Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 31. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 31. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 31


 ia, dan bergabung bersamanya dalam pemberontakan melawan 

Allah dan pemerintahan-Nya. Anak-anak Benyamin, yang tentang 

mereka Musa telah berkata, kekasih TUHAN yang diam pada-Nya 

dengan tenteram (Ul. 33:12), telah menjadi anak-anak Belial yang 

begitu jahat, hingga seorang yang jujur tidak bisa tinggal dengan 

aman di antara mereka. Yang menjadi korban yaitu  orang Lewi 

dan istrinya, dan orang yang baik hati itu yang telah menjamu 

mereka. Kita yaitu  orang asing di bumi, dan harus siap menda-

pat perlakuan yang asing. Dikatakan bahwa mereka sedang meng-

gembirakan hatinya saat   masalah ini menimpa mereka (ay. 22). 

Tidak ada yang salah dengan kegembiraan, namun ia mengajar-

kan kepada kita betapa tidak pastinya kelangsungan dari segala 

penghiburan yang kita nikmati dari segala ciptaan. saat   kita 

sedang bersenang-senang dengan teman-teman kita, kita tidak 

tahu seberapa dekat musuh-musuh kita. Atau, jika kita baik-baik 

saja pada jam ini, belum tentu kita akan tetap baik-baik saja pada 

jam berikutnya. Jika kegembiraan itu mengandung dosa dan 

berlebihan, hendaklah itu menjadi peringatan bagi kita untuk 

tetap menjaga diri kita dengan ketat,supaya  kita tidak melewati 

batas dalam menggunakan hal-hal yang diperbolehkan, atau di-

buat lupa diri oleh kegirangan kita hingga melakukan hal-hal 

yang tidak pantas. Sebab kesukaan dapat berakhir dengan kedu-

kaan. Allah dapat segera mengubah alunan nada orang-orang 

yang sedang menggembirakan hati mereka, mengubah tawa mere-

ka menjadi perkabungan dan sukacita mereka menjadi kedukaan. 

Mari kita lihat kejahatan apa yang diperbuat oleh orang-orang 

Benyamin itu. 

1. Mereka mengadakan serangan yang kasar dan kurang ajar, 

pada malam hari, di tempat tinggal seorang yang jujur, yang 

tidak hanya hidup damai di antara mereka, namun  juga meng-

urus rumah dengan baik dan menjadi berkat serta perhiasan 

bagi kota mereka. Mereka mengepung rumah itu, dan, yang 

membuat sangat ngeri orang-orang yang berada di dalamnya, 

menggedor-gedor pintu dengan sekeras-kerasnya (ay. 22). Ru-

mah yaitu  istana seseorang, di dalamnya ia merasa aman ten-

teram, dan, sebab  itu, di mana ada hukum, di situ harus ada 

perlindungan bagi rumahnya. Namun tidak ada raja di Israel 

pada waktu itu untuk menjaga ketenteraman dan melindungi 

orang-orang jujur dari para pelaku kekerasan.  

2. Mereka memiliki  kebencian khusus terhadap orang-orang 

asing yang ada di tempat kediaman mereka, yang hanya meng-

inginkan tempat bermalam di antara mereka. Ini bertentangan 

dengan hukum keramahtamahan, yang dijunjung tinggi oleh 

semua bangsa beradab, dan yang dimohonkan oleh sang pemi-

lik rumah kepada mereka (ay. 23): sebab  orang ini telah 

masuk ke rumahku. Sungguh berjiwa hina dan keji mereka 

yang tanpa segan menginjak-injak orang yang tidak berdaya, 

yang dengan jahatnya memperlakukan orang terlebih sebab  

ia orang asing, padahal mereka tidak tahu apa kejahatannya. 

3. Mereka berencana, dengan cara yang teramat kotor dan keji, 

yang sungguh ngeri dan jijik untuk dibayangkan, untuk mele-

cehkan orang Lewi itu, yang mungkin sudah mereka lihat 

sebagai orang yang masih muda dan rupawan: Bawalah ke 

luar orang itu,supaya  kami pakai dia (KJV:supaya  kami tanya-

kan siapa dia). Kalau bukan sebab  jawaban sang pemilik 

rumah, kita pasti sudah menyimpulkan bahwa mereka hanya 

bermaksud menanyakan dari mana dia datang dan siapa dia. 

Akan namun , sang pemilik rumah yang baik itu, yang paham 

betul apa maksud mereka, melalui jawabannya membuat kita 

tahu bahwa mereka bermaksud memuaskan hawa nafsu yang 

paling tidak wajar dan lebih buruk daripada binatang, yang 

secara tegas dilarang oleh hukum Musa, dan disebut sebagai 

suatu kekejian (Im. 18:22). Orang-orang yang bersalah atas 

kejahatan itu ditempatkan dalam Perjanjian Baru di antara 

Kitab Hakim-hakim 19:22-30 

para pendosa yang paling jahat dan keji (1Tim. 1:10), dan yang 

tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (1Kor. 6:9). 

Nah,  

(1) Ini yaitu  dosa Sodom, dan sebab  itu disebut sodomi. 

Laut Mati, yang merupakan tugu peringatan abadi akan 

pembalasan Allah terhadap Sodom, sebab  kecemarannya, 

yaitu  salah satu dari batas-batas wilayah Kanaan, dan 

terletak tidak jauh dari Gibea. Dapat kita duga bahwa 

orang-orang Gibea telah melihat Laut Mati berkali-kali, 

namun mereka tidak mau belajar dari peringatan itu, namun  

malah berbuat lebih buruk daripada Sodom (Yeh. 16:48), 

dan berdosa dengan cara yang sama seperti yang telah 

dibuat orang-orang Sodom itu. Siapa yang menyangka 

(tanya Uskup Hall), bahwa kekejian yang luar biasa seperti 

itu muncul dari keturunan Yakub? Bahkan orang-orang 

kafir yang paling jahat pun tampaknya lebih seperti orang 

kudus dibandingkan mereka. Apa gunanya mereka memi-

liki tabut Allah di Silo sementara Sodom ada di jalan-jalan 

mereka. Apa gunanya hukum Allah pada jumbai-jumbai 

pakaian mereka, sementara Iblis ada dalam hati mereka? 

Tak ada yang lain selain neraka itu sendiri yang dapat 

menghasilkan makhluk yang lebih jahat daripada seorang 

Israel yang bejat.  

(2) Ini merupakan hukuman atas penyembahan berhala mere-

ka, dosa yang paling menjadi candu bagi mereka melebihi 

semua dosa lain. sebab  mereka tidak merasa perlu me-

ngenal Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada 

hawa nafsu yang keji ini, yang dengannya mereka meng-

hina diri mereka sendiri, sama seperti melalui penyembah-

an berhala mereka menghina Dia dan mengubah kemulia-

an-Nya menjadi kehinaan (Rm. 1:24, 28). Lihat dan ka-

gumilah kesabaran Allah dalam kejadian ini. Mengapa ana-

anak Belial ini tidak dibuat buta saja, seperti yang dialami 

orang Sodom? Mengapa api dan belerang tidak dihujankan 

dari langit ke atas kota mereka? Itu disebabkan Allah hen-

dak menyerahkan kepada Israel kehormatan untuk meng-

hukum orang-orang Benyamin itu dengan pedang, dan 

hendak menyimpan penghukuman-Nya sendiri atas mereka 

untuk masa yang akan datang, yang di dalamnya orang-

orang yang mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar 

akan menanggung siksaan api kekal (Yud. 1:7). 

4. Mereka menutup telinga terhadap teguran-teguran dan pen-

jelasan sang pemilik rumah yang baik itu, yang, seperti dapat 

kita duga, sebab  sudah mengenal baik kisah Lot dan orang-

orang Sodom, menetapkan hati untuk meneladani perbuatan 

Lot (ay. 23-24). Bandingkan dengan Kejadian 19:6-8. Ia keluar 

menemui mereka seperti yang dilakukan Lot, berbicara baik-

baik kepada mereka, menyebut mereka sebagai saudara-

saudara, dan memohon kepada mereka untuk menghentikan 

perbuatan mereka. Ia memohon agar tamu-tamunya dilindungi 

di dalam rumahnya, dan menjelaskan kepada mereka betapa 

jahatnya apa yang hendak mereka lakukan itu: “Janganlah 

berbuat sedemikian jahat, sangat jahat seperti itu.” Dia me-

nyebut perbuatan itu sebagai kebodohan dan kekejian (KJV). 

Akan namun , dalam satu hal dia terlalu jauh mengikuti per-

buatan Lot, seperti halnya kita dalam mencontoh orang baik, 

cenderung mengikuti mereka bahkan dalam langkah-langkah 

mereka yang salah, dengan menawarkan kepada mereka anak 

perempuannya untuk diperlakukan sesuka hati mereka. Ia 

tidak memiliki  kuasa untuk melacurkan anak perempuan-

nya seperti itu, dan juga tidak boleh melakukan kejahatan ini 

susaha  kebaikan dapat timbul. namun  usulan jahatnya ini 

dapat dimaklumi sebagian, sebab ia sungguh merasa kalut 

dan ngeri, khawatir akan keselamatan tamu-tamunya. Juga, ia 

terlalu menuruti apa yang dilakukan Lot dalam perkara 

serupa, dan tidak melihat para malaikat yang ada di dekatnya 

menegurnya atas perkataannya itu. Dan mungkin ia berharap 

bahwa dengan menyebutkan usulan ini sebagai pemuasan 

hawa nafsu mereka yang lebih wajar, mereka akan kembali 

kepada pelacur-pelacur yang biasa mereka pakai. Namun 

orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkataannya (ay. 

25). Hawa nafsu yang menuntut untuk dipuaskan yaitu  

seperti ular tedung tuli yang menutup telinganya. Hawa nafsu 

itu membuat hati nurani menjadi beku dan mati rasa. 

5. Mereka menangkap istri orang Lewi itu, dan memerkosanya 

sampai mati (ay. 25). Mereka mengabaikan lelaki tua itu yang 

menawarkan anak perempuannya untuk memuaskan hawa 

nafsu mereka, entah sebab  ia tidak cantik atau sebab  mere-

Kitab Hakim-hakim 19:22-30 

ka mengenalnya sebagai orang yang sangat bermartabat dan 

sopan. Akan namun , saat   orang Lewi itu membawa gundiknya 

kepada mereka, mereka membawa dia dengan paksa ke tem-

pat yang telah mereka tentukan untuk perbuatan cemar mere-

ka. Yosefus, dalam penuturannya tentang kisah ini, menjadi-

kan gundik itu sebagai sasaran mereka saat   mereka menge-

pung rumah itu, dan tidak mengatakan apa pun tentang ran-

cangan jahat mereka terhadap orang Lewi itu sendiri. Mereka 

melihat perempuan itu (tutur Yosefus) di jalan, saat   mereka 

datang ke kota itu, dan terpesona oleh kecantikannya. Dan 

mungkin, meskipun ia sudah berdamai dengan suaminya, na-

mun penampilannya tidak menunjukkan dia sebagai perem-

puan yang sangat sopan. Banyak orang mendatangkan keja-

hatan semacam ini atas diri mereka sendiri sebab  sikap dan 

perilaku mereka yang tidak dijaga. Percikan yang kecil bisa 

menyulut api yang besar. Orang akan berpikir bahwa orang 

Lewi itu seharusnya mengikuti mereka, untuk melihat apa 

yang akan terjadi pada istrinya. namun  ada kemungkinan ia 

tidak berani, takut kalau-kalau mereka berbuat jahat kepada 

dirinya sendiri. Dalam kesudahan yang mengenaskan dari 

perempuan ini, kita dapat melihat tangan Allah yang adil 

menghukumnya sebab  kecemarannya yang dulu, saat   ia 

berlaku serong terhadap suaminya (ay. 2). Meskipun ayahnya 

telah menyokongnya, suaminya telah memaafkannya, dan 

kesalahan itu dilupakan sebab  sekarang pertengkaran itu 

telah usai, namun Allah mengingatnya melawan dia saat   Ia 

membiarkan orang-orang fasik ini melecehkannya secara 

mengenaskan seperti itu. Betapa pun mereka berbuat tidak 

benar dalam perlakuan mereka terhadapnya, Tuhan bertindak 

benar dalam mengizinkan itu terjadi. Hukumannya sesuai 

dengan dosanya, Culpa libido fuit, poena libido fuit – Hawa 

nafsu yaitu  dosanya, dan hawa nafsu pula yang menjadi 

hukumannya. Oleh hukum Musa ia seharusnya dihukum mati 

sebab  perbuatan zinahnya. Ia luput dari hukuman itu dari 

manusia, namun pembalasan mengejarnya. Sebab, sekalipun 

tidak ada raja di Israel, namun ada Allah di Israel, Allah yang 

memberi keadilan di bumi. Janganlah kita merasa sudah cu-

kup jika  kita sudah berdamai dengan manusia yang telah 

kita jahati dengan dosa-dosa kita. namun  kita juga berkepen-

tingan, melalui pertobatan dan iman, untuk berdamai dengan 

Allah, yang tidak melihat seperti manusia melihat, dan yang 

tidak menganggap remeh dosa sebagaimana manusia sering 

menganggapnya. Akan namun , keadilan Allah dalam perkara ini 

sama sekali tidak memperingan kejahatan yang mengerikan 

dari orang-orang Gibea ini, yang sungguh biadab dan tidak 

berperikemanusiaan lebih daripada apa pun. 

II.  Pemberitahuan tentang kejahatan ini yang dikirimkan kepada 

semua suku Israel. Perempuan malang yang dilecehkan itu ber-

jalan tertatih-tatih menuju tempat suaminya menginap segera 

sesudah  fajar yang menyingsing mengharuskan anak-anak Belial 

ini membiarkan dia pergi sebab perbuatan-perbuatan kegelapan 

ini membenci terang dan takut pada terang (ay. 25). Lalu rebahlah 

ia di depan pintu, dengan tangannya pada ambang pintu, seolah-

olah memohon ampun atas kesalahannya yang dulu. Dan dalam 

sikap tubuh orang yang bertobat itu, dengan mulutnya di dalam 

debu, ia mengembuskan nafas terakhir. Di sana suaminya mene-

mukannya (ay. 26-27), mengira dia tertidur, atau diliputi rasa 

malu dan kekalutan atas apa yang telah terjadi, namun  segera 

sadar bahwa dia sudah mati (ay. 28). Lalu suaminya pun meng-

angkat mayatnya, yang dapat kita duga dipenuhi bekas-bekas 

pukulan tangan, dan pelecehan-pelecehan lain yang telah ia 

terima. Atas kejadian yang memilukan ini, ia mengurungkan niat-

nya untuk pergi ke Silo, dan langsung pulang ke rumah. Dia yang 

pergi keluar dengan harapan untuk kembali dengan bersukacita, 

malah pulang dengan bersedih dan berputus asa, duduk dan 

merenung, “Apakah kejahatan seperti ini pantas diabaikan?” Ia 

tidak dapat meminta api turun dari langit untuk membakar 

hangus orang-orang Gibea itu, seperti yang dilakukan para malai-

kat yang, dengan cara yang sama, dihina oleh orang-orang Sodom. 

Tidak ada raja di Israel, tidak pula sepanjang yang bisa disaksi-

kan, ada Mahkamah Agama, atau dewan pengadilan agung, untuk 

mengajukan aduan, dan menuntut keadilan. Pinehas yaitu  

imam besar, namun  ia sibuk dengan urusan tempat kudus, dan 

tidak bisa menjadi hakim atau pengadil. Oleh sebab itu, tidak 

tersisa cara lain untuknya selain mengadu kepada rakyat: biarlah 

masyarakat menjadi hakim. Meskipun mereka tidak memiliki 

majelis umum untuk semua suku, namun ada kemungkinan bah-

Kitab Hakim-hakim 19:22-30 

wa tiap-tiap suku mengadakan pertemuan dengan pemimpin me-

reka sendiri. Kepada tiap-tiap suku, dalam pertemuan mereka 

masing-masing, orang Lewi itu, melalui utusan-utusan khusus, 

mengirimkan keluhan atas kejahatan yang telah diperbuat terha-

dapnya, beserta semua keadaan yang memperberat kejahatan itu. 

Dan bersama itu, ia juga mengirimkan potongan mayat istrinya 

(ay. 29), baik untuk menguatkan kebenaran cerita itu maupun 

untuk membuat hati mereka semakin tergerak olehnya. Ia mem-

bagi-bagi mayat itu menjadi dua belas potong, menurut tulang-

tulangnya, demikian sebagian penafsir membacanya, yaitu, menu-

rut potongan daging dan tulangnya, dengan mengirimkan satu 

potong kepada setiap suku, bahkan termasuk suku Benyamin. 

Suku Benyamin juga ikut dikirimi dengan harapan bahwa sebagi-

an orang dari suku itu akan tergerak untuk bergabung dalam 

menghukum kejahatan yang begitu hebat ini, apalagi kejahatan 

ini dilakukan oleh orang-orang dari suku mereka sendiri. Memang 

tampak sangat biadab memotong-motong mayat seperti itu, yang, 

sesudah  dilecehkan secara begitu memalukan, seharusnya sudah 

dimakamkan dengan layak. Akan namun , orang Lewi itu dengan ini 

bermaksud, bukan hanya untuk menggambarkan perlakuan mere-

ka yang biadab terhadap istrinya, yang lebih baik mereka potong-

potong seperti itu daripada diperlakukan seperti yang mereka laku-

kan, namun  juga untuk mengungkapkan keprihatinan dan kemarah-

annya sendiri, dan dengan begitu menggugah mereka untuk mera-

sakan hal yang sama. Tindakan itu memang berdampak seperti 

yang diinginkan. Semua orang yang melihat potongan-potongan 

mayat itu, dan diberi tahu bagaimana duduk permasalahannya, 

mengungkapkan perasaan-perasaan yang sama tentangnya.  

1. Bahwa orang-orang Gibea telah bersalah atas tindak kejahatan 

yang sangat keji, yang tidak pernah dikenal sebelumnya di Israel 

(ay. 30). Itu yaitu  kejahatan yang sukar dilukiskan, dipenuhi 

dengan segala perbuatan di luar batas. Mereka bukanlah orang 

yang begitu bodoh hingga menjadikan dosa ini sebagai bahan 

olok-olok, atau mengabaikan cerita itu dengan candaan.  

2. Bahwa seluruh orang Israel harus dipanggil untuk bersidang, 

untuk membahas apa yang pantas dilakukan untuk menghu-

kum kejahatan ini,supaya  arus deras kebejatan yang meng-

ancam ini dapat dihentikan, dan murka Allah tidak turun 

menimpa seluruh bangsa sebab nya. Ini bukan perkara biasa, 

dan sebab  itu mereka mendorong satu sama lain untuk da-

tang berkumpul pada kesempatan ini dengan imbauan ini: Per-

hatikanlah itu, pertimbangkanlah, lalu berbicaralah! Kita men-

dapati di sini tiga aturan besar yang harus dilaksanakan oleh 

orang-orang yang duduk sebagai anggota dewan dalam setiap 

perkara yang sulit.  

(1) Hendaklah setiap orang menyendiri terlebih dahulu, dan 

menimbang perkara itu dalam-dalam tanpa berat sebelah, 

mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh dan tenang, 

tanpa prasangka terhadap kedua pihak, sebelum ia menge-

mukakan pendapatnya.  

(2) Hendaklah mereka membicarakannya secara bebas dan 

terbuka, dan setiap orang mendengar nasihat dari teman-

nya, mengetahui pendapatnya dan alasan-alasannya, lalu 

mempertimbangkannya.  

(3) lalu  hendaklah setiap orang mengutarakan pikiran-

nya, dan memberikan suaranya sesuai dengan hati nurani-

nya. Jikalau penasihat banyak seperti itu, maka keselamat-

an ada. 

 

 

PASAL  20  

e dalam kitab peperangan TUHAN kisah dalam pasal ini seharus-

nya dimasukkan, namun kisah ini tampak menyedihkan dan 

tidak menghibur sama seperti tulisan-tulisan lain dalam seluruh 

sejarah peperangan itu. Sebab di dalamnya tidak ada sesuatu yang 

tampak cerah atau menyenangkan sedikit pun selain kegigihan yang 

penuh kesalehan dari orang Israel dalam melawan kejahatan orang-

orang Gibea, yang menjadikannya sebagai perang yang dapat dibe-

narkan dan suci pada pihak Israel. Di sisi lain, kekerasan hati orang 

Benyamin dalam melindungi para penjahat mereka, yang merupakan 

penyebab perang itu, serta banyaknya kehilangan yang diderita orang 

Israel dalam melakukan perang itu, dan akibat yang ditimbulkannya 

(walaupun perkara yang benar itu menang pada akhirnya), yaitu 

hampir musnahnya seluruh suku Benyamin, menjadikan perang itu, 

dari awal hingga akhir, sungguh memilukan. Lebih parah lagi, perang 

ini terjadi segera sesudah  Israel dengan gilang gemilang menetap di 

tanah perjanjian, di mana orang akan berharap segala sesuatu aman 

tenteram dan sejahtera. Dalam pasal ini kita mendapati,  

I. Perkara orang Lewi didengar dalam rapat bersama semua 

suku (ay. 1-7).  

II. Keputusan yang bulat untuk membalaskan pertikaian orang 

Lewi itu kepada orang-orang Gibea (ay. 8-11).  

III. Bani Benyamin tampil membela para penjahat (ay. 12-17).  

IV. Kekalahan Israel dalam pertempuran para hari pertama dan 

kedua (ay. 18-25).  

V. Orang Israel merendahkan diri di hadapan Allah atas peris-

tiwa itu (ay. 26-28). 

VI. Kekalahan telak yang diberikan orang Israel kepada bani Be-

nyamin dalam pertempuran ketiga dengan sebuah siasat. 

Semua orang Benyamin dibinasakan, kecuali 600 orang (ay. 

29-48). Dan semuanya ini merupakan akibat dari penghinaan 

yang dilakukan terhadap satu orang Lewi yang malang beser-

ta istrinya. Betapa orang-orang yang berbuat kejahatan tidak 

mempertimbangkan apa yang akan menjadi kesudahannya. 

Persepakatan Melawan Gibea  

(20:1-11) 

1 Lalu majulah semua orang Israel; dari Dan sampai Bersyeba dan juga dari 

tanah Gilead berkumpullah umat itu secara serentak menghadap TUHAN di 

Mizpa. 2 Maka berdirilah para pemuka dari seluruh bangsa itu, dari segala 

suku orang Israel, memimpin jemaah umat Allah yang jumlahnya empat 

ratus ribu orang berjalan kaki, yang bersenjatakan pedang. 3 Kedengaranlah 

kepada bani Benyamin, bahwa orang Israel telah maju ke Mizpa. Berkatalah 

orang Israel: “Ceritakan bagaimana kejahatan itu terjadi.” 4 Lalu orang Lewi, 

suami perempuan yang terbunuh itu, menjawab: “Aku sampai dengan gun-

dikku di Gibea kepunyaan suku Benyamin untuk bermalam di sana. 5 Lalu 

warga-warga kota Gibea itu mendatangi aku dan mengepung rumah itu pada 

malam hari untuk menyerang aku. Mereka bermaksud membunuh aku, namun  

gundikku diperkosa mereka, sehingga mati. 6 Maka kuambillah mayat gundik-

ku, kupotong-potong dia dan kukirimkan ke seluruh daerah milik pusaka orang 

Israel, sebab orang-orang itu telah berbuat mesum dan berbuat noda di antara 

orang Israel. 7 Sekarang kamu sekalian, orang Israel, telah ada di sini. Berikan-

lah di sini pertimbanganmu dan nasihatmu.” 8 lalu  bangunlah seluruh 

bangsa itu dengan serentak, sambil berkata: “Seorang pun dari pada kita tak-

kan pergi ke kemahnya, seorang pun dari pada kita takkan pulang ke rumah-

nya. 9 Inilah yang akan kita lakukan kepada Gibea; memeranginya, dengan 

membuang undi! 10 Kita akan memilih dari seluruh suku Israel sepuluh orang 

dari tiap-tiap seratus, seratus orang dari tiap-tiap seribu, seribu orang dari tiap-

tiap sepuluh ribu, untuk mengambil bekal bagi laskar ini,supaya  sesudah 

mereka datang, dilakukan kepada Gibea-Benyamin setimpal dengan segala per-

buatan noda yang telah diperbuat mereka di antara orang Israel.” 11 Demikian-

lah orang Israel berkumpul melawan kota itu, semuanya bersekutu dengan 

serentak. 

Dalam perikop ini kita mendapati,  

I. Pertemuan umum yang diadakan oleh seluruh jemaat Israel untuk 

memeriksa perkara mengenai gundik orang Lewi, dan untuk mem-

pertimbangkan apa yang harus dilakukan tentangnya (ay. 1-2). 

Tidak tampak bahwa mereka dipanggil oleh suatu pemimpin yang 

berwenang, namun  mereka datang berkumpul bersama, seolah-olah, 

atas persetujuan dan kesepakatan dari satu hati yang sama, yang 

dikobarkan oleh semangat yang kudus bagi kehormatan Allah dan 

Israel.  

Kitab Hakim-hakim 20:1-11 

1. Tempat pertemuan mereka yaitu  Mizpa. Mereka berkumpul 

bersama untuk menghadap Tuhan di sana, sebab Mizpa ter-

letak begitu dekat dengan Silo, sehingga diduga kuat perke-

mahan mereka membentang dari Mizpa ke Silo. Silo yaitu  

kota kecil, sehingga saat   ada pertemuan seluruh umat untuk 

menghadap Allah, mereka memilih Mizpa sebagai pusat ber-

kumpul, yang merupakan kota penting di dekat Silo. Hal ini 

mereka lakukan mungkin sebab  mereka tidak mau menim-

bulkan kerepotan di Silo, yang pasti akan demikian jika  

ada kumpulan orang yang begitu besar, sebab Silo yaitu  

tempat tinggal para imam yang melayani di Kemah Suci.  

2. Orang-orang yang berkumpul itu semuanya orang Israel, dari 

Dan, kota yang baru belakangan ini disebut demikian, (18:29) 

di bagian utara hingga Bersyeba di bagian selatan, dan juga 

dari tanah Gilead, yaitu suku-suku yang tinggal di seberang 

sungai Yordan, semuanya menjadi satu tubuh secara serentak. 

Betapa mereka bersatu suara dalam kepedulian mereka terha-

dap kebaikan bersama. Di sini ada sidang jemaah umat Allah, 

bukan kumpulan orang Lewi dan para imam, meskipun se-

orang Lewilah yang terutama berkepentingan dalam perkara 

itu, melainkan sidang jemaah umat, yang kepada mereka 

orang Lewi itu mengadu perkaranya dengan seruan, Appello 

populum – Aku mengadu kepada umat. Umat Allah itu jumlah-

nya empat ratus ribu orang yang berjalan kaki dan bersenjata-

kan pedang, yaitu, yang bersenjata dan terlatih, dan layak 

untuk tugasnya, dan sebagian dari mereka mungkin yaitu  

orang-orang yang telah mengenal perang Kanaan (3:1). Dalam 

sidang jemaah seluruh Israel ini, para pemuka atau penjuru 

umat, sebab pemimpin yaitu  batu penjuru rakyat, yang me-

nyatukan semuanya, maju sebagai wakil-wakil dari yang lain-

nya. Mereka memimpin barisan mereka masing-masing, de-

ngan mengepalai pasukan seribu dan pasukan seratus, pasuk-

an lima puluh dan pasukan sepuluh. Sebab tata tertib dan 

pemerintahan seperti itu, dapat kita duga, setidak-tidaknya 

telah ada di antara mereka, meskipun mereka tidak memiliki 

jenderal atau panglima besar. Jadi di sini ada,  

(1) Rapat besar para pemimpin negeri untuk membuat pertim-

bangan. Para pemuka umat maju ke depan, untuk memim-

pin dan memberikan arahan dalam perkara ini.  

(2) Pertemuan umum pasukan rakyat untuk mengambil tin-

dakan, yakni semua orang yang bersenjatakan pedang dan 

para prajurit (ay. 17), bukan tentara upahan atau paksaan, 

melainkan penduduk negeri yang terbaik, yang pergi de-

ngan biaya mereka sendiri. Orang Israel berjumlah di atas 

600.000 orang saat   tiba di Kanaan, dan beralasan bagi 

kita untuk meyakini bahwa pada saat ini jumlah mereka 

jauh bertambah, dan bukan berkurang. Akan namun , pada 

saat itu antara dua puluh dan enam puluh ribu orang 

yaitu  para prajurit, dan sekarang kita dapat menduga 

bahwa lebih dari setengahnya dibebaskan dari kewajiban 

mengangkat senjata untuk mengolah tanah. Jadi, pasukan 

yang berkumpul sekarang ini seperti kumpulan orang yang 

terlatih. Pasukan rakyat dari dua setengah suku berjumlah 

40.000 orang (Yos. 4:13), namun  jumlah suku-sukunya lebih 

banyak lagi. 

II.  Kabar tentang pertemuan ini disampaikan kepada suku Benyamin 

(ay. 3): Kedengaranlah kepada bani Benyamin, bahwa orang Israel 

telah maju ke Mizpa. Ada kemungkinan mereka mendapat panggil-

an resmi untuk hadir bersama saudara-saudara mereka,supaya  

perkara itu dapat dirundingkan secara adil, sebelum diambil sua-

tu keputusan tentang hal itu. Dengan begitu, hal-hal merugikan 

yang terjadi sesudahnya bisa saja dicegah dengan membahagia-

kan. Akan namun , pemberitahuan yang mereka terima tentang 

pertemuan ini malah membuat hati mereka keras dan panas, dan 

bukannya menyadarkan mereka untuk memikirkan apa yang 

perlu bagi damai sejahtara dan kehormatan mereka. 

III. Pemeriksaan yang sungguh-sungguh atas kejahatan yang ditu-

duhkan kepada orang-orang Gibea. Gambaran yang sangat me-

ngerikan tentang kejahatan itu telah diberikan melalui laporan 

para utusan yang dikirim untuk memanggil jemaah berkumpul, 

namun  sudah sepantasnya perkara itu diselidiki dengan lebih sak-

sama, sebab  peristiwa seperti itu sering kali digambarkan lebih 

buruk daripada yang sebenarnya. Oleh sebab itu, dibentuklah se-

buah panitia untuk memeriksa para saksi, di atas sumpah, sudah 

pasti dan untuk melaporkan perkaranya. Hanya kesaksian orang 

Lewi itu sendirilah yang dicatat di sini, namun  ada kemungkinan 

Kitab Hakim-hakim 20:1-11 

bahwa bujangnya, dan orang tua itu, turut diperiksa, dan mem-

berikan kesaksian mereka, sebab  dalam bahasa aslinya tampak 

bahwa ada lebih dari satu orang yang diperiksa (ay. 3), yaitu, 

kalian ceritakanlah kepada kami. Dan menurut hukum Taurat, 

tak seorang pun boleh dihukum mati, apalagi orang sebanyak itu, 

atas keterangan satu saksi saja. Orang Lewi itu memberikan pen-

jelasan terperinci tentang perkara ini: bahwa ia singgah di Gibea 

hanya sebagai seorang pelancong untuk menginap di sana, tanpa 

sedikit pun berbuat sesuatu yang menimbulkan kecurigaan bah-

wa ia merancang suatu kejahatan terhadap mereka (ay. 4). Dan 

bahwa orang-orang Gibea, bahkan orang-orang berada di antara 

mereka, yang seharusnya menjadi pelindung bagi orang asing di 

tempat kediaman mereka, dengan rusuh mengepung rumah 

tempat ia menginap, dan bermaksud membunuh dia. Ia tidak bisa, 

sebab  malu, menceritakan tuntutan yang, tanpa rasa malu, 

mereka perbuat itu (19:22). Mereka menyatakan dosa mereka se-

bagai Sodom, bahkan dosa Sodom, namun  kesopanannya membuat 

dia tidak mau menyebutkan kembali tindakan itu. Cukup dikata-

kan bahwa mereka mau membunuhnya, sebab baginya lebih baik 

dibunuh daripada menyerah pada kejahatan mereka. Seandainya 

mereka berhasil menangkapnya, mereka pasti akan menyetubuhi-

nya sampai mati, lihat saja apa yang telah mereka lakukan ke-

pada gundiknya: Mereka telah memerkosanya sehingga mati (ay. 

5). Dan, untuk membangkitkan kegeraman dalam diri orang-

orang sebangsanya terhadap kejahatan ini, ia telah mengirimkan 

potongan-potongan mayat itu kepada semua suku, yang telah 

mereka bawa bersama untuk memberikan kesaksian mereka ter-

hadap kemesuman dan kebodohan yang diperbuat di antara orang 

Israel (ay. 6, KJV). Semua kemesuman yaitu  kebodohan, ter-

utama kemesuman di Israel. Mereka menajiskan tubuh mereka 

sendiri, padahal ada meterai perjanjian yang mulia dalam daging 

mereka. Mereka menantang pembalasan ilahi, padahal kepada 

mereka pembalasan ilahi dinyatakan dengan begitu jelas dari 

sorga. Mereka ini Nabal namanya, dan bebal orangnya. Orang 

Lewi itu mengakhiri pernyataannya dengan seruan pada pengha-

kiman pengadilan (ay. 7): Kamu sekalian yaitu  orang Israel, dan 

sebab  itu kamu mengenal undang-undang dan hukum (Est. 1:13). 

“Kamu yaitu  bangsa yang kudus bagi Allah, dan ngeri terhadap 

segala sesuatu yang akan menghina Allah dan menajiskan negeri-

mu. Kamu berasal dari masyarakat yang sama, anggota-anggota 

dari tubuh yang sama, dan sebab  itu pasti ikut merasakan 

penyakit-penyakitnya. Kamu yaitu  orang Israel, yang secara 

khusus harus memperhatikan orang-orang Lewi, suku kepunyaan 

Allah, di antara kamu, dan sebab  itu berikanlah pertimbangan-

mu dan nasihatmu tentang apa yang harus dilakukan.” 

IV. Keputusan yang mereka ambil sesudah  mendengar semuanya itu, 

yaitu bahwa, sebab  sekarang sudah berkumpul bersama, mereka 

tidak mau bubar sampai mereka melihat pembalasan diadakan 

atas kota yang jahat itu, yang merupakan cela dan aib bagi 

bangsa mereka. Amatilah,  

1. Kegigihan mereka melawan kemesuman yang telah diperbuat. 

Mereka tidak mau kembali ke rumah mereka, betapa pun 

keluarga dan urusan mereka di rumah membutuhkan mereka, 

sampai mereka membersihkan kehormatan Allah dan Israel, 

dan menuntaskan dengan pedang mereka, jika memang harus 

begitu, penghukuman atas kejahatan yang dituntut oleh rasa 

keadilan bangsa itu (ay. 8). Dengan ini mereka memperlihat-

kan diri sebagai orang Israel sejati, bahwa mereka lebih meng-

utamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.  

2. Kebijaksanaan mereka dalam mengirim sejumlah besar orang 

dari segenap pasukan mereka untuk mengambil perbekalan 

bagi yang lain (ay. 9-10). Satu dari sepuluh orang, dan orang 

itu dipilih dengan undi, semuanya berjumlah 40.000 orang, 

harus pergi ke negeri mereka masing-masing, tempat asal me-

reka, untuk mengambil roti dan makanan lain sebagai bekal 

bagi pasukan besar ini. Sebab saat   datang dari tempat asal 

mereka, mereka hanya membawa perbekalan untuk perjalan-

an ke Mizpa, bukan untuk berkemah yang mungkin akan lama 

di depan Gibea. Hal ini untuk mencegahsupaya  mereka tidak 

berpencar mencari makan sendiri, sebab, seandainya demi-

kian, akan sulit untuk menyatukan mereka semua kembali, 

terutama menyatukan semua dalam satu pikiran yang baik 

seperti itu. Perhatikanlah, jika  dalam diri umat tampak 

semangat yang penuh kesalehan untuk melakukan suatu 

pekerjaan baik, sebaiknya segeralah manfaatkan kesempatan 

yang ada, selagi semangat itu berkobar-kobar, sebab semangat 

seperti itu cenderung cepat dingin jika pelaksanaan pekerjaan-

Kitab Hakim-hakim 20:12-17 

nya ditunda-tunda. Janganlah kita menunda pekerjaan yang 

baik untuk hari esok, padahal kita bisa mengerjakannya 

dengan baik pada hari ini.  

3. Kebulatan suara mereka dalam segala pertimbangan dan sa-

ran ini, dan pelaksanaan dari semuanya itu. Keputusannya di-

setujui lewat pemungutan suara, Nemine contradicente – Tanpa 

suara yang menolak (ay. 8), semuanya sehati sepikiran. saat   

keputusan itu dilaksanakan, mereka semuanya bersekutu de-

ngan serentak (ay. 11). Ini merupakan kemuliaan dan kekuat-

an mereka, bahwa sejumlah suku itu tidak memiliki  kepen-

tingan sendiri-sendiri saat   masalahnya menyangkut kebaik-

an bersama. 

Peperangan Melawan Bani Benyamin 

(20:12-17) 

12 lalu  suku-suku Israel mengirim orang kepada seluruh suku Benya-

min dengan pesan: “Apa macam kejahatan yang terjadi di antara kamu itu!  

13 Maka sekarang, serahkanlah orang-orang itu, yakni orang-orang dursila 

yang di Gibea itu,supaya  kami menghukum mati mereka dan dengan demi-

kian menghapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.” namun  bani Be-

nyamin tidak mau mendengarkan perkataan saudara-saudaranya, orang 

Israel itu. 14 Sebaliknya, bani Benyamin dari kota-kota lain berkumpul di 

Gibea untuk maju berperang melawan orang Israel. 15 Pada hari itu dihitung-

lah jumlah bani Benyamin dari kota-kota lain itu: dua puluh enam ribu 

orang yang bersenjatakan pedang, belum termasuk penduduk Gibea, yang 

terhitung tujuh ratus orang pilihan banyaknya. 16 Dari segala laskar ini ada 

tujuh ratus orang pilihan yang kidal, dan setiap orang dari mereka dapat 

mengumban dengan tidak pernah meleset sampai sehelai rambut pun. 17 

Juga orang-orang Israel dihitung jumlahnya; dengan tidak termasuk suku 

Benyamin ada empat ratus ribu orang yang bersenjatakan pedang; semuanya 

itu prajurit. 

Dalam perikop ini kita mendapati,  

I. Tuntutan yang pantas dan adil yang diajukan oleh suku-suku 

Israel, yang sekarang sedang berkemah, kepada suku Benyamin, 

untuk menyerahkan para penjahat di Gibeasupaya  diadili (ay. 12, 

13). Seandainya suku Benyamin datang, seperti yang seharusnya 

demikian, hadir dalam sidang jemaah umat Allah itu, dan setuju 

dengan mereka dalam keputusan yang diambil, maka tidak akan 

ada yang harus dihadapi selain orang-orang Gibea saja. namun  

sebab  orang Benyamin tidak hadir dan berpihak kepada para 

penjahat, maka mereka semua juga harus berurusan. Orang-

orang Israel itu gigih melawan kejahatan yang telah diperbuat, na-

mun mereka berhati-hati dalam kegigihan mereka. Mereka tidak 

berpikir untuk memberanikan diri dalam menyerang seluruh 

suku Benyamin, kecuali suku itu, dengan menolak menyerahkan 

para penjahat, dan melindungi para penjahat itu untuk diadili, 

menjadikan diri mereka sendiri ikut bersalah ex post facto – seba-

gai kaki tangan kejahatan sesudah  kejahatan itu diperbuat. Orang 

Israel ingin agar suku Benyamin mempertimbangkan betapa besar 

kejahatan yang telah diperbuat itu (ay. 12), dan bahwa kejahatan 

itu diperbuat di antara mereka. Oleh sebab  itu, betapa mereka 

harus menghukum mati para penjahat itu sendiri, sesuai dengan 

hukum Musa, atau menyerahkan para penjahat itu kepada sidang 

jemaat, untuk dihukum di hadapan orang banyak dan dengan 

diiringi upacara,supaya  kejahatan dapat disingkirkan dari Israel. 

Juga,supaya  kesalahan pada bangsa itu dihapuskan, dan penu-

larannya dihentikan dengan memotong bagian tubuh yang mem-

busuk, dan penghakiman-penghakiman atas bangsa itu dicegah. 

Sebab, dosa itu begitu menyerupai dosa orang Sodom hingga su-

dah sewajarnya mereka takut, jika mereka tidak menghukumnya, 

Allah akan menurunkan hujan api dan belerang dari langit atas 

mereka, seperti yang diturunkan-Nya, bukan hanya atas Sodom, 

melainkan juga atas kota-kota sekitarnya. Seandainya orang 

Israel tidak mengajukan tuntutan yang masuk akal ini, mereka 

akan lebih menyesal lagi dalam meratapi kehancuran-kehancuran 

suku Benyamin yang terjadi selanjutnya. Segala jalan damai ha-

rus ditempuh sebelum kita maju berperang atau pergi ke peng-

adilan. Tuntutan itu seperti tuntutan Yoab kepada Abel (2Sam. 

20:20-21). “Serahkan saja pengkhianat itu, maka kami akan 

meletakkan senjata.” Dengan syarat-syarat ini, dan bukan dengan 

syarat-syarat lain, Allah akan berdamai dengan kita, yaitu bahwa 

kita harus meninggalkan dosa-dosa kita, mematikan dan menya-

libkan hawa nafsu kita, maka semuanya akan baik-baik saja. 

Murka-Nya akan surut. 

II. Kekerasan hati dan kedegilan yang menyedihkan dari bani Benya-

min, yang tampaknya sama-sama bersuara bulat dan bersema-

ngat dalam keputusan-keputusan mereka untuk membela para 

penjahat itu, seperti halnya suku-suku lain untuk menghukum 

Kitab Hakim-hakim 20:12-17 

mereka. Betapa mereka tidak memiliki  kesadaran akan kehor-

matan, kewajiban, dan kepentingan mereka.  

1. Mereka luar biasa keji hingga melindungi kejahatan yang telah 

diperbuat: Mereka tidak mau mendengarkan perkataan sau-

dara-saudaranya (ay. 13), entah sebab  orang-orang dari suku 

itu pada umumnya lebih jahat dan bejat pada saat ini 

daripada semua suku lain, dan sebab  itu tidak tahan melihat 

orang lain dihukum atas kejahatan yang mereka sendiri tahu 

bahwa mereka juga bersalah atasnya, atau sebab  (seperti 

dugaan uskup Patrick) mereka merasa sakit hati sebab  suku-

suku lain ikut campur dalam kepentingan-kepentingan mere-

ka. Beberapa bagian tanah Kanaan yang paling subur dan 

permai jatuh ke bagian undi suku ini. Tanah mereka, seperti 

tanah Sodom, bagaikan taman TUHAN, yang mungkin mem-

bantu membuat para penduduknya, seperti orang-orang So-

dom, menjadi sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN (Kej. 

13:10, 13). Mereka tidak mau melakukan apa yang mereka 

tahu sebagai kewajiban mereka saat   diingatkan oleh sau-

dara-saudara mereka, sebab mereka tidak sudi diajar dan 

dikendalikan oleh saudara-saudara mereka. Kalaupun ada 

orang-orang bijak di antara mereka yang bersedia memenuhi 

tuntutan yang diajukan, namun mereka ini kalah oleh suara 

sebagian besar orang, yang dengan demikian menjadikan keja-

hatan orang-orang Gibea itu sebagai kejahatan mereka sendiri. 

Demikianlah kita turut mengambil bagian dalam perbuatan-

perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, jika kita 

mengadakan persepakatan dengan orang-orang yang turut 

ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan itu, dan membuat 

diri kita bersalah atas dosa-dosa orang lain dengan menyokong 

dan membela mereka. Tampaknya seburuk apa pun suatu 

perkara, ada saja yang akan tampil menjadi pelindung dan 

pembelanya. namun  celakalah orang yang mengadakan penye-

satan seperti itu. Orang-orang yang menghalangi penegakan 

keadilan, dan menguatkan tangan orang jahat, dengan ber-

kata, hai orang jahat, engkau tidak akan mati!, pasti akan 

dimintai pertanggungjawaban yang besar. 

2. Orang Benyamin luar biasa angkuh dan congkak hingga be-

rani maju melawan pasukan gabungan seluruh Israel. Tentu-

nya tidak pernah orang kehilangan akal sehat dengan begitu 

menyedihkan seperti mereka saat   mau saja mengangkat 

senjata untuk melawan,  

(1) Suatu perkara yang jelas-jelas berpihak pada umat Israel. 

Bagaimana mereka bisa berharap akan berhasil, padahal 

mereka berperang melawan keadilan, dan sebagai akibat-

nya melawan Allah yang adil itu sendiri. Mereka berperang 

melawan orang-orang yang memiliki imam besar dan sabda 

ilahi di pihak mereka. Dengan demikian, mereka sedang 

melakukan pemberontakan secara terang-terangan terha-

dap kekuasaan yang suci dan tertinggi dari bangsa itu.  

(2) Pasukan yang begitu besar yang dimiliki Israel. Ketidak-

seimbangan jumlah mereka jauh lebih besar daripada yang 

diceritakan dalam Lukas 14:31-32, di mana pihak yang 

memiliki 10.000 orang tidak berani menghadapi pihak yang 

datang melawannya dengan 20.000 orang, dan sebab  itu 

menanyakan syarat-syarat perdamaian. Dalam kisah Lukas 

itu musuhnya hanyalah dua banding satu, sedangkan di 

sini lebih dari lima belas banding satu. Namun demikian, 

orang Benyamin memandang rendah syarat-syarat perda-

maian. Segenap pasukan yang dapat mereka bawa ke me-

dan perang hanyalah 26.000 orang, di samping 700 orang 

Gibea (ay. 15). Namun dengan orang-orang inilah mereka 

berani menghadapi 400.000 orang Israel (ay. 17). Demi-

kianlah para pendosa menjadi hilang akal sehat sehingga 

menghancurkan diri mereka sendiri, dan membangkitkan 

cemburu Tuhan yang secara tak terhingga lebih kuat dari-

pada mereka (1Kor. 10:22). namun  kelihatannya orang 

Benyamin mengandalkan keahlian orang-orang mereka 

untuk menutupi kekurangan jumlah, terutama pasukan 

pengumban yaitu pelempar batu dengan katapel, sebanyak 

700 orang, yang meskipun kidal, namun sangat tangkas 

dalam mengumban batu, tidak pernah meleset sampai se-

helai rambut pun dari sasaran mereka (ay. 16). namun  para 

penembak jitu ini sangat melenceng dari tujuan mereka 

saat   mereka mendukung perkara yang buruk ini. Be-

nyamin berarti anak tangan kanan, namun kita mendapati 

keturunannya kidal. 

 

Kitab Hakim-hakim 20:18-25 

Peperangan Melawan Bani Benyamin 

(20:18-25) 

18 Lalu orang Israel berangkat dan maju ke Betel. Di sana mereka bertanya 

kepada Allah: “Siapakah dari kami yang lebih dahulu maju berperang me-

lawan bani Benyamin?” Jawab TUHAN: “Suku Yehudalah lebih dahulu.”  

19 Lalu orang-orang Israel bangun pagi-pagi dan berkemah mengepung Gibea. 

20 lalu  majulah orang-orang Israel berperang melawan suku Benyamin; 

orang-orang Israel mengatur barisan perangnya melawan mereka dekat 

Gibea. 21 Juga bani Benyamin maju menyerang dari Gibea dan menggugur-

kan ke bumi dua puluh dua ribu orang dari antara orang Israel pada hari itu. 

22 namun  laskar orang Israel mengumpulkan segenap kekuatannya, lalu 

mengatur pula barisan perangnya di tempat mereka mengatur barisannya 

semula. 23 lalu  pergilah orang-orang Israel, lalu menangis di hadapan 

TUHAN sampai petang, sesudah itu mereka bertanya kepada TUHAN: “Akan 

pergi pulakah kami berperang melawan bani Benyamin, saudara kami itu?” 

Jawab TUHAN: “Majulah melawan mereka.” 24 namun  saat   orang-orang 

Israel pada hari kedua sampai di dekat bani Benyamin, 25 maka pada hari 

kedua itu majulah suku Benyamin dari Gibea menyerbu mereka, dan 

digugurkannya pula ke bumi delapan belas ribu orang di antara orang-orang 

Israel; semuanya orang-orang yang bersenjatakan pedang. 

Dalam perikop ini kita mendapati kekalahan orang Israel dalam per-

tempuran mereka yang pertama dan kedua melawan bani Benyamin. 

I. Sebelum pertempuran yang pertama, mereka meminta petunjuk 

dari Allah mengenai urutan yang harus maju dalam pertempuran, 

dan mereka pun diberi petunjuk, namun mereka mengalami 

kekalahan yang parah. Mereka sama sekali tidak menganggap 

pantas untuk bertanya kepada Allah apakah mereka harus maju 

melawan suku Benyamin, sebab  masalahnya sudah jelas, orang-

orang Gibea harus dihukum sebab  kejahatan mereka, dan Israel 

harus menjatuhkan hukuman itu atau tidak ada yang akan 

menghukum. Sebaliknya, mereka bertanya “Siapa yang akan 

maju lebih dahulu?” (ay. 18), yaitu, “Siapa yang akan menjadi 

panglima pasukan kami?” Sebab, suku mana pun yang ditunjuk 

untuk maju terlebih dahulu, pemimpin suku itu harus dipandang 

sebagai panglima besar seluruh bangsa. sebab  seandainya yang 

mereka maksudkan yaitu  urutan barisan mereka saja, maka 

lebih tepat untuk bertanya, “Siapa yang akan maju selanjutnya?” 

dan lalu , “Siapa selanjutnya?” Akan namun , jika mereka tahu 

bahwa Yehuda harus maju terlebih dahulu, mereka tahu bahwa 

mereka semua harus mematuhi perintah-perintah dari pemimpin 

suku itu. Kehormatan ini diberikan kepada Yehuda sebab  Yesus 

Tuhan kita akan muncul dari suku itu, yang harus memiliki 

keunggulan dalam segala sesuatu. Suku yang maju terlebih da-

hulu akan mendapat menempati kedudukan yang paling terhor-

mat, namun  juga yang paling berbahaya, dan mungkin menderita 

kekalahan paling banyak dalam pertempuran itu. Siapa yang mau 

berjuang menjadi yang terutama jika  ia melihat bahaya yang 

menyertainya? Namun demikian, meskipun Yehuda, suku yang 

kuat dan gagah itu, maju terlebih dahulu, dan semua suku Israel 

mengiringinya, Benyamin yang bungsu, demikian ia disebut (Mzm. 

68:28), terlalu tangguh bagi mereka semua. Seluruh pasukan 

Israel mengepung Gibea (ay. 19). Bani Benyamin maju untuk 

menghentikan pengepungan itu, dan tentara Benyamin bersiap-

siap untuk memberi mereka sambutan yang hangat (ay. 20). Bani 

Benyamin menyerang orang Israel dari barisan depan dengan kege-

raman yang meluap-luap, sedangkan orang-orang Gibea menyerbu 

mereka dari barisan belakang. Orang Israel menjadi kalang kabut 

di tengah-tengah dan kehilangan 22.000 orang (ay. 21). Di sini 

tidak ada tawanan yang diambil, sebab tidak ada ampun bagi 

seorang pun, semuanya ditebas dengan pedang. 

II.  Sebelum pertempuran yang kedua, orang Israel kembali bertanya 

kepada TUHAN, dengan lebih sungguh-sungguh daripada sebe-

lumnya. Sebab mereka menangis di hadapan TUHAN sampai pe-

tang (ay. 23), meratapi hilangnya begitu banyak pahlawan gagah 

perkasa, terutama sebab  itu merupakan tanda murka Allah dan 

akan memberikan kesempatan kepada bani Benyamin untuk ber-

sorak-sorak atas menangnya kejahatan mereka. Juga pada saat 

ini mereka tidak bertanya siapa yang harus maju terlebih dahulu, 

namun  apakah mereka memang harus maju. Mereka tampaknya 

bimbang untuk maju berperang, terutama sebab  sekarang sang 

Penyelenggara telah mengernyitkan dahi kepada mereka, sebab 

Benyamin yaitu  saudara mereka, dan sebab  itu kini bersedia 

meletakkan senjata jika Allah memerintahkan demikian. Namun, 

Allah menyuruh mereka maju. Ia mengizinkan usaha  itu, sebab, 

meskipun Benyamin yaitu  saudara mereka, ia yaitu  anggota 

yang sudah membusuk dari tubuh mereka dan harus dipotong. 

Atas perintah ini mereka membesarkan hati mereka, mungkin 

lebih dalam kekuatan mereka sendiri daripada dalam penugasan 

ilahi. Mereka melakukan usaha  kedua untuk menyerang pasukan 

pemberontak, di tempat yang sama di mana pertempuran sebe-

Kitab Hakim-hakim 20:18-25 

lumnya terjadi (ay. 22). Mereka melakukan ini dengan harapan 

akan memulihkan kembali kehormatan mereka di tempat yang 

sama di mana mereka telah kehilangan kehormatan itu. Mereka 

tidak mau bersikap takhayul, seolah-olah tempat itu mengandung 

ketidakberuntungan. Akan namun  mereka dipukul mundur untuk 

kedua kalinya, dengan kehilangan 18.000 orang (ay. 25). Kehi-

langan sebelumnya ditambah kehilangan kali ini berjumlah 

40.000 orang, tepat sepersepuluh dari seluruh pasukan, dan jum-

lah yang sama yang telah mereka undi untuk mengambil per-

bekalan (ay. 10). Mereka telah mengurangi sepersepuluh dari jum-

lah mereka untuk mengambil perbekalan itu, dan sekarang Allah 

kembali mengurangi sepersepuluh dari jumlah mereka untuk 

pembantaian itu. namun  apa yang akan kita katakan tentang hal 

ini, bahwa perkara yang begitu benar dan terhormat harus mene-

rima kekalahan terburuk seperti itu sampai dua kali? Bukankah 

mereka berperang bagi Allah melawan dosa? Bukankah mereka 

mendapat penugasan dari-Nya? Dan sekalipun demikian, mereka 

mengalami kegagalan seperti itu!  

1. Hukum Allah bagaikan samudera raya yang hebat, dan jalan-

Nya melalui laut. Awan dan kekelaman sering kali ada sekeliling 

Dia, namun  keadilan dan hukum selalu menjadi tumpuan takhta-

Nya. Kita dapat meyakini kebenaran dari tindakan-tindakan 

Allah, sekalipun kita tidak bisa melihat alasan-alasannya.  

2. Allah dengan ini hendak menunjukkan kepada mereka, dan ke-

pada kita melalui diri mereka, bahwa kemenangan perlombaan 

bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan 

untuk yang kuat. Bahwa, kita tidak boleh mengandalkan jum-

lah, yang mungkin terlalu diandalkan orang-orang Israel. Ja-

nganlah pernah kita menaruh beban pada tangan manusia, 

yang hanya sanggup ditanggung oleh Gunung Batu yang sudah 

berabad-abad.  

3. Allah dengan ini bermaksud untuk menghajar Israel atas dosa-

dosa mereka. Mereka sudah berbuat baik dengan menunjuk-

kan semangat yang begitu besar melawan kejahatan di Gibea, 

namun  tidak adakah pada mereka sendiri kesalahan yang besar 

terhadap TUHAN, Allah mereka? Orang-orang yang gigih dalam 

mengutuk kejahatan orang lain harus dibuat mengetahui keja-

hatan mereka sendiri. Sebagian penafsir berpendapat bahwa 

kekalahan itu merupakan teguran bagi mereka, sebab  tidak 

bersaksi melawan penyembahan berhala yang dilakukan 

Mikha dan orang Dan, yang olehnya agama mereka dirusak. 

Sekarang mereka bersedia melawan kemesuman orang-orang 

Gibea dan bani Benyamin, yang olehnya ketenteraman masya-

rakat terganggu, padahal Allah juga secara khusus memerin-

tahkan mereka untuk menyatakan perang terhadap para pe-

nyembah berhala (Ul. 13:12, dst.).  

4. Allah dengan ini hendak mengajar kita untuk tidak mengang-

gap aneh jika suatu perkara yang baik harus menderita keka-

lahan untuk sementara waktu, atau menilai baik buruknya 

suatu perkara berdasar  keberhasilannya. Kepentingan 

anugerah di dalam hati, dan agama di dalam dunia, bisa saja 

digagalkan, menderita kekalahan besar, dan tampak digilas, 

namun  keadilan akan menang pada akhirnya. Vincimur in 

prælio, sed non in bello – Kita kalah dalam sebuah pertempuran, 

namun tidak dalam seluruh peperangan. Kebenaran bisa saja 

jatuh, namun ia akan bangkit. 

Kekalahan Bani Benyamin 

(20:26-48) 

26 lalu  pergilah semua orang Israel, yakni seluruh bangsa itu, lalu 

sampai di Betel; di sana mereka tinggal menangis di hadapan TUHAN, ber-

puasa sampai senja pada hari itu dan mempersembahkan korban bakaran 

dan korban keselamatan di hadapan TUHAN. 27 Dan orang-orang Israel ber-

tanya kepada TUHAN – pada waktu itu ada di sana tabut perjanjian Allah, 28 

dan Pinehas bin Eleazar bin Harun menjadi imam Allah pada waktu itu – 

kata mereka: “Haruskah kami maju sekali lagi untuk berperang melawan 

bani Benyamin, saudara kami itu, atau haruskah kami hentikan itu?” Jawab 

TUHAN: “Majulah, sebab besok Aku akan menyerahkan mereka ke dalam 

tanganmu.” 29 Lalu orang Israel menempatkan penghadang-penghadang seke-

liling Gibea. 30 Pada hari ketiga majulah orang-orang Israel melawan bani 

Benyamin dan mengatur barisannya melawan Gibea seperti yang sudah-

sudah. 31 Maka majulah bani Benyamin menyerbu laskar itu; mereka terpan-

cing dari kota, dan seperti yang sudah-sudah, mereka mulai menyerang las-

kar itu pada kedua jalan raya – yang satu menuju ke Betel, dan yang lain ke 

Gibea melalui padang – sehingga terbunuh beberapa orang, kira-kira tiga 

puluh orang di antara orang Israel. 32 Maka kata bani Benyamin: “Orang-

orang itu telah terpukul kalah oleh kita seperti semula.” namun  orang-orang 

Israel telah bermupakat lebih dahulu: “Marilah kita lari dan memancing 

mereka dari kota ke jalan-jalan raya.” 33 Jadi orang Israel bangun dari tem-

patnya dan mengatur barisannya di Baal-Tamar, sedang orang Israel yang 

menghadang itu tiba-tiba keluar dari tempatnya, yakni tempat terbuka dekat 

Geba, 34 dan sampai di depan Gibea, sebanyak sepuluh ribu orang pilihan 

dari seluruh Israel. Pertempuran itu dahsyat, namun  bani Benyamin tidak 

tahu bahwa malapetaka datang menimpa mereka. 35 TUHAN membuat suku

Kitab Hakim-hakim 20:26-48 

Benyamin terpukul kalah oleh orang Israel, dan pada hari itu orang-orang 

Israel memusnahkan dari antara suku Benyamin dua puluh lima ribu sera-

tus orang, semuanya orang-orang yang bersenjatakan pedang. 36 Bani 

Benyamin melihat, bahwa mereka telah terpukul kalah. Sementara orang-

orang Israel agak mundur di depan suku Benyamin – sebab mereka memper-

cayai penghadang-penghadang yang ditempatkan mereka untuk menyerang 

Gibea – 37 maka segeralah penghadang-penghadang itu menyerbu Gibea. 

Mereka bergerak maju dan memukul seluruh kota itu dengan mata pedang. 

38 namun  orang-orang Israel telah bermupakat dengan penghadang-pengha-

dang itu untuk menaikkan gumpalan asap tebal dari kota itu. 39 saat   

orang-orang Israel mundur dalam pertempuran itu, maka suku Benyamin 

mulai menyerang orang Israel, sehingga terbunuh kira-kira tiga puluh orang, 

sebab  pikir mereka: “Tentulah orang-orang itu terpukul kalah sama sekali 

oleh kita seperti dalam pertempuran yang dahulu.” 40 namun  pada waktu itu 

mulailah gumpalan asap naik dari kota itu seperti tiang asap. Suku 

Benyamin menoleh ke belakang dan tampaklah kota itu seluruhnya terbakar, 

apinya naik ke langit. 41 Lagipula orang-orang Israel maju lagi. Maka geme-

tarlah orang-orang Benyamin itu, sebab mereka melihat, bahwa malapetaka 

datang menimpa mereka. 42 Jadi larilah mereka dari depan orang-orang Israel 

itu, ke arah padang gurun, namun  pertempuran itu tidak dapat dihindari me-

reka, lalu orang-orang dari kota-kota menghabisi mereka di tengah-tengah-

nya. 43 Mereka mengepung suku Benyamin itu, mengejarnya dengan tak 

henti-hentinya dan melandanya sampai di depan Gibea, di sebelah timur.  

44 Dari bani Benyamin ada tewas delapan belas ribu orang, semuanya orang-

orang gagah perkasa. 45 Yang lain berpaling lari ke padang gurun, ke bukit 

batu Rimon. namun  di jalan-jalan raya masih diadakan penyabitan susulan di 

antara mereka: lima ribu orang; mereka diburu sampai ke Gideom dan 

dipukul mati dua ribu orang dari mereka. 46 Maka yang tewas dari suku 

Benyamin pada hari itu seluruhnya berjumlah dua puluh lima ribu orang 

yang bersenjatakan pedang, semuanya orang-orang gagah perkasa. 47 namun  

enam ratus orang berpaling lari ke padang gurun, ke bukit batu Rimon, dan 

tinggal empat bulan lamanya di bukit batu itu. 48 namun  orang-orang Israel 

kembali kepada bani Benyamin dan memukul mereka dengan mata pedang, 

baik manusia baik hewan dan segala sesuatu yang terdapat di sana. Juga 

segala kota yang terdapat di sana mereka musnahkan dengan api.  

Dalam perikop ini kita mendapati cerita lengkap tentang kemenangan 

tuntas yang diperoleh orang-orang Israel atas bani Benyamin dalam 

pertempuran ketiga. Perkara yang benar itu menang juga pada akhir-

nya, saat   orang-orang yang menanganinya memperbaiki apa yang 

salah. Sebab, saat   perkara yang baik kalah, itu terjadi sebab  pena-

nganan yang tidak baik. Amatilah bagaimana kemenangan itu diper-

oleh pada waktu itu, dan bagaimana kemenangan itu dikejar. 

I. Bagaimana kemenangan itu diperoleh. Ada dua hal yang terlalu 

diandalkan orang Israel dalam dua pertempuran sebelumnya, 

yaitu kebenaran perkara mereka dan keunggulan jumlah mereka. 

Memang benar bahwa ada kebenaran dan juga kekuatan di pihak 

mereka, yang merupakan dua keuntungan besar. Akan namun , me-

reka terlalu bergantung pada kedua hal itu, dengan mengabaikan 

kewajiban-kewajiban yang harus mereka tunaikan sekarang pada 

kali ketiga ini, sesudah  menyadari kesalahan mereka.  

1. Mereka sebelumnya begitu yakin akan kebenaran perkara me-

reka, hingga menganggap tidak perlu datang kepada Allah 

untuk memohon penyertaan dan berkat-Nya. Mereka yakin 

betul begitu saja bahwa Allah pastilah akan memberkati mere-

ka, bahkan, mungkin mereka menyimpulkan bahwa Allah 

berutang perkenanan-Nya kepada mereka, dan tidak dapat 

menahan perkenanan itu atas dasar keadilan, sebab untuk 

membela kebajikanlah mereka maju dan mengangkat senjata. 

Akan namun , sebab  Allah telah menunjukkan kepada mereka 

bahwa Ia tidak memiliki kewajiban apa pun untuk membuat 

usaha mereka berhasil, bahwa Ia tidak membutuhkan mereka 

ataupun terikat kepada mereka, bahwa mereka lebih berutang 

budi kepada-Nya atas kehormatan yang mereka terima dengan 

menjadi para penegak keadilan-Nya daripada Dia berutang 

budi kepada mereka atas pelayanan mereka, maka sekarang 

mereka dengan rendah hati memohonkan keberhasilan. Sebe-

lumnya mereka hanya meminta petunjuk dari Allah, siapakah 

yang harus lebih dahulu maju? Dan, apakah kami harus maju? 

namun  sekarang mereka memohonkan perkenanan-Nya, ber-

puasa dan berdoa, dan mempersembahkan korban bakaran 

dan korban keselamatan (ay. 26), untuk mengadakan penda-

maian bagi dosa dan memberikan pengakuan akan kebergan-

tungan mereka kepada Allah, dan sebagai ungkapan akan ke-

sungguhan permohonan mereka kepada-Nya. Kita tidak dapat 

mengharapkan penyertaan Allah, kecuali kita mencarinya 

dengan cara yang telah ditetapkan-Nya. saat   mereka berada 

dalam suasana hati ini, dan mencari Tuhan seperti itu, pada 

saat itulah Ia tidak hanya memerintahkan mereka untuk maju 

melawan bani Benyamin untuk ketiga kalinya, namun  juga 

memberi mereka janji kemenangan: Besok Aku akan menye-

rahkan mereka ke dalam tanganmu (ay. 28). 

2. Mereka sebelumnya begitu yakin akan besarnya kekuatan 

mereka, hingga mereka menganggap tidak perlu menggunakan 

keahlian apa pun, menempatkan penghadang-penghadang apa 

pun, atau membuat siasat. Mereka tidak ragu sedikit pun 

akan menaklukkan musuh semata-mata dengan tangan yang 

Kitab Hakim-hakim 20:26-48 

kuat. Namun sekarang mereka sadar, bahwa mereka harus 

menggunakan cara cerdas, seolah-olah yang sedang dihadapi 

yaitu  musuh yang lebih besar jumlahnya. Maka dari itu, me-

reka menempatkan penghadang-penghadang (ay. 29), dan me-

mang berhasil, seperti yang dilakukan nenek moyang mereka 

di belakang kota Ai (Yos. 8). Siasat-siasat semacam itu besar 

kemungkinan akan berhasil sesudah  sebelumnya mengalami 

kekalahan, yang membuat pihak musuh bergembira, dan 

membuat gerakan mundur yang pura-pura mereka lakukan 

tidak begitu dicurigai. Pengaturan sia