Nya. Tugas seorang imam yaitu
mengajar, berdoa, dan mempersembahkan korban. sesudah
Kristus mengajar dan berdoa, Ia mempersembahkan diri-
Nya sebagai korban penghapus dosa. Kristus telah me-
nyampaikan semua yang harus Ia sampaikan sebagai se-
orang Nabi, dan sekarang Ia mengarahkan diri-Nya untuk
melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang Imam,
yaitu menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebus salah.
Dan, sesudah melewati semuanya ini, Ia memasuki jabatan
Rajani.
(2) Bahwa sesudah mempersiapkan murid-murid-Nya dengan
pengajaran-Nya untuk menghadapi saat pencobaan ini, dan
mempersiapkan diri-Nya sendiri dengan doa untuk meng-
hadapinya, dengan gagah berani Ia pergi menyongsong se-
mua penderitaan itu. Ia memasuki kancah pertempuran se-
telah mengenakan persenjataan selengkapnya, bukan sebe-
lumnya. Hendaknya orang-orang yang menderita sebab
kehendak Allah, sebab alasan yang baik, dengan hati
nurani yang baik, dan mempunyai panggilan yang jelas
tentang penderitaan itu, menghibur diri mereka dengan hal
ini, bahwa Kristus tidak akan membiarkan mereka mema-
suki peperangan apa pun tanpa terlebih dahulu melengkapi
mereka dengan semua hal yang diperlukan guna mengha-
dapi peperangan itu. Jika kita menerima pengajaran dan
penghiburan Kristus serta ambil bagian dalam tindak peng-
antaraan-Nya, maka dengan kebulatan hati yang tak
tergoyahkan kita akan berani melewati berbagai kesukaran
terhebat sekalipun dalam menjalani kewajiban ibadah kita.
2. Bahwa Ia keluar bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Yu-
das tahu di rumah mana Ia tinggal di kota itu, dan sebenarnya
bisa saja Ia tetap tinggal di sana dan menghadapi penderitaan-
Nya.
Akan namun :
(1) Kristus mau melakukan apa yang hendak Ia lakukan dan
Ia tidak akan mengubah cara kerja-Nya. Ia harus memilih
untuk menyongsong salib atau kehilangan kesempatan itu
saat saatnya telah tiba. Telah menjadi kebiasaan-Nya bila
sedang berada di Yerusalem untuk beristirahat pada ma-
lam hari di Bukit Zaitun, sesudah bekerja sepanjang hari
bagi orang banyak. Di sanalah markas-Nya, di pinggiran
kota, sebab mereka tidak akan menyediakan tempat bagi-
Nya di dalam istana-istana di jantung kota. Inilah kebiasa-
an-Nya. Ia tidak dapat dipaksa mengubah cara kerja-Nya
hanya sebab Ia telah mengetahui sebelumnya tentang
penderitaan-Nya ini. Sebaliknya, sama seperti yang dilaku-
kan Daniel, Ia tetap berdoa serta memuji Allah-nya, seperti
yang biasa dilakukannya (Dan. 6:11).
(2) Ia tidak ingin timbul keributan di antara rakyat, seperti
yang diinginkan oleh musuh-musuh-Nya. sebab cara ber-
bantah dan berteriak bukanlah kebiasaan-Nya. Seandainya
Ia ditangkap di tengah kota dan sebab itu timbul huru-
hara besar di sana, mungkin banyak yang terluka dan
akan terjadi pertumpahan darah. sebab itulah Ia me-
nyingkir ke luar kota. Perhatikanlah, bila kita terlibat da-
lam suatu masalah, janganlah sampai melibatkan orang
lain juga. Bukanlah cela bagi para pengikut Kristus untuk
mengalah. Orang-orang yang mencari kehormatan manusia
akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuan mereka.
namun orang yang menyadari betapa berharganya kehidup-
an mereka bagi Kristus, tidak akan membiarkan setetes da-
rah pun tertumpah, dan melalui pertimbangan akal sehat,
tidak perlu berbuat nekad.
(3) Ia hendak memberi contoh bagi kita pada awal keseng-
saraan-Nya, seperti yang juga dilakukan-Nya pada akhir
penderitaan-Nya, untuk menarik diri dari dunia ini. sebab
itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan
menanggung kehinaan-Nya (Ibr. 13:13). Kita harus menge-
sampingkan dan meninggalkan semua hiruk pikuk, kekha-
watiran, dan hiburan dari kota-kota, bahkan dari kota-kota
suci sekalipun, jika kita ingin memikul salib kita dengan
penuh sukacita dan memelihara persekutuan kita dengan
Allah.
3. Bahwa Ia pergi ke seberang sungai Kidron. Ia harus menyebe-
rangi sungai ini untuk pergi ke Bukit Zaitun. Perhatian tentang
hal ini menunjukkan adanya sesuatu yang penting di dalam-
nya, yaitu:
(1) Nubuat Daud tentang Sang Mesias (Mzm. 110:7), bahwa Ia
akan minum dari sungai di tepi jalan, yaitu sungai penderi-
taan di tengah perjalanan menuju kemuliaan-Nya dan ke-
selamatan kita. Hal ini dilambangkan oleh sungai Kidron,
sungai yang hitam, yang dinamakan demikian sebab kege-
lapan yang meliputi lembah tempat sungai itu mengalir
atau sebab warna air sungai yang tercemar oleh limbah
dari kota itu. Air sungai seperti itulah yang diminum
Kristus saat menempuh perjalanan untuk menebus kita,
dan oleh sebab itu Ia mengangkat kepala, kepala-Nya sen-
diri dan juga kepala kita.
(2) Teladan Daud sebagai lambang Sang Mesias. Dalam pelari-
annya dari Absalom, perhatian khusus diberikan pada
penyeberangan Daud melintasi sungai Kidron dan pendaki-
annya menuju Bukit Zaitun sambil menangis. Seluruh rak-
yat yang bersama-sama dengannya juga turut menangis
(2Sam. 15:23, 30). Anak Daud, yang diusir keluar oleh
orang-orang Yahudi yang menentang-Nya, yang tidak suka
Ia menjadi raja mereka (dan Yudas, seperti Ahitofel, juga
bersekongkol melawan Dia), menyeberangi sungai itu da-
lam keadaan hina dina, didampingi sekawanan peratap
yang benar-benar berkabung. Raja-raja Yehuda yang saleh
telah membakar dan menghancurkan berhala-berhala yang
mereka temukan di Lembah Kidron, seperti Asa (2Taw.
15:16), Hizkia (2Taw. 30:14), dan Yosia (2Raj. 23:4, 6). Ke
dalam lembah itulah semua yang sangat buruk dan rusak
dibuang. Kristus, yang sekarang dibuat-Nya menjadi dosa
sebab kita, supaya dapat menghapuskan dan menanggung
dosa kita, memulai kesengsaraan-Nya di tepi sungai yang
sama. Bukit Zaitun, tempat Kristus memulai penderitaan-
Nya, terletak di sisi timur Yerusalem, sedangkan Bukit Gol-
gota, tempat Ia mengakhiri penderitaan-Nya, terletak di sisi
Barat. Ke tempat-tempat inilah Ia mengarahkan pandang-
an-Nya, sebab banyak orang akan datang dari Timur dan
Barat.
4. Bahwa Ia masuk ke sebuah taman. Keadaan ini hanya diper-
hatikan oleh penulis Injil ini, yaitu bahwa penderitaan Kristus
dimulai di sebuah taman. Di taman Eden-lah dosa dimulai. Di
sanalah kutuk itu dinyatakan, dan di sana jugalah Juruse-
lamat itu dijanjikan. Oleh sebab itu, di dalam sebuah taman,
keturunan yang dijanjikan itu memulai pertempuran melawan
si ular tua itu. Kristus juga dikuburkan di sebuah taman.
(1) Marilah kita, saat berjalan di taman kita masing-masing,
mengambil kesempatan untuk merenungkan penderitaan
Kristus di sebuah taman. Oleh semua penderitaan-Nya itu-
lah kita beroleh kesenangan di dalam taman-taman kita.
Oleh penderitaan-Nya itulah kutuk terhadap tanah ini di-
hapuskan demi kepentingan umat manusia.
(2) saat kita sedang berada di tengah-tengah kekayaan dan
kenikmatan, kita harus tetap berjaga-jaga akan datangnya
kesukaran, sebab taman-taman sukacita kita terletak di
dalam lembah air mata.
5. Bahwa Ia pergi bersama murid-murid-Nya,
(1) sebab Ia sudah terbiasa mengajak mereka bersama-sama
bila Ia mengundurkan diri untuk berdoa.
(2) Mereka harus menjadi saksi atas semua penderitaan-Nya,
dan atas kesabaran-Nya dalam menanggung penderitaan
itu. Dengan begitu mereka dapat memiliki keyakinan yang
lebih teguh dan kasih yang lebih besar saat memberita-
kan penderitaan-Nya kepada dunia ini (Luk. 24:48). Selain
itu, semuanya ini juga mempersiapkan mereka untuk
menghadapi penderitaan.
(3) Ia akan membawa mereka ke dalam bahaya untuk menun-
jukkan kepada mereka bahwa mereka lemah, meskipun
mereka telah mengucapkan janji setia kepada-Nya. Adaka-
lanya Kristus membawa umat-Nya ke dalam berbagai kesu-
litan supaya Ia dapat lebih lagi mempermuliakan diri-Nya
melalui pembebasan mereka.
6. Bahwa Yudas, si pengkhianat, mengetahui tempat itu. Ia me-
ngenal tempat itu sebagai tempat di mana Kristus biasa meng-
undurkan diri dari orang banyak. Mungkin juga melalui bebe-
rapa perkataan Kristus, ia tahu bahwa Kristus bermaksud ke
sana pada malam itu, sebab Ia menginginkan tempat me-
nyendiri yang lebih baik. Taman yang sunyi merupakan tem-
pat yang tepat untuk merenung dan berdoa. Lagi pula, sesudah
merayakan Paskah, itulah saat yang tepat untuk menyendiri
guna melakukan ibadah pribadi. Dengan demikian kita dapat
mendoakan segala kesan yang tertanam dalam hati kita dan
membaharui janji-janji kita, serta meneguhkannya. Pengeta-
huan Yudas akan tempat itu sengaja disebutkan di sini,
(1) Untuk memperparah lagi dosa Yudas, bahwa ia mau juga
menyerahkan Gurunya, meskipun memiliki hubungan yang
akrab dengan-Nya. Terlebih lagi, bahwa dia mau meman-
faatkan hubungan akrabnya dengan Kristus sebagai pe-
luang untuk menyerahkan Dia. Akal sehat akan mengecam
perbuatan rendah demikian. Dengan demikian agama ku-
dus Kristus telah terluka di rumah sahabat-sahabat-Nya
sendiri, sebab memang tidak mungkin agama itu dilukai
di tempat lain selain di tempatnya sendiri. Orang murtad
tidak akan menjadi begitu najis, seandainya dia bukan se-
orang percaya. Orang tidak akan begitu mempermalukan
Kitab Suci dan ketetapan Tuhan, seandainya ia belum per-
nah mengenalnya.
(2) Untuk mengagungkan kasih Kristus. Meskipun tahu di
mana si pengkhianat itu akan mencari-Nya, Ia justru pergi
ke sana agar dapat ditemukan orang itu, sebab sekarang
Ia tahu bahwa saatnya telah tiba. Dengan demikian Ia me-
nunjukkan bahwa Ia bersedia menderita dan mati untuk
kita. Apa yang Ia lakukan bukanlah sebab paksaan, me-
lainkan dengan persetujuan-Nya. Meskipun sebagai manu-
sia Ia berkata, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini
lalu daripada-Ku, namun sebagai Sang Pengantara, Ia ber-
kata, “Sungguh, Aku datang, Aku datang dengan kehendak
yang baik.” Hari telah larut malam (mungkin sekitar pukul
delapan atau sembilan malam) saat Kristus pergi ke ta-
man itu, sebab melakukan kehendak Dia yang mengutus-
Nya, bukan saja menjadi makanan dan minuman-Nya,
namun juga jam istirahat dan tidur-Nya. saat orang lain
pergi tidur, Ia pergi berdoa, pergi untuk menderita.
II. sesudah Yesus, yang memimpin kita kepada keselamatan, masuk di
medan laga, musuh segera tiba di tempat itu dan menyerang-Nya
(ay. 3). Yudas dan orang-orangnya datang ke sana. Mereka di-
perintahkan oleh imam-imam kepala, khususnya mereka yang
termasuk golongan Farisi, yang menjadi musuh besar Kristus.
Penulis Injil ini tidak menyinggung kejadian kesengsaraan Kris-
tus, sebab ketiga penulis lainnya telah menuturkannya secara
lengkap. Ia langsung bertutur tentang Yudas dan orang banyak
yang menyertai dia saat menangkap Kristus. Amatilah di sini,
1. Orang-orang yang dipakai dalam tindakan ini – Sepasukan
prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh
imam-imam kepala, datang bersama Yudas.
(1) Banyak orang dikerahkan di sini untuk melawan Kristus –
sepasukan prajurit, speira – satu divisi, sepasukan prajurit
Romawi, yang diperkirakan berjumlah lima ratus orang,
sementara ada juga yang menduga sampai seribu orang.
Sahabat-sahabat Kristus hanya sedikit jumlahnya, sedang-
kan musuh-Nya banyak. Oleh sebab itu, janganlah kita
turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan
janganlah takut kepada orang banyak yang merancangkan
kejahatan terhadap kita, jika Allah di pihak kita.
(2) Yang datang di sini yaitu campuran orang banyak, yakni
orang-orang bukan-Yahudi para prajurit Romawi, satuan
khusus pengawal yang ditempatkan di menara Antonia un-
tuk mengendalikan kota, dan penjaga-penjaga Bait Allah
yang disuruh oleh imam-imam kepala, hypēretas. Baik pela-
yan-pelayan rumah mereka maupun penjaga-penjaga is-
tana yaitu orang-orang Yahudi. Sebenarnya kedua go-
longan ini saling berseteru, namun di sini mereka bersatu
untuk melawan Kristus, yang datang untuk memperdamai-
kan keduanya, dalam satu tubuh, dengan Allah.
(3) Orang banyak ini yaitu orang-orang suruhan, bukan
huru hara rakyat. Sama sekali bukan massa, sebab mere-
ka ini menerima perintah dari imam-imam kepala. Imam-
imam kepala inilah yang telah melaporkan Yesus kepada
wali negeri dan mengatakan bahwa Yesus orang yang sa-
ngat berbahaya. Kemungkinannya mereka mendapat ja-
minan dari wali negeri untuk menangkap Dia, sebab mere-
ka takut kepada orang banyak. Lihatlah, seperti apa mu-
suh-musuh yang dihadapi dan akan dihadapi Kristus dan
Injil itu. Mereka tampak banyak dan kuat, dan sebab itu
sangat menggetarkan. Kekuasaan pemuka agama dan ne-
gara bergabung menjadi satu melawan Kristus dan Injil
(Mzm.2:1-2). Kristus berkata bahwa hal seperti itu akan
terjadi (Mat. 10:18), dan ternyata memang terjadi.
(4) Semua ada di bawah petunjuk Yudas. Dialah yang mene-
rima sepasukan prajurit ini. Mungkin ia memang meminta-
nya, sambil menegaskan perlunya mengerahkan pasukan
yang kuat. Ia begitu ingin mendapat kehormatan menjadi
kepala pasukan dalam penyergapan ini, sebab ia begitu
tamak akan upah perbuatan-perbuatan jahat. Ia memba-
yangkan betapa senangnya beralih kedudukan dari barisan
belakang dua belas orang hina dan sekarang berada di ba-
risan terdepan sebagai pemimpin ratusan orang menakut-
kan ini. Belum pernah ia menjadi tokoh seperti ini, dan
mungkin ia berjanji kepada diri sendiri, bahwa ini tidak
boleh yang terakhir. Ia harus dihadiahi pangkat kapten
atau yang lebih tinggi lagi jika berhasil baik dalam upaya
ini.
2. Persiapan yang mereka lakukan untuk melancarkan serangan
ini. Mereka datang lengkap dengan lentera, suluh dan senjata.
(1) Meskipun mereka bisa memanfaatkan terang dari cahaya
bulan, mereka masih merasa memerlukan berbagai cahaya
tambahan ini, untuk berjaga-jaga seandainya Kristus ber-
sembunyi. Adam yang kedua, tidak seperti Adam yang
pertama, tidak akan menyembunyikan diri di antara pohon-
pohonan dalam taman sebab rasa takut ataupun malu.
Alangkah bodohnya mencari Sang Surya dengan menyala-
kan sebatang lilin.
(2) Jika Ia melawan, mereka dapat menggunakan senjata-sen-
jata mereka. Senjata perjuangan-Nya yaitu senjata rohani,
dan dengan senjata-senjata inilah Ia sering mengalahkan
mereka serta membuat mereka bungkam. sebab itulah
mereka sekarang berpaling dengan mengandalkan senjata-
senjata lain, yaitu pedang dan pentung.
III. Yesus Tuhan kita memukul mundur serangan pertama musuh
dengan gilang-gemilang (ay. 4-6). Amatilah di sini,
1. Cara Ia menyambut mereka dengan luar biasa lembut dan te-
nangnya.
(1) Ia menyapa mereka dengan pertanyaan yang sangat lembut
dan ramah (ay. 4). sebab Yesus tahu semua yang akan
menimpa diri-Nya, Ia sama sekali tidak terkejut melihat
tanda bahaya ini. Ia melangkah maju ke depan untuk me-
nemui mereka. Seolah-olah Ia sama sekali tidak merasa
terganggu. Dengan lembut Ia bertanya, “Siapakah yang
kamu cari? Ada apa? Apa arti semua keributan di malam
yang larut ini?”
Lihatlah di sini:
[1] Kristus telah mengetahui penderitaan-Nya terlebih da-
hulu. Ia tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, kare-
na Ia telah berikrar untuk menanggung semuanya itu.
Jika kita tidak memiliki kekuatan seperti yang dimiliki
Kristus untuk menanggung apa yang telah kita ketahui,
janganlah ingin tahu tentang apa yang akan datang
menimpa kita, sebab itu hanya akan membuat kita
terus berpikir mengenai kepedihan kita. Kesusahan se-
hari cukuplah untuk sehari. Namun, memang baik juga
bagi kita untuk berjaga-jaga menghadapi penderitaan,
supaya jika penderitaan itu datang, kita dapat ber-
kata, “Ini hanyalah penderitaan yang telah kami per-
kirakan, biaya yang telah kami anggarkan sebelumnya.”
[2] Kesiapsediaan Kristus menghadapi penderitaan-Nya. Ia
tidak melarikan diri dari penderitaan itu. Sebaliknya, Ia
justru pergi menyongsongnya, mengulurkan tangan
untuk meraih cawan pahit itu. saat orang banyak
dengan paksa ingin memahkotai dan mengangkat-Nya
sebagai raja di Galilea, Ia mengundurkan diri dan ber-
sembunyi (6:15). namun , saat mereka datang untuk
memaksa-Nya menuju salib, Ia malah menyerahkan
diri, sebab Ia memang datang ke dunia ini untuk men-
derita dan pergi untuk memerintah di kehidupan yang
akan datang. Ini tidak berarti bahwa kita boleh mener-
junkan diri begitu saja ke dalam kesulitan tanpa tujuan
jelas, sebab kita tidak tahu kapan saat kita tiba. Seba-
liknya, kita dipanggil untuk menderita saat memang
sudah tidak ada jalan lagi untuk menghindarinya, yang
bukan diakibatkan oleh dosa. Bilamana hal seperti ini
terjadi, biarlah hal ini tidak membuat kita gentar, sebab
semua ini tidak dapat menyakiti kita.
(2) Ia menjawab mereka dengan sangat tenang dan lembut ke-
tika mereka memberi tahu siapa yang mereka cari (ay. 5).
Mereka menjawab, Yesus dari Nazaret. Dan Ia berkata,
Akulah Dia.
[1] Tampaknya, ada sesuatu yang menghalangi mata mere-
ka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Sangat-
lah mungkin bahwa banyak orang dari antara para pra-
jurit Romawi ini, setidaknya para penjaga Bait Allah,
telah sering melihat Dia, meskipun hanya untuk me-
muaskan rasa ingin tahu mereka belaka. Lagi pula,
pastilah bahwa Yudas sudah sangat mengenal Dia. Na-
mun, tidak seorang pun dari mereka yang bisa meng-
akui dan berkata, Engkaulah orang yang kami cari. De-
ngan demikian Ia menunjukkan kebodohan mereka da-
lam hal membawa-bawa lentera dan suluh, sebab Ia
sanggup membuat mereka tidak mengenali-Nya saat
melihat Dia. Dalam hal ini, Ia juga menunjukkan ke-
pada kita, betapa mudahnya Ia mengacaukan rencana
musuh-musuh-Nya dan membuat mereka hilang akal
saat sedang berusaha berbuat kejahatan.
[2] Dalam pencarian mereka, mereka menyebut Dia Yesus
dari Nazaret, satu-satunya julukan yang mereka kenal
tentang diri-Nya, atau mungkin juga itulah yang dipe-
rintahkan kepada mereka. Nama ini yaitu nama untuk
merendahkan Dia, untuk mengaburkan bukti keberada-
an-Nya sebagai Mesias. Dengan sebutan ini, tampaklah
bahwa mereka tidak mengenal Dia, tidak tahu dari
mana asal-Nya. sebab jika mereka sungguh-sungguh
mengenal Dia, mereka tentunya tidak akan menganiaya
Dia.
[3] Ia menjawab mereka dengan jujur: Akulah Dia. Ia tidak
mengambil keuntungan dari kebutaan mereka, seperti
yang dilakukan Elisa terhadap orang-orang Aram de-
ngan berkata, Bukan ini jalannya dan bukan ini kota-
nya. Sebaliknya, Ia malah menjadikan kesempatan ter-
sebut sebagai peluang guna menunjukkan kesediaan-
Nya untuk menderita. Meskipun mereka menyebut Dia
Yesus dari Nazaret, Ia memberi jawab juga pada nama
itu, sebab Ia memandang rendah penghinaan itu. Ia
bisa saja berkata, Aku bukan Dia, sebab Ia yaitu
Yesus dari Betlehem. Namun, Ia sama sekali tidak mau
bersilat lidah seperti itu. Dengan ini Ia mengajar kita
untuk mengakui Dia, berapa pun harga yang harus kita
bayar. Kita tidak boleh merasa malu sebab Dia atau
perkataan-Nya, bahkan sebaliknya dalam masa-masa
sulit pun kita harus tetap mengakui Kristus yang disa-
libkan dan berjuang seperti laki-laki di bawah panji-
panji-Nya. Akulah Dia, Egō eimi – Akulah Dia, yaitu
nama yang mulia dari Allah yang Kudus (Kel. 3:14), dan
kehormatan nama itulah yang dipertaruhkan dengan
semestinya oleh Yesus Yang Terberkati itu.
[4] Perhatian khusus, dalam kalimat tambahan, dicatatkan
di sini bahwa Yudas berdiri juga di situ bersama-sama
mereka. Ia yang biasa berdiri bersama orang-orang yang
mengikuti Kristus, sekarang berdiri bersama mereka
yang melawan Dia. Hal ini menggambarkan adanya ke-
murtadan. Ia seorang yang bermuka dua, suka meng-
ubah pendiriannya. Ia telah menggiring dirinya sendiri
bersama mereka yang telah menawan hatinya, dan ber-
sama mereka jugalah ia akan menerima nasibnya pada
hari penghakiman. Hal ini disebutkan di sini,
Pertama, untuk menunjukkan kekurangajaran Yu-
das. Tentunya orang akan bertanya-tanya, dari mana ia
memperoleh keyakinan untuk berhadapan dengan
Gurunya sekarang, dan sama sekali tidak merasa malu
dan tidak mengenal nodanya. Iblis telah memberi
dahi perempuan sundal di dalam hatinya.
Kedua, untuk menunjukkan bahwa secara khusus
Yudaslah yang dibidik oleh kuasa yang menyertai per-
kataan Akulah Dia, untuk menggagalkan upaya penye-
rang-penyerang itu. Ini seperti sebuah anak panah yang
ditujukan langsung ke hati nurani si pengkhianat dan
yang menembus dengan cepat. sebab kedatangan
Kristus dan suara-Nya akan terdengar lebih mengerikan
bagi orang-orang yang murtad dan para pengkhianat
daripada bagi orang-orang berdosa dari tingkatan lain-
nya.
2. Lihatlah betapa Ia membuat mereka merasa ngeri dan memak-
sa mereka mundur (ay. 6): Mundurlah mereka, dan seperti
orang tersambar petir, mereka jatuh ke tanah. Tampaknya, me-
reka tidak jatuh tertelungkup, seperti orang merendahkan diri
dan menyerah di hadapan-Nya, namun terpelanting ke bela-
kang. Jadi Kristus dinyatakan sebagai lebih daripada manusia
biasa, bahkan saat Ia diinjak-injak seperti seekor ulat dan
bukan orang. Perkataan ini, “Akulah Dia,” telah memulihkan
dan membangkitkan kembali semangat murid-murid-Nya (Mat.
14:27). namun , perkataan yang sama justru memukul jatuh
musuh-musuh-Nya. Melalui hal ini Ia menunjukkan dengan
jelas,
(1) Betapa Ia mampu melakukan apa saja terhadap mereka.
saat Ia menjatuhkan mereka, bisa saja Ia memukul me-
reka sampai mati. saat Ia menjatuhkan mereka ke tanah
dengan perkataan-Nya, bisa saja Ia memerintahkan ke
neraka, dan mengirim ke sana, seperti Korah dan semua
orang yang ada padanya. namun Ia tidak mau berbuat
seperti itu,
[1] sebab saat penderitaan-Nya telah tiba, dan Ia tidak
akan mengabaikannya. Ia hanya ingin menunjukkan
bahwa nyawa-Nya tidak akan dapat dirampas dengan
paksa dari-Nya, namun Ia menyerahkan nyawa-Nya sen-
diri, seperti yang telah Ia katakan.
[2] sebab Ia ingin memberi contoh tentang kesabaran-Nya
dalam menghadapi kejahatan manusia. Ia hendak mem-
beri contoh tentang kasih-Nya yang penuh dengan rasa
belas kasihan bagi musuh-musuh-Nya. Dengan meng-
hantam mereka jatuh, dan tidak lebih dari itu, Ia me-
manggil dan memberi kesempatan kepada mereka un-
tuk bertobat. namun hati mereka tetap degil, dan semua-
nya sia-sia saja.
(2) Apa yang pada akhirnya akan Ia lakukan terhadap semua
musuh-Nya yang kepala batu. Bahwa mereka yang tidak
bertobat untuk memuliakan Dia, akan lari, dan jatuh di ha-
dapan-Nya. Sekarang ayat Kitab Suci dalam Mazmur 21:13
telah digenapi, Engkau akan membuat mereka melarikan
diri, dan juga dalam Mazmur 20:9. Kebenaran ini akan
terus digenapi, dengan nafas mulut-Nya, Ia akan memus-
nahkan si pendurhaka (2Tes. 2:8; Why. 19:21). Quid judi-
caturus faciet, qui judicandus hoc facit? – Bagaimana jadi-
nya nanti bila Ia datang untuk menghakimi, sebab saat
datang untuk dihakimi saja Ia sudah melakukan hal-hal
seperti ini – Augustinus.
IV. sesudah memukul mundur musuh-musuh-Nya, Ia memberi perlin-
dungan bagi sahabat-sahabat-Nya. Dan hal ini juga dilakukan-
Nya dengan Firman-Nya (ay. 7-9). Dalam kejadian ini kita
dapat mengamati,
1. Bagaimana Ia terus menghadapi kemarahan mereka (ay. 7).
Mereka tidak terbaring lama di tempat mereka jatuh, namun
bangkit kembali, dengan izin ilahi. Hanya di dunia yang lain
sajalah hukuman Allah bersifat kekal. Saat mereka jatuh,
orang mungkin menduga bahwa Kristus akan melarikan diri,
dan saat mereka bangkit kembali, orang menduga bahwa
mereka akan membatalkan pencarian mereka. Namun, kita
masih mendapati,
(1) Mereka masih tetap saja bernafsu untuk menangkap Dia
seperti pada awalnya. Masih dalam keadaan agak bingung
dan kacau mereka menjadi sadar. Mereka tidak dapat
membayangkan apa yang telah menjatuhkan mereka,
mengapa mereka tidak dapat tetap teguh berdiri. Mereka
lebih mengaitkan kejadian itu dengan sesuatu yang lain,
bukan dengan kuasa Kristus. Perhatikanlah, ada banyak
hati sangat mengeras di dalam dosa sampai tidak ada lagi
yang bisa mengurangi dan menundukkan kekerasan hati
itu.
(2) Ia tetap bersedia untuk ditangkap seperti semula. saat
mereka jatuh di hadapan-Nya, Ia tidak mengolok-olok me-
reka, namun memandang mereka sebagai orang-orang yang
kebingungan, dan menanyakan pertanyaan yang sama, “Si-
apakah yang kamu cari?” Dan mereka memberi jawab-
an yang sama, “Yesus dari Nazaret.” saat mengulangi
pertanyaan itu, tampaknya Ia berusaha lebih mendekati
hati nurani mereka: ”Tahukah kamu siapa yang kamu cari?
Tidak sadarkah kamu bahwa kamu sedang melakukan
kekeliruan, dan mengapa kamu mau saja ikut melibatkan
diri? Tidakkah kamu merasa cukup dengan kejadian tadi,
dan masih mau mencoba masalah lain lagi? Pernahkah
orang yang tetap mengeraskan hati melawan Allah akan
tetap berhasil?” Dengan memberi jawaban yang sama,
mereka menunjukkan ketegaran hati mereka dalam jalan
mereka yang sesat. Mereka masih saja menyebut Dia Yesus
dari Nazaret, dengan rasa hina seperti sebelumnya. Dan
Yudas juga tetap sama lalimnya seperti mereka. Sebab itu,
baiklah kita waspada dengan langkah-langkah kecil kita di
jalan yang berdosa, supaya jangan ada di antara kita yang
menjadi tegar hati sebab tipu daya dosa.
2. Bagaimana Ia berusaha melindungi murid-murid-Nya dari
amarah mereka. Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk me-
lindungi para pengikut-Nya. saat memperlihatkan keberani-
an-Nya dengan menunjuk diri-Nya sendiri, “Telah Kukatakan
kepadamu, Akulah Dia, Ia menunjukkan bahwa Ia peduli de-
ngan murid-murid-Nya, biarkanlah mereka ini pergi.” Ia ber-
kata demikian sebagai sebuah perintah kepada orang-orang
yang hendak menangkap Dia itu, bukan untuk minta persetu-
juan mereka. sebab mereka berada di bawah belas kasihan-
Nya, bukan Dia yang berada di bawah mereka. Ia menyuruh
mereka sebagai orang yang berkuasa: “Biarkanlah mereka ini
pergi, kamu dalam masalah jika berurusan dengan mereka.”
Perkataan ini memperberat dosa murid-murid yang meninggal-
kan Dia, khususnya Petrus yang menyangkal Dia, sebab mes-
kipun Kristus telah memberi mereka jalan ini, atau jamin-
an perlindungan, mereka tidak memiliki cukup iman dan ke-
beranian untuk mengandalkan janji-Nya ini, dan malah me-
nempuh cara yang rendah dan mengasihani diri untuk men-
cari keselamatan sendiri. saat Kristus berkata, biarkanlah
mereka ini pergi, Ia bermaksud:
(1) Untuk menunjukkan kepedulian-Nya bahwa Ia sungguh
mengasihi murid-murid-Nya. saat Ia membuka diri untuk
menghadapi bahaya, Ia memaafkan mereka sebab mereka
belum cukup layak untuk menderita. Iman mereka masih
lemah, semangat mereka rendah, begitu juga halnya de-
ngan jiwa mereka. Nyawa mereka sangat berharga untuk
dikorbankan dalam penderitaan sekarang ini. Anggur yang
baru tidak boleh disimpan dalam kantong kulit yang tua.
Dan, selain itu, masih ada pekerjaan lain yang harus mere-
ka kerjakan. Mereka harus pergi menjalani jalan mereka,
sebab mereka harus pergi ke seluruh dunia, untuk mem-
beritakan Injil. Janganlah musnahkan mereka, sebab masih
ada berkat di dalam mereka. Nah, dengan ini,
[1] Kristus membesarkan hati kita untuk tetap mengikut
Dia. sebab , meskipun Ia mengizinkan banyak penderi-
taan, Ia mempertimbangkan seperti apa kita ini. Ia akan
menetapkan saat penderitaan kita dengan bijaksana,
menyesuaikannya dengan kekuatan kita, dan akan me-
nyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan, baik
untuk keluar dari penderitaan itu, maupun untuk mele-
wati penderitaan itu.
[2] Ia memberi kita teladan yang baik bagaimana kita harus
mengasihi saudara-saudara kita dan memedulikan ke-
sejahteraan mereka juga. Kita tidak boleh memikirkan
kenyamanan dan keamanan kita sendiri, namun memi-
kirkan kepentingan orang lain juga, dan malah dalam
beberapa hal, kita harus lebih mendahulukan kepen-
tingan orang lain daripada kepentingan kita sendiri. Ada
kasih yang dipenuhi kemurahan hati dan jiwa kepahla-
wanan, yang memberi kita kemampuan untuk menye-
rahkan nyawa bagi saudara-saudara kita (1Yoh. 3:16).
(2) Yesus ingin memberi contoh tentang apa yang Dia ker-
jakan sebagai Pengantara. saat Ia menyerahkan diri-Nya
untuk menderita dan mati, maksudnya yaitu supaya kita
dapat membebaskan diri. Ia menjadi antipsychos kita –
orang yang menderita menggantikan kita. saat berkata,
Sungguh, Aku datang, Ia juga berkata, biarkanlah mereka
ini pergi. Sama seperti domba jantan yang dipersembahkan
sebagai pengganti Ishak.
3. Sekarang, dengan ini Ia menegaskan perkataan yang telah di-
sampaikan-Nya belum lama ini (17:12), Mereka yang telah
Engkau berikan kepada-Ku, tidak ada seorang pun yang bina-
sa. Khususnya, dengan menggenapi perkataan ini, Kristus
memberi jaminan bahwa perkataan-Nya itu juga akan dige-
napi sepenuhnya, bukan hanya untuk mereka yang pada saat
itu bersama Dia, namun juga untuk semua orang yang percaya
kepada-Nya melalui Firman yang mereka beritakan. Meskipun
pemeliharaan Kristus atas mereka khususnya dimaksudkan
sebagai perlindungan terhadap jiwa mereka dari dosa dan
kemurtadan, di sini hal itu diartikan juga sebagai perlindung-
an terhadap kehidupan jasmani mereka, sebab tubuh juga
menjadi bagian dari tanggung jawab dan perhatian Kristus. Ia
akan membangkitkan tubuh itu pada akhir zaman, dan sebab
itu Ia juga akan memelihara tubuh itu sendiri bersama jiwa
dan roh (1Tes. 5:23; 2Tim. 4:17-18). Kristus akan memelihara
kehidupan jasmani untuk maksud pelayanan yang telah diren-
canakan baginya. Tubuh diberikan kepada-Nya untuk diguna-
kan oleh-Nya, dan Ia tidak akan kehilangan pelayanan dari
tubuh itu, namun akan ditinggikan di dalamnya, baik melalui
kehidupan maupun kematian. Tubuh jasmani akan tetap hidup
selama masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. Saksi-
saksi Kristus tidak akan mati sampai semuanya telah memberi
kesaksian mereka. namun ini belumlah semuanya, perlindung-
an kepada para murid itu lebih cenderung bersifat perlindung-
an rohani. Sekarang mereka begitu lemah dalam iman dan
keteguhan hati, sehingga kalau mereka turut menderita pada
saat itu, besar kemungkinan mereka akan mempermalukan
diri sendiri dan Guru mereka, dan beberapa dari mereka, seti-
daknya yang terlemah, mungkin akan hilang. Oleh sebab itu,
supaya jangan sampai kehilangan seorang pun, Ia tidak mau
membiarkan mereka menghadapi bahaya. Keamanan dan per-
lindungan bagi orang-orang kudus bukan hanya bergantung
pada anugerah ilahi yang menyesuaikan tingkat kekuatan dari
pencobaan itu, namun pada pemeliharaan ilahi dalam menye-
suaikan pencobaan itu dengan tingkat kekuatan mereka.
V. sesudah memberi perlindungan bagi murid-Nya, Ia menegur
dengan keras tindakan gegabah atau kesembronoan salah seorang
murid-Nya dan melarang para pengikut-Nya untuk melakukan
kekerasan, seperti halnya Ia sendiri juga menolak kekerasan yang
dilakukan para penganiaya-Nya (ay. 10-11). Dalam ayat-ayat ter-
sebut kita temukan,
1. Tindakan sembrono yang dilakukan Petrus. Ia memiliki sebilah
pedang. Tampaknya, tidak mungkin sebagai seorang laki-laki
pemberani ia membawa-bawa pedang ke mana-mana, namun
memang di antara mereka ada dua bilah pedang (Luk. 22:38).
Dan Petrus yang dipercaya untuk menyandang salah satunya,
sekarang menghunusnya. Ia mengira bahwa sekaranglah saat
untuk menggunakannya, dan ia menetakkannya kepada ham-
ba Imam Besar, yaitu orang yang mungkin berada di barisan
paling depan. Boleh jadi orang inilah yang ditujunya. Ia hen-
dak memenggal kepala orang itu, namun luput, dan hanya me-
mutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu pun dicatat,
untuk lebih menambah kepastian kebenaran kisah ini. Nama-
nya Malkhus, atau Malukh (Neh. 10:4).
(1) Di sini kita harus mengakui niat baik Petrus. Ia memiliki
semangat yang tulus untuk Gurunya, meskipun sekarang
ia ternyata salah arah. Belum lama ia berjanji hendak
mempertaruhkan nyawanya untuk Kristus, dan sekarang ia
ingin menepatinya. Mungkin ia merasa gusar melihat
Yudas memimpin rombongan ini. Kerendahan budi Yudas
ini membangkitkan keberanian Petrus, dan sebab itu saya
yakin saat menghunus pedang, ia mungkin sungguh
menginginkan kepala si pengkhianat itu.
(2) Namun, kita juga harus mengakui kelakuan Petrus yang ja-
hat. Meskipun niat baiknya memang dapat dijadikan alas-
an, hal itu tidak dapat membenarkan dirinya.
[1] Ia tidak menerima perintah dari Gurunya atas apa yang
Ia lakukan. Para prajurit Kristus harus selalu siap me-
nunggu perintah, dan bukan mendahuluinya. Sebelum
menyongsong penderitaan, terlebih dahulu mereka ha-
rus mengenal penderitaan itu dengan jelas, supaya alas-
an dan panggilan mereka untuk menderita juga jelas.
[2] Ia melanggar tugas yang hanya boleh dilakukan Kristus
dan melawan kuasa-kuasa yang ada. Sesuatu yang ti-
dak pernah disetujui Kristus, bahkan sesuatu yang sa-
ngat dilarang-Nya (Mat. 5:39), Janganlah kamu mela-
wan orang yang berbuat jahat kepadamu.
[3] Ia menentang penderitaan Gurunya. Meskipun ia telah
melanggarnya satu kali, ia masih juga mengulanginya.
Sebelum itu ia pernah berkata, Guru, kasihanilah diri-
Mu sendiri, kiranya Allah menjauhkan hal itu dari-Mu,
walaupun Kristus telah berkata kepadanya bahwa Ia
harus dan akan menderita, dan bahwa saat-Nya seka-
rang telah tiba. Dengan demikian, meskipun tampaknya
ia berjuang untuk Kristus, sebenarnya ia justru sedang
melawan Dia.
[4] Ia merusak persetujuan penyerahan bersyarat yang
baru saja dibuat Gurunya dengan musuh. saat Ia ber-
kata, biarkanlah mereka ini pergi, Ia bukan hanya ber-
maksud untuk mencari keselamatan bagi mereka, namun
juga supaya mereka bertindak baik-baik, supaya mere-
ka pergi dengan damai. Petrus mendengar perkataan
ini, namun tidak mau terikat dengannya. Kadang-ka-
dang kita bersalah akibat dosa kepengecutan kita, yaitu
tidak tampil saat dipanggil untuk itu. Demikian juga,
kita kadang-kadang bersalah akibat dosa keberanian
kita, yaitu tidak mau mundur saat disuruh untuk
mundur.
[5] Dengan bodoh ia membahayakan diri sendiri dan mu-
rid-murid lainnya terhadap amukan orang-orang yang
dipenuhi amarah ini. Seandainya ia berhasil meman-
cung kepala Malkhus dan bukan cuma memutuskan te-
linganya saja, kita dapat menduga apa yang bakal ter-
jadi. Para prajurit pasti akan menyerang semua murid
dan mencincang mereka, dan menuduh Kristus tidak
lebih baik daripada Barabas. Demikianlah banyak orang
yang berbuat salah dengan melakukan tindakan bunuh
diri sebab semangat membela diri.
[6] Sesudah kejadian ini, Petrus begitu cepat bertindak se-
bagai pengecut (dengan menyangkali Gurunya), hingga
kita mempunyai alasan untuk berpikir bahwa dia tidak
akan bertindak seperti ini seandainya menyaksikan
Gurunya merobohkan mereka ke tanah, dan selanjut-
nya ia dapat membereskan mereka. Namun, saat ia
melihat Gurunya menyerahkan Diri, keberaniannya pun
runtuh. Padahal, seorang pahlawan Kristen yang sejati
akan tetap tampil membela perkara Kristus. Bukan ha-
nya saat berada di atas angin, namun juga saat ke-
adaan menjadi tidak menguntungkan. Ia akan tetap
berada di pihak yang benar, meskipun pihak itu bukan
pihak yang menguntungkan.
(3) Kita harus mengakui campur tangan pemeliharaan Allah
dalam mengarahkan serangan pedang Petrus (sehingga
tidak menimbulkan lebih banyak korban yang tewas, namun
hanya memutus telinga Malkhus. Sekadar meninggalkan
bekas dan tidak membunuhnya). Pemeliharaan Allah ini
juga memberi kesempatan kepada Kristus untuk menun-
jukkan kuasa dan kebaikan-Nya dalam menyembuhkan
orang yang terluka (Luk. 22:51). Demikianlah, bahaya aki-
bat mengabaikan teguran Kristus terbukti berubah menjadi
kesempatan yang berakibat lebih baik bagi kemuliaan-Nya,
bahkan di antara musuh-musuh-Nya.
2. Peringatan yang diberikan Sang Guru kepada Petrus (ay. 11):
Sarungkan pedangmu itu. Peringatan ini berupa teguran yang
lembut, sebab Ia tahu bahwa semangat Petrus yang berlebih-
anlah yang mendorongnya melakukan tindakan yang tidak
bijaksana. Kristus tidak memperbesar masalah ini. Ia hanya
meminta supaya Petrus jangan berbuat seperti itu lagi. Banyak
orang berpikir bahwa kepedihan dan kesedihan yang mereka
alami tentunya dapat dijadikan alasan untuk membenarkan
tindakan mereka yang penuh amarah dan kesembronoan. Na-
mun, di sini Kristus memberi contoh kepada kita semua ten-
tang kesabaran dan kelembutan di tengah penderitaan. Petrus
harus menyarungkan pedangnya, sebab pedang Roh-lah yang
seharusnya ia gunakan – bukan senjata perjuangan yang
duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa
Allah. Saat Kristus menjatuhkan para penyerang dengan sepa-
tah kata, Ia menunjukkan kepada Petrus bagaimana seharus-
nya ia mempersenjatai diri dengan firman Allah yang hidup
dan kuat, dan yang lebih tajam daripada pedang bermata dua
mana pun. Dan tidak lama sesudah peristiwa ini, dengan
pedang Roh ini Petrus membuat Ananias dan Safira rebah dan
putus nyawa di hadapannya.
3. Alasan yang mendasari teguran ini: bukankah Aku harus mi-
num cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku? Matius menun-
juk pada alasan lain yang diberikan Kristus atas teguran ini,
namun Yohanes menekankan alasan ini, yang diabaikan
Petrus. Dengan alasan ini Kristus memberi kepada kita,
(1) Sebuah bukti lengkap tentang penyerahan-Nya pada ke-
hendak Bapa-Nya. Dari semua kekeliruan yang dilakukan
Petrus, tampaknya tidak ada yang dapat membuat-Nya
menjadi begitu marah seperti upaya Petrus untuk mem-
buat Ia menghindari penderitaan-Nya saat ini, saat saat-
Nya sudah tiba: “Apa, Petrus, apakah engkau hendak men-
jadi batu sandungan antara Aku dan cawan yang diberikan
Bapa kepada-Ku untuk diminum? Enyahlah Iblis.” Jika
Kristus telah ditentukan untuk menderita dan mati, betapa
lancangnya Petrus menentang hal itu dengan perkataan
atau perbuatan: bukankah Aku harus minum dari cawan
itu? Cara Tuhan mengungkapkan teguran ini menunjukkan
ketetapan hati-Nya yang begitu mantap, dan bahwa sekali-
kali Ia tidak akan menerima pikiran yang bertentangan de-
ngan ini. Ia bersedia minum dari cawan ini, meskipun itu
cawan yang pahit, yang berisi campuran tanaman pahit
dan empedu, piala yang isinya memusingkan, cawan berda-
rah, cangkir yang berisi kehangatan murka Tuhan (Yes.
51:22). Ia minum isi cawan itu, supaya dapat memberi
cawan keselamatan, piala penghiburan, dan cawan berkat
ke dalam tangan kita. Oleh sebab itu, Ia bersedia memi-
numnya, sebab Bapa-Nya telah menyerahkan cawan itu
kepada-Nya. Jika Bapa-Nya menghendaki demikian, itu
demi sesuatu yang terbaik, dan terjadilah seperti itu.
(2) Sebuah teladan yang baik bagi kita untuk menyerahkan
diri kepada kehendak Allah dalam segala sesuatu yang ber-
kaitan dengan diri kita. Kita harus berjanji kepada Kristus
untuk turut mengambil bagian dalam cawan yang dimi-
num-Nya (Mat. 20:23), dan mendorong diri untuk melak-
sanakannya.
[1] Itu hanyalah sebuah cawan, masalah yang tergolong ke-
cil, jadi terjadilah apa yang harus terjadi. Ini bukanlah
soal sebesar laut, Laut Merah, atau Laut Mati, sebab
hal ini bukanlah neraka. Cawan itu sangatlah ringan,
hanya untuk sekejap saja.
[2] Itu yaitu cawan yang diberikan kepada kita. Penderita-
an merupakan karunia.
[3] Cawan itu diberikan oleh seorang Bapa, yang memiliki
kuasa sebagai seorang Bapa, yang tidak akan berbuat
salah kepada kita. Ia yaitu Bapa yang penuh kasih
sayang, yang tidak bermaksud menyakiti kita.
VI. sesudah menyelaraskan diri sepenuhnya dengan kehendak Allah,
Ia pun menyerah dengan tenang, dan Ia menyerahkan diri lak-
sana seorang tahanan. Bukan sebab Ia tidak mampu meloloskan
diri, namun sebab Ia memang tidak ingin melakukannya. Orang
mungkin mengira bahwa penyembuhan telinga Malkhus seharus-
nya membuat hati para penyerang itu menjadi lunak, namun
tidak ada yang dapat menundukkan hati mereka. Maledictus furor,
quem nec majestast miraculi nec pietas beneficii confringere potuit –
Angkara murka yang amat sangat sungguh tidak dapat diredakan
oleh kehebatan mujizat ataupun didamaikan oleh kelembutan
kebaikan – Anselmus [theolog, filsuf, dan Uskup Canterbury abad
kesebelas – ed.].
Amatilah di sini:
1. Bagaimana mereka menangkap Dia: Mereka menangkap Yesus.
Hanya sedikit orang yang dapat menyentuh Dia, namun hal ini
dituduhkan kepada mereka semua, sebab mereka semua ikut
membantu dan bersekongkol melakukan penangkapan ini.
Dalam sebuah pengkhianatan tidak ada yang berperan sebagai
pemain pembantu, semuanya yaitu pemain utama. Sekarang
Kitab Suci digenapi, banyak lembu jantan mengerumuni aku
(Mzm. 22:13), mereka mengelilingi aku seperti lebah (Mzm.
118:12). Nafas hidup kami tertangkap dalam pelubang mereka
(Rat. 4:20). Telah begitu sering mereka mengalami kekecewaan
dalam upaya menangkap Dia, jadi kita dapat membayangkan,
betapa lebih ganasnya mereka menyerang Dia saat sekarang
Dia ada dalam tangan mereka.
2. Bagaimana mereka berupaya mencegah agar Ia tidak mungkin
bisa melarikan diri: Mereka membelenggu Dia. Bagian penderi-
taan-Nya ini hanya diperhatikan oleh penulis Injil ini, bahwa
segera sesudah ditangkap, Ia diikat. Kedua lengannya diikat
dengan kencang dan dibelenggu. Tradisi mencatat peristiwa ini
sebagai berikut, “Mereka mengikat Dia dengan begitu kencang
dan kejam, sehingga darah mulai menetes keluar dari ujung-
ujung jari-Nya. sesudah mengikat kedua lengan-Nya ke bela-
kang, mereka mengalungkan sebuah rantai besi di leher-Nya.
Dengan rantai itulah mereka menyeret Dia ke sana kemari.”
Lihat buku Harm., karangan Gerhard, pasal 5.
(1) Perlakuan ini menunjukkan dendam kesumat para penyik-
sa-Nya. Mereka mengikat Dia,
[1] Supaya mereka dapat menyiksa Dia, membuat-Nya ke-
sakitan, seperti yang pernah dilakukan terhadap Sim-
son untuk membuatnya lebih menderita.
[2] Supaya mereka dapat merendahkan Dia dan memper-
malukan-Nya. Budak-budak diikat, begitu juga Kristus,
meskipun sesungguhnya Ia dilahirkan sebagai orang
merdeka.
[3] Supaya mereka dapat mencegah Dia melarikan diri.
Yudas telah memerintahkan agar mereka mengikat-Nya
erat-erat. Lihatlah betapa bodohnya mereka sebab ber-
pikir bisa membelenggu kuasa yang baru saja menun-
jukkan kemahakuasaannya.
[4] Mereka mengikat Dia seperti orang yang telah dijatuhi
hukuman, sebab mereka sudah bulat hati untuk
menghukum Dia sampai mati. Mereka sudah bertekad
untuk menghukum Dia supaya mati seperti orang bebal
dengan tangan yang dirantai (2Sam. 3:33-34). Kristus
telah mengikat hati nurani para penyiksa-Nya dengan
kuasa firman-Nya yang telah menyakitkan hati mereka.
sebab itu, untuk membalas dendam, mereka mengena-
kan semua ikatan ini kepada-Nya.
(2) Keadaan Kristus yang sedang terikat merupakan hal yang
sangat besar maknanya. Seperti dalam hal-hal lainnya, di
dalam hal ini pun ada suatu misteri:
[1] Sebelum mereka mengikat-Nya, Ia telah mengikat diri-
Nya sendiri dengan pekerjaan dan jabatan-Nya sebagai
seorang Pengantara. Ia telah terikat pada tanduk-tan-
duk mezbah dengan tali-tali kasih-Nya sendiri kepada
manusia dan kewajiban kepada Bapa-Nya, jika tidak
tali-tali mereka tidak akan dapat menahan-Nya.
[2] Kita dijerat oleh tali kejahatan kita sendiri (Ams. 5:22,
TL), dengan kuk segala pelanggaran kita (Rat. 1:14).
Rasa bersalah merupakan ikatan pada jiwa. Dengannya
kita terikat dengan penghukuman Allah. Kecemaran
merupakan ikatan pada jiwa. Dengannya kita terikat di
bawah kuasa Iblis. Kristus telah membebaskan kita dari
ikatan itu dengan jalan menjadi dosa sebab kita. Ia
sendiri menyerahkan diri-Nya untuk diikat bagi kita.
Jika tidak, kaki dan tangan kita sudah diikat dan diran-
tai dalam kegelapan untuk ditahan di sana. Kepada
ikatan-ikatan-Nya kita berutang kebebasan kita. Pe-
menjaraan-Nya yaitu kelepasan kita. Dengan demikian
Sang Anak telah memerdekakan kita.
[3] Semua perlambang dan nubuat dari Perjanjian Lama
telah digenapi di sini. Ishak diikat supaya ia dapat di-
korbankan. Yusuf diikat dan besi-besi telah menghun-
jam jiwanya, supaya ia dapat dilepaskan dari penjara
untuk memerintah (Mzm. 105:18 dan seterusnya). Sim-
son diikat supaya ia dapat membunuh orang Filistin le-
bih banyak pada saat kematiannya daripada yang dila-
kukannya semasa hidupnya. Dan Sang Mesias telah
dinubuatkan akan menjadi seorang tahanan (Yes. 53:8).
[4] Kristus diikat supaya Ia dapat mengikat kita pada kewa-
jiban dan ketaatan. Ikatan-Nya bagi kita yaitu ikatan
kewajiban atas kita, yang dengannya kita akan senan-
tiasa merasa wajib untuk mengasihi dan melayani Dia.
Salam Rasul Paulus kepada sahabat-sahabatnya meru-
pakan salam Kristus bagi kita semua: “Ingatlah akan
belengguku (Kol. 4:18), ingatlah belenggu-belenggu itu
sebagai ikatan kita dengan Dia, bahwa Ia telah mem-
bebaskan kita dari semua dosa, dan bahwa kita semua
punya kewajiban sebab nya.”
[5] Ikatan Kristus bagi kita dirancang untuk membuat ikat-
an kita kepada-Nya menjadi ringan, supaya setiap saat
bila kita dipanggil untuk menderita bagi Dia, kita di-
mampukan untuk menguduskan dan membuat beleng-
gu itu terasa manis, serta mendatangkan kehormatan
pada belenggu itu. Hal inilah yang memampukan Pau-
lus dan Silas menyanyikan puji-pujian di dalam ikatan
belenggu dan pasungan mereka. Begitu juga, Ignatius
[bapa gereja dari Antiokhia abad pertama – pen.] demi
Kristus mampu menyebut belenggunya sebagai mu-
tiara-mutiara rohani (di dalam buku Epist. ad Ephes).
Kristus di hadapan Hanas dan Kayafas;
Penyangkalan Petrus; Kristus Didakwa
(18:13-27)
13 Lalu mereka membawa-Nya mula-mula kepada Hanas, sebab Hanas ada-
lah mertua Kayafas, yang pada tahun itu menjadi Imam Besar; 14 dan Kaya-
faslah yang telah menasihatkan orang-orang Yahudi: “yaitu lebih berguna
jika satu orang mati untuk seluruh bangsa.” 15 Simon Petrus dan seorang
murid lain mengikuti Yesus ke halaman istana Imam Besar dan ia masuk
bersama-sama dengan Yesus ke halaman istana Imam Besar, 16 namun Petrus
tinggal di luar dekat pintu. Maka murid lain tadi, yang mengenal Imam
Besar, kembali ke luar, bercakap-cakap dengan perempuan penjaga pintu
lalu membawa Petrus masuk. 17 Maka kata hamba perempuan penjaga pintu
kepada Petrus: “Bukankah engkau juga murid orang itu?” Jawab Petrus:
“Bukan!” 18 Sementara itu hamba-hamba dan penjaga-penjaga Bait Allah
telah memasang api arang, sebab hawa dingin waktu itu, dan mereka berdiri
berdiang di situ. Juga Petrus berdiri berdiang bersama-sama dengan mereka.
19 Maka mulailah Imam Besar menanyai Yesus tentang murid-murid-Nya dan
tentang ajaran-Nya. 20 Jawab Yesus kepadanya: “Aku berbicara terus terang
kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah,
tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembu-
nyi-sembunyi. 21 Mengapakah engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka,
yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka; sungguh, mereka
tahu apa yang telah Kukatakan.” 22 saat Ia mengatakan hal itu, seorang
penjaga yang berdiri di situ, menampar muka-Nya sambil berkata: “Begitu-
kah jawab-Mu kepada Imam Besar?” 23 Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau
kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, namun jikalau kata-Ku itu benar,
mengapakah engkau menampar Aku?” 24 Maka Hanas mengirim Dia terbe-
lenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu. 25 Simon Petrus masih berdiri ber-
diang. Kata orang-orang di situ kepadanya: “Bukankah engkau juga seorang
murid-Nya?” 26 Ia menyangkalnya, katanya: “Bukan.” Kata seorang hamba
Imam Besar, seorang yang telinganya dipotong Petrus: “Bukankah engkau
kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?” 27 Maka Petrus menyang-
kalnya pula dan saat itu berkokoklah ayam.
Di sini kita temukan catatan perihal dakwaan yang ditimpakan ke-
pada Kristus di hadapan Imam Besar, dan sejumlah peristiwa yang
menyertainya, yang tidak disinggung oleh penulis Injil lainnya. Ber-
sama dengan perikop-perikop lainnya dijalin juga peristiwa penyang-
kalan Petrus, yang telah dituturkan secara lengkap oleh penulis Injil.
Kejahatan yang didakwakan kepada-Nya berkaitan dengan masalah
agama. Para hakim majelis pengadilan agama itu berupaya supaya
penanganan perkara ini dapat langsung berada di bawah tanggung
jawab mereka. Baik orang Yahudi maupun orang bukan-Yahudi me-
nangkap Dia, sehingga kedua belah pihak pun memeriksa dan meng-
hukum Dia, sebab Ia memang mati bagi dosa keduanya. Marilah
kita melihat kisah ini secara berurutan.
I. sesudah menangkap Kristus, mereka membawa-Nya mula-mula ke-
pada Hanas. Sebelum menghadapkan Dia di depan pengadilan
agama, mereka telah menanti-nantikan Dia di tempat tinggal Ka-
yafas (ay. 13).
1. Mereka membawa-Nya, membawa Dia dengan penuh keme-
nangan, sebagai piala kemenangan mereka. Mereka membawa-
Nya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, dan
melalui pintu gerbang Domba yang dibicarakan di dalam Nehe-
mia 3:1. sebab melalui pintu gerbang itulah mereka berang-
kat dari Bukit Zaitun dan masuk ke Yerusalem. Mereka berge-
gas membawa Dia dengan kekerasan, seolah-olah Ia yaitu
penjahat yang terbejat dan terkejam. Kita telah dibawa pergi
oleh nafsu kita yang menggebu-gebu tak tertahankan, dibawa
pergi sebagai tawanan oleh Iblis atas kehendaknya. sebab itu,
supaya kita dapat diselamatkan, Kristus pun dibawa pergi, di-
bawa sebagai tawanan oleh anak-anak buah dan alat-alat
Iblis.
2. Mereka membawa-Nya kepada para pemimpin yang menyuruh
mereka. Saat itu waktu telah menjelang tengah malam, dan
seharusnya orang memasukkan Dia ke dalam tahanan (Im.
24:12). Seharusnya mereka memasukkan Dia terlebih dahulu
ke rumah tahanan, sampai tiba saat yang sesuai untuk meng-
gelar sebuah pengadilan. Namun, yang terjadi yaitu , mereka
membawa-Nya dengan tergesa-gesa, bukan untuk memperoleh
keadilan damai seperti yang diharapkan, namun kepada para
hakim untuk dijatuhi hukuman. Peradilan dilakukan dengan
sangat kejam, sebagian sebab mereka merasa ketakutan akan
adanya upaya penyelamatan. sebab itu, mereka bukan saja
tidak mau membuang waktu, namun juga menciptakan keta-
kutan dan kengerian. Sebagian juga sebab mereka sangat
haus akan darah Kristus, seperti rajawali yang menyambar
mangsanya.
3. Mula-mula mereka membawa-Nya kepada Hanas. Mungkin
rumahnya terletak di tengah perjalanan yang memang harus
dilewati, jadi sangat baik bagi mereka untuk singgah sebentar
dan beristirahat. Selain itu, di sana juga mereka dibayar atas
jasa mereka itu, seperti yang dikirakan sebagian orang. Saya
kira, Hanas itu seorang yang sudah berusia lanjut dan lemah,
sehingga tidak dapat hadir di persidangan bersama rekan-
rekannya pada malam itu. Namun, ia sangat ingin melihat
mangsanya. sebab itu mereka membawa tahanan ini ke ha-
dapannya untuk memuaskan hatinya dengan kepastian keber-
hasilan mereka, sehingga mereka dapat menerima berkatnya
dan orang yang sudah renta ini dapat tidur lebih nyenyak.
Sungguh menyedihkan melihat orang yang sudah begitu tua
dan sakit-sakitan, yang sudah tidak bisa berbuat dosa seperti
pada masa mudanya namun mau juga turut bergirang dengan
mereka yang berbuat dosa. Dr. Lightfoot [theolog Inggris abad
ketujuh belas dari Universitas Cambridge – ed.] berpendapat
bahwa Hanas tidak hadir dalam persidangan malam itu
sebab ia harus hadir pagi-pagi sekali pada keesokan harinya
di Bait Allah untuk memeriksa apakah korban-korban yang
harus dipersembahkan pada hari itu benar-benar tidak ber-
cela. Jika demikian halnya, tentunya ada arti penting di da-
lamnya, yaitu bahwa Kristus, Sang Korban Agung itu diperha-
dapkan kepadanya dan dikembalikan dalam keadaan terikat,
disahkan dan siap untuk dipersembahkan di atas mezbah.
4. Hanas yaitu ayah mertua Kayafas, Imam Besar pada tahun
itu. Hubungan kekeluargaan melalui perkawinan yang terda-
pat di antara mereka itu merupakan alasan mengapa Kayafas
memerintahkan untuk menunjukkan sedikit rasa hormat itu
kepada Hanas, untuk memberinya kesempatan menjadi orang
pertama yang melihat tahanan itu. Atau juga ini merupakan
alasan mengapa Hanas menyetujui tindakan Kayafas dalam
persoalan yang memang sangat didambakannya itu. Perhati-
kanlah, untuk banyak orang, persahabatan dan persekutuan
mereka dengan orang jahat sungguh menegaskan jalan me-
reka yang jahat.
II. Hanas tidak menahan rombongan itu terlampau lama. Seperti
halnya dengan banyak orang yang berkeinginan untuk memper-
cepat dakwaan terhadap Dia, ia pun mengirim Kristus dalam
keadaan terbelenggu kepada Kayafas. Ia dikirim ke rumah Kaya-
fas, yang ditetapkan sebagai tempat pertemuan Mahkamah Aga-
ma untuk menangani perkara ini, atau Ia dikirim ke suatu tempat
di dalam Bait Allah di mana Imam Besar biasanya menjalankan
Mahkamah Agama. Hal ini disebutkan dalam ayat 24. Namun,
para penerjemah Alkitab menunjukkan di dalam catatan pinggir
bahwa hal itu harus terjadi di sini, dan sebab itu kita membaca
di sini, maka Hanas mengirim Dia.
Perhatikanlah di sini:
1. Kuasa Kayafas dinyatakan (ay. 13). Dia yang pada tahun itu
menjadi Imam Besar. Sebenarnya jabatan Imam Besar yaitu
jabatan seumur hidup. Namun, sebab kelicikan orang-orang
yang melakukan jual beli jabatan keagamaan dengan pemerin-
tah, banyak perubahan yang terjadi pada masa itu sehingga
jabatan itu menjadi mirip dengan jabatan tahunan. Hal ini
sungguh menjadi pertanda bahwa era jabatan Imam Besar se-
gera akan berakhir. Namun, masih juga mereka saling meren-
dahkan satu sama lain. Kayafas menjadi Imam Besar pada ta-
hun yang sama saat Sang Mesias akan dihabisi. Hal ini
menunjukkan,
(1) Bahwa sesuai dengan kemahatahuan Allah, jika ada per-
buatan jahat yang akan dilakukan oleh seorang Imam Be-
sar, maka penyelenggaraan ilahi mengatur sedemikian
rupa hingga ada seorang jahat yang akan memegang jabat-
an itu untuk melaksanakan kejahatan ini .
(2) Bahwa saat Allah ingin menunjukkan betapa rusaknya
hati seorang yang jahat, Ia akan menempatkan orang itu
pada jabatan yang berkuasa, tempat yang penuh pencoba-
an dan peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan. Itu-
lah kehancuran Kayafas yang menjadi Imam Besar pada ta-
hun itu, bahwa ia menjadi pemimpin kejahatan yang akan
menjatuhkan hukuman mati bagi Kristus. Banyak keberha-
silan membuat orang kehilangan nama baik. Ia tidak akan
kehilangan kehormatan itu seandainya ia tidak pernah ter-
pilih untuk jabatan yang disukainya itu.
2. Kebencian Kayafas diungkapkan (ay. 14) dengan mengulang
apa yang pernah ia katakan beberapa waktu sebelumnya, bah-
wa tak peduli benar atau keliru, bersalah atau tidak bersalah,
yaitu lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bang-
sa, yang dicatat dalam pasal 11:50. Hal itu dicantumkan di
sini untuk menunjukkan:
(1) Betapa jahatnya orang ini. Inilah sang Kayafas yang meme-
rintah diri sendiri dan jemaat dengan aturan-aturan kebi-
jakan yang bertentangan dengan peraturan keadilan.
(2) Betapa buruknya perlakuan yang dihadapi Kristus dalam
pengadilan, saat perkara-Nya telah diputuskan sebelum
sidang digelar. Bahkan apa yang akan mereka lakukan ter-
hadap-Nya pun telah diputuskan, Ia harus mati. Maka,
pengadilan terhadap diri-Nya hanyalah lelucon belaka. De-
mikianlah musuh-musuh Injil Kristus telah memutuskan
bahwa baik benar ataupun salah, mereka akan menghan-
tam Injil itu habis-habisan.
(3) Perkataan Kayafas itu menjadi kesaksian atas ketidakber-
salahan Tuhan Yesus. Dari mulut salah seorang musuh-
Nya yang terjahat,