Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 7. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

tasyabuh yg dilarang fiqh 7


 ,i 4; *i y\t -u tt s'-, oi

,rrii ;it ri tii,uu'J,1i,>()1a),t'niy* J:^';:-\i +

,i,r, ;* k.v i;' ttr, :,? t i6ti',* tit,iu r:k:t t5

t;;. iu'"* ils5 ,rrfse)$9 ,r1{{'rv€,ttg

uy *u ttf.r',tfi rfu *.o e $yr,:":;it'l;l*s 6r''i'i

J;J;iL')*f)2t

,,Bahwa Rasulullah shallatlahu Ataihi wa sallam menunggang kuda

tatu beliau teriatuh sehingga beliau terluka lcaki kanannya. Kemudian

ketika betiau melakukan suatu shalat sambit duduk. Maka kami shalat

di betakang betiau sambit duduk pula. Ketika beliau berbalk (setelah

selesai shata\ brsabda, 'sesungguhnya imam diadakan untuk diikuti

shalaarya. tika ia shalat sambit berdiri, shalatlah kalian semua sanbil

brdiri. tilca ia ntku', ruku'lah lcalian semua. Ika ia bangkit, bangkitlah

lcalian semua. Iila ia mengucaplan: 'sami'Allahu liman hamidah'(Al￾tah Maha Mendengar siapa saia yang memuii-Nya), ucapkan:

,Rabbaaaa walakat hamdu'(wahai Tfuhan kami, bagi-Mu segala pujr).

Iika ia shalat sambil berdiri, shalattah kalian semua sambil berdiri'

tka ia shalat sambit duduk, shatatlah katian semua sambil duduk'."ael

Dalil-dalil yang diambil oleh kelompok Pertama, yaitu jumhur

dibantah oleh kelompok kedua, sebagai berikut:

1. lmam Atrmad Rahrm ahultahmenotak pendapat den gan nasldt dengan

berdalil kepada shalat Rasulullah Shattallahu Alaihi wa Sallam ketika

beliau sedang menderita sakit, dengan ungkapannya, "Tidakada kelatat￾an huijah di dalamnya karena Abu Bakar memulainya sambil berdiri

dan menyelesaikannya demikian itu. Maka menggabungkan dalillebih

baik daripada menasakh.'4e2

Bisa dimungkinkan bahwa Abu Bakar selaku imam, dari Aisyah,

7'i q.A-b; ,f.f i'dt ,k *r *ht ;* ,;t ol

\*i

'Bahwa Nabi Shallattahu Alaihi wa SaUam shalat di bliang Abu

Bakar ketika bliau sedang nrenderia sakit dalam pakaian (selimut)

yang di selempangkannya."

Juga diriwayatkan Anas: "Dan kamijuga tidak mengetahui bahwa

beliau shalat di belakang Abu Bakal melainkan di dalam hadits ini."

Sedangkan Malik berkomentar sebagai berikut, "Menurut kami harus

diamalkan hadits itu."4s3

2. Mereka berkata, "Tidak bisa dikatakan: Uika ia imam, tentu akan berada

di sisi hri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn Karena bisa dipahami

bahwa ia melakukan itu karena dibelakangnya ada shaf yang lain,"'4e4

3. lbnu Khuzaimaha% Rahimahullah berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam telah memerintahkan kepada para makmum untuk meng￾ikuti imam. Juga memerintahkan dudukjika imam shalatsambilduduk.

Beliau melarang keras jika ada orang shalat sambil berdiri sedangkan

imam shalat sambil duduk. Mereka berbeda pendapat tentang peng￾hapusan permasalahan tersebut. Dan tidak ada berita yang dapat

dikukuhkan yang dinukil bahwa ada penghapusan apa yang telah datangdari Rasulullah Shalla llahu Alaihi wa Sallam sebagaimana yang telah

kita sebutkan berupa perbuatan dan perintah beliau. Apa-apa yang

shahih telah datang dari Rasulullah SlallallahuAlaihiwaSallam dan

telah menjadikesepakatan Para ahli ilmu tentang keshahihannya, maka

bisa diyakini. Sedangkan apa-aPa yang mereka perselisihkan dan bahwa

belum ada kepastian bahwa suatu kabar benar dari Nabi Slallallahu

AlaihiusaSallam, maka itu diragukan. Dan tidak boleh meninggalkan

apa-apa yang diyakini demi apa-aPa yang diragukan. Akan tetapi, boleh

meninggalkan sesuatu yang diyakinidemi sesuatu yang diyakini pula.as

4. Terus berlangsung amalan para shahabat yang duduk di belakang

imam yang shalat sambil duduk di zaman kehidupan Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam dan setelah beliau wafat. Di antaranya

adalah yang diriwayatkan Osaid bin Al-Hudhair dan Jabir bin Abdullah

dan lain-lain.as

Sedangkan dalil pendapat kedua dibantah jumhur sebagai berikut:

1. Asy-Syaf i Rahimahullah berkata, *Ketika NabiShallallahuAlaihi wa

Sallam dalam keadaan sakit, beliau shalat sambil duduk; dan semua

orang di belakang beliau shalat sambil berdiri. Jadi, kami menarik

kesimpulan bahwa perintah beliau agar duduk adalah ketika beliau

terjatuh dari kudanya sebelum beliau sakit hingga wafat dengan sakitnya

itu. Maka, 'shalat beliau ketika sakit yang menyebabkan kematiannya,

beliau shalat sambil duduk; sedangkan orang-orang (para Shahabat)

di belakang beliau berdiri'(perintah ini) dihapus (maruukh) dengan

keharusan semua orang untuk mengikuti duduknya imam.aeT

Dia Rahimahullahjuga mengatakan, "Kami tidak menentang hadits￾hadits yang paling pertama hingga ada hadits yang memerintahkan

untuk menjadikannya pertasildt (penghapus dan pengganti). Hadits￾hadits utama itu adalah tepat pada waktunya (sesuai dengan kondisi

waktu itu, ed.) lalu dinasakh sehingga yang benar adalah pada penasikh￾nya. Demikianlah yang terjadi setiap yang dihapus, maka kebenaran

adalah apa-apa yang tidak dihapus (dinasakh). Jika sesuatu dinasakh,

kebenaran berada pada penasikhnya.2. Mereka berkata, "sesungguhnya dalam ungkapan yang mengatakan

bahwa 'duduk'telah dihapus sesuaidengan apa yang dibawa oteh sun￾nah dan telah disepakatioleh orang banyakbahwa manusia boleh shalat

sesuai dengan kemampuannya. Padahal dalam konteks hadits tersebut

mereka mampu berdiri dan shalat yang mereka lakukan adalah shalat

fardhu. orang yang mampu tidak boleh shalat sambit duduk sekalipun

imamnya lorena adanya uzu[ shalat sambil duduk.m

3. Di antara mereka ada yang berkata, "sesungguhnya yang dimaksud

dengan perintah untuk duduk kepada para malonum ketika imam shalat

sambil duduk adalah ketika dalam tasyahhud. Yaknijika imam berta￾syahhud sambil duduk maka semua malnnum bertasyahhud sambil

duduk seluruhnya.sr

4. sedangkan yang disebutkan berupa apa yang dilakukan oreh sebagian

para shahabat bahwa mereka 'duduk'di masa kehidupan Rasulullah

shallallahu Alaihi wa sallam dan sepeninggal beriau terah disanggah

oleh,Asy-syaf idalam ungkapannya, "Dalam peristiwa ini menunjukkan

bahwa seseorang mengetahuisesuatu dari Rasulullah, dan tidak menge￾tahuiselain dari Rasulullah. Maka, ia mengungkapkan apa yang dike￾tahui saja, kemudian ia tidak bersandar dengan ucapan yang ia katakan￾nya, lalu meriwayatkan huiiah pada seseorang )rang mengetahui bahwa

Rasulullah mengatakan atau melakukan sesuatu. Di mana perbuatan

itu menasakh yang dikatakan orang lain dan orang rain itu mengetahui

haltersebut."m

5. sedangkan tentang perbedaan hadits-hadits tentang shatat Rasuluilah

shallauahu Alaihi wa sallam ketika beliau sakit yang berakhir dengan

ajal, maka telah disanggah oleh lbnu Abdul Barr dengan ungkapannya

sebagai berikut, "lni bukan suatu perbedaan. Karena terkadang boleh

saja bahwa Abu Bakar di depan pada suatu waktu dan Rasulullah shal￾lallahu Alathi. wa Sallam yang maju di waktu yang lain lagi. Karena

sakit beliau itu dalam beberapa hari dan beliau selalu keluar rumah

untuk menunaikan shalat.s

Setelah memaparkan dalildalildari kedua belah pihak, maka jelaslah

bagi Penulis -Wallahu Ta'ala /(lam- kela.ratan mazhab Imam Ahmad

Rahimahullah yang menetapkan a gar'duduk' di belakang seorang imam

yang shalat sambil duduk dan bukan berdiri. Hal itu menjadi jelas karena

dalil-dalil dan diskusi tentangnya diatas.

Mazhab ini dikokohkan oleh:

Pqtama. Nash-nash yang jelas yang diambil sebagai dasar; sebagai￾mana dalam hadits Anas dan Aisyah yang menggunakan kata-kata jelas

yang menegaskan perintah dengan jelas dengan tidak ada kerancuan di

dalamnya selaras dengan konteksnya. Sebagaimana juga diakui oleh

mereka yang menentangnya.s

Kedua. Tidak mungkin mengularhkan klaim penghapusan karena

perbedaan beberapa hadits yang ada berkenaan dengan shalat Rasulullah

Slallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau sedang menderita sakit yang

berakhir dengan tibanya ajal beliau, apakah beliau sebagai imam atau

sebagai makmum. Hadits-hadits saling tumpang tindih tentang pelrnasa￾lahan tersebut sehingga menjadi sangat lemah untuk dijadikan dasa6 apa￾lagi untuk dijadikan penasikh (penghapus dan pengganti) untuk hadits

lain yang berbeda dengan hadits tersebut. Karena sama-sama kuatnya

maka dimungkinkan bisa dilakukan penggabungan antara kedua hadits

sebagaimana diisyaratlon oleh Imam Atrmad. Penggabungan adalah lebih

utama daripada menasakh.

Ketiga. Sesungguhnya hadits-hadits yang melarang berdiri di bela￾kang imam yang shalat sambilduduk, sebagiannya telah munculdengan

alasan bahwa yang demikian itu adalah perbuatan orang-orang Persia

dan orang-orang Romawi di mana mereka selalu berdiri untuk para raja

mereka. Dan sangatlah tidak mungkin bahwa fllah initelah hilang. Orang￾orang Persia dan orang-orang Romawi kedua kelompok ini ada dizaman

wafat Rasulullah Shalla[ahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan hukum akan

terus berjalan sejalan dengan illah-nya.lbnul Qaryim Rahimahullah ketika memaparkan hadits tentang

sadd adz-dzarar' (membendung bahaya) berkata, "Di antaranya beliau

memerintahkan kepada para makmum agar menunaikan shalat sambil

duduk jika imam mereka menunaikan shalatnya sambil duduk, sebagai

upaya membendung bahaya tasyabbuh kepada orang-orang Fersia dan

orang-orang Romawi dengan sikap berdiri yang mereka lakukan untuk

para raja mereka sedangkan para raja itu duduk.s

Keempat. Mazhab ini adalah perbuatan yang dilakukan segolongan

para shahabat ketika Rasulullah Sha llallahu Alathi wa Sallam masih hidup

dan setelah beliau wafat, tanpa adanya penentangan hingga sebagian

darimereka mengira bahwa itu hasilijma. lbnu Hibban setelah menyebut￾kan hadits-haditsnya yang memerintahkan untuk duduk di belakang se￾orang imam yang shalat sambilduduk berkata, "... yang memfatwakan

demikian dari kalangan para shahabat adalah Jabir bin Abdullah, Abu

Hurairah, Usaid bin Hudhair; dan Qais bin Qahd. Dan tidak diriwayatlon

dari shahabat lain selain mereka. Fendapatyang berbeda dengan pendapat

ini baik dengan isnad muftashrl'bersambung' ataupu n mwtqathf ''terpu￾tus'. Sehingga bisa dianggap ijma. Dan ijma yang berlaku menurut hemat

kami adalah ijma para shahabat. Dari pihak tabi'in, yang mengeluarkan

fatwa dengan menggunakan dalil hadits ini adalah Jabir bin Zaid. Dan

tidak diriwayatkan dari selainnya, yakni dari kalangan tabi'in akan adanya

penentang baik dengan isnad shahih ataupun lemah. Maka perbuatan

tersebut adalah ijma para tabi'in pula ....s Klaim lbnu Hibban bahwa

perbuatantersebutadalah ijma dikokohkan oleh perbuatan dan fatwa seba￾gian dari para shahabat dengan disebutkan bahwa tidak ada penentangan

kepada mereka.

Kelima. Sesungguhnya dalam ungkapan tersebut ada kesesuaian

dengan perintah-perintah yang pasti untuk mengikuti imam dan tidak

bersikap menentangnya. lidak ada perbedaan pendapat yang paling

banyak daripada perbedaan pendapat dalam hal rukun-rukun shalat.laranoan Ber-ls,ytlmal sebaoalmana lsytlmal Yahudl ketlka

Melalsanalan Shalat

Pembahasan ini mencalmp dua subbahasan:

A. Definisi Isytimal

Ungkapan para ahli fikih berbeda-beda ketika mendefinisikan al￾isgtimal ash-sltamma.w

Dikatakan, "Al-isytimal ash-slamma adalah (Pakaian) yang mem￾bungkus kedua pundak dengan mengeluarkan tangan kiri dari bagian

bawah baju dengan tanpa dilengkapi kain. Jika dilengkapi dengan kain,

maka tidak apa-apa." lni adalah pendapat Malik Rahrmahullah.m

Dikatakan pula, "Menggabungkan kedua ujung pakaian kemudian

mengeluarkan keduanya dari bawah salah satu tangan diatas salah satu

dari pundak jika tidak dilengkapi dengan celana panjang."m

Dikatakan pula, "Membungkus dengan pakaian sehingga mem￾besarkan sekujur badan dari kepala hingga kedua kaki dan tidak meninggi￾kan bagian sebelahnya sehingga mengeluarkan kedua tangan darinya."5ro

Dikatakan pula, "Berselimut dengan pakaian lalu mengeluarkan

tangan dari arah dada.il5rr

Dikatakan pula, "Memasukkan badan ke dalam pakaian lalu meng￾angkat kedua ujungnya ke atas pundak kiri.Dikatakan pula, "Seseorang yang memasukkan pakaiannya dari

bawah ketiak kanan dan menutup pundak kiri dengan pal<aian itu. Tidak

ada sarung padanya sehingga terlihat dari pakaiannya itu sisi badan dan

auratnya."5r3

Dikatakan pula selain semua di atas namun semua tidak keluar

dari apa-apa yang telah disebutkan.

Dengan mencermati semua definisi tentang bytimal tersebut, maka

kita membutuhkan kejelasan akan sebagian permasalahan berikut ini, yakni

Apa perbedaan antara idhthiba'dengan rsytimal dalam definisi yang

disebutkan terakhir, yang merupakan definisi yang diajukan oleh para

pengikut mazhab Hanbali?

Jawaban pertanyaan ini akan menjadi jelas dengan menjelaskan

definisi idhthiba' menurut mereka sebagaimana telah mereka definisikan

sebagai berikut, "ldhthiba' adalah menjadikan bagian tengah selendang

berada di bawah pundak kanan dan kedua ujungnya berada di atas

pundak kiri."514

Di atasnya dengan keadaan seperti itu adalah pemakaian sarung,

yaitu pakaian orang berihram. Yang demikian itu telah dilakukan oleh Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam. Isgtimal ini sangat berbeda dengan

idhthiba', karena orang yang ber-rsgtimal ttdak mengenakan sesuatu,

baik berupa celana panjang atau sarung di bawah selendangnya.

Dengan mengkitisi definisi-definisi di atas juga akan menjadi sangat

jelas bagi kita bahwa para ahli bahasa memiliki definisi yang berbeda

dengan definisiyang diketengahkan oleh para ahlifikih. Mereka berpendapat

bahwa bgtimal yang dimaksudkan adalah sebagaimana yang telah dise￾butkan di atas berupa tindakan membesarkan badan dengan pakaian

dan membiarkannya menjuntai tanpa dinaikkan ujungnya. Sedangkan

para ahli fikih, kebanyakan mereka berpendapat bahwa i.sgtimal mengan￾dung keharusan mengangkat salah satu ujung selendang di atas pundak￾nya untuk menegaskan bentuk dan gaya isytimal yang sebenamya.Seba gian ahli fi kih membedakan antara bgtimal oran g-oran g Yahudi

den gan al- bytimal ash- slamma den gan men gataka n, " I sytimal ora n g￾orang Yahudi adalah apa yang kita sebutkan definisinya menurut para

ahli bahasa. Sedangkan al-bgtimal ash-shamrna adalah apa yang telah

disebutkan oleh para ahli fikih. Yang jelas keduanya adalah sama saja

karena apa yang telah datang dari beliau bahwa beliau melarang ash￾shamma isgtimal Al-Yahud."5r5 Maka larangan beliau ini menunjukkan

bahwa keduanya sama saja.

Yang jelas -WallahuTa'alalilam- bahwa definisiyang paling dekat

untuk lsytimal adalah definisi para ahli fikih. Hal itu karena nash dalil

yang shahih telah memberikan dukungan kepada pendapat itu.

Al-Bukhari dan Muslim telah menahtrij dari haditsAbu Said Al-Khudri

Radhtgallahu Anhu, ia berkata,

- ?Pt €I? er,,*,r i4!t\' & :' r?,6

r# ^Jrc Ll,rG'i:;'F- ttiitL:ti,(1drj,:":r' r#st,

dc -*': q'i.i::+t "?\it$tr,l'_i qL'; ^*t'.,ef

o' :: c .. tc c . tz / ct o€:r*;rPcl

"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang dua pakaian -

hingga saManya dalam hadits- dan dua pakaian iru adalah al-isytimal

ash-shamma, yakni menjadkan pakaiannya di aas salah satu dari kedua

pundalotya sehingga pundak yang lain tcrbuka tidak ada pakaian di

atasnya, sedangkan pakaian yang lain dipakai untuk duduk berumpu

kepada pantafrya dengan mengumpulkan kedua paha ke dada sehingga

ia duduk dengan tidak brafiupi kemaluannya."st6

Al-Hafizh dalam Al-Fath berkata, "Arti zhahir redaksional dari Al￾Bukhari adalah bahwa tafsir tersebut dalamnya ada derajat marfu'. ltu

sesuai dengan apa yang dikatakan oleh para ahli fikih. Dengan penilaian

bahwa hal itu mauquf saja bisa dijadikan huiiah, demikian yang benar.

Karena itu adalah tafsir yang datang dari perawi yang tidak bertentangan

dengan makna eksplisit lehabar (hadits).5l7

B. Hukum Isytimal

Para ahli fikih berbeda pendapat sehingga muncul dua pendapat:

Pendapat /. Perbuatan itu makruh hukumnya. Pendapat ini adalah

pilihan para pengikut mazhab Hanafi,5r8 Maliki,sre Asy-Syafi'i,520 dan

Hanbali.52r Jika di bawahnya tidak mengenakan pakaian.

Pendapat //. Perbuatan itu haram hukumnya. Ini adalah pendapat

Asy-Syaukani dari kalangan orang-orang yang datang terkemudian.r22

Mereka yang berpendapat pertama mendasarkan pendapatnya

kepada dalil-dalil dan alasan-alasan berikut:

1. Apa yang muncul berupa larangan ber-isgtima/. Di antaranya hadits

Abu Said Al-Khudri, di dalamnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam melarang al-bgtimal ash-shamma dan menekuk kedua paha

ke dada dengan satu potong kain sehingga tidak menutupikemaluan￾nya. Dan hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits tersebut.

2. Mereka berkata, "Makuh, karena pakaian seperti itu adalah pakaian

orang-orang yang suka takabur "523

3. Karena dengan gaya pakaian sepertiitu orang tidak akan bisa mengusir

bahaya yang muncul di hadapan dirinya.52a

Sedangkan mereka yang berpendapat dengan hukum haram

dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Larangan yang muncul dalam berbagai teks dalil berkenaan dengan

bgttmal menuntut adanya hukum haram sebagaimana prinsip dasar￾nya dengan tidak ada sesuatu yang memalingkan dari hukum haramitu. Siapa yang memalingkan kepada hukum makruh, maka harus

dengan dalil, sedangkan dalil itu tidak ada.

2. Sesungguhnya larangan isytimal karena adanya kekhawatiran terbuka￾nya aurat, sedangkan menutup aurat dalam shalat wajib hukumnya.

Demikian yang benar. Bahkan dikisahkan oleh sebagian mereka bahwa

menutup aurat wajib menurut ijma. Maka, sudah barang tentu haram

hukumnya segala yang mengarah kepada sesuatu yang merusakkan

pada hukum yang wajib ini.55

Pendapat palin g lvu,at -Wallahu Ta' ala Al lam- adalah pendapat ke￾dua, karena teks dalilnya sangat jelas munculdengan membawa larangan

tentang perbuatan tersebut, sedangkan hakikat larangan adalah peng￾haraman. Menguatkan pendapat ini karena hadits Abu Said Al-Khudri

tenta n g isy timal juga m en ga nd un g lara n gan tenta n g j ua l-beli mul amasah

(membeli dengan menyentuh barang yang tersembunyi) dan jual-beli

mirabadzah (ual-beli dengan pililihan sesuatu yang dijual melalui lem￾paran kerikil). Kedua cara itu haram hukumnya. Sedangkan dsgtfmal telah

dijadikan satu konteks dalam hadits tersebut, maka wajib dipersatukan

dua hal tersebut dalam satu hukum dengan yang lainnya. Dan ketika

dalam hal itu juga terkait dengan menjaga aurat yang wajib ditutupi dari

keterbukaan dan perbuatan itu juga bagian dari perbuatan orang-orang

Yahudi yang hanya dikenal di kalangan mereka, sedangkan prinsip

melakukan apa-apa yang khusus pada mereka adalah haram hukumnya.

laran gan Besandars26 ketlka Melaksanakan Shalat

Ungkapan para ahli fikih sangatbervariasiketika menetapkan hukum

bersandar dengan memperhatikan hukum shalat itu sendiri ketika orang

yang sedang menunaikan shalat ihr bersandar, jih shalat yang dilalatkan

adalah shalat fardhu atau shalat sunnah, sebagai berikut:

Pertama. Bersandar ketika menunaikan shalat fardhu.

Para ahliilmu pada umumnya berpendapat bahwa makruh bersan￾dar ketika menunaikan shalat fardhu tanpa kepentingan. lni adalah pen￾dapat para pengikut mazhab Hanafi,5z7 Maliki,528 dan Hanbali.5a

Mereka berdalil dengan dalil-dalil berikut:

1. Apayang ditakhrij olehAbu Dawud dari lbnu UmarRad/riyallahu,\nhu

bahwa NabiShallallahu Alaihi wa Sallam melarang seseorang ber￾sandar dengan tangannya ketika menunaikan shalat.53o

2. Bahwa dalam bersandar terdapat sikap mengurangi cara berdiri yang

wajib hukumnya. Tidak boleh mengurangi lrualitas berdiri melainkan

karena adanya uzur.53r

3. Bersandar adalah istirahat dalam shalat dan makruh hukumnya.s2

Sedangkan jika sikap bersandar seseorang yang sedang menunai￾kan shalat itu sempuma, dengan ukuran jika apa yang menjadi tempat

bersandamya itu dihilangkan ia akan terjatuh maka bersandar yang demi￾kian itu membatalkan shalat menurut pendapat jumhur.533 Karena dengandemikian itu ia tidak berdiri.5r

Sedangkan hukum mubah adalah jika sangat diperlukan. Hal itu

telah ditunjukkan oleh apa yang ditakhrij oleh Abu Dawud dari Hilal bin

Yusaf bahwa beliau ketika telah lanjut usia membuat suatu tiang di dalam

mushallanya untuk bersandar kepadanya.535

Kelua, bersandar ketika menunaikan shalat nafilah (sunnah):

Pendapat /. Adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi,536

Maliki,537 dan membolehkan bersandar dalam shalat sunnah nafilah.

Mereka beralasan, boleh meninggalkan sikap berdiri dalam shalat

tathawwu' (sunnah), apalagi hanya mengurangi saja. Selain adanya dalil

berkenaan dengan adanya kemudahan dalam shalat nafilah.5s

Pendapat //. Sebagian para pengikut mazhab Hanafi berpendapat

bahwa hukumnya adalah makruh ketika tidak ada kepentingan, termasuk

juga di dalam shalat nafilah.53s

Mereka beralasan sebagai berikut:

l.Apa yang diriwayatkan dari beliau sebagai berikut,

k :*,,)b t&:rs,: Jtai ;r!x'l*'*3r ;,s?1 ft

&|4t $$,:.*;.cJ:lr, od.p : Jra -i?ir,$r $$

'Bahwa beliau menyakskaa ali terbentangpanjang, maka beliau ber￾tanya, 'Milik siapa ini?' Maka dkatakan, 'Milk fulanah yang flrenu￾nakan shalat malam. lka ia telah kelelahan, ia bersandar kepadanya'.

Beliau bersabda, 'Hendahya fulanah itu shalat malam sedang-sedang

nja. tilca lelah, hendalaya tidur 2. Perbuatan tersebut adalah merupakan bagian dari berenak-enak dan

menyombongkan diri, maka makruh hukum melakukannya tanpa

adanya uzur.ilr

Ya n g pali n g jelas -Wallahu Ta' ala,t lam- boleh da la m shalat naft I ah.

Karena dasarnya adalah keringanan dan kemudahan. Maka orang yang

melakukan shalat boleh melakukan dengan cara yang paling sesuai

dengan kondisidirinya. Sebagaimana diisyaratkan oleh ungkapan Imam

Malik Rafumahullah, "Meninggalkannya karena tidak dibutuhkan adalah

lebih utama dan lebih sempuma."*

Sedangkan bersandar kepada salah satu tangannya atau kepada

kedua-duanya ketika seseorang shalat sambil duduk, maka sebagian para

ahli fikih berpendapat bahwa yang demikian makruh hukumnya.5o3

Sedangkan yang jelas -Wallahu Ta'ala Alam- bahwa gaya seperti itu

haram hukumnya kecuali dengan adanya kondisi darurat yang mem￾butuhkannya.

Yang demikian itu karena dalil-dalil sebagai berikut:

1. Apa yang telah ditahtrrij oleh Abu Dawud dan lain-lain dari lbnu Umar

RadhtgallahuAnhuma bahwa ia melihat orang yang bertumpu kepada

tangan kirinya ketika ia sedang shalat sambil duduk. Maka ia berkata

kepadanya, Jangan duduk seperti ini, karena sesungguhnya yang demi￾kian ini adalah duduknya orang-orang yang diadzab

2. Apayang telah ditakhrij oleh Abu Dawud dan rain-lain dari lbnu Abbas

Radhiyallahu Anhuma bahwa ia berkata, "Rasulullah slallaltahu Ataihi

usa sallam melarang seseorang yang sedang menunaikan shalat ber￾sandar pada kedua tangannya."s

Ditakhrij Al-Baihaqi dari lbnu umar Radh iyallahu fuihu dengan lafal,

"Bahwa Nabi shal/allahu Alathi wa sallam merarang seseorang duduk

sambilbersandar ke tangan kirinya didalam shalat. Lalu beliau bersabda,

;itircq:t

'Sesungguhnya yang demikian itu adatah ibadahnya orung-orang

Yahudi'."%

Tidak diragukan bahwa dalil-dalilyang telah barnr ini menegaslen

hukum haram karena larangannya sangat jelas tentan g gaya tersebut.

Dari aspek lain, beliau memberikan alasan-arasan atas larangannya bahwa

yang demikian itu adalah shalatnya orang-orang yahudi, sedangkan

tasyabbuh kepada orang-orang Yahudi haram hukumnya, apalagi dalam

peribadatan mereka.

Gaya seperti itu adalah perkara baru dalam shalatyang tidakpemah

dilakukan oleh beliau. lbnu Hazm Rahimahullah berlota, "Benar dari

Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallarn bahwa beriau bersabda,

*f.nirsrp

" Shalatlah kalian semua seMgaimana kalian lihat aku shalat."Maka barangsiapa melakukan shalat, baik laki-laki atau perempuan

dengan cara yang berbeda dengan cara Rasulullah Shal/allahu Alaihi

ua Sallam, maka artinya ia telah melakukan shalat dengan cara yang

tidak diperintahkan oleh Allah S ubharahu wa Ta' ala. Maka shalatnya tidak

cukup baginya. Bersandarketangan dalam shalatadalah berbeda dengan

cara shalat beliau tanpa ada pertentangan dari satu orang Pun.t48

***

9*m*,rc

laranllan Mengangkat Kedua Tanllan ketlka Melalsanakan

Shalat Seakan-akan Ekor+kol Kuda Llart'e

Pembahasan ini mencala.rp dua subbahasan:

A. Fosisi Mengangkat Thngan yang Dimaksud dalam Shalat

Muncul di dalam sunnah suatu larangan mengangkat tangan di

dalam shalat seakan-akan ekor-ekor kuda liar. Para ahli ilmu berbeda pen￾dapat ketika menentukan definisi mengangkat tangan yang dilarang itu.

Para pengikut mazhab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud adalah

mengangkat tangan ketika takbir untuk ruku' dan ketika bangkit darinya.sso

Oleh sebab itu, mazhab mereka berbeda dengan mazhab jumhur yang

menyebutkan bahwa mengangkat tangan di sini adalah ketika talcbiratul

ill'at11.551Mereka memiliki alasan-alasan yang lemah dalam perkara ini.552

Mereka membawa larangan yang muncul berkenaan dengan mengangkat

tangan sebagaimana disebutkan di atas kepada apa yang sesuai dengan

mazhab mereka tentang mengangkat tangan di dalam shalat.

Yang paling tepat -Wallahu Ta'ala lilam- bahwa larangan yang

munculadalah tentang menggerakkan tangan dan mengangkatnya ketika

salam di akhir shalat. Di mana para shahabat melakukan perbuatan itu

dengan berisyarat menggunakan tangan-tangan mereka ketika salam.

Sebagaimana muncul dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu Anhu ia

berkata, "Kami sedang melakukan shalat bersama Rasulullah Shallallahu

Alathi w a S allam, jika kami bersa lam maka ka m i men gucapka n bersa ma

gerakan tangan-tangan kami: "Ass.lanrut'alaikurn". Maka Rasulullah

Shallatlahu Alathi wa Sallam melihat kepada kami lalu bersabda,

'€Li'* ttL.\ o*",k q6il rfk'&t\i3y5iU u

/ ' :*iu';iifii\ry 'Kenapa katian brisyarat dengan tangan-tangan kalian seakan-akan

ekor-ekor kuda liar? Iika salah seorang dari kalian bersalant, hendahya

menoleh ke arah kawannya dan tidak memberikan isyarat dengan

tangannya."ss3

Syaikhul Islam lbnu Thimiyah Rahtmahutlah berlota, 'Siapa yang

menyangka bahwa larangan mengangkat tangan dari beliau adalah

larangan mengangkatnya ke bahu ketika akan ruku'dan bangkit darinya.

Dan membawa makna larangan itu pada perbuatan tersebut ini, maka

itu salah. Karena hadits ini datang dengan menafsirkan bahwa mereka

jika bersalam dalam shalat, yaitu salam halal (salam yang dapat meng￾halalkan berbicara) dari shalat memberikan isyarat dengan tangan mereka

kepada Mustim di sebelah kanan dan kirinya." Lalu ia juga berkata, "Ten￾tang mengangkat tangan ketika akan ruku' dan bangkit darinya sama

dengan mengangkat tangan ketika hendak membaca doa iftitah. ltu adalah

perbuatan maqmr'dan telah menjadi kesepakatan kaum Muslimin. Maka,

bagaimana bisa hadits itu melarang perbuatan ini? Dan sabda beliau,

'Tenanglah kalian semua di dalam shalat menghimpun hal itu. Juga telah mutawatir sunnah-sunnah dari Nabi

Slallallahu Alaihi wa Sallam danpara shahabatnya tentang mengangkat

tangan yang ini, maka tidak mungkin menjadi larangan akan perbuatan

itu. Sedang hadits itu tidak bertentangan. Jika keduanya saling berten￾tangan maka hadits-hadits tentang mengangkat tangan di awal shalat

jauh lebih banyak dan mutawatir, wajib mengutamakannya daripada

lchabar wahtd 'kabar dari satu orang'. Mengangkat tangan di awal shalat

adalah ketenangan di dalamnya. Maka sabdanya, "Tbnanglah lealian

semuE, di dalam shalat", tidak menghilangkan mengangkat tangan se￾bagai btiftah55' sebagaimana amalan-amalan dalam shalat yang lainnya.

Bahkan ungkapan beliau, "uskunu"'tenanglah' menuntut ketenangan di

dalam bagian dari bagian-bagian shalat. ltu mewajibkan ketenangan da￾lam ruku', sujud, dua kali i'tidal.'s

B. Hukurn Memberikan lsyarat dengan Thngan dalam Shalat

Telah berlalu pembeberan hadits Jabir Radhiyallahu,{nhu. Hadits

itu memiliki berbagai lafalyang intinya larangan akan perbuatan tersebut.

Jelas bahwa larangan di sini dimaksudkan untuk pengharaman. Hal itu

karena sabda Rasulullah SlallallahuAlaihiwaSallam di dalam sebuah

hadits shahih sebagai berikut,

,kf g'fr?rsrs*

'Shalatlah kalian semua sebagaimana zlet sfialn


Dalam shalat-shalat beliau yang dinukil kepada kita tidak adayang

menunjukkan bahwa beliau melakukan perbuatan tersebut. Maka, per￾buatan mengangkat tangan ketika salam adalah mengada-ada dalam

shalat yang tidak pernah dilakukan oleh beliau. Beliau telah bersabda,

',;il';i^lL,;:v;'p;

* Barangsiapa mengerjakan suafit perbuatan tanpa adanya perinAh dari

kami, maka perbuata;nnya itu tertolak."sst

Juga karena nash hadits Jabir Radhiyallahu Anhu,

, *'iut'i't't ya iy$ 6;;l ;-, riY

"Iika salah seorang dari kalian bersalam hendaknya menoleh ke arah

kawarnya dan tidak memberikan isyarat dengan tangannya."sse

Didalam hadits itu beliau memerintahkan untuk menoleh dan me￾larang untuk memberikan isyarat dengan tangan. Di dalam lafal uskunu

'tenanglah'adalah bentuk perintah yang berarti wajib dan menggerakkan

tangan bukanlah ketenangan sehingga haram hukumnya



Peilntah Melaksanakan Shalat dengan Tetap Mengenal@n

Sepatu atau Sanda! dalam Rangka Berbeda dengan Orang

oran$Yahudl dan Hukum Masalah lnl dl Masa KInt

Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:

A. Hukum Shalat dengan Mengenakan Sepatu atau Sandal

Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan hukum shalat

dengan mengenakan sepatu atau sandal, sehingga ada empat pendapat:

Pendapat /: Perbuatan itu sunnah hukumnya. Ini adalah pendapat

para pengikut mazhab Hanbali.m

Pendapat //: Perbuatan itu lebih baik dan lebih utama. lni adalah

pendapat para pengikut mazhab Hanafi.sr

Pendapatl//: Perbuatan itu mubah hukumnya. Iniadalah pendapat

Ibnu Daqiq Al-led.s2

Pendapat M Perbuatan ini makuh hulmmnya. lni adalah pendapat

yang dinisbatkan kepada sebagian para shahabat. Di antaranya adalah

Abdullah bin Umar dan Abu Musa Al-Asy'ari.ffi

Mereka yang berpegang kepada pendapat pertama mengajukan

dalil-dalil sebagai berikut:

1. Apa yang datang dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ,tnhu dengan

derajat mztrfu' sebagai berikut,

eY \ eY. et''u|\ *Y;;$r Fy

"Berbedalah kalian semua dari orang-orang Yahudi karena merclca

itu tidakshalatdengan teapmengenakan sandal abu sepafrt nrereka

Aspek yang menjadi objek penunjukan hadits adalah bahwa Nabi

shallallahu Alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersikap beda

dengan jalan kehidupan orang-orang yahudi, karena mereka tidak

menunaikan shalat dengan sepatu-sepatu merelca. yahudi meniru Musa

ketika Allah berfirman kepadanya,"... Maka tanggalkantah kedua

terompahmu ...." (Thaha: 12), sebagaimana mereka katakan.

Penulis l<ttab AunAl-Ma'budberlota, "paring rendah hadits ini me￾nunjukkan kepada hukum mustahabb (sunnah) ". s5

2. Na yang datang dari Syaddad bin Aus pula dengan derajat manfu,

sebagai berikut,

irilrrf i:x \ ),8y. €,f ;:,

"shalatlah dengan nrengenakan nndat katian danjanganlah menyerupai

orang-orang Yahudi."ffi

Hadits iniberkenaan dengan kekuatan penunjukann)fia sama dengan

hadits pendahulunya.

3. Dari Abu sa'id dari Nabi shallauahu Alaihi wa sallarn bahwa betiau

menunaikan shalat dengan menanggalkan kedua sandalnya sehingga

semua orang menanggalkan sandal mereka. osai shalat, beliau ber￾sabda kepada mereka,

' 'Kenapa kalian tanggallcan sandal kalian?' Mereka menjawab, 'Wahai

Rasulullah, kami menyakskan engkau menanggalkan maka kami juga

nrenarrygalkan'. Beliau brcaMa,'&suaggahnya libril datang kepdaku

dan membriahu bahwa pada kedua sandalku ada najis. fika salah se￾onng dari kalian daang ke masjid, hendaktya membalikkan sandalnya

dan melihatuya. lika melihatpadanya suatu najis, hendaknya diunpl<an

ke tanah, lalu hendaknya menunaikan shalat dengan mengenakan

keduanya'."fr

Aspekyang menjadi objekpenunjukan oleh hadits ini adalah bahwa

beliau bertanya kepada mereka karena sebenamya bertanya tentang sebab

mereka menanggalkan sandal. Maka menunjukkan bahwa memakainya

adalah sunnah.ffi Dalam bab ini hadits lain yang sangat banyak jumlahnya

yang semuanya membahas hal yang sama.

Sedangkan pendapat kedua, Penulis tidak melihat dalil dari mereka.

Maka dalil-dalil yang ada adalah antara dalil-dalil yang menunjukkan

hukum sunnah dan hukum mubah. Akan tetapi, disebutkan oleh Syaikh

Muhammad bin lbrahimne Rahimahullah sesuatu bisa dijadikan alasan

bagi pendapat ini, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

" Kenapa kalian anggalkan?

yakni ketika para shahabat menanggalkan sandal-sandal mereka saat

shalat setelah beliau menanggalkan sandalnya, di mana ia berkata, "Sabda

beliau,' Kenapa lcalian tanggallcan?'" dikatakan bahwa ini menunjukkan

bahwa perbuatan itu adalah sunnah hukumnya. Atau dikatakan, "Sesung￾guhnya yang demikian itu berlangsung hukum bolehnya, lalu kenapa

kalian meninggalkannya?" Maka pemakaian sandal menjadi sesuatu yang

tentu lebih utama dilakukan karena syarat yang ada, yakni pengetahuanmanusia dan perwujudannya agar (sandal tersebut) terbebas dari

kotoran.5To

Sedangkan pendapatketiga, maka mereka berkata, "lni masukpem￾bahasan tentang rukhshah (keringanan)." lbnu Daqiq Ar-red berkata,

"Karena halitu tidak masuk ke dalam makna yang diminta dalam shalat.

sekalipun itu adalah bagian dari pakaian untukperhiasan, tetapisentuhan￾nya dengan bumiyang banyak najis di atasnya, bisa saja menjadi mengu￾rangi tingkatan tersebut."rTr

Sedangkan pendapat keempat, Penulis belum mengetahui dalil-dalil

mereka )rang menunjukkan hukum makruh. Boleh jadi dasar mereka

adalah kekhawatiran adanya najis pada sandal. Wallahu lllam.

Pendapat yang paling lruat -Wallahu Tiz'ala lilam- mengenakan

sandal ketika menunaikan shalat adalah sunnah. Demikian itu karena

tegasnya teks-teks dalilyang menunjukkan haltersebut dan yang muncul

mengetengahkan alasan untuk tampil beda dengan golongan yahudi.

Kemudian dalildalilyang menunjukkan hukum wajib itu digeser kepada

hukum nadab (sunnah) karena muncul dalil-dalil yang memberikan alter￾natif antara mengenakan sandal atau tidak mengenakannya. Juga menun￾jukkan bahwa Nabi shallallahu Alaihi wa sallam tidak terikat dengan

sandal dalam semua shalatnya. Di antaranya adalah yang ditakhrij oleh

Abu Dawud dari hadits Abu Hurairah Radhrga llalut Anhubahwa Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

,i * t i. r:ii,;adat 

ry, ii. * y'g,; V;:i *,i\

u,H.

"fka salalt seorang dari kalian menunakan shalat, lalu nrenanggalkan

kdua sandalnya, hendahtya tidak nrengganggt orang lain derryan kedua￾nya itu. Hendalaya menjadkan keduanya di antara kedua kakinya aau

hendabtya shalat dengan mengenakan keduanya.

Juga apa yang telah ditaktrrij oleh Abu Dawud dan lain-lain dari

hadits Amr bin syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, "Kami

(pemah) melihat Rasulullah Slallallahu Ataihi wa Sallam menunaikan

shalat tidak mengenakan sandal dan (pernah pula) beliau mengenakan

sandal.'573

sedangkan pendapat bahwa perbuatan tersebut adalah lebih utama

atau pendapat bahwa perbuatan tersebut mubah, maka telah bertentangan

dengan makna eksplisit dari teks-teks dalil di atas.

sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya mal<ruh

sesungguhnya sangat jauh, karena adanya perbuatan Rasulullah Shallal￾lahu Alaihi wa sallam di atas dan perintah beliau yang sedemikian tadi.

B. Hukum Masalah Ini di Zaman Modern Belakangan Ini

Tidak diragukan bahwa prinsip yang paling tegas adatah sebagai￾mana berlalu, yakni sunnah shalat dengan tetap mengenakan sandal.

Akan tetapi, dasar ini terikat dengan dua hal, yaitu:

Pertama. Pada keduanya tidak ada kotoran atau najis. Hal itu telah

ditegaskan hadits Abu said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu. Di dalamnya

disebutkan,

,'^4;,:ri y ;;,st.,ly ,ii;i;ir i?'*iie ,it

L*J:"t;

"litca salah seorang dari kalian datang ke masjid hendalaya *."."-

rksa, bila melihat pada kedua sandalnya kotoran/najis, hendaktya

menghapu snya, dan hendaktya shalat dengan mengenalcan kduanya.'stt

Kdua. Tidak menyebabkan kotomya karpet masjid, selelipun pada

dasamya suci, seperti berdebu atau basah. yang demikian ini dilarang.

Karena dalam keadaan seperti itu akan menimbulkan kerusakan yang

bisa meluas.IbnuAbidin berkata, uika dikhawatirkan akan menimbulkan Pence￾maran bagi masjid dengannya, harus ditiadakan sekalipun suci. Sedang￾kan Masjid Nabawi dialasi dengan kerikil di zaman beliau yang sangat

berbeda dengan keadaan dizaman kita sekarang ini. Kiranya inilah yang

menjadi dasar rujukan seorang Mufti bahwa masuk masjid dengan beralas

kaki adalah cerminan adab yang buruk.'r5?5

Yang paling jelas sebagai contoh boleh ditinggalkan sunnah ini ada￾lah apabila ada seorang manusia di tengah kalangan orang-orang yang

jahil dengan permasalahan agama yang bisa jadi mereka menerima fitnah

karena shalat mereka dengan tetap mengenakan kedua sandalnya. Kasus

demikian sering terjadi di tengah-tengah orang awam yang jahil. Dalam

kasus sedemikian atau yang sejalan dengannya, tidak apa-apa meninggal￾kan sunnah tersebut apabila dikhawatirkan menimbulkan kerusakan yang

nyata.Laranflan Membangun Maslld dl atas Kuburan

Para ahliilmu berbeda pendapattentang hularm membangun masjid

diatas kuburan, sehingga munculdua pendapat, yaitu:

Pendapat /. Bahwa membangun masjid di atas kuburan haram

hukumnya. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanbalis?o dan

diungkapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi577 bahwa hukumnya

makruh yang konsekuensinya adalah pengharaman.

Pendapat IL Perbuatan tersebut makruh hukumnya. lni adalah pen￾dapat para pengikut mazhab Syafi'i. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalil￾dalil yang di antaranya adalah:

1. Apa yang datang dari Aisyah dan lbnu Abbas Radhiyallahu,{nhuma

keduanya berkata,

JL'i'+ L',bi * *, y\t;* yt );i$ A

l,ti ,A.o'$',i6 ^F':'*rA* w,.e',:t; 'y:

'r*t;'r4.( ij rr;;jt 6;A$'A' ,-Y

'Ketika ia (Ibnu Abbas) betktniung kepada Rasututlah Shattattahu

Alaihi wa sallam, betiau melempartcan baju tebal beliau ke waiah lbnu

Abbas. Ketilca telah sesak napasnya beliau membuka waiahnya dan

bersama, 'Demikian ini puta labtat Allah atas orang-orang Yahudi

dan Nasrani yang menjadikan kuburan pata nabi meteka sebagai

masjid-masjid'."

Dan beliau memperingatkan dengan keras atas aPa yang mereka

perbuat."57s

Aspek yang menjadi objek penunjukan hadits ini adalah bahwa

Rasulullah S hallallalu Alaihi um Sallam melaknat orang-orang Yahudi

dan Nasrani karena perbuatan mereka tersebut sehingga hadits ini

menunjukkan keharamannya. Jika perbuatan tersebut mubah hukum￾nya tentu Nabi shallaltahu Alaihi wa sallam tidak melaknat para

pelakunya.'m

2. Apayang datang dari Aisyah bahwa ummu salamah menyebutkan di

hadapan Rasulullah s hallallalu Alaihi um &llam tentang sebuah gereia

yang dilihatnya di negeri Habasyah bemama'Maria'. la menyebutkan

kepada beliau tentang segala yang ia lihat di dalamnya berupa gambargam bar. Maka Rasulullah Shalla llahu Alaihi. wa Sallam be rsabda,

:i,* f-,i., CUt,tr:)t rl 4r;lr Mt e.'c,r1 tsyi; u tt

.Lr -rt 6ii fj ;'u rl, r*;ir a! 0", bt?'r,rlt .Z aa a

" Mereka adalah suatu kaum yangjika ada di l<alangan merelca seorang

hamfu yang shalih atau pria yang shalih meninggal dunia, merelca mem￾bangun di atas kuburnya sebuah masjid dan mereka menggambar

gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk

makhluk di sisi Allah."5gl

Hadits inijelas menunjukkan larangan atas perbuatan sedemikian.

3. Apa yang telah datang dariJundub Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

'Aku mendengar Nabi Shallallahu Alaihi u;a Sallarn lima malam

sebelum beliau wafat bersabda,

ry ;.Utii jrii,r "oy1y t ;.tk'oi ir jyi;i jt

5,, $'o'"'Jt ry 1l4i-3, *';r,+ gr ry.tt 6

4.a t'€.qf ;'t t;* r;s'# rs ;"oYr'ti,{F

U ; c € Wf j\c::*C, r'-iat, |*fi tl;t*r;

" Sesungguhnya aku berlepas diri dan kembali kepada Allah jika aku

memiliki kekasih dari anara kalian. Sesungguhnya Allah telah menjadi￾kan aku sebagai kekasih sebagaimana Allah telah menjadikan lbrahim

sebagai kekasih. Iika aku diperbolehkan untuk menenrukan kekasih di

antara kaumku, tenru kujadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah

bahwa orang-orang seblum kalian mereka menjadikan kuburan para

nabi dan orang-orang shalih mereka menjadi masjid-masjid. Ketahui￾lah, janganlah kalian semua menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid.

Sesungguhnya aku melarang kalian semua dari perbual2Hadits iniadalah salah satu haditsyang paling gamblang menerang￾kan larangan tentang permasalahan tersebut. Dalam hadits itu Rasulullah

Shallallahu Alaihi usa Sallam secara gamblang melarang perbuatan

tersebut. larangan beliau yang demikian itu berkonotasi pengharaman.

4.Apa yang datang dari lbnu Abbas bahwa Rasulullah SlallallahuAlaihi

unSg,llan bersabda,

e',Jrt r7t3lt W}#$, rrlir :t 1,)h' ro

"Allah melaknat para wania pezianh ktbur dan orang-orang yang

nrenjadilcan di atas kuburan masjid-masjid dan lanpu-lampu."*3

5. Mereka berkata, "lni sesungguhnya menyerupaisikap mengagungkan

berhala dengan bersujud kepadanya. Mula-mula penyembahan berhala

adalah penyembahan kepada orang-orang yang sudah meninggal

dengan cara membuat gambar-gambar mereka, mengharap berkah

darinya, dan shalat di dekatnya. Perbuatan seperti itu adalah dzari'ah

'bahaya'yang menjurus kesyirikan kepada Allah lahla dan fitnah bagi

semua makhluk."s

Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Penulis tidak

menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka

membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum makruh.Pendapat yan g palin g kuat -Wallahu Ta' ala Al laLn- adalah pendapat per￾tama, bahkan pendapat itulah yang akan segera muncul di benak orang

yang mempelajari dalil-dalil yang berkenaan dengan permasalahan ini.

Demikian pula orang yang memiliki kelebihan kemampuan untuk mema￾hami hikmah syariat yang menetapkan pembendungan celah-celah ke￾syirikan dan kesesatan. Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan masjid￾masjid di atas kuburan merupakan sarana terbesar yang menjuruskan

kepada tindakan mengkultuskan orang-orang yang telah meninggal,

mengagungkannya dan pada gilirannya menimbulkan fitnah karenanya.

Pemahaman ini diperlarat oleh akal sehat dan kenyataan sejarah ditengah￾tengah umat-umat terdahulu sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh

Nabi Shalla llahu Alaihi usa Sallarn.

Asy-Syaf i Rahimahul/ah berkata, 'Aku sangat membenci peng￾agungan makhluk hingga menjadilon kubumya sebagai masjid karena

khawatir fitnah atas dirinya dan orang-orang setelahnya."s

lbnul Qayyim Rahimahullah beil<ata, "Pokoknya siapa saja yang

memiliki pengetahuan tentang syirik, sebab-sebabnya, kejahatan-kejahatan

yang ditimbulkannya dan paham maksud-maksud dari Rasulullah Sha/-

lallahuAlaihiwaSallam dengan mutlak, tentu akan sepakatbahwa kata

laknat d an laran gan den gan bentuk innii anlakum (FSf ,,i! )'sesungguh￾nya aku melarang' dan dengan sighah laa taf'alu (r;Lk v) 'sesungguhnya

janganlah kalian lakukan'bukan hanya lorena alasan najis. Alon tetapi,

karena adanya najis syirik yang menyatu dengan orang yang maksiat

kepada beliau, melakukan aPa-aPa yang dilarang oleh beliau, mengikuti

hawa nafsunya dan tidak takrut kepada Rabb dan Tirhannya. Minim sekali

ia atau trtma sekali tidak merealisir kalimat la ilaha illallah. Semua ini

dan yang semacamnya yang datang dari Rasulullah shallallahu Alaihi

wa Sallam adalah dalam rangka untuk melindungi tauhid dari terkotori

oleh kesyirikan dan tenggelam didalamnya, memurnikan dari semua itu

dan dari kemurkaan Rabbnya. Adapun orang-orang musyrik, mereka

enggan menerima, malah melakukan kemaksiatan kepada perintahnya

dan melakukan apa-apa yang menjadilarangannya. Syetan telah menipu

mereka dengan anggaPan bahwa ini adalah dalam rangka mengagungkan

larburan para syaikh dan orang-orang shalih. Semakin hebatdan semakin

dahsyat pengagunganmu padanya, maka engkau akan semakin bahagia

dengan menjadi lebih dekat padanya dan lebih dijauhkan dari musuh￾musuhnya.

DemiAllah, dari bab ini saja ia telah masuk kepada penyembahan

Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr dan juga masuk golongan orang-orang yang

menyembah berhala sejak itu hingga tiba hari Kiamat ....s7

Sedangkan apa yang menjadi Pegangan orang-orang bodoh yakni

adanya kubu ran Nabi Shalla llahu Alaihi usa Sallam di dalam masjidnya,

adalah sesuatu yang tidak ada hujiah yang melegalkan perbuatan mereka

itu. Hal itu ditinjau dari berbagai aspek, di antaranya: semua itu adalah

perbuatan berkenaan dengan perkara baru yang tidak ada perintah darinya

St'atlallahu Alaihi wa Sallam, bahkan perintahnya adalah kebalikan da ri

apa yang mereka kerjakan itu. Beliau melaknat orang-orang Yahudi dan

Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka menjadi

masjid-masjid. Bahkan beliau dengan sangat jelas melarang untuk men￾jadikan kuburan beliau sebagai masjid. larangan itu benar-benar datang

daribeliau ketika beliau dalam kondisisakit di akhir hayatnya.

Diantaranya lagi, bahwa masuknya kuburan beliau didalam masjid

terjadi ketika masjid itu tidak mampu menampung semua manusia dan

sangat membutuhkan perluasan. Jika tidak maka asal mula pembangunan

masjid initidak berada di atas kuburan.

Di antaranya lagi, setelah kubur beliau masuk masjid kaum Mus￾limin selalu berupaya menertibkan semua itu dengan tujuan agar orang￾orang yang melakulon shalat tidak menghadap ke kubur.

An-Nawawi Rahimahullah berkata,'lGtika para shahab at ridfuparrur￾lah alaihim 4jma' in dan tabi'in membutuhkan perl uasan masjid Raslrlultah

shallallahu Alaihi. ua sallam, yalaiketika jumlah kaum Muslimin rnening￾kat sehingga rumah-rumah ummalatul mukntdnin inasuk ke datam area

perluasan, di antaranya adalah kamar Aisyah Radhigatlahu Anha yang

merupakan tempat kubu ran Rasulullah Shallal lahu Alathi ura Sal/am da n

kedua shahabatnya: Abu Bakar dan Umar RadhiyaltahuAnhuma, maka

mereka membangun tembokyang cukup tinggidan melingkar di sekeliting

kuburan agar tidak terlihat dari masjid sehingga orang-orang awam shalat

dengan menghadap ke arahnya yang akhirnya menyebabkan terjatuh

kepada sesuatu yang dilarang. Kemudian mereka membangun dua

tembok dari dua tiang kuburan di sebelah utara dan mereka memugamya

sehingga keduanya saling bertemu, sehingga tidak mungkin bagi

seseorang untuk menghadap kepada kuburan. oleh sebab itulah, beliau

bersabda didalam haditsnya. Jika tidak karena semua itu tentu kuburan

beliau akan menjadisangatjelas. Akan tetapi, beliau khawatirjika kuburan￾nya dijadikan masjid. Wallahu Ta'ala Allam bi Ash-Shawab.-w

Di antaranya lagi, mereka selalu menjauhkan semua perbuatan

mereka dari sikap menghadap ke kuburan dengan doa atau ibadah,

dengan tujuan menjauhi timbulnya prasangka adanya tindakan meng￾agungkan dan mengkultuskan kuburan.

lalanllan Men$h las Masll6soe

Menghiasi masjid tidak terlepas dari salah satu dari dua hal:

A. Hiasan ltu bukan dari Emas atau krak

Jika perhiasan masjid bukan dengan emas atau perak, halitu telah

mengundang perbedaan pendapat di antara para ulama, sebagaimana

berikutini:

Pendapatl. Menghiasi masjid adalah suatu tindakan yang makruh

hukumnya. tnilah pendapat para pengikut mazhab syaf is$ dan Hanbali.st

Pendapatl/. Menghiasi masjid adalah suatu tindakan yang haram

hukumnya. lnitah pendapat Asy-Syaukanise2 dari kalangan generasi

belakangan.

Pendapat ///. Menghiasi masjid adalah tindakan yang boleh-boleh

saja, kecuali khusus arah kiblat dan dalam mihrab yang hukumnya adalah

makruh. Inilah pendapat para pengikut mazhab Hanafi5e3 dan Maliki.5s

Para pengikut pendapat pertama bahwa menghiasi masjid adalah

makruh hukumnya berdalil sebagai berikut:

1. Apa yang datang dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma

dengan derajat marfu',

):l*^J;lt")5o'yf6

'Aku tidak dipetintah untuk menghiasi masiid-masiid."

Ibnu Abbas berkata,

,st(Ats"At4;),5r13;t

* Sungguh katian semua benar-beaar ,"rghirriry, seperti oruo,

onng Yahudi dan Nasrani menghiasi."s$

Hadits di atas memberikan kesan hinaan atas perbuatan di atas.

Dan bahwa perbuatan tersebut bukan dari perbuatan Rasuluttah shal￾lallahu Alaihi wa sallam. Akan tetapi, sebagaimana dikataka n oleh lbnu

Abbas perbuatan tersebut adalah kenyataan yang banyak dilakukan di

kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani.ss

2. Hadits Anas bin Malik Radhiaallahu Anhu yan! di dalamnya disebutJon,

yu;;rt €.,11t,;6- &'*tu ?.rxt

" Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga manusia brbangga-bangga

dengan flnsjid."sn

Hadits di atas memberikan kesan makruh hukumnya menghiasi

masjid-masjid.

3. Dari Atsar: Apa yang datang dariomar bin Al-Khaththab Radhiyailahu

Anhu bahwa ia berkata Tiada yang pating buruk dari perbuatan sua'tu *ru. kecuali ketika

mereka menghiasi masiid'masiid nterelca." sx

4 APa Yans da'[aniH** g -#f#:*iri?,

,, Jika kalian semua menghiasi masiid-masiid dan mushaf-mushaf

kalian, aas kalian adalah kehancuran."se

5. Mereka berkata, "Menghiasi masjid menjadikan orang yang melakukan

shalat akan terlena dan terganggu darikekhusyukan melakukan shalat￾nya. Akan besar pengaruhnya kepada kekhusyukan." lbnu Daqiq Al￾led ketika memberikan komentar kepada hadits wabiah (baju tebal)

milik Abu Jahamm berkata, "Para ahli fikih telah menarik kesimpulan

dari hadits itu berupa hukum makruh atas segala sesuatu yang meng￾ganggu orang menunaikan shalat, berupa warna-warna, pahatan, dan

karya-karya yang unik. Dan hukumnya akan menjadi umum dengan

keumuman itlah-nya. /llah tersebut adalah 'mengganggu penunaian

shalat'."mr Hat ini diperkokoh oleh apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,

ia berkata, "lrrbu Sa'id berkata, Atap masjid terbuatdari pelepah kurma'."

Dan Umar memerintahkan pekerja yang membangun masjid, dengan

berkata,Apakah engkau akan melindungi dan menutupi orung-orang dari hujan?

Dan hati-hatilah engkau untuk mewarnai masjid dengan warna merah

aau kuning, hingga onang-orang dapat terfimah karenanya."ffi

Sedanglon mereka yang menetapkan hukum haram berdalil sebagai

berikut:

- Dengan dalil-dalil sebelumnya disebutkan oleh mereka yang berpegang

kepada hukum makruh dimana dalil-dalilitu membawa kepada makna

'haram'. Bermegah-megah adalah sifat yang muncul dalam pemaparan

hadits itu yang menunjukkan kepada hukum haram. Nabishallallahu

Alathi wa Sallam sangat sulca bersikap beda dengan orang-orang

Yahudi dan Nasrani, baik secara umum maupun khusus.ffi

- Sabda Rasulullah Slallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Aisyah

yang sangat masyhuq

'r; iti';i {LA):L ;.* c

'Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan tanpa adanya periaah dari

kami, maka perbuatannya itu tcftolak."@4

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn tidak pernah memerintahkan

untuk menghias masjid bahkan melarang perbuatan itu.

Sedangkan mereka yang menetapkan hukumjauraz mengetengah￾kan dalil-dalil sebagai berikut:

- Perbuatan seperti itu adalah sikap mengagungkan masjid, dan yang

demikian itu secara umum diminta.ffi

- Perbuatan seperti itu akan menjauhkan sikap menghinakan masjid.

Karena manusia selalu memperbesar dan menghiasi rumah-rumah

mereka, akan sangat sesuai jika melakukan hal yang sama untuk

masjid-masjid mereka.6o6

- Perbuatan menghias masjid menjadikannya sangat menyenangkan dan

menarik

- Generasi salaf tidak pernah sampai kepada sikap mengingkari orang

yang melakukan perbuatan tersebut. Maka sikap demikian menunjukkan

bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukan. Jika tidak demikian tentu

mereka mengingkari orang-orang yang melalarkannya.60'

- Potensi menjadikan lalaitergantung kepada posisinya. Halitu akan terjadi

jika hiasan berada dimihrab atau secara umum diarah kiblat. Sedangkan

jika tidak ditempat-tempat tersebut maka tidak akan terjadi gangguan

bagi orang yang melakukan shalat sehingga hukumnya boleh'ffi

Pendap at ya ng pa lin g lli"nt -wallahu Ta' ala Al lam- adalah pendapat

yang menetapkan hukum haram, karena alasan-alasan sebagai berikut:

- Karena prinsipnya adalah pengharaman taqnbbuh kepada orang-omng

Yahudi dan kepada orang-orang Nasrani, khususnya dalam perkara ibadah

atau tempat ibadah atau waktu ibadah mereka. Sedangkan hiasan seba￾gaimana disebutkan oteh lbnu Abbas Radhigallahu Anhuma yang diper￾kuat dengan sumpah adalah bagian dari perbuatan orang-orang Yahudi

dan Nasrani. Perbuatan semacam ini masih bisa ditemukan hingga

zaman kita sekarang ini. Gereja-gereja mereka selalu dihiasi dengan

berbagai hiasan dan di dalamnya diletakkan hasil-hasil karya dan

pahatan-pahatan unik yang mengundang orang untuk menatapnya.

Juga sering diperindah dengan segala cara. Jelaslah bahwa ucaPan

lbnu Abbas Radhigallahu,funhuma memberikan kesan bahwa ia telah

menerima kabar dari Al-Mushthafa Sha llallahu Alaihi wa Sallam al<an

terjadinya kasus sedemikian itu di tengah-tengah umat. oleh sebab

itulah, ia berani bersumpah bahwa Peristiwa itu terjadi. Jika tidak,

peristiwa itu adalah perkara ghaib yang tidak mungkin diketahui olehnya.

- Bahwasanya nash-nash yang marfu'menunjukkan hukum haram ber￾megah-megah dengan masjid karena pembangunannya, pahatan￾pahatan dan kuantitasnya.6ro Tidak ada dalilyang merubah hulatm itu.

- Bahwasanya khusyuk dalam shalat adalah wajib hukumnya. Segala

sesuatu yang menjurus kepada sikap meninggalkan wajib adalah haram

hukumnya. Tidak diragukan sama sekalibahwa pahatan-pahatan, wama￾wami, dan lain-lain yang ada di masjid akan berpotensi menghilangkan

kekhusyukan. Sangat sedikit orang yang selamat dari pengaruh hal￾hal tersebuL Bahkan, Nabi Shalla llahu lilaihi wa Sallam menolak baj u

tebal bergambar mitik Abu Jahm karena menjadikan beliau lalai akan

shalatnya dengan adanyra berbagai gambar padanya. Beliau mensosiali￾sasikan illah'alasan' tersebut,6rr padahal Nabi shallalrahu Alaihi. wa

sallam adalah orang yang paling bagus kekhusyukannya daram shalat.

- Bahwasanya Nabi sha llallahu Alaihi wa sallamtidak pemah melakukan

atau memerintahkan perbuatan itu. sedangkan pendorong-pendorong￾nya sarananya sudah ada, jika perbuatan tersebut memang diperboleh￾kan. Yang harus ditekankan di sini adalah:

Bukan termasuk hiasan ketika orang memperindah bangunan masjid,

dari aspek kekokohan dan t4jshish6r2. Menurut pendapat yang benaq

bahkan dianjurkan.6l3 Bukan pula dari perbuatan di atas, misarnya

membersihkan, memberiwewangian, dan lain-lain. Jadi, yang dimaksud

adalah apa yang ada sampai pada kategori perhiasan yang metaraikan

orang shalat. Itulah ujian bagikaum Muslimin dizaman sekarang ini.

Apa-apa yang membolehkan telah disanggah sebagai berikut:

Alasan pertama yang di dalamnya terkandung sikap mengagungkan

masjid adalah alasan yang tertolak dari dua aspek:

1. Pengagungan masjid adalah dengan apa-apa yang dilakukan di daram￾nya berupa berbagai ibadah, dzikil dan ilmu. Juga dengan menjaga

dan memeliharanya dari apa-apa yang tidak baik berupa berbagai

kegiatan keduniaan, kotoran, bau tak sedap, dan lain sebagainya.

2. Nabi shallallahuAlaihiwasallam adalah orang yang tahu dan paling

pandai memelihara hak-hak sebuah masjid tidak pernah menghias

masjidnya dan tidak memerintahkan untuk itu.

Sedangkan pendapat meninggalkan perbuatan tersebut semacam

penghinaan kepada masjid karena manusia sering menghias rumah￾rumah mereka adalah bukan alasan yang benar. Karena atasan larangan

adalah menyibukkan dan melalaikan hati orang yang melakukan shalat.

Hukum selalu seiring sejalan dengan alasannya.6ra yang demikian tidak

berlaku untuk rumah-rumah. Tidakapa-apa jika masjid dibangun dengan

cara dan arsitekturyang terbaik sehingga tampil menawan dan berwibawa

dengan tetap menghindari hiasan baginya. Yang demikian mungkin dilaku-

kan dan boteh. Sedangkan anggaPan bahwa hiasan akan menjadikan

masjid lebih dicintai adalah anggaPan yang berlalm bagiorang yang ketika

datang ke masjid hanya untuk sekedar memandang meneliti dan

menganalisa. lni adalah bukan sifat seorang Muslim yang datang ke masjid

karena taat kepada Perintah Allah dengan melaksanakan shalat jamaah

dan mencari pahalanya.6r5

sedangkan sikap para salaf yang meninggalkan untuk mengingkari

hal tersebut, maka sanggahannya adalah sebagai berikut. Bahwa menghias

masjid adalah bid'ah yang dimunculkan oleh negeri-negeri "liar" yang tidak

memberikan izin bagi para ahli ilmu dan ahli keutamaan, dan mereka

mengadakan bid'ah-bid'ah yang sering tidakterhitung jumlahnya dan tak

seorang pun berani mengingkarinya. Sebagian ulama mendiamkan saja

perbuatan seperti itu karena khawatir akan tindakan kekerasan yang

mereka lakukan lantaran ridha dengan perbuatan itu. Kemudian muncul

sekelompok utama muta'akhirin yang siap menghadapi kebathilan dan

meneriakkan "kematian' di hadapan mereka.6r6

Sedangkan anggaPan bahwa ketergangguan orang yang sedang

shalat adalah jika hiasan berada di mihrab atau di arah kiblat, dan tidak

makruh diposisikan selain di tempat tersebut. Terhadap anggapan ini

berlaku suatu pandangan: kalaupun boleh mengucapkan anggaPan sePerti

itu, tarangan ini tetap berlaku karena memiliki alasan-alasan lain' Di

antaranya yang paling menonjol adalah tasyabbuh kepada orang-orang

Yahudi dan Nasrani. Ini sama sekati tidak terikat dengan suatu tempat di

mana pun dalam masjid.

Sesuatu yang sering terjadi di zaman sekarang ini adalah bahwa

manusia mencurahkan perhatian kepada hiasan untuk masjid-masjid

dengan berbagai macam hiasan dan dekorasi: pahatan, tulisan, warna,

karpet, lampu, dan lain sebagainya; yang jika dikumpulkan semua dana

yang terserap untuk itu di sebagian masjid yang ada akan menelan biaya

yang cukup untuk membangun masjid lainnya selain masjid sebelumnya.

Tidak diragukan lagi bahwa dalam kegiatan semacam ini adalah uPaya

menghilangkan manfaat besar bagi kaum Muslimin yang bisa dicapai

dengan harta sebesar harta yang sia-sia tersebut.

lbnu Baththal6rT dan lain-lain berkata, "Sunnah dalam membangun

masjid adalah sederhana dan menjauhi sikap 'berlebih-lebihan' ketika

memperindahnya. Umar dengan banyaknya penaklukan di zamannya dan

banyaknya harta padanya tidak pernah merubah masjid dari apa adanya.

Akan tetapi, hanya membutuhkan untuk memugarnya karena pelepah

kurma telah hancur setelah perjalanan waktu yang cukup lama. Kemudian

datang Utsman dengan harta ditangannya yang lebih banya( melakukan

perbaikan dan memperindah masjid yang tidak membutuhkan kepada

dekorasi. Walaupun demikian sebagian shahabat ada yang mengingkari

tindakan UBman tersebut. "618

B. Hiasan Masjtd ltu dengan Emas atau Ferak

Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang permasalahan tersebut

dan muncullah dua pendapat:

1. Bahwa haram menghias masjid dengan emas dan perak. lni adalah

pendapat para pengikut mazhab Hanbali.6le

2. Perbuatan tersebut mubah hukumnya. lni adalah pendapat para peng￾ikut mazhab Hanafi dengan pengertian sebagaimana disebutkan di atas

bahwa hiasan itu selain di mihrab.eo

Pembahasan permasalahan initidak keluar dari apa yang telah lalu

pembahasannya dalam permasalahan pertama. Hukumnya adalah sama

dengan hukum permasalahan pertama. Demikian yang benar. Jika para

pengikut mazhab Hanbali berpendapat bahwa hukumnya haram, yang

jelas mereka melihat, keberadaan sikap berlebih-lebihan dan pemborosan

dalam perbuatan itu untuk pembelian hiasan pada umumnya.lalangan Membanflun Balkon untuk,tlasf ld

Pembahasan ini mencakup dua subbab:

A. Makna Syurafat

Sgurafat adalah jamakdari kata-kata sAufah, yang artinya bagian

atas sesuatu. Sedangkan unhrk sebuah gedung adalah aPa )rang diletakkan

di bagian atasnya sebagai hiasan. Dikatakan "sgarafu al-bina" artinya,

dijadikan untuknya suatu kehormatan. Gedung-gedung tinggi adalah yang

ditambah dengan balkon. Sering balkon disebut sebagai bangunan di

bagian luar rumah yang diberi balkon di sekelilingnya.622

Makna yang dimaksud di siniadalah makna yang pertama karena

apa )rang telah datang dari lbnu Abbas Radhigallahu,{nhuma ia berkata,

b rub G:.b i,l;Jt'61 oi r:'r(

" I{ami diperin ahkan unuk nrembaryan koa-koa dengan balkon-fulkon

dan membangun Masjid lamman."ffi

Artinya, tanpa ada tambahan pada lantainya.

Gaya dalam membangun masjid-masjid tidak diperkenankan

dengan menambahi balkon-balkon sebagaimana makna kedua. Maka

tidak ada arti larangannya. Karena yang dimaksud adalah apa yang di￾letakkan di atas bangunan masjid dengan tujuan sebagai hiasan masjid

tersebut. Bisa berbentuk segitiga atau segi empat atau lainnya.

B. Hukum Membuat Balkon dl Masiid-masJid

Para pengikut mazhab Syafi'i beranggapan bahwa membuat balkon￾balkon masjid makruh hukumnya.ea Yang ielas -Wallahu Ta'ala frlam￾haram hukumnya membuat balkon-balkon masjid karena dalil-dalil berikut:

1. Apa yang datang dari lbnu Umar Radhi.gallahu Anhuma, bahwa ia

berkata,

.r. , D , O;,r J;a-^r e

'k oi vt;'ri t::i

" Karni dilarang atau beliau melarang l<ani shalat di masjid yang fur￾balkon."as

Konotasi hadits ini menunjukkan bahwa lbnu Umar Radhigallahu

Anhuma mengaitkan larangan kepada Nabi Shal/allahu Alaihi wa

Sallam dan Radhigallahu ,{nhu membawa larangan beliau kepada

hukum haram sebagaimana akan dijelaskan di bawah.

2.Na yang datang dari lbnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata,

G? J)ilLLyd' 1'o(erf

* Kami diperinah untuk membangun Masjid lamman dan memhngun

ko a -ko ta d engan bal kon - bal kon." ffi

Di dalam (sanad) hadits iniada perawi yang tak dikenal. Hadits ini

semakna dengan hadits lbnu Umar di atas.

3. Apa yang datang dari Ismail bin Abdurrahman bin Dzuaib,627 ia berkata,

Aku bersama lbnu Umar masuk suatu masjid di luhfah.as Mal<a ia

melihat balkon-balkon. Ia pun keluar ke suatu tempat lalu shalat di

dalamnya. Kemudian, ia berkaa kepada pemilik masjid itu, 'Sungguh

aku telah melihat di dalan masjid engkau ini -yaitu balkon-balkon￾yang kusetarakan dengan patung-patung kaum jahiliyah. Maka perin￾tahkanlah untuk menghancurlcannya'." ae

Hadits di atas mendukung hadits lbnu Umar dan menunjukkan

bahwa hadits itu dipahami menunjukkan larangan yang haram hukum￾nya. Maka menunjukkan haram hukumnya membuat balkon-balkon,

karena hadits itu muncul sebagai fllah, kenapa diserupakan dengan

patung-patung dan karena keberadaan semua itu ia enggan shalat di

dalam masjid.

Yang jelas -Wall ahu Ta' ala filam- bahwa balkon-balkon termasuk

ke dalam kelompok hiasan dan telah berlalu pembahasan tentang itu.

Sedangkan jika terdapat kepentingan untuk membuatnya sebagaimana

keadaan yang ada di kebanyakan masjid-masjid di zaman kita sekarang

ini, tidak apa-apa membuatnya. Sebagaimana keberadaan sesuatu yang

dikhawatirkan di lantai masjid berupa perangkat AC, jaringan air bersih,

jaringan listrik, atau lainnya, dan dibuatlah balkon-balkon untuk peng￾amanannya, melindungiorang yang biasa melakukan perbaikan, melaku￾kan pengawasan, atau kepentingan lainnya berkenaan dengan semua

perangkat tersebut berupa berbagai kemaslahatan yang nyata.

Dengan alasan seperti itu maka tidak apa-apa membangunnya

sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan dan dalam membangunnya

harus dengan menjauhkan dari hiasan dan dekorasi. WallahuTa'alaltlam.

laran$an Menghadlrl HarFhafl Besar Ahll Kltab dan

Bertasyabbuh kepada Mereka dalam Hal yang Sama

Para ahli ilmu sepakat mengharamkan menghadiri hari-hari besar

ahlikitab dan bertasyabbuh kepada mereka dalam halitu. Ini adalah pen￾dapat para pengikut mazhab Hanafi,ar Maliki,632 Syafi'i,633 dan Hanbali.o}

Juga menjadi mazhab para muhaqiq, seperti lbnu Tllimiyah,635 lbnul

Qayyim,636 dan lain-lain mereka dari kalangan ahli ilmu.

Dalil-dalil yang menunjukkan kepada hukum di atas terbagi atas

dalil-dalil umum dan khusus. Sebagian akan kita paparkan berikut ini:

Dalihdalil Umum

Peftama. Syariattelah memerintahkan untuk bersikap beda dengan

ahti kitab dan meninggalkan sikap untuk menyamai mereka. Dalam hal

ini teks dalil sangat banyak jumlahnya hingga tak terhitung.

Kedn. Hal tersebut adalah bagian dari bid'ah yang diada-adakan

yang tidak pernah dibawa oleh syariat. Menghadiri hari-hari raya mereka

adalah merupakan sikap menyetujui mereka dengan segala syiar agama

mereka yang bathil, bahkan semua itu bagian dari keistimewaan yang

hanya ada pada mereka.

Syaikhul Islam lbnu lbimiyah berkata, "Semua dalil dari Kitab,

sunnah dan ijma menunjukkan bahwa bid'ah adalah sesuatu yang sangat

buruk dan makruh hukumnya, baik bersifat taruth 'dengan dasar kehati￾hatian atau haram sesuai dengan tingkatan dalam tasyabbuh kepada

mereka. Maka terhimpun dalam haltersebut bahwa perbuatan itu bid'ah

yang diada-adakan dan tasyabbuh kepada orang-oiang kafir. Masing￾masing dari dua sikap itu mewajibkan adanya larangan memperbuatnya.

Karena tasyabbuh pada pokoknya sangatterlarang. Bid'ah pada pokoknya

juga sangat terlarang sekalipun tidak dilakukan oleh orang-orang kafir.

Jika dua sikap itu terhimpun, maka akan menjadi alasan yang berdiri

sendiri dalam keburukan dan larangan."638

Permasalahan kita di sinitermasuk di dalam perpanjangan dua dalil

yang melarang itu. Apalagijika kita mengetahui bahwa hari-hari raya bagian

dari agama mereka yang mereka ada-adakan. Atau bagian dari agama

mereka yang sebenarnya telah dihapus. Semua itu adalah syiar-syiaryang

menunjukkan kepadanya, melihat betapa banyak bentuk-bentuk ibadah

mereka yang telah dihapus atau yang sudah tidak populer lagi.

Delll-dalll Khusus

Peftama. ljma (konsensuVkesepakatan) dari dua aspek:

Aspek I . Bahwasanya orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Majusi masih

saja berada di kota-kota kaum Muslimin. Mereka merayakan hari-hari raya

mereka dan imbas dari perbuatan-perbuatan mereka masih lekat dengan

banyak jiwa. Kemudian di zaman para pendahulu kaum Muslimin tidak

pemah ada orangyang mendampingimereka dalam sedikitpun dari semua

kegiatan itu. Maka, sekiranya tidak muncul energi pelarang dalam jiwa￾jiwa umat, baikbersifatkebencian, atau pelarangan darisemua itu, tentulah

kebanyakan mereka akan terjerumus ke dalam hal yang sama, karena

suatu perbuatan itu akan terjadi apabila ada potensi. Sekiranya tidak ada

penghalang tentu perbuatan tersebut akan benar-benar terjadi tanpa bisa

dihindari. Dan potensinya dalam hal inibenar-benar ada sehingga perlu

diketahui adanya pelarang (al-mani).

Felarang (al-mani) disini adalah agama. Ivlaka tentu diketahuibahwa

agama di siniadalah agama Islam yang melarang dari sikap menlama￾nyamai. lnilah yang diminta.

Aspek I/. Bahwa Umar Radhigallahu Anhu mempersyaratkan

kepada para ahli dzimmah untuktidakmenunjukkan hari-hari raya mereka.

lde ini disepakati oleh semua shahabat. Jika kaum Muslimin telah sepakat

dengan larangan bagi ahli dzimmah untuk menunjukkan hari-hari raya

mereka, bagaimana bisa bagi kaum Muslimin beralasan untuk meraya￾kannya? Bukankah perbuatan kaum Muslimin akan kegiatan-kegiatan itu

lebih parah daripada perbuatan orang-orang kafir akan perbuatan yang

sama, karena mereka menampakkannya?

Kedn. Firman Nlah Ta' ala,

' Dan onng-orung yang tidak membrilan persaksian palsu, dan apabila

mereka beftemu dengan (onng-orang) yang mengerjakan prbuakn￾perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga

kehormatan dirinya." (Al-Furqan: 72)

Zuur, ditafsirkan tidak hanya oleh satu orang dari kalangan Para

tabi'in, seperti Mujahid,Be Adh-Dhahhak,m lbnu Sirin, dan lain-lainer yang

bermakna macam-macam hari raya kaum musyrikin.Ayat inisecara sepihaktidak bermakma pengharaman semua kegiatan

tadi. Akan tetapi, menyatakan makruh hukum menghadirinya. Karena

Allah memuji orang yang meninggalkan tindakan menghadirinya sehingga

ia dijadikan sebagai seorang ibadunahman.w Sedangkan terlibat dalam

memperingati hari-hari raya tersebut, maka jelas ayat tersebut menunjuk￾ka n ke ha ram a n nya, ka rena AI Ia h ra' ala m enama ka nny a zuw. Nlah ra' ala

telah mencela kata-kata palsu dan memerintahkan untuk menjauhinya

dan pelaku kedustaan itu sama hukumnya dengan pelaku hari raya

tersebut.

Ketiga. Apa yang datang dari Anas bin Malik Radhigattahtt Anhu

bahwa ia berkata,

&\i i;,q | ; ry,.<Cf ii irr 3\, p; * h, 

*

,dt i'i-:

*Rasulullah shallatlahu Alaihi wa sallam tiba di Madinah)*.o"*,

(ahli Madinah) memiliki dua hari yang mereka biasa bermain-main di

kedua hari tersebut. Maka bliau bertanya, 'Apa dua hari ini?' Mereka

brkata, 'Kami suka brmain-main pada dua hari ini sejak zamanjahili￾yah'. Maka Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam bersabda, 'sesung￾guhnya Allah telah mengganti keduanya untuk katian semua dengan

yang lebih baik daripada keduanya, yairu hari raya Adha dan Fitri,..a3

Aspek yang menjadi objek penunjukan dalam hadits adalah bahwa

Nabi sha/la llahu Alaihi wa sallam tidak mengukuhkan mereka untuk te￾tap bermain-main di dalam dua hari tersebut sebagaimana tradisi mereka.

Akan tetapi, beliau menyampaikan kepada mereka bahwa Allah telah

mengganti kedua hari itu dengan dua hari yang lain. penggantian sesuatu

mengandung konsekuensi harus meninggalkan sesuatu yang telah diganti.

Oleh karena itu, ibarat ungkapan initidak digunakan lagi, kecualijika me￾ninggalkan perkumpulan dikedua hari itu.

Ungkapan beliau kepada mereka, t-<li;f f ii,ritl 'sra;unggriitnga

Allah telah mengganti kednnya untuk kalian semua', ketika mereka

ditanya tentang dua hariyang kemudian mereka menjawab bahwa kedua￾nya adalah hari untuk bermain-main mereka di zaman jahiliyah, adalah

dalilbahwa beliau melarang mereka melakukan permainan pada dua hari

itu karena telah diganti dengan dua haridalam lslam. Jika tidak dimaksud￾kan untuk sebuah larangan, penyebutan penggantian ini menjadi sama

sekali tidak pada tempatnya. Karena prinsip pensyariatan dua hari dalam

lslam itu mereka telah mengetahuinya, dan tidak boleh bagi mereka me￾ninggalkannya hanya demi dua hari jahiliyah tersebut.

I-agi pula, aib Anda pada dua harijahiliyah itu telah 'mati' di zaman

lslam. Maka tidak ada lagi pengaruh bagi keduanya di zaman Rasulullah

Slallallahu Alaihi wa Sallam danpara khalifahnya. Jika beliau tidak mela￾rang mereka bermain dalam dua hari tersebut atau lainnya yang biasa di￾lakukan, tentu mereka masih berada dalam tradisinya selama ini. Karena

tradisitidak pemah akan berubah melainkan jika ada orang yang mengubah

dan menghilangkannya, apalagijika telah menjadi tabiat kaum wanita,

anak-anak, dan kebanyalon orang memperlihatkan hariyang akan mereka

jadikan hari raya untuk menganggur dan bermain-main.

Oleh sebab inilah, kebanyakan para raja dan para pemimpin tidak

mampu merubah tradisiorang dalam halhari raya mereka karena kuatnya

dorongan dalam jiwa-jiwa mereka dan juga karena kuatnya hasrat semua

kelompok untuk mengikutinya. Jika tidak karena kekuatan pencegah yang

datang dari Rasulullah