Tampilkan postingan dengan label ilmuwan muslim 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmuwan muslim 5. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Desember 2025

ilmuwan muslim 5

 


terdokumentasi adalah dari seseorang yang mung-

kin adalah penulis sains profesional pertama di dunia Islam—karena dia bisa 

mencari nafkah dari tulisannya tentang sains. Namanya al-Jahiz, berasal 

dari Afrika Timur tetapi pindah ke Baghdad di abad ke-9 dan bertemu 

dengan Khalifah al-Ma’mun. Buku yang paling terkenal di antara 200 

bukunya adalah Kitab al-Hayawan (Kitab Hewan) yang menggambarkan 

ciri 350 jenis hewan yang berbeda: ”Binatang berjuang mempertahankan 

kehidupan [dan] memperebutkan makanan, untuk menghindari dimangsa 

dan agar bisa berkembang-biak.” Dia melanjutkan: ”Berbagai faktor ling-

kungan memengaruhi organisme untuk mengembangkan ciri baru untuk 

memastikan kelangsungan hidupnya, dan oleh karena itu bertransformasi 

menjadi spesies baru. Binatang yang bisa terus berkembang-biak akan me-

wariskan ciri unggul mereka kepada keturunannya.”

Contoh lain bisa ditemukan dalam buku dari abad ke-19 berjudul 

Kitab al-Mahsul (Kitab Hasil) oleh Muhammad al-Nakhshabi, pemikir 

aliran Ismailiyah dari Asia Tengah yang menulis: ”Walaupun manusia 

berkembang dari makhluk hidup [binatang], binatang berkembang dari 

makhluk vegetasi [tumbuhan] dan tumbuhan berasal dari kombinasi ber-

bagai zat, zat berasal dari berbagai unsur dasar, dan unsur dasar berasal 

dari benda-benda langit.”

Kelak para penulis yang berspekulasi tentang evolusi termasuk penyair 

abad ke-13 Jalaluddin Rumi dan ilsuf awal abad ke-20 Muhammad 

Iqbal, penyair nasional Pakistan. Iqbal telah membaca teori Darwin dan 

sempat berdebat (dengan menggunakan Alquran untuk mendukung pen-

diriannya) tentang apakah manusia masih berevolusi. Bagi Iqbal, Tuhan 

tidak mungkin menciptakan manusia kemudian membiarkannya stagnan. 

Dalam pandangannya, kemajuan, modiikasi, dan inovasi dalam kehidupan 

manusia dan kesadaran telah menjadi bagian dari rencana Tuhan tentang 

perbedaan dan keanekaragaman. ”Tidak ada yang lebih aneh bagi dunia 

147 Penjelajahan Tiada Akhir

Alquran,” tulisnya, ”dibandingkan pemikiran bahwa Alam Semesta ada-

lah tempat sementara dari rencana yang telah dibuat; produk yang sudah 

selesai, yang telah meninggalkan tangan sang penciptanya sekian waktu 

yang lalu dan kini tergeletak di angkasa sebagai benda mati yang tidak 

dipengaruhi waktu.”

Iqbal sangat meyakini bahwa evolusi manusia belum mencapai tahap 

akhir walaupun alasan penikirannya benar-benar berasal dari alam keya-

kinan, dan didasari pemikiran adanya manusia sempurna. Umat Muslim 

diajarkan untuk mencontoh Nabi Muhammad SAW yang dilihat dalam 

banyak ajaran Islam sebagai manusia sempurna. Iqbal menyatakan sudah 

menjadi kehendak Allah bahwa manusia suatu hari bisa meraih kesem-

purnaan dalam menjalankan perintah Allah di dunia, sehingga mereka 

bisa mendekati sosok ideal Muhammad. Dan dalam puisinya Iqbal menan-

tang Allah untuk mengembangkan apa yang dilihatnya sebagai kualitas 

inferior umat manusia, khususnya keenderungan untuk memiliki sifat 

jahat dan keji:

Rancanglah pola yang baru

Ciptakanlah Adam yang lebih sempurna

Mainan yang diciptakan dari tanah liat

Tidak pantas bagi Tuhan, sang pencipta

Jika pola ini buruk

Apa yang diraih dari pengulangan?

Bagaimana hinanya seorang manusia

Bisa memenuhi kehendakMu?

—Dari Iqbal’s Educational Philosophy

oleh K.G. Saiyidain, 1938.

148 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

14

Lembar Lama Ditutup, 

Lembar Baru Dimulai

Seperti yang sudah ditunjukkan sejauh ini, naskah-naskah menunjukkan 

bagaimana para ilmuwan zaman Islam telah melakukan eksperimen, ino-

vasi, dan mendorong batasan-batasan sampai ke abad ke-16. Namun, 

setelah titik itu, berbagai catatan mengenai karya-karya seperti itu mulai 

menipis. Tidak hanya itu, bukti nyata tentang aktivitas ilmiah juga sulit 

didapatkan. Bila kita melakukan perjalanan menuju bekas ibu kota di 

zaman Islam, seperti Baghdad, Bukhara, Kairo, Damaskus, dan Istanbul, 

dengan sejumlah pengecualian kecil, Anda akan sangat sulit menemukan 

bukti berbagai lembaga hebat yang tercatat dalam naskah-naskah dan 

buku-buku sejarah: berbagai observatorium, rumah sakit, sekolah, dan uni-

versitas yang telah banyak digambarkan oleh buku ini. Sejarah pendidik-

an berusia seratus tahun sepertinya lenyap ditelan angin.

Sebagai contoh, banyak observatorium dan rumah sakit yang kini 

hanya puing-puing saja. Dalam beberapa kasus, kehancuran sedemikian 

rupa sehingga tidak meninggalkan jejak samasekali. Dalam kasus lainnya, 

bekas institusi sains dan pendidikan kini menjadi situs warisan nasional. 

Mengapa bangunan yang dahulunya menjadi rumah sakit atau obser-

vatorium kini menjadi kandidat situs warisan dunia menjadi pertanyaan 

utama bagi para ahli sejarah ilmu pengetahuan Islam. Ini pertanyaan 

yang bisa dijawab dengan melihat dua masalah yang berhubungan dekat: 

tahun-tahun terakhir dua imperium Islam, Mughal dan Utsmaniyah 

(Ottoman); dan pengalaman kolonial yang traumatis, yang benih-benih-

149 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai

nya ditanamkan pada saat sains Islam yang maju mulai mendekati masa-

masa akhirnya. Menipisnya bukti sains yang maju pada zaman Islam ber-

barengan dengan abad-abad terakhir kekuasaan Islam dan bangkitnya 

negara-negara Eropa Barat sebagai kekuatan militer dan perdagangan.

Mencari Sains Baru

Pemain utama dalam bidang militer dan perdagangan Eropa dengan 

negara-negara Timur adalah Austria, Inggris, Prancis, Belanda, Vatikan, 

Portugal, Venesia, dan Rusia. Di antara abad ke-15 dan ke-20, negara-

negara ini akhirnya mengendalikan, atau memberikan pengaruh yang 

besar terhadap banyak negara yang dahulunya diperintah oleh kekaisaran 

Mughal dan Utsmaniyah. Pemerintahan Mughal di Asia Selatan dan 

Tengah berlangsung dari awal 1500-an sampai 1857, hanya sepuluh ta-

hun sebelum Inggris dengan resmi mendeklarasikan India sebagai jajah-

an. Kekhalifahan Utsmaniyah memerintah lebih lama, mulai dari 1281 

sampai 1922, dan runtuh sebagian besar karena keputusan mereka men-

dukung Jerman selama Perang Dunia I.

Hancurnya berbagai imperium Islam dilihat umat Muslim di seluruh 

dunia sebagai pukulan mematikan. Selama berabad-abad, sejumlah gene-

rasi tumbuh besar menjadi bagian (walaupun hanya sebagian kecil) ins-

titusi yang memiliki hubungan isik dan spiritual dengan mereka. Ke-

mudian institusi itu hilang begitu saja. Hal ini sama seperti bila Gereja 

dan kerajaan di Inggris tiba-tiba (dan dengan kekerasan) berakhir. Pera-

saan kehilangan yang sangat dalam dan masih terasa sampai hari ini. 

Pada 1930-an, umat Muslim di negara koloni India bahkan meluncurkan 

gerakan mendirikan kembali imperium Utsmaniyah, begitu pula dengan 

(pada awal 1950-an) para aktivis politik di Palestina.

Mungkin yang lebih mengejutkan dari perasaan kehilangan ini, satu 

abad sebelum berakhirnya, para tokoh senior di imperium Utsmaniyah 

sudah bersiap-siap kehilangan kekhalifahan. Mereka sudah lelah mena-

ngani imperium besar yang sudah tidak dipercayai oleh banyak orang 

dan harus mengalami pertempuran di banyak sisi. Karena hal itu, akhir 

1800-an para elite pemerintahan Utsmaniyah mulai berhubungan dengan 

150 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Eropa Barat. Mereka menjalin persahabatan dengan Inggris dan Prancis, 

dan terkesan dengan apa yang mereka lihat. Para duta Utsmaniyah di 

Paris dan London mengirimkan berita ke kampung halamannya tentang 

berbagai museum baru dan masyarakat ilmiah, dan bagaimana semua 

itu jauh lebih maju dibandingkan dengan yang ada di negara mereka 

sendiri. Sekelompok diplomat Utsmaniyah yang berada di Eropa mendo-

rong serangkaian reformasi kemerdekaan terhadap konstitusinya sendiri. 

Reformasi meliputi kesetaraan di hadapan hukum; jaminan beberapa hak 

dasar, seperti hak asasi, kepemilikan dan pengadilan publik; janji pemi-

lihan atas dewan setempat; dan perkembangan undang-undang hukum 

baru untuk memudahkan perdagangan dengan Eropa Barat. Semua itu di-

tuliskan sedemikian rupa agar selaras dengan berbagai prinsip Islam. ”Ero-

panisasi tidak akan mengurangi nilai dan pentingnya agama kita,” tulis 

seorang pengamat, Ahmad Hilmi, yang mendukung reformasi. ”Sebenar-

nya dengan Eropanisasi kita akan mampu membangkitkan kembali ke-

budayaan Islam kuno.”

Namun tidak semua orang menginginkan perubahan. Ya, imperium 

itu melemah setelah menghadapi konlik selama bertahun-tahun, dan ya, 

tidak banyak uang di dalam perbendaharaan negara. Namun semua itu 

dianggap bukan alasan yang cukup kuat bagi banyak orang untuk mulai 

menyerap kekuatan dunia Barat. Menurut ahli sejarah Halil Inalcik, para 

kritikus sepakat bahwa kekhalifahan Utsmaniyah membutuhkan lebih 

banyak sains dan teknologi Barat untuk mengembangkan kekuatannya 

dalam medan peperangan dan untuk meningkatkan standar kehidupan 

tetapi dengan syarat tidak mengadopsi hukum dan kebudayaan Barat. 

Mereka berpendapat sains dan teknologi sudah cukup untuk membuat 

kekhalifahan menjadi kuat lagi dan tidak akan melanggar hukum Islam. 

Setelah perdebatan yang panjang dan terbuka, para kritikus meraih ke-

menangan. Dan pada akhir 1870-an, reformasi yang lebih luas atas ber-

bagai institusi sosial dan politik disingkirkan dan berbagai usaha untuk 

mengimpor sains dan teknologi Barat ditingkatkan. Apa yang dilakukan 

orang-orang Utsmaniyah berikutnya benar-benar mengejutkan bahkan 

bagi cepatnya perubahan teknologi di zaman sekarang.

Sampai pertengahan 1800-an, masyarakat Utsmaniyah dilihat sebagai 

masyarakat pra-modern. Tidak banyak jalanan, kereta api, sangat sedikit 

151 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai

listrik, tidak ada telepon. Sistem kedokteran masih sama dengan yang 

tercantum dalam buku al-Qanun karya Ibnu Sina. Namun, dalam satu 

generasi, transformasi yang luar biasa telah terjadi. Sejumlah rumah 

sakit baru yang merawat penyakit menular dengan menggunakan vak-

sin berdasarkan ilmu mikrobiologi terbaru didirikan pada tahun 1862. 

Sistem pengukuran metrik tiba tujuh tahun setelahnya dan zona waktu 

diubah ke Greenwich Mean Time pada awal abad ke-20. Jaringan kantor 

pos mulai didirikan pada tahun 1830, jalur telegraf pada 1850-an, dan 

saluran telepon di tahun 1881. Rel kereta api yang menghubungkan 

Istanbul dengan Mekah di Arab Saudi—Hijaz Railway—dibangun an-

tara tahun 1900 dan 1908, dan Istanbul mendirikan sekolah penerbang-

annya yang pertama pada tahun 1912, ditangani oleh para pilot dan 

insinyur Prancis (walaupun mereka dipanggil kembali oleh Prancis pada 

awal Perang Dunia I). Sains populer pun berkembang pesat. Saat Perhim-

punan Ilmiah Utsmaniyah dibuka di Istanbul pada tahun 1861, kuliah 

pertamanya meliputi isika modern dan demonstrasi eksperimen dengan 

listrik. Sekitar 400 orang hadir dan orang yang datang setelahnya ter-

paksa ditolak masuk. Dalam dunia penerbitan, 28 buku ilmiah dicetak 

antara tahun 1727 dan 1839. Antara tahun 1840 sampai 1876, jumlahnya 

meningkat menjadi 242 judul.

Bangsa Utsmaniyah telah menggunakan teknologi Barat dan Eropa 

jauh sebelum abad ke-19—senjata api, pembuatan jam, kompas magnetik 

dan mesin cetak telah dipakai di Istanbul dan daerah lainnya. Tetapi 

adopsi teknologi modern ini diarahkan untuk meningkatkan militer. Se-

bagai contoh, pada tahun 1773, Sekolah Teknik Kelautan Negara didiri-

kan di bawah pengawasan perwira Prancis bernama Baron de Tott yang 

menyediakan pendidikan ilmu pengetahuan dan rekayasa teknik modern 

tetapi di samping berbagai subjek yang lebih tradisional seperti bahasa 

Arab dan agama. Pada tahun 1806, sekolah kedokteran militer dibuka, 

diajarkan dalam bahasa Prancis dan Itali serta menggunakan buku pela-

jaran dari Eropa Barat. Pada tahun 1834, Sekolah Militer Negara dengan 

metode baru didirikan dengan mengikuti pola pengajaran École Militaire 

Prancis.

Seperti yang dijabarkan oleh Ekmeleddin Ihsanoglu, ahli sejarah 

yang mempelajari transfer teknologi Barat ke dunia Utsmaniyah, satu 

152 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

hal yang jelas dari berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa penguasa 

Utsmaniyah meyakini mereka bisa membeli ”kotak hitam” sains terapan 

dan ”solusi” teknologi. Hasilnya, pemahaman mereka tentang apa yang 

sebenarnya dibutuhkan untuk menciptakan jaringan kereta api dan sis-

tem pos sangatlah dangkal—mereka lebih tertarik dengan sains dan tek-

nologi sebagai alat untuk mewujudkan sesuatu dan bukan sebagai bentuk 

pengetahuan yang diperoleh: ”mengetahui sesuatu dari prinsip-prinsipnya” 

bukanlah pemikiran yang mereka hargai. Dan mereka juga tidak tertarik 

menyediakan pendidikan tinggi untuk orang banyak sebagaimana tidak 

tertariknya mereka untuk mendirikan lembaga pendidikan sehingga para 

ilmuwan dan insinyur mereka bisa mengembangkan pengetahuan mereka 

dan mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Cara pandang 

ini mungkin telah diperkuat dengan keyakinan mereka yang salah bahwa 

mendorong penelitian berarti menerima kebudayaan Barat, dan oleh kare-

nanya harus ditentang. 

Reformasi Pendidikan

Dalam upaya menciptakan hubungan yang lebih besar—dan lebih bersaha-

bat—dengan Eropa Barat, pada 1900-an, kekhalifahan Utsmaniyah mem-

berikan izin kepada berbagai organisasi internasional untuk mengelola 

702 sekolah dasar dan menengah. Dari semua ini, 465—bagian terbesar 

—dipimpin oleh misionaris Amerika Serikat dan 100 di antaranya 

didirikan hanya dalam waktu dua puluh tahun. Sekolah-sekolah Amerika 

sedemikan populernya di antara orangtua sehingga di Anatolia satu dari 

setiap tiga anak usia sekolah masuk ke dalam sekolah seperti itu. Mengapa 

sekolah Amerika sedemikian populernya? Salah satu penjelasannya ada-

lah sekolah tersebut bukan hanya lembaga pendidikan; melalui berbagai 

sekolah itu, anak-anak dan keluarganya bisa mengakses rumah sakit mo-

dern, apotik, dan fasilitas percetakan yang didirikan sekolah-sekolah ini 

di samping fungsi pendidikannya. Namun itu menjadi dilema bagi para 

penguasa. Mereka menginginkan pengaruh asing dalam sistem pendidik-

annya namun mereka tidak mau sistem itu sendiri diambil alih oleh 

Washington, sesuatu yang sepertinya sebentar lagi akan terjadi. Sebagai 

153 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai

contoh, dalam sebuah laporan resmi, sang menteri pendidikan menggam-

barkan sistem sekolah Amerika sebagai ”penyakit epidemi.”

Pemerintah merasa sudah waktunya mengambil tindakan. Mereka ha-

rus menutup sekolah-sekolah itu tetapi menyadari bahwa tindakan terse-

but akan menimbulkan masalah diplomasi yang serius. Akhirnya mereka 

memerintahkan sekolah tersebut untuk mengajukan ulang izin mengajar. 

Selain itu, mereka menginformasikan sekolah-sekolah Amerika bahwa 

mereka tidak diperbolehkan lagi menerima murid-murid Muslim atau 

mendirikan sekolah mereka di daerah mayoritas umat Muslim. Setelah 

melalui perdebatan, sekolah-sekolah itu setuju mengajukan ulang izin 

mengajar tetapi mereka tidak menyetop menerima murid beragama 

Islam. Dan pemerintah Amerika Serikat turun tangan dengan mengata-

kan bahwa Amerika Serikat seperti Prancis, Inggris, dan Rusia memiliki 

jutaan warga beragama Islam; pemerintah harus mengubah kebijakan 

pendaftaran hanya bila sekolah asing lainnya melakukan hal yang sama. 

Kekuatan Amerika terlalu besar untuk dilawan oleh penguasa Utsmaniyah 

sehingga mereka tidak mempermasalahkan hal itu lagi.

Bukti ambivalensi pemerintahan Utsmaniyah tentang pendidikan Ba-

rat bisa ditemukan dalam pendekatannya atas pembangunan universitas, 

yang dikenal dalam bahasa Arab Turki sebagai darul funun atau rumah 

sains. Diperlukan upaya sampai empat kali dan 37 tahun sebelum sebuah 

universitas didirikan di Istanbul pada tahun 1900. Pada upaya pertama, 

universitas dibuka pada tahun 1863, tetapi ditutup dengan mendadak 

dua tahun kemudian setelah bangunannya diambil alih oleh kementerian 

keuangan. Universitas itu dibuka kembali dengan menggunakan bangunan 

baru pada tahun 1869, tetapi ditutup tiga tahun kemudian—kali ini 

gara-gara kombinasi penanganan yang buruk dan ketidakberuntungan. 

Kurangnya tenaga pengajar dan buku; sebagian besar di antara 450 maha-

siswanya yang datang dari sejumlah sekolah Islam tradisional, yang di-

kenal sebagai madrasah, menilai bahwa kurikulumnya terlalu sulit dan 

mereka tidak mampu membayar uang kuliah. Dan yang lebih buruk lagi, 

universitas terseret kontroversi yang ditimbulkan seorang dosen tamu 

yang membicarakan Nabi Muhammad SAW. Seorang ahli agama peng-

anut reformasi Islam dari Mesir diminta memberikan kuliah di bulan 

puasa Ramadan. Topik yang dipilihnya adalah apa yang disebutnya ”seni 

154 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

menjadi nabi”. Seperti yang diyakini oleh umat Muslim, Allah menurun-

kan para nabi, jadi menyebutnya sebagai ”seni” mendatangkan keluhan 

yang dialamatkan ke kantor agama di pemerintahan. Setelah kejadian 

itu, gosip beredar bahwa universitas itu akan ditutup.

Kelas kembali dibuka pada usaha ketiga pada 1874 dan kali itu tetap 

buka selama tujuh tahun, dan berhasil meluluskan satu angkatan. Para 

administrator telah mendapatkan pelajaran dari dua kejadian sebelum-

nya; kali ini universitas tidak mendirikan fakultas sains, dan saat dibuka 

kembali tidak ada publisitas dan tidak ada acara peluncuran formal. Para 

mahasiswa sepertinya diajari secara sembunyi-sembunyi dan pengumuman 

publik dilakukan hanya saat mereka telah memasuki tahun ajarannya 

yang terakhir, tahun 1876. Universitas itu menghadapi banyak rintangan 

selama lima tahun sebelum akhirnya ditutup tahun 1881. Alasannya kali 

itu karena keengganan negara untuk melanjutkan pendanaannya. Uni-

versitas itu akhirnya terbuka kembali sembilan belas tahun kemudian 

pada 1900, saat negara akhirnya serius menggalakkan pendidikan tinggi 

dan mengembangkan sains.

Harga Kebebasan 

Saat harus menentukan bagaimana harus bereaksi terhadap sains dan 

teknologi modern, umat Muslim India di imperium Inggris memiliki 

dilema yang sama seperti mereka yang berada di daerah kekhalifahan 

Utsmaniyah—dengan kerumitan lainnya bahwa pendidikan baru disam-

but dengan skeptisme yang lebih mendalam karena hubungannya dengan 

pemerintah yang berkuasa.

Berkat sejumlah besar arsip, imperium Inggris, seperti kekhalifahan 

Utsmaniyah, menjadi salah satu imperium yang sering dipelajari di seluruh 

dunia. Cerita tentang bagaimana, dalam waktu 150 tahun, satu badan 

usaha perdagangan menjadi imperium sudah sering dibicarakan. Para 

pedagang pertama dari Inggris tiba di India tahun 1616 dan meminta izin 

untuk membeli berbagai macam barang dan mengekspornya ke kampung 

halamannya. Mereka juga meminta izin untuk membawa persenjataan. 

Halangan utama masa itu adalah bahasa. Kekaisaran Mughal telah meng-

155 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai

gunakan bahasa Farsi (dan untuk beberapa hal tertentu bahasa Arab) se-

bagai bahasa perdagangan dan bisnis pemerintahan. Para pedagang baru 

harus mempelajari bahasa Farsi untuk berbisnis dengan pemerintahan 

Mughal dan mereka terus melanjutkan menggunakan bahasa Farsi bah-

kan setelah sebagian besar negara itu mulai dijajah pada pertengahan 

1700-an. Mengajarkan bahasa Farsi kepada beberapa ratus pejabat yang 

mengelola perdagangan adalah hal mudah. Tetapi pada akhir tahun 1700-

an, semakin banyak orang yang melakukan perjalanan menuju India un-

tuk bekerja sebagai hakim dan pejabat negara, pengacara, dokter, guru, 

pedagang, dan pemungut pajak. Direksi East India Company menolak me-

nyediakan biaya pendidikan untuk sedemikian banyak pelajar dan tahu 

bahwa mereka harus menemukan alternatif—dan alternatif itu muncul 

dalam diri seorang dokter bedah muda dari Skotlandia.

Ilmu Pengetahuan yang Hilang

Pada tahun 1782, John Gilchrist tiba di Bombay untuk bekerja sebagai 

dokter bedah. Ia pemuda berusia 23 tahun yang penuh semangat, berasal 

dari Edinburgh. Tidak seperti kebiasaan zaman itu, dia menghabiskan 

banyak waktu luangnya untuk berjalan-jalan dan bertemu orang banyak 

dan bahkan memanjangkan janggut dan meninggalkan pakaian Eropanya 

agar bisa berbaur dengan sekitarnya. Gilchrist diberitahu bahwa bahasa 

Farsi adalah bahasa utama India tetapi dengan cepat dia menemukan 

bahwa sesungguhnya tidak banyak orang-orang yang ditemuinya yang 

bisa berbahasa Farsi atau Arab dengan baik. Pada saat yang bersamaan, 

dia menemukan bahwa para kenalan barunya memiliki pengetahuan 

bahasa yang disebutnya sebagai ”Hindustani”. Gilchrist sebenarnya mene-

mukan apa yang di zaman sekarang dikenal sebagai bahasa Urdu. Urdu 

adalah salah satu bahasa utama di Pakistan dan masih digunakan oleh 

generasi tua umat Muslim di India. Keberadaan bahasa ini diketahui 

oleh beberapa orang di East India Company—dan disebut sebagai bahasa 

”Moor” atau ”Jargon”. Kegeniusan Gilchrist adalah karena dia menyadari 

bahwa ”Moor” bisa menjadi bahasa baru dalam pemerintahan Inggris di 

India.

156 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Glichrist mendapati jika seseorang membutuhkan dokumen berbahasa 

Farsi, dia harus datang ke kantor pemerintah terdekat dan menjelaskan 

permohonannya (dalam bahasa Urdu) kepada penerjemah yang disiapkan 

di luar kantor tersebut, yang kemudian membuatkan terjemahan bahasa 

Farsinya. Saat Gilchrist berusaha mempelajari bahasa Urdu dia menemukan 

bahwa tidak ada buku teks, tidak ada kamus, dan tidak ada tata bahasa 

yang tertulis. Dia kemudian berusaha keras, dalam waktu luangnya dan 

dengan biaya sendiri, untuk membuat kamus. Dia melakukannya dengan 

mengumpulkan sekelompok orang yang dia tahu sangat fasih berbicara 

dalam bahasa urdu. Gilchrist duduk dengan mereka selama berjam-jam  

dan, dengan menggunakan kamus bahasa Inggris, dia memilih sejumlah 

kata dan bertanya kepada mereka untuk menggambarkan kata yang sama 

dalam bahasa Urdu. The Hindoostanee Grammar and Dictionary diterbitkan 

tahun 1786 dan usaha Gilchrist akhirnya menyebabkan bahasa Urdu 

menggantikan bahasa Farsi dan Arab sebagai bahasa yang digunakan Ing-

gris untuk menangani daerah jajahannya di India.

Dipromosikannya bahasa Urdu sebagai bahasa utama India untuk 

pemerintahan bagaikan berkah sekaligus bencana. Bahasa itu memberikan 

mayoritas masyarakat—baik Muslim maupun Hindu—akses langsung ke-

pada penguasa barunya dan tidak diragukan menciptakan masa depan 

untuk Urdu yang mungkin tidak akan pernah dimilikinya. Tetapi pada 

saat yang sama bahasa tersebut perlahan-lahan telah memotong hubungan 

generasi baru dari berbagai sumber pendidikan yang telah mencatat ber-

bagai ilmu pengetahuan dan pendidikan selama masa pemerintahan 

Mughal. Hari ini, hanya sedikit orang di India, Pakistan, atau Bangladesh 

yang memiliki pengetahuan tentang bahasa Farsi. Dan akibatnya, tidak 

banyak yang diketahui tentang sejarah sains selama masa pemerintahan 

Mughal dibandingkan selama masa kekaisaran Islam.

Penggunaan bahasa Urdu bukan satu-satunya keputusan politis yang 

membuka jurang antara India dengan warisan ilmiah zaman Mughalnya. 

Keputusan yang tidak diragukan lagi lebih merusak dibuat pada akhir 

1700-an saat pemerintahan administrasi memutuskan untuk meminta ber-

bagai lembaga pendidikan membayar uang sewa untuk pertama kalinya. 

Selama masa Mughal, semua lembaga pendidikan diizinkan berfungsi 

tanpa membayar uang sewa sedikit pun. Hal itu telah membantu pendidik-

157 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai

an untuk berkembang luas dan hampir semua desa memiliki sekolah dasar 

dan menengah. Namun para pemungut pajak dari Inggris memandang 

secara berbeda dan memaksa sekolah membayar pajak. Seorang pejabat 

menggambarkan perjanjian sebelumnya sebagai ”pipa bocor” berdasarkan 

kenyataan bahwa ada sumber pendapatan yang rutin dan stabil untuk 

negara itu yang belum disentuh samasekali. Sebagian besar sekolah tidak 

bisa membayar dan akhirnya ditutup. Pada pertengahan 1800-an, seorang 

pejabat telah dikirimkan untuk membuat survei sekolah di Madras dan 

melaporkan bahwa dari satu juta anak usia sekolah, menurut perhitung-

annya hanya 7.000 anak saja yang masuk sekolah. ”Di banyak pedesaan 

yang dahulunya memiliki sekolah, kini tidak ada samasekali.”

Bahasa Inggris Sang Ratu

Umat Muslim India kini kebingungan. Dari satu sisi, berbagai institusi 

sains dan pendidikan dijauhkan dari mereka. Di sisi lain, perdebatan inter-

nal muncul di dalam masyarakat mengenai manfaat belajar menggunakan 

bahasa Inggris.

Selain mencetak laba untuk para pemegang sahamnya, beberapa peja-

bat imperium Inggris mulai meyakini bahwa misi mereka juga untuk mem-

bawakan pencerahan dan memodernkan India. Beberapa di antaranya 

seperti Thomas Babington Macaulay, seorang anggota parlemen, pernah 

mengatakan bahwa satu rak dari perpustakaan yang bagus milik orang 

Eropa sama harganya dengan seluruh literatur dunia India dan Arab. 

Charles Trevelyan, menteri keuangan India dari 1860 sampai 1865, be-

lakangan mengatakan: ”Keanehan sistem pendidikan Hindu adalah, 

bukannya hanya sedikit atau tidak mengandung pengetahuan yang nyata, 

tapi juga sistem itu telah dibentuk sedemikian rupa untuk menghambat 

perkembangan pemikiran manusia. Bila kita membiarkannya seperti itu, 

sama saja kita membiarkan degradasi dan kesengsaraan masyarakatnya. 

Tugas kita bukan untuk mengajar tetapi untuk melupakan ajaran yang 

lalu.”

Alhasil pada 1835, Macaulay mengeluarkan keputusan menghapuskan 

pelajaran bahasa Arab dan Farsi dan menggantikannya dengan bahasa 

158 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Inggris dan sains modern. Sejumlah kecil elite Muslim tidak melihat per-

tentangan antara menjadi umat Muslim yang baik dengan mempelajari 

bahasa Inggris dan ilmu pengetahuan modern, belajar di lembaga yang 

didirikan orang Barat, sambil mempertahankan kemampuan untuk meng-

kritisk kehadiran pemerintah kolonial. Para elite itu di antaranya adalah 

ilsuf Muhammad Iqbal dan pengacara Muhammad Ali Jinnah, yang ber-

sama-sama dengan orang lain yang bergabung dalam kelompok yang men-

dirikan negara Pakistan.

Berhubungan dengan Dunia Barat

Reformis Islam yang tersohor, Sayyid Ahmad Khan, membentuk masya-

rakat ilmiah yang ditujukan bagi umat Muslim dan kelak sebuah uni-

versitas, mencontoh Oxford dan Cambridge, yang mengajarkan pendidik-

an tradisional dan modern. Dia menyatakan bahwa berkiblat ke Barat 

untuk sains modern tidak ada bedanya dengan saat umat Muslim di 

abad ke-9 menerjemahkan karya Galenus dan Aristoteles. ”Dan bangsa 

Yunani bahkan tidak mempercayai Tuhan,” ujarnya pada orang-orang 

yang mengkritiknya. Mereka yang mendukung sains baru mencakup ma-

syarakat penganut Zoroastrianisme dan Ismailiyah. Saat Pakistan akhir-

nya memerdekakan diri, beberapa lembaga pendidikan modern yang di-

warisinya, seperti sekolah, rumah sakit, dan universitas teknik, sebenarnya 

telah didirikan oleh para dermawan dari masyarakat seperti ini—para 

keturunan dinasti dan kekaisaran sebelumnya, yang menganggap sains 

dan pendidikan penting dan bukan ancaman terhadap kebudayaan atau 

cara hidup mereka.

Tetapi yang lainnya—mungkin mayoritas masyarakat—tidak bisa me-

nyesuaikan diri dengan pendidikan gaya Barat yang baru walaupun karena 

alasan yang berbeda-beda. Beberapa orang, seperti Nawab Aliuddin, pe-

nguasa Muslim di salah satu negara bagian feodal India merasa bahwa 

sains baru adalah jalan menuju ateisme:

Dan apakah menurut Anda, Pak, saya akan menggunakan bukti yang didapat-

kan dari salah satu doorbeen [teleskop] Anda untuk menentang Rasulullah? 

Tidak, Pak, mengingat banyaknya kekurangan pada teleskop. Teleskop tidak 

159 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai

bisa diandalkan. Saya telah berdiskusi dengan sejumlah orang Eropa yang he-

bat dan kesalahan mereka bagi saya tampaknya karena meletakkan keyakinan 

yang sangat besar pada teleskop. Mereka meyakini berbagai bukti yang mereka 

dapatkan di atas para nabi—Musa, Ibrahim, dan Ilyas. Sungguh menakutkan 

memikirkan seberapa besar penyimpangan yang disebabkan oleh teleskop ini. 

Tidak, Pak, mari kita berpegang teguh kepada ajaran para nabi. Apa yang 

mereka katakan adalah kebenaran dan satu-satunya kebenaran yang bisa 

kita andalkan dalam kehidupan ini. Saya tidak akan memegang bukti yang 

disediakan semua teleskop di dunia untuk menentang satu kata pun yang di-

utarakan oleh para nabi yang rendah hati yang didapati di Perjanjian Lama 

atau di Alquran.

—A Moral Reckoning, Mushirul Hasan, Oxford, 2005

Orang lain merasa bahwa siapa pun yang mendukung ilmu pengetahuan 

Barat telah menjadi corong penguasa baru dan oleh karenanya bukanlah 

orang yang dapat dipercaya. Mereka menilai analogi Sayyid Ahmad Khan 

dengan Baghdad di abad ke-9 adalah salah, karena alasan yang sederhana 

bahwa Galenus dan Aristoteles tidak pernah menguasai Baghdad seperti 

bagaimana Inggris menguasai India. Bukan berarti mereka menentang 

ilmu baru, tetapi yang mereka tentang adalah hubungannya dengan para 

penguasa.

Diserang Berbagai Permasalahan

Salah satu contoh paling menonjol dari hubungan antara politik, sains, 

dan agama di India pada saat itu adalah berbagai masalah yang dihadapi 

para pemerintah kolonial dalam upayanya mengendalikan dan memus-

nahkan wabah. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di India, 

wabah telah menjadi penyakit mematikan, kadang-kadang menyebabkan 

kematian 1 juta orang lebih setiap tahunnya. Saat itu mikrobiologi sudah 

menjadi bidang yang mapan, para ilmuwan telah mengisolasi bakteri yang 

menyebabkan wabah, dan vaksin sudah tersedia di India. Inggris ingin 

memberikan vaksin kepada seluruh masyarakat di India tetapi rintangan 

utama yang dihadapinya adalah bahwa ilmu kedokteran modern belum 

pernah didengar di India sebelumnya. Sistem pengobatan Ayurveda paling 

160 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

banyak digunakan dan mayoritas umat Muslim masih menggunakan te-

rapi kedokteran Unani—obat diberikan berdasarkan kombinasi al-Qanun 

 al-Thibb Ibnu Sina dan Pengobatan Nabawi yang berdasarkan keyakinan 

agama. Pemerintah kolonial tahu bahwa mereka membutuhkan dukung-

an para penyembuh tradisional—hakim—untuk mengisolasi masyarakat 

yang terjangkit penyakit dan mendorong masyarakat agar mau divaksin. 

Tetapi kebanyakan menolak terlibat, berarti kampanye imunisasi tidak 

berpengaruh banyak dan akibatnya banyak nyawa melayang. Mereka me-

nolak karena berbagai alasan, termasuk keyakinan bahwa kekuatan asing 

mencoba ikut campur dalam praktek keagamaan mereka.

Pemikiran bahwa wabah adalah bentuk kemurkaan Allah atas India 

telah tersebar luas. Pandangan bahwa Allah marah karena masyarakat 

telah menjadi tidak bermoral, seperti yang ditunjukkan dengan kenyataan 

bahwa hukuman untuk tindak perzinahan sangat ringan dan samasekali 

tidak sesuai dengan yang dianjurkan Allah dalam kitab suci. Terlebih 

lagi, mengisolasi orang-orang yang terkena penyakit dalam karantina 

juga menempatkan ilmu kedokteran baru bertentangan dengan apa yang 

diyakini sebagai ajaran Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan hadits, 

seseorang yang terkena wabah harus diam di tempat dia berada. Seorang 

penyembuh, Muhammad Sui, mengatakan bahwa mengisolasi seseorang 

dari keluarganya adalah tindakan ”tidak manusiawi”, khususnya kalau 

orang itu wanita. Pada tingkatan yang lebih mendasar, beberapa hakim 

benar-benar takut jika isi vaksin itu akan membuat orang menjadi sakit 

atau kehilangan kejantanan, buta, bahkan mati.

Namun mungkin hal yang lebih mendasar lagi adalah para hakim ti-

dak menganggap wabah sebagai sesuatu yang menular. Namun mereka 

memandang penyebaran wabah terjadi melalui ”udara kotor” yang muncul 

dari dalam bumi masuk ke dalam tubuh melalui hidung kemudian masuk 

ke dalam hati, otak, dan jantung. Berbagai pertanda bahwa udara telah 

terserang wabah adalah perilaku binatang, khususnya kematian tikus. Il-

mu kedokteran Unani menilai bahwa hati, otak, dan jantung adalah organ 

penting manusia sehingga pengobatan sejak dini dipandang penting untuk 

menyelamatkan jiwa seseorang.

Namun, tidak semua penyembuh tradisional menolak ilmu pengetahu-

an baru. Beberapa penyembuh tradisional yang sudah mapan memandang 

161 Lembar Lama Ditutup, Lembar Baru Dimulai

tawaran ini sebagai kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan me-

reka atas praktek kedokteran yang baru dan khususnya untuk mempelajari 

berbagai penjelasan alternatif atas penyebaran penyakit. Tetapi menurut 

hasil penelitian Guy Attewell, ahli sejarah ilmu kedokteran di Asia Sela-

tan, memang benar bahwa para hakim yang ini minoritas.

Bahasa Imperium

Siapa pun yang mempelajari imperium Inggris dan Islam akan menemukan 

bahwa keduanya memiliki kesamaan dalam beberapa hal walaupun dengan 

berbagai perbedaan. Sebagai contoh, kedua imperium memerintah di dae-

rah yang hampir sama. Keduanya—sampai tingkatan tertentu—mendo-

rong masyarakat untuk menganut ke agama yang mereka anut. Dan di 

kedua kasus ini kita akan menemukan sejumlah contoh penggunaan sains 

dan teknologi untuk memenuhi berbagai kebutuhan kompleks imperium 

yang terus berkembang.

Dalam kasus Inggris, banyak tokoh dari zaman sains Victoria bekerja 

keras di India dalam berbagai proyek dengan tujuan komersial ataupun 

politik. Para ahli botani dipekerjakan untuk mencari tanaman langka 

yang memiliki potensi komersial. Para ahli survei dan geograi diberi 

tugas menciptakan peta yang akurat, dan ahli ilologi ditugaskan untuk 

memahami banyak bahasa yang digunakan oleh masyarakat India yang 

beranekaragam. Salah satu penelitian komprehensif yang pernah dilaku-

kan adalah buku monumental berjudul Linguistic Survey of India seba-

nyak sembilan belas jilid karya George Grierson, diterbitkan pada awal 

abad ke-20. Menemukan atau menciptakan bahasa yang sama jelas sa-

ngat penting dalam membangun imperium. Imperium Islam memilih 

menggunakan bahasa Arab dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap 

bahasa lain masih ditemukan sampai saat ini. Di sisi lain, Inggris pertama-

tama memilih menggunakan bahasa Urdu, lalu bahasa Inggris di India 

serta bagian imperium yang lain. Ini keputusan yang dipastikan memiliki 

pengaruh baik dan buruk atas sains dan pendidikan di berbagai negara 

yang pernah menjadi jajahan. Mengakhiri pengajaran dan pendidikan 

dalam bahasa Arab dan Farsi telah menjauhkan generasi muda dari 

162 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

warisan kecendekiaannya. Tetapi pada saat yang bersamaan, pendidikan 

dalam bahasa Inggris memberikan—walaupun hanya bagi sejumlah kecil 

orang kaya—akses atas sains dan teknologi yang terbaru dan alat untuk 

mengejar sains dan pendidikan yang lebih maju di berbagai negara Eropa 

Barat, seperti yang dilakukan banyak orang.

Sejumlah besar orang yang mengatur imperium Inggris dan dan orang-

orang yang mengatur imperium Islam awal memiliki kesamaan yang lain. 

Dalam kedua imperium ini, bisa ditemukan contoh-contoh di mana kekua-

saan atau pemaksaan digunakan untuk memenuhi hasrat menciptakan 

masyarakat berdasarkan sains dan nalar. Dan saat hal itu terjadi, reaksi 

dari orang-orang awam—walaupun bukan ilmuwan—adalah menjauh 

dan menarik diri. Para khalifah Dinasti Abbasiyah menyiksa siapa pun 

yang secara terbuka berani menentang berbagai proyek mereka untuk 

menjadikan rasionalisme sebagai agama di negara Islam. Inggris berusaha 

memperkenalkan sains dan pendidikan berbahasa Inggris namun ditolak 

karena dianggap mewakili kepentingan penguasa dan juga karena berbagai 

kebijakan mereka menyebabkan disingkirkannya berbagai bahasa dan insti-

tusi pendidikan asli.

Kenyataan bahwa kedua imperium memberikan dukungan bagi kaum 

intelektual yang menginginkan umat Muslim untuk terlibat dalam berba-

gai pemikiran modern seringkali berakhir dengan akibat yang berlawanan 

dengan niat awalnya. Orang-orang seperti ahli matematika di abad ke-9 

al-Khawarizmi, ahli astronomi Nasir al-Din al-Thusi atau Sayyid Ahmad 

Khan di India dinilai terlalu dekat dengan penguasa yang tidak populer 

di pandangan masyarakat—Khan diberi gelar bangsawan oleh Ratu Victo-

ria. Tragedi dalam masyarakat mayoritas Muslim adalah suara sains sering-

kali diasosiasikan dengan pedang atau laras senjata sang penguasa.

163 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah

15

Sains dan Islam: 

Belajar dari Sejarah

Saya sudah sering bertanya kepada ulama mengapa khotbahnya 

tidak pernah mendorong umat Muslim untuk menekuni sains dan 

teknologi—mengingat seperdelapan dari kitab suci membicarakan 

sains dan teknologi. Kebanyakan menjawab bahwa mereka ingin 

mengkhotbahkan itu tetapi tidak tahu banyak mengenai sains modern. 

Mereka hanya mengetahui sains pada zaman Ibnu Sina.

Muhammad Abdus Salam, penerima Nobel Fisika, 1979

Sudah jelas penjajahan di banyak negara berkembang berperan dalam 

mempercepat kemerosotan sains dan pendidikan di dunia Islam. Terlebih 

lagi, imperium Islam merasakan banyak tekanan mulai dari abad ke-16 

dan para khalifah yang ingin menghemat biaya melihat pendanaan ilmu-

wan dan berbagai program ilmiah sebagai anggaran yang pertama kali 

dipotong.

Tidak seperti di dunia modern, sains di zaman Islam tidak berada 

dalam tingkatan yang sama seperti sekarang. Tidak ada departemen di 

pemerintahan yang menangani sains ataupun perusahaan multinasional 

berasaskan sains seperti Google atau Microsoft yang mempekerjakan 

ribuan orang untuk menciptakan terobosan baru. Dan tidak ada fakultas 

sains di berbagai lembaga yang bertahan lama seperti universitas atau seko-

lah tinggi. Kalaupun ada, cikal-bakal universitas di dunia Islam sepertinya 

menjadi tempat untuk mengorganisir para cendekiawan yang menentang 

ilsafat dan rasionalisme. Pengetahuan dan sains pada masa lalu didukung 

164 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

oleh penguasa dan kalau penguasa itu mengalihkan prioritasnya, atau 

meninggal dunia, institusi yang mereka bangun kemungkinan besar akan 

mati bersama para penguasa tersebut. Itu alasan utama mengapa tidak 

ada observatorium yang bertahan lebih daripada 30 tahun di zaman impe-

rium Islam.

Kembali ke Masa Depan

Perdebatan mengenai sains Islam di masa lalu seringkali berakhir dengan 

serangkaian pertanyaan, seperti berikut ini: Kalau keadaannya sangat 

baik saat itu lalu mengapa (bahkan di berbagai negara kaya di Timur 

Tengah) standar penelitian, pengembangan, penemuan, dan inovasi 

jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju? Mengapa 

hanya ada dua orang ilmuwan dari negara Muslim yang memenangkan 

hadiah Nobel di dalam bidang sains—Abdus Salam, ahli isika Pakistan 

yang memenangkannya pada tahun 1979 dan Ahmad Zewail, ahli kimia 

Mesir pada tahun 1999? Atau: Mengapa sains berakhir seperti yang di-

ceritakan? Kalau kita membicarakan sejumlah negara dengan jumlah 

populasi Muslim yang besar, apakah kebangkitan dan kehancuran sains 

berhubungan dengan agama atau apakah ada faktor-faktor lainnya? Ter-

akhir: Apa yang harus dilakukan; apa yang bisa dilakukan, untuk mem-

bangkitkan dan mengembangkan sains dan pendidikan?

Secara garis besar, hari ini prestasi sains di 57 negara anggota Organisasi 

Konferensi Islam (OKI) tidak jauh berbeda dari prestasi beberapa negara 

termiskin di dunia—walaupun faktanya beberapa negara anggota OKI ada-

lah negara penghasil minyak terkaya di seluruh dunia. Namun bila kita 

melihat berbagai indikator prestasi sains—seperti seberapa banyak dana 

yang diinvestasikan di universitas; atau kuantitas dan kualitas jurnal pe-

nelitian ilmiah yang diterbitkan; atau jumlah ilmuwan per jumlah pendu-

duk—dunia Islam secara keseluruhan tidak berada dalam kondisi bagus.

Itu tidak berarti semuanya buruk, atau jelek. Beberapa bidang sains 

dan teknologi cukup baik. Sebagai contoh, Iran adalah negara terdepan 

di antara negara-negara berkembang untuk program genetika manusia; 

Malaysia menjadi negara terdepan dalam mengekspor teknologi; Pakistan 

165 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah

adalah pionir dalam ilmu kimia dalam obat-obatan herbal; dan Turki 

memiliki beberapa universitas terbaik di seluruh dunia dan hasil ilmiahnya 

secara keseluruhan sama besarnya dengan yang dimiliki tetangga-tetang-

ganya di Eropa selatan dan timur.

Menariknya, situasi sains secara menyeluruh sepertinya berada dalam 

kutub yang berlawanan dengan masa lalu, tetapi setidak-tidaknya ada 

satu hubungan antara masa kini dengan masa keemasan di masa lalu 

—begitu juga dengan periode pemerintahan kolonial. Dalam abad-abad 

sebelumnya, sains mendapatkan manfaat yang sangat besar dari pemim-

pin yang otoriter. Mereka adalah orang yang tidak selalu tertarik untuk 

mendengarkan opini publik, yang menggunakan kekuatan untuk mem-

bungkam atau melenyapkan para kritikus dan lawan mereka namun pa-

da saat yang bersamaan mereka sangat giat mengembangkan sains. Di 

antaranya adalah al-Ma’mun dari Baghdad, begitu juga penguasa dari 

Dinasti Fatimiyah al-Hakim. Al-Hakim adalah penguasa yang mendu-

kung ilmuwan optika Ibnu al-Haitsam, namun bisa menghukum mati 

orang yang menolak menerima sang penguasa menyusun kalender Islam. 

Termasuk pula Hulaku Khan, yang menghancurkan Baghdad namun 

membangun observatorium Maragha di Samarkand tempat ahli astro-

nomi Nasir al-Din al-Thusi memberikan kontribusinya atas revolusi Co-

pernikus. Dan termasuk juga para wakil negara-negara Eropa yang meng-

gunakan kekuatan politik dan militer untuk membawa pendidikan dan 

pemikiran modern ke dalam negara yang menjadi jajahannya.

Sekarang, di berbagai negara berkembang tempat situasi sains sudah 

lebih baik, hubungan antara sains dan pemerintah yang otoriter sangat 

mirip dengan keadaan di masa lalu. Misalnya di berbagai negara anggota 

OKI, di Iran, Malaysia, Pakistan, dan Turki, Anda akan menemukan 

ilmuwan yang memiliki pendapatan yang lumayan besar, laboratorium 

penelitian yang memiliki dana besar, dan berbagai kesempatan bagi anak 

muda untuk mengejar ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju ke luar 

negeri. Kondisi para ilmuwan di negara-negara non-OKI seperti China 

dan Singapura lebih baik lagi. Namun dalam semua contoh itu, para ilmu-

wan merasa bahagia dan sains dalam kondisi bagus sebagian besar karena 

memiliki penguasa kuat yang ingin membawa negara mereka ke dunia 

modern. Pada saat yang bersamaan, para penguasa ini tidak segan-segan 

166 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

menggunakan kekuatan untuk menekan opini publik atau mengikis para 

lawannya. Dalam dunia Islam, penguasa seperti itu misalnya Ayatollah 

Khomeini, pendiri negara Iran modern; Mahathir Muhammad, di mana 

pemerintahannya yang kuat bertahan di Malaysia selama lebih dari 

dua dasawarsa; Kemal Ataturk, perwira militer yang mendirikan Turki 

modern; dan serangkaian jenderal militer yang menguasai Pakistan sejak 

tahun 1950-an.

Ini tidak berarti penguasa otoriter adalah jawaban untuk mengembang-

kan sains di negara-negara berkembang. India, sebagian Amerika Latin, 

dan tentu saja negara-negara yang berkembang menunjukkan bahwa 

sains terbaik di dunia terjadi di berbagai negara dengan tradisi pemerin-

tahan yang stabil. Namun, kita harus mengakui sedikitnya dua hal. Per-

tama, di beberapa negara itu terdapat pemimpin kuat yang tidak popu-

ler dan mendorong sains, mereka membawa warisan dari penguasa yang 

memerintah sebelumnya. Dan kedua, kita harus menyadari bahwa di 

sejumlah negara di mana kesadaran akan sains yang rendah, salah satu 

alasannya adalah sains diasosiasikan dengan penguasa otoriter dan ilmu-

wan dipandang oleh masyarakat—yang kebanyakan masih miskin—men-

dapatkan kelebihan dari rezim otokratik atau dekat dengan penguasa 

militer.

Apakah Sains Membutuhkan Islam?

Jadi sains di imperium Islam membutuhkan penguasa yang kuat namun 

murah hati. Tetapi apakah sains membutuhkan Islam, sebagai suatu agama, 

agar bisa maju? Dan bila ya, apa kita harus mendorong lebih banyak orang 

di dunia Islam untuk menjadi Muslim yang lebih baik dan lebih taat? Ini 

pertanyaan yang kadang-kadang diajukan, khususnya bagi mereka yang 

meyakini bahwa dunia secara keseluruhan berada dalam kehancuran mo-

ral, dan dengan kembali ke agama, dunia akan menjadi tempat yang lebih 

baik. Ini juga sudut pandang para pemimpin politik yang ingin melihat 

agama dan politik di dunia Islam berhubungan lebih dekat lagi. Mereka 

menyatakan bahwa, pada zaman keemasan Islam, peerkembangan sains 

dan pendidikan yang pesat terjadi saat negara diperintah dengan hukum 

167 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah

Islam, sehingga kembalinya sistem pemerintahan seperti itulah yang di-

butuhkan untuk memajukan sains.

Berbagai kebutuhan yang muncul dari praktek agama Islam sudah jelas 

berpengaruh atas jenis sains yang ditekuni pada zaman itu dan sampai 

sejauh itu kita bisa berdebat bahwa sains setidak-tidaknya mendapatkan 

manfaat dari datangnya Islam. Sebagai contoh, kebutuhan untuk menentu-

kan waktu salat dengan lebih akurat akan memastikan banyak orang ter-

tarik kepada ilmu astronomi dan hal ini akan memunculkan pekerjaan 

penjaga waktu di banyak masjid. Dan para penjaga waktu seperti ini 

biasanya ahli astronomi yang andal dan beberapa di antaranya seperti 

Ibnu al-Syathir dari Damaskus telah menghasilkan terobosan besar. Lalu 

orang-orang membutuhkan cara untuk menghitung warisan sesuai dengan 

tuntunan Islam menjadi satu alasan di belakang perkembangan aljabar 

oleh al-Khawarizmi di abad ke-9 Baghdad. Dan terakhir, ajaran agama 

untuk hidup sehat juga mendorong perkembangan ilmu kedokteran dan 

rumah sakit.

Satu cara menanyakan apakah Islam sebagai keyakinan itu penting 

bagi kemajuan sains adalah dengan melihat berbagai sumber pendanaan 

yang ditujukan bagi lembaga ilmiah yang berbeda, pada khususnya, untuk 

melihat apakah ilmuwan dan lembaga ilmiah diizinkan didanai yayasan 

agama. Para penguasa di imperium Islam menciptakan dana khusus yang 

dirancang untuk mendanai berbagai lembaga yang dipandang penting 

untuk memenuhi berbagai kewajiban dalam menunaikan kewajiban da-

lam agama. Dana ini di dalam bahasa Arab dikenal sebagai waqf dan 

masih ada di banyak negara. Waaf digunakan untuk menyantuni orang 

paling miskin sampai memelihara mesjid. Jika lembaga pendidikan memi-

liki akses terhadap dana ini, maka kita bisa mengatakan, untuk tujuan 

praktis, sains dan agama akan dinilai sebagai satu kesatuan. Dari berbagai 

catatan dana ini, para ahli sejarah melihat bahwa beberapa institusi yang 

memiliki fungsi pendidikan berhak mendapatkan dana keagamaan, dan 

di antaranya adalah rumah sakit. Namun institusi lainnya seperti obser-

vatorium tidak berhak mendapatkannya. Para ilmuwan pun dilarang men-

dapat pembiayaan dari sumber dana tersebut.

168 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Kepribadian Mendatang

Rute kedua dalam menemukan sejauh mana keyakinan Islam mendorong 

perkembangan ilmu pengetahuan adalah dengan melihat para ilmuwan 

sendiri, dan bertanya apakah keyakinan dan agama yang memotivasi me-

reka untuk melakukan eksperimen, inovasi, menciptakan dan menemu-

kan berbagai hal baru. Yang ditunjukkan oleh buku ini adalah banyak 

ilmuwan, insinyur, dan ilsuf memang beragama Islam tetapi banyak juga 

dari agama yang berbeda. Namun mereka yang beragama Islam tidak se-

jalan dengan masyarakat pada umumnya. Bayangan yang muncul adalah 

serangkaian individu yang kemungkinan besar mau menantang pemikiran 

yang mereka terima—entah sains atau agama—dan oleh karenanya tidak 

selalu bersedia mengikuti arus pemikiran mayoritas. Dalam beberapa kasus, 

kecenderungan para ilmuwan dan pemikir untuk menerobos batasan mem-

buat mereka dituduh sebagai orang sesat. Paling tidak itulah yang terjadi 

dengan Ibnu Sina dan ilsuf Sui Ibnu Arabi dari Andalusia.

Apakah Islam Membutuhkan Sains?

Barangkali salah satu argumentasi paling kuat yang menentang bahwa 

agama merupakan faktor utama dalam kemajuan sains adalah sifat Islam 

itu sendiri. Memang benar para ilmuwan menemukan berbagai cara agar 

kewajiban keagamaan lebih mudah dilakukan dan itu yang mendorong 

berbagai temuan ilmiah. Memang, kita masih melihat beberapa gema le-

mah, misalnya kompas digital yang bisa kita beli hari ini untuk menunjuk-

kan arah Mekkah; atau jam otomatis yang bisa memberikan tanda waktu 

shalat. Namun, pada saat yang bersamaan, jika kita berbicara kepada 

siapa pun yang baru masuk Islam, satu hal yang mereka katakan bahwa 

hal paling menarik dari agama tersebut bukanlah sains dan teknologinya 

yang rumit tetapi fakta bahwa Islam ini membawa pesan sederhana, dan 

kewajibannya tidak merepotkan dan tidak mahal. Apa yang mereka sukai 

dari agama baru ini adalah tidak ada golongan apa pun (entah ilmuwan 

atau ulama) yang bisa mengatakan apa yang harus dan tidak boleh di-

lakukan.

169 Sains dan Islam: Belajar dari Sejarah

Jadi, seperti yang kita lihat, bahkan di zaman jam atom dan sistem 

navigasi GPS, umat Muslim di seluruh dunia masih memulai awal bulan 

puasa Ramadhan hanya setelah bulan sabit baru telah dilihat dengan mata 

telanjang. Dan di berbagai negara dua musim, banyak orang menggunakan 

panjang bayangan untuk menentukan waktu shalat; dan tidak ada yang 

keberatan jika ada perbedaan beberapa derajat saat seseorang bersujud ke 

arah Mekkah. Tidak hanya itu, kita juga tahu bahwa banyak masjid utama 

umat Islam di masa lalu yang tidak sepenuhnya mengarah ke Mekkah.

Islam dan Pengetahuan Baru Masa Kini

Kita sampai ke masalah lainnya—yang seringkali kontroversial apakah 

umat Muslim (masa kini atau masa lalu) mengalami kesulitan dalam 

menerima pengetahuan baru, terutama pengetahuan yang bertentangan 

dengan apa yang diajarkan sebelumnya. Dan bila demikian adanya, apa-

kah ini akan menjadi rintangan baru atas perkembangan sains dan pen-

didikan. Dengan kata lain, apakah agama berhubungan dengan menurun-

nya perkembangan sains?

Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam masalah ini. Beberapa me-

nyatakan bahwa kebijakan al-Ma’mun menjadi akar banyak masalah 

yang ditemui di masa kini. Jika dia tidak memaksakan rasionalisme atas 

rakyatnya, orang-orang yang mengkritiknya tidak akan menyatu lalu 

membentuk perkumpulan dan universitas, di mana sains seringkali tidak 

menjadi bagian dari silabusnya. Lainnya mengatakan bahwa banyak per-

kembangan penting dalam sains dan inovasi terjadi setelah peristiwa ini 

dan juga setelah ditulisnya polemik ulama Sui al-Ghazali menentang 

Ibnu Sina. Dan mereka berpendapat bahwa Suisme, jauh dari anti-sains, 

menghasilkan salah satu teori paling ambisius yang mencoba menjelaskan 

sifat realitas—ini adalah teori Ibnu Arabi yang menyatakan bahwa Tuhan 

dan semua kehidupan kemungkinan bagian dari superorganisme raksasa 

yang saling berhubungan, yang disebutnya sebagai ”wahdatul wujud”.

Pelajaran penting dari masa lalu adalah masyarakat Islam bersedia 

mendengar dan mendiskusikan berbagai pemikiran baru bahkan bila me-

reka tidak setuju dengannya. Sampai abad ke-15, para ilmuwan dunia 

170 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Islam memunculkan banyak pemikiran baru. Saat proses pembelajaran 

melambat dan pindah ke Eropa Barat, berbagai kejadian seperti revolusi 

Copernicus masih diterima secara luas di dunia Islam. Bahkan penerbitan 

buku Origin of Species karya Charles Darwin pada tahun 1859 didiskusikan 

dan diterbitkan di banyak negara Islam.

Bagaimana sains bisa kembali ke berbagai negara di dunia Islam? Di 

banyak negara, proses itu sudah mulai terjadi. Tetapi untuk mencapai 

standar dunia negara berkembang, pemerintah dan mereka yang memiliki 

pengaruh harus melakukan sedikitnya tiga hal. Harus ada investasi besar-

besaran, baik dalam mendidik masyarakat dan membangun berbagai lem-

baganya. Ini sulit dilakukan di berbagai negara miskin dan mereka mem-

butuhkan pertolongan, baik dari tetangga mereka yang kaya-raya dan 

dari komunitas internasional yang lebih luas. Kedua, pemerintah harus 

memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk bertanya dan melakukan 

inovasi. Dan ketiga, sains tak boleh digunakan untuk menyerang hak 

seseorang untuk beragama.

Imperium Islam telah menciptakan kondisi untuk kebangkitan yang 

mengejutkan dalam sains dan teknologi, beberapa di antaranya tidak 

diragukan lagi telah membantu para ilmuwan Eropa Barat. Namun para 

khalifah dan penguasa yang sangat antusias dengan sains bisa sangat kejam 

dalam menghadapi orang-orang yang mengkritiknya dan menggunakan 

sains baru untuk memaksa orang-orang dalam memilih agamanya. Jika 

sains ingin dikembalikan ke berbagai negara Islam, sains harus dilakukan 

tanpa mencampuri hak seseorang untuk memilih agamanya masing-ma-

sing.

Peristiwa-Peristiwa Penting

570–632 Masa Hidup Nabi Muhammad SAW

Muhammad SAW dan pengikutnya pindah ke Madinah dalam peristiwa 

Hijrah. Kelak disebut sebagai Tahun Pertama dalam kalender Islam 

(622)

Wafatnya Nabi Muhammad SAW (632)

632–661 Islam dipimpin oleh empat Khulafaur Rasyidin

Abu Bakar menjadi khalifah pertama (632–634)

Umar menjadi khalifah kedua (634–644)

Ekspansi ke Syria

Ekspansi ke Irak

Menaklukkan Yerusalem (638)

Dimulainya kalender Hijriah

Ekspansi ke Persia

Penaklukan Mesir

Utsman menjadi khalifah keempat (644–656)

Ekspansi ke negara-negara Maghribi (Sahara Barat)

651–700

Pengumpulan ayat-ayat Alquran menjadi satu kitab dimulai tahun 632 

sampai 634. Diselesaikan antara tahun 634–644

Ali menjadi khalifah keempat (656–661)

Pembunuhan Khalifah Ali (661)

172 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

661–750 Kekhalifahan Umayyah berkuasa di Damaskus

Dinasti Umayyah didirikan di Damaskus

Muawiyah I menjadi khalifah (661–80)

Perang Karbala dan pembantaian Hussein, cucu Nabi, dan pengikutnya. 

Perpecahan antara Muslim Sunni dan Syiah dimulai (680)

Khalifah Abdul Malik memerintahkan bahwa hanya bahasa Arab yang 

digunakan dalam dokumen resmi

Pengenalan uang logam Arab (693)

Khalid bin Yazid menjadi penasihat sains bagi khalifah

701–750

Islam masuk ke Spanyol (711)

Ekspansi umat Muslim ke India (712)

Masjid Agung Damaskus diselesaikan (715)

Menyeberangnya umat Muslim ke Prancis (718)

Perang Tours (732)

Dinasti Umayyah berakhir di Baghdad (750)

750–800

751–1258 Kekhalifahan Abbasiyah berkuasa terputus-putus di 

Baghdad

756–929 Bani Umayyah berkuasa di Spanyol

Didirikannya Baghdad (762)

Al–Fazari membuat astrolab pertama di dunia Islam (777)

Jabir bin Hayyan melakukan eksperimen di dalam ilmu kimia

Harun ar-Rasyid menjadi khalifah (786)

Pengenalan industri kertas di dunia Arab (795)

Industri penerbitan didirikan sebagai perusahaan yang canggih

Khalifah Harun ar-Rasyid memberikan jam kepada Charlemagne

Kisah Seribu Satu Malam muncul

801–850

Rumah sakit umum pertama didirikan di Baghdad (809)

Baitul Hikmah pertama didirikan di Baghdad

Al-Kindi mengembangkan kriptograi dan memperkenalkan sistem 

angka India

173 Peristiwa-Peristiwa Penting

Al-Ma’mun menjadi khalifah setelah menggulingkan kakaknya dalam 

peperangan yang mengerikan di Baghdad (813)

Sang musisi Ziryab tiba di Cordoba (822)

Khalifah al-Ma’mun mendirikan Baitul Hikmah (sekitar tahun 820)

Proyek penerjemahan dimulai

Al-Khawarizmi memperkenalkan sistem angka India dan menulis buku 

tentang aljabar

Dokter Hunayn bin Ishaq menerjemahkan karya Galenus

Putranya, Ishaq bin Hunayn, menerjemahkan karya Ptolemeus

Obervatorium Shammasiyah didirikan di dekat Baghdad (828)

Bani Musa bersaudara menerbitkan buku tentang berbagi alat mekanik 

(850)

851–900

Al-Jahiz menerbitkan Kitab al-Hayawan

Universitas Al-Qarawiyin didirikan di Fez (859)

Al-Farghani membangun nilometer di Mesir (861) dan menerbitkan 

buku Elements of Astronomy

Al-Faraby menulis buku yang mempelopori teori musik

Ibnu Firnas melakukan penerbangan pertama (875)

Masjid Ibnu Tulun dibangun di Kairo (878)

Al-Battani menerbitkan buku On the Sciences of Stars (sekitar tahun 

880)

Al-Razi mengidentiikasi campak dan cacar air dan mengembangkan 

eksperimen kimiawi

901–1000

909–1171 Dinasti Fatimiyah berkuasa di Mesir

945–1055 Keluarga Buwaihi berkuasa di Baghdad

Al-Zahrawi di Spanyol menulis buku panduan operasi (sekitar tahun 

960)

Universitas Al-Azhar didirikan di Kairo (988)

Dinasti Ghaznawi berdiri di Afghanistan dan India utara (977)

Fihrist al-Nadim, katalog buku di dalam toko buku Ibnu al-Nadim (987)

174 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

Al-Biruni menerbitkan Kitab al-Hind (Kitab India) dan Kitab Tahdid 

Nihayat al-Amahin (Kitab Penentuan Letak Tempat-Tempat) (sekitar 

tahun 990)

Tokoh kemanusiaan Al-Masudi mendirikan dasar geograi manusia

Filsuf dan dokter Ibnu Sina menulis al-Qanun  al-Thibb (Kanun 

Kedokteran), buku kedokteran standar yang digunakan hingga lima 

abad kemudian (sekitar tahun 1000)

Dinasti Ghori menggantikan Dinasti Ghaznawi di Afghanistan dan 

India utara (1040)

1011–1100

Ibnu al-Haitsam di Kairo melakukan eksperimen dengan cahaya, 

bayangan dan pembiasan (sekitar tahun 1020)

1037–1307 kesultanan Seljuk

Penyair Umar Khayyam menyelesaikan perhitungan kubik (sekitar 

tahun 1100)

Negarawan dan pendidik Nizam al-Muluk menangani imperium Seljuk 

dan menciptakan jejaring universitas

Agamawan dan pemikir Al-Ghazali menerbitkan Tahafut al-Falasifah 

(Kerancuan Para Filsuf) dan mengepalai universitas Baghdad

Konstantinus Afrikanus menerjemahkan buku-buku kedokteran 

berbahasa Yunani dan Arab ke bahasa Latin

Umat Muslim melakukan perjalanan sampai ke Vietnam di mana 

mereka membentuk komunitas

1101–1200

Al-Idrisi dari Sisilia menerbitkan peta dunia yang sangat terperinci

Filsuf dan ahli psikologi Ibnu Bajja menyatakan psikologi sebagai 

bidang ilmu pengetahuan yang terpisah

Adelard dari Bath menerjemahkan karya Euklides dari bahasa Arab dan 

tabel-tabel al-Khawarizmi ke bahasa Latin

Ibnu Rusyd menerbitkan Tahafut al-Tahafut (Rancunya Kerancuan) dan 

karya-karya ilsafat lainnya

175 Peristiwa-Peristiwa Penting

Gerardo da Cremona menerjemahkan buku dari bahasa Arab ke bahasa 

Latin di Toledo

Al-Zarqali mengerjakan buku astronomi yang dalam bahasa Inggris 

berjudul Tables of Toledo (sekitar tahun 1160)

Salahuddin merebut Yerusalem (1187) dan menyatukan dunia Muslim 

dengan Mesir sebagai pusatnya

Al-Hariri menerbitkan karya agung bahasa berjudul Maqamat al-Hariri 

(Kumpulan al-Hariri)

Yaqut al-Hamawi menerbitkan bukunya Kitab Mu’jamal-Buldan 

(Ensiklopedi Negara-Negara)

Al-Jazari mengembangkan mesin engkol, poros silinder dan mendesain 

jam gajah (sekitar tahun 1200)

1201–1300

1206–1406 Imperium Mongol

Fakhrudin Razi menerbitkan bukunya yang hebat Enklopedi Sains

Penulis biograi Abu Khallikan menyatakan ilsafat sejarah sebagai 

cabang ilmu tersendiri

Ibnu al-Nais mengajukan teori baru tentang peredaran darah (sekitar 

tahun 1230)

1232–1492 Dinasti Nasri berkuasa di Granada

Hulaku Khan menghancurkan Baghdad (1258); dia menjadi Muslim 

dan membangun observatorium

Kekhalifahan Abbasiyah berakhir

Nasir al-Din al-Thusi menyelesaikan karyanya al-Tadzkirah  ilm al-

Hayah (Pengingat Ilmu Hayat) (1261) di observatorium Maragha 

menyelesaikan struktur alam semesta yang komprehensif dan 

mengembangkan teori ”Kopel Thusi” yang mampu menciptakan 

perhitungan matematis untuk menyatakan sudut pandang dunia 

yang heliosentris

Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) didirikan (1281)

Al-Rammah menggambarkan penggunaan roket bermesiu (sekitar 

tahun 1285)

Kebangkitan dinasti Mamluk di Mesir 

Sains dan pendidikan Islam diterjemahkan ke berbagai bahasa baru

176 Ilmuwan-Ilmuwan Muslim

1301–1400

1136–1506 Dinasti Timur menguasai Asia Tengah dan Timur 

Tengah

Ibnu Khaldun menulis buku sosiologi dan menerbitkan bukunya 

Muqaddimah

Ibnu Battuta menerbitkan bukunya Rihlah (Perjalanan)

1281–1922 Kekhalifahan Utsmaniyah

1401–1500

Ulugh Beg membangun observatorium di Samarkand

Sains dan pendidikan Islam menyebar ke seluruh Eropa

1501–1600

Dinasti Mughal didirikan di India (1526)

Jatuhnya Timbuktu sebagai Kota Pendidikan yang Hebat (1591)

Arsitek Utsmaniyah Sinan membangun kompleks Masjid Biru di 

Istanbul

1526–1857 Kesultanan Mughal