i.6r Sedangkan yang khusus bagi orang-orang kafir berupa
bejana yang tidak ada pada semua orang selain mereka. Jika ada, maka
pemakaiannya adalah terlarang karena menjadi bertasyabbuh kepada
mereka. Dan pembahasannya akan datang. lnsya Allah.
B. Hukum Femakaian dan Fembuatan Beiana Emas dan Ferak
Pemakaian emas dan peraktidakterlepas dari dua keadaan: apakah
pemakaian untuk makan, minum, atau pemakaian yang lain.
Pemakaian pertama telah disepakati oleh umat bahwa haram makan
dan minum dengan menggunakan bejana dari emas atau dari perakyang
disebabkan munculnya dalil-dalil yang jelas berkenaan dengan hal itu.e
Di antaranya adalah sabda Rasulullah sha llallahu Naihi ua Se,llarn,
langanlah kalian minum dengan menggunakan bejana dari emas atau
perak dan jangan pula kalian semua makan dari piring yang tcrbuat
dari keduanya. Karena sesungguhnya keduanya adalah milik mereka
di dunia dan milik katian semua di akhirat." s
Juga sabda Rasulullah shaltatlahu Alaihi wa sallam berikut,
zizz )'1 i' '' "'.j-Clra2.ast"4I ,t'?Hqnl
''-+a"ru
*g.rr - ,. . . .-. ?.
. orang yang minum dari biana yang tcrhtat dari perak, maka suagguh
akan menggetegak di dalam pntfiya api nerala lahannam'"6
Dan hadits-hadits Yang lainnYa.
sedangkan pemakaian bejana-bejana dari emas dan perak selain
untuk kepentingan makan dan minum, menurut jumhur ulama tetap
diharamkan aPa Pun kepentingan pemakaiannya.s Mereka berdalil dengan
dalil-dalil, di antaranYa:
1. Sabda Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam,
'eqy,ryV erY\'rr'Htt:-h' Y) fr;:P I
:'f\i e.'€:rl!' C
,, langanlah katian minum dengan menggunakan beiana dari emas atau
perak dan jangan pula katian semua makan dari piring yang terbuat
dari keduanya. Karena sesungguhnya keduanya adalah milik mercka
di dunia dan milik katian semua di akhirat'"6
Aspek yang menjadi sasaran penjelasan hadits tersebut adalah
bahwa larangan di datamnya menunjukkan pengharaman, apalagi diikuti dengan ancaman di dalam hadits yang lain, yaitu
Barangsiapa yang meminum dari keduanya di dunia, maka ia tidak
akan mendapat minum di akhirat."n
sekalipun hadits itu munculberkenaan dengan perkara makan dan
minum saja, karena keduanya adalah gambaran yang paring jeras berkaitan dengan arti 'pemakaian', sedangkan selain perkara makan dan
minum termasuk ke dalam makna keduanya pula.
An-Nawawi berkata, "l-arangan minum adalah peringatan atas pemakaian apa pun karena semuanya sama maknanya dengan minum.
Sebagaimana firman Nlah Ta'ala,
"... langanlah kamu memakan riba ...." (Ali Imran: 130)
Segala macam bentuk pemakaian termasuk dalam makna ,memakan menurut ijma. Peringatan dengan menggunakan kata itu karena
kata itu adalah yang paling banyak terjadi. Wallahu lilamP
2. Kias atas bejana-bejana dari emas dan perak. Haram makan dengan
menggunakan keduanya karena dengan menggunakan keduanya mengandung arti berlebih-lebihan, menyombongkan diri, menyakitkan hati
orang-orang fakir, dan pemborosan. Dan dalam tindakan itu pula
terdapat sikap tasyabbuh kepada orang-orang kafir. semua itu terdapat
dalam makna'pemakaian'yang lain bagi emas dan perak.6e
Hal itu ditentang Asy-Syaukani dari orang-orang kemudian. la
beraliran bahwa boleh menggunakan bejana dari emas dan perak selain
untuk kepentingan makan dan minum. la berpendapat, pembatasan
dalam pelarangan berkaitan dengan pemakaian berdasarkan munculnya
teks dalil dan tidak melakukan kias selain makan dan minum kepada
keduanya karena adanya pembeda. Alasan pelarangan untuk kepentingan
makan dan minum dengan bejana dari emas dan perak-menurutdirinlaaadalah sikap bertasyabbuh dengan penghunisurga di mana dikelilingkan
di sekitar mereka bejana-bejana dari emas dan perak, sehingga dengan
demikian penggunaan selain untuk makan dan minum hukumnya boleh
sebagaimana hukum asal dari penggunaan bejana tersebut.Adapun disebutkan berupa alasan sikap kesombongan dan bermegah-megahan pemakaian untuk selainnya disanggah dengan keharusan
untuk ditolak, karena diperbotehkan memakai bejana-bejana lain yang
terbuat dari permata yang sangat mahat, lebih mahal dari emas dan perak
menurut jumhur. sedangkan alasan yang disebutkan, yakni adanya sikap
bertasyabbuh kepada orang-orang kafir dalam segala macam bentuk
pemakaian secara umum, telah ditegaskan oleh dalil berkenaan dengan
makan dan minum, maka ia berkata, Llika hanya sekedar adanya alasan
tasyabbuh, maka tidak akan menyamPaikan kepada hukum pengharaman. Akan tetapi, diharamkan karena adanya ancaman"'70'7r
Yang paling delot kepada kejelasan -wallahu lilam- adalah pendapat jumhuc yakni tidak boleh memakai bejana-bejana dari emas dan
perak diluar kepentingan makan dan minum sebagaimana dilarang pula
pemakaiannya untuk kedua perbuatan tersebut'
sedangkan pembeda yang disebutkan yang menghalangi tidak boleh
dilakr,rkan kias atas semua makna'pemakaian kepada pemakaian untuk
makan dan minum tidakbisa diterima. Bahkan larangan RasulullahShallallahu Ataihi wa Sallam muncul atas dasar alasan bahwa orang-orang
kafir memakainya di dunia. tni adalah rllah (alasan) yang disebutkan secara
jelas di dalam hadits. Ibnu Daqiq AlJedT2 Rahimahullah berkata, "sebenamya disebutkannya hal di atas berupa peringatan akan pengharaman
tasyabbuh kepada mereka berkenaan dengan aPa-aPayang menjadipusat
perhatian mereka berupa perkara-perkara dunia merupakan Penegasan
atas larangan dari perbuatan itu.Sedangkan pendapat bahwa larangan makan dan minum dengan
menggunakan bejana-bejana dari emas dan perak adalah tasyabbuh
kepada penghuni surga yang dikelilingi dengan bejana-bejana dari emas
dan perak, pendapat tersebut tidak didukung teks dalil. Kalau benar
demikian, tentu penyebutan orang-orang kafir dan bagian mereka di dunia
untuk bejana tersebut menjadi tidak bermakna sama sekali. Dan lagi, boleh
dikatakan bahwa tasyabbuh kepada penghuni surga tidaklah dilarang
sama sekali, bahkan diperbolehkan bagi manusia untuk minum susu,
madu, air; dan memakan buah delima, dan lain sebagainya. Jika dikatakan
bahwa dalam hal itu tidak ada tasyabbuh karena tidak ada sedikit pun
dari semua itu dalam kenyataannya didunia. Akan tetapi, semua itu sekedar
nama saja, maka kita katakan, "Emas dan perak adalah demikian pula."
Sedangkan disebut bahwa boleh menggunakan bejana-bejana yang
terbuat dari permata yang sangat mahal melebihi emas dan perak, menjadikan keengganan mengambil dllah berupa kesombongan dan lain
sebagainya, maka jawabnya: yang jelas bahwa teks dalil munculberkenaan
dengan emas dan perak dengan arti yang lebih dalam keduanya dari
sekedar makna bermegah-megah dan berlebih-lebihan, yaitu tasyabbuh
kepada orang-orang kafir yang menggunakan emas dan perak untuk
makan, minum, dan lain sebagainya.Ta Yang demikian ini merupakan
bagian dari adat merekaT5 sebagaimana disebutkan dengan jelas dalam
hadits yang lalu. Juga karena emas dan perak adalah harga untuk segala
sesuatu dengan tatnya.Jika dihilangkan dengan perluasan Penggunaannya maka akan membawa bahaya bagi kehiduPan manusia. Tidak diragukan sama sekali, ini adalah salah satu alasan yang paling nyata. Pendapat
itulah yang paling luat-Wallahu/ilam- yang menjadipendapat jumhur.
Sedangkan pembuatanT6 bejana-bejana dari emas dan perak
hukumnya sama dengan penggunaannya; dan diharamkan oleh jumhur
karena alasan tersebutdi muka selain akan menjurus kepada penggunaan,
larangan sebagai upaya membendung jalan menuju kejahatan.TT
C. Hukum Penggunaan Beiana-bejana Orang-orang Kaftr yang
Bukan dari Emas dan Ferak
Haram hukumnya memakai bejana-bejana orang kafir sekalipun
tidak terbuat dari emas atau dari perak, jika bejana-bejana itu khusus
untuk mereka dan tidak ada pada orang lain selain mereka hingga menjadi
anggapan umum bahwa bejana-bejana tersebut adalah bagian dari keistimewaan mereka, dan karena dengan menggunakannya adalah tasyabbuh
kepada mereka, baik mereka itu memakainya dalam hal-halyang haram
maupun dalam hal-halyang halal. Ibnu Daqiq AIJed dalam rangka memberikan komentar terhadap pengharaman makan atau minum dengan
menggunakan bejana dari emas atau dari perak berkata, "Yang demikian
itu sebenarnya muncul sebagai peringatan atas pengharaman bertasyabbuh kepada mereka berkenaan dengan apa-apa yang menjadi
perhatian mereka berkaitan dengan permasalahan-permasalahan dunia
sebagai tekanan akan larangan itu."78
Katakanlah terdapat suatu macam bejana yang khusus untuk
kalangan orang-orang kafir dalam bentuk atau materinya, bukan terbuat
dariemas atau perak, misalnya memiliki bentukyang menunjukkan kepada
keyakinan mereka atau populerbahwa mereka memakainya untukminum
khamar atau lainnya, haram bagi seorang Muslim memakainya jika demikian itu, karena dalam tindakan seperti itu terdapat unsur tasyabbuh kepada
mereka.
laranEan filen!flunalon Terom petTe
dan Kentu n0an80 untuk MenEum u mkan Waktu Shalat
Banyak teks hadits yang melarang penggunaan terompet dan
kentungan untuk memberitahukan tibanya waktu shalat sebagaimana
tradisi orang-oran g Yahudi dan Nasrani ketika melakukan pang gilan untuk
kebaktian mereka. Perbuatan seperti itu adalah bagian tradisi dalam
agama mereka. Di antara teks-teks hadits itu adalah:
DariAbdullahbinUmarRadhiyallahuArthuma,iaberkata,
;ji>,Ur i#{i1*;-lf,ytt;f q o'rtllt 'trt
'
J- .' ;g f yx*;t
-: r:s:;,.; l- ei, rl.C' ; f t5<' Kvlwe,6 L f (
,'rt',lw 'ijra ,t"3rtit J'; P$';. ,j.:"ra:z'a JV's 'ce-t
|&s^t-itt,* vit , i);n, J;.,'Sr-t;>,L:!,r,ri ? *r3'; riAt ;v;r, q :6- tL r'o'r4't'ri
z J lz
a>rliq( rc;3F,J)t U
,Ketil<akaumMustimintibadiMadinahmerclrabrkumpuldantibalah
wakru shalat dan tidak ada seofiug Pn yng menyeru kepadanya' Maka
pada suatu hari mercka berembuk tentang permasalahan in' Maka
-sebagian
mereka berkata,'Pakailah lonceng sepxi lonceng orangorang Nastani.' Sebagian tain berkata"Atau teromryt sepeni anduk
or*g-or*g Yahudi'. Matca tlmar brkaa"Apakah kalian semua tidak
menugaskan satu orang untuk menyeru kepada shalat?' Maka
RasutullahshallallahuAtaihiwaSaltambersabda,,WahaiBilal,
bangkittah dan serukan untuk shalat?^8|
Dari Anas bin Malik Radhiyaltahu Anhu' ia berkata'
'oi
r, ; i .'l'l ; ;,?.1#t u's f, '',a t.r! .. t '. -: re.4_f f :{.:t i',r#-'ribfi u61? ';\il'ribfii t-t
,, a
vbt lllnr [t-r|G,L';e fi.*'i 'l')t:f)3:;- )+'11r(rt:f|tfi
a;v1i j' j-' ol, i ot t\i'#' of
lz
.Ketikaorangsudahbanyakmerekamembahastentangbagaimana
memberiahukanwakrushatatdengansesuatuyangmerekasangat
mengetahuinya. Maka mereka menyebutkan dengan cara membuat
apiunggunaaudengannremukullonceng.MakaRasulullahshallallahu
Ataihi wa sailam iemerinahkan kepada Bitat unuk mengumandangkan adzan dengan menggenapkannya dan mengganjilkan iqarnahIbnu Hajar menyebutkan riwayat hadits itu dan menganggapnya
berderajat Hasan:
'tti:'l--: +ht,p n' Jt,.t ,L";6 6'y,it j ,'j*
,xr'j ,';* .;;l) lri :Jt s ,G'1. r:';;ir j tja' a.l:-u
c$.::)ti:Jwalrri
" Maka mereka brkata, 'fika kia gunakan lonceng?' Maka Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam brsabda, 'Itu milk orang-orang Nasnni'.
Maka mereka brkaa, 'Ika kia gunakan terompetT' Beliau bersaMa,
'ltu milik onng-onng Yalrudi'. Mercka brkaa, 'Iile kib buatapi unggan
yang tinggi?'Beliau pun brsaMa, 'lru milik orang-orang Majusi'."8t
Mengenai permasalahan ini hadits yang paling jelas adalah muncul
dari Abu Umair bin AnasRahimahullah, dari seorang bibinya, dari kalangan
orang-orang Anshar, ia berkata
Nabi shaltattahu Alaihi wa sallam sedang memikirkan shalat berkenaandenganbagaimanacaramengumpulkanmanusiauntukmelakukannya? Maka dikatakan kepada beliau, ,Kibarkan bendera ketika tiba
waktushalat.likamerekamenyaksikannya,sebagiansalingmenyeru
sebagianyang lain'. cara itu tidak menarkpethatian beliau. Ia berkata,
'MakadisebutkankepadabeliauteromPet,yabtiterompenyforangorangYahudi.,Caraitutidakmenarikperhatianbeliau,danbliau
bersabda, 'Itu adatah untsan orang-oring Yahudi'. Ia berkata, 'Disebut
kan kepada be]iau lonceng,. Maka btiau bersaMa, ,Itu adalah ulusan
orang-oftrng Nasrani,. Maka, pergilah Abduttah bin Zaid Al-Anshari
daniaadatahseorangyangpenuhperhatianterhadapkemauankeras
RasuluttahshattallahuAtaihiwaSallam,makaiabrminPitentang
adzan itu dalam tidunya. Ia berkata, 'Maka, esolaya segera ia pergi
kepada Rasutullah shallaltahu Ataihi wa saltam dan berkaa kepada
beliau,,WahaiRasuluttah!sungguhakuantarutidurdanjaga.Tibatiba datang seseorang kepadaku lalu menunjukkan kepadaku tentang
adzan.' Ia berkata, '(lmar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu telah
bermimpi yang sarna, teapi ia menyembuaykannya selama dua puluh
hari,,Iabrlcata,,KemudianiamenyampaitranhaliukepadaRasulullalt
ShatlatlahuAlaihiwaSallam,.MakabliaubrsaMa,,Apayangmenghalangimu untuk menyampaitannya kepadaku?, Maka ia menjawab,
,Aku telah didahului oleh Abduttah bin zaid, maka aku malu,. Maka
beliau brsafla, 'Wahai Bitat, Mngkittah danperhatikan aW yang diryrinahtran oleh Abdutah bin zaid kepadarnu naka laksnaknlah!' Maka
Bilal pun mengumandangkan adzan''nt5
Dariteks-teksinidan lainnya jelaslah bahwa haram hukumnya menggunakansedikitsajadarijalanhiduporang-orangYahudi,orang-orang
Nasraniatauorang-orangMajusiberkenaandenganperibadatanmereka
sebagaitanda datangnya waktu shalat atau ibadah-ibadah lainnya dengan
mengikuti cara mereka itu'
sedangkan berkenaan dengan shalat, karenajelasnya berbagai nash
(teks dalil) tentang kebencian Rasulullah slattallahu Alaihi wa sallam
terhadap semua yang disebutkan di atas, dan setelah disyariatkan adtan,
sehingga timbulanggapan darisebagian para ulama bahwa adzanadalah
fardhus6 dan telah menjadi syiar bagi umat tslam.87
sedangkan berkenaan dengan berbagaiibadah serain shalat, karena
Nabi sha//a llahu Alaihi wa sallam, sekalipun betapa besa r perhatian nya
tentang bagaimana cara yang paling sesuaiuntuk menyampaikan kepada
orang banyak bahwa waktu shalat telah tiba dengan upaya pencarian
dan bermusyawarah dengan para shahabatnya, namun beliau tetap enggan untuk menggunakan lonceng, terompet atau api ketika semua itu diajukan kepada beliau, karena semua itu adalah bagian daritradisi orangorang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Majusi datam ibadah
m ereka. Maka mengambil alasan dengan alasan (illah) tersebut berkonsekuensi penolakan segala yang datang dari agama mereka.
hranEan Penamaan Maghrlb
den[an tsVa; dan lsYa dengan 'Atamah
A. Hukum Fenamaan Mashrib dengan Isya
Para ulama berbeda pendapattentang hukum Penamaan maghrib
dengan isya sehingga munculbeberapa pendapat' yaitu:
Pendapatl' Penamaan maghrib dengan isya makruh hukumnya'
Pendapat ini datang dari kebanyakan p;ngikut mazhab Syaf i's sebagian
pengikut mazhab Hanbalis dan Maliki'$
Yang menjadi dasar dalil bagi mazhab mereka adalah:
l.HadiBAbdullahbinAl-MughaffalRadhiyatlahulvlhudandidalamnya
bahwa Nabi Shalla llahu Ataihi wa Saltam bersabda'
:i+t?\ii'n,,'Jv o Ft'|& ft &'at s'\\'|W I
iv'e
*rangansampaioring-orangbaduiiumerebutdenganpaksanama
shatatnagnrnkafi;."Iaberkata,.orang-orangbaduimengatakan
(na7hrib) dengan nama isYa'"el
Mereka membawa hadits ini kepada hukum makuh'
2.Penamaanshalatmaghribdenganisyaakanmenimbulkankerancuan
dengan shalat yang lain. Maka bahaya munculnya anggapan bahwa
waktu masih panjang setetah matah;ri terbenam karena mengambil
kata-kata isYa, harus dibendung'e
3. Dengan menamakan shalat maghrib dengan isya adalah tindakan yang
bertentangandenganaPa-aPayangtelahdiizin}onolehAllahTb,ala.
Karena Allah la'ala menamakan shalat yang pertama maghrib dan
shalat yang kedua isya.e3
Pendapat //. Perbuatan semacam itu makruh hukumnya, apabila
terlalu banyakyang menggunakan sehingga menjadi dominan. Jika tidak
demikian, itujaiz'boleh'. Mereka yang berpandangan demikian adalah
sebagian dari para pengikut mazhab Hanbali.sa Prinsip mazhab ini adalah
bahwa mereka mengambil pemahaman kalimat laa gaghlibannakum
(angan sampai merebut) di dalam hadits di atas. Jika penamaan shalat
maghrib dengan isya tidak demikian sering sehingga nama yang syar'i
tetap dominan, tidak mengapa menamakan maghrib dengan isya.
Pendapat III. Perbuatan sedemikian itu tidaklah makruh, tetapijaiz.
Pendapat ini adalah pendapat shahih mazhab Hanbali.e5 Sebagian dari
mereka mengungkapkan dengan ungkapan mereka sendiribahwa penamaan nama maghrib adalah lebih utama.$ -Yang jelas, Wallahu A'lambahwa permasalahan tergantung kepada prinsip sebagaimana telah
disebutkan, mengandung larangan dengan alasan bertasyabbuh kepada
orang-orang badui, hukumnya adalah makruh jika memang perbuatan
itu adalah khusus ada di kalangan orang-orang badui saja.eT Oleh sebab
itu, pengucapan shalat maghrib dengan sebutan isya adalah makruh
hukumnya karena alasan yang disebutkan diatas dan demi memutuskan
jalan di depan berbagai kerusakan yang bisa terjadi, di antaranya
penumbuhan keraguan dengan panjangnya waktu isya yang bermula dari
matahari terbenam, sedangkan syariat datang dengan upaya memelihara
waktu dan selalu memperhatikannya. Maka makruh hukumnya perbuatan
yang merusakkan upaya itu, sekalipun hanya berbentuk anggapan saja.
Hukum Penamaan Isya dengan Atamahes
Para ulama berbeda pendapat tentang Permasalahan ini sehingga
muncul beberapa pendapat, yaitu
Pendapatl. Mereka berkata, "Dianggap baik jil<a tidak menamakannya dengan 'atamah. Sebagian dari mereka mengungkapkan dengan
ungkapan 'berbeda dengan yang lebih utama" dan demikianlah isyarat
dalam rrngkapan Malik.s Dan itu pulalah mazhab Ahmadrm dan mereka
yang mencari kebenaran dari kalangan yang bermazhab Syafi'1.tor
Pendapat ini didasarlen kepada beberapa alasan, yaitu
1. lni berbeda dengan yang lebih utama. Karena hadits Ibnu umar
Radhig attahu Anhuma ia berkata,'Ala.r pernah menden gar Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
r'r^;i-'J't,;Vr rfl )f ;&rb ft & -,ty\i'€:4xt
+)!
"langan sekali-kali kalian didominasi orang-oring badui atas nama
shalat kalian, ketahuilah bahwa (nama) shalat in adalah isya, ketika
mereka pada waku iru memerah susu unta."tsz
Hadits ini memberikan isyarat bahwa tidak ada kebaikan dalam
penamaan tersebut di atas, jika tidak tentu hukumnya adalahiaiz secara
mutlak dikarenakan munculnya pemahaman itu di dalam sunnah.ro3
2. Penamaan secara syar'i sebagaimana telah dibawa oleh syariat Secara
berulang-ulang adalah isya. Maka merubahnya adalah sikap menentang yang lebih utama.ls
3. Mereka berkata, "Mereka yang mengatakan bahwa hukumnya adalah
jawaz 'boleh' karena 'atamah adalah dinisbatkan kepada waktu, maka
boleh saja menamakan isya dengan nama itu, seperti shalat-shalat
yang lain.tos
Pendapat II: Nlakruh Hukumnya lulenanakan Isya dengan Atsmah
lni adalah mazhab Syafi'ahrffi dan sebagian Malikiah.107 Mereka mendasarkan pendapat kepada larangan Nabi Shallallahu Alathi wa Sallam
perbuatan itu dalam hadits lbnu Umar. Mereka menyanggah penamaan
isya dengan 'atamah dengan berbagai sanggahan, di antaranya, yaitu:
1. Bahwa pemakaian ini muncul dalam kondisi yang sangat sedikit dan
sangat jarang yang menunjukkan hukum.T'au.:az. Akan tetapi, Pengucapannya tidaklah haram.
2. Telah diberikan arahan khusus kepada orang yang membuat kerancuan
antara isya dengan maghrib karena mereka -barangkali- mengucapkan
kata isya dengan maksud maghrib.
3. Dikatakan bahwa penamaan itu datang bersama suatu sunnah karena
sangat populernya bagi mereka di masa itu.16
Saya mengatakan bahwa yang memperkokoh pendapat mereka
adalah:
H adits lbnu Uma r Ra dhiyallahu Anhuma, di dalam nya disebutkan,
,?) ej :Vt it; '{':
'*"#
e?ri i,iwrl;
qp hr & n' J'r-rri)
,pii aetd z:"-:t urlt ,o*
Jt"
Li e,\i P e|^|k A"t q ? yl"y'":'; ty
" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat isya
bersama kuni. Irulah shalat yang disebut orang dengan nama 'atamah.
Kemudian beliau furpaling menghadap kami, lalu bersabda, 'Apakah
katian tidak memperhatikan malam kalian ini, sesunggahnya ketika
berakhir seratus ahun dari malam ini, maka tidak terdapat seorang
pun ying tinggal (shahabat) di permukaan bumi'."
Pendapat ///. Makruh memperbanyak pengucaPannya sehingga
nama atamah menjadilebih dominan daripada nama isya, inilah mazhab
sebagian para pengikut mazhab Hanbali.rr0
Hakikat pendapat ini bersandar kepada makna nyata dari hadiB.
Al-Hafizh lbnu Hajar berl<ata, "Tidaklah jauh bahwa ketika telah terlalu
banyak penyebutannya oleh mereka untuk nama yang ini maka haruslah
dilarang agar sunnah orang-orang jahiliyah itu tidak mendominasi atas
sunnah islamiah. Sekalipun demikian tidaklah haram dengan dasar bahwa
para shahabat yang meriwayatkan larangan menggunakan penamaan
sedemikian itu pula."r11
Yang jelas -Wal lahu Ta' al a A' lam- ad a I ah d im akru h ka n mem perba -
nyak penyebutan nama 'atamah untuk isya hingga nama ini mendominasi nama yang sebenam)ra.Jika penyebutannya hanya kadang-kadang saja
maka hukumnya mubah. Iniadalah hasilpenggabungan antara nash-nash
dan pendapat-pendapat. Maka kenyataan yang sebenamya bahwa Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan nama tersebut untuk iq1a.
Ivtaka kebiasaan Rasulu llah Shallallaht lilaihi un fullam dalam hal ini turut
berperan. Maka hadits yang muncul dengan pelarangan dibawa kepada
makna 'tidak disarankan dan bukan kepada kemakruhan mutlak karena
para shahabat yang meriwayatkan larangan ini menggunakan nama ini.
larangan Men gakhlrkan l,laghrlb
hlnega Tampak Blntang:blntang Bertaburan "2
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum mengakhirkan
shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan. Perbedaan
pendapat mereka dipicu oleh perbedaan pada masalah'apakah maghrib
memiliki waktu yang hanya satu, sebagaimana dikatakan oleh para pengikut
mazhab Malikrr3 dan Asy-Syafi'i,rra atau apakah maghrib memiliki dua
waktu sebagaimana dikatakan pengilart mazhab Hanafirt5 dan Hanbali.tt6
Mereka yang berpendapat bahwa maghrib memiliki satu waktu, haram
mengakhirkannya dari waktu yang dimilikinya. Sedangkan mereka yang
berpendapat bahwa maghrib memiliki dua waktu membawa apa-apa yang
datang yang menerangkan pengakhiran hingga tampak bintang-bintang
bertaburan kepada hukum makruh.
Berikut bentuk perbedaan pendapat di dalam masalah kita ini:
Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan hukum mengakhirkan shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan terbagi
dalam beberapa pendapat berikut:
Pendapat L Makruh hukumnya mengakhirkan shalat maghrib hingga
tampak bintang-bintang bertaburan. Demikian pendapat para pengikut
mazhab HanafilrT-yang paling masyhur-; mazhab Hanbalirts; dan seba-
gian pengikut mazhab Syafi'irre dan Maliki.r20
Mereka mengemukakan dalil-dalil berikut:
1. Haditsyang telah munculberisi perintah bersegera sebagaimana hadits
Abu Ayyub Al-Anshari,
;pt # j; ;>Jau :? i. I 6 r,4t &'tl *1i St1't
' Ummatku akan tetap dalam kebaikan rou irr. rrri*irrn s"n ,
tidak mengakhirkan shatat hingga bintang-binkng berkbutan."tzl
Maka meninggalkan bersegera dengan mengakhirkannya hingga
bintang-bintang menjadi cerah hukumnya adalah makruh.rz
2. Hadits Abu Abdurrahman Ash-Shanabihir23, ia berkata, bahwa beliau
(Nabi) bersabda,
ia' !g'.= lybyi t 6 4: e y,P $t lt i \
,*) A}c*, i*;lt ou r.rtry l:t, ip.ist;,
t;l1l r.al$rt
. (Jma*u akan teap brpgang kepada agamanya selama tidak menunggu maghrib hingga tampak binang-binang benaburan sepeni dndakan
-Yahucli;
tidak menunggu shubuh hingga bintang-bintang tidak ampallTa
seperti tindakan Nasrani; dan tidak menyerahkan jenazah kepada
keluarganya."tzs
3. Beberapa hadits yang munculyang menunjukkan bahwa maghrib memiliki dua waktu. Di antaranya adalah hadits Abdullah bin Amr
Radhiyallahu,{nhu, di dalamnya ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
gArq16,"-i-l]t;Y'*;')
'Waktu shalat maghrib adalah selama irr. Or*i*, lembayung:'na
4. Mereka berkata, Uika katakan bahwa hukumnya haram, maka mengharuskan ada larangan menjamak antara shalat maghrib dan isya di
waktu maghrib bagiorang yang hendak jamak taqdim, karena syaratnya
dilakukan tepat pada waktu shalat yang pertama."r27
5. Mereka berkata, "Waktu sebelum hilangnya warna lembayung adalah
perpanjangan waktu shalat maghrib. Maka waktu permulaannya itu
sama dengan awal waktunya. Dalam konteks ini ada petunjuk bahwa
tidak ada pengharaman mengakhirkannya. Maka dalil-dalil itu dibawa
kepada arti makruh."r28
Pendapat //. Haram mengakhirkan shalat maghrib hingga tampak
bintang-bintang bertaburan telah menjadi cerah. Ini adalah mazhab
Malik,l2e Syafi'it:o yang terbaru.
Mereka yang berpegang kepada pendapat ini mengajukan dalil-dalil
sebagaiberikut:
1. Hadits Jibril yang panjang tentang walrtu-waktu shalat. Di dalamnya
disebutkan,
Bahwa ia shalat dengan Rasulultah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada
hari pertama ketika oftng yang berpuasa sedang berbuka, kemudian
shalat bersama futiau pada hari kedua ketika orang yang berpuasa
sedang berbuka pula. Di akhir hadits ia brkata, 'wahai Muhammad,
ini adalah waktu para nabi sebelum dirimu. Waknnya adalah antara
dua waktu ini'.Dt3t
Hadits diatas sangat jelas bahwa maghrib memiliki satu waktu yang di
dalamnya dipakai melaksanakan shalat selama dua hari dalam satu
waktu, yang berbeda dengan shalat-shalat lain. Jika maghrib memiliki
walcu yang lain, tentu diterangkan sebagaimana shalat-shalat yang lain. 132
Dan mengakhirkan shatat hingga tampak bintang-bintang bertaburan
adalah mengakhirkan shalat dari waktunya yang telah ditentukan oleh
Penetap syariat pada hadits ini, maka Perbuatan itu haram hukumnya'
Hadits Abu Ayytb di atas,
r'-#to^u 6-ixUu :?'i I c {-W\ ,p'ri , rl,o,1l lf;,1
" (Jma*u akan tekp dalam kebaikan atau dalam keadaan fitah selama
tidak mengakhirkan shalat hingga tampak binang'bintang." t33
Secara tekstualhadiB ini menunjukkan hukum haram mengakhirkan
shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan.rs
Jumhur telah mendiskusikan dalil-dalil yang mengharamkan:
Pertama. hadits Jibril yang disebutkan itu telah disanggah dengan
tiga sanggahan yang sangat populer:
a. Iniadalah sanggahan yang terbaik bahwa ia hendak menjelaskan waktu
yang bisa dijadikan altematif dan bukan wahuiawaz'boleh'.
b. Hadits Jibril itu terjadi di Makkah. Sedangkan hadits-hadits yang menjelaskan dan membatasi hingga hilangnya lembayr.rng datang belakangan diMadinah. Maka wajib diutamakan pengamalannya.
c. Hadits-hadits tersebut lebih kuat daripada hadits Jibril karena dua hal:
Pertama, karena para perawinya lebih banyak. Kedua, hadits inidengan
isnad yang lebih shahih. Oleh sebab itulah, ditakhrij oleh Muslim di dalam
kitab shahihnya dan bukan hadits Jibril. Ini tidak perlu diragukan.r35
Sedangkan hadits Abu Ayyrb yang telah disebutkan dibawa kepada
interpretasi'makruh mengakhirkan atau'sunnah menyegerakan shalat
maghrib'.
Hadits-hadits jumhur didiskusikan pula sebagai berikut:
Perintah menyegerakan yang telah disebutkan itu tidak berarti makruh mengakhirkannya. Tirjuan dalam hadits itu adalah menjelaskan bahwa
lebih utama menyegerakan bagi orang yang mengambil dalil dengan hadits
itu dan tidak menunjukkan makuh mengakhirkannya. Akan tetapi, Pengakhiran itu tetap saja mubah sebagaimana disebutkan oleh jumhur. Maka
hadits ini tidak perlu dipersengketalon, karena permasalahannya hukum
mengakhirkan shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan.l36
Dalil aqli (akal) jumhur disanggah dengan dua sanggahan:
a. Tidak dipersyaratkan terlaksananya dua shalat itu pada waktu maghrib.
Akan tetapi, dipersyaratkan pelaksanaan yang satu setelah yang lain.
b. Hendaknya dikatakan bahwa waktu maghrib setelah bersuci cukup untuk
melaksanakan lima rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah. Dalam
waktu ini cukup untuk menggabungkan dua shalat dengan menggashar
shalat isya. Demikian pula jika dilaksanakan secara semPurna sebagai
tambahan penjelasan yang benar bahwa shalat yang sebagiannya
terlaksana dalam waktunya, masih termasukadaa' (dilaksanakan pada
waktunya, lawan qadha, -purt.).137 Penulis tidak mendapatlon satu orang
pun dari jumhur yang mendiskusikan dalil-dalil lainnya.
Yang jelas -Wallahu Ta'ala lilam- mengakhirkan shalat maghrib
karena orang yang melakukannya itu dengan suka hatidan sengaja adalah
makruh hukumnya. Asy-Syauloni berkata, "Dalil-dalil yang muncul berkenaan dengan mengakhirkan maghrib hingga hilangnya lembayung
adalah untuk menjelaska n hukumjar.r.:az (boleh). Sedangkan had its-hadits
yang berkenaan dengan menyegerakannya dalam bab ini adalah Pemaparan tentang kebiasaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
diulang-ulang dan terus-menerus dilakukannya, kecuali karena adanya
suatu uzur, malra demikianlah yang harus dijadilon sandaran."r38
Sedangkan perkara yang disebutkan berkenaan dengan tasyabbuh
kepada orang-orang Yahudidalam hal itu, dibawa kepada makna adanya
niat mengakhirkan tanpa adanya uzur. lni adalah makna tekstual hadits
Ash-shanabihi sebelumnya. Sedangkan hadits-hadits yang menunjukkan
bahwa akhir waktu maghrib adalah hilangnya lembayung adalah komentar tambahan yang dikaitkan dengan tasyabbuh yang bermalsra makruh.
Di antara yang menguatkan hal ini adalah apa yang telah dinukil oleh AnNawawi dari Abu Isa Atfirmidzit3e bahwa seluruh ulama dari para shahabat dan mereka yang datang kemudian berpendapat bahwa tindakan
mengakhirkan adalah makruh.r4 Yang jelas bahwa kemakruhan di sini
adalah yang berkaitan dengan kesengajaan dan suka hati. Diantara yang
menguatkan pandangan ini adalah apa yang ada dalam ungkapan berupa
kemakruhan mengakhirkan sedemikian itu sebagai upaya keluar dari
tindakan bertasyabbu h kepada orang-orang Rafidhah yang menga khirkan
maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan.r4r
trtt
9-l**,+
larangan Melakukan Shalat dl Saat€airt Mataharl Terbll
Terbenam, dan dl atas Kepala Klta
Telah muncul dalil-dalil syar'i dengan melarang melakukan shalat
nafilah ketika matahari terbit, terbenam, dan matahari berada tepat di
atas kepala kita hingga tergelincir. Karena pada semua tindakan itu terdapat
unsur bertasyabbuh kepada orang-orang kafiryang bersujud kepada matahari pada waKu-waktu itu, karena syetan menjadikannya baik bagi mereka
di mana ia mendampingi matahari ketika muncul dan ketika terbenam
dengan tujuan agar sujud mereka terarah kepadanya
Di antara dalil-dalil itu adalah:
1. Hadits yang muncul dari uqbah bin Amir Ra dhiyallahu Anhu bahwa ia
berkata,
't*';;'ol6t#-*ty|&'& at J'i3ok '>GL o*
iU;3,g7 T o ;r:;'nfut Ut :r1tfY 8.|k'ti
',-,:;: J-,-,' r:Js'uJ3lt',;'+l ? r, u*JilJF r? :'4t e:
" Tiga waktu di mana Rasulullah Shaltatlahu Alaihi wa Sallam melarang
kita melakukan shalat aAu memalcamkan mayat kiA di dalamnya: ketika
maAhari terbit dengan cerahnya hingga cukup meninggi, ketika sinar
maAhari tepat di aAs kepala kiA hingga tergelincir, dan sinar maAhari
condongla3 hingga terbenam." tu
2. Dari Abdullah Ash-Shanabihi Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah
Shallaltahu Ataihi wa Sallam bersabda,
o'*\ riy; a rv'*Ert rirrr., otA$lt ;r' -l Wi dl'r-:ut ot,
,W tv'J.'f rit;,r4 ru q\:A U'' S$,W :6 Ur; $Yi,V tv
,Gr1)ru.e:#t q p : *Xt J:" it J'; r,* )
" sesunggahnya iika maahari itu Erbit, bersamanya anduk syetan'
litca meninggi, syean meninggall<annya. Iika tepat di aas kepala kib, ia
brnmanya.Iikatergelinciriameninggalkannya.Iikadekatwaktu
terbenam,iabersamanya.fkatelahterbenam,iameninggalkannya'
Rasututtah shattaltahu Alaihi wa satlam melarang melakukan shalat
pada waktu -waktu tersebut.
3. Da ri Abd u llah bin Umar Radh ig allahu Anhuma, Rasu I ullah Slallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
'G'*..'U 6Y,1.'s r \ ) 4t L'* sjY,r:l--.'t
,Jb
: Jv t$1dt f s.'f( M?t?tr-l:t; k,S?il' i U
6y,€i ;L,'#)t2!; j;;t2sr f'4f"n rlsr;>* 'k i r',.J*jtQ:'|il-,ttt-) c,stb=.;i; U ; *
qy 4(ir, ;:su'Jui'fu * i; W i;:;t ;iiA;
i;;*xi;,;l,il2ltl,; J:-: er ;ai ig/;G'#',+
'*',x 6y'pr q -* j; ;>,2t *'4i';,:;it'j, i
',jiJ, t1'.tJ,:;- *i, lW ;;';
" Wahai Nabi Allah, briahukan kepadafu tentang apa-apa yang dibriahukan oleh Allah kepada engkau yang tidak aku ketahuinya, briahukan kepadaku tenkng shalat!" Beliau bersabda, "Laksanakanlah shalat
shubuh, lalu janganlah melakukan shalathingga maahari terbitsutpai
meninggi, karena maahari ketika terbit brada di anara dua knduk
syetan. Pada saat demkian itu orang-orang kafir bersujud kepadanya.
:;tb?"
"Ianganlah kalian semua membarengkan shalat kalian dengan terbit
ahu brbenam matahari, karena matahari itu tefiit di antara dua Anduk
syetan."t46
4. lni adalah riwayatyang paling jelas untuk menghasilkan sebuah alasarr,
yaitu apa yang telah diriwayatkan dalam hadits Amr bin Abasah Radhigallahu Anhu. Hadits ini cukup panjang dan di dalamnya disebutkan,
Kemudian laksanakanlah shalatkarena shalat in didaAngi dan disaksikan oleh para malaikat hingga sinar matahari tepat di atas kepala kita.
Kemudian janganlah melakukan shalat tepat di tcngah hati karena ketika
itu lahannam pada puncak nyalanya. lika matahari telah tergelincir ke
barat, laksanakanlah shalat karena shalat ketika itu didatangi dan
disaksikan oleh para matakat hingga engkau melal<sanakan shalat ashar.
Kemudian jangan laksanalen shalat hingga matahari terbenam karena
sesungguhnya ia terbnam di anAn dua tanduk syetan, dan pada saat
demikian in orang-orang kafir bersuiud kepadanya '"t47
Para ulama berbeda pendapat tentang penjelasan dari ungkapan
'di antara dua tanduk sgetan'. fui-Nawawi berkata, "Dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan dua tanduk syetan adalah kelompok dan para pengila,rtnya." Dikatakan pula bahwa maksudnya adalah kekuatan, kemenangan,
dan tersebarnya kerusakan yang ditimbulkannya. Dikatakan pula bahwa
dua tanduk adalah bagian dari kepala. Ini adalah arti tekstual; dan inilah
pendapatyang pating kuat. Mereka berkata, "Artinya adalah bahwa ia akan
mendekatkan kepalanya kepada sinar matahari pada waktu-waktu tersebut
sehingga orang-orang kafir yang bersujud pada matahari seolah-olah
sedang bersujud kepadanya. Ketika demikian, ia dan semua keturunannya
memiliki kekuasaanyang nyata dan kesempatan untukmerancukan shalat
mereka yang melakukannya. Maka shalat pada saat seperti itu menjadi
makruh demi menjaga dari kasus semacam itu, sebagaimana makruh
pula dilakukan pada tempat-tempat yang biasa dipakai mangkal syetansyetan. " r48
Ibnu Hajar berkata, "Dua buah tanduk syetan di sisi kepalanya.
Dikatakan bahwa tanduknya itu tegaksejajar dengan tempatterbit matahari
sehingga jika matahari terbit maka berposisi di antara kedua sisi kepalanya
agar sujud orang yang melakukannya menjadi miliknya ketika mereka
para penyembah matahari bersujud. Demikian pula ketika matahari terbenam. Dengan demikian, kata-kata 'ketika terbit berada di antara dua
tanduk syetan adalah dinisbatkan kepada orang yang menyaksikan mata-
hari ketika sedang terbit. Jika ia bisa pula menyaksikan syetan, tentu ia
akan menyaksikannya tegak di dekatnya."rae
Karena itu syariat datang dengan larangan melaksanakan shalat
sunnah pada waktu-waktu tersebut adalah dalam rangka membatasi
kerusakan karena menyamakan diri dengan orang-orang kafir dan menjaga agar syetan tidak mampu menguasai ahli iman.
Para ulama berbeda pendapat tentang shalat-shalat yang dikarenakan oleh suatu sebab dilaksanakan pada waktu-wal<tu ini. Demikian halnya
berkaitan dengan meng-qadha shalat fardhu dan shalat l<arena nazar
Permasalahan-permasalahan yang dikecualikan ini bukan objek pembahasan kita di sini. Wallahu Th'ala filam.
*t+
?-l**,1
lanngan Melakukan Shalat dl dalam Mlhrabrso
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum shalat di dalam
mihrab. Sebab perbedaan pendapat mereka sebagaimana dapat dilihat
kembali kepada beberapa perkara:
a. Apa yang datang dari Al-Mushtha f a Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
diriwayatkan oleh para shahabat berkenaan dengan hukum makruh
membuatnya, karena hal itu adalah bagian dari adat orang-orang
Nasrani.
b. Karena keadaan imam menjaditidak jelas bagi para makmum karena
ia tidak terlihat.
c. Tidak ada dalilyang munculyang menunjukkan bahwa mihrab adalah
sunnah
Kita akan mengkaji Permasalahan ini dalam dua subbahasan:
A. Hukum Fembuatan Mihrab Menurut Dalil
Paraahliilmuberbedapendapattentanghukummembuatmihrabmihrab sebagaimana tercermin dari beberapa pendapat berikut:
Pendapatl. Makruh, ini adalah pendapat sebagian para pengil<t"tt
mazhab Syaf ir52 dan merupakan riwayat dari para pengikut mazhab
Hanbali.r53
Mereka mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:
l.HaditsyangdiriwayatkanolehlbnuAbuSyaibahdariMusaAl-Juhani,
iaberkata,..RasulutlahSlatlaltahuAlaihiwaSallambersabda,
6')\21\ ;.,;Lt UL t:b ef |q"| 6 ?, ;l'lr;'t
*(Jmatkumasihakantetapdalamkebaikanselamatidakmembuat
,madzabih,didalammasjid-nasjidmerekasepertimadzabihoringorang Nasrani.tY'Madzabih' adalah mihrab-mihrab'"t5s
2.DariUbaidillahbinAbilsAl-Ja'ddariKa'abiaberkata,
dj:,$|iiut;:;:, f )Gi'*':t"l'e ts:1t ,\ '1. -t'fr
i>q,'&'* ut rrt- 6$,,s jAt dL3 A)L e,
,, Di akhir zaman akan ada suatu kaum yang berkurang umurnya'
menghiasmasjidnrcrckadunrerclcamembuat,madzabih,didalamnya
seperti ,madiabih, onngorang Nasnni. lika mereka melakukan halhal itu, dicurahkanlah futa kepada mereka
3. Hal itu adalah 'perkara baru'dalam agama dan tidak ada sebelumnya.
Para salaf sangat membenci hal-hal baru dalam agama (bid'66;.tm
Pendapat //. Mubah. Mereka yang berpendapat demikian adalah
mayoritas pengikut mazhab Hanafirs dan Hanbali,l@ dan menjadi pendapat masyhur di kalangan pengikut mazhab Maliki.ror Di antara mereka
berkata bahwa hukumnya adalah btihbab'bagus', seperti sebagian dari
para pengikut mazhab Hanafi.162 Ini adalah riwayat dari Ahmad.tB
Mereka beralasan sebagai berikut:
1. Karena dalam hal itu terdapat kemaslahatan yang sangat jelas, yaitu
menunjukkan arah kiblat, sehingga bisa memberikan informasikepada
orang yang tidak mengetahui arahnya. Juga sebagai titik pertengahan
shaf agar imam berada pada posisinya yang tepat.ril
2. Sekalipun hal itu termasuk'perkara baru dalam agama'. Akan tetapi,
telah dilakukan oleh umat ini dan terus dilakukan semua orang sejak
zaman shahabat tanpa adanya pihak yang menentangnya.r6s
Mereka menyanggah pendapat di atas sebagai berikut:
Pertama. Bahwa apa-apa yang muncul berupa atsar berstatus marfu'ah dan ada pula mauqufah, semuanya menunjukkan hinaan atas
pembuatan mihrab yang sama bentuknya dengan mihrab orang-orang
Nasrani. Sedangkan jika mihrab itu dibuat dengan bentuk yang berbeda
bagi kaum Muslimin, tidak ada larangan akan hal itu.ttr Adat para ahli
kitab bahwa mereka mengkhususkan imam dengan tempat lebih tinggi
dari keadaan mereka itu tidak sama dengan di kalangan kaum Muslimin.Kedua.JikadianggapadakesamaanpadamihrabkaumMuslimin
terhadap mihrab orun!-orung Nasrani, hal itu tidaklah ada masalah'
karenatiadalainadalahkarenaadanyakesamaanantaraduaagamaini
dalambeberapahukum,danyangdemikianinisudahterjadi.'6
Yangjelas-WallahuTa'ala/llam-lebihkuatpendapatmazhab
keduakarenadalil.dalilnyayangtelahdisebutkan'Utamanya,umatini
tetah menerimanya secara turun-temurun dengan penerimaan yang baik
di negeri-negeri mereka yang berbeda-beda dan sepanjang masa yang
sangatpanjangberawaldarizamanshahabat.Bahkandikatakansejak
zaman Rasulullah sha llallahu Alaihi u:a sattantr6e hingga zaman sekarang
ini.sedangkanyangdisebutkanbahwasebagianatsarmarfu',adalah
hadits Abu Musa ylng masih diperselisihkan keshahihannya'r70 Jika
ditetapkan semuanya ,ftunin, maksudnya adalah pembuatan mihrabmihrabsepertigayamihrab.mihraborang-orangNasrani.Yangdemikian
tidaklah terjadi dan jika terjadi tentu dilarang'
B. Hukum Shalat di dalam Mihrab
BerdasarkanaPa-aPayangtelahdibahasdiatasmakaparaulama
berbedapendapatberkenaandenganhukumshalatSeorangimamdidalam mihrab. Orang yang berpendapatbahwa membangun mihrab adalah
makruh, maka shalat di dalamnya adalah makruh pula, dan orang yang
berpendapatbahwamembangunmihrabadalahmubah,makashalatdi
dalamnyaadalahmubahpula.Berikutpenjelasanrincitentangnya:
Syafi,iberpendapatbahwabolehmelakukanshatatdalammihrab.lTl
DanpendapatserupamasyhurdikalanganparapengikutmazhabMalikilT2
danmengambilmazhabinisebagiandariparapengikutmazhabHanafi.lT3Pendapat ini merupakan sebuah riwayat di kalangan para pengikut mazhab
HanbalirTa dan dilakukan oleh jamaah para tabi'in.r75
Mereka beralasan sebagai berikut:
OApa yang telah diriwayatkan oleh tbnu Abu Syaibah dariAl-Barra' bin
Azib bahwa suatu ketika ia shalat di dalam mihrab.t?6
Osebagian para pengikut mazhab Hanafi berkata, "Makruh hukumnya
berdiri selain di dalam mihrab karena berbeda dengan apa yang
dilakukan oleh umat."r77
Sebagian para pengikut mazhab HanbalirTs dan HanafirTe berpendapat bahwa makruh hukumnya masuk ke dalam mihrab, yakni berdirinya
seorang imam di dalamnya dan bukan sujudnya.
Mereka beralasan dengan hal-hal berikut:
oMasuknya ke dalam mihrab menjadikannya memiliki tempat istimewa
dari mereka yang lain. Bahkan ia menjadidalam arti berada di rumah
yang lain. Yang demikian itu adalah perbuatan ahli kitab.tm
oMasuknya ke dalam mihrab menjadikannya tertutup dari pandangan
para makmum, maka keadaannya menjaditidak jelas bagi orang yang
berada di sebelah kanan dan kirinya.rar
oMenurut dalilia telah berpegang kepada hukum makruh membangun
mihrab, maka baginya makruh pula shalat di dalamnya.te
Alasan-alasan mereka yang bermazhab bahwa membangun mihrab
adalah makruh hukumnya didiskusikan sebagai berikut:
oMereka berkata, "Keistimewaan imam dengan tempat adatah sesuatu
yang telah ditentukan dan dituntut oleh syariat. Bahlon bergerak maju
adalah wajib atas dirinYa."tar
oApa yang disebutkan berupa perbuatan ahli kitab adalah sesuatu yang
menunjukkan adanya kesamaan antara dua agama dalam sebagian
hukum-hukum. Dimana para ahlikitab mengkhususkan imam dengan
tempat yang tinggi, sebagaimana dikatakan. Maka dalam hal ini tidak
ada tindakan tasYabbuh.re
ODisebutkan tentang adanya mihrab-mihrab, maka jawabannya adalah
apa-apa yang telah disebutkan di atas tentang boleh membangunnya
dan segala apa-apayang kita nukiltentang turun-temurunnya perkara
tersebut ditangan umat ini dengan cara yang baik. Dan masih banyak
dalil-dalil lain.
OJika tidak dibangun mihrab-mihrab, akan menjadi sunnah hukumnya
bagi imam untuk maju sejajar dengan tempatnya. Karena tempat itu
berada di tengah shaf dan demikian itulah yang diminta, karena posisi
berdirinya jika tidak sejajar di tengah shaf maka makruh hukumnya.rs5
Datam perkara ini ada bantahan terhadap perkataan, "Bahwasanya
dalam pembuatan mihrab-mihrab sebagai pembeda bagi imam."
Pendapat yang kuat -wallahuTa'ala filam- boleh shalat di dalam
mihrab dan tidak makruh jika imam berdiridiluarnya sekalipun sujudnya
didalamnya. Halitu karena pada prinsipnya boleh membangun mihrabmihrab sebagaimana tetah dijelaskan di atas. Sedangkan jika imam secara
utuh tubuhnya masuk di dalam mihrab, hukumnya adalah makruh. Karena
tindakannya itu bisa menyebabkan ketidakjelasan keadaan imam bagi
para makmum yang berada di sisikanan dan kirinya karena adanya Penghalang bagi mereka.
Pendapat ini sejalan dengan aPa-aPa yang dinukil darijamaah para
shahabat, seperti lbnu Mas'ud berkenaan dengan makruhnya shalat di
dalam mihrab.186 Karena kondisi yang sebenarnya adalah bahwa para
makmum itu hendak berdiri sejajar dengan imam, jika tidak tentu perkara
ini sudah meluas dizaman mereka tanpa adanya seorang pun yang mengingkarinya.
Dengan memperkokoh pendapat ini berarti pula berupaya keluar
dariperbedaan pendapatdengan orang yang mengingkarinya dan menggabungkan pendapat-pendapat dan mengefektifkannya. Keluar dari
perbedaan pendapat adalah dianjurkan. tsT
Sedangkan tasyabbuh kepada orang-orang Nasrani ketika membangun mihrab-mihrab adalah perkara yang telah jelas bahwa yang demikian itu adalah jika mihrab-mihrab itu sama dengan yang ada pada mereka.
Sedangkan di sini tidak sedemikian itu.
Sedangkan pendapat yang melarang membuat mihrab-mihrab secara mutlak karena alasan ini, maka yang demikian itu tidak benar karena
alasan yang telah dijelaskan di atas. WallahuTa'ala Allam.
**{3
?",t t"*,,0
Laran gan Melaksanakan Shalat
Mengarah padaApayang Dlsembah Selaln Allah
Benda-benda yang biasa disembah selain Allah sangat banyak jumlahnya. Syariat datang dengan larangan secara global untuk melakukan
shalat menghadap kepadanya. Sebagai upaya membendung tindakan
tasyabbuh kepada orang-orang kafir dalam hal seperti itu yang kadangkadang akan menyebabkan tindakan tasyabbuh kepada mereka dalam
perkara-perkara yang mereka yakini secara batin. Kita akan paparkan
sebagian permasalahan yang tegak di atas dasar ini dan menerangkan
hukumnya. Serta kita paparkan pendapat-pendapat para ulama dalam
permasalahan inisecara rincidengan didukung oleh dalil-dalil dan pengukuhan. Kita tidak sebutkan lagi sisa permasalahan karena sama dengan
yang telah kita sebutkan. Semua itu akan dipaparkan dalam tiga subbahasan
A. Shalat Menghadap Gambar (Shurah)
suatu gambar (shurahl tidak akan terlepas dari dua keadaan:
gambar objek yang memiliki ruh (baik berbentuk atau tanpa bentuk) dan
gambar objekyang tidak memiliki ruh (atau objekyang memiliki ruh tanpa
kepala). sedangkan objekyang memiliki ruh tidak akan terlepas dari dua
keadaan: yang terPasang dan tidak terpasang.
Kita akan membahas semua rincian ini insya Allah la'ala:
Kadaanl. shatat mengarah pada gambar objekyang memiliki ruh.
Datam hal ini gambar itu bisa sempuma bentuknya tidakterpotong
kepalanya atau yang kepalanya terpotong.
Tentang gambar objekyang memiliki ruh dalam keadaan semPurna,
jumhur ulama berpendapat bahwa shalat menghadap kepadanya hukumnya makruh. Di antara mereka adalah para pengikut mazhab Hanafi,rs
Maliki, rBdan Hanbali jika gambar tersebut terpasang. I s lbnu Abidin menegaskan bahwa yang dimaksud dengan makruh di sini adalah 'makruh
haram' menurut pengikut mazhab Hanafi, di mana mereka mewajibkan
pengutangan shalat jika dilakukan dalam keadaan sebagaimana disebutkan di atas dengan pengulangan yang bebas dari keadaan makruh. Hal
itu menunjukkan bahwa pelaksanaan shalat seperti itu adalah haram dan
tidak sah. Sedangkan jika shalatdilakukan dalam keadaan hukum makruh
biasa, tentu tidak wajib mengulanginya.tst Sedangkan pengikut mazhab
Malik memutlakkan bahwa hukumnya adalah makruh tanpa menjelaskan
jenis makruhnya.le2 Semua mazhab memakruhkan cara shalat seperti
tersebut dengan alasan adanya sikap bertasyabbuh kepada Para Penyem
bah gambar dan patung.re3 Maksud mereka bahwa dalam perbuatan seperti itu ada unsur tasyabbuh ditinjau dari adanya gambar yang nyata
atau jelas; dan bukan karena suatu perbuatan yang disengaja oleh pelakunya. Sebab tidak ada perbedaan pendapat tentang orang yang shalat
menghadap ke arah gambar dengan maksud menyembahnya melainkan
dihuktrm telah kafir kepada Nlah Ta'ala dan telah keluar dari agama.
Telah dijelaskan di atas, kadang-kadang para ulama menetapkan
bahwa hukum suatu perbuatan adalah haram karena dianggap tasyabbuh.
Mereka menghendaki yang demikian itu pada gambar nyata. Mereka
menyebutkannya secara generaldengan tujuan untuk membendung kejahatan berupa terjadinya tasyabbuh yang dimaksudkannya {an kiu berlindung kepada Allah-. Apabila orang melakukan sebagian dari apa-apa
yang bisa mengakibatkan kejahatan tasyabbuh itu. Sebagian ahli ilmu
yang berpendapat bahwa hal itu makruh, jika gambar tersebut terpasang
dan berada tepat di depan orang yang melakukan shalat.rs
Jika gambar itu tidak dalam keadaan terpasang, seperti yang ada
pada karpet atau lainnya, yang tepat adalah makruh hukumnya jika gambar itu berada pada tempat sujudnya, yakni tepat di hadapan mukanya.
Yang demikian itu karena mengandung makna ta'zhim 'mengagungkanto
dan dalam perbuatan seperti itu terdapat unsur tasyabbuh kepada para
penyembah gambar atau patung.rs
Namun, jika gambar itu tidak tepat di tempat sujudnya, di bawah
kedua kakinya, misalnya, dikatakan, "Tidak makruh karena tidak ada
makna ta'zhim." Dikatakan pula, "Makruh sekalipun tidakbersujud diatasnya. Karena karpet yang dilakukan shalat di atasnya lebih diutamakan
daripada karpet yang lainnya, artinya ia lebih diagungkan daripada yang
lainnya, dengan demikian makruh hukumnya."reT
Sebagian dari para ulama berpendapat bahwa tidak makruh dalam
keadaan tersebut karena gambar tidak terpasang dan juga karena tidak
ada alasan berupa sikap tasyabbuh.ts
Namun, jika gambar tersebut terpasang bukan di atas kiblat orang
yang melakukan shalat, misalnya berada di sebelah kanan, kiri, belakang,
atau di langit-langit bangunan, lmam Malik berpendapat bahwa semua
itu adalah makruh karena adanya sil<ap ta'zhimrs dan karena itu makruh
shalat dalam gereja karena di dalamnya terdapat gambar-gambar.2m
Sebagian daripara ulama mengecualikan kemakruhan ketika gambar itu berada dibelakang orang yang melakukan shalat, karena tidak ada
makna ta'zhim dan karena tidak ada pula sikap tasyabbuh kepada para
penyembah gambar.mt sebagian dari para pengilart mazhab Hanbali membolehkan semua itu karena tidak ada makna ta'zhim dan tidak ada pula
illah tasyabbuh.2@ Mereka berpendapat bahwa boleh melakukan shalat di
dalam gereja dan tidak makruh.
Mereka menguatkan pendapatnya dengan dua buah dalil:
Pertama. HadiB yang muncul bahwa beliau melalQlGn shalat di
dalam Ka'bah dan di dalamnya gambar-gambar.2o3
Kedta.sifat umum. sabda Rasulullah shallallahu Alaihi wa fullam,
'*6y,:;;,i>rbtuk;iiqT
. Di mana pun Anda masuk waktu shalat, maka shaladah karena sesungguhnya (semua tempat) adalah masiid.
Itu adalah lafal yang bersifat umum termasuk di dalamnya gereja.
Ibnul Qaryim melakukan sanggahan terhadap dalil pertama dengan
ungkapan, "Dalam kisah -Fath Makkah- bahwa NabiShal/allahu Alaihi
waSallam masuk ke dalam Ka'bah, lalu melaksanakan shalat didalamnya. Beliau tidak memasukinya hingga seluruh gambar yang ada di dalamnya dihapus seluruhnya. Maka dalam halini dalilyang menunjukkan bahwa
makruh hukumnya shalat di suatu tempat yang penuh dengan gambar."2o5
Sedangkan hadits bersifat umum yang mereka munculkan telah ditalduhbh 'dikhususkan sebagaimana bentuk hadits diatas dan lain-lain,
seperti kandang unta, tempat-tempat najis, dan lain sebagainya. Tllk
seorang pun mengatakan bahwa ia bersifat umum dalam semua bentuknya. Jika boleh dilakukan taklwhish untuk sebuah makna suatu bentuk
darisemua bentuk, dan makna itu terulang dalam bentuk lain, maka bisa
ditarik hukum yang sama. Dan inilah, makna implisit yang shahih dalam
larangan shalat di kuburan yang baru secara mutlak karena kerusakan
yang bisa terjadi karena adanya ibadah dan ketergantungan kepada orang
yang dikuburkan, sebagaimana yang dilakrkan oleh orang-orang sesat.
Makna ini ada pada shalat dalam gereja yang bergambar.
Di antara penguat apa yang disebutkan di atas adalah apa yang
telah dinukil oleh lbnu Hajar Rahimahullah dalam Al-Fath, "Di mana ia
mengetengahkan sebuah atsar dari lbnu Abbas Radhiyallahu,\nhuma
bahwa pada suatu ketika ia melakukan shalat dalam rumah ibadah (untuk
Yahudi atau Nasrani) yang tidak ada patung-patung di dalamnya." Dinukil
pula, "Bahwa Umar Radhiyallahu Anhu enggan melakukan shalat di
dalamnya karena adanya patung-patung."
Jelas bagi Penulis bahwa larangan shalat didalam gereja yang bergambar adalah yang paling kuat hingga sekalipun gambar-gambar itu
tidak di arah kiblat orang yang melakukan shalat, sebagaimana dijelaskan
di atas. Dan karena gambar-gambar yang dipajang di gereja adalah
gambar-gambar yang dimuliakan, maka shalat di dalam gereja sudah
barang tentu mengandung makna ta'zhtm untuknya sekalipun tidak pada
arah kiblat. Sedangkan di dalam setain gereja, maka yang benar adalah
boleh melakukan shalattanpa adanya huk.rm makruh jika gambar-gambar
ada bukan di arah kiblat, karena tidak ada makna ta'zhim atau tasyabbuh
kepada orang-orang kafir dalam tindakan seperti itu. Wallahu lilam.
sedangkan, jika gambar-gambar dari objek-objekyang tidak memiliki ruh, atau dari objek-objek yang memiliki ruh tetapi dengan keadaan
tak berkepala, para fuqaha (ahlifikih) secara umum, sebagaimana terlihat
jelas dari ungkapan mereka, berpendapat bolehnya melakukan shalat
dengan menghadap ke arahnya.2oT Bahkan sebagian dari para pengikut
mazhab Hanafi2m menuliskan secara terang-terangan tentang hal itu.
Mereka berdalit dengan dalil-dalil sebagai berikut:
1 . Apa yang diriwayatkan bahwa Nabi Shatla llahu Alaihi wa Sallam diberi
hadiah baju yang di atasnya gambar Patung burung sehingga mereka
menghapuskan kePalanya.2oe
2. Diriwayatkan bahwa Jibril meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu
Alathi wa sallam, beliau pun memberinya izin. Maka Jibril berkata,
'gZ'uirp
Qc:', $iu.*.i',#' q:
!.r., "V;i*
G'$u.vi'ri'tiW't:::,
" Bagaimana aku masuk sedangkan di datam rumah terdapat tirai tipis
dengan gamfur-gambar ktda dan para pria. Boleh pilih, apakah dipotong
kepala-kepatanya atau diiadkan bantat sehingga menjadi iniaks|
Dua buah hadits tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa keberadaan
kepala adalah sebab keberadaan hukum haram atau makruh.
3. Apa-apa yang muncul berupa atsar dari para shahabat. Di antaranya
adalah yang datang dari Ibnu Abbas Radhigalrahu Anhuma bahwa ia
melarang seorang tukang gambar untuk menggambar. Maka tukang
gambar itu berkata,
,*\ti lr',, :rl;trr.'&il I, jr.; V,* r-) &?ur
" Bugrii*, Oim u*r'ir*u**, padahat ini adatah maa pencaharianku?,
Maka, Ibnu Abbas berkata, 'lka sudah tidak adajalan lain, hendaknya
engkau membuat gambar pepohonan saja'.uzrr
Juga yang datang dari Ali Radhigallahu Anhu bahwa ia berkak,
A)Ltl)t*'6+iJoi{l rt;'*t{ C's\t€i yt 3? u
e\
" Barangsiapa suka menggambar makhluk bernyawa, maka ia di hari
Kiamat akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan ia tidak
bisa meniupkannya."212
4. I-arangan shalat menghadap ke arah gambar makhruk bernyawakarena
alasan tasyabbuh kepada para penyembah gambaryang mana mereka
itu tidak menyembah gambarmakhlukyang tidakbemyawa. Maka tidaklah tercapai tasyabbuh kepada mereka.2r3
sebagian para ulama memunculkan kejanggalan dalam hatitu dan
menyanggahnya dengan berkata, uilo dikatakan bahwa di sana ada penyembah matahari, bulan, pepohonan, dan lain-lain ...", sanggahannya adalah bahwa yang disembah oleh mereka adalah materinya dan bukan patung
tiruannya.2ra
Jelaslah bagi Penulis bahwa dalam sanggahan iniada sedikit kelatrangan dan bisa dikatakan, Jika seseorang melalarkan shalat dengan
mengarah pada suatu gambar sebagaimana disebutkan dengan niat
taryabbuh kepada para penyembahnya, orang itu kafir. Jika tidak bemiat
tasyabbuh, yang demikian tidak haram baginya. Karena kondisi tersebut
adalah sesuatu yang sulit untuk dijaga karena banyaknya. Dan karena
gambar yang nyata datam sanggahan itu tidak menyerupakan keadaan
orang-orang yang menyembah barang-barang ketika Para Penyembahnya mengarah secara langsung karena keberadaannya di setiap zaman
dan tempat. Berbeda dengan orang-omng yang disucikan dan diagungkan
kemudian mereka itu mati dan gambar mereka masih ada. Maka gambar
mereka itu disangsikan menjadi tempat bergantung dan menjadi sumber
fitnah bagimereka. Maka ditarang melakukan shalatdengan menghadap
kepadanya sebagai upaya menjaga keburukan tergelincir sebagaimana
orang-orang kafir Para Penyembah gambar telah tergelincir."
B. Shalat Menghadap ke Waiah Orang
Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam hal itu, yaitu tiga pendapat:
a. Yang demikian itu makruh hukumnya. lni adalah pendapat mazhab
Hanafi2r5 dan riwayat dari para pengikut mazhab Hanbali.2r6
b. Yang demikian itu adalah haram hukumnya. Pendapat inidiriwayatkan
dari para pengikut mazhab Hanbali2rT dan dikuatkan oleh sebagian para
pengikut mazhab Hanafi.2r8
c. Yang demikian itu makruh hukumnya jika membuat pelaku shalat lalai.
Akan tetapi, jika tidak membuatnya lalai, tidak ada apa-apa'2re
Mereka yang berpendapatbahwa hukumnya adalah makruh berdalil
dengan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Apa yang datang dariAli Radhigallahu Anhu,
i*,arali';;G h;;y'u" >;;c? &j *\t ir,olr .i
,,Bahwasanya Nabi shatlallahu Alaihi wa sallam menyaksikan seorang
priayang sedang melakukan shalatdengan menghadap orang lain. Maka
bet iau memerintahkan kepadanya un tu k mengu I ang shal a tnya."no
2. Apayang datang dari lbnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
tlAr t'1 ;.6(au t ir-:'t
"langanlah kalian semua shalat di belakang orang tidur atau onng-orang
yang ngobrol."nl
3. Apa yang datang dari utsman bin Affan bahwa ia membenci orang
yang menghadap kepadanya ketika ia sedang shalat.222
4. Mereka berkata, "Yang demikian itu adalah tasyabbuh menyembah
kepada gambar."223 lbnu Qudamah mengungkapkan pengertian ini
dengan ungkapannya, "Dimakruhkan ... karena hal itu menyerupai
sujud untuk orang itu.'i224
sedangkan mereka yang mengatakan haram karena mereka membawa dalil-dalil di atas kepada makna pengharaman.225
sedangkan merekayang membedakan, yang jelas mereka berpendapat demikian karena menggabungkan dalil-dalil tersebut.
Sudah jelas bagi kita bahwa PendaPat yang kuat adalah bahwa
hukumnya adalah makruh jika menjadikan pelaku shalat terganggu.
Sedangkan jika tidak menjadikannya terganggu, tidak ada masalah. Dalil
hal itu adalah kata-kata Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata,
6$,^ut ; jt"r, friur r&t M &3 io\t ;*'r\t ok
L' i' rG, .u;i ;"1'ol ;t
-,/ J e. ri
" suatu ketika Nabi shallallahu Alaihi wa sallam melakukan shalat;
sedangkan aku berbaring melinang di aas kasurnya. fika hendak
melakukan shalat witir, bliau membangunkanku, aku pun melakukan
shalat witir."227
Oleh sebab itu, Asy-Syaf i membenci pelaksanaan shalat dengan
menghadap ke arah orang yang sedang berbicara hanya karena pembicaraannya akan mengganggu orang yang melakukan shalat.z8
Sedangkan dalil-dalil yang diketengahkan oleh mereka yang meyakini hukum makruh telah dilakukan sanggahan sebagai berikut:
1. Bahwa hadits Ni Radhiyallahu,\nhu adalah hadits lemah, karena di
dalam deretan sanadnya terdapat AbdulAla Ats-Tsa'labi, dan ia adalah
lemah menurut ahli hadits.22e
2. Hadits lbnu Abbas Radhiyallahu,\nhumajuga lemah. lbnu Hajar mengatakan, 'Abu Dawudso mengatakan, 'seluruh jalurnya lemah'."
Kelemahan dua hadits ini berbeda dengan hadits Aisyah sebelumnya,
yaitu tertulis dalam Shahihain. Di samping kelemahan hadits lbnu Abbas
Radhig allahu Anhuma, ma knanya pu n tidak mend ukun g pada peng -
klaiman karena ada kata l&alfa 'dibelakang', sedangkan pembahasan
berkenaan dengan menghadapnya wajah orang yang shalat.
3. Hadits dari Utsman Radhigallahu Anhu berbeda dengan hadits dari
Zaid bin Tsabit Radhigallahu Anhu, berkata, "Tidak kupedulikan,
sesungguhnya orang tidak akan bisa memotong shalat orang lain."a2
Dan bukanlah mazhab salah seorang dari dua shahabat lebih utama
daripada mazhab lain yang sendiri.
4. Sedangkan yang disebutkan bahwa perbuatan itu serupa dengan sujud
untuk seseorang adalah suatu halyang tidak bisa diterima karena munculnya dalil yang menunjukkan kejadian yang sama dari pihak Nabi
Shallallahu Alaihi ua Sallam sebagaimana hadits Aisyah di atas. Ketika
beliau shalat sedangkan Aisyah terlentang di depan beliau. Hadits ini
juga mengandung penolakan atas orang-orang yang membenci orang
yang melalarkan shalat mengarah pada orang yang sedang tidur; karena
bisa jadi akan memunculkan sesuatu yang menjadikan orang yang
sedang shalat itu lalai atau tertawa.
C. Hukum Shalat Menghadap Benda-benda yang Disembah
Selain Allah
Di antara benda-benda yang disembah selain Allah Ta'ala -
jumlahnya sangat banyak- adalah sebagian akan Penulis sebutkan di
sini secara sekilas dengan tidak merincikan pembicaraan berkenaan
dengannya, baik dari aspek pembahasan atau dalil. Alon tetapi, Penulis
akan menyebutkan sebagian orang yang mengatakan bahwa makruh shalat dengan mengarah padanya dengan alasan adanya sikap tasyabbuh'
Demikian itu karena diharapkan pembahasan menjadilebih simpel, selain
karena dua masalah sebelumnya telah cukup menjelaskan pokok masalah.
thalat Mengarah pada Api
lbnu Qudamah berkata, "Yang demikian itu dimakruhl<an, karena
api termasuk yang disembah selain Allah. Maka shalat mengarah padanya
adalah tasyabbuh dengan shalat kepadanya."aa
Shalat Mengarah pada Batu Tunggal
Malik men gatakan bahwa Abdullah bin Uma r Radh ig allahu,\nhuma
sangat benciorang yang melakukan shalat ke arah bebatuan yang biasa
berada di jalanan, karena bebatuan seperti itu menyerupai berhala. Ia
berkata, "l-alu kami katakan kepada Malik, Apakah engkau membenci
shalat sedemikian itu?' la menjawab, Uika batu itu hanya satu, aku membencinya. Sedangkan bebatuan yang terbilang jumlahnya, maka dalam
hal seperti itu tidak ada masalah'.'235
Shalat Mengarah pada Kuburan
Ibnu Qudamah berkata, "Tidak boleh membangun masjid-masjid
di atas kuburan, karena Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam bersabda,
'r*t;
e.Vi ;' r:i r j:ir.6 rtAr r':' rgt ht t
" Attah tetah melaktat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang meniadikan kuburan para nabi mereka sebagai masiid-masjid."
Waspadalah dari bentuk perbuatan-perbuatan mereka,ao karena
mengkhususkan kuburan untuk melaksanakan shalat padanya menyerupai pengagungan berhala-berhala dengan bersujud dan mendekatkan diri
kepadanya. lblah kita riwayatkan pula bahwa terjadinya penyembahan
berhala-berhala bermula dari mengagungkan orang-orang yang sudah
meninggal dengan membuat gambar-gambar merelo lalu mencari berkah
dengannya dan shalat di dekatnya.aT
Pada pokoknya, larangan melakulon shalat dengan menghadap
kepada segala sesuatu yang disembah selain AllahTa'ala sebagai bentuk
upaya mengunci pintu dan menghindarkan dari tergelincirnya bangsabangsa kafiryang menyembah segala sesuatu tersebut. Dan setiap hentuk
yang nyata di dalamnya mengandung tasyabbuh pada perbuatan orangorang kafir, maka sungguh-sungguh dilarang.
laran$an Duduk lq'aa sepertl Cara Anflng Duduk
Para ahli ilmu pada umumnya berpendapat bahwa iq'aa'(;tiiD
'duduk dengan bokong bertumpu pada kedua tumit yang ditegakkan
adalah makruh hukumnya. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa
iq' aa' adalah haram hukumny,a. Sedangkan sekelompok lain berpendapat
bahwa iq'aa' adalah boleh hukumnya. Pangkal perbedaan pendapat itu
adalah adanya hadits yang melarang dan mencela sikap duduk seperti
itu bahwa seperti perbuatan yang sama yang dilakukan anjing. Maka
melakukannya adalah suatu keburukan. Selain perbedaan para ulama
tentang makna iQaa' tersebut dalam berbagai hadits. Juga telah datang
dari sebagian para shahabat bahwa mereka melakukannya dan tidak ada
masalah dengan perbuatan itu. Kita -insya Allah- akan membahas semua
itu secara rinci dalam dua subbahasan:
A. Fenafsiran Para Ulama tentang lq'aa' yang Dilarang
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang iQaa', muncul larangan
melakukannya menimbulkan dua penafsiran yang masyhur:
Tafsiran/. Meletakkan kedua bokong diatastanah dengan menegakkan kedua lutut.
Sebagian orang menambahkan, "Dan meletakkan kedua tangan
ke atas bumi sebagaimana yang dilakukan anjing." Dengan demikian,
maka sempurnalah tasyabbuh kepadanya. Para ahli ilmu pada umumnya
kembali kepada penafsiran ini.a8 Bahkan lbnu Abdul Barr mengisahkan:
ijma para ahli fikih adalah melarang i/aa' seperti yang disebutkan,ae
demikian pula penafsiran sebagian dari para ahli bahasa.Tafsiran tt. Orang yang melakukan shalat meletakkan kedua bokongnya di atas kedua tumitnya dengan kedua lututnya di atas bumi seperti
keadaan keduanya ketika sujud. Inilah pendapat sebagian para pengikut
mazhab Hanafi2ar dan dinukil dari Atrmadw dan yang demikian ini juga
menjadi penafsiran para ahli hadits pada umumnya.243
Bisa jadi sesuatu yang memperkokoh penafsiran pertama adalah
sebuah riwayatyang disebutkan oleh Abu Ubaid2u dalamgharib al-hadits
bahwa beliau Shal lallahu Alaihi wa Sallam makan dengan duduk dengan
cara iQaa'.245 lqte' beliau ketika makan adalah seperti tafsiran ini.
B. Tentang Hukum lq'aa'
Para ahli ilmu berbeda pendapatberkenaan dengan hulmm iq'a'.
Perbedaan pendapat mereka dalam hal ini sejalan dengan perbedaan
mereka dalam penafsiran masing-masing. Mereka yang berpegang dengan
penafsiran pertama, dan mereka adalah jumhur fuqaha (mayoritas ahli
fikih), maka hukumnya menurut mereka adalah makruh atau haram sebagaimana akan dijelaskan. Yang demikian itu karena dalil-dalil yang
muncul berkenaan dengan permasalahan itu, di antaranya:
1. Diriwayatkan oleh Ahmad, dari Abu Hurairah Radhigallahu Anlu,
,#tu' {}s 2'* :7x i *j *\t ,k yt J'-r,,t.1
,ifir :gs 7yt -j(ir :6Y :6lt
" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangku tiga perkara:
mematuk seperti ayamjago mematuk, duduk sepexi aniing duduk, dan
menoleh seperti musing menoleh."
Dari Anas Radh igallahuAnhu bahwa Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya,
'-fr li ,ra't\i u i*34 |!5'fJit c.;il r;y ,j t;-
;A .c a .
.-i5r -gt.'q yj .:r<lrir;iy e y, ,*'u, V
" Wahai anakku, jika engkau sujud maka kokohkanlah kedua telapak
tanganmu dan dahimu di aas bumi. Dan janganlah mematuk seperti
ayam jago memafitk, jangan duduk seperti anjins duduk, dan jangan
menoleh seperti musang menoleh."za?
3. Dari Samurah bin Jundab Radhiyallahu Anhu, ia.berkata,
;tLsre;;it**jyht **;nr J'y,, *
" Rasulullah'shallatlahu Ataihi wa Satlam melarang iq'aa' dalam shalat
seperti anjing."zat
4. Dari Aisyah Radhigallahu fuha bahwa "Nabi Shallallahu Alaihi ua
Sallam duduk iftirasg (duduk antara dua sujud atau tahilyat awal)
dengan bertumpu pada telapak kak kiridan menegakkan telapak kaki
kanan dan melarang aqabah (iq'aa') cara syetan."2ae
Aqabah adalah iq'aa' sebagaimana disebutkan di dalam hadits.2rc
Mereka yang berpegang dengan tafsir ini dalam permasalahan iQaa'
terbagi menjadidua kelompok sebagian mereka mengatakan bahwa hukumnya haram dan sebagian lain hukum nya mabuh taruih yang harus dijauhi.
Jamaah berpendapat bahwa hukumnya adalah haram,2tr karena
adanya larangan akan perbuatan itu. Orang yang melakukan iQaa'
adalah orang yang telah melakukan suatu perbuatan yang dilarang, maka
rusaklah shalatnya dan wajib baginya untuk mengulang.s2 Jumhur yang
lain berpendapat bahwa hukumnya makruh.53
Mereka mengetengahkan alasan sebagai berikut:
1 . Keterangan yang ada tentang sifat duduk Rasulullah Shallallahu Alaihi
waSallam dengan bertumpu pada telapak kaki kiridan menegakkan
tetapak kaki kanan. Di antaranya adalah hadits Wail bin Hujr yang di
dalamnya dijelaskan bahwa beliau duduk di antara dua sujud dengan
cara bertumpu di atas telapak kaki kirinya.e
Di antaranya lagi, dari lbnu Umar Radhigallahu bahwa ia berkata,
6 ilt *j At'o:- )'4'o1 ;)Lt t-'a
'Di antara sunnah snaniaaaan nenaania "oi*ru
.rr"grkk* u"pi
kaki kananmu dan mendaarkan yang kiri."zss
Pokok yang menjadi objek dalil pada dua hadits itu bahwa Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah melakukan iQaa'. Maka
dengan demikian keduanya menunjukkan kemakruhannya.
2. Mereka beralasan bahwa perbuatan i|aa' akan menjurus pada ditinggalkannya duduk yang sunnah. Jadi, bukan haram,u tetapi makruh.
3. Mereka mengatakan bahwa iQaa' adalah suatu model perbuatan yang
terjadi pada duduk. Model perbuatan tersebut tidak menghilangkan
model duduk (yang dianjurkan).Pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang diambil oleh jumhur bahwa iq'aa' adalah makruh dengan bentuk sebagaimana disebutkan.
Hal itu karena dalil-dalilyang telah disebutkannya. Juga karena pada prinsipnya setiap yang didasarkan kepada alasan adanya tasyabbuh kepada
binatang berupa berbagai larangan adalah makruh hukumnya.258
Sedangkan mereka yang mengatakan sesuai tafsir kedua untuk
makna iq'aa',juga berbeda pendapat sehingga menjadi dua kelompok:
hukumnya makruh dan hukumnya mubah.
Yang mengatakan bahwa hukumnya makruh adalah sebagian dari
para pengikut mazhab Hanafi,25e dinukildariAhmad,260 dan pendapat ini
menjadi pendapat para ahli hadits pada umumnya.26'
Alasannya mereka, adanya larangan melakukan iq'aa' sebagaimana pada beberapa hadits diatas. Demikian pula larangan mengikuttiq'aa'
syetan. Tafsir iq'aa' menurut mereka sebagaimana telah kita sebutlon.
Sedangkan pendapat bahwa hukumnya mubah dinukil dari lbnu
Abbas, lbnu Umar, lbnu Az-Zubair, dan sebagian dari kalangan para
tabi'in.2e Mereka berdalil, pertama dengan apa yang telah diriwayatkan
oleh Thawus bahwa ia bertanya kepada lbnu Abbas tentang iQaa' di
atas kedua telapak kaki. Maka ia berkata, "ltu sunnah." Maka ia berkata,
"Kami katakan,'Sesungguhnya kami melihatnya jarang dilakukan orang'."
Ibnu Abbas berkata, 'Akan tetapi hal itu adalah sunnah Nabi kalian
Shallallahu Alaihi wa Sallam."z8 Asy-Syaf i Rahimahullah berpendapat
bahwa hukumnya sunnah untuk duduk di antara dua sujud.2il
Mereka yang enggan dengan apa-apayang telah disebutkan diatas
dari lbnu Abbas dan lain-lain menyanggah dengan sanggahan-sanggahan, yang intinya adalah tiga sanggahan:
Pertama. Berbagai hadits yang telah ada tentang larangan iQaa'
yang sebagiannya telah disebutkan di atas. Di antaranya adalah hadits
Al i yan g di dalam nya disebutkan, Rasulullah Shallallahu Alaihi usa Sallam
bersabda,
9r'i'sl {i lbtGr,r\
'langanlah engkau ber-iq'aa' di antara dua sujud."26s
Dan hadits Anas yang di dalamnya disebutkan sebagai berikut,
';<ir,i k {x ;13tt *i; ui,tit.
'fika englcau mengangkat kePala setelah suiud, ianganlah ber-iq'aa'
sebagaimana anjing b€r-iq'aa'."xs
Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah istihbab
(sunnah) disanggah dengan dalil-dalil dari mereka yang berpendapat
bahwa hukumnya adalah makruh, dan hadiB-hadits yang menunjukkan
larangan melakukan idaa'adalah Iemah dan memilikicacal Makna mana
pun yang diajukan maka tidak bertentangan dengan pendapat bahwa
iQaa' adalah sunnah yang datang dari sebagian para shahabat.2n
Kalaupun hadiB itu sha