Kristus selalu membawa kita di
jalan kemenangan-Nya!
2. Dengan mempermainkan Simson, jagoan Allah itu, mereka
menghina Allah sendiri. saat mereka sedang bersukaria de-
ngan anggur, untuk membuat mereka lebih sukaria lagi, Sim-
son dipanggil untuk melawak bagi mereka (ay. 25, 27), yaitu,
untuk mereka permainkan. sesudah mempersembahkan kor-
ban kepada allah mereka, lalu makan dan minum dari korban
itu, mereka bangun dan bersukaria, sesuai dengan kebiasaan
para penyembah berhala (1Kor. 10:7), dan Simson pasti men-
jadi bulan-bulanan dalam sukaria itu. Mereka dibuat tertawa
satu sama lain melihat bagaimana, sebab buta, Simson ter-
sandung dan meraba-raba. Ada kemungkinan bahwa mereka
memukul pipi orang yang memerintah Israel ini (Mi. 4:14), dan
berkata, cobalah katakan kepada kami, siapakah yang me-
mukul engkau? Sungguh biadab tindakan mereka yang meng-
injak-injak orang yang sedang sengsara seperti itu, padahal
beberapa saat sebelumnya, mereka dibuat gemetar hanya
dengan melihat orangnya. Simson terperosok ke dalam lobang
kesengsaraan yang dalam, dan cela-cela mereka seperti pe-
dang yang tertancap di tulang-tulangnya, saat mereka ber-
kata, di mana sekarang Allahmu? Tidak ada lagi yang lebih
pedih bagi jiwa yang begitu besar seperti itu. Namun, sebab
sudah bertobat, dukacitanya yang menurut kehendak Allah
membuatnya sabar, dan ia menerima hinaan itu sebagai hu-
kuman atas pelanggarannya. Betapa pun fasiknya orang-orang
Filistin itu, Simson tidak bisa tidak pasti mengakui bahwa
Allah itu benar. Simson sudah bermain-main dalam tipuan-
tipuannya sendiri dan dengan para penipunya, maka sudah
sewajarnya orang-orang Filistin berbuat semena-mena terha-
dapnya untuk mempermainkannya. Kecemaran yaitu dosa
yang membuat orang kotor, dan menghadapkan mereka pada
penghinaan. Siksa dan cemooh akan diperoleh orang yang hati-
nya tertipu oleh seorang perempuan, dan malunya tidak akan
terhapuskan. Aib dan kehinaan yang kekal akan menjadi bagi-
an dari orang-orang yang dibutakan dan dibelenggu oleh hawa
nafsu mereka sendiri. Iblis yang sudah menipu mereka akan
menghina-hina mereka.
II. Betapa dengan adil Allah Israel mendatangkan kehancuran yang
tiba-tiba atas orang-orang Filistin melalui tangan Simson. Ribuan
orang Filistin telah berkumpul bersama, untuk mengiringi raja-
raja kota mereka dalam korban-korban dan kegembiraan-kegem-
biraan pada hari ini, dan untuk menonton acara lawak ini. namun
ternyata itu menjadi peristiwa celaka yang mematikan bagi mere-
ka, sebab mereka semua terbunuh, dan terkubur dalam rerun-
tuhan rumah itu. Tidaklah pasti apakah itu sebuah kuil atau
gedung pertunjukan, atau suatu bangunan seadanya yang didiri-
kan untuk tujuan itu. Amatilah,
1. Siapa yang dihancurkan: Segala raja kota orang Filistin (ay. 27),
yang dengan uang suap telah merusak Delila untuk mengkhia-
nati Simson dan menyerahkannya kepada mereka. Celaka me-
ngejar orang-orang berdosa itu, dan juga banyak orang dari
rakyat biasa. Jumlah mereka sampai tiga ribu orang, dan di
antara mereka ada banyak sekali perempuan, salah satunya,
ada kemungkinan, perempuan sundal dari Gaza yang disebut-
kan itu (ay. 1). Simson telah ditarik ke dalam dosa oleh perem-
puan-perempuan Filistin, dan sekarang pembantaian besar-
besaran diadakan di antara mereka, seperti yang juga dilaku-
kan atas perintah Musa di antara para perempuan Midian.
Sebab merekalah yang menjadi sebabnya orang Israel berubah
setia terhadap TUHAN dalam hal Peor (Bil. 31:16).
2. Kapan mereka dihancurkan.
(1) saat mereka sedang bersukaria, merasa aman, dan riang
gembira, dan sama sekali tidak menyangka bahwa mereka
sedang terancam bahaya. saat mereka melihat Simson
merangkul tiang-tiang itu, dapat kita duga, tindakannya itu
dianggap lelucon bagi mereka, dan mereka mengolok-olok:
Apa gerangan yang akan dilakukan orang Yahudi yang
lemah ini? Betapa para pendosa dibawa pada kehancuran
dalam sekejap saja! Mereka diangkat dalam kesombongan
dan kegembiraan,supaya kejatuhan mereka menjadi sema-
kin mengerikan. Janganlah sekali-kali kita iri hati dengan
kegembiraan orang-orang fasik, namun ambillah pelajaran
dari kejadian ini, bahwa sorak-sorai kemenangan mereka
sebentar saja dan sukacita mereka hanya untuk sesaat.
(2) Mereka dihancurkan saat sedang memuji-muji Dagon
allah mereka, dan memberikan kehormatan kepadanya,
yang seharusnya diberikan kepada Allah saja. Ini tidak ku-
rang dari pengkhianatan terhadap Raja segala raja, terha-
dap mahkota dan martabat-Nya. Oleh sebab itu, darah
para pengkhianat ini bercampur dengan korban-korban
mereka. Belsyazar dilenyapkan saat ia sedang memuji
dewa-dewa buatan manusia miliknya (Dan. 5:4).
(3) Mereka dihancurkan saat sedang mempermainkan se-
orang Israel, seorang nazir, dan menghina-hina dirinya,
menganiaya orang yang telah dihajar Allah. Tidak ada hal
lain yang memenuhi takaran kejahatan seseorang atau
suatu bangsa secara lebih cepat selain mengolok-olok dan
melecehkan hamba-hamba Allah, sekalipun sebab kebo-
dohan mereka sendirilah mereka direndahkan. Mereka
yang mempermainkan orang baik tidak tahu apa yang me-
reka perbuat, atau siapa yang mereka hina.
3. Bagaimana mereka dihancurkan. Simson merobohkan rumah
itu hingga jatuh menimpa mereka. Tidak diragukan lagi, Allah
memasukkan ke dalam hatinya, sebagai tokoh masyarakat,
untuk membalaskan perseteruan Allah, perseteruan Israel,
dan perseteruannya sendiri dengan mereka dengan cara se-
perti itu.
(1) Simson mendapat kekuatan untuk melakukannya dengan
doa (ay. 28). Kekuatan yang telah dibuatnya hilang sebab
dosa, didapatnya kembali, sebagai orang yang sungguh-
sungguh bertobat, dengan doa. Seperti Daud yang berdoa,
sesudah ia menyulut Roh anugerah untuk menarik diri
(Mzm. 51:14), bangkitkanlah kembali padaku kegirangan
sebab selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku
dengan roh yang rela. Kita dapat menduga bahwa doa ini
hanya diucapkan Simson dalam hatinya, dan bahwa suara-
nya tidak terdengar (sebab doa itu dibuat dalam kerumun-
an orang Filistin yang gaduh dan ramai). Akan namun , mes-
kipun suaranya tidak terdengar oleh manusia, namun doa-
nya didengar oleh Allah, dan dijawab dengan penuh rah-
mat. Dan walaupun ia tidak hidup untuk menceritakan
sendiri doanya ini, seperti yang dilakukan Nehemia dengan
doanya, namun Allah tidak hanya menerimanya di sorga,
namun juga, dengan mewahyukannya kepada para penulis
yang mendapat ilham, memastikansupaya doa itu tercatat
dalam jemaat-Nya. Simson berdoa kepada Allah untuk
mengingat kembali dirinya dan menguatkannya kembali
sekali ini. Dengan begitu, ia mengakui bahwa kekuatannya
untuk melakukan apa yang telah ia lakukan dahulu ber-
asal dari Allah. Dan ia memohonsupaya kekuatan itu di-
berikan kepadanya sekali lagi, untuk memberikan pukulan
perpisahan kepada orang-orang Filistin. Simson berke-
inginan untuk melakukan ini bukan atas dasar amarah
atau keinginan untuk membalaskan dendamnya sendiri,
melainkan atas dasar semangat yang kudus untuk kemu-
liaan Allah dan Israel. Hal itu tampak dari diterima dan
dijawabnya doa itu oleh Allah. Simson mati dengan berdoa,
demikian pula Juruselamat kita yang terberkati. namun
Simson berdoa untuk pembalasan, sedangkan Kristus un-
tuk pengampunan.
(2) Simson mendapat kesempatan untuk melakukannya de-
ngan bertopang pada kedua tiang yang merupakan peno-
pang utama dari bangunan itu. Dan tampaknya, kedua
tiang itu begitu berdekatan satu sama lain hingga ia dapat
merangkul keduanya pada saat yang sama (ay. 26, 29).
sesudah merangkul kedua tiang itu, ia merobohkannya de-
ngan segenap kekuatannya, sambil berseru nyaring, biarlah
kiranya aku mati bersama-sama orang Filistin ini (ay. 30).
Animamque in vulnere ponit – Sewaktu sedang melukai, ia
mati. Kumpulan besar orang-orang yang ada di atas atap,
yang sedang melihat ke bawah untuk menonton lawakan
itu, dapat kita duga, ikut berperan dalam membuat gedung
itu jatuh. Bobot yang jauh lebih berat daripada yang diran-
cang untuk gedung itu mungkin akan membuatnya runtuh
sendiri, paling tidak membuat kejatuhannya lebih memati-
kan bagi orang-orang yang ada di dalam. Memang sedikit
saja orang yang ada di atap ataupun yang ada di dalam
dapat meloloskan diri, sebab mereka mati tertindih atau
mati remuk. Hal ini dilakukan, bukan oleh suatu kekuatan
alami milik Simson, melainkan oleh kekuatan Allah yang
maha kuasa, dan tidak hanya menakjubkan, namun juga
ajaib di mata kita. Nah, dalam hal ini,
[1] Orang-orang Filistin sangat dipermalukan. Semua raja
kota dan para pembesar mereka terbunuh, beserta se-
bagian besar rakyat mereka. Dan ini terjadi di tengah-
tengah sorak-sorai kemenangan mereka. Kuil Dagon
(itulah rumah itu menurut banyak penafsir) diroboh-
kan, dan Dagon terkubur di dalamnya. Ini akan mem-
berikan teguran besar terhadap kekurangajaran orang-
orang yang masih hidup. Seandainya masih tersisa akal
sehat dan semangat dalam diri orang Israel, hingga me-
reka memanfaatkan keuntungan-keuntungan dari peris-
tiwa ini, mereka bisa saja membuang kuk orang Filistin
pada saat itu.
[2] Simson bisa dibenarkan sepenuhnya, dan dipandang
tidak bersalah atas pembunuhan terhadap dirinya sen-
diri maupun terhadap orang-orang Filistin itu. Dia ada-
lah seorang tokoh masyarakat, yang dinyatakan sebagai
musuh oleh orang-orang Filistin. Oleh sebab itu, ia da-
pat mengambil segala keuntungan untuk melawan me-
reka. Mereka sekarang sedang mengadakan perang
dengannya dengan cara yang paling biadab. Semua
orang yang hadir ikut membantu dan bersekongkol, dan
sebab itu pantas mati bersamanya. Tidak pula ia men-
jadi felo de se, atau pembunuh diri sendiri, dalam tin-
dakan itu. Sebab bukan nyawanya sendirilah yang ia
tuju, meskipun ia memiliki terlalu banyak alasan
untuk lelah dengan hidupnya, melainkan nyawa mu-
suh-musuh Israel. Untuk menjangkau nyawa mereka, ia
dengan berani menyerahkan nyawanya sendiri, tidak
menghiraukan nyawanya sedikit pun, asal saja ia dapat
mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan se-
cara terhormat.
[3] Allah sangat dimuliakan dalam mengampuni pelanggar-
an-pelanggaran Simson yang besar, dan kejadian ini
merupakan buktinya. Dikatakan bahwa jika raja
memberikan mandat kepada seorang terdakwa, maka
itu sama saja dengan pengampunan. Namun, sekalipun
Dia yaitu Allah yang mengampuni baginya, namun Ia
membalas perbuatan-perbuatannya (Mzm. 99:8). Dan,
dengan mengizinkan jagoan-Nya mati dalam rantai, Ia
memperingatkan semua orang untuk berjaga-jaga ter-
hadap hawa nafsu yang berperang melawan jiwa. Apa
pun itu, kita memiliki alasan yang baik untuk berha-
rap bahwa meskipun Simson mati bersama orang-orang
Filistin, namun ia tidak mendapatkan bagian kekalnya
bersama mereka. Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya.
[4] Kristus diperlambangkan dengan jelas. Ia meruntuhkan
kerajaan Iblis, seperti Simson merobohkan kuil Dagon.
Dan, saat mati, Kristus memperoleh kemenangan
yang teramat mulia atas kuasa-kuasa kegelapan. Pada
saat itu, saat lengan-Nya terentang di atas kayu salib,
seperti Simson terentang pada kedua tiang, Ia memberi-
kan goncangan yang mematikan kepada alam maut,
dan, oleh kematian, memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang
berkuasa atas maut (Ibr. 2:14-15). Dalam hal ini Kristus
melebihi Simson, bahwa Ia tidak hanya mati bersama
orang-orang Filistin, namun juga bangkit kembali untuk
menang atas mereka.
Terakhir, cerita tentang Simson ditutup,
1. Dengan gambaran tentang penguburannya. Saudara-
saudaranya sendiri, sebab tergerak oleh kemuliaan-
kemuliaan yang mengiringi kematiannya, datang dan
menemukan jasadnya di antara orang-orang yang
terbunuh. Mereka membawanya secara terhormat ke
negerinya sendiri, dan menguburkannya di tempat
kuburan nenek moyangnya. Orang-orang Filistin se-
dang merasa ketakutan pada waktu itu, hingga me-
reka tidak berani menentangnya.
2. Dengan menyebut kembali masa pemerintahan Sim-
son: Dia memerintah sebagai hakim atas orang Israel
dua puluh tahun lamanya. Kalau saja orang Israel
tidak bersikap hina dan pengecut, seperti Simson ber-
sikap gagah dan berani, maka ia pasti sudah mele-
paskan mereka dari kuk orang Filistin. Mereka bisa
saja hidup tenang, aman, dan bahagia, kalau saja me-
reka mau mengizinkan Allah dan hakim-hakim mere-
ka untuk membuat mereka demikian.
PASAL 17
emua orang setuju bahwa apa yang dipaparkan di dalam pasal
ini, dan pasal-pasal berikutnya sampai kepada akhir kitab ini,
tidak berlangsung sesudah Simson, seperti yang tampak pada penceri-
taannya, namun jauh sebelum, bahkan segera sesudah kematian Yosua,
yakni pada masa Pinehas bin Eleazar (20:28). Namun demikian,
kisah-kisah ini dimuat di sini, di bagian akhir kitab ini,supaya tidak
mengganggu alur kisah sejarah hakim-hakim. Agar terlihat bahwa
bangsa itu begitu bersukacita pada masa hakim-hakim masih ber-
kuasa, pada bagian ini ditampilkan bahwa mereka begitu berdukacita
saat hakim-hakim sudah tidak ada lagi.
I. Pada masa itu, dimulailah penyembahan berhala dalam ke-
luarga Mikha (ay. 1-13).
II. Pada masa itu, penyembahan berhala menyebar ke suku Dan
(ps. 18).
III. Pada masa itu, kekejian diperbuat di Gibea kepunyaan suku
Benyamin (ps. 19).
IV. Pada masa itu, seluruh orang suku Benyamin dibinasakan
sebab membiarkan kekejian itu terjadi (ps. 20).
V. Pada masa itu, suatu langkah ganjil diambil untuk menjaga
agar suku Benyamin tidak punah (ps. 21).
Oleh sebab itu, diberkatilah Allah atas pemerintahan yang
di bawahnya kita bernaung! Di dalam pasal ini, dikisahkan
bagaimana Mikha, orang Efraim itu, memperlengkapi dirinya.
1. Dengan patung allahnya (ay. 1-6).
2. Dengan seorang Lewi, seseorang seperti dirinya sendiri,
sebagai imamnya (ay. 7-13).
Mikha dan Ilah-ilahnya
(17:1-6)
1 Ada seorang dari pegunungan Efraim, Mikha namanya. 2 Berkatalah ia ke-
pada ibunya: “Uang perak yang seribu seratus itu, yang diambil orang dari
padamu dan yang sebab itu kauucapkan kutuk – aku sendiri mendengar
ucapanmu itu – memang uang itu ada padaku, akulah yang mengambilnya.”
Lalu kata ibunya: “Diberkatilah kiranya anakku oleh TUHAN.” 3 Sesudah itu
dikembalikannyalah uang perak yang seribu seratus itu kepada ibunya.
namun ibunya berkata: “Aku mau menguduskan uang itu bagi TUHAN, aku
menyerahkannya untuk anakku,supaya dibuat patung pahatan dan patung
tuangan dari pada uang itu. Maka sekarang, uang itu kukembalikan kepada-
mu.” 4 namun orang itu mengembalikan uang itu kepada ibunya, lalu perem-
puan itu mengambil dua ratus uang perak dan memberikannya kepada tukang
perak, yang membuat patung pahatan dan patung tuangan dari pada uang itu;
lalu patung itu ditaruh di rumah Mikha. 5 Mikha ini memiliki kuil. Dibuat-
nyalah efod dan terafim, ditahbiskannya salah seorang anaknya laki-laki, yang
menjadi imamnya. 6 Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap
orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.
Dalam ayat-ayat di atas kita mendapati,
I. Mikha dan ibunya berselisih.
1. Sang anak merampok ibunya. Perempuan tua itu telah me-
ngumpulkan, sesudah sekian lama mengais dan berhemat, se-
jumlah besar uang, yakni seribu seratus uang perak banyak-
nya. Kemungkinan sang ibu berniat mewariskannya kepada
anak laki-lakinya itu sesudah ia meninggal dunia, namun pada
saat ini, ia merasa bahagia melihat uang perak itu dan meng-
hitung-hitungnya. Sang pemuda memiliki keluarga dengan
anak-anak yang sudah besar, sebab salah seorang anaknya
yang cukup usia ditahbiskannya menjadi imam (ay. 5). Dia
tahu di mana dapat menemukan uang ibunya itu. Pikirnya, ia
lebih membutuhkan uang itu daripada ibunya, dan tidak bisa
menunggu sampai ibunya itu mati, sehingga diam-diam men-
curinya untuk dipakainya sendiri. Meskipun orangtua diang-
gap bersalah dengan menahan-nahan apa yang seharusnya
diberikan kepada anak-anak dan membawa anak-anak itu ke
dalam pencobaan dengan mengharapkan yang baik bagi mere-
ka sesudah mereka sendiri telah tiada, namun ini sama sekali
tidak bisa dijadikan alasan bagi kejahatan anak-anak yang
mencuri dari orangtua, dan menganggap semua yang dapat
diperoleh dari orangtua yaitu milik mereka, meskipun itu
diperoleh melalui cara yang paling halus sekalipun.
2. Sang ibu mengutuki anaknya, atau siapa pun itu yang telah
mencuri uangnya. Kelihatannya, dia mencurigai anaknya se-
bagai sang pelaku, sebab pada waktu dia mengutuk, dia ber-
bicara dengan lantang ke telinga anaknya itu dan dengan sege-
nap amarah dan emosi yang menggebu-gebu, sampai-sampai
kedua telinga anaknya berdenging. Lihatlah kejahatan yang
terlahir akibat cinta uang, bagaimana itu menghancurkan ke-
hormatan dan keindahan setiap ikatan hubungan. Cinta uang-
lah yang membuat Mikha begitu lancang terhadap ibunya
sampai-sampai merampoknya, hingga ibunya itu begitu geram
dan kehilangan kasih sayangnya sebagai ibu, dengan mengu-
tuki anaknya, jika betul anaknya itu yang mencuri dan
menyimpan uangnya. Kehilangan hal-hal duniawi mendorong
orang-orang saleh kepada doa-doa, namun menggiring orang-
orang jahat kepada sumpah serapah. Uang perak perempuan
ini sudah menjadi allahnya sebelum dijadikan patung pahatan
atau patung tuangan, sebab jika tidak, tentu kehilangan uang
perak itu tidak akan menjadikannya begitu murka sehingga
melupakan dan melanggar semua hukum keluhuran dan kesa-
lehan. Alangkah bodohnya orang-orang yang terpancing untuk
mengutuk seperti orang gila menembakkan panah api, panah
dan maut, sebab bisa saja mereka membakar orang-orang
yang kekasih mereka sendiri.
II. Mikha dan ibunya berdamai.
1. Sang anak sangat ketakutan dengan kutukan ibunya, sehing-
ga ia pun mengembalikan uang itu. Meskipun budi pekertinya
begitu rendah hingga ia tega mencuri uang ibunya, masih ada
sedikit budi pekerti tersisa di dalam dirinya sehingga ia tidak
berani tetap menyimpan uang itu saat ibunya melontarkan
kutukan. Ia sangsi bahwa uang ibunya akan berguna bagi
dirinya tanpa berkat dari ibunya itu, pun dia tidak berani me-
nyangkal pencurian yang telah dilakukannya, andaikata itu di-
tuduhkan kepadanya, dan tidak berani tetap menyimpan uang
itu saat itu diminta oleh pemiliknya yang sah. Yang paling
baik yaitu tidak berbuat kejahatan, namun jika itu telah
diperbuat, maka yang paling baik yaitu menghapuskannya
dengan bertobat, mengaku salah, dan mengganti kerugian aki-
batnya. Biarlah anak-anak takut terhadap doa-doa orangtua
yang menentang mereka, sebab meskipun kutukan yang
tidak berdasar tidak akan menjadi kenyataan, kutukan yang
berdasar yaitu kutukan yang layak ditakuti, meski itu di-
ucapkan dengan geram dan kejam.
2. Sang ibu sangat bersukacita dengan pertobatan anaknya se-
hingga ia menarik kutukannya dan mengubahnya menjadi doa
demi kesejahteraan anaknya: Diberkatilah kiranya anakku oleh
Tuhan. saat orang yang telah bersalah melakukan suatu ke-
jahatan dengan tulus dan tanpa paksaan mengakui perbuat-
annya, ia harus mendapat pujian sebab pertobatannya dan
bukan terus-menerus dikutuk serta dicela sebab kesalahan-
nya.
III. Mikha dan ibunya sepakat mengubah uang perak itu menjadi
allah dan menegakkan penyembahan berhala di tengah-tengah
keluarga mereka. Ini tampaknya menjadi tindakan pemberontak-
an pertama orang Israel terhadap Allah dan terhadap ibadat yang
telah ditetapkan-Nya sejak kematian Yosua serta para tua-tua
yang masih hidup sesudah nya. sebab itu kejadian ini secara khu-
sus dikisahkan di sini. Lebih lanjut, meskipun ini sejatinya yaitu
penyembahan Allah yang sejati yang dilakukan melalui perantara-
an sebuah patung, dan dengan demikian melawan perintah Allah
yang kedua, tindakan ini membuka pintu bagi penyembahan
allah-allah lain, yakni para Baal dan para Asyera, dan dengan
demikian melawan perintah Allah yang pertama dan yang utama.
Perhatikan,
1. Rekayasa sang ibu mengenai perkara ini. saat uang perak
itu kembali kepadanya, ia bertindak seakan-akan ia telah
menguduskan uang itu bagi Tuhan (ay. 3), entah pada waktu
sebelum uang itu dicuri, sehingga ia beroleh alasan mengapa
ia sungguh bersedih saat uang itu hilang dan mengapa ia
melaknatkan yang jahat kepada anaknya yang telah mengam-
bilnya, sebab uang itu yaitu barang yang dikuduskan dan,
sebab nya, dikhususkan. Atau mungkin juga pada waktu sete-
lah uang itu dicuri, ia baru mengucapkan janji itu, yakni apa-
bila ia dapat memperolehnya kembali ia akan menguduskan-
nya bagi Allah sebagai nazirnya, sebab dengan penyelengga-
raan-Nya uang itu kembali ke tangannya itu. “Mari,” sahutnya
kepada anaknya, “uang itu memang milikku, namun engkau
juga berhak atasnya. Biarlah bukan aku atau engkau yang
memilikinya, namun biarlah kita berdua sepakat membuatnya
menjadi patung untuk beribadah.” Andaikata ia betul memakai
uang itu untuk melayani dan memuliakan Allah, maka ini
tentu akan menjadi jalan tengah yang baik untuk menyelesai-
kan perkara di antara mereka berdua. Akan namun , pada ke-
nyataannya, rancangannya busuk. Mungkin perempuan tua
ini termasuk salah satu orang yang keluar dari Mesir, sehingga
ia mau membuat patung-patung menurut apa yang telah di-
lihatnya di sana. Sekarang, saat pikirannya mulai melemah,
ia mengingat-ingat kebodohan masa mudanya, dan mungkin
berkata kepada anaknya bahwa cara menyembah Allah mela-
lui perantaraan patung ini, menurut pemahamannya, sesuai
dengan agama di masa lampau.
2. Kepatuhan sang anak kepadanya. Kelihatannya, pada waktu ia
mengutarakan gagasannya untuk membuat patung, anaknya
sontak terkejut mendengarnya. Ia tahu seperti apa bunyi pe-
rintah Allah yang kedua. Sebab, saat ibunya berkata (ay. 3)
mau menyerahkan uang itu bagi anaknya untuk dibuat men-
jadi patung, ia mengembalikannya kepada ibunya sebab me-
rasa enggan untuk ikut andil membuat berhala sehingga ibu-
nya lalu memberikan uang itu kepada tukang perak untuk
membuat patung itu baginya. Mungkin juga ibunya menyalah-
kan dia sebab keberatannya itu (ay. 4). Akan namun , saat
patung-patungnya sudah jadi, Mikha, oleh bujukan ibunya,
tidak hanya bisa menerimanya dengan lapang dada, namun
sungguh senang dan jatuh hati kepada patung-patung itu. Me-
mang, penyembahan berhala dapat begitu anehnya memesona
dan begitu didukung oleh warisan dari nenek moyang mereka
(1Ptr. 1:18; Yer. 44:17). Namun perhatikan, bagaimana kesera-
kahan perempuan tua itu menang di atas kepercayaannya
yang tidak masuk akal. Ia telah membaktikan seluruh perak
yang dimilikinya untuk membuat patung pahatan dan patung
tuangan (ay. 3), yakni seribu seratus uang perak. namun dalam
pelaksanaannya, ia hanya memberi seperlimanya, yakni dua
ratus uang perak (ay. 4). Pikirnya, jumlah sebesar itu sudah
cukup, dan sebenarnya terlalu besar untuk diberikan menjadi
sebuah patung, si pengajar dusta itu. Andaikata uang sebesar
itu betul-betul diserahkan bagi kehormatan Allah, Dia pasti
tidak akan tinggal diam dengan pemberian yang hanya sebagi-
an dari jumlah seluruhnya itu, namun akan menunjukkan ke-
bencian-Nya atas penghinaan tersebut, seperti yang diperbuat-
Nya dalam perkara Ananias dan Safira. Sekarang perhatikan,
(1) Kebobrokan apa yang mulai diperbuat di sini (ay. 5). Si
Mikha ini memiliki kuil, atau, menurut Septuaginta,
rumah Allah, sebab demikianlah Mikha memandang ru-
mah itu sebagus yang ada di Silo, dan malah jauh lebih
baik, sebab ini miliknya sendiri, temuannya sendiri, dan
dapat dipakainya kapan saja semaunya. Manusia suka me-
makai agama seperti baju mereka, untuk mereka atur-atur
sesuka hati. Rumah penyimpangan, demikian terjemahan
dalam Kitab Suci bahasa Aram, sebab memang itulah ada-
nya, suatu penyimpangan dari jalan kebenaran dan pintu
masuk bagi segala tipu daya. Pemujaan berhala yaitu satu
bentuk penipuan yang dahsyat dan salah satu penyim-
pangan yang paling parah. Apa yang hendak dicapai Mikha
dengan menyembah berhala, entah memang disengaja atau
tidak, sejatinya meniru dan menyaingi firman dan ketetapan
Allah.
[1] Menyaingi firman-Nya, sebab Mikha membuat terafim,
yakni patung-patung kecil yang menjadi tempatnya ber-
tanya bilamana diperlukan, dan tempatnya memperoleh
keterangan, petunjuk, dan ramalan. Seperti halnya Urim
dan Tumim bagi para pemimpin dan orang Israel, demi-
kianlah terafim ini bagi keluarga Mikha. Namun demi-
kian, ia merasa sangsi bahwa Allah yang sejati akan
berkenan dengan terafim, atau memberi jawaban me-
laluinya, sehingga ia bergantung kepada segenap kuasa
jahat yang disembah orang-orang yang tidak mengenal
Allah untuk mengilhami terafim ini dan menjadikannya
berguna bagi dirinya. Demikianlah, sementara kehor-
matan Yahweh seakan-akan dijunjung tinggi (ay. 3), te-
tapi hukum-Nya diabaikan, orang-orang Israel ini tak
ayal lagi terjerumus ke dalam penyembahan berhala
dan pemujaan setan.
[2] Menyaingi ketetapan-Nya. Beberapa ruang atau bilik di
rumah Mikha dikhususkan menjadi kuil atau rumah
Allah. Efod, atau baju kudus, telah disediakan bagi
imamnya untuk melaksanakan tugas, meniru apa yang
dikenakan di dalam bait Allah, dan ia pun menahbiskan
salah seorang anaknya laki-laki, mungkin yang sulung,
menjadi imamnya. saat ia telah menegakkan sebuah
patung pahatan atau tuangan sebagai sesembahannya,
tidaklah mengherankan jika imam yang dipilih dan
diangkatnya sendiri juga menjadi pengelola sesembahan
itu. Di sini tidak disebutkan mengenai adanya mezbah,
korban, atau ukupan untuk menghormati patung-pa-
tung perak ini, namun , sebab Mikha telah mengangkat
imam baginya, mungkin ia pun memiliki ini semua,
kecuali kita menganggap bahwa, pada mulanya, ilah-
ilahnya itu hanya dimaksudkan sebagai tempatnya me-
minta nasihat, bukan untuk dipuja-puja, seperti halnya
terafim milik Laban. Namun demikian, awal mula pe-
nyembahan berhala, seperti halnya dosa-dosa lain, ada-
lah seperti membuka jalan air: hancurkan bendungannya,
maka banjir hebat pun menerjanglah. Di sinilah pe-
nyembahan berhala bermula, lalu menyebar seperti
kusta ganas. Dr. Lightfoot meminta kita memperhatikan
bahwa seperti halnya seribu seratus uang perak dalam
kisah ini diserahkan untuk membuat berhala, yang
lalu menghancurkan agama, khususnya di dalam
suku Dan, suku asal Simson, demikianlah seribu sera-
tus uang perak diberikan oleh tiap raja kota orang
Filistin demi kehancuran Simson.
(2) Apa penyebab kebobrokan ini (ay. 6): Tidak ada raja di
antara orang Israel, tidak ada hakim atau pemimpin besar
yang menindak keras pendirian patung-patung ini, yang
sesaat lagi akan menjadi andalan negeri ini. Tidak ada yang
memberi perintah untuk menghancurkan berhala-berhala
ini, tidak ada orang yang meluruskan Mikha dari penyim-
pangan yang telah diperbuatnya, yang mengekang dan
menghukumnya. Juga, tidak ada yang mengatasi penyakit
ini pada waktunya, sehingga penularannya bisa dicegah de-
ngan ampuh. Setiap orang berbuat apa yang benar menurut
pandangannya sendiri, lalu segeralah semua orang berbuat
apa yang jahat di mata Tuhan. Pada waktu mereka tidak
memiliki seorang raja untuk menjaga ketertiban di an-
tara mereka, rumah Allah pun diabaikan, imam-imam-Nya
ditelantarkan, dan segala sesuatu di sekeliling mereka pun
hancur berantakan. Lihatlah betapa pemerintahan merupa-
kan kemurahan Allah, sehingga tidak hanya permohonan
dan doa syafaat, ucapan syukur pun harus dinaikkan
untuk raja-raja dan untuk semua pembesar (1Tim. 2:1-2). Di
bawah Allah, tidak ada lain yang lebih mendukung jalan-
nya agama di dunia ini selain terlaksananya dua lembaga
mulia berikut ini dengan baik, yakni pemerintahan atau
hakim dan penggembalaan.
Mikha dan Ilah-ilahnya
(17:7-13)
7 Maka ada seorang muda dari Betlehem-Yehuda, dari kaum Yehuda; ia
seorang Lewi dan tinggal di sana sebagai pendatang. 8 Lalu orang itu keluar
dari kota Betlehem-Yehuda untuk menetap sebagai pendatang di mana saja
ia mendapat tempat; dan dalam perjalanannya itu sampailah ia ke pegunung-
an Efraim di rumah Mikha. 9 Bertanyalah Mikha kepadanya: “Engkau dari
mana?” Jawabnya kepadanya: “Aku orang Lewi dari Betlehem-Yehuda, dan
aku pergi untuk menetap sebagai pendatang di mana saja aku mendapat
tempat.” 10 Lalu kata Mikha kepadanya: “Tinggallah padaku dan jadilah
bapak dan imam bagiku; maka setiap tahun aku akan memberikan kepada-
mu sepuluh uang perak, sepasang pakaian serta makananmu.” 11 Orang Lewi
itu setuju untuk tinggal padanya. Maka orang muda itu menjadi seperti salah
seorang anaknya sendiri. 12 Mikha mentahbiskan orang Lewi itu; orang muda
itu menjadi imamnya dan diam di rumah Mikha. 13 Lalu kata Mikha: “Seka-
rang tahulah aku, bahwa TUHAN akan berbuat baik kepadaku, sebab ada
seorang Lewi menjadi imamku.”
Dalam perikop ini dikisahkan mengenai Mikha yang memperlengkapi
dirinya dengan seorang Lewi sebagai imamnya, mungkin sebab ia
berpikir bahwa anaknya sendiri, yang yaitu pewaris kekayaannya,
terlalu bagus untuk menjabat sebagai imam, atau malah, sebab ia
tidak berasal dari suku kepunyaan Allah sendiri, terlalu hina untuk
jabatan itu. Perhatikan,
I. Apa yang membawa orang Lewi ini kepada Mikha. Dari pihak
ibunya, ia termasuk kaum Yehuda, sehingga ia hidup di Betlehem
di tengah-tengah kerabat ibunya sebab kota itu bukan termasuk
kota orang Lewi, atau, menurut beberapa alasan lain, ia menetap
di sana sebagai seorang asing atau pendatang (ay. 7). Dari sana,
ia pergi untuk menetap sebagai pendatang di mana saja ia
mendapat tempat, dan dalam perjalanannya itu ia tiba di rumah
Mikha di pegunungan Efraim (ay. 8). Sekarang,
1. Beberapa orang berpendapat bahwa kesengsaraanlah yang
membuat orang itu harus pindah dari Betlehem, mungkin
sebab ia ditindas dan dianiaya, atau malah ditelantarkan dan
dibiarkan kelaparan. Allah telah menyediakan kelimpahan
bagi orang Lewi, namun orang Israel menahan apa yang menjadi
hak orang Lewi dan tidak membantu mereka mendiami kota-
kota yang telah diberikan bagi mereka. Hal ini menyebabkan
orang Lewi pun merosot taraf hidupnya menjadi kumpulan
orang sengsara, dan tidak ada yang peduli untuk memulihkan
mereka. Perbuatan Israel meninggalkan Allah dimulai dengan
menelantarkan orang Lewi, dan mereka sebelumnya sudah di-
peringatkan mengenai hal ini (Ul. 12:19). saat para gembala
jemaat yang saleh ditelantarkan dan kesulitan bertahan hidup,
itu pertanda bahwa agama akan segera punah. Akan namun ,
2. Tampaknya kesengsaraan orang itu terjadi akibat kesalahan
dan kebodohannya sendiri, sebab ia suka berkelana, mening-
galkan tempatnya, sehingga kehilangan hormat dari kawan-
kawannya. Dan, sebab pikirannya liar, ia lalu mengembara
untuk mencari peruntungannya, seperti apa yang biasa kita
katakan. Kita tidak dapat menilai bahwa keadaan pada waktu
itu sudah sedemikian buruk di tengah mereka sampai pada
titik seorang Lewi dapat menjadi sedemikian miskin, kecuali
bahwa itu sebab kesalahannya sendiri. Seperti halnya orang,
yang ingin memperbaiki keadaannya namun tidak mampu,
layak dikasihi, demikianlah orang, yang yang mampu memper-
baiki keadaannya namun tidak mau, layak dihukum. Menurut
saya, ketidakmampuan untuk tinggal di satu tempat lahir dari
kegelisahan yang berlangsung terus-menerus, sehingga sung-
guh aneh jika seorang Israel, khususnya seorang Lewi,
memperlihatkan sifat seperti itu.
II. Apa tawaran Mikha kepada orang itu. Andaikata Mikha tidak cu-
kup puas dengan anaknya sebagai imamnya, dia tentu sudah
pergi sendiri atau mengirim utusan untuk memohonkan baginya
seorang Lewi, namun kini ia hanya menadah seorang Lewi yang
begitu saja jatuh ke dalam tangannya, dan ini menunjukkan bah-
wa ia tidak berusaha sungguh-sungguh dalam perkara tersebut.
Mungkin si orang Lewi yang mengembara ini telah mendengar di
negeri itu tentang kuil, patung pahatan dan patung tuangan di
rumah Mikha, sehingga jika ia betul memiliki roh seorang Lewi
di dalam dirinya, maka itu membawanya ke sana untuk menge-
cam Mikha atas penyembahan berhala yang diperbuatnya. Mung-
kin ia hendak menyampaikan kepada Mikha, bahwa tindakannya
itu sungguh bertentangan dengan hukum Allah dan itu akan
mendatangkan penghakiman Allah ke atasnya. Akan namun , alih-
alih berbuat seperti ini, bagaikan dahan yang hina dan berbau
busuk dari suku Lewi, ia pun pergi ke sana untuk menawarkan
jasanya dengan berkata, Adakah pekerjaan padamu untuk seorang
Lewi? sebab aku ini seorang pengangguran dan pergi untuk
menetap sebagai pendatang di mana saja aku mendapat tempat.
Apa yang ia tuju hanyalah untuk mencari makan, bukan untuk
melakukan kebaikan (ay. 9). Mikha lalu mengajaknya bergabung
ke dalam keluarganya (ay. 10) dan menjanjikan kepadanya,
1. Kedudukan yang layak: Jadilah bapak dan imam bagiku. Meski
masih muda dan baru saja dijumpai di depan pintu rumah
Mikha, namun jika Mikha mengambil orang itu sebagai imam-
nya, maka Mikha pun akan menghormatinya sebagai bapak-
nya dan sama sekali tidak akan ditempatkannya di antara
hamba-hambanya. Mikha tidak menanyakan latar belakang-
nya, tidak mengambil waktu untuk mencari tahu bagaimana
tindak-tanduknya di tempat kediamannya yang terakhir. Ia
tidak mempertimbangkan bahwa, meskipun ia seorang Lewi,
mengapa tabiatnya bisa sedemikan buruk sehingga menda-
tangkan aib dan pergunjingan bagi keluarganya. Mikha malah
berpikir bahwa, meskipun ia mungkin orang yang sangat nista,
ia bisa dimanfaatkannya sebagai imam bagi patung pahatan mi-
liknya, seperti halnya imam-imam Yerobeam yang berasal dari
kalangan rakyat yang paling rendah (1Raj. 12:31, KJV). Tidak
heran jika orang-orang yang dapat menjadikan apa pun
sebagai allah, dapat menjadikan apa pun juga sebagai imam.
2. Penghidupan yang layak. Mikha akan memberinya makanan,
minuman, dan sepasang pakaian, demikian ditafsirkan. Yakni
pakaian yang lebih bagus dan lebih sederhana, yang satu
untuk dikenakan sehari-hari dan yang satu lagi untuk dikena-
kan pada hari-hari kudus, serta sepuluh uang perak, besarnya
kira-kira sama dengan pengeluaran satu tahun. Ini menjadi
pendapatan yang sungguh kecil bila dibandingkan dengan apa
yang telah Allah sediakan bagi orang-orang Lewi yang berbuat
saleh. Akan namun , orang-orang yang melalaikan tugas pela-
yanan bagi Allah tidak akan pernah dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka dan tidak akan pernah mendapatkan
tuan yang lebih baik. Meski penggembalaan yaitu panggilan
yang terbaik, namun di mata dunia, itu yaitu mata pen-
caharian yang terburuk.
III. Berdiamnya orang Lewi itu bersama Mikha (ay. 11). Ia setuju
untuk tinggal padanya. Meski pekerjaannya tidak masuk akal dan
pendapatannya memalukan, ia tidak menolak keduanya dan
merasa bahagia sebab sudah menemukan rumah yang sangat
baik. Mikha, yang berpikir bahwa dirinya lebih suci daripada
semua tetangganya, lalu menahbiskan orang Lewi ini (ay.
12). Seakan-akan perbuatan Mikha yang membangun, memper-
lengkapi, dan mengisi bilik penyembahan ini dengan segala ma-
cam barang, memberinya wewenang tidak hanya untuk menunjuk
orang yang harus menjabat di sana, namun juga untuk memberi
perintah atas orang itu, padahal dia tidak berhak melakukannya,
dan orang itu juga tidak berhak menerimanya. Dan sekarang,
orang itu menunjukkan kepada Mikha hormat sebagai seorang
bapak dan kelembutan sebagai salah seorang anak, dan berkenan
mengganjar Mikha seturut dengan besarnya uang yang telah
diberikan kepadanya.
IV. Kepuasan Mikha dalam perkara ini (ay. 13): Sekarang tahulah
aku, bahwa Tuhan akan berbuat baik kepadaku sebab ada
seorang Lewi menjadi imamku. Artinya, ia berharap bahwa bilik
penyembahannya akan beroleh ketenaran di antara tetangga-
tetangganya, dan ini akan mendatangkan untung baginya sebab
ia akan meraup laba dari mezbahnya. Atau, ia mungkin berharap
bahwa Allah akan memperkenankan dan memberkatinya di dalam
segala sesuatu yang dikerjakannya.
1. Mikha berpikir bahwa Allah, sebagai pertanda perkenanan-Nya
atas dirinya dan patung-patung miliknya, telah mengutus se-
orang Lewi ke depan pintu rumahnya. Demikianlah orang yang
menyenangkan diri sendiri dengan angan-angan mereka. Apa-
bila rancangan Allah tanpa diduga-duga mendatangkan apa
yang dapat mereka pakai untuk terus berbuat jahat, cenderung
mengambil kesimpulan dari hal itu bahwa Allah berkenan ke-
pada mereka.
2. Mikha berpikir bahwa kini penyimpangan terkait keimaman-
nya telah dibenarkan semuanya, meski ia masih tetap me-
nyimpan patung pahatan dan patung tuangan. Catat, banyak
orang menipu diri sendiri dengan mengganggap bahwa keada-
an mereka sudah cukup saleh meskipun pembaharuan diri
mereka belum tuntas. Mereka menilai bahwa mereka sudah
betul-betul saleh seperti yang seharusnya, sebab di dalam
satu hal tertentu, mereka tidaklah seburuk seperti sebelum-
nya, seakan-akan dengan memperbaiki satu kesalahan, itu
akan menutupi perbuatan mereka dan menebus kesalahannya
di dalam hal lain.
3. Mikha berpikir bahwa tindakan mengangkat seorang Lewi
menjadi imam merupakan perbuatan sangat mulia, yang se-
sungguhnya merupakan satu tindakan lancang dengan mela-
kukan apa yang bukan berada dalam kuasanya, dan ini sangat
memancing kemarahan Allah. Sikap manusia yang angkuh,
picik, dan suka memegahkan diri sendiri, akan menggiringnya
untuk melakukan, bukan hanya membenarkan, namun juga
memuliakan dan menguduskan, kelancangan dan pelanggaran
yang paling nista atas hak-hak istimewa Allah. Mikha sebenar-
nya punya banyak alasan untuk berkata demikian, “Sekarang
takutlah aku, bahwa Allah akan mengutukiku, sebab aku
telah melacurkan salah satu dari suku kepunyaan-Nya sendiri,
dan menjerumuskannya ke dalam penyembahan patung pahat-
an.” Akan namun kebalikan dari itu, dalam perkara ini, Mikha
tetap berharap bahwa Allah akan berbuat baik kepadanya.
4. Mikha berpikir bahwa dengan adanya seorang Lewi di rumah-
nya, dia tentu akan memperoleh perkenanan Allah. Hati yang
menyukai kedagingan cenderung terlalu peduli kepada keun-
tungan-keuntungan duniawi, dan cenderung terlalu mudah
menyimpulkan bahwa Allah tentu akan berbuat baik kepada
mereka sebab mereka terlahir dari orang tua yang beriman,
berdiam di tengah keluarga yang giat berdoa, hidup dengan
masyarakat yang sangat saleh, dan berdiam di bawah naung-
an hamba-hamba Allah yang giat. Semuanya ini sebenarnya
Kitab Hakim-hakim 17:7-13
serupa dengan mengangkat seorang Lewi menjadi imam ke-
luarga Mikha, yang sama sekali tidak memberi jaminan bahwa
Allah akan berbuat baik kepada mereka, kecuali mereka sen-
diri menjadi saleh dan mempergunakan segala keuntungan ini
untuk kebaikan.
PASAL 18
i dalam pasal sebelumnya, kita telah membaca mengenai bagai-
mana penyembahan berhala menyusup ke tengah-tengah ke-
luarga Mikha, dan di dalam pasal ini, kita menjumpai bagaimana
penyembahan berhala lalu menyebar ke dalam suku Dan, dan
bagaimana penyembahan itu beroleh kediaman di sebuah kota yang
ternama. Betapa nyala api yang kecil dapat menyulut suatu perkara
yang begitu besar! Suku Dan memperoleh bagian undi milik pusaka
yang paling terakhir dari semua suku, dan sebab bagian itu tampak-
nya terlalu sempit bagi mereka, sebuah kota ternama di bagian paling
ujung di utara Kanaan pun ditambahkan ke dalam milik mereka.
“Biarlah mereka mendapatkannya dan merebutnya.” Nama kota itu
ialah Lais atau Lesem (Yos. 19:47). Sekarang, kepada kita dikisahkan,
I. Bagaimana kaum Dan mengutus sejumlah pengintai untuk
membawa berita mengenai keadaan tempat itu, yang kemu-
dian di dalam perjalanan berjumpa dengan imam yang beker-
ja pada Mikha (ay. 1-6).
II. Betapa menggembirakannya berita yang dibawa kembali oleh
para pengintai itu (ay. 7-10).
III. Seperti apakah pasukan yang diutus untuk menaklukkan
Lais (ay. 11-13).
IV. Bagaimana mereka, di dalam perjalanan mereka, merampas
allah-allah kepunyaan Mikha (ay. 14-26).
V. Bagaimana mudahnya mereka menaklukkan Lais (ay. 27-29),
dan, sesudah merebut kota itu, menempatkan patung pahatan
di sana (ay. 30-31).
Perjalanan Kaum Dan
(18:1-6)
1 Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel dan pada zaman itu
suku Dan sedang mencari milik pusaka untuk menetap, sebab sampai hari
itu mereka belum juga mendapat bagian milik pusaka di tengah-tengah
suku-suku Israel. 2 Sebab itu bani Dan menyuruh dari kaumnya lima orang
dari seluruh jumlah mereka, semuanya orang-orang yang gagah perkasa,
yang berasal dari Zora dan Esytaol, untuk mengintai negeri itu dan menyeli-
dikinya, serta berkata kepada mereka: “Pergilah menyelidiki negeri itu.” Keti-
ka orang-orang itu sampai ke pegunungan Efraim di rumah Mikha, berma-
lamlah mereka di sana. 3 saat mereka ada dekat rumah Mikha itu, dikenal
merekalah logat orang muda suku Lewi itu, lalu singgahlah mereka ke sana
dan berkata kepadanya: “Siapakah yang membawa engkau ke mari? Apakah
pekerjaanmu dan urusanmu di sini?” 4 Katanya kepada mereka: “Begini be-
gitulah dilakukan Mikha kepadaku; ia menggaji aku dan aku menjadi imam-
nya.” 5 Kata mereka kepadanya: “Tanyakanlah kiranya kepada Allah,supaya
kami ketahui apakah perjalanan yang kami tempuh ini akan berhasil.” 6 Kata
imam itu kepada mereka: “Pergilah dengan selamat! Perjalanan yang kamu
tempuh itu dipandang baik oleh TUHAN.”
Inilah,
1. Hasrat yang dimiliki sekelompok orang Dan ini atas kota Lais,
bukan seluruh orang Dan, melainkan salah satu dari kaumnya, di
mana kota Lais, di dalam pembagian Kanaan, termasuk ke dalam
milik pusakanya. Sampai saat ini, kaum Dan ini telah bepergian
bersama saudara-saudara mereka yang telah mendiami milik
pusakanya masing-masing yang terletak di antara Yehuda dan
kota-kota orang Filistin. Mereka ini yaitu orang-orang yang
menolak untuk pergi mendiami kota kepunyaan mereka, sebab
tidak ada raja di antara orang Israel yang memerintah atas mere-
ka (ay. 1). Kota kepunyaan mereka itu sangat jauh letaknya, ter-
pisah dari suku-suku lain, dan semua kotanya berada di tangan
musuh, sehingga mereka lebih memilih untuk menumpang pada
saudara-saudara mereka daripada harus pergi jauh untuk men-
dapatkan tempat kediaman bagi mereka sendiri. Akan namun , pada
akhirnya, kebutuhan memaksa mereka untuk bangkit sendiri,
dan mereka mulai merindukan adanya milik pusaka untuk di-
diami. Lebih baik punya sedikit, namun milik sendiri, daripada
selalu bergantung kepada orang lain.
2. Penyelidikan yang dilakukan kaum Dan ini seputar Lais: Mereka
mengutus lima orang untuk mengintai negeri itu (ay. 2),supaya
mereka memahami seluk-beluk negeri itu. Apakah milik pusaka
itu layak diperjuangkan, dan perilaku penduduknya, apakah me-
reka dapat ditaklukkan, pasukan seperti apa yang dibutuhkan
Kitab Hakim-hakim 18:1-6
untuk menaklukkan mereka, dan apa cara yang terbaik untuk
menyerang mereka. Orang-orang yang diutus ini semuanya gagah
perkasa, tahu bagaimana menatap bahaya dengan kepala tegak
jika sampai jatuh ke tangan musuh. Alangkah bijaksananya
bagi kita untuk berhati-hati sebelum melangkah. Dan dikenal mem-
punyai sifat licin bagai ular di jalan (Kej. 49:17) serta pemberani
bagai anak singa yang melompat keluar dari Basan (Ul. 33:22).
3. Perkenalan para pengintai itu dengan imam yang bekerja pada
Mikha, dan bagaimana mereka memanfaatkan perkenalan terse-
but. Tampaknya, mereka sudah mengenal orang Lewi ini sebelum-
nya, yang mungkin di tengah pengembaraannya sempat tinggal
beberapa saat di negeri mereka, sehingga meski penampakannya
mungkin berubah, mereka mengenalinya melalui logat bicaranya
(ay. 3). Mereka terkejut saat menemukannya terdampar begitu
jauh, lalu menanyakan apa yang membawanya datang kemari.
lalu ia berkata kepada mereka (ay. 4) apa yang dikerjakan-
nya di tempat itu, dan betapa perkataannya ini menyenangkan
hati mereka. sesudah memahami bahwa orang Lewi itu memiliki
tempat meminta petunjuk di bawah pengawasannya, mereka
menghendakisupaya orang itu mengatakan kepada mereka, apa-
kah mereka akan berhasil di dalam usaha mereka kali ini (ay. 5).
Lihatlah ketidakpedulian dan ketidakhormatan mereka kepada
Allah dan penyelenggaraan-Nya, bahwa mereka sama sekali tidak
akan bertanya kepada Tuhan andaikata orang Lewi ini, yang me-
nyebutkan tentang terafim yang dimilikinya, tidak menaruh
gagasan ini di dalam kepala mereka. Banyak orang tidak terpikir
tentang agama sampai itu dijumpai di tengah jalan dan mereka
tidak dapat mengelak daripadanya, layaknya pembeli yang se-
konyong-konyong datang. Lihatlah ketidakacuhan mereka terha-
dap hukum Allah, bahwa mereka memandang Allah, yang telah
melarang penggunaan patung pahatan untuk ibadah, akan tetap
memperbolehkan mereka untuk bertanya kepada sebuah patung
dan memberi mereka jawaban damai sejahtera melaluinya. Apa-
kah Ia mau mereka meminta petunjuk dari pada-Nya? (Yeh. 14:3).
Mereka tampaknya lebih menghormati terafim kepunyaan Mikha
daripada urim kepunyaan Allah, sebab mereka telah berjalan
melewati Silo. Namun, seperti yang jelas terlihat, mereka tidak
bertanya kepada imam besar Allah di sana, namun malah memilih
orang Lewi jembel yang bekerja pada Mikha ini untuk menanya-
kan petunjuk Allah bagi mereka. Orang Lewi ini pun lekas me-
nanyakan kepada terafim yang ada padanya menurut cara yang
biasa diperbuatnya. Dan, entah ia sendiri mempercayainya atau
tidak, ia memainkan perannya begitu baik dan membuat mereka
semua percaya bahwa ia mendapat jawaban dari Allah, yang
menguatkan mereka untuk melanjutkan perjalanan dan memberi
mereka jaminan keberhasilan (ay. 6): “Pergilah dengan selamat,
engkau akan aman tenteram, dan perjalananmu akan mudah,
sebab di depan Tuhanlah semua jalanmu (KJV),” artinya, “Dia ber-
kenan atas perjalananmu itu” (sebab Tuhan dikatakan mengenal
jalan orang benar dengan berkenan atasnya). “sebab itu, Dia
akan menjadikan perjalananmu berhasil, mata-Nya akan dituju-
kan-Nya kepadamu demi kebaikanmu, Dia akan menunjukkan
jalanmu, dan menjaga keluar masukmu.” Catatlah, yang harus
menjadi perhatian kita yang utama yaitu bahwa jalan-jalan kita
diperkenan oleh Allah, sebab jika memang demikian adanya,
maka kita dapat pergi dengan selamat. sebab Allahlah yang me-
melihara kita, maka marilah kita menyerahkan kekhawatiran kita
kepada-Nya, dan merasa puas bahwa kita tidak akan pernah
tersesat jika Dia berjalan di depan kita.
Perjalanan Kaum Dan
(18:7-13)
7 Sesudah itu pergilah kelima orang itu, lalu sampailah mereka ke Lais.
Dilihat merekalah, bahwa rakyat yang diam di sana hidup dengan tenteram,
menurut adat orang Sidon, aman dan tenteram. Orang-orang itu tidak keku-
rangan apapun yang ada di muka bumi, malah kaya harta. Mereka tinggal
jauh dari orang Sidon dan tidak bergaul dengan siapapun juga. 8 sesudah
mereka kembali kepada saudara-saudara sesukunya di Zora dan Esytaol,
berkatalah saudara-saudara sesukunya kepada mereka: “Apakah yang kamu
dapati di sana?” 9 Jawab mereka: “Bersiaplah, marilah kita maju menyerang
mereka, sebab kami telah melihat negeri itu, dan memang sangat baik.
Masakan kamu tinggal diam! Janganlah bermalas-malas untuk pergi mema-
suki dan menduduki negeri itu. 10 jika kamu memasukinya kamu men-
dapati rakyat yang hidup dengan tenteram, dan negeri itu luas ke sebelah kiri
dan ke sebelah kanan. Sesungguhnya, Allah telah menyerahkannya ke dalam
tanganmu; itulah tempat yang tidak kekurangan apapun yang ada di muka
bumi.” 11 Lalu berangkatlah dari sana, dari Zora dan Esytaol, enam ratus
orang dari kaum suku Dan, diperlengkapi dengan senjata. 12 Mereka maju,
lalu berkemah di Kiryat-Yearim di Yehuda. Itulah sebabnya tempat itu dise-
but Mahane-Dan sampai sekarang; letaknya di sebelah barat Kiryat-Yearim.
13 Dari sana mereka bergerak terus ke pegunungan Efraim dan sampai di
rumah Mikha.
Kitab Hakim-hakim 18:7-13
Inilah,
I. Penyelidikan yang dilakukan para pengintai Dan atas kota Lais
serta atas perilaku penduduknya (ay. 7). Tidak pernah ada tempat
yang pemerintahan dan penjagaannya begitu buruk seperti kota
Lais ini, yang menjadikannya mangsa yang sangat empuk bagi
penyerangnya.
1. Pemerintahannya sangat buruk, sebab setiap orang bisa ber-
buat buruk semau mereka. Tidak ada pemimpin, tidak ada pe-
waris ketertiban, demikianlah arti kata itu, yang dapat memper-
malukan mereka dalam segala hal, apalagi menghukum mereka
mati. sebab itulah, dengan kebejatan yang paling menjijikkan
mereka memancing amarah Allah, dan dengan segala macam
kejahatan yang diperbuat bersama-sama, mereka saling mele-
mahkan dan merusak satu sama lain. Amatilah di sini,
(1) Apa yang menjadi tugas para pemimpin. Mereka yaitu
para pewaris pengekangan, artinya, mereka harus menjaga
keberlangsungan kuasa secara terus-menerus, sebagai
para pewaris milik pusaka, di tempat di mana mereka ber-
ada, demi mencegah segala kejahatan. Mereka yaitu
pemilik pengekangan, yang diberi wewenang demi tujuan
ini,supaya mereka dapat mengatasi dan menekan segala
kekejian dan menakutkan orang yang berbuat jahat. Meski-
pun hanya kasih karunia Allah saja yang dapat memper-
baharui pikiran manusia yang sudah rusak dan membuat
hati mereka berbalik, namun kuasa yang ada di tangan
para pemimpin ini dapat mengekang perbuatan buruk dan
membelenggu tangan mereka, sehingga kejahatan orang
fasik tidak sampai terlalu merusak atau menjalar seperti
sebelumnya. Meskipun pedang keadilan tidak dapat memo-
tong akar kepahitan, ia dapat memotong cabang-cabangnya
dan memperlambat pertumbuhan serta penyebarannya, su-
paya perbuatan jahat tidak merajalela tanpa ada yang
menghalangi. Sebab, jika itu yang terjadi, maka per-
buatan jahat pun menjadi semakin berani dan berbahaya,
dan masyarakat turut menanggung kesalahannya.
(2) Lihatlah cara apa yang harus dipergunakan untuk menge-
kang kejahatan. Orang yang berbuat dosa harus dibuat
merasa malu,supaya mereka yang tidak mau dikekang
oleh rasa malu oleh dosa di hadapan Allah dan hati nurani
mereka sendiri, dapat dikekang oleh rasa malu oleh hu-
kuman atas dosa itu di hadapan manusia. Segala cara
harus ditempuh untuk melenyapkan dosa dari pandangan
dan menutupinya dengan rasa hina, dan untuk membuat
orang merasa malu akan kemalasan, kemabukan, kecu-
rangan, kebohongan, dan dosa lain yang mereka perbuat,
dengan selalu memandang tinggi terhadap kebajikan.
(3) Lihatlah betapa menyedihkan dan nyaris binasanya tem-
pat-tempat yang tidak memiliki pemimpin atau orang
yang menyandang pedang untuk tujuan apa pun. Di sana-
lah orang-orang fasik berjalan ke mana-mana (Mzm. 12:9).
Betapa bersukacitanya kita berada di bawah hukum dan
pemerintahan yang baik.
2. Penjagaannya begitu buruk. Penduduk Lais tinggal dengan
ceroboh, tenang, dan tenteram, gerbang-gerbangnya dibiarkan
terbuka, tembok-temboknya tidak dipugar, sebab merasa
sama sekali tidak ada bahaya, meski kejahatan mereka begitu
besar sehingga mereka punya alasan untuk merasa takut
setiap hari terhadap pembalasan yang datangnya dari Allah.
Ini merupakan tanda bahwa orang Israel, melalui sifat malas
dan pengecut, sekarang tidak sebegitu menakutkannya bagi
orang Kanaan seperti pada waktu pertama kali hadir di
tengah-tengah mereka, sebab jika tidak demikian, tentu kota
Lais, yang mungkin memahami bahwa dirinya akan diserah-
kan sebagai salah satu milik pusaka kepada orang Israel, tidak
akan bersikap sedemikian tenteramnya. Meskipun kota ini ter-
letak di tempat terbuka dan berada di daratan, mereka hidup
dengan tenteram, menurut adat orang Sidon, yang kotanya di-
kelilingi oleh lautan dan memiliki pertahanan yang baik, baik
itu buatan manusia maupun alam. namun mereka tinggal jauh
dari orang Sidon, dan oleh sebab nya, orang Sidon ini pun
tidak dapat datang menolong atau membantu mereka ber-
tahan dari bahaya, yang sebenarnya mereka undang sendiri
sebab perilaku mereka yang rusak. Lebih lanjut, yang ter-
akhir, mereka tidak bergaul dengan siapapun juga. Ini memper-
lihatkan entah kemalasan mereka sebab mereka tidak ikut
serta dalam perdagangan, sehingga menjadi malas, terlampau
Kitab Hakim-hakim 18:7-13
merasa nyaman, dan sama sekali tidak mampu membela diri,
atau merasa diri sudah mandiri. Mereka tidak sudi berada di
bawah atau bersekutu dengan bangsa mana pun di sekitar
mereka, sehingga tidak ada yang melindungi atau memberi
bantuan kepada mereka. Mereka tidak peduli terhadap se-
orang pun, sehingga tidak ada seorang pun peduli terhadap
mereka. Demikianlah orang-orang Lais itu.
II. Dukungan para pengintai Dan itu kepada orang-orang sesuku
mereka yang mengutus mereka ke kota itu (ay. 8-10). Kaum Dan
ini mungkin sebelumnya memiliki satu keyakinan bahwa kota
itu mustahil dapat ditaklukkan, bahwa tidaklah mungkin men-
jadikan diri mereka tuan atas Lais. sebab itu sudah sekian lama
mereka enggan menduduki kota itu, dan bahkan mereka mungkin
saling menguatkan ketidakpercayaan mereka satu sama lain,
bahwa kota itu tidaklah selayak itu sampai mereka harus berjalan
begitu jauh dan menempuh bahaya begitu besar. Segenap pokok
penting tersebut ditekankan secara khusus oleh para pengintai ini
di dalam laporan mereka dan dalam perkara ini, mereka bukan
pengintai yang jahat.
1. Mereka menjelaskan bahwa kota itu sungguh menggiurkan:
“jika engkau berkenan mempercayai penilaian kami, kami
telah melihat negeri itu, dan kami sepakat di dalam penilaian
kami atas apa yang telah kami saksikan. Lihatlah, itu memang
sangat baik (ay. 9), lebih baik daripada negeri yang berbukit-
bukit ini, yang ke dalamnya kita dibuat hidup bersesak-sesak-
kan oleh bangsa Filistin. Tidak perlu ragu, engkau pasti akan
hidup dengan nyaman di sana, sebab itulah tempat yang
tidak kekurangan apapun (ay. 10).” Lihatlah betapa baiknya
negeri Kanaan itu, bahwa kota ini, yang terletak paling jauh
dari semua kota di sebelah utara, di bagian terujung negeri
itu, berdiri di tempat yang sangat subur.
2. Mereka menjelaskan bahwa kota itu dapat direbut. Mereka
sama sekali tidak ragu, dengan berkat Allah, mereka akan se-
gera mendudukinya, sebab rakyatnya hidup dengan tenteram
(ay. 10). Sesuatu yang semakin tenteram selalu semakin tidak
aman. “Allah telah menyerahkannya ke dalam tanganmu, dan
engkau dapat merebutnya.” Para pengintai itu menggerakkan
orang-orang sesukunya untuk bangkit dan berjuang: “Bersiap-
lah, marilah kita maju menyerang mereka, marilah kita segera
menyerbunya dengan sungguh-sungguh.” Para pengintai itu
gemas melihat orang-orang sesuku mereka berlambat-lambat,
dan menegur mereka atas kelambanan mereka itu: Masakan
kamu tinggal diam? Janganlah bermalas-malas untuk mema-
sukinya. Demikianlah manusia perlu digerakkan untuk ber-
juang bahkan demi kepentingan mereka sendiri. Sorga me-
mang negeri yang sangat baik, tempat yang tidak kekurangan
apapun. Allah kita, dengan janji-Nya, telah menyerahkannya
ke dalam tangan kita. Oleh sebab itu, marilah kita tidak ber-
malas-malas untuk memastikan janji itu tergenapi, dan rebut-
lah hidup yang kekal, berjuanglah untuk masuk.
III. Peperangan bani Dan melawan Lais. Kaum dari suku Dan in