Tampilkan postingan dengan label teologi ali syariati 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teologi ali syariati 1. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

teologi ali syariati 1

 



Pemikiran Islam tidak lain yaitu  suatu hasil akumulasi umat Islam 

saat  berhadapan dengan proses dialektik antara normativitas ajaran wahyu 

yang permanen dengan historisitas pengalaman kekhalifahan dibumi yang selalu 

berubah. Hubungan tarik menarik antara kedua dimensi tersebut selalu mewarnai 

perjalanan pemikiran Islam sepanjang masa. Sejauh mana wibawa normatifitas 

wahyu yang terbungkus dalam pengalaman kongkret kesejarahan manusia disatu 

sisi. Dapatkah pemikir Islam dengan cerdas memahami dan membedakan 

substansi normatif wahyu yang berlaku universal dan pengalaman historisitas 

yang parsial yang selalu berubah distiap masa. 

Pemikiran Islam tidak mempersepsikan hubungan dialektika antara 

normatif dan historis. Pemahaman ke dua aspek ini sering kali menjadi konflik 

berkepanjangan yang terjadi dikalangan teolog, filosof dan sufi. Konflik ini tentu 

saja menambah beban psikologis bagi para pemeluk agama, kalau seandainya 

dipahami secara tidak arif.  

    Teologi sebagai salah satu khazanah pemikiran Islam, telah 

memberi  konsep tentang hubungan normatif historisitas dari aspek teologis. 

saat  ayat al-Quran secara normatif berbicara tentang teologis, kaum teolog 

menangkap pesan transedental tersebut dan berijtihad supaya ide-ide ini dapat 

diaplikasikan oleh umat  pada masanya.  

Pada zaman klasik Islam (650-1250 M), teologi Sunnatullah dengan 

pemikiran rasional, berkembang di Dunia Islam. Oleh sebab itu, umat Islam 

produktif dalam hidup keduniaan seperti dalam bidang politik, ekonomi, 

petanian, sains dan lain-lain, di samping itu juga produktif dalam bidang 

keakhiratan seperti dalam bidang akidah, ibadah, teologi, filsafat, tasawuf dan 

lain-lain.  


 

Kemunculan teolog-teolog pada zamannya sangat dibutuhkan untuk 

memecahkan permasalahan sosial. Pada zaman modern ini, banyak pemikir yang 

muncul dan salah satu di antara mereka yaitu  Ali Syariati. Ia seorang pemikir 

Iran dan sekaligus ideologi revolusi Iran yang melandasi konsep teologinya 

dengan pendekatan sosiologis yang sedang dihadapi. 

Sosiologi sebagai cabang ilmu dengan memfokuskan diri pada 

penjelasan mengenai fakta-fakta sosial, baik yang bersifat individual maupun 

yang bersifat kolektif. Ilmu sosial memiliki  objek berbeda dengan bidang 

kajian ilmu yang lainnya seperti, psikologi, sejarah, politik, antropologi dan lain-

lainnya. Makanya sosiologi dikembangkan dengan cara pandang yang bersifat 

skeptis terhadap fenomena sosial.  

Dengan perkembangan yang sangat menakjubkan sejak awal abad ke-20, 

sosiologi telah menjadi bidang ilmu yang kuat, baik dalam hal teorinya maupun 

metodeloginya serta objek yang menjadi kajiannya. Relasi sosil antar elemen-

element kunci dalam warga  hanya dipotret melalui hubungan timbal balik 

yaang bersifat material antar satu kelompok dengan kelompok lainnya. Padahal 

dalam makna yang paling mendasar, hubungan sosial terebut mengandung nilai-

nilai, norma-norma dan ideologi, sebab  berkaitan dengan eksistensi setiap 

kelompok dalam warga . 

Maka dalam konteks inilah posisi intelektual muslim Ali Syariati 

memperoleh tempat dalam kajian sosiologi Islam.1 Cara Ali Syariati 

menjelaskan konteks sosial memiliki posisi yang berbeda dengan cara para 

penulis Barat.   

Ali Syariati, dalam bukunya Islam Agama Protes,  dan karya-karyanya 

yang lain tentang tanggung jawab intelektual muslim, manawarkan gagasan 

teologi revolusioner.2 Yang bermakna sama dengan teologi pembebasan, dengan 

                                                         

konsep memahami keagamaan itu secara individual maupun kolektif dalam 

menyikapi kenyataan-kenyataan empiris maupun perspektif ke-Tuhanan. Dalam 

sejarah literatur pemikiran kontemporer, hal ini diilhami oleh munculnya 

gerakan-gerakan teologi pembebasan di Amerika latin pada tahun 1960-an. 

sedang  dalam literatur pemikiran Islam, gagasan yang menghadapkan agama 

dengan proses pembebasan manusia muncul belakangan.    

 Ali Syariati sebagai seorang pemikir membawa konsep tauhid dan dapat 

dikatakan seorang muslim monoteistik yang paling radikal. Dan tidak puas 

dengan menjadikan monoteistik sebagai konsep filosofis atau sebuah doktrin 

teologis yang cuma diperdebatkan.  

Menurut Ali Syariati Islam itu menggambarkan sebuah pandangan dunia 

yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Selain memperhatikan masalah-

masalah yang dihadapi umat, menurutnya Islam juga menegaskan bahwa misi 

yang diemban yaitu  untuk mengubah, membebaskan dan revolusi, serta 

memerangi penindasan dan ketidakadilan. Syariati (sebutan Ali Syariati dalam 

tulisan ini) yakin bahwa analisis mengenai pendekatan dan metode pemahaman 

Islam sangat penting, sebab analisis ini dapat mengembangkan pemikiran yang 

benar. Ini merupakan syarat bagi pengetahuan yang benar dan akhirnya akan 

menciptakan keimanan yang benar pula. 

Ali Syariati menegaskan bahwa, Islam dalam perspektifnya diceritakan 

dan dipaparkan dalam bahasa simbolik. Semua agama semitik memakai bahasa 

simbolik ini, sebagaimana dalam kutipan berikut ini: 

                                                                                                                                                                      

“Bahasa simbolik yaitu  bahasa yang paling indah dan halus, lebih 

mendalam, lebih universal dan lebih abadi dari pada bahasa eksposisi 

yang maksud dan kejelasannya terbatas pada waktu dan tempat.”3 

 

Ali Syariati mengisyaratkan bahwa ketepatan bahasa agama yang 

simbolik, sebab  agama ini tidak basi dengan perjalanan waktu, pergantian 

kebudayaan dan peradaban. Bila dibandingkan dengan bahasa yang jelas, di satu 

sisi bahasa ini mudah dipahami, tetapi disisi lain akan cepat usang dan kehabisan 

makna. Semakin simbolik suatu bahasa agama, akan semakin abadi dan penuh 

arti makna religi bagi generasi-generasi di masa depan. Maka disinilah letaknya 

bahwa bahasa simbolik yaitu  sebagai motifasi untuk terus menggali, mencari 

dan menafsirkan bahasa-bahasa agama yang sesuai dengan kondisi zamannya. 

Dengan konsep ini pula Ali Syariati berharap kepada generasi belakangan, 

supaya bisa menangkap pesan-pesan agama untuk mengatasi semua masalah dan 

fenomena baru yang belum pernah terjadi.  

Metode pemahaman Islam yang ditawarkan oleh Ali Syariati, yaitu 

dengan pendekatan normatif al-Quran dan pendekatan historis melalui kajian 

sejarah Islam, sebagaimana dalam kutipan: 

“Yang dikehendaki oleh Ali Syariati yaitu  pemahaman dan 

pengetahuan tentang al-Quran sebagai sumber dari segala ide-ide 

Islam.... pengetahuan dan pemahaman sejarah Islam sebagai sumber 

segala peristiwa yang pernah terjadi dalam kurun waktu dan tempat 

serta situasi yang berbeda”.4 

 

Dari dua pendekatan yang ditawarkan oleh Ali Syariati, yaitu normatif 

dan historis dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan normatifistik al-Quran 

dalam Islam dapat dipahami dari tataran ideal, sebagai acuan doktrinal agama. 

sedang  dengan pendekatan historis Islam dapat dipahami perkembangannya 

dari waktu ke waktu dan dijadikan kaca perbandingan serta melihat bagaimana 

generasi terdahulu menafsirkan doktrin dan merealisasikan bahasa-bahasa 

agama. Menurut Ali Syariati, pendekatan pemahaman Islam melalui ijtihad 

yaitu  suatu cara untuk menjaga agama atau pemikiran keagamaan dari 

kemandekan pola-pola agama dari keterasingan dan ke-of to date-annya dalam 

warga  yang cenderung berubah secara cepat. 

Dalam kehidupan, manusia akan terbentur dengan kondisi diri, fisiologis, 

biologis, kondisi alam-lingkungan sosial dan sejarah. Halangan dan rintangan ini 

dijelaskan secara rinci oleh Ali Syariati yang terkafer dalam karya-karyanya 

dalam bentuk determinasi-determinasi. Faktor ini dianalisa oleh Ali Syariati 

sebagai tanggapan terhadap filsafat Barat yang berkembang secara  mapan dan 

menjadi sebuah ideologi.  

Determinan-determinan yang menjadi penghalang kebebasan manusia 

tersebut menurut Ali Syariati diantaranya; materialis dan naturalis, sosiologis, 

biologis dan historis.5 Namun determinan-determinan yang dipaparkan oleh Ali 

Syariati hanya sebagai perbandingan terhadap konsep yang berkembang di 

Barat, sebab  Ali Syariati membangun sebuah pemikiran baru tentang konsep 

kebebasan manusia. Menurut Ali Syariati, manusia bisa terbebas dari 

kungkungan tersebut dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, seperti 

pada tindakan prefentif manusia dalam mengatasi cuaca dan gangguan iklim 

yang menghalangi aktifitas. Dalam pembahasan Ali Syariati yang terlalu 

panjang, beliau melihat pada keterikatan manusia pada sejarah. 

Azyumardi Azra melihat bahwa manusia hanya menjalani kepastian 

sejarah belaka, artinya inilah yang dimaksud dengan konflik sejarah dalam 

kehidupan manusia. Namun menurut Azyumardi Azra, dalam melihat 

determinan ini tidaklah mesti berbentuk jabariah, sebab  Ali Syariati dalam 

menafsirkan determinan ini hanya sebagai fenomena tunggal yang terus bergerak 

tanpa terputus dalam perjalanan waktu dan dipengaruhi oleh sebab-sebab khusus 

yang tidak bersifast jabr.6 Artinya menurut Ali Syariati manusia diberi 

kebebasan untuk membentuk dan merubah sejarahnya, semakin dalam 

                                                          

pengetahuan manusia tentang sejarah, maka akan semakin dalam dan cepat 

perkembangan sejarahnya. Akhirnya semakin berkembang suatu warga , 

maka mereka akan bisa melampaui tahapan sejarah yang ditentukan dan akan 

bisa berubah kepada tahapan sejarah yang lebih maju. 

Jadi sebenarnya menurut pendapat Ali Syariati intinya teologi 

pembebasan manusia itu yaitu  pada perkembangan ilmu pengetahuan dan 

teknologi. Dan kalau diperhatikan dengan perkembangan zaman sekarang serasa 

ide tologi pembebasan Ali Syariati sesuai dan harus dibangkitkan kembali. John 

L. Espito menyatakan bahwa Ali Syariati mengembangkan apa yang disebut 

sebagai teologi Islam mengenai pembebasan dan ideologi kerakyatan Syiah 

yaitu  untuk suatu pembaharuan sosial.7 Pemikiran ini dapat diketahui lebih 

lanjut dalam pemikiran-pemikiran Ali Syariati tentang teologi.  

berdasar  pemaparan diatas itulah, penulis ingin untuk mengkaji lebih 

dalam lagi tentang pemikiran teologi pembebasan Ali Syariati dan relevansinya 

dengan zaman sekarang, yang akan dikaji dalam bentuk pemikiran . 


 Judul pemikiran  ini didukung oleh empat istilah penting yang perlu dibatasi 

sebagai  pegangan untuk menghindari kekeliruan pemahaman dalam kajian 

selanjutnya. Keempat istilah tersebut yaitu  teologi, pembebasan, Ali Syariati dan 

relevansi. 

  Pertama, Teologi, secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu theos 

yang bermakna Tuhan (God) dan logos logos yang bermakna pengetahuan 

(science, study, disonurse ). Dengan demikian teologi yaitu  suatu ilmu yang 

membahas tentang aqidah dan ketuhanan.8 Harun Nasuiton menyebut teologi 

dengan tela’ah kritis terhada pemikiran tentang Tuhan, hubungan manusia dengan 

Tuhan dan akibat yang dikaitkan dengan warga .9 Vergelius Ferm 

mendefisikan theology dengan “a study of question God and the elation of God to 

World of realiy”10 di dalam pemikiran  ini penulis menggunakan istilah teologi 

dalam arti pengetahuan tentang Tuhan dan derivasinya dalam tauhid Islam. 

                                                        

 Kedua, Pembebasan yang terambil dari kata bebas yang berarti tidak ada 

beban, lepas sama sekali, merdeka.11 Kalau dikaitkan dengan pemikiran  ini, maka 

pembebasan di sini berarti bahwa manusia bebas dan tidak terikat sama sekali oleh 

apapun dalam rangka pengembangan Ilmu Pengetahuannya. Pembebasan yang 

dimaksud di sini yaitu  secara menyeluruh yaitu meliputi pembebasan dari 

penindasan sosial, ekonomi maupun politik.12 Namun bagi Ali Syariati tidak hanya 

pembebasan dari penindasan bidang sosial, ekonomi dan politik, akan tetapi juga 

pada persoalan material, naturalis. Yang diberantas dengan megembangakan Ilmu 

Pengetahuan dan teknologi.  

 Ketiga, Ali Syariati merupakan seorang pemikir Islam yang juga menggeluti 

bidang filsafat Barat seperti, Bergson, Berque, Casmus, Chandel, Fanon, Gurwitsel, 

Louis Massignon, J.P Sartre dan Shwarts.13 Ali Syariati juga seorang aktifis sosial 

pergerakan, sebelum belajar ke Sorbone ia bersama kawan-kawannya mendirikan 

Persatuan Pelajar di Mashad. Dari gerakannya ini dengan misi menentang rezim 

penguasa ia bahkan dipenjara di Teheran. Dilihat dari sepak terjangnya Ali 

Syariati, juga seoarng aktifis politik yang pertama digerakannya di Perancis 

bersama Mustafa Chamran pada tahun 1960. Kemudian Ali Syariati juga seorang 

pembentuk Front Nasional ke Dua. Pada tahun 1964. Ali Syariati terkenal sebagai 

seorang yang tidak berhenti dalam beraktifitas, dimana pada tahun 1965 Ali 

Syariati juga telah mendirikan Husayniyah di tanah kelahirannya. Adapun misi dari 

yayasan ini yaitu  bergerak pada bidang pendidikan  dan aktifitas sosial politik dan 

sempat dihentikan oleh penguasa sebab  sering bersikap oposisi. Diakhir 

hiodupnya Ali Syariati mendapatkan suatu gencatan disebabkan sebab  

ketidakstabilan politik dan keagamaan di Teheran, maka pada tahun 1977 Ali 

Syariati pindah ke Inggris. Di Inggris inilah Ali Syariati menghembuskan nafas 

                                                          

terakhirnya sebab  dibunuh oleh sekawanan pembunuh misterius dan dimakamkan 

di Damaskus Syiria. 

  Ali Syariati terkenal sebagai seorang penulis produktif, terbukti dengan 

banyaknya  karya-karya yang dilahirkannya dan karya-karyanya yang berupa 

terjemahan yang sangat bermutu dan dibutuhkan pada zaman sekarang. Di 

antaranya kaviri (sebuah outobiografi intelektual yang dilatarbelakangi oleh tanah 

kelahirannya), Rahnemnya Khurusan, Islam Senashi (karya dalam bentuk 

Islamologi). 

 Keempat, relevansi yang berasal dari bahasa Inggris relevance yang 

bermakna leksikal “memiliki  hubungan dengan suatu persoalan”.14 Dalam 

bahasa Indonesia kata tersebut diartikan dengan “hubungan, kaitan”.15 Untuk 

keperluan operasional, maka yang dimaksud dengan relevansi di sini yaitu  

hubungan pemikiran teologi pembebasan Ali Syariati dengan masa sekarang. 

 Jadi kajian yang dilakukan ini yaitu  untuk menela’ah bagaimana hubungan 

pemikiran Ali Syariati tentang teologi pembebasan seperti masalah tauhid, Islam, 

pandangan tentang manusia dan adanya determinan-determinan yang menjadi 

penghalang dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagai penyebab tidak 

bebasnya manusia berkembang yang dikaitkan dengan masa sekarang. 

  

 

pemikiran  dengan kajian pemikiran Ali Syariati yang berkaitan dengan 

Teologi Pembebasan ini, sudah ada yang membahasnya. Namun yang berkaitan 

dengan Teologi Pembebasan Ali Syariati yang dikaitkan dengan masa sekarang 

belum ada. Yang sudah ada kajiannya yaitu  Teologi Dan Pembebasan Gagasan 

Islam Kiri Hasan Hanafi. Oleh E. Kusnadiningrat. Jadi pada dasarnya pemikiran  

tentang pemikirann Ali Syariati dalam hal teologi pembebasan ini dan 

                                                          

 

relevansinya dengan masa sekarang belum ada yang membahasnya. Makanya 

penulis sangat tertarik untuk membahasnya dalam sebuah pemikiran  ini. 

 

F. Sistematika Penulisan  

Untuk lebih mudahnya memahami kronologis pembahasan yang akan 

penulis lakukan, maka di sini dikemukakan sistematika pembahasan yaitu: 

Bab Pertama, bab PENDAHULUAN yang akan menggambarkan 

bagaimana munculnya gagasan pemikiran , yang merupakan pondasi dasar untuk 

melihat sasaran kajan, arah, tujuan dan batasan serta sumber data. Arah pemikiran  

ini yaitu  bagaimana pengertian teologi dalam teologi pembebasan Ali Syariati 

yang mencakup teknis analisis pemikiran , metode serta definisi operasional. 

Kemudian tujuan pemikiran  yaitu  untuk mengungkapkan teologi pembebasan 

dalam teologi Ali Syariati yang merupakan sintesa dari teologi sebelumnya. Di 

samping itu untuk mendeteksi pemikiran Ali Syariati secara jelas digunakan 

sumber primer dan sumber skunder. Seterusnya dalam mengolah datanya penulis 

menggunakan metode holistika, analisis kritis dan konten analisis, serta diakhir 

bab ini memuat sistematika penulisan yang memudahkan untuk memahami 

kronologis pembahasan bab per bab. 

Bab kedua, yang menjelaskan tentang profil Ali Syariati dan pengertian 

Teologi secara Umum serta persoalan-persoalan apa saja yang di bahas di dalam 

teologi.  Bab ini merupakan bagian yang penting dalam pemikiran  ini, yang tidak 

bisa dianggap enteng, sebab  Ali Syariati yaitu  seorang sosok aktifis Islam baik 

dibidang politik maupun sosial yang berazskan pada perkembangan ilmu 

pengetahuan. Dalam pembahasan ini akan ditemukan biografi dan latar belakang 

pendidikan Ali Syariati, pemikiran dan karya- karyanya. Adapun tema-tema 

biografi yang mampu mendekatkan alur pemikiran Ali Syariati yaitu  potret hidup 

masa kecil, latar belakang keluarga, pendidikan,  guru- guru dan petualangan Ali 

Syariati semasa hidupnya, yang mengantarkan Ali Sayariati sebagai seorang 

aktifis Islam yang terkemuka. Dan konsep teologi secara umum sebagai dasar 


 

pokok dari pemikiran teologi pembebasan Ali Syariati. berangkat dari pengertian 

teologi secara umum itu lah Ali Syariati mengembangkan pemikirannya dlam 

bentuk teologi pembebasan. 

Bab ketiga, membahas tentang metode pemikiran  yang berisikan;  

a) jenis pemikiran  , di sini jenis pemikiran  yang penulis lakukan yaitu  library 

reswearch yaitu dengan  mengadakan study kepustakaan melalui penela’ahan, 

pemikiran , menganalisa serta mengkomparatifkan buku-buku, makalah, majalah 

dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan pemikiran Ali Syariati. b) 

Sumber data, di sini penulis menggunakan data primer yaitu  dari karya-karya 

dari Ali Syariati sendiri yang membahas tentang teologi pembebasan, yang 

dikaitkan dengan masalah tauhid, Islam dan determinan-determinan yang menjadi 

penghalang manusia itu berkembang. sedang  data sekunder yang penulis 

gunakan yaitu  buku-buku, karya-karya atau artikel-artikel dari pengarang lainnya 

yang berkaitan dengan pemikiran Teologi Pembebsan Ali Syariati. c) Teknik 

Pengumpulan data, pemikiran  yang penulis lakukan yaitu  bersifat analitik-

kualitatif sedang  pendekatakan yang penuls gunakan yaitu  deskriptif-

sosiologis dan analitik-fenomenologis. Pendekatan deskriptif-sosilogis penulis 

gunakan untuk melihat pemikiran Ali Syariati yang dipengaruhi oleh setting sosial 

dan wacana intelektualnya. sedang  pendekatan analitis-fenomenologis 

digunakan untuk memahami persepsinya berdasar  apa yang dirasakan dan 

yang dipahaminya sebagai tokoh yang sedang di teliti.  

Bab keempat,  Hasil pemikiran  dengan membahas Teologi Pembebasan Ali 

Syariati dan relevansinya dengan masa sekarang. Merupakan bab inti dari 

pemikiran  ini, yang akan menjawab permasalahan tentang bagaimana konsep 

teologi pembebasan Ali Syariati yang dikaitkan dengan relevansinya dengan 

zaman sekarang. Pada bab ini akan membahas tentang; konsep teologi secara 

umum, kemudian teologi dalam pemikiran Ali Syariati, beberapa perbedaan dalam 

istilah teologi Islam, serta Islam dan Teologi Pembebasan, kemudian bagaimana 

teologi pembebasan yang dimaksud oleh Ali Syariati, konsep teologi Pembebasan 

Ali Syariati yang berangkat dari pemikiran-pemikiran Marx. Pembelajaran teologi 


 

pembebasan, Dan bagaimana relevansi teologi pembebasan Ali Syariati itu dengan 

zman sekarang. Di mana dikaitkan dengan persoalan-persoalan yang muncul pada 

zaman sekarang, seperti kemajuan ilmu dan tekhnologi. 

Bab kelima, merupakan bab penutup dari pemikiran  ini yang berisikan 

tentang kesimpulan dan saran-saran. 

 

 

Ali Syariati yaitu  seorang intelek, ideologi dan pemikir revolusi Iran 

terkemuka. Ali Syariati (sebut dalalm tulisan ini Syariati) dilahirkan pada 24 

November 1933 di desa Mazinan, pinggiran kota Masyad dan Sabzavar Propinsi 

Khorasan, Iran. Desanya di tepi gurun pasir Dasht-I Kavir, di sebelah Timur 

Laut Iran,1 kemudian beliau meninggal pada tanggal 19 Juni 1977 di South 

Hamton Inggris.2  

 Beliau dilahirkan dari keluarga ulama, ayahnya bernama Muhammad 

Taqi’ Syariati. Merupakan seorang ulama yang terkenal di Iran dan juga menjadi 

gurunya yang utama, yang mendidiknya sendiri secara langsung sejak kecil3. 

Tahun-tahun pembentukan pribadi dalam kehidupan Syariati yang djalaninya 

bersama dengan ayahnya, meninggalkan bekas yang kuat pada pribadinya. 

Sebagaimana diungkapkan oleh Ali Syariati sendiri; 

“Bapak saya menciptakan dimensi-dimensi pertama dibatinku. Dialah 

yang pertama-tama mengajarkanku seni berfikir dan seni menjadi 

manusia. Dialah yang memperkenalkanku kepada sahabatnya, yaitu 

buku-bukunya, mereka yaitu  teman-temanku yang tetap dan akrab sejak 

tahun-tahun permulaanku belajar. Aku menjadi besar dan matang dalam 

perpustakaannya, yang baginya merupakan seluruh kehidupan dan 

keluarganya, yang baginya merupakan seluruh kehidupan dan 

keluarganya. Banyak hal yang sebetulnya baru akan kupelajari kelak bila 

aku telah dewasa, melalui rangkaian pengalaman yang panjang harus ku 

bayar dengan usaha dan perjuangan yang lama, tetapi ayahku telah 

menurunkannya kepadaku sejak masa kanak-kanak dan remaja secara 

mudah spontan. Aku dapat mengingat kembali setiap bukunya, bahkan 

bentuk sampulnya. Teramatlah cintaku akan ruang yang suci dan baik 

                                                          

itu, bagian ia merupakan sari  masa lampauku yang manis, indah, tetapi 

jauh”.

   

Pada dasarnya yang menjadi masalah bagi Ali Syariati yaitu  bagaimana 

melangsungkan hidup ini dan apa tujuannya. sebab  itulah sejak awal dia sudah 

mencoba untuk memberi bentuk dan arti dari hidupnya. Selain itu dia pun 

menyadari benar betapa berat amanah yang diwrisi dari leluhurnya. Dia ingin 

memikul amanah itu dengan cara yang baik sampai ke tempat tujuannya, sampai 

akhirnya dia tidak pernah menyia-nyiakannya atau membiarkan waktunya 

berlalu tanpa manfaat dan hasil.5 

Syariati merupakan salah seorang anak yang cepat perkembangan 

intelektualnya, sebab  pada masa sekolah SD dia sudah membaca buku les 

Mise’ables karya Victor Hugo yang diterjemahkan ke bahasa Persia6, buku 

tentang vitamin dan sejarah sinema terjemahan Hasan Safari, dan guru Great 

Philosophies terjemahan Ahmad Aram, dia juga mempelajari karya Sri karya 

Saddeq-e Hedayat, Novelis Iran beraliran nihilis, Nima Yousheej, bapak syair 

modern Iran, Akhavan Saless, penyair kontemporer Iran dan Mourice 

Maeterlinck seorang  penulis Belgia yang memadukan mistisisme dengan 

simbolisme.7 Sementara itu, karya Arthur Schopenhauer dan Tranz Kafka juga 

di bacanya. Sehingga tidak heran bila Syariati memiliki dua perilaku yang 

berbeda. Dia pendiam, tidak mau diatur tapi rajin. Dia dipandang sebagai 

penyendiri, tidak punya kontak dengan dunia luar, sebab  itu dia tampak tidak 

berwarga . Mereka menurut teman sekelasnya, dia tidak banyak bergaul 

dengan teman sekelas, tidak bermain sepak bola, olah raga sebagaimana 

lazimnya anak seusianya.   

Namun pada saat suasana hatinya sedang baik, Syariati menjadi ramah 

dan akrab memperhatikan kepentingan orang lain dan sangat menyenangkan. 

                                                          

 

Dia anak bandel yang ikut kelompok pelajar di kelas yang mengolok-olok guru. 

Terkadang dengan jujur Syariati mengakui bahwa ia mengalami krisis 

kepribadian antara tahun 1946 – 1950, ini berarti antara usia 13 – 17 tahun. 

Kesejukan, ketenangan dan keyakinan akan eksistensi Tuhan yang dirasakannya 

berubah menjadi kegelisahan sebab  keraguan. Baginya, gagasan eksistensi 

tanpa Tuhan sempat dirasakan suatu yang menakjubkan, sepi dan asing. Hidup 

dirasakannya suram, kering dan hampa. Ia merasa jauh terseret ke jalan buntu 

filosofis yang jalan keluarnya ia akui hanya bisa ditembus dengan cara bunuh 

diri atau gila.  

Ali Syariati rupanya tidak ingin terus berputar-putar seperti angka nol, di 

mana hidup ini hanya untuk dirinya sendiri yang terus menggelinding tiada henti 

bagaikan lingkaran setan. Maka Ali Syariati tidak mau mengikuti jejak dari 

seorang Schopenhauer, Saddeq-e Hidayat, apalagi Sartre yang dikenalnya 

kemudian. Maka jika filsafat Barat sempat membuatnya linglung, kemudian ia 

merasakan kesejukan, dan ketenangan hidup lewat Masnawi-nya Maulawi 

(Jalaluddin Rumi), yang merupakan gudang spiritual filsafat Timur. Baginya 

kata-kata dan pemikiran Maulawi dirasakan menyejukkan dan ia akui sebagai 

penyelamat dari kehancuran spiritual. Mistisisme Maulawi dirasa meninggalkan 

kesan yang tidak terhapuskan pada diri Syariati muda. Kemudian Syariati 

menyebutkan mistisisme, bersama persamaan dan kemerdekaan, sebagai tamu 

historis utama dan dimensi fundamental manusia ideal. 

Kehidupan Syariati berakar di pedesaan, sebagaimana di ungkapkan oleh 

Ali Syariati bahwa pembentukan kehidupan dia pertama kali yaitu  dari 

keluarga yang sederhana. Dia begitu bangga dengan keluarganya yang 

merupakan ulama-ulama terkemuka di masanya dan mereka memilih untuk 

menyepi di gurun pasir. 

Guru petama nya yaitu  ayahnya sendiri yang memutuskan untuk 

mengajar di kota Mashyad, di mana ayahnya merupakan seorang ulama yang 

berbeda dari ulama-ulama tradisional. Dengan latar belakang pendidikan yang 

mengarah kepada filsafat yang bernada politik dengan pembauran syi’ah, maka 

 

Ali Syariati tumbuh menjadi sosok yang penuh dengan jiwa inteketual dan 

aktivis yang punya semangat tinggi untuk membuat hidupnya lebih maju lagi, 

dan selalu melakukan perubahan dalam hidup dan pemikirannya. Sebab beliau 

juga merupakan seorang aktivis revolusioner. Bahkan Syariati menyerap 

pandangan tentang konstruksi sosiologis Marx, khususnya tentang kelas sosial 

dan truisme (itsar).8 Ali Syariat mengakui bahwa beliau lebih banyak di 

pengaruhi oleh Massignon, George Gurvich, Jean Paul Sartre dan Frans Fanon. 

saat  berada di Perancis.  

Pada tahun 19559 Syariati masuk Fakultas Sastra Universitas Masyhad 

yang baru saja di resmikan. Selama di Universitas tersebut, sekalipun 

menghadapii persoalan administratif akibat pekerjaan resminya sebagai full-

time, Syariati tetap paling tinggi rankingnya di kelas. Berkat pengetahuan dan 

kesukaannya kepada sastra menjadikannya populer dikalangan mahasiswa. Di 

Universitas itulah Syariati bertemu dengan Puran Syariat Razavi, yang kemudian 

menjadi isterinya. sebab  prestasi akademisnya Syariati mendapatkan beasiswa 

untuk melanjutkan study keluar negeri pada April  tahun 1959. Syariati pergi ke 

Paris sendirian, sedang  isteri dan anaknya bergabung setahun belakangan. 

Selama berada di paris Syariati banyak berkenalan dengan karya-karya dan 

gagasan baru yang mencerahkan dan mempengaruhi pandangan hidup dan 

wawasannya mengenai dunia. Di Paris lah Syariati berkenalan dengan tokoh 

intelektual Barat anatar lain Louis Massignon yang begitu di hormatinya, Frans 

Fanon, Jacque Berque dan lain-lain. 

  Walaupun Syariati berada di Paris, namun pribadinya tetap semangat 

membela dan menegakkan keadilan dan kebenaran, dan tetap semangat untuk 

menentang rezim Iran. Sekitar tahun 1962 dan 196310, Syariati dsibukkan 

dengan aktifitas politik dan jurnalistiknya, sehingga dia menjadi seorang figur 

                                                          

oposisi yang sangat spektakuler  dalam mengubah tatanan politik atau kekuasaan 

hegemoni Syah Pahlevi. Dengan konsep pemikirannya yang sangat cemerlang 

dan begitu bersemangat, Syariati berusaha untuk mempertahankan Iran dari 

Syah pahlevi dan dari pola budaya Barat. Bahkan Syariati yaitu  seorang yang 

membantu Imam Khomeini dalam menjatuhkan Rezim Syah Iran yang zalim. 

sebab  Syariati bertekad akan tetap membangun warga  Iskam Iran ari 

belenggu kezaliman, sehingga dia menjadi seorang pelopor bagi pemuda dan 

mahasiswa Iran untuk membela keadilan dan kebenaran bagi warga nya. 

Ali Syariati melihat adanya proses pembaratan yang total, sebab  proses 

perubahan dalam pola pemikiran warga . sebab  konsep dari pemikiran Ali 

Syariati akan selalu dibarengi dengan pola perkembangan budaya dan 

perkembangan pendidikannya. Bahkan dalam hidupnya Ali Syariati berusaha 

memetakan proses intelektual dengan cara intelektual Islam yang murni dan 

intelektual Islam yang sejati. Ali Syariati juga berusaha memecahkan masalah 

yang di hadapi kaum muslim berdasar  prinsip-prinsip Islam. Pada tanggal 18 

Juni, Pauran isteri Ali Syariati, beserta tiga putrinya hendak menyusul ke 

London, tetapi pihak berwajib tidak memberi  izin kepada Pauran dan Mona 

anaknya yang berumur 6 tahun, tetapi Sosan dan Sara di izinkannya untuk 

meninggalkan Iran.11   

Namun setelah kedua anaknya sampai di London, keesokan harinya 

tanggal 17 Juni 1977 Syariati ditemukan tewas di Shouthampton,12 Inggris. 

Namun tewasnya Ali Syariati, dinyatakan oleh pemerintahan Inggris sebab  

penyakit jantung, tetapi banyak yang meyakini beliau di bunuh oleh polisi 

rahasia Iran. Kematiannya menjadi mitos Islam “Islam militan”, popularitasnya 

memuncak selama berlangsungnya revolusi Iran, pada bulan Pebruari 1979.13 

Dalam perjalanan pendidikannya Syariati menyelesaikan sekolah 

dasarnya dengan berbagai persoalan yang menyebabkan terkadang membuat 

                                                          

ayahnya marah, dan guru-gurunya juga bosan dengan kelakuannya. Sebab 

selama menempuh pendidikan sekolah dasar Ali Syariati lebih banyak 

menghabiskan waktunya untuk bermain dan membaca buku-buku di 

perpustakaan bapaknya. Beliau tidak suka dengan lingkungan sekolah, tidak 

suka dengan aturan-aturan yang mengikat beliau dalam satu lembaga sekolah. 

Sehingga Ali Syariati lebih banyak tidak masuk sekolah, kebiasaan yang 

dilakukannya yaitu  pergi sekolah tapi tidak ikut belajar, malah beliau 

menyendiri dalam kelas yang sepi, dan kalaupun masuk tetapi selalu melihat 

keluar kelas, asyik dengan pemikirannya sendiri. Sehingga pada saat di ajak 

bicara oleh gurunya sering tidak nyambung, dan terkesan Ali Syariati tidak 

memperhatikan pelajarannya. Namun walaupun demikian apabila di bandingan 

dengan teman-temannya dia mendapatkan 100 kali lebih maju dari teman-

temannya, dan 99 kali lebih maju dari guru-gurunya.14 Kelebihan itu di dapat 

oleh Ali Syariati dengan banyak membaca buku-buku di perpustakaan 

Bapaknya, sebab  Ali Syariati rajin membaca buku-buku yang berkaitan dengan 

pengembangan pemikiran atau logika, dari sanalah Ali Syariati banyak 

mendapatkan pengetahuan.  Sehinga menjadikan Ali Syariati anak yang pintar 

dan selalu haus akan ilmu pengetahuan., yang akhirnya mengantarkan Ali 

Syariati untuk belajar ke daerah-daerah yang jauh dari tempat kelahirannya. 

Begitulah Ali Syariati kesehariannya di masa sekolah dasar sampai berakhirnya 

pada bulan September tahun 1947.

Namun pada tingkat sekolah menengah Ali Syariati berubah menjadi 

anak yang haus ilmu, beiau menjalankan sekolah menengahnya di Skolah 

Menengah Firdausi. Pada waktu itu Masyhad memiliki dua sekolah menengah  

untuk anak laki-laki, di antara keduanya Firdausi lebih baik sebab  

perpustakaan, laboratorium ilmu pengetahuan, fasilistas olah raga dan ruang 

teater ada di lingkungan sekolah. Ali Syariati masuk ke sekolah Firdausi itu 

sebab  pada waktu itu Muhammad Taqi’ merupakan guru Bahasa Arab dan 

                                                          

Sastra reguler yang di hormati di sekolah tersebut. Sistem belajar  disekolah 

Firdausi tersebut yaitu  pada tingkat ke tujuh siswa di pisahkan menjadi dua 

bagian berdasar  usia mereka. 

 Di sekolah menengah itu Ali Syariati terkenal di antara teman-

temannya, yang memandang dia sebagai seorang pemalas, tetapi bisa 

bersosialisasi dan sangat menyenangkan untuk di jadikan teman.  

B. Karya- Karya Ali Syarariati 

Sebagai seorang pemikir yang aktif dan revolusioner, Ali Syariati telah 

banyak menghasilkan karya tulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa 

Inggeris. Dengan begitu ia dikenal sebagai salah satu cendekiawan Iran yang 

termasyhur pada abad ke-20. Di antara karya tulis Ali Syariati tersebut yaitu : 

1. Hajj (The Pilgrimage)  

2. Marxism and Other Western Fallacies : An Islamic Critique 

3. Where Shall We Begin?  

4. Mission of a Free Thinker 

5. The Free Man and Freedom of the Man 

6. Extraction and Refinement of Cultural Resources 

7. Martyrdom (buku) 

8. An approach to Understanding Islam 

9. A Visage of Prophet Muhammad 

10. A Glance of Tomorrow's History 

11. Reflections of Humanity 

12. A Manifestation of Self-Reconstruction and Reformation 

13. Selection and/or Election 

14. Norouz, Declaration of Iranian's Livelihood, Eternity 

15. Expectations from the Muslim Woman 

16. Horr (Battle of Karbala) 

17. Abu-Dahr 

18. Islamology 

20 

 

19. Red Shi'ism vs. Black Shi'ism 

20. Jihad and Shahadat 

21. Reflections of a Concerned Muslim on the Plight of Oppressed People 

22. A Message to the Enlightened Thinkers 

23. Art Awaiting the Saviour 

24. Fatemeh is Fatemeh 

25. The Philosophy of Supplication 

26. Religion versus Religion 

27. Man and Islam - lihat bab "Modern Man and His Prisons" 

28. Arise and Bear Witness 

Dan banyak lagi karangan-karangan Ali Syariati yang belum tertera di sini, yang 

belum bisa penulis ketahui. 

   

C. Pemikiran Ali Syariati 

1.  Persoalan Teologi 

 Ali Syariati yang melanjutkan pendidikannya dengan mengambil 

Doktor Sosiologi di Sorbone Paris dengan pembiayaan dari pemerintah Iran. 

Di sana dia belajar dengan sejumlah orientalis dan marxis; Massignon, Sartre 

dan fanon. Kegiatan Syariati  begtu banyak, namun dia masih bisa 

menyelesaikan pendidikan Doktoralnya pada tahun 1963. Kemudian dia 

pulang kembai ke Iran dengan memuali aktifitas mengajar disekolah 

menengah atas di Khurasan, dan kemudian menjadi dosen setelah itu Syariati 

mendirikan Pusat Ke-Islaman Progresi Prarevolusi Iran. 

Syariati merupakan seorang pemikir dan aktivis, pemikirannya yang 

sangat penting yaitu  ajakan untuk kembali kepada “Islam yang benar”, 

sebagaimana banyak yang disuarakan oleh kaum pembaharu Islam seperti 

Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. 

Menurut Syariati, Islam selama ini bagi rakyat Iran sudah di tafsirkan secara 

keliru oleh para ulama konservatif sebagai agama statis adapun alasan 


 

menyalahkan ulama konservatif yaitu ; 1). Tidak melanjutkan proyek 

reformasi Islam yang dirintis oleh Afghani dan 2) menghamba dalam 

kepemimpinana politik Syah yang tugasnya memberikn stempel politik-

keagamaan yang demi kelanggengan satus quo.16 Atas dasar itulah Syariati 

lebih mendistingsi antara “Islam yang dipeluk oleh rakyat tertindas” dengan 

“Islam yang di peluk oleh kaum konservatif”. Artinya kita tidak lah bisa 

hanya berseru kembali kepada Islam, tetapi harus dijelaskan dulu Islam yang 

mana kah yang dimaksud. Apakah Islamnya Marwan penguasa atau kah 

Islam Abu DZar, sebab  keduanya itu sama-sama Islam tetapi berbeda 

tujuannya. Salah satunya Islam kekhalifahan, penguasa, istana, sedang  

yang satu lagi yaitu  Islam rakyat tertindas dan jelata.  

Ali Syariati sebagai seorang pemikir yang revolutif juga membahas 

tentang tauhid, adapun tauhid  menurut pandangan Ali Syariati yaitu  

pandangan dunia sebagai sebuah idologi, perasaan yang dimiliki seseorang 

berkenaan dengan mazhab pemikiran sebagai sebuah sistem keyakinan. Ali 

Syariati mengkontrakan Islam atau tauhid ideologi dengan Islam atau tauhid 

sebagai sebuah ilmu seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya 

konsep tauhid yang dianut Ali Syariati yaitu  tauhid integralistik, artinya 

semua yang ada dalam dunia ini mengarah pada keesaan Tuhan. 

Sebagaimana dalam kutipan di bawah ini: 

“Tauhid sebagai pandangan dunia dalam pengertian ini berarti 

memandang dunia sebagai satu kesatuan, tanpa membedakan dunia dan 

akhirat, ruh dan jasad...... Syirik merupakan sebuah pandangan dunia yang 

menganggap alam semesta sebagai himpunan yang tidak terpadu, yang 

penuh kontradiksi, tauhid merupakan sebuah imperium sedang  syirik 

merupakan sistem feodal”17 

 

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa Ali Syariati menganut 

paham panteistik, yaitu menyatukan Tuhan dengan alam beserta penyatuan 

pemahaman dari dimensi yang dianggap kontrdiksi. Tetapi apakah memang 

                                                          

ide panteistik seperti itu yang dituju Ali Syariati dengan tauhid world 

vieuwnya?. Kalau menurut penulis tidak selamanya paham kesatuan kita 

polakan dengan panteis. Ali Syariati sengaja menekankan pemahaman tauhid 

secara sederhana, sebagai sebuah kesatuan dan tidak membahas secara 

panjang lebar seperti kajian yang dilkukan para filosof, sufi dan teolog.      

“Dalam pandangan tauhid, manusia hanya takut kepada satu 

kekuatan, manusia hanya berpaling pada satu kiblat dan mengarahkan 

keinginan  serta harapannya hanya kepada satu sumber yaitu al-Quran.”

Tauhid berlandaskan pada iman, tetapi bukan berarti taqlid buta yang 

anti pada logika. Ali Syariati mencemaskan agama yang semurni dan 

selengkap Islam bisa saja terjerumus ke paham politeisme, jika agama 

tersebut telah dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan status quo.

Sebagai antisipasinya keyakinan tauhid itu harus berdasar  sumber 

outentik yang dapat dipercaya, sebab  ia melihat beberapa pandangan dunia 

yang telah mapan, seperti materialisme, positivisme dan world view 

keagamaan populer yang didasarkan pada ketahayulan, menggambarkan 

makhluk khususnya manusia sebagai mainan Tuhan yang harus tunduk pada 

kehendak mutlak-Nya. sebab  teologi merupakan kajian yang selalu 

dikaitkan dengan keyakinan dan pemikiran seseorang. Artinya kedua hal itu 

tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan saling mengisi di antara satu sama 

lainnya. Apabila iman sudah kuat kalau pemikirannya tidak berfungsi, maka 

akan ada kepincangan antara kehidupan dunia dengan akhiratnya. 

Teologi yaitu  ilmu yang membahas tentang masalah keyakinan 

kepada Allah dan masalah-masalah yang berkaitan dengan Allah, di 

antaranya tentang perbuatan Allah, dosa besar dan dosa kecil dan juga qadha 

dan qadhar. Adapun dalam kajian teologi Pembebasan Ali Syariati ini yaitu  

berbicara tentang persoalan tauhid, sebab  Ali Syariati yaitu  seorang 

                                                         

pemikir pembawa konsep tauhid, bahkan bisa dikatakn sebagai seorang 

muslim monoteistik yang radikal. Dan tidak puas dengan menjadikan 

monoteistik sebagai konsep filosofis atau sebuah doktrin teologis yang cuma 

diperdebatkan. 

Menurut Ali Syariati tauhid yaitu  pandangan dunia sebagai sebuah 

ideologi, perasaan yang dimiliki seseorang berkenaan dengan mazhab 

pemikiran sebagai sebuah sistem keyakinan. Ali Syariati mengkontraskan 

Islam atau tauhid ideologi dengan Islam atau tauhid sebagai sebuah ilmu 

seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya konsep tauhid yang dianut  

Ali Syariati yaitu  tauhid integralistik, artinya semua yang ada dalam dunia 

ini mengarah pada keesaan Tuhan. Sebagaimana dalam kuitpan di bawah ini: 

“Tauhid sebagai pandangan dunia dalam pengertian ini berarti 

memandang dunia sebagai satu kesatuan, tanpa membedakan dunia dan 

akhirat, ruh dan jasad...... Syirik merupakan sebuah pandangan dunia yang 

menganggap alam semesta sebagai himpunan yang tidak terpadu, yang 

penuh kontradiksi, tauhid merupakan sebuah imperium sedang  syirik 

merupakan sistem feodal”21 

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa Ali Syariati menganut 

paham panteistik, yaitu menyatukan Tuhan dengan alam beserta penyatuan 

pemahaman dari dimensi yang dianggap kontrdiksi. Tetapi apakah memang 

ide panteistik seperti itu yang dituju Ali Syariati dengan tauhid world 

vieuwnya?. Kalau menurut penulis tidak selamanya paham kesatuan kita 

polakan dengan panteis. Ali Syariati sengaja menekankan pemahaman 

tauhid secara sederhana, sebagai sebuah kesatuan dan tidak membahas 

secara panjang lebar seperti kajian yang dilkukan para filosof, sufi dan 

teolog.  “Dalam pandangan tauhid, manusia hanya takut kepada satu 

kekuatan, manusia hanya berpaling pada satu kiblat ndan mengarahkan 

keinginan  serta harapannya hanya kepada satu sumber yaitu al-Quran.”

 

Tauhid berlandaskan pada iman, tetapi bukan berarti taqlid buta yang 

anti pada logika. Ali Syariati mencemaskan agama yang semurni dan 

selengkap Islam bisa saja terjerumus ke paham politeisme, jika agama 

tersebut telah dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan status quo.

Sebagai antisipasinya keyakinan tauhid itu harus berdasar  sumber 

outentik yang dapat dipercaya, sebab  ia melihat beberapa pandangan 

dunia yang telah mapan, seperti materialisme, positivisme dan world 

view keagamaan populer yang didasarkan pada ketahayulan, 

menggambarkan makhluk khususnya manusia sebagai mainan Tuhan 

yang harus tunduk pada kehendak mutlak-Nya.

Ali Syariati yang melanjutkan pendidikannya dengan mengambil 

Doktor Sosiologi di Sorbone Paris dengan pembiayaan dari pemerintah 

Iran. Di sana dia belajar dengan sejumlah orientalis dan Marxis; 

Massignon, Sartre dan Fanon. Kegiatan Syariati  begitu banyak, namun 

dia masih bisa menyelesaikan pendidikan Doktoralnya pada tahun 1963. 

Kemudian dia pulang kembai ke Iran dengan memulai aktifitas mengajar 

disekolah menengah atas di Khurasan, dan kemudian menjadi dosen 

setelah itu Syariati mendirikan Pusat Ke-Islaman Progresi Pra-Revolusi 

Iran. 

Syariati merupakan seorang pemikir dan aktivis, pemikirnnya 

yang sangat penting yaitu  ajakan untuk kembali kepada “Islam yang 

benar”, sebagaimana banyak yang disuarakan oleh kaum pembaharu 

Islam sperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad 

Rasyid Ridha. Menurut Syariati, Islam selama ini bagi rakyat Iran sudah 

di tafsirkan secara keliru oleh para ulama konservatif sebagai agama 

statis. adapun alasan menyalahkan ulama konservatif yaitu ; 1). Tidak 

melanjutkan proyek reformasi Islam yang dirintis oleh Afghani dan 2) 

menghamba dalam kepemimpinan politik Syah yang tugasnya 

                                                         

memberi  stempel politik-keagamaan demi kelanggengan satus quo.

Atas dasar itulah Syariati lebih mendistingsi antara “Islam yang dipeluk 

oleh rakyat tertindas” dengan “Islam yang di peluk oleh kaum 

konservatif”. Artinya kita tidak lah bisa hanya berseru kembali kepada 

Islam, tetapi harus dijelaskan dulu Islam yang mana kah yang dimaksud. 

Apakah Islamnya Marwan penguasa atau kah Islam Abu Zar, sebab  

keduanya itu sama-sama Islam tetapi berbeda tujuannya. Satunya Islam 

kekhalifahan, penguasa, istana, sedang  yang satu lagi yaitu  Islam 

rakyat tertindas dan jelata.  

Syariati merupakan seorang pribadi yang sangat kompleks, 

elektik, tetapi tetap memiliki emosi keagamaan yang sangat kuat, dan 

dalam kondisi yang bersamaan Syariati mampu menjadi pribadi yang 

memadukan sikap dan perilaku orang-orang yang dikaguminya. Dengan 

kemampuan dan kontroversi dirinya, Syariati muncul dalam tiga model 

seperti yang disebutkan oleh Ervand Abrahamian dalam bukunya 

Radical Islam, The IranianMojohedin,26 sebagai berikut: 

1, Syariat sebagai sang sosiolog yag tertarik pada hubungan dialektis 

antara teori dan praktik, antara ide dan kekuatan-kekuatan sosial, antara 

kesadaran dan eksistensi kemanusiaan. Syariati memiliki komitmen yang 

tinggi untuk memahami lahir, tumbuh dan birokrasi dan akhirnya 

peragian (decay) gerakan-gerakan revolusioner, khususnya agama 

radikal. 

2. Syariati sebagai seorang penganut Syi’ah fanatik yang percaya bahwa 

Syi’ah refolusioner berbeda dengan seluruh idiologi radikal lain, tidak 

akan tunduk kepada hukum besi (iron law) tentang peragian birokratik. 

Syariati percaya bahwa pada tataran perubahan fundamental, seluruh 

idiologi dan warga  menghadapi masalah kebangkitan, peragian dan 

keruntuhan. Apakah ada jalan keluar dari disintegrasi itu? Menurut 

Syariati caranya yaitu  dengan melakukan revitalisasi dan 

berkesinambungan terhadap idieologi itu sendiri. 

3. Syariati sebagai penceramah umum (public speaker) yang 

bersemangat, artikulatif dan oratoris yang sangat memikat bagi banyak 

orang, khususnya kaum muda. Dalam kedudukan ini, Syariati banyak 

                                                          

25Syarifuddin Jurdi, op.cit., h. 152  

26Ervand Abrahamain,  Radikal Islam; The Iranian Mojohedin,  (London: t .p, 1988), h. 289 - 290  

26 

 

menggunakan jargon, simplifikasi, generalisasi dan sikritisme yang tajam 

terhadap institusi-institusi mapan, dalam hal ini yaitu  rezim Syah 

Pahlevi dan religion establishment, yang dikuasai kaum ulama.   

 

 Syariati juga terkenal dengan gagasannya mengenai kekuatan 

progressif Islam dengan mengajak para intelegensia untuk membangun 

kekuatan dan ide-ide Islam progresif. Ide-ide konstruktif harus 

disebarluaskan oleh intelegensia progresif yang kritis terhadap otoritas 

keagamaan. 

Pemahaman Islam yang ditawarkan Ali Syariati berbeda dengan 

pemahaman mainstream saat ini. Islam yang di pahami masa Syariati 

yaitu  Islam yang hanya sebatas agama ritual dan fiqh yang tidak 

menjangkau-persoalan politik dan sosial kewarga an. Islam hanyalah 

sekumpulan dogma yang mengatur bagaimana beribadah tetapi tidak 

menyentuh tentang persoalan cara efektif menegakkan keadilan,  strategi 

melawan kezaliman atau petunjuk untuk membela kaum tertindas 

(mustad’afin).    

Kalau di perhatikan Islam yang demikian itu akan terlihat sangat 

menguntungkan pada pihak penguasa yang berbuat sewenang-wenang 

dan yang berbuat tidak adil. Di Barat, kata politik berasal dari bahasa 

“Yunani” yaitu “polis” (kota) merupakan suatu unit yang statis, tetapi 

padanan kata Islamnya yaitu  siyasah, yang secara harfiyah berarti 

“menjinakkan seekor kuda liar” suatu proses yang mengandung makna 

perjuangan yang sangat kuat dan memunculkan kesempurnaan yang 

inheren. 

Islam dalam pandangan Syariati bukanlah agama yang hanya 

memperhatikan aspek spiritual dan moral atau hanya sekedar hubungan 

antara hamba dengan Sang Khalik (Hablu Min Allah), tetapi lebih dari 

itu, Islam yaitu  sebuah ideologi emansipasi dan pembebasan. 

 Selanjutnya Syariati, menjelaskan gambaran tentang Islam pembebasan 

itu yaitu : 


 “tidak cukup dengan menyatakan kita harus kembali kepada Isam, kita 

harus menspesifikasikan Islam mana yang kita maksudkan: Islam Abu Zar atau 

Islam Marwan (ibn Affan) sang penguasa. Keduanya disebut Islam, walaupun 

sebenarnya terdapat perbedaan besar di antara keduanya. Salah satunya yaitu  

Islam kekhalifahan, istana dan penguasa. sedang  yang lainnya yaitu  Islam 

rakyat, mereka yang dieksploitasi dan miskin. Lebih lanjut tidak cukup syah 

dengan sekedar berkata bahwa orang harus memiliki  kepedulian (concern) 

kepada kaum miskin dan tertindas. Khalifah yang korup juga berkata emikian, 

Islam yang benar lebih dari sekedar kepedulian. Islam yang benar 

memerintahkan kaum beriman berjuang untuk keadilan, persamaan dan 

penghapusan kemiskinan.”

 

 Islam di sebut Syariati sebagai agama pembebasan, sebab  Islam 

bukanlah hanya agama yang memperhatikan aspek spiritual dan moral saja, atau 

hubungan individual dengan sang Khalik saja, melainkan lebih merupakan 

ideologi emansipasi dan pembebasan. Syariati juga mengatakan bahwa 

warga  Islam sejati tak mengenal kelas, Islam menjadi sarana bagi orang-

orang yang tercerabut haknya, tersisa, lapar, tertindas dan terintimidasi, untuk 

membebaskan diri mereka dari ketertindasan itu. 

 Syariati mendasarkan Islamnya pada kerangka ideologis, dia memahami 

Islam sebagai kekuatan revolusioner untuk melawan segala bentuk tirani, 

penindasan dan ketidak adilan menuju persamaan tanpa kelas. Syariati bahkan 

mencetuskan formula baru “saya memberontak maka saya ada” 

 Islam pembebasan yaitu  Islam yang diwariskan oleh Imam Husein, 

kesyahidannya di Karbala menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang tertindas 

untuk memelihara Islam yang otentik itu, sehingga Islam yang demikian yaitu  

Islam syiah awal, yakni Islam Syiah revolusioner yang dipersonifikasikan Abu 

Zar al-Ghifari dan Iman Husain dengan kesyahidannya. Keduanya merupakan 

simbol perjuangan abadi ketertindasan melawan penguasa yang zalim.  

 Menurut Ali Syariati, selama 7 abad sampai dinasti Savawi, Syi’isme 

(alavi) merupakan gerakan revolusioner dalam sejarah, yang menentang seluruh 

rezim otokratik yang memiliki  kesadaran kelas seperti Dinasti Umayah, 

                                                          

Abbasyiyah, Ghaznawiyah, Saljuk, Mongol dan lain-lain. Dengan legitimasi 

ulama rezim-rezim ini menciptakan Islam sunni versi mereka sendiri. Pada pihak 

ini, Islam Syi’ah Merah, seperti sebuah kelompok revolusioner, berjuang untuk 

membebaskan kaum yang tertindas dan pencari keadilan. Syariati melihat rezim 

dan lembaga keulamaan, yang bisa jadi terkadang ditunggu pihak luar, sebagai 

manipulasi masa lampau Iran dan arsitek.  

Rezim Syah Iran tidak membangkitkan agama, tetapi mempertahankan 

kerajaan yang mandek, sementara para ulama mempertahankan kemandekan 

Islam. Menurut Syariati, apa yang terjadi di Iran yaitu  bahwa, di satu sisi para 

ulama yang menjadi pemimpin agama selama dua abad terakhir, dan telah 

mentranformasikannya menjadi agama yang kian mandek, sementara di sisi lain 

orang-orang yang tercerahkan yang memahami kekinian dan kebutuhan generasi 

dan zaman, tidak memahami agama. Akhirnya kata Syariati, bahwa Islam sejati 

tetap tidak diketahui dan tersembunyi dalam relung-relung sejarah. 

 Bagi Syariati Islam sejati itu bersifat revolusioner dan Syiah sejati yaitu  

jenis khusus Islam revolusioner. Namun seiring berjalannya waktu, Islam 

berubah menjadi seperangkat doa-doa dan ritual yang tidak bermakna sama  

sekali dalam kehidupan. Islam hanya sebatas agama yang mengurus bagaimana 

orang mati, tetapi tidak peduli bagaimana orang bisa survive dalam hidupnya. 

Agama yang seperti inilah yang sangat disukai oleh para penguasa untuk 

menjaga kekuasaannya untuk tetap aman, tanpa ada gangguan dari orang-orang 

yang ingin mengamalkan Islam sejati. 

 Gagasan Syariati tentang Islam revolusioner atau Islam pembebasan 

sejalan dengan gagasan tentang pembebasan  (teology of liberation) yang banyak 

di usung oleh tokoh-tokoh revolusioner baik di Amerika Latin maupun Asia. Ide 

dasar pemikiran antara Syariati dengan p