,i 4; *i y\t -u tt s'-, oi
,rrii ;it ri tii,uu'J,1i,>()1a),t'niy* J:^';:-\i +
,i,r, ;* k.v i;' ttr, :,? t i6ti',* tit,iu r:k:t t5
t;;. iu'"* ils5 ,rrfse)$9 ,r1{{'rv€,ttg
uy *u ttf.r',tfi rfu *.o e $yr,:":;it'l;l*s 6r''i'i
J;J;iL')*f)2t
,,Bahwa Rasulullah shallatlahu Ataihi wa sallam menunggang kuda
tatu beliau teriatuh sehingga beliau terluka lcaki kanannya. Kemudian
ketika betiau melakukan suatu shalat sambit duduk. Maka kami shalat
di betakang betiau sambit duduk pula. Ketika beliau berbalk (setelah
selesai shata\ brsabda, 'sesungguhnya imam diadakan untuk diikuti
shalaarya. tika ia shalat sambit berdiri, shalatlah kalian semua sanbil
brdiri. tilca ia ntku', ruku'lah lcalian semua. Ika ia bangkit, bangkitlah
lcalian semua. Iila ia mengucaplan: 'sami'Allahu liman hamidah'(Altah Maha Mendengar siapa saia yang memuii-Nya), ucapkan:
,Rabbaaaa walakat hamdu'(wahai Tfuhan kami, bagi-Mu segala pujr).
Iika ia shalat sambil berdiri, shalattah kalian semua sambil berdiri'
tka ia shalat sambit duduk, shatatlah katian semua sambil duduk'."ael
Dalil-dalil yang diambil oleh kelompok Pertama, yaitu jumhur
dibantah oleh kelompok kedua, sebagai berikut:
1. lmam Atrmad Rahrm ahultahmenotak pendapat den gan nasldt dengan
berdalil kepada shalat Rasulullah Shattallahu Alaihi wa Sallam ketika
beliau sedang menderita sakit, dengan ungkapannya, "Tidakada kelatatan huijah di dalamnya karena Abu Bakar memulainya sambil berdiri
dan menyelesaikannya demikian itu. Maka menggabungkan dalillebih
baik daripada menasakh.'4e2
Bisa dimungkinkan bahwa Abu Bakar selaku imam, dari Aisyah,
7'i q.A-b; ,f.f i'dt ,k *r *ht ;* ,;t ol
\*i
'Bahwa Nabi Shallattahu Alaihi wa SaUam shalat di bliang Abu
Bakar ketika bliau sedang nrenderia sakit dalam pakaian (selimut)
yang di selempangkannya."
Juga diriwayatkan Anas: "Dan kamijuga tidak mengetahui bahwa
beliau shalat di belakang Abu Bakal melainkan di dalam hadits ini."
Sedangkan Malik berkomentar sebagai berikut, "Menurut kami harus
diamalkan hadits itu."4s3
2. Mereka berkata, "Tidak bisa dikatakan: Uika ia imam, tentu akan berada
di sisi hri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn Karena bisa dipahami
bahwa ia melakukan itu karena dibelakangnya ada shaf yang lain,"'4e4
3. lbnu Khuzaimaha% Rahimahullah berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam telah memerintahkan kepada para makmum untuk mengikuti imam. Juga memerintahkan dudukjika imam shalatsambilduduk.
Beliau melarang keras jika ada orang shalat sambil berdiri sedangkan
imam shalat sambil duduk. Mereka berbeda pendapat tentang penghapusan permasalahan tersebut. Dan tidak ada berita yang dapat
dikukuhkan yang dinukil bahwa ada penghapusan apa yang telah datangdari Rasulullah Shalla llahu Alaihi wa Sallam sebagaimana yang telah
kita sebutkan berupa perbuatan dan perintah beliau. Apa-apa yang
shahih telah datang dari Rasulullah SlallallahuAlaihiwaSallam dan
telah menjadikesepakatan Para ahli ilmu tentang keshahihannya, maka
bisa diyakini. Sedangkan apa-aPa yang mereka perselisihkan dan bahwa
belum ada kepastian bahwa suatu kabar benar dari Nabi Slallallahu
AlaihiusaSallam, maka itu diragukan. Dan tidak boleh meninggalkan
apa-apa yang diyakini demi apa-aPa yang diragukan. Akan tetapi, boleh
meninggalkan sesuatu yang diyakinidemi sesuatu yang diyakini pula.as
4. Terus berlangsung amalan para shahabat yang duduk di belakang
imam yang shalat sambil duduk di zaman kehidupan Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam dan setelah beliau wafat. Di antaranya
adalah yang diriwayatkan Osaid bin Al-Hudhair dan Jabir bin Abdullah
dan lain-lain.as
Sedangkan dalil pendapat kedua dibantah jumhur sebagai berikut:
1. Asy-Syaf i Rahimahullah berkata, *Ketika NabiShallallahuAlaihi wa
Sallam dalam keadaan sakit, beliau shalat sambil duduk; dan semua
orang di belakang beliau shalat sambil berdiri. Jadi, kami menarik
kesimpulan bahwa perintah beliau agar duduk adalah ketika beliau
terjatuh dari kudanya sebelum beliau sakit hingga wafat dengan sakitnya
itu. Maka, 'shalat beliau ketika sakit yang menyebabkan kematiannya,
beliau shalat sambil duduk; sedangkan orang-orang (para Shahabat)
di belakang beliau berdiri'(perintah ini) dihapus (maruukh) dengan
keharusan semua orang untuk mengikuti duduknya imam.aeT
Dia Rahimahullahjuga mengatakan, "Kami tidak menentang haditshadits yang paling pertama hingga ada hadits yang memerintahkan
untuk menjadikannya pertasildt (penghapus dan pengganti). Haditshadits utama itu adalah tepat pada waktunya (sesuai dengan kondisi
waktu itu, ed.) lalu dinasakh sehingga yang benar adalah pada penasikhnya. Demikianlah yang terjadi setiap yang dihapus, maka kebenaran
adalah apa-apa yang tidak dihapus (dinasakh). Jika sesuatu dinasakh,
kebenaran berada pada penasikhnya.2. Mereka berkata, "sesungguhnya dalam ungkapan yang mengatakan
bahwa 'duduk'telah dihapus sesuaidengan apa yang dibawa oteh sunnah dan telah disepakatioleh orang banyakbahwa manusia boleh shalat
sesuai dengan kemampuannya. Padahal dalam konteks hadits tersebut
mereka mampu berdiri dan shalat yang mereka lakukan adalah shalat
fardhu. orang yang mampu tidak boleh shalat sambit duduk sekalipun
imamnya lorena adanya uzu[ shalat sambil duduk.m
3. Di antara mereka ada yang berkata, "sesungguhnya yang dimaksud
dengan perintah untuk duduk kepada para malonum ketika imam shalat
sambil duduk adalah ketika dalam tasyahhud. Yaknijika imam bertasyahhud sambil duduk maka semua malnnum bertasyahhud sambil
duduk seluruhnya.sr
4. sedangkan yang disebutkan berupa apa yang dilakukan oreh sebagian
para shahabat bahwa mereka 'duduk'di masa kehidupan Rasulullah
shallallahu Alaihi wa sallam dan sepeninggal beriau terah disanggah
oleh,Asy-syaf idalam ungkapannya, "Dalam peristiwa ini menunjukkan
bahwa seseorang mengetahuisesuatu dari Rasulullah, dan tidak mengetahuiselain dari Rasulullah. Maka, ia mengungkapkan apa yang diketahui saja, kemudian ia tidak bersandar dengan ucapan yang ia katakannya, lalu meriwayatkan huiiah pada seseorang )rang mengetahui bahwa
Rasulullah mengatakan atau melakukan sesuatu. Di mana perbuatan
itu menasakh yang dikatakan orang lain dan orang rain itu mengetahui
haltersebut."m
5. sedangkan tentang perbedaan hadits-hadits tentang shatat Rasuluilah
shallauahu Alaihi wa sallam ketika beliau sakit yang berakhir dengan
ajal, maka telah disanggah oleh lbnu Abdul Barr dengan ungkapannya
sebagai berikut, "lni bukan suatu perbedaan. Karena terkadang boleh
saja bahwa Abu Bakar di depan pada suatu waktu dan Rasulullah shallallahu Alathi. wa Sallam yang maju di waktu yang lain lagi. Karena
sakit beliau itu dalam beberapa hari dan beliau selalu keluar rumah
untuk menunaikan shalat.s
Setelah memaparkan dalildalildari kedua belah pihak, maka jelaslah
bagi Penulis -Wallahu Ta'ala /(lam- kela.ratan mazhab Imam Ahmad
Rahimahullah yang menetapkan a gar'duduk' di belakang seorang imam
yang shalat sambil duduk dan bukan berdiri. Hal itu menjadi jelas karena
dalil-dalil dan diskusi tentangnya diatas.
Mazhab ini dikokohkan oleh:
Pqtama. Nash-nash yang jelas yang diambil sebagai dasar; sebagaimana dalam hadits Anas dan Aisyah yang menggunakan kata-kata jelas
yang menegaskan perintah dengan jelas dengan tidak ada kerancuan di
dalamnya selaras dengan konteksnya. Sebagaimana juga diakui oleh
mereka yang menentangnya.s
Kedua. Tidak mungkin mengularhkan klaim penghapusan karena
perbedaan beberapa hadits yang ada berkenaan dengan shalat Rasulullah
Slallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau sedang menderita sakit yang
berakhir dengan tibanya ajal beliau, apakah beliau sebagai imam atau
sebagai makmum. Hadits-hadits saling tumpang tindih tentang pelrnasalahan tersebut sehingga menjadi sangat lemah untuk dijadikan dasa6 apalagi untuk dijadikan penasikh (penghapus dan pengganti) untuk hadits
lain yang berbeda dengan hadits tersebut. Karena sama-sama kuatnya
maka dimungkinkan bisa dilakukan penggabungan antara kedua hadits
sebagaimana diisyaratlon oleh Imam Atrmad. Penggabungan adalah lebih
utama daripada menasakh.
Ketiga. Sesungguhnya hadits-hadits yang melarang berdiri di belakang imam yang shalat sambilduduk, sebagiannya telah munculdengan
alasan bahwa yang demikian itu adalah perbuatan orang-orang Persia
dan orang-orang Romawi di mana mereka selalu berdiri untuk para raja
mereka. Dan sangatlah tidak mungkin bahwa fllah initelah hilang. Orangorang Persia dan orang-orang Romawi kedua kelompok ini ada dizaman
wafat Rasulullah Shalla[ahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan hukum akan
terus berjalan sejalan dengan illah-nya.lbnul Qaryim Rahimahullah ketika memaparkan hadits tentang
sadd adz-dzarar' (membendung bahaya) berkata, "Di antaranya beliau
memerintahkan kepada para makmum agar menunaikan shalat sambil
duduk jika imam mereka menunaikan shalatnya sambil duduk, sebagai
upaya membendung bahaya tasyabbuh kepada orang-orang Fersia dan
orang-orang Romawi dengan sikap berdiri yang mereka lakukan untuk
para raja mereka sedangkan para raja itu duduk.s
Keempat. Mazhab ini adalah perbuatan yang dilakukan segolongan
para shahabat ketika Rasulullah Sha llallahu Alathi wa Sallam masih hidup
dan setelah beliau wafat, tanpa adanya penentangan hingga sebagian
darimereka mengira bahwa itu hasilijma. lbnu Hibban setelah menyebutkan hadits-haditsnya yang memerintahkan untuk duduk di belakang seorang imam yang shalat sambilduduk berkata, "... yang memfatwakan
demikian dari kalangan para shahabat adalah Jabir bin Abdullah, Abu
Hurairah, Usaid bin Hudhair; dan Qais bin Qahd. Dan tidak diriwayatlon
dari shahabat lain selain mereka. Fendapatyang berbeda dengan pendapat
ini baik dengan isnad muftashrl'bersambung' ataupu n mwtqathf ''terputus'. Sehingga bisa dianggap ijma. Dan ijma yang berlaku menurut hemat
kami adalah ijma para shahabat. Dari pihak tabi'in, yang mengeluarkan
fatwa dengan menggunakan dalil hadits ini adalah Jabir bin Zaid. Dan
tidak diriwayatkan dari selainnya, yakni dari kalangan tabi'in akan adanya
penentang baik dengan isnad shahih ataupun lemah. Maka perbuatan
tersebut adalah ijma para tabi'in pula ....s Klaim lbnu Hibban bahwa
perbuatantersebutadalah ijma dikokohkan oleh perbuatan dan fatwa sebagian dari para shahabat dengan disebutkan bahwa tidak ada penentangan
kepada mereka.
Kelima. Sesungguhnya dalam ungkapan tersebut ada kesesuaian
dengan perintah-perintah yang pasti untuk mengikuti imam dan tidak
bersikap menentangnya. lidak ada perbedaan pendapat yang paling
banyak daripada perbedaan pendapat dalam hal rukun-rukun shalat.laranoan Ber-ls,ytlmal sebaoalmana lsytlmal Yahudl ketlka
Melalsanalan Shalat
Pembahasan ini mencalmp dua subbahasan:
A. Definisi Isytimal
Ungkapan para ahli fikih berbeda-beda ketika mendefinisikan alisgtimal ash-sltamma.w
Dikatakan, "Al-isytimal ash-slamma adalah (Pakaian) yang membungkus kedua pundak dengan mengeluarkan tangan kiri dari bagian
bawah baju dengan tanpa dilengkapi kain. Jika dilengkapi dengan kain,
maka tidak apa-apa." lni adalah pendapat Malik Rahrmahullah.m
Dikatakan pula, "Menggabungkan kedua ujung pakaian kemudian
mengeluarkan keduanya dari bawah salah satu tangan diatas salah satu
dari pundak jika tidak dilengkapi dengan celana panjang."m
Dikatakan pula, "Membungkus dengan pakaian sehingga membesarkan sekujur badan dari kepala hingga kedua kaki dan tidak meninggikan bagian sebelahnya sehingga mengeluarkan kedua tangan darinya."5ro
Dikatakan pula, "Berselimut dengan pakaian lalu mengeluarkan
tangan dari arah dada.il5rr
Dikatakan pula, "Memasukkan badan ke dalam pakaian lalu mengangkat kedua ujungnya ke atas pundak kiri.Dikatakan pula, "Seseorang yang memasukkan pakaiannya dari
bawah ketiak kanan dan menutup pundak kiri dengan pal<aian itu. Tidak
ada sarung padanya sehingga terlihat dari pakaiannya itu sisi badan dan
auratnya."5r3
Dikatakan pula selain semua di atas namun semua tidak keluar
dari apa-apa yang telah disebutkan.
Dengan mencermati semua definisi tentang bytimal tersebut, maka
kita membutuhkan kejelasan akan sebagian permasalahan berikut ini, yakni
Apa perbedaan antara idhthiba'dengan rsytimal dalam definisi yang
disebutkan terakhir, yang merupakan definisi yang diajukan oleh para
pengikut mazhab Hanbali?
Jawaban pertanyaan ini akan menjadi jelas dengan menjelaskan
definisi idhthiba' menurut mereka sebagaimana telah mereka definisikan
sebagai berikut, "ldhthiba' adalah menjadikan bagian tengah selendang
berada di bawah pundak kanan dan kedua ujungnya berada di atas
pundak kiri."514
Di atasnya dengan keadaan seperti itu adalah pemakaian sarung,
yaitu pakaian orang berihram. Yang demikian itu telah dilakukan oleh Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Isgtimal ini sangat berbeda dengan
idhthiba', karena orang yang ber-rsgtimal ttdak mengenakan sesuatu,
baik berupa celana panjang atau sarung di bawah selendangnya.
Dengan mengkitisi definisi-definisi di atas juga akan menjadi sangat
jelas bagi kita bahwa para ahli bahasa memiliki definisi yang berbeda
dengan definisiyang diketengahkan oleh para ahlifikih. Mereka berpendapat
bahwa bgtimal yang dimaksudkan adalah sebagaimana yang telah disebutkan di atas berupa tindakan membesarkan badan dengan pakaian
dan membiarkannya menjuntai tanpa dinaikkan ujungnya. Sedangkan
para ahli fikih, kebanyakan mereka berpendapat bahwa i.sgtimal mengandung keharusan mengangkat salah satu ujung selendang di atas pundaknya untuk menegaskan bentuk dan gaya isytimal yang sebenamya.Seba gian ahli fi kih membedakan antara bgtimal oran g-oran g Yahudi
den gan al- bytimal ash- slamma den gan men gataka n, " I sytimal ora n gorang Yahudi adalah apa yang kita sebutkan definisinya menurut para
ahli bahasa. Sedangkan al-bgtimal ash-shamrna adalah apa yang telah
disebutkan oleh para ahli fikih. Yang jelas keduanya adalah sama saja
karena apa yang telah datang dari beliau bahwa beliau melarang ashshamma isgtimal Al-Yahud."5r5 Maka larangan beliau ini menunjukkan
bahwa keduanya sama saja.
Yang jelas -WallahuTa'alalilam- bahwa definisiyang paling dekat
untuk lsytimal adalah definisi para ahli fikih. Hal itu karena nash dalil
yang shahih telah memberikan dukungan kepada pendapat itu.
Al-Bukhari dan Muslim telah menahtrij dari haditsAbu Said Al-Khudri
Radhtgallahu Anhu, ia berkata,
- ?Pt €I? er,,*,r i4!t\' & :' r?,6
r# ^Jrc Ll,rG'i:;'F- ttiitL:ti,(1drj,:":r' r#st,
dc -*': q'i.i::+t "?\it$tr,l'_i qL'; ^*t'.,ef
o' :: c .. tc c . tz / ct o€:r*;rPcl
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang dua pakaian -
hingga saManya dalam hadits- dan dua pakaian iru adalah al-isytimal
ash-shamma, yakni menjadkan pakaiannya di aas salah satu dari kedua
pundalotya sehingga pundak yang lain tcrbuka tidak ada pakaian di
atasnya, sedangkan pakaian yang lain dipakai untuk duduk berumpu
kepada pantafrya dengan mengumpulkan kedua paha ke dada sehingga
ia duduk dengan tidak brafiupi kemaluannya."st6
Al-Hafizh dalam Al-Fath berkata, "Arti zhahir redaksional dari AlBukhari adalah bahwa tafsir tersebut dalamnya ada derajat marfu'. ltu
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh para ahli fikih. Dengan penilaian
bahwa hal itu mauquf saja bisa dijadikan huiiah, demikian yang benar.
Karena itu adalah tafsir yang datang dari perawi yang tidak bertentangan
dengan makna eksplisit lehabar (hadits).5l7
B. Hukum Isytimal
Para ahli fikih berbeda pendapat sehingga muncul dua pendapat:
Pendapat /. Perbuatan itu makruh hukumnya. Pendapat ini adalah
pilihan para pengikut mazhab Hanafi,5r8 Maliki,sre Asy-Syafi'i,520 dan
Hanbali.52r Jika di bawahnya tidak mengenakan pakaian.
Pendapat //. Perbuatan itu haram hukumnya. Ini adalah pendapat
Asy-Syaukani dari kalangan orang-orang yang datang terkemudian.r22
Mereka yang berpendapat pertama mendasarkan pendapatnya
kepada dalil-dalil dan alasan-alasan berikut:
1. Apa yang muncul berupa larangan ber-isgtima/. Di antaranya hadits
Abu Said Al-Khudri, di dalamnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam melarang al-bgtimal ash-shamma dan menekuk kedua paha
ke dada dengan satu potong kain sehingga tidak menutupikemaluannya. Dan hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits tersebut.
2. Mereka berkata, "Makuh, karena pakaian seperti itu adalah pakaian
orang-orang yang suka takabur "523
3. Karena dengan gaya pakaian sepertiitu orang tidak akan bisa mengusir
bahaya yang muncul di hadapan dirinya.52a
Sedangkan mereka yang berpendapat dengan hukum haram
dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Larangan yang muncul dalam berbagai teks dalil berkenaan dengan
bgttmal menuntut adanya hukum haram sebagaimana prinsip dasarnya dengan tidak ada sesuatu yang memalingkan dari hukum haramitu. Siapa yang memalingkan kepada hukum makruh, maka harus
dengan dalil, sedangkan dalil itu tidak ada.
2. Sesungguhnya larangan isytimal karena adanya kekhawatiran terbukanya aurat, sedangkan menutup aurat dalam shalat wajib hukumnya.
Demikian yang benar. Bahkan dikisahkan oleh sebagian mereka bahwa
menutup aurat wajib menurut ijma. Maka, sudah barang tentu haram
hukumnya segala yang mengarah kepada sesuatu yang merusakkan
pada hukum yang wajib ini.55
Pendapat palin g lvu,at -Wallahu Ta' ala Al lam- adalah pendapat kedua, karena teks dalilnya sangat jelas munculdengan membawa larangan
tentang perbuatan tersebut, sedangkan hakikat larangan adalah pengharaman. Menguatkan pendapat ini karena hadits Abu Said Al-Khudri
tenta n g isy timal juga m en ga nd un g lara n gan tenta n g j ua l-beli mul amasah
(membeli dengan menyentuh barang yang tersembunyi) dan jual-beli
mirabadzah (ual-beli dengan pililihan sesuatu yang dijual melalui lemparan kerikil). Kedua cara itu haram hukumnya. Sedangkan dsgtfmal telah
dijadikan satu konteks dalam hadits tersebut, maka wajib dipersatukan
dua hal tersebut dalam satu hukum dengan yang lainnya. Dan ketika
dalam hal itu juga terkait dengan menjaga aurat yang wajib ditutupi dari
keterbukaan dan perbuatan itu juga bagian dari perbuatan orang-orang
Yahudi yang hanya dikenal di kalangan mereka, sedangkan prinsip
melakukan apa-apa yang khusus pada mereka adalah haram hukumnya.
laran gan Besandars26 ketlka Melaksanakan Shalat
Ungkapan para ahli fikih sangatbervariasiketika menetapkan hukum
bersandar dengan memperhatikan hukum shalat itu sendiri ketika orang
yang sedang menunaikan shalat ihr bersandar, jih shalat yang dilalatkan
adalah shalat fardhu atau shalat sunnah, sebagai berikut:
Pertama. Bersandar ketika menunaikan shalat fardhu.
Para ahliilmu pada umumnya berpendapat bahwa makruh bersandar ketika menunaikan shalat fardhu tanpa kepentingan. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi,5z7 Maliki,528 dan Hanbali.5a
Mereka berdalil dengan dalil-dalil berikut:
1. Apayang ditakhrij olehAbu Dawud dari lbnu UmarRad/riyallahu,\nhu
bahwa NabiShallallahu Alaihi wa Sallam melarang seseorang bersandar dengan tangannya ketika menunaikan shalat.53o
2. Bahwa dalam bersandar terdapat sikap mengurangi cara berdiri yang
wajib hukumnya. Tidak boleh mengurangi lrualitas berdiri melainkan
karena adanya uzur.53r
3. Bersandar adalah istirahat dalam shalat dan makruh hukumnya.s2
Sedangkan jika sikap bersandar seseorang yang sedang menunaikan shalat itu sempuma, dengan ukuran jika apa yang menjadi tempat
bersandamya itu dihilangkan ia akan terjatuh maka bersandar yang demikian itu membatalkan shalat menurut pendapat jumhur.533 Karena dengandemikian itu ia tidak berdiri.5r
Sedangkan hukum mubah adalah jika sangat diperlukan. Hal itu
telah ditunjukkan oleh apa yang ditakhrij oleh Abu Dawud dari Hilal bin
Yusaf bahwa beliau ketika telah lanjut usia membuat suatu tiang di dalam
mushallanya untuk bersandar kepadanya.535
Kelua, bersandar ketika menunaikan shalat nafilah (sunnah):
Pendapat /. Adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi,536
Maliki,537 dan membolehkan bersandar dalam shalat sunnah nafilah.
Mereka beralasan, boleh meninggalkan sikap berdiri dalam shalat
tathawwu' (sunnah), apalagi hanya mengurangi saja. Selain adanya dalil
berkenaan dengan adanya kemudahan dalam shalat nafilah.5s
Pendapat //. Sebagian para pengikut mazhab Hanafi berpendapat
bahwa hukumnya adalah makruh ketika tidak ada kepentingan, termasuk
juga di dalam shalat nafilah.53s
Mereka beralasan sebagai berikut:
l.Apa yang diriwayatkan dari beliau sebagai berikut,
k :*,,)b t&:rs,: Jtai ;r!x'l*'*3r ;,s?1 ft
&|4t $$,:.*;.cJ:lr, od.p : Jra -i?ir,$r $$
'Bahwa beliau menyakskaa ali terbentangpanjang, maka beliau bertanya, 'Milik siapa ini?' Maka dkatakan, 'Milk fulanah yang flrenunakan shalat malam. lka ia telah kelelahan, ia bersandar kepadanya'.
Beliau bersabda, 'Hendahya fulanah itu shalat malam sedang-sedang
nja. tilca lelah, hendalaya tidur 2. Perbuatan tersebut adalah merupakan bagian dari berenak-enak dan
menyombongkan diri, maka makruh hukum melakukannya tanpa
adanya uzur.ilr
Ya n g pali n g jelas -Wallahu Ta' ala,t lam- boleh da la m shalat naft I ah.
Karena dasarnya adalah keringanan dan kemudahan. Maka orang yang
melakukan shalat boleh melakukan dengan cara yang paling sesuai
dengan kondisidirinya. Sebagaimana diisyaratkan oleh ungkapan Imam
Malik Rafumahullah, "Meninggalkannya karena tidak dibutuhkan adalah
lebih utama dan lebih sempuma."*
Sedangkan bersandar kepada salah satu tangannya atau kepada
kedua-duanya ketika seseorang shalat sambil duduk, maka sebagian para
ahli fikih berpendapat bahwa yang demikian makruh hukumnya.5o3
Sedangkan yang jelas -Wallahu Ta'ala Alam- bahwa gaya seperti itu
haram hukumnya kecuali dengan adanya kondisi darurat yang membutuhkannya.
Yang demikian itu karena dalil-dalil sebagai berikut:
1. Apa yang telah ditahtrrij oleh Abu Dawud dan lain-lain dari lbnu Umar
RadhtgallahuAnhuma bahwa ia melihat orang yang bertumpu kepada
tangan kirinya ketika ia sedang shalat sambil duduk. Maka ia berkata
kepadanya, Jangan duduk seperti ini, karena sesungguhnya yang demikian ini adalah duduknya orang-orang yang diadzab
2. Apayang telah ditakhrij oleh Abu Dawud dan rain-lain dari lbnu Abbas
Radhiyallahu Anhuma bahwa ia berkata, "Rasulullah slallaltahu Ataihi
usa sallam melarang seseorang yang sedang menunaikan shalat bersandar pada kedua tangannya."s
Ditakhrij Al-Baihaqi dari lbnu umar Radh iyallahu fuihu dengan lafal,
"Bahwa Nabi shal/allahu Alathi wa sallam merarang seseorang duduk
sambilbersandar ke tangan kirinya didalam shalat. Lalu beliau bersabda,
;itircq:t
'Sesungguhnya yang demikian itu adatah ibadahnya orung-orang
Yahudi'."%
Tidak diragukan bahwa dalil-dalilyang telah barnr ini menegaslen
hukum haram karena larangannya sangat jelas tentan g gaya tersebut.
Dari aspek lain, beliau memberikan alasan-arasan atas larangannya bahwa
yang demikian itu adalah shalatnya orang-orang yahudi, sedangkan
tasyabbuh kepada orang-orang Yahudi haram hukumnya, apalagi dalam
peribadatan mereka.
Gaya seperti itu adalah perkara baru dalam shalatyang tidakpemah
dilakukan oleh beliau. lbnu Hazm Rahimahullah berlota, "Benar dari
Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallarn bahwa beriau bersabda,
*f.nirsrp
" Shalatlah kalian semua seMgaimana kalian lihat aku shalat."Maka barangsiapa melakukan shalat, baik laki-laki atau perempuan
dengan cara yang berbeda dengan cara Rasulullah Shal/allahu Alaihi
ua Sallam, maka artinya ia telah melakukan shalat dengan cara yang
tidak diperintahkan oleh Allah S ubharahu wa Ta' ala. Maka shalatnya tidak
cukup baginya. Bersandarketangan dalam shalatadalah berbeda dengan
cara shalat beliau tanpa ada pertentangan dari satu orang Pun.t48
***
9*m*,rc
laranllan Mengangkat Kedua Tanllan ketlka Melalsanakan
Shalat Seakan-akan Ekor+kol Kuda Llart'e
Pembahasan ini mencala.rp dua subbahasan:
A. Fosisi Mengangkat Thngan yang Dimaksud dalam Shalat
Muncul di dalam sunnah suatu larangan mengangkat tangan di
dalam shalat seakan-akan ekor-ekor kuda liar. Para ahli ilmu berbeda pendapat ketika menentukan definisi mengangkat tangan yang dilarang itu.
Para pengikut mazhab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud adalah
mengangkat tangan ketika takbir untuk ruku' dan ketika bangkit darinya.sso
Oleh sebab itu, mazhab mereka berbeda dengan mazhab jumhur yang
menyebutkan bahwa mengangkat tangan di sini adalah ketika talcbiratul
ill'at11.551Mereka memiliki alasan-alasan yang lemah dalam perkara ini.552
Mereka membawa larangan yang muncul berkenaan dengan mengangkat
tangan sebagaimana disebutkan di atas kepada apa yang sesuai dengan
mazhab mereka tentang mengangkat tangan di dalam shalat.
Yang paling tepat -Wallahu Ta'ala lilam- bahwa larangan yang
munculadalah tentang menggerakkan tangan dan mengangkatnya ketika
salam di akhir shalat. Di mana para shahabat melakukan perbuatan itu
dengan berisyarat menggunakan tangan-tangan mereka ketika salam.
Sebagaimana muncul dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu Anhu ia
berkata, "Kami sedang melakukan shalat bersama Rasulullah Shallallahu
Alathi w a S allam, jika kami bersa lam maka ka m i men gucapka n bersa ma
gerakan tangan-tangan kami: "Ass.lanrut'alaikurn". Maka Rasulullah
Shallatlahu Alathi wa Sallam melihat kepada kami lalu bersabda,
'€Li'* ttL.\ o*",k q6il rfk'&t\i3y5iU u
/ ' :*iu';iifii\ry 'Kenapa katian brisyarat dengan tangan-tangan kalian seakan-akan
ekor-ekor kuda liar? Iika salah seorang dari kalian bersalant, hendahya
menoleh ke arah kawannya dan tidak memberikan isyarat dengan
tangannya."ss3
Syaikhul Islam lbnu Thimiyah Rahtmahutlah berlota, 'Siapa yang
menyangka bahwa larangan mengangkat tangan dari beliau adalah
larangan mengangkatnya ke bahu ketika akan ruku'dan bangkit darinya.
Dan membawa makna larangan itu pada perbuatan tersebut ini, maka
itu salah. Karena hadits ini datang dengan menafsirkan bahwa mereka
jika bersalam dalam shalat, yaitu salam halal (salam yang dapat menghalalkan berbicara) dari shalat memberikan isyarat dengan tangan mereka
kepada Mustim di sebelah kanan dan kirinya." Lalu ia juga berkata, "Tentang mengangkat tangan ketika akan ruku' dan bangkit darinya sama
dengan mengangkat tangan ketika hendak membaca doa iftitah. ltu adalah
perbuatan maqmr'dan telah menjadi kesepakatan kaum Muslimin. Maka,
bagaimana bisa hadits itu melarang perbuatan ini? Dan sabda beliau,
'Tenanglah kalian semua di dalam shalat menghimpun hal itu. Juga telah mutawatir sunnah-sunnah dari Nabi
Slallallahu Alaihi wa Sallam danpara shahabatnya tentang mengangkat
tangan yang ini, maka tidak mungkin menjadi larangan akan perbuatan
itu. Sedang hadits itu tidak bertentangan. Jika keduanya saling bertentangan maka hadits-hadits tentang mengangkat tangan di awal shalat
jauh lebih banyak dan mutawatir, wajib mengutamakannya daripada
lchabar wahtd 'kabar dari satu orang'. Mengangkat tangan di awal shalat
adalah ketenangan di dalamnya. Maka sabdanya, "Tbnanglah lealian
semuE, di dalam shalat", tidak menghilangkan mengangkat tangan sebagai btiftah55' sebagaimana amalan-amalan dalam shalat yang lainnya.
Bahkan ungkapan beliau, "uskunu"'tenanglah' menuntut ketenangan di
dalam bagian dari bagian-bagian shalat. ltu mewajibkan ketenangan dalam ruku', sujud, dua kali i'tidal.'s
B. Hukurn Memberikan lsyarat dengan Thngan dalam Shalat
Telah berlalu pembeberan hadits Jabir Radhiyallahu,{nhu. Hadits
itu memiliki berbagai lafalyang intinya larangan akan perbuatan tersebut.
Jelas bahwa larangan di sini dimaksudkan untuk pengharaman. Hal itu
karena sabda Rasulullah SlallallahuAlaihiwaSallam di dalam sebuah
hadits shahih sebagai berikut,
,kf g'fr?rsrs*
'Shalatlah kalian semua sebagaimana zlet sfialn
Dalam shalat-shalat beliau yang dinukil kepada kita tidak adayang
menunjukkan bahwa beliau melakukan perbuatan tersebut. Maka, perbuatan mengangkat tangan ketika salam adalah mengada-ada dalam
shalat yang tidak pernah dilakukan oleh beliau. Beliau telah bersabda,
',;il';i^lL,;:v;'p;
* Barangsiapa mengerjakan suafit perbuatan tanpa adanya perinAh dari
kami, maka perbuata;nnya itu tertolak."sst
Juga karena nash hadits Jabir Radhiyallahu Anhu,
, *'iut'i't't ya iy$ 6;;l ;-, riY
"Iika salah seorang dari kalian bersalam hendaknya menoleh ke arah
kawarnya dan tidak memberikan isyarat dengan tangannya."sse
Didalam hadits itu beliau memerintahkan untuk menoleh dan melarang untuk memberikan isyarat dengan tangan. Di dalam lafal uskunu
'tenanglah'adalah bentuk perintah yang berarti wajib dan menggerakkan
tangan bukanlah ketenangan sehingga haram hukumnya
Peilntah Melaksanakan Shalat dengan Tetap Mengenal@n
Sepatu atau Sanda! dalam Rangka Berbeda dengan Orang
oran$Yahudl dan Hukum Masalah lnl dl Masa KInt
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Hukum Shalat dengan Mengenakan Sepatu atau Sandal
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan hukum shalat
dengan mengenakan sepatu atau sandal, sehingga ada empat pendapat:
Pendapat /: Perbuatan itu sunnah hukumnya. Ini adalah pendapat
para pengikut mazhab Hanbali.m
Pendapat //: Perbuatan itu lebih baik dan lebih utama. lni adalah
pendapat para pengikut mazhab Hanafi.sr
Pendapatl//: Perbuatan itu mubah hukumnya. Iniadalah pendapat
Ibnu Daqiq Al-led.s2
Pendapat M Perbuatan ini makuh hulmmnya. lni adalah pendapat
yang dinisbatkan kepada sebagian para shahabat. Di antaranya adalah
Abdullah bin Umar dan Abu Musa Al-Asy'ari.ffi
Mereka yang berpegang kepada pendapat pertama mengajukan
dalil-dalil sebagai berikut:
1. Apa yang datang dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ,tnhu dengan
derajat mztrfu' sebagai berikut,
eY \ eY. et''u|\ *Y;;$r Fy
"Berbedalah kalian semua dari orang-orang Yahudi karena merclca
itu tidakshalatdengan teapmengenakan sandal abu sepafrt nrereka
Aspek yang menjadi objek penunjukan hadits adalah bahwa Nabi
shallallahu Alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersikap beda
dengan jalan kehidupan orang-orang yahudi, karena mereka tidak
menunaikan shalat dengan sepatu-sepatu merelca. yahudi meniru Musa
ketika Allah berfirman kepadanya,"... Maka tanggalkantah kedua
terompahmu ...." (Thaha: 12), sebagaimana mereka katakan.
Penulis l<ttab AunAl-Ma'budberlota, "paring rendah hadits ini menunjukkan kepada hukum mustahabb (sunnah) ". s5
2. Na yang datang dari Syaddad bin Aus pula dengan derajat manfu,
sebagai berikut,
irilrrf i:x \ ),8y. €,f ;:,
"shalatlah dengan nrengenakan nndat katian danjanganlah menyerupai
orang-orang Yahudi."ffi
Hadits iniberkenaan dengan kekuatan penunjukann)fia sama dengan
hadits pendahulunya.
3. Dari Abu sa'id dari Nabi shallauahu Alaihi wa sallarn bahwa betiau
menunaikan shalat dengan menanggalkan kedua sandalnya sehingga
semua orang menanggalkan sandal mereka. osai shalat, beliau bersabda kepada mereka,
' 'Kenapa kalian tanggallcan sandal kalian?' Mereka menjawab, 'Wahai
Rasulullah, kami menyakskan engkau menanggalkan maka kami juga
nrenarrygalkan'. Beliau brcaMa,'&suaggahnya libril datang kepdaku
dan membriahu bahwa pada kedua sandalku ada najis. fika salah seonng dari kalian daang ke masjid, hendaktya membalikkan sandalnya
dan melihatuya. lika melihatpadanya suatu najis, hendaknya diunpl<an
ke tanah, lalu hendaknya menunaikan shalat dengan mengenakan
keduanya'."fr
Aspekyang menjadi objekpenunjukan oleh hadits ini adalah bahwa
beliau bertanya kepada mereka karena sebenamya bertanya tentang sebab
mereka menanggalkan sandal. Maka menunjukkan bahwa memakainya
adalah sunnah.ffi Dalam bab ini hadits lain yang sangat banyak jumlahnya
yang semuanya membahas hal yang sama.
Sedangkan pendapat kedua, Penulis tidak melihat dalil dari mereka.
Maka dalil-dalil yang ada adalah antara dalil-dalil yang menunjukkan
hukum sunnah dan hukum mubah. Akan tetapi, disebutkan oleh Syaikh
Muhammad bin lbrahimne Rahimahullah sesuatu bisa dijadikan alasan
bagi pendapat ini, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
" Kenapa kalian anggalkan?
yakni ketika para shahabat menanggalkan sandal-sandal mereka saat
shalat setelah beliau menanggalkan sandalnya, di mana ia berkata, "Sabda
beliau,' Kenapa lcalian tanggallcan?'" dikatakan bahwa ini menunjukkan
bahwa perbuatan itu adalah sunnah hukumnya. Atau dikatakan, "Sesungguhnya yang demikian itu berlangsung hukum bolehnya, lalu kenapa
kalian meninggalkannya?" Maka pemakaian sandal menjadi sesuatu yang
tentu lebih utama dilakukan karena syarat yang ada, yakni pengetahuanmanusia dan perwujudannya agar (sandal tersebut) terbebas dari
kotoran.5To
Sedangkan pendapatketiga, maka mereka berkata, "lni masukpembahasan tentang rukhshah (keringanan)." lbnu Daqiq Ar-red berkata,
"Karena halitu tidak masuk ke dalam makna yang diminta dalam shalat.
sekalipun itu adalah bagian dari pakaian untukperhiasan, tetapisentuhannya dengan bumiyang banyak najis di atasnya, bisa saja menjadi mengurangi tingkatan tersebut."rTr
Sedangkan pendapat keempat, Penulis belum mengetahui dalil-dalil
mereka )rang menunjukkan hukum makruh. Boleh jadi dasar mereka
adalah kekhawatiran adanya najis pada sandal. Wallahu lllam.
Pendapat yang paling lruat -Wallahu Tiz'ala lilam- mengenakan
sandal ketika menunaikan shalat adalah sunnah. Demikian itu karena
tegasnya teks-teks dalilyang menunjukkan haltersebut dan yang muncul
mengetengahkan alasan untuk tampil beda dengan golongan yahudi.
Kemudian dalildalilyang menunjukkan hukum wajib itu digeser kepada
hukum nadab (sunnah) karena muncul dalil-dalil yang memberikan alternatif antara mengenakan sandal atau tidak mengenakannya. Juga menunjukkan bahwa Nabi shallallahu Alaihi wa sallam tidak terikat dengan
sandal dalam semua shalatnya. Di antaranya adalah yang ditakhrij oleh
Abu Dawud dari hadits Abu Hurairah Radhrga llalut Anhubahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
,i * t i. r:ii,;adat
ry, ii. * y'g,; V;:i *,i\
u,H.
"fka salalt seorang dari kalian menunakan shalat, lalu nrenanggalkan
kdua sandalnya, hendahtya tidak nrengganggt orang lain derryan keduanya itu. Hendalaya menjadkan keduanya di antara kedua kakinya aau
hendabtya shalat dengan mengenakan keduanya.
Juga apa yang telah ditaktrrij oleh Abu Dawud dan lain-lain dari
hadits Amr bin syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, "Kami
(pemah) melihat Rasulullah Slallallahu Ataihi wa Sallam menunaikan
shalat tidak mengenakan sandal dan (pernah pula) beliau mengenakan
sandal.'573
sedangkan pendapat bahwa perbuatan tersebut adalah lebih utama
atau pendapat bahwa perbuatan tersebut mubah, maka telah bertentangan
dengan makna eksplisit dari teks-teks dalil di atas.
sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya mal<ruh
sesungguhnya sangat jauh, karena adanya perbuatan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam di atas dan perintah beliau yang sedemikian tadi.
B. Hukum Masalah Ini di Zaman Modern Belakangan Ini
Tidak diragukan bahwa prinsip yang paling tegas adatah sebagaimana berlalu, yakni sunnah shalat dengan tetap mengenakan sandal.
Akan tetapi, dasar ini terikat dengan dua hal, yaitu:
Pertama. Pada keduanya tidak ada kotoran atau najis. Hal itu telah
ditegaskan hadits Abu said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu. Di dalamnya
disebutkan,
,'^4;,:ri y ;;,st.,ly ,ii;i;ir i?'*iie ,it
L*J:"t;
"litca salah seorang dari kalian datang ke masjid hendalaya *."."-
rksa, bila melihat pada kedua sandalnya kotoran/najis, hendaktya
menghapu snya, dan hendaktya shalat dengan mengenalcan kduanya.'stt
Kdua. Tidak menyebabkan kotomya karpet masjid, selelipun pada
dasamya suci, seperti berdebu atau basah. yang demikian ini dilarang.
Karena dalam keadaan seperti itu akan menimbulkan kerusakan yang
bisa meluas.IbnuAbidin berkata, uika dikhawatirkan akan menimbulkan Pencemaran bagi masjid dengannya, harus ditiadakan sekalipun suci. Sedangkan Masjid Nabawi dialasi dengan kerikil di zaman beliau yang sangat
berbeda dengan keadaan dizaman kita sekarang ini. Kiranya inilah yang
menjadi dasar rujukan seorang Mufti bahwa masuk masjid dengan beralas
kaki adalah cerminan adab yang buruk.'r5?5
Yang paling jelas sebagai contoh boleh ditinggalkan sunnah ini adalah apabila ada seorang manusia di tengah kalangan orang-orang yang
jahil dengan permasalahan agama yang bisa jadi mereka menerima fitnah
karena shalat mereka dengan tetap mengenakan kedua sandalnya. Kasus
demikian sering terjadi di tengah-tengah orang awam yang jahil. Dalam
kasus sedemikian atau yang sejalan dengannya, tidak apa-apa meninggalkan sunnah tersebut apabila dikhawatirkan menimbulkan kerusakan yang
nyata.Laranflan Membangun Maslld dl atas Kuburan
Para ahliilmu berbeda pendapattentang hularm membangun masjid
diatas kuburan, sehingga munculdua pendapat, yaitu:
Pendapat /. Bahwa membangun masjid di atas kuburan haram
hukumnya. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanbalis?o dan
diungkapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi577 bahwa hukumnya
makruh yang konsekuensinya adalah pengharaman.
Pendapat IL Perbuatan tersebut makruh hukumnya. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Syafi'i. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalildalil yang di antaranya adalah:
1. Apa yang datang dari Aisyah dan lbnu Abbas Radhiyallahu,{nhuma
keduanya berkata,
JL'i'+ L',bi * *, y\t;* yt );i$ A
l,ti ,A.o'$',i6 ^F':'*rA* w,.e',:t; 'y:
'r*t;'r4.( ij rr;;jt 6;A$'A' ,-Y
'Ketika ia (Ibnu Abbas) betktniung kepada Rasututlah Shattattahu
Alaihi wa sallam, betiau melempartcan baju tebal beliau ke waiah lbnu
Abbas. Ketilca telah sesak napasnya beliau membuka waiahnya dan
bersama, 'Demikian ini puta labtat Allah atas orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang menjadikan kuburan pata nabi meteka sebagai
masjid-masjid'."
Dan beliau memperingatkan dengan keras atas aPa yang mereka
perbuat."57s
Aspek yang menjadi objek penunjukan hadits ini adalah bahwa
Rasulullah S hallallalu Alaihi um Sallam melaknat orang-orang Yahudi
dan Nasrani karena perbuatan mereka tersebut sehingga hadits ini
menunjukkan keharamannya. Jika perbuatan tersebut mubah hukumnya tentu Nabi shallaltahu Alaihi wa sallam tidak melaknat para
pelakunya.'m
2. Apayang datang dari Aisyah bahwa ummu salamah menyebutkan di
hadapan Rasulullah s hallallalu Alaihi um &llam tentang sebuah gereia
yang dilihatnya di negeri Habasyah bemama'Maria'. la menyebutkan
kepada beliau tentang segala yang ia lihat di dalamnya berupa gambargam bar. Maka Rasulullah Shalla llahu Alaihi. wa Sallam be rsabda,
:i,* f-,i., CUt,tr:)t rl 4r;lr Mt e.'c,r1 tsyi; u tt
.Lr -rt 6ii fj ;'u rl, r*;ir a! 0", bt?'r,rlt .Z aa a
" Mereka adalah suatu kaum yangjika ada di l<alangan merelca seorang
hamfu yang shalih atau pria yang shalih meninggal dunia, merelca membangun di atas kuburnya sebuah masjid dan mereka menggambar
gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk
makhluk di sisi Allah."5gl
Hadits inijelas menunjukkan larangan atas perbuatan sedemikian.
3. Apa yang telah datang dariJundub Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
'Aku mendengar Nabi Shallallahu Alaihi u;a Sallarn lima malam
sebelum beliau wafat bersabda,
ry ;.Utii jrii,r "oy1y t ;.tk'oi ir jyi;i jt
5,, $'o'"'Jt ry 1l4i-3, *';r,+ gr ry.tt 6
4.a t'€.qf ;'t t;* r;s'# rs ;"oYr'ti,{F
U ; c € Wf j\c::*C, r'-iat, |*fi tl;t*r;
" Sesungguhnya aku berlepas diri dan kembali kepada Allah jika aku
memiliki kekasih dari anara kalian. Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih sebagaimana Allah telah menjadikan lbrahim
sebagai kekasih. Iika aku diperbolehkan untuk menenrukan kekasih di
antara kaumku, tenru kujadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah
bahwa orang-orang seblum kalian mereka menjadikan kuburan para
nabi dan orang-orang shalih mereka menjadi masjid-masjid. Ketahuilah, janganlah kalian semua menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid.
Sesungguhnya aku melarang kalian semua dari perbual2Hadits iniadalah salah satu haditsyang paling gamblang menerangkan larangan tentang permasalahan tersebut. Dalam hadits itu Rasulullah
Shallallahu Alaihi usa Sallam secara gamblang melarang perbuatan
tersebut. larangan beliau yang demikian itu berkonotasi pengharaman.
4.Apa yang datang dari lbnu Abbas bahwa Rasulullah SlallallahuAlaihi
unSg,llan bersabda,
e',Jrt r7t3lt W}#$, rrlir :t 1,)h' ro
"Allah melaknat para wania pezianh ktbur dan orang-orang yang
nrenjadilcan di atas kuburan masjid-masjid dan lanpu-lampu."*3
5. Mereka berkata, "lni sesungguhnya menyerupaisikap mengagungkan
berhala dengan bersujud kepadanya. Mula-mula penyembahan berhala
adalah penyembahan kepada orang-orang yang sudah meninggal
dengan cara membuat gambar-gambar mereka, mengharap berkah
darinya, dan shalat di dekatnya. Perbuatan seperti itu adalah dzari'ah
'bahaya'yang menjurus kesyirikan kepada Allah lahla dan fitnah bagi
semua makhluk."s
Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Penulis tidak
menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka
membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum makruh.Pendapat yan g palin g kuat -Wallahu Ta' ala Al laLn- adalah pendapat pertama, bahkan pendapat itulah yang akan segera muncul di benak orang
yang mempelajari dalil-dalil yang berkenaan dengan permasalahan ini.
Demikian pula orang yang memiliki kelebihan kemampuan untuk memahami hikmah syariat yang menetapkan pembendungan celah-celah kesyirikan dan kesesatan. Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan masjidmasjid di atas kuburan merupakan sarana terbesar yang menjuruskan
kepada tindakan mengkultuskan orang-orang yang telah meninggal,
mengagungkannya dan pada gilirannya menimbulkan fitnah karenanya.
Pemahaman ini diperlarat oleh akal sehat dan kenyataan sejarah ditengahtengah umat-umat terdahulu sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh
Nabi Shalla llahu Alaihi usa Sallarn.
Asy-Syaf i Rahimahul/ah berkata, 'Aku sangat membenci pengagungan makhluk hingga menjadilon kubumya sebagai masjid karena
khawatir fitnah atas dirinya dan orang-orang setelahnya."s
lbnul Qayyim Rahimahullah beil<ata, "Pokoknya siapa saja yang
memiliki pengetahuan tentang syirik, sebab-sebabnya, kejahatan-kejahatan
yang ditimbulkannya dan paham maksud-maksud dari Rasulullah Sha/-
lallahuAlaihiwaSallam dengan mutlak, tentu akan sepakatbahwa kata
laknat d an laran gan den gan bentuk innii anlakum (FSf ,,i! )'sesungguhnya aku melarang' dan dengan sighah laa taf'alu (r;Lk v) 'sesungguhnya
janganlah kalian lakukan'bukan hanya lorena alasan najis. Alon tetapi,
karena adanya najis syirik yang menyatu dengan orang yang maksiat
kepada beliau, melakukan aPa-aPa yang dilarang oleh beliau, mengikuti
hawa nafsunya dan tidak takrut kepada Rabb dan Tirhannya. Minim sekali
ia atau trtma sekali tidak merealisir kalimat la ilaha illallah. Semua ini
dan yang semacamnya yang datang dari Rasulullah shallallahu Alaihi
wa Sallam adalah dalam rangka untuk melindungi tauhid dari terkotori
oleh kesyirikan dan tenggelam didalamnya, memurnikan dari semua itu
dan dari kemurkaan Rabbnya. Adapun orang-orang musyrik, mereka
enggan menerima, malah melakukan kemaksiatan kepada perintahnya
dan melakukan apa-apa yang menjadilarangannya. Syetan telah menipu
mereka dengan anggaPan bahwa ini adalah dalam rangka mengagungkan
larburan para syaikh dan orang-orang shalih. Semakin hebatdan semakin
dahsyat pengagunganmu padanya, maka engkau akan semakin bahagia
dengan menjadi lebih dekat padanya dan lebih dijauhkan dari musuhmusuhnya.
DemiAllah, dari bab ini saja ia telah masuk kepada penyembahan
Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr dan juga masuk golongan orang-orang yang
menyembah berhala sejak itu hingga tiba hari Kiamat ....s7
Sedangkan apa yang menjadi Pegangan orang-orang bodoh yakni
adanya kubu ran Nabi Shalla llahu Alaihi usa Sallam di dalam masjidnya,
adalah sesuatu yang tidak ada hujiah yang melegalkan perbuatan mereka
itu. Hal itu ditinjau dari berbagai aspek, di antaranya: semua itu adalah
perbuatan berkenaan dengan perkara baru yang tidak ada perintah darinya
St'atlallahu Alaihi wa Sallam, bahkan perintahnya adalah kebalikan da ri
apa yang mereka kerjakan itu. Beliau melaknat orang-orang Yahudi dan
Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka menjadi
masjid-masjid. Bahkan beliau dengan sangat jelas melarang untuk menjadikan kuburan beliau sebagai masjid. larangan itu benar-benar datang
daribeliau ketika beliau dalam kondisisakit di akhir hayatnya.
Diantaranya lagi, bahwa masuknya kuburan beliau didalam masjid
terjadi ketika masjid itu tidak mampu menampung semua manusia dan
sangat membutuhkan perluasan. Jika tidak maka asal mula pembangunan
masjid initidak berada di atas kuburan.
Di antaranya lagi, setelah kubur beliau masuk masjid kaum Muslimin selalu berupaya menertibkan semua itu dengan tujuan agar orangorang yang melakulon shalat tidak menghadap ke kubur.
An-Nawawi Rahimahullah berkata,'lGtika para shahab at ridfuparrurlah alaihim 4jma' in dan tabi'in membutuhkan perl uasan masjid Raslrlultah
shallallahu Alaihi. ua sallam, yalaiketika jumlah kaum Muslimin rneningkat sehingga rumah-rumah ummalatul mukntdnin inasuk ke datam area
perluasan, di antaranya adalah kamar Aisyah Radhigatlahu Anha yang
merupakan tempat kubu ran Rasulullah Shallal lahu Alathi ura Sal/am da n
kedua shahabatnya: Abu Bakar dan Umar RadhiyaltahuAnhuma, maka
mereka membangun tembokyang cukup tinggidan melingkar di sekeliting
kuburan agar tidak terlihat dari masjid sehingga orang-orang awam shalat
dengan menghadap ke arahnya yang akhirnya menyebabkan terjatuh
kepada sesuatu yang dilarang. Kemudian mereka membangun dua
tembok dari dua tiang kuburan di sebelah utara dan mereka memugamya
sehingga keduanya saling bertemu, sehingga tidak mungkin bagi
seseorang untuk menghadap kepada kuburan. oleh sebab itulah, beliau
bersabda didalam haditsnya. Jika tidak karena semua itu tentu kuburan
beliau akan menjadisangatjelas. Akan tetapi, beliau khawatirjika kuburannya dijadikan masjid. Wallahu Ta'ala Allam bi Ash-Shawab.-w
Di antaranya lagi, mereka selalu menjauhkan semua perbuatan
mereka dari sikap menghadap ke kuburan dengan doa atau ibadah,
dengan tujuan menjauhi timbulnya prasangka adanya tindakan mengagungkan dan mengkultuskan kuburan.
lalanllan Men$h las Masll6soe
Menghiasi masjid tidak terlepas dari salah satu dari dua hal:
A. Hiasan ltu bukan dari Emas atau krak
Jika perhiasan masjid bukan dengan emas atau perak, halitu telah
mengundang perbedaan pendapat di antara para ulama, sebagaimana
berikutini:
Pendapatl. Menghiasi masjid adalah suatu tindakan yang makruh
hukumnya. tnilah pendapat para pengikut mazhab syaf is$ dan Hanbali.st
Pendapatl/. Menghiasi masjid adalah suatu tindakan yang haram
hukumnya. lnitah pendapat Asy-Syaukanise2 dari kalangan generasi
belakangan.
Pendapat ///. Menghiasi masjid adalah tindakan yang boleh-boleh
saja, kecuali khusus arah kiblat dan dalam mihrab yang hukumnya adalah
makruh. Inilah pendapat para pengikut mazhab Hanafi5e3 dan Maliki.5s
Para pengikut pendapat pertama bahwa menghiasi masjid adalah
makruh hukumnya berdalil sebagai berikut:
1. Apa yang datang dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma
dengan derajat marfu',
):l*^J;lt")5o'yf6
'Aku tidak dipetintah untuk menghiasi masiid-masiid."
Ibnu Abbas berkata,
,st(Ats"At4;),5r13;t
* Sungguh katian semua benar-beaar ,"rghirriry, seperti oruo,
onng Yahudi dan Nasrani menghiasi."s$
Hadits di atas memberikan kesan hinaan atas perbuatan di atas.
Dan bahwa perbuatan tersebut bukan dari perbuatan Rasuluttah shallallahu Alaihi wa sallam. Akan tetapi, sebagaimana dikataka n oleh lbnu
Abbas perbuatan tersebut adalah kenyataan yang banyak dilakukan di
kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani.ss
2. Hadits Anas bin Malik Radhiaallahu Anhu yan! di dalamnya disebutJon,
yu;;rt €.,11t,;6- &'*tu ?.rxt
" Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga manusia brbangga-bangga
dengan flnsjid."sn
Hadits di atas memberikan kesan makruh hukumnya menghiasi
masjid-masjid.
3. Dari Atsar: Apa yang datang dariomar bin Al-Khaththab Radhiyailahu
Anhu bahwa ia berkata Tiada yang pating buruk dari perbuatan sua'tu *ru. kecuali ketika
mereka menghiasi masiid'masiid nterelca." sx
4 APa Yans da'[aniH** g -#f#:*iri?,
,, Jika kalian semua menghiasi masiid-masiid dan mushaf-mushaf
kalian, aas kalian adalah kehancuran."se
5. Mereka berkata, "Menghiasi masjid menjadikan orang yang melakukan
shalat akan terlena dan terganggu darikekhusyukan melakukan shalatnya. Akan besar pengaruhnya kepada kekhusyukan." lbnu Daqiq Alled ketika memberikan komentar kepada hadits wabiah (baju tebal)
milik Abu Jahamm berkata, "Para ahli fikih telah menarik kesimpulan
dari hadits itu berupa hukum makruh atas segala sesuatu yang mengganggu orang menunaikan shalat, berupa warna-warna, pahatan, dan
karya-karya yang unik. Dan hukumnya akan menjadi umum dengan
keumuman itlah-nya. /llah tersebut adalah 'mengganggu penunaian
shalat'."mr Hat ini diperkokoh oleh apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,
ia berkata, "lrrbu Sa'id berkata, Atap masjid terbuatdari pelepah kurma'."
Dan Umar memerintahkan pekerja yang membangun masjid, dengan
berkata,Apakah engkau akan melindungi dan menutupi orung-orang dari hujan?
Dan hati-hatilah engkau untuk mewarnai masjid dengan warna merah
aau kuning, hingga onang-orang dapat terfimah karenanya."ffi
Sedanglon mereka yang menetapkan hukum haram berdalil sebagai
berikut:
- Dengan dalil-dalil sebelumnya disebutkan oleh mereka yang berpegang
kepada hukum makruh dimana dalil-dalilitu membawa kepada makna
'haram'. Bermegah-megah adalah sifat yang muncul dalam pemaparan
hadits itu yang menunjukkan kepada hukum haram. Nabishallallahu
Alathi wa Sallam sangat sulca bersikap beda dengan orang-orang
Yahudi dan Nasrani, baik secara umum maupun khusus.ffi
- Sabda Rasulullah Slallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Aisyah
yang sangat masyhuq
'r; iti';i {LA):L ;.* c
'Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan tanpa adanya periaah dari
kami, maka perbuatannya itu tcftolak."@4
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn tidak pernah memerintahkan
untuk menghias masjid bahkan melarang perbuatan itu.
Sedangkan mereka yang menetapkan hukumjauraz mengetengahkan dalil-dalil sebagai berikut:
- Perbuatan seperti itu adalah sikap mengagungkan masjid, dan yang
demikian itu secara umum diminta.ffi
- Perbuatan seperti itu akan menjauhkan sikap menghinakan masjid.
Karena manusia selalu memperbesar dan menghiasi rumah-rumah
mereka, akan sangat sesuai jika melakukan hal yang sama untuk
masjid-masjid mereka.6o6
- Perbuatan menghias masjid menjadikannya sangat menyenangkan dan
menarik
- Generasi salaf tidak pernah sampai kepada sikap mengingkari orang
yang melakukan perbuatan tersebut. Maka sikap demikian menunjukkan
bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukan. Jika tidak demikian tentu
mereka mengingkari orang-orang yang melalarkannya.60'
- Potensi menjadikan lalaitergantung kepada posisinya. Halitu akan terjadi
jika hiasan berada dimihrab atau secara umum diarah kiblat. Sedangkan
jika tidak ditempat-tempat tersebut maka tidak akan terjadi gangguan
bagi orang yang melakukan shalat sehingga hukumnya boleh'ffi
Pendap at ya ng pa lin g lli"nt -wallahu Ta' ala Al lam- adalah pendapat
yang menetapkan hukum haram, karena alasan-alasan sebagai berikut:
- Karena prinsipnya adalah pengharaman taqnbbuh kepada orang-omng
Yahudi dan kepada orang-orang Nasrani, khususnya dalam perkara ibadah
atau tempat ibadah atau waktu ibadah mereka. Sedangkan hiasan sebagaimana disebutkan oteh lbnu Abbas Radhigallahu Anhuma yang diperkuat dengan sumpah adalah bagian dari perbuatan orang-orang Yahudi
dan Nasrani. Perbuatan semacam ini masih bisa ditemukan hingga
zaman kita sekarang ini. Gereja-gereja mereka selalu dihiasi dengan
berbagai hiasan dan di dalamnya diletakkan hasil-hasil karya dan
pahatan-pahatan unik yang mengundang orang untuk menatapnya.
Juga sering diperindah dengan segala cara. Jelaslah bahwa ucaPan
lbnu Abbas Radhigallahu,funhuma memberikan kesan bahwa ia telah
menerima kabar dari Al-Mushthafa Sha llallahu Alaihi wa Sallam al<an
terjadinya kasus sedemikian itu di tengah-tengah umat. oleh sebab
itulah, ia berani bersumpah bahwa Peristiwa itu terjadi. Jika tidak,
peristiwa itu adalah perkara ghaib yang tidak mungkin diketahui olehnya.
- Bahwasanya nash-nash yang marfu'menunjukkan hukum haram bermegah-megah dengan masjid karena pembangunannya, pahatanpahatan dan kuantitasnya.6ro Tidak ada dalilyang merubah hulatm itu.
- Bahwasanya khusyuk dalam shalat adalah wajib hukumnya. Segala
sesuatu yang menjurus kepada sikap meninggalkan wajib adalah haram
hukumnya. Tidak diragukan sama sekalibahwa pahatan-pahatan, wamawami, dan lain-lain yang ada di masjid akan berpotensi menghilangkan
kekhusyukan. Sangat sedikit orang yang selamat dari pengaruh halhal tersebuL Bahkan, Nabi Shalla llahu lilaihi wa Sallam menolak baj u
tebal bergambar mitik Abu Jahm karena menjadikan beliau lalai akan
shalatnya dengan adanyra berbagai gambar padanya. Beliau mensosialisasikan illah'alasan' tersebut,6rr padahal Nabi shallalrahu Alaihi. wa
sallam adalah orang yang paling bagus kekhusyukannya daram shalat.
- Bahwasanya Nabi sha llallahu Alaihi wa sallamtidak pemah melakukan
atau memerintahkan perbuatan itu. sedangkan pendorong-pendorongnya sarananya sudah ada, jika perbuatan tersebut memang diperbolehkan. Yang harus ditekankan di sini adalah:
Bukan termasuk hiasan ketika orang memperindah bangunan masjid,
dari aspek kekokohan dan t4jshish6r2. Menurut pendapat yang benaq
bahkan dianjurkan.6l3 Bukan pula dari perbuatan di atas, misarnya
membersihkan, memberiwewangian, dan lain-lain. Jadi, yang dimaksud
adalah apa yang ada sampai pada kategori perhiasan yang metaraikan
orang shalat. Itulah ujian bagikaum Muslimin dizaman sekarang ini.
Apa-apa yang membolehkan telah disanggah sebagai berikut:
Alasan pertama yang di dalamnya terkandung sikap mengagungkan
masjid adalah alasan yang tertolak dari dua aspek:
1. Pengagungan masjid adalah dengan apa-apa yang dilakukan di daramnya berupa berbagai ibadah, dzikil dan ilmu. Juga dengan menjaga
dan memeliharanya dari apa-apa yang tidak baik berupa berbagai
kegiatan keduniaan, kotoran, bau tak sedap, dan lain sebagainya.
2. Nabi shallallahuAlaihiwasallam adalah orang yang tahu dan paling
pandai memelihara hak-hak sebuah masjid tidak pernah menghias
masjidnya dan tidak memerintahkan untuk itu.
Sedangkan pendapat meninggalkan perbuatan tersebut semacam
penghinaan kepada masjid karena manusia sering menghias rumahrumah mereka adalah bukan alasan yang benar. Karena atasan larangan
adalah menyibukkan dan melalaikan hati orang yang melakukan shalat.
Hukum selalu seiring sejalan dengan alasannya.6ra yang demikian tidak
berlaku untuk rumah-rumah. Tidakapa-apa jika masjid dibangun dengan
cara dan arsitekturyang terbaik sehingga tampil menawan dan berwibawa
dengan tetap menghindari hiasan baginya. Yang demikian mungkin dilaku-
kan dan boteh. Sedangkan anggaPan bahwa hiasan akan menjadikan
masjid lebih dicintai adalah anggaPan yang berlalm bagiorang yang ketika
datang ke masjid hanya untuk sekedar memandang meneliti dan
menganalisa. lni adalah bukan sifat seorang Muslim yang datang ke masjid
karena taat kepada Perintah Allah dengan melaksanakan shalat jamaah
dan mencari pahalanya.6r5
sedangkan sikap para salaf yang meninggalkan untuk mengingkari
hal tersebut, maka sanggahannya adalah sebagai berikut. Bahwa menghias
masjid adalah bid'ah yang dimunculkan oleh negeri-negeri "liar" yang tidak
memberikan izin bagi para ahli ilmu dan ahli keutamaan, dan mereka
mengadakan bid'ah-bid'ah yang sering tidakterhitung jumlahnya dan tak
seorang pun berani mengingkarinya. Sebagian ulama mendiamkan saja
perbuatan seperti itu karena khawatir akan tindakan kekerasan yang
mereka lakukan lantaran ridha dengan perbuatan itu. Kemudian muncul
sekelompok utama muta'akhirin yang siap menghadapi kebathilan dan
meneriakkan "kematian' di hadapan mereka.6r6
Sedangkan anggaPan bahwa ketergangguan orang yang sedang
shalat adalah jika hiasan berada di mihrab atau di arah kiblat, dan tidak
makruh diposisikan selain di tempat tersebut. Terhadap anggapan ini
berlaku suatu pandangan: kalaupun boleh mengucapkan anggaPan sePerti
itu, tarangan ini tetap berlaku karena memiliki alasan-alasan lain' Di
antaranya yang paling menonjol adalah tasyabbuh kepada orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Ini sama sekati tidak terikat dengan suatu tempat di
mana pun dalam masjid.
Sesuatu yang sering terjadi di zaman sekarang ini adalah bahwa
manusia mencurahkan perhatian kepada hiasan untuk masjid-masjid
dengan berbagai macam hiasan dan dekorasi: pahatan, tulisan, warna,
karpet, lampu, dan lain sebagainya; yang jika dikumpulkan semua dana
yang terserap untuk itu di sebagian masjid yang ada akan menelan biaya
yang cukup untuk membangun masjid lainnya selain masjid sebelumnya.
Tidak diragukan lagi bahwa dalam kegiatan semacam ini adalah uPaya
menghilangkan manfaat besar bagi kaum Muslimin yang bisa dicapai
dengan harta sebesar harta yang sia-sia tersebut.
lbnu Baththal6rT dan lain-lain berkata, "Sunnah dalam membangun
masjid adalah sederhana dan menjauhi sikap 'berlebih-lebihan' ketika
memperindahnya. Umar dengan banyaknya penaklukan di zamannya dan
banyaknya harta padanya tidak pernah merubah masjid dari apa adanya.
Akan tetapi, hanya membutuhkan untuk memugarnya karena pelepah
kurma telah hancur setelah perjalanan waktu yang cukup lama. Kemudian
datang Utsman dengan harta ditangannya yang lebih banya( melakukan
perbaikan dan memperindah masjid yang tidak membutuhkan kepada
dekorasi. Walaupun demikian sebagian shahabat ada yang mengingkari
tindakan UBman tersebut. "618
B. Hiasan Masjtd ltu dengan Emas atau Ferak
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang permasalahan tersebut
dan muncullah dua pendapat:
1. Bahwa haram menghias masjid dengan emas dan perak. lni adalah
pendapat para pengikut mazhab Hanbali.6le
2. Perbuatan tersebut mubah hukumnya. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi dengan pengertian sebagaimana disebutkan di atas
bahwa hiasan itu selain di mihrab.eo
Pembahasan permasalahan initidak keluar dari apa yang telah lalu
pembahasannya dalam permasalahan pertama. Hukumnya adalah sama
dengan hukum permasalahan pertama. Demikian yang benar. Jika para
pengikut mazhab Hanbali berpendapat bahwa hukumnya haram, yang
jelas mereka melihat, keberadaan sikap berlebih-lebihan dan pemborosan
dalam perbuatan itu untuk pembelian hiasan pada umumnya.lalangan Membanflun Balkon untuk,tlasf ld
Pembahasan ini mencakup dua subbab:
A. Makna Syurafat
Sgurafat adalah jamakdari kata-kata sAufah, yang artinya bagian
atas sesuatu. Sedangkan unhrk sebuah gedung adalah aPa )rang diletakkan
di bagian atasnya sebagai hiasan. Dikatakan "sgarafu al-bina" artinya,
dijadikan untuknya suatu kehormatan. Gedung-gedung tinggi adalah yang
ditambah dengan balkon. Sering balkon disebut sebagai bangunan di
bagian luar rumah yang diberi balkon di sekelilingnya.622
Makna yang dimaksud di siniadalah makna yang pertama karena
apa )rang telah datang dari lbnu Abbas Radhigallahu,{nhuma ia berkata,
b rub G:.b i,l;Jt'61 oi r:'r(
" I{ami diperin ahkan unuk nrembaryan koa-koa dengan balkon-fulkon
dan membangun Masjid lamman."ffi
Artinya, tanpa ada tambahan pada lantainya.
Gaya dalam membangun masjid-masjid tidak diperkenankan
dengan menambahi balkon-balkon sebagaimana makna kedua. Maka
tidak ada arti larangannya. Karena yang dimaksud adalah apa yang diletakkan di atas bangunan masjid dengan tujuan sebagai hiasan masjid
tersebut. Bisa berbentuk segitiga atau segi empat atau lainnya.
B. Hukum Membuat Balkon dl Masiid-masJid
Para pengikut mazhab Syafi'i beranggapan bahwa membuat balkonbalkon masjid makruh hukumnya.ea Yang ielas -Wallahu Ta'ala frlamharam hukumnya membuat balkon-balkon masjid karena dalil-dalil berikut:
1. Apa yang datang dari lbnu Umar Radhi.gallahu Anhuma, bahwa ia
berkata,
.r. , D , O;,r J;a-^r e
'k oi vt;'ri t::i
" Karni dilarang atau beliau melarang l<ani shalat di masjid yang furbalkon."as
Konotasi hadits ini menunjukkan bahwa lbnu Umar Radhigallahu
Anhuma mengaitkan larangan kepada Nabi Shal/allahu Alaihi wa
Sallam dan Radhigallahu ,{nhu membawa larangan beliau kepada
hukum haram sebagaimana akan dijelaskan di bawah.
2.Na yang datang dari lbnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata,
G? J)ilLLyd' 1'o(erf
* Kami diperinah untuk membangun Masjid lamman dan memhngun
ko a -ko ta d engan bal kon - bal kon." ffi
Di dalam (sanad) hadits iniada perawi yang tak dikenal. Hadits ini
semakna dengan hadits lbnu Umar di atas.
3. Apa yang datang dari Ismail bin Abdurrahman bin Dzuaib,627 ia berkata,
Aku bersama lbnu Umar masuk suatu masjid di luhfah.as Mal<a ia
melihat balkon-balkon. Ia pun keluar ke suatu tempat lalu shalat di
dalamnya. Kemudian, ia berkaa kepada pemilik masjid itu, 'Sungguh
aku telah melihat di dalan masjid engkau ini -yaitu balkon-balkonyang kusetarakan dengan patung-patung kaum jahiliyah. Maka perintahkanlah untuk menghancurlcannya'." ae
Hadits di atas mendukung hadits lbnu Umar dan menunjukkan
bahwa hadits itu dipahami menunjukkan larangan yang haram hukumnya. Maka menunjukkan haram hukumnya membuat balkon-balkon,
karena hadits itu muncul sebagai fllah, kenapa diserupakan dengan
patung-patung dan karena keberadaan semua itu ia enggan shalat di
dalam masjid.
Yang jelas -Wall ahu Ta' ala filam- bahwa balkon-balkon termasuk
ke dalam kelompok hiasan dan telah berlalu pembahasan tentang itu.
Sedangkan jika terdapat kepentingan untuk membuatnya sebagaimana
keadaan yang ada di kebanyakan masjid-masjid di zaman kita sekarang
ini, tidak apa-apa membuatnya. Sebagaimana keberadaan sesuatu yang
dikhawatirkan di lantai masjid berupa perangkat AC, jaringan air bersih,
jaringan listrik, atau lainnya, dan dibuatlah balkon-balkon untuk pengamanannya, melindungiorang yang biasa melakukan perbaikan, melakukan pengawasan, atau kepentingan lainnya berkenaan dengan semua
perangkat tersebut berupa berbagai kemaslahatan yang nyata.
Dengan alasan seperti itu maka tidak apa-apa membangunnya
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan dan dalam membangunnya
harus dengan menjauhkan dari hiasan dan dekorasi. WallahuTa'alaltlam.
laran$an Menghadlrl HarFhafl Besar Ahll Kltab dan
Bertasyabbuh kepada Mereka dalam Hal yang Sama
Para ahli ilmu sepakat mengharamkan menghadiri hari-hari besar
ahlikitab dan bertasyabbuh kepada mereka dalam halitu. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanafi,ar Maliki,632 Syafi'i,633 dan Hanbali.o}
Juga menjadi mazhab para muhaqiq, seperti lbnu Tllimiyah,635 lbnul
Qayyim,636 dan lain-lain mereka dari kalangan ahli ilmu.
Dalil-dalil yang menunjukkan kepada hukum di atas terbagi atas
dalil-dalil umum dan khusus. Sebagian akan kita paparkan berikut ini:
Dalihdalil Umum
Peftama. Syariattelah memerintahkan untuk bersikap beda dengan
ahti kitab dan meninggalkan sikap untuk menyamai mereka. Dalam hal
ini teks dalil sangat banyak jumlahnya hingga tak terhitung.
Kedn. Hal tersebut adalah bagian dari bid'ah yang diada-adakan
yang tidak pernah dibawa oleh syariat. Menghadiri hari-hari raya mereka
adalah merupakan sikap menyetujui mereka dengan segala syiar agama
mereka yang bathil, bahkan semua itu bagian dari keistimewaan yang
hanya ada pada mereka.
Syaikhul Islam lbnu lbimiyah berkata, "Semua dalil dari Kitab,
sunnah dan ijma menunjukkan bahwa bid'ah adalah sesuatu yang sangat
buruk dan makruh hukumnya, baik bersifat taruth 'dengan dasar kehatihatian atau haram sesuai dengan tingkatan dalam tasyabbuh kepada
mereka. Maka terhimpun dalam haltersebut bahwa perbuatan itu bid'ah
yang diada-adakan dan tasyabbuh kepada orang-oiang kafir. Masingmasing dari dua sikap itu mewajibkan adanya larangan memperbuatnya.
Karena tasyabbuh pada pokoknya sangatterlarang. Bid'ah pada pokoknya
juga sangat terlarang sekalipun tidak dilakukan oleh orang-orang kafir.
Jika dua sikap itu terhimpun, maka akan menjadi alasan yang berdiri
sendiri dalam keburukan dan larangan."638
Permasalahan kita di sinitermasuk di dalam perpanjangan dua dalil
yang melarang itu. Apalagijika kita mengetahui bahwa hari-hari raya bagian
dari agama mereka yang mereka ada-adakan. Atau bagian dari agama
mereka yang sebenarnya telah dihapus. Semua itu adalah syiar-syiaryang
menunjukkan kepadanya, melihat betapa banyak bentuk-bentuk ibadah
mereka yang telah dihapus atau yang sudah tidak populer lagi.
Delll-dalll Khusus
Peftama. ljma (konsensuVkesepakatan) dari dua aspek:
Aspek I . Bahwasanya orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Majusi masih
saja berada di kota-kota kaum Muslimin. Mereka merayakan hari-hari raya
mereka dan imbas dari perbuatan-perbuatan mereka masih lekat dengan
banyak jiwa. Kemudian di zaman para pendahulu kaum Muslimin tidak
pemah ada orangyang mendampingimereka dalam sedikitpun dari semua
kegiatan itu. Maka, sekiranya tidak muncul energi pelarang dalam jiwajiwa umat, baikbersifatkebencian, atau pelarangan darisemua itu, tentulah
kebanyakan mereka akan terjerumus ke dalam hal yang sama, karena
suatu perbuatan itu akan terjadi apabila ada potensi. Sekiranya tidak ada
penghalang tentu perbuatan tersebut akan benar-benar terjadi tanpa bisa
dihindari. Dan potensinya dalam hal inibenar-benar ada sehingga perlu
diketahui adanya pelarang (al-mani).
Felarang (al-mani) disini adalah agama. Ivlaka tentu diketahuibahwa
agama di siniadalah agama Islam yang melarang dari sikap menlamanyamai. lnilah yang diminta.
Aspek I/. Bahwa Umar Radhigallahu Anhu mempersyaratkan
kepada para ahli dzimmah untuktidakmenunjukkan hari-hari raya mereka.
lde ini disepakati oleh semua shahabat. Jika kaum Muslimin telah sepakat
dengan larangan bagi ahli dzimmah untuk menunjukkan hari-hari raya
mereka, bagaimana bisa bagi kaum Muslimin beralasan untuk merayakannya? Bukankah perbuatan kaum Muslimin akan kegiatan-kegiatan itu
lebih parah daripada perbuatan orang-orang kafir akan perbuatan yang
sama, karena mereka menampakkannya?
Kedn. Firman Nlah Ta' ala,
' Dan onng-orung yang tidak membrilan persaksian palsu, dan apabila
mereka beftemu dengan (onng-orang) yang mengerjakan prbuaknperbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya." (Al-Furqan: 72)
Zuur, ditafsirkan tidak hanya oleh satu orang dari kalangan Para
tabi'in, seperti Mujahid,Be Adh-Dhahhak,m lbnu Sirin, dan lain-lainer yang
bermakna macam-macam hari raya kaum musyrikin.Ayat inisecara sepihaktidak bermakma pengharaman semua kegiatan
tadi. Akan tetapi, menyatakan makruh hukum menghadirinya. Karena
Allah memuji orang yang meninggalkan tindakan menghadirinya sehingga
ia dijadikan sebagai seorang ibadunahman.w Sedangkan terlibat dalam
memperingati hari-hari raya tersebut, maka jelas ayat tersebut menunjukka n ke ha ram a n nya, ka rena AI Ia h ra' ala m enama ka nny a zuw. Nlah ra' ala
telah mencela kata-kata palsu dan memerintahkan untuk menjauhinya
dan pelaku kedustaan itu sama hukumnya dengan pelaku hari raya
tersebut.
Ketiga. Apa yang datang dari Anas bin Malik Radhigattahtt Anhu
bahwa ia berkata,
&\i i;,q | ; ry,.<Cf ii irr 3\, p; * h,
*
,dt i'i-:
*Rasulullah shallatlahu Alaihi wa sallam tiba di Madinah)*.o"*,
(ahli Madinah) memiliki dua hari yang mereka biasa bermain-main di
kedua hari tersebut. Maka bliau bertanya, 'Apa dua hari ini?' Mereka
brkata, 'Kami suka brmain-main pada dua hari ini sejak zamanjahiliyah'. Maka Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam bersabda, 'sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya untuk katian semua dengan
yang lebih baik daripada keduanya, yairu hari raya Adha dan Fitri,..a3
Aspek yang menjadi objek penunjukan dalam hadits adalah bahwa
Nabi sha/la llahu Alaihi wa sallam tidak mengukuhkan mereka untuk tetap bermain-main di dalam dua hari tersebut sebagaimana tradisi mereka.
Akan tetapi, beliau menyampaikan kepada mereka bahwa Allah telah
mengganti kedua hari itu dengan dua hari yang lain. penggantian sesuatu
mengandung konsekuensi harus meninggalkan sesuatu yang telah diganti.
Oleh karena itu, ibarat ungkapan initidak digunakan lagi, kecualijika meninggalkan perkumpulan dikedua hari itu.
Ungkapan beliau kepada mereka, t-<li;f f ii,ritl 'sra;unggriitnga
Allah telah mengganti kednnya untuk kalian semua', ketika mereka
ditanya tentang dua hariyang kemudian mereka menjawab bahwa keduanya adalah hari untuk bermain-main mereka di zaman jahiliyah, adalah
dalilbahwa beliau melarang mereka melakukan permainan pada dua hari
itu karena telah diganti dengan dua haridalam lslam. Jika tidak dimaksudkan untuk sebuah larangan, penyebutan penggantian ini menjadi sama
sekali tidak pada tempatnya. Karena prinsip pensyariatan dua hari dalam
lslam itu mereka telah mengetahuinya, dan tidak boleh bagi mereka meninggalkannya hanya demi dua hari jahiliyah tersebut.
I-agi pula, aib Anda pada dua harijahiliyah itu telah 'mati' di zaman
lslam. Maka tidak ada lagi pengaruh bagi keduanya di zaman Rasulullah
Slallallahu Alaihi wa Sallam danpara khalifahnya. Jika beliau tidak melarang mereka bermain dalam dua hari tersebut atau lainnya yang biasa dilakukan, tentu mereka masih berada dalam tradisinya selama ini. Karena
tradisitidak pemah akan berubah melainkan jika ada orang yang mengubah
dan menghilangkannya, apalagijika telah menjadi tabiat kaum wanita,
anak-anak, dan kebanyalon orang memperlihatkan hariyang akan mereka
jadikan hari raya untuk menganggur dan bermain-main.
Oleh sebab inilah, kebanyakan para raja dan para pemimpin tidak
mampu merubah tradisiorang dalam halhari raya mereka karena kuatnya
dorongan dalam jiwa-jiwa mereka dan juga karena kuatnya hasrat semua
kelompok untuk mengikutinya. Jika tidak karena kekuatan pencegah yang
datang dari Rasulullah