Tampilkan postingan dengan label yohanes 19. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label yohanes 19. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

yohanes 19

 


h membaca tentang barang ke-

punyaan-Nya yang bernilai atau luar biasa, kecuali jubah ini, 

dan ini pun tidak mahal, hanya sedikit berbeda saja dari bia-

sanya, sebab dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. 

Jadi, sebenarnya tidak ada yang aneh dalam bentuk jubah itu, 

selain kesederhanaannya. Tradisi mengatakan bahwa ibu-

Nyalah yang menenun jubah itu untuk Dia, dan bahwa jubah 

itu dibuat sewaktu Dia masih kecil dan, seperti juga pakaian 

orang Israel di padang gurun, jubah itu tidak menjadi buruk. 

Akan namun , semua cerita angan-angan ini  sama sekali 

tidak berdasar. Para prajurit merasa sayang untuk merobek 

jubah itu, sebab nanti tenunannya akan lepas, dan jubah itu 

tidak akan ada gunanya lagi. sebab  itulah, mereka mem-

buang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya. Saat 

Kristus menghadapi penderitaan maut, mereka malah ber-

sukacita membagi-bagi barang rampasan yang diperoleh dari-

Nya. Keutuhan jubah Kristus yang tidak berjahit itu biasanya 

dijadikan perumpamaan untuk menunjukkan bagaimana 

orang-orang Kristen harus berhati-hati untuk tidak merobek-

robek gereja dengan pertikaian dan perpecahan. Sebagian 

orang lagi berpendapat bahwa alasan mengapa para prajurit 

itu tidak mau merobek jubah Kristus bukanlah sebab  mereka 

menghormati Kristus, melainkan sebab  setiap dari mereka 

ingin memiliki jubah itu bagi dirinya sendiri. Demikianlah ba-

nyak orang menentang perpecahan dengan lantang, hanya 

supaya mereka bisa menelan seluruh kekayaan dan kekuasa-

an bagi diri mereka sendiri. Orang-orang yang menentang pe-

misahan dari gereja Roma yang diprakarsai oleh Luther, ku-

rang lebih juga memaksakan tunica inconsutilis – jubah yang 

tidak berjahit; dan beberapa dari mereka begitu bersikeras 

sampai-sampai mereka disebut Inconsutilistæ – Kaum yang 

tidak berjahit.  

4.  Penggenapan Kitab Suci dalam kejadian ini . Daud, di da-

lam rohnya, menubuatkan keadaan yang sama mengenai pen-

deritaan Kristus, yakni dalam Mazmur 22:18. Kejadian pende-

ritaan Kristus itu, yang benar-benar menjawab nubuatan itu, 

membuktikan:  

(1)  Bahwa Kitab Suci yaitu  benar firman Allah, yang telah 

menubuatkan peristiwa-peristiwa mengenai Kristus sede-

mikian jauh sebelumnya, dan semua peristiwa itu memang 

terjadi sesuai dengan yang telah dinubuatkan itu.  

(2) Bahwa Yesus yaitu  benar Sang Mesias, sebab di dalam 

Dia semua nubuatan Perjanjian Lama mengenai Mesias di-

genapi dengan sepenuh-penuhnya. Hal itu telah dilakukan 

prajurit-prajurit itu. 

III. Pemeliharaan Kristus bagi ibu-Nya yang malang itu. 

1.  Ibu-Nya menemani-Nya sampai saat kematian-Nya (ay. 25): 

Dekat salib Yesus, sedekat-dekat yang mereka bisa, berdiri ibu-

Nya, dan beberapa kerabat serta kawan ada bersamanya. Pada 

awalnya, mereka berdiri dekat salib-Nya, seperti yang dikata-

kan di sini. Akan namun , sesudah  itu, mungkin para serdadu 

memaksa mereka menjauh, seperti yang ditulis dalam Injil 

Matius dan Markus. Atau mungkin juga mereka sendiri pindah 

menjauh dari sana.  

(1) Lihatlah di sini kasih sayang mendalam yang dirasakan 

para wanita saleh itu terhadap Tuhan kita Yesus saat  Dia 

sedang menderita. Saat semua murid-Nya, terkecuali Yoha-

nes, mencampakkan Dia, mereka terus saja setia mendam-

pingi-Nya. Begitulah orang-orang yang tersandung menjadi 

seperti Daud (Za. 12:8): mereka tidak tergoyahkan oleh 

kegeraman para musuh atau kengerian pemandangan di 

hadapan mereka itu. Mereka memang tidak bisa menyela-

matkan atau melepaskan Dia, namun  mereka tetap setia 

mendampingi-Nya, untuk menunjukkan kebaikan hati me-

reka. Beberapa penulis membuat rekaan yang tidak saleh 

dan menghujat mengenai perawan Maria berdiri di samping 

salib itu. Menurut mereka, dengan begitu ia pun ikut andil 

dalam penebusan dosa yang dilakukan Kristus, sama be-

sarnya dengan yang Kristus lakukan sehingga dengan 

demikian dia menjadi sarana atau mitra Kristus untuk ke-

selamatan kita.  


(2) Kita pastinya dapat membayangkan betapa menderitanya 

para wanita malang itu saat  melihat Kristus disiksa, ter-

utama sang perawan yang terberkati itu. Kini, genaplah 

apa yang pernah dikatakan Simeon, bahwa suatu pedang 

akan menembus jiwamu sendiri (Luk. 2:35). Siksaan yang 

dialami Kristus menjadi derita jiwa Maria. Ia tercabik-cabik 

saat Kristus terpaku di kayu salib, dan hatinya ikut berda-

rah sebab  luka-luka-Nya. Cela dan aib yang ditimpakan 

mereka kepada-Nya juga ikut menimpa orang-orang yang 

menyertai Dia.    

(3)  Selayaknya kita mengagumi kekuatan anugerah ilahi yang 

menyokong para wanita itu, terutama sang perawan Maria, 

saat harus melalui pencobaan yang begitu berat seperti itu. 

Kita tidak mendapati ibu Kristus memilin-milin tangannya 

dengan gelisah, atau menjambak-jambak rambutnya sen-

diri, atau merobek-robek pakaiannya, atau mengeluarkan 

raungan sedih. Akan namun , dengan ketabahan hati yang 

luar biasa, dia berdiri di dekat salib, dan kawan-kawannya 

pun ada bersama dengannya. Pastilah dia dan mereka se-

mua dikuatkan oleh kuasa ilahi sehingga mampu tabah se-

perti itu, dan pasti juga sang perawan Maria memiliki peng-

harapan yang lebih besar dari yang lainnya mengenai ke-

bangkitan Kristus, yang mampu menguatkannya sedemi-

kian rupa. Kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa kita 

tanggung sampai kita dicobai, dan saat itulah kita akan 

tahu siapa yang telah berkata, Cukuplah anugerah-Ku bagi-

mu. 

2.  Dengan penuh kasih sayang, Kristus menyediakan keperluan 

ibu-Nya saat  Dia hampir mati. Mungkin saja Yusuf, suami-

nya, sudah lama meninggal, dan anaknya Yesus telah menyo-

kong kehidupannya selama ini, dan hubungannya dengan 

Kristuslah yang menyambung kehidupannya selama ini. Kini 

Dia akan mati, lalu apa yang akan menimpanya kelak? Kristus 

melihatnya berdiri di dekat situ, dan mengenal kesulitan dan 

kedukaan hatinya. Dia juga melihat Yohanes berdiri tidak jauh 

dari sana, sehingga Dia lalu mengatur sebuah hubungan 

antara ibu yang sangat Ia kasihi dengan murid yang sangat Ia 

kasihi itu. Dia berkata kepada wanita itu, “Ibu, inilah anakmu, 

kepada siapa engkau harus mencurahkan kasih sayang keibu-

anmu mulai saat ini”; dan kepada Yohanes, “Inilah ibumu, ke-

pada siapa engkau harus menunaikan tugas sebagai seorang 

anak.” Dan sejak saat itu, saat yang tidak akan pernah terlu-

pakan itu, murid itu menerima dia di dalam rumahnya.  

Lihatlah di sini: 

(1) Perhatian yang Kristus limpahkan kepada ibu tersayang-

Nya. Dia tidak tenggelam di dalam kesakitan penderitaan-

Nya sampai melupakan kawan-kawan-Nya, yang begitu Dia 

pedulikan di dalam hati-Nya. Mungkin ibu-Nya justru teng-

gelam dalam kesedihan sebab  melihat-Nya menderita, 

sampai-sampai dia tidak memikirkan apa yang akan me-

nimpa dia di kemudian hari. namun , Kristus memikirkan-

nya. Emas dan perak tidak ada pada-Nya untuk Ia waris-

kan, juga tidak ada rumah atau harta pribadi. Pakaian-Nya 

saja sudah disita para prajurit, dan kita tidak lagi pernah 

mendengar kabar tentang uang kas sejak Yudas yang ber-

tugas mengurusnya, gantung diri. Jadi Dia tidak memiliki 

cara lain untuk memelihara ibu-Nya selain dengan menitip-

kannya kepada kawan-Nya, yang kemudian Ia lakukan di 

sini. 

[1] Dalam teks asli, Dia memanggilnya wanita, bukan ibu, 

bukan sebab  Dia tidak menghormatinya, namun  sebab  

kata ibu akan membuat hatinya yang sedang berduka 

itu menjadi lebih perih saja, seperti yang terjadi saat  

Ishak berkata kepada Abraham, “Bapa.” Dia berkata 

sebagai seorang yang kini tidak lagi ada di dunia ini, 

namun  sudah mati terhadap orang-orang yang paling 

dekat dengan-Nya di dalam dunia ini. Gaya bicara-Nya 

yang kelihatan seolah-olah merendahkan ibu-Nya sen-

diri itu, seperti yang Ia pernah juga lakukan sebelum-

nya, dirancangkan untuk meniadakan dan menegur 

penghormatan berlebihan yang Ia tahu akan diberikan 

kepada Maria di kemudian hari oleh sebagian pihak ge-

reja, seakan-akan dia yaitu  mitra-Nya yang juga harus 

diberi kehormatan yang sama dengan Sang Penebus 

sendiri.  

[2] Dia mengarahkan Maria supaya memandang Yohanes 

sebagai anaknya sendiri: “Tengoklah dia yang berdiri di 

sana sebagai anakmu sendiri, dan jadilah seorang ibu 

bagi dia.”  

Lihatlah di sini: 

Pertama, sebuah contoh kebaikan ilahi untuk kita 

perhatikan supaya menjadi kekuatan hati bagi kita. 

Kadang kala, saat Allah mengambil satu penghiburan 

dari kita, Dia juga akan memberi  penghiburan yang 

lain lagi bagi kita, mungkin dari tempat di mana kita 

bahkan tidak mencari. Kita membaca tentang anak-

anak yang akan dipunyai oleh gereja sesudah  gereja 

kehilangan anak-anaknya yang lain (Yes. 49:21). Jadi, 

saat sebuah cadangan air mengering, janganlah mengi-

ra bahwa semuanya sudah lenyap, sebab dari sumber 

air yang sama akan mengalir air yang memenuhi kolam 

lain.  

Kedua, sebuah contoh kewajiban persaudaraan, su-

paya kita meneladaninya juga. Di sini Kristus mengajar-

kan anak-anak untuk sebisa mungkin memelihara ke-

nyamanan hidup orangtua mereka yang telah lanjut 

usia. Saat Daud sedang berada dalam kesusahan, dia 

memelihara kedua orangtuanya dan mencarikan tempat 

bernaung bagi mereka (1Sam. 22:3). Begitu pula yang 

dilakukan Anak Daud di sini. Anak-anak yang akan 

menghadapi maut, semampu-mampunya, haruslah me-

melihara orangtua mereka yang mungkin hidup lebih 

lama dari mereka dan membutuhkan pemeliharaan me-

reka. 

(2)  Kepercayaan yang Dia miliki terhadap murid yang dikasihi-

Nya. Kepada dialah Ia berkata, Inilah ibumu. Maksudnya, 

Aku menitipkan dia ke dalam pemeliharaanmu, jadilah 

anak baginya, untuk membimbing dia (Yes. 51:18), dan 

janganlah meninggalkan ibumu kalau ia sudah tua (Ams. 

23:22). Nah, 

[1] Semua itu yaitu  kehormatan yang diberikan kepada 

Yohanes dan menjadi kesaksian mengenai kesalehan 

dan kesetiaannya. Jika Dia yang mengetahui segala se-

suatu tidak tahu bahwa Yohanes mengasihi-Nya, maka 

Dia tidak akan menjadikannya sebagai penjaga ibu-Nya. 

Dipekerjakan oleh Kristus dan dipercayai untuk meme-

lihara kepentingannya di dunia ini merupakan sebuah 

kehormatan besar. Akan namun ,  

[2] Hal itu juga akan menjadi beban yang harus dipikul Yo-

hanes. Namun, dia tetap menerimanya dengan riang 

hati dan menerima dia di dalam rumahnya tanpa memi-

kirkan beban atau biaya tambahan yang harus ia ke-

luarkan, atau kewajibannya yang lain kepada keluarga-

nya sendiri, ataupun kesukaran lain yang akan timbul 

sebab  tindakannya itu. Perhatikanlah, orang-orang 

yang benar-benar mengasihi Kristus dan dikasihi oleh-

Nya akan bersukacita bila mendapat kesempatan untuk 

melayani Dia atau pekerjaan-Nya. Dalam sejarah Nice-

phoras dikatakan bahwa perawan Maria tinggal ber-

sama Yohanes di Yerusalem selama sebelas tahun, lalu 

ia pun meninggal. Menurut yang lain lagi, ia ikut Yoha-

nes pindah ke Efesus.  

IV. Penggenapan Kitab Suci saat Ia diberi anggur asam untuk dimi-

num (ay. 28-29).  

Perhatikanlah: 

1.  Betapa besar penghormatan yang ditunjukkan Kristus terha-

dap Kitab Suci (ay. 28): Sesudah itu, sebab  Yesus tahu, bah-

wa segala sesuatu telah selesai, – supaya genaplah yang ada 

tertulis dalam Kitab Suci mengenai bagaimana Ia minum di 

tengah-tengah penderitaan-Nya, berkatalah Ia “Aku haus!”, 

yang maksudnya, Dia meminta minum. 

(1)  Sama sekali tidaklah aneh jika Ia merasa haus. Kita pernah 

mendapati-Nya kehausan dalam sebuah perjalanan (4:6-7), 

dan sekarang pun Ia merasa haus saat hendak mengakhiri 

perjalanan-Nya. Ya, tentu wajar saja jika Dia merasa haus 

sesudah  mengalami semua pergumulan berat dalam waktu 

yang cepat ini. Apalagi sekarang Dia sedang menghadapi 

penderitaan maut, akan mati segera sebab  kehabisan da-

rah dan kesakitan yang luar biasa. Siksaan neraka digam-

barkan dengan rasa haus yang amat sangat, sampai si pria 

kaya itu memohon-mohon setitik air untuk mendinginkan 

lidahnya. Rasa haus yang seganas itulah yang sudah akan 

menjadi hukuman bagi kita selamanya, jika saja Kristus 

tidak menanggung derita bagi kita.  

(2) Akan namun , agak mengejutkan mengapa Ia sepertinya me-

ngeluhkan rasa hausnya itu. Itulah satu-satunya perkata-

an yang dikeluarkan-Nya dan tampak seperti sebuah ke-

luhan mengenai penderitaan jasmani-Nya. Saat mereka 

menyesah-Nya dan menancapkan mahkota duri di kepala-

Nya, Dia tidak mengerang, Aduh kepala-Ku! Atau, Ah, 

punggung-Ku! namun  kini Ia berseru, Aku haus. Sebab: 

[1] Dengan begitu Ia hendak mengungkapkan kesusahan 

jiwa-Nya (Yes. 53:11). Dia haus untuk mempermuliakan 

nama Allah dan menyelesaikan pekerjaan penebusan 

bagi kita, dan akan penggenapan tugas-Nya yang men-

datangkan kebahagiaan.  

[2] Dengan begitu Ia hendak mencermati dengan saksama 

bahwa Kitab Suci digenapi. Sampai sejauh itu, semua 

telah selesai dan Dia mengetahuinya, sebab inilah yang 

telah Ia cermati dan lakukan sejak lama. Dan kini Dia 

teringat untuk melakukan satu hal lagi yang tepat 

untuk dilakukan pada saat itu. Dengan ini nyatalah 

bahwa Dia yaitu  Mesias, bukan saja sebab  Kitab Suci 

benar-benar tergenapi dengan sempurna di dalam diri-

Nya, namun  juga sebab  semua itu benar-benar dicer-

mati-Nya dengan sepenuhnya. Dengan semuanya ini 

pula, benar-benar nyatalah bahwa Allah sungguh me-

nyertai Dia – bahwa di dalam semua yang Dia lakukan, 

Dia melakukannya tepat sesuai dengan firman Allah. 

Dia berhati-hati supaya Dia tidak meniadakan, namun  

menggenapi hukum Taurat dan kitab para nabi.  

Pertama, Kitab Suci telah menubuatkan rasa haus-

Nya itu, dan sebab  itulah Dia sendiri mengucapkan-

nya, sebab jika tidak begitu, maka tidak akan diketahui 

bahwa Ia berkata, Aku haus. Telah dinubuatkan bahwa 

lidah-Nya akan melekat pada langit-langit mulut-Nya 

(Mzm. 22:15). Samson, sosok yang melambangkan 

Kristus, juga merasa sangat haus (Hak. 15:18) saat dia 

menghajar bangsa Filistin. Demikian pula Kristus, saat 

Dia ada di kayu salib, melucuti pemerintah-pemerintah 

dan penguasa-penguasa.  

Kedua, Kitab Suci telah menubuatkan bahwa dalam 

kehausan-Nya, Dia akan diberi anggur asam untuk di-

minum (Mzm. 69:22). Mereka memberi-Nya anggur 

asam untuk diminum sebelum mereka menyalibkan Dia 

(Mat. 27:34), akan namun  nubuatan itu tidaklah dapat 

dikatakan tergenapi dalam kejadian itu, sebab hal itu 

tidak terlaksana pada saat Ia merasa haus. Maka dari 

itu, kini Ia berkata, Aku haus, dan meminta minuman 

itu lagi: sebelumnya Ia tidak mau meminumnya, namun  

kini Ia menerimanya, sebab Kristus lebih memilih mene-

rima penghinaan daripada menyaksikan ada satu nu-

buatan yang tidak tergenapi. Hendaknya satu hal ini 

menghibur kita sewaktu menghadapi macam-macam 

pencobaan, yaitu bahwa kehendak Allah itu pasti akan 

terjadi, dan firman-Nya pasti digenapi.   

2.  Lihatlah betapa para penganiaya itu tidak menghormati Dia 

(ay. 29): Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam, mungkin 

sesuai dengan kebiasaan pelaksanaan hukuman seperti saat 

itu, atau, seperti yang diperkirakan beberapa orang, anggur itu 

sengaja dipersiapkan untuk menghina Kristus, sebagai ganti 

secawan anggur yang biasanya mereka berikan kepada orang-

orang yang hendak binasa. Mereka mencucukkan bunga ka-

rang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam itu,  sebab me-

reka tidak sudi membiarkan Dia minum dari cawan. Lalu, 

mereka menaruhnya ke sebatang hisop, dan mengunjukkan-

nya ke mulut Yesus. Hyssōpō perithentes – mereka mencucuk-

kannya ke hisop, supaya bisa diangkat. Atau sebagaimana 

yang diartikan beberapa orang lain lagi, mereka mencampur-

kannya dengan air hisop, dan inilah yang mereka berikan 

kepada-Nya sewaktu Ia merasa haus. Setetes air pastilah da-

pat menyejukkan lidah-Nya, lebih baik daripada setetes anggur 

asam. Walaupun begitu, Ia tunduk juga untuk menerimanya 

demi kita. Kita telah memetik anggur yang asam, dan sebab  

itulah gigi-Nya harus berkemeretak. Kita telah kehilangan se-

gala penghiburan dan kenyamanan, dan sebab  itulah semua 

itu harus ditahan untuk diberikan kepada-Nya. Saat sorga 

tidak memberi-Nya secercah terang, bumi pun menolak mem-

beri-Nya setetes air, malah memberi-Nya anggur asam sebagai 

gantinya. 

V. Kata-kata terakhir yang diucapkan-Nya sebelum Ia mengembus-

kan nafas terakhir-Nya (ay. 30): Sesudah Yesus meminum anggur 

asam itu, sebanyak yang Ia pikir cukup, berkatalah Ia: “Sudah 

selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan 

nyawa-Nya.  

Perhatikanlah: 

1.  Apa yang dikatakan-Nya itu. Kita dapat menebak bahwa Ia 

mengatakannya dengan penuh kemenangan dan sorak sorai, 

Tetelestai – Sudah selesai, sebuah kata yang merampungkan 

segalanya dan penuh penghiburan.  

(1) Sudah selesai, maksudnya, segala kepahitan dari kejahatan 

dan tindak permusuhan para penganiaya-Nya telah selesai. 

Sesudah Dia menerima penghinaan terakhir dalam anggur 

asam yang mereka berikan kepada-Nya itu, berkatalah Ia, 

“Inilah yang terakhir. Kini Aku tidak akan ada lagi dalam 

jangkauan mereka, menuju tempat di mana orang fasik 

berhenti menimbulkan huru-hara.” 

(2) Sudah selesai, maksudnya, rancangan dan perintah Bapa-

Nya mengenai penderitaan-Nya kini telah tergenapi. Se-

muanya itu merupakan maksud dan rencana Allah yang 

tidak dapat diubah lagi, dan Dia benar-benar berhati-hati 

supaya setiap titik dari rencana itu benar-benar terpenuhi 

(Kis. 2:23). Saat memasuki penderitaan-Nya, Dia berkata, 

“Bapa, jadilah kehendak-Mu,” dan kini Dia berkata dengan 

penuh sukacita, “Sudah selesai.” Makanan dan minuman-

Nya ialah menyelesaikan pekerjaan-Nya (4:34), dan makan-

an dan minuman itu menyegarkan Dia, saat mereka mem-

beri-Nya empedu dan anggur asam.  

(3) Sudah selesai, maksudnya, segenap perlambang dan nu-

buatan Perjanjian Lama yang menunjuk kepada semua 

penderitaan Sang Mesias telah terlaksana dan terjawab. 

Seolah Dia sedang berkata, bahwa sesudah  mereka memberi-

Nya anggur asam, tidak ada satu kata pun dalam Perjanji-

an Lama mengenai diri-Nya yang belum tergenapi. Semua-

nya sudah terjawab, seperti Dia telah dijual seharga tiga 

puluh keping perak, tangan dan kaki-Nya ditusuk, pakaian-

Nya dibagi-bagi, dan seterusnya. Dan kini, anggur asam itu 

telah diberikan. Sudah selesai. 

(4) Sudah selesai, maksudnya, hukum seremonial (yang hanya 

penuh dengan tata upacara saja) sudah dihapuskan dan 

kewajiban di dalamnya pun diakhiri. Yang inti sudah da-

tang sekarang, dan semua bayang-bayang lenyap. Kini tabir 

telah terkoyak, dinding pemisah sudah dirubuhkan, bahkan 

hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya 

telah dibatalkan (Ef. 2:14-15). Tata aturan Musa dibubar-

kan, untuk membuka jalan bagi harapan yang lebih baik.  

(5) Sudah selesai, artinya, sudah tamatlah riwayat dosa, dan 

pelanggaran sudah diakhiri dengan datangnya kebenaran 

untuk selama-lamanya. Sepertinya hal ini mengacu kepada 

Daniel 9:24. Anak domba Allah dikorbankan untuk mengha-

pus dosa dunia, dan semuanya sudah selesai (Ibr. 9:26). 

(6)  Sudah selesai, artinya, penderitaan-Nya kini berakhir, baik 

penderitaan jiwa maupun tubuh-Nya. Badai sudah berlalu, 

yang terburuk sudah lewat. Semua kesakitan dan keseng-

saraan sudah mencapai ujungnya, dan Dia akan segera 

pergi ke dalam firdaus, memasuki sukacita yang ditetapkan 

bagi Dia. Biarlah semua orang yang menderita bagi Kristus 

dan bersama Kristus menghibur diri mereka sendiri dengan 

perkataan ini, hanya sesaat saja, dan sesudah  itu mereka 

akan berkata, “Sudah selesai.” 

(7) Sudah selesai, artinya, kehidupan-Nya kini berakhir, Dia 

siap untuk mengembuskan nafas terakhir, dan kini Dia 

tidak ada lagi di dalam dunia (17:11). Ini seperti yang di-

ucapkan oleh Paulus yang terkasih (2Tim. 4:7), “Aku telah 

mencapai garis akhir, pertandinganku sudah kuakhiri 

dengan baik, minuman di gelasku sudah habis, mene, mene 

– sudah terhitung dan selesai.” Kita semua harus mengha-

dapi semua ini sebentar lagi.  

(8) Sudah selesai, artinya, pekerjaan penebusan dan kesela-

matan manusia kini segera dituntaskan, setidaknya, bagi-

an yang tersulit sudah lewat. Pemuasan murka Allah sudah 

terbalaskan dan memenuhi syarat keadilan Allah, pukulan 

mematikan sudah ditimpakan kepada kuasa Iblis, dan 

sumber anugerah telah dibuka dan akan terus mengalir, 

dasar kedamaian dan kebahagiaan sudah diletakkan dan 

tidak akan pernah goyah. Kini Kristus sudah menjalani 

tugas-Nya dan menyelesaikannya (17:4). Sebab, adapun 

Allah, pekerjaan-Nya sempurna; Saat Aku memulai perkara, 

kata Allah, Aku pun akan menyudahinya. Dan, sebagai-

mana terjadi dalam sebuah tindak pembelian, begitu pula-

lah yang terjadi dalam tindak penebusan, Ia yang memulai 

pekerjaan yang baik akan meneruskannya sampai pada 

akhirnya. Rahasia Allah akan tersingkap. 

2.  Apa yang Dia lakukan: Ia menundukkan kepala-Nya dan me-

nyerahkan nyawa-Nya. Dia mati dengan sukarela, sebab Dia 

bukan saja Sang Korban, melainkan juga Sang Imam dan 

Pembawa Persembahan. Dia yaitu  animus offerentis – Pikiran 

dari Sang Pembawa Persembahan, yang menyatu seluruhnya 

dengan korban persembahan itu. Kristus menunjukkan ke-

hendak-Nya di dalam semua penderitaan-Nya, yang melalui-

nya kita semua dikuduskan.  

(1) Ia menyerahkan nyawa-Nya. Nyawa-Nya tidak direnggut 

dengan paksa dari-Nya, namun  diserahkan secara sukarela. 

Dia berkata, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan 

nyawa-Ku,” dan ini mengungkapkan maksud dari tin-

dakan-Nya itu. Aku menyerahkan diri-Ku sebagai tebusan 

bagi banyak orang. sebab  itulah, Dia menyerahkan nya-

wa-Nya, membayar lunas harga pengampunan dan kehi-

dupan ke dalam tangan Bapa-Nya. “Bapa, muliakanlah 

nama-Mu!” 

(2) Ia menundukkan kepala-Nya. Saat sedang sekarat, orang-

orang yang disalibkan biasanya menengadahkan kepala 

mereka untuk menghela nafas, dan tidak menundukkan 

kepala mereka sebelum mereka menghela nafas terakhir. 

Akan namun  Kristus menundukkan kepala-Nya terlebih da-

hulu, untuk menunjukkan bahwa Dia tetap sadar saat te-

ngah di ambang maut, seakan-akan Dia hendak jatuh terti-

dur. Allah telah membebankan kepada-Nya segala kesalah-

an kita semua, menaruhnya di atas kepala Sang Korban 

Agung ini. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan 

menundukkan kepala-Nya itu Dia hendak memperlihatkan 

beratnya beban yang Ia rasakan menindih-Nya (Mzm. 38:5;

 40:13). Dia menundukkan kepala-Nya untuk menunjukkan 

penyerahan-Nya kepada kehendak Allah dan kepatuhan-

Nya sampai mati. Dia menyiapkan diri-Nya untuk mati, se-

bagaimana Yakub, yang menarik kakinya ke atas tempat 

berbaring dan meninggallah ia. 

Penyaliban 

(19:31-37) 

31 sebab  hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat 

itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib – sebab Sabat itu yaitu  hari 

yang besar – maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan memin-

ta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya 

diturunkan. 32 Maka datanglah prajurit-prajurit lalu mematahkan kaki orang 

yang pertama dan kaki orang yang lain yang disalibkan bersama-sama de-

ngan Yesus; 33 namun  saat  mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa 

Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, 34 namun  seorang dari an-

tara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir 

keluar darah dan air. 35 Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang membe-

rikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengata-

kan kebenaran, supaya kamu juga percaya. 36 Sebab hal itu terjadi, supaya 

genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: “Tidak ada tulang-Nya yang akan 

dipatahkan.” 37 Dan ada pula nas yang mengatakan: “Mereka akan meman-

dang kepada Dia yang telah mereka tikam.” 

Perikop yang berkaitan dengan penusukan lambung Kristus sesudah  

Ia mati ini hanya dicatat oleh sang penulis Injil ini.  

I.  Perhatikanlah kepercayaan takhayul orang Yahudi yang memicu 

tindakan penusukan ini (ay. 31): sebab  hari itu hari persiapan 

dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergan-

tung pada kayu salib, untuk menunjukkan bahwa mereka me-

muja hari Sabat – sebab Sabat itu, yang jatuh pada minggu 

Paskah, yaitu  hari yang besar – maka datanglah orang-orang 

Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki 

orang-orang itu dipatahkan, yang pastinya dilakukan secara paksa 

dengan kejam, supaya mereka bisa dikuburkan jauh-jauh dari 

sana.  

Perhatikanlah di sini:  

1. Penghormatan yang mereka pikir harus diberikan untuk mem-

persiapkan hari Sabat yang akan tiba itu, dan Sabat saat itu 

merupakan salah satu hari raya roti tidak beragi dan (menurut 

sebagian orang) merupakan hari saat orang mempersembah-

kan hasil buah bungaran (panen). Setiap hari sabat yaitu  

hari yang kudus dan baik, akan namun  hari itu yaitu  hari 

yang besar, megalē hēmera – hari yang agung. Hari sabat Pas-

kah merupakan hari yang besar, hari sakramen, hari perjamu-

an. Hari komuni merupakan hari besar, dan harus diadakan 

persiapan yang lebih dari biasanya untuk menyambut hari-

hari itu, supaya hari-hari itu benar-benar besar bagi kita, sela-

ma ada langit di atas bumi. 

2.  Pendapat mereka yang menganggap bahwa jika ada mayat-ma-

yat bergelantungan di atas kayu salib maka hal itu akan men-

cemari hari ini . Mayat-mayat tidak boleh dibiarkan di se-

tiap saat (Ul. 21:23). Akan namun , orang-orang Yahudi pastilah 

akan membiarkan saja kebiasaan Romawi ini  berlang-

sung, jika saja hari itu yaitu  hari biasa. Lagi pula, banyak 

orang asing dari berbagai penjuru negeri sedang ada di Yeru-

salem saat itu, sehingga hal itu bisa menjadi aib bagi orang-

orang Yahudi itu. Orang-orang asing itu tidak akan tahan me-

lihat mayat Kristus yang tersalib di sana, dan kecuali mereka 

tidak memiliki hati nurani, pastilah mereka akan marah lalu 

mencela orang-orang Yahudi itu.  

3. Permintaan mereka terhadap Pilatus, supaya tubuh-tubuh 

yang sudah seperti mati itu diturunkan. Bukan dengan men-

cekik atau memenggal kepala mereka, yang mungkin lebih ber-

belas kasihan sebab  bisa mempercepat akhir penderitaan me-

reka, seperti hantaman belas kasihan coup de grace (pukulan 

atau tembakan mematikan – sebagaimana orang Prancis me-

nyebutnya) dilakukan terhadap seseorang yang disiksa. Seba-

liknya, mereka malah mematahkan kaki penjahat-penjahat 

itu, yang akan sangat menambah rasa sakit yang tak terperi-

kan.  

Perhatikanlah:   

(1)  Belas kasihan orang fasik itu kejam. 

(2) Kekudusan palsu dari orang-orang munafik itu sangat 

menjijikkan. Orang-orang Yahudi itu ingin dianggap meng-

hormati hari sabat, akan namun  mereka tidak mengindah-

kan keadilan dan kebenaran sama sekali. Mereka tidak pu-

nya hati nurani dalam menyalibkan seorang yang luar 

biasa dan tidak bersalah, namun  masih juga sempat merasa 

risau mengenai mayat yang bergelantungan di kayu salib.   

II.  Dua pencuri yang disalibkan bersama dengan Kristus itu dibunuh 

paksa dengan segera (ay. 32). Pilatus masih saja mengabulkan 

keinginan orang-orang Yahudi dan mengeluarkan perintah seperti 

yang mereka inginkan. Maka datanglah prajurit-prajurit, yang 

sama sekali tidak tergerak oleh rasa kasihan, lalu mematahkan 

kaki kedua penyamun itu, yang pastilah menjerit kesakitan de-

ngan pilunya, dan membuat mereka mati sesuai dengan cara 

pembunuhan berdarah menurut Nero, yaitu dengan membuat me-

reka merasakan kematian mereka sendiri. Salah satu dari kedua 

penyamun itu sudah bertobat dan telah menerima jaminan dari 

Kristus bahwa dia sebentar lagi akan ada bersama-Nya di dalam 

firdaus, namun demikian, ia tetap mati dengan kesakitan dan 

kesengsaraan yang sama dengan penyamun yang satunya lagi, se-

bab segala sesuatu sama bagi sekalian orang. Banyak orang pergi 

ke sorga dalam keadaan terbelenggu sewaktu mereka mati dan 

meninggal dalam kepahitan jiwa. Kesakitan teramat sangat saat 

menghadapi maut tidaklah menghalangi kenyamanan hidup yang 

menanti jiwa-jiwa yang kudus di dunia sesudah  kematian. Kristus 

mati dan pergi ke firdaus, namun  menetapkan seorang penjaga 

untuk menghantarkan kita ke sana. Inilah urutan untuk pergi ke 

sorga – Kristus sebagai buah sulung dan Perintis, sesudah itu 

mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.  

III. Pemeriksaan mengenai apakah Kristus sudah mati atau belum, 

dan jawaban yang tidak meragukan mengenai itu. 

1.  Mereka melihat bahwa Dia sudah mati, dan sebab  itulah me-

reka tidak mematahkan kaki-Nya (ay. 33).  

Perhatikanlah di sini: 

(1) Yesus mati dalam waktu yang lebih cepat dari yang biasa-

nya dialami orang-orang yang disalibkan. Susunan tubuh-

Nya mungkin begitu rapuh dan lembut, sehingga lebih 

cepat hancur oleh rasa sakit. Atau, mungkin lebih tepat, 

kematian-Nya yang cepat itu menunjukkan bahwa Dia me-

nyerahkan nyawa-Nya sendiri, dan Dia bisa mati kapan 

saja Dia berkenan, meskipun tangan-Nya dipakukan. Mes-

kipun Dia menyerahkan nyawa-Nya kepada maut, itu tidak 

berarti Dia telah kalah atau ditaklukkan.  

(2) Musuh-musuh-Nya merasa puas bahwa Dia telah benar-

benar mati. Orang-orang Yahudi yang berdiri di dekat-de-

kat sana untuk memastikan bahwa pelaksanaan hukuman 

telah benar-benar dijalankan, sudah pasti tidak akan mele-

watkan kesempatan untuk benar-benar menyaksikan bagi-

an kekejaman ini, yaitu kematian-Nya. Mereka harus me-

rasa yakin bahwa Dia sungguh menderita sampai mati.  

(3) Apa pun yang dirancangkan oleh hati manusia, pada akhir-

nya maksud Tuhanlah yang terjadi. Mereka benar-benar be-

rencana untuk mematahkan kaki-Nya, namun  lihatlah ba-

gaimana hikmat Allah menentang hal itu dan mencegahnya 

terjadi.   

2.  sebab  mereka hendak memastikan bahwa Dia benar-benar 

sudah mati, maka mereka pun mencoba melakukan sesuatu 

supaya benar-benar yakin akan kematian-Nya. Salah satu pra-

jurit yang memegang tombak menikam lambung-Nya, membidik 

jantung-Nya, dan dari lambung-Nya itu mengalirlah darah dan 

air (ay. 34). 

(1) Prajurit itu bermaksud mengakhiri keragu-raguan menge-

nai kematian-Nya, dan menggantikan cara keji yang dilaku-

kan untuk membunuh kedua orang lainnya, dengan luka 

tikaman di lambung-Nya itu. Tradisi mengatakan bahwa 

nama prajurit ini yaitu  Longinus, dan ia memiliki ganggu-

an mata yang sesaat  itu juga sembuh oleh beberapa tetes 

darah yang mengalir keluar dari lambung Kristus dan me-

netes di atas matanya. Cerita ini cukup mengesankan, se-

andainya saja kita memiliki jaminan kebenaran sumber 

cerita itu.  

(2)  Akan namun  Allah memiliki maksud yang lebih jauh lagi da-

lam tindakan itu, yakni, 

[1] Untuk memberi bukti kebenaran mengenai kematian-

Nya, supaya menjadi bukti akan kebangkitan-Nya. Jika 

Kristus hanya mati suri atau koma saja, maka kebang-

kitan-Nya pastilah hanya pura-pura belaka. Akan te-

tapi, dengan adanya tindakan ini , nyatalah bahwa 

Dia benar-benar telah mati, sebab tombak itu merobek 

jaringan-jaringan penunjang kehidupan, dan berdasar-

kan semua hukum dan sifat alamiah, mustahil badan 

manusia dapat bertahan hidup dengan luka di bagian 

yang begitu rawan seperti itu, atau bertahan hidup de-

ngan isi tubuh dikeluarkan dengan cara demikian.  

[2] Untuk memberi gambaran mengenai maksud dari ke-

matian-Nya itu. Ada banyak misteri di dalamnya, dan 

kesaksian yang benar-benar mengenai semua itu (ay. 

35) menegaskan bahwa ada sesuatu yang ajaib di da-

lamnya, bahwa darah dan air bisa keluar terpisah dari 

sebuah luka yang sama, setidaknya bisa dibedakan 

dengan jelas. Rasul yang sama yang menulis Injil ini 

juga menganggapnya sebagai hal yang sangat luar biasa 

(1Yoh. 5:6, 8). 

Pertama, penikaman lambung-Nya hingga terbuka 

itu memiliki makna. Saat kita hendak membuktikan ke-

tulusan kita, kita berharap ada jendela di hati kita 

sehingga semua pikiran dan maksud hati kita dapat ter-

lihat oleh semua orang. Melalui jendela yang terbuka di 

lambung Kristus inilah, Anda dapat melongok ke dalam 

hati-Nya, dan melihat kasih yang menyala-nyala di 

sana, kasih yang sekuat maut, dan melihat nama-nama 

kita terukir di sana. Beberapa orang menganggapnya 

sebagai gambaran dari terbukanya lambung Adam yang 

tidak mengenal dosa. Saat Kristus, Sang Adam Kedua, 

tertidur nyenyak di kayu salib, bagian sisi tubuh-Nya 

terbuka, dan dari sanalah gereja-Nya diambil, gereja 

yang yaitu  pengantin wanita-Nya (Ef. 5:30, 32).   

Kedua, darah dan air yang mengalir keluar dari lam-

bung-Nya itu memiliki makna.  

1. Keduanya melambangkan dua keuntungan besar 

yang dapat diperoleh seluruh orang percaya melalui 

Kristus, yaitu pembenaran dan pengudusan. Darah 

untuk pengampunan, dan air untuk kelahiran kem-

bali atau pemulihan. Darah untuk penebusan, air 

untuk penyucian. Darah dan air sangat sering digu-

nakan dalam hukum Taurat. Kesalahan yang men-

cemari harus dibersihkan dengan darah. Karat yang 

mengotori harus dihilangkan dengan air yang me-

nyucikan. Keduanya harus selalu dipakai bersama-

sama. Kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenar-

kan (1Kor. 6:11). Kristus telah menyatukan kedua-

nya, sehingga kita tidak boleh memisahkannya. 

Keduanya mengalir dari lambung Sang Penebus kita 

yang tertikam itu. sebab  Kristus disalibkan, maka 

kita mendapatkan hak untuk dibenarkan dan mem-

peroleh Roh serta anugerah yang menguduskan, dan 

kita sama-sama membutuhkan kedua hal itu (1Kor. 

1:30). 

2.  Keduanya melambangkan dua ibadah agung, yaitu 

baptisan dan perjamuan Tuhan, yang melambang-

kan, memeteraikan, dan menerapkan semua berkat 

tadi bagi para orang percaya. Keduanya ditetapkan 

dan dijalankan oleh Kristus. Bukan air dalam kolam 

yang menjadi permandian kelahiran kembali bagi 

kita, melainkan air yang keluar dari lambung 

Kristus. Bukan air anggur yang akan mendamaikan 

hati nurani dan menyegarkan jiwa, melainkan darah 

yang keluar dari lambung Kristus. Kini Batu Karang 

itu sudah dipukul retak (1Kor. 10:4), kini sumber air 

telah terbuka (Za. 13:1), kini mata air keselamatan 

telah digali (Yes. 12:3). Inilah anak-anak sungai yang 

akan menyukakan negeri Allah.  

IV. Kesaksian mengenai kebenaran itu oleh seorang saksi mata (ay. 

35), yaitu sang penulis Injil ini sendiri.  

Perhatikanlah: 

1.  Betapa ia yaitu  saksi yang sungguh dapat dipercaya menge-

nai fakta semua peristiwa ini.  

(1) Dia melihat sendiri apa yang ia catatkan. Dia tidak men-

dengarnya dari desas-desus orang, dan bukan juga du-

gaannya sendiri, melainkan semuanya ia saksikan dengan 

mata kepalanya sendiri. Semuanya itu telah kami lihat dan 

kami saksikan (1Yoh. 1:1; 2Ptr. 1:16), dan telah kami seli-

diki dengan saksama (Luk. 1:3). 

(2) Apa yang ia lihat, ia tulis sesuai dengan apa yang terjadi. 

Sebagai seorang saksi mata yang jujur. Ia bukan saja men-

ceritakan kebenaran, melainkan seluruh kebenaran itu. Ia 

tidak hanya memberi kesaksian melalui mulut, namun  me-

ninggalkannya dalam bentuk tulisan, in perpetuam rei 

memoriam – sebagai kenang-kenangan yang terus ada.  

(3) Kesaksiannya tidak diragukan lagi benar, sebab dia bukan 

hanya menuliskan apa yang ia sendiri ketahui dan amati, 

melainkan juga apa yang disuruh oleh Roh kebenaran, 

yang menuntun kepada segala kebenaran. 

(4) Dia sendiri betul-betul yakin mengenai kebenaran yang ia 

tuliskan dan tidak membujuk orang lain untuk memper-

cayai apa yang ia sendiri tidak percayai. Ia tahu, bahwa ia 

mengatakan kebenaran. 

(5) sebab  itulah ia memberi kesaksian mengenai hal-hal itu, 

supaya kita juga percaya. Dia mencatatkan semua itu bu-

kan semata untuk kepuasan pribadi atau untuk dipakai 

oleh teman-temanya, namun  memperuntukkannya bagi se-

mua orang di dunia ini. Bukan pula untuk memuaskan 

orang-orang yang penasaran atau untuk menyenangkan 

hati orang-orang pintar, namun  untuk menarik manusia 

supaya mempercayai Injil demi kesejahteraan abadi mereka 

sendiri. 

2.  Apa yang dengan saksama diperlihatkan oleh Yohanes dalam 

peristiwa ini. Supaya kita boleh merasa yakin penuh mengenai 

kebenaran kematian Kristus, maka dia pun melihat darah dari 

jantung-Nya, darah kehidupan-Nya, mengalir keluar. Ia juga 

melihat berkat-berkat yang mengalir kepada kita sebab  kema-

tian-Nya itu, yang dilambangkan oleh darah dan air yang 

mengalir keluar dari lambung-Nya. Semoga hal ini menghapus 

ketakutan orang-orang Kristen yang lemah, dan menguatkan 

pengharapan mereka, bahwa kejahatan tidak akan lagi men-

jadi batu sandungan bagi mereka, sebab dari lambung Kristus 

yang tertikam itu mengalir keluar air dan darah untuk membe-

narkan dan menguduskan mereka. sebab  itu, jika Anda ber-

tanya, bagaimana kita dapat yakin mengenai itu? Yakinlah, se-

bab orang yang melihat hal itu sendiri yang memberi  kesak-

sian ini. 

V.  Penggenapan Kitab Suci dalam semua hal ini  (ay. 36): su-

paya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci, sehingga kehormat-

an Perjanjian Lama terjaga dan kebenaran Perjanjian Baru pun 

diteguhkan.  

Di sini ada  dua contoh mengenai hal ini : 

1.  Kitab Suci digenapi saat kedua kaki-Nya tetap utuh tidak dipa-

tahkan. Firman ini tergenapi, Tidak ada tulang-Nya yang akan 

dipatahkan. 

(1) Memang ada sebuah janji seperti ini yang ditujukan bagi 

semua orang benar, akan namun  terutama mengarah kepada 

Yesus Kristus yang benar (Mzm. 34:21): Ia melindungi se-

gala tulangnya, tidak satu pun yang patah. Dan Daud di 

dalam Roh berkata, Segala tulangku berkata: “Ya, TUHAN, 

siapakah yang seperti Engkau?” (Mzm. 35:10). 

(2) Ada juga perlambangan mengenai hal ini dalam domba 

paskah, yang tampaknya secara khusus ditunjukkan da-

lam Keluaran 12:46: Satu tulang pun tidak boleh kamu pa-

tahkan, dan diulangi lagi dalam Bilangan 9:12, satu tulang 

pun tidak boleh dipatahkan. Demikianlah, yang menjadi inti 

dari hukum yaitu  kehendak sang pembuat hukum itu 

sendiri, dan yang diperlambangkan pun harus sesuai de-

ngan perlambang yang telah mendahuluinya. Sebab anak 

domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus 

(1Kor. 5:7). Dia yaitu  Anak Domba Allah (1:29), dan, seba-

gai Domba Paskah Sejati, tulang-tulang-Nya tidak boleh di-

patahkan. Perintah mengenai tulang-tulang-Nya saat Ia 

meninggal ini diberikan sebagaimana pesan Yusuf (Ibr. 

11:22). 

(3) Ada makna yang terkandung dalam hal tulang-Nya yang 

tidak dipatahkan: kekuatan tubuh terletak di dalam tulang. 

Kata dalam bahasa Ibrani untuk tulang mengandung arti 

kekuatan. sebab  itu, perkataan tidak satu pun dari tulang 

Kristus dapat dipatahkan menunjukkan bahwa meskipun 

Ia disalibkan di dalam kelemahan, kekuatan-Nya dalam me-

nyelamatkan tidak terpatahkan sama sekali. Dosa mere-

mukkan tulang-tulang kita, sebagaimana yang dilakukan-

nya terhadap tulang-tulang Daud (Mzm. 51:10), namun  dosa 

 tidak bisa mematahkan tulang Kristus. Dia tetap berdiri 

teguh menanggung beban, perkasa untuk menyelamatkan.  

2.  Kitab Suci digenapi saat lambung-Nya itu ditikam (ay. 37): Me-

reka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam, 

demikianlah yang tertulis (Za. 12:10). Demikian juga Pribadi 

yang sama yang telah mencurahkan Roh anugerah, yang tiada 

lain selain Allah dari semua nabi yang kudus, juga berkata, 

mereka itu akan memandang kepadaku, yang di sini ditujukan 

kepada Kristus. Mereka akan memandang kepada Dia. 

(1) Dalam perkataan ini  tersirat bahwa Mesias akan diti-

kam, dan penikaman terhadap diri-Nya digenapi secara le-

bih menyeluruh saat lambung-Nya ditikam, lebih daripada 

saat  tangan dan kaki-Nya ditusuk. Dia ditikam oleh ke-

luarga Daud dan penduduk Yerusalem, dilukai di rumah 

sahabat-sahabat-Nya, sebagaimana yang terjadi sesudah  itu 

(Za. 13:6). 

(2) Telah dijanjikan bahwa saat Roh dicurahkan, mereka akan 

memandang kepada Dia dan berkabung. Hal ini telah terge-

napi sebagian saat banyak orang yang dulu yaitu  para 

pengkhianat dan pembunuh menjadi terharu hatinya, dan 

lalu percaya kepada-Nya. namun  semuanya akan tergenapi 

sepenuhnya, saat  belas kasihan ditunjukkan-Nya, yaitu 

saat semua bangsa Israel diselamatkan, dan juga saat  

murka diperlihatkan-Nya, yaitu saat semua orang yang ber-

keras hati dalam ketidakpercayaan melihat kepada Dia 

yang telah mereka tikam, dan meratapi Dia (Why. 1:7). 

Semua ini juga berlaku atas kita semua. Kita telah bersalah 

sebab  menikam Tuhan Yesus, dan sebab  itu pantaslah 

bagi kita untuk memandang kepada Dia dengan penuh ka-

sih.  

Penguburan Kristus 

(19:38-42) 

38 Sesudah itu Yusuf dari Arimatea – ia murid Yesus, namun  sembunyi-sem-

bunyi sebab  takut kepada orang-orang Yahudi – meminta kepada Pilatus, 

supaya ia diperbolehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan 

permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu. 39 Juga 

Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam ke-

pada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu,

kira-kira lima puluh kati beratnya. 40 Mereka mengambil mayat Yesus, me-

ngapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah 

menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat. 41 Dekat tempat di 

mana Yesus disalibkan ada suatu taman dan dalam taman itu ada suatu ku-

bur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. 42 sebab  

hari itu hari persiapan orang Yahudi, sedang kubur itu tidak jauh letaknya, 

maka mereka meletakkan mayat Yesus ke situ. 

Di sini kita mendapati kisah penguburan tubuh Tuhan kita Yesus 

yang terkasih itu. Upacara penguburan orang-orang besar biasanya 

penuh khidmat dan menarik perhatian orang untuk melihatnya. Pe-

makaman teman dekat yang tercinta pun biasanya dilayat dengan 

kesedihan yang mendalam. Namun, mari dan lihatlah sebuah pe-

nguburan yang luar biasa, tidak pernah ada yang seperti ini! Mari 

dan lihatlah pemakaman yang menaklukkan kubur dan membenam-

kannya dalam-dalam. Inilah sebuah pemakaman yang memperindah 

kubur dan membuatnya lebih nyaman bagi semua orang percaya. 

Baiklah kita menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang 

hebat itu.  

Di sini diceritakan tentang: 

I.  Permintaan akan mayat Yesus (ay. 38). Tindakan ini dilakukan 

sebab  kehendak Yusuf dari Rama, atau Arimatea, yang namanya 

tidak disebut-sebut di dalam cerita mana pun dalam Perjanjian 

Baru selain dalam kisah penguburan Kristus. Hatinya sangat 

peduli dengan penguburan Yesus. Semua penulis Injil mencatat 

peristiwa ini.  

Perhatikanlah:  

1. Perangai si Yusuf ini. Dia yaitu  seorang murid Kristus 

incognito – secara diam-diam. Walaupun tidak dikenal, ia sung-

guh menjadi seorang sahabat Kristus yang baik. Ia sungguh 

merasa terhormat untuk menjadi seorang murid Kristus. 

Seperti dia, memang bisa terjadi ada orang-orang besar yang 

tak terhindarkan lagi harus berhubungan dengan orang jahat. 

namun  dalam peristiwa ini, yaitu  kelemahan Yusuf bahwa dia 

begitu sembunyi-sembunyi dalam mengikut Kristus, padahal 

dia seharusnya mengakui Kristus secara terang-terangan di 

depan orang, sekalipun harus mengorbankan kedudukannya 

sebab  itu. Para murid seharusnya mengakui jati diri mereka 

secara terbuka. Sekalipun demikian, Kristus tetap saja bisa 

juga memiliki banyak murid yang tulus, walaupun mereka 

tidak mau mengakui Dia secara terang-terangan. Lebih baik 

begitu daripada tidak mengikuti-Nya sama sekali, terutama 

jika, seperti Yusuf di sini, mereka bertumbuh semakin kuat 

dan kuat. Ada orang yang menjadi gentar saat  menghadapi 

pencobaan kecil, namun  menjadi sangat berani saat  meng-

hadapi pencobaan yang lebih besar. Inilah yang terjadi dengan 

Yusuf di sini. Dia menutupi kasihnya akan Kristus sebab  

takut kepada orang-orang Yahudi, jangan sampai mereka me-

ngucilkannya dari tempat ibadah, atau paling tidak, menge-

luarkannya dari Mahkamah Agama, hal paling buruk yang 

dapat mereka perbuat. Namun, dia berani menghadap Pilatus, 

walaupun takut terhadap orang-orang Yahudi. Begitulah yang 

memang terjadi, niat jahat orang yang tidak ada apa-apanya, 

selain hanya dapat mencela, menghina dan berteriak-teriak 

saja, terkadang dapat juga menimbulkan kegentaran, bahkan 

terhadap orang-orang baik dan bijaksana sekalipun.  

2.  Peran yang dia jalankan dalam perkara ini. Dia, yang sebab  

kedudukannya dapat menghubungi Pilatus, meminta izin un-

tuk menguburkan mayat Yesus. Ibu dan kerabat dekat Yesus 

sendiri tidak memiliki keberanian atau minat untuk mencoba 

melakukan hal ini . Semua murid-Nya sudah kabur, dan 

jika tidak ada orang yang muncul, maka orang-orang Yahudi 

atau para prajurit akan menguburkan-Nya bersamaan dengan 

kedua penyamun itu. Oleh sebab  itulah Allah menggerakkan 

tuan ini untuk turun tangan, supaya firman Allah tergenapi, 

dan keapikan kebangkitan-Nya yang akan segera terjadi dapat 

dipertahankan. Perhatikanlah, bila Allah memiliki sebuah pe-

kerjaan yang harus dituntaskan, Ia pasti bisa menemukan 

orang-orang yang pantas menunaikannya dan memampukan 

mereka untuk melakukan itu. Cermatilah peristiwa ini sebagai 

sebuah contoh kerendahan hati Kristus, yaitu bahwa mayat-

Nya pun bergantung pada belas kasihan seorang hakim kafir, 

dan harus diminta dulu sebelum bisa dikuburkan. Selain itu, 

Yusuf tidak bisa membawa mayat Kristus sebelum ia meminta 

izin dan diperbolehkan oleh wali negeri. Demikianlah, dalam 

perkara-perkara hukum, kita memang harus menghormati dan 

tunduk sepenuhnya kepada kuasa pejabat hukum.  

II.  Rempah-rempah yang dipersiapkan untuk mengurapi mayat (ay. 

39). Pembalsaman ini disiapkan oleh Nikodemus, satu lagi se-

orang yang terpuji dan memiliki kedudukan dalam masyarakat. 

Dia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, yang 

dianggap sebagian orang sebagai bahan-bahan pahit untuk me-

ngawetkan mayat, dan sebagian lagi menganggapnya sebagai we-

wangian untuk mengurapi mayat.  

Di sini terlihat:  

1. Sifat Nikodemus yang mirip dengan sifat Yusuf. Nikodemus 

juga diam-diam berteman dengan Kristus, meskipun tidak 

menjadi pengikut tetap-Nya. Dialah yang mula-mula datang 

waktu malam kepada Yesus, namun  kini ia pun mengakui-Nya 

secara terang-terangan sebagaimana sebelumnya (7:50-51). 

Anugerah yang pada mulanya terlihat seperti buluh yang 

terkulai bisa saja berubah kokoh seperti pohon aras. Anak 

domba yang gemetar dapat menjadi berani seperti singa. Aneh 

rasanya bahwa Yusuf dan Nikodemus, yang berkedudukan 

penting itu, tidak tampil sebelumnya untuk meminta Pilatus 

supaya jangan menghukum Kristus, terutama saat  mereka 

bisa melihat betapa enggannya Pilatus menjatuhkan hukuman 

itu. Membela nyawa-Nya akan terlihat lebih mulia daripada 

meminta mayat-Nya. Akan namun  Kristus tidak ingin satu pun 

di antara kawan-kawan-Nya berusaha untuk mencegah kema-

tian-Nya saat  saat-Nya sudah tiba. Saat para penganiaya-

Nya sedang menggenapi nubuatan Kitab Suci, para pengikut-

Nya tidak boleh menghalanginya.  

2.  Kebaikan Nikodemus yang bermakna besar, meskipun berbeda 

sifatnya dengan yang ditunjukkan oleh Yusuf. Yusuf melayani 

Kristus dengan kedudukannya, dan Nikodemus dengan uang-

nya. Mungkin mereka berdua telah sepakat bahwa sementara 

yang satu mengusahakan izin, yang satunya lagi akan me-

nyiapkan rempah-rempah, dan sungguh baik supaya mereka 

bisa bekerja cepat, sebab mereka tidak punya banyak waktu. 

Akan namun , mengapa mereka mau bersusah payah mengurusi 

mayat Kristus?  

(1) Beberapa orang berpendapat bahwa di dalam tindakan itu 

tercermin kelemahan iman mereka. Kepercayaan yang te-

guh akan kebangkitan Kristus pada hari ketiga pastilah da-

pat mencegah mereka untuk sibuk dan mengeluarkan bia-

ya seperti ini, dan iman itu juga akan lebih dapat diterima 

daripada persembahan rempah-rempah. Mayat-mayat yang 

harus berdiam lama di dalam kubur memang perlu dibung-

kus dengan layak. Namun, untuk apa semuanya itu bagi 

seseorang yang, seperti seorang pengembara, hanya mam-

pir sesaat di sana, untuk tinggal barang sehari atau dua 

hari? 

(2) Walaupun demikian, dalam apa yang mereka lakukan itu 

kita bisa melihat dengan jelas kasih mereka yang menda-

lam. Di sini mereka memperlihatkan rasa hormat mereka 

yang tinggi terhadap pribadi dan ajaran Kristus, dan rasa 

hormat itu tidak menjadi berkurang oleh aib salib. Orang-

orang yang begitu giat melecehkan mahkotah-Nya dan 

mencampakkan kehormatan-Nya ke dalam debu, mungkin 

mengira bahwa kedua orang ini mengkhayalkan hal yang 

sia-sia. Namun, sebagaimana Allah telah menaruh kehor-

matan bagi-Nya di dalam penderitaan-Nya, begitu pula ma-

nusia, bahkan orang-orang besar. Mereka tidak hanya me-

nunjukkan sikap hormat dengan cara bermurah hati me-

nguburkan mayat-Nya di dalam tanah, namun  juga mem-

berikan penghormatan yang layaknya ditujukan kepada 

seorang yang terpandang. Mereka mungkin saja melakukan 

semua itu sambil percaya dan menanti-nantikan kebang-

kitan-Nya. Bukan hanya itu saja, mereka mungkin melaku-

kan semuanya itu di dalam iman dan pengharapan akan 

kebangkitan-Nya. Oleh sebab  Allah merancangkan kehor-

matan bagi tubuh Kristus, maka mereka pun menghormati 

mayat-Nya. Bagaimanapun juga, kita harus melaksanakan 

tugas kita selagi kita sempat dan berkesempatan, dan me-

nyerahkan tugas itu kepada Allah untuk menggenapi janji-

janji-Nya pada waktu dan dengan cara-Nya sendiri.  

III. Tubuh itu dipersiapkan (ay. 40). Mereka mengambil mayat Yesus 

dan memasukkannya ke sebuah rumah terdekat, dan sesudah  

membasuhnya dari darah dan debu, dengan amat hati-hati me-

reka mengapaninya dengan kain lenan, dengan olesan rempah-

rempah, seperti minyak urapan, menurut adat orang Yahudi bila 

menguburkan mayat, atau mengawetkannya (begitu istilah yang 

dipakai Dr. Hammond), sebagaimana bila kita hendak mengubur-

kan mayat.  

1.  Mayat Kristus diurus dengan hati-hati: Mereka mengapaninya 

dengan kain lenan. Kristus mengenakan pakaian yang biasa-

nya kita kenakan, bahkan kain kapan pun Ia kenakan, supaya 

Ia dapat membuat kain itu terasa nyaman bagi kita, sehingga 

kita dimampukan untuk menyebut kain kapan itu sebagai 

baju pengantin kita. Mereka membubuhkan rempah-rempah ke 

atas tubuh itu, sebab segala pakaian-Nya, tidak terkecuali 

kain kapan-Nya, berbau mur, gaharu dan cendana (nama rem-

pah-rempahnya disebutkan di sini) dari istana gading (Mzm. 

45:9), dan bagi Kristus, makam yang digali dari sebuah batu 

itu bagaikan sebuah istana gading. Bau mayat dan kuburan 

sangat menyengat dan menusuk, sebab  itulah dosa sering 

diibaratkan dengan tubuh yang penuh kematian dan sebuah 

kubur yang ternganga. Akan namun , pengorbanan Kristus telah 

menghapuskan semua cemar kita, sebab pengorbanan-Nya itu 

harum baunya di hadapan Allah. Tidak ada minyak urapan 

atau wewangian yang dapat menyenangkan hati seperti yang 

ditimbulkan oleh kubur Sang Penebus kita, bila ada iman yang 

merasakan keharuman di dalamnya. 

2.  Sesuai dengan teladan ini, kita juga harus menghargai mayat-

mayat orang Kristen. Bukan dengan cara mengawetkan dan 

memuja mayatnya. Bukan begitu, bahkan sekalipun mereka 

itu orang suci dan martir terhebat (hal-hal seperti itu pun 

tidak diperbuat terhadap mayat Kristus sendiri), melainkan 

supaya menguburkannya dengan hati-hati, debu ke dalam 

debu, sebagai orang-orang yang percaya bahwa tubuh para 

orang kudus yang telah meninggal masih bersatu dengan 

Kristus dan dirancangkan untuk menerima kemuliaan dan 

hidup kekal pada hari terakhir nanti. Kebangkitan orang-orang 

kudus akan terjadi sebab  berkat kebangkitan Kristus, dan 

sebab  itulah, dalam menguburkan mereka kita harus meng-

arahkan pandangan kita kepada penguburan Kristus sendiri, 

sebab, sebagai orang yang pernah mati, Dia berkata demikian, 

“Orang-orang-Mu yang mati akan hidup pula” (Yes. 26:19). 

Dalam menguburkan orang mati, bukan berarti kita harus me-

niru segala sesuatu seperti yang terjadi dalam penguburan 

Kristus, misalnya memakai kain kapan, dikuburkan di dalam 

taman, dan dibubuhi rempah-rempah seperti Dia pada waktu 

itu. Akan namun , penguburan-Nya menurut adat orang Yahudi 

mengajarkan kita bahwa dalam hal seperti itu kita harus me-

nyesuaikan diri dengan kebiasaan di daerah tempat tinggal 

kita, kecuali dalam hal-hal yang berbau takhayul. 

IV. Kubur itu digali di sebuah taman milik Yusuf dari Arimatea, sa-

ngat dekat dengan tempat-Nya disalibkan. Di sana ada sebuah 

kubur baru atau rongga makam yang telah disiapkan namun  be-

lum pernah dipakai sebelumnya.  

Perhatikanlah: 

1.  Kristus dikuburkan di luar kota, sebab begitulah adat orang 

Yahudi dalam menguburkan mayat, bukan di dalam kota, apa-

lagi di dalam rumah ibadah. Dan cara ini dipandang lebih baik 

daripada cara penguburan kita. Namun demikian, ada alasan 

khusus mengapa penguburan harus di luar kota saat itu, yaitu 

sebab  menyentuh kuburan dianggap sebagai hal yang najis 

(namun  hal ini tidak berlaku lagi sekarang ini). Akan namun , ke-

matian Kristus telah mengubah sifat kuburan dan mengha-

puskan segala kecemaran di dalamnya bagi para orang per-

caya, jadi kita tidak perlu harus menjauh dari tempat itu. 

Keberadaan sekumpulan orang mati di halaman gereja yang 

mengelilingi sekumpulan jemaat di dalam gereja juga tidak 

akan membawa kebaikan apa pun, sebab jemaat itu sendiri 

sebentar juga akan mati, dan di tengah-tengah kehidupan ini 

kita diperhadapkan dengan kematian. Kalau kita ingin me-

ngunjungi makam yang suci itu, kunjungilah dengan iman, 

dan bukan dengan takhayul. Untuk itu, kita harus menyingkir 

dari hiruk pikuk dunia ini.  

2.  Kristus dimakamkan di sebuah taman.  

Perhatikanlah: 

(1) Yusuf memiliki makamnya sendiri di dalam tamannya. Dia 

memaksudkannya sebagai sebuah ingatan, 

[1]  Bagi dirinya selama masih hidup. Sementara menikmati 

tamannya dan menuai hasil-hasil dari taman itu, biar-

lah dia ingat akan kematiannya nanti dan bersiap sedia 

bagi kematiannya itu. Taman yaitu  tempat yang tepat 

untuk merenung, dan sebuah kubur di dalam taman 

dapat memperlengkapi kita dengan topik renungan yang 

tepat, meskipun topik itu enggan kita pikirkan di 

tengah-tengah kesenangan kita.   

[2] Bagi pewaris dan penerusnya jika ia telah mati nanti. 

Baik sekali jika kita mengenal tempat dikuburkannya 

bapa leluhur kita, dan dengan mengenal tempat itu, 

mungkin saja akan mengurangi rasa takut kita menge-

nai kuburan kita sendiri nanti. 

(2)  Tubuh Kristus diletakkan di dalam sebuah kubur di taman. 

Di taman Edenlah kematian dan kuburan mendapatkan 

kuasa mereka untuk yang pertama kali, dan kini di dalam 

taman pulalah kedua hal itu ditaklukkan, dilucuti, dan 

dikalahkan. Kristus memulai penderitaan-Nya di dalam ta-

man, dan dari dalam taman pula Ia akan bangkit dan me-

mulai kemuliaan-Nya. Kristus jatuh ke dalam tanah seperti 

biji gandum (12:24), dan sebab  itulah Dia dituai dalam 

taman, di antara benih-benih, sebab embun-Nya ialah 

embun terang (Yes. 26:19). Dia yaitu  mata air di kebun 

(Kid. 4:15). 

3.  Dia dikuburkan dalam sebuah kubur baru. Hal ini telah diran-

cangkan,  

(1) Demi kehormatan Kristus. Dia bukanlah orang biasa, dan 

sebab  itulah Dia tidak selayaknya bercampur dengan 

debu biasa. Dia yang dilahirkan dari kandungan anak pera-

wan harus juga bangkit dari kubur yang masih perawan, 

belum tersentuh.   

(2) Demi meneguhkan kebenaran kebangkitan-Nya, supaya 

tidak ada kecurigaan bahwa yang bangkit itu bukanlah 

Dia, namun  orang lain, yang bangkit saat itu saat  banyak 

tubuh orang suci yang telah mati bangkit. Atau, untuk me-

nyingkirkan anggapan bahwa Dia bangkit oleh kuasa orang 

lain, seperti yang terjadi dengan orang yang dibangkitkan 

saat disentuh dengan tulang belulang Elisa, dan bukan 

oleh kuasa-Nya sendiri. Dia yang menjadikan segala sesua-

tu baru telah memperbarui kubur bagi kita.  

V. Penguburan itu dilaksanakan secara khidmat (ay. 42): Mereka 

meletakkan mayat Yesus k