alui Samuel (1Sam.9:15-16; 10:1) dan melalui undian
(1Sam.10:20-21). Sebagai raja bangsa Israel, Saul telah ‘lupa daratan’. Ia
bagaikan ‘kacang lupa kulitnya’. Oleh karena itu, Allah menurunkannya dari
tahta dan mengangkat seorang lain untuk menggantikannya (1Sam.13:14;
15:23.26.28.35).
Demikianlah selanjutnya Saul digantikan Daud sebagai raja Bangsa
Israel. Setelah dikisahkan bahwa Allah telah menolak Saul sebagai raja atas
Israel (1Sam.15) langsung dikisahkan bahwa kemudian Samuel mengurapi
Daud sebagai atas Israel (1Sam.16). Selanjutnya, penulis berkomentar ‘Sejak
hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Allah atas Daud … Tetapi Roh Allah
telah mundur daripada Saul, dan sekarang ia diganggu roh jahat yang
daripada Allah’ (1Sam.16:13-14). Sejak Daud masuk istana kerajaan, terjadi
persaingan (perebutan kekuasaan?) antara Saul dan Daud. Kitab mengisahkan
gejala yang menunjukkan bahwa Saul makin lama makin tidak populer lagi.
Sebaliknya, Daud makin lama makin populer di antara bangsa Israel.
87
“Saul mengalahkan beribu-ribu mush, tetapi Daud berlaksa-laksa!”
(1Sam.18:7).
“Peperangan antara keluarga Saul dan keluarga Daud berlarut-larut;
Daud kian lama kian kuat, sedang keluarga Saul kian lama kian lemah”
(2Sam.3:1).
Menurut pandangan penulis Kitab Samuel, Daud adalah raja ideal yang
menjadi contoh dan teladan bagi raja-raja lain. Ia berhasil mengalahkan
semua musuh-musuh bangsa Israel (2Sam.8:1-14). Ia berhasil
mempersatukan bagian Selatan dan bagian Utara tanah Kanaan menjadi satu
kerajaan (2Sam.5:1-5). Ia pun berhasil merebut dan menjadikan Yerusalem
sebagai ibukota kerajaan Israel (2Sam.5:6-10). Saat telah berhasil mendirikan
istana baru di Yerusalem (2Sam.5:11-16) dan selanjutnya memindahkan
Tabut Perjanjian ke sana (2Sam.6:1-23), Daud pun tak lupa mendirikan
kenisah untuk Tabut Perjanjian (2Sam.7:1-17). Selain prestasi-prestasi dalam
bidang politik dan keagamaan ini, Daud juga digambarkan sebagai seorang
yang berbudi luhur. Meskipun Saul membencinya dan ingin membunuhnya
(1Sam.18:6-30), Daud sama sekali tidak berniat membalas dendam
(1Sam.24:1-23; 26:1-25). Bahkan, saat Saul tewas di tangan orang Filistin
(1Sam.31:1-13), Daud justru meratap dan berpuasa (2Sam.1:1-27). Semua hal
itu dilakukan Daud berkat kesetiaannya kepada Allah. Sebagai orang
beriman, Daud percaya bahwa Allah-lah yang mengurapi Saul menjadi raja
atas Israel melalui Samuel (1Sam.24:7.11; 26:9.11.16.23). Atas dasar itulah
Daud tidak berani membunuh Saul, orang pilihan Allah. Ia justru merasa
wajib membunuh pembunuh Saul (2Sam.1:14-16).
Sebagai raja ideal dalam hal kesetiaan kepada Allah, Daud tidak hanya
dipuji dalam kitab Samuel. Daud juga mendapat pujian dalam kitab
88
berikutnya, yaitu kitab Raja-raja. Sama seperti Yerobeam bin Nebat menjadi
contoh dan teladan bagi raja-raja jahat (1Raj.16:25-26), Daud bin Isai pun
menjadi contoh dan teladan bagi raja-raja yang baik.
“Mengenai engkau, jika engkau hidup di hadapan-Ku sama seperti
Daud, ayahmu, dengan tulus hati dan dengan benar, dan berbuat sesuai
dengan segala yang Kuperintahkan kepadamu, dan jika engkau tetap
mengikuti segala ketetapan dan peraturan-Ku, Aku akan meneguhkan
tahta kerajaanmu atas Israel untuk selama-lamanya seperti yang telah
Kujanjikan kepada Daud, ayahmu, dengan berkata: Keturunanmu
takkan terputus dari tahta Kerajaan Israel!” (1Raj.9:4-5).
Kitab Raja-raja terus menyinggung keteladanan Daud bin Isai ini untuk
menegaskan bahwa seorang raja Israel seharusnya ‘sama seperti Daud’
(1Raj.3:3.14; 5:3; 8:17; 9:4; 11:4.6.33.38; 14:8; 15:3.5.11; 2Raj 14:3; 16:2;
18:3; 21:7; 22:2), bukan ‘seperti pada segala bangsa-bangsa lain’
(1Sam.8:5).
Daud mendapat pujian setinggi selangit dalam tradisi Perjanjian Lama
(Sir.47:2-11) karena berkat Allah yang dilimpahkan kepadanya dan karena
kesetiaannya yang total kepada Allah. Meskipun juga seringkali berbuat dosa
besar (2Sam.11:1-27), Daud tidak pernah meninggalkan kesetiaannya kepada
Allah. Ia menyesal atas dosa yang telah diperbuatnya dan mengakuinya terus
terang di hadapan Allah, ‘Aku sudah berdosa kepada Allah!’ (2Sam.12:13).
Oleh karena kesetiaannya itu, para pemazmur juga banyak memuji Daud
sebagai raja Israel yang ideal (Mzm.2; 20; 21; 89; 10; 132). Kitab Samuel
menjadi penting justru karena mengisahkan Daud, sang raja Israel pilihan
Allah yang ideal itu. Janji Allah melalui Nabi Natan, kepada Daud tentang
‘kerajaan kekal’ (2Sam.7:12-16) menjadi sumber harapan akan kedatangan
89
Mesias, penyelamat bangsa Israel. Demikian pula berkat Allah kepada Daud
menjadi simbol perlindungan Allah bagi Bangsa Israel di masa-masa sulit
(Yes.37:33-35). Oleh karena itu, dalam konteks ini judul ‘kitab Samuel’
dianggap kurang tepat. Alasannya, selain tidak ditulis Samuel sendiri, kitab
ini juga tidak berbicara banyak tentang diri Samuel. Yang menjadi pusat
perhatian utama Kitab Samuel justru Daud sebagai raja ideal pilihan Allah.
b. Narasi Tabut Perjanjian
Dalam teks yang sekarang ada, narasi Tabut Perjanjian ini terdapat
dalam teks 1Sam.4:1b-7:1. Narasi ini menarik karena menginterupsi narasi
tentang Samuel. Dalam narasi Tabut Perjanjian ini, nama Samuel sama sekali
tidak disebut. Padahal ia merupakan tokoh penting dalam teks 1Sam.1:1-4:1a
yang menceriterakan narasi kelahirannya sampai dengan ia melayani Eli di
Bait Allah. Sementara itu, dalam teks 1Sam.7:2a Samuel masuk ke panggung
narasi untuk memainkan peranan kembali. Hanya dalam teks 1Sam.4-6 inilah
Samuel sama sekali tidak tampil. Bahkan, narasi ini sebenarnya juga tidak
sesuai dengan konteks sekitarnya. Oleh karena itu, banyak ahli berpendapat
bahwa sebelumnya bagian ini merupakan satu blok narasi tersendiri. Pada
tahap selanjutnya, seorang editor memasukkannya ke dalam narasi Samuel.
Yang juga patut diperhatikan adalah bahwa dalam teks 2Sam.6 narasi tentang
Tabut Perjanjian ini muncul lagi untuk selanjutnya menghilang untuk
selamanya. Bagaimana hubungan antara teks 1Sam.4-6 dan teks 2Sam.6
masih merupakan teka-teki. Jawaban untuk teka-teki ini belum juga diperoleh
sampai saat ini.
Narasi Tabut Perjanjian mengambil konteks peperangan antara orang
Israel dengan musuh berbuyutannya, yaitu orang Filistin. Dalam perang itu
Bangsa Israel dipukul kalah. Diusulkan, supaya Tabut Perjanjian yang
tadinya disimpan di Silo dibawa ke medan pertempuran. Alasannya adalah
90
supaya Bangsa Israel sanggup mengalahkan Filistin. Ada harapan bahwa jika
YHWH hadir di tengah-tengah mereka, musuh dapat dikalahkan. Akan tetapi,
ternyata tidak demikian. Bangsa Filistin tetap lebih kuat. Akibatnya, sekali
lagi Bangsa Israel mengalami kekalahan. Bahkan, kali ini Tabut Perjanjian
pun dirampas dan diarak ke kota-kota orang Filistin. Akan tetapi, ternyata
Tabut Perjanjian menimbulkan kekacauan besar di negara orang Filistin.
Hasil akhirnya, Tabut dikembalikan ke Israel.
Ada dua butir yang bisa diambil dari narasi Tabut Perjanjian ini.
Pertama, YHWH, Allah Israel adalah allah yang perkasa dan tidak
terkalahkan. Kedua, kegagalan Israel berperang melawan orang Filistin
menunjukkan rapuhnya organisasi kuno di bawah pimpinan para hakim.
Narasi Tabut Perjanjian ini membuka kemungkinan munculnya permintaan
akan kerajaan dari orang Israel.
c. Daud dan Yerusalem
Kendati sudah diurapi menjadi raja oleh Samuel dalam teks 1Sam.16,
Daud tidak dapat begitu saja naik tahta. Raja Saul tetap memiliki kekuatan
untuk mengganggunya. Selain itu, Raja Saul juga berusaha membunuhnya.
Oleh karena itu, Daud harus mengembara ke sana ke mari. Ia bahkan harus
pergi sampai ke tanah orang Filistin. Tampaknya, Daud memiliki tentara
sendiri yang terdiri dari orang-orang yang tersingkir (1Sam.22:2). Barulah
setelah Raja Saul tewas (1Sam.31), Daud dapat secara resmi naik tahta
menjadi raja atas Yehuda dan tinggal di Hebron (2Sam.2:1-7). Selanjutnya
dikisahkan bahwa Daud dengan bantuan pasukan pribadinya merebut
Yerusalem (2Sam.5:6-9). Daud menjadikan kota itu sebagai kota pribadinya.
Oleh karena itu, dalam banyak teks Kitab Suci, ditemukan ungkapan ‘Yehuda
dan Yerusalem’. Keduanya dipisahkan karena menunjuk pada dua hal yang
91
berbeda. Yehuda adalah kerajaan. Sementara itu, Yerusalem adalah milik
pribadi Daud.
Yerusalem bukanlah kota yang memiliki tradisi religius yang tua seperti
Silo atau Betel atau yang lain. Oleh karena itu, Daud harus mengusung Tabut
Perjanjian ke Yerusalem dan meletakkannya di sana (2Sam.6). Berkat
kehadiran Tabut Perjanjian, Yerusalem mendapatkan ikon penting. Ikon
penting tersebut sekaligus mengangkat derajat Yerusalem sebagai kota yang
penting. Yerusalem menjadi pusat agama karena Tabut Perjanjian ada di sana.
Narasi ini mengantar pada pokok penting berikutnya.
d. Nubuat Natan tentang Daud dan Keturunannya (2Sam.7:15-16)
Daud ingin mendirikan rumah bagi Tabut Perjanjian. Akan tetapi,
melalui Nabi Natan, YHWH menolak. YHWH berfirman bahwa anak Daud-
lah yang akan mendirikan rumah bagi-Nya (2Sam.7:13). Selain itu, YHWH
juga menyampaikan janji untuk Daud.
“Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia
melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan
yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak
manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti
yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari
hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-
lamanya di hadapan-Ku, tahtamu akan kokoh untuk selama-lamanya”
(2Sam.7:14-16).
Memang benar bahwa nanti anak Daud, yaitu Salomo yang membangun
Bait Allah (1Raj.5-8). Alasan mengapa Daud tidak dapat atau tidak boleh
membangun Bait Allah muncul dalam teks 1Raj.5:3-4.
92
“Engkau tahu bahwa Daud, ayahku, tidak dapat mendirikan sebuah
rumah bagi nama TUHAN, Allahnya, oleh karena musuh-musuhnya
memerangi dia dari segala jurusan, sampai TUHAN menyerahkan
mereka ke bawah telapak kakinya. Tetapi sekarang, TUHAN, Allahku,
telah mengaruniakan keamanan kepadaku di mana-mana, tidak ada
lagi lawan dan tidak ada lagi malapetaka menimpa.”
Nubuat Natan ini menjadi penting bagi perjalanan sejarah Bangsa Israel
selanjutnya. Bahkan nubuat ini tetap penting sampai ke periode kekristenan.
Janji YHWH melalui Nabi Natan ini menjadi pegangan kokoh bagi bangsa
Israel. Saat kerajaan Daud akhirnya pecah menjadi dua setelah periode
Salomo, Kerajaan Yehuda (Selatan) tetap setia pada dinasti Daud. Keturunan
Daud tetap menjadi raja di Kerajaan Selatan. Sementara itu di Kerajaan Utara
beberapa dinasti muncul dan jatuh. Akan tetapi, saat akhirnya Kerajaan
Selatan mengalami kehancuran dan penduduknya dibuang ke Babel, terjadi
kegoncangan karena ternyata nubuat Natan ini gagal.
Sesudah pembuangan Babel, praktis Bangsa Israel tidak lagi memiliki
kerajaan yang merdeka. Dengan demikian, Bangsa Israel tidak lagi memiliki
raja keturunan Daud. Kegagalan demi kegagalan yang dialami membuat
nubuat Natan dipertanyakan. Kendati demikian, harapan akan raja keturunan
Daud ini tidak pernah hilang dari keyakinan religius Bangsa Israel. Jauh di
lubuk hati, mereka masih tetap mengharapkan bahwa suatu saat YHWH akan
memulihkan tahta kerajaan Daud, raja ideal sepanjang sejarah Bangsa Israel.
Walaupun pengharapan ini tidak pernah hilang, dalam sepanjang
perjalanan sejarah, nubuat Natan ini direfleksikan secara baru. Di satu pihak,
memang tetap ada pengharapan bahwa raja ideal keturunan Daud sungguh
akan datang di masa depan yang akan memulihkan situasi bangsa Israel. Akan
93
tetapi, di pihak lain, ada juga yang mulai merefleksikan dan memahaminya
secara lebih spiritual. Refleksi itu meyakini bahwa raja ideal keturunan Daud
tidak datang untuk memulihkan Kerajaan Tunggal Israel dalam makna sosial-
politik. Kerajaan itu akan lebih bersifat rohani.
Di sini, dapat dilihat bagaimana Perjanjian Baru menyajikan gambaran
kedua pemahaman tentang hal ini. Perjanjian Baru menempatkan sosok
Yesus, sekaligus kesalahpahaman para murid tentang peran-Nya sebagai
penerus-pengganti Daud ini. Ada kecenderungan bahwa para murid
mengharapkan Yesus sebagai tokoh yang akan hadir untuk memulihkan
kerajaan Israel. Misalnya, dalam teks Kis.1:6 para murid bertanya, ‘Tuhan,
maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?’ Sejumlah
teks lain juga mengisyaratkan pemahaman seperti itu. Akan tetapi, Yesus
tidak tampil sebagai raja dalam makna duniawi. Yesus tampil lebih bersifat
spiritual.
Jika sering kali didengar pernyataan bahwa Yesus adalah Mesias
keturunan Daud, pernyataan itu harus dipahami dalam konteks ini. Sebutan
‘mesias’ memuat makna ‘yang terurapi’. Dalam tradisi Perjanjian Lama,
mereka yang diurapi terutama adalah raja. Oleh karena itu, jika dikatakan
bahwa Yesus adalah Mesias keturunan Daud, sebenarnya yang mau dikatakan
adalah bahwa Yesus adalah ‘raja’ keturunan Daud. Yesus adalah pemenuhan
nubuat Natan yang terdapat dalam teks 2Sam.7 ini.
Peristiwa atau tokoh-tokoh yang muncul kemudian dan mengklaim diri
sebagai keturunan Daud dapat ditempatkan dalam kerangka pikir yang sama.
Salah satu contoh adalah peristiwa yang pernah terjadi di Waco, Texas,
Amerika. Peristiwa itu adalah tentang seorang bernama Vernon Wayne
Howell (17 Agustus 1959 – 19 April 1993). Dalam perjalanan hidupnya tokoh
ini mengganti namanya menjadi David Koresh. Ia menganggap dirinya
sebagai keturunan Daud sekaligus penerus Koresy, raja Persia. Selanjutnya
94
David Koresh mendirikan kelompok yang disebut dengan ‘Ranting Daud’
(Branch Davidian). Kelompok ini akhirnya dihabisi FBI pada 1993 bersama
dengan para pengikut setianya. Alasannya, kelompok ini telah menebar
keresahan dengan menyebarkan ajaran sesat dan menubuatkan kiamat. Dalam
konteks ini nubuat memang kerap menjadi gagasan teologis yang terus
relevan hingga kini.
e. Saul di En-Dor (1Sam.28)
Bagian sebelumnya, menunjukkan bahwa janji YHWH kepada Daud
melalui Nabi Natan tetap hidup. Sepanjang sejarah nubuat ini ditafsirkan dari
sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Pokok yang akan
dibicarakan di bagian ini, terutama peristiwa Saul di En-Dor, menjadi narasi
yang berbeda dengan bagian sebelumnya. Akan tetapi, narasi ini tetap berada
dalam koridor religiusitas bangsa Israel. narasi ini juga dapat memberi
inspirasi guna memahami fenomena serupa pada zaman sekarang ini.
Narasi Saul di En-Dor adalah satu-satunya narasi dalam Kitab Suci
yang secara eksplisit mengisahkan praktik religius yang dilarang berdasarkan
Hukum Taurat (Ul.18:11-12). Praktik yang dimaksudkan adalah praktik
berkonsultasi dengan arwah atau nekromansi. Bagian awal narasi sudah
menerangkan bahwa ‘Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para
pemanggil arwah dan roh peramal’ (1Sam.28:3). Dari sini dapat muncul
pertanyaan terkait ‘disingkirkan ke mana para pemanggil arwah itu?’
pertanyaan selanjutnya adalah, ‘Siapa mereka?’ Menyimak aturan tentang
para spesialis ini seperti dalam teks Ul.18:9-14, terlihat bahwa mereka ini
adalah orang-orang asing atau non-Israel (1sam.28:9.14). Oleh karena itu,
mereka harus disingkirkan (1Sam.28:12). Dengan menjadi seorang
pemanggil arwah atau peramal berarti mereka menjadi seorang asing dan
harus diusir keluar ke luar wilayah Israel. Tidak diketahui dengan jelas
95
identitas sang perempuan pemanggil arwah. Apakah ia seorang Israel atau
orang asing atau setengah asing atau bukan. En-Dor adalah sebuah daerah di
perbatasan antara Israel dan Filistin. Dengan melarikan diri ke En-Dor,
perempuan itu dapat dengan mudah melarikan diri ke tanah asing. Akan
tetapi, ia tetap dapat dihubungi jika memang diperlukan. Demikianlah, Saul
akan menghubungi perempuan itu.
Dalam konteksnya, keterangan pada teks 1Sam.28:3 menjadi kurang
sesuai. Tampaknya, ini hanya sebagai tambahan yang tidak sangat relevan
dalam konteks teks 1Sam.28:3. Tanpa ayat ini pun, narasi berjalan dengan
lancar. Akan tetapi, kenyataan bahwa keterangan ini dipasang di sini
membutuhkan pemahaman lain lagi. Teks 1Sam.28:3b nampaknya sengaja
dipasang guna mengkontraskan yang dilakukan Saul, yaitu menyingkirkan
para pemanggil arwah sekaligus mencari dan menemukan seorang
perempuan sihir di En-Dor. Dengan kata lain, teks seperti hendak
menunjukkan bahwa kendati Saul sudah berusaha memusnahkan segala yang
berbau necromancy, ternyata di bawah tanah, masih ada juga orang-orang
yang berpraktik seperti itu. Tindakan formal yang diambil Saul, yaitu
menyingkirkan para pemanggil arwah dan roh peramal, ternyata tidak mampu
memusnahkan mereka sampai ke akar-akarnya. Masih ada saja praktisioner
yang terluput dari tindakan sapu bersih Saul. Yang ada di tataran formal-
resmi, ternyata berbeda dengan yang ditemukan di tataran non-formal.
Saat merasa bahwa jalan yang ‘legal’ untuk mencari petunjuk YHWH
dalam wujud mimpi, urim dan nabi (1Sam.28:6) tidak memberi jawaban, Saul
memerintahkan bawahannya mencari baginya ‘seorang perempuan yang
sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta
petunjuk kepadanya’ (1Sam.28:7). Terjadilah. Saul meminta petunjuk pada
perempuan itu. perempuan itu pun memanggil arwah Samuel. Samuel
memberikan jawaban yang diinginkan Saul. Yang menarik, jawaban itu tepat.
96
Menarik diperhatikan, alasan Saul untuk berkomunikasi dengan arwah.
Saat segalanya tampak buntu, tidak ada jalan keluar lagi, akhirnya segala
macam cara pun dipakai guna mencapai tujuan. Mungkin tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa pada zaman sekarang ini pun, banyak orang yang juga
mengalami kekecewaan, entah dengan alasan apa pun. Dalam situasi kecewa
seperti itu, dengan mudah orang akan mencari dan mencoba solusi yang
paling cepat dan mudah, kendati mungkin bertentangan dengan ajaran iman.
Narasi tentang Saul di En-Dor justru menunjukkan bahwa konsultasi dengan
‘pihak lain’ itu ternyata membuahkan hasil.
f. Kisah Daud dan Batsyeba (2Sam.11)
Seperti sudah disinggung, narasi-narasi yang terdapat dalam Kitab
Samuel dan Kitab Raja-raja harus dianggap istimewa karena menunjukkan
kemampuan berkisah yang sangat bagus. Jika tadinya orang menganggap
bahwa narasi-narasi yang menunjukkan detil-detil yang teliti merupakan hasil
karya saksi mata, kini banyak orang memandangnya sebagai suatu karya
sastra yang berdasarkan peristiwa historis (fiksi-historis – historical fiction).
Salah satu narasi terkenal dari rangkaian narasi tentang Raja Daud adalah
narasi yang menceritakan perselingkuhannya dengan Batsyeba (2Sam.11).
Bagi banyak orang, mungkin narasi ini menjadi batu sandungan. Narasi
ini dapat menjadi batu sandungan bukan karena berkisah tentang petualangan
seks atau sisi pornografinya, melainkan karena petualangan seks itu dilakukan
seorang yang seharusnya menjadi teladan, yaitu raja Daud. Harus diakui
bahwa dalam narasi ini, moralitas Raja Daud ditampilkan rontok sampai ke
titik paling rendah. Ia tidak hanya mengingini dan mengambil Batsyeba. Teks
melukiskannya secara rinci dengan ‘menariknya, Batsyeba juga tidak
digambarkan menolak Daud... atau mungkin karena Daud adalah raja?’.
Akan tetapi, Raja Daud juga mengambil Batsyeba dengan tipu muslihat. Ia
97
melenyapkan suami sah Batsyeba, yaitu Uria, orang Het itu. Sebelum
ketahuan, usaha menutupi dosa Daud itu dilakukan dengan amat halus dan
tersembunyi. Akan tetapi, pada pelaksanaannya usaha tersebut berlangsung
dengan cara sangat licik dan kasar. Upaya licik dan kasar itu harus terjadi saat
strategi yang halus tidak menghasilkan buah yang sesuai dengan keinginan
Daud. Akhir narasi menyatakan bahwa ‘hal yang telah dilakukan Daud itu
adalah jahat di mata TUHAN’ (1Sam.28:27).
Mengapa narasi semacam ini dimasukkan dan dikisahkan dalam Kitab
Suci? Ada banyak kemungkinan jawaban yang bisa dikemukakan. Akan
tetapi, mungkin satu saja cukup. Dengan memasukkan narasi tentang Raja
Daud yang melakukan dosa itu, teks mau menegaskan bahwa dosa sang raja
tidak mengakibatkan rakyat sengsara. Berkah Allah kepada seluruh bangsa
tidak terhalangi dosa satu orang, yaitu sang raja! Pada zaman itu, dapat saja
muncul pertanyaan seputar hal ini. Jika raja berdosa, apakah rakyat tidak ikut
juga menerima getahnya? Jawabnya: tidak!
C. RANGKUMAN
(1) Isi Kitab 1-2Samuel ini berputar-putar di sekitar para tokoh utamanya,
yaitu Samuel, Saul, dan Daud. Seperti dapat dilihat, para tokoh itu tidak
dihadirkan satu sesudah yang lain. Melalui tokoh-tokoh ini, Allah
melaksanakan dan menggenapi rencana-Nya dalam kehidupan Bangsa
Israel. Para tokoh tersebut hadir dalam narasi secara tumpang tindih.
(2) Tidak seperti kebanyakan tulisan Kitab Suci yang lain, Kitab 1-2Samuel
memperlihatkan perhatian yang lebih rinci terhadap penulisan karya
sastra. Dialog-dialog kata per kata yang panjang dan detail tentang tokoh-
tokoh dan kejadian dicatat dengan cermat. Berdasarkan itu, pada mulanya
banyak ahli berpendapat bahwa Kitab 1-2Samuel ditulis seseorang yang
terlibat di dalam kejadian-kejadian itu sendiri.
98
(3) Ada dua butir yang bisa diambil dari narasi Tabut Perjanjian ini.
Pertama, YHWH, Allah Israel adalah allah yang perkasa dan tidak
terkalahkan. Kedua, kegagalan Israel berperang melawan orang Filistin
menunjukkan rapuhnya organisasi kuno di bawah pimpinan para hakim.
Narasi Tabut Perjanjian ini membuka kemungkinan munculnya
permintaan akan kerajaan dari orang Israel.
TINJAUAN KITAB RUT DAN TAFSIRAN ATAS
Dalam Kitab Suci Ibrani (teks Masoretik) hanya terdapat dua Kitab
‘Roman Sejarah’. Pertama, Kitab Rut. Kedua, Kitab Ester. Baik Kitab Rut
maupun Kitab Ester masuk ke dalam kelompok Hagiographa (ketubim).
Keduanya juga masuk ke dalam ‘Megillot’. ‘Megillot’ adalah lima gulungan
yang dibacakan pada pesta-pesta besar Yahudi. Kitab Rut menempati posisi
di antara Kitab Amsal dan Kitab Kidung Agung. Sedangkan Kitab Ester
menempati posisi di antara Kitab Ratapan dan Kitab Daniel. Di lain pihak,
dalam Kitab Suci Yunani (Septuaginta) dan Latin (Vulgata) terdapat empat
kitab Roman Sejarah. Keempatnya adalah Kitab Rut, Kitab Ester, Kitab
Tobit, dan Kitab Yudit. Dalam kedua versi Kitab Suci itu, Kitab Rut
menempati posisi di antara Kitab Hakim-hakim dan Kitab Samuel. Oleh
karena itu, Kitab Rut masuk ke dalam kelompok ‘Kitab-kitab Sejarah’ atau
101
‘nebî’îm ri’syonîm’ atau ‘Nabi-nabi terdahulu’. Penempatan ini berdasarkan
pada keterangan teks Rut 1:1. Teks itu menyebut ‘zaman para hakim’ sebagai
periode kejadian peristiwa yang dikisahkan.
Selain itu, tokoh-tokoh dalam narasi tersebut adalah nenek moyang
Raja Daud yang selanjutnya dikisahkan dalam Kitab Samuel (Rut 4:18-22;
1Sam.16:1-12). Dalam Kitab Suci Yunani, Kitab Ester menempati posisi
sebelum Kitab Yudit dan Kitab Tobit. Sedangkan dalam Kitab Suci Latin,
Kitab Ester menempati posisi sesudah Kitab Tobit dan Kitab Yudit. Oleh
karena itu, baik dalam Kitab Suci Yunani maupun dalam Kitab Suci Latin,
Kitab Ester, Kitab Tobit, dan Kitab Yudit dianggap kurang lebih satu periode.
Periode yang dimaksudkan adalah sekitar zaman Ezra dan Nehemia (458-396
sM). Periode itu membentang pada waktu sebelum pemberontakan Makabe
(167-160 sM). Oleh karena itu, dalam Kitab Suci Yunani ketiga kitab tersebut
(Ester, Tobit, dan Yudit) menempati posisi di antara Kitab Ezra-Nehemia dan
Kitab Makabe. Dalam Kitab Suci Indonesia (LAI-LBI) Kitab Rut menempati
posisi di antara Kitab Hakim-hakim dan Kitab Samuel. Sedangkan Kitab
Ester menempati posisi di antara Kitab Ezra-Nehemia dan Kitab Ayub. Dua
Kitab ‘Roman Sejarah’ lainnya (Tobit dan Yudit) menempati posisi dalam
‘Deuterokanonik(a)’. Keduanya secara berurutan menempati urutan pertama
dan kedua.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Garis Besar Kitab Rut
Kitab Rut memuat empat bab yang memiliki panjang kurang lebih
sama. Keseluruhan kitab berkisah tentang kepahlawanan dan keteladanan
seorang tokoh yang bernama Rut. Narasi berawal dengan perpindahan
Elimelekh sekeluarga dari Betlehem-Yehuda ke daerah Moab. Yang menjadi
penyebab kepindahan keluarga Yahudi ini adalah wabah kelaparan yang
102
terjadi di tanah Israel. Setelah bermukim di daerah Moab beberapa tahun,
Elimelekh mati. Akibatnya, tinggallah istrinya, Naomi dan kedua anaknya
laki-laki, Mahlon dan Kilyon. Narasi berlanjut dengan episode Mahlon
menikah dengan Orpa. Selanjutnya anaknya yang lain, Kilyon menikah
dengan Rut. Keduanya adalah perempuan Moab. Setelah sekitar sepuluh
tahun lamanya hidup berkeluarga dan tanpa dikaruniai anak, akhirnya mati
pulalah Mahlon dan Kilyon. Tinggallah saja Naomi beserta kedua
menantunya, Orpa dan Rut.
Saat musim kelaparan telah berlalu di tanah Israel, Naomi memutuskan
untuk kembali ke daerah asalnya di Betlehem-Yehuda. Alasan lainnya adalah
bahwa ia tidak mau hidup di tanah asing sebagai orang asing. Oleh karena itu,
Naomi menganjurkan supaya kedua menantunya itu pulang ke rumah
orangtua mereka masing-masing. Menanggapi anjuran mertua perempuannya
itu, Orpa menyatakan kesepakatannya. Ia lantas segera pulang ke rumah
orangtuanya. Akan tetapi, Rut sebaliknya. Ia memutuskan untuk mengikuti
Naomi ke mana pun mertua perempuannya itu pergi.
“Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak
mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku
pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam:
bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati,
aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya
Tuhan menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu
apa pun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!” (Rut
1:16-17).
Selanjutnya, narasi berlanjut dengan kisah perjalanan Naomi dan Rut
pulang kembali ke Betlehem-Yehuda. Selanjutnya narasi mengisahkan proses
103
Rut bertemu dan akhirnya menikah dengan Boas. Dari pernikahan tersebut
akhirnya Rut melahirkan Obed. Obed adalah ayah Isai. Isai tidak lain, tidak
bukan adalah ayah Daud (Rut 4:17). Proses narasi memuncak pada tokoh-
tokoh tersebut. Narasi juga mengungkapkan kenyataan bahwa seorang
perempuan asing (Moab) menjadi cikal-bakal sang Raja Daud.
2. Tujuan Penulisan Kitab Rut
Maksud penulisan Kitab Rut adalah pembinaan dan peneguhan iman
para pembaca dan pendengar dengan meneladani tokoh-tokoh dalam narasi
tersebut. Tokoh-tokoh utama narasi Kitab Rut memberikan teladannya
masing-masing. Pembaca dapat menemukan dan mengambil teladan mulai
dari makna nama-nama para tokohnya. Semua nama tokoh dalam Kitab Rut
memiliki makna khusus. Elimelekh berarti ‘Allahku raja’. Naomi berarti
‘manisku’. Mahlon berarti ‘penyakit’. Sedangkan Kilyon berarti ‘kelemahan’.
Orpa memiliki makna ‘berbalik’ sesuai dengan tindakannya kembali kepada
bangsanya. Terakhir, Rut mengandung makna ‘sahabat’, selaras dengan
tekadnya menjadi ‘sahabat seperjalanan’ mertuanya, Naomi. Paling akhir
adalah Boas. Nama Boas mengandung makna ‘kekuatan’. Dengan
memberikan narasi menarik tentang tokoh-tokoh itu, pengarang bermaksud
mengajak pembaca supaya tetap percaya kepada Allah sekaligus bertindak
sesuai dengan kehendak-Nya.
Elimelekh percaya kepada perlindungan Tuhan, Allah Raja Semesta
Alam. Bermodalkan kepercayaannya itu ia berani pergi ke daerah Moab untuk
menetap di sana sebagai orang asing (Rut 1:1). Naomi, janda Elimelekh
menunjukkan ketegaran hatinya dengan tetap setia kepada mendiang
suaminya dengan berusaha menjamin kelangsungan keturunannya. Ia
menikahkan kedua anaknya, Mahlon dan Kilyon (Rut 1:3-4). Demikian pula,
saat kedua anak laki-lakinya itu mati, Naomi menganjurkan kedua
104
menantunya, Orpa dan Rut untuk mencari suami lain (Rut 1:8-9). Selanjutnya,
dalam episode di tanah Israel ia berusaha mempertalikan Rut dengan Boas
(Rut 3:1-5) untuk meneruskan keturunan keluarganya.
Dari semua tokoh yang bermain dalam narasi tersebut, pusat perhatian
terarah pada diri Rut. Rut menjadi teladan orang beriman sejati. Rut
menunjukkan kualitasnya sebagai orang beriman sejati dengan tetap setia
kepada mertuanya, Naomi dan mendiang suaminya, Kilyon. Kesetiaannya itu
nampak saat Rut menolak pulang ke rumah orangtuanya dan berkeras
mengikuti Naomi dengan segala konsekuensinya (Rut 1:15-18). Berbeda
dengan Orpa yang kembali kepada bangsanya dan kepada para allahnya (Rut
1:15), Rut terus mengikuti bangsa dan Allah mertuanya (Rut 1:16; 2:11-12).
Tokoh selanjutnya yang patut mendapat perhatian adalah Boas. Boas
adalah orang Israel teladan. Boas menunjukkan keteladanannya dengan
berbuat baik kepada siapa pun, termasuk juga kepada perempuan asing (Rut
2:8-1). Boas juga menunjukkan keteladanan hidup dengan berusaha
melaksanakan hukum penebusan (Im.25:23-25.47-49) dan Hukum Levirat
(Ul.25:5-10). Meskipun bukan kerabat terdekat Elimelekh, Boas merasa
berkewajiban menebus Naomi dan Rut (Rut 2:10; 3:12-13; 14:1-17) untuk
meneruskan keturunan Elimelekh sekaligus mempertahankan dan menjaga
tanah warisan. Dengan keteladanan ini penulis kitab bermaksud
menyampaikan kepada pembaca bahwa kepercayaan kepada Allah dan
kesetiaan kepada keluarga akan membawa berkat.
“Telah dikabarkan orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu
yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati, dan
bagaimana engkau meninggalkan ibu-bapakmu dan tanah kelahiranmu
serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak engkau kenal.
Tuhan kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya
105
dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh Tuhan, Allah Israel, yang di
bawah sayap-Nya engkau datang berlindung!” (Rut 2:11-12).
Bukan kebangsaan dan tanah air yang membuat seseorang menjadi
seorang benar, melainkan kepercayaan kepada Allah dan kesetiaan kepada
keluarga. Atas dasar kepercayaan kepada Allah dan kesetiaan kepada
keluarga, Elimelekh meninggalkan Betlehem-Yehuda dan pergi ke daerah
Moab untuk mencari nafkah (Rut 1:1-2). Bermodalkan kepercayaan yang
sama, Naomi menikahkan kedua anaknya laki-laki kepada dua perempuan
asing (Rut 1:3-4). Dengan kepercayaan yang diteladaninya dari mertua
perempuannya, Rut meninggalkan kebangsaan dan tanah airnya, Moab untuk
pergi mengikuti Naomi ke Betlehem-Yehuda (Rut 1:16-17; 2:11-12).
Akhirnya, kepercayaan itu membawa Boas bersedia menebus Naomi dan Rut
(Rut 4:1-17).
3. Waktu Penulisan Kitab Rut
Tentang waktu penulisan Kitab Rut, banyak perbedaan pendapat.
Segala macam kemungkinan telah dikemukakan, mulai dari zaman Raja Daud
dan Salomo sampai zaman Ezra dan Nehemia. Akan tetapi, penempatan kitab
ini dalam Hagiographa (Ketubim), gaya bahasa yang dipakai, dan adat-istiadat
yang disinggung, serta ajaran yang terkandung memberin indikasi bahwa
kitab ini berasal dari zaman pasca-pembuangan. Ciri universalisme dan
persoalan kawin campur yang dididiskusikan di dalamnya mencerminkan
pemikiran pokok pada zaman Ezra dan Nehemia. Melawan mereka yang
terlalu fanatik memperjuangkan nasionalisme dan menentang perkawinan
campur (Ezr.10:1-44; Neh.13:1-3.23-28; Mal.2:10-16), Kitab Rut
mengingatkan bahwa bukan kebangsaan atau keturunan yang menjadikan
seseorang benar, melainkan kesalehan dan kesetiaan kepada Allah.
106
Rut, seorang perempuan Moab yang terkutuk (Neh.13:1), ternyata jauh
lebih saleh dan setia daripada orang Israel sendiri. Ia menemani ibu
mertuanya, Naomi kembali ke tanah Israel (Rut 2:11). Rut juga berusaha
menjamin keturunan bagi suaminya, Kilyon yang telah meninggal (Rut 3:6-
10). Sedangkan penebus anonim yang seharusnya melaksanakan Hukum
Penebusan dan Hukum Levirat yang diperintahkan Allah ternyata tidak
berlaku saleh dan setia (Rut 4:1-6). Sebaliknya Rut, seorang perempuan asing
yang saleh dan setia jauhh lebih berharga dibandingkan tujuh orang laki-laki
Israel yang tidak saleh dan tidak setia, seperti penebus anonim itu (Rut 4:15).
Selanjutnya, Kitab Rut juga ingin menegaskan bahwa kawin campur tidak
selalu membawa celaka bagi bangsa Israel. Buktinya, raja Daud sendiri
berasal dari perkawinan campur dengan orang asing (Rut 4:17-22). Dengan
demikian, Kitab Rut searah dengan Kitab Yunus yang memperjuangkan
semangat universalisme dan keterbukaan di lingkungan bangsa Israel.
4. Hukum Levirat: Keturunan dan Tanah
Melalui narasi dalam Kitab Rut ini, pengarang hendak menyajikan
sejumlah tradisi dalam dinamika kehidupan bangsa Israel. Tradisi-tradisi
tersebut bersifat mengikat. Akibatnya, Bangsa Yahudi sungguh-sungguh
mengusahakan diri supaya menaatinya. Dari antara tradisi-tradisi itu,
perkawinan Levirat disajikan secara khusus di dalam Kitab Rut ini berikut
akibat-akibatnya. Perkawinan Levirat berakar kata ‘levir’. Makna istilah
‘levir’ yang berasal dari Bahasa Latin ini adalah ipar (saudara laki-laki
suami). Jika suami meninggal tanpa anak, adiknya diharapkan, bahkan
setengah dituntut untuk menikahi istrinya. Anak-anak yang lahir dari
pernikahan ini dianggap anak suami pertama. Adat ini terdapat juga di antara
bangsa-bangsa non-Yahudi.
107
Tradisi ini menimpa Onan (Kej.38:8-10). Onan diharuskan mengawini
janda abangnya. Akan tetapi, ia tidak mau memeroleh anak dari
perkawinannya ini. Alasannya, ‘sebab bukan ia yang empunya keturunan
nanti’ (Kej.38:9). Oleh karena itu, ‘setiap kali menghampiri isteri kakaknya
itu, ia membiarkan maninya terbuang. Akan tetapi, yang dilakukannya itu
adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuh dia juga’
(Kej.38:9b-10).
Kitab Rut menunjukkan bahwa cakupan adat ini melampaui saudara
kandung suami. Di sini seorang kerabat terdekat yang tidak mau disebut
namanya, sebenarnya yang pertama-tama mempunyai kewajiban. Setelah ia
menolak, barulah Boas menikahi Rut. Pengembangan adat itu di sini adalah
bahwa yang menikah dengan Boas adalah Rut, bukan Naomi. Tindakan itu
terjadi kemungkinan besar karena Naomi sudah terlalu tua untuk melahirkan
anak. Anak itu disebut ‘anak pada Naomi’ (Rut 4:17). Dalam konteks ini,
mereka yang berperan sebagai pengganti kakak yang wafat itu disebut
penebus atau ‘goel’ (Rut 3:12).
Melihat konteksnya, Perkawinan Levirat merupakan suatu institusi
yang berfungsi untuk melindungi perkerabatan. Penebus dalam konteks ini
adalah seorang yang berkewajiban mempertahankan kepentingan individu
atau kelompok. Sejumlah teks menyebut dan menjelaskan beberapa ketentuan
untuk penebus ini. Orang Israel yang menjadi budak dapat ditebus kerabatnya
(Im.25:47-49). Untuk orang Israel yang terpaksa menjual miliknya (tanah),
seorang penebus dapat memiliki hak untuk menebus tanah tersebut
(Im.25:25). Tugas paling berat adalah menebus darah jika ada seorang
anggota suku yang terbunuh.
Dalam konteks religius atau keagamaan, Yahweh bertindak sebagai
penebus juga (Ayub 19:25; Mzm.19:15; 78:35). Dalam konteks ini muncul
gagasan keselamatan yang dijamin Yahweh demi Bangsa Israel. Yahweh
108
harus mengembalikan jaminan warisan keselamatan untuk Bangsa Israel.
Oleh karena itu, Yahweh mengembalikan Keturunan Israel dari tanah kafir
masuk kembali ke tanah terjanji, walaupun harus melalui seorang asing
(kafir), yaitu Rut. Dengan kata lain, Yahweh mengembalikan jalur dari
Bethlehem menuju Moab. Analoginya, dari ‘Tanah Terjanji’ menuju ‘Tanah
Kafir’, ke arah yang seharusnya, yaitu dari Moab ke Tanah Terjanji.
Dari gagasan yang datang dari konsep menjamin kekerabatan ini,
cakupan rencana keselamatan Allah (Yahweh) ini akhirnya juga mencakup
tanah. Menurut tradisi, tanah (terjanji) adalah milik eksklusif Yahweh
(Im.25:23). Oleh karena itu, Tanah Terjanji yang merupakan warisan Yahweh
untuk Bangsa Israel tidak boleh dipindahtangankan (Im.25:24-28). Sejumlah
narasi mengungkapkan timbulnya murka Allah akibat terjadinya perpindahan
tanah warisan tersebut. Antara lain, narasi kebun anggur Nabot (1Raj.21).
Memang, yang sebenarnya yang mendapatkan hak warisan adalah anak
laki-laki. Sebaliknya, anak perempuan tidak. Anak-anak perempuan
memeroleh harta (warisan) dari orangtuanya (ayah) saat mereka menikah.
Pada saat itulah anak-anak perempuan mendapatkan hadiah dari ayah mereka
yang dapat berupa tanah atau harta benda lainnya. Tentang warisan anak-anak
perempuan, Kitab Suci mencatatnya secara cukup rinci dalam teks Bil.36:1-
12.
“1Mendekatlah kepala-kepala puak dari kaum bani Gilead bin
Makhir bin Manasye, salah satu dari kaum-kaum keturunan Yusuf,
dan berbicara di depan Musa dan pemimpin-pemimpin, kepala-
kepala suku orang Israel, 2kata mereka: “TUHAN telah
memerintahkan tuanku untuk memberikan tanah itu kepada orang
Israel sebagai milik pusaka dengan membuang undi, dan oleh
TUHAN telah diperintahkan kepada tuanku untuk memberikan
109
milik pusaka Zelafehad, saudara kami, kepada anak-anaknya yang
perempuan. 3Tetapi seandainya mereka kawin dengan salah
seorang anak laki-laki dari suku lain di antara orang Israel, maka
milik pusaka perempuan itu akan dikurangkan dari milik pusaka
bapa-bapa kami dan akan ditambahkan kepada milik pusaka suku
yang akan dimasukinya, jadi akan dikurangkan dari milik pusaka
yang diundikan kepada kami. 4Maka apabila tiba tahun Yobel bagi
orang Israel, milik pusaka perempuan itu akan ditambahkan
kepada milik pusaka suku yang akan dimasukinya dan akan
dikurangkan dari milik pusaka suku nenek moyang kami.” 5Lalu
Musa memerintahkan kepada orang Israel sesuai dengan titah
TUHAN: “Perkataan suku keturunan Yusuf itu benar. 6Inilah
firman yang diperintahkan TUHAN mengenai anak-anak
perempuan Zelafehad, bunyinya: Mereka boleh kawin dengan
siapa saja yang suka kepada mereka, asal mereka kawin di
lingkungan salah satu kaum dari suku ayah mereka. 7Sebab milik
pusaka orang Israel tidak boleh beralih dari suku ke suku, tetapi
orang Israel haruslah masing-masing memegang milik pusaka
suku nenek moyangnya. 8Jadi setiap anak perempuan di antara
suku-suku orang Israel yang telah mewarisi milik pusaka,
haruslah kawin dengan seorang dari salah satu kaum yang
termasuk suku ayahnya, supaya setiap orang Israel mewarisi milik
pusaka nenek moyangnya. 9Sebab milik pusaka itu tidak boleh
beralih dari suku ke suku, tetapi suku-suku orang Israel haruslah
masing-masing memegang milik pusakanya sendiri.” 10Seperti
yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, demikianlah diperbuat
anak-anak perempuan Zelafehad. 11Maka Mahla, Tirza, Hogla,
Milka dan Noa, anak-anak perempuan Zelafehad, kawin dengan
110
anak-anak lelaki dari pihak saudara-saudara ayah mereka;
12mereka kawin dengan laki-laki dari kaum-kaum bani Manasye
bin Yusuf, sehingga milik pusaka mereka tetap tinggal pada suku
kaum ayahnya.”
Dari teks tersebut nampak bahwa dari segala macam harta benda, tanah
memang yang paling utama dan paling berharga. Keluarga-keluarga Yahudi
harus terus-menerus dengan sekuat tenaga menjaga jangan sampai tanah
warisan milik keluarga mereka berpindah tangan ke keluarga lain, apalagi
suku bangsa yang lain. Mereka juga meyakini bahwa mereka (generasi
terdahulu) yang sudah meninggal akan terus memerhatikan upaya menjaga
tanah milik keluarganya. Oleh karena itu, sejumlah tradisi menunjukkan
bahwa keluarga-keluarga Yahudi terus berusaha menjalin relasi dengan
mereka yang sudah meninggal dengan alasan mencari kebijakan mereka
dalam mengambil keputusan terhadap warisan tanah itu. Kutipan berikut
mengungkapkannya.
“Dan apabila orang berkata kepada kamu: Mintalah petunjuk
kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-
kamit,» maka jawablah: Bukankah suatu bangsa patut meminta
petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta
petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?”
(Yes.8:19).
Akan tetapi, sebenarnya praktik semacam ini tidak dianjurkan,
bahkan harus dihindari.
111
“Di antaramu janganlah didapati seorang pun yang
mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan
sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi
petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir,
seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah
atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada
orang-orang mati” (Ul.18:10-11).
Menjadi jelas bahwa tanah dan keturunan sangatlah penting bagi bangsa
Yahudi. Keduanya memiliki nilai yang tak tergantinya. Selain itu, keduanya
saling berkaitan. Tanah memiliki dimensi vertikal. Artinya, tanah adalah
kepunyaan generasi sebelumnya yang diwariskan kepada generasi berikutnya
sehingga harus terus dijaga. Tidak boleh terjadi tanah warisan berpindah
tangan. Selain itu, tanah juga memiliki dimensi horisontal. Artinya, tanah
adalah milik klan atau bangsa, bukan milik pribadi. Dengan demikian, upaya
memelihara tanah itu juga harus dilaksanakan secara bersama dalam cakupan
klan atau bangsa. Menjadi jelas dari konteks ini bahwa terus terjadi upaya
merebut dan menjaga Tanah Terjanji yang dilakukan Bangsa Israel hingga
saat ini.
C. RANGKUMAN
(1) Kitab Rut masuk ke dalam kelompok ‘Kitab-kitab Sejarah’ atau ‘nebî’îm
ri’syonîm’ atau ‘Nabi-nabi terdahulu’. Penempatan ini berdasarkan pada
keterangan teks Rut 1:1. Teks itu menyebut ‘zaman para hakim’ sebagai
periode kejadian peristiwa yang dikisahkan. Dalam Kitab Suci Indonesia
(LAI-LBI) Kitab Rut menempati posisi di antara Kitab Hakim-hakim dan
Kitab Samuel.
112
(2) Maksud penulisan Kitab Rut adalah pembinaan dan peneguhan iman para
pembaca dan pendengar dengan meneladani tokoh-tokoh dalam narasi
tersebut. Tokoh-tokoh utama narasi Kitab Rut memberikan teladannya
masing-masing. Pembaca dapat menemukan dan mengambil teladan
mulai dari makna nama-nama para tokohnya. Semua nama tokoh dalam
Kitab Rut memiliki makna khusus.
(3) Melalui narasi dalam Kitab Rut ini, pengarang hendak menyajikan
sejumlah tradisi dalam dinamika kehidupan bangsa Israel. Tradisi-tradisi
tersebut bersifat mengikat. Akibatnya, Bangsa Yahudi sungguh-sungguh
mengusahakan diri supaya menaatinya. Dari antara tradisi-tradisi itu,
perkawinan Levirat disajikan secara khusus di dalam Kitab Rut ini
berikut akibat-akibatnya.
TINJAUAN KITAB 1-2 RAJA-RAJA DAN TAFSIRAN ATAS
Kitab 1-2Raja-raja bukanlah bacaan favorit dibandingkan tulisan-
tulisan Kitab Suci lainnya. Tidak hanya orang pada umumnya, para ahli pun
sangat jarang mendiskusikan kedua kitab ini. Narasi tentang Elia dan Elisa
menjadi perkecualiannya. Meneruskan Kitab 1-2Samuel, secara ringkas
pembaca dapat mengatakan bahwa Kitab 1-2Raja-raja masih mengisahkan
sejarah Kerajaan Israel. Kitab ini berbicara tentang hari-hari akhir sampai
wafatnya Raja Daud (1Raj.2:10-11). Narasi berlanjut dengan kisah
pemerintahan Raja Salomo (1Raj.2-11) sampai dengan kisah tentang Raja
Yoyakhin (2Raj.25:27-30). Jika Raja Salomo menduduki tahta pada 930 sM
dan rehabilitasi Raja Yoyakhin terjadi pada 561 sM, Kitab 1-2Raja-raja
praktis memuat narasi sejarah yang merentang lebih dari 450 tahun.
115
Kitab Raja-raja melanjutkan narasi yang sudah dikisahkan dalam Kitab
1-2Samuel. Indikasi ini paling nampak dalam narasi mengenai ‘suksesi raja
Daud’. Narasi itu membentang dari teks 2Sam.9-20 sampai dengan teks
1Raj.1-2. Teks 2Sam.9-20 menyampaikan narasi pemberontakan dan
perebutan tahta di antara anak-anak Daud. Sedangkan teks 1Raj.1-2 memuat
narasi tentang upaya Raja Salomo yang akhirnya keluar sebagai pemenang,
sekaligus menjadi raja menggantikan Raja Daud. Lebih luas dari narasi
suksesi ini, kisah tentang terbentuknya Kerajaan Israel dalam Kitab 1-
2Samuel berlanjut dengan narasi tentang hancurnya Kerajaan Israel dalam
Kitab 1-2Raja-raja. Kitab 1-2Samuel mengawali dirinya dengan narasi
tentang kelahiran dan panggilan Samuel sebagai hakim terakhir (1Sam.1-7).
Selanjutnya dikisahkan perjuangan Bangsa Israel menghendaki seorang raja
sama seperti bangsa-bangsa lain dan tindakan Samuel mengurapi Saul
menjadi raja Israel yang pertama (1Sam.8-15).
Narasi berlanjut dengna pengurapan Daud menjadi raja Israel,
persaingan antara Raja Saul dan Raja Daud, serta peralihan kekuasaan dari
Raja Saul ke Raja Daud (1Sam.16 - 2Sam.8). Setelah itu, narasi berlanjut
dengan riwayat hidup Raja Daud, perebutan kekuasaan di antara anak-anak
Raja Daud, dan pengurapan Salomo menjadi raja menggantikan Raja Daud
(2Sam.9 - 1Raj.2). Kitab ini mengakhiri dirinya dengan perjuangan Raja
Salomo membangun Bait Allah, terpecahnya Kerajaan tunggal Israel menjadi
dua, dan kemerosotan kedua kerajaan secara lambat laun hingga akhirnya
hancur total (1Raj.3 - 2Raj.25). Dengan demikian, secara singkat dapat
dikatakan bahwa Kitab 1-2Samuel dan Kitab 1-2Raja-raja memuat narasi
sejarah Kerajaan Tunggal Israel dari terbentuknya (1030 sM) sampai
hancurnya (587 sM). Semua peristiwa yang dikisahkan meliputi periode
sekitar 500 tahun (1060-587 sM). Periode tersebut terbagi dalam dua keempat
kitab tersebut. Kitab 1-2Samuel meliputi periode sekitar 100 tahun (1060-970
116
sM). Sedangkan Kitab 1-2Raja-raja meliputi periode sekitar 450 tahun (970-
587 sM).
B. PENYAJIAN MATERI
1. Penulis dan Garis Besar Kitab 1-2Raja-raja
Tidak dapat ditentukan dengan persis siapa yang menulis kitab-kitab
ini. Menurut tradisi rabbinik, yang menulis kitab ini adalah nabi Yeremia
(Baba Bathra, 15a). Alasannya, akhir narasi Kitab Yeremia (Yer.52) sejajar
dengan akhir narasi teks 2Raj.24:18-25:30. Akan tetapi, tentu saja, itu hanya
menurut satu tradisi. Persisnya bagaimana, banyak ahli tidak mengetahuinya
secara pasti. Pembagian kitab ini menjadi dua bagian juga terkesan artifisial
saja. Nyatanya, Kitab 2Samuel berakhir tidak dengan narasi wafatnya Raja
Daud. Padahal penulis dapat saja menyusun sedemikian rupa sehingga kitab
tersebut ditutup dengan wafatnya tokoh tertentu seperti Kitab Ulangan dan
Kitab Yosua. Demikian juga catatan tentang Ahazia, Raja Israel yang dimulai
dari teks 1Raj.22:51 belum tuntas sampai dengan teks 2Raj.1:18. Sementara
itu, narasi tentang Elia yang dimulai pada teks 1Raj.17 terus berjalan sampai
ke teks 2Raj.2. Memperhatikan hal-hal rinci seperti itu, menjadi jelas bahwa
motif pembagian menjadi dua bagian (1-2Raja-raja) mengindikasikan upaya
yang artifisial belaka. Tidak ada motif-motif lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Seperti sudah disinggung, redaksi KSDtr menggunakan macam-macam
sumber untuk menyusun kisah sejarah yang panjang ini. Dalam Kitab 1-
2Raja-Raja sendiri disebut secara khusus tiga sumber yang digunakan
penulis. Pertama, ‘Kitab Riwayat Salomo’ (1Raj.11:41). Kedua, ‘Kitab
Sejarah Raja-raja Israel’ (1Raj.14:19; 15:31: 16:5ss). Ketiga, ‘Kitab Sejarah
Raja-raja Yehuda’ (1Raj.14:29; 15:7.23ss). Ketiga sumber informasi ini
merupakan arsip resmi kerajaan yang masih dapat diperoleh pada zaman
117
penyusunan Kitab 1-2Raja-raja (562-539 sM). Terkait dengan ketiga sumber
tersebut, perlu diingat kembali bahwa sudah sejak zaman Raja Daud (1000
sM) sudah ada semacam ‘panitera negara’ (2Sam.8:17; 20:25; 1Taw.18:16;
bdk. 1Raj.4:3). Fungsi ini bertugas mencatat peristiwa-peristiwa penting
seputar kerajaan. Selain ketiga sumber dari istana kerajaan ini, penulis Kitab
1-2Raja-raja juga menggunakan sumber-sumber dari tradisi kenabian.
Misalnya, tradisi Elia (1Raj.17-19; 21; 2Raj.1), tradisi Elisa (2Raj.2:1-8:15;
13:14-21), tradisi Yesaya (2Raj.18:17-20:19), tradisi Ahia (1Raj.11:29-39;
14:1-18), dan tradisi nabi-nabi lain (Semaya, Yehu, Mikha, Yunus, Khulda,
dan sejumlah nabi tanpa nama). Sumber dari arsip kenizah dan tradisi
keimanan juga dijadikan bahan informasi bagi penulis (1Raj.6-7; 8:1-11.62-
66; 2Raj.11:4-20; 12:4-16; 16:10-16; 22:3-20). Penulis atau penyusun
menyusun kembali semua sumber yang beraneka ragam ini setelah
dikumpulkan, disatukan, dan diedit menjadi suatu rangkaian narasi menarik,
seperti yang dapat dibaca dalam Kitab 1-2Raja-raja sekarang.
Bahan-bahan itu pun diolah dan disusun kembali berdasarkan ideologi
dan minat para penyusun. Jika diyakini bahwa penyusun kitab ini adalah
kelompok Deuteronomistis, jelaslah bahwa sudut pandang atau ideologi
Deuteronomistik juga dapat ditemukan dalam kitab ini. Jika dibandingkan
dengan Kitab 1-2Samuel, kentara sekali bahwa tangan redaksi lebih kelihatan
dalam Kitab 1-2Raja-raja. Sentuhan redaksional ini nampak jika diperhatikan
garis besar Kitab 1-2Raja-raja ini.
- Akhir ‘narasi suksesi’ dengan Salomo sebagai pemenang atas
kerajaan Daud (1Raj.1-2:46).
- Pemerintahan Salomo (1Raj.3-11).
- Perpecahan Kerajaan Tunggal Israel dan narasi awal dua
Kerajaan (1Raj.12-16).
118
- Narasi seputar Nabi Elia dan Elisa dan peperangan melawan
Aram ( 1Raj.17 - 2Raj.8).
- Narasi lanjutan dua Kerajaan sampai keruntuhan Samaria pada
722-721 sM (2Raj.9-17)
- Kerajaan Yehuda dari keruntuhan Samaria sampai pembuangan
ke Babel dan keruntuhan Yerusalem dalam 587-586 sM serta
peristiwa-peristiwa sekitar 562 sM yang meliputi Ewil-
Merodakh berbelas kasih kepada Yoyakhin (2Raj.18-25).
2. Beberapa Topik dalam 1-2Raja-raja
Sejumlah topik berikut ditemukan dalam Kitab 1-2 Raja-raja. Diskusi
dan pembahasan tentang topik-topik ini menarik diperhatikan.
a. Skema Narasi
Narasi sejarah yang terdapat dalam Kitab 1-2Raja-raja menunjukkan
suatu skema yang konsisten. Skema tersebut dengan jelas menunjukkan
bahwa dalam gabungan kitab tersebut tangan seorang redaktur bermain.
Gambaran sejarah disusun dengan memakai skema yang sama. Skema itu
adalah berikut ini.
(1) Sinkronisme dengan raja kerajaan tetangga
(2) Umur (hanya bagi Raja-raja Yehuda)
(3) Durasi memerintah
(4) Nama dan asal-usul dari Ibu Suri (hanya bagi Raja-raja Yehuda)
(5) Pertimbangan tentang raja dari sudut pandang religius
(6) Catatan tentang sumber informasi yang lebih lengkap mengenai
raja
(7) Kematian dan makam raja dan nama penggantinya
119
(8) Dalam skema itu disisipkan kadang-kadang beberapa catatan
tentang peristiwa atau perbuatan khusus
Contoh skema narasi dalam teks 1Raj.22:41-51.
41 (1) Yosafat, anak Asa, menjadi raja atas Yehuda dalam tahun
keempat zaman Ahab, raja Israel. 42 (2) Yosafat berumur tiga puluh
lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan (3) dua puluh lima tahun
lamanya ia memerintah di Yerusalem. (4) Nama ibunya ialah
Azuba, anak Silhi. 43 (5) Ia hidup mengikuti jejak Asa, ayahnya; ia
tidak menyimpang dari padanya dan melakukan apa yang benar di
mata TUHAN. 44 Hanya bukit-bukit pengorbanan tidak dijauhkan.
Orang masih mempersembahkan dan membakar korban di bukit-
bukit itu. 45 (8) Dan Yosafat hidup dalam damai dengan raja Israel.
46 (6) Selebihnya dari riwayat Yosafat dan kepahlawanan yang
dilakukannya dan bagaimana ia berperang, bukankah semuanya itu
tertulis dalam kitab sejarah raja-raja Yehuda? 47 (8) Dan sisa
pelacuran bakti yang masih tinggal dalam zaman Asa, ayahnya,
dihapuskannya dari negeri itu. 48 Tidak ada raja di Edom, karena
itu yang menjadi raja ialah seorang kepala daerah. 49 Yosafat
membuat kapal-kapal Tarsis untuk pergi ke Ofir mengambil emas,
tetapi kapal-kapal itu tidak jadi pergi ke sana, sebab kapal-kapal itu
pecah di Ezion-Geber. 50 Pada waktu itu Ahazia, anak Ahab,
berkata kepada Yosafat: “Baiklah anak buahku pergi bersama-
sama anak buahmu dengan kapal-kapal itu.” Tetapi Yosafat tidak
mau. 51 (7) Kemudian Yosafat mendapat perhentian bersama-sama
dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di samping nenek
120
moyangnya di kota Daud, bapa leluhurnya. Maka Yoram, anaknya,
menjadi raja menggantikan dia.
Pada bagian sebelumnya sudah dinyatakan dalam butir (8), bahwa
kadang-kadang disisipkan sejumlah catatan dalam laporan tentang seorang
raja. Selain dari itu, terdapat sejumlah narasi atau deretan narasi-narasi agak
panjang yang memecah skema tersendiri. Contoh-contohnya adalah berikut
ini.
- Narasi seputar RajaYerobeam I (1Raj 12-14).
- Narasi tentang perang-perang melawan Aram dan sederetan narasi
tentang Elia dan Elisa (1Raj.17 - 2Raj.8).
- Pembaharuan Perjanjian dan pembaharuan Deuteronomistis di
bawah pimpinan raja Yosia (2Raj.22-23).
- Kata penutup kitab yang memuat narasi penghancuran Yerusalem
dan pembuangan ke Babel (2Raj.25).
Dari hasil penilaian masing-masing raja, nampak dengan jelas bahwa
kebanyakan raja tidak setia kepada Allah. Di Kerajaan Israel (Utara) semua
raja berbuat jahat dengan mengikuti jejak Yerobeam menyembah berhala. Di
kerajaan Yehuda hanya dua raja yang sungguh setia kepada Allah (Raja
Hizkia dan Raja Yosia), enam raja yang agak setia (Raja Asa, Raja Yosafat,
Raja Yoas, Raja Amazia, Raja Azarya atau Raja Uzia, dan Raja Yotam).
Sisanya sama sekali tidak setia. Dengan demikian, penulis ingin menegaskan
bahwa sesudah kematian Raja Daud, Kerajaan Israel terus-menerus merosot
karena raja-rajanya tidak setia kepada Allah. Sebelum wafatnya, Raja Daud
memang telah berpesan kepada penggantinya, yaitu Salomo.
121
“Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap Tuhan, Allahmu,
dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap
mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan, dan ketentuan-Nya,
seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung
dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju, dan
supaya Allah menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yaitu:
Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup dihadapan-Ku dengan setia,
dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu
takkan terputus dari takhta kerajaan Israel!” (1Raj.2:3-4).
Pesan Raja Daud ini masih ditegaskan sekali lagi oleh Allah sendiri
ketika Ia menampakkan diri kepada Raja Salomo (bdk. 1Raj.9:4-5). Akan
tetapi, ternyata Raja Salomo tidak menuruti pesan ini. Ia mengawini
perempuan-perempuan asing. Ia juga ikut sujud menyembah allah-allah
mereka (bdk. 1Raj.11:1-8). Pengganti Raja Salomo, Raja Yerobeam, bahkan
melakukan kejahatan yang lebih hebat lagi. Ia mendirikan dua tempat ibadat
baru. Masing-masing di Dan dan di Betel guna menandingi tempat ibadat
resmi di Yerusalem. Ia juga membuat dua patung lembu emas sebagai ganti
Tabut Perjanjian. Ia mengangkat imam-imam yang bukan keturunan Lewi
dan menentukan hari-hari raya sendiri (bdk. 1Raj.12:25-33). Demikianlah
seterusnya raja-raja pengganti Daud ‘melakukan apa yang jahat di mata
Allah» dan «mengakibatkan orang Israel berdosa pula’. Istilah dalam tanda
kutip ini adalah istilah yang sering dipakai. Akibatnya, Allah menjadi murka
dan mengoyakkan Kerajaan Tunggal Israel menjadi dua (1Raj.11:9-13) dan
selanjutnya menghancurkannya (2Raj.17:1 - 23; 25:1-21).
Pesan pokok Kitab 1-2Raja-Raja dapat dirumuskan sebagai berikut.
122
(1) Pelaksanaan janji Allah kepada raja Daud (2Sam.7:12-16)
bergantung pada kesetiaan bangsa Israel sendiri kepada Allah
(1Raj.9:4-9). Jika Bangsa Israel setia kepada Allah, Allah akan
melaksanakan janji-Nya (1Raj.9:4-5). Sebaliknya, jika Bangsa
Israel tidak setia kepada Allah, Allah akan menarik kembali janji-
Nya (1Raj.9:6-9).
(2) Bangsa Israel ternyata tidak setia kepada Allah. Mereka
meninggalkan Allah mereka. Padahal, Allah yang membebaskan
mereka dari perbudakan Mesir. Akan tetapi, mereka berpaling dari
Allah dan pergi sujud menyembah allah-allah lain. Oleh karena itu,
Allah menarik kembali janji-Nya. Ia mengoyakkan Kerajaan
Tunggal Israel (1Raj.11:9-13) dan menghancurkannya (2Raj.17:1-
23; 25:1-21).
(3) Kehancuran Kerajaan Tunggal Israel merupakan akibat langsung
dari ketidaksetiaan bangsa Israel sendiri, bukan akibat kelalaian
Allah dalam melaksanakan janji-Nya (2Raj.17:7-23).
Allah tetap memegang teguh janji-Nya. Akan tetapi, Bangsa Israel telah
berlaku tidak setia kepada Allah. Dengan pesan ini, penulis Kitab 1-2Raja-
Raja ingin mengajar bangsa Israel yang telah mengalami kehancuran kerajaan
dan pembuangan ke Babel. Pesan bertujuan supaya Bangsa Israel mulai
membangun kembali kesetiaan kepada Allah jika masih mengharapkan
pelaksanaan janji Allah kepada Daud. Menurut penulis, harapan tetap ada
sejauh Bangsa Israel kembali berlaku setia kepada Allah. Harapan ini sengaja
dibangkitkan penulis pada bagian akhir kitabnya, dengan mengisahkan upaya
Ewil-Merodakh, Raja Babel, mengasihani Yoyakhin, Raja Yehuda. Ewil-
Merodakh melepaskannya dari penjara serta memperlakukannya secara
123
sangat terhormat. Perlakuannya ini melebihi perlakukan terhadap raja-raja
tawanan lain (2Raj.25:27-30).
Salah satu ciri khas Kitab 1-2Raja-Raja adalah memuat banyak nubuat
dan pemenuhannya. Dari zaman Raja Salomo (1Raj.13) sampai zaman Raja
Yosia (2Raj.22), terus bermunculan nabi-nabi yang menubuatkan sesuatu.
Semua nubuat ini cepat atau lambat pasti terpenuhi. Jika tidak pada zaman
raja bersangkutan, nubuat ini akan terpenuhi pada zaman anaknya atau cucu-
cicitnya. Dalam Kitab 1-2Raja-raja terdapat sebanyak 45 nubuat dan
pemenuhannya yang tersebar di kedua bagian kitab (25 nubuat dalam Kitab
1Raja-Raja dan 20 nubuat dalam Kitab 2Raja-Raja).
Sedemikian banyaknya nubuat dan pemenuhannya sehingga setiap
pembaca Kitab 1-2Raja-raja pasti akan sampai pada simpulan bahwa firman
Allah, yang diucapkan para nabi, bagaimana pun juga akan terlaksana, yaitu
‘Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman Allah yang
kauucapkan itu adalah benar!’ (1Raj.17:24; bdk. 17:14-16; Yes.45:23;
55:11). Oleh karena itu, sebagaimana semua nubuat nabi lain telah terlaksana
(bdk. 1Raj.11:30-31 dan 12:15; 1Raj.13:2-3 dan 2Raj.23:15-17; 1Raj.14:7-11
dan 15:29; 1Raj.14:12 dan 14:17; 1Raj.16:1-4 dan 16:12; 1Raj.21:23 dan
2Raj.9:36-37; 2Raj.1:6.16 dan 1:17; 2Raj.7:1-2 dan 7:16-20; 2Raj.10:30 dan
15:12; 2Raj.21:10-14 dan 24:2-3; 2Raj.22:20 dan 23:30; 2Raj.23:27 dan
24:11-13), demikianlah pula nubuat nabi Natan kepada Daud (2Sam.7:12-16)
pasti akan terlaksana di masa yang akan datang.
Keyakinan iman seperti ini memang sangat dibutuhkan Bangsa Israel
yang sudah putus asa dan tanpa harapan karena mengalami kenyataan pahit
berturut-turut dalam periode 722-721 sM (kehancuran Samaria) dan dalam
periode 587-586 sM (kehancuran Yerusalem). Bagi mereka, janji Allah
kepada Raja Daud melalui Natan adalah ‘omong kosong’ belaka. Buktinya,
baik Kerajaan Israel (Utara) maupun Kerajaan Yehuda (Selatan) telah hancur.
124
Bukankah Allah menjanjikan suatu kerajaan yang ‘kokoh untuk selama-
lamanya’ (dalam bahasa Ibrani adalah nākôn ‘ad ‘ôlām). Muncul pertanyaan,
di mana gerangan kerajaan itu? Kitab 1-2Raja-Raja dengan caranya sendiri
telah berjasa dalam membangkitkan kembali harapan Bangsa Israel yang
sudah mati sesudah pembuangan.
b. Salomo dan Runtuhnya Kerajaan
Sampai dengan teks 1Raj.11 narasi didominasi seorang tokoh tunggal,
yaitu Raja Salomo. Raja Salomo memang seringkali dianggap sebagai raja
ideal. Prestasi utamanya adalah membangun Bait Allah di Yerusalem.
Pembacaan secara teliti menunjukkan juga sisi kelabu dari pemerintahan dan
pribadi Raja Salomo. Narasi perjuangan Salomo naik takhta dikisahkan dalam
teks 1Raj.1. Narasi ini merupakan suatu kisah yang menarik. Narasi ini
mengisahkan hari-hari terakhir raja Daud yang sudah renta serta lemah
(1Raj.1:1). Dalam kondisi seperti itu, Adonia yang adalah anak kedua Raja
Daud setelah Absalom meninggikan diri dengan memproklamasikan diri
sebagai raja dengan ungkapan ‘Aku ini mau menjadi raja’ (1raj.1:5). Selain
itu, ia juga mengumpulkan para pendukung di sekitarnya, seperti Yoab sang
military commander dan Abyatar sang imam. Sebagai reaksi atas inisiatif
Adonia itu, muncul gerakan ‘bawah tanah’ yang diprakarsai Nabi Natan
(1Raj.1:11-27). Konspirasi istana ini melibatkan penasihat spiritual kerajaan,
yaitu Nabi Natan dan istri raja, yaitu Batsyeba. Dalam narasi-narasi
sebelumnya, Batsyeba tidak terlalu memainkan peranan. Pada saat kritis ini,
ia muncul dan berperan besar. Ia melakukan itu demi kepentingan anaknya,
yaitu Salomo. Gerakan yang juga melibatkan penipuan atas raja Daud ini
nampaknya sudah pikun, tetaplah berhasil. Salomo diangkat menjadi raja
menggantikan Raja Daud (1Raj.1:29-30).
125
Setelah naik takhta, segera Raja Salomo mengambil langkah-langkah
yang perlu untuk mengamankan pemerintahannya. Akan tetapi, ia juga
mengambil langkah secara lebih positif untuk mengembangkan kerajaannya.
Pesan terakhir Raja Daud disampaikan dalam teks 1Raj.2:2-9. Teks tersebut
memuat nasihat untuk tetap setia kepada TUHAN dengan segala hukum-Nya
sambil mengacu pada janji Natan (1Raj.2:4). Akan tetapi, di lain pihak ada
juga perintah untuk bertindak ‘bijaksana’ kepada Yoab dan Simei yang
pernah mengutuk Raja Daud (2Sam.16:5-14). Yang kemudian terjadi adalah
bahwa Raja Salomo menghabisi orang-orang yang dianggapnya menjadi
saingan. Misalnya, Adonia. Si anak raja itu dipancung dalam teks 1Raj.2:25.
Yoab, kepala pasukan juga dipancung dalam teks 1Raj.2:34. Sementara itu,
imam Abyatar digantikan Zadok dalam teks 1Raj.2:35. Simei akhirnya juga
dipancung dalam teks 1Raj.2:46. Setelah orang-orang ini tewas, akhirnya
dikatakan pada akhir teks 1Raj.2, ‘Demikianlah kerajaan itu kokoh di tangan
Salomo’.
Teks 1Raj.3-11 menggambarkan perjuangan Salomo bertindak sebagai
raja. Periode ini seringkali dipandang sebagai zaman keemasan Kerajaan
Tunggal Israel. Akan tetapi, sekarang ini kredibilitas gambaran alkitabiah
tentang Kerajaan Salomo ini cenderung dipertanyakan. Kehidupan Raja
Salomo digambarkan bergelimang kemewahan (1Raj.4:22-23.26; 10:26). Ia
membangun istana (1Raj.7:1-12), kota-kota lain (1Raj.9:15-19), dan terutama
membangun Bait Allah.
“Orang Yehuda dan orang Israel jumlahnya seperti pasir di tepi laut.
Mereka makan dan minum serta bersukaria. Maka Salomo berkuasa
atas segala kerajaan mulai dari sungai Eufrat sampai negeri orang
Filistin dan sampai ke tapal batas Mesir. Mereka menyampaikan upeti
dan tetap takluk kepada Salomo seumur hidupnya” (1Raj.4:20-21).
126
Rumusan ini menggemakan janji YHWH kepada Abraham dalam teks
Kej.15:18-21 (bdk. juga teks 1Raj.9:20). Sulit untuk menentukan hubungan
antara kedua teks itu. Para ahli pernah mendiskusikan dan berpendapat bahwa
teks 1Raj.4 melukiskan kenyataan historis yang sebenarnya. Selanjutnya, teks
Kej.15:18-21 disusun berdasarkan situasi itu. Akan tetapi, para ahli yang lebih
skeptis membacanya secara berbeda. Janji YHWH dalam teks Kej.15
dipandang sebagai situasi ideal yang diharapkan Kerajaan Yehuda. Gambaran
tentang Kerajaan Salomo diambil dari janji tersebut. Kekayaan Salomo yang
luar biasa, seperti dikatakan salah satu teks. Akan tetapi, kekayaan sebesar itu
tidak ada bekasnya sama sekali dalam penggalian arkeologis. Sebagai catatan,
satu talenta emas berkisar antara 49,11 kg – 58,944 kilogram, sehingga 666
talenta sama dengan 46 ton emas.
“Adapun emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah
seberat enam ratus enam puluh enam talenta, belum terhitung yang
didapat dari saudagar-saudagar dan dari pedagang-pedagang dan
dari semua raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu...” (1Raj.10:14-
15).
Menurut teks 1Raj.31, Salomo mengambil istri anak Firaun dari Mesir
dan membawanya ke kota Daud, yaitu Yerusalem. Sementara itu teks
1Raj.11:1-2 mengungkapkan bahwa Raja Salomo tidak hanya mencintai putri
Firaun. Lebih dari itu, ia juga menyukai dan menjalin relasi dengan
perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon, dan Het. Semuanya
adalah bangsa-bangsa di sekitar Israel. Nampaknya tindakan ini dapat
dipahami sebagai strategi Raja Salomo mempertahankan kerajaannya.
Kenyataannya, Raja Salomo tidak pandai berperang. Oleh karena itu, ia
127
mengambil cara lain melalui diplomasi perkawinan. Tidak hanya itu.
Perkawinan campur seperti itu juga membuka kemungkinan sinkretisme
seperti digambarkan dalam teks 1Raj.11:4-8. Selain itu, akibat perkawinan
campur masuklah pengaruh bangsa asing dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Contohnya, pembagian daerah (seperti provinsi) dengan segala
perangkat desanya seperti digambarkan teks 1Raj.4:1-19 nampaknya
merupakan pengaruh tata pemerintahan Mesir.
Guna mendukung kehidupan mewah, dibutuhkan dana yang besar. Saat
berkuasa, Raja Daud sanggup memperluas kerajaan sehingga pemasukan
semakin besar. Akan tetapi, tindakan semacam itu tidak dapat dilaksanakan
Raja Salomo. Bahkan, beberapa kerajaan kecil mulai memberontak dan
melepaskan diri. Misalnya, Edom (1Raj.11:14-22) dan Siria (1Raj.11:23-25).
Jalan satu-satunya yang ditempuh adalah kerja rodi dan pajak. Inilah yang
memicu perpecahan Kerajaan Tunggal Israel setelah Raja Salomo wafat
(1Raj.12:1-20).
Selain soal pembangunan, Raja Salomo juga dikenal berkat
kebijaksanaannya. Segala macam teks kebijaksanaan yang terdapat dalam
Kitab Suci biasanya dikaitkan dengan Salomo (Ams.1:1; Pkh.1:1). Hak yang
sama juga berlaku seperti segala macam Mazmur yang dikaitkan dengan Raja
Daud dan teks-teks hukum berkait dengan Musa. Teks 1Raj.3:6-15
menyatakan bahwa Raja Salomo memohon hikmat kebijaksanaan dari Allah
supaya dapat ‘menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat
membedakan antara yang baik dan yang jahat’ (1Raj.2: 9). Raja Salomo
menerapkan kebijaksanaannya dalam teks 1Raj.3:16-28. Akan tetapi, dalam
teks 1Raj.4:32, kebijaksanaan Salomo nampaknya dikaitkan dengan
kemampuannya menggubah tigaribu amsal dan seribu lima kidung serta sajak
tentang macam-macam hal. Dikatakan bahwa orang dari mana-mana datang
128
kepada Salomo dan membawa upeti untuk mendengarkan hikmat Raja
Salomo ini (1Raj.3:34).
Saat Raja Salomo wafat, Rehabeam anaknya, siap menggantikannya.
Rakyat wilayah Utara mau menerima. Syaratnya, kerja paksa dan pajak
dihapuskan.
“Ayahmu telah memberatkan tanggungan kami, maka sekarang
ringankanlah pekerjaan yang sukar yang dibebankan ayahmu dan
tanggungan yang berat yang dipikulkan kepada kami, supaya kami
menjadi hambamu” (1Raj.12:4).
Oleh karena anjuran penasihat raja yang berasal dari kelompok muda,
Rehabeam menolak sehingga akhirnya rakyat wilayah Utara memisahkan diri
dari Yerusalem. Tidak hanya itu. Mereka pun mendirikan kerajaan sendiri
dengan Yerobeam sebagai raja. Demikianlah akhirnya Kerajaan Tunggal
Israel pecah menjadi dua, yaitu Kerajaan Utara (10 suku) dan Kerajaan
Selatan (satu suku, yaitu Yehuda yang adalah suku Raja Daud). Selanjutnya
Kitab 1-2Raja-Raja secara sistematis dan seragam mengisahkan secara
ringkas masing-masing kerajaan ini sampai dengan berakhirnya Kerajaan
Yehuda (dibuang ke Babel) dan rehabilitasi Raja Yoyakhin.
c. Pembaharuan Deuteronomistis
Salah satu tema lain yang juga memiliki makna penting dalam konteks
Kitab 1-2Raja-raja adalah Pembaharuan Yosia atau seringkali juga disebut
‘Pembaharuan Deuteronomistis’. Narasi ini dapat dijumpai dalam teks
2Raj.22-23.Yosia menjadi raja saat berusia delapan tahun. Dengan demikian,
segala macam urusan pemerintahan dijalankan para walinya sampai ia sendiri
mampu melaksanakan roda pemerintahan secara efektif. Nampaknya, mereka
129
yang berada di sekeliling Raja Yosia adalah orang-orag yang begitu
terpengaruh Raja Hizkia, yang merebut kemerdekaan sesaat dari Asyur (705-
701 sM). Kenangan akan situasi merdeka di mana Israel dapat menjalankan
hidupnya, terutama hidup peribadatan dengan bebas, merupakan suatu
nostalgia yang selalu mereka ingat dan inginkan untuk kembali. Demikianlah,
Raja Yosia yang menjadi raja muda dipersiapkan untuk menjadi raja ideal
keturunan Raja Daud yang mempromosikan Yahwisme.
Suatu saat, saat sedang merenovasi Bait Allah, para tukang menemukan
suatu dokumen di Bait Allah. Dalam perkembangannya dokumen tersebut
mendapat sebutan sebagai Kitab Taurat (2Raj.22:8). Nampaknya, dokumen
ini sejajar dengan teks Ul.5-26. Dokumen ini berasal dari wilayah Kerajan
Utara yang selanjutnya dibawa ke wilayah Kerajaan Selatan. Mungkin pada
zaman Raja Manasye yang 100% pro-Asyur, dokumen itu menjadi dokumen
berbahaya yang perlu disembunyikan. Pembaharuan yang sudah dicanangkan
Raja Yosia mendapat dukungan sepenuhnya dari dokumen ini. Segala macam
kekafiran disingkirkan dari Yerusalem. Oleh karena pembaharuan itu
diinspirasikan dokumen yang ditemukan di Bait Allah (Ul.5-26), para ahli
menyebutnya sebagai ‘Pembaharuan Deuteronomistis’.
Raja Yosia menjalankan pembaharuan ini dengan sangat keras dan
bantuan senjata. Bayangkan, dengan situasi yang terjadi akhir-akhir ini saat
para pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah atau juga pengikut Ahmadiyah yang
juga dipaksa untuk bertobat. Cara seperti itu, yang juga mirip dengan inkuisisi
Gereja Katolik Abad Pertengahan, bukanlah cara yang populer dan
membuahkan hasil yang bagus. Orang dapat saja bertobat pada
permukaannya. Akan tetapi, dalam hatinya mereka tetap berjalan ke sana ke
mari. Demikianlah, kendati Yosia menyingkirkan semua bentuk agama
Kanaan, tidak berarti bahwa mereka sungguh-sungguh tercabut dari akarnya
dan mati. Narasi sebagaimana dalam teks 1Sam.28 yang sudah dibahas
130
menjadi bukti bahwa di satu pihak, agama resmi berjalan. Akan tetapi, di lain
pihak agama tidak-resmi, agama populer, berjalan juga di bawah tanpa pernah
keduanya bergandengan tangan. Peninggalan-peninggalan arkeologis yang
berasal dari zaman post-Pembuangan menunjukkan bahwa pada periode
tersebut, ibadat-ibadat sinkretisme tetap juga berjalan kendati segala usaha
yang dibuat Raja Yosia dan kelompok Deuteronomistis yang ada di
belakangnya.
d. Kronologi Kitab Raja-raja
Salah satu butir sederhana yang juga perlu dicatat berkaitan dengan
kronologi Kitab 1-2Raja-raja. Sudah sejak lama para ahli dipusingkan dengan
kronologi seperti ini. Alasannya, jika kronologi Kitab 1-2Raja-raja ini
diperhatikan, yang ditemukan adalah kekacauan dan inkonsistensi. Satu
contoh mungkin dapat disebut. Menurut teks 2Raj.16:2, Raja Ahaz berusia 20
tahun saat ia menjadi raja. Ia pun disebutkan memerintah selama enambelas
tahun. Dengan demikian, dapat ditarik simpul





.jpeg)






