ah dengan nama Allah atas sesuatu yang diharamkan dan bersumpah dengan selain Allah. Sumpah dengan selain Allah
contohnya, "Demi Nabi, aku akan melakukan demikian dan demikian."
Ini persis nadzar untuk selain Allah. Sedang bersumpah dengan nama
Allah atas sesuatu yang diharamkan, contohnya, demi Allah aku akan
mencuri. Ini seperti nadzar maksiat. Hukum nadzar untuk selain Allah
adalah syirik karena merupakan ibadah kepada yang dinadzar.Bilaperbuatan itu ibadah, berarti ia telah mempersembahkannya kepada selain
Allah sehingga ia melakukan kesyirikan.
Nadzar untuk selain Allah ini sama sekali tidak sah dan tidak wajib
membayar kafarahnya. Tetapi perbuatan ini adalah syirik dan pelakunya
wajib bertaubat. Sebagaimana sumpah dengan selain Allah, tidak sah dan
tidak ada kaffarahnya. Adapun nadzar maksiat hukumnya sah, namun
tidak boleh dilaksanakan dan wajib membayar kafarah sumpah. Persis
seperti sumpah dengan Allah atas perbuatan yang haram, hukumnya sah
dan wajib membayar kafarah.a0)Diriwayatkan dalam Ash-Shnhih dari Aisyah bahwa Rasulullah g! bersabda :
Siapa yang bernadzar untuk menaati Allah hendaknya ia menaatiNya dan siapa bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah, janganlah
ia bermaksiat kep ada-N y a. " +t t
Sabda beliau, "Siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah,
janganlah ia bermaksint kepada-Nya." Huruf Ia dalam kalimat tersebut berarti larangan. Tingkat larangan ini tergantung pada kemaksiatan yang
dilakukan. Bila kemaksiatan itu haram, melaksanakan nadzarnya haram
dan bila maksiat itu makruh, melaksanakan nadzarnya makruh. Sebab
yang disebut maksiat adalah terjatuh dalam larangan. Sedang sesuatu
yang dilarang itu, menurut ahlu ilmi, terbagi menjadi dua; dilarang dengan arti diharamkan (tahrim) dan dilarang dengan arti agar dihindari
(tanzih).
Bila perbuatan yang dilaksanakan termasuk ibadah, maka mempersembahkannya kepada selain Allah adalah perbuatan syirik. Ini kaidah dalam tauhid ibadah (tauhid uluhiyah), yakni perbuatan apa saja
yang berwujud ibadah, bila itu dipersembahkan kepada selain Allah
adalah syirik.azMTMOHON PE RTOLONGAN KE PADA
SrmIN AI-I-RH DALAM PIRrcRNR PI LURN
KEMAMPUANNYA
llah berfirman, "Dan bahwasanya ada beberapa orang lakilnki di antarn manusia meminta perlindungnn kepnda beberapn
Iaki-laki di nntnra jin, maka jin-iin itu hnnya menambah bagi
mereka dosa dan kesalahnn." (Al-Jin l72l : O. Ayat ini menunjukkan/ meminta pertolongan kepada jin adalah haram sebab jin tidakbisa memberi
manfaat kepada peminta perlindungan. Sebaliknya, mnlah menambahi
dosa dan kesalahan. orang ini diganjar dengan kebalikan dari maksudnya. Ini sangat jelas. Pada kalimat akhir dari ayat di atas, huruf wnwu
jama' adalah kata ganti untuk jin, sedang humkata ganti untuk manusia. Pemakaian ayat ini sebagai dalil adalah dicelanya orang-orang yang
meminta perlindungan kepada jin. Orang yang meminta perlindungan
dengan sesuatu, tak disangsikan, telah menggantungkan harapan dan
bersandar kepada sesuatu tersebut. Ini satu bentuk perbuatan syirik'+:)
Sesuatu yang mampu memberi manfaat duniawi, baik berupa
menahan keburukan maupun mendatangkan kebaikan, tidak menunjukkan bahwa memohon perlindungan kepada sesuatu tersebut bukan tindakan syirik. Artinya, sesuatu itu kemungkinan termasuk syirik meskipun engkau mendapat manfaat darinya. Jadi adanya manfaat
tidak selalu meniadakan perbuatan syirik. Sebab manusia terkadang
memperoleh keuntungan dengan suatu kesyirikan. Contohnya meminta bantuan kepada jin; mereka bisa saja memberimu perlindungan atas
permintaanmu.Ini tindakan syirik meskipun ada manfaatnya. Contoh
lain, seseorang yang bersujud kepada raja bisa saja kemudian diberi harta melimpah dan istana. Ini perbuatan syirik walaupun mengandung
manfaat. Termasuk dalam hal ini, tindakan yang dilakukan para Pemuji raja demi mendapat hadiah. Manfaat yang mereka peroleh itu tidak
mengeluarkan mereka dari status sebagai orang musyrik. Para penyair
mengatakan, "Jadilah sekehendakmu wahai orang yang tak memiliki
tandingan dan bagaimanapun kehendakmu, sebab tak ada makhluk
yang menyamaimu."aa)
,r-/stighatsah adalah meminta pertolongan agar dibebaskan dari
Y penderitaan. Contoh istighatsah kepada selain Allah dalam
J perkara di luar kemampuan yang dimintai pertolongan adalah orang yang dimintai pertolongan ini telah mati, tidak ada di tempat,
atau kesusahan tersebut hanya mampu dihilangkan oleh Allah. Andai
memohon pertolongan kepada orang yang telah mati untuk menolak
keburukan, atau kepada orang yang tidak ada di tempat, atau kepada
orang yang hidup dan ada di tempat untuk menurunkan hujan, maka
semua ini termasuk perbuatan syirik. Dan seandainya meminta pertolongan kepada orang yang hidup dan ada di tempat dalam urusan yang
ia mampu, perbuatan ini dibolehkan. Allah berfirman, "...Maka orang
yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan
orang yang dsri musuhnya..." (Al-Qashash [28] : 15). Apabila engkau meminta pertolongan kepada seseorang dan ia mamPu, demi menjaga kelurusan akidahmu, engkau harus meyakini orang itu hanya sebab dan
ia tak memiliki pengaruh dengan sendirinya dalam menghilangkan
kesusahan. Sebab mungkin saja engkau terlalu mengandalkannya dan
melupakan pencipta sebab, yakni Allah. Jelas ini menodai kesempurnaan tauhid.a5)
Di antara bentuk syirik adalah berdoa kepada selain Allah. Hal ini
karena doa itu ibadah. Allah berfirman :
Dan Rabbmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkennnkan bagimu. Sesungguhnya lrang-orang yang menylmbongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka lahannam daIam keadasn hina dina' ." (Ghafir [40] : 60)
Kata ibadnti dalam ayat tersebut artinya berdoa kepadaku. Allah
menyebut doa dengan ibadah. Rasulullah S bersabda, "Sesungguhnyn
doa itu ibadnh." Doa terbagi dua macarn: Pertama, doa sebagai ibadah.
Mengajukan doa macam ini kepada selain Allah adalah perbuatan syirik. Jenis doa inilah yang diiringi rasa takut dan harap, cinta dan merendah diri. Kedua, doa yang tidak termasuk ibadah (undangan). Ini
boleh dilakukan kepada makhluk. Nabi # bersabda, "Siapa yang mengundang kalian mnkn penuhilah." Dan bersabda, "Apabila ia mengundang
kalian, penuhilah."
Berdasar klasifikasi ini, maksud pengarang dengan ucapannya/
Atau berdoa kepada selain-Nya," adalah doa ibadah atau doa permintaan terkait sesuatu yang tidak mungkin dapat dipenuhi orang yang diminta.
Jadi, istighatsah itu permohonan dihilangkan kesusahan saja, sedangkan doa lebih umum karena sebagai alat untuk memperoleh kebaikan atau menolak keburukan.a6)Allah berfirman :
"Dan janganlah kamu berdoa (menyembnh) kepada apa-apa yang tidak
memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepndamu selain
Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya ktmu kalau begitu termasuk lrang-orang yang zhalim.' lika Allah
menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dnpat menghilangkannyakecuali Dia. Dan jikn Allah menghendakikebni-
knn bagi knmu, makn tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia
memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan DialahYang Maha Pengampun lagi Maha Penynyang," (Yunus [10] :106-107)
Ada beberapa penafsiran tentang ayat ini. Tafsir yang benar, ayat ini
secara tekstual khusus ditujukan kepada Rasulullah s namun hukumnya berlaku kepada beliau dan selain beliau. Sedangkan yang menafsirkan bahwa ayat ini bersifat umum mencakup semua orang yang diajak
bicara, termasuk di dalamnya Rasulullah $ dan pembicaraan seperti ini
ditujukan kepada beliau, maka tidak adanya kemungkinan perbuatan
seperti itu dilakukan oleh beliau. Sebab, Allah berfirman :
,=- Jra)i C r:#':
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamtr dan kepada (nabi
nabi) sebelummu, ilika kamu mempersekutukan (Allah), niscayn akan
hapus amalmu dan tentulahkamu termasuk lran1-lrang yang merugi'," (Az-Zumar [39] : 65)
Konteks pembicaraan ayat ini ditujukan kepada beliau dan seluruh
rasul. Namun tidak mungkin perbuatan itu terjadi pada beliau dalam
kapasitas beliau sebagai rasul, bukan sebagai manusia biasa' Jadi, hikmah larangan tersebut adalah supaya orang lain meniru beliau. Apabila
larangan berbuat syirik ditujukan kepada orang yang tidak mungkin
melakukannya mengingat kedudukannya, maka lebih utama lagi bila
larangan itu ditujukan kepada orang yang mungkin melakukannya.aT)
Firman-Nya, "Dan jnngnnlah kamu berdoa," doa adalah memohon
apa yang bermanfaat atau dibebaskan dari sesuatu yang berbahaya.
Doa terbagi dua macam, sebagaimana dinyatakan oleh para ulama :
Pertama, doa ibadah. Yakni dengan mengerjakan perintah Allah' Sebab
orang yang melaksanakan perintah Allah -misalnya orang yang shalat, puasa dan zakat- ia mengharapkan pahala dan keselamatan dari
siksa. Jadi, perbuatannya itu mengandung doa dengan perbuatan, dan
terkadang diiringi doa dengan ucaPan. Kedua, doa permintaan, yakni
memohon sesuatu yang bermanfaat atau memohon agar terhindar dari
sesuatu yang membahayakan. Doa dalam kategori pertama tidak boleh
ditujukan kepada selain Allah, sedangkan yang kedua ada perinciannya
sebagaimana telah disebutkan.
Firman-Nya, "Apa-apa yang tidak memberi manfaat padamu," yakni
apa yang tidak dapat mendatangkan manfaat bagimu andai engkau
menyembahnya. Kalimat, "Dan tidak pula memberi madharat pndamu,"
ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah tidak bisa menolak
bahaya dari dirimu. Ada juga yang menafsirkary andai engkau tidak
menyembahnya ia tidak membahayakan dirimu sebab ia tidak mampu
membalas. Pengertian inilah yang tampak jelas dari redaksi ayat tersebut.
Firman-Ny a, " D an j angnnlah kamu b er do n (meny e mb ah) kep ad a s e su at u
yang tidak memberi manfant dan tidak (puln) memberi mudharat kepadamu..."
yakni, karena ia tidak bisa memberi manfaat atau menimpakan madharat kepadamu. Alasan pelarangan dalam ayat ini bukan merupakan syarat yang memiliki makna substantif, sehingga engkau boleh
menyembah makhluk yang dapat memberi marffaat dan menimpakan
madharat. Penyebutan alasan pelarangan ini hanya untuk menjelaskan
realita saja, sebab sesembahan selain Allah pada dasarnya tidak mampu
mendatangkan keuntungan atau kerugian. Allah berfirman, "Dan sinpaknh ynng lebih sesnt doripada orang yang menyembah sembnhan-sembahan
selnin Allah yang tiada dapat memperkenankan (doanya) sampai hari kiamat
dan mereka lnlai dari (memperhatikan) doa mereka. Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan mereka itu menjadi
musuh mereka dan mengingknri pemujaan-pemujnan mereka." (Al-Ahqaf [a6J
:5-6)$)
Firman-Nya, "lika kamu berbuat (yang demikian itu) makn sesungguhnya kamu kalnu begitu termssuk lrnng-orang ynng zhalim." Artinya,jika engkau berdoa kepada selain Allah yang tidak bisa memberi manfaat atau
madharat kepadamu, Pembicaraan ini ditujukan kepada Rasulullah ffi.
Kata in (jika) menunjukkan syarat, sedang jawabannya adalah kalimat,
" Sesungguhny a kamu kalau begitu.,.,Ayat kedua, firman-Nya, "likn Allah menimpaknn" yakni menimpakan suatu madharat kepadamu seperti sakit, kefakiran dan semisalnya.
Firman-Nya, "Maka tidak ada ynng dapnt menghilangkannya kecuali Dia,"
yakni, apabila Allah menimpakan madharat kepadamu tak seorang pun
mampu menghilangkannya, selama-lamanya, kecuali Allah sendiri. Ini
seperti sabda Nabi ffi, "Ketahuilah, bnhwn seandainya seluruh umat sepakat
memberimu mnnfaat dengan sesuatu merekn tidnk dapat memberi manfant selain
sesuntu yang telnh Allah tetapknn untukmu."ae)
Firman-Nya, "Maka tak ndn yang dapnt menolak karunia-Nya," yakni
tidak ada yang mampu menolak karunia Allah, meskipun seluruh umat
bersepakat mengupayakannya. Disebutkan di dalam hadits, "Ya Allnh,
tak nda ynng dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tnk ada ynng bisa
memberi apayang Engkau cegah."
Berdasar pemahaman ini, kita harus bersandar kepada Allah
dalam memperoleh kebaikan dan menghindari keburukan serta mempertahankan apa yang Dia anugerahkan kepada kita. Kita juga meyakini
bahwa andai seluruh manusia merancang makar, tipu daya dan upaya
secanggih apa pun untuk menghalangi karunia Allah, mereka tak akan
sanggup.
Dalam ayat pertama, yakni " Dan jnnganlah kamu berdoa (menyembah)
kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidnk (puln) memberi mudharat
kepadamu selain Allah," Allah telah mengingatkan Nabi-Nya bahwa siapa
yang menyembah seseorang selain Allah, ia tak dapat memberi manfaat
atau menimpakan madharat kepadanya.so)
Firman Allah, "Dan siapakah qang lebih sesat daripada orang yang berdon (menyembah) kepadn sembshan-sembnhan selain Allah yang tiada dapat
memperkenanknn (doanya) snmpai hsri kiamat dan mereka lnlai dari (memperhatikan) doa mereka. Dan apabila mnnusia diktrmpulkan (pada hari kiamat) niscayn sembahan-sembahan mereka itu menjndi musuh mereka dan mengingkari
pemujaan-pemujaan merek7." (Al-Ahqaf [46] : 5-6).
Firman-Nya, "Dan siapn yang lebih sesat." Kata man (siapa) adalah
kata tanya sebagai subyek. Sedang adhallu (yang lebih sesat) adalah isim
tafdhil (kata komparatif). Maknanya, tak ada yang lebih sesat dari orangini. Kesesatan adalah seseorang menyimpang dari jalan yang benar. Bila
kata tanya ini dimaksudkan sebagai penegasan, gaya bahasa ini lebih
fasih daripada kalimat negatif saja. Sebab kata tanya ini mengubah dari
sekedar penegasan menjadi tantangan. Artinya, jelaskanlah kepadaku
tentang seseorang yang lebih sesat dari orang yang menyembah selain
Allah? Jadi, kalimat tanya ini mengandung tantangan, dan lebih fasih
dari ucapan, "Tidak ada orang yang lebih sesat dari orang yang menyembah selain Allah." Sebab kalimat ini hanya berarti peniadaan, sedang
kalimat tanya di atas berarti peniadaan yang mengandung tantangan.
Firman-Nya, "Daripada orang ynng berdoa," mutn'alliq (berkaitan)
dengan kala adhallu (yang lebih sesat). Dan maksud doa di sini adalah
doa permintaan dan doa ibadah.
Firman-Nya, "Sesembahan yang tinda daTrat memperkenankan (doanya)
s amp ai hnr i kinmnt ." Kata m an (di sini diartikan sesembahan) adalah obyek
(mnf ul b ih) kata kerja y a d' u (berdoa /menyemb ah). Artinya, andai ia hidup
sepanjang usia dunia menyembahnya, niscaya sesembahan itu tak mampu memperkenankan doanya. Allah berfirman, "likakamu menyeru mereka, mereka tiads mendengar seruanmu; dan kalnu mereka mendengar, mereka
tidak dapnt memperkennnkan permintaanmu. Dnn di hnri kiamat mereka nknn
mengingkari kemusyrikanmu..." Berita ini datang dari Allah. Selanjutnya
Dia berfirm an, " ...dan tidnk ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu
sebagai yang diberikan olehYang Maha Mengetalrui." (Fathir [35] : 14). Maksudnya, Dzat Allah sendiri.
Firman-Nya, "SesetlTbahan yang tiada dnpnt memperkenankan don.,."
Kalimat ini menggunakan kata mnn yang dipergunakan untuk makhluk berakal, padahal mereka menyembah berhala, batu dan pohon
yang notabene tidak berakal. Hal ini disebabkan tatkala orang-orang
kafir menyembah benda-benda tidak berakal tersebut, mereka memposisikannya sebagai makhluk berakal. Lantas pembicaraan dengan
mereka disesuaikan dengan anggapan tersebut karena lebih tepat dalam menegakkan hujjah atas mereka. Yakni mereka menyembah bendabenda yang mereka yakini berakal, walau demikian tetap tidak dapat
mengabulkan doa mereka. Ini satu bentuk keindahan retorika bahasa
Al-Quran, di mana Al-Quran berbicara kepada mereka sesuai keyakinan mereka guna menegakkan hujjah atas (baca; membungkam) mereka. Sebab seandainya ayat di atas berbunyi, "apa-apa yang tiada dapat memperkenankan doanya," tentu orang-orang kafir bisa berkilahdengan mengatakafr, "Ada alasan logis atas ketidakmampuan T[rhanTuhan tersebut memenuhi doa, yakni karena mereka bukan makhluk
berakal."
Firman-Nya, "Dan merekn lnlai dari (memperhntiknn) don merekn."
Dhamir (kata ganti) hum (mereka) kembali ke mnn dengan mempertimbangkan maknanya (artinya, lafaznya tunggal namun pengertiannya
jamak). Sedang dhamir dalam kata kerja yastaiibu (memperkenankan)
kembali kepada man dengan melihat lafazhnya yang mufrad (tunggal).
jadi penggunaan kata ganti tunggal karena melihat lafazhmnn' sedangkan penggunaan kata ganti jamak lantaran melihat makna mnn, sebab
kataman di sini kembali kepada berhala-berhala yang notabene adalah
jamak. Dalam ayat ini, lafaz danmakna man diperhatikan secara sekaligus dalam satu ucapan (ayat).srt
G Hur-uw KEPADA OnRNc-oRANG S URIIH
DAN KLIBTJR MTRTrcR
huluw, secara bahasa, adalah melewati batas dalam memuji
dan mencela. Celaan terkadang diungkapkan dengan kata
sanjungan. Contohnya (bunyi kalimat dalam suatu hadits),
"Lewatlah jenazah lalu mereka menyanjungnya dengan keburukan." Maksud
ghuluw dalam bahasan ini adalah, melewati batas dalam sanjungan dan
Pujian.szr
Orang shalih adalah orang yang menunaikan hak Allah dan hak
para hamba. Allah berfirman :
.7 t,'. i .- ' o t
o
r:.li-;i lr ;i ,Gi;;t: V "A, Ji,:tJu t -:Ai:G'rj
s N. ,.., .'i '7 tr t , ..
-, t -7
i)-:) nr -J:-ti-'Ji ':;^J43'!''J;'t u-,t:3\ -X':*i
:=: ...7ol. .\\-;2,
"Wahai AhIi Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama
kalian, d an j an g anlah kalian men gat aknn t erhad ap Allah ke cunli y ang
benar. Sesunggulmya Al-Masih, Isa putrn Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepadn Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya..."
(An Nisa'[a]:1.71')
Seruan ini ditujukan kepada Ahlu Kitab, yakni Yahudi dan Nasrani. Sedangkan maksud kitab adalah Taurat kitab suci Yahudi dan Injil
kitab suci umat Nasrani.
Firman-Nya, "|nnganlnh kalinn melampnui batas dalam agama knlinn,"
artinya adalah jangan melewati batas dalam memuji dan mencaci. Secara umum, masalah ini memang terjadi pada ahlu kitab. Mereka
berlebih-lebihan dalam menyikapi Isa bin Maryam, baik memuji maupun mencela. Di mana orang-orang Nasrani menganggapnya putra
Allah dan mengangkatnya sebagai tuhan ketiga. Kaum Yahudi berlebihlebihan dalam mencacinya dengan mengatakan, ibunya pezina dan ia
anak zina -semoga Allah melaknat mereka--. Jadi kedua kelompok ini
berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam agama, antara berlebihlebihan dan meremehkan.
Firman-Ny a, "Dan jnnganlah kalian mengataknn terhndap Allah keunli
yang benar." Kebenaran ini adalah aPa yang dikatakan Allah mengenai
Dzat-Nya bahwa Dia Ilah Yang Esa, Tunggal, tempat bergantung dan
tidak mengambil istri maupun anak.
Firman-Nya, "sesungguhnya AI-Mnsih, lsn putrn Mnryam itu, ndnlnh
utusan Allah." Ini bentuk kalimat hashr (pernbatasan) dengan kata innaltta (sesungguhnya tiada lain). jadi maknanya, tiadalah Al-Masih Isa bin
Maryam itu melainkan utusan Allah. Dan Allah menisbatkannya kepada ibunya untuk mematahkan ucapan kaum Nasrani yang menisbatkan
Isa kepada Allah.
Firman-Nya, "l.Itusnn Allah," mengandung sanggahan kepada perkataan Yahudi bahwa Isa seorang pendusta, dan perkataan kaum Nasrani bahwa ia Tuhan. Sedang firman-Nya, "Dan kalimat-Nya," mengandung sanggahan terhadap ucapan Yahudi bahwa Isa anak zina.
Firman-Nya, "Dnn knlimnt-Nyn yang disnmpniknnnya kepada Mnryam"
yakni Allah mengatakan 'jadilah' maka terjadilah. Firman-Nya, "Dan ruh
dnri-Nya." Artinya, Allah menciptakan Nabi Isa seperti manusia lainnya
terdiri dari tubuh dan ruh. Dia menisbatkan ruh ini kepada Dzat-Nya
sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, sebagaimana dalam firman-Nya tentang nabi Adam, "..inn Aku telah meniupkan ke dalnmnya ruh
(ciptaan)-Ku..." (Al-Hijr [15] : 29). Penisbatan ini bermakna penghormatan
dan pemuliaan.53)
Diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih dart Ibnu Abbas tentang
firman Allah, "Dan mereks berkata, 'langan sekali-kali knlian meninggalkan
(penyembahan) itah-ilah kalinn dan jnngan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahsn) Wadd, dan jnngan puln Suwa', Ynghuts, Yn'uq dan Nnsr'."
(Nuh t71l :231, ia mengatakan, "Ini nama-nama beberapa orang shalih
dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan
kepada kaum mereka, "Dirikanlah patung-patung di majelis-majelis
yang biasa mereka pergunakan sebagai tempat duduk dan namailah
dengan nama-nama mereka." Lantas orang-orang melakukan, dan
pada awalnya patung-patung itu tidak disembah. Hingga ketika generasi orang-orang ini meninggal dan ilmu dilupakan, patung-patung itu
disembah."sa)
Intinya bahwa tafsir ayat ini adalah berhala-berhala kaum Nuh
dan nama-nama ini adalah orang-orang shalih. Lantas setelah berlalu
masa yang panjang kaum mereka pun menyembah patung mereka.
Perkataannya, "Setan membisikknn " Yakni bisikan gangguan, bukan bisikan ilham. Perkataannya, "Dirikanlah patung-patung di majelismajelis mereka." Kata al-anshab adalahbentuk jamak darinashab. Yakni,
segala yang diberdirikan baik tongkat, batu atau lainnya.
Perkataannya, "Dan namnilah dengan nama-naml mereka." Yakni,
buatlah patung-patung di majelis-majelis mereka dan katakan, "Ini
Wadd, ini Suwa', ini Yaghuts, ini Yauq dan ini Nasr." Dengan tujuan
bila melihat mereka kalian teringat kepada kekhusyukan ibadah mereka lalu kalian bersemangat mengerjakannya. Demikianlah setan menghiasi keburukan di mata mereka. Ini tipuan dan bujukan setan seperti
yang pernah ia lancarkan kepada Adam, "...Maukah saya tuniukkan kepada kamu pohon kekeknlan dnn kerajaan yang tidak akan binnsa?" (Thaha
[20] :120).
Bila hamba tidak ingat beribadah kepada Allah kecuali dengan melihat patung-patung mereka, ini adalah ibadah yang kurang atau tiada
arti.55) Diriwayatkan dari Imran bahwa Rasulullah ffi bersabda:
lj;;,nr ii
"langanlah kalian berlebih-lebihan menrujiku seperti ororf-ororf
Nasrani yang berlebih-lebihan memuji putra Maryam. Sesungguhnya
nku seoranghamba, maka ucapkan,'Hambn Allnh dan rnsul-Nya'."sat
Sabda beliau, "langnn berlebih-lebihnn memujiku." Kata al-ithra' berarti berlebihlebihan clalam memuji. Larangan ini bisa jadi hanya berlaku pada penyerupaan ini, yakni sabda beliau, "Seperti orang-lrang
Nnsrnni yotry berlebilrlebilnn nrcmuji putra Marynnt." Di mana mereka
mengangkatnya sebagai tuhan atau anak Allah. Pengertian inilah yang
secara tak langsung clitunjukkan ucapan Bushiri berikut ini, "Tinp;galkanlah anggapall orang-orang Nasrani tentang nabi mereka. Dan tetapkan pujian kepada beliau sekehendakmu serta tegaskanlah." Maknanya,
tinggalkanlah ucapan kaum Nasrani bahwa Isa putra Allah dan tuhan
ketiga, dan kepada Muhammad S penuhilah lisanmu dengan pujian
kepada beliau, meskipun dengan sesuatu yang tidak beliau ridhai.
Namun, larangan itu bisa juga bersifat umum, sehingga mencakup
segala perbuatan yang menyerupai tindakan berlebihan yang dilakukan
oleh kaum Nasrani kepada Isa bin Maryam yang menjadikannya sebagai Tuhan atau yang tidak sampai menganggap sebagai Tuhan. Dan
sabda beliau, "Seperti orang-orzng Nnsrnti yntg berlcbih-lehihnn memuji..."
menunjukkan keumuman penyerupaan, bukan kesamaan penyerupaan.
Sebab sikap beriebih-lebihan kaum Nasrani kepada Isa bin Maryam disebabkan berlebih-lebihan kepada rasul Allah yang mulia ini; di mana
mereka mengangkatnya sebagai putra Allah dan tuhan ketiga. Dalil
bahwa maksud larangan di atas adalah pengertian kedua ini adalah sabda beliau, "Sesunggulmya aku seorang hamba, maka kataknn, 'Hambn Allah
dan Rrcul-Nyo'."
Sabda beliau, "Sentngguhnyn aku seornng hnmba." Yakni, aku tidak
memiliki hak rububiyah dan tidak pula apa yang khusus disandang
Allah, selamanya. Sabda beliau, "Maka kataknn,'Hnmba Allnh dan RnsulNya." Dua sifat ini adalah yang paling benar dan paling mulia pada diri
Rasulullah S. Sifat paling mulia bagi manusia adalah ia menjadi bagian
dari hamba-hamba Allah. Allah berfirman, "Dan hnmba-hamba yang bnik
dttri Rabb Yang Mahn Perulnyang itu (inlah) orang-ornng ynng berjalan di atns
bumi dengan rendah hqti..." (Al-Furqan [25] : 63). Firman-Nya, "Dan sesungguhnyn telnh teta1t janji Knmi kepnda hnntba-hamba Kami ynng menjadi
rasul." (Ash-Shaf f at I37l : 17 1). Allah menyematkan gelar hamba kepada
mereka sebelum gelar kerasulan, padahal kerasulan itu satu kehormatanyang besar. Akan tetapi status mereka sebagai hamba-hamba Allah lebih
mulia dan agung. Dan merupakan sifat yang paling mulia dan paling
berhak disandang Rasulullah M. Oleh karena itu, seorang penyair berkata tentang kekasihnya, "Jangan pernah memanggilku kecuali dengan
panggilan "wahai hambanya". Sesungguhnya ini namaku yang paling
mulia." Artinya, bila engkau ingin bicara kepadaku katakanlah, 'Wahai
hamba Fulanah (kekasihnya)l sesungguhnya itu namaku yang paling
terhormat dan lebih menunjukkan ketundukan.
Jadi, Muhammad * adalah seorang hamba yang tidak pantas disembah dan seorang rasul yang tidak berdusta. Karenanya, dalam shalat, ketika kita mengucapkan salam kepada beliau dan kesaksian kerasulan beliau, kita mengatakan, "Dan aku bersaksi bahwa Muhammad
hamba dan rasul-Nya." Ini sifat paling baik yang dipilih Rasulullah S
untuk diri beliau.s7) Dalam suatu riwayat, Umar ;:r;,, berkata, "Rasulullah
M bersabda :
-!t.
j..
. . a, ,!to .t
-
:;r;lr, 5s jK
_,.
.U ury :JAr) €ll
' Hindarilah oleh kalian perbuat an berlebiblebihan sebob or ang-or ang
sebelum kalian binnsa oleh perbuatan berlebih-lebihan' ."
Sabda beliau, "Iyyaktrm (hindnrilah oleh kalinn)," untuk memberi peringatan. Sabda beliau, "wal ghuluw (perbuatan berlebih-lebihan)," diikutkan
ke kata iyyaktrm. Terkait kalimat ini, para ulama nahwu banyak berselisih pendapat. Namun yang paling mendekati kebenaran dan tidak
ada kesan pemaksaan makna, bahwa kata iyya dibaca nasab olehfi'il nmr
(kata kerja perintah) yang ditiadakan dan takdirnya adalah uhadzdzir,
sehingga menjadi iyyaka uhndzdzir (aku ingatkan kepadamu). Artinya,
hati-hatilah jangan sampai dirimu teperdaya. Sedang kata wal ghuluw
diikutkan ke kata iyynka. Sehingga artinya, dan hati-hatilah dari perbuatan berlebih-lebihan.
Ghuluw, seperti telah diungkapkan, adalah melewati batas dalam
memuji atau mencaci. Dan terkadang pengertiannya lebih luas lagi, yakni melampaui batas dalam menyanjung, beribadah dan beramal. Sebab
hadits ini diucapkan terkait pelemparan jumrah. Lengkapnya, Ibnu
Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah $; bersabda pada pagi hari
Aqabah (10 Dzulhijjah) sambil berada di atas Punggung unta, "Ambilkan kerikil untukku." Lantas aku memungutkan 7 kerikil untuk beliau
berukuran sebesar kerikil ketapel. Beliau membersihkan kerikil-kerikil
itu di tangan beliau dan bersabd a, "Dengan kerikil sebesttr ini hendaknya kalian melempar, dan hindarilnh oleh kalian berlebih-lebihan dalnm agama. Sebab
sesungguhnya tinda lain perbuntnn berlebih lebihan telah membinnsakan oran7-
orang sebelum knlian." Ini redaksi Ibnu Majah. Kata ghuluu dalam hadits
ini berkedudukan seb agar fa' il (pelaku) kata membina sakan.
Sabda beliau, " O r an g- or ang s eb elum kalian," adalah mnf ' uI mu q n ddam
(oby"k yang didahulukan dalam kalimat). Sabda beliau, "Sesungguhnyn
tiada lain," adalah kata untuk membatasi. Pembatasan ini maksudnya
menetapkan hukum bagi yang disebutkan dan menegaskannya dari
selainnya.
Sabda beliau, "Membinasakan," mengandung dua kemungkinan
pengertian '. Pertama, maksudnya, kebinasaan agama. Atas pengertian
ini, kebinasaan agama terjadi secara langsung dari tindakan berlebihlebihan. sebab sekedar berbuat berlebih-lebihan sudah merupakan
kebinasaan agama. Kedua, kebinasaan fisik. Berdasar pengertian ini,
berlebihlebihan menjadi sebab kebinasaan. Jelasnya, bila mereka berbuat berlebih-lebihan niscaya mereka keluar dari ketaatan kepada Allah,
sehingga Allah membinasakan mereka.
Apakah pembatasan dalam sabda beliau, "Sebab sesungguhnyn tiada
lain perbuatan berlebih-Iebihan telah membinasnkan lrnng-lrang sebelum kalian," hakiki atau idhafi (tambahan)? (Artinya, bila hakiki berarti tak ada
sebab kebinasaan selain ghuluw, sedang iika idhafi maka ghuluw hanyalah satu di antara banyak sebab kebinasaan, --penerj')
Jawabnya, jika dikatakan sebagai penyebab hakiki, timbul Persoalan di sini. Sebab ada hadits lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah
s menyebutkan sebab kebinasaan kepada perbuatan-perbuatan selain
ghuluw. Contohnya, sabda beliau, "sesungguhnya tiada lain orang-orang
sebelum kalian dibinnsaknn oleh (kebiassan) apabila ornng terhormnt di antnra
mereka mencuri mereka membiarkannya dan apabiln orang lemnh mencuri
mereka menegakkan hukum pndanya." Di sini ada dua pembatasan yang
berlawanan. Bila kita mengatakan, pembatasan ini hakiki dengan makna
tak ada kebinasaan selain disebabkan tindakan ini, muncul kontradiksi
antara kedua hadits di atas.Dan jika dikatakan, pembatasan tersebut idhnfi, yakni dengan melihat perbuatan tertentu, maka tidak ada kontradiktif. Artinya, kedua
hadits tersebut diinterpretasikan dalam pengertian masing-masing
yang tidak bertentangan dengan hadits lain, agar tak ada kontradiktif
antara hadits-hadits Rasulullah S. Dengan begitu, pembatasan tersebut
bersifat idhafi. Sehingga kalimatnya berbunyi, "Perbuatan ghuluru telah
membinasakan orang-orang sebelum kalian." Pembatasan ini terkait
tindakan berlebih-lebihan dalam ibadah. Ini di hadits pertama. Sedang
hadits kedua, diartikan bahwa persoalan hukum telah membinasakan
orang-orang sebelum kalian. Yakni, manusia akan binasa apabila memberlakukan hukum kepada rakyat jelatasaja, tidak kepada orang terhormat.
Dalam hadits ini, Rasulullah $: mewanti-wanti umatnya dari perbuatan ghuluw dan menunjukkan bukti bahwa itu merupakan sebab kebinasaan karena menyelisihi syariat dan karena telah membinasakan
umat-umat terdahulu.
Dari sini, dapat disimpulkan keharaman perbuatan ghuluw dengan dua alasan : Pertama, peringatan Rasulullah H-E dari perbuatan
ini. Peringatan itu lebih dari sekedar larangan. Kedua, ghuluw merupakan satu sebab dibinasakannya umat-umat seperti yang terjadi pada
orang-orang sebelum kita. Dan sesuatu yang menjadi sebab kebinasaan
hukumnya haram.58)
Bersikap ghuluw terhadap makam orang-orang shalih dapat mengubahnya menjadi berhala yang disembah selain Allah. Artinya, hal
itu akan mengantarkan orang-orang yang berbuat ghuluw menyembah
makam-makam ini atau penghuninya. Ghuluzu adalah melampaui batas
dalam memuji atau mencaci, sedangkan maksudnya di sini adalah dalam
memuji. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, bahwa Ali bin Abu Thalib
berkata kepada Abu Hayyaj Al-Asadi, "Ketahuilah, aku mengutusmu
dengan apa yang Rasulullah $ telah mengutusku. Yakni, engkau tidak
menyisakan patung kecuali engkau menghancurkannya dan tidak pula
kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya." Dalam riwayat
lain, "Dan tidak pula gambar kecuali engkau menghapuskannya."
Kubur yang ditinggikan ialah kubur yang diistimewakan ketimbang kubur-kubur lain. Maka kubur ini harus diratakan suPaya sama
dengan yang lain, agar tidak dipersepsikan bahwa penghuni kubur ini
memiliki keistimewaary meskipun di suatu saat nanti. Sebab ini meniadi
media perbuatan ghuluw kepada penghuni kubur tersebut.
Perkataan penulis, "Orang-orang shalih," mencakup para nabi dan
wali. Bahkan iuga orang-orang di bawah level mereka.
Ungkapan "berhala-berhala" adalah segala yang didirikan untuk
disembah. Terkadang watsnnjuga disebul shannm.Dan shnnam sendiri berarti patung replika. Jadi watsan memiliki arti yang lebih umum. Akan
tetapi, secara eksplisit, ucapan syaikh Utsaimin ini menunjukkan bahwa
segala yang disembah selain Allah disebut watsan, meskipun tidak berwujud patung yang didirikan. Sebab terkadang memang tak ada patung
yang didirikan di atas kubur untuk disembah.
Ungkapan "Disembnh selain Allah" mencakup sesuatu yang disembah secara independen atau disembah selain menyembah Allah. Sebab
yang wajib dilakukan dalam beribadah kepada Allah adalah mengesakan-Nya. Sehingga bila selain Allah disertakan dalam ibadah ini, itu
berarti ibadah kepada selain Atlah. Telah terbukti shahih dalam hadits
Qudsi, bahwa Allah berfirman, "Aku sekutr) yang paling tidak membutuhkan
kepada persekutunn, siapa melakukan amal ynng ia menyekutukttn Aku dengnn
selain-Ku dalam amnl itu, Aku rneninggalknnnyn dan sekutunya itu."sst Dalam
Al-Muwnththa', Mahk meriwayatkan bahwa Rasulullah ffiberdoa, "Ya
Allah, jangan jadikan kuburku berhnla yang disembnh. snngnt besar kemarshnn
Atlnh kepnda knum yang menjadiknn kubur nabi-nabi mereka sebagni masjid."
sabda beliau, "Yang menjndikan kubur nabi-nabi mereka sebngai mnsjid." Yakni,mereka menjadikannya masjid, baik dengan mendirikan bangunan di atasnya maupun shalat di kuburan mereka. Jadi, shalat di
kuburan atau pun mendirikan masjid di atasnya termasuk perbuatan
menjadikan kubur itu sebagai masjid.oo)
Dalam riwayat Ibnu Jarir dengan sanadnya dari Sufyan, dari Manshur dan Mujahid tentang firman Allah, "Mnka npnkah patut kamu (hni
orang-orang musyrik) menganggap Al-Lntn dan AI-Llzza." (Ln Naim [53] :
19), berkata, "(Lata adalah seorang laki-laki) yang dulu biasa membuat
adonan sawiq untuk mereka. Orang itu pun mati, lalu mereka beribadah
di kuburnya."61)
Pada mulanya,Lala adalah seorang laki-laki yang biasa membuatkan makanan yang disebut sawiq untuk orang-orang yang menunaikan
haji. Ketika ia telah meninggal dunia, mereka mengagungkannya dan
beribadah di kuburnya. Kemudian mereka mengangkatnya sebagai sesembahan, Mereka membuat penamaan yang sama baginya selama
masih hidup dan sesudah mati. Yakni, asalnya dari kata lattns sawiq
(membuat adonan sawiq), kemudian mereka mengenangnya sebagai Tuhan dari kata ilah.Ini sesuai bacaan tanpa tasydid (Al-Lata) yang lebih tepat daripada dengan tasydid (Al-Latta). Bacaan tanpa tasydid menguatkan
bahwa kata lata diambil dari kata ilah, sedangkan bacaan dengan tasydid menegaskan bahwa asalnya ia seorang laki-laki yang dengan suka
rela membuat adonan sawiq. Mereka berbuat berlebih-lebihan terhadap
kuburnya. Mereka mengatakan, "Orang ini dermawan. Ia dengan suka
rela membuatkan sawiq lalu memberikannya kepada jamaah haji." Kemudian mereka menyembahnya. Sikap ghuluw terhadap kubur seseorang
telah mengubahnya menjadi berhala yang disembah selain Allah. Dalam
kisah ini, terdapat peringatan agar tidak bersikap ghuluw kepada kubur.
Oleh sebab itu, dilarang mengistimewakan kubur, mendirikanbangunan
dan memasang tulisan di atasnya karena khawatir terhadap tindakan
sangat berbahaya ini yang membuatnya disembah selain Allah.
Dulu, apabila Rasulullah S mengirimkan pasukan, beliau memerintahkan supaya mereka tidak membiarkan kubur yang ditinggikan
kecuali diratakan. Sebabnya, beliau tahu seiring perjalanan waktu akan
ada yang mengatakan, Andai kubur itu tak memiliki keistimewaan tentu tak akan dibedakan dari kubur-kubur lain.'Jadi seyogianya, kuburkubur itu dibuat sama, tak perlu mengistimewakan salah satu dari yang
lain.
Perkataannya, "Sa'wiq," adalah sejenis makanan berasal dari biji
jewawut yang dipanaskan, kemudian ditumbuk,lalu dicampur dengan
kurma atau semisalnya. Setelah itu siap dimakan.62)
Perkataannya, "Lala adalah seorang laki-laki yang dulu biasa
membuat adonan sawiq untuk mereka. orang itu pun mati, lalu mereka
berdiam di kuburnya." Yakni, mereka menyembahnya dan menjadikannya sebagai sesembahan tandingan Allah'
Di antara pelajaran yang dapat di ambil dari bahasan ini adalah
membangun masjid di atas kubur sudah dilakukan oleh generasi orangorang dahulu, dan juga didapati di dalam umat ini.63)Hurcum Tnwnsul DENGAN Don Onnxc
S u,qt-t Ft
ertawasul dengan doa orang shalih itu boleh. Sebab
dulu, Nabi €t sering didatangi oleh orang yang meminta
agar beliau menjadi perantara kepada Allah melalui doa.
Seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari jumat saat Nabi H\ tengah
berkhutbah. Orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, harta benda sudah
habis dan jalan-jalan terputus, maka berdoalah kepada Allah supaya
menurunkan hujan kepada kami." Lantas beliau berdoa untuk mereka.
Dan ketika Nabi g mengabarkan bahwa sebanyak 70 ribu jiwa dari
umat beliau akan masuk surga tanpa hisab dan adzab, Ukasyah berkata,
"Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikanku di antara mereka."
Beliau bersabda, "Engknu termnsuk di nntnrn nrcrekn." Bukti-bukti masalah ini banyak. Namun dikecualikan dari kebolehan ini apabila orang
shalih itu dikhawatirkan teperdaya dengan dirinya sendiri atau merasa
bangga. Maka tidak perlu meminta doa kepadanya.
Meski perbuatan tersebut dibolehkan, tidak sepantasnya seseorang
meminta orang lain mendoakan dirinya sebab ini termasuk permintaan
yang tercela. Sebaiknya Anda berdoa sendiri kepada Allah. Jangan mengatakan, "Wahai Fulan, doakan aku kepada Allah." Sedangkan apa yang
disebutkan dari Nabi #q, bahwa beliau bersabda kepada Umar, "lnngan
engknu hrpnknn knnti, unhni ndikku, dnri donnm," riwayat ini tidak benar.6a)HUTUVI BNNTNWASUL DENGAX AITZTEI SURI-IH
awasul dengan amal shalih itu boleh. Misalnya, suatu
amal shalih pernah diperbuat seseorang lalu ia mengucapkan, "Ya Allah, aku telah melakukan shalat, sedekah,
menahan diri dari perzinaan dan berbakti kepada kedua orang tua. Ya
Allah, jika aku melakukan semua itubenar-benar ikhlas karena Engkau,
hilangkanlah kesusahanku dan sembuhkanlah sakitku."
Berdoa seperti ini dibolehkan, bahkan termasuk perkara yang
disyariatkan, walaupun amal shalih itu berupa meninggalkan kemaksiatan. sebab salah satu dari tiga orang yang terperangkap di dalam
gua karena batu besar menutup mulut gua bertawasul dengan meninggalkan kemaksiatan. Ceritanya, ia memiliki saudari sePupu yang sangat
ia cintai.Ia telah merayutlya agar mau menyerahkan tubuhnya, namun
wanita itu enggan. Suatu ketika, gadis ini terlilit kesulitan dan terdesak
kebutuhan. Ia pun datang kepada saudara sepupunya ini dan dengan
terpaksa mempersilakannya menikmati tubuhnya. Saat lelaki ini sudah
berada dalam posisi seorang suami terhadap istrinya, wanita itu mengucapkan, "Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah dan jangan
membuka penutup kecuali dengan haknya." sontak ia berdiri dan meninggalkan wanita yang paling ia cintai itu.Ia meninggalkannya karena
menjauhi keburukan dan bertakwa kepada Allah. Lantas ia bertawasul
dengan perbuatan meninggalkan maksiat ini. Ia sudah duduk dalam
posisi suami terhadap istrinya, namun belum menyetubuhinya. Dan ketika wanita itu mengingatkannya kepada Allah dengan mengucapkan,
,,Bertakwalah kepada Allah dan jangan membuka penutup kecuali dengan haknya," ia langsung berdiri meninggalkannya dan hanya takut
kepada Allah. Maka tindakan ini menjadi sebab hilangnya kesulitan
yang tengah dihadapi.65rS rurR
ihir, secara bahasa, adalah apa saja yang sebabnya tersembunyi dan halus. Dari pengertian ini, penghujung malam
disebut waktu sahar. Sebab perbuatan-perbuatan yang dilakukan di waktu ini tidak terlihat. Demikian pula penamaan sahur
untuk hidangan makanan di penghujung malam, karena waktu itu belum terang. Jadi segala sesuatu yang sebabnya tersamar, secara bahasa,
disebut sihir.
Sedangkan dalam terminologi syar'i, sihir ada dua macam : Pertama,jampi-jampi dan mantra. Yakni bacaan dan mantra yang menjadi
media ahli sihir dalam menggunakan Jasa' setan untuk menyakiti korban sesuai keinginannya. Akan tetapi Allah telah berfirman:
::r ii.iu, !: yt U ' 7:' :. e/ -* 3.lt-a. e-) "/e':
"Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya
kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah..." (Al-Baqarah [2] :
102)
Kedua, obat dan ramuan yang menimbulkan efek pada tubuh,
pikiran, keinginan dan kecenderungan korban. Anda melihatnya benci
dan suka. Inilah yang oleh masyarakat disebut guna-guna yang populer di bangsa Arab dengan istilah sharf dan'athf. Athf adalah guna-guna
terhadap kaum laki-laki. Para dukun membuat seseorang menyukai istrinya atau wanita lain hingga seperti hewan yang bisa digiring wanita
itu sesuka hatinya. Sharf adalah kebalikan dari itu; agar perempuan atau
istri takluk kepada suami.
Jenis sihir ini mempengaruhi kesehatan tubuh korban dengan
membuatnya lemah sedikit demi sedikit hingga akhirnya mati dan
mempengaruhi imajinasinya dengan mengkhayalkan berbagai hal berbeda dengan aslinya. Selain itu ia mempengaruhi akalnya hingga terkadang sampai menyebabkan gila. Kita berlindung kepada Allah.
Jadi hukum sihir terbagi menjadi dua : Pertama, syirik. Ini
macam sihir pertama yang terwujud dengan perantara setan. Tukang
sihir menyembah dan bertaqarub kepada setan agar memberi mereka
kekuatan mengguna-guna korban. Kedua, permusuhan dan kefasikan.
Ini jenis sihir kedua yang terjadi dengan perantara obat, ramuan dan
semacamnya.
Dengan klasifikasi yang disebutkan ini, kita sampai kepada satu
masalah krusial. Yakni, apakah ahli sihir itu kafir atau tidak? Dalam
perkara ini, ahlu ilmiberbeda pendapat. Sebagian mengatakan kafir dan
sebagian lain berpendapat tidak kafir. Namun melalui klasifikasi yang
kami sebutkan di atas, terlihat jelas hukum permasalahan ini. Siapa
yang sihirnya melalui perantara setan ia kafir, karena biasanya hal itu
tak terjadi kecuali dengan perbuatan syirik berdasarkan firman Allah,
"Dan mereka mengikuti apa yang dibncn oleh setnn-setan pada masa kerainnn
Sulsiman (dan mereka mengntaknn bahwn Sulniman itu mengerjnkan sihir), pndahnl Sulaiman tidak kafir fuengeriakan sihir), hnnya setnn-setnn itulah ynng
kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajnrkan sihir kepnda manusia dnn apn
ynng diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dnn
Marut, sedang keduanyn titlnk mengajnrknn Gesuntd kepadn seorang pun sebelum mengatakan, 'sesungguhnyn kami hanyn cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu knfir'," sampai firman-Nya, "Dan mereka itu hhli sihir) tidak
memberi mudharat dengnn sihirnyn kepada seorang pun, kecuali dengan izin
Allnh. Dnn mereka mempelnjari sesuntu yang memberi mudhnrnt kepadnnyn
dsn tidsk memberi manfaat. Dnn sesungguhnyn merekn telah meyakini bahzua
barang siapa yang menukarnyn (kitab Allnh) dengnn sihir itu, tindalah bnginya
keuntungan di akhirat..." (Al-Baqarah [2] : 102). Siapa yang melakukan
sihir dengan menggunakan obat-obatan, ramuan dan semacamnya ia
tidak kafir, tapi terhitung bermaksiat dan sewenang-wenang.
Adapun hukuman mati bagi ahli sihir, bila sihirnya termasuk tindakan kufur, ia dibunuh sebagai orang murtad. Kecuali ia bertaubat,
menurut pendapat diterimanya taubat ahli sihir. Dan inilah pendapat
yang benar. Sedangkan jika sihirnya tidak sampai kepada kekafiran, ia
dibunuh sebagai tindakan pencegahan. Artinya, ia dihukum mati untuk mengantisipasi kejahatan dan kerusakan di muka bumi akibat ulah
mereka. Atas dasar ini, keputusan hukuman mati bagi ahli sihir dikembalikan kepada ijtihad imam. Namun nash-nash yang disebutkan pengararrgt secara eksplisit, menunjukkan ahli sihir dibunuh bagaimanapun keadaannya.6o) Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah * bersabda,
"lnuhilah tujuh perknra yang membinasakan." Mereka bertanya, "Wahai
Rasulullah, apa sajakah itu?" Beliau menjawab :
t oi q o o
t,
i o.o,, t,o,-,
, o ) t,, \ , t
L.)\ y\') _;q )1 ,;ur a',- 3lt _.".:J' J$')';.Jlj, ^1! -C]*:Jt
'
: t o, o o'
'
t o'
.::,\.;iir -A, rui.i), ii Jl,':-r, JU Jti;
. o .l .r\:";11
" Menyekutuknn AIIah, sihir, membunuh jirua yang diharamkan Allah
ke cu ali d en g an hak, m akan r ib a, mem akan har t a an ak y at im, b er p alin g
di hari peperangon, dan menuduh zina wanita-wanita yang menjaga
kehormatan,yang tidak pernah teringat oleh merekn akan melakukan
perbuatan yang keji, dan yang beriman."67)
Sabda beliau, "lauhilah tujuh perkara ynng membinasakan..." Nabi S
adalah makhluk yang paling bersemangat memberi nasihat kepada sesama manusia. Segala sesuatu yang dapat mengancam agama maupun
dunia manusia, beliau peringatkan kepada mereka. Karenanya beliau
mengucapkan, "lauhilah." Kala ini mengandung makna lebih dari kata
tinggalkanlah'. Sebab ijtinab berarti engkau berada di satu sisi sedang
obyek berada di sisi yang lain. Ini mengharuskan berada jauh dari obyek
tersebut. Dan, "jauhilah" rnakswdnya, tinggalkanlah tetapi lebih dari sekedar meninggalkan. Sebab terkadang seseorang meninggalkan sesuatu
namun masih berada di dekatnya. Bila dikatakan, "ijtanibhu", artinya
tinggalkanlah disertai menjauhi.
Sabda beliau, "Tujuh perkara yang membinnsakan." Kalimat ini tidak
membatasi jumlahnya hanya tujuh perkara, sebab masih banyak perbuatan-perbuatan lain yang juga membinasakan. Hanya saja, adakalanya
Nabi # menyebutkan secara terbatas berbagai macam dan jenis, dan itu
tidak berarti menafikan keberadaan yang lainnya."6s)
Sabda beliau, "Dan sihir," artinya, termasuk perkara yang membinasakan. Secara eksplisit, ucapan Nabi g, menunjukkan tak adaperbedaan antara sihir yang terjadi dengan perantara setan atau dengan
obat-obatan dan ramuan. Sebab jika sihir itu lewat perantara jin, sihir
macam ini tak dapat terlaksana kecuali dengan menyekutukan mereka
dengan Allah. sehingga perbuatan ini tergolong menyekutukan Allah.
Dan jika sihirnya selain itu, pun merupakan dosa besar. Sebab sihir tergolong tindak kriminal paling besar kepada manusia. sebab, sihir
dapat merusak kondisi agama dan dunia korban, membuatnya gelisah
hingga menjadi seperti binatang. Bahkan lebih buruk lagi. Pasalnya,
binatang memang diciptakan seperti ini sesuai tabiatnya. sedangkan
manusia, bila ia dipalingkan dari tabiat dan fitrahnya ia dihinggapi kesempitan dan kegundahan yang kedahsyatannya hanya diketahui Rabb
para hamba. Oleh sebab ini, sihir menempati urutan kedua setelah syirik
kepada Allah.6e)
Dalam riwayat Jundub secara marfu', "Hnd (hukum pidana) bagi ahli
sihir adakth dipenggal dengnn pednng."zot
Perkataannya, "Hukuman bagi nhli sihir adnlnh dipenggal dengan pedang" artinya hukumannva yang telah ditetapkan syariat. Secara kontekstual, tukang sihir tidak kafir. Sebab hukuman had itu membersihkan dosa orang yang dikenai hukuman had. sementara bila orang kafir
dihukum mati karena murtad, hukuman ini tidak membersihkan dosa-dosanya. Ini dimaknai seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa
di antara jenis sihir ada yang tidak mengeluarkan manusia dari Islam.
Yakni sihir yang terjadi dengan obat-obatan dan ramuan yang membuat
benci atau suka dan semacamnya.
Sabda beliau, "Dipenggnl dengan pedang." Diriwayatkan, dalam
redaksi Arabnya, setelah huruf ba' adalah huruf ta' (dharbatun bis saif,
satu pukulan dengan pedang). Diriwayatkan pula, huruf ha' (dhnrbuhu
bis saif, dipukul dengan pedang). Keduanya sama-sama benar, tetapi redaksi pertama maknanya lebih tepat. Sebab kondisi kata yang indefinitif
dan menunjukkan tunggal, mengindikasikan bahwa pukulan tersebut
berupa satu pukulan yang kuat dan mematikan.Ini merupakan arti dari
eksekusi mati. Dan ini tidak bermakna, ia dipukul dengan sisi pedang
yang tidak tajam.zt)Dalam Shahih Al-Bukhnri, diriwayatkan dari Bujalah bin Abdah
bahwa ia berkata, "Umar bin Khaththab menulis surat yang berbunyi,
'Bunuhlah setiap tukang sihir laki-laki dan wanita'." Bujalah mengatakan, "Lantas kami mengeksekusi mati tiga tukang s7hit."72)
Siapa saja yang keluar dari Islam dan menjadi kafir karena berbuat
sihir, ia dihukum mati dengan status murtad. Dan siapa yang perbuatan
sihirnya belum sampai mengeluarkannya dari Islam kepada kekafiran,
hukuman mati bagi dirinya masuk kategori hukuman untuk mengantisipasi kejahatan yang akan ditimbulkan sesuai kebijakan imam
umat Islam.
Walhasil, ahli sihir wajib dibunuh, baik kita nyatakan mereka kafir
atau tidak. Sebab melalui guna-guna yang dilancarkan, mereka dapat
membuat sakit, mati dan memisahkan antara suami dan istri. Demikian
pula sebaliknya, terkadang mereka membuat seseorang berubah cinta,
merukunkan orang-orang yang bermusuhan dan menyalahgunakan sihir untuk meraih tujuan jahat. Sebab kadang-kadang, sebagian dari mereka yang mengguna-guna seseorang agar mencintai dirinya sehingga ia
bisa melampiaskan keinginannya kepada orang itu, misalnya mengguna-guna seorang wanita untuk menodai kehormatannya. Juga lantaran
mereka itu sejatinya menebarkan kerusakan di muka bumi. Maka pihak
yang berwenang wajib menghukum mati mereka tanpa perlu diminta
bertaubat selama eksekusi ini untuk mengantisipasi bahaya dan kejahatan mereka. Sebab hukum had itu, pelakunya tidak perlu diminta bertaubat. Kapan ia ditangkap, hukum had wajib diberlakukan padanya.T3)
Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Hafshah bahwa ia memerintahkan mengeksekusi mati budak wanitanya yang telah menyihir
dirinya. Lantas budak itu pun dibunuh.
Perkataan penulis,'Ahmad berkata,'Diriwayatkan dari tiga orang
sahabat Nabi &." Mereka adalah Umar, Hafshah dan Jundub Al-Khair.
Maksudnya, hukuman mati terhadap ahli sihir telah terbukti benar diriwayatkan dari tiga orang sahabat Nabi & itu. Dan pendapat bahwa ahli
sihir dihukum mati ini selaras dengan prinsip-prinsip syariat. Sebab
mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan perbuatan mereka ini
merupakan yang paling berbahaya. Maka imam wajib memvonis matimereka dan tidak boleh menetapkan hukuman lain kepada mereka.
Pasalnya, orang-orang seperti mereka apabila dibiarkan saja pasti tindakan rusak mereka tersebar di wilayah mereka dan wilayah lain. Namun bila mereka dibunuh, masyarakat selamat dari kejahatan mereka
dan manusia jera melakukan praktik sihir.Ta)
Dapat disimpulkan dari perkataan, "Hukum had ahli sihir adalah
dipenggal dengan pedang," bahwa bila hukuman had ini telah diajukan
kepada imam kaum muslimin, pelakunya tidak diminta bertaubat tetapi
ia harus dibunuh bagaimana pun kondisinya. Adapun perbuatan kufur,
maka pelakunya diminta bertaubat.Ts)MEITZTPTRCAYAI DUI<UX
l-Kuhhan adalah bentuk jamak dari kahin (dukun). Kata
kahannh juga jamak dari kahin. Zaman dahulu, mereka
adalah orang-orang yang berada di tengah-tengah desa
bangsa Arab dan menjadi rujukan masyarakat yang mengalami masalah. Setan-setan menjalin hubungan dengan mereka dan menyampaikan
berita peristiwa di langit kepada mereka. Setan-setan ini mencuri informasi dari langit dan menyampaikannya kepada dukun. Kemudian
dukun membubuhinya dengan berita-berita bohong dan mengabarkannya kepada masyarakat. Bila sesuatu yang ia ramalkan benar-benar terjadi, orang-orang menganggapnya telah mengetahui perkara gaib, sehingga mereka merujuk kepadanya dalam setiap persoalan. Karenanya,
mereka menamainya al-kahanah lantaran dukun-dukun ini memberitahukan perkara yang akan terjadi pada masa mendatang. Mereka mengatakan,'Akan terjadi perkara demikian dan demikian."
Namun perlu diketahui bahwa orang yang menginformasikan peristiwa yang dapat dideteksi dengan perhitungan ilmiah tidak termasuk
wilayah perdukunan. Sebab perkara-perkara yang dapat diketahui dengan ilmu hisab, sama sekali bukan bagian perdukunan. Seperti bila
seseorang menginformasikan akan terjadi gerhana bulan atau matahari.
Ini tidak disebut perdukunan karena dapat dideteksi dengan ilmu hisab.
Seandainya seseorang mengabarkan bahwa matahari akan tenggelam
pada 20 derajat dari bintang libra tepat jam sekian, ini bukan termasuk
ilmu gaib. Sebagaimana pula bila para ahli mengatakan, "Di awal tahun
ini atau di tahun berikutnya akan tampak komet heli." Yakni sebuah
bintang dengan ekor panjang. Hal ini sama sekali bukan tergolong perdukunan, karena termasuk perkara yang dapat diketahui dengan ilmu
astronomi. Jadi segala sesuatu yang dapat diketahui dengan perhitungan ilmiah, maka informasi tentang sesuatu tersebut meskipun terjadi T-
di masa akan datang tidak dikategorikan ilmu gaib dan tidak pula perdukunan.T6)
Muslim, dalam kitab Shahilrnya, meriwayatkan dari sebagian istri
Nabi * dari Nabi $ bahwa beliau bersabda :
t/ t
Lar ca-t"r.g ee f
t z'
e ;4)i
"Siapn yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu kepadanya
lalu membenarkan apa yang ia ucapkan, shalatnya selnma 40 hari
tidak diterima."Ti)
Sabda belia u, " SiapL," adalah kata syarat. Kata ini bermakna umum'
Al-'Arraf adalah hiperbola dari kata 'arif (mengetahui), atau kata nisbnh
(penyandaran), berarti orang yang menisbatkan diri kepada profesi perdukunan.
Ada yang mengatakan bahwa al- arrnf adalah paranormal, yaitu
orang yang mengabarkan kejadian pada masa datang. Ada juga yang
mengatakan bahwa al- arraf adalah istilah umum yang mencakup
dukun, paranormal, ahli nujum, tukang ramal dan semacamnya yang
menggunakan ritual-ritual tertentu untuk mengetahui kegaiban. Pengertian ini lebih umum dan didukung asal kata tersebut. Sebab kata ini
merupakan derivasi dari kata al-ma'rifah (pengetahuan), sehingga meliputi semua orang yang mempraktekkan profesi-profesi ini dan mengaku mengetahuinya.
sabda beliau, "MenLtnyakan sesuatu kepadanya lalu mempercayai apa
yang ia ucapknn, shalntnya selama 40 hari tidak diterima." secata eksplisit,
sekedar bertanya kepada dukun berkonsekuensi tidak diterimanya shalat selama 40 hari. Tapi ini tidak berlaku secara mutlak, sebab bertanya
kepada dukun atau semacamnya terbagi menjadi lima :
Pertama, sekedar bertanya kepadanya. Perbuatan ini diharamkan
berdasarkan sabda Nab i ffi ,
" Siapn y nng bertany a kep ada dukun." Penetapan
hukuman lantaran bertanya kepadanya menunjukkan keharaman Per
buatan ini, sebab tak ada hukuman kecuali disebabkan tindakan yang
haram.
Kedua,bertanya kepadanya lalu membenarkannya dan meyakini
ucapannya. Perbuatan ini menyebabkan kekafiran karena membenarkan dukun dalam mengetahui perkara gaib sama dengan mendustakan
Al-Quran. Sebab Allah telah berfirman :
"Katakanlah,'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gnib, kecuali Allah'.." (An-Naml 1271 : 651
Ketiga, bertanya kepadanya untuk menguji, apakah ia benar atau
bohong, bukan untuk memPercayai ucapannya. Ini tidak mengapa dan
tidak termasuk dalam ancaman hadits di atas. Nabi M pernah bertanya
kepada Ibnu shayyad, beliau bersabda, "Apa yang aku sembunyikan darimu?" Ia menjawab, "Asap." Beliau bersabda, "Enyahlah! Engkau tak akan
melampaui kemampuanmu." Nabi S menanyainya tentang sesuatu yang
beliau sembunyikan darinya dengan maksud mengujinya dan beliau
mengabarkan sejatinya.
Keempat,bertanya kepadanya untuk menyingkap kelemahan dan
kedustaannya. Yakni dengan mengujinya melalui perkara yang menampakkan secara jelas kedustaan dan kelemahannya. Tindakan ini dianjurkan, dan terkadang menjadi wajib.
Tidak disangsikan, mementahkan ucapan dukun merupakan sebuah tuntutan. Bahkan terkadang wajib. Jadi larangan bertanya kepada
dukun dalam hadits di atas tidak berlaku secara mutlak, tetapi perlu
diperinci sebagaimana telah dipaparkan sesuai yang ditunjukkan dalil-dalil syar'i yang lain. syaikhul Islam telah mengungkapkan bahwa
bangsa jin membantu manusia dalam beberapa hal. Dan para du