ia, dan bergabung bersamanya dalam pemberontakan melawan
Allah dan pemerintahan-Nya. Anak-anak Benyamin, yang tentang
mereka Musa telah berkata, kekasih TUHAN yang diam pada-Nya
dengan tenteram (Ul. 33:12), telah menjadi anak-anak Belial yang
begitu jahat, hingga seorang yang jujur tidak bisa tinggal dengan
aman di antara mereka. Yang menjadi korban yaitu orang Lewi
dan istrinya, dan orang yang baik hati itu yang telah menjamu
mereka. Kita yaitu orang asing di bumi, dan harus siap menda-
pat perlakuan yang asing. Dikatakan bahwa mereka sedang meng-
gembirakan hatinya saat masalah ini menimpa mereka (ay. 22).
Tidak ada yang salah dengan kegembiraan, namun ia mengajar-
kan kepada kita betapa tidak pastinya kelangsungan dari segala
penghiburan yang kita nikmati dari segala ciptaan. saat kita
sedang bersenang-senang dengan teman-teman kita, kita tidak
tahu seberapa dekat musuh-musuh kita. Atau, jika kita baik-baik
saja pada jam ini, belum tentu kita akan tetap baik-baik saja pada
jam berikutnya. Jika kegembiraan itu mengandung dosa dan
berlebihan, hendaklah itu menjadi peringatan bagi kita untuk
tetap menjaga diri kita dengan ketat,supaya kita tidak melewati
batas dalam menggunakan hal-hal yang diperbolehkan, atau di-
buat lupa diri oleh kegirangan kita hingga melakukan hal-hal
yang tidak pantas. Sebab kesukaan dapat berakhir dengan kedu-
kaan. Allah dapat segera mengubah alunan nada orang-orang
yang sedang menggembirakan hati mereka, mengubah tawa mere-
ka menjadi perkabungan dan sukacita mereka menjadi kedukaan.
Mari kita lihat kejahatan apa yang diperbuat oleh orang-orang
Benyamin itu.
1. Mereka mengadakan serangan yang kasar dan kurang ajar,
pada malam hari, di tempat tinggal seorang yang jujur, yang
tidak hanya hidup damai di antara mereka, namun juga meng-
urus rumah dengan baik dan menjadi berkat serta perhiasan
bagi kota mereka. Mereka mengepung rumah itu, dan, yang
membuat sangat ngeri orang-orang yang berada di dalamnya,
menggedor-gedor pintu dengan sekeras-kerasnya (ay. 22). Ru-
mah yaitu istana seseorang, di dalamnya ia merasa aman ten-
teram, dan, sebab itu, di mana ada hukum, di situ harus ada
perlindungan bagi rumahnya. Namun tidak ada raja di Israel
pada waktu itu untuk menjaga ketenteraman dan melindungi
orang-orang jujur dari para pelaku kekerasan.
2. Mereka memiliki kebencian khusus terhadap orang-orang
asing yang ada di tempat kediaman mereka, yang hanya meng-
inginkan tempat bermalam di antara mereka. Ini bertentangan
dengan hukum keramahtamahan, yang dijunjung tinggi oleh
semua bangsa beradab, dan yang dimohonkan oleh sang pemi-
lik rumah kepada mereka (ay. 23): sebab orang ini telah
masuk ke rumahku. Sungguh berjiwa hina dan keji mereka
yang tanpa segan menginjak-injak orang yang tidak berdaya,
yang dengan jahatnya memperlakukan orang terlebih sebab
ia orang asing, padahal mereka tidak tahu apa kejahatannya.
3. Mereka berencana, dengan cara yang teramat kotor dan keji,
yang sungguh ngeri dan jijik untuk dibayangkan, untuk mele-
cehkan orang Lewi itu, yang mungkin sudah mereka lihat
sebagai orang yang masih muda dan rupawan: Bawalah ke
luar orang itu,supaya kami pakai dia (KJV:supaya kami tanya-
kan siapa dia). Kalau bukan sebab jawaban sang pemilik
rumah, kita pasti sudah menyimpulkan bahwa mereka hanya
bermaksud menanyakan dari mana dia datang dan siapa dia.
Akan namun , sang pemilik rumah yang baik itu, yang paham
betul apa maksud mereka, melalui jawabannya membuat kita
tahu bahwa mereka bermaksud memuaskan hawa nafsu yang
paling tidak wajar dan lebih buruk daripada binatang, yang
secara tegas dilarang oleh hukum Musa, dan disebut sebagai
suatu kekejian (Im. 18:22). Orang-orang yang bersalah atas
kejahatan itu ditempatkan dalam Perjanjian Baru di antara
Kitab Hakim-hakim 19:22-30
para pendosa yang paling jahat dan keji (1Tim. 1:10), dan yang
tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (1Kor. 6:9).
Nah,
(1) Ini yaitu dosa Sodom, dan sebab itu disebut sodomi.
Laut Mati, yang merupakan tugu peringatan abadi akan
pembalasan Allah terhadap Sodom, sebab kecemarannya,
yaitu salah satu dari batas-batas wilayah Kanaan, dan
terletak tidak jauh dari Gibea. Dapat kita duga bahwa
orang-orang Gibea telah melihat Laut Mati berkali-kali,
namun mereka tidak mau belajar dari peringatan itu, namun
malah berbuat lebih buruk daripada Sodom (Yeh. 16:48),
dan berdosa dengan cara yang sama seperti yang telah
dibuat orang-orang Sodom itu. Siapa yang menyangka
(tanya Uskup Hall), bahwa kekejian yang luar biasa seperti
itu muncul dari keturunan Yakub? Bahkan orang-orang
kafir yang paling jahat pun tampaknya lebih seperti orang
kudus dibandingkan mereka. Apa gunanya mereka memi-
liki tabut Allah di Silo sementara Sodom ada di jalan-jalan
mereka. Apa gunanya hukum Allah pada jumbai-jumbai
pakaian mereka, sementara Iblis ada dalam hati mereka?
Tak ada yang lain selain neraka itu sendiri yang dapat
menghasilkan makhluk yang lebih jahat daripada seorang
Israel yang bejat.
(2) Ini merupakan hukuman atas penyembahan berhala mere-
ka, dosa yang paling menjadi candu bagi mereka melebihi
semua dosa lain. sebab mereka tidak merasa perlu me-
ngenal Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada
hawa nafsu yang keji ini, yang dengannya mereka meng-
hina diri mereka sendiri, sama seperti melalui penyembah-
an berhala mereka menghina Dia dan mengubah kemulia-
an-Nya menjadi kehinaan (Rm. 1:24, 28). Lihat dan ka-
gumilah kesabaran Allah dalam kejadian ini. Mengapa ana-
anak Belial ini tidak dibuat buta saja, seperti yang dialami
orang Sodom? Mengapa api dan belerang tidak dihujankan
dari langit ke atas kota mereka? Itu disebabkan Allah hen-
dak menyerahkan kepada Israel kehormatan untuk meng-
hukum orang-orang Benyamin itu dengan pedang, dan
hendak menyimpan penghukuman-Nya sendiri atas mereka
untuk masa yang akan datang, yang di dalamnya orang-
orang yang mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar
akan menanggung siksaan api kekal (Yud. 1:7).
4. Mereka menutup telinga terhadap teguran-teguran dan pen-
jelasan sang pemilik rumah yang baik itu, yang, seperti dapat
kita duga, sebab sudah mengenal baik kisah Lot dan orang-
orang Sodom, menetapkan hati untuk meneladani perbuatan
Lot (ay. 23-24). Bandingkan dengan Kejadian 19:6-8. Ia keluar
menemui mereka seperti yang dilakukan Lot, berbicara baik-
baik kepada mereka, menyebut mereka sebagai saudara-
saudara, dan memohon kepada mereka untuk menghentikan
perbuatan mereka. Ia memohon agar tamu-tamunya dilindungi
di dalam rumahnya, dan menjelaskan kepada mereka betapa
jahatnya apa yang hendak mereka lakukan itu: “Janganlah
berbuat sedemikian jahat, sangat jahat seperti itu.” Dia me-
nyebut perbuatan itu sebagai kebodohan dan kekejian (KJV).
Akan namun , dalam satu hal dia terlalu jauh mengikuti per-
buatan Lot, seperti halnya kita dalam mencontoh orang baik,
cenderung mengikuti mereka bahkan dalam langkah-langkah
mereka yang salah, dengan menawarkan kepada mereka anak
perempuannya untuk diperlakukan sesuka hati mereka. Ia
tidak memiliki kuasa untuk melacurkan anak perempuan-
nya seperti itu, dan juga tidak boleh melakukan kejahatan ini
susaha kebaikan dapat timbul. namun usulan jahatnya ini
dapat dimaklumi sebagian, sebab ia sungguh merasa kalut
dan ngeri, khawatir akan keselamatan tamu-tamunya. Juga, ia
terlalu menuruti apa yang dilakukan Lot dalam perkara
serupa, dan tidak melihat para malaikat yang ada di dekatnya
menegurnya atas perkataannya itu. Dan mungkin ia berharap
bahwa dengan menyebutkan usulan ini sebagai pemuasan
hawa nafsu mereka yang lebih wajar, mereka akan kembali
kepada pelacur-pelacur yang biasa mereka pakai. Namun
orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkataannya (ay.
25). Hawa nafsu yang menuntut untuk dipuaskan yaitu
seperti ular tedung tuli yang menutup telinganya. Hawa nafsu
itu membuat hati nurani menjadi beku dan mati rasa.
5. Mereka menangkap istri orang Lewi itu, dan memerkosanya
sampai mati (ay. 25). Mereka mengabaikan lelaki tua itu yang
menawarkan anak perempuannya untuk memuaskan hawa
nafsu mereka, entah sebab ia tidak cantik atau sebab mere-
Kitab Hakim-hakim 19:22-30
ka mengenalnya sebagai orang yang sangat bermartabat dan
sopan. Akan namun , saat orang Lewi itu membawa gundiknya
kepada mereka, mereka membawa dia dengan paksa ke tem-
pat yang telah mereka tentukan untuk perbuatan cemar mere-
ka. Yosefus, dalam penuturannya tentang kisah ini, menjadi-
kan gundik itu sebagai sasaran mereka saat mereka menge-
pung rumah itu, dan tidak mengatakan apa pun tentang ran-
cangan jahat mereka terhadap orang Lewi itu sendiri. Mereka
melihat perempuan itu (tutur Yosefus) di jalan, saat mereka
datang ke kota itu, dan terpesona oleh kecantikannya. Dan
mungkin, meskipun ia sudah berdamai dengan suaminya, na-
mun penampilannya tidak menunjukkan dia sebagai perem-
puan yang sangat sopan. Banyak orang mendatangkan keja-
hatan semacam ini atas diri mereka sendiri sebab sikap dan
perilaku mereka yang tidak dijaga. Percikan yang kecil bisa
menyulut api yang besar. Orang akan berpikir bahwa orang
Lewi itu seharusnya mengikuti mereka, untuk melihat apa
yang akan terjadi pada istrinya. namun ada kemungkinan ia
tidak berani, takut kalau-kalau mereka berbuat jahat kepada
dirinya sendiri. Dalam kesudahan yang mengenaskan dari
perempuan ini, kita dapat melihat tangan Allah yang adil
menghukumnya sebab kecemarannya yang dulu, saat ia
berlaku serong terhadap suaminya (ay. 2). Meskipun ayahnya
telah menyokongnya, suaminya telah memaafkannya, dan
kesalahan itu dilupakan sebab sekarang pertengkaran itu
telah usai, namun Allah mengingatnya melawan dia saat Ia
membiarkan orang-orang fasik ini melecehkannya secara
mengenaskan seperti itu. Betapa pun mereka berbuat tidak
benar dalam perlakuan mereka terhadapnya, Tuhan bertindak
benar dalam mengizinkan itu terjadi. Hukumannya sesuai
dengan dosanya, Culpa libido fuit, poena libido fuit – Hawa
nafsu yaitu dosanya, dan hawa nafsu pula yang menjadi
hukumannya. Oleh hukum Musa ia seharusnya dihukum mati
sebab perbuatan zinahnya. Ia luput dari hukuman itu dari
manusia, namun pembalasan mengejarnya. Sebab, sekalipun
tidak ada raja di Israel, namun ada Allah di Israel, Allah yang
memberi keadilan di bumi. Janganlah kita merasa sudah cu-
kup jika kita sudah berdamai dengan manusia yang telah
kita jahati dengan dosa-dosa kita. namun kita juga berkepen-
tingan, melalui pertobatan dan iman, untuk berdamai dengan
Allah, yang tidak melihat seperti manusia melihat, dan yang
tidak menganggap remeh dosa sebagaimana manusia sering
menganggapnya. Akan namun , keadilan Allah dalam perkara ini
sama sekali tidak memperingan kejahatan yang mengerikan
dari orang-orang Gibea ini, yang sungguh biadab dan tidak
berperikemanusiaan lebih daripada apa pun.
II. Pemberitahuan tentang kejahatan ini yang dikirimkan kepada
semua suku Israel. Perempuan malang yang dilecehkan itu ber-
jalan tertatih-tatih menuju tempat suaminya menginap segera
sesudah fajar yang menyingsing mengharuskan anak-anak Belial
ini membiarkan dia pergi sebab perbuatan-perbuatan kegelapan
ini membenci terang dan takut pada terang (ay. 25). Lalu rebahlah
ia di depan pintu, dengan tangannya pada ambang pintu, seolah-
olah memohon ampun atas kesalahannya yang dulu. Dan dalam
sikap tubuh orang yang bertobat itu, dengan mulutnya di dalam
debu, ia mengembuskan nafas terakhir. Di sana suaminya mene-
mukannya (ay. 26-27), mengira dia tertidur, atau diliputi rasa
malu dan kekalutan atas apa yang telah terjadi, namun segera
sadar bahwa dia sudah mati (ay. 28). Lalu suaminya pun meng-
angkat mayatnya, yang dapat kita duga dipenuhi bekas-bekas
pukulan tangan, dan pelecehan-pelecehan lain yang telah ia
terima. Atas kejadian yang memilukan ini, ia mengurungkan niat-
nya untuk pergi ke Silo, dan langsung pulang ke rumah. Dia yang
pergi keluar dengan harapan untuk kembali dengan bersukacita,
malah pulang dengan bersedih dan berputus asa, duduk dan
merenung, “Apakah kejahatan seperti ini pantas diabaikan?” Ia
tidak dapat meminta api turun dari langit untuk membakar
hangus orang-orang Gibea itu, seperti yang dilakukan para malai-
kat yang, dengan cara yang sama, dihina oleh orang-orang Sodom.
Tidak ada raja di Israel, tidak pula sepanjang yang bisa disaksi-
kan, ada Mahkamah Agama, atau dewan pengadilan agung, untuk
mengajukan aduan, dan menuntut keadilan. Pinehas yaitu
imam besar, namun ia sibuk dengan urusan tempat kudus, dan
tidak bisa menjadi hakim atau pengadil. Oleh sebab itu, tidak
tersisa cara lain untuknya selain mengadu kepada rakyat: biarlah
masyarakat menjadi hakim. Meskipun mereka tidak memiliki
majelis umum untuk semua suku, namun ada kemungkinan bah-
Kitab Hakim-hakim 19:22-30
wa tiap-tiap suku mengadakan pertemuan dengan pemimpin me-
reka sendiri. Kepada tiap-tiap suku, dalam pertemuan mereka
masing-masing, orang Lewi itu, melalui utusan-utusan khusus,
mengirimkan keluhan atas kejahatan yang telah diperbuat terha-
dapnya, beserta semua keadaan yang memperberat kejahatan itu.
Dan bersama itu, ia juga mengirimkan potongan mayat istrinya
(ay. 29), baik untuk menguatkan kebenaran cerita itu maupun
untuk membuat hati mereka semakin tergerak olehnya. Ia mem-
bagi-bagi mayat itu menjadi dua belas potong, menurut tulang-
tulangnya, demikian sebagian penafsir membacanya, yaitu, menu-
rut potongan daging dan tulangnya, dengan mengirimkan satu
potong kepada setiap suku, bahkan termasuk suku Benyamin.
Suku Benyamin juga ikut dikirimi dengan harapan bahwa sebagi-
an orang dari suku itu akan tergerak untuk bergabung dalam
menghukum kejahatan yang begitu hebat ini, apalagi kejahatan
ini dilakukan oleh orang-orang dari suku mereka sendiri. Memang
tampak sangat biadab memotong-motong mayat seperti itu, yang,
sesudah dilecehkan secara begitu memalukan, seharusnya sudah
dimakamkan dengan layak. Akan namun , orang Lewi itu dengan ini
bermaksud, bukan hanya untuk menggambarkan perlakuan mere-
ka yang biadab terhadap istrinya, yang lebih baik mereka potong-
potong seperti itu daripada diperlakukan seperti yang mereka laku-
kan, namun juga untuk mengungkapkan keprihatinan dan kemarah-
annya sendiri, dan dengan begitu menggugah mereka untuk mera-
sakan hal yang sama. Tindakan itu memang berdampak seperti
yang diinginkan. Semua orang yang melihat potongan-potongan
mayat itu, dan diberi tahu bagaimana duduk permasalahannya,
mengungkapkan perasaan-perasaan yang sama tentangnya.
1. Bahwa orang-orang Gibea telah bersalah atas tindak kejahatan
yang sangat keji, yang tidak pernah dikenal sebelumnya di Israel
(ay. 30). Itu yaitu kejahatan yang sukar dilukiskan, dipenuhi
dengan segala perbuatan di luar batas. Mereka bukanlah orang
yang begitu bodoh hingga menjadikan dosa ini sebagai bahan
olok-olok, atau mengabaikan cerita itu dengan candaan.
2. Bahwa seluruh orang Israel harus dipanggil untuk bersidang,
untuk membahas apa yang pantas dilakukan untuk menghu-
kum kejahatan ini,supaya arus deras kebejatan yang meng-
ancam ini dapat dihentikan, dan murka Allah tidak turun
menimpa seluruh bangsa sebab nya. Ini bukan perkara biasa,
dan sebab itu mereka mendorong satu sama lain untuk da-
tang berkumpul pada kesempatan ini dengan imbauan ini: Per-
hatikanlah itu, pertimbangkanlah, lalu berbicaralah! Kita men-
dapati di sini tiga aturan besar yang harus dilaksanakan oleh
orang-orang yang duduk sebagai anggota dewan dalam setiap
perkara yang sulit.
(1) Hendaklah setiap orang menyendiri terlebih dahulu, dan
menimbang perkara itu dalam-dalam tanpa berat sebelah,
mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh dan tenang,
tanpa prasangka terhadap kedua pihak, sebelum ia menge-
mukakan pendapatnya.
(2) Hendaklah mereka membicarakannya secara bebas dan
terbuka, dan setiap orang mendengar nasihat dari teman-
nya, mengetahui pendapatnya dan alasan-alasannya, lalu
mempertimbangkannya.
(3) lalu hendaklah setiap orang mengutarakan pikiran-
nya, dan memberikan suaranya sesuai dengan hati nurani-
nya. Jikalau penasihat banyak seperti itu, maka keselamat-
an ada.
PASAL 20
e dalam kitab peperangan TUHAN kisah dalam pasal ini seharus-
nya dimasukkan, namun kisah ini tampak menyedihkan dan
tidak menghibur sama seperti tulisan-tulisan lain dalam seluruh
sejarah peperangan itu. Sebab di dalamnya tidak ada sesuatu yang
tampak cerah atau menyenangkan sedikit pun selain kegigihan yang
penuh kesalehan dari orang Israel dalam melawan kejahatan orang-
orang Gibea, yang menjadikannya sebagai perang yang dapat dibe-
narkan dan suci pada pihak Israel. Di sisi lain, kekerasan hati orang
Benyamin dalam melindungi para penjahat mereka, yang merupakan
penyebab perang itu, serta banyaknya kehilangan yang diderita orang
Israel dalam melakukan perang itu, dan akibat yang ditimbulkannya
(walaupun perkara yang benar itu menang pada akhirnya), yaitu
hampir musnahnya seluruh suku Benyamin, menjadikan perang itu,
dari awal hingga akhir, sungguh memilukan. Lebih parah lagi, perang
ini terjadi segera sesudah Israel dengan gilang gemilang menetap di
tanah perjanjian, di mana orang akan berharap segala sesuatu aman
tenteram dan sejahtera. Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Perkara orang Lewi didengar dalam rapat bersama semua
suku (ay. 1-7).
II. Keputusan yang bulat untuk membalaskan pertikaian orang
Lewi itu kepada orang-orang Gibea (ay. 8-11).
III. Bani Benyamin tampil membela para penjahat (ay. 12-17).
IV. Kekalahan Israel dalam pertempuran para hari pertama dan
kedua (ay. 18-25).
V. Orang Israel merendahkan diri di hadapan Allah atas peris-
tiwa itu (ay. 26-28).
VI. Kekalahan telak yang diberikan orang Israel kepada bani Be-
nyamin dalam pertempuran ketiga dengan sebuah siasat.
Semua orang Benyamin dibinasakan, kecuali 600 orang (ay.
29-48). Dan semuanya ini merupakan akibat dari penghinaan
yang dilakukan terhadap satu orang Lewi yang malang beser-
ta istrinya. Betapa orang-orang yang berbuat kejahatan tidak
mempertimbangkan apa yang akan menjadi kesudahannya.
Persepakatan Melawan Gibea
(20:1-11)
1 Lalu majulah semua orang Israel; dari Dan sampai Bersyeba dan juga dari
tanah Gilead berkumpullah umat itu secara serentak menghadap TUHAN di
Mizpa. 2 Maka berdirilah para pemuka dari seluruh bangsa itu, dari segala
suku orang Israel, memimpin jemaah umat Allah yang jumlahnya empat
ratus ribu orang berjalan kaki, yang bersenjatakan pedang. 3 Kedengaranlah
kepada bani Benyamin, bahwa orang Israel telah maju ke Mizpa. Berkatalah
orang Israel: “Ceritakan bagaimana kejahatan itu terjadi.” 4 Lalu orang Lewi,
suami perempuan yang terbunuh itu, menjawab: “Aku sampai dengan gun-
dikku di Gibea kepunyaan suku Benyamin untuk bermalam di sana. 5 Lalu
warga-warga kota Gibea itu mendatangi aku dan mengepung rumah itu pada
malam hari untuk menyerang aku. Mereka bermaksud membunuh aku, namun
gundikku diperkosa mereka, sehingga mati. 6 Maka kuambillah mayat gundik-
ku, kupotong-potong dia dan kukirimkan ke seluruh daerah milik pusaka orang
Israel, sebab orang-orang itu telah berbuat mesum dan berbuat noda di antara
orang Israel. 7 Sekarang kamu sekalian, orang Israel, telah ada di sini. Berikan-
lah di sini pertimbanganmu dan nasihatmu.” 8 lalu bangunlah seluruh
bangsa itu dengan serentak, sambil berkata: “Seorang pun dari pada kita tak-
kan pergi ke kemahnya, seorang pun dari pada kita takkan pulang ke rumah-
nya. 9 Inilah yang akan kita lakukan kepada Gibea; memeranginya, dengan
membuang undi! 10 Kita akan memilih dari seluruh suku Israel sepuluh orang
dari tiap-tiap seratus, seratus orang dari tiap-tiap seribu, seribu orang dari tiap-
tiap sepuluh ribu, untuk mengambil bekal bagi laskar ini,supaya sesudah
mereka datang, dilakukan kepada Gibea-Benyamin setimpal dengan segala per-
buatan noda yang telah diperbuat mereka di antara orang Israel.” 11 Demikian-
lah orang Israel berkumpul melawan kota itu, semuanya bersekutu dengan
serentak.
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Pertemuan umum yang diadakan oleh seluruh jemaat Israel untuk
memeriksa perkara mengenai gundik orang Lewi, dan untuk mem-
pertimbangkan apa yang harus dilakukan tentangnya (ay. 1-2).
Tidak tampak bahwa mereka dipanggil oleh suatu pemimpin yang
berwenang, namun mereka datang berkumpul bersama, seolah-olah,
atas persetujuan dan kesepakatan dari satu hati yang sama, yang
dikobarkan oleh semangat yang kudus bagi kehormatan Allah dan
Israel.
Kitab Hakim-hakim 20:1-11
1. Tempat pertemuan mereka yaitu Mizpa. Mereka berkumpul
bersama untuk menghadap Tuhan di sana, sebab Mizpa ter-
letak begitu dekat dengan Silo, sehingga diduga kuat perke-
mahan mereka membentang dari Mizpa ke Silo. Silo yaitu
kota kecil, sehingga saat ada pertemuan seluruh umat untuk
menghadap Allah, mereka memilih Mizpa sebagai pusat ber-
kumpul, yang merupakan kota penting di dekat Silo. Hal ini
mereka lakukan mungkin sebab mereka tidak mau menim-
bulkan kerepotan di Silo, yang pasti akan demikian jika
ada kumpulan orang yang begitu besar, sebab Silo yaitu
tempat tinggal para imam yang melayani di Kemah Suci.
2. Orang-orang yang berkumpul itu semuanya orang Israel, dari
Dan, kota yang baru belakangan ini disebut demikian, (18:29)
di bagian utara hingga Bersyeba di bagian selatan, dan juga
dari tanah Gilead, yaitu suku-suku yang tinggal di seberang
sungai Yordan, semuanya menjadi satu tubuh secara serentak.
Betapa mereka bersatu suara dalam kepedulian mereka terha-
dap kebaikan bersama. Di sini ada sidang jemaah umat Allah,
bukan kumpulan orang Lewi dan para imam, meskipun se-
orang Lewilah yang terutama berkepentingan dalam perkara
itu, melainkan sidang jemaah umat, yang kepada mereka
orang Lewi itu mengadu perkaranya dengan seruan, Appello
populum – Aku mengadu kepada umat. Umat Allah itu jumlah-
nya empat ratus ribu orang yang berjalan kaki dan bersenjata-
kan pedang, yaitu, yang bersenjata dan terlatih, dan layak
untuk tugasnya, dan sebagian dari mereka mungkin yaitu
orang-orang yang telah mengenal perang Kanaan (3:1). Dalam
sidang jemaah seluruh Israel ini, para pemuka atau penjuru
umat, sebab pemimpin yaitu batu penjuru rakyat, yang me-
nyatukan semuanya, maju sebagai wakil-wakil dari yang lain-
nya. Mereka memimpin barisan mereka masing-masing, de-
ngan mengepalai pasukan seribu dan pasukan seratus, pasuk-
an lima puluh dan pasukan sepuluh. Sebab tata tertib dan
pemerintahan seperti itu, dapat kita duga, setidak-tidaknya
telah ada di antara mereka, meskipun mereka tidak memiliki
jenderal atau panglima besar. Jadi di sini ada,
(1) Rapat besar para pemimpin negeri untuk membuat pertim-
bangan. Para pemuka umat maju ke depan, untuk memim-
pin dan memberikan arahan dalam perkara ini.
(2) Pertemuan umum pasukan rakyat untuk mengambil tin-
dakan, yakni semua orang yang bersenjatakan pedang dan
para prajurit (ay. 17), bukan tentara upahan atau paksaan,
melainkan penduduk negeri yang terbaik, yang pergi de-
ngan biaya mereka sendiri. Orang Israel berjumlah di atas
600.000 orang saat tiba di Kanaan, dan beralasan bagi
kita untuk meyakini bahwa pada saat ini jumlah mereka
jauh bertambah, dan bukan berkurang. Akan namun , pada
saat itu antara dua puluh dan enam puluh ribu orang
yaitu para prajurit, dan sekarang kita dapat menduga
bahwa lebih dari setengahnya dibebaskan dari kewajiban
mengangkat senjata untuk mengolah tanah. Jadi, pasukan
yang berkumpul sekarang ini seperti kumpulan orang yang
terlatih. Pasukan rakyat dari dua setengah suku berjumlah
40.000 orang (Yos. 4:13), namun jumlah suku-sukunya lebih
banyak lagi.
II. Kabar tentang pertemuan ini disampaikan kepada suku Benyamin
(ay. 3): Kedengaranlah kepada bani Benyamin, bahwa orang Israel
telah maju ke Mizpa. Ada kemungkinan mereka mendapat panggil-
an resmi untuk hadir bersama saudara-saudara mereka,supaya
perkara itu dapat dirundingkan secara adil, sebelum diambil sua-
tu keputusan tentang hal itu. Dengan begitu, hal-hal merugikan
yang terjadi sesudahnya bisa saja dicegah dengan membahagia-
kan. Akan namun , pemberitahuan yang mereka terima tentang
pertemuan ini malah membuat hati mereka keras dan panas, dan
bukannya menyadarkan mereka untuk memikirkan apa yang
perlu bagi damai sejahtara dan kehormatan mereka.
III. Pemeriksaan yang sungguh-sungguh atas kejahatan yang ditu-
duhkan kepada orang-orang Gibea. Gambaran yang sangat me-
ngerikan tentang kejahatan itu telah diberikan melalui laporan
para utusan yang dikirim untuk memanggil jemaah berkumpul,
namun sudah sepantasnya perkara itu diselidiki dengan lebih sak-
sama, sebab peristiwa seperti itu sering kali digambarkan lebih
buruk daripada yang sebenarnya. Oleh sebab itu, dibentuklah se-
buah panitia untuk memeriksa para saksi, di atas sumpah, sudah
pasti dan untuk melaporkan perkaranya. Hanya kesaksian orang
Lewi itu sendirilah yang dicatat di sini, namun ada kemungkinan
Kitab Hakim-hakim 20:1-11
bahwa bujangnya, dan orang tua itu, turut diperiksa, dan mem-
berikan kesaksian mereka, sebab dalam bahasa aslinya tampak
bahwa ada lebih dari satu orang yang diperiksa (ay. 3), yaitu,
kalian ceritakanlah kepada kami. Dan menurut hukum Taurat,
tak seorang pun boleh dihukum mati, apalagi orang sebanyak itu,
atas keterangan satu saksi saja. Orang Lewi itu memberikan pen-
jelasan terperinci tentang perkara ini: bahwa ia singgah di Gibea
hanya sebagai seorang pelancong untuk menginap di sana, tanpa
sedikit pun berbuat sesuatu yang menimbulkan kecurigaan bah-
wa ia merancang suatu kejahatan terhadap mereka (ay. 4). Dan
bahwa orang-orang Gibea, bahkan orang-orang berada di antara
mereka, yang seharusnya menjadi pelindung bagi orang asing di
tempat kediaman mereka, dengan rusuh mengepung rumah
tempat ia menginap, dan bermaksud membunuh dia. Ia tidak bisa,
sebab malu, menceritakan tuntutan yang, tanpa rasa malu,
mereka perbuat itu (19:22). Mereka menyatakan dosa mereka se-
bagai Sodom, bahkan dosa Sodom, namun kesopanannya membuat
dia tidak mau menyebutkan kembali tindakan itu. Cukup dikata-
kan bahwa mereka mau membunuhnya, sebab baginya lebih baik
dibunuh daripada menyerah pada kejahatan mereka. Seandainya
mereka berhasil menangkapnya, mereka pasti akan menyetubuhi-
nya sampai mati, lihat saja apa yang telah mereka lakukan ke-
pada gundiknya: Mereka telah memerkosanya sehingga mati (ay.
5). Dan, untuk membangkitkan kegeraman dalam diri orang-
orang sebangsanya terhadap kejahatan ini, ia telah mengirimkan
potongan-potongan mayat itu kepada semua suku, yang telah
mereka bawa bersama untuk memberikan kesaksian mereka ter-
hadap kemesuman dan kebodohan yang diperbuat di antara orang
Israel (ay. 6, KJV). Semua kemesuman yaitu kebodohan, ter-
utama kemesuman di Israel. Mereka menajiskan tubuh mereka
sendiri, padahal ada meterai perjanjian yang mulia dalam daging
mereka. Mereka menantang pembalasan ilahi, padahal kepada
mereka pembalasan ilahi dinyatakan dengan begitu jelas dari
sorga. Mereka ini Nabal namanya, dan bebal orangnya. Orang
Lewi itu mengakhiri pernyataannya dengan seruan pada pengha-
kiman pengadilan (ay. 7): Kamu sekalian yaitu orang Israel, dan
sebab itu kamu mengenal undang-undang dan hukum (Est. 1:13).
“Kamu yaitu bangsa yang kudus bagi Allah, dan ngeri terhadap
segala sesuatu yang akan menghina Allah dan menajiskan negeri-
mu. Kamu berasal dari masyarakat yang sama, anggota-anggota
dari tubuh yang sama, dan sebab itu pasti ikut merasakan
penyakit-penyakitnya. Kamu yaitu orang Israel, yang secara
khusus harus memperhatikan orang-orang Lewi, suku kepunyaan
Allah, di antara kamu, dan sebab itu berikanlah pertimbangan-
mu dan nasihatmu tentang apa yang harus dilakukan.”
IV. Keputusan yang mereka ambil sesudah mendengar semuanya itu,
yaitu bahwa, sebab sekarang sudah berkumpul bersama, mereka
tidak mau bubar sampai mereka melihat pembalasan diadakan
atas kota yang jahat itu, yang merupakan cela dan aib bagi
bangsa mereka. Amatilah,
1. Kegigihan mereka melawan kemesuman yang telah diperbuat.
Mereka tidak mau kembali ke rumah mereka, betapa pun
keluarga dan urusan mereka di rumah membutuhkan mereka,
sampai mereka membersihkan kehormatan Allah dan Israel,
dan menuntaskan dengan pedang mereka, jika memang harus
begitu, penghukuman atas kejahatan yang dituntut oleh rasa
keadilan bangsa itu (ay. 8). Dengan ini mereka memperlihat-
kan diri sebagai orang Israel sejati, bahwa mereka lebih meng-
utamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
2. Kebijaksanaan mereka dalam mengirim sejumlah besar orang
dari segenap pasukan mereka untuk mengambil perbekalan
bagi yang lain (ay. 9-10). Satu dari sepuluh orang, dan orang
itu dipilih dengan undi, semuanya berjumlah 40.000 orang,
harus pergi ke negeri mereka masing-masing, tempat asal me-
reka, untuk mengambil roti dan makanan lain sebagai bekal
bagi pasukan besar ini. Sebab saat datang dari tempat asal
mereka, mereka hanya membawa perbekalan untuk perjalan-
an ke Mizpa, bukan untuk berkemah yang mungkin akan lama
di depan Gibea. Hal ini untuk mencegahsupaya mereka tidak
berpencar mencari makan sendiri, sebab, seandainya demi-
kian, akan sulit untuk menyatukan mereka semua kembali,
terutama menyatukan semua dalam satu pikiran yang baik
seperti itu. Perhatikanlah, jika dalam diri umat tampak
semangat yang penuh kesalehan untuk melakukan suatu
pekerjaan baik, sebaiknya segeralah manfaatkan kesempatan
yang ada, selagi semangat itu berkobar-kobar, sebab semangat
seperti itu cenderung cepat dingin jika pelaksanaan pekerjaan-
Kitab Hakim-hakim 20:12-17
nya ditunda-tunda. Janganlah kita menunda pekerjaan yang
baik untuk hari esok, padahal kita bisa mengerjakannya
dengan baik pada hari ini.
3. Kebulatan suara mereka dalam segala pertimbangan dan sa-
ran ini, dan pelaksanaan dari semuanya itu. Keputusannya di-
setujui lewat pemungutan suara, Nemine contradicente – Tanpa
suara yang menolak (ay. 8), semuanya sehati sepikiran. saat
keputusan itu dilaksanakan, mereka semuanya bersekutu de-
ngan serentak (ay. 11). Ini merupakan kemuliaan dan kekuat-
an mereka, bahwa sejumlah suku itu tidak memiliki kepen-
tingan sendiri-sendiri saat masalahnya menyangkut kebaik-
an bersama.
Peperangan Melawan Bani Benyamin
(20:12-17)
12 lalu suku-suku Israel mengirim orang kepada seluruh suku Benya-
min dengan pesan: “Apa macam kejahatan yang terjadi di antara kamu itu!
13 Maka sekarang, serahkanlah orang-orang itu, yakni orang-orang dursila
yang di Gibea itu,supaya kami menghukum mati mereka dan dengan demi-
kian menghapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.” namun bani Be-
nyamin tidak mau mendengarkan perkataan saudara-saudaranya, orang
Israel itu. 14 Sebaliknya, bani Benyamin dari kota-kota lain berkumpul di
Gibea untuk maju berperang melawan orang Israel. 15 Pada hari itu dihitung-
lah jumlah bani Benyamin dari kota-kota lain itu: dua puluh enam ribu
orang yang bersenjatakan pedang, belum termasuk penduduk Gibea, yang
terhitung tujuh ratus orang pilihan banyaknya. 16 Dari segala laskar ini ada
tujuh ratus orang pilihan yang kidal, dan setiap orang dari mereka dapat
mengumban dengan tidak pernah meleset sampai sehelai rambut pun. 17
Juga orang-orang Israel dihitung jumlahnya; dengan tidak termasuk suku
Benyamin ada empat ratus ribu orang yang bersenjatakan pedang; semuanya
itu prajurit.
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Tuntutan yang pantas dan adil yang diajukan oleh suku-suku
Israel, yang sekarang sedang berkemah, kepada suku Benyamin,
untuk menyerahkan para penjahat di Gibeasupaya diadili (ay. 12,
13). Seandainya suku Benyamin datang, seperti yang seharusnya
demikian, hadir dalam sidang jemaah umat Allah itu, dan setuju
dengan mereka dalam keputusan yang diambil, maka tidak akan
ada yang harus dihadapi selain orang-orang Gibea saja. namun
sebab orang Benyamin tidak hadir dan berpihak kepada para
penjahat, maka mereka semua juga harus berurusan. Orang-
orang Israel itu gigih melawan kejahatan yang telah diperbuat, na-
mun mereka berhati-hati dalam kegigihan mereka. Mereka tidak
berpikir untuk memberanikan diri dalam menyerang seluruh
suku Benyamin, kecuali suku itu, dengan menolak menyerahkan
para penjahat, dan melindungi para penjahat itu untuk diadili,
menjadikan diri mereka sendiri ikut bersalah ex post facto – seba-
gai kaki tangan kejahatan sesudah kejahatan itu diperbuat. Orang
Israel ingin agar suku Benyamin mempertimbangkan betapa besar
kejahatan yang telah diperbuat itu (ay. 12), dan bahwa kejahatan
itu diperbuat di antara mereka. Oleh sebab itu, betapa mereka
harus menghukum mati para penjahat itu sendiri, sesuai dengan
hukum Musa, atau menyerahkan para penjahat itu kepada sidang
jemaat, untuk dihukum di hadapan orang banyak dan dengan
diiringi upacara,supaya kejahatan dapat disingkirkan dari Israel.
Juga,supaya kesalahan pada bangsa itu dihapuskan, dan penu-
larannya dihentikan dengan memotong bagian tubuh yang mem-
busuk, dan penghakiman-penghakiman atas bangsa itu dicegah.
Sebab, dosa itu begitu menyerupai dosa orang Sodom hingga su-
dah sewajarnya mereka takut, jika mereka tidak menghukumnya,
Allah akan menurunkan hujan api dan belerang dari langit atas
mereka, seperti yang diturunkan-Nya, bukan hanya atas Sodom,
melainkan juga atas kota-kota sekitarnya. Seandainya orang
Israel tidak mengajukan tuntutan yang masuk akal ini, mereka
akan lebih menyesal lagi dalam meratapi kehancuran-kehancuran
suku Benyamin yang terjadi selanjutnya. Segala jalan damai ha-
rus ditempuh sebelum kita maju berperang atau pergi ke peng-
adilan. Tuntutan itu seperti tuntutan Yoab kepada Abel (2Sam.
20:20-21). “Serahkan saja pengkhianat itu, maka kami akan
meletakkan senjata.” Dengan syarat-syarat ini, dan bukan dengan
syarat-syarat lain, Allah akan berdamai dengan kita, yaitu bahwa
kita harus meninggalkan dosa-dosa kita, mematikan dan menya-
libkan hawa nafsu kita, maka semuanya akan baik-baik saja.
Murka-Nya akan surut.
II. Kekerasan hati dan kedegilan yang menyedihkan dari bani Benya-
min, yang tampaknya sama-sama bersuara bulat dan bersema-
ngat dalam keputusan-keputusan mereka untuk membela para
penjahat itu, seperti halnya suku-suku lain untuk menghukum
Kitab Hakim-hakim 20:12-17
mereka. Betapa mereka tidak memiliki kesadaran akan kehor-
matan, kewajiban, dan kepentingan mereka.
1. Mereka luar biasa keji hingga melindungi kejahatan yang telah
diperbuat: Mereka tidak mau mendengarkan perkataan sau-
dara-saudaranya (ay. 13), entah sebab orang-orang dari suku
itu pada umumnya lebih jahat dan bejat pada saat ini
daripada semua suku lain, dan sebab itu tidak tahan melihat
orang lain dihukum atas kejahatan yang mereka sendiri tahu
bahwa mereka juga bersalah atasnya, atau sebab (seperti
dugaan uskup Patrick) mereka merasa sakit hati sebab suku-
suku lain ikut campur dalam kepentingan-kepentingan mere-
ka. Beberapa bagian tanah Kanaan yang paling subur dan
permai jatuh ke bagian undi suku ini. Tanah mereka, seperti
tanah Sodom, bagaikan taman TUHAN, yang mungkin mem-
bantu membuat para penduduknya, seperti orang-orang So-
dom, menjadi sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN (Kej.
13:10, 13). Mereka tidak mau melakukan apa yang mereka
tahu sebagai kewajiban mereka saat diingatkan oleh sau-
dara-saudara mereka, sebab mereka tidak sudi diajar dan
dikendalikan oleh saudara-saudara mereka. Kalaupun ada
orang-orang bijak di antara mereka yang bersedia memenuhi
tuntutan yang diajukan, namun mereka ini kalah oleh suara
sebagian besar orang, yang dengan demikian menjadikan keja-
hatan orang-orang Gibea itu sebagai kejahatan mereka sendiri.
Demikianlah kita turut mengambil bagian dalam perbuatan-
perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, jika kita
mengadakan persepakatan dengan orang-orang yang turut
ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan itu, dan membuat
diri kita bersalah atas dosa-dosa orang lain dengan menyokong
dan membela mereka. Tampaknya seburuk apa pun suatu
perkara, ada saja yang akan tampil menjadi pelindung dan
pembelanya. namun celakalah orang yang mengadakan penye-
satan seperti itu. Orang-orang yang menghalangi penegakan
keadilan, dan menguatkan tangan orang jahat, dengan ber-
kata, hai orang jahat, engkau tidak akan mati!, pasti akan
dimintai pertanggungjawaban yang besar.
2. Orang Benyamin luar biasa angkuh dan congkak hingga be-
rani maju melawan pasukan gabungan seluruh Israel. Tentu-
nya tidak pernah orang kehilangan akal sehat dengan begitu
menyedihkan seperti mereka saat mau saja mengangkat
senjata untuk melawan,
(1) Suatu perkara yang jelas-jelas berpihak pada umat Israel.
Bagaimana mereka bisa berharap akan berhasil, padahal
mereka berperang melawan keadilan, dan sebagai akibat-
nya melawan Allah yang adil itu sendiri. Mereka berperang
melawan orang-orang yang memiliki imam besar dan sabda
ilahi di pihak mereka. Dengan demikian, mereka sedang
melakukan pemberontakan secara terang-terangan terha-
dap kekuasaan yang suci dan tertinggi dari bangsa itu.
(2) Pasukan yang begitu besar yang dimiliki Israel. Ketidak-
seimbangan jumlah mereka jauh lebih besar daripada yang
diceritakan dalam Lukas 14:31-32, di mana pihak yang
memiliki 10.000 orang tidak berani menghadapi pihak yang
datang melawannya dengan 20.000 orang, dan sebab itu
menanyakan syarat-syarat perdamaian. Dalam kisah Lukas
itu musuhnya hanyalah dua banding satu, sedangkan di
sini lebih dari lima belas banding satu. Namun demikian,
orang Benyamin memandang rendah syarat-syarat perda-
maian. Segenap pasukan yang dapat mereka bawa ke me-
dan perang hanyalah 26.000 orang, di samping 700 orang
Gibea (ay. 15). Namun dengan orang-orang inilah mereka
berani menghadapi 400.000 orang Israel (ay. 17). Demi-
kianlah para pendosa menjadi hilang akal sehat sehingga
menghancurkan diri mereka sendiri, dan membangkitkan
cemburu Tuhan yang secara tak terhingga lebih kuat dari-
pada mereka (1Kor. 10:22). namun kelihatannya orang
Benyamin mengandalkan keahlian orang-orang mereka
untuk menutupi kekurangan jumlah, terutama pasukan
pengumban yaitu pelempar batu dengan katapel, sebanyak
700 orang, yang meskipun kidal, namun sangat tangkas
dalam mengumban batu, tidak pernah meleset sampai se-
helai rambut pun dari sasaran mereka (ay. 16). namun para
penembak jitu ini sangat melenceng dari tujuan mereka
saat mereka mendukung perkara yang buruk ini. Be-
nyamin berarti anak tangan kanan, namun kita mendapati
keturunannya kidal.
Kitab Hakim-hakim 20:18-25
Peperangan Melawan Bani Benyamin
(20:18-25)
18 Lalu orang Israel berangkat dan maju ke Betel. Di sana mereka bertanya
kepada Allah: “Siapakah dari kami yang lebih dahulu maju berperang me-
lawan bani Benyamin?” Jawab TUHAN: “Suku Yehudalah lebih dahulu.”
19 Lalu orang-orang Israel bangun pagi-pagi dan berkemah mengepung Gibea.
20 lalu majulah orang-orang Israel berperang melawan suku Benyamin;
orang-orang Israel mengatur barisan perangnya melawan mereka dekat
Gibea. 21 Juga bani Benyamin maju menyerang dari Gibea dan menggugur-
kan ke bumi dua puluh dua ribu orang dari antara orang Israel pada hari itu.
22 namun laskar orang Israel mengumpulkan segenap kekuatannya, lalu
mengatur pula barisan perangnya di tempat mereka mengatur barisannya
semula. 23 lalu pergilah orang-orang Israel, lalu menangis di hadapan
TUHAN sampai petang, sesudah itu mereka bertanya kepada TUHAN: “Akan
pergi pulakah kami berperang melawan bani Benyamin, saudara kami itu?”
Jawab TUHAN: “Majulah melawan mereka.” 24 namun saat orang-orang
Israel pada hari kedua sampai di dekat bani Benyamin, 25 maka pada hari
kedua itu majulah suku Benyamin dari Gibea menyerbu mereka, dan
digugurkannya pula ke bumi delapan belas ribu orang di antara orang-orang
Israel; semuanya orang-orang yang bersenjatakan pedang.
Dalam perikop ini kita mendapati kekalahan orang Israel dalam per-
tempuran mereka yang pertama dan kedua melawan bani Benyamin.
I. Sebelum pertempuran yang pertama, mereka meminta petunjuk
dari Allah mengenai urutan yang harus maju dalam pertempuran,
dan mereka pun diberi petunjuk, namun mereka mengalami
kekalahan yang parah. Mereka sama sekali tidak menganggap
pantas untuk bertanya kepada Allah apakah mereka harus maju
melawan suku Benyamin, sebab masalahnya sudah jelas, orang-
orang Gibea harus dihukum sebab kejahatan mereka, dan Israel
harus menjatuhkan hukuman itu atau tidak ada yang akan
menghukum. Sebaliknya, mereka bertanya “Siapa yang akan
maju lebih dahulu?” (ay. 18), yaitu, “Siapa yang akan menjadi
panglima pasukan kami?” Sebab, suku mana pun yang ditunjuk
untuk maju terlebih dahulu, pemimpin suku itu harus dipandang
sebagai panglima besar seluruh bangsa. sebab seandainya yang
mereka maksudkan yaitu urutan barisan mereka saja, maka
lebih tepat untuk bertanya, “Siapa yang akan maju selanjutnya?”
dan lalu , “Siapa selanjutnya?” Akan namun , jika mereka tahu
bahwa Yehuda harus maju terlebih dahulu, mereka tahu bahwa
mereka semua harus mematuhi perintah-perintah dari pemimpin
suku itu. Kehormatan ini diberikan kepada Yehuda sebab Yesus
Tuhan kita akan muncul dari suku itu, yang harus memiliki
keunggulan dalam segala sesuatu. Suku yang maju terlebih da-
hulu akan mendapat menempati kedudukan yang paling terhor-
mat, namun juga yang paling berbahaya, dan mungkin menderita
kekalahan paling banyak dalam pertempuran itu. Siapa yang mau
berjuang menjadi yang terutama jika ia melihat bahaya yang
menyertainya? Namun demikian, meskipun Yehuda, suku yang
kuat dan gagah itu, maju terlebih dahulu, dan semua suku Israel
mengiringinya, Benyamin yang bungsu, demikian ia disebut (Mzm.
68:28), terlalu tangguh bagi mereka semua. Seluruh pasukan
Israel mengepung Gibea (ay. 19). Bani Benyamin maju untuk
menghentikan pengepungan itu, dan tentara Benyamin bersiap-
siap untuk memberi mereka sambutan yang hangat (ay. 20). Bani
Benyamin menyerang orang Israel dari barisan depan dengan kege-
raman yang meluap-luap, sedangkan orang-orang Gibea menyerbu
mereka dari barisan belakang. Orang Israel menjadi kalang kabut
di tengah-tengah dan kehilangan 22.000 orang (ay. 21). Di sini
tidak ada tawanan yang diambil, sebab tidak ada ampun bagi
seorang pun, semuanya ditebas dengan pedang.
II. Sebelum pertempuran yang kedua, orang Israel kembali bertanya
kepada TUHAN, dengan lebih sungguh-sungguh daripada sebe-
lumnya. Sebab mereka menangis di hadapan TUHAN sampai pe-
tang (ay. 23), meratapi hilangnya begitu banyak pahlawan gagah
perkasa, terutama sebab itu merupakan tanda murka Allah dan
akan memberikan kesempatan kepada bani Benyamin untuk ber-
sorak-sorak atas menangnya kejahatan mereka. Juga pada saat
ini mereka tidak bertanya siapa yang harus maju terlebih dahulu,
namun apakah mereka memang harus maju. Mereka tampaknya
bimbang untuk maju berperang, terutama sebab sekarang sang
Penyelenggara telah mengernyitkan dahi kepada mereka, sebab
Benyamin yaitu saudara mereka, dan sebab itu kini bersedia
meletakkan senjata jika Allah memerintahkan demikian. Namun,
Allah menyuruh mereka maju. Ia mengizinkan usaha itu, sebab,
meskipun Benyamin yaitu saudara mereka, ia yaitu anggota
yang sudah membusuk dari tubuh mereka dan harus dipotong.
Atas perintah ini mereka membesarkan hati mereka, mungkin
lebih dalam kekuatan mereka sendiri daripada dalam penugasan
ilahi. Mereka melakukan usaha kedua untuk menyerang pasukan
pemberontak, di tempat yang sama di mana pertempuran sebe-
Kitab Hakim-hakim 20:18-25
lumnya terjadi (ay. 22). Mereka melakukan ini dengan harapan
akan memulihkan kembali kehormatan mereka di tempat yang
sama di mana mereka telah kehilangan kehormatan itu. Mereka
tidak mau bersikap takhayul, seolah-olah tempat itu mengandung
ketidakberuntungan. Akan namun mereka dipukul mundur untuk
kedua kalinya, dengan kehilangan 18.000 orang (ay. 25). Kehi-
langan sebelumnya ditambah kehilangan kali ini berjumlah
40.000 orang, tepat sepersepuluh dari seluruh pasukan, dan jum-
lah yang sama yang telah mereka undi untuk mengambil per-
bekalan (ay. 10). Mereka telah mengurangi sepersepuluh dari jum-
lah mereka untuk mengambil perbekalan itu, dan sekarang Allah
kembali mengurangi sepersepuluh dari jumlah mereka untuk
pembantaian itu. namun apa yang akan kita katakan tentang hal
ini, bahwa perkara yang begitu benar dan terhormat harus mene-
rima kekalahan terburuk seperti itu sampai dua kali? Bukankah
mereka berperang bagi Allah melawan dosa? Bukankah mereka
mendapat penugasan dari-Nya? Dan sekalipun demikian, mereka
mengalami kegagalan seperti itu!
1. Hukum Allah bagaikan samudera raya yang hebat, dan jalan-
Nya melalui laut. Awan dan kekelaman sering kali ada sekeliling
Dia, namun keadilan dan hukum selalu menjadi tumpuan takhta-
Nya. Kita dapat meyakini kebenaran dari tindakan-tindakan
Allah, sekalipun kita tidak bisa melihat alasan-alasannya.
2. Allah dengan ini hendak menunjukkan kepada mereka, dan ke-
pada kita melalui diri mereka, bahwa kemenangan perlombaan
bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan
untuk yang kuat. Bahwa, kita tidak boleh mengandalkan jum-
lah, yang mungkin terlalu diandalkan orang-orang Israel. Ja-
nganlah pernah kita menaruh beban pada tangan manusia,
yang hanya sanggup ditanggung oleh Gunung Batu yang sudah
berabad-abad.
3. Allah dengan ini bermaksud untuk menghajar Israel atas dosa-
dosa mereka. Mereka sudah berbuat baik dengan menunjuk-
kan semangat yang begitu besar melawan kejahatan di Gibea,
namun tidak adakah pada mereka sendiri kesalahan yang besar
terhadap TUHAN, Allah mereka? Orang-orang yang gigih dalam
mengutuk kejahatan orang lain harus dibuat mengetahui keja-
hatan mereka sendiri. Sebagian penafsir berpendapat bahwa
kekalahan itu merupakan teguran bagi mereka, sebab tidak
bersaksi melawan penyembahan berhala yang dilakukan
Mikha dan orang Dan, yang olehnya agama mereka dirusak.
Sekarang mereka bersedia melawan kemesuman orang-orang
Gibea dan bani Benyamin, yang olehnya ketenteraman masya-
rakat terganggu, padahal Allah juga secara khusus memerin-
tahkan mereka untuk menyatakan perang terhadap para pe-
nyembah berhala (Ul. 13:12, dst.).
4. Allah dengan ini hendak mengajar kita untuk tidak mengang-
gap aneh jika suatu perkara yang baik harus menderita keka-
lahan untuk sementara waktu, atau menilai baik buruknya
suatu perkara berdasar keberhasilannya. Kepentingan
anugerah di dalam hati, dan agama di dalam dunia, bisa saja
digagalkan, menderita kekalahan besar, dan tampak digilas,
namun keadilan akan menang pada akhirnya. Vincimur in
prælio, sed non in bello – Kita kalah dalam sebuah pertempuran,
namun tidak dalam seluruh peperangan. Kebenaran bisa saja
jatuh, namun ia akan bangkit.
Kekalahan Bani Benyamin
(20:26-48)
26 lalu pergilah semua orang Israel, yakni seluruh bangsa itu, lalu
sampai di Betel; di sana mereka tinggal menangis di hadapan TUHAN, ber-
puasa sampai senja pada hari itu dan mempersembahkan korban bakaran
dan korban keselamatan di hadapan TUHAN. 27 Dan orang-orang Israel ber-
tanya kepada TUHAN – pada waktu itu ada di sana tabut perjanjian Allah, 28
dan Pinehas bin Eleazar bin Harun menjadi imam Allah pada waktu itu –
kata mereka: “Haruskah kami maju sekali lagi untuk berperang melawan
bani Benyamin, saudara kami itu, atau haruskah kami hentikan itu?” Jawab
TUHAN: “Majulah, sebab besok Aku akan menyerahkan mereka ke dalam
tanganmu.” 29 Lalu orang Israel menempatkan penghadang-penghadang seke-
liling Gibea. 30 Pada hari ketiga majulah orang-orang Israel melawan bani
Benyamin dan mengatur barisannya melawan Gibea seperti yang sudah-
sudah. 31 Maka majulah bani Benyamin menyerbu laskar itu; mereka terpan-
cing dari kota, dan seperti yang sudah-sudah, mereka mulai menyerang las-
kar itu pada kedua jalan raya – yang satu menuju ke Betel, dan yang lain ke
Gibea melalui padang – sehingga terbunuh beberapa orang, kira-kira tiga
puluh orang di antara orang Israel. 32 Maka kata bani Benyamin: “Orang-
orang itu telah terpukul kalah oleh kita seperti semula.” namun orang-orang
Israel telah bermupakat lebih dahulu: “Marilah kita lari dan memancing
mereka dari kota ke jalan-jalan raya.” 33 Jadi orang Israel bangun dari tem-
patnya dan mengatur barisannya di Baal-Tamar, sedang orang Israel yang
menghadang itu tiba-tiba keluar dari tempatnya, yakni tempat terbuka dekat
Geba, 34 dan sampai di depan Gibea, sebanyak sepuluh ribu orang pilihan
dari seluruh Israel. Pertempuran itu dahsyat, namun bani Benyamin tidak
tahu bahwa malapetaka datang menimpa mereka. 35 TUHAN membuat suku
Kitab Hakim-hakim 20:26-48
Benyamin terpukul kalah oleh orang Israel, dan pada hari itu orang-orang
Israel memusnahkan dari antara suku Benyamin dua puluh lima ribu sera-
tus orang, semuanya orang-orang yang bersenjatakan pedang. 36 Bani
Benyamin melihat, bahwa mereka telah terpukul kalah. Sementara orang-
orang Israel agak mundur di depan suku Benyamin – sebab mereka memper-
cayai penghadang-penghadang yang ditempatkan mereka untuk menyerang
Gibea – 37 maka segeralah penghadang-penghadang itu menyerbu Gibea.
Mereka bergerak maju dan memukul seluruh kota itu dengan mata pedang.
38 namun orang-orang Israel telah bermupakat dengan penghadang-pengha-
dang itu untuk menaikkan gumpalan asap tebal dari kota itu. 39 saat
orang-orang Israel mundur dalam pertempuran itu, maka suku Benyamin
mulai menyerang orang Israel, sehingga terbunuh kira-kira tiga puluh orang,
sebab pikir mereka: “Tentulah orang-orang itu terpukul kalah sama sekali
oleh kita seperti dalam pertempuran yang dahulu.” 40 namun pada waktu itu
mulailah gumpalan asap naik dari kota itu seperti tiang asap. Suku
Benyamin menoleh ke belakang dan tampaklah kota itu seluruhnya terbakar,
apinya naik ke langit. 41 Lagipula orang-orang Israel maju lagi. Maka geme-
tarlah orang-orang Benyamin itu, sebab mereka melihat, bahwa malapetaka
datang menimpa mereka. 42 Jadi larilah mereka dari depan orang-orang Israel
itu, ke arah padang gurun, namun pertempuran itu tidak dapat dihindari me-
reka, lalu orang-orang dari kota-kota menghabisi mereka di tengah-tengah-
nya. 43 Mereka mengepung suku Benyamin itu, mengejarnya dengan tak
henti-hentinya dan melandanya sampai di depan Gibea, di sebelah timur.
44 Dari bani Benyamin ada tewas delapan belas ribu orang, semuanya orang-
orang gagah perkasa. 45 Yang lain berpaling lari ke padang gurun, ke bukit
batu Rimon. namun di jalan-jalan raya masih diadakan penyabitan susulan di
antara mereka: lima ribu orang; mereka diburu sampai ke Gideom dan
dipukul mati dua ribu orang dari mereka. 46 Maka yang tewas dari suku
Benyamin pada hari itu seluruhnya berjumlah dua puluh lima ribu orang
yang bersenjatakan pedang, semuanya orang-orang gagah perkasa. 47 namun
enam ratus orang berpaling lari ke padang gurun, ke bukit batu Rimon, dan
tinggal empat bulan lamanya di bukit batu itu. 48 namun orang-orang Israel
kembali kepada bani Benyamin dan memukul mereka dengan mata pedang,
baik manusia baik hewan dan segala sesuatu yang terdapat di sana. Juga
segala kota yang terdapat di sana mereka musnahkan dengan api.
Dalam perikop ini kita mendapati cerita lengkap tentang kemenangan
tuntas yang diperoleh orang-orang Israel atas bani Benyamin dalam
pertempuran ketiga. Perkara yang benar itu menang juga pada akhir-
nya, saat orang-orang yang menanganinya memperbaiki apa yang
salah. Sebab, saat perkara yang baik kalah, itu terjadi sebab pena-
nganan yang tidak baik. Amatilah bagaimana kemenangan itu diper-
oleh pada waktu itu, dan bagaimana kemenangan itu dikejar.
I. Bagaimana kemenangan itu diperoleh. Ada dua hal yang terlalu
diandalkan orang Israel dalam dua pertempuran sebelumnya,
yaitu kebenaran perkara mereka dan keunggulan jumlah mereka.
Memang benar bahwa ada kebenaran dan juga kekuatan di pihak
mereka, yang merupakan dua keuntungan besar. Akan namun , me-
reka terlalu bergantung pada kedua hal itu, dengan mengabaikan
kewajiban-kewajiban yang harus mereka tunaikan sekarang pada
kali ketiga ini, sesudah menyadari kesalahan mereka.
1. Mereka sebelumnya begitu yakin akan kebenaran perkara me-
reka, hingga menganggap tidak perlu datang kepada Allah
untuk memohon penyertaan dan berkat-Nya. Mereka yakin
betul begitu saja bahwa Allah pastilah akan memberkati mere-
ka, bahkan, mungkin mereka menyimpulkan bahwa Allah
berutang perkenanan-Nya kepada mereka, dan tidak dapat
menahan perkenanan itu atas dasar keadilan, sebab untuk
membela kebajikanlah mereka maju dan mengangkat senjata.
Akan namun , sebab Allah telah menunjukkan kepada mereka
bahwa Ia tidak memiliki kewajiban apa pun untuk membuat
usaha mereka berhasil, bahwa Ia tidak membutuhkan mereka
ataupun terikat kepada mereka, bahwa mereka lebih berutang
budi kepada-Nya atas kehormatan yang mereka terima dengan
menjadi para penegak keadilan-Nya daripada Dia berutang
budi kepada mereka atas pelayanan mereka, maka sekarang
mereka dengan rendah hati memohonkan keberhasilan. Sebe-
lumnya mereka hanya meminta petunjuk dari Allah, siapakah
yang harus lebih dahulu maju? Dan, apakah kami harus maju?
namun sekarang mereka memohonkan perkenanan-Nya, ber-
puasa dan berdoa, dan mempersembahkan korban bakaran
dan korban keselamatan (ay. 26), untuk mengadakan penda-
maian bagi dosa dan memberikan pengakuan akan kebergan-
tungan mereka kepada Allah, dan sebagai ungkapan akan ke-
sungguhan permohonan mereka kepada-Nya. Kita tidak dapat
mengharapkan penyertaan Allah, kecuali kita mencarinya
dengan cara yang telah ditetapkan-Nya. saat mereka berada
dalam suasana hati ini, dan mencari Tuhan seperti itu, pada
saat itulah Ia tidak hanya memerintahkan mereka untuk maju
melawan bani Benyamin untuk ketiga kalinya, namun juga
memberi mereka janji kemenangan: Besok Aku akan menye-
rahkan mereka ke dalam tanganmu (ay. 28).
2. Mereka sebelumnya begitu yakin akan besarnya kekuatan
mereka, hingga mereka menganggap tidak perlu menggunakan
keahlian apa pun, menempatkan penghadang-penghadang apa
pun, atau membuat siasat. Mereka tidak ragu sedikit pun
akan menaklukkan musuh semata-mata dengan tangan yang
Kitab Hakim-hakim 20:26-48
kuat. Namun sekarang mereka sadar, bahwa mereka harus
menggunakan cara cerdas, seolah-olah yang sedang dihadapi
yaitu musuh yang lebih besar jumlahnya. Maka dari itu, me-
reka menempatkan penghadang-penghadang (ay. 29), dan me-
mang berhasil, seperti yang dilakukan nenek moyang mereka
di belakang kota Ai (Yos. 8). Siasat-siasat semacam itu besar
kemungkinan akan berhasil sesudah sebelumnya mengalami
kekalahan, yang membuat pihak musuh bergembira, dan
membuat gerakan mundur yang pura-pura mereka lakukan
tidak begitu dicurigai. Pengaturan sia