t mazhab Syaf i,re8 Maliki,lss dan sebagian Para pengikut mazhab Hanbali.2@
Demikian pula dikatakan oleh sebagian mereka, Uika pewamaan itu dilaku-
kan sebelum penenunan2or atau padanya juga terdapat warna yang lain2o2
atau dipuda rkan (mumtahinahl."zos
Pendapat ll. Haram. Inidinuki oleh lbnu Hajar dan ia tidak menisbatkannya kepada seseorang tertentu.zoa Dan dikatakan, lJika pakaian itu diwenter dengan warna merah setelah ditenun."205
Pendapat ///. Makruh. Para pengikut mazhab Hanafi mengatakan
bahwa hukumnya makruh mutlak.206 sedangkan para pengikut mazhab
Hanbali mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh jika warnanya
adalah merah murni." Dalam riwayat mereka berkata, uika warnanya
merah masak (merah sekali)."zoz sebagian yang lain berkata, "Makruh
hukumnya jika dimaksudkan untuk keindahan dan kebanggdan."zoa
Para pendukung pendapat pertama yang sepakat dengan hukum
ibahah (boleh) berdasar kepada dalil-dalil berikut:
1. DariAl-Barra bin Azib Radhigallahu Anhu, ia berkata,
,
" Rasututtah Shaltattahu Ataihi w; Sa;;m aaatin ,"orurr r*, berperawakan sedang(tidak terlalu tinggi dan tidak tertatu rendah), antara dua
pundalotya cukup bidang, ia memilki rambut hingga daun telinga, bliau
mengenakan pakaian penudry seluruh rubuh berwana menh. Aku tidak
pernah menyaksikan sesuatu yang paling baik daripada beliau.2. Apayang muncul datang dari Abu Juhaifah Radhigallahu Anhu,
,, Bahwa ia menyaksikan Nabi shatlallahu Alaihi wa sallam keluar
dengan mengenakan pakaian penutup seluruh rubuh dengan warna
merah dengan keadaan tersingsing. Beliau shalat menghadap tongkat
yang teftancap dua rakaat dengan orang banyak'"zl0
3. Dari Hilal bin Amir dari ayahnya berkata,
,, Aku menyaksikan Rasulullah shatlaltahu Ataihi wa sallam di Mina
berkhutbah di atas baghal danpada beliau selendang metah. sedangkan
Ali Radhiyatlahu Anhu di depan beliau mengulang semua ucapan
beliau."ztt
objek yang menjadi penegasan hadits di atas adalah bahwa beliau
mengenakan pakaian wama merah dalam beberapa tempat. Maka hal
itu menunjukkan bahwa boleh mengenakan pakaian warna merah.
4. Mereka berkata, "Merah adalah suatu warna. Maka, ia sama dengan
warna-warna yang lain dalam hal boleh mengenakannya'"2r2
Tidak pernah disebutkan siapa yang mensyaratkan bahwa pakaian
harus diwarnai sebelum ditenun atau dipudarkan agar bisa menjadi mubah
hukumnya berdasarkan nash tentang itu. Akan tetapi, disebutkan bahwa
orang yang mensyaratkan pewarnaan sebelum penenunan karena Nabi
Shal lallahu Alaihi wa Sa//am mengenakan pakaian penutup seluruh badan
berwarna merah. Semua pakaian penutup seluruh badan dan mantelyang
mereka miliki berasal dariYaman. Semua pakaian penutup seluruh tubuh
yang berasal dariYaman diwarnai dulu benangnya kemudian ditenun.2r3
Sedangkan orang yang mensyaratkan keharusan ada warna lain
bersama warna merah menggunakan dalil yang datang dari beliau yang
mengenakan pakaian penutup seluruh badan berwarna merah. Ia berkata,
"la berasal dariYaman dan tidak berwarna merah saja. Akan tetapi, warna
merah itu dicampuri warna lain." Ibnul Qayyim Rahimahu//ah berkata,
"Hullah adalah sarung dan selendang. Hullah tiada lain adalah nama
dua benda secara bersama-sama. Maka, banyak orang yang salah sangka
bahwa ia merah seluruhnya dan tidak ada campuran warna yang lain.
Sesungguhnyahullah (pakaian yang menutup seluruh tubuh) merah adalah dua mantel asal Yaman yang ditenun dari benang merah dan hitam
sebagaimana mantel-mantel asal Yaman pada umumnya. la sangat dikenaldengan nama ini dengan dasar bahwa di dalamnya banyak benangnya berwarna merah."2la
Sedangkan mereka yang mengetengahkan pendapat kedua yang
mengatakan bahwa hukumnya adalah haram berdalil dengan dalil-dalil
yang sangat banyak. Dalil mereka itu terbagi menjadi dua macam:
1. Yang menunjukkan haram hukumnya mengenakan pakaian yang
dicelup. Mereka berkata, "Karena celupan2rs warna merah.'2r6
Di antara hadits-hadits itu adalah:
a. Apa yang datang dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu
AnhtJ, ia berkata,
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatku ketika aku sedang
mengenakan dua lembar pakaian yang dicelup. Lalu bliau bersaMa,
'Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kaf,ir, maka jangan
memakainya'."
Di dalam riwayat yang lain disebutkan,
* Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatku ketika aku mengenakan
dua lembar pakaian yang dicelup. Maka beliau bersabda, 'Apakah
ibumu yang memerintahmu demikian itu?'Saya katakan, 'Apakah saya
harus mencucinya?' Beliau menjawab,'Bahkan balcarlah kduanya'."2ts
b. Dari lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata,
*Rasulullah Shaltallahu Akihi wa Sallam melarang.r7r44n .""'
Mufaddam adalah pakaian yang benuarna merah masak.2re
3. Apa-apa yang datang dengan larangan mengenakan pakaian berwama
merah murni. Dalil-dalil itu adalah:
a. Dari Al-Hasan dengan derajat mursal,
i ;at'4 otb;l1, or l^lilr y q?Fii
" Warna merah adalah perhiasan milk syetan; dan syetan suka warna
merah."
b. Di dalam lafalyang lain disebutkanSesungguhnya syean menyukai warna merah, maka jauhilah pakaian
berwarna merah, dan setiap pakaian kebanggaan.'z2}
Objek yang menjadi penekanan hadits ini adalah bahwa ia mencakup larangan yang tegas dariwama merah dan berisipula penjelasan bahwa illah larangan itu adalah karena warna merah bagian
dari perhiasan syetan sehingga hal itu menjadi sesuatu yang paling
dijauhi.
c. DariAbdullah bin Amr berkata,
" Berlalu seorang pria dengan membawa dua potong pakaian berwarna
merah. Ia pun mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa
sallam dan Nabi shallallahu Alaihi wa sallam tidak menjawab saramnya
ittt."Dl
objek tekanan hadits di atas adalah bahwa Rasulullah sha ttailahu
Alaihi wa Sallam meninggalkan menjawab salam seorang pria,
padahal hukumnya wajib, menunjukkan haram hukumnya mengenakan pakaian merah. Kalaulah tidak demikian tentu Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak meninggalkan kewajiban
menjawab salam.DariRafi'bin Khudaij RadhiyallahuAnhu, ia berkata,
" Kami keluar bepergian dengan Rasututlah Shallallahu etani *a
Sallam. Tiba-tiba betiau melihat di atas binaAng tunggangan dan untaunta kami kantong-kantong yang padanya benang-benang terbuat dari
kapas yang berwarna merah. Maka Rasulullah shallallahu Alaihi wa
sallam bersabda, 'Tidaklcah aku melihat bahwa merah-merah ini tclah
menyuli*an katian?'Kami segera berditi dan mencabufiya sehingga
sebagian unta-unta kami melatkan diri."u
e. Dari seorang wanita dari BaniAsad, ia berkata,
,
"Aku sedang di rumah Zainab, isni Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Satlan dan kami ketika iU sedang mewentcr baiunya dengan Anah
merah.z3 Ketika kami sedang melakukan hal itu, tiba-tiba muncul
terlihat oleh kami Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ketika
betiau melihat Anah merah iru langsung pergi keluar. Ketika Zainab
melihat kejadian im ia mengeni bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihiwa sallam tidak suka dengan apayang ia lakukan. Maka ia mengambil
pakaian itu dan mencucinya dan mewenter dengan tanah merah yang
kering. setelah iru Rasulullah shallallahu Ataihi wa sallam pulang.
Dan ketika beliau tidak melihat apa-apa maka beliau pun masuk..22a
objek yang menjadi tekanan dua buah hadits di atas adalah bahwa
beliau mengingkari pemanfaatan warna merah dengan bentuk ucapan
sebagaimana disebutkan dalam hadits pertama dan dengan bentuk
perbuatan sebagaimana dalam hadits kedua.
DariAl-Barra bin Puib Radhigallahu Anhu, berkata,
f_,)ti,a,t
" Nabi shallallahu Alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami rujuh
hal dan melarang kami dari rujuh hal. Hingga disebutkan bantalan alas
duduk dari kain sutra berwarna merall."zzs
objek yang menjadi tekanan hadits di atas adalah bahwa seakanakan orang yang berdalil dengan hadits berpendapat bahwa larangan
menggunakan bantal-bantal untuk duduk dari kain sutra berwarna merah
adalah khusus berkenaan dengan warna merahnya saja dan tidak berlaku
larangan itu atas apa yang dipakai.
orang yang berpendapat bahwa hal itu dilarang adalah jika kainnya
diwarnai dengan warna merah setelah ditenun. Telah dijelaskan di atas
alasannya.
sedangkan mereka yang mengatakan bahwa hukumnya adatah
makruh berpegang kepada dalil daridalil-daril mereka yang berpendapat
bahwa haram hukumnya.226 Bisa jadi mereka menggeser dalil-dalil itu
kepada makna makruh disebabkan adanya hadits yang menerangkan
bahwa Rasulullah shallauahu Alaihi. usa sailam mengenakan wama
merah. sedangkan orang yang tidak suka warna merah murni berpegangkepada daliltentang pakaian yang dicelup. Juga berpegang kepada apaapa yang dimunculkan oleh orang-orang yang melarang pemakaian warna
merah.z7 Telah berlalu hal itu di muka.z8
Sedangkan orang yang membenci lembab-lembab sedikit saja tentu
jika pewamaan itu hanya sedikit saja. Ia berdalil dengan hadits Abdullah
bin Umar Radhiyallahu Anhuma di atas. Dalam hadits itu Rasulullah
Shaltatlahu Alaihi wa Sallam melarang pakaian berwama merah mumi.ze
Arti eksplisit hadits itu sebagaimana mereka ketahui menunjukkan bahwa
pakaian yang diwarnai dengan selain warna merah tidaklah mengaPa.
Orangyang hanya menetapkan hukum makruh jika diniatkan untuk
perhiasan dan kebanggaan tidak menyebutkan dalil yang menjelaskan
bahwa warna itu adalah merah.
Dalil-dalil mazhab pertama yang menunjukkan larangan yang
dikeluarkan oleh kelompok pendukung pendapat kedua telah didiskusikan'
Mereka yang melarang pemakaian warna merah menyanggah apa yang
dimunculkan bahwa Rasulullah Sha llallahu Alaihi wa kllam mengenakan
warna merah bahwa warna merah tersebut tidaklah murni merah saja.
Akan tetapi, beliau mengenakan pakaian penutup seluruh tubuh asal
Yaman. Semua pakaian penutup seluruh tubuh dan selimut tidak berwarna
merah murni. Akan tetapi, bercampur dengan warna yang lain.}o
Sedangkan aPa-aPa yang dimunculkan oleh mereka yang melarang
pemakaian warna merah berupa dalil-dalil itu ditentang dari dua aspek:
Pertama. Bahwa penetapan dalilyang mereka lala,rkan berupa jenis
pertama dari hadits-hadits yang mereka munculkan, yaitu hadits-hadits
yang muncutdengan larangan pemakaian pakaian warna merah tidaklah
benar. Karena hadits-hadits tersebut lebih bersifat khusus daripada sekedar
klaim. Yang benar dan balar sebagaimana ditegaskan oleh dalil-dalil bahwa
pakaian yang dicetup adalah tidak halal dikenakan.Kedua. Bahwa hadits-hadits yang melarang pemakaian pakaian
benuarna merah adalah lemah tidak bisa dengannya ditegakkan suatu
hujiah. Penjelasan hal itu adalah sebagaiberikut:
1. Mursal Al-Hasan:
9tabry4i;Si
" Warna merah adalah perhiasan syetan."
Dalil tersebut lemah. Karena dalam jajaran sanadnya terdapat Abu
Bakar Al-Hadzali232 sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh.ts3
2. Hadits Abdullah bin Amr yang di dalamnya disebutkan:
" Berlalu seorang pria dengan membawa dua potong pakaian berwarna
merah ..." ,
di dalam jajaran sanadnya terdapat Abu Yahya Al-8attat234 yang diperdebatkan, sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh di dalam kitabnya,
Al-Fath.a3' Asy-Syaukani di dalam kitabnya, Nail Al-Authar menukil
bahwa terdapat sikap para ulama melemahkan hadits itu.a6
Dari aspek maknanya, hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil. Ibnu
Qudamah ketika mengomentarinya berkata, "Bahwa sesungguhnya
sikap Nabi Shallallahu Naihi wa Sallam meninggalkan sikap penolakan
terhadap perbuatan pria tersebut bisa jadi karena bermakna bukan
warna merah dan bisa jadi pakaian itu dicelup, dan yang demikian itu
makruh hukumnya."3. Hadits Rafi' bin Khudaij yang di dalamnya disebutkan:
" Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat di atas
binaang runggangan dan unta-unta kami kantong-kantong yang padanya
benang-benang terbuat dari kapas yang berwarna merah ...",
adalah dhaif karena di dalamnya terdapat perawi yang tidak disebutkan
namanya, demikian sebagaimana dikatakan Al-Hafizh.a8
4. Hadits tentang seorang wanita dari baniAsad yang datang berkunjung
kepada Zainab,Al-Hafizh berkata, "Dalam sanadnya ada kelemahan."Be
5. Hadits yang berbunyi,
-sesungguhnya syetan suka warna merah.n
Al-Hafizh mengatakan berkenaan dengan hadits itu, "Lemah."zro
Asy-Syaukani, setelah diketengahkan beberapa hadits pendukung
untuk hadits di atas, seakan-akan ia merubah derajatnya menjadi hasan,
berkata, Jika inibena4 dalilmereka lebih menegaskan kepada larangan.
Akan tetapi, engkau telah mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi usa Sallam mengenakan pakaian penutup seluruh badan yang
berwarna merah bukan hanya sekali. Dan jauh dari itu bahwa beliau
mengenakan apa yang kita peringatkan dari pemakaiannya dengan
alasan seperti itu bahwa syetan suka wama merah. Tidak benar jika dikatakan disinibahwa perbuatan beliau bertentangan dengan ucaPannya
yang khusus untuk kita saja, sebagaimana telah ditegaskan oleh para
imam ilmu ushul. Karena illah di atas memberikan kesan tidak ada
kekhususan ucapan itu hanya untuk kita. Karena menjauhi apa-apa
yang dikenakan oleh syetan, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam tentu orang yang paling berhak untuk ituSedangkan hadits yang berbunf,
,
" Nabi Shaltaltahu Ataihi wa Sallam memerintahkan kepada kami njuh
hal dan melarang kami dari tujuh hal. Hingga disebutkan: bantalan
alas duduk dari kain sutra berwarna merah."
Maka, pesan utama di dalamnya adalah larangan penggunaan
bantalan alas duduk dari kain sutra berwarna merah. Dan di dalamnya
tidak terdapat dalil yang mengharamkan selain itu berupa pakaian atau
lainnya. lnilah yang menjadikan hadits yang menunjukkan bahwa
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenakan pakaian penutup
seluruh tubuh benvarna merah menjadi baku.2a2
Sedangkan dalil mereka yang mengharamkan pemakaian pakaian
berwarna merah jika mumibenvama merah saja. Maka, dalilitu disanggah
bahwa pemakaian pakaian yang dicelup adalah dilarang karena munculnya
nash berkenaan dengan itu dan tidak muncul berkenaan dengan pakaian
yang diwenter dengan warna merah.2s Sedangkan dalil yang mereka sitir
berkenaan dengan larangan pemakaian pakaian warna merah telah
didiskusikan ketika mendiskusikan dalil mereka yang bermazhab dengan
mazhab kedua.
Sedangkan dalil mereka yang memakruhkan sesuatu yang diwamai
dengan warna merah masak telah didiskusikan bahwa dalil itu menunjukkan larangan sesuatu yang dicelup karena hal itu muncul berkenaan
dengan penafsiran istilah mufaddam dan tidak menunjukkan larangan
dari warna merah mutlak.
Yan g jelas -Wallahu Ta' ala A lam- setelah mengetengahkan semua
pendapat berkenaan dengan masalah ini dengan semua dalilnya dan
semua yang disebutkan berkenaan dengan diskusi dalil-dalil itu bahwa
pendapat yang paling kuat adatah mazhab pertama, yakni yang membolehkan pemakaian pakaian berwama merah. Akan tetapi, dengan syiarat
bahwa wama merah itu bukan dari hasil celupan. Hal itu karena nash-nash yang tegas berkenaan dengan larangan pemakaian pakaian yang
dicelup.2{
Hal itu dikuatkan karena alasan-alasan berikut:
Pertama. Bahwa mazhab ini menyandarkan pendapatnya kepada
dalil-dalil yang shahih dan baku berupa perbuatan Rasulullah sha llallahu
Alaihi wa Sallam dengan tak satu pun dalil yang baku yang bertolak
belakang dengan dalil-dalil mereka atau menunjukkan bahwa perbuatan
itu khusus untuk Nabi Shalla llahu Alathi wa Sallam.
Kedua. Lemahnya dalil-dalil yang ditampilkan oleh mereka yang
melarang pemakaian pakaian berwama merah. Dalilmereka yang paling
bagus adalah hadits,
,;Jitto;" oty=,rlt'ot
"sesungguhnya syetan sulca wama merah."
Akan tetapi, hadits itu masih diperdebatkan. Ibnu Hajar cenderung
melemahkannya.2as Jika hadits itu kuat tentu akan bertentangan dengan
yang lebih kuat daripadanya.
Ketiga. Tidak ada kejelasan dan ketegasan menurut Penulis pada apa
yang menjad i pandan gan lbnul Qayyrm Rahimahullah dan lain-lain ketika
mereka membawa maksud pakaian yang menutup seluruh tubuh yang
dikenakan oleh Nabi Slallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana dalam
hadiB-hadits shahih yang dijelaskan di dalamnya bahwa pakaian penutup
seluruh tubuh itu merah wamanln, dicampuri dengan wama lain.26
Hal itu akan tampak jelas dari diskusiAsy-Syaukani Rahimahullah
dengan pendapat lbnul Qaryim sebagai berikut:
lbnulQaryim telah mengklaim bahwa pakaian penuhrp seluruh tubuh
yang berwarna merah itu adalah dua selimut asal Yaman yang ditenun
dengan bahan-bahan benang merah dengan benang hitam. Dan telah
salah orang yang mengatakan bahwa wamanya adalah merah murni. la
juga berkata bahwa pakaian itu sangat dikenal dengan nama itu. Juga
tidak rahasia lagi bagi Anda bahwa seorang shahabat telah menyifatinyabahwa pakaian penutup seluruh tubuh itu benvarna merah, dan mereka
itu adalah dari kalangan ahli bahasa. Maka yang wajib adalah membawa
dalil itu kepada maknanya yang hakiki, yaitu merah mumi. Sedangkan
pergeseran gaya bahasa kepada majas -yakni sebagiannya merah dan
tidak demikian bagian yang lain- maka pensifatan sedemikian itu tidak
bisa dibawa fe$aa makna tarangan kecuali dengan adanya dalil yang
mewajibkannya. Jika yang dimaksudkan dengan arti di atas adalah arti
pakaian penutup seluruh tubuh secara etimologis, dalam semua kitab
yang berkenaan dengan bahasa tidak ada yang menguatkan arti itu. Jika
dimaksudkan dengan arti tersebut adalah makna yang sesungguhnya
secara syar'i, maka kenyataan syar'i tidak mengokohkan melainkan itu
hanyalah sebuah klaim saja. Yang wajib adalah membawa ucapan seorang
shahabat tersebut kepada bahasa fuab karena bahasa Arab adalah bahasa
beliau dan bahasa kaumnya. Jika ia mengatakan bahwa dengan ditafsirkan
dengan penafsiran sedemikian itu adalah dalam rangka menggabungkan
semua dalil, dengan keadaan ungkapannya yang mengandung keengganan dengan ketegasan menyalahkan orang yang mengatakan bahwa
pakaian penutup seluruh tubuh tersebut berwarna merah murni. Tidak
ada tempat berlindung baginya untuk memungkinkan penggabungan
dengan dalilyang lain sebagaimana telah kita sebutkan, padahaldengan
membawa pakaian penutup seluruh tubuh yang benvarna merah itu sebagaimana telah kita sebutkan akan menafikan apa yang dijadikan hujiah
oleh mereka di tengah ucapannya bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam mengingkari suatu kaum yang beliau saksikan bahwa pada
binatang-binatang tunggangan mereka terdapat kantong-kantong yang
berisi benang-benang berwarna merah.2a7
Keempat. Bahwa ungkapan itu sesuai dengan suatu kaidah yang
berkenaan dengan pakaian, di mana prinsip dasarnya adalah ibalah
(boleh). Tidak akan berubah dariprinsip dasar inimelainkan dengan adanya dalillain yang merubah hukumnya. Sedangkan dalam kasus initidak
ada dalil sedemikian itu.
Sedangkan kaitan pembahasan ini dengan bab tasyabbuh adalah
bahwa darisatu sisibahwa sebagian para ulama menjadikan semua yang
diwarnai dengan pewarna merah dan yang dicelupkan hukumnya sama.
Dan masalah pakaian yang dicelup telah ada nash yang tegas melarang
pemakaiannya. Karena pakaian sedemikian itu adalah pakaian orangorang ajam. sebagian ulama ketika melarang hal itu juga berdasarkan
kepada dalil hadits tentang bantar atas duduk berwarna merah yang
dilarang, demikian pula ditegaskan oteh para ulama karena itu adalah
bagian dari hiasan orang-orang asing. rni akan dibahas dalam pembahasan yang tersendiri. sebagian para urama juga mengisyaratkan
bahwa warna merah dilarang bisa jadi karena tasyabbuh kepada kaum
wanita.
Yang lain-lain memberikan illah ketika menegaskan larangan dengan
dasar apa yang muncul bahwa warna merah adarah hiasan bagi syetan
dan semuanya adalah bagian dari pembahasan tentang tasyabbuh
sekalipun pembahasan permasalahan berakhir pada bukan masalah itu.
Bukan menjadi tujuan bahwa semua pembahasan harus berakhir pada
penetapan hukum haram atau makruh karena di dalamnya terdapatfaktor
tasyabbuh. sedangkan yang menjadi hrjuan adarah memunculkan semua
permasalahan yang masuk ke dalam pembahasan tentang tasyabbuh,
baik mutlak ataupun berdasarkan sangkaan. Dan penjelasan permasalahan yang bukan demikian itu adalah sesuatu yang dimungkinkan bisa
terjadi. Wallahu Alam.
B. Pemakaian Pakaian Bertatahkan Permata bagi Kaum pria
sebagian para pengikut maThab syaf i menyebutkan subbahasan
ini. Dalam pembahasan inidalam kitabnya,AI-(lmm,Asy-syaf i Rahimahullah berkata, "Saya tidak membenci kaum pria yang mengenakan
mutiara melainkan karena perkara adab, karena mutiara adalah perhiasan
bagikaum wanita dan bukan karena haram hukumnya. saya tidak membenci pemakaian permata atau intan melainkan karena aspek sikap berlebih-lebihan ada rasa sombong."248
An-Nawawi berkata, "lninashnya. Demikian dinukiloteh para sahabat. Dan mereka sepakat bahwa hal itu bukan haram."24e
Yang jelas, bisa diketahui-WallahuTa'alaAllam- bahwa semua itu
haram hukumnya karena semua itu adalah perhiasan bagi para wanita
dan khusus bagi mereka dari zaman dahulu hingga kini. Dalam hal ini
Imam An-Nawawi telah menolong Asy-Syafi'i Rahimahullah dengan menyanggah pendapat dua orang ahli fikih dari kalangan pengikut mazhab
Syaf iyang menyatakan bahwa bertasyabbuh kepada kaum wanita adalah
makruh hukumnya dan bukan haram. Hal demikian itu karena ucapan
Syafi'i di atas dan bukan sebagaimana yang keduanya katakan. Akan
tetapi, yang benar adalah bahwa tasyabbuh kaum pria kepada kaum
wanita dan sebaliknya adalah haram. Hal itu karena hadits shahih,
" Allah melaknat para pria yang menyerupai wanita dan para wanita
yang menyerupai pria."2n
Kemudian Rahimahullahberkata, "Sedangkan teksnya di dalam laltab
AI-Umm tidaklah bertentangan dengan itu. Karenayang menjadimaksudnya adalah perhiasan bagi kaum wanita bukan karena semua itu hiasan
bagi mereka, khusus bagi mereka dan hanya menjadi hak mereka.2sr
Yang jelas, dasar permasalahan ini adalah urfu 'adal'. Berhias
dengan mutiara, permata, dan sejenisnya, menurut adat terdahulu hingga
kini adalah tradisi khusus bagi kaum wanita saja. Bahkan dipakai untuk
perhiasan bagipara raja asing dan mereka para penyembah berhala pada
mahkota-mahkota dan pakaian-pakaian mereka. Oleh sebab itu, hukumnya dilarang karena telah baku larangan bertasyabbuh bagi kaum pria
kepada kaum wanita.
Apakah Mengenakan Thallasan Dllarang?
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Definisi Thailasan
secara umum, thailasan adalah sebutan bagi semacam sandang
yang dikenakan di kepala berbentuk bundar dari lilitan kain. pakaian ini
populer di kalangan orang-orang Yahudi di zaman dulu.
Ahu f6'lszr2 berkata, "Thailasan adalah pakaian kepala yang dipotong kedua ujungnya, dijahit kedua sisinya, bagian yang satu di atas bagian
yang lain disatukan dengan dijahit. orang tidak mengenatnya karena
thailasan adalah pakaian orang-orang Yahudi di zaman dahulu dan
pakaian orang-orang ajam."zr: AI-Ghazi Asy-syaf i berkata, "ra adalah
pakaian yang dipotong kedua ujungnya. Ia dikatakan berbentuk berketiling
karena ia melingkar seperti tempat penyajian makanan. la adalah thaitasan
yang memanjang dari kedua sisinyal2a Al-Bahuti berkata dalam syarahnya
atas kitab Al-lqna',2n "la berbentuk seperti bentuk tharhah, memanjang
dan melingkar dari atas kepala'i2s
Thailasan kadang disebutkan untuk maksud suatu pakaian tebal.z5?
Akan tetapi, para ulama menghendaki dengan thailasn yang dilarang
adalah yang dipakai di atas kepala sebagaimana gaya yang dirakukan
oleh orang-orang Yahudi.
Dalil yang menunjukkan hal itu adalah bahwa Nabi sha/raltahu
Alaihi wa Sallarn sebagaimana ditakhrij Muslim dari hadits Anas bin Malik
Radhiyallahu Anhu bersabda,Mengikuti irliA arri or*g-orang Yahudi asA eiUnae, yang
brjumlah rujuh puluh ribu orang di atas mereka thailasan."be
HaditsAnas bin MalikRadhigallahuAnhu ini menjelaskan apa yang
dimaksud dengan thailasan. MenurutAhmad sebagaimana didalam kitab
musnadnya, "Di dalamnya disebutkan tentang Dajjal lalu bersabda,
'Bersamanya iiuO Ou*O rr* "r* Yahudi yang di atas kepala mercka
mahkota."zs Dan dalam lafazh lain: as-siijan.
Jika disebut kata sa4y, artinya adalah thailasan berwarna hijau.
Dikatakan, itu adalah thailasanyang melilit dan berbentuk kain pula.26r
Ia berkata di dalam kamus, "Thailas, tl'ailasan... adalah kata-kata
yang diarabkan yang asalnya taaliisaan. Dikatakan dalam suatu cercaan,
"Wahai anak thailasan"; artinya, "Sesungguhnya engkau adalah orang
ajam." Bentuk jamaknya adalah thagalisah. Huruf ha' dalam bentuk
jamak menunjukkan unsur serapan bahasa asing.262
B. Hukum Mengenakan Thailasan
Pendapat para ulama sangat beragam berkenaan dengan thailasan
sebagaimana akan dijelaskan berikut ini:
Pendapat /. Makruh hukumnya. lni adalah sebagian di kalangan
para pengikut mazhab Hanbali,263 didukung oleh Syaikhul lslam lbnu
Taimiyah,26a muridnya: lbnul Qayyim.265 Juga diikuti oleh sebagian dari
para pengikut mazhab Syaf i.2tr
Pendapat //. Mubah hukumnya. lni adalah sebagian dari para
pengikut mazhab Hanbali26T dan dikuatkan oleh lbnu HajarAl-Asqalani.268
Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya makruh mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Mereka berkata, "Sesungguhnya dalam pemakaian thailasan adalah
merupakan adat orang-orang Yahudi. Hal itu ditunjukkan oleh hadits
Anas bin Malik Radhigallahu Anhu. Dalam hadits itu Rasulullah Shallallahu Alathi wa Sallam bersabda,
t. -1 t ":. ' .'.'oro. ' -.o / ot,o '. a a. t.o. UILJI @ cl,iJlg rr*, cd\..,al ))#.U cJb-tJlC+
'Mengikuti iaiiat dari orang-orang Yahudi *i nroi** yang berjumlah rujuh puluh ribu orang di aas mereka thailasan."rc
Sejalan dengan makna hadits itu Anas Radhigallahu Anhu ketika
menyaksikan suatu kaum yang mengenakan thaisalan berkata,
"Mereka itu seperti Yahudi dari Khaibar."27o
Hadits dan atsar di atas menunjukkan bahwa thailasan adalah
pakaian orang-orang Yahudi yang menjadikan mereka dikenaldengan
pakaian itu sehingga menjadi syiar bagi mereka.2Tr
2. Bahwa mengenakannya adalah tasyabbuh kepada rahib Nasrani.z72
Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah
mubah mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menutup kepala hingga
sebagian besar wajahnya (taqanna'),273 sebagaimana dalam persiapan
untuk berhijrah. Di dalamnya Aisyah Radhgallahu Anla berkata,
"... Ketika kami sedang duduk-duduk di rumah kani di tengah hari,
tiba-tiba seseorang berseru kepada Abu Bakar, 'Ini Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam daang dengan mengenalcan penurup kepala
dengan selendang pada waktu yang fuliau tidak penah datang kepada
kia pada saat sepefii itu ...."274
Dalam hadits itu taqanna' - tathailb.z7'
2. Apa yang diriwayatkan oleh Anas dan Sahl bin Sa'd Radhigallahu
Anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak
melakukan taqanna'. Dalam suatu lafal disebut gina'.na
3. Bahwa jamaah dari para shahabat melakukan taqanna' di zaman
kehidupan Rasulullah Sha llallahu Alaihi wa Sallam setelah beliau wafat,
sepertiAbu Bakar, Umar, Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhum.277
Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah makruh telah
menyanggah dalil-dalil mereka yang berpendapat bahwa hukumnya
adalah mubah dengan dua sanggahan:
Pertama. Taqanna'bukan tlailasan. Maka tidak ada alasan bagi
Anda semua ketika memunculkan berbagai dalil untuk mengukuhkan
bahwa boleh ber-taqaruta'.278
Kedua. Jika harus dipahami bahwa boleh mengenakan thailasan
den gan adanya dalil-dalil yang menjelaskan tentan g taq anna', sebenarnyataqanna'yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam
tiada lain adalah untuk suatu kebutuhan karena dingin atau lainnya.2Te
Dalil-dalil kelompok pertama yang berpendapat bahwa hukumnya
adalah makruh bahwa thailasan adalah syiar milik orang-orang Yahudi
dizaman dahulu yang kemudian hilang setelah itu. Maka sekarang harus
menjadi mubah.
Pendapat paling kuat -Wallahu Ta'ala Allam- adalah keharaman
thailasan yang merupakan gaya di kalangan orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Karena yang bisa disaksikan sekarang orang-orang Nasrani
paling tidak, masih mengenakannya, khususnya para pendeta mereka.
Ini adahh faktor yang memperkuat apa yang telah kita sebutkan
bahwa semua itu adalah syiar-syiar mereka. Kaidah mengatakan bahwa
haram hukumnya bertasyabbuh kepada mere&a berkenaan dengan halhalyang khusus bagi mereka.2e Konsekuensilang muncul dari dalil-dalil
yang diketengahkan oleh kelompok yang berpendapat bahwa hukumnya
adalah makruh adalah hukum hararn, ini yang tepat, sebagaimana
komentar yang disampaikan oleh Syaikhul lslam dan lbnul Qayyim
Rahimahumallah ketika ked uanya mem uncu l kan had its'tuju h pul uh ribu
orang yang keluar bersarna Dajial' dengan hadits:
" Barangsiapa menyerupi suatu kaum, maka ia adalah bagian dari
Keduanya berpendapat bahwa konsekuensainya adalah pengharaman.282 Kiranya keduanya menghendaki hukum makruh itu adalah
pengharaman.
Sedangkan orang yang berpendapat bahwa hukumnya adalah
jawaz dalam pemakaian thailasan dengan alasan bahwa Nabi bertaqanna'adalah pendapat yang tidak bisa diterima sebagaimana dijelaskan di atas. Penjelasan hal itu bahwa thailasan adalah pakaian tertentu
yang dikenakan dengan cara yang mempopulerkan orang-orang Yahudi
dan Nasrani. Sedangkan taqanna'adalah menutup kepala dan sebagian
besar wajah dengan menggunakan selendang atau kain atau selain
keduanya. Sesuai dengan artinya, maka boleh berdalil dengannya jika
diberlakukan untuk seterusnya. Bukan demikian. Akan tetapi, dilakukan
karena adanya kebutuhan dan uzur. Dan dimakruhkan oleh para ulama
jika tidak karena demikian itu.2m
larangan Menggunakan Bantalan Duduk darl Sutra
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Definisi Mayatsir
Matatstr adalah jamak darimiitnrah. Asalnya adalah al-watsaarah
atau urrtsrah. Sedangkan kata watsir mengandung arti kasur yang menjadi alas. Jika dikatakan: imra'atunwatsirratun mengandung arti 'wanita
gemuk'. Ada yang mengatakan berkenaan dengannya adalah bahwa
magatsir adalah sarana pelengkap sebagaimana pelana.
Ath-Thabari berkata, "la adalah alas yang diletakkan di atas pelana
kuda atau tempat duduk di atas unta berupa kain berwarna merah."
Dikatakan pula, "la adalah pelana-pelana yang terbuat dari sutra."
Dikatakan pula, "Pembungkus untuk pelana-pelana yang terbuat dari
sutra." Dikatakan pula, "la itu mirip dengan bantalyang dipadati bagian
dalamnya dengan kapas atau bulu."2e
Jelas bahwa tidak ada perbedaan yang besar antara semua definisi
yang telah disebutkan. Dapat dipahami darinya bahwa mayatsir terbuat
dari sutra. Sedangkan definisi-definisi yang tidak menyebutkan demikian
itu tidaklah melakukan pelarangan hal itu. Magatsir yang sedemikian itu
dan yang muncul larangan menggunakannya adalah yang berasal dari
kendaraan orang-orang asing yang populer. Ath-Thabari berkata berkenaan dengan hal itu, "Bahwa para wanita membuatnya untuk para
suami mereka dengan alas kain merah dan beludru, dan merupakan alas
duduk pada binatang-binatang tunggangan orang-orang asing."2e Abu
Ubaid berkata, "Magatsir yang berwarna merah yang muncul larangan
berkenaan dengannya adalah yang berasal dari alas binatang-binatang
tunggangan orang-orang asing yang terbuat dari beludru dan ss116."285
B. Hukum Menggunakan Mayatsir
Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan masalah ini
sehingga memunculkan dua pendapat:
Pendapat /. Penggunaan bantalan alas duduk berwarna merah
makruh hukumnya. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanbali.2s
Pendapat //. Haram hukumnya jika terbuat dari sutra dan boleh jika
terbuatdari selainnya. lni adalah pendapatpara pengikut mazhab Syafi'1.202
Dalil-dalilyang diketengahkan oleh para ulama berkenaan dengan
masalah ini adalah sama, di antaranya:
1. Dari Ni Radhigallahu Anhu, berkata,
" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangku duduk di aas
bantalan alas duduk dari kain sutra."
Magatsir adalah kain dari semacam sutra untuk pelana seperti
beludru yang diwarnai merah dibuat oleh para wanita untuk para suami
mereka. Di dalam sebagian lafal lain disebutkan,
2. Dari Al-Barra bin Azib Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
;
" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerinahkan kepada kani rujuh
hal dan melarang kami dari rujuh hal."
Dalam hadits itu disebutkan pula sebagai berikut,
" Dan melarang kami dari cincin atau mengenakan cincin dari emas,
dari minum dengan menggunakan bejana dari perak, dari banul-banal
alas duduk dari sutra, dari qissi (pakaian yang dijahit dengan sutra),
dari pemakaian sutra tipis dan tebal."
Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan,
p)ri.Qt
"Dan bantalan alas duduk dari sutra yang berwarna merah."2%
Semua hadits inimunculdengan membawa pesan larangan menggunakan bantalan alas duduk dari sutra, maka barangsiapa mengefehifkan larangan itu sesuai dengan makna eksplisitnya maka akan
membawanya kepada hukum haram.
Yang jelas -Wallahu Ta'ala A'lam- bahwa duduk di atas bantalan
tersebut haram hukumnya. Hal itu karena beberapa hal, di antaranya:
- Prinsip dasarnya adalah membawa bentuk larangan kepada makna
pengharaman selama tidak ada dalil perubah kepada hukum makruh.
Dan dalam kasus ini tidak ada dalilyang merubah itu.
- Karena hadits Al-Barra muncul dengan larangan pula yang disepakati
bahwa yang dimaksud adalah pengharaman, seperticincin emas untuk
kaum pria dan pemakaian sutra. lldak ada alasan untuk membedakanantara hal-hal yang dilarang yang bentuk ungkapannya sama tanpa
adanya qarinah'penyertaan khusus'.
- Karena bantalan untuk alas duduk itu terbuat dari sutra sebagaimana
kebiasaan mereka di zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Hal ini terlihat jelas dalam definisi-definisi para ulama untuk bantalan
alas duduk sebagaimana telah dijelaskan di dalam subbahasan pertama.
- Karena dalam pembuatan bantal-bantal alas duduk mengandung sikap
bertasyabbuh kepada orang-orang kafir dari kalangan orang-orang
ajam.2er
Sedangkan jika bantalan alas duduk itu tidak terbuat dari sutra, tidak
haram hukumnya, karena tidak ada dalilyang melarangnya.2e2 Akan tetapi,
dalil-dalilyang ada adalah yang melarang pemakaian bantalan alas duduk
yang terbuat dari sutra sebagaimana yang dipakaioleh orang-orang ajam.
Sedangkan apa yang disebutkan oleh Ath-Thabaridan akhirnya dipastikan
oleh An-Nawawi bahwa hal itu berkemungkinan,ze3 bahwa bantalan alas
duduk jika dibuat bukan dari sutra tetap dilarang pemakaiannya, karena
dalam pemakaiannya mengandung unsur tasyabbuh kepada para
pembesar orang-orang ajam, adalah tidak muncul dengan baku menurut
pandangan saya. Karena apa yang ada di kalangan orang-orang ajam
itu adalah bantal-bantal alas duduk yang terbuat dari sutra sehingga tidak
ada tasyabbuh kepada mereka dalam hal di atas, kecuali jika bantalan
alas duduk yang banyak dipakai itu terbuat dari sutra, karena 'terbuat dari
sutra' itulah yang merupakan sifatnya yang paling menonjol pada bantalan
alas duduk di kalangan orang-orang ajam. Lebih dari itu warnanya adalah
merah sebagaimana bantalan alas duduk mereka. Dengan telah diketahui
bahwa pemakaian mereka akan bantalan alas duduk itu yang merupakan
syiar mereka telah tidak ada lagi sebagaimana kita ketahui di zaman
sekarang ini. Akan tetapi, hukumnya abadi karena adanya [llah 'alasan'
yang lain sehingga karenanya haram hukumnya, yaitu terbuat dari sutra.
WallahuTa'alafilam.
Dan apakah ada syarat bahwa bantalan alas duduk itu berwarna
merah atau tidak, karena halitu munculpada sebagian berbagai riwayat
yang ada?
Yang benar adalah diperryaratlon bahwa warna merah, sehingga
keterikatannya dengan wama merah lebih menjadikan khusus bagi makna
sutra yang umum itu. Sehingga dilarang karena terbuat dari sutra dan
lebih terlarang lagijika benvama merah.2s
?m*,rc
larangan Berfalan dengan Menllenakan Sebelah Sandal
Para ulama sepakatbahwa makruh hukumnya mengenakan sebelah
sandal saja. Hal itu dinukil oleh lbnu Abdul Barr dan An-Nawawi. Akan
tetapi, lbnu Abdul Barr berkata berkenaan dengan orang yang melakukan
hal tersebut, "la bukan orang yang melakukan maksiat menurut jumhur;
sekalipun ia men getahui larangan. sedangka n ahludzdzahir berkata,'Dia
telah bermaksiat jika mengetahui adanya larangan."zs Jetaslah bahwa
ungkapan ahludzdzahfr tidak benar jika mereka berpendapat bahwa
hukumnya haram. Karena sikap berlainan tidak disebut kemaksiatan,
kecuali pada hal-hal yang diharamkan. lmam Malik Rahfm ahullah menegaskan dengan sangat tegas bahwa hal itu serupa dengan pengharaman.
Maka ia berkata, "Tidak boleh berjalan dengan sebelah sandal, kecuati
jika putus kaki sebelah."2$ Ketika ia ditanya tentang orang yang putus tari
depan sandalnyazeT ketika orang itu berjalan di suatu tanah yang sangat
panas, dengan pertanyaan sebagai berikut, 'Apakah ia berjalan di atastanah itu hingga sempat memperbaikinya?" Dijawab, "Tidak. Akan tetapi,
hendaknya ia melepaskan keduanya atau untuk berhenti berjalan."2se
Para ahli ilmu menetapkan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
'Tidak boleh salah seorang dari kalian brjalan dengan seblah sandal. Hendaknya ia melepaskan keduanya aau memakai kduanya."D
Di dalam riwayat yang lain disebutkan,
t1;-.6ai+
" Hendabtya ia melepaskan keduanya."
2. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, 'Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu Alaihi un fullarn bersabda,
tlA;.;L a?\i q*ru |€tl[:'g;:uiy
'lika ali sandal salah seonng dari kalian putus, tidak boleh baginya
berjalan dengan sebelah sandalnya hingga dia memperfuikinya'.'N
3. Dari Jabir RadhigallahuAnhu, ia berkata, 'Rasulullah ShallallahuAlaihi
waSallam bersabda,
- lika ali sandal sann ,eormg dari kalian putus atau barangsiapa yang
putus tali sandalnya, ia tidak boleh brjalan dengan sebelah sandal
hingga ia memperbaiki ali sandalnya in. Tidak boleh juga berjalan
dengan sebelah sepatuMereka berkata, "Semua dalildi atas dibawa kepada makna makruh
dan larangan didalamnya adalah larangan yang bertujuan sebagai petunjuk dan pendidikan.3oz Mereka menetapkan alasan-alasan penetapan
hukum tersebutyang disebutkan oleh sebagian darimereka ketika mengetengahkan dalil.s3 Di antaranya:
lbnu Al-Arabi berkata, "Dikatakan, Alasan dalam hal itu adalah
karena yang demikian itu adalah cara berjalan syetan. Dikatakan pula
bahwa yang demikian itu keluar dari keseimbangan."3s
Al-Baihaqi berkata, 'Makruh dalam halitu karena gaya itu dijadikan
kebanggaan sehingga banyak mata yang tertuju kepada gayanya itu.r'305
Dikatakan pula, "Karena gayanya itu adalah menjadikan pemandangan yang buruk dan bertentangan dengan cara yang tenang. Juga
karena orang yang mengenakan sebelah sandal akan menjadikan salah
satu kakinya lebih tinggi dariyang lain sehingga menyulitkannya berjalan.
Bahkan bisa jadi menjadikannya tergelincir.'ffi Dikatakan pula bahwa gaya
yang demikian itu akan menyibukkan harinya dan memberikan pengaruh
kepadanya berupa munculnya khayalan dan keguncangan dalam hati."il7
Pendapat yang paling lslot -Wallahu Ta' ala A' lam- adalah haram
hukumnya berjalan dengan sebelah sandal kecuali karena keadaan darurat
karena beberapa hal. Pertama, karena larangan itu telah baku dan jelas
berkenaan dengan perkara ini.wKedua, hadits-hadits tersebut telah menyebutkan dengan jelas melarang hal itu bahkan ketika salah satunya
rusak dan memerlukan perbaikan. Prinsip dasarnya adalah bahwa hukum
makruh bisa hilang ketika ada kepentingan lain.3@ Telah diketahui bahwa
kepentingan yang terbayang dalam hal ini adalah: putus atau rusaknya
salah satu dari dua sand al. Rasululla h S lallallahu Alaihi waSallam tidak
membolehkan manusia tetap mengenakan sebelah sandal hingga sandal
pasangannya itu sudah menjadi bagus. Malik Rahdm ahullahberpendapat
bahwa tidak boleh pula seseorang berdiri dengan mengenakan sebelah
sandal. Ia berkata, "salah satu sandal itu harus ditanggalkan pula dan
berhentijika ia sedang berada di tanah yang sangat panas dan semisalnya
di mana sangat sulit berjalan di sana hingga ia selesai memperbaikinya
atau bisa berjalan dengan tanpa alas kaki.r3r0
Memberikan isyarat kepada makna yang sama adalah lbnu Hajar
Rahimahullah di dalam kitabnya Al Fath.3tt
Pembahasan ini bisa masuk ke dalam objek pembahasan tasyabbuh dari satu sisi sebagaimana disebutkan oleh sebagian para urama
bahwa hikmah pelarangan pemakaian sebelah sandal karena daram sikap
seperti itu terdapat tasyabbuh kepada syetan.3r2
Sebagian kecil dari para pengikut mazhab Hanbali menyebutkan
bahwa boleh berjalan dengan mengenakan sebelah sandaljika ia sedang
memperbaiki sandal yang sebelahnya, dan tidak makruh hukumnya.3t3
Mereka mengetengahkan dalilyang muncul dariAisyah, dariAli dan dari
lbnu umar berkenaan dengan masalah itu. Yang benar adalah bahwa
tidak halyang baku yang benar-benar sampai kepada beliau.
lbnu Abdul Barr berkata, "Para ahli ilmu tidak mengambil pendapat
Aisyah berkenaan dengan haldiatas, lalu berkata, "Telah muncutdariAli
dan lbnu umar bahwa keduanya melakukan hal itu seakan-akan keduanya
membawa larangan kepada makna tanzih. Atau ketika keduanya melakukan halitu adalah hanya melakukannya sebentaratau keduanya belum
mengetahui adanya larangan. "'
larangan Menllenalon Loncen$ dan lhlung
Pembahasan ini mencalmp dua subbahasan:
A. Hukum Mengenakan Lonceng
Mayoritas ahli ilmu berpendapatbahwa mengenakan lonceng adalah
makruh hukumnya. lni adalah pendapat para pengikut mazhab fvlalik,3r5
Syafi'i,sto dan Hanbali.3rT
Mereka berdalil dengan dalil-dalil berikut:
1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
' Malaikat tidak mendampingi reketompok "ory Orr- suatu perialanan
yang di tengah mereka aniing atau lonceng."3tg
2. Dari Abu Hurairah Radhigallahu futhu bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
guullr 4tT'r'ii
' Lonceng adalah serul ing-sera ling syetan."'te
Yang jelas -Wallahu Tb'ala lilam- bahwa mengenakan lonceng
adalah haram hukumnya karena aPa yang telah disebutkan dari kedua
hadits diatas. Karena keengganan Para malaikat mendampingi sekelompok orang yang didalam perjalananyang di antara mereka lonceng memberikan kesan kepada hukum yang sedemikian itu. ltu adalah bentuk
hukuman yang setimpal bagi pelaku perbuatan haram dan bukan perbuatanyang makruh hularmnya. lniadalah sama dengan aPayang datangdari Rasulullah Sha/lallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Abu Thalhah
sebagaiberikut,
* Para malaikat tidak masuk rumah yang di i^i.rru aaa aniing atau
gambar."32o
An-Nawawi ketika mengomentari hadits ini berkata, "para ulama
berkata, "Sebab keengganan mereka dengan rumah yang di dalamnya
gambar yang menggambarkan kejahatan yang sangat keji. Dalam gambar
seperti itu juga tandingan bagi ciptaan Allah ra'ala dan sebagian lain
menggambarkan suatu sesembahan yang bisa disembah selain Allah
Ta'ala. Sedangkan keengganan mereka dari rumah yang di dalamnya
anjing karena anjing banyak makan sesuatu yang najis. Dan juga karena
sebagian dari anjing-anjing itu dinamakan syetan, sebagaimana disebutkan
dalam suatu hadits, sedangkan para malaikat adalah lawan syetan. Juga
karena bau anjing yang sangat tidak sedap dan para malaikat sangat
membenci bau yang tidak sedap. Juga karena anjing adalah binatang
yang terlarang memilikinya, dan orang yang memilikinya dihukum dengan
keengganan para malaikat masuk rumahnya, enggan shalat di datamnya,
enggan beristighfar untuknya, memberikan berkah untuknya dan didalam
rumahnya dan enggap mengatasi gangguan syetan."32r Juga adanya
berita dari Rasu lullah Sha llallahu Alathi u:a Sallam bahwa lonceng adalah
seruling-seruling syetan yang harus sangat dijauhi. sudah dijelaskan dalam
tata aturan di atas bahwa pada prinsipnya apa-apa yang telah dijelaskan
oleh nash dalil bahwa sesuatu tersebut adalah bagian dari sifat-sifat syetan
dan perbuatannya adalah haram hukumnya.322
Hal di atas diperkuat oleh apa yang datang dariAisyah Radhigallahu
Anlla dan apa yang datang dari Omar bin Al-Khaththab Radhigaltahu
Anhu berkenaan dengan perkara itu, bahwa dari budak perempuan Abdurrahm a n bin Hibban Al-Ansha ri dari Aisyah Ra dhig allahu Anh:rl ia berkata,Bahwa ketika ia (budak perempuan Abdurrahman bin Hayyan bernama
Bunanah, pent.) berada di dalam rumahnya (Aisyah) tiba-tiba dimasuklon
ke dalam rumahnya itu seorang anak gadis yang padanya tergantung
loncengJonceng yang dibunyikan.Itlaka ia (Aiqnh) berkata, lJangan kalian
masukkan ia ke delotku kecualijika kalian memotong lonceng-lonceng
itu'. la juga berkata, Aku telah mendengar Rasulullah Slallallahu Alaihi
wahllam bersabda,
'Pan malaikat tidak akan masuk suatu runah yang di dalamnya tedapat
Iotrceng'."w
Dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubaifu RadhigallahuAnhurn bahwa
budak perempuan mereka pergidengan anak perempuan Az-Zubair menuju kepada Omar bin Al-Khaththab Radhiyallahu,\nhu dan pada kakinya
beberapa buah lonceng yang akhimya diputuskan oleh UmarRadhigallahu
Anhu lalu ia berkata, 'Aku telah mendengar Rasulullah ShallallahuAlaihi
waSallam bersabda,
" Sesungguhnya pada setiap lonceng terdapat syetan."32s
Mengenakan lonceng juga merupakan tindakan orang-orang
jahiliyah yang sangat tercela.326 Dari Abu Basyir Al-Anshari bahwa suatu
ketilo ia bersama Rasulullah Sha llallahu Alaihi wa Sallam dalam sebagian
bepergiannya. Maka Rasulullah Stallallahu Alathi wa Sallam mengutus
seorang utusan,langan sekali-kali kamu biarkan ada kalung dari ali aau kalung di
Ieher seekor una melainkan harus diputuskan."3zT
Dalam riwayat yang lain disebutkan, -
" Iangan sekali-kali kamu biarkan ada kalung dari ali atau lonceng
tetap brada di leher seekor unta melainkan harus diputuskan."32B
B. Hukum Mengenakan Kalung
Setiap kalung yang terpasang dileher manusia atau di leher binatang
tidak terlepas dari dua hal: Bisa jadi dipakai untuk perhiasan atau semisalnya, untuk dipakai untuk menangkalain 'guna-guna', atau untuk suatu
upaya penyembuhan, dan lain-lainnya.
Sedangkan keadaan pertama maka hukumnya adalah mubah
menurut prinsip dasarnya dengan memperhatikan patokan-patokan dalam
hal berhias. Sedangkan keadaan kedua, maka sebuah kalung atau tali
tidak akan lepas dari salah satu dari dua hal pula: bisa jadi mengandung
ayat-ayat Al-Qur'an Al-Karim, doa-doa, dan ruqyah syar'iah, atau tidak
demikian keadaannya.
Pada pembahasan berikut kita akan mendalami dua keadaan itu
dengan cara menjelaskan pertentangan antara keduanya dengan dalildalil dan upaya tarjih.lnsya Allah.7. Berbagat Kalungf2e dan Talr-tallsso yang Sama Sekall Tldak
Mengandung Sedlktt pun Ayat-ayqt Al-Qur'an, Doa-doa, dan
Ruqyah Syor'loh
Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan hukumnya
sebagaimana berikut ini:
Pendapat /. Hal itu makruh hukumnya. Di antara mereka adalah
Imam Malik berkenaan dengan tali busur saja.33r Ini juga merupakan
pendapat para pengikut mazhab Syag'psz dan Hanbali.333
Pendapat lL Hal itu haram hukumnya. lni adalah ucapan lbnu Abdul
Barr.3v Sedangkan Muhammad bin Al-Hasan mengkhususkan pelarangan
pada tali busur saja.335 Pendapat ini banyak didukung oleh para ulama
terkemudian.3s
Pendapat lll. Hal itu dilarang jika tidak ada kepentingan dan boleh
jika ada kepentingan. lni adalah pendapat yang dinukil dari Aisyah
Radhiyallahu Anha. Juga dinukil dari Ahmad.337
Pendapat M. Boleh secara mutlak, baik dengan adanya kepentingan
atau dengan tidak ada kepentingan.3s
1. Mereka yang berpendapat bahwa makruh hukumnya mengetengahkan
dalil-dalil sebagai berikut:
a. DariAbu BasyirAl-Anshari RadhigallahuAnhu bahwa suatu ketika
ia bersama dengan Rasulullah Sha llallahu Alaihi wa Sallarn dalam
suatu perjalanan beliau. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam mengutus seorang utusan,
" langan sekali-kali t -, irr** uiu *rtrng ari ui ,nu katung di
leher seekor unta melainkan harus diputuskan."3se
b. Dari Ruwaifi' bin Tsabit Radhigallahu Anhu berkata, "Rasulullah
ShaUallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
" Wahai Ruwaifi'! Kemungkinan hidupmu akan panjang sepeninggalku,
maka kabarkan kepada semua manusia bahwa siapa orang yang
mengeritingkan jenggotnya,l$ atau mengenakan kli busur, atau beristinja dengan kotoran binatang, aau dengan tulang, maka sesungguhnya Muhammad furlepas diri darinya."3al
c. DariAbdullah bin Akim dengan derajat marfu', beliau bersabda,
" Barangsiapa menggantungkan sesuatu pada dirinya, maka ia dibiarkan
dengan sesuatu itu.Dari Uqbah bin Amir Radhigallahu Anhu berkata, 'Aku pernah
mend en g a r Rasu I ulla h Slallallahu Al aihi wa S allam bersabda,
" Barangsiapa yang mengalungkan jimat, maka Altah tidak akan membrikan kesempurnaan baginya; dan barangsiapa mengalungkan cangkang kerang, maka Allah tidak akan menjaganya."v3
Akan tetapi, yang jelas mereka membawa dalil-dalil ini kepada
makna hukum makruh.
2. Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah haram,
mengetengahkan dalil-dalil tersebut di atas juga dan dalil-dalilyang lain,
di antaranya:
a. Sabda Rasulullah S hallallahu Alaihi wa Sallam sebagaima na dalam
hadits Uqbah bin Amir RadhigallahuAnhu,
l)7ii**A
'Barangsiapa menggantungkan jimat, maka ia telah furbuat syirik.'3|
b. Sabda beliau yang diriwayatkan oleh lbnu Mas'ud Radhigallahu
Anhu,
!'; drhgt'.6$ jl,Lt
" Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, dan susuk adalah kemusyrikan."vs
c. Mereka berkata, Uika orang yang mengikutinya menyangka bahwa
benda tersebut bisa menolakarn (sambet) maka ia telah menyangka
bahwa ia mampu menolak takdir. Yang demikian itu tidak boleh
diyakini.36 Mereka membawa dalil-dalil tersebut kepada makna
pengharaman karena jelasnya makna itu di dalamnya.
Sedangkan mereka yang membolehkannya setelah munculnya
kepentingan dan bala, dan mereka yang membolehkannya baik setelah
atau sebelum adanya bala, maka Penulis tidak menemukan dalil yang
mendukung pendapat itu.
Pendapat yang paling lauat -Wallahu Ta'ala Allam- adalah bahwa
hukum mengenakan kalung, tali busur, dan sejenisnya dengan tujuan menolak marabahaya, berupa afn atau penyakit, sebelum atau sesudah terserang olehnya, adalah haram hukumnya. Hal itu karena jelasnya nashnash berkenaan dengan hal itu. Bahkan nash-nash daliltersebut memberikan pengertian bahwa perbuatan semacam itu termasuk dosa besar
seba gai ma na d inam a kan oleh Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sal lam bahwa
perbuatan tersebut adalah syirik dan beliau berlepas diri dari pelakunya.
Pelaku perbuatan sedemikian itu bergantung kepada sebab-sebab yang
tidak memberikan manfaat dan tidak pula memberikan bahaya dan tidak
dijadikan oleh Allah Ta'ala sebagai sebab-sebab yang syar'i atau sejalan
dengan takdir dalam hal menanggulangi bala.
Perbuatan sedemikian itu adalah perbuatan yang benar-benar khusus perbuatan orang-orang jahiliyah yang datang lslam membatalkan
semua itu dan mencelanya.
Penulis telah membahasnya ketika mengkaji masalah yang sama
dalam buku-buku dari mazhab-mazhab tentang penyertaan penjelasan
(qarinah) yang karenanya hukum makruh dibawa kepada makna hukum
malcruh tahrim (yang mengarah kepada hukum haram). Hal itu karena
kejelasan nash-nash. Akan tetapi, Penulis tidak menemukannya. Sebagian
mereka telah dengan sengaja bermaksud pengharaman, demikian sebenarnya. Wallahu Ta' ala Al lam. Akan tetapi, jika kalu n g-kalung itu men gandung perkara-perkara syirik atau alat-alat yang berkaitan dengan sihir, itu
haram mutlak hukumnya.2. I{alung-kalung dan Jlmat-ttmat yang Terbuat darl Ayat-ayat
Al-Qur' an, Doa-doa, dan SeJenlsnya
Para ulama telah berbeda pendapat dalam hal ini sehingga muncul
dua pendapat:
Pendapat /. Hal itu tidak boleh. Pendapat ini dinukil dari jamaah
para shahabat. Di antara mereka adalah lbnu Mas'ud, Ibnu Abbas,
Abdullah bin Ukaim, dan sebagian dari kalangan para tabi'in juga sebagian
kalangan para ulama belakangan.
Pendapat I l. Boleh memakai jimat-jimat yang terbuat dari Al-Qu r' an,
doa-doa yang diperbolehkan, dan sejenisnya. lni adalah mazhab sebagian
para shahabat, seperti Aisyah Radhigallahu Anha, Abdullah bin Amr bin
Al-Ash, dan lain-lain.il7
1. Dalam pelarangan itu mereka berdalildengan dua buah dalil, yaitu:
a. Dalil-dalil yang disebutkan di atas dalam larangan jimat-jimat dan
kalung-kalung. Lebih dari itu dalil-dalil tersebut datang berbentuk
umum dalam larangan dengan tidak memperkecualikan sesuatu
apa pun sehingga dalil-dalil tersebut tetap pada sifat umumnya.3os
b. Merelo berkata, "Dilarang dalam rangka untukmembendung bahaya
syirik. Jelasnya adalah bahwa jika jimat-jimat dari Al-Qur'an atau
lainnya diperbolehkan, akan bercampur dengan jimat-jimat lain.
Sehingga permasalahannya menjadi rancu sehingga terbukalah
jalan kesyirikan dengan menggantungkan jimat apa pun jenisnya.
Membendung keburukan)rang bisa menggiring orang kepada kesylrikan adalah kaidah yang paling agung yang dibawa oleh syariat."us
2. Sedangkan mereka yang membolehkannya berkata, "Dikiaskan kepada ruqyah syariah yang sudah sangat dikenal dan bukan yang
digantungkan. Darisatu sisi, keduanya bisa saja mengandung ayatayat Al-Qur'an, hadits-hadiB, doa-doa, dan semisalnya.Mereka yang melakukan pelarangan mengkiaskan kepada jimatjimat yang biasa digantungkan atas jimat-jimat yang tidak sedemikian itu
adalah karena adanya pembeda. Bagaimana bisa dikiaskan aPa-aPa yang
di dalamnya ada lembaran-lembaran kertas dan kulit yang digantungkan
kepada yang tidak demikian halnyaP"
Pend apat yang pal i n g lrr.:^al -Wallahu Ta' ala Al lam- adalah m azhab
mereka yang melarang hal-hal seperti itu. Hal itu karena dalil-dalilyang
telah mereka sebutkan.
Sedangkan pengkiasan pada ruqyah tidaklah benar karena adanya
pembeda sebagaimana telah disebutkan. Selain karena ruqyah syar'iah
itu sifat-sifatrnya telah demikian baku dari perbuatan RasulullahShallallahu
Alaihiwafullam, sedangkan sabdanya yang bertentangan dengan jimatjimat dan kalung-kalung yang biasa digantungkan tidaklah ada.
Orang yang memikirkan kenyataan banyakorang akan mengetahui
nilai penting dalam penutupan pintu ini, karena itulah materi kebenaran
itu sendiri. Yakni sebagai upaya menanggulangi kerusakan yang ditimbulkan oleh kesyirikan dan bercampur aduknya semua permasalahan disuatu
masa yang didalamnya menyebar kebodohan dan bid'ah. Dan di dalam
masa yang di dalamnya ilmu dan ittiba'menjadi sangat lemah di tengahtengah berbagai kelompok masyarakat Muslim. Hanya Allahlah sebagai
tempat memohon pertolongan.
Penulis telah menyajikan permasalahan ini dengan sangat ringkas
untuk menyempurnakan bahasan tentang kalung-kalung dan jimat-jimat
yang asalnya adalah dari perbuatan-perbuatan orang-orang jahiliyah yang
telah dibatalkan oleh lslam.Apakah Membentuk Sorban Dllaran!?
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Definisi Sorban Shamma
Menurut ungkapan para ahli ilmu yang dimaksud dengan sorban
shamma adalah sorban yang tidak ada sedikit pun dari bagiannya yang
mencapai bawah dua cambang juga tidak memilikijambul. Jika ada bagian
dari sorban itu hingga di bawah dua cambang dan memilikijambul, atau
ada salah satu dari dua hal tersebut, itu bukan sorban sha mma'.3',z Sorban
shamma adalah salah satu pakaian orang ajam.
B. Hukum Membentuk Sorban
Kebanyakan para ahli ilmu dari para pengikut mazhab berpendapat
bahwa makruh hukum sorban slamma. Dalam har ini tak seorang pun
dari orang-orang terkenalyang mengingkari ha! itu.353
Dikatakan, "Hukum makruh itu khusus di kala berjihad atau semacamnya yang membutuhkan pemanjangan sorban hingga di bawah kerongkongan."3il
Para ahli fikih berpendapat bahwa hukumnya makruh berdasarkan
dalil-dalil sebagai berikut:
- Sesungguhnya sorban shannma adalah pakaian orang-orang ajam.355
Bertasyabbuh kepada mereka berkenaan dengan pakaiannya makruh
hukumnya. Demikian yang mereka katakan.Bahwa pakaian tersebut adalah pakaian syetan, maka makruh hukumnya.3',7
- Apa yang diriwayatkan bahwa NabiShallallahu Alaihi wa Sallam,
lgyi* i+:]j3u,;t
* Memerinahlan untuk talahhi' dan melarang untuk iqti'ath'."158
Talahhi adalah menjadikan sebagian sorban sampai di bawah
cambang daniqti'athadalah mencukupkan dan tidak menjadikan dibawah
dagunya sedikit pun dari sorban itu.35e
Mereka berkata, "HadiB itu dibawa kepada makna makruh dan
bukan menunjukkan hukum haram."
Sedangkan orang yang mengkhususkan hal itu ketika dalam jihad
atau semisalnya, memberikan alasan bahwa anak-anak orang yang berhijrah dan orang'orang Anshar telah menukil dari mereka bahwa mereka
meninggalkannya dan membawa makna makruh kepada sikap meninggalkan untuk memanjangkan sorban hingga di bawah cambang bagi
orang-orang yang berjihad atau semisalnya karena suatu kepentingan.3@
Pendapat yang pali ng l$at -Wallahu Ta' ala Al lam- adalah mazhab
jumhur. lni adalah jalan kaum Muslimin dan tradisi mereka. As'Safarayinist
berkata, "Para ulama kita berkata, 'Sorban yang menjuntai hingga di bawahcambang adalah yang bagiannya dililitkan hingga di bawah kerongkongan
sekali atau dua kali lilitan, baik dengan jambul atau tidak. Yang demikian
ini adalah sorban kaum Muslimin dizaman beliau dan yang demikian ini
lebih rapat dan sulit terbuka'.362
Sedangkan hadits yang menunjukkan larangan iqti'ath dalam kebakuannya masih perlu ditinjau kembali. Jika shahih tentu bias dimanfaatkan untuk menunjukkan bentuk istihbab'anjuran', sebagaimana akan
dijelaskan nanti.
Yang jelas bahwa sorban yang makruh hukum memakainya adalah
sorban yang tidak memenuhi dua sifat di atas, yakni memilikijambul atau
keadaannya memiliki kelebihan hingga dibawah kerongkongan. Jika sudah
terpenuhisalah satu dari keduanya maka kebanyakan para ahliilmu menganggap tidak makruh lagi. Ini adalah pendapat yang dinukil dari kebanyakan mazhab.s3
Sebagaimana jelas kita ketahui bahwa tidak ada pertentangan
antara hadits ini dengan hadiB yang lalu dalam melarang iqti'ath sesuai
dengan keshahihannya. Jika ada jambulnya sekalipun tidak ada bagian
sorban yang menggantung hingga bawah kerongkongan, tidak makruh
hukumnya. Hal ini dapat dipahami dari beberapa hadits yang di dalamnya
tidak disebutkan adanya bagian sorban yang menjuntai sampai di bawah
kerongkongan. Di antaranya adalah hadits Abdurrahman bin Auf Radlrfgallahu Anhu yang di dalamnya disebutkan,
* Rasutullah Shatlattahu Alaihi wa Sallam mengenakan sorban kepadaku; dan beliau memanjangkan (kedua di bagian depan dan
fulakang."364
Sedangkan apa yang dikatakan berkenaan dengan sorban yang dibentuk adalah pakaian syetan, karenanya menjadi makruh hukumnya,
adalah tidak shahih karena tidak ada dalil naqli yang shahih yang menunjukkan hal itu. Iniadalah diantara halyang tidak baku menurut logika.Sedangkan memanjangkan jambul, ditinjau dari definisinya, maka
terjadi perbedaan pendapat di antara para ahli ilmu. Mayoritas mereka
menganjurkannya sedangkan sebagian dari mereka yang lain tidak berpendapat demikian.365
Telah diketahui bahwa mayoritas orang ajam di zaman sekarang
ini sama sekali tidak mengenakan sorban. Bahkan demikian pula mayoritas kaum Muslimin. Akan tetapi, bagi orang yang mengenakan sorban
dari kaum Muslimin harus lebih bersemangat untuk melaksanakan sunnah
dan meninggalkan segala sesuatuyang makruh berkenaan dengan sorban
yang telah dijelaskan oleh banyak nash. Jika tidak, sebagian yang berkaitan
dengan sorban telah hilang aspek yang sering menjadijalan tasyabbuh
kepada orang-orang ajam.
laran gan u ntu k ndak Mem bersl h kan Pekaran gans66
Sunnah hukum membersihkan pekarangan rumah, karena perbuatan sedemikian itu termasuk bab kebersihan yang diperintahkan oleh
syariat. Juga dalam perbuatan itu terdapat unsur keselamatan dari berbagai
kerusakan yang disebabkan karena sikap membiarkan sampah-sampah
dan najis tetap berada di pekarangan rumah atau bahkan di dalamnya.
Hal itu karena apa yang telah diriwayatkan dari Nabi Shal/allahu Alaihi
wa Sallam dari Shalih dari Abu Hassan ia berkata, 'Aku pernah mendengar Sa'id bin Al-Musayyab berkata,
: Souoggunry, Atlah itu irru, dan suka kepada yang bagus; bersih
dan suka kebersihan; mulia dan suka kemuliaan; dermawan dan suka
kedermawanan; maka bersihkanlah -aku melihafiya berkata- pkaftngan lcalin ffmua. Dan jangnlah kalian bmsyabbuh dengan onngonng Yahudi.'
la berkata, 'Lalu kusampailcn halitu kepada Muhajir bin Misma4367
kemudian ia berkata, Amir bin Sa'd bin Abu Waqqash36s dari ayahnya
dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menyampaikan hadits itu
kepadaku. Akan tetapi, ia mengatakan,
t D- tg {4irru
'Bersihkanlah pekarangan kalian semua'.n3@
Hadits inimasih dipersengketakan kebakuannya. Para ulama terbagi
dua kelompok: mereka yang menganggapnya dhaif dan hasan. Jika tidak
karena adanya perbedaan initentu akan dipahami sebagaidalilyang menunjukkan hukum haram. Dengan demikian, siapa saja yang melakukan
hal itu karena mengikuti mereka, maka ia telah melakukan sesuatu yang
haram hukumnya karena ia telah bertasyabbuh kepada mereka dalam
perkara yang sangat tercela.
laranEan Memblarkan Rambut Kepala Semrawut
sepeltl Rambut Kepala Syetan
Disepakati bahwa hukumnya makruh jika seseorang membiarkan
rambut kepalanya atau jenggotnya semrawut tanpa disisir atau dibersihkan.37r Hal itu karena telah ada hadiB-hadiB sebagai berikut:
Apa yang telah ditakhrij oleh Malik dalam kitabnya, Al-Muwathtla
darijalur Atha bin YasaPT2 bahwa ia berkata,
*Suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang brada
di masjid. Masuklah seonng pria dengan kondisi rambut dan jenggomya
yang semrawut. Maka Rasulullah menunjuk kepadanya dengan tangannya memerinakan kepadanya untuk segera keluar. Seakan-akan bliau
iru penuh perhatian kepada pengaturan rambut kepala dan jenggofiya.
Maka hal itu dilakukan oleh pria tersebut lalu kembali masuk masjid.
Maka Rasulullah bersabda,'Bulankah jka demikian lebih fuik daripada
seseorang dari kalian semua yang daang dengan keadaan rambut semrawut seprti syetan?Demikianlah maknanya . Wallahu Ta'ala lilam.
Hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits ini cukup banyak
jumlahnya. Di antaranya adalah hadits Ismail bin Umalyah3Ta bahwa
Rasulullah Shallallahu Alathi wa Sallam sangat benci dengan keadaan
rambut yang semrawut.375
Yang demikian itu adalah makruh dan bukan haram, berbeda dengan
kaidah yang muncul berkenaan dengan tasyabbuh kepada syetan. Hal
itu karena munculnya hadits-hadits yang menunjukkan bahwa tidak wajib
meninggalkan keadaan rambutyang semrawut dengan pola hukum wajib.
Akan tetapi, menunjukkan anjuran. Diantara hadits-hadits itu adalah hadits
J abir Radhigallahu Anhu, ia berkata,
'Datang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada kami dan
beliau menyakikan seorang pria dengan rambut yang semrawut sehingga bliau bercaMa, 'Apakah onng ini tidak menemukan apa yang
bin unuk mengatur rambuatya'. Kemudian beliau menyakskan seonng pria lain yang mengenakan pakaian sangat kotor sehingga betiau
bersaMa, 'Apakah onng ini tidak mendapatkan apa yang bisa unuk
mencuci palaiannya'."376
Aspek yang menjadi penekanan dua hadits di atas adalah bahwa
NabiShallallahu Alaihi ua Sallam sangat mengingkari hal itu, namun
beliau tidak memerintahkan untuk merubahnya. Jika wajib hukumnya tentu
Nabi Shalla llahu Alaihi ua Sallam tida k aka n meninggalkan perintahnya
yang bersifat langsung dan tidak akan hanya cukup dengan menjauhi
perbuatan itu. Banyak hadits lain yang semakna dengan hadiB di atas.
Apakah Berblcara dengan Bahasa AsinQ377 Dllarang3
Bahasa orang-orang asing ketika dipakai untuk berkomunikasi tidak
akan terlepas dari salah satu dari dua hall. Pertama, tidak bisa dipahami
maknanya atau bisa dipahamimaknanya. Jika tidakbisa dipahamimaknanya maka haram berbicara dengannya.378 Yang demikian itu karena dimungkinkan dipakai untuk membicarakan tentang kekafiran atau tentang
sesuatu yang haram dengan makna yang tak bisa dipahami. Yang demikian itu juga akan memposisikan jiwa dalam posisi kepicikan, kebodohan,
dan ketololan. Karena perbuatan seperti itu adalah gaya orang yang tidak
berakal. Kedua,jika bahasa itu bisa dipahami maknanya, mayoritas ahli
ilmu pada prinsipnya memakuhkannya. lni adalah pendapat Malik,37s AsySyaf i,380 Ahmad,38r dan sebagian dari para pengikut mazhab Hanafi.382
Dalil-dalil yang dimunculkan yang menunjukkan hukum tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Apa-apa yang muncul berupa atsaryang memberikan peringatan akan
hal itu, di antaranya:
a. Dari lbnu Umar Radhigallahu Anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa SaIIam bersabda,
" Barangsiapa terampil berbahasa Arab hendaknya tidak berbicara
dengan bahasa asing karcna bisa mewariskan kemunatilcan."b. Dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
" Tidaklah seseorang berbicara dengan bahasa Persia, melainkan untuk
menipu, tiada lain telah sangat kurang finrwahnya."1&4
c. Apa yang muncul dariMuhammad bin Sa'ad bin Abu Waqqash3s5
bahwa ia pernah mendengar suatu kaum berbicara dengan bahasa
Persia. Maka ia berkata, "Bagaimana keadaan orang-orang Majusi
setelah para pengikut mazhab Hanafi."386
2. Mereka berkata, "Bahasa Arab adalah syiar Islam dan para pemeluknya.
Semua bahasa adalah syiaryang terbesar bagi masing-masing bangsa
yang mengistimewakan dirinya dengan bahasa itu." Asy-Syaf i ketika
memunculkan kebenciannya pada pemberian nama setiap sesuatu
dengan bahasa asing padahal memiliki nama dalam bahasa Arab
berkata, "Yang demikian itu karena bahasa yang dipilih oleh Allah Azza
toa Jalla adalah bahasa Arab. Allah menurunkan Kitab-Nya yang mulia
dengannya. Juga menjadikannya bahasa penutup para nabi, yaitu
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallarn. " Oleh sebab itu, kita mengatakan, "Bagi setiap orang yang mampu belajar bahasa Arab untuk
mempelajarinya. Karena bahasa Arab adalah bahasa yang mula-mula
sekali. Maka harus menjadiyang pertama dicintai dengan tidak mengharamkan seseorang untuk berbicara dengan bahasa dsing.":az
3. Membiasakan suatu bahasa akan memberilCIn pengaruh yang sangat
nyata pada akal, moral, dan agama dengan sangatjelasnya. Oleh sebab
itu, harus berhati-hati dari hal itu untuk menghindari kerusakan yang
ditimbulkannya.4. Dengan menggunakan bahasa asing berarti menanamkan rasa bangga
dan gembira ke dalam hati orang-orang kafir dengan menunjukkan
kecintaan kepada tulisan-tulisan dan bahasa mereka. Maka sikap demikian adalah bagian dari sikap cenderung kepada mereka. PadahalAllah
Ta' ala telah berfirman,
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orangorang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu. kbagian
mereka menjadi pemimpin sebagian yang lain. Barangsiapa di antara
kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
oring iru ermasuk golongan mereka." (Al-Maidah: 51)
Yang jelas -Wallahu Ta' ala lt lam- adalah makruh berbica ra dengan
bahasa asing bagi orang yang terampil berbicara dengan bahasa fuab,
demikian sebagaimana mazhab para ahli ilmu pada umumnya. Hukum
makruh itu lebih kuat daripada hukum haram, karena bahasa asing tidak
menjadi khusus bagi orang-orang kafi r saja. Orang-orang non-Arab telah
banyak yang masuk lslam dan mereka tetap dengan bahasanya. Dan
Islam tidak mewajibkan mereka untuk belajar bahasa Arab melainkan
dalam batasan yang sangat sempit yang berbeda dengan apa yang telah
dijelaskan oleh para ulama berkenaan dengan bahasa itu, seperti ta.lbiratul
ihram dalam shalat, Al-Fatihah, dzikir-dzikirwajib dalam shalat, membaca
basmalah sebelum melakukan penyembelihan binatang sembelihan, dan
lain sebagainya.
Mayoritas kaum Muslimin dizaman sekarang adalah bukan orangorang Arab, tidak berbicara dengan bahasa Arab. Maka bahasa mereka
tidak dianggap sebagai syiar bagi orang-orang kafir sebagaimana di zaman
awal lslamse sekalipun merupakan sarana yang paling penting untuk memelihara agama dan memahaminya.3e lslam adalah Qur'an dan sunnah
yang datang dengan bahasa Arab. Allah Ta'ala berfirman,Dia dibawa turun oleh Ruh Al-Amin (libril), ke dalam hatimu
(Muhammadl agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orung
yang memberi peringaan, dengan bahasa Arab yang jelas." (AsySyu'araa': 193-195)
Oleh sebab itulah, seorang Muslim disunnahkan untuk mempelajarinya dan berbicara dengan menggunakannya. Sedangkan apa-apa yang
dimunculkan oleh para ulama berupa dalil-dalil naqlitidakada yang shahih
yang sampai pada derajat marfu'. Al-Hafizh lbnu Hajar telah mengisyaratkan bahwa hadiB itu lemah sebagaimana hadits lbnu (lman3er
Sedangkan atsar-atsar yang datang dari para shahabat dan tabi'in
yang shahih di antaranya adalah bahwa bahasa asing di zaman mereka
adalah syiar bagi orang-orang kafir dan umat lslam pada umumnya dan
mayoritas ketika itu adalah dari bangsa Arab.
Boleh berbicara dengan bahasa asing karena adanya suatu kepentingan, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama.3e2 Al-Khuza'i3s3 Rahrmahullah berkata, "Sedangkan jika dalam mempelajarinya akan mendatangkan manfaat bagi kaum Muslimin, sebagaimana mempelajarinya
untuk kepentingan terjemah karena adanya kebutuhan seorang imam akan
hal itu, sebagaimana belajarnya Zaid Radhigallahu Anhu atas perintah
Nabi Shal/a llahu Naihi t-pa fuIlamatau karena kepentingan seorang Qadhi
untuk membuat keputusan dalam suatu sengketa dan menetapkan hakhak, atau untuk kepentingan seseorang yang selalu berinteraksi dan bertetangga dengan ahli dzimmahyang masih bersikap bermusuhan untuk
mencari apa yang seharusnya ditarik dari mereka untukbarful maal, atau
untuk kepentingan ketika menangani keluarga yang dilanda perpecahan
dan lain sebagainya yang mendorong menjadi masalah darurat, maka
hukumnya tidak makruh.Ungkapan ini sesuaidengan zaman kita sekarang inidi mana banyak
ilmu pengetahuan umum yang dikuasai oleh orang-orang kafir dan dibukukan dengan bahasa mereka, juga berbagai penemuan baru seperti persenjataan dan lain sebagainya. Maka, boleh mempelajari bahasa asing
untuk kepentingan seperti itu dan kepentingan-kepentingan lain semisalnya,
seperti hubungan politik, perdagangan, dan lain sebagainya yang menjadi
suatu keharusan dizaman sekarang ini. Bahkan sebagian dari itu menjadi
wajib karena terkait dengannya keamanan kaum Muslimin dari aspek
militer, kecukupan bahan pangan, atau lainnya, karena adanya kebutuhan
yang sngat mendesak.
Sebagaimana kepentingan yang paling utama yang mendorong
untuk mempetajari bahasa asing sebagaimana di zaman kita sekarang
ini adalah untuk transfer misi Islam kepada semua manusia. Bertabligh
dan menyeru serta mengajar kaum Muslimin yang bukan dariArab tentang
hukum-hukum agama mereka. Yang demikian iniboleh bagi mereka yang
menaruh perhatian besar pada berbagai kepentingan tersebut dan tidak
ada masalah.
Seorang ahliilmu juga mengatakan, "Boleh berbicaradengan bahasa
asing jika satu kata atau beberapa kata yang berbeda-beda untuk tujuan
yang benar."
Syaikhul lslam lbnu Taimiyah berkata, "Pada pokoknya, kata demi
kata pemasalahannya sangat dekat. Minimal mereka melakukan hal itu
adalah karena orang yang menjadi lawan bicaranya adalah orang asing
atau memang sudah terbiasa dengan bahasa asing demi memudahkan
pemahaman baginya."3e5
Jelaslah bahwa ungkapan ini muncul dari apa yang telah dibicarakan
di muka. Yangjaiz dan sama sekali tidak makruh padahal tidak ada kepentingan berkaitan dengan ilu -Wallahu A'lam- adalah jika kata-kata itu
telah beredar luas sehingga menjadi kata-kata yang mengandung banyak
arti atau karena kata-kata tersebut sudah sangat banyak dipakaisehingga
hampir menjadi kata-kata yang memiliki artiyang banyak. Yang demikian
ini sudah sangat dikenal dan diketahuidalam berbagai bahasa yang ada.
Para ulama menceritakan kasus sedemikian rupa ada dalam Al-Qur'an
Al-Karim. lni sangat bertolak belakang dengan cerita yang paling populer.3$
Al-Qur'an sama sekali tidak diragukan bahwa ia adalah Arab sebagaimana telah sangat diketahui.
Sunnah banyak memuat kasus semacam itu yang cocok untuk
contoh di sini. Penulis akan menyebutkan satu contoh saja, yaitu hadits
Ummu Khalid bin Sa'id ia berkata,
* Aku daang kepada Rasutultah Shattallahu Alaihi *, S** Lru*u
dengan ayahku dan aku ketika itu mengenakan pakaian dicelup.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Sanah, sanah',
Abdullah berkata, 'Itu adalah bahasa Habasyah, berarti hasanah.'"3n
Sebagian dari para ulama menyebutkan bahwa pada kasus itu harus
dipahami sebagai kesamaan antara beberapa bahasa.3s
lnilah kiranya pendapat yang paling kuat berkenaan dengan berbicara dengan menggunakan bahasa asing. Kecualiorang yang berbicara
dengan menggunakan bahasa khusus milik orang-orang lofifee karena
menghendaki tasyabbuh dan takjub kepada mereka. Yang demikian itu
haram hukumnya karena prinsip yang telah dijelaskan di atas
Larangan untuk Dlam Mutlak
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Fenielasan Apa yang Dimaksud dengan 'Diam' di Sini
Dikatakan bahwa artinya adalah bernazar untuk sama sekali tidak
berbicara sebagaimana yang ada dalam syariat sebelum kita.
Dikatakan pula bahwa artinya adalah diam sama sekalitanpa adanya nazar sebelumnya
Dikatakan pula bahwa maknanya adalah berniat untuk berpuasa
yang dipersiapkan, yaitu melakukan imsak dari berbagai hal membatalkan
puasa yang tiga macam dengan tambahan niat tidak akan berbicara.4r
Yang jelas -WallahuTa'alaA'lam- adalah bahwa diam yang dimaksudkan disiniadalah meninggalkan aktivitas berbicara dengan tujuan ibadah dengan perbuatan itu. Sebagaimana yang akan dimunculkan dalam
nash-nash yang akan datang. lldak dipersyaratkan hingga malam agar
masuk bersama kita dalam masalah inisebagaimana akan kita sebutkan
irugaAllahTa'ala.
B. Hukum Diam Mutlak
Para ahli ilmu sepakat bahwa wajib diam mutlak berkenaan menyikapi pembicaraan yang haram hukumnya. Dan mereka mengatakan
bahwa hukumnya sunnah terhadap ungkapan-ungkapan yang tidak penting dan mubah yang tidak mengandung faidah di dalamnya.42 Mereka
berbeda pendapat berkenaan dengan diam mutlak jika dengan tujuan
ibadah dan menjalankan agama dengan sikap demikian itu. Bukan yang
terjadi dengan bukan untuk ibadah atau taqarnb.
Muncullah perbedaan pendapat di antara mereka sehingga lahir dua
pendapat:
Pendapat L Hal itu haram hukumnya. Ini adalah pendapat sebagian
para pengikut mazhab Hanbali.s3
Pendapat I L Hal itu makruh hukumnya. lni adalah pendapat jamaah
para pengikut mazhab Hanafi,e Syaf i,s dan sebagian para pengikut
mazhab Hanbali.ffi
1. Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah haram mengetengahkan dalil-dalilyang di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Hadits lbnu Abbas RadhigallahuAnhuma, didalamnya disebutkan,
'Ketika kami bersama Nabi Shatlaltahu Ataihi wa Sallamyang nO*,
berkhutbah, tiba-tiba datang seonng pria, lalu brdiri tegak. Maka
beliau beranya tentang orang iru. Lalu mereka menjawab, 'Ia adalah
Abu Israil yang bemazar untuk berdiri (di terik maahari), tidak duduk,
tidak berteduh, tidak berbicara, dan berpuasa'. Maka Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersaMa, 'Suruh dia untuk berbicara, berteduh,
duduk, dan tetap menyelesaikan puasanya'."4v
Aspek yang menjadi penekanan dalam hadits di atas adalah
bahwa Nab i Slalla llahu Alaihi wa Sallam meny:ruhnya untuk bersikap berbeda dengan nazamya, padahal nazar adalah wajib. Yang
demikian itu karena nazarn)ra masuk ke dalam daerah terlarang
untuk dilakukanb. Apa yang diriwayatkan oleh Qais bin Abu Hazim,am ia berkata, lcrbu
Bakar Ash-Shiddiq Radhigallahu Anhu datang kepada seorang
wanita dariAhmasyang disebutkan bahwa namanya adarah zainab.
Ia menyaksikannya tidak berbicara, maka ia bertanya, .Kenapa
wanita itu tidak mau berbicara?'Maka mereka menjawab, ,la
beribadah hajidengan sikap diam'. Maka ia berkata kepada wanita
itu, 'Berbicaralah, sikap demikian itu (diam) tidaklah halal. tni adalah
bagian dari amal perbuatan orang-orang jahiliyah'. Maka ia pun
bebicara."4l0
Aspek yang menjadi penekanan atsar adalah dengan tegas
disebutkan bahwa meninggalkan untuk berbicara sebagai ibadah
adalah suatu perbuatan yang haram hukumnya, karena perbuatan
itu adalah bagian dari perbuatan orang-orang jahiliyah yang haram
bertasyabbuh kepada mereka itu. Diartikan sebagai darir pengharaman menunjukka n bahwa dalil itu berderajat m arfu' karenaia tidak
mengatakan hal itu berdasarkan pendapatnya sendiri.arl
c. Hadits Ali bin Abu Thalib Radhigallahu Anhu yang dimarfu'kan,
,
" Tidak berlaku istitah 'yatim' bagi ;; r*, tenn Urmirryi basah dan
tidak boleh membisu selama sehari hingga malam.,'4t2
Aspekyang menjadipenekanan hadits iniadalah bahwa betiau melarang bersikap diam hingga malam hari karena perbuatan seperti itu
sangat populer di kalangan orang-orang zaman jahiliyah.
2. sedangkan merekayang berpegang kepada pendapat kedua, yaitu para
jumhu4 berdalil dengan dalil-dalil yang sebagiannya adarah sebagai
berikut:
Mereka berkata, "Bukan dari syariatkita maka makuh hukumnya."ar3
b. Hadits Ali bin Abu Thalib yang dimarfu'kannya,
,#'lti;t{*vrfg'i;H)
'Tidak bertaku istikh 'yatim' bagi anak yang tetah bermimpi basah dan
tidak boleh membisu selama sehari hingga malarn."4t4
Yang mereka bawa kepada makna makruh.
c. Hadits Abu Hurairah Radhigallahu Anhu,"Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam melarang pwrsa wishal dan puasa dengan tidak
berbiara fima sel<a[.n 4t'
d. Mereka berkata, "Di dalamnya ada tindalean bertasgabbuh kqada
orerng - o rang M 4i usi," at c
Fendapat yang paling kl"nt -Wallahu Ta'ala lilam- bahwa berdiam
diri dengan niat untuk ibadah adalah haram hukumnya. Hal itu karena
dalil-dalil jumhur di atas. Nabi Sha llallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan Abu lsrailRadhigallahuAnhu untuk bersikap beda dengan nazamya
sendiri. Abu Bakar Radhiyallahu,{nhu menegaskan hukum dan illahnya untuk kaum wanita yang menunaikan ibadah hajidengan membisu.
Maka ia berkata, "lni tidak halal. lni adalah semacam perbuatan orangorang jahiliyah."
Makruh bagi manusia untuk tinggal dengan membisu hingga tiba
malam harisekalipun bukan dengan niat untuk ibadah. lnidalam rangka
keluar dari tasyabbuh kepada orang-orang jahiliyah secara nyata. Juga
karena hadits,
" Dan tidak boleh membisu selama sehari hingga malam."
WallahuTa'ala/(lam.
laran gan Men I n goalkan penegakan E lsekusl H ukuman
atas Olanllorang Terpandano dan para pembesar
Haram hukumnya membedakan penegakan hukum antara orangorang terpandang dan ralryat jelata. Bahkan meninggalkan penegakan
hukum atas orang-orang terpandang dan para pembesar adatah penyebab kehancuran dan kesesatan. Syariatyang sucitelah tiba dengan sendisendi keadilan yang sangat sempurna dengan menghancurkan apa-apa
yang menyebar berupa kezaliman di kalangan orang-orang terdahulu.
Hal itu telah ditunjukkan oleh dalil-dalilyang sangat banyak. Di antaranya
yang sejalan dengan pokok bahasan tentang tasyabbuh:
Hadits Aisyah Radhigallahu Anha yang di dalamnya disebutkanBahwa bangsa Quraisy dibimbangkan dengan adanya seorang wania
bani Al-Makhzumiah yang melakukan tindak pencurian. Sehingga
mereka brkata, 'Siapa yang brani mengatakan kejadian ini kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, siapa yang berani melakulcan
iru melainkan Usamah, onngyang dicinai oleh Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam?' Ia pun mengatakan hal iru kepada Rasulullah
Shallallalru Alaihi wa Sallam, *hingga beliau brsaM4 'Apakah engkau
akan membri pertolongan berkenaan dengan hukuman dari berbagai
hukuman Allah?'Kemudian beliau bangkit, lalu berkhutbah dan brsabda, 'Wahai sekalian manusia, orung-oring sebelum kalian semua
menjadi sangat sesat karcna jka di kalangan mereka terdapat seorang
terpandang melakukan tindak pencurian mereka membiarkannya; dan
jika yang melakukan pencurian orang lemah ditegakkan atas mereka
hukumannya. Demi Allah, jika kiranya Fathimah putri Muhammad
mencuri, maka pasti Muhammad memotong tangannya'."417
Syaikhul lslam lbnu Thimiyah Rah tmahullah berkata, "Bani Makhzum
adalah kelompok yang paling terpandang di kalangan suku Quraisy
sehingga menjadi sangat berat untuk melakukan pemotongan tangan
seorang perempuan dari mereka. Maka beliau menjelaskan bahwa
kehancuran bani lsrail adalah karena mereka mengkhususkan para
pemimpin dengan memberikan maaf dariberbagaihukuman. Beliau juga
menyampai kan informasi bahwa jika Fathimah putrinya -yang merupakan
wanita paling mulia- mencuri, dan Allah telah melindunginya dari perbuatan
seperti itu, tentu beliau memotong tangannya untuk menjelaskan bahwa
kewajiban berlaku adildan memberlakukan hukuman secara merata tidak
dikecualikan putri Rasul, apalagi putri selainhya.Sikap demikian ini memang sejalan dengan apa yang tertulis di dalam
kitab Shahihain dariAl-Barra bin Azib Radhiyallahu Anhu ia berkata,
" Berlalu di hadapan Nabi seorang Yahudi yang tercorenglte dan telah
dihukumcambuk. Maka beliau memanggil merekadan bersaMa, 'Apakah seperti iru hukuman bagi pelaku zina sebagaimana dalam kitab
kalian?'Mereka menjawab, 'Benar'. Lalu beliau memanggil salah seorang dari para ulama mereka, lalu beliau bersabda, 'Aku bersumpah
di hadapanmu, demi Allah yang telah menurunkan kiub Taurat kepada
Musa. Apakah sepexi itu hukuman bagi pelaku zina sebagaimana di
dalam kitab kalian?' Ia menjawab, 'Tidak, sungguh jika kiranya engkau
tidak bersumpah di hadapanku berkenaan dengan masalah ini enru aku
tidak akan membritahumu. Kami menemukan bahwa hukumannya
adalah njam. Namun sangat banyak ditakukan oleh orang-orang terpandang kami, makajika kami harus menghukum orang-orang tapandang,
kani tinggallcan saja. Iilca kami harus menghukum rakyatjelaa, kami
tegakkan hukumannya iru. Maka kami mengatakan, 'Marilah ke sini
kia berkumpul unruk menyepakati sesuau yang harus ditegakkan atas
oring-orang teryaadang dan rakyatjelata'. Maka kamijadkan hukuman
pemanasan dan cambuk sebagai pengganti rajam'. Maka beliaubrsabda, 'Ya Allah, sungguh aku orang pertama yang menghidupkan
perinah-Mu jika mereka mematikannya'. Maka beliau memerintahkan
sehingga ia dir4jan."tzo
Dala m hadits pertama Nabi Shalla llahu Alaihi ua S allam mengaitkan antara kesesatan umat karena melakukan apa yang biasanya dilakukan umat-umat sebelumnya berupa perbuatan sesat. Beliau melarang
perbuatan sedemikian itu. Syaikhul lslam lbnu Taimiyah Rahimahullah
berkata, "Didalamnya terdapat petunjuk bahwa hukuman yang diturunkan
untuk orang-orang sebelum kita adalah sebab pelarangan bagi kita.et
Baik menjadi pendorong suatu larangan atau mewajibkan pelarangan.
Yang demikian itu berkonsekuensi: bahwa perbuatan mereka adalah dalil
dan tanda bahwa Allah melarang kita dari perbuatan seperti itu. Atau hal
itu menjadi alasan munculnya larangan. Dengan dua kemungkinan arti
itu diketahui bahwa bersikap beda dengan mereka secara global adalah
sesuatu yang dituntut oleh Penetap syariat."42
?or&I**2
lalangan Berwlsata tanpa Tuluan
sepertl Halnya dalam Kependetaan
Berwisata di muka bumi adalah haram hukumnya jika tidak ada
tujuan sehingga seperti halnya dalam kependetaan yang merupakan suatu
bid'ah yang sangat diharamlcan. Yang demikian itu seperti ibadah orangorang Nasrani yang mereka ada-adakan sebagai tambahan apa yang
telah disyariatkan bagi merelo.
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah Rahimahul/ah berkata, "Sedangkan
yang dimaksud dengan wisata di muka bumi dengan tanpa tujuan tertentumaka menjadibukan perbuatan umatini. ImamAhmad berkata, 'Berwisata
adalah bukan dari Islam sama sekali, bukan pula dari perbuatan para
nabi atau orang-orang shalihl" Kemudian Syaikhul lslam Rahrnahullah
berkata, "Sedangkan sekelompok dari saudara-sudara kita telah melakukan wisata yang sangat terlarang dengan menalopilkan bahwa dalam
perbuatan seperti itu mereka tidak mendapatkan adanya larangan. Padahal
perbuatan seperti itu adalah bagian dari kerahiban yang berbau bid'ah."s
Dalil mereka yang mengharamkan adalah sebagai berikut:
1. DariAbu Umamah Radhiyallahu Anhu bahwa seorang pria berkata,
!t,b q:t4t "ri " 'Wahai Rasulullah, izinkan a!<u untuk brwisaa!" t tX, Nabi ShatIallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Sesungguhnya wisaa bagi umatku
adalah jihad di jalan Allah Azza wa Jalla'."424
Dalam hadits itu terdapat isyarat yang sangat jelas bahwa wisata
dengan artinya yang paling dikenal di kalangan orang-orang Nasrani
adalah bukan dari perbuatan umat ini.
2. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Sttallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
'langanlah kalian mempersulit diri sendiri sehingga Allah mempersulit
kalian. Sesungguhnya ada suatu laum yang mempersulit diri mereka
sendiri sehingga Allah mempersulit mereka. Sisa mereka adalah
orang-orang yang berada di dalam rumah ibadah para rahib dan dirumah-rumah sebagai orang yang telah mengada-ada kehidupan
kerahiban yang sebenarnya tidak kami wajibkan atas mereka."'ax
Berwisata adalah salah satu jalan untuk menyulitkan dirisendiridan
memutuskan hubungan dari dunia. Sangat dicela oleh Rasulullah
ShallallahuAlaihiwaSaltam sama dengan celaan terhadap para rahib
Nasrani umumnya.
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah Rahimahullah memiliki sebuah
komentar yang sangat penting berkenaan dengan hadits ini yang ia
munculkan dengan teks lengkapnya di mana ia mengatakan sebagai
berikut, "Menyulitkan diri sendiri itu kadang-kadang dengan melakukan
sesuatu yang bukan wajib dan tidak pula dianjurkan seakan-akan sama
dengan sesuatu yang wajib atau dianjurkan dalam berbagai ibadah.
Dan kadang-kadang dengan meninggalkan apa-apa yang tidak haram
dan tidak pula makruh seakan-akan sesuatu itu haram atau makruh
berkenaan dengan berbagaihalyang baik-baik." Dia memberikan alasan
berkenaan dengan hal itu adalah bahwa mereka yang menyulitkan diri
sendiri dari kalangan orang-orang Nasrani telah Allah persulit mereka
itu karena sikapnya itu. Hingga mereka itu melakukan aPa-aPa yang
diada-adakan dalam kehidupan kerahiban yang juga telah mereka adaadakan itu. Dalam hal ini terdapat peringatan NabiShallallahu Alaihi
usa Sallam akan kebenciannya terhadap tindakan sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang Nasrani itu berupa kehidupan kerahiban
yang telah mereka ada-adakan. Sekalipun banyak pula dari para ahli
ibadah di kalangan kita telah terjerumus ke dalam sebagian kegiatan
semacam itu, baik dengan menyadari hal itu dengan alasan yang
mereka kemukakan maupun tanpa menyadari halitu. Di dalam hadits
itu juga peringatan bahwa mempersulit diri sendiri adalah permulaan
dari kesulitan yang lain yang dilakukan oleh Allah, baik dengan PenetaPan
syariat tertentu maupun takdir-Nya.
Sedangkan syariat adalah sebagaimana yang pernah dikhawatirkan
oleh Rasulullah Shal/al lahu Alaihi. u:a Sallam di zamannya berupa tambahan sesuatu yang menjadi wajib atau sesuatu yang menjadi haram.
Sebagaimana yang beliau khawatirkan ketika mereka berkumpul untuk
melaksanakan shalat tarawih bersama beliau. Karena mereka sulo bertanya tentang segala sesuatu yang tidak diharamkan. Juga seperti
kecende rungan untuk bernazar dengan melakukan suatu ketaatan yang
wajib ia lakukan. Dilarang seseorang melakukan nazar, demikian pula
berbagai kaffarah yang wajib dengan berbagai sebabnya.
Sedangkan dengan takdir sebagaimana yang telah banyak kita lihat
dan kita dengar ada orang yang mendalami berbagaihalyang akhirnya
diuji pula dengan berbagai sebab yang menyebabkan sengaja kepada
kesulitan dalam halwajib dan haram. Seperti orang yang selalu meras
terganggu dalam thaharahnya, jika mereka itu menambahi pada sesuatu
yang telah disyariatkan, ia akan diujidengan sebab-sebab yang men)rebabkan ia wajib melakukan sesuatu )rang hakikatnya bagi mereka adalah
sesuatu yang sangat sulit dan berbahaya.Qo
3. Dari lbnu Abbas RadhiyallahuAnhuma ia berkata, "Pada pagisetelah
Aqabah, beliau di atas untanya bersabda,
"'Ambilkan kerikil untukku'. Maka aku anbilkan rujuh butir kerikil
untuk beliau yang ffmuinya adalah bau bruktran kecil untuk melontar.
Beliau mengerak-gerakkan semua kerkil iu di aas tangan beliau seraya
bersaMa, 'Sebagaimana mereka kalian haras melontar'. Lalu bersabda, 'Wahai sekalian manusia, jauhilah skap berlebih-lebihan dalam
prkara agama. Sesungguhnya kaum sebelum kalian telah dihancurkan
disebabkan oleh sikap berlebih-lebihan dalam perkara dgarnz'.Aspek yang menjadi tekanan hadits tersebut adalah bahwa hadits
itu menunjuk secara umum mencakup seluruh macam sikap berlebihlebihan dalam perkara-perkara keyakinan dan amalan yang berbentuk
sikap melampaui batas, yang di antaranya adalah menyelenggarakan
wisata dalam arti keagamaan dan ibadah.
Hadits berkenaan dengan bab ini sangat banyak dan terkenal.
Maksudnya adalah bahwa orang yang melakukan halitu telah menyerupai
orang-orang Nasranidalam peribadatan mereka. Dengan demikian telah
terjadi sebagaimana yang disitir oleh Syaikhul lslam lbnu Taimiyah Rahi'
mahullah berkenaan dengan masa di mana ia hidup. Di tengah-tengah
umat ini masih saja banyak bermunculan berbagaibentuk ibadah orangorang Nasrani. Khususnya berkenaan dengan hari raya dan berbagai
kegiatan keagamaan mereka yang semPat menyusup ke tengah-tengah
kaum Muslimin di sepanjang sejarah. Semua itu adalah haram hukum
melakukannya, baik pelaku itu dengan tujuan bertasyabbuh atau tidak
demikian. Karena perbuatan seperti itu adalah khusus bagi orang-orang
kafir dan dari satu sisi telah menjadikan mereka dikenal karena semua
itu. Selain halitu adalah sikap mengada-ada dan bid'ah didalam perkara
agama. Wallahu Ta' ala A' lam
Apakah Penamaan Bulan dengan Nama-nama Aslng Dllarang?
Apa Hukum Bersandar kepada lhlender Mlladlah dan Bukan
Hfirlah. Demlklan Pula dalam Angka-an[ka?
Pembahasan ini mencakup tiga subbahasan:
A. Hukum Penamaan Bulan dengan Nama-nama Asing
lmam Malik, lmam Asy-Syaf i, dan Imam Ahmad berpendapat
makuh hukum memberinama bulan-bulan dengan nama-nama asing.a28
Ahmad berdalil dengan hadits yang diriwayatkan olehnya dari
Mujahid bahwa beliau memakruhkan penamaan dengan nama-nama
aadzarmah atau dzamah.a2s Dan dengan larangan Omar akan berbicara
bahasa asing secara mutlak.6o
Yang jelas -WallahuTa'alafilam- bahwa haram hukumnya penamaan bulan-bulan Arab dengan nama-nama asing jika nama-nama
tersebut khusus bagi orang-orang umat kafir.Sedangkan jika nama-nama ini adalah nama-nama yang digunakan oleh kaum Muslimin selain orang-orang Arab maka makruh menamakan bulan-bulan Arab dengan nama-nama itu, karena nama-nama Arab
adalah dari agama yang telah disyariatkan. Sehingga nama-nama itu berlaku padanya hukum syar'isebagaimana puasa, hajidan lain sebagainya.
Demikian pula pada prinsipnya adalah makruh bertasyabbuh dengan
orang-orang non-Arab Muslim pada apa-apa yang khusus bagi merel<a.62
Yang demikian ini bagi orang yang terampil berbahasa Arab. Sedangkan
kaum Muslimin yang bukan Arab dan tidak terampil berbahasa Arab, maka
tidak ada kemakruhan bagi mereka, karena dalam hal demikian itu akan
ada kesulitan yang sangat besar bagi mereka, sedangkan syariat datang
dengan segala kemudahan dan menghapuskan berbagai kesulitan.
B. Hukum Menggunakan Kalender Miladiah dan Bukan Hijriah
Yang jelas, tidak boleh menggunakan kalender Miladiah dan bukan
kalender Hijriah a33 karena beberapa hal berikut ini:
1. KalenderMiladiah pada dasarnya kembali kepada nilai-nilai keagamaan
dan ibadah bagi pihak orang-orang Nasrani, yaitu kelahiran lsa Alarhissalam.lni adalah bagian dari nilai-nilai keagamaan di kalangan agama
Nasrani. Tidak boleh secara mutlak bertasyabbuh kepada orang-orang
Nasraniterutama dalam hal-halyang berkaitan dengan agama mereka.
Baik berkenaan dengan ajaran-ajaran mereka yang tidak mengalami
perubahan atau yang mengalaminya. Demikian pula dalam tata laksana
yang berkaitan dengan hari-hari besar keagamaan Nasrani tahunan
yang menjadi sandaran orang-orang Nasrani untuk menjelaskan aga'
manya dan memunculkannya.
2. Kaum Muslimin memiliki kalender khusus untuk mereka yang bersejarah
yang membedakan mereka dari komunitas Nasrani dan umat-umat
yang lain. Dengan landasan itulah umat ini berbuat sejak zaman Umar
RadhigallahuAnhu hingga kini dan berlaku dengannya hukum-hukum
syar'i yang sangat banyak.Ibnu Al-Atsir berkata, "Yang benar dan masyhur bahwa Umar bin
Al-Khaththab memerintahkan untuk menetapkan sejarah. Sebabnya
adalah karena Abu Musa Al-Asy'ari menulis surat kepada Omar bahwa
tetah sampai kepadanya surat dari Umar tanpa tanggal. Sehingga Omar
mengumpulkan orang banyak untuk diajak bermusyawarah. Sehingga
sebagian mereka berkata, 'Mulailah sejarah dari diutusnya NabiShallallahu Alaihi wa Sallam.'Sebagian yang lain berkata, 'Dimulai dari
hijrah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.' Maka, Umar berkata,
'Sebaiknya kita mulai penanggalan dari hijrah Rasulullah Shallallahu
Alathi wa Sallam karena hijrah beliau itu pembeda antara hak dan
bathil.' Demikian diungkapkan oleh Asy-Sya'bi.a3a Muhammad bin Sirin
berkata, "Datang seseorang kepada Umar, lalu berkata, 'Tetapkanlah
penanggalan!'Maka, Umar berkata, 'Apa maksud 'tetapkanlah penanggalan itu?" la menjawab, "Sebagaimana yang dilakukan oleh orangorang asing pada bulan demikian pada tahun demikian." Maka Omar
berkata, "Bag us, tetapkanlah penanggalan. l-alu mereka sepakat u ntuk
menetapkan sistem penanggalan dari hijrahnya Rasul." Kemudian
mereka berkata, "Dari bulan-bulan apa?" Maka mereka berkata, "Dari
Ramadhan." Lalu mereka berkata, 'Akan tetapi, Muharram adalah
kepulangan banyak orang dari ibadah haji mereka dan ia adalah bulan
haram." Akhirnya semuanya sepakat dengan itu.s'
Yang dapat dipahami dari kisah permulaan penanggalan Hijriah
adalah bahwa kaum Muslimin di bawah pimpinan khalifah kedua yang
bijak sangat berkeinginan untuk tampiljauh berbeda dari kaum yang
lain, khususnya berkenaan dengan penanggalan. Jika tidaktentu mereka
akan mengambil salah satu penanggalan yang telah ada sebelum
mereka, sepertipenanggalan dari Romawi dan Persia. Dan tentu mereka
akan memelihara diri dari kelelahan mengadakan penanggalan baru
dan mensosialisasikannya kepada semua manusia. Maka bagaimana
seorang Muslim hingga meninggalkan apa yang telah menjadi kesepakatan umat ini dan memanfaatkan apa yang telah menjadi kesepakatan
umat ini untuk meninggalkan dan menjauhinya berupa penanggalan
kaum Nasrani.3. Dengan menggantungkan diri kepada penanggalan Miladiah sebenarnya adalah mengikat generasi penerus dengan penanggalan orangorang Nasrani, hari-hari besar mereka dan menjauhkan mereka dari
penanggalan Hijriahnya yang langsung berkaitan dengan Rasulnya
Shallallahu Alaihi wa Sailam, syiar-syiar agama dan ibadahnya.
Al-Qurthubi ketika mengomentari fi rman Allah, " Sesungguhnga
bilangan bulan p ada sisi AUah ialah dua belas b ulan, di dalam ketetap an
Allah di waktu Dia menciptalcan langit dan bumi....." (At-Taubah: 36)
berkata, 'Ayat ini menunjukkan bahwa keterikatan hukum-hukum dalam
berbagai macam ibadah dan lain-lain selalu berkaitan dengan bulan-bulan
dan tahun-tahun yang dikenal oleh bangsa Arab, dan bukan dengan bulanbulan yang dipegang teguh oleh orang-orang asing daribangsa Romawi
dan Qibthi sekalipun tidak pula lebih daridua belas bulan, karena semua
itu berbeda hitungannya. Diantaranya ada yang lebih daritiga puluh hari
dan sebagian ada pula yang kurang dari itu. Sedangkan bulan-bulan Arab
tidak lebih dari tiga puluh hari sekalipun di antaranya ada yang kurang
dari itu."66
Telah banyak diketahui bahwa kondisi dizaman sekarang inidi mana
yang berkuasa adalah umat Nasrani atas kebanyakan aktivitas kehidupan,
baik politik, perdagangan, kebudayaan dan lain sebagainya sehingga
menjadikan penanggalan Miladiah masuk ke dalam segala hal dengan
cara masuk yang penuh dengan kekuatan, wibawa, dan pemaksaan
sehingga secara umum tidak ada kemungkinan lagi bagi semua manusia
untuk melakukan interaksi dalam berbagai permasalahan melainkan
dengan penanggalan Miladiah. Perkara ini demikian jelas dan tidak perlu
tambahan penjelasan lagi. Telah berlalu ketentuan-ketentuan bahwa apa
yang dilarang dalam rangka menangkis bahaya bertasyabbuh boleh
dilakukan karena adanya maslahat yang sangat mendesak.a3T
Siapa saja yang dalam kondisiterpaksa atau sangat berkepentingan,
maka diperbolehkan baginya untuk menggunakan penanggalan Miladiah.
Dan akan menjadi lebih sempurna pada saatyang sama jika ia menggunakan penanggalan Hijriah. Yang demikian itu telah biasa dilakukan dan
sangat populer di kalangan umat-umat modern sekarang iniyang mem-
biasakan diri dengan kebudayaan dan penanggalannya sendiri.a3s Cara
ini tetap akan menjadi pembatas psikologis yang sangat penting bagi pengguna penanggalan Miladiah yang tidak akan menggunakannya kecuali
karena adanya kebutunan dan kepentingan yang sangat mendesak. Dan
dengan demikian itu ia masih merasa bangga dan tetap mensosialisasikan
penan ggalan Hij riah milik kaum Muslimin. Wallahu Ta' ala A lam.
C. Hukum Merubah Lambang Bilangan Arab dengan [-ainnya
Yang benar, tidak boleh menggantilambang bilangan Arab dengan
lainnya, sepertilambang bilangan Eropa atau semacamnya. Hal itu karena
beberapa hal, yang paling penting di antaranya adalah karena yang
demikian merupakan bentuk taklid dan tasyabbuh yang paling nyata
kepada selain kaum Muslimin. Padahal, lambang bilangan yang ada
sekarang iniadalah salah satu keistimewaan umat lslam zaman ini. Jadi,
permasalahan tersebut adalah bencana di zaman modern. Di antara
kelompok orang yang telah sampai kepada pandangan sedemikian adalah
M4ima' AI-Fiqh Al-lslamr€e dan Haiah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Saudi
Arabia,e yaitu jika diganti dengan Eropa dan tidak ada bedanya antara
Eropa dan lambang bilangan lainnya.
Dalam hal ini mereka menetapkan enam dalil yang dimunculkan
dengan ringkas sebagai berikut:
1. Bahwa apa yang diketengahkan oleh para penyeru perubahan itu sama
sekalitidak baku bahwa Iambang bilangan yang di pakaidiArab adalah
lambang bilangan Arab. Akan tetapi, yang banyak dikenal adalah bukan
demikian.at Akan tetapi, kenyataan menjadi saksi bahwa perjalanan
abad yang sangat panjang dengan pemakaian lambang bilangan yang
ada sekarang di dalam berbagai kondisi dan dalam berbagai bidang
menjadikannya lambang bilangan fuab.
2. Pandangan untuk mengadakan perubahan memiliki nilai yang buruk
dan pengaruh yang sangat berbahaya. Karena pandangan demikian
itu adalah langkah awal dari langkah panjang westernisasi bagi masyarakat Muslim secara bertahaP.
3. Pandangan sedemikian adalah langkah awal untuk merubah seluruh
huruf Arab dengan penggunaan huruf latin sebagai pengganti huruf
fuab itu sekalipun akan memakan waktu yang sangat panjang'
4. Pandangan demikian itu adalah satah satu fenomena dari fenbmenafenomena taklid kepada Barat dan memandang baik terhadap berbagai
cara yang mereka lakukan.
5. Mushhal kitab tafsir, kamus, dan buku yang dicetak sekarang inidalam
numerisasi atau tanda berbagai referensi, semuanya menggunakan
lambang bilangan yang ada di zaman sekarang ini . Iniadalah kekayaan
yang besar. Dan menggantikannya akan membuat para generasi yang
akan datang tidak akan bisa memanfaatkan peninggalan tersebut
dengan mudah.
6. Bahwa bukan sesuatu yang penting ketika sebagian negara-negara
fuab memulaipenggunaan lambang bilangan Eropa karena kebanyakan dari negara-negara tersebut telah menghilangkan sesuatu yang
paling agung dan paling penting, yaitu bertahkim kepada syariat Allah
yang semua adalah sumber kebanggaan dan kemutiaan, kebahagiaan
didunia dan di akhirat. Maka perbuatannya itu bukanlah huiiah.@
Apakah Pemberlan Nama Orang
dengan Nama-nama Aslng Dllaranot
Imam Malik,6 Asy-Syaf i,u dan Ahmad{' berpendapat bahwa
makruh hukum memberikan nama dengan nama-nama asing. Mereka
dalam halitu memandang kepada permasalahan berbicara dengan bahasa
asingffi dan penamaan bulan-bulan dengan nama-nama asingaT sebagaimana telah d'rjelaskan dimuka.
Yang paling jelas -WallahuTb'ala filam- bahwa semua nama tersebut tidak akan terlepas dari salah satu dari dua hal berii<ut:
Keadaan /. Bahasa asing yang khusus bagi orang-orang kafir: lni
sama sekalitidak boleh dijadikan nama karena dalam penamaan dengan
bahasa itu adalah tasyabbuh kepada mereka dalam hal-halyang khusus
bagi mereka. Demikian itu pulalah yang dimutlakkan oleh lbnulQayym
Rahimahullah Ta' ala.4 Nama-nama yang sedem ikian itu seperti Beatric,
Jirjis, George, Diana, dan lain sebagainya.
Kadaanl/. Nama-nama itu berasal dari nama-nama orang-orang
musyrik di antara kaum Muslimin dan lainnya dari kalangan orang-orang
kafir. Dalam keadaan sedemikian tidak dilarang memberikan nama
dengan nama-nama yang demikian. Nama-nama yang sedemikian itu
seperti Isa, Sulaiman, Sala, dan lain sebagainya.4e
Halyang merambah ke tengah-tengah masyarakat lslam di dalam
kehidupan modem mereka adalah sebagaimana apa yang telah terjadi
bahwa sebagian dari mereka memberikan nama untuk anak-anak pria
dan wanita mereka nama-nama yang khusus bagi orang-orang kafir
karena kemasyhuran sebagian pembawa nama-nama itu dari kalangan
orang-orang kafir laki-laki atau perempuan.Syaikh Bakar Abu Zaidam berkenaan dengan nama-nama tersebut
berkata, "Seorang Muslim yang tenang hatinya karena agamanya itu akan
senantiasa menjauhi dan melarikan diri darinya, tidak akan berada dekatdekat dengannya. Telah terjadi fitnah besar karenanya di zaman kita
sekarang ini dengan mengambil nama orang-orang kafir asal Eropa,
Amerika, dan lain sebagainya. lni adalah celah tempat dosa dan jalanjalan bagi kehinaan. Di antaranya, Beatric, Jirjis, George, Diana, Rose,
Suzan, dan lain sebagainya sebagaimana telah ditunjukkan diatas."
Taklid kepada orang-orang kafir dalam pemberian nama dengan
nama-nama mereka, jika karena hawa nafsu dan kebodohan maka perbuatan seperti itu adalah kemaksiatan besar dan dosa. Jika karena
keyakinan bahwa nama mereka lebih utama daripada nama-nama kaum
Muslimin, yang demikian ini adalah bahaya yang sangat besar yang akan
mengguncangkan sendi-sendi iman.
Maka dalam kedua keadaan tersebut mengandung hukum wajib
untuk segera bertobat darinya dan segera menggantinya sebagai syarat
tobatnya dari perbuatan itu.