g tahu nilainya. Nubuat itu berharga, sebab apa yang dinyata-
kannya sepertinya bersifat pribadi: Penglihatan-penglihatan pun
tidak sering, yaitu, tidak ada seorang pun yang diketahui telah
mendapat penglihatan. Mungkin keasusilaan dan kenajisan yang
ada di dalam rumah TUHAN, yang tidak diragukan merusak selu-
ruh bangsa itu, telah menimbulkan murka Allah, sebagai suatu
tanda dari ketidaksenangan-Nya, sehingga Ia menarik Roh nu-
buatan. Hal ini berlangsung hingga Ia mengeluarkan ketetapan
untuk membangkitkan seorang imam yang lebih setia, dan seba-
gai tanda untuk ini, maka nabi yang setia ini pun dibangkitkan-
Nya.
Cara penyataan diri Allah kepada Samuel di sini diceritakan
sangat khusus, sebab kejadian ini tidaklah umum.
I. Pada hari itu Eli sudah beristirahat di tempat tidurnya. Samuel
juga sudah pergi tidur, dan orang-orang lain yang melayani di
tempat kudus juga telah pergi, dapat kita duga, ke tempat mereka
masing-masing (ay. 2): Eli sedang berbaring di tempat tidurnya. Ia
pergi tidur lebih awal, merasa tidak enak badan untuk urusan
pelayanan dan cepat merasa lelah, dan mungkin juga sebab ter-
lalu menyukai kenyamanannya. Mungkin dia terlalu banyak ting-
gal di kamar, sehingga memberi putra-putranya kebebasan yang
lebih luas. Dan dia ingin beristirahat lebih cepat sebab matanya
mulai rabun, suatu kemalangan yang mendatanginya secara adil
sebab menutup mata terhadap kesalahan putra-putranya.
II. Samuel telah berbaring tidur, di suatu ruang dekat kamar Eli,
sebuah ruangan bagi seorang bujang, supaya siap kalau-kalau
dipanggil si orang tua saat memerlukan sesuatu di malam hari,
seperti mungkin untuk menolong membaca baginya kalau ia tidak
dapat segera tidur. Ia memilih Samuel untuk tugas ini daripada
orang lain dari keluarganya sendiri, oleh sebab ia mengamati ada
sikap cekatan pada diri Samuel. saat anak-anaknya sendiri
yaitu suatu kesedihan baginya, pelayan kecilnya yaitu kegem-
biraannya. Kiranya para orangtua yang menderita sebab anak-
anaknya, bersyukur kepada Allah jika mereka punya seseorang
yang dapat menghibur. Lampu rumah Allah belum lagi padam.
Samuel telah tidur (ay. 3). Sepertinya dia berbaring di suatu tem-
pat begitu dekat dengan tempat kudus sehingga ia tidur dengan
menggunakan terang lampu di sana, sebelum lampu-lampu lain
di beberapa kaki dian padam, sebab lampu utama tidaklah per-
nah padam, mungkin menjelang tengah malam. Sebelum waktu
itulah Samuel telah mengerjakan beberapa kebiasaan yang baik,
seperti membaca dan berdoa, atau mungkin membersihkan dan
menyiapkan ruangan tempat kudus. Barulah dia pergi tidur.
Barulah kita dapat mengharapkan lawatan Allah yang rahmani
saat kita bertekun dan rajin di dalam tugas pelayanan kita.
III. Allah memanggil Samuel dengan namanya, namun sangka Samuel,
Eli yang memanggilnya, sehingga ia berlari menemui Eli (ay. 4-5).
Samuel tetap bangun di ranjangnya, pikirannya, tak diragukan,
terjaga dengan baik (seperti mazmur Daud, Mzm. 63:7), saat
TUHAN memanggilnya. Menurut Uskup Patrick, panggilan terse-
but berasal dari ruang maha kudus, dan sebab itu terjemahan
Alkitab bahasa Aram menulis, Sebuah suara terdengar keluar dari
bait TUHAN. namun Eli, kendati sepertinya dia berbaring di dekat
situ, tidak mendengar suara itu. Namun, kemungkinan suara
ini juga muncul dengan cara lain. Di sini kita memiliki
sebuah contoh,
1. Tentang kerajinan Samuel dan kesiapannya untuk melayani
Eli. Ia mengira imam Eli yang memanggilnya, sehingga berge-
gas beranjak dari ranjangnya yang hangat dan berlari kepada
Eli, untuk melihat apakah dia menginginkan sesuatu, dan
mungkin khawatir dia sakit. “Ini aku,” katanya, yang merupa-
kan teladan yang baik bagi para pelayan untuk segera datang
saat mereka dipanggil. Bagi orang muda, tidak hanya untuk
taat kepada yang lebih tua, namun juga untuk bersikap hati-
hati dan lembut terhadap mereka.
2. Tentang kekurangannya dan ketidaktahuannya tentang peng-
lihatan-penglihatan dari Yang Mahakuasa, sehingga dia meng-
anggapnya sebagai satu-satunya panggilan dari Eli, padahal
sebenarnya panggilan dari Allah. Kesalahan-kesalahan seperti
ini sering kita tanpa kita sadari. Allah memanggil kita melalui
firman-Nya, namun kita terbiasa menganggapnya sebagai pang-
gilan dari hamba Tuhan, sehingga kita menjawabnya apa ada-
nya. Allah memanggil kita melalui tindakan-tindakan penye-
lenggaraan-Nya, namun kita hanya melihatnya sebagai sekadar
alat. Suara-Nya berseru, namun hanya orang yang berhikmat
yang memahaminya sebagai suara-Nya. Eli meyakinkan Sa-
muel bahwa bukan dia yang memanggilnya, namun tidak me-
marahinya sebab mengganggunya. Eli tidak memarahinya
bodoh, dan mengatakan dia hanya bermimpi, melainkan de-
ngan lembut memintanya untuk tidur kembali, sebab Eli tidak
memerlukan sesuatu untuk dikerjakan. jika para pelayan
harus selalu siap sedia dengan panggilan tuan mereka, maka
para tuan juga harus bersikap lembut kepada para hambanya
demi kenyamanannya: supaya hamba-Mu dan pembantu
hamba-Mu dapat beristirahat juga seperti engkau. Demikianlah,
Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia. Allah memanggil banyak
orang melalui pelayanan firman, dan mereka menjawab, se-
perti Samuel, “Inilah aku.” namun mereka tidak melihat Allah
atau mencerna suara-Nya dalam panggilan ini , maka
kesan terhadapnya pun segera hilang. Mereka berbaring lagi
dan keyakinan mereka tidaklah berbuahkan apa-apa.
IV. Panggilan yang sama terjadi lagi dan kesalahan yang sama dibuat,
untuk kedua dan ketiga kalinya (ay. 6-9).
1. Allah memanggil Samuel sekali lagi (ay. 6), dan sekali lagi,
untuk ketiga kalinya (ay. 8). Perhatikanlah, panggilan yang di-
rancang oleh anugerah ilahi akan diulangi dan diulangi lagi
sampai berhasil, yaitu sampai kita menyambut panggilan
ini . Sebab, tujuan Allah, yang untuknya kita dipanggil,
akan tetap terlaksana.
2. Samuel masih belum tahu kalau TUHAN yang memanggilnya
(ay. 7): Samuel belum mengenal TUHAN. Ia tahu firman yang
tertulis, dan terbiasa dengan pikiran Allah di dalamnya, na-
mun dia belum mengerti cara Allah menyatakan diri kepada
hamba-hamba-Nya para nabi, terutama melalui bunyi angin
sepoi-sepoi basa. Semuanya ini baru dan asing baginya.
Mungkin dia akan segera sadar akan sebuah pernyataan ilahi
seandainya hal itu datang melalui sebuah mimpi atau sebuah
penglihatan. Akan namun , ini yaitu sebuah cara yang tidak
hanya tidak dikenalnya, namun juga belum pernah didengar-
nya. Orang-orang yang memiliki pengetahuan tertinggi tentang
hal-hal ilahi harus ingat waktunya saat mereka dulu masih
bayi, tidak terlatih di dalam firman kebenaran. saat aku
kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Namun ja-
nganlah kita meremehkan masa hal-hal yang kecil. Demikian
pula Samuel, demikianlah makna lebih luas, belum mengenal
TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepada-
nya. Sehingga dia telah keliru berkali-kali, namun sesudahnya
dia dapat memahami tugasnya dengan lebih baik. Kesaksian
Roh di dalam hati orang yang percaya sering disalah mengerti,
yang olehnya mereka kehilangan penghiburan darinya. Demi-
kian pula pergumulan Roh dengan hati nurani orang-orang
berdosa juga sering disalahartikan, sehingga manfaat untuk
menginsafkan mereka menjadi hilang. sebab Allah berfirman
dengan satu dua cara, namun orang tidak memperhatikannya (Ayb.
33:14).
3. Samuel pergi kepada Eli untuk kedua dan ketiga kalinya,
sebab bunyi suara itu mungkin mirip dengan suaranya, dan
Samuel berada sangat dekat jaraknya dengan dia. Dan dia
memberi tahu Eli, dengan sangat yakin, “Ya, bapa, bukankah
bapa memanggil aku? (ay. 6-8), tidak mungkin ada orang lain.”
Sikap Samuel untuk datang saat dia dipanggil, kendati oleh
Eli, membuktikan dirinya sigap dan siap menjalankan tugas,
sehingga melayakkan dirinya untuk mendapat perkenanan
yang sekarang dinyatakan kepadanya. Allah memilih untuk
memakai orang-orang yang demikian. Namun ada suatu tin-
dakan penyelenggaraan khusus dalam perkenan Allah bagi-
nya, yang mengharuskan dia datang berkali-kali kepada Eli.
Sebab dengan begitu, pada akhirnya, mengertilah Eli, bahwa
TUHANlah yang memanggil anak itu (ay. 8). Dan,
(1) Hal ini bisa jadi membuat Eli merasa malu, dan menyadari
kejadian itu merupakan awal kemerosotan keluarganya.
Sebab, sekarang saat Allah ingin menyampaikan sesuatu,
Ia lebih memilih untuk memberitahukannya kepada anak
kecil Samuel, hambanya yang melayaninya, dan tidak
langsung kepadanya. Dan lebih merendahkan dirinya lagi,
saat ia mendapati bahwa pesan itu untuk dirinya sendiri,
namun dikirim kepadanya melalui seorang anak kecil. Ia
mengerti alasan untuk melihat hal ini sebagai suatu tanda
ketidaksenangan Allah.
(2) Hal ini membuat Eli mencari tahu apa yang telah dikata-
kan Allah kepada Samuel. Ia perlu memuaskan hatinya
dengan kebenaran dan kepastian tentang disampaikan
Allah itu, supaya ia tidak menduga-duga pesan itu hanya-
lah khayalan Samuel belaka. Sebab sebelum pesan itu di-
sampaikan, dia sendiri merasa bahwa Allah hendak ber-
bicara kepadanya, namun belum tahu apa itu sampai dia
mengetahuinya dari Samuel. Demikianlah, bahkan kele-
mahan dan kesalahan dari orang-orang yang dipakai Allah
dikuasai oleh hikmat-Nya yang tak terbatas, dan dijadikan
berguna bagi tujuan-Nya.
V. Pada akhirnya Samuel dijadikan siap untuk menerima sebuah
pesan dari Allah, bukan untuk dipenuhi dengan diri sendiri dan
tanpa arah tujuan, melainkan supaya dia dapat menjadi seorang
nabi sepenuhnya, diumumkan kepada orang banyak dan dijadi-
kan suatu penglihatan yang terbuka.
1. Eli, sesudah sadar itu yaitu suara Allah yang didengar oleh
Samuel, memberi petunjuk kepadanya apa yang harus dijawab
(ay. 9). Hal ini dengan jujur dilakukannya, kendati merupakan
suatu kehinaan baginya bahwa panggilan Allah melewati dia
dan ditujukan kepada Samuel, namun dia tetap mengajari Sa-
muel bagaimana menyambut panggilan ini . Seandainya
dia iri dengan kehormatan yang diberikan kepada Samuel ini,
dia pasti akan berusaha menjauhkannya dari Samuel. Bisa
saja ia menyuruh Samuel kembali tidur saja, tidak usah
peduli, itu mimpi saja, dan Samuel pun tidak akan tahu apa
yang terjadi. berbaring lagi dan tidur, tanpa mempedulikan-
nya, sebab itu hanyalah sebuah mimpi belaka. Namun Eli
ternyata memiliki sikap hati yang baik sehingga tidak mau
berbuat yang demikian. Ia memberi nasihat yang sangat baik
kepada Samuel sedapat mungkin untuk kebaikannya. Demi-
kianlah, orang tua, tanpa menggerutu, seharusnya melakukan
yang terbaik untuk membantu dan memajukan orang muda
yang sedang bangkit, kendati mereka sendiri tampaknya
sedang redup dan memudar. Janganlah kita jemu-jemu untuk
memberi tahu dan menasihati mereka yang datang kemudian
sesudah kita, sekalipun mereka lebih dikehendaki daripada
kita (Yoh. 1:30). Nasihat yang diberikan Eli kepadanya yaitu ,
saat Allah memanggilnya lagi, jawablah, Berbicaralah, TU-
HAN, sebab hamba-Mu ini mendengar. Ia harus menyebut diri
sebagai hamba Allah, harus berkeinginan untuk mengetahui
pikiran Allah. “Berbicaralah, TUHAN, berbicaralah kepadaku,
berbicaralah sekarang.” Juga, ia harus bersiap untuk men-
dengar dan berjanji untuk memperhatikan: Hamba-Mu ini men-
dengar. Perhatikanlah, barulah kita berharap bahwa Allah
akan berbicara kepada kita, saat kita telah menyiapkan diri
untuk mendengar apa yang hendak dikatakan-Nya (Mzm. 85:9;
Hab. 2:1). Pada waktu kita duduk untuk membaca firman
Allah dan mendengarkan pemberitaan firman-Nya, kita harus
menyiapkan diri dengan menyerahkan diri kepada terang dan
kuasa firman: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini men-
dengar.
2. Kelihatannya Allah berbicara dengan cara yang agak berbeda
pada kali keempat. Kendati seperti yang sudah-sudah, Ia me-
manggil Samuel dengan namanya, namun sekarang Ia berdiri
di sana dan memanggil, yang menyiratkan adanya suatu
penampakan khusus kemuliaan ilahi yang dapat dilihat atau
dirasakan Samuel. Ada suatu penampakan yang berdiri di
hadapannya, seperti sosok yang muncul di hadapan Elifas,
kendati rupanya tidak dapat kukenal (Ayb. 4:16). Hal ini
meyakinkan dia bahwa bukan imam Eli yang telah memanggil-
nya. Sebab, sekarang dia melihat suara yang berbicara kepada-
nya, seperti yang diungkapkan dalam Wahyu 1:12. Juga, kini
namanya dipanggil dua kali, Samuel, Samuel, seolah-olah Allah
bersuka saat menyebut namanya, atau untuk menyatakan
bahwa sekarang dia dibuat mengerti siapa yang telah ber-
bicara kepadanya. Satu kali Allah berfirman, dua hal yang aku
dengar (Mzm. 62:12). Merupakan suatu kehormatan bagi Sa-
muel bahwa Allah senang untuk mengenal namanya (Kel.
33:12). sebab itu panggilan-Nya memiliki kuasa dan berhasil
saat Ia memanggil Samuel dengan namanya, yang menarik
perhatiannya, seperti Saulus, Saulus. Demikian pula Allah me-
manggil Abraham dengan namanya (Kej. 22:1).
3. Samuel menjawab, sebagaimana dia telah diajari, Berbicaralah,
sebab hamba-Mu ini mendengar. Perhatikanlah, kata-kata yang
baik seharusnya ditaruh ke dalam mulut anak-anak sedini
mungkin, beserta ungkapan yang tepat tentang kasih dan ke-
salehan, yang dengannya mereka dapat dipersiapkan untuk
mengenali hal-hal rohani, serta dilatih untuk bergaul dengan-
nya. Ajarlah orang muda apa yang harus mereka katakan,
sebab tak ada yang dapat kami paparkan oleh sebab kegelap-
an. Sekarang Samuel tidak bangkit dan berlari lagi seperti
sebelumnya saat dia menyangka bahwa Eli yang telah me-
manggilnya, melainkan tinggal diam dan mendengar. Semakin
tenang dan sabar jiwa kita, semakin siap kita untuk menda-
patkan penyingkapan-penyingkapan ilahi. Biarlah semua
pikiran dan nafsu yang kacau-balau dikendalikan, dan setiap
hal dijadikan tenang dan tenteram dalam jiwa, maka kita pun
siap untuk mendengar dari Allah. Semua harus diam saat Ia
berbicara. namun amatilah, Samuel lupa satu kata. Ia tidak
berkata, Berbicaralah, TUHAN, namun hanya, Berbicaralah, se-
bab hamba-Mu ini mendengar. Jalan dibuat bagi pesan yang
kini hendak diterimanya, dan Samuel diperkenalkan dengan
firman Allah dan penglihatan dari Yang Mahakuasa, dan
lampu rumah Allah belum lagi padam (ay. 3) di dalam bait suci
TUHAN, yang oleh beberapa penulis Yahudi diberikan sebuah
arti mistis. Sebelum kejatuhan Eli, dan hilangnya Urim dan
Tumim untuk sesaat, Allah memanggil Samuel, dan menjadi-
kannya penyampai pesan Tuhan, seperti yang telah disampai-
kan oleh para nabi mereka, Matahari terbit, matahari terbenam
(Pkh. 1:5), yaitu, berkatalah mereka, saat Allah membuat
matahari dari seorang benar terbenam, maka Ia akan mem-
buat matahari seorang benar lainnya terbit. Smith ex Kimchi.
Eli dan Keluarganya Terancam
(3:11-18)
11 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Ketahuilah, Aku akan melaku-
kan sesuatu di Israel, sehingga setiap orang yang mendengarnya, akan bising
kedua telinganya. 12 Pada waktu itu Aku akan menepati kepada Eli segala
yang telah Kufirmankan tentang keluarganya, dari mula sampai akhir.
13 Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum
keluarganya untuk selamanya sebab dosa yang telah diketahuinya, yakni
bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, namun ia tidak memarahi
mereka! 14 Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa
keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau dengan
korban sajian untuk selamanya.” 15 Samuel tidur sampai pagi; kemudian
dibukanya pintu rumah TUHAN. Samuel segan memberitahukan penglihatan
itu kepada Eli. 16 namun Eli memanggil Samuel, katanya: “Samuel, anakku.”
Jawab Samuel: “Ya, bapa.” 17 Kata Eli: “Apakah yang disampaikan-Nya
kepadamu? Janganlah kausembunyikan kepadaku. Kiranya beginilah Allah
menghukum engkau, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika engkau menyem-
bunyikan sepatah kata pun kepadaku dari apa yang disampaikan-Nya kepa-
damu itu.” 18 Lalu Samuel memberitahukan semuanya itu kepadanya dengan
tidak menyembunyikan sesuatu pun. Kemudian Eli berkata: “Dia TUHAN,
biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik.”
Di sini kita mendapati,
I. Pesan yang, sesudah semua pendahuluan ini, Allah sampaikan
kepada Samuel tentang keluarga Eli. Allah tidak datang kepada-
nya sekarang untuk memberi tahu dia betapa dia akan menjadi
orang besar di zamannya, betapa dia akan menjadi seorang tokoh
besar, dan menjadi berkat luar biasa di Israel. Orang muda
umumnya memiliki suatu keingintahuan yang besar untuk diberi
tahu tentang nasib mereka, namun Allah datang kepada Samuel,
tidak untuk menjawab keingintahuannya, namun untuk memakai
dia dalam pelayanan-Nya dan mengutusnya kepada orang lain
untuk sebuah tugas, yang jauh lebih baik. Walaupun demikian,
pesan pertama ini, yang tak diragukan lagi memberi kesan yang
sangat mendalam kepadanya, pastilah sangat berguna bagi Sa-
muel di kemudian hari, saat anak-anaknya sendiri kelak ter-
bukti tidak sebaik sebagaimana seharusnya (8:3), kendati tidak
seburuk anak-anak Eli. Pesannya singkat, tidak sepanjang pesan
yang dibawa oleh abdi Allah itu (2:27). Sebab, Samuel yang masih
seorang anak kecil, tidaklah dapat diharapkan untuk mengingat
suatu pesan yang panjang, dan Allah mempertimbangkan kemam-
puannya ini. Ingatan anak-anak kecil tidak seharusnya dibebani
secara berlebihan, tidak, jangan dengan hal-hal yang ilahi. Namun
pesan ini sungguh menyedihkan, sebuah pesan tentang
murka, untuk menguatkan pesan di dalam pasal sebelumnya, dan
untuk mengikat hukuman yang disampaikan di sana, sebab
mungkin Eli tidak memberikan banyak perhatian kepada pesan
ini sebagaimana seharusnya. Ancaman-ancaman ilahi, se-
makin kurang diperhatikan, semakin pasti akan terjadi dan
semakin berat akan jatuh menimpa. Di sini dijelaskan mengenai
dosa dan hukumannya.
1. Tentang dosa: sebab dosa yang telah diketahuinya (ay. 13).
Abdi Allah telah memberitahukan hal ini kepadanya, dan
sudah banyak kali hati nuraninya memberi tahunya tentang
hal itu. Oh betapa beratnya kesalahan dan kerusakan yang
ada di dalam diri kita sehingga kita mungkin berkata, “Itu
yaitu kesalahan yang telah dikenal hati kita, yang kita sendiri
sadari!” Pendek kata, kesalahan ini yaitu : bahwa anak-
anaknya telah menghujat Allah, namun ia tidak memarahi mere-
ka! Atau, seperti yang tertulis dalam bahasa Ibrani, dia tidak
mengerutkan muka terhadap mereka. Seandainya pun ia me-
nunjukkan ketidaksenangannya terhadap kejahatan anak-
anaknya, namun tidaklah setegas apa yang seharusnya ia per-
buat. Ia memang menegur mereka, namun dia tidak menghu-
kum mereka atas penyelewengan yang mereka lakukan, atau
mengambil kembali kekuasaan mereka supaya tidak dipakai
untuk berbuat jahat. Seharusnyalah ia melakukan hal ini
selaku seorang bapak, imam besar, dan hakim. Perhatikanlah,
(1) Orang-orang berdosa menjadikan diri mereka sendiri hina
dengan kejahatan mereka. Mereka mencemari diri sendiri,
sebab tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri,
sebab ia diseret dan dipikat olehnya (Yak. 1:14) dan de-
ngan demikian merendahkan diri sendiri. Bahkan mereka
membuat diri sendiri hina, dan menjijikkan di mata Allah
yang kudus, orang-orang kudus dan para malaikat. Dosa
yaitu suatu hal yang sangat jahat dan rendah, dan me-
rendahkan derajat manusia lebih dari apa pun (Mzm. 15:4).
Putra-putra Eli memandang rendah Allah dan menjadikan
persembahan kepada-Nya hina di mata umat. namun aib
yang sama berbalik menimpa diri mereka sendiri: mereka
telah menjadikan diri sendiri rendah (ay. 13, KJV).
(2) Orang-orang yang tidak mengekang orang lain berbuat
dosa, saat hal itu ada di dalam wewenang mereka, men-
jadikan diri mereka terlibat dalam kesalahan orang itu, dan
akan didakwa sebagai kaki tangan orang itu. Mereka yang
berwenang namun tidak menggunakan kekuasaan mereka
untuk menimbulkan kengerian kepada para pembuat keja-
hatan, akan dimintai pertanggungjawaban yang besar.
2. Tentang penghukuman: ini yaitu tentang segala yang telah
Kufirmankan tentang keluarganya (ay. 12-13). Sebab telah Ku-
beritahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluar-
ganya untuk selamanya, yaitu bahwa suatu kutukan akan me-
nimpa keluarganya turun-temurun. Rincian dari kutukan ini
telah kita baca sebelumnya. Di sini tidak diulangi lagi, namun
ditambahkan,
(1) Bahwa saat mulai dilaksanakan, hukuman ini akan
menjadi sangat mematikan dan mengejutkan seluruh Israel
(ay. 11): setiap orang yang mendengarnya, akan bising ke-
dua telinganya. Setiap orang Israel akan ditimpa kengerian
dan ketakjuban saat mendengar pembunuhan putra-putra
Eli, patahnya batang leher Eli, dan pembubaran keluarga
Eli. Tuhan, betapa mengerikan Engkau dalam hukuman-
Mu! Jika hal ini dilakukan terhadap sebuah pohon yang
hijau subur, betapa lagi terhadap pohon yang kering. Per-
hatikanlah, hukuman Allah pada orang lain seharusnya me-
nyentak kita dengan ketakutan yang kudus (Mzm. 119:120).
(2) Bahwa pelaksanaan hukumam yang mengerikan terhadap
buah-buah sulung ini menjadi pertanda bahwa hukuman
akan berlangsung hingga kesudahannya. Aku akan menepati
kepada Eli segala yang telah Kufirmankan tentang keluar-
ganya, dari mula sampai akhir, yaitu semua yang telah Ku-
ancamkan kepadanya (ay. 12). Firman ini dapat berarti,
bahwa bisa saja Ia tidak segera melaksanakan hukumannya,
namun janganlah mereka menyebut kesabaran-Nya ini seba-
gai pembebasan dari hukuman atau pengampunan. Sebab
saat pada akhirnya Ia benar-benar memulai, Ia akan
mengerjakan keseluruhannya. Walaupun Ia lama bersabar,
akhirnya Ia akan menghantam juga.
(3) Bahwa tidak ada ruang yang tersisa bagi pengharapan,
bahwa hukuman ini dapat dibatalkan dan pelaksanaan
ditangguhkan atau dikurangi (ay. 14).
[1] Allah tidak akan mencabut hukuman itu, sebab Ia telah
meneguhkannya dengan sumpah: Aku telah bersumpah
kepada keluarga Eli. Dan Allah tidak akan mundur dari
apa yang telah Ia nyatakan dalam sumpah, baik itu
belas kasih atau hukuman.
[2] Tidak ada yang dapat membatalkan penghukuman itu:
“Dosa keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban
sembelihan atau dengan korban sajian untuk selama-
nya. Tidak ada penebusan yang diadakan bagi dosa itu,
atau pembatalan terhadap hukuman itu.” Inilah keti-
daksempurnaan dari korban-korban persembahan hu-
kum Taurat, sebab tidak dapat menjangkau pelanggar-
an dan membersihkannya. namun darah Yesus, Anak-
Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa, dan
menyelamatkan semua orang yang oleh iman mengakui-
nya, sehingga terbebas dari hukuman kekal yang ada-
lah upah dosa.
II. Penyampaian pesan ini kepada Eli. Amatilah,
1. Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli (ay.
15).
(1) Ia tidur sampai pagi, dan kita dapat menduga dengan baik
bahwa dia tetap terjaga merenungkan apa yang didengar-
nya, mengulanginya untuk diri sendiri, dan memikirkan
apa yang harus diperbuatnya. sesudah kita menerima ma-
kanan rohani dari firman Allah, yaitu baik untuk mene-
nangkan diri, dan memberi waktu untuk mencernanya.
(2) Kemudian dibukanya pintu rumah TUHAN, di pagi hari,
seperti yang biasa dilakukannya, menjadi yang pertama
bangun di dalam rumah Allah. Bahwa dia sering harus
melakukan pekerjaan ini yaitu contoh kedisiplinan yang
luar biasa pada diri seorang anak, namun bahwa dia harus
melakukannya pagi ini yaitu contoh kerendahan hati yang
besar. Allah sangat menghormatinya melebihi semua anak
di antara umat-Nya, namun Samuel tidaklah gila hormat,
atau menjadi sombong sebab nya, tidak memikirkan diri
sendiri terlalu besar dan terlalu baik untuk dipakai dalam
jabatan seperti pelayan ini. Sebaliknya, dengan sukacita
seperti kebiasaannya, ia pergi dan membuka pintu-pintu
rumah Allah. Perhatikanlah, orang-orang yang kepadanya
Allah menyatakan diri-Nya, mereka itu Ia jadikan dan tetap
jaga supaya tetap rendah hati di mata mereka sendiri, dan
bersedia untuk membungkuk kepada apa pun yang de-
ngannya mereka dapat berguna bagi kemuliaan-Nya, ken-
dati hanya sebagai penjaga pintu di rumah Allah. Pada
umumnya orang akan menyangka, bahwa sebab penuh
dengan penglihatan itu, Samuel menjadi lupa daratan dan
melupakan tugas pelayanan sehari-harinya dan pergi me-
nemui temannya untuk menceritakan bagaimana ia telah
bercakap-cakap dengan Allah pada malam itu. Akan namun ,
sebaliknya, dengan rendah hati ia menyimpan kejadian itu
untuk diri sendiri, dan tidak menceritakan penglihatan ter-
sebut kepada siapa pun, dan dengan tenang tetap melaku-
kan urusannya. Persekutuan pribadi kita dengan Allah
tidak harus diberitakan ke mana-mana.
(3) Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli.
Jika dia takut Eli akan marah dan menegurnya, maka kita
patut curiga bahwa Eli memang biasa bersikap kasar terha-
dap anak kecil ini sebab dia memanjakan anak-anaknya
sendiri yang jahat. Namun, mungkin lebih tepat kalau
duga, bahwa ia takut mendukakan dan menyusahkan hati
si orang tua yang baik itu sebab merasa malu. Seandainya
Samuel langsung segera berlari membawa berita itu kepada
Eli, maka hal ini akan tampak seolah-olah dia mengingin-
kan hari celaka bagi keluarga Eli, dan berharap untuk
membangun keluarganya sendiri di atas kehancuran ke-
luarga itu. sebab itu, baiklah jika ia tidak langsung men-
ceritakan penglihatan itu. Orang baik selalu tidak merasa
enak hati untuk membawa kabar buruk, apalagi Samuel
terhadap Eli, murid terhadap sang pembimbing yang
dikasihi dan dihormatinya.
2. Penyelidikan Eli secara hati-hati tentang pesan ini (ay.
16-17). Segera sesudah mendengar Samuel mulai bekerja di
rumah Allah, Eli pun memanggilnya, mungkin ke samping
tempat tidurnya. Ia tahu Allah telah berbicara kepada Samuel,
jadi dia mengharuskan, tidak hanya dengan tegas (Janganlah
kausembunyikan kepadaku), namun juga dengan mendesak,
kiranya beginilah Allah menghukum engkau, bahkan lebih lagi
dari pada itu, jika engkau menyembunyikan sepatah kata pun
kepadaku! Ia punya cukup alasan untuk takut bahwa pesan
yang disampaikan itu bukanlah hal yang baik tentang dirinya,
melainkan hal yang buruk. Akan namun , sebab itu yaitu
pesan dari Allah, dia tidak dapat begitu saja mengabaikannya.
Orang baik harus rindu untuk mengetahui semua kehendak
Allah, entah itu baik atau buruk baginya. Eli mendesak,
kiranya beginilah Allah menghukum engkau, ... jika engkau me-
nyembunyikan sepatah kata pun kepadaku. Bisa jadi ini me-
nyiratkan nasib mengerikan dari para penjaga yang tidak setia.
Jika mereka tidak memperingatkan orang-orang berdosa, me-
reka menimpakan diri sendiri dengan murka dan kutuk yang
seharusnya mereka sampaikan, dalam nama Allah, kepada
mereka yang tetap hidup dalam kesalahan-kesalahannya.
3. Pada akhirnya Samuel dengan jujur menyampaikan pesan
ini (ay. 18): memberitahukan semuanya itu kepadanya
dengan tidak menyembunyikan sesuatu pun. Pada waktu dia
sadar bahwa dia harus memberi tahu Eli, dia tidak memotong
isi pesannya, atau berusaha untuk melunakkannya, menum-
pulkan apa yang seharusnya tajam, atau melapisi pil yang
pahit, melainkan menyampaikan pesan sejelas dan sepenuh
saat dia menerimanya, tidak lalai memberitakan seluruh mak-
sud Allah. Demikianlah para hamba Tuhan harus bertindak
setia seperti ini.
4. Ketaatan Eli tanpa perlawanan terhadap hukumannya. Ia
tidak mempersoalkan integritas Samuel, tidak mempertanya-
kan ceritanya ataupun merasa keberatan mengenai keadilan
hukuman itu. Ia tidak mengeluh terhadap hukuman, seperti
Kain, bahwa hukuman ini lebih berat daripada yang pa-
tut atau dapat ditanggung. Sebaliknya, dengan sabar dan pas-
rah ia menerima hukuman atas kesalahannya. Dia TUHAN,
biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik. Ia mema-
hami hukuman itu dimaksudkan hanya sebagai sebuah
hukuman sementara di dunia ini, dan tidak bisa terhindar dari
akibatnya terhadap kehinaan dan kemiskinan keturunannya.
Ia percaya hukuman itu tidak memisahkan dia dari perkenan
Allah, dan sebab nya dengan gembira ia memasrahkan diri,
tidak mengeluh, sebab dia tahu ketidaklayakan dari keluarga-
nya. Ia juga tidak berdoa memohonkan penangguhan hukum-
an, sebab Allah telah menguatkannya dengan sumpah, yang
tidak akan disesalkan-Nya. sebab itu dengan rendah hati ia
memasrahkan diri kepada kehendak Allah, seperti Harun,
dalam perkara yang tidak banyak berbeda (lih. Im. 10:3), Dan
Harun berdiam diri. Secara ringkas,
(1) Ia menyetujui kebenaran yang memuaskan ini, “Dia
TUHAN. Dialah yang menjatuhkan hukuman, dan di meja
pengadilan-Nya orang tidak dapat berbantah lagi, dan tidak
ada pengecualian dalam penghukuman-Nya. Dialah yang
akan melaksanakan hukuman itu, kuasa-Nya tidak dapat
dilawan, keadilan-Nya tidak bercacat, dan kedaulatan-Nya
tidak tertandingi. Dia TUHAN, Ia menguduskan dan memu-
liakan diri-Nya sendiri, dan memang sangat layaklah Ia
berbuat demikian. Dia TUHAN, tidak ada ketidak-adilan
pada diri-Nya. Ia tidak pernah dan tidak akan melakukan
kesalahan kepada makhluk ciptaan-Nya, adn tidak menun-
tut lebih dari yang pantas mereka terima.”
(2) Ia menyimpulkan dari hukuman ini kesimpulan yang
memuaskan ini: “Biarlah diperbuat-Nya apa yang dipan-
dang-Nya baik. Aku tidak punya bantahan untuk menen-
tang keputusan-Nya. Ia benar dalam semua jalan-Nya dan
kudus dalam semua perbuatan-Nya, dan sebab itu jadilah
kehendak-Nya. Aku akan memikul kemarahan TUHAN,
sebab aku telah berdosa kepada-Nya.” Jadi, kita harus me-
nenangkan diri kita di bawah hardikan Allah, dan jangan
pernah berbantah dengan Sang Pencipta kita.
Samuel Dihormati sebagai Seorang Nabi
(3:19-21)
19 Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu
pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur. 20 Maka tahulah seluruh
Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan
jabatan nabi TUHAN. 21 Dan TUHAN selanjutnya menampakkan diri di Silo,
sebab Ia menyatakan diri di Silo kepada Samuel dengan perantaraan firman-
Nya.
sesudah Samuel menjadi terbiasa dengan penglihatan-penglihatan
dari Allah, kita sekarang di sini membaca penjelasan tentang kehor-
matan lebih lanjut yang diberikan kepadanya sebagai seorang nabi.
I. Allah sungguh menghormati Samuel. Begitu berkenan kepadanya,
Ia melanjutkan dan memahkotai karya-Nya sendiri di dalam diri
Samuel: Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia (ay.
19). Semua pertambahan kita dalam hal hikmat dan anugerah
yaitu bersumber dari penyertaan Allah bersama kita. Ini semua
yaitu untuk pertumbuhan kita. Allah menghormati Samuel,
1. Dengan menyatakan diri-Nya lebih lanjut kepadanya. Samuel
dengan setia telah menyampaikan pesan yang telah dipercaya-
kan kepadanya, dan sebab nya Allah memakainya lagi dalam
melayani-Nya: Dan TUHAN selanjutnya menampakkan diri di
Silo (ay. 21). Perhatikanlah, Allah dengan senang hati akan
mengulangi lawatan-Nya kepada orang-orang yang menerima-
nya dengan benar.
2. Dengan menggenapi apa yang diucapkan melaluinya: tidak
ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur (ay.
19). Apa pun yang dikatakan Samuel, sebagai seorang nabi,
selalu terbukti benar, dan digenapi pada waktunya. Mungkin
ada beberapa contoh luar biasa tentang kebenaran nubuatan-
nubuatan Samuel yang terjadi segera sesudahnya, yang mene-
guhkan apa yang kemudian digenapi, dan hal ini mengokoh-
kan tugasnya sebagai nabi. Allah berfirman, Aku akan me-
nguatkan perkataan hamba-hamba-Ku dan melaksanakan
keputusan-keputusan yang diberitakan utusan-utusan-Ku (Yes.
44:26), dan akan melakukan apa yang telah diucapkannya.
II. Israel sungguh menghormati Samuel. Mereka semua tahu dan
mengakui bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi
TUHAN (ay. 20).
1. Ia bertambah terkenal. Semua orang yang naik ke Silo untuk
beribadah memperhatikan Samuel, mengaguminya, dan ber-
bicara tentangnya saat mereka pulang ke rumah. Kesalehan
orang-orang muda sejak dini akan menjadi kemuliaan ter-
agung bagi mereka, dan membawa nama baik bagi mereka
dalam hal-hal baik apa saja, dalam waktu yang cepat.
2. Ia terus bertumbuh dan sangat diperlukan dalam pelayanan
kepada generasinya. Ia yang telah memulai sejak dini untuk
menjadi baik akan segera melakukan yang baik pula. Tugasnya
yang ditetapkan dari Allah, dan nama baik yang diakui oleh
umat, telah memberinya suatu kesempatan besar untuk ber-
sinar sebagai sebuah terang di Israel. saat Eli yang sudah
tua ditolak, Samuel yang muda ditegakkan. Sebab Allah tidak
akan pernah membiarkan diri-Nya tanpa seorang saksi atau
jemaat-Nya tanpa seorang penuntun.
PASAL 4
elbagai nubuatan mengenai kehancuran kaum keluarga Eli yang
ada di dalam pasal-pasal sebelumnya mulai digenapi di dalam
pasal ini. Jarak waktu antara nubuatan dan penggenapan ini tidak
tertulis, namun yang pasti tidak lama. Allah kerap menghabisi para
pendosa seperti ini dengan segera. Dalam pasal ini kita temukan,
I. Aib dan kekalahan yang dialami orang Israel dalam peperang-
an melawan orang Filistin (ay. 1-2).
II. Tindakan bodoh orang Israel untuk memperkuat diri mereka
dengan membawa tabut Allah masuk ke dalam perkemahan,
dengan dipanggul Hofni dan Pinehas (ay. 3-4), yang menda-
tangkan rasa aman bagi mereka (ay. 5) dan ketakutan bagi
orang Filistin. Namun, justru rasa takut inilah yang membang-
kitkan semangat orang Filistin (ay. 6-9).
III. Dampak mematikan akibat tindakan ini: Israel terpukul
kalah, dan tabut Allah pun dirampas (ay. 10-11).
IV. Dibawanya berita ini ke Silo, dan kesedihan yang mengiringi
penerimaannya.
1. Kota itu menjadi kacau (ay. 12-13).
2. Eli pingsan, lalu jatuh dan patahlah batang lehernya (ay.
14-18).
3. sesudah mendengar apa yang telah terjadi, menantu
wanita Eli merasakan sakit bersalin, lalu melahirkan
seorang anak laki-laki, namun tidak lama kemudian mati
(ay. 19-22). Semua ini yaitu hal-hal yang akan membuat
bising telinga setiap orang yang mendengarnya.
Peperangan Melawan Orang Filistin
(4:1-9)
1 Dan perkataan Samuel sampai ke seluruh Israel. Orang Israel maju
berperang melawan orang Filistin dan berkemah dekat Eben-Haezer, sedang
orang Filistin berkemah di Afek. 2 Orang Filistin mengatur barisannya ber-
hadapan dengan orang Israel. saat pertempuran menghebat, terpukullah
kalah orang Israel oleh orang Filistin, yang menewaskan kira-kira empat ribu
orang di medan pertempuran itu. 3 saat tentara itu kembali ke perkemah-
an, berkatalah para tua-tua Israel: “Mengapa TUHAN membuat kita terpukul
kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo
tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan
melepaskan kita dari tangan musuh kita.” 4 Kemudian bangsa itu menyuruh
orang ke Silo, lalu mereka mengangkat dari sana tabut perjanjian TUHAN
semesta alam, yang bersemayam di atas para kerub; kedua anak Eli, Hofni
dan Pinehas, ada di sana dekat tabut perjanjian Allah itu. 5 Segera sesudah
tabut perjanjian TUHAN sampai ke perkemahan, bersoraklah seluruh orang
Israel dengan nyaring, sehingga bumi bergetar. 6 Dan orang Filistin yang
mendengar bunyi sorak itu berkata: “Apakah bunyi sorak yang nyaring di
perkemahan orang Ibrani itu?” saat diketahui mereka, bahwa tabut TUHAN
telah sampai ke perkemahan itu, 7 ketakutanlah orang Filistin, sebab kata
mereka: “Allah mereka telah datang ke perkemahan itu,” dan mereka berkata:
“Celakalah kita, sebab seperti itu belum pernah terjadi dahulu. 8 Celakalah
kita! Siapakah yang menolong kita dari tangan Allah yang maha dahsyat ini?
Inilah juga Allah, yang telah menghajar orang Mesir dengan berbagai-bagai
tulah di padang gurun. 9 Kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki,
hai orang Filistin, supaya kamu jangan menjadi budak orang Ibrani itu,
seperti mereka dahulu menjadi budakmu. Berlakulah seperti laki-laki dan
berperanglah!”
Kata-kata pertama pada perikop ini yang ada kaitannya dengan
Samuel, yakni perkataan Samuel sampai ke seluruh Israel, tampaknya
tidak berhubungan dengan kisah yang terjadi sesudah nya, seolah-olah
menurut arahannyalah orang Israel maju berperang melawan orang
Filistin. Andai kata mereka meminta nasihat dari Samuel, meski ia
baru saja memegang jabatan sebagai seorang nabi, perkataannya
tentu lebih bermanfaat bagi orang Israel daripada keberadaan tabut
TUHAN. Akan namun , para pemimpin Israel mungkin meremehkan
Samuel sebab ia masih muda, sehingga tidak mau memohon ban-
tuannya sebagai penyampai firman Tuhan, dan Samuel juga memang
belum turun tangan di dalam urusan bangsa Israel. Kita juga tidak
menjumpai namanya ada tertulis sampai beberapa tahun sesudah nya
(7:3). Kita hanya mendapati pada perikop ini bahwa perkataan
Samuel sampai ke seluruh Israel, artinya, orang-orang dari seluruh
penjuru negeri yang dengan saleh berbakti kepada Tuhan, datang
kepada Samuel sebagai seorang nabi dan meminta nasihatnya.
Mungkin perkataannya itu yaitu nubuatannya yang menentang
kaum keluarga Eli. Perihal ini telah diketahui dan dibahas secara
umum, sehingga orang-orang yang memperhatikan dengan sungguh-
sungguh akan membahas kejadian yang dipaparkan di bagian ini,
pada waktu kejadian itu berlangsung, dengan nubuatan Samuel itu,
dan menyaksikannya tergenapi di dalam semua kejadian itu. Dalam
perikop di atas kita dapati,
I. Peperangan orang Israel dengan orang Filistin (ay. 1). Perang itu
merupakan satu upaya untuk mengangkat kuk penindasan yang
menindih mereka, yang tentunya akan berhasil jika mereka
pertama-tama bertobat dan membaharui diri, dan dengan itu, me-
mulai upaya mereka dengan awal yang baik. Menurut perhitung-
an, peperangan ini terjadi di sekitar pertengahan masa penindas-
an bangsa Filistin terhadap Israel yang berlangsung selama empat
puluh tahun (Hak. 13:1) dan segera sesudah kematian Simson.
Demikianlah diutarakan uskup Patrick, yang beranggapan bahwa
kematian massal yang didatangkan Simson pada saat kematian-
nya mungkin mencetuskan upaya ini. Akan namun , Dr. Lightfoot
menilai bahwa peperangan itu terjadi empat puluh tahun sesudah
kematian Simson, sebab itulah lamanya masa Eli memerintah
sebagai hakim (ay. 18).
II. Kekalahan Israel di dalam perang ini (ay. 2). Israel, yang
menjadi pihak yang menyerang, terpukul kalah dan kehilangan
empat ribu orang yang tewas di tempat. Allah telah berjanji bahwa
satu orang Israel akan mampu mengejar seribu orang, namun kini,
sebaliknya, terpukullah kalah orang Israel oleh orang Filistin. Dosa,
hal yang terkutuk itu, ada di dalam perkemahan Israel, dan mem-
beri seteru mereka segenap keuntungan atas mereka.
III. Upaya yang dirancang untuk melancarkan perang berikutnya.
Suatu majelis perang pun dihimpun, dan, bukannya bertekad
untuk berpuasa dan berdoa dan memperbaiki diri, pikiran mereka
begitu keji, tidak heran saat mereka mempunyai para tua-tua
seperti itu, sehingga,
1. Mereka murka terhadap Allah sebab Ia telah menentang me-
reka (ay. 3): Mengapa Tuhan membuat kita terpukul kalah? Jika
maksud mereka berkata ini yaitu untuk menanyakan penye-
bab kemarahan Allah, mereka tidak perlu bertindak sampai
sejauh itu untuk mencari tahu akan hal itu. Jelas bahwa
Israel telah berdosa, walau mereka tidak bersedia menyadari
dan mengakuinya. Namun demikian, mereka malah mengecam
Allah dengan kerasnya oleh sebab kekalahan itu, tidak senang
terhadap apa yang Allah telah perbuat, dan mempermasalah-
kan perkara itu dengan-Nya. Meski mereka mengaku bahwa
tangan Tuhanlah yang bekerja dalam kesulitan yang mereka
hadapi (sampai sejauh ini, pernyataan mereka itu benar):
“Tuhan telah membuat kita terpukul kalah,” bukannya tunduk
kepada Tuhan, mereka malah bertengkar dengan-Nya serta
murka kepada-Nya dan segenap tindak penyelenggaraan-Nya.
Mereka tidak juga menyadari tindakan-tindakan mereka telah
membuat-Nya sakit hati: “Mengapa kita, yang yaitu orang
Israel, terpukul kalah oleh orang Filistin? Betapa aneh dan
tidak pantasnya hal itu!” Catatlah, kebodohan menyesatkan
jalan orang, lalu gusarlah hatinya terhadap Tuhan (Ams. 19:3)
dan mempersalahkan-Nya.
2. Mereka membayangkan bahwa mereka dapat memaksa Tuhan
untuk tampil bagi mereka pada perang berikutnya dengan
membawa tabut-Nya ke dalam perkemahan mereka. Para tua-
tua Israel begitu dungu dan tidak mengerti sampai-sampai
mengajukan gagasan ini (ay. 3), dan orang Israel pun
segera melaksanakannya (ay. 4). Mereka mengutus orang ke
Silo untuk mengambil tabut perjanjian TUHAN, dan Eli tidak
cukup berani untuk menahan tabut itu, malahan mengutus
kedua anak laki-lakinya yang durhaka, Hofni dan Pinehas,
bersama tabut itu. Kalau pun tidak mengutus, setidaknya ia
mengizinkan mereka pergi, meski ia tahu bahwa ke mana pun
mereka pergi, kutuk Allah turut pergi beserta mereka. Seka-
rang lihatlah di sini,
(1) Pemujaan tabut TUHAN yang luar biasa oleh orang Israel.
“Oh, ambillah tabut perjanjian TUHAN itu, maka tabut itu
akan mengerjakan keajaiban bagi kita.” Menurut ketetapan
Allah, tabut itu merupakan tanda kasatmata dari kehadir-
an Allah. Allah berfirman bahwa Ia akan bersemayam di
atas para kerub, yang ada di bagian atas tabut perjanjian
TUHAN dan yang turut dibawa bersamanya. Sekarang, me-
reka beranggapan bahwa dengan memuja-muja peti kera-
mat ini, mereka akan membuktikan diri bahwa mereka
betul yaitu orang-orang Israel sejati, dan akan berhasil
meminta Allah untuk tampil membela mereka. Catatlah,
orang-orang yang telah mengasingkan diri dari kebenaran
ajaran agama kerap kali menemukan kesenangan besar
terhadap berbagai ritual dan ibadat yang lahiriah semata.
Begitu pula halnya dengan orang-orang yang menyangkal
kuasa kesalehan terhadap Allah, mereka ini tidak hanya
memiliki, namun bahkan memuja-muja, barang-barang ke-
ramat. Sorak-sorai berkumandang di dalam bait suci Allah,
dan tabut perjanjian TUHAN pun diarak penuh gelora oleh
lautan orang banyak yang sama sekali tidak menghargai
Tuhan yang berkuasa atas bait suci itu dan Allah yang
bertakhta di atas tabut itu, seakan-akan kegigihan yang
menyala-nyala demi nama Kekristenan akan menutupi
kenistaan perbuatan ini . Akan namun , mereka malah
menjadikan tabut TUHAN itu berhala dan memandangnya
sebagai rupa Allah Israel sendiri, sama halnya dengan
patung-patung yang disembah-sembah sebagai ilah oleh
bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Menyembah
Allah yang sejati, dan tidak menyembah Dia sebagai Allah,
sama saja dengan tidak menyembah Dia sama sekali.
(2) Kebodohan mereka yang luar biasa, yang menilai bahwa
tabut TUHAN itu, jika mereka memilikinya di tengah-
tengah perkemahan, pasti akan melepaskan mereka dari
tangan musuh mereka, dan membawa kemenangan kembali
ke pihak mereka. sebab ,
[1] saat tabut itu dibawa berangkat, berdoalah Musa,
Bangkitlah, Tuhan, supaya musuh-Mu berserak, sebab
Musa tahu persis bahwa bukanlah tabut yang maju
bersama merekalah yang akan memberi mereka keme-
nangan pasti, melainkan Allah yang tampil bagi mereka.
Sementara pada kisah ini, kita mendapati cara yang
sungguh tidak layak untuk memaksa Allah untuk ber-
kenan kepada mereka dengan kehadiran-Nya. Lantas,
apa manfaatnya tabut itu bagi mereka, yang sama saja
dengan kulit tanpa kacang di dalamnya?
[2] Mereka sama sekali tidak memohon izin Allah untuk
mengangkat tabut-Nya, padahal Ia telah dengan jelas
memberitahukan kepada mereka melalui hukum-Nya
bahwa saat mereka telah tinggal diam di Kanaan,
maka tabut perjanjian-Nya harus diletakkan di tempat
yang ditetapkan-Nya (Ul. 12:5, 11). Dan bahwa mereka-
lah yang harus pergi kepada tabut itu, bukan tabut itu
yang pergi kepada mereka. Jadi, bagaimana mungkin
mereka dapat berharap akan mendapat kebaikan dari
tabut TUHAN, saat mereka tidak memperolehnya de-
ngan cara yang benar dan patuh hukum. Terlebih lagi
saat mereka tidak mendapat perintah untuk memin-
dahkannya dari tempatnya? Bukannya menghormati
Allah, tindakan mereka itu malah benar-benar meng-
hina-Nya. Bahkan,
[3] Seandainya pun tidak ada hal lain yang menghalangi
pengharapan mereka terhadap tabut itu, namun bagai-
mana bisa mereka berharap bahwa tabut itu akan mem-
beri berkat saat Hofni dan Pinehaslah yang mengang-
katnya? Kejahatan mereka akan tampak jelas mendapat
perkenanan andaikata tabut itu mengerjakan kebaikan
bagi Israel sementara berada di tangan para imam bejat
itu.
IV. Sukacita besar timbul di tengah perkemahan Israel saat tabut
itu dibawa ke sana (ay. 5): Bersoraklah seluruh orang Israel
dengan nyaring, sehingga bumi bergetar. Kini, mereka menyangka
bahwa kemenangan pasti di tangan, sehingga mereka bersorak-
sorai sebelum memulai perang. Seakan-akan sang hari tak ayal
lagi menjadi milik mereka, dan dengan pekik megah ini, mereka
membangkitkan diri dan kekuatan mereka, dan membuat ngeri
seteru-seteru mereka. Catatlah, orang-orang duniawi bergembira
ria dalam berbagai hak istimewa dan upacara-upacara keagamaan
yang lahiriah. Mereka sepenuhnya mendasarkan diri pada hal-hal
lahiriah itu, seolah-seolah semua itu pastilah akan menyelamat-
kan mereka. Seolah-olah tabut itu, yakni takhta Allah, yang ber-
ada di tengah-tengah perkemahan, akan membawa mereka ma-
suk sorga, meskipun dunia dan kedaginganlah yang bertakhta di
dalam hati mereka.
V. Kengerian melanda segenap orang Filistin saat tabut TUHAN di-
bawa masuk ke dalam perkemahan Israel. Kedua pasukan bangsa
itu berkemah begitu dekatnya hingga orang-orang Filistin pun
dapat mendengar pekik kumandang orang Israel pada peristiwa
besar ini. Mereka pun lantas mengerti apa yang membuat mereka
bersorak-sorai seperti itu (ay. 6), dan merasa takut akan akibat-
nya. sebab ,
1. Kejadian seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya di masa
mereka: Allah mereka telah datang ke perkemahan itu, dan oleh
sebab nya, celakalah kita (ay. 7), dan sekali lagi, celakalah kita
(ay. 8). Nama Allah Israel terdengar begitu menakutkan bah-
kan di telinga orang-orang yang menyembah allah lain, hingga
musuh yang menyerbu pun ketakutan untuk mengusik Israel.
Hati nurani manusia akan berkata, celakalah siapa pun yang
berada di pihak yang melawan Allah. Akan namun , lihatlah
pandangan mereka yang begitu rendah terhadap kehadiran
Allah, seolah-olah Allah Israel tidak ada di tengah-tengah per-
kemahan itu sebelum tabut itu datang. namun pandangan
orang Filistin ini dapat sangat dimaklumi, sebab pandangan
orang Israel sendiri terhadap kehadiran Allah pun tidaklah
lebih baik. “Oh,” kata mereka, “ini siasat baru mereka untuk
mengalahkan kita, lebih menakutkan daripada segala strategi
perang mereka, sebab seperti itu belum pernah terjadi dahulu.
Ini yaitu tindakan paling ampuh yang dapat mereka perbuat
untuk menggentarkan pasukan kita dan melemahkan tangan
tentara kita.”
2. jika perbuatan ini dilakukan di zaman lampau, maka itu
tentu mendatangkan keajaiban: Inilah ilah yang telah meng-
hajar orang Mesir dengan berbagai-bagai tulah di padang gurun
(ay. 8, KJV). Dari kalimat ini, terlihat bahwa orang Filistin ini
tidak memahami sejarah, di samping juga tidak memahami
tentang keilahian Allah: tulah yang terjadi di Mesir ditimpakan
sebelum tabut perjanjian TUHAN dibangun dan sebelum bang-
sa Israel pergi ke padang gurun. Sungguh kacau cara pandang
orang Filistin ini, yang dimiliki secara turun-temurun, terha-
dap keajaiban yang dijadikan oleh atau untuk orang Israel,
saat tabut perjanjian TUHAN ini dibawa di hadapan mereka,
sebab mereka menilai bahwa semuanya itu terjadi bukan
sebab Yehova, namun sebab tabut itu. Sekarang, kata mere-
ka, Siapakah yang akan menolong kita dari tangan allah-allah
yang maha dahsyat ini?, dengan memandang tabut itu sebagai
Allah, yang dapat dimaklumi mengingat orang Israel sendiri
menjadikan tabut itu sebagai berhala. Akan namun , tampaknya
mereka sendiri tidak terlalu mempercayai perkataan mereka
sendiri mengenai allah-allah yang maha dahsyat ini, dan
hanya menjadikannya olok-olokan, sebab bukannya mundur,
atau mengajukan tawaran untuk berdamai, yang tentu akan
dilakukan andai kata mereka betul-betul yakin akan kuasa
Allah Israel. Sebaliknya, mereka malah menggerakkan satu
sama lain untuk bangkit dan berperang dengan lebih gagah
berani. Kesulitan yang datang tidak disangka-sangka ini malah
semakin meneguhkan tekad mereka (ay. 9): Kuatkanlah hatimu
dan berlakulah seperti laki-laki. Para panglima orang Filistin
menanamkan gagasan yang gagah berani dan membangkitkan
semangat ke dalam benak para prajuritnya, dengan meminta
mereka untuk mengingat, betapa mereka telah menjadi tuan
atas orang Israel. Dan betapa menyedihkan dan memalukan-
nya jika mereka sekarang menjadi gentar dan membiarkan
Israel menjadi tuan atas mereka.
Kekalahan Orang Israel
(4:10-11)
10 Lalu berperanglah orang Filistin, sehingga orang Israel terpukul kalah.
Mereka melarikan diri masing-masing ke kemahnya. Amatlah besar kekalah-
an itu: dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki.
11 Lagipula tabut Allah dirampas dan kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas,
tewas.
Inilah catatan singkat mengenai perkara terkait perang ini.
I. Israel terpukul kalah, pasukannya terpencar dan semuanya ber-
balik, bukan mundur ke perkemahan, seperti sebelumnya (ay. 2)
saat mereka berharap dapat berhimpun kembali, namun kembali
ke tenda-tenda mereka. Setiap orang mencari selamat sendiri dan
berupaya menemukan cara terbaik untuk pulang, tidak mau lagi
maju berperang. Dan ada tiga puluh ribu orang tewas di medan
pertempuran (ay. 10). Israel dijatuhkan ke dalam keadaan yang
lebih buruk,
1. Meskipun dasar mereka lebih baik, yakni sebagai umat Allah,
sementara orang Filistin yaitu orang-orang yang tidak ber-
sunat. Orang Israel berdiri teguh guna membela hak mereka
menurut keadilan serta kemerdekaan mereka melawan para
penyerang, namun mereka gagal, sebab gunung batu mereka
telah menjual mereka. Keadaan dasar yang baik kerap kali
tidak berguna oleh sebab kejahatan orang yang mengguna-
kannya.
2. Meskipun mereka lebih percaya diri dan juga lebih berani.
Mereka bersorak-sorai, sementara orang Filistin bergetar keta-
kutan, namun toh demikian, saat Allah berkenan untuk me-
netapkannya, kengerian yang dirasakan orang Filistin diubah
menjadi kemenangan, sedangkan sorak-sorai orang Israel men-
jadi ratapan.
3. Meskipun mereka mempunyai tabut Allah di tengah-tengah
mereka. Segala keuntungan ibadah lahiriah tidak akan meng-
amankan siapa pun yang menyalahgunakannya dan yang
tidak hidup benar dengannya. Kehadiran tabut Allah di tengah
perkemahan tidak akan menambahkan apa pun terhadapnya
saat ada seorang Akhan di dalamnya.
II. Tabut TUHAN itu sendiri dirampas oleh orang Filistin, sementara
Hofni dan Pinehas, yang kemungkinan berjaga dekat dengan ta-
but itu, dan yang saat berada dalam bahaya membawa lari
tabut itu jauh-jauh untuk mengamankannya, sebab itulah sum-
ber mata pencaharian mereka, keduanya tewas (ay. 11). Pemaz-
mur merujuk kepada kejadian sedih ini saat menulis Mazmur
berikut (Mzm. 78:61, 64), Ia membiarkan kekuatan-Nya tertawan,
membiarkan kehormatan-Nya jatuh ke tangan lawan. Imam-imam
mereka gugur oleh pedang.
1. Pembantaian para imam, mengingat perilaku mereka yang keji,
memang bukan kehilangan besar bagi orang Israel, namun hal
itu merupakan penghakiman yang menakutkan atas keluarga
Eli. Firman yang telah disampaikan Allah tergenapi olehnya
(2:34): Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni peng-
genapan dari penghakiman yang diancamkan, bahwa kedua
anakmu, pada hari yang sama keduanya akan mati, dan demi-
kian pula segala tambahan keluargamu akan mati muda (2:33,
KJV). Andai kata Eli melaksanakan tanggung jawabnya, dan
menyatakan mereka tidak tahir untuk jabatan imam (Neh.
7:64), mereka mungkin akan tetap hidup meski menanggung
aib. Akan namun kini, Allah sendiri turun tangan untuk menye-
lesaikan perkara itu, dan mengejar mereka hingga keluar dari
dunia oleh pedang orang-orang yang tidak bersunat. Tuhan
telah memperkenalkan diri-Nya melalui penghakiman yang
dijalankan-Nya. Memang benar bahwa pedang memakan orang
ini dan orang itu, namun keduanya ini sudah ditentukan untuk
dimakan pedang, ditandai untuk pembalasan. Mereka berada
di tempat yang tidak seharusnya. Apa gerangan yang mereka
perbuat di perkemahan? saat manusia meninggalkan tang-
gung jawabnya terhadap Allah, mereka menutup diri mereka
sendiri dari perlindungan Allah. Namun demikian, ini bukan-
lah kesudahannya, sebab mereka telah mengkhianati tabut
TUHAN itu dengan membawanya ke dalam bahaya tanpa pe-
rintah Allah, dan perbuatan ini mengisi takaran kedurjanaan
mereka. Di samping itu,
2. Perampasan tabut perjanjian Allah merupakan penghakiman
yang sangat dahsyat atas orang Israel, serta suatu tanda khu-
sus akan kepanasan amarah Allah terhadap mereka. Seka-
rang, mereka dibuat untuk menyaksikan sendiri kebodohan
mereka yang mengandalkan hak-hak istimewa lahiriah mere-
ka, yang oleh kejahatan mereka sendiri direnggut dari hadap-
an mereka. Sekarang mereka melihat sendiri, tabut itu tidak
akan menyelamatkan mereka seperti yang mereka angan-
angankan, saat Allah sendiri telah menyingkir dari mereka.
Sekarang mereka dibuat untuk merenungkan, dengan penye-
salan yang teramat sangat, kelancangan dan kesombongan
mereka sendiri yang membawa tabut Allah ke dalam perke-
mahan, dan dengan demikian, memperhadapkannya pada ba-
haya. Kini mereka berharap ribuan kali sebaiknya mereka me-
ninggalkan tabut itu di tempat yang telah ditetapkan Allah.
Sekarang mereka diyakinkan bahwa Allah tidak akan sudi
tunduk kepada manusia yang sia-sia dan bodoh, dan meski-
pun Dia telah mengikat kita kepada tabut perjanjian-Nya, Dia
tidak akan mengikat diri-Nya sendiri hanya kepada tabut itu,
namun lebih memilih untuk menyerahkannya ke dalam tangan
seteru bebuyutan-Nya daripada membiarkannya dicemarkan
oleh sahabat-sahabat-Nya yang palsu, dan memuaskan takha-
yul mereka. Janganlah ada orang yang menganggap dirinya
akan terlindung dari murka Allah di bawah selubung tindakan
ibadah yang lahiriah, sebab ada di antara orang-orang yang
telah makan dan minum di hadapan Kristus yang akan
dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap.
Kematian Eli
(4:12-18)
12 Seorang dari suku Benyamin lari dari barisan pertempuran dan pada hari
itu juga ia sampai ke Silo dengan pakaian terkoyak-koyak dan dengan tanah
di kepalanya. 13 saat ia sampai, Eli sedang duduk di kursi di tepi jalan
menunggu-nunggu, sebab hatinya berdebar-debar sebab tabut Allah itu.
saat orang itu masuk ke kota dan menceritakan kabar itu, berteriaklah
seluruh kota itu. 14 saat Eli mendengar bunyi teriakan itu, bertanyalah ia:
“Keributan apakah itu?” Lalu bersegeralah orang itu mendapatkan Eli dan
memberitahukannya kepadanya. 15 Eli sudah sembilan puluh delapan tahun
umurnya dan matanya sudah bular, sehingga ia tidak dapat melihat lagi.
16 Kata orang itu kepada Eli: “Aku datang dari medan pertempuran; baru hari
ini aku melarikan diri dari medan pertempuran.” Kata Eli: “Bagaimana
keadaannya, anakku?” 17 Jawab pembawa kabar itu: “Orang Israel melarikan
diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh
rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut
Allah sudah dirampas.” 18 saat disebutnya tabut Allah itu, jatuhlah Eli
telentang dari kursi di sebelah pintu gerbang, batang lehernya patah dan ia
mati. Sebab telah tua dan gemuk orangnya. Empat puluh tahun lamanya ia
memerintah sebagai hakim atas orang Israel.
Pada bagian ini, kabar mengenai akibat mematikan dari perang orang
Israel melawan orang Filistin dibawa ke Silo. Berita buruk memang
tersebar dengan cepat. Kabar ini lantas segera tersiar ke seluruh
Israel, sebab setiap orang yang melarikan diri ke tendanya masing-
masing pun membawa kabar ini, beserta bukti-bukti yang jelas
terlihat, kepada tetangganya. Akan namun , tidak ada tempat lain yang
lebih berkepentingan dengan kabar itu selain Silo. Oleh sebab itu,
dengan segera seorang utusan dikirim ke sana, yang yaitu seorang
Benyamin. Menurut khayalan orang Yahudi, utusan itu yaitu Saul.
Ia tiba dengan pakaian terkoyak-koyak dan dengan tanah di kepala-
nya. Tanda-tanda ini menyatakan berita menyedihkan kepada semua
orang yang menyaksikannya saat ia berlari, dan menunjukkan be-
tapa dirinya sendiri sangat terpukul oleh kejadian itu (ay. 12). Ia
langsung menuju Silo bersama kabar itu, dan di sini kita dikisahkan,
I. Bagaimana kota itu menerima kabar itu. Eli duduk di sebelah
pintu gerbang (ay. 13, 18), namun pada awalnya sang utusan me-
rasa tidak enak menyampaikan kabar itu kepadanya, sehingga ia
pun melewatinya lalu mengumandangkan kabar itu di dalam kota
dengan segenap perasaan sedih yang meluap-luap. Dan kini,
setiap orang yang mendengarnya, bising kedua telinganya (3:11).
Hati mereka gentar, setiap wajah memancarkan kesuraman. Ber-
teriaklah seluruh kota itu (ay. 13), dan pantaslah mereka berbuat
demikian, sebab selain menjadi malapetaka bagi seluruh Israel,
berita ini merupakan suatu kekalahan khusus bagi Silo, yang me-
nandakan kehancuran tempat itu. Sebab, meski segera diselamat-
kan dari tangan orang Filistin, tabut itu tidak pernah lagi kembali
ke Silo. Kaki dian mereka telah dipindahkan dari tempatnya, kare-
na mereka telah meninggalkan kasih mereka yang semula, sehing-
ga kota mereka pun merosot, lalu tenggelam, dan tidak ada apa-
apanya lagi. Kini, Allah membuang kediaman-Nya di Silo, sebab
mereka telah menghalau-Nya dari hadapan mereka, dan suku
Efraim, yang selama 340 tahun telah diberkati oleh kehadiran
tabut TUHAN di tengah-tengahnya, pun kehilangan kehormatan
ini (Mzm. 78:60, 67). Dan, beberapa waktu sesudah nya, ke-
hormatan itu dipindahtangankan ke suku Yehuda, gunung Sion
yang dikasihi-Nya, demikianlah dituliskan (Mzm. 78:68), sebab
orang-orang Silo tidak menyadari hari penghukuman mereka.
Peristiwa penelantaran Silo Yerusalem ini di kemudian hari nanti
diperingati dan dikisahkan untuk menjadi peringatan (Yer. 7:12),
“Pergi, lihatlah apa yang telah Kulakukan kepada Silo. Mulai hari
ini, hari mematikan ini, biarlah kehancuran Silo dicatat dalam
sejarah.” Oleh sebab itu, mereka punya cukup alasan untuk ber-
teriak saat mendengar tabut perjanjian TUHAN telah dirampas.
II. Betapa kejadian itu mendatangkan pukulan yang mematikan bagi
si tua Eli. Mari kita saksikan,
1. Dengan ketakutan seperti apa ia menanti-nantikan kabar itu.
Meski tua, pandangannya kabur, dan gemuk, Eli tidak bisa
tinggal diam di kamarnya sementara ia merasakan bahwa
kehormatan Israel berada di ujung tanduk, sehingga ia pun
menanti di tepi jalan untuk menjadi yang pertama menerima
berita tentang itu, sebab hatinya berdebar-debar sebab tabut
Allah (ay. 13). Pemikirannya yang cermat menunjukkan ke-
padanya, betapa itu menjadi sebuah penghinaan kepada Allah,
dan kekalahan yang tidak dapat diperbaiki bagi Israel, andai-
kata tabut perjanjian TUHAN sampai jatuh ke tangan orang
Filistin. Dan berita tentangnya akan dikumandangkan dengan
pekik yang najis di Gat dan diumumkan di jalan-jalan Askelon.
Eli juga memahami bahwa bahaya itu kemungkinan akan se-
gera terjadi. Israel, apalagi kedua anak Eli, telah menempatkan
tabut perjanjian TUHAN dalam bahaya, dan orang Filistin akan
berusaha merampasnya. Dan kini, ancaman ini pun muncul
dalam benak Eli, bahwa ia akan menyaksikan musuh berada di
kediaman Allah (2:32, KJV), dan mungkin hatinya sendiri
menyalahkannya sebab tidak menggunakan wewenangnya
untuk mencegah tabut perjanjian TUHAN diangkat ke dalam
perkemahan. Semua ini membuatnya gemetar. Catatlah, se-
mua orang baik menempatkan kepentingan jemaat Allah lebih
dekat kepada hatinya daripada seluruh kepentingan duniawi
atau diri mereka sendiri, dan tidak bisa tidak merasa sakit dan
ketakutan andai kata kepentingan jemaat Allah itu berada
dalam bahaya. Bagaimana kita bisa merasa aman saat tabut
TUHAN tidaklah aman?
2. Dengan kesedihan seperti apa ia menerima kabar itu. Meski-
pun tidak dapat melihat, Eli dapat mendengar keributan dan
bunyi teriakan kota itu, dan memahaminya sebagai suara
ratapan, dan perkabungan, dan kemalangan. Layaknya se-
orang pemimpin yang berhati-hati, Eli bertanya, Keributan
apakah itu? (ay. 14). Ia menerima keterangan bahwa seorang
utusan datang dari pasukan Israel, yang kemudian menjelas-
kan kabar itu kepadanya dengan sangat jelas dan pasti, kare-
na ia sendiri menjadi saksi mata dari semuanya itu (ay. 16-17).
Berita kekalahan pasukan Israel, dan kematian sejumlah
besar tentara mereka, sangat menyedihkannya sebagai se-
orang hakim. Kabar kematian kedua anak laki-lakinya, yang
begitu dimanjakannya, dan yang ditakutkannya terjadi dalam
keadaan mereka tidak bertobat, menyentuhnya di bagian yang
rapuh sebagai seorang ayah. Akan namun , bukan sebab semua
ini hatinya bergetar. Ada kekhawatiran yang lebih besar lagi
menghantui jiwanya, yang membuat semua permasalahan lain
menjadi lebih tidak penting. Eli tidak memotong penjelasan
utusan itu dengan ratapan yang penuh emosi atas kehilangan
anak laki-lakinya, seperti yang diperbuat Daud atas kehilang-
an Absalom, namun ia menunggu sampai akhir cerita, dengan
tidak meragukan bahwa sang utusan, yang yaitu seorang
Israel, tanpa diminta akan menjelaskan sesuatu mengenai
tabut perjanjian Allah. Dan andai saja utusan itu berkata,
“Akan namun , tabut perjanjian Allah itu aman, dan kami mem-
bawanya pulang,” maka sukacita Eli akan hal itu akan meng-
atasi kesedihannya atas semua bencana lain dan membuatnya
merasa tenang. Namun, saat sang utusan itu mengakhiri
kisahnya dengan berkata, tabut Allah sudah dirampas, hatinya
hancur lebur, jiwanya remuk, dan, tampaknya, ia jatuh ping-
san, lalu jatuh dari kursinya. Mungkin sebab pingsan dan
juga sebab jatuh, ia mati mendadak, dan tidak lagi berbicara
sepatah katapun. Hatinya terlebih dulu hancur, baru sesudah
itu batang lehernya. Dengan demikian, tewaslah sang imam
besar dan hakim Israel, lunglailah kepalanya yang berat di
umur sembilan puluh delapan tahun, terlepaslah mahkota
dari kepalanya sesudah ia menjadi hakim bagi Israel selama
empat puluh tahun. Demikianlah matahari hidupnya teng-
gelam di balik awan, demikianlah kebodohan dan kejahatan
anak-anak laki-lakinya, yang telah dimanjakannya, menjadi
kehancurannya. Seperti itulah Allah terkadang memberikan
tanda terhadap amarah-Nya dalam hidup orang-orang baik
yang telah menyimpang, supaya orang lain mendengar, dan
merasa takut, dan mendapat peringatan. Seorang manusia
bisa mati dengan mengenaskan namun tidak mati selama-lama-
nya, bisa mati sebelum waktunya namun mati dalam damai. Dr.
Lightfoot mengamati bahwa kematian Eli serupa dengan kema-
tian seekor anak keledai yang tidak ditebus, yang batang le-
hernya harus dipatahkan (Kel. 13:13). Akan namun , kita harus
mengamati, demi kehormatan Eli, bahwa sebab kematiannya
yaitu sebab tabut TUHAN dirampas, bukan sebab kedua
anak laki-lakinya tewas. Bahkan Eli, dengan hal ini, sesung-
guhnya hendak berkata, “Biarlah aku mati bersama tabut
perjanjian TUHAN, sebab orang Israel saleh manakah yang
dapat hidup dalam penghiburan saat ketetapan Allah di-
ambil dari padanya?” Segala sesuatu di dalam dunia ini, bah-
kan hidup itu sendiri, sejatinya mengucapkan selamat tinggal
andai kata tabut perjanjian TUHAN lenyap.
Kematian Istri Pinehas
(4:19-22)
19 Adapun menantunya wanita , isteri Pinehas, sudah hamil tua. saat
didengarnya kabar itu, bahwa tabut Allah telah dirampas dan mertuanya
laki-laki serta suaminya telah mati, duduklah ia berlutut, lalu bersalin, sebab
ia kedatangan sakit beranak. 20 saat ia hampir mati, berkatalah perem-
puan-wanita yang berdiri di dekatnya: “Janganlah takut, sebab engkau
telah melahirkan seorang anak laki-laki.” namun ia tidak menjawab dan tidak
memperhatikannya. 21 Ia menamai anak itu Ikabod, katanya: “Telah lenyap
kemuliaan dari Israel” – sebab tabut Allah sudah dirampas dan sebab
mertuanya dan suaminya. 22 Katanya: “Telah lenyap kemuliaan dari Israel,
sebab tabut Allah telah dirampas.”
Pada bagian ini, kepada kita disampaikan kisah memilukan lain yang
merupakan kelanjutan dari kebinasaan kaum keluarga Eli, serta
perasaan susah hati yang dicetuskan oleh kabar penawanan tabut
perjanjian Allah. Bagian ini berkisah tentang istri Pinehas, salah satu
anak laki-laki Eli yang biadab itu, yang telah mendatangkan segenap
kejahatan ini atas Israel. Berita itu membuat istri Pinehas kehilangan
nyawanya, meski ia masih muda, seperti halnya ayah mertuanya,
yang sudah tua, sebab banyaklah kepala berambut hitam, sebanyak
kepala berambut putih, yang dibawa masuk ke liang kubur oleh
dukacita. Memang benar bahwa dukacita menghasilkan kematian.
Menurut apa yang dituliskan di sini mengenai istri Pinehas, tampak
bahwa,
I. Ia yaitu seseorang yang berjiwa sangat lembut. Rancangan Allah
telah menetapkan sedemikian rupa sehingga pada saat semua ini
terjadi, ia mendekati saat bersalin, dan memang Juruselamat kita
telah berfirman, Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang
menyusukan bayi pada masa seperti ini (Mat. 24:19). Alangkah
kecilnya sukacita yang ada pada waktu kelahiran di saat seperti
itu, bahkan saat yang lahir yaitu seorang anak laki-laki,
sehingga ada tertulis, Berbahagialah wanita yang rahimnya
tidak pernah melahirkan (Luk. 23:29). Kabar luar biasa itu datang
pada waktu yang malang ini, langsung membuat istri Pinehas
tiba-tiba bersalin, seperti yang umum terjadi akibat ketakutan
yang hebat atau emosi yang kuat lainnya. saat mendengar ten-
tang kematian ayah mertuanya yang dihormatinya, ia bersalin,
sebab ia kedatangan sakit beranak yang teramat sangat (ay. 19),
dan berita itu merenggut segenap semangatnya dengan dahsyat-
nya, pada waktu saat jiwanya memerlukan semua bantuan yang
dapat dihimpunnya. Meskipun ia mempunyai kekuatan untuk
melahirkan, tak lama sesudah itu, ia pingsan dan kemudian mati,
rela meregang nyawa saat ia telah kehilangan penghiburan
terbesar di dalam hidupnya. Mereka yang mendekati masa-masa
pengujian perlu menghitung-hitung segala penghiburan yang
telah diterima sebelumnya dari perjanjian kasih karunia, untuk
menyeimbangkan tidak hanya dukacita yang terjadi, namun juga
menyeimbangkan segala sesuatu yang luar biasa di luar perkiraan
yang dapat menambah kesedihan. Iman, di saat-saat seperti ini,
akan menjaga kita tidak jatuh dan hancur (Mzm. 27:13).
II. Ia yaitu seorang wanita dengan jiwa yang penuh kasih,
meski bersanding dengan seorang suami yang berhati busuk.
Kekhawatirannya terhadap kematian suami dan ayah mertuanya
menjadi bukti akan kasihnya kepada sesama. Namun demikian,
kekhawatirannya yang lebih besar terhadap dirampasnya tabut
perjanjian TUHAN menjadi bukti akan kasihnya yang saleh dan
penuh ketaatan kepada Allah dan segenap hal yang kudus. Kasih-
nya kepada sesama membantu mempercepat sakit bersalinnya,
namun tampaknya, dari kata-kata terakhirnya sebelum mati,
kasihnya kepada Allah lebih dekat kepada hatinya (ay. 22): Kata-
nya: Telah lenyap kemuliaan dari Israel, sebab tabut Allah telah
dirampas. Bukannya meratapi kebinasaan anggota keluarga yang
dikasihinya, ia malah merujuk kepada masa-masa kegelapan
Israel akibat dirampasnya tabut perjanjian TUHAN. Inilah yang
menjadi kesusahan hatinya dan juga kematiannya.
1. Kesedihan itu tetap mematikannya tanpa memperhitungkan
kehadiran anaknya. wanita -wanita yang membantu-
nya, yang kemungkinan merupakan orang-orang pilihan di
kota itu, menyemangatinya, dan, sebab menganggap bahwa
kekhawatirannya itu kemungkinan besar disebabkan oleh sa-
kit bersalinnya, pada waktu anak itu lahir, berkatalah mereka,
Janganlah takut, masa yang paling menyakitkan sudah ber-
lalu, sebab engkau telah melahirkan seorang anak laki-laki,
mungkin anak itu yaitu anak pertamanya, namun ia tidak
menjawab dan tidak memperhatikannya. Dukacitanya pada
saat melahirkan, andai kata tidak ada dukacita lain, tidak
akan diingatnya lagi, sebab kegembiraan bahwa seorang
manusia telah dilahirkan ke dunia (Yoh. 16:21). Akan namun ,
apalah kegembiraan itu,
(1) Bagi orang yang merasa dirinya sebentar lagi akan mati?
Tidak ada kegembiraan lain selain yang rohani dan ilahi
yang akan membuat kita tetap teguh berdiri. Kematian
yaitu perkara yang terlalu berat untuk dapat diatasi oleh
sukacita sebab kegembiraan duniawi. Semuanya itu tawar
dan tidak berdaya di hadapan kematian.
(2) Apalah kegembiraan itu bagi orang yang meratapi hilang-
nya tabut TUHAN? Hanya sedikit penghiburan diperolehnya
dari lahirnya seorang anak di Israel, di Silo, saat tabut itu
hilang dan menjadi tawanan di negeri Filistin. Sukacita apa
yang dapat kita rasakan dari penghiburan dan kesenangan
suatu ciptaan saat kita tidak memiliki firman dan kete-
tapan Allah, khususnya saat kita tidak memiliki peng-
hiburan dari hadirat-Nya yang penuh kasih karunia dan
cahaya wajah-Nya? Orang yang menyanyikan nyanyian
untuk hati yang sangat sedih yaitu seperti cuka pada luka.
2. Kesedihan itu membuatnya menamai anaknya dengan sebuah
nama yang akan senantiasa menjadi pengingat akan kegelapan
itu dan perasaannya akan kejadian itu. Ia tidak punya per-
kataan apa pun untuk disampaikan kepada anak itu. Hanya
saja sebagai tanggung jawabnya, sebab kini suaminya telah
mati, maka untuk memberi nama anak itu, ia memerintahkan
mereka yang membantu dia untuk menamai anak itu Ikabod,
yang artinya, Di manakah kemuliaan itu? Atau, Celakalah de-
ngan kemuliaan itu! atau, Tidak ada kemuliaan (ay. 21), yang
kemudian dijelaskannya lebih lanjut melalui perkataan mulut-
nya di masa sekaratnya (ay. 22): “Telah lenyap kemuliaan dari
Israel, sebab tabut Allah telah dirampas. Panggillah anak itu:
kehinaan, sebab demikianlah ia. Keindahan Israel telah
lenyap, dan tampaknya tidak ada harapan untuk memulihkan-
nya. Jangan biarkan nama seorang Israel, apalagi seorang
imam, mengandung kemuliaan di dalamnya, sebab kini tabut
itu telah dirampas.” Catatlah,
(1) Kemurnian dan kelimpahan hukum-hukum Allah, serta
tanda kehadiran-Nya di tengah-tengah mereka, menjadi
kemuliaan bagi siapa pun juga, jauh melampaui kekayaan,
usaha, dan harga diri mereka di antara bangsa-bangsa.
(2) Tidak ada yang lebih menyakitkan hati dan lebih memati-
kan bagi seorang Israel yang beriman selain hilangnya se-
mua ini. Jika Allah beranjak pergi, maka beranjak pula ke-
muliaan, beserta segenap kebaikan. Celakalah kita jika
Dia meninggalkan kita!
PASAL 5
ekarang saatnya untuk mencari tahu apa yang telah terjadi
dengan tabut Allah. Kita tidak bisa tidak pasti berpikir bahwa kita
akan mendengar lebih banyak lagi tentang harta karun yang keramat
itu. Wajar kalau saya berpikir bahwa kabar selanjutnya yaitu selu-
ruh Israel, dari Dan sampai Bersyeba, berkumpul bersama-sama se-
bagai satu tubuh, dengan tekad untuk membawa tabut itu kembali,
dengan mengorbankan nyawa sekalipun. Akan namun , kita tidak
mendapati adanya suatu gerakan seperti itu. Betapa kecilnya sema-
ngat atau keberanian yang tersisa di antara mereka. Bahkan, kita
tidak mendapati bahwa mereka menginginkan suatu persepakatan
dengan orang-orang Filistin untuk menebusnya, atau menawarkan
apa saja sebagai penggantinya. “Tabut itu sudah hilang, jadi biarkan
saja.” Banyak orang yang berhati cukup lembut untuk meratapi
hilangnya tabut itu, namun mereka tidak cukup kuat untuk meng-
ambil satu langkah untuk mendapatkannya kembali, sama seperti
orang Israel di sini. Jika tabut itu mau menolong dirinya sendiri,
silakan saja, sebab mereka tidak akan menolongnya. Tidak layak
disebut sebagai orang Israel mereka itu, yang rela berpisah dengan
kemuliaan Israel tanpa perlawanan seperti itu. Oleh sebab itu, Allah
akan mengambil pekerjaan itu ke tangan-Nya sendiri dan membela
perkara-Nya sendiri, sebab manusia tidak mau maju untuk-Nya. Kita
diberi tahu dalam pasal ini,
I. Bagaimana orang-orang Filistin menang atas tabut itu (ay. 1-2),
dan,
II. Bagaimana tabut itu menang atas orang-orang Filistin,
1. Atas Dagon, allah mereka (ay. 3-5).
2. Atas orang-orang Filistin itu sendiri, yang secara pedih di-
tulahi dengan borok-borok, dan dibuat kepayahan oleh
tabut itu. Orang-orang Asdod pertama-tama (ay. 6-7), ke-
mudian orang-orang Gat (ay. 8-9), dan terakhir orang-orang
Ekron. Hal itu pada akhirnya memaksa mereka untuk
menetapkan hati mengembalikan tabut itu ke tanah Israel.
Sebab saat Allah menghakimi, Ia pasti akan menang.
Jatuhnya Dagon
(5:1-5)
1 Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya
dari Eben-Haezer ke Asdod. 2 Orang Filistin mengambil tabut Allah itu, di-
bawanya masuk ke kuil Dagon dan diletakkannya di sisi Dagon. 3 saat
orang-orang Asdod bangun pagi-pagi pada keesokan harinya, tampaklah
Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut TUHAN; lalu
mereka mengambil Dagon dan mengembalikannya ke tempatnya. 4 namun
saat keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi, tampaklah Dagon ter-
jatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut TUHAN, namun kepala
Dagon dan kedua belah tangannya terpenggal dan terpelanting ke ambang
pintu, hanya badan Dagon itu yang masih tinggal. 5 Itulah sebabnya para
imam Dagon dan semua orang yang masuk ke dalam kuil Dagon tidak
menginjak ambang pintu rumah Dagon yang di Asdod, sampai hari ini.
Dalam perikop ini diceritakan tentang,
I. Kemenangan orang Filistin atas tabut Allah. Mereka dibuat lebih
senang, dan lebih bangga, sebab sekarang mereka sudah me-
nguasainya. Sebab sebelum pertempuran itu, mereka dilanda
ketakutan yang besar terhadapnya (4:7). saat mereka meme-
gang tabut itu di tangan mereka, Allah menahan mereka, hingga
mereka tidak melakukan kekerasan apa pun terhadapnya, tidak
memecahkannya berkeping-keping, seperti yang diperintahkan
untuk dilakukan orang-orang Israel terhadap berhala-berhala
bangsa kafir. Sebaliknya, mereka menunjukkan suatu penghor-
matan terhadap tabut itu, dan membawanya dengan hati-hati ke
tempat yang aman. Kita tidak diberi tahu apakah mereka ter-
dorong keinginan untuk membukanya, dan membaca apa yang
ditulis dengan jari Allah pada dua loh batu yang ada di dalamnya.
Mungkin mereka hanya melihat-lihat sebatas emas di bagian
luarnya dan para kerub yang menutupinya, seperti anak kecil
yang lebih senang dengan sampul yang bagus dari Alkitab mereka
daripada dengan isi berharga yang termuat di dalamnya. Mereka
membawa tabut itu ke Asdod, salah satu dari lima kota mereka,
tempat kuil Dagon berada. Di sana mereka menempatkan tabut
Allah, di sisi Dagon (ay. 2), entah
1. Sebagai barang keramat, untuk mereka sujud di hadapannya
dalam suatu ibadah, bersama dengan Dagon. Sebab para allah
bangsa kafir tidak dipandang enggan disandingkan dengan
dewa-dewa lain. Meskipun bangsa-bangsa tidak mau meng-
ganti allah mereka, namun mereka mau memperbanyak dan
menambah jumlah allah mereka. namun mereka keliru tentang
Allah Israel saat ,