Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 5. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

tasyabuh yg dilarang fiqh 5

 


i.6r Sedangkan yang khusus bagi orang-orang kafir berupa

bejana yang tidak ada pada semua orang selain mereka. Jika ada, maka

pemakaiannya adalah terlarang karena menjadi bertasyabbuh kepada

mereka. Dan pembahasannya akan datang. lnsya Allah.

B. Hukum Femakaian dan Fembuatan Beiana Emas dan Ferak

Pemakaian emas dan peraktidakterlepas dari dua keadaan: apakah

pemakaian untuk makan, minum, atau pemakaian yang lain.

Pemakaian pertama telah disepakati oleh umat bahwa haram makan

dan minum dengan menggunakan bejana dari emas atau dari perakyang

disebabkan munculnya dalil-dalil yang jelas berkenaan dengan hal itu.e

Di antaranya adalah sabda Rasulullah sha llallahu Naihi ua Se,llarn,

langanlah kalian minum dengan menggunakan bejana dari emas atau

perak dan jangan pula kalian semua makan dari piring yang tcrbuat

dari keduanya. Karena sesungguhnya keduanya adalah milik mereka

di dunia dan milik katian semua di akhirat." s

Juga sabda Rasulullah shaltatlahu Alaihi wa sallam berikut,

zizz )'1 i' '' "'.j-Clra2.ast"4I ,t'?Hqnl

''-+a"ru 

*g.rr - ,. . . .-. ?.

. orang yang minum dari biana yang tcrhtat dari perak, maka suagguh

akan menggetegak di dalam pntfiya api nerala lahannam'"6

Dan hadits-hadits Yang lainnYa.

sedangkan pemakaian bejana-bejana dari emas dan perak selain

untuk kepentingan makan dan minum, menurut jumhur ulama tetap

diharamkan aPa Pun kepentingan pemakaiannya.s Mereka berdalil dengan

dalil-dalil, di antaranYa:

1. Sabda Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam,

'eqy,ryV erY\'rr'Htt:-h' Y) fr;:P I

:'f\i e.'€:rl!' C

,, langanlah katian minum dengan menggunakan beiana dari emas atau

perak dan jangan pula katian semua makan dari piring yang terbuat

dari keduanya. Karena sesungguhnya keduanya adalah milik mercka

di dunia dan milik katian semua di akhirat'"6

Aspek yang menjadi sasaran penjelasan hadits tersebut adalah

bahwa larangan di datamnya menunjukkan pengharaman, apalagi di￾ikuti dengan ancaman di dalam hadits yang lain, yaitu

Barangsiapa yang meminum dari keduanya di dunia, maka ia tidak

akan mendapat minum di akhirat."n

sekalipun hadits itu munculberkenaan dengan perkara makan dan

minum saja, karena keduanya adalah gambaran yang paring jeras ber￾kaitan dengan arti 'pemakaian', sedangkan selain perkara makan dan

minum termasuk ke dalam makna keduanya pula.

An-Nawawi berkata, "l-arangan minum adalah peringatan atas pe￾makaian apa pun karena semuanya sama maknanya dengan minum.

Sebagaimana firman Nlah Ta'ala,

"... langanlah kamu memakan riba ...." (Ali Imran: 130)

Segala macam bentuk pemakaian termasuk dalam makna ,me￾makan menurut ijma. Peringatan dengan menggunakan kata itu karena

kata itu adalah yang paling banyak terjadi. Wallahu lilamP

2. Kias atas bejana-bejana dari emas dan perak. Haram makan dengan

menggunakan keduanya karena dengan menggunakan keduanya me￾ngandung arti berlebih-lebihan, menyombongkan diri, menyakitkan hati

orang-orang fakir, dan pemborosan. Dan dalam tindakan itu pula

terdapat sikap tasyabbuh kepada orang-orang kafir. semua itu terdapat

dalam makna'pemakaian'yang lain bagi emas dan perak.6e

Hal itu ditentang Asy-Syaukani dari orang-orang kemudian. la

beraliran bahwa boleh menggunakan bejana dari emas dan perak selain

untuk kepentingan makan dan minum. la berpendapat, pembatasan

dalam pelarangan berkaitan dengan pemakaian berdasarkan munculnya

teks dalil dan tidak melakukan kias selain makan dan minum kepada

keduanya karena adanya pembeda. Alasan pelarangan untuk kepentingan

makan dan minum dengan bejana dari emas dan perak-menurutdirinlaa￾adalah sikap bertasyabbuh dengan penghunisurga di mana dikelilingkan

di sekitar mereka bejana-bejana dari emas dan perak, sehingga dengan

demikian penggunaan selain untuk makan dan minum hukumnya boleh

sebagaimana hukum asal dari penggunaan bejana tersebut.Adapun disebutkan berupa alasan sikap kesombongan dan berme￾gah-megahan pemakaian untuk selainnya disanggah dengan keharusan

untuk ditolak, karena diperbotehkan memakai bejana-bejana lain yang

terbuat dari permata yang sangat mahat, lebih mahal dari emas dan perak

menurut jumhur. sedangkan alasan yang disebutkan, yakni adanya sikap

bertasyabbuh kepada orang-orang kafir dalam segala macam bentuk

pemakaian secara umum, telah ditegaskan oleh dalil berkenaan dengan

makan dan minum, maka ia berkata, Llika hanya sekedar adanya alasan

tasyabbuh, maka tidak akan menyamPaikan kepada hukum pengharam￾an. Akan tetapi, diharamkan karena adanya ancaman"'70'7r

Yang paling delot kepada kejelasan -wallahu lilam- adalah pen￾dapat jumhuc yakni tidak boleh memakai bejana-bejana dari emas dan

perak diluar kepentingan makan dan minum sebagaimana dilarang pula

pemakaiannya untuk kedua perbuatan tersebut'

sedangkan pembeda yang disebutkan yang menghalangi tidak boleh

dilakr,rkan kias atas semua makna'pemakaian kepada pemakaian untuk

makan dan minum tidakbisa diterima. Bahkan larangan RasulullahShal￾lallahu Ataihi wa Sallam muncul atas dasar alasan bahwa orang-orang

kafir memakainya di dunia. tni adalah rllah (alasan) yang disebutkan secara

jelas di dalam hadits. Ibnu Daqiq AlJedT2 Rahimahullah berkata, "sebe￾namya disebutkannya hal di atas berupa peringatan akan pengharaman

tasyabbuh kepada mereka berkenaan dengan aPa-aPayang menjadipusat

perhatian mereka berupa perkara-perkara dunia merupakan Penegasan

atas larangan dari perbuatan itu.Sedangkan pendapat bahwa larangan makan dan minum dengan

menggunakan bejana-bejana dari emas dan perak adalah tasyabbuh

kepada penghuni surga yang dikelilingi dengan bejana-bejana dari emas

dan perak, pendapat tersebut tidak didukung teks dalil. Kalau benar

demikian, tentu penyebutan orang-orang kafir dan bagian mereka di dunia

untuk bejana tersebut menjadi tidak bermakna sama sekali. Dan lagi, boleh

dikatakan bahwa tasyabbuh kepada penghuni surga tidaklah dilarang

sama sekali, bahkan diperbolehkan bagi manusia untuk minum susu,

madu, air; dan memakan buah delima, dan lain sebagainya. Jika dikatakan

bahwa dalam hal itu tidak ada tasyabbuh karena tidak ada sedikit pun

dari semua itu dalam kenyataannya didunia. Akan tetapi, semua itu sekedar

nama saja, maka kita katakan, "Emas dan perak adalah demikian pula."

Sedangkan disebut bahwa boleh menggunakan bejana-bejana yang

terbuat dari permata yang sangat mahal melebihi emas dan perak, men￾jadikan keengganan mengambil dllah berupa kesombongan dan lain

sebagainya, maka jawabnya: yang jelas bahwa teks dalil munculberkenaan

dengan emas dan perak dengan arti yang lebih dalam keduanya dari

sekedar makna bermegah-megah dan berlebih-lebihan, yaitu tasyabbuh

kepada orang-orang kafir yang menggunakan emas dan perak untuk

makan, minum, dan lain sebagainya.Ta Yang demikian ini merupakan

bagian dari adat merekaT5 sebagaimana disebutkan dengan jelas dalam

hadits yang lalu. Juga karena emas dan perak adalah harga untuk segala

sesuatu dengan tatnya.Jika dihilangkan dengan perluasan Penggunaan￾nya maka akan membawa bahaya bagi kehiduPan manusia. Tidak diragu￾kan sama sekali, ini adalah salah satu alasan yang paling nyata. Pendapat

itulah yang paling luat-Wallahu/ilam- yang menjadipendapat jumhur.

Sedangkan pembuatanT6 bejana-bejana dari emas dan perak

hukumnya sama dengan penggunaannya; dan diharamkan oleh jumhur

karena alasan tersebutdi muka selain akan menjurus kepada penggunaan,

larangan sebagai upaya membendung jalan menuju kejahatan.TT

C. Hukum Penggunaan Beiana-bejana Orang-orang Kaftr yang

Bukan dari Emas dan Ferak

Haram hukumnya memakai bejana-bejana orang kafir sekalipun

tidak terbuat dari emas atau dari perak, jika bejana-bejana itu khusus

untuk mereka dan tidak ada pada orang lain selain mereka hingga menjadi

anggapan umum bahwa bejana-bejana tersebut adalah bagian dari keisti￾mewaan mereka, dan karena dengan menggunakannya adalah tasyabbuh

kepada mereka, baik mereka itu memakainya dalam hal-halyang haram

maupun dalam hal-halyang halal. Ibnu Daqiq AIJed dalam rangka mem￾berikan komentar terhadap pengharaman makan atau minum dengan

menggunakan bejana dari emas atau dari perak berkata, "Yang demikian

itu sebenarnya muncul sebagai peringatan atas pengharaman ber￾tasyabbuh kepada mereka berkenaan dengan apa-apa yang menjadi

perhatian mereka berkaitan dengan permasalahan-permasalahan dunia

sebagai tekanan akan larangan itu."78

Katakanlah terdapat suatu macam bejana yang khusus untuk

kalangan orang-orang kafir dalam bentuk atau materinya, bukan terbuat

dariemas atau perak, misalnya memiliki bentukyang menunjukkan kepada

keyakinan mereka atau populerbahwa mereka memakainya untukminum

khamar atau lainnya, haram bagi seorang Muslim memakainya jika demi￾kian itu, karena dalam tindakan seperti itu terdapat unsur tasyabbuh kepada

mereka.


laranEan filen!flunalon Terom petTe

dan Kentu n0an80 untuk MenEum u mkan Waktu Shalat

Banyak teks hadits yang melarang penggunaan terompet dan

kentungan untuk memberitahukan tibanya waktu shalat sebagaimana

tradisi orang-oran g Yahudi dan Nasrani ketika melakukan pang gilan untuk

kebaktian mereka. Perbuatan seperti itu adalah bagian tradisi dalam

agama mereka. Di antara teks-teks hadits itu adalah:


DariAbdullahbinUmarRadhiyallahuArthuma,iaberkata,

;ji>,Ur i#{i1*;-lf,ytt;f q o'rtllt 'trt

J- .' ;g f yx*;t 

-: r:s:;,.; l- ei, rl.C' ; f t5<' Kvlwe,6 L f (

,'rt',lw 'ijra ,t"3rtit J'; P$';. ,j.:"ra:z'a JV's 'ce-t

|&s^t-itt,* vit , i);n, J;.,'Sr-t;>,L:!,r,ri ? *r3'; riAt ;v;r, q :6- tL r'o'r4't'ri

z J lz

a>rliq( rc;3F,J)t U

,Ketil<akaumMustimintibadiMadinahmerclrabrkumpuldantibalah

wakru shalat dan tidak ada seofiug Pn yng menyeru kepadanya' Maka

pada suatu hari mercka berembuk tentang permasalahan in' Maka

-sebagian 

mereka berkata,'Pakailah lonceng sepxi lonceng orang￾orang Nastani.' Sebagian tain berkata"Atau teromryt sepeni anduk

or*g-or*g Yahudi'. Matca tlmar brkaa"Apakah kalian semua tidak

menugaskan satu orang untuk menyeru kepada shalat?' Maka

RasutullahshallallahuAtaihiwaSaltambersabda,,WahaiBilal,

bangkittah dan serukan untuk shalat?^8|

Dari Anas bin Malik Radhiyaltahu Anhu' ia berkata'

'oi 

r, ; i .'l'l ; ;,?.1#t u's f, '',a t.r! .. t '. -: re.4_f f :{.:t i',r#-'ribfi u61? ';\il'ribfii t-t

,, a

vbt lllnr [t-r|G,L';e fi.*'i 'l')t:f)3:;- )+'11r(rt:f|tfi

a;v1i j' j-' ol, i ot t\i'#' of

lz

.Ketikaorangsudahbanyakmerekamembahastentangbagaimana

memberiahukanwakrushatatdengansesuatuyangmerekasangat

mengetahuinya. Maka mereka menyebutkan dengan cara membuat

apiunggunaaudengannremukullonceng.MakaRasulullahshallallahu

Ataihi wa sailam iemerinahkan kepada Bitat unuk mengumandang￾kan adzan dengan menggenapkannya dan mengganjilkan iqarnahIbnu Hajar menyebutkan riwayat hadits itu dan menganggapnya

berderajat Hasan:

'tti:'l--: +ht,p n' Jt,.t ,L";6 6'y,it j ,'j*

,xr'j ,';* .;;l) lri :Jt s ,G'1. r:';;ir j tja' a.l:-u

c$.::)ti:Jwalrri

" Maka mereka brkata, 'fika kia gunakan lonceng?' Maka Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam brsabda, 'Itu milk orang-orang Nasnni'.

Maka mereka brkaa, 'Ika kia gunakan terompetT' Beliau bersaMa,

'ltu milik onng-onng Yalrudi'. Mercka brkaa, 'Iile kib buatapi unggan

yang tinggi?'Beliau pun brsaMa, 'lru milik orang-orang Majusi'."8t

Mengenai permasalahan ini hadits yang paling jelas adalah muncul

dari Abu Umair bin AnasRahimahullah, dari seorang bibinya, dari kalangan

orang-orang Anshar, ia berkata


Nabi shaltattahu Alaihi wa sallam sedang memikirkan shalat berkena￾andenganbagaimanacaramengumpulkanmanusiauntukmelakukan￾nya? Maka dikatakan kepada beliau, ,Kibarkan bendera ketika tiba

waktushalat.likamerekamenyaksikannya,sebagiansalingmenyeru

sebagianyang lain'. cara itu tidak menarkpethatian beliau. Ia berkata,

'MakadisebutkankepadabeliauteromPet,yabtiterompenyforang￾orangYahudi.,Caraitutidakmenarikperhatianbeliau,danbliau

bersabda, 'Itu adatah untsan orang-oring Yahudi'. Ia berkata, 'Disebut

kan kepada be]iau lonceng,. Maka btiau bersaMa, ,Itu adalah ulusan

orang-oftrng Nasrani,. Maka, pergilah Abduttah bin Zaid Al-Anshari

daniaadatahseorangyangpenuhperhatianterhadapkemauankeras

RasuluttahshattallahuAtaihiwaSallam,makaiabrminPitentang

adzan itu dalam tidunya. Ia berkata, 'Maka, esolaya segera ia pergi

kepada Rasutullah shallaltahu Ataihi wa saltam dan berkaa kepada

beliau,,WahaiRasuluttah!sungguhakuantarutidurdanjaga.Tiba￾tiba datang seseorang kepadaku lalu menunjukkan kepadaku tentang

adzan.' Ia berkata, '(lmar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu telah

bermimpi yang sarna, teapi ia menyembuaykannya selama dua puluh

hari,,Iabrlcata,,KemudianiamenyampaitranhaliukepadaRasulullalt

ShatlatlahuAlaihiwaSallam,.MakabliaubrsaMa,,Apayangmeng￾halangimu untuk menyampaitannya kepadaku?, Maka ia menjawab,

,Aku telah didahului oleh Abduttah bin zaid, maka aku malu,. Maka

beliau brsafla, 'Wahai Bitat, Mngkittah danperhatikan aW yang diry￾rinahtran oleh Abdutah bin zaid kepadarnu naka laksnaknlah!' Maka

Bilal pun mengumandangkan adzan''nt5

Dariteks-teksinidan lainnya jelaslah bahwa haram hukumnya meng￾gunakansedikitsajadarijalanhiduporang-orangYahudi,orang-orang

Nasraniatauorang-orangMajusiberkenaandenganperibadatanmereka

sebagaitanda datangnya waktu shalat atau ibadah-ibadah lainnya dengan

mengikuti cara mereka itu'

sedangkan berkenaan dengan shalat, karenajelasnya berbagai nash

(teks dalil) tentang kebencian Rasulullah slattallahu Alaihi wa sallam

terhadap semua yang disebutkan di atas, dan setelah disyariatkan adtan,

sehingga timbulanggapan darisebagian para ulama bahwa adzanadalah

fardhus6 dan telah menjadi syiar bagi umat tslam.87

sedangkan berkenaan dengan berbagaiibadah serain shalat, karena

Nabi sha//a llahu Alaihi wa sallam, sekalipun betapa besa r perhatian nya

tentang bagaimana cara yang paling sesuaiuntuk menyampaikan kepada

orang banyak bahwa waktu shalat telah tiba dengan upaya pencarian

dan bermusyawarah dengan para shahabatnya, namun beliau tetap eng￾gan untuk menggunakan lonceng, terompet atau api ketika semua itu di￾ajukan kepada beliau, karena semua itu adalah bagian daritradisi orang￾orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Majusi datam ibadah

m ereka. Maka mengambil alasan dengan alasan (illah) tersebut berkonse￾kuensi penolakan segala yang datang dari agama mereka.


hranEan Penamaan Maghrlb

den[an tsVa; dan lsYa dengan 'Atamah

A. Hukum Fenamaan Mashrib dengan Isya

Para ulama berbeda pendapattentang hukum Penamaan maghrib

dengan isya sehingga munculbeberapa pendapat' yaitu:

Pendapatl' Penamaan maghrib dengan isya makruh hukumnya'

Pendapat ini datang dari kebanyakan p;ngikut mazhab Syaf i's sebagian

pengikut mazhab Hanbalis dan Maliki'$

Yang menjadi dasar dalil bagi mazhab mereka adalah:

l.HadiBAbdullahbinAl-MughaffalRadhiyatlahulvlhudandidalamnya

bahwa Nabi Shalla llahu Ataihi wa Saltam bersabda'

:i+t?\ii'n,,'Jv o Ft'|& ft &'at s'\\'|W I

iv'e

*rangansampaioring-orangbaduiiumerebutdenganpaksanama

shatatnagnrnkafi;."Iaberkata,.orang-orangbaduimengatakan

(na7hrib) dengan nama isYa'"el

Mereka membawa hadits ini kepada hukum makuh'

2.Penamaanshalatmaghribdenganisyaakanmenimbulkankerancuan

dengan shalat yang lain. Maka bahaya munculnya anggapan bahwa

waktu masih panjang setetah matah;ri terbenam karena mengambil

kata-kata isYa, harus dibendung'e

3. Dengan menamakan shalat maghrib dengan isya adalah tindakan yang

bertentangandenganaPa-aPayangtelahdiizin}onolehAllahTb,ala.

Karena Allah la'ala menamakan shalat yang pertama maghrib dan

shalat yang kedua isya.e3

Pendapat //. Perbuatan semacam itu makruh hukumnya, apabila

terlalu banyakyang menggunakan sehingga menjadi dominan. Jika tidak

demikian, itujaiz'boleh'. Mereka yang berpandangan demikian adalah

sebagian dari para pengikut mazhab Hanbali.sa Prinsip mazhab ini adalah

bahwa mereka mengambil pemahaman kalimat laa gaghlibannakum

(angan sampai merebut) di dalam hadits di atas. Jika penamaan shalat

maghrib dengan isya tidak demikian sering sehingga nama yang syar'i

tetap dominan, tidak mengapa menamakan maghrib dengan isya.

Pendapat III. Perbuatan sedemikian itu tidaklah makruh, tetapijaiz.

Pendapat ini adalah pendapat shahih mazhab Hanbali.e5 Sebagian dari

mereka mengungkapkan dengan ungkapan mereka sendiribahwa pena￾maan nama maghrib adalah lebih utama.$ -Yang jelas, Wallahu A'lam￾bahwa permasalahan tergantung kepada prinsip sebagaimana telah

disebutkan, mengandung larangan dengan alasan bertasyabbuh kepada

orang-orang badui, hukumnya adalah makruh jika memang perbuatan

itu adalah khusus ada di kalangan orang-orang badui saja.eT Oleh sebab

itu, pengucapan shalat maghrib dengan sebutan isya adalah makruh

hukumnya karena alasan yang disebutkan diatas dan demi memutuskan

jalan di depan berbagai kerusakan yang bisa terjadi, di antaranya

penumbuhan keraguan dengan panjangnya waktu isya yang bermula dari

matahari terbenam, sedangkan syariat datang dengan upaya memelihara

waktu dan selalu memperhatikannya. Maka makruh hukumnya perbuatan

yang merusakkan upaya itu, sekalipun hanya berbentuk anggapan saja.

Hukum Penamaan Isya dengan Atamahes

Para ulama berbeda pendapat tentang Permasalahan ini sehingga

muncul beberapa pendapat, yaitu

Pendapatl. Mereka berkata, "Dianggap baik jil<a tidak menamakan￾nya dengan 'atamah. Sebagian dari mereka mengungkapkan dengan

ungkapan 'berbeda dengan yang lebih utama" dan demikianlah isyarat

dalam rrngkapan Malik.s Dan itu pulalah mazhab Ahmadrm dan mereka

yang mencari kebenaran dari kalangan yang bermazhab Syafi'1.tor

Pendapat ini didasarlen kepada beberapa alasan, yaitu

1. lni berbeda dengan yang lebih utama. Karena hadits Ibnu umar

Radhig attahu Anhuma ia berkata,'Ala.r pernah menden gar Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

r'r^;i-'J't,;Vr rfl )f ;&rb ft & -,ty\i'€:4xt

+)!

"langan sekali-kali kalian didominasi orang-oring badui atas nama

shalat kalian, ketahuilah bahwa (nama) shalat in adalah isya, ketika

mereka pada waku iru memerah susu unta."tsz

Hadits ini memberikan isyarat bahwa tidak ada kebaikan dalam

penamaan tersebut di atas, jika tidak tentu hukumnya adalahiaiz secara

mutlak dikarenakan munculnya pemahaman itu di dalam sunnah.ro3

2. Penamaan secara syar'i sebagaimana telah dibawa oleh syariat Secara

berulang-ulang adalah isya. Maka merubahnya adalah sikap menen￾tang yang lebih utama.ls

3. Mereka berkata, "Mereka yang mengatakan bahwa hukumnya adalah

jawaz 'boleh' karena 'atamah adalah dinisbatkan kepada waktu, maka

boleh saja menamakan isya dengan nama itu, seperti shalat-shalat

yang lain.tos

Pendapat II: Nlakruh Hukumnya lulenanakan Isya dengan Atsmah

lni adalah mazhab Syafi'ahrffi dan sebagian Malikiah.107 Mereka men￾dasarkan pendapat kepada larangan Nabi Shallallahu Alathi wa Sallam

perbuatan itu dalam hadits lbnu Umar. Mereka menyanggah penamaan

isya dengan 'atamah dengan berbagai sanggahan, di antaranya, yaitu:

1. Bahwa pemakaian ini muncul dalam kondisi yang sangat sedikit dan

sangat jarang yang menunjukkan hukum.T'au.:az. Akan tetapi, Peng￾ucapannya tidaklah haram.

2. Telah diberikan arahan khusus kepada orang yang membuat kerancuan

antara isya dengan maghrib karena mereka -barangkali- mengucapkan

kata isya dengan maksud maghrib.

3. Dikatakan bahwa penamaan itu datang bersama suatu sunnah karena

sangat populernya bagi mereka di masa itu.16

Saya mengatakan bahwa yang memperkokoh pendapat mereka

adalah:

H adits lbnu Uma r Ra dhiyallahu Anhuma, di dalam nya disebutkan,

,?) ej :Vt it; '{':

'*"# 

e?ri i,iwrl;

qp hr & n' J'r-rri)

,pii aetd z:"-:t urlt ,o*

Jt"

Li e,\i P e|^|k A"t q ? yl"y'":'; ty

" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat isya

bersama kuni. Irulah shalat yang disebut orang dengan nama 'atamah.

Kemudian beliau furpaling menghadap kami, lalu bersabda, 'Apakah

katian tidak memperhatikan malam kalian ini, sesunggahnya ketika

berakhir seratus ahun dari malam ini, maka tidak terdapat seorang

pun ying tinggal (shahabat) di permukaan bumi'."


Pendapat ///. Makruh memperbanyak pengucaPannya sehingga

nama atamah menjadilebih dominan daripada nama isya, inilah mazhab

sebagian para pengikut mazhab Hanbali.rr0

Hakikat pendapat ini bersandar kepada makna nyata dari hadiB.

Al-Hafizh lbnu Hajar berl<ata, "Tidaklah jauh bahwa ketika telah terlalu

banyak penyebutannya oleh mereka untuk nama yang ini maka haruslah

dilarang agar sunnah orang-orang jahiliyah itu tidak mendominasi atas

sunnah islamiah. Sekalipun demikian tidaklah haram dengan dasar bahwa

para shahabat yang meriwayatkan larangan menggunakan penamaan

sedemikian itu pula."r11

Yang jelas -Wal lahu Ta' al a A' lam- ad a I ah d im akru h ka n mem perba -

nyak penyebutan nama 'atamah untuk isya hingga nama ini mendomi￾nasi nama yang sebenam)ra.Jika penyebutannya hanya kadang-kadang saja

maka hukumnya mubah. Iniadalah hasilpenggabungan antara nash-nash

dan pendapat-pendapat. Maka kenyataan yang sebenamya bahwa Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan nama tersebut untuk iq1a.

Ivtaka kebiasaan Rasulu llah Shallallaht lilaihi un fullam dalam hal ini turut

berperan. Maka hadits yang muncul dengan pelarangan dibawa kepada

makna 'tidak disarankan dan bukan kepada kemakruhan mutlak karena

para shahabat yang meriwayatkan larangan ini menggunakan nama ini.


larangan Men gakhlrkan l,laghrlb

hlnega Tampak Blntang:blntang Bertaburan "2

Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum mengakhirkan

shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan. Perbedaan

pendapat mereka dipicu oleh perbedaan pada masalah'apakah maghrib

memiliki waktu yang hanya satu, sebagaimana dikatakan oleh para pengikut

mazhab Malikrr3 dan Asy-Syafi'i,rra atau apakah maghrib memiliki dua

waktu sebagaimana dikatakan pengilart mazhab Hanafirt5 dan Hanbali.tt6

Mereka yang berpendapat bahwa maghrib memiliki satu waktu, haram

mengakhirkannya dari waktu yang dimilikinya. Sedangkan mereka yang

berpendapat bahwa maghrib memiliki dua waktu membawa apa-apa yang

datang yang menerangkan pengakhiran hingga tampak bintang-bintang

bertaburan kepada hukum makruh.

Berikut bentuk perbedaan pendapat di dalam masalah kita ini:

Para ahli ilmu berbeda pendapat berkenaan dengan hukum meng￾akhirkan shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan terbagi

dalam beberapa pendapat berikut:

Pendapat L Makruh hukumnya mengakhirkan shalat maghrib hingga

tampak bintang-bintang bertaburan. Demikian pendapat para pengikut

mazhab HanafilrT-yang paling masyhur-; mazhab Hanbalirts; dan seba-

gian pengikut mazhab Syafi'irre dan Maliki.r20

Mereka mengemukakan dalil-dalil berikut:

1. Haditsyang telah munculberisi perintah bersegera sebagaimana hadits

Abu Ayyub Al-Anshari,

;pt # j; ;>Jau :? i. I 6 r,4t &'tl *1i St1't

' Ummatku akan tetap dalam kebaikan rou irr. rrri*irrn s"n ,

tidak mengakhirkan shatat hingga bintang-binkng berkbutan."tzl

Maka meninggalkan bersegera dengan mengakhirkannya hingga

bintang-bintang menjadi cerah hukumnya adalah makruh.rz

2. Hadits Abu Abdurrahman Ash-Shanabihir23, ia berkata, bahwa beliau

(Nabi) bersabda,

ia' !g'.= lybyi t 6 4: e y,P $t lt i \

,*) A}c*, i*;lt ou r.rtry l:t, ip.ist;,

t;l1l r.al$rt

. (Jma*u akan teap brpgang kepada agamanya selama tidak menung￾gu maghrib hingga tampak binang-binang benaburan sepeni dndakan

-Yahucli; 

tidak menunggu shubuh hingga bintang-bintang tidak ampallTa

seperti tindakan Nasrani; dan tidak menyerahkan jenazah kepada

keluarganya."tzs

3. Beberapa hadits yang munculyang menunjukkan bahwa maghrib me￾miliki dua waktu. Di antaranya adalah hadits Abdullah bin Amr

Radhiyallahu,{nhu, di dalamnya ia berkata, "Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda,

gArq16,"-i-l]t;Y'*;')

'Waktu shalat maghrib adalah selama irr. Or*i*, lembayung:'na

4. Mereka berkata, Uika katakan bahwa hukumnya haram, maka meng￾haruskan ada larangan menjamak antara shalat maghrib dan isya di

waktu maghrib bagiorang yang hendak jamak taqdim, karena syaratnya

dilakukan tepat pada waktu shalat yang pertama."r27

5. Mereka berkata, "Waktu sebelum hilangnya warna lembayung adalah

perpanjangan waktu shalat maghrib. Maka waktu permulaannya itu

sama dengan awal waktunya. Dalam konteks ini ada petunjuk bahwa

tidak ada pengharaman mengakhirkannya. Maka dalil-dalil itu dibawa

kepada arti makruh."r28

Pendapat //. Haram mengakhirkan shalat maghrib hingga tampak

bintang-bintang bertaburan telah menjadi cerah. Ini adalah mazhab

Malik,l2e Syafi'it:o yang terbaru.

Mereka yang berpegang kepada pendapat ini mengajukan dalil-dalil

sebagaiberikut:

1. Hadits Jibril yang panjang tentang walrtu-waktu shalat. Di dalamnya

disebutkan,

Bahwa ia shalat dengan Rasulultah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada

hari pertama ketika oftng yang berpuasa sedang berbuka, kemudian

shalat bersama futiau pada hari kedua ketika orang yang berpuasa

sedang berbuka pula. Di akhir hadits ia brkata, 'wahai Muhammad,

ini adalah waktu para nabi sebelum dirimu. Waknnya adalah antara

dua waktu ini'.Dt3t

Hadits diatas sangat jelas bahwa maghrib memiliki satu waktu yang di

dalamnya dipakai melaksanakan shalat selama dua hari dalam satu

waktu, yang berbeda dengan shalat-shalat lain. Jika maghrib memiliki

walcu yang lain, tentu diterangkan sebagaimana shalat-shalat yang lain. 132

Dan mengakhirkan shatat hingga tampak bintang-bintang bertaburan

adalah mengakhirkan shalat dari waktunya yang telah ditentukan oleh

Penetap syariat pada hadits ini, maka Perbuatan itu haram hukumnya'

Hadits Abu Ayytb di atas,

r'-#to^u 6-ixUu :?'i I c {-W\ ,p'ri , rl,o,1l lf;,1

" (Jma*u akan tekp dalam kebaikan atau dalam keadaan fitah selama

tidak mengakhirkan shalat hingga tampak binang'bintang." t33

Secara tekstualhadiB ini menunjukkan hukum haram mengakhirkan

shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan.rs

Jumhur telah mendiskusikan dalil-dalil yang mengharamkan:

Pertama. hadits Jibril yang disebutkan itu telah disanggah dengan

tiga sanggahan yang sangat populer:

a. Iniadalah sanggahan yang terbaik bahwa ia hendak menjelaskan waktu

yang bisa dijadikan altematif dan bukan wahuiawaz'boleh'.

b. Hadits Jibril itu terjadi di Makkah. Sedangkan hadits-hadits yang men￾jelaskan dan membatasi hingga hilangnya lembayr.rng datang bela￾kangan diMadinah. Maka wajib diutamakan pengamalannya.

c. Hadits-hadits tersebut lebih kuat daripada hadits Jibril karena dua hal:

Pertama, karena para perawinya lebih banyak. Kedua, hadits inidengan

isnad yang lebih shahih. Oleh sebab itulah, ditakhrij oleh Muslim di dalam

kitab shahihnya dan bukan hadits Jibril. Ini tidak perlu diragukan.r35

Sedangkan hadits Abu Ayyrb yang telah disebutkan dibawa kepada

interpretasi'makruh mengakhirkan atau'sunnah menyegerakan shalat

maghrib'.

Hadits-hadits jumhur didiskusikan pula sebagai berikut:

Perintah menyegerakan yang telah disebutkan itu tidak berarti mak￾ruh mengakhirkannya. Tirjuan dalam hadits itu adalah menjelaskan bahwa

lebih utama menyegerakan bagi orang yang mengambil dalil dengan hadits

itu dan tidak menunjukkan makuh mengakhirkannya. Akan tetapi, Peng￾akhiran itu tetap saja mubah sebagaimana disebutkan oleh jumhur. Maka

hadits ini tidak perlu dipersengketalon, karena permasalahannya hukum

mengakhirkan shalat maghrib hingga tampak bintang-bintang berta￾buran.l36

Dalil aqli (akal) jumhur disanggah dengan dua sanggahan:

a. Tidak dipersyaratkan terlaksananya dua shalat itu pada waktu maghrib.

Akan tetapi, dipersyaratkan pelaksanaan yang satu setelah yang lain.

b. Hendaknya dikatakan bahwa waktu maghrib setelah bersuci cukup untuk

melaksanakan lima rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah. Dalam

waktu ini cukup untuk menggabungkan dua shalat dengan menggashar

shalat isya. Demikian pula jika dilaksanakan secara semPurna sebagai

tambahan penjelasan yang benar bahwa shalat yang sebagiannya

terlaksana dalam waktunya, masih termasukadaa' (dilaksanakan pada

waktunya, lawan qadha, -purt.).137 Penulis tidak mendapatlon satu orang

pun dari jumhur yang mendiskusikan dalil-dalil lainnya.

Yang jelas -Wallahu Ta'ala lilam- mengakhirkan shalat maghrib

karena orang yang melakukannya itu dengan suka hatidan sengaja adalah

makruh hukumnya. Asy-Syauloni berkata, "Dalil-dalil yang muncul ber￾kenaan dengan mengakhirkan maghrib hingga hilangnya lembayung

adalah untuk menjelaska n hukumjar.r.:az (boleh). Sedangkan had its-hadits

yang berkenaan dengan menyegerakannya dalam bab ini adalah Pema￾paran tentang kebiasaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang

diulang-ulang dan terus-menerus dilakukannya, kecuali karena adanya

suatu uzur, malra demikianlah yang harus dijadilon sandaran."r38

Sedangkan perkara yang disebutkan berkenaan dengan tasyabbuh

kepada orang-orang Yahudidalam hal itu, dibawa kepada makna adanya

niat mengakhirkan tanpa adanya uzur. lni adalah makna tekstual hadits

Ash-shanabihi sebelumnya. Sedangkan hadits-hadits yang menunjukkan

bahwa akhir waktu maghrib adalah hilangnya lembayung adalah komen￾tar tambahan yang dikaitkan dengan tasyabbuh yang bermalsra makruh.

Di antara yang menguatkan hal ini adalah apa yang telah dinukil oleh An￾Nawawi dari Abu Isa Atfirmidzit3e bahwa seluruh ulama dari para shaha￾bat dan mereka yang datang kemudian berpendapat bahwa tindakan

mengakhirkan adalah makruh.r4 Yang jelas bahwa kemakruhan di sini

adalah yang berkaitan dengan kesengajaan dan suka hati. Diantara yang

menguatkan pandangan ini adalah apa yang ada dalam ungkapan berupa

kemakruhan mengakhirkan sedemikian itu sebagai upaya keluar dari

tindakan bertasyabbu h kepada orang-orang Rafidhah yang menga khirkan

maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan.r4r

trtt

9-l**,+

larangan Melakukan Shalat dl Saat€airt Mataharl Terbll

Terbenam, dan dl atas Kepala Klta

Telah muncul dalil-dalil syar'i dengan melarang melakukan shalat

nafilah ketika matahari terbit, terbenam, dan matahari berada tepat di

atas kepala kita hingga tergelincir. Karena pada semua tindakan itu terdapat

unsur bertasyabbuh kepada orang-orang kafiryang bersujud kepada mata￾hari pada waKu-waktu itu, karena syetan menjadikannya baik bagi mereka

di mana ia mendampingi matahari ketika muncul dan ketika terbenam

dengan tujuan agar sujud mereka terarah kepadanya


Di antara dalil-dalil itu adalah:

1. Hadits yang muncul dari uqbah bin Amir Ra dhiyallahu Anhu bahwa ia

berkata,

't*';;'ol6t#-*ty|&'& at J'i3ok '>GL o*

iU;3,g7 T o ;r:;'nfut Ut :r1tfY 8.|k'ti

',-,:;: J-,-,' r:Js'uJ3lt',;'+l ? r, u*JilJF r? :'4t e:

" Tiga waktu di mana Rasulullah Shaltatlahu Alaihi wa Sallam melarang

kita melakukan shalat aAu memalcamkan mayat kiA di dalamnya: ketika

maAhari terbit dengan cerahnya hingga cukup meninggi, ketika sinar

maAhari tepat di aAs kepala kiA hingga tergelincir, dan sinar maAhari

condongla3 hingga terbenam." tu

2. Dari Abdullah Ash-Shanabihi Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah

Shallaltahu Ataihi wa Sallam bersabda,

o'*\ riy; a rv'*Ert rirrr., otA$lt ;r' -l Wi dl'r-:ut ot,

,W tv'J.'f rit;,r4 ru q\:A U'' S$,W :6 Ur; $Yi,V tv

,Gr1)ru.e:#t q p : *Xt J:" it J'; r,* )

" sesunggahnya iika maahari itu Erbit, bersamanya anduk syetan'

litca meninggi, syean meninggall<annya. Iika tepat di aas kepala kib, ia

brnmanya.Iikatergelinciriameninggalkannya.Iikadekatwaktu

terbenam,iabersamanya.fkatelahterbenam,iameninggalkannya'

Rasututtah shattaltahu Alaihi wa satlam melarang melakukan shalat

pada waktu -waktu tersebut.

3. Da ri Abd u llah bin Umar Radh ig allahu Anhuma, Rasu I ullah Slallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda,

'G'*..'U 6Y,1.'s r \ ) 4t L'* sjY,r:l--.'t

,Jb

: Jv t$1dt f s.'f( M?t?tr-l:t; k,S?il' i U

6y,€i ;L,'#)t2!; j;;t2sr f'4f"n rlsr;>* 'k i r',.J*jtQ:'|il-,ttt-) c,stb=.;i; U ; *

qy 4(ir, ;:su'Jui'fu * i; W i;:;t ;iiA;

i;;*xi;,;l,il2ltl,; J:-: er ;ai ig/;G'#',+

'*',x 6y'pr q -* j; ;>,2t *'4i';,:;it'j, i

',jiJ, t1'.tJ,:;- *i, lW ;;';

" Wahai Nabi Allah, briahukan kepadafu tentang apa-apa yang dibri￾ahukan oleh Allah kepada engkau yang tidak aku ketahuinya, briahu￾kan kepadaku tenkng shalat!" Beliau bersabda, "Laksanakanlah shalat

shubuh, lalu janganlah melakukan shalathingga maahari terbitsutpai

meninggi, karena maahari ketika terbit brada di anara dua knduk

syetan. Pada saat demkian itu orang-orang kafir bersujud kepadanya.

:;tb?"

"Ianganlah kalian semua membarengkan shalat kalian dengan terbit

ahu brbenam matahari, karena matahari itu tefiit di antara dua Anduk

syetan."t46

4. lni adalah riwayatyang paling jelas untuk menghasilkan sebuah alasarr,

yaitu apa yang telah diriwayatkan dalam hadits Amr bin Abasah Radhi￾gallahu Anhu. Hadits ini cukup panjang dan di dalamnya disebutkan,

Kemudian laksanakanlah shalatkarena shalat in didaAngi dan disaksi￾kan oleh para malaikat hingga sinar matahari tepat di atas kepala kita.

Kemudian janganlah melakukan shalat tepat di tcngah hati karena ketika

itu lahannam pada puncak nyalanya. lika matahari telah tergelincir ke

barat, laksanakanlah shalat karena shalat ketika itu didatangi dan

disaksikan oleh para matakat hingga engkau melal<sanakan shalat ashar.

Kemudian jangan laksanalen shalat hingga matahari terbenam karena

sesungguhnya ia terbnam di anAn dua tanduk syetan, dan pada saat

demikian in orang-orang kafir bersuiud kepadanya '"t47

Para ulama berbeda pendapat tentang penjelasan dari ungkapan

'di antara dua tanduk sgetan'. fui-Nawawi berkata, "Dikatakan bahwa

yang dimaksud dengan dua tanduk syetan adalah kelompok dan para pengi￾la,rtnya." Dikatakan pula bahwa maksudnya adalah kekuatan, kemenangan,

dan tersebarnya kerusakan yang ditimbulkannya. Dikatakan pula bahwa

dua tanduk adalah bagian dari kepala. Ini adalah arti tekstual; dan inilah

pendapatyang pating kuat. Mereka berkata, "Artinya adalah bahwa ia akan

mendekatkan kepalanya kepada sinar matahari pada waktu-waktu tersebut

sehingga orang-orang kafir yang bersujud pada matahari seolah-olah

sedang bersujud kepadanya. Ketika demikian, ia dan semua keturunannya

memiliki kekuasaanyang nyata dan kesempatan untukmerancukan shalat

mereka yang melakukannya. Maka shalat pada saat seperti itu menjadi

makruh demi menjaga dari kasus semacam itu, sebagaimana makruh

pula dilakukan pada tempat-tempat yang biasa dipakai mangkal syetan￾syetan. " r48

Ibnu Hajar berkata, "Dua buah tanduk syetan di sisi kepalanya.

Dikatakan bahwa tanduknya itu tegaksejajar dengan tempatterbit matahari

sehingga jika matahari terbit maka berposisi di antara kedua sisi kepalanya

agar sujud orang yang melakukannya menjadi miliknya ketika mereka

para penyembah matahari bersujud. Demikian pula ketika matahari ter￾benam. Dengan demikian, kata-kata 'ketika terbit berada di antara dua

tanduk syetan adalah dinisbatkan kepada orang yang menyaksikan mata-

hari ketika sedang terbit. Jika ia bisa pula menyaksikan syetan, tentu ia

akan menyaksikannya tegak di dekatnya."rae

Karena itu syariat datang dengan larangan melaksanakan shalat

sunnah pada waktu-waktu tersebut adalah dalam rangka membatasi

kerusakan karena menyamakan diri dengan orang-orang kafir dan men￾jaga agar syetan tidak mampu menguasai ahli iman.

Para ulama berbeda pendapat tentang shalat-shalat yang dikarena￾kan oleh suatu sebab dilaksanakan pada waktu-wal<tu ini. Demikian halnya

berkaitan dengan meng-qadha shalat fardhu dan shalat l<arena nazar

Permasalahan-permasalahan yang dikecualikan ini bukan objek pemba￾hasan kita di sini. Wallahu Th'ala filam.

*t+

?-l**,1

lanngan Melakukan Shalat dl dalam Mlhrabrso

Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum shalat di dalam

mihrab. Sebab perbedaan pendapat mereka sebagaimana dapat dilihat

kembali kepada beberapa perkara:

a. Apa yang datang dari Al-Mushtha f a Shallallahu Alaihi wa Sallam yang

diriwayatkan oleh para shahabat berkenaan dengan hukum makruh

membuatnya, karena hal itu adalah bagian dari adat orang-orang

Nasrani.

b. Karena keadaan imam menjaditidak jelas bagi para makmum karena

ia tidak terlihat.

c. Tidak ada dalilyang munculyang menunjukkan bahwa mihrab adalah

sunnah


Kita akan mengkaji Permasalahan ini dalam dua subbahasan:

A. Hukum Fembuatan Mihrab Menurut Dalil

Paraahliilmuberbedapendapattentanghukummembuatmihrab￾mihrab sebagaimana tercermin dari beberapa pendapat berikut:

Pendapatl. Makruh, ini adalah pendapat sebagian para pengil<t"tt

mazhab Syaf ir52 dan merupakan riwayat dari para pengikut mazhab

Hanbali.r53

Mereka mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:

l.HaditsyangdiriwayatkanolehlbnuAbuSyaibahdariMusaAl-Juhani,

iaberkata,..RasulutlahSlatlaltahuAlaihiwaSallambersabda,

6')\21\ ;.,;Lt UL t:b ef |q"| 6 ?, ;l'lr;'t

*(Jmatkumasihakantetapdalamkebaikanselamatidakmembuat

,madzabih,didalammasjid-nasjidmerekasepertimadzabihoring￾orang Nasrani.tY'Madzabih' adalah mihrab-mihrab'"t5s

2.DariUbaidillahbinAbilsAl-Ja'ddariKa'abiaberkata,

dj:,$|iiut;:;:, f )Gi'*':t"l'e ts:1t ,\ '1. -t'fr

i>q,'&'* ut rrt- 6$,,s jAt dL3 A)L e,

,, Di akhir zaman akan ada suatu kaum yang berkurang umurnya'

menghiasmasjidnrcrckadunrerclcamembuat,madzabih,didalamnya

seperti ,madiabih, onngorang Nasnni. lika mereka melakukan hal￾hal itu, dicurahkanlah futa kepada mereka

3. Hal itu adalah 'perkara baru'dalam agama dan tidak ada sebelumnya.

Para salaf sangat membenci hal-hal baru dalam agama (bid'66;.tm

Pendapat //. Mubah. Mereka yang berpendapat demikian adalah

mayoritas pengikut mazhab Hanafirs dan Hanbali,l@ dan menjadi pen￾dapat masyhur di kalangan pengikut mazhab Maliki.ror Di antara mereka

berkata bahwa hukumnya adalah btihbab'bagus', seperti sebagian dari

para pengikut mazhab Hanafi.162 Ini adalah riwayat dari Ahmad.tB

Mereka beralasan sebagai berikut:

1. Karena dalam hal itu terdapat kemaslahatan yang sangat jelas, yaitu

menunjukkan arah kiblat, sehingga bisa memberikan informasikepada

orang yang tidak mengetahui arahnya. Juga sebagai titik pertengahan

shaf agar imam berada pada posisinya yang tepat.ril

2. Sekalipun hal itu termasuk'perkara baru dalam agama'. Akan tetapi,

telah dilakukan oleh umat ini dan terus dilakukan semua orang sejak

zaman shahabat tanpa adanya pihak yang menentangnya.r6s

Mereka menyanggah pendapat di atas sebagai berikut:

Pertama. Bahwa apa-apa yang muncul berupa atsar berstatus mar￾fu'ah dan ada pula mauqufah, semuanya menunjukkan hinaan atas

pembuatan mihrab yang sama bentuknya dengan mihrab orang-orang

Nasrani. Sedangkan jika mihrab itu dibuat dengan bentuk yang berbeda

bagi kaum Muslimin, tidak ada larangan akan hal itu.ttr Adat para ahli

kitab bahwa mereka mengkhususkan imam dengan tempat lebih tinggi

dari keadaan mereka itu tidak sama dengan di kalangan kaum Muslimin.Kedua.JikadianggapadakesamaanpadamihrabkaumMuslimin

terhadap mihrab orun!-orung Nasrani, hal itu tidaklah ada masalah'

karenatiadalainadalahkarenaadanyakesamaanantaraduaagamaini

dalambeberapahukum,danyangdemikianinisudahterjadi.'6

Yangjelas-WallahuTa'ala/llam-lebihkuatpendapatmazhab

keduakarenadalil.dalilnyayangtelahdisebutkan'Utamanya,umatini

tetah menerimanya secara turun-temurun dengan penerimaan yang baik

di negeri-negeri mereka yang berbeda-beda dan sepanjang masa yang

sangatpanjangberawaldarizamanshahabat.Bahkandikatakansejak

zaman Rasulullah sha llallahu Alaihi u:a sattantr6e hingga zaman sekarang

ini.sedangkanyangdisebutkanbahwasebagianatsarmarfu',adalah

hadits Abu Musa ylng masih diperselisihkan keshahihannya'r70 Jika

ditetapkan semuanya ,ftunin, maksudnya adalah pembuatan mihrab￾mihrabsepertigayamihrab.mihraborang-orangNasrani.Yangdemikian

tidaklah terjadi dan jika terjadi tentu dilarang'

B. Hukum Shalat di dalam Mihrab

BerdasarkanaPa-aPayangtelahdibahasdiatasmakaparaulama

berbedapendapatberkenaandenganhukumshalatSeorangimamdida￾lam mihrab. Orang yang berpendapatbahwa membangun mihrab adalah

makruh, maka shalat di dalamnya adalah makruh pula, dan orang yang

berpendapatbahwamembangunmihrabadalahmubah,makashalatdi

dalamnyaadalahmubahpula.Berikutpenjelasanrincitentangnya:

Syafi,iberpendapatbahwabolehmelakukanshatatdalammihrab.lTl

DanpendapatserupamasyhurdikalanganparapengikutmazhabMalikilT2

danmengambilmazhabinisebagiandariparapengikutmazhabHanafi.lT3Pendapat ini merupakan sebuah riwayat di kalangan para pengikut mazhab

HanbalirTa dan dilakukan oleh jamaah para tabi'in.r75

Mereka beralasan sebagai berikut:

OApa yang telah diriwayatkan oleh tbnu Abu Syaibah dariAl-Barra' bin

Azib bahwa suatu ketika ia shalat di dalam mihrab.t?6

Osebagian para pengikut mazhab Hanafi berkata, "Makruh hukumnya

berdiri selain di dalam mihrab karena berbeda dengan apa yang

dilakukan oleh umat."r77

Sebagian para pengikut mazhab HanbalirTs dan HanafirTe berpen￾dapat bahwa makruh hukumnya masuk ke dalam mihrab, yakni berdirinya

seorang imam di dalamnya dan bukan sujudnya.

Mereka beralasan dengan hal-hal berikut:

oMasuknya ke dalam mihrab menjadikannya memiliki tempat istimewa

dari mereka yang lain. Bahkan ia menjadidalam arti berada di rumah

yang lain. Yang demikian itu adalah perbuatan ahli kitab.tm

oMasuknya ke dalam mihrab menjadikannya tertutup dari pandangan

para makmum, maka keadaannya menjaditidak jelas bagi orang yang

berada di sebelah kanan dan kirinya.rar

oMenurut dalilia telah berpegang kepada hukum makruh membangun

mihrab, maka baginya makruh pula shalat di dalamnya.te

Alasan-alasan mereka yang bermazhab bahwa membangun mihrab

adalah makruh hukumnya didiskusikan sebagai berikut:

oMereka berkata, "Keistimewaan imam dengan tempat adatah sesuatu

yang telah ditentukan dan dituntut oleh syariat. Bahlon bergerak maju

adalah wajib atas dirinYa."tar

oApa yang disebutkan berupa perbuatan ahli kitab adalah sesuatu yang

menunjukkan adanya kesamaan antara dua agama dalam sebagian

hukum-hukum. Dimana para ahlikitab mengkhususkan imam dengan

tempat yang tinggi, sebagaimana dikatakan. Maka dalam hal ini tidak

ada tindakan tasYabbuh.re

ODisebutkan tentang adanya mihrab-mihrab, maka jawabannya adalah

apa-apa yang telah disebutkan di atas tentang boleh membangunnya

dan segala apa-apayang kita nukiltentang turun-temurunnya perkara

tersebut ditangan umat ini dengan cara yang baik. Dan masih banyak

dalil-dalil lain.

OJika tidak dibangun mihrab-mihrab, akan menjadi sunnah hukumnya

bagi imam untuk maju sejajar dengan tempatnya. Karena tempat itu

berada di tengah shaf dan demikian itulah yang diminta, karena posisi

berdirinya jika tidak sejajar di tengah shaf maka makruh hukumnya.rs5

Datam perkara ini ada bantahan terhadap perkataan, "Bahwasanya

dalam pembuatan mihrab-mihrab sebagai pembeda bagi imam."

Pendapat yang kuat -wallahuTa'ala filam- boleh shalat di dalam

mihrab dan tidak makruh jika imam berdiridiluarnya sekalipun sujudnya

didalamnya. Halitu karena pada prinsipnya boleh membangun mihrab￾mihrab sebagaimana tetah dijelaskan di atas. Sedangkan jika imam secara

utuh tubuhnya masuk di dalam mihrab, hukumnya adalah makruh. Karena

tindakannya itu bisa menyebabkan ketidakjelasan keadaan imam bagi

para makmum yang berada di sisikanan dan kirinya karena adanya Peng￾halang bagi mereka.

Pendapat ini sejalan dengan aPa-aPa yang dinukil darijamaah para

shahabat, seperti lbnu Mas'ud berkenaan dengan makruhnya shalat di

dalam mihrab.186 Karena kondisi yang sebenarnya adalah bahwa para

makmum itu hendak berdiri sejajar dengan imam, jika tidak tentu perkara

ini sudah meluas dizaman mereka tanpa adanya seorang pun yang meng￾ingkarinya.

Dengan memperkokoh pendapat ini berarti pula berupaya keluar

dariperbedaan pendapatdengan orang yang mengingkarinya dan meng￾gabungkan pendapat-pendapat dan mengefektifkannya. Keluar dari

perbedaan pendapat adalah dianjurkan. tsT

Sedangkan tasyabbuh kepada orang-orang Nasrani ketika mem￾bangun mihrab-mihrab adalah perkara yang telah jelas bahwa yang demi￾kian itu adalah jika mihrab-mihrab itu sama dengan yang ada pada mereka.

Sedangkan di sini tidak sedemikian itu.

Sedangkan pendapat yang melarang membuat mihrab-mihrab se￾cara mutlak karena alasan ini, maka yang demikian itu tidak benar karena

alasan yang telah dijelaskan di atas. WallahuTa'ala Allam.

**{3

?",t t"*,,0

Laran gan Melaksanakan Shalat

Mengarah padaApayang Dlsembah Selaln Allah

Benda-benda yang biasa disembah selain Allah sangat banyak jum￾lahnya. Syariat datang dengan larangan secara global untuk melakukan

shalat menghadap kepadanya. Sebagai upaya membendung tindakan

tasyabbuh kepada orang-orang kafir dalam hal seperti itu yang kadang￾kadang akan menyebabkan tindakan tasyabbuh kepada mereka dalam

perkara-perkara yang mereka yakini secara batin. Kita akan paparkan

sebagian permasalahan yang tegak di atas dasar ini dan menerangkan

hukumnya. Serta kita paparkan pendapat-pendapat para ulama dalam

permasalahan inisecara rincidengan didukung oleh dalil-dalil dan pengu￾kuhan. Kita tidak sebutkan lagi sisa permasalahan karena sama dengan

yang telah kita sebutkan. Semua itu akan dipaparkan dalam tiga sub￾bahasan

A. Shalat Menghadap Gambar (Shurah)

suatu gambar (shurahl tidak akan terlepas dari dua keadaan:

gambar objek yang memiliki ruh (baik berbentuk atau tanpa bentuk) dan

gambar objekyang tidak memiliki ruh (atau objekyang memiliki ruh tanpa

kepala). sedangkan objekyang memiliki ruh tidak akan terlepas dari dua

keadaan: yang terPasang dan tidak terpasang.

Kita akan membahas semua rincian ini insya Allah la'ala:

Kadaanl. shatat mengarah pada gambar objekyang memiliki ruh.

Datam hal ini gambar itu bisa sempuma bentuknya tidakterpotong

kepalanya atau yang kepalanya terpotong.

Tentang gambar objekyang memiliki ruh dalam keadaan semPurna,

jumhur ulama berpendapat bahwa shalat menghadap kepadanya hukum￾nya makruh. Di antara mereka adalah para pengikut mazhab Hanafi,rs

Maliki, rBdan Hanbali jika gambar tersebut terpasang. I s lbnu Abidin mene￾gaskan bahwa yang dimaksud dengan makruh di sini adalah 'makruh

haram' menurut pengikut mazhab Hanafi, di mana mereka mewajibkan

pengutangan shalat jika dilakukan dalam keadaan sebagaimana disebut￾kan di atas dengan pengulangan yang bebas dari keadaan makruh. Hal

itu menunjukkan bahwa pelaksanaan shalat seperti itu adalah haram dan

tidak sah. Sedangkan jika shalatdilakukan dalam keadaan hukum makruh

biasa, tentu tidak wajib mengulanginya.tst Sedangkan pengikut mazhab

Malik memutlakkan bahwa hukumnya adalah makruh tanpa menjelaskan

jenis makruhnya.le2 Semua mazhab memakruhkan cara shalat seperti

tersebut dengan alasan adanya sikap bertasyabbuh kepada Para Penyem￾

bah gambar dan patung.re3 Maksud mereka bahwa dalam perbuatan se￾perti itu ada unsur tasyabbuh ditinjau dari adanya gambar yang nyata

atau jelas; dan bukan karena suatu perbuatan yang disengaja oleh pelaku￾nya. Sebab tidak ada perbedaan pendapat tentang orang yang shalat

menghadap ke arah gambar dengan maksud menyembahnya melainkan

dihuktrm telah kafir kepada Nlah Ta'ala dan telah keluar dari agama.

Telah dijelaskan di atas, kadang-kadang para ulama menetapkan

bahwa hukum suatu perbuatan adalah haram karena dianggap tasyabbuh.

Mereka menghendaki yang demikian itu pada gambar nyata. Mereka

menyebutkannya secara generaldengan tujuan untuk membendung keja￾hatan berupa terjadinya tasyabbuh yang dimaksudkannya {an kiu ber￾lindung kepada Allah-. Apabila orang melakukan sebagian dari apa-apa

yang bisa mengakibatkan kejahatan tasyabbuh itu. Sebagian ahli ilmu

yang berpendapat bahwa hal itu makruh, jika gambar tersebut terpasang

dan berada tepat di depan orang yang melakukan shalat.rs

Jika gambar itu tidak dalam keadaan terpasang, seperti yang ada

pada karpet atau lainnya, yang tepat adalah makruh hukumnya jika gam￾bar itu berada pada tempat sujudnya, yakni tepat di hadapan mukanya.

Yang demikian itu karena mengandung makna ta'zhim 'mengagungkanto

dan dalam perbuatan seperti itu terdapat unsur tasyabbuh kepada para

penyembah gambar atau patung.rs

Namun, jika gambar itu tidak tepat di tempat sujudnya, di bawah

kedua kakinya, misalnya, dikatakan, "Tidak makruh karena tidak ada

makna ta'zhim." Dikatakan pula, "Makruh sekalipun tidakbersujud diatas￾nya. Karena karpet yang dilakukan shalat di atasnya lebih diutamakan

daripada karpet yang lainnya, artinya ia lebih diagungkan daripada yang

lainnya, dengan demikian makruh hukumnya."reT

Sebagian dari para ulama berpendapat bahwa tidak makruh dalam

keadaan tersebut karena gambar tidak terpasang dan juga karena tidak

ada alasan berupa sikap tasyabbuh.ts

Namun, jika gambar tersebut terpasang bukan di atas kiblat orang

yang melakukan shalat, misalnya berada di sebelah kanan, kiri, belakang,

atau di langit-langit bangunan, lmam Malik berpendapat bahwa semua

itu adalah makruh karena adanya sil<ap ta'zhimrs dan karena itu makruh

shalat dalam gereja karena di dalamnya terdapat gambar-gambar.2m

Sebagian daripara ulama mengecualikan kemakruhan ketika gam￾bar itu berada dibelakang orang yang melakukan shalat, karena tidak ada

makna ta'zhim dan karena tidak ada pula sikap tasyabbuh kepada para

penyembah gambar.mt sebagian dari para pengilart mazhab Hanbali mem￾bolehkan semua itu karena tidak ada makna ta'zhim dan tidak ada pula

illah tasyabbuh.2@ Mereka berpendapat bahwa boleh melakukan shalat di

dalam gereja dan tidak makruh.

Mereka menguatkan pendapatnya dengan dua buah dalil:

Pertama. HadiB yang muncul bahwa beliau melalQlGn shalat di

dalam Ka'bah dan di dalamnya gambar-gambar.2o3

Kedta.sifat umum. sabda Rasulullah shallallahu Alaihi wa fullam,

'*6y,:;;,i>rbtuk;iiqT

. Di mana pun Anda masuk waktu shalat, maka shaladah karena sesung￾guhnya (semua tempat) adalah masiid.

Itu adalah lafal yang bersifat umum termasuk di dalamnya gereja.

Ibnul Qaryim melakukan sanggahan terhadap dalil pertama dengan

ungkapan, "Dalam kisah -Fath Makkah- bahwa NabiShal/allahu Alaihi

waSallam masuk ke dalam Ka'bah, lalu melaksanakan shalat didalam￾nya. Beliau tidak memasukinya hingga seluruh gambar yang ada di dalam￾nya dihapus seluruhnya. Maka dalam halini dalilyang menunjukkan bahwa

makruh hukumnya shalat di suatu tempat yang penuh dengan gambar."2o5

Sedangkan hadits bersifat umum yang mereka munculkan telah di￾talduhbh 'dikhususkan sebagaimana bentuk hadits diatas dan lain-lain,

seperti kandang unta, tempat-tempat najis, dan lain sebagainya. Tllk

seorang pun mengatakan bahwa ia bersifat umum dalam semua bentuk￾nya. Jika boleh dilakukan taklwhish untuk sebuah makna suatu bentuk

darisemua bentuk, dan makna itu terulang dalam bentuk lain, maka bisa

ditarik hukum yang sama. Dan inilah, makna implisit yang shahih dalam

larangan shalat di kuburan yang baru secara mutlak karena kerusakan

yang bisa terjadi karena adanya ibadah dan ketergantungan kepada orang

yang dikuburkan, sebagaimana yang dilakrkan oleh orang-orang sesat.

Makna ini ada pada shalat dalam gereja yang bergambar.

Di antara penguat apa yang disebutkan di atas adalah apa yang

telah dinukil oleh lbnu Hajar Rahimahullah dalam Al-Fath, "Di mana ia

mengetengahkan sebuah atsar dari lbnu Abbas Radhiyallahu,\nhuma

bahwa pada suatu ketika ia melakukan shalat dalam rumah ibadah (untuk

Yahudi atau Nasrani) yang tidak ada patung-patung di dalamnya." Dinukil

pula, "Bahwa Umar Radhiyallahu Anhu enggan melakukan shalat di

dalamnya karena adanya patung-patung." 

Jelas bagi Penulis bahwa larangan shalat didalam gereja yang ber￾gambar adalah yang paling kuat hingga sekalipun gambar-gambar itu

tidak di arah kiblat orang yang melakukan shalat, sebagaimana dijelaskan

di atas. Dan karena gambar-gambar yang dipajang di gereja adalah

gambar-gambar yang dimuliakan, maka shalat di dalam gereja sudah

barang tentu mengandung makna ta'zhtm untuknya sekalipun tidak pada

arah kiblat. Sedangkan di dalam setain gereja, maka yang benar adalah

boleh melakukan shalattanpa adanya huk.rm makruh jika gambar-gambar

ada bukan di arah kiblat, karena tidak ada makna ta'zhim atau tasyabbuh

kepada orang-orang kafir dalam tindakan seperti itu. Wallahu lilam.

sedangkan, jika gambar-gambar dari objek-objekyang tidak memi￾liki ruh, atau dari objek-objek yang memiliki ruh tetapi dengan keadaan

tak berkepala, para fuqaha (ahlifikih) secara umum, sebagaimana terlihat

jelas dari ungkapan mereka, berpendapat bolehnya melakukan shalat

dengan menghadap ke arahnya.2oT Bahkan sebagian dari para pengikut

mazhab Hanafi2m menuliskan secara terang-terangan tentang hal itu.

Mereka berdalit dengan dalil-dalil sebagai berikut:

1 . Apa yang diriwayatkan bahwa Nabi Shatla llahu Alaihi wa Sallam diberi

hadiah baju yang di atasnya gambar Patung burung sehingga mereka

menghapuskan kePalanya.2oe

2. Diriwayatkan bahwa Jibril meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu

Alathi wa sallam, beliau pun memberinya izin. Maka Jibril berkata,

'gZ'uirp 

Qc:', $iu.*.i',#' q: 

!.r., "V;i*

G'$u.vi'ri'tiW't:::,

" Bagaimana aku masuk sedangkan di datam rumah terdapat tirai tipis

dengan gamfur-gambar ktda dan para pria. Boleh pilih, apakah dipotong

kepala-kepatanya atau diiadkan bantat sehingga menjadi iniaks|

Dua buah hadits tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa keberadaan

kepala adalah sebab keberadaan hukum haram atau makruh.

3. Apa-apa yang muncul berupa atsar dari para shahabat. Di antaranya

adalah yang datang dari Ibnu Abbas Radhigalrahu Anhuma bahwa ia

melarang seorang tukang gambar untuk menggambar. Maka tukang

gambar itu berkata,

,*\ti lr',, :rl;trr.'&il I, jr.; V,* r-) &?ur

" Bugrii*, Oim u*r'ir*u**, padahat ini adatah maa pencaharianku?,

Maka, Ibnu Abbas berkata, 'lka sudah tidak adajalan lain, hendaknya

engkau membuat gambar pepohonan saja'.uzrr

Juga yang datang dari Ali Radhigallahu Anhu bahwa ia berkak,

A)Ltl)t*'6+iJoi{l rt;'*t{ C's\t€i yt 3? u

e\

" Barangsiapa suka menggambar makhluk bernyawa, maka ia di hari

Kiamat akan dibebani untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan ia tidak

bisa meniupkannya."212

4. I-arangan shalat menghadap ke arah gambar makhruk bernyawakarena

alasan tasyabbuh kepada para penyembah gambaryang mana mereka

itu tidak menyembah gambarmakhlukyang tidakbemyawa. Maka tidak￾lah tercapai tasyabbuh kepada mereka.2r3

sebagian para ulama memunculkan kejanggalan dalam hatitu dan

menyanggahnya dengan berkata, uilo dikatakan bahwa di sana ada pe￾nyembah matahari, bulan, pepohonan, dan lain-lain ...", sanggahannya ada￾lah bahwa yang disembah oleh mereka adalah materinya dan bukan patung


tiruannya.2ra

Jelaslah bagi Penulis bahwa dalam sanggahan iniada sedikit kelat￾rangan dan bisa dikatakan, Jika seseorang melalarkan shalat dengan

mengarah pada suatu gambar sebagaimana disebutkan dengan niat

taryabbuh kepada para penyembahnya, orang itu kafir. Jika tidak bemiat

tasyabbuh, yang demikian tidak haram baginya. Karena kondisi tersebut

adalah sesuatu yang sulit untuk dijaga karena banyaknya. Dan karena

gambar yang nyata datam sanggahan itu tidak menyerupakan keadaan

orang-orang yang menyembah barang-barang ketika Para Penyembah￾nya mengarah secara langsung karena keberadaannya di setiap zaman

dan tempat. Berbeda dengan orang-omng yang disucikan dan diagungkan

kemudian mereka itu mati dan gambar mereka masih ada. Maka gambar

mereka itu disangsikan menjadi tempat bergantung dan menjadi sumber

fitnah bagimereka. Maka ditarang melakukan shalatdengan menghadap

kepadanya sebagai upaya menjaga keburukan tergelincir sebagaimana

orang-orang kafir Para Penyembah gambar telah tergelincir."

B. Shalat Menghadap ke Waiah Orang

Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam hal itu, yaitu tiga pendapat:

a. Yang demikian itu makruh hukumnya. lni adalah pendapat mazhab

Hanafi2r5 dan riwayat dari para pengikut mazhab Hanbali.2r6

b. Yang demikian itu adalah haram hukumnya. Pendapat inidiriwayatkan

dari para pengikut mazhab Hanbali2rT dan dikuatkan oleh sebagian para

pengikut mazhab Hanafi.2r8

c. Yang demikian itu makruh hukumnya jika membuat pelaku shalat lalai.

Akan tetapi, jika tidak membuatnya lalai, tidak ada apa-apa'2re

Mereka yang berpendapatbahwa hukumnya adalah makruh berdalil

dengan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Apa yang datang dariAli Radhigallahu Anhu,

i*,arali';;G h;;y'u" >;;c? &j *\t ir,olr .i

,,Bahwasanya Nabi shatlallahu Alaihi wa sallam menyaksikan seorang

priayang sedang melakukan shalatdengan menghadap orang lain. Maka

bet iau memerintahkan kepadanya un tu k mengu I ang shal a tnya."no

2. Apayang datang dari lbnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

tlAr t'1 ;.6(au t ir-:'t

"langanlah kalian semua shalat di belakang orang tidur atau onng-orang

yang ngobrol."nl

3. Apa yang datang dari utsman bin Affan bahwa ia membenci orang

yang menghadap kepadanya ketika ia sedang shalat.222

4. Mereka berkata, "Yang demikian itu adalah tasyabbuh menyembah

kepada gambar."223 lbnu Qudamah mengungkapkan pengertian ini

dengan ungkapannya, "Dimakruhkan ... karena hal itu menyerupai

sujud untuk orang itu.'i224

sedangkan mereka yang mengatakan haram karena mereka mem￾bawa dalil-dalil di atas kepada makna pengharaman.225

sedangkan merekayang membedakan, yang jelas mereka berpen￾dapat demikian karena menggabungkan dalil-dalil tersebut.


Sudah jelas bagi kita bahwa PendaPat yang kuat adalah bahwa

hukumnya adalah makruh jika menjadikan pelaku shalat terganggu.

Sedangkan jika tidak menjadikannya terganggu, tidak ada masalah. Dalil

hal itu adalah kata-kata Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata,

6$,^ut ; jt"r, friur r&t M &3 io\t ;*'r\t ok

L' i' rG, .u;i ;"1'ol ;t 

-,/ J e. ri

" suatu ketika Nabi shallallahu Alaihi wa sallam melakukan shalat;

sedangkan aku berbaring melinang di aas kasurnya. fika hendak

melakukan shalat witir, bliau membangunkanku, aku pun melakukan

shalat witir."227

Oleh sebab itu, Asy-Syaf i membenci pelaksanaan shalat dengan

menghadap ke arah orang yang sedang berbicara hanya karena pem￾bicaraannya akan mengganggu orang yang melakukan shalat.z8

Sedangkan dalil-dalil yang diketengahkan oleh mereka yang me￾yakini hukum makruh telah dilakukan sanggahan sebagai berikut:

1. Bahwa hadits Ni Radhiyallahu,\nhu adalah hadits lemah, karena di

dalam deretan sanadnya terdapat AbdulAla Ats-Tsa'labi, dan ia adalah

lemah menurut ahli hadits.22e

2. Hadits lbnu Abbas Radhiyallahu,\nhumajuga lemah. lbnu Hajar me￾ngatakan, 'Abu Dawudso mengatakan, 'seluruh jalurnya lemah'."


Kelemahan dua hadits ini berbeda dengan hadits Aisyah sebelumnya,

yaitu tertulis dalam Shahihain. Di samping kelemahan hadits lbnu Abbas

Radhig allahu Anhuma, ma knanya pu n tidak mend ukun g pada peng -

klaiman karena ada kata l&alfa 'dibelakang', sedangkan pembahasan

berkenaan dengan menghadapnya wajah orang yang shalat.

3. Hadits dari Utsman Radhigallahu Anhu berbeda dengan hadits dari

Zaid bin Tsabit Radhigallahu Anhu, berkata, "Tidak kupedulikan,

sesungguhnya orang tidak akan bisa memotong shalat orang lain."a2

Dan bukanlah mazhab salah seorang dari dua shahabat lebih utama

daripada mazhab lain yang sendiri.

4. Sedangkan yang disebutkan bahwa perbuatan itu serupa dengan sujud

untuk seseorang adalah suatu halyang tidak bisa diterima karena mun￾culnya dalil yang menunjukkan kejadian yang sama dari pihak Nabi

Shallallahu Alaihi ua Sallam sebagaimana hadits Aisyah di atas. Ketika

beliau shalat sedangkan Aisyah terlentang di depan beliau. Hadits ini

juga mengandung penolakan atas orang-orang yang membenci orang

yang melalarkan shalat mengarah pada orang yang sedang tidur; karena

bisa jadi akan memunculkan sesuatu yang menjadikan orang yang

sedang shalat itu lalai atau tertawa.

C. Hukum Shalat Menghadap Benda-benda yang Disembah

Selain Allah

Di antara benda-benda yang disembah selain Allah Ta'ala -

jumlahnya sangat banyak- adalah sebagian akan Penulis sebutkan di

sini secara sekilas dengan tidak merincikan pembicaraan berkenaan

dengannya, baik dari aspek pembahasan atau dalil. Alon tetapi, Penulis

akan menyebutkan sebagian orang yang mengatakan bahwa makruh sha￾lat dengan mengarah padanya dengan alasan adanya sikap tasyabbuh'

Demikian itu karena diharapkan pembahasan menjadilebih simpel, selain

karena dua masalah sebelumnya telah cukup menjelaskan pokok masalah.

thalat Mengarah pada Api

lbnu Qudamah berkata, "Yang demikian itu dimakruhl<an, karena

api termasuk yang disembah selain Allah. Maka shalat mengarah padanya

adalah tasyabbuh dengan shalat kepadanya."aa

Shalat Mengarah pada Batu Tunggal

Malik men gatakan bahwa Abdullah bin Uma r Radh ig allahu,\nhuma

sangat benciorang yang melakukan shalat ke arah bebatuan yang biasa

berada di jalanan, karena bebatuan seperti itu menyerupai berhala. Ia

berkata, "l-alu kami katakan kepada Malik, Apakah engkau membenci

shalat sedemikian itu?' la menjawab, Uika batu itu hanya satu, aku mem￾bencinya. Sedangkan bebatuan yang terbilang jumlahnya, maka dalam

hal seperti itu tidak ada masalah'.'235

Shalat Mengarah pada Kuburan

Ibnu Qudamah berkata, "Tidak boleh membangun masjid-masjid

di atas kuburan, karena Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallam bersabda,

'r*t; 

e.Vi ;' r:i r j:ir.6 rtAr r':' rgt ht t

" Attah tetah melaktat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang meniadi￾kan kuburan para nabi mereka sebagai masiid-masjid."

Waspadalah dari bentuk perbuatan-perbuatan mereka,ao karena

mengkhususkan kuburan untuk melaksanakan shalat padanya menyeru￾pai pengagungan berhala-berhala dengan bersujud dan mendekatkan diri

kepadanya. lblah kita riwayatkan pula bahwa terjadinya penyembahan

berhala-berhala bermula dari mengagungkan orang-orang yang sudah

meninggal dengan membuat gambar-gambar merelo lalu mencari berkah

dengannya dan shalat di dekatnya.aT

Pada pokoknya, larangan melakulon shalat dengan menghadap

kepada segala sesuatu yang disembah selain AllahTa'ala sebagai bentuk

upaya mengunci pintu dan menghindarkan dari tergelincirnya bangsa￾bangsa kafiryang menyembah segala sesuatu tersebut. Dan setiap hentuk

yang nyata di dalamnya mengandung tasyabbuh pada perbuatan orang￾orang kafir, maka sungguh-sungguh dilarang.


laran$an Duduk lq'aa sepertl Cara Anflng Duduk

Para ahli ilmu pada umumnya berpendapat bahwa iq'aa'(;tiiD

'duduk dengan bokong bertumpu pada kedua tumit yang ditegakkan

adalah makruh hukumnya. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa

iq' aa' adalah haram hukumny,a. Sedangkan sekelompok lain berpendapat

bahwa iq'aa' adalah boleh hukumnya. Pangkal perbedaan pendapat itu

adalah adanya hadits yang melarang dan mencela sikap duduk seperti

itu bahwa seperti perbuatan yang sama yang dilakukan anjing. Maka

melakukannya adalah suatu keburukan. Selain perbedaan para ulama

tentang makna iQaa' tersebut dalam berbagai hadits. Juga telah datang

dari sebagian para shahabat bahwa mereka melakukannya dan tidak ada

masalah dengan perbuatan itu. Kita -insya Allah- akan membahas semua

itu secara rinci dalam dua subbahasan:

A. Fenafsiran Para Ulama tentang lq'aa' yang Dilarang

Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang iQaa', muncul larangan

melakukannya menimbulkan dua penafsiran yang masyhur:

Tafsiran/. Meletakkan kedua bokong diatastanah dengan menegak￾kan kedua lutut.

Sebagian orang menambahkan, "Dan meletakkan kedua tangan

ke atas bumi sebagaimana yang dilakukan anjing." Dengan demikian,

maka sempurnalah tasyabbuh kepadanya. Para ahli ilmu pada umumnya

kembali kepada penafsiran ini.a8 Bahkan lbnu Abdul Barr mengisahkan:

ijma para ahli fikih adalah melarang i/aa' seperti yang disebutkan,ae

demikian pula penafsiran sebagian dari para ahli bahasa.Tafsiran tt. Orang yang melakukan shalat meletakkan kedua bokong￾nya di atas kedua tumitnya dengan kedua lututnya di atas bumi seperti

keadaan keduanya ketika sujud. Inilah pendapat sebagian para pengikut

mazhab Hanafi2ar dan dinukil dari Atrmadw dan yang demikian ini juga

menjadi penafsiran para ahli hadits pada umumnya.243

Bisa jadi sesuatu yang memperkokoh penafsiran pertama adalah

sebuah riwayatyang disebutkan oleh Abu Ubaid2u dalamgharib al-hadits

bahwa beliau Shal lallahu Alaihi wa Sallam makan dengan duduk dengan

cara iQaa'.245 lqte' beliau ketika makan adalah seperti tafsiran ini.

B. Tentang Hukum lq'aa'

Para ahli ilmu berbeda pendapatberkenaan dengan hulmm iq'a'.

Perbedaan pendapat mereka dalam hal ini sejalan dengan perbedaan

mereka dalam penafsiran masing-masing. Mereka yang berpegang dengan

penafsiran pertama, dan mereka adalah jumhur fuqaha (mayoritas ahli

fikih), maka hukumnya menurut mereka adalah makruh atau haram se￾bagaimana akan dijelaskan. Yang demikian itu karena dalil-dalil yang

muncul berkenaan dengan permasalahan itu, di antaranya:

1. Diriwayatkan oleh Ahmad, dari Abu Hurairah Radhigallahu Anlu,

,#tu' {}s 2'* :7x i *j *\t ,k yt J'-r,,t.1

,ifir :gs 7yt -j(ir :6Y :6lt

" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangku tiga perkara:

mematuk seperti ayamjago mematuk, duduk sepexi aniing duduk, dan

menoleh seperti musing menoleh."

Dari Anas Radh igallahuAnhu bahwa Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sal￾lam bersabda kepadanya,

'-fr li ,ra't\i u i*34 |!5'fJit c.;il r;y ,j t;-

;A .c a .

.-i5r -gt.'q yj .:r<lrir;iy e y, ,*'u, V

" Wahai anakku, jika engkau sujud maka kokohkanlah kedua telapak

tanganmu dan dahimu di aas bumi. Dan janganlah mematuk seperti

ayam jago memafitk, jangan duduk seperti anjins duduk, dan jangan

menoleh seperti musang menoleh."za?

3. Dari Samurah bin Jundab Radhiyallahu Anhu, ia.berkata,

;tLsre;;it**jyht **;nr J'y,, *

" Rasulullah'shallatlahu Ataihi wa Satlam melarang iq'aa' dalam shalat

seperti anjing."zat

4. Dari Aisyah Radhigallahu fuha bahwa "Nabi Shallallahu Alaihi ua

Sallam duduk iftirasg (duduk antara dua sujud atau tahilyat awal)

dengan bertumpu pada telapak kak kiridan menegakkan telapak kaki

kanan dan melarang aqabah (iq'aa') cara syetan."2ae

Aqabah adalah iq'aa' sebagaimana disebutkan di dalam hadits.2rc

Mereka yang berpegang dengan tafsir ini dalam permasalahan iQaa'

terbagi menjadidua kelompok sebagian mereka mengatakan bahwa hukum￾nya haram dan sebagian lain hukum nya mabuh taruih yang harus dijauhi.

Jamaah berpendapat bahwa hukumnya adalah haram,2tr karena

adanya larangan akan perbuatan itu. Orang yang melakukan iQaa'

adalah orang yang telah melakukan suatu perbuatan yang dilarang, maka

rusaklah shalatnya dan wajib baginya untuk mengulang.s2 Jumhur yang

lain berpendapat bahwa hukumnya makruh.53

Mereka mengetengahkan alasan sebagai berikut:

1 . Keterangan yang ada tentang sifat duduk Rasulullah Shallallahu Alaihi

waSallam dengan bertumpu pada telapak kaki kiridan menegakkan

tetapak kaki kanan. Di antaranya adalah hadits Wail bin Hujr yang di

dalamnya dijelaskan bahwa beliau duduk di antara dua sujud dengan

cara bertumpu di atas telapak kaki kirinya.e

Di antaranya lagi, dari lbnu Umar Radhigallahu bahwa ia berkata,

6 ilt *j At'o:- )'4'o1 ;)Lt t-'a

'Di antara sunnah snaniaaaan nenaania "oi*ru 

.rr"grkk* u"pi

kaki kananmu dan mendaarkan yang kiri."zss

Pokok yang menjadi objek dalil pada dua hadits itu bahwa Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah melakukan iQaa'. Maka

dengan demikian keduanya menunjukkan kemakruhannya.

2. Mereka beralasan bahwa perbuatan i|aa' akan menjurus pada diting￾galkannya duduk yang sunnah. Jadi, bukan haram,u tetapi makruh.

3. Mereka mengatakan bahwa iQaa' adalah suatu model perbuatan yang

terjadi pada duduk. Model perbuatan tersebut tidak menghilangkan

model duduk (yang dianjurkan).Pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang diambil oleh jum￾hur bahwa iq'aa' adalah makruh dengan bentuk sebagaimana disebutkan.

Hal itu karena dalil-dalilyang telah disebutkannya. Juga karena pada prin￾sipnya setiap yang didasarkan kepada alasan adanya tasyabbuh kepada

binatang berupa berbagai larangan adalah makruh hukumnya.258

Sedangkan mereka yang mengatakan sesuai tafsir kedua untuk

makna iq'aa',juga berbeda pendapat sehingga menjadi dua kelompok:

hukumnya makruh dan hukumnya mubah.

Yang mengatakan bahwa hukumnya makruh adalah sebagian dari

para pengikut mazhab Hanafi,25e dinukildariAhmad,260 dan pendapat ini

menjadi pendapat para ahli hadits pada umumnya.26'

Alasannya mereka, adanya larangan melakukan iq'aa' sebagaima￾na pada beberapa hadits diatas. Demikian pula larangan mengikuttiq'aa'

syetan. Tafsir iq'aa' menurut mereka sebagaimana telah kita sebutlon.

Sedangkan pendapat bahwa hukumnya mubah dinukil dari lbnu

Abbas, lbnu Umar, lbnu Az-Zubair, dan sebagian dari kalangan para

tabi'in.2e Mereka berdalil, pertama dengan apa yang telah diriwayatkan

oleh Thawus bahwa ia bertanya kepada lbnu Abbas tentang iQaa' di

atas kedua telapak kaki. Maka ia berkata, "ltu sunnah." Maka ia berkata,

"Kami katakan,'Sesungguhnya kami melihatnya jarang dilakukan orang'."

Ibnu Abbas berkata, 'Akan tetapi hal itu adalah sunnah Nabi kalian

Shallallahu Alaihi wa Sallam."z8 Asy-Syaf i Rahimahullah berpendapat

bahwa hukumnya sunnah untuk duduk di antara dua sujud.2il

Mereka yang enggan dengan apa-apayang telah disebutkan diatas

dari lbnu Abbas dan lain-lain menyanggah dengan sanggahan-sang￾gahan, yang intinya adalah tiga sanggahan:

Pertama. Berbagai hadits yang telah ada tentang larangan iQaa'

yang sebagiannya telah disebutkan di atas. Di antaranya adalah hadits

Al i yan g di dalam nya disebutkan, Rasulullah Shallallahu Alaihi usa Sallam

bersabda,

9r'i'sl {i lbtGr,r\

'langanlah engkau ber-iq'aa' di antara dua sujud."26s

Dan hadits Anas yang di dalamnya disebutkan sebagai berikut,

';<ir,i k {x ;13tt *i; ui,tit.

'fika englcau mengangkat kePala setelah suiud, ianganlah ber-iq'aa'

sebagaimana anjing b€r-iq'aa'."xs

Mereka yang berpendapat bahwa hukumnya adalah istihbab

(sunnah) disanggah dengan dalil-dalil dari mereka yang berpendapat

bahwa hukumnya adalah makruh, dan hadiB-hadits yang menunjukkan

larangan melakukan idaa'adalah Iemah dan memilikicacal Makna mana

pun yang diajukan maka tidak bertentangan dengan pendapat bahwa

iQaa' adalah sunnah yang datang dari sebagian para shahabat.2n

Kalaupun hadiB itu sha