Tampilkan postingan dengan label riwayat hidup nabi muhammad 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label riwayat hidup nabi muhammad 1. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Februari 2025

riwayat hidup nabi muhammad 1

 


 


Kehidupan Rasulullah Bagaikan Kitab Terbuka 

Kehidupan Pendiri Agung Agama Islam yaitu  bagaikan kitab 

terbuka yang pada tiap-tiap bagiannya kita menjumpai penjelasan dan 

perincian yang sangat menarik. Tidak ada Guru atau Nabi lain yang 

kehidupannya direkam begitu lengkapnya dan yang sebab nya begitu 

mudah dipelajari seperti kehidupan Rasulullah s.a.w.. Memang 

banyaknya fakta-fakta yang tercatat itu telah membuka kesempatan 

untuk celaan-celaan jahat. namun , menjadi kenyataan pula bahwa 

sesudah celaan-celaan itu diselidiki dan dibuktikan kekeliruannya, 

kepercayaan dan kecintaan, sebagai akibat dan hasilnya, tidak mungkin 

ditimbulkan oleh kehidupan siapa pun. Kehidupan-kehidupan yang gelap 

dan samar bebas dari celaan, namun semuanya gagal menimbulkan 

keyakinan dan kepercayaan dalam diri para pengikutnya. Beberapa 

kekecewaan dan kesukaran pasti tetap ada. namun kehidupan yang begitu 

banyak diriwayatkan dengan sangat terinci seperti kehidupan Rasulullah 

s.a.w. memaksa kita merenung dan akhirnya timbul keyakinan; sesudah  

celaan-celaan dan tuduhan-tuduhan palsu dilenyapkan, kehidupan yang 

demikian itu membangkitkan cinta kita yang penuh dan kekal. 

namun , hendaknya menjadi jelas bahwa riwayat hidup yang 

demikian terbuka dan kayanya itu tidak mungkin diceritakan dengan 

singkat. Yang dapat diusahakan hanya sekelumit belaka. namun 

pandangan sekejap mata pun tetap sangat berharga. Seperti kami katakan 

tadi, sebuah Kitab Wahyu hanya sedikit memberi daya tarik kecuali jika 

mempelajarinya itu dilengkapi dengan pengetahuan tentang Guru si 

pembawanya. Pokok ini telah diabaikan oleh kebanyakan agama. Agama 

Hindu, umpamanya, menjunjung tinggi Weda, namun tentang risyi-risyi 

yang menerima Weda dari Allah , kita tidak dapat menceriterakan apa-

apa. Keperluan melengkapi suatu ajaran agama dengan riwayat hidup 

pembawanya agaknya tidak dirasakan penting oleh tokoh-tokoh Hindu. 

Ulama-ulama Yahudi dan Kristen, pada lain pihak, tidak ragu-ragu 

memburuk-burukkan nabi-nabi mereka sendiri. Mereka lupa bahwa 

wahyu yang telah gagal dalam memperbaiki nama baik siapa yang 

menerimanya, tidak banyak lagi gunanya untuk orang-orang lain. Jika 

penerima wahyu sukar diketahui, maka timbullah pertanyaan, mengapa 

Allah  telah memilih dia? Haruskah Dia berbuat demikian? Tak ada 

persangkaan yang nampaknya cocok. Mengira bahwa wahyu itu tidak 

dapat memperbaiki nama baik mereka yang menerimanya, sama tidak 

masuk akal seperti persangkaan bahwa Allah  tak punya pilihan lagi 

kecuali memilih penerima wahyu yang tak punya kemampuan untuk 

menerima sebagian wahyu-wahyu-Nya. Walaupun demikian, pikiran dan 

persangkaan semacam itu telah menyelinap ke dalam berbagai agama, 

barangkali sebab  jarak waktu yang memisahkan mereka dari para 

Pendirinya atau sebab  kecerdasan otak manusia sampai diturunkannya 

Islam tidak sanggup mengetahui kesesatan pikiran semacam itu. Betapa 

pentingnya dan berharganya soal menghubungkan sebuah Kitab Suci 

dengan Guru yang membawanya, sudah disadari sangat dini dalam 

Islam. Salah seorang dari istri-istri Rasulullah s.a.w. ialah Aisyah, yang 

masih muda sekali. Usia beliau kira-kira13-14 tahun saat  beliau 

dinikahkan kepada Rasulullah s.a.w. Kira-kira delapan tahun beliau 

hidup dalam ikatan nikah dengan Rasulullah s.a.w.. saat  Rasulullah 

s.a.w. wafat, usia istri beliau baru 22 tahun. Beliau masih muda dan buta 

huruf. Walaupun demikian, beliau tahu benar bahwa suatu ajaran tak 

dapat dipisahkan dari Guru yang membawanya. saat  beliau ditanya 

tentang akhlak dan kepribadian Rasulullah s.a.w., beliau menjawab 

segera bahwa akhlak Rasulullah s.a.w. yaitu  Al-Qur’an (Abu Daud). 

Apa yang diamalkan Rasulullah s.a.w. yaitu  apa yang diajarkan oleh 

Al-Qur’an. Pula apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an yaitu  tak lain selain 

apa yang diamalkan beliau. Telah menambah kecemerlangan Rasulullah 

s.a.w. bahwa seorang wanita muda yang buta huruf sanggup menangkap 

suatu kebenaran yang tidak tertangkap oleh sarjana-sarjana Hindu, 

Yahudi, dan Kristen. 

Siti Aisyah r.a. melukiskan suatu kebenaran yang luhur dan 

penting itu dalam kalimat yang pendek dan sederhana; seorang Guru 

yang benar dan jujur tidak mungkin mengajarkan sesuatu namun 

melakukan lain lagi, atau mengerjakan sesuatu namun mengajarkan lain 

lagi. Rasulullah s.a.w. yaitu  Guru yang benar dan jujur. ltulah yang 

sesungguhnya ingin dikatakan Siti Aisyah r.a.. Rasulullah s.a.w. 

melakukan apa yang diajarkan, dan beliau mengajarkan apa yang 

dilakukan. Untuk mengetahui beliau, kita harus mengetahui Al-Qur’an 

dan untuk mengenal Al-Qur’an kita harus mengenal pula Rasulullah 

s.a.w.. 


Arabia Saat Rasulullah Lahlr 

Rasulullah dilahirkan di Mekkah dalam bulan Agustus 570 

Masehi*. Nama yang diberikan kepada beliau yaitu  Muhammad yang 

berarti, Yang Terpuji. Untuk mengenal kehidupan dan watak beliau, kita 

harus mengetahui keadaan yang berlaku di Arabia pada waktu beliau 

dilahirkan. 

saat  beliau lahir, seluruh Arabia, dengan sedikit kekecualian 

di sana-sini, menganut bentuk agama musyrik atau berAllah  banyak. 

Bangsa Arab itu mengaku keturunan Nabi Ibrahim a.s.. Mereka tahu 

benar bahwa Nabi Ibrahim a.s. itu Guru agama yang berpegang pada 

Tauhid. Walaupun demikian, mereka tetap berpegang pada polytheisme 

dan melakukan perbuatan-perbuatan musyrik. Sebagai pembelaan diri, 

mereka mengatakan bahwa beberapa manusia sangat menonjol 

perhubungannya dengan Allah . Syafaat (intersesi) mereka bagi orang 

lain diterima Allah . Allah  yaitu  Wujud Yang Maha Luhur lagi Maha 

Agung. Bagi orang-orang kebanyakan sukar dapat sampai kepada Allah . 

Hanya manusia sempurna dapat berhubungan langsung dengan Allah . 

Oleh sebab  itu, orang-orang biasa harus memiliki  orang lain untuk 

menjadi perantara bagi kepentingan mereka sebelum mereka dapat 

meraih sendiri perhubungan langsung dengan Allah , dan menarik 

keridhaan dan pertolongan-Nya. Dengan pendirian demikian mereka 

berhasil memadukan rasa takzim kepada Nabi Ibrahim a.s. dengan ide 

kemusyrikan mereka. Mereka mengatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. itu 

seorang orang suci lagi mulia. Beliau dapat mencapai perhubungan 

dengan Allah  tanpa perantara. namun orang-orang Mekkah kebanyakan 

tidak mungkin mencapai Allah  tanpa perantaraan orang-orang suci dan 

saleh. Untuk mencari dan mendapatkan perantaraan ini, kaum Mekkah 

telah membuat patung beberapa orang suci dan saleh; mereka 

menyembah patung-patung itu dan kepada serta lewat patung-patung itu 

mereka menyampaikan kebaktian untuk meraih ridha Ilahi. Pendirian 

demikian itu primitif lagi tidak masuk akal, selain itu penuh dengan cacat 

                                                     

* Atau menurut penyelidikan mutakhir, Rasulullah lahir dalam bulan April 571. 

dan kelemahan. namun , kaum Mekkah tidak menaruh rasa khawatir akan 

hal-hal itu. Sejak lama sekali mereka tidak dikunjungi Guru yang 

berpegang pada prinsip Tauhid Ilahi. Dan, sekali kemusyrikan 

menyelinap dan berakar dalam suatu masyarakat, maka menyebarlah 

kepercayaan itu tanpa mengenal batas dan tepi. Jumlah berhala mulai 

meningkat banyaknya. Pada saat kelahiran Rasulullah s.a.w., di dalam 

Ka'bah — rumah peribadatan yang didirikan oleh Nabi Ibrahim a.s. — 

konon ada sejumlah 360 buah berhala. Agaknya kaum Mekkah 

memiliki  sebuah berhala untuk tiap-tiap hari tahun Qomariah. Di 

tempat-tempat lain dan pusat-pusat lain ada  berhala lain sehingga 

kita dapat mengatakan bahwa tiap-tiap daerah bagian Arabia telah 

tenggelam di dalam kemusyrikan. Bangsa Arab sangat gemar akan ragam 

budaya berpidato. Perhatian mereka sangat besar terhadap bahasa lisan 

dan amat bergairah untuk menggalakkannya. Namun, mereka sedikit saja 

memiliki  hasrat maju dalam bidang ilmu. llmu sejarah, ilmu bumi, 

matematika, dan sebagainya sama sekali tidak mereka kenal. Namun 

demikian, sebab  mereka merupakan penghuni padang pasir dan sebab  

terpaksa harus mampu mengetahui jalan di padang pasir, tanpa bantuan 

tanda-tanda, mereka mengembangkan perhatian besar kepada ilmu falak 

(astronomi). Di seluruh negeri Arab tidak ada  sebuah sekolah pun 

waktu itu. Konon, di Mekkah hanya ada  satu-dua orang yang pandai 

baca tulis. 

Dilihat dari segi akhlak, bangsa Arab merupakan kaum yang 

memiliki watak yang berlawanan. Mereka menderita cacat akhlak yang 

luar biasa, namun di samping itu mereka memiliki sifat-sifat yang 

terpuji. Mereka itu pemabuk-pemabuk berat. Untuk mereka mabuk-

mabuk dan kehilangan kesadaran sebab  mabuk itu suatu perbuatan 

terpuji, bukan dosa. Anggapan mereka mengenai orang yang sopan ialah 

orang yang sering mengundang kawan-kawan dan tetangga pada 

perjamuan lomba minum arak. Tiap-tiap hartawan hendaknya 

mengadakan perjamuan minum arak lima kali sehari. Perjudian juga 

merupakan kegemaran mereka dan mereka telah menjadikannya suatu 

olah seni. Mereka tidak berjudi untuk menjadi kaya. Pemenang-

pemenang diharapkan menjamu kawan-kawan. Dalam waktu 

peperangan, dana-dana dihimpun lewat perjudian. Sekarang pun ada  

penyelenggaraan-penyelenggaraan lotre untuk mengumpulkan dana guna 

peperangan. Organisasi-organisasi itu telah dijelmakan di zaman kita ini 

oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika. namun , mereka hendaknya 

menyadari bahwa dalam hal-hal itu mereka hanya meniru-niru bangsa 

Arab. Jika peperangan meletus, suku-suku Arab berkumpul dan 

menyelenggarakan pesta perjudian. Siapa senang dan mendapat 

keuntungan, dialah yang harus menanggung bagian terbesar biaya 

perang. Kemewahan-kemewahan hidup beradab tidak dikenal oleh 

orang-orang Arab. Mereka cukup mendapatkan kepuasan dalam minum-

minum dan berjudi. Kesibukan mereka yang utama yaitu  perdagangan 

dan untuk itu mereka mengirimkan kafilah-kafilah mereka sampai ke 

tempat-tempat yang jauh-jauh. Dengan cara demikian mereka berniaga 

dengan Abessinia, Siria, dan Palestina. Mereka memiliki  pula 

hubungan perdagangan dengan India. Hartawan-hartawan mereka sangat 

menggemari pedang-pedang buatan India. Keperluan bahan pakaian 

mereka terutama dipenuhi oleh negeri-negeri Yaman dan Siria. Pusat-

pusat perdagangan terletak di kota-kota. Bangsa Arab lainnya, kecuali 

Yaman dan beberapa daerah bagian utara, terdiri atas orang-orang Badui. 

Tak ada pemukiman-pemukiman yang tetap dan tidak ada tempat-tempat 

permanen yang berpenduduk. Berbagai suku bangsa telah membagi-bagi 

negeri di antara mereka sehingga anggota-anggota suku dengan bebas 

dapat bergerak di daerah bagian mereka. Jika persediaan air di suatu 

tempat habis, mereka bergerak ke tempat lain dan untuk sementara 

menetap di situ. Kekayaan mereka terdiri dari domba, kambing, dan 

unta. Dari bulu-bulu mereka membuat pakaian, dan dari kulit dibuat 

kemah-kemah. Selebihnya dijual-belikan di pasar. Emas dan perak tidak 

asing bagi mereka, namun tentu saja merupakan milik yang sangat langka. 

Orang miskin dan rakyat jelata membuat perhiasan dan mata uang dari 

kulit kerang dan bahan-bahan yang harum. Biji semangka dibersihkan, 

dikeringkan dan dirangkaikan menjadi kalung. Kejahatan dan perbuatan 

asusila yang bermacam-macam coraknya merajalela. Pencurian jarang 

terjadi, namun perampokan yaitu  hal yang lazim. Menyerang dan saling 

merampas dipandang hak turun-temurun. namun , di samping itu, mereka 

sangat setia pada janji; di dalam segi ini mereka lebih dari pada bangsa 

lain. Jika seseorang pergi mendapatkan seorang pemimpin atau suatu 

suku yang berkuasa dan minta perlindungan, maka pemimpin atau suku 

itu merasa berkewajiban melindungi orang itu. Jika hal itu tidak 

diberikan, kehormatan suku itu jatuh di mata seluruh Arab. Ahli syair 

mendapat pengaruh dan penghargaan yang besar. Mereka dimuliakan 

bagaikan pemimpin-pemimpin bangsa. Pemimpin-pemimpin diharapkan 

memiliki  kesanggupan besar berpidato, bahkan pula mampu 

menggubah syair-syair. Keramahan terhadap tamu dipandang sebagai 

sifat kemuliaan bangsa. Seorang musafir yang tersesat diterima sebagai 

tamu terhormat oleh suatu suku. Ternak terbaik akan disembelih untuk 

menjamunya dan penghormatan sebaik-baiknya diperlihatkan. Mereka 

tidak menghiraukan siapa yang datang berkunjung. Untuk mereka cukup 

bahwa ada tamu datang. Kunjungan itu dipandang sebagai sesuatu yang 

menambah nilai kedudukan dan wibawa suku. Maka menjadi kewajiban 

suku itu untuk memuliakan tamu. Penghormatan terhadapnya berarti 

menghormati diri sendiri. Wanita tak memiliki  kedudukan dan hak 

dalam masyarakat Arab ini. Di antara mereka ada yang beranggapan 

bahwa membunuh anak perempuan yaitu  perbuatan yang terhormat. 

namun , tidak benar kalau menyangka bahwa pembunuhan anak 

perempuan itu dilakukan besar-besaran. Kebiasaan yang sangat 

berbahaya itu tak mungkin berkembang di seluruh negeri. Hal semacam 

itu berarti lenyapnya bangsa. Hal yang benar ialah, di Arabia atau 

demikian pula di India atau negeri lain tempat pembunuhan anak pernah 

dilakukan, kebiasaan itu hanya terbatas pada beberapa keluarga. 

Keluarga-keluarga Arab yang melakukan hal itu memiliki  anggapan 

yang berlebih-lebihan tentang kedudukan mereka dalam masyarakat atau 

terpaksa oleh dorongan-dorongan lain. Mungkin mereka tidak dapat 

menemukan calon menantu yang pantas untuk anak-anak perempuan 

mereka; dengan kesadaran itu mereka membunuh bayi-bayi perempuan 

mereka. Kejahatan pranata (adat) ini terletak pada kebiadabannya dan 

kebuasannya, bukan dalam akibat yang diderita oleh penduduk negeri. 

Macam-macam cara dilakukan guna pembunuhan bayi perempuan itu, di 

antaranya mengubur hidup-hidup atau dengan jalan mencekik. 

Hanya ibu kandung yang dipandang sebagai ibu di dalam 

masyarakat Arab. Ibu tiri tidak dipandang sebagai ibu dan tidak ada 

peraturan yang melarang seorang anak laki-laki mengawini ibu tirinya 

sesudah  bapaknya meninggal. Beristrikan banyak yaitu  suatu kelaziman 

dan tidak ada batas jumlah istri yang boleh dikawin oleh seorang laki-

laki. Lebih dari satu saudara sekandung boleh dikawin oleh seorang laki-

laki pada waktu yang sama. 

Perlakuan yang paling buruk dilakukan oleh satu pihak terhadap 

yang lain, dan sebaliknya, dalam peperangan. Jika kebencian meluap-

luap, mereka tidak ragu-ragu membelah badan prajurit-prajurit yang 

terluka, mengambil suatu bagian dan memakannya sebagai cara yang 

buas memakan daging sesama manusia. Mereka tidak segan-segan 

mencincang badan musuh. Memotong hidung atau telinga atau mencukil 

mata yaitu  cara-cara aniaya dan keganasan yang biasa mereka lakukan. 

Perbudakan begitu meluas. Suku-suku lemah dijadikan budak. Seorang 

budak tak memiliki  hak, tiap tuan berbuat sesuka hatinya terhadap 

budak-budaknya. Tidak ada tindakan dapat diambil terhadap tuan yang 

menganiaya budaknya. Seorang tuan dapat membunuh budaknya tanpa 

dituntut pertanggung-jawaban. Jika seorang tuan membunuh budak 

orang lain, hukumannya bukan hukuman mati. Apa yang diwajibkan 

kepadanya hanya berupa penggantian kerugian yang layak kepada pihak 

tuannya yang dirugikan. Budak wanita dipakai untuk pemuasan seksual. 

Anak yang lahir dari perhubungan demikian diperlakukan sebagai budak. 

Budak wanita yang sudah menjadi ibu, tetap menjadi budak. Dalam 

bidang kebudayaan dan peradaban, bangsa Arab merupakan kaum yang 

sangat terbelakang. Belas kasih dan tenggang rasa terhadap satu sama 

lain tidak mereka ketahui. Wanita merupakan bagian masyarakat yang 

paling buruk kedudukannya. namun , di samping sifat-sifat buruk itu, 

bangsa Arab memiliki sifat terpuji juga. Keberanian, umpamanya, 

kadangkala mencapai peringkat mutu yang sangat tinggi. 

Di dalam kaum demikianlah Rasulullah s.a.w. dilahirkan. 

Ayahnya bernama Abdullah, meninggal sebelum Rasulullah s.a.w. lahir. 

Maka beliau dan ibunya, Aminah, dipelihara oleh kakeknya yang 

bernama Abdul Mu’talib. Bayi Muhammad disusui oleh wanita kampung 

yang tinggal dekat Ta'if. Menyerahkan bayi kepada orang kampung 

untuk disusui, kemudian memeliharanya, mengajar bicara, dan menanam 

kebiasaan berlatih untuk menjaga kesehatan badan, merupakan kebiasaan 

pada zaman itu. Pada usia Muhammad enam tahun, ibunda wafat dalam 

perjalanan dari Medinah ke Mekkah, dan harus dikebumikan di 

perjalanan. Anak itu dibawa ke Mekkah oleh seorang khadimah, lalu 

menyerahkannya kepada kakeknya. saat  berumur delapan tahun, 

kakek pun meninggal. Maka paman beliau yang bemama Abu Thalib 

menjadi pemeliharanya sebagai amanat terakhir kakeknya. Rasulullah 

s.a.w. dua-tiga kali mendapat kesempatan mengadakan perjalanan keluar 

Arabia. Di antaranya, beliau pada usia dua belas tahun ikut serta dengan 

Abu Thalib, pergi ke Siria. Agaknya, perjalanan ini hanya sejauh kota-

kota sebelah Tenggara Siria (Suriah), sebab dalam catatan sejarah 

perjalanan itu tidak disebut nama-nama tempat seperti kota Yerusalem. 

Mulai saat itu sampai tumbuh dewasa beliau tetap tinggal di Mekkah. 

Dari masa kanak-kanak beliau biasa bertafakkur dan berkhalwat. Dalam 

pertengkaran dan permusuhan antar orang-orang lain beliau tak pernah 

ikut campur, kecuali dengan tujuan mendamaikan mereka. Diriwayatkan 

bahwa suku-suku Mekkah dan sekitarnya, sebab  jemu mengalami 

pertumpahan darah yang berlarut-larut, mengambil keputusan untuk 

mendirikan suatu perkumpulan dengan tujuan memberikan pertolongan 

dan perlindungan kepada korban perlakuan aniaya dan tidak adil. saat  

Rasulullah s.a.w. mendengar adanya usaha itu, segera beliau dengan 

gembira menggabungkan diri. Anggota perkumpulan itu mengadakan 

kegiatan seperti berikut: 

Mereka akan menolong orang yang aniaya dan akan 

mengembalikan hak-hak mereka selama tetes air terakhir masih ada di 

lautan. Jika tak mereka lakukan demikian, mereka akan mengganti 

kerugian korban itu dari harta milik mereka sendiri (Raud-al-Unuf oleh 

Imam Suhaili). 

Agaknya tidak pernah ada anggota lain dari perkumpulan itu 

merasa terpanggil untuk melaksanakan kegiatan yang sudah disepakati 

oleh setiap anggota perkumpulan itu. Kesempatan datang kepada 

Rasulullah s.a.w. saat  beliau mengumumkan tugas risalat beliau. 

Musuh yang paling besar, ialah Abu Jahal, seorang  pemuka kabilah di 

Mekkah. Ia menganjurkan pemboikotan sosial dan penghinaan umum 

terhadap Rasulullah s.a.w.. Pada saat itu datang seseorang orang 

kampung dari luar Mekkah. Abu Jahal berhutang uang kepada orang itu, 

namun ingkar  melunasi. Hal itu diceriterakan kepada orang-orang 

Mekkah. Beberapa pemuda, semata-mata dengan niat jahat, 

menganjurkan minta pertolongan kepada Rasulullah s.a.w.. Mereka 

menyangka Rasulullah s.a.w. akan menolak membantu sebab  ada 

bahaya permusuhan umum terhadap beliau dan terutama takut akan 

perlawanan Abu Jahal. Jika Rasulullah s.a.w. menolak membantu orang 

dusun itu, beliau akan dituduh melanggar janji beliau kepada 

perkumpulan itu. Jika sebaliknya Rasulullah s.a.w. menolak dan 

menjumpai Abu Jahal untuk menuntut pembayaran hutangnya, pasti Abu 

Jahal akan mengusir beliau dengan penghinaan dan ejekan. Orang dusun 

itu menemui Rasulullah s.a.w.. Beliau tanpa ragu-ragu sedikitpun 

bangkit, lalu pergi bersama-sama dengan orang dusun itu dan mengetuk 

pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan melihat penagih hutangnya 

berdiri di samping Rasulullah s.a.w. yang menyebut hutangnya dan 

meminta pembayaran. Abu Jahal sangat  kaget dan tanpa membuat dalih  

apa pun, membayar sekaligus. saat  para pemimpin Mekkah lainnya 

mendengar kejadian itu, mereka menyesali Abu Jahal dengan mencela 

kelemahan yang telah dibuktikannya, dan sikap yang bertentangan 

dengan bualannya. Dia yang menganjurkan boikot sosial terhadap 

Rasulullah s.a.w. namun malah ia sendiri menerima dan tunduk kepada 

perintah Rasulullah s.a.w. dan segera membayar hutangnya atas usul 

Rasulullah s.a.w.. Untuk membela diri Abu Jahal berkata bahwa tiap-tiap 

orang lain pun akan berbuat seperti dia. Dikatakan kepada mereka bahwa 

pada saat Rasulullah s.a.w. ada di ambang pintunya, ia melihat juga dua 

ekor unta buas di kanan-kiri Rasulullah s.a.w. dan siap menyerangnya. 

Kita tidak dapat menerangkan macam apa pengalaman itu. Apakah hal 

itu penampakan mukjizat untuk menakut-nakuti Abu Jahal atau, apakah 

pengaruh kehadiran Rasulullah s.a.w. yang sangat berwibawalah yang 

menimbulkan pemandangan khayal itu? Seorang yang dibenci dan 

dimusuhi oleh seluruh kota telah berani pergi seorang diri menemui 

pemimpin kota dan menuntut pembayaran hutangnya. Mungkin kejadian 

yang sama sekali tak terduga sebelumnya itu mengejutkan dan 

menakutkan Abu Jahal, dan sejenak membuat Abu Jahal lupa akan apa 

yang disumpahkannya terhadap Rasulullah s.a.w. dan mendorong dia 

berbuat menurut anjuran Rasulullah s.a.w. (Hisyam). 

Pernikahan Rasulullah Dengan Siti Khadijah 

saat  Rasulullah s.a.w. berusia kira-kira 25 tahun, kejujuran 

dan peri kemanusiaannya telah termashur di seluruh kota. Dengan rasa 

kagum orang akan menunjuk dan berkata itulah orangnya yang benar-

benar dapat dipercaya. Nama baik itu sampai kepada telinga seorang 

janda kaya yang kemudian menghubungi paman Rasulullah, Abu Thalib, 

untuk menyuruh kemenakannya memimpin kafilah dagangnya ke Siria. 

Abu Thalib menyebutkan ihwal itu kepada Rasulullah s.a.w. dan beliau 

setuju. Perjalanan dagang itu mendapat sukses besar dan membawa 

keuntungan yang di luar dugaan. Janda kaya itu, Khadijah, yakin bahwa 

sukses kafilah itu tidak hanya disebabkan oleh keadaan pasar di Siria, 

namun juga oleh kejujuran dari kehasilgunaan pemimpinnya. Beliau 

mencari keterangan ihwal itu dari budaknya bernama Maisarah yang 

mendukung pendapat tuannya dan menceriterakan bahwa kejujuran dan 

simpati pemimpin kafilah yang muda itu dalam mengelola urusan 

majikannya tidak dapat diperlihatkan oleh banyak orang. Khadijah 

sangat terkesan oleh keterangan-keterangan itu. Beliau sudah berusia 40 

tahun dan telah dua kali menjadi janda. Beliau mengirim sahabat karib 

beliau mendapatkan Rasulullah s.a.w. untuk menyelidiki apa Rasulullah 

s.a.w. bersedia mengawini beliau. Wanita itu menemui Rasulullah s.a.w. 

dan bertanya, mengapa beliau belum berkeluarga. Rasulullah s.a.w. 

menjawab bahwa beliau tidak cukup mampu untuk menikah. Wanita itu 

menanyakan apakah beliau setuju jika ada seorang wanita kaya dan 

terhormat bersedia untuk dikawin. Rasulullah s.a.w. bertanya siapa 

gerangan wanita itu dan tamu itu mengatakan, Khadijah. Rasulullah 

s.a.w. berkeberatan dengan mengatakan bahwa Khadijah terlalu tinggi 

kedudukannya untuk beliau. Tamu itu menyanggupi akan berusaha 

mengatasi segala kendala. Jika demikian halnya, kata Rasulullah s.a.w., 

tidak ada sesuatu yang bisa dikatakan kecuali setuju. Siti Khadijah 

mengirimkan pesan kepada paman Rasulullah s.a.w. Perjanjian telah 

diterima oleh semua pihak dan pernikahan diselenggarakan dengan 

resmi. Seorang pemuda miskin yang telah yatim sejak kanak-kanak, baru 

pertama kali memasu ki jenjang hidup makmur. Beliau telah menjadi 

kaya. namun cara menggunakan kekayaannya merupakan suatu contoh 

dan pelajaran bagi seluruh umat manusia. Sehabis pernikahan, Siti 

Khadijah merasa bahwa beliau kaya dan sang suami miskin. Perbedaan 

harta milik antara suami-istri tidak akan membawa kebahagiaan. Oleh 

sebab  itu, beliau mengambil keputusan menyerahkan harta-benda dan 

semua budak beliau kepada Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w. yang 

ingin mendapat keyakinan bahwa niat Khadijah itu sungguh-sungguh, 

menyatakan bahwa segera sesudah  beliau menerima budak-budak 

Khadijah, mereka akan dimerdekakan. Dan, memang beliau benar-benar 

melaksanakan. Tambahan pula, bagian terbesar dari harta-benda yang 

diterima beliau dari Khadijah dibagi-bagikan beliau kepada kaum fakir-

miskin. Di antara budak-budak yang dimerdekakan ada  Zaid. Ia 

 11 

tampak lebih cerdas dan lebih tangkas dari pada yang lain-lain. Ia datang 

dari suatu keluarga terhormat lagi terpandang; ia diculik orang saat  ia 

masih kecil dan diperjual-belikan dari tempat ke tempat dan akhirnya 

sampai ke Mekkah. Zaid muda, sesudah  dimerdekakan, sadar bahwa jauh 

lebih baik mengorbankan kemerdekaannya dari pada meninggalkan 

kedudukannya sebagai budak Rasulullah s.a.w.. saat  ia dinyatakan 

merdeka, Zaid menolak dan memohon supaya tetap diperbolehkan 

tinggal bersama Rasulullah s.a.w.. Hal demikian disetujui dan kian lama 

kian bertambah juga kecintaannya kepada Rasulullah s.a.w.. Namun, 

dalam pada itu, ayah dan paman Zaid terus-menerus mencari jejaknya 

dan akhirnya didapati oleh mereka kabar bahwa Zaid ada di Mekkah. Di 

Mekkah mereka mencium jejak Zaid yang tinggal di rumah Rasulullah 

s.a.w.. Mereka meminta anak itu kembali dengan kesediaan membayar 

uang tebusan bila Rasulullah s.a.w. menghendaki. Rasulullah s.a.w. 

menjawab, bahwa Zaid sudah merdeka dan ia bebas pergi menurut 

kehendak hatinya. Zaid pun dipanggil dan dipertemukan dengan ayah 

dan pamannya. sesudah  melepas rindu dan mengeringkan air mata, 

ayahnya menerangkan bahwa ia sudah dibebaskan oleh tuannya yang 

baik hati itu dan sebab  ibunya sangat menderita sedih sebab  perpisahan 

itu, ia diharapkan ikut serta pulang. Zaid menjawab, “Ya ayahku, 

siapakah yang tidak mencintai orang-tuanya? Hatiku penuh dengan cinta 

kepada ibu dan ayah namun saya mencintai wujud Muhammad ini begitu 

besar sehingga saya tidak mungkin dapat hidup terpisah dari beliau. Saya 

telah berjumpa lagi dengan ayah dan saya sangat gembira. namun 

perpisahan dengan Muhammad tidak sanggup saya menanggungnya.” 

Ayah dan pamannya berusaha keras membujuk supaya ia mau pulang, 

namun Zaid tetap pada ketetapan hatinya. Melihat gelagat ini Rasulullah 

berkata, “Zaid sudah menjadi orang merdeka, namun sejak sekarang ia 

akan menjadi anakku.” Melihat kecintaan antara Zaid dan Rasulullah 

s.a.w., ayah dan paman Zaid pulanglah dan Zaid tetap bersama 

Rasulullah s.a.w. (Hisyam). 

Rasulullah Menerima Wahyu Pertama 

saat  usia Rasulullah s.a.w. telah lebih dari tiga puluh tahun, 

cintanya kepada Allah  dan ibadah kepada Dia mulai kian menguasai 

beliau. Muak akan kedurhakaan-kedurhakaan, kejahatan-kejahatan, dan 

berbagai dosa kaum Mekkah, beliau memilih suatu tempat, dua atau tiga 

mil jauhnya, untuk bertafakkur. Tempat itu di puncak sebuah bukit, 

semacam gua yang terbentuk dari batu. Istrinya, Khadijah, biasa 

menyediakan perbekalan untuk beberapa hari, dan dengan membawa 

perbekalan itu beliau mengasingkan diri di gua Hira. Dalam gua itu 

beliau melihat kasyaf (penglihatan ghaib). Kejadian itu terjadi dalam gua 

itu. Beliau melihat suatu wujud yang memerintahkan kepada beliau 

membaca. Rasulullah s.a.w. menjawab, tidak mengetahui apa yang harus 

dibaca dan bagaimana harus membacanya. Wujud itu memaksa dan 

akhirnya Rasulullah s.a.w. terpaksa membaca ayat-ayat berikut: 

Bacalah dengan nama Allah  engkau yang telah menciptakan, 

Menciptakan manusia dari segumpal darah. 

Bacalah! Dan Allah  engkau yaitu  Maha Mulia, 

Yang mengajar dengan pena, 

Mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya (96:2-6). 

 

Ayat-ayat yang pertama-tama diturunkan kepada Rasulullah 

s.a.w. itu merupakan bagian Al-Qur’an seperti juga ayat-ayat lainnya 

yang diwahyukan kemudian. Ayat-ayat ini mengandung arti yang sangat 

hebat. Ayat-ayat itu memerintahkan Rasulullah s.a.w. bangkit dan siap 

sedia mengumumkan nama Allah  Yang Maha Esa, Pencipta Tunggal - 

Pencipta Rasulullah dan semua nabi lainnya - Yang telah menciptakan 

manusia dan menanamkan benih cinta-Nya sendiri dan cinta kepada 

sesama manusia di dalam fitratnya. Rasulullah s.a.w. diperintahkan 

mengumumkan Amanat Allah  itu dan kepada beliau dijanjikan bantuan 

serta perlindungan-Nya mengumumkan Amanat itu. Ayat-ayat itu 

mengabarkan datangnya suatu zaman saat  dunia akan diajari segala 

macam ilmu lewat pena dan akan diajari hal-hal yang belum dikenal 

sebelumnya. Ayat-ayat itu merupakan ikhtisar Al-Qur’an. Apa pun yang 

akan diajarkan kepada Rasulullah s.a.w., dalam wahyu-wahyu kemudian, 

tersimpul di dalam ayat-ayat ini. Di dalamnya telah diletakkan dasar 

kemajuan luhur yang sampai saat itu tidak dikenal dalam pertumbuhan 

rohani manusia. Arti dan penjelasannya ayat-ayat ini akan dijumpai pada 

tempatnya dalam Tafsir ini.* Kami singgung di sini, sebab  turunnya 

ayat-ayat itu merupakan peristiwa yang sangat luhur dalam kehidupan 

Rasulullah s.a.w.. saat  Rasulullah s.a.w. menerima wahyu ini, beliau 

sangat takut dan gelisah atas kewajiban yang Allah  telah memutuskan 

untuk meletakkannya pada pundak beliau. Orang lain dalam keadaan 

beliau pada saat itu akan diliputi oleh kebanggaan dan besar kepala. Ia 

akan merasa dirinya telah menjadi orang besar. Tidak demikian 

Rasulullah s.a.w.. Beliau dapat mencapai hal-hal yang luhur, namun 

dalam keberhasilannya tidak menjadi sombong. Sesudah mendapatkan 

pengalaman yang maha hebat itu, beliau pulang ke rumah dalam keadaan 

sangat gelisah dengan wajah yang muram. Atas pertanyaan Siti 

Khadijah, beliau mengisahkan seluruh pengalaman beliau dan 

menggambarkan rasa takut dan gelisah beliau dengan perkataan: 

“Seorang lemah seperti aku ini, betapa aku dapat melaksanakan tugas 

yang hendak diletakkan Allah  di atas pundakku.” Khadijah segera 

menjawab: 

 

Demi Allah, Dia tidak menurunkan firman-Nya supaya engkau gagal 

dan terbukti tidak layak, kemudian meninggalkan engkau. Betapa 

mungkin Allah  berbuat demikian, sedang engkau baik dan ramah 

terhadap sanak-saudara, menolong si miskin dan terlantar dan 

meringankan beban mereka? Engkau menghidupkan kembali nilai-nilai 

baik yang telah lenyap dari negeri kita. Engkau perlakukan tamu-tamu 

dengan hormat dan membantu orang-orang yang berada dalam 

kesusahan. Dapatkah engkau dimasukkan oleh Allah  ke dalam suatu 

cobaan? (Bukhari). 

 

                                                     

* Tafsir Al-Qur’an sebagai kelanjutan “Pengantar Mempelajari Al-

Qur’an”. 

sesudah  berkata demikian Khadijah membawa Rasulullah s.a.w. 

kepada kemenakannya, bernama Waraqa bin Naufal, seorang beragama 

Kristen. saat  Waraqa mendengar cerita itu ia berkata: 

“Malaikat yang turun kepada Musa, aku yakin, telah turun pula 

kepada engkau.” (Bukhari). 

Pengikut-Pengikut Pertama 

Waraqa jelas mengingatkan kepada kabar ghaib dalam Kitab 

Ulangan 18:18. saat  kabar itu sampai kepada Zaid, budak Rasulullah 

s.a.w. yang telah dimerdekakan (ia pada saat itu berusia tiga puluh tahun) 

dan kepada adik sepupu beliau, Ali, yang berusia kira-kira sebelas tahun, 

maka kedua-duanya segera menyatakan keimanan mereka kepada beliau. 

Abu Bakar, sahabat karib dari masa kecil, pada saat itu sedang berada di 

luar kota. saat  beliau pulang, mulai mendengar pengalaman baru 

Rasulullah s.a.w. itu. Kepada beliau diceriterakan orang-orang bahwa 

sahabatnya telah menjadi gila dan mulai berkata bahwa malaikat-

malaikat membawa amanat dari Allah  kepadanya. Abu Bakar percaya 

sepenuhnya kepada Rasulullah s.a.w. Beliau tidak ragu-ragu sedikit pun 

bahwa Rasulullah s.a.w. tentu benar — beliau mengenal Rasulullah 

s.a.w. sebagai orang yang waras otak dan jujur. Beliau mengetuk pintu 

rumah Rasulullah s.a.w. dan sesudah  diperkenankan masuk segera beliau 

bertanya, apa yang telah terjadi. Rasulullah s.a.w. khawatir jangan-

jangan Abu Bakar akan salah faham, mulai memberi penjelasan panjang-

lebar. Abu Bakar menghentikan Rasulullah s.a.w. berbuat demikian dan 

mendesak bahwa yang sebenarnya diinginkan beliau hanya pernyataan, 

apakah seorang malaikat telah turun kepada Rasulullah s.a.w. dari Allah  

dan memberikan Amanat. Rasulullah s.a.w. berniat menerangkan lagi, 

namun Abu Bakar mengatakan tidak ingin mendengar keterangan. Beliau 

hanya membutuhkan jawaban kepada pertanyaan, apa Rasulullah s.a.w. 

mendapatkan Amanat dari Allah . Rasulullah s.a.w. menjawab bahwa 

benar demikian, dan Abu Bakar segera menyatakan imannya. sebab  

telah menyatakan keimanan, beliau berkata bahwa alasan-alasan akan 

menurunkan nilai imannya. Beliau telah lama mengenal Rasulullah 

s.a.w. dari dekat. Beliau tidak dapat meragu-ragukan Rasulullah dan 

tidak memerlukan penjelasan untuk meyakinkan kebenarannya. Jemaat 

kecil orang-orang mukmin itulah yang merupakan penganut-penganut 

Islam pertama: Seorang wanita berumur agak lanjut, seorang anak 

berumur sebelas tahun, seorang budak yang dibebaskan dan hidup 

diantara orang-orang yang asing baginya, seorang sahabat muda, dan 

Rasulullah s.a.w. sendiri. ltulah Jemaat yang diam-diam telah bertekad 

bulat untuk menyebarkan Nur Ilahi ke seluruh pelosok dunia. saat  

rakyat dan para pemimpin mereka mendengar hal itu, mereka tertawa 

dan menyatakan bahwa orang-orang itu jadi gila. Tidak ada yang perlu 

dikhawatirkan dan tidak ada alasan untuk gelisah. namun dengan 

berlakunya masa, kebenaran mulai menyingsing dan seperti Nabi Yesaya 

(28:13) mengatakan lama sebelum itu, hukum di atas hukum, hukum 

ditambah dengan hukum syarat* di atas syarat, syarat disusul dengan 

syarat, baris demi baris, baris di atas baris, di sini sedikit, di sana sedikit, 

mulailah turun kepada Rasulullah s.a.w. 

Kaum Mukmin Dianiaya 

Allah  mulai berfirman kepada Muhammad s.a.w. dalam “bahasa 

lain”. Pemuda-pemuda bangsa mulai tercengang. Para pencahari 

kebenaran mulai menjadi gelisah hati. Dan, cemooh serta ejekan mulai 

tumbuh jadi pengakuan dan kekaguman. Budak-budak, pemuda-pemuda, 

wanita-wanita yang dirundung malang mulai berkumpul di sekitar 

Rasulullah s.a.w.. Dalam Amanat dan ajarannya ada harapan untuk 

orang-orang hina-dina, untuk orang yang putus-asa dan untuk angkatan 

muda. Wanita-wanita memandang bahwa waktunya telah dekat untuk 

menegakkan kembali hak-hak mereka. Budak-budak melihat hari-hari 

kemerdekaan mereka telah datang dan pemuda-pemuda merasa jalan-

jalan kemajuan mulai terbuka lebar. saat  ejekan mulai berubah 

menjadi penghargaan dan acuh tak acuh menjadi perhatian, pemimpin-

pemimpin Mekkah dan pembesar-pembesar mulai khawatir. Mereka 

mengadakan pertemuan dan perundingan. Mereka mengambil keputusan 

bahwa ejekan bukan cara yang tepat untuk menghadapi ancaman itu. 

Obat yang lebih mujarab harus digunakan. Pengaruh baru itu harus 

                                                     

* Kata syarat seharusnya syariat. (Peny). 

ditekan dengan kekuatan. Diputuskan bahwa aniaya dan beberapa bentuk 

boikot harus diselenggarakan. Tindakan praktis dan nyata harus segera 

diambil dan Mekkah terlibat dalam perlawanan yang sengit terhadap 

Islam. Rasulullah s.a.w. dan pengikut-pengikutnya yang kecil jumlahnya 

itu tidak lagi dipandang gila namun membesarnya pengaruh, yang jika 

dibiarkan tumbuh tanpa rintangan, akan menjadi bahaya terhadap 

kepercayaan, wibawa, adat, dan kebiasaan orang-orang Mekkah. Islam 

mengancam akan menumbangkan dan membina kembali tata hidup 

masyarakat Mekkah lama untuk menciptakan langit dan bumi baru, yang 

kedatangannya membawa arti lenyapnya langit Arabia lama dan 

lenyapnya denyut jantungnya yang telah tua itu. Kaum Mekkah tak dapat 

lagi menertawakan Islam. Sekarang soalnya mati-hidup bagi mereka. 

Islam yaitu  tantangan, dan Mekkah menerima tantangan itu, 

sebagaimana musuh nabi-nabi senantiasa menerima tantangan nabi-nabi 

mereka. Mereka memutuskan untuk menghunus pedang dan 

menghancurkan, untuk tidak menghadapi alasan dengan alasan, namun 

menghancurkan ajaran yang berbahaya itu dengan kekerasan, untuk tidak 

menandingi contoh baik Rasulullah s.a.w. dan para pengikutnya dengan 

contoh dari pihak mereka, pula untuk tidak menjawab kata sopan dan 

lemah-lembut dengan cara yang sama, namun untuk menganiaya yang tak 

berdosa dan memaki-maki mereka yang bicara baik dan ramah-tamah. 

Sekali lagi, di dunia mulai meletus pertentangan antara iman dan 

kekafiran; kekuatan syaitan menyatakan perang kepada lasykar malaikat. 

Orang-orang beriman yang masih berjumlah kecil tak mampu melawan 

serangan-serangan dan keganasan kaum kufar. Suatu gerakan yang 

paling keji dan mengerikan telah mulai berkobar. Wanita-wanita dibunuh 

secara biadab. Laki-laki disembelih. Budak-budak belian yang telah 

menyatakan iman kepada Rasulullah s.a.w. dihela di atas pasir dan 

bebatuan yang panas membara. Kulit mereka menjadi keras seperti kulit 

belulang binatang. Lama kemudian, saat  Islam telah tegak berdiri 

(berjaya) di mana-mana, salah seorang dari pengikut-pengikut pertama 

yang bernama Khabbab bin Al-Arat menanggalkan baju untuk 

memperlihatkan badannya yang terbuka. Kawan-kawannya melihat 

kulitnya keras seperti kulit belulang binatang dan bertanya, mengapa 

kulitnya begitu. Khabbab tertawa dan menjawab bahwa itu bukan apa-

apa; itu hanya bekas yang mengingatkan ke zaman awal saat  budak 

belian yang masuk Islam dihela sepanjang lorong-lorong Mekkah di atas 

pasir dan bebatuan yang keras dan panas (Musnad, Jilid 5, hlm. l10). 

Budak-budak belian yang menerima Islam datang dari berbagai 

masyarakat. Bilal orang negro. Suhaib orang Yunani. Mereka pengikut 

berbagai agama. Jabar dan Suhaib tadinya orang Kristen. Bilal dan 

Ammar penyembah berhala. Bilal dibaringkan di atas pasir yang panas 

membara, ditimbuni batu dan anak-anak disuruh menari-nari di atas 

dadanya, dan majikannya, Umayya bin Khaif, menganiayanya demikian 

rupa dan kemudian menyuruhnya menanggalkan kepercayaan kepada 

Allah dan Rasulullah untuk memuja berhala-berhala Mekkah, Lat dan 

Uzza. Bilal hanya mengatakan, “Ahad, Ahad” (Allah  itu Tunggal). 

Meluap-luap di dalam kemarahan, Umayya menyerahkan Bilal kepada 

anak-anak jalanan, menyuruh mereka mengikat tali pada lehernya dan 

menghela dia melalui kota di atas batu-batu tajam. Badan Bilal berlumur 

darah namun terus jua menggumamkan kata Ahad, Ahad. Kemudian, 

saat  kaum Muslimin telah berhijrah ke Medinah dan dapat hidup 

dengan tenang dan dapat beribadah dengan agak aman dan damai, 

Rasulullah s.a.w. menunjuk Bilal sebagai muadzin. Sebagai orang dari 

Afrika, Bilal menghilangkan bunyi huruf h dari kata Asyhadu (aku 

menyaksikan). Beberapa kaum Anshar tertawa mendengar pelafalan 

yang tidak sempurna Bilal, namun Rasulullah s.a.w. menyesali mereka 

dan menerangkan bahwa Bilal amat dihargai Allah  atas keteguhan iman 

yang ditampakkannya di bawah tindakan aniaya kaum Mekkah. Abu 

Bakar membayar uang tebusan Bilal dan banyak lagi budak lain, dan 

mengikhtiarkan pembebasan mereka. Di antara mereka ada  Suhaib, 

seorang saudagar kaya, yang juga dianiaya terus oleh kaum Quraisy 

sesudah ia dibebaskan. Tatkala Rasulullah s.a.w. meninggalkan Mekkah 

guna berhijrah ke Medinah, Suhaib pun ingin mengikuti. namun , kaum 

musyrikin menahannya. Ia tidak boleh membawa keluar dari Mekkah 

kekayaan yang diperolehnya di Mekkah, kata mereka. Suhaib 

menawarkan usul untuk meninggalkan semua kekayaan dan harta 

miliknya lalu bertanya apakah kemudian ia diperbolehkan pergi. Kaum 

musyrikin Mekkah menerima syarat tersebut. Suhaib tiba di Medinah 

dengan hampa tangan dan menemui Rasulullah yang telah mendengar 

ihwalnya dan mengucapkan selamat kepadanya sambil berkata, “Itu 

merupakan perniagaan terbaik selama hidupmu.”  

Kebanyakan dari antara pengikut-pengikut yang tadinya budak-

budak, mereka tetap tegar dan teguh dalam menyatakan keimanan lahir 

dan batin. 

Namun, ada pula beberapa yang lemah. Sekali peristiwa 

Rasulullah s.a.w. mendapatkan Ammar sedang mengaduh-aduh 

kesakitan seraya mengeringkan air mata. Rasulullah s.a.w. menghampiri 

Ammar yang mengatakan bahwa ia telah dipukuli dan dipaksa murtad. 

Rasulullah s.a.w. bertanya, 'namun , adakah kamu masih beriman di 

dalam hatimu?” Ammar mengiakan dan Rasulullah s.a.w. mengatakan 

bahwa Allah  akan mengampuni kelemahannya.  

Ayah Ammar, Yasir, dan ibunya, Samiyya, juga dianiaya oleh 

orang-orang kufar Mekkah. Pada suatu peristiwa yang serupa Rasulullah 

s.a.w. kebetulan lewat. Penuh dengan iba hati beliau bersabda, “Keluarga 

Yasir, bersabarlah; sebab, Allah  telah menyediakan surga untuk kamu.” 

Kata-kata nubuatan itu segera menjadi kenyataan. Yasir gugur dalam 

penderitaan dan tak lama kemudian Abu Jalal membunuh istri Yasir tua, 

Samiyya, dengan tusukan tombak. 

Zinnira, seorang sahaya-wanita, matanya rusak akibat 

kebengisan kaum kufar. 

Abu Fukaih, budak Safwan bin Umayya, dibaringkan di atas 

pasir panas, sedang di atas dadanya diletakkan batu-batu berat lagi panas 

sehingga sebab  rasa sakit lidahnya terjulur ke luar.  

Budak-budak lain di aniaya dengan cara serupa itu pula. 

Kekejaman-kekejaman itu tak terperikan hebatnya. Akan namun , orang-

orang mukmin dari zaman awal itu dapat menanggung derita itu, sebab  

hati mereka dikuatkan oleh ungkapan-ungkapan jaminan yang mereka 

simak tiap hari dan tiap malam dari Allah . Al-Qur’an turun kepada 

Rasulullah s.a.w., namun suara Allah  yang memberi keyakinan turun 

kepada semua orang mukmin. Seandainya tidak demikian, orang-orang 

mukmin tidak akan dapat menghadapi kekejaman-kekejaman yang 

mereka alami. Ditinggal oleh sesama, oleh sahabat dan sanak saudara, 

mereka tak punya siapa pun kecuali Allah  dan mereka tak perduli kalau 

tak punya siapa pun lagi. sebab  Dia, kekejaman-kekejaman itu seolah-

olah bukan apa-apa, cacian kedengaran laksana doa dan batu-batu seperti 

beludru. 

Penduduk kota yang merdeka tapi beriman tak kurang pula 

menderita keganasan. Tetua-tetua dan pemimpin-pemimpin mereka 

menganiaya mereka dengan macam-macam cara. Usman yaitu  seorang 

berumur 40 tahun dan berada. namun , pada saat kaum Quraisy 

mengambil keputusan mengadakan penganiayaan umum terhadap kaum 

Muslimin, pamannya, Hakam, mengikatnya dan memukulinya. Zubair 

bin Al ‘Awwam, seorang pemuda pemberani, yang dihari kemudian 

menjadi panglima Islam yang masyhur, diikat dalam gulungan tikar oleh 

pamannya, diasapi dari bawah dan sangat menderita oleh sesak nafas. 

namun ia tak mau menanggalkan imannya. Ia telah menemukan 

kebenaran dan tidak melepaskannya lagi. 

Abu Zarr dari suku Ghaffar mendengar tentang Rasulullah s.a.w. 

dan pergi ke Mekkah guna penyelidikan. Kaum Mekkah mencoba 

menghalang-halanginya dengan mengatakan bahwa mereka mengenal 

betul Muhammad dan bahwa gerakannya itu hanya bertujuan untuk 

kepentingan sendiri. Abu Zarr tidak terpengaruh, ia menjumpai 

Rasulullah s.a.w. mendengar Amanat Islam langsung dari beliau dan 

bai’at dan masuk Islam. Abu Zarr memohon diperbolehkan 

merahasiakan imannya terhadap sukunya. Rasulullah s.a.w. menjawab 

bahwa ia boleh berbuat demikian beberapa hari. namun , saat  ia berjalan 

di lorong Mekkah, didengarnya serombongan pemimpin-pemimpin 

Mekkah memaki dan mencemoohkan Rasulullah s.a.w. dan melancarkan 

serangan-serangan kotor. Ia tak dapat menguasai dirinya untuk 

merahasiakan iman dan segera menyatakan, “Aku menyaksikan bahwa 

tidak ada Allah  kecuali Allah dan tidak ada yang patut disembah selain 

Allah; dan Muhammad yaitu  abdi-Nya dan Rasul-Nya”. Teriakan di 

tengah khalayak orang-orang kufar seolah-olah merupakan tantangan. 

Mereka bangkit dalam marah dan ia dipukuli sehingga jatuh pingsan. 

Paman Rasulullah, Abbas, yang pada waktu itu belum bai’at ada di situ 

dan berusaha secara lisan membela orang yang jadi bulan-bulanan itu. 

“Kafilah makananmu melalui suku Abu Zarr,” katanya, “dan marah atas 

perlakuanmu terhadap dia, kaumnya dapat membuat kamu mati 

kelaparan”. Hari berikutnya Abu Zarr tinggal di rumah, namun hari 

esoknya, selagi ia menuju kumpulan itu dan mendengar lagi mereka 

memaki dan mengutuk Rasulullah s.a.w. seperti yang sudah-sudah. Ia 

pergi ke Ka'bah dan menjumpai orang-orang di sana berbuat serupa. Ia 

tak dapat menguasai dirinya, lalu berdiri dan mengucapkan peryataan 

imannya. Sekali lagi ia diperlakukan dengan aniaya lagi ganas. Hal itu 

masih terjadi ketiga kalinya dan kemudian Abu Zarr pulang ke sukunya. 

Rasulullah s.a.w. sendiri pun tidak terkecuali dalam perlakuan 

kejam terhadap orang-orang mukmin. Pada suatu waktu beliau sedang 

sembahyang. Serombongan kaum kufar melilitkan sehelai jubah kepada 

leher beliau dan menghela beliau; tampak mata beliau pun akan keluar 

dari kelopaknya. Abu Bakar kebetulan ada dan menyelamatkan beliau 

sambil berkata, “Kamu mencoba mau membunuhnya sebab  ia 

mengatakan bahwa Allah  itu sembahannya?” Pada peristiwa lain beliau 

sedang shalat, saat  bersujud mereka meletakkan di atas punggung 

beliau jeroan-jeroan unta. Beliau tak dapat bergerak apalagi bangkit 

sebelum beban itu dilepaskan. Pada peristiwa lain lagi beliau sedang 

berjalan di jalan raya dan serombongan anak-anak jalanan mengikuti 

beliau. Mereka tak henti-hentinya memukuli kuduk beliau dan 

mengatakan kepada khalayak ramai, “Inilah orang yang mengaku nabi.” 

Demikianlah kebencian dan permusuhan terhadap beliau terus berlaku, 

dan demikianlah keadaan beliau tidak berdaya. 

Rumah Rasulullah s.a.w. dilempari batu dari rumah-rumah di 

sekitarnya. Kotoran dan sisa binatang sembelihan dilemparkan orang ke 

dapur beliau. Pada banyak peristiwa, debu dihamburkan kepada beliau di 

waktu beliau bersembahyang sehingga beliau harus mencari tempat yang 

aman untuk melaksanakan shalat berjamaah. namun , kekejaman-

kekejaman yang dilancarkan terhadap golongan lemah lagi tidak berdosa 

dan terhadap pemimpin mereka yang jujur dan bermaksud baik namun 

tak berdaya itu, tidak sia-sia. Orang-orang sopan menyaksikan hal itu 

semua dan tertarik kepada Islam. Rasulullah s.a.w. pada sekali peristiwa 

sedang istirahat di Safa, suatu bukit di dekat Ka'bah. 

Seorang pemimpin Mekkah, Abu Jahal, musuh terbesar 

Rasulullah s.a.w. lalu ke situ dan mulai melemparkan makian busuk 

kepada beliau. Rasulullah s.a.w. tak berkata apa-apa dan pulang. Seorang 

budak perempuan dari rumah-tangga beliau menyaksikan kejadian yang 

menyedihkan itu. Hamzah, paman Rasulullah s.a.w., seorang gagah yang 

ditakuti dan disegani oleh orang-orang sekota, baru datang pulang dari 

berburu di hutan dan masuk ke rumah dengan megah, sedang busur 

 21 

bergantung pada pundaknya. Budak wanita itu tak lupa akan peristiwa 

tadi pagi. Ia merasa jijik melihat Hamzah pulang dengan penampilan 

demikian. Ia mencelanya dengan mengatakan bahwa Hamzah boleh 

memandang dirinya gagah dan pergi kian kemari bersenjata, namun tidak 

tahu apa yang telah diperbuat Abu Jahal terhadap anak kemenakannya 

yang tak berdosa pagi tadi. Hamzah mendengarkan penuturan peristiwa 

pagi itu. Walaupun belum beriman, Hamzah bertabiat ksatria. Boleh jadi 

ia telah terkesan oleh ajaran Rasulullah s.a.w., namun belum begitu jauh 

untuk mau masuk terang-terangan. saat  didengarnya serangan Abu 

Jahal yang kasar itu, ia tak dapat menguasai dirinya lagi. Keragu-

raguannya mengenai ajaran itu lenyap. Ia merasa sampai saat itu terlalu 

beranggapan mengenai urusan itu tidak penting. Ia langsung pergi ke 

Ka'bah, tempat para pemimpin Mekkah biasa berkumpul dan berunding. 

Diambilnya busurnya dan dipukulnya Abu Jahal dengan keras. 

“Anggaplah aku dari mulai saat ini pengikut Muhammad,” katanya. 

“Kamu berani memaki-makinya sebab  ia tidak mau menimpali. Jika 

kamu gagah berani, mari kita berkelahi.” Abu Jahal tercengang 

membisu. Sahabat-sahabatnya bangkit hendak memberi pertolongan; 

namun , sebab  takut kepada Hamzah dan sukunya, Abu Jahal mencegah 

dengan perhitungan bahwa perkelahian terbuka akan terlalu  merugikan. 

Memang, katanya, dalam kejadian tadi pagi ia bersalah (Hisyam dan 

Tabari). 

Tabligh Islam 

Perlawanan kian meningkat. Sementara itu Rasulullah s.a.w. dan 

para pengikut beliau terus berusaha sedapat mungkin menjelaskan ajaran 

Islam kepada kaum Mekkah. Ajaran itu banyak seginya dan luhur makna 

pokoknya - bukan saja untuk bangsa Arab, melainkan untuk seluruh 

dunia. Amanat itu dari Allah : 

“Yang menjadikan alam ini yaitu  Zat Yang Tunggal. Tak ada lain 

yang layak disembah. Nabi-nabi senantiasa beriman bahwa Dia Tunggal 

dan hal itu diajarkan kepada para pengikut mereka. Kaum Mekkah harus 

meninggalkan semua patung dan berhala. Apakah mereka tidak melihat 

bahwa patung-patung itu bergerak pun tidak dapat untuk mengusir lalat 

yang mengerumuni sesajen yang diletakkan pada kakinya? Jika diserang, 

mereka tak dapat melawan. Jika orang mengajukan pertanyaan, mereka 

tak dapat menjawab. Jika mereka dimintai pertolongan, mereka tak dapat 

berbuat apa-apa. namun , Allah  Yang Maha Esa menolong mereka yang 

memohon pertolongan-Nya, menjawab mereka, yang bertanya dan 

meminta dalam sembahyang mereka, mengalahkan musuh-musuh dan 

mengangkat mereka yang merendahkan diri di hadapan-Nya. Jika Nur 

datang dari Dia, mereka yang berbakti disinari-Nya. Mengapa kaum 

Mekkah melalaikan Dia dan berbakti kepada patung dan berhala mati dan 

menyia-nyiakan hidup mereka? Apakah mereka tidak melihat bahwa 

tidak adanya iman kepada Allah  Yang Tunggal dan Benar itu telah 

menjadikan mereka sama sekali dikuasai oleh takhayul dan tak berdaya? 

Mereka tak mengetahui apa yang suci dan apa yang najis, apa yang benar 

dan apa yang salah. Mereka tidak menghormati ibu mereka. Mereka 

bertindak buas dan kejam terhadap saudara-saudara perempuan dan anak-

anak perempuan mereka dan mengingkari hak-hak mereka. Mereka tidak 

memperlakukan istri-istri mereka dengan baik. Mereka menganiaya 

janda-janda, memperkuda anak yatim, si miskin dan si lemah dan 

berusaha mendirikan kesejahteraan di atas puing orang lain. Mereka 

berdusta dan menipu tanpa malu, pula merampok dan menyamun. 

Berjudi dan minum mabuk-mabuk yaitu  kegemaran mereka. 

Kebudayaan dan kemajuan nasional tidak mereka indahkan. Masih 

berapa lama mereka akan melalaikan Allah  Tunggal Yang Sejati dan 

terus-menerus merugi dan menderita? Bukankah lebih baik mengadakan 

perubahan? Tidakkah lebih baik meninggalkan segala bentuk pemerasan 

terhadap satu sama lain dan menegakkan hak, membelanjakan kekayaan 

mereka untuk kebuAllah  nasional dan memperbaiki nasib si miskin dan 

si lemah, memperlakukan anak yatim sebagai amanat, dan menganggap 

perlindungan terhadap mereka sebagai kewajiban, membantu janda-janda 

dan menegakkan dan menganjurkan amal saleh dalam seluruh 

masyarakat, memupuk bukan saja keadilan dan persamaan, namun juga 

kasih-sayang dan kemurahan? Hidup di bumi ini hendaknya 

menimbulkan kebaikan, “Tinggalkanlah di belakangmu amal saleh”, kata 

Amanat itu selanjutnya, “sehingga tumbuh dan berubah sepeninggalmu. 

Dalam sikap memberi itu ada nilai kebaikan, bukan dalam menerima. 

Belajarlah menyerahkan diri supaya kamu menambah kedekatanmu 

kepada Allah mu. Kerjakanlah pengorbanan diri untuk kepentingan 

sesama manusia sehingga kamu melipatgandakan kehormatanmu pada 

Allah . Betul, kaum Muslimin sekarang lemah, namun janganlah 

mengikuti kelemahannya. Kebenaran akan menang. Ia yaitu  takdir 

Ilahi. Dengan perantaraan Rasulullah s.a.w. ditegakkan nilai dan tolak 

ukur baru tentang baik dan buruk, benar dan salah di bumi ini. Keadilan 

dan kemurahan akan berlaku. Tidak ada paksaan dalam urusan agama 

dan tidak pula campur tangan. Kekejaman terhadap wanita dan budak 

akan dihapuskan. Kerajaan Allah  akan ditegakkan menggantikan 

kerajaan syaitan”. 

saat  Amanat itu dikumandangkan kepada kaum Mekkah dan 

orang-orang yang berwatak baik dan memperhatikan mulai terkesan 

olehnya. Pemuka-pemuka Mekkah mulai mengerti apa yang sedang 

terjadi. Mereka menjumpai paman Rasulullah s.a.w., Abu Thalib, dan 

mengatakan kepadanya: 

Anda yaitu  salah seorang dan pemimpin-pemimpin kami dan demi 

anda kami telah membiarkan kemenakan anda, Muhammad, hingga kini. 

namun , saat telah tiba untuk menghentikan krisis nasional ini, 

pertentangan di tengah kita. Kami menuntut agar ia berhenti dari mencela 

berhala-berhala kami. Biarlah ia mengumandangkan bahwa Allah  itu 

satu, namun janganlah ia mencela berhala-berhala kami. Jika ia setuju, 

pertentangan dan perlawanan kita akan berhenti. Kami menuntut supaya 

Anda menjelaskan itu kepadanya. namun , jika anda tidak sanggup 

berbuat demikian, maka salah satu akan terjadi: Anda harus 

meninggalkan kemenakan anda atau kami, kaum anda, akan 

meninggalkan anda (Hisyam).  

Abu Thalib dihadapkan kepada pilihan yang berat. 

Meninggalkan kemenakannya yaitu  teramat berat, namun tak kurang 

beratnya ditinggalkan oleh kaumnya sendiri. Orang Arab tak begitu 

mengindahkan harta. Kehormatannya terletak pada kepemimpinan. 

Mereka hidup untuk kaumnya dan kaumnya untuk mereka. Abu Thalib 

sangat gelisah. Dipanggilnya Rasulullah s.a.w. dan menerangkan 

tuntutan pemuka-pemuka Mekkah. “Jika engkau tidak setuju,” katanya 

dengan mata basah, “maka aku harus meninggalkan engkau atau kaumku 

akan meninggalkan aku”. Rasulullah s.a.w. sangat iba melihat paman 

beliau. Dengan mata basah beliau bersabda: 

Aku tidak meminta paman meninggalkan kaum paman. Aku tidak 

minta supaya paman melindungiku. Bahkan sebaiknya tinggalkanlah aku 

dan berpihaklah kepada kaum paman. namun , Allah  Maha Esa menjadi 

saksi dan aku mengatakan bahwa andaikata mereka meletakkan matahari 

di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti 

menyebarkan kebenaran Tauhid Ilahi. Aku harus berjuang sampai mati. 

Paman dapat menetapkan pilihan paman (Hisyam & Zurqani). 

Jawaban ini tegar, tegas, dan sungguh-sungguh membuka mata 

Abu Thalib. Dia tercenung beberapa saat. Walaupun tak berani beriman, 

ia merasa beruntung dapat menyaksikan peragaan agung dan luhur dan 

rasa tanggung jawab terhadap kewajiban. Sambil memandang Rasulullah 

s.a.w. ia berkata:  

“Kemenakanku, lanjutkanlah tugasmu. Laksanakan kewajibanmu. 

Biarlah kaumku meninggalkanku. Aku besertamu” (Hisyam).  

Hijrah Ke Abessinia 

saat  kezaliman telah memuncak, Rasulullah s.a.w. 

mengumpulkan para pengikut, dan sambil menunjuk arah ke Barat beliau 

mengatakan tentang suatu negeri di seberang lautan, tempat orang tidak 

dibunuh sebab  berganti agama, tempat mereka dapat beribadah kepada 

Allah  tanpa diganggu dan di sana ada seorang raja yang adil. Sebaiknya 

mereka pergi ke sana; mungkin perubahan suasana akan membawa 

perbaikan dan kelegaan. Serombongan Muslimin - wanita, pria, dan 

anak-anak - mengikuti nasihat itu dan berangkat ke Abessinia. Hijrah 

berskala kecil dan sangat mengharukan. Orang-orang Arab memandang 

diri mereka sebagai penjaga Ka'bah dan memang demikian 

kenyataannya. Untuk meninggalkan Mekkah yaitu  suatu peristiwa yang 

sangat pahit dan tidak ada seorang Arab pun yang mau berbuat demikian 

kecuali jika kehidupannya di Mekkah sudah sama sekali tidak mungkin. 

Pula, orang-orang Mekkah tidak sudi membiarkan gerakan semacam itu. 

Mereka tidak akan membiarkan orang-orang yang menjadi mangsa itu 

melarikan diri dan memiliki  kesempatan sedikit untuk hidup di tempat 

lain. Maka, rombongan itu membuat persiapan untuk perjalanan itu 

dengan diam-diam dan sangat rahasia dan keberangkatan pun terpaksa 

dilakukan tanpa minta diri dari sanak-saudara dan handai taulan. namun 

keberangkatan mereka disetujui juga oleh beberapa orang dan tidak 

urung memberi kesan kepada mereka. Umar, yang kemudian menjadi 

Khalifah Islam yang kedua, pada saat itu masih belum beriman dan 

menjadi musuh penganiaya kaum Muslimin. Secara kebetulan ia 

berjumpa dengan beberapa anggota rombongan itu. Seorang di antara 

mereka yaitu  seorang wanita, Umm Abdullah. saat  Umar melihat 

perkakas rumah tangga telah dipak dan dimuatkan di atas binatang 

angkutan, ia dengan segera mengerti bahwa rombongan itu akan 

meninggalkan Mekkah untuk mencari perlindungan di tempat lain. “Apa 

kalian akan pergi?” tanyanya. “Betul, Allah  menjadi saksiku ini,” jawab 

Umm Abdullah, “Kami akan pergi ke negeri lain, sebab  kalian 

memperlakukan kami sangat keji di sini. Kami tak akan kembali sampai 

Allah ridha membuat kami hidup aman.” Umar sangat terkesan dan 

berkata, “Allah  beserta kamu.” Ada rasa haru di dalam suaranya. 

Adegan yang diam-diam itu mengacaukan pikirannya. saat  kaum 

Mekkah mengetahui hal itu, diberangkatkan oleh mereka suatu 

rombongan pengejar. Mereka sampai ke pantai laut,  namun  didapati  

mereka  pelarian-pelarian  itu  sudah naik kapal. sebab  tidak berhasil 

menyusul mereka itu, mereka memutuskan untuk mengirim delegasi ke 

Abessinia untuk menghasut raja agar membenci pelarian-pelarian itu dan 

membujuknya agar menyerahkan mereka itu kepada mereka. Seorang di 

antara delegasi itu bernama Amr bin al-As yang dihari kemudian masuk 

Islam dan merebut negeri Mesir. Delegasi itu berangkat ke Abessinia 

menemui raja dan bersengkongkol dengan pejabat-pejabat istana. namun 

raja itu sangat tegas, walaupun mendapat tekanan dari delegasi dan para 

pejabat istananya, ditolaknya penyerahan rombongan pelarian itu kepada 

para pengejar mereka. Delegasi pulang dengan kecewa, namun setiba di 

Mekkah didapatkan rencana baru untuk memaksa orang-orang Muslim 

itu kembali sendiri dari Abessinia. Kepada kafilah-kafilah yang menuju 

ke Abessinia disebarkan desas-desus bahwa seluruh Mekkah telah 

menerima Islam. saat   kabar itu sampai ke Abessinia, beberapa orang 

Muslimin dengan gembira pulang kembali ke Mekkah, namun 

sedatangnya di sana  mereka ketahui bahwa kabar itu hanya isapan 

jempol dan tipuan belaka. Beberapa orang kembali lagi ke Abessinia, 

namun sebagian lain memutuskan tetap tinggal di Mekkah lagi. Di antara 

mereka ada  Usman bin Maz'un, anak salah seorang pemimpin 

kabilah Mekkah. Usman mendapatkan perlindungan dari sahabat 

ayahnya, Walid bin Mughira, dan dapat hidup  dengan  aman-tenteram.  

namun ,  disaksikannya bahwa orang-orang Muslim lainnya terus 

menanggung penderitaan aniaya yang kejam. Hal itu menjadikannya 

sangat gelisah. Ia pergi mendapatkan Walid dan membatalkan kesediaan 

mendapatkan perlindungan. Ia merasa tidak patut mendapat perlindungan 

sementara orang-orang Muslim lainnya terus menderita. Walid 

mengumumkan hal itu kepada kaum Mekkah. 

Pada suatu hari, Labid, ahli syair kenamaan dari Arabia, duduk 

di antara para pemimpin Mekkah, membawakan syairnya. Dibacanya 

satu baris yang mengandung arti bahwa segala karunia akan habis juga 

akhirnya. Usman dengan tegas menyangkalnya dan berkata, “Nikmat-

nikmat surga itu kekal.” Labid, yang tidak biasa disangkal demikian naik 

darah dan berkata, “Quraisy, tamu-tamumu tak pernah dihina demikian 

sebelum ini. Sejak mana cara ini dimulai?” Untuk menentramkan hati 

Labid, salah seorang dari antara para pendengar bangkit dan berkata, 

“Teruskan dan jangan hiraukan orang tolol itu.” Usman menegaskan 

bahwa ia tidak mengatakan sesuatu yang tolol. Hal itu membangkitkan 

marah orang Quraisy. Ia menyergap Usman dan memukul keras 

matanya. Walid hadir pada peristiwa itu. Ia yaitu  sahabat karib ayah 

Usman. Ia tidak sampai hati melihat perlakuan itu terhadap anak 

almarhum sahabatnya. namun , Usman tidak lagi secara resmi dan dalam 

perlindungannya dan adat Arab melarangnya sekarang untuk berpihak 

kepadanya. Jadi, ia tak dapat berbuat apa-apa. Dalam setengah marah 

dan setengah kesal disapanya Usman, “Wahai, anak sahabatku, kamu 

dapat menyelamatkan matamu, andaikata kamu tidak membatalkan 

perlindunganku. Kamu hanya dapat menyesali dirimu telah berbuat 

demikian.” Usman menjawab, “Aku telah mengharapkan ini. Aku tidak 

mengeluh kehilangan mataku satu, sebab mata yang satu lagi pun sudah 

sedia menunggu nasib yang sama. Ingatlah, selama Rasulullah 

menderita, kami tidak menghendaki keamanan” (Halbiyya, Jilid l, 

halaman 348). 

Umar Masuk Islam 

Pada saat itu suatu kejadian yang lain terjadi. Umar yang 

kemudian menjadi Khalifah II, masih merupakan salah seorang musuh 

Islam yang paling garang dan ditakuti. Ia merasa bahwa belum ada 

tindakan yang jitu terhadap Gerakan Baru itu, dan ia mengambil  

keputusan untuk membunuh Rasulullah s.a.w.. Diambilnya pedangnya 

dan berangkatlah ia. Seorang sahabatnya heran melihatnya berjalan, dan 

bertanyalah ia akan pergi ke mana dan dengan maksud apa. “Membunuh 

Muhammad”, jawab Umar.  

“namun , apakah engkau akan aman terhadap kabilahnya sesudah 

perbuatan itu? Dan lagi, adakah engkau tahu apa yang telah terjadi? 

Adakah engkau tahu bahwa saudara perempuan engkau dan suaminya 

telah masuk Islam?”  

Terdengar olehnya seperti halilintar di siang hari bolong dan 

Umar menjadi sangat kelabakan. Ia mengambil keputusan membereskan 

dahulu urusan dengan adik perempuannya dan suaminya. saat  ia 

sampai di rumah adiknya, ia mendengar ayat-ayat Al-Qur’an sedang 

dibaca di dalam rumah. Suaranya terdengar seperti suara Khabbab yang 

sedang mengajarkan Al-Qur’an. Uma