Tampilkan postingan dengan label sahabat nabi muhammad 15. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sahabat nabi muhammad 15. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Desember 2024

sahabat nabi muhammad 15


 galkan agama, mereka yang telah mencela berhalaku!” 

lalu  ia pindah ke sebuah desa di Thaif, dan ia menetap di sana 

sehingga ia mati dalam kesedihan dan kemusyrikan. 

  

Begitu Rasulullah Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah 

ke Habasyah, maka Khalid bin Said bin Al Ash ini berangkat ke sana 

bersama istrinya yang bernama Aminah binti Khalaf Al Khuza’iyah. Ia 

menetap di sana lebih dari 10 tahun menjadi seorang da’I ila-Llah. Ia tidak 

meninggalkan negeri Habasyah menuju Madinah kecuali  sesudah  Allah 

menaklukkan Khaibar bagi kaum muslimin. 

Maka gembiralah hati Rasulullah Saw dengan kedatangannya, dan 

Beliau memberikan jatah ghanimah Khaibar kepadanya sebagaimana 

Beliau membagikannya kepada para pejuang. 

lalu  Beliau mengangkatnya sebagi wali di Yaman. Dan Khalid 

terus menjabat sebagai wali Yaman sehingga Rasulullah Saw wafat. 

  

Pada masa khalifah Abu Bakar As Shiddiq ra, Khalid bergabung di 

bawah panji pasukan yang menuju ke negeri Syam untuk berperang 

melawan bangsa Romawi. Dia begitu semangat berperang di tengah medan 

laga seolah dia yaitu  seorang ksatria pemberani yang amat gagah. 

Sebelum terjadinya perang Marjis Shuffar yang terletak dekat dengan 

Damaskus, Khalid meminang Ummu Hakim binti Al Harits156 dan 

melakukan akad nikah kepadanya. Saat Khalid hendak meminangnya, 

Ummu Hakim berkata: “Ya Khalid, alangkah baiknya kalau engkau 

menunda pernikahan ini hingga orang-orang telah kembali dari 

peperangan ini , sebab  aku tahu bahwa mereka akan berangkat ke 

                                                     

156

 Ummu Hakim sebelumnya yaitu  istri Ikrimah bin Abu Jahal 

sana.” Khalid berkata: “Hatiku mengatakan bahwa aku akan menjadi 

syahid dalam perang ini .” 

lalu  Khalid menikahi Ummu Hakim. 

Pada pagi hari dimana ia hendak mengadakan walimah bagi para 

sahabatnya, belum lagi para muslimin menyelesaikan makanan mereka 

namun bangsa Romawi telah menyiapkan pasukan yang begitu banyak dan 

kuat. 

Salah seorang dari ksatria Romawi keluar dari barisan untuk 

menantang duel. Maka tampillah Habib bin Salamah untuk 

menghadapinya, dan Habib berhasil membunuhnya. 

Salah seorang ksatria dari pihak Romawi tampil lagi untuk menantang 

duel. Maka majulah Khalid bin Said untuk menghadapinya. 

Kedua ksatria ini  mulai saling melompat dan menyerang. Masing-

masing dari mereka mengarahkan pukulan yang mematikan ke arah 

musuhnya. Pedang ksatria Romawi tadi rupanya tepat mengenai sasaran, 

namun pedang Khalid meleset dari sasaran. Maka terjerembablah tubuh 

Khalid di atas tanah. Ia mati sebagai syahid. 

Lalu kedua pasukan pun bertemu. Berlangsung antara mereka sebuah 

peperangan yang dahsyat. Tidak ada suara yang terdengar selain pukulan 

pedang pada kepala manusia. 

Pada saat itu, melompatlah Ummu Hakim bagai seekor singa betina 

yang kehilangan anaknya.  

Ia melepaskan gaun pengantinnya, dan ia mencabut tiang tenda yang 

akan menjadi kemah malam perkawinannya. Ia turut-serta dalam 

peperangan dengan para prajurit muslimin lainnya. 

Ummu Hakim berhasil membunuh 7 orang penunggang kuda dari 

pasukan Romawi. 

Ia terus saja menghadapi musuh sehingga peperangan berakhir dengan 

kemenangan telak di pihak Islam dan muslimin. 

  

Harga yang harus dibayar untuk mencapai kemenangan ini yaitu  

arwah yang suci yang kembali kepada Tuhannya dengan ridha dan 

diridhai. 

Dan di antara para arwah tadi, terdapat ruh Khalid bin Said bin Al Ash 

yang terbang kegirangan. 

Orang yang membunuh Khalid melihat dengan mata kepalanya ada 

sebuah cahaya yang bersinar di langit, lalu  menari-nari di atas tubuh 

Khalid dan dihadapannya. Lalu orang yang membunuh Khalid tadi merasa 

begitu menyesal telah membunuhnya. 

Dan itu menjadi penyebab dirinya masuk ke dalam agama Allah 

bersama orang-orang lain. 


Suraqah Bin Malik 

“Bagaimana Pendapatmu, Ya Suraqah Bila Engkau Mengenakan 

Gelang-Gelang Kisra?!” (Muhammad Rasulullah) 

 

Suatu pagi, bangsa Qurasiy terlihat begitu geram. Di tempat berkumpul 

mereka telah tersiar kabar bahwa Muhammad telah berhasil pergi 

meninggalkan Mekkah di tengah kegelapan malam. Para pembesar Quraisy 

tidak mampu untuk mempercayai hal ini… 

Mereka lalu mulai mencari Nabi Saw di setiap rumah anggota keluarga 

Bani Hasyim juga rumah para sahabat Beliau. Hingga mereka mendatangi 

rumah Abu Bakar, lalu keluarlah putri Abu Bakar yang bernama Asma157. 

Abu Jahl bertanya kepada Asma: “Dimana ayahmu, wahai putri?” Asma 

menjawab: “Aku tidak tahu dimana ia berada sekarang.”  

Lalu Abu Jahl mengangkatkan tangannya ke arah wajah Asma lalu 

menempeleng pipinya yang membuat Asma terhuyung jatuh ke tanah. 

  

Para pemuka Quraisy bertambah gusar saat mereka merasa yakin 

bahwa Muhammad telah pergi meninggalkan Mekkah. Mereka lalu  

menyiapkan beberapa orang yang memiliki keahlian untuk mencari jejak 

agar dapat menunjukkan jalan yang disusuri oleh Muhammad. Para 

pemuka Quraisy ini  berangkat bersama para pencari jejak. Dan saat 

mereka tiba di gua Tsur salah seorang pencari jejak tadi berkata kepada 

para pembesar Quraisy: “Demi Allah, orang yang kalian cari belum 

melewati gua ini!” 

Pendapat para pencari jejak tadi tidak keliru atas apa yang mereka 

ucapkan kepada para pembesar Quraisy. Benar, rupanya Muhammad dan 

Abu Bakar berada di dalam gua. Dan para pemuka Quraisy itu berdiri tepat 

di atas kepala mereka. Bahkan Abu Bakar As Shiddiq melihat dengan mata 

kepalanya sendiri bahwa kaki mereka bergerak di atas gua, dan hal itu 

membuat kedua matanya meneteskan air mata. 

Maka Rasulullah Saw yang menyaksikan perubahan rona wajah Abu 

Bakar menatapnya dengan pandangan yang penuh kasih sayang dan 

kelembutan. Abu Bakar lalu berbisik kepada Nabi Saw: “Demi Allah, aku 

                                                     

157

 Asma binti Abu Bakar; Lihatlah profilnya dalam buku Shuwar min Hayatis Shahabiyat karya 

penulis. 

  

tidak menangisi diriku. Akan tetapi aku takut bila aku melihat keburukan 

akan menimpamu, ya Rasulullah!” 

Maka Rasulullah Saw bersabda dengan tenang kepada Abu Bakar: 

“Janganlah bersedih, ya Abu Bakar. Sebab Allah Swt bersama kita.” 

Maka Allah Swt menurunkan kedamaian di hati Abu Bakar, dan ia 

meneruskan lagi untuk melihat kaki para pemuka Quraisy tadi. 

lalu  Abu Bakar berkata: “Ya Rasulullah, bila salah seorang dari 

mereka melihat ke telapak kaki mereka, pasti mereka akan dapat melihat 

kita. Rasulullah Saw lalu menjawab: “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu 

duga terhadap dua orang, maka Allah akan menjadi pihak yang ketiga?!!” 

Pada saat itulah Nabi Saw dan Abu Bakar mendengar seorang pemuda 

Quraisy berkata kepada lainnya: “Marilah kita melihat dan memeriksa gua 

itu!” 

Lalu Umayyah bin Khalaf berkata dengan nada meremehkan: “Apakah 

engkau tidak melihat laba-laba yang membuat sarang di mulut gua 

ini ?!! Demi Allah, sarang ini , lebih dulu ada sebelum 

Muhammad lahir.” 

Akan tetapi Abu Jahl berkata: “Demi Lata dan Uzza, Aku menduga 

bahwa Muhammad berada di dekat kita. Ia dapat mendengar apa yang kita 

katakan, dan melihat apa yang kita perbuat. Akan tetapi sihirnya telah 

menutupi mata kita.” 

  

Akan tetapi usaha Quraisy untuk menemukan dan mengejar 

Muhammad tidak berhenti sampai di situ. Mereka mengumumkan kepada 

semua kabilah yang berada di sepanjang Mekkah ke Madinah bahwa siapa 

yang berhasil membawa Muhammad hidup atau mati maka ia akan 

mendapatkan seratus unta terbaik. 

  

Suraqah bin Malik Al Mudlajy saat itu sedang berada di sebuah 

perkumpulan kaumnya di Qudaid yang berada dekat dari Mekkah. 

Lalu datanglah seorang utusan Quraisy yang datang kepada mereka 

memberitahukan tentang hadiah besar yang diberikan oleh bangsa Quraisy 

bagi siapa saja yang mampu untuk menangkap Muhammad hidup atau 

mati. 

Begitu Suraqah mendengar hadiah 100 unta ini , maka sifat 

serakahnya timbul. Akan tetapi ia masih mampu untuk menahan diri dan 

tidak berkata satu katapun. Sehingga ia tidak membangkitkan keserakahan 

orang lain yang ada saat itu. 

Sebelum Suraqah pergi meninggalkan perkumpulannya, ia melihat ada 

seorang dari kaumnya yang datang dan berkata: “Demi Allah, aku baru saja 

berpapasan dengan 3 orang. Aku menduga mereka yaitu  Muhammad, 

Abu Bakar dan seorang penunjuk jalan.” 

Suraqah lalu menukas: “Bukan, mereka yaitu  Bani Fulan yang 

mencari unta mereka yang tersesat!” Salah seorang dari mereka berkata: 

“Mungkin saja begitu!” lalu  ia pun terdiam. 

lalu  Suraqah duduk lagi sebentar di majlis kaumnya sehingga 

tidak membuat seorangpun yang berada di perkumpulan ini  merasa 

curiga. 

Begitu kaumnya telah membicarakan topik lain, Suraqah dengan 

mengendap-endap meninggalkan majlis lalu pulang ke rumah. Ia 

memberitahukan kepada budaknya dengan nada lirih untuk menyiapkan 

kudanya tanpa sepengetahuan orang lain dan diikatkan di tengah lembah. 

Ia juga menyuruh budak tadi untuk membawa senjatanya dan keluar 

dari belakang rumah sehingga tidak terlihat oleh orang lain. Lalu 

meletakkan senjata ini  dekat dengan tempat kuda diikatkan. 

  

Suraqah telah mengenakan pakaian perangnya. Ia menyandang 

senjatanya. Menunggangi kudanya. Lalu pergi menyusuri jalan untuk 

mendapatkan Muhammad sebelum kedahuluan oleh orang lain yang dapat 

memenangkan hadiah Quraisy. 

  

Suraqah bin Malik yaitu  seorang penunggang kuda yang ternama. Ia 

memiliki tubuh yang tinggi, postur yang besar. Ia amat hebat dalam 

mencari jejak dan amat tangguh menghadapi segala rintangan di 

perjalanan. 

Di samping itu ia yaitu  orang yang cerdas dan juga seorang penyair. 

Kudanya pun yaitu  sebuah kuda asli bukan peranakan. 

  

Berangkatlah Suraqah menyusuri bumi. Tidak lama berjalan maka 

kudanya tersandung yang membuat Suraqah terjatuh dari pelana. Hal itu 

membuat Suraqah menjadi pesimis. Ia berkata: “Apa ini?! Celaka kamu 

kuda!” Ia lalu berniat untuk kembali ke rumah. Akan tetapi niatnya untuk 

kembali ke rumah menjadi urung oleh bayangan hadiah seratus unta. 

  

Tidak jauh dari tempat kudanya terjatuh, Suraqah melihat Muhammad 

dan kedua sahabatnya. Maka Suraqah segera mengambil busur panahnya, 

akan tetapi tubuhnya membeku dan tidak mampu bergerak dari tempatnya. 

Hal itu disebab kan ia melihat kaki-kaki kudanya terbenam di dalam 

tanah. Sementara ada asap yang mengepul di hadapan kuda ini  yang 

menutupi kedua mata Suraqah dan mata kudanya. 

Suraqah mencoba untuk mendorong kuda ini , akan tetapi rupanya 

ia telah tertancap di tanah seolah telah terpantek dengan sebuah paku besar 

dari besi. 

Maka Suraqah segera melihat ke arah Rasulullah dan sahabatnya, lalu 

ia berteriak sekuat mungkin: “Hei, tolonglah kalian berdo’a kepada Tuhan 

kalian untuk melepaskan kaki kudaku! Dan aku akan membiarkan kamu 

pergi.” 

Maka Rasulullah Saw segera berdo’a kepada Allah, dan Allah Swt 

melepaskan kaki kuda Suraqah. 

Akan tetapi keserakahannya timbul lagi. Ia segera menghentakkan 

kudanya untuk berlari mengejar Rasul Saw dan Abu Bakar. Maka sontaklah 

kaki kuda Suraqah terbenam lagi ke tanah lebih dalam dari sebelumnya. 

Lagi-lagi Suraqah meminta tolong kepada Rasul dan Abu Bakar seraya 

berkata: “Kalian boleh mengambil bekal, barang dan senjataku. Kalian 

dapat memegang janji Allah, bahwa aku akan menghalangi orang yang 

akan mengejar kalian di belakangku.” 

Maka Rasulullah Saw dan Abu Bakar berkata kepadanya: “Kami tidak 

membutuhkan barang dan bekalmu. Akan tetapi suruhlah manusia yang 

mengejar kami untuk kembali!” 

lalu  Rasulullah Saw berdo’a dan akhirnya kuda Suraqah dapat 

terlepas. 

Begitu Suraqah hendak kembali pulang, ia memanggil Rasul Saw dan 

Abu Bakar sambil berkata: “Sebentar! aku mau berbicara kepada kalian. 

Demi Allah, aku tidak akan berbuat kejahatan kepada kalian.” Rasul dan 

Abu Bakar bertanya: “Apa yang engkau inginkan dari kami?!” Suraqah 

menjawab: “Demi Allah, ya Muhammad. Aku yakin bahwa agamamu akan 

muncul dan urusanmu akan unggul. Berjanjilah kepadaku bahwa engkau 

akan memuliakan aku bila aku datang ke dalam kekuasaanmu. Tuliskan 

janji ini kepadaku!” 

Maka Rasulullah Saw meminta Abu Bakar untuk menuliskan janji 

ini  pada sebuah tulang, lalu  tulang ini  diserahkan kepada 

Suraqah. Begitu Suraqah hendak kembali pulang, Nabi Saw bersabda 

kepadanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai Suraqah bila engkau 

mengenakan gelang-gelang Kisra?!” Suraqah bertanya keheranan: “Apakah 

Kisra putra Hurmuz yang kau maksud?!” Rasul menjawab: “Benar, Kisra 

putra Hurmuz!” 

  

Kembalilah Suraqah ke kampungnya dengan menyusuri jalan. Ia 

mendapati banyak orang yang sedang mencari-cari Rasulullah Saw. Ia pun 

berkata kepada mereka: “Aku telah mencarinya di seluruh penjuru bumi 

jengkal demi jengkal. Kalian sudah tahu akan kemampuanku dalam 

mencari jejak.” Maka  sesudah  mendengar ucapan Suraqah, mereka semua 

kembali ke rumah. 

Suraqah menyembunyikan kisahnya dengan Muhammad dan 

sahabatnya sehingga ia merasa yakin bahwa keduanya telah tiba di 

Madinah dan sudah aman dari ancaman Quraisy. Pada saat itulah Suraqah 

baru menceritakannya. Begitu Abu Jahl mendengar kisah Suraqah dengan 

Nabi Saw dan apa yang telah diperbuatnya, Abu Jahl mencemooh 

kebodohan, ketakutan dan sikap Suraqah yang telah menyia-nyiakan 

kesempatan. Maka Suraqah pun menjawaab cemoohan ini  dengan 

syair: 

Wahai Abu Hakam, Demi Allah jika engkau menyaksikan kudaku yang 

terbenam kakinya 

Engkau akan mengetahui tanpa ragu bahwa Muhammad yaitu  

seorang Rasul yang membawa kebenaran. Lalu siapakah yang mampu 

menghadapinya?! 

  

Hari terus berganti… Sehingga Muhammad yang dahulu pergi 

meninggalkan Mekkah sebab  terusir dan keluar meninggalkannya secara 

sembunyi di tengah kegelapan malam, kini ia telah kembali datang sebagai 

seorang pemimpin dan penakluk yang dikelilingi oleh para pendukungnya 

yang menghunuskan pedang dan menyiapkan panah. 

Para pembesar Quraisy yang dahulunya menghiasi muka bumi dengan 

kesombongan dan keangkuhan, kini mereka mendatangi Muhammad 

dengan rasa takut dan penuh harap. Mereka meminta belas kasih kepada 

Muhammad dengan berkata: “Apa yang akan engkau perbuat terhadap 

kami?!” Nabi Saw bersabda kepada mereka dengan kelembutan seorang 

Nabi: “Pergilah, sebab  kalian semua bebas merdeka!” 

Pada saat itulah, Suraqah bin Malik menyiapkan kendaraannya dan 

pergi berangkat menuju Rasulullah Saw untuk mengumumkan 

keislamannya di hadapan Beliau. Ia pun membawa perjanjiannya dengan 

Nabi yang pernah dituliskan 10 tahun sebelumnya. 

Suraqah berkata: “Aku mendatangi Nabi Saw yang berada di 

Ji’ranah158. Aku pun masuk dalam barisan rombongan orang-orang 

Anshar. Orang-orang Anshar ini  lalu memukuliku dengan bagian 

                                                     

158

 Sebuah tempat yang terletak antara Mekkah dan Thaif, namun ia lebih dekat ke Mekkah 

letaknya. 

belakang anak panah sambil berkata: “Hei, apa yang kamu inginkan?!” Aku 

terus saja menerobos barisan mereka sehingga aku berada di dekat Nabi 

Saw dan Beliau sedang berada di atas untanya. Aku pun segera mengangkat 

surat perjanjian ini  dan aku berkata: “Ya Rasulullah, Saya yaitu  

Suraqah bin Malik. Inilah perjanjianmu denganku.” 

Rasulullah Saw bersabda: “Mendekatlah kepadaku, wahai Suraqah. 

Sebab ini yaitu  hari untuk menepati janji dan menunaikan kebaikan.” 

Aku pun mendekat ke arah Beliau dan aku nyatakan keislamanku 

dihadapan Beliau. 

Aku mendapatkan kebaikan dan kebajikan Beliau. 

  

Hanya beberapa bulan berselang sejak Suraqah bin Malik berjumpa 

dengan Nabi Saw sehingga Rasulullah Saw kembali ke pangkuan 

Tuhannya. 

Suraqah menjadi begitu sedih dengan kematian Beliau. Ia terus 

mengenang hari di mana dirinya berniat untuk membunuh Beliau sebab  

ingin mendapatkan 100 unta. Dan bagi dirinya kini bahwa semua unta di 

dunia ini tidak akan mampu menandingi seujung kukupun dari diri 

Rasulullah Saw. 

Suraqah terus-menerus mengulangi sabda Nabi Saw kepadanya: 

“Bagaimana pendapatmu, ya Suraqah bila engkau mengenakan gelang-

gelang Kisra?!” Dia terus mengucapkan sabda Beliau tanpa ada keraguan 

sedikitpun dalam dirinya. 

  

Hari silih berganti sehingga semua urusan kaum muslimin dipercaya 

dan diamanahkan kepada Umar Al Faruq ra.  

Pada masa kepemerintahannya, berangkatlah banyak rombongan 

pasukan muslimin untuk menaklukkan kerajaan Kisra bagaikan angin yang 

bertiup kencang. 

Pasukan muslimin tadi mulai membombardir benteng-benteng. 

Mengalahkan pasukan musuh. Mengguncang kekuasaan. Dan menyita 

harta ghanimah. Sehingga Allah menghancurkan seluruh kekuasaan Kisra 

di bawah kekuatan pasukan muslimin. 

Pada sautau hari di hari-hari terakhir kekhilafahan Umar ra, datanglah 

beberapa orang utusan Sa’d bin Abi Waqash ke Madinah untuk 

menyampaikan kabar gembira penaklukan kepada Khalifah dengan 

membawa seperlima harta fai’ yang berhasil didapatkan oleh para pejuang 

muslimin di jalan Allah. 

Begitu harta-harta ghanimah diserahkan di hadapan Khalifah; Beliau 

menatapnya dengan keheranan. 

Di antara harta ghanimah ini  terdapat mahkota Kisra yang 

berhiaskan dengan permata. Juga ada pakaiannya yang dijahit dengan 

benang emas. Kalung yang dipenuhi dengan berlian. Dan dua gelang 

miliknya yang tidak pernah dilihat oleh mata manusia sebelumnya. Dan 

banyak lagi perhiasan milik Kisra yang tidak dapat dihitung. 

Umar lalu membolak-balikkan harta yang berharga ini  dengan 

tongkat yang ada di tangannya. 

lalu  ia menoleh ke arah orang-orang di sekelilingnya sambil 

berkata: “Ada sekelompok orang yang memberikan harta ini kepada para 

pemimpinnya!” 

Ali bin Abi Thalib yang kebetulan hadir pada saat itu berkata: “Hal itu 

terjadi sebab  engkau mampu menahan kehormatan diri, maka para 

rakyatmu pun juga mampu menahan diri mereka, ya Amirul Mukminin. 

Kalau kau suka memakan harta, mereka pun juga akan suka memakan 

harta sepertimu.” 

Pada saat itulah Umar Al Faruq ra memanggil Suraqah bin Malik lalu 

memakaikan kepadanya pakaian dan celana Kisra. Ia juga memakaikan 

kepada Suraqah sepatu milik Kisra. Ia menyandangkan ke tubuh Suraqah 

pedang dan sabuknya. Umar meletakkan di atas kepala Suraqah mahkota 

milik Kisra. Dan Umar juga memakaikan ke tubuh Suraqah 2 gelang milik 

Kisra…. Benar, dua gelang milik Kisra! 

Pada saat itulah kaum muslimin berseru: 

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar! 

lalu  Umar memandang ke arah Suraqah dan berkata: “Bakhin, 

Bakhin!159 Seorang Badui dari Bani Madlaj mengenakan mahkota Kisra di 

kepalanya, dan mengenakan kedua gelang Kisra di tangannya!!” 

lalu  Umar ra mengangkat kepalanya ke arah langit dan berdo’a: 

Ya Allah, Engkau telah menghalangi harta ini dari Rasul-Mu padahal ia 

yaitu  orang yang lebih Engkau cintai dan lebih mulia dibandingkan ku. 

Engkau juga telah menghalangi harta ini dari Abu Bakar padahal ia 

yaitu  orang yang lebih Engkau cintai dan lebih mulia dibandingkan ku. 

Namun Engkau memberikannya kepadaku, aku berlindung kepada-Mu 

bila harta ini Kau berikan untuk menghukum diriku.” 

Lalu Umar tidak meninggalkan tempatnya sehingga ia membagikan 

harta ini  kepada seluruh kaum muslimin. 

Untuk mengenal profil Suraqah bin Malik lebih jauh silahkan melihat: 

                                                     

159

 Bakhin, Bakhin! yaitu  kalimat yang diucapkan saat merasa takjub akan sesuatu atau merasa 

bangga. 

Fairuz Al Dailamy 

“Fairuz yaitu  Seorang yang Diberkahi dari Keluarga yang 

Diberkahi” (Muhammad Rasulullah) 

 

Begitu Rasulullah Saw mengeluhkan sakitnya  sesudah  ia menunaikan 

Haji Wada dan berita tentang sakit yang Beliau derita telah menyebar ke 

seantero jazirah Arab, maka Al Aswad Al Ansy yang berada di Yaman mulai 

keluar dari Islam. Langkahnya juga diikuti oleh Musailamah Al Kadzzab 

yang ada di Yamamah, Thulaihah Al Asady yang berada di negeri Asad. 

Ketiga orang tadi mengaku bahwa mereka yaitu  para Nabi yang diutus 

masing-masing kepada kaumnya, sebagaimana Muhammad bin Abdullah 

diutus kepada kaum Quraisy. 

  

Al Aswad Al Ansy yaitu  seorang dukun yang selalu mengenakan 

sarung tangan, berkulit hitam, senantiasa berbuat jahat, memiliki tenaga 

yang kuat dan badan yang besar. 

Lebih dari itu, ia yaitu  orang yang amat pandai bersilat lidah. Seorang 

yang cerdas dan mampu membingungkan akal manusia dengan 

kebohongannya. Ia juga mampu memperdaya kalangan tertentu dengan 

harta, kedudukan dan jabatan. 

Ia tidak pernah berjumpa langsung dengan manusia kecuali dengan 

menggunakan topeng demi menjaga penyamaran diri dan kewibawaannya. 

  

Akan tetapi pada saat itu keturunan Al Abna memiliki pengaruh di 

Yaman. Yang menjadi pemuka keturunan Al Abna tadi yaitu  Fairuz Al 

Dailamy salah seorang sahabat Rasulullah Saw. 

Al Abna yaitu  sebuah nama yang mereka sematkan kepada sebuah 

kelompok manusia dimana para ayah mereka yaitu  orang Persia yang 

mengungsikan diri ke Yaman, dan ibu mereka berasal dari bangsa Arab. 

Pemimpin mereka bernama Badzan160 yang pada saat Islam muncul, dia 

yaitu  seorang raja Yaman dari pihak Kisra, pemimpin Persia. Begitu ia 

mengetahui kebenaran dan keagungan dakwah Rasulullah Saw, maka 

Badzan meninggalkan ketaatannya kepada Kisra dan masuk ke dalam 

                                                     

160

 Lihat kisah keislamannya dalam cerita Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy 

agama Allah bersama seluruh kaumnya. Maka Nabi Saw menyuruhnya 

untuk meneruskan kegiatannya sebagai raja Yaman. Dan ia terus menetap 

di Yaman sehingga ia wafat sesaat sebelum munculnya Al Aswad Al Ansy. 

  

Yang menjadi pengikut Aswad Al Ansy pertama yaitu  kaumnya 

sendiri yaitu Bani Madzhij. Maka Aswad berangkat bersama kaumnya ke 

San’a lalu membunuh gubernur San’a yang bernama Syahra bin Badzan. Ia 

pun menikahi istri Syahra yang bernama Adzad. 

lalu  ia terus berangkat dari San’a ke beberapa wilayah lain. 

Semua wilayah dengan begitu cepatnya tunduk di bawah kekuasaan Aswad 

sehingga semua negeri yang terletak antara Hadramaut hingga Thaif 

tunduk kepadanya, dan juga negeri-negeri yang terdapat antara Bahrain 

dan Al Ahsan hingga Adan. 

  

Yang membuat Aswad Al Ansy dapat menipu semua manusia tadi dan 

membuat mereka takluk kepadanya yaitu  kelicikan yang tiada batas. Ia 

mengaku dihadapan para pengikutnya bahwa ia mempunyai seorang 

malaikat yang terus membawakan wahyu kepadanya untuk 

memberitahukan hal-hal ghaib. 

Demi mewujudkan kebenaran pengakuannya, ia mengirimkan 

beberapa orang mata-mata ke seluruh penjuru. Para mata-mata tadi 

ditugaskan untuk memberitahukan kepadanya informasi dan rahasia 

terkini tentang semua manusia. Para mata-mata tadi juga diminta untuk 

mencari tahu akan kesulitan hidup manusia serta angan dan cita-cita yang 

mereka pendam, lalu mereka diperintahkan untuk menyampaikan semua 

informasi ini  kepadanya secara diam-diam. 

Setiap ada orang yang hendak menyampaikan hajatnya, Aswad sudah 

mengetahuinya terlebih dahulu. Bila ada orang yang hendak 

memberitahukan kesulitannya, Aswad sudah lebih dahulu 

menceritakannya. Ia mampu memberitahukan hal-hal aneh dan 

mengagumkan yang dapat membuat orang bingung keheranan. Itu semua 

berlangsung, sehingga ia semakin kuat dan dakwahnya terus merambat 

bagaikan api yang menyulut dedaunan kering. 

  

Begitu Nabi Saw mendengar berita kemurtadan Aswad Al Ansy dan 

penaklukan yang ia lakukan atas negeri Yaman; maka Nabi Saw 

memberangkatkan sekitar 10 orang sahabatnya dengan membawa surat 

untuk disampaikan kepada orang-orang yang diharapkan mampu 

mengemban kebaikan dari para orang-orang Yaman yang telah lebih 

dahulu memeluk Islam. Rasulullah Saw menyeru mereka untuk 

menghadapi fitnah buta terhadap keimanan ini. Dan Rasul Saw juga 

meminta mereka untuk segera menuntaskan Aswad Al Ansy dengan cara 

apapun juga. 

Tidak ada orang yang menerima surat Rasulullah, kecuali mereka 

segera mengerjakan perintah Beliau. Salah seorang yang paling segera 

menyambut perintah Rasulullah Saw yaitu  tokoh kisah ini yang bernama 

Fairuz Al Dailamy dan beberapa orang pendukungnya dari keturunan Al 

Abna. 

Kita akan mempersilahkan Fairuz untuk menyampaikan kisahnya yang 

amat menarik. Fairuz berkata: 

Saya dan beberapa orang dari Al Abna tidak pernah merasa ragu 

sedikitpun akan agama Allah. Dan tidak pernah terbersit di hati salah 

seorang di antara kami untuk memberikan pembenaran terhadap musuh 

Allah. Kami selalu menanti saat yang tepat untuk mengalahkan musuh 

Allah ini dengan cara apapun. 

Begitu kami dan beberapa orang yang terdahulu masuk Islam 

menerima surat dari Rasulullah Saw, maka kami saling mendukung dan 

masing-masing melakukan tugasnya. 

  

Aswad Al Ansy sudah kerasukan rasa sombong dan takabur sebab  

telah merasa sukses. Maka ia merasa angkuh dihadapan panglima 

pasukannya yang bernama Qais bin Abdi Yaguts. Perlakuan Aswad kepada 

Qais telah berubah sehingga Qais merasa tidak aman dari kejahatan Aswad. 

Aku pun dan sepupuku yang bernama Dadzawaih mendatangi Qais. 

Kami menyampaikan surat Nabi Saw kepadanya, lalu kami mengajaknya 

untuk menumpas Aswad sebelum ia menumpas kita. 

Maka Qais menerima ajakan kami dengan lapang dada. Ia 

menceritakan semua rahasia Aswad kepada kami. Ia menganggap bahwa 

kami yaitu  utusan langit yang turun kepadanya. 

Maka kami bertiga berjanji untuk menghadapi si murtad pendusta ini 

dari dalam, sebagaimana para rekan-rekan kami yang lain akan 

menghadapinya dari luar. 

Rencana kami semakin mantap saat dengan keikut sertaan sepupuku 

yang bernama Adzad yang diperistri oleh Aswad  sesudah  suaminya Syahra 

bin Badzan terbunuh. 

  

Aku berangkat ke istana Aswad Al Ansy dan aku bertemu dengan 

sepupuku yang bernama Adzad dan aku berkata kepadanya: “Wahai 

sepupuku, engkau telah mengetahui keburukan dan kejahatan yang telah 

dilakukan oleh orang ini. Ia telah membunuh suamimu, memperkosa 

wanita dari kaummu, mencelakakan banyak kaum pria dan merebut 

kekuasaan dari mereka. 

Dan inilah surat Rasulullah Saw yang ditujukan kepada kita secara 

khusus dan kepada penduduk Yaman secara umum agar kita dapat 

menuntaskan fitnah yang merebak ini. 

Apakah engkau akan menolong kami untuk melakukannya?!” 

Adzad bertanya: “Apa yang harus aku lakukan untuk menolong 

kalian?!” Aku menjawab: “Engkau dapat menolong kami untuk 

mengeluarkannya!” Ia berkata: “Bahkan, aku dapat menolong kalian untuk 

membunuhnya.” Aku menjawab: “Demi Allah, aku tidak menginginkan hal 

yang lebih dari itu. Akan tetapi aku khawatir untuk memintamu melakukan 

pembunuhan terhadap dirinya.” 

Ia langsung berseru: “Demi Dzat Yang telah mengutus Muhammad 

dengan membawa kebaikan sebagai seorang Rasul yang menyampaikan 

kabar gembira dan peringatan, aku tidak pernah ragu terhadap agamaku 

sesaatpun. Allah Swt tidak menciptakan seorang manusia yang lebih aku 

benci dibandingkan  ‘setan’ ini. 

Tidak aku ketahui apapun tentang dirinya selain bahwa dia yaitu  

orang yang durjana, pendosa, tidak memimpin dengan baik, dan tidak 

berhenti berbuat jahat!” 

Aku bertanya: “Bagaimana kami dapat membunuhnya?!” Ia menjawab: 

“Dia yaitu  orang yang selalu membuat perlindungan bagi dirinya. Tidak 

ada tempat di istana ini yang tidak dikelilingi oleh para penjaga kecuali 

kamar yang tersembunyi ini. Muka kamar ini akan terlihat di tempat ini 

(Pent;ia menyebutkan sebuah lokasi). Jika sudah malam, datanglah ke 

kamar ini  di tengah kegelapan. Di dalamnya kalian akan mendapati 

senjata dan lentera. Kalian akan menemuiku di sana untuk menanti 

kedatangan kalian. lalu  kalian dapat menyusup ke dalam 

ruangannya dan kalian dapat membunuhnya.” 

Aku berkata: “Akan tetapi untuk membuka kamar seperti yang terdapat 

dalam istana ini bukanlah perkara yang mudah. Bisa jadi ada orang yang 

mendapati kami lalu  berteriak memberitahu kepada para penjaga… 

dan itu akan membawa akibat yang buruk bagi diri kami.” 

Ia berkata: “Engkau tidak keliru, dan aku punya sebuah pendapat untuk 

kalian.” Aku bertanya: “Apa itu?!” Ia berkata: “Suruhlah salah seorang 

yang engkau percaya untuk menemuiku dengan menyaru sebagai seorang 

tukang. Nantinya aku akan menyuruh dia untuk membuka kamar ini  

dari dalam sehingga jendela kamar ini  dapat dibuka dengan mudah 

 sesudah  itu. lalu  pada malam harinya, kalian akan meneruskan 

pencongkelan jendela ini  pada malam hari dengan amat mudah.” 

Aku berkata: “Bagus sekali pendapatmu.” 

lalu  akupun kembali dan memberitahukan kepada kedua 

sahabatku apa yang baru saja telah kami sepakati, dan mereka berdua turut 

menyepakatinya. Dan kami pun sejak saat itu mulai mempersiapkan segala 

sesuatu yang dibutuhkan. 

lalu  rencana ini  kami ceritakan secara rahasia kepada orang 

mukmin pendukung kami, dan kami meminta mereka untuk siaga. Dan 

kami merencanakan bersama mereka untuk melakukan aksi pada waktu 

fajar keesokan harinya. 

Begitu malam dan waktu yang telah ditentukan telah tiba aku pun 

berangkat bersama kedua sahabatku ke tempat penyusupan. Kami berhasil 

menemukan jendela ini  dan kamipun berhasil masuk ke dalam kamar 

yang telah ditentukan. Kami juga menemukan senjata dan lentera yang 

dijanjikan. Kami pun terus menuju istana Aswad musuh Allah. Ternyata 

sepupuku sudah berdiri menunggu di depan gerbang istana. Ia 

memberikan isyarat kepadaku dan aku pun memasuki kamar yang ia 

tunjukkan. Begitu kami memasukinya, ternyata Aswad sedang tertidur 

dengan mendengkur. 

Maka aku pun melayangkan pedang tepat di atas lehernya. Maka ia 

terhuyung bagaikan kerbau dan unta yang disembelih. 

Begitu para penjaga mendengar jeritannya, maka mereka segera 

mendatangi kamar Aswad dan bertanya: “Ada apa gerangan?!” Sepupuku 

Adzad berkata: “Kembalilah kalian dengan tenang! Nabi Allah (Aswad yang 

mengaku Nabi) sedang menerima wahyu.” Maka para penjaga itu pun 

kembali ke tempat mereka. 

  

Kami terus berada di istana Aswad sehingga terbitnya fajar. lalu  

aku berdiri di salah satu temboknya dengan berseru: “Allahu Akbar, Allahu 

Akbar!!” aku terus mengumandangkan adzan sehingga aku sampai pada 

bacaan: “Asyhadu an la ilaha illa-Llahu wa anna muhammadan Rasulullah. 

Wa asyhadu annal aswad al ansy kadzzab. (Aku bersaksi bahwa tiada 

Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  Rasulullah, dan aku 

bersaksi bahwa Aswad al Ansy yaitu  pendusta.” 

Dan ini yaitu  kalimat rahasia. 

Maka berdatanganlah kaum muslimin ke istana dari segala arah. Para 

penjaga menjadi ketakutan begitu mereka mendengarkan adzan. Dan 

bertemulah kedua belah pihak untuk saling mengalahkan. 

Aku lalu melemparkan kepala Aswad ke arah mereka dari atas tembok 

istana. 

Begitu para pendukung Aswad melihat kepalanya yang telah terpotong, 

maka mereka langsung melemah dan kehilangan semangat. Begitu pasukan 

muslimin melihat hal ini, mereka langsung bertakbir dan menyerang 

musuh mereka. Dan mereka berhasil mengalahkan musuh sebelum 

terbitnya matahari. 

  

Begitu siang menjelang, kami mengirimkan sebuah surat kepada 

Rasulullah Saw yang memberitahukan Beliau akan berita terbunuhnya 

musuh Allah. Begitu utusan yang bertugas membawa kabar gembira 

ini  tiba di Madinah, mereka mendapati bahwa Nabi Saw telah wafat 

tadi malam. 

Akan tetapi tidak lama lalu  mereka mengetahui bahwa wahyu 

Allah telah memberitahukan Beliau akan terbunuhnya Aswad Al Ansy pada 

malam dimana Aswad terbunuh. 

Maka Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya: “Aswad Al 

Ansy telah terbunuh semalam. Dia telah terbunuh oleh seorang yang 

diberkahi dari keluarga yang diberkahi.” 

Ada yang bertanya kepada Beliau: “Siapakah orangnya, ya 

Rasulullah?!” Rasul menjawab: “Dialah Fairuz. Beruntung Fairuz!” 


Tsabit Qais Al Anshary 

“Tidak Ada Wasiat Yang Boleh Diberikan  sesudah  Kematian Pemilik 

Hartanya Kecuali Wasiat Tsabit Bin Qais” 

 

Tsabit bin Qais Al Anshary yaitu  seorang pemuka suku Khajraj161 yang 

terpandang. Dan ia juga salah seorang pemuka kota Yatsrib. 

Lebih dari itu ia yaitu  orang yang memiliki akal yang cerdas, 

berpikiran cerdas, pandai berbicara, dan bersuara lantang. Jika ia 

berbicara, maka ia akan mengalahkan semua lawan bicaranya. Jika ia 

berkhutbah, maka ia mampu untuk menyihir para pendengarnya. 

Dia yaitu  salah seorang penduduk Yatsrib yang lebih dahulu masuk 

Islam. sebab  begitu ia mendengar ayat-ayat Dzikrul Hakim (Al Qur’an) 

yang dibacakan oleh seorang da’I muda dari Mekkah yang bernama Mus’ab 

bin Umair dengan suara dan intonasinya yang tenang, bacaan ini  

membuat telinganya tertegun mendengarkan keindahan susunannya. 

Hatinya terpaut dengan kehebatan penjelasannya. Sanubarinya terenggut 

oleh semua petunjuk dan syariat yang ada di dalamnya. 

Maka Allah Swt melapangkan dada Tsabit untuk menerima iman, 

lalu  Ia meninggikan posisi dan sebutan namanya dengan mengajak 

diri Tsabit untuk bergabung di bawah panji Nabi Al Islam. 

  

Begitu Rasulullah Saw tiba di Madinah sebagai seorang muhajir, Tsabit 

bin Qais menyambut Beliau bersama dengan serombongan besar 

penunggang kuda dari kaumnya dengan sebuah penyambutan yang mulia. 

Tsabit menyambut Rasul dan Abu Bakar dengan cara yang paling indah. 

Tsabit lalu berkhutbah dengan begitu cakap dihadapan Rasul Saw yang ia 

mulai dengan memuji Allah dan shalawat serta salam kepada Nabi-Nya… 

lalu  ia menutup khutbahnya dengan berkata: “Kami berjanji 

kepadamu, ya Rasulullah untuk melindungi dirimu sebagaimana kami 

melindungi diri kami, anak-anak kami dan istri-istri kami. Apa balasannya 

bagi kami?” 

Rasul Saw lansung menjawab: “Balasannya yaitu  surga.” 

                                                     

161

 Khajraj yaitu  sebuah kabilah yang berasal dari Yaman yang datang ke Madinah dan 

menetap di sana. Kabilah ini dan kabilah Aus yaitu  dua kabilah terbesar di Madinah. 

  

Begitu kata ‘surga’ hinggap di telinga mereka, maka menjadi cerialah 

wajah mereka sebab  merasa bahagia, dan mereka berkata:“Kami rela, ya 

Rasulullah… Kami rela, ya Rasulullah!” 

Sejak saat itu Rasulullah Saw menjadikan Tsabit bin Qais menjadi 

khatib Beliau, sebagaimana Beliau juga menjadikan Hassan bin Tsabit 

sebagai penyair Beliau. 

Maka jika Rasul Saw kedatangan para utusan bangsa Arab untuk 

mengajak Rasul Saw bertanding dengan bahasa Arab yang fashih lewat 

para orator dan penyair mereka, maka Rasulullah Saw akan meminta Tsabit 

bin Qais untuk berhadapan dengan para orator tadi, sedangkan Hassan bin 

Tsabit untuk menghadapi para penyairnya. 

  

Tsabit bin Qais yaitu  seorang yang memiliki iman yang mendalam, 

memiliki ketaqwaan yang sesungguhnya. Amat takut kepada Tuhannya. 

Amat khawatir terhadap segala hal yang dapat mendatangkan murka Allah 

Swt. 

Rasulullah Saw pernah mendapatinya suatu hari sedang ketakutan 

dengan dadanya yang gemetar. Rasul Saw bertanya kepadanya: “Apa yang 

terjadi denganmu, wahai Abu Muhammad (pent. Panggilan Tsabit bin 

Qais)?” Ia menjawab: “Aku takut kalau aku binasa, ya Rasulullah.” Rasul 

bertanya: “Memangnya kenapa?” Ia menjawab: “Allah Swt telah melarang 

kita untuk suka dipuji atas apa yang belum kita perbuat. Dan aku 

mendapati diriku yaitu  orang yang suka dipuji. Ia juga melarang kita 

untuk sombong, dan aku mendapati diriku yaitu  orang yang terlalu 

percaya diri.” 

Rasul terus berusaha untuk menenangkan kesedihan Tsabit sehingga 

Beliau bersabda: “Ya Tsabit, apakah engkau tidak rela bila engkau akan 

hidup mulya, mati sebagai syahid dan masuk surga?” 

Maka berserilah wajah Tsabit dengan kabar gembira ini, ia langsung 

berkata: “Tentu aku rela, ya Rasulullah… Tentu aku rela, ya Rasulullah!” 

Rasulullah Saw bersabda: “Engkau akan mendapatkannya.” 

  

Saat firman Allah Swt turun yang berkenaan tentang diri Tsabit dan 

berbunyi:  

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan 

suaramu lebih dari suara Nabi, dam janganlah kamu berkata 

padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) 

sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus 

(pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. Al-

Hujurat [49] : 2) 

Tsabit langsung menghindari majlis Rasulullah Saw –meskipun ia amat 

cinta kepada Beliau- ia terus berada di rumahnya sehingga ia hampir tidak 

pernah meninggalkan rumah ini  kecuali untuk menunaikan shalat 

berjamaah. 

Rasul Saw merasa kehilangan Tsabit dan Beliau bersabda: “Siapa yang 

dapat membawa kabar tentang Tsabit kepadaku?” 

Salah seorang dari suku Anshar: “Saya yang akan melakukannya, ya 

Rasulullah!” 

Maka orang ini  mendatangi rumah Tsabit dan mendapati Tsabit 

sedang berada di dalam rumah sambil bersedih dan menundukkan 

kepalanya. Orang Anshar ini  bertanya kepada Tsabit: “Apa kabar, 

wahai Abu Muhammad?” Tsabit menjawab: “Kabar buruk.” 

Orang Anshar tadi bertanya: “Mengapa demikian?”  Tsabit menjawab: 

“Engkau sudah tahu bahwa aku yaitu  orang yang bersuara keras. 

Seringkali suaraku melewati suara Rasulullah Saw, sedangkan Al Qur’an 

telah menurunkan ayat tentang hal ini sebagaimana engkau ketahui. Aku 

menduga bahwa seluruh amalku telah terhapus dan aku termasuk ahli 

neraka.” 

Orang Anshar ini  kembali menemui Rasulullah Saw dan 

menceritakan kepada Beliau apa yang telah ia lihat dan ia dengar. Maka 

Rasul Saw bersabda: “Pergi dan temuilah dia dan katakan padanya bahwa 

engkau bukanlah ahli neraka akan tetapi engkau ahli surga.” 

Dan inilah kabar gembira terhebat yang pernah didengar oleh Tsabit 

yang senantiasa ia harapkan semasa hidupnya. 

  

Tsabit bin Qais turut serta dalam setiap peperangan yang dilakukan 

Rasulullah Saw selain Badr. Ia menyeburkan dirinya di medan perang demi 

mencari syahadah sebagaimana yang telah dijanjikan Rasulullah Saw 

kepadanya. Akan tetapi ia selalu tidak menemukannya, padahal jaraknya 

dengan kematian sudah amat dekat. 

Hingga terjadilah peperangan melawan kemurtadan antara pasukan 

muslimin dan Musailamah Al Kadzzab pada masa Abu Bakar As Shiddiq ra. 

Pada perang ini  Tsabit bin Qais menjadi amir pasukan suku 

Anshar, Salim budak Abu Hudzaifah menjadi amir pasukan suku Muhajirin 

sedangkan yang menjadi panglima pasukan yaitu  Khalid bin Walid. Ia 

menjadi panglima pasukan atas semua golongan baik Anshar, Muhajirin 

maupun orang-orang badui. 

Pada saat itu pasukan Musailamah mendapatkan keunggulan atas 

pasukan muslimin. Sehingga mereka mampu merebut kemah Khalid bin 

Walid dan berniat untuk membunuh istri Khalid yang bernama Ummu 

Tamim. Mereka berhasil memutuskan semua tali tenda lalu  merobek-

robek tenda ini  dengan cara yang amat bengis. 

Pada saat itu Tsabit bin Qais melihat kelemahan barisan muslimin yang 

membuat hatinya merasa sedih dan apatis. Ia mendengarkan cercaan yang 

mereka saling lemparkan sehingga hatinya bertambah gundah. 

Para orang-orang kota menuduh para orang-orang kampung sebagai 

penakut. Sedang orang-orang kampung mengatakan bahwa orang-orang 

kota tidak becus berperang. 

Pada saat itulah Tsabit bin Qais memakaikan minyak kematian pada 

tubuhnya dan ia mengenakan kain kafan. Dia berdiri dengan dipandangi 

oleh orang disekelilingnya sambil berkata: “Wahai seluruh muslimin, 

bukan begini cara kita dulu berperang bersama Rasulullah Saw. Alangkah 

buruk tindakan kalian yang telah membuat musuh berani berhadapan 

dengan kalian. Alangkah buruk tindakan kalian yang takluk dihadapan 

para musuh.” 

lalu  ia mengangkat pandangannya ke langit dan berkata: “Ya 

Allah, aku terlepas dari kemusyrikan yang mereka kerjakan (maksudnya 

yaitu  Musailamah dan kaumnya), dan aku juga terlepas dari apa yang 

diperbuat oleh mereka ini (maksudnya yaitu  kaum muslimin).” 

lalu  ia menyerang bagai seekor singa buas berjibaku dengan para 

pejuang sejati lainnya, diantaranya yaitu : Al Bara’ bin Malik Al Anshary, 

Zaid bin Al Khattab saudara Amirul Mukminin Umar bin Khattab, Salim 

budak Abu Hudzaifah, dan beberapa orang lainnya yang termasuk kaum 

mukminin yang terdahulu. 

Ia menyerang pasukan musuh dengan gagah berani yang menimbulkan 

semangat bagi pasukan muslimin dan membuat gentar pasukan musyrikin. 

Ia terus menebaskan pedangnya ke setiap arah sehingga ia terjerembab 

sebab  luka yang ada. Ia pun tersungkur di medan laga dengan bola mata 

yang tenang, gembira dengan apa yang Allah tetapkan baginya sebagai 

orang yang mati syahid sebagaimana yang telah diberitakan oleh 

kekasihnya yaitu Rasulullah Saw. dan ia pun bangga dengan kemenangan 

yang Allah tetapkan bagi pasukan muslimin. 

  

Pada saat itu Tsabit membawa sebuah baju besi yang bagus. Salah 

seorang prajurit muslim menjumpai tubuh Tsabit lalu mengambil baju 

ini  untuk ia kenakan. 

Pada keesokan hari  sesudah  Tsabit gugur, salah seorang prajurit 

bermimpi melihat Tsabit yang berkata kepadanya: “Saya yaitu  Tsabit bin 

Qais, apakah engkau mengenalku?” prajurit ini  menjawab: “Ya, aku 

mengenalmu.” 

Tsabit berkata: “Aku akan memberimu wasiat. Jangan kau katakan 

bahwa ini yaitu  mimpi sebab  itu akan membuatnya sia-sia. Kemarin saat 

aku telah terbunuh, ada seorang prajurit muslim yang menemui tubuhku 

dengan sifat ini dan itu. lalu  ia mengambil baju besiku dan 

membawanya ke arah kemahnya yang terletak di perkemahan terjauh di 

arah fulan. lalu  ia meletakkannya di bawah tungku miliknya. Dan ia 

meletakkan pelana di atas tungku ini . 

Temuilah Khalid bin Walid dan katakan kepadanya agar ia 

mengirimkan seorang utusan kepada orang yang mengambil baju besi 

ini , selagi masih ada di tempat itu. 

Aku juga berwasiat hal lain kepadamu. Janganlah engkau katakan 

bahwa ini yaitu  sebuah mimpi bunga tidur, sebab itu akan membuatnya 

menjadi sia-sia. Katakanlah kepada Khalid: ‘Jika engkau menghadap 

Khalifah Rasulullah Saw di Madinah sampaikan kepadanya bahwa Tsabit 

bin Qais masih memiliki hutang sejumlah ini dan itu… dan fulan dan fulan 

budak Tsabit akan dibebaskan , asalkan dapat membayarkan hutangku 

maka kedua budak ini  akan bebas merdeka.” 

Orang ini  terbangun. lalu  ia menghadap Khalid bin Walid 

dan menyampaikan apa yang telah ia dengar dan lihat. 

Maka Khalid mengutus orang yang akan mengambil baju besi ini  

dari orang yang telah mengambilnya. Ternyata utusan ini  mendapati 

baju besi ini  tepat berada di tempat yang diceritakan lalu  ia 

membawanya sebagaimana adanya. 

Begitu Khalid kembali ke Madinah, ia menceritakan kepada Abu Bakar 

ra tentang kisah Tsabit bin Qais dan wasiatnya. Abu Bakar pun 

memperkenankan semua wasiat Tsabit. 

Tidak ada orang sebelum dan sesudah Tsabit yang wasiatnya 

diperbolehkan  sesudah  kematiannya. 

Semoga Allah Swt meridhai Tsabit bin Qais, dan menjadikannya 

termasuk orang yang berada pada surga tertinggi. 


Thalhah bin Ubaidillah Al Taimy 

“Siapa yang Ingin Melihat Orang yang Berjalan di Muka Bumi dan 

Telah Meninggal Dunia, Maka Lihatlah Thalhah bin Ubaidillah” 

(Muhammad Rasulullah) 

 

Thalhah bin Ubaidillah berangkat bersama sebuah rombongan bangsa 

Quraisy dalam sebuah ekspedisi perdagangan ke Syam. Sesampainya 

kafilah ini  di kota Bushra162, beberapa orang pemuka dari pedagang 

Quraisy tadi langsung menuju pasar yang ramai di sana untuk melakukan 

transaksi jual-beli. 

Meski Thalhah masih berusia muda dan belum memiliki pengalaman 

dagang seperti yang mereka miliki, akan tetapi ia memiliki kecerdikan dan 

insting bisnis yang dapat membuat dirinya mengalahkan mereka semua 

khususnya dalam mendapatkan transaksi perdagangan yang paling besar. 

Saat Thalhah sedang hilir-mudik di pasar yang sesak oleh orang-orang 

yang berdatangan dari segala penjuru, tiba-tiba ia mengalami sebuah 

peristiwa yang tidak hanya merubah jalan hidupnya saja, akan tetapi 

merupakan sebuah berita gembira yang telah merubah catatan sejarah 

seluruhnya. 

Kita akan mempersilahkan Thalhah bin Ubaidillah untuk menceritakan 

kepada kita kisahnya yang berkesan ini. 

  

Thalhah berkata: “Saat kami sedang berada di pasar Bushra, tiba-tiba 

ada seorang Rahib163 berteriak menyeru manusia: “Wahai semua pedagang. 

Tanyakanlah kepada orang yang datang pada musim dagang ini, adakah di 

antara mereka salah seorang penduduk tanah Haram (Mekkah)?” 

Saat itu aku berada di dekatnya, maka aku segera menanggapi dan aku 

berkata: “Benar, aku berasal dari penduduk tanah Haram.” 

Ia bertanya: “Apakah telah muncul di negeri kalian seorang yang 

bernama Ahmad?” Aku bertanya: “Siapakah Ahmad itu?!” Ia menjawab: 

“Putra Abdullah bin Abdul Muthalib. Inilah bulan di mana ia akan muncul 

dan dia yaitu  Nabi terakhir. Dia akan muncul di negeri kalian yaitu 

                                                     

162

 Bushra yaitu  sebuah kota di negeri Syam, saat ini kota ini  termasuk dalam wilayah 

provinsi Hawran di Syiria. Kota ini dikenal di kalangan bangsa Arab dengan istana-istana yang banyak 

terdapat di dalamnya. 

163

 Pemuka agama agama Nashrani 

  

Haram, dan lalu  ia akan berhijrah ke sebuah negeri yang memiliki 

bebatuan berwarna hitam, banyak korma, garam dan air yang berlimpah. 

Jangan sampai kau kedahuluan, wahai pemuda!” 

Thalhah berujar: 

Ucapannya begitu berkesan di hatiku. Aku segera menghampiri untaku, 

dan aku letakkan semua perlengkapannya. Aku segera meninggalkan 

kafilah yang bersamaku, dan aku segera berangkat menuju Mekkah. 

Begitu aku tiba di Mekkah, aku bertanya kepada keluargaku: “Apakah 

ada suatu kejadian  sesudah  kepergian kami di Mekkah ini?” 

Mereka menjawab: “Benar, Muhammad bin Abdullah mengaku bahwa 

dirinya yaitu  seorang Nabi. Ibnu Abi Quhafah (maksudnya yaitu  Abu 

Bakar) menjadi pengikutnya.”  

Thalhah berujar: “Aku mengenal Abu Bakar sebagai orang yang 

pemurah, penyayang, sopan terhadap orang lain dari kaumnya.” 

Dia juga seorang pedagang yang berbudi dan istiqamah. Kami 

menyukainya, senang bergaul dengannya, sebab  ia memiliki banyak 

informasi tentang bangsa Quraisy dan ia hapal benar tentang urutan nasab 

Quraisy. Aku pun berangkat menemuinya dan bertanya kepadanya: 

“Apakah benar apa yang dibicarakan orang bahwa Muhammad bin 

Abdullah diutus sebagai Nabi, dan engkau menjadi pengikutnya?” Ia 

menjawab: “Benar.” lalu  ia mengisahkan kepadaku ceritanya dan ia 

mengajakku untuk masuk Islam bersamanya. Aku juga memberitahukan 

kepadanya tentang cerita Rahib, lalu  ia terkejut dan berkata: “Mari 

ikut dengan saya untuk menemui Muhammad agar engkau dapat 

meneceritakan hal ini kepadanya, dan juga agar engkau dapat 

mendengarkan langsung apa yang ia sabdakan. Dan semoga engkau akan 

masuk ke dalam agama Allah.” 

Thalhah berujar: “Maka akupun berangkat bersama Abu Bakar untuk 

menemui Muhammad dan Beliau menawarkan agar aku masuk Islam. Ia 

juga membacakan kepadaku beberapa ayat Al Qur’an. Dan Beliau 

memberikan kabar kepadaku akan kebaikan dunia dan akhirat.” 

Rupanya Allah Swt berkenan untuk melapangkan dadaku untuk 

menerima Islam. Aku pun menceritakan kepadanya kisah Rahib Bushra. 

Maka terlihatlah rona keceriaan di wajah Beliau. 

Lalu aku menyatakan keislamanku dihadapan Beliau bahwa tiada 

Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  Rasulullah. 

Mulai saat itu aku menjadi orang keempat yang masuk Islam sebab  

ajakan Abu Bakar. 

  

Berita keislaman pemuda ini bagaikan petir menyambar yang 

memekakan telinga keluarga dan kerabatnya. 

Salah seorang keluarganya yang paling merasa sedih akan 

keislamannya yaitu  ibunya. Ibunya berharap kepada kaumnya agar dapat 

memalingkan Thalhah dari budi pekerti baik yang diajarkan Islam. 

  

Kaumnya segera menemui Thalhah agar ia mau kembali kepada 

agamanya. Namun kaumnya mendapati diri Thalhah yang tegar dan tidak 

pernah berubah. 

Begitu mereka merasa lelah untuk membujuknya, maka mereka 

melakukan penyiksaan terhadap dirinya. 

Mas’ud bin Kharasy berkisah: “Saat aku sedang melakukan sa’I antara 

Shafa dan Marwa, aku melihat ada sekelompok orang yang sedang 

menggiring seorang pemuda dimana kedua tangannya diikatkan ke leher. 

Mereka semua berlari-lari kecil di belakang pemuda tadi. Mereka 

mendorong punggungnya, dan memukuli kepalanya. Di belakang pemuda 

tadi terdapat seorang wanita tua yang terus-menerus mencaci dan 

berteriak kepadanya.” 

Aku bertanya: “Apa gerangan yang terjadi atas pemuda itu?!” 

Mereka menjawab: “Ini yaitu  Thalhah bin Ubaidillah. Dia telah keluar 

dari agamanya dan menjadi pengikut seorang keturunan Bani Hasyim!” 

Aku bertanya lagi: “Lalu siapa wanita tua yang berada di belakangnya?” 

Mereka menjawab: “Dia yaitu  Sa’bah binti Al Hadhramy, ibu pemuda 

ini .” 

  

lalu  Naufal bin Khuwailid yang dikenal dengan Asad Quraisy 

(Singa Quraisy) menghampiri Thalhah bin Ubaidillah lalu  ia 

mengikat Thalhah dengan seutas tambang. Naufal juga mengikat tangan 

Abu Bakar As Shiddiq. Keduanya dibawa oleh Naufal untuk digiring dan 

diserahkan kepada para orang-orang jahil Mekkah agar supaya keduanya 

disiksa seberat-beratnya. 

Oleh sebab nya Thalhah bin Ubaidillah dan Abu Bakar As Shiddiq 

dipanggil sebagai Al Qarinain (Dua orang yang digiring). 

  

Hari terus berganti, dan banyak kejadian yang telah berlalu. Sementara 

Thalhah bin Ubaidillah semakin dewasa hari demi hari. Perjuangannya di 

jalan Allah dan Rasul-Nya semakin besar dan agung. Baktinya kepada Islam 

dan kaum muslimin semakin berkembang. Sehingga kaum muslimin 

memanggilnya dengan panggilan Al Syahid Al Hayy (Seorang syahid yang 

hidup). Rasulullah Saw sendiri memanggil dirinya dengan sebutan: 

Thalhah Al Khair (Thalhah yang baik), Thalhah Al Juud (Thalhah yang 

 

penderma), dan Thalhah Al Fayyadh (Thalhah yang pemurah). Masing-

masing dari panggilan ini memiliki kisahnya sendiri yang tidak kalah 

menarik. 

  

Kisah namanya yang disebut sebagai As Syahid Al Hayy (seorang syahid 

yang hidup) bermula pada perang Uhud saat kaum muslimin berpencar 

dari barisan dan meninggalkan Rasulullah Saw. Tidak ada orang yang 

melindungi Beliau selain 11 orang Anshar dan Thalah bin Ubaidillah dari 

kaum Muhajirin. 

Saat itu Nabi Saw sedang menaiki sebuah gunung bersama beberapa 

sahabatnya, beberapa orang dari kaum musyrikin menyusul Beliau dan 

berniat membunuhnya. Rasulullah Saw bertanya: “Siapa yang mampu 

memukul mundur mereka semua, maka ia akan menjadi temanku di 

surga?” Thalhah berkata: “Saya mampu, ya Rasulullah!” 

Rasul Saw bersabda: “Tetaplah di tempatmu!” Seorang pria dari Anshar 

berkata: “Saya mampu, ya Rasululla