Tampilkan postingan dengan label esegese perjanjian lama 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label esegese perjanjian lama 3. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Desember 2025

esegese perjanjian lama 3

 


alui Samuel (1Sam.9:15-16; 10:1) dan melalui undian 

(1Sam.10:20-21). Sebagai raja bangsa Israel, Saul telah ‘lupa daratan’. Ia 

bagaikan ‘kacang lupa kulitnya’. Oleh karena itu, Allah menurunkannya dari 

tahta dan mengangkat seorang lain untuk menggantikannya (1Sam.13:14; 

15:23.26.28.35).  

Demikianlah selanjutnya Saul digantikan Daud sebagai raja Bangsa 

Israel. Setelah dikisahkan bahwa Allah telah menolak Saul sebagai raja atas 

Israel (1Sam.15) langsung dikisahkan bahwa kemudian Samuel mengurapi 

Daud sebagai atas Israel (1Sam.16). Selanjutnya, penulis berkomentar ‘Sejak 

hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Allah atas Daud … Tetapi Roh Allah 

telah mundur daripada Saul, dan sekarang ia diganggu roh jahat yang 

daripada Allah’ (1Sam.16:13-14). Sejak Daud masuk istana kerajaan, terjadi 

persaingan (perebutan kekuasaan?) antara Saul dan Daud. Kitab mengisahkan 

gejala yang menunjukkan bahwa Saul makin lama makin tidak populer lagi. 

Sebaliknya, Daud makin lama makin populer di antara bangsa Israel.  

 

 87 

  

“Saul mengalahkan beribu-ribu mush, tetapi Daud berlaksa-laksa!” 

(1Sam.18:7). 

 

“Peperangan antara keluarga Saul dan keluarga Daud berlarut-larut; 

Daud kian lama kian kuat, sedang keluarga Saul kian lama kian lemah” 

(2Sam.3:1). 

 

Menurut pandangan penulis Kitab Samuel, Daud adalah raja ideal yang 

menjadi contoh dan teladan bagi raja-raja lain. Ia berhasil mengalahkan 

semua musuh-musuh bangsa Israel (2Sam.8:1-14). Ia berhasil 

mempersatukan bagian Selatan dan bagian Utara tanah Kanaan menjadi satu 

kerajaan (2Sam.5:1-5). Ia pun berhasil merebut dan menjadikan Yerusalem 

sebagai ibukota kerajaan Israel (2Sam.5:6-10). Saat telah berhasil mendirikan 

istana baru di Yerusalem (2Sam.5:11-16) dan selanjutnya memindahkan 

Tabut Perjanjian ke sana (2Sam.6:1-23), Daud pun tak lupa mendirikan 

kenisah untuk Tabut Perjanjian (2Sam.7:1-17). Selain prestasi-prestasi dalam 

bidang politik dan keagamaan ini, Daud juga digambarkan sebagai seorang 

yang berbudi luhur. Meskipun Saul membencinya dan ingin membunuhnya 

(1Sam.18:6-30), Daud sama sekali tidak berniat membalas dendam 

(1Sam.24:1-23; 26:1-25). Bahkan, saat Saul tewas di tangan orang Filistin 

(1Sam.31:1-13), Daud justru meratap dan berpuasa (2Sam.1:1-27). Semua hal 

itu dilakukan Daud berkat kesetiaannya kepada Allah. Sebagai orang 

beriman, Daud percaya bahwa Allah-lah yang mengurapi Saul menjadi raja 

atas Israel melalui Samuel (1Sam.24:7.11; 26:9.11.16.23). Atas dasar itulah 

Daud tidak berani membunuh Saul, orang pilihan Allah. Ia justru merasa 

wajib membunuh pembunuh Saul (2Sam.1:14-16). 

Sebagai raja ideal dalam hal kesetiaan kepada Allah, Daud tidak hanya 

dipuji dalam kitab Samuel. Daud juga mendapat pujian dalam kitab 

 88 

  

berikutnya, yaitu kitab Raja-raja. Sama seperti Yerobeam bin Nebat menjadi 

contoh dan teladan bagi raja-raja jahat (1Raj.16:25-26), Daud bin Isai pun 

menjadi contoh dan teladan bagi raja-raja yang baik. 

 

“Mengenai engkau, jika engkau hidup di hadapan-Ku sama seperti 

Daud, ayahmu, dengan tulus hati dan dengan benar, dan berbuat sesuai 

dengan segala yang Kuperintahkan kepadamu, dan jika engkau tetap 

mengikuti segala ketetapan dan peraturan-Ku, Aku akan meneguhkan 

tahta kerajaanmu atas Israel untuk selama-lamanya seperti yang telah 

Kujanjikan kepada Daud, ayahmu, dengan berkata: Keturunanmu 

takkan terputus dari tahta Kerajaan Israel!” (1Raj.9:4-5).  

 

Kitab Raja-raja terus menyinggung keteladanan Daud bin Isai ini untuk 

menegaskan bahwa seorang raja Israel seharusnya ‘sama seperti Daud’ 

(1Raj.3:3.14; 5:3; 8:17; 9:4; 11:4.6.33.38; 14:8; 15:3.5.11; 2Raj 14:3; 16:2; 

18:3; 21:7; 22:2), bukan ‘seperti pada segala bangsa-bangsa lain’ 

(1Sam.8:5).  

Daud mendapat pujian setinggi selangit dalam tradisi Perjanjian Lama 

(Sir.47:2-11) karena berkat Allah yang dilimpahkan kepadanya dan karena 

kesetiaannya yang total kepada Allah. Meskipun juga seringkali berbuat dosa 

besar (2Sam.11:1-27), Daud tidak pernah meninggalkan kesetiaannya kepada 

Allah. Ia menyesal atas dosa yang telah diperbuatnya dan mengakuinya terus 

terang di hadapan Allah, ‘Aku sudah berdosa kepada Allah!’ (2Sam.12:13). 

Oleh karena kesetiaannya itu, para pemazmur juga banyak memuji Daud 

sebagai raja Israel yang ideal (Mzm.2; 20; 21; 89; 10; 132). Kitab Samuel 

menjadi penting justru karena mengisahkan Daud, sang raja Israel pilihan 

Allah yang ideal itu. Janji Allah melalui Nabi Natan, kepada Daud tentang 

‘kerajaan kekal’ (2Sam.7:12-16) menjadi sumber harapan akan kedatangan 

 89 

  

Mesias, penyelamat bangsa Israel. Demikian pula berkat Allah kepada Daud 

menjadi simbol perlindungan Allah bagi Bangsa Israel di masa-masa sulit 

(Yes.37:33-35). Oleh karena itu, dalam konteks ini judul ‘kitab Samuel’ 

dianggap kurang tepat. Alasannya, selain tidak ditulis Samuel sendiri, kitab 

ini juga tidak berbicara banyak tentang diri Samuel. Yang menjadi pusat 

perhatian utama Kitab Samuel justru Daud sebagai raja ideal pilihan Allah. 

 

b. Narasi Tabut Perjanjian 

Dalam teks yang sekarang ada, narasi Tabut Perjanjian ini terdapat 

dalam teks 1Sam.4:1b-7:1. Narasi ini menarik karena menginterupsi narasi 

tentang Samuel. Dalam narasi Tabut Perjanjian ini, nama Samuel sama sekali 

tidak disebut. Padahal ia merupakan tokoh penting dalam teks 1Sam.1:1-4:1a 

yang menceriterakan narasi kelahirannya sampai dengan ia melayani Eli di 

Bait Allah. Sementara itu, dalam teks 1Sam.7:2a Samuel masuk ke panggung 

narasi untuk memainkan peranan kembali. Hanya dalam teks 1Sam.4-6 inilah 

Samuel sama sekali tidak tampil. Bahkan, narasi ini sebenarnya juga tidak 

sesuai dengan konteks sekitarnya. Oleh karena itu, banyak ahli berpendapat 

bahwa sebelumnya bagian ini merupakan satu blok narasi tersendiri. Pada 

tahap selanjutnya, seorang editor memasukkannya ke dalam narasi Samuel. 

Yang juga patut diperhatikan adalah bahwa dalam teks 2Sam.6 narasi tentang 

Tabut Perjanjian ini muncul lagi untuk selanjutnya menghilang untuk 

selamanya. Bagaimana hubungan antara teks 1Sam.4-6 dan teks 2Sam.6 

masih merupakan teka-teki. Jawaban untuk teka-teki ini belum juga diperoleh 

sampai saat ini. 

Narasi Tabut Perjanjian mengambil konteks peperangan antara orang 

Israel dengan musuh berbuyutannya, yaitu orang Filistin. Dalam perang itu 

Bangsa Israel dipukul kalah. Diusulkan, supaya Tabut Perjanjian yang 

tadinya disimpan di Silo dibawa ke medan pertempuran. Alasannya adalah 

 90 

  

supaya Bangsa Israel sanggup mengalahkan Filistin. Ada harapan bahwa jika 

YHWH hadir di tengah-tengah mereka, musuh dapat dikalahkan. Akan tetapi, 

ternyata tidak demikian. Bangsa Filistin tetap lebih kuat. Akibatnya, sekali 

lagi Bangsa Israel mengalami kekalahan. Bahkan, kali ini Tabut Perjanjian 

pun dirampas dan diarak ke kota-kota orang Filistin. Akan tetapi, ternyata 

Tabut Perjanjian menimbulkan kekacauan besar di negara orang Filistin. 

Hasil akhirnya, Tabut dikembalikan ke Israel. 

Ada dua butir yang bisa diambil dari narasi Tabut Perjanjian ini. 

Pertama, YHWH, Allah Israel adalah allah yang perkasa dan tidak 

terkalahkan. Kedua, kegagalan Israel berperang melawan orang Filistin 

menunjukkan rapuhnya organisasi kuno di bawah pimpinan para hakim. 

Narasi Tabut Perjanjian ini membuka kemungkinan munculnya permintaan 

akan kerajaan dari orang Israel. 

  

c. Daud dan Yerusalem 

Kendati sudah diurapi menjadi raja oleh Samuel dalam teks 1Sam.16, 

Daud tidak dapat begitu saja naik tahta. Raja Saul tetap memiliki kekuatan 

untuk mengganggunya. Selain itu, Raja Saul juga berusaha membunuhnya. 

Oleh karena itu, Daud harus mengembara ke sana ke mari. Ia bahkan harus 

pergi sampai ke tanah orang Filistin. Tampaknya, Daud memiliki tentara 

sendiri yang terdiri dari orang-orang yang tersingkir (1Sam.22:2). Barulah 

setelah Raja Saul tewas (1Sam.31), Daud dapat secara resmi naik tahta 

menjadi raja atas Yehuda dan tinggal di Hebron (2Sam.2:1-7). Selanjutnya 

dikisahkan bahwa Daud dengan bantuan pasukan pribadinya merebut 

Yerusalem (2Sam.5:6-9). Daud menjadikan kota itu sebagai kota pribadinya. 

Oleh karena itu, dalam banyak teks Kitab Suci, ditemukan ungkapan ‘Yehuda 

dan Yerusalem’. Keduanya dipisahkan karena menunjuk pada dua hal yang 

 91 

  

berbeda. Yehuda adalah kerajaan. Sementara itu, Yerusalem adalah milik 

pribadi Daud. 

Yerusalem bukanlah kota yang memiliki tradisi religius yang tua seperti 

Silo atau Betel atau yang lain. Oleh karena itu, Daud harus mengusung Tabut 

Perjanjian ke Yerusalem dan meletakkannya di sana (2Sam.6). Berkat 

kehadiran Tabut Perjanjian, Yerusalem mendapatkan ikon penting. Ikon 

penting tersebut sekaligus mengangkat derajat Yerusalem sebagai kota yang 

penting. Yerusalem menjadi pusat agama karena Tabut Perjanjian ada di sana. 

Narasi ini mengantar pada pokok penting berikutnya. 

    

d. Nubuat Natan tentang Daud dan Keturunannya (2Sam.7:15-16) 

Daud ingin mendirikan rumah bagi Tabut Perjanjian. Akan tetapi, 

melalui Nabi Natan, YHWH menolak. YHWH berfirman bahwa anak Daud-

lah yang akan mendirikan rumah bagi-Nya (2Sam.7:13). Selain itu, YHWH 

juga menyampaikan janji untuk Daud.  

 

“Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia 

melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan 

yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak 

manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti 

yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari 

hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-

lamanya di hadapan-Ku, tahtamu akan kokoh untuk selama-lamanya” 

(2Sam.7:14-16). 

 

Memang benar bahwa nanti anak Daud, yaitu Salomo yang membangun 

Bait Allah (1Raj.5-8). Alasan mengapa Daud tidak dapat atau tidak boleh 

membangun Bait Allah muncul dalam teks 1Raj.5:3-4.  

 92 

  

 

“Engkau tahu bahwa Daud, ayahku, tidak dapat mendirikan sebuah 

rumah bagi nama TUHAN, Allahnya, oleh karena musuh-musuhnya 

memerangi dia dari segala jurusan, sampai TUHAN menyerahkan 

mereka ke bawah telapak kakinya. Tetapi sekarang, TUHAN, Allahku, 

telah mengaruniakan keamanan kepadaku di mana-mana, tidak ada 

lagi lawan dan tidak ada lagi malapetaka menimpa.” 

 

Nubuat Natan ini menjadi penting bagi perjalanan sejarah Bangsa Israel 

selanjutnya. Bahkan nubuat ini tetap penting sampai ke periode kekristenan. 

Janji YHWH melalui Nabi Natan ini menjadi pegangan kokoh bagi bangsa 

Israel. Saat kerajaan Daud akhirnya pecah menjadi dua setelah periode 

Salomo, Kerajaan Yehuda (Selatan) tetap setia pada dinasti Daud. Keturunan 

Daud tetap menjadi raja di Kerajaan Selatan. Sementara itu di Kerajaan Utara 

beberapa dinasti muncul dan jatuh. Akan tetapi, saat akhirnya Kerajaan 

Selatan mengalami kehancuran dan penduduknya dibuang ke Babel, terjadi 

kegoncangan karena ternyata nubuat Natan ini gagal. 

Sesudah pembuangan Babel, praktis Bangsa Israel tidak lagi memiliki 

kerajaan yang merdeka. Dengan demikian, Bangsa Israel tidak lagi memiliki 

raja keturunan Daud. Kegagalan demi kegagalan yang dialami membuat 

nubuat Natan dipertanyakan. Kendati demikian, harapan akan raja keturunan 

Daud ini tidak pernah hilang dari keyakinan religius Bangsa Israel. Jauh di 

lubuk hati, mereka masih tetap mengharapkan bahwa suatu saat YHWH akan 

memulihkan tahta kerajaan Daud, raja ideal sepanjang sejarah Bangsa Israel. 

Walaupun pengharapan ini tidak pernah hilang, dalam sepanjang 

perjalanan sejarah, nubuat Natan ini direfleksikan secara baru. Di satu pihak, 

memang tetap ada pengharapan bahwa raja ideal keturunan Daud sungguh 

akan datang di masa depan yang akan memulihkan situasi bangsa Israel. Akan 

 93 

  

tetapi, di pihak lain, ada juga yang mulai merefleksikan dan memahaminya 

secara lebih spiritual. Refleksi itu meyakini bahwa raja ideal keturunan Daud 

tidak datang untuk memulihkan Kerajaan Tunggal Israel dalam makna sosial-

politik. Kerajaan itu akan lebih bersifat rohani. 

Di sini, dapat dilihat bagaimana Perjanjian Baru menyajikan gambaran 

kedua pemahaman tentang hal ini. Perjanjian Baru menempatkan sosok 

Yesus, sekaligus kesalahpahaman para murid tentang peran-Nya sebagai 

penerus-pengganti Daud ini. Ada kecenderungan bahwa para murid 

mengharapkan Yesus sebagai tokoh yang akan hadir untuk memulihkan 

kerajaan Israel. Misalnya, dalam teks Kis.1:6 para murid bertanya, ‘Tuhan, 

maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?’ Sejumlah 

teks lain juga mengisyaratkan pemahaman seperti itu. Akan tetapi, Yesus 

tidak tampil sebagai raja dalam makna duniawi. Yesus tampil lebih bersifat 

spiritual.  

Jika sering kali didengar pernyataan bahwa Yesus adalah Mesias 

keturunan Daud, pernyataan itu harus dipahami dalam konteks ini. Sebutan 

‘mesias’ memuat makna ‘yang terurapi’. Dalam tradisi Perjanjian Lama, 

mereka yang diurapi terutama adalah raja. Oleh karena itu, jika dikatakan 

bahwa Yesus adalah Mesias keturunan Daud, sebenarnya yang mau dikatakan 

adalah bahwa Yesus adalah ‘raja’ keturunan Daud. Yesus adalah pemenuhan 

nubuat Natan yang terdapat dalam teks 2Sam.7 ini. 

Peristiwa atau tokoh-tokoh yang muncul kemudian dan mengklaim diri 

sebagai keturunan Daud dapat ditempatkan dalam kerangka pikir yang sama. 

Salah satu contoh adalah peristiwa yang pernah terjadi di Waco, Texas, 

Amerika. Peristiwa itu adalah tentang seorang bernama Vernon Wayne 

Howell (17 Agustus 1959 – 19 April 1993). Dalam perjalanan hidupnya tokoh 

ini mengganti namanya menjadi David Koresh. Ia menganggap dirinya 

sebagai keturunan Daud sekaligus penerus Koresy, raja Persia. Selanjutnya 

 94 

  

David Koresh mendirikan kelompok yang disebut dengan ‘Ranting Daud’ 

(Branch Davidian). Kelompok ini akhirnya dihabisi FBI pada 1993 bersama 

dengan para pengikut setianya. Alasannya, kelompok ini telah menebar 

keresahan dengan menyebarkan ajaran sesat dan menubuatkan kiamat. Dalam 

konteks ini nubuat memang kerap menjadi gagasan teologis yang terus 

relevan hingga kini.  

 

e. Saul di En-Dor (1Sam.28) 

Bagian sebelumnya, menunjukkan bahwa janji YHWH kepada Daud 

melalui Nabi Natan tetap hidup. Sepanjang sejarah nubuat ini ditafsirkan dari 

sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Pokok yang akan 

dibicarakan di bagian ini, terutama peristiwa Saul di En-Dor, menjadi narasi 

yang berbeda dengan bagian sebelumnya. Akan tetapi, narasi ini tetap berada 

dalam koridor religiusitas bangsa Israel. narasi ini juga dapat memberi 

inspirasi guna memahami fenomena serupa pada zaman sekarang ini. 

Narasi Saul di En-Dor adalah satu-satunya narasi dalam Kitab Suci 

yang secara eksplisit mengisahkan praktik religius yang dilarang berdasarkan 

Hukum Taurat (Ul.18:11-12). Praktik yang dimaksudkan adalah praktik 

berkonsultasi dengan arwah atau nekromansi. Bagian awal narasi sudah 

menerangkan bahwa ‘Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para 

pemanggil arwah dan roh peramal’ (1Sam.28:3). Dari sini dapat muncul 

pertanyaan terkait ‘disingkirkan ke mana para pemanggil arwah itu?’ 

pertanyaan selanjutnya adalah, ‘Siapa mereka?’ Menyimak aturan tentang 

para spesialis ini seperti dalam teks Ul.18:9-14, terlihat bahwa mereka ini 

adalah orang-orang asing atau non-Israel (1sam.28:9.14). Oleh karena itu, 

mereka harus disingkirkan (1Sam.28:12). Dengan menjadi seorang 

pemanggil arwah atau peramal berarti mereka menjadi seorang asing dan 

harus diusir keluar ke luar wilayah Israel. Tidak diketahui dengan jelas 

 95 

  

identitas sang perempuan pemanggil arwah. Apakah ia seorang Israel atau 

orang asing atau setengah asing atau bukan. En-Dor adalah sebuah daerah di 

perbatasan antara Israel dan Filistin. Dengan melarikan diri ke En-Dor, 

perempuan itu dapat dengan mudah melarikan diri ke tanah asing. Akan 

tetapi, ia tetap dapat dihubungi jika memang diperlukan. Demikianlah, Saul 

akan menghubungi perempuan itu. 

Dalam konteksnya, keterangan pada teks 1Sam.28:3 menjadi kurang 

sesuai. Tampaknya, ini hanya sebagai tambahan yang tidak sangat relevan 

dalam konteks teks 1Sam.28:3. Tanpa ayat ini pun, narasi berjalan dengan 

lancar. Akan tetapi, kenyataan bahwa keterangan ini dipasang di sini 

membutuhkan pemahaman lain lagi. Teks 1Sam.28:3b nampaknya sengaja 

dipasang guna mengkontraskan yang dilakukan Saul, yaitu menyingkirkan 

para pemanggil arwah sekaligus  mencari dan menemukan seorang 

perempuan sihir di En-Dor. Dengan kata lain, teks seperti hendak 

menunjukkan bahwa kendati Saul sudah berusaha memusnahkan segala yang 

berbau necromancy, ternyata di bawah tanah, masih ada juga orang-orang 

yang berpraktik seperti itu. Tindakan formal yang diambil Saul, yaitu 

menyingkirkan para pemanggil arwah dan roh peramal, ternyata tidak mampu 

memusnahkan mereka sampai ke akar-akarnya. Masih ada saja praktisioner 

yang terluput dari tindakan sapu bersih Saul. Yang ada di tataran formal-

resmi, ternyata berbeda dengan yang ditemukan di tataran non-formal. 

Saat merasa bahwa jalan yang ‘legal’ untuk mencari petunjuk YHWH 

dalam wujud mimpi, urim dan nabi (1Sam.28:6) tidak memberi jawaban, Saul 

memerintahkan bawahannya mencari baginya ‘seorang perempuan yang 

sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta 

petunjuk kepadanya’ (1Sam.28:7). Terjadilah. Saul meminta petunjuk pada 

perempuan itu. perempuan itu pun memanggil arwah Samuel. Samuel 

memberikan jawaban yang diinginkan Saul. Yang menarik, jawaban itu tepat.  

 96 

  

Menarik diperhatikan, alasan Saul untuk berkomunikasi dengan arwah. 

Saat segalanya tampak buntu, tidak ada jalan keluar lagi, akhirnya segala 

macam cara pun dipakai guna mencapai tujuan. Mungkin tidak berlebihan 

jika dikatakan bahwa pada zaman sekarang ini pun, banyak orang yang juga 

mengalami kekecewaan, entah dengan alasan apa pun. Dalam situasi kecewa 

seperti itu, dengan mudah orang akan mencari dan mencoba solusi yang 

paling cepat dan mudah, kendati mungkin bertentangan dengan ajaran iman. 

Narasi tentang Saul di En-Dor justru menunjukkan bahwa konsultasi dengan 

‘pihak lain’ itu ternyata membuahkan hasil. 

   

f. Kisah Daud dan Batsyeba (2Sam.11) 

Seperti sudah disinggung, narasi-narasi yang terdapat dalam Kitab 

Samuel dan Kitab Raja-raja harus dianggap istimewa karena menunjukkan 

kemampuan berkisah yang sangat bagus. Jika tadinya orang menganggap 

bahwa narasi-narasi yang menunjukkan detil-detil yang teliti merupakan hasil 

karya saksi mata, kini banyak orang memandangnya sebagai suatu karya 

sastra yang berdasarkan peristiwa historis (fiksi-historis – historical fiction). 

Salah satu narasi terkenal dari rangkaian narasi tentang Raja Daud adalah 

narasi yang menceritakan perselingkuhannya dengan Batsyeba (2Sam.11). 

Bagi banyak orang, mungkin narasi ini menjadi batu sandungan. Narasi 

ini dapat menjadi batu sandungan bukan karena berkisah tentang petualangan 

seks atau sisi pornografinya, melainkan karena petualangan seks itu dilakukan 

seorang yang seharusnya menjadi teladan, yaitu raja Daud. Harus diakui 

bahwa dalam narasi ini, moralitas Raja Daud ditampilkan rontok sampai ke 

titik paling rendah. Ia tidak hanya mengingini dan mengambil Batsyeba. Teks 

melukiskannya secara rinci dengan ‘menariknya, Batsyeba juga tidak 

digambarkan menolak Daud... atau mungkin karena Daud adalah raja?’. 

Akan tetapi, Raja Daud juga mengambil Batsyeba dengan tipu muslihat. Ia 

 97 

  

melenyapkan suami sah Batsyeba, yaitu Uria, orang Het itu. Sebelum 

ketahuan, usaha menutupi dosa Daud itu dilakukan dengan amat halus dan 

tersembunyi. Akan tetapi, pada pelaksanaannya usaha tersebut berlangsung 

dengan cara sangat licik dan kasar. Upaya licik dan kasar itu harus terjadi saat 

strategi yang halus tidak menghasilkan buah yang sesuai dengan keinginan 

Daud. Akhir narasi menyatakan bahwa ‘hal yang telah dilakukan Daud itu 

adalah jahat di mata TUHAN’ (1Sam.28:27). 

Mengapa narasi semacam ini dimasukkan dan dikisahkan dalam Kitab 

Suci? Ada banyak kemungkinan jawaban yang bisa dikemukakan. Akan 

tetapi, mungkin satu saja cukup. Dengan memasukkan narasi tentang Raja 

Daud yang melakukan dosa itu, teks mau menegaskan bahwa dosa sang raja 

tidak mengakibatkan rakyat sengsara. Berkah Allah kepada seluruh bangsa 

tidak terhalangi dosa satu orang, yaitu sang raja! Pada zaman itu, dapat saja 

muncul pertanyaan seputar hal ini. Jika raja berdosa, apakah rakyat tidak ikut 

juga menerima getahnya? Jawabnya: tidak! 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Isi Kitab 1-2Samuel ini berputar-putar di sekitar para tokoh utamanya, 

yaitu Samuel, Saul, dan Daud. Seperti dapat dilihat, para tokoh itu tidak 

dihadirkan satu sesudah yang lain. Melalui tokoh-tokoh ini, Allah 

melaksanakan dan menggenapi rencana-Nya dalam kehidupan Bangsa 

Israel. Para tokoh tersebut hadir dalam narasi secara tumpang tindih. 

(2) Tidak seperti kebanyakan tulisan Kitab Suci yang lain, Kitab 1-2Samuel 

memperlihatkan perhatian yang lebih rinci terhadap penulisan karya 

sastra. Dialog-dialog kata per kata yang panjang dan detail tentang tokoh-

tokoh dan kejadian dicatat dengan cermat. Berdasarkan itu, pada mulanya 

banyak ahli berpendapat bahwa Kitab 1-2Samuel ditulis seseorang yang 

terlibat di dalam kejadian-kejadian itu sendiri. 

 98 

  

(3) Ada dua butir yang bisa diambil dari narasi Tabut Perjanjian ini. 

Pertama, YHWH, Allah Israel adalah allah yang perkasa dan tidak 

terkalahkan. Kedua, kegagalan Israel berperang melawan orang Filistin 

menunjukkan rapuhnya organisasi kuno di bawah pimpinan para hakim. 

Narasi Tabut Perjanjian ini membuka kemungkinan munculnya 

permintaan akan kerajaan dari orang Israel. 


TINJAUAN KITAB RUT DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Dalam Kitab Suci Ibrani (teks Masoretik) hanya terdapat dua Kitab 

‘Roman Sejarah’. Pertama, Kitab Rut. Kedua, Kitab Ester. Baik Kitab Rut 

maupun Kitab Ester masuk ke dalam kelompok Hagiographa (ketubim). 

Keduanya juga masuk ke dalam ‘Megillot’. ‘Megillot’ adalah lima gulungan 

yang dibacakan pada pesta-pesta besar Yahudi. Kitab Rut menempati posisi 

di antara Kitab Amsal dan Kitab Kidung Agung. Sedangkan Kitab Ester 

menempati posisi di antara Kitab Ratapan dan Kitab Daniel. Di lain pihak, 

dalam Kitab Suci Yunani (Septuaginta) dan Latin (Vulgata) terdapat empat 

kitab Roman Sejarah. Keempatnya adalah Kitab Rut, Kitab Ester, Kitab 

Tobit, dan Kitab Yudit. Dalam kedua versi Kitab Suci itu, Kitab Rut 

menempati posisi di antara Kitab Hakim-hakim dan Kitab Samuel. Oleh 

karena itu, Kitab Rut masuk ke dalam kelompok ‘Kitab-kitab Sejarah’ atau 

 101 

  

‘nebî’îm ri’syonîm’ atau ‘Nabi-nabi terdahulu’. Penempatan ini berdasarkan 

pada keterangan teks Rut 1:1. Teks itu menyebut ‘zaman para hakim’ sebagai 

periode kejadian peristiwa yang dikisahkan.  

Selain itu, tokoh-tokoh dalam narasi tersebut adalah nenek moyang 

Raja Daud yang selanjutnya dikisahkan dalam Kitab Samuel (Rut 4:18-22; 

1Sam.16:1-12). Dalam Kitab Suci Yunani, Kitab Ester menempati posisi 

sebelum Kitab Yudit dan Kitab Tobit. Sedangkan dalam Kitab Suci Latin, 

Kitab Ester menempati posisi sesudah Kitab Tobit dan Kitab Yudit. Oleh 

karena itu, baik dalam Kitab Suci Yunani maupun dalam Kitab Suci Latin, 

Kitab Ester, Kitab Tobit, dan Kitab Yudit dianggap kurang lebih satu periode. 

Periode yang dimaksudkan adalah sekitar zaman Ezra dan Nehemia (458-396 

sM). Periode itu membentang pada waktu sebelum pemberontakan Makabe 

(167-160 sM). Oleh karena itu, dalam Kitab Suci Yunani ketiga kitab tersebut 

(Ester, Tobit, dan Yudit) menempati posisi di antara Kitab Ezra-Nehemia dan 

Kitab Makabe. Dalam Kitab Suci Indonesia (LAI-LBI) Kitab Rut menempati 

posisi di antara Kitab Hakim-hakim dan Kitab Samuel. Sedangkan Kitab 

Ester menempati posisi di antara Kitab Ezra-Nehemia dan Kitab Ayub. Dua 

Kitab ‘Roman Sejarah’ lainnya (Tobit dan Yudit) menempati posisi dalam 

‘Deuterokanonik(a)’. Keduanya secara berurutan menempati urutan pertama 

dan kedua. 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Garis Besar Kitab Rut 

Kitab Rut memuat empat bab yang memiliki panjang kurang lebih 

sama. Keseluruhan kitab berkisah tentang kepahlawanan dan keteladanan 

seorang tokoh yang bernama Rut. Narasi berawal dengan perpindahan 

Elimelekh sekeluarga dari Betlehem-Yehuda ke daerah Moab. Yang menjadi 

penyebab kepindahan keluarga Yahudi ini adalah wabah kelaparan yang 

 102 

  

terjadi di tanah Israel. Setelah bermukim  di daerah Moab beberapa tahun, 

Elimelekh mati. Akibatnya, tinggallah istrinya, Naomi dan kedua anaknya 

laki-laki, Mahlon dan Kilyon. Narasi berlanjut dengan episode Mahlon 

menikah dengan Orpa. Selanjutnya anaknya yang lain, Kilyon menikah 

dengan Rut. Keduanya adalah perempuan Moab. Setelah sekitar sepuluh 

tahun lamanya hidup berkeluarga dan tanpa dikaruniai anak, akhirnya mati 

pulalah Mahlon dan Kilyon. Tinggallah saja Naomi beserta kedua 

menantunya, Orpa dan Rut.  

Saat musim kelaparan telah berlalu di tanah Israel, Naomi memutuskan 

untuk kembali ke daerah asalnya di Betlehem-Yehuda. Alasan lainnya adalah 

bahwa ia tidak mau hidup di tanah asing sebagai orang asing. Oleh karena itu, 

Naomi menganjurkan supaya kedua menantunya itu pulang ke rumah 

orangtua mereka masing-masing. Menanggapi anjuran mertua perempuannya 

itu, Orpa menyatakan kesepakatannya. Ia lantas segera pulang ke rumah 

orangtuanya. Akan tetapi, Rut sebaliknya. Ia memutuskan untuk mengikuti 

Naomi ke mana pun mertua perempuannya itu pergi.  

 

“Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak 

mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku 

pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: 

bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, 

aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya 

Tuhan menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu 

apa pun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!” (Rut 

1:16-17).  

 

Selanjutnya, narasi berlanjut dengan kisah perjalanan Naomi dan Rut 

pulang kembali ke Betlehem-Yehuda. Selanjutnya narasi mengisahkan proses 

 103 

  

Rut bertemu dan akhirnya menikah dengan Boas. Dari pernikahan tersebut 

akhirnya Rut melahirkan Obed. Obed adalah ayah Isai. Isai tidak lain, tidak 

bukan adalah ayah Daud (Rut 4:17). Proses narasi memuncak pada tokoh-

tokoh tersebut. Narasi juga mengungkapkan kenyataan bahwa seorang 

perempuan asing (Moab) menjadi cikal-bakal sang Raja Daud. 

 

2. Tujuan Penulisan Kitab Rut 

Maksud penulisan Kitab Rut adalah pembinaan dan peneguhan iman 

para pembaca dan pendengar dengan meneladani tokoh-tokoh dalam narasi 

tersebut. Tokoh-tokoh utama narasi Kitab Rut memberikan teladannya 

masing-masing. Pembaca dapat menemukan dan mengambil teladan mulai 

dari makna nama-nama para tokohnya. Semua nama tokoh dalam Kitab Rut 

memiliki makna khusus. Elimelekh berarti ‘Allahku raja’. Naomi berarti 

‘manisku’. Mahlon berarti ‘penyakit’. Sedangkan Kilyon berarti ‘kelemahan’. 

Orpa memiliki makna ‘berbalik’ sesuai dengan tindakannya kembali kepada 

bangsanya. Terakhir, Rut mengandung makna ‘sahabat’, selaras dengan 

tekadnya menjadi ‘sahabat seperjalanan’ mertuanya, Naomi. Paling akhir 

adalah Boas. Nama Boas mengandung makna ‘kekuatan’. Dengan 

memberikan narasi menarik tentang tokoh-tokoh itu, pengarang bermaksud 

mengajak pembaca supaya tetap percaya kepada Allah sekaligus bertindak 

sesuai dengan kehendak-Nya. 

Elimelekh percaya kepada perlindungan Tuhan, Allah Raja Semesta 

Alam. Bermodalkan kepercayaannya itu ia berani pergi ke daerah Moab untuk 

menetap di sana sebagai orang asing (Rut 1:1). Naomi, janda Elimelekh 

menunjukkan ketegaran hatinya dengan tetap setia kepada mendiang 

suaminya dengan berusaha menjamin kelangsungan keturunannya. Ia 

menikahkan kedua anaknya, Mahlon dan Kilyon (Rut 1:3-4). Demikian pula, 

saat kedua anak laki-lakinya itu mati, Naomi menganjurkan kedua 

 104 

  

menantunya, Orpa dan Rut untuk mencari suami lain (Rut 1:8-9). Selanjutnya, 

dalam episode di tanah Israel ia berusaha mempertalikan Rut dengan Boas 

(Rut 3:1-5) untuk meneruskan keturunan keluarganya. 

Dari semua tokoh yang bermain dalam narasi tersebut, pusat perhatian 

terarah pada diri Rut. Rut menjadi teladan orang beriman sejati. Rut 

menunjukkan kualitasnya sebagai orang beriman sejati dengan tetap setia 

kepada mertuanya, Naomi dan mendiang suaminya, Kilyon. Kesetiaannya itu 

nampak saat Rut menolak pulang ke rumah orangtuanya dan berkeras 

mengikuti Naomi dengan segala konsekuensinya (Rut 1:15-18). Berbeda 

dengan Orpa yang kembali kepada bangsanya dan kepada para allahnya (Rut 

1:15), Rut terus mengikuti bangsa dan Allah mertuanya (Rut 1:16; 2:11-12). 

Tokoh selanjutnya yang patut mendapat perhatian adalah Boas. Boas 

adalah orang Israel teladan. Boas menunjukkan keteladanannya dengan 

berbuat baik kepada siapa pun, termasuk juga kepada perempuan asing (Rut 

2:8-1). Boas juga menunjukkan keteladanan hidup dengan berusaha 

melaksanakan hukum penebusan (Im.25:23-25.47-49) dan Hukum Levirat 

(Ul.25:5-10). Meskipun bukan kerabat terdekat Elimelekh, Boas merasa 

berkewajiban menebus Naomi dan Rut (Rut 2:10; 3:12-13; 14:1-17) untuk 

meneruskan keturunan Elimelekh sekaligus mempertahankan dan menjaga 

tanah warisan. Dengan keteladanan ini penulis kitab bermaksud 

menyampaikan kepada pembaca bahwa kepercayaan kepada Allah dan 

kesetiaan kepada keluarga akan membawa berkat.  

 

“Telah dikabarkan orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu 

yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati, dan 

bagaimana engkau meninggalkan ibu-bapakmu dan tanah kelahiranmu 

serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak engkau kenal. 

Tuhan kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya 

 105 

  

dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh Tuhan, Allah Israel, yang di 

bawah sayap-Nya engkau datang berlindung!” (Rut 2:11-12).  

 

Bukan kebangsaan dan tanah air yang membuat seseorang menjadi 

seorang benar, melainkan kepercayaan kepada Allah dan kesetiaan kepada 

keluarga. Atas dasar kepercayaan kepada Allah dan kesetiaan kepada 

keluarga, Elimelekh meninggalkan Betlehem-Yehuda dan pergi ke daerah 

Moab untuk mencari nafkah (Rut 1:1-2). Bermodalkan kepercayaan yang 

sama, Naomi menikahkan kedua anaknya laki-laki kepada dua perempuan 

asing (Rut 1:3-4). Dengan kepercayaan yang diteladaninya dari mertua 

perempuannya, Rut meninggalkan kebangsaan dan tanah airnya, Moab untuk 

pergi mengikuti Naomi ke Betlehem-Yehuda (Rut 1:16-17; 2:11-12). 

Akhirnya, kepercayaan itu membawa Boas bersedia menebus Naomi dan Rut 

(Rut 4:1-17). 

 

3. Waktu Penulisan Kitab Rut 

Tentang waktu penulisan Kitab Rut, banyak perbedaan pendapat. 

Segala macam kemungkinan telah dikemukakan, mulai dari zaman Raja Daud 

dan Salomo sampai zaman Ezra dan Nehemia. Akan tetapi, penempatan kitab 

ini dalam Hagiographa (Ketubim), gaya bahasa yang dipakai, dan adat-istiadat 

yang disinggung, serta ajaran yang terkandung memberin indikasi bahwa 

kitab ini berasal dari zaman pasca-pembuangan. Ciri universalisme dan 

persoalan kawin campur yang dididiskusikan di dalamnya mencerminkan 

pemikiran pokok pada zaman Ezra dan Nehemia. Melawan mereka yang 

terlalu fanatik memperjuangkan nasionalisme dan menentang perkawinan 

campur (Ezr.10:1-44; Neh.13:1-3.23-28; Mal.2:10-16), Kitab Rut 

mengingatkan bahwa bukan kebangsaan atau keturunan yang menjadikan 

seseorang benar, melainkan kesalehan dan kesetiaan kepada Allah.  

 106 

  

Rut, seorang perempuan Moab yang terkutuk (Neh.13:1), ternyata jauh 

lebih saleh dan setia daripada orang Israel sendiri. Ia menemani ibu 

mertuanya, Naomi kembali ke tanah Israel (Rut 2:11). Rut juga berusaha 

menjamin keturunan bagi suaminya, Kilyon yang telah meninggal (Rut 3:6-

10). Sedangkan penebus anonim yang seharusnya melaksanakan Hukum 

Penebusan dan Hukum Levirat yang diperintahkan Allah ternyata tidak 

berlaku saleh dan setia (Rut 4:1-6). Sebaliknya Rut, seorang perempuan asing 

yang saleh dan setia jauhh lebih berharga dibandingkan tujuh orang laki-laki 

Israel yang tidak saleh dan tidak setia, seperti penebus anonim itu (Rut 4:15). 

Selanjutnya, Kitab Rut juga ingin menegaskan bahwa kawin campur tidak 

selalu membawa celaka bagi bangsa Israel. Buktinya, raja Daud sendiri 

berasal dari perkawinan campur dengan orang asing (Rut 4:17-22). Dengan 

demikian, Kitab Rut searah dengan Kitab Yunus yang memperjuangkan 

semangat universalisme dan keterbukaan di lingkungan bangsa Israel. 

 

4. Hukum Levirat: Keturunan dan Tanah 

Melalui narasi dalam Kitab Rut ini, pengarang hendak menyajikan 

sejumlah tradisi dalam dinamika kehidupan bangsa Israel. Tradisi-tradisi 

tersebut bersifat mengikat. Akibatnya, Bangsa Yahudi sungguh-sungguh 

mengusahakan diri supaya menaatinya. Dari antara tradisi-tradisi itu, 

perkawinan Levirat disajikan secara khusus di dalam Kitab Rut ini berikut 

akibat-akibatnya. Perkawinan Levirat berakar kata ‘levir’. Makna istilah 

‘levir’ yang berasal dari Bahasa Latin ini adalah ipar (saudara laki-laki 

suami). Jika suami meninggal tanpa anak, adiknya diharapkan, bahkan 

setengah dituntut untuk menikahi istrinya. Anak-anak yang lahir dari 

pernikahan ini dianggap anak suami pertama. Adat ini terdapat juga di antara 

bangsa-bangsa non-Yahudi. 

 107 

  

Tradisi ini menimpa Onan (Kej.38:8-10). Onan diharuskan mengawini 

janda abangnya. Akan tetapi, ia tidak mau memeroleh anak dari 

perkawinannya ini. Alasannya, ‘sebab bukan ia yang empunya keturunan 

nanti’ (Kej.38:9). Oleh karena itu, ‘setiap kali menghampiri isteri kakaknya 

itu, ia membiarkan maninya terbuang. Akan tetapi, yang dilakukannya itu 

adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuh dia juga’ 

(Kej.38:9b-10).   

Kitab Rut menunjukkan bahwa cakupan adat ini melampaui saudara 

kandung suami. Di sini seorang kerabat terdekat yang tidak mau disebut 

namanya, sebenarnya yang pertama-tama mempunyai kewajiban. Setelah ia 

menolak, barulah Boas menikahi Rut. Pengembangan adat itu di sini adalah 

bahwa yang menikah dengan Boas adalah Rut, bukan Naomi. Tindakan itu 

terjadi kemungkinan besar karena Naomi sudah terlalu tua untuk melahirkan 

anak. Anak itu disebut ‘anak pada Naomi’ (Rut 4:17). Dalam konteks ini, 

mereka yang berperan sebagai pengganti kakak yang wafat itu disebut 

penebus atau ‘goel’ (Rut 3:12). 

Melihat konteksnya, Perkawinan Levirat merupakan suatu institusi 

yang berfungsi untuk melindungi perkerabatan. Penebus dalam konteks ini 

adalah seorang yang berkewajiban mempertahankan kepentingan individu 

atau kelompok. Sejumlah teks menyebut dan menjelaskan beberapa ketentuan 

untuk penebus ini. Orang Israel yang menjadi budak dapat ditebus kerabatnya 

(Im.25:47-49). Untuk orang Israel yang terpaksa menjual miliknya (tanah), 

seorang penebus dapat memiliki hak untuk menebus tanah tersebut 

(Im.25:25). Tugas paling berat adalah menebus darah jika ada seorang 

anggota suku yang terbunuh. 

Dalam konteks religius atau keagamaan, Yahweh bertindak sebagai 

penebus juga (Ayub 19:25; Mzm.19:15; 78:35). Dalam konteks ini muncul 

gagasan keselamatan yang dijamin Yahweh demi Bangsa Israel. Yahweh 

 108 

  

harus mengembalikan jaminan warisan keselamatan untuk Bangsa Israel. 

Oleh karena itu, Yahweh mengembalikan Keturunan Israel dari tanah kafir 

masuk kembali ke tanah terjanji, walaupun harus melalui seorang asing 

(kafir), yaitu Rut. Dengan kata lain, Yahweh mengembalikan jalur dari 

Bethlehem menuju Moab. Analoginya, dari ‘Tanah Terjanji’ menuju ‘Tanah 

Kafir’, ke arah yang seharusnya, yaitu dari Moab ke Tanah Terjanji.  

Dari gagasan yang datang dari konsep menjamin kekerabatan ini, 

cakupan rencana keselamatan Allah (Yahweh) ini akhirnya juga mencakup 

tanah. Menurut tradisi, tanah (terjanji) adalah milik eksklusif Yahweh 

(Im.25:23). Oleh karena itu, Tanah Terjanji yang merupakan warisan Yahweh 

untuk Bangsa Israel tidak boleh dipindahtangankan (Im.25:24-28). Sejumlah 

narasi mengungkapkan timbulnya murka Allah akibat terjadinya perpindahan 

tanah warisan tersebut. Antara lain, narasi kebun anggur Nabot (1Raj.21).  

Memang, yang sebenarnya yang mendapatkan hak warisan adalah anak 

laki-laki. Sebaliknya, anak perempuan tidak. Anak-anak perempuan 

memeroleh harta (warisan) dari orangtuanya (ayah) saat mereka menikah. 

Pada saat itulah anak-anak perempuan mendapatkan hadiah dari ayah mereka 

yang dapat berupa tanah atau harta benda lainnya. Tentang warisan anak-anak 

perempuan, Kitab Suci mencatatnya secara cukup rinci dalam teks Bil.36:1-

12.  

 

“1Mendekatlah kepala-kepala puak dari kaum bani Gilead bin 

Makhir bin Manasye, salah satu dari kaum-kaum keturunan Yusuf, 

dan berbicara di depan Musa dan pemimpin-pemimpin, kepala-

kepala suku orang Israel, 2kata mereka: “TUHAN telah 

memerintahkan tuanku untuk memberikan tanah itu kepada orang 

Israel sebagai milik pusaka dengan membuang undi, dan oleh 

TUHAN telah diperintahkan kepada tuanku untuk memberikan 

 109 

  

milik pusaka Zelafehad, saudara kami, kepada anak-anaknya yang 

perempuan. 3Tetapi seandainya mereka kawin dengan salah 

seorang anak laki-laki dari suku lain di antara orang Israel, maka 

milik pusaka perempuan itu akan dikurangkan dari milik pusaka 

bapa-bapa kami dan akan ditambahkan kepada milik pusaka suku 

yang akan dimasukinya, jadi akan dikurangkan dari milik pusaka 

yang diundikan kepada kami. 4Maka apabila tiba tahun Yobel bagi 

orang Israel, milik pusaka perempuan itu akan ditambahkan 

kepada milik pusaka suku yang akan dimasukinya dan akan 

dikurangkan dari milik pusaka suku nenek moyang kami.” 5Lalu 

Musa memerintahkan kepada orang Israel sesuai dengan titah 

TUHAN: “Perkataan suku keturunan Yusuf itu benar. 6Inilah 

firman yang diperintahkan TUHAN mengenai anak-anak 

perempuan Zelafehad, bunyinya: Mereka boleh kawin dengan 

siapa saja yang suka kepada mereka, asal mereka kawin di 

lingkungan salah satu kaum dari suku ayah mereka. 7Sebab milik 

pusaka orang Israel tidak boleh beralih dari suku ke suku, tetapi 

orang Israel haruslah masing-masing memegang milik pusaka 

suku nenek moyangnya. 8Jadi setiap anak perempuan di antara 

suku-suku orang Israel yang telah mewarisi milik pusaka, 

haruslah kawin dengan seorang dari salah satu kaum yang 

termasuk suku ayahnya, supaya setiap orang Israel mewarisi milik 

pusaka nenek moyangnya. 9Sebab milik pusaka itu tidak boleh 

beralih dari suku ke suku, tetapi suku-suku orang Israel haruslah 

masing-masing memegang milik pusakanya sendiri.” 10Seperti 

yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, demikianlah diperbuat 

anak-anak perempuan Zelafehad. 11Maka Mahla, Tirza, Hogla, 

Milka dan Noa, anak-anak perempuan Zelafehad, kawin dengan 

 110 

  

anak-anak lelaki dari pihak saudara-saudara ayah mereka; 

12mereka kawin dengan laki-laki dari kaum-kaum bani Manasye 

bin Yusuf, sehingga milik pusaka mereka tetap tinggal pada suku 

kaum ayahnya.” 

 

Dari teks tersebut nampak bahwa dari segala macam harta benda, tanah 

memang yang paling utama dan paling berharga. Keluarga-keluarga Yahudi 

harus terus-menerus dengan sekuat tenaga menjaga jangan sampai tanah 

warisan milik keluarga mereka berpindah tangan ke keluarga lain, apalagi 

suku bangsa yang lain. Mereka juga meyakini bahwa mereka (generasi 

terdahulu) yang sudah meninggal akan terus memerhatikan upaya menjaga 

tanah milik keluarganya. Oleh karena itu, sejumlah tradisi menunjukkan 

bahwa keluarga-keluarga Yahudi terus berusaha menjalin relasi dengan 

mereka yang sudah meninggal dengan alasan mencari kebijakan mereka 

dalam mengambil keputusan terhadap warisan tanah itu. Kutipan berikut 

mengungkapkannya. 

  

“Dan apabila orang berkata kepada kamu: Mintalah petunjuk 

kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-

kamit,» maka jawablah: Bukankah suatu bangsa patut meminta 

petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta 

petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?”  

(Yes.8:19). 

 

Akan tetapi, sebenarnya praktik semacam ini tidak dianjurkan, 

bahkan harus dihindari.  

 

 111 

  

“Di antaramu janganlah didapati seorang pun yang 

mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan 

sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi 

petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, 

seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah 

atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada 

orang-orang mati” (Ul.18:10-11).  

 

Menjadi jelas bahwa tanah dan keturunan sangatlah penting bagi bangsa 

Yahudi. Keduanya memiliki nilai yang tak tergantinya. Selain itu, keduanya 

saling berkaitan. Tanah memiliki dimensi vertikal. Artinya, tanah adalah 

kepunyaan generasi sebelumnya yang diwariskan kepada generasi berikutnya 

sehingga harus terus dijaga. Tidak boleh terjadi tanah warisan berpindah 

tangan. Selain itu, tanah juga memiliki dimensi horisontal. Artinya, tanah 

adalah milik klan atau bangsa, bukan milik pribadi. Dengan demikian, upaya 

memelihara tanah itu juga harus dilaksanakan secara bersama dalam cakupan 

klan atau bangsa. Menjadi jelas dari konteks ini bahwa terus terjadi upaya 

merebut dan menjaga Tanah Terjanji yang dilakukan Bangsa Israel hingga 

saat ini. 

 

C. RANGKUMAN 

(1) Kitab Rut masuk ke dalam kelompok ‘Kitab-kitab Sejarah’ atau ‘nebî’îm 

ri’syonîm’ atau ‘Nabi-nabi terdahulu’. Penempatan ini berdasarkan pada 

keterangan teks Rut 1:1. Teks itu menyebut ‘zaman para hakim’ sebagai 

periode kejadian peristiwa yang dikisahkan. Dalam Kitab Suci Indonesia 

(LAI-LBI) Kitab Rut menempati posisi di antara Kitab Hakim-hakim dan 

Kitab Samuel. 

 112 

  

(2) Maksud penulisan Kitab Rut adalah pembinaan dan peneguhan iman para 

pembaca dan pendengar dengan meneladani tokoh-tokoh dalam narasi 

tersebut. Tokoh-tokoh utama narasi Kitab Rut memberikan teladannya 

masing-masing. Pembaca dapat menemukan dan mengambil teladan 

mulai dari makna nama-nama para tokohnya. Semua nama tokoh dalam 

Kitab Rut memiliki makna khusus. 

(3) Melalui narasi dalam Kitab Rut ini, pengarang hendak menyajikan 

sejumlah tradisi dalam dinamika kehidupan bangsa Israel. Tradisi-tradisi 

tersebut bersifat mengikat. Akibatnya, Bangsa Yahudi sungguh-sungguh 

mengusahakan diri supaya menaatinya. Dari antara tradisi-tradisi itu, 

perkawinan Levirat disajikan secara khusus di dalam Kitab Rut ini 

berikut akibat-akibatnya. 


TINJAUAN KITAB 1-2 RAJA-RAJA DAN TAFSIRAN ATAS 

 

 


Kitab 1-2Raja-raja bukanlah bacaan favorit dibandingkan tulisan-

tulisan Kitab Suci lainnya. Tidak hanya orang pada umumnya, para ahli pun 

sangat jarang mendiskusikan kedua kitab ini. Narasi tentang Elia dan Elisa 

menjadi perkecualiannya. Meneruskan Kitab 1-2Samuel, secara ringkas 

pembaca dapat mengatakan bahwa Kitab 1-2Raja-raja masih mengisahkan 

sejarah Kerajaan Israel. Kitab ini berbicara tentang hari-hari akhir sampai 

wafatnya Raja Daud (1Raj.2:10-11). Narasi berlanjut dengan kisah 

pemerintahan Raja Salomo (1Raj.2-11) sampai dengan kisah tentang Raja 

Yoyakhin (2Raj.25:27-30). Jika Raja Salomo menduduki tahta pada 930 sM 

dan rehabilitasi Raja Yoyakhin terjadi pada 561 sM, Kitab 1-2Raja-raja 

praktis memuat narasi sejarah yang merentang lebih dari 450 tahun. 

 115 

  

Kitab Raja-raja melanjutkan narasi yang sudah dikisahkan dalam Kitab 

1-2Samuel. Indikasi ini paling nampak dalam narasi mengenai ‘suksesi raja 

Daud’. Narasi itu membentang dari teks 2Sam.9-20 sampai dengan teks 

1Raj.1-2. Teks 2Sam.9-20 menyampaikan narasi pemberontakan dan 

perebutan tahta di antara anak-anak Daud. Sedangkan teks 1Raj.1-2 memuat 

narasi tentang upaya Raja Salomo yang akhirnya keluar sebagai pemenang, 

sekaligus menjadi raja menggantikan Raja Daud. Lebih luas dari narasi 

suksesi ini, kisah tentang terbentuknya Kerajaan Israel dalam Kitab 1-

2Samuel berlanjut dengan narasi tentang hancurnya Kerajaan Israel dalam 

Kitab 1-2Raja-raja. Kitab 1-2Samuel mengawali dirinya dengan narasi 

tentang kelahiran dan panggilan Samuel sebagai hakim terakhir (1Sam.1-7). 

Selanjutnya dikisahkan perjuangan Bangsa Israel menghendaki seorang raja 

sama seperti bangsa-bangsa lain dan tindakan Samuel mengurapi Saul 

menjadi raja Israel yang pertama (1Sam.8-15).  

Narasi berlanjut dengna pengurapan Daud menjadi raja Israel, 

persaingan antara Raja Saul dan Raja Daud, serta peralihan kekuasaan dari 

Raja Saul ke Raja Daud (1Sam.16 - 2Sam.8). Setelah itu, narasi berlanjut 

dengan riwayat hidup Raja Daud, perebutan kekuasaan di antara anak-anak 

Raja Daud, dan pengurapan Salomo menjadi raja menggantikan Raja Daud 

(2Sam.9 - 1Raj.2). Kitab ini mengakhiri dirinya dengan perjuangan Raja 

Salomo membangun Bait Allah, terpecahnya Kerajaan tunggal Israel menjadi 

dua, dan kemerosotan kedua kerajaan secara lambat laun hingga akhirnya 

hancur total (1Raj.3 - 2Raj.25). Dengan demikian, secara singkat dapat 

dikatakan bahwa Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-raja memuat narasi 

sejarah Kerajaan Tunggal Israel dari terbentuknya (1030 sM) sampai 

hancurnya (587 sM). Semua peristiwa yang dikisahkan meliputi periode 

sekitar 500 tahun (1060-587 sM). Periode tersebut terbagi dalam dua keempat 

kitab tersebut. Kitab 1-2Samuel meliputi periode sekitar 100 tahun (1060-970 

 116 

  

sM). Sedangkan Kitab 1-2Raja-raja meliputi periode sekitar 450 tahun (970-

587 sM). 

 

B. PENYAJIAN MATERI 

1. Penulis dan Garis Besar Kitab 1-2Raja-raja 

Tidak dapat ditentukan dengan persis siapa yang menulis kitab-kitab 

ini. Menurut tradisi rabbinik, yang menulis kitab ini adalah nabi Yeremia 

(Baba Bathra, 15a). Alasannya, akhir narasi Kitab Yeremia (Yer.52) sejajar 

dengan akhir narasi teks 2Raj.24:18-25:30. Akan tetapi, tentu saja, itu hanya 

menurut satu tradisi. Persisnya bagaimana, banyak ahli tidak mengetahuinya 

secara pasti. Pembagian kitab ini menjadi dua bagian juga terkesan artifisial 

saja. Nyatanya, Kitab 2Samuel berakhir tidak dengan narasi wafatnya Raja 

Daud. Padahal penulis dapat saja menyusun sedemikian rupa sehingga kitab 

tersebut ditutup dengan wafatnya tokoh tertentu seperti Kitab Ulangan dan 

Kitab Yosua. Demikian juga catatan tentang Ahazia, Raja Israel yang dimulai 

dari teks 1Raj.22:51 belum tuntas sampai dengan teks 2Raj.1:18. Sementara 

itu, narasi tentang Elia yang dimulai pada teks 1Raj.17 terus berjalan sampai 

ke teks 2Raj.2. Memperhatikan hal-hal rinci seperti itu, menjadi jelas bahwa 

motif pembagian menjadi dua bagian (1-2Raja-raja) mengindikasikan upaya 

yang artifisial belaka. Tidak ada motif-motif lain yang dapat 

dipertanggungjawabkan.  

Seperti sudah disinggung, redaksi KSDtr menggunakan macam-macam 

sumber untuk menyusun kisah sejarah yang panjang ini. Dalam Kitab 1-

2Raja-Raja sendiri disebut secara khusus tiga sumber yang digunakan 

penulis. Pertama, ‘Kitab Riwayat Salomo’ (1Raj.11:41). Kedua, ‘Kitab 

Sejarah Raja-raja Israel’ (1Raj.14:19; 15:31: 16:5ss). Ketiga, ‘Kitab Sejarah 

Raja-raja Yehuda’ (1Raj.14:29; 15:7.23ss). Ketiga sumber informasi ini 

merupakan arsip resmi kerajaan yang masih dapat diperoleh pada zaman 

 117 

  

penyusunan Kitab 1-2Raja-raja (562-539 sM). Terkait dengan ketiga sumber 

tersebut, perlu diingat kembali bahwa sudah sejak zaman Raja Daud (1000 

sM) sudah ada semacam ‘panitera negara’ (2Sam.8:17; 20:25; 1Taw.18:16; 

bdk. 1Raj.4:3). Fungsi ini bertugas mencatat peristiwa-peristiwa penting 

seputar kerajaan. Selain ketiga sumber dari istana kerajaan ini, penulis Kitab 

1-2Raja-raja juga menggunakan sumber-sumber dari tradisi kenabian. 

Misalnya, tradisi Elia (1Raj.17-19; 21; 2Raj.1), tradisi Elisa (2Raj.2:1-8:15; 

13:14-21), tradisi Yesaya (2Raj.18:17-20:19), tradisi Ahia (1Raj.11:29-39; 

14:1-18), dan tradisi nabi-nabi lain (Semaya, Yehu, Mikha, Yunus, Khulda, 

dan sejumlah nabi tanpa nama). Sumber dari arsip kenizah dan tradisi 

keimanan juga dijadikan bahan informasi bagi penulis (1Raj.6-7; 8:1-11.62-

66; 2Raj.11:4-20; 12:4-16; 16:10-16; 22:3-20). Penulis atau penyusun 

menyusun kembali semua sumber yang beraneka ragam ini setelah 

dikumpulkan, disatukan, dan diedit menjadi suatu rangkaian narasi menarik, 

seperti yang dapat dibaca dalam Kitab 1-2Raja-raja sekarang.  

Bahan-bahan itu pun diolah dan disusun kembali berdasarkan ideologi 

dan minat para penyusun. Jika diyakini bahwa penyusun kitab ini adalah 

kelompok Deuteronomistis, jelaslah bahwa sudut pandang atau ideologi 

Deuteronomistik juga dapat ditemukan dalam kitab ini. Jika dibandingkan 

dengan Kitab 1-2Samuel, kentara sekali bahwa tangan redaksi lebih kelihatan 

dalam Kitab 1-2Raja-raja. Sentuhan redaksional ini nampak jika diperhatikan 

garis besar Kitab 1-2Raja-raja ini. 

 

- Akhir ‘narasi suksesi’ dengan Salomo sebagai pemenang atas 

kerajaan Daud (1Raj.1-2:46).  

- Pemerintahan Salomo (1Raj.3-11). 

- Perpecahan Kerajaan Tunggal Israel dan narasi awal dua 

Kerajaan (1Raj.12-16). 

 118 

  

- Narasi seputar Nabi Elia dan Elisa dan peperangan melawan 

Aram ( 1Raj.17 - 2Raj.8). 

- Narasi lanjutan dua Kerajaan sampai keruntuhan Samaria pada 

722-721 sM (2Raj.9-17) 

- Kerajaan Yehuda dari keruntuhan Samaria sampai pembuangan 

ke Babel dan keruntuhan Yerusalem dalam 587-586 sM serta 

peristiwa-peristiwa sekitar 562 sM yang meliputi Ewil-

Merodakh berbelas kasih kepada Yoyakhin (2Raj.18-25). 

 

2. Beberapa Topik dalam 1-2Raja-raja 

Sejumlah topik berikut ditemukan dalam Kitab 1-2 Raja-raja. Diskusi 

dan pembahasan tentang topik-topik ini menarik diperhatikan. 

 

a. Skema Narasi 

Narasi sejarah yang terdapat dalam Kitab 1-2Raja-raja menunjukkan 

suatu skema yang konsisten. Skema tersebut dengan jelas menunjukkan 

bahwa dalam gabungan kitab tersebut tangan seorang redaktur bermain. 

Gambaran sejarah disusun dengan memakai skema yang sama. Skema itu 

adalah berikut ini. 

 

(1) Sinkronisme dengan raja kerajaan tetangga 

(2) Umur (hanya bagi Raja-raja Yehuda) 

(3) Durasi memerintah  

(4) Nama dan asal-usul dari Ibu Suri (hanya bagi Raja-raja Yehuda) 

(5) Pertimbangan tentang raja dari sudut pandang religius 

(6) Catatan tentang sumber informasi yang lebih lengkap mengenai 

raja 

(7) Kematian dan makam raja dan nama penggantinya 

 119 

  

(8) Dalam skema itu disisipkan kadang-kadang beberapa catatan 

tentang peristiwa atau perbuatan khusus 

 

Contoh skema narasi dalam teks 1Raj.22:41-51. 

 

41 (1) Yosafat, anak Asa, menjadi raja atas Yehuda dalam tahun 

keempat zaman Ahab, raja Israel. 42 (2) Yosafat berumur tiga puluh 

lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan (3) dua puluh lima tahun 

lamanya ia memerintah di Yerusalem. (4) Nama ibunya ialah 

Azuba, anak Silhi. 43 (5) Ia hidup mengikuti jejak Asa, ayahnya; ia 

tidak menyimpang dari padanya dan melakukan apa yang benar di 

mata TUHAN. 44 Hanya bukit-bukit pengorbanan tidak dijauhkan. 

Orang masih mempersembahkan dan membakar korban di bukit-

bukit itu.  45 (8) Dan Yosafat hidup dalam damai dengan raja Israel. 

46 (6) Selebihnya dari riwayat Yosafat dan kepahlawanan yang 

dilakukannya dan bagaimana ia berperang, bukankah semuanya itu 

tertulis dalam kitab sejarah raja-raja Yehuda? 47 (8) Dan sisa 

pelacuran bakti yang masih tinggal dalam zaman Asa, ayahnya, 

dihapuskannya dari negeri itu. 48  Tidak ada raja di Edom, karena 

itu yang menjadi raja ialah seorang kepala daerah.  49  Yosafat 

membuat kapal-kapal Tarsis untuk pergi ke Ofir mengambil emas, 

tetapi kapal-kapal itu tidak jadi pergi ke sana, sebab kapal-kapal itu 

pecah di Ezion-Geber. 50 Pada waktu itu Ahazia, anak Ahab, 

berkata kepada Yosafat: “Baiklah anak buahku pergi bersama-

sama anak buahmu dengan kapal-kapal itu.” Tetapi Yosafat tidak 

mau. 51 (7) Kemudian Yosafat mendapat perhentian bersama-sama 

dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di samping nenek 

 120 

  

moyangnya di kota Daud, bapa leluhurnya. Maka Yoram, anaknya, 

menjadi raja menggantikan dia. 

 

Pada bagian sebelumnya sudah dinyatakan dalam butir (8), bahwa 

kadang-kadang disisipkan sejumlah catatan dalam laporan tentang seorang 

raja. Selain dari itu, terdapat sejumlah narasi atau deretan narasi-narasi agak 

panjang yang memecah skema tersendiri. Contoh-contohnya adalah berikut 

ini. 

  

- Narasi seputar RajaYerobeam I (1Raj 12-14). 

- Narasi tentang perang-perang melawan Aram dan sederetan narasi 

tentang Elia dan Elisa (1Raj.17 - 2Raj.8). 

- Pembaharuan Perjanjian dan pembaharuan Deuteronomistis di 

bawah pimpinan raja Yosia (2Raj.22-23). 

- Kata penutup kitab yang memuat narasi penghancuran Yerusalem 

dan pembuangan ke Babel (2Raj.25). 

 

Dari hasil penilaian masing-masing raja, nampak dengan jelas bahwa 

kebanyakan raja tidak setia kepada Allah. Di Kerajaan Israel (Utara) semua 

raja berbuat jahat dengan mengikuti jejak Yerobeam menyembah berhala. Di 

kerajaan Yehuda hanya dua raja yang sungguh setia kepada Allah (Raja 

Hizkia dan Raja Yosia), enam raja yang agak setia (Raja Asa, Raja Yosafat, 

Raja Yoas, Raja Amazia, Raja Azarya atau Raja Uzia, dan Raja Yotam). 

Sisanya sama sekali tidak setia. Dengan demikian, penulis ingin menegaskan 

bahwa sesudah kematian Raja Daud, Kerajaan Israel terus-menerus merosot 

karena raja-rajanya tidak setia kepada Allah. Sebelum wafatnya, Raja Daud 

memang telah berpesan kepada penggantinya, yaitu Salomo.  

 

 121 

  

“Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap Tuhan, Allahmu, 

dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap 

mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan, dan ketentuan-Nya, 

seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung 

dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju, dan 

supaya Allah menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yaitu: 

Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup dihadapan-Ku dengan setia, 

dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu 

takkan terputus dari takhta kerajaan Israel!” (1Raj.2:3-4). 

 

 Pesan Raja Daud ini masih ditegaskan sekali lagi oleh Allah sendiri 

ketika Ia menampakkan diri kepada Raja Salomo (bdk. 1Raj.9:4-5). Akan 

tetapi, ternyata Raja Salomo tidak menuruti pesan ini. Ia mengawini 

perempuan-perempuan asing. Ia juga ikut sujud menyembah allah-allah 

mereka (bdk. 1Raj.11:1-8). Pengganti Raja Salomo, Raja Yerobeam, bahkan 

melakukan kejahatan yang lebih hebat lagi. Ia mendirikan dua tempat ibadat 

baru. Masing-masing di Dan dan di Betel guna menandingi tempat ibadat 

resmi di Yerusalem. Ia juga membuat dua patung lembu emas sebagai ganti 

Tabut Perjanjian. Ia mengangkat imam-imam yang bukan keturunan Lewi 

dan menentukan hari-hari raya sendiri (bdk. 1Raj.12:25-33). Demikianlah 

seterusnya raja-raja pengganti Daud ‘melakukan apa yang jahat di mata 

Allah» dan «mengakibatkan orang Israel berdosa pula’. Istilah dalam tanda 

kutip ini adalah istilah yang sering dipakai. Akibatnya, Allah menjadi murka 

dan mengoyakkan Kerajaan Tunggal Israel menjadi dua (1Raj.11:9-13) dan 

selanjutnya menghancurkannya (2Raj.17:1 - 23; 25:1-21). 

Pesan pokok Kitab 1-2Raja-Raja dapat dirumuskan sebagai berikut. 

 

 122 

  

(1) Pelaksanaan janji Allah kepada raja Daud (2Sam.7:12-16) 

bergantung pada kesetiaan bangsa Israel sendiri kepada Allah 

(1Raj.9:4-9). Jika Bangsa Israel setia kepada Allah, Allah akan 

melaksanakan janji-Nya (1Raj.9:4-5). Sebaliknya, jika Bangsa 

Israel tidak setia kepada Allah, Allah akan menarik kembali janji-

Nya (1Raj.9:6-9).  

(2) Bangsa Israel ternyata tidak setia kepada Allah. Mereka 

meninggalkan Allah mereka. Padahal, Allah yang membebaskan 

mereka dari perbudakan Mesir. Akan tetapi, mereka berpaling dari 

Allah dan pergi sujud menyembah allah-allah lain. Oleh karena itu, 

Allah menarik kembali janji-Nya. Ia mengoyakkan Kerajaan 

Tunggal Israel (1Raj.11:9-13) dan menghancurkannya (2Raj.17:1-

23; 25:1-21).  

(3) Kehancuran Kerajaan Tunggal Israel merupakan akibat langsung 

dari ketidaksetiaan bangsa Israel sendiri, bukan akibat kelalaian 

Allah dalam melaksanakan janji-Nya (2Raj.17:7-23). 

  

Allah tetap memegang teguh janji-Nya. Akan tetapi, Bangsa Israel telah 

berlaku tidak setia kepada Allah. Dengan pesan ini, penulis Kitab 1-2Raja-

Raja ingin mengajar bangsa Israel yang telah mengalami kehancuran kerajaan 

dan pembuangan ke Babel. Pesan bertujuan supaya Bangsa Israel mulai 

membangun kembali kesetiaan kepada Allah jika masih mengharapkan 

pelaksanaan janji Allah kepada Daud. Menurut penulis, harapan tetap ada 

sejauh Bangsa Israel kembali berlaku setia kepada Allah. Harapan ini sengaja 

dibangkitkan penulis pada bagian akhir kitabnya, dengan mengisahkan upaya 

Ewil-Merodakh, Raja Babel, mengasihani Yoyakhin, Raja Yehuda. Ewil-

Merodakh melepaskannya dari penjara serta memperlakukannya secara 

 123 

  

sangat terhormat. Perlakuannya ini melebihi perlakukan terhadap raja-raja 

tawanan lain (2Raj.25:27-30). 

Salah satu ciri khas Kitab 1-2Raja-Raja adalah memuat banyak nubuat 

dan pemenuhannya. Dari zaman Raja Salomo (1Raj.13) sampai zaman Raja 

Yosia (2Raj.22), terus bermunculan nabi-nabi yang menubuatkan sesuatu. 

Semua nubuat ini cepat atau lambat pasti terpenuhi. Jika tidak pada zaman 

raja bersangkutan, nubuat ini akan terpenuhi pada zaman anaknya atau cucu-

cicitnya. Dalam Kitab 1-2Raja-raja terdapat sebanyak 45 nubuat dan 

pemenuhannya yang tersebar di kedua bagian kitab (25 nubuat dalam Kitab 

1Raja-Raja dan 20 nubuat dalam Kitab 2Raja-Raja).  

Sedemikian banyaknya nubuat dan pemenuhannya sehingga setiap 

pembaca Kitab 1-2Raja-raja pasti akan sampai pada simpulan bahwa firman 

Allah, yang diucapkan para nabi, bagaimana pun juga akan terlaksana, yaitu 

‘Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman Allah yang 

kauucapkan itu adalah benar!’ (1Raj.17:24; bdk. 17:14-16; Yes.45:23; 

55:11). Oleh karena itu, sebagaimana semua nubuat nabi lain telah terlaksana 

(bdk. 1Raj.11:30-31 dan 12:15; 1Raj.13:2-3 dan 2Raj.23:15-17; 1Raj.14:7-11 

dan 15:29; 1Raj.14:12 dan 14:17; 1Raj.16:1-4 dan 16:12; 1Raj.21:23 dan 

2Raj.9:36-37; 2Raj.1:6.16 dan 1:17; 2Raj.7:1-2 dan 7:16-20; 2Raj.10:30 dan 

15:12; 2Raj.21:10-14 dan 24:2-3; 2Raj.22:20 dan 23:30; 2Raj.23:27 dan 

24:11-13), demikianlah pula nubuat nabi Natan kepada Daud (2Sam.7:12-16) 

pasti akan terlaksana di masa yang akan datang.  

Keyakinan iman seperti ini memang sangat dibutuhkan Bangsa Israel 

yang sudah putus asa dan tanpa harapan karena mengalami kenyataan pahit 

berturut-turut dalam periode 722-721 sM (kehancuran Samaria) dan dalam 

periode 587-586 sM (kehancuran Yerusalem). Bagi mereka, janji Allah 

kepada Raja Daud melalui Natan adalah ‘omong kosong’ belaka. Buktinya, 

baik Kerajaan Israel (Utara) maupun Kerajaan Yehuda (Selatan) telah hancur. 

 124 

  

Bukankah Allah menjanjikan suatu kerajaan yang ‘kokoh untuk selama-

lamanya’ (dalam bahasa Ibrani adalah nākôn ‘ad ‘ôlām). Muncul pertanyaan, 

di mana gerangan kerajaan itu? Kitab 1-2Raja-Raja dengan caranya sendiri 

telah berjasa dalam membangkitkan kembali harapan Bangsa Israel yang 

sudah mati sesudah pembuangan. 

 

b. Salomo dan Runtuhnya Kerajaan 

Sampai dengan teks 1Raj.11 narasi didominasi seorang tokoh tunggal, 

yaitu Raja Salomo. Raja Salomo memang seringkali dianggap sebagai raja 

ideal. Prestasi utamanya adalah membangun Bait Allah di Yerusalem. 

Pembacaan secara teliti menunjukkan juga sisi kelabu dari pemerintahan dan 

pribadi Raja Salomo. Narasi perjuangan Salomo naik takhta dikisahkan dalam 

teks 1Raj.1. Narasi ini merupakan suatu kisah yang menarik. Narasi ini 

mengisahkan hari-hari terakhir raja Daud yang sudah renta serta lemah 

(1Raj.1:1). Dalam kondisi seperti itu, Adonia yang adalah anak kedua Raja 

Daud setelah Absalom meninggikan diri dengan memproklamasikan diri 

sebagai raja dengan ungkapan ‘Aku ini mau menjadi raja’ (1raj.1:5). Selain 

itu, ia juga mengumpulkan para pendukung di sekitarnya, seperti Yoab sang 

military commander dan Abyatar sang imam. Sebagai reaksi atas inisiatif 

Adonia itu, muncul gerakan ‘bawah tanah’ yang diprakarsai Nabi Natan 

(1Raj.1:11-27). Konspirasi istana ini melibatkan penasihat spiritual kerajaan, 

yaitu Nabi Natan dan istri raja, yaitu Batsyeba. Dalam narasi-narasi 

sebelumnya, Batsyeba tidak terlalu memainkan peranan. Pada saat kritis ini, 

ia muncul dan berperan besar. Ia melakukan itu demi kepentingan anaknya, 

yaitu Salomo. Gerakan yang juga melibatkan penipuan atas raja Daud ini 

nampaknya sudah pikun, tetaplah berhasil. Salomo diangkat menjadi raja 

menggantikan Raja Daud (1Raj.1:29-30). 

 125 

  

Setelah naik takhta, segera Raja Salomo mengambil langkah-langkah 

yang perlu untuk mengamankan pemerintahannya. Akan tetapi, ia juga 

mengambil langkah secara lebih positif untuk mengembangkan kerajaannya. 

Pesan terakhir Raja Daud disampaikan dalam teks 1Raj.2:2-9. Teks tersebut 

memuat nasihat untuk tetap setia kepada TUHAN dengan segala hukum-Nya 

sambil mengacu pada janji Natan (1Raj.2:4). Akan tetapi, di lain pihak ada 

juga perintah untuk bertindak ‘bijaksana’ kepada Yoab dan Simei yang 

pernah mengutuk Raja Daud (2Sam.16:5-14). Yang kemudian terjadi adalah 

bahwa Raja Salomo menghabisi orang-orang yang dianggapnya menjadi 

saingan. Misalnya, Adonia. Si anak raja itu dipancung dalam teks 1Raj.2:25. 

Yoab, kepala pasukan juga dipancung dalam teks 1Raj.2:34. Sementara itu, 

imam Abyatar digantikan Zadok dalam teks 1Raj.2:35. Simei akhirnya juga 

dipancung dalam teks 1Raj.2:46. Setelah orang-orang ini tewas, akhirnya 

dikatakan pada akhir teks 1Raj.2, ‘Demikianlah kerajaan itu kokoh di tangan 

Salomo’.    

Teks 1Raj.3-11 menggambarkan perjuangan Salomo bertindak sebagai 

raja. Periode ini seringkali dipandang sebagai zaman keemasan Kerajaan 

Tunggal Israel. Akan tetapi, sekarang ini kredibilitas gambaran alkitabiah 

tentang Kerajaan Salomo ini cenderung dipertanyakan. Kehidupan Raja 

Salomo digambarkan bergelimang kemewahan (1Raj.4:22-23.26; 10:26). Ia 

membangun istana (1Raj.7:1-12), kota-kota lain (1Raj.9:15-19), dan terutama 

membangun Bait Allah.  

 

“Orang Yehuda dan orang Israel jumlahnya seperti pasir di tepi laut. 

Mereka makan dan minum serta bersukaria. Maka Salomo berkuasa 

atas segala kerajaan mulai dari sungai Eufrat sampai negeri orang 

Filistin dan sampai ke tapal batas Mesir. Mereka menyampaikan upeti 

dan tetap takluk kepada Salomo seumur hidupnya” (1Raj.4:20-21). 

 126 

  

 

Rumusan ini menggemakan janji YHWH kepada Abraham dalam teks 

Kej.15:18-21 (bdk. juga teks 1Raj.9:20). Sulit untuk menentukan hubungan 

antara kedua teks itu. Para ahli pernah mendiskusikan dan berpendapat bahwa 

teks 1Raj.4 melukiskan kenyataan historis yang sebenarnya. Selanjutnya, teks 

Kej.15:18-21 disusun berdasarkan situasi itu. Akan tetapi, para ahli yang lebih 

skeptis membacanya secara berbeda. Janji YHWH dalam teks Kej.15 

dipandang sebagai situasi ideal yang diharapkan Kerajaan Yehuda. Gambaran 

tentang Kerajaan Salomo diambil dari janji tersebut. Kekayaan Salomo yang 

luar biasa, seperti dikatakan salah satu teks. Akan tetapi, kekayaan sebesar itu 

tidak ada bekasnya sama sekali dalam penggalian arkeologis. Sebagai catatan, 

satu talenta emas berkisar antara 49,11 kg – 58,944 kilogram, sehingga 666 

talenta sama dengan 46 ton emas. 

 

“Adapun emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah 

seberat enam ratus enam puluh enam talenta, belum terhitung yang 

didapat dari saudagar-saudagar dan dari pedagang-pedagang dan 

dari semua raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu...” (1Raj.10:14-

15).  

 

Menurut teks 1Raj.31, Salomo mengambil istri anak Firaun dari Mesir 

dan membawanya ke kota Daud, yaitu Yerusalem. Sementara itu teks 

1Raj.11:1-2 mengungkapkan bahwa Raja Salomo tidak hanya mencintai putri 

Firaun. Lebih dari itu, ia juga menyukai dan menjalin relasi dengan 

perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon, dan Het. Semuanya 

adalah bangsa-bangsa di sekitar Israel. Nampaknya tindakan ini dapat 

dipahami sebagai strategi Raja Salomo mempertahankan kerajaannya. 

Kenyataannya, Raja Salomo tidak pandai berperang. Oleh karena itu, ia 

 127 

  

mengambil cara lain melalui diplomasi perkawinan. Tidak hanya itu. 

Perkawinan campur seperti itu juga membuka kemungkinan sinkretisme 

seperti digambarkan dalam teks 1Raj.11:4-8. Selain itu, akibat perkawinan 

campur masuklah pengaruh bangsa asing dalam kehidupan berbangsa dan 

bernegara. Contohnya, pembagian daerah (seperti provinsi) dengan segala 

perangkat desanya seperti digambarkan teks 1Raj.4:1-19 nampaknya 

merupakan pengaruh tata pemerintahan Mesir. 

Guna mendukung kehidupan mewah, dibutuhkan dana yang besar. Saat 

berkuasa, Raja Daud sanggup memperluas kerajaan sehingga pemasukan 

semakin besar. Akan tetapi, tindakan semacam itu tidak dapat dilaksanakan 

Raja Salomo. Bahkan, beberapa kerajaan kecil mulai memberontak dan 

melepaskan diri. Misalnya, Edom (1Raj.11:14-22) dan Siria (1Raj.11:23-25). 

Jalan satu-satunya yang ditempuh adalah kerja rodi dan pajak. Inilah yang 

memicu perpecahan Kerajaan Tunggal Israel setelah Raja Salomo wafat 

(1Raj.12:1-20). 

Selain soal pembangunan, Raja Salomo juga dikenal berkat 

kebijaksanaannya. Segala macam teks kebijaksanaan yang terdapat dalam 

Kitab Suci biasanya dikaitkan dengan Salomo (Ams.1:1; Pkh.1:1). Hak yang 

sama juga berlaku seperti segala macam Mazmur yang dikaitkan dengan Raja 

Daud dan teks-teks hukum berkait dengan Musa. Teks 1Raj.3:6-15 

menyatakan bahwa Raja Salomo memohon hikmat kebijaksanaan dari Allah 

supaya dapat ‘menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat 

membedakan antara yang baik dan yang jahat’ (1Raj.2: 9). Raja Salomo 

menerapkan kebijaksanaannya dalam teks 1Raj.3:16-28. Akan tetapi, dalam 

teks 1Raj.4:32, kebijaksanaan Salomo nampaknya dikaitkan dengan 

kemampuannya menggubah tigaribu amsal dan seribu lima kidung serta sajak 

tentang macam-macam hal. Dikatakan bahwa orang dari mana-mana datang 

 128 

  

kepada Salomo dan membawa upeti untuk mendengarkan hikmat Raja 

Salomo ini (1Raj.3:34). 

Saat Raja Salomo wafat, Rehabeam anaknya, siap menggantikannya. 

Rakyat wilayah Utara mau menerima. Syaratnya, kerja paksa dan pajak 

dihapuskan.  

 

“Ayahmu telah memberatkan tanggungan kami, maka sekarang 

ringankanlah pekerjaan yang sukar yang dibebankan ayahmu dan 

tanggungan yang berat yang dipikulkan kepada kami, supaya kami 

menjadi hambamu” (1Raj.12:4). 

  

Oleh karena anjuran penasihat raja yang berasal dari kelompok muda, 

Rehabeam menolak sehingga akhirnya rakyat wilayah Utara memisahkan diri 

dari Yerusalem. Tidak hanya itu. Mereka pun mendirikan kerajaan sendiri 

dengan Yerobeam sebagai raja. Demikianlah akhirnya Kerajaan Tunggal 

Israel pecah menjadi dua, yaitu Kerajaan Utara (10 suku) dan Kerajaan 

Selatan (satu suku, yaitu Yehuda yang adalah suku Raja Daud). Selanjutnya 

Kitab 1-2Raja-Raja secara sistematis dan seragam mengisahkan secara 

ringkas masing-masing kerajaan ini sampai dengan berakhirnya Kerajaan 

Yehuda (dibuang ke Babel) dan rehabilitasi Raja Yoyakhin. 

 

c. Pembaharuan Deuteronomistis 

Salah satu tema lain yang juga memiliki makna penting dalam konteks 

Kitab 1-2Raja-raja adalah Pembaharuan Yosia atau seringkali juga disebut 

‘Pembaharuan Deuteronomistis’. Narasi ini dapat dijumpai dalam teks 

2Raj.22-23.Yosia menjadi raja saat berusia delapan tahun. Dengan demikian, 

segala macam urusan pemerintahan dijalankan para walinya sampai ia sendiri 

mampu melaksanakan roda pemerintahan secara efektif. Nampaknya, mereka 

 129 

  

yang berada di sekeliling Raja Yosia adalah orang-orag yang begitu 

terpengaruh Raja Hizkia, yang merebut kemerdekaan sesaat dari Asyur (705-

701 sM). Kenangan akan situasi merdeka di mana Israel dapat menjalankan 

hidupnya, terutama hidup peribadatan dengan bebas, merupakan suatu 

nostalgia yang selalu mereka ingat dan inginkan untuk kembali. Demikianlah, 

Raja Yosia yang menjadi raja muda dipersiapkan untuk menjadi raja ideal 

keturunan Raja Daud yang mempromosikan Yahwisme. 

Suatu saat, saat sedang merenovasi Bait Allah, para tukang menemukan 

suatu dokumen di Bait Allah. Dalam perkembangannya dokumen tersebut 

mendapat sebutan sebagai Kitab Taurat (2Raj.22:8). Nampaknya, dokumen 

ini sejajar dengan teks Ul.5-26. Dokumen ini berasal dari wilayah Kerajan 

Utara yang selanjutnya dibawa ke wilayah Kerajaan Selatan. Mungkin pada 

zaman Raja Manasye yang 100% pro-Asyur, dokumen itu menjadi dokumen 

berbahaya yang perlu disembunyikan. Pembaharuan yang sudah dicanangkan 

Raja Yosia mendapat dukungan sepenuhnya dari dokumen ini. Segala macam 

kekafiran disingkirkan dari Yerusalem. Oleh karena pembaharuan itu 

diinspirasikan dokumen yang ditemukan di Bait Allah (Ul.5-26), para ahli 

menyebutnya sebagai ‘Pembaharuan Deuteronomistis’. 

Raja Yosia menjalankan pembaharuan ini dengan sangat keras dan 

bantuan senjata. Bayangkan, dengan situasi yang terjadi akhir-akhir ini saat 

para pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah atau juga pengikut Ahmadiyah yang 

juga dipaksa untuk bertobat. Cara seperti itu, yang juga mirip dengan inkuisisi 

Gereja Katolik Abad Pertengahan, bukanlah cara yang populer dan 

membuahkan hasil yang bagus. Orang dapat saja bertobat pada 

permukaannya. Akan tetapi, dalam hatinya mereka tetap berjalan ke sana ke 

mari. Demikianlah, kendati Yosia menyingkirkan semua bentuk agama 

Kanaan, tidak berarti bahwa mereka sungguh-sungguh tercabut dari akarnya 

dan mati. Narasi sebagaimana dalam teks 1Sam.28 yang sudah dibahas 

 130 

  

menjadi bukti bahwa di satu pihak, agama resmi berjalan. Akan tetapi, di lain 

pihak agama tidak-resmi, agama populer, berjalan juga di bawah tanpa pernah 

keduanya bergandengan tangan. Peninggalan-peninggalan arkeologis yang 

berasal dari zaman post-Pembuangan menunjukkan bahwa pada periode 

tersebut, ibadat-ibadat sinkretisme tetap juga berjalan kendati segala usaha 

yang dibuat Raja Yosia dan kelompok Deuteronomistis yang ada di 

belakangnya. 

 

d. Kronologi Kitab Raja-raja 

Salah satu butir sederhana yang juga perlu dicatat berkaitan dengan 

kronologi Kitab 1-2Raja-raja. Sudah sejak lama para ahli dipusingkan dengan 

kronologi seperti ini. Alasannya, jika kronologi Kitab 1-2Raja-raja ini 

diperhatikan, yang ditemukan adalah kekacauan dan inkonsistensi. Satu 

contoh mungkin dapat disebut. Menurut teks 2Raj.16:2, Raja Ahaz berusia 20 

tahun saat ia menjadi raja. Ia pun disebutkan memerintah selama enambelas 

tahun. Dengan demikian, dapat ditarik simpul