di antara
mereka sendiri, tampaknya mereka sama sekali tidak gelisah
walaupun tidak mempunyai raja. Mereka disebut tentara Allah
yang besar (Yl. 2:25). Sebab, jika Allah berkenan, Dia me-
ngerahkan mereka, mengatur mereka, dan berperang melalui
mereka, seperti yang diperbuat-Nya terhadap Mesir. Mereka
semua maju bersama-sama (begitulah arti tersiratnya). Kesa-
daran akan kelemahan haruslah mendorong kita untuk tetap
bersama-sama, agar kita bisa menguatkan tangan satu sama
lain.
4. Laba-laba (KJV; TB: cicak pen.), seekor serangga, yang juga
merupakan contoh besar dari ketekunan di rumah kita sama
seperti semut-semut di ladang. Laba-laba sangat terampil da-
lam menenun jaring-jaring mereka dengan kehalusan dan
ketepatan yang bahkan tidak bisa ditiru semirip aslinya oleh
keterampilan mana pun: Mereka memegang dengan tangan
mereka, dan memintal benang halus dari isi perut mereka sen-
diri, dengan keahlian yang begitu hebat. Dan mereka tidak ha-
nya berada di gubuk-gubuk orang miskin, namun juga di
istana-istana raja, tidak peduli dengan segala usaha yang dila-
kukan di sana untuk melenyapkan mereka. Pemeliharaan ilahi
secara menakjubkan memelihara jenis-jenis makhluk yang
bukan saja tidak dipelihara oleh manusia, namun juga yang
dilawan oleh tangan semua orang yang berusaha untuk meng-
habisi mereka. Orang-orang yang mau mengurusi urusan me-
reka sendiri, dan memegangnya dengan tangan mereka, akan
berada di istana-istana raja. Cepat atau lambat, mereka akan
naik pangkat, dan mungkin akan terus mendudukinya, walau-
pun segala kesulitan dan kekecewaan yang menghadang mere-
ka. Jika satu jaring yang sudah terpintal dengan baik disapu
bersih, itu hanya merupakan alasan untuk membuat jaring
lain.
Empat Hal yang Agung dan Mulia
29 Ada tiga binatang yang gagah langkahnya, bahkan, empat hal yang gagah
jalannya, yakni: 30 singa, yang terkuat di antara binatang, yang tidak mundur
terhadap apa pun. 31 Ayam jantan yang angkuh, atau kambing jantan, dan
seorang raja yang berjalan di depan rakyatnya. 32 Bila engkau menyombong-
kan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut! 33
Sebab, kalau susu ditekan, mentega dihasilkan, dan kalau hidung ditekan,
darah keluar, dan kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul.
Inilah:
I. Daftar dari empat hal yang agung dan mulia dalam langkahnya,
yang tampak hebat:
1. Singa, si raja binatang, sebab ia terkuat di antara binatang.
Pada binatang, kekuatanlah yang memberikan keunggulan,
namun sayang bahwa hal itu juga berlaku pada manusia, yang
seharusnya kehormatannya yaitu hikmatnya, dan bukan ke-
kuatan atau kekerasan. Singa tidak mundur atau melambatkan
langkahnya akibat takut pada siapa pun yang mengejarnya,
sebab ia tahu bahwa ia terlalu tangguh bagi mereka. Dalam hal
ini orang benar merasa aman seperti singa muda, mereka tidak
mundur dari kewajiban mereka sebab takut terhadap berma-
cam-macam kesulitan yang mereka jumpai dalam menjalankan-
nya.
2. Anjing pacuan (KJV; TB: ayam jantan yang angkuh pen.), yang
selalu siap sedia dan gesit dalam berlari. Atau (sebagaimana
dijelaskan dalam keterangan) kuda, yang tidak boleh dihapus-
kan dari antara makhluk yang gagah jalannya, sebab begitu-
lah kuda, terutama jika ia mengenakan segala perlengkap-
annya.
3. Kambing jantan, yang kegagahan langkahnya yaitu saat ia
berjalan di depan dan memimpin kawanannya. Kegagahan
langkah seorang Kristen yaitu jika ia berjalan di depan dalam
pekerjaan baik dan memimpin orang lain di jalan yang benar.
4. Seorang raja, yang saat tampil dalam kemegahannya, dipan-
dang dengan hormat dan takjub, dan semua orang pun berse-
pakat untuk tidak bangkit melawannya (KJV; TB: raja yang
berjalan di depan rakyatnya pen.). Tak seorang pun dapat
menandinginya, tak seorang pun dapat bersaing dengannya,
dan siapa pun yang melakukannya, dia sendiri yang akan
terancam bahaya. Dan, jika tidak ada yang bangkit melawan
raja duniawi, maka celakalah orang yang berbantah dengan
Pembentuknya. Dimaksudkan di sini bahwa kita harus belajar
dari singa untuk bersikap berani dan teguh dalam segala ke-
bajikan, dan untuk tidak mundur sebab kesulitan apa pun
yang kita jumpai. Dari anjing pacuan kita dapat belajar tentang
kecepatan dan kecekatan, dari kambing jantan perhatian ter-
hadap keluarga kita dan orang-orang yang ada dalam tang-
gung jawab kita, dan dari seorang raja kita belajar untuk
membuat anak-anak kita tunduk dengan segala kesungguhan.
Dan dari mereka semua kita belajar untuk hidup baik, untuk
mengatur langkah-langkah hidup kita sehingga kita tidak ha-
nya aman, namun juga gagah jalannya.
II. Peringatan kepada kita untuk menjaga sikap di sepanjang waktu
dan di segala kesempatan saat kita dipanasi-panasi. Juga, un-
tuk berjaga-jaga agar tidak melampiaskan kemarahan kita terlalu
jauh dalam kesempatan apa saja. Terutama jika ada seorang
raja dalam perkara itu, yang seorang pun tidak akan bangkit un-
tuk melawannya, jika ada seorang penguasa, atau seseorang
yang jauh lebih tinggi kedudukannya dari kita. Jangan sampai
mereka ini menjadi tersinggung. Bahkan, aturannya selalu sama
untuk semua orang.
1. Kita harus mengekang dan menahan amarah kita sendiri, dan
malu terhadap diri kita sendiri, setiap kali kita didakwa de-
ngan adil atas suatu kesalahan, dan tidak bersikeras menga-
takan bahwa kita tidak bersalah: jika kita menyombongkan
diri, entah dengan mengagung-agungkan diri sendiri atau de-
ngan merasa jengkel melawan orang-orang yang berada di atas
kita, dan jika kita sudah melanggar hukum-hukum yang
dituntut dari tempat dan kedudukan kita, maka dalam hal itu
kita telah berbuat bodoh. Orang-orang yang memegahkan diri
sendiri lebih besar dari orang lain atau melawan orang lain,
yang tinggi hati dan kurang ajar, hanyalah mempermalukan
diri sendiri dan memperlihatkan kelemahan mereka sendiri.
Bahkan, sekalipun kita hanya memikirkan kejahatan (KJV),
namun jika kita sadar bahwa kita menyimpan maksud jahat
dalam pikiran kita, atau maksud jahat itu sudah tebersit oleh
kita, maka kita harus menekapkan tangan pada mulut kita.
Maksudnya,
(1) Kita harus merendahkan diri sendiri atas kesalahan yang
telah kita perbuat, dan bahkan harus terbaring di dalam
debu di hadapan Allah, dalam dukacita atas kesalahan itu,
seperti yang diperbuat Ayub, saat ia bertobat atas
kebodohan yang sudah diucapkannya (Ayb. 40:4; KJV: aku
akan menutup mulutku dengan tanganku; pen.), dan se-
perti orang yang terkena kusta, yang menutupi mukanya.
Jika kita sudah berbuat bodoh, kita tidak boleh membela-
nya di depan manusia. Sebaliknya, kita diam mengakui
kesalahan kita, yang akan menjadi jalan terbaik untuk
menyenangkan orang-orang yang sudah kita salahi.
(2) Kita harus menjaga pikiran jahat yang tersimpan dalam diri
kita agar tidak pecah dalam kata-kata yang jahat. Jangan
berikan imprimatur surat izin kepada pikiran yang jahat.
Jangan biarkan ia keluar, namun tekapkanlah tanganmu
pada mulutmu. Gunakanlah cara kekerasan yang kudus
pada dirimu sendiri, jika perlu, dan suruhlah dirimu sen-
diri untuk diam. Seperti Kristus yang tidak memperboleh-
kan setan-setan berbicara. Memikirkan apa yang jahat itu
buruk, namun jauh lebih buruk mengatakannya, sebab itu
menyiratkan persetujuan dengan pikiran jahat dan kese-
diaan untuk menularkannya kepada orang lain.
2. Kita tidak boleh memancing-mancing amarah orang lain. Seba-
gian orang cenderung berkata-kata dan berbuat dengan cara
yang amat memancing amarah sehingga mereka bahkan men-
desak kemarahan untuk keluar (KJV). Mereka membuat marah
orang-orang sekitar entah mereka menginginkannya atau
tidak, dan membuat geram bukan hanya orang-orang yang
tidak cepat marah, namun juga yang bertekad untuk melawan-
nya. Nah, kemarahan yang didesak keluar ini (TB: kemarahan
yang ditekan pen.) menimbulkan pertengkaran, dan di mana
ada pertengkaran, di situ ada kekacauan dan segala macam
perbuatan jahat. Sama seperti kepala susu yang dikocok
dengan kasar menghilangkan semua yang baik dari susu, dan
kalau hidung ditekan keras-keras maka darah akan keluar
darinya, demikian pula kemarahan yang ditekan ini melelah-
kan tubuh dan jiwa seseorang, dan merampasnya dari segala
kebaikan yang ada dalam dirinya. Atau, sama seperti kalau
susu ditekan dan hidung ditekan maka itu dilakukan dengan
kekerasaan, yang jika tidak demikian tidak akan terlaksana,
demikian pula jiwa dibuat panas secara perlahan-lahan oleh
amarah-amarah yang kuat. Satu kata kemarahan melahirkan
kata kemarahan yang lain, dan yang lain lagi. Satu perdebatan
yang dipenuhi amarah menimbulkan perdebatan yang lain,
dan demikian seterusnya sampai pada akhirnya terjadilah
perseteruan yang tak terdamaikan. Oleh sebab itu, janganlah
kita sampai berkata dan berbuat dengan kekerasan, namun
segala sesuatunya haruslah kita kerjakan dengan kelembutan
dan ketenangan.
asal ini ditambahkan kepada amsal-amsal Salomo, sebab, menu-
rut dugaan sebagian orang, amsal ini ditulis oleh orang yang
sama, dengan anggapan bahwa Raja Lemuel yaitu Raja Salomo. Ada
pula yang berpikir pasal ini ditambahkan sebab memiliki ciri yang
sama meskipun ditulis oleh orang lain bernama Lemuel. Mana pun
yang benar, pasal ini merupakan nubuatan, dan oleh sebab itu
diberikan melalui pengilhaman dan tuntunan Allah kepada Lemuel
saat ia menuliskannya dalam bentuk amsal ini, seperti yang disam-
paikan kepadanya oleh ibunya. Di sini ada ,
I. Nasihat kepada Lemuel, seorang raja muda, supaya berhati-
hati dengan dosa-dosa yang akan menggodanya, dan untuk
mengerjakan kewajiban-kewajiban tugas yang menjadi pang-
gilan baginya (ay. 1-9).
II. Gambaran tentang wanita yang cakap, terutama sebagai
istri dan ibu rumah tangga. Ibunda Lemuel mengangkat hal
ini bukan sebagai pujian kepada diri sendiri, meskipun tidak
perlu disangsikan lagi bahwa gambaran itu juga menggam-
barkan dirinya sendiri, melainkan sebagai nasihat kepada
anak-anak wanita nya, sama seperti ayat-ayat sebelum-
nya ditujukan kepada putranya. Atau, nasihat ini juga bisa
ditujukan kepada putranya dalam memilih seorang istri.
wanita itu haruslah murni dan sederhana, rajin dan
hemat, taat kepada suaminya, memperhatikan keluarganya,
bijaksana dalam percakapan dan pendidikan anak-anaknya,
dan di atas segalanya, setia dalam melaksanakan kewajiban
terhadap Allah. Istri seperti ini, jika putranya dapat menemu-
kannya, akan membuatnya bahagia (ay. 10-31).
P
1 Inilah perkataan Lemuel, raja Masa, yang diajarkan ibunya kepadanya. 2
Apa yang akan kukatakan, anakku, anak kandungku, anak nazarku? 3 Ja-
ngan berikan kekuatanmu kepada wanita , dan jalanmu kepada perem-
puan-wanita yang membinasakan raja-raja. 4 Tidaklah pantas bagi raja,
hai Lemuel, tidaklah pantas bagi raja meminum anggur, ataupun bagi para
pembesar mengingini minuman keras, 5 jangan sampai sebab minum ia
melupakan apa yang telah ditetapkan, dan membengkokkan hak orang-orang
yang tertindas. 6 Berikanlah minuman keras itu kepada orang yang akan
binasa, dan anggur itu kepada yang susah hati. 7 Biarlah ia minum dan me-
lupakan kemiskinannya, dan tidak lagi mengingat kesusahannya. 8 Bukalah
mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. 9
Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada
yang tertindas dan yang miskin hak mereka.
Kebanyakan penafsir berpendapat bahwa Lemuel yaitu Salomo.
Nama ini berarti orang yang diperuntukkan bagi Allah atau dikhusus-
kan bagi Allah. Oleh sebab itu, nama ini cukup sesuai dengan nama
terhormat yang melalui ketetapan ilahi telah diberikan kepada
Salomo (2Sam. 12:25), Yedija yang dikasihi Tuhan. Lemuel yaitu
nama yang bagus, menyenangkan, dan panggilan sayang, yang
digunakan ibunya untuk memanggil dia. Ia begitu menghargai dirinya
yang mendapat kasih sayang ibunya yang besar hingga tidak malu
menyebut dirinya dengan nama itu. Orang akan cenderung berpen-
dapat bahwa Salomolah di sini yang mengatakan kepada kita tentang
apa yang diajarkan ibunya kepadanya sebab ia juga mengatakan
kepada kita (4:4) perihal apa yang diajarkan ayahnya kepadanya.
Namun, ada juga yang berpendapat (dan penafsirannya tidaklah
mustahil) bahwa Lemuel yaitu seorang raja dari negara tetangga,
yang mempunyai ibu dari bangsa Israel, mungkin dari keturunan
Daud, dan mengajarkan kepadanya pelajaran-pelajaran yang baik ini.
Perhatikanlah:
1. Sudah menjadi tugas para ibu dan ayah untuk mengajarkan hal-
hal yang baik kepada anak-anak mereka, supaya mereka melak-
sanakannya. Juga tentang hal-hal yang jahat, supaya mereka
menghindarinya. saat masih kecil dan lemah, anak-anak itu
lebih banyak berada di bawah pengawasan sang ibu, yang dengan
demikian memiliki kesempatan untuk membentuk dan menata
pikiran mereka juga, yang tidak boleh dibiarkannya menyimpang.
2. Bahkan raja-raja sekalipun harus diajar. Orang-orang besar pun
lebih rendah dibandingkan ketetapan-ketetapan Allah.
3. Orang-orang yang sudah dewasa harus sering mengingat dan
menyebut nasihat-nasihat baik yang mereka terima saat mereka
masih kecil, untuk mengingatkan diri sendiri, mendidik orang
lain, dan untuk menghormati mereka yang telah menjadi pembim-
bing mereka di masa muda.
Nah, amatilah di dalam pengajaran yang diberikan sang ibu (ibunda
raja),
I. Peringatan yang diberikannya kepada raja muda itu untuk menyi-
ta dan menggugah perhatiannya kepada apa yang hendak dikata-
kannya (ay. 2): Apa yang akan kukatakan, anakku? Apa yang
akan kukatakan kepadamu? Ia berbicara seolah-olah sedang
mempertimbangkan nasihat yang hendak diberikannya kepada
anaknya, dan memilih kata-kata untuk meyakinkannya. Ia begitu
penuh perhatian terhadap kesejahteraannya! Atau: Apakah ini
yang kaulakukan? Pertanyaan ini sepertinya bernada menegur.
Sang ibu mengamati anaknya saat ia masih muda, bahwa ia
sudah terlampau menyukai wanita dan anggur. Oleh sebab
itu ia menganggap perlu untuk mengingatkan dia akan kewajib-
annya dan menangani dia dengan tegas. Apa yang akan kukata-
kan anakku? Inikah jalan hidup yang hendak kaulalui? Apakah
aku tidak mengajarkan hal-hal yang lebih baik dibandingkan itu? Aku
harus menegurmu, menegurmu dengan keras, dan kau harus
menerimanya dengan sungguh-sungguh, sebab ,
1. Engkau yaitu keturunanku. Engkau yaitu anak kandung-
ku, dan oleh sebab itu, apa yang kukatakan berasal dari kewi-
bawaan dan kasih sayang orangtua yang tidak dapat dianggap
berasal dari maksud jahat. Engkau yaitu bagian dari diriku.
Aku mengandungmu dengan susah payah. Aku tidak meng-
harapkan apa pun sebagai pengganti rasa sakit yang kuderita
dan kujalani untukmu, selain hal ini, Jadilah bijak dan baik,
maka aku telah dibalas dengan baik.
2. Engkau telah dikhususkan bagi Allah-ku. Engkau yaitu anak
nazarku, anak yang kuminta dari Allah, yang telah kujanjikan
untuk memberikannya kembali kepada Allah dan telah kulaku-
kan (demikian pulalah Samuel telah dinazarkan oleh Hana).
Engkau yaitu anak yang sering kudoakan supaya Allah mem-
berikan kasih karunia-Nya kepadamu (Mzm. 72:1). Akankah
anak yang sudah didoakan sesering itu menyimpang? Akan-
kah semua pengharapanku tentang dirimu dikecewakan?
Anak-anak yang melalui baptisan diserahkan kepada Allah,
bagi siapa dan dengan nama siapa kita membuat perjanjian
dengan Allah, boleh disebut anak nazar. Sama seperti hal ini
dapat dijadikan permohonan kepada Allah dalam doa-doa kita
bagi mereka, begitu pula hal ini dapat menjadi permintaan kita
kepada mereka melalui nasihat-nasihat yang kita berikan ke-
pada mereka. Kita bisa mengatakan kepada mereka bahwa
mereka telah dibaptis, bahwa mereka yaitu anak nazar kita,
dan sungguh berbahaya jika mereka terputus dari pertali-
an yang telah dijalin dengan khidmat saat mereka masih
kecil.
II. Peringatan yang diberikan sang ibu kepadanya mengenai dua
dosa yang mampu menghancurkannya, yakni kenajisan dan ke-
mabukan, yang jika dibiarkannya menguasai dirinya, pasti akan
menjadi kehancurannya.
1. Terhadap kenajisan (ay. 3): Jangan berikan kekuatanmu ke-
pada wanita , yakni wanita asing. Dia tidak boleh ber-
sikap lemah seperti wanita , ataupun membuang-buang
waktu dalam percakapan sia-sia dengan wanita -perem-
puan, sebab waktu seharusnya digunakan untuk menimba
ilmu dan menjalankan kegiatan. Ia juga tidak boleh menggu-
nakan akalnya (yang merupakan kekuatan jiwa) untuk meng-
goda dan memuji mereka, sebab akal budi seharusnya di-
gunakannya untuk menjalankan pemerintahannya. Terutama
jauhilah segala macam perzinahan, percabulan, dan hawa nafsu
yang menghamburkan kekuatan tubuh dan menyebabkan pe-
nyakit-penyakit berbahaya. Jangan berikan jalanmu, cintamu,
perilakumu, kepada wanita -wanita yang membinasakan
raja-raja. wanita yang telah menghancurkan begitu banyak
orang hingga mengacaukan kerajaan, bahkan kerajaan Daud
sendiri, berkaitan dengan Uria. Biarlah penderitaan orang lain
menjadi peringatan bagimu. Kenajisan merendahkan martabat
raja-raja dan membuat mereka jahat. Pantaskah mereka yang
menjadi budak hawa nafsu memerintah orang lain? Kenajisan
membuat mereka tidak layak menjalankan tugas itu, dan me-
menuhi istana mereka dengan nafsu binatang yang paling ren-
dah dan buruk. Para raja terpapar kepada godaan-godaan se-
macam ini yang digunakannya untuk memuaskan kesenangan
sehingga harus menanggung tuntutan dosa itu. Oleh sebab itu
mereka harus meningkatkan kewaspadaan, dan jika mere-
ka hendak melindungi rakyat mereka dari roh najis, mereka
sendiri harus menjadi teladan kesucian. Orang-orang dengan
kedudukan lebih rendah pun dapat menerapkan nasihat itu
bagi diri mereka. Janganlah seorang pun memberikan kekuat-
an mereka kepada wanita -wanita yang membinasakan
jiwa.
2. Terhadap kemabukan (ay. 4-5). Ia tidak boleh meminum anggur
atau minuman keras dengan berlebihan. Ia tidak pernah boleh
duduk untuk minum-minum seperti yang pernah mereka la-
kukan pada pesta raja mereka, saat mereka membuat sakit
para pemuka dengan anggur (Hos. 7:5). Sebesar apa pun goda-
an yang mungkin dihadapinya sebab kelezatan anggur atau
pesona mereka yang menemaninya, ia harus menyangkal diri
dan bertekad untuk tidak mabuk, mengingat,
(1) Betapa tidak pantasnya seorang raja menjadi mabuk. Mes-
kipun ada yang menyebutnya sebagai kegiatan dan hiburan
yang layak sesuai dengan perkembangan zaman, itu tidak-
lah pantas bagi raja, hai Lemuel! Tidaklah pantas bagi raja
untuk mengambil kebebasan itu. Itu yaitu penghinaan
terhadap martabat mereka, dan mencemarkan mahkota
mereka dengan membuat pusing kepala yang mengenakan-
nya. Hal itu bisa menurunkan derajat mereka sebagai laki-
laki, dan selanjutnya menggoyahkan kedudukan mereka
sebagai raja. Kalau raja sudah mabuk, masih layakkah kita
menyebut, Kamu yaitu allah? Tidak, mereka bahkan lebih
buruk dibandingkan hewan yang dibinasakan. Semua orang
Kristen telah dibuat menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-
imam bagi Allah, dan sebab itu mereka harus menerapkan
hal ini kepada diri sendiri. Tidaklah pantas bagi orang Kris-
ten meminum anggur dengan berlebihan. Mereka akan me-
rendahkan derajat sendiri jika melakukannya. Hal ini akan
berakibat buruk bagi para pewaris kerajaan dan para imam
rohani (Im. 10:9).
(2) Akibat buruk dari kemabukan (ay. 5): jangan sampai kare-
na minum ia melupakan apa yang sudah ia pahami dan
ingat. Jangan sampai ia minum dan melupakan apa yang
telah ditetapkan sebagai hukum untuk ia laksanakan.
Demikianlah, dengan kekuasaan yang mereka miliki, mere-
ka bukannya berbuat baik melainkan menyakiti orang lain.
Mereka membengkokkan atau mengubah hak orang-orang
yang tertindas. Bukannya memperlakukan orang-orang itu
dengan benar, mereka justru berbuat jahat hingga menam-
bah penderitaan mereka. Sungguh menyedihkan keluhan
yang disampaikan perihal para imam dan nabi (Yes. 28:7),
yakni bahwa mereka pening sebab anggur, dan pusing
sebab arak sampai berbuat tidak benar dan menyimpang.
Dampak yang sama buruknya juga akan terjadi terhadap
raja-raja, yang saat mabuk atau ketagihan anggur, pasti
akan membuat penghakiman yang salah. Para hakim harus
mampu berpikir dengan jernih, dan ini tidak bisa dilaku-
kan orang-orang yang begitu sering membuat pening diri
sendiri hingga tidak mampu mengadili hal-hal yang paling
biasa sekalipun.
III. Nasihat yang diberikan sang ibu kepadanya supaya berbuat baik.
1. Ia harus berbuat baik dengan kekayaannya. Orang-orang be-
sar tidak boleh berpikir bahwa kekayaan mereka yang melim-
pah itu hanyalah supaya mereka bisa merawat tubuh untuk
memuaskan keinginan, dan lebih bebas lagi untuk mengerja-
kan tabiat mereka. Bukan begitu, namun supaya dengan keka-
yaan itu mereka dapat meringankan penderitaan orang yang
susah (ay. 6-7). Anggur atau minuman keras ada dalam
penguasaanmu. sebab itu, dibandingkan mencelakai diri sendiri
dengan minuman itu, lebih baik engkau berbuat baik kepada
orang lain dengannya. Biarlah orang yang membutuhkan,
mendapatkannya. Orang-orang yang memiliki sarana jangan-
lah hanya memberikan roti kepada mereka yang lapar dan air
kepada mereka yang haus, melainkan juga minuman keras
kepada orang yang akan binasa sebab penyakit atau kepe-
dihan dan anggur kepada yang murung dan susah hati. Sudah
menjadi kewajiban kita untuk menghibur dan menyegarkan
semangat, serta menyukakan hati (jika memang dibutuh-
kan), bukannya membebani dan mematahkan semangat pada
waktu hal itu tidak perlu dilakukan. Kita harus menyangkali
diri dari pemuasan indra supaya masih ada sarana yang ter-
sisa untuk meringankan penderitaan orang lain. Dengan be-
gitu, kita bisa bergembira saat melihat kelimpahan dan kele-
bihan kita sungguh-sungguh menjadi kebaikan saat diberikan
kepada orang lain dan tidak menjadi kerugian bagi kita. Biar-
lah mereka yang akan binasa minum secukupnya, dan mi-
numan itu akan menjadi sarana untuk menyegarkan sema-
ngat yang sudah lesu supaya mereka bisa melupakan kemis-
kinannya untuk sementara waktu dan tidak lagi mengingat
kesusahannya. Dengan demikian mereka akan lebih mampu
menanggung kesusahan mereka. Orang Yahudi berkata bahwa
berdasarkan ayat inilah mereka terbiasa memberikan minum-
an yang mampu membius kepada para tahanan yang hendak
menjalani hukuman mati, seperti yang telah mereka lakukan
terhadap Juruselamat kita. Namun, tujuan sebenarnya yaitu
untuk menunjukkan bahwa anggur yaitu minuman manis,
dan sebab itu harus digunakan bila diperlukan dan bukan
dengan ceroboh, hanya oleh mereka yang membutuhkannya.
Contohnya, Timotius yang dinasihati untuk minum anggur
sedikit, hanya untuk pencernaannya yang terganggu dan
tubuhnya yang lemah (1Tim. 5:23).
2. Ia harus berbuat baik dengan kekuasaan, pengetahuan, dan
kepentingannya. Ia harus menjalankan keadilan dengan hati-
hati, berani, dan penuh belas kasihan (ay. 8-9).
(1) Ia harus bertanggung jawab atas perkara yang dipercaya-
kan kepada para bawahannya di pengadilan, dan memerik-
sa apa yang dilakukan para hakim dan petugasnya, supaya
ia dapat mendukung mereka yang melaksanakan kewajib-
an mereka, dan menyingkirkan mereka yang melalaikannya
atau yang berat sebelah dalam menghakimi.
(2) Dalam semua perkara yang dihadapinya, ia harus meng-
ambil keputusan secara adil, dan tanpa takut kepada ma-
nusia, menjatuhkan hukuman dengan tegas sesuai keadil-
an: Bukalah mulutmu. Ini menunjukkan bahwa raja-raja
dan para hakim memiliki kebebasan berbicara dalam men-
jatuhkan hukuman mereka. Ada yang mengamati bahwa
hanya orang bijaklah yang pantas membuka mulut mereka,
sebab orang bodoh senantiasa membuka mulut dan ber-
kata-kata sesuka hati.
(3) Ia terutama harus memandang diri sebagai orang yang wa-
jib menjadi pelindung orang yang tertindas dan tidak ber-
salah. Para hakim yang ada di bawah raja mungkin tidak
memiliki cukup semangat dan kelembutan untuk memberi-
kan kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka.
Oleh sebab itu, raja sendirilah yang harus menengahi dan
tampil sebagai pembela,
[1] Bagi mereka yang dengan cara tidak adil dituduh mela-
kukan kejahatan besar, seperti yang dialami Nabot,
yang dibinasakan dengan tuduhan itu guna memuas-
kan nafsu jahat seseorang atau pihak tertentu. Inilah
sikap yang patut bagi seorang raja, yakni menyelamat-
kan darah orang yang tidak bersalah.
[2] Bagi mereka yang diperlakukan dengan tidak adil sehing-
ga hak mereka dilanggar, hanya sebab mereka tertindas
dan miskin dan tidak mampu membela diri sebab tidak
memiliki sarana untuk membayar seorang penasihat hu-
kum. Dalam kasus-kasus seperti itu, raja juga harus
menjadi pembela bagi orang miskin. Terutama,
[3] Bagi mereka yang bisu dan tidak tahu bagaimana harus
berbicara atas nama mereka sendiri, baik sebab ada di
pihak yang lemah atau takut, maupun sebab kalah
berbicara dengan penuntut, atau ketakutan mengha-
dapi pengadilan. Sungguh sangat baik untuk berbicara
atas nama orang-orang yang tidak mampu melakukan-
nya sendiri, yang tidak memiliki kesanggupan untuk
hadir di persidangan, tidak sanggup berbicara dengan
fasih, atau yang diliputi ketakutan. Hukum kita mene-
tapkan hakim untuk menjadi pembela bagi tertuduh.
Istri yang Cakap
10 Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari
pada permata. 11 Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan ke-
kurangan keuntungan. 12 Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak ber-
buat jahat sepanjang umurnya. 13 Ia mencari bulu domba dan rami, dan se-
nang bekerja dengan tangannya. 14 Ia serupa kapal-kapal saudagar, dari jauh
ia mendatangkan makanannya. 15 Ia bangun kalau masih malam, lalu me-
nyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas ke-
pada pelayan-pelayannya wanita . 16 Ia membeli sebuah ladang yang
diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. 17 Ia meng-
ikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. 18 Ia tahu
bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak
padam. 19 Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemin-
tal. 20 Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan ta-
ngannya kepada yang miskin. 21 Ia tidak takut kepada salju untuk seisi
rumahnya, sebab seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap. 22 Ia membuat
bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya. 23 Suaminya
dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri.
24 Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat
pinggang kepada pedagang. 25 Pakaiannya yaitu kekuatan dan kemuliaan,
ia tertawa tentang hari depan. 26 Ia membuka mulutnya dengan hikmat,
pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. 27 Ia mengawasi segala per-
buatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. 28 Anak-
anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:
29 Banyak wanita telah berbuat baik, namun kau melebihi mereka semua. 30
Kemolekan yaitu bohong dan kecantikan yaitu sia-sia, namun isteri yang
takut akan TUHAN dipuji-puji. 31 Berilah kepadanya bagian dari hasil tangan-
nya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang!
Penggambaran tentang istri yang cakap ini dimaksudkan untuk me-
nunjukkan kepada para wanita , harus menjadi istri seperti apa-
kah mereka dan istri seperti apakah yang harus dipilih para lelaki
yang bijak. Perikop ini terdiri atas dua puluh dua ayat, yang masing-
masing diawali dengan sebuah huruf Ibrani menurut urutan abjad,
seperti yang digunakan dalam beberapa Mazmur. Ini membuat bebe-
rapa orang berpendapat bahwa perikop ini bukanlah bagian dari
pelajaran yang diberikan ibunda Lemuel kepadanya, melainkan se-
buah sajak tersendiri yang ditulis orang lain, dan boleh jadi biasa
diulang-ulang oleh orang Yahudi yang saleh. Guna memudahkan hal
itu, ayat-ayat ini ditulis menurut abjad. Kita juga menemukan ring-
kasan dari perikop ini di dalam Perjanjian Baru (1Tim. 2:9-10; 1Ptr.
3:1-6), di mana kewajiban para istri digambarkan sesuai dengan
penggambaran istri yang baik yang diberikan dalam perikop tersebut.
Bukan tanpa alasan jika hal ini begitu ditekankan, yakni supaya
para ibu bersikap bijaksana dan baik, sebab ini sangat membantu
dalam memelihara penghayatan agama di dalam keluarga, dan pewa-
risannya kepada keturunan selanjutnya. Juga, ada akibatnya ter-
hadap kesejahteraan dan kemakmuran yang akan dinikmati seisi
rumah. Orang yang ingin berhasil harus bertanya-tanya akan istri
yang akan dipilihnya. Di sini ada ,
I. Pencarian umum tentang istri seperti itu (ay. 10), di mana amatilah,
1. Seperti apa istri yang dicari itu, yakni istri yang cakap, perem-
puan yang kuat (begitulah maksud istilah ini). Meskipun di
anggap kaum yang lemah, namun dibuat kuat oleh hikmat
dan anugerah, serta takut akan Allah: istilah ini juga diguna-
kan untuk menggambarkan tabiat para hakim yang cakap (Kel.
18:21), bahwa mereka yaitu orang-orang yang cakap, yang
memenuhi syarat untuk menunaikan kewajiban yang menjadi
panggilannya, orang-orang yang benar, takut akan Allah. Dengan
demikian, istri yang cakap yaitu wanita yang dipenuhi
roh, mampu mengendalikan diri, dan tahu cara mengendali-
kan orang lain. Ia seorang yang saleh, rajin, dan penolong bagi
suaminya. Sebagai kebalikan dari kekuatan ini, kita membaca
perihal kelemahan hati seorang wanita sundal jahanam
(Yeh. 16:30). Istri yang cakap yaitu wanita yang penuh
tekad, yang sesudah memegang asas-asas yang baik, bersikap
tegas dan kukuh terhadapnya, serta tidak akan takut meng-
hadapi topan dan badai yang menghadang setiap kewajiban-
nya.
2. Sulitnya menemukan wanita seperti itu: Siapakah akan
mendapatkannya? Hal ini menyiratkan bahwa wanita baik
sangat jarang ditemui, dan banyak wanita yang tampak
baik ternyata tidak seperti itu. Orang yang menyangka telah
menemukan istri yang cakap telah terkecoh. Lihat, tampaklah
bahwa itu Lea, dan bukannya Rahel yang diharapkannya. Na-
mun, orang yang berencana menikah harus mencari perem-
puan seperti itu dengan tekun, dan mengutamakan dasar
penilaian ini dalam pencariannya. Ia harus berhati-hati supaya
tidak terkecoh oleh kecantikan atau keriangan, kekayaan atau
asal usul keluarga, dan selera tinggi dalam berpakaian atau
keterampilan menarinya. Sebab semua hal ini bisa saja terda-
pat pada diri seorang wanita , padahal dia bukan perem-
puan yang cakap. Ada banyak wanita yang benar-benar
cakap namun tidak memiliki kelebihan-kelebihan tadi.
3. Nilai tak terkatakan dalam diri wanita seperti itu, serta
penilaian tinggi yang patut diberikan seorang laki-laki kepada
istri yang cakap yang dimilikinya, dengan menunjukkannya
melalui rasa syukurnya kepada Allah dan kebaikan hati serta
rasa hormatnya terhadap istrinya. Janganlah ia pernah ber-
pikir telah berbuat terlampau banyak bagi istri seperti itu. Ia
lebih berharga dari pada permata dan semua perhiasan mewah
yang digunakan wanita -wanita tak berguna untuk
menghiasi diri. Semakin jarang istri seperti itu, semakin tinggi
penilaian yang harus diberikan kepada mereka.
II. Penggambaran khusus tentang dirinya dan tentang kelebihan-
kelebihannya yang unggul.
1. Dia sangat tekun dalam membawa dirinya sehingga mendapat
penghargaan dan kasih sayang suaminya. Orang-orang yang
baik akan bersikap baik juga dalam hampir semua hal. Bila
seorang wanita yang baik menikah, maka ia juga akan
menjadi istri yang baik dan berusaha untuk menyenangkan
suaminya (1Kor. 7:34). Walaupun dia sendiri seorang perem-
puan yang dipenuhi roh, keinginannya yaitu untuk takluk
kepada lakinya, untuk memahami pikirannya supaya bisa
menyesuaikan diri dengan pikiran suaminya itu, serta bersedia
suaminya memerintahkan atas dia.
(1) Ia berperilaku sedemikian rupa hingga suaminya bisa mera-
sa tenang dan percaya penuh kepadanya. Suaminya percaya
akan kesuciannya dan sang istri tidak pernah memberi dia
kesempatan untuk merasa curiga ataupun cemburu. Dia
bukan termasuk wanita yang murung dan suka me-
nyendiri, melainkan rendah hati sekaligus berwibawa, serta
memiliki semua tanda kebajikan dalam penampilan dan
perilakunya. Suaminya tahu akan hal ini, dan oleh sebab
itu hati suaminya percaya kepadanya. Suaminya akan me-
rasa tenang, hingga wanita itu pun ikut merasa
tenang. Suaminya percaya akan tingkah lakunya, bahwa
dia akan berbicara di tengah kumpulan orang dan mena-
ngani semua urusan dengan arif dan bijak supaya tidak
mendatangkan aib dan teguran kepada suaminya. Sang
suami percaya pada ketaatannya terhadap kepentingannya,
dan wanita itu tidak akan pernah mengkhianati nasi-
hat suaminya ataupun tertarik kepada apa pun selain ke-
luarganya. Pada waktu bepergian untuk mengurus kepen-
tingan orang banyak, sang suami bisa mengandalkan istri-
nya untuk mengatur semua urusan di rumah, sama baik-
nya seolah-olah sang suami hadir sendiri. wanita ini
yaitu seorang istri yang cakap yang pantas diberi keper-
cayaan dan pasangannya yaitu seorang suami yang baik
yang memercayakan semua urusannya kepada sang istri
untuk dikelola olehnya.
(2) wanita itu berbuat begitu banyak demi kepuasan sua-
minya sehingga suaminya itu tidak perlu mencari-cari lagi.
Saat bepergian, sang suami tidak perlu mengeluh atau me-
ngumpulkan uang dengan susah payah seperti orang yang
mempunyai istri yang sombong dan boros di rumah. Sang
istri mengatur semua urusannya dengan begitu rupa hing-
ga suaminya senantiasa berkecukupan dan bahkan cukup
kaya hingga tidak akan tergoda untuk merampas milik se-
samanya. Sang suami merasa begitu bahagia dengannya
hingga tidak merasa iri hati terhadap orang-orang yang me-
miliki kekayaan duniawi berlimpah. Ia tidak membutuhkan
semua itu, sebab dengan memiliki istri seperti itu, ia su-
dah merasa berkecukupan. Berbahagialah suami istri yang
memiliki kepuasan seperti ini terhadap pasangan masing-
masing!
(3) wanita itu senantiasa giat berbuat baik kepada suami-
nya, dan takut melakukan apa pun yang dapat merugikan
suaminya, walau tanpa sengaja sekalipun (ay. 12). Ia me-
nyatakan kasih sayang kepada suaminya, bukan dengan
kemesraan yang bodoh, melainkan dengan perilaku bijak-
sana yang membuatnya disukai, sambil menyesuaikan diri
dengan suasana hati sang suami, bukannya membuat dia
marah. Ia mengucapkan kata-kata yang baik dan bukan
yang jahat, terutama saat suasana hati suaminya kurang
baik. Ia berusaha membuat suaminya merasa nyaman, me-
nyediakan segala sesuatu yang cocok baginya, baik dalam
keadaan sehat maupun sakit, serta melayani dengan tekun
dan lembut pada waktu sang suami sedang menderita
sakit. Ia sama sekali tidak akan sengaja melakukan sesua-
tu yang dapat merugikan suami, keluarga, harta, maupun
nama baik mereka. Inilah yang dilakukan wanita itu
sepanjang umurnya. Bukan sekadar pada awalnya atau se-
sekali saat suasana hatinya sedang senang, melainkan
senantiasa begitu. Ia tidak lelah melaksanakan tugas-tu-
gasnya bagi suami: Ia berbuat baik, bukan saja sepanjang
umur suaminya, namun sepanjang umurnya juga. Seandai-
nya umurnya lebih panjang dibandingkan umur suaminya, ia
tetap berbuat baik kepada suaminya dengan cara merawat
dan mengurus anak-anak, kekayaan, nama baik, dan se-
mua urusan yang ditinggalkannya. Kita membaca bahwa
kebaikannya ditunjukkan bukan saja kepada orang-orang
yang hidup namun juga kepada yang mati (Rut 2:20).
(4) Ia turut meninggikan nama baik suaminya di dunia (ay.
23): Suaminya dikenal di pintu gerbang, terkenal memiliki
istri yang cakap. Melalui nasihat-nasihat bijak dan penge-
lolaan urusannya yang baik, suaminya seakan-akan me-
nyimpan teman yang bijaksana di dalam hatinya, sebab si
suami bisa berbincang dengan orang yang bisa mengem-
bangkan dirinya. Melalui perilaku sang suami yang ceria
dan gembira, tampaklah bahwa ia mempunyai seorang istri
yang serasi di rumah. Banyak orang yang tidak memiliki
istri seperti itu, sulit mengendalikan amarah mereka. Bah-
kan, melalui penampilannya yang bersih dan rapi, segala
sesuatu pada dirinya tampak pantas dan membuatnya ter-
lihat tampan namun tidak terlampau mencolok. Orang akan
tahu bahwa di rumah ia memiliki istri yang cakap yang
memperhatikan pakaiannya.
2. Dialah yang bersusah payah menyelesaikan tugas di rumah
dan ia menyukai pekerjaan itu. Di sini, tabiat istri seperti itu
diperinci dengan saksama.
(1) Ia tidak suka duduk diam tanpa melakukan apa pun: Ma-
kanan kemalasan tidak dimakannya (ay. 27). Meskipun dia
sebenarnya tidak perlu bekerja demi mendapatkan makan-
an (kekayaannya cukup untuk hidup), ia tidak mau menik-
matinya sambil bermalas-malasan, sebab tahu bahwa
tidak seorang pun dari kita dihadirkan di dunia ini untuk
menganggur dan bermalas-malasan. Ia tahu bahwa jika
kita menganggur, Iblis akan segera menemukan sesuatu
untuk kita lakukan. Ia juga tahu bahwa jika seorang tidak
mau bekerja, ia tidak boleh makan. Ada orang-orang yang
makan dan minum sebab tidak tahu harus berbuat apa.
Mereka sudah terbiasa berkunjung kian kemari mencari hi-
buran yang sia-sia. Inilah yang dimaksudkan dengan me-
makan makanan kemalasan, suatu hal yang tidak disukai
istri yang cakap, sebab ia tidak menyelenggarakan atau
menerima kunjungan dan percakapan sia-sia yang disebab-
kan sebab kemalasan.
(2) Ia berhati-hati dalam mengisi waktu, supaya tidak ada yang
hilang percuma. Waktu siang berganti malam, dia tidak
berpikir bahwa sudah tiba saatnya untuk berhenti bekerja,
seperti orang-orang yang terpaksa melakukan itu sebab
berladang di luar rumah (Mzm. 104:23). Sebaliknya, peker-
jaannya ada di dalam rumah, yang dilakukan di bawah
penerangan lilin. Dengan cara itulah ia seperti memper-
panjang siang hari. Pada malam hari pelitanya tidak padam
(ay. 18). Sungguh harus disyukuri untuk memiliki perse-
diaan lilin guna melengkapi cahaya siang hari yang kurang,
dan untuk melanjutkan pekerjaan dengan bantuan pene-
rangan itu. Ada pepatah, karya yang hebat itu berbau asap
pelita.
(3) Ia bangun kalau masih malam (ay. 15) untuk menyediakan
sarapan bagi pelayan-pelayannya supaya mereka siap me-
laksanakan tugas masing-masing dengan senang hati, se-
gera sesudah fajar menyingsing. Ia sama sekali tidak terma-
suk golongan orang-orang yang gemar bermain kartu atau
menari sampai tengah malam bahkan sampai pagi, kemu-
dian tidur sampai siang hari. Tidak, istri yang cakap lebih
menyukai tugas-tugasnya dibandingkan hidup bersenang-senang
atau kenikmatannya sendiri. Ia berusaha supaya orang men-
dapatinya melaksanakan tugas sepanjang hari, dan jauh
lebih merasakan kepuasan dalam segera menyediakan ma-
kanan untuk seisi rumahnya di pagi hari dibanding kepuasan
yang dirasakan orang yang berjudi semalaman dengan uang
yang telah mereka menangkan, terlebih lagi dengan kekalah-
an yang mereka derita. Orang-orang yang mempunyai ke-
luarga yang harus diurus janganlah suka tidur di pagi hari.
(4) Ia memusatkan perhatian kepada tugas yang menjadi ba-
giannya. Ia bukan mengerjakan tugas seorang terpelajar,
negarawan, ataupun petani, melainkan tugas seorang pe-
rempuan: Ia mencari bulu domba dan rami, tempat ia bisa
memperoleh mutu yang terbaik dari sumber yang terbaik,
dan dengan harga yang termurah. Ia menyimpan persedia-
an kedua bahan itu, dan juga segala sesuatu yang diperlu-
kan untuk menghasilkan sesuatu dari bulu domba dan
rami itu (ay. 13). Dengan demikian dia bukan saja mempe-
kerjakan orang miskin, suatu hal yang sangat baik, namun
juga bekerja sendiri, dan senang bekerja dengan tangan-
nya. Ia senang bekerja dengan bijaksana atau dengan kete-
rampilan tangannya (begitulah arti perkataan tadi). Ia mela-
kukan semua itu dengan gembira dan rajin, bukan saja
dengan tangan namun juga dengan perhatian penuh, tanpa
kenal lelah dalam berbuat baik. Tangannya ditaruhnya
pada jentera atau alat pemintal, dan jari-jarinya memegang
pemintal (ay. 19). Ia tidak menganggapnya sebagai hal yang
membatasi kebebasan, merendahkan martabat, ataupun
mengganggu jam istirahatnya. Di sini alat pemintal disebut-
sebut sebagai kehormatannya, sementara perhiasan para
wanita Sion disebut sebagai hal yang patut dicela (Yes. 3:18
dst.).
(5) Ia mengerjakan tugas-tugasnya dengan sekuat tenaga dan
tidak membuang-buang waktu (ay. 17). Ia mengikat ping-
gangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. Ia
tidak hanya menyibukkan diri dengan pekerjaan yang bisa
dilakukan sambil duduk, atau pekerjaan yang hanya mem-
butuhkan keterampilan jari (ada jenis-jenis pekerjaan yang
nyaris tidak ada bedanya dengan pengangguran). Sebalik-
nya, setiap ada kesempatan, ia tidak akan segan-segan
melakukan pekerjaan yang membutuhkan seluruh tenaga-
nya, yang akan digunakannya seperti orang yang tahu bah-
wa itulah caranya untuk memperoleh hasil lebih banyak.
3. Ia termasuk orang yang mengelola segala sesuatu yang men-
datangkan keuntungan dengan bijaksana. Ia tidak sekadar be-
kerja sepanjang malam tanpa menghasilkan apa-apa. Tidak.
Dia sendiri tahu bahwa pendapatannya menguntungkan. Dia
menyadari bahwa dalam tiap jerih payah ada keuntungan, dan
ini mendorongnya untuk terus melakukannya. Ia merasa bah-
wa ia bisa membuat sendiri berbagai keperluan dengan lebih
baik dan lebih murah dibandingkan bila membelinya. Melalui peng-
amatan, ia mendapati bagian mana saja dari pekerjaannya
yang memberikan hasil terbaik, dan memusatkan perhatian ke
situ dengan sangat cermat.
(1) Ia mendatangkan persediaan semua bahan yang diperlu-
kan dan menguntungkan keluarganya (ay. 14). Tidak ada
kapal-kapal saudagar, bahkan armada kapal Salomo sekali-
pun, yang pernah mendatangkan keuntungan lebih besar
dibandingkan hasil pekerjaannya. Apakah mereka mendatang-
kan barang dagangan asing sebagai hasil pertukaran ba-
rang dagangan yang mereka kirimkan? Demikianlah yang
dilakukan istri yang cakap dengan hasil jerih payahnya.
Apa pun yang tidak bisa dihasilkan ladangnya sendiri akan
diperlengkapi olehnya jika ada kesempatan, dengan menu-
karkan barang-barangnya dengan bahan-bahan tersebut.
Oleh sebab itu, dari jauh ia mendatangkan makanannya.
Bukan berarti bahwa ia lebih menghargai barang-barang
yang didatangkan dari jauh. Tidak peduli dari mana pun ia
harus mendatangkannya, jika ia memang harus mendapat-
kannya, ia tahu cara memperolehnya.
(2) Ia membeli ladang dan memperluas lahan keluarga (ay. 16):
Ia membeli sebuah ladang yang diingininya. Ia memperhi-
tungkan betapa bermanfaatnya ladang itu bagi keluarganya
dan betapa besar keuntungan yang akan dihasilkannya,
dan oleh sebab itu ia membelinya. Atau, lebih tepat, meski-
pun ia sangat mengingininya, ia tidak akan membelinya se-
belum mempertimbangkannya terlebih dahulu. Ia akan me-
lihat dulu, apakah ladang itu sepadan dengan uang yang
harus dikeluarkannya, apakah ia layak mengambil uang
sebanyak itu bila hendak membelinya, apakah haknya atas
ladang itu memang sah, apakah tanahnya memang sesu-
bur yang dikatakan, dan apakah dia memang punya cukup
uang untuk membayar harganya? Banyak orang telah meng-
hancurkan diri sendiri sebab membeli tanpa pertimbangan.
Sebaliknya, orang-orang yang menginginkan keuntungan
haruslah mempertimbangkan dahulu, baru membeli. Kebun
anggur ditanaminya juga, namun ia melakukan itu dengan
hasil tangannya. Ia tidak melakukannya dengan cara me-
mungut uang atau berutang, namun dengan hasil tabungan-
nya sendiri sebagai seorang ibu rumah tangga. Orang tidak
boleh mengeluarkan uang dalam jumlah berlebih-lebihan,
sampai melalui berkat Allah atas ketekunan mereka, mere-
ka mempunyai cukup banyak simpanan dan mampu mem-
beli. Baru sesudah itulah buah dari kebun anggur itu akan
terasa lebih manis sebab merupakan hasil dari jerih payah
yang jujur.
(3) Ia memperlengkapi rumah tangganya dengan baik dan mem-
buat pakaian bagus bagi dirinya sendiri dan bagi keluarga-
nya (ay. 22): Ia membuat bagi dirinya permadani untuk di-
pajang di ruangan-ruangan rumahnya, dan ia berhak meng-
gunakannya sebab itu yaitu buatan tangannya sendiri.
Pakaiannya bermutu baik dan halus: terbuat dari lenan ha-
lus dan kain ungu, sesuai tempat dan kedudukannya. Meski-
pun ia bukanlah orang yang tidak mau menghabiskan ba-
nyak waktu percuma untuk bersolek atau mengenakan per-
hiasan dan tidak menilai diri berdasarkan penampilan, na-
mun pakaiannya bagus-bagus dan ia mengenakannya de-
ngan serasi. Jubah bangsawan yang dikenakan suaminya
terbuat dari bahan hasil pintalannya sendiri yang tampak
lebih bagus dan nyaman dibandingkan yang dibeli. Ia juga me-
nyediakan pakaian hangat bagi anak-anak dan para pela-
yannya. Ia tidak perlu mengkhawatirkan musim dingin
yang paling menggigit sekalipun, sebab dia sekeluarga su-
dah mempunyai persediaan pakaian yang cukup untuk me-
lawan udara dingin, suatu hal yang paling utama dalam
berpakaian. Seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap, ter-
buat dari kain yang tahan lama dan cocok dikenakan di
musim dingin, namun juga tampak mewah dan indah. Me-
reka semua berpakaian rangkap, memiliki pakaian ganti,
yakni pakaian musim dingin dan pakaian musim panas.
(4) Ia berniaga dengan orang-orang dari tempat jauh. Ia menda-
tangkan keuntungan lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan-
nya. Oleh sebab itu, saat persediaan keperluan keluarga-
nya sudah mencukupi, ia membuat pakaian dari lenan, dan
menjualnya kepada pedagang (ay. 24), yang membawanya
ke Tirus, pasar dagang bangsa-bangsa, atau ke kota da-
gang lainnya. Keluarga yang menjual lebih banyak dibandingkan
yang dibeli, besar kemungkinan bisa hidup lebih makmur.
Sama halnya dengan kerajaan yang mengekspor hasil buat-
annya. Bukanlah hal yang aib bagi orang-orang berkedu-
dukan tinggi untuk menjual apa yang bisa mereka jual
atau berdagang dan mengirimkan barang lewat laut.
(5) Ia menabung untuk masa depan: ia tertawa tentang hari
depan sebab telah menyimpan cukup banyak persediaan
bagi keluarganya, termasuk anak-anaknya. Orang-orang
yang rela bersusah payah saat berada di usia emas, akan
menikmatinya dan bersukacita saat mereka sudah lanjut
usia, baik saat mengenangnya kembali maupun saat me-
metik keuntungan darinya.
4. Ia mengatur keperluan keluarganya termasuk semua urusan
yang berkaitan, dan menyediakan makanan untuk seisi rumah-
nya (ay. 15), memberikan makanan kepada setiap orang pada
waktunya, sehingga tidak seorang pun dari antara para pela-
yannya yang punya alasan untuk mengeluh kekurangan atau
kelaparan. Ia juga memberikan jatah (baik berupa tugas mau-
pun makanan) kepada pelayan-pelayan wanita . Mereka
semua mengetahui tugas dan kewajiban masing-masing. Ia
mengawasi segala perbuatan rumah tangganya (ay. 27). Ia
memeriksa kelakuan semua pelayannya, supaya dapat mem-
perbaiki hal-hal yang keliru di antara mereka. Ia mengharus-
kan mereka semua untuk berperilaku baik dan melaksanakan
kewajiban kepada Allah dan sesama mereka, termasuk ke-
padanya juga, sama seperti Ayub yang menyingkirkan kejahat-
an dari kemah-Nya, dan seperti Daud yang tidak membiarkan
kefasikan di rumah-Nya. Ia tidak mencampuri urusan rumah
tangga orang lain. Ia merasa cukup untuk mengatur rumah
tangganya sendiri dengan baik.
5. Ia mengulurkan tangannya kepada yang miskin (ay. 20). Ia
sama tekunnya dalam memberi seperti dalam mencari nafkah.
Ia sering kali melayani orang miskin dengan tangannya sen-
diri, dan melakukannya dengan cuma-cuma, senang hati, ser-
ta dengan berlimpah, dan dengan tangan terulur. Ia bukan
hanya meringankan beban para tetangga dan mereka yang
berada di dekatnya, namun juga memberikan tangannya kepada
yang tertindas dan tinggal jauh darinya. Ia mencari kesempat-
an untuk berbuat baik dan memberi bantuan, yang yaitu sua-
tu perbuatan ibu rumah tangga yang sama baiknya dengan
apa pun yang dia lakukan.
6. Ia bersikap bijaksana dan penurut dalam percakapannya, bu-
kannya cerewet, suka mengecam, ataupun suka mengeluh se-
perti beberapa wanita lain yang tahu cara menyakiti hati
orang. Tidak, ia membuka mulutnya dengan hikmat. jika
berbicara, ia melakukannya dengan bijaksana dan langsung ke
tujuan. Orang bisa merasakan dari setiap perkataan yang di-
ucapkannya, betapa ia mengendalikan diri menurut aturan
hikmat. Dia bukan saja mengambil tindakan bijaksana, namun
juga memberikan nasihat bijaksana kepada orang lain. Hal ini
tidak dilakukan dengan wibawa seorang diktator, namun de-
ngan kasih sayang seorang sahabat yang penuh suasana mela-
yani: pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Semua
hal yang diucapkannya sesuai dengan kebijaksanaan hukum
itu, yakni hukum kasih dan kebaikan yang terukir di hati,
namun dinyatakan melalui lidah. Jika kita saling mengasihi, hal
itu akan tampak melalui pengungkapan yang penuh kasih sa-
yang. Ini disebut pengajaran yang lemah lembut, sebab mem-
berikan pengajaran kepada orang lain, kepada semua orang
dengan siapa ia berbincang. Hikmat dan kebaikannya ber-
sama-sama menaruh kekuatan yang memerintah ke dalam
semua hal yang dikatakannya. Perkataannya itu memerintah-
kan rasa hormat dan kerelaan. Betapa kuatnya kata-kata yang
diucapkan dengan benar! Pengajaran penuh kasih karunia atau
belas kasihan ada di lidahnya (demikianlah yang dikatakan
beberapa orang), sebab ia memahaminya dari firman dan hu-
kum Allah, yang suka dibicarakannya dengan anak-anak dan
para pelayannya. Ia penuh dengan percakapan yang saleh dan
menjalankannya dengan bijaksana. Ini menunjukkan betapa pe-
nuh hatinya dengan hal-hal yang berasal dari dunia luar, bah-
kan saat tangannya sangat sibuk dengan pekerjaan dunia ini.
7. Hal yang menyempurnakan dan memahkotai tabiatnya yaitu
bahwa ia takut akan TUHAN (ay. 30). Dengan semua sifat yang
baik itu, ia tidak akan kekurangan satu saja yang perlu. Ia
benar-benar wanita yang saleh dan dalam segala hal yang
dilakukannya, ia dibimbing dan dipimpin oleh asas-asas hati
nurani dan rasa hormat terhadap Allah. Itulah yang di sini
jauh lebih diutamakan dibandingkan kecantikan, hal yang sia-sia
dan bohong. Sem