terdokumentasi adalah dari seseorang yang mung-
kin adalah penulis sains profesional pertama di dunia Islam—karena dia bisa
mencari nafkah dari tulisannya tentang sains. Namanya al-Jahiz, berasal
dari Afrika Timur tetapi pindah ke Baghdad di abad ke-9 dan bertemu
dengan Khalifah al-Ma’mun. Buku yang paling terkenal di antara 200
bukunya adalah Kitab al-Hayawan (Kitab Hewan) yang menggambarkan
ciri 350 jenis hewan yang berbeda: ”Binatang berjuang mempertahankan
kehidupan [dan] memperebutkan makanan, untuk menghindari dimangsa
dan agar bisa berkembang-biak.” Dia melanjutkan: ”Berbagai faktor ling-
kungan memengaruhi organisme untuk mengembangkan ciri baru untuk
memastikan kelangsungan hidupnya, dan oleh karena itu bertransformasi
menjadi spesies baru. Binatang yang bisa terus berkembang-biak akan me-
wariskan ciri unggul mereka kepada keturunannya.”
Contoh lain bisa ditemukan dalam buku dari abad ke-19 berjudul
Kitab al-Mahsul (Kitab Hasil) oleh Muhammad al-Nakhshabi, pemikir
aliran Ismailiyah dari Asia Tengah yang menulis: ”Walaupun manusia
berkembang dari makhluk hidup [binatang], binatang berkembang dari
makhluk vegetasi [tumbuhan] dan tumbuhan berasal dari kombinasi ber-
bagai zat, zat berasal dari berbagai unsur dasar, dan unsur dasar berasal
dari benda-benda langit.”
Kelak para penulis yang berspekulasi tentang evolusi termasuk penyair
abad ke-13 Jalaluddin Rumi dan ilsuf awal abad ke-20 Muhammad
Iqbal, penyair nasional Pakistan. Iqbal telah membaca teori Darwin dan
sempat berdebat (dengan menggunakan Alquran untuk mendukung pen-
diriannya) tentang apakah manusia masih berevolusi. Bagi Iqbal, Tuhan
tidak mungkin menciptakan manusia kemudian membiarkannya stagnan.
Dalam pandangannya, kemajuan, modiikasi, dan inovasi dalam kehidupan
manusia dan kesadaran telah menjadi bagian dari rencana Tuhan tentang
perbedaan dan keanekaragaman. ”Tidak ada yang lebih aneh bagi dunia
147 Penjelajahan Tiada Akhir
Alquran,” tulisnya, ”dibandingkan pemikiran bahwa Alam Semesta ada-
lah tempat sementara dari rencana yang telah dibuat; produk yang sudah
selesai, yang telah meninggalkan tangan sang penciptanya sekian waktu
yang lalu dan kini tergeletak di angkasa sebagai benda mati yang tidak
dipengaruhi waktu.”
Iqbal sangat meyakini bahwa evolusi manusia belum mencapai tahap
akhir walaupun alasan penikirannya benar-benar berasal dari alam keya-
kinan, dan didasari pemikiran adanya manusia sempurna. Umat Muslim
diajarkan untuk mencontoh Nabi Muhammad SAW yang dilihat dalam
banyak ajaran Islam sebagai manusia sempurna. Iqbal menyatakan sudah
menjadi kehendak Allah bahwa manusia suatu hari bisa meraih kesem-
purnaan dalam menjalankan perintah Allah di dunia, sehingga mereka
bisa mendekati sosok ideal Muhammad. Dan dalam puisinya Iqbal menan-
tang Allah untuk mengembangkan apa yang dilihatnya sebagai kualitas
inferior umat manusia, khususnya keenderungan untuk memiliki sifat
jahat dan keji:
Rancanglah pola yang baru
Ciptakanlah Adam yang lebih sempurna
Mainan yang diciptakan dari tanah liat
Tidak pantas bagi Tuhan, sang pencipta
Jika pola ini buruk
Apa yang diraih dari pengulangan?
Bagaimana hinanya seorang manusia
Bisa memenuhi kehendakMu?
—Dari Iqbal’s Educational Philosophy
oleh K.G. Saiyidain, 1938.
148 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
14
Lembar Lama Ditutup,
Lembar Baru Dimulai
Seperti yang sudah ditunjukkan sejauh ini, naskah-naskah menunjukkan
bagaimana para ilmuwan zaman Islam telah melakukan eksperimen, ino-
vasi, dan mendorong batasan-batasan sampai ke abad ke-16. Namun,
setelah titik itu, berbagai catatan mengenai karya-karya seperti itu mulai
menipis. Tidak hanya itu, bukti nyata tentang aktivitas ilmiah juga sulit
didapatkan. Bila kita melakukan perjalanan menuju bekas ibu kota di
zaman Islam, seperti Baghdad, Bukhara, Kairo, Damaskus, dan Istanbul,
dengan sejumlah pengecualian kecil, Anda akan sangat sulit menemukan
bukti berbagai lembaga hebat yang tercatat dalam naskah-naskah dan
buku-buku sejarah: berbagai observatorium, rumah sakit, sekolah, dan uni-
versitas yang telah banyak digambarkan oleh buku ini. Sejarah pendidik-
an berusia seratus tahun sepertinya lenyap ditelan angin.
Sebagai contoh, banyak observatorium dan rumah sakit yang kini
hanya puing-puing saja. Dalam beberapa kasus, kehancuran sedemikian
rupa sehingga tidak meninggalkan jejak samasekali. Dalam kasus lainnya,
bekas institusi sains dan pendidikan kini menjadi situs warisan nasional.
Mengapa bangunan yang dahulunya menjadi rumah sakit atau obser-
vatorium kini menjadi kandidat situs warisan dunia menjadi pertanyaan
utama bagi para ahli sejarah ilmu pengetahuan Islam. Ini pertanyaan
yang bisa dijawab dengan melihat dua masalah yang berhubungan dekat:
tahun-tahun terakhir dua imperium Islam, Mughal dan Utsmaniyah
(Ottoman); dan pengalaman kolonial yang traumatis, yang benih-benih-
149 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai
nya ditanamkan pada saat sains Islam yang maju mulai mendekati masa-
masa akhirnya. Menipisnya bukti sains yang maju pada zaman Islam ber-
barengan dengan abad-abad terakhir kekuasaan Islam dan bangkitnya
negara-negara Eropa Barat sebagai kekuatan militer dan perdagangan.
Mencari Sains Baru
Pemain utama dalam bidang militer dan perdagangan Eropa dengan
negara-negara Timur adalah Austria, Inggris, Prancis, Belanda, Vatikan,
Portugal, Venesia, dan Rusia. Di antara abad ke-15 dan ke-20, negara-
negara ini akhirnya mengendalikan, atau memberikan pengaruh yang
besar terhadap banyak negara yang dahulunya diperintah oleh kekaisaran
Mughal dan Utsmaniyah. Pemerintahan Mughal di Asia Selatan dan
Tengah berlangsung dari awal 1500-an sampai 1857, hanya sepuluh ta-
hun sebelum Inggris dengan resmi mendeklarasikan India sebagai jajah-
an. Kekhalifahan Utsmaniyah memerintah lebih lama, mulai dari 1281
sampai 1922, dan runtuh sebagian besar karena keputusan mereka men-
dukung Jerman selama Perang Dunia I.
Hancurnya berbagai imperium Islam dilihat umat Muslim di seluruh
dunia sebagai pukulan mematikan. Selama berabad-abad, sejumlah gene-
rasi tumbuh besar menjadi bagian (walaupun hanya sebagian kecil) ins-
titusi yang memiliki hubungan isik dan spiritual dengan mereka. Ke-
mudian institusi itu hilang begitu saja. Hal ini sama seperti bila Gereja
dan kerajaan di Inggris tiba-tiba (dan dengan kekerasan) berakhir. Pera-
saan kehilangan yang sangat dalam dan masih terasa sampai hari ini.
Pada 1930-an, umat Muslim di negara koloni India bahkan meluncurkan
gerakan mendirikan kembali imperium Utsmaniyah, begitu pula dengan
(pada awal 1950-an) para aktivis politik di Palestina.
Mungkin yang lebih mengejutkan dari perasaan kehilangan ini, satu
abad sebelum berakhirnya, para tokoh senior di imperium Utsmaniyah
sudah bersiap-siap kehilangan kekhalifahan. Mereka sudah lelah mena-
ngani imperium besar yang sudah tidak dipercayai oleh banyak orang
dan harus mengalami pertempuran di banyak sisi. Karena hal itu, akhir
1800-an para elite pemerintahan Utsmaniyah mulai berhubungan dengan
150 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
Eropa Barat. Mereka menjalin persahabatan dengan Inggris dan Prancis,
dan terkesan dengan apa yang mereka lihat. Para duta Utsmaniyah di
Paris dan London mengirimkan berita ke kampung halamannya tentang
berbagai museum baru dan masyarakat ilmiah, dan bagaimana semua
itu jauh lebih maju dibandingkan dengan yang ada di negara mereka
sendiri. Sekelompok diplomat Utsmaniyah yang berada di Eropa mendo-
rong serangkaian reformasi kemerdekaan terhadap konstitusinya sendiri.
Reformasi meliputi kesetaraan di hadapan hukum; jaminan beberapa hak
dasar, seperti hak asasi, kepemilikan dan pengadilan publik; janji pemi-
lihan atas dewan setempat; dan perkembangan undang-undang hukum
baru untuk memudahkan perdagangan dengan Eropa Barat. Semua itu di-
tuliskan sedemikian rupa agar selaras dengan berbagai prinsip Islam. ”Ero-
panisasi tidak akan mengurangi nilai dan pentingnya agama kita,” tulis
seorang pengamat, Ahmad Hilmi, yang mendukung reformasi. ”Sebenar-
nya dengan Eropanisasi kita akan mampu membangkitkan kembali ke-
budayaan Islam kuno.”
Namun tidak semua orang menginginkan perubahan. Ya, imperium
itu melemah setelah menghadapi konlik selama bertahun-tahun, dan ya,
tidak banyak uang di dalam perbendaharaan negara. Namun semua itu
dianggap bukan alasan yang cukup kuat bagi banyak orang untuk mulai
menyerap kekuatan dunia Barat. Menurut ahli sejarah Halil Inalcik, para
kritikus sepakat bahwa kekhalifahan Utsmaniyah membutuhkan lebih
banyak sains dan teknologi Barat untuk mengembangkan kekuatannya
dalam medan peperangan dan untuk meningkatkan standar kehidupan
tetapi dengan syarat tidak mengadopsi hukum dan kebudayaan Barat.
Mereka berpendapat sains dan teknologi sudah cukup untuk membuat
kekhalifahan menjadi kuat lagi dan tidak akan melanggar hukum Islam.
Setelah perdebatan yang panjang dan terbuka, para kritikus meraih ke-
menangan. Dan pada akhir 1870-an, reformasi yang lebih luas atas ber-
bagai institusi sosial dan politik disingkirkan dan berbagai usaha untuk
mengimpor sains dan teknologi Barat ditingkatkan. Apa yang dilakukan
orang-orang Utsmaniyah berikutnya benar-benar mengejutkan bahkan
bagi cepatnya perubahan teknologi di zaman sekarang.
Sampai pertengahan 1800-an, masyarakat Utsmaniyah dilihat sebagai
masyarakat pra-modern. Tidak banyak jalanan, kereta api, sangat sedikit
151 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai
listrik, tidak ada telepon. Sistem kedokteran masih sama dengan yang
tercantum dalam buku al-Qanun karya Ibnu Sina. Namun, dalam satu
generasi, transformasi yang luar biasa telah terjadi. Sejumlah rumah
sakit baru yang merawat penyakit menular dengan menggunakan vak-
sin berdasarkan ilmu mikrobiologi terbaru didirikan pada tahun 1862.
Sistem pengukuran metrik tiba tujuh tahun setelahnya dan zona waktu
diubah ke Greenwich Mean Time pada awal abad ke-20. Jaringan kantor
pos mulai didirikan pada tahun 1830, jalur telegraf pada 1850-an, dan
saluran telepon di tahun 1881. Rel kereta api yang menghubungkan
Istanbul dengan Mekah di Arab Saudi—Hijaz Railway—dibangun an-
tara tahun 1900 dan 1908, dan Istanbul mendirikan sekolah penerbang-
annya yang pertama pada tahun 1912, ditangani oleh para pilot dan
insinyur Prancis (walaupun mereka dipanggil kembali oleh Prancis pada
awal Perang Dunia I). Sains populer pun berkembang pesat. Saat Perhim-
punan Ilmiah Utsmaniyah dibuka di Istanbul pada tahun 1861, kuliah
pertamanya meliputi isika modern dan demonstrasi eksperimen dengan
listrik. Sekitar 400 orang hadir dan orang yang datang setelahnya ter-
paksa ditolak masuk. Dalam dunia penerbitan, 28 buku ilmiah dicetak
antara tahun 1727 dan 1839. Antara tahun 1840 sampai 1876, jumlahnya
meningkat menjadi 242 judul.
Bangsa Utsmaniyah telah menggunakan teknologi Barat dan Eropa
jauh sebelum abad ke-19—senjata api, pembuatan jam, kompas magnetik
dan mesin cetak telah dipakai di Istanbul dan daerah lainnya. Tetapi
adopsi teknologi modern ini diarahkan untuk meningkatkan militer. Se-
bagai contoh, pada tahun 1773, Sekolah Teknik Kelautan Negara didiri-
kan di bawah pengawasan perwira Prancis bernama Baron de Tott yang
menyediakan pendidikan ilmu pengetahuan dan rekayasa teknik modern
tetapi di samping berbagai subjek yang lebih tradisional seperti bahasa
Arab dan agama. Pada tahun 1806, sekolah kedokteran militer dibuka,
diajarkan dalam bahasa Prancis dan Itali serta menggunakan buku pela-
jaran dari Eropa Barat. Pada tahun 1834, Sekolah Militer Negara dengan
metode baru didirikan dengan mengikuti pola pengajaran École Militaire
Prancis.
Seperti yang dijabarkan oleh Ekmeleddin Ihsanoglu, ahli sejarah
yang mempelajari transfer teknologi Barat ke dunia Utsmaniyah, satu
152 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
hal yang jelas dari berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa penguasa
Utsmaniyah meyakini mereka bisa membeli ”kotak hitam” sains terapan
dan ”solusi” teknologi. Hasilnya, pemahaman mereka tentang apa yang
sebenarnya dibutuhkan untuk menciptakan jaringan kereta api dan sis-
tem pos sangatlah dangkal—mereka lebih tertarik dengan sains dan tek-
nologi sebagai alat untuk mewujudkan sesuatu dan bukan sebagai bentuk
pengetahuan yang diperoleh: ”mengetahui sesuatu dari prinsip-prinsipnya”
bukanlah pemikiran yang mereka hargai. Dan mereka juga tidak tertarik
menyediakan pendidikan tinggi untuk orang banyak sebagaimana tidak
tertariknya mereka untuk mendirikan lembaga pendidikan sehingga para
ilmuwan dan insinyur mereka bisa mengembangkan pengetahuan mereka
dan mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Cara pandang
ini mungkin telah diperkuat dengan keyakinan mereka yang salah bahwa
mendorong penelitian berarti menerima kebudayaan Barat, dan oleh kare-
nanya harus ditentang.
Reformasi Pendidikan
Dalam upaya menciptakan hubungan yang lebih besar—dan lebih bersaha-
bat—dengan Eropa Barat, pada 1900-an, kekhalifahan Utsmaniyah mem-
berikan izin kepada berbagai organisasi internasional untuk mengelola
702 sekolah dasar dan menengah. Dari semua ini, 465—bagian terbesar
—dipimpin oleh misionaris Amerika Serikat dan 100 di antaranya
didirikan hanya dalam waktu dua puluh tahun. Sekolah-sekolah Amerika
sedemikan populernya di antara orangtua sehingga di Anatolia satu dari
setiap tiga anak usia sekolah masuk ke dalam sekolah seperti itu. Mengapa
sekolah Amerika sedemikian populernya? Salah satu penjelasannya ada-
lah sekolah tersebut bukan hanya lembaga pendidikan; melalui berbagai
sekolah itu, anak-anak dan keluarganya bisa mengakses rumah sakit mo-
dern, apotik, dan fasilitas percetakan yang didirikan sekolah-sekolah ini
di samping fungsi pendidikannya. Namun itu menjadi dilema bagi para
penguasa. Mereka menginginkan pengaruh asing dalam sistem pendidik-
annya namun mereka tidak mau sistem itu sendiri diambil alih oleh
Washington, sesuatu yang sepertinya sebentar lagi akan terjadi. Sebagai
153 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai
contoh, dalam sebuah laporan resmi, sang menteri pendidikan menggam-
barkan sistem sekolah Amerika sebagai ”penyakit epidemi.”
Pemerintah merasa sudah waktunya mengambil tindakan. Mereka ha-
rus menutup sekolah-sekolah itu tetapi menyadari bahwa tindakan terse-
but akan menimbulkan masalah diplomasi yang serius. Akhirnya mereka
memerintahkan sekolah tersebut untuk mengajukan ulang izin mengajar.
Selain itu, mereka menginformasikan sekolah-sekolah Amerika bahwa
mereka tidak diperbolehkan lagi menerima murid-murid Muslim atau
mendirikan sekolah mereka di daerah mayoritas umat Muslim. Setelah
melalui perdebatan, sekolah-sekolah itu setuju mengajukan ulang izin
mengajar tetapi mereka tidak menyetop menerima murid beragama
Islam. Dan pemerintah Amerika Serikat turun tangan dengan mengata-
kan bahwa Amerika Serikat seperti Prancis, Inggris, dan Rusia memiliki
jutaan warga beragama Islam; pemerintah harus mengubah kebijakan
pendaftaran hanya bila sekolah asing lainnya melakukan hal yang sama.
Kekuatan Amerika terlalu besar untuk dilawan oleh penguasa Utsmaniyah
sehingga mereka tidak mempermasalahkan hal itu lagi.
Bukti ambivalensi pemerintahan Utsmaniyah tentang pendidikan Ba-
rat bisa ditemukan dalam pendekatannya atas pembangunan universitas,
yang dikenal dalam bahasa Arab Turki sebagai darul funun atau rumah
sains. Diperlukan upaya sampai empat kali dan 37 tahun sebelum sebuah
universitas didirikan di Istanbul pada tahun 1900. Pada upaya pertama,
universitas dibuka pada tahun 1863, tetapi ditutup dengan mendadak
dua tahun kemudian setelah bangunannya diambil alih oleh kementerian
keuangan. Universitas itu dibuka kembali dengan menggunakan bangunan
baru pada tahun 1869, tetapi ditutup tiga tahun kemudian—kali ini
gara-gara kombinasi penanganan yang buruk dan ketidakberuntungan.
Kurangnya tenaga pengajar dan buku; sebagian besar di antara 450 maha-
siswanya yang datang dari sejumlah sekolah Islam tradisional, yang di-
kenal sebagai madrasah, menilai bahwa kurikulumnya terlalu sulit dan
mereka tidak mampu membayar uang kuliah. Dan yang lebih buruk lagi,
universitas terseret kontroversi yang ditimbulkan seorang dosen tamu
yang membicarakan Nabi Muhammad SAW. Seorang ahli agama peng-
anut reformasi Islam dari Mesir diminta memberikan kuliah di bulan
puasa Ramadan. Topik yang dipilihnya adalah apa yang disebutnya ”seni
154 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
menjadi nabi”. Seperti yang diyakini oleh umat Muslim, Allah menurun-
kan para nabi, jadi menyebutnya sebagai ”seni” mendatangkan keluhan
yang dialamatkan ke kantor agama di pemerintahan. Setelah kejadian
itu, gosip beredar bahwa universitas itu akan ditutup.
Kelas kembali dibuka pada usaha ketiga pada 1874 dan kali itu tetap
buka selama tujuh tahun, dan berhasil meluluskan satu angkatan. Para
administrator telah mendapatkan pelajaran dari dua kejadian sebelum-
nya; kali ini universitas tidak mendirikan fakultas sains, dan saat dibuka
kembali tidak ada publisitas dan tidak ada acara peluncuran formal. Para
mahasiswa sepertinya diajari secara sembunyi-sembunyi dan pengumuman
publik dilakukan hanya saat mereka telah memasuki tahun ajarannya
yang terakhir, tahun 1876. Universitas itu menghadapi banyak rintangan
selama lima tahun sebelum akhirnya ditutup tahun 1881. Alasannya kali
itu karena keengganan negara untuk melanjutkan pendanaannya. Uni-
versitas itu akhirnya terbuka kembali sembilan belas tahun kemudian
pada 1900, saat negara akhirnya serius menggalakkan pendidikan tinggi
dan mengembangkan sains.
Harga Kebebasan
Saat harus menentukan bagaimana harus bereaksi terhadap sains dan
teknologi modern, umat Muslim India di imperium Inggris memiliki
dilema yang sama seperti mereka yang berada di daerah kekhalifahan
Utsmaniyah—dengan kerumitan lainnya bahwa pendidikan baru disam-
but dengan skeptisme yang lebih mendalam karena hubungannya dengan
pemerintah yang berkuasa.
Berkat sejumlah besar arsip, imperium Inggris, seperti kekhalifahan
Utsmaniyah, menjadi salah satu imperium yang sering dipelajari di seluruh
dunia. Cerita tentang bagaimana, dalam waktu 150 tahun, satu badan
usaha perdagangan menjadi imperium sudah sering dibicarakan. Para
pedagang pertama dari Inggris tiba di India tahun 1616 dan meminta izin
untuk membeli berbagai macam barang dan mengekspornya ke kampung
halamannya. Mereka juga meminta izin untuk membawa persenjataan.
Halangan utama masa itu adalah bahasa. Kekaisaran Mughal telah meng-
155 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai
gunakan bahasa Farsi (dan untuk beberapa hal tertentu bahasa Arab) se-
bagai bahasa perdagangan dan bisnis pemerintahan. Para pedagang baru
harus mempelajari bahasa Farsi untuk berbisnis dengan pemerintahan
Mughal dan mereka terus melanjutkan menggunakan bahasa Farsi bah-
kan setelah sebagian besar negara itu mulai dijajah pada pertengahan
1700-an. Mengajarkan bahasa Farsi kepada beberapa ratus pejabat yang
mengelola perdagangan adalah hal mudah. Tetapi pada akhir tahun 1700-
an, semakin banyak orang yang melakukan perjalanan menuju India un-
tuk bekerja sebagai hakim dan pejabat negara, pengacara, dokter, guru,
pedagang, dan pemungut pajak. Direksi East India Company menolak me-
nyediakan biaya pendidikan untuk sedemikian banyak pelajar dan tahu
bahwa mereka harus menemukan alternatif—dan alternatif itu muncul
dalam diri seorang dokter bedah muda dari Skotlandia.
Ilmu Pengetahuan yang Hilang
Pada tahun 1782, John Gilchrist tiba di Bombay untuk bekerja sebagai
dokter bedah. Ia pemuda berusia 23 tahun yang penuh semangat, berasal
dari Edinburgh. Tidak seperti kebiasaan zaman itu, dia menghabiskan
banyak waktu luangnya untuk berjalan-jalan dan bertemu orang banyak
dan bahkan memanjangkan janggut dan meninggalkan pakaian Eropanya
agar bisa berbaur dengan sekitarnya. Gilchrist diberitahu bahwa bahasa
Farsi adalah bahasa utama India tetapi dengan cepat dia menemukan
bahwa sesungguhnya tidak banyak orang-orang yang ditemuinya yang
bisa berbahasa Farsi atau Arab dengan baik. Pada saat yang bersamaan,
dia menemukan bahwa para kenalan barunya memiliki pengetahuan
bahasa yang disebutnya sebagai ”Hindustani”. Gilchrist sebenarnya mene-
mukan apa yang di zaman sekarang dikenal sebagai bahasa Urdu. Urdu
adalah salah satu bahasa utama di Pakistan dan masih digunakan oleh
generasi tua umat Muslim di India. Keberadaan bahasa ini diketahui
oleh beberapa orang di East India Company—dan disebut sebagai bahasa
”Moor” atau ”Jargon”. Kegeniusan Gilchrist adalah karena dia menyadari
bahwa ”Moor” bisa menjadi bahasa baru dalam pemerintahan Inggris di
India.
156 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
Glichrist mendapati jika seseorang membutuhkan dokumen berbahasa
Farsi, dia harus datang ke kantor pemerintah terdekat dan menjelaskan
permohonannya (dalam bahasa Urdu) kepada penerjemah yang disiapkan
di luar kantor tersebut, yang kemudian membuatkan terjemahan bahasa
Farsinya. Saat Gilchrist berusaha mempelajari bahasa Urdu dia menemukan
bahwa tidak ada buku teks, tidak ada kamus, dan tidak ada tata bahasa
yang tertulis. Dia kemudian berusaha keras, dalam waktu luangnya dan
dengan biaya sendiri, untuk membuat kamus. Dia melakukannya dengan
mengumpulkan sekelompok orang yang dia tahu sangat fasih berbicara
dalam bahasa urdu. Gilchrist duduk dengan mereka selama berjam-jam
dan, dengan menggunakan kamus bahasa Inggris, dia memilih sejumlah
kata dan bertanya kepada mereka untuk menggambarkan kata yang sama
dalam bahasa Urdu. The Hindoostanee Grammar and Dictionary diterbitkan
tahun 1786 dan usaha Gilchrist akhirnya menyebabkan bahasa Urdu
menggantikan bahasa Farsi dan Arab sebagai bahasa yang digunakan Ing-
gris untuk menangani daerah jajahannya di India.
Dipromosikannya bahasa Urdu sebagai bahasa utama India untuk
pemerintahan bagaikan berkah sekaligus bencana. Bahasa itu memberikan
mayoritas masyarakat—baik Muslim maupun Hindu—akses langsung ke-
pada penguasa barunya dan tidak diragukan menciptakan masa depan
untuk Urdu yang mungkin tidak akan pernah dimilikinya. Tetapi pada
saat yang sama bahasa tersebut perlahan-lahan telah memotong hubungan
generasi baru dari berbagai sumber pendidikan yang telah mencatat ber-
bagai ilmu pengetahuan dan pendidikan selama masa pemerintahan
Mughal. Hari ini, hanya sedikit orang di India, Pakistan, atau Bangladesh
yang memiliki pengetahuan tentang bahasa Farsi. Dan akibatnya, tidak
banyak yang diketahui tentang sejarah sains selama masa pemerintahan
Mughal dibandingkan selama masa kekaisaran Islam.
Penggunaan bahasa Urdu bukan satu-satunya keputusan politis yang
membuka jurang antara India dengan warisan ilmiah zaman Mughalnya.
Keputusan yang tidak diragukan lagi lebih merusak dibuat pada akhir
1700-an saat pemerintahan administrasi memutuskan untuk meminta ber-
bagai lembaga pendidikan membayar uang sewa untuk pertama kalinya.
Selama masa Mughal, semua lembaga pendidikan diizinkan berfungsi
tanpa membayar uang sewa sedikit pun. Hal itu telah membantu pendidik-
157 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai
an untuk berkembang luas dan hampir semua desa memiliki sekolah dasar
dan menengah. Namun para pemungut pajak dari Inggris memandang
secara berbeda dan memaksa sekolah membayar pajak. Seorang pejabat
menggambarkan perjanjian sebelumnya sebagai ”pipa bocor” berdasarkan
kenyataan bahwa ada sumber pendapatan yang rutin dan stabil untuk
negara itu yang belum disentuh samasekali. Sebagian besar sekolah tidak
bisa membayar dan akhirnya ditutup. Pada pertengahan 1800-an, seorang
pejabat telah dikirimkan untuk membuat survei sekolah di Madras dan
melaporkan bahwa dari satu juta anak usia sekolah, menurut perhitung-
annya hanya 7.000 anak saja yang masuk sekolah. ”Di banyak pedesaan
yang dahulunya memiliki sekolah, kini tidak ada samasekali.”
Bahasa Inggris Sang Ratu
Umat Muslim India kini kebingungan. Dari satu sisi, berbagai institusi
sains dan pendidikan dijauhkan dari mereka. Di sisi lain, perdebatan inter-
nal muncul di dalam masyarakat mengenai manfaat belajar menggunakan
bahasa Inggris.
Selain mencetak laba untuk para pemegang sahamnya, beberapa peja-
bat imperium Inggris mulai meyakini bahwa misi mereka juga untuk mem-
bawakan pencerahan dan memodernkan India. Beberapa di antaranya
seperti Thomas Babington Macaulay, seorang anggota parlemen, pernah
mengatakan bahwa satu rak dari perpustakaan yang bagus milik orang
Eropa sama harganya dengan seluruh literatur dunia India dan Arab.
Charles Trevelyan, menteri keuangan India dari 1860 sampai 1865, be-
lakangan mengatakan: ”Keanehan sistem pendidikan Hindu adalah,
bukannya hanya sedikit atau tidak mengandung pengetahuan yang nyata,
tapi juga sistem itu telah dibentuk sedemikian rupa untuk menghambat
perkembangan pemikiran manusia. Bila kita membiarkannya seperti itu,
sama saja kita membiarkan degradasi dan kesengsaraan masyarakatnya.
Tugas kita bukan untuk mengajar tetapi untuk melupakan ajaran yang
lalu.”
Alhasil pada 1835, Macaulay mengeluarkan keputusan menghapuskan
pelajaran bahasa Arab dan Farsi dan menggantikannya dengan bahasa
158 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
Inggris dan sains modern. Sejumlah kecil elite Muslim tidak melihat per-
tentangan antara menjadi umat Muslim yang baik dengan mempelajari
bahasa Inggris dan ilmu pengetahuan modern, belajar di lembaga yang
didirikan orang Barat, sambil mempertahankan kemampuan untuk meng-
kritisk kehadiran pemerintah kolonial. Para elite itu di antaranya adalah
ilsuf Muhammad Iqbal dan pengacara Muhammad Ali Jinnah, yang ber-
sama-sama dengan orang lain yang bergabung dalam kelompok yang men-
dirikan negara Pakistan.
Berhubungan dengan Dunia Barat
Reformis Islam yang tersohor, Sayyid Ahmad Khan, membentuk masya-
rakat ilmiah yang ditujukan bagi umat Muslim dan kelak sebuah uni-
versitas, mencontoh Oxford dan Cambridge, yang mengajarkan pendidik-
an tradisional dan modern. Dia menyatakan bahwa berkiblat ke Barat
untuk sains modern tidak ada bedanya dengan saat umat Muslim di
abad ke-9 menerjemahkan karya Galenus dan Aristoteles. ”Dan bangsa
Yunani bahkan tidak mempercayai Tuhan,” ujarnya pada orang-orang
yang mengkritiknya. Mereka yang mendukung sains baru mencakup ma-
syarakat penganut Zoroastrianisme dan Ismailiyah. Saat Pakistan akhir-
nya memerdekakan diri, beberapa lembaga pendidikan modern yang di-
warisinya, seperti sekolah, rumah sakit, dan universitas teknik, sebenarnya
telah didirikan oleh para dermawan dari masyarakat seperti ini—para
keturunan dinasti dan kekaisaran sebelumnya, yang menganggap sains
dan pendidikan penting dan bukan ancaman terhadap kebudayaan atau
cara hidup mereka.
Tetapi yang lainnya—mungkin mayoritas masyarakat—tidak bisa me-
nyesuaikan diri dengan pendidikan gaya Barat yang baru walaupun karena
alasan yang berbeda-beda. Beberapa orang, seperti Nawab Aliuddin, pe-
nguasa Muslim di salah satu negara bagian feodal India merasa bahwa
sains baru adalah jalan menuju ateisme:
Dan apakah menurut Anda, Pak, saya akan menggunakan bukti yang didapat-
kan dari salah satu doorbeen [teleskop] Anda untuk menentang Rasulullah?
Tidak, Pak, mengingat banyaknya kekurangan pada teleskop. Teleskop tidak
159 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai
bisa diandalkan. Saya telah berdiskusi dengan sejumlah orang Eropa yang he-
bat dan kesalahan mereka bagi saya tampaknya karena meletakkan keyakinan
yang sangat besar pada teleskop. Mereka meyakini berbagai bukti yang mereka
dapatkan di atas para nabi—Musa, Ibrahim, dan Ilyas. Sungguh menakutkan
memikirkan seberapa besar penyimpangan yang disebabkan oleh teleskop ini.
Tidak, Pak, mari kita berpegang teguh kepada ajaran para nabi. Apa yang
mereka katakan adalah kebenaran dan satu-satunya kebenaran yang bisa
kita andalkan dalam kehidupan ini. Saya tidak akan memegang bukti yang
disediakan semua teleskop di dunia untuk menentang satu kata pun yang di-
utarakan oleh para nabi yang rendah hati yang didapati di Perjanjian Lama
atau di Alquran.
—A Moral Reckoning, Mushirul Hasan, Oxford, 2005
Orang lain merasa bahwa siapa pun yang mendukung ilmu pengetahuan
Barat telah menjadi corong penguasa baru dan oleh karenanya bukanlah
orang yang dapat dipercaya. Mereka menilai analogi Sayyid Ahmad Khan
dengan Baghdad di abad ke-9 adalah salah, karena alasan yang sederhana
bahwa Galenus dan Aristoteles tidak pernah menguasai Baghdad seperti
bagaimana Inggris menguasai India. Bukan berarti mereka menentang
ilmu baru, tetapi yang mereka tentang adalah hubungannya dengan para
penguasa.
Diserang Berbagai Permasalahan
Salah satu contoh paling menonjol dari hubungan antara politik, sains,
dan agama di India pada saat itu adalah berbagai masalah yang dihadapi
para pemerintah kolonial dalam upayanya mengendalikan dan memus-
nahkan wabah. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di India,
wabah telah menjadi penyakit mematikan, kadang-kadang menyebabkan
kematian 1 juta orang lebih setiap tahunnya. Saat itu mikrobiologi sudah
menjadi bidang yang mapan, para ilmuwan telah mengisolasi bakteri yang
menyebabkan wabah, dan vaksin sudah tersedia di India. Inggris ingin
memberikan vaksin kepada seluruh masyarakat di India tetapi rintangan
utama yang dihadapinya adalah bahwa ilmu kedokteran modern belum
pernah didengar di India sebelumnya. Sistem pengobatan Ayurveda paling
160 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
banyak digunakan dan mayoritas umat Muslim masih menggunakan te-
rapi kedokteran Unani—obat diberikan berdasarkan kombinasi al-Qanun
al-Thibb Ibnu Sina dan Pengobatan Nabawi yang berdasarkan keyakinan
agama. Pemerintah kolonial tahu bahwa mereka membutuhkan dukung-
an para penyembuh tradisional—hakim—untuk mengisolasi masyarakat
yang terjangkit penyakit dan mendorong masyarakat agar mau divaksin.
Tetapi kebanyakan menolak terlibat, berarti kampanye imunisasi tidak
berpengaruh banyak dan akibatnya banyak nyawa melayang. Mereka me-
nolak karena berbagai alasan, termasuk keyakinan bahwa kekuatan asing
mencoba ikut campur dalam praktek keagamaan mereka.
Pemikiran bahwa wabah adalah bentuk kemurkaan Allah atas India
telah tersebar luas. Pandangan bahwa Allah marah karena masyarakat
telah menjadi tidak bermoral, seperti yang ditunjukkan dengan kenyataan
bahwa hukuman untuk tindak perzinahan sangat ringan dan samasekali
tidak sesuai dengan yang dianjurkan Allah dalam kitab suci. Terlebih
lagi, mengisolasi orang-orang yang terkena penyakit dalam karantina
juga menempatkan ilmu kedokteran baru bertentangan dengan apa yang
diyakini sebagai ajaran Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan hadits,
seseorang yang terkena wabah harus diam di tempat dia berada. Seorang
penyembuh, Muhammad Sui, mengatakan bahwa mengisolasi seseorang
dari keluarganya adalah tindakan ”tidak manusiawi”, khususnya kalau
orang itu wanita. Pada tingkatan yang lebih mendasar, beberapa hakim
benar-benar takut jika isi vaksin itu akan membuat orang menjadi sakit
atau kehilangan kejantanan, buta, bahkan mati.
Namun mungkin hal yang lebih mendasar lagi adalah para hakim ti-
dak menganggap wabah sebagai sesuatu yang menular. Namun mereka
memandang penyebaran wabah terjadi melalui ”udara kotor” yang muncul
dari dalam bumi masuk ke dalam tubuh melalui hidung kemudian masuk
ke dalam hati, otak, dan jantung. Berbagai pertanda bahwa udara telah
terserang wabah adalah perilaku binatang, khususnya kematian tikus. Il-
mu kedokteran Unani menilai bahwa hati, otak, dan jantung adalah organ
penting manusia sehingga pengobatan sejak dini dipandang penting untuk
menyelamatkan jiwa seseorang.
Namun, tidak semua penyembuh tradisional menolak ilmu pengetahu-
an baru. Beberapa penyembuh tradisional yang sudah mapan memandang
161 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai
tawaran ini sebagai kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan me-
reka atas praktek kedokteran yang baru dan khususnya untuk mempelajari
berbagai penjelasan alternatif atas penyebaran penyakit. Tetapi menurut
hasil penelitian Guy Attewell, ahli sejarah ilmu kedokteran di Asia Sela-
tan, memang benar bahwa para hakim yang ini minoritas.
Bahasa Imperium
Siapa pun yang mempelajari imperium Inggris dan Islam akan menemukan
bahwa keduanya memiliki kesamaan dalam beberapa hal walaupun dengan
berbagai perbedaan. Sebagai contoh, kedua imperium memerintah di dae-
rah yang hampir sama. Keduanya—sampai tingkatan tertentu—mendo-
rong masyarakat untuk menganut ke agama yang mereka anut. Dan di
kedua kasus ini kita akan menemukan sejumlah contoh penggunaan sains
dan teknologi untuk memenuhi berbagai kebutuhan kompleks imperium
yang terus berkembang.
Dalam kasus Inggris, banyak tokoh dari zaman sains Victoria bekerja
keras di India dalam berbagai proyek dengan tujuan komersial ataupun
politik. Para ahli botani dipekerjakan untuk mencari tanaman langka
yang memiliki potensi komersial. Para ahli survei dan geograi diberi
tugas menciptakan peta yang akurat, dan ahli ilologi ditugaskan untuk
memahami banyak bahasa yang digunakan oleh masyarakat India yang
beranekaragam. Salah satu penelitian komprehensif yang pernah dilaku-
kan adalah buku monumental berjudul Linguistic Survey of India seba-
nyak sembilan belas jilid karya George Grierson, diterbitkan pada awal
abad ke-20. Menemukan atau menciptakan bahasa yang sama jelas sa-
ngat penting dalam membangun imperium. Imperium Islam memilih
menggunakan bahasa Arab dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap
bahasa lain masih ditemukan sampai saat ini. Di sisi lain, Inggris pertama-
tama memilih menggunakan bahasa Urdu, lalu bahasa Inggris di India
serta bagian imperium yang lain. Ini keputusan yang dipastikan memiliki
pengaruh baik dan buruk atas sains dan pendidikan di berbagai negara
yang pernah menjadi jajahan. Mengakhiri pengajaran dan pendidikan
dalam bahasa Arab dan Farsi telah menjauhkan generasi muda dari
162 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
warisan kecendekiaannya. Tetapi pada saat yang bersamaan, pendidikan
dalam bahasa Inggris memberikan—walaupun hanya bagi sejumlah kecil
orang kaya—akses atas sains dan teknologi yang terbaru dan alat untuk
mengejar sains dan pendidikan yang lebih maju di berbagai negara Eropa
Barat, seperti yang dilakukan banyak orang.
Sejumlah besar orang yang mengatur imperium Inggris dan dan orang-
orang yang mengatur imperium Islam awal memiliki kesamaan yang lain.
Dalam kedua imperium ini, bisa ditemukan contoh-contoh di mana kekua-
saan atau pemaksaan digunakan untuk memenuhi hasrat menciptakan
masyarakat berdasarkan sains dan nalar. Dan saat hal itu terjadi, reaksi
dari orang-orang awam—walaupun bukan ilmuwan—adalah menjauh
dan menarik diri. Para khalifah Dinasti Abbasiyah menyiksa siapa pun
yang secara terbuka berani menentang berbagai proyek mereka untuk
menjadikan rasionalisme sebagai agama di negara Islam. Inggris berusaha
memperkenalkan sains dan pendidikan berbahasa Inggris namun ditolak
karena dianggap mewakili kepentingan penguasa dan juga karena berbagai
kebijakan mereka menyebabkan disingkirkannya berbagai bahasa dan insti-
tusi pendidikan asli.
Kenyataan bahwa kedua imperium memberikan dukungan bagi kaum
intelektual yang menginginkan umat Muslim untuk terlibat dalam berba-
gai pemikiran modern seringkali berakhir dengan akibat yang berlawanan
dengan niat awalnya. Orang-orang seperti ahli matematika di abad ke-9
al-Khawarizmi, ahli astronomi Nasir al-Din al-Thusi atau Sayyid Ahmad
Khan di India dinilai terlalu dekat dengan penguasa yang tidak populer
di pandangan masyarakat—Khan diberi gelar bangsawan oleh Ratu Victo-
ria. Tragedi dalam masyarakat mayoritas Muslim adalah suara sains sering-
kali diasosiasikan dengan pedang atau laras senjata sang penguasa.
163 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah
15
Sains dan Islam:
Belajar dari Sejarah
Saya sudah sering bertanya kepada ulama mengapa khotbahnya
tidak pernah mendorong umat Muslim untuk menekuni sains dan
teknologi—mengingat seperdelapan dari kitab suci membicarakan
sains dan teknologi. Kebanyakan menjawab bahwa mereka ingin
mengkhotbahkan itu tetapi tidak tahu banyak mengenai sains modern.
Mereka hanya mengetahui sains pada zaman Ibnu Sina.
Muhammad Abdus Salam, penerima Nobel Fisika, 1979
Sudah jelas penjajahan di banyak negara berkembang berperan dalam
mempercepat kemerosotan sains dan pendidikan di dunia Islam. Terlebih
lagi, imperium Islam merasakan banyak tekanan mulai dari abad ke-16
dan para khalifah yang ingin menghemat biaya melihat pendanaan ilmu-
wan dan berbagai program ilmiah sebagai anggaran yang pertama kali
dipotong.
Tidak seperti di dunia modern, sains di zaman Islam tidak berada
dalam tingkatan yang sama seperti sekarang. Tidak ada departemen di
pemerintahan yang menangani sains ataupun perusahaan multinasional
berasaskan sains seperti Google atau Microsoft yang mempekerjakan
ribuan orang untuk menciptakan terobosan baru. Dan tidak ada fakultas
sains di berbagai lembaga yang bertahan lama seperti universitas atau seko-
lah tinggi. Kalaupun ada, cikal-bakal universitas di dunia Islam sepertinya
menjadi tempat untuk mengorganisir para cendekiawan yang menentang
ilsafat dan rasionalisme. Pengetahuan dan sains pada masa lalu didukung
164 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
oleh penguasa dan kalau penguasa itu mengalihkan prioritasnya, atau
meninggal dunia, institusi yang mereka bangun kemungkinan besar akan
mati bersama para penguasa tersebut. Itu alasan utama mengapa tidak
ada observatorium yang bertahan lebih daripada 30 tahun di zaman impe-
rium Islam.
Kembali ke Masa Depan
Perdebatan mengenai sains Islam di masa lalu seringkali berakhir dengan
serangkaian pertanyaan, seperti berikut ini: Kalau keadaannya sangat
baik saat itu lalu mengapa (bahkan di berbagai negara kaya di Timur
Tengah) standar penelitian, pengembangan, penemuan, dan inovasi
jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju? Mengapa
hanya ada dua orang ilmuwan dari negara Muslim yang memenangkan
hadiah Nobel di dalam bidang sains—Abdus Salam, ahli isika Pakistan
yang memenangkannya pada tahun 1979 dan Ahmad Zewail, ahli kimia
Mesir pada tahun 1999? Atau: Mengapa sains berakhir seperti yang di-
ceritakan? Kalau kita membicarakan sejumlah negara dengan jumlah
populasi Muslim yang besar, apakah kebangkitan dan kehancuran sains
berhubungan dengan agama atau apakah ada faktor-faktor lainnya? Ter-
akhir: Apa yang harus dilakukan; apa yang bisa dilakukan, untuk mem-
bangkitkan dan mengembangkan sains dan pendidikan?
Secara garis besar, hari ini prestasi sains di 57 negara anggota Organisasi
Konferensi Islam (OKI) tidak jauh berbeda dari prestasi beberapa negara
termiskin di dunia—walaupun faktanya beberapa negara anggota OKI ada-
lah negara penghasil minyak terkaya di seluruh dunia. Namun bila kita
melihat berbagai indikator prestasi sains—seperti seberapa banyak dana
yang diinvestasikan di universitas; atau kuantitas dan kualitas jurnal pe-
nelitian ilmiah yang diterbitkan; atau jumlah ilmuwan per jumlah pendu-
duk—dunia Islam secara keseluruhan tidak berada dalam kondisi bagus.
Itu tidak berarti semuanya buruk, atau jelek. Beberapa bidang sains
dan teknologi cukup baik. Sebagai contoh, Iran adalah negara terdepan
di antara negara-negara berkembang untuk program genetika manusia;
Malaysia menjadi negara terdepan dalam mengekspor teknologi; Pakistan
165 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah
adalah pionir dalam ilmu kimia dalam obat-obatan herbal; dan Turki
memiliki beberapa universitas terbaik di seluruh dunia dan hasil ilmiahnya
secara keseluruhan sama besarnya dengan yang dimiliki tetangga-tetang-
ganya di Eropa selatan dan timur.
Menariknya, situasi sains secara menyeluruh sepertinya berada dalam
kutub yang berlawanan dengan masa lalu, tetapi setidak-tidaknya ada
satu hubungan antara masa kini dengan masa keemasan di masa lalu
—begitu juga dengan periode pemerintahan kolonial. Dalam abad-abad
sebelumnya, sains mendapatkan manfaat yang sangat besar dari pemim-
pin yang otoriter. Mereka adalah orang yang tidak selalu tertarik untuk
mendengarkan opini publik, yang menggunakan kekuatan untuk mem-
bungkam atau melenyapkan para kritikus dan lawan mereka namun pa-
da saat yang bersamaan mereka sangat giat mengembangkan sains. Di
antaranya adalah al-Ma’mun dari Baghdad, begitu juga penguasa dari
Dinasti Fatimiyah al-Hakim. Al-Hakim adalah penguasa yang mendu-
kung ilmuwan optika Ibnu al-Haitsam, namun bisa menghukum mati
orang yang menolak menerima sang penguasa menyusun kalender Islam.
Termasuk pula Hulaku Khan, yang menghancurkan Baghdad namun
membangun observatorium Maragha di Samarkand tempat ahli astro-
nomi Nasir al-Din al-Thusi memberikan kontribusinya atas revolusi Co-
pernikus. Dan termasuk juga para wakil negara-negara Eropa yang meng-
gunakan kekuatan politik dan militer untuk membawa pendidikan dan
pemikiran modern ke dalam negara yang menjadi jajahannya.
Sekarang, di berbagai negara berkembang tempat situasi sains sudah
lebih baik, hubungan antara sains dan pemerintah yang otoriter sangat
mirip dengan keadaan di masa lalu. Misalnya di berbagai negara anggota
OKI, di Iran, Malaysia, Pakistan, dan Turki, Anda akan menemukan
ilmuwan yang memiliki pendapatan yang lumayan besar, laboratorium
penelitian yang memiliki dana besar, dan berbagai kesempatan bagi anak
muda untuk mengejar ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju ke luar
negeri. Kondisi para ilmuwan di negara-negara non-OKI seperti China
dan Singapura lebih baik lagi. Namun dalam semua contoh itu, para ilmu-
wan merasa bahagia dan sains dalam kondisi bagus sebagian besar karena
memiliki penguasa kuat yang ingin membawa negara mereka ke dunia
modern. Pada saat yang bersamaan, para penguasa ini tidak segan-segan
166 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
menggunakan kekuatan untuk menekan opini publik atau mengikis para
lawannya. Dalam dunia Islam, penguasa seperti itu misalnya Ayatollah
Khomeini, pendiri negara Iran modern; Mahathir Muhammad, di mana
pemerintahannya yang kuat bertahan di Malaysia selama lebih dari
dua dasawarsa; Kemal Ataturk, perwira militer yang mendirikan Turki
modern; dan serangkaian jenderal militer yang menguasai Pakistan sejak
tahun 1950-an.
Ini tidak berarti penguasa otoriter adalah jawaban untuk mengembang-
kan sains di negara-negara berkembang. India, sebagian Amerika Latin,
dan tentu saja negara-negara yang berkembang menunjukkan bahwa
sains terbaik di dunia terjadi di berbagai negara dengan tradisi pemerin-
tahan yang stabil. Namun, kita harus mengakui sedikitnya dua hal. Per-
tama, di beberapa negara itu terdapat pemimpin kuat yang tidak popu-
ler dan mendorong sains, mereka membawa warisan dari penguasa yang
memerintah sebelumnya. Dan kedua, kita harus menyadari bahwa di
sejumlah negara di mana kesadaran akan sains yang rendah, salah satu
alasannya adalah sains diasosiasikan dengan penguasa otoriter dan ilmu-
wan dipandang oleh masyarakat—yang kebanyakan masih miskin—men-
dapatkan kelebihan dari rezim otokratik atau dekat dengan penguasa
militer.
Apakah Sains Membutuhkan Islam?
Jadi sains di imperium Islam membutuhkan penguasa yang kuat namun
murah hati. Tetapi apakah sains membutuhkan Islam, sebagai suatu agama,
agar bisa maju? Dan bila ya, apa kita harus mendorong lebih banyak orang
di dunia Islam untuk menjadi Muslim yang lebih baik dan lebih taat? Ini
pertanyaan yang kadang-kadang diajukan, khususnya bagi mereka yang
meyakini bahwa dunia secara keseluruhan berada dalam kehancuran mo-
ral, dan dengan kembali ke agama, dunia akan menjadi tempat yang lebih
baik. Ini juga sudut pandang para pemimpin politik yang ingin melihat
agama dan politik di dunia Islam berhubungan lebih dekat lagi. Mereka
menyatakan bahwa, pada zaman keemasan Islam, peerkembangan sains
dan pendidikan yang pesat terjadi saat negara diperintah dengan hukum
167 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah
Islam, sehingga kembalinya sistem pemerintahan seperti itulah yang di-
butuhkan untuk memajukan sains.
Berbagai kebutuhan yang muncul dari praktek agama Islam sudah jelas
berpengaruh atas jenis sains yang ditekuni pada zaman itu dan sampai
sejauh itu kita bisa berdebat bahwa sains setidak-tidaknya mendapatkan
manfaat dari datangnya Islam. Sebagai contoh, kebutuhan untuk menentu-
kan waktu salat dengan lebih akurat akan memastikan banyak orang ter-
tarik kepada ilmu astronomi dan hal ini akan memunculkan pekerjaan
penjaga waktu di banyak masjid. Dan para penjaga waktu seperti ini
biasanya ahli astronomi yang andal dan beberapa di antaranya seperti
Ibnu al-Syathir dari Damaskus telah menghasilkan terobosan besar. Lalu
orang-orang membutuhkan cara untuk menghitung warisan sesuai dengan
tuntunan Islam menjadi satu alasan di belakang perkembangan aljabar
oleh al-Khawarizmi di abad ke-9 Baghdad. Dan terakhir, ajaran agama
untuk hidup sehat juga mendorong perkembangan ilmu kedokteran dan
rumah sakit.
Satu cara menanyakan apakah Islam sebagai keyakinan itu penting
bagi kemajuan sains adalah dengan melihat berbagai sumber pendanaan
yang ditujukan bagi lembaga ilmiah yang berbeda, pada khususnya, untuk
melihat apakah ilmuwan dan lembaga ilmiah diizinkan didanai yayasan
agama. Para penguasa di imperium Islam menciptakan dana khusus yang
dirancang untuk mendanai berbagai lembaga yang dipandang penting
untuk memenuhi berbagai kewajiban dalam menunaikan kewajiban da-
lam agama. Dana ini di dalam bahasa Arab dikenal sebagai waqf dan
masih ada di banyak negara. Waaf digunakan untuk menyantuni orang
paling miskin sampai memelihara mesjid. Jika lembaga pendidikan memi-
liki akses terhadap dana ini, maka kita bisa mengatakan, untuk tujuan
praktis, sains dan agama akan dinilai sebagai satu kesatuan. Dari berbagai
catatan dana ini, para ahli sejarah melihat bahwa beberapa institusi yang
memiliki fungsi pendidikan berhak mendapatkan dana keagamaan, dan
di antaranya adalah rumah sakit. Namun institusi lainnya seperti obser-
vatorium tidak berhak mendapatkannya. Para ilmuwan pun dilarang men-
dapat pembiayaan dari sumber dana tersebut.
168 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
Kepribadian Mendatang
Rute kedua dalam menemukan sejauh mana keyakinan Islam mendorong
perkembangan ilmu pengetahuan adalah dengan melihat para ilmuwan
sendiri, dan bertanya apakah keyakinan dan agama yang memotivasi me-
reka untuk melakukan eksperimen, inovasi, menciptakan dan menemu-
kan berbagai hal baru. Yang ditunjukkan oleh buku ini adalah banyak
ilmuwan, insinyur, dan ilsuf memang beragama Islam tetapi banyak juga
dari agama yang berbeda. Namun mereka yang beragama Islam tidak se-
jalan dengan masyarakat pada umumnya. Bayangan yang muncul adalah
serangkaian individu yang kemungkinan besar mau menantang pemikiran
yang mereka terima—entah sains atau agama—dan oleh karenanya tidak
selalu bersedia mengikuti arus pemikiran mayoritas. Dalam beberapa kasus,
kecenderungan para ilmuwan dan pemikir untuk menerobos batasan mem-
buat mereka dituduh sebagai orang sesat. Paling tidak itulah yang terjadi
dengan Ibnu Sina dan ilsuf Sui Ibnu Arabi dari Andalusia.
Apakah Islam Membutuhkan Sains?
Barangkali salah satu argumentasi paling kuat yang menentang bahwa
agama merupakan faktor utama dalam kemajuan sains adalah sifat Islam
itu sendiri. Memang benar para ilmuwan menemukan berbagai cara agar
kewajiban keagamaan lebih mudah dilakukan dan itu yang mendorong
berbagai temuan ilmiah. Memang, kita masih melihat beberapa gema le-
mah, misalnya kompas digital yang bisa kita beli hari ini untuk menunjuk-
kan arah Mekkah; atau jam otomatis yang bisa memberikan tanda waktu
shalat. Namun, pada saat yang bersamaan, jika kita berbicara kepada
siapa pun yang baru masuk Islam, satu hal yang mereka katakan bahwa
hal paling menarik dari agama tersebut bukanlah sains dan teknologinya
yang rumit tetapi fakta bahwa Islam ini membawa pesan sederhana, dan
kewajibannya tidak merepotkan dan tidak mahal. Apa yang mereka sukai
dari agama baru ini adalah tidak ada golongan apa pun (entah ilmuwan
atau ulama) yang bisa mengatakan apa yang harus dan tidak boleh di-
lakukan.
169 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah
Jadi, seperti yang kita lihat, bahkan di zaman jam atom dan sistem
navigasi GPS, umat Muslim di seluruh dunia masih memulai awal bulan
puasa Ramadhan hanya setelah bulan sabit baru telah dilihat dengan mata
telanjang. Dan di berbagai negara dua musim, banyak orang menggunakan
panjang bayangan untuk menentukan waktu shalat; dan tidak ada yang
keberatan jika ada perbedaan beberapa derajat saat seseorang bersujud ke
arah Mekkah. Tidak hanya itu, kita juga tahu bahwa banyak masjid utama
umat Islam di masa lalu yang tidak sepenuhnya mengarah ke Mekkah.
Islam dan Pengetahuan Baru Masa Kini
Kita sampai ke masalah lainnya—yang seringkali kontroversial apakah
umat Muslim (masa kini atau masa lalu) mengalami kesulitan dalam
menerima pengetahuan baru, terutama pengetahuan yang bertentangan
dengan apa yang diajarkan sebelumnya. Dan bila demikian adanya, apa-
kah ini akan menjadi rintangan baru atas perkembangan sains dan pen-
didikan. Dengan kata lain, apakah agama berhubungan dengan menurun-
nya perkembangan sains?
Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam masalah ini. Beberapa me-
nyatakan bahwa kebijakan al-Ma’mun menjadi akar banyak masalah
yang ditemui di masa kini. Jika dia tidak memaksakan rasionalisme atas
rakyatnya, orang-orang yang mengkritiknya tidak akan menyatu lalu
membentuk perkumpulan dan universitas, di mana sains seringkali tidak
menjadi bagian dari silabusnya. Lainnya mengatakan bahwa banyak per-
kembangan penting dalam sains dan inovasi terjadi setelah peristiwa ini
dan juga setelah ditulisnya polemik ulama Sui al-Ghazali menentang
Ibnu Sina. Dan mereka berpendapat bahwa Suisme, jauh dari anti-sains,
menghasilkan salah satu teori paling ambisius yang mencoba menjelaskan
sifat realitas—ini adalah teori Ibnu Arabi yang menyatakan bahwa Tuhan
dan semua kehidupan kemungkinan bagian dari superorganisme raksasa
yang saling berhubungan, yang disebutnya sebagai ”wahdatul wujud”.
Pelajaran penting dari masa lalu adalah masyarakat Islam bersedia
mendengar dan mendiskusikan berbagai pemikiran baru bahkan bila me-
reka tidak setuju dengannya. Sampai abad ke-15, para ilmuwan dunia
170 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
Islam memunculkan banyak pemikiran baru. Saat proses pembelajaran
melambat dan pindah ke Eropa Barat, berbagai kejadian seperti revolusi
Copernicus masih diterima secara luas di dunia Islam. Bahkan penerbitan
buku Origin of Species karya Charles Darwin pada tahun 1859 didiskusikan
dan diterbitkan di banyak negara Islam.
Bagaimana sains bisa kembali ke berbagai negara di dunia Islam? Di
banyak negara, proses itu sudah mulai terjadi. Tetapi untuk mencapai
standar dunia negara berkembang, pemerintah dan mereka yang memiliki
pengaruh harus melakukan sedikitnya tiga hal. Harus ada investasi besar-
besaran, baik dalam mendidik masyarakat dan membangun berbagai lem-
baganya. Ini sulit dilakukan di berbagai negara miskin dan mereka mem-
butuhkan pertolongan, baik dari tetangga mereka yang kaya-raya dan
dari komunitas internasional yang lebih luas. Kedua, pemerintah harus
memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk bertanya dan melakukan
inovasi. Dan ketiga, sains tak boleh digunakan untuk menyerang hak
seseorang untuk beragama.
Imperium Islam telah menciptakan kondisi untuk kebangkitan yang
mengejutkan dalam sains dan teknologi, beberapa di antaranya tidak
diragukan lagi telah membantu para ilmuwan Eropa Barat. Namun para
khalifah dan penguasa yang sangat antusias dengan sains bisa sangat kejam
dalam menghadapi orang-orang yang mengkritiknya dan menggunakan
sains baru untuk memaksa orang-orang dalam memilih agamanya. Jika
sains ingin dikembalikan ke berbagai negara Islam, sains harus dilakukan
tanpa mencampuri hak seseorang untuk memilih agamanya masing-ma-
sing.
Peristiwa-Peristiwa Penting
570–632 Masa Hidup Nabi Muhammad SAW
Muhammad SAW dan pengikutnya pindah ke Madinah dalam peristiwa
Hijrah. Kelak disebut sebagai Tahun Pertama dalam kalender Islam
(622)
Wafatnya Nabi Muhammad SAW (632)
632–661 Islam dipimpin oleh empat Khulafaur Rasyidin
Abu Bakar menjadi khalifah pertama (632–634)
Umar menjadi khalifah kedua (634–644)
Ekspansi ke Syria
Ekspansi ke Irak
Menaklukkan Yerusalem (638)
Dimulainya kalender Hijriah
Ekspansi ke Persia
Penaklukan Mesir
Utsman menjadi khalifah keempat (644–656)
Ekspansi ke negara-negara Maghribi (Sahara Barat)
651–700
Pengumpulan ayat-ayat Alquran menjadi satu kitab dimulai tahun 632
sampai 634. Diselesaikan antara tahun 634–644
Ali menjadi khalifah keempat (656–661)
Pembunuhan Khalifah Ali (661)
172 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
661–750 Kekhalifahan Umayyah berkuasa di Damaskus
Dinasti Umayyah didirikan di Damaskus
Muawiyah I menjadi khalifah (661–80)
Perang Karbala dan pembantaian Hussein, cucu Nabi, dan pengikutnya.
Perpecahan antara Muslim Sunni dan Syiah dimulai (680)
Khalifah Abdul Malik memerintahkan bahwa hanya bahasa Arab yang
digunakan dalam dokumen resmi
Pengenalan uang logam Arab (693)
Khalid bin Yazid menjadi penasihat sains bagi khalifah
701–750
Islam masuk ke Spanyol (711)
Ekspansi umat Muslim ke India (712)
Masjid Agung Damaskus diselesaikan (715)
Menyeberangnya umat Muslim ke Prancis (718)
Perang Tours (732)
Dinasti Umayyah berakhir di Baghdad (750)
750–800
751–1258 Kekhalifahan Abbasiyah berkuasa terputus-putus di
Baghdad
756–929 Bani Umayyah berkuasa di Spanyol
Didirikannya Baghdad (762)
Al–Fazari membuat astrolab pertama di dunia Islam (777)
Jabir bin Hayyan melakukan eksperimen di dalam ilmu kimia
Harun ar-Rasyid menjadi khalifah (786)
Pengenalan industri kertas di dunia Arab (795)
Industri penerbitan didirikan sebagai perusahaan yang canggih
Khalifah Harun ar-Rasyid memberikan jam kepada Charlemagne
Kisah Seribu Satu Malam muncul
801–850
Rumah sakit umum pertama didirikan di Baghdad (809)
Baitul Hikmah pertama didirikan di Baghdad
Al-Kindi mengembangkan kriptograi dan memperkenalkan sistem
angka India
173 Peristiwa-Peristiwa Penting
Al-Ma’mun menjadi khalifah setelah menggulingkan kakaknya dalam
peperangan yang mengerikan di Baghdad (813)
Sang musisi Ziryab tiba di Cordoba (822)
Khalifah al-Ma’mun mendirikan Baitul Hikmah (sekitar tahun 820)
Proyek penerjemahan dimulai
Al-Khawarizmi memperkenalkan sistem angka India dan menulis buku
tentang aljabar
Dokter Hunayn bin Ishaq menerjemahkan karya Galenus
Putranya, Ishaq bin Hunayn, menerjemahkan karya Ptolemeus
Obervatorium Shammasiyah didirikan di dekat Baghdad (828)
Bani Musa bersaudara menerbitkan buku tentang berbagi alat mekanik
(850)
851–900
Al-Jahiz menerbitkan Kitab al-Hayawan
Universitas Al-Qarawiyin didirikan di Fez (859)
Al-Farghani membangun nilometer di Mesir (861) dan menerbitkan
buku Elements of Astronomy
Al-Faraby menulis buku yang mempelopori teori musik
Ibnu Firnas melakukan penerbangan pertama (875)
Masjid Ibnu Tulun dibangun di Kairo (878)
Al-Battani menerbitkan buku On the Sciences of Stars (sekitar tahun
880)
Al-Razi mengidentiikasi campak dan cacar air dan mengembangkan
eksperimen kimiawi
901–1000
909–1171 Dinasti Fatimiyah berkuasa di Mesir
945–1055 Keluarga Buwaihi berkuasa di Baghdad
Al-Zahrawi di Spanyol menulis buku panduan operasi (sekitar tahun
960)
Universitas Al-Azhar didirikan di Kairo (988)
Dinasti Ghaznawi berdiri di Afghanistan dan India utara (977)
Fihrist al-Nadim, katalog buku di dalam toko buku Ibnu al-Nadim (987)
174 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
Al-Biruni menerbitkan Kitab al-Hind (Kitab India) dan Kitab Tahdid
Nihayat al-Amahin (Kitab Penentuan Letak Tempat-Tempat) (sekitar
tahun 990)
Tokoh kemanusiaan Al-Masudi mendirikan dasar geograi manusia
Filsuf dan dokter Ibnu Sina menulis al-Qanun al-Thibb (Kanun
Kedokteran), buku kedokteran standar yang digunakan hingga lima
abad kemudian (sekitar tahun 1000)
Dinasti Ghori menggantikan Dinasti Ghaznawi di Afghanistan dan
India utara (1040)
1011–1100
Ibnu al-Haitsam di Kairo melakukan eksperimen dengan cahaya,
bayangan dan pembiasan (sekitar tahun 1020)
1037–1307 kesultanan Seljuk
Penyair Umar Khayyam menyelesaikan perhitungan kubik (sekitar
tahun 1100)
Negarawan dan pendidik Nizam al-Muluk menangani imperium Seljuk
dan menciptakan jejaring universitas
Agamawan dan pemikir Al-Ghazali menerbitkan Tahafut al-Falasifah
(Kerancuan Para Filsuf) dan mengepalai universitas Baghdad
Konstantinus Afrikanus menerjemahkan buku-buku kedokteran
berbahasa Yunani dan Arab ke bahasa Latin
Umat Muslim melakukan perjalanan sampai ke Vietnam di mana
mereka membentuk komunitas
1101–1200
Al-Idrisi dari Sisilia menerbitkan peta dunia yang sangat terperinci
Filsuf dan ahli psikologi Ibnu Bajja menyatakan psikologi sebagai
bidang ilmu pengetahuan yang terpisah
Adelard dari Bath menerjemahkan karya Euklides dari bahasa Arab dan
tabel-tabel al-Khawarizmi ke bahasa Latin
Ibnu Rusyd menerbitkan Tahafut al-Tahafut (Rancunya Kerancuan) dan
karya-karya ilsafat lainnya
175 Peristiwa-Peristiwa Penting
Gerardo da Cremona menerjemahkan buku dari bahasa Arab ke bahasa
Latin di Toledo
Al-Zarqali mengerjakan buku astronomi yang dalam bahasa Inggris
berjudul Tables of Toledo (sekitar tahun 1160)
Salahuddin merebut Yerusalem (1187) dan menyatukan dunia Muslim
dengan Mesir sebagai pusatnya
Al-Hariri menerbitkan karya agung bahasa berjudul Maqamat al-Hariri
(Kumpulan al-Hariri)
Yaqut al-Hamawi menerbitkan bukunya Kitab Mu’jamal-Buldan
(Ensiklopedi Negara-Negara)
Al-Jazari mengembangkan mesin engkol, poros silinder dan mendesain
jam gajah (sekitar tahun 1200)
1201–1300
1206–1406 Imperium Mongol
Fakhrudin Razi menerbitkan bukunya yang hebat Enklopedi Sains
Penulis biograi Abu Khallikan menyatakan ilsafat sejarah sebagai
cabang ilmu tersendiri
Ibnu al-Nais mengajukan teori baru tentang peredaran darah (sekitar
tahun 1230)
1232–1492 Dinasti Nasri berkuasa di Granada
Hulaku Khan menghancurkan Baghdad (1258); dia menjadi Muslim
dan membangun observatorium
Kekhalifahan Abbasiyah berakhir
Nasir al-Din al-Thusi menyelesaikan karyanya al-Tadzkirah ilm al-
Hayah (Pengingat Ilmu Hayat) (1261) di observatorium Maragha
menyelesaikan struktur alam semesta yang komprehensif dan
mengembangkan teori ”Kopel Thusi” yang mampu menciptakan
perhitungan matematis untuk menyatakan sudut pandang dunia
yang heliosentris
Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) didirikan (1281)
Al-Rammah menggambarkan penggunaan roket bermesiu (sekitar
tahun 1285)
Kebangkitan dinasti Mamluk di Mesir
Sains dan pendidikan Islam diterjemahkan ke berbagai bahasa baru
176 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
1301–1400
1136–1506 Dinasti Timur menguasai Asia Tengah dan Timur
Tengah
Ibnu Khaldun menulis buku sosiologi dan menerbitkan bukunya
Muqaddimah
Ibnu Battuta menerbitkan bukunya Rihlah (Perjalanan)
1281–1922 Kekhalifahan Utsmaniyah
1401–1500
Ulugh Beg membangun observatorium di Samarkand
Sains dan pendidikan Islam menyebar ke seluruh Eropa
1501–1600
Dinasti Mughal didirikan di India (1526)
Jatuhnya Timbuktu sebagai Kota Pendidikan yang Hebat (1591)
Arsitek Utsmaniyah Sinan membangun kompleks Masjid Biru di
Istanbul
1526–1857 Kesultanan Mughal












