i,
yang berhak atas kota Lais sebagai milik pusaka mereka, kini
pada akhirnya bergerak menuju ke sana (ay. 11-13). Jumlah
pasukan yang bergerak maju hanyalah enam ratus orang, tidak
sampai seperseratus dari jumlah seluruh orang suku itu, sebab
pada waktu memasuki tanah Kanaan, ada lebih dari enam puluh
empat ribu orang (Bil. 26:43). Sungguh mengherankan bahwa
tidak ada saudara sesuku mereka yang turut membantu, apalagi
saudara dari suku yang lain. Memang semangat kebersamaan
baru muncul di tengah-tengah bangsa Israel lama sesudah mereka
tiba di Kanaan, dan inilah yang menjadi alasan mengapa mereka
jarang bergabung demi satu tujuan yang sama, dan inilah yang
menyebabkan mereka terus menjadi bangsa yang rendah dan
tidak ada apa-apanya. Tampaknya (ay. 21) jumlah enam ratus
orang ini yaitu jumlah seluruh orang yang berangkat untuk
menetap di Lais, sebab turut bersama mereka segenap keluarga
dan barang-barang berharga, anak-anak dan ternak mereka, yang
menunjukkan betapa percaya dirinya mereka akan memperoleh
keberhasilan. Suku-suku Israel yang lain memperbolehkan kaum
Dan ini melintasi negeri mereka dengan bebas. Perjalanan di hari
pertama membawa mereka tiba di Kiryat-Yearim (ay. 12). Saat itu
perkemahan perang menjadi sesuatu yang langka di Israel,
sehingga tempat mereka beristirahat pada malam itu dinamakan
Mahane-Dan, yang artinya kemah Dan, dan mungkin pula bahwa
tempat mereka memulai perjalanan, yang terletak di antara Zora
dan Esytaol, disebut dengan nama serupa, seperti dituliskan sebe-
Kitab Hakim-hakim 18:14-26
lumnya (13:25). Perjalanan di hari kedua membawa mereka tiba di
pegunungan Efraim, dekat dengan rumah Mikha (ay. 13), dan di
sanalah kita harus berhenti sejenak.
Allah-allah Mikha Dicuri dan usaha untuk
Merebut Kembali Patung-patung Miliknya
(18:14-26)
14 Lalu berbicaralah kelima orang yang telah pergi mengintai daerah Lais itu,
katanya kepada saudara-saudara sesukunya: “Tahukah kamu, bahwa dalam
rumah-rumah ini ada efod, terafim, patung pahatan dan patung tuangan?
Oleh sebab itu, insafilah apa yang akan kamu perbuat!” 15 lalu mereka
menuju ke tempat itu, lalu sampai di rumah orang muda suku Lewi itu, di
rumah Mikha, dan menanyakan apakah ia selamat. 16 Sementara keenam
ratus orang dari bani Dan yang diperlengkapi dengan senjata itu tinggal
berdiri di pintu gerbang, 17 maka kelima orang yang telah pergi mengintai
negeri itu berjalan terus, masuk ke dalam lalu mengambil patung pahatan,
efod, terafim dan patung tuangan itu. Adapun imam itu berdiri di pintu
gerbang bersama-sama dengan keenam ratus orang yang diperlengkapi
dengan senjata itu. 18 namun , sesudah yang lain-lain itu masuk ke dalam
rumah Mikha dan mengambil patung pahatan, efod, terafim dan patung
tuangan itu, berkatalah imam itu kepada mereka: “Berbuat apakah kamu
ini?” 19 namun jawab mereka kepadanya: “Diamlah, tutup mulut, ikutlah kami
dan jadilah bapak dan imam kami. Apakah yang lebih baik bagimu: menjadi
imam untuk seisi rumah satu orang atau menjadi imam untuk suatu suku
dan kaum di antara orang Israel?” 20 Maka gembiralah hati imam itu,
diambilnyalah efod, terafim dan patung pahatan itu, lalu masuk ke tengah-
tengah orang banyak. 21 lalu berbaliklah mereka dan pergi, dengan
anak-anak, ternak dan barang-barang yang berharga ditempatkan di depan
mereka. 22 saat mereka telah jauh dari rumah Mikha, dikerahkanlah orang-
orang dari rumah-rumah yang di dekat rumah Mikha dan orang-orang itu
mengejar bani Dan itu. 23 Mereka memanggil-manggil bani Dan, maka ber-
baliklah orang-orang itu dan berkata kepada Mikha: “Mau apa engkau
dengan mengerahkan orang?” Lalu jawabnya: 24 “Allahku yang kubuat serta
imam juga kamu ambil, lalu kamu pergi. Apakah lagi yang masih tinggal
padaku? Bagaimana perkataanmu itu kepadaku: Mau apa engkau?” 25 Ber-
katalah bani Dan kepadanya: “Janganlah suaramu kedengaran lagi kepada
kami, nanti ada orang yang menyerang engkau sebab sakit hati dan dengan
demikian engkau serta seisi rumahmu kehilangan nyawa.” 26 Lalu bani Dan
melanjutkan perjalanannya, dan Mikha, sesudah dilihatnya mereka itu lebih
kuat dari padanya, berpalinglah ia pulang ke rumahnya.
Orang kaum Dan telah mengutus para pengintai untuk mencari tahu
tentang negeri itu bagi mereka, dan mereka telah melaksanakan
tugas mereka dengan cepat. Akan namun , kini sewaktu kaum Dan itu
semua tiba di tempat itu, para pengintai ini menyenangkan hati
saudara-saudara mereka dengan temuan lebih lanjut, tampaknya
mereka belum memberitahukan hal ini kepada saudara-saudara me-
reka itu, yaitu mengenai keberadaan allah-allah itu: “Di sini, dalam
rumah-rumah ini, ada efod, dan terafim, dan sejumlah barang mulia
lainnya untuk penyembahan, yang tidak kita miliki di negeri kita.
Oleh sebab itu, insafilah apa yang akan kamu perbuat (ay. 14). Kami
telah meminta petunjuk dari benda-benda itu, dan telah mendapat
jawaban yang baik darinya. Semuanya itu layak kita miliki, bahkan
layak kita curi yang berarti memiliki sesuatu dengan cara yang paling
hina. Jika kita bisa menjadikan diri kita tuan atas allah-allah itu,
maka kita bisa semakin berharap akan berhasil dan menjadikan diri
kita tuan atas Lais.” Sampai sejauh ini, mereka sudah bertindak
benar dengan merindukan kehadiran Allah di tengah-tengah mereka,
namun mereka sungguh keliru saat menilai patung-patung ini
(yang lebih cocok dipakai untuk sandiwara boneka daripada untuk
penyembahan) sebagai tanda kehadiran Allah. Mereka pikir, alangkah
baiknya memiliki tempat untuk meminta petunjuk Allah beserta me-
reka di dalam usaha ini, yang lebih besar nilainya daripada memiliki
para penasihat perang sebagai tempat meminta nasihat di saat-saat
genting. Lebih lanjut, sebab tempat ke mana mereka akan berdiam
terletak jauh dari Silo, mereka merasa lebih memerlukan sebuah
rumah allah-allah (KJV) di tengah-tengah mereka daripada Mikha yang
tinggal sangat dekat dengan Silo. Mereka sebenarnya bisa saja
membuat sendiri efod dan terafim sebagus ini, yang akan memenuhi
segala kebutuhan mereka dengan baik. Akan namun , ketenaran efod
dan terafim milik Mikha meskipun ketenaran ini hanya untuk sesaat,
membuat kaum Dan terpesona dan dengan anehnya mengagung-
agungkan rumah allah-allah ini, yang tentu akan segera mereka en-
yahkan andaikata mereka mau dengan saksama mencari tahu asal-
usulnya dan menyelidiki, apakah ada campur tangan Allah di dalam
pendiriannya. sebab mereka bersikukuh untuk membawa allah-
allah ini bersama mereka, pada bagian ini dikisahkan bagaimana
mereka mencuri patung-patung itu, lalu memperdaya sang imam,
dan mengancam Mikha yang berusaha menyelamatkan miliknya itu.
I. Kelima orang pengintai yang mengetahui betul rumah Mikha
beserta jalan-jalan kecilnya, khususnya kuil yang terdapat di
dalamnya, masuk ke dalam, lalu mengambil patung-patungnya,
bersama efod, terafim, dan semua perlengkapannya, sementara
keenam ratus tentara kaum Dan menahan sang imam di pintu
gerbang dengan cara berbincang-bincang dengannya (ay. 16-18).
Kitab Hakim-hakim 18:14-26
Lihatlah betapa kecilnya perhatian sang imam yang malang ini
kepada patung-patungnya, sebab sementara ia bersantai di pintu
gerbang dan mengamat-amati orang-orang asing yang datang,
harta bendanya, demikian adanya, pun lenyap. Lihatlah betapa
tidak berdayanya allah-allah yang malang ini, yang tidak bisa
menjaga diri sendirisupaya tidak dicuri. Sebagai penghinaan ter-
hadap berhala-berhala tersebut, dituliskan bahwa bahkan mereka
sendiri harus pergi sebagai tawanan (Yes. 46:2). Ah, betapa bodoh-
nya orang-orang kaum Dan ini! Bagaimana mungkin mereka bisa
berpikir bahwa allah-allah ini, yang tidak bisa menjaga diri
susaha tidak dicuri, berkuasa melindungi mereka? Akan namun ,
sebab patung-patung ini dikenal dengan sebutan allah-allah,
seakan-akan kaum Dan tidak merasa cukup puas dengan keha-
diran satu Allah yang tidak kelihatan, dan juga tidak merasa
cukup puas dengan kenyataan bahwa Kemah Suci ada di tengah-
tengah mereka, yang di dalamnya terdapat tanda kehadiran Allah
yang kelihatan, tidak ada hal lain yang akan memuaskan mereka
selain bahwa mereka harus memiliki beberapa allah yang akan
berjalan di depan mereka, bukan hasil buatan mereka sendiri ten-
tunya, namun hasil curian mereka. Pemujaan berhala yang dilaku-
kan kaum Dan berawal dari pencurian, suatu awal yang sangat
pas untuk sandiwara seperti ini. Dalam rangka melanggar perin-
tah Allah yang kedua, mereka memulainya dengan melanggar
perintah Allah yang kedelapan, dan mengambil barang-barang
milik tetangga mereka untuk dijadikan sebagai allah-allah mere-
ka. Allah yang kudus membenci perampasan dan kecurangan,
namun Setan mencintainya. Andaikata orang kaum Dan merampas
patung-patung itu untuk merusak dan menghancurkannya, dan
membawa serta sang imam untuk menghukumnya, maka itulah
yang paling pantas mereka lakukan layaknya orang Israel sejati.
Itulah sikap cemburu untuk membela kehormatan Allah seperti
yang diperbuat bapa leluhur mereka (Yos. 22:16). Akan namun ,
perbuatan mereka yang mengambil semuanya itu untuk diper-
gunakan sendiri, jelas merupakan satu bentuk kejahatan yang
tidak terbayangkan, yang memperlihatkan bahwa mereka tidak
takut kepada Allah, tidak menghormati manusia, dan sepenuhnya
kehilangan kesalehan dan kehormatan.
II. Orang-orang kaum Dan menaruh perhatian pada sang imam dan
menyanjungnya sehingga hatinya pun senang. Si imam pun
bersedia melepaskan allah-allahnya, bahkan ia sendiri mau ikut
pergi bersama mereka, sebab tanpa dirinya, mereka tidak tahu
bagaimana menggunakan allah-allah itu. Perhatikan,
1. Bagaimana mereka menggodanya (ay. 19). Mereka menjamin-
kan jabatan yang lebih baik daripada yang dimilikinya seka-
rang, jika ia mau pergi dengan mereka. Alangkah lebih
terhormat dan menguntungkannya menjadi imam bagi suatu
balatentara sebab memang sudah tidak ada lagi imam-imam
di tengah-tengah pasukan Israel, meskipun mereka menyebut
diri mereka sendiri sebagai suku daripada sekadar menjadi
imam setempat bagi seorang tuan. Biarlah ia pergi dengan me-
reka, maka ia pun akan memiliki lebih banyak jemaat, lebih
banyak korban persembahan dibawa ke mezbahnya, dan lebih
banyak uang hasil meminta petunjuk dari terafimnya, lebih
banyak daripada yang didapatnya di rumah Mikha.
2. Bagaimana mereka mendapatkan dia. Sedikit bujuk rayu itu
pun berhasil, gembiralah hati imam itu (ay. 20). Tawaran itu
sesuai dengan kesenangannya mengembara, yang tidak akan
pernah membiarkannya tinggal menetap di satu tempat.
Tawaran itu pun mengabulkan nafsu keserakahan dan hasrat-
nya. Tidak ada alasan untuk dikatakannya, selain bahwa ia
senang untuk pergi meninggalkan tempat itu. Mikha tidak ber-
laku curang kepadanya dan tidak mengubah upahnya. Hati
nuraninya tidak tergerak oleh penyesalan sebab telah memeli-
hara sebuah patung pahatan. Andaikata ia pergi ke Silo untuk
turut bertugas bersama imam-imam kepunyaan Tuhan, sesuai
dengan tanggung jawab seorang Lewi, ia tentu akan diterima
dengan baik di sana (Ul. 18:6), dan kepergiannya tentu akan
dipandang terhormat. Akan namun , bukannya berbuat demi-
kian, ia memilih mengambil patung-patung Mikha bersama-
nya, dan membawa pengaruh buruk dari pemujaan berhala ke
seluruh isi kota yang lain. Andaikata hanya ia sendiri yang
pergi, itu pun sudah merupakan perbuatan yang sangat tidak
adil dan tidak tahu berterima kasih kepada Mikha, terlebih lagi
dengan membawa pergi patung-patung Mikha bersamanya,
yang ia tahu sangat disayangi Mikha. Memang, tidak ada se-
suatu yang lebih baik yang dapat diharapkan dari seorang
Kitab Hakim-hakim 18:14-26
Lewi pengkhianat. Rumah mana yang dapat dipercayakan ke-
pada orang yang telah meninggalkan rumah Tuhan? Kalau
seseorang berlaku tidak setia kepada Allah, siapa yang mau
percaya dia sebagai sahabat sejati? Si imam itu tidak bisa ber-
dalih dipaksa pergi, sebab hatinya gembira untuk pergi. Apa-
bila sepuluh uang perak dapat memenangkannya, seperti di-
ungkapkan Uskup Hall, maka sebelas uang perak akan me-
ngalahkannya, sebab apakah yang dapat menahan orang
yang telah membungkam hati nuraninya yang luhur? Seorang
upahan lari sebab ia seorang upahan. Si imam dan allah-
allahnya pun masuk ke tengah-tengah orang banyak. Di sana-
lah kaum Dan menempatkan imam ini,supaya mereka dapat
mengamankannya agar tidak berbalik, kalau-kalau pikirannya
berubah, atausupaya tidak diambil kembali oleh Mikha.
Mungkin pula tempat ini ditunjuk baginya untuk meniru urut-
an barisan orang Israel yang berjalan di padang gurun. Pada
waktu itu, tabut perjanjian Allah dan imam-imam-Nya berada
di tengah-tengah perkemahan orang Israel.
III. Orang-orang kaum Dan membuat Mikha gentar dan berbalik
saat ia mengejar mereka untuk merebut kembali allah-allahnya.
Segera sesudah mengetahui bahwa kuilnya telah dijarah, dan
imamnya telah dibawa lari, Mikha mengumpulkan sebanyak
mungkin pasukan yang bisa dikumpulkannya, lalu mengejar para
perampok itu (ay. 22). Para tetangga, atau mungkin pula para
penyewa tanah, yang biasa bersekutu bersama Mikha di dalam
kebaktian penyembahan berhala yang diadakannya, segera mem-
bantunya dalam perkara ini. Mereka berkumpul dan lalu
mengejar para penjarah itu, yang tidak bisa berjalan cepat sebab
anak-anak dan ternak-ternaknya berada di depan (ay. 21). Mereka
pun menyusul para perampok itu, dengan harapan dapat merebut
kembali apa yang telah dicuri melalui perundingan, sebab jum-
lah mereka yang sangat tidak berimbang membuat mereka tidak
bisa berharap akan dapat melakukannya melalui kekuatan
senjata. Para pengejar itu memanggil-manggil kaum Dan, hendak
mengajak bicara. Orang-orang yang berada di bagian belakang
rombongan kaum Dan itu, yang kemungkinan dihuni oleh orang-
orang yang paling berani dan paling kuat dari kaum itu, untuk
berjaga-jaga kalau-kalau ada serangan datang, berbalik lalu ber
tanya kepada Mikha, apa yang mengganggunya sampai ia begitu
khawatir, dan apa niatnya (ay. 23). Mikha lalu berdebat dengan
mereka dan memohon keadilan baginya, yang menurut hematnya
pasti akan dipenuhi. Akan namun , sebagai jawaban, kaum Dan
menggunakan kekuatan mereka, dan ini terbukti berhasil. Me-
mang lazim terjadi, bahwa kekuatan mengalahkan keadilan.
1. Mikha bersikeras mengenai kesalahan yang mereka perbuat
kepadanya (ay. 24): “Allahku yang kubuat telah kamu ambil,
allah-allah buatanku, yang jelas-jelas milikku, sebab akulah
yang membuatnya sendiri. Allah-allah itu sangat aku sayangi,
hingga aku akan binasa jika kehilangannya. Apakah lagi
yang masih tinggal padaku yang dapat menghiburku jikalau
allah-allahku ini hilang?” Sekarang,
(1) Ini memperlihatkan kepada kita kebodohan para penyem-
bah berhala dan kuasa yang dimiliki Setan atas mereka.
Betapa bodohnya Mikha yang memanggil patung-patung
yang dijadikannya sendiri sebagai allah-allahnya, padahal
hanya Dia yang menjadikan kitalah yang layak disembah
sebagai Allah! Sungguh bodoh memang Mikha yang mena-
ruh hatinya pada barang-barang bodoh yang tidak dapat
bergerak ini, dan memandang dirinya binasa jika ia
kehilangannya!
(2) Ini dapat memperlihatkan kepada kita, penyembahan ber-
hala rohani yang kita sendiri lakukan. Ciptaan yang men-
jadi tempat kita menaruh kebahagiaan kita, yang menjadi
tempat kita meletakkan seluruh sukacita kita, dan yang
dengannya kita betul-betul tidak bisa berpisah, sehingga
kita sampai berkata, “Apakah lagi yang masih tinggal pada
kita?” itulah yang kita jadikan berhala kita. Segala hal yang
membuat kita khawatir seakan-akan hidup dan penghibur-
an kita, harapan dan kebahagiaan kita, dan segala yang
ada pada kita, bergantung padanya, itulah berhala yang
ditempatkan di tempatnya Allah, dan itulah sang perampas
kuasa. Akan namun ,
(3) jika semua orang dengan sedemikian bergairahnya mau
berjalan dalam nama allah mereka, bukankah kita, dengan
perilaku yang sama, harus mengikuti Allah kita, yakni
Allah yang sejati? Biarlah kita menyadari, bahwa kepenting-
Kitab Hakim-hakim 18:14-26
an yang kita miliki dalam Allah dan persekutuan dengan-
Nya yaitu bagian kita yang paling kaya dan tidak ter-
hingga, sehingga kehilangan Allah akan menjadi kehilangan
yang paling menyedihkan dan pedih. Kemalangan sungguh
menimpa kita jikalau Ia meninggalkan kita, sebab apakah
lagi yang masih tinggal pada kita? Jiwa-jiwa yang meratap
sebab ditinggalkan Allah, mungkin akan bertanya-tanya
seperti halnya Mikha, sehingga kita harus bertanya, apa itu
yang membuat mereka bersedih. saat tanda-tanda perke-
nanan Allah tidak lagi ada, dan penghiburan-Nya pun di-
tarik-Nya, apakah lagi yang masih ada pada jiwa-jiwa itu?
2. Bani Dan itu menegaskan perbuatan jahat yang pasti akan
mereka perbuat kepada Mikha andaikata ia memaksakan tun-
tutannya. Mereka tidak mau mendengar alasan apa pun, tidak
mau berbuat adil, dan tidak menawarkan diri untuk mem-
bayar Mikha ongkos yang dikeluarkannya untuk membuat
patung-patung itu. Mereka juga tidak mau berjanji untuk
mengganti rugi apa yang telah mereka ambil pada waktu
barang-barang itu sudah memenuhi apa yang mereka perlu-
kan di dalam perjalanan ini dan pada waktu mereka mempu-
nyai kesempatan untuk meniru patung-patung itu dan mem-
buatnya bagi diri mereka sendiri. Tidak ada setitik belas kasih-
an atas kehilangan yang diratapi Mikha dengan sangat. Mere-
ka bahkan tidak mau bertutur kata dengan baik kepadanya,
namun malahan bersikeras untuk membenarkan perampokan
mereka itu dengan ancaman pembunuhan andaikata ia tidak
segera menarik tuntutannya (ay. 25). “Berhati-hatilahsupaya
jangan nanti ada orang yang menyerang engkau sebab sakit
hati, dan dengan demikian engkau kehilangan nyawa, dan itu
jauh lebih buruk daripada kehilangan allah-allahmu.” Orang-
orang yang berhati busuk dan tidak berakal budi akan merasa
sangat marah saat diminta berbuat adil, dan membenarkan
diri mereka sendiri dengan kekuatan mereka untuk melawan
keadilan dan akal sehat. Kejahatan Mikha yaitu ia meminta
apa yang menjadi miliknya, namun untuk ini, ia berada dalam
bahaya kehilangan nyawanya serta nyawa seisi rumahnya.
Mikha tidak punya cukup keberanian untuk mempertaruhkan
nyawanya demi menyelamatkan allah-allahnya itu. Begitu
rendah pandangannya terhadap kemampuan allah-allahnya
itu untuk melindungi dirinya dan mengeluarkan dirinya dari
keadaan ini, sehingga pada akhirnya dengan pasrah saja ia
menyerahkan mereka (ay. 26): Berpalinglah ia pulang ke ru-
mahnya. Dan jika dengan kehilangan patung-patung tersebut,
Menurut pandangan saya Mikha menjadi yakin akan kesia-
siaan dan ketidakberdayaan patung-patung tersebut, dan
yakin akan kebodohannya sendiri yang menaruh hatinya pada
mereka, lalu memalingkan hatinya kepada Allah yang sejati,
yang dari pada-Nya ia telah memberontak, maka ia yang kehi-
langan patung-patungnya itu mendapat untung lebih besar
daripada bani Dan yang dengan kekuatan pasukannya me-
rampasnya. Andaikata dengan kehilangan berhala-berhala
kita, kita disembuhkan dari kecintaan kita akan berhala-ber-
hala itu, dan membuat kita berkata, apakah lagi sangkut paut
kita dengan berhala-berhala? maka kehilangan itu akan men-
jadi keuntungan yang tidak terkatakan (Lih. Yes. 2:20; 30:22).
Penaklukan Lais
(18:27-31)
27 Lalu bani Dan, dengan membawa barang-barang yang dibuat Mikha, juga
imamnya, mendatangi Lais, yakni rakyat yang hidup dengan aman dan ten-
teram. Mereka memukul orang-orang itu dengan mata pedang dan kotanya
dibakar. 28 Tidak ada orang yang datang menolong, sebab kota itu jauh dari
Sidon dan orang-orang kota itu tidak bergaul dengan siapapun juga. Letak
kota itu di lembah Bet-Rehob. lalu bani Dan membangun kota itu
kembali dan diam di sana. 29 Mereka menamai kota itu Dan, menurut nama
bapa leluhur mereka, yakni Dan, yang lahir bagi Israel, namun nama kota itu
dahulu yaitu Lais. 30 Bani Dan menegakkan bagi mereka sendiri patung
pahatan itu, lalu Yonatan bin Gersom bin Musa bersama-sama dengan anak-
anaknya menjadi imam bagi suku Dan, sampai penduduk negeri itu diangkut
sebagai orang buangan. 31 Demikianlah mereka menempatkan bagi mereka
sendiri patung pahatan yang telah dibuat Mikha itu, dan patung itu ada di
sana selama rumah Allah ada di Silo.
Pada perikop ini dikisahkan tentang,
I. Lais yang ditaklukkan oleh bani Dan. Mereka terus bergerak maju,
dan sebab tidak menemui bencana apa pun, mereka mungkin
berkesimpulan bahwa mereka tidak berbuat salah telah merampok
Mikha. Banyak orang membenarkan kefasikan yang mereka per-
buat melalui kesejahteraan yang mereka alami. Perhatikan,
Kitab Hakim-hakim 18:27-31
1. Perilaku seperti apa yang mereka jumpai pada penduduk Lais,
baik yang tinggal di dalam kota maupun yang berada di daerah
sekitarnya. Mereka hidup dengan aman dan tenteram, tidak
waspada terhadap kelima pengintai yang sebelumnya ada di
tengah-tengah mereka untuk menyelidiki negeri itu. Mereka
juga tidak mengetahui akan adanya musuh yang datang men-
dekat, sehingga menjadikan mereka sasaran empuk bagi seke-
lompok kecil orang yang menyerang mereka (ay. 27). Catatlah,
banyak orang menjadi binasa sebab merasa tenteram. Setan
meraih keuntungan atas kita saat kita teledor dan tidak
berjaga-jaga. Dengan demikian, berbahagialah orang yang se-
nantiasa takut dan waspada.
2. Kemenangan yang sempurna diperoleh mereka atas penduduk
Lais. Mereka memukul orang-orang itu dengan mata pedang, dan
membakar sejumlah besar bagian kota itu, sebanyak yang
mereka pandang cukup untuk dibangun kembali (ay. 27-28).
Juga, seperti yang jelas terlihat, mereka sama sekali tidak men-
dapat perlawanan, sebab kedurjanaan orang Kanaan telah
genap, sementara kedurjanaan bani Dan baru mulai digenapi.
3. Bagaimana para penakluk itu bersikap di tempat mereka ini
(ay. 28-29). Mereka membangun kota itu, atau sebagian besar
kota itu, menjadi baru sebab bangunan-bangunan yang lama
sudah rusak. Menamai kota itu Dan, agar menjadi saksi bagi
mereka bahwa meskipun terpisah begitu jauh dari saudara-
saudara mereka, mereka tetaplah bani Dan menurut garis
keturunan,supaya jangan dipertanyakan di lalu hari,
oleh sebab letak mereka yang begitu jauh. Kita harus merasa
peduli untuk tidak kehilangan hak istimewa yang timbul dari
hubungan kita dengan Israel kepunyaan Allah, dan oleh
sebab nya, harus mempergunakan setiap kesempatan yang
ada untuk menghidupinya dan menjaga ingatan tentangnya
bagi anak-anak kita sesudah kita.
II. Penyembahan berhala pun segera berlangsung di sana. Allah
dengan kasih karunia-Nya telah menggenapi janji-Nya dengan
menempatkan mereka pada milik pusaka kepunyaan mereka, dan
dengan itu, Ia telah memerintahkan mereka untuk setia kepada-
Nya, seperti Ia telah berlaku setia kepada mereka. Mereka memi-
liki hasil jerih payah suku-suku bangsa, agarsupaya mereka tetap
mengikuti ketetapan-Nya (Mzm. 105:44-45). Akan namun , hal per-
tama yang mereka perbuat sesudah mendiami kota itu yaitu
melanggar ketetapan-Nya. Segera sesudah mulai berdiam di sana,
mereka menegakkan patung pahatan (ay. 30), dengan busuknya
berterima kasih atas keberhasilan mereka kepada patung itu,
yakni patung yang sejatinya menjadi kehancuran mereka andai-
kata Allah tidak sungguh berpanjang sabar. Demikianlah penyem-
bah berhala yang hidup dengan sejahtera terus berbuat salah
dengan mendewakan kekuatan dewanya (Hab. 1:11). Nama orang
Lewi yang menjabat sebagai imam bani Dan pada akhirnya
disebutkan di sini, yakni Yonatan bin Gersom, bin Manasye (ay.
30, KJV). Di dalam kata Manasye, menurut tulisan aslinya, huruf n
dituliskan di atas, dan menurut beberapa rabi Yahudi, ini menun-
jukkan bahwa huruf tersebut seharusnya dibuang, sehingga kata
Manasye berubah menjadi Musa, dan sebab nya, menurut mere-
ka, orang Lewi ini yaitu cucu dari Musa yang sangat ternama
itu, yang memang memiliki seorang anak laki-laki bernama Ger-
som. Namun demikian, menurut para rabi tersebut, demi meng-
hormati Musa, para ahli kitab mengganti nama Musa menjadi
Manasye, dengan menambahkan huruf n itu. Alkitab Vulgata
bahasa Latin membacanya sebagai Musa. Jika memang benar
Musa memiliki seorang cucu laki-laki yang sedemikian tercela
perilakunya dan yang terpilih sebagai alat yang tepat untuk
dipakai mendirikan penyembahan berhala, maka ini bukanlah
satu-satunya contoh, demikian saya berharap kepada Allah!, dari
keturunan orang-orang besar dan berbudi luhur yang menjadi
sedemikian bejat. Anak cucu tidak selalu menjadi mahkota orang-
orang tua. Akan namun , cendekiawan Uskup Patrick menilai
pandangan ini sebagai pendapat pribadi para rabi yang tidak
berdasar, dan menduga bahwa Yonatan ini berasal dari kaum lain
di dalam suku Lewi. Berapa lamanya kebejatan berhala tersebut
berlangsung, kepada kita dikatakan pada bagian penutup.
1. Bahwa keturunan Yonatan ini terus memegang jabatan imam
bagi kaum Dan yang bermukim di Lais, dan di daerah sekitar-
nya, hingga masa penawanan (ay. 30). sesudah mengambil
patung Mikha, kaum Dan ini mempertahankan sosok imam
bersamanya, sehingga kaum ini sangat dihormati oleh seluruh
penduduk kota. Dan sangat mungkin bahwa Yerobeam pun
menaruh perhatian pada mereka, saat ia mendirikan salah
Kitab Hakim-hakim 18:27-31
satu lembu emasnya di sana yang dapat diterima dengan baik
oleh mereka dan dibuat agar menjadi terkenal, namun yang
tidak akan pernah sudi diurus oleh imam-imam Tuhan, dan
bahwa beberapa orang kaum ini turut bertugas sebagai imam
bagi Yerobeam.
2. Bahwa patung-patung ini terus berada di sana hingga masa
Samuel, sebab sedemikian lamanya rumah Allah ada di Silo.
Kemungkinan pada masa Samuel, segenap usaha dilaksana-
kan dengan sungguh-sungguh untuk menindas dan membi-
nasakan penyelenggaraan penyembahan berhala ini. Lihatlah
betapa berbahayanya tertular penyakit penyembahan berhala,
sebab begitu tertular, kebobrokan rohani yang telah terjadi
tidak dapat dengan segera disembuhkan.
PASAL 19
iga pasal yang tersisa dalam kitab ini berisi kisah yang paling
mengiris hati tentang kejahatan orang-orang Gibea, dan dilin-
dungi oleh suku Benyamin. sebab kejahatan itu, suku Benyamin
dihajar dengan keras dan hampir punah dibinasakan oleh suku-suku
lain. Kejahatan ini tampaknya dilakukan tidak lama sesudah kematian
Yosua, sebab terjadi pada waktu tidak ada raja, tidak ada hakim, di
Israel (ay. 1 dan 21:25), dan Pinehas menjadi imam besar kala itu
(20:28). Kejahatan-kejahatan khusus ini, yakni penyembahan berhala
orang Dan serta kebejatan orang Benyamin, membawa masuk ke-
murtadan ke dalam seluruh bangsa Israel (3:7). Pelecehan terhadap
gundik orang Lewi diceritakan dengan sangat terperinci di sini.
I. Perbuatan zinah sang gundik yang membuatnya lari dari
suaminya (ay. 1-2).
II. Keinginan suaminya untuk berdamai dengannya, dan perja-
lanan yang ditempuh sang suami untuk menjemputnya
pulang (ay. 3).
III. Sambutan baik ayah sang gundik terhadap orang Lewi itu
(ay. 4-9).
IV. Perlakuan kasar yang diterima orang Lewi itu di Gibea, di
mana, sebab kemalaman, ia terpaksa singgah di sana.
1. Ia diabaikan oleh orang-orang Gibea (ay. 10-15) dan di-
sambut oleh seorang Efraim yang tinggal sebagai penda-
tang di Gibea (ay. 16-21).
2. Mereka mengepung orang Lewi itu di tempat ia menginap,
seperti yang dilakukan orang Sodom terhadap para tamu
Lot (ay. 22-24).
3. Mereka dengan keji memerkosa gundiknya sampai mati
(ay. 25-28).
V. Cara yang diambil orang Lewi itu untuk memberitahukan hal
ini kepada semua suku Israel (ay. 29-30).
Gundik Orang Lewi Lari dari Suaminya;
Orang Lewi Berdamai dengan Gundiknya;
Orang Lewi itu Kemalaman di Gibea
(19:1-15)
1 Terjadilah pada zaman itu, saat tidak ada raja di Israel, bahwa di balik
pegunungan Efraim ada seorang Lewi tinggal sebagai pendatang. Ia meng-
ambil seorang gundik dari Betlehem-Yehuda. 2 namun gundiknya itu berlaku
serong terhadap dia dan pergi dari padanya ke rumah ayahnya di Betlehem-
Yehuda, lalu tinggal di sana empat bulan lamanya. 3 Berkemaslah suaminya
itu, lalu pergi menyusul perempuan itu untuk membujuk dia dan membawa-
nya kembali; bersama-sama dia bujangnya dan sepasang keledai. saat
perempuan muda itu membawa dia masuk ke rumah ayahnya, dan saat
ayah itu melihat dia, maka bersukacitalah ia mendapatkannya. 4 Mertuanya,
ayah perempuan muda itu, tidak membiarkan dia pergi, sehingga ia tinggal
tiga hari lamanya pada ayah itu; mereka makan, minum dan bermalam di
sana. 5 namun pada hari yang keempat, saat mereka bangun pagi-pagi dan
saat orang Lewi itu berkemas untuk pergi, berkatalah ayah perempuan
muda itu kepada menantunya: “Segarkanlah dirimu dahulu dengan sekerat
roti, lalu bolehlah kamu pergi.” 6 Jadi duduklah mereka, lalu makan
dan minumlah keduanya bersama-sama. Kata ayah perempuan muda itu
kepada laki-laki itu: “Baiklah putuskan untuk tinggal bermalam dan biarlah
hatimu gembira.” 7 namun saat orang itu bangun untuk pergi juga, mertua-
nya itu mendesaknya, sehingga ia tinggal pula di sana bermalam. 8 Pada hari
yang kelima, saat ia bangun pagi-pagi untuk pergi, berkatalah ayah perem-
puan muda itu: “Mari, segarkanlah dirimu dahulu, dan tinggallah sebentar
lagi, sampai matahari surut.” Lalu makanlah mereka keduanya. 9 saat
orang itu bangun untuk pergi, bersama dengan gundiknya dan bujangnya,
berkatalah mertuanya, ayah perempuan muda itu, kepadanya: “Lihatlah,
matahari telah mulai turun menjelang petang; baiklah tinggal bermalam,
lihat, matahari hampir terbenam, tinggallah di sini bermalam dan biarlah
hatimu gembira; maka besok kamu dapat bangun pagi-pagi untuk berjalan
dan pulang ke rumahmu.” 10 namun orang itu tidak mau tinggal bermalam; ia
berkemas, lalu pergi. Demikian sampailah ia di daerah yang berhadapan
dengan Yebus – itulah Yerusalem –; bersama-sama dengan dia ada sepasang
keledai yang berpelana dan gundiknya juga. 11 saat mereka dekat ke Yebus
dan saat matahari telah sangat rendah, berkatalah bujang itu kepada
tuannya: “Marilah kita singgah di kota orang Yebus ini dan bermalam di
situ.” 12 namun tuannya menjawabnya: “Kita tidak akan singgah di kota asing
yang bukan kepunyaan orang Israel, namun kita akan berjalan terus sampai
ke Gibea.” 13 Lagi katanya kepada bujangnya: “Marilah kita berjalan sampai
ke salah satu tempat yang di sana dan bermalam di Gibea atau di Rama.”
14 Lalu berjalanlah mereka melanjutkan perjalanannya, dan matahari ter-
benam, saat mereka dekat Gibea kepunyaan suku Benyamin. 15 Sebab itu
singgahlah mereka di Gibea, lalu masuk untuk bermalam di situ, dan sesudah
sampai, duduklah mereka di tanah lapang kota. namun tidak ada seorang pun
yang mengajak mereka ke rumah untuk bermalam.
Kitab Hakim-hakim 19:1-15
Urusan rumah tangga orang Lewi ini tidak akan diceritakan panjang
lebar seperti itu kalau bukan untuk membuka jalan bagi kisah
selanjutnya tentang kejahatan-kejahatan yang diperbuat kepadanya,
yang menyeret kepentingan seluruh bangsa Israel. Tanggapan per-
tama Uskup Hall mengenai cerita ini yaitu , bahwa setiap kali ada
masalah yang melibatkan kepentingan seluruh bangsa, pasti ada
orang Lewi di dalamnya, entah sebagai pelaku atau sebagai korban.
Dalam penyembahan berhala yang dilakukan Mikha, seorang Lewi
ikut menjadi pelaku, sementara dalam kejahatan orang-orang Gibea,
seorang Lewi menjadi korban. Tidak ada suku yang lebih cepat
merasakan perlunya ada suatu pemerintahan daripada suku Lewi.
Dan, dalam semua Kitab Hakim-hakim, tidak disebutkan tentang
siapa pun dari suku itu, selain kedua orang tersebut. Orang Lewi ini
berasal dari pegunungan Efraim (ay. 1). Ia menikah dengan seorang
perempuan dari Betlehem-Yehuda. Perempuan itu disebut gundiknya,
sebab ia tidak diberi mas kawin, mungkin sebab orang Lewi itu tidak
memiliki apa-apa untuk diberikan sebagai mas kawin, mengingat
ia sendiri yaitu seorang pendatang dan belum menetap. namun
sepertinya orang Lewi itu tidak memiliki istri lain, dan dalam tafsiran
yang agak luas, perempuan itu disebut sebagai seorang istri, seorang
gundik (ay. 1). Perempuan itu berasal dari kota yang sama seperti
kota asal orang Lewi yang menjadi imam bagi Mikha, seolah-olah
Betlehem-Yehuda berutang kejahatan dua kali lipat kepada pegu-
nungan Efraim, sebab perempuan itu sama buruknya untuk menjadi
istri seorang Lewi, seperti halnya si orang Lewi yang menjadi imam
bagi Mikha itu, yang tidak pantas menjadi seorang Lewi.
I. Gundik orang Lewi ini berlaku serong dan lari dari suaminya (ay.
2). Dalam Alkitab terjemahan bahasa Aram hanya dikatakan bah-
wa dia berlaku kurang ajar terhadap orang Lewi itu, atau meman-
dang rendah dia. Dan, sebab orang Lewi itu menjadi marah,
maka perempuan itu pergi dari padanya, dan diterima dan disam-
but di rumah ayahnya yang sebenarnya tidaklah adil. Andaikata
suaminya mengusir dia dari rumah secara tidak adil, maka ayah-
nya memang harus merasa iba atas penderitaannya. Akan namun ,
saat dia meninggalkan suaminya dengan berkhianat untuk
jatuh ke dalam pelukan orang asing, maka ayahnya tidak seha-
rusnya menyokong dosanya itu. Mungkin dia tidak akan melang-
gar kewajibannya terhadap suaminya andaikata dia tidak tahu ke
mana harus lari berlindung. Kehancuran anak-anak sering kali
disebabkan oleh kelakuan orangtua yang memanjakan mereka.
II. Orang Lewi itu sendiri pergi untuk membujuk dia kembali. Itu
merupakan tanda bahwa tidak ada raja, tidak ada hakim, di
Israel, sebab kalau ada, perempuan itu pasti akan dituntut dan
dihukum mati sebagai seorang pezinah. Sebaliknya, bukannya
demikian, ia malah diperlakukan dengan sebaik-baiknya oleh
suaminya yang telah disakitinya itu, yang sengaja menempuh
perjalanan jauh untuk memohon agar ia mau berdamai kembali
(ay. 3). Seandainya suaminya telah mengusirnya, maka suaminya
itu telah melakukan kejahatan dengan kembali kepadanya (Yer.
3:1). Akan namun , sebab perempuan itu sendiri yang pergi, maka
suaminya telah berbuat baik dengan memaafkan kesalahan itu.
Meskipun sebagai pihak yang dijahati, ia menjadi yang pertama
bertindak untuk berbaikan lagi. Satu ciri dari hikmat yang dari
atas yaitu sikap yang lembut dan mudah memaafkan. Suaminya
berbicara dengan membujuknya, atau dengan menenangkannya.
Begitulah yang biasanya diartikan dari ungkapan bahasa Ibrani,
berbicara dari hati ke hati. Hal ini menyiratkan bahwa perempuan
itu merasa sedih, menyesal atas kesalahan yang telah diperbuat-
nya. Mungkin ia telah mendengar bahwa suaminya akan datang
untuk menjemputnya kembali. Demikian pula Allah berjanji ber-
kenaan dengan Israel yang telah berzinah (Hos. 2:13), Aku akan
membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hati-
nya.
III. Ayah perempuan itu membuat orang Lewi itu merasa disambut
dengan sangat baik, dan, melalui kebaikannya yang luar biasa
kepadanya, berusaha menebus kesalahannya sebab ikut mendu-
kung anak perempuannya yang melarikan diri itu. Ia menyetujui
keinginan orang Lewi itu untuk berdamai kembali dengan anak
perempuannya.
1. Ayah perempuan itu menjamunya dengan baik, bersukacita
mendapatkannya (ay. 3), memperlakukannya dengan murah
hati selama tiga hari (ay. 4). Dan orang Lewi itu, untuk me-
nunjukkan bahwa ia sudah benar-benar berdamai, menerima
kebaikannya. Kita tidak mendapati dia menegur mertuanya
atau anak perempuannya atas kesalahan yang telah diper-
Kitab Hakim-hakim 19:1-15
buat, namun merasa senyaman dan sesenang seperti pada pes-
ta pernikahan pertamanya. Sudah sepatutnya bagi semua
orang, dan terutama orang Lewi, untuk mengampuni seperti
Allah mengampuni. Segala sesuatu di antara kedua pasangan
ini memberikan kemungkinan yang penuh harapan bahwa
mereka akan hidup bersama dengan tenang untuk ke depan.
Akan namun , kalau saja mereka tahu apa yang akan menimpa
mereka dalam satu atau dua hari ke depan, betapa semua
kegembiraan mereka akan menjadi pahit dan berubah menjadi
perkabungan! saat urusan keluarga kita sedang baik-
baiknya, kita harus bersukacita dengan gemetar, sebab kita
tidak tahu masalah apa yang akan timbul suatu hari nanti.
Kita tidak dapat melihat malapetaka apa yang ada di dekat
kita, sebelum malapetaka itu menimpa kita. namun kita harus
menimbang apa yang bisa saja terjadi,supaya kita tidak me-
rasa aman-aman saja, seolah-olah hari esok pasti sama seperti
hari ini, dan malah lebih hebat lagi (Yes. 56:12).
2. Ayah perempuan itu sungguh-sungguh menginginkan agar si
orang Lewi tinggal, untuk memperlihatkan lebih jauh bahwa ia
menyambutnya dengan sepenuh hati. Kasih sayang mertuanya
kepadanya, dan perasaan mertuanya yang senang ditemani
olehnya, timbul,
(1) Dari rasa hormat yang penuh kesantunan terhadapnya
sebagai menantunya, dan ranting yang dicangkokkan ke
dalam keluarganya sendiri. Perhatikanlah, kita harus men-
curahkan kasih dan melaksanakan kewajiban terhadap
orang-orang yang bersaudara dengan kita melalui pernikah-
an, seperti juga terhadap mereka yang merupakan tulang
dari tulang kita. Orang-orang yang menunjukkan kebaikan
seperti orang Lewi ini dapat berharap akan menerima ke-
baikan seperti yang telah diterimanya. Dan,
(2) Dari rasa hormat yang penuh kesalehan terhadapnya seba-
gai seorang Lewi, seorang pelayan rumah Allah. Jika dia
yaitu seorang Lewi seperti yang seharusnya dan memang
tidak tampak hal-hal yang sebaliknya, maka mertuanya itu
harus dipuji sebab sudah membujuk diasupaya tinggal,
mendapati bahwa bergaul dengannya itu bermanfaat, dan
memiliki kesempatan untuk belajar darinya tentang akal
budi yang baik dalam melayani TUHAN, dan juga berharap
bahwa TUHAN akan berbuat baik kepadanya sebab ada
seorang Lewi yang menjadi menantunya, serta akan mem-
berkatinya sebab siapa dia.
[1] Mertuanya memaksa dia untuk tinggal pada hari ke-
empat, dan ini tindakan yang baik. sebab tidak tahu
kapan mereka akan bersama lagi, mertuanya mende-
saknya untuk tinggal selama mungkin. Orang Lewi itu,
meskipun diperlakukan dengan hormat, bersikeras un-
tuk pergi. Hati orang baik terpatri pada pekerjaannya.
Sebab seperti burung yang lari dari sarangnya, demi-
kianlah orang yang lari dari kediamannya. Suatu tanda
bahwa orang tidak memiliki banyak pekerjaan di
rumah, atau tidak memiliki hati untuk melakukan
apa yang harus dia lakukan, jika dia bisa merasa
senang berada di luar rumah untuk waktu yang lama,
di mana tidak ada apa-apa yang harus dikerjakannya.
Sungguh baik melihat orang, terutama seorang Lewi,
yang mau pulang untuk mengurusi kambing dombanya
di padang gurun. Namun demikian, orang Lewi ini
mengalah pada bujukan yang tidak kenal lelah namun
lahir dari kebaikan hati itu, untuk tinggal lebih lama
daripada yang diniatkannya (ay. 5-7). Kita harus meng-
hindari dua sisi yang berlebihan, yaitu di satu sisi terlalu
mudah menuruti kemauan orang lain sampai meng-
abaikan kewajiban kita sendiri, dan di sisi lain berburuk
hati sampai mengabaikan teman-teman kita dan kebaik-
an mereka. Juruselamat kita, sesudah kebangkitan-Nya,
bersedia tinggal dengan sahabat-sahabat-Nya lebih
lama daripada yang maksudkan-Nya semula dalam ren-
cana-Nya (Luk. 24:28-29).
[2] Mertua orang Lewi itu memaksanya untuk tinggal sam-
pai sore hari pada hari kelima, dan ini, sebagaimana
terbukti lalu , bukanlah tindakan yang baik (ay. 8,
9). Ia sama sekali tidak mau membiarkan orang Lewi itu
pergi sebelum makan malam, dengan berjanji kepada-
nya bahwa dia akan makan malam lebih awal. Padahal
dengan ini ia bermaksud, seperti yang telah dilakukan-
nya sehari sebelumnya, untuk menahannya satu malam
lagi. namun orang Lewi itu sungguh-sungguh hendak
Kitab Hakim-hakim 19:1-15
pergi ke rumah Tuhan di Silo (ay. 18, KJV), dan, sebab
tidak sabar untuk secepatnya sampai di sana, tidak
mau tinggal lebih lama lagi. Seandainya berangkat pagi-
pagi, mungkin mereka telah sampai di suatu tempat
penginapan yang lebih baik daripada tempat yang seka-
rang terpaksa mereka terima, bahkan, mungkin mereka
sudah sampai di Silo. Perhatikanlah, kebaikan yang
dimaksudkan oleh teman-teman kita sering kali terbukti
malah mencelakakan kita. Apa yang diniatkan untuk
kesejahteraan kita ternyata menjadi perangkap. Siapa-
kah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia
dalam hidup ini? Orang Lewi itu tidak bertindak bijak
dengan berangkat begitu sore. Ia bisa saja sampai di ru-
mah dalam waktu yang lebih baik seandainya ia mengi-
nap semalam lagi dan berangkat keesokan harinya.
IV. Dalam perjalanan pulang, ia terpaksa menginap di Gibea, sebuah
kota di daerah suku Benyamin, yang di lalu hari disebut
Gibea-Saul, yang terbentang di jalannya menuju Silo dan pegu-
nungan Efraim. saat hari menjelang petang, dan bayang-bayang
malam pun turun, mereka mulai berpikir, seperti yang sepatutnya
kita pikirkan saat melihat hari-hari kehidupan kita bergegas
menuju kesudahannya, di mana mereka harus menginap. saat
malam tiba, mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan mereka.
Barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia
pergi. Sudah pasti mereka ingin beristirahat, sebab malam hari
memang dimaksudkan untuk itu, sebagaimana siang hari dimak-
sudkan untuk bekerja.
1. Bujang orang Lewi itu mengusulkan agar mereka bermalam di
Yebus, yang di lalu hari disebut Yerusalem, namun pada
saat itu masih dimiliki orang Yebus. “Ayo,” kata bujang itu,
“marilah kita bermalam di kota orang Yebus ini” (ay. 11). Dan,
seandainya mereka bermalam di sana, ada kemungkinan me-
reka akan diperlakukan jauh lebih baik daripada yang mereka
dapatkan di Gibea kota kepunyaan suku Benyamin. Orang-
orang Israel yang bejat dan cabul yaitu lebih buruk dan jauh
lebih berbahaya daripada orang Kanaan sendiri. namun tuan-
nya, sebagaimana yang patut dilakukan oleh seorang dari sa-
lah satu suku kepunyaan Allah, sama sekali tidak mau men
nginap, sekalipun itu satu malam, di kota orang asing (ay. 12).
Bukan sebab ia mengkhawatirkan keselamatannya di antara
mereka, namun sebab ia tidak mau, sekiranya ia dapat meng-
hindarinya, menjadi dekat dan akrab dengan mereka sekali-
pun hanya dengan menginap semalam, atau bahkan berutang
budi kepada mereka. Dengan menghindari tempat ini, ia hen-
dak bersaksi melawan kefasikan orang-orang yang menjalin
persahabatan dan keakraban dengan bangsa-bangsa yang di-
khususkan untuk ditumpas ini. Hendaklah orang Israel, teruta-
ma orang Lewi, bergaul dengan orang Israel, dan bukan dengan
orang-orang asing.
2. sesudah melewati Yebus, yang berjarak sekitar delapan atau
sembilan kilometer dari Betlehem yaitu tempat dari mana me-
reka datang, dan siang hari telah berlalu sehingga mereka
tidak bisa ke Rama, mereka pun berhenti di Gibea (ay. 13-15).
Di sana mereka duduk di tanah lapang kota, tanpa ada
seorang pun yang menawarkan mereka tempat menginap. Di
negeri-negeri ini, pada waktu itu, tidak ada tempat penginapan
atau losmen, di mana, seperti kita sekarang, para pelancong
bisa beristirahat dengan membayar. Sebaliknya, mereka harus
membawa serta perbekalan sendiri, seperti yang dilakukan
orang Lewi ini (ay. 19), dan bergantung pada keramahtamahan
penduduk setempat untuk menawarkan mereka tempat me-
nginap. Marilah kita memanfaatkan kesempatan dari sini, keti-
ka sedang dalam perjalanan, untuk bersyukur kepada Allah
atas hal ini, di antara kenyamanan-kenyamanan lain dalam
bepergian, yaitu bahwa sekarang ada tempat-tempat penginap-
an untuk menjamu orang asing, di mana mereka dapat disam-
but dan ditampung dengan baik dengan membayar. Tentu saja
tidak ada negeri di dunia ini di mana orang bisa tinggal di
rumah dengan lebih puas, atau pergi ke luar dengan lebih
nyaman, daripada di negeri kita sendiri. Musafir ini, walaupun
seorang Lewi, dan kepada orang-orang dari suku itu Allah
secara khusus telah memerintahkan umat-Nya untuk baik
hati dalam setiap kesempatan, mendapatkan sambutan yang
sangat dingin di Gibea: Tidak ada seorang pun yang mengajak
mereka ke rumah. Seandainya mereka menduga dia seorang
Lewi, mungkin itu justru membuat orang-orang yang berhati
jahat itu semakin merasa malu terhadapnya. Akan ada orang-
Kitab Hakim-hakim 19:16-21
orang yang akan didakwa dengan tuduhan ini pada hari peng-
hakiman agung itu, Aku seorang asing, kamu tidak memberi
Aku tumpangan.
Orang Lewi itu Dijamu di Gibea
(19:16-21)
16 namun datanglah pada malam itu seorang tua, yang pulang dari pekerjaan-
nya di ladang. Orang itu berasal dari pegunungan Efraim dan tinggal di Gibea
sebagai pendatang, namun penduduk tempat itu yaitu orang Benyamin.
17 saat ia mengangkat mukanya dan melihat orang yang dalam perjalanan
itu di tanah lapang kota, berkatalah orang tua itu: “Ke manakah engkau pergi
dan dari manakah engkau datang?” 18 Jawabnya kepadanya: “Kami sedang
dalam perjalanan dari Betlehem-Yehuda ke balik pegunungan Efraim. Dari
sanalah aku berasal; aku tadinya pergi ke Betlehem-Yehuda dan sekarang
sedang berjalan pulang ke rumah. namun tidak ada orang yang mengajak aku
ke rumahnya, 19 walaupun ada padaku jerami dan makanan untuk keledai
kami, pula roti dan anggur untuk aku sendiri, untuk hambamu perempuan
ini dan untuk bujang yang bersama-sama dengan hambamu ini; kami tidak
kekurangan sesuatu.” 20 Lalu berkatalah orang tua itu: “Jangan kuatir!
Segala yang engkau perlukan biarlah aku yang menanggung, namun janganlah
engkau bermalam di tanah lapang kota ini.” 21 Sesudah itu dibawanyalah dia
masuk ke rumahnya, lalu keledai-keledai diberinya makan; maka mereka
pun membasuh kaki, makan dan minum.
Meskipun tidak ada seorang pun dari Gibea, namun ternyata ada
seorang di Gibea, yang menunjukkan keramahtamahan kepada orang
Lewi yang sedang kesusahan ini, yang merasa senang bahwa ada
seseorang yang memperhatikannya. Sungguh mengherankan bahwa
sebagian dari orang-orang fasik itu, yang saat hari gelap berencana
melakukan perbuatan yang begitu jahat kepada orang Lewi dan
gundiknya, tidak mengundang keduanya ke rumah mereka, dengan
dalih berbuat baik,supaya mereka bisa memiliki kesempatan yang
lebih baik untuk melancarkan kejahatan mereka. namun mungkin
mereka tidak cukup cerdas untuk membuat rancangan seperti itu,
atau tidak cukup jahat untuk memperdaya orang seperti itu. Atau
mungkin, tak seorang pun dari mereka yang memikirkan kejahatan
seperti itu saat sedang sendiri-sendiri, sampai saat pada malam
yang gelap gulita mereka berkumpul bersama untuk merencanakan
kejahatan apa yang akan mereka lakukan. Orang-orang jahat yang
bersekongkol membuat satu sama lain menjadi jauh lebih jahat
daripada kalau mereka sedang sendiri saja. saat orang Lewi itu,
beserta istri dan bujangnya, mulai takut bahwa mereka harus tidur
di tanah lapang kota sepanjang malam dan itu sama saja dengan
berbaring di gua singa, mereka pada akhirnya diundang ke sebuah
rumah, dan di sini kita diberi tahu,
I. Siapa orang baik yang mengundang mereka itu.
1. Dia yaitu seorang laki-laki dari pegunungan Efraim, dan
hanya tinggal sebagai pendatang di Gibea (ay. 16). Dari semua
suku Israel, orang Benyamin memiliki alasan paling kuat
untuk berbaik hati kepada para musafir yang malang, sebab
leluhur mereka, Benyamin, dilahirkan di jalan, sebab ibunya
sedang dalam perjalanan pada waktu itu, dan sangat dekat
dengan tempat ini (Kej. 35:16-17). Namun mereka tidak me-
ngenal belas kasihan terhadap seorang musafir yang sedang
kesusahan, sementara seorang Efraim yang jujur ini justru
yang berbelas kasihan terhadapnya. Terlebih lagi, ia semakin
berbaik hati kepadanya, saat , sesudah ditanya, ia mendapati
bahwa orang Lewi itu yaitu warga sebangsanya, dari pegu-
nungan Efraim juga. Sebagai seorang pendatang di Gibea, ia
lebih berbelas kasihan terhadap seorang pelancong, sebab ia
mengenal keadaan jiwa orang asing (Kel. 23:9; Ul. 10:19).
Orang-orang baik, yang memandang diri mereka hanya seba-
gai orang asing dan pendatang di dunia ini, haruslah sebab
alasan tersebut bersikap lembut satu terhadap yang lain,
sebab mereka semua yaitu warga dari negeri yang sama yang
lebih baik, dan tidak menetap di rumah di dunia ini.
2. Ia yaitu seorang laki-laki tua, yang masih mempertahankan
suatu sifat yang mulai punah dari orang Israel. Angkatan yang
baru muncul saat itu sepenuhnya bobrok. Jika tersisa suatu
kebajikan di antara mereka, itu hanya ditemukan pada orang-
orang yang sudah tua dan akan segera tiada.
3. Ia baru pulang dari pekerjaannya di ladang pada senja hari.
Petang memanggil para pekerja untuk pulang (Mzm. 104:23).
Akan namun , tampaknya, orang ini satu-satunya pekerja yang
pulang ke Gibea pada petang ini. Selebihnya hanya ingin
bermalas-malasan dan hidup mewah, maka tidak heran bahwa
di antara mereka, seperti di Sodom, ada banyak kenajisan, se-
bab di antara mereka, seperti di Sodom, ada banyak kesenang-
an hidup (Yeh. 16:49). Orang yang tekun dan jujur dalam pe-
kerjaannya sepanjang hari ini hatinya ramah terhadap orang-
orang asing yang malang yang dijumpai pada malam hari ini.
Kitab Hakim-hakim 19:16-21
Baiklah orang bekerja keras,supaya ia dapat membagikan
sesuatu (Ef. 4:28). Tampak dari ayat 21 bahwa ia yaitu se-
orang yang cukup berada, namun ia mau tetap bekerja di
ladang. Harta benda seseorang tidaklah memberinya hak isti-
mewa untuk bermalas-malasan.
II. Betapa dengan cuma-cuma dan murah hati ia mengundang mere-
ka. Ia tidak diam saja sampai mereka memohon kepadanya agar
diizinkan menginap semalam. Sebaliknya, saat melihat mereka
(ay. 17), ia menanyakan keadaan mereka, dan menunjukkan ke-
baikannya kepada mereka sebelum mereka memintanya. Demi-
kian pula Allah kita yang baik menjawab sebelum kita memanggil.
Perhatikanlah, hati yang penuh kemurahan hanya menantikan
kesempatan, bukan desakan, untuk berbuat baik, dan memberi
bantuan begitu melihat tanpa diminta. Itulah sebabnya kita mem-
baca tentang orang yang baik hati (Ams. 22:9). Kalau Gibea seperti
Sodom, maka orang tua ini seperti Lot di Sodom, yang duduk di
pintu gerbang untuk mengundang orang-orang asing masuk (Kej.
19:1). Demikian pula Ayub membuka pintunya bagi musafir, dan
tidak mau membiarkannya bermalam di luar (Ayb. 31:32). Amati-
lah,
1. Betapa ia bersedia mempercayai penjelasan orang Lewi itu
tentang keadaannya, dan sama sekali tidak melihat alasan
untuk mempertanyakan kebenaran penjelasan itu. Kemurahan
hati tidak condong untuk menyangsikan, namun mengharapkan
segala sesuatu (1Kor. 13:7), dan tidak akan menggunakan
alasan Nabal saat bersikap kasar terhadap Daud, pada wak-
tu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari
tuannya (1Sam. 25:10). Orang Lewi itu, menurut penjelasan-
nya sendiri, mengaku bahwa ia ingin pergi ke rumah Tuhan
(ay. 18, KJV), sebab di sana ia hendak beribadah, entah dengan
mempersembahkan korban penebus salah untuk dosa-dosa
keluarganya, atau korban keselamatan untuk segala belas
kasih yang diterima keluarganya, atau untuk kedua-duanya,
sebelum ia pulang ke rumahnya sendiri. Dan, kalau sampai
orang-orang Gibea tahu bahwa dia sedang dalam perjalanan
menuju ke rumah Tuhan di Silo, mungkin mereka tidak akan
mau menjamunya. Orang Samaria tidak mau menerima Kris-
tus sebab perjalanan-Nya menuju Yerusalem (Luk. 9:53).
Akan namun , justru untuk alasan inilah, yaitu sebab dia
seorang Lewi dan hendak pergi ke rumah Tuhan, orang tua
yang baik ini semakin berbaik hati kepadanya. Demikianlah ia
menerima seorang murid sebab ia murid-Ku, menerima
seorang hamba Allah demi Tuannya.
2. Betapa dengan cuma-cuma orang tua itu menjamunya. Orang
Lewi itu sendiri memiliki semua perbekalan yang dibutuh-
kan (ay. 19), tidak kekurangan apa-apa selain tempat pengi-
napan, namun tuan rumah yang murah hati itu mau menang-
gung keperluannya (ay. 20): Segala yang engkau perlukan biar-
lah aku yang menanggung. Maka dibawanyalah dia masuk ke
rumahnya (ay. 21). Demikian pula Allah, dengan suatu cara
tertentu Ia akan membangkitkan sahabat-sahabat bagi umat-
Nya dan hamba-hamba-Nya, saat mereka sedang kesusahan
dan tidak berdaya.
Kejahatan Orang-orang Gibea;
Orang-orang Israel Bangkit untuk Membalas Dendam
(19:22-30)
22 namun sementara mereka menggembirakan hatinya, datanglah orang-orang
kota itu, orang-orang dursila, mengepung rumah itu. Mereka menggedor-
gedor pintu sambil berkata kepada orang tua, pemilik rumah itu: “Bawalah
ke luar orang yang datang ke rumahmu itu,supaya kami pakai dia.” 23 Lalu
keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka:
“Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; sebab orang
ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda. 24 namun ada
anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah
kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mere-
ka apa yang kamu pandang baik, namun terhadap orang ini janganlah kamu
berbuat noda.” 25 namun orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkata-
annya. Lalu orang Lewi itu menangkap gundiknya dan membawanya kepada
mereka ke luar, lalu mereka bersetubuh dengan perempuan itu dan
semalam-malaman itu mereka mempermainkannya, sampai pagi. Barulah
pada waktu fajar menyingsing mereka melepaskan perempuan itu. 26 Men-
jelang pagi perempuan itu datang kembali, namun ia jatuh rebah di depan
pintu rumah orang itu, tempat tuannya bermalam, dan ia tergeletak di sana
sampai fajar. 27 Pada waktu tuannya bangun pagi-pagi, dibukanya pintu
rumah dan pergi ke luar untuk melanjutkan perjalanannya, namun tampaklah
perempuan itu, gundiknya, tergeletak di depan pintu rumah dengan tangan-
nya pada ambang pintu. 28 Berkatalah ia kepada perempuan itu: “Bangunlah,
marilah kita pergi.” namun tidak ada jawabnya. Lalu diangkatnyalah mayat
itu ke atas keledai, berkemaslah ia, lalu pergi ke tempat kediamannya.
29 Sesampai di rumah, diambilnyalah pisau, dipegangnyalah mayat gundik-
nya, dipotong-potongnya menurut tulang-tulangnya menjadi dua belas po-
tongan, lalu dikirimnya ke seluruh daerah orang Israel. 30 Dan setiap orang
yang melihatnya, berkata: “Hal yang demikian belum pernah terjadi dan
Kitab Hakim-hakim 19:22-30
belum pernah terlihat, sejak orang Israel berangkat keluar dari tanah Mesir
sampai sekarang. Perhatikanlah itu, pertimbangkanlah, lalu berbicaralah!”
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Kejahatan besar orang-orang Gibea. Sungguh tak terbayangkan
bahwa orang-orang yang berakal budi, orang-orang Israel yang
beruntung mendapat wahyu ilahi, sampai hati berbuat begitu keji.
“Tuhan, apakah manusia itu?” tanya Daud, “Betapa ia makhluk
yang hina!” “Tuhan, apakah manusia itu,” dapat kita tanyakan
saat membaca cerita ini, “betapa ia makhluk yang keji, saat ia
menuruti hawa nafsunya sendiri!” Para pendosa itu di sini disebut
orang-orang dursila (KJV: anak-anak Belial), yaitu, orang-orang
yang tidak bisa diatur, orang-orang yang tidak mau menanggung
kuk, anak-anak Iblis sebab dia yaitu Belial, yang menyerupai
d