kutmu harus
tunduk dan taat kepadaku.”
Begitu Badzan membaca surat dari Syirawaih, ia langsung membuang
surat ini dan ia mengumumkan bahwa ia masuk Islam. sebab nya,
maka seluruh bangsa Persia yang berada di Yaman masuk Islam
bersamanya.
Demikianlah kisah perjumpaan Abdullah bin Hudzafah dengan Kisra
raja Persia. Lalu bagaimana kisah perjumpaannya dengan Kaisar yang
Agung raja Romawi?
Perjumpaan Abdullah dengan Kaisar terjadi pada masa khilafah Umar
bin Khattab ra. Dan Umar punya kisah tersendiri dengan Abdullah yang
termasuk kisah paling menakjubkan.
Pada tahun 19 Hijriyah, Umar mengirimkan pasukan untuk berperang
dengan Romawi yang didalamnya terdapat Abdullah bin Hudzafah Al
Sahmy…. Kaisar raja Romawi sudah mendengar tentang kisah pasukan
kaum muslimin dan sifat mereka yang memiliki iman yang kuat, akidah
yang kokoh dan rela mengorbankan jiwa di jalan Allah dan Rasul-Nya.
Kaisar memerintahkan kepada pasukannya –jika mereka dapat
menangkap seorang tawanan dari pasukan kaum muslimin- hendaknya
tidak diapa-apakan akan tetapi dibawa menghadapnya hidup-hidup…
Kehendak Allah menetapkan bahwa Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy
menjadi tawanan bangsa Romawi. Maka para pasukan Romawi membawa
Abdullah menghadap Kaisar. Para pasukan tadi berkata kepadanya: “Ini
yaitu seorang sahabat Muhammad yang masuk Islam lebih dahulu, dan ia
berhasil kami tangkap; dan kini kami membawanya menghadapmu.”
Raja Romawi memadang ke arah Abdullah bin Hudzafah dengan
seksama,lalu ia berkata kepadanya: “Aku akan menawarkan sesuatu
kepadamu.” Abdullah bertanya: “Apa itu?” Kaisar menjawab: “Aku
menawarkan kepadamu untuk masuk ke dalam agama Nashrani. Jika kau
mau, aku akan membiarkanmu hidup dan membuatmu hidup muia.” Maka
Abdullah menjawab dengan sengit dan tegas: “Tidak akan bagiku.
Kematian 1000 kali lebih aku sukai dibandingkan memenuhi ajakanmu.”
Kaisar lalu berkata: “Menurutku engkau yaitu seorang yang mulia…
Jika kau mau menerima tawaranku maka aku akan menjadikanmu sebagai
pembantuku dan aku akan berbagi kekuasaan denganmu.”
Abdullah yang sedang dalam kondisi terikat itu tersenyum seraya
berkata: “Demi Allah, andai saja kau beri aku seluruh apa yang kau miliki
dan semua yang dimiliki bangsa Arab agar aku keluar dari agama
Muhammad sekejap saja, maka aku tidak akan pernah melakukannya.”
Kaisar berkata: “Kalau begitu, aku akan membunuhmu.” Abdullah
menjawab: “Lakukan saja apa yang kau inginkan.”
lalu Kaisar memerintahkan agar Abdullah disalib. lalu ia
memerintahkan para juru tombaknya untuk melontarkan tombak ke arah
tangan Abdullah, sebab ia berani menolak untuk masuk agama Nasrani.
Kaisar pun memerintahkan kepada juru tombaknya untuk melemparkan
tombak ke arah kaki Abdullah sebab ia berani menolak untuk
meninggalkan agamanya.
sesudah itu, Kaisar meminta para juru tombaknya berhenti dan
menyuruh mereka untuk menurunkan Abdullah dari tiang salib. lalu
Kaisar meminta sebuah tungku besar yang berisikan minyak. Ia lalu
menyalakan api sehingga mendidih. Lalu ia memanggil pembantunya
untuk membawa dua orang tawanan dari kaum muslimin lainnya. Lalu
Kaisar memerintahkan agar salah seorang dari tawanan tadi dimasukkan
ke dalam tungku tadi. Maka serta merta dagingnya langsung terburai…
dan tulangnya menjadi kelihatan.
Lalu Kaisar menoleh ke arah Abdullah bin Hudzafah dan mengajaknya
untuk masuk ke dalam agama Nashrani. Namun Abdullah menolaknya
dengan lebih keras lagi.
Tatkala kesabaran Kaisar sudah habis, ia menyuruh pembantunya
untuk memasukkan Abdullah ke dalam tungku bersama kedua sahabatnya
tadi. Tatkala para pengawal membawa Abdullah, maka kedua matanya
mengeluarkan air mata. Maka para pengawal tadi memberitahukan Kaisar
bahwa Abdullah telah menangis…
Kaisar menduga bahwa Abdullah sudah merasa takut dan ia berkata:
“Bawa kembali dia menghadapku!”
Tatkala Abdullah sudah berada di hadapan Kaisar. Kaisar menawarkan
agama Nasrani kembali kepadanya dan ia pun masih menolak.
Maka Kaisar menjadi berang sebab nya seraya berkata: “Celaka kamu,
lalu apa yang membuatmu menangis tadi?” Abdullah menjawab: “Yang
membuat aku menangis yaitu saat aku berkata dalam diri sendiri:
‘Sebentar lagi kau akan dimasukkan ke dalam tungku dan ruhmu akan
pergi. Dan aku berharap aku memiliki ruh yang banyak sejumlah rambut
yang berada di badanku, sehingga semuanya dimasukkan ke dalam tungku
dan mati di jalan Allah.”
Maka Kaisar yang lalim bertanya: “Maukah kau mencium kepalaku
sehingga aku akan membebaskanmu?” Abdullah balik bertanya: “Apakah
engkau juga akan membebaskan semua tawanan kaum muslimin?” Kaisar
menjawab: “Semuanya akan aku bebaskan.” Abdullah lalu berkata dalam
dirinya: “Dia yaitu salah satu musuh Allah. Aku harus mencium
kepalanya sehingga ia akan membebaskanku dan semua tawanan
muslimin. Menurutku ini bukanlah hal yang dapat membawa mudharat.”
lalu Abdullah mendekat ke arah Kaisar dan iapun mencium
kepala Kaisar. Lalu Kaisar memerintahkan untuk membawa semua
tawanan muslimin menghadapnya dan lalu mereka semua
dibebaskan.
Abdullah bin Hudzafah datang menghadap Umar bin Khattab ra. Ia
mengisahkan ceritanya; Umar langsung gembira dibuatnya. Tatkala Umar
melihat semua tawanan yang bersamanya ia berujar: “Menjadi kewajiban
bagi setiap muslim untuk mencium kepala Abdullah bin Hudzafah… dan
aku sendiri yang akan memulainya.” Lalu Umar berdiri dan mencium
kepala Abdullah.
Umair Bin Wahab
“Umair Bin Wahab Telah Menjadi Orang yang Paling Aku Kasihi Di
Antara Para Anakku.” (Umar Bin Khattab)
Umair bin Wahab Al Jumahy kembali dari perang Badr dalam kondisi
selamat, akan tetapi ia pulang tanpa membawa anaknya yang bernama
Wahab sebab ditawan oleh kaum muslimin.
Umair amat khawatir bila kaum muslimin akan menyiksa anaknya
sebab dosa yang telah dibuat oleh ayahnya. Dan ia juga amat khawatir
bila kaum muslimin akan menganiaya anaknya dengan bengis sebagai
balas dari tindakan ayahnya saat menyakiti Rasulullah Saw dan para
sahabatnya.
Di suatu pagi, Umair hendak pergi ke Masjidil Haram untuk bertawaf
di Ka’bah dan mencari keberkahan para berhala yang ada di sana. Ia
bertemu dengan Shafwan bin Umayyah7 yang sedang duduk di samping
Hijir Ismail. Umair lalu menghampirinya dan berkata: “Selamat pagi, wahai
pemuka bangsa Quraisy!” Shafwan membalas: “Selamat pagi, Abu Wahab.
Duduklah agar kita dapat berbicara sejenak! Sebab waktu dapat berhenti
sebab pembicaraan.” Umair pun duduk dihadapan Shafwan bin Umayyah.
Kedua pria ini akhirnya mengingat peristiwa Badr dan kekalahan
mereka yang telak. Mereka juga menghitung kaum mereka yang menjadi
tawanan di tangan Muhammad dan para sahabatnya. Dan mereka menjadi
bergidik saat mengingat para pembesar Quraisy yang mati terbunuh oleh
pedang kaum muslimin, dan mereka terkenang akan Al Qalib8… Lalu
Shafwan langsung berseru: “Demi Allah, tidak ada kehidupan yang lebih
nikmat sesudah mereka.” Umair menyahut: “Demi Allah, Engkau benar.”
Lama berselang Umair berkata lagi: “Demi Tuhan pemilik Ka’bah, kalau
aku tidak ingat hutangku yang tidak sanggup aku bayar. Kalau saja aku
tidak khawatir dengan keluarga yang aku khawatirkan kehidupan mereka
bila aku tidak ada. Pasti aku sudah mendatangi Muhammad dan
membunuhnya sehingga aku dapat menyelesaikannya dan menolak segala
kejahatannya…” lalu ia meneruskan lagi ucapannya dengan suara
7
Shafwan bin Umayyah bin Khalaf Al Jumahy Al Qurasy. Panggilannya yaitu Abu Wahab yang
masuk Islam sesudah penaklukan kota Mekkah. Dia yaitu seorang yang terhormat dan dermawan dari
kalangan bangsawan Quraisy. Dia juga termasuk golongan muallaf (orang yang masuk Islam sebab
hatinya telah ditundukan). Ia turut dalam perang Yarmuk dan meninggal di Mekkah pada tahun 41 H.
8
Al Qalib yaitu sebuah sumur dimana terkubur di dalamnya kaum Musyrikin saat perang Badr.
pelan: “Dan keberadaan anakku yang bernama Wahab yang menjadi
tawanan mereka, itu yang membuat kepergianku ke Yatsrib menjadi hal
yang tidak dapat dielakan.”
Shafwan bin Umayyah memegang ucapan Umair bin Wahab. Sebelum
kesempatan berlalu, Shafwan memandang Umair seraya berkata: “Ya
Umair, aku akan menanggung semua hutangmu berapapun jumlahnya…
Sedang keluargamu, aku akan menjadikan mereka seperti keluargaku
selagi aku dan mereka masih hidup. Aku memiliki uang yang cukup
banyak untuk merawat mereka semua.” Umair lalu menjawab: “Kalau
begitu, jagalah pembicaraan ini dan jangan sampai ada seorangpun yang
tahu!” Shafwan langsung membalasnya: “Aku jamin.”
Umair bangkit dari Masjid dan api kedengkian menyala dengan hebat
dalam hatinya kepada Muhammad Saw. Ia lalu mempersiapkan bekal
untuk mewujudkan tekadnya. Ia tidak khawatir kegelisahan orang lain
akan perjalanan yang ia lakukan; hal itu sebab para keluarga tawanan
Quraisy lainnya ragu untuk pergi ke Yatsrib demi mencari keluarganya
yang ditawan di sana.
Umair meminta keluarganya untuk mengasah pedangnya lalu
melumurkannya dengan racun. Dan ia juga meminta agar kendaraannya
dipersiapkan dan dibawa kehadapannya; dan iapun lalu
menungganginya… Ia mulai menuju Madinah dengan selendang
kebencian dan kejahatan. Akhirnya Umair tiba di Madinah dan ia berjalan
menuju Masjid untuk mencari Rasulullah Saw. Saat ia sudah hampir
mendekat ke pintu masjid, ia memberhentikan tunggangannya lalu turun.
Saat itu Umar bin Khattab ra sedang duduk bersama para sahabat yang
lain dekat pintu masjid. Mereka sedang mengenang perang Badr dan
tawanan Quraisy serta jumlah yang terbunuh dari pihak mereka. Mereka
juga mengenang para pahlawan muslimin dari suku muhajirin dan anshar.
Mereka juga mengingat anugerah kemenangan yang Allah berikan kepada
mereka, dan apa yang Allah perlihatkan kepada mereka tentang kekalahan
yang diterima oleh musuh.
Saat kepala Umar menoleh ia melihat Umair bin Wahab yang baru
turun dari kendaraannya. Terlihat Umair sedang berjalan ke arah masjid
dengan pedang terhunus. Maka Umar langsung bangkit dengan khawatir
seraya berkata: “Inilah si anjing musuh Allah Umair bin Wahab… Demi
Allah, pastilah ia datang hendak membuat keburukan. Dialah yang pernah
menghasut kaum musyrikin di Mekkah untuk memusuhi kami. Dan dia
juga yang selalu menjadi mata-mata sebelum terjadinya perang Badr.” Lalu
Umar berpesan kepada para sahabatnya: “Pergilah kepada Rasulullah dan
tetaplah kalian bersamanya! Waspyaitu saat setan pembuat makar ini
akan berlaku khianat kepada Beliau!”
lalu Umar datang menghadap Nabi Saw seraya berkata: “Ya
Rasulullah, ada musuh Allah bernama Umair bin Wahab datang dengan
membawa pedang terhunus. Aku menduga bahwa ia ingin membuat
kerusakan.” Lalu Rasul Saw bersabda: “Bawalah ia menghadapku.”
Kemuian Umar mendatangi Umair bin Wahab. Umar lalu mengambil
kerah baju Umair dengan keras, lalu melipat leher Umair sampai mencium
tempat pedang yang berada di pinggulnya. Lalu Umar membawanya
menghadap Rasul Saw.
Saat Rasulullah Saw mendapatinya dalam kondisi sedemikian, maka
Beliau bersabda kepada Umar: “Lepaskan dia, ya Umar!” Lalu Umar pun
melepaskannya, lalu berkata kepada Umair: Menjauhlah dari Rasul!” Lalu
Umair pun menjauh dari Rasul. Lalu Rasul Saw mendekat ke arah Umair
bin Wahab seraya bersabda: “Duduklah, ya Umair!” Lalu Umairpun duduk
dan berkata: “Selamat pagi!” Lalu Rasulullah Saw menjawab: “Allah telah
memulyakan kami dengan ucapan penghormatan yang lebih baik dari yang
kau ucapan, wahai Umair! Allah telah memuliakan kami dengan salam dan
itu yaitu ucapan ahli surga.” Lalu Umair menjawab: “Demi Allah, apa
yang kau ucapkan tidak jauh berbeda dengan ucapan kami. Dan jarakmu
dengan kami hanya sedikit saja.” Lalu Rasul Saw bertanya kepadanya: “Apa
yang membawamu ke sini, wahai Umair?” Umair menjawab: “Aku ke sini
untuk memohon kebebasan bagi tawanan yang kalian tawan. Bersikaplah
baik kepadaku dalam hal ini.” Rasul Saw bertanya lagi: “Lalu apa
maksudnya pedang yang kau bawa di lehermu ini?” Umair menjawab: “Ini
yaitu pedang yang jelek… apakah ia bermanfaat buat kami saat
terjadinya perang Badr?!!” Rasul Saw bertanya lagi: “Berkatalah yang jujur,
apa yang kau inginkan hingga datang ke sini, wahai Umair?” Umair
menjawab: “Aku hanya datang untuk maksud yang telah aku sebutkan.”
Rasul Saw bersabda: “Bukan, namun kau pernah duduk bersama Shafwan
bin Umayyah dekat Hijir Ismail, dan kalian berdua mengenang orang-
orang Quraisy yang terkubur di Al Qalib lalu kau berkata: ‘kalau bukan
sebab hutang dan keluargaku aku akan datang kepada Muhammad lalu
membunuhnya… lalu Shafwan bin Umayyah bersedia untuk membayar
hutangmu dan menjaga keluargamu agar engkau dapat membunuhku…
dan Allah yaitu penghalang dirimu untuk melakukannya.”
Umair merasa terkejut sesaat, lalu ia mengatakan: aku bersakdi bahwa
engkau yaitu utusan Allah. lalu ia mengatakan: “Dahulu kami
selalu mendustakan apa yang engkau bawa dari berita langit. Dan kami
juga mendustakan wahyu yang turun kepadamu. Akan tetapi kisah
pembicaraanku dengan Shafwan bin Umayyah tidak ada yang
mengetahuinya selain aku dan dia.
Demi Allah, kini aku yakin bahwa yang telah memberitahukanmu
yaitu Allah. Segala puji bagi Allah yang telah mengantarkan aku kesini
untuk menunjukkan aku kepada Islam.”
Lalu ia bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa
Muhammad yaitu utusan Allah. Dan akhirnya, ia pun masuk Islam.
Rasul Saw lalu bersabda: “Ajarkan saudara kalian ini tentang
agamanya. Ajarkan kepadanya Al Qur’an dan bebaskan tawanannya.”
Kaum muslimin amat bergembira dengan keislaman Umair bin Wahab;
bahkan Umar bin Khattab ra sempat berkata: “Tidak ada babi yang lebih
aku cintai selain Umair bin Wahab saat ia datang menghadap Rasulullah
Saw. Mulai hari ini ia adalh orang yang paling aku cintai dibandingkan anak-
anakku sendiri.”
Saat Umair sedang mensucikan dirinya dengan ajaran Islam, mengisi
hatinya dengan cahaya Al Qur’an, dan mengisi hari-hari terindah dalam
sisa umurnya yang membuat ia terlupa akan Mekkah dan orang-orang
yang tinggal di dalamnya. Pada saat yang sama Shafwan bin Umayyah
sedang berangan-angan, dan ia melewati perkumpulan orang-orang
Quraisy sambil berkata: “Bergembiralah dengan berita besar yang akan
kalian dengan sebentar lagi. Sebuah berita yang akan membuat kalian
melupakan peristiwa Badr!”
sesudah penantian cukup lama yang dijalani Shafwan bin Umayyah,
maka sedikit demi sedikit ia merasa kekhawatiran merasuki dirinya.
Sehingga hatinya menjadi lebih panas ketimbang batu bara. Dan ia mulai
kasak-kusuk bertanya kepada para pengelana tentang kabar Umair bin
Wahab, namun tidak satu pun jawaban mereka yang dapat
memuaskannya. Namun datang seorang pengelana yang mengatakan
bahwa Umair telah masuk Islam. Begitu mendengar berita itu, seraya
tersambar petir Shafwan dibuatnya… sebab ia menduga bahwa Umair bin
Wahab tidak akan masuk Islam meski semua manusia di bumi ini masuk
Islam.
Sedang Umair bin Wahab sendiri hampir saja menguasai agama yang
baru dianutnya dan menghapal beberapa ayat Al Qur’an yang mudah
baginya sehingga ia datang menghadap Nabi Saw seraya berkata: “Ya
Rasulullah dahulu aku yaitu seorang yang selalu berusaha untuk
memadamkan cahaya Allah. Dahulunya aku yaitu orang yang selalu
menyiksa para pemeluk Islam. Aku berharap engkau mengizinkan aku
untuk datang ke Mekkah untuk berdakwah kepada kaum Quraisy agar
kembali ke jalan Allah dan Rasul-Nya. Jika mereka menerima dakwahku,
maka itu amat baik buat mereka. Jika mereka menolak dan berpaling
dariku, maka aku akan menyiksa mereka sebagaimana aku dulunya
menyiksa para sahabat Rasul Saw.”
Rasul Saw memberinya izin dan ia pun berangkat ke Mekkah.
Sesampainya di sana ia datang ke rumah Shafwan bin Umayyah sambil
berkata: “Ya Shafwan, engkau yaitu salah seorang pemuka kota Mekkah,
seorang intelektual dari suku Quraisy. Apakah menurutmu apa yang kalian
lakukan dengan beribadah kepada batu dan melakukan penyembelihan
untuknya dapat diterima oleh akal untuk dijadikan agama?!”
Sedangkan aku kini telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad yaitu utusan Allah.
Lalu Umair mulai berdakwah di Mekkah sehingga banyak orang yang
masuk Islam sebab dakwahnya. Semoga Allah Swt melipatgandakan
pahala Umair bin Wahab dan memberikan cahaya pada kuburnya.
Al Bara’ Bin Malik Al Anshary
“Janganlah Kalian Tunjuk Al Bara’ Menjadi Amir dalam Pasukan
Muslimin, sebab Dikhawatirkan Ia Dapat Mencelakakan
Tentaranya sebab Ingin Terus Maju” (Umar Bin Khattab)
Rambutnya berantakan. Badannya kurus. Tulangnya kecil. Gesit dan
sulit dilihat.
Akan tetapi meski demikian ia berhasil membunuh 100 orang musyrik
dalam sekali perang, selain orang-orang yang berhasil dibunuhnya dalam
perang-perang yang diikutinya bersama para pejuang.
Dia yaitu orang yang gagah berani dan pantang mundur, demikian
tulis Umar dalam sebuah surat yang ia tujukan untuk para pembantunya:
“Janganlah ia ditunjuk sebagai pimpinan pasukan muslimin sebab
khawatir mereka semua terbunuh sebab maju terus.”
Dialah Al Bara’ bin Malik Al Anshary, saudara Anas bin Malik
pembantu Rasulullah Saw.
Jika aku paparkan semua kisah kepahlawanan Al Bara’ bin Malik pasti
akan membutuhkan banyak ruang dan halaman; sebab nya aku hanya
akan menceritakan satu kisah saja dari kepahlawanannya yang dapat
memberikan gambaran kepadamu tentang kisah kepahlawanannya yang
lain.
Kisah ini dimulai saat Rasulullah Saw wafat dan kembali ke pangkuan
Tuhannya, saat beberapa kabilah Arab keluar dari agama Allah secara
berbondong, seperti saat mereka masuk ke agama ini secara
berbondong. Sehingga yang tersisa hanyalah para penduduk Mekkah,
Madinah,Thaif dan beberapa kelompok di sana-sini yang Allah tetapkan
hatinya untuk terus beriman.
Abu Bakar As Shiddiq tetap tegar menghadapi fitnah yang merebak ini.
Ia tegar bagai gunung kokoh yang tak bergeming. Ia menyiapkan 11
pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau juga
menyiapkan 11 panji yang masing-masing dibawa oleh panglima pasukan
tadi. Ia mengutus ke sebelas pasukan tadi ke seluruh penjuru Arab untuk
mengembalikan mereka yang murtad kepada jalan petunjuk dan
kebenaran, dan untuk menggiring orang-orang yang sesat menuju jalan
yang lurus lewat sabetan pedang.
Kaum murtad yang paling kuat dan banyak pasukannya yaitu Bani
Hanifah yang menjadi para pendukung Musailamah Al Kadzab. Saat itu
Musailamah didukung oleh kaum dan sekutunya yang berjumlah 40 ribu
orang pejuang. Kebanyakan dari mereka mendukungnya sebab fanatisme
dan bukannya sebab beriman kepadanya. Sebagian dari mereka
mengatakan: “Aku bersaksi bahwa Musailamah yaitu pembohong dan
Muhammad yaitu benar. Tetapi pembohong yang berasal dari suku
Rabi’ah9 lebih kami sukai dibandingkan orang yang benar berasal dari suku
Mudhar10.”
Musailamah berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan
pertama kaum muslimin yang dikirimkan kepadanya di bawah komando
‘Ikrimah bin Abi Jahal.11
Lalu Abu Bakar mengirimkan pasukan muslimin kedua kepada
Musailamah di bawah komando Khalid bin Walid dimana pasukan ini
dipenuhi dengan para tokoh Anshar dan Muhajirin. Salah satu dari mereka
yaitu Al Bara’ bin Malik Al Anshary, dan banyak lagi para patriot
pemberani dari kaum muslimin.
Kedua pasukan bertemu di daerah Al Yamamah di Najd. Hanya
sebentar saja maka pasukan Musailamah dan pendukungnya terlihat
unggul. Bumi yang dipijak oleh pasukan muslimin terasa berguncang saat
itu. Kaum muslimin mulai bergerak mundur dan terjepit. Sehingga para
pendukung Musailamah dapat menyusup ke tenda induk Khalid bin Walid.
Mereka mencabut tali dan tiang tenda ini , bahkan mereka hampir saja
membunuh istri Khalid kalau saja tidak ada seorang dari pasukan muslimin
yang melindunginya.
Ketika itu kaum muslimin merasakan bahaya yang begitu besar. Mereka
menyadari bahwa bila mereka sampai kalah oleh Musailamah maka Islam
tidak akan berdiri tegak lagi dan Allah Swt tidak akan pernah disembah lagi
di jazirah Arab.
Khalid langsung bangkit menuju pasukannya. Ia memulai mengatur
kembali pasukannya. Ia mendahulukan kaum Muhajirin di pasukan depan
dan Anshar di belakang. Dan ia menempatkan orang-orang badu’i di
barisan ini .
Khalid juga mengumpulkan anak-anak yang berasal dari satu bapak
dengan satu panji agar ia dapat mengetahui musibah yang menimpa setiap
regu dalam peperangan ini, dan juga agar ia tahu dari sisi mana kaum
muslimin di serang.
Maka terjadilah perang di antara dua kubu yang begitu hebatnya.
Kaum muslimin belum pernah menjalani peperangan yang begitu dahsyat
seperti ini sebelumnya. Kaum Musailamah telah berdiri dengan
congkaknya di medan perang seolah mereka bagai gunung yang tak
bergeming dan mereka seolah tidak peduli akan banyaknya korban yang
mereka terima…
Dan kaum muslimin saat itu didukung oleh para pahlawan yang bila
dikumpulkan dalam tulisan maka akan menjadi sebuah kisah
kepahlawanan yang amat menarik.
Terdapat di sana Tsabit bin Qais pembawa panji Al Anshar yang telah
menyiapkan peralatan kematian, kain kafan dan menggali sendiri kuburan
untuk dirinya. Ia masuk ke dalam lobang yang digalinya ini sehingga
mencapai separuh dari betisnya. Ia berdiri tegap dalam posisinya itu. Ia
berjuang mempertahankan panji kaumnya sehingga ia binasa dan menjadi
syahid.
Adalagi Zaid bin Khattab saudara Umar bin Khattab ra yang menyeru
pasukan muslimin: “Wahai semua manusia, gigitlah kuat-kuat geraham
kalian, seranglah musuh kalian dan terus maju pantang mundur… Wahai
semua manusia, Demi Allah aku tidak akan berkata apapun lagi sesudah ini
sehingga Musailamah dapat dikalahkan atau hingga aku berjumpa Allah
dan aku akan bersaksi dihadapannya… lalu ia mulai menyerang
musuh dan terus berperang sehingga tewas.
Ada juga Salim budak Abu Hudzaifah yang membawa panji kaum
Muhajirin. Kaumnya khawatir akan kelemahan fisik dan rasa takut yang
dimilikinya, sehingga kaumnya berkata kepada Salim: “Kami khawatir kita
akan diserang dari arahmu.” Salim menjawab: “Jika kalian diserang musuh
dari arahku, maka seburuk-buruknya penjaga Al Qur’an yaitu aku.”
lalu Salim menyerang para musuh Allah dengan begitu beraninya,
sehingga ia tewas.
Akan tetapi semua pahlawan tadi masih kalah dibandingkan kisah
kepahlawanan Al Bara’ bin Malik ra.
Hal itu sebab saat Khalid melihat perang berkecamuk dengan begitu
dahsyatnya, ia menoleh ke arah Al Bara’ bin Malik sambil berkata:
“Seranglah mereka, wahai pemuda Anshar!”
Maka Al Bara’ pun melihat ke arah kaumnya dan berkata: “Wahai
kaum Anshar, janganlah salah seorangpun di antara kalian berpikir untuk
kembali ke Madinah; tidak ada lagi Madinah bagi kalian sesudah hari ini…
yang ada hanyalah Allah saja… dan surga…”
Kemuian Al Bara; dan kaumnya membawa panji mereka untuk
menyerang kaum musyrikin. Dan ia terus menyerang membuka barisan
lawan. Ia menebaskan pedangnya di leher para musuh Allah sehingga
Musailamah dan pendukungnya terjepit. Mereka mundur ke sebuah taman
yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hadiqatul Maut (Taman
Kematian) sebab banyaknya korban yang mati di hari itu.
Hadiqatul Maut ini yaitu sebuah bidang yang luas dan memiliki
tembok yang tinggi. Musailamah dan ribuan tentaranya menutup gerbang-
gerbang taman ini . Mereka semua berlindung dengan tembok-tembok
tinggi yang ada di dalamnya. Dan mereka menembakkan anak panah
mereka dari dalam taman ini sehingga anak panah ini bagaikan
hujan yang turun dengan deras bagi kaum muslimin.
Saat itu majulah sang pejuang Islam yang gagah berani bernama Al
Bara’ bin Malik sambil berseru: “Wahai kaumku, taruhlah aku di alat
pelempar. Dan arahkanlah ke arah para pemanah itu. Lemparkanlah aku
ke dalam taman dekat gerbangnya. sebab nya, bila aku tidak mati syahid,
maka aku akan membukakan gerbang taman untuk kalian.
Dalam sekejap Al Bara’ bin Malik telah duduk di atas alat pelempar. Dia
yaitu seorang yang berbadan kurus. Maka para pejuang yang lain
mengangkat dan melemparkannya ke dalam Hadiqatul Maut di antara
ribuan pasukan Musailamah. Maka turunlah Al Bara’ di pihak musuh
seperti kilat menyambar. Ia terus menyerang mereka di depan gerbang
taman dan ia berhasil membunuh 10 orang dari mereka dan berhasil
membuka gerbang. Dan ia mengalami lebih dari 80 luka panah dan
sabetan pedang sebab nya.
Maka kaum muslimin langsung merangsek ke arah Hadiqatul Maut
dari seluruh penjuru pagar dan gerbangnya. Mereka menyabetkan pedang
ke arah leher para kelompok murtadin, sehingga tidak kurang dari 20 ribu
dari pihak mereka menjadi korban termasuk Musailamah Al Kadzab.
Al Bara’ bin Malik dibawa dengan kendaraannya untuk mendapatkan
perawatan. Khalid bin Walid merawatnya selama sebulan penuh untuk
menyembuhkan semua luka yang ada pada tubuh Al Bara hingga akhirnya
ia pun pulih kembali. Dengan keberanian Al Bara, pasukan muslimin
meraih kemenangan telak.
Al Bara telah mengobarkan semangatnya untuk mendapatkan
kesyahidan dalam peristiwa Hadiqatul Maut. Ia terus mengikuti perang
demi perang sebab ingin mewujudkan cita-citanya yang tertinggi itu dan
sebab rindu kepada Nabi Saw, sehingga pada hari penaklukan kota
Tustar12 di negeri Persia. Persia saat itu dibentengi dengan salah satu
benteng yang terletak di dataran tinggi. Kaum Muslimin telah berhasil
mengepung mereka dengan begitu ketatnya. Saat pengepungan ini
berlangsung cukup lama dan pihak Persia sudah merasa semakin terjepit
maka mereka membuat rantai besi yang mereka ulurkan dari pagar
benteng ini . Di ujung rantai digantungkan penjepit yang terbuat dari
baja yang disulut api sehingga lebih panas dari batu bara; Penjepit itu
berputar mengenai tubuh kaum muslimin dan mencomot tubuh mereka.
Pasukan Persia mengangkat tubuh kaum muslimin yang terkena jepitan
tadi ke atas baik dalam keadaan mati ataupun sekarat.
Para pasukan Persia yang bertugas menggunakan alat ini
mengarahkannya kepada Anas bin Malik –saudara Al Bara bin Malik-.
Begitu melihatnya, AL Bara langsung melompat ke arah tembok benteng
dan meraih rantai yang telah mengambil tubuh saudaranya. Al Bara
berjuang keras untuk menggoncang penjepit tadi untuk mengeluarkan
Anas dari dalamnya. Tangan Al Bara menjadi terbakar dan melepuh, ia
tidak menghentikan usahanya sehingga saudaranya terbebas, dan iapun
jatuh sesudah hanya tulang yang tersisa dari tangannya tanpa daging
sedikitpun.
Dalam peperangan ini, Al Bara bin Malik Al Anshary berdo’a kepada
Allah agar ia diberikan mati syahid. Dan Allah mengabulkan
permohonannya. Dan Al Bara akhirnya mati sebagai seorang syahid yang
amat rindu dengan perjumpaan dengan Allah Swt.
Semoga Allah Swt menyinari wajah Al Bara bin Malik di surga, dan
membuat dirinya tenang dengan hidup bersama Nabinya Muhammad Saw.
Semoga Allah meridhainya dan ia ridha kepada Tuhannya.
12
Tustar yaitu kota terbesar di Kazakhstan saat ini.
Tsumamah bin Utsal
“Melakukan Embargo Ekonomi Terhadap Kaum Quraisy”
Pada tahun 6 H Rasulullah Saw bertekad untuk memperluas daerah
dakwahnya. Beliau Saw menuliskan 8 surat yang ditujukan kepada para
raja dan penguasa Arab dan Non-Arab. Rasul Saw juga mengutus beberapa
orang yang membawa surat-surat ini untuk mengajak para raja dan
penguasa tadi untuk memeluk Islam.
Salah seorang dari penguasa yang mendapatkan surat dari Rasul Saw
yaitu Tsumamah bin Utsal Al Hanafi. Hal itu tidak mengherankan, sebab
Tsumamah yaitu salah seorang penguasa Arab pada zaman jahiliah… dan
ia termasuk salah seorang pembesar Bani Hanifah yang terpandang. Ia juga
salah seorang raja dari Yamamah yang setiap perintahnya harus ditaati.
Tsumamah menerima surat Rasul Saw dengan sikap meremehkan dan
menolak. Ia mengambilnya dengan congkak dan ia tidak mau
mendengarkan dakwah kebenaran dan kebaikan yang sampai kepadanya.
Lalu setan menyuruhnya untuk membunuh Rasulullah Saw dan
menamatkan riwayat dakwah Beliau. Maka Tsumamah mulai mencari
kesempatan terbaik untuk membunuh Rasulullah Saw saat Rasul lengah.
Hampir saja makar ini berhasil kalau saja salah seorang paman Tsumamah
memberitahukan kepada Rasul niat Tsumamah untuk membunuh Beliau.
Maka Allah Swt menyelamatkan Nabi-Nya dari kejahatan Tsumamah.
Namun, meski Tsumamah telah mengurungkan niat untuk membunuh
Rasul Saw, akan tetapi ia masih bertekad untuk membunuh para sahabat
Rasul Saw. Ia menunggu kesempatan untuk melakukan hal ini .
Akhirnya, ia berhasil menangkap beberapa orang sahabat Rasul Saw dan
membunuh mereka dengan begitu kejamnya. Maka Nabi Saw langsung
memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa Beliau Saw telah
menghalalkan darah Tsumamah untuk dibunuh.
Tidak lama berselang sejak kejadian itu, Tsumamah pun berniat untuk
melakukan umrah. Ia berangkat dari kampungnya yang bernama
Yamamah menuju Mekkah. Dalam perjalanan ia berkhayal melakukan
thawaf berkeliling Ka’bah dan melakukan penyembelihan untuk para
berhala yang ada di sana.
Saat Tsumamah berada di tengah perjalanan dekat dengan Madinah
maka ia mendapatkan musibah yang belum pernah dibayangkan olehnya.
Ada serombongan pasukan Rasulullah Saw yang bertugas untuk
mengintai dan mengawasi sekeliling pemukiman sebab khawatir ada
pihak musuh yang hendak menyusup dan melakukan kejahatan di
Madinah.
Maka pasukan tadi langsung menawan Tsumamah –dan pasukan ini
tidak mengenal Tsumamah- lalu membawanya ke Madinah. Rombongan
pasukan ini mengikat Tsumamah bersama dengan beberapa tawanan yang
diikat di masjid. Mereka mengikat para tawanan tadi sambil menunggu
hingga Rasul Saw sendiri yang memberi keputusan tentang para tawanan
ini.
Rasulullah Saw keluar rumah untuk pergi ke mesjid, begitu Beliau
hendak masuk ke dalamnya, Beliau melihat Tsumamah sedang diikat oleh
pasukan. Maka Rasul Saw langsung bertanya kepada para sahabatnya:
“Apakah kalian tahu siapa yang kalian tawan ini?” Para sahabat menjawab:
“Tidak, ya Rasulullah.” Rasul bersabda: “Ini yaitu Tsumamah bin Utsal Al
Hanafi. Bersikaplah yang baik terhadapnya.”
Lalu Rasulullah Saw kembali ke rumahnya lagi dan bersabda kepada
keluarganya: “Kumpulkan makanan yang ada pada kalian dan kirimkan
kepada Tsumamah bin Utsal!” lalu Rasul Saw memerintahkan
keluarganya untuk memeras susu unta miliknya setiap pagi dan petang dan
membawa susu ini kepada Tsumamah. Semua itu dilakukan sebelum
Tsumamah berjumpa atau berbicara kepada Rasul Saw.
lalu Nabi Saw mendatangi Tsumamah dengan niat mengajak
Tsumamah masuk ke dalam Islam. Beliau bertanya: “Bagaimana
keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Saya baik-baik
saja, ya Muhammad! Jika kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah
kau membunuhku sebab aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika
kau mau memaafkan, aku akan amat berterima-kasih. Jika kau
menginginkan harta, sebut saja sesukamu pasti akan diberikan.”
Lalu Rasulullah Saw membiarkan Tsumamah seperti itu selama dua
hari. Ia diberi makan dan minum dan selalu diberi susu unta. Dua hari
lalu Rasul Saw mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana
keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Aku masih tetap
dengan apa yang telah aku katakan sebelumnya. Jika kau mau memaafkan,
aku akan amat berterima kasih. Jika kau hendak membunuhku, maka
sepantasnyalah kau membunuhku sebab aku telah banyak membunuh
sahabatmu. Jika kau menginginkan harta, minta saja sesukamu, pasti aku
akan memberikannya.”
Lalu Rasul Saw meninggalkannya lagi, dan pada hari keesokannya
Rasul mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana keadaanmu,
wahai Tsumamah?” Ia menjawab: “Seperti yang pernah aku katakan
kepadamu. Jika kau mau memaafkan, aku akan amat berterima kasih. Jika
kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah kau membunuhku sebab
aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika kau menginginkan harta,
minta saja sesukamu, pasti aku akan memberikannya.”
Rasul Saw langsung menoleh ke arah para sahabatnya sambil bersabda:
“Bebaskan Tsumamah!” Maka para sahabat melepas ikatan yang melilit
tubuh Tsumamah dan membebaskannya.
Tsumamah pergi meninggalkan mesjid Rasulullah Saw dan ia terus
melanjutkan perjalanannya sehingga ia tiba di sebuah pohon kurma di
ujung kota Madinah dekat dengan Baqi13- dekat pohon ini terdapat
mata air sehingga ia bisa memberi minum hewan tunggangannya. Ia
langsung mandi dengan bersih di mata air ini , lalu ia melanjutkan
perjalanannya menuju Mesjidil Haram.
Belum juga ia sampai ke Mekkah ia berjumpa dengan sekelompok
orang kaum muslimin yang berkata: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad yaitu hamba dan utusan-Nya.”
Lalu Tsumamah kembali lagi menghadap Rasulullah Saw seraya
berkata: “Ya Muhammad, Demi Allah tidak ada wajah yang paling aku
benci selain wajahmu. Kini, wajahmu menjadi wajah yang paling aku sukai
di muka bumi ini. Demi Allah, tidak ada agama di muka bumi ini yang
paling aku benci selain agamamu. Kini, ia telah menjadi agama yang paling
aku cintai. Demi Allah, tidak ada negeri yang paling aku benci selain
negerimu. Kini, ia menjadi negeri yang paling aku sayangi.” Lalu ia
menambahkan: “Aku telah banyak membunuh para sahabatmu, lalu apa
yang akan kau lakukan padaku?” Rasul Saw bersabda: “Engkau tidak akan
dicelakakan… sebab Islam telah menghapuskan kesalahan yang pernah
dilakukan oleh seseorang.” Rasul Saw memberitahukan Tsumamah akan
kebaikan yang telah Allah tetapkan pada dirinya sebab ia telah mau
memeluk Islam.
Raut muka Tsumamah langsung sumringah dibuatnya, dan ia langsung
berujar: “Demi Allah, aku akan membunuh kaum musyrikin berlipat-lipat
dari jumlah para sahabatmu yang telah aku bunuh. Aku akan menyerahkan
diriku, pedangku dan semua pengikutku untuk membela agamamu.”
Ia lalu berkata: “Ya Rasulullah, Aku tertarik dengan kudamu sebab
aku berniat melakukan umrah. Apa yang mesti aku lakukan?” Rasul Saw
bersabda: “Pergilah untuk melakukan umrah, akan tetapi harus sesuai
Baqi’: Sebuah dataran di ujung kota Madinah yang dipenuhi dengan pohon. Lalu dijadikan
tempat pemakaman dimana banyak dikuburkan disana para sahabat Rasul Saw.
dengan syariat Allah dan Rasul-Nya.” Rasul Saw lalu mengajarkan
kepadanya manasik yang mesti dilakukan.
Tsumamah pergi untuk melakukan niatnya hingga ia sampai di
Mekkah. Ia berdiri dengan meneriakkan talbiyah dengan suara kencang:
“Labbaika-llahumma labaik. Labaika la syarika laka labbaik. Innal hamda
wan nikmata laka wal mulk, la syarika lak. (Aku penuhi panggilan-Mu, Ya
Allah. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu
bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya, pujian, nikmat dan
kekuasaan yaitu milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu).” Tsumamah menjadi
muslim pertama yang masuk ke Mekkah dengan meneriakkan talbiyah.
Suku Quraisy mendengar suara talbiyah yang diteriakkan oleh
Tsumamah. Mereka menjadi berang dibuatnya. Mereka segera
menghunuskan pedang dari sarungnya, dan berlari ke arah sumber suara
untuk membunuh orang yang berani menyusup Mekkah dengan membaca
kalimat ini .
Begitu kaum Quraisy datang menghampiri Tsumamah. Ia malah
memperkeras suaranya meneriakkan talbiyah. Ia menatap ke arah suku
Quraisy dengan gagahnya. Salah seorang pemuda suku Quraisy berniat
untuk memanah Tsumamah. Lalu suku Quraisy yang lain mencegahnya
seraya berkata: “Celaka kamu, apakah kamu tidak kenal dengan orang ini?
Dia yaitu Tsumamah bin Utsal raja Yamamah. Demi Allah, jika kalian
membunuhnya, maka kaumnya tidak akan mengirimkan makanan lagi
kepada kita dan kita bisa mati kelaparan.” lalu suku Quraisy
mendatangi Tsumamah sesudah mereka memasukkan kembali pedang ke
dalam sarungnya. Suku Quraisy bertanya: “Ada apa denganmu, wahai
Tsumamah? Apakah engkau telah hilang kesadaran dan meninggalkan
agamamu dan agama bapak moyangmu?!!” Tsumamah menjawab: “Aku
tidak hilang kesadaran akan tetapi aku kini mengikuti agama terbaik… aku
telah mengikuti agama Muhammad.” Ia menambahkan: “Aku bersumpah
demi Tuhan Pemilik rumah ini (pent: Ka’bah), sesudah aku kembali lagi ke
Yamamah, kalian tidak akan pernah menerima kiriman gandum atau
komoditas apapun dari sana sehingga kalian semua mengikuti agama
Muhammad…”
Tsumamah bin Utsal menjalankan umrah sebagaimana yang diajarkan
Rasul Saw dihadapan para suku Quraisy… Ia menyembelih hewan
sembelihan di sana sebagai pendekatan diri kepada Allah bukan kepada
para berhala. Ia pun kembali ke negerinya dan memerintahkan kepada
penduduk Yamamah untuk menghentikan pengiriman produk kepada suku
Quraisy; Ia menjelaskan dengan tegas perintahnya ini dan kaumnya pun
menuruti akan titahnya. Mereka tidak mengirimkan komoditas mereka
kepada penduduk Mekkah.
Embargo yang diterapkan Tsumamah semakin terasa dampaknya oleh
suku Quraisy. Harga semakin tinggi, manusia kelaparan dan mereka
menjadi panik dibuatnya. Mereka menjadi khawatir akan keselamatan diri
dan anak-anak mereka dari bahaya kelaparan.
Dalam keadaan sedemikian genting bangsa Quraisy mengirimkan surat
kepada Rasulullah Saw yang isinya: “Salah satu perjanjian di antara kita
yaitu bahwa engkau akan tetap berusaha menjaga silaturahim… Kini,
engkau sudah memutuskan hubungan silaturahim ini; sebab engkau telah
membunuh kaum bapak kami dengan pedang dan membunuh anak-anak
kami dengan rasa lapar.
Tsumamah bin Utsal telah mengembargo produk mereka kepada kami
sehingga membuat kami dalam bahaya. Jika kau tak berkeberatan untuk
mengirimkan surat kepadanya agar ia tetap mengirimkan apa yang kami
butuhkan, maka lakukanlah!”
Lalu Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Tsumamah agar ia
mengirimkan kembali komoditinya kepada kaum Quraisy, dan Tsumamah
langsung melakukannya.
Selagi ia hidup, Tsumamah bin Utsal senantiasa memelihara agamanya
dan menjaga janjinya kepada Rasul Saw. Begitu Rasul Saw wafat, banyak
dari kalangan bangsa Arab yang keluar dari agama Allah secara bersama-
sama atau sendirian. Saat itu Musailamah Al Kadzzab melakukan dakwah
di kalangan Bani Hanifah mengajak mereka untuk beriman kepadanya.
Tsumamah yang tahu akan hal itu mendatangi Musailamah dan berkata
kepada kaumnya: “Wahai Bani Hanifah, hati-hatilah kalian dengan urusan
kegelapan yang tiada cahaya di dalamnya ini… Ketauilah, Demi Allah ini
merupakan bencana bagi orang di antara kalian yang mau mengikutinya.
Ia juga merupakan bencana bagi orang yang mentaatinya.” Ia juga
menyerukan: “Wahai, Bani Hanifah. Tidak pernah ada dua Nabi dalam
masa yang sama. Sungguh Muhammad yaitu Rasulullah dan tidak ada
Nabi sesudahnya, dan juga tidak ada Nabi yang diutus bersamaan
dengannya.” Tsumamah lalu membacakan kepada mereka:
üΝm ∩⊇∪ ã≅ƒ Í”∴s? É=≈ tG Å3ø9$# z⎯ÏΒ «!$# Í“ƒÍ“ yè ø9$# ÉΟŠ Î= yè ø9$# ∩⊄∪ ÌÏù% yñ É=/Ρ¤‹9$# È≅ Î/$ s% uρ
É> öθ−G9$# ωƒ ωx© É>$ s)Ïèø9$# “ ÏŒ ÉΑöθ ©Ü9$# ( Iω tµ≈s9Î) ω Î) uθ èδ ( ϵ ø‹s9Î) çÅÁ yϑ ø9$# ∩⊂∪
“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur'an) dari Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui, Yang mengampuni dosa dan
menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai
karunia. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya
kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).” (QS. Ghafir [40]: 1-3)
Ia lalu berujar: “Bagaimana kalian dapat membandingkan kalam Allah
dengan ucapan Musailamah: “Wahai kodok yang bersih, alangkah
bersihnya dirimu. Tidak ada minuman yang dipantangkan bagimu, dan
tidak ada air yang kau buat keruh.”
Lalu Tsumamah bergabung dengan mereka yang tersisa dari kaumnya
yang masih memeluk Islam, dan menyerang kaum murtad sebagai jihad di
jalan Allah dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi.
Semoga Allah membalas kebaikan Tsumamah yang telah
didekasikannya kepada Islam dan kaum muslimin… Semoga Allah
memulyakannya dengan surga yang telah dijanjikan bagi orang-orang
yang bertaqwa.
Abu Ayub Al Anshary
(Khalid bin Zaid Al Najary)
“Dimakamkan di Bawah Benteng Kostantinopel”
Ini yaitu seorang sosok sahabat besar yang terkenal denga nama
Khalid bin Zaid bin Kalib dari Bani An Najar. Panggilannya yaitu Abu
Ayub, dan ia berasal dari suku Anshar.
Siapakah dari kaum muslimin yang tidak mengenal Abu Ayub Al
Anshary?
Allah telah mengharumkan namanya dari timur hingga ke barat negeri.
Allah telah meninggikan derajatnya saat Ia memilih rumah Abu Ayub
bukan rumah kaum muslimin lainnya saat sebagai tempat singgah
Rasulullah Saw saat Beliau tiba di Madinah sebagai seorang muhajir. Dan
hal ini cukup membuat bangga diri Abu Ayub.
Saat Rasulullah Saw singgah di rumah Abu Ayub ada sebuah kisah yang
amat manis dan indah untuk dikenang.
Hal itu dimulai begitu Rasulullah Saw tiba di Madinah, Beliau disambut
oleh hati terbuka para penduduknya dengan sambutan yang begitu mulia.
Mata mereka memancarkan kerinduan seorang kekasih kepada Nabi Saw.
Mereka mau membukakan pintu hati mereka bagi Beliau Saw. Mereka juga
membuka pintu mereka agar Nabi Saw mau singgah sebagai tempat
singgah yang paling mulia. Akan tetapi Rasulullah Saw sempat singgah di
Quba14 sebuah dataran yang terdapat di Madinah 4 hari lamanya. Selama
itu Rasulullah sempat membangun sebuah mesjid yang lalu menjadi
mesjid pertama yang dibangun berdasarkan tqawa.
lalu Beliau pergi meninggalkan Quba dengan mengendarai
untanya menuju Madinah, di tengah perjalanan para pemuka Yatsrib
menghalangi jalan Rasul Saw. Masing-masing dari mereka menginginkan
agar Rasulullah Saw berkenan singgah di rumah salah satu dari mereka…
Masing-masing mereka menarik unta Rasul sambil berkata: “Menginaplah
di rumah kami ya Rasulullah dalam penjagaan dan pengawasan yang
begitu kuat.” Rasul bersabda kepada mereka: “Biarkan unta ini berjalan,
sebab ia sudah diperintahkan.”
Unta Rasul Saw lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat
tujuan yang diikuti oleh pandangan mata dan harapan hati para penduduk
Quba yaitu sebuah desa dekat Madinah berjarak 2 mil darinya.
Madinah… Jika unta ini telah melewati sebuah rumah maka
penghuni rumah tadi menjadi sedih dan putus asa dibuatnya, pada saat
yang sama sinar pengharapan masih terus terpancar pada jiwa para
tetangganya yang belum dilewati oleh unta Rasulullah Saw.
Unta ini masih saja melakukan tugasnya dan para manusia
mengikuti jejaknya sebab mereka betapa ingin mengetahui siapa yang
akan mendapatkan keberuntungan ini; sehingga unta ini tiba di
sebuah pekarangan kosong di depan rumah Abu Ayub Al Anshary, dan
unta tadi langsung duduk di sana…
Akan tetapi meski unta sudah duduk namun Rasulullah belum juga
turun dari punuknya…
Unta ini juga terus duduk di sana. Ia tidak lompat, berdiri lalu
pergi, dan Rasulullah Saw melepaskan tali kekang dari untanya. Unta
Beliau masih saja tetap di sana tanpa mengangkat kakinya lagi dan ia masih
tetap di tempat berhentinya yang semula.
Pada saat itu, terbuncah kegembiraan hati Abu Ayub Al Anshary dan ia
langsung menghambur menghampiri Rasulullah Saw untuk menyambut
Beliau. Ia membawakan barang-barang milik Rasulullah seolah ia sedang
membawa harta karun yang terkandung di seluruh dunia ini, dan ia pun
masuk ke dalam rumahnya.
Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua tingkat. Abu Ayub mengosongkan
tingkat atas dari rumahnya agar Rasulullah Saw bisa tinggal di sana.
Akan tetapi Rasulullah Saw lebih memilih untuk tinggal di bawah saja.
Dan Abu Ayub pun melakukan permintaan Rasul Saw dan menempatkan
Beliau sesukanya.
Begitu malam mulai datang dan Rasul Saw sudah berada di
peraduannya. Abu Ayub dan istrinya hendak naik ke tingkat atas. Begitu
mereka baru saja mau menutup pintu, Abu Ayub menoleh ke arah istrinya
sambil berkata: “Celaka kamu, apa yang telah kita perbuat? Apakah pantas
Rasulullah Saw berada di bawah dan kita tinggal di atasnya?! Apakah kita
akan melangkah di atas tubuh Rasulullah Saw?! Apakah kita akan berjalan
di antara seorang Nabi dan wahyu?! Kita bisa celaka kalau begitu.”
Akhirnya suami-istri ini menjadi bingung dan mereka berdua
tidak tahu mau berbuat apa.
Keduanya merasa tidak tenang kecuali pada saat mereka mau ke bagian
atas rumah di mana tidak tepat berada di atas tubuh Rasulullah Saw.
Mereka berdua dengan hati-hati tidak melangkah kecuali pada sudut
pinggir yang jauh dari tengah.
Begitu menjelang pagi, Abu Ayub berkata kepada Nabi Saw: “Demi
Allah, tadi malam kami tidak bisa tertidur. Baik aku atau Ummu Ayub.”
Rasulullah Saw bertanya: “Mengapa demikian, wahai Abu Ayub?!” Ia
menjawab: “Aku teringat bahwa aku berada di tengah rumah dimana
Engkau berada di bawahnya, dan aku sadar bahwa jika aku bergerak pasti
akan membuat debu beterbangan dan menimpamu sehingga dapat
mengganggumu. Dan aku teringat bahwa aku akan menghalangi dirimu
dan wahyu.”
Rasulullah Saw lalu bersabda kepadanya: “Tenanglah, wahai Abu Ayub.
Aku lebih senang tinggal di bawah, sebab banyak orang yang
mengunjungiku.”
Abu Ayub berkata: “Aku melaksanakan perintah Rasulullah Saw hingga
pada suatu malam yang dingin tempat air kami pecah dan airnya tumpah
dari atas. Maka aku dan Ummu Ayub bergegas menghampiri air ini .
Kami tidak memiliki apa-apa selain selembar kain yang kami jadikan lap.
Kami mencoba mengeringkan air ini dengan lap ini sebab
khawatir dapat mengenai Rasulullah Saw.”
Begitu masuk pagi, aku datang kepada Nabi Asw dan aku berkata
kepadanya: “Demi ibu dan bapakku, aku merasa segan berada di atasmu
dan kau berada di bawahku. Dan aku ceritakan kepada Beliau tentang
tempat air yang pecah tadi. Beliau langsung memenuhi permintaanku dan
naik ke bagian atas rumah. Dan aku beserta Ummu Ayub pun pindah ke
bawah.
Nabi Saw tinggal di rumah Abu Ayub selama kira-kira 7 bulan
lamanya. Sehingga selesai pembangunan masjid Rasul di sebuah tanah
kosong yang pernah dipakai sebagai tempat pemberhentian oleh untanya.
Lalu Nabi Saw pindah ke kamar yang dibangun untuk dirinya dan para
istrinya yang berada di sekitar Masjid. Dan Nabi Saw menjadi tetangga Abu
Ayub. Alangkah mulianya kehidupan bertetangga ini.
Abu Ayub mencintai Rasulullah Saw dengan seluruh hati dan
sanubarinya. Dan Rasul Saw juga mencintai Abu Ayub dengan begitu
cintanya sehingga tak berjarak lagi. Dan Beliau menganggap bahwa rumah
Abu Ayub sudah seperti rumah Beliau.
Ibnu Abbas ra berkata: “Pada suatu siang hari yang panas Abu Bakar
datang ke mesjid dan Umar melihatnya seraya bertanya: ‘Wahai Abu Bakar,
apa yang membuatmu datang ke mesjid pada saat seperti ini?’ Abu Bakar
menjawab: ‘Yang membuatku datang ke mesjid tiada lain sebab aku
merasa amat lapar sekali.’ Umar pun bertukas: ‘Demi Allah, saya pun
keluar dari rumah sebab saya juga merasa amat lapar.’ Saat keduanya
sedang merasa amat lapar, lalu datanglah Rasulullah Saw ke arah mereka
sambil bertanya: ‘Apa yang membuat kalian berdua keluar pada saat seperti
ini?’ Keduanya menjawab: ‘Demi Allah, kami keluar dari rumah sebab di
rumah kami tidak terdapat apa-apa untuk di makan dan kami merasa amat
lapar.’ Rasul membalas: ‘Demi Allah, Aku pun keluar sebab hal yang
sama… kalau begitu, ikutilah aku.”
Akhirnya, mereka bertiga datang ke rumah Abu Ayub Al Anshary ra.
Abu Ayub setiap hari menyisakan makanan untuk Rasulullah Saw. Jika
Rasulullah terlambat datang atau tidak datang pada waktu makan, maka
makanan ini ia berikan kepada keluarganya.
Begitu mereka sampai di depan pintu rumah Abu Ayub, maka keluarlah
Ummu Ayub sambil berkata: “Selamat datang kepada Nabi Allah dan orang
yang bersamanya.” Lalu Nabi Saw bertanya kepadanya: “Kemana Abu
Ayub?” Abu Ayub mendengar suara Nabi Saw –saat itu sedang bekerja di
bawah pohon kurma dekat rumahnya- dan ia pun langsung datang
menghadap segera sambil berkata: “Selamat datang kepada Rasulullah dan
orang yang bersamanya.” lalu ia menyambung: “Wahai Nabi Allah,
ini bukanlah waktu yang biasanya Engkau datang.” Rasul Saw lalu
menjawab: “Engkau benar.” Lalu Abu Ayub berlari ke arah pohon
kurmanya dan ia memotong satu tandan yang berisikan kurma yang
matang dan belum masak.
Rasul Saw lalu bersabda: “Aku tak menginginkan dirimu untuk
memotongnya akan tetapi cukup kau petikan saja buahnya untuk kami?”
Abu Ayub menjawab: “Ya Rasulullah, aku amat ingin Engkau memakan
kurma yang masak maupun tidak dari pohon ini, dan aku akan
menyembelih hewan untukmu juga.” Rasul menjawab: ‘Jika kau ingin
menyembelih hewan, sembelihlah namun jangan yang banyak susunya!”
Maka Abu Ayub langsung mengambil seekor anak kambing lalu
menyembelihnya. Lalu ia berkata kepada istrinya: ‘Aduklah adonan dan
buatkan kami roti sebab engkau amat tahu cara membuat roti.’ Ia lalu
mengambil separuh dari anak kambing tadi dan memasaknya. Setengahnya
lagi ia panggang. Begitu makan telah masak dan telah dihidangkan
dihadapan Rasulullah Saw dan kedua sahabatnya, maka Rasulullah Saw
langsung mengambil sepotong daging dari anak kambing tadi dan Beliau
meletakkannya dalam roti. Beliau pun bersabda: “Ya Abu Ayub, Bawalah
segera potongan daging ini kepada Fathimah, sebab ia belum memakan
apapun seperti ini sejak pagi tadi.”
Begitu mereka semua telah menikmati makanan dan merasa kenyang,
Nabi Saw bersabda: “Roti, daging, kurma mentah dan kurma masak!!!” Lalu