kenan mengangkat derajat orang yang Dia kehendaki. Dalam
hal ini, Allah berfirman:
" Allah akan meninggikan orang-lrang yang beriman di antara kalian
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..."
(Al-Mujadilah [58] : 11)
Karenanya kita mendapati orang-orang berilmu menjadi pusat sanjungan. Tiap kali nama mereka disebut, orang-orang memuji mereka. Ini
bukti diangkatnya derajat mereka di dunia. Sedang di akhirat mereka
naik ke beberapa tingkatan sesuai sejauh mana dakwah yang mereka
lakukan dan amal yang mereka praktekkan. Karenanya, kita mendapati
orang-orang berilmu begitu disanjung-sanjung. Tiap kali nama mereka
disebut, orang-orang memuji mereka.Ini bukti diangkatnya derajat mereka di dunia, sedangkan di akhirat mereka naik beberapa tingkatan sebanding dengan dakwah yang mereka lakukan dan amal yang mereka
kerjakan.
Seorang ahli ibadah sejati adalah orang yang menyembah Allah
berdasarkan bashirnh (ilmu) dan ia benar-benar mengetahui kebenaran.
Inilah jalan Nabi ffi. "Katakanlah, 'lnilah jalan (agama)ku, aku dan orangorang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengnn bashirah (ilmu
yang nyata). Maha Suci Allah, dnn aku tidak termnsuk orang-orang yang musyrik'," (Yusuf [12] :108).
Orang yang bersuci dan ia sadar betul berada di atas jalan syariaf
apakah ia sama dengan orang yang bersuci karena ia melihat ayah dan
ibunya biasa bersuci? Manakah di antara kedua orang tersebut yang lebih
mantap dalam mewujudkan penghambaan? Orang yang bersuci karenatahu Allah memerintahkan bersuci dan tahu cara bersucinya sesuai yang
diajarkan Rasulullah S, sehingga ia bersuci demi melaksanakan perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah g;? Ataukah orang kedua
yang bersuci karena amal inilah yang biasa ia saksikan? Jawabnya, tak
diragukan, orang pertamalah yang beribadah kepada Allah atas dasar
ilmu yang nyata. Apakah sama orang ini dengan kedua? Kendati perbuatan keduanya sama, llamun orang ini melakukannya berdasarkan
ilmu dan pemahaman yang mendalam, mengharap pahala Allah, takut adzab akhirat dan merasa bahwa dirinya mengikuti Rasulullah ff.
Sejenak kita berhenti dulu di poin ini, dan saya ingin bertanya 'Apakah
ketika wudhu kita secara sadar merasa sedang melaksanakan perintah
Allah dalam firman-Nya ,
"Hni orang-orang y(Ingberiman, apabilaknmu hendakmengerjaknn shnlnt, mnkabasuhlah mttkamu dnn tnnganmu snmpai dengnn
siku, dan sapulnh kepnlamu dan (basuh) kakimu snmpni dengan kedun mata
kaki...?" (Al-Maidah [5] : 6).
Apakah tatkala seseorang wudhu ia ingat ayat ini dan bahwa ia
wudhu demi melaksanakan perintah Allah? Apakah ia merasa inilah
wudhu Rasulullah & dan bahwa wudhu untuk mengikuti Rasulullah
ffi? Jawabnya, "Ya. Sejatinya di antara kita ada yang wudhu atas dasar
pengetahuan tersebut." Oleh sebab ini, kita wajib sadar bahwa kita sedang melaksanakan perintah Allah tiap kali hendak mengerjakan ibadah, agar keikhlasan benar-benar terealisasi dalam diri kita. Selain itu,
kita harus selalu ingat bahwa kita sedang mengikuti Rasulullah $. Kita
tahu, di antara syarat wudhu adalah niat. Tapi terkadang maksud dari
niat adalah niat beramal; inilah yang dibicarakan dalam fikih. Dan terkadang maksudnya adalah niat kepada siapa amal itu diperuntukkan.
Di sinilah kita wajib memperhatikan perkara yang besar ini. Yakni saat
mengerjakan ibadah, guna mewujudkan keikhlasan, kita mengingat
bahwa kita tengah melaksanakan perintah Allah dan kita mengingat
bahwa Rasulullah telah melaksanakannya sedang kita mengikuti beliau
guna mewujudkan mutaba'ah (mengikuti sunnah). Sebab di antara syarat
keabsahan amal adalah ikhlas dan mutaba'nh, di mana hanya dengan
kedua unsur inilah syahadat ln illaha illallah dan Muhammad rasul Allah
benar-benar terealisasi.
Kita kembali pada bahasan pertama kita tentang keutamaan ilmu.
Dengan ilmu, manusia bisa menyembah Rabb berdasarkanbashirah, sehingga hatinya bergantung pada ibadah dan menjadi terang dengannya. Dan ia menjadi pelaku ibadah tersebut dalam konteksnya sebagai
ibadah, bukan kebiasaan. Karenanya, bila seseorang shalat dengan cara
ini, ia dijamin memperoleh apa yang Allah beritakan bahwa shalat itu
mencegah perbuatan keji dan munkar. Di antara keutamaan ilmu yang
paling penting adalah sebagai berikut:
1. lmu adalah Warisan Para Nabi
Para nabi tidak mewariskan dirham maupun dinar, tapi mereka
mewariskan ilmu. Orang yang mengambil ilmu berarti telah mendapat
bagian yang banyak dari warisan para nabi. Anda sekarang ini hidup
di abad ke-15, apabila Anda termasuk ahli ilmu berarti Anda mewarisi
Muhammad M. Jelas ini keutamaan yang paling besar.
2. llmu ltu Kekal Abadi, Sedang Harta Benda Sirna
Contohnya Abu Hurairah. Ia tergolong sahabat yang miskin, bahkan ia pernah jatuh tersungkur seperti orang pingsan karena terlalu lapar. Saya bertanya kepada kalian,'Apakah Abu Hurairah disebut-sebut
di tengah manusia di zaman kita ini atau tidak?" Jawabnya,"Ya,ia sering
disebut." Sehingga Abu Hurairah mendapat pahala orang-orang yang
mempelajari hadits-haditsnya. Sebab ilmu itu abadi, sementara harta
sirna. Maka wahai para penuntut ilmu, engkau harus memegang kuat
ilmu. Telah diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi S bersabda, "Apabiln seorang manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yakni; sedekah
iariyah, ilmu yang bermanfaat atnu anak shalih yang mendoaknnnla."ttt)
3. llmu Tidak Merepotkan Pemiliknya dalam Menjaga
Sebab bila Allah menganugerahimu ilmu, tempatnya di hati dan
tidak membutuhkan brankas, kunci atau lainnya. Ilmu terjaga dalam
hati, terjaga dalam jiwa dan sekaligus menjaga dirimu. Sebab ilmu itu
melindungi Anda dari bahaya -dengan izin Allah-. Jadi ilmu itu memproteksi diri Anda. Tapi harta, Andalah yang musti menjaganya/ menyimpannya di brankas dengan ditutup rapat-rapat. Walaupun demikian, Anda masih belum tenang.
llmu Menjadi Jembatan bagi Seseorang untuk Men'
jadi Saksi Atas Kebenaran
Dalilnya firman Allah, "Allah menyatakan bahzoasanyn tidnk adn IIah
(yang berhak disembah) melninkan Dia, Yang menegnkkan keadilan. Para MaIaiknt dan orang-lrang yang berilmu (jugn menyataknn yang demikian itu)..."
(Ali'Imran [3] : 18). Apakah Allah mengatakan, "Dan orang-orang berharta?" Ternyata tidak. Tapi Dia berfirman, "Dan orang-orang yang berilmu..." Jadi, engkau cukup dapat berbangga wahai penuntut ilmu, bahwa
engkau menjadi di antara orang yang bersaksi untuk Allah bahwa tiada
Ilah (yangpantas diibadahi) selain Dia, bersama para malaikat yang juga
mempersaksikan keesaan Allah.
5. Orang-orang Berilmu adalah Bagian dari Ulil Amri
yang Allah Telah Memerintahkan Agar Mereka Di'
patuhi
Dalam firman-Nya ,
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kalian..." (An-Nisa' [a] : 59). Ulil
amri di sini mencakup para pemimpin dan penguasa di satu sisi, ulama dan ahlu ilmi di sisi yang lain. Wilayah kekuasaan ahlu ilmi adalah
menjelaskan syariat Allah dan menyeru manusia kepadanya, sedangkan wilayah kewenangan pemimpin adalah menerapkan syariat Allah
dan mewajibkannya kepada rakyat.
6. Ahlu llmi adalah Orang-orang yang Teguh Men'
jalankan Perintah Allah Hingga Hari Kiamat
Sebagai dalilnya, Mu'awiyah berkata, 'Aku mendengar Nabi M
bersabda, 'Siapa yang Allah menghendaki kebaikan untuknya Din memahnmkannya padn agama. Sesungguhnya aku hanyalah pembagi, sedang Allah yang
memberi. Senantiasn (sebaginn dnri) umat ini tegak di atas perintah Allah, tidnk
membahaynknn mereka orang-orang yang menyelisihi mereka, hingga tiba urusan AIInh (kiamat)."tts t
Imam Ahmad berkata tentang kelompok ini, "Jika mereka bukan
ahlu hadits, aku tidak tahu lagi siapa mereka." Qadhi 'Iyadh berkata,Maksud Ahmad adalah ahlu sunnah dan orang-orangyang meyakini
mazhab ahlu hadits."
7. Bolehnya lri kepadaAhlu llmi
Rasulullah S tidak membolehkan siapa pun iri terhadap nikmat
yang dimiliki oleh orang lain kecuali terhadap dua nikmat: Pertama,
orang yang menuntut ilmu dan mengamalkannya. Kedua, orang kaya
yang membelanjakan hartanya untuk kepentingan Islam. Diriwayatkan
dari Abdullah bin Mas ud bahwa ia berkata, "Rasulullah ffi bersabda :
qo 9, e {il; J^e u^} !u sr iui;-, f, €)l "r^*- y
\4-J-;j\4)F":#'aK;r nr iul -;r,
'Tidak sda iri kecuali dalam dua hal; seselrang yang AIIah beri harta
Ialu is menghabiskannya dalsm kebenaran dan seseorang yang Allah
beri ilmu lalu ia memutusknn (perkara) dengannya dan mengajarkannYa'"116)
B. llmu lbarat Hujan
Diriwayat oleh Bukhari dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi M
bersabda, "Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya seperti hujnn yang mengguyur tanah. Sebaginn tanah itu subur, mampu
menyerap air sehingga bisa menumbuhkan ilnlang dan rerumputan yang banyak. Sebagian lain tandus, hanya mampu menahan air. Maka Allah memberikan manfantnya pada manusia, mereka minum, menyirami danbercocok tanam
memanfaatkan nir (dnri tanah itu). Hujan itu juga mengguyur sebidang tanah
Iain yang tandus dnn berpermukann datar, tidak dapat menahan air pun tidak
bisa menumbuhkan rerumputan.Itu (tanah pertamn) seperti orang yang paham
agamn dan ia bisa memetik manfnnt apa yang Allnh mengutusku dengannya.
Ia mengetahui dan mengajarknn. (Dan tanah kedua) seperti orang yang kurang
memedulikannya, sednng (tnnah ketiga seperti) orang yang tidnk menerima petunjuk Allnh yang nku diutus memba7oanya."1llmu adalah Jalan ke Surga
Sebagaimana ditunjukkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah
ffi bersabda :
"Bnrang siapa meniti jalan untuk mencari ilmu niscaya Allah memudahkan jalan untuknya menuju surga."118)
10. llmu Sebagai Tanda Seseorang Mendapatkan Kebaikan dari Allah
Seperti yang terdapat dalam hadits Mu'awiyah, bahwa Rasulullah
ffi bersabda, "Siapa yang Allah menghendaki kebnikan untuknyn Dia memahamkanny a dalam agama."11e)
Artinya, Allah menjadikannya orang yang memahami agama-Nya.
Kepahaman terhadap agama maknanya bukan mengetahui hukum-hukum amaliyah yang di kalangan ahlu ilmi dispesifikkan dengan ilmu
fikih. Tapi maksudnya adalah ilmu tauhid, dasar-dasar din dan berbagai hal yang berkaitan dengan syariat Allah. Andai dalam nash-nash
Al-Quran dan As-Sunnah hanya ada hadits ini terkait keutamaan ilmu,
itu sudah sangat memadai untuk memotivasi seseorang agar menuntut
ilmu syariat dan memahaminya.
11. llmu adalah Cahaya Penerang bagi Manusia
Ilmu adalah cahaya penerang bagi hamba guna mengetahui bagaimana cara menyembah Rabb dan bagaimana berinteraksi dengan sesama hamba. Sehingga perjalanannya dalam hal ini berdasarkan ilmu dan
bashirah.
12. llmu adalah Cahaya
Ilmu adalah cahaya yang memberikan penerang bagi manusia dalam urusan agama dan dunia mereka. Kiranya mayoritas kaummuslimin sudah tahu kisah seorang laki-laki dari Bani Israil yang telah
membunuh 99 jiwa.Ia bertanya tentang orang yang paling berilmu, lalu
ditunjukkan pada seorang ahli ibadah. Ia bertanya kepadanya, apakah
masih ada taubat untuk dirinya? Ahli ibadah ini memandang tindakannya tersebut sudah melewati batas, maka ia menjawab, "Tak ada lagi."
Orang itu pun membunuhnya dan menggenaPkan korbannya menjadi
seratus jiwa. Kemudian ia mendatangi seorang yang berilmu lalu bertanya padanya. Orang ini menjawab bahwa ia masih memiliki kesempatan taubat dan tak ada sesuatu pun yang menghalangi dirinya dari
taubat. Selanjutnya ia menunjukkan padanya satu negeri yang penduduknya shalih agar orang ini pindah ke negeri tersebut. Akhirnya ia
berangkat. Namun di tengah jalan, kematian menjemputnya. Kisah ini
sangat populer.lzo) Perhatikanlah perbedaan antara orang berilmu dan
orang tak berilmu.
13. Allah Mengangkat Derajat Ahlu llmi Baik di Dunia
Maupun di Akhirat
Di akhirat, Allah mengangkat mereka beberapa derajat sesuai perjuangan dakwah yang mereka lakukan dan pelaksanaan ilmu yang
mereka miliki. Sedang di dunia, Allah mengangkat mereka di antara
hamba-hamba-Nya sesuai apa yang mereka lakukan. Allah berfirman,
"...niscaya Allnh aknn meninggikan orang-ornng ynng beriman di antara kalian
dnn orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..." (Al-Mujadilah [58] : tt)'"r
Tak diragukan, menuntut ilmu lebih baik daripada shalat malam.
Sebab menuntut ilmu, sebagaimana diungkapkan Imam Ahmad, "Tak
tertandingi sesuatu pun, bila niatnya benar." Mereka bertanya, "Kenapa
bisa begitu?" Ia menjawab, "Sebab ia meniatkannya untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain." Bilamana seseorang begadang di awal malam untuk menuntut ilmu demi mencari ridha Allah,
baik ia mempelajari atau mengajarkannya, kemudian mengerjakan qiyamul lail di akhir malam, itu lebih baik. Akan tetapi bila kedua masalah
ini tidak bisa dikompromikan, maka menuntut ilmu syar'i lebih baikdan utama. Oleh sebab ini, Rasulullah M memerintahkan Abu Hurairah
supaya shalat witir sebelum berangkat tidur. Para ulama berkata, "Sebabnya, Abu Hurairah menghafal hadits-hadits Rasulullah ffi di awal
malam dan tidur di akhir malam. Maka Nabi M menyarankannya supaya mengerjakan shalat witir sebelutt 1id.tt'.//t22)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Rasulullah ffi.bercabda, "Barangsinpa meniti jnlan unhtk mencnri suntu ilmu niscaya Allah memudahkan
jalan untuknya menuju surga." Artinya, siapa yang masuk dan berada di
suatu jalan untuk mencari ilmu -maksudnya ilmu syar'i- Allah akan
memudahkannya meraih jalan ke surga. Sebab bila seseorang mengetahui syariat Allah, ia gampang menitinya. Kita semua tahu bahwa jalan
yang mengantarkan seseorang kepada Allah adalah syariat-Nya. Maka
bila manusia mempelajari syariat Allah, pasti Allah memudahkan jalannya menuju surga.
Dalam hadits lain, Rasulullah S: bersabda :
i y'r,u-':oirr -
uf j ttr" J*;nr,/,/ -:i €i"p'r,->.t v
i<.,>,;, &, ?;1, @, kt; ;* Ai \t &
t.o o,.t'n. "t,)1
,
'y l4rrr fnt )J
"Tiadalah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, mereka
membaca kitab Allah dan mempelainrinya di antara mereka, kecuali
ketenangan turun pada mereka, rahmat menyelimuti mereka, para
malaiknt mengerumuni mereka dan Allah membanggakan mereka di
antara makhlukyang di sisi-Nya."
Ungkapan, "Di salah satu rumah Allah," maksudnya ialah masjid.
Sebab rumah Allah adalah masjid. Allah berfirman, "Bertasbih kepada
Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nyn di dalnmnya..." (An-Nur I24l :36). "Dan sesungguhnya
masj id-masj id it u adnlah kepuny aan Allah. Maka j anganlah kamu meny emb nh
seseorang pun di dalamnyn di samping (menyembah) Allah." (Al linn [72] :
18). "Dan sinpakahyang lebih aniaya daripadn ornng yang menghnlang-halangi
meny ebut nnma Allah dalnm masjid- masj id-N y n...7 " (AI-Baqarah [2] : 114).Dalam ayat-ayat tersebuf Allah menyandarkan masjid pada diri-Nya
karena masjid-masjid tersebut tempat mengingat-Nya.
Sabda Nabi #, "Mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinyn di
antara mereka." Kala yatluna berarti membaca, dan kata yatadnrasunahu
berarti sebagian mereka belajar pada sebagian lain.
Maksud ungkapan, "Kecunli ketenangan turun pada mereka, rahmat
menyelimuti mereka, pnra malnikat mengerumuni mereka," adalah ketenangan turun pada mereka. Yakni kedamaian dan ketenteraman di hati
mereka. Rahmat menyelimuti mereka, yakni melingkupi mereka. Para
malaikat mengerumuni mereka, yakni berada di sekeliling mereka. Kalimat, "Dnn Allnh membanggnkan mereka di antara makhlukyang di sisi-Nya,"
yakni dari kalangan malaikat.123)
Di antara pelajaran yang dapat diambil dari beberapa hadits di atas
adalah '. Pertama, anjuran menuntut ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah
ffi, "Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu niscaya Allah memudahkan
jalannya ke surgn." Telah diungkapkan dalam penjelasan, maksud jalan
ini, baik jalan dalam makna konkret dan abstrak.
Kedua, keutamaan berkumpul untuk membaca dan mempelajari
Al-Quran, berdasarkan sabda beliau, 'Dan tiadalah satukaumberkumpul di
salnh satu rumnh AIIah, mereka membnca kitab Allah..." Tercapainya pahala
ketenangan, diselimuti rahmat, dikelilingi para malaikat dan dibanggakan Allah tidak akan terjadi kecuali bila mereka berkumpul di rumah
Allah, yakni di salah satu masjid, agar mereka juga memperoleh kemuliaan tempat. Sebab wilayah yang paling baik adalah masjid.
Penjelasan diperolehnya pahala nan besar ini, yakni ketenangan
turun pada mereka berupa kedamaian hati, rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dari segala penjuru dan Allah
menyebutkan mereka di kalangan malaikat yang di hadapan-Nya, sebab
mereka mengingat Allah di tengah-tengah sekumpulan manusia. Allah
telah berfirman dalam hadits qudsi, "Siapa mengingntku dalam satu kelom'
pok aku menyebutnyn dnlam kelompok yang lebih baik.//124)NInT DAN UnCENSINYA DALAM INNORU
Rasulullah # bersabda :
'!- o
- l.'.r2 "'i- -'1 r' "- or
tur..*-s .-.rt) ,.J J.r Lr J/l
ot
'r,
'
o'
qn ;'r -:t< J': il i r':
' tt
4,. -v\; U J: i'FU
"sesungguhnya segala amal ittt tergantung niat, dan sesungguhnya
setiap orang mendapatkan sesuai yang ia niatkan. Siapa yang (niat)
hijrahnya kepada Allah dnn Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah
dan Rasul-Nya, sedang siapa yang (niat) hijrahnya untuk dunia yang
nkan ia dapatknn atau wanitayang aknn is nikahi maknhiirahnya untuk apa yang karenanya ia hijrah."
Hadits ini adalah dasar amal hati karena niat termasuk amal hati.
Para ulama mengatakan, "Hadits ini sama dengan separuh ibadah karena sebagai barometer amal batin. Sementara itu, hadits 'Aisyah, "Barangsinpa membuat hnl baru dalam urusan ngnma knmi ini yang bukan dari
baginnnyn mnka itu tertolak.//12s) Dalam redaksi lain, "Bnrangsiapa melakuknn
suntu amal ynng tidak sesuni urusan kami maka itu tertolak", adalah separuh
agama yang lain karena menjadi timbangan amal lahiriah.
Kita dapat memahami dari sabda Nabi $, "Sesungguhnya segnla
amal itu tergantung niat," bahwa tak ada satu amal kecuali memiliki niat.
Sebab setiap manusia yang berakal dan dalam kondisi tidak ada paksaan
tidak mungkin melakukan satu perbuatan tanpa niat. Bahkan sebagian
ulama mengungkapkan, "seandainya Allah membebani kita satu amal
tanpa niat, itu termasuk pemberian beban yang tidak disanggupi." Dari
pengertian ini muncul bantahan terhadap orang-orang yang selalu
was-was, yakni orang-orang yarrg mengulang-ulangi amal beberapakali karena merasa niat belum pas. Kemudian setan membisiki mereka,
"Kalian belum berniat." Kami katakan pada mereka, "Tidak mungkin
kalian mengerjakan satu amal tanpa niat. Janganlah menyulitkan diri
kalian dan buanglah perasaan was-was itu."
Di antara pelajaran hadits ini adalah manusia diberi pahala atau
dosa atau tidak mendapat apa-apa berdasarkan niatnya, sesuai sabda
Nabi gq, " Siapn yang fuint) hijrahnyn kepada Allnh dan Rnsul-Nya mnka hijrahnqn kepada Allah dnn Rasul-Nya." Pelajaran lain dari hadits ini, bahwa
suatu amal berbuah nilai sesuai dengan tujuan pengerjaannya. Suatu
amal yang asalnya mubah bisa saja menjadi sesuatu yang memiliki nilai
ibadah yang berpahala bila seseorang meniatkannya untuk kebaikan.
Contohnya, meniatkan makan dan minum guna memperkuat tubuh dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Karena itu, Nabi ffi bersabda,
"Mnksn snlturlnh knlian, karenn sesungguhnyn dnlam snhur itu tersimpan berkLh.//126)
Rasulullah g memadukan syahadat, bahwa ttada llah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad utusan Allah dalam satu
rukun Islam.Ini karena ibadah tidak sempurna kecuali disertai dua unsur pokok. Pertama, ikhlas untuk Allah, inilah yang dikandung syahadatla ilaha illallah. Dan kedua, mengikuti atau mencontoh Rasulullah S,
inilah yang terkandung dalam syahadat Muhnmmad Rasulullah.l2T)
Sabda Nabi #, "sesungguhnya segaln smnl itu tergantung niat." Ini
merupakan satu hadits yang mulia dan mencakup segala hal. Di dalamnya, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab menceritakan dari Nabi
S bahwa beliau menjelaskan kedudukan niat bagi amal dan ini mencakup semua amal. Tak ada satu perbuatan kecuali disertai niat. Niat
ini menjadi tolok ukur sah atau tidaknya amal tersebuf berpahala atau
menghasilkan siksa. Dan setiap orang memperoleh niat amalnya, baik
niat luhur nan mulia atau sebaliknya.
Rasulullah g-t menerangkan masalah ini untuk memotivasi orang
yang beramal agar meninggikan niatnya. Yakni dengan mempersembahkan setiap ibadah yang ia kerjakan untuk meraih ridha Allah dan
kebahagiaan di akhirat. Kemudian Rasulullah ffi mencontohkan amalhijrah sebagai acuan bagi amal-amal yang lain. Orang-orang yang hijrah meninggalkan negeri mereka untuk pindah ke negeri Islam. Tetapi
mereka memiliki niat berbeda-beda yang menjadi sebab perbedaan besar bagi pahala mereka, padahal perbuatannya sama. Siapa yang berniat hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya demi mencari pahala Allah dan
membela agama-Nya, ia orang yang ikhlas dalam hijrahnya itu dan merengkuh tujuan paling mulia serta derajat paling tinggi dengan niatnya
itu, Sedang siapa hijrah untuk mengejar dunia dan kesenangannya ia
orang yang tenggelam dalam kesenangan dunia karena niatnya ini dan
tak memiliki bagian kenikmatan di akhirat kelak.
Berikut beberapa pelajaran penting dari hadits ini :
1. Penjelasan tentang urgensi niat suatu amal bagi pelakunya dan
bahwa barometer kebenaran dan balasan amal disesuaikan dengan niat.
2. Dorongan bagi setiap muslim agar mengikhlaskan niat untuk
Allah semata dan penjelasan keutamaannya.
3. Peringatan dari meniatkan dunia dalam amal akhirat dan penjelasan kurang bernilainya hal tersebut.
4. Manusia memiliki niat yang berbeda-beda dan setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan.
5. Bersuci termasuk amal sehingga tak terjadi kecuali dengan niat,
dan setiap orang yang bersuci memperoleh apa yang ia niatkan
dalam bersucinya tersebut. Inilah leiak dalil dibawakannya hadits
ini dalam bab ini."
BrRousre Arns NRtvtn Nnnt g;
Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya merupakan jenis dusta
yang paling buruk, berdasarkan firman Allah :
L.)biri.cr4&5i
:!. :-.*-rl! i;,u:i ,st-44
"Maks sinpakah yang lebih zhnlim daripnda lrang-orang yang membunt-buat dusta terhadap Allah, akibatnyn in menyesatkan manusia tanpa pengetnhuan. Sesungguhnya Allah tidnk memberi petunjuk kepadn
orang-orang ynng zhnlim." (Al-An'am [5] : 144)
Huruf lnm dalam firman-Nya ,
"Li yudhillannas bi ghairi 'ilmin (akibatnyn ia menyesatkan manusia tnnpa pengetnhuan)" adalah lnm 'nqibnh (menerangkan akibat) bukan lam ta'lil (menerangkan sebab). Ini seperti firman
Allah terkait nabi Musa, "Maka dipungutlah in oleh kelunrga Fir'aun yang
akibatnya din menjadi musuh dankesedihan bagi mereka..." (Al-Qashash I28l
: 8). Mereka memungut Musa bukan untuk menjadi musuh dan sebab
kesedihan. Akan tetapi Allah membuat akibatnya Musa menjadi musuh
dan sebab kesedihan bagi mereka. Demikian halnya orang yang menciptakan kedustaan atas nama Allah, akibat tindakannya tersebut ia menyesatkan manusia tanpa ilmu.
Membuat kebohongan terhadap Allah ada dua bentuk '. Pertama,
dengan bohong menyatakan, 'Allah berfirman seperti ini.'" padahal
Allah tidak berfirman seperti itu. Kedua, menafsirkan firman Allah
tidak sebagaimana yang dikehendaki Allah, sebab substansi dari ucapan adalah maknanya. Bila seseorang berdusta dengan mengatakary
"Maksud Allah dengan firman-Nya ini adalah demikian..." Maka ia telah berdusta atas nama Allah dan bersaksi untuk Allah tidak sebagaimana yang Dia kehendaki. Akan tetapi, kelompok kedua ini bila muncul melalui ijtihad dan salah dalam menafsirkan ayat tanpa disengaja,
Allah memaafkannya. Sebab Allah berfirman, "...Dan Dia sekali-kali tidak
menj a dikan untuk kalian dal am agama suatu ke s emp it an..," (Al-H aj j l22l : 7 81.Allnh tidsk membebnni seseorang melainkan sesuai dengnn kesnnggupnnnya.,!'
(Al-Baqarah [2] :286).
Namun bila seseorang secara sadar menafsirkan firman Allah tidak sebagaimana yang dikehendaki-Nya karena menuruti hawa nafsunya, karena suatu kepentingan atau semisalnya, ia terhitung orang yang
membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Demikian pula berdusta atas
nama Rasulullah g;, misalnya, dengan mengatakan, "Rasulullah S bersabda demikian." Padahal beliau tak pernah mengucapkannya. Orang
ini hanya berdusta dengan mencatut nama Rasulullah S. Begitu juga
bila sengaja menginterpretasikan hadits Rasulullah S tidak dengan pengertian yang semestinya, berarti telah melakukan tindakan dusta atas
nama Rasulullah $. Padahal Nabi ffi pernah bersabda :
)6\ a i'ta; C l-Larr. a r' ' :.- -I9 r-r_D L-f
" Bnrnngsiapa sengajn berdusta atas diriku hendaknyn in mengisi tempntnyn di nernka."
Artinya, siapa yang secara sengaja berani membuat kedustaan terhadap Rasulullah ffi ia akan mengisi dan menempati tempatnya di neraka kelak, kita berlindung pada Allah. Kedua bentuk kedustaan ini merupakan jenis kedustaan yang paling buruk; yakni berdusta atas Allah
dan Rasulullah ffi. Manusia yang paling banyak mencatut nama Rasulullah 1g dalam berdusta adalah kaum Syihh Rafidhah' Sebab tak ada
seorang pun di antara kelompok-kelompok ahli bidhh yang lebih banyak kedustaannya terhadap Rasulullah $i dibanding mereka, menurut
ulama peneliti hadits. Ketika membahas hadits maudhu' (palsu), mereka
mengatakan, "sesungguhnya orang yang paling banyak berdusta atas
nama Rasulullah g adalah Syihh Rafidhah.Ini sesuatu yang dapat disaksikan dan diketahui oleh orang yang membaca kitab-kitab mereka."12e)
P I RSUATAN- PE RBUATAN HnnnM YANG
WAlrs DTHTNDART
1. lri Hati
Terdapat kesalahan yang sering dilakukan sebagian pelajar. Di antaranya adalah rasa iri. Ia tidak menyukai nikmat yang Allah berikan
kepada orang lain. Ini bukan mengharapkan hilangnya nikmat Allah
dari si empunya, melainkan hanya sekedar tidak menyukai nikmat yang
Allah anugerahkan kepada orang lain. Inilah yang disebut iri hati, baik
diiringi harapan hilangnya nikmat maupun tidak, yang jelas ia membenci nikmat yang diperoleh orang lain tersebut. Pengertian ini sebagaimana
telah didalami Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,ia berkata, "Iri adalah
kebencian seseorang terhadap nikmat yang Allah berikan kepada orang
lain."
Barangkali perasaan iri tidak bisa lepas dari hati seseorang. Artinya, perasaan ini muncul di hati seseorang di luar keinginan. Akan tetapi disebutkan dalam hadits :
3t;: ,- i:;':tj y x .-,1-i r:r
"Biln engknu iri janganlalt melampaui batns dan biln engknu berpradugn
j nn gnnl nh meneliti.' t
1 30 )
Maksudnya, bila seseorang merasa ada perasaan iri terhadap orang
lain dalam hatinya ia wajib tidak semena-mena terhadap orang itu, baik
dengan ucapan maupun perbuatan. Sebab tindakan ini termasuk karakter orang-orang Yahudi yang difirmankan oleh Allah :
" Atnukah rnereka dengki kepnda mnnusin (Muhammad) lantnran knrunia ynng Allah telahberikan kepndanya. Sesungguhnyn Kami telnlt memberikan Kitab dnn Hikmah kepadn kelunrga lbrahim, dan Kami telah
memberiknn kepndnnyn kerninnn yang besar." (An-Nisa' [4] : 5a)
Kemudian, orang yang iri hati itu sejatinya telah melakukan beberapa tindakan terlarang : Pertama, membenci takdir Allah. Ketidaksukaannya terhadap nikmat yang Allah anugerahkan pada orang lain
sama dengan kebencian terhadap takdir Allah dan sikap protes pada
ketetapan-Nya.
Kedua, iri hati dapat menghapus kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar. Sebab pada umumnya, orang yang iri berbuat zhalim kepada orang yang dimaksud dengan memublikasikan sesuatu yang tidak
disukainya, memprovokasi orang lain agar menjauhinya, mencemarkan
reputasinya dan semisalnya. Tindakan ini termasuk dosa besar yang dapat menggugurkan kebaikan.
Ketiga, perasaan negatif yang menghinggapi hati orang yang iri,
seperti kesedihan, kesengsaraan dan api kemarahan yang dapat menutupi hatinya. Tiap kali ia melihat satu nikmat Allah pada orang yang
dibenci, ia bertambah sedih dan dongkol. Akibatnya ia memata-matai
orang ini, dan tiap kali Allah menganugerahkan suatu nikmat padanya,
ia semakin sedih, berduka dan merasa dunia semakin menghimpitnya.
Keempat, iri hati mengandung unsur menyeruPai orang-orang
Yahudi. Kita tahu, orang yang menyandang salah satu karakter orangorang kafir, ia termasuk di antara mereka dalam sifat ini, berdasarkan
sabda Nabi M, "Barangsinpa menyerupai suntu knum in termnsuk golongan
mereka.t,131)
Kelima, sebesar dan sekuat aPa pun rasa iri seseorang tak mungkin mampu menghilangkan nikmat Allah dari orang lain tersebut. Jikahal ini tidak mungkin, apa untungnya memelihara perasaan iri di dalam
hati?
Keenam, iri hati tidak sinkron dengan kesempurnaan tauhid, berdasarkan sabda Nabi g, "Tidak Gempurna) imnn snlah seorang kalian snmpni ia mencintai untuk snudnranya apa yang in cintai untuk dirinya."132't (6nsskuensinya, Anda tidak suka nikmat Allah hilang dari saudara Anda
sesama Muslim. Bila Anda belum merasa benci jika nikmat Allah sirna
dari saudara Anda, berarti Anda belum mencintai untuk saudara Anda
apa yang Anda cintai untuk diri Anda. Dan ini berseberangan dengan
kesempurnaan tauhid.
Ketujuh, iri hati menyebabkan hamba enggan memohon karunia
Allah. Sebab ia selalu diliputi kesedihan terhadap nikmat yang Allah
anugerahkan kepada orang lain, hingga lalai dan tidak meminta karunia kepada-Nya. Allah telah berfirman, "Dafi jangnnlnh knlian iri hati terhadap apa yang diknruniaknn Allah kepada sebagian knlian lebih banyak dari
sebagian yang Inin. (Karena) bagi orang laki-Iaki oda baginn dari pada apa yang
mereka usnhnkan, dan bagi parn wanita (pun) ada bagian dnri npn yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebaginn dari karunin-Nya..." (An-Nisa' l4l z 321.
Kedelapan, iri hati menyebabkan seseorang memandang sepele
nikmat Allah yang diterima. Artinya, orang yang dengki memandang
dirinya tak berada dalam nikmat, sedangkan orang yang dibencinya
mendapat nikmat yang lebih besar. Ketika itulah ia mengerdilkan nikmat Allah pada dirinya sehingga tidak mensyukurinya, bahkan bersikap tidak patuh.
Kesembilan, irthali adalah perilaku tercela. Sebab orang yang iri
akan memata-matai berbagai nikmat Allah pada orang-orang di sekitarnya dan berusaha semampu mungkin menjauhkan manusia dari orang
yang dimaksud. Terkadang dengan mencemarkan nama baiknya, terkadang dengan meremehkan kebaikan yang dilakukan orang tersebut
atau selainnya.
Kesepuluh, orang yang iri hati itu bila biasanya bertindak sewenang-wenang pada orang yang dimaksud. Bila demikian, di akhiratkelak, orang yang menjadi korban akan mengambil kebaikannya. Itu
jika kebaikannya masih ada, bila tidak maka keburukan korban diambil
dan dilimpahkan pada orang yang iri kepadanya lalu ia dilempar ke
dalam neraka.
Kesimpulannya, iri hati adalah akhlak tercela.Ironisnya, tindakan
ini sering muncul di antara ulama dan penuntut ilmu, termasuk di antara para pedagang. Mereka saling dengki. Setiap pelaku profesi tertentu mendengki rival yang seprofesi dengannya. Tapi sangat disayangkan,
perilaku ini banyak terjadi di antara para ulama dan penuntut ilmu. Padahal seharusnya dan sepantasnya mereka menjadi orang-orang yang
paling jauh dari iri hati dan lebih dekat pada kesempurnaan akhlak.
Wahai saudaraku, bila engkau melihat Allah memberi satu nikmat kepada hamba-Nya, berusahalah menjadi sepertinya dan jangan
membenci orang yang mendapat nikmat Allah. Ucapkanlah, "Ya Allah,
tambahlah karunia-Mu padanya dan berilah aku yang lebih baik darinya." Kedengkian sama sekali tak mengubah keadaannya, sebaliknya
-seperti yang baru saja kami sebutkan- justru mengandung beragam
kerusakan dan sepuluh larangan di atas' Barangkali orang yang mau
merenungkan akan menemukan dampak negatif yang lebih banyak
lagi. Hanya Allah tempat memohon pertolongan'133)
fadi iri hati merupakan akhlak tercela. Karena seseorang mengharapkan nikmat Allah pada orang lain sirna. Ada juga yang mengatakan bahwa maknanya adalah membenci nikmat yang Allah anugerahkan pada orang lain. Pengertian pertama populer di kalangan ahlu ilmi,
sedang pengertian kedua dinyatakan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Maka sekedar membenci nikmat yang Allah limpahkan pada
orang lain sudah termasuk iri. Iri hati itu haram, karena Nabi M telah
melarangnya dan memperingatkannya dengan keras. Di samping itu, ia
termasuk karakter orang-orang Yahudi yang senang mendengki manusia atas karunia yang Allah berikan pada mereka.
Iri hati menyimpan dampak buruk yang banyak, di antaranya: Pertatna,merupakan satu sikap menentang ketetapan dan takdir Allah, serta
tidak rela terhadap apa yang Allah tetapkan. Sebab seolang pendengki itu
membenci nikmat yang Allah berikan pada orang yang dimaksud.Kedua,orang yang iri hati selalu berada dalam kegelisahan, kemarahan dan kesusahan. Sebab nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada hamba tak
terhingga. Maka bila setiap kali melihat suatu nikmat dimiliki orang
lain ia merasa iri dan benci karena bukan dirinya yang memiliki nikmat
tersebut, pasti ia selalu dihinggapi kegundahan. Inilah kondisi orang
yang suka iri hati. Kita berlindung pada Allah. Ketiga, Pada umumnya,
orang yang iri hati bersikap zhalim terhadap orang yang dimaksud.
Misalnya berusaha menutup-nutupi nikmat Allah pada orang itu atau
berusaha menghilangkan nikmat Allah darinya. Akibatnya, ia melakukan dua hal sekaligus; iri hati dan permusuhan. Keempat, orang yang
dengki menyerupai orang-orang Yahudi yang gemar mendengki manusia lantaran karunia Allah pada mereka.Kelima, orang yang iri hati meremehkan nikmat Allah pada dirinya, sebab ia melihat orang yang tidak
disukainya lebih sempurna dan lebih baik daripada dirinya. Sehingga ia
mengerdilkan nikmat Allah yang ia terima dan tidak mensyukurinya.
Keenam, iri hati menunjukkan rendahnya watak pelakunya dan bahwa
ia pribadi yang tidak senang kepada orang lainbila mendapat kebaikan.
Ia seorang yang berpikiran dangkal, hanya melihat dunia. Andai ia
memperhatikan akhirat, pasti ia meninggalkan perilaku ini.
Tapi bila ada orang bertanya, jika muncul perasaan iri dalam hatiku tanpa kusadari, bagaimana cara mengobatinya? Jawabnya, ada dua
langkah mengobatinya Pertama, mengabaikan perasaan ini secara total, berusaha kuat melupakannya dan menyibukkan diri dengan sesuatu
yang penting.Kedua, merenungkan dan memikirkan dampak buruk iri
hati. Memikirkan akibat negatif suatu tindakan bisa melahirkan sikap
menjauhi tindakan tersebut. Kemudian ia bisa mencoba membuktikan
mana yang lebih baik; senang dengan nikmat yang diterimai orang lain
dan bahagia dengan apa yang dimiliki ataukah memata-matai nikmat
Allah pada orang lain kemudian terus terbakar kemarahan dan kebencian terhadap nikmat Allah. Silahkan ia memilih salah satu dari kedua
jalan ini yang dikehendakinya.
Segala puji milik Allah, dan semoga Allah melimpahkan shalawat
pada nabi kita, Muhammad, dan keluarga, pata sahabat serta orangorang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan.l3a)2. Berfatwa Tanpa llmu
Memberi fatwa adalah kedudukan yang agung. Orang yang menyandang jabatan ini menempatkan diri untuk menjelaskan persoalan
agama yang menyulitkan masyarakat dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus. Karenanya, jabatan yang tinggi ini tak pantas diduduki
kecuali orang yang benar-benar memiliki kapabilitas ilmu syar'i' Oleh
sebab itu, setiap muslim wajib bertakwa pada Allah dan tidak berbicara kecuali berdasarkan ilmu dan bashirah. Mereka juga harus mengetahui bahwa Allah semata yang memiliki semua makhluk dan urusan.
Tak ada pencipta selain Allah; tak ada pengatur makhluk selain Allah;
dan tak ada undang-undang untuk makhluk selain syariat Allah. Dialah yang mewajibkan sesuatu; Dia-lah yang mengharamkan; dan Dia
pula yang menganjurkan dan menghalalkannya. Allah telah mengingkari orang-orang yang menghalalkan dan mengharamkan berdasarkan
hawa nafsu. Dia berfirman :
p ;ut Y'| 4 ;54 ):) s JJ'3i'[iiv ;"{ri F
-p u'&-"li ? 12.G: ->s'fr *i ,c ti-i3' ,s\ u';
1,..,-',r..-' :l '{--1J \ ?i-'}&41
^\
"Katakanlah, 'Terangkanlnh kepadaku tentang rezeki yang diturunkan
Allah kepadamu, lnlu kalian jadikan sebagian darinya haram dan (sebagian darinyn) hnlal?' Katakanlah,'Apakah Allah telah memberiknn izin
kepnda knlian (tentang ini) atau knlian mengada-adakrtn sain terhadnp
Allnh?' Apakah dugaan orang-orang yang mengada-ndnknn kebohongan
terhadap Allah p ada hari kinmat... 7 " (Yunus [10] : 59-60)
i)';Li,ir, t-ts1-;r- rli, -i<i'?;*li i; a i t r;: l:
=
/ I ,' \l
-S. -)FJA )
l'- )t
:=:'U,1jriQi J-:';'?
"Dan janganlsh kalian mengatnkan terhndap apa yang disebut-sebut
oleh lidah kalian secara dusta 'ini halal dan ini harsm' , untuk mengadaadakan kebohongan terhndnp Allah. Sesungguhnya orang yang ffiengada-adaknn kebohongan terhadap AIIah tiadalah beruntung. (Itu adalah)ke s e nan g an y an g s e dikit ; d an b a gi mer eka a dzab y an g p e dih. " (An-N ahl
[16]:11.6-117)
Salah satu kejahatan terbesar adalah seseorang yang menyatakan
halal atas suatu perkara, padahal ia tak tahu bagaimana hukum Allah
terkait hal itu; mengatakan bahwa suatu perkara hukumnya haram, padahal ia tak mengerti hukum Allah dalam masalah itu; mengatakan sesuatu hukumnya wajlb, padahal ia tak tahu apakah Allah mewajibkannya; atau mengatakan sesuatu hukumnya tidak wajib, padahal ia tak
tahu benarkah Allah tidak mewajibkannya. Sungguh ini satu tindak
kejahatan dan lancang terhadap Allah. Wahai hamba Allah, bagaimana
Anda meyakini bahwa semua hukum hanya hak prerogatif Allah, kemudian engkau lancang mendahului-Nya dengan mengatakan sesuatu
terkait hukum agama dan syariat-Nya yang tidak engkau ketahui? Sungguh Allah telah menyandingkan antara membuat-buat ucapan terhadap
Allah tanpa dasar ilmu dengan perbuatan syirik. Dia berfirman, "Katakanlah, 'Rabbku hanya mengharamkan perbuatnn yang keji, baik ynng tnmpak
maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggnr hak manusia tanpa
alasan yang benar, (mengharamknn) menyekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-ada'
kan terhadnp Allah npn saja yang tidak kalian ketahui"." (Al-,{raf [7] : 33).
Sayangnya, banyak kaum awam saling memberi fatwa dengan apa
yang tidak mereka ketahui. Anda bisa mendapati mereka mengatakan,
"Ini halal, atau haram, atau wajrb, atau tidak wajlb," padahal sedikit pun
mereka tidak mengetahui hukum masalah itu. Apakah mereka tidak
menyadari bahwa pada hari kiamat kelak Allah akan menanyai mereka terkait fatwa yang mereka keluarkan itu? Apakah mereka tidak tahu
bahwa bila mereka menyesatkan seseorang dengan menghalalkan untuknya apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah
halalkan untuknya, mereka menerima dosanya dan menanggung sebesar dosa yang diperbuat oleh orang itu? Itu diakibatkan fatwa yang mereka berikan kepadanya.
Sebagian kaum awam melakukan kesalahan lain. Kala melihat seseorang hendak meminta fatwa kepada ulama, orang awam ini berkata
kepadanya, "Engkau tak perlu meminta fatwa. Masalah ini sudah jelas,
hukumnya haram." Padahal, faktanya, permasalahan tersebut halal.
Akibatnya ia mengharamkan apayang Allah halalkan. Atau ia berkata
kepadanya, "Ini wajib," padahal tidak wajib. Berarti ia mengharuskan
orang itu melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan Allah. Atau ia mengatakan, "Ini tidak wajib menurut syariat Allah," padahal sebenarnya
wajrb, sehingga ia menggugurkan dari orang itu apa yang Allah wajibkan padanya. Atau ia mengatakan, "Ini halal," padahal fakta hukum
syar,inya haram. Ini sebuah tindakan kriminal terhadap syariat Allah
dan pengkhianatan pada saudara seagama, sebab ia memberinya fatwa
tanpa dasar ilmu. Bagaimana pendapat Anda, seandainya seseolang
menanyakan jalan menuju suatu daerah lalu Anda menjawab, "lalannya
dari sini," padahal Anda tak tahu menahu, tidakkah masyarakat menganggap hal itu sebagai pengkhianatan? Lalu bagaimana Anda berani
bicara tentang jalan menuju surga yang tak lain adalah syariat Allah,
sementara Anda sama sekali tak mengetahuinya?
Ada sebagian pelajar yang berlagak seperti ulama. Mereka bertingkah seperti kaum awam di atas. Yakni berbicara lancang dalam masalah
syariat dengan menyatakan halal, haram atau wajib. Mereka mengatakan apa yang tidak mereka ketahui. Membicarakan syariat secara global
atau terperinci. Padahal hakikatnya mereka kelompok manusia yang
paling tidak tahu terhadap hukum-hukum Allah. Bila Anda mendengar
salah seorang mereka bicara, seolah-olah ia menerima wahyu terkait apa
yang diucapkannya mengingat ketegasan bicaranya yang tidak disertai
kehati-hatian sedikit pun. Ia tak mungkin mengatakan, 'Aku tidak tahu."
Padahal pengakuan tidak tahu itu merupakan karakter positif yang
terbukti ada riwayatnya. Meskipun tidak tahu, orang ini nekat bicara
layaknyA seorang ulama sehingga membahayakan masyarakat awam.
Sebab tak tertutup kemungkinan masyarakat mempercayai ucapannya dan terperdaya oleh dirinya. Andai orang-orang seperti ini cukup
menisbatkan perkataan pada diri mereka sendiri, mungkin dampak
buruknya tak terlalu besar. Tapi tidak, Anda bisa menyaksikan mereka
mengalamatkan ucapan mereka tersebut pada Islam' Mereka mengatakan, "Islam mengatakan demikian. Islam berpendapat demikian." Ini
tidak boleh, kecuali terkait permasalahan yang benar-benar diketahui
orang yang bicara bahwa hal itu bagian dari ajaran Islam. Dan tak ada
jalan ke arah itu selain dengan mengetahui kitab Allah dan sunnah Rasulullah ffi atau ijma'kaum muslimin.
Lantaran kelancangary keberanian, dan tidak adanya perasaan
malu serta takut kepada Allah, sebagian orang berkata tentang sesuatu yang jelas-jelas diharamkary 'Aku tidak menganggaP ini haram,"
atau tentang sesuatu yang jelas-jelas wajib ia mengatakan, 'Aku tidak
menganggap ini wajib," baik karena memang tidak tahu, menentang
dan keras kepala, maupun untuk membuat orang lain ragu terhadap
agama Allah.
Saudara-saudara, salah satu bukti kesehatan akal, iman dan di
antara bentuk ketakwaan serta pengagungan pada Allah adalah seseorang mengatakan terkait apa yang tidak ia ketahui, 'Aku tidak tahu,
aku tidak mengerti, silahkan tanya pada yang lain." Itu di antara bentuk kesempurnaan akal, sebab bila manusia melihat ketelitiannya, niscaya mereka mempercayainya. Selain itu, lantaran ia mengetahui level
kemampuan dirinya dan menempatkan sesuai posisinya. Jawaban ini
juga tergolong indikator kesempurnaan iman dan takwa seseorang kepada Allah, di mana ia tidak bersikap lancang pada Rabb dan tidak berbicara mengatasnamakan Allah dalam urusan agama yang tidak ia ketahui. Rasulullah S yang notabene makhluk paling memahami agama
Allah, manakala ditanya tentang sesuatu yang belum ada wahyunya
beliau menunggu sampai wahyu turun. Lantas Allah menjawab pertanyaan yang diajukan pada Rasul-Nya. Contohnya firman Allah, "Mereka
mennny akan kep adamu,'Apaknh y ang dihalalkan bagi merekn.' Kntaknnlah,' Dihnlalkan bagimu yang baik-baik...'." (Al-Maidah [5] : 4). Firman-Nya, "Mereka bertanyn kepndamu (Muhammnd) tentang Dzulqarnain. Kntakanlnh, 'Aku
akan bacnknn kepadn kalisn cerita tentangnya'." (Al-Kahfi [18] : 83). FirmanNya, "Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, 'Kapankah terjadinya?'
Katakanlnh, 'Sesungguhnyn pengetahunn tentang kiamnt itu ndalah padn sisi
Rabbku; tidak seorang pun yang dapat menjelnskan waktukedatangannya selain
Dia..." (Al-A raf l7l : 187).
Sungguh para sahabat terkemuka pernah menghadapi pertanyaan yang mereka tidak mengetahui hukum Allah dalam masalah itu,
maka mereka memberanikan diri untuk menjawab dan memilih tidak
berpendapat. Lihat saja Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia pernah mengatakan, "Langit mana yang akan menaungiku dan bumi mana yang akan
menampungku bila aku berani berkata-kata tentang kitab Allah tanpa
ilmu?"
Selanjutnya, Umar bin Khaththab. Saat menghadapi suatu peristiwa, ia mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah. Ibnu Sirin mengungkapkan, "Tak ada seorang pun yang lebih takut mengatakan sesuatu yang tidak diketahui daripada Abu Bakar dan tak ada
seorang pun setelah Abu Bakar yang lebih takut mengatakan apa yang
tidak diketahui daripada LJmar." Ibnu Mas ud berkata, "Wahai manusia, siapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui hendaknya
ia menyampaikannya dan siapa yang tidak memiliki pengetahuan hendaknya ia mengucapkan 'Allahu a'lam". Sebab termasuk ilmu adalah
mengatakan "Allalnr o'lnn/' terhadap aPa yang tidak diketahui." Sya'bi
pernah ditanya tentang satu masalah, lalu ia menjawab, 'Aku tidak tahu
persis tentang masalah ini." Para sahabatnya berkata, "Kami merasa
malu kepada dirimu." Ia menjawab, "Tapi para malaikat tidak merasa
malu ketika mengatakan, ".,Tidnk adn yang kami ketahui selnin npa yang telah Engkau ajarkan kepada lcami..." (Al-Baqarah [2] : 32).
Banyak contoh fatwa yang tidak berdasarkan ilmu. Di antaranya,
fatwa yang menyatakan, orang sakit bila pakaiannya terkena najis dan
tidak mungkin dibersihkan ia tidak boleh shalat sebelum pakaiannya
suci. Fatwa ini tidak benar. Orang sakit wajib shalat meskipun dengan
memakai baju yang najis, walaupun tubuhnya terkena najis, bila ia tidak
mampu membersihkannya. Sebab Allah berfirman, "Makn bertakwnlah
kalian kepada Allah menurut kesanggupan knlisn...'." (ArTaghabun [64]
: 16). Orang yang tengah sakit mengerjakan shalat sesuai kondisi dan
kemampuannya. Pertama, bila mampu ia shalat dengan berdiri. Bila
tidak mampu berdiri maka dengan duduk. Bila tidak mampu duduk
maka dengan berbaring dan berisyarat dengan kepalanya jika bisa. Bila
tidak sanggup juga, maka berisyarat dengan kedua matanya, menurut
sebagian ahlu ilmi. Kemudian bila berisyarat dengan mata tidak mamPu
juga dan ia masih memiliki kesadaran, hendaknya ia berniat mengerjakan dengan hatinya dan mengucapkan perkataan dengan lidahnya'
Misalnya mengucapkan,'Allalru akbar'. Kemudian membaca Al-Fatihah
dan satu surat. Selanjutnya mengucapkan,'Allnhu akbar'diiringi niat rukuk. Berikutnya mengucapkan, 'Sami'allnhu li mnn hamidah' disertai niat
bangkit dari rukuk. Kemudian melakukan seperti ini dalam sujud dan
gerakan-gerakan shalat lainnya. Meniatkan gerakan yang tak sangguP
ia kerjakan. Meniatkannya dalam hati dan tidak boleh menangguhkan
shalat hingga habis waktunya.
Akibat fatwa yang keliru ini, sebagian kaum muslimin meninggal
dunia dalam keadaan tidak shalat. Sekali lagi, karena fatwa keliru' Seandainya mereka tahu bahwa orang yang sakit wajib menunaikan shalat
dalam kondisi bagaimanapun sesuai kemampuannya, tentu mereka
mati sebagai orang-orang yang mengerjakan shalat. Terkait masalah
seperti ini, masih banyak kasus serupa, kaum awam harus mengambil
ilmu hukumnya dari ahlu ilmi agar mereka mengetahui hukum Allah
dan supaya mereka tidak mengatakan dalam agama Allah apa yang
tidak mereka ketahui.l3s)
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, "Banyak tersebar fatwa hingga orang kurang berilmu berani berfatwa, apa komentar And&" Beliau
menjawab, "Generasi salaf dahulu banyak yang menolak untuk berfatwa
karena berfatwa merupakan perkara yang berat dan besar tanggung
jawabnya. Mereka takut berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Sebab
seorang mufti itu penyampai kabar dari Allah dan menjelaskan syariatNya. Maka jika ia berkata-kata atas nama Allah tanpa dasar ilmu, ia telah
terjerumus dalam perbuatan yang setingkat syirik. Dengarkan firman
Allah, "Katakanlah, 'Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik
yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatnn dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) menyekutukanAllah dengan
sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (menghnramkan)
mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak knlian ketahui"," (Al-,{raf
[7] :33).
Dalam ayat ini, Allah menggabungkan antara pengatasnamaan
Allah tanpa dasar ilmu dengan syirik. Dia juga berfirmary "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
p er t ang gungan j aw abny a." (Al-I sra' [17] : 361. Maka tidak seyogianya seseorang terburu-buru dalam berfatwa. Sebaliknya, ia harus bersabar, menelaah dan meneliti dengan seksama. jika waktu tak memungkinkan,
ia bisa menyerahkan masalah itu kepada orang yang lebih mengetahui
agar ia selamat dari membuat-buat perkataan terhadap Allah tanpa dasar ilmu.
Bila Allah mengetahui keikhlasan niatnya dan kehendaknya yang
baik ia akan sampai pada tingkatan yang diinginkannya. Siapa bertakwa pada Allah, niscaya Allah akan membimbingnya dan menaikkan
derajatnya.
Orang yang berfatwa tanpa ilmu lebih sesat daripada orang bodoh.
Orang bodoh tidak sungkan untuk mengatakary Aku tidak tahu'. Ia bisa
menyadari kapasitas dirinya dan konsisten pada kejujuran. Sedangkan
orang yang menyejajarkan dirinya dengan ulama-ulama terkemuka,
bahkan boleh jadi melebihkan dirinya dari mereka, ia sesat, menyesatkan dan keliru dalam masalah-masalah yang diketahui penuntut ilmu
pemula sekali pun. Orang seperti ini sangat buruk, di samping amat berbahaya.
Seorang penuntut ilmu tidak boleh mengamalkan dalil yang kurang kuat (marjuh), tetapi ia harus mengamalkan dalil yang lebih kuat
(rajih) bila ia mengetahui bahwa dalil itu rajih.lser
Syaikh juga pernah ditanya tentang berlomba-lomba memberi fatwa, apakah ini termasuk mendahului Allah dan Rasul-Nya? Syaikh Ibnu
Utsaimin menjawab, "Kita tahu bahwa seseorang tidak boleh berbicara
dalam agama Allah tanpa ilmu. Sebab Allah berfirman, "Kntakanlah,
'Rabbku hanya mengharamkan perbuatan ynng keji, baik yang tampak maupun
yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggnr hak mnnusia tanpa alnsan
ynng benar, (menghnramkan) menyekutuknn Allah dengan sesuatu ynng Allah
tidak menurunkan hujjah untuk itu dnn (menghnramkrtn) mengada-adaknn ter'
hndap Allah apn saja ynng tidakkalian ketnhui"." (Al-Xraf [7] : 33).
Sikap yang wajib diambil oleh siapa pun adalah menahan diri dan
takut berbicara atas nama Allah tanpa ilmu. Ini bukan perkara duniawi
yang tersedia ruang bagi akal di dalamnya. Bahkan seandainya termasuk urusan duniawi yang ada ruang bagi akal di dalamnya, seyogianya
manusia tetap berhati-hati dan berpikir mendalam. Barangkali jawaban
yang terbesit dalam benaknya akan disampaikan orang lain, sehingga
ia bisa menjadi penengah antara dua orang yang memberi jawaban berbeda dan kata-katanya menjadi keputusan akhir. Betapa sering orangorang berbicara sesuai pendapat masing-masing. Maksud saya, di luar
masalah syariat. Maka bila seseorang mau sabar dan menahan diri ia
dapat melihat pandangan yang tepat lantaran beragamnya pendapat
dan sebelumnya tak terbesit dalam hatinya.
Karenanya, saya menasihati setiap orang supaya bersabar dan menjadi orang terakhir yang bicara sehingga ia layaknya hakim di antara
pendapat-pendapat yang ada. Dan agar ia bisa melihat di antara pendapat-pendapat tersebut apa yang tak terpikirkan olehnya sebelum mendengarnya. Ini sehubungan dengan masalah-masalah duniawi. Adapunperkara agama, seseorang tidak boleh bicara kecuali dengan ilmu yang
ia ketahui dari kitab Allah dan sunnah Rasulullah, atau pendapat-pendapat ulama.137)
Syaikh ditanya, bolehkah seseorang berijtihad untuk memberi fatwa orang lain bila tak ada orang yang bisa memberi fatwa atau sulit
bertanya kepada ulama? Syaikh menjawab, "Bila ia sendiri bodoh, bagaimana ia berijtihad? Atas dasar apa ia mengonstruksi ijtihadnya?
Yang wajib dilakukan orang yang tak mengetahui hukum adalah tidak
berpendapat. Bila ditanya, ia menjawab, Aku tidak tahu.' Para malaikat ketika Allah berfirman kepada mereka, "Sebutknnlaltkepada-Ku nama
benda-bendn itu jika kalian memang yang benar!" Mereka menjazuab, "Mnha
Suci Engkau, tidak ada yang karni ketahui selain apa yang telah Engkau ajarknn
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetnhui lngi Mahn Bii aks ana." (Al-Baqarah [2] : 32).
Ketika seseorang dalam kondisi tidak menemukan seorang ulama
yang bisa memberi fatwa, lalu ia mengatakan, "Saya memfatwakan ini
benar atau salah," maka ini satu tindakan keliru dan tidakboleh dilakukan. Jawaban yang harus ia berikan pada peminta fatwa adalah "bertanyalah kepada ulama". Zar:.an sekarang ini, Alhamdulillah, komunikasi
begitu mudah. Seseorang bisa berkomunikasi via telepon, pos kilat atau
pos biasa.138)
3. Sombong
Nabi g; telah menjelaskan makna sombong dengan penafsiran
yang komprehensif, sangat jelas dan gamblang. Beliau bersabda :
,jo.o
_,6r !i') p\ ,U -<t
" Ke s o mb o n g an i t u m e n ol ak keb en ar an d r, *rr r* rhknn m an u si o. "' *''
Batharulhaq maksudnya menolak kebenaran, sedang ghamthun nns
bermakna meremehkan manusia. Contoh kesombongan adalah membantah guru, mencederai reputasinya dan bersikap tak sopan padanya.Merasa malu menerima kebenaran dari orang yang levelnya lebih rendah juga bentuk kesombongan. Sikap ini terjadi pada sebagian mahasiswa ketika diberi tahu seseorang yang tingkat akademisnya di bawahnya, ia gengsi dan tidak mau menerima. Keengganan mengamalkan
ilmu adalah pertanda tidak terengkuhnya kebaikan, semoga Allah menyelamatkan kita. Tentang masalah ini seseorang mengatakan, "Ilmu
adalah peperangan bagi orang yang tinggi hati, layaknya air bah yang
memerangi tempat yang tinggi." Maksud syair ini, orang yang sombong
tak mungkin mendapat ilmu sebab ilmu berlawanan dengannya, seperti
banjir yang menerjang lokasi yang tinggi. Sebab banjir akan menghindari tempat yang tinggi dengan belok ke kanan atau ke kiri dan air tak
menetap di tempat itu. Demikian halnya ilmu, tak bisa tinggal berdampingan dengan kesombongan dan kecongkakan. Bahkan, boleh jadi
ilmu terampas lantaran kesombongan ini.rao)
Kesombongan ini diidap sebagian orang sehingga ia merasa hebat
dan memandang apa saja yang dikatakannya benar. Orang lain yang berlainan pendapat adalah salah. Dan semacamnya. Demikian pula sikap
suka dipuji. Anda melihat orang berwatak seperti ini akan menanyakan
pendapat orang lain tentang dirinya. Bila ia mendapati masyarakat memujinya, ia sangat bangga dan membusungkan dada hingga kulitnya
seakan tak sanggup memuat tubuhnya. Kemudian, ia bersikap congkak
pada orang lain, kita berlindung pada Allah. Sebagian orang bila diberi
ilmu Allah ia malah sombong. Orang kaya terkadang juga sombong. Karenanya, Rasulullah ffi menggolongkan orang miskin yang sombong di
antara orang-orang yang tidak diajak bicara Allah di hari kiamat nanti.
Allah tidak akan membersihkan dan tidak melihat mereka, serta bagi
mereka adzab yang pedih.t+t) PasalnYa, ia tak memiliki 'modal' untuk
menyombongkan diri. Akan tetapi orangberilmu takboleh seperti orang
berharta, tiap kali bertam