Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 30. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 30. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 30


 i, 

yang berhak atas kota Lais sebagai milik pusaka mereka, kini 

pada akhirnya bergerak menuju ke sana (ay. 11-13). Jumlah 

pasukan yang bergerak maju hanyalah enam ratus orang, tidak 

sampai seperseratus dari jumlah seluruh orang suku itu, sebab  

pada waktu memasuki tanah Kanaan, ada lebih dari enam puluh 

empat ribu orang (Bil. 26:43). Sungguh mengherankan bahwa 

tidak ada saudara sesuku mereka yang turut membantu, apalagi 

saudara dari suku yang lain. Memang semangat kebersamaan 

baru muncul di tengah-tengah bangsa Israel lama sesudah  mereka 

tiba di Kanaan, dan inilah yang menjadi alasan mengapa mereka 

jarang bergabung demi satu tujuan yang sama, dan inilah yang 

menyebabkan mereka terus menjadi bangsa yang rendah dan 

tidak ada apa-apanya. Tampaknya (ay. 21) jumlah enam ratus 

orang ini yaitu  jumlah seluruh orang yang berangkat untuk 

menetap di Lais, sebab  turut bersama mereka segenap keluarga 

dan barang-barang berharga, anak-anak dan ternak mereka, yang 

menunjukkan betapa percaya dirinya mereka akan memperoleh 

keberhasilan. Suku-suku Israel yang lain memperbolehkan kaum 

Dan ini melintasi negeri mereka dengan bebas. Perjalanan di hari 

pertama membawa mereka tiba di Kiryat-Yearim (ay. 12). Saat itu 

perkemahan perang menjadi sesuatu yang langka di Israel, 

sehingga tempat mereka beristirahat pada malam itu dinamakan 

Mahane-Dan, yang artinya kemah Dan, dan mungkin pula bahwa 

tempat mereka memulai perjalanan, yang terletak di antara Zora 

dan Esytaol, disebut dengan nama serupa, seperti dituliskan sebe-

Kitab Hakim-hakim 18:14-26 

lumnya (13:25). Perjalanan di hari kedua membawa mereka tiba di 

pegunungan Efraim, dekat dengan rumah Mikha (ay. 13), dan di 

sanalah kita harus berhenti sejenak. 

Allah-allah Mikha Dicuri dan usaha  untuk  

Merebut Kembali Patung-patung Miliknya  

(18:14-26) 

14 Lalu berbicaralah kelima orang yang telah pergi mengintai daerah Lais itu, 

katanya kepada saudara-saudara sesukunya: “Tahukah kamu, bahwa dalam 

rumah-rumah ini ada efod, terafim, patung pahatan dan patung tuangan? 

Oleh sebab itu, insafilah apa yang akan kamu perbuat!” 15 lalu  mereka 

menuju ke tempat itu, lalu sampai di rumah orang muda suku Lewi itu, di 

rumah Mikha, dan menanyakan apakah ia selamat. 16 Sementara keenam 

ratus orang dari bani Dan yang diperlengkapi dengan senjata itu tinggal 

berdiri di pintu gerbang, 17 maka kelima orang yang telah pergi mengintai 

negeri itu berjalan terus, masuk ke dalam lalu mengambil patung pahatan, 

efod, terafim dan patung tuangan itu. Adapun imam itu berdiri di pintu 

gerbang bersama-sama dengan keenam ratus orang yang diperlengkapi 

dengan senjata itu. 18 namun , sesudah  yang lain-lain itu masuk ke dalam 

rumah Mikha dan mengambil patung pahatan, efod, terafim dan patung 

tuangan itu, berkatalah imam itu kepada mereka: “Berbuat apakah kamu 

ini?” 19 namun  jawab mereka kepadanya: “Diamlah, tutup mulut, ikutlah kami 

dan jadilah bapak dan imam kami. Apakah yang lebih baik bagimu: menjadi 

imam untuk seisi rumah satu orang atau menjadi imam untuk suatu suku 

dan kaum di antara orang Israel?” 20 Maka gembiralah hati imam itu, 

diambilnyalah efod, terafim dan patung pahatan itu, lalu masuk ke tengah-

tengah orang banyak. 21 lalu  berbaliklah mereka dan pergi, dengan 

anak-anak, ternak dan barang-barang yang berharga ditempatkan di depan 

mereka. 22 saat   mereka telah jauh dari rumah Mikha, dikerahkanlah orang-

orang dari rumah-rumah yang di dekat rumah Mikha dan orang-orang itu 

mengejar bani Dan itu. 23 Mereka memanggil-manggil bani Dan, maka ber-

baliklah orang-orang itu dan berkata kepada Mikha: “Mau apa engkau 

dengan mengerahkan orang?” Lalu jawabnya: 24 “Allahku yang kubuat serta 

imam juga kamu ambil, lalu kamu pergi. Apakah lagi yang masih tinggal 

padaku? Bagaimana perkataanmu itu kepadaku: Mau apa engkau?” 25 Ber-

katalah bani Dan kepadanya: “Janganlah suaramu kedengaran lagi kepada 

kami, nanti ada orang yang menyerang engkau sebab  sakit hati dan dengan 

demikian engkau serta seisi rumahmu kehilangan nyawa.” 26 Lalu bani Dan 

melanjutkan perjalanannya, dan Mikha, sesudah  dilihatnya mereka itu lebih 

kuat dari padanya, berpalinglah ia pulang ke rumahnya. 

Orang kaum Dan telah mengutus para pengintai untuk mencari tahu 

tentang negeri itu bagi mereka, dan mereka telah melaksanakan 

tugas mereka dengan cepat. Akan namun , kini sewaktu kaum Dan itu 

semua tiba di tempat itu, para pengintai ini menyenangkan hati 

saudara-saudara mereka dengan temuan lebih lanjut, tampaknya 

mereka belum memberitahukan hal ini kepada saudara-saudara me-

reka itu, yaitu mengenai keberadaan allah-allah itu: “Di sini, dalam 

rumah-rumah ini, ada efod, dan terafim, dan sejumlah barang mulia 

lainnya untuk penyembahan, yang tidak kita miliki di negeri kita. 

Oleh sebab itu, insafilah apa yang akan kamu perbuat (ay. 14). Kami 

telah meminta petunjuk dari benda-benda itu, dan telah mendapat 

jawaban yang baik darinya. Semuanya itu layak kita miliki, bahkan 

layak kita curi yang berarti memiliki sesuatu dengan cara yang paling 

hina. Jika kita bisa menjadikan diri kita tuan atas allah-allah itu, 

maka kita bisa semakin berharap akan berhasil dan menjadikan diri 

kita tuan atas Lais.” Sampai sejauh ini, mereka sudah bertindak 

benar dengan merindukan kehadiran Allah di tengah-tengah mereka, 

namun mereka sungguh keliru saat   menilai patung-patung ini 

(yang lebih cocok dipakai untuk sandiwara boneka daripada untuk 

penyembahan) sebagai tanda kehadiran Allah. Mereka pikir, alangkah 

baiknya memiliki tempat untuk meminta petunjuk Allah beserta me-

reka di dalam usaha  ini, yang lebih besar nilainya daripada memiliki 

para penasihat perang sebagai tempat meminta nasihat di saat-saat 

genting. Lebih lanjut, sebab  tempat ke mana mereka akan berdiam 

terletak jauh dari Silo, mereka merasa lebih memerlukan sebuah 

rumah allah-allah (KJV) di tengah-tengah mereka daripada Mikha yang 

tinggal sangat dekat dengan Silo. Mereka sebenarnya bisa saja 

membuat sendiri efod dan terafim sebagus ini, yang akan memenuhi 

segala kebutuhan mereka dengan baik. Akan namun , ketenaran efod 

dan terafim milik Mikha meskipun ketenaran ini hanya untuk sesaat, 

membuat kaum Dan terpesona dan dengan anehnya mengagung-

agungkan rumah allah-allah ini, yang tentu akan segera mereka en-

yahkan andaikata mereka mau dengan saksama mencari tahu asal-

usulnya dan menyelidiki, apakah ada campur tangan Allah di dalam 

pendiriannya. sebab  mereka bersikukuh untuk membawa allah-

allah ini bersama mereka, pada bagian ini dikisahkan bagaimana 

mereka mencuri patung-patung itu, lalu memperdaya sang imam, 

dan mengancam Mikha yang berusaha  menyelamatkan miliknya itu.  

I. Kelima orang pengintai yang mengetahui betul rumah Mikha 

beserta jalan-jalan kecilnya, khususnya kuil yang terdapat di 

dalamnya, masuk ke dalam, lalu mengambil patung-patungnya, 

bersama efod, terafim, dan semua perlengkapannya, sementara 

keenam ratus tentara kaum Dan menahan sang imam di pintu 

gerbang dengan cara berbincang-bincang dengannya (ay. 16-18). 

Kitab Hakim-hakim 18:14-26 

Lihatlah betapa kecilnya perhatian sang imam yang malang ini 

kepada patung-patungnya, sebab  sementara ia bersantai di pintu 

gerbang dan mengamat-amati orang-orang asing yang datang, 

harta bendanya, demikian adanya, pun lenyap. Lihatlah betapa 

tidak berdayanya allah-allah yang malang ini, yang tidak bisa 

menjaga diri sendirisupaya  tidak dicuri. Sebagai penghinaan ter-

hadap berhala-berhala tersebut, dituliskan bahwa bahkan mereka 

sendiri harus pergi sebagai tawanan (Yes. 46:2). Ah, betapa bodoh-

nya orang-orang kaum Dan ini! Bagaimana mungkin mereka bisa 

berpikir bahwa allah-allah ini, yang tidak bisa menjaga diri 

susaha  tidak dicuri, berkuasa melindungi mereka? Akan namun , 

sebab  patung-patung ini dikenal dengan sebutan allah-allah, 

seakan-akan kaum Dan tidak merasa cukup puas dengan keha-

diran satu Allah yang tidak kelihatan, dan juga tidak merasa 

cukup puas dengan kenyataan bahwa Kemah Suci ada di tengah-

tengah mereka, yang di dalamnya terdapat tanda kehadiran Allah 

yang kelihatan, tidak ada hal lain yang akan memuaskan mereka 

selain bahwa mereka harus memiliki  beberapa allah yang akan 

berjalan di depan mereka, bukan hasil buatan mereka sendiri ten-

tunya, namun  hasil curian mereka. Pemujaan berhala yang dilaku-

kan kaum Dan berawal dari pencurian, suatu awal yang sangat 

pas untuk sandiwara seperti ini. Dalam rangka melanggar perin-

tah Allah yang kedua, mereka memulainya dengan melanggar 

perintah Allah yang kedelapan, dan mengambil barang-barang 

milik tetangga mereka untuk dijadikan sebagai allah-allah mere-

ka. Allah yang kudus membenci perampasan dan kecurangan, 

namun  Setan mencintainya. Andaikata orang kaum Dan merampas 

patung-patung itu untuk merusak dan menghancurkannya, dan 

membawa serta sang imam untuk menghukumnya, maka itulah 

yang paling pantas mereka lakukan layaknya orang Israel sejati. 

Itulah sikap cemburu untuk membela kehormatan Allah seperti 

yang diperbuat bapa leluhur mereka (Yos. 22:16). Akan namun , 

perbuatan mereka yang mengambil semuanya itu untuk diper-

gunakan sendiri, jelas merupakan satu bentuk kejahatan yang 

tidak terbayangkan, yang memperlihatkan bahwa mereka tidak 

takut kepada Allah, tidak menghormati manusia, dan sepenuhnya 

kehilangan kesalehan dan kehormatan. 

II. Orang-orang kaum Dan menaruh perhatian pada sang imam dan 

menyanjungnya sehingga hatinya pun senang. Si imam pun 

bersedia melepaskan allah-allahnya, bahkan ia sendiri mau ikut 

pergi bersama mereka, sebab  tanpa dirinya, mereka tidak tahu 

bagaimana menggunakan allah-allah itu. Perhatikan, 

1. Bagaimana mereka menggodanya (ay. 19). Mereka menjamin-

kan jabatan yang lebih baik daripada yang dimilikinya seka-

rang, jika  ia mau pergi dengan mereka. Alangkah lebih 

terhormat dan menguntungkannya menjadi imam bagi suatu 

balatentara sebab  memang sudah tidak ada lagi imam-imam 

di tengah-tengah pasukan Israel, meskipun mereka menyebut 

diri mereka sendiri sebagai suku daripada sekadar menjadi 

imam setempat bagi seorang tuan. Biarlah ia pergi dengan me-

reka, maka ia pun akan memiliki  lebih banyak jemaat, lebih 

banyak korban persembahan dibawa ke mezbahnya, dan lebih 

banyak uang hasil meminta petunjuk dari terafimnya, lebih 

banyak daripada yang didapatnya di rumah Mikha. 

2. Bagaimana mereka mendapatkan dia. Sedikit bujuk rayu itu 

pun berhasil, gembiralah hati imam itu (ay. 20). Tawaran itu 

sesuai dengan kesenangannya mengembara, yang tidak akan 

pernah membiarkannya tinggal menetap di satu tempat. 

Tawaran itu pun mengabulkan nafsu keserakahan dan hasrat-

nya. Tidak ada alasan untuk dikatakannya, selain bahwa ia 

senang untuk pergi meninggalkan tempat itu. Mikha tidak ber-

laku curang kepadanya dan tidak mengubah upahnya. Hati 

nuraninya tidak tergerak oleh penyesalan sebab  telah memeli-

hara sebuah patung pahatan. Andaikata ia pergi ke Silo untuk 

turut bertugas bersama imam-imam kepunyaan Tuhan, sesuai 

dengan tanggung jawab seorang Lewi, ia tentu akan diterima 

dengan baik di sana (Ul. 18:6), dan kepergiannya tentu akan 

dipandang terhormat. Akan namun , bukannya berbuat demi-

kian, ia memilih mengambil patung-patung Mikha bersama-

nya, dan membawa pengaruh buruk dari pemujaan berhala ke 

seluruh isi kota yang lain. Andaikata hanya ia sendiri yang 

pergi, itu pun sudah merupakan perbuatan yang sangat tidak 

adil dan tidak tahu berterima kasih kepada Mikha, terlebih lagi 

dengan membawa pergi patung-patung Mikha bersamanya, 

yang ia tahu sangat disayangi Mikha. Memang, tidak ada se-

suatu yang lebih baik yang dapat diharapkan dari seorang 

Kitab Hakim-hakim 18:14-26 

Lewi pengkhianat. Rumah mana yang dapat dipercayakan ke-

pada orang yang telah meninggalkan rumah Tuhan? Kalau 

seseorang berlaku tidak setia kepada Allah, siapa yang mau 

percaya dia sebagai sahabat sejati? Si imam itu tidak bisa ber-

dalih dipaksa pergi, sebab  hatinya gembira untuk pergi. Apa-

bila sepuluh uang perak dapat memenangkannya, seperti di-

ungkapkan Uskup Hall, maka sebelas uang perak akan me-

ngalahkannya, sebab  apakah yang dapat menahan orang 

yang telah membungkam hati nuraninya yang luhur? Seorang 

upahan lari sebab  ia seorang upahan. Si imam dan allah-

allahnya pun masuk ke tengah-tengah orang banyak. Di sana-

lah kaum Dan menempatkan imam ini,supaya  mereka dapat 

mengamankannya agar tidak berbalik, kalau-kalau pikirannya 

berubah, atausupaya  tidak diambil kembali oleh Mikha. 

Mungkin pula tempat ini ditunjuk baginya untuk meniru urut-

an barisan orang Israel yang berjalan di padang gurun. Pada 

waktu itu, tabut perjanjian Allah dan imam-imam-Nya berada 

di tengah-tengah perkemahan orang Israel. 

III. Orang-orang kaum Dan membuat Mikha gentar dan berbalik 

saat   ia mengejar mereka untuk merebut kembali allah-allahnya. 

Segera sesudah mengetahui bahwa kuilnya telah dijarah, dan 

imamnya telah dibawa lari, Mikha mengumpulkan sebanyak 

mungkin pasukan yang bisa dikumpulkannya, lalu mengejar para 

perampok itu (ay. 22). Para tetangga, atau mungkin pula para 

penyewa tanah, yang biasa bersekutu bersama Mikha di dalam 

kebaktian penyembahan berhala yang diadakannya, segera mem-

bantunya dalam perkara ini. Mereka berkumpul dan lalu  

mengejar para penjarah itu, yang tidak bisa berjalan cepat sebab  

anak-anak dan ternak-ternaknya berada di depan (ay. 21). Mereka 

pun menyusul para perampok itu, dengan harapan dapat merebut 

kembali apa yang telah dicuri melalui perundingan, sebab  jum-

lah mereka yang sangat tidak berimbang membuat mereka tidak 

bisa berharap akan dapat melakukannya melalui kekuatan 

senjata. Para pengejar itu memanggil-manggil kaum Dan, hendak 

mengajak bicara. Orang-orang yang berada di bagian belakang 

rombongan kaum Dan itu, yang kemungkinan dihuni oleh orang-

orang yang paling berani dan paling kuat dari kaum itu, untuk 

berjaga-jaga kalau-kalau ada serangan datang, berbalik lalu ber

tanya kepada Mikha, apa yang mengganggunya sampai ia begitu 

khawatir, dan apa niatnya (ay. 23). Mikha lalu berdebat dengan 

mereka dan memohon keadilan baginya, yang menurut hematnya 

pasti akan dipenuhi. Akan namun , sebagai jawaban, kaum Dan 

menggunakan kekuatan mereka, dan ini terbukti berhasil. Me-

mang lazim terjadi, bahwa kekuatan mengalahkan keadilan. 

1. Mikha bersikeras mengenai kesalahan yang mereka perbuat 

kepadanya (ay. 24): “Allahku yang kubuat telah kamu ambil, 

allah-allah buatanku, yang jelas-jelas milikku, sebab  akulah 

yang membuatnya sendiri. Allah-allah  itu sangat aku sayangi, 

hingga aku akan binasa jika  kehilangannya. Apakah lagi 

yang masih tinggal padaku yang dapat menghiburku jikalau 

allah-allahku ini hilang?” Sekarang, 

(1) Ini memperlihatkan kepada kita kebodohan para penyem-

bah berhala dan kuasa yang dimiliki Setan atas mereka. 

Betapa bodohnya Mikha yang memanggil patung-patung 

yang dijadikannya sendiri sebagai allah-allahnya, padahal 

hanya Dia yang menjadikan kitalah yang layak disembah 

sebagai Allah! Sungguh bodoh memang Mikha yang mena-

ruh hatinya pada barang-barang bodoh yang tidak dapat 

bergerak ini, dan memandang dirinya binasa jika  ia 

kehilangannya! 

(2) Ini dapat memperlihatkan kepada kita, penyembahan ber-

hala rohani yang kita sendiri lakukan. Ciptaan yang men-

jadi tempat kita menaruh kebahagiaan kita, yang menjadi 

tempat kita meletakkan seluruh sukacita kita, dan yang 

dengannya kita betul-betul tidak bisa berpisah, sehingga 

kita sampai berkata, “Apakah lagi yang masih tinggal pada 

kita?” itulah yang kita jadikan berhala kita. Segala hal yang 

membuat kita khawatir seakan-akan hidup dan penghibur-

an kita, harapan dan kebahagiaan kita, dan segala yang 

ada pada kita, bergantung padanya, itulah berhala yang 

ditempatkan di tempatnya Allah, dan itulah sang perampas 

kuasa. Akan namun , 

(3) jika  semua orang dengan sedemikian bergairahnya mau 

berjalan dalam nama allah mereka, bukankah kita, dengan 

perilaku yang sama, harus mengikuti Allah kita, yakni 

Allah yang sejati? Biarlah kita menyadari, bahwa kepenting-

Kitab Hakim-hakim 18:14-26 

an yang kita miliki dalam Allah dan persekutuan dengan-

Nya yaitu  bagian kita yang paling kaya dan tidak ter-

hingga, sehingga kehilangan Allah akan menjadi kehilangan 

yang paling menyedihkan dan pedih. Kemalangan sungguh 

menimpa kita jikalau Ia meninggalkan kita, sebab  apakah 

lagi yang masih tinggal pada kita? Jiwa-jiwa yang meratap 

sebab  ditinggalkan Allah, mungkin akan bertanya-tanya 

seperti halnya Mikha, sehingga kita harus bertanya, apa itu 

yang membuat mereka bersedih. saat   tanda-tanda perke-

nanan Allah tidak lagi ada, dan penghiburan-Nya pun di-

tarik-Nya, apakah lagi yang masih ada pada jiwa-jiwa itu? 

2. Bani Dan itu menegaskan perbuatan jahat yang pasti akan 

mereka perbuat kepada Mikha andaikata ia memaksakan tun-

tutannya. Mereka tidak mau mendengar alasan apa pun, tidak 

mau berbuat adil, dan tidak menawarkan diri untuk mem-

bayar Mikha ongkos yang dikeluarkannya untuk membuat 

patung-patung itu. Mereka juga tidak mau berjanji untuk 

mengganti rugi apa yang telah mereka ambil pada waktu 

barang-barang itu sudah memenuhi apa yang mereka perlu-

kan di dalam perjalanan ini dan pada waktu mereka mempu-

nyai kesempatan untuk meniru patung-patung itu dan mem-

buatnya bagi diri mereka sendiri. Tidak ada setitik belas kasih-

an atas kehilangan yang diratapi Mikha dengan sangat. Mere-

ka bahkan tidak mau bertutur kata dengan baik kepadanya, 

namun  malahan bersikeras untuk membenarkan perampokan 

mereka itu dengan ancaman pembunuhan andaikata ia tidak 

segera menarik tuntutannya (ay. 25). “Berhati-hatilahsupaya  

jangan nanti ada orang yang menyerang engkau sebab  sakit 

hati, dan dengan demikian engkau kehilangan nyawa, dan itu 

jauh lebih buruk daripada kehilangan allah-allahmu.” Orang-

orang yang berhati busuk dan tidak berakal budi akan merasa 

sangat marah saat   diminta berbuat adil, dan membenarkan 

diri mereka sendiri dengan kekuatan mereka untuk melawan 

keadilan dan akal sehat. Kejahatan Mikha yaitu  ia meminta 

apa yang menjadi miliknya, namun  untuk ini, ia berada dalam 

bahaya kehilangan nyawanya serta nyawa seisi rumahnya. 

Mikha tidak punya cukup keberanian untuk mempertaruhkan 

nyawanya demi menyelamatkan allah-allahnya itu. Begitu 

rendah pandangannya terhadap kemampuan allah-allahnya 

itu untuk melindungi dirinya dan mengeluarkan dirinya dari 

keadaan ini, sehingga pada akhirnya dengan pasrah saja ia 

menyerahkan mereka (ay. 26): Berpalinglah ia pulang ke ru-

mahnya. Dan jika dengan kehilangan patung-patung tersebut, 

Menurut pandangan saya Mikha menjadi yakin akan kesia-

siaan dan ketidakberdayaan patung-patung tersebut, dan 

yakin akan kebodohannya sendiri yang menaruh hatinya pada 

mereka, lalu memalingkan hatinya kepada Allah yang sejati, 

yang dari pada-Nya ia telah memberontak, maka ia yang kehi-

langan patung-patungnya itu mendapat untung lebih besar 

daripada bani Dan yang dengan kekuatan pasukannya me-

rampasnya. Andaikata dengan kehilangan berhala-berhala 

kita, kita disembuhkan dari kecintaan kita akan berhala-ber-

hala itu, dan membuat kita berkata, apakah lagi sangkut paut 

kita dengan berhala-berhala? maka kehilangan itu akan men-

jadi keuntungan yang tidak terkatakan (Lih. Yes. 2:20; 30:22). 

Penaklukan Lais 

(18:27-31)  

27 Lalu bani Dan, dengan membawa barang-barang yang dibuat Mikha, juga 

imamnya, mendatangi Lais, yakni rakyat yang hidup dengan aman dan ten-

teram. Mereka memukul orang-orang itu dengan mata pedang dan kotanya 

dibakar. 28 Tidak ada orang yang datang menolong, sebab kota itu jauh dari 

Sidon dan orang-orang kota itu tidak bergaul dengan siapapun juga. Letak 

kota itu di lembah Bet-Rehob. lalu  bani Dan membangun kota itu 

kembali dan diam di sana. 29 Mereka menamai kota itu Dan, menurut nama 

bapa leluhur mereka, yakni Dan, yang lahir bagi Israel, namun  nama kota itu 

dahulu yaitu  Lais. 30 Bani Dan menegakkan bagi mereka sendiri patung 

pahatan itu, lalu Yonatan bin Gersom bin Musa bersama-sama dengan anak-

anaknya menjadi imam bagi suku Dan, sampai penduduk negeri itu diangkut 

sebagai orang buangan. 31 Demikianlah mereka menempatkan bagi mereka 

sendiri patung pahatan yang telah dibuat Mikha itu, dan patung itu ada di 

sana selama rumah Allah ada di Silo. 

Pada perikop ini dikisahkan tentang, 

I. Lais yang ditaklukkan oleh bani Dan. Mereka terus bergerak maju, 

dan sebab  tidak menemui bencana apa pun, mereka mungkin 

berkesimpulan bahwa mereka tidak berbuat salah telah merampok 

Mikha. Banyak orang membenarkan kefasikan yang mereka per-

buat melalui kesejahteraan yang mereka alami. Perhatikan, 

Kitab Hakim-hakim 18:27-31 

1. Perilaku seperti apa yang mereka jumpai pada penduduk Lais, 

baik yang tinggal di dalam kota maupun yang berada di daerah 

sekitarnya. Mereka hidup dengan aman dan tenteram, tidak 

waspada terhadap kelima pengintai yang sebelumnya ada di 

tengah-tengah mereka untuk menyelidiki negeri itu. Mereka 

juga tidak mengetahui akan adanya musuh yang datang men-

dekat, sehingga menjadikan mereka sasaran empuk bagi seke-

lompok kecil orang yang menyerang mereka (ay. 27). Catatlah, 

banyak orang menjadi binasa sebab  merasa tenteram. Setan 

meraih keuntungan atas kita saat   kita teledor dan tidak 

berjaga-jaga. Dengan demikian, berbahagialah orang yang se-

nantiasa takut dan waspada. 

2. Kemenangan yang sempurna diperoleh mereka atas penduduk 

Lais. Mereka memukul orang-orang itu dengan mata pedang, dan 

membakar sejumlah besar bagian kota itu, sebanyak yang 

mereka pandang cukup untuk dibangun kembali (ay. 27-28). 

Juga, seperti yang jelas terlihat, mereka sama sekali tidak men-

dapat perlawanan, sebab  kedurjanaan orang Kanaan telah 

genap, sementara kedurjanaan bani Dan baru mulai digenapi. 

3. Bagaimana para penakluk itu bersikap di tempat mereka ini 

(ay. 28-29). Mereka membangun kota itu, atau sebagian besar 

kota itu, menjadi baru sebab  bangunan-bangunan yang lama 

sudah rusak. Menamai kota itu Dan, agar menjadi saksi bagi 

mereka bahwa meskipun terpisah begitu jauh dari saudara-

saudara mereka, mereka tetaplah bani Dan menurut garis 

keturunan,supaya  jangan dipertanyakan di lalu  hari, 

oleh sebab  letak mereka yang begitu jauh. Kita harus merasa 

peduli untuk tidak kehilangan hak istimewa yang timbul dari 

hubungan kita dengan Israel kepunyaan Allah, dan oleh 

sebab nya, harus mempergunakan setiap kesempatan yang 

ada untuk menghidupinya dan menjaga ingatan tentangnya 

bagi anak-anak kita sesudah  kita. 

II. Penyembahan berhala pun segera berlangsung di sana. Allah 

dengan kasih karunia-Nya telah menggenapi janji-Nya dengan 

menempatkan mereka pada milik pusaka kepunyaan mereka, dan 

dengan itu, Ia telah memerintahkan mereka untuk setia kepada-

Nya, seperti Ia telah berlaku setia kepada mereka. Mereka memi-

liki hasil jerih payah suku-suku bangsa, agarsupaya  mereka tetap 

mengikuti ketetapan-Nya (Mzm. 105:44-45). Akan namun , hal per-

tama yang mereka perbuat sesudah  mendiami kota itu yaitu  

melanggar ketetapan-Nya. Segera sesudah mulai berdiam di sana, 

mereka menegakkan patung pahatan (ay. 30), dengan busuknya 

berterima kasih atas keberhasilan mereka kepada patung itu, 

yakni patung yang sejatinya menjadi kehancuran mereka andai-

kata Allah tidak sungguh berpanjang sabar. Demikianlah penyem-

bah berhala yang hidup dengan sejahtera terus berbuat salah 

dengan mendewakan kekuatan dewanya (Hab. 1:11). Nama orang 

Lewi yang menjabat sebagai imam bani Dan pada akhirnya 

disebutkan di sini, yakni Yonatan bin Gersom, bin Manasye (ay. 

30, KJV). Di dalam kata Manasye, menurut tulisan aslinya, huruf n 

dituliskan di atas, dan menurut beberapa rabi Yahudi, ini menun-

jukkan bahwa huruf tersebut seharusnya dibuang, sehingga kata 

Manasye berubah menjadi Musa, dan sebab nya, menurut mere-

ka, orang Lewi ini yaitu  cucu dari Musa yang sangat ternama 

itu, yang memang memiliki seorang anak laki-laki bernama Ger-

som. Namun demikian, menurut para rabi tersebut, demi meng-

hormati Musa, para ahli kitab mengganti nama Musa menjadi 

Manasye, dengan menambahkan huruf n itu. Alkitab Vulgata 

bahasa Latin membacanya sebagai Musa. Jika memang benar 

Musa memiliki  seorang cucu laki-laki yang sedemikian tercela 

perilakunya dan yang terpilih sebagai alat yang tepat untuk 

dipakai mendirikan penyembahan berhala, maka ini bukanlah 

satu-satunya contoh, demikian saya berharap kepada Allah!, dari 

keturunan orang-orang besar dan berbudi luhur yang menjadi 

sedemikian bejat. Anak cucu tidak selalu menjadi mahkota orang-

orang tua. Akan namun , cendekiawan Uskup Patrick menilai 

pandangan ini sebagai pendapat pribadi para rabi yang tidak 

berdasar, dan menduga bahwa Yonatan ini berasal dari kaum lain 

di dalam suku Lewi. Berapa lamanya kebejatan berhala tersebut 

berlangsung, kepada kita dikatakan pada bagian penutup. 

1. Bahwa keturunan Yonatan ini terus memegang jabatan imam 

bagi kaum Dan yang bermukim di Lais, dan di daerah sekitar-

nya, hingga masa penawanan (ay. 30). sesudah  mengambil 

patung Mikha, kaum Dan ini mempertahankan sosok imam 

bersamanya, sehingga kaum ini sangat dihormati oleh seluruh 

penduduk kota. Dan sangat mungkin bahwa Yerobeam pun 

menaruh perhatian pada mereka, saat   ia mendirikan salah 

Kitab Hakim-hakim 18:27-31 

satu lembu emasnya di sana yang dapat diterima dengan baik 

oleh mereka dan dibuat agar menjadi terkenal, namun  yang 

tidak akan pernah sudi diurus oleh imam-imam Tuhan, dan 

bahwa beberapa orang kaum ini turut bertugas sebagai imam 

bagi Yerobeam. 

2. Bahwa patung-patung ini terus berada di sana hingga masa 

Samuel, sebab  sedemikian lamanya rumah Allah ada di Silo. 

Kemungkinan pada masa Samuel, segenap usaha  dilaksana-

kan dengan sungguh-sungguh untuk menindas dan membi-

nasakan penyelenggaraan penyembahan berhala ini. Lihatlah 

betapa berbahayanya tertular penyakit penyembahan berhala, 

sebab  begitu tertular, kebobrokan rohani yang telah terjadi 

tidak dapat dengan segera disembuhkan. 

 

 

 

PASAL 19  

iga pasal yang tersisa dalam kitab ini berisi kisah yang paling 

mengiris hati tentang kejahatan orang-orang Gibea, dan dilin-

dungi oleh suku Benyamin. sebab  kejahatan itu, suku Benyamin 

dihajar dengan keras dan hampir punah dibinasakan oleh suku-suku 

lain. Kejahatan ini tampaknya dilakukan tidak lama sesudah  kematian 

Yosua, sebab terjadi pada waktu tidak ada raja, tidak ada hakim, di 

Israel (ay. 1 dan 21:25), dan Pinehas menjadi imam besar kala itu 

(20:28). Kejahatan-kejahatan khusus ini, yakni penyembahan berhala 

orang Dan serta kebejatan orang Benyamin, membawa masuk ke-

murtadan ke dalam seluruh bangsa Israel (3:7). Pelecehan terhadap 

gundik orang Lewi diceritakan dengan sangat terperinci di sini.  

I. Perbuatan zinah sang gundik yang membuatnya lari dari 

suaminya (ay. 1-2).  

II. Keinginan suaminya untuk berdamai dengannya, dan perja-

lanan yang ditempuh sang suami untuk menjemputnya 

pulang (ay. 3).  

III. Sambutan baik ayah sang gundik terhadap orang Lewi itu 

(ay. 4-9).  

IV. Perlakuan kasar yang diterima orang Lewi itu di Gibea, di 

mana, sebab  kemalaman, ia terpaksa singgah di sana.  

1. Ia diabaikan oleh orang-orang Gibea (ay. 10-15) dan di-

sambut oleh seorang Efraim yang tinggal sebagai penda-

tang di Gibea (ay. 16-21). 

2. Mereka mengepung orang Lewi itu di tempat ia menginap, 

seperti yang dilakukan orang Sodom terhadap para tamu 

Lot (ay. 22-24).  

3. Mereka dengan keji memerkosa gundiknya sampai mati 

(ay. 25-28).  

V. Cara yang diambil orang Lewi itu untuk memberitahukan hal 

ini kepada semua suku Israel (ay. 29-30). 

Gundik Orang Lewi Lari dari Suaminya; 

Orang Lewi Berdamai dengan Gundiknya;  

Orang Lewi itu Kemalaman di Gibea  

(19:1-15) 

1 Terjadilah pada zaman itu, saat   tidak ada raja di Israel, bahwa di balik 

pegunungan Efraim ada seorang Lewi tinggal sebagai pendatang. Ia meng-

ambil seorang gundik dari Betlehem-Yehuda. 2 namun  gundiknya itu berlaku 

serong terhadap dia dan pergi dari padanya ke rumah ayahnya di Betlehem-

Yehuda, lalu tinggal di sana empat bulan lamanya. 3 Berkemaslah suaminya 

itu, lalu pergi menyusul perempuan itu untuk membujuk dia dan membawa-

nya kembali; bersama-sama dia bujangnya dan sepasang keledai. saat   

perempuan muda itu membawa dia masuk ke rumah ayahnya, dan saat   

ayah itu melihat dia, maka bersukacitalah ia mendapatkannya. 4 Mertuanya, 

ayah perempuan muda itu, tidak membiarkan dia pergi, sehingga ia tinggal 

tiga hari lamanya pada ayah itu; mereka makan, minum dan bermalam di 

sana. 5 namun  pada hari yang keempat, saat   mereka bangun pagi-pagi dan 

saat   orang Lewi itu berkemas untuk pergi, berkatalah ayah perempuan 

muda itu kepada menantunya: “Segarkanlah dirimu dahulu dengan sekerat 

roti, lalu  bolehlah kamu pergi.” 6 Jadi duduklah mereka, lalu makan 

dan minumlah keduanya bersama-sama. Kata ayah perempuan muda itu 

kepada laki-laki itu: “Baiklah putuskan untuk tinggal bermalam dan biarlah 

hatimu gembira.” 7 namun  saat   orang itu bangun untuk pergi juga, mertua-

nya itu mendesaknya, sehingga ia tinggal pula di sana bermalam. 8 Pada hari 

yang kelima, saat   ia bangun pagi-pagi untuk pergi, berkatalah ayah perem-

puan muda itu: “Mari, segarkanlah dirimu dahulu, dan tinggallah sebentar 

lagi, sampai matahari surut.” Lalu makanlah mereka keduanya. 9 saat   

orang itu bangun untuk pergi, bersama dengan gundiknya dan bujangnya, 

berkatalah mertuanya, ayah perempuan muda itu, kepadanya: “Lihatlah, 

matahari telah mulai turun menjelang petang; baiklah tinggal bermalam, 

lihat, matahari hampir terbenam, tinggallah di sini bermalam dan biarlah 

hatimu gembira; maka besok kamu dapat bangun pagi-pagi untuk berjalan 

dan pulang ke rumahmu.” 10 namun  orang itu tidak mau tinggal bermalam; ia 

berkemas, lalu pergi. Demikian sampailah ia di daerah yang berhadapan 

dengan Yebus – itulah Yerusalem –; bersama-sama dengan dia ada sepasang 

keledai yang berpelana dan gundiknya juga. 11 saat   mereka dekat ke Yebus 

dan saat   matahari telah sangat rendah, berkatalah bujang itu kepada 

tuannya: “Marilah kita singgah di kota orang Yebus ini dan bermalam di 

situ.” 12 namun  tuannya menjawabnya: “Kita tidak akan singgah di kota asing 

yang bukan kepunyaan orang Israel, namun  kita akan berjalan terus sampai 

ke Gibea.” 13 Lagi katanya kepada bujangnya: “Marilah kita berjalan sampai 

ke salah satu tempat yang di sana dan bermalam di Gibea atau di Rama.”  

14 Lalu berjalanlah mereka melanjutkan perjalanannya, dan matahari ter-

benam, saat   mereka dekat Gibea kepunyaan suku Benyamin. 15 Sebab itu 

singgahlah mereka di Gibea, lalu masuk untuk bermalam di situ, dan sesudah  

sampai, duduklah mereka di tanah lapang kota. namun  tidak ada seorang pun 

yang mengajak mereka ke rumah untuk bermalam. 

Kitab Hakim-hakim 19:1-15 

Urusan rumah tangga orang Lewi ini tidak akan diceritakan panjang 

lebar seperti itu kalau bukan untuk membuka jalan bagi kisah 

selanjutnya tentang kejahatan-kejahatan yang diperbuat kepadanya, 

yang menyeret kepentingan seluruh bangsa Israel. Tanggapan per-

tama Uskup Hall mengenai cerita ini yaitu , bahwa setiap kali ada 

masalah yang melibatkan kepentingan seluruh bangsa, pasti ada 

orang Lewi di dalamnya, entah sebagai pelaku atau sebagai korban. 

Dalam penyembahan berhala yang dilakukan Mikha, seorang Lewi 

ikut menjadi pelaku, sementara dalam kejahatan orang-orang Gibea, 

seorang Lewi menjadi korban. Tidak ada suku yang lebih cepat 

merasakan perlunya ada suatu pemerintahan daripada suku Lewi. 

Dan, dalam semua Kitab Hakim-hakim, tidak disebutkan tentang 

siapa pun dari suku itu, selain kedua orang tersebut. Orang Lewi ini 

berasal dari pegunungan Efraim (ay. 1). Ia menikah dengan seorang 

perempuan dari Betlehem-Yehuda. Perempuan itu disebut gundiknya, 

sebab ia tidak diberi mas kawin, mungkin sebab  orang Lewi itu tidak 

memiliki  apa-apa untuk diberikan sebagai mas kawin, mengingat 

ia sendiri yaitu  seorang pendatang dan belum menetap. namun  

sepertinya orang Lewi itu tidak memiliki istri lain, dan dalam tafsiran 

yang agak luas, perempuan itu disebut sebagai seorang istri, seorang 

gundik (ay. 1). Perempuan itu berasal dari kota yang sama seperti 

kota asal orang Lewi yang menjadi imam bagi Mikha, seolah-olah 

Betlehem-Yehuda berutang kejahatan dua kali lipat kepada pegu-

nungan Efraim, sebab perempuan itu sama buruknya untuk menjadi 

istri seorang Lewi, seperti halnya si orang Lewi yang menjadi imam 

bagi Mikha itu, yang tidak pantas menjadi seorang Lewi. 

I.   Gundik orang Lewi ini berlaku serong dan lari dari suaminya (ay. 

2). Dalam Alkitab terjemahan bahasa Aram hanya dikatakan bah-

wa dia berlaku kurang ajar terhadap orang Lewi itu, atau meman-

dang rendah dia. Dan, sebab  orang Lewi itu menjadi marah, 

maka perempuan itu pergi dari padanya, dan diterima dan disam-

but di rumah ayahnya yang sebenarnya tidaklah adil. Andaikata 

suaminya mengusir dia dari rumah secara tidak adil, maka ayah-

nya memang harus merasa iba atas penderitaannya. Akan namun , 

saat   dia meninggalkan suaminya dengan berkhianat untuk 

jatuh ke dalam pelukan orang asing, maka ayahnya tidak seha-

rusnya menyokong dosanya itu. Mungkin dia tidak akan melang-

gar kewajibannya terhadap suaminya andaikata dia tidak tahu ke 

mana harus lari berlindung. Kehancuran anak-anak sering kali 

disebabkan oleh kelakuan orangtua yang memanjakan mereka. 

II. Orang Lewi itu sendiri pergi untuk membujuk dia kembali. Itu 

merupakan tanda bahwa tidak ada raja, tidak ada hakim, di 

Israel, sebab kalau ada, perempuan itu pasti akan dituntut dan 

dihukum mati sebagai seorang pezinah. Sebaliknya, bukannya 

demikian, ia malah diperlakukan dengan sebaik-baiknya oleh 

suaminya yang telah disakitinya itu, yang sengaja menempuh 

perjalanan jauh untuk memohon agar ia mau berdamai kembali 

(ay. 3). Seandainya suaminya telah mengusirnya, maka suaminya 

itu telah melakukan kejahatan dengan kembali kepadanya (Yer. 

3:1). Akan namun , sebab  perempuan itu sendiri yang pergi, maka 

suaminya telah berbuat baik dengan memaafkan kesalahan itu. 

Meskipun sebagai pihak yang dijahati, ia menjadi yang pertama 

bertindak untuk berbaikan lagi. Satu ciri dari hikmat yang dari 

atas yaitu  sikap yang lembut dan mudah memaafkan. Suaminya 

berbicara dengan membujuknya, atau dengan menenangkannya. 

Begitulah yang biasanya diartikan dari ungkapan bahasa Ibrani, 

berbicara dari hati ke hati.  Hal ini menyiratkan bahwa perempuan 

itu merasa sedih, menyesal atas kesalahan yang telah diperbuat-

nya. Mungkin ia telah mendengar bahwa suaminya akan datang 

untuk menjemputnya kembali. Demikian pula Allah berjanji ber-

kenaan dengan Israel yang telah berzinah (Hos. 2:13), Aku akan 

membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hati-

nya. 

III. Ayah perempuan itu membuat orang Lewi itu merasa disambut 

dengan sangat baik, dan, melalui kebaikannya yang luar biasa 

kepadanya, berusaha menebus kesalahannya sebab  ikut mendu-

kung anak perempuannya yang melarikan diri itu. Ia menyetujui 

keinginan orang Lewi itu untuk berdamai kembali dengan anak 

perempuannya.  

1. Ayah perempuan itu menjamunya dengan baik, bersukacita 

mendapatkannya (ay. 3), memperlakukannya dengan murah 

hati selama tiga hari (ay. 4). Dan orang Lewi itu, untuk me-

nunjukkan bahwa ia sudah benar-benar berdamai, menerima 

kebaikannya. Kita tidak mendapati dia menegur mertuanya 

atau anak perempuannya atas kesalahan yang telah diper-

Kitab Hakim-hakim 19:1-15 

buat, namun  merasa senyaman dan sesenang seperti pada pes-

ta pernikahan pertamanya. Sudah sepatutnya bagi semua 

orang, dan terutama orang Lewi, untuk mengampuni seperti 

Allah mengampuni. Segala sesuatu di antara kedua pasangan 

ini memberikan kemungkinan yang penuh harapan bahwa 

mereka akan hidup bersama dengan tenang untuk ke depan. 

Akan namun , kalau saja mereka tahu apa yang akan menimpa 

mereka dalam satu atau dua hari ke depan, betapa semua 

kegembiraan mereka akan menjadi pahit dan berubah menjadi 

perkabungan! saat   urusan keluarga kita sedang baik-

baiknya, kita harus bersukacita dengan gemetar, sebab kita 

tidak tahu masalah apa yang akan timbul suatu hari nanti. 

Kita tidak dapat melihat malapetaka apa yang ada di dekat 

kita, sebelum malapetaka itu menimpa kita. namun  kita harus 

menimbang apa yang bisa saja terjadi,supaya  kita tidak me-

rasa aman-aman saja, seolah-olah hari esok pasti sama seperti 

hari ini, dan malah lebih hebat lagi (Yes. 56:12).  

2. Ayah perempuan itu sungguh-sungguh menginginkan agar si 

orang Lewi tinggal, untuk memperlihatkan lebih jauh bahwa ia 

menyambutnya dengan sepenuh hati. Kasih sayang mertuanya 

kepadanya, dan perasaan mertuanya yang senang ditemani 

olehnya, timbul,  

(1) Dari rasa hormat yang penuh kesantunan terhadapnya 

sebagai menantunya, dan ranting yang dicangkokkan ke 

dalam keluarganya sendiri. Perhatikanlah, kita harus men-

curahkan kasih dan melaksanakan kewajiban terhadap 

orang-orang yang bersaudara dengan kita melalui pernikah-

an, seperti juga terhadap mereka yang merupakan tulang 

dari tulang kita. Orang-orang yang menunjukkan kebaikan 

seperti orang Lewi ini dapat berharap akan menerima ke-

baikan seperti yang telah diterimanya. Dan,  

(2) Dari rasa hormat yang penuh kesalehan terhadapnya seba-

gai seorang Lewi, seorang pelayan rumah Allah. Jika dia 

yaitu  seorang Lewi seperti yang seharusnya dan memang 

tidak tampak hal-hal yang sebaliknya, maka mertuanya itu 

harus dipuji sebab  sudah membujuk diasupaya  tinggal, 

mendapati bahwa bergaul dengannya itu bermanfaat, dan 

memiliki kesempatan untuk belajar darinya tentang akal 

budi yang baik dalam melayani TUHAN, dan juga berharap 

bahwa TUHAN akan berbuat baik kepadanya sebab  ada 

seorang Lewi yang menjadi menantunya, serta akan mem-

berkatinya sebab  siapa dia.  

[1] Mertuanya memaksa dia untuk tinggal pada hari ke-

empat, dan ini tindakan yang baik. sebab  tidak tahu 

kapan mereka akan bersama lagi, mertuanya mende-

saknya untuk tinggal selama mungkin. Orang Lewi itu, 

meskipun diperlakukan dengan hormat, bersikeras un-

tuk pergi. Hati orang baik terpatri pada pekerjaannya. 

Sebab seperti burung yang lari dari sarangnya, demi-

kianlah orang yang lari dari kediamannya. Suatu tanda 

bahwa orang tidak memiliki banyak pekerjaan di 

rumah, atau tidak memiliki  hati untuk melakukan 

apa yang harus dia lakukan, jika  dia bisa merasa 

senang berada di luar rumah untuk waktu yang lama, 

di mana tidak ada apa-apa yang harus dikerjakannya. 

Sungguh baik melihat orang, terutama seorang Lewi, 

yang mau pulang untuk mengurusi kambing dombanya 

di padang gurun. Namun demikian, orang Lewi ini 

mengalah pada bujukan yang tidak kenal lelah namun 

lahir dari kebaikan hati itu, untuk tinggal lebih lama 

daripada yang diniatkannya (ay. 5-7). Kita harus meng-

hindari dua sisi yang berlebihan, yaitu di satu sisi terlalu 

mudah menuruti kemauan orang lain sampai meng-

abaikan kewajiban kita sendiri, dan di sisi lain berburuk 

hati sampai mengabaikan teman-teman kita dan kebaik-

an mereka. Juruselamat kita, sesudah  kebangkitan-Nya, 

bersedia tinggal dengan sahabat-sahabat-Nya lebih 

lama daripada yang maksudkan-Nya semula dalam ren-

cana-Nya (Luk. 24:28-29).  

[2] Mertua orang Lewi itu memaksanya untuk tinggal sam-

pai sore hari pada hari kelima, dan ini, sebagaimana 

terbukti lalu , bukanlah tindakan yang baik (ay. 8, 

9). Ia sama sekali tidak mau membiarkan orang Lewi itu 

pergi sebelum makan malam, dengan berjanji kepada-

nya bahwa dia akan makan malam lebih awal. Padahal 

dengan ini ia bermaksud, seperti yang telah dilakukan-

nya sehari sebelumnya, untuk menahannya satu malam 

lagi. namun  orang Lewi itu sungguh-sungguh hendak 

Kitab Hakim-hakim 19:1-15 

pergi ke rumah Tuhan di Silo (ay. 18, KJV), dan, sebab  

tidak sabar untuk secepatnya sampai di sana, tidak 

mau tinggal lebih lama lagi. Seandainya berangkat pagi-

pagi, mungkin mereka telah sampai di suatu tempat 

penginapan yang lebih baik daripada tempat yang seka-

rang terpaksa mereka terima, bahkan, mungkin mereka 

sudah sampai di Silo. Perhatikanlah, kebaikan yang 

dimaksudkan oleh teman-teman kita sering kali terbukti 

malah mencelakakan kita. Apa yang diniatkan untuk 

kesejahteraan kita ternyata menjadi perangkap. Siapa-

kah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia 

dalam hidup ini? Orang Lewi itu tidak bertindak bijak 

dengan berangkat begitu sore. Ia bisa saja sampai di ru-

mah dalam waktu yang lebih baik seandainya ia mengi-

nap semalam lagi dan berangkat keesokan harinya. 

IV. Dalam perjalanan pulang, ia terpaksa menginap di Gibea, sebuah 

kota di daerah suku Benyamin, yang di lalu  hari disebut 

Gibea-Saul, yang terbentang di jalannya menuju Silo dan pegu-

nungan Efraim. saat   hari menjelang petang, dan bayang-bayang 

malam pun turun, mereka mulai berpikir, seperti yang sepatutnya 

kita pikirkan saat   melihat hari-hari kehidupan kita bergegas 

menuju kesudahannya, di mana mereka harus menginap. saat   

malam tiba, mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan mereka. 

Barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia 

pergi. Sudah pasti mereka ingin beristirahat, sebab malam hari 

memang dimaksudkan untuk itu, sebagaimana siang hari dimak-

sudkan untuk bekerja.  

1. Bujang orang Lewi itu mengusulkan agar mereka bermalam di 

Yebus, yang di lalu  hari disebut Yerusalem, namun  pada 

saat itu masih dimiliki orang Yebus. “Ayo,” kata bujang itu, 

“marilah kita bermalam di kota orang Yebus ini” (ay. 11). Dan, 

seandainya mereka bermalam di sana, ada kemungkinan me-

reka akan diperlakukan jauh lebih baik daripada yang mereka 

dapatkan di Gibea kota kepunyaan suku Benyamin. Orang-

orang Israel yang bejat dan cabul yaitu  lebih buruk dan jauh 

lebih berbahaya daripada orang Kanaan sendiri. namun  tuan-

nya, sebagaimana yang patut dilakukan oleh seorang dari sa-

lah satu suku kepunyaan Allah, sama sekali tidak mau men

nginap, sekalipun itu satu malam, di kota orang asing (ay. 12). 

Bukan sebab  ia mengkhawatirkan keselamatannya di antara 

mereka, namun  sebab  ia tidak mau, sekiranya ia dapat meng-

hindarinya, menjadi dekat dan akrab dengan mereka sekali-

pun hanya dengan menginap semalam, atau bahkan berutang 

budi kepada mereka. Dengan menghindari tempat ini, ia hen-

dak bersaksi melawan kefasikan orang-orang yang menjalin 

persahabatan dan keakraban dengan bangsa-bangsa yang di-

khususkan untuk ditumpas ini. Hendaklah orang Israel, teruta-

ma orang Lewi, bergaul dengan orang Israel, dan bukan dengan 

orang-orang asing.  

2. sesudah  melewati Yebus, yang berjarak sekitar delapan atau 

sembilan kilometer dari Betlehem yaitu tempat dari mana me-

reka datang, dan siang hari telah berlalu sehingga mereka 

tidak bisa ke Rama, mereka pun berhenti di Gibea (ay. 13-15). 

Di sana mereka duduk di tanah lapang kota, tanpa ada 

seorang pun yang menawarkan mereka tempat menginap. Di 

negeri-negeri ini, pada waktu itu, tidak ada tempat penginapan 

atau losmen, di mana, seperti kita sekarang, para pelancong 

bisa beristirahat dengan membayar. Sebaliknya, mereka harus 

membawa serta perbekalan sendiri, seperti yang dilakukan 

orang Lewi ini (ay. 19), dan bergantung pada keramahtamahan 

penduduk setempat untuk menawarkan mereka tempat me-

nginap. Marilah kita memanfaatkan kesempatan dari sini, keti-

ka sedang dalam perjalanan, untuk bersyukur kepada Allah 

atas hal ini, di antara kenyamanan-kenyamanan lain dalam 

bepergian, yaitu bahwa sekarang ada tempat-tempat penginap-

an untuk menjamu orang asing, di mana mereka dapat disam-

but dan ditampung dengan baik dengan membayar. Tentu saja 

tidak ada negeri di dunia ini di mana orang bisa tinggal di 

rumah dengan lebih puas, atau pergi ke luar dengan lebih 

nyaman, daripada di negeri kita sendiri. Musafir ini, walaupun 

seorang Lewi, dan kepada orang-orang dari suku itu Allah 

secara khusus telah memerintahkan umat-Nya untuk baik 

hati dalam setiap kesempatan, mendapatkan sambutan yang 

sangat dingin di Gibea: Tidak ada seorang pun yang mengajak 

mereka ke rumah. Seandainya mereka menduga dia seorang 

Lewi, mungkin itu justru membuat orang-orang yang berhati 

jahat itu semakin merasa malu terhadapnya. Akan ada orang-

Kitab Hakim-hakim 19:16-21 

orang yang akan didakwa dengan tuduhan ini pada hari peng-

hakiman agung itu, Aku seorang asing, kamu tidak memberi 

Aku tumpangan. 

Orang Lewi itu Dijamu di Gibea 

(19:16-21) 

16 namun  datanglah pada malam itu seorang tua, yang pulang dari pekerjaan-

nya di ladang. Orang itu berasal dari pegunungan Efraim dan tinggal di Gibea 

sebagai pendatang, namun  penduduk tempat itu yaitu  orang Benyamin.  

17 saat   ia mengangkat mukanya dan melihat orang yang dalam perjalanan 

itu di tanah lapang kota, berkatalah orang tua itu: “Ke manakah engkau pergi 

dan dari manakah engkau datang?” 18 Jawabnya kepadanya: “Kami sedang 

dalam perjalanan dari Betlehem-Yehuda ke balik pegunungan Efraim. Dari 

sanalah aku berasal; aku tadinya pergi ke Betlehem-Yehuda dan sekarang 

sedang berjalan pulang ke rumah. namun  tidak ada orang yang mengajak aku 

ke rumahnya, 19 walaupun ada padaku jerami dan makanan untuk keledai 

kami, pula roti dan anggur untuk aku sendiri, untuk hambamu perempuan 

ini dan untuk bujang yang bersama-sama dengan hambamu ini; kami tidak 

kekurangan sesuatu.” 20 Lalu berkatalah orang tua itu: “Jangan kuatir! 

Segala yang engkau perlukan biarlah aku yang menanggung, namun  janganlah 

engkau bermalam di tanah lapang kota ini.” 21 Sesudah itu dibawanyalah dia 

masuk ke rumahnya, lalu keledai-keledai diberinya makan; maka mereka 

pun membasuh kaki, makan dan minum. 

Meskipun tidak ada seorang pun dari Gibea, namun ternyata ada 

seorang di Gibea, yang menunjukkan keramahtamahan kepada orang 

Lewi yang sedang kesusahan ini, yang merasa senang bahwa ada 

seseorang yang memperhatikannya. Sungguh mengherankan bahwa 

sebagian dari orang-orang fasik itu, yang saat   hari gelap berencana 

melakukan perbuatan yang begitu jahat kepada orang Lewi dan 

gundiknya, tidak mengundang keduanya ke rumah mereka, dengan 

dalih berbuat baik,supaya  mereka bisa memiliki kesempatan yang 

lebih baik untuk melancarkan kejahatan mereka. namun  mungkin 

mereka tidak cukup cerdas untuk membuat rancangan seperti itu, 

atau tidak cukup jahat untuk memperdaya orang seperti itu. Atau 

mungkin, tak seorang pun dari mereka yang memikirkan kejahatan 

seperti itu saat   sedang sendiri-sendiri, sampai saat   pada malam 

yang gelap gulita mereka berkumpul bersama untuk merencanakan 

kejahatan apa yang akan mereka lakukan. Orang-orang jahat yang 

bersekongkol membuat satu sama lain menjadi jauh lebih jahat 

daripada kalau mereka sedang sendiri saja. saat   orang Lewi itu, 

beserta istri dan bujangnya, mulai takut bahwa mereka harus tidur 

di tanah lapang kota sepanjang malam dan itu sama saja dengan 

berbaring di gua singa, mereka pada akhirnya diundang ke sebuah 

rumah, dan di sini kita diberi tahu, 

I.   Siapa orang baik yang mengundang mereka itu. 

1. Dia yaitu  seorang laki-laki dari pegunungan Efraim, dan 

hanya tinggal sebagai pendatang di Gibea (ay. 16). Dari semua 

suku Israel, orang Benyamin memiliki alasan paling kuat 

untuk berbaik hati kepada para musafir yang malang, sebab 

leluhur mereka, Benyamin, dilahirkan di jalan, sebab  ibunya 

sedang dalam perjalanan pada waktu itu, dan sangat dekat 

dengan tempat ini (Kej. 35:16-17). Namun mereka tidak me-

ngenal belas kasihan terhadap seorang musafir yang sedang 

kesusahan, sementara seorang Efraim yang jujur ini justru 

yang berbelas kasihan terhadapnya. Terlebih lagi, ia semakin 

berbaik hati kepadanya, saat  , sesudah  ditanya, ia mendapati 

bahwa orang Lewi itu yaitu  warga sebangsanya, dari pegu-

nungan Efraim juga. Sebagai seorang pendatang di Gibea, ia 

lebih berbelas kasihan terhadap seorang pelancong, sebab ia 

mengenal keadaan jiwa orang asing (Kel. 23:9; Ul. 10:19). 

Orang-orang baik, yang memandang diri mereka hanya seba-

gai orang asing dan pendatang di dunia ini, haruslah sebab  

alasan tersebut bersikap lembut satu terhadap yang lain, 

sebab mereka semua yaitu  warga dari negeri yang sama yang 

lebih baik, dan tidak menetap di rumah di dunia ini.  

2. Ia yaitu  seorang laki-laki tua, yang masih mempertahankan 

suatu sifat yang mulai punah dari orang Israel. Angkatan yang 

baru muncul saat itu sepenuhnya bobrok. Jika tersisa suatu 

kebajikan di antara mereka, itu hanya ditemukan pada orang-

orang yang sudah tua dan akan segera tiada.  

3. Ia baru pulang dari pekerjaannya di ladang pada senja hari. 

Petang memanggil para pekerja untuk pulang (Mzm. 104:23). 

Akan namun , tampaknya, orang ini satu-satunya pekerja yang 

pulang ke Gibea pada petang ini. Selebihnya hanya ingin 

bermalas-malasan dan hidup mewah, maka tidak heran bahwa 

di antara mereka, seperti di Sodom, ada banyak kenajisan, se-

bab di antara mereka, seperti di Sodom, ada banyak kesenang-

an hidup (Yeh. 16:49). Orang yang tekun dan jujur dalam pe-

kerjaannya sepanjang hari ini hatinya ramah terhadap orang-

orang asing yang malang yang dijumpai pada malam hari ini. 

Kitab Hakim-hakim 19:16-21 

Baiklah orang bekerja keras,supaya  ia dapat membagikan 

sesuatu (Ef. 4:28). Tampak dari ayat 21 bahwa ia yaitu  se-

orang yang cukup berada, namun ia mau tetap bekerja di 

ladang. Harta benda seseorang tidaklah memberinya hak isti-

mewa untuk bermalas-malasan. 

II. Betapa dengan cuma-cuma dan murah hati ia mengundang mere-

ka. Ia tidak diam saja sampai mereka memohon kepadanya agar 

diizinkan menginap semalam. Sebaliknya, saat   melihat mereka 

(ay. 17), ia menanyakan keadaan mereka, dan menunjukkan ke-

baikannya kepada mereka sebelum mereka memintanya. Demi-

kian pula Allah kita yang baik menjawab sebelum kita memanggil. 

Perhatikanlah, hati yang penuh kemurahan hanya menantikan 

kesempatan, bukan desakan, untuk berbuat baik, dan memberi 

bantuan begitu melihat tanpa diminta. Itulah sebabnya kita mem-

baca tentang orang yang baik hati (Ams. 22:9). Kalau Gibea seperti 

Sodom, maka orang tua ini seperti Lot di Sodom, yang duduk di 

pintu gerbang untuk mengundang orang-orang asing masuk (Kej. 

19:1). Demikian pula Ayub membuka pintunya bagi musafir, dan 

tidak mau membiarkannya bermalam di luar (Ayb. 31:32). Amati-

lah,  

1. Betapa ia bersedia mempercayai penjelasan orang Lewi itu 

tentang keadaannya, dan sama sekali tidak melihat alasan 

untuk mempertanyakan kebenaran penjelasan itu. Kemurahan 

hati tidak condong untuk menyangsikan, namun  mengharapkan 

segala sesuatu (1Kor. 13:7), dan tidak akan menggunakan 

alasan Nabal saat   bersikap kasar terhadap Daud, pada wak-

tu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari 

tuannya (1Sam. 25:10). Orang Lewi itu, menurut penjelasan-

nya sendiri, mengaku bahwa ia ingin pergi ke rumah Tuhan 

(ay. 18, KJV), sebab di sana ia hendak beribadah, entah dengan 

mempersembahkan korban penebus salah untuk dosa-dosa 

keluarganya, atau korban keselamatan untuk segala belas 

kasih yang diterima keluarganya, atau untuk kedua-duanya, 

sebelum ia pulang ke rumahnya sendiri. Dan, kalau sampai 

orang-orang Gibea tahu bahwa dia sedang dalam perjalanan 

menuju ke rumah Tuhan di Silo, mungkin mereka tidak akan 

mau menjamunya. Orang Samaria tidak mau menerima Kris-

tus sebab  perjalanan-Nya menuju Yerusalem (Luk. 9:53). 

Akan namun , justru untuk alasan inilah, yaitu sebab  dia 

seorang Lewi dan hendak pergi ke rumah Tuhan, orang tua 

yang baik ini semakin berbaik hati kepadanya. Demikianlah ia 

menerima seorang murid sebab  ia murid-Ku, menerima 

seorang hamba Allah demi Tuannya.  

2. Betapa dengan cuma-cuma orang tua itu menjamunya. Orang 

Lewi itu sendiri memiliki  semua perbekalan yang dibutuh-

kan (ay. 19), tidak kekurangan apa-apa selain tempat pengi-

napan, namun  tuan rumah yang murah hati itu mau menang-

gung keperluannya (ay. 20): Segala yang engkau perlukan biar-

lah aku yang menanggung. Maka dibawanyalah dia masuk ke 

rumahnya (ay. 21). Demikian pula Allah, dengan suatu cara 

tertentu Ia akan membangkitkan sahabat-sahabat bagi umat-

Nya dan hamba-hamba-Nya, saat   mereka sedang kesusahan 

dan tidak berdaya. 

Kejahatan Orang-orang Gibea;  

Orang-orang Israel Bangkit untuk Membalas Dendam 

(19:22-30) 

22 namun  sementara mereka menggembirakan hatinya, datanglah orang-orang 

kota itu, orang-orang dursila, mengepung rumah itu. Mereka menggedor-

gedor pintu sambil berkata kepada orang tua, pemilik rumah itu: “Bawalah 

ke luar orang yang datang ke rumahmu itu,supaya  kami pakai dia.” 23 Lalu 

keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: 

“Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; sebab  orang 

ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda. 24 namun  ada 

anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah 

kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mere-

ka apa yang kamu pandang baik, namun  terhadap orang ini janganlah kamu 

berbuat noda.” 25 namun  orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkata-

annya. Lalu orang Lewi itu menangkap gundiknya dan membawanya kepada 

mereka ke luar, lalu  mereka bersetubuh dengan perempuan itu dan 

semalam-malaman itu mereka mempermainkannya, sampai pagi. Barulah 

pada waktu fajar menyingsing mereka melepaskan perempuan itu. 26 Men-

jelang pagi perempuan itu datang kembali, namun  ia jatuh rebah di depan 

pintu rumah orang itu, tempat tuannya bermalam, dan ia tergeletak di sana 

sampai fajar. 27 Pada waktu tuannya bangun pagi-pagi, dibukanya pintu 

rumah dan pergi ke luar untuk melanjutkan perjalanannya, namun  tampaklah 

perempuan itu, gundiknya, tergeletak di depan pintu rumah dengan tangan-

nya pada ambang pintu. 28 Berkatalah ia kepada perempuan itu: “Bangunlah, 

marilah kita pergi.” namun  tidak ada jawabnya. Lalu diangkatnyalah mayat 

itu ke atas keledai, berkemaslah ia, lalu  pergi ke tempat kediamannya. 

29 Sesampai di rumah, diambilnyalah pisau, dipegangnyalah mayat gundik-

nya, dipotong-potongnya menurut tulang-tulangnya menjadi dua belas po-

tongan, lalu dikirimnya ke seluruh daerah orang Israel. 30 Dan setiap orang 

yang melihatnya, berkata: “Hal yang demikian belum pernah terjadi dan

Kitab Hakim-hakim 19:22-30 

belum pernah terlihat, sejak orang Israel berangkat keluar dari tanah Mesir 

sampai sekarang. Perhatikanlah itu, pertimbangkanlah, lalu berbicaralah!” 

Dalam perikop ini kita mendapati,  

I. Kejahatan besar orang-orang Gibea. Sungguh tak terbayangkan 

bahwa orang-orang yang berakal budi, orang-orang Israel yang 

beruntung mendapat wahyu ilahi, sampai hati berbuat begitu keji. 

“Tuhan, apakah manusia itu?” tanya Daud, “Betapa ia makhluk 

yang hina!” “Tuhan, apakah manusia itu,” dapat kita tanyakan 

saat   membaca cerita ini, “betapa ia makhluk yang keji, saat   ia 

menuruti hawa nafsunya sendiri!” Para pendosa itu di sini disebut 

orang-orang dursila (KJV: anak-anak Belial), yaitu, orang-orang 

yang tidak bisa diatur, orang-orang yang tidak mau menanggung 

kuk, anak-anak Iblis sebab dia yaitu  Belial, yang menyerupai 

d