h. Berdasarkan kesepakatan ini ia harus
melakukan shalat secara sempuma atau penuh. Soalnya Na bi Shallallahu
Alaihi wa Sallam setiap pergi, beliau baru mengqashar shalat setelah beliau
keluar dari Madinah.
Menurutsaya, inilah pendapatyang harus diamalkan. Sebab pada
hakekatnya alasan mengqasharshalat ifu sebab adanya kepayahan. Jadi
selama masih berada di tempat tinggalnya, seseorang belum bisa disebut
sebagai musafir, tetapi orang yang sudah berniat akan jadi musafir.
Sedangkan yang menjadi obyek hukum yaitu musafir, bukan yang akan
menjadi musafir. Sebab kalau tidak demikian, orang yang niat akan
bepergian dua hari sebelumnya, ia sudah bisa mengqashar shalat selama
dua hari ini . Tidak ada seorang pun yang sefuju dengan pendapat ini.
Adapun batas akhir waktu kebolehan mengqashar shalat yang
berarti harus dilakukan secara sempuma atau penuh, ialah si musafir sudah
memasuki sebuah kota atau ia niat akan tinggal di sana sebab ada urusan
tertentu. Menurut Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad,
seorang musafir praktis kehilangan predikat musafir keiika ia niat akan
tinggaldisebuah kota selama empat hari penuh. Hal itu berdasarkan
larangan Nabi Shol/o//o hu Alaihi w a S allam kepada Kaum Muhaj irin untuk
tinggaldi Makkah selama lebih daritiga hari, sehingga selebihnya mereka
sudah tidak disebut sebagai musafir lagi. Tetapipendapat ini disanggah
oleh orang-orang yang menentangnya. Menurut mereka, wakhr tiga hari ifu
bukan batas akhir waktu tinggal. Tetapi waktu untuk menyelesaikan urusan-
urusan mereka di kota ini .
Asy-Syaukani mengatakan, "Menurut Imam Abu Hanifah, seorang
musafir harus melakukan shalat secara sempuma atau penuh jika ia bemiat
akan tinggaldi sebuah kota selama lima belas hari." Ia berdasarkan
gilti/a.qiala/a
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
riwayat dari lbnu Abbas dan Ibnu Umar yang mengatakan, "Apabila
sebagai seorang musafir kamu singgah di sebuah kota, lalu kamu
bermaksud akan tinggal selama lima belas malam, maka lakukan shalat
secara sempurna." Tetapi hal itu disanggah berdasarkan pendapat para
sahabat dalam masalah-masalah yang bisa diijtihadi. Dan masalah ini
termasukdiantaranya.
Menurut pendapat Al-Hasan, batas waktu tinggalnya ialah dua belas
hari.
Menurut ulama-ulama madzhab Al-Qasimi, An-Nashir, ulama-ulama
ma&hab Imamiyah, dan Al-Hasan bin Shaleh, berdasarkan riwayat dari
Ibnu Abbas, orang yang harus melakukan shalat secara sempuma ialah
yang niat tinggal selama sepuluh hari. Mereka juga berdasarkan riwayat
dari Ali yang mengatakan, orang yang tinggalselama sepuluh hari harus
melakukan shalat secara sempurna. ttapi itu juga disanggah, sebab hal
ini termasuk masalah-masalah yang bisa diijtihadi.
Menurut Rabi'ah, batas waktunya ialah sehari semalam.
Menurut Hasan Al-Bashri, begitu seorang musafir masuk kota ia
langsung dianggap bukan musafir lagi, sehingga ia harus melakukan shalat
secarasempuma.
Menurut Aisyah, batas waktunya ialah ketika seorang musafir sudah
meletakkan barang-barang bawaannya. Dan masih banyak lagi pendapat
lain yang tidak sempat saya sebutkan di sini.
Imam Yahya mengatakan, "Dalam masalah ini mereka tidak
memiliki pedoman dalil yang pasti. Pendapat yang mereka kemukakan itu
yaitu berdasarkan ijtihad dari mereka masing-masing."
Menurut saya, memang benar apa yang dikatakan oleh Imam Yahya
tadi.
Jadi seorang musafir yang mulai menapakkan kakinya di sebuah
kota, lalu ia berniat akan tinggaldi sana selama beberapa hari, praktis ia
tidak bisa disebut sebagai musafir lagi. Konsekwensinya, ia harus
melakukan shalat secara sempurna dan tidak boleh mengqasharnya,
kecuali berdasarkan dalil. Dan satu-satunya dalildalam masalah ini ialah
hadits Anas yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
tinggaldiMakkah selama empat hari (saat menunaikan ibadah Haji
giA4lu,Qiada/.
Shalat
-.-l
I
wada' ), dan beliau mengqashar shalat. Padahal seorang musafir yang niat
akan tinggal lebih dari empat hari itu tidak bisa disebut sebagai musafir,
yang berarti ia tidak boleh mengqashar shalat, apalagi jika ia niat tinggal
selama bertahun-tahun.
Cobalah Anda perhatikan baik-baik hadits Anas brikut ini, supaya
Anda tahu sumber hukum ini . Bersumber dariYahya bin Abu Ishak,
dari Anas, ia berkata, "Aku keluar bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallamdari Madinah ke Makkah. Beliau shalat hanya dua rakaat dua rakaat
sampaikamipulang ke Madinah kembali. Aku bertanya, 'Berapa lama
Anda tinggal di Makkah?' Beliau menj awab,' Kita tin ggal di sana sel ama
sepuluh han," (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
waktu sepuluh hari ini digunakan oleh Nabi shallallahuAlaihi
wa Sallam untuk tinggaldiMakkah, pergi ke Mina, lalu ke Arafah, lalu
pulang lagi ke Mina, kemudian baru ke Makkah lagi.
Menurut Imam Ahmad, hadib Anas ini memang harus diartikan
seperti itu. untuk memperkuat ia lalu menunjuk hadits Jabir yang
menyatakan bahwa Nabi Shailallahu Alaihiuo Sol/om tiba di Makkah pada
pagi hari tanggal empat Dzulhijjah. Pada hari keempat, kelima, keenam,
dan kehrjuh, beliau tinggal di Makkah. Setelah shalat Shubuh pada hari
yang ke delapan, beliau berangkat ke Mina. Dan pada hari-hari Tasyriq,
beliau meninggalkan Makkah menuju Madinah. Semua itu dijelaskan dalam
hadits yang terdapat dalam S hoh ih Al -Bukhari, Shahih M uslim, dan kitab-
kitab hadits lainnya.
Menurut saya, pendapat Imam Malik, Imam fuy-Syafi'i, dan Imam
Ahmadlah yang layak untuk diunggulkan dan terkesan paling berhati-hati.
Dan para ulama yang mengatakan bahwa batas waktunya yaitu sepuluh
hari, atau lima belas hari, mereka berpegang pada ijtihad yang dilakukan
oleh sej umlah sahabat; seperti Ali, hnu Abbas, dan lbnu Umar. Betapapun
ijtihad mereka harus diperhitungkan. Artinya, orang yang berpegang pada
ijtihad mereka ini , berarti ia juga berpegang pada pendapat yang kuat.
WallahuAIam.
Adapun para ulama yang mengatakan bahwa batas waktunya
kurang dari empat hari, mereka tidak punya dalilsama sekali. Bahkan
pendapat mereka disanggah oleh apa yang pernah dilakukan dan
disabdakan Nabi Shollo llahu Alaihi wa Sallam'
gik/aghadah
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
Orang yang Tidak Niat Menetap di Sebuah Kota Ia
Boleh Mengqashar Shalat, Meskipun Ia Menetap di
Sana
Bersumber dari lbnu Abbas, ia berkata,
"Rasulullah melakukan suatu perjalanan. Beliau menetap selama
sembilqn belas hari dan slmlat dua rakaat dua rakaat. Kami menetap
di daerah antara tempat tinggalkami dan Makkah selama sembilan
belas hari, dan juga shalat dua rakaat dun rakaat. Dan ketika kqmi
menetap lebih dari itu kami shalat empnt rakaat." (HR. Al-Bukhari,
Ahmad, dan Ibnu Majah).
Ucapan hnu Abbas tadi menunjukkan bahwa ia berpendapat, kalau
orang yang harus pulang pergi dan tidak punya niat menetap, ia
mengqashar shalat hanya selama jangka waktu sembilan belas hari saja.
Setelah itu ia harus melakukannya secara sempurna atau penuh, sebab
Nabi Sho//o llahu Alaihi wa Sallam juga mengqashar shalat selama sembilan
belas hari pada peristiwa penaklukan kota Makkah.
Bersumber dari Jabir, ia berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
menetap di Tabuk selama dua puluh hari dan mengqashar shalat." (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi. Hadits ini dinilai
shahih oleh Ibnu Hazm dan An-Nawawi, dan dianggap punya illat oleh Ad-
Daruquthni sebab mursal dan munqathi').
Para ulama berbeda pendapat tentang batas waktu di mana seorang
musafir masih diperbolehkan mengqashar shalatjika ia menetap di sebuah
kota, sementara ia harus bolak-balik tanpa punya niat menetap dalam
jangkawaktutertentu.
Menurut Imam Abu Hanifah berikut sahabat-sahabatnya, Imam
Yahya, Imam Malik, dan Imam Ahmad, ia boleh mengqashar shalat
selamanya. Pendapat inijuga dikutip dari Imam Asy-Syafi'i.
&/ti/u.qla/n//
Shalat
An-Nawawi berkata, "Menurut kami, ia hanya boleh mengqashar
shalat selama delapan belas hari saja."
Dan menurut Asy-Syaukani, "la hanya boleh mengqashar shalat
selama sepuluh hari, sepertiyang ditegaskan dalam hadits Jabir. Tidak
benar kalau orang ini boleh mengqashar lebih dari itu, apalagi sampai
selamalamanya."
Saya tahu bahwa hnu Abbas juga punya pendapat lain, seperti yang
telah dikemukakan di atas.
Saya cenderung pada pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Ahmad, dan Imam Asy-Syaf itadi. Alasannya, sebab hukum orang
yang bolak-balik itu sama seperti musafir, dan juga sebab Rasulullah
sendiri tidak pemah melakukan shalat secara sempuma ketika beliau tidak
punya maksud untuk tinggal atau menetap.
Dalil Menjama' Dua Shalat dalam Perjalanan
Bersumber dari Anas bin Malik, ia berkata,
*'t,S\'.W ?('u,3t ei oi *,Ptt6ffi'4t otr
"6', i ;Pt &';(: st, taa &'J ?t
" yaitu Rasulullah Shnllallnhu Alnihi zun Sallam apabila naik
ken dar aan untuk beper gian sebelum mat ahari ter gelincir, beliau
menangguhkan shalat Zldrur ke shalnt Ashar. Lalubeliau turun
sebentar untuk menjnma' kedua shalat ini . Dan apabilabeliau
bernngkat sesudahnya, beliau terlebih dahulu shalat Zhulurbaru
men niki lcendnr ann. " (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Disebutkan dalam riwayat Muslim, "Apabila ingin menjama' kedua
shalat ini dalam perjalanan, beliau menangguhkan shalat Zhuhur
hingga masuk permulaan waktu Ashar, kemudian beliau menjama'
keduanya."
Hadits ini menunjukkan tentang menjama' dua shalat dalam
perjalanan. Dan para ulama ahli fiqih berbeda pendapat mengenai
hukumnya.
gih/a,Qlada/u
Berikut Dal il-dal ilnya dalam lslam
Sebagian besar sahabat, tabi'in, dan beberapa ulama ahli fiqih
seperti AtsjTsauri, Asy-Syafi'i, Ahmad, Ishak, dan Asyhab, berpendapat
bahwa hukunrnya boleh secara mutlak, baik jama' takdim atau jama'
ta'khir. Mereka berpegang pada beberapa hadits yang menerangkan tentang
halitu.
Ada sebagian ulama yang berpendapat, tidak boleh menjama' shalat
secara muilak, kecuali di Arafah dan Muzdalifah saat ibadah haji. Ini
yaitu pendapai Al-Hasan, Ibrahim An-Nakh'i, dan Imam Abu Hanifah
berikut dua sahabat setianya. Menurut m ereka,yang dimaksud menjama'
itu yaitu seperti menangguhkan shalat Maghrib sampai akhir waktunya,
dan melakukan shalat Isya' pada permulaan wakfunya. Itr-r yang dimaksud
menjama' dalam hadits-hadits di atas.
Tetapi pendapat mereka ifu disanggah. Apa yang mereka contohkan
itu bisa diterima kalau dikaitkan dengan jama' ta'khir. Lalu bagaimana jika
dikaitkan dengan jama' takdim? Bagaimana bisa diterima ada oranq
melakukan shalat Ashar sesudah shalat Zhuhur pada permulaan waktr-i
Zhuhur? Atau bagaimana bisa diterima orang melakukan shalat Isya'
sesudah shalat Maghrib pada permulaan waktu Maghrib?
Lagi pula hadits-hadits ini secara tegas menyatakan tentang
menjama' dua shalat dalam satu di antara kedua waktunya, bukan
melakukan masing-masing shalat dalam waktunya sendiri-sendiri.
Sebagaimanayang juga dikatakan olehpara ulamadari madzhab Hanafi,
bahwa kepayahan yang dialami oleh kaum muslimin saat sedang dalam
pedalanan yaitu alasan kenapa mereka diperbolehkan menjama' shalat
unhrk meringankan beban kepayahannya ini .
Menurut pendapat Al-laits bin Sa'ad yang juga pendapat populer
Imam Malik bahwa menjama' shalat itu hanya khusus bagi orang yang
sedang sungguh-sungguh mengadakan perjalanan.
Bahkan menurut Ibnu Habib, hal itu hanya khusus berlaku bagi
orang yang berjalan kaki dan tidak punya bekalperjalanan yang cukup.
Maksudnya, hanya musafir seperti itulah yang dibenarkan menjama'
shalat.
Dalilnya yaitu ucapan Umar bin Al-Khatthab RadhiyallahuAnhu,
" Nab i Shall all ahu Al aihi w a S al I am menj am a' antara shalat Maghrib dan
shalat Isya' ketika beliau sedang sungguh-sungguh mengadakan
perjalanan. " (HR. Al-Bukhari).
gil,ilv,Qiada/u
Shalat
Ibnu Habib juga berdasarkan dalilucapan Ibnu Abbas seperti yang
juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam menjama' antara shalat Zhuhur dan shalat Ashar ketika beliau
mengalami perjalanan yang sangat berat. Dan beliau juga menjama' antara
shalatMaghrib dan shalat Isya'."
Menurut Al-Arza'i, sesungguhnya menjama' shalat dalam perjalanan
itu khusus bagi orang yang mengalami uzur.
Menurut pendapat Imam Ahmad yang didukung oleh hnu Hazm dan
Imam Malik, yang diperbolehkan yaitu jama' ta'khir, bukan jama' takdim,
berdasarkan hadits Anas yang telah dikemukakan sebelumnya.
Setelah menyebutkan beberapa hadits yang menerangkan tentang
jama' takdim, Asy-Syaukani mengatakan, "Saya tahu bahwa di antara
hadits-hadits ini ada yang shahih dan ada yang hasan. Ini sebagai
sanggahan atas ucapan Abu Dawud bahwa untuk jama' takdim tidak ada
dasar haditsnya sama sekali. Berdasarkan hal ini, maka melakukan jama'
takdim di tengah-tengah perjalanan itu hukumnya boleh."
Selanjutnya Asy-Syaukani juga mengatakan, "lni sekaligus j'uga
menyanggah pendapat orang yang mengatakan bahwa menjama' shalat itu
hanya khusus berlaku bagi orang yang sedang sunpguh-sungguh
mengadakan perjalanan saja, berdasarkan hadits Mu'a& bin Jabal seperti
yang terdapat dalam Al-Muwattha', "Sesungguhnya pada suatu hariNabi
menangguhkan shalat pada Pertempuran Tabuk. Kemudian beliau keluar
lalu mengerjakan shalat Zhuhur dan shalatAshar sekaligus. Setelah masuk,
beliau keluar lagi dan mengerjakan shalat Maghrib dan shalat Isya'
sekaligus."
Kata fuy-Syafi' i dalam kitabnya AI-Umm kalimat'Setelah masuk,
beliau lalu keluar lagi' ini menunjukkan bahwa beliau sedang berhenti. Jadi
seorang musafir itu diperbolehkan menjama' shalat dalam keadaan ia
sedang berhentisebagai musafir. Dan menurut Ibnu Abdul Barr, ini
merupakan dalilyang kuat untuk menyanggah orang yang mengatakan
bahwa menjama' shalat itu hanya khusus berlaku bagi orang yang sedang
sungguh-sungguh berjalan.
Al-Hafizh lbnu Hajar mengatakan, "Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam melakukan shalatjama' seperti ifu seolah-olah menjelaskan bahwa
hal itu diperbolehkan, meskipun yang sering beliau lakukan ialah menjama'
ta'khir seperti yang dikemukakan dalam hadits Anas. Oleh sebab itulah
gi*ilug6a/z/,
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
ulama-ulama dari kalangan madzhab fuy-Syafi'i mengatakan, "Tidak
menjama' itu lebih utama." Tetapi menurut Imam Malik, halitu justru
hukumnyamalnuh.
Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al-Hadyu mengatakan, "Apa yang
dilakukan oleh Nabidengan menjama' shalat hanyalah ketika beliau
sedang berhenti di fuafah untuk siap-siap melakukan wuquf, seperti yang
dikatakan oleh fuy-Syaf i dan guru kami hnu Taimiyah. oleh sebab itulah
Abu Hanifah melakukan halitu khusus difuafah saja, dan menjadikannya
sebagaikesempumaan ibadah haji. Masalah inijuga masih mengundang
perselisihan pendapat di antara para ulama. Menurut Imam Asy-Syaf i dan
Imam Ahmad dalam satu versi riwayat yang dikutip darinya, mereka
membolehkan menjama' shalat ketika sedang berhentibagi orang yang
menempuh perjalanan panjang dan melelahkan. Jadi dengan kata lain,
mereka tidak membolehkan hal itu dilakukan oleh penduduk Makkah.
Sedangkan Imam Malik dan Imam Ahmad dalam versi riwayafrya yang lain
membolehkan kepada penduduk Makkah menjama' dan mengqashar
shalat difuafah. Guru kami Ibnu Taimiyah dan Abu Al-l{hatthab memilih
melakukannya. Oleh beliau, hal inilah yang dijadikan dasar yang
membolehkan menjama' dan mengqashar shalat bagi orang yang
menempuh perjalanan cukup jauh maupun perjalanan yang pendek,
sebagaimana pendapat sebagian besar ulama-ulama salaf. Sementara
Imam Malik dan Abu Al-Khatthab, menganggap halitu hanya khusus
berlaku bagi penduduk Makkah.
Rasulullah sendiri tidakpernah memberikan ketentuan yang pasti
kepada umatnya tentang jarak yang memperbolehkan orang melakukan
shalat qashar dan berbuka puasa Ramadhan. Beliau menyerahkan
masalah ini kepada mereka untuk mendefinisikan sendiri tentang makna
bepergian, seperti halnya yang berlaku dalam masalah tayamum dalam
setiap bepergian. Riwayat yang menyatakan bahwa beliau memberikan
batasan waktu sehari, atau dua hari, atau tiga hari, yaitu riwayatyang
sama sekali tidak shahih. Wallahu Ailam.
Shalat Tathawwu'
Shalat, sepertiyang telah anda ketahui, yaitu ibadah yang paling
utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta' ala.
gth/a.q6ada/a
Shalat
TOrang yang shalat pada hakekatnya ia sedang khusyu'
menghadapkan seluruh tindakan dan ucapannya kepada Allah. Ia ber&ikir
dan bermunajat kepada-Nya, ruku' dan sujud kepada-Nya, bertasbih
mensucikan-Nya, membaca Kitab-Nya, tunduk pada keagungan-Nya, serta
berdoa kepada-Nya dalam posisi duduk dan berdiri, dalam posisi sujud dan
ruku' . Ketika bertakbir kepada Tuhannya ia memandang hina segala urusan
dunia betapapun banyaknya keberhasilan yang telah ia capai. Ia
merasakan betapa nikmatnya bermunajat dengan-Nya betapa pun
lamanya. Dan puncak keniknatan ini tidak akan bisa ia capai kecuali
sebelum itu ia menyibukkan hatinya dengan Tuhannya, senantiasa siap
bersimpuh kepada-Nya, dan melupakan segala sesuatu yang dapat
memalingkan hatinya dari mengingat-Nya.
Oleh sebab itu Allah Ta'ala mewajibkan kepada orang yang hendak
menunaikan shalat unfuk bersuci atau berwudhu dengan menggunakan air,
supaya ia dapatmembasuh jiwanyayang sedangbingung dan berdosa,
dan siap bersimpuh di hadapan tuhan-Nya.
Allah juga menganjurkan kepadanya untuk melakukan shalat
tathawwu' (shalat sunnat) minimal dua rakaat sebelum mengerjakan shalat
fardhu, supaya jiwa dan hatinya siap menghadap Allah dengan tenang.
Dengan demikian shalat sunnat dua rakaat ini dianggap sebagai
sebuah persiapan dalam menjalankan kewajiban shalat fardhu untuk
menggapai segala limpahan rahmat, dan sebagai amalan sempuma yang
sesuai dengan hikmah disyariatkannya shalat-shalat ini . Allah Ta'ala
berfirman,
[to:.,;<-Jr] @'r<rii ,i$i,f iF i;t-L:i irt,
" Sesungguhnya shalat ifu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar." (Al-AnkabuL 45)
Harus diakui bahwa orang yang sedang shalat itu kadang tidak bisa
mengelak dari memikirkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada hakekatnya
hal itu merupakan tipu daya dan godaan setan dengan tujuan untuk
mengurangi pahala shalatnya, dan memufuskan tali hubungannya dengan
Allah.
Oleh sebab itulah Allah menganjurkan supaya mengerjakan shalat-
shalat sunnat setelah mengerjakan shalat-shalat fardhu untuk menambali
yang belum sempuma dan mengganti yang masih kumng. Dengan demikian
-"6.-dfi:b siAi/u.s6adal,
hF Berikut Dalildalilnya dalam lslam
diharapkan seorang mukmin selesai shalat dapat memperoleh hasil-hasil
yang maksimal, dan menikmati manfaat-manfaat yang tidak terhitung.
Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-
Nya. Dan Allah yaitu Tuhan pemilik karunia yang agung.
Ketika malam tiba, saat manusia sedang tertidur lelap menikmati
suasana tenang sambil beristirahat melepaskan semua kepenatan setelah
seharian sibuk dengan bertagai macam urusan, hati seorang muknin akan
mengajaknya untuk berdzikir mengingat Allah. Itulah saat yang tepat untuk
mendapatkan curahan rahmat Allah Yang Maha Pengasih lagiMaha
Pengampun. Dan iiulah saatnya Allah menampakkan kebesaran-Nya
kepada seluruh hamba-Nya. Allah menyeru mereka untuk menyongsong
kebaikan, kasih sayang, dan keridhaan-Nya. Allah berfirman, " Adakah
orang yang memohon unfuk Alu luhskan permohonannya? Adakah orang
Wng memohon syat'ad untuk Alcu berilan syat'ad-lfu padanya? Dan adakah
orang yang memohon pengampunan untuk Aku benkon pengampunan
padanya?"
Demikianlah anugerah yang ditawarkan oleh Allah kepada hamba-
hamba-Nya yang beriman. Oleh sebab ihrlah Allah menganjurkan mereka
menjalankan shalat malam untuk memperoleh rahmat, keridhaan, dan
penganpunan-Nya. Itulah saat yang tepat buat bermunajat dengan Tirhan
Yang Mahaagung, Mahamulia, dan Maha Pemurah.
Begitulah Anda akan selalu mendapati keindahan, kesempumaan,
serta keagungan dalam pelaksanaan syariat Tuhan Yang Maha Pengasih
lagiMaha Penyayang.
Shalat-shalat Sunnat Muakkad yang Dilakukan
Sebelum dan Sesudah Shalat-shalat Fardhu
Shalat-shalat sunnat yang dilakukan sebelum dan sesudah shalat
fardhu lima waktu sebagian ada yang muakkad dan sebagian lagi ada yang
tidakmuakkad.
Shalat-shalat sunnat muakkad yang berlaku seiiap hari itu ada lima
belas rakaat. Dan menurut pendapat yang diunggulkan, ada dua belas
rakaat. Hal ifu berdasarkan riwayat yang menyatakan bahwa, bamngsiapa
yang tekun melakukan shalat dua belas rakaat sehari semalam niscaya
Allah akan membangunkan untuknya sebuah istana di surga.
g*ih,Qiadzlu
Shalat
Perinciannya ialah; Empat rakaat sebelum shalat Zhuhur, dua rakaat
sesudah shalat Zhuhuq dua rakaat sesudah shalat Maghrib, dua rakaat
sesudah shalat Isya', dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh.
Selebihnya sepertiyang akan dikemukakan dalam beberapa hadih,
itu bukan termasukshalat muakkad.
Perlu diketahui, barangsiapa yang sengaja selalu meninggalkan
shalat-shalat muakkad ia yaitu orang yang fasik. Oleh sebab itu jangan
sekali-kalikita melecehkan shalat-shalat muakkad ini .
Meskipun bepergian itu relatif berat sehingga boleh mengqashar
shalat dan tidak dianjurkan melakukan shalat-shalat sunnat, akan tetapi
Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallamtidak pemah meninggalkan shalat sunnat
dua rakaat Shubuh dan shalat witir. Fada rakaat pertama shalat sunnat dua
rakaat Shubuh ini , setelah membaca surat Al-Fatihah dianjurkan
untuk membaca surat Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua dianjurkan
membaca surat Al-lkhlas,
Atau pada rakaat yang pertama membaca surat Al-Baqarah ayat
136, dan pada shalat sunnat Maghrib membaca surat Al-Kafirun dan surat
Al-lhhlas.
Dalil-dalil dan Komentarnya
Bersumber dari Ummu Habibah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
tL.ri'9,-,it e -4.\i'4 -"s'r{r*'&.{, i; e ,}* u
. a. cz.c2t/ o-.',,.o, c..c
tt c tt ! t
'
'r-tJ. r ;i,tt-) 7/t& fft,163J3 y-*Su :et #
.r-;)t 6b & ;:k'r'),rZ.)r
' Barangsinpa yang selama sehari semalam melakuknn shalat dusbelss
raknat, niscnya akan dibangunkan untuknya sebuah rumoh di surga;
yakni empat rukaat sebelum shalat Zlulur, dua rakaat sesudahnya,
dua raksat sesudah shalat Maglrib, dua rakaat sesudah slulat Isya',
dan dua r aknat sebelum shnlat Slubuh." (HR. Muslim dan lainnya)
gih/v,Qiada/,
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
--
Bersumber dari lbnu Umar, ia berkata, "Aku hafal dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam sepuluh rakaat; yaitu dua rakaat sebelum
shalat Zhuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah shalat Maghrib
di rumah, dua rakaat sesudah shalat Isya' di rumah, dan dua rakaat
sebelum shalat Shubuh." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain oleh Al-Bukhari dan Muslim disebutkan, "Dan
dua rakaat sesudah shalat Jum'at di rumah." Dan oleh Muslim, "Apabila
terbit fajar, beliau hanya melakukan shalat dua rakaat secara ringan."
Bersumber dari Aisyah Radhiyallahu Anha, "Sesungguhnya Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan shalat empat
rakaat sebelum shalat Zhuhur, dan dua rakaat sebelum shalat Shubuh."
(HR. Al-Bul'hari).
Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Salah satu shalat sunnat yang
paling diperhatikan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ialah dua rakaat
Shubuh." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Disebutkan dalam Shoh ihMuslim,
"Dua rakaat Shubuh itu lebih baik daripada dunia seisinya."
Bersumber dari Ummu Habibah sesungguhnya Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
& fr,L?t^:,:J. gr(, ,fu,# ?u, iti * uG u
.)6t
" Barangsiapa yang menj aga empat raknat xbelum shalat Zhuhur dan
empat rakaat sesudahnya, niscaya Allah Ta'ala mengharamkan
diiinya dari apinerakn." (HR.Imam Lima)
Bepg4qber dqri hau Umar, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda, 'Semoga AIIah merahmati seseorang yang biasa
melakukgn shalat empat rakaat sebelum shalat Ashar." (HR. Ahmad, Abu
Dawrfd-At-Tirmidziyang menilainya sebagai hadits hasan, dan Ibnu
ffigz_elqreh y_ang menilainya seb agai hadits shahih ) .
Bersumber dari Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani, ia berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Shalatlah sebelum
Maghnb, shalatlah sebelum Maghrib." Kemudian untukyang ketiga kalinya
beliau bersabda, "Bagi orang yang mau." Hal itu jangan sampai
menganggapnya sebagai sunnat.
giAi/u,giada/u
Shalat
Dalam riwayat lain oleh lbnu Hibban disebutkan, bahwa Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dua rakaat sebelum Maghrib. Juga
disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, ia
berkata, "Kami shalat dua rakaat setelah matahari terbenam. Sementara
Rasulullah S hallall ahu Al aihi w a S all am melihat kami, namun beliau tidak
menyuruh maupun mencegah kami. "
Bersumber dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan shalat dua rakaat sebelum shalat
Shubuh dengan cepat. Sampai-sampai aku berkata, apakah beliau sempat
membaca Al-Fatihah?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
1. Hadits-hadis tadi menunjukkan bahwa shalat sunnat muakkad itu ada
dua belas rakaat, atau sepuluh rakaat. Tetapi balasan bagi orang yang
membiasakan shalat dua belas rakaat yaitu istana di surga.
2. Sesungguhnya Nabi S hatlaltahu Alaihi wa Sallom mengutamakan shalat
sunnat Maghrib dan shalat sunnat Isya' di rumahnya.
3. Sesungguhnya Nabi S hallallahu Alaihi wa Sallam sangat memperhatikan
shalat dua rakaat Shubuh dibanding shalat-shalat sunnat lainnya.
Sampai-sampai dalam bepergian sekalipun beliau tidak pernah
meninggalkannya, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits di atas.
4. Sesungguhnya Nabi Shollollahu Alaihi wa Sallam tidak pemah shalat
selain dua rakaat Shubuh pada waktu telah terbitnya fajar. I"tulah yang
kemudian dijadikan dalil oleh sementara ulama bahwa shalat sunnat dua
rakaat sesudah terbit fajar iiu hukumnya makruh. Oleh sebab itu
janganlah Anda melakukan shalat sunnat pada saat ifu.
5. Sesungguhnya Nab i Shall all ahu AI aihi w a S allam b iasa mempercepat
shalat dua rakaat ini .
6. Nab i Shall all ahu Al aihi w a S all am m empersilahkan untuk melakukan
shalat dua rakaat sebelum Maghrib bagi siapa pun yang mau. Hal itu
ditetapkan berdasarkan sabda, tindakan, dan penetapan beliau.
Bersumber dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Apabila
setelah selesai menjalankan shalat dua rakaat fajar, Nabi tidur miring
beralaskan pipi sebelah kanan." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-
Tirmidzi yang menilainya sebagai hadits shahih).
gihi/a.q6a/a/u
Berikut Dal il-dali lnya dalam lslam
Ash-Shan ani dalam kitabnya Subu/Al-Salam mengatakan, "Dalam
masalah ini para ulama terbagi menjadi tiga kelompok; kelbmpok yang
berpendapat cenderung keras, kelompok yang cenderung longgar, dan
kelompok yang moderat. Yang berpendapat sangat keras ialah golongan
ulama-ulama dari madzhab Zhahiri yang mengatakan hal itu hukumnya
wajib. Mereka menganggap batalshalatnya bagi yang meninggalkannya.
Di antara yang berpendapat demikian ialah hnu Hazm dan pengikutnya.
Dalil mereka ialah adanya sebuah hadits yang memerintahkan hal
itu, yang menurut Ibnu Taimiyah itu bukan hadib shahih. Tetapi hnu Hajar
mengatakan, "Yang benar, hadits inimemang bisa dijadikan sebagai
hujjah. Tetapi persoalannya menjadi lain sebab ada riwayat yang
menyatakan bahwa Nabi Shollallahu Alaihihi wa Sallam tidak selalu
melakukan hal ini . "
Kelompokyang berpendapat cenderung longgar mengatakan bahwa
hal itu hukumnya makruh. Mereka berpedoman bahwa Ibnu Umar tidak
pemah melakukan hal itu. Ia merasa cukup dengan menyerah. Bahkan ia
pernah melempari dengan batu kerikil pada orang yang berani
melakukannya. Kata lbnu Mas'ud, "Apa gerangan yang terjadi pada orang
itu sehingga tetap keras kepala sepertikeledai melakukan shalat dua
rakaat?"
Sementara kelompok yang moderat dalam masalah ini, antara lain
Imam Malik dan lainnya berpendapat tidak apa-apa hukumnya bagi orang
yang melakukannya sebab alasan adanya kelapangan, dan makruh bagi
orang yang memaksa melakukannya dengan alasan mencari keutamaan.
Juga ada sebagian ulama yang justru menganjurkannya secara
muflak, baik orang itu melakukan dengan penuh kelapangan atau tidak.
Menurut An-Nawawi, pendapat yang paling utama yaitu hukumnya
sunnat, berdasarkan lahiriahnya hadibAbu Hurairah di atas. Dan menurut
AshShan ani, inilah pendapatyang mendekati kebenaran.
Bersumber dari Ib nu Umar dari Nab i S hollo II ahu Al aihi w a S all am
sesungguhnya beliau tidak pemah melakukan shalat sunnat sesudah shalat
Jum'at sampai selesai, tetapi lalu beliau shalat dua rakaat di rumahnya."
(HR. Muslim).
Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
gihi/u,96ada/a
Shalat
o z I a. c
.)z |
'z l'- .r, t. / c.
.LpJl Ji.a.Ii t'^tJl J*l
' B arangsiap a di antara kamu shalat sesudah shalat lum' at, lundaklah
ia lakukan seb any ak empat rakaat." (HR. Muslim dan lainnya).
Fara ulama berselisih pendapat tentang shalat sunnat sesudah shalat
Jum'at, apakah dua atau empat rakaat? Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, sesungguhnya Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam
melakukannya dua rakaat. Sementara dalam hadits ini beliau menyuruh
untuk melakukannya empat rakaat. Imam Asy-Syafi'i dan Imam Ahmad
cenderung pada dua rakaat. Tetapi ada riwayatdari hnu Mas'ud dengan
isnad shahih dan yang dianggap shahih oleh Ath:Thahawi dan oleh Al-
Hafizh Ibnu Hajar dalam At:lalkhtsh yang menyatakan bahwa Nabi
melakukan shalat sunnat baik sebelum maupun sesudah shalat Jum'at
sebanyak empat rakaat. Ibnu Al-Mubarak, Sufr7an AtsJTsauri, dan ulama-
ulama ahli fiqih lainnya juga cenderung pada pendapat ini.
Kata Ishak, "Untuk mengkompromikan kedua hadits ini , harus
diartikan bahwa shalat sunnatJum'at itu empat rakaat jika dilakukan di
masj id, dan dua rakaat j ika dilakukan di rumah. "
Diriwayatkan olehAbu Dawud dengan isnadyangshahih dari hnu
Umar, sesungguhnya apabila shalat Jum'at diMakkah beliau shalat
sebanyak enam rakaat. Dan apabila shalat Jum'at di Madinah, beliau shalat
sunnat sesudahnya sebanyak dua rakaat di rumahnya.
Katanya, Rasulullah biasa melakukan hal itu. Sebagian ulama ada
yang memilih pendapat ini. Tetapi persoalannya cukup longgar, sehingga
orang bisa memilih pendapat mana yang disukainya.
Catatan: Fara ulama juga berselisih pendapat tentang shalat sunnat
pada siang hari. Menurut sebagian mereka, sebaiknya shalat sunnat pada
siang hari itu dua rakaat dua rakaat seperti shalat malam hari. Demikian
pendapat yang diriwayatkkan dari Ammar, Abu Dzar, dan Anas yang
kemudian dijadikan dasar oleh Jabir dan Ikrimah. Inijuga pendapat Az-
Zuhri,lmam Malik, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad, berdasarkan
riwayat dari Ibnu Umar yang menyatakan bahwa sesungguhnya Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Shalat malam dan siang itu dua
dua." (HR. Abu Dawud, At:Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah, dan Al-
Baihaqi).
gi*ilv,96adab
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
,U"&or-,y
Tetapi Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al -Fatawamenganggap dha'if
kalimat tambahan'dan siang'.
Sementara sebagian mereka berpendapat, bahwa shalat sunnat
malam itu dua rakaat dua rakaat, dan shalat sunnat siang itu lebih baik
dilakukan empat rakaat empat rakaat. Demikian pendapat mereka tentang
empat rakaat sebelum shalat Zhuhur dan empat rakaat sebelum shalat
Ashar. Orang harus melakukannya dengan dua kali tasyahhud dan satu kali
salam. Inilah pendapat Sufyan AtslTsauri, Ibnu Al-Mubarak, Ishak, dan
ulama-ulama ahli pikir lainnya.
Hadits tadi juga diriwayatkan oleh perawi-perawi yang tsiqat seperti
Nafi', Thawus, dan Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar. Menurut
mereka, shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Disebutkan bahwa Nabi
Shall all ahu Al aihi w a S all am pemah shalat malam sebanyak lima rakaat
dengan satu salam pada rakaatterakhir. Demikian pula dengan fujuh, atau
sembilan rakaatyang akan diterangkan nanti.
Bersumber dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi w a Sallam bersabda,
;*uQi ;))J;L+ :y ;, ;>,*sr lff e
.ta; r*'a #. ; Sse 1i:r
r5r9
6z
o!,
'Apabila salah seorang di antars kamu shalat fardhu di masjid,
lrcndaklah iaberiknn kepada rumahnyabagian dari shalatnya, knrena
sesunggulmya Allah Azza ua I alla menj adiknn kebaikan di rumahnya
dai slulatny a itu." (HR. Muslim dan lainnya).
Bersumber dari Zaid bin Tsabit sesungguhnya Nabi bersabda,
" Shalatlah di rumah kalian, dan j angan kalian j adikan ia sebagai kuburan."
(HR. Ath-Thabari dan Al -Bazzar. Kata Al-lraqi, hadits ini shahih).
Ketiga hadits tadi dan juga hadits-hadits lain yang senada
menunjukkan bahwa mengerjakan shalat sunnat di rumah itu lebih utama
daripada mengerjakannya di masjid, termasuk Masjidil Haram, Masjid
Nabi, dan Masjid BaitulMaqdis. Halitu dinyatakan dengan tegas oleh satu
diantaradua riwayatyang diketengahkan olehAbu Dawud dari Zaidbin
Tsabit ia berkata, "Shalat seseorang di rumahnya itu lebih utama daripada
shalatnya di masjidku ini, kecuali shalat fardhu." Menurut Al-lraqi, hadits
gih/u,96a/a/v
Shalat
ini shahih. Dan berdasarkan hadits ini, apabila seseorang shalat sunnat di
masjid Madinah yang menurut sebagian ulama pahalanya seribu kali lipat,
tetapi jauh lebih utama jika ia melakukannya dirumah. Demikian pula
dengan hukum shalat di Masjidil Haram atau diMasjid BaitulMaqdis.
Kendatipun keterangan hadits tadi mencakup semua shalat sunnat, namun
sahabat-sahabat Asy-Syafi'i mengecualikan beberapa sunnat yang kalau
dilakukan di luar rumah justru lebih utama, yaitu shalat-shalat yang
dianjurkan untuk dilakukan dengan berjamaah. Contohnya; Seperti shalat
'ldul Fitri, shalat 'ldulAdha, shalat gerhana, dan shalat istisqa'. Demikian
pula dengan shalat tahiyyatul masjid, shalat dua rakaat thawaf, dan shalat
dua rakaat ihram. Demikian dikatakan oleh Asy-Syaukani.
Bersumber dariAbdullah bin Rabbah, dari seorang sahabat Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam baru saja melakukan shalat fuhar. Tiba-tiba seseorang langsung
berdiri lalu menunaikan shalat (tanpa ber&ikir lebih dahulu atau tanpa
berpindah dari tempahrya). Umar bin Al-Khatthab yang melihat itu berkata
kepadanya, "Duduklah, sesungguhnya orang-orang ahli kitab binasa
sebab tidak ada waktu jeda bagi shalat mereka. Rasulullah bersabda,
" Bagus apa yang dilakukan oleh lbnu Al-Khatthab ifu. " Dalam riwayat lain
disebutkan, "Allah membernarkan kamu, hai putera Al-Khatthab. " ( HR.
Ahmad dengan isnad yang shahih, sebab tokohtokoh perawinya yaitu
para perawi hadits shahih).
Hadits tadi memberi petunjuk, makruh hukumnya setelah
melakukan shalat fardhu langsung melakukan shalat sunnat tanpa ada
waktu jeda untuk membacaberdzikirterlebih dahulu. Atautanpa pindah
ke tempat lain. Jika sudah ada waktu jeda atau sudah berpindah, maka
hukum makruh ini hilang. Hadits tadi juga menjelaskan pujian
Rasulullah S hallallahu Alaihi wa Sallam kepada Umar, dan pengingkaran
terhadap orang yang melakukan sesuatu yang makruh dalam urusan-
urusan ibadah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalladari Al-Hasan bin
Dzakwan, dari Atha' bin Abu Rabbah, dari seorang sahabat Anshar, ia
berkata, " Rasulullah Shall allahu Al aihi w a S allam melihat seoran g lelaki
melakukan shalat sunnat sesudah Shubuh. Ia berkata, "Wahai Rasulullah,
sebelumnya aku tidak pernah shalat dua rakaat fajar, kecuali baru sekarang
ini aku melakukannya." Beliau hanya diam saja. Kata Allraqi, isnad hadits
inihasan.
gi/ti/'/.q6adalu
Berikut Dal i l-dal ilnya dalam lslam
Bersumber dari Abu Hurairah; ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
.'":3t
,!a c'fi qi2!i ;it f'r|I*,-'l',;
'Barangsiapa yang belum shalat dua rakaat fajar, sebaiknya ia
mel akukanny a se telah matahari terbit.' (HR. At-Tirmidzi, Ibnu
Hibban dalam Shahih lbnu Hibban, danl- Al-Hakim. Katanya,
hadits ini shahih atas syarat Al-Bukhari dan Muslim, walaupun
mereka tidak meriwayatkarurya).
Dua hadits tadi memberikan petunjuk, barangsiapa yang terlambat
melakukan shalat sunnat dua rakaat sebelum Shubuh, ia boleh
melakukannya setelah matahari terbit, baik sebelum ia melakukan shalat
Shubuh atau sesudahnya.
Dalam kedua hadits ini ada anjuran untuk mengqadha shalat-
shalat sunnat rawatib, baik keterlambatan ini sebab ada uzur atau
tidakada.
Terdapat beberapa pendapat yang berbeda di kalangan para ulama
mengenai masalah ini. Pertama, dianjurkan mengqadhanya secam mutlak,
baik sebab ada tzur atau tidak ada uzur, bendasarkan hadib Abu Hurairah
di atas. Demikian pendapat versi baru Imam Asy-Syafi'i, Al-Auza'i, Ishak,
danAl-Muzani.
Kedua, menurut pendapat Abu Hanifah, tidak dianjurkan
mengqadhanya. Pendapat ini didukung oleh MalikYusuf dan Imam Asy-
Syafi'i dalam versi yang lama, dan Imam Ahmad. Sementara menurut
pendapat yang terkenal dari Imam Malik, shalat dua rakaat fajar itu
diqadha setelah matahari terbit.
Ketiga, harus dibedakan antara shalat sunnat yang otonom seperti
shalat 'ld, shalat dhuha yang harus diqadha, dengan shalat sunnat yang ikut
pada shalat fardhu seperti shalat sunnat rawatib yang tidak perlu diqadha.
Inilah satu di antara beberapa versi pendapat Imam Asy-Syafi'i.
Keempat, boleh mengqadhanya dan boleh tidak. Inilah pendapat
yang diriwayatkan dari Imam Malikdan beberapa ulama ahlipikir.
Dan kelima, harus dibedakan antara yang ditinggalkan sebab ada
uzur seperti tidur dan lupa yang harus diqadha, dengan yang ditinggalkan
gihib,96a/a/v
Shalat
sebab tidak ada uzur yang tidak perlu diqadha Inilah pendapat Ibnu
Hazm.
Bersumber dari Aisyah sesungguhnya l$abi Shallallahu Alaihi wa
Sallam apabila belum shalat empat-rakaat sebelum Zhuhur, beliau
melakukannya sesudah Zhuhur. (HR. At-Tirmidzi. Katanya, hadits ini
hasan dan gharib).
Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Apabila Rasulullah terlambat
melakukan shalat sunnat empat rakaat sebelum Zhuhur, beliau
melakukannya sesudah dua rakaat setelah Zhuhur." (HR. Ibnu Majah).
Kedua hadits tadi menganjurkan supaya menjaga shalat-shalat
sunnat sebelum shalat fardhu. Batas waktunya ialah sampai waktu akhir
shalat fardhu terkait, atau ia bisa dilakukan setelah melakukan shalat sunnat
ba'diyah. Halitu dengan catatan asaltidak bertepatan dengan waktu-
waktu yang makruh dilakukan shalat, sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Orang yang Shalat Sunnat dengan Duduk Pahalanya
Separoh Orang Yang Melakukannya dengan Berdiri
Bersumber dariAbdullah bin Buraidah, sesungguhnya Imran bin
Hushain bertanya kepada Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam tentang
shalabrya orang yang duduk. Rasulullah bersabda,
;.r it /i'h,ut"su,k u':Mf
.. ;llt;l'fu
" B arangsuiap a yang shnlat denganberdiri itulah y ang paling utama.
Barangsiapa ynng shalat dengan duduk ia mendapatkan pahala
separoh pahala orang yang berdiri. Dan barangsiapa yang shalat
de n g an ti dur an i a men dap atkan p ahal a s ep ar oh p alml a or an I y an I
duduk." (HR. Al-Bukhari dan lainnya).
Al-Baghawi dalam kitabnya Syoroh As-Sunnah mengatakan, "Hadib
pertama tadimembicarakan tentang shalat sunnat, sebab orang yang
melakukan shalat fardhu dengan duduk padahal ia sanggup berdiri
gililu,96a/a/v
Berikut Dalildal ilnya dalam lslam
'**$,rv a
u*s,aa;
-hukumnya tidak boleh. Jadi apabila seorang melakukan shalat sunnat
dengan duduk padahal ia sanggup berdiri, ia mendapatkan separoh pahala
orang yang melakukannya dengan berdiri. Menurut Sufyan AtsTsauri, bagi
orang yang mengalami uzur sebab sakit dan lain sebagainya, ia boleh
melakukannya dengan duduk, dan ia mendapatkan pahala yang sama
seperti yang didapat oleh orang yang melakukannya dengan berdiri. Hal itu
diperkuat oleh hadits Al-Bukhari. "
Witir dan Qiyamul Lail
Saya tangguhkan pembicaraan tentang witir sebab beberapa alasan
sebagaiberikut:
1. Witir yaitu shalat sunnat tersendiri.
2. Witir yaitu termasuk shalat malam dan tahajjudnya.
3. wtir memiliki ketentuan-ketentuan khusus. Berikut yaitu penjelasanya:
a. Witir yaitu sunnat muakkad. Minimal safu rakaat, dan maksimal
akan kita ketahui nanti.
b. Waktu witir dimulai setelah shalat Isya' hingga fajar. Shalat witir
dianjurkan untuk diqadha jika waldunya terlambat.
c. Orang yang merasa yakin tidak bisa bangun tengah malam,
dianjurkan melakukan shalat witir pada waktu-waktu awal malam.
Melakukannya pada akhir malam malah lebih utama. Ini sama
dengan shalat tahajud. Banyak dalil yang menunjukkan atas hal
itu.
d. Witir yaitu nama setiap shalat fardiyah yang bersifat marathon.
Jika seseorang shalat satu rakaat lalu salam, hal ifu yaitu shalat
witir. Jika ia shalat tiga rakaat dengan satu salam, hal itu disebut
witir, baik dengan satu atau dua tasyahhud.
Jika seseorang shalat lima rakaat dengan satu salam, hal itu disebut
witir, baik dengan satu atau lebih dari satu tasyahhud.
Jika seseorang shalat tujuh rakaat dengan safu salam, hal itu disebut
witir, baik dengan safu atau lebih dari satu tasyahhud,
gh/u.q6adab
Shalat
Jika seseorang shalat sembilan rakaat dengan satu salam, hal itu
disebut witir, baik dengan satu atau lebih dari satu tasyahhud.
Dan jika seseorang shalat sebelas rakaat dengan satu salam, hal itu
disebut wirir, baik dengan satu atau lebih dari safu tasyahhud.
Semuanya boleh. Shalatwitir disebutjuga shalat malam atau qiyamul
lail.
Apabila seseorang shalat malam dua rakaat dua rakaat, atau empat
rakaat empat rakaat, atau enam dengan satu kalisalam, kemudian
empat rakaat dengan satu salam, kemudian ia menambahkan satu
rakaat, maka pada hakikinya ia telah melakukan shalat witir satu kali.
Tetapi secara majazi atau kiasan ia telah melakukan shalat witir sebanyak
sebelas rakaat, sebab di antara rakaat-rakaatnya dipisah dengan
salam.
5. Jika seseorang melakukan shalat witir sebanyak tiga rakaat, pada rakaat
yang pertama setelah membaca Al-Fatihah ia disunnatkan membaca
surat Al-Ala, pada rakaat yang kedua membaca surat Al-Kafirun, dan
pada rakaat yang ketiga membaca surat Al-lkhlas. Dan jika ia
melakukannya hanya satu rakaat saja, maka setelah membaca Al-
Fatihah disunnahkan membaca surat Al-lkhlas, surat Al-Falaq, dan surat
An-Nas.
6. Bagi orang yang melakukan shalat witir, setelah salam ia disunnahkan
membaca kalimat Subhanakal malikul quddus sebanyak tiga kali dan
yang ketiga dengan suara keras. Kemudian ia membaca Rabbil
Malaaikatiwar-Ruh.
7. Shalat malam itu tidak ada batas maksimalnya. Yang paling utama ialah
membiasakannya sebanyak sebelas rakaat, atau tiga belas rakaat.
8. Orang yang sudah melakukan shalat witir pada permulaan malam,
kemudian ia bangun pada akhir malam untuk shalat sunnat, maka ia
tidak boleh melakukan shalat witir lagi, sebab shalat witir itu tidak boleh
diulangi. Sehingga sesudah shalat witir itu tidak ada artinya sama sekali.
Tetapi bagi orang yang sudah melakukan shalat witir pada permulaan
malam, kemudian ia bangun kapan saja untuk menunaikan shalat
tahajjud, maka sebelum memulai tahajjud ia boleh shalat satu rakaat
untuk menggenapiwitirnya baru kemudian ia melakukan shalat
gih/r,qi-d./,
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
semaunya. Dan saat hendak mengakhiri ia boleh shalat lagi satu atau tiga
rakaat sebagai shalat witir, berdasarkan hadib, " Jadikanlah witir sebagai
akhir dan shalat (malam)mu." (HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim).
9. Shalat malam dan shalat witir di luar bulan bulan Ramadhan itu tidak
dianjurkan untuk dilakukan dengan berjamaah. Tetapi ktrusus di bulan
Ramadhan, shalat malam itu sedapat mungkin dilakukan dengan
berjamaah, dan inilah yang disebut dengan shalat tarwih. Demikian pula
dengan shalat witir di bulan Ramadhan, sebaiknya juga dengan
berjamaah, bagi orang yang melakukannya pada permulaan malam
bersama orang lain. Tetapi jika ada orang melakukan shalat malam
dengan berjamaah di luar bulan Ramadhan juga tidak apa-apa, asalkan
ia tidak menganggap hal itu sebagai tadisi. Sebab, qiyamul laildengan
berjamaah itu hanya disunnatkan pada bulan Ramadhan, sebagaimana
yang telah dikemukakan sebelumnya. Tetapi ada riwayat yang
menyatakan bahwa seorang sahabat pernah shalat di belakang Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam pada malam hari, dan beliau diam saja. Ini
menunjukkan bahwa hal ini boleh.
Keutamaan Qiyamul Lail
Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
it 'G
,F-'e gfur
"uj^^lt jt Nk iit t'j; (' ,);;
.{'riu:u
€'}1X_
" Tuhan kita Yang Maha Memberknhi lagi Mahatinggi setiap malam
turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir. Dia
berfirman,' B arangsiapa y angberdoa kep ada-Ku pasti Aku kabulksn.
Barangsiapa yang memohon kepada-Ku pasti Aku berikan
permohonanny a. D an barangsiapa y ang memohon ampunan kepada-
Ku pasti Aku mengampuninya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bersumber dari Amr bin Abasyah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
gililu.qia/a/?
Shalat
';'+Lfi
€fu ';"i'*Lt G rti- A i ;- ?\i ;Ut
. c. , o
c.ia:-v,l O2>
^Ltlt
a,
,.")l
' Sedekat-dekatnya Tuhan dengan seorang hamba ialah pada zuaktu
separoh malam y ang terakhir. Maka jika kamu dapat termasuk orang-
orang yang berdzikir lcep ada Allah pada saat itu, makn usahakanlah."
(HR. At-Tirmidzi. Katanya, hadits ini hasan, shahitr, dan gharib
isnadnya. Al-Hakim menganggapnya sebagai hadie shahih, dan
disetujui oleh Adz-Dzahabi).
Bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Semoga Allah
merahmdi sesa;rirang yang bangun tengah malam unfuk shalal kemudian ia
membangunkan isterinya unfuk dial ak shalat, dan ketika si isten tidak mau,
ia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang
wanita yang bangun tengah malam unfuk shalal kemudian membangunkan
suaminy a untuk diaj ak shalat, don jiko si s uami tidak mau ia memercikkan
airke wajahnyo." (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i. Al-Hakim menilainya
sebagai hadits shahih, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi).
Bersumber dari Abu Malik Al-Asy'ari, ia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda,'Sesunggtrh nya di surga itu terdapat
beberapa kamar tembus pandang dari dalam dan dan luar yang oleh Allah
disediakan bagi orang yang beftufur katn lemah lembut, yang memberikan
makanan, yang raj in berpuasa, dan yang tekun shalat malam ketika orang-
orang sedang sama tidur lelap." (HR. Al-Baihaqi dalam Syu' bu AI-Iman,
dan oleh Ahmad. Al-Hakim menilainya sebagai hadib shahih, dan disetujui
olehAdz-Dzahabi).
Bersumber dari Abdullah bin Amrbin Al-'fuh, ia berkata, "Rasulullah
bersabda,' Hai Abdullah, janganlah kamu seperti si fulan. Ia biasa bangun
tengah malam tetapi tidak melakukan shalat malam. " (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Bersumber dariAbu Hurairah, ia berkata, "Aku pernah mendengar
Rasulullah S hallallahu Alalhi wa Sallam bersabda,' Shalcd yang paling utama
selain shalat fardhu ialah shalat pada tengah malam." (HR. Ahmad dan
Muslim).
gihih,96ada/u
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
t t ) cz?t r r t
r.l;fg t,. ..rril
oi ' l-.o/
;*; cl3$ clt
t.
5JJ
*9 irt ,t
u.;.'^itt
o6
lP 11' P'
lza .4.
.'5.et-)
-Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Seseorang datang kepada
Nabi Sho//o llahu Alaihi wa Sallam dan berkata, 'Sesungguhnya si fulan itu
biasa shalat malam, tetapi paginya ia mencuri." Beliau lalu bersabda,
'Sesunggtrh nya ia akan dicegah oleh apa yang kamu katakan " (HR. Ahmad
dan Al-Baihaqi dalam Syu' bu Al-Iman).
Bersumber dariAbu Sa'id dan Abu Hurairah, mereka berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda, Apabila seorang lelaki
membangunkan i$ennya pada tengah malam, lalu keduanya shald berscrma
dua rakaat, niscaya mereka dicatat termasuk orang-orang yang berdzikir
menglngatAllah." (HR. Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hadits ini dinilai
shahih oleh Al-Hakim, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi).
Bersumber dari Ibnu Umar, sesungguhnya ayahnya, Umar bin Al-
Khatthab Radhiyallahu Anhu biasa shalat tengah malam cukup lama.
Hingga ketika tiba akhir malam, ia membangunkan isterinya untuk shalat.
Kemudian ia membaca ayat,
{_ ,L , b"*:f iik:, Au s-t4;,-'*-8'p\ ilti irt
[rrr:o] @J;.ijtj i$'tj
" Dfln perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerj akanny a. Kami tidak meminta rizki
kepadamu, Kamilah y ang memberi rizki l<ep adamu. D an akibat (yong
b aik) itu a d al ah b a gi o r an g - o r an I y an g b e r t akt u a." (Thaha: 132)
Bersumber dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Aloihi r.uo
S all am bersabda,' Amal y ang p alingdisukoi ol eh AIt ah ial ah y an g pal in g
Iestan walaupun sedikit ." (HR. Al-Bukhari dan Muslim ) .
Bersumber dari Anas, ia berkata, "Rasulullah S hallall ahu Alaihi w a
Sallambersabda,' Hendaklah salah seorang dan kamu shalat dengan penuh
semangat. Apabila lelah hendaklah ia duduk." (HR. Al-Bukharidan
Muslim).
Dalil-dalil Surat Witir
Bersumber dari Ali Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Witir itu tidak
diharuskan seperti halnya shalat fardhu. Akan tetapi witir itu yaitu sunat
gi/oi/a,Qtala/v
Shalat
yang disunatkan oleh Rasulullah Sho//allahu Alaihi wa Sallam." (HR.
Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah). Dalam lafazh lain
disebutkan, "Sesungguhnya witir itu tidak diharuskan seperti halnya shalat-
shalat yang diwajibkan atas kamu. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam melakukan witir, lalu beliau bersabd a,' Hai Ahli Al-Qur' an,
Iakukanlah witir kareno sesungguhnya Allah itu witir (gasal) dan Dia
meny ukai y ang w itir ( y an g gasal ). " ( Kata fu y-Syaukan i, haditsnya Ali ini
dinilai hasan olehAtjTirmi&i, dan dinilaishahih oleh Al-Hakim).
Hadits inisebagaidalilbahwa shalat witir itu hukumnya sunnat,
bukan fardhu dan bukan pula wajib. Demikian pendapat mayoritas ulama
ahli fiqih. Menurut Imam Abu Hanifah, witir itu wajib. Kata Al-Mundziri,
"Saya tidak tahu, apakah ada satupun ulama yang sefuju pada pendapat
Imam Abu Hanifah ini ."
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, "Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan shalat witir di atas ontanya." (HR.
Jamaah).
Itu tadi yaitu dalil yang memperkuat bahwa shalat witir itu
hukumnya sunnat. Sebab shalat fardhu itu tidak boleh dilakukan di atas
kendaraan kecuali ada tzur.
Diriwayatkan oleh hnu Abbas sesungguhnya Nabi ShallallahuAlaihi
wa Sallammengutus Mu'a& ke Yaman sebagaimana dalam hadib... "I-olu
Mu' adz mengajarkan kepda mereka (pendudukYaman) bahw a Allah telah
mew ajibkan kepada mereka shalat t'ardhu lima wal<ht sehari semalam. " (FIR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Kata Asy-Syaukani, "Hadits ini merupakan dalil paling bagus yang
menunjukkan bahwa shalat witir itu tidak wajib. sebab Mu'adz diutus ke
Yaman ini beberapa waktu sebelum Nabi Sh allallahu Alaihi wa Sallam
wafat."
Bersumberdari lbnu Umar, iaberkata, "seorang laki-laki berdiri dan
bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana shalat malam itu?" Beliau
menjawab,' Dua rakaat dua rakaat. Apabila kamu khawatir shalat Shubuh
segera tiba, maka shalatlah wihr satu rakaat." (HR.Jamaah). Dalam riwayat
lain ditambahkan oleh Ahmad, "Sholat malam ifu dua rakad dua rakad, dan
kamu salam setiap dua rakaat. "
its tadi dalilyang mensyariatkan shalat witir satu rakaat.
pendapat mayoritas ulama, baik orang yang bersangkutan
gih/agialalu
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
Had
Demikian
ffi
khawatir segera tiba shalat Shubuh atau tidak. Kata AlJraqi, di antara yang
biasa melakukan shalat witir satu rakaat ialah para Khulafaur Rasyidin dan
sebagian besar sahabat lainnya. Darikalangan para imam ialah Imam
Malik, Imam Syaf i, Imam Ahmad, dan imam-imam lainnya. Ada riwayat
yang mengatakan bahwa Umar bin Al-l{hatthab, Ali bin Abu Thalib, Ubay
bin Ka'ab, dan Ibnu Mas'ud, lebih suka melakukan shalatwitirsebanyak
tiga rakaat dengan satu kali tasyahhud, supaya tidak menyamaishalat
Maghrib, berdasarkan hadits di atas.
Menurut sebagian ulama dari kalangan ma&hab Hanafi, tidak boleh
hukumnya selalu melakukan shalat witir hanya satu rakaat terus. Tetapi
pendapat mereka ini disanggah berdasarkan hadits di atas tadi.
Bersumber dari Abu Hurairah dari Nabi Shollollo hu Alaihi wa Sallam
beliau bersab da," J anganlah melakukan shalat wihr hga rakaat! Lalstkanlah
shalat witir lima atau tujuh rakaat. Dan janganlah menyerupai shalat
Maghrib." (HR. Ad-Daruquthni berikut isnadnya. Katanya, semua tokoh
perawinya yaitu tsiqat).
Bersumber dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallambiasa melakukan shalat witir tiga rakaat s€rrord
langsung." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i. Hadits inidinilai shahih oleh Al-
Hakm).
Hadits ini sesuai dengan hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-
Bukhari dan Muslim. Pada bagian akhirnya, "... Kemudian beliau
melakukan shalat witir sebanyak tiga rakaat."
Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah bersabda,
' J anganlah kamu melakukan shalat wihr sebanyak hga rakaat, sebab hal iht
menyentpai shalat Maghrib. Tbtapi lakukanlah shalat witir sebanyak lima
rakaat, atau fujuh rakaat, atau rembilan rakaat, atnu sebelas rakaat, atau lebih
dari itu." (Kata Al-lraqi, isnad hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh
MuhammadbinNashr).
Al-Hafizh Ibnu Hajar mencoba untuk mengkompromikan hadits-
hadits yang memperbolehkan shalat witir tiga rakaat, dan hadits-hadits
yang melarangnya. Menurutnya, yang dilarang yaitu shalat witir dengan
dua tasyahhud. Jadi kalar-r tasyahhudnya hanya satu kali maka tidak apa-
apa. Beberapa ulama saiaf juga ada yang melakukan hal itu.
Bersumber dari Ummu Salamah, ia berkata, " Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam biasa melakukan shalat witir sebanyak tujuh rakaat, dan
ghh,giada/a
Shalat
juga lima rakaat secara langsung dengan safu kali salam tanpa berbicara."
(HR. Ahmad, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah. Hadits ini shahih).
Bersumber dari Aisyah RadhiyallahuAnha, ia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat malam tiga belas rakaat, lima di
antaranya ialah shalat witir. Dan beliau hanya duduk satu kali pada rakaat
yang terakhir." (HR. Al-Bukharidan Muslim).
Kata AtrTirmidzi, ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi
Shall allahu Al aihi w a S allam melakukan sh alat witir sebanyak tiga belas
rakaat, sebelas rakaat, sembilan rakaat, tujuh rakaat, lima rakaat, tiga
rakaat, dan satu rakaat."
Bersumber dari Sa'id bin Hisyam sesungguhnya ia berkata kepada
Aisyah, "Terangkan kepadaku tentang witir Rasulullah Shol/ollahu Alaihi
wa Sallam." Aisyah berkata, "Saya memang biasa menyediakan alat
siwakan dan airwudhu untukwudhu beliau. Atas kehendakAllah beliau
selalu bangun malam hari. Setelah siwakan dan berwudhu, beliau lalu
melakukan shalat sebanyak sembilan rakaat, dan hanya duduk pada rakaat
yang ke delapan. Setelah berdzikir, memuji, dan berdoa kepada Allah,
beliau lalu bangkit dan tidak salam. Kemudian beliau berdiridan
meneruskan rakaat yang ke sembilan. Kemudian beliau duduk seraya
berdzikir kepada Allah, memuji dan berdoa kepada-Nya, kemudian
mengucapkan yang terdengar olehku. Kemudian sesudah salam masih
dalam keadaan duduk, beliau lalu melakukan shalat dua rakaat. Jadi
semuanya berjumlah sebelas rakaat. Namun ketika usia Nabi beranjak tua
dan semakin gemuk, beliau hanya melakukan shalat sunnat witir sebanyak
tujuh rakaatsaja. Beliau melakukan di dalam kedua rakaat itu seperti yang
beliau lakukan pada yang pertama. Jadi jumlahnya sembilan, wahai
puteraku. Nabi jika melakukan shalat, beliau suka untuk terus
melestarikannya. Apabila beliau terkena uzur misalnya, tertidur atau sakit
sehingga tidakbisa melakukan shalat malam, beliau akan melakukannya
disiang hari sebanyak dua belas rakaat. Aku tidak pernah tahu Nabi
membaca Al-Qur'an seluruhnya dalam satu malam. Dan aku juga tidak
pernah mengerti beliau melakukan shalat semalam suntuk sampai waktu
Shubuh, atau melakukan puasa sebulan penuh selain pada bulan
Ramadhan." (HR.Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa'i).
Hadits senada juga diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa'i, dan Abu
Dawud. Disebutkan di sana, "... Ketika usia Nabi sudah semakin tua dan
badannya semakin gemuk, beliau melakukan shalat witir sebanyak tujuh
giki/u,96ada/u
Berikut Dalilialilnya dalam lslam
rakaat tanpa duduk kecuali pada rakaat yang keenam dan ke tujuh. " Dalam
riwayat lain oleh An-Nasa'i disebutkan, "...Aisyah berkata, 'Ketika usia
Nabi Sho//allahu Alaihi wa Sallam semakin tua dan tubuhnya semakin
gemuk, beliau shalat sebanyak tujuh rakaat dan hanya duduk pada rakaat
yangterakhir."
Dari hadits ini bisa diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan shalat witir sebanyak
sembilan rakaat, atau tujuh rakaat, atau lima rakaat, sepertiyang
diterangkan dalam hadits lain.
2. Nabi shallallahu Alaihi wa sallam duduk tasyahhud pada rakaat ke
delapan jika beliau melakukan shalat witir sebanyak sembilan rakaat,
dan tidak salam. Dan beliau duduk setelah rakaat keenam jika beliau
melakukannya sebanyak tuluh rakaat, dan beliau baru salam pada
rakaat ke tujuh. Demikian pulabeliau dudukpada rakaatkeempatjika
beliau melakukannya sebanyak lima rakaat, dan beliau baru salam
setelah tasyahhud pada rakaatyang kelima.
3. Kendatipun Nabi shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan shalat dua
rakaat sesudah witir, namun beliau bersabda," Jadikanlahwitir sebagai
. akhir dari shalat (malam)mu." Sebagian ulama berpendapat, bahwa
kedua shalat dua rakaat ini hanya khusus bagi Nabi Shaltatlahu
Alaihi wa Sallam. Sementara menurut sebagian yang lain, beliau
melakukan hal itu untuk memberikan penjelasan bahwa shalat sunnat
setelah witir itu diperbolehkan.
4. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallammelakukan shalat witir sebanyak tujuh
rakaat. Menurut riwayat yang lain beliau melakukannya sebanyak lima
rakaat. Menurut riwayat yang lain lagi dari Ummu Salamah, beliau
melakukannya sebanyak tiga belas rakaat. Ini bisa dipahami bahwa yang
dimaksud dengan witir ialah shalat malam, seperti sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Lakukanlah shalat witir, wahai orang-
orang ahli Al -Qur' an." Artinya, lakukanlah shalat malam. Shalat malam
disebut witir, sebab biasanya hal itu merupakan shalat yang terakhir
dilakukan.
5. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam jika terlambat melakukan shalat
malam, beliau melakukannya pada siang hari sebanyak dua belas
rakaat, dan beliau tidak shalat witir. Hadits tadi tidak memberikan
gilti/a,96adz/a
Shalat
petunjuk tentang waktu tertentu shalat malam yang biasa digunakan oleh
Nabi Shollollahu Alaihi wa Sallam untuk melakukan shalat tahajjud.
Hadits-hadits berikut ini akan menjelaskan kepada kita tentang hal
itu:
Bersumber dariAisyah, ia berkata, "Setiap bagian waktu malam,
Rasulullah pasti melakukan shalat witir, yaitu mulai dari permulaan,
pertengahan, dan penghabisan malam, dan baru berhenti pada waktu
sahur." (HR.jamaah).
Bersumber dari Abu Sa'id sesungguhnya Nabi bersabda,
" Lakukanlah shalat witir sebelum kamu memasuki walduShubuh." (HR.
Jamaah kecuali Al-Bukhari dan Abu Dawud).
Bersumber dari Jabir dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam beliau
bersabda,
ir'F': i;, ; ',r,r!, ,yt f, 'r;rt;-,t of ,.:e 'f-5Uiri'r;x #, .t it;'ore ,tI'u'-j.-li #t ,y rV
" Baraigsiapa yangkhmttatir tidnkbisa melakukan shalat witir pada
akhir malam, hendnklah ia lala*nn ifu pada permulaanny n, kemudinn
silnhkan ia tidur. Tetnpi barnngsinpa yang yakin bahtttn in bisa
melakuknn pada akhir malam lrcndaklah ia lqkukan p nda nklir malsm.
Knrena sesungguhnya bncann Al-Qur'an padn akhir malnm itu
disaksikan pnra malaiknt. Dan itu lebih utanta." (HR. Ahmad,
Muslim, At-Tirmid zi, danlbnu Majah).
Dari ketiga hadits tadi bisa diambil kesimpulan bahwa seluruh waldu
malam itu yaitu waktu shalat lail dan shalat witir, yaitu dimulai dari
selepas shalat Isyg' sampai terdengar adzan shalat Shubuh. Semua ulama
sepakat atas hal ini. Mereka juga sepakat bahwa waktu shalat witir itu
selepas shalat Isya'. Disebutkan dalam sebuah riwayat hadits shahih dari
Aisyah, sesungguhnya Nabi melakukan shalat witir sebanyak sebelas
rakaat antara shalat Isya'. hingga terbit fajar.
Dariketerangan hadits Abu Sa'id juga bisa diambil kesimpulan
bahwa shalat witir itu tidak boleh dilakukan sesudah shalat Shubuh.
gih/v.qhdzlu
Berikut Dalilialilnya dalam lslam
I cz
tt. ,?
'tPt
Berbeda dengan pendapat para ulama dari kalangan madzhab Asy-Syafi'i
yang mengatakan bahwawaktu shalatwitir itu terbentang sampaishalat
Zhuhur.
Bersumber dari Thalq bin Ali, ia berkata,'Aku pernah mendengar
Nabi Shol/allahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Tidak ada dua shalat witir
dalam semalam." (HR. Imam lima, kecuali Ibnu Majah. Hadits inidinilai
hasan oleh At.jfirmi&i, dan dinilai shahih oleh lainnya).
Hadits inilah yang dijadikan hujjah oleh para ulama yang
mengatakan, tidak boleh hukumnya membatalkan shalat witir. Banyak
ulama yang berpendapat seperti itu. Menurut mereka, orang yang telah
melakukan shalat witir, lalu setelah itu ia ingin melakukan shalat lagi, maka
ia tidak boleh membatalkan witirnya. contohnya; Seperti ia mengawali
shalat sunnat satu iakaat untuk menggenapi rakaat yang telah ia lakukan
dan ia jadikan sebagai penufup shalat sunnatnya pada permulaan malam.
sebaiknya ia shalat dengan bilangan yang genap genap hingga shubuh.
Banyak sahabat dan tabi'in yang berpendapat seperti ini. Dan pendapat
ini pula yang kemudian diikuti oleh Sufi7an AbTsauri, Imam Malik, hnu Al-
Mubarak, Imam Ahmad, Al-Auza'i, Imam Asy-Syafi'i, dan Abu Tsaur.
Seluruh ulama ahli fatwa juga berpendapat seperti itu, seperti yang
diceritakan oleh Al-Qadhi Iyadh.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari sekelompok sahabat Nabi
shallallahu Alaihi wa Sallam dan tabi'in, boleh hukumnya seseorang
membatalkan witir dengan cara-cara seperti tadi, kemudian ia shalat
sesukanya, kemudian baru melakukan witir pada akhir shalatrya. Masalah
inicukup longgar.
Shalat Tarawih
Nabi sho//o llahu Alaihi wa sallammendorong kita untuk melakukan
qiyamullail (shalat malam) pada bulan Ramadhan. Beliau memberi-
tahukan bahwa barangsiapa yang melakukannya demi mengharapkan
keridhaan Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. Shalat tarawih itu hukumnya sunnat muakkad bagi kaum laki-laki dan
kaum perempuan, dan sebaiknya dilakukan dengan berjamaah. shalat
tarawih dilakukan pada akhirmalam itu lebih utama daripada dilakukan
pada permulaan malam, dan dilakukan dimasjid itu lebih utama daripada
gih/u.q6a/a/u
Shalat
I
dilakukan di rumah bagi orang yang melakukannya pada permulaan
malam.
Shalat tarawih itu minimaldelapan rakaat selain witir. Sebagian
ulama berpendapat, shalat tarawih itu dua puluh dua rakaat selain witir.
Dan sebagian mereka berpendapat, shalat tarawih itu lebih dari dua puluh
dua rakaat. Sebagian besar ulama ahli fiqih kemudian menyimpulkan,
bahwa kalau bacaannya Al-Qur'an sedikit maka jumlah rakaatnya sedikit
dan kalau bacaannya Al-Qur'an banyak maka jumlah rakaatnya banyak.
Yang telah ditetapkan dari Rasulullah Shol/ollahuAlaihi uo Sallom ialah
bahwa sesungguhnya beliau tidak pernah melakukan shalat malam lebih
dari sebelas rakaat dengan witir, atau tiga belas rakaat dengan witir. Selesai
menjalankan shalat tarawih, para sahabat menyuruh para pelayan agar
segera menghidangkan makan sahur kepada mereka sehingga mereka bisa
merampungkan makan sahur sebelum Shubuh. Di dalam shalat tarawih
tidak disyaratkan harus membaca surat-surat Al-Qur'an tertentu, atau
membaca kadar tertenfu dari Al-Qur'an.
Banyak orang yang cenderung melakukan shalat tarawih pada
bulan Ramadhan dengan tergesa-gesa, sehingga mengabaikan
kekhusyukan shalat, bahkan tidak sempat melakukan thama'ninah sebagai
salah satu rukun yang diwajibkan. Mereka mengulangi surat-surat Al-
Qur' an tertenfu . Shalat seperti ini tidak sesuai dengan funtunan Al-Qur'an,
As-Sunnah, dan pendapat para ulama ahlifiqih. Shalat dua rakaat dengan
khusyu' dan tenang, yaitu lebih baik daripada shalat dua puluh dua
rakaat dengan cara seperti ifu yang jauh dari keagungan serta keindahan
Islam. Para ulama akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah
Subhanahu waTb'aladalam hal menjelaskan kebenaran dan membimbing
manusia ke jalan yang benar. yaitu pelecehan terhadap agama jika
mengajak manusia meletakkan sesuatu yang sesat dalam neraca
timbangan kebenaran.
Berikut yaitu dalil-dalildan komentarnya, supaya Anda bisa
mengenal kebenaran sebuah topikyang ramai diperdebatkan dengan sengit.
Bahkan ada sekelompok golongan yang terlalu fanatik sehingga membuat
hidup inijaditerasa sulit dan kaku. Dalam masalah ini mereka mengaku
lebih pintar daripada ulama-ulama salaf terdahulu. Kita mohon kepada
Allah agar berkenan membersihkan hati kita dari sifat dengki, egois, dan
melecehkan para ulama yang beramaldengan tulus ikhlas, baik yang
dahulu maupun yang belakangan.
giln/a,Qladah,
Berikut Dal il-dalilnya dalam lslam
r
Keutamaan Shalat Malam di Bulan Ramad\an
Bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi w a Sallambersabda,
ryt'ai& Y'; i q+;6i1ot:2.'riu V
"Barangsiapa yang melakukan qiyam Rnmadlmniorrno iman dan
menglnrnp ridlu Allah semnta, niscaya diampuni dosanyayang telalt
lalu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bersumber dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam sangat mendorong manusia melakukan shalat malam
pada bulan Ramadhan, tanpa mewajibkannya kepada kita. Beliau
bersaMa,'Barangsiap yang melahtkan qiyam Ramadhan sebab iman dan
mengharap ndha Allah sematn niscaya diampuni dosanya yang te.lah lalu. "
(HR.Jamaah)
Bersumber dari Aisyah Radhiyallahu Anha sesungguhnya Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat di masjid. [-alu beliau shalat dengan
beberapa orang, lalu beliau shalat lagi bersama banyak manusia.
Selanjutnya pada malam ketiga atau keempat mereka sama berkumpul.
Tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi uro Sollom belum juga keluar menemui
mereka. Pagi-pagi beliau bersabda,
lzC----j^.* J't|eLg:l4r u #-'p'e €$ *r(,
.16', e6iti"'# eti ol
"Aku melihat apa yang kalian lakukan. Kalau aku enggan keluar
menemui kalian, ifu knrena aku merasa klutuatir knlau sampai shalat
itu menjadi diwajibkan atas kalian." Dan itu terjadi pada bulan
Ramadhan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain Aisyah berkata, "Dengan terpencar-pencar
manusia sama melakukan shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan.
Ada seseorang yang hanya hafalsalah satu surat Al-Qur'an, ia menjadi
imam bagi kurang lebih lima sampai tujuh orang. Mereka shalat
bersamanya dengan berjamaah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
lalu menyuruh aku untuk menggelar selembar tikar di depan kamarku (di
gi/td/a,96adab
Shalat
masjid). Setelah aku kerjakan. Beliau lalu keluarmenuju [e masjid setelah
mengerjakan shalat Isya' yang terakhir. Kemudian orang-orang sama
menghampiri beliau di masjid. Kemudian beliau mengajak mereka shalat."
Aisyah juga menuturkan kisah di atas. Dan ada tambahan, "Beliau tidak
keluar menemui mereka pada malam kedua." (HR. Ahmad).
Bersumber diri Abdunahman bin Abdul Qari' sesungguhnya ia
berkata, "Aku pergi ke masjid bersama Umar bin Al-l{hatthab pada suatu
malam di bulan Ramadhan. Tahu-tahu para sahabat yang ada di masjid
itu terbagi-bagi dan terpencar-pencar. Ada orang yang shalat sendirian, dan
ada pula yang shalat dengan berjamaah." L)mar berkata, "Menurutku,
sebaiknya aku kumpulkan mereka semua untuk shalat dengan satu iman r.
Aku kira itu lebih baik bagi mereka." Dengan mantap Umar kemudian
meminta mereka untuk sepakat memilih Ubai bin Ka'ab. Kemudian aku
keluar lagi bersama Umar pada malam berikutnya, sementara aku melihat
orang-orang yang ada di masjid sama shalat dengan seorang imam. lalu
Umar berkata, " Inilah sebaik-bailoty a bid' ah, Tbtapi orang-orang yang tidur
(untuk mengerlakan shald pada akhir malam) lebih baik danpda orang wng
mengerlakannya (di permulaan malam)." (HR. Al-Bul"'hari).
Yang dimaksud dengan kalimat "Iniloh sebaik-baiknya bid' ah", ialah
bahwa ajakan Umar itu memang merupakan bid'ah, sebab Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallamtidak pemah melakukannya. Dan hal itu juga
tidak berlaku pada zaman Abu Bakar. Tetapi apa yang dilakukan oleh Umar
itu yaitu bid'ah yang baik. Dengan kata lain, melakukan qiyam
Ramadhan secara berjamaah itu merupakan sunnat yang bukan bid'ah,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Kalian harus
berpegang teguh pada sunnahlcu dan sunnah para khulafaur rasyidin. "
Kata Al-Baghawi, "Para ulama berbeda pendapat tentang qiyam
Ramadhan. Diriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf, dari As-Sa'ib bin
Yazid sesungguhnya ia berkata, 'Bahwa Umar bin Al-l{hatthab menyuruh
Ubaibin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari untukmelakukan qiyam Ramadhan
bersama manusia sebanyak sebelas rakaat. Imam membaca sebanyak dua
ratus ayat, sampai-sampaikami harus berpegangan pada tongkat sebab
menahan saking lamanya berdiri. Dan kami baru selesai menjelang fajar."
(HR. Malik dengan isnad yang shahih).
Al-Hafizh lbnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari lVl2t9
mengatakan, "Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abdur-Razaq dari
jalur sanad lain dari Muhammad bin Yusuf, ia berkata, 'Sebanyak dua puluh
sahr rakaat."
gihi/u.q6adalv
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
!Diriwayatkan oleh Al-Baihaqidalam Sunon Al-Baihaqi, dari As-
Sa'ib bin Yazid, ia berkata, "Pada zaman Khalifah Umar bin Al-Khatthab
Radhiyallahu Anhu, mereka melakukan shalat tarawih di bulan Ramadhan
sebanyak dua puluh rakaat. Mereka membaca dua rafus ayat. Pada zaman
khalifah Utsman Radhiyallahu Anhu mereka sampaibertelekan pada
tongkat sebab terlalu lama berdiri. "
Ada sebagian ulama yang berpendapat, shalat terawih itu yaitu
empat puluh safu rakaat bersama witir. Ini yaitu pendapat ulama-ulama
Madinah yang mereka amalkan, dan yang menjadi pilihan Ishak.
Sementara menurut sebagian besar ulama, shalat tarawih itu dua
puluh rakaat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar, Ali, dan sahabat-
sahabat Nabi Shall all ahu Alaihi w a S all am lainnya. Dan i n ilah pendapat
AtsJTsauri, Ibnu Al.Mubarak, dan Imam Asy-Syafi'i. Kata Asy-Syafi'i,
"lnilah yang aku dapatidi negerikamidiMakkah. Mereka sama shalat
tarawih sebanyak dua puluh rakaat." Imam Ahmad tidak memberikan
pendapat sama sekali dalam masalah ini.
Disebutkan dalam Al-Fafouro Imam hnu Taimiyah, "sesungguhnya
Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam tidak menentukan jumlah rakaat
tertentu. Bahkan beliau tidak pernah menambahi lebih daritiga belas
rakaat, baik dalam bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Ketika
Umar bin Al-l{hatthab menunjuk ubai bin Ka' ab sebagai imam, ubai shalat
bersama orang-orang mukmin sebanyak dua puluh rakaat, kemudian
ditambah tiga rakaat shalat witir. Ia mempercepat bacaannya pada setiap
rakaat, sebab halitu bisa membantu meringankan mereka dari pada safu
rakaat dengan bacaan yang panjang. Kemudian ulama-ulama salaf
melakukannya sebanyak empat puluh rakaat di tambah witir sebanyak tiga
rakaat. Bahkan yang lain ada yang melakukannya sebanyak enam puluh
tiga rakaat ditambah witir sebanyak tiga rakaat. Semua itu boleh. Mana
yang dipilih semuanya bagus. Tentang mana yang paling utama, hal itu
tergantung pada keadaan para jamaah yang bersangkutan. Jika di antara
mereka ada yang tidak suka terlalu lama berdiri, sebaiknya qiyam dilakukan
sebanyak sepuluh rakaat, ditambah shalat witir sebanyak tiga rakaat
sesudahnya, seperti yang dilakukan oleh Nabi S hallallahu Alaihi wa Sallam
baik pada bulan Ramadhan maupun lainnya. Dan jika mereka merasa
tidak keberatan berdiricukup lama, maka qiyam sebaiknya dilakukan
sebanyak dua puluh rakaat, dan inilah yang sering diamalkan oleh sebagian
besarkaum muslimin, sebab merupakan jumlah tengah-tengah antara
sepuluh rakaat dan empat puluh rakaat. Dan itulah yang telah dinash oleh
g*i/a,96ada/r,
Shalat
beberapa orang imam; Seperti Imam Ahmad, dan lainnya. Orang yang
mengatakan bahwa jumlah rakaat qiyam Ramadhan itu sudah ditentukan
oleh Nabi S hallallahu Alaihi wa Sal/om yang tidak boleh ditambah maupun
dikurangi, berarti ia keliru." 1)
Ibnu Al-Mubarak, Imam Ahmad, dan Ishak berpendapat, sebaiknya
shalat pada bulan Ramadhan ini dilakukan bersama imam.
Sementara menurut Imam Asy-Syafi'i, sebaiknya dilakukan
sendirian j ika ia hafal Al-Qur' an atau setidaknya bisa membacanya dengan
lancardanbenar.
Menjelaskan hadits yang saya kemukakan tadi, fuy-Syaukani dalam
kitabnya Nail Al-Author mengatakan, Sepertiyang dikatakan oleh Ibnu
Haj ar dalam kitabnya Fo thul B an, asal mula bid' ah itu yaitu sesuatu yang
diada-adakan tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam prespektif syariat, hal
itu yaitu kebalikan as-sunnah, dan itu merupakan perbuatan yang tercela.
Yang jelas, segala sesuatu yang dianggap baik oleh syariat yaitu baik.
Begitu pula sebaliknya segala sesuatu yang dianggap buruk oleh syariat
yaitu buruk. Kalau tidak, maka hukumnya termasuk kategori mubah.
Imam Malik dalam kitabnya Al -Muwattha' mengutip sebuah riwayat yang
mengatakan, bahwa pada zaman khalifah Umar bin Al-Khatthab kaum
muslimin sama melakukan qiyam Ramadhan sebanyak dua puluh tiga.
rakaat. Riwayat inidibenarkan oleh Ibnu Ishak. Tetapidi dalam Al-
Muwattha' juga ada riwayat dari Muhammad bin Yusuf dari fu-Sa'ib bin
Yazidyang menyatakan bahwa qiyam Ramadhan itu sebelas rakaat.
Sementara Muhammad bin Nashir juga meriwayatkan dari Muhammad
bin Yusuf, bahwa qiyam Ramadhan itu dua puluh safu rakaat.
Masih di dalam Al-Muwattho' juga ada riwayat darijalur sanad
Yazid bin Huzhaifah dari As-Sa'ib bin Yazid yang menyatakan bahwa
qiyam Ramadhan itu dua puluh rakaat. Muhammad bin Nashir
meriwayatkan dari jalur Atha', ia mengatakan, "Aku mendapati kaum
muslimin melakukan qiyam Ramadhan sebanyak dua puluh rakaat, dan
tiga rakaat shalat witir."
Kata Al-Hafizh lbnu Hajar, riwayat-riwayat yang saling berbeda
ini bisa dikompromikan sebab keadaannya memang juga
l Lihat, Syoroh As-Sunnoh dan komentamya.
gfu/v,Qnalalu
Berikut Dalildalilnya dalam lslam
berbeda-beda. Sangat boleh jadi letak perbedaannya yaitu pada lama
dan tidaknya bacaan, Jika bacaannya lama maka rakaatnya
dipercepat. Begitu pula sebaliknya, Ad-Dawadi dan lainnya setuju pada
pendapat ini.
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashirdari jalursanad Daud bin
Qais, ia berkata, "Pada zaman Gubernur Aban bin Utsman, dan juga
zaman Umar bin Abdul AzizdiMadinah, aku mendapati manusia sama
melakukan qiyam Ramadhan sebanyak tiga puluh enam rakaat, ditambah
dengan witir tiga rakaat."
Kata Imam Malik, "Qiyam Ramadhan yang berlaku di negeri kami
(Madinah) yaitu tiga puluh sembilan rakaat, dan di Makkah dua puluh tiga
rakaat. Tidak ada ketenfuan yang pasti dalam masalah ini."
Kata AtrTirmidzi, "Menurut pendapat yang terbanyak, qiyam
Ramadhan itu empat puluh satu rakaat, ditambah satu rakaatwitir."
Ibnu Abdul Barr mengutip dari Al-Aswad bin Yazid, qiyam
Ramadhan itu empat puluh rakaat. Bahkan ada yang mengatakan, delapan
puluh rakaat.
Kata Imam Malik, "Perbedaan ini sudah berlangsung ratusan tahun
yanglalu."
Al-Hafizh lbnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bori mengatakan,
" Zur ar ah bin Auf melakukan qiyam Ramadhan di Bashrah sebanyak tiga
puluh empatrakaat, dan ia juga melakukan shalatwitir."
Sa'id bin Jubair melakukannya sebanyak dua puluh empat rakaat.
Ada yang mengatakan, enam belas rakaatbelum termasukwitir.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam ShahihlbnuHibban dari
hadits Jab ir, sesungguhnya Nabi S hall all ahu AI aihi w a Sallam melakukan
qiyam Ramadhan bersama para sahabat sebanyak delapan rakaat,
kemudian melakukan shalat witir.
Mengenai kira-kira yang dibaca dalam setiap rakaat, tidak ada satu
pun riwayat yang menerangkannya.
Yang jelas, hadits-hadits diatas dan hadits-hadits lain yang senada
menunjukkan, bahwa qiyam Ramadhan itu dianjurkan oleh syariat, dan
boleh dilakukan dengan berjamaah atau sendiri-sendiri. Membatasi shalat
giAi/u.q6adab
Shalal
yang kemudian disebut shalat tarawih in i dalam j umlah rakaat tertentu dan
dengan bacahn terfentu pula, tidakberlaku dalam As-Sunnah."1)
Shalat Dhuha
1. Shalat dhuha merupakan shalat pada siang hari yang dianjurkan.
Pahalanya di sisi Allah cukup besar. Nabi Sh;allallahu Alaihi w a Sallam
biasa melakukannya, dan mendorong kaum muslimin untuk
melakukannya. Beliau menjelaskan barangsiapa yang shalat empat
rakaat pada awal siang hari niscaya Allah mencukupinya pada sore
harinya. Sebagaimana beliau juga menjelaskan bahwa shalat d












