Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 7. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Januari 2025

halal haram menurut islam 7

 :


"Katakanlah, 'Hai hanfua-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap

diri mereks sendiri, jangnnlnh knlian berputus asa dari rahmat Allnh.

S esu n g guhny a All ah m en g a mpuni do s a- d o s a s emu a ny a. S e sun g guhny a

Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az-Zrmar

[39] : 53)

Orang yang mengetahui perbuatan mereka ini harus menasihati

dan membimbing mereka menuju kebaikan. Mudah-mudahan mereka

mau bertaubat dan jika enggan, ia perlu melapor kepada pihak yang ber￾wenang agar mereka diberi pelajaran. Semoga Allah memberikan bim￾bingan.Hurcuu OnnNc YANG MENINGGALKAN ATAU

MrNuNon SHALAT HINccn Wnrru HRgIs

yaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum orang

yang meninggalkan shalat, hukum orang yang meremehkan

shalat berjamaah dan memilih shalat sendiri di rumah, dan

hukum orang yang menunda shalat hingga waktunya habis.

Beliau menjawab, "Ada tiga permasalahan: Pertama, meninggal￾kan shalat adalah perbuatan kafir yang mengeluarkan pelakunya dari

agama Islam. Bila pelakunya memiliki istri muslimah, pernikahannya

dengannya batal, sembelihannya tidak halal, puasa dan sedekahnya ti￾dak diterima, serta ia tidak boleh pergi ke Mekah untuk memasuki tanah

haram. Jika mati ia tidak boleh dimandikan, tidak dikafani, tidak disha￾lati, dan tidak dikubur di pemakaman kaum muslimin. Sebaliknya, ia

dibawa ke tanah lapang dan dibuatkan sebuah lubang untuk menanam￾nya; yakni dikubur di luar area pekuburan kaum muslimin. Siapa yang

anggota keluarganya mati, sementara ia tahu orang tersebut tidak sha￾lat, ia tidak boleh menipu masyarakat dan membawanya kepada mereka

untuk dishalati. Sebab menshalatkan orang kafir itu hukumnya haram,

berdasarkan firman Allah :

:!) -l;t3

"Dan jnnganlah seknli-knli kamu menshalati (jenazah) seseorang yang

mati di nntara merekn, dan jangnnlah knmu berdiri (mendoakan) di

kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul￾Nyo..." (At-Taubah [9] :84)

Selain itu, Allah berfirman, "Tiadalah sepatutnya bngi Nabi dan orang￾lrang yang beriman memintaknn ampun (kepada Allah) bngi orang-orang

musyrik, walnupun orong-orang musyrik itu odnlah kaum kerabat(nya), sesudah

jelas bngi mereka, bnhwnsanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka

lahannnm." (At-Taubah [9] :113).Kedun,orang yang tidak shalatbersama iamaah di masjid dan me￾milih shalat d'i rumahnl'a' ia orang yang fasik bukan kafir' Akan tetapt

bilaiat",.,smelakukunperbuatantersebutiatergolongorang-olang

yang gemat u"'ut'ut?"tu'ikut dutt r"tiluttgioh sifat aJil @datah) dari diri￾nya' 

rzano lyr€rllrnd.a shalat hingga waktunya

n,r*:;:',*r:1yoilJ":11"]#Jffi ;"*'lollsliaratbersama

iamaah. Menangguhkan shalat 'u"tpui '"u'ttunla 

habis tanpa ada ud￾ztttsyar,iadalahr,u,.u*.tiaukboleh.Sea..aui,,yuiashalatsetelahkeluar

waktunya, dalam tot'ai'i ini shalatnyu i" tta* diterima' berdasarkan

sabda Nabi S' "ui*i'i-'pa melakukqn sntu smal yang tidak ada dasarnya

dalamurusnntngo*o)"|':;*i'"'konmalnyaitutertolak"'202)

Intinya, shalat termasuk perkara krusial yang waiib diperhatikan

denganbaik-baik;;;;t""g mukmin' Shalat adalah tiang agama' se￾bagaimana di'"bd;;;; Ras't'li'llah g p* siapa yang bangunan Islam￾nya tidak memiliki tiang' bu"gu"u".^[ itt tak mungkin dapat berdiri

te gak. J adi k aum ;J;iJJ": :lllis** 

a sihat i'' u ti 

g memer int ah￾tJrl situfut dan bersemangat mengeriakannyaHurupr MTNTNGGALKAN S Hnlnr BTryAMAAH

yaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum orang

yang tidak mengikuti shalat Subuh, padahal ia mendengar

muadzin mengumandangkan :' As - shal atu khairun min an naum

(shalat lebih baik daripada tidur)'.

Beliau menj awab, "Mestinya, pertanyaannya berbunyi, "Bagaimana

hukum orang yang meninggalkan shalat jamaah padahal ia mendengar

muadzin mengucapkan :'Hayya'alash shalah (marilah shalat)'. Agar per￾tanyaan mencakup shalat Subuh dan shalat lainnya. Selain itu, ucapan

muadzin'Hayya'alash shalah' memiliki pengertian lebih kuat dibanding

ucapan 'as-shalatu khairun minan naum'. Dan karena ucapan 'Ash-shalatu

khairun minan naum' bukan termasuk salah satu rukun adzatt, sedang￾kan 'Hayya'alas shalah' termasuk rukunnya.

Intinya, setiap muslim laki-laki yang mendengar muadzin me￾ngucapkan,'Hayya 'alas shalah' harus mendatangi shalat jamaah kecuali

ada udzur syar'i. Ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi ffi

bahwa seorang laki-laki buta mendatangi beliau dan berkata, "Wahai

Rasulullah, sungguh saya tak memiliki pembimbing yang bisa menun￾tunku ke masjid, padahal saya seorang yang buta." Maka Rasulullah S

memberinya keringanan (tidak mengikuti shalat jamaah). Ketika orang

itu membalikkan badan dan beranjak pergi, beliau memanggil dan

menanyainya, "Apakah engkau mendengar suara adzanTt' ltya't jawabnya.

Beliau bersabda, "Kllau begitu, penuhilah!"203) Ini satu bukti yang jelas

bahwa setiap orang yang mendengar adzan, ia wajib memenuhi pang￾gilan tersebut.Huruvt SHnmr DENGAN BAIU TtptS

YANG TNNNSPARAN

kum shalat orang-orang yangberpakaian seperti ini sama

dengan hukum orang yang shalat dengan hanya menge￾nakan celana pendek. Sebab pakaian tipis yang transpa￾ran tidak dapat menutupi autat, dan adanya sama dengan tidak ada.

Atas dasar itu shalat mereka tidak sah, menurut pendapat yang paling

benar dari dua pendapat ulama. Pendapat inilah yang populer dalam

madzhab Imam Ahmad. Hal ini karena bagi kaum Adam, shalat harus

menutup bagian tubuh antara pusar dan lutut. Inilah kondisi minimal

pelaksanaan firman Allah, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah

setiap (memasuki) masjid..." (Al-Xraf l7l :311

Maka, mereka wajib melakukan salah satu dari dua hal : (1) menge￾nakan celana panjang yang dapat menutup antara pusar dan lutut, atau

(2) melapisi celana pendek ini dengan pakaian tebal yang tidak trans￾Paran.Hurcum SHR T DENGAN PAKAIAN YANG

MrNlUnnr HTNcGA KE BAWAH KrnUR

Mern Knrcr

ila pakaian, baik sarung, celana, maupun gamis menjurai

lebih rendah daripada kedua telapak kaki maka hukum￾nya haram, berdasarkan sabda Nabi M:

t. o 

- - 

t-o

,6' ,,l ,rj)t _. ;Jiir j" _1"-i

"Bagian s(trung yang lebih rendah dari kedua mata knki berada

neraka.//201)

Y

di

Sabda Nabi S tentang sarung ini juga berlaku pada pakaian lain￾nya. Berdasarkan hadits ini, seseorang wajib membuat baju dan pakaian

lain yang potongan bawahnya di atas mata kaki. Bila ia shalat dengan

mengenakan pakaian di bawah mata kaki, ulama berbeda pendapat ten￾tang keabsahan shalatnya tersebut.

Sebagian berpendapat shalatnya sah, sebab orang itu telah melak￾sanakan apayangwajib, yakni menutup aurat. Namun, sebagian ulama

lain berpandangan shalatnya tidak sah. Hal ini karena ia menutupi au￾ratnya dengan pakaian yang diharamkan. Para ulama yang memegang

pendapat ini memasukkan pakaian yang dibolehkan sebagai salah satu

syarat menutup aural padahal mengenakan pakaian yang panjang hing￾ga ke bawah mata kaki itu tidak boleh. Jadi, orang yang shalat dengan

pakaian yang menjurai sampai di bawah mata kaki maka itu beresiko

shalatnya tidak sah. Karenanya ia harus bertakwa kepada Allah dan

meninggikan pakaiannya hingga di atas mata kaki.


Ttonrc SHRmr luMAr

Wahai kaum muslimin, jagalah shalat Jumat dan janganlah kalian

meremehkannya, sebab Nabi g-t bersabda :

"Ji ,>G\-A, €"t') #

"Hendaknya orang-oratlg berhenti dari meninggolt rn ,hotot lt'.rmat ntau

sungguh Allnh rkan menutup hati mereko, kemudian mereka benar-be￾nnr menjadi orang-orang yang lalti."205)

"Bnrangsiapa meninggalkan shnlat lumat tiga knli karenn meremehkan￾nya, Allah menutup hntinyo."zont

Sebagian orang kadang-kadang bepergian bersama keluarga atau

kawan-kawannya pada hari yang penuh berkah ini. Allah telah me￾nganugerahkan hari Jumat sebagai hari yang mulia bagi umat Muham￾mad dan menyesatkan Yahudi serta Nasrani dari berkah hari tersebut.

Akibatnya mereka melewatkan shalat |umat. Mereka telah mengantar￾kan diri mereka menuju siksa dan murka Allah. Hendaknya mereka ber￾hati-hati.

Nabi Sl telah mengabarkan tentang seorang penggembala yang

membawa ternaknya sejauh satu atau dua mil. Namun rerumputan ma￾sih sulit didapat. Lantas ia semakin naik ke bukit. Kemudian hari Ju￾mat datang, namun ia tidak menghadiri shalat Jumat. Jumat berikutnya

tiba, lagi-lagi ia tak menghadir shalat Jumat hingga hatinya tertutup.

Orang-orangyangbepergian pada hari jumat, jika mereka mengerjakan

shalat Jumat di daerah sendiri atau lainnya mereka telah menunaikankewajiban antara mereka dan Allah. Akan tetapi mereka telah membuat

diri mereka menjadi bahan gunjingan masyarakat. Dan jika mereka ti￾dak shalat Jumat serta tidak memedulikannya, alangkah besar kerugian

orang-orang ini. Mereka telah melewatkan kebaikan yang melimpah

dan mengantarkan diri mereka ke dalam siksa yang pedih.207)SHnlRr OnnNc YANG MTNRUAN HAIAT

DAN LRpRR

gerjakan shalat dalam keadaan menahan buang air

hukumnya makruh. Sebab Nabi g melarang shalat saat

makanan telah dihidangkan dan dalam keadaan mena￾han dua kotoran (kencing dan berak).204)

Hikmahnya, perbuatan ini mengancam kesehatan tubuh. Sebab me￾nahan air kencing yang sudah waktunya keluar dapat membahayakan

kandung kemih dan otot-otot penahan kencing. Pasalnya, kemungkinan

seiring dengan menggelembungnya kandung kemih akibat air kencing

yang tertahan di dalamnya, otot-otot menjadi kendur karena otot-otot

ini sangat lembut. Atau bisa jadi pula, otot-otot tersebut mengerut secara

berlebihan sehingga orang yang mengalaminya tidak bisa mengeluar￾kan air kencing, seperti yang kadang-kadang terjadi.

Di sisi lain, tindakan ini mengandung dampak buruk yang berkai￾tan dengan shalat. Orang yang menahan air kencing tidak mungkin

hatinya khusyuk dalam shalat, sebab ia berkonsentrasi menahan air ko￾tor ini. Seperti ini pula seseorang yang menahan buang air besar.

Makruh mengerjakan shalat sambil menahan berak. Alasannya

persis seperti yang kami sampaikan terkait alasan larangan shalat sem￾bari menahan kencing. Demikian halnya bila seseorang menahan ken￾tut, ia dimakruhkan shalat dalam kondisi seperti ini.

Bila ada yang berkata, "Seseorang telah wudhu dan ia menahan

kencing atau kentut. Tapi bila menunaikan hajatnya, ia tak memiliki air

untuk wudhu. Apakah kita mengatakan kepadanya,'Tunaikan hajatmu

danbertayamumlah untuk shalat' atau'shalatlah meskipun dengan me￾nahan dua kotoran ini?"'

Jawabnya, kita mengatakan kepadanya, "Tunaikah hajatmu dan

tayamumlah. Janganlah shalat dalam keadaan menahan kotoran." Ini

karena shalat dengan tayamum, disepakati, tidak dimakruhkan, se￾dangkan shalat disertai menahan kencing dan berak dilarang dalam

konteks makruh. Bahkan ada ulama yang mengharamkannya, dengan

mengatakan, "Shalat sambil menahan kencing dan berak tidak sah, ber￾dasarkan sabda Rasulullah M :

'.t; tt 't , 

t ' d o /

.ruilt llo,i -;; Y'j rGL)r :'r^,;)-, !

"Tidak ada shaktt saat makanan ltidanglcnn otoTpu, saat seseornng me￾nahan dua kotoran (kencing dan berak)."20e)

Andai ada yang mengatakanbahwa ia menahan kencing dan kha￾watir jika buang air kencing dahulu, ia pun tertinggal shalat berjamaah.

Apakah ia boleh shalat dengan menahan air kencing agar mendapatkan

jamaah atau menyelesaikan hajatnya dulu meskipun shalat jamaah telah

selesai? jawabannya, ia menunaikan hajatnya dahulu lalu wudhu, mes￾kipun shalat jamaah terlewatkan. Sebab ini merupakan sebuah udzur

syar'i. Dan apabila muncul keinginan untuk kencing di tengah-tengah

shalat, ia boleh memisahkan diri dari imam untuk menunaikan hajat￾nya.

Bila seseorang mengatakan, "Waktu shalat tinggal sedikit padahal

ia merasa ingin berak atau kencing. Bila ia menunaikan hajatnya lalu

wudhu waktu shalat habis, dan bila ia shalat sebelum waktu selesai be￾rarti ia shalat sambil menahan berak atau kencing. Apakah ia harus sha￾lat sambil menahan berak dan kencing, atau ia menunaikan hajatnya

dulu lalu shalat meskipun setelah waktunva habis?"

Jawabannya, jika shalat tersebut dapat dijamak dengan shalat sete￾lahnya hendaknya ia menunaikan hajatnya dan berniat menjamak sha￾lat. Sebab menjamak shalat dalam kondisi seperti ini boleh. Namun jika

shalat itu tidak bisa dijamak dengan shalat setelahnya, seperti shalat

Subuh, Ashar atau Isyak, dalam masalah ini ulama memiliki dua pen￾dapat : Pertama, ia shalat meskipun dengan menahan kencing atau

berak demi menjaga waktu. Ini pendapat mayoritas ulama. Kedua, ia

menunaikan hajatnya dulu lalu mengerjakan shalat meskipun waktu te￾lah habis. Pendapat kedua ini lebih dekat dengan kaidah-kaidah syariaf

sebab tak diragukan ini termasuk wujud kemudahan dalam Islam. Bilaseseorang menahan berak atau kencing, ia mengkhawatirkan kesehatan

dirinya dan tak dapat konsentrasi dalam shalat.

Semua itu terkait menahan yang tidak terlalu memberatkan. Ada￾pun menahan yang sangat memberatkan dalam arti pelakunya sampai

tidak menyadari apa yang diucapkannya dan sangat tersiksa akibat me￾nahan kencing atau berak, atau ia khawatir tak sanggup menahan ha￾dats sehingga keluar sendiri tanpa diinginkan, maka dalam kondisi ini

ia harus menunaikan hajatnya dahulu lalu shalat setelahnya. Semesti￾nya tak ada perbedaan pendapat dalam kasus seperti ini.

Seperti diungkapkan oleh penulis, makruh hukumnya shalat saat

dihidangkan makanan yang disukai. Maksudnya, makruh shalat ber￾samaan dengan dihidangkannya makanan yang diinginkan. Dalam

masalah ini, pengarang memberlakukan dua syarat, yakni : Pertama,

makanan tersebut sudah dihidangkan. Kedua, hatinya tertarik kepada

makanan itu. Ada baiknya ditambahkan syarat ketiga, yakni ia mampu

menikmatinya secara fisik maupun syar'i.

Bila makanan belum dihidangkan, ia tidak boleh menunda shalat

meskipun perut terasa lapar. Sebab andai kita mengatakan boleh menun￾da shalat dalam kondisi seperti ini, konsekuensinya orang fakir tak akan

pernah shalat. Karena orang fakir kadang-kadang selalu merasa lapar

dan jiwanya selalu menginginkan makan.

Seandainya makanan sudah disiapkan, tetapi ia masih kenyang

dan tidak memikirkan makanan itu, hendaknya ia menunaikan shalat.

Dalam konteks ini, shalatnya tidak makruh. Demikian halnya bila ma￾kanan telah dihidangkan akan tetapi ia tak bisa menikmatinya secara

syar'i maupun fisik.

Secara syar'i contohnya orang yang tengah puasa apabila hidangan

berbuka telah disiapkan saat shalat Ashar. Sementara orang ini sangat

lapar sekali. Maka kita tidak mengatakan, "Janganlah shalat Ashar dulu

sampai engkau memakannya setelah matahari terbenam." Sebab menu￾rut aturan syariat, orang ini tidak boleh mengonsumsinya sehingga tak

ada gunanya menunggu atau menunda shalat Ashar. Demikian pula

seandainya makanan dihidangkan di hadapannya untuk orang lairy se￾dangkan dirinya sangat menginginkannya. Ia tidak makruh mengerja￾kan shalat di waktu ini karena ada halangan syar'i yang membuatnya

tidak bisa menikmati hidangan tersebut, yakni makanan itu bukan hak￾nyaPenghalang secara fisik, misalnya seandainya dihidangkan maka￾nan yang panas untuknya dan ia tidak dapat menikmatinya waktu itu

juga, apakah ia shalat dulu atau menunggu hingga dingin kemudian

makan dan shalat setelah itu? Jawabnya, ia shalat dan shalatnya tidak

makruh, sebab menunggunya tidak memberi manfaat. Demikian juga

seandainya makanan miliknya sendiri dihidangkan untuknya, akan

tetapi di hadapannya ada orang zhalim yang melarangnya makan. Di

sini ia tidak dimakruhkan menunaikan shalat sebab ia tak mendapat

keuntungan menunda shalat, sebab secara fisik ia terhalangi menikmati

makanan tersebut.

Kesimpulannya, kemakruhan shalat saat makanan telah dihidang￾kan memerlukan tiga syarat : Pertama, makanan telah dihidangkan.

Kedua, menginginkan makanan tersebut. Ketiga, kemampuan menik￾matinya secara syar'i dan fisik. Dalilnya adalah sabda Rasulullah ffi,

"Tidak ada shalat saat makanan hidangkan atnupun sant seseorang menahan

dua kotoran (kencing dan bera11S."ztot

Ungkapan penulis menunjukkan bahwa shalat dalam kondisi ini

hukumnya makruh, sebab Rasulullah ffi bersabda, "Tidak ada shalat,."

Pertanyaannya, apakah tidak ada dalam kalimat tersebut bermakna

tidak sempurna atau tidak sah? Jawabnya, mayoritas ulama berpen￾dapat bahwa maksudnya adalah tidak sempurna. Artinya seseorang

dimakruhkan shalat dalam keadaan ini, dan seandainya tetap menger￾jakannya shalatnya, hukumnya tetap sah.

Namury sebagian ulama lain mengatakary "Penegasan tersebut

untuk menunjukkan tidak sah. Sehingga seandainya seseorang shalat

sembari menahan berak atau kencing di mana ia sampai tidak mengerti

apa yang diucapkannya, maka shalatnya tidak sah. Sebab pada dasar￾nya, penegasan yang disebutkan dalam syariat bermakna penegasan

keabsahan. Atas dasar ini, shalat dalam keadaan seperti ini diharamkan

karena setiap ibadah yang tidak sah maka mengerjakannya dihukumi

haram. Sebab pelakunya seperti orang yang bermain-main karena ia

melangsungkan ibadah yang ia ketahui diharamkan. Masing-masing

dari kedua pendapat ini sangat beralasan."2LARANGAN WANITA PERGI KE MASJID

MIU TRI PARFUM

Nabi S bersabda :

o)\i;

" Hendaknya mereka (parn wanita) keluar tanpa memakni wewanginn."ztzt

Nabi ffi melarang wanita mendatangi masjid bila memakai we￾wangian. Beliau bersabda :

,uijr i"* r; "JJ6 >$ \"r;

"Wanita *ono rrn yang memakni wewangian maka janganlah ia meng￾hadiri shalat lsyak bersama knmi."213)

Pada zaman dahulu, para wanita biasa keluar rumah untuk shalat

Isyak bersama Nabi ffi, termasuk shalat Subuh. Mengacu kepada ha￾dits ini, orang tua boleh melarang putrinya yang hendak keluar rumah

dalam keadaan berparfum. Bahkan ia wajib mencegahnya dalam kon￾disi seperti ini. Sebab Nabi S telah melarang wanita menghadiri shalat

Isyak bila memakai minyak wangi. Demikian pula bila wanita keluar

rumah dalam keadaan tabarrujdengan mengenakan pakaian yang men￾colok, sandal yang mengeluarkan suara atau berhak tinggi, atau yang

semacamnya. Maka orang tua atau wali wajib melarangnya, diqiyaskan

dengan wajibnya ia melarang wanita keluar rumah dengan memakai

wewangian.

Dalam hadits lain, Nabi ffi bersabda, "Dan rumahnyalebihbaikbagi

dirinya (wanita)." Dikecualikan dari hal ini keluarnya wanita untuk sha￾lat Id. Keluar untuk menunaikan shalat Id bagi kaum wanita, hukum￾nya sunnah sebab Nabi M memerintahkan untuk mengajak para wanitamerdeka dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri shalat Id. Bahkan

wanita-wanita yang sedang datang bulan pun beliau perintahkan agar

ikut menghadiri shalat Id. Hanya saja beliau memerintahkan para wani￾ta yang sedang haid supaya menjauhi tempat shalat, sebab tempat shalat

Id sama dengan masjid. Akan tetapi wanita wajib tidak keluar dengan

memamerkan perhiasan dan tidak pula memakai minyak wangi. Hen￾daknya mereka keluar dengan tenang dan diam, tidak berbicara keras

atau bersendau gurau dengan kawannya. Mereka juga tidak sepantas￾nya berjalan seperti laki-laki, tapi ia berjalan laiknya seorang wanita.

Yakni cara jalan yang cenderung malu-malu dan tenang'zMruernN BRwnNG ATAu STUICAMNYA,

Mrnorcor Areu MENcoNSUMS r S tsueru

YANG BERgnu MINyENGAT

ertanyaary orang yang makan bawang apakah dimaafkan

tidak menghadiri shalat Jumat dan shalat berjamaah?

Apakah ia boleh makan bawang atau tidak?

Jawabannya,bila dalam mengonsumsi bawang itu ia meniatkan￾nya agar tidak shalat berjamaah maka perbuatan ini haram dan ia ber￾dosa akibat meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah. Adapun

bila dalam mengonsumsi bawang itu bertujuan menikmatinya atau me￾mang ia menggemarinya maka tidak diharamkan. Seperti musafir di

bulan Ramadhan, bila ia meniatkan safarnya supaya boleh tidak puasa,

maka safar dan tidak puasanya itu haram. Dan jika ia meniatkan beper￾giannya untuk tujuan selain hal itu (yang halal), ia boleh tidak puasa.

Adapun berkenaan mendatangi masjid, orang yang telah makan

bawang tidak boleh pergi ke masjid. Bukan karena ia memiliki alasan

yang membolehkannya tidak shalat berjamaah dan shalat Jumat, tapi itu

untuk menghindarkan gangguannya. Sebab bau bawang yang dimakan￾nya dapat mengganggu para malaikat dan manusia. Sedangkan alasan￾alasan yang disebutkan Syaikh Utsaimin dalam kitab Zadul Mustaqni'

adalah udzur-udzur yang memberikan dispensasi bagi seseorang tidak

ikut shalat Jumat dan jamaah. Sebab ia mengalami sesuatu yang dapat

dimaafkan di hadapan Allah. Sementara orang yang mengonsumsi ba￾wang merah atau bawang putih, kita tidak bisa mengatakan bahwa ia

dimaafkan meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah. Tapi ia

tidakboleh hadir di masjid semata-mata untuk menghindari gangguan￾nya. Terdapat perbedaan yang jelas antara kedua permasalahan ini.

Orang yang memiliki udzur tetap mendapat pahala jamaah secara sem￾purna bila ia sudah terbiasa menunaikan shalat bersama jamaah, ber￾dasarkan sabda Nabi S, "Apabila hamba jntuh sakit atau bepergian ditulis

untuknya seperti apa yang biasa ia lakukan zuaktu sehat dnn tidnk bepergian.Lain halnya dengan orang yang makan bawang, ia tak mendapat pa￾hala berjamaah. Sebab kita mengatakan kepadanya ,'Janganmenghadiri

shalat jumat dan shalat berjamaah' semata-mata demi menghindarkan

gangguannya. Sebagaimana sabda Nabi ffi :

it\ ; L u;U\-J ;.i\s t<"Ui' ,f;

"sesungguhnya para malaikat itu tergnnggu arngon apa yan'g manus'ia

mer as a t er gan ggu den ganny a. " zt s )

Bila seseorang sedang menderita sesuatu yang berbau kurang se￾dap di mulut, hidung atau selainnya yang bisa mengganggu jamaah sha￾lat yang lain, ia tidak boleh mengikuti shalat berjamaah untuk menghin￾darkan gangguannya. Tapi orang ini tidak seperti orang yang memakan

bawang, sebab pemakan bawang melakukan sesuatu yang dapat meng￾ganggu orang lain berdasarkan kehendaknya. Sedang aPa yang dialami

orang ini di luar keinginannya.

Kita bisa mengatakan, orang ini tetap mendapat pahala jamaah ka￾rena ia tidak menghadirinya bukan karena kehendaknya, tapi ia memi￾liki alasan yang syar'i. Kita juga bisa mengatakan, orang ini tidak men￾dapat pahala shalat jamaah, tapi ia tidak berdosa. sebagaimana wanita

yang haid meninggalkan shalat karena perintah Allah, namun demiki￾an ia tidak mendapat pahala shalat. Sebab Nabi ffi menyebutkan bahwa

tidak shalatnya ini sebagai kekurangan agamanya.

Orang yang merokok dan mengeluarkanbau tidak sedap yang da￾pat mengganggu orang lain, ia tidak dibenarkan mengganggu mereka'

(Artinya, tidak boleh mengikuti shalat jamaah dan shalat Jumat semen￾tara bau rokok masih tercium dari tubuhnya). Barangkali ada dampak

positif dalam larangan ini. Yakni orang yang merokok tersebut, ketika

melihat dirinya tidak boleh shalat jamaah, bisa jadi itu dapat menjadi se￾bab taubatnya dari merokok. ]elas ini satu mashlahat.

Orang yang mengidap luka borok yang berbau busuk dan ini se￾ring terjadi di zaman dahulu karena belum ada rumah sakit, ia boleh

tidak mengikuti shalat Jumat dan shalat jamaah. Tapi kami tidak menga￾takan udzurnya ini seperti udzur sakit atau semacamnya. Kecualibila ia

tidak mengikuti shalat jamaah karena khawatir luka boroknya tersebut

bertambah parah, sebab bau itu memang kadang-kadang berpengaruh

kepada luka dan membuatnya bertambah sakit. Maka dalam kondisi ini

ia dimaafkan dan termasuk dalam golongan orang yang sakit.HARAM MTNCRDAKAN SURLRT ]UMAI LEstH

DARI SnTu LOKASI OI SNTU WIIRYRH KECUALI

KNNENR KENUTUHAN

I ini juga termasuk keistimewaan shalat Jumat. Adapun

selain shalat Jumat boleh dikerjakan di masjid-masjid

kampung. Dalam hadits Aisyah disebutkan bahwa Nabi

ff memerintahkan membangun masjid di kampung-kampung dan agar

dibersihkan serta diberi wewangian.zt6) Karenanya disebut'Dar Bani Fu￾lani artinya kampung mereka. |adi shalat Jumat wajib diadakan di satu

masjid, sebab andai pelaksanaannya dipisah-pisah di banyak masjid di

satu wilayah tentunya substansi yang karenanya shalat Jumat disyariat￾kan hilang. Manusia tercerai berai dan setiap kelompok mendapat nasi￾hat yang berbeda dengan yang diperoleh kelompok lain. Akibatnya,

penduduk wilayah pun terkotak-kotak dan mereka tidak "minum" dari

sumber (ilmu) yang sama.

Selain itu, seandainya ada beberapa shalat Jumat dalam satu wila￾yah luputlah tujuan paling utama pensyariatan shalat Jumat. Yakni ber￾kumpul danbersatunya kaum muslimin di satu tempat. Sebab bila setiap

kelompok dibiarkan mendirikan shalat Jumat di kampung masing-ma￾sing, mereka tidak akan saling mengenal dan tidak pula saling berpadu.

Sehingga setiap penduduk suatu wilayah tidak mengetahui kondisi pen￾duduk di wilayah yang lain. Oleh sebab itu, shalatJumat tidak diadakan

di lebih dari satu lokasi, baik di masa Abu Bakar, lJmar, Utsman, Ali

maupun sahabat-sahabat yang lain. Tidak pula di zaman tabi'in. Tetapi,

baru diadakan pada abad ketiga, kira-kira setelah tahun 276, dalamsatu

negara. kaum muslimin masih melaksanakan shalat Jumat dengan satu

imam sampai tahun tersebut. Bahkan Imam Ahmad pernah ditanya

tentang adanya shalat Jumat lebih dari satu tempat. Lantas ia menjawab,

'Aku tidak tahu bahwa ada lebih dari satu shalat Jumat yang dikerjakan

di tengah-tengah kaum muslimin (dalam satu wilayah)." Imam Ahmad

sendiri wafat tahun 241,.Jadihingga batas ini, shalat Jumat tidak dikerja￾kan di lebih dari satu tempat dalam satu wilayah. Dan baru pertama

kali diadakan di Baghdad ketika daerah ini terbagi menjadi dua akibat

terbelah oleh sungai, yakni bagian timur dan bagian barat. Maka kaum

muslimin di wilayah ini mendirikan dua shalat Jumat, sebab masyara￾kat merasa berat bila harus menyeberangi sungai setiap pekan.

Ali bin Abu Thalib pada zaman kekhilafahannya, mengadakan

shalat Id untuk penduduk Kufah di padang pasir dan menugaskan satu

orang untuk mengimami shalat Id orang-orang yang tidak sanggup

datang ke tanah lapang di masjid jami' di dalam kota.217) Dari sinilah,

Imam Ahmad berpendapat bahwa shalat Jumat boleh diadakan di lebih

dari satu tempat karena ada kebutuhan.

Dalil pengharaman mendirikan shalat Jumat di lebih dari satu

tempat dalam satu wilayah adalah, bahwa Nabi Eq bersabda :

,t,

&i e*"i; r,s t )-

"Shnlatlah kalian sebagaitnnna kalian melihat aku shallt.tt218)

Nabi ffi konsisten menjalankan shalat Jumat di satu masjid selama

hayat beliau, demikian pula para khalifah pengganti beliau dan para sa￾habat setelah mereka. Mereka tahu negeri Islam menjadi semakin luas.

Di masa Utsmary kota Madinah bertambah luas. Karenanya ia menam￾bah adzan ketiga yang selanjutnya menjadi adzan pertama. Kemudian

adzan saat imam naik mimbar, selanjutnya iqamah sebagai adzan keti￾ga. Dan ia tidak menambah jumlah tempat shalat Jumat.

Selain itu, desa-desa di wilayah perbukitan pada masa Rasu￾lullah ffi jauh dari tempat pelaksanaan shalat Juma! namun demiki￾an mereka datang ke masjid Rasulullah ffi untuk menunaikan shalat

Jumat. Sangat disayangkan, sekarang ini kebanyakan negeri kaum

muslimin tidak membedakan antara shalat Jumat dan shalat Zhuhur.

Artinya, shalat Jumat didirikan di setiap masjid sehingga umat pun

berpecah belah. Setiap kelompok mengadakan shalat |umat laiknya

shalat Zhuhur. Tak disangsikary tindakan ini tidak sejalan dengan tu￾juan syariat dan petunjuk Nabi ffi. Karenanya pengarang menegaskankeharaman menyelenggarakan shalat Jumat di lebih dari satu tempat

di satu wilayah.

Ungkapan penulis, 'kecuali karena satu kebutuhan' maksudnya

adalah kebutuhan yang menyerupai darurat. Sebab ada istilah darurat

dan ada istilah kebutuhan. Beda antara keduanya ialah, kebutuhan itu

berguna sebagai penyempurna. Sedang darurat untuk menghindarkan

bahaya. Karenanya kita mengatakan, sesuatu yang diharamkan tidak di￾perbolehkan kecuali oleh kondisi darurat. Allah berfirmar; "...Padahal

sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya

atnsmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya..." (Al-Anhm [5] : 119)

Contoh kebutuhan adalah apabila masjid sudah tak muat menam￾pung jamaah dan tidak mungkin diperluas. Sebab jamaah tak sanggup

shalat di bawah terik matahari di musim panas dan tidak pula di bawah

guyuran hujan pada musim penghujan.

Demikian pula bila batas garis teritorial wilayah berjauhan dan

penduduk merasa berat mendatangi masjid jami'. Ini juga disebut ke￾butuhan. Tetapi pada masa kita sekarang ini, tak ada aspek jarak jauh

sebagai alasan kebutuhan, yang ada adalah alasan tempat yang sem￾pit. Sebab orang-orang yang datang dengan mobil dari tempat-tempat

yang jauh memerlukan lokasi parkir. Dan kadang-kadang mereka tidak

mendapati tempat parkir. Tapi bila ada tempat parkir atau jumlah mobil

hanya sedikit, manusia wajib menghadiri shalat Jumat di masjid jami'

meskipun jaraknya jauh. Dan sebaiknya diberikan himbauan kepada

orang-orang yang berjarak dekat dengan masjid suPaya tidak datang

dengan mengendarai mobil. Tujuannya untuk memberi tempat parkir

bagi orang-orang yang jauh.

Bentuk kebutuhan lainnya adalah adanya bibit dendam dan per￾musuhan di antara penduduk daerah dalam satu wilayah. Bila mereka

berkumpul dalam satu tempat dikhawatirkan akan tersulut pertikaian.

Tapi ini dengan syarat permusuhan tersebut tidak dapat didamaikan.

Adapun bila perdamaian mungkin ditempuh maka wajib mendamaikan

dan menyatukan mereka dengan satu imam shalat Jumat.

Imam yang mengenakan pakaian yang menjurai hingga ke bawah

telapak kaki (musbil) atau fasik tidak bisa juga menjadi alasan kebutuhan

untuk tidak shalat di masjid jami'. Sebab para sahabat dahulu shalat dibelakang Hajjajbin YusuFln)yurg notabene termasuk orang yang sangat

zhalim dan sewenang-wenang. Ia membunuh para ulama dan orang￾orang tak berdosa. Namun demikian, mereka tetap shalat di belakang￾nya. Bahkao pendapat yang benar adalah imam yang fasik dibolehkan,

meskipun tidak dalam shalat jumat, selagi perbuatan fasiknya itu tidak

melanggar salah satu syarat shalat yang ia yakini sebagai syarat. Bila

seperti itu, maka kita tidak boleh shalat menjadi makmumnya. Namun

jika pelanggaran ini terjadi pada salah satu syarat shalat yang kita yakini

sebagai syarat, sedangkan ia tidak meyakininya, itu tidak mengapa.

Contohnya, bila kita meyakini makan daging unta membatalkan

wudhu, sedangkan imam shalat berpendapat hal itu tidak membatalkan

wudhu. Lantas imam tersebut makan daging unta, kemudian mengi￾mami shalat tanpa wudhu lagi. Maka kita boleh shalat di belakangnya,

sebab ini perselisihan hasil ijtihad saja.

Ungkapan penulis, "Jika penduduk mengerjakan shalat Jumat di

tempat lain, maka yang sah adalah shalat Jumat yang dilakukan oleh

imam (baca : penguasa)." Maksudnya, bila penduduk mengadakan sha￾lat Jumat di dua tempat atau lebih tanpa ada kebutuhary berarti shalat

Jumat yang sah adalah yang dikerjakan oleh penguasa kaum muslimin,

kecuali ia memberikan izin.

Apabila ulama mengatakan'imam,' maksud mereka adalah orang

yang memegang kekuasaan tertinggi di negara. Hal ini karena imsm

'am (pemimpin seluruh kaum muslimin di dunia) sudah tidak ada sejak

muncul perselisihan antar pemimpin kaum muslimin pada awal masa

kekhilafahan Bani Umayah. Sehingga umat Islam -sangat disayangkan￾terpecah menjadi negara-negara kecil. Jadi jika terjadi shalat Jumat le￾bih dari satu dalam satu wilayah tanpa adanya keperluan, maka shalat

Jumat yang sah adalah yang dikerjakan oleh Imam kaum muslimin.

Artinya, ia ikut shalat dalam jamaah tersebut. Baik ia bertindak sebagai

imam atau makmum. Di zaman dahulu, shalat Jumat tidak dilaksana￾kan kecuali pemimpin yang bertindak sebagai imam shalat. Baik dalam

shalatJumat, shalat Id maupun dalam memimpin jamaah haji.

Ungkapan penulis, "Kecuali ia mengizinkan." Yakni, bila ia tidak

bisa hadir dalam jamaah tersebut, ia memberi izin penyelenggaraan￾nya. Contohnya, imam berdomisili di wilayah lain dan wilayah yang

mendirikan shalat Jumat lebih dari satu tempat tersebut tidak dihadiri

imam. Tapi ia mengatakan, 'Aku mengizinkan kalian menyelenggar￾akan dua shalat jumat atau lebih. Permasalahan ini tidak didasarkan

kepada perkataan Syaikh sebelumny a, yakni,'Tidak disyaratkan adanya

izin imam untuk mendirikan shalat Jumat'. Sebab izin imam dalam per￾nyataan tersebut dimaksudkan tidak menjadi syarat dalam mendirikan

satu shalat Jumat di satu wilayah. Adapun bila lebih dari satu, maka

harus ada rzin imam. Perbedaannya cukup jelas. Sebab seandainya kita

mengatakan, disyaratkan ada izin imam dalam mendirikan shalat Ju￾mat, tentunya shalat-shalat wajib harus dikerjakan sesuai pilihan imam.

Namun pendirian shalat Jumat lebih dari satu lokasi dalam satu wilayah

atau desa harus dengan izin imam, agar tak terjadi pembangkangan

kepadanya dan umat tidak terkotak-kotak. Ini merupakan satu perkara

yang kembali kepada agama, di satu sisi, dan di sisi lain kembali kepada

peraturan negara.

Kembali kepada agama, karena agama Islam melarang kita berpe￾cah belah dalam agama Allah. Dia berfirmarr, "DAn berpeganglah kalian

semuanyakepada tali (agama) Allah, dan iangnnlahkalianbercerai-berai..." (Ali

'Imran [3] : 103). Firman-Nya, "...Tegakkanlah agama dan janganlah kalian

berpecah belnh tentangnya..!' (Asy-Syura [42] : 13). Maksud kembalinya

masalah ini kepada peraturan negara, karena pemimpinlah yang meme￾gang kekuasaan sehingga penyelenggaraan shalat Jumat di tempat lain

sama dengan melangkahi kewenangannya. Akibatnya setiap kelompok

berambisi mendominasi wilayah tersebut dengan mengadakan shalat

Jumat di tempatnya.

Maksud ungkapan penulis, 'Jika kedua penyelenggaraan shalat

Jum'at sama dalam hal ada atau tidak adanya iziry maka yang kedua

tidak sah,' adalah jika keduanya sama, maksudnya kedua shalat Ju￾mat. Dalam hal ada izin atau tidak adanya, yakni imam memberi izin

keduanya atau tidak memberi izin kepada keduanya. Dari sini kita tahu,

permasalahan izin terbagi menjadi tiga: Pertama, rmam memberi izin

salah satu dari dua Jumat. Kedua, memberi izin keduanya'Ketiga,tidak

memberi izin semuanya.

Bila imam memberi izin salah satu dari keduanya, maka sha￾lat jumht yang diizinkan itulah yang sah, baik mulainya lebih dahuluatau setelah shalat Jumat yang tidak diberi izin. Bila imam memberi

izin keduanya atau tidak memberi izin kepada keduanya, maka menu￾rut pernyataan pengarang di atas, shalat Jumat yang kedua tidak sah.

Sedangkan maksud shalat jumat yang kedua adalah yang takbiratul ih￾ramnya dilakukan setelah shalat Jumat yang satunya, meskipun pelak￾sanaan shalat ]umat di masjid tersebut lebih dahulu. Tapi bagaimana cara

kita mengetahuinya?

Kalau pada zaman dahulu barangkali cukup sulit untuk menge￾tahui manakah di antara dua shalat Jumat yang takbiratul ihramnya

lebih dahulu. Tapi pada zaman sekarang, mengetahui salah satu dari

keduanya yang lebih dulu melakukan takbiratul ihram cenderung lebih

mudah dengan perantara pengeras suara. Maka bila kita mendengar

imam shalat ]umat pertama mengucapkan:'Allahu akbar' kemudian te￾pat setelah itu imam shalat jumat kedua mengucapkan:'Allnhu akbar',

kita katakan kepada imam kedua, shalat Anda tidak sah. Dan, kepada

imam pertama, shalat Anda sah. Sebab manakala imam pertama lebih

dulu takbiratul ihram pelaksanaan kewajiban berkaitan dengan shalat ini

karena dimulai lebih dulu. Menurut madzhab Hambali, shalat itu dida￾pat dengan takbiratul lhram. Maka bila shalat Jumat pertama lebih dahu￾lu bertakbiratul ihram kewajiban pun berkaitan dengan shalat ini dan ia

menjadi shalat yang diwajibkan. Sedang shalat Jumat kedua tidak sah.

Namun sebagian ulama berpendapat, yang diakui adalah yang

masa penyelenggaraannya lebih dahulu. Artinya, shalat Jumat yang di￾selenggarakan pertama kali dihukumi sebagai shalat Jumat yang sah.

Sebab shalat Jumat kedua itu menyaingi shalat Jumat yang pertama. Ia

mirip masjid dhirar yang dibangun orang-orang munafik untuk menan￾dingi masjid Quba' dan Allah berfirman kepada nabi-Nya, "lnnganlah

knmu shnlat dalam mnsjid itu selama-lamanyn..." (At-Taubah [9] : 108).

Inilah pendapat yang benar, bahwa yang diakui adalah shalat Ju￾mat yang masa penyelenggaraan dan mulainya lebih dahulu, meskipun

pelaksanaan shalatnya terakhir. Andai kita asumsikan, bahwa shalat ]u￾mat yang baru -yakni yang masa penyelenggaraannya baru dan tanpa

izin imam- telah mengerjakan satu rakaat sebelum shalat Jumat kedua

-yang masa penyelenggaraannya lebih dahulu- diawali, maka shalat me￾reka tidak sah sebagai shalatJumat. Sebab manusia telah sepakat menger￾jakan shalat Jumat di masjid pertama, lalu muncul oknum-oknum yang

kemudian membangun masjid jami' dan memecah belah jamaah.Maksud ungkapan penulis, 'Dan jika keduanya terjadi bersamaan'

adalah jika takbiratul ihram kedua shalat Jumat itu dilakukan bersa￾maan, keduanya sama-sama tidak sah. Contohnya, bila kita mendengar￾kan masjid utara dan masjid selatan lalu imam di kedua masjid tersebut

mengucapkan:'Allahu akbar' dalam waktu yang sama, kita katakan ke￾pada mereka, shalat kalian semua tidak sah. Sebab salah satu dari kedua￾nya tidak ada yang dikerjakan lebih dahulu sehingga tidak memiliki ni￾lai keistimewaan. Bila tak ada keistimewaan maka masing-masing dari

kedua shalat itu membatalkan yang lain. Persis seperti dua bukti yang

sama-sama kuat apabila bertolakbelakang, keduanya sama-sama gugur.

Atas dasar ini, semuanya harus mengulangi shalat Jumat di satu tempat

bila waktu masih tersisa. Bila tidak, mereka wajib shalat Zhuhur.

Namun menurut pendapat yang kami anggaP lebih kuat, kami me￾ngatakan bahwa shalat Jumat yang dilakukan para jamaah di masjid

utara sah, sedangkan yang di masjid selatan tidak sah. Sebab shalat Ju￾mat di masjid utara masa penyelenggaraannya lebih dulu.

Ungkapan penulis, Atau tidak diketahui manakah yang pertama,

maka keduanya batal'. Artinya, bila diselenggarakan dua shalat Jumat

tanpa adanya kebutuhan dan keduanya sama-sama diberi izin imam

atau tidak diberi iziry lalu tidak diketahui manakah yang diselenggara￾kan lebih dahulu dan tidak diketahui pula manakah di antara kedua￾nya yang takbiratul ihramnya lebih dahulu, maka kedua shalat Jumat

itu sama-sama tidak sah. Dan mereka harus shalat Zhuhur. Tidak boleh

menggunakan undian dalam masalah ini sebab shalat Jumat adalah iba￾dah. Dalam kondisi ini, mereka harus shalat Zhuhur dan tidak sah men￾gulangi shalatJumat. Dan telah disebutkan dalam masalah sebelumnya

bahwa bila memungkinkan mereka harus mengulangi shalat Jumat di

satu tempat.

Perbedaan antara kedua masalah tersebut jelas. Dalam masalah

pertama, kedua shalat Jumat sama-sama tidak sah karena masing-ma￾sing membatalkan shalat Jumat yang lain dengan terjadinya takbiratul

ihram dalam waktu yang sama sehingga tak ada satu pun yang sah.

Maka bila mampu mereka wajib mengulangi shalat Jumat di satu tem￾pat. Bila tidak, mereka shalat Zhuhur. Sedang dalam masalah kedua,

salah satu dari dua shalat Jumat tersebut sah, yakni yang lebih dulu di￾selenggarakan, namun tidak diketahui secara pasti. Sementara shalatJumat itu tidak boleh diulangi dua kali. Dalam kasus ini, shalat Jumat

tidak boleh diulangi meskipun mereka berkumpul dalam satu masjid.

Maka semuanya wajib mengulangi shalat sebagai shalat Zhuhur.22})KTUTNUAAN BENNNCTRT AWNL UNTUK

SHnlRI fuvtnr

Disunnahkan berangkat awal untuk shalat Jumat. Dalilnya adalah

hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah & bersabda :

,ri' ' t t o ' a

ti i? Ll"it* _J:V' y;Jt €a,, ; a'.,.tt;, _;r-t 

"r" il;t € a,', s':i* t? aK +,ur aLt), e c,', .y':

o.-a/ ,7c z' L:jL<i 4\)\ : J;rtt e a\, j,': 

" ii '* ,2V ur(* aut

" B arangsiap a mnndi p adn hari I umnt kemudinn ber angkat w aktu 7t er t amn

(palnlnnya) seolah-olah in berkorban seekttr unta. Barangsiapa berangkat

waktu kedua @ahalnnya) seolah-olah in berkorbnn seekor sapi. Bnrang￾sinpn berangkat waktu ketign (pnhalanyn) seolah-olah ia berkorbnn seekor

knmbing bertnnduk. Bnrnngsinpn berangkat wnktu keempat (pahalanya)

seolah-olnh is berkorbnn seekor ayam. Dan, bnrangsinpn berangknt wnktu

kelima @nhalanya) seolah-olnh ia berkorban sebutit tel'ttr."221)

Hadits ini menunjukkan bahwa yang paling baik adalah berang￾kat sangat awal. Tapi ini dilakukan setelah mandi, membersihkan diri,

memakai wewangian dan mengenakan pakaian yang paling pantas. Di￾sunahkan menghadiri shalat jumat dengan berjalan. Dalilnya, Nabi g;

bersabda :

Siapa yang membersihknn diri dan mandi, berangkat sangnt pagi, men,

dekat kepnda imam, berjalan dan tidak berkendara..."222)

Di sini beliau bersabda, "Berjalan dan tidak berkendara," sebab ber￾jalan itu lebih menunjukkan kerendahan hati daripada berkendara. Se￾lain itu, setiap langkah, ia diangkat satu derajat dan digugurkan satu

kesalahan darinya. Oleh sebab itu, berjalan lebih utama daripada berken￾dara. Akan tetapi seandainya jarak rumah dengan masjid jauh atau kon￾disi tubuh lemah atau sakit dan perlu naik kendaraan, maka memberi

keringanan kepada diri lebih baik daripada membebaninya.

Sabda Rasulullah M, "Dnn mendeknt kepada imam," ini juga ter￾masuk amalan sunnah, yakni mendekat kepada imam. Dalilnya sabda

Nabi ffi:

tt t

"Hendaknyaorons-oransronror*o,f),'lo,l)l,tut,,i,l,::,#;

baris dibelakangku."

Dan ketika Nabi ffi melihat sekelompok orang memilih berada di

belakang daripada di depan saat di masjid, beliau bersabda, "Tidakhenti￾hentinya orang-orang mundur hingga Allah mengakhirkan mereka.tt223) Mini￾mal hukum mundur dari shaf pertama ini makruh, sebab ungkapan

seperti ini terhitung sebagai ancaman Nabi gi. Bukan hanya berkaitan

dengan shaf saja, melainkan dalam seluruh amal. Pasalnya, bila setiap

muslim tidak ada semangat kompetisi beramal kebaikan dalam hati￾nya ia selalu dalam kemalasan, sebagaimana firman Allah, "...Dan Kami

biarkan mereka tenggelam dalam kesesatannya yang sangat " (Al-Anhm [6]

: 110). Karena itu, seorang muslim seyogianya selalu menyambut dan

mengerjakan amal ibadah setiap kali ada peluang, agar ia tidak terbia￾sa bermalas-malasan dan supaya Allah tidak mengakhirkan kebaikan

baginya." LANGSUNG DUDUK SETELAH MASUK MAS]tD

SNNI IMAM KUUTSRU

Nabi g bersabda :

" Apabila salah seornng knlian masuk masjid, innganlah ia duduk sebe￾Ium shalnt dua rnkaat."22s)

Hadits ini bermakna umum. Karena Nabi ffi pernah melihat se￾orang laki-laki masuk masjid lalu duduk saat beliau sedang khutbah,

maka beliau bertanya, "Apaknh engkau sudah shalat?" Ia menjawab, "Be￾lum." Beliau bersabda , 

"Bangkit lalu shalqtlah dua rakaat."226)Dalam riway￾at lain, "Dan kerjakanlah kedunnya dengnn ringan." Nabi M juga bersabda,

"Apabila salah seorang di nntara kalian tiba @i masjiil pada hari lumat dan

imam teloh keluar (memulni khutbah), mnka hendnknya ia shalat dua rakaat dnn

hendaknya ia mengerjakannya dengan ringan." As-Sunnah, dalam hal ini,

sangat jelas. Yakni, shalat dua rakaat sunnah tahiyatul masjid terlebih

dahulu sebelum duduk meskipun imam sedang khutbah.

Dari hadits-hadits ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa sha￾lat tahiyatul masjid itu hukumnya wajib. Alasannya, mendengarkan

khutbah adalah wajib dan mengerjakan shalat saat ada khutbah, ber￾konsekuensi tidak mendengarkan materi khutbah. Padahal, tidak boleh

sesuatu yang bisa mengesampingkan sesuatu yang hukumnya wajib ke￾cuali karena mengerjakan sesuatu yang hukumnya wajib pula. Pendapat

ini dianut banyak kalangan ahli ilmu. Akan tetapi setelah melakukan

pengamatan terhadap beberapa peristiwa (dalam hadits-hadits), tampak

jelas bagi kami bahwa shalat tahiyatul masjid hukumnya sunnah mua￾kad, bukan wajib. Dan anggapan bahwa orang yang shalat tidak men￾dengarkan khutbah dapat sedikit direduksi. Yakni, boleh jadi ia memangtidak mendengarkan sama sekali dan boleh jadi pula ia mendengar

sedikit sembari mengerjakan shalat. Sebab seseorang bisa mendengar

khutbah saat ia sedang shalat, pun ia bisa memahami walaupun tengah

shalat. Karenanya, apabila Rasulullah ffi memimpin shalat orang ban￾yak lalu mendengar suara tangisan anak kecil, beliau memperingan sha￾lat.Ini satu bukti bahwa orang yang shalat itu tidak seratus persen lalai

dari hal yang lain. Jadi, pada akhirnya, yang rajih menurut saya, bahwa

shalat tahiyatul masjid itu sunnah muakad, bukan wajib.

Sebagian ulama berkata, "Disunnahkan shalat tahiyatul masjid

bagi setiap orang yang masuk ke masjid kecuali Masjidil Haram, karena

tahiyatul masjidnya adalah thawaf." Namun ini tidak berlaku secara

umum. Kami mengatakan, kecuali Masjidil Haram, karena tahiyatul

masjidnya adalah thawaf bagi orang yang memasukinya untuk thawaf

sebab thawaf tersebut sudah mewakili dua rakaat shalat tahiyatul mas￾jid. Pasalnya, manakala Nabi ffi masuk Masjidil Haram untuk thawaf

umrah dan haji, beliau tidak shalat dua rakaat. Sedangkan orang yang

masuk untuk shalat, mendengarkan kajian, membaca Al-Quran atau se￾macamnya, maka Masjidil Haram seperti masjid-masjid lainnya; yakni

tahiyatul masjidnya adalah shalat dua rakaat berdasarkan keumuman

sabda Nabi ffi, "Apabila salah seorang kalian masuk masjid jangnnlnh ia duduk

sebelum shalat dua rnkaat./HARAM BINBICRNN SENT IMAM KHUTNRH

Diriwayatkan dari Abu Hurairuh eo, bahwa Nabi ffi bersabda :

":i ",-: , ,t o. t , ., ,, jo

-;J rb -:;" iv>,': a;)At r,i 'u;i +6,$ lil

" Apabila engkau berknta kepada saudaramu pada hari lumat, 'Dinmlah!'

padahnl imnm sedang berkhutbnh, mnka sungguh engkau telah berbuat

sia-sia."228)

Tujuan diadakannya dua khutbah jumat adalah menyampaikan

arahan dan nasihat kepada jamaah. Dan hal itu tidak terwujud kecuali

dengan menyimak dan mendengarkan dengan seksama uraian khatib.

Nah, dalam hadits ini, Abu Hurairah mengabarkan dari Nabi ffi huku￾man bagi orang yang bicara saat khutbah lantaran ia telah menyibukkan

diri dengan sesuatu yang menyebabkan tujuan khutbah tak tercapai. Hu￾kuman tersebut adalah, ia tidak memperoleh keutamaan Jumat mengin￾gat ia telah berbuat sia-sia, dan siapa berbuat sia-sia ia tak mendapat

keutamaan hari Jumat.

Beberapa pelajaran dari hadits ini : Pertama, wailb diam untuk

mendengarkan dua khutbah Jumat. Kedua, haram berbicara sendiri saat

imam menyampaikan khutbah Jumat, meskipun berbicara tentang lara￾ngan terhadap perbuatan mungkar, menjawab salam atau semacamnya.

Ketiga, hukuman orang yang bicara sendiri ketika imam khutbah ada￾lah ia tidak memperoleh keutamaan Jumat. Keempat, boleh berbicara di

jeda waktu antara dua khutbah.2MnrcPtutvt Hnnnu MENDAHULUI

GrnnrnN Ivevt

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi ffi bersabda :

oot

'lz t,l. \ ',s.1 o" " t 2 ,' '"i') {i', il J"fr;i ,u)r .p Li; €t" +tlt ,*- Ci

ire irr*'irr* .p ,i ,r,(:

"Apakah orang yang mengangkat kEalanya sebelum imam tidak takut

bila Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah

rupanya menjadi rupa keledai? "

Dalamhadits ini, Abu Hurairah memberitakan dari Nabi Sbahwa

beliau memperingatkan orang yang mengangkat kepalanya mendahu￾lui imam dalam rukuk maupun sujud, bahwa Allah akan mengubah

kepalanya menjadi kepala keledai dan rupanya menjadi rupa keledai

sebagai balasan perbuatannya tersebut. Itu karena ia tidak memahami

hikmah dan tujuan diadakannya imam. Yakni, agar diikuti. Sehingga

dengan demikianterwujudlah pengertian jamaah. Danbeliau ffi menge￾cam keras orang yang tidak takut kepada ancaman ini.

Beberapa pelajaran dari hadits ini : PertamA, haram mengangkat

kepala dari rukuk dan sujud mendahului imam. Dan diqiyaskan dengan

hal ini, mendahuluinya rukuk dan sujud. Kedua, orang yang melaku￾kannya terancam mengalami perubahan rupa atau kepala menjadi rupa

atau kepala keledai. Ketiga, balasan itu sejenis dengan perbuatan.2eo)TINRrc BOITU

BERADA

MELARANG ANAK.ANAK

pI SHAF PrnrRun

hak-anak tidak boleh dilarang shalat di shaf pertama di

dalam masjid kecuali bila mereka menimbulkan gang￾guan atau kegaduhan. Adapun selama mereka tertib, me￾reka tidak boleh diperintah agar pindah dari shaf pertama, karena Nabi

S bersabda :

"Bnrangsiapa lebih dahulu mencnpai (rya yang tidak didahtilui seorang

mtrslim ptm maka ia lebih berhak (memilikinye)."zstt

Dan anak-anak tersebut telah lebih dahulu mengisi tempat yang

belum ditempati seorang pun, sehingga mereka lebih berhak daripada

orang lain. Bila dikatakan, Nabi *g telah bersabda, "Hendaknya orang￾orang yang dewnsn dan berilmu di antars kalian berbaris di belakangku." Ja￾wabnya, maksud dari hadits ini adalah memotivasi kaum dewasa dan

berilmu agar berada di depan. Ya, seandainya Nabi S bersabda, "Hanya

orang-orangyang dewasa dan berilmu saja yang berbaris di belakang￾ku," tentunya ini menjadi larangan bagi anak-anak berada di shaf perta￾ma. Tapi beliau bersabda, "Hendaknya orang-orang yang dewasa danberilmu

di antara kslian berbaris di belakangku." Jadi maknanya, karena mereka itu

orang-orang dewasa dan berakal seharusnya mereka maju agar mereka￾lah yang berada di belakang Rasulullah S.

Selain itu, seandainya kita memindahkan anak-anak dari shaf per￾tama ke shaf kedua, mereka lebih berpotensi untuk bersendau gurau

daripada bila berbaris di shaf pertama dan posisi mereka berada di an￾tara barisan orang dewasa.Ini satu perkara yang konkret. Semoga Allah

memberi bimbingan.Hurum SHRIAT ONNNC YANG MNSUrc

MASIto MTmBAWA RoKoK

yaikh Ibnu'Utsaimin pernah ditanya, "Bolehkah seseorang

masuk masjid dan shalat dengan masih mengantongi rokok?

Apakah rokok itu haram dan apa dalilnya?"

Beliau menjawab, "Boleh shalat dengan mengantongi rokok. Na￾mun merokok itu haram, dalilnya firman Allah, "Dan jangnnlah kalisn

membunuh diri kalian..." (An-Nisa' lal:29\. Firman-Nya, "...Dan ianganlah

kamu menj atuhkan diri kalinn sendiri ke dalam kebinasaan... " (Al-Baqarah [2]

:195). Firman-Nya :

'' " =iiE;1'JiAi\;*\) :il q^5J llt 'tJ

"Dan janganlnh kalian menyerahknn kepada lrang-orang ynng belum

seffipurna akalnya, harta (mereka yang ada dolam kekuasaan kalian)

ynng dijadikan Allah sebngai pokokkehidupan..." (An Nisa' [4] : 5)

Dan terbukti shahih diriwayatkan dari Nabi ffi bahwa beliau me￾larang perbuatan membuang-buang harta. Telah terbukti pula secara

medis bahwa rokok itu berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Se￾hingga mengonsumsi rokok menjadi sebab kematian perokok itu sendiri'

Orang yang merokok sama dengan melemparkan diri ke dalam kebina￾saan. Dan seorang perokok berarti membuang-buang harta karena ia

membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak dijadikan Allah sebagai

tujuannya. Sebab Allah menjadikan harta sebagai pokok kehidupan ma￾nusia guna menopang maslahat agama serta dunia mereka. Sementara

rokok bukan termasuk penyangga maslahat agama maupun dunia, se￾hingga membelanjakan harta untuk rokok berarti menyia-siakannya.

Dan Nabi $ telah melarang tindakan menyia-siakan hartaHUTUITZI MEXCKHUSUSKAN DUN HNru RAYA

DAN Hnru JUMAI UNTUK Znneu Kusun

Srnrn MENGKHUSUSKAN WnnNn BAIU

TTRTTNTU UNTurc TATzTRH

gkhususkan hariJumat dan dua hariraya (Idul Fitri dan

Idul Adha) untuk ziarah kubur tak ada dasarnya dalam

sunnah. Maka mengkhususkan ziarah kubur pada hari

raya dan meyakini bahwa itu disyariatkan tergolong perbuatan bid'ah.

Karena hal itu tidak diriwayatkan dari Nabi S. Saya tidak mengetahui

seorang ulama pun berpendapat seperti itu.

Mengkhususkan baju tertentu untuk takziah, menurut kami, ter￾masuk perbuatan bid'ah. Apalagi hal itu kadang-kadang menandakan

kekesalan manusia terhadap takdir Allah. Meskipun sebagian orang

menganggapnya tidak mengapa, namun apabila generasi salaf tidak me￾lakukannya sementara hal itu mengindikasikan suatu ketidakpuasan

terhadap takdir Allah, tidak diragukan lebih baik hal itu ditinggalkan.

Sebab bila seseorang memakainya boleh jadi ia lebih dekat kepada dosa

daripada keselamatan.Hurcum MTXCNDAKAN UpNCRnN S TLRAzIATAN

KItr,tnTIAN DAN MENcTNAKAN PAKAIAN

HIIRU SrgRcnI TANnR BrRrcngUNG

@pacara selamatan kematian semuanya adalah bid'ah, baik

/ / yang dilakukan tiga hari setelah kematian, tujuh hari, mau-

(/, pun empat puluh hari. Sebab upacara ini tidak disebutkan di

antara perbuatan kaum salafush shalih. Andai perbuatan itu baik, ten￾tunya mereka telah mendahului kita melakukannya. Pun upacara ini

hanya membuang-buang harta dan menghabiskan waktu. Bahkan tak

tertutup kemungkinan terjadi tindakan-tindakan mungkar dalam upa￾cara ini seperti meratapi mayit yang termasuk tindakan terlaknat. Sebab,

Nabi & melaknat orang yang meratapi mayit dan yang mendengarkan￾nya'

Jika biaya selamatan tersebut diambil dari harta si mayit -maksud

saya, bagian sepertiganya- maka ini merupakan tindak kejahatan ter￾hadap dirinya karena merupakan pembelanjaan harta tidak untuk keta￾atan. Jika biaya selamatan tersebut diambil dari harta ahli waris, bila

di antara mereka ada anak-anak dan orang-orangyar.g belum mampu

mengelola harta (sufaha'), maka penyelenggaraan acara itu juga sebuah

kejahatan kepada mereka. Pasalnya, seseorang itu diberi amanat men￾jaga harta anak-anak dan orang-orang yang belum mampu mengelola

harta, sehingga ia tidak boleh membelanjakannya kecuali dalam hal

yang bermanfaat bagi mereka. Dan jika biaya itu diambilkan dari harta

orang-orang berakal, dewasa dan pintar mengelola harta, itu termasuk

tindakan bodoh. Sebab mengeluarkan harta untuk sesuatu yang tidak

bisa mendekatkan diri kepada Allah atau tidak memberi manfaat kepada

orang yang bersangkutan di dunia termasuk tindakan yang dikategori￾kan bodoh. Dan mengeluarkan harta untuk acara tersebut dianggap se￾bagai tindakan membuang-buang harta. Padahal, Nabi # telah melarang

perbuatan membuang-buang harta. Semoga Allah memberikan petun￾juk kepada kita.Memakai pakaian berwarna hitam sebagai tanda berkabung atas

peristiwa kematian termasuk perbuatan bid'ah dan simbol kesedihan.

Perbuatan ini mirip dengan merobek-robek saku dan menampar-nam￾par pipi yang sangat dibenci oleh Nabi ffi. Beliau berlepas diri dari

pelakunya. Beliau bersabda :

"Bukanlah dari golongan knmi orang yang merobek-robek saku, menaflr￾par pipi dan berdoa dengan ungknpan-ungkapnn jahiliynh."zaztHur<uvt Me NcrNlnr MIKAM, MINcRPUR

DAN MTN,ISUBUHKAN TUr-ISRN DI AINS

KusuRNvn

Q anbi S melarang kita menginjak kuburan, mengapur/

ff / Y membangun, dan membubuhkan tulisan di atasnya.

\Y, Dalam larangan ini beliau menggabungkan antara per￾buatan yang bisa menjadi sebab tindakan melampaui batas terhadap

kubur dan yang dapat menjadi sebab penghinaan padanya.

Tindakan melampaui batas terdapat dalam tindakan mendirikan

bangunan di atasnya, mengapurnya dan membubuhkan tulisan. Se￾dang penghinaan ada dalam perbuatan menginjak kubur. Itu semua

semata-mata agar manusia menyikapi penghuni kubur dengan wajar,

tidak berlebih-lebihan dan tidak mengabaikan.MTNRNGISI ONNNC YANG

MININGGAL DUNIR

eorang muslim boleh menangisi orang yang meninggal du￾nia. Dalilnya, Nabi M pernah menangisi kematian putra be￾Iiau, Ibrahim, dan beliau bersabda :

a - ,t, l3t-*.ub6.) -)iu i* tt it; d\') {u J"rt"ot

;r,fu

!l

trr4 e,i\["

"Mata melelehkqn air mata dan hati bersedih, namun kami