Tampilkan postingan dengan label ayub 32. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ayub 32. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Januari 2025

ayub 32


 lan, sekaligus merugikan kepen-

tingan diri sendiri (40:4). “Apakah lenganmu seperti lengan Allah, 

sama panjangnya dan kuatnya? Dapatkah engkau mengguntur 

seperti Dia, seperti yang telah dilakukan-Nya (37:1-2) dan yang 

sekarang diperbuat-Nya dari dalam badai?” Untuk menginsafkan 

Ayub bahwa dia tidak mampu melawan Allah seperti sangkanya, 

Allah menunjukkan,  

1. Bahwa Ayub tidak akan pernah dapat mengalahkan-Nya atau-

pun membela perkaranya dengan kekuatan lengannya. Di 

antara sesama manusia, terkadang perselisihan diselesaikan 

dengan berkelahi dan yang menang dinyatakan benar. namun , 

dalam perselisihan antara Allah dengan manusia, pasti manu-

sia yang kalah, sebab segenap kekuatan yang dikeluarkannya 

melawan Allah tak ubahnya seperti semak duri berhadapan 

dengan api yang menghanguskan (Yes. 27:4). “Hai engkau ca-

cing tanah yang malang dan lemah, apakah lenganmu seban-

ding dengan tangan-Nya yang menopang segala sesuatu?” Ke-

kuatan segala ciptaan, bahkan para malaikat pun, berasal dari 

Allah, dibatasi oleh-Nya, dan bergantung pada-Nya. Namun, 

kekuatan Allah berasal dari diri-Nya sendiri, tidak bergantung 

kepada apa pun, dan tiada terbatas. Dia sanggup melakukan 

segala sesuatu tanpa kita, namun  kita tidak mampu melakukan 

apa pun tanpa-Nya. Itu sebab-Nya lengan kita tidak sebanding 

dengan lengan Allah. 

2. Bahwa Ayub tidak akan pernah dapat berbantah dengan Dia 

ataupun mengajukan perkaranya dengan huru hara dan cakap 

besar, meskipun cara ini terkadang membawa kemenangan 

dalam perbantahan antar sesama manusia. “Dapatkah engkau 

mengguntur seperti Dia?” Tidak. Suara-Nya akan menenggelam-

kanmu dalam sekejap, satu guntur-Nya saja akan mengalahkan 

dan menguasai semua suaramu yang hanya seperti bisikan.” 

Manusia tidak dapat berbicara dengan begitu mantap, berkua-

sa, dan dengan kekuatan memerintah dan menaklukkan seper-

ti Allah, Dia berfirman, maka semuanya jadi. Suara-Nya yang 

menciptakan disebut suara guntur-Nya (Mzm. 104:7), demikian 

juga suara-Nya yang menggentarkan dan membingungkan mu-

suh-musuh-Nya (1Sam. 2:10). Amukan seorang raja terkadang 

disamakan dengan suara auman singa, namun  tidak akan 

pernah dapat menyamai guntur Allah. 

III. Kita tidak mampu mengalahkan Allah dalam semarak dan ke-

agungan (40:5). “Bila engkau hendak menyaingi Dia dan tampak 

lebih cemerlang, kenakanlah pakaian terbaikmu. Hiasilah dirimu 

dengan kemegahan dan keluhuran. Tampillah dalam seluruh ke-

besaran militer dan segenap kemewahan kerajaan yang kaumiliki. 

Lakukan segala sesuatu yang dapat membuatmu tampil menonjol. 

Kenakanlah keagungan dan semarak yang dapat menakjubkan 

musuhmu dan memesona kawan-kawanmu. Namun, apa artinya 

semua itu dibandingkan keagungan dan keindahan ilahi? Tidak 

lebih daripada cahaya kunang-kunang dibandingkan matahari 

yang bersinar terik dengan segenap kekuatannya.” Allah begitu 

menyelubungi diri-Nya dengan kemegahan dan keagungan hingga 

kengerian iblis dan segala kuasa kegelapan gemetar di hadapan-

Nya. Dia menghiasi diri-Nya dengan kemuliaan dan semarak, se-

hingga keajaiban para malaikat dan segenap orang kudus dalam 

terang bersukacita di hadapan-Nya. Daud mau tinggal seumur 

hidupnya di rumah Allah untuk menyaksikan keindahan Tuhan. 

Demikianlah, dibandingkan dengan semuanya itu, apalah arti 

kemegahan dan keunggulan manusia, seperti yang ada pada raja-

raja sehingga membuat mereka berpikir ditakuti? Apalah arti 

segala kemuliaan dan keelokan yang membuat para kekasih me-

rasa diri mereka dikasihi? Apabila Ayub berpikir dirinya dapat 

mengalahkan Allah dengan tampil luhur dan terhormat, dia keli-

ru. Bulan purnama akan tersipu-sipu, dan matahari terik akan 

mendapat malu, saat  Tuhan menunjukkan kemuliaan-Nya.  

IV. Kita tidak mampu mengalahkan Allah dalam hal kekuasaan atas 

orang congkak (40:6-9). Dalam kalimat singkat tersebut, dikemu-

kakan alasannya: jika Ayub mampu merendahkan serta menu-

runkan para penguasa lalim dan penindas dengan mudah dan 

ampuh seperti Allah, maka ia akan diakui memiliki keistimewaan 

untuk bersaing dengan Allah. Perhatikanlah, 

1. Tantangan soal keadilan yang diberikan kepada Ayub, yaitu ia 

harus merendahkan orang congkak dengan tatapannya. Bila 

Ayub hendak menjadi lawan Allah, terutama menjadi hakim 

yang menilai perbuatan-perbuatan-Nya, ia harus bisa menger-

jakan tantangan ini. 

(1) Allah sendiri pasti mampu dan akan melakukannya, jika 

tidak, tentu Dia tidak akan mengajukan tantangan demi-

kian kepada Ayub. Dengan itu, Allah membuktikan diri-Nya 

sebagai Allah, bahwa Ia menentang orang congkak, duduk 

sebagai Hakim atas mereka, dan sanggup menghancurkan 

mereka. Lihatlah bahwa,  

[1] Orang yang congkak yaitu  orang fasik, sebab  kesom-

bongan merupakan akar dari banyak kefasikan di dunia 

ini, baik terhadap Allah maupun sesama manusia.  

[2] Orang congkak pasti akan direndahkan dan ditunduk-

kan, sebab kecongkakan mendahului kehancuran. Jika 

mereka tidak mau membengkokkan diri supaya lurus, 

mereka akan patah. Jika mereka tidak mau merendah-

kan diri dengan pertobatan sejati, Allah yang akan me-

rendahkan mereka, supaya mereka menderita malu un-

tuk selama-lamanya. Orang fasik akan diinjak-injak di 

tempatnya sendiri. Artinya, di mana saja mereka berada, 

meskipun mereka merasa memiliki tempat kediaman 

sendiri dan telah berakar di sana, di situ pun mereka 

akan diinjak-injak, dan seluruh kekayaan, kuasa, serta 

kepentingan yang mereka miliki di tempatnya tidak da-

pat melindungi mereka.  

[3] Murka Allah, yang tersebar di antara orang-orang cong-

kak, akan merendahkan, mematahkan, serta menghina-

kan mereka. Jika Dia melepaskan murka-Nya, seperti 

yang akan dilakukan-Nya pada hari penghakiman kelak 

dan sesekali dalam kehidupan yang ini, maka orang 

yang paling gagah berani pun tidak akan sanggup ber-

tahan. Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu?  

[4] Allah dengan mudah dapat merendahkan para penguasa 

lalim. Dia sanggup mengamat-amati dan menundukkan 

mereka. Dia mampu menggelisahkan mereka teramat 

sangat dengan aib, ketakutan, dan akhirnya dengan ke-

hancuran total hanya dengan satu tatapan amarah, 

sama seperti Dia dapat membangkitkan hati yang patah 

dengan satu tatapan kemurahan.  

[5] Dia sanggup dan pasti melakukannya sepenuhnya (40:8), 

bukan hanya merendahkan mereka ke atas debu, sampai 

berteriak minta bangkit, namun  juga memendam mereka 

bersama-sama dalam debu, seperti si orang Mesir cong-

kak yang dibunuh Musa dan disembunyikannya mayat-

nya dalam pasir (Kel. 2:12). Artinya, mereka tidak hanya 

direndahkan sampai mati, melainkan juga sampai ke 

kubur, liang tanpa jalan untuk kembali. Mereka bangga 

akan kehormatan dirinya, namun  mereka akan dikubur-

kan dan dilupakan, tidak diingat lagi, sama seperti 

orang-orang yang tersembunyi dalam debu, hilang dari 

pandangan dan dari ingatan. Mereka bekerja sama dan 

bersatu untuk membuat onar, namun  kini diikat ber-

sama. Mereka dipendam bersama-sama, bukan dalam 

peristirahatan, melainkan dalam aib bersama ke dalam 

debu (17:16). Mereka bahkan diperlakukan sebagai pen-

jahat (yang saat  dihukum, wajahnya ditutupi, seperti 

Haman, “tutupilah wajah mereka di tempat tersebunyi” 

[40:8, KJV]). Atau sebagai orang mati, misalnya Lazarus, 

saat  dikubur mukanya ditutup dengan kain peluh. 

Pada akhirnya, demikianlah kemenangan Allah sepe-

nuh-penuhnya atas orang-orang berdosa yang congkak 

yang melawan Dia. Dengan begitu, Ia membuktikan 

bahwa Dialah Allah. Sedemikian bencikah Ia terhadap 

orang congkak? Ya, sebab  Ia kudus. Akankah Ia meng-

hukum mereka? Ya, sebab  Dialah Hakim yang adil 

atas dunia. Dapatkah Ia merendahkan mereka? Ya, ka-

rena Ia Tuhan Mahakuasa. saat  Allah merendahkan 

Firaun yang sombong dan menguburnya dalam pasir 

Laut Teberau, Yitro pun menyimpulkan tanpa keraguan, 

“Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN lebih besar dari 

segala allah; sebab Ia telah menyelamatkan bangsa ini 

dari tangan orang Mesir, sebab  memang orang-orang ini 

telah bertindak angkuh terhadap mereka” (Kel. 18:11; 

Lih. Why. 19:1-2). 

(2) Tantangan tadi ditawarkan kepada Ayub. Selama ini dia 

berbantah melawan Allah dan penyelenggaraan-Nya dengan 

penuh kekesalan, melontarkan amarahnya ke langit, seolah 

dengan begitu ia dapat menyadarkan Allah. Jadi, kata 

Allah, “Ayo, cobalah tundukkan orang congkak terlebih dulu, 

maka engkau akan melihat betapa mereka tidak menghargai 

murkamu sedikit pun. Lantas, masakan aku memperhitung-

kannya atau tergerak olehnya?” Ayub telah menggerutu ten-

tang kemakmuran dan kekuasaan orang lalim dan para 

penindas, sehingga ia hendak menuntut Allah bersalah da-

lam mengatur semua itu. Namun, ia tidak boleh mencari-

cari kesalahan bila tidak dapat memperbaikinya. Jika Allah 

satu-satunya yang berkuasa merendahkan dan menunduk-

kan orang congkak, tentu Dia juga memiliki hikmat untuk 

menentukan waktu dan caranya. sebab  itu, masakan kita 

mau mengatur atau mengajari Dia bagaimana cara menja-

lankan pemerintahan atas dunia. Kecuali lengan kita se-

kuat lengan-Nya, jangan pernah kita berpikir hendak mela-

kukan pekerjaan-Nya. 

2. Keadilan yang dijanjikan kepada Ayub jika ia dapat mengerja-

kan perbuatan besar seperti itu (40:9), “Maka Aku pun akan 

memuji engkau, sebab  tangan kananmu mampu menyelamat-

kan dirimu sendiri, sekalipun tetap saja masih terlalu lemah 

untuk melawan Aku.” Dalam diri manusia terdapat keangkuh-

an dan ambisi yaitu merasa mampu menyelamatkan diri sen-

diri, tangannya sendiri sudah cukup dan ia tidak bergantung 

pada yang lain. Namun, pemikiran itu merupakan kelancang-

an. Tangan kita sendiri tidak sanggup membuat kita layak 

menerima anugerah Allah, apalagi menyelamatkan kita dari 

keadilan-Nya. Janganlah mengira kita mampu menyelamatkan 

diri dengan kekuatan kita sendiri bila kita bahkan tidak 

mampu merendahkan musuh dengan kekuatan kita. Seandai-

nya kita mampu, Allah sendiri akan mengakuinya. Dia tidak 

akan menahan pujian terhadap manusia jika mereka memang 

layak menerimanya, tidak pula Dia akan menyangkal kehor-

matan manusia jika mereka berjasa untuk itu. Namun, sebab  

kita tidak mampu, maka kita harus mengaku di hadapan-Nya 

bahwa tangan kita tidak sanggup menyelamatkan diri sendiri. 

Jadi sebab  itu, ke dalam tangan-Nyalah kita harus berserah 

diri.

 

Lukisan tentang Behemot (Kuda Nil) 

(40:10-19)∗ 

10 “Perhatikanlah kuda Nil, yang telah Kubuat seperti juga engkau. Ia makan 

rumput seperti lembu. 11 Perhatikanlah tenaga di pinggangnya, kekuatan 

pada urat-urat perutnya! 12 Ia meregangkan ekornya seperti pohon aras, otot-

otot pahanya berjalin-jalinan. 13 Tulang-tulangnya seperti pembuluh tem-

baga, kerangkanya seperti batang besi. 14 Dia yang pertama dibuat Allah, 

makhluk yang diberi-Nya bersenjatakan pedang; 15 ya, bukit-bukit menge-

luarkan hasil baginya, di mana binatang-binatang liar bermain-main. 16 Di 

bawah tumbuhan teratai ia menderum, tersembunyi dalam gelagah dan paya. 

17 Tumbuhan-tumbuhan teratai menaungi dia dengan bayang-bayangnya, 

pohon-pohon gandarusa mengelilinginya. 18 Sesungguhnya, biarpun sungai 

sangat kuat arusnya, ia tidak gentar; ia tetap tenang, biarpun sungai Yordan 

meluap melanda mulutnya. 19 Dapatkah orang menangkap dia dari muka, 

mencocok hidungnya dengan keluan?” 

Untuk membuktikan kuasa-Nya lebih lanjut sekaligus menyangkal 

bualan Ayub, Allah mengakhiri tutur kata-Nya dengan gambaran ten-

tang dua binatang raksasa yang dahsyat, jauh melampaui manusia 

dalam hal ukuran dan kekuatan. Yang pertama disebut behemot 

(kuda Nil), dan yang kedua lewiatan (buaya). Dalam ayat-ayat di atas 

diberikan gambaran tentang behemot. “Perhatikanlah kuda nil, dan 

pikirkan baik-baik apakah engkau sanggup melawan Dia yang men-

ciptakan makhluk raksasa itu dan yang memberinya kekuatan? Jadi 

bukankah lebih bijaksana jika engkau tunduk kepada-Nya dan ber-

damai dengan Dia?” Behemot mewakili binatang liar secara umum, 

namun  dalam ayat-ayat di atas tentu merujuk kepada suatu jenis 

hewan tertentu. Sebagian penafsir menafsirkannya sebagai banteng. 

Ada pula yang mengartikannya suatu jenis binatang amfibi yang 

katanya terkenal di Mesir, yaitu kuda nil, yang tinggal bersama ikan-

ikan di sungai Nil namun  keluar mencari makan di daratan. Namun, 

saya sendiri berpegang pada pandangan kuno yang paling umum 

diterima, bahwa behemot yaitu  gajah, makhluk yang sangat kuat, 

tubuhnya amat besar melampaui yang lain, kecerdasannya menga-

gumkan, serta sangat terkenal di dunia binatang sehingga di antara 

hewan-hewan berkaki empat yang telah dibicarakan (38:4-33; 39:33), 

binatang yang satu ini tidak mungkin terlewatkan. Perhatikanlah, 

                                                 

∗ Ada perbedaan pembagian perikop antara LAI dan KJV. Ayat 15-24 versi KJV dijumpai 

pada ayat 10-19 versi LAI – ed. 

I. Gambaran yang diberikan tentang behemot. 

1. Tubuhnya sangat kuat dan kekar berotot. Perhatikanlah te-

naga di pinggangnya (40:11). Tulang-tulangnya, dibandingkan 

tulang makhluk lain, seperti pembuluh tembaga (40:13). Tulang 

punggungnya begitu kuat sehingga walaupun ekornya kecil, ia 

meregangkannya seperti pohon aras dengan tenaga yang dah-

syat (40:12). Sebagian orang menafsirkannya sebagai belalai 

gajah, sebab kata yang dipakai menyiratkan bagian tubuh 

yang luar biasa, lagipula belalainya memang sangat bertenaga. 

Punggung dan pinggang gajah begitu perkasa, demikian juga 

otot-otot pahanya, sehingga ia mampu mengangkut bangunan 

menara beserta sejumlah besar prajurit di dalamnya. Tiada 

binatang yang kekuatan tubuhnya bisa menyamai gajah, yang 

kekuatannya menjadi topik utama dalam gambaran ini. 

2. Ia memakan hasil bumi, dan tidak memangsa binatang lain. Ia 

makan rumput seperti lembu (40:10), bukit-bukit mengeluarkan 

hasil baginya (40:15), dan hewan-hewan di padang tidak takut 

kepadanya atau lari darinya seperti lari dari singa, sebaliknya 

mereka bermain-main di sekitarnya sebab  ia tidak berbahaya. 

Hal ini mengajarkan kita  

(1) Untuk mengakui kebaikan Allah. Dia mengatur ciptaan-

Nya sedemikian rupa agar hewan sebesar itu, yang memer-

lukan banyak makanan, tidak memangsa daging, sebab  

kalau tidak, banyak binatang harus mati agar ia bertahan 

hidup, namun  ia cukup makan rumput di padang agar 

makhluk hidup lain tidak binasa.  

(2) Untuk hidup dengan memakan tumbuh-tumbuhan dan 

buah-buahan, tanpa daging binatang, sesuai dengan ran-

cangan Allah yang semula tentang makanan manusia (Kej. 

1:29). Kekuatan gajah pun bisa dicukupi tanpa daging, 

sama seperti kuda dan lembu. Jadi, bukankah seharusnya 

manusia juga bisa? Sekalipun kita memakai kebebasan 

yang diizinkan Allah, janganlah engkau ada di antara pela-

hap daging (Ams. 23:20).  

(3) Untuk menjunjung kehidupan yang tenang dan damai. Sia-

pa yang tidak mau tetangga atau sesamanya tinggal dengan 

nyaman dan senang di sekitarnya, seperti hewan-hewan di 

sekitar gajah, daripada seperti singa yang ditakuti semua 

makhluk? 

3. Di bawah naungan pepohonan ia tinggal (40:16, KJV), dan tum-

buh-tumbuhan itu menaungi dia dengan bayang-bayangnya 

(40:17). Di sana ia bisa bernapas dengan bebas di udara terbuka, 

sedangkan singa yang hidup dengan memangsa harus tinggal 

dalam gua yang gelap dan tertutup saat hendak beristirahat ser-

ta diam dalam persembunyian (39:2). Barang siapa menimbul-

kan ketakutan bagi orang lain, adakalanya ia sendiri pasti mera-

sa ketakutan. Sebaliknya, barang siapa membiarkan sesamanya 

tinggal tenang di dekatnya, ia sendiri akan merasa tenteram. 

Tumbuhan yang lemah dan rapuh seperti gelagah, paya, serta 

gandarusa sudah cukup menjadi pertahanan dan perlindungan 

bagi mereka yang tidak merancangkan bahaya kepada pihak 

lain, sebab mereka sendiri tidak takut ancaman bahaya. 

4. Ia peminum yang sangat kuat dan rakus. Bukan anggur atau 

minuman keras namun  air tawar. Rakus akan minuman keras 

yaitu  sifat manusia, yang dengan kemabukannya menjadi-

kan dirinya sendiri seperti binatang.  

(1) Ukuran tubuhnya luar biasa sehingga sumber daya harus 

memadai Perhatikanlah, dia meminum sungai tanpa tergesa 

(40:18, KJV). Ia percaya bahwa sungai Yordan bisa ditampung 

dalam mulutnya. Ia minum begitu banyak hingga seolah 

sungai pun bisa ditelannya jika ia dibiarkan. Atau, ia tetap 

tenang saat  minum, bukan tergesa-gesa seperti orang yang 

minum dengan ketakutan. Ia yakin akan kekuatan dan ke-

amanan dirinya sehingga tidak minum dengan terburu-buru, 

dengan begitu tenang tanpa tergesa-gesa.  

(2) Matanya melahap lebih banyak daripada yang dapat di-

tanggungnya. saat  ia haus sebab  telah begitu lama tidak 

mendapat air, ia percaya bahwa sungai Yordan bisa ditam-

pung dalam mulutnya, bahkan melahapnya dengan mata 

(40:19, KJV). Sama seperti orang tamak melayangkan pan-

dangnya kepada harta dunia yang diingininya, demikianlah 

binatang besar ini menyeruput atau menyeret sungai de-

ngan matanya. 

(3) Belalainya cukup kuat baik untuk menyeruput maupun 

mengisap. Sebab, saat  ia hendak minum dengan rakus-

nya dengan belalainya, dijebolnya perangkap atau jala yang 

mungkin dipasang orang di dalam sungai untuk menang-

kap ikan. Kesulitan yang menghadang jalannya tidaklah 

berarti baginya, sebab  begitu besar tenaga dan nafsunya. 

II. Pelajaran yang dapat diambil dari gambaran tersebut. Kita telah 

melihat hewan yang menjulang tadi. Binatang raksasa ini diha-

dapkan kepada kita, bukan sebagai pertunjukan semata seperti 

dalam sirkus atau kebun binatang, untuk memuaskan rasa ingin 

tahu atau sebagai hiburan, melainkan sebagai bukti untuk me-

rendahkan diri kita di hadapan Allah yang Mahabesar. 

1. Dialah yang menjadikan binatang raksasa itu dengan begitu 

dahsyat dan ajaib. Makhluk itu yaitu  karya tangan-Nya, buah 

rancangan hikmat-Nya, dan hasil dari kekuatan-Nya. “Perhati-

kanlah kuda Nil, yang telah Kubuat” (40:10). Segala kekuatan 

yang dimiliki behemot dan hewan-hewan lain berasal dari 

Allah. Dengan demikian kita harus mengakui bahwa Dia me-

miliki segala kekuatan pada diri-Nya sendiri dan tidak terba-

tas. Lengan sekuat itu bukanlah tandingan kita. Binatang ini 

disebut sebagai yang pertama dibuat Allah (40:14), bukti ung-

gulan atas kekuatan dan hikmat Sang Pencipta. Bila kita men-

cermati penjelasan para sejarawan tentang gajah, kita akan 

mendapati bahwa daya pikir hewan ini nyaris setara dengan 

akal budi, melebihi daya pikir binatang-binatang lain. Itu se-

babnya ia patut disebut yang pertama dibuat Allah. Dalam 

bagian ciptaan yang lebih rendah, gajahlah yang paling isti-

mewa di bawah manusia. 

2. Allah menjadikan gajah bersama dengan manusia, seperti juga 

hewan berkaki empat lainnya, yakni pada hari yang sama de-

ngan penciptaan manusia (Kej. 1:25-26), sedangkan ikan dan 

burung-burung dijadikan pada hari sebelumnya. Dia membuat 

gajah hidup dan tinggal di tanah yang sama, di lingkungan 

yang sama, dan sebab  itu dikatakan bahwa manusia dan he-

wan Kauselamatkan bersama-sama dengan Penyelenggaraan 

ilahi (Mzm. 36:7). “Perhatikanlah kuda Nil, yang telah Kubuat 

seperti juga engkau. Aku menjadikan binatang itu seperti juga 

dirimu, namun  ia tidak berbantah dengan aku. Lantas mengapa 

engkau menantang Aku? Mengapa engkau menuntut perke-

nanan khusus sebab  Aku yang menjadikanmu (10:9), pada-

hal aku membuat behemot seperti juga engkau? Aku mencipta-

kanmu, sama seperti aku menciptakan hewan itu. Jadi, Aku 

dapat melakukan apa pun terhadap engkau sama seperti ter-

hadap binatang itu, dan Aku akan melakukannya entah eng-

kau menolak atau menerimanya. Aku menjadikannya bersama 

engkau, supaya engkau melihatnya dan menerima pengajaran.” 

Kita tidak perlu pergi jauh-jauh mencari bukti atau contoh dari 

kekuatan dan kekuasaan kedaulatan Allah yang Mahabesar. 

Semua itu ada di dekat kita, bersama-sama dengan kita, dan 

terbentang di depan mata kita di mana saja. 

3. Dia yang menjadikannya dapat membuat pedang-Nya meng-

hampiri dia (40:14, KJV). Artinya, tangan yang sama yang men-

jadikan gajah, tak peduli seberapa pun ukuran dan kekuatan-

nya, dapat meniadakan dia kapan pun dan membunuhnya se-

mudah cacing atau lalat, tanpa kesulitan dan tanpa dapat 

disalahkan. Allah yang memberikan keberadaan kepada selu-

ruh ciptaan dapat mengambilnya kembali. Masakan Dia tidak 

boleh melakukan apa pun yang Ia mau terhadap milik-Nya 

sendiri? Dan Dia sanggup melakukannya. Dia yang punya kua-

sa mencipta hanya dengan satu kata, tentu juga punya kuasa 

membinasakan dengan satu kata saja. Dia dapat dengan mu-

dah berfirman sehingga suatu ciptaan lenyap begitu saja, sama 

seperti Dia berfirman dan menjadikannya ada dari ketiadaan. 

Kemungkinan, behemot (dan berikutnya lewiatan) melambang-

kan penguasa lalim dan para penindas yang dimaksud Allah 

saat  Ia menantang Ayub untuk merendahkan mereka. Orang-

orang congkak itu merasa terlindung dari penghakiman Allah, 

sama seperti gajah dengan tulangnya yang seperti tembaga dan 

batang besi. Namun, Dia yang menciptakan jiwa manusia juga 

mengenal segala jalan untuk mencapainya, dan Dia sanggup 

membuat pedang keadilan dan murka-Nya menghampirinya, 

menjamahnya pada bagian yang paling rapuh dan peka. Dia 

yang menyusun tubuh dan menyatukan bagian-bagiannya pasti 

juga tahu bagaimana membongkarnya kembali. Jadi, celakalah 

orang yang melawan Pembuatnya, sebab Dia yang membuatnya 

tentu berkuasa menjadikannya sengsara. Ia tidak akan mem-

buatnya bahagia, kecuali bila orang itu mau tunduk kepada-

Nya. 

 

PASAL 4 1  

ambaran yang diberikan di sini tentang lewiatan (buaya), seekor 

monster laut atau binatang air yang sangat besar, kuat, dan 

menakutkan, dirancang untuk terus menginsafkan Ayub akan keti-

dakberdayaannya dan akan kemahakuasaan Allah, supaya ia diren-

dahkan hatinya sebab  kebodohannya dalam bersikap berani terha-

dap Allah.  

I. Untuk menginsafkan Ayub akan kelemahannya sendiri, ia di 

sini ditantang untuk menaklukkan dan menjinakkan lewiat-

an ini jika dia sanggup dan menjadikan dirinya sebagai tuan-

nya (40:20-28). Dan, sebab  tidak mampu melakukannya, 

maka dia harus mengakui diri sepenuhnya tidak sanggup 

bertahan di hadapan Allah yang Mahabesar (41:1).  

II. Untuk menginsafkan Ayub akan kuasa dan keagungan Allah 

yang dahsyat, di sini diberikan beberapa contoh khusus ten-

tang kekuatan dan kengerian dari lewiatan, yang tidak mele-

bihi yang telah diberikan Allah kepadanya, tidak melebihi di 

bawah pengawasan-Nya (41:2-3). Rupa lewiatan yang digam-

barkan di sini sangat mengerikan (41:3, 5), sisik-sisiknya ter-

lekat rapat (41:6-8), napas dan bersinnya menyinarkan ca-

haya (41:9-12), daging gelambirnya berlekatan (41:13-15), ke-

kuatan dan semangatnya tidak tertahankan, bila ia bangkit 

dan diserang (41:16-21), gerakannya bergejolak dan meng-

guncang perairan (41:22-23), sehingga, secara keseluruhan, 

ia yaitu  suatu makhluk yang sangat mengerikan dan ma-

nusia tidak sebanding dengannya (41:24-25). 


Lukisan tentang Lewiatan (Buaya) 

(40:20-28)∗ 

20 “Dapatkah engkau menarik buaya dengan kail, atau mengimpit lidahnya 

dengan tali? 21 Dapatkah engkau mengenakan tali rotan pada hidungnya, 

mencocok rahangnya dengan kaitan? 22 Mungkinkah ia mengajukan banyak 

permohonan belas kasihan kepadamu, atau berbicara dengan lemah lembut 

kepadamu? 23 Mungkinkah ia mengikat perjanjian dengan engkau, sehingga 

engkau mengambil dia menjadi hamba untuk selama-lamanya? 24 Dapatkah 

engkau bermain-main dengan dia seperti dengan burung, dan mengikat dia 

untuk anak-anakmu perempuan? 25 Mungkinkah kawan-kawan nelayan 

memperdagangkan dia, atau membagi-bagikan dia di antara pedagang-peda-

gang? 26 Dapatkah engkau menusuki kulitnya dengan serampang, dan kepa-

lanya dengan tempuling? 27 Letakkan tanganmu ke atasnya! Ingatlah perta-

rungannya! – Engkau takkan melakukannya lagi! 28 Sesungguhnya, harapan-

mu hampa! Baru saja melihat dia, orang sudah terbanting. 

Apakah lewiatan ini yaitu  seekor paus atau seekor buaya masih 

menjadi perdebatan yang besar di antara para sarjana, yang tidak 

ingin saya diskusikan di sini. Beberapa ciri cocok dengan yang satu, 

sedangkan ciri lain lebih sesuai dengan yang lainnya. Keduanya sa-

ngat kuat dan ganas, dan kekuatan Sang Pencipta tampak di dalam 

mereka. Cendekiawan Sir Richard Blackmore, kendati mengakui pen-

dapat yang lebih diterima mengenai behemot (LAI: kuda Nil) seba-

gai gajah, namun setuju dengan pendapat cendekiawan Bochart ten-

tang lewiatan sebagai buaya, yang sangat dikenal di perairan Mesir. 

Meskipun begitu, saya lebih cenderung memahami lewiatan sebagai 

ikan paus, bukan hanya sebab  binatang tersebut lebih besar dan 

lebih kuat, namun  juga sebab  di dalam sejarah Penciptaan, ada suatu 

perhatian sekilas tentangnya dan tidak pada jenis binatang lainnya, 

Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar (Kej. 1:21). Dari 

ayat ini tampak bahwa ikan paus tidak hanya dikenal di sekitar wila-

yah di zaman Musa, yang hidup segera sesudah zaman Ayub, namun  

juga bahwa penciptaan ikan paus umumnya dipandang sebagai bukti 

yang paling jelas tentang kuasa yang paling dahsyat dan keallahan 

dari Sang Pencipta. Dan kita dapat menduga bahwa inilah alasannya 

mengapa Musa secara khusus menyebutkan penciptaan ikan paus 

(TB: binatang-binatang laut), sebab  Allah akhir-akhir ini menekankan 

pada besarnya dan kekuatan makhluk itu daripada yang lain, sebagai 

bukti dari kuasa-Nya. Dan lewiatan dibicarakan di sini sebagai suatu 

                                                 

∗ Ada perbedaan pembagian perikop antara LAI dan KJV. Pasal 41:1-9 versi KJV dijum-

pai pada pasal 40:20-28 versi LAI. Versi KJV terdiri dari 34 ayat (41:1-34) sedangkan pada 

versi LAI terdiri dari 25 ayat (41:1-25) – ed. 

penghuni lautan (41:22), sedangkan buaya tidak. Dan Mazmur 104:25-

26, Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ Lewiatan. De-

mikianlah dalam ayat-ayat di atas kita dapati, 

I. Allah menunjukkan betapa Ayub tidak sanggup untuk menun-

dukkan lewiatan. 

1. Bahwa dia tidak dapat menangkapnya seperti seekor ikan ke-

cil, dengan kail (40:20-21). Ia tidak memiliki umpan untuk me-

nipunya, tidak punya kail untuk menangkapnya, tidak ada tali 

rotan untuk menariknya keluar dari air, atau kaitan untuk 

mencocok rahangnya, untuk membawanya pulang.  

2. Bahwa Ayub tidak dapat menjadikannya tawanan, atau me-

maksanya berteriak, atau menyerahkan diri dengan sukarela 

(40:22-23). “Ia tahu kekuatannya sendiri sehingga tidak akan 

mengajukan banyak permohonan belas kasihan kepadamu, dan 

untuk mengikat perjanjian dengan engkau untuk menjadi ham-

bamu dengan syarat engkau mau menyelamatkan nyawanya.”  

3. Bahwa Ayub tidak dapat membujuknya ke kandang dan mena-

hannya di sana seperti seekor burung untuk dijadikan mainan 

oleh anak-anak (40:24). Ada makhluk-makhluk ciptaan yang be-

gitu kecil, begitu lemah, hingga dengan mudah dikekang dan di-

taklukkan. namun  lewiatan bukanlah satu di antaranya: dia di-

buat untuk menjadi kengerian, bukan untuk hiburan manusia.  

4. Bahwa Ayub tidak dapat menjadikan lewiatan sebagai santap-

an di atas mejanya. Ayub dan teman-temannya tidak dapat 

berpesta dengan menyantapnya. Dagingnya terlalu alot untuk 

dijadikan makanan, dan, jika tidak alot, ia tidaklah mudah 

ditangkap.  

5. Bahwa Ayub dan teman-temannya tidak dapat memperkaya 

diri dengan memeliharanya: Mungkinkah kawan-kawan nela-

yan memperdagangkan dia, untuk tulang-tulangnya dan mi-

nyak lemaknya? Jika mereka mampu menangkapnya, mereka 

pasti akan menjualnya. Namun kemungkinan keahlian me-

nangkap ikan paus pada waktu itu belumlah berkembang de-

ngan baik seperti di waktu-waktu kemudian.  

6. Bahwa mereka tidak dapat membinasakannya, tidak dapat me-

nusuk kepalanya dengan tempuling (40:26, KJV: dengan tombak 

berduri). Ia terus luput dari jangkauan alat pembunuhan me-

reka, atau, jika mereka dapat menyentuhnya, mereka masih 

kalah cepat untuk menyentuhnya.  

7. Bahwa tidak ada gunanya untuk mengupayakannya: Sesung-

guhnya harapanmu hampa (40:28). Apabila manusia berusaha 

untuk menangkapnya, ia begitu menakutkan sehingga mereka 

terpana begitu melihatnya, malah manusia perkasa pun bisa 

pingsan: Baru saja melihat dia orang sudah terbanting, mem-

buat kecut para pemburu yang mengejarnya. Ayub diperingat-

kan jangan coba-coba letakkan tanganmu ke atasnya (40:27). 

“Coba saja sentuh dia jika engkau berani. Ingatlah pertarung-

annya, betapa engkau tidak sanggup menghadapi kekuatan 

yang sedemikian hebatnya. Hasil pertarungannya sudah bisa 

ditebak, dan engkau takkan melakukannya lagi, jadi berhenti-

lah dari segala usahamu.” Baiklah untuk mengingat pertem-

puran sebelum kita terlibat dalam suatu pertarungan, dan 

batalkan sebelum waktunya jika kita melihat tidak ada guna 

jika tetap melaksanakannya. Ayub sebab nya diperingatkan 

untuk tidak melanjutkan perbantahannya dengan Allah, melain-

kan untuk berdamai dengan Dia, mengingat bahwa pertarungan 

pasti akan berakhir jika dia terus maju (Lih. Yes. 27:4-5). 

II. Maka Allah pun menegaskan betapa tidak berdayanya Ayub un-

tuk berbantah dengan Yang Mahakuasa. Orang yang nekatpun 

takkan berani membangkitkan marahnya (41:1), sebab  sudah 

pasti ia terlalu sukar dihadapi. Dan Siapakah yang dapat berta-

han di hadapan Aku, baik untuk menyalahkan Dia dan mengadili-

Nya atau untuk menghadapi kekuatan murka-Nya? Jika makhluk 

ciptaan lebih rendah yang dibawa tunduk di bawah kaki manusia 

dan yang dikuasainya, sudah membuat manusia terpana, maka 

betapa mengerikan lagi keagungan Tuhan kita Yang Mahakuasa, 

yang memiliki kekuasaan berdaulat atas kita dan yang telah lama 

ditentang oleh manusia! Siapakah yang dapat bertahan di hadap-

an-Nya saat  Ia sedang murka? 

Lukisan tentang Lewiatan (Buaya)  

(41:1-25)∗ 

1 Orang yang nekat pun takkan berani membangkitkan marahnya. Siapakah 

yang dapat bertahan di hadapan Aku? 2 Siapakah yang menghadapi Aku, 

yang Kubiarkan tetap selamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, yaitu  

kepunyaan-Ku. 3 Aku tidak akan berdiam diri tentang anggota-anggota ba-

dannya, tentang keperkasaannya dan perawakannya yang tampan. 4 Siapa-

kah dapat menyingkapkan pakaian luarnya? Baju zirahnya yang berlapis 

dua, siapakah dapat menembusnya? 5 Siapa dapat membuka pintu moncong-

nya? Di sekeliling giginya ada kengerian. 6 Punggungnya yaitu  perisai-peri-

sai yang bersusun, terlekat rapat seperti meterai. 7 Rapat hubungannya yang 

satu dengan yang lain, sehingga angin tidak dapat masuk; 8 yang satu me-

lekat pada yang lain, bertautan tak terceraikan lagi. 9 Bersinnya menyinarkan 

cahaya, matanya laksana merekahnya fajar. 10 Dari dalam mulutnya keluar 

suluh, dan berpancaran bunga api. 11 Dari dalam lubang hidungnya menge-

pul uap bagaikan dari dalam belanga yang mendidih dan menggelegak isinya. 

12 Nafasnya menyalakan bara, dan nyala api keluar dari dalam mulutnya.  

13 Di dalam tengkuknya ada kekuatan; ketakutan berlompatan di hadapan-

nya. 14 Daging gelambirnya berlekatan, melekat padanya, tidak tergerak.  

15 Hatinya keras seperti batu, keras seperti batu kilangan bawah. 16 Bila ia 

bangkit, maka semua yang berkuasa menjadi gentar, menjadi bingung ka-

rena ketakutan. 17 Bila ia diserang dengan pedang, ia tidak mempan, demiki-

an juga dengan tombak, seligi atau lembing. 18 Besi dirasanya seperti jerami, 

tembaga seperti kayu lapuk. 19 Anak panah tidak dapat menghalau dia, batu 

umban seolah-olah berubah padanya menjadi jerami. 20 Gada dianggapnya 

jerami dan ia menertawakan desingan lembing. 21 Pada bagian bawahnya ada 

tembikar yang runcing; ia membujur di atas lumpur seperti pengeretan 

pengirik. 22 Lubuk dibuatnya berbual-bual seperti periuk, laut dijadikannya 

tempat memasak campuran rempah-rempah. 23 Ia meninggalkan jejak yang 

bercahaya, sehingga samudera raya disangka orang rambut putih. 24 Tidak 

ada taranya di atas bumi; itulah makhluk yang tidak mengenal takut. 25 Se-

gala yang tinggi takut kepadanya; ia yaitu  raja atas segala binatang yang 

ganas.” 

Allah, sesudah dalam ayat-ayat sebelumnya menunjukkan kepada 

Ayub betapa tidak sanggupnya dia untuk bertarung dengan lewiatan, 

di sini menyatakan kuasa-Nya sendiri di dalam makhluk perkasa 

yang besar itu. Di sini kita lihat,  

I. Kedaulatan dan kemandirian dari kekuasaan Allah diterangkan 

(ay. 1).  

1. Bahwa Ia tidak berutang kepada siapa pun dari makhluk cip-

taan-Nya. Apabila ada orang yang menyangka bahwa Allah 

berutang kepada mereka, hendaknya mereka mengajukan tun-

tutannya dan membuktikan jasa mereka, dan mereka akan 

                                                 

∗ Ada perbedaan pembagian perikop antara LAI dan KJV. Ayat 10-34 versi KJV dijumpai 

pada ayat 1-25 versi LAI – ed.  

menerimanya secara penuh tanpa ditahan-tahan: “Siapakah 

yang menghadapi Aku?” yaitu, “Siapakah yang telah menjadi-

kan Aku berutang kepadanya dengan jasanya? Siapakah yang 

berani berhadapan dengan Aku? Jika ada, Aku tidak akan 

lama-lama membayar utang mereka. Aku akan segera mem-

balas mereka.” Sang rasul mengutip hal ini untuk membung-

kam semua keinginan daging di hadirat Allah (Rm. 11:35). 

Siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, se-

hingga Ia harus menggantikannya? Sama seperti Allah tidak 

menimpakan ke atas kita kejahatan yang pantas bagi kita, 

demikian pula Ia memberkati kita dengan kebaikan yang tidak 

pantas untuk kita terima.  

2.  Bahwa Ia yaitu  TUHAN yang adil dan pemilik segala makhluk 

ciptaan: “Apa yang ada di seluruh kolong langit, yang hidup 

bergerak atau yang tidak bergerak, yaitu  kepunyaan-Ku (dan 

terutama lewiatan ini), ada di bawah perintah-Ku, semuanya 

Aku miliki dalam kekuasaan-Ku dan tidak ada yang dapat me-

lawan.” Semua yaitu  kepunyaan-Nya. Kita yaitu  kepunya-

an-Nya, semua yang kita punya dan perbuat. Oleh sebab  itu, 

kita tidak dapat membuat Allah berutang kepada kita. Sebalik-

nya, dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sen-

dirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu. Segala-

galanya yaitu  milik-Nya, dan sebab nya, seandainya Ia ber-

utang kepada orang, maka Ia pasti membayarnya. Utang ada 

di dalam tangan yang baik. Segala-galanya yaitu  milik-Nya, 

dan sebab nya Ia tidak memerlukan jasa kita, dan tidak diun-

tungkan dengannya. Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan ke-

padamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya (Mzm. 

50:12). 

II. Bukti dan penggambaran tentang kuasa dan kekuasaan-Nya, de-

ngan memakai rupa lewiatan yang luar biasa (ay. 3). 

1. Bagian dari tubuhnya, kekuatan yang dikeluarkannya, ter-

utama saat  ia diserang, dan perawakannya yang tampan, 

semuanya itu tidak disembunyikan oleh Allah, dan sebab nya 

kita harus mengamati dan mengakui kuasa Allah di dalamnya. 

Kendati ia yaitu  suatu makhluk ciptaan yang sungguh ter-

amat besar dan menakutkan, namun tetap ada di dalamnya 

suatu perawakan yang tampan. Di mata kita keindahan ter-

letak di dalam sesuatu yang kecil (inest sua gratia parvis – hal-

hal yang kecil memiliki keanggunannya sendiri) sebab  diri kita 

sendiri juga demikian. namun  di mata Allah bahkan lewiatan 

yaitu  tampan. Dan, jika Ia menyatakan bahkan ikan paus 

atau buaya itu tampan, maka tidak pantas bagi kita untuk 

mengomentari suatu pekerjaan tangan-Nya jelek atau kurang 

berkenan. Cukuplah untuk mengomentari pekerjaan kita sen-

diri. Allah di sini memberi kita sebuah gambaran tentang ba-

gian-bagian tubuh dari lewiatan. Sebab karya-Nya tampak 

sungguh indah dan unggul, dan hikmat serta kuasa-Nya ter-

lihat nyata di dalam mereka, saat  karya-karya-Nya itu di-

bedah-bedah ke dalam bagian-bagiannya dan diamati setiap 

bagiannya.  

(1) Lewiatan, bahkan prima facie – pada pandangan pertama, 

tampak tangguh dan tak dapat didekati (ay. 3-4). Siapa yang 

berani datang menghampirinya hidup-hidup begitu melihat 

pakaian luarnya, kulit yang membungkusnya laksana pa-

kaian. Siapa berani mendekatinya dan mengekangnya se-

perti seekor kuda dan membawanya pergi? Siapa berani 

datang mendekat di depan rahangnya, yang bagaikan baju 

zirah berlapis dua? Siapakah yang berani melihat ke dalam 

mulutnya, seperti kita melihat ke dalam mulut kuda? Ia 

yang membuka pintu moncongnya akan melihat kengerian 

di sekeliling giginya, kuat dan tajam, dan siap untuk me-

nelan. Orang akan gemetar begitu membayangkan kaki 

atau tangannya ada di antara gigi-giginya itu.  

(2) Sisiknya yaitu  keindahan dan kekuatannya, dan sebab -

nya menjadi kesombongannya (ay. 6-8). Buaya memang 

menakjubkan sisik-sisik punggungnya. Jika kita mema-

hami lewiatan sebagai seekor paus, maka bagian tubuh ini 

haruslah dipahami sebagai lapisan kulitnya yang menjadi 

perisai. Atau mungkin ada ikan paus di negeri itu yang 

bersisik. Yang menakjubkan mengenai sisik-sisik ini yaitu  

mereka terlekat rapat, yang membuat binatang ini tetap ha-

ngat, sebab  udara tidak dapat menembusnya, dan badan-

nya aman, sebab  pedang tidak dapat menembus melalui 

sisiknya itu. Ikan-ikan yang hidup di dalam air dibentengi 

dengan hikmat Sang Penyelenggara, yang memberinya pa-

kaian supaya tidak kedinginan.  

(3) Ia menyebar kengerian dengan napas dan tatapannya. Jika 

ia bersin atau menyemburkan air, kelihatannya seperti me-

nyinarkan cahaya, entah dengan buih atau cahaya mata-

hari yang bersinar melaluinya (ay. 9). Mata ikan paus dika-

takan bersinar di malam hari seperti api atau seperti di 

sini matanya laksana merekanya fajar. Hal yang sama di-

katakan juga tentang buaya. Napas binatang ini begitu 

panas dan menyengat, keluar dari panas bawaan di dalam 

badannya, sehingga dari mulutnya seperti keluar suluh dan 

berpancaran bunga api. Uap dan api dikatakan keluar dari 

dalam mulutnya, cukup untuk menyalakan bara (ay. 10-12). 

Mungkin ungkapan hiperbolis ini dipakai menggambarkan 

lewiatan untuk menyatakan kengerian murka Allah, sebab 

semuanya ini memang dirancang untuk menginsafkan kita. 

Api menjilat keluar dari mulutnya (Mzm. 18:8-9). Nafas 

TUHAN, seperti sungai belerang, menyalakan pancaka, dan 

untuk selamanya menjaganya tetap menyala (Yes. 30:33). 

Si pendurhaka akan dibunuh dengan nafas mulut-Nya (2Tes. 

2:8).  

(4) Dia memiliki kekuatan yang tak terkalahkan dan keganas-

an yang paling mengerikan, sehingga membuat ketakutan 

segala apa yang menghalanginya, namun  dia sendiri tidak 

takut oleh apa pun. Perhatikanlah tengkuknya, dan di sana 

masih ada kekuatannya (ay. 13). Kepala dan badannya me-

lekat begitu erat. Ketakutan bersorak-sorai, atau melompat-

lompat kemenangan, di hadapannya, sebab ia membuat hal 

yang mengerikan ke mana pun ia pergi. Atau badai yang 

menjadi ketakutan bagi orang lain yaitu  kegembiraannya. 

Apa yang mengguncang orang lain menjadi tarian baginya. 

Dagingnya melekat dengan baik (ay. 14). Daging gelambir-

nya berelekatan, sehingga tidak tergerak dan sulit untuk 

ditembusi tombak. Ia seakan-akan terbuat seluruhnya dari 

tulang. Tubuhnya dari tembaga, yang dikeluhkan Ayub 

tidak dimilikinya (6:12). Hatinya keras seperti batu (ay. 15). 

Kebesaran hatinya sama dengan kekuatan tubuhnya, dan, 

kendati besar, ia penuh tenaga dan tidak lamban. Sama 

seperti daging dan kulitnya tidak dapat ditembus, demikian 

pula keberaniannya tidak dapat diciutkan. Malah sebalik-

nya, ia menciutkan nyali semua yang ditemuinya dan mem-

buat mereka ketakutan (ay. 16): Bila ia bangkit seperti se-

buah gunung yang bergerak di dalam air yang bergelora, 

bahkan semua yang berkuasa menjadi gentar, takut ia 

akan membalikkan kapal-kapal mereka atau berbuat jahat 

kepada mereka. sebab  gelora yang dibuatnya di dalam air, 

yang mengancam kematian, orang mentahirkan diri, meng-

akui dosa-dosa mereka, memanjatkan doa, dan bersiap 

untuk kematian. Kita membaca (3:8) tentang orang-orang 

yang, saat  mereka membangkitkan marah lewiatan, men-

jadi begitu ketakutan hingga mereka mengutuk hari itu. 

Suatu ketakutan yang tampaknya membawa sebagian ke-

pada kutukan dan sebagian lagi kepada doa. Sebab, seperti 

sekarang ini, demikian pula pada saat dahulu itu para pe-

laut memiliki sifat yang berbeda-beda, dan kengerian laut 

memiliki dampak yang berbeda kepada setiap orang. namun  

semuanya setuju ada ketakutan besar terjadi di antara 

mereka saat  lewiatan bangkit.  

(5) Semua alat pembunuh yang dipakai terhadapnya tidak 

mempan melukainya dan sebab  itu tidak mendatangan ke-

ngerian baginya (ay. 17-20). Pedang dan tombak, yang melu-

kai dari dekat, bukanlah apa-apa baginya. Seligi, anak pa-

nah, dan lembing, yang melukai dari jauh, tidak dapat 

mencelakainya. Alam telah begitu baik mempersenjatainya 

cap-a-pie – di semua titik, terhadap mereka semua. Senjata-

senjata pertahanan yang dipakai manusia saat  mereka 

bertarung dengan lewiatan, seperti lembing (KJV: baju peri-

sai) atau tameng, sering tidak lagi berguna bagi manusia 

seperti halnya senjata yang mereka pakai untuk menye-

rang. Besi dan tembaga dianggapnya sebagai jerami dan 

kayu lapuk, dan ia menertawakan mereka. Ini yaitu  gam-

baran dari seorang berdosa yang berhati keras, yang me-

remehkan kengerian dari Yang Mahakuasa dan menerta-

wakan semua ancaman dari firman-Nya. Begitu tidak ta-

kutnya lewiatan terhadap senjata yang dipakai  melawan 

dia sehingga, untuk menunjukkan betapa kerasnya dia, ia 

memilih berbaring di atas tembikar yang runcing (ay. 21), 

dan berbaring dengan tenangnya di sana seperti berbaring 

di atas lumpur. Orang-orang yang menanggung kekerasan 

harus membiasakan diri dengannya.  

(6) Gerakannya di dalam air membuat laut berbual-bual dan 

mengganggunya (ay. 22-23). saat  ia berguling-guling, dan 

berkebas-kebas serta mengaduk-ngaduk di dalam air atau 

mengejar mangsa, lubuk dijadikannya tempat memasak, ia 

menimbulkan buih-buih yang besar di atas air seperti pada 

panci yang mendidih, terutama pada tempat memasak cam-

puran rempah-rempah. Dan ia meninggalkan jejak yang ber-

cahaya,  yang bahkan tidak ditinggalkan oleh jalan kapal di 

tengah laut (Ams. 30:19). Orang dapat melacak lewiatan di 

bawah air melalui gelembungnya di permukaan. Namun 

siapakah yang dapat memanfaatkannya untuk mengejar-

nya? Manusia dapat melacak kelinci di tanah bersalju dan 

membunuhnya, namun  ia yang melacak lewiatan tidak akan 

berani mendekatinya.  

2. Setelah memberikan gambaran yang khusus tentang anggota-

anggota badannya, tentang keperkasaannya dan perawakan-

nya yang tampan, Allah menyimpulkan dengan empat hal 

secara umum tentang binatang ini:  

(1) Bahwa ia bukan seperti makhluk-makhluk ciptaan yang 

lebih rendah lainnya: Tidak ada taranya di atas bumi (ay. 

24). Tidak ada makhluk ciptaan di dalam dunia ini yang 

sebanding dengannya dalam kekuatan dan kengerian. Atau 

bumi di sini dibedakan dari lautan: Wilayah kekuasaannya 

bukanlah di atas bumi (demikian kata sebagian orang), 

melainkan di dalam air. Tak satu pun dari semua makhluk 

ciptaan yang buas di atas bumi ini yang dapat menandingi-

nya dalam ukuran dan kekuatannya, dan beruntung bagi 

manusia bahwa ia dibatasi di dalam air dan di sana ada 

penjaganya (7:12) melalui Penyelenggaraan ilahi, sebab, 

jika suatu makhluk yang mengerikan ini dibiarkan untuk 

berkeliaran dan merusak di atas bumi ini, maka bumi akan 

menjadi tempat kediaman yang tidak aman dan tenang 

bagi anak-anak manusia, sebagaimana dimaksudkan.  

(2) Bahwa ia lebih berani daripada makhluk ciptaan lain apa 

pun itu: Ia yaitu  makhluk yang tidak mengenal takut. Cip-

taan ada sebagaimana mereka diciptakan. Namun lewiatan 

ditetapkan memiliki keberanian, tidak ada yang dapat me-

nakutinya. Ciptaan lainnya, sebaliknya, tampaknya diran-

cang untuk terbang seperti halnya makhluk ini untuk ber-

tarung. Demikianlah di antara manusia, sebagian berani di 

dalam sifat bawaannya, yang lain takut-takut.  

(3) Bahwa ia sendiri sangat sombong. Kendati berada di dalam 

kedalaman air, segala yang tinggi takut kepadanya (ay. 25). 

Gelombang yang bergulung-gulung, batu-batu yang meng-

hadang, awan yang melayang-layang, dan kapal-kapal yang 

berlayar dengan gagah, semuanya dipandang rendah oleh 

binatang raksasa ini, sebab ia tidak menganggap semuanya 

itu akan mengganggu atau mengancamnya. Orang-orang 

yang besar cenderung untuk menghina.  

(4) Ia yaitu  raja atas segala binatang yang ganas, yaitu, ia 

yang paling angkuh di antara semua yang sombong. Ia 

menjadi lebih sombong (demikian Tuan Caryl menjelaskan-

nya) daripada orang-orang yang paling sombong di dunia. 

Dengan demikian makhluk ini mematikan kesombongan 

dan keangkuhan manusia. Kesuksesan lahiriah apa pun 

yang dibanggakan oleh manusia, dan menjadikannya som-

bong, lewiatan melebihi semua dan raja di atasnya. Sebagi-

an penafsir membaca ayat tersebut sebagai menggambar-

kan Allah: Segala yang tinggi takut kepada-Nya; Ia yaitu  

Raja atas segala binatang yang ganas. Ia dapat menjinak-

kan behemot (40:14) dan lewiatan, betapa pun besarnya 

mereka, dan betapa tangguhnya hati mereka. Percakapan 

mengenai dua binatang ini ditonjolkan untuk membuktikan 

bahwa hanya Allah-lah yang dapat memandangi orang-

orang yang sombong dan memandang rendah mereka, me-

nurunkan mereka dan menginjak-injak mereka, dan menyem-

bunyikan mereka di dalam debu (40:7-9), dan demikianlah 

percakapan ini diakhiri dengan quod erat demonstrandum – 

yang akan ditunjukkan-Nya. Ada satu yang melihat segala 

yang tinggi, dan, kapan pun manusia berlaku sombong, Ia 

ada di atas melebihi mereka. Ia yaitu  Raja atas segala 

anak-anak yang sombong, entah binatang atau yang berakal 

budi, dan dapat menjadikan mereka bengkok atau patah di 

hadapan-Nya (Yes. 2:11): Manusia yang sombong akan diren-

dahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan 

hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu. 

PASAL 42  

alomo mengatakan “Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya,” 

(Pkh. 7:80). Demikianlah yang terjadi pada kisah Ayub. Terang 

datang pada malam hari. Tiga hal kita temukan dalam kitab ini, yang 

sangat menyusahkan hati saya. Namun kita menemukan bagaimana 

ketiga ratapan tersebut dipulihkan, diganti sepenuhnya, di dalam 

pasal ini, semuanya dijadikan benar.  

I. Merupakan suatu kesusahan yang besar bagi kita untuk me-

lihat bagaimana seorang yang suci seperti Ayub sedemikian 

resah, kesal, dan gelisah kepada dirinya sendiri, dan teruta-

ma untuk mendengar bagaimana ia berbantah dengan Allah 

dan berbicara dengan tidak pantas kepada-Nya. Namun, 

meskipun ia jatuh, ia tidak sepenuhnya dicampakkan, sebab 

ia pulih dari kemarahannya, sadar, dan berbalik di dalam 

pertobatan, serta menyesal akan perkataannya yang keliru. 

Ia mencabut perkataannya, dan merendahkan diri di hadap-

an Allah (ay. 1-6) 

II. Demikian juga, sangat menyusahkan hati untuk melihat 

Ayub dan sahabat-sahabatnya sampai berselisih, bukan ha-

nya berbeda pendapat, namun juga saling melontarkan kata-

kata keras satu sama lain, dan saling cerca, padahal mereka 

semua yaitu  orang-orang yang sangat bijak dan baik. Namun 

di sini kita menemukan keluhan itu dipulihkan, perbedaan di 

antara mereka diselaraskan dengan bahagia, perbantahan me-

reka diselesaikan, semua cercaan kesal yang mereka lontar-

kan satu sama lain diampuni dan dilupakan, dan mereka 

semua bergabung dalam mempersembahkan korban dan doa, 

semuanya diterima Allah (ay. 7-9). 

III. Menyusahkan hati kita untuk melihat seorang yang sangat 

saleh dan berbudi seperti Ayub begitu tertimpa sengsara, 

menderita, sakit, miskin, dicela, diremehkan, serta menjadi 

pusat semua kemalangan hidup manusia. Namun di sini kita 

juga melihat bagaimana semua kesedihan ini dipulihkan, 

Ayub disembuhkan dari semua penyakitnya. Ia lebih dihor-

mati dan dicintai dari sebelumnya, diperkaya dengan harta 

dua kali lipat dari sebelumnya, dikelilingi semua penghibur-

an hidup, dan menjadi contoh dalam hal kemakmuran seba-

gaimana dalam hal penderitaan dan kesabaran (ay. 10-17). 

Semua hal ini dituliskan untuk menjadi pembelajaran bagi 

kita, supaya melalui kesabaran dan penghiburan firman 

Tuhan, kita dapat memperoleh pengharapan selama meng-

hadapi keputusasaan semacam ini. 

Pengakuan Ayub yang Rendah Hati  

(42:1-6) 

1 Maka jawab Ayub kepada TUHAN: 2 “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup me-

lakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. 3 Firman-Mu: 

Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan?  Itulah 

sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat 

ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. 4 Firman-Mu: Dengarlah, maka Aku-

lah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau mem-

beritahu Aku. 5 Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Eng-

kau, namun  sekarang mataku sendiri memandang Engkau. 6 Oleh sebab itu 

aku mencabut perkataanku  dan dengan menyesal aku duduk dalam debu 

dan abu.” 

Kata-kata Ayub untuk membenarkan diri sendiri berakhir di sini 

(31:40). Setelah itu ia tidak lagi berkata-kata dengan maksud mem-

benarkan diri. Perkataan penghakiman dan kutukan atas diri Ayub 

sendiri dimulai (39:37-38). Sekarang dalam ayat-ayat di atas Ayub 

melanjutkan perkataannya dengan maksud yang sama. Meskipun 

kesabaran Ayub tidak sempurna, namun pertobatan akan ketidak-

sabarannya sempurna. Sekarang ia sungguh-sungguh direndahkan 

sebab  kebodohan dan perkataannya yang tidak pantas, dan ia pun 

diampuni. Orang-orang baik pada akhirnya akan melihat dan meng-

akui kesalahan-kesalahan mereka, meskipun mungkin sulit untuk 

membuat mereka melakukannya. Maka, setelah Allah berkata-kata 

tentang kebesaran dan kuasa-Nya yang tampak jelas dalam segala 

ciptaan, maka jawab Ayub kepada TUHAN (ay. 1), bukan dengan 

menantang (ia telah berjanji untuk tidak akan menjawab lagi [39:38]), 

melainkan dengan ketundukan. Dan begitulah kita semua seharus-

nya menjawab panggilan Allah. 

I. Ia mengakui kebenaran akan kekuatan, pengetahuan dan ke-

kuasaan Allah yang tidak terbatas, tunduk pada apa yang Allah 

katakan dari dalam badai (ay. 2). Keinginan dan perbuatan yang 

jahat muncul dari dasar-dasar pemikiran yang jahat atau sebab  

mengabaikan dan tidak percaya akan dasar-dasar pemikiran yang 

benar. Oleh sebab itu, pertobatan yang sejati dimulai dengan 

pengakuan, pengenalan akan kebenaran (2Tim. 2:25). Di sini Ayub 

mengakui bahwa pikirannya telah diyakinkan akan kebesaran, 

kemuliaan, dan kesempurnaan Allah, yang kemudian diikuti 

dengan kesadaran d