Selasa, 07 Januari 2025

yohanes 15


 Nya. Tugas seorang imam yaitu  

mengajar, berdoa, dan mempersembahkan korban. sesudah  

Kristus mengajar dan berdoa, Ia mempersembahkan diri-

Nya sebagai korban penghapus dosa. Kristus telah me-

nyampaikan semua yang harus Ia sampaikan sebagai se-

orang Nabi, dan sekarang Ia mengarahkan diri-Nya untuk 

melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang Imam, 

yaitu menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebus salah. 

Dan, sesudah  melewati semuanya ini, Ia memasuki jabatan 

Rajani. 

(2) Bahwa sesudah mempersiapkan murid-murid-Nya dengan 

pengajaran-Nya untuk menghadapi saat pencobaan ini, dan 

mempersiapkan diri-Nya sendiri dengan doa untuk meng-

hadapinya, dengan gagah berani Ia pergi menyongsong se-

mua penderitaan itu. Ia memasuki kancah pertempuran se-

telah mengenakan persenjataan selengkapnya, bukan sebe-

lumnya. Hendaknya orang-orang yang menderita sebab  

kehendak Allah, sebab  alasan yang baik, dengan hati 

nurani yang baik, dan mempunyai panggilan yang jelas 

tentang penderitaan itu, menghibur diri mereka dengan hal 

ini, bahwa Kristus tidak akan membiarkan mereka mema-

suki peperangan apa pun tanpa terlebih dahulu melengkapi 

mereka dengan semua hal yang diperlukan guna mengha-

dapi peperangan itu. Jika kita menerima pengajaran dan 

penghiburan Kristus serta ambil bagian dalam tindak peng-

antaraan-Nya, maka dengan kebulatan hati yang tak 

tergoyahkan kita akan berani melewati berbagai kesukaran 

terhebat sekalipun dalam menjalani kewajiban ibadah kita. 

2. Bahwa Ia keluar bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Yu-

das tahu di rumah mana Ia tinggal di kota itu, dan sebenarnya 

bisa saja Ia tetap tinggal di sana dan menghadapi penderitaan-

Nya.  

Akan namun : 

(1) Kristus mau melakukan apa yang hendak Ia lakukan dan 

Ia tidak akan mengubah cara kerja-Nya. Ia harus memilih 

untuk menyongsong salib atau kehilangan kesempatan itu 

saat  saatnya telah tiba. Telah menjadi kebiasaan-Nya bila 

sedang berada di Yerusalem untuk beristirahat pada ma-

lam hari di Bukit Zaitun, sesudah  bekerja sepanjang hari 

bagi orang banyak. Di sanalah markas-Nya, di pinggiran 

kota, sebab  mereka tidak akan menyediakan tempat bagi-

Nya di dalam istana-istana di jantung kota. Inilah kebiasa-

an-Nya. Ia tidak dapat dipaksa mengubah cara kerja-Nya 

hanya sebab  Ia telah mengetahui sebelumnya tentang 

penderitaan-Nya ini. Sebaliknya, sama seperti yang dilaku-

kan Daniel, Ia tetap berdoa serta memuji Allah-nya, seperti 

yang biasa dilakukannya (Dan. 6:11). 

(2) Ia tidak ingin timbul keributan di antara rakyat, seperti 

yang diinginkan oleh musuh-musuh-Nya. sebab  cara ber-

bantah dan berteriak bukanlah kebiasaan-Nya. Seandainya 

Ia ditangkap di tengah kota dan sebab  itu timbul huru-

hara besar di sana, mungkin banyak yang terluka dan 

akan terjadi pertumpahan darah. sebab  itulah Ia me-

nyingkir ke luar kota. Perhatikanlah, bila kita terlibat da-

lam suatu masalah, janganlah sampai melibatkan orang 

lain juga. Bukanlah cela bagi para pengikut Kristus untuk 

mengalah. Orang-orang yang mencari kehormatan manusia 

akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuan mereka. 

namun  orang yang menyadari betapa berharganya kehidup-

an mereka bagi Kristus, tidak akan membiarkan setetes da-

rah pun tertumpah, dan melalui pertimbangan akal sehat, 

tidak perlu berbuat nekad.  

(3) Ia hendak memberi  contoh bagi kita pada awal keseng-

saraan-Nya, seperti yang juga dilakukan-Nya pada akhir 

penderitaan-Nya, untuk menarik diri dari dunia ini. sebab  

itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan 

menanggung kehinaan-Nya (Ibr. 13:13). Kita harus menge-

sampingkan dan meninggalkan semua hiruk pikuk, kekha-

watiran, dan hiburan dari kota-kota, bahkan dari kota-kota 

suci sekalipun, jika kita ingin memikul salib kita dengan 

penuh sukacita dan memelihara persekutuan kita dengan 

Allah. 

3. Bahwa Ia pergi ke seberang sungai Kidron. Ia harus menyebe-

rangi sungai ini untuk pergi ke Bukit Zaitun. Perhatian tentang 

hal ini menunjukkan adanya sesuatu yang penting di dalam-

nya, yaitu: 

(1) Nubuat Daud tentang Sang Mesias (Mzm. 110:7), bahwa Ia 

akan minum dari sungai di tepi jalan, yaitu sungai penderi-

taan di tengah perjalanan menuju kemuliaan-Nya dan ke-

selamatan kita. Hal ini dilambangkan oleh sungai Kidron, 

sungai yang hitam, yang dinamakan demikian sebab  kege-

lapan yang meliputi lembah tempat sungai itu mengalir 

atau sebab  warna air sungai yang tercemar oleh limbah 

dari kota itu. Air sungai seperti itulah yang diminum 

Kristus saat  menempuh perjalanan untuk menebus kita, 

dan oleh sebab itu Ia mengangkat kepala, kepala-Nya sen-

diri dan juga kepala kita. 

(2) Teladan Daud sebagai lambang Sang Mesias. Dalam pelari-

annya dari Absalom, perhatian khusus diberikan pada 

penyeberangan Daud melintasi sungai Kidron dan pendaki-

annya menuju Bukit Zaitun sambil menangis. Seluruh rak-

yat yang bersama-sama dengannya juga turut menangis 

(2Sam. 15:23, 30). Anak Daud, yang diusir keluar oleh 

orang-orang Yahudi yang menentang-Nya, yang tidak suka 

Ia menjadi raja mereka (dan Yudas, seperti Ahitofel, juga 

bersekongkol melawan Dia), menyeberangi sungai itu da-

lam keadaan hina dina, didampingi sekawanan peratap 

yang benar-benar berkabung. Raja-raja Yehuda yang saleh 

telah membakar dan menghancurkan berhala-berhala yang 

mereka temukan di Lembah Kidron, seperti Asa (2Taw. 

15:16), Hizkia (2Taw. 30:14), dan Yosia (2Raj. 23:4, 6). Ke 

dalam lembah itulah semua yang sangat buruk dan rusak 

dibuang. Kristus, yang sekarang dibuat-Nya menjadi dosa 

sebab  kita, supaya dapat menghapuskan dan menanggung 

dosa kita, memulai kesengsaraan-Nya di tepi sungai yang 

sama. Bukit Zaitun, tempat Kristus memulai penderitaan-

Nya, terletak di sisi timur Yerusalem, sedangkan Bukit Gol-

gota, tempat Ia mengakhiri penderitaan-Nya, terletak di sisi 

Barat. Ke tempat-tempat inilah Ia mengarahkan pandang-

an-Nya, sebab  banyak orang akan datang dari Timur dan 

Barat. 

4. Bahwa Ia masuk ke sebuah taman. Keadaan ini hanya diper-

hatikan oleh penulis Injil ini, yaitu bahwa penderitaan Kristus 

dimulai di sebuah taman. Di taman Eden-lah dosa dimulai. Di 

sanalah kutuk itu dinyatakan, dan di sana jugalah Juruse-

lamat itu dijanjikan. Oleh sebab  itu, di dalam sebuah taman, 

keturunan yang dijanjikan itu memulai pertempuran melawan 

si ular tua itu. Kristus juga dikuburkan di sebuah taman. 

(1) Marilah kita, saat  berjalan di taman kita masing-masing, 

mengambil kesempatan untuk merenungkan penderitaan 

Kristus di sebuah taman. Oleh semua penderitaan-Nya itu-

lah kita beroleh kesenangan di dalam taman-taman kita. 

Oleh penderitaan-Nya itulah kutuk terhadap tanah ini di-

hapuskan demi kepentingan umat manusia. 

(2) saat  kita sedang berada di tengah-tengah kekayaan dan 

kenikmatan, kita harus tetap berjaga-jaga akan datangnya 

kesukaran, sebab  taman-taman sukacita kita terletak di 

dalam lembah air mata. 

5. Bahwa Ia pergi bersama murid-murid-Nya, 

(1) sebab  Ia sudah terbiasa mengajak mereka bersama-sama 

bila Ia mengundurkan diri untuk berdoa.  

(2) Mereka harus menjadi saksi atas semua penderitaan-Nya, 

dan atas kesabaran-Nya dalam menanggung penderitaan 

itu. Dengan begitu mereka dapat memiliki keyakinan yang 

lebih teguh dan kasih yang lebih besar saat  memberita-

kan penderitaan-Nya kepada dunia ini (Luk. 24:48). Selain 

itu, semuanya ini juga mempersiapkan mereka untuk 

menghadapi penderitaan.  

(3) Ia akan membawa mereka ke dalam bahaya untuk menun-

jukkan kepada mereka bahwa mereka lemah, meskipun 

mereka telah mengucapkan janji setia kepada-Nya. Adaka-

lanya Kristus membawa umat-Nya ke dalam berbagai kesu-

litan supaya Ia dapat lebih lagi mempermuliakan diri-Nya 

melalui pembebasan mereka.  

6. Bahwa Yudas, si pengkhianat, mengetahui tempat itu. Ia me-

ngenal tempat itu sebagai tempat di mana Kristus biasa meng-

undurkan diri dari orang banyak. Mungkin juga melalui bebe-

rapa perkataan Kristus, ia tahu bahwa Kristus bermaksud ke 

sana pada malam itu, sebab  Ia menginginkan tempat me-

nyendiri yang lebih baik. Taman yang sunyi merupakan tem-

pat yang tepat untuk merenung dan berdoa. Lagi pula, sesudah  

merayakan Paskah, itulah saat yang tepat untuk menyendiri 

guna melakukan ibadah pribadi. Dengan demikian kita dapat 

mendoakan segala kesan yang tertanam dalam hati kita dan 

membaharui janji-janji kita, serta meneguhkannya. Pengeta-

huan Yudas akan tempat itu sengaja disebutkan di sini, 

(1) Untuk memperparah lagi dosa Yudas, bahwa ia mau juga 

menyerahkan Gurunya, meskipun memiliki hubungan yang 

akrab dengan-Nya. Terlebih lagi, bahwa dia mau meman-

faatkan hubungan akrabnya dengan Kristus sebagai pe-

luang untuk menyerahkan Dia. Akal sehat akan mengecam 

perbuatan rendah demikian. Dengan demikian agama ku-

dus Kristus telah terluka di rumah sahabat-sahabat-Nya 

sendiri, sebab  memang tidak mungkin agama itu dilukai 

di tempat lain selain di tempatnya sendiri. Orang murtad 

tidak akan menjadi begitu najis, seandainya dia bukan se-

orang percaya. Orang tidak akan begitu mempermalukan 

Kitab Suci dan ketetapan Tuhan, seandainya ia belum per-

nah mengenalnya.  

(2) Untuk mengagungkan kasih Kristus. Meskipun tahu di 

mana si pengkhianat itu akan mencari-Nya, Ia justru pergi 

ke sana agar dapat ditemukan orang itu, sebab  sekarang 

Ia tahu bahwa saatnya telah tiba. Dengan demikian Ia me-

nunjukkan bahwa Ia bersedia menderita dan mati untuk 

kita. Apa yang Ia lakukan bukanlah sebab  paksaan, me-

lainkan dengan persetujuan-Nya. Meskipun sebagai manu-

sia Ia berkata, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini 

lalu daripada-Ku, namun sebagai Sang Pengantara, Ia ber-

kata, “Sungguh, Aku datang, Aku datang dengan kehendak 

yang baik.” Hari telah larut malam (mungkin sekitar pukul 

delapan atau sembilan malam) saat  Kristus pergi ke ta-

man itu, sebab  melakukan kehendak Dia yang mengutus-

Nya, bukan saja menjadi makanan dan minuman-Nya, 

namun  juga jam istirahat dan tidur-Nya. saat  orang lain 

pergi tidur, Ia pergi berdoa, pergi untuk menderita.  

II. sesudah  Yesus, yang memimpin kita kepada keselamatan, masuk di 

medan laga, musuh segera tiba di tempat itu dan menyerang-Nya 

(ay. 3). Yudas dan orang-orangnya datang ke sana. Mereka di-

perintahkan oleh imam-imam kepala, khususnya mereka yang 

termasuk golongan Farisi, yang menjadi musuh besar Kristus. 

Penulis Injil ini tidak menyinggung kejadian kesengsaraan Kris-

tus, sebab ketiga penulis lainnya telah menuturkannya secara 

lengkap. Ia langsung bertutur tentang Yudas dan orang banyak 

yang menyertai dia saat menangkap Kristus. Amatilah di sini, 

1. Orang-orang yang dipakai dalam tindakan ini – Sepasukan 

prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh 

imam-imam kepala, datang bersama Yudas. 

(1) Banyak orang dikerahkan di sini untuk melawan Kristus – 

sepasukan prajurit, speira – satu divisi, sepasukan prajurit 

Romawi, yang diperkirakan berjumlah lima ratus orang, 

sementara ada juga yang menduga sampai seribu orang. 

Sahabat-sahabat Kristus hanya sedikit jumlahnya, sedang-

kan musuh-Nya banyak. Oleh sebab  itu, janganlah kita 

turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan 

janganlah takut kepada orang banyak yang merancangkan 

kejahatan terhadap kita, jika Allah di pihak kita.  

(2) Yang datang di sini yaitu  campuran orang banyak, yakni 

orang-orang bukan-Yahudi para prajurit Romawi, satuan 

khusus pengawal yang ditempatkan di menara Antonia un-

tuk mengendalikan kota, dan penjaga-penjaga Bait Allah 

yang disuruh oleh imam-imam kepala, hypēretas. Baik pela-

yan-pelayan rumah mereka maupun penjaga-penjaga is-

tana yaitu  orang-orang Yahudi. Sebenarnya kedua go-

longan ini saling berseteru, namun di sini mereka bersatu 

untuk melawan Kristus, yang datang untuk memperdamai-

kan keduanya, dalam satu tubuh, dengan Allah.  

(3) Orang banyak ini yaitu  orang-orang suruhan, bukan 

huru hara rakyat. Sama sekali bukan massa, sebab  mere-

ka ini menerima perintah dari imam-imam kepala. Imam-

imam kepala inilah yang telah melaporkan Yesus kepada 

wali negeri dan mengatakan bahwa Yesus orang yang sa-

ngat berbahaya. Kemungkinannya mereka mendapat ja-

minan dari wali negeri untuk menangkap Dia, sebab mere-

ka takut kepada orang banyak. Lihatlah, seperti apa mu-

suh-musuh yang dihadapi dan akan dihadapi Kristus dan 

Injil itu. Mereka tampak banyak dan kuat, dan sebab  itu 

sangat menggetarkan. Kekuasaan pemuka agama dan ne-

gara bergabung menjadi satu melawan Kristus dan Injil 

(Mzm.2:1-2). Kristus berkata bahwa hal seperti itu akan 

terjadi (Mat. 10:18), dan ternyata memang terjadi. 

(4) Semua ada di bawah petunjuk Yudas. Dialah yang mene-

rima sepasukan prajurit ini. Mungkin ia memang meminta-

nya, sambil menegaskan perlunya mengerahkan pasukan 

yang kuat. Ia begitu ingin mendapat kehormatan menjadi 

kepala pasukan dalam penyergapan ini, sebab  ia begitu 

tamak akan upah perbuatan-perbuatan jahat. Ia memba-

yangkan betapa senangnya beralih kedudukan dari barisan 

belakang dua belas orang hina dan sekarang berada di ba-

risan terdepan sebagai pemimpin ratusan orang menakut-

kan ini. Belum pernah ia menjadi tokoh seperti ini, dan 

mungkin ia berjanji kepada diri sendiri, bahwa ini tidak 

boleh yang terakhir. Ia harus dihadiahi pangkat kapten 

atau yang lebih tinggi lagi jika berhasil baik dalam upaya 

ini.  

2. Persiapan yang mereka lakukan untuk melancarkan serangan 

ini. Mereka datang lengkap dengan lentera, suluh dan senjata. 

(1) Meskipun mereka bisa memanfaatkan terang dari cahaya 

bulan, mereka masih merasa memerlukan berbagai cahaya 

tambahan ini, untuk berjaga-jaga seandainya Kristus ber-

sembunyi. Adam yang kedua, tidak seperti Adam yang 

pertama, tidak akan menyembunyikan diri di antara pohon-

pohonan dalam taman sebab  rasa takut ataupun malu. 

Alangkah bodohnya mencari Sang Surya dengan menyala-

kan sebatang lilin.  

(2) Jika Ia melawan, mereka dapat menggunakan senjata-sen-

jata mereka. Senjata perjuangan-Nya yaitu  senjata rohani, 

dan dengan senjata-senjata inilah Ia sering mengalahkan 

mereka serta membuat mereka bungkam. sebab  itulah 

mereka sekarang berpaling dengan mengandalkan senjata-

senjata lain, yaitu pedang dan pentung. 

III. Yesus Tuhan kita memukul mundur serangan pertama musuh 

dengan gilang-gemilang (ay. 4-6). Amatilah di sini, 

1. Cara Ia menyambut mereka dengan luar biasa lembut dan te-

nangnya.  

(1) Ia menyapa mereka dengan pertanyaan yang sangat lembut 

dan ramah (ay. 4). sebab  Yesus tahu semua yang akan 

menimpa diri-Nya, Ia sama sekali tidak terkejut melihat 

tanda bahaya ini. Ia melangkah maju ke depan untuk me-

nemui mereka. Seolah-olah Ia sama sekali tidak merasa 

terganggu. Dengan lembut Ia bertanya, “Siapakah yang 

kamu cari? Ada apa? Apa arti semua keributan di malam 

yang larut ini?”  

Lihatlah di sini: 

[1] Kristus telah mengetahui penderitaan-Nya terlebih da-

hulu. Ia tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, kare-

na Ia telah berikrar untuk menanggung semuanya itu. 

Jika kita tidak memiliki kekuatan seperti yang dimiliki 

Kristus untuk menanggung apa yang telah kita ketahui, 

janganlah ingin tahu tentang apa yang akan datang 

menimpa kita, sebab  itu hanya akan membuat kita 

terus berpikir mengenai kepedihan kita. Kesusahan se-

hari cukuplah untuk sehari. Namun, memang baik juga 

bagi kita untuk berjaga-jaga menghadapi penderitaan, 

supaya jika   penderitaan itu datang, kita dapat ber-

kata, “Ini hanyalah penderitaan yang telah kami per-

kirakan, biaya yang telah kami anggarkan sebelumnya.” 

[2] Kesiapsediaan Kristus menghadapi penderitaan-Nya. Ia 

tidak melarikan diri dari penderitaan itu. Sebaliknya, Ia 

justru pergi menyongsongnya, mengulurkan tangan 

untuk meraih cawan pahit itu. saat  orang banyak 

dengan paksa ingin memahkotai dan mengangkat-Nya 

sebagai raja di Galilea, Ia mengundurkan diri dan ber-

sembunyi (6:15). namun , saat  mereka datang untuk 

memaksa-Nya menuju salib, Ia malah menyerahkan 

diri, sebab  Ia memang datang ke dunia ini untuk men-

derita dan pergi untuk memerintah di kehidupan yang 

akan datang. Ini tidak berarti bahwa kita boleh mener-

junkan diri begitu saja ke dalam kesulitan tanpa tujuan 

jelas, sebab  kita tidak tahu kapan saat kita tiba. Seba-

liknya, kita dipanggil untuk menderita saat  memang 

sudah tidak ada jalan lagi untuk menghindarinya, yang 

bukan diakibatkan oleh dosa. Bilamana hal seperti ini 

terjadi, biarlah hal ini tidak membuat kita gentar, sebab  

semua ini tidak dapat menyakiti kita. 

(2) Ia menjawab mereka dengan sangat tenang dan lembut ke-

tika mereka memberi tahu siapa yang mereka cari (ay. 5). 

Mereka menjawab, Yesus dari Nazaret. Dan Ia berkata, 

Akulah Dia. 

[1] Tampaknya, ada sesuatu yang menghalangi mata mere-

ka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Sangat-

lah mungkin bahwa banyak orang dari antara para pra-

jurit Romawi ini, setidaknya para penjaga Bait Allah, 

telah sering melihat Dia, meskipun hanya untuk me-

muaskan rasa ingin tahu mereka belaka. Lagi pula, 

pastilah bahwa Yudas sudah sangat mengenal Dia. Na-

mun, tidak seorang pun dari mereka yang bisa meng-

akui dan berkata, Engkaulah orang yang kami cari. De-

ngan demikian Ia menunjukkan kebodohan mereka da-

lam hal membawa-bawa lentera dan suluh, sebab  Ia 

sanggup membuat mereka tidak mengenali-Nya saat  

melihat Dia. Dalam hal ini, Ia juga menunjukkan ke-

pada kita, betapa mudahnya Ia mengacaukan rencana 

musuh-musuh-Nya dan membuat mereka hilang akal 

saat  sedang berusaha berbuat kejahatan.  

[2] Dalam pencarian mereka, mereka menyebut Dia Yesus 

dari Nazaret, satu-satunya julukan yang mereka kenal 

tentang diri-Nya, atau mungkin juga itulah yang dipe-

rintahkan kepada mereka. Nama ini yaitu  nama untuk 

merendahkan Dia, untuk mengaburkan bukti keberada-

an-Nya sebagai Mesias. Dengan sebutan ini, tampaklah 

bahwa mereka tidak mengenal Dia, tidak tahu dari 

mana asal-Nya. sebab  jika mereka sungguh-sungguh 

mengenal Dia, mereka tentunya tidak akan menganiaya 

Dia.  

[3] Ia menjawab mereka dengan jujur: Akulah Dia. Ia tidak 

mengambil keuntungan dari kebutaan mereka, seperti 

yang dilakukan Elisa terhadap orang-orang Aram de-

ngan berkata, Bukan ini jalannya dan bukan ini kota-

nya. Sebaliknya, Ia malah menjadikan kesempatan ter-

sebut sebagai peluang guna menunjukkan kesediaan-

Nya untuk menderita. Meskipun mereka menyebut Dia 

Yesus dari Nazaret, Ia memberi jawab juga pada nama 

itu, sebab  Ia memandang rendah penghinaan itu. Ia 

bisa saja berkata, Aku bukan Dia, sebab  Ia yaitu  

Yesus dari Betlehem. Namun, Ia sama sekali tidak mau 

bersilat lidah seperti itu. Dengan ini Ia mengajar kita 

untuk mengakui Dia, berapa pun harga yang harus kita 

bayar. Kita tidak boleh merasa malu sebab  Dia atau 

perkataan-Nya, bahkan sebaliknya dalam masa-masa 

sulit pun kita harus tetap mengakui Kristus yang disa-

libkan dan berjuang seperti laki-laki di bawah panji-

panji-Nya. Akulah Dia, Egō eimi – Akulah Dia, yaitu  

nama yang mulia dari Allah yang Kudus (Kel. 3:14), dan 

kehormatan nama itulah yang dipertaruhkan dengan 

semestinya oleh Yesus Yang Terberkati itu. 

[4] Perhatian khusus, dalam kalimat tambahan, dicatatkan 

di sini bahwa Yudas berdiri juga di situ bersama-sama 

mereka. Ia yang biasa berdiri bersama orang-orang yang 

mengikuti Kristus, sekarang berdiri bersama mereka 

yang melawan Dia. Hal ini menggambarkan adanya ke-

murtadan. Ia seorang yang bermuka dua, suka meng-

ubah pendiriannya. Ia telah menggiring dirinya sendiri 

bersama mereka yang telah menawan hatinya, dan ber-

sama mereka jugalah ia akan menerima nasibnya pada 

hari penghakiman. Hal ini disebutkan di sini,  

Pertama, untuk menunjukkan kekurangajaran Yu-

das.  Tentunya orang akan bertanya-tanya, dari mana ia 

memperoleh keyakinan untuk berhadapan dengan 

Gurunya sekarang, dan sama sekali tidak merasa malu 

dan tidak mengenal nodanya. Iblis telah memberi  

dahi perempuan sundal di dalam hatinya.  

Kedua, untuk menunjukkan bahwa secara khusus 

Yudaslah yang dibidik oleh kuasa yang menyertai per-

kataan Akulah Dia, untuk menggagalkan upaya penye-

rang-penyerang itu. Ini seperti sebuah anak panah yang 

ditujukan langsung ke hati nurani si pengkhianat dan 

yang menembus dengan cepat. sebab  kedatangan 

Kristus dan suara-Nya akan terdengar lebih mengerikan 

bagi orang-orang yang murtad dan para pengkhianat 

daripada bagi orang-orang berdosa dari tingkatan lain-

nya. 

2. Lihatlah betapa Ia membuat mereka merasa ngeri dan memak-

sa mereka mundur (ay. 6): Mundurlah mereka, dan seperti 

orang tersambar petir, mereka jatuh ke tanah. Tampaknya, me-

reka tidak jatuh tertelungkup, seperti orang merendahkan diri 

dan menyerah di hadapan-Nya, namun  terpelanting ke bela-

kang. Jadi Kristus dinyatakan sebagai lebih daripada manusia 

biasa, bahkan saat  Ia diinjak-injak seperti seekor ulat dan 

bukan orang. Perkataan ini, “Akulah Dia,” telah memulihkan 

dan membangkitkan kembali semangat murid-murid-Nya (Mat. 

14:27). namun , perkataan yang sama justru memukul jatuh 

musuh-musuh-Nya. Melalui hal ini Ia menunjukkan dengan 

jelas, 

(1) Betapa Ia mampu melakukan apa saja terhadap mereka. 

saat  Ia menjatuhkan mereka, bisa saja Ia memukul me-

reka sampai mati. saat  Ia menjatuhkan mereka ke tanah 

dengan perkataan-Nya, bisa saja Ia memerintahkan ke 

neraka, dan mengirim ke sana, seperti Korah dan semua 

orang yang ada padanya. namun  Ia tidak mau berbuat 

seperti itu, 

[1] sebab  saat penderitaan-Nya telah tiba, dan Ia tidak 

akan mengabaikannya. Ia hanya ingin menunjukkan 

bahwa nyawa-Nya tidak akan dapat dirampas dengan 

paksa dari-Nya, namun  Ia menyerahkan nyawa-Nya sen-

diri, seperti yang telah Ia katakan.  

[2] sebab  Ia ingin memberi contoh tentang kesabaran-Nya 

dalam menghadapi kejahatan manusia. Ia hendak mem-

beri contoh tentang kasih-Nya yang penuh dengan rasa 

belas kasihan bagi musuh-musuh-Nya. Dengan meng-

hantam mereka jatuh, dan tidak lebih dari itu, Ia me-

manggil dan memberi kesempatan kepada mereka un-

tuk bertobat. namun  hati mereka tetap degil, dan semua-

nya sia-sia saja. 

(2) Apa yang pada akhirnya akan Ia lakukan terhadap semua 

musuh-Nya yang kepala batu. Bahwa mereka yang tidak 

bertobat untuk memuliakan Dia, akan lari, dan jatuh di ha-

dapan-Nya. Sekarang ayat Kitab Suci dalam Mazmur 21:13 

telah digenapi, Engkau akan membuat mereka melarikan 

diri, dan juga dalam Mazmur 20:9. Kebenaran ini akan 

terus digenapi, dengan nafas mulut-Nya, Ia akan memus-

nahkan si pendurhaka (2Tes. 2:8; Why. 19:21). Quid judi-

caturus faciet, qui judicandus hoc facit? – Bagaimana jadi-

nya nanti bila Ia datang untuk menghakimi, sebab  saat  

datang untuk dihakimi saja Ia sudah melakukan hal-hal 

seperti ini – Augustinus. 

IV. sesudah  memukul mundur musuh-musuh-Nya, Ia memberi perlin-

dungan bagi sahabat-sahabat-Nya. Dan hal ini juga dilakukan-

Nya dengan Firman-Nya (ay. 7-9). Dalam kejadian ini  kita 

dapat mengamati, 

1. Bagaimana Ia terus menghadapi kemarahan mereka (ay. 7). 

Mereka tidak terbaring lama di tempat mereka jatuh, namun  

bangkit kembali, dengan izin ilahi. Hanya di dunia yang lain 

sajalah hukuman Allah bersifat kekal. Saat mereka jatuh, 

orang mungkin menduga bahwa Kristus akan melarikan diri, 

dan saat  mereka bangkit kembali, orang menduga bahwa 

mereka akan membatalkan pencarian mereka. Namun, kita 

masih mendapati, 

(1) Mereka masih tetap saja bernafsu untuk menangkap Dia 

seperti pada awalnya. Masih dalam keadaan agak bingung 

dan kacau mereka menjadi sadar. Mereka tidak dapat 

membayangkan apa yang telah menjatuhkan mereka, 

mengapa mereka tidak dapat tetap teguh berdiri. Mereka 

lebih mengaitkan kejadian itu dengan sesuatu yang lain, 

bukan dengan kuasa Kristus. Perhatikanlah, ada banyak 

hati sangat mengeras di dalam dosa sampai tidak ada lagi 

yang bisa mengurangi dan menundukkan kekerasan hati 

itu. 

(2) Ia tetap bersedia untuk ditangkap seperti semula. saat  

mereka jatuh di hadapan-Nya, Ia tidak mengolok-olok me-

reka, namun  memandang mereka sebagai orang-orang yang 

kebingungan, dan menanyakan pertanyaan yang sama, “Si-

apakah yang kamu cari?” Dan mereka memberi  jawab-

an yang sama, “Yesus dari Nazaret.” saat  mengulangi 

pertanyaan itu, tampaknya Ia berusaha lebih mendekati 

hati nurani mereka: ”Tahukah kamu siapa yang kamu cari? 

Tidak sadarkah kamu bahwa kamu sedang melakukan 

kekeliruan, dan mengapa kamu mau saja ikut melibatkan 

diri? Tidakkah kamu merasa cukup dengan kejadian tadi, 

dan masih mau mencoba masalah lain lagi? Pernahkah 

orang yang tetap mengeraskan hati melawan Allah akan 

tetap berhasil?” Dengan memberi  jawaban yang sama, 

mereka menunjukkan ketegaran hati mereka dalam jalan 

mereka yang sesat. Mereka masih saja menyebut Dia Yesus 

dari Nazaret, dengan rasa hina seperti sebelumnya. Dan 

Yudas juga tetap sama lalimnya seperti mereka. Sebab itu, 

baiklah kita waspada dengan langkah-langkah kecil kita di 

jalan yang berdosa, supaya jangan ada di antara kita yang 

menjadi tegar hati sebab  tipu daya dosa. 

2. Bagaimana Ia berusaha melindungi murid-murid-Nya dari 

amarah mereka. Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk me-

lindungi para pengikut-Nya. saat  memperlihatkan keberani-

an-Nya dengan menunjuk diri-Nya sendiri, “Telah Kukatakan 

kepadamu, Akulah Dia, Ia menunjukkan bahwa Ia peduli de-

ngan murid-murid-Nya, biarkanlah mereka ini pergi.” Ia ber-

kata demikian sebagai sebuah perintah kepada orang-orang 

yang hendak menangkap Dia itu, bukan untuk minta persetu-

juan mereka. sebab  mereka berada di bawah belas kasihan-

Nya, bukan Dia yang berada di bawah mereka. Ia menyuruh 

mereka sebagai orang yang berkuasa: “Biarkanlah mereka ini 

pergi, kamu dalam masalah jika berurusan dengan mereka.” 

Perkataan ini memperberat dosa murid-murid yang meninggal-

kan Dia, khususnya Petrus yang menyangkal Dia, sebab  mes-

kipun Kristus telah memberi  mereka jalan ini, atau jamin-

an perlindungan, mereka tidak memiliki cukup iman dan ke-

beranian untuk mengandalkan janji-Nya ini, dan malah me-

nempuh cara yang rendah dan mengasihani diri untuk men-

cari keselamatan sendiri. saat  Kristus berkata, biarkanlah 

mereka ini pergi, Ia bermaksud: 

(1) Untuk menunjukkan kepedulian-Nya bahwa Ia sungguh 

mengasihi murid-murid-Nya. saat  Ia membuka diri untuk 

menghadapi bahaya, Ia memaafkan mereka sebab  mereka 

belum cukup layak untuk menderita. Iman mereka masih 

lemah, semangat mereka rendah, begitu juga halnya de-

ngan jiwa mereka. Nyawa mereka sangat berharga untuk 

dikorbankan dalam penderitaan sekarang ini. Anggur yang 

baru tidak boleh disimpan dalam kantong kulit yang tua. 

Dan, selain itu, masih ada pekerjaan lain yang harus mere-

ka kerjakan. Mereka harus pergi menjalani jalan mereka, 

sebab mereka harus pergi ke seluruh dunia, untuk mem-

beritakan Injil. Janganlah musnahkan mereka, sebab masih 

ada berkat di dalam mereka. Nah, dengan ini, 

[1] Kristus membesarkan hati kita untuk tetap mengikut 

Dia. sebab , meskipun Ia mengizinkan banyak penderi-

taan, Ia mempertimbangkan seperti apa kita ini. Ia akan 

menetapkan saat penderitaan kita dengan bijaksana, 

menyesuaikannya dengan kekuatan kita, dan akan me-

nyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan, baik 

untuk keluar dari penderitaan itu, maupun untuk mele-

wati penderitaan itu.  

[2] Ia memberi kita teladan yang baik bagaimana kita harus 

mengasihi saudara-saudara kita dan memedulikan ke-

sejahteraan mereka juga. Kita tidak boleh memikirkan 

kenyamanan dan keamanan kita sendiri, namun  memi-

kirkan kepentingan orang lain juga, dan malah dalam 

beberapa hal, kita harus lebih mendahulukan kepen-

tingan orang lain daripada kepentingan kita sendiri. Ada 

kasih yang dipenuhi kemurahan hati dan jiwa kepahla-

wanan, yang memberi kita kemampuan untuk menye-

rahkan nyawa bagi saudara-saudara kita (1Yoh. 3:16). 

(2) Yesus ingin memberi  contoh tentang apa yang Dia ker-

jakan sebagai Pengantara. saat  Ia menyerahkan diri-Nya 

untuk menderita dan mati, maksudnya yaitu  supaya kita 

dapat membebaskan diri. Ia menjadi antipsychos kita – 

orang yang menderita menggantikan kita. saat  berkata, 

Sungguh, Aku datang, Ia juga berkata, biarkanlah mereka 

ini pergi. Sama seperti domba jantan yang dipersembahkan 

sebagai pengganti Ishak. 

3. Sekarang, dengan ini Ia menegaskan perkataan yang telah di-

sampaikan-Nya belum lama ini (17:12), Mereka yang telah 

Engkau berikan kepada-Ku, tidak ada seorang pun yang bina-

sa. Khususnya, dengan menggenapi perkataan ini, Kristus 

memberi  jaminan bahwa perkataan-Nya itu juga akan dige-

napi sepenuhnya, bukan hanya untuk mereka yang pada saat 

itu bersama Dia, namun  juga untuk semua orang yang percaya 

kepada-Nya melalui Firman yang mereka beritakan. Meskipun 

pemeliharaan Kristus atas mereka khususnya dimaksudkan 

sebagai perlindungan terhadap jiwa mereka dari dosa dan 

kemurtadan, di sini hal itu diartikan juga sebagai perlindung-

an terhadap kehidupan jasmani mereka, sebab tubuh juga 

menjadi bagian dari tanggung jawab dan perhatian Kristus. Ia 

akan membangkitkan tubuh itu pada akhir zaman, dan sebab  

itu Ia juga akan memelihara tubuh itu sendiri bersama jiwa 

dan roh (1Tes. 5:23; 2Tim. 4:17-18). Kristus akan memelihara 

kehidupan jasmani untuk maksud pelayanan yang telah diren-

canakan baginya. Tubuh diberikan kepada-Nya untuk diguna-

kan oleh-Nya, dan Ia tidak akan kehilangan pelayanan dari 

tubuh itu, namun  akan ditinggikan di dalamnya, baik melalui 

kehidupan maupun kematian. Tubuh jasmani akan tetap hidup 

selama masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. Saksi-

saksi Kristus tidak akan mati sampai semuanya telah memberi 

kesaksian mereka. namun  ini belumlah semuanya, perlindung-

an kepada para murid itu lebih cenderung bersifat perlindung-

an rohani. Sekarang mereka begitu lemah dalam iman dan 

keteguhan hati, sehingga kalau mereka turut menderita pada 

saat itu, besar kemungkinan mereka akan mempermalukan 

diri sendiri dan Guru mereka, dan beberapa dari mereka, seti-

daknya yang terlemah, mungkin akan hilang. Oleh sebab  itu, 

supaya jangan sampai kehilangan seorang pun, Ia tidak mau 

membiarkan mereka menghadapi bahaya. Keamanan dan per-

lindungan bagi orang-orang kudus bukan hanya bergantung 

pada anugerah ilahi yang menyesuaikan tingkat kekuatan dari 

pencobaan itu, namun  pada pemeliharaan ilahi dalam menye-

suaikan pencobaan itu dengan tingkat kekuatan mereka. 

V. sesudah  memberi  perlindungan bagi murid-Nya, Ia menegur 

dengan keras tindakan gegabah atau kesembronoan salah seorang 

murid-Nya dan melarang para pengikut-Nya untuk melakukan 

kekerasan, seperti halnya Ia sendiri juga menolak kekerasan yang 

dilakukan para penganiaya-Nya (ay. 10-11). Dalam ayat-ayat ter-

sebut kita temukan, 

1. Tindakan sembrono yang dilakukan Petrus. Ia memiliki sebilah 

pedang. Tampaknya, tidak mungkin sebagai seorang laki-laki 

pemberani ia membawa-bawa pedang ke mana-mana, namun  

memang di antara mereka ada dua bilah pedang (Luk. 22:38). 

Dan Petrus yang dipercaya untuk menyandang salah satunya, 

sekarang menghunusnya. Ia mengira bahwa sekaranglah saat 

untuk menggunakannya, dan ia menetakkannya kepada ham-

ba Imam Besar, yaitu orang yang mungkin berada di barisan 

paling depan. Boleh jadi orang inilah yang ditujunya. Ia hen-

dak memenggal kepala orang itu, namun  luput, dan hanya me-

mutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu pun dicatat, 

untuk lebih menambah kepastian kebenaran kisah ini. Nama-

nya Malkhus, atau Malukh (Neh. 10:4). 

(1) Di sini kita harus mengakui niat baik Petrus. Ia memiliki 

semangat yang tulus untuk Gurunya, meskipun sekarang 

ia ternyata salah arah. Belum lama ia berjanji hendak 

mempertaruhkan nyawanya untuk Kristus, dan sekarang ia 

ingin menepatinya. Mungkin ia merasa gusar melihat 

Yudas memimpin rombongan ini. Kerendahan budi Yudas 

ini membangkitkan keberanian Petrus, dan sebab  itu saya 

yakin saat  menghunus pedang, ia mungkin sungguh 

menginginkan kepala si pengkhianat itu. 

(2) Namun, kita juga harus mengakui kelakuan Petrus yang ja-

hat. Meskipun niat baiknya memang dapat dijadikan alas-

an, hal itu tidak dapat membenarkan dirinya. 

[1] Ia tidak menerima perintah dari Gurunya atas apa yang 

Ia lakukan. Para prajurit Kristus harus selalu siap me-

nunggu perintah, dan bukan mendahuluinya. Sebelum 

menyongsong penderitaan, terlebih dahulu mereka ha-

rus mengenal penderitaan itu dengan jelas, supaya alas-

an dan panggilan mereka untuk menderita juga jelas.  

[2] Ia melanggar tugas yang hanya boleh dilakukan Kristus 

dan melawan kuasa-kuasa yang ada. Sesuatu yang ti-

dak pernah disetujui Kristus, bahkan sesuatu yang sa-

ngat dilarang-Nya (Mat. 5:39), Janganlah kamu mela-

wan orang yang berbuat jahat kepadamu.  

[3] Ia menentang penderitaan Gurunya. Meskipun ia telah 

melanggarnya satu kali, ia masih juga mengulanginya. 

Sebelum itu ia pernah berkata, Guru, kasihanilah diri-

Mu sendiri, kiranya Allah menjauhkan hal itu dari-Mu, 

walaupun Kristus telah berkata kepadanya bahwa Ia 

harus dan akan menderita, dan bahwa saat-Nya seka-

rang telah tiba. Dengan demikian, meskipun tampaknya 

ia berjuang untuk Kristus, sebenarnya ia justru sedang 

melawan Dia. 

[4] Ia merusak persetujuan penyerahan bersyarat yang 

baru saja dibuat Gurunya dengan musuh. saat  Ia ber-

kata, biarkanlah mereka ini pergi, Ia bukan hanya ber-

maksud untuk mencari keselamatan bagi mereka, namun  

juga supaya mereka bertindak baik-baik, supaya mere-

ka pergi dengan damai. Petrus mendengar perkataan 

ini, namun tidak mau terikat dengannya. Kadang-ka-

dang kita bersalah akibat dosa kepengecutan kita, yaitu 

tidak tampil saat  dipanggil untuk itu. Demikian juga, 

kita kadang-kadang bersalah akibat dosa keberanian 

kita, yaitu tidak mau mundur saat  disuruh untuk 

mundur. 

[5] Dengan bodoh ia membahayakan diri sendiri dan mu-

rid-murid lainnya terhadap amukan orang-orang yang 

dipenuhi amarah ini. Seandainya ia berhasil meman-

cung kepala Malkhus dan bukan cuma memutuskan te-

linganya saja, kita dapat menduga apa yang bakal ter-

jadi. Para prajurit pasti akan menyerang semua murid 

dan mencincang mereka, dan menuduh Kristus tidak 

lebih baik daripada Barabas. Demikianlah banyak orang 

yang berbuat salah dengan melakukan tindakan bunuh 

diri sebab  semangat membela diri.  

[6] Sesudah kejadian ini, Petrus begitu cepat bertindak se-

bagai pengecut (dengan menyangkali Gurunya), hingga 

kita mempunyai alasan untuk berpikir bahwa dia tidak 

akan bertindak seperti ini seandainya menyaksikan 

Gurunya merobohkan mereka ke tanah, dan selanjut-

nya ia dapat membereskan mereka. Namun, saat  ia 

melihat Gurunya menyerahkan Diri, keberaniannya pun 

runtuh. Padahal, seorang pahlawan Kristen yang sejati 

akan tetap tampil membela perkara Kristus. Bukan ha-

nya saat  berada di atas angin, namun  juga saat  ke-

adaan menjadi tidak menguntungkan. Ia akan tetap 

berada di pihak yang benar, meskipun pihak itu bukan 

pihak yang menguntungkan. 

(3) Kita harus mengakui campur tangan pemeliharaan Allah 

dalam mengarahkan serangan pedang Petrus (sehingga 

tidak menimbulkan lebih banyak korban yang tewas, namun  

hanya memutus telinga Malkhus. Sekadar meninggalkan 

bekas dan tidak membunuhnya). Pemeliharaan Allah ini 

juga memberi kesempatan kepada Kristus untuk menun-

jukkan kuasa dan kebaikan-Nya dalam menyembuhkan 

orang yang terluka (Luk. 22:51). Demikianlah, bahaya aki-

bat mengabaikan teguran Kristus terbukti berubah menjadi 

kesempatan yang berakibat lebih baik bagi kemuliaan-Nya, 

bahkan di antara musuh-musuh-Nya. 

2. Peringatan yang diberikan Sang Guru kepada Petrus (ay. 11): 

Sarungkan pedangmu itu. Peringatan ini berupa teguran yang 

lembut, sebab  Ia tahu bahwa semangat Petrus yang berlebih-

anlah yang mendorongnya melakukan tindakan yang tidak 

bijaksana. Kristus tidak memperbesar masalah ini. Ia hanya 

meminta supaya Petrus jangan berbuat seperti itu lagi. Banyak 

orang berpikir bahwa kepedihan dan kesedihan yang mereka 

alami tentunya dapat dijadikan alasan untuk membenarkan 

tindakan mereka yang penuh amarah dan kesembronoan. Na-

mun, di sini Kristus memberi contoh kepada kita semua ten-

tang kesabaran dan kelembutan di tengah penderitaan. Petrus 

harus menyarungkan pedangnya, sebab  pedang Roh-lah yang 

seharusnya ia gunakan – bukan senjata perjuangan yang 

duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa 

Allah. Saat Kristus menjatuhkan para penyerang dengan sepa-

tah kata, Ia menunjukkan kepada Petrus bagaimana seharus-

nya ia mempersenjatai diri dengan firman Allah yang hidup 

dan kuat, dan yang lebih tajam daripada pedang bermata dua 

mana pun. Dan tidak lama sesudah  peristiwa ini, dengan 

pedang Roh ini Petrus membuat Ananias dan Safira rebah dan 

putus nyawa di hadapannya.  

3. Alasan yang mendasari teguran ini: bukankah Aku harus mi-

num cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku? Matius menun-

juk pada alasan lain yang diberikan Kristus atas teguran ini, 

namun Yohanes menekankan alasan ini, yang diabaikan 

Petrus. Dengan alasan ini Kristus memberi  kepada kita, 

(1) Sebuah bukti lengkap tentang penyerahan-Nya pada ke-

hendak Bapa-Nya. Dari semua kekeliruan yang dilakukan 

Petrus, tampaknya tidak ada yang dapat membuat-Nya 

menjadi begitu marah seperti upaya Petrus untuk mem-

buat Ia menghindari penderitaan-Nya saat ini, saat  saat-

Nya sudah tiba: “Apa, Petrus, apakah engkau hendak men-

jadi batu sandungan antara Aku dan cawan yang diberikan 

Bapa kepada-Ku untuk diminum? Enyahlah Iblis.” Jika 

Kristus telah ditentukan untuk menderita dan mati, betapa 

lancangnya Petrus menentang hal itu dengan perkataan 

atau perbuatan: bukankah Aku harus minum dari cawan 

itu? Cara Tuhan mengungkapkan teguran ini menunjukkan 

ketetapan hati-Nya yang begitu mantap, dan bahwa sekali-

kali Ia tidak akan menerima pikiran yang bertentangan de-

ngan ini. Ia bersedia minum dari cawan ini, meskipun itu 

cawan yang pahit, yang berisi campuran tanaman pahit 

dan empedu, piala yang isinya memusingkan, cawan berda-

rah, cangkir yang berisi kehangatan murka Tuhan (Yes. 

51:22). Ia minum isi cawan itu, supaya dapat memberi  

cawan keselamatan, piala penghiburan, dan cawan berkat 

ke dalam tangan kita. Oleh sebab  itu, Ia bersedia memi-

numnya, sebab  Bapa-Nya telah menyerahkan cawan itu 

kepada-Nya. Jika Bapa-Nya menghendaki demikian, itu 

demi sesuatu yang terbaik, dan terjadilah seperti itu.  

(2) Sebuah teladan yang baik bagi kita untuk menyerahkan 

diri kepada kehendak Allah dalam segala sesuatu yang ber-

kaitan dengan diri kita. Kita harus berjanji kepada Kristus 

untuk turut mengambil bagian dalam cawan yang dimi-

num-Nya (Mat. 20:23), dan mendorong diri untuk melak-

sanakannya. 

[1] Itu hanyalah sebuah cawan, masalah yang tergolong ke-

cil, jadi terjadilah apa yang harus terjadi. Ini bukanlah 

soal sebesar laut, Laut Merah, atau Laut Mati, sebab  

hal ini bukanlah neraka. Cawan itu sangatlah ringan, 

hanya untuk sekejap saja. 

[2] Itu yaitu  cawan yang diberikan kepada kita. Penderita-

an merupakan karunia.  

[3] Cawan itu diberikan oleh seorang Bapa, yang memiliki 

kuasa sebagai seorang Bapa, yang tidak akan berbuat 

salah kepada kita. Ia yaitu  Bapa yang penuh kasih 

sayang, yang tidak bermaksud menyakiti kita.  

VI. sesudah  menyelaraskan diri sepenuhnya dengan kehendak Allah, 

Ia pun menyerah dengan tenang, dan Ia menyerahkan diri lak-

sana seorang tahanan. Bukan sebab  Ia tidak mampu meloloskan 

diri, namun  sebab  Ia memang tidak ingin melakukannya. Orang 

mungkin mengira bahwa penyembuhan telinga Malkhus seharus-

nya membuat hati para penyerang itu menjadi lunak, namun 

tidak ada yang dapat menundukkan hati mereka. Maledictus furor, 

quem nec majestast miraculi nec pietas beneficii confringere potuit – 

Angkara murka yang amat sangat sungguh tidak dapat diredakan 

oleh kehebatan mujizat ataupun didamaikan oleh kelembutan 

kebaikan – Anselmus [theolog, filsuf, dan Uskup Canterbury abad 

kesebelas – ed.].  

Amatilah di sini:  

1. Bagaimana mereka menangkap Dia: Mereka menangkap Yesus. 

Hanya sedikit orang yang dapat menyentuh Dia, namun hal ini 

dituduhkan kepada mereka semua, sebab  mereka semua ikut 

membantu dan bersekongkol melakukan penangkapan ini. 

Dalam sebuah pengkhianatan tidak ada yang berperan sebagai 

pemain pembantu, semuanya yaitu  pemain utama. Sekarang 

Kitab Suci digenapi, banyak lembu jantan mengerumuni aku 

(Mzm. 22:13), mereka mengelilingi aku seperti lebah (Mzm. 

118:12). Nafas hidup kami tertangkap dalam pelubang mereka 

(Rat. 4:20). Telah begitu sering mereka mengalami kekecewaan 

dalam upaya menangkap Dia, jadi kita dapat membayangkan, 

betapa lebih ganasnya mereka menyerang Dia saat  sekarang 

Dia ada dalam tangan mereka.   

2. Bagaimana mereka berupaya mencegah agar Ia tidak mungkin 

bisa melarikan diri: Mereka membelenggu Dia. Bagian penderi-

taan-Nya ini hanya diperhatikan oleh penulis Injil ini, bahwa 

segera sesudah  ditangkap, Ia diikat. Kedua lengannya diikat 

dengan kencang dan dibelenggu. Tradisi mencatat peristiwa ini 

sebagai berikut, “Mereka mengikat Dia dengan begitu kencang 

dan kejam, sehingga darah mulai menetes keluar dari ujung-

ujung jari-Nya. sesudah  mengikat kedua lengan-Nya ke bela-

kang, mereka mengalungkan sebuah rantai besi di leher-Nya. 

Dengan rantai itulah mereka menyeret Dia ke sana kemari.” 

Lihat buku Harm., karangan Gerhard, pasal 5. 

(1) Perlakuan ini menunjukkan dendam kesumat para penyik-

sa-Nya. Mereka mengikat Dia, 

[1] Supaya mereka dapat menyiksa Dia, membuat-Nya ke-

sakitan, seperti yang pernah dilakukan terhadap Sim-

son untuk membuatnya lebih menderita.  

[2] Supaya mereka dapat merendahkan Dia dan memper-

malukan-Nya. Budak-budak diikat, begitu juga Kristus, 

meskipun sesungguhnya Ia dilahirkan sebagai orang 

merdeka. 

[3] Supaya mereka dapat mencegah Dia melarikan diri. 

Yudas telah memerintahkan agar mereka mengikat-Nya 

erat-erat. Lihatlah betapa bodohnya mereka sebab  ber-

pikir bisa membelenggu kuasa yang baru saja menun-

jukkan kemahakuasaannya. 

[4] Mereka mengikat Dia seperti orang yang telah dijatuhi 

hukuman, sebab  mereka sudah bulat hati untuk 

menghukum Dia sampai mati. Mereka sudah bertekad 

untuk menghukum Dia supaya mati seperti orang bebal 

dengan tangan yang dirantai (2Sam. 3:33-34). Kristus 

telah mengikat hati nurani para penyiksa-Nya dengan 

kuasa firman-Nya yang telah menyakitkan hati mereka. 

sebab  itu, untuk membalas dendam, mereka mengena-

kan semua ikatan ini kepada-Nya.  

(2) Keadaan Kristus yang sedang terikat merupakan hal yang 

sangat besar maknanya. Seperti dalam hal-hal lainnya, di 

dalam hal ini pun ada suatu misteri:  

[1] Sebelum mereka mengikat-Nya, Ia telah mengikat diri-

Nya sendiri dengan pekerjaan dan jabatan-Nya sebagai 

seorang Pengantara. Ia telah terikat pada tanduk-tan-

duk mezbah dengan tali-tali kasih-Nya sendiri kepada 

manusia dan kewajiban kepada Bapa-Nya, jika tidak 

tali-tali mereka tidak akan dapat menahan-Nya.  

[2] Kita dijerat oleh tali kejahatan kita sendiri (Ams. 5:22, 

TL), dengan kuk segala pelanggaran kita (Rat. 1:14). 

Rasa bersalah merupakan ikatan pada jiwa. Dengannya 

kita terikat dengan penghukuman Allah. Kecemaran 

merupakan ikatan pada jiwa. Dengannya kita terikat di 

bawah kuasa Iblis. Kristus telah membebaskan kita dari 

ikatan itu dengan jalan menjadi dosa sebab  kita. Ia 

sendiri menyerahkan diri-Nya untuk diikat bagi kita. 

Jika tidak, kaki dan tangan kita sudah diikat dan diran-

tai dalam kegelapan untuk ditahan di sana. Kepada 

ikatan-ikatan-Nya kita berutang kebebasan kita. Pe-

menjaraan-Nya yaitu  kelepasan kita. Dengan demikian 

Sang Anak telah memerdekakan kita.  

[3] Semua perlambang dan nubuat dari Perjanjian Lama 

telah digenapi di sini. Ishak diikat supaya ia dapat di-

korbankan. Yusuf diikat dan besi-besi telah menghun-

jam jiwanya, supaya ia dapat dilepaskan dari penjara 

untuk memerintah (Mzm. 105:18 dan seterusnya). Sim-

son diikat supaya ia dapat membunuh orang Filistin le-

bih banyak pada saat kematiannya daripada yang dila-

kukannya semasa hidupnya. Dan Sang Mesias telah 

dinubuatkan akan menjadi seorang tahanan (Yes. 53:8).  

[4] Kristus diikat supaya Ia dapat mengikat kita pada kewa-

jiban dan ketaatan. Ikatan-Nya bagi kita yaitu  ikatan 

kewajiban atas kita, yang dengannya kita akan senan-

tiasa merasa wajib untuk mengasihi dan melayani Dia. 

Salam Rasul Paulus kepada sahabat-sahabatnya meru-

pakan salam Kristus bagi kita semua: “Ingatlah akan 

belengguku (Kol. 4:18), ingatlah belenggu-belenggu itu 

sebagai ikatan kita dengan Dia, bahwa Ia telah mem-

bebaskan kita dari semua dosa, dan bahwa kita semua 

punya kewajiban sebab nya.”  

[5] Ikatan Kristus bagi kita dirancang untuk membuat ikat-

an kita kepada-Nya menjadi ringan, supaya setiap saat 

bila kita dipanggil untuk menderita bagi Dia, kita di-

mampukan untuk menguduskan dan membuat beleng-

gu itu terasa manis, serta mendatangkan kehormatan 

pada belenggu itu. Hal inilah yang memampukan Pau-

lus dan Silas menyanyikan puji-pujian di dalam ikatan 

belenggu dan pasungan mereka. Begitu juga, Ignatius 

[bapa gereja dari Antiokhia abad pertama – pen.] demi 

Kristus mampu menyebut belenggunya sebagai mu-

tiara-mutiara rohani (di dalam buku Epist. ad Ephes).  

Kristus di hadapan Hanas dan Kayafas;  

Penyangkalan Petrus; Kristus Didakwa  

(18:13-27) 

13 Lalu mereka membawa-Nya mula-mula kepada Hanas, sebab  Hanas ada-

lah mertua Kayafas, yang pada tahun itu menjadi Imam Besar; 14 dan Kaya-

faslah yang telah menasihatkan orang-orang Yahudi: “yaitu  lebih berguna 

jika satu orang mati untuk seluruh bangsa.” 15 Simon Petrus dan seorang 

murid lain mengikuti Yesus ke halaman istana Imam Besar dan ia masuk 

bersama-sama dengan Yesus ke halaman istana Imam Besar, 16 namun  Petrus 

tinggal di luar dekat pintu. Maka murid lain tadi, yang mengenal Imam 

Besar, kembali ke luar, bercakap-cakap dengan perempuan penjaga pintu 

lalu membawa Petrus masuk. 17 Maka kata hamba perempuan penjaga pintu 

kepada Petrus: “Bukankah engkau juga murid orang itu?” Jawab Petrus: 

“Bukan!” 18 Sementara itu hamba-hamba dan penjaga-penjaga Bait Allah 

telah memasang api arang, sebab hawa dingin waktu itu, dan mereka berdiri 

berdiang di situ. Juga Petrus berdiri berdiang bersama-sama dengan mereka. 

19 Maka mulailah Imam Besar menanyai Yesus tentang murid-murid-Nya dan 

tentang ajaran-Nya. 20 Jawab Yesus kepadanya: “Aku berbicara terus terang 

kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, 

tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembu-

nyi-sembunyi. 21 Mengapakah engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, 

yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka; sungguh, mereka 

tahu apa yang telah Kukatakan.” 22 saat  Ia mengatakan hal itu, seorang 

penjaga yang berdiri di situ, menampar muka-Nya sambil berkata: “Begitu-

kah jawab-Mu kepada Imam Besar?” 23 Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau 

kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, namun  jikalau kata-Ku itu benar, 

mengapakah engkau menampar Aku?” 24 Maka Hanas mengirim Dia terbe-

lenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu. 25 Simon Petrus masih berdiri ber-

diang. Kata orang-orang di situ kepadanya: “Bukankah engkau juga seorang 

murid-Nya?” 26 Ia menyangkalnya, katanya: “Bukan.” Kata seorang hamba 

Imam Besar, seorang yang telinganya dipotong Petrus: “Bukankah engkau

kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?” 27 Maka Petrus menyang-

kalnya pula dan saat  itu berkokoklah ayam.  

Di sini kita temukan catatan perihal dakwaan yang ditimpakan ke-

pada Kristus di hadapan Imam Besar, dan sejumlah peristiwa yang 

menyertainya, yang tidak disinggung oleh penulis Injil lainnya. Ber-

sama dengan perikop-perikop lainnya dijalin juga peristiwa penyang-

kalan Petrus, yang telah dituturkan secara lengkap oleh penulis Injil. 

Kejahatan yang didakwakan kepada-Nya berkaitan dengan masalah 

agama. Para hakim majelis pengadilan agama itu berupaya supaya 

penanganan perkara ini dapat langsung berada di bawah tanggung 

jawab mereka. Baik orang Yahudi maupun orang bukan-Yahudi me-

nangkap Dia, sehingga kedua belah pihak pun memeriksa dan meng-

hukum Dia, sebab  Ia memang mati bagi dosa keduanya. Marilah 

kita melihat kisah ini secara berurutan. 

I. sesudah  menangkap Kristus, mereka membawa-Nya mula-mula ke-

pada Hanas. Sebelum menghadapkan Dia di depan pengadilan 

agama, mereka telah menanti-nantikan Dia di tempat tinggal Ka-

yafas (ay. 13).  

1. Mereka membawa-Nya, membawa Dia dengan penuh keme-

nangan, sebagai piala kemenangan mereka. Mereka membawa-

Nya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, dan 

melalui pintu gerbang Domba yang dibicarakan di dalam Nehe-

mia 3:1. sebab  melalui pintu gerbang itulah mereka berang-

kat dari Bukit Zaitun dan masuk ke Yerusalem. Mereka berge-

gas membawa Dia dengan kekerasan, seolah-olah Ia yaitu  

penjahat yang terbejat dan terkejam. Kita telah dibawa pergi 

oleh nafsu kita yang menggebu-gebu tak tertahankan, dibawa 

pergi sebagai tawanan oleh Iblis atas kehendaknya. sebab  itu, 

supaya kita dapat diselamatkan, Kristus pun dibawa pergi, di-

bawa sebagai tawanan oleh anak-anak buah dan alat-alat 

Iblis.  

2. Mereka membawa-Nya kepada para pemimpin yang menyuruh 

mereka. Saat itu waktu telah menjelang tengah malam, dan 

seharusnya orang memasukkan Dia ke dalam tahanan (Im. 

24:12). Seharusnya mereka memasukkan Dia terlebih dahulu 

ke rumah tahanan, sampai tiba saat yang sesuai untuk meng-

gelar sebuah pengadilan. Namun, yang terjadi yaitu , mereka 

membawa-Nya dengan tergesa-gesa, bukan untuk memperoleh 

keadilan damai seperti yang diharapkan, namun  kepada para 

hakim untuk dijatuhi hukuman. Peradilan dilakukan dengan 

sangat kejam, sebagian sebab  mereka merasa ketakutan akan 

adanya upaya penyelamatan. sebab  itu, mereka bukan saja 

tidak mau membuang waktu, namun  juga menciptakan keta-

kutan dan kengerian. Sebagian juga sebab  mereka sangat 

haus akan darah Kristus, seperti rajawali yang menyambar 

mangsanya.  

3. Mula-mula mereka membawa-Nya kepada Hanas. Mungkin 

rumahnya terletak di tengah perjalanan yang memang harus 

dilewati, jadi sangat baik bagi mereka untuk singgah sebentar 

dan beristirahat. Selain itu, di sana juga mereka dibayar atas 

jasa mereka itu, seperti yang dikirakan sebagian orang. Saya 

kira, Hanas itu seorang yang sudah berusia lanjut dan lemah, 

sehingga tidak dapat hadir di persidangan bersama rekan-

rekannya pada malam itu. Namun, ia sangat ingin melihat 

mangsanya. sebab  itu mereka membawa tahanan ini ke ha-

dapannya untuk memuaskan hatinya dengan kepastian keber-

hasilan mereka, sehingga mereka dapat menerima berkatnya 

dan orang yang sudah renta ini dapat tidur lebih nyenyak. 

Sungguh menyedihkan melihat orang yang sudah begitu tua 

dan sakit-sakitan, yang sudah tidak bisa berbuat dosa seperti 

pada masa mudanya namun mau juga turut bergirang dengan 

mereka yang berbuat dosa. Dr. Lightfoot [theolog Inggris abad 

ketujuh belas dari Universitas Cambridge – ed.] berpendapat 

bahwa Hanas tidak hadir dalam persidangan malam itu 

sebab  ia harus hadir pagi-pagi sekali pada keesokan harinya 

di Bait Allah untuk memeriksa apakah korban-korban yang 

harus dipersembahkan pada hari itu benar-benar tidak ber-

cela. Jika demikian halnya, tentunya ada arti penting di da-

lamnya, yaitu bahwa Kristus, Sang Korban Agung itu diperha-

dapkan kepadanya dan dikembalikan dalam keadaan terikat, 

disahkan dan siap untuk dipersembahkan di atas mezbah. 

4. Hanas yaitu  ayah mertua Kayafas, Imam Besar pada tahun 

itu. Hubungan kekeluargaan melalui perkawinan yang terda-

pat di antara mereka itu merupakan alasan mengapa Kayafas 

memerintahkan untuk menunjukkan sedikit rasa hormat itu 

kepada Hanas, untuk memberinya kesempatan menjadi orang 

pertama yang melihat tahanan itu. Atau juga ini merupakan 

alasan mengapa Hanas menyetujui tindakan Kayafas dalam 

persoalan yang memang sangat didambakannya itu. Perhati-

kanlah, untuk banyak orang, persahabatan dan persekutuan 

mereka dengan orang jahat sungguh menegaskan jalan me-

reka yang jahat.  

II. Hanas tidak menahan rombongan itu terlampau lama. Seperti 

halnya dengan banyak orang yang berkeinginan untuk memper-

cepat dakwaan terhadap Dia, ia pun mengirim Kristus dalam 

keadaan terbelenggu kepada Kayafas. Ia dikirim ke rumah Kaya-

fas, yang ditetapkan sebagai tempat pertemuan Mahkamah Aga-

ma untuk menangani perkara ini, atau Ia dikirim ke suatu tempat 

di dalam Bait Allah di mana Imam Besar biasanya menjalankan 

Mahkamah Agama. Hal ini disebutkan dalam ayat 24. Namun, 

para penerjemah Alkitab menunjukkan di dalam catatan pinggir 

bahwa hal itu harus terjadi di sini, dan sebab  itu kita membaca 

di sini, maka Hanas mengirim Dia.  

Perhatikanlah di sini: 

1. Kuasa Kayafas dinyatakan (ay. 13). Dia yang pada tahun itu 

menjadi Imam Besar. Sebenarnya jabatan Imam Besar yaitu  

jabatan seumur hidup. Namun, sebab  kelicikan orang-orang 

yang melakukan jual beli jabatan keagamaan dengan pemerin-

tah, banyak perubahan yang terjadi pada masa itu sehingga 

jabatan itu menjadi mirip dengan jabatan tahunan. Hal ini 

sungguh menjadi pertanda bahwa era jabatan Imam Besar se-

gera akan berakhir. Namun, masih juga mereka saling meren-

dahkan satu sama lain. Kayafas menjadi Imam Besar pada ta-

hun yang sama saat  Sang Mesias akan dihabisi. Hal ini 

menunjukkan,  

(1) Bahwa sesuai dengan kemahatahuan Allah, jika ada per-

buatan jahat yang akan dilakukan oleh seorang Imam Be-

sar, maka penyelenggaraan ilahi mengatur sedemikian 

rupa hingga ada seorang jahat yang akan memegang jabat-

an itu untuk melaksanakan kejahatan ini .  

(2) Bahwa saat  Allah ingin menunjukkan betapa rusaknya 

hati seorang yang jahat, Ia akan menempatkan orang itu 

pada jabatan yang berkuasa, tempat yang penuh pencoba-

an dan peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan. Itu-

lah kehancuran Kayafas yang menjadi Imam Besar pada ta-

hun itu, bahwa ia menjadi pemimpin kejahatan yang akan 

menjatuhkan hukuman mati bagi Kristus. Banyak keberha-

silan membuat orang kehilangan nama baik. Ia tidak akan 

kehilangan kehormatan itu seandainya ia tidak pernah ter-

pilih untuk jabatan yang disukainya itu.  

2. Kebencian Kayafas diungkapkan (ay. 14) dengan mengulang 

apa yang pernah ia katakan beberapa waktu sebelumnya, bah-

wa tak peduli benar atau keliru, bersalah atau tidak bersalah, 

yaitu  lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bang-

sa, yang dicatat dalam pasal 11:50. Hal itu dicantumkan di 

sini untuk menunjukkan:  

(1) Betapa jahatnya orang ini. Inilah sang Kayafas yang meme-

rintah diri sendiri dan jemaat dengan aturan-aturan kebi-

jakan yang bertentangan dengan peraturan keadilan. 

(2) Betapa buruknya perlakuan yang dihadapi Kristus dalam 

pengadilan, saat  perkara-Nya telah diputuskan sebelum 

sidang digelar. Bahkan apa yang akan mereka lakukan ter-

hadap-Nya pun telah diputuskan, Ia harus mati. Maka, 

pengadilan terhadap diri-Nya hanyalah lelucon belaka. De-

mikianlah musuh-musuh Injil Kristus telah memutuskan 

bahwa baik benar ataupun salah, mereka akan menghan-

tam Injil itu habis-habisan.  

(3) Perkataan Kayafas itu menjadi kesaksian atas ketidakber-

salahan Tuhan Yesus. Dari mulut salah seorang musuh-

Nya yang terjahat,