah
peneguhan mengakhiri perdebatan mereka, serta sete-
rusnya menjadi tanggung jawab bagi Rut untuk tidak
pernah meninggalkan jalan yang baik yang sekarang dia
pilih itu. Pertama, hal ini menandakan bahwa kematian
akan memisahkan mereka untuk sementara waktu. Ia
bisa berjanji untuk mati dan dikuburkan di tempat yang
sama, namun tidak dalam waktu yang sama. Mungkin
saja terjadi bahwa Naomi mati lebih dahulu, dan hal itu
akan memisahkan mereka. Camkanlah, kematian bisa
memisahkan siapa pun yang tidak dapat dipisahkan oleh
apa pun. Kita harus melihat masa kematian sebagai masa
perpisahan, dan bersiap-siap untuk itu. Kedua, sudah
ditetapkan bahwa tidak akan ada apa pun yang akan
memisahkan mereka selain kematian. Entah itu kebaikan
dari keluarga dan bangsa Rut sendiri, atau harapan akan
keadaan yang lebih baik di antara orang Moab, atau sikap
Israel yang tidak bersahabat, maupun rasa takut akan
kelaparan dan aib di tengah mereka. “Tidak, aku sekali-
kali tidak akan pernah meninggalkan engkau.”
(2) Inilah pola pertobatan yang teguh untuk berbalik kepada
Allah dan agama. Demikianlah kita harus sampai pada titik
keputusan ini.
[1] Kita harus menjadikan TUHAN sebagai Allah kita. “Ini-
lah Allah, Allah kitalah Dia seterusnya dan untuk sela-
manya! Aku telah mengakui Dia sebagai milikku.”
[2] saat kita menjadikan Allah sebagai Allah kita, maka
umat-Nya pun harus menjadi bangsa kita dalam segala
keadaan. Sekalipun mereka yaitu orang miskin yang
dipandang rendah, namun jika mereka milik-Nya, mere-
ka harus menjadi milik kita juga.
[3] sesudah memutuskan menjadi bagian di antara mereka,
kita harus mau bersedia sepenanggungan bersama me-
reka. Kita harus tunduk di bawah kuk yang sama dan
menjalaninya dengan setia, mengangkat salib yang sama
dan memikulnya dengan riang. Kita harus pergi ke mana
Allah menyuruh kita, sekalipun ke tempat pembuangan,
dan bermalam di mana Ia menyuruh kita, sekalipun di
dalam penjara. Kita harus mati di mana Dia menetap
kan kita untuk mati, serta membaringkan tulang-tulang
kita di dalam kubur orang yang tegak hatinya, yang
akan masuk ke dalam damai dan bersemayam di tem-
pat peristirahatan mereka, sekalipun hanya di kuburan
rakyat biasa.
[4] Kita harus mengambil keputusan untuk tetap teguh
berjalan dan bertekun. Dalam hal ini, kesetiaan kita
kepada Kristus harus lebih erat daripada kesetiaan Rut
kepada Naomi. Ia bertekad tidak akan ada apa pun yang
memisahkan mereka selain kematian. Namun, kita ha-
rus bertekad bahwa kematian pun tidak akan memisah-
kan kita dari tanggung jawab kepada Kristus. Dengan
demikian, kita pun yakin bahwa kematian itu tidak
akan memisahkan kita dari kebahagiaan dalam Kristus.
[5] Kita harus menambat jiwa kita dengan ikatan janji un-
tuk tidak merusak keputusan iman ini, serta bernazar
kepada Allah bahwa kita akan melekat pada-Nya. Jaga-
lah baik-baik, maka kita akan tetap memilikinya. Orang
yang bermaksud jujur tidak takut akan kepastian.
8. Naomi pun terdiam (ay.18). saat Naomi melihat, bahwa Rut
berkeras untuk ikut bersama-sama dengan dia (inilah tujuan
Naomi mengucapkan semua perkataan tadi, untuk memantap-
kan pikiran Rut dalam mengikut dirinya), saat dilihatnya
bahwa Rut telah menangkap maksudnya, ia pun puas, dan
berhentilah ia berkata-kata kepadanya. Ia tidak menginginkan
apa pun lagi selain pernyataan Rut yang sungguh-sungguh
barusan. Lihatlah betapa kekuatan tekad dapat membungkam
pencobaan. Orang yang tidak teguh hati dan mengikuti kehi-
dupan beragama tanpa pikiran yang mantap justru akan
menggoda si pencoba. Mereka seperti pintu yang setengah ter-
buka, mengundang kedatangan pencuri. namun , keteguhan
menutup serta mengancing rapat pintu itu, menahan iblis, dan
memaksanya kabur.
Tafsiran Alkitab terjemahan bahasa Aram memaparkan
perdebatan Naomi dan Rut seperti ini.
Rut berkata, “Janganlah desak aku meninggalkan
engkau, sebab aku mau ikut menyembah Allah Israel.”
Kitab Rut 1:19-22
851
Jawab Naomi, “Kami diperintahkan untuk meme-
lihara hari-hari Sabat dan hari-hari peringatan. Pada
masa itu kami tidak boleh bepergian lebih dari 900
meter – seperjalanan 1 hari Sabat.”
“Baik,” kata Rut, “ke mana engkau pergi, ke situ
jugalah aku akan pergi.”
Jawab Naomi, “Kami diperintahkan untuk tidak
tinggal semalaman dengan orang kafir.”
Ujar Rut, “Baik, di mana engkau bermalam, di situ
jugalah aku bermalam.”
Jawab Naomi, “Kami diperintahkan untuk mema-
tuhi 613 aturan.”
“Baik,” kata Rut, “Apa pun yang dipatuhi bangsa-
mu akan kupatuhi, sebab mereka akan menjadi
bangsaku.”
Naomi berkata, “Kami dilarang menyembah ilah
lain mana pun.”
“Baik,” kata Rut, “Allahmulah Allahku.”
Tutur Naomi, “Kami memiliki empat macam hu-
kuman mati bagi penjahat. Dirajam, dibakar, dicekik,
dan dibantai dengan pedang.”
“Baik,” jawab Rut, “Di mana engkau mati, aku pun
mati di sana.”
Kata Naomi, “Kami memiliki gua-gua pekubur-
an.”
“Dan di sanalah,” kata Rut, “Aku akan dikuburkan.”
Penyambutan Naomi di Betlehem
(1:19-22)
19 Dan berjalanlah keduanya sampai mereka tiba di Betlehem. saat mereka
masuk ke Betlehem, gemparlah seluruh kota itu sebab mereka, dan
perempuan-perempuan berkata: “Naomikah itu?” 20 namun ia berkata kepada
mereka: “Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab
Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. 21 Dengan
tangan yang penuh aku pergi, namun dengan tangan yang kosong TUHAN
memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, sebab
TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah menda-
tangkan malapetaka kepadaku.” 22 Demikianlah Naomi pulang bersama-sama
dengan Rut, perempuan Moab itu, menantunya, yang turut pulang dari dae-
rah Moab. Dan sampailah mereka ke Betlehem pada permulaan musim me-
nuai jelai.
sesudah perjalanan panjang yang berat, Naomi dan Rut akhirnya tiba
di Betlehem. Dapat diduga, kelelahan dari perjalanan itu cukup
terobati oleh nasihat yang diberikan Naomi kepada menantunya yang
baru memeluk agamanya itu, dan oleh percakapan hangat mereka
bersama. Mereka datang pada masa yang tepat, pada permulaan mu-
sim menuai jelai. Inilah panen pertama rakyat itu, yang diikuti oleh
panen gandum sesudahnya. Sekarang, matanya sendiri meyakinkan
dia akan kebenaran kabar yang didengarnya dari Moab, yakni bahwa
TUHAN telah memperhatikan umat-Nya dan memberikan makanan
kepada mereka. Rut pun melihat negeri subur ini pada keadaannya
yang terbaik. Kini, mereka punya kesempatan mengumpulkan per-
sediaan untuk menghadapi musim dingin. Masa hidup kita ada
dalam tangan Allah, baik peristiwanya maupun waktu terjadinya. Ada
beberapa hal yang dicatat khusus dalam ayat-ayat di atas,
I. Kegemparan para tetangga atas peristiwa ini (ay.19). Gemparlah
seluruh kota itu sebab mereka. Kenalan lama Naomi mengeru-
bungi dia untuk menanyakan keadaannya serta menyambut
kedatangannya di Betlehem. Atau, mungkin juga mereka gempar
sebab dia, kalau-kalau ia harus menjadi tanggungan kota, sebab
ia terlihat sangat miskin. Dengan kejadian ini, tampaknya Naomi
dahulu yaitu orang terpandang, kalau tidak, sekarang ia tidak
akan diperhatikan begitu rupa seperti ini. Jika orang yang pernah
berada pada kedudukan tinggi dan makmur mengalami kehancur-
an atau jatuh dalam kemelaratan maupun aib, kejatuhan itu
akan sangat kentara. Mereka pun berkata, “Naomikah itu?” Yang
berbicara yaitu perempuan-perempuan Betlehem, hal ini tampak
dari pemakaian kata yang merujuk pada kaum perempuan.
Orang-orang yang dahulu akrab dengan Naomi terkejut melihat
keadaannya. Ia begitu hancur dan berubah sebab penderitaan,
sampai-sampai orang-orang itu hampir tidak percaya pada apa
yang mereka lihat. Mereka juga tidak mengira bahwa sosok Naomi
itu yaitu orang yang sama dengan yang dahulu pernah mereka
kenal, segar, cantik, dan ceria. Naomikah itu? Mawar yang layu
sungguh berbeda dengan mawar yang mekar. Betapa Naomi
sekarang telah menjadi sosok yang malang dibandingkan dengan
keadaannya saat masih makmur! “Inikah orang yang tidak bisa
mencukupkan diri untuk hidup seperti tetangga-tetangganya,
namun malah mengembara ke negeri asing? Lihatlah keadaannya
sekarang!” Jika ada yang menghardik Naomi dengan perkataan
itu, mencibir dia atas kesengsaraannya, berarti orang itu memiliki
watak yang kejam dan hina. Tidak ada yang lebih biadab daripada
memegahkan diri atas orang-orang yang jatuh. Namun, agaknya
kebanyakan warga kota itu bertanya dengan rasa kasihan dan
simpati, “Inikah Naomi, yang dulu hidup berkelimpahan, dan
memelihara keluarganya dengan amat baik, dan begitu dermawan
kepada orang miskin? Ah, sungguh pudar emas itu.“ Demikianlah
orang yang pernah menyaksikan kemegahan Bait Suci pertama
meratapi keburukan Bait Suci kedua. Camkanlah, dalam waktu
singkat, penderitaan akan menyebabkan perubahan besar dan
mengejutkan. saat kita melihat bagaimana penyakit dan usia
renta mengubah manusia, raut muka dan watak mereka, maka
kita bisa memikirkan perkataan orang-orang Betlehem, “Naomi-
kah itu? Tidak akan ada yang bisa mengenalinya lagi.” Oleh
anugerah-Nya, Allah membuat kita mengalami segala perubahan,
khususnya perubahan besar!
II. Ketenangan diri yang dimiliki Naomi. Jika ada yang menghina dia
atas kemiskinannya, ia tidak tersinggung. Seandainya Naomi
miskin dan sombong, tentu dia akan merasa tersinggung. Namun,
dengan besarnya kesabaran Naomi yang saleh, ia menanggungnya
sekaligus dampak kesedihan lain dari penderitaannya itu (ay. 20-
21). Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara. Naomi
artinya manis atau menyenangkan. Namun, segala yang menye-
nangkan padaku telah terbuang. Sebutkanlah aku Mara, artinya,
pahit atau kepahitan. Sebab sekarang akulah wanita yang men-
derita jiwanya. Demikianlah dia menyadari keadaannya. Seharus-
nya kita semua melakukan hal yang sama saat keadaan tidak
sesuai dengan yang kita pikirkan. Cermatilah,
1. Perubahan keadaan Naomi dan bagaimana hal itu digambar-
kan, yakni dengan pandangan saleh akan pemeliharaan ilahi,
tanpa bersungut-sungut maupun keluhan.
(1) Perubahan tersebut sangatlah menyedihkan dan memilu-
kan. Ia pergi dengan tangan yang penuh. Begitulah ia me-
mandang dirinya saat suami dan kedua orang anaknya
masih hidup. Kepuasan kita akan penghiburan di dunia ini
banyak berasal dari hubungan keluarga yang menyenang-
kan. Akan namun , sekarang ia pulang dengan tangan yang
kosong, menjadi janda tanpa anak, dan kemungkinan telah
menjual habis barang-barangnya. Segala harta milik yang
dibawanya dahulu kini tidak ada lagi selain pakaian yang
melekat padanya. Begitu tidak pastinya segala sesuatu yang
kita sebut kesempurnaan yang ditemukan dalam makhluk
ciptaan (1Sam. 2:5). Bahkan di tengah penuhnya kecukup-
an itu pun, kita bisa mengalami kesesakan. Namun, ada
satu kepenuhan, yaitu kepenuhan rohani dan ilahi, yang
tidak akan pernah menjadi kosong. Itulah bagian terbaik
yang tidak akan diambil dari mereka yang memilikinya.
(2) Di tengah penderitaannya, Naomi mengakui tangan Allah
yang berkuasa. “TUHAN-lah yang telah memulangkan aku
dengan tangan yang kosong. Yang Mahakuasalah yang
telah menyengsarakan aku.” Perhatikanlah, tidak ada yang
dapat memuaskan jiwa orang saleh yang sedang sengsara
selain kesadaran akan adanya tangan Allah di balik pen-
deritaan itu. Dialah TUHAN (1Sam. 3:18; Ayb. 1:21). Apalagi
jika kita sadar bahwa Dia yang menghajar kita yaitu
Shaddai, yang Mahakuasa. Berbantah dengan Dia yaitu
suatu kebodohan, tunduk kepada-Nya yaitu kewajiban
dan keuntungan kita. Dengan nama itulah Allah mengikat
diri-Nya dalam perjanjian dengan umat-Nya: Akulah Allah
yang Mahakuasa, Allah yang Maha mencukupi (Kej. 17:1).
Ia menghajar sebagai Allah dalam ikatan perjanjian. Ke-
mahakuasaan-Nya menjadi penopang dan pemenuhan kita
di tengah segala kesusahan. Dia yang mengosongkan ta-
ngan kita dari ciptaan dapat memenuhi kita dengan Diri-
Nya sendiri.
(3) Dengan penuh perasaan, Naomi berbicara tentang kesan
dari penderitaan yang dia rasakan. “Ia telah melakukan ba-
nyak yang pahit kepadaku.” Cawan penderitaan yaitu
cawan yang pahit. Sekalipun lalu menghasilkan buah
kebenaran, tetap saja pada waktu diberikan tidak menda-
tangkan sukacita, namun dukacita (Ibr. 12:11). Ayub menge-
luh, “Engkau menulis hal-hal yang pahit terhadap aku” (Ayb.
13:26).
(4) Naomi mengakui bahwa penderitaan tersebut berasal dari
Allah sebagai perlawanan terhadapnya. TUHAN telah naik
saksi menentang aku. Ingatlah, saat Allah sedang mengo-
reksi kita, Ia naik saksi menentang kita dan berbantah
dengan kita (Ayb. 10:17), untuk menunjukkan bahwa Ia
tidak berkenan atas kita. Setiap cambukan memiliki suara,
yaitu suara seorang saksi.
2. Hati Naomi yang rela menerima perubahan ini. “Janganlah se-
butkan aku Naomi, sebab aku tidak lagi menyenangkan, baik
bagi diriku sendiri maupun kawan-kawanku. Akan namun se-
butkanlah aku Mara, nama yang lebih sesuai dengan keadaan-
ku saat ini.” Banyak orang yang telah direndahkan dan men-
jadi miskin tetap berpura-pura memakai nama kosong dan
gelar kehormatan yang mereka nikmati sebelumnya. Akan
namun , Naomi tidak seperti itu. sebab kerendahan hatinya, ia
menolak nama yang mulia di tengah keadaan merana. jika
Allah melakukan hal yang pahit terhadapnya, ia mau menye-
suaikan diri terhadap hukuman tersebut dan rela dipanggil
Mara, pahit. Perhatikan, demikianlah seharusnya kita meren-
dahkan hati di bawah pemeliharaan ilahi yang merendahkan
kita. Tatkala keadaan kita direndahkan, roh kita juga harus
turut direndahkan. saat kita menyesuaikan diri dengan
permasalahan, maka persoalan tersebut akan menjadi berkat
bagi kita. Yang mendatangkan kebaikan bukanlah penderitaan
itu sendiri, melainkan penderitaan yang ditanggung dengan
cara yang benar. Perdidisti tot mala, si nondum misera esse
didicisti – Begitu banyak bencana terhilang sia-sia saat menim-
pa engkau jika engkau belum juga belajar bagaimana menang-
gung sengsara. Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan.
PASAL 2
ampir tidak ada pasal dalam seluruh sejarah kudus yang mem-
bungkuk begitu rendah seperti pasal ini untuk memperhatikan
seseorang yang begitu rendah seperti Rut, seorang janda Moab yang
miskin. Sedemikian hina tindakannya saat ia harus memungut jelai
di ladang tetangga, dalam keadaan yang menyesakkan hati. Namun
semua ini yaitu supaya dia dicangkokkan ke dalam garis silsilah
Kristus dan dimasukkan ke antara nenek moyang-Nya,supaya dia
dapat menjadi sebuah perlambang akan perkawinan jemaat bukan-
Yahudi dengan Kristus (Yes. 54:1). Ini membuat kisahnya menjadi
luar biasa, dan banyak bagian di dalamnya yang mengandung pela-
jaran dan sangat membangun. Di sini kita mendapati,
I. Kerendahan hati dan kerajinan Rut dalam memungut jelai,
saat Allah sang Penyelenggara menuntun dia ke ladang Boas
(ay. 1-3).
II. Kemurahan hati yang besar yang Boas tunjukkan kepadanya
dalam banyak hal (ay. 4-16).
III. Kembalinya Rut kepada ibu mertuanya (ay. 18-23).
Rut di Ladang Boas
(2:1-3)
1 Naomi itu memiliki seorang sanak dari pihak suaminya, seorang yang
kaya raya dari kaum Elimelekh, namanya Boas. 2 Maka Rut, perempuan
Moab itu, berkata kepada Naomi: “Biarkanlah aku pergi ke ladang memungut
bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati kepadaku.” Dan sahut
Naomi kepadanya: “Pergilah, anakku.” 3 Pergilah ia, lalu sampai di ladang
dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di
tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh.
Sekarang Naomi telah memperoleh tempat tinggal di Betlehem di
antara teman-teman lamanya, dan di sini kita mendapati sebuah
catatan,
I. Tentang sanaknya yang kaya, Boas, seorang yang kaya raya (ay.
1). Alkitab bahasa Aram mengartikannya sebagai sangat mengenal
hukum Taurat. Jika dia memiliki keduanya, maka itu yaitu
perpaduan yang unggul dan paling langka, menjadi kaya raya dan
juga sangat mengenal Kitab Suci. Orang-orang seperti inilah yang
memang sangat kuat. Dia yaitu cucu dari Nahason, yang yaitu
raja suku Yehuda di padang gurun, dan anak dari Salmon, mung-
kin anak yang lebih kecil, melalui Rahab, si perempuan pelacur
dari Yerikho itu. Dia membawa kebesaran dalam namanya, Boas,
yang artinya dalam dirinya ada kekuatan. Dan dia berasal dari
keluarga Elimelekh, yaitu keluarga yang sekarang jatuh dan
sangat direndahkan. Perhatikanlah,
1. Boas, walaupun seorang kaya raya dan laki-laki yang hebat,
namun memiliki sanak saudara yang miskin. Setiap cabang
pohon bukanlah cabang puncak. Janganlah orang-orang besar
di dunia ini merasa malu untuk mengakui sanak saudara me-
reka yang hina dan rendah,supaya mereka tidak dipandang
angkuh, tinggi hati, dan tidak berperasaan.
2. Naomi, walaupun seorang janda yang miskin dan hina, memi-
liki sanak saudara yang kaya, yang walaupun demikian tidak
dia sombongkan, atau dia bebani, ataupun dia harapkan untuk
memberi sesuatu saat dia kembali ke Betlehem dalam keada-
an sulit. Barangsiapa memiliki sanak saudara yang kaya, se-
dangkan mereka sendiri miskin, harus mengetahui bahwa pe-
nyelenggaraan yang bijaksana dari Allah-lah yang membuat
perbedaan, yang harus kita setujui, dan bahwa membang-
gakan hubungan kita dengan sanak saudara yang seperti itu
yaitu dosa besar, dan mengandalkannya yaitu kebodohan
besar.
II. Tentang menantunya yang malang, Rut.
1. Keadaannya sangat hina dan miskin. Ini merupakan pencoba-
an besar bagi iman dan keteguhan seorang muda yang baru
masuk agama Yahudi. Alangkah baiknya orang-orang Betle-
hem itu jika mereka mengundang Naomi dan menantunya
pertama-tama ke rumah yang baik yang satu dan lalu ke
rumah lainnya (itu akan menjadi topangan yang baik sekali
bagi seorang janda tua dan dorongan semangat bagi seseorang
yang baru memeluk agama mereka). namun , bukannya men-
cicipi kelezatan dari Kanaan, mereka justru tidak dapat mem-
peroleh makanan yang diperlukan kecuali dengan memungut
jelai, sebab kalau tidak, tampaknya mereka akan kelaparan.
Catatlah, Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh
dunia ini. Dan mereka ini sungguh miskin, sebab , walaupun
Allah telah memilih mereka, namun biasanya manusia meng-
abaikan mereka.
2. Sifatnya, dalam keadaan, ini sangat baik (ay. 2): Dia berkata
kepada Naomi, bukan, “Biarkanlah aku sekarang pergi ke
negeri Moab kembali, sebab tidak ada kehidupan di sini, yang
ada hanya kekurangan, namun di rumah bapaku ada cukup
makanan.” Tidak, dia tidak memikirkan lagi negeri yang telah
dia tinggalkan. Jika tidak, dia sekarang memiliki alasan
yang wajar untuk kembali. Allah bangsa Israel akan menjadi
Allahnya, dan bahkan jika Dia membunuhnya, dia akan tetap
mempercayai-Nya dan tidak akan pernah meninggalkan-Nya.
Sebaliknya, permintaannya yaitu , “Biarkanlah aku pergi ke
ladang memungut bulir-bulir jelai.” Orang-orang yang lahir dari
keluarga yang baik, dan dibesarkan dengan baik, tidak menge-
tahui kesukaran-kesukaran apa yang bisa saja menimpa
mereka, atau pekerjaan-pekerjaan rendah apa yang bisa saja
harus mereka lakukan untuk memperoleh makanan (Rat. 4:5).
saat keadaan demikian menyedihkan, biarlah Rut diingat
sebagai teladan yang sangat baik,
(1) Dalam hal kerendahan hati. saat Allah sang Penyeleng-
gara membuatnya miskin, dia tidak mengatakan, “Untuk
memungut, yang sebenarnya sama saja dengan mengemis,
aku malu.” Sebaliknya, dengan gembira ia mau merendah
sesuai kesederhanaan keadaannya dan menyesuaikan diri
dengan nasibnya. Orang-orang yang tinggi hati bisa lebih
mudah untuk memilih menderita kelaparan daripada
merendah. Rut bukanlah salah satu di antara orang-orang
seperti itu. Dia tidak memberitahu ibunya bahwa dia tidak
pernah dibesarkan dengan hidup bergantung pada remah-
remah. Walaupun dia tidak dibesarkan untuk hidup seperti
itu, dia dibuat menjadi seperti itu, dan tidak gelisah kare-
nanya. Bahkan, memungut jelai yaitu usulnya sendiri,
bukan bujukan ibunya. Kerendahan hati yaitu salah satu
perhiasan paling cemerlang untuk kaum muda, dan salah
satu pertanda yang terbaik. Yang mendahului kehormatan
Rut yaitu kerendahan hati ini. Perhatikanlah bagaimana
dengan rendah hati dia berbicara tentang dirinya sendiri,
mengenai harapannya untuk memungut jelai: “Biarkanlah
aku memungut jelai di belakang orang yang murah hati
kepadaku.” Dia tidak mengatakan, “Aku akan pergi dan
memungut jelai, dan pastilah tidak ada seorang pun yang
akan menghalangiku,” melainkan, “Aku akan pergi dan
memungut jelai, dengan harapan seseorang akan membiar-
kanku.” Catatlah, orang miskin tidak boleh menuntut ke-
baikan sebagai sebuah hutang, melainkan harus dengan
rendah hati memintanya, dan menerimanya sebagai suatu
kemurahan hati, walaupun dalam hal terkecil sekali pun.
Sudah sepantasnya jika orang miskin memohon.
(2) Dalam hal kerajinan. Dia tidak mengatakan kepada ibu
mertuanya, “Biarkanlah aku sekarang pergi mengunjungi
wanita-wanita terhormat di kota, atau pergi berjalan-jalan
di padang untuk menghirup udara segar dan bersenang-
senang. Aku tidak bisa duduk murung sepanjang hari
bersamamu.” Tidak, ini bukan hiburan, melainkan usaha,
yang menjadi tekadnya: “Biarkanlah aku pergi memungut
bulir-bulir jelai, yang akan menghasilkan keuntungan.” Dia
yaitu salah seorang perempuan bajik yang tidak senang
makan makanan hasil kemalasan, melainkan senang ber-
usaha sekuat tenaga. Ini yaitu teladan bagi orang-orang
muda. Biarlah mereka belajar sejak awal untuk berjerih
payah, dan, segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk
dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga. Sifat rajin men-
jadi tanda baik, baik di dunia ini maupun nanti. Janganlah
menyukai tidur, janganlah menyukai hiburan berlebihan,
janganlah menyukai hidup yang santai-santai saja, namun
sukailah usaha. Ini juga yaitu sebuah teladan untuk
orang-orang miskin agar bekerja untuk memenuhi kebu-
tuhan hidup mereka, dan tidak mengemis untuk sesuatu
yang mereka mampu dapatkan dengan bekerja. Kita tidak
boleh malu melakukan pekerjaan jujur apa pun, walaupun
mungkin pekerjaan rendah, ergon ouden oneidos – Tidak
ada jerih payah yang merupakan sebuah celaan. Dosa ada-
lah suatu hal yang sungguh rendah, namun kita tidak boleh
berpikir seperti itu tentang hal lain apa pun yang ditugas-
kan Allah Sang Pemelihara itu kepada kita.
(3) Dalam hal penghargaan terhadap ibunya. Naomi hanyalah
ibu mertuanya, dan ia sendiri sudah bebas dari ikatan
dengan suaminya yang sudah meninggal, sehingga dengan
mudah ia dapat menganggap dirinya bebas dari perintah
ibu suaminya. Namun demikian ia dengan patuh memper-
hatikan ibu mertuanya. Ia tidak mau pergi tanpa memberi-
tahu ibunya itu dan meminta izin kepadanya. Sikap meng-
hargai inilah yang orang-orang muda harus tunjukkan
kepada orang tua dan pemimpin. Ini yaitu bagian dari
penghormatan yang layak diberikan kepada orang tua. Dia
tidak mengatakan, “Ibu, jika engkau mau pergi denganku,
aku akan pergi memungut jelai,” melainkan, “Silakan du-
duk di rumah dan beristirahat, dan aku akan pergi, dan
bekerja keras.” Juniores ad labores – Orang muda harus be-
kerja. Biarlah orang muda menerima nasihat dari orang-
orang tua, dan bukannya membebani mereka dengan kerja
keras.
(4) Dalam hal ketergantungan pada Allah sang Penyelenggara,
seperti tersirat dalam perkataannya, “Aku akan pergi me-
mungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati
kepadaku.” Ia tidak tahu arah mana yang harus ia tuju,
atau kepada siapa harus meminta tolong, namun percaya
Allah sang Penyelenggara akan menggerakkan seorang
teman atau seseorang lainnya untuk berbaik hati kepada-
nya. Marilah kita selalu memiliki pikiran yang baik akan
penyelenggaraan ilahi, dan percaya bahwa selama kita me-
lakukan hal yang baik maka penyelenggaraan ilahi itu akan
menolong kita. Dan memang penyelenggaraan ilahi meno-
long Rut. saat dia pergi sendirian, tanpa pemandu atau
teman, untuk memungut jelai, kebetulan ia berada di tanah
milik Boas (ay. 3). Baginya itu seperti hal yang kebetulan.
Dia tidak tahu ladang milik siapa itu, dan tidak punya
alasan untuk memilih pergi ke ladang yang itu daripada ke
ladang yang lain, dan oleh sebab itu disebut sebagai ke-
sempatan atau keberuntungan (KJV). Namun Allah sang Pe-
nyelenggara mengarahkan langkahnya ke ladang ini. Catat-
lah, Allah dengan bijak mengatur kejadian-kejadian kecil,
dan hal-hal yang tampak kebetulan secara keseluruhan
memberikan kemuliaan bagi-Nya dan kebaikan bagi umat-
Nya. Banyak perkara besar yang dihasilkan oleh sebuah
perubahan kecil, yang kelihatan kebetulan saja bagi kita,
namun sesungguhnya telah diatur oleh Allah sang Penye-
lenggara dengan sengaja.
Kebaikan Boas terhadap Rut
(2:4-16)
4 Lalu datanglah Boas dari Betlehem. Ia berkata kepada penyabit-penyabit
itu: “TUHAN kiranya menyertai kamu.” Jawab mereka kepadanya: “TUHAN
kiranya memberkati tuan!” 5 Lalu kata Boas kepada bujangnya yang meng-
awasi penyabit-penyabit itu: “Dari manakah perempuan ini?” 6 Bujang yang
mengawasi penyabit-penyabit itu menjawab: “Dia yaitu seorang perempuan
Moab, dia pulang bersama-sama dengan Naomi dari daerah Moab. 7 Tadi ia
berkata: Izinkanlah kiranya aku memungut dan mengumpulkan jelai dari
antara berkas-berkas jelai ini di belakang penyabit-penyabit. Begitulah ia
datang dan terus sibuk dari pagi sampai sekarang dan sesaat pun ia tidak
berhenti.” 8 Sesudah itu berkatalah Boas kepada Rut: “Dengarlah dahulu,
anakku! Tidak usah engkau pergi memungut jelai ke ladang lain dan tidak
usah juga engkau pergi dari sini, namun tetaplah dekat pengerja-pengerjaku
perempuan. 9 Lihat saja ke ladang yang sedang disabit orang itu. Ikutilah
perempuan-perempuan itu dari belakang. Sebab aku telah memesankan
kepada pengerja-pengerja lelaki jangan mengganggu engkau. Jika engkau
haus, pergilah ke tempayan-tempayan dan minumlah air yang dicedok oleh
pengerja-pengerja itu.” 10 Lalu sujudlah Rut menyembah dengan mukanya
sampai ke tanah dan berkata kepadanya: “Mengapakah aku mendapat belas
kasihan dari padamu, sehingga tuan memperhatikan aku, padahal aku ini
seorang asing?” 11 Boas menjawab: “Telah dikabarkan orang kepadaku de-
ngan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu
sesudah suamimu mati, dan bagaimana engkau meninggalkan ibu bapamu
dan tanah kelahiranmu serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak
engkau kenal. 12 TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu
kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di
bawah sayap-Nya engkau datang berlindung.” 13 lalu berkatalah Rut:
“Memang aku mendapat belas kasihan dari padamu, ya tuanku, sebab tuan
telah menghiburkan aku dan telah menenangkan hati hambamu ini, walau-
pun aku tidak sama seperti salah seorang hamba-hambamu perempuan.”
14 saat sudah waktu makan, berkatalah Boas kepadanya: “Datanglah ke
mari, makanlah roti ini dan celupkanlah suapmu ke dalam cuka ini.” Lalu
duduklah ia di sisi penyabit-penyabit itu, dan Boas mengunjukkan bertih
gandum kepadanya; makanlah Rut sampai kenyang, bahkan ada sisanya. 15
sesudah ia bangun untuk memungut pula, maka Boas memerintahkan
kepada pengerja-pengerjanya: “Dari antara berkas-berkas itu pun ia boleh
memungut, janganlah ia diganggu; 16 bahkan haruslah kamu dengan sengaja
menarik sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia dan meninggalkan-
nya,supaya dipungutnya; janganlah berlaku kasar terhadap dia.”
Sekarang Boas sendiri muncul, dan terlihat sekali betapa ia sangat
menghormati dan menghargai para pekerja atau pelayannya maupun
orang asing yang miskin ini.
I. Sikap santun dan hormatnya terhadap para pelayan atau bujang-
bujangnya sendiri, dan orang-orang yang dipekerjakan bagi dia
untuk menuai dan mengumpulkan jelainya. Waktu panen yaitu
waktu yang sibuk, banyak tangan yang harus bekerja. Boas yang
memiliki banyak harta, sebab dia yaitu orang yang kaya raya,
memiliki banyak hal yang harus dikerjakan, dan sebab nya ba-
nyak orang yang bekerja untuk dia dan hidup tergantung kepada-
nya. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang
yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya se-
lain dari pada melihatnya? Boas di sini yaitu contoh tuan yang
baik.
1. Dia memiliki seorang bujang yang ditetapkan untuk meng-
awasi para penyabit (ay. 6). Dalam keluarga-keluarga besar
perlu ada seorang pelayan di sana yang harus mengawasi para
pelayan yang lain, dan menentukan bagi tiap-tiap orang baik
pekerjaan maupun makanannya. Hamba-hamba Tuhan yaitu
pelayan-pelayan seperti ini di bait Allah, dan mereka harus
bijak dan setia, dan menunjukkan kepada Tuhan mereka sega-
la sesuatu, seperti Boas di sini (ay. 6).
2. Walaupun seorang tuan yang kaya, Boas datang sendiri
kepada para penyabitnya, untuk melihat bagaimana pekerjaan
berlangsung,supaya jika dia menemukan suatu kesalahan,
dia akan memperbaikinya, dan memberikan perintah-perintah
lebih lanjut tentang apa yang harus dikerjakan. Ini yaitu
untuk kepentingannya sendiri (orang yang sepenuhnya menye-
rahkan saja usahanya kepada orang lain akan membuat usaha
itu dikerjakan setengah-setengah; pengawasan sang tuan
membuat pekerjaan berhasil baik) dan juga sebagai dorongan
semangat untuk para pelayannya, yang akan lebih senang
meneruskan pekerjaan mereka saat tuan mereka berkenan
mengunjungi mereka. Tuan-tuan yang hidup nyaman harus
peduli dan berbaik hati kepada orang-orang yang berjerih
payah untuk mereka dan menanggung beban dan panasnya
siang hari.
3. Saling sapa yang baik dan saleh antara Boas dengan para
penyabitnya.
(1) Dia berkata kepada mereka, “TUHAN kiranya menyertai
kamu,” dan mereka menjawab, “TUHAN kiranya memberkati
tuan!” (ay. 4). Dengan cara ini mereka memperlihatkan,
[1] Sikap saling menghargai. Dia menghargai mereka seba-
gai hamba-hamba yang baik, dan mereka menghargai-
nya sebagai seorang tuan yang baik. saat dia datang
kepada mereka, dia tidak memarahi mereka, seolah dia
datang hanya untuk menemukan kesalahan dan meng-
gunakan kekuasaannya, melainkan dia berdoa untuk
mereka. “TUHAN kiranya menyertai kamu, membuatmu
sejahtera, dan memberimu kesehatan dan kekuatan,
dan melindungimu dari bencana apa pun.” Dan mereka
pun, begitu dia telah beranjak pergi, tidak mengutuki
dia, seperti hamba berkelakuan buruk yang membenci
pengawasan tuannya. Sebaliknya, mereka membalas
keramahannya: “TUHAN kiranya memberkati tuan, dan
membuat kerja keras kami berguna bagi kesejahtera-
anmu.” Keadaan cenderung berlangsung baik dalam
sebuah rumah di mana terdapat itikad baik seperti ini
di antara tuan dan hamba-hamba.
[2] Ketergantungan mereka bersama pada penyelenggaraan
ilahi. Mereka menunjukkan kebaikan mereka kepada
satu sama lain dengan cara saling mendoakan. Mereka
bukan hanya menunjukkan kesopanan mereka, melain-
kan juga kesalehan mereka, dan pengakuan bahwa
segala yang baik berasal dari kehadiran dan berkat
Allah, yang sebab nya harus kita hargai dan inginkan
melebihi apa pun yang lain, baik bagi diri kita sendiri
maupun bagi orang lain.
(2) sebab itu marilah kita belajar untuk menggunakan,
[1] Salam dan sapa yang santun, sebagai ungkapan niat
baik yang tulus kepada teman-teman kita.
[2] Ujaran-ujaran yang saleh, dengan mengangkat hati kita
kepada Allah sebab perkenanan-Nya, dalam doa-doa
singkat seperti ini. Hanya saja kita harus memperhati-
kansupaya ucapan-ucapan ini tidak berkembang
menjadi sekadar basa-basi,supaya jangan di dalamnya
kita menyebut nama TUHAN, Allah kita dengan semba-
rangan. namun , jika kita sungguh-sungguh dalam salam
sapa itu, kita dapat memelihara persekutuan kita de-
ngan Allah di dalamnya, dan memperoleh belas kasihan
dan anugerah dari-Nya. Tampaknya sudah menjadi
kebiasaan lazim untuk mendoakan keberhasilan bagi
para penyabit seperti itu (Mzm. 129:7-8).
4. Boas menerima laporan dari para penyabitnya mengenai se-
orang asing yang bertemu dengannya di ladang, dan memberi-
kan perintah-perintah yang diperlukan mengenai orang asing
itu,supaya mereka jangan menyentuh dia (ay. 9, KJV) ataupun
mencela dia (ay. 15, KJV). Tuan-tuan harus memperhatikan,
bukan hanyasupaya mereka tidak menyakiti para pelayannya,
melainkan jugasupaya mereka tidak membiarkan para pela-
yan mereka dan orang-orang yang ada di bawah perintah
mereka menyakiti orang lain. Dia juga memerintahkan mereka
untuk bersikap baik kepada Rut, dan dengan sengaja menarik
sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia dan meninggal-
kannya. Walaupun sudah sepantasnya tuan-tuan mengekang
dan memarahi para pelayan yang membuang-buang hasil
panen, namun mereka tidak boleh melarang para pelayan un-
tuk bermurah hati, namun mengizinkan mereka untuk berbuat
begitu, dengan petunjuk-petunjuk yang bijaksana.
II. Boas sangat berbaik hati kepada Rut, dan menunjukkan kemu-
rahan hati yang sangat besar kepadanya, sebab tergugah oleh
laporan yang diperolehnya tentang dia, dan apa yang diperhati-
kannya mengenai dia. Allah juga mencondongkan hatinya untuk
berkenan kepada Rut. saat menemui penyabit-penyabitnya, ia
memperhatikan orang asing yang ada di antara mereka ini, dan
mengetahui dari bujangnya tentang siapa Rut. Berikut ini laporan
yang disampaikan mengenai Rut.
1. Bujang itu memberikan kepada Boas laporan yang sangat
bagus tentang Rut, yang pantas untuk menganjurkansupaya
Rut mendapatkan pertolongannya (ay. 6-7).
(1) Bahwa Rut yaitu seorang asing, dan sebab itu merupakan
salah satu dari orang-orang yang menurut hukum Allah
akan memungut apa yang ketinggalan dari penuaian (Im. 19:
9-10). Ia yaitu seorang perempuan Moab yang lajang.
(2) Bahwa ia memiliki hubungan dengan keluarga Boas. Ia
pulang bersama-sama dengan Naomi, istri dari Elimelekh,
seorang sanak saudara dari Boas.
(3) Bahwa ia yaitu seseorang yang baru memeluk agama
Yahudi, sebab ia datang dari negeri Moab untuk tinggal di
tanah Israel.
(4) Bahwa ia sangat rendah hati, dan tidak memungut jelai
sampai diizinkan.
(5) Bahwa ia sangat rajin, dan terus sibuk bekerja dari pagi
sampai sekarang. Dan orang miskin yang rajin dan mau
berjerih payah pantas untuk ditolong. Sekarang, di tengah
panas teriknya siang hari, ia berhenti sejenak di rumah
atau bilik yang didirikan di ladang untuk tempat berlin-
dung dari cuaca untuk beristirahat. Sebagian penafsir
menduga, bahwa mungkin saja ia menarik diri untuk
berdoa. sesudah itu ia segera kembali ke pekerjaannya, dan,
kecuali istirahat sejenak itu, ia terus menekuninya sepan-
jang hari, walaupun itu bukanlah pekerjaan yang biasa
baginya. Para pelayan harus adil dalam sifat dan laporan
yang mereka berikan kepada tuan mereka, dan memper-
hatikansupaya mereka tidak memberikan gambaran yang
salah tentang siapa pun, dan tidak menghalang-halangi
kemurahan hati tuan mereka tanpa sebab.
2. Boas sejak saat itu sangat sopan kepada Rut dalam berbagai
kesempatan.
(1) Ia menyuruh Rut mengikuti penyabit-penyabitnya di setiap
ladang tempat mereka mengumpulkan dan tidak memu-
ngut di ladang yang lain. Rut tidak perlu pergi ke tempat
lain mana punsupaya lebih mudah baginya (ay. 8): “Tetap-
lah dekat pengerja-pengerjaku perempuan,” sebab mereka
yang sesama perempuan yaitu teman yang paling cocok
baginya.
(2) Dia menyuruh semua bujangnya untuk berlaku ramah ter-
hadap Rut dan bersikap hormat kepadanya. Dan sudah
pasti mereka akan berbuat demikian terhadap orang yang
mereka lihat mendapat perlakuan demikian dari tuan me-
reka. Rut yaitu orang asing, dan mungkin bahasa, pakai-
an dan rupanya berbeda jauh dengan mereka. namun Boas
menyuruh merekasupaya dalam hal apa pun tidak meng-
hina Rut, atau berlaku jahat kepadanya, seperti yang cen-
derung dilakukan oleh pelayan-pelayan kasar terhadap
orang asing.
(3) Boas mempersilakan Rut mengambil jamuan yang telah di-
sediakan untuk pelayan-pelayannya sendiri. Ia menyuruh-
nya, bukan hanya minum dari air yang diambil untuk me-
reka, sebab tampaknya inilah minuman yang ia maksud-
kan (ay. 9), yang diambil dari perigi Betlehem yang terkenal
yang di dekat pintu gerbang, air ya