Tampilkan postingan dengan label teologi ali syariati 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teologi ali syariati 4. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

teologi ali syariati 4


 sesuai dengan tantangan sosial dan politik konkret dari 

dunia sekuler modern, masalah-masalah kontemporer seperti rasisme dan 

kemiskinan harus diperlakukan sebagai masalah teologis dan juga 

masalah-masalah sosial”

Dalam kasus kelahiran teologi pembebasan masalah kongkret 

yang dihadapi yaitu  situasi ekonomi dan politik yang dinilai 

menyengsarakan rakyat. Teologi pembebasan muncul dari proses panjang 

transformasi pasca-pencerahan refleksi teologis Kristen. Pada pertengahan 

1970-an banyak teologi pembebasan muncul di Amerika Utara dan 

Selatan, termasuk teolog Katolik (Leonardo Boff, Mary Daly, Rosemary 

Radford Ruether, Juan Luis Segundo, Jon Sobrino) dan Protestan (Robert 

Mc. Afee Brown, James H. Cone). Setelah itu, pengaruh teologi 

pembebasan diperluas, terutama mempengaruhi teologis di Afrika dan 

Asia. yaitu  fakta bahwa kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, 

ketertindasan, ketidakadilan, dan semacamnya hingga tingkat tertentu 

masih merupakan realitas keseharian yang mengikat berbagai bangsa 

terutama pada Negara-negara yang berkembang.  

Pelembagaan kekerasan menjadi sebuah fenomena serius, 

pengabaian terhadap kaum miskin, institusi pengadilan yang tak pernah 

mendengarkan suara kelompok miskin, hina-dina, dan anak-anak yang 

kurang gizi berada di mana-mana.  Secara kultural juga berkembang 

egoisme, individualistik, melemahnya rasa sayang, persuadaraan dan 

solidaritas. 

Teologi pembebasan muncul pertama kali di Eropa pada abad ke-

20 dan menjadi studi yang penting bagi agama-agama untuk melihat peran 

agama untuk membebaskan manusia dari ancaman globalisasi dan 

membebaskan manusia dari ancaman globalisasi dan menghindarkan 

manusia dari berbagai macam dosa sosial, serta menawarkan paradigma 

                                                         

untuk memperbaiki sistem sosial bagi manusia yang telah dirusak oleh 

berbagai sistem dan ideologi dari perbuatan manusia sendiri. 

Dengan konsep yang seperti itulah teologi pembebasan Ali 

Syariati dikembangkan, yaitu membawa umat manusia terbebas dari segala 

persaalan hidup, yang membuat rasa terikat, tidak nyaman atau 

keterkungkungan dengan oleh berbagai aturan atau dogma yang dipahami 

secara tekstual. 

Maka teologi pembebasan Syariati bertujuan menghilangkan 

semua keterikatan, keterkungkungan tersebut sehingga manusia merasa 

nyaman dalam menjalani hidupnya sehari-hari dengan tidak ada beban. 

  

B. Pengajaran Teologi Pembebasan 

Yang menjadi acuan dari pengajaran teologi pembebasan yaitu  

pengajaran Karl Marx. Seperti yang ditulis oleh Sugendo Galilea tentang 

empat kecenderungan di dalam Teologi Pembebasan, yaitu: Pertama, 

menekankan ayat-ayat Alkitab tentang pembebasan dan menerapkan 

konsep ini ke dalam warga . Kedua, berfokus pada sejarah dan 

budaya Amerika Latin (khususnya pada konteks sosial) sebagai suatu 

titik tolak teologi mereka. Ketiga, mengkonfrontasikan perjuangan kelas, 

ekonomi dan ideologi yang berbeda dengan iman Kristen. Keempat, 

teologi Pembebasan lebih merupakan ideologi  yang ada di bawah 

pengaruh Marxisme.18  

Beberapa pikiran dari teologi pembebasan yang berikut ini sama 

dengan rumusan Karl Marx yaitu: Pertama, teologi pembebasan tidak 

ingin hanya menafsirkan dunia, melainkan mengubah dunia. Kedua, 

keadaan warga  dianggap sebagai perjuangan kelas. Ketiga, di dalam 

teologi pembebasan sama seperti di dalam marxisme, bahwa kelas yang 

ditindas dibedakan dari kelas yang menindas. Keempat, sama seperti 

                                                          

marxisme bahwa teologi pembebasan berfikir struktur-struktur  

warga  harus dirubah. Kelima, agama harus dihancurkan demi 

manusia.  

Bagi Marx agama hanya sekedar imajinasi dari ketidak berdayaan 

manusia terhadap struktur basis. Struktur basis yaitu  ekonomi yang 

mencakup seluruh proses ekonomi baik produksi, konsumsi, persaingan 

ekonomi, dan sebagainya. Marx mengkritisi filsafat Hegel yang 

mengatakan bahwa : “apa yang berbudi sungguh-sungguh ada, dan apa 

yang sungguh-sungguh ada yaitu  berbudi”. Roh Absolut yang 

menggerakkan segala tindakan manusia dan alam semesta, kemudian 

Marx membalikkannya, dengan mengatakan bahwa manusialah 

penggerak sejarah sesungguhnya, Roh Absolut hanyalah hasil imajinasi 

dari ketidak berdayaan manusia di dunia. Seorang penulis Eta Linnerman 

menuliskan bahwa ‘Marx menafsirkan bahwa warga  yaitu  dasar 

sejarah dan ekonomi dipandang sebagai dasar kehidupan warga .’   

Agama menurut Marx hanya dijadikan sebagai alat legitimasi 

penindasan, keotoriterian penguasa dan menjadi alat sebagai 

pembodohan manusia. Umat Kristen oleh gereja selalu didoktrin akan 

keindahan surga jika menjalankan penderitaan tersebut dengan sukarela 

dan tidak melawan rezim yang sedang memimpin. Para pemuka agama 

memanfaatkan kedudukan yang strategis itu justru untuk melegalkan 

penindasan dimasa itu. Salah satunya yaitu  melarang kebebasan 

berpikir, jika kebebasan berfikir tersebut digunakan sebagai alat untuk 

melawan penindasan pemerintah para agamawan demi mempertahankan 

posisinya akan menuduh orang tersebut dengan pemberontak, kafir atau 

bid’ah dan sebagainya. Pemikiran Marx ini banyak menginspirasi para 

tokoh untuk memperjuangkan dan membela rakyat dari segala 

penindasan. Di Amerika latin misalnya  Gustavo Gutierrituez yang 

merupakan pastur di Amerika latin mencetuskan “Teologi Pembebasan” 

di mana agama dijadikan alat untuk membebaskan rakyat dari para 

kapitalis dan kediktaktoran pemerintah. 

Ali Syariati dalam teologi pembebasannya berpedoman kepada 

pemikiran-pemikiran Marx. Menurut Ali Syariati, logika kelas yang 

dibangun Marx tidak kuat, bahkan mencampur adukkan antara kriteria 

tertentu di dalam filsafatnya sehingga mengacaukan klasifikasi tahap 

perkembangan sosial dalam yaitu; bentuk hak milik, bentuk hubungan 

kelas dan bentuk alat produksi. Marx kemudian membuat tahap-tahap 

perkembangan sosial dan terjadinya perubahan didalamnya. Menurut 

Syariati hal itu berdasar  kepada:

a. Sosialisme primitif, pada periode ini warga  hidup secara 

kolekttif dan berdasar  kesamaan. Yang menjadi patokan di sini 

yaitu  stryktur bentuk hak milik yang kolektif. 

b. Perbudakan, dalam periode ini warga  terbagi atas dua kelas, 

ialah kelas yang dipertuan dan kelas budak. Hubungan antara kedua 

kelas itu yaitu  seperti hubungan antara pemilik dan benda-miliknya. 

Yang menjadi faktor penentu pada struktur ini ialah bentuk hubungan 

manusia. 

c. Perhambaan, pada periode ini di satu pihak kelas sebagai pemilik 

tanah, sedang  di pihak lain kelas yang terdiri dari para hamba. 

d. Feodalisme suatu cara produksi yang di dasarkan atas pertanian dan 

pemilikan tanah. Dalam batas-batas tertentu pemilik tanah 

merupakan yang dipertuan yang menikmati kekuasaan politik atas 

massa petani. 

e. Borjuisi. Struktur yang di dasarkan atas usaha dan perdagangan, 

usaha kerajinan, kehidupan kota serta pertukaran mata uang, kelas 

menengah kelas yang berada di antara petani dan pemilik tanah. 

f. Perkembangan penuh borjuisi dan industri.kapital telah bertumpuk 

sedang  produksi terkosentrasi pada industri besar. 

                                                          

g. Jumlah kapitalis semakin menipis, sedang  kekayaan semakin 

membengkak. 

Menurut Syariati teori yang dikemukakan oleh Marx itu 

kurang mencerminkan kekhasan masing-masing. Syariati melihat itu 

hanyalah sebagai substruktur dari super-struktur dalam katgori struktur Habil 

dan Qabil. 

Pada struktur Qabil melekat sejumlah hal yang bernilai 

kemewahan, posisi sosial yang tinggi, sang penguasa dan raja. Syariati 

menyatakan bahwa dalam al-Quran diceritakan  tentang Fir’aun sebagai 

lambang kekuasaan politik, Qorun melambangkan kekuasaan ekonomi, 

sedang  Bal’am melambangkan jabatan kependetaan rasmi. Ketiganya 

merupakan manifestasi tritunggal dari Qabil yang sama. Dalam al-Quran 

ketiganya disebut dengan Mala’, mutraf dan rahib, yang masing-

masingnya berarti serakah dan kejam, rakus dan buncit kekenyangan. 

Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu 

komunitas terhadap suatu persoalan sosial. sebab  itu warga  terlibat 

dalam perenungan-perenungan keagamaan. Mereka mempertanyakan 

tanggung jawab agama itu seperti apa? Apa yang harus dilakukan agama 

dalam konteks pemiskinan struktural? 

Gustavo Gutierrez asal Peru, yaitu  orang pertama yang 

merangkum paham Teologi Pembebasan lewat bukunya, Teologia de la 

Liberacion 1971. Buku itu menjadi pemicu diskusi yang lebih rinci 

tentang paham Teologi Pembebasan. Tokoh setelah Gustavo, Juan Louise 

Sguondo dan John Sabrino, yaitu  pastor yang relatif punya otoritas dan 

profesional secara akademis. sebab  itu pemikiran Teologi Pembebasan 

menjadi kuat.  

Analisis sosial yang paling efektif dan sering digunakan dalam 

Teologi Pembebasan yaitu  analisis Marxisme. Dengan pendekatan 

Marxisme akan diketahui siapa yang diuntungkan atau dirugikan sistem 

sosial itu. sebab  itu tokoh Teologi Pembebasan sangat cocok dengan 

analisis Marxian ini. 

saat  para tokoh Teologi Pembebasan di angkatan laut 

mengalami tekanan politik, gerakannya justru melebar ke Dunia Ketiga 

yang memiliki persoalan yang sama. Misalnya ke beberapa negara Asia 

yang mayoritas Katolik, seperti Filipina. Yang paling ekspresif memang 

di Filipina. Boleh dibilang people power yang menjatuhkan Marcos 

yaitu  satu corak dari Teologi Pembebasan. sebab  Teologi Pembebasan 

menekankan pada people power dan kedaulatan rakyat. 

Di Indonesia, teologi pembebasan masuk berbarengan dengan 

munculnya LSM-LSM, pada 1970-an muncul pemikiran kritis sebagai 

counter terhadap teori pembangunan. Beberapa tokoh LSM mensponsori 

masuknya teori tentang pembebasan dari Amerika Latin. Misalnya Adi 

Sasono dan Dr. Sritua Arif. Lihat saja bukunya, Indonesia: 

Ketergantungan dan Keterbelakangan. 

Yang dilakukan Romo Sandyawan sebetulnya empowering 

orang-orang yang termarjinalisasi. Saya tak tahu apakah ia menggunakan 

pandangan Teologi Pembebasan. Tapi yang menarik yaitu  concern-nya 

sebagai agamawan terhadap realitas warga  dan gerakan 

empowerment. 

Di kalangan Islam, pada 1980-an, subur pemikiran tentang 

Teologi Pembebasan. Sehingga suatu saat  Karl A. Streinbreenk, teolog 

Katolik, kaget melihat Teologi Pembebasan dibicarakan dengan 

bersemangat di LP3ES oleh anak muda muslim, seperti Fachry Ali dan 

Komaruddin Hidayat, dengan figurnya, M. Dawam Rahardjo. Ia heran 

Teologi Pembebasan dibicarakan dengan sangat terbuka di kalangan 

Islam, sementara di kalangan Katolik dibicarakan sangat hati-hati. 

Tahun 1980-an memang puncak kesuburan pemikiran 

pembebasan di kalangan Islam Indonesia. Mungkin suasana sosial 

politiknya mendukung ke arah sana. Tapi pada 1990-an, gerakan ini 

mulai merosot, terutama setelah ICMI berdiri.  Sebab Teologi 

Pembebasan pada akhirnya akan merefleksikan struktur kenegaraan, 

sementara ICMI berkepentingan dengan struktur.  

 

C. Relevansi Teologi Pembebasan Ali Syariati Pada Masa Sekarang. 

Kalau diperhatikan teologi pembebasan Ali Syariati yaitu  suatu 

cara untuk bebas dari determinan-determinan yang menjadi penghalang 

bagi kebebasan hidup manusia tersebut. Di mana determinan-determinan 

tersebut yaitu  berupa materialistik dan naturalis, sosiologis, biologis 

dan historis.20 Namum  determinan-determinan yang dipaparkan oleh Ali 

Syariati hanyalah sebagai perbandingan terhadap konsep yang 

berkembang di Barat. sebab  Syariati membangun pemikiran baru  

tentang konsep kebebasan manusia. Dan menurut Ali Syariati manusia 

hanya bisa bebas dari keterkungkungan itu, yaitu  dengan pendidikan 

atau dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, seperti pada  

tindakan prefentif manusia dalam mengatasi cuaca dan gangguan yang 

menghalangi aktifitas.  

Dengan demikian teologi pembebasan Ali Syariati ini kalau di 

korelasikan dengan masa sekarang, maka akan sesuai lah. Sebab di 

tengah-tengah zaman yang begitu canggih dan penuh dengan Ilmu 

Pengetahuan ini. Seseorang harus bisa menjalani hidupnya dan 

memenuhi kebutuhan hidupnya. Jangan hanya mengandalkan satu objek 

saja, akan tetapi semua kebutuhan harus terpenuhi dengan Ilmu 

Pengetahuan yang di miliki. Sebab untuk bisa bertahan hidup itu tidak 

hanya butuh materi atau kekayaan semata. Namun yang lebih di 

utamakan itu yaitu  ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu Pengetahuan 

kekayaan dan materi itu bisa di cari, tetapi materi atau kekayaan saja 

susah akan mendapatkan Ilmu Pengetahuan. Jadi itulah intinya teologi 

pembebasan Ali Syariati itu,  

                                                          

Islam mengajarkan untuk menempatkan manusia sederajat 

(egaliter) dan menolak segala bentuk penindasan; menumpuk harta, riba, 

kemiskinan dan kebodohan. Menurut Al Qur’an, hak atas kekayaan itu 

tidak bersifat absolut. Semua yang ada di bumi dan dilangit yaitu  

kepunyaan Allah, dan kita dilarang untuk membuat kerusakan di sana. 

Konsep keadilan ekonomi, politik dan sosial Ibn Taymiyyah, seorang 

ahli hukum abad pertengahan, berkali-kali dikutip oleh Engineer sebagai 

acuan. Ibn Taymiyyah mengingatkan bahwa “ Kehidupan manusia di 

muka bumi ini akan lebih tertata dengan sistem yang berkeadilan walau 

disertai suatu perbuatan dosa, dari pada dengan tirani yang alim”. 

Ekstrimnya dikatakan bahwa Allah membenarkan negara yang 

berkeadilan walaupun dipimpin oleh orang kafir, dan menyalahkan 

negara yang tidak menjamin keadilan meskipun dipimpin oleh seorang 

Muslim. Juga disebutkan bahwa dunia akan bisa bertahan dengan 

keadilan dan kekafiran, namun tidak dengan ketidakadilan dan Islam. 

Iqra’ sebagai ayat pertama yang turun bukanlah tanpa sebab yang jelas. 

Pada saat itu, Arab tidak mengenal budaya menulis. Tetapi Al Qur’an 

menekankan pena (menulis) sebagai alat untuk menyebarkan ilmu 

pengetahuan dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini memberi dampak 

liberatif bagi bangsa Arab, dari bangsa yang membenci ilmu 

pengetahuan menjadi bangsa yang tekun belajar dan menemukan rahasia 

alam selama berabad-abad. Cara pandang bangsa Arab pada Jahiliyah 

yang bias gender dibongkar habis oleh Islam. Islam mendudukan laki-

laki dan perempuan sama derajatnya, hanyalah yang paling bertaqwa 

yang memiliki derajat lebih dimata Allah. Dalam bidang ekonomi pun 

Al-Qur’an menekankan pada keadilan. Al Qur’an memerintahkan kepada 

orang-orang beriman untuk menyumbangkan kelebihan hartanya (Qs. 2 

:219). Toleransi merupakan hal yang dijunjung tinggi dalam Islam. Al 

Qur’an menegaskan dengan jelas, tidak ada paksaan dalam agama (QS.2: 

256), dan bagimu agamamu, bagiku agamaku (Qs. 190: 6). 

 Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menyinggung masalah-masalah 

sosial, yang bersifat kolektif (umat) dan personal. Salah satu hal yang 

ditegaskan di sana yaitu  konsep keimanan. Engineer percaya bahwa 

kebaikan dalam kehidupan akan membawa kepada keselamatan dan 

kebahagiaan. 

Berangkat dari hal demikian itulah Ali Syariati mengembangkan 

teologi pembebasannya dengan tujuan yaitu  untuk membebaskan 

manusia dari determinan-determinan yang mengikat dalam hidupnya. 

Sebab manusia tidak bisa lepas dari persoalan ekonomi, politik dan 

sosial, yang semua itu berujung pada persoalan keadilan. Artinya 

persoalan-persoalan hidup itu tidak akan menjadi penghalang bagi 

manusia untuk mengembangkan hidupnya. sebab  ada dasar agama yang 

menjadi landasan dalam mengembangkan hidupnya. sebab  makna 

agama bagi Ali Syariati yaitu  sebagai sarana untuk memberi  

kebebasan bagi manusia itu sendiri, bukannya suatu hal yang 

menghambat dari ruang gerak manusia tersebut.  

Penulis melihat teologi pembebasan Ali Syariati ini terkesan 

hampir sama dengan Islam Kiri yaang ditawarkan oleh Hassan Hanafi. 

Sebab di sana Hassan Hanafi dalam mengembangkan Islam kirinya 

berpijak pada agama Islam sebagai dasar pemikirannya. Maka tidak jauh 

beda dengan teologi Pmbebasan Ali Syariati, walaupun Ali Syariati 

dalam teologi pembebasannya berangkat dari pemikiran Marxisme dan 

Engineer. Tetapi Ali Syariati tidak meninggalkan agama, sebab  menurut 

Ali Syariati agama yaitu  suatu hal yang membawa pada rmanusia yang 

lebih maju dengan konsep Ilmu Pengetahuannya.  

Maka seperti itulah bagi Ali Syariati peran agama dalam 

mengembangkan teologi pembebasannya, untuk keluar dari 

keterkungkugan dari beberapa determinan-determinan berupa 

materialistik dan naturalistik, sosiologis, biologis dan historis. Di sini 

akan penulis jelaskan konsep determinan-determinan itu satu persatu; 


 

a. Determinan Materialistik.  

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari materi. sebab  

materi yaitu  hal yang melekat dalam kehidupan manusia. 

Sebab manusia dlam hidupnya selalu butuh pada hal-hal yang 

akan mmbawa keberlanjutan dalam hiupnya. Namun 

walaupun begitu, manusia akan bisa keluar dari lingkaran 

setan yang bergelimang materi tersebut dengan berpegang 

teguh ppada agama dan berilmu pengetahuan yang tinggi. 

Artinya jangan manusia itu sibuk dengan urusan materi yang 

akan membuat manusia itu dengki dan jauh dari agama atau 

.yang sulit untuk melaksankan ibadah sebab  disibukkan oleh 

persalan materi. Akan tetapi apabila manusia tersebut selalu 

menggunakan agama dan ilmu pengetahuan untuk mencari 

materi tersebut, maka akan bisa mentolerir dari kesibukan 

terhadap materi tersebut. 

b. Determinan Naturalistik. 

Naturalistik di artikan dengan alam, alamiah, sunnatullah. 

Konsep alamiah itu bisa membuat manusia bebas berbuat dan 

berpikir sesuai dengan aturan agama yang benar. Artinya 

dalam segala segi kehidupannya manusia berbuat seuai 

alamiah atau dalam istilah teologi di kenal dengan 

sunnatullah.  

c. Determinan Sosiologis 

Sosiologis dengan arti sosial, yaitu bagaimana manusia 

tersebut dalam berinteraksi dengan sesama manusia dengan  

cara bebas. Dalam hal sosiologi ini, bagaiman agar manusia 

tersebut bisa menjalain hubungan dengan sesama manusia 

tanpa dibarengi oleh hal-hal yang membuat mereka terbatas 

ruang geraknya. Artinya jangan ada perbdaan dalam hal 

keturunan, kekayaan, kasta maupun suku. Dalam bersosial 

jangan memilih-milih dan jangan hanya melihat dari segi  

materi semata. Maka itulah yang pnulis maksud bahwa Ali 

Syariati mengkaitkan teologi pembebasannya pada 

determinan-determinan tersebut.   

d. Determinan Biologis 

Biologis yaitu  body atau badan, artinya dalam melakukan 

segala hal apapun manusia jangan terbatas dengan bentuk 

badan atau body. Maksudnya bahwa bagaimanapun bntuk 

badan atau tubuh kita, namun tidak menjadi penghalang untuk 

bergerak atau mengembangkan pemikiran. Ssbeab apa yang 

ada pada diri manusia yaitu  atas kehendak Allah. 

e. Determinan Historis 

Historis yaitu  sejarah, artinya bagaimana pun latar belakang 

seseorang atau dari manapun manusia itu berasal, jangan 

dijadikan penghalang dalam mengembangkan pola pikir dan 

gagasan yang ada. Sebab setiap manusia ini yaitu  ciptaan 

Allah dan yang membedakannya yaitu  taqwa di hadapan 

Allah. Jadi dalam hal sejarah bagaimana agar manusia bisa 

bebas, artinya tidak hanya terikat pada satu keturunan saja 

atau dari latar belakang yang sama. 

Dengan demikian penulis berpendapat bahwa teologi pembebaasan Ali 

Syariati itu sesuai dengan konsep ajaran Islam, yang tidak memperhatikan 

manusia itu dari sisi ras, suku dan bentuk tubuhnya. Jadi diberi kebebasan untuk 

mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya masing-masing. Maka sperti 

itulah tologi pembebasan Ali Syariati, walaupun berangkat dari pemikiran 

Marxisme, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Sangat 

sesuai apabila dikaitkan dengan masa sekarang yang notabenenya sudah di 

anggap zaman moderen, di mana manusia sudah penuhi dengan teknologi yang 

tinggi yang akan membuat manusia itu jauh dari nilai-nilai agama.   

 


berdasar  uraian panjang dari bab-bab sebelumnya, maka pemikiran  dengan 

judul “Teologi Pembebasan Ali Syariati dan Relevansinya dengan Masa 

Sekarang”. Dapat disimpulkan sebagai berikut:   

Ali Syariati merupakan seorang intelek, ideologi dan pemikir revolusi 

Iran terkemuka. Ali Syariati dilahirkan pada 24 November 1933 di desa 

Mazinan, pinggiran kota Masyad dan Sabzavar Propinsi Khorasan, Iran. Dia 

dididk langsung oleh orang tuanya sendiri, semenjak kecil Ali Syariati sudah 

menyukai buku-buku filsafat, politik dan tasawuf. Ali Syariati sangat kental 

dengan syi’ah, sebab  beliau besar dalam lingkungan syi’ah. 

Ali Syariati merupakan seorang pemikir dan aktivis, pemikirannya yang 

sangat penting yaitu  ajakan untuk kembali kepada “Islam yang benar”, 

sebagaimana banyak yang disuarakan oleh kaum pembaharu Islam seperti 

Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. 

Ali Syariati sebagai seorang pemikir yang revolutif juga membahas 

tentang tauhid, adapun tauhid  menurut pandangan Ali Syariati yaitu  

pandangan dunia sebagai sebuah idologi, perasaan yang dimiliki seseorang 

berkenaan dengan mazhab pemikiran sebagai sebuah sistem keyakinan. Ali 

Syariati mengkontrakan Islam atau tauhid ideologi dengan Islam atau tauhid 

sebagai sebuah ilmu seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya konsep 

tauhid yang dianut  Ali Syariati yaitu  tauhid integralistik, artinya semua yang 

ada dalam dunia ini mengarah pada keesaan Tuhan. 

Teologi Pembebasan yaitu  suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran 

dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya. Teologi Pembebasan 

yaitu  upaya ber-teologi secara kontekstual. Teologi pembebasan lahir sebagai 

respons terhadap situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan 

rakyat. Masalah-masalah itu dijabarkan dalam penindasan, rasisme, kemiskinan, 

penjajahan, bias ideologi dan sebagainya. Teologi Pembebasan merupakan 

refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial. 

Teologi pembebasan Ali Syariati yaitu  suatu cara untuk bebas dari 

determinan-determinan yang menjadi penghalang bagi kebebasan manusia 

tersebut. Di mana determinan-determinan tersebut yaitu  berupa materialistik 

dan naturalis, sosiologis, biologis dan historis. Namum determinan-determinan 

yang dipaparkan oleh Ali Syariati hanyalah sebagai perbandingan terhadap 

konsep yang berkembang di Barat. sebab  Syriati membangun teologi 

pembebasan Ali Syariati yaitu  suatu cara untuk bebas dari determinan-

determinan yang menjadi penghalang bagi kebebasan manusia tersebut. Di mana 

determinan-determinan tersebut yaitu  berupa materialistik dan naturalis, 

sosiologis, biologis dan historis. Namum determinan-determinan yang 

dipaparkan oleh Ali Syariati hanyalah sebagai perbandingan terhadap konsep 

yang berkembang di Barat. sebab  Syriati membangun pemikiran baru  tentang 

konsep kebebasan manusia. Dan menurut Ali Syariati manusia hanya bisa bebas 

dari keterkungkungan itu, yaitu  dengan pendidikan atau dengan kemajuan Ilmu 

Pengetahuan dan teknologi, seperti pada  tindakan prefentif manusia dalam 

mengatasi cuaca dan gangguan yang menghalangi aktifitas.  

 Dengan demikian teologi pembebasan Ali Syariati ini kalau di 

korelasikan dengan masa sekarang, maka akan sesuai lah. Sebab di tengah-

tengah zaman yang begitu canggih dan penuh dengan Ilmu Pengetahuan ini. 

Seseorang harus bisa menjalani hidupnya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Jangan hanya mengandalkan satu objek saja, akan tetapi semua kebutuhan harus 

terpenuhi dengan Ilmu Pengetahuan yang di miliki. Sebab untuk bisa bertahan 

hidup itu tidak hanya butuh materi atau kekayaan semata. Namun yang lebih di 

utamakan itu yaitu  ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu Pengetahuan kekayaan dan 

materi itu bisa di cari, tetapi materi atau kekayaan saja susah akan mendapatkan 

Ilmu Pengetahuan. Jadi itulah intinya teologi pembebasan Ali Syariati itu, 

pemikiran baru  tentang konsep kebebasan manusia. Dan menurut Ali Syariati 

manusia hanya bisa bebas dari keterkungkungan itu, yaitu  dengan pendidikan 

atau dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, seperti pada  tindakan 

prefentif manusia dalam mengatasi cuaca dan gangguan yang menghalangi 

aktifitas.  

Dengan demikian teologi pembebasan Ali Syariati ini kalau di 

korelasikan dengan masa sekarang, maka akan sesuai lah. Sebab di tengah-

tengah zaman yang begitu canggih dan penuh dengan Ilmu Pengetahuan ini. 

Seseorang harus bisa menjalani hidupnya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Jangan hanya mengandalkan satu objek saja, akan tetapi semua kebutuhan harus 

terpenuhi dengan Ilmu Pengetahuan yang di miliki. Sebab untuk bisa bertahan 

hidup itu tidak hanya butuh materi atau kekayaan semata. Namun yang lebih di 

utamakan itu yaitu  ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu Pengetahuan kekayaan dan 

materi itu bisa di cari, tetapi materi atau kekayaan saja susah akan mendapatkan 

Ilmu Pengetahuan. Jadi itulah intinya teologi pembebasan Ali Syariati itu, 

pemikiran  tentang Teologi Pembebasan Ali Syariati ini penulis lakukan, 

terinspirasi dengan persoalan tauhid yang dikemukakan oleh Ali Syariati. Di mana Ali 

Syariati dalam memahami tauhid yaitu  pandangan duania sebagai sebuah ideology 

perasaan yang dimiliki seseorang berkenaan dengan masalah pemikiran sebagai sebuah 

system keyakinan. Ali Syariatai mengkontrakan Islam atau tauhid ideology dengan 

Islam atau tauhid sebagai sebuah ilmu seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya 

tauhid yang dianut Ali Syariati yaitu  tauhid integralistik, artinya semua yang ada 

dalam dunia ini mengarah kepada keesaan Tuhan. Intinya teologi pembebasan Ali 

Syariati ini yaitu  pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau 

diperhatikan dengan perkembangan zaman sekarang seakan ide teologi pembebasan Ali 

Syariati sesuai dan harus dibangkitkan kembali. 

pemikiran  ini yaitu  pemikiran  library research yaitu mengadakan study 

kepustakaan melalui penela’ahan, pemikiran , menganalisa serta mengkomperatifkan 

buku-buku, makalah, majalah dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan 

pemikiran Ali Syariati tentang teologi. Untuk sampai ke persoalan pokok, data 

dikumpulkan dengan melakukan  pemikiran  dan analisa isi (content analysis) secara 

kritis. Penulis sangat interest dengan masalah ini, sebab  Ali Syariati sangat 

memiliki  pola pemikiran yang sangat kompleks dalam teologi pembebasan. Dan 

pemahaman dalam teologi Ali Syariati bisa direlevansikan dengan masa sekarang. 

pemikiran  ini yaitu  pemikiran  library research yaitu mengadakan study 

kepustakaan melalui penela’ahan, pemikiran , menagnalisa serta mengkomperatifkan 

buku-buku, makalah, majalah dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan 

pemikiran Ali Syariati tentang teologi. Untuk sampai ke persoalan pokok, data 

dikumpulkan dengan melakukan  pemikiran  dan analisa isi (content analysis) secara 

kritis.   

 Data primer yang penulis gunakan yaitu  karya-karya dari Ali Syariati itu 

sendiri yang membahas tentang teologi pembebasan, yang dikaitkan dengan masalah 

tauhid, Islam, manusia dan determinan-determinan yang menjadi penghalang manusia 

dalam berkembang. sedang  data sekunder yang penulis gunakan yaitu  buku-

buku, karya-karya atau artikel-artikel dari pengarang lainnya yang berkaitan dengan 

pemikiran Ali Syariati khususnya yang berkaitan dengan teologi pembebasannya, baik 

menjadikannya sebagai topik kajian utama maupun yang mengkajinya secara sepintas. 

 pemikiran  bersifat analitik-kualitatif dengan fariabel utamanya yaitu  pemikiran 

Ali Syariati. Pendekatan yang dipakai yaitu  deskriptif-sosiologis dan analitik-

fenomenologis. Pendekatan deskriptif-sosiologis digunakan untuk melihat pemikiran 

Ali Syariati yang dipengaruhi oleh setting sosial dan wacana intelektual yang 

mendukungnya. sedang  pendekatan analitis-fenomenologis digunakan untuk 

memahami persepsinya berdasar  apa yang dirasakannya dan yang dipahaminya 

sebagai tokoh yang sedang diteliti. Dengan menggunakan metode holistika dan 

analisis kritis.