Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 4. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Januari 2025

halal haram menurut islam 4

 


kenan mengangkat derajat orang yang Dia kehendaki. Dalam

hal ini, Allah berfirman:

" Allah akan meninggikan orang-lrang yang beriman di antara kalian

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..."

(Al-Mujadilah [58] : 11)

Karenanya kita mendapati orang-orang berilmu menjadi pusat san￾jungan. Tiap kali nama mereka disebut, orang-orang memuji mereka. Ini

bukti diangkatnya derajat mereka di dunia. Sedang di akhirat mereka

naik ke beberapa tingkatan sesuai sejauh mana dakwah yang mereka

lakukan dan amal yang mereka praktekkan. Karenanya, kita mendapati

orang-orang berilmu begitu disanjung-sanjung. Tiap kali nama mereka

disebut, orang-orang memuji mereka.Ini bukti diangkatnya derajat me￾reka di dunia, sedangkan di akhirat mereka naik beberapa tingkatan se￾banding dengan dakwah yang mereka lakukan dan amal yang mereka

kerjakan.

Seorang ahli ibadah sejati adalah orang yang menyembah Allah

berdasarkan bashirnh (ilmu) dan ia benar-benar mengetahui kebenaran.

Inilah jalan Nabi ffi. "Katakanlah, 'lnilah jalan (agama)ku, aku dan orang￾orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengnn bashirah (ilmu

yang nyata). Maha Suci Allah, dnn aku tidak termnsuk orang-orang yang mu￾syrik'," (Yusuf [12] :108).

Orang yang bersuci dan ia sadar betul berada di atas jalan syariaf

apakah ia sama dengan orang yang bersuci karena ia melihat ayah dan

ibunya biasa bersuci? Manakah di antara kedua orang tersebut yang lebih

mantap dalam mewujudkan penghambaan? Orang yang bersuci karenatahu Allah memerintahkan bersuci dan tahu cara bersucinya sesuai yang

diajarkan Rasulullah S, sehingga ia bersuci demi melaksanakan perin￾tah Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah g;? Ataukah orang kedua

yang bersuci karena amal inilah yang biasa ia saksikan? Jawabnya, tak

diragukan, orang pertamalah yang beribadah kepada Allah atas dasar

ilmu yang nyata. Apakah sama orang ini dengan kedua? Kendati per￾buatan keduanya sama, llamun orang ini melakukannya berdasarkan

ilmu dan pemahaman yang mendalam, mengharap pahala Allah, ta￾kut adzab akhirat dan merasa bahwa dirinya mengikuti Rasulullah ff.

Sejenak kita berhenti dulu di poin ini, dan saya ingin bertanya 'Apakah

ketika wudhu kita secara sadar merasa sedang melaksanakan perintah

Allah dalam firman-Nya , 

"Hni orang-orang y(Ingberiman, apabilaknmu hen￾dakmengerjaknn shnlnt, mnkabasuhlah mttkamu dnn tnnganmu snmpai dengnn

siku, dan sapulnh kepnlamu dan (basuh) kakimu snmpni dengan kedun mata

kaki...?" (Al-Maidah [5] : 6).

Apakah tatkala seseorang wudhu ia ingat ayat ini dan bahwa ia

wudhu demi melaksanakan perintah Allah? Apakah ia merasa inilah

wudhu Rasulullah & dan bahwa wudhu untuk mengikuti Rasulullah

ffi? Jawabnya, "Ya. Sejatinya di antara kita ada yang wudhu atas dasar

pengetahuan tersebut." Oleh sebab ini, kita wajib sadar bahwa kita se￾dang melaksanakan perintah Allah tiap kali hendak mengerjakan iba￾dah, agar keikhlasan benar-benar terealisasi dalam diri kita. Selain itu,

kita harus selalu ingat bahwa kita sedang mengikuti Rasulullah $. Kita

tahu, di antara syarat wudhu adalah niat. Tapi terkadang maksud dari

niat adalah niat beramal; inilah yang dibicarakan dalam fikih. Dan ter￾kadang maksudnya adalah niat kepada siapa amal itu diperuntukkan.

Di sinilah kita wajib memperhatikan perkara yang besar ini. Yakni saat

mengerjakan ibadah, guna mewujudkan keikhlasan, kita mengingat

bahwa kita tengah melaksanakan perintah Allah dan kita mengingat

bahwa Rasulullah telah melaksanakannya sedang kita mengikuti beliau

guna mewujudkan mutaba'ah (mengikuti sunnah). Sebab di antara syarat

keabsahan amal adalah ikhlas dan mutaba'nh, di mana hanya dengan

kedua unsur inilah syahadat ln illaha illallah dan Muhammad rasul Allah

benar-benar terealisasi.

Kita kembali pada bahasan pertama kita tentang keutamaan ilmu.

Dengan ilmu, manusia bisa menyembah Rabb berdasarkanbashirah, se￾hingga hatinya bergantung pada ibadah dan menjadi terang dengan￾nya. Dan ia menjadi pelaku ibadah tersebut dalam konteksnya sebagai

ibadah, bukan kebiasaan. Karenanya, bila seseorang shalat dengan cara

ini, ia dijamin memperoleh apa yang Allah beritakan bahwa shalat itu

mencegah perbuatan keji dan munkar. Di antara keutamaan ilmu yang

paling penting adalah sebagai berikut:

1. lmu adalah Warisan Para Nabi

Para nabi tidak mewariskan dirham maupun dinar, tapi mereka

mewariskan ilmu. Orang yang mengambil ilmu berarti telah mendapat

bagian yang banyak dari warisan para nabi. Anda sekarang ini hidup

di abad ke-15, apabila Anda termasuk ahli ilmu berarti Anda mewarisi

Muhammad M. Jelas ini keutamaan yang paling besar.

2. llmu ltu Kekal Abadi, Sedang Harta Benda Sirna

Contohnya Abu Hurairah. Ia tergolong sahabat yang miskin, bah￾kan ia pernah jatuh tersungkur seperti orang pingsan karena terlalu la￾par. Saya bertanya kepada kalian,'Apakah Abu Hurairah disebut-sebut

di tengah manusia di zaman kita ini atau tidak?" Jawabnya,"Ya,ia sering

disebut." Sehingga Abu Hurairah mendapat pahala orang-orang yang

mempelajari hadits-haditsnya. Sebab ilmu itu abadi, sementara harta

sirna. Maka wahai para penuntut ilmu, engkau harus memegang kuat

ilmu. Telah diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi S bersabda, "Apa￾biln seorang manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yakni; sedekah

iariyah, ilmu yang bermanfaat atnu anak shalih yang mendoaknnnla."ttt)

3. llmu Tidak Merepotkan Pemiliknya dalam Menjaga

Sebab bila Allah menganugerahimu ilmu, tempatnya di hati dan

tidak membutuhkan brankas, kunci atau lainnya. Ilmu terjaga dalam

hati, terjaga dalam jiwa dan sekaligus menjaga dirimu. Sebab ilmu itu

melindungi Anda dari bahaya -dengan izin Allah-. Jadi ilmu itu mem￾proteksi diri Anda. Tapi harta, Andalah yang musti menjaganya/ me￾nyimpannya di brankas dengan ditutup rapat-rapat. Walaupun demi￾kian, Anda masih belum tenang.

llmu Menjadi Jembatan bagi Seseorang untuk Men'

jadi Saksi Atas Kebenaran

Dalilnya firman Allah, "Allah menyatakan bahzoasanyn tidnk adn IIah

(yang berhak disembah) melninkan Dia, Yang menegnkkan keadilan. Para Ma￾Iaiknt dan orang-lrang yang berilmu (jugn menyataknn yang demikian itu)..."

(Ali'Imran [3] : 18). Apakah Allah mengatakan, "Dan orang-orang ber￾harta?" Ternyata tidak. Tapi Dia berfirman, "Dan orang-orang yang ber￾ilmu..." Jadi, engkau cukup dapat berbangga wahai penuntut ilmu, bahwa

engkau menjadi di antara orang yang bersaksi untuk Allah bahwa tiada

Ilah (yangpantas diibadahi) selain Dia, bersama para malaikat yang juga

mempersaksikan keesaan Allah.

5. Orang-orang Berilmu adalah Bagian dari Ulil Amri

yang Allah Telah Memerintahkan Agar Mereka Di'

patuhi

Dalam firman-Nya , 

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan

taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kalian..." (An-Nisa' [a] : 59). Ulil

amri di sini mencakup para pemimpin dan penguasa di satu sisi, ula￾ma dan ahlu ilmi di sisi yang lain. Wilayah kekuasaan ahlu ilmi adalah

menjelaskan syariat Allah dan menyeru manusia kepadanya, sedang￾kan wilayah kewenangan pemimpin adalah menerapkan syariat Allah

dan mewajibkannya kepada rakyat.

6. Ahlu llmi adalah Orang-orang yang Teguh Men'

jalankan Perintah Allah Hingga Hari Kiamat

Sebagai dalilnya, Mu'awiyah berkata, 'Aku mendengar Nabi M

bersabda, 'Siapa yang Allah menghendaki kebaikan untuknya Din memahnm￾kannya padn agama. Sesungguhnya aku hanyalah pembagi, sedang Allah yang

memberi. Senantiasn (sebaginn dnri) umat ini tegak di atas perintah Allah, tidnk

membahaynknn mereka orang-orang yang menyelisihi mereka, hingga tiba uru￾san AIInh (kiamat)."tts t

Imam Ahmad berkata tentang kelompok ini, "Jika mereka bukan

ahlu hadits, aku tidak tahu lagi siapa mereka." Qadhi 'Iyadh berkata,Maksud Ahmad adalah ahlu sunnah dan orang-orangyang meyakini

mazhab ahlu hadits."

7. Bolehnya lri kepadaAhlu llmi

Rasulullah S tidak membolehkan siapa pun iri terhadap nikmat

yang dimiliki oleh orang lain kecuali terhadap dua nikmat: Pertama,

orang yang menuntut ilmu dan mengamalkannya. Kedua, orang kaya

yang membelanjakan hartanya untuk kepentingan Islam. Diriwayatkan

dari Abdullah bin Mas ud bahwa ia berkata, "Rasulullah ffi bersabda :

qo 9, e {il; J^e u^} !u sr iui;-, f, €)l "r^*- y

\4-J-;j\4)F":#'aK;r nr iul -;r,

'Tidak sda iri kecuali dalam dua hal; seselrang yang AIIah beri harta

Ialu is menghabiskannya dalsm kebenaran dan seseorang yang Allah

beri ilmu lalu ia memutusknn (perkara) dengannya dan mengajarkan￾nYa'"116)

B. llmu lbarat Hujan

Diriwayat oleh Bukhari dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi M

bersabda, "Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan￾nya seperti hujnn yang mengguyur tanah. Sebaginn tanah itu subur, mampu

menyerap air sehingga bisa menumbuhkan ilnlang dan rerumputan yang ban￾yak. Sebagian lain tandus, hanya mampu menahan air. Maka Allah memberi￾kan manfantnya pada manusia, mereka minum, menyirami danbercocok tanam

memanfaatkan nir (dnri tanah itu). Hujan itu juga mengguyur sebidang tanah

Iain yang tandus dnn berpermukann datar, tidak dapat menahan air pun tidak

bisa menumbuhkan rerumputan.Itu (tanah pertamn) seperti orang yang paham

agamn dan ia bisa memetik manfnnt apa yang Allnh mengutusku dengannya.

Ia mengetahui dan mengajarknn. (Dan tanah kedua) seperti orang yang kurang

memedulikannya, sednng (tnnah ketiga seperti) orang yang tidnk menerima pe￾tunjuk Allnh yang nku diutus memba7oanya."1llmu adalah Jalan ke Surga

Sebagaimana ditunjukkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah

ffi bersabda :

"Bnrang siapa meniti jalan untuk mencari ilmu niscaya Allah memu￾dahkan jalan untuknya menuju surga."118)

10. llmu Sebagai Tanda Seseorang Mendapatkan Ke￾baikan dari Allah

Seperti yang terdapat dalam hadits Mu'awiyah, bahwa Rasulullah

ffi bersabda, "Siapa yang Allah menghendaki kebnikan untuknyn Dia mema￾hamkanny a dalam agama."11e)

Artinya, Allah menjadikannya orang yang memahami agama-Nya.

Kepahaman terhadap agama maknanya bukan mengetahui hukum-hu￾kum amaliyah yang di kalangan ahlu ilmi dispesifikkan dengan ilmu

fikih. Tapi maksudnya adalah ilmu tauhid, dasar-dasar din dan berb￾agai hal yang berkaitan dengan syariat Allah. Andai dalam nash-nash

Al-Quran dan As-Sunnah hanya ada hadits ini terkait keutamaan ilmu,

itu sudah sangat memadai untuk memotivasi seseorang agar menuntut

ilmu syariat dan memahaminya.

11. llmu adalah Cahaya Penerang bagi Manusia

Ilmu adalah cahaya penerang bagi hamba guna mengetahui bagai￾mana cara menyembah Rabb dan bagaimana berinteraksi dengan sesa￾ma hamba. Sehingga perjalanannya dalam hal ini berdasarkan ilmu dan

bashirah.

12. llmu adalah Cahaya

Ilmu adalah cahaya yang memberikan penerang bagi manu￾sia dalam urusan agama dan dunia mereka. Kiranya mayoritas kaummuslimin sudah tahu kisah seorang laki-laki dari Bani Israil yang telah

membunuh 99 jiwa.Ia bertanya tentang orang yang paling berilmu, lalu

ditunjukkan pada seorang ahli ibadah. Ia bertanya kepadanya, apakah

masih ada taubat untuk dirinya? Ahli ibadah ini memandang tindakan￾nya tersebut sudah melewati batas, maka ia menjawab, "Tak ada lagi."

Orang itu pun membunuhnya dan menggenaPkan korbannya menjadi

seratus jiwa. Kemudian ia mendatangi seorang yang berilmu lalu ber￾tanya padanya. Orang ini menjawab bahwa ia masih memiliki kesem￾patan taubat dan tak ada sesuatu pun yang menghalangi dirinya dari

taubat. Selanjutnya ia menunjukkan padanya satu negeri yang pendu￾duknya shalih agar orang ini pindah ke negeri tersebut. Akhirnya ia

berangkat. Namun di tengah jalan, kematian menjemputnya. Kisah ini

sangat populer.lzo) Perhatikanlah perbedaan antara orang berilmu dan

orang tak berilmu.

13. Allah Mengangkat Derajat Ahlu llmi Baik di Dunia

Maupun di Akhirat

Di akhirat, Allah mengangkat mereka beberapa derajat sesuai per￾juangan dakwah yang mereka lakukan dan pelaksanaan ilmu yang

mereka miliki. Sedang di dunia, Allah mengangkat mereka di antara

hamba-hamba-Nya sesuai apa yang mereka lakukan. Allah berfirman,

"...niscaya Allnh aknn meninggikan orang-ornng ynng beriman di antara kalian

dnn orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..." (Al-Mu￾jadilah [58] : tt)'"r

Tak diragukan, menuntut ilmu lebih baik daripada shalat malam.

Sebab menuntut ilmu, sebagaimana diungkapkan Imam Ahmad, "Tak

tertandingi sesuatu pun, bila niatnya benar." Mereka bertanya, "Kenapa

bisa begitu?" Ia menjawab, "Sebab ia meniatkannya untuk menghilang￾kan kebodohan dari dirinya dan orang lain." Bilamana seseorang bega￾dang di awal malam untuk menuntut ilmu demi mencari ridha Allah,

baik ia mempelajari atau mengajarkannya, kemudian mengerjakan qiya￾mul lail di akhir malam, itu lebih baik. Akan tetapi bila kedua masalah

ini tidak bisa dikompromikan, maka menuntut ilmu syar'i lebih baikdan utama. Oleh sebab ini, Rasulullah M memerintahkan Abu Hurairah

supaya shalat witir sebelum berangkat tidur. Para ulama berkata, "Se￾babnya, Abu Hurairah menghafal hadits-hadits Rasulullah ffi di awal

malam dan tidur di akhir malam. Maka Nabi M menyarankannya su￾paya mengerjakan shalat witir sebelutt 1id.tt'.//t22)

Sebelumnya telah disebutkan bahwa Rasulullah ffi.bercabda, "Ba￾rangsinpa meniti jnlan unhtk mencnri suntu ilmu niscaya Allah memudahkan

jalan untuknya menuju surga." Artinya, siapa yang masuk dan berada di

suatu jalan untuk mencari ilmu -maksudnya ilmu syar'i- Allah akan

memudahkannya meraih jalan ke surga. Sebab bila seseorang mengeta￾hui syariat Allah, ia gampang menitinya. Kita semua tahu bahwa jalan

yang mengantarkan seseorang kepada Allah adalah syariat-Nya. Maka

bila manusia mempelajari syariat Allah, pasti Allah memudahkan jalan￾nya menuju surga.

Dalam hadits lain, Rasulullah S: bersabda :

i y'r,u-':oirr - 

uf j ttr" J*;nr,/,/ -:i €i"p'r,->.t v

i<.,>,;, &, ?;1, @, kt; ;* Ai \t &

t.o o,.t'n. "t,)1 

,

'y l4rrr fnt )J

"Tiadalah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, mereka

membaca kitab Allah dan mempelainrinya di antara mereka, kecuali

ketenangan turun pada mereka, rahmat menyelimuti mereka, para

malaiknt mengerumuni mereka dan Allah membanggakan mereka di

antara makhlukyang di sisi-Nya."

Ungkapan, "Di salah satu rumah Allah," maksudnya ialah masjid.

Sebab rumah Allah adalah masjid. Allah berfirman, "Bertasbih kepada

Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan di￾sebut nama-Nyn di dalnmnya..." (An-Nur I24l :36). "Dan sesungguhnya

masj id-masj id it u adnlah kepuny aan Allah. Maka j anganlah kamu meny emb nh

seseorang pun di dalamnyn di samping (menyembah) Allah." (Al linn [72] :

18). "Dan sinpakahyang lebih aniaya daripadn ornng yang menghnlang-halangi

meny ebut nnma Allah dalnm masjid- masj id-N y n...7 " (AI-Baqarah [2] : 114).Dalam ayat-ayat tersebuf Allah menyandarkan masjid pada diri-Nya

karena masjid-masjid tersebut tempat mengingat-Nya.

Sabda Nabi #, "Mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinyn di

antara mereka." Kala yatluna berarti membaca, dan kata yatadnrasunahu

berarti sebagian mereka belajar pada sebagian lain.

Maksud ungkapan, "Kecunli ketenangan turun pada mereka, rahmat

menyelimuti mereka, pnra malnikat mengerumuni mereka," adalah ketena￾ngan turun pada mereka. Yakni kedamaian dan ketenteraman di hati

mereka. Rahmat menyelimuti mereka, yakni melingkupi mereka. Para

malaikat mengerumuni mereka, yakni berada di sekeliling mereka. Ka￾limat, "Dnn Allnh membanggnkan mereka di antara makhlukyang di sisi-Nya,"

yakni dari kalangan malaikat.123)

Di antara pelajaran yang dapat diambil dari beberapa hadits di atas

adalah '. Pertama, anjuran menuntut ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah

ffi, "Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu niscaya Allah memudahkan

jalannya ke surgn." Telah diungkapkan dalam penjelasan, maksud jalan

ini, baik jalan dalam makna konkret dan abstrak.

Kedua, keutamaan berkumpul untuk membaca dan mempelajari

Al-Quran, berdasarkan sabda beliau, 'Dan tiadalah satukaumberkumpul di

salnh satu rumnh AIIah, mereka membnca kitab Allah..." Tercapainya pahala

ketenangan, diselimuti rahmat, dikelilingi para malaikat dan dibangga￾kan Allah tidak akan terjadi kecuali bila mereka berkumpul di rumah

Allah, yakni di salah satu masjid, agar mereka juga memperoleh kemu￾liaan tempat. Sebab wilayah yang paling baik adalah masjid.

Penjelasan diperolehnya pahala nan besar ini, yakni ketenangan

turun pada mereka berupa kedamaian hati, rahmat menyelimuti mere￾ka, para malaikat mengelilingi mereka dari segala penjuru dan Allah

menyebutkan mereka di kalangan malaikat yang di hadapan-Nya, sebab

mereka mengingat Allah di tengah-tengah sekumpulan manusia. Allah

telah berfirman dalam hadits qudsi, "Siapa mengingntku dalam satu kelom'

pok aku menyebutnyn dnlam kelompok yang lebih baik.//124)NInT DAN UnCENSINYA DALAM INNORU

Rasulullah # bersabda :

'!- o 

- l.'.r2 "'i- -'1 r' "- or

tur..*-s .-.rt) ,.J J.r Lr J/l

ot 

'r, 

o'

qn ;'r -:t< J': il i r':

' tt

4,. -v\; U J: i'FU

"sesungguhnya segala amal ittt tergantung niat, dan sesungguhnya

setiap orang mendapatkan sesuai yang ia niatkan. Siapa yang (niat)

hijrahnya kepada Allah dnn Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah

dan Rasul-Nya, sedang siapa yang (niat) hijrahnya untuk dunia yang

nkan ia dapatknn atau wanitayang aknn is nikahi maknhiirahnya un￾tuk apa yang karenanya ia hijrah."

Hadits ini adalah dasar amal hati karena niat termasuk amal hati.

Para ulama mengatakan, "Hadits ini sama dengan separuh ibadah ka￾rena sebagai barometer amal batin. Sementara itu, hadits 'Aisyah, "Ba￾rangsinpa membuat hnl baru dalam urusan ngnma knmi ini yang bukan dari

baginnnyn mnka itu tertolak.//12s) Dalam redaksi lain, "Bnrangsiapa melakuknn

suntu amal ynng tidak sesuni urusan kami maka itu tertolak", adalah separuh

agama yang lain karena menjadi timbangan amal lahiriah.

Kita dapat memahami dari sabda Nabi $, "Sesungguhnya segnla

amal itu tergantung niat," bahwa tak ada satu amal kecuali memiliki niat.

Sebab setiap manusia yang berakal dan dalam kondisi tidak ada paksaan

tidak mungkin melakukan satu perbuatan tanpa niat. Bahkan sebagian

ulama mengungkapkan, "seandainya Allah membebani kita satu amal

tanpa niat, itu termasuk pemberian beban yang tidak disanggupi." Dari

pengertian ini muncul bantahan terhadap orang-orang yang selalu

was-was, yakni orang-orang yarrg mengulang-ulangi amal beberapakali karena merasa niat belum pas. Kemudian setan membisiki mereka,

"Kalian belum berniat." Kami katakan pada mereka, "Tidak mungkin

kalian mengerjakan satu amal tanpa niat. Janganlah menyulitkan diri

kalian dan buanglah perasaan was-was itu."

Di antara pelajaran hadits ini adalah manusia diberi pahala atau

dosa atau tidak mendapat apa-apa berdasarkan niatnya, sesuai sabda

Nabi gq, " Siapn yang fuint) hijrahnyn kepada Allnh dan Rnsul-Nya mnka hijrah￾nqn kepada Allah dnn Rasul-Nya." Pelajaran lain dari hadits ini, bahwa

suatu amal berbuah nilai sesuai dengan tujuan pengerjaannya. Suatu

amal yang asalnya mubah bisa saja menjadi sesuatu yang memiliki nilai

ibadah yang berpahala bila seseorang meniatkannya untuk kebaikan.

Contohnya, meniatkan makan dan minum guna memperkuat tubuh da￾lam menjalankan ketaatan kepada Allah. Karena itu, Nabi ffi bersabda,

"Mnksn snlturlnh knlian, karenn sesungguhnyn dnlam snhur itu tersimpan ber￾kLh.//126)

Rasulullah g memadukan syahadat, bahwa ttada llah (yang ber￾hak disembah) selain Allah dan Muhammad utusan Allah dalam satu

rukun Islam.Ini karena ibadah tidak sempurna kecuali disertai dua un￾sur pokok. Pertama, ikhlas untuk Allah, inilah yang dikandung syaha￾datla ilaha illallah. Dan kedua, mengikuti atau mencontoh Rasulullah S,

inilah yang terkandung dalam syahadat Muhnmmad Rasulullah.l2T)

Sabda Nabi #, "sesungguhnya segaln smnl itu tergantung niat." Ini

merupakan satu hadits yang mulia dan mencakup segala hal. Di dalam￾nya, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab menceritakan dari Nabi

S bahwa beliau menjelaskan kedudukan niat bagi amal dan ini men￾cakup semua amal. Tak ada satu perbuatan kecuali disertai niat. Niat

ini menjadi tolok ukur sah atau tidaknya amal tersebuf berpahala atau

menghasilkan siksa. Dan setiap orang memperoleh niat amalnya, baik

niat luhur nan mulia atau sebaliknya.

Rasulullah g-t menerangkan masalah ini untuk memotivasi orang

yang beramal agar meninggikan niatnya. Yakni dengan mempersem￾bahkan setiap ibadah yang ia kerjakan untuk meraih ridha Allah dan

kebahagiaan di akhirat. Kemudian Rasulullah ffi mencontohkan amalhijrah sebagai acuan bagi amal-amal yang lain. Orang-orang yang hij￾rah meninggalkan negeri mereka untuk pindah ke negeri Islam. Tetapi

mereka memiliki niat berbeda-beda yang menjadi sebab perbedaan be￾sar bagi pahala mereka, padahal perbuatannya sama. Siapa yang ber￾niat hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya demi mencari pahala Allah dan

membela agama-Nya, ia orang yang ikhlas dalam hijrahnya itu dan me￾rengkuh tujuan paling mulia serta derajat paling tinggi dengan niatnya

itu, Sedang siapa hijrah untuk mengejar dunia dan kesenangannya ia

orang yang tenggelam dalam kesenangan dunia karena niatnya ini dan

tak memiliki bagian kenikmatan di akhirat kelak.

Berikut beberapa pelajaran penting dari hadits ini :

1. Penjelasan tentang urgensi niat suatu amal bagi pelakunya dan

bahwa barometer kebenaran dan balasan amal disesuaikan den￾gan niat.

2. Dorongan bagi setiap muslim agar mengikhlaskan niat untuk

Allah semata dan penjelasan keutamaannya.

3. Peringatan dari meniatkan dunia dalam amal akhirat dan penjela￾san kurang bernilainya hal tersebut.

4. Manusia memiliki niat yang berbeda-beda dan setiap orang mem￾peroleh apa yang ia niatkan.

5. Bersuci termasuk amal sehingga tak terjadi kecuali dengan niat,

dan setiap orang yang bersuci memperoleh apa yang ia niatkan

dalam bersucinya tersebut. Inilah leiak dalil dibawakannya hadits

ini dalam bab ini."


BrRousre Arns NRtvtn Nnnt g;

Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya merupakan jenis dusta

yang paling buruk, berdasarkan firman Allah :

L.)biri.cr4&5i

:!. :-.*-rl! i;,u:i ,st-44

"Maks sinpakah yang lebih zhnlim daripnda lrang-orang yang mem￾bunt-buat dusta terhadap Allah, akibatnyn in menyesatkan manusia tan￾pa pengetnhuan. Sesungguhnya Allah tidnk memberi petunjuk kepadn

orang-orang ynng zhnlim." (Al-An'am [5] : 144)

Huruf lnm dalam firman-Nya , 

"Li yudhillannas bi ghairi 'ilmin (akibat￾nyn ia menyesatkan manusia tnnpa pengetnhuan)" adalah lnm 'nqibnh (mene￾rangkan akibat) bukan lam ta'lil (menerangkan sebab). Ini seperti firman

Allah terkait nabi Musa, "Maka dipungutlah in oleh kelunrga Fir'aun yang

akibatnya din menjadi musuh dankesedihan bagi mereka..." (Al-Qashash I28l

: 8). Mereka memungut Musa bukan untuk menjadi musuh dan sebab

kesedihan. Akan tetapi Allah membuat akibatnya Musa menjadi musuh

dan sebab kesedihan bagi mereka. Demikian halnya orang yang men￾ciptakan kedustaan atas nama Allah, akibat tindakannya tersebut ia me￾nyesatkan manusia tanpa ilmu.

Membuat kebohongan terhadap Allah ada dua bentuk '. Pertama,

dengan bohong menyatakan, 'Allah berfirman seperti ini.'" padahal

Allah tidak berfirman seperti itu. Kedua, menafsirkan firman Allah

tidak sebagaimana yang dikehendaki Allah, sebab substansi dari uca￾pan adalah maknanya. Bila seseorang berdusta dengan mengatakary

"Maksud Allah dengan firman-Nya ini adalah demikian..." Maka ia te￾lah berdusta atas nama Allah dan bersaksi untuk Allah tidak sebagai￾mana yang Dia kehendaki. Akan tetapi, kelompok kedua ini bila mun￾cul melalui ijtihad dan salah dalam menafsirkan ayat tanpa disengaja,

Allah memaafkannya. Sebab Allah berfirman, "...Dan Dia sekali-kali tidak

menj a dikan untuk kalian dal am agama suatu ke s emp it an..," (Al-H aj j l22l : 7 81.Allnh tidsk membebnni seseorang melainkan sesuai dengnn kesnnggupnnnya.,!'

(Al-Baqarah [2] :286).

Namun bila seseorang secara sadar menafsirkan firman Allah ti￾dak sebagaimana yang dikehendaki-Nya karena menuruti hawa nafsu￾nya, karena suatu kepentingan atau semisalnya, ia terhitung orang yang

membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Demikian pula berdusta atas

nama Rasulullah g;, misalnya, dengan mengatakan, "Rasulullah S ber￾sabda demikian." Padahal beliau tak pernah mengucapkannya. Orang

ini hanya berdusta dengan mencatut nama Rasulullah S. Begitu juga

bila sengaja menginterpretasikan hadits Rasulullah S tidak dengan pe￾ngertian yang semestinya, berarti telah melakukan tindakan dusta atas

nama Rasulullah $. Padahal Nabi ffi pernah bersabda :

)6\ a i'ta; C l-Larr. a r' ' :.- -I9 r-r_D L-f

" Bnrnngsiapa sengajn berdusta atas diriku hendaknyn in mengisi tempnt￾nyn di nernka."

Artinya, siapa yang secara sengaja berani membuat kedustaan ter￾hadap Rasulullah ffi ia akan mengisi dan menempati tempatnya di nera￾ka kelak, kita berlindung pada Allah. Kedua bentuk kedustaan ini me￾rupakan jenis kedustaan yang paling buruk; yakni berdusta atas Allah

dan Rasulullah ffi. Manusia yang paling banyak mencatut nama Rasu￾lullah 1g dalam berdusta adalah kaum Syihh Rafidhah' Sebab tak ada

seorang pun di antara kelompok-kelompok ahli bidhh yang lebih ban￾yak kedustaannya terhadap Rasulullah $i dibanding mereka, menurut

ulama peneliti hadits. Ketika membahas hadits maudhu' (palsu), mereka

mengatakan, "sesungguhnya orang yang paling banyak berdusta atas

nama Rasulullah g adalah Syihh Rafidhah.Ini sesuatu yang dapat dis￾aksikan dan diketahui oleh orang yang membaca kitab-kitab mereka."12e)


P I RSUATAN- PE RBUATAN HnnnM YANG

WAlrs DTHTNDART

1. lri Hati

Terdapat kesalahan yang sering dilakukan sebagian pelajar. Di an￾taranya adalah rasa iri. Ia tidak menyukai nikmat yang Allah berikan

kepada orang lain. Ini bukan mengharapkan hilangnya nikmat Allah

dari si empunya, melainkan hanya sekedar tidak menyukai nikmat yang

Allah anugerahkan kepada orang lain. Inilah yang disebut iri hati, baik

diiringi harapan hilangnya nikmat maupun tidak, yang jelas ia memben￾ci nikmat yang diperoleh orang lain tersebut. Pengertian ini sebagaimana

telah didalami Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,ia berkata, "Iri adalah

kebencian seseorang terhadap nikmat yang Allah berikan kepada orang

lain."

Barangkali perasaan iri tidak bisa lepas dari hati seseorang. Arti￾nya, perasaan ini muncul di hati seseorang di luar keinginan. Akan te￾tapi disebutkan dalam hadits :

3t;: ,- i:;':tj y x .-,1-i r:r

"Biln engknu iri janganlalt melampaui batns dan biln engknu berpradugn

j nn gnnl nh meneliti.' t 

1 30 )

Maksudnya, bila seseorang merasa ada perasaan iri terhadap orang

lain dalam hatinya ia wajib tidak semena-mena terhadap orang itu, baik

dengan ucapan maupun perbuatan. Sebab tindakan ini termasuk karak￾ter orang-orang Yahudi yang difirmankan oleh Allah :

" Atnukah rnereka dengki kepnda mnnusin (Muhammad) lantnran knru￾nia ynng Allah telahberikan kepndanya. Sesungguhnyn Kami telnlt mem￾berikan Kitab dnn Hikmah kepadn kelunrga lbrahim, dan Kami telah

memberiknn kepndnnyn kerninnn yang besar." (An-Nisa' [4] : 5a)

Kemudian, orang yang iri hati itu sejatinya telah melakukan be￾berapa tindakan terlarang : Pertama, membenci takdir Allah. Ketidak￾sukaannya terhadap nikmat yang Allah anugerahkan pada orang lain

sama dengan kebencian terhadap takdir Allah dan sikap protes pada

ketetapan-Nya.

Kedua, iri hati dapat menghapus kebaikan sebagaimana api mela￾hap kayu bakar. Sebab pada umumnya, orang yang iri berbuat zhalim ke￾pada orang yang dimaksud dengan memublikasikan sesuatu yang tidak

disukainya, memprovokasi orang lain agar menjauhinya, mencemarkan

reputasinya dan semisalnya. Tindakan ini termasuk dosa besar yang da￾pat menggugurkan kebaikan.

Ketiga, perasaan negatif yang menghinggapi hati orang yang iri,

seperti kesedihan, kesengsaraan dan api kemarahan yang dapat menu￾tupi hatinya. Tiap kali ia melihat satu nikmat Allah pada orang yang

dibenci, ia bertambah sedih dan dongkol. Akibatnya ia memata-matai

orang ini, dan tiap kali Allah menganugerahkan suatu nikmat padanya,

ia semakin sedih, berduka dan merasa dunia semakin menghimpitnya.

Keempat, iri hati mengandung unsur menyeruPai orang-orang

Yahudi. Kita tahu, orang yang menyandang salah satu karakter orang￾orang kafir, ia termasuk di antara mereka dalam sifat ini, berdasarkan

sabda Nabi M, "Barangsinpa menyerupai suntu knum in termnsuk golongan

mereka.t,131)

Kelima, sebesar dan sekuat aPa pun rasa iri seseorang tak mung￾kin mampu menghilangkan nikmat Allah dari orang lain tersebut. Jikahal ini tidak mungkin, apa untungnya memelihara perasaan iri di dalam

hati?

Keenam, iri hati tidak sinkron dengan kesempurnaan tauhid, ber￾dasarkan sabda Nabi g, "Tidak Gempurna) imnn snlah seorang kalian snm￾pni ia mencintai untuk snudnranya apa yang in cintai untuk dirinya."132't (6nss￾kuensinya, Anda tidak suka nikmat Allah hilang dari saudara Anda

sesama Muslim. Bila Anda belum merasa benci jika nikmat Allah sirna

dari saudara Anda, berarti Anda belum mencintai untuk saudara Anda

apa yang Anda cintai untuk diri Anda. Dan ini berseberangan dengan

kesempurnaan tauhid.

Ketujuh, iri hati menyebabkan hamba enggan memohon karunia

Allah. Sebab ia selalu diliputi kesedihan terhadap nikmat yang Allah

anugerahkan kepada orang lain, hingga lalai dan tidak meminta karu￾nia kepada-Nya. Allah telah berfirman, "Dafi jangnnlnh knlian iri hati ter￾hadap apa yang diknruniaknn Allah kepada sebagian knlian lebih banyak dari

sebagian yang Inin. (Karena) bagi orang laki-Iaki oda baginn dari pada apa yang

mereka usnhnkan, dan bagi parn wanita (pun) ada bagian dnri npn yang mereka

usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebaginn dari karunin-Nya..." (An-Ni￾sa' l4l z 321.

Kedelapan, iri hati menyebabkan seseorang memandang sepele

nikmat Allah yang diterima. Artinya, orang yang dengki memandang

dirinya tak berada dalam nikmat, sedangkan orang yang dibencinya

mendapat nikmat yang lebih besar. Ketika itulah ia mengerdilkan nik￾mat Allah pada dirinya sehingga tidak mensyukurinya, bahkan bersi￾kap tidak patuh.

Kesembilan, irthali adalah perilaku tercela. Sebab orang yang iri

akan memata-matai berbagai nikmat Allah pada orang-orang di sekitar￾nya dan berusaha semampu mungkin menjauhkan manusia dari orang

yang dimaksud. Terkadang dengan mencemarkan nama baiknya, terka￾dang dengan meremehkan kebaikan yang dilakukan orang tersebut

atau selainnya.

Kesepuluh, orang yang iri hati itu bila biasanya bertindak sewe￾nang-wenang pada orang yang dimaksud. Bila demikian, di akhiratkelak, orang yang menjadi korban akan mengambil kebaikannya. Itu

jika kebaikannya masih ada, bila tidak maka keburukan korban diambil

dan dilimpahkan pada orang yang iri kepadanya lalu ia dilempar ke

dalam neraka.

Kesimpulannya, iri hati adalah akhlak tercela.Ironisnya, tindakan

ini sering muncul di antara ulama dan penuntut ilmu, termasuk di an￾tara para pedagang. Mereka saling dengki. Setiap pelaku profesi terten￾tu mendengki rival yang seprofesi dengannya. Tapi sangat disayangkan,

perilaku ini banyak terjadi di antara para ulama dan penuntut ilmu. Pa￾dahal seharusnya dan sepantasnya mereka menjadi orang-orang yang

paling jauh dari iri hati dan lebih dekat pada kesempurnaan akhlak.

Wahai saudaraku, bila engkau melihat Allah memberi satu nik￾mat kepada hamba-Nya, berusahalah menjadi sepertinya dan jangan

membenci orang yang mendapat nikmat Allah. Ucapkanlah, "Ya Allah,

tambahlah karunia-Mu padanya dan berilah aku yang lebih baik dari￾nya." Kedengkian sama sekali tak mengubah keadaannya, sebaliknya

-seperti yang baru saja kami sebutkan- justru mengandung beragam

kerusakan dan sepuluh larangan di atas' Barangkali orang yang mau

merenungkan akan menemukan dampak negatif yang lebih banyak

lagi. Hanya Allah tempat memohon pertolongan'133)

fadi iri hati merupakan akhlak tercela. Karena seseorang meng￾harapkan nikmat Allah pada orang lain sirna. Ada juga yang mengata￾kan bahwa maknanya adalah membenci nikmat yang Allah anugerah￾kan pada orang lain. Pengertian pertama populer di kalangan ahlu ilmi,

sedang pengertian kedua dinyatakan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiy￾yah. Maka sekedar membenci nikmat yang Allah limpahkan pada

orang lain sudah termasuk iri. Iri hati itu haram, karena Nabi M telah

melarangnya dan memperingatkannya dengan keras. Di samping itu, ia

termasuk karakter orang-orang Yahudi yang senang mendengki manu￾sia atas karunia yang Allah berikan pada mereka.

Iri hati menyimpan dampak buruk yang banyak, di antaranya: Per￾tatna,merupakan satu sikap menentang ketetapan dan takdir Allah, serta

tidak rela terhadap apa yang Allah tetapkan. Sebab seolang pendengki itu

membenci nikmat yang Allah berikan pada orang yang dimaksud.Kedua,orang yang iri hati selalu berada dalam kegelisahan, kemarahan dan ke￾susahan. Sebab nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada hamba tak

terhingga. Maka bila setiap kali melihat suatu nikmat dimiliki orang

lain ia merasa iri dan benci karena bukan dirinya yang memiliki nikmat

tersebut, pasti ia selalu dihinggapi kegundahan. Inilah kondisi orang

yang suka iri hati. Kita berlindung pada Allah. Ketiga, Pada umumnya,

orang yang iri hati bersikap zhalim terhadap orang yang dimaksud.

Misalnya berusaha menutup-nutupi nikmat Allah pada orang itu atau

berusaha menghilangkan nikmat Allah darinya. Akibatnya, ia melaku￾kan dua hal sekaligus; iri hati dan permusuhan. Keempat, orang yang

dengki menyerupai orang-orang Yahudi yang gemar mendengki manu￾sia lantaran karunia Allah pada mereka.Kelima, orang yang iri hati me￾remehkan nikmat Allah pada dirinya, sebab ia melihat orang yang tidak

disukainya lebih sempurna dan lebih baik daripada dirinya. Sehingga ia

mengerdilkan nikmat Allah yang ia terima dan tidak mensyukurinya.

Keenam, iri hati menunjukkan rendahnya watak pelakunya dan bahwa

ia pribadi yang tidak senang kepada orang lainbila mendapat kebaikan.

Ia seorang yang berpikiran dangkal, hanya melihat dunia. Andai ia

memperhatikan akhirat, pasti ia meninggalkan perilaku ini.

Tapi bila ada orang bertanya, jika muncul perasaan iri dalam ha￾tiku tanpa kusadari, bagaimana cara mengobatinya? Jawabnya, ada dua

langkah mengobatinya Pertama, mengabaikan perasaan ini secara to￾tal, berusaha kuat melupakannya dan menyibukkan diri dengan sesuatu

yang penting.Kedua, merenungkan dan memikirkan dampak buruk iri

hati. Memikirkan akibat negatif suatu tindakan bisa melahirkan sikap

menjauhi tindakan tersebut. Kemudian ia bisa mencoba membuktikan

mana yang lebih baik; senang dengan nikmat yang diterimai orang lain

dan bahagia dengan apa yang dimiliki ataukah memata-matai nikmat

Allah pada orang lain kemudian terus terbakar kemarahan dan keben￾cian terhadap nikmat Allah. Silahkan ia memilih salah satu dari kedua

jalan ini yang dikehendakinya.

Segala puji milik Allah, dan semoga Allah melimpahkan shalawat

pada nabi kita, Muhammad, dan keluarga, pata sahabat serta orang￾orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan.l3a)2. Berfatwa Tanpa llmu

Memberi fatwa adalah kedudukan yang agung. Orang yang me￾nyandang jabatan ini menempatkan diri untuk menjelaskan persoalan

agama yang menyulitkan masyarakat dan menunjuki mereka ke jalan

yang lurus. Karenanya, jabatan yang tinggi ini tak pantas diduduki

kecuali orang yang benar-benar memiliki kapabilitas ilmu syar'i' Oleh

sebab itu, setiap muslim wajib bertakwa pada Allah dan tidak berbi￾cara kecuali berdasarkan ilmu dan bashirah. Mereka juga harus meng￾etahui bahwa Allah semata yang memiliki semua makhluk dan urusan.

Tak ada pencipta selain Allah; tak ada pengatur makhluk selain Allah;

dan tak ada undang-undang untuk makhluk selain syariat Allah. Dia￾lah yang mewajibkan sesuatu; Dia-lah yang mengharamkan; dan Dia

pula yang menganjurkan dan menghalalkannya. Allah telah menging￾kari orang-orang yang menghalalkan dan mengharamkan berdasarkan

hawa nafsu. Dia berfirman :

p ;ut Y'| 4 ;54 ):) s JJ'3i'[iiv ;"{ri F

-p u'&-"li ? 12.G: ->s'fr *i ,c ti-i3' ,s\ u';

1,..,-',r..-' :l '{--1J \ ?i-'}&41 

^\

"Katakanlah, 'Terangkanlnh kepadaku tentang rezeki yang diturunkan

Allah kepadamu, lnlu kalian jadikan sebagian darinya haram dan (se￾bagian darinyn) hnlal?' Katakanlah,'Apakah Allah telah memberiknn izin

kepnda knlian (tentang ini) atau knlian mengada-adakrtn sain terhadnp

Allnh?' Apakah dugaan orang-orang yang mengada-ndnknn kebohongan

terhadap Allah p ada hari kinmat... 7 " (Yunus [10] : 59-60)

i)';Li,ir, t-ts1-;r- rli, -i<i'?;*li i; a i t r;: l:

/ I ,' \l

-S. -)FJA )

l'- )t

:=:'U,1jriQi J-:';'?

"Dan janganlsh kalian mengatnkan terhndap apa yang disebut-sebut

oleh lidah kalian secara dusta 'ini halal dan ini harsm' , untuk mengada￾adakan kebohongan terhndnp Allah. Sesungguhnya orang yang ffienga￾da-adaknn kebohongan terhadap AIIah tiadalah beruntung. (Itu adalah)ke s e nan g an y an g s e dikit ; d an b a gi mer eka a dzab y an g p e dih. " (An-N ahl

[16]:11.6-117)

Salah satu kejahatan terbesar adalah seseorang yang menyatakan

halal atas suatu perkara, padahal ia tak tahu bagaimana hukum Allah

terkait hal itu; mengatakan bahwa suatu perkara hukumnya haram, pa￾dahal ia tak mengerti hukum Allah dalam masalah itu; mengatakan se￾suatu hukumnya wajlb, padahal ia tak tahu apakah Allah mewajibkan￾nya; atau mengatakan sesuatu hukumnya tidak wajib, padahal ia tak

tahu benarkah Allah tidak mewajibkannya. Sungguh ini satu tindak

kejahatan dan lancang terhadap Allah. Wahai hamba Allah, bagaimana

Anda meyakini bahwa semua hukum hanya hak prerogatif Allah, ke￾mudian engkau lancang mendahului-Nya dengan mengatakan sesuatu

terkait hukum agama dan syariat-Nya yang tidak engkau ketahui? Sung￾guh Allah telah menyandingkan antara membuat-buat ucapan terhadap

Allah tanpa dasar ilmu dengan perbuatan syirik. Dia berfirman, "Kata￾kanlah, 'Rabbku hanya mengharamkan perbuatnn yang keji, baik ynng tnmpak

maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggnr hak manusia tanpa

alasan yang benar, (mengharamknn) menyekutukan Allah dengan sesuatu yang

Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-ada'

kan terhadnp Allah npn saja yang tidak kalian ketahui"." (Al-,{raf [7] : 33).

Sayangnya, banyak kaum awam saling memberi fatwa dengan apa

yang tidak mereka ketahui. Anda bisa mendapati mereka mengatakan,

"Ini halal, atau haram, atau wajrb, atau tidak wajlb," padahal sedikit pun

mereka tidak mengetahui hukum masalah itu. Apakah mereka tidak

menyadari bahwa pada hari kiamat kelak Allah akan menanyai mere￾ka terkait fatwa yang mereka keluarkan itu? Apakah mereka tidak tahu

bahwa bila mereka menyesatkan seseorang dengan menghalalkan un￾tuknya apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah

halalkan untuknya, mereka menerima dosanya dan menanggung sebe￾sar dosa yang diperbuat oleh orang itu? Itu diakibatkan fatwa yang mere￾ka berikan kepadanya.

Sebagian kaum awam melakukan kesalahan lain. Kala melihat se￾seorang hendak meminta fatwa kepada ulama, orang awam ini berkata

kepadanya, "Engkau tak perlu meminta fatwa. Masalah ini sudah jelas,

hukumnya haram." Padahal, faktanya, permasalahan tersebut halal.

Akibatnya ia mengharamkan apayang Allah halalkan. Atau ia berkata

kepadanya, "Ini wajib," padahal tidak wajib. Berarti ia mengharuskan

orang itu melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan Allah. Atau ia me￾ngatakan, "Ini tidak wajib menurut syariat Allah," padahal sebenarnya

wajrb, sehingga ia menggugurkan dari orang itu apa yang Allah wajib￾kan padanya. Atau ia mengatakan, "Ini halal," padahal fakta hukum

syar,inya haram. Ini sebuah tindakan kriminal terhadap syariat Allah

dan pengkhianatan pada saudara seagama, sebab ia memberinya fatwa

tanpa dasar ilmu. Bagaimana pendapat Anda, seandainya seseolang

menanyakan jalan menuju suatu daerah lalu Anda menjawab, "lalannya

dari sini," padahal Anda tak tahu menahu, tidakkah masyarakat me￾nganggap hal itu sebagai pengkhianatan? Lalu bagaimana Anda berani

bicara tentang jalan menuju surga yang tak lain adalah syariat Allah,

sementara Anda sama sekali tak mengetahuinya?

Ada sebagian pelajar yang berlagak seperti ulama. Mereka berting￾kah seperti kaum awam di atas. Yakni berbicara lancang dalam masalah

syariat dengan menyatakan halal, haram atau wajib. Mereka mengata￾kan apa yang tidak mereka ketahui. Membicarakan syariat secara global

atau terperinci. Padahal hakikatnya mereka kelompok manusia yang

paling tidak tahu terhadap hukum-hukum Allah. Bila Anda mendengar

salah seorang mereka bicara, seolah-olah ia menerima wahyu terkait apa

yang diucapkannya mengingat ketegasan bicaranya yang tidak disertai

kehati-hatian sedikit pun. Ia tak mungkin mengatakan, 'Aku tidak tahu."

Padahal pengakuan tidak tahu itu merupakan karakter positif yang

terbukti ada riwayatnya. Meskipun tidak tahu, orang ini nekat bicara

layaknyA seorang ulama sehingga membahayakan masyarakat awam.

Sebab tak tertutup kemungkinan masyarakat mempercayai ucapan￾nya dan terperdaya oleh dirinya. Andai orang-orang seperti ini cukup

menisbatkan perkataan pada diri mereka sendiri, mungkin dampak

buruknya tak terlalu besar. Tapi tidak, Anda bisa menyaksikan mereka

mengalamatkan ucapan mereka tersebut pada Islam' Mereka mengata￾kan, "Islam mengatakan demikian. Islam berpendapat demikian." Ini

tidak boleh, kecuali terkait permasalahan yang benar-benar diketahui

orang yang bicara bahwa hal itu bagian dari ajaran Islam. Dan tak ada

jalan ke arah itu selain dengan mengetahui kitab Allah dan sunnah Ra￾sulullah ffi atau ijma'kaum muslimin.

Lantaran kelancangary keberanian, dan tidak adanya perasaan

malu serta takut kepada Allah, sebagian orang berkata tentang sesua￾tu yang jelas-jelas diharamkary 'Aku tidak menganggaP ini haram,"

atau tentang sesuatu yang jelas-jelas wajib ia mengatakan, 'Aku tidak

menganggap ini wajib," baik karena memang tidak tahu, menentang

dan keras kepala, maupun untuk membuat orang lain ragu terhadap

agama Allah.

Saudara-saudara, salah satu bukti kesehatan akal, iman dan di

antara bentuk ketakwaan serta pengagungan pada Allah adalah sese￾orang mengatakan terkait apa yang tidak ia ketahui, 'Aku tidak tahu,

aku tidak mengerti, silahkan tanya pada yang lain." Itu di antara ben￾tuk kesempurnaan akal, sebab bila manusia melihat ketelitiannya, nis￾caya mereka mempercayainya. Selain itu, lantaran ia mengetahui level

kemampuan dirinya dan menempatkan sesuai posisinya. Jawaban ini

juga tergolong indikator kesempurnaan iman dan takwa seseorang ke￾pada Allah, di mana ia tidak bersikap lancang pada Rabb dan tidak ber￾bicara mengatasnamakan Allah dalam urusan agama yang tidak ia ke￾tahui. Rasulullah S yang notabene makhluk paling memahami agama

Allah, manakala ditanya tentang sesuatu yang belum ada wahyunya

beliau menunggu sampai wahyu turun. Lantas Allah menjawab pertan￾yaan yang diajukan pada Rasul-Nya. Contohnya firman Allah, "Mereka

mennny akan kep adamu,'Apaknh y ang dihalalkan bagi merekn.' Kntaknnlah,' Di￾hnlalkan bagimu yang baik-baik...'." (Al-Maidah [5] : 4). Firman-Nya, "Mere￾ka bertanyn kepndamu (Muhammnd) tentang Dzulqarnain. Kntakanlnh, 'Aku

akan bacnknn kepadn kalisn cerita tentangnya'." (Al-Kahfi [18] : 83). Firman￾Nya, "Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, 'Kapankah terjadinya?'

Katakanlnh, 'Sesungguhnyn pengetahunn tentang kiamnt itu ndalah padn sisi

Rabbku; tidak seorang pun yang dapat menjelnskan waktukedatangannya selain

Dia..." (Al-A raf l7l : 187).

Sungguh para sahabat terkemuka pernah menghadapi pertan￾yaan yang mereka tidak mengetahui hukum Allah dalam masalah itu,

maka mereka memberanikan diri untuk menjawab dan memilih tidak

berpendapat. Lihat saja Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia pernah mengata￾kan, "Langit mana yang akan menaungiku dan bumi mana yang akan

menampungku bila aku berani berkata-kata tentang kitab Allah tanpa

ilmu?"

Selanjutnya, Umar bin Khaththab. Saat menghadapi suatu peris￾tiwa, ia mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah. Ibnu Si￾rin mengungkapkan, "Tak ada seorang pun yang lebih takut menga￾takan sesuatu yang tidak diketahui daripada Abu Bakar dan tak ada

seorang pun setelah Abu Bakar yang lebih takut mengatakan apa yang

tidak diketahui daripada LJmar." Ibnu Mas ud berkata, "Wahai manu￾sia, siapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui hendaknya

ia menyampaikannya dan siapa yang tidak memiliki pengetahuan hen￾daknya ia mengucapkan 'Allahu a'lam". Sebab termasuk ilmu adalah

mengatakan "Allalnr o'lnn/' terhadap aPa yang tidak diketahui." Sya'bi

pernah ditanya tentang satu masalah, lalu ia menjawab, 'Aku tidak tahu

persis tentang masalah ini." Para sahabatnya berkata, "Kami merasa

malu kepada dirimu." Ia menjawab, "Tapi para malaikat tidak merasa

malu ketika mengatakan, ".,Tidnk adn yang kami ketahui selnin npa yang te￾lah Engkau ajarkan kepada lcami..." (Al-Baqarah [2] : 32).

Banyak contoh fatwa yang tidak berdasarkan ilmu. Di antaranya,

fatwa yang menyatakan, orang sakit bila pakaiannya terkena najis dan

tidak mungkin dibersihkan ia tidak boleh shalat sebelum pakaiannya

suci. Fatwa ini tidak benar. Orang sakit wajib shalat meskipun dengan

memakai baju yang najis, walaupun tubuhnya terkena najis, bila ia tidak

mampu membersihkannya. Sebab Allah berfirman, "Makn bertakwnlah

kalian kepada Allah menurut kesanggupan knlisn...'." (ArTaghabun [64]

: 16). Orang yang tengah sakit mengerjakan shalat sesuai kondisi dan

kemampuannya. Pertama, bila mampu ia shalat dengan berdiri. Bila

tidak mampu berdiri maka dengan duduk. Bila tidak mampu duduk

maka dengan berbaring dan berisyarat dengan kepalanya jika bisa. Bila

tidak sanggup juga, maka berisyarat dengan kedua matanya, menurut

sebagian ahlu ilmi. Kemudian bila berisyarat dengan mata tidak mamPu

juga dan ia masih memiliki kesadaran, hendaknya ia berniat mengerja￾kan dengan hatinya dan mengucapkan perkataan dengan lidahnya'

Misalnya mengucapkan,'Allalru akbar'. Kemudian membaca Al-Fatihah

dan satu surat. Selanjutnya mengucapkan,'Allnhu akbar'diiringi niat ru￾kuk. Berikutnya mengucapkan, 'Sami'allnhu li mnn hamidah' disertai niat

bangkit dari rukuk. Kemudian melakukan seperti ini dalam sujud dan

gerakan-gerakan shalat lainnya. Meniatkan gerakan yang tak sangguP

ia kerjakan. Meniatkannya dalam hati dan tidak boleh menangguhkan

shalat hingga habis waktunya.

Akibat fatwa yang keliru ini, sebagian kaum muslimin meninggal

dunia dalam keadaan tidak shalat. Sekali lagi, karena fatwa keliru' Sean￾dainya mereka tahu bahwa orang yang sakit wajib menunaikan shalat

dalam kondisi bagaimanapun sesuai kemampuannya, tentu mereka

mati sebagai orang-orang yang mengerjakan shalat. Terkait masalah

seperti ini, masih banyak kasus serupa, kaum awam harus mengambil

ilmu hukumnya dari ahlu ilmi agar mereka mengetahui hukum Allah

dan supaya mereka tidak mengatakan dalam agama Allah apa yang

tidak mereka ketahui.l3s)

Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, "Banyak tersebar fatwa hing￾ga orang kurang berilmu berani berfatwa, apa komentar And&" Beliau

menjawab, "Generasi salaf dahulu banyak yang menolak untuk berfatwa

karena berfatwa merupakan perkara yang berat dan besar tanggung

jawabnya. Mereka takut berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Sebab

seorang mufti itu penyampai kabar dari Allah dan menjelaskan syariat￾Nya. Maka jika ia berkata-kata atas nama Allah tanpa dasar ilmu, ia telah

terjerumus dalam perbuatan yang setingkat syirik. Dengarkan firman

Allah, "Katakanlah, 'Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik

yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatnn dosa, melanggar hak

manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) menyekutukanAllah dengan

sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (menghnramkan)

mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak knlian ketahui"," (Al-,{raf

[7] :33).

Dalam ayat ini, Allah menggabungkan antara pengatasnamaan

Allah tanpa dasar ilmu dengan syirik. Dia juga berfirmary "Dan jangan￾lah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta

p er t ang gungan j aw abny a." (Al-I sra' [17] : 361. Maka tidak seyogianya sese￾orang terburu-buru dalam berfatwa. Sebaliknya, ia harus bersabar, me￾nelaah dan meneliti dengan seksama. jika waktu tak memungkinkan,

ia bisa menyerahkan masalah itu kepada orang yang lebih mengetahui

agar ia selamat dari membuat-buat perkataan terhadap Allah tanpa da￾sar ilmu.

Bila Allah mengetahui keikhlasan niatnya dan kehendaknya yang

baik ia akan sampai pada tingkatan yang diinginkannya. Siapa bertak￾wa pada Allah, niscaya Allah akan membimbingnya dan menaikkan

derajatnya.

Orang yang berfatwa tanpa ilmu lebih sesat daripada orang bodoh.

Orang bodoh tidak sungkan untuk mengatakary Aku tidak tahu'. Ia bisa

menyadari kapasitas dirinya dan konsisten pada kejujuran. Sedangkan

orang yang menyejajarkan dirinya dengan ulama-ulama terkemuka,

bahkan boleh jadi melebihkan dirinya dari mereka, ia sesat, menyesat￾kan dan keliru dalam masalah-masalah yang diketahui penuntut ilmu

pemula sekali pun. Orang seperti ini sangat buruk, di samping amat ber￾bahaya.

Seorang penuntut ilmu tidak boleh mengamalkan dalil yang ku￾rang kuat (marjuh), tetapi ia harus mengamalkan dalil yang lebih kuat

(rajih) bila ia mengetahui bahwa dalil itu rajih.lser

Syaikh juga pernah ditanya tentang berlomba-lomba memberi fat￾wa, apakah ini termasuk mendahului Allah dan Rasul-Nya? Syaikh Ibnu

Utsaimin menjawab, "Kita tahu bahwa seseorang tidak boleh berbicara

dalam agama Allah tanpa ilmu. Sebab Allah berfirman, "Kntakanlah,

'Rabbku hanya mengharamkan perbuatan ynng keji, baik yang tampak maupun

yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggnr hak mnnusia tanpa alnsan

ynng benar, (menghnramkan) menyekutuknn Allah dengan sesuatu ynng Allah

tidak menurunkan hujjah untuk itu dnn (menghnramkrtn) mengada-adaknn ter'

hndap Allah apn saja ynng tidakkalian ketnhui"." (Al-Xraf [7] : 33).

Sikap yang wajib diambil oleh siapa pun adalah menahan diri dan

takut berbicara atas nama Allah tanpa ilmu. Ini bukan perkara duniawi

yang tersedia ruang bagi akal di dalamnya. Bahkan seandainya terma￾suk urusan duniawi yang ada ruang bagi akal di dalamnya, seyogianya

manusia tetap berhati-hati dan berpikir mendalam. Barangkali jawaban

yang terbesit dalam benaknya akan disampaikan orang lain, sehingga

ia bisa menjadi penengah antara dua orang yang memberi jawaban ber￾beda dan kata-katanya menjadi keputusan akhir. Betapa sering orang￾orang berbicara sesuai pendapat masing-masing. Maksud saya, di luar

masalah syariat. Maka bila seseorang mau sabar dan menahan diri ia

dapat melihat pandangan yang tepat lantaran beragamnya pendapat

dan sebelumnya tak terbesit dalam hatinya.

Karenanya, saya menasihati setiap orang supaya bersabar dan men￾jadi orang terakhir yang bicara sehingga ia layaknya hakim di antara

pendapat-pendapat yang ada. Dan agar ia bisa melihat di antara penda￾pat-pendapat tersebut apa yang tak terpikirkan olehnya sebelum men￾dengarnya. Ini sehubungan dengan masalah-masalah duniawi. Adapunperkara agama, seseorang tidak boleh bicara kecuali dengan ilmu yang

ia ketahui dari kitab Allah dan sunnah Rasulullah, atau pendapat-pen￾dapat ulama.137)

Syaikh ditanya, bolehkah seseorang berijtihad untuk memberi fat￾wa orang lain bila tak ada orang yang bisa memberi fatwa atau sulit

bertanya kepada ulama? Syaikh menjawab, "Bila ia sendiri bodoh, ba￾gaimana ia berijtihad? Atas dasar apa ia mengonstruksi ijtihadnya?

Yang wajib dilakukan orang yang tak mengetahui hukum adalah tidak

berpendapat. Bila ditanya, ia menjawab, Aku tidak tahu.' Para malai￾kat ketika Allah berfirman kepada mereka, "Sebutknnlaltkepada-Ku nama

benda-bendn itu jika kalian memang yang benar!" Mereka menjazuab, "Mnha

Suci Engkau, tidak ada yang karni ketahui selain apa yang telah Engkau ajarknn

kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetnhui lngi Mahn Bi￾i aks ana." (Al-Baqarah [2] : 32).

Ketika seseorang dalam kondisi tidak menemukan seorang ulama

yang bisa memberi fatwa, lalu ia mengatakan, "Saya memfatwakan ini

benar atau salah," maka ini satu tindakan keliru dan tidakboleh dilaku￾kan. Jawaban yang harus ia berikan pada peminta fatwa adalah "ber￾tanyalah kepada ulama". Zar:.an sekarang ini, Alhamdulillah, komunikasi

begitu mudah. Seseorang bisa berkomunikasi via telepon, pos kilat atau

pos biasa.138)

3. Sombong

Nabi g; telah menjelaskan makna sombong dengan penafsiran

yang komprehensif, sangat jelas dan gamblang. Beliau bersabda :

,jo.o

_,6r !i') p\ ,U -<t

" Ke s o mb o n g an i t u m e n ol ak keb en ar an d r, *rr r* rhknn m an u si o. "' *''

Batharulhaq maksudnya menolak kebenaran, sedang ghamthun nns

bermakna meremehkan manusia. Contoh kesombongan adalah mem￾bantah guru, mencederai reputasinya dan bersikap tak sopan padanya.Merasa malu menerima kebenaran dari orang yang levelnya lebih ren￾dah juga bentuk kesombongan. Sikap ini terjadi pada sebagian maha￾siswa ketika diberi tahu seseorang yang tingkat akademisnya di bawah￾nya, ia gengsi dan tidak mau menerima. Keengganan mengamalkan

ilmu adalah pertanda tidak terengkuhnya kebaikan, semoga Allah me￾nyelamatkan kita. Tentang masalah ini seseorang mengatakan, "Ilmu

adalah peperangan bagi orang yang tinggi hati, layaknya air bah yang

memerangi tempat yang tinggi." Maksud syair ini, orang yang sombong

tak mungkin mendapat ilmu sebab ilmu berlawanan dengannya, seperti

banjir yang menerjang lokasi yang tinggi. Sebab banjir akan menghin￾dari tempat yang tinggi dengan belok ke kanan atau ke kiri dan air tak

menetap di tempat itu. Demikian halnya ilmu, tak bisa tinggal berdam￾pingan dengan kesombongan dan kecongkakan. Bahkan, boleh jadi

ilmu terampas lantaran kesombongan ini.rao)

Kesombongan ini diidap sebagian orang sehingga ia merasa hebat

dan memandang apa saja yang dikatakannya benar. Orang lain yang ber￾lainan pendapat adalah salah. Dan semacamnya. Demikian pula sikap

suka dipuji. Anda melihat orang berwatak seperti ini akan menanyakan

pendapat orang lain tentang dirinya. Bila ia mendapati masyarakat me￾mujinya, ia sangat bangga dan membusungkan dada hingga kulitnya

seakan tak sanggup memuat tubuhnya. Kemudian, ia bersikap congkak

pada orang lain, kita berlindung pada Allah. Sebagian orang bila diberi

ilmu Allah ia malah sombong. Orang kaya terkadang juga sombong. Ka￾renanya, Rasulullah ffi menggolongkan orang miskin yang sombong di

antara orang-orang yang tidak diajak bicara Allah di hari kiamat nanti.

Allah tidak akan membersihkan dan tidak melihat mereka, serta bagi

mereka adzab yang pedih.t+t) PasalnYa, ia tak memiliki 'modal' untuk

menyombongkan diri. Akan tetapi orangberilmu takboleh seperti orang

berharta, tiap kali bertam