kan bahwa Salam bin Musykaram, Nu’man bin
Aufa, Muhammad bin Dihyah, Syas bin Qais dan Malik
bin ash-Shaif menghadap Rasulallah saw. Seraya berkata:
“Bagaimana kami bisa mengikuti tuan, padahal tuan telah
meninggalkan kiblat kami dan tidak menganggap ‘Uzair
sebagai putra Allah’’306. Berkenaan dengan peristiwa
tersebut turunlah ayat ini, yang menegaskan bahwa
ucapan Yahudi itu sama dengan ucapan kaum kafir
sebelum mereka yang telah dibinasakan Allah swt”307.
Al-Thabâthaba’î menyatakan bahwa pengertian
“Uzair putra Allah” bagi kaum Yahudi, bukanlah dalam
arti sebenarnya sebagaimana halnya kaum Nasrani yang
mengatakan al-Masih anak Allah. Kata-kata itu hanyalah
kiasan sebagai penghormatan kepada ‘Uzair yang berjasa
besar dalam mengkodifikasi dan mengedit kitab Taurat
sesudah naskah-naskahnya hancur di saat Nebukadnezar,
Raja Babilonia, menyeramg Yerussalem. Karena jasanya
yang begitu besar, ia dihormati dan dianggap sebagai
anak Allah. Pengertian anak Allah di sini bukan berarti
anak yang memiliki unsur ketuhanan, tetapi lebih pada
orang yang mendapat anugerah dan dipilih Allah untuk
menyelamatkan kitab Taurat dari kehancuran.308
Meskipun tidak semua orang Yahudi berpendapat
demikian, namun diantara mereka ada yang menganut
faham tasybih (antropomorsisme), yakni faham
mempersamakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Contoh
faham tasybih di kalangan Yahudi ini dikemukakan oleh
Al-Syahrastani. Menurutnya mereka mengatakan “bahwa
sesudah Allah selesai menciptakan langit dan bumi,
kemudian Dia bertahta di singgasana-Nya dengan
berbaring telentang sambil meletakan salah satu kaki-Nya
di atas kaki-Nya yang lain.”309 Kendati demikian,
pendapat ini pun bukan merupakan pendapat umum di
kalangan orang Yahudi.
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, ayat di
atas secara gamblang menyatakan, bahwa klaim ‘Uzair
sebagai anak Allah merupakan penyimpangan dari ajarann
tauhid yang dibawa nabi Musa as., yang sedikit banyak
menodai kemurnian aqidah tauhid.
Kemudian pada tahun 330 SM saat dipimpin pleh
Darius III, Persia ditaklukan oleh Alexander Agung dari
Yunani. Bangsa Yahudi pun berganti tuan. Tahun 301
SM, sebagian negeri jajahan Yunani dapat direbut Mesir,
salah satunya adalah Palestina. Lalu, pada tahun 199 SM,
Palestina direbut oleh Assyria dari Mesir dan
menguasainya selama 50 tahun sampai tahun 142 SM.
Pada tahun inilah, bangsa Yahudi berhasil merebut
kemerdekaan ditangan Assyria. Akan tetapi tidak sampai
seabad, yaitu 63 SM, mereka kembali hatuh ketangan
bangsa Romawi.310
Pada masa penjajahan Romawi inilah, Tuhan
mengutus Nabi Isa. Ia diutus untuk mengajak Bani Isrâ’îl
agar berpegang teguh pada ajaran Nabi Musa yang sudah
banyak diingkari. Lalu, pada tahun 33 M, diadakan
perayaan Paskah tahunandi Baitul Maqdis sebagai
perayaan selamatnya Bani Isrâ’îl dari penindasan Fir’aun.
Namun, perayaan tersebut berubah menjadi pesta
perniagaan yang diwarnai perjudian. Bahkan, dipintu
gerbang Baitul Maqdis diberi patung garuda sebagai
lambang kebesaran kekaisaran Romawi.
Hal itu membuat Isa dan pengikutnya menyerbu
Baitul Maqdis. Kerusuhan itu menimbulkan kemarahan
penguasa Romawi, Romawi kemudian mencoba untuk
menagkap Isa dan pengikutnya. Tetapi, mereka telah
menyingkir dan bersembunyi di bukit Gesmani. Saat itu,
orang Yahudi menyebarkan isu bahwa Isa akan
melakukan pemberontakan terhadap Romawi dan
mengangkat dirinya sebagai Raja Yahudi. Dari sinilah
awal penangkapan Isa, dan terjadilah penyaliban Isa yang
kontroversional.311
َماَء يَّللَّٱ ُراَصَنأ ُنَنَ َنوُّييراََولحٱ َلَاق يَّللَّٱ َلَيإ ييراَصَنأ نَم َلَاق َرفُكلٱ ُمُهن يم َٰىَسييع َّسَحَأ اَّمَل َف اَّن
َنوُميلسُم َّنَّ يبِ دَهشٱَو يَّللَّٱيب٥٢
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani
lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?"
Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab:
"Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami
beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah
diri” (QS. Âli ‘Imrân [3]: 52)
sesudah Nabi ‘Isa berdakwah dan memperlihatkan
hujjah dan bukti nyata dihadapa kaumYahudi, sebagian
besar dari mereka tetap dalam kekufuran , kesesatan, dan
keingkaran mereka. Maka Allah swt. memilih sekelompok
orang dari kaum Bani Isrâ’îl yang baik untuk dijadikan
sahabat dan penolong bagi Nabi ‘Isa a.s. Mereka
ditugaskan untuk membantunya menyebarkan agama,
memberikan masukan kepadanya dan dan melanjutkan
ajarannya. Apalagi ketika kaum Yahudi berniat
membunuh dan menyalib Nabi ‘Isa a.s., bahkan mereka
meminta bantuan raja untuk membantu melaksanakan
niat merak. Namun niat itu digagalkan oleh Allah, karena
Nabi ‘Isa a.s. diselamatkan dari tangan jahat mereka.312
Pada tahun 70 M, kaum Yahudi pernah mencoba
memberontak pada Romawi, tetapi tidak berhasil.
Komandan militer Romawi saat itu, Titus, berhasil
mematahkan pemberontakan tersebut. Kemudian pada
tahun 132-135 M, mereka kembali memberontak dan lagi-
lagi gagal. Julius Cyprus, pemimpin Romawi, akhirnya
memporak-porandakan Yerussalem.
Diatas puing kota Yerussalem, Kaisar Romawi,
Hendrian I, membangun kota baru dinamakan Elia
Capitolina, yang kemudian dikenal dengan nama Elya.
Bangsa Yahudi dilarang memasuki kota Yerussalem
selam 200 tahun. Jumlah populasi merekapun sangat
jarang di sepanjang 18 abad berikutnya. Sementara
penduduk pribumi dari keturunan Kan’an yang
berasimilasi dengan kabilah Arab tetap langgeng disana.
Romawi menguasai Palestina sampai tahun 640 M
hingga datangnya Islam. Kota Yerussalem kemudian
diserahkan secara resmi kepada khalifah Umar ibn
Khattab tanpa peperangan. Dibawah pemerintahan Islam
seluruh rakyat diperlakukan dengan adil dan diberi
kebebasan beribada sesuai agama masing-masing. Saat itu
Yahudi, Kristen dan Islam hidup rukun dan
berdampingan.313
4. Masa Kaum Yahudi Madinah
Ketika orang-orang Babilonia menghancurkan kuil
pertama di Yerussalem 2.600 tahun silam, orang-orang
Yahudi yang berhasil meloloskan diri hijrah ke tanah
Arab, tepatnya di Yatsrib (Madinah), serta sebagian pergi
ke tempat-tempat yang jauh, dan mereka kemudian
membangun komunitas. Kaum yahudi yang berhijrah ke
Madinah inilah yang kelak berinteraksi dengan Nabi
Muhammad saw.
Dalam Alquran beberapa ayat yang memakai term
Yahudi merupakan ayat-ayat yang berkenaan dengan
kaum Yahudi Madinah, yaitu ayat-ayat tersebut turun
untuk merespon prilaku kaum Yahudi masa itu yang
seringkali berprilaku menyimpang dari ajaran Taurat,
justru kaum Yahudi masa itu kerap kali merubah isi kitab
Taurat dan mengingkari kerasulan Nabi Muhammad saw.,
hal ini tergambar dalam ayat berikut:
َنييذَّلٱ َني م ْاوُداَه يهيع يضاَوَّم نَع َميلَكلٱ َنوُفي رَُيَۦ اََّيل اَن
يعََٰرَو عَمسُم َيرَغ عَسٱَو اَنيَصَعَو اَنع َيس َنوُلوُق َيَو
ُمَّلَ ايرَخ َناَكَل َنَُّرظنٱَو عَسٱَو اَنَعطَأَو اَنع َيس ْاوُلَاق ُم َّنََّأ وَلَو ينيي دلٱ يفِ انَعطَو ميهيتَن يسَل يبِ نيكََٰلَو َمَوَقأَو
لَييَلق َّلَيإ َنوُن يمُؤي َلََف ميهيرفُكيب ُ َّللَّٱ ُمُه َنَعَّل٤٦ 314
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan
dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: "Kami
mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan
(mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu
sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka
mengatakan): "Raa´ina", dengan memutar-mutar lidahnya
dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan:
"Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan
perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka
dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka,
يذَّلٱ َنيم يرفُكلٱ يفِ َنوُعير ََٰسُي َنييذَّلٱ َكُنزَيَ َلَ ُلوُسَّرلٱ اَهُّ َيأَيَ َنييذَّلٱ َنيمَو ُمُبَوُل ُق نيمؤُت َلََو ميهيهََٰوَف يبِ اَّنَمَاء ْاُولَاق َني ْاوُداَه
يهيع يضاَوَم يدَعب نيم َميلَكلٱ َنوُفي رَُيَ َكُوتَيَ َلَ َنييرَخَاء ٍموَق
يل َنوُعَََّٰس يبيذَكليل َنوُعَََّٰسۖۦ اَذ ََٰه مُتييتُوأ نيإ َنُولوُق َي
َتؤُت َّلَ نيإَو ُهوُذُخَف ُهَت َنتيف ُ َّللَّٱ يديُري نَمَو ْاوُرَذحَٱف ُهوٓۥ َُهل َكيلَتم نَل َفٓۥ نَأ ُ َّللَّٱ يديُري َلَ َنييذَّلٱ َكيئََٰلُْوأ ايَش يَّللَّٱ َنيم
مييظَع ٌباَذَع يَةر يخلأٱ يفِ ُمَلََو يز يخ اَين ُّدلٱ يفِ ُمَلَ ُمَبَوُل ُق َري هَُطي ٤١
“Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang
yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara
orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami
telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga)
di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat
suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka
mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah
datang kepadamu; mereka merubah perkataan-perkataan
(Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika
diberikan ini (yang sudah di rubah-rubah oleh mereka) kepada
kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini
maka hati-hatilah". Barangsiapa yang Allah menghendaki
kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu
menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati
mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar” 314(QS. al-Mâidah [5]: 41)
146
karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali
iman yang sangat tipis.”315 (QS. al-Nisa’ [4]: 46)
Pada kalimat yuharrifûna al-kalima ‘an
mawadhi’ihi (merubah perkataan (Allah) dari tempat-
tempatnya), difahami bahwa tahrif atau perubahan
tersebut bisa dilakukan dengan dua cara: pertama,
mentakwilkan suatu kalimat dengan makna yang tidak
dikehendaki oleh kalimat itu. Misalnya yang dilakukan
orang-orang Yahudi adalah mengatakan bahwa seorang
rasul yang diberitakan dalam Taurat yang akan datang
adalah bukan Muhammad tetapi orang lain yang sampai
sekarangpun masih mereka tunggu kehadirannya. Kedua,
adalah dengan mengambil suatu kalimat atau sebagian isi
al-Kitab dan meletakkannya di tempat lain. Selain
melakukan perubahan orang-orang Yahudi juga telah
mencampur-adukan apa-apa yang berasal dari nabi Musa
dan apa-apa yang ditulis orang jauh sesudah zaman
Musa316.
Hal senada juga dikemukakan Ibnu Katsîr, bahwa
pemahaman orang-orang yahudi terhadap Taurat keliru,
dan mereka berbuat jahat terhadap ayat-ayat Allah
dengan mentakwilkannya secara bertentangan dengan
maksud diturunkannya dan mengamalkannya dengan cara
yang tidak sesuai sebagaiman yang dikehendaki, dan
semua itu dilakukan dengan kesengajaan317.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini
turun berkenaan dengan dua golongan Yahudi. Salah satu
di antaranya, pada zaman jahiliah, suka menzalimi yang
lain, yaitu mereka memaksakan hukum yang tak
seimbang. Apabila si kuat (ekoniminya) membunuh si
lemah, maka fidyahnya 50 wasaq318. Sebaliknya, jika si
lemah membunuh si kuat, maka fidyahnya 100 wasaq.
Ketetapan ini berlaku hingga Rasulallah saw. diutus.
Pada suatu ketika si lemah membunuh si kuat, si kuat
mengutus agar si lemah membayar fidyahnya 100 wasaq.
Berkatalah si lemah “Apakah dapat terjadi di dua
kampung yang agama, turunan dan negaranya sama,
membayar tebusan berbeda? Kami berikan sekarang ini
dengan rasa dongkol, tertekan serta takut terjadi
perpecahan. Tapi sekiranya Muhammad sudah sampai
kemari, kami tidak akan memneri itu kepadamu. “Hampir
saja terjadi peperangan diantara dua golongan itu. Mereka
bersepakat untuk menjadikan Rasulallah saw. sebagai
penengah. Mereka mengutus orang-orang munafik untuk
mengetahui pendapat Rasulallah. Ayat ini diturunkan
untuk memperingatkan Nabi agar tidak mengambil pusing
perihal mereka319.
Pendapat lain mengatakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan kaum Yahudi yang menghukum
seorang pezina dari kalangan mereka dengan mencambuk
dan mencorengkan arang ke mukanya. Mereka telah
melenceng dari ajaran Taurat yang mewajibkan hukum
rajam bagi pezina yang telah menikah. Hal ini mereka
lakukan karena maraknya perzinahan yang dilakukan oleh
orang-orang kaya dan terhormat di kalangan mereka.
Rasulallah merasa sedih dengan komdisi seperti ini.
Hingga ayat ini turun untuk menghibur beliau320.
Zamakhsyari menafsirkan ayat-ayat tentang
perubahan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu
secara lebih spesifik seperti perubahan tentang sifat-sifat
nabi Muhammad dan penghapusan hukum rajam. Pada
dasarnya Zamaksyari menerima makna lafzhi dari ayat-
ayat ini, yaitu bahwa sebagian orang-orang Yahudi telah
merubah, menghilangkan atau mengurangi dan menambah
sebagian isi Taurat321.
Menurut Ibnu Hazm, sebagaiman dikutip Mahmud
Al-Syarif, bahwa Taurat yang dimiliki oleh umat Yahudi
sekarang tidak terdapat di dalamnya ajaran tentang Hari
Akhirat dan adanya balasan sesudah mati.322 Al-Aqqad
juga mendukung pendapat tersebut dengan menyatakan:
“Kitab-kitab Israil tidak menyebut tentang Hari
Kiamat”323.
Penghapusan konsep Hari Akhirat dalam kisah
Taurat yang mereka susun, bukanlah merupakan hal yang
aneh jika dihubungkan dengan pandangan hidup orang
Yahudi yang matrealistis. Pandangan hidup mereka yang
serba materi ini cenderung menjauhkan mereka dari
konsep kehidupan ruhani, khususnya menyangkut
keyakinan kepada yang Ghaib, yaitu Hari Akhirat, yang
menjadi bagian esensial dari agama samawi yang tidak
mungkin diabaikan. Nilai-nilai esensial yang terkandung
di dalam konsep keyakinan kepada Hari Akhirat ini,
menurut Fazlur Rahman sangat penting, karena: pertama,
moral dan keadilan sebagai suatu konstitusi penilaian
kualitas perbuatan secara adil sangat sulit ditemukan
didunia; kedua, tujuan hidup yang diperjuangkan oleh
manusia mencakup dua dimensi kehidupan, yaitu
kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi; ketiga,
perbedaan pendapat dan konflik yang diakui secara jujur
sangat sulit dijumpai di dunia. Oleh karena itu pemecahan
masalah tersebut akan dapat ditentukan di akhirat karena
batin manusia akan terlihat jelas.324 Allah sendiri
menegaskan dalam berbagai ayat-Nya bahwa segala
perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawabannya
di akhirat, yakni hari pemberian ganjaran berupa
kenikmatan surgawi bagi orang yang baik dan taat
kepada-Nya dan kesengsaraan dineraka bagi orang yang
ingkar dan membangkang kepada-Nya.
Kaum Yahudi Madinah selain kerap kali merubah
isi Taurat, mereka juga mengingkari kerasulan Nabi
Muhammad saw., padahal sebelum kedatangan Nabi
Muhammad saw., orang Yahudi maupun Nasrani, sama-
sama menunggu datangnya seorang Rasul yang kelak
akan melanjutkan ajaran yang dibawa oleh nabi dan rasul
sebelumnya. Berita mengenai akan datangnya seorang
Rasul, mereka ketahui melalui informasi dari kitab suci
mereka baik Taurat maupun Injil325. Alquran juga
menginformasikan bahwa kedatangan Nabi Muhammad
saw. sudah tercantum dalam kitab Taurat dan Injil.326
Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu
‘Abbas dijelaskan bahwa orang Yahudi Khaybâr
berperang melawan Arab Ghatfân327, tetapi mereka
dikalahkan, maka ketika iru orang-orang Yahudi
memanjatkan doa yang artinya:
“Ya Allah, kami mohon kepada-Mu demi nabi yang ummî
yang engkau janjikan untuk mengutusnya kepada kami di
akhir zaman, menangkanlah kami atas mereka.”
Ketika terjadi lagi kontak senjata antara orang
Yahudi Khaybâr berperang melawan Arab suku Ghatfân,
mereka membaca doa ini dan berhasil mengalahkan
musuhnya dari Arab Ghatfân328.
Orang-orang Yahudi Yatsrib juga mempunyai
keyakinan bahwa kelak akan datang seorang nabi yang
akan membebaskan mereka dari penindasan. Hal ini
mereka kemukakan kepada suku ‘Aus dan Khazraj,
“bahwa akan datang seorang nabi (dari kelompok mereka)
dan bila ia datang pastilah kaum Yahudi mengalahkan
musuh-musuhnya”329. Lalu ketika Nabi Muhammad saw.
diutus, justru mereka tidak beriman kepada beliau. Maka
berkaitan dengan prihal tersebut Allah swt. menurunkan
firman-Nya:
ُرَفَك َنييذَّلٱ ىَلَع َنوُحيتفَتسَي ُلَبق نيم ْاُوناََكو مُهَعَم اَمي ل قي دَصُم يَّللَّٱ يدنيع ني م بََٰتيك مُهَءاَج اَّمَلَو ْاو
َّم مُهَءاَج اَّمَل َف يهيب ْاوُرَفَك ْاوُفَرَع ا ۦ َنييريف ََٰكلٱ ىَلَع يَّللَّٱ ُةَنعَل َف٨٩
“Dan sesudah datang kepada mereka Al Quran dari Allah
yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal
sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi)
untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir,
maka sesudah datang kepada mereka apa yang telah
mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka
laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”330 (QS.
al-Baqarah [2]: 89)
Informasi Alquran yang senada dengan ayat diatas
yang menjelaskan tentang sikap kaum Yahudi yang
menyembunyikan kebenaran yang terdapat dalam kitab
suci mereka mengenai berita kerasulan Nabi Muhammad
juga tercantum dalam ayat berikut:
ُهَّن ُني ي َب َُتل َبََٰتيكلٱ ْاُوتُوأ َنييذَّلٱ َقََٰثي يم ُ َّللَّٱ َذَخَأ ذيإَوۥ َُهنوُمُتكَت َلََو يساَّنليلۥ ْاَوَتَشٱَو ميهيروُُهظ َءَارَو ُهوُذَب َن َف
يهيۦب َنُوَتَشَي اَم َسئيَبف لَييَلق اَنَثَ ١٨٧
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-
orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu
menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan
kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan
janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka
menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah
Keingkaran kaum Yahudi terhadap ajaran yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw., walaupun
sebelumnya mereka menunggu kedatangannya,
disebabkan oleh sifat ekslusivisme dan rasa superioritas
yang menonjol dalam diri mereka, khususnya kedengkian
dan iri hati mereka.332 Hal demikian disebabkan karena
sebelumnya mereka menduga bahwa nabi yang akan
diutus itu berasal dari kalangan Bani Isrâ’îl, tetapi
ternyata nabi yang datang berasal dari golongan Arab
yang merupakan seteru mereka333. Kekecewaan
dikarenakan nabi yang ditunggu itu bukan berasal dari
kalangan mereka tergambar dari ucapan mereka yang
menyatakan334: “Bahwasanya rasul-rasul itu berasal dari
Bani Isrâ’îl, maka bagaimana mungkin (rasul) ini
(Muhammad) berasal dari Bani Ismâ’îl?
Firman Allah yang menerangkan juga tentang
keingkaran kaum Yahudi terhadap kerasulan Nabi
Muhammad saw. dengan alasan yang diada-adakan oleh
mereka sendiri tergambar dalam ayat berikut:
يإ َد يهَع َ َّللَّٱ َّنيإ ْاوُلَاق َنييذَّلٱ لُسُر مَُكءاَج دَق لُق ُراَّنلٱ ُهُلُكَتَ نَبَرُقيب اَن َييتَيَ ََّٰتََّح ٍلوُسَريل َنيمُؤن َّلََأ اَنَيل
َينيقيد ََٰص مُتنُك نيإ مُهوُمُتلَت َق َميَلف مُتُلق ييذَّلٱيبَو يتََٰني ي َبلٱيب ييلَبق ني م ١٨٣ َبي ذُك دَق َف َكُوبَّذَك نيَإف
ٱيب وُءاَج َكيلَبق ني م لُسُر ييرينُ
لمٱ يبََٰتيكلٱَو يُربُّزلٱَو يتََٰني ي َبل ١٨٤
“(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan:
"Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami,
supaya kami jangan beriman kepada seseorang rasul,
sebelum dia mendatangkan kepada kami korban yang
dimakan api". Katakanlah: "Sesungguhnya telah datang
kepada kamu beberapa orang rasul sebelumku membawa
keterangan-keterangan yang nyata dan membawa apa
yang kamu sebutkan, maka mengapa kamu membunuh
mereka jika kamu adalah orang-orang yang benar". Jika
mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-
rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka
membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab
yang memberi penjelasan yang sempurna”335 (QS. Âli
‘Imrân [3]: 183-184)
Selain penyimpangan-penyimpangan yang telah
dijelaskan di atas, prilaku kaum Yahudi yang di respon
dan diabadikan oleh Alquran adalah sikap pertentangan
mereka dengan kaum Nasrani, pertentangan antara orang-
orang Yahudi dan Nasrani ternyata terus berlangsung,
masing-masing mengklaim diri sebagai pihak yang paling
benar, sedang pihak lain berada di pihak yang sesat. Hal
ini tergambar dalam klaim-klaim antara Yahudi dan
Nasrani yang direkam secara abadi dalam Alquran sebagai
berikut:
يتَلَاقَو ُدوُه َيلٱ يتَسَيل َٰىَر ََٰصَّنلٱ يتَلَاقَو ءيَش َٰىَلَع َٰىَر ََٰصَّنلٱ يتَسَيل ُدوُه َيلٱ َنوُلَتي مُهَو ءيَش َٰىَلَع
ْاُوناَك اَمييف يةَمََٰييقلٱ َمَوي مُه َنَيب ُمُكَيَ ُ َّللََّٱف مييلَوَق َلث يم َنوُمَلَعي َلَ َنييذَّلٱ َلَاق َكيل ََٰذَك َبََٰتيكلٱ يهييف
َيَ َنوُفيلَت١١٣
“Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani
itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang
Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai
sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama)
membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang
tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu.
Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari
Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih
padanya”336 (QS. al-Baqarah [2]: 113)
Klaim-klaim orang-orang Yahudi dan Nasrani
tentang kebenaran, pada dasarnya dilatarbelakangi oleh
keinginan untuk berebut pengaruh dengan menggunakan
agama sebagai alat. Artinya klaim-klaim tersebut tidak
murni muncul dari ajaran agam mereka. Hal demikian
dapat dipahami apabila diperhatikan latar belakang
turunnya ayat tersebut. Menurut beberapa riwayat, ayat
tersebut turun berkaitan dengan sikap dan prilaku orang-
orang Yahudi Madinah yang mempunyai hubungan sosial
yang cukup baik dengan umat Islam. Melihat situasi
tersebut, orang-orang Nasrani dari Najran yang
merupakan saingan orang-orang Yahudi Madinah merasa
berkepentingan pula untuk mengambil hati orang-orang
Islam karena posisinya yang penting di Madinah, dengan
harapan dapat mengalihkan perhatian orang-orang Islam
dari hubungannya yang baik dengan Yahudi kepada
orang-orang Nasrani337.
Keterangan tersebut membuktikan, bahwa
sebenarnya pertentangan antara kaum Yahudi dan
Nasrani, pada awalnya lebih banyak dipengaruhi faktor
kepentingan untuk berebut pengaruh, baik untuk
kepentingan ekonomi dan politik. Untuk mewujudkan
ambisi masing-masing pihak, mereka menggunakan
argumentasi agama, sehingga pertentangan mereka
tampak sebagai pertentangan agama.
Sedangkan menurut al-Maraghi, anggapan kaum
Yahudi bahwa agama Nasrani itu tidak benar
menyebabkan mereka mengingkari kenabian Isa a.s.,
sebaliknya kaum Nasrani karena beranggapan kaum
Yahudi tidak ada asal usul, maka mereka mengingkari
kenabian Musa, padahal Isa a.s. adalah pelanjut syari’at
Musa a.s. Pendapat seperti berdasarkan pada sebab turun
ayat ini338. Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika
orang-orang Nasrani Najran menghadap Rasulallah saw.,
datang pulalah paderi-paderi Yahudi, mereka bertengkar
di hadapan Rasulallah saw. Berkata Rafi’ bin Khuzaimah
(yahudi): “kamu tidak berada pada jalan yang benar,
karena menyatakan kekufuran terhadap Nabi Isa dan kitab
Injilnya.’’ Seseorang dari kaum Nasrani Najran
membantahnya dengan mengatakan: ‘’ Kamu pun tidak
berada dalam jalan yang benar, karena menentang
kenabian Musa dan kufur kepada Taurat. “Maka Allah
menurunkan ayat tersebut di atas, sebagai jawaban
sehubungan dengan pertengkaran mereka.339
Selain itu sikap ekslusif dari kedua kelompok
ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) yang masing-masing
mengklaim diri sebagai kelompok yang akan selamat dan
masuk surga di hari kemudian, serta menganggap
kelompok lainnya bakal masuk neraka, juga
diinformasikan Alquran sebagai berikut:
َناَك نَم َّلَيإ َةََّنلجٱ َلُخدَي نَل ْاوُلَاقَواًدوُه مُتنُك نيإ مُكَن ََٰهُرب ْاُوتاَه لُق مُهُّ ييناََمأ َكليت َٰىَر ََٰصَن َوأ
َينيقيد ََٰص١١١
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali
tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya)
angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah:
"Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah
orang yang benar" 340(QS. al-Baqarah [2]: 111)
Klaim-klaim antar Yahudi dan Nasrani tentang
kebenaran dan keselamatan mereka di hari kemudian
mendapat tanggapan dari Alquran agar mereka masing-
masing memberikan argumentasi yang bisa diterima
untuk membuktikan klaim mereka.
ْاُونوُك ْاوُلَاقَواًدوُه يهََٰربيإ َةَّليم لَب لُق ْاوُدَتَتَ َٰىَر ََٰصَن َوأ َينيكيرشُ
لمٱ َنيم َناَك اَمَو افيينَح َم١٣٥
“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi
penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu
mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan
(kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan
bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik"
(QS. al-Baqarah [2]: 135)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ibnu
Shuriya berkata kepada Nabi saw. : Petunjuk itu tiada lain
kecuali apa yang kami anut, maka Ikutilah kami wahai
Muhammad, agar tuan mendapat petunjuk. “Kaum
Nasrani pun berkata seperti itu juga. Maka Allah
menurunkan Ayat tersebut, yang menegaskan bahwa
agama Ibrahim adalah agama yang bersih dari perubahan
yang menimbulkan syirik341.
Kaum Yahudi dan Nasrani masing-masing
mengklaim bahwa merekalah golongan manusia yang
mendapat petunjuk kebenaran, padahal ajaran agama
mereka sudah mengalami perubahan dan sudah
menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa a.s.
dan Nabi ‘Isa a.s. Kaum Yahudi mengubah ketentuan
beribadah hari sabtu, kaum nasrani mengubah ajaran
tauhid dengan paham trinitas.
يتَلَاقَو ُدوُه َيلٱ ُهُؤََّٰب يحَأَو يَّللَّٱ ْاُؤََٰنَبأ ُنَنَ َٰىَر ََٰصَّنلٱَو ۥ َقَلَخ نَّي مَ رَشَب مُتَنأ لَب مُكيبُونُذيب مُكُبي ذَع ُي َميَلف لُق
َيليإَو اَمُه َنَيب اَمَو يضرَلأٱَو يتََٰو ََٰمَّسلٱ ُكلُم يَّيللََّو ُءاَشَي نَم ُبي ذَع ُيَو ُءاَشَي نَميل ُريفَغي ُير يصَ
لمٱ يه ١٨
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini
adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya".
Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu
karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah
dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah
manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-
Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya
dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan
kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).”342 (QS. al-
Mâidah [5]: 18)
Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa bahwa
Nu’man bin Qushay, Bahir bin Umar dan Syas bin ‘Adi
(dari kaum Yahudi) mengadakan pembicaraan dengan
Rasulallah. Dalam pembicaraan tersebut Nabi mengajak
mereka untuk kembali kepada Allah dan mengingatkan
mereka akan pembalasan-Nya. Mereka menjawab: “Hai
Muhammad! Tidaklah hal tersebut menakutkan kami,
karena demi Allah, kami adalah anak-anak Allah dan
kekasih-kekasih-Nya. “Omongan seperti ini biasa
diucapkan oleh Kaum Nasrani. Maka Allah menurunkan
Ayat tersebut, berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang
mengingatkan mereka atas siksaan yang telah menimpa
nenek moyang mereka343.
Kaum Yahudi dan Nasrani masing-masing
mengklaim bahwa merekalah anak-anak dan kekasih
Allah. Jika yang mereka maksud sebagai anak-anak
adalah anak dalam pengertian hakiki, jangankan mereka,
‘Îsa pun tidak! Apabila yang mereka maksud dengannya
adalah orang-orang yang dekat dengan Allah sebagaimana
anak dekat dengan ayahnya dan dengan demikian mereka
menjadi umat terpilih, maka ini bantahannya dengan
menyatakan bahwa faktanya Allah swt. menyiksa juga
mereka yang durhaka344.
Kemudian di dalam tempat lain dalam Alquran
dijelaskan juga tentang bantahan Allah kepada Kaum
Yahudi yang menganggap diri mereka kekasih Allah sawt:
َنييذَّلٱ اَهُّ َي ََٰيَ لُق ْاوُداَه َينيقيد ََٰص مُتنُك نيإ َتو
َ
لمٱ ْاُوَّ نَمَت َف يساَّنلٱ ينوُد نيم يَّيللَّ ُءاَييلَوأ مُكََّنأ مُتمَعَز نيإ
٦
“Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama
Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya
kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang
lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah
orang-orang yang benar"345 (QS. al-Jumu’ah [61] : 6)
Uraian di atas menunjukan bahwa wahyu Tuhan
yang telah diturunkan kepada Nabi Musa a.s dan Nabi
‘Isa a.s. telah mengalami perubahan di tangan
pemeluknya. Kerena itu sebenarnya Yahudi dan Nasrani
tidak pantas saling mengklaim diri sebagi kelompok yang
paling benar dan selamat346.
Ayat Alquran yang memakai term Yahudi juga
menjelaskan tentang sikap kaum Yahudi yang sangat
keras memusuhi Islam, hal ini tergambara dalam ayat
berikut:
ْاوُنَماَء َنييذَّلي ل ةَو ََٰدَع يساَّنلٱ َّدَشَأ َّنَد يجََتل َدوُه َيلٱ ْاوُنَماَء َنييذَّلي ل ةَّدَوَّم ُمَبََرَقأ َّنَد يجََتلَو ْاوَُكرشَأ َنييذَّلٱَو
َٰىَر ََٰصَن َّنَّيإ ْاوُلَاق َنييذَّلٱ َنُو يبِكَتسَي َلَ ُم َّنََّأَو نَّاَبُهرَو َين يسي ي س
يق مُهن يم َّن َيبِ َكيل ََٰذ٨٢
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling
keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman
ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan
sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang
Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara
mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-
pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya
mereka tidak menymbongkan diri” 347(QS. al-Mâidah [5]:
82)
Ayat di atas menggambarkan bahwa semenjak
dahulu orang-orang Yahudi sudah memperlihatkan
permusuhan yang keras terhadap umat Islam. Hal ini juga
sesuai dengan firman Allah:
َكنَع َٰىَضرَت نَلَو ُدوُه َيلٱ َتعَبَّ تٱ ينيَئلَو َٰىَُدلَٱ َوُه يَّللَّٱ ىَدُه َّنيإ لُق مُه َتَّليم َعيبَّت َت ََّٰتََّح َٰىَر ََٰصَّنلٱ َلََو
ٍير يصَن َلََو يلَِو ن
يم يَّللَّٱ َنيم َكَل اَم يمليعلٱ َنيم َكَءاَج ييذَّلٱ َدَعب مُهَءاَوَهأ١٢٠
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang
kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu
mengikuti kemauan mereka sesudah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu.”348 (QS. al-Baqarah [2]: 120)
Kendati ayat di atas menjelaskan sikap negatif
orang Yahudi dan Nasrani terhadap umat Islam secara
bersama-sama, tetapi tampak ayat tersebut memberikan
isyarat bahwa sikap negatif dan permusuhan orang-orang
Yahudi terhadap umat Islam lebih keras dibandingkan
dengan orang-orang Nasrani.
Timbulnya sikap antipati orang-orang Yahudi
terhadap umat Islam, terutama pada masa Rasulallah saw.
lebih banyak disebakan faktor ekonomi dan politik
dibandingkan dengan faktor agama. Terbukti bahwa pada
awal kedatangan Islam di Madinah, mereka tidak
memperlihatkan permusuhan terhadap umat Islam.
Sebaliknya mereka secara bersahabat menerima perjanjian
untuk hidup berdampingan secara damai dengan umat
Islam. Isi perjanjian untuk hidup berdampingan secara
damai anatara umat Islam dan kaum Yahudi di Madinah
dikenal dengan nama” Piagam Madinah”.
Dalam hubungan ini, al-Dzahabi mengatakan,
bahwa karena orang Yahudi bertetangga dengan kaum
Muslimin, lama kelamaan terjadilah pertemuan yang
intensif anatara keduanya, akhirnya juga terjadi
pertukaran ilmu pengetahuan. Rasulallah saw. terkadang
menemui orang-orang Yahudi untuk mendakwahkan
Islam. Sebaliknya, orang-orang Yahudi juga sering datang
kepada Nabi untuk menyelesaikan suatu persoalan yang
ada pada mereka, atau juga terkadang hanya sekedar ingin
mengajukan pertanyaan.349
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pernah
terjadi perselisihan antara kaum Yahudi Bani Nazdir dan
Yahudi Bani Qurayzhah tentang besarnya diyat yang
berlaku antara mereka. Masalah tersebut tidak dapat
mereka selesaikan sehingga mereka membawa persoalan
itu kepada Nabi untuk memeperoleh penyelesaian.
Rasulallah saw. memutuskan bahwa diyat yang berlaku
antara kedua kelompok tersebut sama besarnya.350
Perbedaan agama pada tahun-tahun pertama Nabi
dan Kaum Muslimin di Madinah sama sekali tidak
menghalangi mereka untuk melakukan hubungan yang
intensif dalam kehidupan sosial kemasyaraakatan.
Disebutkan, bahwa Rasulallah saw. mempunyai sekretaris
orang Yahudi. Hal demikian diperlukan karena orang
Yahudi tersebut mahir dalam bahasa Ibrani dan Suryani.
Ia baru diganti oleh Zaid ibn Tsabit sesudah Bani Nazdir
terusir dari Madinah.351
Selain itu, kebencian orang Yahudi terhadap Islam
bermula dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap
Nabi Muhammad saw. yang memperoleh kehormatan
menjadi Nabi yang ditunggu-tunggu sesuai penjelasan
yang tercantum dalam kitab Taurat, padahal sebelumnya
mereka harapkan kehormatan itu diperoleh Banî Isrâ’îl.
Kedengkian dan kebencian ini berkembang menjadi lebih
besar dengan persatuan masyarakat Aus dan Khazraj di
bawah naungan Islam, padahal selama ini mereka
upayakan agar kedua kabilah tersebut terus terpecah belah
demi mengukuhkan kepentingan politik dan ekonomi
mereka. Seperti diketahui, orang-orang Yahudi sangat
ambisius dengan harta, bahkan melakukan praktik-praktik
buruk untuk meraihnya, seperti sogok-menyogok dan
praktik riba352. Hal itu juga disebabkan oleh sifat
ekslusifisme dan superioritas Yahudi yang memandang
diri sebagai kekasih Allah. Bahkan sebagian diantara
mereka menyatakan bahwa tidak ada dosa berlaku aniaya
dan berkhianata terhadap orang-orang ummi.
نيمَو يبََٰتيكلٱ يلَهأ يهي دَؤ ُي رَاطنيقيب ُهنَمَتَ نيإ نَمٓۦ يهي دَؤ ُي َّلَ راَنييديب ُهنَمَتَ نيإ نَّم مُهن يمَو َكَيليإٓۦ َّلَيإ َكَيليإ
ي يي ُملأٱ يفِ اَنيَلَع َسَيل ْاوُلَاق ُم َّنَّ َيبِ َكيل ََٰذ اميئَاق يهيَلَع َتمُد اَم يَّللَّٱ ىَلَع َنوُلوُق َيَو لييبَس َن مُهَو َبيذَكلٱ
َنوُمَلَعي٧٥
“Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu
mempercayakan kepadanya harta yang banyak,
dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada
orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu
dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu
selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka
mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-
orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah,
padahal mereka mengetahui.”353 (QS. Âli ‘Imrân [3]: 75)
Menurut al-Kalbi, sebagian orang Yahudi
menyatakan bahwa harta itu semuanya untuk kaum
Yahudi. Maka apa yang ada pada orang-orang Arab, juga
adalah hak orang-orang Yahudi. Sehingga tidak ada dosa
apabila mereka mengambil harta tersebut dari tangan
orang-orang Arab354.
Sejarah Islam telah menunjukan bahwa usaha
kaum Yahudi untuk memusuhi Islam telah bermula sejak
perkembangan Islam di Makah. Pada suatu hari para
tokoh Quraisy yang memusuhi Islam mengadakan
pertemuan untuk membahas upaya menghancurkan Islam.
Dalam pertemuan ini para tokoh Quraisy bersepakat
dengan kaum Yahudi di kota Madinah. Untuk itu mereka
mengirimkan dua orang utusan untuk bertemu dengan
tokoh-tokoh Yahudi Madinah, guna merundingkan cara-
cara menghancurkan dakwah Nabi Muhammad saw.
sesudah kedua orang utusan Quraisy bertemu dengan para
tokoh Yahudi, lalu para tokoh Yahudi memberikan
petunjuk kepada mereka untuk menghadapi Nabi saw.
Adapaun petunjuk yang mereka berikan yaitu, mereka
ditugaskan untuk menanyakan kepada Nabi Muhammad
mengenai tiga hal, diantaranya: Pertanyaan tentang
riwayat pemuda Ashabul Kahfi, tantang Dzul Qarnain,
dan yang terakhir tentang ruh355.
Kemudian ketika dua orang utusan Quraisy ini
pulang kembali ke Mekah, mereka lalu melaksanakan
saran dari para tokoh Yahudi Madinah tersebut. Semua
pertanyaan yang mereka ajukan kepada Rasulallah
mendapatkan jawaban yang tepat, kecuali pertanyaan
mereka mengenai ruh, maka hal itu dijawab oleh Allah
dengan menurunkan surat al-Isra’ (17): 85. Jawaban yang
diberikan Rasulallah ini justru sebagai sarana yang
membuka hati para tokoh Quraisy untuk menerima Islam,
sehingga kedengkian dan permusuhan para tokoh Yahudi
terhadap Nabi saw. justru menjadi lebih besar356.
Peperangan-peperangan besar semasa hidup
Rasulallah saw, tidak lepas dari peran kaum Yahudi.
Mereka mendorong dan membujuk golongan-golongan
bangsa Arab yang musyrik maupun yang kafir agar
bersatu menghancurkan dakwah Nabi saw. dan Islam.
Dalam perang Ahzab, rombongan kaumYahudi Madinah
di bawah pimpinan Huyay bin Akhthab dari suku Nadzir
mengajak bangsa Quraisy memerangi Rasulallah. Selain
mengajak suku Quraisy dia juga membujuk Yahudi Bani
Quryzhah Madinah untuk menghianati perjanjian mereka
dengan Islam dan bergabung bersama memerangi Islam.
Selain itu kaum Yahudi dengan aktif mengorganisir suku-
suku Arab di sekeliling Madinah yang masih menyembah
berhala untuk ikut serta bergabung dalam pasukan sekutu.
Suku-suku ini diantaranya terdiri dari suku Ghaftan, Bani
Murrah, Bani Asyja’ dan lain-lain357.
Ketika kaum Yahudi mulai memperlihatkan
permusuhan dengan kaum Muslimin dan menyebarkan isu
yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat dan
agama, maka Rasulallah saw. mengingatkan umat Islam
agar berhati-hati terhadap mereka, terutama ketika
menyampaikan informasi yang berkaitan dengan ajaran
agama. Karena boleh jadi bahwa apa yang mereka
sampaikan adalah sesuatu yang dibuat-buat untuk
merusak Islam. Rasulallah saw. dalam suatu sabdanya
mengingatkan agar berhati-hati terhadap informasi yang
disampaikan oleh Ahl al-Kitab (Yahudi), seperti
dikemukakan358:
ينَِثَّدَح يثَك يبَّأ ينْب َيََْيَ ْنَع يكَراَبُمْلا ُنْب ُّييلَع َنََّبِْخَأ َرَمُع ُنْب ُناَمْثُع اَن َث َّدَح ٍراَّشَب ُنْب ُدَّمَُمُ ْنَع ٍير
ي سَف ُيَو
يةَّيينَاْبِيعْل يبَ َةَارْوَّ تلا َنوُءَرْق َي يباَتيكْلا ُلَْهأ َناَك َلَاق َةَر ْيَرُه يبَّأ ْنَع َةَمَلَس يبَّأ يلْهَ يلأ يةَّييبَرَعْل يبَ َاَنَّوُر
ْمُهُوبي ذَكُت َلََو يباَتيكْلا َلَْهأ اوُقي دَصُت َلَ َمَّلَسَو يهْيَلَع ُ َّللَّا ىَّلَص يَّللَّا ُلوُسَر َلاَق َف يمَلَْس يْلْا اَّنَمآ اوُلوُقَو
ََةيْلْا ْمُكَْيليإ َليزُْنأ اَمَو اَن ْ َيليإ َليزُْنأ اَمَو يَّللَّ يبَ
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: “Adalah ahlul kitab
mereka membaca Taurat dalam bahasa Ibrani dan mereka
menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada orang-orang
Islam. Maka Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian
membenarkan ahlul kitab dan jangan pula
mendustakannya, dan katakanlah: “Kami beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan pada kami...” (HR.
Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4485)
Mengomentari hadits di atas, al-Dzahabi
menyatakan, sabda Rasulallah saw. tersebut memberikan
pengertian tentang hilangnya kepercayaan beliau terhadap
informasi yang disampaikan kaum Yahudi tentang
Taurat; dan yang lebih penting lagi terhadap yang lain.
Sesuatu yang tidak bisa dipercaya tidak boleh diterima
riwayatnya359
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa
istilah Yahudi yang bermakna suatu kaum yang terdapat
dalam Alquran baru muncul sesudah peristiwa pecahnya
kerajaan Israil menjadi dua yaitu kerajaan selatan
bernama kerajaan Yahuda dan yang utara bernama
kerajaan Israil. Dalam Alquran beberapa ayat yang
memakai term Yahudi merupakan ayat-ayat yang
membahas tentang sikap kaum Yahudi yang seringkali
berprilaku menyimpang dari ajaran Taurat dan banyak
melakukan kedurhakaan.
Tabel Sikap Menyimpang Yahudi
No Sikap
Menyimpang/Pelanggaran
Keterangan
1. Membunuh Nabi-
Nabi360.
Nabi-nabi tersebut oleh orang-orang
yahudi diperlakukan dengan tidak
baik, di ejek, diusir, bahkan dibunuh
apabila ajaran sang Nabi tidak sesuai
dengan mereka. Mereka melakukan
pembunuhan tersebut bukan karena
ketidak tahuan melainkan berdasarkan
pengetahuan dan kesengajaan. (QS. al-
Baqarah [2]: 61, QS. al-Nisa’ [4]: 155)
2. Melangar Hukum-hukum
Tuhan361.
Ketetapan Allah yang dilanggar oleh
orang-orang Yahudi anatar lain suka
memakan riba, mebuat hukum sendiri
sesuai dengan selera mereka yang
bertentangan dengan tuntunan Allah
swt. (QS. al-Nisa’ [4]: 160-161, QS.
al-An’am [6]: 146)
3. Merubah isi Taurat362.
Mentakwilkan suatu kalimat dengan
makna yang tidak dikehendaki oleh
kalimat itu, mengambil suatu kalimat
atau sebagian isi al-kitab dan
meletakkannya ditempat lain. (QS. al-
Mâidah [5]: 13)
4. Mengingkari kerasulan
Nabi Muhammad363.
Menyembunyikan kebenaran yang
terdapat dalam kitab suci mereka
mengenai berita kerasulan Nabi
Muhammad. Sebelumnya mereka
menduga bahwa nabi yang akan diutus
itu berasal dari kalangan Bani Isrâ’îl,
tetapi ternyata nabi yang datang
berasal dari golongan Arab yang
merupakan seteru mereka (QS. al-
Baqarah [2]: 89, QS. Âli ‘Imrân [3]:
187).
5. Menganggap ‘Uzair
sebagai anak Allah364.
Klaim ‘Uzair sebagai anak Allah
merupakan penyimpangan dari ajarann
tauhid yang dibawa nabi Musa as.,
yang sedikit banyak menodai
kemurnian aqidah tauhid. (QS. al-
Taubah[9]: 30)
6. Menganggap Allah
memiliki sifat tamak365.
Kesukaan pada uang dan sifat tamak
mereka proyeksikan pada Allah, karena
itu Allah dipandang memiliki sifat
tamak karena mereka menganggap
Allah tidak memberikan mereka
kemurahan rezeki. (QS. al-Maidah [5]:
64)
7. Bersikap ekslusif366. Sikap ekslusifi dari kedua kelompok
Yahudi dan Nasrani yang masing-
masing mengklaim diri sebagai
kelompok yang akan selamat dan
masuk surga di hari kemudian, serta
menganggap kelompok lainnya bakal
masuk neraka. Mereka juga mengklaim
merekalah kekasih Allah. (QS. al-
Baqarah [2]: 111, QS. al-Mâidah [5]:
18)
8. Palimg Keras Memusuhi
Umat Islam367.
Semenjak dahulu orang-orang Yahudi
sudah memperlihatkan permusuhan
yang keras terhadap umat Islam.
Kebencian orang Yahudi terhadap
Islam bermula dari kedengkian dan iri
hati mereka terhadap Nabi Muhammad
saw. yang memperoleh kehormatan
menjadi Nabi yang ditunggu-tunggu
sesuai penjealsan yang tercantum
dalam kitab Taurat, padahal mereka
harapkan kehormatan itu diperoleh
Banî Isrâ’îl. (QS. al-Mâidah [5]: 82)
ANALISIS GENEALOGI YAHUDI
DALAM ALQURAN
Pada Bagian keempat ini, pembaca akan diberikan
informasi mengenai Korelasi Asbâth, Banî Isrâ’îl dan
Yahudi, Analisis mengenai posisi Asbâth, Banî Isrâ’îl
dalam Al-Qur’an, Analisis Kepercayaan Dasar Asbâth,
Pandangan Al-Qur’an tentang Yahudi yang lurus,
Tuntunan Al-Qur’an mengenai interaksi sosial umat Islam
dengan kaum Yahudi, Posisi Yahudi menurut Al-Qur’an.
A. Korelasi Asbâth, Banî Isrâ’îl dan Yahudi
Dari penelusuran sejarah term Asbâth, Banî Isrâ’îl
dan Yahudi, ditemukan adanya korelasi antara Asbâth,
Banî Isrâ’îl dan Yahudi yaitu pada salah satu garis suku
Asbâth yakni suku Yahuda, yang mana keturunan suku
Yahuda inilah yang menjadi cikal bakal bangsa Yahudi,
seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa istilah Yahudi
sebagai nama suatu bangsa ini muncul sejak terjadinya
perpecahan pada kerajaan Israil yang terdiri dari dua belas
suku Asbâth pasca wafatnya Nabi Sulaiman as. menjadi
dua bagian yaitu kerajaan Utara (kerajaan Israil) dan
kerajaan Selatan (kerajaan Judah/Yahuda), yang mana
suku yang berafiliasi pada kerajaan selatan (Yahuda)
inilah yang menjadi kaum/ bangsa Yahudi, seperti
176
diketahui penduduk kerajaan Yahuda adalah mayoritas
dari keturunan Yahuda anak keempat Nabi Ya’qub.
Dari kedua belas putra Nabi Ya’qub, masing-
masing memiliki keturunan yang banyak. Diantaranya
dari keturunan Lewy kemudian lahir Nabi Musa dan Nabi
Harun . Dan dari keturunan Yahuda kemudian lahir Nabi
Daud dan Nabi Sulaiman368. Kemudian anak Nabi
Sulaiman yang bernama Rahabeam lah yang menjadi raja
pertama kerajaan Yahuda. Untuk memudahkan
memahami korelasi antara Asbâth dan Yahudi dapat
dilihat dalam bagan berikut:
B. Analisi Mengenai Posisi Asbâth dalam Al-Qur’an
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya bahwa ada perbedaan pendapat para ulama
mengenai makna kata Asbâth, sebagaian ulama seperti
Ibnu ‘athiyah dan ‘Ali al-Ahabuni memahaminya bahwa
yang dimaksud dengan Asbâth itu adalah kedua belas
anak Nabi Ya’qub369 dan ada juga yang memahami bahwa
yang dimaksud dengan Asbâth itu adalah anak cucu
keturunan Nabi Ya’qub tidak terbatas hanya pada anak
kandung Nabi Ya’qub saja370.
Karena perbedaan pemahaman tersebut, maka
timbul pula perbedaan pendapat mengenai bagaimana
posisi Asbâth tersebut, hal ini berkenaan dengan
perbedaan penafsiran mengenai ayat Alquran surat Al-
Baqarah (2): 136 dan Alquran surat Âli ‘Imrân (3): 84 dan
Alquran surat al-Nisâ’ (4) : 163 berikut:
يهََٰربيإ ََٰلَيإ َليزُنأ اَمَو اَنَيليإ َليزُنأ اَمَو يَّللَّٱيب اَّنَماَء ْاوُلوُق َبوُقَعيَو َق ََٰحسيإَو َلييعََٰسيإَو َم يطاَبسَلأٱَو َ يتُِوأ اَمَو
يعَو َٰىَسوُم ُهَل ُنَنََو مُهن ي م دَحَأ َينَب ُقي رَف ُن َلَ م
يي بََّر نيم َنوُّييبَّنلٱ َ يتُِوأ اَمَو َٰىَسيۥ َنوُم
يلسُم ١٣٦
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman
kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan
apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma´il, Ishaq,
Ya´qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada
Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi
dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun
diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-
Nya"371 ( QS. al-Baqarah [2]: 136)
َبوُقَعيَو َق ََٰحسيإَو َلييعََٰسيإَو َمي يهََٰربيإ َٰىَلَع َليزُنأ اَمَو اَنيَلَع َليزُنأ اَمَو يَّللَّٱيب اَّنَماَء لُق يطاَبسَلأٱَو َ يتُِوأ اَمَو
ُهَل ُنَنََو مُهن ي م دَحَأ َينَب ُقي رَف ُن َلَ م
يي بََّر نيم َنوُّييبَّنلٱَو َٰىَسييعَو َٰىَسوُمۥ َنوُميلسُم ٨٤
“Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada
apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan
kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya´qub, dan anak-anaknya,
dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi
dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah
kami menyerahkan diri"372 (QS. Âli ‘Imrân [3]: 84)
Di dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan
kepada Nabi Muhammad saw. termasuk orang-orang yang
mengikutinya agar mempercayai, bahwa Allah swt. pasti
ada-Nya. Maha Esa serta mempunyai kekuasaan yang
tidak terbatas terhadap seluruh isi alam, dan
memerintahkan pula kepadanya untuk mempercayai Kitab
Alquran yang diturunkan kepadanya. Di samping itu
harus mempercayai pula bahwa Allah swt. telah
menurunkan wahyu kepada para Nabi yang terdahulu
yaitu Nabi Ibrahim, Ismail, Ishak. Ya’qub, nabi-nabi
keturunan Ya’qub, dan wahyu yang disampaikan kepada
Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain yang diutus Allah, yang
berfungsi sebagai petunjuk bagi umatnya373. Wahyu yang
disampaikan kepada para nabi itu mempunyai prinsip dan
tingkat yang sama, sesuai dengan firman Allah swt.
berikut:
ي ييبَّنلٱَو حُون ََٰلَيإ اَنيَحَوأ اَمَك َكَيليإ اَنيَحَوأ َّنَّيإ يهيدَعب نيم َن ۦ َق ََٰحسيإَو َلييعََٰسيإَو َمي يهََٰربيإ ََٰلَيإ اَنيَحَوأَو
وُقَعيَو َب يطاَبسَلأٱَو ُواَد اَنَيتاَءَو َن ََٰميَلُسَو َنوُر ََٰهَو َسُنُويَو َبوَُّيأَو َٰىَسييعَوۥارُوبَز َد ١٦٣
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu
sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh
dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma´il, Ishak,
Ya´qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”374
(QS. al-Nisâ’ [4]: 163)
Nabi Musa dan Nabi `Isa as disebutkan dalam ayat
ini secara khusus. adalah karena pembicaraan dalam ayat
ini dan ayat sebelumnya serta sesudahnya bersangkut-
paut dengan orang-orang Nasrani dan Yahudi375.
Sesudah itu Allah SWT menyebutkan nabi-nabi
yang lain untuk memberikan gambaran kepada orang-
orang yang beriman agat mereka juga mempercayai nabi-
nabi yang lain dan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada
mereka seperti Nabi Daud, Nabi Ayub dan lain-lain.
Termasuk pula nabi-nabi yang menerima wahyu, akan
tetapi tidak dikisahkan Allah di dalam Alquran kepada
kita.
Perintah untuk mempercayai kitab yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad didahulukan
penyebutannya dari pada perintah percaya kepada Kitab-
Kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi yang diutus
sebelumnya, padahal menurut kenyataannya Kitab-Kitab
itu diturunkan sebelum Alquran itu adalah untuk
memberikan ketegasan bahwa Alquran itu adalah sebagai
sumber yang benar untuk mengetahui Kitab-Kitab yang
diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, dan karena
Alquran itu mengakui kebenaran Kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya itu. Oleh karena itulah maka
kenabian dari para nabi yang telah disebutkan dalam
Alquran itu wajib kita percayai secara prinsip, sesuai
dengan keterangan yang telah diberikan oleh Alquran.
Sesudah itu Allah memerintahkan kepada Nabi
Muhammad saw. dan umatnya untuk mengatakan bahwa
ia dan umatnya tidak membeda-bedakan derajat para rasul
itu, oleh sebab itu orang-orang yang beriman tidak boleh
mempercayai sebagian isi Alquran itu tetapi mengingkari
sebagiannya yang lain, seperti yang telah dilakukan oleh
182
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani terhadap
kitab-kitab mereka.
Selanjutnya Allah SWT menjelaskan bahwa
orang-orang Mukmin hendaklah membersihkan diri dari
perbuatan dosa. Ayat ini diawali dengan perintah untuk
beriman kepada Allah dan diakhiri dengan perintah untuk
"berserah diri taat dan patuh" untuk memberikan
penjelasan tentang tujuan dari setiap agama yang dibawa
para nabi376.
Dalam ayat-ayat di atas terdapat kata kunci yang
menjadi perdebatan penafsiran di kalangan ulama, yakni
kata “ِٓطاَبَسلٱ”. Sebagian ulama ada yang menafsirkan kata
“ِٓطاَبَسلٱ” bahwa mereka adalah anak-anak Ya’qub.
Karenanya, ada orang yang menyangka hal itu sebagai
pendapat yang menyatakan kenabian mereka. Padahal
yang dimaksudkan tentang mereka adalah anak cucunya,
bukan anak kandung Ya’qub377.
Ibnu Katsir berpendapat, bahwa tak ada suatu dalil
tentang kenabian saudara-saudara Yusuf. Lahiriah
konteks Alquran menunjukkan sesuatu yang menyalahi
kenabian mereka. Ada beberapa kalangan yang
mengklaim bahwa mereka diberi wahyu sesudah itu.
Namun pendapat ini perlu dikritik dan orang yang
mengklaim demikian perlu dalil. Jadi, Allah Ta’ala
menyebutkan bahwa Dia memberikan wahyu kepada para
nabi dari kalangan asbath (anak cucu) Bani Isra’il. Allah
sebutkan mereka secara global lantaran mereka banyak.
Akan tetapi setiap asbath (anak cucu) berasal dari anak
keturunan saudara-saudara Yusuf. Tak ada dalil yang
menunjukkan tentang pribadi-pribadi mereka itu bahwa
mereka diberi wahyu378.
Menurut al-Thabarsî kata Asbâth menurut bahasa,
mereka sama dengan kata “qabilah” bagi orang Arab.
Wahyu hanyalah diturunkan kepada para nabi mereka,
sedang mereka yang mengamalkannya. Itulah sebabnya,
turunnya wahyu disandarkan kepada mereka sebagaimana
halnya Alquran diturunkan kepada Muhammad saw.
namun turunnya wahyu disandarkan kepada umatnya.
Demikian pula para Asbâth; telah diturunkan wahyu
kepada para nabi mereka, lalu Allah pun sandarkan
perkara turunnya wahyu kepada para Asbâth (anak cucu
Ya’qub), karena merekalah yang mengamalkan wahyu
itu379.
Pendapat yang ditunjukkan oleh Alquran, bahasa
Arab dan beberapa penelitian, bahwa, saudara-saudara
Yusuf bukanlah nabi. Tak ada berita di dalam Alquran,
dari Nabi saw. dan para sahabatnya bahwa Allah swt.
mengangkat mereka sebagai nabi. Orang-orang yang
berpendapat bahwa mereka adalah nabi hanyalah berhujah
dengan firman Allah, “(…طابسلاو…)” dalam dua ayat
dalam Surah al-Baqarah dan an-Nisaa’. Sebagian
kalangan menafsirkan kata “asbâth” bahwa mereka adalah
anak-anak Ya’qub. Pendapat yang benar bahwa bukanlah
yang dimaksudkan dengannya anak-anak kandung
Ya’qub, bahkan mereka adalah anak cucu Ya’qub,
sebagaimana halnya mereka juga dinamai dengan “Banî
Isrâ’îl”. Diantara anak cucu Ya’qub, ada beberapa orang
nabi. Jadi, Asbâth (anak cucu Nabi Ya’qub) dari kalangan
Bani Isra’il, seperti Qabîlah (kabilah) dari kalangan anak
cucu Nabi Isma’il380.
Menurut al-Asfahani, asal kata Asbâth adalah
pepohonan yang lebat lagi banyak dahannya. Jadi, mereka
disebut Asbâth, saking banyaknya, sebagaimana halnya
dahan-dahan berasal dari sebuah pohon, demikian pula
para Asbâth (anak cucu) berasal dari Ya’qub. Kata
Asbâth, sama dengan kata “hafid” (anak cucu)381. Hasan
dan Husain adalah dua cucu Rasulullah saw.
SedangkanٓAsbâth adalah anak cucu Nabi Ya’qub, yakni
keturunan anak-anak beliau yang berjumlah dua belas382.
Allah swt. berfirman:
يهيبَو ي قَلحٱيب َنوُدَهي ةَُّمأ َٰىَسوُم يموَق نيمَوۦ َنوُليدَعي١٥٩ ُمُهََٰنعَّطَقَواَمَأ ًاطاَبسَأ َةَرشَع َتَِنثٱ…
١٦٠
“Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang
memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan
dengan yang haq itulah mereka menjalankan keadilan.
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang
masing-masingnya berjumlah besar…”383. (QS. Al-A’raaf
[7]: 159-160)
Firman Allah ini secara gamblang menjelaskan
bahwa “asbâth” adalah umat-umat dari Banî Isra’îl; setiap
sibth (kata tunggal dari kata asbâth) adalah sebuah umat.
Bukanlah asbâth itu adalah anak-anak kandung Ya’qub
yang berjumlah dua belas orang. Bahkan tak ada gunanya
menamai mereka demikian sebelum bertebarannya dari
mereka anak keturunan dalam bentuk asbâth (jumlah
banyak). Jadi, keadaan sebenarnya bahwa sebuah sibth
adalah kumpulan manusia.
Maka sebagian pendapat yang menyebutkan
bahwa, “Asbâth adalah anak-anak Ya’qub”, maka ia tak
memaksudkan bahwa mereka (Asbâth) adalah anak-anak
kandung Ya’qub, bahkan ia maksudkan adalah
keturunannya (anak cucunya), sebagaimana halnya
dikatakan, “Banî Isrâ’îl” (anak cucu Isra’il/Ya’qub), dan
“Bani Adam” (Anak cucu Adam). Jadi, mengkhususkan
makna ayat itu dengan anak-anak kandung Ya’qub adalah
sebuah kekeliruan384.
Pendapat yang benar juga bahwa mereka disebut
“Asbâth”, itu hanyalah terjadi sejak masanya Nabi Musa
berdasarkan ayat yang lalu. Sejak itulah, diantara mereka
ada kenabian. Sebab, tak diketahui bahwa diantara
mereka ada seorang nabi sebelum Nabi Musa, kecuali
Nabi Yusuf. Diantara perkara yang mendukung hal ini
bahwa Allah swt, tatkala menyebutkan para nabi dari
kalangan anak cucu Ibrahim, maka Allah berfirman,
ُهَل اَنبَهَوَوٓۥ يهيتَّيي رُذ نيمَو ُلَبق نيم اَنيَدَه اًحُونَو اَنيَدَه الَُك َبوُقَعيَو َق ََٰحسيإۦ ُواَدۥ َبوَُّيأَو َن ََٰميَلُسَو َد
َينين يسح
ُ
لمٱ ييزَنج َكيل ََٰذََكو َنوُر ََٰهَو َٰىَسوُمَو َفُسُويَو ٨٤ َني م لُك َساَيليإَو َٰىَسي
يعَو ََٰيََيََو َّيَيرََكزَو
َين يحيل ََّٰصلٱ ٨٥ َينيمَل ََٰعلٱ ىَلَع اَنلَّضَف لََُكو اطوُلَو َسُنُويَو َعَسَيلٱَو َلييعََٰسيإَو ٨٦ ميهيئَبَاَء نيمَو
مييقَتسُّم طََٰر يص ََٰلَيإ مُهََٰنيَدَهَو مُهََٰنيَب َتجٱَو ميينَّ ََٰوخيإَو ميهيتََّٰيي رُذَو ٨٧
“Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Yaqub
kepadanya. kepada keduanya masing-masing telah Kami
beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah
Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari
keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub,
Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan
Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-
orang yang shaleh. Dan Ismail, Alyasa’, Yunus dan Luth.
Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di
masanya), dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian
dari bapak-bapak mereka, keturunan dan Saudara-saudara
mereka. dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi
nabi-nabi dan rasul-rasul) dan kami menunjuki mereka ke
jalan yang lurus”. 385(QS. Al-An’aam : 84-87).
Jadi, Allah sebutkan Nabi Yusuf dan nabi-nabi
bersama beliau dan tidak menyebutkan Asbâth. Andaikan
saudara-saudara Yusuf diangkat menjadi nabi
sebagaimana halnya Yusuf diangkat sebagai nabi, maka
sungguh mereka akan disebutkan bersama Nabi Yusuf386.
Sungguh Allah juga menyebutkan tentang para nabi
berupa pujian dan sanjungan yang selaras dengan
kenabian mereka, walaupun itu sebelum kenabian
sebagaimana Allah berfirman tentang Musa,
ُهَّدُشَأ َغَل َب اَّمَلَوۥ َينين يسحُ
لمٱ ييزَنج َكيل ََٰذََكو امليعَو امكُح ُهََٰنَيتاَء َٰىَو َتسٱَو ١٤
“Dan sesudah Musa cukup umur dan sempurna akalnya,
Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan
pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik”.387 (QS. Al-
Qashash [28] : 14)
Allah juga berfirman seperti itu tentang Yusuf
(yakni, dalam Surah Yusuf: 22). Hal seperti itu pula
diterangkan di dalam sebuah hadits berikut388:
ي َِن نم ٍّي َِن ْنِم ٌّ َِن ،َمْيِهاَر ْبِإ ِنْب َقاَحْسِإ ِنْب َبْوُقْع َي ُنْب ُفُسْو ُي ِساَّنلا ُمركأ
“Manusia yang paling mulia adalah Yusuf bin Ya’qub bin
Ishaq bin Ibrahim, seorang nabi dari seorang nabi dari
seorang nabi”
Andaikan saudara-saudara Yusuf adalah nabi,
maka tentunya mereka telah menyamai Yusuf dalam
kemuliaan itu. Allah swt. ketika menyebutkan kisah
Yusuf dan sesuatu yang mereka lakukan pada Yusuf,
maka Allah menyebutkan pengakuan mereka tentang
kesalahan mereka dan permintaan ampunan mereka dari
bapak mereka
Allah tidak menyebutkan diantara keutamaan
mereka yang selaras dengan kenabian mereka dan tidak
pula menyebutkan sedikitpun diantara kekhususan para
nabi. Bahkan Allah tidak menyebutkan dari mereka tobat
yang hebat, sebagaimana halnya Allah menyebutkan
tentang dosanya, tanpa dosa mereka. Bahkan Allah hanya
menyebutkan dari mereka pengakuan dan permintaan
ampunan390.
Allah swt. juga tidak menyebutkan tentang
seorang nabi pun baik sebelum jadi nabi, maupun
sesudah nya bahwa nabi itu telah melakukan perkara-
perkara besar seperti ini, berupa kedurhakaan kepada
orang tua, memutuskan tali silaturahim, memperbudak
manusia dan menjualnya, serta berdusta nyata dan selain
itu berupa perkara yang Allah ceritakan tentang mereka.
Allah tidak menyebutkan sedikitpun sesuatu yang selaras
dengan pemilihan dan pengkhususan yang mengharuskan
kenabian mereka. Bahkan yang diceritakan oleh Allah
menyelisihi hal itu, berbeda dengan perkara yang Allah
sebutkan tentang Yusuf391.
Kemudian, sungguh Alquran menunjukkan bahwa
tak pernah ada seorang nabi pun yang pernah mendatangi
Negeri Mesir, sebelum Musa, selain Nabi Yusuf,
berdasarkan ayat dalam Surah Ghâfir (40): 34392.
Andaikan diantara saudara-saudara Yusuf ada seorang
nabi, maka pasti ia telah mendakwahi penduduk Mesir
dan berita-berita kenabiannya akan tampak. Tatkala hal
itu tak ada, maka diketahuilah bahwa tak ada seorang pun
diantara mereka seorang nabi.393.
Kesimpulannya bahwa kesalahan tentang klaim
kenabian mereka terjadi akibat sangkaan sebagian ulama
bahwa saudara-saudara Yusuf adalah “Asbâth” (ُٓطاَبَْسلا).
Padahal tidaklah demikian. Para “Asbâth” itu hanyalah
anak cucu dari saudara-saudara Yusuf yang terbagi-bagi
menjadi Asbâth (kaum yang berjumlah besar). Setiap
sibth umat yang besar. Andaikan yang dimaksud dengan
asbâth adalah anak-anak kandung Ya’qub, maka pasti
Allah akan berkata, “…dan Ya’qub dan anak-anaknya…”.
Karena, ini lebih ringkas dan gamblang, maka, dipilihlah
kata “Asbâth” atas kata “Banî Isra’îl” untuk
392 Lihat selengkapnya:
يهيب مَُكءاَج اَّي مَ كَش يفِ مُتليز اَمَف يتََٰني ي َبلٱيب ُلَبق نيم ُفُسُوي مَُكءاَج دَقَلَوٓۖۦ يهيدَعب نيم ُ َّللَّٱ َثَعَبي نَل مُتُلق َكَلَه اَذيإ ََّٰتََّحٓۦ
يل ََٰذَك لَوُسَر ٌبَتَرُّم فيرسُم َوُه نَم ُ َّللَّٱ ُّليضُي َك٣٤
“Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan
tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia
meninggal, kamu berkata: "Allah tidak akan mengirim seorang
(rasulpun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-
orang yang melampaui batas dan ragu-ragu.” (QS. Ghâfir [40]:
34)
mengisyaratkan bahwa hanyalah terjadi di antara mereka
sejak mereka dibagi-bagi menjadi beberapa “Asbâth”
(umat yang besar).
C. Analisi Kepercayaan Dasar Asbâth
Untuk mengetahui informasi mengenai
kepercayaan dasar yamg dianut oleh Asbâth dapat kita
temukan dalam beberapa ayat dalam Alquran berikut:
يهََٰربيإ َا يبَ َٰىَّصَوَو َو يهييَنب ُم َنوُميلسُّم مُتَنأَو َّلَيإ َّنُتُوَتم َلََف َنيي دلٱ ُمُكَل َٰىََفطصٱ َ َّللَّٱ َّنيإ َّ ينَِبََٰي ُبوُقَعي
١٣٢ ُدُبَعن ْاوُلَاق ييدَعب نيم َنوُدُبَعت اَم يهيينَبيل َلَاق ذيإ ُتو
َ
لمٱ َبوُقَعي َرَضَح ذيإ َءاَدَهُش مُتنُك َمأ
يهََٰربيإ َكيئَبَاَء َهََٰليإَو ََك ََٰلَيإ ُهَل ُنَنََو اد يحََٰو ا ََٰلَيإ َق ََٰحسيإَو َلييعََٰسيإَو َمۥ َنوُميلسُم ١٣٣
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-
anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): "Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama
ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika
Ya´qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata
kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,
Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."394 (QS. al-
Baqarah [2]: 132-133)
Ayat di atas dengan jelas menyatakan bahwa Nabi
Ibrâhim a.s. mewasiatkan kepada anak-anaknya dan ikut
serta disebutkan dalam ayat tersebut cucu beliau yakni
nabi Ya’qub a.s, untuk tetap teguh dan setia memeluk
agama Islam dan mati dalam keadaan muslim. Fakruddin
al-Razi menegaskan َٓني ِِّدلا ُٓمَُكل ٓىفَطْصا dipahami bahwa
Ibrahim dan Ya’qub menegaskan kepada anaknya
berdasarkan perintah Allah untuk menunaikan dan
menjalankan kepatuhan kepada Tuhan yang sebelumnya
diperintahkan untuk aslamtu yang berarti memasrahkan
diri kepada-Nya. Tidak hanya menjalankan ajaran agama
secara patuh. Tapi َنوُميلسُّم مُتَنأَو َّلَيإ َّنُتُوَتم َلََف bahwa Allah
memilihkan agama yangl lurus (hanif) maka janganlah
melepaskan dan berpegang teguhlah sehingga kelak mati
dalam keadaan muslim.395
Kemudian di ayat selanjutnya dijelaskan perihal
Nabi Ya’qûb yang mana ketika sudah terlihat tanda-tanda
menjelang ajalnya dan beliau menanyakan kesaksian
anak-anaknya untuk bersaksi dihadapannya mengenai apa
yang akan disembah sepeninggalan beliau, kemudian
dengan penuh keyakinan anak-anaknya pun menjawab
akan selalu berpegang teguh dalam penyembahan Allah
swt. sebagaiamana yang telah dilakukan oleh nenek
moyang mereka, yakni Nabi Ibrâhim a.s. , Nabi Ismâ’il
a.s. dan Nabi Ishâq a.s. dan ayah mereka sendiri yakni
Nabi Ya’qûb a.s. Dan mereka bersaksi akan selalu
berserah diri kepada Allah swt.
Kita telah melihat dalam Alquran bahwa Alquran
menolak klaim bahwa Nabi Ibrâhim a.s atau siapapun dari
anak atau cucunya adalah Yahudi dan Nasrani. Ini karena
mengingat bahwa Taurat dan Injil baru diwahyukan
sesudah masa nabi-nabi itu. Namun, ini sebenarnya sebuah
argument yang didasarkan pada nilai praktis semata.
Fakta yang lebih mendalam dan luas yang ingin
ditekankan Alquran adalah bahwa seorang Nabi bukanlah
Yahudi atau Nasrani, melainkan seorang Muslim396.
Sebenarnya, Nabi Ibrâhim a.s dan putra-putra
serta cucu-cucu nya, semuanya nabi yang digambarkan
dalam Taurat dan Injil sebagai Muslim. Inilah “kesaksian”
(syahadah) yang dijelaskan Al-Qur’an telah
disembunyikan Ahl al-Kitâb dengan tidak mengakui di
depan umum kebenaran Alquran, sebagaiman firman
Allah dalam Alquran berikut:
يهََٰربيإ َّنيإ َنوُلوُق َت َمأ يَمأ ُمَلَعأ مُتَنأَء لُق َٰىَر ََٰصَن َوأ اًدوُه ْاُوناَك َطاَبسَلأٱَو َبوُقَعيَو َق ََٰحسيإَو َلييعََٰسيإَو َم
ُهَدنيع ًةَد ََٰهَش َمَتَك نَّيمَ ُمَلظَأ نَمَو ُ َّللَّٱۥ َنوُلَمَعت اَّمَع ٍليفََٰغيب ُ َّللَّٱ اَمَو يَّللَّٱ َنيم ١٤٠
“ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani)
mengatakan bahwa Ibrahim, Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan
anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau
Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui
ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada
orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang
ada padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa
yang kamu kerjakan.”397 (QS. al-Baqarah [2]: 140)
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepercayaan dasar
keturunan Nabi Ya’qub sama seperti agama nenek
moyang mereka yakni ٓNabi Ibrâhim a.s yakni Islam. Dari
fakta tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan
pertanyaan bukankah agama Islam itu agama yang baru
muncul sesudah Nabi Muhammad saw. diutus? Hal ini bisa
dijelaskan, bahwa Islam adalah agama kepasrahan kepada
Tuhan (Allah) yang Maha Esa398 yang memperkenalkan
diri-Nya kepada umat-umat yang berbeda sepanjang
sejarah melalui berbagai ras












