Tampilkan postingan dengan label amsal 27. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 27. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 27


  di antara 

mereka sendiri, tampaknya mereka sama sekali tidak gelisah 

walaupun tidak mempunyai raja. Mereka disebut tentara Allah 

yang besar (Yl. 2:25). Sebab, jika  Allah berkenan, Dia me-

ngerahkan mereka, mengatur mereka, dan berperang melalui 

mereka, seperti yang diperbuat-Nya terhadap Mesir. Mereka 

semua maju bersama-sama (begitulah arti tersiratnya). Kesa-

daran akan kelemahan haruslah mendorong kita untuk tetap 

bersama-sama, agar kita bisa menguatkan tangan satu sama 

lain.  

4. Laba-laba (KJV; TB: cicak – pen.), seekor serangga, yang juga 

merupakan contoh besar dari ketekunan di rumah kita sama

 seperti semut-semut di ladang. Laba-laba sangat terampil da-

lam menenun jaring-jaring mereka dengan kehalusan dan 

ketepatan yang bahkan tidak bisa ditiru semirip aslinya oleh 

keterampilan mana pun: Mereka memegang dengan tangan 

mereka, dan memintal benang halus dari isi perut mereka sen-

diri, dengan keahlian yang begitu hebat. Dan mereka tidak ha-

nya berada di gubuk-gubuk orang miskin, namun  juga di 

istana-istana raja, tidak peduli dengan segala usaha yang dila-

kukan di sana untuk melenyapkan mereka. Pemeliharaan ilahi 

secara menakjubkan memelihara jenis-jenis makhluk yang 

bukan saja tidak dipelihara oleh manusia, namun  juga yang 

dilawan oleh tangan semua orang yang berusaha untuk meng-

habisi mereka. Orang-orang yang mau mengurusi urusan me-

reka sendiri, dan memegangnya dengan tangan mereka, akan 

berada di istana-istana raja. Cepat atau lambat, mereka akan 

naik pangkat, dan mungkin akan terus mendudukinya, walau-

pun segala kesulitan dan kekecewaan yang menghadang mere-

ka. Jika satu jaring yang sudah terpintal dengan baik disapu 

bersih, itu hanya merupakan alasan untuk membuat jaring 

lain. 

Empat Hal yang Agung dan Mulia 

29 Ada tiga binatang yang gagah langkahnya, bahkan, empat hal yang gagah 

jalannya, yakni: 30 singa, yang terkuat di antara binatang, yang tidak mundur 

terhadap apa pun. 31 Ayam jantan yang angkuh, atau kambing jantan, dan 

seorang raja yang berjalan di depan rakyatnya. 32 Bila engkau menyombong-

kan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah tangan pada mulut! 33 

Sebab, kalau susu ditekan, mentega dihasilkan, dan kalau hidung ditekan, 

darah keluar, dan kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul. 

Inilah: 

I.  Daftar dari empat hal yang agung dan mulia dalam langkahnya, 

yang tampak hebat: 

1. Singa, si raja binatang,   sebab  ia terkuat di antara binatang. 

Pada binatang, kekuatanlah yang memberikan keunggulan, 

namun sayang bahwa hal itu juga berlaku pada manusia, yang 

seharusnya kehormatannya yaitu  hikmatnya, dan bukan ke-

kuatan atau kekerasan. Singa tidak mundur atau melambatkan 

langkahnya akibat takut pada siapa pun yang mengejarnya, 

sebab ia tahu bahwa ia terlalu tangguh bagi mereka. Dalam hal 

ini orang benar merasa aman seperti singa muda, mereka tidak 

mundur dari kewajiban mereka   sebab  takut terhadap berma-

cam-macam kesulitan yang mereka jumpai dalam menjalankan-

nya.  

2. Anjing pacuan (KJV; TB: ayam jantan yang angkuh – pen.), yang 

selalu siap sedia dan gesit dalam berlari. Atau (sebagaimana 

dijelaskan dalam keterangan) kuda, yang tidak boleh dihapus-

kan dari antara makhluk yang gagah jalannya, sebab begitu-

lah kuda, terutama jika  ia mengenakan segala perlengkap-

annya.  

3. Kambing jantan, yang kegagahan langkahnya yaitu  saat  ia 

berjalan di depan dan memimpin kawanannya. Kegagahan 

langkah seorang Kristen yaitu  jika ia berjalan di depan dalam 

pekerjaan baik dan memimpin orang lain di jalan yang benar.  

4. Seorang raja, yang saat  tampil dalam kemegahannya, dipan-

dang dengan hormat dan takjub, dan semua orang pun berse-

pakat untuk tidak bangkit melawannya (KJV; TB: raja yang 

berjalan di depan rakyatnya – pen.). Tak seorang pun dapat 

menandinginya, tak seorang pun dapat bersaing dengannya, 

dan siapa pun yang melakukannya, dia sendiri yang akan 

terancam bahaya. Dan, jika tidak ada yang bangkit melawan 

raja duniawi, maka celakalah orang yang berbantah dengan 

Pembentuknya. Dimaksudkan di sini bahwa kita harus belajar 

dari singa untuk bersikap berani dan teguh dalam segala ke-

bajikan, dan untuk tidak mundur   sebab  kesulitan apa pun 

yang kita jumpai. Dari anjing pacuan kita dapat belajar tentang 

kecepatan dan kecekatan, dari kambing jantan perhatian ter-

hadap keluarga kita dan orang-orang yang ada dalam tang-

gung jawab kita, dan dari seorang raja kita belajar untuk 

membuat anak-anak kita tunduk dengan segala kesungguhan. 

Dan dari mereka semua kita belajar untuk hidup baik, untuk 

mengatur langkah-langkah hidup kita sehingga kita tidak ha-

nya aman, namun  juga gagah jalannya. 

II.  Peringatan kepada kita untuk menjaga sikap di sepanjang waktu 

dan di segala kesempatan saat  kita dipanasi-panasi. Juga, un-

tuk berjaga-jaga agar tidak melampiaskan kemarahan kita terlalu 

jauh dalam kesempatan apa saja. Terutama jika  ada seorang 

raja dalam perkara itu, yang seorang pun tidak akan bangkit un-

tuk melawannya, jika  ada seorang penguasa, atau seseorang 

yang jauh lebih tinggi kedudukannya dari kita. Jangan sampai 

mereka ini menjadi tersinggung. Bahkan, aturannya selalu sama 

untuk semua orang. 

1. Kita harus mengekang dan menahan amarah kita sendiri, dan 

malu terhadap diri kita sendiri, setiap kali kita didakwa de-

ngan adil atas suatu kesalahan, dan tidak bersikeras menga-

takan bahwa kita tidak bersalah: jika  kita menyombongkan 

diri, entah dengan mengagung-agungkan diri sendiri atau de-

ngan merasa jengkel melawan orang-orang yang berada di atas 

kita, dan jika  kita sudah melanggar hukum-hukum yang 

dituntut dari tempat dan kedudukan kita, maka dalam hal itu 

kita telah berbuat bodoh. Orang-orang yang memegahkan diri 

sendiri lebih besar dari orang lain atau melawan orang lain, 

yang tinggi hati dan kurang ajar, hanyalah mempermalukan 

diri sendiri dan memperlihatkan kelemahan mereka sendiri. 

Bahkan, sekalipun kita hanya memikirkan kejahatan (KJV), 

namun jika kita sadar bahwa kita menyimpan maksud jahat 

dalam pikiran kita, atau maksud jahat itu sudah tebersit oleh 

kita, maka kita harus menekapkan tangan pada mulut kita. 

Maksudnya,  

(1) Kita harus merendahkan diri sendiri atas kesalahan yang 

telah kita perbuat, dan bahkan harus terbaring di dalam 

debu di hadapan Allah, dalam dukacita atas kesalahan itu, 

seperti yang diperbuat Ayub, saat  ia bertobat atas 

kebodohan yang sudah diucapkannya (Ayb. 40:4; KJV: aku 

akan menutup mulutku dengan tanganku; – pen.), dan se-

perti orang yang terkena kusta, yang menutupi mukanya. 

Jika kita sudah berbuat bodoh, kita tidak boleh membela-

nya di depan manusia. Sebaliknya, kita diam mengakui 

kesalahan kita, yang akan menjadi jalan terbaik untuk 

menyenangkan orang-orang yang sudah kita salahi.  

(2) Kita harus menjaga pikiran jahat yang tersimpan dalam diri 

kita agar tidak pecah dalam kata-kata yang jahat. Jangan 

berikan imprimatur – surat izin kepada pikiran yang jahat. 

Jangan biarkan ia keluar, namun  tekapkanlah tanganmu 

pada mulutmu. Gunakanlah cara kekerasan yang kudus 

pada dirimu sendiri, jika perlu, dan suruhlah dirimu sen-

diri untuk diam. Seperti Kristus yang tidak memperboleh-

kan setan-setan berbicara. Memikirkan apa yang jahat itu 

buruk, namun  jauh lebih buruk mengatakannya, sebab itu 

menyiratkan persetujuan dengan pikiran jahat dan kese-

diaan untuk menularkannya kepada orang lain. 

2. Kita tidak boleh memancing-mancing amarah orang lain. Seba-

gian orang cenderung berkata-kata dan berbuat dengan cara 

yang amat memancing amarah sehingga mereka bahkan men-

desak kemarahan untuk keluar (KJV). Mereka membuat marah 

orang-orang sekitar entah mereka menginginkannya atau 

tidak, dan membuat geram bukan hanya orang-orang yang 

tidak cepat marah, namun  juga yang bertekad untuk melawan-

nya. Nah, kemarahan yang didesak keluar ini (TB: kemarahan 

yang ditekan – pen.) menimbulkan pertengkaran, dan di mana 

ada pertengkaran, di situ ada kekacauan dan segala macam 

perbuatan jahat. Sama seperti kepala susu yang dikocok 

dengan kasar menghilangkan semua yang baik dari susu, dan 

kalau hidung ditekan keras-keras maka darah akan keluar 

darinya, demikian pula kemarahan yang ditekan ini melelah-

kan tubuh dan jiwa seseorang, dan merampasnya dari segala 

kebaikan yang ada dalam dirinya. Atau, sama seperti kalau 

susu ditekan dan hidung ditekan maka itu dilakukan dengan 

kekerasaan, yang jika tidak demikian tidak akan terlaksana, 

demikian pula jiwa dibuat panas secara perlahan-lahan oleh 

amarah-amarah yang kuat. Satu kata kemarahan melahirkan 

kata kemarahan yang lain, dan yang lain lagi. Satu perdebatan 

yang dipenuhi amarah menimbulkan perdebatan yang lain, 

dan demikian seterusnya sampai pada akhirnya terjadilah 

perseteruan yang tak terdamaikan. Oleh sebab itu, janganlah 

kita sampai berkata dan berbuat dengan kekerasan, namun  

segala sesuatunya haruslah kita kerjakan dengan kelembutan 

dan ketenangan.   

 

asal ini ditambahkan kepada amsal-amsal Salomo, sebab, menu-

rut dugaan sebagian orang, amsal ini ditulis oleh orang yang 

sama, dengan anggapan bahwa Raja Lemuel yaitu  Raja Salomo. Ada 

pula yang berpikir pasal ini ditambahkan   sebab  memiliki ciri yang 

sama meskipun ditulis oleh orang lain bernama Lemuel. Mana pun 

yang benar, pasal ini merupakan nubuatan, dan oleh sebab itu 

diberikan melalui pengilhaman dan tuntunan Allah kepada Lemuel 

saat ia menuliskannya dalam bentuk amsal ini, seperti yang disam-

paikan kepadanya oleh ibunya. Di sini ada , 

I.  Nasihat kepada Lemuel, seorang raja muda, supaya berhati-

hati dengan dosa-dosa yang akan menggodanya, dan untuk 

mengerjakan kewajiban-kewajiban tugas yang menjadi pang-

gilan baginya (ay. 1-9). 

II. Gambaran tentang wanita  yang cakap, terutama sebagai 

istri dan ibu rumah tangga. Ibunda Lemuel mengangkat hal 

ini bukan sebagai pujian kepada diri sendiri, meskipun tidak 

perlu disangsikan lagi bahwa gambaran itu juga menggam-

barkan dirinya sendiri, melainkan sebagai nasihat kepada 

anak-anak wanita nya, sama seperti ayat-ayat sebelum-

nya ditujukan kepada putranya. Atau, nasihat ini juga bisa 

ditujukan kepada putranya dalam memilih seorang istri. 

wanita  itu haruslah murni dan sederhana, rajin dan 

hemat, taat kepada suaminya, memperhatikan keluarganya, 

bijaksana dalam percakapan dan pendidikan anak-anaknya, 

dan di atas segalanya, setia dalam melaksanakan kewajiban 

terhadap Allah. Istri seperti ini, jika putranya dapat menemu-

kannya, akan membuatnya bahagia (ay. 10-31). 


1 Inilah perkataan Lemuel, raja Masa, yang diajarkan ibunya kepadanya. 2 

Apa yang akan kukatakan, anakku, anak kandungku, anak nazarku? 3 Ja-

ngan berikan kekuatanmu kepada wanita , dan jalanmu kepada perem-

puan-wanita  yang membinasakan raja-raja. 4 Tidaklah pantas bagi raja, 

hai Lemuel, tidaklah pantas bagi raja meminum anggur, ataupun bagi para 

pembesar mengingini minuman keras, 5 jangan sampai   sebab  minum ia 

melupakan apa yang telah ditetapkan, dan membengkokkan hak orang-orang 

yang tertindas. 6 Berikanlah minuman keras itu kepada orang yang akan 

binasa, dan anggur itu kepada yang susah hati. 7 Biarlah ia minum dan me-

lupakan kemiskinannya, dan tidak lagi mengingat kesusahannya. 8 Bukalah 

mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. 9 

Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada 

yang tertindas dan yang miskin hak mereka. 

Kebanyakan penafsir berpendapat bahwa Lemuel yaitu  Salomo. 

Nama ini berarti orang yang diperuntukkan bagi Allah atau dikhusus-

kan bagi Allah. Oleh   sebab  itu, nama ini cukup sesuai dengan nama 

terhormat yang melalui ketetapan ilahi telah diberikan kepada 

Salomo (2Sam. 12:25), Yedija – yang dikasihi Tuhan. Lemuel yaitu  

nama yang bagus, menyenangkan, dan panggilan sayang, yang 

digunakan ibunya untuk memanggil dia. Ia begitu menghargai dirinya 

yang mendapat kasih sayang ibunya yang besar hingga tidak malu 

menyebut dirinya dengan nama itu. Orang akan cenderung berpen-

dapat bahwa Salomolah di sini yang mengatakan kepada kita tentang 

apa yang diajarkan ibunya kepadanya   sebab  ia juga mengatakan 

kepada kita (4:4) perihal apa yang diajarkan ayahnya kepadanya. 

Namun, ada juga yang berpendapat (dan penafsirannya tidaklah 

mustahil) bahwa Lemuel yaitu  seorang raja dari negara tetangga, 

yang mempunyai ibu dari bangsa Israel, mungkin dari keturunan 

Daud, dan mengajarkan kepadanya pelajaran-pelajaran yang baik ini.  

Perhatikanlah:  

1. Sudah menjadi tugas para ibu dan ayah untuk mengajarkan hal-

hal yang baik kepada anak-anak mereka, supaya mereka melak-

sanakannya. Juga tentang hal-hal yang jahat, supaya mereka 

menghindarinya. saat  masih kecil dan lemah, anak-anak itu 

lebih banyak berada di bawah pengawasan sang ibu, yang dengan 

demikian memiliki kesempatan untuk membentuk dan menata 

pikiran mereka juga, yang tidak boleh dibiarkannya menyimpang. 

2. Bahkan raja-raja sekalipun harus diajar. Orang-orang besar pun 

lebih rendah dibandingkan  ketetapan-ketetapan Allah. 

3. Orang-orang yang sudah dewasa harus sering mengingat dan 

menyebut nasihat-nasihat baik yang mereka terima saat  mereka 

masih kecil, untuk mengingatkan diri sendiri, mendidik orang 

lain, dan untuk menghormati mereka yang telah menjadi pembim-

bing mereka di masa muda. 

Nah, amatilah di dalam pengajaran yang diberikan sang ibu (ibunda 

raja), 

I. Peringatan yang diberikannya kepada raja muda itu untuk menyi-

ta dan menggugah perhatiannya kepada apa yang hendak dikata-

kannya (ay. 2): “Apa yang akan kukatakan, anakku? Apa yang 

akan kukatakan kepadamu?” Ia berbicara seolah-olah sedang 

mempertimbangkan nasihat yang hendak diberikannya kepada 

anaknya, dan memilih kata-kata untuk meyakinkannya. Ia begitu 

penuh perhatian terhadap kesejahteraannya! Atau: Apakah ini 

yang kaulakukan? Pertanyaan ini sepertinya bernada menegur. 

Sang ibu mengamati anaknya saat  ia masih muda, bahwa ia 

sudah terlampau menyukai wanita  dan anggur. Oleh sebab 

itu ia menganggap perlu untuk mengingatkan dia akan kewajib-

annya dan menangani dia dengan tegas. “Apa yang akan kukata-

kan anakku? Inikah jalan hidup yang hendak kaulalui? Apakah 

aku tidak mengajarkan hal-hal yang lebih baik dibandingkan  itu? Aku 

harus menegurmu, menegurmu dengan keras, dan kau harus 

menerimanya dengan sungguh-sungguh,   sebab ,” 

1. “Engkau yaitu  keturunanku. Engkau yaitu  anak kandung-

ku, dan oleh sebab itu, apa yang kukatakan berasal dari kewi-

bawaan dan kasih sayang orangtua yang tidak dapat dianggap 

berasal dari maksud jahat. Engkau yaitu  bagian dari diriku. 

Aku mengandungmu dengan susah payah. Aku tidak meng-

harapkan apa pun sebagai pengganti rasa sakit yang kuderita 

dan kujalani untukmu, selain hal ini, Jadilah bijak dan baik, 

maka aku telah dibalas dengan baik.” 

2.  “Engkau telah dikhususkan bagi Allah-ku. Engkau yaitu  anak 

nazarku, anak yang kuminta dari Allah, yang telah kujanjikan 

untuk memberikannya kembali kepada Allah dan telah kulaku-

kan” (demikian pulalah Samuel telah dinazarkan oleh Hana). 

“Engkau yaitu  anak yang sering kudoakan supaya Allah mem-

berikan kasih karunia-Nya kepadamu (Mzm. 72:1). Akankah 

anak yang sudah didoakan sesering itu menyimpang? Akan-

kah semua pengharapanku tentang dirimu dikecewakan?” 

Anak-anak yang melalui baptisan diserahkan kepada Allah, 

bagi siapa dan dengan nama siapa kita membuat perjanjian 

dengan Allah, boleh disebut anak nazar. Sama seperti hal ini 

dapat dijadikan permohonan kepada Allah dalam doa-doa kita 

bagi mereka, begitu pula hal ini dapat menjadi permintaan kita 

kepada mereka melalui nasihat-nasihat yang kita berikan ke-

pada mereka. Kita bisa mengatakan kepada mereka bahwa 

mereka telah dibaptis, bahwa mereka yaitu  anak nazar kita, 

dan sungguh berbahaya jika  mereka terputus dari pertali-

an yang telah dijalin dengan khidmat saat  mereka masih 

kecil. 

 

II. Peringatan yang diberikan sang ibu kepadanya mengenai dua 

dosa yang mampu menghancurkannya, yakni kenajisan dan ke-

mabukan, yang jika dibiarkannya menguasai dirinya, pasti akan 

menjadi kehancurannya. 

1. Terhadap kenajisan (ay. 3): Jangan berikan kekuatanmu ke-

pada wanita , yakni wanita  asing. Dia tidak boleh ber-

sikap lemah seperti wanita , ataupun membuang-buang 

waktu dalam percakapan sia-sia dengan wanita -perem-

puan,   sebab  waktu seharusnya digunakan untuk menimba 

ilmu dan menjalankan kegiatan. Ia juga tidak boleh menggu-

nakan akalnya (yang merupakan kekuatan jiwa) untuk meng-

goda dan memuji mereka,   sebab  akal budi seharusnya di-

gunakannya untuk menjalankan pemerintahannya. “Terutama 

jauhilah segala macam perzinahan, percabulan, dan hawa nafsu 

yang menghamburkan kekuatan tubuh dan menyebabkan pe-

nyakit-penyakit berbahaya. Jangan berikan jalanmu, cintamu, 

perilakumu, kepada wanita -wanita  yang membinasakan 

raja-raja. wanita  yang telah menghancurkan begitu banyak 

orang hingga mengacaukan kerajaan, bahkan kerajaan Daud 

sendiri, berkaitan dengan Uria. Biarlah penderitaan orang lain 

menjadi peringatan bagimu.” Kenajisan merendahkan martabat 

raja-raja dan membuat mereka jahat. Pantaskah mereka yang 

menjadi budak hawa nafsu memerintah orang lain? Kenajisan 

membuat mereka tidak layak menjalankan tugas itu, dan me-

menuhi istana mereka dengan nafsu binatang yang paling ren-

dah dan buruk. Para raja terpapar kepada godaan-godaan se-

macam ini yang digunakannya untuk memuaskan kesenangan 

sehingga harus menanggung tuntutan dosa itu. Oleh sebab itu 

mereka harus meningkatkan kewaspadaan, dan jika  mere-

ka hendak melindungi rakyat mereka dari roh najis, mereka 

sendiri harus menjadi teladan kesucian. Orang-orang dengan 

kedudukan lebih rendah pun dapat menerapkan nasihat itu 

bagi diri mereka. Janganlah seorang pun memberikan kekuat-

an mereka kepada wanita -wanita  yang membinasakan 

jiwa. 

2. Terhadap kemabukan (ay. 4-5). Ia tidak boleh meminum anggur 

atau minuman keras dengan berlebihan. Ia tidak pernah boleh 

duduk untuk minum-minum seperti yang pernah mereka la-

kukan pada pesta raja mereka, saat  mereka membuat sakit 

para pemuka dengan anggur (Hos. 7:5). Sebesar apa pun goda-

an yang mungkin dihadapinya   sebab  kelezatan anggur atau 

pesona mereka yang menemaninya, ia harus menyangkal diri 

dan bertekad untuk tidak mabuk, mengingat,  

(1) Betapa tidak pantasnya seorang raja menjadi mabuk. Mes-

kipun ada yang menyebutnya sebagai kegiatan dan hiburan 

yang layak sesuai dengan perkembangan zaman, itu tidak-

lah pantas bagi raja, hai Lemuel! Tidaklah pantas bagi raja 

untuk mengambil kebebasan itu. Itu yaitu  penghinaan 

terhadap martabat mereka, dan mencemarkan mahkota 

mereka dengan membuat pusing kepala yang mengenakan-

nya. Hal itu bisa menurunkan derajat mereka sebagai laki-

laki, dan selanjutnya menggoyahkan kedudukan mereka 

sebagai raja. Kalau raja sudah mabuk, masih layakkah kita 

menyebut, Kamu yaitu  allah? Tidak, mereka bahkan lebih 

buruk dibandingkan  hewan yang dibinasakan. Semua orang 

Kristen telah dibuat menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-

imam bagi Allah, dan   sebab  itu mereka harus menerapkan 

hal ini kepada diri sendiri. Tidaklah pantas bagi orang Kris-

ten meminum anggur dengan berlebihan. Mereka akan me-

rendahkan derajat sendiri jika melakukannya. Hal ini akan 

berakibat buruk bagi para pewaris kerajaan dan para imam 

rohani (Im. 10:9).   

(2) Akibat buruk dari kemabukan (ay. 5): jangan sampai kare-

na minum ia melupakan apa yang sudah ia pahami dan 

ingat. Jangan sampai ia minum dan melupakan apa yang 

telah ditetapkan sebagai hukum untuk ia laksanakan. 

Demikianlah, dengan kekuasaan yang mereka miliki, mere-

ka bukannya berbuat baik melainkan menyakiti orang lain. 

Mereka membengkokkan atau mengubah hak orang-orang 

yang tertindas. Bukannya memperlakukan orang-orang itu 

dengan benar, mereka justru berbuat jahat hingga menam-

bah penderitaan mereka. Sungguh menyedihkan keluhan 

yang disampaikan perihal para imam dan nabi (Yes. 28:7), 

yakni bahwa mereka pening   sebab  anggur, dan pusing 

  sebab  arak sampai berbuat tidak benar dan menyimpang. 

Dampak yang sama buruknya juga akan terjadi terhadap 

raja-raja, yang saat  mabuk atau ketagihan anggur, pasti 

akan membuat penghakiman yang salah. Para hakim harus 

mampu berpikir dengan jernih, dan ini tidak bisa dilaku-

kan orang-orang yang begitu sering membuat pening diri 

sendiri hingga tidak mampu mengadili hal-hal yang paling 

biasa sekalipun. 

III. Nasihat yang diberikan sang ibu kepadanya supaya berbuat baik.  

1. Ia harus berbuat baik dengan kekayaannya. Orang-orang be-

sar tidak boleh berpikir bahwa kekayaan mereka yang melim-

pah itu hanyalah supaya mereka bisa merawat tubuh untuk 

memuaskan keinginan, dan lebih bebas lagi untuk mengerja-

kan tabiat mereka. Bukan begitu, namun  supaya dengan keka-

yaan itu mereka dapat meringankan penderitaan orang yang 

susah (ay. 6-7). “Anggur atau minuman keras ada dalam 

penguasaanmu.   sebab  itu, dibandingkan  mencelakai diri sendiri 

dengan minuman itu, lebih baik engkau berbuat baik kepada 

orang lain dengannya.” Biarlah orang yang membutuhkan, 

mendapatkannya. Orang-orang yang memiliki sarana jangan-

lah hanya memberikan roti kepada mereka yang lapar dan air 

kepada mereka yang haus, melainkan juga minuman keras 

kepada orang yang akan binasa   sebab  penyakit atau kepe-

dihan dan anggur kepada yang murung dan susah hati. Sudah 

menjadi kewajiban kita untuk menghibur dan menyegarkan 

semangat, serta menyukakan hati (jika  memang dibutuh-

kan), bukannya membebani dan mematahkan semangat pada 

waktu hal itu tidak perlu dilakukan. Kita harus menyangkali 

diri dari pemuasan indra supaya masih ada sarana yang ter-

sisa untuk meringankan penderitaan orang lain. Dengan be-

gitu, kita bisa bergembira saat melihat kelimpahan dan kele-

bihan kita sungguh-sungguh menjadi kebaikan saat diberikan 

kepada orang lain dan tidak menjadi kerugian bagi kita. Biar-

lah mereka yang akan binasa minum secukupnya, dan mi-

numan itu akan menjadi sarana untuk menyegarkan sema-

ngat yang sudah lesu supaya mereka bisa melupakan kemis-

kinannya untuk sementara waktu dan tidak lagi mengingat 

kesusahannya. Dengan demikian mereka akan lebih mampu 

menanggung kesusahan mereka. Orang Yahudi berkata bahwa 

berdasarkan ayat inilah mereka terbiasa memberikan minum-

an yang mampu membius kepada para tahanan yang hendak 

menjalani hukuman mati, seperti yang telah mereka lakukan 

terhadap Juruselamat kita. Namun, tujuan sebenarnya yaitu  

untuk menunjukkan bahwa anggur yaitu  minuman manis, 

dan   sebab  itu harus digunakan bila diperlukan dan bukan 

dengan ceroboh, hanya oleh mereka yang membutuhkannya. 

Contohnya, Timotius yang dinasihati untuk minum anggur 

sedikit, hanya untuk pencernaannya yang terganggu dan 

tubuhnya yang lemah (1Tim. 5:23). 

2. Ia harus berbuat baik dengan kekuasaan, pengetahuan, dan 

kepentingannya. Ia harus menjalankan keadilan dengan hati-

hati, berani, dan penuh belas kasihan (ay. 8-9). 

(1) Ia harus bertanggung jawab atas perkara yang dipercaya-

kan kepada para bawahannya di pengadilan, dan memerik-

sa apa yang dilakukan para hakim dan petugasnya, supaya 

ia dapat mendukung mereka yang melaksanakan kewajib-

an mereka, dan menyingkirkan mereka yang melalaikannya 

atau yang berat sebelah dalam menghakimi.  

(2) Dalam semua perkara yang dihadapinya, ia harus meng-

ambil keputusan secara adil, dan tanpa takut kepada ma-

nusia, menjatuhkan hukuman dengan tegas sesuai keadil-

an: Bukalah mulutmu. Ini menunjukkan bahwa raja-raja 

dan para hakim memiliki kebebasan berbicara dalam men-

jatuhkan hukuman mereka. Ada yang mengamati bahwa 

hanya orang bijaklah yang pantas membuka mulut mereka, 

sebab orang bodoh senantiasa membuka mulut dan ber-

kata-kata sesuka hati. 


(3) Ia terutama harus memandang diri sebagai orang yang wa-

jib menjadi pelindung orang yang tertindas dan tidak ber-

salah. Para hakim yang ada di bawah raja mungkin tidak 

memiliki cukup semangat dan kelembutan untuk memberi-

kan kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka. 

Oleh sebab itu, raja sendirilah yang harus menengahi dan 

tampil sebagai pembela, 

[1] Bagi mereka yang dengan cara tidak adil dituduh mela-

kukan kejahatan besar, seperti yang dialami Nabot, 

yang dibinasakan dengan tuduhan itu guna memuas-

kan nafsu jahat seseorang atau pihak tertentu. Inilah 

sikap yang patut bagi seorang raja, yakni menyelamat-

kan darah orang yang tidak bersalah. 

[2] Bagi mereka yang diperlakukan dengan tidak adil sehing-

ga hak mereka dilanggar, hanya   sebab  mereka tertindas 

dan miskin dan tidak mampu membela diri   sebab  tidak 

memiliki sarana untuk membayar seorang penasihat hu-

kum. Dalam kasus-kasus seperti itu, raja juga harus 

menjadi pembela bagi orang miskin. Terutama, 

[3] Bagi mereka yang bisu dan tidak tahu bagaimana harus 

berbicara atas nama mereka sendiri, baik   sebab  ada di 

pihak yang lemah atau takut, maupun   sebab  kalah 

berbicara dengan penuntut, atau ketakutan mengha-

dapi pengadilan. Sungguh sangat baik untuk berbicara 

atas nama orang-orang yang tidak mampu melakukan-

nya sendiri, yang tidak memiliki kesanggupan untuk 

hadir di persidangan, tidak sanggup berbicara dengan 

fasih, atau yang diliputi ketakutan. Hukum kita mene-

tapkan hakim untuk menjadi pembela bagi tertuduh. 

Istri yang Cakap 

10 Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari 

pada permata. 11 Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan ke-

kurangan keuntungan. 12 Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak ber-

buat jahat sepanjang umurnya. 13 Ia mencari bulu domba dan rami, dan se-

nang bekerja dengan tangannya. 14 Ia serupa kapal-kapal saudagar, dari jauh 

ia mendatangkan makanannya. 15 Ia bangun kalau masih malam, lalu me-

nyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas ke-

pada pelayan-pelayannya wanita . 16 Ia membeli sebuah ladang yang 

diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. 17 Ia meng-

ikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. 18 Ia tahu 

bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak 

padam. 19 Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemin-

tal. 20 Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan ta-

ngannya kepada yang miskin. 21 Ia tidak takut kepada salju untuk seisi 

rumahnya,   sebab  seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap. 22 Ia membuat 

bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya. 23 Suaminya 

dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri. 

24 Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat 

pinggang kepada pedagang. 25 Pakaiannya yaitu  kekuatan dan kemuliaan, 

ia tertawa tentang hari depan. 26 Ia membuka mulutnya dengan hikmat, 

pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. 27 Ia mengawasi segala per-

buatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. 28 Anak-

anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: 

29 Banyak wanita telah berbuat baik, namun  kau melebihi mereka semua. 30 

Kemolekan yaitu  bohong dan kecantikan yaitu  sia-sia, namun  isteri yang

takut akan TUHAN dipuji-puji. 31 Berilah kepadanya bagian dari hasil tangan-

nya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang! 

Penggambaran tentang istri yang cakap ini dimaksudkan untuk me-

nunjukkan kepada para wanita , harus menjadi istri seperti apa-

kah mereka dan istri seperti apakah yang harus dipilih para lelaki 

yang bijak. Perikop ini terdiri atas dua puluh dua ayat, yang masing-

masing diawali dengan sebuah huruf Ibrani menurut urutan abjad, 

seperti yang digunakan dalam beberapa Mazmur. Ini membuat bebe-

rapa orang berpendapat bahwa perikop ini bukanlah bagian dari 

pelajaran yang diberikan ibunda Lemuel kepadanya, melainkan se-

buah sajak tersendiri yang ditulis orang lain, dan boleh jadi biasa 

diulang-ulang oleh orang Yahudi yang saleh. Guna memudahkan hal 

itu, ayat-ayat ini ditulis menurut abjad. Kita juga menemukan ring-

kasan dari perikop ini di dalam Perjanjian Baru (1Tim. 2:9-10; 1Ptr. 

3:1-6), di mana kewajiban para istri digambarkan sesuai dengan 

penggambaran istri yang baik yang diberikan dalam perikop tersebut. 

Bukan tanpa alasan jika  hal ini begitu ditekankan, yakni supaya 

para ibu bersikap bijaksana dan baik,   sebab  ini sangat membantu 

dalam memelihara penghayatan agama di dalam keluarga, dan pewa-

risannya kepada keturunan selanjutnya. Juga, ada akibatnya ter-

hadap kesejahteraan dan kemakmuran yang akan dinikmati seisi 

rumah. Orang yang ingin berhasil harus bertanya-tanya akan istri 

yang akan dipilihnya. Di sini ada , 

I.   Pencarian umum tentang istri seperti itu (ay. 10), di mana amatilah, 

1. Seperti apa istri yang dicari itu, yakni istri yang cakap, perem-

puan yang kuat (begitulah maksud istilah ini). Meskipun di

anggap kaum yang lemah, namun dibuat kuat oleh hikmat 

dan anugerah, serta takut akan Allah: istilah ini juga diguna-

kan untuk menggambarkan tabiat para hakim yang cakap (Kel. 

18:21), bahwa mereka yaitu  orang-orang yang cakap, yang 

memenuhi syarat untuk menunaikan kewajiban yang menjadi 

panggilannya, orang-orang yang benar, takut akan Allah. Dengan 

demikian, istri yang cakap yaitu  wanita  yang dipenuhi 

roh, mampu mengendalikan diri, dan tahu cara mengendali-

kan orang lain. Ia seorang yang saleh, rajin, dan penolong bagi 

suaminya. Sebagai kebalikan dari kekuatan ini, kita membaca 

perihal kelemahan hati seorang wanita  sundal jahanam 

(Yeh. 16:30). Istri yang cakap yaitu  wanita  yang penuh 

tekad, yang sesudah  memegang asas-asas yang baik, bersikap 

tegas dan kukuh terhadapnya, serta tidak akan takut meng-

hadapi topan dan badai yang menghadang setiap kewajiban-

nya. 

2. Sulitnya menemukan wanita  seperti itu: Siapakah akan 

mendapatkannya? Hal ini menyiratkan bahwa wanita  baik 

sangat jarang ditemui, dan banyak wanita  yang tampak 

baik ternyata tidak seperti itu. Orang yang menyangka telah 

menemukan istri yang cakap telah terkecoh. Lihat, tampaklah 

bahwa itu Lea, dan bukannya Rahel yang diharapkannya. Na-

mun, orang yang berencana menikah harus mencari perem-

puan seperti itu dengan tekun, dan mengutamakan dasar 

penilaian ini dalam pencariannya. Ia harus berhati-hati supaya 

tidak terkecoh oleh kecantikan atau keriangan, kekayaan atau 

asal usul keluarga, dan selera tinggi dalam berpakaian atau 

keterampilan menarinya. Sebab semua hal ini bisa saja terda-

pat pada diri seorang wanita , padahal dia bukan perem-

puan yang cakap. Ada banyak wanita  yang benar-benar 

cakap namun  tidak memiliki kelebihan-kelebihan tadi. 

3. Nilai tak terkatakan dalam diri wanita  seperti itu, serta 

penilaian tinggi yang patut diberikan seorang laki-laki kepada 

istri yang cakap yang dimilikinya, dengan menunjukkannya 

melalui rasa syukurnya kepada Allah dan kebaikan hati serta 

rasa hormatnya terhadap istrinya. Janganlah ia pernah ber-

pikir telah berbuat terlampau banyak bagi istri seperti itu. Ia 

lebih berharga dari pada permata dan semua perhiasan mewah 

yang digunakan wanita -wanita  tak berguna untuk 

menghiasi diri. Semakin jarang istri seperti itu, semakin tinggi 

penilaian yang harus diberikan kepada mereka.  

II. Penggambaran khusus tentang dirinya dan tentang kelebihan-

kelebihannya yang unggul. 

1. Dia sangat tekun dalam membawa dirinya sehingga mendapat 

penghargaan dan kasih sayang suaminya. Orang-orang yang 

baik akan bersikap baik juga dalam hampir semua hal. Bila 

seorang wanita  yang baik menikah, maka ia juga akan 

menjadi istri yang baik dan berusaha untuk menyenangkan 

suaminya (1Kor. 7:34). Walaupun dia sendiri seorang perem-

puan yang dipenuhi roh, keinginannya yaitu  untuk takluk 

kepada lakinya, untuk memahami pikirannya supaya bisa 

menyesuaikan diri dengan pikiran suaminya itu, serta bersedia 

suaminya memerintahkan atas dia. 

(1) Ia berperilaku sedemikian rupa hingga suaminya bisa mera-

sa tenang dan percaya penuh kepadanya. Suaminya percaya 

akan kesuciannya dan sang istri tidak pernah memberi dia 

kesempatan untuk merasa curiga ataupun cemburu. Dia 

bukan termasuk wanita  yang murung dan suka me-

nyendiri, melainkan rendah hati sekaligus berwibawa, serta 

memiliki semua tanda kebajikan dalam penampilan dan 

perilakunya. Suaminya tahu akan hal ini, dan oleh sebab 

itu hati suaminya percaya kepadanya. Suaminya akan me-

rasa tenang, hingga wanita  itu pun ikut merasa 

tenang. Suaminya percaya akan tingkah lakunya, bahwa 

dia akan berbicara di tengah kumpulan orang dan mena-

ngani semua urusan dengan arif dan bijak supaya tidak 

mendatangkan aib dan teguran kepada suaminya. Sang 

suami percaya pada ketaatannya terhadap kepentingannya, 

dan wanita  itu tidak akan pernah mengkhianati nasi-

hat suaminya ataupun tertarik kepada apa pun selain ke-

luarganya. Pada waktu bepergian untuk mengurus kepen-

tingan orang banyak, sang suami bisa mengandalkan istri-

nya untuk mengatur semua urusan di rumah, sama baik-

nya seolah-olah sang suami hadir sendiri. wanita  ini 

yaitu  seorang istri yang cakap yang pantas diberi keper-

cayaan dan pasangannya yaitu  seorang suami yang baik 

yang memercayakan semua urusannya kepada sang istri 

untuk dikelola olehnya.  

(2) wanita  itu berbuat begitu banyak demi kepuasan sua-

minya sehingga suaminya itu tidak perlu mencari-cari lagi. 

Saat bepergian, sang suami tidak perlu mengeluh atau me-

ngumpulkan uang dengan susah payah seperti orang yang 

mempunyai istri yang sombong dan boros di rumah. Sang 

istri mengatur semua urusannya dengan begitu rupa hing-

ga suaminya senantiasa berkecukupan dan bahkan cukup 

kaya hingga tidak akan tergoda untuk merampas milik se-

samanya. Sang suami merasa begitu bahagia dengannya 

hingga tidak merasa iri hati terhadap orang-orang yang me-

miliki kekayaan duniawi berlimpah. Ia tidak membutuhkan 

semua itu,   sebab  dengan memiliki istri seperti itu, ia su-

dah merasa berkecukupan. Berbahagialah suami istri yang 

memiliki kepuasan seperti ini terhadap pasangan masing-

masing! 

(3) wanita  itu senantiasa giat berbuat baik kepada suami-

nya, dan takut melakukan apa pun yang dapat merugikan 

suaminya, walau tanpa sengaja sekalipun (ay. 12). Ia me-

nyatakan kasih sayang kepada suaminya, bukan dengan 

kemesraan yang bodoh, melainkan dengan perilaku bijak-

sana yang membuatnya disukai, sambil menyesuaikan diri 

dengan suasana hati sang suami, bukannya membuat dia 

marah. Ia mengucapkan kata-kata yang baik dan bukan 

yang jahat, terutama saat suasana hati suaminya kurang 

baik. Ia berusaha membuat suaminya merasa nyaman, me-

nyediakan segala sesuatu yang cocok baginya, baik dalam 

keadaan sehat maupun sakit, serta melayani dengan tekun 

dan lembut pada waktu sang suami sedang menderita 

sakit. Ia sama sekali tidak akan sengaja melakukan sesua-

tu yang dapat merugikan suami, keluarga, harta, maupun 

nama baik mereka. Inilah yang dilakukan wanita  itu 

sepanjang umurnya. Bukan sekadar pada awalnya atau se-

sekali saat  suasana hatinya sedang senang, melainkan 

senantiasa begitu. Ia tidak lelah melaksanakan tugas-tu-

gasnya bagi suami: Ia berbuat baik, bukan saja sepanjang 

umur suaminya, namun  sepanjang umurnya juga. Seandai-

nya umurnya lebih panjang dibandingkan  umur suaminya, ia 

tetap berbuat baik kepada suaminya dengan cara merawat 

dan mengurus anak-anak, kekayaan, nama baik, dan se-

mua urusan yang ditinggalkannya. Kita membaca bahwa 

kebaikannya ditunjukkan bukan saja kepada orang-orang 

yang hidup namun  juga kepada yang mati (Rut 2:20). 

(4) Ia turut meninggikan nama baik suaminya di dunia (ay. 

23): Suaminya dikenal di pintu gerbang, terkenal memiliki 

istri yang cakap. Melalui nasihat-nasihat bijak dan penge-

lolaan urusannya yang baik, suaminya seakan-akan me-

nyimpan teman yang bijaksana di dalam hatinya,   sebab  si 

suami bisa berbincang dengan orang yang bisa mengem-

bangkan dirinya. Melalui perilaku sang suami yang ceria 

dan gembira, tampaklah bahwa ia mempunyai seorang istri 

yang serasi di rumah. Banyak orang yang tidak memiliki 

istri seperti itu, sulit mengendalikan amarah mereka. Bah-

kan, melalui penampilannya yang bersih dan rapi, segala 

sesuatu pada dirinya tampak pantas dan membuatnya ter-

lihat tampan namun  tidak terlampau mencolok. Orang akan 

tahu bahwa di rumah ia memiliki istri yang cakap yang 

memperhatikan pakaiannya. 

2. Dialah yang bersusah payah menyelesaikan tugas di rumah 

dan ia menyukai pekerjaan itu. Di sini, tabiat istri seperti itu 

diperinci dengan saksama. 

(1) Ia tidak suka duduk diam tanpa melakukan apa pun: Ma-

kanan kemalasan tidak dimakannya (ay. 27). Meskipun dia 

sebenarnya tidak perlu bekerja demi mendapatkan makan-

an (kekayaannya cukup untuk hidup), ia tidak mau menik-

matinya sambil bermalas-malasan,   sebab  tahu bahwa 

tidak seorang pun dari kita dihadirkan di dunia ini untuk 

menganggur dan bermalas-malasan. Ia tahu bahwa jika 

kita menganggur, Iblis akan segera menemukan sesuatu 

untuk kita lakukan. Ia juga tahu bahwa jika seorang tidak 

mau bekerja, ia tidak boleh makan. Ada orang-orang yang 

makan dan minum   sebab  tidak tahu harus berbuat apa. 

Mereka sudah terbiasa berkunjung kian kemari mencari hi-

buran yang sia-sia. Inilah yang dimaksudkan dengan me-

makan makanan kemalasan, suatu hal yang tidak disukai 

istri yang cakap, sebab ia tidak menyelenggarakan atau 

menerima kunjungan dan percakapan sia-sia yang disebab-

kan   sebab  kemalasan. 

(2) Ia berhati-hati dalam mengisi waktu, supaya tidak ada yang 

hilang percuma. Waktu siang berganti malam, dia tidak 

berpikir bahwa sudah tiba saatnya untuk berhenti bekerja, 

seperti orang-orang yang terpaksa melakukan itu   sebab  

berladang di luar rumah (Mzm. 104:23). Sebaliknya, peker-

jaannya ada di dalam rumah, yang dilakukan di bawah 

penerangan lilin. Dengan cara itulah ia seperti memper-

panjang siang hari. Pada malam hari pelitanya tidak padam 

(ay. 18). Sungguh harus disyukuri untuk memiliki perse-

diaan lilin guna melengkapi cahaya siang hari yang kurang, 

dan untuk melanjutkan pekerjaan dengan bantuan pene-

rangan itu. Ada pepatah, karya yang hebat itu berbau asap 

pelita. 

(3) Ia bangun kalau masih malam (ay. 15) untuk menyediakan 

sarapan bagi pelayan-pelayannya supaya mereka siap me-

laksanakan tugas masing-masing dengan senang hati, se-

gera sesudah  fajar menyingsing. Ia sama sekali tidak terma-

suk golongan orang-orang yang gemar bermain kartu atau 

menari sampai tengah malam bahkan sampai pagi, kemu-

dian tidur sampai siang hari. Tidak, istri yang cakap lebih 

menyukai tugas-tugasnya dibandingkan  hidup bersenang-senang 

atau kenikmatannya sendiri. Ia berusaha supaya orang men-

dapatinya melaksanakan tugas sepanjang hari, dan jauh 

lebih merasakan kepuasan dalam segera menyediakan ma-

kanan untuk seisi rumahnya di pagi hari dibanding kepuasan 

yang dirasakan orang yang berjudi semalaman dengan uang 

yang telah mereka menangkan, terlebih lagi dengan kekalah-

an yang mereka derita. Orang-orang yang mempunyai ke-

luarga yang harus diurus janganlah suka tidur di pagi hari. 

(4) Ia memusatkan perhatian kepada tugas yang menjadi ba-

giannya. Ia bukan mengerjakan tugas seorang terpelajar, 

negarawan, ataupun petani, melainkan tugas seorang pe-

rempuan: Ia mencari bulu domba dan rami, tempat ia bisa 

memperoleh mutu yang terbaik dari sumber yang terbaik, 

dan dengan harga yang termurah. Ia menyimpan persedia-

an kedua bahan itu, dan juga segala sesuatu yang diperlu-

kan untuk menghasilkan sesuatu dari bulu domba dan 

rami itu (ay. 13). Dengan demikian dia bukan saja mempe-

kerjakan orang miskin, suatu hal yang sangat baik, namun  

juga bekerja sendiri, dan senang bekerja dengan tangan-

nya. Ia senang bekerja dengan bijaksana atau dengan kete-

rampilan tangannya (begitulah arti perkataan tadi). Ia mela-

kukan semua itu dengan gembira dan rajin, bukan saja 

dengan tangan namun  juga dengan perhatian penuh, tanpa 

kenal lelah dalam berbuat baik. Tangannya ditaruhnya 

pada jentera atau alat pemintal, dan jari-jarinya memegang 

pemintal (ay. 19). Ia tidak menganggapnya sebagai hal yang 

membatasi kebebasan, merendahkan martabat, ataupun 

mengganggu jam istirahatnya. Di sini alat pemintal disebut-

sebut sebagai kehormatannya, sementara perhiasan para 

wanita Sion disebut sebagai hal yang patut dicela (Yes. 3:18 

dst.). 

(5) Ia mengerjakan tugas-tugasnya dengan sekuat tenaga dan 

tidak membuang-buang waktu (ay. 17). Ia mengikat ping-

gangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. Ia 

tidak hanya menyibukkan diri dengan pekerjaan yang bisa 

dilakukan sambil duduk, atau pekerjaan yang hanya mem-

butuhkan keterampilan jari (ada jenis-jenis pekerjaan yang 

nyaris tidak ada bedanya dengan pengangguran). Sebalik-

nya, setiap ada kesempatan, ia tidak akan segan-segan 

melakukan pekerjaan yang membutuhkan seluruh tenaga-

nya, yang akan digunakannya seperti orang yang tahu bah-

wa itulah caranya untuk memperoleh hasil lebih banyak. 

3. Ia termasuk orang yang mengelola segala sesuatu yang men-

datangkan keuntungan dengan bijaksana. Ia tidak sekadar be-

kerja sepanjang malam tanpa menghasilkan apa-apa. Tidak. 

Dia sendiri tahu bahwa pendapatannya menguntungkan. Dia 

menyadari bahwa dalam tiap jerih payah ada keuntungan, dan 

ini mendorongnya untuk terus melakukannya. Ia merasa bah-

wa ia bisa membuat sendiri berbagai keperluan dengan lebih 

baik dan lebih murah dibandingkan  bila membelinya. Melalui peng-

amatan, ia mendapati bagian mana saja dari pekerjaannya 

yang memberikan hasil terbaik, dan memusatkan perhatian ke 

situ dengan sangat cermat. 

(1) Ia mendatangkan persediaan semua bahan yang diperlu-

kan dan menguntungkan keluarganya (ay. 14). Tidak ada 

kapal-kapal saudagar, bahkan armada kapal Salomo sekali-

pun, yang pernah mendatangkan keuntungan lebih besar 

dibandingkan  hasil pekerjaannya. Apakah mereka mendatang-

kan barang dagangan asing sebagai hasil pertukaran ba-

rang dagangan yang mereka kirimkan? Demikianlah yang 

dilakukan istri yang cakap dengan hasil jerih payahnya. 

Apa pun yang tidak bisa dihasilkan ladangnya sendiri akan 

diperlengkapi olehnya jika ada kesempatan, dengan menu-

karkan barang-barangnya dengan bahan-bahan tersebut. 

Oleh sebab itu, dari jauh ia mendatangkan makanannya. 

Bukan berarti bahwa ia lebih menghargai barang-barang 

yang didatangkan dari jauh. Tidak peduli dari mana pun ia 

harus mendatangkannya, jika ia memang harus mendapat-

kannya, ia tahu cara memperolehnya. 

(2) Ia membeli ladang dan memperluas lahan keluarga (ay. 16): 

Ia membeli sebuah ladang yang diingininya. Ia memperhi-

tungkan betapa bermanfaatnya ladang itu bagi keluarganya 

dan betapa besar keuntungan yang akan dihasilkannya, 

dan oleh sebab itu ia membelinya. Atau, lebih tepat, meski-

pun ia sangat mengingininya, ia tidak akan membelinya se-

belum mempertimbangkannya terlebih dahulu. Ia akan me-

lihat dulu, apakah ladang itu sepadan dengan uang yang 

harus dikeluarkannya, apakah ia layak mengambil uang 

sebanyak itu bila hendak membelinya, apakah haknya atas 

ladang itu memang sah, apakah tanahnya memang sesu-

bur yang dikatakan, dan apakah dia memang punya cukup 

uang untuk membayar harganya? Banyak orang telah meng-

hancurkan diri sendiri   sebab  membeli tanpa pertimbangan. 

Sebaliknya, orang-orang yang menginginkan keuntungan 

haruslah mempertimbangkan dahulu, baru membeli. Kebun 

anggur ditanaminya juga, namun  ia melakukan itu dengan 

hasil tangannya. Ia tidak melakukannya dengan cara me-

mungut uang atau berutang, namun  dengan hasil tabungan-

nya sendiri sebagai seorang ibu rumah tangga. Orang tidak 

boleh mengeluarkan uang dalam jumlah berlebih-lebihan, 

sampai melalui berkat Allah atas ketekunan mereka, mere-

ka mempunyai cukup banyak simpanan dan mampu mem-

beli. Baru sesudah itulah buah dari kebun anggur itu akan 

terasa lebih manis   sebab  merupakan hasil dari jerih payah 

yang jujur. 

(3) Ia memperlengkapi rumah tangganya dengan baik dan mem-

buat pakaian bagus bagi dirinya sendiri dan bagi keluarga-

nya (ay. 22): Ia membuat bagi dirinya permadani untuk di-

pajang di ruangan-ruangan rumahnya, dan ia berhak meng-

gunakannya   sebab  itu yaitu  buatan tangannya sendiri. 

Pakaiannya bermutu baik dan halus: terbuat dari lenan ha-

lus dan kain ungu, sesuai tempat dan kedudukannya. Meski-

pun ia bukanlah orang yang tidak mau menghabiskan ba-

nyak waktu percuma untuk bersolek atau mengenakan per-

hiasan dan tidak menilai diri berdasarkan penampilan, na-

mun pakaiannya bagus-bagus dan ia mengenakannya de-

ngan serasi. Jubah bangsawan yang dikenakan suaminya 

terbuat dari bahan hasil pintalannya sendiri yang tampak 

lebih bagus dan nyaman dibandingkan  yang dibeli. Ia juga me-

nyediakan pakaian hangat bagi anak-anak dan para pela-

yannya. Ia tidak perlu mengkhawatirkan musim dingin 

yang paling menggigit sekalipun, sebab dia sekeluarga su-

dah mempunyai persediaan pakaian yang cukup untuk me-

lawan udara dingin, suatu hal yang paling utama dalam 

berpakaian. Seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap, ter-

buat dari kain yang tahan lama dan cocok dikenakan di 

musim dingin, namun  juga tampak mewah dan indah. Me-

reka semua berpakaian rangkap, memiliki pakaian ganti, 

yakni pakaian musim dingin dan pakaian musim panas. 

(4) Ia berniaga dengan orang-orang dari tempat jauh. Ia menda-

tangkan keuntungan lebih besar dibandingkan  yang dibutuhkan-

nya. Oleh sebab itu, saat  persediaan keperluan keluarga-

nya sudah mencukupi, ia membuat pakaian dari lenan, dan 

menjualnya kepada pedagang (ay. 24), yang membawanya 

ke Tirus, pasar dagang bangsa-bangsa, atau ke kota da-

gang lainnya. Keluarga yang menjual lebih banyak dibandingkan  

yang dibeli, besar kemungkinan bisa hidup lebih makmur. 

Sama halnya dengan kerajaan yang mengekspor hasil buat-

annya. Bukanlah hal yang aib bagi orang-orang berkedu-

dukan tinggi untuk menjual apa yang bisa mereka jual 

atau berdagang dan mengirimkan barang lewat laut. 

(5) Ia menabung untuk masa depan: ia tertawa tentang hari 

depan   sebab  telah menyimpan cukup banyak persediaan 

bagi keluarganya, termasuk anak-anaknya. Orang-orang 

yang rela bersusah payah saat berada di usia emas, akan 

menikmatinya dan bersukacita saat  mereka sudah lanjut 

usia, baik saat mengenangnya kembali maupun saat me-

metik keuntungan darinya. 

4. Ia mengatur keperluan keluarganya termasuk semua urusan 

yang berkaitan, dan menyediakan makanan untuk seisi rumah-

nya (ay. 15), memberikan makanan kepada setiap orang pada 

waktunya, sehingga tidak seorang pun dari antara para pela-

yannya yang punya alasan untuk mengeluh kekurangan atau 

kelaparan. Ia juga memberikan jatah (baik berupa tugas mau-

pun makanan) kepada pelayan-pelayan wanita . Mereka 

semua mengetahui tugas dan kewajiban masing-masing. Ia 

mengawasi segala perbuatan rumah tangganya (ay. 27). Ia 

memeriksa kelakuan semua pelayannya, supaya dapat mem-

perbaiki hal-hal yang keliru di antara mereka. Ia mengharus-

kan mereka semua untuk berperilaku baik dan melaksanakan 

kewajiban kepada Allah dan sesama mereka, termasuk ke-

padanya juga, sama seperti Ayub yang menyingkirkan kejahat-

an dari kemah-Nya, dan seperti Daud yang tidak membiarkan 

kefasikan di rumah-Nya. Ia tidak mencampuri urusan rumah 

tangga orang lain. Ia merasa cukup untuk mengatur rumah 

tangganya sendiri dengan baik. 

5. Ia mengulurkan tangannya kepada yang miskin (ay. 20). Ia 

sama tekunnya dalam memberi seperti dalam mencari nafkah. 

Ia sering kali melayani orang miskin dengan tangannya sen-

diri, dan melakukannya dengan cuma-cuma, senang hati, ser-

ta dengan berlimpah, dan dengan tangan terulur. Ia bukan 

hanya meringankan beban para tetangga dan mereka yang 

berada di dekatnya, namun  juga memberikan tangannya kepada 

yang tertindas dan tinggal jauh darinya. Ia mencari kesempat-

an untuk berbuat baik dan memberi bantuan, yang yaitu  sua-

tu perbuatan ibu rumah tangga yang sama baiknya dengan 

apa pun yang dia lakukan. 

6.  Ia bersikap bijaksana dan penurut dalam percakapannya, bu-

kannya cerewet, suka mengecam, ataupun suka mengeluh se-

perti beberapa wanita  lain yang tahu cara menyakiti hati 

orang. Tidak, ia membuka mulutnya dengan hikmat. jika  

berbicara, ia melakukannya dengan bijaksana dan langsung ke 

tujuan. Orang bisa merasakan dari setiap perkataan yang di-

ucapkannya, betapa ia mengendalikan diri menurut aturan 

hikmat. Dia bukan saja mengambil tindakan bijaksana, namun  

juga memberikan nasihat bijaksana kepada orang lain. Hal ini 

tidak dilakukan dengan wibawa seorang diktator, namun  de-

ngan kasih sayang seorang sahabat yang penuh suasana mela-

yani: pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Semua 

hal yang diucapkannya sesuai dengan kebijaksanaan hukum 

itu, yakni hukum kasih dan kebaikan yang terukir di hati, 

namun  dinyatakan melalui lidah. Jika kita saling mengasihi, hal 

itu akan tampak melalui pengungkapan yang penuh kasih sa-

yang. Ini disebut pengajaran yang lemah lembut,   sebab  mem-

berikan pengajaran kepada orang lain, kepada semua orang 

dengan siapa ia berbincang. Hikmat dan kebaikannya ber-

sama-sama menaruh kekuatan yang memerintah ke dalam 

semua hal yang dikatakannya. Perkataannya itu memerintah-

kan rasa hormat dan kerelaan. Betapa kuatnya kata-kata yang 

diucapkan dengan benar! Pengajaran penuh kasih karunia atau 

belas kasihan ada di lidahnya (demikianlah yang dikatakan 

beberapa orang),   sebab  ia memahaminya dari firman dan hu-

kum Allah, yang suka dibicarakannya dengan anak-anak dan 

para pelayannya. Ia penuh dengan percakapan yang saleh dan 

menjalankannya dengan bijaksana. Ini menunjukkan betapa pe-

nuh hatinya dengan hal-hal yang berasal dari dunia luar, bah-

kan saat  tangannya sangat sibuk dengan pekerjaan dunia ini. 

7. Hal yang menyempurnakan dan memahkotai tabiatnya yaitu  

bahwa ia takut akan TUHAN (ay. 30). Dengan semua sifat yang 

baik itu, ia tidak akan kekurangan satu saja yang perlu. Ia 

benar-benar wanita  yang saleh dan dalam segala hal yang 

dilakukannya, ia dibimbing dan dipimpin oleh asas-asas hati 

nurani dan rasa hormat terhadap Allah. Itulah yang di sini 

jauh lebih diutamakan dibandingkan  kecantikan, hal yang sia-sia 

dan bohong. Sem