galkan agama, mereka yang telah mencela berhalaku!”
lalu ia pindah ke sebuah desa di Thaif, dan ia menetap di sana
sehingga ia mati dalam kesedihan dan kemusyrikan.
Begitu Rasulullah Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah
ke Habasyah, maka Khalid bin Said bin Al Ash ini berangkat ke sana
bersama istrinya yang bernama Aminah binti Khalaf Al Khuza’iyah. Ia
menetap di sana lebih dari 10 tahun menjadi seorang da’I ila-Llah. Ia tidak
meninggalkan negeri Habasyah menuju Madinah kecuali sesudah Allah
menaklukkan Khaibar bagi kaum muslimin.
Maka gembiralah hati Rasulullah Saw dengan kedatangannya, dan
Beliau memberikan jatah ghanimah Khaibar kepadanya sebagaimana
Beliau membagikannya kepada para pejuang.
lalu Beliau mengangkatnya sebagi wali di Yaman. Dan Khalid
terus menjabat sebagai wali Yaman sehingga Rasulullah Saw wafat.
Pada masa khalifah Abu Bakar As Shiddiq ra, Khalid bergabung di
bawah panji pasukan yang menuju ke negeri Syam untuk berperang
melawan bangsa Romawi. Dia begitu semangat berperang di tengah medan
laga seolah dia yaitu seorang ksatria pemberani yang amat gagah.
Sebelum terjadinya perang Marjis Shuffar yang terletak dekat dengan
Damaskus, Khalid meminang Ummu Hakim binti Al Harits156 dan
melakukan akad nikah kepadanya. Saat Khalid hendak meminangnya,
Ummu Hakim berkata: “Ya Khalid, alangkah baiknya kalau engkau
menunda pernikahan ini hingga orang-orang telah kembali dari
peperangan ini , sebab aku tahu bahwa mereka akan berangkat ke
156
Ummu Hakim sebelumnya yaitu istri Ikrimah bin Abu Jahal
sana.” Khalid berkata: “Hatiku mengatakan bahwa aku akan menjadi
syahid dalam perang ini .”
lalu Khalid menikahi Ummu Hakim.
Pada pagi hari dimana ia hendak mengadakan walimah bagi para
sahabatnya, belum lagi para muslimin menyelesaikan makanan mereka
namun bangsa Romawi telah menyiapkan pasukan yang begitu banyak dan
kuat.
Salah seorang dari ksatria Romawi keluar dari barisan untuk
menantang duel. Maka tampillah Habib bin Salamah untuk
menghadapinya, dan Habib berhasil membunuhnya.
Salah seorang ksatria dari pihak Romawi tampil lagi untuk menantang
duel. Maka majulah Khalid bin Said untuk menghadapinya.
Kedua ksatria ini mulai saling melompat dan menyerang. Masing-
masing dari mereka mengarahkan pukulan yang mematikan ke arah
musuhnya. Pedang ksatria Romawi tadi rupanya tepat mengenai sasaran,
namun pedang Khalid meleset dari sasaran. Maka terjerembablah tubuh
Khalid di atas tanah. Ia mati sebagai syahid.
Lalu kedua pasukan pun bertemu. Berlangsung antara mereka sebuah
peperangan yang dahsyat. Tidak ada suara yang terdengar selain pukulan
pedang pada kepala manusia.
Pada saat itu, melompatlah Ummu Hakim bagai seekor singa betina
yang kehilangan anaknya.
Ia melepaskan gaun pengantinnya, dan ia mencabut tiang tenda yang
akan menjadi kemah malam perkawinannya. Ia turut-serta dalam
peperangan dengan para prajurit muslimin lainnya.
Ummu Hakim berhasil membunuh 7 orang penunggang kuda dari
pasukan Romawi.
Ia terus saja menghadapi musuh sehingga peperangan berakhir dengan
kemenangan telak di pihak Islam dan muslimin.
Harga yang harus dibayar untuk mencapai kemenangan ini yaitu
arwah yang suci yang kembali kepada Tuhannya dengan ridha dan
diridhai.
Dan di antara para arwah tadi, terdapat ruh Khalid bin Said bin Al Ash
yang terbang kegirangan.
Orang yang membunuh Khalid melihat dengan mata kepalanya ada
sebuah cahaya yang bersinar di langit, lalu menari-nari di atas tubuh
Khalid dan dihadapannya. Lalu orang yang membunuh Khalid tadi merasa
begitu menyesal telah membunuhnya.
Dan itu menjadi penyebab dirinya masuk ke dalam agama Allah
bersama orang-orang lain.
Suraqah Bin Malik
“Bagaimana Pendapatmu, Ya Suraqah Bila Engkau Mengenakan
Gelang-Gelang Kisra?!” (Muhammad Rasulullah)
Suatu pagi, bangsa Qurasiy terlihat begitu geram. Di tempat berkumpul
mereka telah tersiar kabar bahwa Muhammad telah berhasil pergi
meninggalkan Mekkah di tengah kegelapan malam. Para pembesar Quraisy
tidak mampu untuk mempercayai hal ini…
Mereka lalu mulai mencari Nabi Saw di setiap rumah anggota keluarga
Bani Hasyim juga rumah para sahabat Beliau. Hingga mereka mendatangi
rumah Abu Bakar, lalu keluarlah putri Abu Bakar yang bernama Asma157.
Abu Jahl bertanya kepada Asma: “Dimana ayahmu, wahai putri?” Asma
menjawab: “Aku tidak tahu dimana ia berada sekarang.”
Lalu Abu Jahl mengangkatkan tangannya ke arah wajah Asma lalu
menempeleng pipinya yang membuat Asma terhuyung jatuh ke tanah.
Para pemuka Quraisy bertambah gusar saat mereka merasa yakin
bahwa Muhammad telah pergi meninggalkan Mekkah. Mereka lalu
menyiapkan beberapa orang yang memiliki keahlian untuk mencari jejak
agar dapat menunjukkan jalan yang disusuri oleh Muhammad. Para
pemuka Quraisy ini berangkat bersama para pencari jejak. Dan saat
mereka tiba di gua Tsur salah seorang pencari jejak tadi berkata kepada
para pembesar Quraisy: “Demi Allah, orang yang kalian cari belum
melewati gua ini!”
Pendapat para pencari jejak tadi tidak keliru atas apa yang mereka
ucapkan kepada para pembesar Quraisy. Benar, rupanya Muhammad dan
Abu Bakar berada di dalam gua. Dan para pemuka Quraisy itu berdiri tepat
di atas kepala mereka. Bahkan Abu Bakar As Shiddiq melihat dengan mata
kepalanya sendiri bahwa kaki mereka bergerak di atas gua, dan hal itu
membuat kedua matanya meneteskan air mata.
Maka Rasulullah Saw yang menyaksikan perubahan rona wajah Abu
Bakar menatapnya dengan pandangan yang penuh kasih sayang dan
kelembutan. Abu Bakar lalu berbisik kepada Nabi Saw: “Demi Allah, aku
157
Asma binti Abu Bakar; Lihatlah profilnya dalam buku Shuwar min Hayatis Shahabiyat karya
penulis.
tidak menangisi diriku. Akan tetapi aku takut bila aku melihat keburukan
akan menimpamu, ya Rasulullah!”
Maka Rasulullah Saw bersabda dengan tenang kepada Abu Bakar:
“Janganlah bersedih, ya Abu Bakar. Sebab Allah Swt bersama kita.”
Maka Allah Swt menurunkan kedamaian di hati Abu Bakar, dan ia
meneruskan lagi untuk melihat kaki para pemuka Quraisy tadi.
lalu Abu Bakar berkata: “Ya Rasulullah, bila salah seorang dari
mereka melihat ke telapak kaki mereka, pasti mereka akan dapat melihat
kita. Rasulullah Saw lalu menjawab: “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu
duga terhadap dua orang, maka Allah akan menjadi pihak yang ketiga?!!”
Pada saat itulah Nabi Saw dan Abu Bakar mendengar seorang pemuda
Quraisy berkata kepada lainnya: “Marilah kita melihat dan memeriksa gua
itu!”
Lalu Umayyah bin Khalaf berkata dengan nada meremehkan: “Apakah
engkau tidak melihat laba-laba yang membuat sarang di mulut gua
ini ?!! Demi Allah, sarang ini , lebih dulu ada sebelum
Muhammad lahir.”
Akan tetapi Abu Jahl berkata: “Demi Lata dan Uzza, Aku menduga
bahwa Muhammad berada di dekat kita. Ia dapat mendengar apa yang kita
katakan, dan melihat apa yang kita perbuat. Akan tetapi sihirnya telah
menutupi mata kita.”
Akan tetapi usaha Quraisy untuk menemukan dan mengejar
Muhammad tidak berhenti sampai di situ. Mereka mengumumkan kepada
semua kabilah yang berada di sepanjang Mekkah ke Madinah bahwa siapa
yang berhasil membawa Muhammad hidup atau mati maka ia akan
mendapatkan seratus unta terbaik.
Suraqah bin Malik Al Mudlajy saat itu sedang berada di sebuah
perkumpulan kaumnya di Qudaid yang berada dekat dari Mekkah.
Lalu datanglah seorang utusan Quraisy yang datang kepada mereka
memberitahukan tentang hadiah besar yang diberikan oleh bangsa Quraisy
bagi siapa saja yang mampu untuk menangkap Muhammad hidup atau
mati.
Begitu Suraqah mendengar hadiah 100 unta ini , maka sifat
serakahnya timbul. Akan tetapi ia masih mampu untuk menahan diri dan
tidak berkata satu katapun. Sehingga ia tidak membangkitkan keserakahan
orang lain yang ada saat itu.
Sebelum Suraqah pergi meninggalkan perkumpulannya, ia melihat ada
seorang dari kaumnya yang datang dan berkata: “Demi Allah, aku baru saja
berpapasan dengan 3 orang. Aku menduga mereka yaitu Muhammad,
Abu Bakar dan seorang penunjuk jalan.”
Suraqah lalu menukas: “Bukan, mereka yaitu Bani Fulan yang
mencari unta mereka yang tersesat!” Salah seorang dari mereka berkata:
“Mungkin saja begitu!” lalu ia pun terdiam.
lalu Suraqah duduk lagi sebentar di majlis kaumnya sehingga
tidak membuat seorangpun yang berada di perkumpulan ini merasa
curiga.
Begitu kaumnya telah membicarakan topik lain, Suraqah dengan
mengendap-endap meninggalkan majlis lalu pulang ke rumah. Ia
memberitahukan kepada budaknya dengan nada lirih untuk menyiapkan
kudanya tanpa sepengetahuan orang lain dan diikatkan di tengah lembah.
Ia juga menyuruh budak tadi untuk membawa senjatanya dan keluar
dari belakang rumah sehingga tidak terlihat oleh orang lain. Lalu
meletakkan senjata ini dekat dengan tempat kuda diikatkan.
Suraqah telah mengenakan pakaian perangnya. Ia menyandang
senjatanya. Menunggangi kudanya. Lalu pergi menyusuri jalan untuk
mendapatkan Muhammad sebelum kedahuluan oleh orang lain yang dapat
memenangkan hadiah Quraisy.
Suraqah bin Malik yaitu seorang penunggang kuda yang ternama. Ia
memiliki tubuh yang tinggi, postur yang besar. Ia amat hebat dalam
mencari jejak dan amat tangguh menghadapi segala rintangan di
perjalanan.
Di samping itu ia yaitu orang yang cerdas dan juga seorang penyair.
Kudanya pun yaitu sebuah kuda asli bukan peranakan.
Berangkatlah Suraqah menyusuri bumi. Tidak lama berjalan maka
kudanya tersandung yang membuat Suraqah terjatuh dari pelana. Hal itu
membuat Suraqah menjadi pesimis. Ia berkata: “Apa ini?! Celaka kamu
kuda!” Ia lalu berniat untuk kembali ke rumah. Akan tetapi niatnya untuk
kembali ke rumah menjadi urung oleh bayangan hadiah seratus unta.
Tidak jauh dari tempat kudanya terjatuh, Suraqah melihat Muhammad
dan kedua sahabatnya. Maka Suraqah segera mengambil busur panahnya,
akan tetapi tubuhnya membeku dan tidak mampu bergerak dari tempatnya.
Hal itu disebab kan ia melihat kaki-kaki kudanya terbenam di dalam
tanah. Sementara ada asap yang mengepul di hadapan kuda ini yang
menutupi kedua mata Suraqah dan mata kudanya.
Suraqah mencoba untuk mendorong kuda ini , akan tetapi rupanya
ia telah tertancap di tanah seolah telah terpantek dengan sebuah paku besar
dari besi.
Maka Suraqah segera melihat ke arah Rasulullah dan sahabatnya, lalu
ia berteriak sekuat mungkin: “Hei, tolonglah kalian berdo’a kepada Tuhan
kalian untuk melepaskan kaki kudaku! Dan aku akan membiarkan kamu
pergi.”
Maka Rasulullah Saw segera berdo’a kepada Allah, dan Allah Swt
melepaskan kaki kuda Suraqah.
Akan tetapi keserakahannya timbul lagi. Ia segera menghentakkan
kudanya untuk berlari mengejar Rasul Saw dan Abu Bakar. Maka sontaklah
kaki kuda Suraqah terbenam lagi ke tanah lebih dalam dari sebelumnya.
Lagi-lagi Suraqah meminta tolong kepada Rasul dan Abu Bakar seraya
berkata: “Kalian boleh mengambil bekal, barang dan senjataku. Kalian
dapat memegang janji Allah, bahwa aku akan menghalangi orang yang
akan mengejar kalian di belakangku.”
Maka Rasulullah Saw dan Abu Bakar berkata kepadanya: “Kami tidak
membutuhkan barang dan bekalmu. Akan tetapi suruhlah manusia yang
mengejar kami untuk kembali!”
lalu Rasulullah Saw berdo’a dan akhirnya kuda Suraqah dapat
terlepas.
Begitu Suraqah hendak kembali pulang, ia memanggil Rasul Saw dan
Abu Bakar sambil berkata: “Sebentar! aku mau berbicara kepada kalian.
Demi Allah, aku tidak akan berbuat kejahatan kepada kalian.” Rasul dan
Abu Bakar bertanya: “Apa yang engkau inginkan dari kami?!” Suraqah
menjawab: “Demi Allah, ya Muhammad. Aku yakin bahwa agamamu akan
muncul dan urusanmu akan unggul. Berjanjilah kepadaku bahwa engkau
akan memuliakan aku bila aku datang ke dalam kekuasaanmu. Tuliskan
janji ini kepadaku!”
Maka Rasulullah Saw meminta Abu Bakar untuk menuliskan janji
ini pada sebuah tulang, lalu tulang ini diserahkan kepada
Suraqah. Begitu Suraqah hendak kembali pulang, Nabi Saw bersabda
kepadanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai Suraqah bila engkau
mengenakan gelang-gelang Kisra?!” Suraqah bertanya keheranan: “Apakah
Kisra putra Hurmuz yang kau maksud?!” Rasul menjawab: “Benar, Kisra
putra Hurmuz!”
Kembalilah Suraqah ke kampungnya dengan menyusuri jalan. Ia
mendapati banyak orang yang sedang mencari-cari Rasulullah Saw. Ia pun
berkata kepada mereka: “Aku telah mencarinya di seluruh penjuru bumi
jengkal demi jengkal. Kalian sudah tahu akan kemampuanku dalam
mencari jejak.” Maka sesudah mendengar ucapan Suraqah, mereka semua
kembali ke rumah.
Suraqah menyembunyikan kisahnya dengan Muhammad dan
sahabatnya sehingga ia merasa yakin bahwa keduanya telah tiba di
Madinah dan sudah aman dari ancaman Quraisy. Pada saat itulah Suraqah
baru menceritakannya. Begitu Abu Jahl mendengar kisah Suraqah dengan
Nabi Saw dan apa yang telah diperbuatnya, Abu Jahl mencemooh
kebodohan, ketakutan dan sikap Suraqah yang telah menyia-nyiakan
kesempatan. Maka Suraqah pun menjawaab cemoohan ini dengan
syair:
Wahai Abu Hakam, Demi Allah jika engkau menyaksikan kudaku yang
terbenam kakinya
Engkau akan mengetahui tanpa ragu bahwa Muhammad yaitu
seorang Rasul yang membawa kebenaran. Lalu siapakah yang mampu
menghadapinya?!
Hari terus berganti… Sehingga Muhammad yang dahulu pergi
meninggalkan Mekkah sebab terusir dan keluar meninggalkannya secara
sembunyi di tengah kegelapan malam, kini ia telah kembali datang sebagai
seorang pemimpin dan penakluk yang dikelilingi oleh para pendukungnya
yang menghunuskan pedang dan menyiapkan panah.
Para pembesar Quraisy yang dahulunya menghiasi muka bumi dengan
kesombongan dan keangkuhan, kini mereka mendatangi Muhammad
dengan rasa takut dan penuh harap. Mereka meminta belas kasih kepada
Muhammad dengan berkata: “Apa yang akan engkau perbuat terhadap
kami?!” Nabi Saw bersabda kepada mereka dengan kelembutan seorang
Nabi: “Pergilah, sebab kalian semua bebas merdeka!”
Pada saat itulah, Suraqah bin Malik menyiapkan kendaraannya dan
pergi berangkat menuju Rasulullah Saw untuk mengumumkan
keislamannya di hadapan Beliau. Ia pun membawa perjanjiannya dengan
Nabi yang pernah dituliskan 10 tahun sebelumnya.
Suraqah berkata: “Aku mendatangi Nabi Saw yang berada di
Ji’ranah158. Aku pun masuk dalam barisan rombongan orang-orang
Anshar. Orang-orang Anshar ini lalu memukuliku dengan bagian
158
Sebuah tempat yang terletak antara Mekkah dan Thaif, namun ia lebih dekat ke Mekkah
letaknya.
belakang anak panah sambil berkata: “Hei, apa yang kamu inginkan?!” Aku
terus saja menerobos barisan mereka sehingga aku berada di dekat Nabi
Saw dan Beliau sedang berada di atas untanya. Aku pun segera mengangkat
surat perjanjian ini dan aku berkata: “Ya Rasulullah, Saya yaitu
Suraqah bin Malik. Inilah perjanjianmu denganku.”
Rasulullah Saw bersabda: “Mendekatlah kepadaku, wahai Suraqah.
Sebab ini yaitu hari untuk menepati janji dan menunaikan kebaikan.”
Aku pun mendekat ke arah Beliau dan aku nyatakan keislamanku
dihadapan Beliau.
Aku mendapatkan kebaikan dan kebajikan Beliau.
Hanya beberapa bulan berselang sejak Suraqah bin Malik berjumpa
dengan Nabi Saw sehingga Rasulullah Saw kembali ke pangkuan
Tuhannya.
Suraqah menjadi begitu sedih dengan kematian Beliau. Ia terus
mengenang hari di mana dirinya berniat untuk membunuh Beliau sebab
ingin mendapatkan 100 unta. Dan bagi dirinya kini bahwa semua unta di
dunia ini tidak akan mampu menandingi seujung kukupun dari diri
Rasulullah Saw.
Suraqah terus-menerus mengulangi sabda Nabi Saw kepadanya:
“Bagaimana pendapatmu, ya Suraqah bila engkau mengenakan gelang-
gelang Kisra?!” Dia terus mengucapkan sabda Beliau tanpa ada keraguan
sedikitpun dalam dirinya.
Hari silih berganti sehingga semua urusan kaum muslimin dipercaya
dan diamanahkan kepada Umar Al Faruq ra.
Pada masa kepemerintahannya, berangkatlah banyak rombongan
pasukan muslimin untuk menaklukkan kerajaan Kisra bagaikan angin yang
bertiup kencang.
Pasukan muslimin tadi mulai membombardir benteng-benteng.
Mengalahkan pasukan musuh. Mengguncang kekuasaan. Dan menyita
harta ghanimah. Sehingga Allah menghancurkan seluruh kekuasaan Kisra
di bawah kekuatan pasukan muslimin.
Pada sautau hari di hari-hari terakhir kekhilafahan Umar ra, datanglah
beberapa orang utusan Sa’d bin Abi Waqash ke Madinah untuk
menyampaikan kabar gembira penaklukan kepada Khalifah dengan
membawa seperlima harta fai’ yang berhasil didapatkan oleh para pejuang
muslimin di jalan Allah.
Begitu harta-harta ghanimah diserahkan di hadapan Khalifah; Beliau
menatapnya dengan keheranan.
Di antara harta ghanimah ini terdapat mahkota Kisra yang
berhiaskan dengan permata. Juga ada pakaiannya yang dijahit dengan
benang emas. Kalung yang dipenuhi dengan berlian. Dan dua gelang
miliknya yang tidak pernah dilihat oleh mata manusia sebelumnya. Dan
banyak lagi perhiasan milik Kisra yang tidak dapat dihitung.
Umar lalu membolak-balikkan harta yang berharga ini dengan
tongkat yang ada di tangannya.
lalu ia menoleh ke arah orang-orang di sekelilingnya sambil
berkata: “Ada sekelompok orang yang memberikan harta ini kepada para
pemimpinnya!”
Ali bin Abi Thalib yang kebetulan hadir pada saat itu berkata: “Hal itu
terjadi sebab engkau mampu menahan kehormatan diri, maka para
rakyatmu pun juga mampu menahan diri mereka, ya Amirul Mukminin.
Kalau kau suka memakan harta, mereka pun juga akan suka memakan
harta sepertimu.”
Pada saat itulah Umar Al Faruq ra memanggil Suraqah bin Malik lalu
memakaikan kepadanya pakaian dan celana Kisra. Ia juga memakaikan
kepada Suraqah sepatu milik Kisra. Ia menyandangkan ke tubuh Suraqah
pedang dan sabuknya. Umar meletakkan di atas kepala Suraqah mahkota
milik Kisra. Dan Umar juga memakaikan ke tubuh Suraqah 2 gelang milik
Kisra…. Benar, dua gelang milik Kisra!
Pada saat itulah kaum muslimin berseru:
Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar!
lalu Umar memandang ke arah Suraqah dan berkata: “Bakhin,
Bakhin!159 Seorang Badui dari Bani Madlaj mengenakan mahkota Kisra di
kepalanya, dan mengenakan kedua gelang Kisra di tangannya!!”
lalu Umar ra mengangkat kepalanya ke arah langit dan berdo’a:
Ya Allah, Engkau telah menghalangi harta ini dari Rasul-Mu padahal ia
yaitu orang yang lebih Engkau cintai dan lebih mulia dibandingkan ku.
Engkau juga telah menghalangi harta ini dari Abu Bakar padahal ia
yaitu orang yang lebih Engkau cintai dan lebih mulia dibandingkan ku.
Namun Engkau memberikannya kepadaku, aku berlindung kepada-Mu
bila harta ini Kau berikan untuk menghukum diriku.”
Lalu Umar tidak meninggalkan tempatnya sehingga ia membagikan
harta ini kepada seluruh kaum muslimin.
Untuk mengenal profil Suraqah bin Malik lebih jauh silahkan melihat:
159
Bakhin, Bakhin! yaitu kalimat yang diucapkan saat merasa takjub akan sesuatu atau merasa
bangga.
Fairuz Al Dailamy
“Fairuz yaitu Seorang yang Diberkahi dari Keluarga yang
Diberkahi” (Muhammad Rasulullah)
Begitu Rasulullah Saw mengeluhkan sakitnya sesudah ia menunaikan
Haji Wada dan berita tentang sakit yang Beliau derita telah menyebar ke
seantero jazirah Arab, maka Al Aswad Al Ansy yang berada di Yaman mulai
keluar dari Islam. Langkahnya juga diikuti oleh Musailamah Al Kadzzab
yang ada di Yamamah, Thulaihah Al Asady yang berada di negeri Asad.
Ketiga orang tadi mengaku bahwa mereka yaitu para Nabi yang diutus
masing-masing kepada kaumnya, sebagaimana Muhammad bin Abdullah
diutus kepada kaum Quraisy.
Al Aswad Al Ansy yaitu seorang dukun yang selalu mengenakan
sarung tangan, berkulit hitam, senantiasa berbuat jahat, memiliki tenaga
yang kuat dan badan yang besar.
Lebih dari itu, ia yaitu orang yang amat pandai bersilat lidah. Seorang
yang cerdas dan mampu membingungkan akal manusia dengan
kebohongannya. Ia juga mampu memperdaya kalangan tertentu dengan
harta, kedudukan dan jabatan.
Ia tidak pernah berjumpa langsung dengan manusia kecuali dengan
menggunakan topeng demi menjaga penyamaran diri dan kewibawaannya.
Akan tetapi pada saat itu keturunan Al Abna memiliki pengaruh di
Yaman. Yang menjadi pemuka keturunan Al Abna tadi yaitu Fairuz Al
Dailamy salah seorang sahabat Rasulullah Saw.
Al Abna yaitu sebuah nama yang mereka sematkan kepada sebuah
kelompok manusia dimana para ayah mereka yaitu orang Persia yang
mengungsikan diri ke Yaman, dan ibu mereka berasal dari bangsa Arab.
Pemimpin mereka bernama Badzan160 yang pada saat Islam muncul, dia
yaitu seorang raja Yaman dari pihak Kisra, pemimpin Persia. Begitu ia
mengetahui kebenaran dan keagungan dakwah Rasulullah Saw, maka
Badzan meninggalkan ketaatannya kepada Kisra dan masuk ke dalam
160
Lihat kisah keislamannya dalam cerita Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy
agama Allah bersama seluruh kaumnya. Maka Nabi Saw menyuruhnya
untuk meneruskan kegiatannya sebagai raja Yaman. Dan ia terus menetap
di Yaman sehingga ia wafat sesaat sebelum munculnya Al Aswad Al Ansy.
Yang menjadi pengikut Aswad Al Ansy pertama yaitu kaumnya
sendiri yaitu Bani Madzhij. Maka Aswad berangkat bersama kaumnya ke
San’a lalu membunuh gubernur San’a yang bernama Syahra bin Badzan. Ia
pun menikahi istri Syahra yang bernama Adzad.
lalu ia terus berangkat dari San’a ke beberapa wilayah lain.
Semua wilayah dengan begitu cepatnya tunduk di bawah kekuasaan Aswad
sehingga semua negeri yang terletak antara Hadramaut hingga Thaif
tunduk kepadanya, dan juga negeri-negeri yang terdapat antara Bahrain
dan Al Ahsan hingga Adan.
Yang membuat Aswad Al Ansy dapat menipu semua manusia tadi dan
membuat mereka takluk kepadanya yaitu kelicikan yang tiada batas. Ia
mengaku dihadapan para pengikutnya bahwa ia mempunyai seorang
malaikat yang terus membawakan wahyu kepadanya untuk
memberitahukan hal-hal ghaib.
Demi mewujudkan kebenaran pengakuannya, ia mengirimkan
beberapa orang mata-mata ke seluruh penjuru. Para mata-mata tadi
ditugaskan untuk memberitahukan kepadanya informasi dan rahasia
terkini tentang semua manusia. Para mata-mata tadi juga diminta untuk
mencari tahu akan kesulitan hidup manusia serta angan dan cita-cita yang
mereka pendam, lalu mereka diperintahkan untuk menyampaikan semua
informasi ini kepadanya secara diam-diam.
Setiap ada orang yang hendak menyampaikan hajatnya, Aswad sudah
mengetahuinya terlebih dahulu. Bila ada orang yang hendak
memberitahukan kesulitannya, Aswad sudah lebih dahulu
menceritakannya. Ia mampu memberitahukan hal-hal aneh dan
mengagumkan yang dapat membuat orang bingung keheranan. Itu semua
berlangsung, sehingga ia semakin kuat dan dakwahnya terus merambat
bagaikan api yang menyulut dedaunan kering.
Begitu Nabi Saw mendengar berita kemurtadan Aswad Al Ansy dan
penaklukan yang ia lakukan atas negeri Yaman; maka Nabi Saw
memberangkatkan sekitar 10 orang sahabatnya dengan membawa surat
untuk disampaikan kepada orang-orang yang diharapkan mampu
mengemban kebaikan dari para orang-orang Yaman yang telah lebih
dahulu memeluk Islam. Rasulullah Saw menyeru mereka untuk
menghadapi fitnah buta terhadap keimanan ini. Dan Rasul Saw juga
meminta mereka untuk segera menuntaskan Aswad Al Ansy dengan cara
apapun juga.
Tidak ada orang yang menerima surat Rasulullah, kecuali mereka
segera mengerjakan perintah Beliau. Salah seorang yang paling segera
menyambut perintah Rasulullah Saw yaitu tokoh kisah ini yang bernama
Fairuz Al Dailamy dan beberapa orang pendukungnya dari keturunan Al
Abna.
Kita akan mempersilahkan Fairuz untuk menyampaikan kisahnya yang
amat menarik. Fairuz berkata:
Saya dan beberapa orang dari Al Abna tidak pernah merasa ragu
sedikitpun akan agama Allah. Dan tidak pernah terbersit di hati salah
seorang di antara kami untuk memberikan pembenaran terhadap musuh
Allah. Kami selalu menanti saat yang tepat untuk mengalahkan musuh
Allah ini dengan cara apapun.
Begitu kami dan beberapa orang yang terdahulu masuk Islam
menerima surat dari Rasulullah Saw, maka kami saling mendukung dan
masing-masing melakukan tugasnya.
Aswad Al Ansy sudah kerasukan rasa sombong dan takabur sebab
telah merasa sukses. Maka ia merasa angkuh dihadapan panglima
pasukannya yang bernama Qais bin Abdi Yaguts. Perlakuan Aswad kepada
Qais telah berubah sehingga Qais merasa tidak aman dari kejahatan Aswad.
Aku pun dan sepupuku yang bernama Dadzawaih mendatangi Qais.
Kami menyampaikan surat Nabi Saw kepadanya, lalu kami mengajaknya
untuk menumpas Aswad sebelum ia menumpas kita.
Maka Qais menerima ajakan kami dengan lapang dada. Ia
menceritakan semua rahasia Aswad kepada kami. Ia menganggap bahwa
kami yaitu utusan langit yang turun kepadanya.
Maka kami bertiga berjanji untuk menghadapi si murtad pendusta ini
dari dalam, sebagaimana para rekan-rekan kami yang lain akan
menghadapinya dari luar.
Rencana kami semakin mantap saat dengan keikut sertaan sepupuku
yang bernama Adzad yang diperistri oleh Aswad sesudah suaminya Syahra
bin Badzan terbunuh.
Aku berangkat ke istana Aswad Al Ansy dan aku bertemu dengan
sepupuku yang bernama Adzad dan aku berkata kepadanya: “Wahai
sepupuku, engkau telah mengetahui keburukan dan kejahatan yang telah
dilakukan oleh orang ini. Ia telah membunuh suamimu, memperkosa
wanita dari kaummu, mencelakakan banyak kaum pria dan merebut
kekuasaan dari mereka.
Dan inilah surat Rasulullah Saw yang ditujukan kepada kita secara
khusus dan kepada penduduk Yaman secara umum agar kita dapat
menuntaskan fitnah yang merebak ini.
Apakah engkau akan menolong kami untuk melakukannya?!”
Adzad bertanya: “Apa yang harus aku lakukan untuk menolong
kalian?!” Aku menjawab: “Engkau dapat menolong kami untuk
mengeluarkannya!” Ia berkata: “Bahkan, aku dapat menolong kalian untuk
membunuhnya.” Aku menjawab: “Demi Allah, aku tidak menginginkan hal
yang lebih dari itu. Akan tetapi aku khawatir untuk memintamu melakukan
pembunuhan terhadap dirinya.”
Ia langsung berseru: “Demi Dzat Yang telah mengutus Muhammad
dengan membawa kebaikan sebagai seorang Rasul yang menyampaikan
kabar gembira dan peringatan, aku tidak pernah ragu terhadap agamaku
sesaatpun. Allah Swt tidak menciptakan seorang manusia yang lebih aku
benci dibandingkan ‘setan’ ini.
Tidak aku ketahui apapun tentang dirinya selain bahwa dia yaitu
orang yang durjana, pendosa, tidak memimpin dengan baik, dan tidak
berhenti berbuat jahat!”
Aku bertanya: “Bagaimana kami dapat membunuhnya?!” Ia menjawab:
“Dia yaitu orang yang selalu membuat perlindungan bagi dirinya. Tidak
ada tempat di istana ini yang tidak dikelilingi oleh para penjaga kecuali
kamar yang tersembunyi ini. Muka kamar ini akan terlihat di tempat ini
(Pent;ia menyebutkan sebuah lokasi). Jika sudah malam, datanglah ke
kamar ini di tengah kegelapan. Di dalamnya kalian akan mendapati
senjata dan lentera. Kalian akan menemuiku di sana untuk menanti
kedatangan kalian. lalu kalian dapat menyusup ke dalam
ruangannya dan kalian dapat membunuhnya.”
Aku berkata: “Akan tetapi untuk membuka kamar seperti yang terdapat
dalam istana ini bukanlah perkara yang mudah. Bisa jadi ada orang yang
mendapati kami lalu berteriak memberitahu kepada para penjaga…
dan itu akan membawa akibat yang buruk bagi diri kami.”
Ia berkata: “Engkau tidak keliru, dan aku punya sebuah pendapat untuk
kalian.” Aku bertanya: “Apa itu?!” Ia berkata: “Suruhlah salah seorang
yang engkau percaya untuk menemuiku dengan menyaru sebagai seorang
tukang. Nantinya aku akan menyuruh dia untuk membuka kamar ini
dari dalam sehingga jendela kamar ini dapat dibuka dengan mudah
sesudah itu. lalu pada malam harinya, kalian akan meneruskan
pencongkelan jendela ini pada malam hari dengan amat mudah.”
Aku berkata: “Bagus sekali pendapatmu.”
lalu akupun kembali dan memberitahukan kepada kedua
sahabatku apa yang baru saja telah kami sepakati, dan mereka berdua turut
menyepakatinya. Dan kami pun sejak saat itu mulai mempersiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan.
lalu rencana ini kami ceritakan secara rahasia kepada orang
mukmin pendukung kami, dan kami meminta mereka untuk siaga. Dan
kami merencanakan bersama mereka untuk melakukan aksi pada waktu
fajar keesokan harinya.
Begitu malam dan waktu yang telah ditentukan telah tiba aku pun
berangkat bersama kedua sahabatku ke tempat penyusupan. Kami berhasil
menemukan jendela ini dan kamipun berhasil masuk ke dalam kamar
yang telah ditentukan. Kami juga menemukan senjata dan lentera yang
dijanjikan. Kami pun terus menuju istana Aswad musuh Allah. Ternyata
sepupuku sudah berdiri menunggu di depan gerbang istana. Ia
memberikan isyarat kepadaku dan aku pun memasuki kamar yang ia
tunjukkan. Begitu kami memasukinya, ternyata Aswad sedang tertidur
dengan mendengkur.
Maka aku pun melayangkan pedang tepat di atas lehernya. Maka ia
terhuyung bagaikan kerbau dan unta yang disembelih.
Begitu para penjaga mendengar jeritannya, maka mereka segera
mendatangi kamar Aswad dan bertanya: “Ada apa gerangan?!” Sepupuku
Adzad berkata: “Kembalilah kalian dengan tenang! Nabi Allah (Aswad yang
mengaku Nabi) sedang menerima wahyu.” Maka para penjaga itu pun
kembali ke tempat mereka.
Kami terus berada di istana Aswad sehingga terbitnya fajar. lalu
aku berdiri di salah satu temboknya dengan berseru: “Allahu Akbar, Allahu
Akbar!!” aku terus mengumandangkan adzan sehingga aku sampai pada
bacaan: “Asyhadu an la ilaha illa-Llahu wa anna muhammadan Rasulullah.
Wa asyhadu annal aswad al ansy kadzzab. (Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu Rasulullah, dan aku
bersaksi bahwa Aswad al Ansy yaitu pendusta.”
Dan ini yaitu kalimat rahasia.
Maka berdatanganlah kaum muslimin ke istana dari segala arah. Para
penjaga menjadi ketakutan begitu mereka mendengarkan adzan. Dan
bertemulah kedua belah pihak untuk saling mengalahkan.
Aku lalu melemparkan kepala Aswad ke arah mereka dari atas tembok
istana.
Begitu para pendukung Aswad melihat kepalanya yang telah terpotong,
maka mereka langsung melemah dan kehilangan semangat. Begitu pasukan
muslimin melihat hal ini, mereka langsung bertakbir dan menyerang
musuh mereka. Dan mereka berhasil mengalahkan musuh sebelum
terbitnya matahari.
Begitu siang menjelang, kami mengirimkan sebuah surat kepada
Rasulullah Saw yang memberitahukan Beliau akan berita terbunuhnya
musuh Allah. Begitu utusan yang bertugas membawa kabar gembira
ini tiba di Madinah, mereka mendapati bahwa Nabi Saw telah wafat
tadi malam.
Akan tetapi tidak lama lalu mereka mengetahui bahwa wahyu
Allah telah memberitahukan Beliau akan terbunuhnya Aswad Al Ansy pada
malam dimana Aswad terbunuh.
Maka Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya: “Aswad Al
Ansy telah terbunuh semalam. Dia telah terbunuh oleh seorang yang
diberkahi dari keluarga yang diberkahi.”
Ada yang bertanya kepada Beliau: “Siapakah orangnya, ya
Rasulullah?!” Rasul menjawab: “Dialah Fairuz. Beruntung Fairuz!”
Tsabit Qais Al Anshary
“Tidak Ada Wasiat Yang Boleh Diberikan sesudah Kematian Pemilik
Hartanya Kecuali Wasiat Tsabit Bin Qais”
Tsabit bin Qais Al Anshary yaitu seorang pemuka suku Khajraj161 yang
terpandang. Dan ia juga salah seorang pemuka kota Yatsrib.
Lebih dari itu ia yaitu orang yang memiliki akal yang cerdas,
berpikiran cerdas, pandai berbicara, dan bersuara lantang. Jika ia
berbicara, maka ia akan mengalahkan semua lawan bicaranya. Jika ia
berkhutbah, maka ia mampu untuk menyihir para pendengarnya.
Dia yaitu salah seorang penduduk Yatsrib yang lebih dahulu masuk
Islam. sebab begitu ia mendengar ayat-ayat Dzikrul Hakim (Al Qur’an)
yang dibacakan oleh seorang da’I muda dari Mekkah yang bernama Mus’ab
bin Umair dengan suara dan intonasinya yang tenang, bacaan ini
membuat telinganya tertegun mendengarkan keindahan susunannya.
Hatinya terpaut dengan kehebatan penjelasannya. Sanubarinya terenggut
oleh semua petunjuk dan syariat yang ada di dalamnya.
Maka Allah Swt melapangkan dada Tsabit untuk menerima iman,
lalu Ia meninggikan posisi dan sebutan namanya dengan mengajak
diri Tsabit untuk bergabung di bawah panji Nabi Al Islam.
Begitu Rasulullah Saw tiba di Madinah sebagai seorang muhajir, Tsabit
bin Qais menyambut Beliau bersama dengan serombongan besar
penunggang kuda dari kaumnya dengan sebuah penyambutan yang mulia.
Tsabit menyambut Rasul dan Abu Bakar dengan cara yang paling indah.
Tsabit lalu berkhutbah dengan begitu cakap dihadapan Rasul Saw yang ia
mulai dengan memuji Allah dan shalawat serta salam kepada Nabi-Nya…
lalu ia menutup khutbahnya dengan berkata: “Kami berjanji
kepadamu, ya Rasulullah untuk melindungi dirimu sebagaimana kami
melindungi diri kami, anak-anak kami dan istri-istri kami. Apa balasannya
bagi kami?”
Rasul Saw lansung menjawab: “Balasannya yaitu surga.”
161
Khajraj yaitu sebuah kabilah yang berasal dari Yaman yang datang ke Madinah dan
menetap di sana. Kabilah ini dan kabilah Aus yaitu dua kabilah terbesar di Madinah.
Begitu kata ‘surga’ hinggap di telinga mereka, maka menjadi cerialah
wajah mereka sebab merasa bahagia, dan mereka berkata:“Kami rela, ya
Rasulullah… Kami rela, ya Rasulullah!”
Sejak saat itu Rasulullah Saw menjadikan Tsabit bin Qais menjadi
khatib Beliau, sebagaimana Beliau juga menjadikan Hassan bin Tsabit
sebagai penyair Beliau.
Maka jika Rasul Saw kedatangan para utusan bangsa Arab untuk
mengajak Rasul Saw bertanding dengan bahasa Arab yang fashih lewat
para orator dan penyair mereka, maka Rasulullah Saw akan meminta Tsabit
bin Qais untuk berhadapan dengan para orator tadi, sedangkan Hassan bin
Tsabit untuk menghadapi para penyairnya.
Tsabit bin Qais yaitu seorang yang memiliki iman yang mendalam,
memiliki ketaqwaan yang sesungguhnya. Amat takut kepada Tuhannya.
Amat khawatir terhadap segala hal yang dapat mendatangkan murka Allah
Swt.
Rasulullah Saw pernah mendapatinya suatu hari sedang ketakutan
dengan dadanya yang gemetar. Rasul Saw bertanya kepadanya: “Apa yang
terjadi denganmu, wahai Abu Muhammad (pent. Panggilan Tsabit bin
Qais)?” Ia menjawab: “Aku takut kalau aku binasa, ya Rasulullah.” Rasul
bertanya: “Memangnya kenapa?” Ia menjawab: “Allah Swt telah melarang
kita untuk suka dipuji atas apa yang belum kita perbuat. Dan aku
mendapati diriku yaitu orang yang suka dipuji. Ia juga melarang kita
untuk sombong, dan aku mendapati diriku yaitu orang yang terlalu
percaya diri.”
Rasul terus berusaha untuk menenangkan kesedihan Tsabit sehingga
Beliau bersabda: “Ya Tsabit, apakah engkau tidak rela bila engkau akan
hidup mulya, mati sebagai syahid dan masuk surga?”
Maka berserilah wajah Tsabit dengan kabar gembira ini, ia langsung
berkata: “Tentu aku rela, ya Rasulullah… Tentu aku rela, ya Rasulullah!”
Rasulullah Saw bersabda: “Engkau akan mendapatkannya.”
Saat firman Allah Swt turun yang berkenaan tentang diri Tsabit dan
berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu lebih dari suara Nabi, dam janganlah kamu berkata
padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara)
sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus
(pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. Al-
Hujurat [49] : 2)
Tsabit langsung menghindari majlis Rasulullah Saw –meskipun ia amat
cinta kepada Beliau- ia terus berada di rumahnya sehingga ia hampir tidak
pernah meninggalkan rumah ini kecuali untuk menunaikan shalat
berjamaah.
Rasul Saw merasa kehilangan Tsabit dan Beliau bersabda: “Siapa yang
dapat membawa kabar tentang Tsabit kepadaku?”
Salah seorang dari suku Anshar: “Saya yang akan melakukannya, ya
Rasulullah!”
Maka orang ini mendatangi rumah Tsabit dan mendapati Tsabit
sedang berada di dalam rumah sambil bersedih dan menundukkan
kepalanya. Orang Anshar ini bertanya kepada Tsabit: “Apa kabar,
wahai Abu Muhammad?” Tsabit menjawab: “Kabar buruk.”
Orang Anshar tadi bertanya: “Mengapa demikian?” Tsabit menjawab:
“Engkau sudah tahu bahwa aku yaitu orang yang bersuara keras.
Seringkali suaraku melewati suara Rasulullah Saw, sedangkan Al Qur’an
telah menurunkan ayat tentang hal ini sebagaimana engkau ketahui. Aku
menduga bahwa seluruh amalku telah terhapus dan aku termasuk ahli
neraka.”
Orang Anshar ini kembali menemui Rasulullah Saw dan
menceritakan kepada Beliau apa yang telah ia lihat dan ia dengar. Maka
Rasul Saw bersabda: “Pergi dan temuilah dia dan katakan padanya bahwa
engkau bukanlah ahli neraka akan tetapi engkau ahli surga.”
Dan inilah kabar gembira terhebat yang pernah didengar oleh Tsabit
yang senantiasa ia harapkan semasa hidupnya.
Tsabit bin Qais turut serta dalam setiap peperangan yang dilakukan
Rasulullah Saw selain Badr. Ia menyeburkan dirinya di medan perang demi
mencari syahadah sebagaimana yang telah dijanjikan Rasulullah Saw
kepadanya. Akan tetapi ia selalu tidak menemukannya, padahal jaraknya
dengan kematian sudah amat dekat.
Hingga terjadilah peperangan melawan kemurtadan antara pasukan
muslimin dan Musailamah Al Kadzzab pada masa Abu Bakar As Shiddiq ra.
Pada perang ini Tsabit bin Qais menjadi amir pasukan suku
Anshar, Salim budak Abu Hudzaifah menjadi amir pasukan suku Muhajirin
sedangkan yang menjadi panglima pasukan yaitu Khalid bin Walid. Ia
menjadi panglima pasukan atas semua golongan baik Anshar, Muhajirin
maupun orang-orang badui.
Pada saat itu pasukan Musailamah mendapatkan keunggulan atas
pasukan muslimin. Sehingga mereka mampu merebut kemah Khalid bin
Walid dan berniat untuk membunuh istri Khalid yang bernama Ummu
Tamim. Mereka berhasil memutuskan semua tali tenda lalu merobek-
robek tenda ini dengan cara yang amat bengis.
Pada saat itu Tsabit bin Qais melihat kelemahan barisan muslimin yang
membuat hatinya merasa sedih dan apatis. Ia mendengarkan cercaan yang
mereka saling lemparkan sehingga hatinya bertambah gundah.
Para orang-orang kota menuduh para orang-orang kampung sebagai
penakut. Sedang orang-orang kampung mengatakan bahwa orang-orang
kota tidak becus berperang.
Pada saat itulah Tsabit bin Qais memakaikan minyak kematian pada
tubuhnya dan ia mengenakan kain kafan. Dia berdiri dengan dipandangi
oleh orang disekelilingnya sambil berkata: “Wahai seluruh muslimin,
bukan begini cara kita dulu berperang bersama Rasulullah Saw. Alangkah
buruk tindakan kalian yang telah membuat musuh berani berhadapan
dengan kalian. Alangkah buruk tindakan kalian yang takluk dihadapan
para musuh.”
lalu ia mengangkat pandangannya ke langit dan berkata: “Ya
Allah, aku terlepas dari kemusyrikan yang mereka kerjakan (maksudnya
yaitu Musailamah dan kaumnya), dan aku juga terlepas dari apa yang
diperbuat oleh mereka ini (maksudnya yaitu kaum muslimin).”
lalu ia menyerang bagai seekor singa buas berjibaku dengan para
pejuang sejati lainnya, diantaranya yaitu : Al Bara’ bin Malik Al Anshary,
Zaid bin Al Khattab saudara Amirul Mukminin Umar bin Khattab, Salim
budak Abu Hudzaifah, dan beberapa orang lainnya yang termasuk kaum
mukminin yang terdahulu.
Ia menyerang pasukan musuh dengan gagah berani yang menimbulkan
semangat bagi pasukan muslimin dan membuat gentar pasukan musyrikin.
Ia terus menebaskan pedangnya ke setiap arah sehingga ia terjerembab
sebab luka yang ada. Ia pun tersungkur di medan laga dengan bola mata
yang tenang, gembira dengan apa yang Allah tetapkan baginya sebagai
orang yang mati syahid sebagaimana yang telah diberitakan oleh
kekasihnya yaitu Rasulullah Saw. dan ia pun bangga dengan kemenangan
yang Allah tetapkan bagi pasukan muslimin.
Pada saat itu Tsabit membawa sebuah baju besi yang bagus. Salah
seorang prajurit muslim menjumpai tubuh Tsabit lalu mengambil baju
ini untuk ia kenakan.
Pada keesokan hari sesudah Tsabit gugur, salah seorang prajurit
bermimpi melihat Tsabit yang berkata kepadanya: “Saya yaitu Tsabit bin
Qais, apakah engkau mengenalku?” prajurit ini menjawab: “Ya, aku
mengenalmu.”
Tsabit berkata: “Aku akan memberimu wasiat. Jangan kau katakan
bahwa ini yaitu mimpi sebab itu akan membuatnya sia-sia. Kemarin saat
aku telah terbunuh, ada seorang prajurit muslim yang menemui tubuhku
dengan sifat ini dan itu. lalu ia mengambil baju besiku dan
membawanya ke arah kemahnya yang terletak di perkemahan terjauh di
arah fulan. lalu ia meletakkannya di bawah tungku miliknya. Dan ia
meletakkan pelana di atas tungku ini .
Temuilah Khalid bin Walid dan katakan kepadanya agar ia
mengirimkan seorang utusan kepada orang yang mengambil baju besi
ini , selagi masih ada di tempat itu.
Aku juga berwasiat hal lain kepadamu. Janganlah engkau katakan
bahwa ini yaitu sebuah mimpi bunga tidur, sebab itu akan membuatnya
menjadi sia-sia. Katakanlah kepada Khalid: ‘Jika engkau menghadap
Khalifah Rasulullah Saw di Madinah sampaikan kepadanya bahwa Tsabit
bin Qais masih memiliki hutang sejumlah ini dan itu… dan fulan dan fulan
budak Tsabit akan dibebaskan , asalkan dapat membayarkan hutangku
maka kedua budak ini akan bebas merdeka.”
Orang ini terbangun. lalu ia menghadap Khalid bin Walid
dan menyampaikan apa yang telah ia dengar dan lihat.
Maka Khalid mengutus orang yang akan mengambil baju besi ini
dari orang yang telah mengambilnya. Ternyata utusan ini mendapati
baju besi ini tepat berada di tempat yang diceritakan lalu ia
membawanya sebagaimana adanya.
Begitu Khalid kembali ke Madinah, ia menceritakan kepada Abu Bakar
ra tentang kisah Tsabit bin Qais dan wasiatnya. Abu Bakar pun
memperkenankan semua wasiat Tsabit.
Tidak ada orang sebelum dan sesudah Tsabit yang wasiatnya
diperbolehkan sesudah kematiannya.
Semoga Allah Swt meridhai Tsabit bin Qais, dan menjadikannya
termasuk orang yang berada pada surga tertinggi.
Thalhah bin Ubaidillah Al Taimy
“Siapa yang Ingin Melihat Orang yang Berjalan di Muka Bumi dan
Telah Meninggal Dunia, Maka Lihatlah Thalhah bin Ubaidillah”
(Muhammad Rasulullah)
Thalhah bin Ubaidillah berangkat bersama sebuah rombongan bangsa
Quraisy dalam sebuah ekspedisi perdagangan ke Syam. Sesampainya
kafilah ini di kota Bushra162, beberapa orang pemuka dari pedagang
Quraisy tadi langsung menuju pasar yang ramai di sana untuk melakukan
transaksi jual-beli.
Meski Thalhah masih berusia muda dan belum memiliki pengalaman
dagang seperti yang mereka miliki, akan tetapi ia memiliki kecerdikan dan
insting bisnis yang dapat membuat dirinya mengalahkan mereka semua
khususnya dalam mendapatkan transaksi perdagangan yang paling besar.
Saat Thalhah sedang hilir-mudik di pasar yang sesak oleh orang-orang
yang berdatangan dari segala penjuru, tiba-tiba ia mengalami sebuah
peristiwa yang tidak hanya merubah jalan hidupnya saja, akan tetapi
merupakan sebuah berita gembira yang telah merubah catatan sejarah
seluruhnya.
Kita akan mempersilahkan Thalhah bin Ubaidillah untuk menceritakan
kepada kita kisahnya yang berkesan ini.
Thalhah berkata: “Saat kami sedang berada di pasar Bushra, tiba-tiba
ada seorang Rahib163 berteriak menyeru manusia: “Wahai semua pedagang.
Tanyakanlah kepada orang yang datang pada musim dagang ini, adakah di
antara mereka salah seorang penduduk tanah Haram (Mekkah)?”
Saat itu aku berada di dekatnya, maka aku segera menanggapi dan aku
berkata: “Benar, aku berasal dari penduduk tanah Haram.”
Ia bertanya: “Apakah telah muncul di negeri kalian seorang yang
bernama Ahmad?” Aku bertanya: “Siapakah Ahmad itu?!” Ia menjawab:
“Putra Abdullah bin Abdul Muthalib. Inilah bulan di mana ia akan muncul
dan dia yaitu Nabi terakhir. Dia akan muncul di negeri kalian yaitu
162
Bushra yaitu sebuah kota di negeri Syam, saat ini kota ini termasuk dalam wilayah
provinsi Hawran di Syiria. Kota ini dikenal di kalangan bangsa Arab dengan istana-istana yang banyak
terdapat di dalamnya.
163
Pemuka agama agama Nashrani
Haram, dan lalu ia akan berhijrah ke sebuah negeri yang memiliki
bebatuan berwarna hitam, banyak korma, garam dan air yang berlimpah.
Jangan sampai kau kedahuluan, wahai pemuda!”
Thalhah berujar:
Ucapannya begitu berkesan di hatiku. Aku segera menghampiri untaku,
dan aku letakkan semua perlengkapannya. Aku segera meninggalkan
kafilah yang bersamaku, dan aku segera berangkat menuju Mekkah.
Begitu aku tiba di Mekkah, aku bertanya kepada keluargaku: “Apakah
ada suatu kejadian sesudah kepergian kami di Mekkah ini?”
Mereka menjawab: “Benar, Muhammad bin Abdullah mengaku bahwa
dirinya yaitu seorang Nabi. Ibnu Abi Quhafah (maksudnya yaitu Abu
Bakar) menjadi pengikutnya.”
Thalhah berujar: “Aku mengenal Abu Bakar sebagai orang yang
pemurah, penyayang, sopan terhadap orang lain dari kaumnya.”
Dia juga seorang pedagang yang berbudi dan istiqamah. Kami
menyukainya, senang bergaul dengannya, sebab ia memiliki banyak
informasi tentang bangsa Quraisy dan ia hapal benar tentang urutan nasab
Quraisy. Aku pun berangkat menemuinya dan bertanya kepadanya:
“Apakah benar apa yang dibicarakan orang bahwa Muhammad bin
Abdullah diutus sebagai Nabi, dan engkau menjadi pengikutnya?” Ia
menjawab: “Benar.” lalu ia mengisahkan kepadaku ceritanya dan ia
mengajakku untuk masuk Islam bersamanya. Aku juga memberitahukan
kepadanya tentang cerita Rahib, lalu ia terkejut dan berkata: “Mari
ikut dengan saya untuk menemui Muhammad agar engkau dapat
meneceritakan hal ini kepadanya, dan juga agar engkau dapat
mendengarkan langsung apa yang ia sabdakan. Dan semoga engkau akan
masuk ke dalam agama Allah.”
Thalhah berujar: “Maka akupun berangkat bersama Abu Bakar untuk
menemui Muhammad dan Beliau menawarkan agar aku masuk Islam. Ia
juga membacakan kepadaku beberapa ayat Al Qur’an. Dan Beliau
memberikan kabar kepadaku akan kebaikan dunia dan akhirat.”
Rupanya Allah Swt berkenan untuk melapangkan dadaku untuk
menerima Islam. Aku pun menceritakan kepadanya kisah Rahib Bushra.
Maka terlihatlah rona keceriaan di wajah Beliau.
Lalu aku menyatakan keislamanku dihadapan Beliau bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu Rasulullah.
Mulai saat itu aku menjadi orang keempat yang masuk Islam sebab
ajakan Abu Bakar.
Berita keislaman pemuda ini bagaikan petir menyambar yang
memekakan telinga keluarga dan kerabatnya.
Salah seorang keluarganya yang paling merasa sedih akan
keislamannya yaitu ibunya. Ibunya berharap kepada kaumnya agar dapat
memalingkan Thalhah dari budi pekerti baik yang diajarkan Islam.
Kaumnya segera menemui Thalhah agar ia mau kembali kepada
agamanya. Namun kaumnya mendapati diri Thalhah yang tegar dan tidak
pernah berubah.
Begitu mereka merasa lelah untuk membujuknya, maka mereka
melakukan penyiksaan terhadap dirinya.
Mas’ud bin Kharasy berkisah: “Saat aku sedang melakukan sa’I antara
Shafa dan Marwa, aku melihat ada sekelompok orang yang sedang
menggiring seorang pemuda dimana kedua tangannya diikatkan ke leher.
Mereka semua berlari-lari kecil di belakang pemuda tadi. Mereka
mendorong punggungnya, dan memukuli kepalanya. Di belakang pemuda
tadi terdapat seorang wanita tua yang terus-menerus mencaci dan
berteriak kepadanya.”
Aku bertanya: “Apa gerangan yang terjadi atas pemuda itu?!”
Mereka menjawab: “Ini yaitu Thalhah bin Ubaidillah. Dia telah keluar
dari agamanya dan menjadi pengikut seorang keturunan Bani Hasyim!”
Aku bertanya lagi: “Lalu siapa wanita tua yang berada di belakangnya?”
Mereka menjawab: “Dia yaitu Sa’bah binti Al Hadhramy, ibu pemuda
ini .”
lalu Naufal bin Khuwailid yang dikenal dengan Asad Quraisy
(Singa Quraisy) menghampiri Thalhah bin Ubaidillah lalu ia
mengikat Thalhah dengan seutas tambang. Naufal juga mengikat tangan
Abu Bakar As Shiddiq. Keduanya dibawa oleh Naufal untuk digiring dan
diserahkan kepada para orang-orang jahil Mekkah agar supaya keduanya
disiksa seberat-beratnya.
Oleh sebab nya Thalhah bin Ubaidillah dan Abu Bakar As Shiddiq
dipanggil sebagai Al Qarinain (Dua orang yang digiring).
Hari terus berganti, dan banyak kejadian yang telah berlalu. Sementara
Thalhah bin Ubaidillah semakin dewasa hari demi hari. Perjuangannya di
jalan Allah dan Rasul-Nya semakin besar dan agung. Baktinya kepada Islam
dan kaum muslimin semakin berkembang. Sehingga kaum muslimin
memanggilnya dengan panggilan Al Syahid Al Hayy (Seorang syahid yang
hidup). Rasulullah Saw sendiri memanggil dirinya dengan sebutan:
Thalhah Al Khair (Thalhah yang baik), Thalhah Al Juud (Thalhah yang
penderma), dan Thalhah Al Fayyadh (Thalhah yang pemurah). Masing-
masing dari panggilan ini memiliki kisahnya sendiri yang tidak kalah
menarik.
Kisah namanya yang disebut sebagai As Syahid Al Hayy (seorang syahid
yang hidup) bermula pada perang Uhud saat kaum muslimin berpencar
dari barisan dan meninggalkan Rasulullah Saw. Tidak ada orang yang
melindungi Beliau selain 11 orang Anshar dan Thalah bin Ubaidillah dari
kaum Muhajirin.
Saat itu Nabi Saw sedang menaiki sebuah gunung bersama beberapa
sahabatnya, beberapa orang dari kaum musyrikin menyusul Beliau dan
berniat membunuhnya. Rasulullah Saw bertanya: “Siapa yang mampu
memukul mundur mereka semua, maka ia akan menjadi temanku di
surga?” Thalhah berkata: “Saya mampu, ya Rasulullah!”
Rasul Saw bersabda: “Tetaplah di tempatmu!” Seorang pria dari Anshar
berkata: “Saya mampu, ya Rasululla