Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 24. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 24. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 24


d itimpa sebuah batu kilangan (ay. 57). 

Orang ini sudah pasti seorang pembunuh, sebab, meskipun ia telah 

luput dari bahaya perang melawan Sikhem, ia tidak dibiarkan 

hidup (Kis. 28:4). Orang berdosa dikejar oleh malapetaka, dan 

kadang kala malapetaka itu menyergap mereka saat   mereka 

tidak hanya merasa aman, namun  juga merasa menang. Tebes, 

dapat kita duga, yaitu  kota yang lemah dan tidak penting diban-

dingkan dengan Sikhem. Abimelekh, sesudah  berhasil menakluk-

kan kota yang lebih besar, sama sekali tidak ragu akan menjadi 

penguasa dari kota yang lebih kecil tanpa kesulitan apa pun, 

apalagi ia sudah menduduki kota, dan hanya tinggal menangani 

menaranya saja. Namun, ia lengah dalam menangani menara itu, 

dan di sanalah seluruh kehormatannya terkubur. Demikianlah 

apa yang kuat bagi dunia sering kali dipermalukan oleh apa yang 

paling lemah dan yang paling dianggap remeh. Lihatlah di sini 

seperti apa teguran-teguran dari penyelenggaraan ilahi yang de-

ngan wajar dan berkali-kali menimpa orang-orang yang menuntut 

untuk membalas dendam secara tidak masuk akal. Ada suatu 

alasan bagi Abimelekh untuk menghukum warga kota Sikhem, 

dan ia melakukannya dengan seorang saksi. Akan namun , saat   ia 

hendak meneruskan balas dendamnya lebih jauh, dan tidak ada 

hal lain yang akan memuaskannya kecuali Tebes juga harus men-

jadi korban kegeramannya, ia tidak hanya dikecewakan di sana, 

namun  juga dihancurkan. Sebab sesungguhnya ada Allah yang 

memberi keadilan di bumi. Ada tiga keadaan yang patut diamati 

dalam kematian Abimelekh: 

1. Bahwa ia dibunuh dengan sebongkah batu, seperti ia telah 

membunuh semua saudaranya di atas satu batu. 

2. Bahwa batu kepalanya pecah. Pembalasan membidik kepala 

orang yang bersalah itu, yang telah memakai mahkota hasil 

rampasan. 

3. Bahwa batu tersebut dilemparkan ke atasnya oleh seorang pe-

rempuan (ay. 53). Abimelekh melihat batu itu jatuh. Oleh sebab 

itu, sungguh aneh bahwa ia tidak menghindarinya. Akan namun , 

tidak diragukan lagi, sungguh semakin memperbesar rasa ma-

lunya saat   melihat dari tangan siapa batu itu berasal. Sisera 

mati di tangan seorang perempuan tanpa mengetahuinya. Te-

tapi Abimelekh tidak hanya jatuh oleh tangan seorang perem-

puan, ia juga mengetahuinya. saat   mendapati dirinya segera 

mengembuskan nafas terakhir, tiada hal lain yang begitu 

mengganggunya selain hal ini, bahwa orang akan berkata ten-

tangnya, “Seorang perempuan membunuh dia.” Lihatlah, 

(1) Keangkuhannya yang penuh kebodohan, sebab  terlalu 

memusingkan perkara sepele seperti kehilangan harga diri-

nya ini. Ia sama sekali tidak memedulikan jiwanya yang 

berharga, tidak mencemaskan apa yang akan terjadi pada 

jiwanya, tidak berdoa memohon belas kasihan Allah. Seba-

liknya, betapa ia sangat khawatir memikirkan bagaimana 

memperbaiki nama baiknya yang hancur, saat   tidak ada 

cara untuk memperbaiki batu kepalanya yang hancur. “Oh, 

jangan sampai dikatakan bahwa orang perkasa seperti Abi-

melekh dibunuh oleh seorang perempuan!” Ia hampir mati, 

namun  kecongkakannya masih hidup dan kuat, dan perasa-

an gila hormat yang sama yang telah menguasainya selama 

ini, sekarang muncul pada kesudahannya. Qualis vita, finis 

ita – Sebagaimana ia hidup, demikian pula ia mati. Sebagai-

mana Allah menghukum kekejaman Abimelekh melalui cara 

kematiannya, demikian pula Ia menghukum kesombongan-

nya melalui alat yang dipakai dalam kematiannya itu. 

(2) Rancangan bodohnya untuk menghindari kehilangan harga 

diri ini. Tidak ada yang lebih konyol daripada tindakannya 

ini. Bujangnya sendiri harus menghabisi dia, bukan untuk 

melepaskannya dari rasa sakit dengan sesegera mungkin, 

melainkansupaya  orang tidak berkata, “Seorang perem-

puan membunuh dia.” Adakah ia berpikir bahwa tindakan 

ini akan menutupi apa yang diperbuat perempuan itu, dan 

bukan malah semakin membuatnya diberitakan? Bahkan, 

tindakan itu membuat kematiannya semakin tercela, sebab 

dengan demikian ia mati bunuh diri. Lebih baik dikatakan, 

“Seorang perempuan membunuh dia,” daripada dikatakan, 

“Bujangnya membunuh dia atas perintahnya sendiri.” Na-

mun, sekarang kedua hal itu akan dikatakan tentang dia, 

yang membuatnya tercela untuk selamanya. Dapat dilihat 

bahwa sesuatu yang begitu ingin disembunyikan oleh 

Abimelekh justru tampak menjadi hal yang lebih diingat se-

cara khusus oleh angkatan-angkatan selanjutnya daripada 

sebagian besar peristiwa sejarah tentang dirinya. Sebab 

Yoab berbicara tentang peristiwa ini sebagai sesuatu yang 

diketahuinya akan dipakai Daud untuk menegurnya, kare-

na sudah demikian dekat ke tembok kota (2Sam. 11:21). 

Berusaha menghindari aib dengan cara berbuat dosa hanya 

akan membuat aib itu diingat untuk seterusnya. 

III. Akhir dari semua ini yaitu  bahwa Abimelekh mati dibunuh, 

1.  Kedamaian Israel dipulihkan, dan perang saudara ini pun ber-

akhir, sebab  orang-orang yang mengikuti Abimelekh pergi 

masing-masing ke tempat kediamannya (ay. 55). 

2. Keadilan Allah dipermuliakan (ay. 56-57). Demikianlah Allah 

menghukum kejahatan yang dilakukan oleh Abimelekh dan 

orang-orang Sikhem, serta menggenapi kutukan Yotam, sebab 

kutuk itu bukanlah kutuk tanpa alasan. Demikianlah Allah 

memelihara kehormatan dari pemerintahan-Nya, dan mem-

berikan peringatan kepada segala zaman bahwa darah akan 

dibayar dengan darah. Tuhan dikenal melalui penghakiman 

yang dijalankan-Nya, saat   orang fasik terjerat dalam perbuat-

an tangannya sendiri. Meskipun kefasikan bisa saja berjaya 

untuk sementara waktu, namun ia tidak akan berjaya selama-

nya. 

 

 

 

PASAL 10  

Dalam pasal ini kita mendapati, 

I. Masa-masa damai yang dinikmati orang Israel di bawah peme-

rintahan dua hakim, Tola dan Yair (ay. 1-5). 

II. Masa-masa susah yang terjadi lalu .  

1. Dosa orang Israel yang membawa mereka ke dalam kesu-

sahan (ay. 6).  

2. Kesusahan itu sendiri, yang di dalamnya mereka berada 

(ay. 7-9). 

III. Pertobatan mereka atas dosa dan tindakan mereka yang me-

rendahkan diri sebab nya, doa-doa dan pembaharuan diri 

mereka, dan belas kasihan yang mereka dapatkan pada Allah 

sesudahnya (ay. 10-16).  

IV. Persiapan yang diadakan bagi pembebasan mereka dari 

tangan para penindas (ay. 17-18).  

Pemerintahan Tola dan Yair 

(10:1-5) 

1 Sesudah Abimelekh, bangkitlah Tola bin Pua bin Dodo, seorang Isakhar, 

untuk menyelamatkan orang Israel. Ia diam di Samir, di pegunungan Efraim 

2 dan ia memerintah sebagai hakim atas orang Israel dua puluh tiga tahun 

lamanya; lalu  matilah ia, lalu dikuburkan di Samir. 3 Sesudah dia, 

bangkitlah Yair, orang Gilead, yang memerintah sebagai hakim atas orang 

Israel dua puluh dua tahun lamanya. 4 Ia memiliki  tiga puluh anak laki-

laki, yang mengendarai tiga puluh ekor keledai jantan, dan mereka mempu-

nyai tiga puluh kota, yang sampai sekarang disebutkan orang Hawot-Yair, di 

tanah Gilead. 5 Lalu matilah Yair dan dikuburkan di Kamon.  

Walaupun sungguh teramat baik untuk hidup dalam pemerintahan 

yang damai sentosa, namun itu yaitu  hal yang terburuk untuk 

dituliskan, sebab  sang sejarawan hanya memiliki  sedikit bahan 

untuk diceritakan kepada pembacanya. Seperti itulah pemerintahan 

kedua hakim ini, Tola dan Yair, yang hanya menjadi tokoh kecil dan 

mendapat tempat yang sangat sedikit di dalam sejarah ini. namun  

tidak diragukan lagi mereka berdua dibangkitkan Allah untuk meng-

abdi pada negeri mereka sebagai hakim, dan tidak menuntut, seperti 

yang dituntut Abimelekh, untuk memerintah sebagai raja yang besar. 

Tidak pula mereka, seperti dia, mengambil kehormatan yang mereka 

dapatkan bagi diri mereka sendiri, namun  mereka dipanggil oleh Allah 

untuk itu. 

1. Mengenai Tola, dikatakan bahwa ia bangkit sesudah Abimelekh 

untuk menyelamatkan orang Israel (ay. 1). Abimelekh telah meru-

sak Israel dengan kefasikannya, meresahkan dan mengusik mere-

ka dengan hasratnya yang tak pernah padam untuk berkuasa, 

dan, dengan malapetaka-malapetaka yang didatangkannya atas 

mereka, ia membuat mereka rentan diserang musuh-musuh dari 

luar. namun  lalu  Allah memunculkan orang baik ini untuk 

memperbaiki penyelewengan-penyelewengan, memberantas pe-

nyembahan berhala, meredam gejolak, dan menyembuhkan luka-

luka yang diberikan kepada pemerintahan oleh perebutan kekua-

saan yang dilakukan Abimelekh. Demikianlah Tola menyelamat-

kan mereka dari diri mereka sendiri, dan menjaga mereka dari 

musuh-musuh mereka. Ia berasal dari suku Isakhar, suku yang 

hatinya condong untuk melayani, sebab  ia menyendengkan 

bahunya untuk memikul (Kej. 49:14-15). Sekalipun begitu seorang 

dari suku itu di sini dibangkitkan untuk memerintah. Sebab 

barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. Tola menyan-

dang nama dari orang yang merupakan nenek moyang dari kaum 

pertama suku itu. Dari anak-anak Isakhar, anak yang pertama 

yaitu  Tola (Kej. 46:13; Bil. 26:23). Tola berarti ulat, namun, 

sebab  itu nama dari nenek moyangnya, ia tidak malu. Sekalipun 

ia dari suku Isakhar, namun pada saat ia dibangkitkan untuk 

memerintah, ia datang dan diam di pegunungan Efraim, yang 

lebih dekat dengan pusat negeri itu,supaya  orang-orang dapat 

mendatanginya dengan lebih mudah untuk meminta nasihat 

kepadanya. Ia menjadi hakim atas Israel dua puluh tiga tahun 

lamanya (ay. 2), menjaga segala sesuatunyasupaya  tetap tertib, 

namun  tidak melakukan apa pun yang sangat patut dikenang. 

2. Yair yaitu  orang Gilead, demikian juga dengan Yefta penerusnya. 

Keduanya berasal dari setengah suku Manasye yang berdiam di 

seberang Yordan. Walaupun mereka tampak terpisah dari sau-

dara-saudara mereka, namun Allah memberi perhatian, selama 

kehormatan pemerintahan dialihkan dari suku ke suku dan 

belum menetap di Yehuda,supaya  mereka yang berdiam di tem-

pat yang jauh ada kalanya mendapat bagian untuk memerintah, 

sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan 

penghormatan khusus. Yair menyandang nama seseorang yang 

sangat termasyhur dari suku yang sama, yang pada zaman Musa 

sangat giat dalam menaklukkan negeri Kanaan ini (Bil. 32:41; 

Yos. 13:30). Hal yang terutama patut diperhatikan dari Yair ini 

yaitu  pertumbuhan dan kehormatan keluarganya: Ia memiliki  

tiga puluh anak laki-laki (ay. 4). Dan,  

(1) Mereka memiliki kedudukan yang baik, sebab  mereka me-

ngendarai tiga puluh ekor keledai jantan. Yakni, mereka yaitu  

hakim-hakim keliling, yang, sebagai wakil dari bapak mereka, 

berjalan dari satu tempat ke tempat lain di sejumlah daerah 

mereka untuk menegakkan keadilan. Kita mendapati di kemu-

dian hari bahwa Samuel mengangkat anak-anaknya laki-laki 

menjadi hakim, meskipun ia tidak dapat membuat mereka 

menjadi hakim-hakim yang baik (1Sam. 8:1-3). 

(2) Mereka memiliki banyak harta, setiap anak memiliki  sebuah 

kota, dari wilayah yang disebut, berdasar  nenek moyang 

mereka yang memiliki nama yang sama dengan bapak mereka, 

Hawot-Yair – pedusunan Yair. Sekalipun demikian, wilayah itu 

disebut kota-kota. Mungkin sebab  tuan-tuan muda yang diberi 

wilayah itu memperbersar dan memperkokoh kota-kota itu, dan 

dengan begitu mengembangkan pedusunan itu menjadi kota-

kota. Atau sebab  mereka begitu senang dengan milik pusaka 

mereka di kota-kota kecil itu, sehingga seolah-olah wilayah itu 

seperti kota-kota yang berdempetan dan dipagari dengan ger-

bang-gerbang serta palang-palang. Pedusunan yaitu  kota bagi 

orang yang mau berpuas hati. 

Israel Ditindas oleh Bani Amon 

(10:6-9) 

6 Orang Israel itu melakukan pula apa yang jahat di mata TUHAN; mereka 

beribadah kepada para Baal dan para Asytoret, kepada para allah orang 

Aram, para allah orang Sidon, para allah orang Moab, para allah bani Amon 

dan para allah orang Filistin, namun  TUHAN ditinggalkan mereka dan kepada 

Dia mereka tidak beribadah. 7 Lalu bangkitlah murka TUHAN terhadap orang 

Israel, dan Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Filistin dan bani 

Amon. 8 Dalam tahun itu juga orang Israel ditindas dan diinjak mereka; 

delapan belas tahun lamanya mereka memperlakukan demikian semua orang 

Israel yang di seberang sungai Yordan di tanah orang Amori yang di Gilead.  

9 Dan bani Amon pun menyeberangi sungai Yordan untuk berperang mela-

wan suku Yehuda, suku Benyamin dan keturunan Efraim, sehingga orang 

Israel sangat terdesak. 

Selama kedua hakim itu, Tola and Yair, menangani perkara-perkara 

orang Israel, segala sesuatunya berjalan dengan baik. Namun kemu-

dian,  

I. Orang Israel kembali menyembah berhala, dosa yang begitu 

mudah merintangi mereka (ay. 6): Orang Israel itu melakukan pula 

apa yang jahat di mata TUHAN, yang dari-Nya mereka cenderung 

murtad tanpa dapat dijelaskan, seperti bangsa yang bebal dan 

tidak bijaksana. 

1. Mereka menyembah banyak allah. Bukan hanya setan-setan 

mereka yang lama, Baal and Asytoret, yang telah disembah 

orang Kanaan, melainkan juga, seolah-olah mereka hendak 

menyerukan kebodohan mereka kepada semua negeri tetangga 

mereka, mereka menyembah para allah orang Aram, para allah 

orang Sidon, para allah orang Moab, para allah bani Amon, 

dan para allah orang Filistin. Tampak bahwa seolah-olah pe-

kerjaan utama orang Israel yaitu  mendatangkan dewa-dewi 

dari segala negeri. Sulit mengatakan apakah ini lebih merupa-

kan tindakan yang durhaka ataukah tidak bijaksana. Dengan 

membawa masuk dewa-dewi asing ini, mereka menjadikan diri 

mereka sendiri hina dan keji, sebab  tidak ada bangsa yang 

memiliki rasa hormat menukarkan allah mereka. Dapat kita 

duga bahwa banyak kekayaan orang Israel dibawa keluar, 

melalui persembahan-persembahan yang dibawa ke kuil-kuil 

dewa-dewi di sejumlah negeri tempat dewa-dewi itu berasal. 

Dan kuil-kuil mereka di Israel dituntut mengakui kebergan-

tungannya pada kuil-kuil di sejumlah negeri itu, sebagai tem-

pat ibadah utama mereka. Para imam dan pemuja dewa-dewi 

yang menyedihkan itu sudah pasti akan mengikuti allah-allah 

mereka dalam rombongan besar ke tanah Israel. Jika mereka 

tidak dapat hidup di negeri mereka sendiri, maka mereka akan 

mengakar di tanah Israel, dan dengan demikian orang-orang 

luar akan memakan habis kekuatan orang Israel. Jika orang 

Israel melakukannya untuk menyenangkan bangsa-bangsa 

sekitar mereka, dan untuk mengambil hati bangsa-bangsa itu, 

maka sudah sepantasnya mereka dikecewakan. Sebab bangsa-

bangsa yang berusaha mereka jadikan sahabat melalui cara-

cara mereka yang fasik itu, oleh keadilan penghakiman Allah 

menjadi musuh dan penindas mereka. In quo quis peccat, in eo 

punitur – Orang yang berbuat salah dalam suatu hal, dalam hal 

itu pulalah ia akan dihukum. 

2. Mereka bahkan tidak mengakui Allah Israel sebagai salah satu 

dari sekian banyak allah yang mereka sembah itu, namun  

benar-benar mencampakkan Dia: TUHAN ditinggalkan mereka, 

dan kepada Dia mereka tidak beribadah sama sekali. Orang-

orang yang berpikir bahwa mereka dapat mengabdi kepada 

Allah dan kepada Mamon, dengan segera akan meninggalkan 

Allah sepenuhnya, dan mengabdi kepada Mamon saja. Jika 

Allah tidak mendapatkan segenap hati, maka Ia dengan segera 

tidak akan menginginkan hati itu sama sekali. 

II. Allah memperbaharui penghakiman-penghakiman-Nya atas orang 

Israel, dengan menempatkan mereka di bawah kekuatan musuh-

musuh yang menindas. Seandainya mereka lekas jatuh ke dalam 

tangan Tuhan, mereka bisa saja mendapati bahwa kasih setia-Nya 

besar. namun  Allah membiarkan mereka jatuh ke dalam tangan 

manusia, yang belas kasihannya kejam. Dia menyerahkan mereka 

ke dalam tangan orang Filistin yang hidup di sisi barat daya 

Kanaan, dan ke dalam tangan bani Amon yang hidup di sisi timur 

laut, keduanya pada waktu yang bersamaan. Dengan begitu, di 

antara kedua batu kilangan itu mereka diremukkan secara menge-

naskan, seperti dalam bahasa aslinya, yang di sini diterjemahkan 

diinjak (ay. 8). Allah telah menetapkan bahwa, jika salah satu kota 

Israel memberontak dan melakukan penyembahan berhala, maka 

semua kota lainnya harus mengadakan peperangan atas mereka 

dan melenyapkan mereka (Ul. 13:12, dst.). Mereka sudah cukup 

gigih dalam perkara ini, hampir di luar batas, seperti saat   ada 

sebuah mezbah yang didirikan oleh dua setengah suku yang lain 

(Yos. 22). Namun sekarang mereka sudah menjadi begitu buruk, 

hingga saat   satu kota terjangkiti penyembahan berhala, kota 

sebelahnya ikut terjangkiti penyakit itu, dan bukannya menghu-

kum perbuatan itu, justru menirunya dan melakukannya dengan 

lebih parah. Oleh sebab itu, sebab  orang-orang yang seharusnya 

membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat juga 

sendirinya bersalah, atau menyandang  pedang dengan percuma, 

maka Allah mendatangkan bangsa-bangsa sekitar kepada mereka, 

untuk menghajar mereka atas kemurtadan mereka. Penindasan 

orang Israel oleh bani Amon itu, yang merupakan keturunan Lot, 

1. Sangatlah lama. Penindasan ini berlanjut selama delapan 

belas tahun. Sebagian penafsir memandang tahun-tahun itu 

sebagai bagian dari masa kehakiman Yair, yang tidak berhasil 

memperbaharui dan membebaskan orang Israel seperti yang 

dikehendakinya. Sebagian yang lain memandang tahun-tahun 

itu dimulai pada saat kematian Yair, yang sepertinya lebih 

mungkin sebab  bagian dari tanah Israel yang ditindas paling 

parah oleh bani Amon yaitu  Gilead, negeri Yair sendiri. Kita 

tidak dapat menduga bahwa bagian dari tanah Israel itu men-

derita begitu parah selama Yair masih hidup, namun  bagian 

dari tanah Israel itu setidak-tidaknya diperbaharui dan dilin-

dungi. 

2. Sangatlah berat. Orang Israel diinjak dan ditindas mereka. 

Sangatlah berat ditindas oleh bangsa yang begitu keji seperti 

bani Amon. Mereka memulainya dengan suku-suku Israel 

yang tinggal di sebelah mereka di seberang sungai Yordan, 

yang di sini disebut tanah orang Amori (ay. 8), sebab  orang-

orang Israel telah merosot dengan begitu menyedihkan, dan 

telah menjadikan diri mereka sendiri begitu serupa dengan 

bangsa-bangsa kafir, sehingga mereka bisa dikatakan telah 

menjadi orang Amori yang sempurna (Yeh. 16:3). Atau sebab  

oleh dosa mereka, mereka telah kehilangan hak atas tanah ini, 

sehingga tanah itu dengan wajar dapat dipandang sebagai 

tanah orang Amori lagi, yang dari mereka orang Israel mengam-

bilnya. Akan namun  sedikit demi sedikit bani Amon mendesak 

maju, menyeberangi sungai Yordan, dan menyerbu suku Ye-

huda, suku Benyamin, dan keturunan Efraim (ay. 9), ketiga

 suku Isreal yang paling termasyhur, namun mereka dihina 

seperti itu sesudah  mereka meninggalkan Allah, dan tidak dapat 

menang melawan penyerbu. Sekarang digenapilah ancaman 

bahwa mereka akan dikalahkan oleh musuh mereka, dan tidak 

akan dapat bertahan di hadapan musuh-musuh mereka (Im. 

26:17, 37). Tingkah langkah mereka dan perbuatan mereka telah 

menyebabkan semuanya ini kepada mereka. Mereka telah mero-

sot dengan menyedihkan, dan dengan begitu mereka menjadi 

sangat kesusahan.  

Pertobatan dan Pembaharuan Orang Israel 

(10:10-18) 

10 Lalu berserulah orang Israel kepada TUHAN, katanya: “Kami telah berbuat 

dosa terhadap Engkau, sebab kami telah meninggalkan Allah kami lalu 

beribadah kepada para Baal.” 11 namun  firman TUHAN kepada orang Israel: 

“Bukankah Aku yang telah menyelamatkan kamu dari tangan orang Mesir, 

orang Amori, bani Amon, orang Filistin, 12 orang Sidon, suku Amalek dan 

suku Maon yang menindas kamu, saat   kamu berseru kepada-Ku? 13 namun  

kamu telah meninggalkan Aku dan beribadah kepada allah lain; sebab itu 

Aku tidak akan menyelamatkan kamu lagi. 14 Pergi sajalah berseru kepada 

para allah yang telah kamu pilih itu; biar merekalah yang menyelamatkan 

kamu, pada waktu kamu terdesak.” 15 Kata orang Israel kepada TUHAN: 

“Kami telah berbuat dosa. Lakukanlah kepada kami segala yang baik di 

mata-Mu. Hanya tolonglah kiranya kami sekarang ini!” 16 Dan mereka men-

jauhkan para allah asing dari tengah-tengah mereka, lalu mereka beribadah 

kepada TUHAN. Maka TUHAN tidak dapat lagi menahan hati-Nya melihat 

kesukaran mereka. 17 lalu  bani Amon dikerahkan dan berkemah di 

Gilead, sedang orang Israel berkumpul dan berkemah di Mizpa. 18 Maka para 

pemimpin bangsa di Gilead berkata seorang kepada yang lain: “Siapakah 

orang yang berani memulai peperangan melawan bani Amon itu? Dialah yang 

harus menjadi kepala atas seluruh penduduk Gilead.” 

Dalam perikop ini kita mendapati, 

I. Pengakuan yang penuh kerendahan hati yang dibuat orang Israel 

kepada Allah dalam kesesakan mereka (ay. 10). Sekarang mereka 

mengakui diri mereka bersalah, seperti penjahat di atas alat pe-

nyiksaan, dan berjanji akan memperbaiki diri, seperti anak kecil 

yang dipukul rotan. Mereka tidak hanya mengeluhkan kesesakan 

itu, namun  juga mengakui bahwa dosa mereka sendirilah yang 

telah membawa mereka ke dalam kesesakan itu. Oleh sebab itu 

Allah bertindak benar, dan mereka tidak memiliki alasan untuk 

mengeluh. Mereka mengakui kelalaian mereka, sebab dalam kela-

laian itulah dosa mereka dimulai, “Kami telah meninggalkan Allah 

kami,” dan kesalahan yang mereka lakukan, “Kami telah beriba-

dah kepada para Baal, dan dalam hal ini kami telah berbuat 

bodoh, khianat, dan sangat fasik.” 

II. Sebuah firman yang merendahkan hati yang lalu  dikirim-

kan Allah kepada orang Israel, apakah melalui malaikat, seperti 

dalam pasal 2:1 atau melalui seorang nabi seperti dalam pasal 

6:8, tidaklah pasti. Sungguh baik bahwa Allah memerhatikan 

seruan mereka, dan tidak menutup telinga terhadapnya, atau 

tidak mengirimkan jawaban kepada mereka sama sekali. Sungguh 

baik juga bahwa saat   mereka mulai bertobat, Ia mengirimkan 

kepada mereka firman yang demikian tepat untuk meningkatkan 

pertobatan mereka,supaya  mereka dilayakkan dan dipersiapkan 

untuk menerima pembebasan. Nah, dalam firman ini,  

1. Allah menegur mereka atas tindakan mereka yang sangat tidak 

tahu terima kasih, dan mengingatkan mereka akan perkara-

perkara besar yang telah dilakukan-Nya untuk mereka, dengan 

melepaskan mereka dari musuh ini dan itu. Pertama-tama 

orang Mesir, yang dari tanah mereka orang Israel dibebaskan, 

dan lalu  orang Amori, yang telah mereka taklukkan dan 

yang tanahnya telah mereka masuki. Semenjak mereka mene-

tap di sana, saat   bani Amon telah bergabung dengan orang 

Moab untuk menindas mereka (Hak. 3:13), saat   orang Filistin 

membuat huru-hara pada zaman Samgar, dan lalu  mu-

suh-musuh lain menyusahkan mereka, atas seruan mereka, 

Allah telah mengadakan banyak keselamatan yang besar 

untuk mereka (ay. 11-12). Kita tidak membaca di tempat lain 

mana pun mengenai ditindasnya mereka oleh orang Sidon dan 

suku Maon. Allah telah menghajar mereka dalam keadilan, 

dan telah membebaskan mereka dalam belas kasihan. Oleh 

sebab itu, sudah sewajarnya Ia berharap bahwa entah sebab  

rasa takut atau sebab  kasih, mereka mau menaati-Nya dan 

beribadah kepada-Nya. Maka dari itu sungguh baik bahwa 

firman itu mengiris hati mereka (ay. 13), “Namun kamu telah 

meninggalkan Aku yang telah membawamu keluar dari kesu-

sahan, dan beribadah kepada allah lain yang membawa kamu 

ke dalam kesusahanmu itu.” Demikianlah mereka meninggal-

kan Dia yang mengasihi mereka dengan setia  untuk mengejar 

kesesatan-kesesatan mereka sendiri. 

2. Allah memperlihatkan kepada mereka betapa sudah sepantas-

nya Ia meninggalkan mereka sekarang pada kehancuran, de-

ngan menyerahkan mereka kepada allah lain yang kepadanya 

mereka beribadah. Untuk menggugah mereka agar mau ber-

tobat dan memperbaharui diri sepenuhnya, Ia membiarkan 

mereka melihat, 

(1) Kebodohan mereka dalam beribadah kepada para Baal. 

Mereka telah mengeluarkan banyak sekali biaya untuk 

mendapatkan perkenanan dari para allah yang tidak dapat 

menolong mereka pada saat mereka paling membutuhkan 

pertolongan para allah itu: “Pergi sajalah berseru kepada 

para allah yang telah kamu pilih itu (ay. 14), coba lihat apa 

yang dapat mereka lakukan untukmu sekarang. Kamu 

telah menyembah mereka sebagai allah, coba lihat apakah 

mereka sekarang memiliki kuasa ilahi ataupun kebaikan 

ilahi yang dapat dikerahkan untukmu. Kamu memberikan 

penghormatanmu kepada mereka sebagai raja dan tuanmu, 

coba lihat apakah mereka sekarang akan melindungimu. 

Kamu membawa korban-korban syukurmu ke mezbah 

mereka sebagai pemberi kebaikan bagimu, dengan memba-

yangkan bahwa mereka memberimu gandum, anggur, dan 

minyak. namun  sahabat sejati yaitu  sahabat yang ada pada 

saat dibutuhkan. Apa gunanya perkenanan mereka bagimu 

sekarang?” Perhatikanlah, dalam pertobatan sejati harus ada 

kesadaran penuh bahwa segala sesuatu yang telah kita 

jadikan berhala, dan telah kita biarkan bertakhta dalam hati 

kita untuk menyaingi Allah, sama sekali tidak sanggup 

untuk menolong kita dan melakukan kebaikan apa pun 

kepada kita. Kita harus sadar bahwa kenikmatan-kenikmat-

an indrawi yang sangat kita sukai tidak bisa memberi kita 

kepuasan, begitu pula dengan kekayaan duniawi yang kita 

dambakan untuk menjadi milik kita, bahwa kita tidak dapat 

bahagia atau tenang di mana pun selain di dalam Allah. 

(2) Kesengsaraan mereka dan bahaya yang mengintai mereka 

saat   mereka meninggalkan Allah. “Lihatlah ke dalam 

keadaan seperti apa kamu telah membawa dirimu sendiri. 

Sekarang kamu tidak dapat mengharapkan hal lain selain 

bahwa Aku hendak berkata, Aku tidak akan menyelamat-

kan kamu lagi, dan kalau sudah begitu, apa jadinya kamu 

nanti?” (ay. 13). Hal ini dikatakan-Nya kepada mereka, bu-

kan hanya sebagai apa yang dapat dilakukan-Nya, melain-

kan juga sebagai apa yang hendak dilakukan-Nya jika me-

reka hanya mengakui kesalahan yang telah mereka laku-

kan, dan tidak menjauhkan berhala-berhala mereka serta 

memperbaiki diri untuk masa depan. 

III. Penyerahan diri yang penuh kerendahan hati yang dilakukan orang 

Israel pada keadilan Allah sebagai akibatnya, dengan permohonan 

yang penuh kerendahan hati untuk meminta belas kasihan-Nya 

(ay. 15). Orang Israel berkumpul, mungkin dalam perkumpulan 

raya di depan pintu Kemah Suci, dengan hati yang terjamah oleh 

firman yang telah diberikan Allah kepada mereka, dan tidak di-

buat putus asa olehnya, walaupun firman itu sangat mengancam, 

namun  menetapkan hati untuk bersimpuh di kaki Allah. Jika me-

reka binasa, mereka akan binasa di sana. Mereka tidak hanya 

mengulangi pengakuan mereka, kami telah berbuat dosa, namun  

juga, 

1. Mereka menyerahkan diri mereka pada keadilan Allah: Laku-

kanlah kepada kami segala yang baik di mata-Mu. Dengan ini 

mereka mengakui bahwa mereka pantas menerima tanda-

tanda terberat dari murka Allah dan yakin bahwa Ia tidak 

mungkin berbuat jahat kepada mereka, apa pun itu yang 

ditimpakan-Nya kepada mereka. Mereka merendahkan diri 

mereka di bawah tangan-Nya yang kuat dan menekan dengan 

berat, dan membayar pulih kesalahan mereka, yang oleh Musa 

telah dijadikan syarat bagi kembalinya Allah di dalam belas 

kasihan kepada mereka (Im. 26:41). Perhatikanlah, orang yang 

sungguh-sungguh bertobat pasti berani dan akan menyerah-

kan diri mereka kepada Allah untuk menghajar mereka seba-

gaimana yang dianggap-Nya pantas.Sebab mereka tahu bahwa 

dosa mereka sangatlah jahat dan pantas diganjar dengan 

berat, dan bahwa Allah tidak terlalu keras dan bertindak di 

luar batas dalam tuntutan-tuntutan-Nya. 

2. Orang Israel memohon belas kasihan Allah: Hanya tolonglah 

kiranya kami sekarang ini, dari musuh ini. Mereka mengakui 

apa yang pantas mereka dapatkan, dan sekalipun begitu mere-

ka berdoa kepada Allah untuk tidak memperlakukan mereka 

sesuai dengan apa yang pantas mereka dapatkan. Perhatikan-

lah, kita harus tunduk pada keadilan Allah dengan harapan 

akan mendapat belas kasihan-Nya. 

IV. Pembaharuan yang membawa berkat dimulai sebagai akibatnya. 

Mereka menghasilkan buah-buah yang sesuai untuk pertobatan 

(ay. 16): Mereka menjauhkan para allah orang asing (seperti dalam 

bahasa aslinya), para allah yang asing, dan yang disembah oleh 

bangsa-bangsa yang tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak 

mendapat bagian dalam perjanjian ilahi, lalu mereka beribadah 

kepada TUHAN. Kebutuhan mendorong mereka untuk datang 

kepada Dia. Mereka tahu bahwa tidak ada gunanya pergi kepada 

allah-allah yang telah mereka sembah, dan oleh sebab itu mereka 

kembali kepada Allah yang telah mereka remehkan. Ini yaitu  

pertobatan sejati, bukan hanya untuk dosa, melainkan juga dari 

dosa. 

V. Kembalinya Allah dalam belas kasihan kepada mereka, yang 

diungkapkan di sini dengan sangat lembut (ay. 16): TUHAN tidak 

dapat lagi menahan hati-Nya melihat kesukaran mereka. Bukan 

berarti bahwa ada kesedihan pada Allah, pada diri-Nya ada suka-

cita dan kebahagiaan yang tak terhingga, yang tidak dapat di-

ganggu oleh dosa-dosa ataupun kesengsaraan-kesengsaraan 

makhluk ciptaan-Nya. Tidak pula ada perubahan pada Allah: Ia 

tidak pernah berubah – siapa dapat menghalangi Dia? namun  ke-

baikan-Nya yaitu  kemuliaan-Nya. Melalui kebaikan-Nya Ia me-

nyatakan nama-Nya, dan mengagungkan nama-Nya itu di atas 

segala nama. Sama seperti Ia berkenan menempatkan diri-Nya 

dalam hubungan seorang bapa bagi umat-Nya yang mengikat per-

janjian dengan Dia, demikian pula Ia berkenan menggambarkan 

kebaikan-Nya kepada mereka melalui belas kasihan seorang bapa 

kepada anak-anaknya. Sebab, sama seperti Ia yaitu  Bapa segala 

terang, demikian pula Dia yaitu  Bapa yang penuh belas kasihan. 

Sama seperti ketidakpatuhan dan penderitaan seorang anak 

mendukakan hati seorang bapa yang lembut, dan membuatnya 

merasa sangat terluka sebab  kasih sayang alaminya sebagai 

bapa, demikian pula tindakan-tindakan umat Allah yang menyu-

lut murka mendukakan hati-Nya (Mzm. 95:10). Hati-Nya hancur 

sebab  hati mereka yang berzinah itu (Yeh. 6:9, KJV). Kesusahan-

kesusahan mereka juga mendukakan hati-Nya. Demikianlah yang 

berkenan dikatakan-Nya pada saat Ia berkenan menampakkan 

diri untuk membebaskan umat-Nya, dengan mengubah jalan dan 

cara-Nya dalam bertindak, seperti orangtua yang lembut saat   

hati mereka mulai melunak kepada anak-anak mereka yang telah 

mereka marahi. Seperti itulah belas kasihan yang lembut dari 

Allah kita, dan Ia sama sekali tidak merasa senang atas kematian 

para pendosa.  

VI. Sekarang segala sesuatunya sedang bekerja menuju pembebasan 

mereka dari penindasan bani Amon (ay. 17-18). Allah telah ber-

kata, “Aku tidak akan menyelamatkan kamu lagi.” Namun seka-

rang mereka bukanlah seperti yang dulu, mereka yaitu  manu-

sia-manusia lain, mereka yaitu  manusia-manusia baru, dan 

sekarang Dia akan menyelamatkan mereka. Ancaman itu dinyata-

kan untuk meyakinkan mereka akan kesalahan mereka dan 

untuk merendahkan hati mereka. Dan, sebab  sekarang sudah 

memberikan dampak yang diinginkan, ancaman itu dicabut 

kembali untuk mewujudkan pembebasan mereka. 

1. Bani Amon mengeraskan hati bagi kehancuran mereka sendiri. 

Mereka berkumpul dalam satu kumpulan,supaya  mereka 

dapat dibinasakan dalam satu pukulan sekaligus (Why. 16:16). 

2. Orang Israel digerakkan untuk menyelamatkan diri mereka 

sendiri. Mereka berkumpul juga (ay. 17). Selama delapan belas 

tahun penindasan mereka, seperti dalam perbudakan-per-

budakan mereka yang terdahulu, mereka digilas oleh musuh-

musuh mereka, sebab  mereka sendiri tidak mau bersatu. 

Setiap keluarga, kota, atau suku, ingin berdiri sendiri, dan 

bertindak secara mandiri, dan dengan begitu mereka semua 

menjadi mangsa yang empuk bagi para penindas, sebab  tidak 

adanya kesadaran yang semestinya akan kepentingan bersama 

yang mempererat mereka. Akan namun , jika  mereka ber-

kumpul bersama, mereka bekerja dengan baik. Begitulah yang 

mereka lakukan di sini. saat   Israel kepunyaan Allah menjadi 

seperti satu orang untuk mengusahakan kebaikan bersama 

dan melawan musuh bersama, kesulitan apa yang dapat 

menghadang mereka? sesudah  bertemu, penduduk dan para 

pemimpin bangsa di Gilead pertama-tama berunding mengenai 

seorang panglima yang akan memimpin mereka melawan bani 

Amon. Sampai pada saat itu, sebagian besar pembebas orang 

Israel mendapat panggilan yang luar biasa untuk pekerjaan 

itu, seperti Ehud, Barak, dan Gideon. namun  pembebas selan-

jutnya akan dipanggil dengan cara yang lebih biasa, melalui 

persetujuan pemerintah, yang mencari orang yang tepat untuk 

memimpin pasukan mereka, dan lalu  memang menemu-

kan orang yang secara mengagumkan memenuhi syarat untuk 

keperluan itu, dan Allah mengakui pilihan mereka dengan 

membiarkan Roh-Nya menghinggapi orang itu (11:29). Dengan 

demikian, contoh ini berguna sebagai pedoman dan dorongan 

pada masa-masa yang akan datang, saat   panggilan-panggil-

an secara luar biasa tidak lagi bisa diharapkan. Hendaklah 

terpilih secara adil untuk menduduki tempat kepercayaan dan 

kekuasaan, orang-orang yang memang telah dilayakkan dan 

dilengkapi Allah untuk itu, maka Allah dengan penuh rahmat 

akan mengakui orang-orang yang terpilih dengan cara seperti 

itu. 

 

 

 

 

PASAL 1 1  

asal ini menceritakan tentang riwayat Yefta, seorang hakim lain 

dari hakim-hakim Israel, yang terhitung di antara tokoh-tokoh 

terpandang dalam Perjanjian Lama, dan yang oleh iman telah mela-

kukan perkara-perkara besar (Ibr. 11:32), meskipun ia tidak mene-

rima panggilan secara luar biasa seperti semua tokoh lain yang dise-

butkan dalam Kitab Ibrani itu. Dalam pasal ini kita mendapati, 

I. Hal-hal yang tidak menguntungkan dari asal-usul Yefta (ay. 1-3). 

II. Dipilihnya Yefta oleh orang-orang Gilead untuk menjadi pang-

lima besar melawan bani Amon, dan kesepakatan-kesepakatan 

yang dibuatnya dengan orang-orang Gilead itu (ay. 4-11).  

III. Perundingan Yefta dengan raja bani Amon mengenai hak-hak 

kedua bangsa, agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan, 

sekiranya mungkin, tanpa pertumpahan darah (ay. 12-28). 

IV. Peperangan Yefta melawan bani Amon, yang diawalinya de-

ngan sebuah nazar yang sungguh-sungguh (ay. 29-31), yang 

dijalankannya dengan berani (ay. 32), dan yang diakhirinya 

dengan kemenangan yang gemilang (ay. 33). 

V. Kesusahan-kesusahan yang menimpa Yefta sekembalinya ia 

ke rumahnya sendiri akibat nazar yang telah diucapkannya 

(ay. 34-40). 

Pengangkatan Yefta 

(11:1-3) 

1 Adapun Yefta, orang Gilead itu, yaitu  seorang pahlawan yang gagah per-

kasa, namun  ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead.  

2 Juga isteri Gilead melahirkan anak-anak lelaki baginya. sesudah  besar anak-

anak isterinya ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: “Eng-

kau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak 

dari perempuan lain.” 3 Maka larilah Yefta dari saudara-saudaranya itu dan 

diam di tanah Tob; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang 

yang pergi merampok bersama-sama dengan dia. 

saat   kita meninggalkan para pemimpin bangsa dan penduduk 

Gilead di akhir pasal sebelumnya, mereka sedang berunding untuk 

memilih seorang panglima, dan mereka pun tiba pada keputusan ini, 

bahwa siapa pun yang mau memimpin pasukan mereka melawan 

bani Amon, melalui kesepakatan bersama, akan menjadi kepala atas 

seluruh penduduk Gilead. usaha  itu sulit, sehingga tepatlah jika  

dorongan sebesar ini ditawarkan kepada orang yang berkenan melak-

sanakannya. Sekarang, semuanya seia sekata bahwa Yefta, orang 

Gilead itu, yaitu  seorang pahlawan yang gagah perkasa, dan sangat 

cocok untuk melaksanakan tugas itu, dan tidak ada yang lebih pas 

selain dirinya. Namun, Yefta memiliki tiga kekurangan: 

1. Dia yaitu  anak seorang perempuan sundal (ay. 1), anak dari pe-

rempuan lain (ay. 2), perempuan yang bukan istri ataupun gundik 

ayahnya. Sebagian penafsir berpendapat bahwa ibunya bukan 

orang Yahudi. Demikian pula dengan Yosefus, yang menyebut 

Yefta sebagai seorang asing dari pihak ibunya. Orang Ismael, 

demikian kata orang Yahudi. Jika ibunya yaitu  seorang perem-

puan sundal, itu bukanlah kesalahan Yefta, namun  itu menjadi aib 

baginya. Manusia tidak boleh dicela sebab  hal-hal yang tidak 

patut pada orangtua atau garis keturunan mereka, selama mereka 

mau berjuang dengan kebaikan-kebaikan mereka sendiri untuk 

menghapuskan celaan itu. Anak seorang perempuan sundal, 

jika  lahir kembali, lahir dari atas, akan diperkenan Allah, dan 

akan disambut seperti yang lain ke dalam kemerdekaan kemulia-

an anak-anak-Nya. Yefta tidak dapat membaca di dalam hukum 

Taurat perihal tanda yang ditorehkan atas bani Amon, seteru yang 

harus ditundukkannya itu, bahwa mereka janganlah masuk 

jemaah TUHAN, sebab  dalam perikop yang sama, ia menjumpai 

apa yang membuat dirinya sendiri tampak hitam, bahwa seorang 

anak haram juga tidak diperbolehkan masuk jemaah Tuhan (Ul. 

23:2-3). Akan namun , jika  hukum itu hanya berlaku, seperti 

yang kemungkinan besar demikian, atas anak-anak yang lahir 

dari hubungan sedarah, bukan dari percabulan, maka ia tidak 

termasuk dalam kelompok ini. 

2. Dia telah diusir dari negerinya oleh saudara-saudaranya. Anak-

anak ayahnya dari pernikahan yang sah, sebab  menuntut untuk 

menegakkan hukum itu secara ketat, mengusirnya agar ia tidak 

mendapat milik pusaka bersama mereka, tanpa sedikit pun mem-

pertimbangkan keistimewaan yang dimilikinya. Padahal, keisti-

mewaan Yefta itu pantas membuatnya dibebaskan dari tuntutan 

hukum itu, dan akan menjadikannya kekuatan dan perhiasan 

yang mulia bagi keluarga mereka, andai saja mereka tidak meng-

hiraukan kedudukannya sebagai anak tidak sah dan mau mem-

berinya hak sebagai anak ayahnya (ay. 2). Orang tidak akan 

menduga bahwa anak muda yang dibuang ini diniatkan untuk 

menjadi pembebas dan hakim Israel. namun  Allah kerap kali me-

rendahkan orang-orang yang hendak ditinggikan-Nya, dan mem-

buat batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan menjadi 

batu penjuru. Demikian pula Yusuf, Musa, dan Daud, tiga gembala 

Israel yang paling terkemuka, semuanya dibuang oleh manusia, 

sebelum dipanggil oleh Allah untuk melaksanakan tugas-tugas 

mereka yang agung. 

3. Di dalam pembuangan, Yefta telah mengepalai gerombolan penja-

hat (ay. 3). Sekalipun dibuang oleh saudara-saudaranya, jiwa be-

sar Yefta tidak mengizinkannya untuk mengais atau mengemis, 

namun  dengan pedangnyalah ia harus tetap hidup. Dan, begitu 

Yefta menjadi terkenal sebab  keberaniannya, orang-orang yang 

ditimpa kesusahan-kesusahan seperti itu, dan digerakkan oleh 

roh yang berani seperti itu langsung bergabung di bawah Yefta. 

Petualang-petualang, demikianlah mereka disebut di sini, artinya, 

orang-orang yang telah habis hartanya dan harus mencari penghi-

dupan. Orang-orang ini pergi bersama Yefta, bukan untuk me-

rampok atau menjarah, namun  untuk berburu binatang liar, dan 

mungkin untuk menyerang negeri-negeri yang seharusnya men-

jadi milik Israel namun belum diduduki, atau yang sudah dilukai 

Israel dengan satu atau lain cara. Inilah orang yang harus menye-

lamatkan Israel. Dengan menyembah berhala, orang Israel telah 

menjadikan diri mereka anak-anak sundal, dan terasing dari Allah 

dan perjanjian-Nya. Oleh sebab itu, meskipun Allah akan mem-

bebaskan mereka saat   mereka bertobat, namun, untuk memper-

malukan mereka dan mengingatkan mereka akan dosa mereka, Dia 

memilih untuk melakukannya melalui seorang anak haram dan 

terbuang. 


Pengangkatan Yefta 

(11:4-11) 

4 Beberapa waktu lalu  bani Amon berperang melawan orang Israel.  

5 Dan saat   bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para 

tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. 6 Kata mereka kepada Yefta: 

“Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang melawan bani 

Amon.” 7 namun  kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: “Bukankah kamu 

sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu 

datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?” 8 lalu  ber-

katalah para tua-tua Gilead kepada Yefta: “Memang, kami datang kembali 

sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, 

maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk 

Gilead.” 9 Kata Yefta kepada para tua-tua Gilead: “Jadi, jika kamu membawa 

aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerah-

kan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?” 

10 Lalu kata para tua-tua Gilead kepada Yefta: “Demi TUHAN yang men-

dengarkannya sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu 

itu.” 11 Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu meng-

angkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. namun  Yefta membawa 

seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa. 

Dalam perikop ini kita mendapati, 

I. Kesukaran yang dialami orang Israel saat   bani Amon datang 

menyerang negeri mereka (ay. 4). Mungkin ini merupakan serang-

an yang sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya (10:17), 

saat   bani Amon dikerahkan dan berkemah di Gilead. Dan kata-

kata ini, beberapa waktu lalu , merujuk kepada apa yang 

terjadi beberapa saat sebelum Yefta diusir. Berhari-hari sesudah  

Yefta diusir dengan hina seperti itu, ia dijemput kembali dengan 

hormat.  

II. Permohonan yang diajukan para tua-tua kepada Yefta sebagai 

akibat dari serangan itu agar ia mau datang dan menolong mere-

ka. Mereka tidak menulis surat atau mengirim seorang utusan ke-

padanya, namun  berangkat sendiri untuk menjemputnya, dengan 

tekad untuk tidak menerima penolakan, dan memang perkara itu 

sedemikian mendesaknya sehingga tidak dapat ditunda-tunda. 

Keperluan mereka dengan Yefta yaitu , mari, jadilah panglima 

kami (ay. 6). Mereka tidak mengetahui seorang pun di antara 

mereka yang mampu melaksanakan tanggung jawab sebesar itu, 

dan mereka sungguh mengakui bahwa mereka tidak layak meng-

embannya. Mereka mengenal Yefta sebagai seorang yang gagah 

berani, dan terbiasa menggunakan pedang, sehingga dia pastilah

orang yang tepat. Lihatlah bagaimana Allah mempersiapkan 

orang-orang untuk melakukan pekerjaan yang dirancangkan-Nya 

bagi mereka, dan membuat kesulitan-kesulitan yang mereka ha-

dapi bekerja untuk mengangkat mereka. Seandainya Yefta tidak 

dibuat harus menghidupi dirinya sendiri oleh kejahatan saudara-

saudaranya, maka dia tidak akan pernah memperoleh kesempat-

an seperti yang telah dimilikinya itu untuk melatih dan mening-

katkan kemampuan bela dirinya, dan dengan demikian untuk 

membuat dirinya menonjol dan menjadi ternama. Dari yang 

makan keluar makanan. Orang Israel memang telah berkumpul 

dan berkemah (10:17), namun  sebuah pasukan tanpa panglima 

sama seperti seonggok tubuh tanpa kepala. Maka dari itu, mari, 

kata mereka, jadilah panglima kami, dan biarlah kita berperang. 

Lihatlah betapa pentingnya suatu pemerintahan. Meskipun orang 

Israel mendukung kepentingan untuk berperang itu dengan 

segenap hati mereka, namun mereka mengakui bahwa mereka 

tidak bisa berperang tanpa seorang panglima untuk memimpin 

mereka. Begitu penting bagi seluruh masyarakat bahwa harus ada 

pars imperans dan pars subdita, ada sebagian orang yang meme-

rintah dan sebagian lain yang mematuhi, bahwa setiap masyarakat 

akan dengan rendah hati memohon untuk diperintah daripada 

setiap orang menjadi tuan atas dirinya sendiri. Terpujilah Allah 

atas adanya pemerintahan, pemerintahan yang baik. 

III. Keberatan yang diutarakan Yefta untuk dapat menerima tawaran 

mereka: Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku? 

(ay. 7). Tampaknya, beberapa dari para tua-tua itu merupakan 

saudara Yefta. Atau para tua-tua ini, dengan membiarkan sau-

dara-saudaranya menganiaya dirinya, dan tidak membelanya 

seperti yang seharusnya mereka lakukan (sebab  mereka bertang-

gung jawab memberi keadilan kepada orang yang lemah dan ke-

pada anak yatim [Mzm. 82:3-4]), telah membuat diri mereka ber-

salah atas terusirnya dia, sehingga sudah sewajarnya dia menu-

duhkan kesalahan itu kepada mereka. Para petugas keadilan, 

yang berkuasa untuk melindungi orang-orang yang dijahati, apa-

bila lalai memulihkan penderitaan mereka, sesungguhnya bersa-

lah menyebabkan penderitaan itu. “Engkau telah membenci aku 

dan mengusir aku, dan oleh sebab itu, bagaimana aku dapat per-

caya bahwa permohonanmu ini tulus, dan bagaimana mungkin 

engkau dapat berharap bahwa aku akan menolongmu?” Bukan 

berarti Yefta tidak bersedia untuk mengabdi pada negerinya, 

namun  ia menganggap pantas untuk memberi mereka sebuah sin-

diran tentang kejahatan mereka kepadanya di masa lalu. Dengan 

alasansupaya  mereka bertobat dari dosa mereka sebab  telah 

memperlakukannya dengan begitu buruk, dan agar di masa yang 

akan datang mereka dapat lebih sadar akan kewajiban-kewajiban 

mereka. Demikian pula Yusuf merendahkan saudara-saudaranya 

sebelum ia menyatakan siapa dirinya kepada mereka. Perkara 

khusus antara orang Gilead dan Yefta ini serupa dengan keadaan 

umum dari perkara antara Israel dan Allah pada saat ini. Mereka 

telah mengusir Allah dengan segala penyembahan berhala yang 

mereka lakukan, namun dalam kesengsaraan mereka, mereka 

memohon pertolongan-Nya. Allah sudah memberi tahu mereka 

betapa  sesungguhnya Dia pantas menolak mereka, namun  sekali-

pun begitu Ia dengan penuh rahmat membebaskan mereka. Demi-

kian pula yang diperbuat Yefta. Banyak orang meremehkan Allah 

dan orang-orang baik sampai mereka ditimpa kesusahan, dan 

baru pada saat itu mereka mendambakan belas kasihan Allah dan 

doa orang-orang baik. 

IV. Bagaimana para tua-tua mendesak Yefta untuk menerima kepe-

mimpinan yang mereka tawarkan kepadanya (ay. 8). “Justru ka-

rena kami telah melakukan kesalahan itu kepadamu, dan untuk 

menunjukkan kepadamu bahwa kami menyesalinya dan dengan 

senang hati hendak menebus kesalahan kami, maka kami datang 

kembali sekarang kepadamu, untuk memberimu kehormatan yang 

begitu rupa hingga akan mengimbangi penghinaan itu.” Biarlah 

peristiwa ini menjadi, 

1. Peringatan bagi kita untuk tidak menghina atau menginjak-

injak siapa pun sebab  mereka rendah, atau menyengsarakan 

siapa pun yang berada di bawah belas kasihan kita, sebab  

apa pun yang kita pikirkan tentang mereka sekarang, akan 

tiba waktunya saat   kita bisa saja memerlukan pertolongan 

mereka, dan merasa senang bahwa kita dapat berutang budi 

kepada mereka. Jika kita berhikmat, kita tidak mau bermu-

suhan dengan siapa pun, sebab  kita tidak pernah tahu 

seberapa cepat kita ditimpa kesusahan-kesusahan yang begitu 

rupa, hingga sungguh akan menjadi kepentingan kita untuk 

menjadikan orang itu sebagai sahabat kita. 

2. Dorongan bagi orang-orang berjiwa besar yang direndahkan 

atau diperlakukan semena-mena. Hendaklah mereka menang-

gung hal itu dengan lemah lembut dan riang hati, dan menye-

rahkannya kepada Allah untuk membuat terang mereka terbit 

dari dalam kegelapan. Pendapat Thomas Fuller (rohaniwan 

Inggris abad ke-17 – pen.) mengenai kisah ini, di dalam artikel -

nya Pisgah Sight yaitu  sebagai berikut: “Kebajikan, untuk 

waktu yang cukup lama, akan bekerja dengan begitu rupa 

hingga dirinya ditinggikan. saat   orang-orang yang memben-

cinya lalu  membutuhkannya, mereka akan terpaksa un-

tuk memilihnya,” dan pada saat itulah kehormatannya akan 

bersinar lebih terang. 

V. Tawar-menawar yang dibuat Yefta dengan para tua-tua. Dia telah 

menyebut segala kejahatan yang dulu telah mereka perbuat ke-

padanya, namun , sesudah  mengetahui penyesalan mereka, jiwanya 

terlalu besar dan pemurah untuk menyebutkan lagi kesalahan 

mereka. Allah telah memaafkan Israel atas segala penghinaan 

mereka kepada-Nya (10:16), maka Yefta pun akan memaafkan. 

Hanya saja Yefta berpikir, alangkah bijaksananya jika  ia mela-

kukan tawar-menawar dengan bijak untuk masa depan, sebab  ia 

berurusan dengan orang-orang yang beralasan untuk disangsi-

kannya. 

1. Yefta mengajukan pertanyaan yang adil kepada mereka (ay. 9). 

Dia tidak berbicara dengan rasa percaya diri yang terlalu 

berlebihan akan keberhasilannya, sebab  ia tahu betapa Allah 

dengan wajar dapat membiarkan bani Amon menang untuk 

memberikan penghukuman lebih lanjut kepada bangsa Israel. 

Sebaliknya, dia mengawali pertanyaannya dengan kata jika. 

Dia juga tidak berbicara dengan rasa percaya diri sama sekali 

tentang dirinya sendiri. jika  ia memang berhasil, TUHANlah 

yang menyerahkan mereka kepadanya. Dengan berkata demi-

kian ia berniat untuk mengingatkan orang-orang sebangsanya 

untuk menatap kepada Allah, sebagai pelerai pertikaian dan 

sang pemberi kemenangan, sebab  dia pun berbuat demikian. 

“Nah, jika oleh berkat Allah aku kembali pulang sebagai peme-

nang, katakan kepadaku sejujurnya, apakah aku yang akan 

menjadi kepala atas kamu? Jika aku membebaskanmu, de-

ngan pertolongan Allah, apakah aku, dengan pertolongan-Nya, 

dapat mengadakan pembaharuan atas dirimu?” Pertanyaan 

serupa diajukan kepada orang-orang yang merindukan kesela-

matan oleh Kristus. “Jika Dia menyelamatkanmu, apakah eng-

kau mau dipimpin oleh-Nya? Sebab Dia tidak akan menyela-

matkanmu dengan syarat-syarat lain. Jika Dia membuatmu 

bahagia, apakah Dia yang akan membuatmu kudus? Jika Dia 

menjadi penolong bagimu, apakah Dia yang akan menjadi 

kepala atas kamu?” 

2. Mereka lekas memberinya jawaban yang meyakinkan (ay. 10): 

“Kami akan berbuat seperti katamu itu. Pimpinlah kami di da-

lam peperangan, maka engkau akan memimpin kami di dalam 

kedamaian.” Mereka tidak berlama-lama mempertimbangkan 

jawaban mereka. Perkara itu terlampau jelas untuk diperde-

batkan, dan keadaannya terlampau mendesak untuk ditunda-

tunda. Mereka mengetahui bahwa mereka berkuasa untuk 

menerima kesepakatan bagi orang-orang yang mereka wakili, 

dan sebab nya mereka mengikat kesepakatan itu dengan se-

buah ikrar, demi TUHAN sebagai saksi antara kita. Mereka 

berseru kepada kemahatahuan Allah sebagai hakim atas 

ketulusan mereka pada saat ini, dan kepada keadilan-Nya se-

bagai sang pembalas jika mereka ternyata ingkar di lalu  

hari. Demi Tuhan yang mendengarkan, demikianlah dalam ba-

hasa aslinya. Apa pun yang kita katakan, kita harus senan-

tiasa mengingat bahwa Allah turut mendengarkan, sehingga 

kita harus berbicara sebagaimana mestinya. Demikianlah per-

janjian awal antara Yefta dan orang Gilead disepakati, yang 

lalu  tampaknya disetujui seluruh orang Israel, sebab  

dikatakan (12:7), Yefta memerintah sebagai hakim atas orang 

Israel. Maka Yefta pun ikut dengan mereka (ay. 11) ke tempat 

semua orang Israel berkumpul (10:17). Dan di sana, dengan 

kesepakatan bersama, bangsa itu mengangkat dia menjadi 

kepala dan panglima mereka, dan dengan demikian mengesah-

kan tawaran yang telah diajukan perwakilan mereka kepada-

nya, bahwa ia tidak hanya menjadi panglima mereka pada saat 

ini, namun  juga menjadi kepala mereka seumur hidup. Yefta, 

demi memperoleh kehormatan kecil ini, bersedia memperta-

ruhkan nyawanya bagi mereka (12:3). Jadi, apakah kita akan 

berpatah arang oleh sebab  kesulitan-kesulitan yang kita jum-

pai di dalam peperangan rohani kita sebagai orang Kristen, 

padahal Kristus sendiri telah menjanjikan mahkota kehidupan 

kepada orang yang tahan uji? 

VI. Pengakuan Yefta yang penuh kesalehan akan peranan Allah di 

dalam perkara besar ini (ay. 11): Yefta membawa seluruh perkara-

nya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa. Artinya, sesudah  pengangkat-

annya sebagai kepala dan panglima, ia segera menyingkir untuk 

beribadah, dan di dalam doa ia membentangkan seluruh perkara-

nya di hadapan Allah, baik pilihannya terhadap tugas yang 

diembannya maupun caranya melaksanakan tugas itu. Ia berbuat 

demikian sebagai seseorang yang matanya senantiasa tertuju 

kepada Tuhan, dan tidak akan berbuat apa pun tanpa-Nya, yang 

tidak bersandar kepada pengertiannya atau keberaniannya sen-

diri, namun  bergantung kepada Allah dan perkenanan-Nya. Yefta 

mengungkapkan di hadapan Allah seluruh pikirannya dan kekha-

watirannya dalam perkara ini, sebab  Allah mengizinkan kita 

untuk bebas bersekutu dengan Dia. 

1. “Tuhan, orang Israel telah mengangkat aku sebagai kepala atas 

mereka. Bersediakah Engkau meneguhkan pilihan ini, dan 

mengakuiku sebagai kepala atas umat-Mu di bawah Engkau 

dan bagi Engkau?” Sudah sewajarnya Allah  mengeluh tentang 

Israel (Hos. 8:4), mereka telah mengangkat raja, namun  tanpa 

persetujuan-Ku. “Tuhan,” tutur Yefta, “Aku tidak berkenan 

menjadi kepala atas mereka tanpa-Mu. Aku tidak akan mene-

rima tanggung jawab kepemimpinan itu kecuali Engkau meng-

izinkanku.” Andaikata Abimelekh berbuat serupa, mungkin ia 

akan berhasil. 

2. “Tuhan, mereka telah mengangkat aku sebagai panglima atas 

mereka, untuk memimpin mereka dalam peperangan melawan 

bani Amon ini. Berkenankah Engkau menyertaiku dengan 

hadirat-Mu? Berkenankah Engkau memimpinku? Jika tidak, 

janganlah suruh aku berangkat dari sini. Tuhan, puaskanlah 

aku akan keadilan perkara ini. Yakinkah aku akan keberhasil-

an usaha  ini.” Ini merupakan teladan yang langka, yang harus 

dicontoh oleh semua orang, khususnya oleh orang-orang 

besar. Dalam segala usaha  kita, marilah kita mengakui Allah, 

mencari perkenanan-Nya, meminta petunjuk yang keluar dari 

mulut-Nya, dan membawa-Nya bersama kita. Dengan begitu, 

kita akan menjadikan usaha  kita berhasil. Demikianlah Yefta 

mengawali peperangan itu dengan doa. Apa yang dimulai de-

ngan tindakan yang penuh kesalehan itu besar kemungkinan 

akan berakhir dengan mulia.  

Perang Melawan Bani Amon 

(11:12-28) 

12 lalu  Yefta mengirim utusan kepada raja bani Amon dengan pesan: 

“Apakah urusanmu dengan aku, sehingga engkau mendatangi aku untuk 

memerangi negeriku?” 13 Jawab raja bani Amon kepada utusan Yefta: “Orang 

Israel, saat   berjalan keluar dari Mesir, telah merampas tanahku, dari 

sungai Arnon sampai ke sungai Yabok dan sampai ke sungai Yordan. Maka 

sekarang, kembalikanlah semuanya itu dengan jalan damai.” 14 Lalu Yefta 

mengirim pula utusan kepada raja bani Amon 15 dengan pesan: “Beginilah 

kata Yefta: orang Israel tidak merampas tanah orang Moab atau tanah bani 

Amon. 16 Sebab saat   berjalan keluar dari Mesir, orang Israel melalui padang 

gurun sampai ke Laut Teberau dan tiba di Kadesh. 17 saat   itu orang Israel 

mengirim utusan kepada raja negeri Edom dengan permintaan: Izinkanlah 

kiranya kami berjalan melalui negerimu ini. namun  raja negeri Edom tidak 

mau mendengar. Mereka mengirim juga utusan kepada raja negeri Moab, 

namun  raja ini menolak. Maka orang Israel tinggal di Kadesh. 18 lalu  

mereka berjalan melalui padang gurun, menempuh jalan keliling tanah Edom 

dan tanah Moab, lalu sampai ke sebelah timur tanah Moab, maka berkemah-

lah mereka di seberang sungai Arnon, dengan tidak masuk daerah Moab, 

sebab sungai Arnon itulah batas daerah Moab. 19 Lalu orang Israel mengirim 

utusan kepada Sihon, raja orang Amori, raja di Hesybon, dan orang Israel 

meminta kepadanya: Izinkanlah kiranya kami berjalan melalui negerimu ini 

sampai ke tempat yang kami tuju. 20 namun  Sihon tidak percaya kepada orang 

Israel yang hendak berjalan melalui daerahnya itu, maka dikumpulkannyalah 

seluruh rakyatnya. Ia berkemah di Yahas, lalu berperang melawan orang 

Israel. 21 namun  TUHAN, Allah Israel, menyerahkan Sihon dengan seluruh 

rakyatnya ke dalam tangan orang Israel, dan mereka dikalahkan, sehingga 

orang Israel menduduki seluruh negeri kepunyaan orang Amori, penduduk 

negeri itu. 22 Demikianlah dimiliki orang Israel seluruh daerah orang Amori 

itu, dari sungai Arnon sampai ke sungai Yabok dan dari padang gurun sam-

pai ke sungai Yordan. 23 Maka sekarang TUHAN, Allah Israel, telah merebut 

milik orang Amori, bagi Israel,