Tampilkan postingan dengan label sahabat nabi muhammad 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sahabat nabi muhammad 6. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Desember 2024

sahabat nabi muhammad 6


 ghunuskan pedang. Namun Majza’ah 

tidak dapat menangkapnya sebab  gelombang gerak yang ditimbulkan oleh 

para pasukan yang sedang bertempur membuat Majza’ah kehilangan 

pandangan. lalu  Majza’ah sekali lagi melihat Hurmuzan, lalu ia 

segera datang ke arahnya… 

Lalu Majza’ah dan Hurmuzan saling menyerang dengan pedang yang 

mereka bawa. Masing-masing mengibaskan pedang mereka dengan 

ganasnya. Namun pedang Majza’ah tidak mengenai sasaran, dan 

sebaliknya Hurmuzan berhasil mengarahkan pedangnya. 

Maka tersungkurlah patriot muslim yang berani di tengah medan laga. 

Hatinya tenang dengan janji Allah yang telah ia raih. 

Pasukan muslimin masih saja meneruskan peperangan, sehingga Allah 

Swt memberikan kemenangan kepada mereka. Akhirnya, Hurmuzan 

menjadi tawanan kaum muslimin. 

Pasukan muslimin kembali ke Madinah Al Munawarah dengan 

membawa kabar gembira penaklukan Persia kepada Umar bin Khattab. 

Mereka menggiring Hurmuzan yang mengenakan mahkota berhiaskan 

berlian, dan dipundaknya terdapat selendang sutra yang dijahit dengan 

benang emas. Mereka menggiringnya untuk dibawa menghadap kepada 

khalifah. 

Meski demikian, mereka membawa kabar duka yang mendalam kepada 

khalifah tentang pejuang mereka yang gagah berani bernama Majza’ah bin 

Tsaur. 


Usaid bin Al Hudhair 

“Malaikat-Malaikat Itu Semuanya Mendengarkanmu, Ya Usaid!” 

(Muhammad Rasulullah) 

 

Seorang pemuda berasal dari Mekkah bernama Mus’ab bin Umair 

datang ke Yatsrib pada awal utusan pembawa kabar gembira yang dikenal 

oleh sejarah Islam. 

Ia lalu menginap di rumah As’ad bin Zurarah50 yang merupakan salah 

seorang pembesar suku Khajraj. Di rumah Zurarah, Mus’ab membuat 

kamar untuk dirinya sendiri dan dijadikan markas untuk menyebarkan 

agama Allah dan mengabarkan akan adanya Nabi Allah yang bernama 

Muhammad Saw. 

Maka para pemuda Yatsrib berdatangan untuk mendengarkan seruan 

da’I muda yang bernama Mus’ab bin Umair dengan begitu antusias. 

Mereka semua tertarik dengan tenangnya pembicaraan, alasan-alasan 

yang jelas, sikap yang berwibawa dan cahaya iman yang terpancar dari 

wajah tampan Mus’ab bin Umair. 

Hal yang paling membuat mereka tertarik atas itu semua yaitu  Al 

Qur’an yang ia bacakan kepada mereka dari waktu ke waktu. Ia 

membacakannya dengan suara yang merdu, dan intonasi yang memukau. 

Sehingga hati yang keras menjadi lembut, dan meneteslah air mata dari 

bola mata mereka. Majlis Mus’ab bin Umair senantiasa dipenuhi orang 

yang masuk Islam dan akhirnya menyatakan keimanan mereka. 

  

Suatu hari, As’ad bin Zurarah pergi bersama tamunya, yaitu sang da’I 

Mus’ab bin Umair. Mereka berangkat untuk menemui sebuah jama’ah dari 

Bani Abdul Asyhal dan menawarkan kepada mereka ajaran agama Islam. 

Keduanya lalu melalui sebuah taman milik Bani Abdul Asyhal, lalu  

mereka berdua duduk di tepian mata air yang begitu jernih di bawah 

bayangan pohon kurma. 

Lalu datanglah jama’ah dari Bani Abdul Asyhal tadi yang telah masuk 

Islam dan sebagian yang hanya ingin mendengarkan penuturannya. Maka 

mulailah Mus’ab berdakwah dan memberikan kabar gembira. Semuanya 

                                                     

50

 As’ad bin Zurarah Al Najjary Al Anshary: yaitu  seorang pemberani dan pemuka suku pada 

masa jahiliyah dan Islam. Ia pernah mendatangi Rasulullah Saw di Mekkah bersama Dzakwan bin Abdu 

Qais yang menyatakan memeluk Islam dan kembali lagi ke Madinah. Ia termasuk orang 

Madinahpertama yang masuk Islam; Ia meninggal sebelum perang Badr dan dimakamkan di Baqi. 

  

mendengarkan penuturan Mus’ab, dan mereka pun mulai terkesima 

dengan pembicaraannya. 

  

Lalu datanglah seseorang menceritakan kepada Usaid bin Al Hudhair 

dan Sa’d bin Muadz51 -dan keduanya yaitu  pemuka suku Aus52- bahwa 

seorang da’I berasal dari Mekkah telah sampai dekat kampung mereka, dan 

orang yang telah mendukungnya yaitu  As’ad bin Zurarah. 

Maka Sa’d bin Usaid bin Al Hudhair berkata: “Ya Usaid, Temuilah 

pemuda yang berasal dari Mekkah ini yang datang ke kampung kita untuk 

membujuk kaum lemah dan menjelekkan tuhan-tuhan kita. Halangilah dia 

dan berilah peringatan kepadanya agar tidak masuk ke kampung kita 

 sesudah  ini!” 

Ia pun menambahkan: “Kalau saja ia bukanlah tamu sepepuku, As’ad 

bin Zurarah, dan kalau saja ia tidak melindunginya pasti sudah aku 

bereskan dia!” 

  

Usaid lalu membawa alat perangnya dan ia berangkat menuju 

perkebunan. Begitu As’ad bin Zurarah melihatnya sedang datang menuju 

ke arah mereka, maka As’ad berkata kepada Mus’ab: “Celaka engkau ya 

Mus’ab! Inilah pemuka suku mereka. Ia yaitu  orang yang paling pintar di 

antara mereka dan merupakan orang yang paling sempurna. Dialah Usaid 

bin Al Hudhair!  

Jika ia Islam, maka akan banyak orang yang turut masuk Islam. Maka 

kisahkanlah tentang Allah dengan benar kepadanya dan berilah pemaparan 

yang sebaik mungkin untuknya!” 

  

Usaid bin Al Hudhair berhenti di dekat kerumunan.Ia melihat ke arah 

Mus’ab dan sahabatnya sambil berkata: “Apa yang membuat kalian datang 

ke kampung kami lalu membujuk orang-orang lemah kami?! Jauhilah 

kampung ini jika kalian masih ingin hidup!” 

Lalu Mus’ab bin Umair menoleh ke arah Usaid dengan wajah 

memancarkan cahaya iman, ia berbicara kepada Usaid dengan intonasi 

                                                     

51

 Sa’d bin Muadz bin An Nu’man bin Umru’ul Qais Al Ausy Al Anshary yaitu  seorang sahabat 

yang pejuang. Dialah yang menjadi pembawa panji kaumnya saat perang Badr. Ia juga turut serta 

dalam perang Uhud dan ia termasuk orang yang teguh berjuang dalam peristiwa ini . Ia tewas 

dengan banyak luka pada peristiwa Khandaq. 

52

 Aus yaitu  sebuah kabilah berasal dari Yaman. Kabilah ini pindah ke Madinah bersama 

dengan sebuah kabilah saudaranya yang bernama Khajraj  sesudah  runtuhnya Sadd Ma’rab. lalu  

kedua kabilah ini menetap di Madinah.  


yang memukau: “Wahai pemimpin kaum, apakah engkau mau 

mendapatkan kebaikan?” Usaid bertanya: “Apa itu?” Mus’ab menjawab: 

“Duduklah bersama kami dan dengarkan pembicaraan kami. Jika engkau 

senang akan apa yang kami katakan, maka terimalah! Jika engkau tidak 

menyukainya, maka kami akan pergi dan tidak akan kembali.” 

Usaid lalu berkata: “Engkau adil kalau begitu!” ia pun lalu menaruh 

tombaknya di tanah lalu duduk. 

Maka Mus’ab menjelaskan kepadanya tentang hakikat Islam. Ia juga 

membacakan untuknya beberapa ayat Al Qur’an. Maka nampaklah roman 

kebahagiaan di wajahnya. Ia pun berkata: “Betapa indah kalimat yang telah 

engkau ucapkan. Betapa agung ayat yang telah kau bacakan!!! Apa yang 

kalian perbuat jika hendak masuk ke dalam Islam?!” 

Mus’ab lalu menjawab: “Mandilah dan bersihkan pakaianmu, dan 

bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad yaitu  

utusan Allah. Lalu lakukanlah shalat dua raka’at!” 

Lalu Usaid pergi ke sumur dan bersuci dengan airnya. lalu  ia 

bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad 

yaitu  hamba-Nya dan utusan-Nya, lalu  ia pun melakukan shalat 

dua raka’at. 

Maka pada hari itu telah masuk ke dalam Islam seorang pejuang bangsa 

Arab yang terkenal dan seorang pemuka bangsa Aus. 

Kaumnya memanggil dia dengan Al Kamil (yang sempurna) sebab  

akalnya yang cerdas dan kemulyaan keturunannya. Sebab ia memiliki 

pedang dan pena, selain ia yaitu  seorang patriot yang tepat melemparkan 

tombaknya, ia juga yaitu  seorang yang dapat baca-tulis dalam sebuah 

kaum yang sedikit sekali yang bisa baca-tulis. 

Islamnya Usaid menjadi penyebab Islamnya Sa’d bin Muadz. Dan 

keislaman mereka berdua menjadi penyebab islamnya banyak orang yang 

berasal dari suku Aus. sebab nya Madinah menjadi tempat yang dipilih 

Rasul Saw untuk berhijrah, tempat berlindung dan ibu kota bagi daulah 

Islamiyah yang besar. 

  

Usaid bin Al Hudhair begitu mencintai Al Qur’an –sejak ia 

mendengarnya dari Mus’ab bin Umair-. Ia selalu datang kepada Al Qur’an 

seperti seekor rusa yang haus datang ke tempat air yang jernih di tengah 

teriknya hari. Ia menjadikan Al Qu’ran sebagai kesibukannya yang baru. 

Sejak saat itu ia hanya menjadi seorang mujahid yang berperang di 

jalan Allah, atau seorang yang melakukan iktikaf sambil membaca 

Kitabullah. 

Dia yaitu  orang yang memiliki suara merdu, pembicaraannya jelas, 

senang untuk membacanya. Ia semakin senang membaca Al Qur’an jika 

 

hari sudah semakin larut, dimana para mata manusia sudah terpejam, dan 

jiwa mereka telah terbang di bawa mimpi. 

Para sahabat Rasul selalu menanti Usaid membaca Al Qur’an dan 

berlomba-lomba untuk mendengarkannya. 

Sa’d termasuk orang yang sering mendengarkan bacaan Al Qur’an 

Usaid yang begitu merdu seperti baru saja turun kepada Muhammad Saw. 

Penduduk langit menyukai bacaan Usaid, sebagaimana penduduk bumi 

menyukainya. 

Pada suatu malam, saat itu Usaid sedang duduk di teras belakang 

rumahnya. Anaknya yang bernama Yahya sedang tidur di sampingnya. 

Kudanya yang ia siapkan untuk berjihad di jalan Allah sedang terikat 

dengan jarak yang tidak jauh darinya. 

Malam begitu tenang dan langit begitu bersih. Cahaya bintang 

menyapa bumi dengan begitu tenang dan lembut. 

Jiwa Usaid bin Al Hudhair lalu berbisik untuk mengharumi udara yang 

segar ini dengan bacaan Al Qur’an. Maka ia membacakan dengan suaranya 

yang merdu:  


“Alif laam miim. Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; 

petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman 

kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan 

sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, Dan mereka 

yang beriman kepada Kitab (al-Qur'an) yang telah diturunkan 

kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta 

mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Baqarah [2] 

: 1-4) 

Begitu kudanya mendengarkan bacaan Usaid, kuda ini  langsung 

berputar-putar dan hampir membuat tali kekangnya putus. Maka Usaid 

berhenti membaca dan kudanya langsung diam. 

lalu  ia membaca lagi:  


“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan-nya,dan 

merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah [2] : 5) 


Maka kudanya, sekali lagi berputar dengan begitu kuatnya. Lebih kuat 

dari sebelumnya. 

lalu  Usaid menghentikan bacaannya dan kudanya pun berhenti 

berputar. 

Hal itu terus berulang. Jika Usaid membaca lagi, maka si kuda akan 

berontak dan lari berputar. Jika Usaid menghentikan bacaannya, maka 

kuda itu akan tenang dan diam. 

Lalu Usaid khawatir akan anaknya dari pijakan sang kuda. lalu  ia 

menghampiri sang anak untuk membangunkannya. Pada saat itulah, ia 

menoleh ke arah langit. Ia melihat awan yang seperti payung yang tidak 

pernah terlihat oleh mata hal yang lebih hebat dan mengagumkan dari hal 

itu. Di awan ini  tergantung benda-benda seperti lampu. Maka seluruh 

langit menjadi terang benderang. Benda-benda itu terus naik ke langit 

sehingga tak terlihat lagi. 

Keesokan paginya, ia menghadap Nabi Saw dan menceritakan apa yang 

telah ia lihat semalam. Nabi Saw lalu bersabda kepadanya: “Itu yaitu  para 

malaikat yang mendengarkan bacaanmu, Ya Usaid! Jika engkau teruskan 

bacaanmu, pasti manusia melihat mereka sehingga tidak samar lagi bagi 

manusia untuk melihat malaikat!”53 

  

Sebagaimana Usaid bin Al Hudhair begitu cinta kepada Kitabullah, ia 

juga amat mencintai Rasulullah Saw. Rasul –sebagaimana penuturan Usaid- 

yaitu  manusia yang paling suci, dan merupakan manusia yang paling 

jujur dan beriman saat membaca Al Qur’an atau tatkala mendengarkannya. 

Dan tatkala Usaid memandang Rasulullah yang sedang berkhutbah atau 

berbicara. 

Usaid seringkali berharap tubuhnya dapat menyentuh tubuh Rasul Saw 

lalu menciumnya. 

Suatu kali, hal itu pernah terjadi padanya. 

Suatu hari Usaid sedang berkelakar dengan kaumnya. Lalu Rasulullah 

Saw menyentuh pinggul Usaid dengan tangan Beliau, seolah Rasul 

menyukai apa yang dikatakan Usaid. 

Lalu Usaid berkata: “Engkau telah menyakitiku, ya Rasulullah!” Rasul 

Saw lalu menjawab: “Mintalah balas dariku, ya Usaid!” Usaid lalu berkata: 

“Engkau memakai baju dan aku tidak memakai baju saat Engkau 

mencolekku.” 

Lalu Rasulullah Saw mengangkat baju dari tubuhnya. Lalu Usaid 

merangkul tubuh Rasul dan menciumi bagian di antara ketiak hingga 

                                                     

53

 Kisah ini terdapat dalam kitab Bukhari dan Muslim 


pinggul Rasul dan ia berkata: “Demi ibu dan bapakku, ya Rasulullah. Ini 

yaitu  tujuan yang selalu aku impikan sejak aku mengenalmu. Kali ini, aku 

telah mendapatkannya. 

  

Rasul Saw membalas cinta Usaid kepada Beliau dengan kecintaan yang 

setimpal. Beliau selalu mengenang masuknya Usaid ke dalam Islam dan 

pembelaan Usaid kepada Beliau pada peristiwa Uhud sehingga ia rela 

terkena 7 tombakan yang mematikan pada hari itu. Rasul Saw juga 

mengetahui pengaruh dan posisi Usaid di kaumnya. Jika Rasul hendak 

memberik syafaat kepada salah seorang anggota kaumnya, maka Rasul 

akan memberikan izin syafaat ini  kepadanya… 

Usaid mengisahkan: “Aku datang menghadap Rasulullah Saw dan aku 

adukan kepadanya tentang sebuah rumah yang dihuni oleh anggota kaum 

Anshar yang amat fakir dan miskin. Kepala keluarga rumah ini  yaitu  

seorang wanita. Lalu Rasulullah Saw bersabda: “Ya Usaid, Engkau datang 

 sesudah  kami menginfaqkan semua yang kami miliki. Jika kau mendengar 

rizqi yang kami dapat, maka ceritakanlah olehmu tentang penghuni rumah 

tadi!” 

 sesudah  itu, Rasulullah mendapatkan harta dari perang Khaibar yang ia 

bagikan kepada kaum muslimin seluruhnya. Beliau membagikan harta 

ini  kepada kaum Anshar dengan harta yang banyak. Dan Beliau juga 

memberikan harta yang banyak kepada penghuni rumah tadi. Aku pun 

berkata kepada Beliau: “Semoga Allah membalas kebaikanmu kepada 

mereka, wahai Nabi Allah!” 

Rasul Saw menjawab: “Kalian wahai penduduk Anshar, semoga Allah 

membalas kalian dengan sebaik-baik balasan. Sebab kalian –sepanjang 

pengetahuanku- yaitu  kaum yang menjaga kehormatan diri dan bersabar. 

Kalian akan mendapati manusia akan mengikuti kalian dalam melakukan 

kebaikan  sesudah  aku mati. Bersabarlah kalian, hingga kalian bertemu 

denganku lagi. Tempat kalian kembali yaitu  telagaku!”54 

Usaid bertutur: “Saat kekhalifahan berpindah ke tangan Umar bin 

Khattab ra, ia membagikan kepada seluruh kaum muslimin harta dan 

barang-barang. Ia juga mengirimkan kepadaku sebuah pakaian yang aku 

anggap hina. 

Saat aku sedang berada di mesjid, lalu melintas dihadapanku seorang 

pemuda dari Quraisy yang menggunakan pakaian panjang dan besar yang 

pernah dikirimkan oleh khalifah Umar kepadaku. Ia memanjangkan 

pakaian itu hingga menyentuh bumi. Maka aku bacakan kepada orang 

yang ada bersamaku saat itu sabda Rasulullah Saw: “Kalian akan mendapati 

manusia akan mengikuti kalian dalam melakukan kebaikan  sesudah  aku 

mati.” Dan aku mengatakan: “Benar, sabda Rasulullah!” 

                                                     

54

 Lihat rujukan kisah ini dalam shahih Al Bukhari dan Muslim 


Maka ada orang yang menghadap Umar dan memberitahukannya apa 

yang telah aku katakan. Umar langsung menemuiku segera, dan saat itu 

aku hendak shalat. Ia berkata: “Shalatlah, ya Usaid!” 

Begitu aku usai melakukan shalat, ia mendatangiku dan berkata: “Apa 

yang telah kau katakan?” Akupun mengatakan apa yang aku lihat dan apa 

yang telah aku katakan. 

Umar berkata: “Semoga Allah memaafkanmu. Itu yaitu  pakaian yang 

aku kirimkan kepada fulan. Dia yaitu  seorang anggota suku Anshar yang 

turut dalam bai’at Aqabah, perang Badr dan Uhud. Seorang pemuda 

Quraisy telah membelinya dari orang Anshar tadi lalu dipakainyalah…. 

Apakah kau mengira ucapan yang pernah disabdakan Rasulullah Saw ini 

terjadi di zamanku?!!” 

Usaid menjawab: “Demi Allah, ya Amirul Mukminin tadinya aku tidak 

mengira bahwa ini bakal terjadi di zamanmu.” 

  

 sesudah  itu, usia Usaid bin Al Hudhair tak tersisa lama. Allah telah 

mengakhiri hidupnya pada masa pemerintahan Umar ra. 

Didapati bahwa ia masih berhutang sebanyak 4000 dirham. Ahli 

warisnya berniat menjual tanah miliknya untuk membayar hutang 

ini . 

Saat Umar mengetahui hal itu, ia berkata: “Aku tidak akan membiarkan 

keturunan saudaraku Usaid menjadi beban masyarakat!” lalu  Umar 

bernegosiasi dengan orang yang memberinya hutan. Mereka semua sepakat 

untuk membeli hasil bumi tanah ini  selama empat tahun, setiap 

tahunnya seharga seribu dirham. 


Abdullah bin Abbad 

Tinta Ummat Muhammad 

“Dia yaitu  Pemuda Pemilik Lisan yang Senantiasa Bertanya dan Hati 

yang Berakal”(Umar bin Khattab) 

 

Dia adlaah tokoh sahabat ternama yang memiliki kemulyaan dari 

dirinya. Ia tidak pernah ketinggalan untuk mendapatkan kemulyaan:  

Pada dirinya telah terkumpul kemulyaan menjadi seorang sahabat 

Rasul, meski ia lahir terlambat namun ia mendapatkan kemuliaan menjadi 

salah seorang sahabat Nabi Saw.  

Ia juga mendapatkan kemuliaan sebab  masih ada hubungan kerabat 

dengan Rasulullah Saw. Dia yaitu  sepupu Rasulullah Saw. Ia juga 

mendapatkan kemuliaan atas ilmunya, sebab ia yaitu  tinta55 ummat 

Muhammad, dan lautan ilmu ummat Muhammad Saw. 

Ia juga mendapatkan kemuliaan atas ketaqwaan yang dimilikinya. Ia 

yaitu  orang yang senantiasa puasa di siang hari dan melakukan qiyam 

pada malam hari. Sering beristighfar pada waktu sahur, menangis sebab  

takut kepada Allah Swt sehingga air mata membasahi kedua pipinya. 

Dialah Abdullah bin Abbas sebagai seorang rabbani56 ummat 

Muhammad. Dia yaitu  orang yang paling mengerti tentang Kitabullah di 

antara ummat Muhammad. Dia yaitu  orang yang paling paham tentang 

takwil Al Qur’an, paling mampu menyelaminya dan memahami tujuan dan 

rahasia Al Qur’an. 

  

Ibnu Abbas dilahirkan 3 tahun sebelum hijrah. Saat Rasulullah Saw 

wafat, dia baru berusia 13 tahun. Meski demikian ia telah mampu 

menghapalkan 1660 hadits dari Nabi Saw yang dituliskan oleh Bukhari dan 

Muslim dalam kitab shahih mereka berdua. 

  

                                                     

55

 Maksudnya yaitu  seorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. 

56

 Robbani yaitu  orang yang memiliki ilmu sekaligus bermakrifat kepada Allah Swt 

  

Begitu ibunya melahirkan Abdullah, ia membawanya menghadap 

Rasulullah Saw untuk ditahniq57 dengan ludah Beliau. Maka hal yang 

pertama kali masuk ke dalam perut Ibnu Abbas yaitu  air liur Rasul Saw 

yang suci dan penuh berkah. Beserta dengan air liur ini , masuk juga 

ke dalam lambungnya ketaqwaan dan hikmah.  

⎯tΒ uρ |N÷σムsπ yϑ ò6Ås ø9$# ô‰s)sù u’ ÎAρé& #Zöyz #ZÏWŸ2 3   

“Siapa yang diberi hikmah, maka ia telah diberi kebaikan yang 

banyak.” (QS. al-Baqarah [2] : 269) 

  

Begitu pemuda berbangsa Hasyimi tumbuh dewasa dan menginjak usia 

tamyiz58, ia selalu mendampingi Rasulullah Saw seperti layaknya seorang 

saudara. 

Ibnu Abbas menyiapkan air jika Rasulullah Saw hendak berwudhu. Ia 

melakukan shalat di belakang Rasulullah. Setiap kali Rasulullah Saw 

bepergian, Ibnu Abbas selalu berada di belakang Rasul dalam kendaraan 

yang sama. 

Sehingga ia bagaikan bayangan yang selalu mengikuti Rasul apabila 

Beliau berjalan. Ia selalu berada di sekeliling Rasul, dimana saja Beliau 

berada. 

Dalam semua kondisi tadi, Ibnu Abbas selalu membawa hati yang 

hidup, pikiran yang jernih dan menghapalkan apa saja sehingga ia dapat 

mengalahkan semua alat rekam yang dikenal pada zaman modern ini. 

  

Ia bercerita tentang dirinya:  

“Suatu saat Rasulullah Saw hendak berwudhu. Lalu aku segera 

menyiapkan air untuk Beliau sehingga Beliau senang dengan apa yang aku 

lakukan. 

Tatkala Beliau hendak melakukan shalat, Beliau memberikan isyarat 

kepadaku supaya aku berdiri di sampingnya, dan aku pun berdiri di 

belakang Beliau. 

Begitu shalat usai, Beliau menoleh ke arahku dan bersabda: “Mengapa 

engkau tidak berdiri di sampingku, ya Abdullah?” Aku menjawab: “Engkau 

yaitu  manusia terhormat dalam pandanganku dan aku tidak pantas 

berdiri di sampingmu.” 

                                                     

57

 Memijat tenggorokan bayi dengan ludah beliau sebelum bayi ini  menyusu. 

58

 Usia 7 tahun, dan ada pendapat yang mengatakan berbeda 

lalu  Beliau mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya 

berdo’a: “Ya Allah, berikanlah kepadanya hikmah!”59 

Allah telah mengabulkan do’a Nabi-Nya Saw sehingga Allah 

memberikan pemuda Al Hasyimi ini sebagian hikmah yang mengalahkan 

kehebatan para ahli hikmah terbesar. 

Tidak dipungkiri bahwa Anda ingin mengetahui sebuah kisah hikmah 

milik Abdullah bin Abbas. Inilah sebagian kisahnya dan Anda akan 

mendapati apa yang Anda cari:  

  

Tatkala sebagian pendukung Ali meninggalkannya, dan menyalahkan 

Ali dalam konflik yang terjadi antara dia dan Muawiyah ra. Abdullah bin 

Abbas berkata kepada Ali ra: “Izinkan aku, wahai Amirul Mukminin untuk 

mendatangi kaummu dan berbicara kepada mereka!” Ali menjawab: “Aku 

khawatir terhadap keselamatanmu dari kejahatan mereka.” Ibnu Abbas 

menjawab: “Insya Allah, tidak.” 

lalu  Ibnu Abbas mendatangi mereka dan ia belum pernah melihat 

kaum yang lebih giat beribadah dibandingkan  mereka. 

Mereka berkata: “Selamat datang kepadamu, ya Ibnu Abbas! Ada apa 

engkau datang ke sini?!” 

Ia menjawab: “Aku datang untuk berbicara kepada kalian.” 

Sebagian mereka berseru: “Jangan kalian berbicara dengannya!” 

Sebagian lain dari mereka berkata: “Katakanlah, kami akan 

mendengarkannya darimu!” 

Ibnu Abbas berkata: “Ceritakanlah kepadaku ap yang kalian tidak sukai 

dari sepupu Rasulullah, dan suami dari putri Beliau serta orang yang 

pertama kali beriman kepada Beliau?!” Mereka menjawab: “Kami tidak 

menyukai tiga perkara dari dirinya!” Ibnu Abbas bertanya: “Apa saja?” 

Mereka menjawab: “Pertama: ia telah mengangkat orang untuk 

memberikan keputusan dalam agama Allah60. Kedua: ia telah berperang 

melawan Aisyah dan Mu’awiyah, dan tidak mengambil ghanimah serta 

budak. Ketiga: Ia menghapuskan gelar Amirul Mukminin dari dirinya 

padahal kaum muslimin telah berbaiat kepadanya dan menjadikan dirinya 

sebagai amir mereka.” 

Ibnu Abbas menjawab: “Bagaimana pendapat kalian kalau aku 

membacakan kepada kalian beberapa ayat dari Kitabullah dan hadits dari 

Rasulullah yang kalian tidak pungkiri kebenarannya. Apakah kalian akan 

menarik ucapan kalian ini?” Mereka menjawab: “Baiklah!” Ibnu Abbas 

                                                     

59

 Sumber kisah ini terdapat dalam Bukhari, Muslim dan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal 

60

 Maksudnya yaitu  Ali menerima keputusan antara dirinya dengan Muawiyah yang dilakukan 

oleh Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash  

berkata: “Perkataan kalian bahwa ia telah mengangkat orang untuk 

memberikan keputusan dalam agama Allah. Maka Allah Swt berfirman:  


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh 

binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara 

kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah 

mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang 

dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu.” 

(QS. al-Maidah [5] : 95) 

Aku bersumpah kepada Allah dihadapan kalian, apakah keputusan 

orang dalam menjaga darah dan jiwa mereka serta menjaga hubungan baik 

di antara mereka lebih baik dari keputusan mereka atas kelinci yang haya 

seharga 4 dirham saja?” 

Mereka menjawab: “Yang lebih baik yaitu  keputusan mereka dalam 

menjaga tumpahnya darah kaum muslimin dan menjaga hubungan baik 

diantara mereka.” 

Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sudah sepakat dalam masalah ini?” 

Mereka menjawab: “Ya, kita sepakat!” 

Ibnu Abbas berkata: “Adapun ucapan kalian: bahwa Ali melakukan 

perang namun tidak menjadikan Aisyah sebagai budaknya sebagaimana 

Rasul Saw selalu menangkap wanita milik musuh sebagai budak. Apakah 

kalian menginginkan untuk menjadikan ibu kalian ‘Aisyah menjadi budak 

kalian yang dapat kalian pergauli sebagaimana layaknya budak wanita?! 

Jika kalian mengatakan ‘ya’ maka kalian telah kafir. Jika kalian mengatakan 

bahwa ia bukanlah ibu kalian, maka kalian juga telah kafir. Allah Swt 

berfirman:  

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari 

diri mereka sendiri dan isteri-isterinya yaitu  ibu-ibu mereka.” (QS. 

al-Ahzab [33] : 6) 

Pilihlah mana yang kalian sukai bagi diri kalian.” 

lalu  Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat mengenai hal 

ini?” Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!” 

Ibnu Abbas berkata lagi: “Sedangkan perkataan kalian yang 

mengatakan bahwa Ali telah menghapuskan gelar Amirul Mukminin, itu 

disebabkan sebab  Rasulullah Saw saat Beliau meminta kepada kaum 

musyrikin pada perjanjian Hudaibiyah untuk menuliskan dalam perjanjian 

damai yang Beliau adakan bersama mereka “Inilah yang diputuskan oleh 

Muhammad Rasulullah” Mereka berkata: ‘Kalau kami beriman bahwa 

engkau yaitu  Rasulullah, maka kami tidak akan menghalangimu untuk 

datang ke Baitullah dan kami tidak akan memerangimu, akan tetapi 

tuliskanlah ‘Muhammad bin Abdullah.’ Maka saat mereka berkata 

demikian Rasul bersabda: “Demi Allah, saya yaitu  Rasulullah meski kalian 

mendustaiku.” 

Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat dalam masalah ini?” 

Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!” 

Maka hasil dari pertemuan itu, dan hasil dari hikmah yang begitu 

mendalam yang ditampilkan Ibnu Abbas telah membuat 20 ribu orang 

kembali bergabung dengan pasukan Ali, dan masih ada 4 ribu lagi orang 

yang berkeras untuk memusuhi Ali dan berpaling dari kebenaran. 

  

Pemuda bernama Abdullah bin Abbas ini telah menempuh semua jalan 

untuk mendapatkan ilmu, dan mengeluarkan segala kemampuannya untuk 

meraihnya. 

Ia telah meminum air wahyu dari Rasulullah Saw selagi Beliau hidup. 

Begitu Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya, maka Ibnu Abbas 

belajar langsung dengan para ulama sahabat. 

Ia bercerita tentang dirinya: “Jika aku mendengar ada sebuah hadits 

yang dimiliki oleh salah seorang sahabat Nabi Saw, maka aku akan 

mendatangi pintu rumahnya pada waktu qailulah61 dan aku akan 

membentangkan selendangku digerbang rumahnya. Maka debu pun 

beterbangan di atas tubuhku. Kalau aku ingin meminta izin agar 

diperbolehkan masuk, pasti ia akan mengizinkanku… 

Akan tetapi, aku melakukan hal itu sebagai penghormatan terhadap 

dirinya. Jika ia keluar dari rumahnya dan melihatku dalam kondisi 

demikian, ia akan berkata: “Wahai sepupu Rasulullah, apa yang 

membuatmu datang ke sini?! Apakah engkau tidak berkirim surat saja 

sehingga aku datang kepadamu?” 

Maka aku menjawab: “Aku yang lebih pantas untuk datang kepadamu. 

Ilmu itu didatangi bukan datang sendiri.” lalu  aku menanyakan 

kepadanya tentang hadits Rasulullah Saw. 

  

Sebagaimana Ibnu Abbas menghinakan dirinya saat menuntut ilmi, ia 

juga memulyakan derajat ulama. 

                                                     

61

 Waktu tidur di siang hari 

Inilah Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu dan pemuka Madinah dalam 

urusan qadha, fiqih, qira’at dan al faraidh62 yang saat itu hendak 

menunggangi kendaraannya, lalu berdirilah pemuda Al Hasyimi bernama 

Abdullah bin Abbas dihadapannya seperti berdirinya seorang budak 

dihadapan tuannya. Ia memegang kendali tunggangan tuannya. 

Zaid berkata kepada Ibnu Abbas: “Tidak usah kau lakukan itu, wahai 

sepupu Rasulullah!” Ibnu Abbas menjawab: “Inilah yang diajarkan kepada 

kami untuk bersikap kepada para ulama!” Zaid lalu berkata: “Perlihatkan 

tanganmu kepadaku!” 

Ibnu Abbas lalu menjulurkan tangannya. Lalu Zaid mendekati tangan 

ini  dan menciuminya seraya berkata: “Demikianlah, kami 

diperintahkan untuk bersikap kepada ahlu bait Nabi kami.” 

  

Ibnu Abbas telah menempuh perjalanan dalam menuntut ilmu yang 

dapat membuat unta jantan tercengang… 

Masruq bin Al Ajda’ salah seorang tabi’in ternama berkata tentang diri 

Ibnu Abbas: “Jika aku melihat Ibnu Abbas, menurutku dia yaitu  manusia 

yang paling tampan. Jika ia berkata, maka menurutku ia yaitu  orang yang 

paling fasih. Jika ia berbicara, menurutku ia yaitu  orang yang paling 

alim.” 

  

Begitu Ibnu Abbas merasa puas dengan obsesi yang dikejarnya sebagai 

penuntut ilmu, maka ia beralih menjadi seorang muallim yang 

mengajarkan ilmu kepada manusia. 

Maka rumah Ibnu Abbas menjadi seperti sebuah universitas bagi kaum 

muslimin. Benar, bagai sebuah universitas seperti universitas yang ada pada 

zaman sekarang ini. 

Perbedaan yang mendasar antara universitas Ibnu Abbas dan 

universitas masa kini yaitu  bahwa universitas pada masa kini memiliki 

puluhan bahkan ratusan dosen. Sedangkan universitas Ibnu Abbas hanya 

memiliki seorang dosen saja, yaitu Ibnu Abbas sendiri. 

Salah seorang sahabatnya meriwayatkan: “Aku melihat Ibnu Abbas 

memiliki sebuah majlis yang dapat membuat bangga seluruh bangsa 

Quraisy. Aku pernah melihat banyak orang yang berkumpul di jalan 

menuju rumah Ibnu Abbas sehingga jalan terasa sempit sekali dan mereka 

hampir menutupi jalan ini  dari pandangan manusia. Lalu aku masuk 

ke rumah Ibnu Abbas dan kabarkan padanya bahwa banyak manusia 

berkumpul di depan pintu rumahnya. Ia berkata kepadaku: ‘Siapkan air 

                                                     

62

 Faraidh; yaitu  ilmu pembagian harta waris terhadap ahli waris 

untuk aku berwudhu!’ lalu  ia berwudhu dan duduk. Lalu ia berkata: 

‘Keluarlah dan katakan kepada mereka, siapa yang ingin bertanya tentang 

Al Qur’an dan hurufnya maka masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku 

katakan hal itu kepada mereka. Mereka pun masuk sehingga memenuhi 

seluruh isi rumah dan kamar. Tidak ada satu pertanyaan yang mereka 

lontarkan, kecuali ia jawab. Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari 

apa yang mereka tanyakan. lalu  ia berkata kepada mereka: 

‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-sahabat kalian!’ Lalu mereka pun 

keluar semuanya.  

lalu  ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan, Siapa yang 

hendak bertanya tentang tafsir dan takwil Al Qur’an maka masuklah! Maka 

aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka. 

Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi 

penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab. 

Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan. 

lalu  ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-

sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya.  

lalu  ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka, 

siapa yang hendak bertanya tentang halal dan haram serta fiqih maka 

masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka. 

Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi 

penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab. 

Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan. 

lalu  ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-

sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya. ” 

lalu  ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka, 

siapa yang hendak bertanya tentang faraidh dan sebagainya maka 

masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka. 

Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi 

penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab. 

Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan. 

lalu  ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-

sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya. 

lalu  ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka, 

siapa yang hendak bertanya tentang bahasa Arab, syair dan ucapan bangsa 

Arab yang asing maka masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan 

hal itu kepada mereka. 

Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi 

penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab. 

Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.” 

Periwayat kisah ini berkata: “Jika bangsa Quraisy bangga akan hal ini, 

sudah sepantasnyalah mereka bangga!” 

  

Ibnu Abbas ra lalu membagi ilmu yang ia miliki pada beberapa hari 

sehingga hal ini  tidak terjadi lagi kerumunan manusia di pintu 

rumahnya. 

Maka ia lalu  membuka sebuah majlis pada hari tertentu di mana 

ia hanya mengajarkan tafsir. Satu hari hanya untuk mengajarkan fiqih. 

Satu hari hanya untuk mengajarkan kisah peperangan Rasul Saw. Satu hari 

hanya untuk mengajarkan syair. Satu hari hanya untuk mengajarkan 

sejarah bangsa Arab. Tidak ada seorang berilmu yang menghadiri 

majlisnya, kecuali tunduk dihadapnnya. Tidak ada orang yang bertanya 

kepadanya, kecuali mendapatkan jawaban dan ilmu darinya. 

  

Ibnu Abbas dengan keutamaan ilmu dan pemahaman yang ia miliki 

telah menjadi penasehat khulafaur rasyidin meskipun ia masih berusia 

muda. 

Jika Umar bin Khattab memiliki masalah yang sulit untuk dipecahkan 

maka ia akan mengundang para pembesar sahabat termasuk di antara 

mereka yaitu  Abdullah bin Abbas. Jika Ibnu Abbas sudah hadir, maka 

Umar akan memuliakannya dan merendahkan derajat diri Umar dan 

berkata: “Kami memiliki permasalahan sulit yang hanya dapat dipecahkan 

oleh orang-orang sepertimu!” 

Umar suatu saat pernah dikecam sebab  lebih mendahulukan Ibnu 

Abbas dan menyamakan Ibnu Abbas dengan orang-orang tua, padahal ia 

yaitu  seorang pemuda. Umar pun berkata: “Dia yaitu  seorang pemuda 

kahul63 yang memiliki lisan senantiasa bertanya dan hati yang berakal.” 

  

Meski Ibnu Abbas sering memberikan pengajaran kepada kalangan 

khusus, namun ia tidak pernah lupa hak kalangan umum pada dirinya. Ia 

masih saja membuat majlis untuk memberi nasihat dan peringatan bagi 

manusia awam. 

Salah satu dari nasehatnya yaitu  ucapannya kepada para pelaku 

kejahatan dan dosa: “Wahai orang yang melakukan dosa, janganlah 

engkau merasa aman dari hasil perbuatan dosamu. Ketahuilah konsekuensi 

dari perbuatan dosa itu lebih besar dibandingkan  dosa itu sendiri. Ketahuilah 

ketidak-maluanmu dengan orang yang berada di kanan dan kirimu saat 

engkau melakukan dosa itu tidak akan mengurangi dosamu. Ketahuilah 

bahwa tawamu saat melakukan dosa dan engkau tidak tahu apa yang akan 

Allah perbuat terhadap dirimu itu lebih besar dari dosa yang kau lakukan. 

Ketahuilah kebahagiaanmu saat berdosa jika kau melakukannya itu lebih 

besar dari dosa itu sendiri. Ketahuilah kesedihanmu apabila kau tak sempat 

                                                     

63

 Berusia antara 30-50 tahun 

melakukan dosa itu lebih besar dari dosa itu sendiri. Ketakutanmu terhadap 

angin yang dapat menyingkapkan rahasiamu saat engkau melakukan 

perbuatan dosa dan hatimu tidak takut dengan pandangan Allah kepada 

dirimu, itu lebih besar dari dosa. 

Pahai pelaku dosa: ‘Apakah engkau tahu dosa apayang telah diperbuat 

oleh Ayyub as ketika Allah menguji dirinya dan hartanya? Dosanya yaitu  

saat ada seorang yang miskin meminta tolong kepadanya untuk melawan 

kezaliman atas dirinya, Ayyub tidak berkenan membantunya.” 

  

Ibnu Abbas bukanlah termasuk orang yang dapat berkata namun tidak 

mampu melakukannya. Ia juga tidak termasuk orang yang bisa melarang, 

namun malah mengerjakannya. Dia yaitu  orang yang senantiasa berpuasa 

pada waktu siang, dan melakukan qiyam pada saat malam. 

Abdullah bin Mulaikah mengisahkan tentang Ibnu Abbas:  

“Aku menemani Ibnu Abbas dari Mekkah ke Madinah. Jika kami 

singgah di suatu tempat, tengah malam ia melakukan qiyam dan manusia 

lain tertidur sebab  kelelahan. Suatu malam aku melihatnya sedang 

membaca:  


“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya.Itulah yang 

kamu selalu lari dari padanya.” (QS. Qaaf [50] : 19) 

Ia terus mengulangi ayat ini  dan menangis dengan suara yang 

keras hingga fajar menjelang. 

Sejak itu kami tahu bahwa Ibnu Abbas yaitu  manusia yang paling 

tampan, manusia yang paling cerah wajahnya. Ia selalu menangis sebab  

takut kepada Allah sehingga air mata selalu membasahi kedua pipinya yang 

bagus.” 

  

Ibnu Abbas telah mencapai batas kemuliaan ilmu. 

Hal itu sebab  pada tahun tertentu khalifatul muslimin Mua’wiyah bin 

Abi Sufyan hendak melakukan haji. Dan Ibnu Abbas juga hendak 

melakukan haji juga, akan tetapi ia tidak memiliki kekuatan dan 

kekuasaan. Mua’wiyah diiringi oelh segerombolan pembantu 

kenegaraannya. Namun Ibnu Abbas memiliki rombongan yang 

mengalahkan rombongan khalifah yang terdiri dari para penuntut ilmu. 

  

Ibnu Abbas berusia 71 tahun yang ia hias dengan mengisi dunia 

dengan ilmu, pemahaman, hikmah dan taqwa. 

Saat ia wafat, Muhammad bin Al Hanafiah64 memimpin shalat jenazah 

atasnya dengan diiringi oleh para sahabat Rasul Saw yang tersisa dan para 

pembesar tabi’in. 

Saat mereka sedang menguburkan jasadnya, mereka mendengar ada 

orang yang membacakan ayat:  

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati 

yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah 

hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. al-Fajr 

[89] : 27-30) 


                                                     

64

 Muhammad bin Al Hanafiah yaitu  Muhammad bin Ali bin Abi Thalib. Ia dinasabkan kepada 

ibunya untuk membedakan dirinya dengan Hasan dan Husein. sebab  ibu keduanya yaitu  Fathimah 

binti Nabi Saw sedangkan ibu Muhammad yaitu  seorang wanita dari Bani Hanifah. Lihat profilnya 

dalam buku Shuwar min Hayat At Tabi’in karya penulis, penerbit Dar Al Adab Al Islamy. 


An Nu’man bin Muqarrin Al Muzani 

“Iman Memiliki Rumah, Kemunafikan juga Memiliki Rumah. 

Sedangkang Rumah Bani Muqarrin termasuk Salah Satu Rumah 

Iman” (Abdullah bin Mas’ud) 

 

Kabilah Muzainah membuat perumahan bagi penduduknya berdekatan 

dengan kota Yatsrib yang berada pada tepi jalan yang melintas antara 

Madinah dan Mekkah. 

Saat Rasul Saw berhijrah ke Madinah, kabar tentang Beliau sampai ke 

perkampungan Muzainah lewat orang yang lalu-lalang di sana. Tidak ada 

satu kabar pun tentang Beliau yang sampai kepada mereka, kecuali kabar 

yang baik saja. 

Pada suatu petang, pemimpin kabilah ini yang bernama An Nu’man 

bbin Muqarrin Al Muzani sedang duduk bersama para sahabat dan para 

pembesar kabilahnya. Ia berkata kepada mereka: 

“Wahai kaumku, tidak ada yang kita ketahui tentang Muhammad 

kecuali kebaikan saja. Tiada yang kita dengarkan tentangnya selain kasih 

sayang, kebaikan dan keadilan.  Mengapa kita masih berleha-leha, sedang 

banyak manusia yang bersegera untuk menjumpainya?!” 

lalu  ia meneruskan: 

“Aku telah berniat akan mendatanginya esok hari. Siapa yang ingin 

berangkat bersamaku, maka bersiaplah!” 

Apa yang diucapkan Nu’man begitu membekas pada diri kaumnya. 

Pada pagi harinya, ia menjumpai sahabatnya yang berjumlah 10 orang, 

400 orang penunggang kuda dari suku Muzainah yang telah siap untuk 

berangkat bersamanya ke Yatsrib demi menjumpai Nabi Saw dan 

menyatakan diri masuk ke dalam agama Allah. 

Namun An Nu’man merasa malu untuk membawa rombongan yang 

begitu banyak datang menghadap Rasulullah Saw tanpa membawa apa-apa 

untuk Beliau dan kaum muslimin sebagai oleh-oleh. 

Akan tetapi kemarau yang panjang yang terjadi di daerah Muzainah 

telah menyebabkan tidak ada hasil ternak dan sawah yang tersisa dan dapat 

dibawa sebagai hadiah. 

Maka An Nu’man bersama para sahabatnya mulai mengumpulkan apa 

saja yang ada di rumah mereka. Akhirnya mereka mengumpulkan apa 

yang tersisa dari apa yang mereka miliki. Mereka mengumpulkannya di 

hadapan An Nu’man. Lalu ia membawanya kepada Rasulullah Saw, dan ia 

  

mengumumkan bahwa dirinya dan rombongannya menyatakan masuk ke 

dalam Islam dihadapan Rasul.  

  

Kota Yatsrib menjadi gempar dari ujung kota ke ujung lainnya sebab  

merasa bahagia dengan Islamnya An Nu’man bin Muqarrin dan para 

sahabatnya. sebab  tidak ada satu rumahpun dari rumah-rumah bangsa 

Arab yang telah masuk Islam 10 anggotanya yang semuanya yaitu  

saudara kandung berasal dari 1 bapak dan mereka membawa 400 

penunggang kuda bersama mereka. 

Rasul Saw amat senang dengan masuknya An Nu’man ke dalam agama 

Islam. Allah pun menerima pemberian Nu’man dan menurunkan sebuah 

ayat yang berbunyi:  

š∅ ÏΒ uρ É># tôãF{$# ⎯tΒ Ú∅ÏΒ ÷σム«!$ Î/ ÏΘöθ u‹ø9$#uρ ÌÅz Fψ$# ä‹Ï‚ −G tƒ uρ $ tΒ ß,ÏΖムBM≈t/ãè% 

y‰Ψ Ïã «!$# ÏN≡uθ n= |¹ uρ ÉΑθ ß™ §9$# 4 Iω r& $ pκ̈ΞÎ) ×π t/öè% öΝçλ°; 4 ÞΟßγ è= Åz ô‰ã‹y™ ª!$# ’Îû ÿ⎯ϵ ÏFuΗ ÷qu‘ 3 

¨β Î) ©!$# Ö‘θ àxî ×Λ⎧ Ïm §‘ ∩®®∪     

“Dan di antara orang-orang Badui itu, ada orang yang beriman 

kepada Allah dan hari lalu , dan memandang apa yang 

dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya 

kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do'a Rasul. 

Ketahuilah sesungguhnya nafkah itu yaitu  suatu jalan bagi mereka 

untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan 

memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya; sesungguhnya 

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9] 

:99) 

  

Nu’man bin Muqarrin bergabung di bawah panji Rasulullah Saw, dan 

ia mengikuti semua peperangan yang Rasul lakukan tanpa pernah 

terlewatkan satu pun juga. 

Saat kekhalifahan dipimpin oleh Abu Bakar As Shiddiq, Nu’man dan 

kaumnya dari Bani Muzainah mendukung Abu Bakar sepenuhnya dan itu 

berdampak penting untuk menumpas para manusia yang kembali murtad.  

  

Saat kekhalifahan berpindah kepada Umar Al Faruq, Nu’man bin 

Muqarrin memiliki posisi yang senantiasa di ingat oleh sejarah dengan 

pujian dan sanjungan. 


  

Sebelum terjadinya perang Al Qadisiyah65, Sa’d bin Abi Waqash sebagai 

panglima pasukan muslimin mengirimkan sebuah utusan kepada Kisra 

Yazdajurd yang dipimpin oleh An Nu’man bin Muqarrin agar Kisra mau 

masuk ke dalam Islam. 

Saat rombongan ini tiba di ibu kota Kisra yang bernama Al Mada’in66, 

mereka meminta izin agar dibolehkan masuk dan mereka pun 

mendapatkan izin ini . lalu  Kisra memanggil seorang 

penterjemah dan berkata kepadanya: “Tanyakan kepada mereka, Apa yang 

membuat kalian datang ke daerah kami dan hendak memerangi kami?! 

Mungkin kalian ingin menguasai kami, dan berani menyerang kami sebab  

kami tidak pernah memperhitungkan kekuatan kalian. Sehingga kami tidak 

berkeinginan untuk mengalahkan dan menundukkan kalian.” 

Maka Nu’man bin Muqarrin menoleh kepada rekan-rekannya dan 

berkata: “Jika kalian memperbolehkan, aku akan menjawabnya. Jika ada di 

antara kalian yang mau menjawabnya, maka akan aku persilahkan.” Para 

rekannya berkata: “Engkau saja yang berbicara!” 

lalu  rekan-rekannya melihat ke arah Kisra lalu berkata: “Orang 

ini yang akan menjadi juru bicara kami, maka dengarkanlah apa yang akan 

ia katakan!” 

Maka Nu’man memulai pembicaraannya dengan memuji Allah Swt, 

membaca shalawat atas Nabi-Nya lalu ia berkata: “Allah Swt telah 

memberikan rahmatnya kepada kami sehingga Ia mengutus seorang Rasul 

untuk menunjukkan kepada kami kebenaran dan kami diperintahkan 

untuk melakukan kebenaran. Rasul juga mengajarkan kepada kami tentang 

keburukan dan Beliau melarang kami untuk melakukannya. 

Rasul menjanjikan kepada kami –Jika kami menyukai apa yang ia 

dakwahkan- bahwa Allah Swt akan memberikan kepada kami kebaikan 

dunia dan akhirat. 

Tidak membutuhkan waktu yang lama, sehingga Allah menggantikan 

untuk kami kesempitan menjadi keluasan. Kehinaan menjadi kemuliaan. 

Permusuhan menjadi persaudaraan dan kasih-sayang. 

Rasul memerintahkan kami untuk mengajak manusia mendapatkan 

kebaikan bagi diri mereka, dan kami diperintahkan untuk memulai dari 

orang-orang terdekat terlebih dahulu. 

Kami sekarang mengajakmu untuk masuk ke dalam agama kami. 

Dialah agama yang memperbaiki apa yang telah baik dan menyeru untuk 

melakukan kebaikan. Ia juga merupakan agama yang menganggap buruk 

apa yang telah buruk dan melarang untuk melakukannya. 

                                                     

65

 Al Qadisiyah yaitu  sebuah tempat di Iraq sebelah barat kota An Najf dimana terjadi pada 

tempat ini sebuah peperangan besar yang dikenal dengan perang Al Qadisiyah. 

66

 Al Mada’in yaitu  sebuah kota tua yang berada di Iraq 

  

Agama ini akan membuat orang yang memeluknya berpindah dari 

kegelapan kekufuran menuju cahaya iman dan keadilan. 

Jika kalian menerima ajakan kami untuk masuk ke dalam Islam, maka 

kami akan meninggalkan Kitabullah kepada kalian dan kami akan tegakkan 

kehidupan kalian berdasarkan kitab ini , supaya kalian dapat 

menetapkan hukum dengannya, dan kami pun akan kembali ke daerah 

kami dan membiarkan kalian tanpa perlu diganggu. 

Jika kalian tidak mau masuk ke dalam Islam, kami akan mengambil 

jizyah (upeti) dari kalian dan kami akan memberikan perlindungan untuk 

kalian. Jika kalian tidak mau membayar jizyah, maka kami akan 

memerangi kalian.” 

Maka meledaklah amarah Yazdajurd begitu mendengar kalimat tadi. Ia 

lalu berkata: “Aku belum pernah tahu adanya sebuah ummat di muka bumi 

ini yang lebih celaka dari kalian, lebih sedikit jumlahnya, amat tercerai-

berai, dan paling buruk kondisinya. Kami telah mempercayai urusan 

penanganan kalian kepada para gubernur daerah agar kalian mau tunduk 

dan taat kepadaku.” 

lalu  ia berkata dengan tenang: 

“Jika kebutuhan hidup yang telah membuat kalian datang ke tempat 

kami ini, maka kami akan memerintahkan untuk menyiapkan pasokan 

makanan sehingga daerah kalian tidak kelaparan. Kami juga akan 

mengirimkan pakaian bagus untuk para pembesar dan pemuka kaum 

kalian. Dan kami akan menunjuk salah seorang di antara kami untuk 

menjadi raja yang dapat melindungi kalian.” 

Salah seorang utusan kaum muslimin menjawab dengan nada emosi. Ia 

berkata: “Kalau saja para utusan dijamin tidak akan dibunuh, pasti aku 

akan membunuhmu! Bangunlah kalian sebab  aku tidak membutuhkan 

apapun dan beritahukanlah kepada panglima kalian bahwa aku diutus 

kepadanya (Rustum)67 sehingga aku akan menguburkannya dan 

menguburkan kalian semua dalam parit Al Qadisiyah.” 

lalu  Yazdajurd memerintahkan untuk dibawakan kantong pasir 

dan ia berkata kepada para pembantunya: “Bawalah kantong pasir ini di 

atas kepala mereka semua. Giringlah ia di depan kalian sehingga orang-

orang menyaksikan sehingga ia keluar dari gerbang ibu kota ini.” 

Maka para pembantu Yazdajurd bertanya kepada para utusan muslimin 

ini: “Siapakah pemimpin kalian?” Maka ‘Ashim bin Umar segera 

menjawab: “Akulah pemimpin mereka!” 

Maka para pembantu raja tadi menaruh kantong pasir di atas kepala 

‘Ashim sehingga ia keluar dari kota Al Mada’in. lalu  para pembantu 

raja membawa ‘Ashim menuju untanya dan mereka juga membawanya 

untuk kembali ke Sa’d bin Abi Waqash. Sa’d memberitahukan ‘Ashim 

                                                     

67

 Rustum yaitu  panglima pasukan Persia 


bahwa Allah akan menundukan negeri Persia bagi kaum Muslimin, dan 

debu tanah mereka akan membuat mereka tunduk. 

lalu  terjadilah peperangan Al Qadisiyah. Dan parit-parit di Al 

Qadisiyah penuh dengan ribuan bangkai korban. Akan tetapi bangkai-

bangkai ini bukan berasal dari pasukan kaum muslimin, akan tetapi 

mereka yaitu  para pasukan Kisra. 

  

Persia tidak menerima kekalahan mereka di Al Qadisiyah. Maka mereka 

mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan pasukan. Sehingga jumlah 

pasukan ini  mencapai bilangan 150 ribu orang para pejuang yang 

gagah berani. 

Sat Umar Al Faruq mendengar berita pasukan musuh yang begitu 

banyak, ia berniat untuk turun menghadapi bahaya besar ini. Akan tetapi 

para pemuka kaum muslimin saat itu menolaknya untuk melakukan hal 

itu. Mereka berpendapat hendaknya Umar mengirimkan seorang panglima 

yang ia percaya untuk menyelesaikan permasalahan besar ini. 

Umar lalu berkata: “Tunjukkanlah kepadaku seseorang yang dapat aku 

tunjuk menjadi panglima dalam perang ini!” 

Mereka menjawab: “Engkau lebih tahu tentang tentaramu sendiri, ya 

Amirul Mukminin!” 

Ia berkata: “Demi Allah, aku akan menunjuk seorang panglima dari 

pasukan muslimin yaitu seseorang –yang jika kedua pasukan sudah 

bertemu –ia akan menjadi orang yang lebih cepat dari ujung anak panah, 

dialah Nu’man bin Muqarrin Al Muzani!” Mereka menjawab: “Ya, dia 

memang pantas!” 

Umar lalu mengirimkan surat kepadanya yang berbunyi: “Dari hamba 

Allah Umar bin Khattab kepada Nu’man bin Muqarrin. 

Amma Ba’du, Aku mendapat kabar bahwa ada pasukan bangsa asing 

yang telah dikumpulkan untuk menghadapi kalian yang kini berada di kota 

Nahawand. Jika suratku ini telah sampai di tanganmu, maka 

berangkatlahdengan perintah, pertolongan Allah bagi kaum muslimin yang 

menyertaimu. Dan jangan tenpatkan mereka di tanah yang tidak rata, 

sebab  itu akan menyulitkan mereka. Sebab seorang muslim lebih aku 

cintai dari pada 100 ribu dinar. Wassalamu alaika. 

  

Nu’man berangkat bersama pasukannya untuk berhadapan dengan 

musuh. Ia mengutus beberapa orang penunggang kuda di depannya untuk 

membuka jalan. Saat para penunggang kuda ini mendekat ke kota 

Nahawand, maka kuda-kuda mereka berhenti. Lalu mereka menyentak 

kuda mereka untuk berlari, namun kuda-kuda tadi tetap saja diam di 


tempatnya. Maka mereka pun turun dari punggung kuda untuk 

mengetahui apa yang telah terjadi. Rupanya mereka mendapati pada kaki-

kaki kuda terdapat serpisan besi yang menyerupai ujung paku. Mereka lalu 

melemparkan pandangan ke tanah dan ternyata rupanya Persia telah 

menabarkan duri besi pada jalan yang menuju kota Nahawand; itu mereka 

gunakan untuk melukai para penunggang kuda dan pasukan berjalan 

(infantry) untuk menghalang mereka tiba di Nahawand. 

  

Para penunggang kuda lalu memberitahukan Nu’man apa yang telah 

mereka lihat. Mereka meminta Nu’man untuk berpendapat dalam masalah 

ini. Maka Nu’man memerintahkan mereka untuk tetap berada di tempat 

mereka. Serta agar mereka menyalakan api pada malam hari agar pihak 

musuh melihat mereka. Pada saat itu mereka harus berpura-pura takut 

dihadapan musuh, dan merasa takut kalah agar para musuh mau mengejar 

mereka dan menyingkirkan duri besi yang telah mereka tanam di jalanan. 

D