sesuai dengan tantangan sosial dan politik konkret dari
dunia sekuler modern, masalah-masalah kontemporer seperti rasisme dan
kemiskinan harus diperlakukan sebagai masalah teologis dan juga
masalah-masalah sosial”
Dalam kasus kelahiran teologi pembebasan masalah kongkret
yang dihadapi yaitu situasi ekonomi dan politik yang dinilai
menyengsarakan rakyat. Teologi pembebasan muncul dari proses panjang
transformasi pasca-pencerahan refleksi teologis Kristen. Pada pertengahan
1970-an banyak teologi pembebasan muncul di Amerika Utara dan
Selatan, termasuk teolog Katolik (Leonardo Boff, Mary Daly, Rosemary
Radford Ruether, Juan Luis Segundo, Jon Sobrino) dan Protestan (Robert
Mc. Afee Brown, James H. Cone). Setelah itu, pengaruh teologi
pembebasan diperluas, terutama mempengaruhi teologis di Afrika dan
Asia. yaitu fakta bahwa kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan,
ketertindasan, ketidakadilan, dan semacamnya hingga tingkat tertentu
masih merupakan realitas keseharian yang mengikat berbagai bangsa
terutama pada Negara-negara yang berkembang.
Pelembagaan kekerasan menjadi sebuah fenomena serius,
pengabaian terhadap kaum miskin, institusi pengadilan yang tak pernah
mendengarkan suara kelompok miskin, hina-dina, dan anak-anak yang
kurang gizi berada di mana-mana. Secara kultural juga berkembang
egoisme, individualistik, melemahnya rasa sayang, persuadaraan dan
solidaritas.
Teologi pembebasan muncul pertama kali di Eropa pada abad ke-
20 dan menjadi studi yang penting bagi agama-agama untuk melihat peran
agama untuk membebaskan manusia dari ancaman globalisasi dan
membebaskan manusia dari ancaman globalisasi dan menghindarkan
manusia dari berbagai macam dosa sosial, serta menawarkan paradigma
untuk memperbaiki sistem sosial bagi manusia yang telah dirusak oleh
berbagai sistem dan ideologi dari perbuatan manusia sendiri.
Dengan konsep yang seperti itulah teologi pembebasan Ali
Syariati dikembangkan, yaitu membawa umat manusia terbebas dari segala
persaalan hidup, yang membuat rasa terikat, tidak nyaman atau
keterkungkungan dengan oleh berbagai aturan atau dogma yang dipahami
secara tekstual.
Maka teologi pembebasan Syariati bertujuan menghilangkan
semua keterikatan, keterkungkungan tersebut sehingga manusia merasa
nyaman dalam menjalani hidupnya sehari-hari dengan tidak ada beban.
B. Pengajaran Teologi Pembebasan
Yang menjadi acuan dari pengajaran teologi pembebasan yaitu
pengajaran Karl Marx. Seperti yang ditulis oleh Sugendo Galilea tentang
empat kecenderungan di dalam Teologi Pembebasan, yaitu: Pertama,
menekankan ayat-ayat Alkitab tentang pembebasan dan menerapkan
konsep ini ke dalam warga . Kedua, berfokus pada sejarah dan
budaya Amerika Latin (khususnya pada konteks sosial) sebagai suatu
titik tolak teologi mereka. Ketiga, mengkonfrontasikan perjuangan kelas,
ekonomi dan ideologi yang berbeda dengan iman Kristen. Keempat,
teologi Pembebasan lebih merupakan ideologi yang ada di bawah
pengaruh Marxisme.18
Beberapa pikiran dari teologi pembebasan yang berikut ini sama
dengan rumusan Karl Marx yaitu: Pertama, teologi pembebasan tidak
ingin hanya menafsirkan dunia, melainkan mengubah dunia. Kedua,
keadaan warga dianggap sebagai perjuangan kelas. Ketiga, di dalam
teologi pembebasan sama seperti di dalam marxisme, bahwa kelas yang
ditindas dibedakan dari kelas yang menindas. Keempat, sama seperti
marxisme bahwa teologi pembebasan berfikir struktur-struktur
warga harus dirubah. Kelima, agama harus dihancurkan demi
manusia.
Bagi Marx agama hanya sekedar imajinasi dari ketidak berdayaan
manusia terhadap struktur basis. Struktur basis yaitu ekonomi yang
mencakup seluruh proses ekonomi baik produksi, konsumsi, persaingan
ekonomi, dan sebagainya. Marx mengkritisi filsafat Hegel yang
mengatakan bahwa : “apa yang berbudi sungguh-sungguh ada, dan apa
yang sungguh-sungguh ada yaitu berbudi”. Roh Absolut yang
menggerakkan segala tindakan manusia dan alam semesta, kemudian
Marx membalikkannya, dengan mengatakan bahwa manusialah
penggerak sejarah sesungguhnya, Roh Absolut hanyalah hasil imajinasi
dari ketidak berdayaan manusia di dunia. Seorang penulis Eta Linnerman
menuliskan bahwa ‘Marx menafsirkan bahwa warga yaitu dasar
sejarah dan ekonomi dipandang sebagai dasar kehidupan warga .’
Agama menurut Marx hanya dijadikan sebagai alat legitimasi
penindasan, keotoriterian penguasa dan menjadi alat sebagai
pembodohan manusia. Umat Kristen oleh gereja selalu didoktrin akan
keindahan surga jika menjalankan penderitaan tersebut dengan sukarela
dan tidak melawan rezim yang sedang memimpin. Para pemuka agama
memanfaatkan kedudukan yang strategis itu justru untuk melegalkan
penindasan dimasa itu. Salah satunya yaitu melarang kebebasan
berpikir, jika kebebasan berfikir tersebut digunakan sebagai alat untuk
melawan penindasan pemerintah para agamawan demi mempertahankan
posisinya akan menuduh orang tersebut dengan pemberontak, kafir atau
bid’ah dan sebagainya. Pemikiran Marx ini banyak menginspirasi para
tokoh untuk memperjuangkan dan membela rakyat dari segala
penindasan. Di Amerika latin misalnya Gustavo Gutierrituez yang
merupakan pastur di Amerika latin mencetuskan “Teologi Pembebasan”
di mana agama dijadikan alat untuk membebaskan rakyat dari para
kapitalis dan kediktaktoran pemerintah.
Ali Syariati dalam teologi pembebasannya berpedoman kepada
pemikiran-pemikiran Marx. Menurut Ali Syariati, logika kelas yang
dibangun Marx tidak kuat, bahkan mencampur adukkan antara kriteria
tertentu di dalam filsafatnya sehingga mengacaukan klasifikasi tahap
perkembangan sosial dalam yaitu; bentuk hak milik, bentuk hubungan
kelas dan bentuk alat produksi. Marx kemudian membuat tahap-tahap
perkembangan sosial dan terjadinya perubahan didalamnya. Menurut
Syariati hal itu berdasar kepada:
a. Sosialisme primitif, pada periode ini warga hidup secara
kolekttif dan berdasar kesamaan. Yang menjadi patokan di sini
yaitu stryktur bentuk hak milik yang kolektif.
b. Perbudakan, dalam periode ini warga terbagi atas dua kelas,
ialah kelas yang dipertuan dan kelas budak. Hubungan antara kedua
kelas itu yaitu seperti hubungan antara pemilik dan benda-miliknya.
Yang menjadi faktor penentu pada struktur ini ialah bentuk hubungan
manusia.
c. Perhambaan, pada periode ini di satu pihak kelas sebagai pemilik
tanah, sedang di pihak lain kelas yang terdiri dari para hamba.
d. Feodalisme suatu cara produksi yang di dasarkan atas pertanian dan
pemilikan tanah. Dalam batas-batas tertentu pemilik tanah
merupakan yang dipertuan yang menikmati kekuasaan politik atas
massa petani.
e. Borjuisi. Struktur yang di dasarkan atas usaha dan perdagangan,
usaha kerajinan, kehidupan kota serta pertukaran mata uang, kelas
menengah kelas yang berada di antara petani dan pemilik tanah.
f. Perkembangan penuh borjuisi dan industri.kapital telah bertumpuk
sedang produksi terkosentrasi pada industri besar.
g. Jumlah kapitalis semakin menipis, sedang kekayaan semakin
membengkak.
Menurut Syariati teori yang dikemukakan oleh Marx itu
kurang mencerminkan kekhasan masing-masing. Syariati melihat itu
hanyalah sebagai substruktur dari super-struktur dalam katgori struktur Habil
dan Qabil.
Pada struktur Qabil melekat sejumlah hal yang bernilai
kemewahan, posisi sosial yang tinggi, sang penguasa dan raja. Syariati
menyatakan bahwa dalam al-Quran diceritakan tentang Fir’aun sebagai
lambang kekuasaan politik, Qorun melambangkan kekuasaan ekonomi,
sedang Bal’am melambangkan jabatan kependetaan rasmi. Ketiganya
merupakan manifestasi tritunggal dari Qabil yang sama. Dalam al-Quran
ketiganya disebut dengan Mala’, mutraf dan rahib, yang masing-
masingnya berarti serakah dan kejam, rakus dan buncit kekenyangan.
Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu
komunitas terhadap suatu persoalan sosial. sebab itu warga terlibat
dalam perenungan-perenungan keagamaan. Mereka mempertanyakan
tanggung jawab agama itu seperti apa? Apa yang harus dilakukan agama
dalam konteks pemiskinan struktural?
Gustavo Gutierrez asal Peru, yaitu orang pertama yang
merangkum paham Teologi Pembebasan lewat bukunya, Teologia de la
Liberacion 1971. Buku itu menjadi pemicu diskusi yang lebih rinci
tentang paham Teologi Pembebasan. Tokoh setelah Gustavo, Juan Louise
Sguondo dan John Sabrino, yaitu pastor yang relatif punya otoritas dan
profesional secara akademis. sebab itu pemikiran Teologi Pembebasan
menjadi kuat.
Analisis sosial yang paling efektif dan sering digunakan dalam
Teologi Pembebasan yaitu analisis Marxisme. Dengan pendekatan
Marxisme akan diketahui siapa yang diuntungkan atau dirugikan sistem
sosial itu. sebab itu tokoh Teologi Pembebasan sangat cocok dengan
analisis Marxian ini.
saat para tokoh Teologi Pembebasan di angkatan laut
mengalami tekanan politik, gerakannya justru melebar ke Dunia Ketiga
yang memiliki persoalan yang sama. Misalnya ke beberapa negara Asia
yang mayoritas Katolik, seperti Filipina. Yang paling ekspresif memang
di Filipina. Boleh dibilang people power yang menjatuhkan Marcos
yaitu satu corak dari Teologi Pembebasan. sebab Teologi Pembebasan
menekankan pada people power dan kedaulatan rakyat.
Di Indonesia, teologi pembebasan masuk berbarengan dengan
munculnya LSM-LSM, pada 1970-an muncul pemikiran kritis sebagai
counter terhadap teori pembangunan. Beberapa tokoh LSM mensponsori
masuknya teori tentang pembebasan dari Amerika Latin. Misalnya Adi
Sasono dan Dr. Sritua Arif. Lihat saja bukunya, Indonesia:
Ketergantungan dan Keterbelakangan.
Yang dilakukan Romo Sandyawan sebetulnya empowering
orang-orang yang termarjinalisasi. Saya tak tahu apakah ia menggunakan
pandangan Teologi Pembebasan. Tapi yang menarik yaitu concern-nya
sebagai agamawan terhadap realitas warga dan gerakan
empowerment.
Di kalangan Islam, pada 1980-an, subur pemikiran tentang
Teologi Pembebasan. Sehingga suatu saat Karl A. Streinbreenk, teolog
Katolik, kaget melihat Teologi Pembebasan dibicarakan dengan
bersemangat di LP3ES oleh anak muda muslim, seperti Fachry Ali dan
Komaruddin Hidayat, dengan figurnya, M. Dawam Rahardjo. Ia heran
Teologi Pembebasan dibicarakan dengan sangat terbuka di kalangan
Islam, sementara di kalangan Katolik dibicarakan sangat hati-hati.
Tahun 1980-an memang puncak kesuburan pemikiran
pembebasan di kalangan Islam Indonesia. Mungkin suasana sosial
politiknya mendukung ke arah sana. Tapi pada 1990-an, gerakan ini
mulai merosot, terutama setelah ICMI berdiri. Sebab Teologi
Pembebasan pada akhirnya akan merefleksikan struktur kenegaraan,
sementara ICMI berkepentingan dengan struktur.
C. Relevansi Teologi Pembebasan Ali Syariati Pada Masa Sekarang.
Kalau diperhatikan teologi pembebasan Ali Syariati yaitu suatu
cara untuk bebas dari determinan-determinan yang menjadi penghalang
bagi kebebasan hidup manusia tersebut. Di mana determinan-determinan
tersebut yaitu berupa materialistik dan naturalis, sosiologis, biologis
dan historis.20 Namum determinan-determinan yang dipaparkan oleh Ali
Syariati hanyalah sebagai perbandingan terhadap konsep yang
berkembang di Barat. sebab Syariati membangun pemikiran baru
tentang konsep kebebasan manusia. Dan menurut Ali Syariati manusia
hanya bisa bebas dari keterkungkungan itu, yaitu dengan pendidikan
atau dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, seperti pada
tindakan prefentif manusia dalam mengatasi cuaca dan gangguan yang
menghalangi aktifitas.
Dengan demikian teologi pembebasan Ali Syariati ini kalau di
korelasikan dengan masa sekarang, maka akan sesuai lah. Sebab di
tengah-tengah zaman yang begitu canggih dan penuh dengan Ilmu
Pengetahuan ini. Seseorang harus bisa menjalani hidupnya dan
memenuhi kebutuhan hidupnya. Jangan hanya mengandalkan satu objek
saja, akan tetapi semua kebutuhan harus terpenuhi dengan Ilmu
Pengetahuan yang di miliki. Sebab untuk bisa bertahan hidup itu tidak
hanya butuh materi atau kekayaan semata. Namun yang lebih di
utamakan itu yaitu ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu Pengetahuan
kekayaan dan materi itu bisa di cari, tetapi materi atau kekayaan saja
susah akan mendapatkan Ilmu Pengetahuan. Jadi itulah intinya teologi
pembebasan Ali Syariati itu,
Islam mengajarkan untuk menempatkan manusia sederajat
(egaliter) dan menolak segala bentuk penindasan; menumpuk harta, riba,
kemiskinan dan kebodohan. Menurut Al Qur’an, hak atas kekayaan itu
tidak bersifat absolut. Semua yang ada di bumi dan dilangit yaitu
kepunyaan Allah, dan kita dilarang untuk membuat kerusakan di sana.
Konsep keadilan ekonomi, politik dan sosial Ibn Taymiyyah, seorang
ahli hukum abad pertengahan, berkali-kali dikutip oleh Engineer sebagai
acuan. Ibn Taymiyyah mengingatkan bahwa “ Kehidupan manusia di
muka bumi ini akan lebih tertata dengan sistem yang berkeadilan walau
disertai suatu perbuatan dosa, dari pada dengan tirani yang alim”.
Ekstrimnya dikatakan bahwa Allah membenarkan negara yang
berkeadilan walaupun dipimpin oleh orang kafir, dan menyalahkan
negara yang tidak menjamin keadilan meskipun dipimpin oleh seorang
Muslim. Juga disebutkan bahwa dunia akan bisa bertahan dengan
keadilan dan kekafiran, namun tidak dengan ketidakadilan dan Islam.
Iqra’ sebagai ayat pertama yang turun bukanlah tanpa sebab yang jelas.
Pada saat itu, Arab tidak mengenal budaya menulis. Tetapi Al Qur’an
menekankan pena (menulis) sebagai alat untuk menyebarkan ilmu
pengetahuan dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini memberi dampak
liberatif bagi bangsa Arab, dari bangsa yang membenci ilmu
pengetahuan menjadi bangsa yang tekun belajar dan menemukan rahasia
alam selama berabad-abad. Cara pandang bangsa Arab pada Jahiliyah
yang bias gender dibongkar habis oleh Islam. Islam mendudukan laki-
laki dan perempuan sama derajatnya, hanyalah yang paling bertaqwa
yang memiliki derajat lebih dimata Allah. Dalam bidang ekonomi pun
Al-Qur’an menekankan pada keadilan. Al Qur’an memerintahkan kepada
orang-orang beriman untuk menyumbangkan kelebihan hartanya (Qs. 2
:219). Toleransi merupakan hal yang dijunjung tinggi dalam Islam. Al
Qur’an menegaskan dengan jelas, tidak ada paksaan dalam agama (QS.2:
256), dan bagimu agamamu, bagiku agamaku (Qs. 190: 6).
Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menyinggung masalah-masalah
sosial, yang bersifat kolektif (umat) dan personal. Salah satu hal yang
ditegaskan di sana yaitu konsep keimanan. Engineer percaya bahwa
kebaikan dalam kehidupan akan membawa kepada keselamatan dan
kebahagiaan.
Berangkat dari hal demikian itulah Ali Syariati mengembangkan
teologi pembebasannya dengan tujuan yaitu untuk membebaskan
manusia dari determinan-determinan yang mengikat dalam hidupnya.
Sebab manusia tidak bisa lepas dari persoalan ekonomi, politik dan
sosial, yang semua itu berujung pada persoalan keadilan. Artinya
persoalan-persoalan hidup itu tidak akan menjadi penghalang bagi
manusia untuk mengembangkan hidupnya. sebab ada dasar agama yang
menjadi landasan dalam mengembangkan hidupnya. sebab makna
agama bagi Ali Syariati yaitu sebagai sarana untuk memberi
kebebasan bagi manusia itu sendiri, bukannya suatu hal yang
menghambat dari ruang gerak manusia tersebut.
Penulis melihat teologi pembebasan Ali Syariati ini terkesan
hampir sama dengan Islam Kiri yaang ditawarkan oleh Hassan Hanafi.
Sebab di sana Hassan Hanafi dalam mengembangkan Islam kirinya
berpijak pada agama Islam sebagai dasar pemikirannya. Maka tidak jauh
beda dengan teologi Pmbebasan Ali Syariati, walaupun Ali Syariati
dalam teologi pembebasannya berangkat dari pemikiran Marxisme dan
Engineer. Tetapi Ali Syariati tidak meninggalkan agama, sebab menurut
Ali Syariati agama yaitu suatu hal yang membawa pada rmanusia yang
lebih maju dengan konsep Ilmu Pengetahuannya.
Maka seperti itulah bagi Ali Syariati peran agama dalam
mengembangkan teologi pembebasannya, untuk keluar dari
keterkungkugan dari beberapa determinan-determinan berupa
materialistik dan naturalistik, sosiologis, biologis dan historis. Di sini
akan penulis jelaskan konsep determinan-determinan itu satu persatu;
a. Determinan Materialistik.
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari materi. sebab
materi yaitu hal yang melekat dalam kehidupan manusia.
Sebab manusia dlam hidupnya selalu butuh pada hal-hal yang
akan mmbawa keberlanjutan dalam hiupnya. Namun
walaupun begitu, manusia akan bisa keluar dari lingkaran
setan yang bergelimang materi tersebut dengan berpegang
teguh ppada agama dan berilmu pengetahuan yang tinggi.
Artinya jangan manusia itu sibuk dengan urusan materi yang
akan membuat manusia itu dengki dan jauh dari agama atau
.yang sulit untuk melaksankan ibadah sebab disibukkan oleh
persalan materi. Akan tetapi apabila manusia tersebut selalu
menggunakan agama dan ilmu pengetahuan untuk mencari
materi tersebut, maka akan bisa mentolerir dari kesibukan
terhadap materi tersebut.
b. Determinan Naturalistik.
Naturalistik di artikan dengan alam, alamiah, sunnatullah.
Konsep alamiah itu bisa membuat manusia bebas berbuat dan
berpikir sesuai dengan aturan agama yang benar. Artinya
dalam segala segi kehidupannya manusia berbuat seuai
alamiah atau dalam istilah teologi di kenal dengan
sunnatullah.
c. Determinan Sosiologis
Sosiologis dengan arti sosial, yaitu bagaimana manusia
tersebut dalam berinteraksi dengan sesama manusia dengan
cara bebas. Dalam hal sosiologi ini, bagaiman agar manusia
tersebut bisa menjalain hubungan dengan sesama manusia
tanpa dibarengi oleh hal-hal yang membuat mereka terbatas
ruang geraknya. Artinya jangan ada perbdaan dalam hal
keturunan, kekayaan, kasta maupun suku. Dalam bersosial
jangan memilih-milih dan jangan hanya melihat dari segi
materi semata. Maka itulah yang pnulis maksud bahwa Ali
Syariati mengkaitkan teologi pembebasannya pada
determinan-determinan tersebut.
d. Determinan Biologis
Biologis yaitu body atau badan, artinya dalam melakukan
segala hal apapun manusia jangan terbatas dengan bentuk
badan atau body. Maksudnya bahwa bagaimanapun bntuk
badan atau tubuh kita, namun tidak menjadi penghalang untuk
bergerak atau mengembangkan pemikiran. Ssbeab apa yang
ada pada diri manusia yaitu atas kehendak Allah.
e. Determinan Historis
Historis yaitu sejarah, artinya bagaimana pun latar belakang
seseorang atau dari manapun manusia itu berasal, jangan
dijadikan penghalang dalam mengembangkan pola pikir dan
gagasan yang ada. Sebab setiap manusia ini yaitu ciptaan
Allah dan yang membedakannya yaitu taqwa di hadapan
Allah. Jadi dalam hal sejarah bagaimana agar manusia bisa
bebas, artinya tidak hanya terikat pada satu keturunan saja
atau dari latar belakang yang sama.
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa teologi pembebaasan Ali
Syariati itu sesuai dengan konsep ajaran Islam, yang tidak memperhatikan
manusia itu dari sisi ras, suku dan bentuk tubuhnya. Jadi diberi kebebasan untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya masing-masing. Maka sperti
itulah tologi pembebasan Ali Syariati, walaupun berangkat dari pemikiran
Marxisme, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Sangat
sesuai apabila dikaitkan dengan masa sekarang yang notabenenya sudah di
anggap zaman moderen, di mana manusia sudah penuhi dengan teknologi yang
tinggi yang akan membuat manusia itu jauh dari nilai-nilai agama.
berdasar uraian panjang dari bab-bab sebelumnya, maka pemikiran dengan
judul “Teologi Pembebasan Ali Syariati dan Relevansinya dengan Masa
Sekarang”. Dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ali Syariati merupakan seorang intelek, ideologi dan pemikir revolusi
Iran terkemuka. Ali Syariati dilahirkan pada 24 November 1933 di desa
Mazinan, pinggiran kota Masyad dan Sabzavar Propinsi Khorasan, Iran. Dia
dididk langsung oleh orang tuanya sendiri, semenjak kecil Ali Syariati sudah
menyukai buku-buku filsafat, politik dan tasawuf. Ali Syariati sangat kental
dengan syi’ah, sebab beliau besar dalam lingkungan syi’ah.
Ali Syariati merupakan seorang pemikir dan aktivis, pemikirannya yang
sangat penting yaitu ajakan untuk kembali kepada “Islam yang benar”,
sebagaimana banyak yang disuarakan oleh kaum pembaharu Islam seperti
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha.
Ali Syariati sebagai seorang pemikir yang revolutif juga membahas
tentang tauhid, adapun tauhid menurut pandangan Ali Syariati yaitu
pandangan dunia sebagai sebuah idologi, perasaan yang dimiliki seseorang
berkenaan dengan mazhab pemikiran sebagai sebuah sistem keyakinan. Ali
Syariati mengkontrakan Islam atau tauhid ideologi dengan Islam atau tauhid
sebagai sebuah ilmu seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya konsep
tauhid yang dianut Ali Syariati yaitu tauhid integralistik, artinya semua yang
ada dalam dunia ini mengarah pada keesaan Tuhan.
Teologi Pembebasan yaitu suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran
dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya. Teologi Pembebasan
yaitu upaya ber-teologi secara kontekstual. Teologi pembebasan lahir sebagai
respons terhadap situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan
rakyat. Masalah-masalah itu dijabarkan dalam penindasan, rasisme, kemiskinan,
penjajahan, bias ideologi dan sebagainya. Teologi Pembebasan merupakan
refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial.
Teologi pembebasan Ali Syariati yaitu suatu cara untuk bebas dari
determinan-determinan yang menjadi penghalang bagi kebebasan manusia
tersebut. Di mana determinan-determinan tersebut yaitu berupa materialistik
dan naturalis, sosiologis, biologis dan historis. Namum determinan-determinan
yang dipaparkan oleh Ali Syariati hanyalah sebagai perbandingan terhadap
konsep yang berkembang di Barat. sebab Syriati membangun teologi
pembebasan Ali Syariati yaitu suatu cara untuk bebas dari determinan-
determinan yang menjadi penghalang bagi kebebasan manusia tersebut. Di mana
determinan-determinan tersebut yaitu berupa materialistik dan naturalis,
sosiologis, biologis dan historis. Namum determinan-determinan yang
dipaparkan oleh Ali Syariati hanyalah sebagai perbandingan terhadap konsep
yang berkembang di Barat. sebab Syriati membangun pemikiran baru tentang
konsep kebebasan manusia. Dan menurut Ali Syariati manusia hanya bisa bebas
dari keterkungkungan itu, yaitu dengan pendidikan atau dengan kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan teknologi, seperti pada tindakan prefentif manusia dalam
mengatasi cuaca dan gangguan yang menghalangi aktifitas.
Dengan demikian teologi pembebasan Ali Syariati ini kalau di
korelasikan dengan masa sekarang, maka akan sesuai lah. Sebab di tengah-
tengah zaman yang begitu canggih dan penuh dengan Ilmu Pengetahuan ini.
Seseorang harus bisa menjalani hidupnya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jangan hanya mengandalkan satu objek saja, akan tetapi semua kebutuhan harus
terpenuhi dengan Ilmu Pengetahuan yang di miliki. Sebab untuk bisa bertahan
hidup itu tidak hanya butuh materi atau kekayaan semata. Namun yang lebih di
utamakan itu yaitu ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu Pengetahuan kekayaan dan
materi itu bisa di cari, tetapi materi atau kekayaan saja susah akan mendapatkan
Ilmu Pengetahuan. Jadi itulah intinya teologi pembebasan Ali Syariati itu,
pemikiran baru tentang konsep kebebasan manusia. Dan menurut Ali Syariati
manusia hanya bisa bebas dari keterkungkungan itu, yaitu dengan pendidikan
atau dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, seperti pada tindakan
prefentif manusia dalam mengatasi cuaca dan gangguan yang menghalangi
aktifitas.
Dengan demikian teologi pembebasan Ali Syariati ini kalau di
korelasikan dengan masa sekarang, maka akan sesuai lah. Sebab di tengah-
tengah zaman yang begitu canggih dan penuh dengan Ilmu Pengetahuan ini.
Seseorang harus bisa menjalani hidupnya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jangan hanya mengandalkan satu objek saja, akan tetapi semua kebutuhan harus
terpenuhi dengan Ilmu Pengetahuan yang di miliki. Sebab untuk bisa bertahan
hidup itu tidak hanya butuh materi atau kekayaan semata. Namun yang lebih di
utamakan itu yaitu ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu Pengetahuan kekayaan dan
materi itu bisa di cari, tetapi materi atau kekayaan saja susah akan mendapatkan
Ilmu Pengetahuan. Jadi itulah intinya teologi pembebasan Ali Syariati itu,
pemikiran tentang Teologi Pembebasan Ali Syariati ini penulis lakukan,
terinspirasi dengan persoalan tauhid yang dikemukakan oleh Ali Syariati. Di mana Ali
Syariati dalam memahami tauhid yaitu pandangan duania sebagai sebuah ideology
perasaan yang dimiliki seseorang berkenaan dengan masalah pemikiran sebagai sebuah
system keyakinan. Ali Syariatai mengkontrakan Islam atau tauhid ideology dengan
Islam atau tauhid sebagai sebuah ilmu seperti teologi yang dipahami selama ini. Intinya
tauhid yang dianut Ali Syariati yaitu tauhid integralistik, artinya semua yang ada
dalam dunia ini mengarah kepada keesaan Tuhan. Intinya teologi pembebasan Ali
Syariati ini yaitu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau
diperhatikan dengan perkembangan zaman sekarang seakan ide teologi pembebasan Ali
Syariati sesuai dan harus dibangkitkan kembali.
pemikiran ini yaitu pemikiran library research yaitu mengadakan study
kepustakaan melalui penela’ahan, pemikiran , menganalisa serta mengkomperatifkan
buku-buku, makalah, majalah dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan
pemikiran Ali Syariati tentang teologi. Untuk sampai ke persoalan pokok, data
dikumpulkan dengan melakukan pemikiran dan analisa isi (content analysis) secara
kritis. Penulis sangat interest dengan masalah ini, sebab Ali Syariati sangat
memiliki pola pemikiran yang sangat kompleks dalam teologi pembebasan. Dan
pemahaman dalam teologi Ali Syariati bisa direlevansikan dengan masa sekarang.
pemikiran ini yaitu pemikiran library research yaitu mengadakan study
kepustakaan melalui penela’ahan, pemikiran , menagnalisa serta mengkomperatifkan
buku-buku, makalah, majalah dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan
pemikiran Ali Syariati tentang teologi. Untuk sampai ke persoalan pokok, data
dikumpulkan dengan melakukan pemikiran dan analisa isi (content analysis) secara
kritis.
Data primer yang penulis gunakan yaitu karya-karya dari Ali Syariati itu
sendiri yang membahas tentang teologi pembebasan, yang dikaitkan dengan masalah
tauhid, Islam, manusia dan determinan-determinan yang menjadi penghalang manusia
dalam berkembang. sedang data sekunder yang penulis gunakan yaitu buku-
buku, karya-karya atau artikel-artikel dari pengarang lainnya yang berkaitan dengan
pemikiran Ali Syariati khususnya yang berkaitan dengan teologi pembebasannya, baik
menjadikannya sebagai topik kajian utama maupun yang mengkajinya secara sepintas.
pemikiran bersifat analitik-kualitatif dengan fariabel utamanya yaitu pemikiran
Ali Syariati. Pendekatan yang dipakai yaitu deskriptif-sosiologis dan analitik-
fenomenologis. Pendekatan deskriptif-sosiologis digunakan untuk melihat pemikiran
Ali Syariati yang dipengaruhi oleh setting sosial dan wacana intelektual yang
mendukungnya. sedang pendekatan analitis-fenomenologis digunakan untuk
memahami persepsinya berdasar apa yang dirasakannya dan yang dipahaminya
sebagai tokoh yang sedang diteliti. Dengan menggunakan metode holistika dan
analisis kritis.