Tampilkan postingan dengan label hadist politik 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hadist politik 5. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Desember 2024

hadist politik 5


 an sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong 

dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam 

transaksi elektronik.

9. Adapun sanksi terkait dengan penyebar berita bohong diatur 

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 

tentang Informasi dan Transaksi elektronik pada Pasal 45A ayat (1) 

disebutkan bahwa: (1) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak 

menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan 

kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud 

dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 

6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 

(satu milyar rupiah). 

10. Dalam konteks sekarang memang perlu penegasan sekaligus regulasi 

tentang tata-cara bermedia sosial agar semua orang berhati-hati 

dalam menyampaikan suatu berita atau informasi yang tidak jelas 

sumbernya. Harus disadari bahwa betapa berbahayanya bagi seseorang 

jika dengan mudah menyebarkan suatu berita atau informasi kepada 

khalayak banyak; dan ternyata berita itu yaitu  kebohongan. 

Menyebarluaskan berita bohong/hoakx yaitu  dosa besar yang tidak 

hanya akan merusak moral dan etika suatu bangsa namun  juga akan 

merusak sendi-sendi kehidupan mereka secara keseluruhan.


 

HADIS TENTANG

KECURANGAN DAN INGKAR JANJI

ُ

Dari al-A’mas berkata: aku telah mendengar Abu Wail bercerita 

tentang hadis dari Abdullah yang berasal dari Nabi, beliau 

bersabda: Setiap orang yang curang memiliki bendera di hari 

kiamat, lalu dikatakan inilah kecurangan si fulan (si Anu). 

Dalam riwayat lain: setiap orang yang curang akan dipasangkan/

diberikan bendera di hari kiamat lalu dikatakan inilah kecurangan 

si fulan anak si fulan.

َ

Dari Abdullah bin Amru berkata: Nabi bersabda: Ada empat 

perkara sebagai tanda kemunafikan, dan barangsiapa yang dalam 

dirinya terdapat salah satu dari yang empat itu maka ia memiliki 

sifat nifak sampai ia tinggalkan, jika ia bicara ia dusta, jika ia 

berjanji ia ingkar/curang, jika ia berjanji ia menyalahi janji, dan 

jika ia bersengketa ia curang.

Makna dan Kandungan Hadis

1. Berdasar pada hadis di atas bahwa tanda-tanda kemunafikan itu 

di antaranya jika seseorang bicara ia berdusta, jika ia berjanji ia 

mengingkari janjinya, dan jika ia bersengketa ia pun berbuat curang. 

Orang-orang yang suka berbuat curang akan diberi tanda khusus oleh 

Allah berupa bendera di hari kiamat, lalu dikatakan inilah kecurangan 

yang telah dilakukan oleh si fulan.

2. Berjanji di dalam Islam yaitu  sesuatu yang boleh-boleh saja, namun  

melanggar janji hukumnya haram. sebab  itu, janji merupakan 

perkara yang harus dipenuhi kecuali janji-janji ini  mengarah 

pada hal-hal yang dilarang oleh agama maka menepatinya bukanlah 

sesuatu yang mesti. 

3. Perjanjian yang terjadi antara dua orang atau lebih wajib ditepati. 

Allah akan menanyai setiap orang yang suka melanggar perjanjian. 

sebab nya, Islam menekankan agar tidak meremehkan perjanjian 

yang sudah disepakati. Allah memberi  sifat yang baik kepada 

para hamba-Nya yang memelihara amanah dan janjinya. Sebaliknya, 

orang yang suka melanggar janjinya tidak tergolong sebagai orang 

  

beriman, sebab  orang yang melanggar janji yaitu  salah satu sifat 

orang munafik.

4. Secara khusus, al-Qur’an memberi  perumpamaan orang yang 

suka melanggar janji seperti seorang wanita tua, bodoh dan lemah 

mengotak atik hasil kain yang sudah dipintal dengan baik seperti yang 

disebutkan dalam surat Annahal: 92 yang artinya: Dan janganlah kamu 

seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah 

dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan 

sumpah perjanjianmu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan 

adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan 

yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. 

5. Dalam sejarah disebutkan bahwa Nabi seusai menulis dan 

menandatangani perjanjian Hudaibiah dengan Suhail bin Amru, 

tiba-tiba Abu Jandal bin Suhail bin Amru mendatanginya sebab  lari 

dari tahanan kaum musyrikin. saat  Suhail melihat Abu Jandal, dia 

menamparnya dan memegang erat leher bajunya sambil mengatakan: 

hai Muhammad kita telah mengadakan perjanjian sebelum Abu Jandal 

mendatangimu. Nabi menjawab, benar apa yang engkau katakan, 

sambil memegang Abu Jandal untuk dikembalikan ke kaum Quraiys, 

sehingga Abu Jandal berteriak seraya mengatakan: hai orang-orang 

Islam, apakah engkau ridha kalau aku diserahkan kembali kepada 

kaum musyrikin? Nabi mengatakan: wahai Abu Jandal, bersabarlah 

engkau, sesungguhnya Allah akan memberi  jalan keluar untukmu 

dan orang-orang yang ada bersamamu. Kami telah mengadakan 

perjanjian damai dengan mereka, dan kami pun telah berjanji untuk 

mematuhi dan menepatinya dan tidak akan mengingkarinya.299 

6. Mengindahkan nilai-nilai perjanjian telah dijadikan sebagai landasan 

di dalam kehidupan bernegara di dalam Islam, baik saat  berbicara 

tentang hubungan antara sesama warga maupun saat  berbicara 

tentang hubungan diplomatik antara negara. sebab  itu, Nabi telah 


membuktikan nilai-nilai ini , tidak hanya dengan sahabatnya, 

namun  juga dengan orang yang berlainan akidah dengan beliau. Dalam 

sebuah perjanjian antara orang Islam dengan orang-orang Jarajimah 

yang terdiri dari kaum Nasrani yang tinggal di pinggiran gunung negeri 

Syam pada tahun ke 89 H. Mereka meminta dalam perjanjian ini  

agar diperkenankan untuk menyerupai orang-orang Islam dalam 

berpakaian, sebab  mereka sudah dikenal sebagai kaum Nasrani yang 

tinggal di tempat tertentu. saat  orang-orang Islam menyetujui hal 

itu; dan tujuannya tidak lain kecuali untuk menjaga hak-hak dan 

kewajiban setiap warga. 

7. Apa yang diusung dalam hukum internasional tentang pentingnya 

menepati setiap perjanjian bilateral yang dilakukan oleh dua negara 

terkadang hanya dijadikan sebagai olok-olokkan negara super power 

abad sekarang, sehingga hukum ini  dianggap spekulatif dan 

jargon belaka, padahal mereka juga tidak menerima bila dikatakan 

sebagai negara yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan 

dan tidak mengerti arti demokrasi yang sesungguhnya.

8. Dalam konteks sekarang terkadang ada intervensi negara-negara 

non Islam terhadap dunia Islam. Hal seperti itu bisa terjadi sebab  

adanya perjanjian sekutu antara mereka dengan negara Islam. Wujud 

persekutuan yang banyak terjadi dewasa ini memang sejak sebelum 

datangnya Islam juga sudah dikenal. Misalnya persekutuan yang 

pernah terjadi antara Nabi dengan kabilah Khuza’ah merupakan 

sebuah konsekuensi dari perjanjian yang terjadi di zaman jahiliyah. 

Ibnu Hajar mengomentari hal ini  dengan mengatakan: 

Sesungguhnya bani Hasyim di zaman jahiliyah telah mengadakan 

perjanjian sekutu dengan kabilah Khuza’ah, dan komitmen itulah 

yang dipertahankan hingga Nabi hijrah ke Madinah.300

9. Dalam perjanjian Nabi dengan orang Yahudi banyak ditorehkan 

dalam sejarah seperti konsep perjanjian dengan Yahudi di Madinah:   

“Sesungguhnya antara orang Islam dengan non Muslim saling 

bantu-membantu melawan orang-orang yang memerangi kelompok 

yang mengadakan perjanjian ini. Begitupula bagi mereka untuk 

saling menasehati serta menolong orang yang dizalimi, dan saling 

membantu melawan orang-orang yang memerangi kota Yasrib. Bila 

mereka mengajak orang-orang Yahudi melakukan perjanjian damai 

dan menjadikannya sebagai sekutu maka hal ini  harus diterima. 

Dan bila kita umat Islam diajak untuk yang demikian maka mereka 

punya hak atas orang-orang Islam kecuali yang memusuhi agama 

Islam”.

10. Sebagian ulama mengatakan bahwa bolehnya mengadakan perjanjian 

sekutu di dalam Islam sudah dinasakh berdasar  pernyataan 

Nabi yang diriwayatkan Jubair bin Mut’im: “Jangan engkau melakukan 

perjanjian sekutu di dalam Islam, sebab  sesungguhnya perjanjian 

sekutu itu tidak memberi  fisibilitas kecuali kesusahan“.303 Kendati 

demikian ada interpretasi lain yang menganggap bahwa perjanjian 

sekutu itu sendiri terkadang dibolehkan dan terkadang dilarang. Ibnu 

Hajar mengatakan: “Dikotomi ini sebenarnya bisa diakumulasi, di 

mana yang terlarang itu yaitu  yang terjadi di zaman jahiliyah yang 

membantu sekutu sekalipun mereka yang berbuat zalim, sementara 

yang dibolehkan yaitu  membantu yang tertindas, menegakkan 

kebenaran dan sebagainya seperti perjanjian kerjasama dan saling 

menjaga nilai-nilai perjanjian itu sendiri“.

11. Perjanjian sekutu yang dilakukan oleh negara Muslim dengan negara 

non Muslim bila orientasinya yaitu  membantu kelompok tertindas 

maka boleh saja dilakukan. Namun bila perjanjian itu dilakukan 

untuk saling membantu melakukan konfrontasi terhadap kelompok 

atau negara lain maka perjanjian ini  sifatnya inkonstitusional. 


Bentuk perjanjian yang terakhir inilah yang banyak dilakukan oleh 

banyak negara dewasa ini yang kemudian menjadi pemicu terjadinya 

perjanjian multilateral terutama di bidang militer, di mana dari sekian 

banyak negara yang ada melakukan aksi gencatan senjata, baik dalam 

bentuk mempertahankan eksistensi sebuah negara dari serangan 

luar maupun melakukan penyerangan terhadap negara lain. Salah 

satu contohnya yaitu  perjanjian sekutu yang terjadi antara Amerika 

dengan Korea Selatan, sehingga Amerika pun pada saat itu berusaha 

memfasilitasi Korea Selatan dengan berbagai macam persenjataan 

saat  terjadi perang dengan Korea Utara.

12. Bila perjanjian sekutu terutama di bidang militer dewasa ini tidak 

keluar dari pemaknaan seperti yang disebutkan di atas, maka 

seyogyanya negara-negara Muslim berhati-hati melakukan perjanjian 

bilateral dengan negara non Muslim, sebab  perjanjian itu terkadang 

menuntut mereka untuk ikut serta dalam operasi militer menyerang 

negara lain termasuk negara Islam itu sendiri. Indikator inilah 

yang membuat Arab Saudi tidak mau terlibat dalam perjanjian 

internasional yang diprakarsai oleh Amerika untuk melakukan agresi 

militer terhadap beberapa negara yang penduduknya mayoritas 

Islam seperti Afghanistan dan Irak.Komitmen seperti inilah yang 

seharusnya dijadikan konsiderasi oleh negara-negara Islam saat  

ingin melakukan sebuah perjanjian bilateral, sebab  bagaimanapun 

juga bila sebuah perjanjian bertujuan untuk melakukan kezaliman 

maka akan dianggap inkonstitusional termasuk dalam pandangan 

Islam seperti yang ditegaskan oleh Nabi bahwa: “Setiap prasyarat yang 

menyalahi hukum syariat Islam yaitu  batil“.

13. Perjanjian sekutu atau apapun sifatnya yang dilakukan oleh orang-

orang Islam bersama dengan negara non Muslim dibolehkan selama 

mendatangkan maslahah kepada orang-orang Islam. Namun jika 

perjanjian ini  hanya untuk mendukung agresi yang dilancarkan 

oleh negara tertentu terhadap negara Islam seperti yang dilakukan 

Israel terhadap Palestina sebagai strategi memperkuat posisinya di 

mata dunia dan mendukung keberlangsungan serangan-serangan 

ini  atau memberi  kesempatan melakukan ekspansi maka 

semua itu dianggap sebagai pelanggaran baik dalam konteks hukum 

internasional maupun dalam konteks hukum Islam. 

14. Orang-orang Islam diharapkan dapat membantu orang-orang 

Palestina, paling tidak berusaha menjaga nilai-nilai kedamaian di atas 

bumi ini. Bila perjanjian ini  dilakukan untuk menjaga stabilitas 

keamanan atau bertujuan mencegah terjadinya konfrontasi maka 

semua itu dianggap juridis bahkan menjadi sebuah kewajiban dalam 

agama demi menjaga nilai-nilai perdamaian yang menjadi cita-cita 

dan animo setiap orang. 


tugasnya, ia pun kemudian datang kepada Nabi seraya 

mengatakan: ini untuk engkau, dan ini untukku sebab  sebagai 

hadiah. Lalu Nabi naik mimbar, dan sesudah  memuji Allah SWT 

belia pun kemudian mengatakan: bagaimana masalah seorang 

amil/pekerja yang telah kami percayai untuk menunaikan suatu 

tugas, lalu kemudian ia datang sambil mengatakan: ini untuk 

engkau, dan ini untukku sebab  sebagai hadiah. Seandainya saja 

ia hanya duduk-duduk di rumah bapaknya atau ibunya lalu ia 

menunggu, apakah aka nada seseorang yang kan memberi  

hadiah kepadanya atau tidak? Demi jiwaku yang ada dalam 

genggaman-Nya, tidaklah seseorang mengambil sesuatu dari 

harta (harta yang dikumpulkan tersmasuk sadakah) ini  

kecuali nanti ia akan datang di hari kiamat dengan memikulnya 

di atas pundaknya, apakah yang diambil itu yaitu  ternak yang 

memiliki suara, atau seekor sapi yang memiliki suara, atau seekor 

kambing yang memiliki suara”.

 َ

Dari Abdullah bin Amru, Nabi bersabda: Allah melaknat orang 

yang menyogok dan yang disogok.

َ

Dari Tsauban, dari Nabi. Beliau bersabda: Allah melaknat orang 

yang menyogok, yang disogok, dan yang memfasilitasi (perantara) 

keduanya.

َ

Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: Allah melaknat orang yang 

menyogok dan yang disogok dalam suatu perkara.

َ

Dari Abdullah bin Amru, mengatakan. Nabi bersabda: Yang 

menyogok dan yang disogok keduanya di neraka.

Makna dan Kandungan Hadis

1. Berdasar pada hadis di atas bahwa Allah melaknat orang-orang yang 

suka menyogok, begitu juga orang-orang yang suka disogok, termasuk 

yang memfasilitasi keduanya dalam suatu perkara; dan keduanya akan 

dihukum oleh Allah dengan dimasukkannya ke dalam neraka.

2. Sogokan dapat dibedakan dengan hadiah. Hadiah dapat dimaknai 

sebagai pemberian sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk 

menghormati, memuliakan, mengasihi, dan mencintainya; dan pada 

dasarnya yaitu  halal. namun  bila bentuk-bentuk pemberian ini  

diperuntukkan untuk hal-hal yang menyimpang dari tujuan luhur 

agama, seperti menginginkan jalan pintas untuk mencapai tujuan 

dengan memberi hadiah kepada pihak-pihak terkait maka pemberian 

ini  berubah menjadi sogokan; dan tentu hukumnya haram 

seperti yang dijelaskan para ulama. Dalam kitab annizham al-qada’i 

fi al-fikhi al-islami disebutkan: “Adapun mengenai hadiah, para ulama 

telah menjelaskan bahwa sebaiknya pintu-pintunya ditutup rapat.   

Kemudian bila sang pemberi hadiah sedang ada masalah/kasus maka 

diharamkan atas seorang hakim menerima hadiah ini  sekalipun 

ia memiliki kebiasaan menerima hadiah sekali pun sebab  adanya 

pertemanan atau hubungan kerabat berdasar  sabda Nabi bahwa: 

hadiah yang diterima oleh para pekerja yaitu  penghianatan”.

3. Abdullah bin Rawahah yaitu  salah satu sahabat Nabi yang setiap 

tahun diutus oleh beliau untuk mengumpulkan hasil bumi orang-

orang Yahudi Khaibar. sebab  begitu tegas dan jujurnya Abdullah 

bin Rawahah sehingga orang-orang Yahudi Khaibar berencana untuk 

menyogognya dengan memberi  perhiasan yang dimiliki oleh isteri-

isteri mereka. Mereka lalu mengatakan kepada Abdullah, ambillah ini 

dan ringankanlah kami. Abdullah mengatakan: wahai orang-orang 

Yahudi ketahuilah bahwa sesungguhnya orang yang paling dimurkai 

oleh Allah yaitu  engkau sekalian; dan adapun yang engkau tawarkan 

kepadaku yaitu  termasuk sogokan dan itu yaitu  kutukan, dan kami 

tidak memakannya. Lalu orang-orang Yahudi mengatakan: dengan 

begini, bumi dan langit akan tetap tegak.

4. Berbeda halnya dengan riwayat yang disebutkan bahwa Nabi 

saat  menugasi seorang sahabat bernama Ibnu Allutbiah untuk 

mengumpulkan hasil zakat Bani Sulaim. saat  sahabat ini  

kembali dari tugasnya, Nabi kemudian bertanya kepadanya, lalu ia 

mengatakan: barang ini untuk Nabi, dan ini yaitu  hadiah khusus 

untuk saya yang diberikan oleh warga  Bani Sulaim. Ternyata 

Nabi kemudian mengingkari apa yang telah dilakukan sahabatnya itu 

seraya mengatakan: Seandainya saja ia hanya duduk-duduk di rumah 

bapaknya atau ibunya lalu ia menunggu, apakah ada seseorang yang 

akan memberi  hadiah kepadanya atau tidak? Demi jiwaku yang 

ada dalam genggaman-Nya, tidaklah seseorang mengambil sesuatu 

dari harta (harta yang dikumpulkan tersmasuk sadakah) ini  

kecuali nanti ia akan datang di hari kiamat dengan memikulnya di 

atas pundaknya, apakah yang diambil itu yaitu  ternak yang memiliki 

suara, atau seekor sapi yang memiliki suara, atau seekor kambing yang 

memiliki suara. 

5. Suatu saat  khalifah Umar bin Abdil Aziz diberi hadiah oleh 

seseorang namun  dia menolaknya. Lalu ada yang mengatakan 

kepadanya: bukankah Nabi sendiri menerima hadiah. Umar bin Abdul 

Aziz mengatakan: itu betul, bagi Nabi yaitu  hadiah, namun  bagi kita 

itu yaitu  sogokan. Orang-orang memberi  sesuatu kepada Nabi 

sebab  kenabiannya bukan sebab  jabatannya, berbeda dengan kita, 

justru kita diberi sesuatu sebab  jabatan kita. Maka dari itu, Imam 

Rabiah pernah mengatakan: hati-hati dengan hadiah, sebab  hadiah 

merupakan jalan menuju sogokan. Kata orang bijak: hadiah dapat 

mematikan cahaya hikmah

6. Salah satu contoh warga  yang dicelah dalam Al-Qur’an sebab  

mentolerir korupsi berjamaah yaitu  warga  Madyan. sebab nya, 

Allah mengutus seorang nabi kepada mereka bernama Syuaib untuk 

melakukan perbaikan termasuk tatanan keagamaan yang sedang 

mengalami masalah besar walau warga nya terkenal cerdas 

dan cenderung cerdik, sebagaimana diabadikan oleh Al-Qur’an. 

sebab  warga  Madyan cenderung menolerir kecurangan atau 

sekarang sering disebut korupsi berjamaah. Jika membeli sesuatu 

mereka menggunakan alat ukur lebih besar dan saat  menjualnya 

menggunakan alat ukur lebih kecil sebagaimana dijelaskan dalam 

Al-Qur’an: “Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-

yan saudara mereka, Syu’aib. ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah 

Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya 

telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka 

sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu 

kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, 

dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah 

Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika 

betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (Q.S al-A’raf/7: 85).

7. Nampaknya kehadiran Nabi Syu’aib menegakkan keadilan di negeri 

Madyan tidak disambut baik sebab  dianggap merusak tradisi 

yang sudah membudaya di kota itu. Mereka mengatakan seperti 

yang direkan al-Qur’an: “Pemuka-pemuka dari kaum Syuaib yang 

menyombongkan diri berkata: sesungguhnya kami akan mengusir 

kamu hai Syuaib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari 

kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami. Berkata Syuaib: 

“Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendati pun kami tidak 

menyukainya?” (Q.S al-A’raf/7: 88). 

8. Para pemuka warga  mempengaruhi warga nya agar 

memboikot gerakan anti koruspi yang digencarkan oleh Nabi Syu’aib: 

“Pemuka-pemuka kaum Syuaib yang kafir berkata (kepada sesamanya): 

“Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syuaib, tentu kamu jika berbuat 

demikian (menjadi) orang-orang yang merugi”.(Q.S al-A’raf/7: 90). 

9. Jika segalanya telah melampaui batas maka di situlah bahasa 

Tuhan sering berbicara. Umat dan komunitas Madyan ditimpakan 

azab sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an: “Kemudian 

mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayit-mayit yang 

bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka.” (Q.S al-A’raf/7: 91). 

10. Pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kisah Nabi Syu’aib ialah 

keberuntungan yang diperoleh dengan cara-cara illegal tidak akan 

pernah membawa berkah atau membahagiakan. Bahkan sebaliknya 

malah membawa kesengsaraan dan akibat fatal dalam bentuk azab 

yang memusnahkan secara massif warga  Madyan. Sehubungan 

dengan itulah, Tuhan mengingatkan kita di dalam ayat berikutnya: 

“(yaitu) orang-orang yang mendustakan Syuaib seolah-olah mereka 

belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang yang mendustakan 

Syuaib mereka itulah orang-orang yang merugi”.(Q.S al-A’raf/7: 92). 

sebab nya, jika bangsa ini ingin terbebas dari malapetaka sosial 

     

seperti yang dicontohkan al-Qur’an maka tentu menjadi tanggung 

jawab moral bagi kita semua untuk mencegah segala bentuk korupsi 

itu.

11. Harus disadari bahwa tidak mungkin laju pertumbuhan ekonomi bisa 

bertahan di dalam suatu warga  yang koruptif. Itulah sebabnya, 

Nabi sangat tegas terhadap segala macam bentuk permainan spekulasi 

termasuk tindakan korupsi.

12. Korupsi yaitu  kejahatan yang sangat berbahaya. Bahkan menurut 

sebagian orang lebih berbahaya daripada terorisme. Jikalau aksi teroris 

hanya menewaskan beberapa orang seperti kasus bom Bali atau di 

Mumbai India, namun  korupsi bisa membunuh seluruh warga negara 

yang berjumlah jutaan. Hal ini sebab  korupsi menghancurkan dan 

meremukkan sendi perekonomian negara. Jika sendi perekonomian 

negara hancur, maka kehidupan warga negara terancam. Bahkan 

terjadi krisis besar yang bisa berakibat kelaparan, pertikaian antar 

warga negara, saling tidak percaya, disintegrasi, dan sebagainya.

13. Sebagian pakar mengatakan bahwa boleh saja memberi  sesuatu 

dalam bentuk materi kepada seorang penentu kebijakan jika seseorang 

misalnya memiliki hak namun  diambil sama orang lain dan tidak 

mungkin dapat dikembalikan kecuali harus melalui proses hukum 

tertentu seperti peradilan. Jika dikhawatirkan hak ini  diambil 

oleh orang yang bukan pemilik sesungguhnya maka dalam kondisi 

seperti ini, pemilik hak boleh saja memberi sesuatu dalam bentuk 

materi kepada seorang hakim agar keputusan nantinya berpihak 

kepadanya sehingga kemudian ia dapat mengambil kembali haknya.


HADIS TENTANG

PEMBERONTAKAN DAN MAKAR

َ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi. Beliau bersabda: Barangsiapa yang 

keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jama’ah lalu ia mati 

maka matinya mati jahiliyah. Dan barangsiapa yang terbunuh di 

bawah bendera buta (fanatisme buta), marah sebab  fanatisme, 

menolong sebab  fanatisme, dan mengajak kepada fanatisme, 

lalu ia terbunuh maka matinya mati jahiliyah. Dan barangsiapa 

yang keluar kepada umatku lalu ia memukul orang baik dan orang 

jahatnya; dan dia tidak meninggalkan/menghindari orang-orang 

mukminnya dan tidak memenuhi janjinya maka bukan dari 

ummatku. 

َ

Abdurrazzak menceritakan kepada kami, ia mengatakan: 

Ibnu Juraij memberitakan kepada kami, ia mengatakan: Asim 

bin Ubaidillah memberitakan kepada kami, bahwasanya Nabi 

bersabda: Akan ada pemerintah sesudah ku melaksanakan shalat 

pada waktunya, dan memperlambat dari waktunya, maka 

shalatlah kamu bersamanya. Apabila ia melaksanakan shalat 

pada waktunya, dan kamu shalat bersama mereka maka bagimu 

dan baginya (pahala). Jika ia memperlambat shalat dari waktunya 

dan kamu shalat bersama mereka maka bagimu (pahala) dan 

baginya (dosa). Barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah 

lalu mati maka matinya mati jahiliyah, dan barangsiapa yang 

melanggar janjianya lalu ia mati dalam keadaan demikian maka 

nanti di hari kemudian datang dalam keadaan tidak memiliki 

hujjah (pembela).

 َ

Dari Ibnu Abbas meriwayatkan dari Nabi. Beliau bersabda: 

Siapa saja lelaki yang tidak suka sesuatu dari pemimpinnya 

maka hendaklah ia bersabar, sebab  tidak seorang pun keluar 

sejengkal dari seorang pemimpin lalu ia mati kecuali matinya 

mati jahiliyah. Dalam riwayat lain: barangsiapa tidak suka sesuatu 

dari pemimpinnya maka hendaklah ia bersabar, sebab  tidak 

seorang pun keluar sejengkal dari seorang pemimpin lalu ia mati 

kecuali matinya mati jahiliyah.

 َ

Dari Abdullah bin Umar, ia mengatakan: Abdullah bin Umar 

datang kepada Abdullah bin Mutiy. saat  ia melihatnya, ia 

mengatakan: berikan bantal kepada Abu Abdirrahman. Lalu 

Abdullah mengatakan: aku datang kepadamu bukan untuk duduk, 

namun  untuk menyampaikan kepadamu tentang hadis yang aku 


dengarkan dari Nabi. Aku telah mendengar Nabi bersabda: Barang 

siapa yang meninggal dan ia tidak memiliki (mengagkat) seorang 

pemimpin maka matinya sama dengan cara mati jahiliyah.

َ

Dari Auf bin Malik, ia mengatakan: aku telah mendengar 

Nabi bersabda: Sesungguhnya pemimpinmu yang baik yaitu  

yang engkau cintai dan ia mencintaimu. Dan sesungguhnya 

pemimpinmu yang jahat yaitu  yang engkau benci dan ia pun 

benci kepadamu. Engkau mendoakan agar ia celaka, dan ia pun 

juga mendoakan engkau agar engkau celaka. Mereka mengatakan: 

tidakkah kita perangi mereka? Nabi mengatakan: Tidak, selama 

mereka menunaikan shalat. Dan barang siapa yang dipimpin 

oleh seorang pemerintah, lalu ia melihatnya melakukan maksiat 

kepada Allah maka hendaklah ia membenci maksiat yang 

dilakukannya itu, dan jangan keluar dari ketaatan. َ

Huzaifah bin al-Yaman mengatakan: wahai baginda Nabi: 

kami pernah menjadi (manusia) jahat lalu Allah membuat 

kami jadi baik, dan itulah kami. Apakah dibalik kebajikan itu 

ada kejahatan? Nabi mengatakan: Iya ada. Dan apakah dibalik 

kejahatan itu ada kebaikan? Nabi mengatakan: Iya, ada. Lalu 

aku bertanya: apakah dibalik kejahatan itu masih ada kebajikan? 

Nabi mengatakan: Iya. Lalu aku bertanya: bagaimana itu bisa 

terjadi? Nabi bersabda: Akan ada pemerintah sesudah ku, ia tidak 

mengindahkan petunjukku, dan tidak juga mengikuti sunnahku, 

dan di antara mereka ada yang berhati syetan dalam bentuk 

hati manusia. Lalu aku mengatakan: apa yang harus kulakukan 

jika aku mendapatinya seperti itu? Nabi bersabda: Dengar dan 

taatlah kepada pemerintah, dan jika ia memukul pundakmu dan 

mengambil hartamu maka tetaplah engkau mendengar dan taat.

 َ

Dari Ubadah bin Assamit. Ia mengatakan: Nabi telah memanggil 

kami lalu kami membaitnya dan memerintahkan kepada kami 

untuk mendengar dan taat dalam kondisi senang/suka dan susah/

tidak suka, dalam kondisi sulit dan mudah, dan saat ia lebih 

mengutamakan dirinya daripada kami, dan agar tidak menentang 

para ahlinya (pemimpin) Beliau bersabda: Kecuali engkau melihat 

kekufuran yang nyata, dan engkau memiliki penjelasan tentang 

hal ini  dari Tuhanmu.

َ

Dari Ibnu Umar, Nabi bersabda: Barangsiapa yang membawa 

senjata (memerangi/mengacau) kepada kami maka bukanlah ia 

bagian dari kami (golonganku/umatku).

 ُ

Dari Abu Said, Nabi bersabda: Jika dua orang khalifah dibaiat 

maka bunuhlah yang terakhir dari salah satunya.

Makna dan Kandungan Hadis

1. Makar dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan untuk 

menggulingkan pemerintah yang sah. Sedangkan dalam literatur 


fiqh hal ini  oleh para ulama disebut dengan bughat atau 

pemberontak. Bughat secara spesifik yaitu  sekelompok umat Islam 

yang menyatakan keluar dari ketaatan kepada seorang kepala negara 

yang telah dipilih secara sah oleh mayoritas umat Islam. sebab  itu, 

para ulama menyatakan bahwa bughat hukumnya haram dan dianggap 

sebagai tindakan kriminal (jarimah). Mereka boleh diperangi hingga 

mereka bertaubat menyadari kekeliruannya dan kembali taat kepada 

kepala negara. Bahkan Imam Nawawi secara tegas menyatakan bahwa 

wajib hukumnya memerangi mereka, jika mereka kembali taat maka 

pertaubatan mereka diterima, dan berhenti memeranginya. 

2. Di dalam Islam dijelaskan bahwa salah satu kewajiban warga  

(umat) yaitu  menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Kewajiban 

itulah kata para ulama yang memberi  hak kepada warga  

untuk senantiasa mengawasi aktivitas yang dilakukan oleh para 

pemimpin. sebab  itu, jika mereka tetap konsisten pada aturan 

yang ada di dalam melaksanakan amanah pemerintahan maka tidak 

boleh ada yang mempermasalahkannya. Sebaliknya jika mereka telah 

melakukan kesalahan dalam mengelola pemerintahan maka harus 

ada dari warga  yang mengingatkannya kalau ia telah melakukan 

kesalahan.

3. Di dalam Islam, para ulama telah sepakat bahwa seorang kepala 

negara yang keluar (murtad) dari agama Islam maka warga  

harus menyatakan diri keluar dari kepemimpinannya. Berbeda 

halnya jika ia hanya curang dan tidak amanah di dalam menjalankan 

tugas, apakah boleh memecatnya dengan cara angkat senjata untuk 

memaksanya turun dari jabatannya? Para ulama mazhab Zaidiyah 

menyatakan bahwa seorang penguasa yang zalim jika tidak dapat 

memberhentikannya dan menghilangkan kemungkaran kecuali harus 

dengan kekuatan senjata maka hal itu wajib dilakukan. Pendapat 

ini  juga diperpegangi oleh sebagian ulama Ahlussunnah, semua 


kelompok Mu’tazilah, semua kelompok Khawarij, dan sebagian besar 

kelompok Murjiah.

4. Mayoritas ulama mengatakan bahwa untuk memberhentikan seorang 

pemimpin yang curang tidak boleh dengan cara angkat senjata. 

Pendapat ini  merupakan pendapat mazhab Imamiyah, mayoritas 

ulama Ahlussunnah baik dari kalangan ahli fiqh, ahli hadis, maupun ahli 

teologi. Mereka justru menyatakan bahwa seharusnya para pemimpin 

itu dinasehati. Tokoh-tokoh yang menyatakan ketidakbolehan angkat 

senjata, dari kalangan sahabat Nabi seperti Saad bin Abi Waqqas, 

Usamah bin Zaid, dan Abdullah bin Umar.Sedangkan dari kalangan 

ulama fiqh seperti Abu Hanifah dan Malikiyah, bahkan Imam Nawawi 

mengatakan bahwa telah menjadi kesepakatan (ijma) para ulama 

tentang tidak bolehnya menyatakan keluar dari kepemimpinan 

seorang yang curang dengan angkat senjata. Memang di dalam sejarah 

pernah terjadi bahwa al-Husain menyatakan keluar dengan angkat 

senjata terhadap kepemimpinan Yazid bin Muawiyah begitu juga Ibnu 

Azzubair menyatakan diri keluar dari kepemimpinan Abdul Malik bin 

Marwan, namun  itu terjadi sebelum adanya kesepakatan para ulama 

tentang tidak bolehnya keluar dengan angkat senjata seperti yang 

dikatan al-Qadi Iyad.

5. Para ulama yang mengatakan bahwa tidak boleh angkat senjata 

kepada pemimpin walau ia curang atau zalim dengan hadis Nabi 

yang memerintahkan kepada para sahabat untuk mendengar dan 

taat dalam kondisi senang dan susah, dalam kondisi sulit dan mudah, 

kecuali terjadi kekufuran yang nyata, dan memang ada dalil yang 

secara nyata dapat dipertanggungjawabkan terkait dengan hal ini  

yang bersumber dari al-Qur’an atau pun hadis Nabi. Imam Nawawi 

mengomentari hadis yang disebutkan di atas dengan mengatakan 

bahwa kita tidak boleh menentang pemerintah kecuali betul-bwtul 

jelas kalau mereka telah melakukan kemungkaran. saat  melihat 

kemungkuran yang mereka lakukan maka kita harus mengingkarinya 

dan harus menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya kepada 

mereka, namun  tidak boleh (haram) menyatakan keluar dari 

kepemimpinannya dengan cara angkat senjata lalu memeranginya 

walau mereka berbuat zalim dan fasiq. Demikian yang dikatakan oleh 

Imam Nawawi. Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnu Taimiyah.

Mereka menyatakan bahwa dengan memerangi mereka dampak 

kerusakan yang akan ditimbulkan akan jauh lebih besar ketimbang 

kerusakan yang ditimbulkan akibat kezaliman yang mereka lakukan 

tanpa memeranginya. Hal seperti inilah yang harus dilakukan berdasar 

pada kaedah: irtikabu akhaffi addararaini atau melanggar sesuatu yang 

lebih ringan mudaratnya. 

6. Selain dalil di atas, hadis yang menjadi dasar tidak bolehnya keluar dari 

pemimpin dengan angkat senjata yaitu  sabda Nabi yang menyatakan: 

Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari 

jama’ah lalu ia mati maka matinya mati jahiliyah. Dan barangsiapa 

yang terbunuh di bawah bendera buta (fanatisme buta), marah 

sebab  fanatisme, menolong sebab  fanatisme, dan mengajak kepada 

fanatisme, lalu ia terbunuh maka matinya mati jahiliyah. Selain itu 

hadis Nabi yang mengatakan: Sesungguhnya pemimpinmu yang baik 

yaitu  yang engkau cintai dan ia mencintaimu. Dan sesungguhnya 

pemimpinmu yang jahat yaitu  yang engkau benci dan ia pun 

benci kepadamu. Engkau mendoakan agar ia celaka, dan ia pun 

juga mendoakan engkau agar engkau celaka. Mereka mengatakan: 

Tidakkah kita perangi mereka? Nabi mengatakan: tidak, selama 

mereka menunaikan shalat. Dan barang siapa yang dipimpin oleh 

seorang pemerintah, lalu ia melihatnya melakukan maksiat kepada 

Allah maka hendaklah ia membenci maksiat yang dilakukannya itu, 

dan jangan keluar dari ketaatan. Imam Nawawi juga mengatakan 

bahwa sesungguhnya kata Nabi: “Tidak, selama mereka menunaikan 

shalat” menunjukkan bahwa tidak boleh keluar menyatakan diri 

dengan angkat senjata disebabkan sebab  hanya sekedar kezaliman 

atau kefasikan selama mereka tidak merubah sedikit pun dari kaedah-

kaedah agama.

7. Bagaimana dengan kudeta? Apakah orang yang merebut kekuasaan 

dengan cara kudeta atau revolusi bersenjata dapat disebut pemimpin 

yang sah? Jawabnya yaitu  bahwa pada umumnya ulama dari 

kalangan Khawarij dan Mu’tazilah mengatakan bahwa pengangkatan 

seorang pemimpin hanya boleh dengan bai’at yang terlepas dari cara-

cara pemaksaan dan kekerasan.namun  para ulama ahlussunnah 

waljamaah mengatakan bahwa seorang yang merebut kekuasaan 

dengan cara pemaksaan dan kudeta hukumnya sah. Imam Ahmad bin 

Hanbal pernah mengatakan: barang siapa yang mengalahkan suatu 

komunitas dengan pedang sehingga ia menjadi khalifah maka tidak 

boleh bagi siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari kemudian 

untuk tinggal di rumahnya kecuali ia harus mengakui orang ini  

sebagai pemimpinnya.334 Bahkan seandainya yang melakukan kudeta 

yaitu  perempuan lalu kemudian berhasil menjadi pemimpin maka 

kepemimpinannya juga dianggap sah.335 

8. Alasan para ulama yang mengatakan bahwa merebut kekuasaan 

dengan cara kudeta yaitu  sah sebab  bila tidak, dikhawatirkan 

terjadi pertumpahan darah yang lebih besar lagi antara kedua belah 

pihak. Selain itu, hukum agama harus dilaksanakan; dan itu hanya 

dapat terlaksana bila ada yang memimpin.336 Jika yang memaksa itu 

ternyata tidak memenuhi syarat kepemimpinan, misalnya ia fasik 


maka menurut pendapat yang paling sah, kepemimpinannya tetap 

dianggap sah. namun  disebut sebagai kepemimpinan darurat.

9. Merebut kekuasaan dengan cara kudeta dianggap sebagai 

pengecualian agar tidak terjadi fitnah dan pertumpahan darah yang 

lebih banyak. Imam Abu Hamid al-Gazali mengatakan: addarurat 

tubiyhu almahzurat (sesuatu yang darurat membolehkan sesuatu 

tidak dibolehkan) bahwa memakan bangkai hukumnya tidak boleh, 

namun  kematian lebih dahsyat dari pada memakan bangkai. Walau 

demikian, dalam konteks Islam secara spesifik, ulama sepakat bahwa 

non Muslim yang merebut kekuasaan tertinggi dengan cara kudeta 

tidak boleh dibiarkan. Artinya syarat “Islam” bagi seorang pemimpin 

dalam konteks agama merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar. 

sebab nya bila yang merebut kekuasaan tertinggi yaitu  non Muslim 

maka ia harus diberhentikan dengan cara apa pun termasuk dengan 

kekuatan senjata.

10. Sebagian ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal tidak membedakan 

apakah yang dikudeta itu masih hidup ataukah kudeta itu sendiri 

terjadi akibat tidak adanya pemimpin yang berkuasa sebab  mati. 

Di sisi lain sebagian yang lain justru membedakan waktu terjadinya 

kudeta itu. Artinya, jika kudeta ini  terjadi, dan yang berkuasa 

masih hidup; dan ternyata ia juga merebut kekuasaannya dengan 

kudeta maka kepemimpinan pengkudeta dianggap sah bila berhasil 

merebut kekuasaan. namun  jika yang dikudeta mendapat kekuasaan 

dengan pengangkatan ahlul halli wal akdi atau dengan penunjukan 

yang dilakukan oleh penguasa sebelumnya maka yang mengkudeta 

tidak dapat dianggap sebagai pemimpin yang sah. Hukum ini 

berlaku jika yang dikudeta masih hidup. Dengan demikian, orang 

yang merebut kekuasaan dengan cara kudeta dapat diterima sebagai 


pemerintah yang sah bila kudeta itu dilakukan: (1) pada saat yang 

berkuasa sebelumnya sudah meninggal, atau diberhentikan dari 

jabatannya, atau sebab  kekosongan pemimpin; (2) bila yang dikudeta 

juga merebut kekuasaannya dengan cara kudeta.

11. Para ulama tata negara Islam menyatakan bahwa kekuasaan yang 

direbut dengan cara kudeta dapat diakui sesudah  memenuhi dua 

unsur utama yakni unsur waki’i (faktor kondisi dan kenyataan) dan 

unsur syar’i (faktor hukum agama). Unsur waki’iy dapat diartikan 

sebagai suatu kekuatan yang dimiliki oleh pemimpin yang merebut 

kekuasaan dengan cara kudeta. Dengan kekuatan ini , ia 

mampu menguasai semua wilayah kekuasaan yang masuk dalam 

kepemimpinannya, namun kepemimpinannya dianggap tidak 

sempurna atau disebut khilafah gairi kamilah.342 sebab  itu, bila 

ia tidak mampu mengendalikan semua wilayah yang ada dalam 

kekuasaannya maka ia dianggap sebagai pemberontak. sebab  ia 

dianggap sebagai pemberontak maka menjadi kewajiban warga  

untuk melengserkan dan memberhentikannya dengan cara membantu 

pemimpin yang digulingkan sebab  pemimpin yang digulingkan 

itu tetap dianggap sebagai pemimpin yang sah kendati ia dikudeta. 

Bahkan dalam konteks fiqh, pemimpin yang digulingkan diberi 

kesempatan menggunakan cara apa saja untuk menghentikan semua 

aktivitas yang dilakukan oleh pengkudeta termasuk dengan cara 

memeranginya. Yang kedua yaitu  unsur syar’i yakni pengakuan 

warga  terkait dengan kepemimpinan itu sendiri. Hal ini dapat 

dilakukan dengan cara semua warga  menyatakan dukungannya 

kepada pemimpin ini  dengan membai’atnya sekalipun hanya 

sebatas formalitas.

12. Orang yang merebut kekuasaan dengan kudeta, kepemimpinannya 

dianggap sah sebab  kondisi darurat sebagai akibat dari kudeta itu 

sendiri. namun  perlu digarisbawahi bahwa sahnya kepemimpinan itu 

bukan berarti bahwa caranya yang disahkan. namun  yang disahkan di 

sini yaitu  sebab  warga  mau menerima kepemimpinannya. 

sebab nya, kepemimpinan itu dapat diterima sepanjang kondisi 

darurat juga masih ada; dan saat  kondisi darurat sudah tidak ada 

lagi maka semestinya kepemimpinan yang murni dan bersih harus 

dikembalikan dengan melakukan pemilihan pemimpin yang baru.

13. Dalam konteks sekarang ada yang dikenal dengan kejahatan dalam 

kehidupan sosial-politik dalam suatu negara yakni aksi pemberontakan 

yang dilancarkan kepada pemerintah yang sah. Aksi pemberontakan 

dalam literatur fiqh lebih dikenal dengan istilah bughat. sebab  itu 

perlu ada klarifikasi bahwa tidak semua jenis perlawanan terhadap 

pemerintah serta merta harus dikategorikan sebagai pemberontak 

misalnya saja demonstrasi atau kritikan yang disampaikan kepada 

pemerintah sebab  hal ini  merupakan bagian dari amar ma’ruf 

nahi munkar.

14. Demonstrasi dan kritikan tidak dapat dikategorikan sebagai bughat 

selama tidak memenuhi tiga syarat yang disebutkan oleh para ulama 

fiqh. Tiga syarat yang dimaksud ialah 1) mereka yang memberontak 

memiliki kekuatan, dan kekuatan ini dalam bentuk menyatukan 

senjata, logistik, massa, wacana dan sejenisnya, 2) mereka keluar dari 

ketaatan terhadap pemerintah yang sah, 3) mereka menggunakan 

penafsiran atau ta’wil yang batil. sebab  itu, dapat dipahami bahwa 

bila ada sekelompok orang memiliki kekuatan saja namun  mereka tidak 

keluar dari ketaatan terhadap penguasa maka mereka tidak dapat 

dikategorikan sebagai bughat.