Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 33. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 33. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 33


 tia kepada Allah Israel, hal ter-

sebut tidak menghalangi kedua belah pihak untuk saling me-

nunjukkan kasih, kebajikan, dan segala hal baik yang dibu-

tuhkan dalam suatu hubungan. Sering kali ibu mertua dan 

menantu perempuan tinggal dalam percekcokan (Mat. 10:35), 

sebab  itu, makin terpujilah kasih sayang antara Naomi dan 

kedua menantunya itu. Kiranya semua orang yang ingin mem-

pertahankan hubungan berusaha memperoleh pujian yang 

seperti ini. 

2. saat   mereka telah berjalan sedikit jauh, dengan penuh kasih 

sayang yang amat sangat, Naomi mendorong mereka untuk 

kembali (ay. 8-9). Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah 

ibunya. Sungguh merupakan kasih karunia bahwa orangtua 

mereka masih hidup, tatkala mereka berdua terputus secara 

menyedihkan dari pemeliharaan keluarga suami. Mereka ma-

sih punya rumah orangtua untuk pulang, di situ mereka akan 

diterima dan tinggal tenang, tidak tercampakkan ke dunia 

luar. Naomi menasihatkan bahwa ibu kandung mereka sendiri 

tentu lebih cocok bagi mereka daripada seorang ibu mertua. 

Apalagi, ibu kandung mereka memiliki rumah, sementara sang 

mertua sendiri tidak pasti punya tempat untuk membaringkan 

kepalanya sendiri. Ia pun menyuruh mereka pergi, 

(1) Dengan sanjungan. Ini merupakan hutang yang harus di-

bayar kepada orang yang telah bersikap baik dalam hu-

bungan apa pun. Mereka pantas mendapat pujian: kamu 

telah menunjukkan kasih kepada orang-orang yang telah 

mati itu dan kepadaku. Artinya, “Kalian telah menjadi istri 

yang baik bagi suamimu yang sudah mati, dan anak yang 

baik bagiku. Kalian tidak melalaikan tanggung jawab dalam 

kedua hubungan itu.” Perhatikanlah, saat   kita berpisah 

dengan keluarga, baik sebab  kematian maupun hal lain, 

alangkah menenangkan hati bila ada kesaksian, baik dari 

pihak keluarga maupun dari hati nurani kita sendiri, bah-

wa semasa hidup bersama, kita telah berusaha keras me-

menuhi tanggung jawab satu sama lain. Hal ini akan mem-

bantu menghalau kesedihan tatkala berpisah. Selagi masih 

bersama, kita harus berusaha keras berperilaku sedemi-

kian rupasupaya  tidak mengakibatkan penyesalan saat   

berpisah. 

(2) Dengan doa. Sudah sepatutnya perpisahan dengan sau-

dara-saudara kita dilakukan dalam doa. Naomi menyuruh 

kedua menantunya pulang dengan mengucap berkat atas 

mereka. Berkat dari seorang ibu mertua tidak boleh diang-

gap remeh. Dalam berkat ini, dua kali Naomi menyebut 

nama Jehovah, Allah Israel, satu-satunya Allah sejati. De-

ngan demikian, Naomi dapat mengarahkan kedua putrinya 

itu untuk berpaling kepada Dia, satu-satunya sumber se-

gala yang baik. Secara umum, Naomi berdoasupaya  Allah 

membalaskan segala kebaikan yang telah mereka tunjuk-

kan kepadanya dan anak-anaknya. Dengan iman, kita 

boleh berharap dan berdoa agar Allah berbuat baik kepada 

orang-orang yang juga telah berbuat baik kepada kerabat 

mereka. Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum. 

Secara khusus, Naomi berdoa agar menantunya menikah 

lagi serta berbahagia. Kiranya atas karunia TUHAN kamu 

mendapat tempat perlindungan, masing-masing di rumah 

suaminya. Perhatikan bahwa, 

[1] Menurut pengarahan Rasul Paulus, sangatlah pantas 

bagi para wanita muda, yang dimaksudkannya di sini 

yaitu  janda muda, untuk kawin lagi, beroleh anak, 

dan memimpin rumah tangganya (1Tim. 5:14). Sungguh 

malang bila wanita-wanita yang telah berbakti menjadi 

istri yang baik tidak diberkati dengan mendapat suami 

yang baik sekali lagi. Apalagi jika mereka belum mem-

punyai anak, seperti Rut dan Orpa. 

[2] Menikah berarti hidup dalam perhentian, dalam peristi-

rahatan, seperti yang dapat diberikan dalam dunia ini. 

Yaitu, perhentian di rumah seorang suami, lebih dari-

pada yang dapat diharapkan di rumah seorang ibu atau 

mertua. 

[3] Perhentian ini merupakan karunia Allah. saat   meng-

alami kecukupan dan kepuasan dalam kehidupan 

lahiriah, di situ Allah harus diakui. Ada orang-orang 

yang ditekan oleh kuk yang tidak sepadan, sehingga 

tidak mendapat peristirahatan di rumah suaminya se-

kalipun. Kesengsaraan seperti itu seharusnya membuat 

orang yang hubungannya rukun lebih beryukur. Akan 

namun , Tuhanlah tempat perhentian jiwa, tidak ada per-

hentian sempurna di seberang sorga sini. 

(3) Naomi menyuruh kedua menantunya pulang dengan  kasih 

sayang yang besar. Diciumnyalah mereka, berharap andai 

saja ada yang lebih baik untuk diberikan, namun perak 

dan emas tidak ia punya. namun , ciuman perpisahan ini 

akan menjadi meterai persahabatan sejati, sebab  seumur 

hidupnya ia akan mengingat kenangan manis ini, meski-

pun tidak pernah melihat mereka lagi. Jika suatu hubung-

an harus terpisah, maka hendaklah mereka berpisah dalam 

kasih,supaya  mereka bisa berjumpa kembali di dunia 

kasih abadi (bila mereka tidak bertemu lagi di dunia ini). 

3. Dua janda muda itu tidak dapat membayangkan berpisah 

dengan ibu mertua mereka yang baik hati itu. Begitu banyak 

perilaku hidup yang indah dari wanita Israel yang saleh itu 

telah mempengaruhi mereka. Bukan saja menangis dengan 

suara keras sebab  enggan berpisah, mereka juga mengucap-

kan ketetapan hati untuk tetap setia kepadanya (ay. 10). 

“Tidak, kami ikut dengan engkau pulang kepada bangsamu, 

dan mempertaruhkan nasib kami bersamamu.” Ini merupakan 

contoh langka kasih sayang kepada seorang ibu mertua, juga 

suatu bukti bahwa sebab  Naomi, mereka memiliki pandangan 

yang baik tentang orang Israel. Bahkan Orpa, yang belakangan 

kembali kepada para allahnya, di sini pun tampak bertekad 

ikut bersama Naomi. Acara perpisahan yang sendu dan air 

mata yang tertumpah mewarnai kesempatan ini. Namun, Opra 

tidak bertahan lama. Keinginan yang kuat tanpa disertai de-

ngan pertimbangan yang mantap, biasanya menghasilkan 

keputusan yang mudah goyah. 

4. Naomi menguatkan hati dan mencegah mereka pergi bersama-

nya (ay. 11-13), 

(1) Naomi bersikeras mengutarakan keadaannya yang men-

derita. Andai saja ia punya anak-anak lelaki atau kerabat 

dekat di Kanaan yang dapat diharapkan untuk menikahi 

kedua janda itu, untuk membangkitkan keturunan bagi 

suami mereka yang sudah mati, serta menebus tanah ke-

luarganya yang telah digadaikan, mungkin hal itu bisa 

menjadi penyemangat bagi mereka untuk mengharapkan 

tempat tinggal yang nyaman di Betlehem. Akan namun , tidak 

ada anak laki-laki, dan Naomi juga tidak ingat ada kerabat 

dekat yang dapat menebusnya. Oleh sebab itu, ia menge-

mukakan alasan bahwa dirinya tidak akan mungkin lagii 

melahirkan anak laki-laki bagi kedua menantunya. Ia su-

dah terlalu tua untuk bersuami. Bukan lagi masanya un-

tuk memikirkan pernikahan dan kembali memulai kehi-

dupan, sebaliknya, sudah saatnya bagi dirinya untuk me-

mikirkan kematian dan meninggalkan dunia ini. Kalaupun 

ia masih bersuami, ia tidak bisa berharap untuk dapat 

melahirkan anak lagi. Atau, kalaupun memiliki anak, ia 

tidak bisa membayangkan kedua janda muda itu mau tetap 

tidak menikah untuk menunggu hingga anak-anaknya 

lahir dan cukup dewasa untuk menikah. Selain itu, masih 

ada lagi. Naomi bukan hanya tidak mampu mengajukkan 

dirinya untuk menikah lagi, namun  juga tidak tahu bagai-

mana menyokong mereka. Keluhan terberat dari kemalang-

an yang dialami Naomi ialah bahwa ia tidak mampu ber-

buat apa-apa bagi kedua menantunya, sekalipun ia ingin 

melakukannya. Aku lebih berduka sebab  kamu (ay. 13, 

KJV), daripada sebab  diriku sendiri, sebab tangan TUHAN 

teracung terhadap aku. Cermatilah bahwa, 

[1] Ia merasa sasaran penderitaan itu tertuju padanya. Per-

seteruan Allah terutama diarahkan kepada dirinya. “Ta-

ngan TUHAN teracung terhadap aku. Akulah yang ber-

dosa. Akulah yang sedang ditentang Allah. Akulah yang 

dilawan-Nya, dan aku akan menanggungnya sendiri.” 

Sebaiknya ini pula yang menjadi sikap kita tatkala ber-

ada dalam penderitaan. Meski banyak orang lain meng-

alami persoalan yang sama, kita tetap harus mendengar 

suara pukulan tongkat ditujukan hanya kepada kita, 

bukannya menimpakan teguran itu kepada orang lain. 

Kitalah yang harus menanggungnya. 

[2] Yang paling diratapi Naomi yaitu  hukumannya yang 

harus turut dirasakan oleh Rut dan Orpa. Ia yang ber-

dosa, namun  kedua menantunya yang menderita. Aku 

lebih berduka sebab  kamu. Jiwa yang mulia dan murah 

hati lebih bisa menanggung beban untuk diri sendiri 

daripada melihat orang lain menderita, atau orang lain 

yang ikut terseret ke dalam persoalannya. Lebih mudah 

bagi mengalami kekurangan daripada melihat menantu-

nya merana. “Oleh sebab  itu, pulanglah, anak-anakku, 

sebab, celaka, aku tidak mampu berbuat apa-apa bagi 

kalian!” Akan namun , 

(2) Apakah Naomi melakukan hal yang benar dengan men-

cegah mereka mengikuti dia? Padahal, jika ia mengajak 

kedua perempuan itu bersamanya, ia dapat melepaskan 

mereka dari penyembahan berhala Moab dan membawa 

mereka kepada iman serta penyembahan Allah Israel. Ten-

tu saja Naomi ingin melakukannya. Namun, 

[1] Jika mereka pergi bersamanya, ia tidak mau mereka me-

lakukannya hanya sebab  demi dirinya. Orang yang 

memilih beragama hanya sebab  ingin mengikuti keluar-

ga, atau merasa segan dengan teman, atau demi perte-

manan, pertobatannya itu dangkal dan tidak akan ber-

langsung lama. 

[2] Jika mereka ikut bersamanya, ia ingin mereka melaku-

kan itu sebab  keputusan mereka sendiri. Pertama, me-

reka harus membicarakannya serta menimbang harga 

yang harus dibayar. Hal tersebut harus dilakukan oleh 

orang yang hendak memilih untuk percaya kepada 

Tuhan dan beribadah kepada-Nya. yaitu  baik bagi kita 

untuk mengetahui kemungkinan terburuk. Juruselamat 

kita menyampaikan hal ini kepada orang yang dalam 

kobaran semangatnya dengan berani berujar, “Guru, 

aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” 

Jawab Kristus, “Mari, datanglah. Dapatkah kamu mem-

bayar harga seperti yang Kulakukan? Ketahuilah bahwa 

Anak Manusia tidak memiliki  tempat untuk meletak-

kan kepala-Nya. Pertimbangkanlah apakah hatimu kuat 

untuk mempertaruhkan segala milikmu bagi-Nya,” (Mat. 

8:19-20). Demikianlah yang dilakukan Naomi kepada 

kedua menantunya. Keputusan yang diambil melalui 

pertimbangan yang sungguh-sungguh biasanya akan 

terus bertahan di dalam hati, namun  keputusan yang 

terlalu cepat diambil akan segera kandas.  

5. Dengan mudah Orpa terbujuk untuk menyerah pada kecende-

rungan hatinya yang buruk, dan untuk kembali ke negerinya, 

kepada sanak saudaranya, dan ke rumah bapanya, saat   kini 

ia sudah siap untuk ke sana. Mereka berdua menangis pula 

dengan suara keras (ay. 14), tersentuh oleh kelemahlembutan 

yang diucapkan Naomi. Akan namun , keduanya menangkap 

ucapan itu dengan cara berbeda. Bagi Orpa, itu merupakan 

bau kematian yang mematikan. Gambaran Naomi tentang keti-

daknyamanan yang harus mereka hadapi di Kanaan membuat 

Orpa kembali ke negeri Moab. Hal ini menjadi alasan baginya 

untuk murtad. Namun, sebaliknya, bagi Rut, perkataan Naomi 

menguatkan keputusannya dan kasihnya kepada mertuanya 

itu. Hikmat dan kebaikan Naomi pada saat seperti ini begitu 

memikat Rut, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebe-

lumnya. Maka, bagi Rut, perkataan Naomi tadi merupakan 

bau kehidupan yang menghidupkan. 

(1) Lalu Orpa mencium mertuanya itu minta diri. Ia meninggal-

kan Naomi dengan kehangatan, berpamitan untuk seterus-

nya, tanpa niat untuk kembali mengikuti Naomi. Ia seperti 

orang yang mengatakan bahwa ia akan mengikut Kristus 

sesudah  menguburkan ayahnya atau berpamitan dahulu 

dengan keluarganya. Ciuman Orpa menunjukkan bahwa ia 

mengasihi Naomi dan berat untuk berpisah dengannya. 

Namun, kasihnya tidak cukup besar untuk rela meninggal-

kan negerinya demi Naomi. Demikianlah, banyak orang 

menghargai dan mengasihi Kristus, namun  menolak kesela-

matan dari-Nya, sebab mereka tidak mau meninggalkan 

hal-hal lain demi Kristus. Mereka mengasihi Dia, namun  

meninggalkan-Nya, sebab lebih besar cinta mereka bagi hal 

lain daripada bagi Kristus. Itu sebabnya, orang muda yang 

meninggalkan Kristus pergi dengan sedih (Mat. 19:22). 

Akan namun , 

(2) Rut tetap berpaut padanya. Kita tidak tahu kapan Rut ber-

ketetapan untuk mengikuti Naomi, apakah sejak ia pergi 

dari rumah atau bukan. Kemungkinan, keputusan itu telah 

dia buat sebelumnya, oleh sebab  kasihnya kepada Allah 

Israel yang telah dikenalnya lewat pengajaran Naomi, dan 

cintanya kepada hukum-Nya. 

6. Naomi membujuk Rut untuk pulang, lebih jauh lagi dengan 

menyebut teladan saudarinya itu (ay. 15). Telah pulang iparmu 

kepada bangsanya, dan sebab  itu, tentu saja kepada para 

allahnya. Apa pun juga yang Orpa lakukan selagi tinggal ber-

sama mertuanya, tetap saja mustahil baginya untuk menghor-

mati Allah Israel saat   ia pergi dan tinggal di antara penyem-

bah dewa Kamos. Orang yang meninggalkan perkumpulan 

orang kudus dan kembali kepada bangsa Moab, pasti memu-

tuskan persekutuannya dengan Allah dan memeluk ilah-ilah 

Moab. Jadi, pulanglah mengikuti iparmu itu. Artinya, kalau eng-

kau mau pulang, pulanglah sekarang. Inilah ujian terbesar 

bagi kesetiaanmu. Bila engkau tahan dalam ujian ini, maka 

engkau akan menjadi milikku selamanya.” Cobaan untuk ber-

paling seperti yang diperbuat Orpa itu memang harus ada, 

susaha  tampak siapa-siapa yang sempurna dan tulus, seperti 

halnya Rut dalam kesempatan ini.  

7. Rut pun mengakhiri perdebatan itu dengan pengakuan paling 

tulus tentang keputusannya yang sudah bulat. Ia tidak akan 

pernah meninggalkan Naomi ataupun kembali ke negerinya, 

kepada sanak saudaranya lagi (ay. 16-17). 

(1) Tidak ada pernyataan yang lebih murni dan lebih berani 

daripada ini. Sepeninggal Orpa, Rut tampak memiliki roh 

yang berbeda, perkataan yang berbeda. Ini merupakan 

contoh anugerah Allah yang mencondongkan hati manusia 

kepada pilihan yang lebih baik. Maka tariklah aku di bela-

kangmu, dan marilah kita cepat-cepat pergi. Larangan 

Naomi justru membuat Rut semakin bulat hati. Sama 

seperti saat   Yosua berkata kepada umat Israel, “Tidaklah 

kamu sanggup beribadah kepada TUHAN,” mereka pun 

semakin bergelora menjawab, “Tidak, hanya kepada TUHAN 

saja kami akan beribadah.” 

[1] Rut memohon kepada mertuanya agar tidak mencegah-

nya lagi, “Janganlah desak aku meninggalkan engkau 

dan pulang dengan tidak mengikuti engkau. Sebab se-

gala permohonanmu sekarang tidak bisa lagi meng-

goyahkan keputusan hatiku yang telah engkau tempa di 

dalamku dengan pengajaranmu selama ini. Perhatikan-

lah, orang yang telah berketetapan hati bagi Allah dan 

agama akan merasa kesal serta gelisah jika ia digoda 

dan dibujuk untuk mengubah kebulatan hatinya. Orang 

tidak berpikiran untuk mengubah hati seperti itu, tidak 

akan mau mendengar bujukan untuk mengubah hati-

nya. Janganlah desak aku. Tafsiran luas berbunyi, Ja-

nganlah menentang aku. Ingatlah, kita harus memper-

hitungkan orang-orang yang menentang kita sungguh 

sebagai musuh-musuh kita, yaitu yang mau merintangi 

kita masuk ke Kanaan sorgawi. Mereka mungkin saja 

sanak keluarga kita, namun  tidak bisa menjadi kawan, 

kalau mereka mau menghalangi dan mematahkan se-

mangat kita dalam menyembah Allah dan beribadah 

kepada-Nya. 

[2] Rut sangat bersungguh-sungguh dalam keputusan hati-

nya untuk terus mengikuti Naomi dan tidak akan me-

ninggalkannya. Apa yang dia ucapkan merupakan ba-

hasa seseorang yang sudah berketetapan hati bagi Allah 

dan surga. Ia amat terpikat, bukan pada kecantikan, 

kekayaan, maupun keceriaan ibunya sebab  semua itu 

akan layu dan berlalu, melainkan pada hikmat, kebajik-

an, dan kemuliaan hatinya. Ketiga hal itu tetap ada 

pada Naomi sekalipun di tengah keadaan miskin dan 

menyedihkan, sehingga Rut pun berbulat hati untuk 

tetap berpegang erat pada mertuanya itu. Pertama, ia 

akan pergi bersama Naomi. “Ke mana engkau pergi, ke 

situ jugalah aku akan pergi. Sekalipun harus ke negeri 

yang belum pernah kulihat dan di tengah lingkungan 

yang buruk dan hina yang sudah biasa bagiku. Sekali-

pun jauh dari negeriku sendiri, bersamamu setiap jalan 

pasti menyenangkan. Kedua, ia akan tinggal bersama 

Naomi. Di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku 

akan bermalam. Sekalipun di tempat yang tidak lebih 

baik daripada tempat Yakub bermalam, saat   ia harus 

tidur berbantalkan batu. Di mana engkau menegakkan 

tongkatmu, di situlah aku akan menegakkan tongkatku, 

di mana pun juga tempatnya. Ketiga, ia akan mengikuti 

kepentingan Naomi. Bangsamulah bangsaku. Dari sifat 

Naomi, dengan yakin Rut menyimpulkan bahwa bangsa 

yang besar itu merupakan umat yang bijaksana dan 

pengertian. Ia menilai mereka berdasar  ibu mertua-

nya. Ke mana pun Naomi pergi, ia merupakan cerminan 

negerinya (demikian pula semua orang seharusnya bel-

ajar menjadi orang yang menyatakan hubungannya den

ngan negeri yang lebih baik, yaitu negeri sorgawi). 

sebab  itulah, Rut merasa akan berbahagia jika diper-

hitungkan sebagai salah satu dari bangsa itu. “Bangsa-

mu akan menjadi bangsaku, untuk bersekutu dengan 

mereka, menyesuaikan diri dengan mereka, dan peduli 

pada mereka.” Keempat, ia akan masuk ke agama Naomi. 

Demikianlah ia bertekad untuk menjadi usque ad aras 

bagi Naomi – hingga sampai ke mezbah. “Allahmulah 

Allahku. Selamat tinggal semua ilah Moab, yang yaitu  

kesia-siaan dan dusta. Aku akan memuja Allah Israel, 

satu-satunya Allah yang hidup dan yang sejati. Percaya 

kepada-Nya saja, melayani Dia, dan dipimpin oleh Dia 

dalam segala hal. Ini artinya menerima Tuhan sebagai 

Allah kita. Kelima, dengan senang hati Rut mau mati di 

ranjang yang sama. Di mana engkau mati, aku pun akan 

mati di sana. Ia percaya bahwa mereka berdua pasti 

akan mati, dan kemungkinan terbesar, Naomi yang le-

bih tua akan mati lebih dulu. Rut bertekad untuk tetap 

tinggal serumah dengannya hingga genap masa hidup-

nya. Hal ini juga menandakan keinginan Rut untuk tu-

rut berbagi dalam kebahagiaan Naomi dalam kematian. 

Rut berharap dapat mati di tempat yang sama, sebagai 

tanda bahwa ia mati dengan cara yang sama. “Biarkan 

aku mati seperti Naomi yang saleh, dan biarlah akhir 

hidupku sama seperti dia.” Keenam, Rut ingin disema-

yamkan dalam kubur yang sama, tulang-tulangnya di-

baringkan di sisi Naomi. Dan di sanalah aku dikubur-

kan. Ia tidak ingin jasadnya dibawa kembali ke Moab 

sebagai tanda bahwa masih tersisa kebaikan untuk ne-

gerinya itu. Sebaliknya, sebab  telah bersatu jiwa de-

ngan Naomi, ia ingin bersama dengannya walau sudah 

menjadi debu, dalam harapan akan dibangkitkan ber-

sama-sama, dan bersama selamanya di dunia yang lain. 

[3] Rut mendukung keputusannya untuk melekat pada 

Naomi dengan sumpah yang sungguh-sungguh: Begini-

lah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi 

dari pada itu, ini merupakan bentuk kutukan pada 

zaman kuno, jikalau sesuatu apa pun memisahkan aku 

dari engkau, selain dari pada maut! Sebuah sumpah 

peneguhan mengakhiri perdebatan mereka, serta sete-

rusnya menjadi tanggung jawab bagi Rut untuk tidak 

pernah meninggalkan jalan yang baik yang sekarang dia 

pilih itu. Pertama, hal ini menandakan bahwa kematian 

akan memisahkan mereka untuk sementara waktu. Ia 

bisa berjanji untuk mati dan dikuburkan di tempat yang 

sama, namun  tidak dalam waktu yang sama. Mungkin 

saja terjadi bahwa Naomi mati lebih dahulu, dan hal itu 

akan memisahkan mereka. Camkanlah, kematian bisa 

memisahkan siapa pun yang tidak dapat dipisahkan oleh 

apa pun. Kita harus melihat masa kematian sebagai masa 

perpisahan, dan bersiap-siap untuk itu. Kedua, sudah 

ditetapkan bahwa tidak akan ada apa pun yang akan 

memisahkan mereka selain kematian. Entah itu kebaikan 

dari keluarga dan bangsa Rut sendiri, atau harapan akan 

keadaan yang lebih baik di antara orang Moab, atau sikap 

Israel yang tidak bersahabat, maupun rasa takut akan 

kelaparan dan aib di tengah mereka. “Tidak, aku sekali-

kali tidak akan pernah meninggalkan engkau.” 

(2) Inilah pola pertobatan yang teguh untuk berbalik kepada 

Allah dan agama. Demikianlah kita harus sampai pada titik 

keputusan ini. 

[1] Kita harus menjadikan TUHAN sebagai Allah kita. “Ini-

lah Allah, Allah kitalah Dia seterusnya dan untuk sela-

manya! Aku telah mengakui Dia sebagai milikku.” 

[2] saat   kita menjadikan Allah sebagai Allah kita, maka 

umat-Nya pun harus menjadi bangsa kita dalam segala 

keadaan. Sekalipun mereka yaitu  orang miskin yang 

dipandang rendah, namun jika mereka milik-Nya, mere-

ka harus menjadi milik kita juga. 

[3] sesudah  memutuskan menjadi bagian di antara mereka, 

kita harus mau bersedia sepenanggungan bersama me-

reka. Kita harus tunduk di bawah kuk yang sama dan 

menjalaninya dengan setia, mengangkat salib yang sama 

dan memikulnya dengan riang. Kita harus pergi ke mana 

Allah menyuruh kita, sekalipun ke tempat pembuangan, 

dan bermalam di mana Ia menyuruh kita, sekalipun di 

dalam penjara. Kita harus mati di mana Dia menetap

kan kita untuk mati, serta membaringkan tulang-tulang 

kita di dalam kubur orang yang tegak hatinya, yang 

akan masuk ke dalam damai dan bersemayam di tem-

pat peristirahatan mereka, sekalipun hanya di kuburan 

rakyat biasa.  

[4] Kita harus mengambil keputusan untuk tetap teguh 

berjalan dan bertekun. Dalam hal ini, kesetiaan kita 

kepada Kristus harus lebih erat daripada kesetiaan Rut 

kepada Naomi. Ia bertekad tidak akan ada apa pun yang 

memisahkan mereka selain kematian. Namun, kita ha-

rus bertekad bahwa kematian pun tidak akan memisah-

kan kita dari tanggung jawab kepada Kristus. Dengan 

demikian, kita pun yakin bahwa kematian itu tidak 

akan memisahkan kita dari kebahagiaan dalam Kristus. 

[5] Kita harus menambat jiwa kita dengan ikatan janji un-

tuk tidak merusak keputusan iman ini, serta bernazar 

kepada Allah bahwa kita akan melekat pada-Nya. Jaga-

lah baik-baik, maka kita akan tetap memilikinya. Orang 

yang bermaksud jujur tidak takut akan kepastian. 

8. Naomi pun terdiam (ay.18). saat   Naomi melihat, bahwa Rut 

berkeras untuk ikut bersama-sama dengan dia (inilah tujuan 

Naomi mengucapkan semua perkataan tadi, untuk memantap-

kan pikiran Rut dalam mengikut dirinya), saat   dilihatnya 

bahwa Rut telah menangkap maksudnya, ia pun puas, dan 

berhentilah ia berkata-kata kepadanya. Ia tidak menginginkan 

apa pun lagi selain pernyataan Rut yang sungguh-sungguh 

barusan. Lihatlah betapa kekuatan tekad dapat membungkam 

pencobaan. Orang yang tidak teguh hati dan mengikuti kehi-

dupan beragama tanpa pikiran yang mantap justru akan 

menggoda si pencoba. Mereka seperti pintu yang setengah ter-

buka, mengundang kedatangan pencuri. namun , keteguhan 

menutup serta mengancing rapat pintu itu, menahan iblis, dan 

memaksanya kabur. 

Tafsiran Alkitab terjemahan bahasa Aram memaparkan 

perdebatan Naomi dan Rut seperti ini.  

Rut berkata, “Janganlah desak aku meninggalkan 

engkau, sebab  aku mau ikut menyembah Allah Israel.”

 

Kitab Rut 1:19-22 

 851 

Jawab Naomi, “Kami diperintahkan untuk meme-

lihara hari-hari Sabat dan hari-hari peringatan. Pada 

masa itu kami tidak boleh bepergian lebih dari 900 

meter – seperjalanan 1 hari Sabat.”  

“Baik,” kata Rut, “ke mana engkau pergi, ke situ 

jugalah aku akan pergi.”  

Jawab Naomi, “Kami diperintahkan untuk tidak 

tinggal semalaman dengan orang kafir.”  

Ujar Rut, “Baik, di mana engkau bermalam, di situ 

jugalah aku bermalam.” 

Jawab Naomi, “Kami diperintahkan untuk mema-

tuhi 613 aturan.” 

“Baik,” kata Rut, “Apa pun yang dipatuhi bangsa-

mu akan kupatuhi, sebab  mereka akan menjadi 

bangsaku.” 

Naomi berkata, “Kami dilarang menyembah ilah 

lain mana pun.” 

“Baik,” kata Rut, “Allahmulah Allahku.” 

Tutur Naomi, “Kami memiliki empat macam hu-

kuman mati bagi penjahat. Dirajam, dibakar, dicekik, 

dan dibantai dengan pedang.” 

“Baik,” jawab Rut, “Di mana engkau mati, aku pun 

mati di sana.” 

Kata Naomi, “Kami memiliki  gua-gua pekubur-

an.” 

“Dan di sanalah,” kata Rut, “Aku akan dikuburkan.” 

Penyambutan Naomi di Betlehem 

(1:19-22) 

19 Dan berjalanlah keduanya sampai mereka tiba di Betlehem. saat   mereka 

masuk ke Betlehem, gemparlah seluruh kota itu sebab  mereka, dan 

perempuan-perempuan berkata: “Naomikah itu?” 20 namun  ia berkata kepada 

mereka: “Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab 

Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. 21 Dengan 

tangan yang penuh aku pergi, namun  dengan tangan yang kosong TUHAN 

memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, sebab  

TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah menda-

tangkan malapetaka kepadaku.” 22 Demikianlah Naomi pulang bersama-sama 

dengan Rut, perempuan Moab itu, menantunya, yang turut pulang dari dae-

rah Moab. Dan sampailah mereka ke Betlehem pada permulaan musim me-

nuai jelai. 

sesudah  perjalanan panjang yang berat, Naomi dan Rut akhirnya tiba 

di Betlehem. Dapat diduga, kelelahan dari perjalanan itu cukup 

terobati oleh nasihat yang diberikan Naomi kepada menantunya yang 

baru memeluk agamanya itu, dan oleh percakapan hangat mereka 

bersama. Mereka datang pada masa yang tepat, pada permulaan mu-

sim menuai jelai. Inilah panen pertama rakyat itu, yang diikuti oleh 

panen gandum sesudahnya. Sekarang, matanya sendiri meyakinkan 

dia akan kebenaran kabar yang didengarnya dari Moab, yakni bahwa 

TUHAN telah memperhatikan umat-Nya dan memberikan makanan 

kepada mereka. Rut pun melihat negeri subur ini pada keadaannya 

yang terbaik. Kini, mereka punya kesempatan mengumpulkan per-

sediaan untuk menghadapi musim dingin. Masa hidup kita ada 

dalam tangan Allah, baik peristiwanya maupun waktu terjadinya. Ada 

beberapa hal yang dicatat khusus dalam ayat-ayat di atas, 

I. Kegemparan para tetangga atas peristiwa ini (ay.19). Gemparlah 

seluruh kota itu sebab  mereka. Kenalan lama Naomi mengeru-

bungi dia untuk menanyakan keadaannya serta menyambut 

kedatangannya di Betlehem. Atau, mungkin juga mereka gempar 

sebab  dia, kalau-kalau ia harus menjadi tanggungan kota, sebab 

ia terlihat sangat miskin. Dengan kejadian ini, tampaknya Naomi 

dahulu yaitu  orang terpandang, kalau tidak, sekarang ia tidak 

akan diperhatikan begitu rupa seperti ini. Jika orang yang pernah 

berada pada kedudukan tinggi dan makmur mengalami kehancur-

an atau jatuh dalam kemelaratan maupun aib, kejatuhan itu 

akan sangat kentara. Mereka pun berkata, “Naomikah itu?” Yang 

berbicara yaitu  perempuan-perempuan Betlehem, hal ini tampak 

dari pemakaian kata yang merujuk pada kaum perempuan. 

Orang-orang yang dahulu akrab dengan Naomi terkejut melihat 

keadaannya. Ia begitu hancur dan berubah sebab  penderitaan, 

sampai-sampai orang-orang itu hampir tidak percaya pada apa 

yang mereka lihat. Mereka juga tidak mengira bahwa sosok Naomi 

itu yaitu  orang yang sama dengan yang dahulu pernah mereka 

kenal, segar, cantik, dan ceria. Naomikah itu? Mawar yang layu 

sungguh berbeda dengan mawar yang mekar. Betapa Naomi 

sekarang telah menjadi sosok yang malang dibandingkan dengan 

keadaannya saat   masih makmur! “Inikah orang yang tidak bisa 

mencukupkan diri untuk hidup seperti tetangga-tetangganya, 

namun  malah mengembara ke negeri asing? Lihatlah keadaannya 

sekarang!” Jika ada yang menghardik Naomi dengan perkataan 

itu, mencibir dia atas kesengsaraannya, berarti orang itu memiliki 

watak yang kejam dan hina. Tidak ada yang lebih biadab daripada 

memegahkan diri atas orang-orang yang jatuh. Namun, agaknya 

kebanyakan warga kota itu bertanya dengan rasa kasihan dan 

simpati, “Inikah Naomi, yang dulu hidup berkelimpahan, dan 

memelihara keluarganya dengan amat baik, dan begitu dermawan 

kepada orang miskin? Ah, sungguh pudar emas itu.“ Demikianlah 

orang yang pernah menyaksikan kemegahan Bait Suci pertama 

meratapi keburukan Bait Suci kedua. Camkanlah, dalam waktu 

singkat, penderitaan akan menyebabkan perubahan besar dan 

mengejutkan. saat   kita melihat bagaimana penyakit dan usia 

renta mengubah manusia, raut muka dan watak mereka, maka 

kita bisa memikirkan perkataan orang-orang Betlehem, “Naomi-

kah itu? Tidak akan ada yang bisa mengenalinya lagi.” Oleh 

anugerah-Nya, Allah membuat kita mengalami segala perubahan, 

khususnya perubahan besar! 

II. Ketenangan diri yang dimiliki Naomi. Jika ada yang menghina dia 

atas kemiskinannya, ia tidak tersinggung. Seandainya Naomi 

miskin dan sombong, tentu dia akan merasa tersinggung. Namun, 

dengan besarnya kesabaran Naomi yang saleh, ia menanggungnya 

sekaligus dampak kesedihan lain dari penderitaannya itu (ay. 20-

21). Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara. Naomi 

artinya manis atau menyenangkan. Namun, segala yang menye-

nangkan padaku telah terbuang. Sebutkanlah aku Mara, artinya, 

pahit atau kepahitan. Sebab sekarang akulah wanita yang men-

derita jiwanya. Demikianlah dia menyadari keadaannya. Seharus-

nya kita semua melakukan hal yang sama saat   keadaan tidak 

sesuai dengan yang kita pikirkan. Cermatilah, 

1. Perubahan keadaan Naomi dan bagaimana hal itu digambar-

kan, yakni dengan pandangan saleh akan pemeliharaan ilahi, 

tanpa bersungut-sungut maupun keluhan.  

(1) Perubahan tersebut sangatlah menyedihkan dan memilu-

kan. Ia pergi dengan tangan yang penuh. Begitulah ia me-

mandang dirinya saat   suami dan kedua orang anaknya 

masih hidup. Kepuasan kita akan penghiburan di dunia ini 

banyak berasal dari hubungan keluarga yang menyenang-

kan. Akan namun , sekarang ia pulang dengan tangan yang 

kosong, menjadi janda tanpa anak, dan kemungkinan telah 

menjual habis barang-barangnya. Segala harta milik yang 

dibawanya dahulu kini tidak ada lagi selain pakaian yang 

melekat padanya. Begitu tidak pastinya segala sesuatu yang 

kita sebut kesempurnaan yang ditemukan dalam makhluk 

ciptaan (1Sam. 2:5). Bahkan di tengah penuhnya kecukup-

an itu pun, kita bisa mengalami kesesakan. Namun, ada 

satu kepenuhan, yaitu kepenuhan rohani dan ilahi, yang 

tidak akan pernah menjadi kosong. Itulah bagian terbaik 

yang tidak akan diambil dari mereka yang memilikinya.  

(2) Di tengah penderitaannya, Naomi mengakui tangan Allah 

yang berkuasa. “TUHAN-lah yang telah memulangkan aku 

dengan tangan yang kosong. Yang Mahakuasalah yang 

telah menyengsarakan aku.” Perhatikanlah, tidak ada yang 

dapat memuaskan jiwa orang saleh yang sedang sengsara 

selain kesadaran akan adanya tangan Allah di balik pen-

deritaan itu. Dialah TUHAN (1Sam. 3:18; Ayb. 1:21). Apalagi 

jika kita sadar bahwa Dia yang menghajar kita yaitu  

Shaddai, yang Mahakuasa. Berbantah dengan Dia yaitu  

suatu kebodohan, tunduk kepada-Nya yaitu  kewajiban 

dan keuntungan kita. Dengan nama itulah Allah mengikat 

diri-Nya dalam perjanjian dengan umat-Nya: Akulah Allah 

yang Mahakuasa, Allah yang Maha mencukupi (Kej. 17:1). 

Ia menghajar sebagai Allah dalam ikatan perjanjian. Ke-

mahakuasaan-Nya menjadi penopang dan pemenuhan kita 

di tengah segala kesusahan. Dia yang mengosongkan ta-

ngan kita dari ciptaan dapat memenuhi kita dengan Diri-

Nya sendiri.  

(3) Dengan penuh perasaan, Naomi berbicara tentang kesan 

dari penderitaan yang dia rasakan. “Ia telah melakukan ba-

nyak yang pahit kepadaku.” Cawan penderitaan yaitu  

cawan yang pahit. Sekalipun lalu  menghasilkan buah 

kebenaran, tetap saja pada waktu diberikan tidak menda-

tangkan sukacita, namun  dukacita (Ibr. 12:11). Ayub menge-

luh, “Engkau menulis hal-hal yang pahit terhadap aku” (Ayb. 

13:26). 

(4) Naomi mengakui bahwa penderitaan tersebut berasal dari 

Allah sebagai perlawanan terhadapnya. TUHAN telah naik 

saksi menentang aku. Ingatlah, saat   Allah sedang mengo-

reksi kita, Ia naik saksi menentang kita dan berbantah 

dengan kita (Ayb. 10:17), untuk menunjukkan bahwa Ia 

tidak berkenan atas kita. Setiap cambukan memiliki suara, 

yaitu suara seorang saksi. 

2.  Hati Naomi yang rela menerima perubahan ini. “Janganlah se-

butkan aku Naomi, sebab aku tidak lagi menyenangkan, baik 

bagi diriku sendiri maupun kawan-kawanku. Akan namun  se-

butkanlah aku Mara, nama yang lebih sesuai dengan keadaan-

ku saat ini.” Banyak orang yang telah direndahkan dan men-

jadi miskin tetap berpura-pura memakai nama kosong dan 

gelar kehormatan yang mereka nikmati sebelumnya. Akan 

namun , Naomi tidak seperti itu. sebab  kerendahan hatinya, ia 

menolak nama yang mulia di tengah keadaan merana. jika  

Allah melakukan hal yang pahit terhadapnya, ia mau menye-

suaikan diri terhadap hukuman tersebut dan rela dipanggil 

Mara, pahit. Perhatikan, demikianlah seharusnya kita meren-

dahkan hati di bawah pemeliharaan ilahi yang merendahkan 

kita. Tatkala keadaan kita direndahkan, roh kita juga harus 

turut direndahkan. saat   kita menyesuaikan diri dengan 

permasalahan, maka persoalan tersebut akan menjadi berkat 

bagi kita. Yang mendatangkan kebaikan bukanlah penderitaan 

itu sendiri, melainkan penderitaan yang ditanggung dengan 

cara yang benar. Perdidisti tot mala, si nondum misera esse 

didicisti – Begitu banyak bencana terhilang sia-sia saat menim-

pa engkau jika engkau belum juga belajar bagaimana menang-

gung sengsara. Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan.  

 

 

PASAL  2  

ampir tidak ada pasal dalam seluruh sejarah kudus yang mem-

bungkuk begitu rendah seperti pasal ini untuk memperhatikan 

seseorang yang begitu rendah seperti Rut, seorang janda Moab yang 

miskin. Sedemikian hina tindakannya saat   ia harus memungut jelai 

di ladang tetangga, dalam keadaan yang menyesakkan hati. Namun 

semua ini yaitu supaya  dia dicangkokkan ke dalam garis silsilah 

Kristus dan dimasukkan ke antara nenek moyang-Nya,supaya  dia 

dapat menjadi sebuah perlambang akan perkawinan jemaat bukan-

Yahudi dengan Kristus (Yes. 54:1). Ini membuat kisahnya menjadi 

luar biasa, dan banyak bagian di dalamnya yang mengandung pela-

jaran dan sangat membangun. Di sini kita mendapati, 

I. Kerendahan hati dan kerajinan Rut dalam memungut jelai, 

saat Allah sang Penyelenggara menuntun dia ke ladang Boas 

(ay. 1-3). 

II. Kemurahan hati yang besar yang Boas tunjukkan kepadanya 

dalam banyak hal (ay. 4-16). 

III. Kembalinya Rut kepada ibu mertuanya (ay. 18-23). 

Rut di Ladang Boas 

(2:1-3) 

1 Naomi itu memiliki  seorang sanak dari pihak suaminya, seorang yang 

kaya raya dari kaum Elimelekh, namanya Boas. 2 Maka Rut, perempuan 

Moab itu, berkata kepada Naomi: “Biarkanlah aku pergi ke ladang memungut 

bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati kepadaku.” Dan sahut 

Naomi kepadanya: “Pergilah, anakku.” 3 Pergilah ia, lalu sampai di ladang 

dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di 

tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh. 

Sekarang Naomi telah memperoleh tempat tinggal di Betlehem di 

antara teman-teman lamanya, dan di sini kita mendapati sebuah 

catatan, 

I. Tentang sanaknya yang kaya, Boas, seorang yang kaya raya (ay. 

1). Alkitab bahasa Aram mengartikannya sebagai sangat mengenal 

hukum Taurat. Jika dia memiliki keduanya, maka itu yaitu  

perpaduan yang unggul dan paling langka, menjadi kaya raya dan 

juga sangat mengenal Kitab Suci. Orang-orang seperti inilah yang 

memang sangat kuat. Dia yaitu  cucu dari Nahason, yang yaitu  

raja suku Yehuda di padang gurun, dan anak dari Salmon, mung-

kin anak yang lebih kecil, melalui Rahab, si perempuan pelacur 

dari Yerikho itu. Dia membawa kebesaran dalam namanya, Boas, 

yang artinya dalam dirinya ada kekuatan. Dan dia berasal dari 

keluarga Elimelekh, yaitu keluarga yang sekarang jatuh dan 

sangat direndahkan. Perhatikanlah, 

1. Boas, walaupun seorang kaya raya dan laki-laki yang hebat, 

namun memiliki sanak saudara yang miskin. Setiap cabang 

pohon bukanlah cabang puncak. Janganlah orang-orang besar 

di dunia ini merasa malu untuk mengakui sanak saudara me-

reka yang hina dan rendah,supaya  mereka tidak dipandang 

angkuh, tinggi hati, dan tidak berperasaan. 

2. Naomi, walaupun seorang janda yang miskin dan hina, memi-

liki sanak saudara yang kaya, yang walaupun demikian tidak 

dia sombongkan, atau dia bebani, ataupun dia harapkan untuk 

memberi sesuatu saat   dia kembali ke Betlehem dalam keada-

an sulit. Barangsiapa memiliki sanak saudara yang kaya, se-

dangkan mereka sendiri miskin, harus mengetahui bahwa pe-

nyelenggaraan yang bijaksana dari Allah-lah yang membuat 

perbedaan, yang harus kita setujui, dan bahwa membang-

gakan hubungan kita dengan sanak saudara yang seperti itu 

yaitu  dosa besar, dan mengandalkannya yaitu  kebodohan 

besar. 

II. Tentang menantunya yang malang, Rut. 

1. Keadaannya sangat hina dan miskin. Ini merupakan pencoba-

an besar bagi iman dan keteguhan seorang muda yang baru 

masuk agama Yahudi. Alangkah baiknya orang-orang Betle-

hem itu jika mereka mengundang Naomi dan menantunya 

pertama-tama ke rumah yang baik yang satu dan lalu  ke 

rumah lainnya (itu akan menjadi topangan yang baik sekali 

bagi seorang janda tua dan dorongan semangat bagi seseorang 

yang baru memeluk agama mereka). namun , bukannya men-

cicipi kelezatan dari Kanaan, mereka justru tidak dapat mem-

peroleh makanan yang diperlukan kecuali dengan memungut 

jelai, sebab kalau tidak, tampaknya mereka akan kelaparan. 

Catatlah, Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh 

dunia ini. Dan mereka ini sungguh miskin, sebab , walaupun 

Allah telah memilih mereka, namun biasanya manusia meng-

abaikan mereka. 

2. Sifatnya, dalam keadaan, ini sangat baik (ay. 2): Dia berkata 

kepada Naomi, bukan, “Biarkanlah aku sekarang pergi ke 

negeri Moab kembali, sebab  tidak ada kehidupan di sini, yang 

ada hanya kekurangan, namun  di rumah bapaku ada cukup 

makanan.” Tidak, dia tidak memikirkan lagi negeri yang telah 

dia tinggalkan. Jika tidak, dia sekarang memiliki  alasan 

yang wajar untuk kembali. Allah bangsa Israel akan menjadi 

Allahnya, dan bahkan jika Dia membunuhnya, dia akan tetap 

mempercayai-Nya dan tidak akan pernah meninggalkan-Nya. 

Sebaliknya, permintaannya yaitu , “Biarkanlah aku pergi ke 

ladang memungut bulir-bulir jelai.” Orang-orang yang lahir dari 

keluarga yang baik, dan dibesarkan dengan baik, tidak menge-

tahui kesukaran-kesukaran apa yang bisa saja menimpa 

mereka, atau pekerjaan-pekerjaan rendah apa yang bisa saja 

harus mereka lakukan untuk memperoleh makanan (Rat. 4:5). 

saat   keadaan demikian menyedihkan, biarlah Rut diingat 

sebagai teladan yang sangat baik, 

(1) Dalam hal kerendahan hati. saat   Allah sang Penyeleng-

gara membuatnya miskin, dia tidak mengatakan, “Untuk 

memungut, yang sebenarnya sama saja dengan mengemis, 

aku malu.” Sebaliknya, dengan gembira ia mau merendah 

sesuai kesederhanaan keadaannya dan menyesuaikan diri 

dengan nasibnya. Orang-orang yang tinggi hati bisa lebih 

mudah untuk memilih menderita kelaparan daripada 

merendah. Rut bukanlah salah satu di antara orang-orang 

seperti itu. Dia tidak memberitahu ibunya bahwa dia tidak 

pernah dibesarkan dengan hidup bergantung pada remah-

remah. Walaupun dia tidak dibesarkan untuk hidup seperti 

itu, dia dibuat menjadi seperti itu, dan tidak gelisah kare-

nanya. Bahkan, memungut jelai yaitu  usulnya sendiri, 

bukan bujukan ibunya. Kerendahan hati yaitu  salah satu 

perhiasan paling cemerlang untuk kaum muda, dan salah 

satu pertanda yang terbaik. Yang mendahului kehormatan 

Rut yaitu  kerendahan hati ini. Perhatikanlah bagaimana 

dengan rendah hati dia berbicara tentang dirinya sendiri, 

mengenai harapannya untuk memungut jelai: “Biarkanlah 

aku memungut jelai di belakang orang yang murah hati 

kepadaku.” Dia tidak mengatakan, “Aku akan pergi dan 

memungut jelai, dan pastilah tidak ada seorang pun yang 

akan menghalangiku,” melainkan, “Aku akan pergi dan 

memungut jelai, dengan harapan seseorang akan membiar-

kanku.” Catatlah, orang miskin tidak boleh menuntut ke-

baikan sebagai sebuah hutang, melainkan harus dengan 

rendah hati memintanya, dan menerimanya sebagai suatu 

kemurahan hati, walaupun dalam hal terkecil sekali pun. 

Sudah sepantasnya jika orang miskin memohon. 

(2) Dalam hal kerajinan. Dia tidak mengatakan kepada ibu 

mertuanya, “Biarkanlah aku sekarang pergi mengunjungi 

wanita-wanita terhormat di kota, atau pergi berjalan-jalan 

di padang untuk menghirup udara segar dan bersenang-

senang. Aku tidak bisa duduk murung sepanjang hari 

bersamamu.” Tidak, ini bukan hiburan, melainkan usaha, 

yang menjadi tekadnya: “Biarkanlah aku pergi memungut 

bulir-bulir jelai, yang akan menghasilkan keuntungan.” Dia 

yaitu  salah seorang perempuan bajik yang tidak senang 

makan makanan hasil kemalasan, melainkan senang ber-

usaha sekuat tenaga. Ini yaitu  teladan bagi orang-orang 

muda. Biarlah mereka belajar sejak awal untuk berjerih 

payah, dan, segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk 

dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga. Sifat rajin men-

jadi tanda baik, baik di dunia ini maupun nanti. Janganlah 

menyukai tidur, janganlah menyukai hiburan berlebihan, 

janganlah menyukai hidup yang santai-santai saja, namun  

sukailah usaha. Ini juga yaitu  sebuah teladan untuk 

orang-orang miskin agar bekerja untuk memenuhi kebu-

tuhan hidup mereka, dan tidak mengemis untuk sesuatu 

yang mereka mampu dapatkan dengan bekerja. Kita tidak 

boleh malu melakukan pekerjaan jujur apa pun, walaupun 

mungkin pekerjaan rendah, ergon ouden oneidos – Tidak 

ada jerih payah yang merupakan sebuah celaan. Dosa ada-

lah suatu hal yang sungguh rendah, namun  kita tidak boleh 

berpikir seperti itu tentang hal lain apa pun yang ditugas-

kan Allah Sang Pemelihara itu kepada kita. 

(3) Dalam hal penghargaan terhadap ibunya. Naomi hanyalah 

ibu mertuanya, dan ia sendiri sudah bebas dari ikatan 

dengan suaminya yang sudah meninggal, sehingga dengan 

mudah ia dapat menganggap dirinya bebas dari perintah 

ibu suaminya. Namun demikian ia dengan patuh memper-

hatikan ibu mertuanya. Ia tidak mau pergi tanpa memberi-

tahu ibunya itu dan meminta izin kepadanya. Sikap meng-

hargai inilah yang orang-orang muda harus tunjukkan 

kepada orang tua dan pemimpin. Ini yaitu  bagian dari 

penghormatan yang layak diberikan kepada orang tua. Dia 

tidak mengatakan, “Ibu, jika engkau mau pergi denganku, 

aku akan pergi memungut jelai,” melainkan, “Silakan du-

duk di rumah dan beristirahat, dan aku akan pergi, dan 

bekerja keras.” Juniores ad labores – Orang muda harus be-

kerja. Biarlah orang muda menerima nasihat dari orang-

orang tua, dan bukannya membebani mereka dengan kerja 

keras. 

(4) Dalam hal ketergantungan pada Allah sang Penyelenggara, 

seperti tersirat dalam perkataannya, “Aku akan pergi me-

mungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati 

kepadaku.” Ia tidak tahu arah mana yang harus ia tuju, 

atau kepada siapa harus meminta tolong, namun percaya 

Allah sang Penyelenggara akan menggerakkan seorang 

teman atau seseorang lainnya untuk berbaik hati kepada-

nya. Marilah kita selalu memiliki pikiran yang baik akan 

penyelenggaraan ilahi, dan percaya bahwa selama kita me-

lakukan hal yang baik maka penyelenggaraan ilahi itu akan 

menolong kita. Dan memang penyelenggaraan ilahi meno-

long Rut. saat   dia pergi sendirian, tanpa pemandu atau 

teman, untuk memungut jelai, kebetulan ia berada di tanah 

milik Boas (ay. 3). Baginya itu seperti hal yang kebetulan. 

Dia tidak tahu ladang milik siapa itu, dan tidak punya 

alasan untuk memilih pergi ke ladang yang itu daripada ke 

ladang yang lain, dan oleh sebab  itu disebut sebagai ke-

sempatan atau keberuntungan (KJV). Namun Allah sang Pe-

nyelenggara mengarahkan langkahnya ke ladang ini. Catat-

lah, Allah dengan bijak mengatur kejadian-kejadian kecil, 

dan hal-hal yang tampak kebetulan secara keseluruhan 

memberikan kemuliaan bagi-Nya dan kebaikan bagi umat-

Nya. Banyak perkara besar yang dihasilkan oleh sebuah 

perubahan kecil, yang kelihatan kebetulan saja bagi kita, 

namun  sesungguhnya telah diatur oleh Allah sang Penye-

lenggara dengan sengaja. 

Kebaikan Boas terhadap Rut 

(2:4-16) 

4 Lalu datanglah Boas dari Betlehem. Ia berkata kepada penyabit-penyabit 

itu: “TUHAN kiranya menyertai kamu.” Jawab mereka kepadanya: “TUHAN 

kiranya memberkati tuan!” 5 Lalu kata Boas kepada bujangnya yang meng-

awasi penyabit-penyabit itu: “Dari manakah perempuan ini?” 6 Bujang yang 

mengawasi penyabit-penyabit itu menjawab: “Dia yaitu  seorang perempuan 

Moab, dia pulang bersama-sama dengan Naomi dari daerah Moab. 7 Tadi ia 

berkata: Izinkanlah kiranya aku memungut dan mengumpulkan jelai dari 

antara berkas-berkas jelai ini di belakang penyabit-penyabit. Begitulah ia 

datang dan terus sibuk dari pagi sampai sekarang dan sesaat   pun ia tidak 

berhenti.” 8 Sesudah itu berkatalah Boas kepada Rut: “Dengarlah dahulu, 

anakku! Tidak usah engkau pergi memungut jelai ke ladang lain dan tidak 

usah juga engkau pergi dari sini, namun  tetaplah dekat pengerja-pengerjaku 

perempuan. 9 Lihat saja ke ladang yang sedang disabit orang itu. Ikutilah 

perempuan-perempuan itu dari belakang. Sebab aku telah memesankan 

kepada pengerja-pengerja lelaki jangan mengganggu engkau. Jika engkau 

haus, pergilah ke tempayan-tempayan dan minumlah air yang dicedok oleh 

pengerja-pengerja itu.” 10 Lalu sujudlah Rut menyembah dengan mukanya 

sampai ke tanah dan berkata kepadanya: “Mengapakah aku mendapat belas 

kasihan dari padamu, sehingga tuan memperhatikan aku, padahal aku ini 

seorang asing?” 11 Boas menjawab: “Telah dikabarkan orang kepadaku de-

ngan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu 

sesudah suamimu mati, dan bagaimana engkau meninggalkan ibu bapamu 

dan tanah kelahiranmu serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak 

engkau kenal. 12 TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu 

kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di 

bawah sayap-Nya engkau datang berlindung.” 13 lalu  berkatalah Rut: 

“Memang aku mendapat belas kasihan dari padamu, ya tuanku, sebab tuan 

telah menghiburkan aku dan telah menenangkan hati hambamu ini, walau-

pun aku tidak sama seperti salah seorang hamba-hambamu perempuan.”  

14 saat   sudah waktu makan, berkatalah Boas kepadanya: “Datanglah ke 

mari, makanlah roti ini dan celupkanlah suapmu ke dalam cuka ini.” Lalu 

duduklah ia di sisi penyabit-penyabit itu, dan Boas mengunjukkan bertih 

gandum kepadanya; makanlah Rut sampai kenyang, bahkan ada sisanya. 15 

sesudah  ia bangun untuk memungut pula, maka Boas memerintahkan

kepada pengerja-pengerjanya: “Dari antara berkas-berkas itu pun ia boleh 

memungut, janganlah ia diganggu; 16 bahkan haruslah kamu dengan sengaja 

menarik sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia dan meninggalkan-

nya,supaya  dipungutnya; janganlah berlaku kasar terhadap dia.” 

Sekarang Boas sendiri muncul, dan terlihat sekali betapa ia sangat 

menghormati dan menghargai para pekerja atau pelayannya maupun 

orang asing yang miskin ini. 

I. Sikap santun dan hormatnya terhadap para pelayan atau bujang-

bujangnya sendiri, dan orang-orang yang dipekerjakan bagi dia 

untuk menuai dan mengumpulkan jelainya. Waktu panen yaitu  

waktu yang sibuk, banyak tangan yang harus bekerja. Boas yang 

memiliki banyak harta, sebab  dia yaitu  orang yang kaya raya, 

memiliki banyak hal yang harus dikerjakan, dan sebab nya ba-

nyak orang yang bekerja untuk dia dan hidup tergantung kepada-

nya. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang 

yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya se-

lain dari pada melihatnya? Boas di sini yaitu  contoh tuan yang 

baik. 

1. Dia memiliki seorang bujang yang ditetapkan untuk meng-

awasi para penyabit (ay. 6). Dalam keluarga-keluarga besar 

perlu ada seorang pelayan di sana yang harus mengawasi para 

pelayan yang lain, dan menentukan bagi tiap-tiap orang baik 

pekerjaan maupun makanannya. Hamba-hamba Tuhan yaitu  

pelayan-pelayan seperti ini di bait Allah, dan mereka harus 

bijak dan setia, dan menunjukkan kepada Tuhan mereka sega-

la sesuatu, seperti Boas di sini (ay. 6). 

2. Walaupun seorang tuan yang kaya, Boas datang sendiri 

kepada para penyabitnya, untuk melihat bagaimana pekerjaan 

berlangsung,supaya  jika dia menemukan suatu kesalahan, 

dia akan memperbaikinya, dan memberikan perintah-perintah 

lebih lanjut tentang apa yang harus dikerjakan. Ini yaitu  

untuk kepentingannya sendiri (orang yang sepenuhnya menye-

rahkan saja usahanya kepada orang lain akan membuat usaha 

itu dikerjakan setengah-setengah; pengawasan sang tuan 

membuat pekerjaan berhasil baik) dan juga sebagai dorongan 

semangat untuk para pelayannya, yang akan lebih senang 

meneruskan pekerjaan mereka saat   tuan mereka berkenan 

mengunjungi mereka. Tuan-tuan yang hidup nyaman harus 

peduli dan berbaik hati kepada orang-orang yang berjerih 

payah untuk mereka dan menanggung beban dan panasnya 

siang hari. 

3. Saling sapa yang baik dan saleh antara Boas dengan para 

penyabitnya. 

(1) Dia berkata kepada mereka, “TUHAN kiranya menyertai 

kamu,” dan mereka menjawab, “TUHAN kiranya memberkati 

tuan!” (ay. 4). Dengan cara ini mereka memperlihatkan, 

[1] Sikap saling menghargai. Dia menghargai mereka seba-

gai hamba-hamba yang baik, dan mereka menghargai-

nya sebagai seorang tuan yang baik. saat   dia datang 

kepada mereka, dia tidak memarahi mereka, seolah dia 

datang hanya untuk menemukan kesalahan dan meng-

gunakan kekuasaannya, melainkan dia berdoa untuk 

mereka. “TUHAN kiranya menyertai kamu, membuatmu 

sejahtera, dan memberimu kesehatan dan kekuatan, 

dan melindungimu dari bencana apa pun.” Dan mereka 

pun, begitu dia telah beranjak pergi, tidak mengutuki 

dia, seperti hamba berkelakuan buruk yang membenci 

pengawasan tuannya. Sebaliknya, mereka membalas 

keramahannya: “TUHAN kiranya memberkati tuan, dan 

membuat kerja keras kami berguna bagi kesejahtera-

anmu.” Keadaan cenderung berlangsung baik dalam 

sebuah rumah di mana terdapat itikad baik seperti ini 

di antara tuan dan hamba-hamba. 

[2] Ketergantungan mereka bersama pada penyelenggaraan 

ilahi. Mereka menunjukkan kebaikan mereka kepada 

satu sama lain dengan cara saling mendoakan. Mereka 

bukan hanya menunjukkan kesopanan mereka, melain-

kan juga kesalehan mereka, dan pengakuan bahwa 

segala yang baik berasal dari kehadiran dan berkat 

Allah, yang sebab nya harus kita hargai dan inginkan 

melebihi apa pun yang lain, baik bagi diri kita sendiri 

maupun bagi orang lain. 

(2) sebab  itu marilah kita belajar untuk menggunakan, 

[1] Salam dan sapa yang santun, sebagai ungkapan niat 

baik yang tulus kepada teman-teman kita. 

[2] Ujaran-ujaran yang saleh, dengan mengangkat hati kita 

kepada Allah sebab  perkenanan-Nya, dalam doa-doa 

singkat seperti ini. Hanya saja kita harus memperhati-

kansupaya  ucapan-ucapan ini tidak berkembang 

menjadi sekadar basa-basi,supaya  jangan di dalamnya 

kita menyebut nama TUHAN, Allah kita dengan semba-

rangan. namun , jika kita sungguh-sungguh dalam salam 

sapa itu, kita dapat memelihara persekutuan kita de-

ngan Allah di dalamnya, dan memperoleh belas kasihan 

dan anugerah dari-Nya. Tampaknya sudah menjadi 

kebiasaan lazim untuk mendoakan keberhasilan bagi 

para penyabit seperti itu (Mzm. 129:7-8). 

4. Boas menerima laporan dari para penyabitnya mengenai se-

orang asing yang bertemu dengannya di ladang, dan memberi-

kan perintah-perintah yang diperlukan mengenai orang asing 

itu,supaya  mereka jangan menyentuh dia (ay. 9, KJV) ataupun 

mencela dia (ay. 15, KJV). Tuan-tuan harus memperhatikan, 

bukan hanyasupaya  mereka tidak menyakiti para pelayannya, 

melainkan jugasupaya  mereka tidak membiarkan para pela-

yan mereka dan orang-orang yang ada di bawah perintah 

mereka menyakiti orang lain. Dia juga memerintahkan mereka 

untuk bersikap baik kepada Rut, dan dengan sengaja menarik 

sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia dan meninggal-

kannya. Walaupun sudah sepantasnya tuan-tuan mengekang 

dan memarahi para pelayan yang membuang-buang hasil 

panen, namun mereka tidak boleh melarang para pelayan un-

tuk bermurah hati, namun  mengizinkan mereka untuk berbuat 

begitu, dengan petunjuk-petunjuk yang bijaksana. 

II. Boas sangat berbaik hati kepada Rut, dan menunjukkan kemu-

rahan hati yang sangat besar kepadanya, sebab  tergugah oleh 

laporan yang diperolehnya tentang dia, dan apa yang diperhati-

kannya mengenai dia. Allah juga mencondongkan hatinya untuk 

berkenan kepada Rut. saat   menemui penyabit-penyabitnya, ia 

memperhatikan orang asing yang ada di antara mereka ini, dan 

mengetahui dari bujangnya tentang siapa Rut. Berikut ini laporan 

yang disampaikan mengenai Rut. 

1. Bujang itu memberikan kepada Boas laporan yang sangat 

bagus tentang Rut, yang pantas untuk menganjurkansupaya  

Rut mendapatkan pertolongannya (ay. 6-7). 

(1) Bahwa Rut yaitu  seorang asing, dan sebab  itu merupakan 

salah satu dari orang-orang yang menurut hukum Allah 

akan memungut apa yang ketinggalan dari penuaian (Im. 19: 

9-10). Ia yaitu  seorang perempuan Moab yang lajang. 

(2) Bahwa ia memiliki hubungan dengan keluarga Boas. Ia 

pulang bersama-sama dengan Naomi, istri dari Elimelekh, 

seorang sanak saudara dari Boas. 

(3) Bahwa ia yaitu  seseorang yang baru memeluk agama 

Yahudi, sebab  ia datang dari negeri Moab untuk tinggal di 

tanah Israel. 

(4) Bahwa ia sangat rendah hati, dan tidak memungut jelai 

sampai diizinkan. 

(5) Bahwa ia sangat rajin, dan terus sibuk bekerja dari pagi 

sampai sekarang. Dan orang miskin yang rajin dan mau 

berjerih payah pantas untuk ditolong. Sekarang, di tengah 

panas teriknya siang hari, ia berhenti sejenak di rumah 

atau bilik yang didirikan di ladang untuk tempat berlin-

dung dari cuaca untuk beristirahat. Sebagian penafsir 

menduga, bahwa mungkin saja ia menarik diri untuk 

berdoa. sesudah  itu ia segera kembali ke pekerjaannya, dan, 

kecuali istirahat sejenak itu, ia terus menekuninya sepan-

jang hari, walaupun itu bukanlah pekerjaan yang biasa 

baginya. Para pelayan harus adil dalam sifat dan laporan 

yang mereka berikan kepada tuan mereka, dan memper-

hatikansupaya  mereka tidak memberikan gambaran yang 

salah tentang siapa pun, dan tidak menghalang-halangi 

kemurahan hati tuan mereka tanpa sebab. 

2. Boas sejak saat itu sangat sopan kepada Rut dalam berbagai 

kesempatan. 

(1) Ia menyuruh Rut mengikuti penyabit-penyabitnya di setiap 

ladang tempat mereka mengumpulkan dan tidak memu-

ngut di ladang yang lain. Rut tidak perlu pergi ke tempat 

lain mana punsupaya  lebih mudah baginya (ay. 8): “Tetap-

lah dekat pengerja-pengerjaku perempuan,” sebab  mereka 

yang sesama perempuan yaitu  teman yang paling cocok 

baginya. 

(2) Dia menyuruh semua bujangnya untuk berlaku ramah ter-

hadap Rut dan bersikap hormat kepadanya. Dan sudah 

pasti mereka akan berbuat demikian terhadap orang yang 

mereka lihat mendapat perlakuan demikian dari tuan me-

reka. Rut yaitu  orang asing, dan mungkin bahasa, pakai-

an dan rupanya berbeda jauh dengan mereka. namun  Boas 

menyuruh merekasupaya  dalam hal apa pun tidak meng-

hina Rut, atau berlaku jahat kepadanya, seperti yang cen-

derung dilakukan oleh pelayan-pelayan kasar terhadap 

orang asing. 

(3) Boas mempersilakan Rut mengambil jamuan yang telah di-

sediakan untuk pelayan-pelayannya sendiri. Ia menyuruh-

nya, bukan hanya minum dari air yang diambil untuk me-

reka, sebab  tampaknya inilah minuman yang ia maksud-

kan (ay. 9), yang diambil dari perigi Betlehem yang terkenal 

yang di dekat pintu gerbang, air ya