h membaca tentang barang ke-
punyaan-Nya yang bernilai atau luar biasa, kecuali jubah ini,
dan ini pun tidak mahal, hanya sedikit berbeda saja dari bia-
sanya, sebab dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja.
Jadi, sebenarnya tidak ada yang aneh dalam bentuk jubah itu,
selain kesederhanaannya. Tradisi mengatakan bahwa ibu-
Nyalah yang menenun jubah itu untuk Dia, dan bahwa jubah
itu dibuat sewaktu Dia masih kecil dan, seperti juga pakaian
orang Israel di padang gurun, jubah itu tidak menjadi buruk.
Akan namun , semua cerita angan-angan ini sama sekali
tidak berdasar. Para prajurit merasa sayang untuk merobek
jubah itu, sebab nanti tenunannya akan lepas, dan jubah itu
tidak akan ada gunanya lagi. sebab itulah, mereka mem-
buang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya. Saat
Kristus menghadapi penderitaan maut, mereka malah ber-
sukacita membagi-bagi barang rampasan yang diperoleh dari-
Nya. Keutuhan jubah Kristus yang tidak berjahit itu biasanya
dijadikan perumpamaan untuk menunjukkan bagaimana
orang-orang Kristen harus berhati-hati untuk tidak merobek-
robek gereja dengan pertikaian dan perpecahan. Sebagian
orang lagi berpendapat bahwa alasan mengapa para prajurit
itu tidak mau merobek jubah Kristus bukanlah sebab mereka
menghormati Kristus, melainkan sebab setiap dari mereka
ingin memiliki jubah itu bagi dirinya sendiri. Demikianlah ba-
nyak orang menentang perpecahan dengan lantang, hanya
supaya mereka bisa menelan seluruh kekayaan dan kekuasa-
an bagi diri mereka sendiri. Orang-orang yang menentang pe-
misahan dari gereja Roma yang diprakarsai oleh Luther, ku-
rang lebih juga memaksakan tunica inconsutilis – jubah yang
tidak berjahit; dan beberapa dari mereka begitu bersikeras
sampai-sampai mereka disebut Inconsutilistæ – Kaum yang
tidak berjahit.
4. Penggenapan Kitab Suci dalam kejadian ini . Daud, di da-
lam rohnya, menubuatkan keadaan yang sama mengenai pen-
deritaan Kristus, yakni dalam Mazmur 22:18. Kejadian pende-
ritaan Kristus itu, yang benar-benar menjawab nubuatan itu,
membuktikan:
(1) Bahwa Kitab Suci yaitu benar firman Allah, yang telah
menubuatkan peristiwa-peristiwa mengenai Kristus sede-
mikian jauh sebelumnya, dan semua peristiwa itu memang
terjadi sesuai dengan yang telah dinubuatkan itu.
(2) Bahwa Yesus yaitu benar Sang Mesias, sebab di dalam
Dia semua nubuatan Perjanjian Lama mengenai Mesias di-
genapi dengan sepenuh-penuhnya. Hal itu telah dilakukan
prajurit-prajurit itu.
III. Pemeliharaan Kristus bagi ibu-Nya yang malang itu.
1. Ibu-Nya menemani-Nya sampai saat kematian-Nya (ay. 25):
Dekat salib Yesus, sedekat-dekat yang mereka bisa, berdiri ibu-
Nya, dan beberapa kerabat serta kawan ada bersamanya. Pada
awalnya, mereka berdiri dekat salib-Nya, seperti yang dikata-
kan di sini. Akan namun , sesudah itu, mungkin para serdadu
memaksa mereka menjauh, seperti yang ditulis dalam Injil
Matius dan Markus. Atau mungkin juga mereka sendiri pindah
menjauh dari sana.
(1) Lihatlah di sini kasih sayang mendalam yang dirasakan
para wanita saleh itu terhadap Tuhan kita Yesus saat Dia
sedang menderita. Saat semua murid-Nya, terkecuali Yoha-
nes, mencampakkan Dia, mereka terus saja setia mendam-
pingi-Nya. Begitulah orang-orang yang tersandung menjadi
seperti Daud (Za. 12:8): mereka tidak tergoyahkan oleh
kegeraman para musuh atau kengerian pemandangan di
hadapan mereka itu. Mereka memang tidak bisa menyela-
matkan atau melepaskan Dia, namun mereka tetap setia
mendampingi-Nya, untuk menunjukkan kebaikan hati me-
reka. Beberapa penulis membuat rekaan yang tidak saleh
dan menghujat mengenai perawan Maria berdiri di samping
salib itu. Menurut mereka, dengan begitu ia pun ikut andil
dalam penebusan dosa yang dilakukan Kristus, sama be-
sarnya dengan yang Kristus lakukan sehingga dengan
demikian dia menjadi sarana atau mitra Kristus untuk ke-
selamatan kita.
(2) Kita pastinya dapat membayangkan betapa menderitanya
para wanita malang itu saat melihat Kristus disiksa, ter-
utama sang perawan yang terberkati itu. Kini, genaplah
apa yang pernah dikatakan Simeon, bahwa suatu pedang
akan menembus jiwamu sendiri (Luk. 2:35). Siksaan yang
dialami Kristus menjadi derita jiwa Maria. Ia tercabik-cabik
saat Kristus terpaku di kayu salib, dan hatinya ikut berda-
rah sebab luka-luka-Nya. Cela dan aib yang ditimpakan
mereka kepada-Nya juga ikut menimpa orang-orang yang
menyertai Dia.
(3) Selayaknya kita mengagumi kekuatan anugerah ilahi yang
menyokong para wanita itu, terutama sang perawan Maria,
saat harus melalui pencobaan yang begitu berat seperti itu.
Kita tidak mendapati ibu Kristus memilin-milin tangannya
dengan gelisah, atau menjambak-jambak rambutnya sen-
diri, atau merobek-robek pakaiannya, atau mengeluarkan
raungan sedih. Akan namun , dengan ketabahan hati yang
luar biasa, dia berdiri di dekat salib, dan kawan-kawannya
pun ada bersama dengannya. Pastilah dia dan mereka se-
mua dikuatkan oleh kuasa ilahi sehingga mampu tabah se-
perti itu, dan pasti juga sang perawan Maria memiliki peng-
harapan yang lebih besar dari yang lainnya mengenai ke-
bangkitan Kristus, yang mampu menguatkannya sedemi-
kian rupa. Kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa kita
tanggung sampai kita dicobai, dan saat itulah kita akan
tahu siapa yang telah berkata, Cukuplah anugerah-Ku bagi-
mu.
2. Dengan penuh kasih sayang, Kristus menyediakan keperluan
ibu-Nya saat Dia hampir mati. Mungkin saja Yusuf, suami-
nya, sudah lama meninggal, dan anaknya Yesus telah menyo-
kong kehidupannya selama ini, dan hubungannya dengan
Kristuslah yang menyambung kehidupannya selama ini. Kini
Dia akan mati, lalu apa yang akan menimpanya kelak? Kristus
melihatnya berdiri di dekat situ, dan mengenal kesulitan dan
kedukaan hatinya. Dia juga melihat Yohanes berdiri tidak jauh
dari sana, sehingga Dia lalu mengatur sebuah hubungan
antara ibu yang sangat Ia kasihi dengan murid yang sangat Ia
kasihi itu. Dia berkata kepada wanita itu, “Ibu, inilah anakmu,
kepada siapa engkau harus mencurahkan kasih sayang keibu-
anmu mulai saat ini”; dan kepada Yohanes, “Inilah ibumu, ke-
pada siapa engkau harus menunaikan tugas sebagai seorang
anak.” Dan sejak saat itu, saat yang tidak akan pernah terlu-
pakan itu, murid itu menerima dia di dalam rumahnya.
Lihatlah di sini:
(1) Perhatian yang Kristus limpahkan kepada ibu tersayang-
Nya. Dia tidak tenggelam di dalam kesakitan penderitaan-
Nya sampai melupakan kawan-kawan-Nya, yang begitu Dia
pedulikan di dalam hati-Nya. Mungkin ibu-Nya justru teng-
gelam dalam kesedihan sebab melihat-Nya menderita,
sampai-sampai dia tidak memikirkan apa yang akan me-
nimpa dia di kemudian hari. namun , Kristus memikirkan-
nya. Emas dan perak tidak ada pada-Nya untuk Ia waris-
kan, juga tidak ada rumah atau harta pribadi. Pakaian-Nya
saja sudah disita para prajurit, dan kita tidak lagi pernah
mendengar kabar tentang uang kas sejak Yudas yang ber-
tugas mengurusnya, gantung diri. Jadi Dia tidak memiliki
cara lain untuk memelihara ibu-Nya selain dengan menitip-
kannya kepada kawan-Nya, yang kemudian Ia lakukan di
sini.
[1] Dalam teks asli, Dia memanggilnya wanita, bukan ibu,
bukan sebab Dia tidak menghormatinya, namun sebab
kata ibu akan membuat hatinya yang sedang berduka
itu menjadi lebih perih saja, seperti yang terjadi saat
Ishak berkata kepada Abraham, “Bapa.” Dia berkata
sebagai seorang yang kini tidak lagi ada di dunia ini,
namun sudah mati terhadap orang-orang yang paling
dekat dengan-Nya di dalam dunia ini. Gaya bicara-Nya
yang kelihatan seolah-olah merendahkan ibu-Nya sen-
diri itu, seperti yang Ia pernah juga lakukan sebelum-
nya, dirancangkan untuk meniadakan dan menegur
penghormatan berlebihan yang Ia tahu akan diberikan
kepada Maria di kemudian hari oleh sebagian pihak ge-
reja, seakan-akan dia yaitu mitra-Nya yang juga harus
diberi kehormatan yang sama dengan Sang Penebus
sendiri.
[2] Dia mengarahkan Maria supaya memandang Yohanes
sebagai anaknya sendiri: “Tengoklah dia yang berdiri di
sana sebagai anakmu sendiri, dan jadilah seorang ibu
bagi dia.”
Lihatlah di sini:
Pertama, sebuah contoh kebaikan ilahi untuk kita
perhatikan supaya menjadi kekuatan hati bagi kita.
Kadang kala, saat Allah mengambil satu penghiburan
dari kita, Dia juga akan memberi penghiburan yang
lain lagi bagi kita, mungkin dari tempat di mana kita
bahkan tidak mencari. Kita membaca tentang anak-
anak yang akan dipunyai oleh gereja sesudah gereja
kehilangan anak-anaknya yang lain (Yes. 49:21). Jadi,
saat sebuah cadangan air mengering, janganlah mengi-
ra bahwa semuanya sudah lenyap, sebab dari sumber
air yang sama akan mengalir air yang memenuhi kolam
lain.
Kedua, sebuah contoh kewajiban persaudaraan, su-
paya kita meneladaninya juga. Di sini Kristus mengajar-
kan anak-anak untuk sebisa mungkin memelihara ke-
nyamanan hidup orangtua mereka yang telah lanjut
usia. Saat Daud sedang berada dalam kesusahan, dia
memelihara kedua orangtuanya dan mencarikan tempat
bernaung bagi mereka (1Sam. 22:3). Begitu pula yang
dilakukan Anak Daud di sini. Anak-anak yang akan
menghadapi maut, semampu-mampunya, haruslah me-
melihara orangtua mereka yang mungkin hidup lebih
lama dari mereka dan membutuhkan pemeliharaan me-
reka.
(2) Kepercayaan yang Dia miliki terhadap murid yang dikasihi-
Nya. Kepada dialah Ia berkata, Inilah ibumu. Maksudnya,
Aku menitipkan dia ke dalam pemeliharaanmu, jadilah
anak baginya, untuk membimbing dia (Yes. 51:18), dan
janganlah meninggalkan ibumu kalau ia sudah tua (Ams.
23:22). Nah,
[1] Semua itu yaitu kehormatan yang diberikan kepada
Yohanes dan menjadi kesaksian mengenai kesalehan
dan kesetiaannya. Jika Dia yang mengetahui segala se-
suatu tidak tahu bahwa Yohanes mengasihi-Nya, maka
Dia tidak akan menjadikannya sebagai penjaga ibu-Nya.
Dipekerjakan oleh Kristus dan dipercayai untuk meme-
lihara kepentingannya di dunia ini merupakan sebuah
kehormatan besar. Akan namun ,
[2] Hal itu juga akan menjadi beban yang harus dipikul Yo-
hanes. Namun, dia tetap menerimanya dengan riang
hati dan menerima dia di dalam rumahnya tanpa memi-
kirkan beban atau biaya tambahan yang harus ia ke-
luarkan, atau kewajibannya yang lain kepada keluarga-
nya sendiri, ataupun kesukaran lain yang akan timbul
sebab tindakannya itu. Perhatikanlah, orang-orang
yang benar-benar mengasihi Kristus dan dikasihi oleh-
Nya akan bersukacita bila mendapat kesempatan untuk
melayani Dia atau pekerjaan-Nya. Dalam sejarah Nice-
phoras dikatakan bahwa perawan Maria tinggal ber-
sama Yohanes di Yerusalem selama sebelas tahun, lalu
ia pun meninggal. Menurut yang lain lagi, ia ikut Yoha-
nes pindah ke Efesus.
IV. Penggenapan Kitab Suci saat Ia diberi anggur asam untuk dimi-
num (ay. 28-29).
Perhatikanlah:
1. Betapa besar penghormatan yang ditunjukkan Kristus terha-
dap Kitab Suci (ay. 28): Sesudah itu, sebab Yesus tahu, bah-
wa segala sesuatu telah selesai, – supaya genaplah yang ada
tertulis dalam Kitab Suci mengenai bagaimana Ia minum di
tengah-tengah penderitaan-Nya, berkatalah Ia “Aku haus!”,
yang maksudnya, Dia meminta minum.
(1) Sama sekali tidaklah aneh jika Ia merasa haus. Kita pernah
mendapati-Nya kehausan dalam sebuah perjalanan (4:6-7),
dan sekarang pun Ia merasa haus saat hendak mengakhiri
perjalanan-Nya. Ya, tentu wajar saja jika Dia merasa haus
sesudah mengalami semua pergumulan berat dalam waktu
yang cepat ini. Apalagi sekarang Dia sedang menghadapi
penderitaan maut, akan mati segera sebab kehabisan da-
rah dan kesakitan yang luar biasa. Siksaan neraka digam-
barkan dengan rasa haus yang amat sangat, sampai si pria
kaya itu memohon-mohon setitik air untuk mendinginkan
lidahnya. Rasa haus yang seganas itulah yang sudah akan
menjadi hukuman bagi kita selamanya, jika saja Kristus
tidak menanggung derita bagi kita.
(2) Akan namun , agak mengejutkan mengapa Ia sepertinya me-
ngeluhkan rasa hausnya itu. Itulah satu-satunya perkata-
an yang dikeluarkan-Nya dan tampak seperti sebuah ke-
luhan mengenai penderitaan jasmani-Nya. Saat mereka
menyesah-Nya dan menancapkan mahkota duri di kepala-
Nya, Dia tidak mengerang, Aduh kepala-Ku! Atau, Ah,
punggung-Ku! namun kini Ia berseru, Aku haus. Sebab:
[1] Dengan begitu Ia hendak mengungkapkan kesusahan
jiwa-Nya (Yes. 53:11). Dia haus untuk mempermuliakan
nama Allah dan menyelesaikan pekerjaan penebusan
bagi kita, dan akan penggenapan tugas-Nya yang men-
datangkan kebahagiaan.
[2] Dengan begitu Ia hendak mencermati dengan saksama
bahwa Kitab Suci digenapi. Sampai sejauh itu, semua
telah selesai dan Dia mengetahuinya, sebab inilah yang
telah Ia cermati dan lakukan sejak lama. Dan kini Dia
teringat untuk melakukan satu hal lagi yang tepat
untuk dilakukan pada saat itu. Dengan ini nyatalah
bahwa Dia yaitu Mesias, bukan saja sebab Kitab Suci
benar-benar tergenapi dengan sempurna di dalam diri-
Nya, namun juga sebab semua itu benar-benar dicer-
mati-Nya dengan sepenuhnya. Dengan semuanya ini
pula, benar-benar nyatalah bahwa Allah sungguh me-
nyertai Dia – bahwa di dalam semua yang Dia lakukan,
Dia melakukannya tepat sesuai dengan firman Allah.
Dia berhati-hati supaya Dia tidak meniadakan, namun
menggenapi hukum Taurat dan kitab para nabi.
Pertama, Kitab Suci telah menubuatkan rasa haus-
Nya itu, dan sebab itulah Dia sendiri mengucapkan-
nya, sebab jika tidak begitu, maka tidak akan diketahui
bahwa Ia berkata, Aku haus. Telah dinubuatkan bahwa
lidah-Nya akan melekat pada langit-langit mulut-Nya
(Mzm. 22:15). Samson, sosok yang melambangkan
Kristus, juga merasa sangat haus (Hak. 15:18) saat dia
menghajar bangsa Filistin. Demikian pula Kristus, saat
Dia ada di kayu salib, melucuti pemerintah-pemerintah
dan penguasa-penguasa.
Kedua, Kitab Suci telah menubuatkan bahwa dalam
kehausan-Nya, Dia akan diberi anggur asam untuk di-
minum (Mzm. 69:22). Mereka memberi-Nya anggur
asam untuk diminum sebelum mereka menyalibkan Dia
(Mat. 27:34), akan namun nubuatan itu tidaklah dapat
dikatakan tergenapi dalam kejadian itu, sebab hal itu
tidak terlaksana pada saat Ia merasa haus. Maka dari
itu, kini Ia berkata, Aku haus, dan meminta minuman
itu lagi: sebelumnya Ia tidak mau meminumnya, namun
kini Ia menerimanya, sebab Kristus lebih memilih mene-
rima penghinaan daripada menyaksikan ada satu nu-
buatan yang tidak tergenapi. Hendaknya satu hal ini
menghibur kita sewaktu menghadapi macam-macam
pencobaan, yaitu bahwa kehendak Allah itu pasti akan
terjadi, dan firman-Nya pasti digenapi.
2. Lihatlah betapa para penganiaya itu tidak menghormati Dia
(ay. 29): Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam, mungkin
sesuai dengan kebiasaan pelaksanaan hukuman seperti saat
itu, atau, seperti yang diperkirakan beberapa orang, anggur itu
sengaja dipersiapkan untuk menghina Kristus, sebagai ganti
secawan anggur yang biasanya mereka berikan kepada orang-
orang yang hendak binasa. Mereka mencucukkan bunga ka-
rang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam itu, sebab me-
reka tidak sudi membiarkan Dia minum dari cawan. Lalu,
mereka menaruhnya ke sebatang hisop, dan mengunjukkan-
nya ke mulut Yesus. Hyssōpō perithentes – mereka mencucuk-
kannya ke hisop, supaya bisa diangkat. Atau sebagaimana
yang diartikan beberapa orang lain lagi, mereka mencampur-
kannya dengan air hisop, dan inilah yang mereka berikan
kepada-Nya sewaktu Ia merasa haus. Setetes air pastilah da-
pat menyejukkan lidah-Nya, lebih baik daripada setetes anggur
asam. Walaupun begitu, Ia tunduk juga untuk menerimanya
demi kita. Kita telah memetik anggur yang asam, dan sebab
itulah gigi-Nya harus berkemeretak. Kita telah kehilangan se-
gala penghiburan dan kenyamanan, dan sebab itulah semua
itu harus ditahan untuk diberikan kepada-Nya. Saat sorga
tidak memberi-Nya secercah terang, bumi pun menolak mem-
beri-Nya setetes air, malah memberi-Nya anggur asam sebagai
gantinya.
V. Kata-kata terakhir yang diucapkan-Nya sebelum Ia mengembus-
kan nafas terakhir-Nya (ay. 30): Sesudah Yesus meminum anggur
asam itu, sebanyak yang Ia pikir cukup, berkatalah Ia: “Sudah
selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan
nyawa-Nya.
Perhatikanlah:
1. Apa yang dikatakan-Nya itu. Kita dapat menebak bahwa Ia
mengatakannya dengan penuh kemenangan dan sorak sorai,
Tetelestai – Sudah selesai, sebuah kata yang merampungkan
segalanya dan penuh penghiburan.
(1) Sudah selesai, maksudnya, segala kepahitan dari kejahatan
dan tindak permusuhan para penganiaya-Nya telah selesai.
Sesudah Dia menerima penghinaan terakhir dalam anggur
asam yang mereka berikan kepada-Nya itu, berkatalah Ia,
“Inilah yang terakhir. Kini Aku tidak akan ada lagi dalam
jangkauan mereka, menuju tempat di mana orang fasik
berhenti menimbulkan huru-hara.”
(2) Sudah selesai, maksudnya, rancangan dan perintah Bapa-
Nya mengenai penderitaan-Nya kini telah tergenapi. Se-
muanya itu merupakan maksud dan rencana Allah yang
tidak dapat diubah lagi, dan Dia benar-benar berhati-hati
supaya setiap titik dari rencana itu benar-benar terpenuhi
(Kis. 2:23). Saat memasuki penderitaan-Nya, Dia berkata,
“Bapa, jadilah kehendak-Mu,” dan kini Dia berkata dengan
penuh sukacita, “Sudah selesai.” Makanan dan minuman-
Nya ialah menyelesaikan pekerjaan-Nya (4:34), dan makan-
an dan minuman itu menyegarkan Dia, saat mereka mem-
beri-Nya empedu dan anggur asam.
(3) Sudah selesai, maksudnya, segenap perlambang dan nu-
buatan Perjanjian Lama yang menunjuk kepada semua
penderitaan Sang Mesias telah terlaksana dan terjawab.
Seolah Dia sedang berkata, bahwa sesudah mereka memberi-
Nya anggur asam, tidak ada satu kata pun dalam Perjanji-
an Lama mengenai diri-Nya yang belum tergenapi. Semua-
nya sudah terjawab, seperti Dia telah dijual seharga tiga
puluh keping perak, tangan dan kaki-Nya ditusuk, pakaian-
Nya dibagi-bagi, dan seterusnya. Dan kini, anggur asam itu
telah diberikan. Sudah selesai.
(4) Sudah selesai, maksudnya, hukum seremonial (yang hanya
penuh dengan tata upacara saja) sudah dihapuskan dan
kewajiban di dalamnya pun diakhiri. Yang inti sudah da-
tang sekarang, dan semua bayang-bayang lenyap. Kini tabir
telah terkoyak, dinding pemisah sudah dirubuhkan, bahkan
hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya
telah dibatalkan (Ef. 2:14-15). Tata aturan Musa dibubar-
kan, untuk membuka jalan bagi harapan yang lebih baik.
(5) Sudah selesai, artinya, sudah tamatlah riwayat dosa, dan
pelanggaran sudah diakhiri dengan datangnya kebenaran
untuk selama-lamanya. Sepertinya hal ini mengacu kepada
Daniel 9:24. Anak domba Allah dikorbankan untuk mengha-
pus dosa dunia, dan semuanya sudah selesai (Ibr. 9:26).
(6) Sudah selesai, artinya, penderitaan-Nya kini berakhir, baik
penderitaan jiwa maupun tubuh-Nya. Badai sudah berlalu,
yang terburuk sudah lewat. Semua kesakitan dan keseng-
saraan sudah mencapai ujungnya, dan Dia akan segera
pergi ke dalam firdaus, memasuki sukacita yang ditetapkan
bagi Dia. Biarlah semua orang yang menderita bagi Kristus
dan bersama Kristus menghibur diri mereka sendiri dengan
perkataan ini, hanya sesaat saja, dan sesudah itu mereka
akan berkata, “Sudah selesai.”
(7) Sudah selesai, artinya, kehidupan-Nya kini berakhir, Dia
siap untuk mengembuskan nafas terakhir, dan kini Dia
tidak ada lagi di dalam dunia (17:11). Ini seperti yang di-
ucapkan oleh Paulus yang terkasih (2Tim. 4:7), “Aku telah
mencapai garis akhir, pertandinganku sudah kuakhiri
dengan baik, minuman di gelasku sudah habis, mene, mene
– sudah terhitung dan selesai.” Kita semua harus mengha-
dapi semua ini sebentar lagi.
(8) Sudah selesai, artinya, pekerjaan penebusan dan kesela-
matan manusia kini segera dituntaskan, setidaknya, bagi-
an yang tersulit sudah lewat. Pemuasan murka Allah sudah
terbalaskan dan memenuhi syarat keadilan Allah, pukulan
mematikan sudah ditimpakan kepada kuasa Iblis, dan
sumber anugerah telah dibuka dan akan terus mengalir,
dasar kedamaian dan kebahagiaan sudah diletakkan dan
tidak akan pernah goyah. Kini Kristus sudah menjalani
tugas-Nya dan menyelesaikannya (17:4). Sebab, adapun
Allah, pekerjaan-Nya sempurna; Saat Aku memulai perkara,
kata Allah, Aku pun akan menyudahinya. Dan, sebagai-
mana terjadi dalam sebuah tindak pembelian, begitu pula-
lah yang terjadi dalam tindak penebusan, Ia yang memulai
pekerjaan yang baik akan meneruskannya sampai pada
akhirnya. Rahasia Allah akan tersingkap.
2. Apa yang Dia lakukan: Ia menundukkan kepala-Nya dan me-
nyerahkan nyawa-Nya. Dia mati dengan sukarela, sebab Dia
bukan saja Sang Korban, melainkan juga Sang Imam dan
Pembawa Persembahan. Dia yaitu animus offerentis – Pikiran
dari Sang Pembawa Persembahan, yang menyatu seluruhnya
dengan korban persembahan itu. Kristus menunjukkan ke-
hendak-Nya di dalam semua penderitaan-Nya, yang melalui-
nya kita semua dikuduskan.
(1) Ia menyerahkan nyawa-Nya. Nyawa-Nya tidak direnggut
dengan paksa dari-Nya, namun diserahkan secara sukarela.
Dia berkata, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan
nyawa-Ku,” dan ini mengungkapkan maksud dari tin-
dakan-Nya itu. Aku menyerahkan diri-Ku sebagai tebusan
bagi banyak orang. sebab itulah, Dia menyerahkan nya-
wa-Nya, membayar lunas harga pengampunan dan kehi-
dupan ke dalam tangan Bapa-Nya. “Bapa, muliakanlah
nama-Mu!”
(2) Ia menundukkan kepala-Nya. Saat sedang sekarat, orang-
orang yang disalibkan biasanya menengadahkan kepala
mereka untuk menghela nafas, dan tidak menundukkan
kepala mereka sebelum mereka menghela nafas terakhir.
Akan namun Kristus menundukkan kepala-Nya terlebih da-
hulu, untuk menunjukkan bahwa Dia tetap sadar saat te-
ngah di ambang maut, seakan-akan Dia hendak jatuh terti-
dur. Allah telah membebankan kepada-Nya segala kesalah-
an kita semua, menaruhnya di atas kepala Sang Korban
Agung ini. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan
menundukkan kepala-Nya itu Dia hendak memperlihatkan
beratnya beban yang Ia rasakan menindih-Nya (Mzm. 38:5;
40:13). Dia menundukkan kepala-Nya untuk menunjukkan
penyerahan-Nya kepada kehendak Allah dan kepatuhan-
Nya sampai mati. Dia menyiapkan diri-Nya untuk mati, se-
bagaimana Yakub, yang menarik kakinya ke atas tempat
berbaring dan meninggallah ia.
Penyaliban
(19:31-37)
31 sebab hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat
itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib – sebab Sabat itu yaitu hari
yang besar – maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan memin-
ta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya
diturunkan. 32 Maka datanglah prajurit-prajurit lalu mematahkan kaki orang
yang pertama dan kaki orang yang lain yang disalibkan bersama-sama de-
ngan Yesus; 33 namun saat mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa
Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, 34 namun seorang dari an-
tara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir
keluar darah dan air. 35 Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang membe-
rikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengata-
kan kebenaran, supaya kamu juga percaya. 36 Sebab hal itu terjadi, supaya
genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: “Tidak ada tulang-Nya yang akan
dipatahkan.” 37 Dan ada pula nas yang mengatakan: “Mereka akan meman-
dang kepada Dia yang telah mereka tikam.”
Perikop yang berkaitan dengan penusukan lambung Kristus sesudah
Ia mati ini hanya dicatat oleh sang penulis Injil ini.
I. Perhatikanlah kepercayaan takhayul orang Yahudi yang memicu
tindakan penusukan ini (ay. 31): sebab hari itu hari persiapan
dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergan-
tung pada kayu salib, untuk menunjukkan bahwa mereka me-
muja hari Sabat – sebab Sabat itu, yang jatuh pada minggu
Paskah, yaitu hari yang besar – maka datanglah orang-orang
Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki
orang-orang itu dipatahkan, yang pastinya dilakukan secara paksa
dengan kejam, supaya mereka bisa dikuburkan jauh-jauh dari
sana.
Perhatikanlah di sini:
1. Penghormatan yang mereka pikir harus diberikan untuk mem-
persiapkan hari Sabat yang akan tiba itu, dan Sabat saat itu
merupakan salah satu hari raya roti tidak beragi dan (menurut
sebagian orang) merupakan hari saat orang mempersembah-
kan hasil buah bungaran (panen). Setiap hari sabat yaitu
hari yang kudus dan baik, akan namun hari itu yaitu hari
yang besar, megalē hēmera – hari yang agung. Hari sabat Pas-
kah merupakan hari yang besar, hari sakramen, hari perjamu-
an. Hari komuni merupakan hari besar, dan harus diadakan
persiapan yang lebih dari biasanya untuk menyambut hari-
hari itu, supaya hari-hari itu benar-benar besar bagi kita, sela-
ma ada langit di atas bumi.
2. Pendapat mereka yang menganggap bahwa jika ada mayat-ma-
yat bergelantungan di atas kayu salib maka hal itu akan men-
cemari hari ini . Mayat-mayat tidak boleh dibiarkan di se-
tiap saat (Ul. 21:23). Akan namun , orang-orang Yahudi pastilah
akan membiarkan saja kebiasaan Romawi ini berlang-
sung, jika saja hari itu yaitu hari biasa. Lagi pula, banyak
orang asing dari berbagai penjuru negeri sedang ada di Yeru-
salem saat itu, sehingga hal itu bisa menjadi aib bagi orang-
orang Yahudi itu. Orang-orang asing itu tidak akan tahan me-
lihat mayat Kristus yang tersalib di sana, dan kecuali mereka
tidak memiliki hati nurani, pastilah mereka akan marah lalu
mencela orang-orang Yahudi itu.
3. Permintaan mereka terhadap Pilatus, supaya tubuh-tubuh
yang sudah seperti mati itu diturunkan. Bukan dengan men-
cekik atau memenggal kepala mereka, yang mungkin lebih ber-
belas kasihan sebab bisa mempercepat akhir penderitaan me-
reka, seperti hantaman belas kasihan coup de grace (pukulan
atau tembakan mematikan – sebagaimana orang Prancis me-
nyebutnya) dilakukan terhadap seseorang yang disiksa. Seba-
liknya, mereka malah mematahkan kaki penjahat-penjahat
itu, yang akan sangat menambah rasa sakit yang tak terperi-
kan.
Perhatikanlah:
(1) Belas kasihan orang fasik itu kejam.
(2) Kekudusan palsu dari orang-orang munafik itu sangat
menjijikkan. Orang-orang Yahudi itu ingin dianggap meng-
hormati hari sabat, akan namun mereka tidak mengindah-
kan keadilan dan kebenaran sama sekali. Mereka tidak pu-
nya hati nurani dalam menyalibkan seorang yang luar
biasa dan tidak bersalah, namun masih juga sempat merasa
risau mengenai mayat yang bergelantungan di kayu salib.
II. Dua pencuri yang disalibkan bersama dengan Kristus itu dibunuh
paksa dengan segera (ay. 32). Pilatus masih saja mengabulkan
keinginan orang-orang Yahudi dan mengeluarkan perintah seperti
yang mereka inginkan. Maka datanglah prajurit-prajurit, yang
sama sekali tidak tergerak oleh rasa kasihan, lalu mematahkan
kaki kedua penyamun itu, yang pastilah menjerit kesakitan de-
ngan pilunya, dan membuat mereka mati sesuai dengan cara
pembunuhan berdarah menurut Nero, yaitu dengan membuat me-
reka merasakan kematian mereka sendiri. Salah satu dari kedua
penyamun itu sudah bertobat dan telah menerima jaminan dari
Kristus bahwa dia sebentar lagi akan ada bersama-Nya di dalam
firdaus, namun demikian, ia tetap mati dengan kesakitan dan
kesengsaraan yang sama dengan penyamun yang satunya lagi, se-
bab segala sesuatu sama bagi sekalian orang. Banyak orang pergi
ke sorga dalam keadaan terbelenggu sewaktu mereka mati dan
meninggal dalam kepahitan jiwa. Kesakitan teramat sangat saat
menghadapi maut tidaklah menghalangi kenyamanan hidup yang
menanti jiwa-jiwa yang kudus di dunia sesudah kematian. Kristus
mati dan pergi ke firdaus, namun menetapkan seorang penjaga
untuk menghantarkan kita ke sana. Inilah urutan untuk pergi ke
sorga – Kristus sebagai buah sulung dan Perintis, sesudah itu
mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.
III. Pemeriksaan mengenai apakah Kristus sudah mati atau belum,
dan jawaban yang tidak meragukan mengenai itu.
1. Mereka melihat bahwa Dia sudah mati, dan sebab itulah me-
reka tidak mematahkan kaki-Nya (ay. 33).
Perhatikanlah di sini:
(1) Yesus mati dalam waktu yang lebih cepat dari yang biasa-
nya dialami orang-orang yang disalibkan. Susunan tubuh-
Nya mungkin begitu rapuh dan lembut, sehingga lebih
cepat hancur oleh rasa sakit. Atau, mungkin lebih tepat,
kematian-Nya yang cepat itu menunjukkan bahwa Dia me-
nyerahkan nyawa-Nya sendiri, dan Dia bisa mati kapan
saja Dia berkenan, meskipun tangan-Nya dipakukan. Mes-
kipun Dia menyerahkan nyawa-Nya kepada maut, itu tidak
berarti Dia telah kalah atau ditaklukkan.
(2) Musuh-musuh-Nya merasa puas bahwa Dia telah benar-
benar mati. Orang-orang Yahudi yang berdiri di dekat-de-
kat sana untuk memastikan bahwa pelaksanaan hukuman
telah benar-benar dijalankan, sudah pasti tidak akan mele-
watkan kesempatan untuk benar-benar menyaksikan bagi-
an kekejaman ini, yaitu kematian-Nya. Mereka harus me-
rasa yakin bahwa Dia sungguh menderita sampai mati.
(3) Apa pun yang dirancangkan oleh hati manusia, pada akhir-
nya maksud Tuhanlah yang terjadi. Mereka benar-benar be-
rencana untuk mematahkan kaki-Nya, namun lihatlah ba-
gaimana hikmat Allah menentang hal itu dan mencegahnya
terjadi.
2. sebab mereka hendak memastikan bahwa Dia benar-benar
sudah mati, maka mereka pun mencoba melakukan sesuatu
supaya benar-benar yakin akan kematian-Nya. Salah satu pra-
jurit yang memegang tombak menikam lambung-Nya, membidik
jantung-Nya, dan dari lambung-Nya itu mengalirlah darah dan
air (ay. 34).
(1) Prajurit itu bermaksud mengakhiri keragu-raguan menge-
nai kematian-Nya, dan menggantikan cara keji yang dilaku-
kan untuk membunuh kedua orang lainnya, dengan luka
tikaman di lambung-Nya itu. Tradisi mengatakan bahwa
nama prajurit ini yaitu Longinus, dan ia memiliki ganggu-
an mata yang sesaat itu juga sembuh oleh beberapa tetes
darah yang mengalir keluar dari lambung Kristus dan me-
netes di atas matanya. Cerita ini cukup mengesankan, se-
andainya saja kita memiliki jaminan kebenaran sumber
cerita itu.
(2) Akan namun Allah memiliki maksud yang lebih jauh lagi da-
lam tindakan itu, yakni,
[1] Untuk memberi bukti kebenaran mengenai kematian-
Nya, supaya menjadi bukti akan kebangkitan-Nya. Jika
Kristus hanya mati suri atau koma saja, maka kebang-
kitan-Nya pastilah hanya pura-pura belaka. Akan te-
tapi, dengan adanya tindakan ini , nyatalah bahwa
Dia benar-benar telah mati, sebab tombak itu merobek
jaringan-jaringan penunjang kehidupan, dan berdasar-
kan semua hukum dan sifat alamiah, mustahil badan
manusia dapat bertahan hidup dengan luka di bagian
yang begitu rawan seperti itu, atau bertahan hidup de-
ngan isi tubuh dikeluarkan dengan cara demikian.
[2] Untuk memberi gambaran mengenai maksud dari ke-
matian-Nya itu. Ada banyak misteri di dalamnya, dan
kesaksian yang benar-benar mengenai semua itu (ay.
35) menegaskan bahwa ada sesuatu yang ajaib di da-
lamnya, bahwa darah dan air bisa keluar terpisah dari
sebuah luka yang sama, setidaknya bisa dibedakan
dengan jelas. Rasul yang sama yang menulis Injil ini
juga menganggapnya sebagai hal yang sangat luar biasa
(1Yoh. 5:6, 8).
Pertama, penikaman lambung-Nya hingga terbuka
itu memiliki makna. Saat kita hendak membuktikan ke-
tulusan kita, kita berharap ada jendela di hati kita
sehingga semua pikiran dan maksud hati kita dapat ter-
lihat oleh semua orang. Melalui jendela yang terbuka di
lambung Kristus inilah, Anda dapat melongok ke dalam
hati-Nya, dan melihat kasih yang menyala-nyala di
sana, kasih yang sekuat maut, dan melihat nama-nama
kita terukir di sana. Beberapa orang menganggapnya
sebagai gambaran dari terbukanya lambung Adam yang
tidak mengenal dosa. Saat Kristus, Sang Adam Kedua,
tertidur nyenyak di kayu salib, bagian sisi tubuh-Nya
terbuka, dan dari sanalah gereja-Nya diambil, gereja
yang yaitu pengantin wanita-Nya (Ef. 5:30, 32).
Kedua, darah dan air yang mengalir keluar dari lam-
bung-Nya itu memiliki makna.
1. Keduanya melambangkan dua keuntungan besar
yang dapat diperoleh seluruh orang percaya melalui
Kristus, yaitu pembenaran dan pengudusan. Darah
untuk pengampunan, dan air untuk kelahiran kem-
bali atau pemulihan. Darah untuk penebusan, air
untuk penyucian. Darah dan air sangat sering digu-
nakan dalam hukum Taurat. Kesalahan yang men-
cemari harus dibersihkan dengan darah. Karat yang
mengotori harus dihilangkan dengan air yang me-
nyucikan. Keduanya harus selalu dipakai bersama-
sama. Kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenar-
kan (1Kor. 6:11). Kristus telah menyatukan kedua-
nya, sehingga kita tidak boleh memisahkannya.
Keduanya mengalir dari lambung Sang Penebus kita
yang tertikam itu. sebab Kristus disalibkan, maka
kita mendapatkan hak untuk dibenarkan dan mem-
peroleh Roh serta anugerah yang menguduskan, dan
kita sama-sama membutuhkan kedua hal itu (1Kor.
1:30).
2. Keduanya melambangkan dua ibadah agung, yaitu
baptisan dan perjamuan Tuhan, yang melambang-
kan, memeteraikan, dan menerapkan semua berkat
tadi bagi para orang percaya. Keduanya ditetapkan
dan dijalankan oleh Kristus. Bukan air dalam kolam
yang menjadi permandian kelahiran kembali bagi
kita, melainkan air yang keluar dari lambung
Kristus. Bukan air anggur yang akan mendamaikan
hati nurani dan menyegarkan jiwa, melainkan darah
yang keluar dari lambung Kristus. Kini Batu Karang
itu sudah dipukul retak (1Kor. 10:4), kini sumber air
telah terbuka (Za. 13:1), kini mata air keselamatan
telah digali (Yes. 12:3). Inilah anak-anak sungai yang
akan menyukakan negeri Allah.
IV. Kesaksian mengenai kebenaran itu oleh seorang saksi mata (ay.
35), yaitu sang penulis Injil ini sendiri.
Perhatikanlah:
1. Betapa ia yaitu saksi yang sungguh dapat dipercaya menge-
nai fakta semua peristiwa ini.
(1) Dia melihat sendiri apa yang ia catatkan. Dia tidak men-
dengarnya dari desas-desus orang, dan bukan juga du-
gaannya sendiri, melainkan semuanya ia saksikan dengan
mata kepalanya sendiri. Semuanya itu telah kami lihat dan
kami saksikan (1Yoh. 1:1; 2Ptr. 1:16), dan telah kami seli-
diki dengan saksama (Luk. 1:3).
(2) Apa yang ia lihat, ia tulis sesuai dengan apa yang terjadi.
Sebagai seorang saksi mata yang jujur. Ia bukan saja men-
ceritakan kebenaran, melainkan seluruh kebenaran itu. Ia
tidak hanya memberi kesaksian melalui mulut, namun me-
ninggalkannya dalam bentuk tulisan, in perpetuam rei
memoriam – sebagai kenang-kenangan yang terus ada.
(3) Kesaksiannya tidak diragukan lagi benar, sebab dia bukan
hanya menuliskan apa yang ia sendiri ketahui dan amati,
melainkan juga apa yang disuruh oleh Roh kebenaran,
yang menuntun kepada segala kebenaran.
(4) Dia sendiri betul-betul yakin mengenai kebenaran yang ia
tuliskan dan tidak membujuk orang lain untuk memper-
cayai apa yang ia sendiri tidak percayai. Ia tahu, bahwa ia
mengatakan kebenaran.
(5) sebab itulah ia memberi kesaksian mengenai hal-hal itu,
supaya kita juga percaya. Dia mencatatkan semua itu bu-
kan semata untuk kepuasan pribadi atau untuk dipakai
oleh teman-temanya, namun memperuntukkannya bagi se-
mua orang di dunia ini. Bukan pula untuk memuaskan
orang-orang yang penasaran atau untuk menyenangkan
hati orang-orang pintar, namun untuk menarik manusia
supaya mempercayai Injil demi kesejahteraan abadi mereka
sendiri.
2. Apa yang dengan saksama diperlihatkan oleh Yohanes dalam
peristiwa ini. Supaya kita boleh merasa yakin penuh mengenai
kebenaran kematian Kristus, maka dia pun melihat darah dari
jantung-Nya, darah kehidupan-Nya, mengalir keluar. Ia juga
melihat berkat-berkat yang mengalir kepada kita sebab kema-
tian-Nya itu, yang dilambangkan oleh darah dan air yang
mengalir keluar dari lambung-Nya. Semoga hal ini menghapus
ketakutan orang-orang Kristen yang lemah, dan menguatkan
pengharapan mereka, bahwa kejahatan tidak akan lagi men-
jadi batu sandungan bagi mereka, sebab dari lambung Kristus
yang tertikam itu mengalir keluar air dan darah untuk membe-
narkan dan menguduskan mereka. sebab itu, jika Anda ber-
tanya, bagaimana kita dapat yakin mengenai itu? Yakinlah, se-
bab orang yang melihat hal itu sendiri yang memberi kesak-
sian ini.
V. Penggenapan Kitab Suci dalam semua hal ini (ay. 36): su-
paya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci, sehingga kehormat-
an Perjanjian Lama terjaga dan kebenaran Perjanjian Baru pun
diteguhkan.
Di sini ada dua contoh mengenai hal ini :
1. Kitab Suci digenapi saat kedua kaki-Nya tetap utuh tidak dipa-
tahkan. Firman ini tergenapi, Tidak ada tulang-Nya yang akan
dipatahkan.
(1) Memang ada sebuah janji seperti ini yang ditujukan bagi
semua orang benar, akan namun terutama mengarah kepada
Yesus Kristus yang benar (Mzm. 34:21): Ia melindungi se-
gala tulangnya, tidak satu pun yang patah. Dan Daud di
dalam Roh berkata, Segala tulangku berkata: “Ya, TUHAN,
siapakah yang seperti Engkau?” (Mzm. 35:10).
(2) Ada juga perlambangan mengenai hal ini dalam domba
paskah, yang tampaknya secara khusus ditunjukkan da-
lam Keluaran 12:46: Satu tulang pun tidak boleh kamu pa-
tahkan, dan diulangi lagi dalam Bilangan 9:12, satu tulang
pun tidak boleh dipatahkan. Demikianlah, yang menjadi inti
dari hukum yaitu kehendak sang pembuat hukum itu
sendiri, dan yang diperlambangkan pun harus sesuai de-
ngan perlambang yang telah mendahuluinya. Sebab anak
domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus
(1Kor. 5:7). Dia yaitu Anak Domba Allah (1:29), dan, seba-
gai Domba Paskah Sejati, tulang-tulang-Nya tidak boleh di-
patahkan. Perintah mengenai tulang-tulang-Nya saat Ia
meninggal ini diberikan sebagaimana pesan Yusuf (Ibr.
11:22).
(3) Ada makna yang terkandung dalam hal tulang-Nya yang
tidak dipatahkan: kekuatan tubuh terletak di dalam tulang.
Kata dalam bahasa Ibrani untuk tulang mengandung arti
kekuatan. sebab itu, perkataan tidak satu pun dari tulang
Kristus dapat dipatahkan menunjukkan bahwa meskipun
Ia disalibkan di dalam kelemahan, kekuatan-Nya dalam me-
nyelamatkan tidak terpatahkan sama sekali. Dosa mere-
mukkan tulang-tulang kita, sebagaimana yang dilakukan-
nya terhadap tulang-tulang Daud (Mzm. 51:10), namun dosa
tidak bisa mematahkan tulang Kristus. Dia tetap berdiri
teguh menanggung beban, perkasa untuk menyelamatkan.
2. Kitab Suci digenapi saat lambung-Nya itu ditikam (ay. 37): Me-
reka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam,
demikianlah yang tertulis (Za. 12:10). Demikian juga Pribadi
yang sama yang telah mencurahkan Roh anugerah, yang tiada
lain selain Allah dari semua nabi yang kudus, juga berkata,
mereka itu akan memandang kepadaku, yang di sini ditujukan
kepada Kristus. Mereka akan memandang kepada Dia.
(1) Dalam perkataan ini tersirat bahwa Mesias akan diti-
kam, dan penikaman terhadap diri-Nya digenapi secara le-
bih menyeluruh saat lambung-Nya ditikam, lebih daripada
saat tangan dan kaki-Nya ditusuk. Dia ditikam oleh ke-
luarga Daud dan penduduk Yerusalem, dilukai di rumah
sahabat-sahabat-Nya, sebagaimana yang terjadi sesudah itu
(Za. 13:6).
(2) Telah dijanjikan bahwa saat Roh dicurahkan, mereka akan
memandang kepada Dia dan berkabung. Hal ini telah terge-
napi sebagian saat banyak orang yang dulu yaitu para
pengkhianat dan pembunuh menjadi terharu hatinya, dan
lalu percaya kepada-Nya. namun semuanya akan tergenapi
sepenuhnya, saat belas kasihan ditunjukkan-Nya, yaitu
saat semua bangsa Israel diselamatkan, dan juga saat
murka diperlihatkan-Nya, yaitu saat semua orang yang ber-
keras hati dalam ketidakpercayaan melihat kepada Dia
yang telah mereka tikam, dan meratapi Dia (Why. 1:7).
Semua ini juga berlaku atas kita semua. Kita telah bersalah
sebab menikam Tuhan Yesus, dan sebab itu pantaslah
bagi kita untuk memandang kepada Dia dengan penuh ka-
sih.
Penguburan Kristus
(19:38-42)
38 Sesudah itu Yusuf dari Arimatea – ia murid Yesus, namun sembunyi-sem-
bunyi sebab takut kepada orang-orang Yahudi – meminta kepada Pilatus,
supaya ia diperbolehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan
permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu. 39 Juga
Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam ke-
pada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu,
kira-kira lima puluh kati beratnya. 40 Mereka mengambil mayat Yesus, me-
ngapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah
menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat. 41 Dekat tempat di
mana Yesus disalibkan ada suatu taman dan dalam taman itu ada suatu ku-
bur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. 42 sebab
hari itu hari persiapan orang Yahudi, sedang kubur itu tidak jauh letaknya,
maka mereka meletakkan mayat Yesus ke situ.
Di sini kita mendapati kisah penguburan tubuh Tuhan kita Yesus
yang terkasih itu. Upacara penguburan orang-orang besar biasanya
penuh khidmat dan menarik perhatian orang untuk melihatnya. Pe-
makaman teman dekat yang tercinta pun biasanya dilayat dengan
kesedihan yang mendalam. Namun, mari dan lihatlah sebuah pe-
nguburan yang luar biasa, tidak pernah ada yang seperti ini! Mari
dan lihatlah pemakaman yang menaklukkan kubur dan membenam-
kannya dalam-dalam. Inilah sebuah pemakaman yang memperindah
kubur dan membuatnya lebih nyaman bagi semua orang percaya.
Baiklah kita menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang
hebat itu.
Di sini diceritakan tentang:
I. Permintaan akan mayat Yesus (ay. 38). Tindakan ini dilakukan
sebab kehendak Yusuf dari Rama, atau Arimatea, yang namanya
tidak disebut-sebut di dalam cerita mana pun dalam Perjanjian
Baru selain dalam kisah penguburan Kristus. Hatinya sangat
peduli dengan penguburan Yesus. Semua penulis Injil mencatat
peristiwa ini.
Perhatikanlah:
1. Perangai si Yusuf ini. Dia yaitu seorang murid Kristus
incognito – secara diam-diam. Walaupun tidak dikenal, ia sung-
guh menjadi seorang sahabat Kristus yang baik. Ia sungguh
merasa terhormat untuk menjadi seorang murid Kristus.
Seperti dia, memang bisa terjadi ada orang-orang besar yang
tak terhindarkan lagi harus berhubungan dengan orang jahat.
namun dalam peristiwa ini, yaitu kelemahan Yusuf bahwa dia
begitu sembunyi-sembunyi dalam mengikut Kristus, padahal
dia seharusnya mengakui Kristus secara terang-terangan di
depan orang, sekalipun harus mengorbankan kedudukannya
sebab itu. Para murid seharusnya mengakui jati diri mereka
secara terbuka. Sekalipun demikian, Kristus tetap saja bisa
juga memiliki banyak murid yang tulus, walaupun mereka
tidak mau mengakui Dia secara terang-terangan. Lebih baik
begitu daripada tidak mengikuti-Nya sama sekali, terutama
jika, seperti Yusuf di sini, mereka bertumbuh semakin kuat
dan kuat. Ada orang yang menjadi gentar saat menghadapi
pencobaan kecil, namun menjadi sangat berani saat meng-
hadapi pencobaan yang lebih besar. Inilah yang terjadi dengan
Yusuf di sini. Dia menutupi kasihnya akan Kristus sebab
takut kepada orang-orang Yahudi, jangan sampai mereka me-
ngucilkannya dari tempat ibadah, atau paling tidak, menge-
luarkannya dari Mahkamah Agama, hal paling buruk yang
dapat mereka perbuat. Namun, dia berani menghadap Pilatus,
walaupun takut terhadap orang-orang Yahudi. Begitulah yang
memang terjadi, niat jahat orang yang tidak ada apa-apanya,
selain hanya dapat mencela, menghina dan berteriak-teriak
saja, terkadang dapat juga menimbulkan kegentaran, bahkan
terhadap orang-orang baik dan bijaksana sekalipun.
2. Peran yang dia jalankan dalam perkara ini. Dia, yang sebab
kedudukannya dapat menghubungi Pilatus, meminta izin un-
tuk menguburkan mayat Yesus. Ibu dan kerabat dekat Yesus
sendiri tidak memiliki keberanian atau minat untuk mencoba
melakukan hal ini . Semua murid-Nya sudah kabur, dan
jika tidak ada orang yang muncul, maka orang-orang Yahudi
atau para prajurit akan menguburkan-Nya bersamaan dengan
kedua penyamun itu. Oleh sebab itulah Allah menggerakkan
tuan ini untuk turun tangan, supaya firman Allah tergenapi,
dan keapikan kebangkitan-Nya yang akan segera terjadi dapat
dipertahankan. Perhatikanlah, bila Allah memiliki sebuah pe-
kerjaan yang harus dituntaskan, Ia pasti bisa menemukan
orang-orang yang pantas menunaikannya dan memampukan
mereka untuk melakukan itu. Cermatilah peristiwa ini sebagai
sebuah contoh kerendahan hati Kristus, yaitu bahwa mayat-
Nya pun bergantung pada belas kasihan seorang hakim kafir,
dan harus diminta dulu sebelum bisa dikuburkan. Selain itu,
Yusuf tidak bisa membawa mayat Kristus sebelum ia meminta
izin dan diperbolehkan oleh wali negeri. Demikianlah, dalam
perkara-perkara hukum, kita memang harus menghormati dan
tunduk sepenuhnya kepada kuasa pejabat hukum.
II. Rempah-rempah yang dipersiapkan untuk mengurapi mayat (ay.
39). Pembalsaman ini disiapkan oleh Nikodemus, satu lagi se-
orang yang terpuji dan memiliki kedudukan dalam masyarakat.
Dia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, yang
dianggap sebagian orang sebagai bahan-bahan pahit untuk me-
ngawetkan mayat, dan sebagian lagi menganggapnya sebagai we-
wangian untuk mengurapi mayat.
Di sini terlihat:
1. Sifat Nikodemus yang mirip dengan sifat Yusuf. Nikodemus
juga diam-diam berteman dengan Kristus, meskipun tidak
menjadi pengikut tetap-Nya. Dialah yang mula-mula datang
waktu malam kepada Yesus, namun kini ia pun mengakui-Nya
secara terang-terangan sebagaimana sebelumnya (7:50-51).
Anugerah yang pada mulanya terlihat seperti buluh yang
terkulai bisa saja berubah kokoh seperti pohon aras. Anak
domba yang gemetar dapat menjadi berani seperti singa. Aneh
rasanya bahwa Yusuf dan Nikodemus, yang berkedudukan
penting itu, tidak tampil sebelumnya untuk meminta Pilatus
supaya jangan menghukum Kristus, terutama saat mereka
bisa melihat betapa enggannya Pilatus menjatuhkan hukuman
itu. Membela nyawa-Nya akan terlihat lebih mulia daripada
meminta mayat-Nya. Akan namun Kristus tidak ingin satu pun
di antara kawan-kawan-Nya berusaha untuk mencegah kema-
tian-Nya saat saat-Nya sudah tiba. Saat para penganiaya-
Nya sedang menggenapi nubuatan Kitab Suci, para pengikut-
Nya tidak boleh menghalanginya.
2. Kebaikan Nikodemus yang bermakna besar, meskipun berbeda
sifatnya dengan yang ditunjukkan oleh Yusuf. Yusuf melayani
Kristus dengan kedudukannya, dan Nikodemus dengan uang-
nya. Mungkin mereka berdua telah sepakat bahwa sementara
yang satu mengusahakan izin, yang satunya lagi akan me-
nyiapkan rempah-rempah, dan sungguh baik supaya mereka
bisa bekerja cepat, sebab mereka tidak punya banyak waktu.
Akan namun , mengapa mereka mau bersusah payah mengurusi
mayat Kristus?
(1) Beberapa orang berpendapat bahwa di dalam tindakan itu
tercermin kelemahan iman mereka. Kepercayaan yang te-
guh akan kebangkitan Kristus pada hari ketiga pastilah da-
pat mencegah mereka untuk sibuk dan mengeluarkan bia-
ya seperti ini, dan iman itu juga akan lebih dapat diterima
daripada persembahan rempah-rempah. Mayat-mayat yang
harus berdiam lama di dalam kubur memang perlu dibung-
kus dengan layak. Namun, untuk apa semuanya itu bagi
seseorang yang, seperti seorang pengembara, hanya mam-
pir sesaat di sana, untuk tinggal barang sehari atau dua
hari?
(2) Walaupun demikian, dalam apa yang mereka lakukan itu
kita bisa melihat dengan jelas kasih mereka yang menda-
lam. Di sini mereka memperlihatkan rasa hormat mereka
yang tinggi terhadap pribadi dan ajaran Kristus, dan rasa
hormat itu tidak menjadi berkurang oleh aib salib. Orang-
orang yang begitu giat melecehkan mahkotah-Nya dan
mencampakkan kehormatan-Nya ke dalam debu, mungkin
mengira bahwa kedua orang ini mengkhayalkan hal yang
sia-sia. Namun, sebagaimana Allah telah menaruh kehor-
matan bagi-Nya di dalam penderitaan-Nya, begitu pula ma-
nusia, bahkan orang-orang besar. Mereka tidak hanya me-
nunjukkan sikap hormat dengan cara bermurah hati me-
nguburkan mayat-Nya di dalam tanah, namun juga mem-
berikan penghormatan yang layaknya ditujukan kepada
seorang yang terpandang. Mereka mungkin saja melakukan
semua itu sambil percaya dan menanti-nantikan kebang-
kitan-Nya. Bukan hanya itu saja, mereka mungkin melaku-
kan semuanya itu di dalam iman dan pengharapan akan
kebangkitan-Nya. Oleh sebab Allah merancangkan kehor-
matan bagi tubuh Kristus, maka mereka pun menghormati
mayat-Nya. Bagaimanapun juga, kita harus melaksanakan
tugas kita selagi kita sempat dan berkesempatan, dan me-
nyerahkan tugas itu kepada Allah untuk menggenapi janji-
janji-Nya pada waktu dan dengan cara-Nya sendiri.
III. Tubuh itu dipersiapkan (ay. 40). Mereka mengambil mayat Yesus
dan memasukkannya ke sebuah rumah terdekat, dan sesudah
membasuhnya dari darah dan debu, dengan amat hati-hati me-
reka mengapaninya dengan kain lenan, dengan olesan rempah-
rempah, seperti minyak urapan, menurut adat orang Yahudi bila
menguburkan mayat, atau mengawetkannya (begitu istilah yang
dipakai Dr. Hammond), sebagaimana bila kita hendak mengubur-
kan mayat.
1. Mayat Kristus diurus dengan hati-hati: Mereka mengapaninya
dengan kain lenan. Kristus mengenakan pakaian yang biasa-
nya kita kenakan, bahkan kain kapan pun Ia kenakan, supaya
Ia dapat membuat kain itu terasa nyaman bagi kita, sehingga
kita dimampukan untuk menyebut kain kapan itu sebagai
baju pengantin kita. Mereka membubuhkan rempah-rempah ke
atas tubuh itu, sebab segala pakaian-Nya, tidak terkecuali
kain kapan-Nya, berbau mur, gaharu dan cendana (nama rem-
pah-rempahnya disebutkan di sini) dari istana gading (Mzm.
45:9), dan bagi Kristus, makam yang digali dari sebuah batu
itu bagaikan sebuah istana gading. Bau mayat dan kuburan
sangat menyengat dan menusuk, sebab itulah dosa sering
diibaratkan dengan tubuh yang penuh kematian dan sebuah
kubur yang ternganga. Akan namun , pengorbanan Kristus telah
menghapuskan semua cemar kita, sebab pengorbanan-Nya itu
harum baunya di hadapan Allah. Tidak ada minyak urapan
atau wewangian yang dapat menyenangkan hati seperti yang
ditimbulkan oleh kubur Sang Penebus kita, bila ada iman yang
merasakan keharuman di dalamnya.
2. Sesuai dengan teladan ini, kita juga harus menghargai mayat-
mayat orang Kristen. Bukan dengan cara mengawetkan dan
memuja mayatnya. Bukan begitu, bahkan sekalipun mereka
itu orang suci dan martir terhebat (hal-hal seperti itu pun
tidak diperbuat terhadap mayat Kristus sendiri), melainkan
supaya menguburkannya dengan hati-hati, debu ke dalam
debu, sebagai orang-orang yang percaya bahwa tubuh para
orang kudus yang telah meninggal masih bersatu dengan
Kristus dan dirancangkan untuk menerima kemuliaan dan
hidup kekal pada hari terakhir nanti. Kebangkitan orang-orang
kudus akan terjadi sebab berkat kebangkitan Kristus, dan
sebab itulah, dalam menguburkan mereka kita harus meng-
arahkan pandangan kita kepada penguburan Kristus sendiri,
sebab, sebagai orang yang pernah mati, Dia berkata demikian,
“Orang-orang-Mu yang mati akan hidup pula” (Yes. 26:19).
Dalam menguburkan orang mati, bukan berarti kita harus me-
niru segala sesuatu seperti yang terjadi dalam penguburan
Kristus, misalnya memakai kain kapan, dikuburkan di dalam
taman, dan dibubuhi rempah-rempah seperti Dia pada waktu
itu. Akan namun , penguburan-Nya menurut adat orang Yahudi
mengajarkan kita bahwa dalam hal seperti itu kita harus me-
nyesuaikan diri dengan kebiasaan di daerah tempat tinggal
kita, kecuali dalam hal-hal yang berbau takhayul.
IV. Kubur itu digali di sebuah taman milik Yusuf dari Arimatea, sa-
ngat dekat dengan tempat-Nya disalibkan. Di sana ada sebuah
kubur baru atau rongga makam yang telah disiapkan namun be-
lum pernah dipakai sebelumnya.
Perhatikanlah:
1. Kristus dikuburkan di luar kota, sebab begitulah adat orang
Yahudi dalam menguburkan mayat, bukan di dalam kota, apa-
lagi di dalam rumah ibadah. Dan cara ini dipandang lebih baik
daripada cara penguburan kita. Namun demikian, ada alasan
khusus mengapa penguburan harus di luar kota saat itu, yaitu
sebab menyentuh kuburan dianggap sebagai hal yang najis
(namun hal ini tidak berlaku lagi sekarang ini). Akan namun , ke-
matian Kristus telah mengubah sifat kuburan dan mengha-
puskan segala kecemaran di dalamnya bagi para orang per-
caya, jadi kita tidak perlu harus menjauh dari tempat itu.
Keberadaan sekumpulan orang mati di halaman gereja yang
mengelilingi sekumpulan jemaat di dalam gereja juga tidak
akan membawa kebaikan apa pun, sebab jemaat itu sendiri
sebentar juga akan mati, dan di tengah-tengah kehidupan ini
kita diperhadapkan dengan kematian. Kalau kita ingin me-
ngunjungi makam yang suci itu, kunjungilah dengan iman,
dan bukan dengan takhayul. Untuk itu, kita harus menyingkir
dari hiruk pikuk dunia ini.
2. Kristus dimakamkan di sebuah taman.
Perhatikanlah:
(1) Yusuf memiliki makamnya sendiri di dalam tamannya. Dia
memaksudkannya sebagai sebuah ingatan,
[1] Bagi dirinya selama masih hidup. Sementara menikmati
tamannya dan menuai hasil-hasil dari taman itu, biar-
lah dia ingat akan kematiannya nanti dan bersiap sedia
bagi kematiannya itu. Taman yaitu tempat yang tepat
untuk merenung, dan sebuah kubur di dalam taman
dapat memperlengkapi kita dengan topik renungan yang
tepat, meskipun topik itu enggan kita pikirkan di
tengah-tengah kesenangan kita.
[2] Bagi pewaris dan penerusnya jika ia telah mati nanti.
Baik sekali jika kita mengenal tempat dikuburkannya
bapa leluhur kita, dan dengan mengenal tempat itu,
mungkin saja akan mengurangi rasa takut kita menge-
nai kuburan kita sendiri nanti.
(2) Tubuh Kristus diletakkan di dalam sebuah kubur di taman.
Di taman Edenlah kematian dan kuburan mendapatkan
kuasa mereka untuk yang pertama kali, dan kini di dalam
taman pulalah kedua hal itu ditaklukkan, dilucuti, dan
dikalahkan. Kristus memulai penderitaan-Nya di dalam ta-
man, dan dari dalam taman pula Ia akan bangkit dan me-
mulai kemuliaan-Nya. Kristus jatuh ke dalam tanah seperti
biji gandum (12:24), dan sebab itulah Dia dituai dalam
taman, di antara benih-benih, sebab embun-Nya ialah
embun terang (Yes. 26:19). Dia yaitu mata air di kebun
(Kid. 4:15).
3. Dia dikuburkan dalam sebuah kubur baru. Hal ini telah diran-
cangkan,
(1) Demi kehormatan Kristus. Dia bukanlah orang biasa, dan
sebab itulah Dia tidak selayaknya bercampur dengan
debu biasa. Dia yang dilahirkan dari kandungan anak pera-
wan harus juga bangkit dari kubur yang masih perawan,
belum tersentuh.
(2) Demi meneguhkan kebenaran kebangkitan-Nya, supaya
tidak ada kecurigaan bahwa yang bangkit itu bukanlah
Dia, namun orang lain, yang bangkit saat itu saat banyak
tubuh orang suci yang telah mati bangkit. Atau, untuk me-
nyingkirkan anggapan bahwa Dia bangkit oleh kuasa orang
lain, seperti yang terjadi dengan orang yang dibangkitkan
saat disentuh dengan tulang belulang Elisa, dan bukan
oleh kuasa-Nya sendiri. Dia yang menjadikan segala sesua-
tu baru telah memperbarui kubur bagi kita.
V. Penguburan itu dilaksanakan secara khidmat (ay. 42): Mereka
meletakkan mayat Yesus k