lan, sekaligus merugikan kepen-
tingan diri sendiri (40:4). “Apakah lenganmu seperti lengan Allah,
sama panjangnya dan kuatnya? Dapatkah engkau mengguntur
seperti Dia, seperti yang telah dilakukan-Nya (37:1-2) dan yang
sekarang diperbuat-Nya dari dalam badai?” Untuk menginsafkan
Ayub bahwa dia tidak mampu melawan Allah seperti sangkanya,
Allah menunjukkan,
1. Bahwa Ayub tidak akan pernah dapat mengalahkan-Nya atau-
pun membela perkaranya dengan kekuatan lengannya. Di
antara sesama manusia, terkadang perselisihan diselesaikan
dengan berkelahi dan yang menang dinyatakan benar. namun ,
dalam perselisihan antara Allah dengan manusia, pasti manu-
sia yang kalah, sebab segenap kekuatan yang dikeluarkannya
melawan Allah tak ubahnya seperti semak duri berhadapan
dengan api yang menghanguskan (Yes. 27:4). “Hai engkau ca-
cing tanah yang malang dan lemah, apakah lenganmu seban-
ding dengan tangan-Nya yang menopang segala sesuatu?” Ke-
kuatan segala ciptaan, bahkan para malaikat pun, berasal dari
Allah, dibatasi oleh-Nya, dan bergantung pada-Nya. Namun,
kekuatan Allah berasal dari diri-Nya sendiri, tidak bergantung
kepada apa pun, dan tiada terbatas. Dia sanggup melakukan
segala sesuatu tanpa kita, namun kita tidak mampu melakukan
apa pun tanpa-Nya. Itu sebab-Nya lengan kita tidak sebanding
dengan lengan Allah.
2. Bahwa Ayub tidak akan pernah dapat berbantah dengan Dia
ataupun mengajukan perkaranya dengan huru hara dan cakap
besar, meskipun cara ini terkadang membawa kemenangan
dalam perbantahan antar sesama manusia. “Dapatkah engkau
mengguntur seperti Dia?” Tidak. Suara-Nya akan menenggelam-
kanmu dalam sekejap, satu guntur-Nya saja akan mengalahkan
dan menguasai semua suaramu yang hanya seperti bisikan.”
Manusia tidak dapat berbicara dengan begitu mantap, berkua-
sa, dan dengan kekuatan memerintah dan menaklukkan seper-
ti Allah, Dia berfirman, maka semuanya jadi. Suara-Nya yang
menciptakan disebut suara guntur-Nya (Mzm. 104:7), demikian
juga suara-Nya yang menggentarkan dan membingungkan mu-
suh-musuh-Nya (1Sam. 2:10). Amukan seorang raja terkadang
disamakan dengan suara auman singa, namun tidak akan
pernah dapat menyamai guntur Allah.
III. Kita tidak mampu mengalahkan Allah dalam semarak dan ke-
agungan (40:5). “Bila engkau hendak menyaingi Dia dan tampak
lebih cemerlang, kenakanlah pakaian terbaikmu. Hiasilah dirimu
dengan kemegahan dan keluhuran. Tampillah dalam seluruh ke-
besaran militer dan segenap kemewahan kerajaan yang kaumiliki.
Lakukan segala sesuatu yang dapat membuatmu tampil menonjol.
Kenakanlah keagungan dan semarak yang dapat menakjubkan
musuhmu dan memesona kawan-kawanmu. Namun, apa artinya
semua itu dibandingkan keagungan dan keindahan ilahi? Tidak
lebih daripada cahaya kunang-kunang dibandingkan matahari
yang bersinar terik dengan segenap kekuatannya.” Allah begitu
menyelubungi diri-Nya dengan kemegahan dan keagungan hingga
kengerian iblis dan segala kuasa kegelapan gemetar di hadapan-
Nya. Dia menghiasi diri-Nya dengan kemuliaan dan semarak, se-
hingga keajaiban para malaikat dan segenap orang kudus dalam
terang bersukacita di hadapan-Nya. Daud mau tinggal seumur
hidupnya di rumah Allah untuk menyaksikan keindahan Tuhan.
Demikianlah, dibandingkan dengan semuanya itu, apalah arti
kemegahan dan keunggulan manusia, seperti yang ada pada raja-
raja sehingga membuat mereka berpikir ditakuti? Apalah arti
segala kemuliaan dan keelokan yang membuat para kekasih me-
rasa diri mereka dikasihi? Apabila Ayub berpikir dirinya dapat
mengalahkan Allah dengan tampil luhur dan terhormat, dia keli-
ru. Bulan purnama akan tersipu-sipu, dan matahari terik akan
mendapat malu, saat Tuhan menunjukkan kemuliaan-Nya.
IV. Kita tidak mampu mengalahkan Allah dalam hal kekuasaan atas
orang congkak (40:6-9). Dalam kalimat singkat tersebut, dikemu-
kakan alasannya: jika Ayub mampu merendahkan serta menu-
runkan para penguasa lalim dan penindas dengan mudah dan
ampuh seperti Allah, maka ia akan diakui memiliki keistimewaan
untuk bersaing dengan Allah. Perhatikanlah,
1. Tantangan soal keadilan yang diberikan kepada Ayub, yaitu ia
harus merendahkan orang congkak dengan tatapannya. Bila
Ayub hendak menjadi lawan Allah, terutama menjadi hakim
yang menilai perbuatan-perbuatan-Nya, ia harus bisa menger-
jakan tantangan ini.
(1) Allah sendiri pasti mampu dan akan melakukannya, jika
tidak, tentu Dia tidak akan mengajukan tantangan demi-
kian kepada Ayub. Dengan itu, Allah membuktikan diri-Nya
sebagai Allah, bahwa Ia menentang orang congkak, duduk
sebagai Hakim atas mereka, dan sanggup menghancurkan
mereka. Lihatlah bahwa,
[1] Orang yang congkak yaitu orang fasik, sebab kesom-
bongan merupakan akar dari banyak kefasikan di dunia
ini, baik terhadap Allah maupun sesama manusia.
[2] Orang congkak pasti akan direndahkan dan ditunduk-
kan, sebab kecongkakan mendahului kehancuran. Jika
mereka tidak mau membengkokkan diri supaya lurus,
mereka akan patah. Jika mereka tidak mau merendah-
kan diri dengan pertobatan sejati, Allah yang akan me-
rendahkan mereka, supaya mereka menderita malu un-
tuk selama-lamanya. Orang fasik akan diinjak-injak di
tempatnya sendiri. Artinya, di mana saja mereka berada,
meskipun mereka merasa memiliki tempat kediaman
sendiri dan telah berakar di sana, di situ pun mereka
akan diinjak-injak, dan seluruh kekayaan, kuasa, serta
kepentingan yang mereka miliki di tempatnya tidak da-
pat melindungi mereka.
[3] Murka Allah, yang tersebar di antara orang-orang cong-
kak, akan merendahkan, mematahkan, serta menghina-
kan mereka. Jika Dia melepaskan murka-Nya, seperti
yang akan dilakukan-Nya pada hari penghakiman kelak
dan sesekali dalam kehidupan yang ini, maka orang
yang paling gagah berani pun tidak akan sanggup ber-
tahan. Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu?
[4] Allah dengan mudah dapat merendahkan para penguasa
lalim. Dia sanggup mengamat-amati dan menundukkan
mereka. Dia mampu menggelisahkan mereka teramat
sangat dengan aib, ketakutan, dan akhirnya dengan ke-
hancuran total hanya dengan satu tatapan amarah,
sama seperti Dia dapat membangkitkan hati yang patah
dengan satu tatapan kemurahan.
[5] Dia sanggup dan pasti melakukannya sepenuhnya (40:8),
bukan hanya merendahkan mereka ke atas debu, sampai
berteriak minta bangkit, namun juga memendam mereka
bersama-sama dalam debu, seperti si orang Mesir cong-
kak yang dibunuh Musa dan disembunyikannya mayat-
nya dalam pasir (Kel. 2:12). Artinya, mereka tidak hanya
direndahkan sampai mati, melainkan juga sampai ke
kubur, liang tanpa jalan untuk kembali. Mereka bangga
akan kehormatan dirinya, namun mereka akan dikubur-
kan dan dilupakan, tidak diingat lagi, sama seperti
orang-orang yang tersembunyi dalam debu, hilang dari
pandangan dan dari ingatan. Mereka bekerja sama dan
bersatu untuk membuat onar, namun kini diikat ber-
sama. Mereka dipendam bersama-sama, bukan dalam
peristirahatan, melainkan dalam aib bersama ke dalam
debu (17:16). Mereka bahkan diperlakukan sebagai pen-
jahat (yang saat dihukum, wajahnya ditutupi, seperti
Haman, “tutupilah wajah mereka di tempat tersebunyi”
[40:8, KJV]). Atau sebagai orang mati, misalnya Lazarus,
saat dikubur mukanya ditutup dengan kain peluh.
Pada akhirnya, demikianlah kemenangan Allah sepe-
nuh-penuhnya atas orang-orang berdosa yang congkak
yang melawan Dia. Dengan begitu, Ia membuktikan
bahwa Dialah Allah. Sedemikian bencikah Ia terhadap
orang congkak? Ya, sebab Ia kudus. Akankah Ia meng-
hukum mereka? Ya, sebab Dialah Hakim yang adil
atas dunia. Dapatkah Ia merendahkan mereka? Ya, ka-
rena Ia Tuhan Mahakuasa. saat Allah merendahkan
Firaun yang sombong dan menguburnya dalam pasir
Laut Teberau, Yitro pun menyimpulkan tanpa keraguan,
“Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN lebih besar dari
segala allah; sebab Ia telah menyelamatkan bangsa ini
dari tangan orang Mesir, sebab memang orang-orang ini
telah bertindak angkuh terhadap mereka” (Kel. 18:11;
Lih. Why. 19:1-2).
(2) Tantangan tadi ditawarkan kepada Ayub. Selama ini dia
berbantah melawan Allah dan penyelenggaraan-Nya dengan
penuh kekesalan, melontarkan amarahnya ke langit, seolah
dengan begitu ia dapat menyadarkan Allah. Jadi, kata
Allah, “Ayo, cobalah tundukkan orang congkak terlebih dulu,
maka engkau akan melihat betapa mereka tidak menghargai
murkamu sedikit pun. Lantas, masakan aku memperhitung-
kannya atau tergerak olehnya?” Ayub telah menggerutu ten-
tang kemakmuran dan kekuasaan orang lalim dan para
penindas, sehingga ia hendak menuntut Allah bersalah da-
lam mengatur semua itu. Namun, ia tidak boleh mencari-
cari kesalahan bila tidak dapat memperbaikinya. Jika Allah
satu-satunya yang berkuasa merendahkan dan menunduk-
kan orang congkak, tentu Dia juga memiliki hikmat untuk
menentukan waktu dan caranya. sebab itu, masakan kita
mau mengatur atau mengajari Dia bagaimana cara menja-
lankan pemerintahan atas dunia. Kecuali lengan kita se-
kuat lengan-Nya, jangan pernah kita berpikir hendak mela-
kukan pekerjaan-Nya.
2. Keadilan yang dijanjikan kepada Ayub jika ia dapat mengerja-
kan perbuatan besar seperti itu (40:9), “Maka Aku pun akan
memuji engkau, sebab tangan kananmu mampu menyelamat-
kan dirimu sendiri, sekalipun tetap saja masih terlalu lemah
untuk melawan Aku.” Dalam diri manusia terdapat keangkuh-
an dan ambisi yaitu merasa mampu menyelamatkan diri sen-
diri, tangannya sendiri sudah cukup dan ia tidak bergantung
pada yang lain. Namun, pemikiran itu merupakan kelancang-
an. Tangan kita sendiri tidak sanggup membuat kita layak
menerima anugerah Allah, apalagi menyelamatkan kita dari
keadilan-Nya. Janganlah mengira kita mampu menyelamatkan
diri dengan kekuatan kita sendiri bila kita bahkan tidak
mampu merendahkan musuh dengan kekuatan kita. Seandai-
nya kita mampu, Allah sendiri akan mengakuinya. Dia tidak
akan menahan pujian terhadap manusia jika mereka memang
layak menerimanya, tidak pula Dia akan menyangkal kehor-
matan manusia jika mereka berjasa untuk itu. Namun, sebab
kita tidak mampu, maka kita harus mengaku di hadapan-Nya
bahwa tangan kita tidak sanggup menyelamatkan diri sendiri.
Jadi sebab itu, ke dalam tangan-Nyalah kita harus berserah
diri.
Lukisan tentang Behemot (Kuda Nil)
(40:10-19)∗
10 “Perhatikanlah kuda Nil, yang telah Kubuat seperti juga engkau. Ia makan
rumput seperti lembu. 11 Perhatikanlah tenaga di pinggangnya, kekuatan
pada urat-urat perutnya! 12 Ia meregangkan ekornya seperti pohon aras, otot-
otot pahanya berjalin-jalinan. 13 Tulang-tulangnya seperti pembuluh tem-
baga, kerangkanya seperti batang besi. 14 Dia yang pertama dibuat Allah,
makhluk yang diberi-Nya bersenjatakan pedang; 15 ya, bukit-bukit menge-
luarkan hasil baginya, di mana binatang-binatang liar bermain-main. 16 Di
bawah tumbuhan teratai ia menderum, tersembunyi dalam gelagah dan paya.
17 Tumbuhan-tumbuhan teratai menaungi dia dengan bayang-bayangnya,
pohon-pohon gandarusa mengelilinginya. 18 Sesungguhnya, biarpun sungai
sangat kuat arusnya, ia tidak gentar; ia tetap tenang, biarpun sungai Yordan
meluap melanda mulutnya. 19 Dapatkah orang menangkap dia dari muka,
mencocok hidungnya dengan keluan?”
Untuk membuktikan kuasa-Nya lebih lanjut sekaligus menyangkal
bualan Ayub, Allah mengakhiri tutur kata-Nya dengan gambaran ten-
tang dua binatang raksasa yang dahsyat, jauh melampaui manusia
dalam hal ukuran dan kekuatan. Yang pertama disebut behemot
(kuda Nil), dan yang kedua lewiatan (buaya). Dalam ayat-ayat di atas
diberikan gambaran tentang behemot. “Perhatikanlah kuda nil, dan
pikirkan baik-baik apakah engkau sanggup melawan Dia yang men-
ciptakan makhluk raksasa itu dan yang memberinya kekuatan? Jadi
bukankah lebih bijaksana jika engkau tunduk kepada-Nya dan ber-
damai dengan Dia?” Behemot mewakili binatang liar secara umum,
namun dalam ayat-ayat di atas tentu merujuk kepada suatu jenis
hewan tertentu. Sebagian penafsir menafsirkannya sebagai banteng.
Ada pula yang mengartikannya suatu jenis binatang amfibi yang
katanya terkenal di Mesir, yaitu kuda nil, yang tinggal bersama ikan-
ikan di sungai Nil namun keluar mencari makan di daratan. Namun,
saya sendiri berpegang pada pandangan kuno yang paling umum
diterima, bahwa behemot yaitu gajah, makhluk yang sangat kuat,
tubuhnya amat besar melampaui yang lain, kecerdasannya menga-
gumkan, serta sangat terkenal di dunia binatang sehingga di antara
hewan-hewan berkaki empat yang telah dibicarakan (38:4-33; 39:33),
binatang yang satu ini tidak mungkin terlewatkan. Perhatikanlah,
∗ Ada perbedaan pembagian perikop antara LAI dan KJV. Ayat 15-24 versi KJV dijumpai
pada ayat 10-19 versi LAI – ed.
I. Gambaran yang diberikan tentang behemot.
1. Tubuhnya sangat kuat dan kekar berotot. Perhatikanlah te-
naga di pinggangnya (40:11). Tulang-tulangnya, dibandingkan
tulang makhluk lain, seperti pembuluh tembaga (40:13). Tulang
punggungnya begitu kuat sehingga walaupun ekornya kecil, ia
meregangkannya seperti pohon aras dengan tenaga yang dah-
syat (40:12). Sebagian orang menafsirkannya sebagai belalai
gajah, sebab kata yang dipakai menyiratkan bagian tubuh
yang luar biasa, lagipula belalainya memang sangat bertenaga.
Punggung dan pinggang gajah begitu perkasa, demikian juga
otot-otot pahanya, sehingga ia mampu mengangkut bangunan
menara beserta sejumlah besar prajurit di dalamnya. Tiada
binatang yang kekuatan tubuhnya bisa menyamai gajah, yang
kekuatannya menjadi topik utama dalam gambaran ini.
2. Ia memakan hasil bumi, dan tidak memangsa binatang lain. Ia
makan rumput seperti lembu (40:10), bukit-bukit mengeluarkan
hasil baginya (40:15), dan hewan-hewan di padang tidak takut
kepadanya atau lari darinya seperti lari dari singa, sebaliknya
mereka bermain-main di sekitarnya sebab ia tidak berbahaya.
Hal ini mengajarkan kita
(1) Untuk mengakui kebaikan Allah. Dia mengatur ciptaan-
Nya sedemikian rupa agar hewan sebesar itu, yang memer-
lukan banyak makanan, tidak memangsa daging, sebab
kalau tidak, banyak binatang harus mati agar ia bertahan
hidup, namun ia cukup makan rumput di padang agar
makhluk hidup lain tidak binasa.
(2) Untuk hidup dengan memakan tumbuh-tumbuhan dan
buah-buahan, tanpa daging binatang, sesuai dengan ran-
cangan Allah yang semula tentang makanan manusia (Kej.
1:29). Kekuatan gajah pun bisa dicukupi tanpa daging,
sama seperti kuda dan lembu. Jadi, bukankah seharusnya
manusia juga bisa? Sekalipun kita memakai kebebasan
yang diizinkan Allah, janganlah engkau ada di antara pela-
hap daging (Ams. 23:20).
(3) Untuk menjunjung kehidupan yang tenang dan damai. Sia-
pa yang tidak mau tetangga atau sesamanya tinggal dengan
nyaman dan senang di sekitarnya, seperti hewan-hewan di
sekitar gajah, daripada seperti singa yang ditakuti semua
makhluk?
3. Di bawah naungan pepohonan ia tinggal (40:16, KJV), dan tum-
buh-tumbuhan itu menaungi dia dengan bayang-bayangnya
(40:17). Di sana ia bisa bernapas dengan bebas di udara terbuka,
sedangkan singa yang hidup dengan memangsa harus tinggal
dalam gua yang gelap dan tertutup saat hendak beristirahat ser-
ta diam dalam persembunyian (39:2). Barang siapa menimbul-
kan ketakutan bagi orang lain, adakalanya ia sendiri pasti mera-
sa ketakutan. Sebaliknya, barang siapa membiarkan sesamanya
tinggal tenang di dekatnya, ia sendiri akan merasa tenteram.
Tumbuhan yang lemah dan rapuh seperti gelagah, paya, serta
gandarusa sudah cukup menjadi pertahanan dan perlindungan
bagi mereka yang tidak merancangkan bahaya kepada pihak
lain, sebab mereka sendiri tidak takut ancaman bahaya.
4. Ia peminum yang sangat kuat dan rakus. Bukan anggur atau
minuman keras namun air tawar. Rakus akan minuman keras
yaitu sifat manusia, yang dengan kemabukannya menjadi-
kan dirinya sendiri seperti binatang.
(1) Ukuran tubuhnya luar biasa sehingga sumber daya harus
memadai Perhatikanlah, dia meminum sungai tanpa tergesa
(40:18, KJV). Ia percaya bahwa sungai Yordan bisa ditampung
dalam mulutnya. Ia minum begitu banyak hingga seolah
sungai pun bisa ditelannya jika ia dibiarkan. Atau, ia tetap
tenang saat minum, bukan tergesa-gesa seperti orang yang
minum dengan ketakutan. Ia yakin akan kekuatan dan ke-
amanan dirinya sehingga tidak minum dengan terburu-buru,
dengan begitu tenang tanpa tergesa-gesa.
(2) Matanya melahap lebih banyak daripada yang dapat di-
tanggungnya. saat ia haus sebab telah begitu lama tidak
mendapat air, ia percaya bahwa sungai Yordan bisa ditam-
pung dalam mulutnya, bahkan melahapnya dengan mata
(40:19, KJV). Sama seperti orang tamak melayangkan pan-
dangnya kepada harta dunia yang diingininya, demikianlah
binatang besar ini menyeruput atau menyeret sungai de-
ngan matanya.
(3) Belalainya cukup kuat baik untuk menyeruput maupun
mengisap. Sebab, saat ia hendak minum dengan rakus-
nya dengan belalainya, dijebolnya perangkap atau jala yang
mungkin dipasang orang di dalam sungai untuk menang-
kap ikan. Kesulitan yang menghadang jalannya tidaklah
berarti baginya, sebab begitu besar tenaga dan nafsunya.
II. Pelajaran yang dapat diambil dari gambaran tersebut. Kita telah
melihat hewan yang menjulang tadi. Binatang raksasa ini diha-
dapkan kepada kita, bukan sebagai pertunjukan semata seperti
dalam sirkus atau kebun binatang, untuk memuaskan rasa ingin
tahu atau sebagai hiburan, melainkan sebagai bukti untuk me-
rendahkan diri kita di hadapan Allah yang Mahabesar.
1. Dialah yang menjadikan binatang raksasa itu dengan begitu
dahsyat dan ajaib. Makhluk itu yaitu karya tangan-Nya, buah
rancangan hikmat-Nya, dan hasil dari kekuatan-Nya. “Perhati-
kanlah kuda Nil, yang telah Kubuat” (40:10). Segala kekuatan
yang dimiliki behemot dan hewan-hewan lain berasal dari
Allah. Dengan demikian kita harus mengakui bahwa Dia me-
miliki segala kekuatan pada diri-Nya sendiri dan tidak terba-
tas. Lengan sekuat itu bukanlah tandingan kita. Binatang ini
disebut sebagai yang pertama dibuat Allah (40:14), bukti ung-
gulan atas kekuatan dan hikmat Sang Pencipta. Bila kita men-
cermati penjelasan para sejarawan tentang gajah, kita akan
mendapati bahwa daya pikir hewan ini nyaris setara dengan
akal budi, melebihi daya pikir binatang-binatang lain. Itu se-
babnya ia patut disebut yang pertama dibuat Allah. Dalam
bagian ciptaan yang lebih rendah, gajahlah yang paling isti-
mewa di bawah manusia.
2. Allah menjadikan gajah bersama dengan manusia, seperti juga
hewan berkaki empat lainnya, yakni pada hari yang sama de-
ngan penciptaan manusia (Kej. 1:25-26), sedangkan ikan dan
burung-burung dijadikan pada hari sebelumnya. Dia membuat
gajah hidup dan tinggal di tanah yang sama, di lingkungan
yang sama, dan sebab itu dikatakan bahwa manusia dan he-
wan Kauselamatkan bersama-sama dengan Penyelenggaraan
ilahi (Mzm. 36:7). “Perhatikanlah kuda Nil, yang telah Kubuat
seperti juga engkau. Aku menjadikan binatang itu seperti juga
dirimu, namun ia tidak berbantah dengan aku. Lantas mengapa
engkau menantang Aku? Mengapa engkau menuntut perke-
nanan khusus sebab Aku yang menjadikanmu (10:9), pada-
hal aku membuat behemot seperti juga engkau? Aku mencipta-
kanmu, sama seperti aku menciptakan hewan itu. Jadi, Aku
dapat melakukan apa pun terhadap engkau sama seperti ter-
hadap binatang itu, dan Aku akan melakukannya entah eng-
kau menolak atau menerimanya. Aku menjadikannya bersama
engkau, supaya engkau melihatnya dan menerima pengajaran.”
Kita tidak perlu pergi jauh-jauh mencari bukti atau contoh dari
kekuatan dan kekuasaan kedaulatan Allah yang Mahabesar.
Semua itu ada di dekat kita, bersama-sama dengan kita, dan
terbentang di depan mata kita di mana saja.
3. Dia yang menjadikannya dapat membuat pedang-Nya meng-
hampiri dia (40:14, KJV). Artinya, tangan yang sama yang men-
jadikan gajah, tak peduli seberapa pun ukuran dan kekuatan-
nya, dapat meniadakan dia kapan pun dan membunuhnya se-
mudah cacing atau lalat, tanpa kesulitan dan tanpa dapat
disalahkan. Allah yang memberikan keberadaan kepada selu-
ruh ciptaan dapat mengambilnya kembali. Masakan Dia tidak
boleh melakukan apa pun yang Ia mau terhadap milik-Nya
sendiri? Dan Dia sanggup melakukannya. Dia yang punya kua-
sa mencipta hanya dengan satu kata, tentu juga punya kuasa
membinasakan dengan satu kata saja. Dia dapat dengan mu-
dah berfirman sehingga suatu ciptaan lenyap begitu saja, sama
seperti Dia berfirman dan menjadikannya ada dari ketiadaan.
Kemungkinan, behemot (dan berikutnya lewiatan) melambang-
kan penguasa lalim dan para penindas yang dimaksud Allah
saat Ia menantang Ayub untuk merendahkan mereka. Orang-
orang congkak itu merasa terlindung dari penghakiman Allah,
sama seperti gajah dengan tulangnya yang seperti tembaga dan
batang besi. Namun, Dia yang menciptakan jiwa manusia juga
mengenal segala jalan untuk mencapainya, dan Dia sanggup
membuat pedang keadilan dan murka-Nya menghampirinya,
menjamahnya pada bagian yang paling rapuh dan peka. Dia
yang menyusun tubuh dan menyatukan bagian-bagiannya pasti
juga tahu bagaimana membongkarnya kembali. Jadi, celakalah
orang yang melawan Pembuatnya, sebab Dia yang membuatnya
tentu berkuasa menjadikannya sengsara. Ia tidak akan mem-
buatnya bahagia, kecuali bila orang itu mau tunduk kepada-
Nya.
PASAL 4 1
ambaran yang diberikan di sini tentang lewiatan (buaya), seekor
monster laut atau binatang air yang sangat besar, kuat, dan
menakutkan, dirancang untuk terus menginsafkan Ayub akan keti-
dakberdayaannya dan akan kemahakuasaan Allah, supaya ia diren-
dahkan hatinya sebab kebodohannya dalam bersikap berani terha-
dap Allah.
I. Untuk menginsafkan Ayub akan kelemahannya sendiri, ia di
sini ditantang untuk menaklukkan dan menjinakkan lewiat-
an ini jika dia sanggup dan menjadikan dirinya sebagai tuan-
nya (40:20-28). Dan, sebab tidak mampu melakukannya,
maka dia harus mengakui diri sepenuhnya tidak sanggup
bertahan di hadapan Allah yang Mahabesar (41:1).
II. Untuk menginsafkan Ayub akan kuasa dan keagungan Allah
yang dahsyat, di sini diberikan beberapa contoh khusus ten-
tang kekuatan dan kengerian dari lewiatan, yang tidak mele-
bihi yang telah diberikan Allah kepadanya, tidak melebihi di
bawah pengawasan-Nya (41:2-3). Rupa lewiatan yang digam-
barkan di sini sangat mengerikan (41:3, 5), sisik-sisiknya ter-
lekat rapat (41:6-8), napas dan bersinnya menyinarkan ca-
haya (41:9-12), daging gelambirnya berlekatan (41:13-15), ke-
kuatan dan semangatnya tidak tertahankan, bila ia bangkit
dan diserang (41:16-21), gerakannya bergejolak dan meng-
guncang perairan (41:22-23), sehingga, secara keseluruhan,
ia yaitu suatu makhluk yang sangat mengerikan dan ma-
nusia tidak sebanding dengannya (41:24-25).
Lukisan tentang Lewiatan (Buaya)
(40:20-28)∗
20 “Dapatkah engkau menarik buaya dengan kail, atau mengimpit lidahnya
dengan tali? 21 Dapatkah engkau mengenakan tali rotan pada hidungnya,
mencocok rahangnya dengan kaitan? 22 Mungkinkah ia mengajukan banyak
permohonan belas kasihan kepadamu, atau berbicara dengan lemah lembut
kepadamu? 23 Mungkinkah ia mengikat perjanjian dengan engkau, sehingga
engkau mengambil dia menjadi hamba untuk selama-lamanya? 24 Dapatkah
engkau bermain-main dengan dia seperti dengan burung, dan mengikat dia
untuk anak-anakmu perempuan? 25 Mungkinkah kawan-kawan nelayan
memperdagangkan dia, atau membagi-bagikan dia di antara pedagang-peda-
gang? 26 Dapatkah engkau menusuki kulitnya dengan serampang, dan kepa-
lanya dengan tempuling? 27 Letakkan tanganmu ke atasnya! Ingatlah perta-
rungannya! – Engkau takkan melakukannya lagi! 28 Sesungguhnya, harapan-
mu hampa! Baru saja melihat dia, orang sudah terbanting.
Apakah lewiatan ini yaitu seekor paus atau seekor buaya masih
menjadi perdebatan yang besar di antara para sarjana, yang tidak
ingin saya diskusikan di sini. Beberapa ciri cocok dengan yang satu,
sedangkan ciri lain lebih sesuai dengan yang lainnya. Keduanya sa-
ngat kuat dan ganas, dan kekuatan Sang Pencipta tampak di dalam
mereka. Cendekiawan Sir Richard Blackmore, kendati mengakui pen-
dapat yang lebih diterima mengenai behemot (LAI: kuda Nil) seba-
gai gajah, namun setuju dengan pendapat cendekiawan Bochart ten-
tang lewiatan sebagai buaya, yang sangat dikenal di perairan Mesir.
Meskipun begitu, saya lebih cenderung memahami lewiatan sebagai
ikan paus, bukan hanya sebab binatang tersebut lebih besar dan
lebih kuat, namun juga sebab di dalam sejarah Penciptaan, ada suatu
perhatian sekilas tentangnya dan tidak pada jenis binatang lainnya,
Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar (Kej. 1:21). Dari
ayat ini tampak bahwa ikan paus tidak hanya dikenal di sekitar wila-
yah di zaman Musa, yang hidup segera sesudah zaman Ayub, namun
juga bahwa penciptaan ikan paus umumnya dipandang sebagai bukti
yang paling jelas tentang kuasa yang paling dahsyat dan keallahan
dari Sang Pencipta. Dan kita dapat menduga bahwa inilah alasannya
mengapa Musa secara khusus menyebutkan penciptaan ikan paus
(TB: binatang-binatang laut), sebab Allah akhir-akhir ini menekankan
pada besarnya dan kekuatan makhluk itu daripada yang lain, sebagai
bukti dari kuasa-Nya. Dan lewiatan dibicarakan di sini sebagai suatu
∗ Ada perbedaan pembagian perikop antara LAI dan KJV. Pasal 41:1-9 versi KJV dijum-
pai pada pasal 40:20-28 versi LAI. Versi KJV terdiri dari 34 ayat (41:1-34) sedangkan pada
versi LAI terdiri dari 25 ayat (41:1-25) – ed.
penghuni lautan (41:22), sedangkan buaya tidak. Dan Mazmur 104:25-
26, Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ Lewiatan. De-
mikianlah dalam ayat-ayat di atas kita dapati,
I. Allah menunjukkan betapa Ayub tidak sanggup untuk menun-
dukkan lewiatan.
1. Bahwa dia tidak dapat menangkapnya seperti seekor ikan ke-
cil, dengan kail (40:20-21). Ia tidak memiliki umpan untuk me-
nipunya, tidak punya kail untuk menangkapnya, tidak ada tali
rotan untuk menariknya keluar dari air, atau kaitan untuk
mencocok rahangnya, untuk membawanya pulang.
2. Bahwa Ayub tidak dapat menjadikannya tawanan, atau me-
maksanya berteriak, atau menyerahkan diri dengan sukarela
(40:22-23). “Ia tahu kekuatannya sendiri sehingga tidak akan
mengajukan banyak permohonan belas kasihan kepadamu, dan
untuk mengikat perjanjian dengan engkau untuk menjadi ham-
bamu dengan syarat engkau mau menyelamatkan nyawanya.”
3. Bahwa Ayub tidak dapat membujuknya ke kandang dan mena-
hannya di sana seperti seekor burung untuk dijadikan mainan
oleh anak-anak (40:24). Ada makhluk-makhluk ciptaan yang be-
gitu kecil, begitu lemah, hingga dengan mudah dikekang dan di-
taklukkan. namun lewiatan bukanlah satu di antaranya: dia di-
buat untuk menjadi kengerian, bukan untuk hiburan manusia.
4. Bahwa Ayub tidak dapat menjadikan lewiatan sebagai santap-
an di atas mejanya. Ayub dan teman-temannya tidak dapat
berpesta dengan menyantapnya. Dagingnya terlalu alot untuk
dijadikan makanan, dan, jika tidak alot, ia tidaklah mudah
ditangkap.
5. Bahwa Ayub dan teman-temannya tidak dapat memperkaya
diri dengan memeliharanya: Mungkinkah kawan-kawan nela-
yan memperdagangkan dia, untuk tulang-tulangnya dan mi-
nyak lemaknya? Jika mereka mampu menangkapnya, mereka
pasti akan menjualnya. Namun kemungkinan keahlian me-
nangkap ikan paus pada waktu itu belumlah berkembang de-
ngan baik seperti di waktu-waktu kemudian.
6. Bahwa mereka tidak dapat membinasakannya, tidak dapat me-
nusuk kepalanya dengan tempuling (40:26, KJV: dengan tombak
berduri). Ia terus luput dari jangkauan alat pembunuhan me-
reka, atau, jika mereka dapat menyentuhnya, mereka masih
kalah cepat untuk menyentuhnya.
7. Bahwa tidak ada gunanya untuk mengupayakannya: Sesung-
guhnya harapanmu hampa (40:28). Apabila manusia berusaha
untuk menangkapnya, ia begitu menakutkan sehingga mereka
terpana begitu melihatnya, malah manusia perkasa pun bisa
pingsan: Baru saja melihat dia orang sudah terbanting, mem-
buat kecut para pemburu yang mengejarnya. Ayub diperingat-
kan jangan coba-coba letakkan tanganmu ke atasnya (40:27).
“Coba saja sentuh dia jika engkau berani. Ingatlah pertarung-
annya, betapa engkau tidak sanggup menghadapi kekuatan
yang sedemikian hebatnya. Hasil pertarungannya sudah bisa
ditebak, dan engkau takkan melakukannya lagi, jadi berhenti-
lah dari segala usahamu.” Baiklah untuk mengingat pertem-
puran sebelum kita terlibat dalam suatu pertarungan, dan
batalkan sebelum waktunya jika kita melihat tidak ada guna
jika tetap melaksanakannya. Ayub sebab nya diperingatkan
untuk tidak melanjutkan perbantahannya dengan Allah, melain-
kan untuk berdamai dengan Dia, mengingat bahwa pertarungan
pasti akan berakhir jika dia terus maju (Lih. Yes. 27:4-5).
II. Maka Allah pun menegaskan betapa tidak berdayanya Ayub un-
tuk berbantah dengan Yang Mahakuasa. Orang yang nekatpun
takkan berani membangkitkan marahnya (41:1), sebab sudah
pasti ia terlalu sukar dihadapi. Dan Siapakah yang dapat berta-
han di hadapan Aku, baik untuk menyalahkan Dia dan mengadili-
Nya atau untuk menghadapi kekuatan murka-Nya? Jika makhluk
ciptaan lebih rendah yang dibawa tunduk di bawah kaki manusia
dan yang dikuasainya, sudah membuat manusia terpana, maka
betapa mengerikan lagi keagungan Tuhan kita Yang Mahakuasa,
yang memiliki kekuasaan berdaulat atas kita dan yang telah lama
ditentang oleh manusia! Siapakah yang dapat bertahan di hadap-
an-Nya saat Ia sedang murka?
Lukisan tentang Lewiatan (Buaya)
(41:1-25)∗
1 Orang yang nekat pun takkan berani membangkitkan marahnya. Siapakah
yang dapat bertahan di hadapan Aku? 2 Siapakah yang menghadapi Aku,
yang Kubiarkan tetap selamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, yaitu
kepunyaan-Ku. 3 Aku tidak akan berdiam diri tentang anggota-anggota ba-
dannya, tentang keperkasaannya dan perawakannya yang tampan. 4 Siapa-
kah dapat menyingkapkan pakaian luarnya? Baju zirahnya yang berlapis
dua, siapakah dapat menembusnya? 5 Siapa dapat membuka pintu moncong-
nya? Di sekeliling giginya ada kengerian. 6 Punggungnya yaitu perisai-peri-
sai yang bersusun, terlekat rapat seperti meterai. 7 Rapat hubungannya yang
satu dengan yang lain, sehingga angin tidak dapat masuk; 8 yang satu me-
lekat pada yang lain, bertautan tak terceraikan lagi. 9 Bersinnya menyinarkan
cahaya, matanya laksana merekahnya fajar. 10 Dari dalam mulutnya keluar
suluh, dan berpancaran bunga api. 11 Dari dalam lubang hidungnya menge-
pul uap bagaikan dari dalam belanga yang mendidih dan menggelegak isinya.
12 Nafasnya menyalakan bara, dan nyala api keluar dari dalam mulutnya.
13 Di dalam tengkuknya ada kekuatan; ketakutan berlompatan di hadapan-
nya. 14 Daging gelambirnya berlekatan, melekat padanya, tidak tergerak.
15 Hatinya keras seperti batu, keras seperti batu kilangan bawah. 16 Bila ia
bangkit, maka semua yang berkuasa menjadi gentar, menjadi bingung ka-
rena ketakutan. 17 Bila ia diserang dengan pedang, ia tidak mempan, demiki-
an juga dengan tombak, seligi atau lembing. 18 Besi dirasanya seperti jerami,
tembaga seperti kayu lapuk. 19 Anak panah tidak dapat menghalau dia, batu
umban seolah-olah berubah padanya menjadi jerami. 20 Gada dianggapnya
jerami dan ia menertawakan desingan lembing. 21 Pada bagian bawahnya ada
tembikar yang runcing; ia membujur di atas lumpur seperti pengeretan
pengirik. 22 Lubuk dibuatnya berbual-bual seperti periuk, laut dijadikannya
tempat memasak campuran rempah-rempah. 23 Ia meninggalkan jejak yang
bercahaya, sehingga samudera raya disangka orang rambut putih. 24 Tidak
ada taranya di atas bumi; itulah makhluk yang tidak mengenal takut. 25 Se-
gala yang tinggi takut kepadanya; ia yaitu raja atas segala binatang yang
ganas.”
Allah, sesudah dalam ayat-ayat sebelumnya menunjukkan kepada
Ayub betapa tidak sanggupnya dia untuk bertarung dengan lewiatan,
di sini menyatakan kuasa-Nya sendiri di dalam makhluk perkasa
yang besar itu. Di sini kita lihat,
I. Kedaulatan dan kemandirian dari kekuasaan Allah diterangkan
(ay. 1).
1. Bahwa Ia tidak berutang kepada siapa pun dari makhluk cip-
taan-Nya. Apabila ada orang yang menyangka bahwa Allah
berutang kepada mereka, hendaknya mereka mengajukan tun-
tutannya dan membuktikan jasa mereka, dan mereka akan
∗ Ada perbedaan pembagian perikop antara LAI dan KJV. Ayat 10-34 versi KJV dijumpai
pada ayat 1-25 versi LAI – ed.
menerimanya secara penuh tanpa ditahan-tahan: “Siapakah
yang menghadapi Aku?” yaitu, “Siapakah yang telah menjadi-
kan Aku berutang kepadanya dengan jasanya? Siapakah yang
berani berhadapan dengan Aku? Jika ada, Aku tidak akan
lama-lama membayar utang mereka. Aku akan segera mem-
balas mereka.” Sang rasul mengutip hal ini untuk membung-
kam semua keinginan daging di hadirat Allah (Rm. 11:35).
Siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, se-
hingga Ia harus menggantikannya? Sama seperti Allah tidak
menimpakan ke atas kita kejahatan yang pantas bagi kita,
demikian pula Ia memberkati kita dengan kebaikan yang tidak
pantas untuk kita terima.
2. Bahwa Ia yaitu TUHAN yang adil dan pemilik segala makhluk
ciptaan: “Apa yang ada di seluruh kolong langit, yang hidup
bergerak atau yang tidak bergerak, yaitu kepunyaan-Ku (dan
terutama lewiatan ini), ada di bawah perintah-Ku, semuanya
Aku miliki dalam kekuasaan-Ku dan tidak ada yang dapat me-
lawan.” Semua yaitu kepunyaan-Nya. Kita yaitu kepunya-
an-Nya, semua yang kita punya dan perbuat. Oleh sebab itu,
kita tidak dapat membuat Allah berutang kepada kita. Sebalik-
nya, dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sen-
dirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu. Segala-
galanya yaitu milik-Nya, dan sebab nya, seandainya Ia ber-
utang kepada orang, maka Ia pasti membayarnya. Utang ada
di dalam tangan yang baik. Segala-galanya yaitu milik-Nya,
dan sebab nya Ia tidak memerlukan jasa kita, dan tidak diun-
tungkan dengannya. Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan ke-
padamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya (Mzm.
50:12).
II. Bukti dan penggambaran tentang kuasa dan kekuasaan-Nya, de-
ngan memakai rupa lewiatan yang luar biasa (ay. 3).
1. Bagian dari tubuhnya, kekuatan yang dikeluarkannya, ter-
utama saat ia diserang, dan perawakannya yang tampan,
semuanya itu tidak disembunyikan oleh Allah, dan sebab nya
kita harus mengamati dan mengakui kuasa Allah di dalamnya.
Kendati ia yaitu suatu makhluk ciptaan yang sungguh ter-
amat besar dan menakutkan, namun tetap ada di dalamnya
suatu perawakan yang tampan. Di mata kita keindahan ter-
letak di dalam sesuatu yang kecil (inest sua gratia parvis – hal-
hal yang kecil memiliki keanggunannya sendiri) sebab diri kita
sendiri juga demikian. namun di mata Allah bahkan lewiatan
yaitu tampan. Dan, jika Ia menyatakan bahkan ikan paus
atau buaya itu tampan, maka tidak pantas bagi kita untuk
mengomentari suatu pekerjaan tangan-Nya jelek atau kurang
berkenan. Cukuplah untuk mengomentari pekerjaan kita sen-
diri. Allah di sini memberi kita sebuah gambaran tentang ba-
gian-bagian tubuh dari lewiatan. Sebab karya-Nya tampak
sungguh indah dan unggul, dan hikmat serta kuasa-Nya ter-
lihat nyata di dalam mereka, saat karya-karya-Nya itu di-
bedah-bedah ke dalam bagian-bagiannya dan diamati setiap
bagiannya.
(1) Lewiatan, bahkan prima facie – pada pandangan pertama,
tampak tangguh dan tak dapat didekati (ay. 3-4). Siapa yang
berani datang menghampirinya hidup-hidup begitu melihat
pakaian luarnya, kulit yang membungkusnya laksana pa-
kaian. Siapa berani mendekatinya dan mengekangnya se-
perti seekor kuda dan membawanya pergi? Siapa berani
datang mendekat di depan rahangnya, yang bagaikan baju
zirah berlapis dua? Siapakah yang berani melihat ke dalam
mulutnya, seperti kita melihat ke dalam mulut kuda? Ia
yang membuka pintu moncongnya akan melihat kengerian
di sekeliling giginya, kuat dan tajam, dan siap untuk me-
nelan. Orang akan gemetar begitu membayangkan kaki
atau tangannya ada di antara gigi-giginya itu.
(2) Sisiknya yaitu keindahan dan kekuatannya, dan sebab -
nya menjadi kesombongannya (ay. 6-8). Buaya memang
menakjubkan sisik-sisik punggungnya. Jika kita mema-
hami lewiatan sebagai seekor paus, maka bagian tubuh ini
haruslah dipahami sebagai lapisan kulitnya yang menjadi
perisai. Atau mungkin ada ikan paus di negeri itu yang
bersisik. Yang menakjubkan mengenai sisik-sisik ini yaitu
mereka terlekat rapat, yang membuat binatang ini tetap ha-
ngat, sebab udara tidak dapat menembusnya, dan badan-
nya aman, sebab pedang tidak dapat menembus melalui
sisiknya itu. Ikan-ikan yang hidup di dalam air dibentengi
dengan hikmat Sang Penyelenggara, yang memberinya pa-
kaian supaya tidak kedinginan.
(3) Ia menyebar kengerian dengan napas dan tatapannya. Jika
ia bersin atau menyemburkan air, kelihatannya seperti me-
nyinarkan cahaya, entah dengan buih atau cahaya mata-
hari yang bersinar melaluinya (ay. 9). Mata ikan paus dika-
takan bersinar di malam hari seperti api atau seperti di
sini matanya laksana merekanya fajar. Hal yang sama di-
katakan juga tentang buaya. Napas binatang ini begitu
panas dan menyengat, keluar dari panas bawaan di dalam
badannya, sehingga dari mulutnya seperti keluar suluh dan
berpancaran bunga api. Uap dan api dikatakan keluar dari
dalam mulutnya, cukup untuk menyalakan bara (ay. 10-12).
Mungkin ungkapan hiperbolis ini dipakai menggambarkan
lewiatan untuk menyatakan kengerian murka Allah, sebab
semuanya ini memang dirancang untuk menginsafkan kita.
Api menjilat keluar dari mulutnya (Mzm. 18:8-9). Nafas
TUHAN, seperti sungai belerang, menyalakan pancaka, dan
untuk selamanya menjaganya tetap menyala (Yes. 30:33).
Si pendurhaka akan dibunuh dengan nafas mulut-Nya (2Tes.
2:8).
(4) Dia memiliki kekuatan yang tak terkalahkan dan keganas-
an yang paling mengerikan, sehingga membuat ketakutan
segala apa yang menghalanginya, namun dia sendiri tidak
takut oleh apa pun. Perhatikanlah tengkuknya, dan di sana
masih ada kekuatannya (ay. 13). Kepala dan badannya me-
lekat begitu erat. Ketakutan bersorak-sorai, atau melompat-
lompat kemenangan, di hadapannya, sebab ia membuat hal
yang mengerikan ke mana pun ia pergi. Atau badai yang
menjadi ketakutan bagi orang lain yaitu kegembiraannya.
Apa yang mengguncang orang lain menjadi tarian baginya.
Dagingnya melekat dengan baik (ay. 14). Daging gelambir-
nya berelekatan, sehingga tidak tergerak dan sulit untuk
ditembusi tombak. Ia seakan-akan terbuat seluruhnya dari
tulang. Tubuhnya dari tembaga, yang dikeluhkan Ayub
tidak dimilikinya (6:12). Hatinya keras seperti batu (ay. 15).
Kebesaran hatinya sama dengan kekuatan tubuhnya, dan,
kendati besar, ia penuh tenaga dan tidak lamban. Sama
seperti daging dan kulitnya tidak dapat ditembus, demikian
pula keberaniannya tidak dapat diciutkan. Malah sebalik-
nya, ia menciutkan nyali semua yang ditemuinya dan mem-
buat mereka ketakutan (ay. 16): Bila ia bangkit seperti se-
buah gunung yang bergerak di dalam air yang bergelora,
bahkan semua yang berkuasa menjadi gentar, takut ia
akan membalikkan kapal-kapal mereka atau berbuat jahat
kepada mereka. sebab gelora yang dibuatnya di dalam air,
yang mengancam kematian, orang mentahirkan diri, meng-
akui dosa-dosa mereka, memanjatkan doa, dan bersiap
untuk kematian. Kita membaca (3:8) tentang orang-orang
yang, saat mereka membangkitkan marah lewiatan, men-
jadi begitu ketakutan hingga mereka mengutuk hari itu.
Suatu ketakutan yang tampaknya membawa sebagian ke-
pada kutukan dan sebagian lagi kepada doa. Sebab, seperti
sekarang ini, demikian pula pada saat dahulu itu para pe-
laut memiliki sifat yang berbeda-beda, dan kengerian laut
memiliki dampak yang berbeda kepada setiap orang. namun
semuanya setuju ada ketakutan besar terjadi di antara
mereka saat lewiatan bangkit.
(5) Semua alat pembunuh yang dipakai terhadapnya tidak
mempan melukainya dan sebab itu tidak mendatangan ke-
ngerian baginya (ay. 17-20). Pedang dan tombak, yang melu-
kai dari dekat, bukanlah apa-apa baginya. Seligi, anak pa-
nah, dan lembing, yang melukai dari jauh, tidak dapat
mencelakainya. Alam telah begitu baik mempersenjatainya
cap-a-pie – di semua titik, terhadap mereka semua. Senjata-
senjata pertahanan yang dipakai manusia saat mereka
bertarung dengan lewiatan, seperti lembing (KJV: baju peri-
sai) atau tameng, sering tidak lagi berguna bagi manusia
seperti halnya senjata yang mereka pakai untuk menye-
rang. Besi dan tembaga dianggapnya sebagai jerami dan
kayu lapuk, dan ia menertawakan mereka. Ini yaitu gam-
baran dari seorang berdosa yang berhati keras, yang me-
remehkan kengerian dari Yang Mahakuasa dan menerta-
wakan semua ancaman dari firman-Nya. Begitu tidak ta-
kutnya lewiatan terhadap senjata yang dipakai melawan
dia sehingga, untuk menunjukkan betapa kerasnya dia, ia
memilih berbaring di atas tembikar yang runcing (ay. 21),
dan berbaring dengan tenangnya di sana seperti berbaring
di atas lumpur. Orang-orang yang menanggung kekerasan
harus membiasakan diri dengannya.
(6) Gerakannya di dalam air membuat laut berbual-bual dan
mengganggunya (ay. 22-23). saat ia berguling-guling, dan
berkebas-kebas serta mengaduk-ngaduk di dalam air atau
mengejar mangsa, lubuk dijadikannya tempat memasak, ia
menimbulkan buih-buih yang besar di atas air seperti pada
panci yang mendidih, terutama pada tempat memasak cam-
puran rempah-rempah. Dan ia meninggalkan jejak yang ber-
cahaya, yang bahkan tidak ditinggalkan oleh jalan kapal di
tengah laut (Ams. 30:19). Orang dapat melacak lewiatan di
bawah air melalui gelembungnya di permukaan. Namun
siapakah yang dapat memanfaatkannya untuk mengejar-
nya? Manusia dapat melacak kelinci di tanah bersalju dan
membunuhnya, namun ia yang melacak lewiatan tidak akan
berani mendekatinya.
2. Setelah memberikan gambaran yang khusus tentang anggota-
anggota badannya, tentang keperkasaannya dan perawakan-
nya yang tampan, Allah menyimpulkan dengan empat hal
secara umum tentang binatang ini:
(1) Bahwa ia bukan seperti makhluk-makhluk ciptaan yang
lebih rendah lainnya: Tidak ada taranya di atas bumi (ay.
24). Tidak ada makhluk ciptaan di dalam dunia ini yang
sebanding dengannya dalam kekuatan dan kengerian. Atau
bumi di sini dibedakan dari lautan: Wilayah kekuasaannya
bukanlah di atas bumi (demikian kata sebagian orang),
melainkan di dalam air. Tak satu pun dari semua makhluk
ciptaan yang buas di atas bumi ini yang dapat menandingi-
nya dalam ukuran dan kekuatannya, dan beruntung bagi
manusia bahwa ia dibatasi di dalam air dan di sana ada
penjaganya (7:12) melalui Penyelenggaraan ilahi, sebab,
jika suatu makhluk yang mengerikan ini dibiarkan untuk
berkeliaran dan merusak di atas bumi ini, maka bumi akan
menjadi tempat kediaman yang tidak aman dan tenang
bagi anak-anak manusia, sebagaimana dimaksudkan.
(2) Bahwa ia lebih berani daripada makhluk ciptaan lain apa
pun itu: Ia yaitu makhluk yang tidak mengenal takut. Cip-
taan ada sebagaimana mereka diciptakan. Namun lewiatan
ditetapkan memiliki keberanian, tidak ada yang dapat me-
nakutinya. Ciptaan lainnya, sebaliknya, tampaknya diran-
cang untuk terbang seperti halnya makhluk ini untuk ber-
tarung. Demikianlah di antara manusia, sebagian berani di
dalam sifat bawaannya, yang lain takut-takut.
(3) Bahwa ia sendiri sangat sombong. Kendati berada di dalam
kedalaman air, segala yang tinggi takut kepadanya (ay. 25).
Gelombang yang bergulung-gulung, batu-batu yang meng-
hadang, awan yang melayang-layang, dan kapal-kapal yang
berlayar dengan gagah, semuanya dipandang rendah oleh
binatang raksasa ini, sebab ia tidak menganggap semuanya
itu akan mengganggu atau mengancamnya. Orang-orang
yang besar cenderung untuk menghina.
(4) Ia yaitu raja atas segala binatang yang ganas, yaitu, ia
yang paling angkuh di antara semua yang sombong. Ia
menjadi lebih sombong (demikian Tuan Caryl menjelaskan-
nya) daripada orang-orang yang paling sombong di dunia.
Dengan demikian makhluk ini mematikan kesombongan
dan keangkuhan manusia. Kesuksesan lahiriah apa pun
yang dibanggakan oleh manusia, dan menjadikannya som-
bong, lewiatan melebihi semua dan raja di atasnya. Sebagi-
an penafsir membaca ayat tersebut sebagai menggambar-
kan Allah: Segala yang tinggi takut kepada-Nya; Ia yaitu
Raja atas segala binatang yang ganas. Ia dapat menjinak-
kan behemot (40:14) dan lewiatan, betapa pun besarnya
mereka, dan betapa tangguhnya hati mereka. Percakapan
mengenai dua binatang ini ditonjolkan untuk membuktikan
bahwa hanya Allah-lah yang dapat memandangi orang-
orang yang sombong dan memandang rendah mereka, me-
nurunkan mereka dan menginjak-injak mereka, dan menyem-
bunyikan mereka di dalam debu (40:7-9), dan demikianlah
percakapan ini diakhiri dengan quod erat demonstrandum –
yang akan ditunjukkan-Nya. Ada satu yang melihat segala
yang tinggi, dan, kapan pun manusia berlaku sombong, Ia
ada di atas melebihi mereka. Ia yaitu Raja atas segala
anak-anak yang sombong, entah binatang atau yang berakal
budi, dan dapat menjadikan mereka bengkok atau patah di
hadapan-Nya (Yes. 2:11): Manusia yang sombong akan diren-
dahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan
hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu.
PASAL 42
alomo mengatakan “Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya,”
(Pkh. 7:80). Demikianlah yang terjadi pada kisah Ayub. Terang
datang pada malam hari. Tiga hal kita temukan dalam kitab ini, yang
sangat menyusahkan hati saya. Namun kita menemukan bagaimana
ketiga ratapan tersebut dipulihkan, diganti sepenuhnya, di dalam
pasal ini, semuanya dijadikan benar.
I. Merupakan suatu kesusahan yang besar bagi kita untuk me-
lihat bagaimana seorang yang suci seperti Ayub sedemikian
resah, kesal, dan gelisah kepada dirinya sendiri, dan teruta-
ma untuk mendengar bagaimana ia berbantah dengan Allah
dan berbicara dengan tidak pantas kepada-Nya. Namun,
meskipun ia jatuh, ia tidak sepenuhnya dicampakkan, sebab
ia pulih dari kemarahannya, sadar, dan berbalik di dalam
pertobatan, serta menyesal akan perkataannya yang keliru.
Ia mencabut perkataannya, dan merendahkan diri di hadap-
an Allah (ay. 1-6)
II. Demikian juga, sangat menyusahkan hati untuk melihat
Ayub dan sahabat-sahabatnya sampai berselisih, bukan ha-
nya berbeda pendapat, namun juga saling melontarkan kata-
kata keras satu sama lain, dan saling cerca, padahal mereka
semua yaitu orang-orang yang sangat bijak dan baik. Namun
di sini kita menemukan keluhan itu dipulihkan, perbedaan di
antara mereka diselaraskan dengan bahagia, perbantahan me-
reka diselesaikan, semua cercaan kesal yang mereka lontar-
kan satu sama lain diampuni dan dilupakan, dan mereka
semua bergabung dalam mempersembahkan korban dan doa,
semuanya diterima Allah (ay. 7-9).
III. Menyusahkan hati kita untuk melihat seorang yang sangat
saleh dan berbudi seperti Ayub begitu tertimpa sengsara,
menderita, sakit, miskin, dicela, diremehkan, serta menjadi
pusat semua kemalangan hidup manusia. Namun di sini kita
juga melihat bagaimana semua kesedihan ini dipulihkan,
Ayub disembuhkan dari semua penyakitnya. Ia lebih dihor-
mati dan dicintai dari sebelumnya, diperkaya dengan harta
dua kali lipat dari sebelumnya, dikelilingi semua penghibur-
an hidup, dan menjadi contoh dalam hal kemakmuran seba-
gaimana dalam hal penderitaan dan kesabaran (ay. 10-17).
Semua hal ini dituliskan untuk menjadi pembelajaran bagi
kita, supaya melalui kesabaran dan penghiburan firman
Tuhan, kita dapat memperoleh pengharapan selama meng-
hadapi keputusasaan semacam ini.
Pengakuan Ayub yang Rendah Hati
(42:1-6)
1 Maka jawab Ayub kepada TUHAN: 2 “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup me-
lakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. 3 Firman-Mu:
Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah
sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat
ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. 4 Firman-Mu: Dengarlah, maka Aku-
lah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau mem-
beritahu Aku. 5 Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Eng-
kau, namun sekarang mataku sendiri memandang Engkau. 6 Oleh sebab itu
aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu
dan abu.”
Kata-kata Ayub untuk membenarkan diri sendiri berakhir di sini
(31:40). Setelah itu ia tidak lagi berkata-kata dengan maksud mem-
benarkan diri. Perkataan penghakiman dan kutukan atas diri Ayub
sendiri dimulai (39:37-38). Sekarang dalam ayat-ayat di atas Ayub
melanjutkan perkataannya dengan maksud yang sama. Meskipun
kesabaran Ayub tidak sempurna, namun pertobatan akan ketidak-
sabarannya sempurna. Sekarang ia sungguh-sungguh direndahkan
sebab kebodohan dan perkataannya yang tidak pantas, dan ia pun
diampuni. Orang-orang baik pada akhirnya akan melihat dan meng-
akui kesalahan-kesalahan mereka, meskipun mungkin sulit untuk
membuat mereka melakukannya. Maka, setelah Allah berkata-kata
tentang kebesaran dan kuasa-Nya yang tampak jelas dalam segala
ciptaan, maka jawab Ayub kepada TUHAN (ay. 1), bukan dengan
menantang (ia telah berjanji untuk tidak akan menjawab lagi [39:38]),
melainkan dengan ketundukan. Dan begitulah kita semua seharus-
nya menjawab panggilan Allah.
I. Ia mengakui kebenaran akan kekuatan, pengetahuan dan ke-
kuasaan Allah yang tidak terbatas, tunduk pada apa yang Allah
katakan dari dalam badai (ay. 2). Keinginan dan perbuatan yang
jahat muncul dari dasar-dasar pemikiran yang jahat atau sebab
mengabaikan dan tidak percaya akan dasar-dasar pemikiran yang
benar. Oleh sebab itu, pertobatan yang sejati dimulai dengan
pengakuan, pengenalan akan kebenaran (2Tim. 2:25). Di sini Ayub
mengakui bahwa pikirannya telah diyakinkan akan kebesaran,
kemuliaan, dan kesempurnaan Allah, yang kemudian diikuti
dengan kesadaran d