Tampilkan postingan dengan label amsal 8. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 8. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 8


  air yang di bawah langit dengan meneguh-

kan mata air samudera raya, yang meluapkan air-air itu (ay. 

28), dan dengan menjaga batas-batas laut, yang merupakan 

wadah bagi air-air itu (ay. 29). Hal ini berbicara banyak tentang 

kehormatan dari Hikmat yang kekal ini, sebab melalui contoh 

ini Allah membuktikan diri-Nya sebagai Allah yang harus amat 

sangat ditakuti (Yer. 5:22), bahwa Ia membuat pantai pasir 

sebagai perbatasan bagi laut, agar tanah kering dapat terus 

muncul di atas air, dan cocok untuk didiami manusia. Dengan 

demikian Ia menetapkan dasar bumi. Betapa mampu dan be-

tapa pantasnya Anak Allah menjadi Juruselamat dunia, sebab 

Dialah Penciptanya!  

IV. Kepuasan tak terhingga yang dirasakan Bapa di dalam Dia, dan 

Dia di dalam Bapa (ay. 30): Aku ada serta-Nya sebagai anak kesa-

yangan. Sama seperti melalui kelahiran kekal Dia dilahirkan dari 

Bapa, demikian pula melalui kebijaksanaan kekal Dia ada serta-

Nya. Ini menunjukkan, bukan hanya kasih tak terhingga dari 

Bapa kepada Anak, yang   sebab  itu disebut Anak-Nya yang keka-

sih (Kol. 1:13), melainkan juga kesadaran dan pengertian timbal 

balik di antara mereka mengenai karya penebusan manusia, yang 

harus dikerjakan oleh Sang Anak, dan yang tentangnya permu-

fakatan tentang damai ada di antara mereka berdua (Za. 6:13). Dia 

yaitu  alumnus patris – murid Bapa, kalau boleh saya mengata-

kannya, yang dididik sejak dari kekekalan untuk melakukan 

pelayanan itu, yang pada waktunya, pada kegenapan waktu, ha-

rus dilalui-Nya, dan dalam hal itu Ia dilindungi dan dibimbing 

secara khusus oleh Bapa. Dialah hamba-Ku yang Kupegang (Yes. 

42:1). Ia melakukan apa yang dilihat-Nya dilakukan Bapa (Yoh. 

5:19), menyenangkan Bapa-Nya, mencari kemuliaan-Nya, berbuat 

sesuai dengan perintah yang diterima-Nya dari Bapa-Nya, dan 

semua ini dilakukan-Nya sebagai anak kesayangan-Nya. Setiap 

hari Dia menjadi kesenangan Bapa (orang pilihan-Ku, yang kepa-

Kitab Amsal 8:22-31 

 165 

da-Nya Aku berkenan, kata Allah, Yes. 42:1), dan Dia juga senan-

tiasa bermain-main di hadapan-Nya. Ini dapat dipahami entah,  

1. Sebagai kegembiraan tak terhingga yang dimiliki oleh pribadi-

pribadi Tritunggal yang penuh berkat itu satu terhadap yang 

lain. Kegembiraan ini mengandung kebahagiaan hakikat ilahi. 

Atau,  

2. Sebagai kesenangan yang dirasakan Bapa dengan pekerjaan-

pekerjaan Sang Anak, saat  Ia menjadikan dunia. Allah meli-

hat segala sesuatu yang dijadikan Sang Anak, dan, sungguh itu 

amat baik, itu menyenangkan-Nya, dan oleh sebab itu Anak-

Nya setiap hari, hari demi hari, selama enam hari penciptaan, 

berdasarkan hal itu, menjadi kesenangan-Nya (Kel. 39:43). 

Dan Sang Anak juga bersukacita di hadapan-Nya   sebab  kein-

dahan dan keselarasan seluruh penciptaan (Mzm. 104:31). 

Atau,  

3. Sebagai kepuasan yang mereka miliki satu terhadap yang lain, 

dengan merujuk pada karya besar penebusan manusia. Bapa 

bersuka di dalam Anak, sebagai Pengantara antara Dia dan 

manusia, dan amat berkenan terhadap apa yang diusulkan-

Nya (Mat. 3:17), dan oleh sebab itu mengasihi-Nya   sebab  Dia 

bersedia memberikan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya. 

Allah percaya kepada-Nya bahwa Dia akan menuntaskan pe-

kerjaan-Nya, dan tidak akan gagal atau kabur. Sang Anak juga 

senantiasa bermain-main di hadapan-Nya, bersuka untuk me-

lakukan kehendak-Nya (Mzm. 40:9), sangat setia kepada pe-

kerjaan-Nya, benar-benar puas dengan pekerjaan itu. Dan, 

saat  pekerjaan-Nya harus dijalankan, Dia mengungkapkan-

nya dengan amat puas sama seperti sebelum-sebelumnya, de-

ngan berkata, “Sungguh, Aku datang untuk melakukan seperti 

ada tertulis dalam gulungan kitab tentang Aku.” 

V. Kepedulian-Nya yang besar terhadap umat manusia (ay. 31). Hik-

mat bersukacita, bukan pada hasil-hasil bumi yang kaya, atau 

harta karun yang tersembunyi di dalam perut-perutnya, melain-

kan terlebih pada bagian-bagiannya yang bisa dihuni (ay. 31, KJV), 

sebab anak-anak manusia menjadi kesenangannya. Bukan hanya 

dalam penciptaan manusia saja Allah berbicara dengan nada 

gembira (Kej. 1:26), baiklah Kita menjadikan manusia, melainkan 

juga dalam penebusan dan keselamatan manusia. Anak Allah 


 166

telah dipilih sebelum dunia dijadikan, untuk melakukan pekerjaan 

besar itu (1Ptr. 1:20). Umat sisa dari anak-anak manusia diberi-

kan kepada-Nya untuk dibawa, melalui anugerah-Nya, kepada ke-

muliaan-Nya, dan mereka ini yaitu  orang-orang yang membuat-

Nya bersuka. Jemaat-Nya yaitu  bagian dari bumi-Nya yang bisa 

dihuni, yang dibuat menjadi bisa dihuni untuk-Nya, agar TUHAN 

Allah dapat berdiam bahkan di antara orang-orang yang sebelum-

nya sudah memberontak. Dalam hal inilah Ia bersuka, dengan 

harapan akan melihat keturunan-Nya. Walaupun Ia sudah meli-

hat terlebih dahulu semua kesulitan yang akan dijumpai-Nya da-

lam pekerjaan-Nya, yakni pelayanan-pelayanan dan penderitaan-

penderitaan yang harus dilalui-Nya, namun,   sebab  semua itu 

akan mendatangkan kemuliaan bagi Bapa-Nya dan keselamatan 

bagi anak-anak manusia yang diberikan kepada-Nya, Dia menan-

tikannya dengan kepuasan yang teramat sangat yang bisa diba-

yangkan. Dalam hal ini, kita mendapatkan semua dorongan yang 

dapat kita inginkan untuk datang kepada-Nya, dan bisa meng-

andalkan Dia untuk mendapatkan semua keuntungan yang di-

rancangkan bagi kita melalui pekerjaan-Nya yang mulia. 

Nasihat Hikmat 

(8:32-36) 

32 “Oleh sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku,   sebab  berbahagialah 

mereka yang memelihara jalan-jalanku. 33 Dengarkanlah didikan, maka kamu 

menjadi bijak; janganlah mengabaikannya. 34 Berbahagialah orang yang men-

dengarkan daku, yang setiap hari menunggu pada pintuku, yang menjaga 

tiang pintu gerbangku. 35   sebab  siapa mendapatkan aku, mendapatkan hi-

dup, dan TUHAN berkenan akan dia. 36 namun  siapa tidak mendapatkan aku, 

merugikan dirinya; semua orang yang membenci aku, mencintai maut.” 

Di sini kita mendapati penerapan dari perbincangan mengenai Hik-

mat. Rancangan dan tujuannya yaitu  untuk membuat kita semua 

tunduk sepenuhnya kepada hukum-hukum agama, untuk membuat 

kita bijaksana dan baik, tidak untuk mengisi kepala kita dengan 

rekaan-rekaan, atau lidah kita dengan sengketa-sengketa, namun  un-

tuk meluruskan apa yang salah dalam hati dan hidup kita. Untuk 

mencapai hal ini, di sini ada , 

I. Sebuah nasihat untuk mendengarkan dan mematuhi suara Hik-

mat, untuk memperhatikan dan mengikuti didikan-didikan yang 

baik yang diberikan firman Allah kepada kita, dan di dalam didik-

an-didikan itu mengenali suara Kristus, sebagaimana domba me-

ngenali suara gembalanya. 

1. Kita harus menjadi pendengar-pendengar firman yang rajin. 

Sebab bagaimana kita bisa percaya kepada Dia yang belum 

pernah kita dengar? “Hai anak-anak, dengarkanlah aku” (ay. 

32). “Bacalah firman yang tertulis, duduklah di bawah firman 

yang disampaikan, pujilah Allah untuk firman yang ditulis dan 

diberitakan itu, dan dengarkanlah Dia berbicara kepadamu di 

dalamnya.” Biarlah anak-anak bertumbuh dewasa, dan apa 

yang mereka dengarkan pada waktu itu, ada kemungkinan, 

akan menghiasi dan mengatur perilaku mereka sepanjang 

hidup mereka. Biarlah anak-anak Hikmat membenarkan Hik-

mat dengan mendengarkannya dan menunjukkan diri mereka 

sebagai anak-anaknya yang sesungguhnya. Kita harus mende-

ngarkan perkataan Hikmat,  

(1) Dengan berserah diri, dan dengan hati yang rela (ay. 33): 

“Dengarkanlah didikan, dan janganlah mengabaikannya, 

entah sebagai sesuatu yang tidak engkau perlukan atau 

sesuatu yang tidak engkau sukai. Didikan itu ditawarkan 

kepadamu sebagai kebaikan, dan engkau sendirilah yang 

akan rugi jika engkau mengabaikannya.” Siapa menolak 

nasihat Allah, ia menolaknya untuk melawan dirinya sen-

diri (Luk. 7:30). “Janganlah mengabaikannya sekarang, su-

paya jangan engkau tidak mendapatkan tawaran lagi.”  

(2) Secara tetap, dan dengan penuh perhatian. Kita harus 

mendengarkan Hikmat sedemikian rupa sehingga setiap 

hari kita harus menunggu pada pintunya, seperti pengemis 

yang meminta sedekah, seperti pelanggan dan orang sakit 

yang menantikan nasihat. Kita harus menunggunya seba-

gai hamba, dengan kerendahan hati, kesabaran, dan kese-

diaan untuk taat, di tiang pintu gerbangnya. Lihatlah di sini 

betapa baiknya rumah yang dijaga oleh Hikmat, sebab di 

situ tiada hari tanpa sedekah. Betapa bagusnya sekolah 

yang didirikannya, sebab di situ tiada hari tanpa belajar. 

Selama kita mempunyai pekerjaan-pekerjaan Allah di 

depan mata kita, dan firman-Nya di tangan kita, maka kita 

dapat mendengarkan Hikmat setiap hari, dan menerima 

didikan darinya. Lihatlah di sini betapa semua murid Kris-

tus dituntut untuk memberikan perhatian dengan patuh 

dan rajin. Mereka harus menunggu pada pintu. 

[1] Kita harus meraih segala kesempatan untuk mendapat-

kan pengetahuan dan anugerah, dan harus masuk, ser-

ta tetap berada, di dalam persekutuan dengan Allah 

secara tetap dan terus-menerus.  

[2] Kita harus bersikap sangat rendah hati dalam memper-

hatikan didikan-didikan ilahi, dan dengan senang hati 

duduk di mana saja, sekalipun di tempat yang paling 

hina, asalkan bisa mendengarkannya, seperti Daud, yang 

dengan senang hati mau menjadi penjaga pintu di rumah 

Allah.  

[3] Kita harus menaikkan harapan-harapan kita untuk 

mendapatkan didikan-didikan ini, dan mendengarkan-

nya dengan hati-hati, dengan sabar, dan dengan tekun. 

Kita harus berjaga-jaga dan menunggu, seperti orang 

banyak yang mendengarkan Kristus, yang terpikat pada-

Nya dan ingin mendengarkan Dia, seperti yang dikata-

kan dalam bahasa aslinya dalam Lukas 19:48, dan 

Lukas 21:38, banyak orang datang pagi-pagi untuk men-

dengarkan Dia.  

2.  Kita harus menjadi pekerja-pekerja yang cermat, sebab kita 

mendapat berkat hanya dengan melakukan perbuatan baik. 

Mendengarkan perkataan Hikmat saja tidaklah cukup, kita 

juga harus memelihara jalan-jalannya (ay. 32), melakukan se-

gala sesuatu yang ditetapkannya, tetap berada di dalam batas-

batas jalannya, dan tidak melanggarnya, mengikuti jejak-jejak 

langkahnya, terus berjalan dan bertahan di dalamnya. “De-

ngarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak. Biarlah itu 

menjadi sarana untuk menjadikanmu bijak dalam mengatur 

perilakumu.” Apa yang kita ketahui percuma saja jika tidak 

menjadikan kita bijak (ay. 33).  

II. Jaminan kebahagiaan bagi semua orang yang benar-benar men-

dengarkan Hikmat. Berbahagialah mereka (ay. 32), dan sekali lagi 

berbahagialah (ay. 34). Sungguh berbahagia orang-orang yang 

berjaga-jaga dan menunggu pada pintu Hikmat. Bahkan, dengan 

hadir di sana saja sudah merupakan kebahagiaan bagi mereka. 

Itulah tempat terbaik bagi mereka. Sungguh berbahagia orang-

orang yang menunggu di sana,   sebab  mereka tidak akan dibiar-

kan menunggu lama. Biarlah mereka terus mengetok-ngetok, 

maka sebentar lagi pintu akan dibukakan bagi mereka. Mereka 

sedang mencari Hikmat, dan mereka akan mendapatkan apa yang 

mereka cari. namun  akankah Hikmat itu membuat mereka menjadi 

lebih baik jika mereka mendapatkannya? Ya (ay. 35): siapa men-

dapatkan aku, mendapatkan hidup, yaitu, semua kebahagiaan, 

semua kebaikan yang diperlukan atau yang dapat diinginkannya. 

Ia mendapatkan hidup di dalam anugerah itu, yang merupakan 

dasar dari kehidupan rohani dan janji akan kehidupan kekal. Ia 

mendapatkan hidup, sebab TUHAN berkenan akan dia, dan per-

kenanan-Nya yaitu  hidup. Jika raja memberikan perkenanannya 

kepada anak yang bijak, terlebih lagi Raja segala raja akan mem-

berikan perkenanan-Nya. Kristus yaitu  Hikmat, dan barangsiapa 

yang mendapatkan Kristus, yang memiliki kepentingan di dalam 

Dia, mendapatkan hidup. Sebab Kristus yaitu  hidup bagi semua 

orang percaya. Barangsiapa memiliki Anak Allah, ia memiliki hidup, 

hidup kekal, dan dia akan mendapatkan perkenanan TUHAN, yang 

amat berkenan kepada semua orang yang ada di dalam Kristus. 

Kita tidak akan dapat memperoleh perkenanan Allah, kecuali kita 

mendapatkan Kristus dan didapati di dalam Dia. 

III. Hukuman ditimpakan kepada semua orang yang menolak Hikmat 

dan tawaran-tawarannya (ay. 36). Mereka dibiarkan menghancur-

kan diri mereka sendiri, dan Hikmat tidak akan menghalang-ha-

langi mereka,   sebab  mereka telah mengabaikan semua nasihat-

nya. 

1. Kejahatan mereka sangatlah besar. Mereka berdosa terhadap 

Hikmat, memberontak melawan terang dan hukum-hukum-

nya, mengacaukan rancangan-rancangannya, dan dengan ke-

bodohan mereka menyakiti hatinya. Mereka berdosa terhadap 

Kristus. Mereka menghina wewenang-Nya, dan melakukan per-

buatan-perbuatan yang bertentangan dengan semua tujuan 

dari kehidupan dan kematian-Nya. Hal ini dipandang sebagai 

kebencian terhadap Hikmat, kebencian terhadap Kristus. Me-

reka yang tidak mau Dia memerintah atas mereka yaitu  mu-

suh-musuh-Nya. Adakah yang tampak lebih buruk selain mem-

benci Dia yang merupakan pusat dari segala keindahan dan 

sumber dari segala kebaikan, Dia yang yaitu  kasih itu sendiri? 

2. Hukuman yang akan mereka dapatkan sangatlah adil, sebab 

mereka dengan sengaja mendatangkannya ke atas diri mereka 

sendiri. 

(1) Orang-orang yang membangkitkan amarah Kristus melaku-

kan kesalahan terbesar pada diri mereka sendiri. Mereka 

merugikan diri mereka sendiri. Mereka melukai hati nurani 

mereka sendiri, mendatangkan aib dan noda pada jiwa me-

reka sendiri, yang membuat mereka menjijikkan di mata 

Allah, dan tidak layak bersekutu dengan-Nya. Mereka me-

nipu diri mereka sendiri, mengganggu diri mereka sendiri, 

dan menghancurkan diri mereka sendiri. Dosa yaitu  ke-

rugian bagi jiwa.  

(2) Orang-orang yang menentang Kristus, mencintai kehancur-

an mereka sendiri: semua orang yang membenci Aku, mencin-

tai maut. Mereka mencintai apa yang akan mendatangkan 

maut bagi mereka, dan menjauhkan sesuatu yang akan 

mendatangkan hidup bagi mereka. Orang-orang berdosa itu 

mati   sebab  mereka akan mati, yang membuat mereka tidak 

dapat berdalih, membuat penghukuman mereka semakin 

tak tertahankan lagi, dan akan membenarkan Allah untuk 

selama-lamanya dalam menghakimi. Hai Israel, engkau telah 

menghancurkan dirimu sendiri.   

 

 

PASAL  9  

ristus dan dosa yaitu  dua musuh yang saling bersaing mem-

perebutkan jiwa manusia, dan di sini kita diberi tahu bagaimana 

keduanya berusaha membujuknya, untuk dapat menduduki tempat 

terdalam dan terutama di dalamnya. Maksud dari gambaran ini ada-

lah untuk memperhadapkan kepada kita hidup dan mati, kebaikan 

dan kejahatan. Tidak ada yang diperlukan lagi selain penjelasan yang 

adil mengenai pokok permasalahannya untuk menentukan bagi kita 

mana yang harus kita pilih, dan untuk membuat kita menyerahkan 

hati kita. Kristus dan dosa digambarkan sebagai pihak yang ingin 

memberikan penghiburan bagi jiwa, dan mengundang jiwa itu untuk 

menerima penghiburan tersebut. Mengenai keduanya, kita diberi 

tahu apa hasil akhirnya.   sebab  permasalahannya sudah sedemikian 

dipaparkan di hadapan kita, maka marilah kita mempertimbangkan, 

menerima nasihat, dan menyuarakan apa yang kita pikirkan. Oleh 

  sebab  itu, kita berkepentingan untuk menghargai jiwa kita sendiri, 

sebab kita melihat ada pergulatan yang demikian gigih untuk mem-

perebutkannya.  

I. Kristus, dengan nama Hikmat, mengundang kita untuk me-

nerima penghiburan-Nya, dan dengan demikian untuk me-

ngenal dan bersekutu dengan Dia (ay. 1-6). Dan sesudah  me-

nubuatkan adanya tanggapan yang berbeda-beda terhadap 

undangan-Nya (ay. 7-9), Ia menunjukkan, secara singkat, apa 

yang dituntut-Nya dari kita (ay. 10) dan apa yang dirancang-

kan-Nya bagi kita (ay. 11), dan kemudian menyerahkan kepada 

kita untuk memilih mana yang akan kita lakukan (ay. 12).  

II. Dosa, yang digambarkan sebagai seorang wanita  bodoh, 

merayu kita untuk menerima penghiburannya, dan (ay. 13-

16) berpura-pura bahwa penghiburannya itu amat menawan 

hati (ay. 17). namun  Salomo memberi tahu kita apa akibatnya 

nanti (ay. 18). Sekarang, pada hari ini, pilihlah mana yang 

ingin engkau dekati.  

 Undangan Hikmat  

(9:1-12) 

1 Hikmat telah mendirikan rumahnya, menegakkan ketujuh tiangnya, 2 memo-

tong ternak sembelihannya, mencampur anggurnya, dan menyediakan hidang-

annya. 3 Pelayan-pelayan wanita  telah disuruhnya berseru-seru di atas 

tempat-tempat yang tinggi di kota: 4 “Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah 

ke mari”; dan kepada yang tidak berakal budi katanya: 5 “Marilah, makanlah 

rotiku, dan minumlah anggur yang telah kucampur; 6 buanglah kebodohan, 

maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian.” 7 Siapa mendidik se-

orang pencemooh, mendatangkan cemooh kepada dirinya sendiri, dan siapa 

mengecam orang fasik, mendapat cela. 8 Janganlah mengecam seorang pen-

cemooh, supaya engkau jangan dibencinya, kecamlah orang bijak, maka eng-

kau akan dikasihinya, 9 berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih 

bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah. 10 Permu-

laan hikmat yaitu  takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus yaitu  

pengertian. 11   sebab  oleh aku umurmu diperpanjang, dan tahun-tahun hidup-

mu ditambah. 12 Jikalau engkau bijak, kebijakanmu itu bagimu sendiri, jikalau 

engkau mencemooh, engkau sendirilah orang yang akan menanggungnya. 

Hikmat di sini diperkenalkan sebagai ratu yang megah dan murah 

hati, amat agung dan sangat royal. Firman Allah itu yaitu  Hikmat 

ini, yang di dalamnya Allah menyatakan kehendak baik-Nya terhadap 

manusia. Allah Sang Firman yaitu  Hikmat ini, yang kepada-Nya 

Bapa telah menyerahkan seluruh penghakiman. Dia yang, dalam pa-

sal sebelumnya, menunjukkan semarak dan kemuliaan-Nya sebagai 

Pencipta dunia, di sini memperlihatkan anugerah dan kebaikan-Nya 

sebagai Penebus dunia. Kata yang digunakan di sini jamak, Hikmat-

hikmat. Sebab, di dalam Kristus tersembunyi segala harta hikmat, 

dan dalam pekerjaan-Nya tampaklah pelbagai ragam hikmat Allah 

yang tersembunyi dan rahasia. 

Sekarang amatilah di sini:   

I. Melimpahnya persediaan yang sudah dipersiapkan oleh Hikmat 

untuk menerima semua orang yang mau menjadi murid-murid-

nya. Hal ini digambarkan dengan perumpamaan tentang sebuah 

pesta yang mewah, yang dari sini, ada kemungkinan, Juruselamat 

kita meminjam perumpamaan-perumpamaan yang di dalamnya Ia 

membandingkan Kerajaan Sorga dengan perjamuan besar (Mat. 

22:2; Luk. 14:16). Dan demikianlah perjamuan itu dinubuatkan 

(Yes. 25:6). Ini seperti perjamuan yang diadakan Ahasyweros un-

tuk memamerkan kekayaan kemuliaan kerajaannya. Demikian 

pula anugerah Injil diperhadapkan kepada kita dalam ketetapan 

perjamuan Tuhan. Untuk menyambut orang-orang yang diun-

dangnya, 

1. Disediakan sebuah istana yang megah (ay. 1). Hikmat,   sebab  

tidak menemukan rumah yang cukup luas untuk semua 

tamunya, sengaja membangun satu rumah lagi, dan, untuk 

memperkuat dan memperindah rumah itu, ia telah menegak-

kan ketujuh tiangnya, yang menjadikannya sangat kokoh, dan 

tampak amat megah. Sorga yaitu  rumah yang sudah diba-

ngun Hikmat untuk menjamu semua tamunya yang dipanggil 

untuk merayakan perjamuan kawin Anak Domba. Itulah ru-

mah Bapanya, di mana ada banyak tempat tinggal (istana), 

dan ke sana ia telah pergi untuk menyiapkan tempat bagi kita. 

Ia telah menggantungkan bumi dalam kehampaan, jadi di 

dalamnya tidak ada kota yang abadi. namun  sorga yaitu  kota 

yang memiliki fondasi, memiliki tiang-tiang. Jemaat yaitu  

rumah Hikmat, ia mengundang tamu-tamunya untuk masuk, 

dengan didukung oleh kuasa dan janji Allah, seperti oleh tujuh 

tiang. Ada kemungkinan Salomo merujuk pada bait Allah yang 

baru saja dibangunnya sendiri untuk keperluan agama, dan ke 

sanalah ia ingin mengajak orang untuk menenangkan diri, 

baik dalam menyembah Allah maupun dalam menerima didik-

an-didikan Hikmat. Menurut sebagian orang, rumah yang di-

maksudkan di sini yaitu  sekolah-sekolah para nabi. 

2. Dipersiapkan sebuah perjamuan yang mewah (ay. 2): ia telah 

memotong ternak sembelihannya. Ia telah mencampur anggur-

nya. Berlimpah-limpah makanan dan minuman telah disedia-

kan, dan semuanya dari jenis terbaik. Ia telah memotong kor-

bannya (begitulah kata yang digunakan di sini). Perjamuan itu 

mewah, namun  suci, perjamuan untuk menikmati daging 

korban. Kristus telah mempersembahkan diri-Nya sebagai kor-

ban untuk kita, dan daging-Nyalah yang benar-benar makanan 

dan darah-Nyalah yang benar-benar minuman. Perjamuan 

Tuhan yaitu  pesta pendamaian dan sukacita atas korban 

penebusan. Anggur itu dicampur dengan sesuatu yang lebih 

kaya dibandingkan  anggur itu sendiri, untuk menjadikannya lebih 

dibandingkan  minuman dan aroma biasa. Ia telah rampung me-

nyiapkan hidangannya dengan segala kepuasan yang dapat 

diinginkan jiwa, yaitu kebenaran dan anugerah, kedamaian 

dan sukacita, jaminan-jaminan akan kasih Allah, penghibur-

an-penghiburan Roh, dan segala janji serta pertanda kehidup-

an kekal. Cermatilah, semua itu yaitu  perbuatan Hikmat 

sendiri, dialah yang memotong ternak sembelihannya, dialah 

yang mencampur anggurnya, yang menandakan baik itu kasih 

Kristus, yang mengadakan persediaan itu (Ia tidak menyerah-

kannya kepada orang lain, namun  mengerjakannya dengan 

tangan-Nya sendiri), dan menyiapkannya dengan luar biasa. 

Apa yang dipersiapkan oleh Hikmat sendiri pasti akan meme-

nuhi tujuannya secara tepat.  

II. Undangan yang penuh rahmat yang telah diberikannya, bukan 

kepada teman-teman tertentu, melainkan kepada semua orang, 

untuk datang dan ambil bagian dalam semua yang telah disedia-

kan ini. 

1.  Dia mempekerjakan hamba-hambanya untuk menyebarkan 

undangan itu ke sekeliling negeri: pelayan-pelayan wanita  

telah disuruhnya (ay. 3). Hamba-hamba Injil diberi mandat dan 

perintah untuk mengumumkan persiapan-persiapan yang 

telah dibuat Allah, di dalam kovenan kekal, bagi semua orang 

yang bersedia memenuhi persyaratan-persyaratannya. Mereka, 

dengan kemurnian seorang gadis, tidak merusak diri mereka 

sendiri atau firman Allah, dan dengan menjalankan secara 

tepat apa yang diperintahkan kepada mereka, harus meng-

undang semua orang yang mereka jumpai, bahkan di semua 

jalan dan lintasan, untuk datang dan berpesta bersama-sama 

dengan Hikmat, sebab segala sesuatu sudah siap (Luk. 14:23).  

2. Ia sendiri berseru-seru di atas tempat-tempat yang tinggi di 

kota, sungguh-sungguh menginginkan kesejahteraan anak-

anak manusia, dan berduka melihat mereka menolak segala 

belas kasihan bagi diri mereka sendiri demi berhala yang sia-

sia. Yesus Tuhan kita yaitu  Pemberita bagi Injil-Nya sendiri. 

Sesudah mengutus murid-murid-Nya, Ia mengikuti mereka 

untuk meneguhkan apa yang mereka katakan. Bahkan, Injil 

itu mula-mula diberitakan oleh Tuhan (Ibr. 2:3). Dia berdiri, 

dan berseru, marilah kepada-Ku. Kita sudah melihat siapa 

yang diundang.  

Sekarang marilah kita amati: 

(1) Kepada siapa undangan itu ditujukan: siapa yang tak ber-

pengalaman dan yang tidak berakal budi (ay. 4). Jika kita 

ingin mengadakan perjamuan, maka dari semua jenis 

orang, yang tidak boleh kita pedulikan untuk diundang, 

apalagi sampai membujuk-bujuk, yaitu  kawanan orang-

orang yang seperti itu. Sebaliknya, lebih baik kita memilih 

para ahli pikir dan kaum terpelajar, agar kita bisa mende-

ngar hikmat mereka dan mendapat manfaat dari percakapan 

dengan mereka di meja makan. “Apakah aku butuh orang 

gila?” namun  Hikmat justru mengajak orang-orang seperti 

itu,   sebab  apa yang diberikannya yaitu  apa yang paling 

mereka butuhkan, dan kesejahteraan merekalah yang di-

carinya, dan yang ditujunya, dalam membuat persiapan 

dan undangan itu. Orang yang tak berpengalaman diun-

dang, agar ia menjadi bijaksana, dan orang yang tidak pu-

nya hati (begitulah kata yang digunakan di sini) hendaklah 

ia datang ke sana, maka ia akan mendapatkannya. Persiap-

an-persiapan itu lebih berkaitan dengan tubuh dibandingkan  

makanan, dan dirancangkan bagi kesembuhan yang paling 

berharga dan paling diinginkan, yaitu kesembuhan akal 

budi. Undangan ini ditujukan kepada umum, kepada siapa 

saja, tanpa kecuali, selain mereka yang mengecualikan diri 

mereka sendiri. Sekalipun mereka begitu bodoh, namun,  

[1] Mereka akan disambut.  

[2] Mereka dapat ditolong. Mereka tidak akan direndahkan 

atau dibuat putus harapan. Juruselamat kita datang 

bukan untuk memanggil orang benar, namun  orang ber-

dosa, bukan orang yang bijaksana menurut pandangan 

mereka sendiri, yang menyangka bahwa mereka melihat 

(Yoh. 9:41), namun  orang yang tak berpengalaman, yang 

sadar akan ketidaktahuan mereka dan malu   sebab nya, 

dan orang yang bersedia menjadi bodoh, supaya ia ber-

hikmat (1Kor. 3:18). 

(2) Apa isi undangan itu.  

[1] Kita diundang ke rumah Hikmat: singgahlah ke mari. 

Saya katakan kita, sebab siapakah di antara kita yang 

tidak mau mengaku memiliki sifat orang yang diundang 

itu, yang tak berpengalaman dan tidak berakal budi? 

Pintu-pintu Hikmat tetap terbuka bagi orang-orang se-

perti itu, dan ia ingin bercakap-cakap sebentar dengan 

mereka, satu kata demi kebaikan mereka, dan ia pun 

tidak mempunyai rancangan lain bagi mereka.  

[2] Kita diundang ke mejanya (ay. 5): marilah, makanlah 

rotiku, maksudnya, kecaplah kenikmatan-kenikmatan 

sejati yang hanya ditemukan dalam pengetahuan dan 

rasa takut akan Allah. Dengan menjalankan iman yang 

didasarkan atas janji-janji Injil, dengan menerapkannya 

kepada diri kita sendiri dan menerima penghiburan-

penghiburannya, itu berarti kita telah makan, kita telah 

berpesta menikmati segala persediaan yang telah dibuat 

Kristus bagi jiwa-jiwa yang miskin. Apa yang kita ma-

kan dan kita minum menguntungkan diri kita sendiri, 

kita disehatkan dan disegarkan olehnya. Demikian pula 

yang dilakukan terhadap jiwa kita oleh firman Allah. Di 

dalamnya ada makanan dan minuman bagi orang-orang 

yang berakal budi. 

(3)  Apa yang dituntut dari orang-orang yang bisa mendapatkan 

keuntungan dari undangan ini (ay. 6). 

[1] Mereka harus memutuskan segala pergaulan yang bu-

ruk: “Buanglah kebodohan, janganlah bergaul dengan 

orang bodoh, janganlah mengikuti jalan-jalan mereka, 

janganlah bersekutu dengan pekerjaan-pekerjaan kege-

lapan, atau dengan orang-orang yang berurusan dengan 

pekerjaan-pekerjaan semacam itu.” Langkah pertama 

menuju kebajikan yaitu  menghindari perbuatan tercela, 

dan oleh sebab itu menghindari orang-orang tercela. 

Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan.  

[2] Mereka harus bangun dan bangkit dari antara orang 

mati. Mereka harus hidup, bukan dalam kesenangan 

(sebab orang-orang yang berbuat demikian berarti su-

dah mati selagi mereka hidup), melainkan untuk mela-

yani Allah. Sebab hanya orang-orang yang melakukan 

itulah yang benar-benar hidup, hidup untuk suatu 

tujuan. “Janganlah sekadar hidup seperti hewan, seper-

ti binatang, namun  sekarang, pada saat ini juga, hidup-

lah seperti manusia. Hiduplah maka kamu akan hidup. 

Hiduplah secara rohani, maka kamu akan hidup secara 

kekal” (Ef. 5:14).  

[3] Mereka harus memilih jalan-jalan Hikmat, dan tetap ber-

ada di dalamnya: “Ikutilah jalan pengertian. Aturlah diri-

mu mulai dari saat ini dengan aturan-aturan agama dan 

akal budi.” Meninggalkan orang bodoh saja tidak cukup, 

kita juga harus bergabung dengan orang-orang yang ber-

jalan di dalam hikmat, dan berjalan di dalam semangat 

dan langkah-langkah yang sama.  

III. Didikan-didikan yang diberikan Hikmat kepada pelayan-pelayan 

wanita  yang diutusnya untuk menyampaikan undangan, ke-

pada hamba-hamba Tuhan dan orang lain, yang di tempat mereka 

masing-masing sedang berusaha melayani kepentingan-kepen-

tingan dan rancangan-rancangannya. Ia memberi tahu mereka, 

1.  Apa pekerjaan yang harus mereka lakukan, bukan hanya 

memberitahukan secara umum persiapan-persiapan yang su-

dah dibuat bagi jiwa-jiwa, dan memberikan tawaran untuk itu 

secara umum, namun  mereka juga harus mengalamatkan 

orang-orang secara pribadi, harus memberitahukan kesalah-

an-kesalahan mereka. Tegurlah, kecamlah (ay. 7-8). Mereka 

harus mendidik orang-orang itu bagaimana cara memperbaiki 

diri – ajarilah (ay. 9). Firman Allah, dan   sebab  itu juga pela-

yanan firman itu, dimaksudkan untuk mengajar, untuk menya-

takan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk men-

didik orang dalam kebenaran.  

2.  Jenis-jenis orang seperti apa yang akan mereka jumpai, dan 

bagaimana mereka harus menghadapi orang-orang itu, dan 

keberhasilan seperti apa yang bisa mereka harapkan. 

(1) Mereka akan berjumpa dengan beberapa pencemooh dan 

orang fasik yang akan mengejek para utusan Tuhan, dan 

memperlakukan mereka dengan kasar, akan menertawa-

kan dan mengolok-olok orang yang mengundang mereka ke 

perjamuan Tuhan, seperti yang sudah mereka lakukan 

(2Taw. 30:10), dan akan menyiksa mereka (Mat. 22:6). Dan, 

meskipun mereka tidak dilarang untuk mengundang orang-

orang yang tak berpengalaman ke dalam rumah Hikmat, 

namun mereka disarankan untuk tidak memaksakan un-

dangan itu dengan cara menegur dan mengecam mereka. 

Janganlah mengecam seorang pencemooh. Janganlah melem-

parkan mutiara ini kepada babi (Mat. 7:6). Demikian pulalah 

yang dikatakan Kristus tentang orang-orang Farisi, biarkan-

lah mereka itu (Mat. 15:14). “Janganlah menegur mereka,”  

[1] “Dalam menilai mereka, sebab orang-orang yang meng-

olok-olok sarana yang sudah mereka miliki sudah kehi-

langan kebaikan untuk mendapatkan sarana-sarana 

selanjutnya. Barangsiapa yang cemar seperti itu, biarlah 

ia terus cemar. Barangsiapa bersekutu dengan berhala-

berhala, biarkanlah dia. Lihatlah, kami berpaling kepada 

bangsa-bangsa lain.” 

[2] “Dalam bersikap bijak terhadap dirimu sendiri.   sebab , 

jika engkau menegur mereka,” pertama, “Jerih payahmu 

akan sia-sia, dan dengan demikian mendatangkan ce-

mooh kepada dirimu sendiri   sebab  kekecewaan itu.” 

Kedua, “Engkau membuat mereka kesal. Sekalipun eng-

kau melakukannya dengan begitu bijak dan begitu lem-

but, jika engkau terus melakukannya, mereka akan 

membencimu, mereka akan menimpakan celaan-celaan 

kepadamu, dan mengatakan segala hal yang jahat yang 

dapat mereka katakan tentangmu, dan dengan demi-

kian engkau akan mendapatkan aib. Oleh sebab itu, 

lebih baik engkau tidak mencampuri urusan mereka, se-

bab teguran-teguranmu kemungkinan akan lebih men-

datangkan keburukan dibandingkan  kebaikan.” 

(2) Mereka akan berjumpa dengan orang lain yang bijaksana, 

baik, dan adil. Syukur kepada Allah, tidak semua orang 

yaitu  pencemooh. Kita akan berjumpa dengan beberapa 

orang yang begitu bijak bagi diri mereka sendiri, begitu adil 

terhadap diri mereka sendiri, sehingga mereka bersedia dan 

senang untuk diajar. jika  kita berjumpa dengan orang-

orang seperti itu,  

[1] Jika ada kesempatan, kita harus menegur mereka. 

Sebab orang-orang bijak tidaklah bijak dengan sempur-

na, namun  selalu ada yang perlu ditegur dalam diri mere-

ka. Kita tidak boleh mengabaikan kesalahan-kesalahan 

siapa saja hanya   sebab  kita menghormati kebijaksana-

annya, dan orang bijak juga tidak boleh berpikir bahwa 

hikmat meluputkannya dari teguran saat  ia mengata-

kan atau melakukan sesuatu yang bodoh. Sebaliknya, 

semakin besar hikmat yang dimiliki orang, semakin dia 

seharusnya ingin ditunjukkan kelemahannya, sebab 

sedikit kebodohan merupakan noda besar bagi orang 

yang terkenal akan hikmat dan kehormatannya.  

[2] Dengan teguran-teguran kita, kita harus memberi mere-

ka nasihat, dan harus mengajar mereka (ay. 9).  

[3] Kita dapat berharap bahwa tindakan kita itu akan 

dipandang sebagai tindakan kasih (Mzm. 141:5). Orang 

bijak akan menganggap sebagai teman mereka yang 

berhubungan dengan dia apa adanya: “Tegurlah orang 

seperti itu, maka engkau akan dikasihinya   sebab  cara-

mu yang terus terang, ia akan berterima kasih kepada-

mu, dan menginginkan engkau untuk melakukan ke-

baikan yang sama pada lain waktu, jika ada kesempatan 

untuk itu.” yaitu  contoh besar dari hikmat bahwa ia 

menerima teguran dengan baik, sama seperti ia mem-

berikannya.  

[4]   sebab  diterima dengan baik, teguran itu akan mem-

bawa kebaikan, dan mencapai tujuannya. Orang bijak 

akan menjadi lebih bijak   sebab  teguran-teguran dan 

didikan-didikan yang diberikan kepadanya. Pengetahu-

annya akan bertambah, ia akan semakin banyak bela-

jar, dan dengan demikian bertumbuh di dalam anuge-

rah. Janganlah orang berpikir bahwa mereka terlalu 

bijak untuk belajar, atau begitu baik sehingga tidak per-

lu menjadi lebih baik lagi, dan oleh sebab itu tidak perlu 

diajar. Kita harus terus maju, dan terus mengejar pe-

ngetahuan sampai kita menjadi manusia sempurna. 

Berilah orang bijak (begitu dalam bahasa aslinya), beri-

lah dia nasihat, berilah dia teguran, berilah dia peng-

hiburan, maka ia akan menjadi lebih bijak. Berilah dia 

kesempatan (menurut versi Septuaginta), kesempatan 

untuk menunjukkan hikmatnya, maka ia akan menun-

jukkannya, dan tindakan-tindakan hikmat akan mem-

perkuat kebiasaan-kebiasaan untuk menunjukkan hik-

mat itu. 

IV. Nasihat-nasihat yang diberikannya kepada orang-orang yang di-

undang, yang harus ditanamkan kepada mereka oleh pelayan-

pelayan wanita nya. 

1. Biarlah mereka mengetahui apa sebenarnya yang ada di dalam 

hikmat yang sejati itu, dan jamuan apa yang akan mereka 

dapatkan di meja Hikmat (ay. 10).  

(1) Hati harus memegang rasa takut akan Allah. Itulah permu-

laan hikmat. Penghormatan terhadap keagungan Allah, dan 

kengerian terhadap murka-Nya, yaitu  rasa takut akan 

Allah yang merupakan permulaan, langkah pertama, me-

nuju agama yang benar, yang dari sini timbul semua hal 

lain yang menjadi contoh dari agama yang benar. Rasa ta-

kut ini bisa saja menyiksa pada mulanya, akan namun  ka-

sih, secara berangsur-angsur, akan mengusir rasa tersiksa 

itu.  

(2) Kepala harus diisi dengan pengetahuan tentang perkara-

perkara mengenai Allah. Mengenal perkara-perkara yang 

kudus (kata yang digunakan di sini jamak) yaitu  pengerti-

an, perkara-perkara yang berhubungan dengan pelayanan 

terhadap Allah (semua itu disebut sebagai perkara-perkara 

yang kudus), yang berhubungan dengan pengudusan kita 

sendiri. Teguran disebut sebagai barang yang kudus (Mat. 

7:6). Atau pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang ku-

dus, yang diajarkan oleh para nabi yang kudus, pengetahu-

an tentang perkara-perkara yang dibicarakan orang-orang 

kudus oleh dorongan Roh Kudus. Inilah pengertian. Inilah 

pengertian yang terbaik dan paling berguna, yang akan sa-

ngat bermanfaat bagi kita, dan akan mendatangkan hal ter-

baik.  

2.  Biarlah mereka mengetahui apa keuntungan-keuntungan dari 

hikmat ini (ay. 11): “  sebab  oleh aku umurmu diperpanjang. 

Hikmat akan membantu menyehatkan tubuhmu, dan dengan 

demikian tahun-tahun hidupmu di bumi akan ditambah, se-

dangkan kebodohan dan ketamakan manusia akan memper-

singkat hari-hari mereka. Hikmat akan membawamu ke sorga, 

dan di sana hari-harimu akan diperpanjang in infinitum – tak 

terhingga, dan tahun-tahun hidupmu akan ditambah sampai 

seterusnya.” Tidak ada hikmat yang sejati selain di dalam jalan 

agama, dan tidak ada hidup yang sejati selain di ujung jalan 

itu. 

3. Biarlah mereka mengetahui apa akibat dari perbuatan mereka 

dengan memilih atau menolak tawaran yang baik ini (ay. 12). 

Inilah,  

(1) Kebahagiaan orang-orang yang memeluknya: “Jikalau eng-

kau bijak, kebijakanmu itu bagimu sendiri. Engkau sendiri 

yang akan diuntungkan olehnya, bukan Hikmat.” Manusia 

tidak bisa menguntungkan bagi Allah. Demi kebaikan kita 

sendirilah kita dibujuk seperti itu. “Engkau tidak akan me-

ninggalkan keuntungan itu kepada orang lain” (sebagai-

mana kita meninggalkan harta duniawi kita saat  kita 

mati, yang oleh sebab itu disebut sebagai harta orang lain, 

Luk. 16:12), “namun  engkau akan membawanya serta ke da-

lam dunia lain.” Orang-orang yang bijak bagi jiwa mereka 

sendiri berarti bijak bagi diri mereka sendiri, sebab jiwa 

yaitu  inti dari manusia itu sendiri. Dan juga, tidak ada 

orang yang akan berusaha mencari kepentingan yang sejati 

bagi diri mereka sendiri selain mereka yang benar-benar 

beragama. Untuk mencapai maksud ini, kita disarankan 

untuk datang kepada Allah, supaya kita dipulihkan dari 

apa yang merupakan kebodohan dan kemerosotan kita. Hal 

ini membuat kita sibuk mengerjakan apa yang paling 

menguntungkan di dunia ini, dan membuat kita berhak 

mendapatkan apa yang jauh lebih menguntungkan di 

dunia yang akan datang.  

(2) Aib dan kehancuran yang menimpa orang-orang yang me-

remehkannya: “Jikalau engkau mencemooh tawaran Hik-

mat, engkau sendirilah orang yang akan menanggungnya.”  

[1] “Engkau akan menanggung kesalahannya.” Orang-orang 

yang baik harus bersyukur kepada Allah, namun  orang-

orang yang fasik harus mempersalahkan diri mereka 

sendiri. Apa yang menimpa orang fasik itu tidak terjadi 

  sebab  Allah (Dia bukan pencipta dosa). Iblis hanya bisa 

menggoda, namun  tidak bisa memaksa. Teman-teman 

yang fasik hanyalah alat-alatnya.   sebab  itu, semua ke-

salahan pastilah ada pada si orang berdosa itu sendiri. 

[2] “Engkau akan menanggung kerugian dari apa yang eng-

kau cemooh itu. Itu akan menghancurkan dirimu sen-

diri. Darahmu akan ditanggungkan ke atas kepalamu 

sendiri, dan pertimbangan tentang hal ini akan memper-

buruk penghukumanmu: Anakku, ingatlah, bahwa eng-

kau sudah diberi tawaran yang baik ini, namun engkau 

tidak mau menerimanya. Engkau punya kesempatan 

untuk hidup, namun engkau lebih memilih maut. “ 

Undangan Orang Bodoh 

(9:13-18) 

13 wanita  bebal cerewet, sangat tidak berpengalaman ia, dan tidak tahu 

malu. 14 Ia duduk di depan pintu rumahnya di atas kursi di tempat-tempat 

yang tinggi di kota, 15 dan orang-orang yang berlalu di jalan, yang lurus 

jalannya diundangnya dengan kata-kata: 16 “Siapa yang tak berpengalaman, 

singgahlah ke mari”; dan kepada orang yang tidak berakal budi katanya: 17 

“Air curian manis, dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat 

rasanya.” 18 namun  orang itu tidak tahu, bahwa di sana ada arwah-arwah dan 

bahwa orang-orang yang diundangnya ada di dalam dunia orang mati. 

Kita sudah mendengar apa yang dikatakan Kristus untuk menggugah 

hati kita agar mengasihi Allah dan mencintai kesalehan, dan orang 

akan menyangka bahwa seluruh dunia pasti akan mengikuti-Nya. 

Namun, di sini kita diberi tahu betapa giatnya si penggoda menggoda 

jiwa-jiwa yang tidak waspada ke dalam jalan-jalan dosa, dan sebagian 

besar ia mencapai tujuannya, sedangkan bujukan Hikmat tidak ber-

hasil.  

Sekarang amatilah: 

I.   Siapa si penggoda itu – seorang wanita  bebal, kebebalan itu 

sendiri, bertentangan dengan Hikmat. Saya pribadi berpendapat 

bahwa yang terutama dimaksudkan dengan wanita  bebal di 

sini yaitu  kenikmatan badani (ay. 13). Sebab, kenikmatan itu 

yaitu  musuh besar bagi kebajikan dan merupakan jalan masuk 

bagi perbuatan tercela. Kenikmatan itu mencemarkan dan meru-

sakkan akal budi, melemahkan hati nurani, dan memadamkan 

pijar-pijar rasa bersalah, lebih dibandingkan  apa pun. Si penggoda ini 

di sini digambarkan sebagai,  

 

1. Sangat tidak berpengetahuan: sangat tidak berpengalaman ia, 

dan tidak tahu malu, maksudnya, ia tidak memiliki alasan 

yang cukup kuat untuk ditawarkan. jika  ia berkuasa di 

dalam jiwa, ia akan menguras semua pengetahuan tentang 

perkara-perkara yang kudus. Dan semuanya itu akan hilang 

dan terlupakan. Persundalan, anggur, dan air anggur meng-

hilangkan daya pikir. Semua itu membuat manusia menjadi 

bodoh, dan membodoh-bodohi mereka. 

2. Sangat gigih. Semakin sedikit hal yang masuk akal yang dapat 

ditawarkannya, semakin ganas dan mendesak-desak dia, dan 

ia sering kali mencapai tujuannya   sebab  kelakuannya yang 

kurang ajar itu. Ia cerewet dan berisik (ay. 13), senantiasa 

menghantui anak-anak muda dengan rayuan-rayuannya. Ia 

duduk di depan pintu rumahnya (ay. 14), untuk melihat-lihat 

mangsa, tidak seperti Abraham yang duduk di depan pintu 

tendanya, untuk mencari-cari kesempatan berbuat baik. Ia 

duduk di atas kursi (di atas takhta, begitu yang diartikan kata 

itu) di tempat-tempat yang tinggi di kota, seolah-olah ia berwe-

nang memberikan hukum, dan kita semua yaitu  orang yang 

berhutang kepada daging, supaya hidup menurut daging. Juga, 

seolah-olah ia punya nama besar dan dihormati, sehingga 

menganggap diri layak menduduki tempat-tempat yang tinggi 

di kota. Dan mungkin dia berhasil mendapatkan hati lebih 

banyak orang dengan berpura-pura menjadi seorang rupawan 

dibandingkan  seorang yang menyenangkan. “Bukankah semua 

orang berpangkat dan terpandang di dunia” (katanya) “mem-

biarkan diri mereka sendiri bertindak sebebas-bebasnya mele-

bihi apa yang diperbolehkan oleh hukum-hukum kebajikan 

yang ketat? Jadi mengapa engkau sendiri harus merendahkan 

dirimu sampai sejauh itu sehingga engkau dikekang oleh hu-

kum-hukum itu?” Demikianlah si penggoda berpura-pura tam-

pak baik dan agung. 

II.   Siapa saja yang digoda – anak-anak muda yang berpendidikan 

baik. Atas kehancuran mereka inilah ia akan teramat sangat ber-

megah.  

Perhatikanlah: 

1. Apa sifat mereka yang sebenarnya. Mereka yaitu  orang-orang 

yang berlalu di jalan (ay. 15), yang telah dididik di jalan-jalan 

agama dan kebajikan. Mereka telah memulai hidup dengan 

baik-baik dan penuh pengharapan. Tampaknya mereka sudah 

ditakdirkan dan dirancang untuk kebaikan, dan tidak (seperti 

orang muda itu, 7:8) melangkah menuju rumah wanita  

semacam itu. Orang-orang seperti inilah yang ingin dimangsa 

si wanita  bebal itu, yang ingin dijeratnya. Ia mengguna-

kan segala kelicikannya, segala pesonanya, untuk menyesat-

kan mereka. Jika mereka lurus jalannya, dan tidak mau meno-

leh ke arahnya, ia akan terus memanggil-manggil mereka. 

Begitu mendesaknya godaan-godaan ini. 

2. Bagaimana ia menggambarkan mereka. Ia menyebut mereka 

tak berpengalaman dan tidak berakal budi, dan oleh sebab itu 

membujuk mereka untuk datang ke sekolahnya, agar mereka 

disembuhkan dari kekangan-kekangan dan bentuk-bentuk 

lahiriah agama mereka. Beginilah cara orang mementaskannya 

di atas panggung (sebuah penjelasan yang begitu dekat dengan 

bagian ini). Di situ seorang pemuda yang bijaksana, yang su-

dah dididik dalam kebajikan, yaitu  orang bodoh dalam sandi-

wara itu, dan alur ceritanya dibuat untuk menjadikan dia se-

bagai orang neraka, yang tujuh kali lebih jahat dibandingkan  teman-

temannya yang cemar, dengan dalih memoles dan memperha-

lus seleranya, dan menggambarkannya sebagai seorang yang 

cerdas dan jenaka dan juga rupawan. Apa yang pantas didak-

wakan terhadap dosa dan ketidaksalehan (ay. 4), bahwa itu 

yaitu  kebodohan, di sini secara sangat tidak pantas diputar-

balikkan sebagai jalan-jalan kebajikan. namun  pada suatu hari 

akan terungkap siapa yang bodoh. 

III. Apa godaannya (ay. 17): air curian manis. Godaan itu mengarah 

pada air dan roti, sedangkan Hikmat mengantar pada hewan yang 

telah disembelihnya dan anggur yang telah dicampurnya. Namun 

demikian, roti dan air sudah cukup bagi orang-orang yang lapar 

dan haus. Dan ini digambarkan sebagai sesuatu yang lebih manis 

dan menyenangkan dibandingkan  biasanya, sebab itu yaitu  air curian 

dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi, dengan rasa 

takut akan ketahuan. Kenikmatan-kenikmatan dari hawa nafsu 

yang terlarang dimegah-megahkan sebagai sesuatu yang lebih 

menyukakan hati dibandingkan  kenikmatan-kenikmatan dari kasih 

yang menurut peraturan. Begitu pula, keuntungan yang diperoleh 

dengan cara tidak jujur lebih dipilih dibandingkan  keuntungan yang 

didapat secara adil. Nah, hal ini tidak hanya menunjukkan peng-

hinaan yang lancang, melainkan juga tantangan yang kurang ajar, 

1. Terhadap hukum Allah, sebab air itu lebih manis   sebab  di-

curi, dan didapat dengan melanggar batas pagar perintah ilahi. 

Nitimur in vetitum – Kita lebih condong kepada apa yang dila-

rang. Roh pertentangan ini kita warisi dari orangtua kita yang 

pertama, yang mengganggap pohon terlarang sebagai pohon 

yang menarik hati dari semua pohon yang lain. 

2. Terhadap kutukan Allah. Roti itu dimakan dengan sembunyi-

sembunyi,   sebab  takut ketahuan dan mendapat hukuman. 

Begitulah, orang berdosa berbangga   sebab  sebegitu jauh ia 

telah membungkam rasa bersalahnya, dan bermegah atasnya, 

sehingga, kendati dengan rasa takut itu, ia berani berbuat 

dosa. Selain itu, ia membuat dirinya percaya bahwa,   sebab  

dimakan dengan sembunyi-sembunyi, maka itu tidak akan 

pernah diketahui atau diperhitungkan. Manis dan menyenang-

kan yaitu  ciri khas umpan. namun , melalui apa yang ditun-

jukkan oleh si penggoda sendiri, umpan itu tampak begitu 

ganjil, dan pasti akan lenyap, sehingga sungguh mengheran-

kan bagaimana mungkin umpan itu berpengaruh pada orang 

yang mengaku berakal budi. 

IV. Sebuah penawar yang manjur untuk melawan godaan ini, dalam 

kata-kata yang sedikit (ay. 18). Orang yang sudah begitu jauh dari 

akal budi sehingga terseret oleh rayuan-rayuan ini, tanpa sepe-

ngetahuannya, dituntun kepada kehancurannya sendiri yang tak 

dapat dihindari: ia tidak tahu, tidak mau percaya, tidak memper-

timbangkan, dan si penggoda tidak mau membiarkan dia tahu, 

bahwa di sana ada arwah-arwah, bahwa orang-orang yang hidup 

dalam kenikmatan itu sudah mati selagi mereka hidup, mati 

  sebab  pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa. Kengerian-kenge-

rian menyertai segala kenikmatan ini seperti kengerian-kengerian 

terhadap maut itu sendiri. Di sana ada orang-orang raksasa – 

Refaim. Inilah yang menghancurkan orang-orang berdosa di dunia 

lama, orang-orang raksasa yang ada di bumi pada waktu itu. 

Orang-orang yang diundangnya, yang dijamu dengan air curian 

itu, tidak hanya berada di jalan raya menuju ke neraka dan ber-

diri di tepiannya, namun  juga sudah berada di dalam dunia orang 

mati, di bawah kuasa dosa, ditawan oleh Iblis untuk menuruti 

kehendaknya, dan senantiasa dicambuk oleh kengerian-kengerian 

di dalam hati nurani mereka sendiri, yang merupakan neraka di 

atas bumi. Dunia Iblis yaitu  dunia orang mati. Dosa yang tidak 

disesali yaitu  kehancuran yang tak terpulihkan. Itu sudah me-

rupakan lubang kebinasaan tanpa dasar. Demikianlah Salomo 

menunjukkan kailnya. Dan orang-orang yang percaya kepadanya 

tidak akan berusaha mendekati umpannya.   

 

 

PASAL 10  

ingga sekarang kita masih ada dalam bagian pendahuluan kitab 

Amsal. Sekarang amsal-amsal baru dimulai. Amsal-amsal ini 

pendek, namun  kalimatnya berbobot. Kebanyakan di antaranya meru-

pakan distikon, dua kalimat dalam satu ayat, dan saling menjelaskan 

satu sama lain. Namun demikian, ayat-ayat tersebut jarang ada kait-

annya, apalagi memiliki alur cerita.   sebab  itu, dalam pasal-pasal ini 

kita tidak perlu berusaha merangkum isinya. Setiap amsal lebih 

cocok berdiri sendiri. Tujuan amsal-amsal ini yaitu  untuk memper-

hadapkan kepada kita apa yang baik dan apa yang jahat, berkat dan 

kutuk. Banyak di antara amsal-amsal ini dalam pasal sekarang ini 

berkaitan dengan penguasaan lidah,   sebab  tanpa penguasaan lidah, 

sia-sialah ibadah kita. 

 Perkataan yang Berbobot, 

1 Amsal-amsal Salomo. Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada 

ayahnya, namun  anak yang bebal yaitu  kedukaan bagi ibunya. 

Dalam ayat ini, Salomo yang berbicara kepada kita seperti kepada 

anak-anak, menyatakan betapa kebahagiaan para orangtua, baik 

orangtua kandung, pemimpin negara, maupun pemimpin rohani, sa-

ngat bergantung pada perilaku yang baik dari orang-orang yang berada 

di bawah tanggung jawab mereka.  

Ini merupakan alasan:  

1. Mengapa orangtua harus sungguh-sungguh mengajar anak-anak 

mereka dengan baik dan mendidik mereka dalam ajaran agama. 

jika  pengajaran tersebut mendapatkan hasil seperti yang dike-

hendaki, maka mereka sendiri juga yang akan terhibur   sebab -

nya. Seandainya pun tidak, mereka akan tetap merasa terhibur di 

tengah kesukaran mereka,   sebab  telah melakukan kewajiban 

dan jerih payah mereka untuk itu. 

2. Mengapa anak-anak harus berperilaku bijaksana dan baik, serta 

hidup sesuai dengan ajaran yang telah mereka terima, sehingga 

mereka bisa menyenangkan hati orangtua mereka, dan bukannya 

membuat mereka sedih.  

Perhatikan: 

(1) Orang-orang muda yang saleh dan bijaksana akan semakin 

terhibur bahwa oleh   sebab  kebaikan mereka, mereka melaku-

kan sesuatu sebagai imbalan bagi orangtua mereka atas se-

mua pemeliharaan dan jerih payah yang telah orangtua mere-

ka tanggung bersama anak-anak mereka. Orang-orang muda 

juga akan merasakan ini bila mereka menyenangkan orangtua 

mereka di masa tua yang suram, pada saat mereka sangat 

membutuhkannya. Merupakan kewajiban orangtua pula un-

tuk bersukacita   sebab  anak-anak mereka bijaksana serta 

baik perbuatannya, meskipun kebijaksanaan dan perbuatan 

baik anak-anak mereka jauh melebihi apa yang mereka miliki. 

(2) Orang-orang yang berperilaku buruk akan semakin merasa 

bersalah bahwa oleh sebab kejahatan mereka, mereka mendu-

kakan orang-orang yang semestinya bersukacita   sebab  mere-

ka. Mereka juga menjadi beban, khususnya bagi ibu mereka 

yang malang, yang telah melahirkan mereka dengan susah pa-

yah, dan kesusahan itu semakin parah lagi bila mereka meli-

hat anak-anak mereka berlaku jahat dan keji. 

2 Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, namun  kebe-

naran menyelamatkan orang dari maut. 3 TUHAN tidak membiarkan orang 

benar menderita kelaparan, namun  keinginan orang fasik ditolak-Nya.  

Kedua ayat ini memiliki tujuan yang sama, dan ayat yang terakhir 

bisa merupakan alasan bagi ayat sebelumnya.  

1. Kekayaan yang diperoleh seseorang dengan cara tidak adil tidak 

akan mendatangkan keuntungan baginya,   sebab  Allah akan 

menghancurkannya: Harta benda yang diperoleh dengan kefasik-

an tidak berguna (ay. 2). Harta orang fasik, apalagi yang diperoleh

 melalui tindak kejahatan, meskipun sangat banyak jumlahnya 

dan disimpan di tempat yang sangat aman serta disembunyikan, 

tidak berguna. saat  hendak ditimbang untung ruginya, maka 

keuntungan yang diperoleh dari harta itu sama sekali tidak akan 

sebanding dengan kerugian yang disebabkan oleh kejahatan yang 

dilakukan (Mat. 16:26). Harta itu tidak ada untungnya bagi jiwa. 

Harta tersebut tidak bisa membeli penghiburan atau kebahagiaan 

sejati. Kekayaan itu tidak akan ada gunanya bagi seseorang saat  

mati, atau saat  ia dihakimi pada hari yang besar itu. Alasannya 

yaitu    sebab  Allah menolak kei