Vabbuh
Prla kepada wanlta dan Wanlta kepada Pfla
Pembahasan ini mengandung tiga kaidah dan tiga peringatan:
Kaldah 7: Segala sesuatu yang khusus untuk kaum prla menurut
syarlat atau tradlsl, maka dllarang untuk koum wanlta;
dan segala yang lcftusus untuk koum wonlta menurut
syrurlat atau tradlsl, maka dllarang untuk kaum prla
Makna Kaidah
Kaidah ini berarti, setiap apa yang khusus untuk kaum pria atau
wanita, maka pihak yang melakukan apa-apa yang bukan khusus baginya
adalah haram. Termasuk ke dalamnya segala yang membedakan suatu
pihak dari pihak lain. Baik berkenaan dengan pakaian sebagaimana
umumnya, gerak, gaya bicara, dan lain sebagainya.3e Dan pengkhususan
sesuatu perkara untuk suatu pihak terhadap pihak lain, bisa disebabkan
karena syariat menetapkan kekhususan itu, seperti, sutra, pemakaian
emas, penutup ftijab), dan lain sebagainyra bagi wanita, maka semua itu
adalah khusus bagi wanita yang didukung oleh dalil. Sekalipun tradisi
menetapkan sebagian darinya, ketika dalilnya hlrun, adalah hak bersama
antara kaum wanita dan kaum pria. Bahkan hingga setelah turunnya dalil
masih menyebar luas di sebagian negara-negara lslam kaum pria yang
mengenakan emas, misalnya. Maka yang harus menjadi pijakan dalam
hal ini adalah apa-apa yang dalil turun menjelaskannya sesuatu khusus
untuk pria dan sesuatu yang lain khusus untukwanita dan tidak sebaliknya.
Tidak perlu diperhatikan ketika tradisi menabrak teks dalil.3s
Kekhususan sesuatu bagi sahr pihak dan tidak bagi pihakyang lain
bisa juga memiliki kekuatan tetap lorena tradisi(adat). Yang demikian itu
jika tidak ada teks dalil, malo dianggap harus demikianlah keadaan semuaorang dan iniadalah ketetapan dengan adat mereka.3sa Selama tidak ada
kerusakan yang dilarang oleh syariat. Seperti, keharusan wanita untuk
mengenakan pakaian yang tidak ketat.
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, "... Prinsip hal itu bukan dikembalikan kepada apa-apa yang menjadipilihan, kegemaran, dan apaapa yang dibiasakan kaum pria atau wanita. Karena jika demikian prinsipnya, jika suatu kaum mengeluarkan istilah bahwa kaum pria harus mengenakan kain penutup kepala yang menutupi kepala, wajah, dan leher; juga
jilbab yang dipanjangkan dari atas kepala hingga pemakainya tidak terlihat
selain kedua matanya, dan kaum wanita harus mengenakan sorban, topi,
dan lain sebagainya, sekalipun ini sesuatu yang mudah. Akan tetapi, yang
demikian ini bertentangan dengan teks dalil dan Uma."rgr
l-arangan dalam suatu kaidah bermaksud pengharaman. Haldemikian itu karena dalil-dalil yang telah berlalu.3s Menunjukkan pengharaman
karena dalilnya memuat pelaknatan pelaku tasyabbuh kepada pihakyang
lain dari kalangan pria atau wanita. laknat karena suatu perbuatan berkonotasi pengharaman perbuatan tersebut. Sebagaimana telah ada ungkapan beliau, laisa minna 'bukan dari golongan kami' adalah bentuk
ungkapan yang menunjukkan pengharaman pula. Bahkan dalil-daliltersebut menjadikan tasyabbuh di sini sebagai salah satu dari berbagai dosa
besar. Demikianlah yang tepat.3s7
Dalil-dalil Kaidah
Untuk kaidah ini diambil dalilnya dari dalil-dalil yang telah berlalu
yang telah kita sajikan dalam pasalyang lalu3ea dan lain-lain yang semakna.
Seperti hadits Abu Hurair ah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sall am d atang kepada seo ran g yan g menyerupai banc i
yang telah mewarnaikedua tangan dan kedua kakinya dengan r'nar (daun
pacar). Maka beliau bersabda," ,Kenapa orang ini? Maka dikaAtan kepada beliau,'wahai Rasulullah,
dia menyerupai kaum wanita.' Maka Rasulullah mengeluarkan printah
brkenaan dengannya sehingga ia diusir ke wilayah Naqi''"tw
Cabang-cabang Kaidah
OHaram bagi kaum pria mengenakan perhiasan dari emas dan sutra.
Karena dalam tindakan seperti itu tasyabbuh kepada kaum wanita.e
OHaram bagi kaum pria untukmemakaiparfum jelidanyang semisalnya
berupa parfum yang berwarna. Karena yang demikian itu adalah khusus
bagi kaum wanita.aor
OTidak diperbolehkan bagiwanita untuk meniru pakaian kaum pria, cara
mereka berjalan atau cara mereka berbicara. Karena Semua itu adalah
khusus bagi mereka.ao2
oTidak diperbotehkan bagi wanita memakai kain penutup kepala lebih
dari satu lititan agar tidak menyerupai kaum pria dalam mereka memakai sorban.43
Pe ri n ga ta n - P e ri n g a ta n
Peringatan t. Apa-apa yang berlaku untuk kaum pria dan wanita
dalam bab ini, berlaku pula untuk anak laki-laki dan PeremPuan.aoa Maka
tidak boleh mengenakan pada anak laki-laki pakaian untuk anak perempuan atau mengenakan pada para anak PeremPuan pakaian untuk anak
laki-laki.
syaikhul lslam lbnu 1?limiyah berkata, "sedangkan pakaian dari
sutra untuk anak-anak yang belum baligh, maka dalam hal ini ada duapendapat yang sama-sama populer bagi para ulama. Akan tetapi, yang
paling jelas adalah bahwa hal itu tidak boleh. Karena sesungguhnya segala
yang diharamkan bagi kaum pria dewasa untuk mengerjakannya adalah
haram pula ditekankan kepada anak-anak. Karena sesungguhnya anakanak itu diperintah untuk melakukan shalat ketika berumur tujuh tahun
dan harus dipukul untuk melakukan shalat ketika berumur sepuluh tahun."
Maka bagaimana mungkin ia ditekankan untuk memakai berbagai perkara
hara m ? Um a r bin Al- K h ath rhab Radhiy allahu Anhu mel i h at pa ka i a n ya n g
dikenakan oleh anakAz-Zubairyang terbuat dari sutra, maka ia merobeknya dan berkata, Uanganlah kalian mengenakan padanya pakaian dari
sutra!" Demikian pula lbnu Mas'ud merobek pakaian dari sutra yang dipakai oleh anaknya. ao5
Pertngatan ll. Apa-apa yang telah ditetapkan keharamannya bagi
kaum pria atau bagi kaum wanita karena kekhususan salah satu pihak
dari keduanya, maka tidak boleh bagi orang lain untuk mendukung hal itu
untuk pihak yang diharamkan. Karena pada perbuatan yang demikian itu
terdapat sifat menolong orang yang diharamkan sesuatu itu atas dirinya.
Sama dengan makna initelah dijelaskan didalam kaidah di mukaffi berkenaan dengan tasyabbuh kepada orang-orang kafir.
Syaikhul Islam lbnu Gimiyah berkata,'Apa-apa yang haram mengenakannya, maka tidak halal membuatnyd, tidak pula menjualnya bagi orang
yang diharamkan baginya sesuatu itu. Tidak ada perbedaan dalam hal ini
bagitentara atau lainnya. Maka, tidak halal bagi siapa pun untuk menjahit
pakaian dari sutra bagi orang yang haram memakainya. Karena dalam
tindakan demikian itu terdapat unsur pertolongan dalam dosa dan permusuhan, serupa dengan pertolongan dalam kejahatan dan semisalnya.
Demikian pula, tidakboleh menjualsutra kepada kaum pria untukdipakainya, karena diharamkan baginya ....'r4o?
Peringatan III.Pendapat para ahli ilmu masih berbeda-beda berkenaan dengan orang banciyang sulitditentukan. Apakah ia harus mengenakan pakaian kaum pria atau pakaian kaum wanita?
Menurut mazhab Syaf idan kebanyakan mereka bahwa setiap perhiasan dan pakaian yang diharamkan bagi kaum pria haram pula bagi
banci yang sulit ditentukan.ms Namun, pendapat ini ditentang oleh sebagian
mereka yang lain dan mereka mengatakan bahwa Semua itu boleh saja.
Yang demikian itu adalah pemahaman atas pendapat lbnu Qudamah AlHanbati@ yang mengatakan berkenaan dengan pakaian yang diharamkan, Jika seorang banci yang sulit ditentukan melakukan ihram, maka ia
tidak mengharuskannya menjauhi pakaian yang dijahit karena kita tidak
bisa menentukan sifat kelelakian yang menjadikan hal itu wajib."4ro
Hal ini menjadi sesuatu yang meragukan bagi Penulis -Wallahu
A'lam-dan telah diketahuibahwa pembahasan adalah berkenaan dengan
mereka yang memiliki perkara yang sulit dan tetap pada kondisi demikian
itu. sedangkan bagi mereka yang salah satu aspeknya lebih dominan,
maka ia adalah orang yang ada pada posisi aspek yang mendominasi
dirinya itu. Mungkin dalam ilmu modem zaman sekarang ini khususnya
di bidang kedokteran terdapat apa-aPa yang memberikan kemungkinan
untuk menentukan keadaan seseorang sesuaidengan salah satu dari dua
jenis kelamin itu. Jika demikian halnya, tidak akan ada lagi kesulitan'
Katdah 2. Apa-apa yang memtllkl dalll syar'l yang menetapkan
hukum lawaz untuk prla atau wanlta, maka kekhu'
susqn ttu ttdak betlaku lagl'
Makna Kaidah
Sebagaimana dijelaskan tentang kekhususan pria atau wanita akan
suatu hal bisa jadi karena salah satu dari dua jalan: lewat dalil syar'i atau
karena adanya tradisi/adat. Jika adat menunjukkan bahwa salah seorang
dari dua jenis manusia tersebut memiliki kekhususan akan sesuatu, kemudian muncul dalil syar'i yang menetapkan bahwa sesuatu itu boleh juga
bagipihak lainnya, dalam kondisi demikian tidak perlu mempertahankan
tradisi. Dalam keadaan demikian, jilo seseorang memperbuatnya, perbuatannya itu tidak dianggap sebagai bertasyabbuh kepada pihak yang
lain, karena tidak adanya kekhususan yang lain itu terhadap perbuatan
itu, sesuatu tersebut menjadi sesuatu milik bersama antara keduanya.
Kekhususan yang ditetapkan dengan dalil syar'i bisa menjadi khusus
dengan dasar dalil syar'i pula, seperti sutra yang dilarang dengan dasar
dalil. Daliljuga bisa memberikan informasi bahwa sesuatu adalah khusus
untuk kaum pria.
Dalil-dalil Kaidah
Dalil kaidah ini banyak, di antaranya hadits Anas bin Matik RadtrryallahuAnhu yang di dalamnya disebutkan,
LUrs),yV-:w J:" ot{ &) .^
4.Ie 4!l u e. tt
dt .:t
" Baltwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam cincinnya terbuat dari pnk
dan mata cincinnya juga darinya."art
Aspek yang ditunjukkan oleh dalil itu adalah bahwa perhiasan dari
perak merupakan kekhususan bagi kaum wanita sebagai telah diketahui
dari adat. Munculnya dalil yang menunjukkan bahwa kaum pria boleh
mengenakan cincin dari perak menghilangkan kekhususan di atas berkenaan dengan bab pemakaian cincin. Sedangkan selainnya tetap pada
prinsip asal, yakni haram bagi kaum pria.o,,
Cabang-cabang Kaldah
oDiperbolehkan bagi seorang pria untuk menyemir rambutnya dan janggutnya dengan menggunakan inai (pacar), tetapi berbeda jika untuk
kedua tangan dan kakinya. Hal itu karena adanya dalilyang membolehkan penyemiran rambutdan jenggot, sedangkan untuktangan dan kaki
yang lainnya adalah tetap pada asalnya, yaitu dilarang karena merupakan kekhususan kaum wanita.ar3
OHaram bagikaum pria mengenakan pakaian darisutra, karena merupakan kekhususan bagi wanita. Akan tetapi, bolehlah baginya untuk di-
gunakan sebagai tambang/hiasan yang tidak berlebihan. Hal itu karena
adanya dalil berkenaan dengan hal tersebut'4r4
KatdahS:Apa.apayangtldakadaalasannyauntukkaumprla
atuu wailta maka tldak ada dosa dl dalamnya'
Makna Kaidah
MaksudkaidahiniadalahbahwaaPa.aPayangtelahmenjaditabiat
kaumpriaatauwanitayangpadaasalnyaadalahbagiandarisesuatu
yangkhususbagipihaklain(lawanjenis),makaiadimaafkanjikatidak
mamPumerubahnya.IbnuHajarberkata,..Berkenaandengantercelanyatasyabbuhdalamkata.katadancaraberjalan,makaberlakukhusus
bagisiapayangdengansengajaberbuatsedemikian.Sedangkansiapa
saja yang gayanya itu memang bawaan lahir' maka ia diperintah dan
dibebani untuk meninggalkannya secara bertahap. Jika ia tidak dan terus
sajamelakukannya,iamasukkedalamhinaanitu.Apa-lagijikamuncul
darinya hal-halyang menunjukkan bahwa dirinya ridha dengan itu """ar5
sebagian mereka menamakan keadaan sedemikian inidengan istilah
"banci bawaan".ar6
Dalil-dalil Kaidah
CakuPan umum firman NlahTa'ala,
,, Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ....,,
(At-Taghabun: 16)
Dan maksud dari sabda Rasulullah shallaltahu Alaihi wa sallam'
* t; frt t1'1 ;;r)irr\LAt,ti * ;'r*bftY
,,sesungguhnyaAllahmengampunidariumatkukesalahan,kelupaan,
dan segala yang mereka dipaksa untuk melakukannya'"
Cabang-cabang Kaidah
Termasuk ke dalam kaidah ini semua amal-perbuatan yang dilakukan oleh kaum pria atau kaum wanita karena telah menjadi tabiat tetap
pada diri aslinya adalah dari kekhususan bagi lawan jenisnya. Misalnya,
seperti kelembutan suara bagi seorang pria atau kelenturan dalam cara
berjalannya, suara lantang pada kaum wanita dan cara berjalannya yang
tegap dan lain sebagainya.
?*l**,A
Kaldah-kaldah Sya/l
BabTasvabbuh kepada Orang Badul
Katdahz Jlka terJad, tasyabbuh kepada orong badul atas hal-hal
bukan berasal darl perbuatan kaum terpelalar yang berhgrah pada zaman shahabat dan tabl'ln, yang demtktan
ltu blsa tadl makruh atau talan ke arah makruh.arB
Makna Kaidah
Kaidah ini menunjukkan bahwa bertasyabbuh kepada orang badui
bisa menjadi makruh pada materi tasyabbuh itu atau jalan yang mengarahkan ke sesuatu yang makruh. Hal itu dengan syarat bahwa tasyabbuh
kepada mereka itu telah terjadi terutama pada perkara-perkara khusus
yang ada hanya pada mereka saja dan tidak ada di kalangan orang
terpelajar pada zaman salaf dari para shahabat dan tabi'in. Berbedanya
mereka dengan tradisi khusus di zaman yang sedemikian itu adalah meninggalkan persangkaan yang sangat kuat akan banyaknya kekurangan
di dalam perkara itu. Karena jika perkara itu bagus tentu para shahabat
bergegas dan bersemangat melakukannya. Sedangkan pada zaman kita
sekarang ini pada masyarakatnya banyak terdapat berbagai kekurangan
yang sangat banyak yang mungkin membutuhkan adanya suatu pembahasan tentang bagaimana cara mencari jalan menyempurnakannya
dengan beriasyabbuh kepada orang badui. Yang sedemikian itu seperti
kejernihan tauhid dan sikap ingkar kepada kesyirikan, mereka juga jauh
dari ikhthihzth (campur aduk antara pergaulan kaum pria dan wanita),
tidak memakai pakaian penutup aurat, dan lain sebagainya. Yang mana
semua itu tidak banyak terdapat di kalangan terpelajar. Sekalipun dasar
kaidah itu sedemikian kokoh dan keutamaan kaum terpelajar pada
prinsipnya masih tetap ada. Sedangkan kekhususan yang tercela pada
orang badui hingga setelah abad pertama, jika hal itu ada, tasyabbuh
kepada mereka dalam hal-hal itu adalah makruh hukumnya. Yang demikian
itu sebagaimana pada sebagian orang baduiyang mengenakan pakaian
orang pedalaman berupa pakaian terbalik, telah dirubah, atau pemberian
nama dengan nama yang aneh dan buruk, seperti l&unaifis'kumbang
kecil', dhufaidi''katak kecil', dan lain-lain.
Perbedaan antara ini dan apa-apa yang telah disebutkan di atas,
dalam kaidah ini pula untuk dikatakan bahwa sesungguhnya segala yang
khusus pada katangan orang badui padazaman abad Pertama dan tidak
dilakukan oleh orang terpelajar pada zaman Para shahabat dan tabi'in
maka hukum melakukannya adalah makruh, sekalipun tidak diketahui
alasannya secara rinci sebagaimana yang telah berlalu. Sedangkan setelah
zaman itu harus diketahui, apakah perbuatan orang baduitersebut adalah
perbuatan tercela dan sangat terlarang.
Dalil-dalil Kaidah
Dalil-dalil kaidah ini adalah dalil-dalilyang telah disebutkan di atas.ars
Alasan dalam perkara ini adalah aPa-aPa yang menjadi sifat orang badui
berupa sifat keras, kurang bergaul dengan para ahli ilmu, demikianlah
pada umumnya mereka. Bertasyabbuh kepada mereka dengan kondisi
mereka yang sedemikian itu akan menjatuhkan harga diri pada satu sisi
dan akan menjadi dugaan kuat bahwa kita berada dalam kesalahan dan
tergelincir pada sisiyang lain.
Cabang-cabang Kaidah
- Makruh banyak menamakan maghrib dengan isya dan menamakan
isya dengan atamah. Karena, dengan tindakan itu adalah tasyabbuh
kepada orang baduiyang meninggalkan nama syar'iuntukdua macam
shalat tersebut
Makruh mengenakan pakaian yang biasa dipakai orang pedalaman,
baik berupa pakaian yang banyak diubah, dibalik, atau lainnya.a2r
Peringatan:
Tasyabbuh tidak menjadi tercela jika untuk tujuan yang shahih. Tidak
ada aib didalamnya sebagaimana yang dilalmkan oleh orang-orang badui
sebagaimana disebutkan di atas. Bahkan, kadang-kadang bisa menjadi
terpuji. Yang demikian itu seperti tinggal di daerah pedalaman karena
melarikan diri dari PePerangan dan demi keselamatan agama. Yang
demikian itu seperti d a lam hadits Abu S aid Al-Khu dri Radhiyallahu Anhu,
ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
.? . o l.
Pt U l-.,-.lu.-fl
*at et;' r )vt :b3 arc
",h'st
)6';;, 0' r<;.' of
":b'
;
'Hampir saja sebaik-baik harta seseorang iru adalah kambing yang
dengannya ia menelusuri puncak gunung-gunung dan tempat-tempat
dalam negeri melarikan diri dengan agamanya dari fitnah'."422
Sama dengan hal di atas adalah ketika seseorang keluar menuju
daerah pedalaman untuk mengajar orang-orang badui itu, memberikan
mereka kepahaman terhadap agamanya. Demikian juga jika keluar untuk
meneliti, berpikir, dan mengambil pelajara
Kaldah-kaldah Syafl
Bab Tasvabbuh kepada lenls Blnatang
Dalam pembahasan ini terdapat dua pembahasan:
Kaldah 7: Setlap tlndakan bertasyabbuh kepada blnatang pada
hal-hal yang khusus untuknya makruh hukumnya.
Makna Kaidah
Maksud kaidah ini bahwa menyeruPai binatang dalam hal-hal yang
khusus untuknya, baik berupa sifat-sifat adalah makruh hukumnya. Diungkapkan dengan kata serupa dan bukan dengan kata menyerupai agar
maknanya menjadi lebih mendekatkan untuk memasukkan keserupaan
yang tidak disengaja.a2a Sedangkan kaidahyang akan datang menetapkan
hukum atas orang yang menyengaja halitu. Barangsiapa serupa dengan
binatang dalam sifat-sifattertentu dan ia tidakdengan sengaja melakukan
itu, berarti telah melakukan sesuatu yang makruh, baik dalam berbagai
ibadah syariah, seperti gerakan-gerakan shalat atau di luarnya.
Dalil-dalil Kaidah
Kaidah ini memakai dalil-dalilyang telah dijelaskan berupa dalil-dalil
pada pasalyang lalu ketika menjelaskan tentang larangan bertasyabbuh
kepada binatang.a25 Sedangkan berkenaan dengan tasyabbuh yang tidak
disengaja hukumnya makruh, bisa diketahui dengan menarik kesimpulan
dari berbagai dalilyang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang di
dalamnya terdapat faktor tasyabbuh kepada binatang, seperti anjing
duduk,a26 mendatarkan lengan,47 unta tinggal,€8 dan lain sebagainya.
Dengan mempelajari semua itu maka jelaslah bahwa larangan yang ada
di dalamnya dan kenyataan yang tersirat bersamanya berupa sifat-sifat
binatang adalah bertujuan menunjukkan kemakruhan karenanya.
Cabang-cabang Kaidah
OMakruh bagi seseorang untuk tinggal di suatu tempat di dalam masjid
dan tidak melakukan shalat selain ditempat itu. Karena dalam tindakan
semacam itu ada keserupaan dengan seekor sn16.a2e
OMakruh bagi seseorang menjadikan punggungnya melengkung ketika
ruku' dengan kepala yang diangguk-anggukkan sehingga punggungnya
melengkung kelua4 lorena pada tindakan yang sedemikian itu ada
keserupaan dengan seekor keledai.60
OMakruh bagi seseorang untuk melakukan sujud dengan mendatarkan
kedua lengan tangan, karena pada tindakan yang sedemikian itu ada
unsur keserupaan dengan seekor anjing.6t
Kaldah 2. Ketlka setseor(mg dengan sengata menyerupal blnatang
dan merubah clptaan Allah, mako la telah memasukl
kerusakan fftrah dan talan yang benar. Yang demlklan
Itu haram hukumtrya.e
Makna Kaidah
Kaidah ini didasarkan pada kaidah yang lalu. Kaidah ini berfungsi
sebagai pembatas bagi kaidah yang lalu. Setiap sikap tasyabbuh kepada
binatang adalah makruh, kecualijika manusia dengan sengaja melakukan
perbuatan itu. Kami mengkhususkan pembahasannya demi mengetengahkan dan menjelaskan makna itu. Dengan adanya kesengajaan menjadikan suatu perbuatan disini haram hukumnya. Karena menjadi upaya
merubah ciptaan Nlah Ta' ala yang manusia telah dicipta-kan sedemikian
itu. Selain juga merupakan uPaya merubah jalan yang telah ditentukan
oleh Allah Ta'alayang telah datang demi memuliakan manusia dan meninggikan harlotnya atas semua jenis binatang. Tidak akan mendatangkan
suatu bahaya di sini ketika orang yang menjadi objek tasyabbuh adalah
orang yang tidak mukallaf, karena yang demikian itu tidak akan menghitangkan takftl(kewajiban keagamaan) dari diri orang yang bertasyabbuh.
Yang demikian itu seperti ketika seseorang bertasyabbuh kepada anakanak atau orang gila.s3
Dalil-dalil Kaidah
Di antara dalil-dalil kaidah ini adalah:
oBahwa dalam kesengajaan bertasyabbuh kepada binatang pada umumnya terdapat perubahan gaya yang Allah Ta'ala telah menciptakan
manusia dengan gaya itu. Kaidah dalam pengharaman itu kecualipada
hal-halyang diperbotehkan oleh Penetap syariat, seperti menggundul
rambut, memotong kuku, atau segala yang ditetapkan oleh kondisi
darurat, seperti menghilangkan segala sesuatu yang membahayakan
ketika sesuatu itu tetap berada dalam tubuh dan lain sebagainya.
Dari lbnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
fr) :Gi"t$ oQA\ :>V'Nt': :\' )r hr ;j
r', &j *i"t i, &t J'i','# A',;]iY Ju,l' rr : rHt
I' :Y €L\:J'
. Atlah melaknat wasyimat dan mustausyimat,asa mtttanammishat,as5
mutafattijat demi kecantikan,a% dan para waniA yang merubah cipAan
Allah. Kenapa aku tidak melalaat mereka yang telah dilaknat oleh
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, padahal ia iuga terlaknat di
dalam Kitab Allali.' 417
OJika sikap tasyabbuh kepada binatang itu dengan sengaja di dalam
berbagai ibadah, tindakannya itu masuk menjadi bagian dari macam
bid'ah yang haram hukumnya dan tidak boleh melakukannya.'a8
Cabang-cabang Kaidah
OHaram bagi seorang Muslim untuk bertasyabbuh kepada binatang
dengan meniru suaranya yang khusus untuk binatang itu, seperti buny
keledai, gonggongan anjing, dan lolongan serigala.
Kaidah tambahan yang bukan bagian dari kaidah tertentu:
Katdah: Setlq tasyabbuh berunsur penlpuan adalah haram.
Makna Kaidah
Maksud kaidah iniadalah bahwa setiap tasyabbuh, baikyang mubah
atau yang terlarang, akan menjadi haram ketika mengarah kepada tindakan penipuan. Munculnya kerusakan inipada tindakan tasyabbuh dianggap
sebagai pembatal dan perusak jika tasyabbuh itu mengakibatkan tindak
kezaliman kepada orang lain atau pelanggaran atas hak-hak mereka.
Dalil-dalil Kaidah
Kaidah ini memiliki dalilyang sangat banyak, di antaranya:
ODari Abu Hurairah Radhigallahu Arthu bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, ("',#&r'r,:L;$ q)1t
" Barangsiapa mengangkat senjau kepada kami, maka ia bukan dari
golongan kami. Dan barangsiapa menipu kami, maka ia bukan dari
golongan kami."
ODari Anas bahwa Umar Radhiyallahu Anhu memukul seorang budak
wanita milik keluarga Anas yang ia dapati dirinya mengenakan PenutuP
kepala khusus bagi wanita. I-alu ia berkata, "Buka kepalamu, jangan
menyerupai wanita merdeka."ao
Cabang-cabang Kaidah
ODilarang menyemirdengan wama hitam karena mengandung penipuan
karena orang yang menyemir itu memperlihatkan aPa-aPa yang sebenamya tidak demikian warnanya.44l
OOrang yang dipercaya memegang harta dilarang bersikap menyerupai
pemilik asli harta itu. Karena dalam sikap sedemikian itu terdapat penipuan.
OBudak wanita dilarang mengenakan hfiab (ilbab, ala bahasa Indonesia) sehingga tidak dikira wanita merdeka.
Sesungguhnya telah banyak diketahui dari agama Allah la'ala dan
syariat-Nya secara pasti bahwa ia datang adalah untuk memberikan
manfaat dan menanggulangi berbagai kerusakan hingga kaidah ini
menjadi poros dari seluruh hukum syariat.42
Maka tiada sesuatu perkara yang diwajibkan oleh penetap syariat
atau diperintahkan untuk dilaksanakan, tiada lain di dalamnya terdapat
kemaslahatan bagi hamba, baik diketahui olehnya atau tidak diketahui.
Dan tiada sesuatu perkara yang diharamkan atau dimakruhkan oleh
Penetap syariat, tiada lain perkara itu adalah kerusakan seutuhnya atau
kerusakannya lebih banyak daripada manfaatnya.
Oleh karena di antaranya sebagian faktor yang mendukung keutuhan pembahasan dan kesempurnaan teori berkenaan dengan apaapa yang dikandung oleh syariat berupa pelarangan dari tindakan bertasyabbuh adalah agar Penulis harus mencari dan menggali hikmah yang
demi mewujudkannya muncullah pelarangan tersebut sehingga dengan
demikian tercapai suatu pengetahuan tentang kemuliaan syariat,
kesempurnaan, dan keagungannya, maka sudah barang tentu dalam
pembahasan ini kami harus mencari dan menggali hikmah yang demi
hikmah itu sikap bertasyabbuh kepada kelompok-kelompok yang telah
disebutkan di atas menjadi dilarang, sebagai faktor yang menambah
kesempurnaan pembahasan, untuk mengetahui bahaya yang dibawa oleh
tindakan tasyabbuh kepada kelompok-kelompok tersebut, juga untuk
mengetahui sebelum dan sesudah itu kesemPumaan syariat Allah dan
keagungannya.
Pembahasan dalam judul ini adalah pembahasan yang sangat panjang dan sangat luas. Jika semuanya dipenuhi, tentu seluruh halaman
dalam buku ini akan menjadi sangat sempit dan pembahasan akan keluar
dari polanya yang bernuansa fikih. Oleh sebab itulah, kita akan membahas
tentang hikmah di sini secara singkat dan ringkas. Pembahasan yang
darinya kita akan memberikan isyarat kepada hikmah-hikmah yang paling
nyata dan jelas, tanpa harus bertele-tele.
?*An*,,t
Hlkmah Pelaran$an Bertasyabbuh kepada Oran$ l6fir dari Ahli
Kltab, oran$fahlllyah, orang Non-Arab, dan Laln-laln
Dengan mengamati dan membaca bab ini akan diketahui bahwa
pelarangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir memiliki lima hikmah
yang nyata, laitu:
Hikmahl. Dalam pelarangan bertasyabbuh kepada mereka adalah
pemutusan jalan yang menuju kepada kecintaan dan kecenderungan
kepada mereka dan segala halyang menjadiakibat semua itu berupa kerusakan karena menganggap baik jalan mereka, mengikuti mereka, dan
berjalan sesuai jalan mereka. Karena telah diketahuibahwa bertasyabbuh
kepada mereka dalam aspek aPa Pun akan mewariskan suatu kesesuaian
dan kedekatan sebagaimana juga akan menghancurkan tabiat dan fitrah
di antara kedua belah pihak:
Karena Nlah Ta'ala telah menciptakan bani Adam bahkan semua
makhluk akan selalu ikut suatu Proses interaksi antara dua hal yang
memiliki keserupaan. Dan setiap keserupaan itu bertambah besar, Proses interaksi di bidang akhlak dan sifat akan menjadi bertambah sempurna.
Sehingga keadaan itu menjadikan hilangnya perbedaan antara keduanya,
kecuali yang terlihat secara l<asat mata saja. Ketika antara manusia dan
manusia yang lain telah terbentuk suatu kerjasama dalam jenis tertentu,
proses interaksi akan menjadi lebih dahsyat. Kemudian terjadilah suatu
kerjasama pula antara manusia dan semua binatang dalam suatu jenis
tertentu, dengan demikian mengharuskan terwujudnya suatu Proses
interaksidengan suatu kekuatan. Kemudian antara manusia dan tumbuhtumbuhan terjadi kerjasama dalam jenisnya yang 'jauh' misalnya, maka
juga mengharuskan adanya suatu proses interaksi. Karena prinsip ini
muncullah proses pengaruh-memPengaruhi. Dan pemberian pengaruh
pada baniAdam dan membentuk akhlak sebagian mereka oleh sebagian
yang lain, adalah dengan pergaulan dan kebersamaan ....43
Kecenderungan dan kecintaan ini kadang-kadang menyebabkan
berbagai kerusakan dahsyat yang kadang-kadang menyamPaikan orang
kepada keadaan kafir dan keluar dari lslam. Oleh sebab itulah, datang
syariat ini untuk membendung jalan menuju berbagai kerusakan yang
mernbawa orang kepada kerusakan tersebut. lbnul Qayyi m Rahimahullah
ketika menjelaskan tentang pelarangan bertasyabbuh kepada orang kafir
berkata, "Ti.rjuan yang paling agung adalah meninggalkan sebab yang
mendorong orang untuk menyerupai dan menyamai dengan mereka
sekalipun dalam hal-hal yang batin. NabiShallallahu Alaihi wa Sallam
menetapkan suatu sunnah untuk umatnya berupa kegiatan meninggalkan
tasyabbuh kepada mereka dengan segala cara. Dan beliau bersabda
sebagaiberikut, ',f iJ.jrt, '*ti*a]lt
'Perunjuk untuk kita itu berbeda dengan petunjuk untuk orang-orang
kafir.'4a
Dalam prinsip ini ada lebih dari seratus dalil hingga disyariatkan di
dalam berbagai macam ibadah yang dicintai oleh Allah Ta'ala dan RasulNya keharusan menjauhi tasyabbuh kepada mereka sekalipun dalam
bentuk lahiriahnya, seperti shalat, dan shalat sunnah ketika terbit danterbenam matahari yang diganti untuk kita dengan shalat sunnah pada
waktu yang tidak mengandung sAubhat (kesamar-samaran) dengan
mereka dalam hal itu. Ketika Puasa Asytrra tidak mungkin diadakan
perubahan dengan hariyang lainnya karena berlalunya hari itu, maka diperintahkan kepada kita untuk menggabungkan dengannya sehari sebelum
dan sehari sesudahnya demi menghilangkan tasyabbuh"'45
Kaidah syariahnya, segala sesuatu yang menjurus kepada sesuatu
yang haram mutlak atau disangka, maka sesuatu itu adalah haram.
Syaikhul Islam berkata, "Ketahuilah bahwa jika kita tidak melihat adanya
keserupaan dengan mereka yang menjurus kepada berbagai keburukan
tersebut, pengetahuan kita adalah tepat pada sesuatu yang menjadi tabiat'
Dan penarikan dalil yang kita lakukan dari berbagai pokok syariat akan
mewajibkan pelarangan akan berbagai jalan menuju keburukan, maka
bagaimana telah kita saksikan berbagai kemunkaran yang menjuruskan
kepadanya sikap bertasyabbuh yang kadang-kadang menjurus kepada
keluar dari lslam secara total. Rahasia hal ini: Sikap seruPa menjurus
kepada kekafiran atau pada umumnya kepada kemaksiatan. Atau menjurus kepada keduanya. Dalam perkara yang disebabkannya itu sama
sekali tidak ada maslahatnya. sedangkan perkara yang disebabkan itu
adalah haram hukumnya,'maka sikap serupa adalah haram. Mukadimah
kedua tiada keraguan di dalamnya. Penarikan kesimpulan terhadap syariat
pada sumber-sumber dan referensi-referensinya menunjukkan bahwa
segala yang menjurus kepada kekafiran secara umum adalah haram.
Dan apa-apa yang menjurus kepadanya secara terselubung juga haram.
Jadi pada pokoknya, segala sesuatu yang menjurus kepadanya padahal
tidak ada keperluan yang mengharuskan demikian adalah haram.ffi
orang yang merenungkan keadaan manusia di zaman sekarang
ini mengetahui bahwa kenyataan membenarkan apa-apa yang telah
dijelaskan di atas, bahwa kedekatan kaum Muslimin dengan orang-orang
kafir dalam hal tempat tinggal, meleburnya berbagai batas materi dari
sulitnya berkomunikasidan jauhnya antara rumah dengan rumah, Penguasaan yang disebut dengan penjajahan yang dimotori oleh orang-orang
Nasraniterhadap berbagai negeri kaum Muslimin hingga di masa pada
munculnya revolusi komunikasiyang sangat luas di abad ini untuk memaksakan kebudayaan dan tradisi kafir ke dalam pemikiran kelompok-kelompok dengan cara mengkhususkan sarana informatika mereka untuk menerima dengan sepenuhnya berbagai cara menyerap informasidan sebagai
media penyebaran berbagai kebudayaan.
Semua itu dan unsuryang lain mewariskan bentuk-bentuktaryabbuh
kepada orang-orang lofiryang luasnya terbentang dari sikap menganggap
baik adat-kebiasaan mereka dalam hal-hal berkenaan dengan agama dan
perbuatan-perbuatan yang bersifat kafir; bertasyabbuh kepada mereka
dalam hal-hal itu sebagaimana yang terjadi di berbagai negara, seperti
berhari raya didalam hari raya-hari raya orang-orang Nasrani, mengikuti
perbuatan mereka, mengkhususkan hari-hari itu dengan apa-apa yang
menunjukkan sikap mengagungkannya, dan lain sebagainya hingga
keluasan itu bermuara pada apa-apa yang hampir tak terasa bahwa di
dalamnya terdapat tasyabbuh kepada orang-orang kafir dalam cara
duduk, cara berdiri, pemakaian kata-kata tertentu, dan hal-hal lain sering
lepas dari perhatian.
Semua ini sering mewariskan kepada kaum Muslimin suatu kelemahan dalam memahami arti berlepas diri (banl dari orang kafir dan
menimbulkan kesamaan dalam akidah. Di sebagian negeri tidak terlihat
adanya kebencian dan kemurkaan, kepada orang-orang kafiq tekanan
terhadap pendapat mereka, bahkan bergaul dan bersahabat dengan
mereka dalam kaitan suatu pekerjaan dan tugas-tugas. Dalam bentuk
umum mereka saling bertukar sikap, cenderung menghormat dan
memuliakan, sehingga kebanyakan mereka tidak lagi meras enggan
dengan agama orang kafir karena adanya kebutuhan kepada mereka
dalam kaitan pekerjaan dan lain sebagainya. Selain kekurangan dalam
pemahaman makna berlepas din (bara) bagi mereka yang belum sampai
kepada standar yang sedemikian ini dalam kelemahan. Maka orang
sedemikian itu tidak ada kebencian kepada orang kafir dan perbuatannya
sebagaimana )rang terjadidizaman dahulu yang diikuti dengan meninggalkan pengingkaran kepada orang macam pertama. Thk seorang pun yang
selamat dari sikap sedemikian itu kecuali siapa yang dirahmati oleh Allah,
yaitu orang yang diberi rezeki berupa kebaikan dalam akidah.
H ikmah //. Sesungg u hnya dalam pela rangan bertasyabbuh kepada
orang-orang kafi r terdapat pengamanan bagi kepemimpinan, keistimewa-an, dan kesempurnaan umat ini. Karena taklidnya kepada yang lain, tidak
diragukan akan menghilangkan semua itu. Taklid kepada bangsa-bangsa
lain -jilCI itu terjadi- adalah pada satah satu dari dua perkara: bisa jadi dalam
perkara-perkara agama dan ibadah, dengan demikian itu sebenamya akan
menunjukkan kebathilan agama mereka menurutPandangan Islam. Tidak
ada yang lebih berbahaya bagi umat selain daripada lemahnya, dalam
mengagungkanagamanya,danmerasabanggadengannya.Ataudalam
perkara tradisi dan sifat mereka yang lain. Dalam sikap sedemikian ini
terdapat kehinaan bagi sebuah umat dan kenistaan bagi para individunya.,A7 Oleh sebab itu, jika eksistensi umat jauh dari yang sedemikian itu
adalah unsur terbesar bagi penegakan wibawanya' memunculkan izzah
bagi para individunya di hadapan bangsa lain yang menjadi musuhnya.
H ikmahll/. s esungguhnya Perbuatan-perbuatan orang-orang kafir
dengan berbagai ketompoknya, tidak lepas dari kekurangan dan kerusakan.
Bahkan kekurangan menjadi keharusan yang mengikat bagi perbuatanperbuatan mereka itu. Meninggalkan bertasyabbuh kepada perbuatanperbuatan mereka adalah suatu keadaan yang sebenarnya adalah keselamatan dari apa-apa yang lekat dengan perbuatan-perbuatan mereka berupa kekurangan dan kerusakan.
Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, 'Tak ada dalam perkaraperkara mereka melainkan perbuatan itu membahayakan atau kurang.
Karena apa-apa yang ada di tangan mereka berupa berbagai macam
perbuatan yang bersifat bid'ah atau telah dihapus dan lain sebagainya
adalah membahayakan. Dan aPa-aPa yang ada di tangan merelra -)'ang
tidak dihapus dasamya- telah mengalami tambahan dan Pengurangan'
Maka bersikap beda dengan mereka dalam halitu melaluidisyariatkannya
apa-apa yang membawa kepada kesempumaan. Tidakpemah terbayang
sama sekalibahwa perkara-perkara mereka itu sempuma. Bersikap beda
dengan mereka dalam segala perkara mereka mengandung manfaat dan
kebaikan bagi kita, hingga pada setiap aPa yang selalu mereka Pegangteguh berupa ketekunan dalam urusan dunia mereka, kadang berbahap
bagi urusan akhirat, atau bagi sesuahr yang lebih penting dalam urusan
dunia. Silop berbeda dengan mereka itu adalah kebaikan bagikita
6H ikmah M. Sesun gguhnya dalam meninggalkan tasyabbuh kepada
orang-orang kafir adalah wujud nyata dari makna pemutusan din (bara)
dari mereka dan kemarahan kepada mereka karena Nlah Ta'ala. Karena
dengan demikian itulah jiwa mereka akan menjadi terpecah, hati mereka
akan melemah, berbeda dengan apa yang ditimbulkan oleh tasyabbuh
kepada merekayang bisa memperkokoh jiwa mereka, menjadikan mereka
berbahagia dengan keadaan sedemikian itu dan akan mendorong mereka
untuk terus dengan kebathilan mereka. Sedangkan syariat Islam yang
datang dengan prinsip memusuhidan anti dari orang-orang kafir sekalipun
mereka adalah saudara-saudara atau kerabat. Datang dengan memperkokoh hukum ini sebagaimana tercermin didalam rincian hukum-hukumnya di mana selalu menanamkan akidah ini didalam jiwa kaum Muslimin
dan memutuskan jalan menuju orang-orang kafir yang zalim.
Hikmah V. Sesungguhnya larangan bertasyabbuh kepada orangorang kafir selalu menuju kepada upaya merealisir tujuan syariat, yaitu
membedakan orang-orang kafir dari orang-orang lslam agar dikenali.
Apalagi mereka memiliki perbuatan-perbuatan, pakaian-pakaian, dan
tradisi-tradisi khusus.
Sehingga urusan mereka tidak bercampur-aduk dengan urusan
semua manusia sehingga orang tertipu oleh mereka karena tidak mengenal
mereka. Agar tidak ada kesempatan bagi mereka untuk menyebarkan
racun mereka karena hilangnya apa-apa yang membedakan mereka dari
kaum Muslimin dan apa-apa yang membantu untuk mengabadikan pembatas psikologis antara mereka dengan kaum Muslimin.
Hlkmah Pelaran$an Bertasryabbuh kepada Ahll Bld'ah
Meninggalkan tindakan bertasyabbuh kepada ahli bid'ah pada
dasarnya adalah semacam pemberian pendidikan dan suatu bentuk
bagaimana seseorang mengumumkan keingkarannya kepada aPa-aPa
yang mereka lakukan berupa bid'ah. Juga merupakan sarana untuk
menunjukkan mereka dengan bid'ah yang mereka lakukan sehingga
mereka dikenaldan meninggalkan aPa-aPayang mereka lakukan. Sikap
yang sedemikian ini adalah tradisiyang selalu dilakukan oleh orang salaf
(terdahulu) di dalam cara mereka bergaul.e Oleh sebab itulah, orang
salaf metarang berbagai halyang pada asalnya mas5ml' yang kemudian
menjadi syiar bagi ahli bid'ah, seperti meninggikan kuburan dengan bentuk
empat persegi panjang lalu meratakannya,ast tidak setuju dengan
mengusap stiwel (sepatu)a'2 dan lain sebagainya.
Dengan meninggatkan perbuatan-perbuatan yang khusus dilakukan
oleh ahlibid'ah, sebenamya adalah pemeliharaan harga diri dari anggaPan
orang lain bahwa dirinya adalah kawan mereka ahli bid'ah. Abu Abdullah
Al-Muqri berkata, "Dengan menjaga harga diri, maka didaJamnya terdapat
semangat berdiri bersama ahli al-haq (kebenaran) dan jauh dari ahli
kebathilan. Oleh sebab itu, kelompok dari mazhab Maliki berkata, 'Bagi
orang yang memiliki keutamaan keutamaan seharusnya tidak menyalatkan
jenazah orang-orang yang secara terang-terangan melakukan bid'ah.
Ungkapan ini adalah kaidah syariah yang sangat diketahui'.H I kmah Pelaran gan Bertasryabbu h kepada Oran g Fasl k
Sesungguhnya orang fasikyang selalu melakukan kemaksiatan dan
mereka dikenal karena perbuatannya itu. Tiada lain, mereka itu adalah
kaum Muslimin yang kurang yang dibiarkan dan tidak bisa diikuti dan
tidak pula diutamakan. Mereka tidak bisa diterima persaksiannya hingga
berlepas dari apa-apa yang selalu mereka perbuat dan meningkat mencapai suatu tingkatan yang dikehendaki oleh lslam. Jika tidak, pada
prinsipnya mereka akan tetap pada daerah 'kurang'dan akan diperlakukan
dengan cara yang memberikan kepada mereka perasaan bahwa mereka
adalah orang-orang yang kurang dan tidak semPurna.
Sesungguhnya Islam melarang bertasyabbuh kepada orang fasik
karena dua hal:
1. Berkaitan dengan orang fasik itu sendiri. Dengan melarang kaum
Muslimin dari perbuatan bertaqpbbuh kepada orang fasikadalah sama
dengan menahan dari adanya pengaruh dari mereka dalam jiwa kaum
Muslimin itu sendiri dan memberikan peringatan keras dari aPa-aPa
yang selalu mereka lakukan berupa kefasikan.
2. Karena tasyabbuh kepada orang fasik terkadang menjurus kepada
tasyabbuh kepada kefasikan dan melupakan keagungan Allah Ta'ala
ketika melakukan kemaksiatan. Jadi bertasyabbuh kepada mereka
bagaimanapun sangat dilarang. Nlah Ta'ala berfirman,
" Allah tidak memberi peunjuk kepada orang-orang yang fasik." (AlMaidah: 108)
Maka orang yang bertasyabbuh kepada orang fasik akan menghadapi resiko dijauhkan dari petunjukAllah Ta'ala.Apalagiyang lebih buruk
daripada musibah yang sedemikian rupa? Nlah Ta'ala berfirman,
" Dan(ingatlah) ketika Kami berfirman kepadapara malaikat, 'Suiudlah
kamu kepada Adam', maka sujudlah mereka, kecuali lblis. Dia adalah
dari golongan jin, maka ia mendurhakai perinah Tuhannya. Parutkah
kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagaipemimpin selain
daripada-Ku, seding mereka adalah musuhmu? Amat buruklah lblis
iru sebagai pengganti (Allah\ fugi orang-orang yang zalim." (Al-Kahfi:
s0)
Firman-Nya, "maka ia mendurhakai perintah Ti.rhannya" berarti
keluar dari perintah-Nya dengan tidak taat dan tidak tunduk kepada
perintah-Nya. Maka syetanlah makhluk yang pertama-tama fasik. Siapa
saja yang fasik, syetan adalah imam dan suri teladannya.e Dalam ayat
itu sarat dengan hinaan bagi orang-orang yang mengangkat orang fasik
dan para pengikutnya yang fasik pula sebagai para pemimpinnya.
Barangsiapa yang mengangkat mereka sebagai para pemimpin, maka
ia akan bertasyabbuh dan mengikuti mereka.
?-tt*"t
Hlkmah Pelaranoan Bettasyabbuh
ba0! Hla kepada wirnlta dan Wanlta kepada Prla
Allah la'ala telah menciptakan pria dan wanita. Allah lahla juga
menjadikan bagi masing-masing mereka tabiat-tabiat dan keistimewaankeistimewaan yang sesuai dengan kondisi masing-masing dan tidak akan
sesuai untuk orang dengan jenis kelamin yang berbeda. Sebagaimana
sesuatu yang tidak akan sesuai jika diletak*an bukan pada tempatnya. Di
antaranya Allah la'ala telah menciptakan bagi masing-masing kaum pria
dan kaum wanita keistimewaan-keistimewaan dan tabiat-tabiat dalam
bentuk penciptaan masing-masing. Bahkan keistimewaan-keistimewaan
yang bersifat kejiwaan akan selalu berbeda dari satu orang kepada orang
yang lain. Dan upaya untuk mengadakan perubahan pada semua itu
adalah sama dengan uPaya mengadakan perubahan terhadap fitrah yang
telah baku yang diciptakan untuk masing-masing dari kedua jenis manusia
itu. Oleh sebab itu, syariat datang dengan membawa laknat atas siapa
saja dari kaum pria dan kaum wanita yang melakukan tasyabbuh kepada
yang lain.
Di antara tujuan syariat dengan larangan tersebut adalah untuk
menunjukkan perbedaan antara pria dan wanita, sebagaimana hikmah
dalam hal itu adalah memutuskan jalan yang menuju aPa-aPa yang
diakibatkan oleh hal tersebut berupa berbagai kerusakan besar yang berkenaan dengan perkara agama atau dunia. Al-Ghazi berkata, Uika salah
seorang dari keduanya melakukan sedikit dari dari hal-hal di atas, akan
mendorong kepada perbuatan yang lebih besar sehingga hal itu menjadi
sebab orang terdorong melakukan berbagaidosa besar. Jika seorang pria
mengenakan pakaian dari sutra murni, atau sebagian besar bahan
pakaiannya adalah sutra, dan dijahit menyerupai pakaian wanita, diikuti
dengan rambutnya yang dianyam menyerupai gaya seorang wanita,
mengolesitubuhnya dengan parfum mahal, bergaya seperti perempuan
dalam berbicara, bergerak, bisa jadiyang demikian itu akan menyebabkan
kepada timbulnya perbuatan keji. Demikian yang menjadi perilaku para
banci di zaman ini.a55 Demikian pula seorang wanita, jika suka menyerupai
pria dalam hal pakaian, penampilan, gaya berbicara, dan perilaku, bisa
jadi dengan kondisi sedemikian ini akan menimbulkan dorongan untuk
keluar ke tengah-tengah kaum pria. Dan karena itu akan memunculkan
berbagai perkara yang sangat buruk."as
?*l"U*,, S
Hlkmah Pelarangan Bertasyabbuh kepada Orang Badul
Ketika masyarakat badui adalah orang yang paling dekat kepada
kebodohan dan kurang ilmu dibanding masyarakat perkotaan di mana
banyak ilmu dan para ulama di sana dan diketahui bahwa orang badui
sering memiliki suatu perkara yang tidak dimiliki oleh selain mereka,
sehingga dalam perkara syariat atau keutamaan, sering pula bertentangan
dengan kondisiyang benar atau sempurna.aT Oleh sebab itulah sunnah
datang dengan memberikan isyarat kepada hinaan bagi apa-apa yang
hanya dimiliki oleh kaum badui itu dan melarang bertasyabbuh kepada
mereka.syaiktrul lslam tbnu Taimiyah berkata, "sesungguhnya pelarangan
bertasyabbuh kepada orang-orang badui dan non-Arab -sekalipun dengan
adanya berbagai keutamaan di kalangan mereka dan tiadanya Penghargaan atas nasab dan tempat mereka- didasarkan pada prinsip, yakni
NlahTa'ala menjadikan syarat kesempurnaan orang yang tinggal di kota
dalam aspek ilmu, agama, dan kelembutan hati yang tidak ada pada
para penghuni daerah pedalaman. sebagaimana daerah pedalaman mendukung tumbuhnya kebugaran fisik, mental, dan kekuatan; ungkapan di
mana tidak didapatkan di kota. lnilah prinsiPnya ...."458
setetah itu, beliau Rah imahullahmelanjutkan dengan menyebutkan
dalil-dalil syar'i yang memperkokoh prinsip tersebut.as Dan sesungguhnya
dengan datangnya perintah-perintah meninggalkan Perbuatan tasyabbuh
kepada orang-orang yang laurang ilmu sedemikian itu adalah merupakan
bentuk upaya penjagaan setiap Muslim agar tidak terjerumus dalam suatu
kesatahan, lubang jebakanyang merupakan suatu keburukanyang hanya
milik mereka saja pada umumnya. Juga sebagai bentuk uPaya memelihara aspek kesempurnaan dalam pembicaraan seorang Muslim dan
semua perbuatannYa.
?-l,U*,0
Hlkmah Pelarangan Bertasyabbuh lcpada f enls Blnatang
Allah la'ala telah memuliakan manusia dan memposisikannya pada
tempat yang sangat tinggi. Sebagaimana firman-Nya Ta'ala,
* Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kani beri mereka rezeki dari
yang baik-bak dan Kami tebihkan nretel<a dengan kelebihan ying empwna aas kebanyakan makhluk yang telah Kami cipakan " (Al-Isra:
70)
Tirrunnya seorang manusia dari manzilah sedemikian inioleh dirinya
sendiri sebenamya adalah turun menuju kepada suatu kekurangan, kehi-naan, dan menjauhkan diridari upayaAllah memuliakan dirinya. Diantara
bentuk-bentuk sikap seperti itu adalah sikap tasyabbuh mereka kepada
berbagai makhluk yang memiliki berbagai kekurangan, yaitu semua
binatang yang tidak berakal. Yang diciptakan oleh Allah sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir yang sangat keras kepala karena mereka
suka bertasyabbuh kepada semuanya itu dalam berbagai bentuk kesesatan dan ketiadaan ilmu padanya.
* Dan sesungguhnya Kamijadilan unruk isi neraka lahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, teapi fidak dipergunakannya untuk memahami(ayat-ayat Allah) dan mereka
mata (tctap) tidak dipergunakannya unuk melihat(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan nrercka mempunyai tclinga(teapfl fidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allal). Mercka iru *pni binatang
ternak, baltkan mercIca lebih resat lagi. Mereka itulah orung-onng
yang lalai." (Al-A'raf: 179)
Di antara hikmah larangan yang lain adalah bahwa sesungguhnya
tasyabbuh yang dilalukan manusia kepada binatang adalah suatu perbuatan yang tidak layak untuk dirinya ditinjau dari prinsipnya. Syaikhul
lslam berkata, "... Semua perkara yang menjadi kekhususan semua
binatang tidak boleh bagi manusia untuk bertasyabbuh kepada binatangbinatang itu dalam perkara-perkara tersebut, sekalipun dengan cara yang
terbaikdan dengan segala sikap paling hati-hati. Yang demihan itu, karena
antara manusia dan binatang ada suatu kadaryang menjadikan keduanya
sama dan ada pula suatu kadar yang menjadikan keduanya sangat berbeda. Hal-halyang menjadimilikkeduanya adalah makan, minum, kawin,
bersuara, bergerak yang dibarengi dengan sifat yang menjadikannya khusus sehingga ketika pada manusia semua itu menjadi memiliki hukumhukum yang menjadikannya khusus untuknya. Tidak ada hak baginya
untuk bertasyabbuh kepada segala apa yang dilakukan oleh binatang.
Segala perkara yang khusus bagi manusia adalah lebih utama yang sesungguhnya tidak menjadi milik bersama antara manusia dan binatang.
Akan tetapi, dalam perbuatan-perbuatan itu ada sifat-sifat yang saling
menyerupai dari aspek tertentu. Aspek yang menjadi hak bersama pada
hakikatnya adalah yang ada di dalam pemikiran, dan bukan di luar. Jika
demikian halnya, AllahTa'ala telah menjadikan manusia pada hakikatnya
sangat berbeda dengan binatang, dan menjadikan kesempurnaan dan6kebaikannya yang ada dalam berbagai perkara yang sesuai dengan
mereka. Dalam semua itu sama sekali tidak diserupai oleh binatang. Dan
merubah ciptaan Allah adalah suatu upaya yang termasuk di dalam
kerusakan fitrah dan syariat, dan yang demikian itu haram hukumnya."
larangan Memaniangkan Kuku sepelti Kuku-kuku BurunQ
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Hukum Memotong Kukul
Memotong kuku pada dasamya adalah sunnah. Halitu karena sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
toc, I c / -/ t .t, :U-.$, orb..dl
'Fitrah itu ada lima macam: khitan, mencukur habis bulu =tiltji, kemaluan,
mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memendekkan kumis'"z
Juga karena beberapa hadits yang lain.An-Nawawi berkata, "Sedangkan menyangkut memotong kuku telah
disepakati bahwa hukumnya adalah sunnah."3 Dalilnya adalah Apa yang
telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, dariAbu washil,
ia berkata, 'Aku telah bertemu dengan Abu Ayyrb Al-Anshari. la berjabat
tangan denganku sehingga menyaksikan kuku-kukuku yang telah memanjang." Maka, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
&. .Ar;uk i;wiLi;" h,.Ar f * €--ij:u"
i"hr:,i,srj'i.t=.)rt s+
'Satah seorang dari kalian branya tcntang berita tangit seaang*an ai
membiarkan kukunya menjadi seperti kuku-kuku burung, berkumpul
di dalannya junuA
, najif , dan kotoraff ."7
Dalam hadits ini terdapat celaan karena keberadaan kuku yang serupa dengan kuku burung dan bertasyabbuh kepadanya dalam memanjangkannya. Sebagaimana terasa pula ketika Rasulullah Sha llallahuAlaihi
wa sallam mengetengahkan suatu alasan atas larangan akan hal itu
dengan adanya berbagai kotoran yang berkumpul di bawahnya, dan
demikian ini tidak terjadi kecuali karena panjangnya.
Larangan akan keberadaan kuku yang panjang-panjang sedemikian
itu menjadi faktor pendorong bagi adanya apa-apa yang dikandung berupa
berbagai kerusakan, seperti berkumpulnya najis di bawahnya, dan akan
menjadi pembatas sampainya air ke kulit, selain keadaan seperti itu adalah
pemandangan dan gaya yang sangat buruk.
B. Keadaan Fanjangnya Kuku dan Hukum setiap Keadaan
Panjangnya kuku ada dua keadaan:
Pertama. Panjangnya keluar dari kebiasaan Secara nyata. Jika kuku
itu panjang sedemikian rupa, akan berkumpul di bawahnya berbagai
kotoran yang akan menghatangi tercapainya tujuan thaharah. Para ulama
berkenaan dengan hukum memotongnya terbagimenjadi dua mazhab:
a. Wajib memotongnya demisahnya thaharah.sYang demikian itu karena
hal-hal sebagai berikut:
1. Karena kuku merupakan bagian dari tangan yang bisa terselip
sesuatu yang bukan ciptaan aslinya dapat menghalangi air sampai
padanya,padahalsangatmemungkinkanmenyampaikanairpada
bagian tersebut dan tidak ada bahaya aPa-aPadengannya. Dengan
demikian, sama halnya tangan yang terdapat lilin atau lainnya.e
2. Kuku akan dikiaskan kepada kotoran jika terkena pada bagian
badan yang wajib dihilangkan. Demikian pula dalam hal ini, najis
tidak bisa dimaafkan. Akan tetapi, wajib dihilangkan'10
b. Tidak wajib memotongnya dan semua yang ada di bawahnya dimaafkan.rr Yang demikian itu karena hal-halsebagaiberikut:
1. Mereka berkata, uika kesucian orang-orang yang di bawah kukunya
terdapat kotoran tidak tercapai, tentu hal itu diterangkan oleh
Rasulullah s hallallahu Ataihi wa kllam danbeliau tidak melakukannya. Telah baku dari beliau dengan sabdanya,
&?, :* ; € :Li'g : \*'db u')r';r il rt ra-'i't ;.c
, Bagaimana aku bisa lupa? sedangkan kalian datang kepadaku dengan
gigi yang menguninglz dan dengan kotorai3 yang meneap di anara
kuku dan daging ujungiari.'
Dalam kasus ini Rasulullah Shallallahu Alaihi usa Sallam hanya
mengingkari bau mereka dan tidak menjelaskan batalnya thaharah
yang telah mereka lakukan. Dan mengakhirkan penjelasan dari
waktu diperlukan adalah tindakan yang tidak diperbolehkan.r5
2. Karena kuku itu hanyalah menutupi sebagian tangan yang sama
kondisinya sebagaimana rambut menutupi bagian wajah.t6
3. Tindakan yang sedemikian ini termasuk tindakan yang dimaafkan
karena adanya kebutuhan.rT
Yang jelas -WallahuAllam- wajib memotong kuku jika diketahuidi
bawahnya terdapat apa-apayang menghalangiair karena sangat kuatnya
dalil-dalilyang diketengahkan oleh mereka yang bermazhab demikian itu.
Juga karena penegasan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenai
masalah tersebut, seperti ketika beliau mengingkaritindakan yang dilakukan oleh Abu Ayyrb yang membiarkan kukunya menjadi seperti kuku
burungrs dengan alasan karena menjadi tempat bertumpuknya junub,
najis, dan kotoran di bawahnya.
Dalil-dalilyang disebutkan kelompok kedua dapat dibantah bahwa
keingkaran Nabi Shal/allahu Alaihi wa Sallam mengandung makna
larangan. Para shahabat memahami pembicaraan Nabi S hallallahu Alaihi
wa Sallam dan mengetahui maksudnya dengan isyarat atau keadaan
paling sederhana sekalipun bahwa kuku panjang tidak menjamin sahnya
thaharah dalam keadaan seperti itu. Bahkan, dimungkinkan tidak sah.
Apa-apa yang disebutkan berupa kias kepada rambut adalah kias
yang terlalu jauh. Apa-apa yang ditutupi rambut, menurut nash tidak perlu
dibasuh. Sedangkan memotong kuku sunnah hukumnya dan ujung-ujung
jari wajib dibasuh, maka dengan demikian antara keduanya sangat jauh
berbeda.Sedangkanpendapatnyabahwademikianitutermasukyangdi.
maafkan karena adanya kebutuhan. Maka, yang paling jelas bahwa sama
sekali tidak sulit bagi semua manusia melakukan pemotongan kuku mereka
jika keadaan ketika panjang menjadi kotor, bahkan yang demikian itu menjadikebutuhan fitrah mereka. Adapun bagian yang memang bisa ditolerir
karena adanya kebutuhan adalah ujung kuku yang pendek memang sulit
untuk dipotong. Dan seperti initentu tidak menghalangi sampainya air'
Kedua.Agar panjangnya tidak melebihi dari biasanya, tetapi kotoran
yang ada di bawahnya tidak menghalangi sampainya air' sunnahnya dalam
keadaan sedemikian itu adalah memotongnya sebagaimana telah disebutkan dan bukan wajib. Thaharah tetap sah dengan keadaan sedemikian
itu. Karena yang demikian itu sedikit dan sepele dan tidak menjadi Penghalang samPainYa air.
?-l"lr*,,2
laran$an Menjauhi Makan Bersamawanita(lst]l) Hatd dan
Menemanlnya dl Rumah sebagatmana Dllakukan orangorang
Yahudl
Tetahmenjadikebiasaanorang-orangYahudimengasingkanpara
wanita haid dalam segala hal. Mereka tidak ditemani, tidak diajak makan
bersama, tidak ditemani dan tidak diizinkan tinggal di dalam rumah'
Sehingga perlakuan ini menjadi kekhususan dalam adat mereka' Datanglah Islam yang bersikap menentang pertakuan sedemikian itu. Dan hanya
cukupdenganmeninggalkanhubungankelamindenganwanitahaid
karenaakanmenimbulkankerusakanyangnyatadalamperbuatanitu.
sedangkan selain yang satu itu sangatlah berbeda dengan perkara yang
ada di kalangan orang-orang Yahudi'
Di antara penjelasan tentang hal itu adalah yang muncul dariAnas
bin Malik Radhigallahu,\nhu, ia berkata,Orang-orang yahudi in, jika ,ru ii'uroo ."rr* t"rarprt **ro
yang haid, mereka tidak mengajalaya makan bersama dan tidak furkumpul dengannya di dalam rumah. Maka para shahabat Nabi shallallahu Alaihi wa sallam bertanya kepada Nabi shallallahu Alaihi wa
sallam sehingga Allah ra'ala menurunkan ayat, 'Mereka beranya
kepadamu tentang haid. Kaakantah, 'Haid iru adalah kotoran.' oleh
sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabita
mereka telah suci, maka campurilah mereka iru di tempatyang diperinahkan Allah kepadamu. sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri'(AlBaqarah: 222). Maka Rasulultah shaltaltahu Alaihi wa sallam bersabda, 'Lakukan segala sesuatu kecuali bersetubuh.'sampailah brita
iru kepada o*ng-orung Yahudi. Maka mereka berkata, ,Apa yang di_
inginkan orang ini untuk meninggalkan perkara-perkara yang ada pada
kami, melainkan bersikap beda dengan kami.' Maka datangtah Usaid
bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr kepada Nabi shallaltahu Alaihi wa
sallam seraya brkata, 'wahai Rasulultah! sesungguhnya orang-orirng
Yahudi brkaa demikian dan demikian, apakah kita tidak menyerubuhi
mereka (para istri haid)?' seketika itu berubahtah wajah Rasulultah
shallallahu Alaihi wa sallam hingga kami mengira bahwa beliau marah
kepada keduanya. Keduanya pun keruar, maka sepeninggal keduanya
daanglah hadiah berupa susu kepada Nabi. Maka diutustah kepadakedua orang itu sepeninggal keduanya untuk memberi keduanya minum.
Maka keduanya mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu Alaihi wa
Sallam tidak marah kepada keduanya'"te
Ath-Thabari juga meriwayatkan dari Qatadah tentang tafsir ayat
,, merelea b ertany a kep adamu tentang haid . .. .' (Al- Baqa rah : 222), ia b e rkata, .,Bahwa ahli jahiliyah tidak pemah mempersilahkan wanita haid untuk
tinggaldalamrumah.Jugatidakmakanbersamamerekadalamsatu
wadah." Maka, NlahTa'alamenurunkan ayat berkenaan dengan perlora
itu. Allah mengharamkan kemaluannya selama masih dalam keadaan
haid dan menghalalkan selain itu seperti menyemir rambut, makan bersama dalam wadah milik Anda, tidur bersama di atas kasur milik Anda
asal di atas tubuhnya diletakkan sarung untuk membatasinya dari Anda'2o
Jelas sekali bahwa orang-orang jahiliyah dari bangsa Arab dalam
hal itu bedalan mengikuti tradisi orang-orang Yahudi sebagaimana dijelaskan di dalam hadits Anas diatas. Al-Qurthubi2r berkenaan dengan Pertanyaan yang dimuat dalam ayat di atas berkata, "Qatadah dan lain-lain
berkata, .sungguh, orang-orang fuab diMadinah dan sekitamya, mereka
telah mengambil sunnah dari bani Israil berkaitan dengan keengganan
makan dan tinggal bersama wanita haid, maka turunlah alat ini""z
Di antara hal-hal yang menunjukkan kesempumaan syariat Islam
ahamdutiltah- kemunculannya sebagai penengah antara kelompok
sesat dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Maka lslam memuliakan
wanita dengan cara yang paling sesuai dalam segala hal. Di antaranya
adalah tidak mengasingkannya ketika sedang haid, apalagi peristiwa haid
itu adalah perkara yang tidak ada alasan dalam kemunculannya. Akan
tetapi, merupakan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah bagi semua
putri Hawa yang dibarengi dengan larangan bersetubuh ketika ia dalam
keadaan haid karena bisa mendatangkan penyakit. Al-Qurthubi mengata
kan, "Para ulama kita berkata, 'Orang-orang Yahudi dan orang-orang
Majusi menjauhi wanita jika sedang haid. Orang-orang Nasrani tetap
menyetubuhi wanita haid. Maka, Allah memerintahkan untuk menjadi
penengah antara keduanya'."2r
Di antara hadits ya ng muncul dari Nabi Sha llallahu Alaihi un *llam
berupa perbuatan yang beliau lakukan yang menunjukkan pertentangannya
dengan jalan orang-orang Yahudi dalam bab ini adalah hadits yang datang
dari Orwah bahwa ia berkata,
" Aisyah mengabarlran kepada lcami senya brkaa, 'Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam mendekatkan kepalanya kepadaku ketika aku berada
di dalam kamarku, maka aku mengatur dan membersihkan rambut
kepalda beliau sedangkan aku dalam keadaan haid'.'2s
Ju ga hadits yan g muncul d ari Aisyah Radhigallahu Anha, ia berkata,
tlrr:,';i'&
t-a..1. ! .c z'.
O -*l S Lv) ).L*
e y'r tc ;6'4,dr lrvl i,b.,
;, iuU ,Ut lrvl i ,C.* c:t i'rl
d 6:, Li, A\qr,- 1r J;, os :Uu ,1It'^*.a G?i
,;:G*rei .,y;!u,G:;L
, o? q.rv
* Suatu ketika aku sedang minum semasa aku sedang haid. Lalu kuberikan kepada Nabi. Maka beliau menempakan mulufrrya di atas tempat
muluku, lalu beliau meminumnya. Dan aku memakan sisa daging yang
masih melekat pada tulanglo ketika aku sedang haid. Lalu kuberikan
kepada Nabi. Maka beliau menempatkan mulutuya di atas tempat mulutklu
Dengan apa-apa yang telah dijelaskan di atas, jelaslah bahwa Penghindaran yang disengaja menurut syariat sebagaimana pula yang dimaksudkan oleh ayat adalah penghindaran darijima' dan bukan yang lainnya'
Sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh sunnah. Asy-Syaf i berkata,
'Ayat itu relatif, maka menjauhi mereka bisa berarti menjauhi seluruh
badannya. sedangkan sunnah Rasulullah statlallahu Alaihi wa sallam
menunjukkan kepada menjauhi aPa yang ada 'di bawah sarung'nya saja
(jima') dan boleh semua hal selain yang satu itu''28
seluruh umat sepakat bahwa boleh makan bersama, saling membantu, dan sebagainya, selain jima'.2e Siapa saja menjauhi wanita haid
sebagaimana orang-orang Yahudi menjauhinya dengan niat untuk berbuat
demikian, maka keadaannya tidak terlepas dari sebab ketidaktahuannya,
sebagaimana disepakati oleh para shahabat, ia harus diberi pelajaran
tentang itu. Atau ia bukan tidaktahu, maka dalam kondisi iniperbuatannya
itu haram hulanmnya karena menyeruPaiorang-orang Yahudidan orangorang Majusi. selain itu sikap demikian bisa menyakiti seorang wanita
dan melukaiperasaannya dengan tanPa haq, dan ini sangatlah terlarang'
Mengutamakan Mengusap Baglan atas Sepatu darlpada Mencucl Kedua l(akl untukMembedakan Dlrl dengan Ahll Bld,ah
Pembahasan ini mencakup dua subbahasan:
A. Sekitar Kemasgrru'an Mengusap Bagian atas Sepatu
Mengusap bagian atas sepatu adalah perkara masyru'sebagaimana
ditegaskan dalam sabda beliau yang benar-benar datang dari beliau. Juga
apa-apa yang telah baku dari perbuatan beliau. Di antaranya adalah:
Hadits Al-Mughirah bin Syu'bah, di dalamnya disebutkan,
"Bahwa ia bepergian bersama Rasulullah Shallattahu Alaihi wa Saltam
hingga Nabi shallallahu Alaihi wa sallam masuk ke suatu lembah untuk
menunaikan hajatnya. Lalu beliau keluar darinya dan dihadapkan air
oleh seseorang. Maka, beliau berwudhu dan mengusap bagian atas
permukaan kedua sepatunya. Lalu kukaakan, ,Wahai Nabi Allah,
engkau telah lupa. Engkau belum melepas kedua sepatu., Maka beliau
fursabda, 'Sama sekali tidak. Akan tetapi, engkaulah yang lupa.'
Mengenai perkara ini, Rabbku Azza wa ralla tetah memerintahlcan
kepadaku
DariAl-Mughirah bin syu'bah, ia berkata, "suatu malam aku bersam a Nabi Shaltaltahu Alaihi wa Sallam dalam suatu Perialanan' Beliau
bersabda kepadaku,
; ,stti e # ,*tr'*i"'e "i tiY:t;i
'u aL ^)Li ^<-j'"f-a 1t\i'a 4L *;iii* d .,yt,j;
i G"i ;L q'Y',)'c;; oi'ga;' ;t ':'r
1* * Li\ u3\i n,y;:rr;#'t yt'.'P,^ilit "e(
,r-)L'y-') ,i'tv qA;;i ;f *t
'Apakah engkau membawa air?' Maka kukatakan, 'Ya'' Maka beliau
runtn dari hewan tunggangannya talu be$alan hingga tertutup oleh gelaPnya malam. Kemudian beliau datang seraya kutuangkan kepada beliau
air dari beiana yang tcftuat dari kulit.3t Maka beliau mencuci muka,
dan ketika iru betiau mengenalan jubah dari wol. Beliau tidak bisa
mengeluarkan kedua lengannya dari dalamnya sehingga beliau mengeluarkan keduanya dari bawah jubah. Maka beliau mencuci kedua lengannyadanmengusapkepalanya.Kemudianakumenundukunukmenanggatkan kedua sepatunya, namun beliau bersabda, 'Biatkan keduanya, karena sesungguhnya aku memasukkan kedua (kaklnya ketika
dalam keadaan suci.' Maka beliau mengusap bagian atas keduanya'"n
Senada dengan hadits di atas adatah hadits Jarir bin Abdullah
Radhiyallahu Anhu, bahwa ia buang air kecil lalu berwudhu dengan
mengusaP bagian atas kedua sepatunya, maka dikatakan kepadanya'
..Engkau lakukan hal ini?" Ia berkata, "Ya, Benar. Aku telah melihat
Rasulullah shaltallahu Ataihi wa sallam buang air kecil lalu berwudhu
dengan mengusaP bagian atas kedua sePatunya
Ibrahim An-Nakha'i33 berkata, "Sungguh haditsJarir telah mengejutkan mereka karena ia masuk Islam setelah turunnya surat Al-Maidah."3a
Orang-orang yang membiasakannya sepakat dengan ijma atas
kemasyruannya3s dan tidak pernah ada perbedaan pendapat dalam perkara ini antara para tokoh umat dan para ulamanya.36 Hal itu adalah
bagian dari keringanan yang dijadikan sebagai kemudahan oleh Allah bagi
para hamba-Nya, tetapi bukan sesuatu yang wajib. sebagaimana hadits
Abdurrahman bin Abu Bakrah dari ayahnya dari Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam bahwa beliau memberikan keringanan bagi para musafir
selama tiga hari dengan malam-malamnya dan untuk orang mukim
selama sehari semalam jika keduanya bersuci dengan mengenakan kedua
sepatu, cukup dengan mengusaP di atas keduanya saja.3?
B. Mana yang lebih Afdhal bagi Orang yang Berrvudhu: Apakah
Mengrrsap atau Melepas Kedua Sepatunya' lalu Mencuci
Kedua Kakinya?
Pembahasan kasus ini tempatnya adalah ditengah-tengah kelompok umatyang mengatakan bahwa mengusap bagian atas sePatu adalah
perkara masyru" sebagaimana jelas kita ketahui. Adapun orang yang menentang dasar kemasyru'an mengusaP sePatu, maka pembahasan ini
tidaklah ditujukan pada mereka, karena memang Pada dasamya mereka
tidak berpendapat demikian, dan mereka itulah orang-orang ahli bid'ah.38
Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam masalah ini, beberapa
pendapat akan kita sebutkan di sini dengan dalil-dalilnya.
Pendapatl. Mengusap lebih utama daripada membasuh. Ini adalah
riwayat dari Ahmad$ yang merupakan mazhab jamaah para tabi'in.Dalil-dalil Pendapat lni:
1 . Sesung guhnya Nabi Shal/a llahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya selalu mencari yang afdhal. Maka munculnya 'mengusap' di
kalangan mereka menunjukkan bahwa mengusap adalah afdhal. Jika
tidak demikian, tentu mereka akan berpindah kepada membasuh.
2. Karena Nabi Shallallahu Alaihi usa Sallam bersabda,
'^rr);fti-'oit',-J-?nt o1
* Sesungguhnya Allah lebih menyukai jika n*nsnan-ru*nsnan-Nya
dikerjakan."al
Sedangkan mengusap adalah salah satu rukhshah dari berbagai
rukhshah yang diberikan. Sebagaimana dalam hadits Abdurrahman
bin Abu Bakah,4
*y* f $ 63;;i')t*t v!.i ti ; 4t ; r;
' Tidak pnah Nabi dibri hak memilih intan, dua hal melainkan bliau
memilih yaag lebih mudah di antara keduanya selama bukan dalam
perlcan dosa."
Yang lebih mudah adalah mengusap dan bukan membasuh.
3. Hadits Al-Mughirah bin Sytr'bah, ia berkata,
fa..1c!,r-,. Vl t' 4:tt -Pf e*t*\t,*Ute* ,y'df[ :Jv r',>iit,!t J'ir(,Ljj,* e'y)
",..a. ,, ,./'.,
,hs r pG.,.tt+:
'Suafii ketika aku brsama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam
suatu prjalanan. Maka Nabi membuang hajafrrya lalu brwudhu dan
mengusap bagian aas kdua *patunya. Akt brkaa, 'Wahai Rasulullah,
Apakah engkau lupa?'Beliau brsabda, 'fustu engkaulah yang lupa.
Demikian initah yang diperinAhkan Rabbku Yang Mahaperkasa dan
Mahaagung kePadaku'." a3
Perintah dalam hadits ini menunjukkan tingkat keutamaan dan
anjuran karena didukung dengan munculnya dalil-dalil yang sangat
jelas dalam perkara membasuh. sebagian ulamaa memenarjih pendapat ini, yaitu pengusapan tersebut tidak dilakukan secara kontinu'
4. Dalam perbuatan mengusaP terdapat unsur berbeda dengan ahli bid'ah
yang mengingkari sikap mengusap. sehingga mengusaP itu menjadi
syarat bagi ahli sunnah.a5
PendapatlL Membasuh lebih utama daripada mengusaP. Demikianlah pendapat jumhur para utama. Di antaranya jumhur Para pengikut
mazhab Malild dan mayoritas dari para pengikut mazhab syaf i.aT Yang
merupakan riwayat pada Ahmad€ dan dinisbatkan kepada omar bin AlKhaththab,as kepada Abu Ayyrb Al-Anshari.s Sebagian dari para pemegang pendapat inimemberikan syarat bahwa tidak mengusapnya itu bukan
disebabkan karena tidak suka dengan sunnah atau meragukannya. Jika
demikian, mengusap adalah sunnah bahkan bisa menjadiwajib.5t
Mereka yang berpegang dengan pendapat ini beralasan:
oYang menjadi keharusan dalam Kitab Allah adatah membasuh; sedangkan mengusap adalah rukhshah. Jadi, melakukan keharusan lebih
utama.52
oMembasuh adalah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah slattaltahu
Alaihi ua Sallam dalam kebanyakan kesempatan. Jadi, membasuh
lebih utama.s
oMembasuh adalah prinsip dasa[ ia lebih utama sepertiwudhu dibandingkan dengan tayammum. Jika di suatu perjalanan ada air yang dijual
dengan harga lebih dari harga semestinya, diperbolehkan bertayammum. Akan tetapi, jika membelinya dan berwudhu, hal demikian itu
lebih utama.a
Pendap at I I I. Keduanya sama dalam keutam aan. Pendapat demikian
adalah riwayat dari Ahmad.55
Pendapat /v. Didalam perkara initerdapat rincian. Mereka berkata,
"Yang paling utama pada masing-masing cara adalah yang paling sesuai
dengan kondisi kedua kaki. Yang paling utama bagi orang yang kedua
kakinya terbuka adalah membasuh keduanya, dia tidak perlu mengenakan
sepatu dengan mengusap di atasnya. Adapun jika seseorang mengenakan
sepatu maka yang paling utama adalah dengan mengusap di atas keduanya. Demikian ini adalah mazhab raqiuddin dari kalangan para pengikut
mazhab Hanbal
Dasar pendapat ini adalah kenyataan yang dilakukan oleh Rasulullah
shaltatlahu Ataihi wa sallam bahwa beliau membasuh kedua kakinya
jika keduanya terbuka, dan mengusap di atasnya jika keduanya di dalam
sepatu. Pendapat yang paling jelas adalah pendapat yang terakhir ini'
Yang demikian ini karena pendapat terakhir adalah pendapat yang
menggabungkan semua dalil. sedangkan apa-aPa yang disebutkan yang
berkaitan dengan memenuhi rukhshah dan mencari yang paling mudah
akan tenmrjud dengan mengusaP bagi orang yang mengenakan sepatu
dan dengan membasuh bagi orang yang tidak mengenakan sepatu'
sebagaimana kenyataan keadaan pada Nabi shallallahu Alaihi wa
sallam dan para shahabat mulia bahwa mereka tidak mengandalkan
pemakaian sePatu agar mereka bisa mengusap di atasnya' Akan tetapi'
mereka mengusap diatasnya karena sepatu itu sedang mereka kenakan.
Dengan demikian, tetah sempurna bagi seorang Muslim bahwa ia telah
.n"nlikuti Rasulullah S haltaltahu Alaihi wa futlam yangselalu melakukan
pembasuhan di kebanyakan kesempatan dan melakukan PengusPan
pada sedikit kesempatan yang lain. Sedangkan sikap anti ahlibid'ah yang
mana mereka mengingkari pengusapan hingga hal itu dianggap bagian
dari syiar mereka5T tercapai dengan mengusaP di atas kedua sePahr ketika
menjenakannya. Bukan syarat sikap anti dalam hal ini dengan tindakan
seseorang membebani diri dengan mengusap. Pembasuhan adalah baku
dengan dasar dalilyang muttak dan semua hamba terbebani dengan itu
pula, sebagaimana sikap berbeda juga tercapai dengan keyakinan boleh
mengus€tP sekalipun dengan ketiadaannya's
Jikaseseorangmengusapbagianatassepatuyangsedangdipakai
ketika telah terpenuhi syarat-syaratnya dan tidak menyengaja bemiat
melepaskannya untuk membasuh dua kaki, maka ia adalah orang yang
telah melaksanakan syiar ahli sunnah dan menjauhkan diri dari ahli bid'ah
dari kalangan Rawafidh dan selainnya
lalangan Bertasyabbuh kepada Orangorang KanI
Berkenaan dengan Befanatefana Merekase
Pembahasan ini mencakup tiga subbahasan:
A. Prinsip Dasar Hukum Beiana
Pada dasamya, menurut ijma, semua bejana adalah suci dan halal
untuk dipakai dan digunakan. Baik yang harganya mahal maupun tidak
mahal, kecuali emas dan perak.o Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat tentang sesuatu yang dipakai orang-orang kafir sebagai bejana
dan tidak dicuc