:
"Katakanlah, 'Hai hanfua-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereks sendiri, jangnnlnh knlian berputus asa dari rahmat Allnh.
S esu n g guhny a All ah m en g a mpuni do s a- d o s a s emu a ny a. S e sun g guhny a
Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az-Zrmar
[39] : 53)
Orang yang mengetahui perbuatan mereka ini harus menasihati
dan membimbing mereka menuju kebaikan. Mudah-mudahan mereka
mau bertaubat dan jika enggan, ia perlu melapor kepada pihak yang berwenang agar mereka diberi pelajaran. Semoga Allah memberikan bimbingan.Hurcuu OnnNc YANG MENINGGALKAN ATAU
MrNuNon SHALAT HINccn Wnrru HRgIs
yaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum orang
yang meninggalkan shalat, hukum orang yang meremehkan
shalat berjamaah dan memilih shalat sendiri di rumah, dan
hukum orang yang menunda shalat hingga waktunya habis.
Beliau menjawab, "Ada tiga permasalahan: Pertama, meninggalkan shalat adalah perbuatan kafir yang mengeluarkan pelakunya dari
agama Islam. Bila pelakunya memiliki istri muslimah, pernikahannya
dengannya batal, sembelihannya tidak halal, puasa dan sedekahnya tidak diterima, serta ia tidak boleh pergi ke Mekah untuk memasuki tanah
haram. Jika mati ia tidak boleh dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, dan tidak dikubur di pemakaman kaum muslimin. Sebaliknya, ia
dibawa ke tanah lapang dan dibuatkan sebuah lubang untuk menanamnya; yakni dikubur di luar area pekuburan kaum muslimin. Siapa yang
anggota keluarganya mati, sementara ia tahu orang tersebut tidak shalat, ia tidak boleh menipu masyarakat dan membawanya kepada mereka
untuk dishalati. Sebab menshalatkan orang kafir itu hukumnya haram,
berdasarkan firman Allah :
:!) -l;t3
"Dan jnnganlah seknli-knli kamu menshalati (jenazah) seseorang yang
mati di nntara merekn, dan jangnnlah knmu berdiri (mendoakan) di
kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan RasulNyo..." (At-Taubah [9] :84)
Selain itu, Allah berfirman, "Tiadalah sepatutnya bngi Nabi dan oranglrang yang beriman memintaknn ampun (kepada Allah) bngi orang-orang
musyrik, walnupun orong-orang musyrik itu odnlah kaum kerabat(nya), sesudah
jelas bngi mereka, bnhwnsanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
lahannnm." (At-Taubah [9] :113).Kedun,orang yang tidak shalatbersama iamaah di masjid dan memilih shalat d'i rumahnl'a' ia orang yang fasik bukan kafir' Akan tetapt
bilaiat",.,smelakukunperbuatantersebutiatergolongorang-olang
yang gemat u"'ut'ut?"tu'ikut dutt r"tiluttgioh sifat aJil @datah) dari dirinya'
rzano lyr€rllrnd.a shalat hingga waktunya
n,r*:;:',*r:1yoilJ":11"]#Jffi ;"*'lollsliaratbersama
iamaah. Menangguhkan shalat 'u"tpui '"u'ttunla
habis tanpa ada udztttsyar,iadalahr,u,.u*.tiaukboleh.Sea..aui,,yuiashalatsetelahkeluar
waktunya, dalam tot'ai'i ini shalatnyu i" tta* diterima' berdasarkan
sabda Nabi S' "ui*i'i-'pa melakukqn sntu smal yang tidak ada dasarnya
dalamurusnntngo*o)"|':;*i'"'konmalnyaitutertolak"'202)
Intinya, shalat termasuk perkara krusial yang waiib diperhatikan
denganbaik-baik;;;;t""g mukmin' Shalat adalah tiang agama' sebagaimana di'"bd;;;; Ras't'li'llah g p* siapa yang bangunan Islamnya tidak memiliki tiang' bu"gu"u".^[ itt tak mungkin dapat berdiri
te gak. J adi k aum ;J;iJJ": :lllis**
a sihat i'' u ti
"
g memer int ahtJrl situfut dan bersemangat mengeriakannyaHurupr MTNTNGGALKAN S Hnlnr BTryAMAAH
yaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum orang
yang tidak mengikuti shalat Subuh, padahal ia mendengar
muadzin mengumandangkan :' As - shal atu khairun min an naum
(shalat lebih baik daripada tidur)'.
Beliau menj awab, "Mestinya, pertanyaannya berbunyi, "Bagaimana
hukum orang yang meninggalkan shalat jamaah padahal ia mendengar
muadzin mengucapkan :'Hayya'alash shalah (marilah shalat)'. Agar pertanyaan mencakup shalat Subuh dan shalat lainnya. Selain itu, ucapan
muadzin'Hayya'alash shalah' memiliki pengertian lebih kuat dibanding
ucapan 'as-shalatu khairun minan naum'. Dan karena ucapan 'Ash-shalatu
khairun minan naum' bukan termasuk salah satu rukun adzatt, sedangkan 'Hayya'alas shalah' termasuk rukunnya.
Intinya, setiap muslim laki-laki yang mendengar muadzin mengucapkan,'Hayya 'alas shalah' harus mendatangi shalat jamaah kecuali
ada udzur syar'i. Ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi ffi
bahwa seorang laki-laki buta mendatangi beliau dan berkata, "Wahai
Rasulullah, sungguh saya tak memiliki pembimbing yang bisa menuntunku ke masjid, padahal saya seorang yang buta." Maka Rasulullah S
memberinya keringanan (tidak mengikuti shalat jamaah). Ketika orang
itu membalikkan badan dan beranjak pergi, beliau memanggil dan
menanyainya, "Apakah engkau mendengar suara adzanTt' ltya't jawabnya.
Beliau bersabda, "Kllau begitu, penuhilah!"203) Ini satu bukti yang jelas
bahwa setiap orang yang mendengar adzan, ia wajib memenuhi panggilan tersebut.Huruvt SHnmr DENGAN BAIU TtptS
YANG TNNNSPARAN
kum shalat orang-orang yangberpakaian seperti ini sama
dengan hukum orang yang shalat dengan hanya mengenakan celana pendek. Sebab pakaian tipis yang transparan tidak dapat menutupi autat, dan adanya sama dengan tidak ada.
Atas dasar itu shalat mereka tidak sah, menurut pendapat yang paling
benar dari dua pendapat ulama. Pendapat inilah yang populer dalam
madzhab Imam Ahmad. Hal ini karena bagi kaum Adam, shalat harus
menutup bagian tubuh antara pusar dan lutut. Inilah kondisi minimal
pelaksanaan firman Allah, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
setiap (memasuki) masjid..." (Al-Xraf l7l :311
Maka, mereka wajib melakukan salah satu dari dua hal : (1) mengenakan celana panjang yang dapat menutup antara pusar dan lutut, atau
(2) melapisi celana pendek ini dengan pakaian tebal yang tidak transParan.Hurcum SHR T DENGAN PAKAIAN YANG
MrNlUnnr HTNcGA KE BAWAH KrnUR
Mern Knrcr
ila pakaian, baik sarung, celana, maupun gamis menjurai
lebih rendah daripada kedua telapak kaki maka hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi M:
t. o
- -
t-o
,6' ,,l ,rj)t _. ;Jiir j" _1"-i
"Bagian s(trung yang lebih rendah dari kedua mata knki berada
neraka.//201)
Y
di
Sabda Nabi S tentang sarung ini juga berlaku pada pakaian lainnya. Berdasarkan hadits ini, seseorang wajib membuat baju dan pakaian
lain yang potongan bawahnya di atas mata kaki. Bila ia shalat dengan
mengenakan pakaian di bawah mata kaki, ulama berbeda pendapat tentang keabsahan shalatnya tersebut.
Sebagian berpendapat shalatnya sah, sebab orang itu telah melaksanakan apayangwajib, yakni menutup aurat. Namun, sebagian ulama
lain berpandangan shalatnya tidak sah. Hal ini karena ia menutupi auratnya dengan pakaian yang diharamkan. Para ulama yang memegang
pendapat ini memasukkan pakaian yang dibolehkan sebagai salah satu
syarat menutup aural padahal mengenakan pakaian yang panjang hingga ke bawah mata kaki itu tidak boleh. Jadi, orang yang shalat dengan
pakaian yang menjurai sampai di bawah mata kaki maka itu beresiko
shalatnya tidak sah. Karenanya ia harus bertakwa kepada Allah dan
meninggikan pakaiannya hingga di atas mata kaki.
Ttonrc SHRmr luMAr
Wahai kaum muslimin, jagalah shalat Jumat dan janganlah kalian
meremehkannya, sebab Nabi g-t bersabda :
"Ji ,>G\-A, €"t') #
"Hendaknya orang-oratlg berhenti dari meninggolt rn ,hotot lt'.rmat ntau
sungguh Allnh rkan menutup hati mereko, kemudian mereka benar-bennr menjadi orang-orang yang lalti."205)
"Bnrangsiapa meninggalkan shnlat lumat tiga knli karenn meremehkannya, Allah menutup hntinyo."zont
Sebagian orang kadang-kadang bepergian bersama keluarga atau
kawan-kawannya pada hari yang penuh berkah ini. Allah telah menganugerahkan hari Jumat sebagai hari yang mulia bagi umat Muhammad dan menyesatkan Yahudi serta Nasrani dari berkah hari tersebut.
Akibatnya mereka melewatkan shalat |umat. Mereka telah mengantarkan diri mereka menuju siksa dan murka Allah. Hendaknya mereka berhati-hati.
Nabi Sl telah mengabarkan tentang seorang penggembala yang
membawa ternaknya sejauh satu atau dua mil. Namun rerumputan masih sulit didapat. Lantas ia semakin naik ke bukit. Kemudian hari Jumat datang, namun ia tidak menghadiri shalat Jumat. Jumat berikutnya
tiba, lagi-lagi ia tak menghadir shalat Jumat hingga hatinya tertutup.
Orang-orangyangbepergian pada hari jumat, jika mereka mengerjakan
shalat Jumat di daerah sendiri atau lainnya mereka telah menunaikankewajiban antara mereka dan Allah. Akan tetapi mereka telah membuat
diri mereka menjadi bahan gunjingan masyarakat. Dan jika mereka tidak shalat Jumat serta tidak memedulikannya, alangkah besar kerugian
orang-orang ini. Mereka telah melewatkan kebaikan yang melimpah
dan mengantarkan diri mereka ke dalam siksa yang pedih.207)SHnlRr OnnNc YANG MTNRUAN HAIAT
DAN LRpRR
gerjakan shalat dalam keadaan menahan buang air
hukumnya makruh. Sebab Nabi g melarang shalat saat
makanan telah dihidangkan dan dalam keadaan menahan dua kotoran (kencing dan berak).204)
Hikmahnya, perbuatan ini mengancam kesehatan tubuh. Sebab menahan air kencing yang sudah waktunya keluar dapat membahayakan
kandung kemih dan otot-otot penahan kencing. Pasalnya, kemungkinan
seiring dengan menggelembungnya kandung kemih akibat air kencing
yang tertahan di dalamnya, otot-otot menjadi kendur karena otot-otot
ini sangat lembut. Atau bisa jadi pula, otot-otot tersebut mengerut secara
berlebihan sehingga orang yang mengalaminya tidak bisa mengeluarkan air kencing, seperti yang kadang-kadang terjadi.
Di sisi lain, tindakan ini mengandung dampak buruk yang berkaitan dengan shalat. Orang yang menahan air kencing tidak mungkin
hatinya khusyuk dalam shalat, sebab ia berkonsentrasi menahan air kotor ini. Seperti ini pula seseorang yang menahan buang air besar.
Makruh mengerjakan shalat sambil menahan berak. Alasannya
persis seperti yang kami sampaikan terkait alasan larangan shalat sembari menahan kencing. Demikian halnya bila seseorang menahan kentut, ia dimakruhkan shalat dalam kondisi seperti ini.
Bila ada yang berkata, "Seseorang telah wudhu dan ia menahan
kencing atau kentut. Tapi bila menunaikan hajatnya, ia tak memiliki air
untuk wudhu. Apakah kita mengatakan kepadanya,'Tunaikan hajatmu
danbertayamumlah untuk shalat' atau'shalatlah meskipun dengan menahan dua kotoran ini?"'
Jawabnya, kita mengatakan kepadanya, "Tunaikah hajatmu dan
tayamumlah. Janganlah shalat dalam keadaan menahan kotoran." Ini
karena shalat dengan tayamum, disepakati, tidak dimakruhkan, sedangkan shalat disertai menahan kencing dan berak dilarang dalam
konteks makruh. Bahkan ada ulama yang mengharamkannya, dengan
mengatakan, "Shalat sambil menahan kencing dan berak tidak sah, berdasarkan sabda Rasulullah M :
'.t; tt 't ,
t ' d o /
.ruilt llo,i -;; Y'j rGL)r :'r^,;)-, !
"Tidak ada shaktt saat makanan ltidanglcnn otoTpu, saat seseornng menahan dua kotoran (kencing dan berak)."20e)
Andai ada yang mengatakanbahwa ia menahan kencing dan khawatir jika buang air kencing dahulu, ia pun tertinggal shalat berjamaah.
Apakah ia boleh shalat dengan menahan air kencing agar mendapatkan
jamaah atau menyelesaikan hajatnya dulu meskipun shalat jamaah telah
selesai? jawabannya, ia menunaikan hajatnya dahulu lalu wudhu, meskipun shalat jamaah terlewatkan. Sebab ini merupakan sebuah udzur
syar'i. Dan apabila muncul keinginan untuk kencing di tengah-tengah
shalat, ia boleh memisahkan diri dari imam untuk menunaikan hajatnya.
Bila seseorang mengatakan, "Waktu shalat tinggal sedikit padahal
ia merasa ingin berak atau kencing. Bila ia menunaikan hajatnya lalu
wudhu waktu shalat habis, dan bila ia shalat sebelum waktu selesai berarti ia shalat sambil menahan berak atau kencing. Apakah ia harus shalat sambil menahan berak dan kencing, atau ia menunaikan hajatnya
dulu lalu shalat meskipun setelah waktunva habis?"
Jawabannya, jika shalat tersebut dapat dijamak dengan shalat setelahnya hendaknya ia menunaikan hajatnya dan berniat menjamak shalat. Sebab menjamak shalat dalam kondisi seperti ini boleh. Namun jika
shalat itu tidak bisa dijamak dengan shalat setelahnya, seperti shalat
Subuh, Ashar atau Isyak, dalam masalah ini ulama memiliki dua pendapat : Pertama, ia shalat meskipun dengan menahan kencing atau
berak demi menjaga waktu. Ini pendapat mayoritas ulama. Kedua, ia
menunaikan hajatnya dulu lalu mengerjakan shalat meskipun waktu telah habis. Pendapat kedua ini lebih dekat dengan kaidah-kaidah syariaf
sebab tak diragukan ini termasuk wujud kemudahan dalam Islam. Bilaseseorang menahan berak atau kencing, ia mengkhawatirkan kesehatan
dirinya dan tak dapat konsentrasi dalam shalat.
Semua itu terkait menahan yang tidak terlalu memberatkan. Adapun menahan yang sangat memberatkan dalam arti pelakunya sampai
tidak menyadari apa yang diucapkannya dan sangat tersiksa akibat menahan kencing atau berak, atau ia khawatir tak sanggup menahan hadats sehingga keluar sendiri tanpa diinginkan, maka dalam kondisi ini
ia harus menunaikan hajatnya dahulu lalu shalat setelahnya. Semestinya tak ada perbedaan pendapat dalam kasus seperti ini.
Seperti diungkapkan oleh penulis, makruh hukumnya shalat saat
dihidangkan makanan yang disukai. Maksudnya, makruh shalat bersamaan dengan dihidangkannya makanan yang diinginkan. Dalam
masalah ini, pengarang memberlakukan dua syarat, yakni : Pertama,
makanan tersebut sudah dihidangkan. Kedua, hatinya tertarik kepada
makanan itu. Ada baiknya ditambahkan syarat ketiga, yakni ia mampu
menikmatinya secara fisik maupun syar'i.
Bila makanan belum dihidangkan, ia tidak boleh menunda shalat
meskipun perut terasa lapar. Sebab andai kita mengatakan boleh menunda shalat dalam kondisi seperti ini, konsekuensinya orang fakir tak akan
pernah shalat. Karena orang fakir kadang-kadang selalu merasa lapar
dan jiwanya selalu menginginkan makan.
Seandainya makanan sudah disiapkan, tetapi ia masih kenyang
dan tidak memikirkan makanan itu, hendaknya ia menunaikan shalat.
Dalam konteks ini, shalatnya tidak makruh. Demikian halnya bila makanan telah dihidangkan akan tetapi ia tak bisa menikmatinya secara
syar'i maupun fisik.
Secara syar'i contohnya orang yang tengah puasa apabila hidangan
berbuka telah disiapkan saat shalat Ashar. Sementara orang ini sangat
lapar sekali. Maka kita tidak mengatakan, "Janganlah shalat Ashar dulu
sampai engkau memakannya setelah matahari terbenam." Sebab menurut aturan syariat, orang ini tidak boleh mengonsumsinya sehingga tak
ada gunanya menunggu atau menunda shalat Ashar. Demikian pula
seandainya makanan dihidangkan di hadapannya untuk orang lairy sedangkan dirinya sangat menginginkannya. Ia tidak makruh mengerjakan shalat di waktu ini karena ada halangan syar'i yang membuatnya
tidak bisa menikmati hidangan tersebut, yakni makanan itu bukan haknyaPenghalang secara fisik, misalnya seandainya dihidangkan makanan yang panas untuknya dan ia tidak dapat menikmatinya waktu itu
juga, apakah ia shalat dulu atau menunggu hingga dingin kemudian
makan dan shalat setelah itu? Jawabnya, ia shalat dan shalatnya tidak
makruh, sebab menunggunya tidak memberi manfaat. Demikian juga
seandainya makanan miliknya sendiri dihidangkan untuknya, akan
tetapi di hadapannya ada orang zhalim yang melarangnya makan. Di
sini ia tidak dimakruhkan menunaikan shalat sebab ia tak mendapat
keuntungan menunda shalat, sebab secara fisik ia terhalangi menikmati
makanan tersebut.
Kesimpulannya, kemakruhan shalat saat makanan telah dihidangkan memerlukan tiga syarat : Pertama, makanan telah dihidangkan.
Kedua, menginginkan makanan tersebut. Ketiga, kemampuan menikmatinya secara syar'i dan fisik. Dalilnya adalah sabda Rasulullah ffi,
"Tidak ada shalat saat makanan hidangkan atnupun sant seseorang menahan
dua kotoran (kencing dan bera11S."ztot
Ungkapan penulis menunjukkan bahwa shalat dalam kondisi ini
hukumnya makruh, sebab Rasulullah ffi bersabda, "Tidak ada shalat,."
Pertanyaannya, apakah tidak ada dalam kalimat tersebut bermakna
tidak sempurna atau tidak sah? Jawabnya, mayoritas ulama berpendapat bahwa maksudnya adalah tidak sempurna. Artinya seseorang
dimakruhkan shalat dalam keadaan ini, dan seandainya tetap mengerjakannya shalatnya, hukumnya tetap sah.
Namury sebagian ulama lain mengatakary "Penegasan tersebut
untuk menunjukkan tidak sah. Sehingga seandainya seseorang shalat
sembari menahan berak atau kencing di mana ia sampai tidak mengerti
apa yang diucapkannya, maka shalatnya tidak sah. Sebab pada dasarnya, penegasan yang disebutkan dalam syariat bermakna penegasan
keabsahan. Atas dasar ini, shalat dalam keadaan seperti ini diharamkan
karena setiap ibadah yang tidak sah maka mengerjakannya dihukumi
haram. Sebab pelakunya seperti orang yang bermain-main karena ia
melangsungkan ibadah yang ia ketahui diharamkan. Masing-masing
dari kedua pendapat ini sangat beralasan."2LARANGAN WANITA PERGI KE MASJID
MIU TRI PARFUM
Nabi S bersabda :
o)\i;
" Hendaknya mereka (parn wanita) keluar tanpa memakni wewanginn."ztzt
Nabi ffi melarang wanita mendatangi masjid bila memakai wewangian. Beliau bersabda :
,uijr i"* r; "JJ6 >$ \"r;
"Wanita *ono rrn yang memakni wewangian maka janganlah ia menghadiri shalat lsyak bersama knmi."213)
Pada zaman dahulu, para wanita biasa keluar rumah untuk shalat
Isyak bersama Nabi ffi, termasuk shalat Subuh. Mengacu kepada hadits ini, orang tua boleh melarang putrinya yang hendak keluar rumah
dalam keadaan berparfum. Bahkan ia wajib mencegahnya dalam kondisi seperti ini. Sebab Nabi S telah melarang wanita menghadiri shalat
Isyak bila memakai minyak wangi. Demikian pula bila wanita keluar
rumah dalam keadaan tabarrujdengan mengenakan pakaian yang mencolok, sandal yang mengeluarkan suara atau berhak tinggi, atau yang
semacamnya. Maka orang tua atau wali wajib melarangnya, diqiyaskan
dengan wajibnya ia melarang wanita keluar rumah dengan memakai
wewangian.
Dalam hadits lain, Nabi ffi bersabda, "Dan rumahnyalebihbaikbagi
dirinya (wanita)." Dikecualikan dari hal ini keluarnya wanita untuk shalat Id. Keluar untuk menunaikan shalat Id bagi kaum wanita, hukumnya sunnah sebab Nabi M memerintahkan untuk mengajak para wanitamerdeka dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri shalat Id. Bahkan
wanita-wanita yang sedang datang bulan pun beliau perintahkan agar
ikut menghadiri shalat Id. Hanya saja beliau memerintahkan para wanita yang sedang haid supaya menjauhi tempat shalat, sebab tempat shalat
Id sama dengan masjid. Akan tetapi wanita wajib tidak keluar dengan
memamerkan perhiasan dan tidak pula memakai minyak wangi. Hendaknya mereka keluar dengan tenang dan diam, tidak berbicara keras
atau bersendau gurau dengan kawannya. Mereka juga tidak sepantasnya berjalan seperti laki-laki, tapi ia berjalan laiknya seorang wanita.
Yakni cara jalan yang cenderung malu-malu dan tenang'zMruernN BRwnNG ATAu STUICAMNYA,
Mrnorcor Areu MENcoNSUMS r S tsueru
YANG BERgnu MINyENGAT
ertanyaary orang yang makan bawang apakah dimaafkan
tidak menghadiri shalat Jumat dan shalat berjamaah?
Apakah ia boleh makan bawang atau tidak?
Jawabannya,bila dalam mengonsumsi bawang itu ia meniatkannya agar tidak shalat berjamaah maka perbuatan ini haram dan ia berdosa akibat meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah. Adapun
bila dalam mengonsumsi bawang itu bertujuan menikmatinya atau memang ia menggemarinya maka tidak diharamkan. Seperti musafir di
bulan Ramadhan, bila ia meniatkan safarnya supaya boleh tidak puasa,
maka safar dan tidak puasanya itu haram. Dan jika ia meniatkan bepergiannya untuk tujuan selain hal itu (yang halal), ia boleh tidak puasa.
Adapun berkenaan mendatangi masjid, orang yang telah makan
bawang tidak boleh pergi ke masjid. Bukan karena ia memiliki alasan
yang membolehkannya tidak shalat berjamaah dan shalat Jumat, tapi itu
untuk menghindarkan gangguannya. Sebab bau bawang yang dimakannya dapat mengganggu para malaikat dan manusia. Sedangkan alasanalasan yang disebutkan Syaikh Utsaimin dalam kitab Zadul Mustaqni'
adalah udzur-udzur yang memberikan dispensasi bagi seseorang tidak
ikut shalat Jumat dan jamaah. Sebab ia mengalami sesuatu yang dapat
dimaafkan di hadapan Allah. Sementara orang yang mengonsumsi bawang merah atau bawang putih, kita tidak bisa mengatakan bahwa ia
dimaafkan meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah. Tapi ia
tidakboleh hadir di masjid semata-mata untuk menghindari gangguannya. Terdapat perbedaan yang jelas antara kedua permasalahan ini.
Orang yang memiliki udzur tetap mendapat pahala jamaah secara sempurna bila ia sudah terbiasa menunaikan shalat bersama jamaah, berdasarkan sabda Nabi S, "Apabila hamba jntuh sakit atau bepergian ditulis
untuknya seperti apa yang biasa ia lakukan zuaktu sehat dnn tidnk bepergian.Lain halnya dengan orang yang makan bawang, ia tak mendapat pahala berjamaah. Sebab kita mengatakan kepadanya ,'Janganmenghadiri
shalat jumat dan shalat berjamaah' semata-mata demi menghindarkan
gangguannya. Sebagaimana sabda Nabi ffi :
it\ ; L u;U\-J ;.i\s t<"Ui' ,f;
"sesungguhnya para malaikat itu tergnnggu arngon apa yan'g manus'ia
mer as a t er gan ggu den ganny a. " zt s )
Bila seseorang sedang menderita sesuatu yang berbau kurang sedap di mulut, hidung atau selainnya yang bisa mengganggu jamaah shalat yang lain, ia tidak boleh mengikuti shalat berjamaah untuk menghindarkan gangguannya. Tapi orang ini tidak seperti orang yang memakan
bawang, sebab pemakan bawang melakukan sesuatu yang dapat mengganggu orang lain berdasarkan kehendaknya. Sedang aPa yang dialami
orang ini di luar keinginannya.
Kita bisa mengatakan, orang ini tetap mendapat pahala jamaah karena ia tidak menghadirinya bukan karena kehendaknya, tapi ia memiliki alasan yang syar'i. Kita juga bisa mengatakan, orang ini tidak mendapat pahala shalat jamaah, tapi ia tidak berdosa. sebagaimana wanita
yang haid meninggalkan shalat karena perintah Allah, namun demikian ia tidak mendapat pahala shalat. Sebab Nabi ffi menyebutkan bahwa
tidak shalatnya ini sebagai kekurangan agamanya.
Orang yang merokok dan mengeluarkanbau tidak sedap yang dapat mengganggu orang lain, ia tidak dibenarkan mengganggu mereka'
(Artinya, tidak boleh mengikuti shalat jamaah dan shalat Jumat sementara bau rokok masih tercium dari tubuhnya). Barangkali ada dampak
positif dalam larangan ini. Yakni orang yang merokok tersebut, ketika
melihat dirinya tidak boleh shalat jamaah, bisa jadi itu dapat menjadi sebab taubatnya dari merokok. ]elas ini satu mashlahat.
Orang yang mengidap luka borok yang berbau busuk dan ini sering terjadi di zaman dahulu karena belum ada rumah sakit, ia boleh
tidak mengikuti shalat Jumat dan shalat jamaah. Tapi kami tidak mengatakan udzurnya ini seperti udzur sakit atau semacamnya. Kecualibila ia
tidak mengikuti shalat jamaah karena khawatir luka boroknya tersebut
bertambah parah, sebab bau itu memang kadang-kadang berpengaruh
kepada luka dan membuatnya bertambah sakit. Maka dalam kondisi ini
ia dimaafkan dan termasuk dalam golongan orang yang sakit.HARAM MTNCRDAKAN SURLRT ]UMAI LEstH
DARI SnTu LOKASI OI SNTU WIIRYRH KECUALI
KNNENR KENUTUHAN
I ini juga termasuk keistimewaan shalat Jumat. Adapun
selain shalat Jumat boleh dikerjakan di masjid-masjid
kampung. Dalam hadits Aisyah disebutkan bahwa Nabi
ff memerintahkan membangun masjid di kampung-kampung dan agar
dibersihkan serta diberi wewangian.zt6) Karenanya disebut'Dar Bani Fulani artinya kampung mereka. |adi shalat Jumat wajib diadakan di satu
masjid, sebab andai pelaksanaannya dipisah-pisah di banyak masjid di
satu wilayah tentunya substansi yang karenanya shalat Jumat disyariatkan hilang. Manusia tercerai berai dan setiap kelompok mendapat nasihat yang berbeda dengan yang diperoleh kelompok lain. Akibatnya,
penduduk wilayah pun terkotak-kotak dan mereka tidak "minum" dari
sumber (ilmu) yang sama.
Selain itu, seandainya ada beberapa shalat Jumat dalam satu wilayah luputlah tujuan paling utama pensyariatan shalat Jumat. Yakni berkumpul danbersatunya kaum muslimin di satu tempat. Sebab bila setiap
kelompok dibiarkan mendirikan shalat Jumat di kampung masing-masing, mereka tidak akan saling mengenal dan tidak pula saling berpadu.
Sehingga setiap penduduk suatu wilayah tidak mengetahui kondisi penduduk di wilayah yang lain. Oleh sebab itu, shalatJumat tidak diadakan
di lebih dari satu lokasi, baik di masa Abu Bakar, lJmar, Utsman, Ali
maupun sahabat-sahabat yang lain. Tidak pula di zaman tabi'in. Tetapi,
baru diadakan pada abad ketiga, kira-kira setelah tahun 276, dalamsatu
negara. kaum muslimin masih melaksanakan shalat Jumat dengan satu
imam sampai tahun tersebut. Bahkan Imam Ahmad pernah ditanya
tentang adanya shalat Jumat lebih dari satu tempat. Lantas ia menjawab,
'Aku tidak tahu bahwa ada lebih dari satu shalat Jumat yang dikerjakan
di tengah-tengah kaum muslimin (dalam satu wilayah)." Imam Ahmad
sendiri wafat tahun 241,.Jadihingga batas ini, shalat Jumat tidak dikerjakan di lebih dari satu tempat dalam satu wilayah. Dan baru pertama
kali diadakan di Baghdad ketika daerah ini terbagi menjadi dua akibat
terbelah oleh sungai, yakni bagian timur dan bagian barat. Maka kaum
muslimin di wilayah ini mendirikan dua shalat Jumat, sebab masyarakat merasa berat bila harus menyeberangi sungai setiap pekan.
Ali bin Abu Thalib pada zaman kekhilafahannya, mengadakan
shalat Id untuk penduduk Kufah di padang pasir dan menugaskan satu
orang untuk mengimami shalat Id orang-orang yang tidak sanggup
datang ke tanah lapang di masjid jami' di dalam kota.217) Dari sinilah,
Imam Ahmad berpendapat bahwa shalat Jumat boleh diadakan di lebih
dari satu tempat karena ada kebutuhan.
Dalil pengharaman mendirikan shalat Jumat di lebih dari satu
tempat dalam satu wilayah adalah, bahwa Nabi Eq bersabda :
,t,
&i e*"i; r,s t )-
"Shnlatlah kalian sebagaitnnna kalian melihat aku shallt.tt218)
Nabi ffi konsisten menjalankan shalat Jumat di satu masjid selama
hayat beliau, demikian pula para khalifah pengganti beliau dan para sahabat setelah mereka. Mereka tahu negeri Islam menjadi semakin luas.
Di masa Utsmary kota Madinah bertambah luas. Karenanya ia menambah adzan ketiga yang selanjutnya menjadi adzan pertama. Kemudian
adzan saat imam naik mimbar, selanjutnya iqamah sebagai adzan ketiga. Dan ia tidak menambah jumlah tempat shalat Jumat.
Selain itu, desa-desa di wilayah perbukitan pada masa Rasulullah ffi jauh dari tempat pelaksanaan shalat Juma! namun demikian mereka datang ke masjid Rasulullah ffi untuk menunaikan shalat
Jumat. Sangat disayangkan, sekarang ini kebanyakan negeri kaum
muslimin tidak membedakan antara shalat Jumat dan shalat Zhuhur.
Artinya, shalat Jumat didirikan di setiap masjid sehingga umat pun
berpecah belah. Setiap kelompok mengadakan shalat |umat laiknya
shalat Zhuhur. Tak disangsikary tindakan ini tidak sejalan dengan tujuan syariat dan petunjuk Nabi ffi. Karenanya pengarang menegaskankeharaman menyelenggarakan shalat Jumat di lebih dari satu tempat
di satu wilayah.
Ungkapan penulis, 'kecuali karena satu kebutuhan' maksudnya
adalah kebutuhan yang menyerupai darurat. Sebab ada istilah darurat
dan ada istilah kebutuhan. Beda antara keduanya ialah, kebutuhan itu
berguna sebagai penyempurna. Sedang darurat untuk menghindarkan
bahaya. Karenanya kita mengatakan, sesuatu yang diharamkan tidak diperbolehkan kecuali oleh kondisi darurat. Allah berfirmar; "...Padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atnsmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya..." (Al-Anhm [5] : 119)
Contoh kebutuhan adalah apabila masjid sudah tak muat menampung jamaah dan tidak mungkin diperluas. Sebab jamaah tak sanggup
shalat di bawah terik matahari di musim panas dan tidak pula di bawah
guyuran hujan pada musim penghujan.
Demikian pula bila batas garis teritorial wilayah berjauhan dan
penduduk merasa berat mendatangi masjid jami'. Ini juga disebut kebutuhan. Tetapi pada masa kita sekarang ini, tak ada aspek jarak jauh
sebagai alasan kebutuhan, yang ada adalah alasan tempat yang sempit. Sebab orang-orang yang datang dengan mobil dari tempat-tempat
yang jauh memerlukan lokasi parkir. Dan kadang-kadang mereka tidak
mendapati tempat parkir. Tapi bila ada tempat parkir atau jumlah mobil
hanya sedikit, manusia wajib menghadiri shalat Jumat di masjid jami'
meskipun jaraknya jauh. Dan sebaiknya diberikan himbauan kepada
orang-orang yang berjarak dekat dengan masjid suPaya tidak datang
dengan mengendarai mobil. Tujuannya untuk memberi tempat parkir
bagi orang-orang yang jauh.
Bentuk kebutuhan lainnya adalah adanya bibit dendam dan permusuhan di antara penduduk daerah dalam satu wilayah. Bila mereka
berkumpul dalam satu tempat dikhawatirkan akan tersulut pertikaian.
Tapi ini dengan syarat permusuhan tersebut tidak dapat didamaikan.
Adapun bila perdamaian mungkin ditempuh maka wajib mendamaikan
dan menyatukan mereka dengan satu imam shalat Jumat.
Imam yang mengenakan pakaian yang menjurai hingga ke bawah
telapak kaki (musbil) atau fasik tidak bisa juga menjadi alasan kebutuhan
untuk tidak shalat di masjid jami'. Sebab para sahabat dahulu shalat dibelakang Hajjajbin YusuFln)yurg notabene termasuk orang yang sangat
zhalim dan sewenang-wenang. Ia membunuh para ulama dan orangorang tak berdosa. Namun demikian, mereka tetap shalat di belakangnya. Bahkao pendapat yang benar adalah imam yang fasik dibolehkan,
meskipun tidak dalam shalat jumat, selagi perbuatan fasiknya itu tidak
melanggar salah satu syarat shalat yang ia yakini sebagai syarat. Bila
seperti itu, maka kita tidak boleh shalat menjadi makmumnya. Namun
jika pelanggaran ini terjadi pada salah satu syarat shalat yang kita yakini
sebagai syarat, sedangkan ia tidak meyakininya, itu tidak mengapa.
Contohnya, bila kita meyakini makan daging unta membatalkan
wudhu, sedangkan imam shalat berpendapat hal itu tidak membatalkan
wudhu. Lantas imam tersebut makan daging unta, kemudian mengimami shalat tanpa wudhu lagi. Maka kita boleh shalat di belakangnya,
sebab ini perselisihan hasil ijtihad saja.
Ungkapan penulis, "Jika penduduk mengerjakan shalat Jumat di
tempat lain, maka yang sah adalah shalat Jumat yang dilakukan oleh
imam (baca : penguasa)." Maksudnya, bila penduduk mengadakan shalat Jumat di dua tempat atau lebih tanpa ada kebutuhary berarti shalat
Jumat yang sah adalah yang dikerjakan oleh penguasa kaum muslimin,
kecuali ia memberikan izin.
Apabila ulama mengatakan'imam,' maksud mereka adalah orang
yang memegang kekuasaan tertinggi di negara. Hal ini karena imsm
'am (pemimpin seluruh kaum muslimin di dunia) sudah tidak ada sejak
muncul perselisihan antar pemimpin kaum muslimin pada awal masa
kekhilafahan Bani Umayah. Sehingga umat Islam -sangat disayangkanterpecah menjadi negara-negara kecil. Jadi jika terjadi shalat Jumat lebih dari satu dalam satu wilayah tanpa adanya keperluan, maka shalat
Jumat yang sah adalah yang dikerjakan oleh Imam kaum muslimin.
Artinya, ia ikut shalat dalam jamaah tersebut. Baik ia bertindak sebagai
imam atau makmum. Di zaman dahulu, shalat Jumat tidak dilaksanakan kecuali pemimpin yang bertindak sebagai imam shalat. Baik dalam
shalatJumat, shalat Id maupun dalam memimpin jamaah haji.
Ungkapan penulis, "Kecuali ia mengizinkan." Yakni, bila ia tidak
bisa hadir dalam jamaah tersebut, ia memberi izin penyelenggaraannya. Contohnya, imam berdomisili di wilayah lain dan wilayah yang
mendirikan shalat Jumat lebih dari satu tempat tersebut tidak dihadiri
imam. Tapi ia mengatakan, 'Aku mengizinkan kalian menyelenggarakan dua shalat jumat atau lebih. Permasalahan ini tidak didasarkan
kepada perkataan Syaikh sebelumny a, yakni,'Tidak disyaratkan adanya
izin imam untuk mendirikan shalat Jumat'. Sebab izin imam dalam pernyataan tersebut dimaksudkan tidak menjadi syarat dalam mendirikan
satu shalat Jumat di satu wilayah. Adapun bila lebih dari satu, maka
harus ada rzin imam. Perbedaannya cukup jelas. Sebab seandainya kita
mengatakan, disyaratkan ada izin imam dalam mendirikan shalat Jumat, tentunya shalat-shalat wajib harus dikerjakan sesuai pilihan imam.
Namun pendirian shalat Jumat lebih dari satu lokasi dalam satu wilayah
atau desa harus dengan izin imam, agar tak terjadi pembangkangan
kepadanya dan umat tidak terkotak-kotak. Ini merupakan satu perkara
yang kembali kepada agama, di satu sisi, dan di sisi lain kembali kepada
peraturan negara.
Kembali kepada agama, karena agama Islam melarang kita berpecah belah dalam agama Allah. Dia berfirmarr, "DAn berpeganglah kalian
semuanyakepada tali (agama) Allah, dan iangnnlahkalianbercerai-berai..." (Ali
'Imran [3] : 103). Firman-Nya, "...Tegakkanlah agama dan janganlah kalian
berpecah belnh tentangnya..!' (Asy-Syura [42] : 13). Maksud kembalinya
masalah ini kepada peraturan negara, karena pemimpinlah yang memegang kekuasaan sehingga penyelenggaraan shalat Jumat di tempat lain
sama dengan melangkahi kewenangannya. Akibatnya setiap kelompok
berambisi mendominasi wilayah tersebut dengan mengadakan shalat
Jumat di tempatnya.
Maksud ungkapan penulis, 'Jika kedua penyelenggaraan shalat
Jum'at sama dalam hal ada atau tidak adanya iziry maka yang kedua
tidak sah,' adalah jika keduanya sama, maksudnya kedua shalat Jumat. Dalam hal ada izin atau tidak adanya, yakni imam memberi izin
keduanya atau tidak memberi izin kepada keduanya. Dari sini kita tahu,
permasalahan izin terbagi menjadi tiga: Pertama, rmam memberi izin
salah satu dari dua Jumat. Kedua, memberi izin keduanya'Ketiga,tidak
memberi izin semuanya.
Bila imam memberi izin salah satu dari keduanya, maka shalat jumht yang diizinkan itulah yang sah, baik mulainya lebih dahuluatau setelah shalat Jumat yang tidak diberi izin. Bila imam memberi
izin keduanya atau tidak memberi izin kepada keduanya, maka menurut pernyataan pengarang di atas, shalat Jumat yang kedua tidak sah.
Sedangkan maksud shalat jumat yang kedua adalah yang takbiratul ihramnya dilakukan setelah shalat Jumat yang satunya, meskipun pelaksanaan shalat ]umat di masjid tersebut lebih dahulu. Tapi bagaimana cara
kita mengetahuinya?
Kalau pada zaman dahulu barangkali cukup sulit untuk mengetahui manakah di antara dua shalat Jumat yang takbiratul ihramnya
lebih dahulu. Tapi pada zaman sekarang, mengetahui salah satu dari
keduanya yang lebih dulu melakukan takbiratul ihram cenderung lebih
mudah dengan perantara pengeras suara. Maka bila kita mendengar
imam shalat ]umat pertama mengucapkan:'Allahu akbar' kemudian tepat setelah itu imam shalat jumat kedua mengucapkan:'Allnhu akbar',
kita katakan kepada imam kedua, shalat Anda tidak sah. Dan, kepada
imam pertama, shalat Anda sah. Sebab manakala imam pertama lebih
dulu takbiratul ihram pelaksanaan kewajiban berkaitan dengan shalat ini
karena dimulai lebih dulu. Menurut madzhab Hambali, shalat itu didapat dengan takbiratul lhram. Maka bila shalat Jumat pertama lebih dahulu bertakbiratul ihram kewajiban pun berkaitan dengan shalat ini dan ia
menjadi shalat yang diwajibkan. Sedang shalat Jumat kedua tidak sah.
Namun sebagian ulama berpendapat, yang diakui adalah yang
masa penyelenggaraannya lebih dahulu. Artinya, shalat Jumat yang diselenggarakan pertama kali dihukumi sebagai shalat Jumat yang sah.
Sebab shalat Jumat kedua itu menyaingi shalat Jumat yang pertama. Ia
mirip masjid dhirar yang dibangun orang-orang munafik untuk menandingi masjid Quba' dan Allah berfirman kepada nabi-Nya, "lnnganlah
knmu shnlat dalam mnsjid itu selama-lamanyn..." (At-Taubah [9] : 108).
Inilah pendapat yang benar, bahwa yang diakui adalah shalat Jumat yang masa penyelenggaraan dan mulainya lebih dahulu, meskipun
pelaksanaan shalatnya terakhir. Andai kita asumsikan, bahwa shalat ]umat yang baru -yakni yang masa penyelenggaraannya baru dan tanpa
izin imam- telah mengerjakan satu rakaat sebelum shalat Jumat kedua
-yang masa penyelenggaraannya lebih dahulu- diawali, maka shalat mereka tidak sah sebagai shalatJumat. Sebab manusia telah sepakat mengerjakan shalat Jumat di masjid pertama, lalu muncul oknum-oknum yang
kemudian membangun masjid jami' dan memecah belah jamaah.Maksud ungkapan penulis, 'Dan jika keduanya terjadi bersamaan'
adalah jika takbiratul ihram kedua shalat Jumat itu dilakukan bersamaan, keduanya sama-sama tidak sah. Contohnya, bila kita mendengarkan masjid utara dan masjid selatan lalu imam di kedua masjid tersebut
mengucapkan:'Allahu akbar' dalam waktu yang sama, kita katakan kepada mereka, shalat kalian semua tidak sah. Sebab salah satu dari keduanya tidak ada yang dikerjakan lebih dahulu sehingga tidak memiliki nilai keistimewaan. Bila tak ada keistimewaan maka masing-masing dari
kedua shalat itu membatalkan yang lain. Persis seperti dua bukti yang
sama-sama kuat apabila bertolakbelakang, keduanya sama-sama gugur.
Atas dasar ini, semuanya harus mengulangi shalat Jumat di satu tempat
bila waktu masih tersisa. Bila tidak, mereka wajib shalat Zhuhur.
Namun menurut pendapat yang kami anggaP lebih kuat, kami mengatakan bahwa shalat Jumat yang dilakukan para jamaah di masjid
utara sah, sedangkan yang di masjid selatan tidak sah. Sebab shalat Jumat di masjid utara masa penyelenggaraannya lebih dulu.
Ungkapan penulis, Atau tidak diketahui manakah yang pertama,
maka keduanya batal'. Artinya, bila diselenggarakan dua shalat Jumat
tanpa adanya kebutuhan dan keduanya sama-sama diberi izin imam
atau tidak diberi iziry lalu tidak diketahui manakah yang diselenggarakan lebih dahulu dan tidak diketahui pula manakah di antara keduanya yang takbiratul ihramnya lebih dahulu, maka kedua shalat Jumat
itu sama-sama tidak sah. Dan mereka harus shalat Zhuhur. Tidak boleh
menggunakan undian dalam masalah ini sebab shalat Jumat adalah ibadah. Dalam kondisi ini, mereka harus shalat Zhuhur dan tidak sah mengulangi shalatJumat. Dan telah disebutkan dalam masalah sebelumnya
bahwa bila memungkinkan mereka harus mengulangi shalat Jumat di
satu tempat.
Perbedaan antara kedua masalah tersebut jelas. Dalam masalah
pertama, kedua shalat Jumat sama-sama tidak sah karena masing-masing membatalkan shalat Jumat yang lain dengan terjadinya takbiratul
ihram dalam waktu yang sama sehingga tak ada satu pun yang sah.
Maka bila mampu mereka wajib mengulangi shalat Jumat di satu tempat. Bila tidak, mereka shalat Zhuhur. Sedang dalam masalah kedua,
salah satu dari dua shalat Jumat tersebut sah, yakni yang lebih dulu diselenggarakan, namun tidak diketahui secara pasti. Sementara shalatJumat itu tidak boleh diulangi dua kali. Dalam kasus ini, shalat Jumat
tidak boleh diulangi meskipun mereka berkumpul dalam satu masjid.
Maka semuanya wajib mengulangi shalat sebagai shalat Zhuhur.22})KTUTNUAAN BENNNCTRT AWNL UNTUK
SHnlRI fuvtnr
Disunnahkan berangkat awal untuk shalat Jumat. Dalilnya adalah
hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah & bersabda :
,ri' ' t t o ' a
ti i? Ll"it* _J:V' y;Jt €a,, ; a'.,.tt;, _;r-t
"r" il;t € a,', s':i* t? aK +,ur aLt), e c,', .y':
o.-a/ ,7c z' L:jL<i 4\)\ : J;rtt e a\, j,':
" ii '* ,2V ur(* aut
" B arangsiap a mnndi p adn hari I umnt kemudinn ber angkat w aktu 7t er t amn
(palnlnnya) seolah-olah in berkorban seekttr unta. Barangsiapa berangkat
waktu kedua @ahalnnya) seolah-olah in berkorbnn seekor sapi. Bnrangsinpn berangkat waktu ketign (pnhalanyn) seolah-olah ia berkorbnn seekor
knmbing bertnnduk. Bnrnngsinpn berangkat wnktu keempat (pahalanya)
seolah-olnh is berkorbnn seekor ayam. Dan, bnrangsinpn berangknt wnktu
kelima @nhalanya) seolah-olnh ia berkorban sebutit tel'ttr."221)
Hadits ini menunjukkan bahwa yang paling baik adalah berangkat sangat awal. Tapi ini dilakukan setelah mandi, membersihkan diri,
memakai wewangian dan mengenakan pakaian yang paling pantas. Disunahkan menghadiri shalat jumat dengan berjalan. Dalilnya, Nabi g;
bersabda :
Siapa yang membersihknn diri dan mandi, berangkat sangnt pagi, men,
dekat kepnda imam, berjalan dan tidak berkendara..."222)
Di sini beliau bersabda, "Berjalan dan tidak berkendara," sebab berjalan itu lebih menunjukkan kerendahan hati daripada berkendara. Selain itu, setiap langkah, ia diangkat satu derajat dan digugurkan satu
kesalahan darinya. Oleh sebab itu, berjalan lebih utama daripada berkendara. Akan tetapi seandainya jarak rumah dengan masjid jauh atau kondisi tubuh lemah atau sakit dan perlu naik kendaraan, maka memberi
keringanan kepada diri lebih baik daripada membebaninya.
Sabda Rasulullah M, "Dnn mendeknt kepada imam," ini juga termasuk amalan sunnah, yakni mendekat kepada imam. Dalilnya sabda
Nabi ffi:
tt t
"Hendaknyaorons-oransronror*o,f),'lo,l)l,tut,,i,l,::,#;
baris dibelakangku."
Dan ketika Nabi ffi melihat sekelompok orang memilih berada di
belakang daripada di depan saat di masjid, beliau bersabda, "Tidakhentihentinya orang-orang mundur hingga Allah mengakhirkan mereka.tt223) Minimal hukum mundur dari shaf pertama ini makruh, sebab ungkapan
seperti ini terhitung sebagai ancaman Nabi gi. Bukan hanya berkaitan
dengan shaf saja, melainkan dalam seluruh amal. Pasalnya, bila setiap
muslim tidak ada semangat kompetisi beramal kebaikan dalam hatinya ia selalu dalam kemalasan, sebagaimana firman Allah, "...Dan Kami
biarkan mereka tenggelam dalam kesesatannya yang sangat " (Al-Anhm [6]
: 110). Karena itu, seorang muslim seyogianya selalu menyambut dan
mengerjakan amal ibadah setiap kali ada peluang, agar ia tidak terbiasa bermalas-malasan dan supaya Allah tidak mengakhirkan kebaikan
baginya." LANGSUNG DUDUK SETELAH MASUK MAS]tD
SNNI IMAM KUUTSRU
Nabi g bersabda :
" Apabila salah seornng knlian masuk masjid, innganlah ia duduk sebeIum shalnt dua rnkaat."22s)
Hadits ini bermakna umum. Karena Nabi ffi pernah melihat seorang laki-laki masuk masjid lalu duduk saat beliau sedang khutbah,
maka beliau bertanya, "Apaknh engkau sudah shalat?" Ia menjawab, "Belum." Beliau bersabda ,
"Bangkit lalu shalqtlah dua rakaat."226)Dalam riwayat lain, "Dan kerjakanlah kedunnya dengnn ringan." Nabi M juga bersabda,
"Apabila salah seorang di nntara kalian tiba @i masjiil pada hari lumat dan
imam teloh keluar (memulni khutbah), mnka hendnknya ia shalat dua rakaat dnn
hendaknya ia mengerjakannya dengan ringan." As-Sunnah, dalam hal ini,
sangat jelas. Yakni, shalat dua rakaat sunnah tahiyatul masjid terlebih
dahulu sebelum duduk meskipun imam sedang khutbah.
Dari hadits-hadits ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa shalat tahiyatul masjid itu hukumnya wajib. Alasannya, mendengarkan
khutbah adalah wajib dan mengerjakan shalat saat ada khutbah, berkonsekuensi tidak mendengarkan materi khutbah. Padahal, tidak boleh
sesuatu yang bisa mengesampingkan sesuatu yang hukumnya wajib kecuali karena mengerjakan sesuatu yang hukumnya wajib pula. Pendapat
ini dianut banyak kalangan ahli ilmu. Akan tetapi setelah melakukan
pengamatan terhadap beberapa peristiwa (dalam hadits-hadits), tampak
jelas bagi kami bahwa shalat tahiyatul masjid hukumnya sunnah muakad, bukan wajib. Dan anggapan bahwa orang yang shalat tidak mendengarkan khutbah dapat sedikit direduksi. Yakni, boleh jadi ia memangtidak mendengarkan sama sekali dan boleh jadi pula ia mendengar
sedikit sembari mengerjakan shalat. Sebab seseorang bisa mendengar
khutbah saat ia sedang shalat, pun ia bisa memahami walaupun tengah
shalat. Karenanya, apabila Rasulullah ffi memimpin shalat orang banyak lalu mendengar suara tangisan anak kecil, beliau memperingan shalat.Ini satu bukti bahwa orang yang shalat itu tidak seratus persen lalai
dari hal yang lain. Jadi, pada akhirnya, yang rajih menurut saya, bahwa
shalat tahiyatul masjid itu sunnah muakad, bukan wajib.
Sebagian ulama berkata, "Disunnahkan shalat tahiyatul masjid
bagi setiap orang yang masuk ke masjid kecuali Masjidil Haram, karena
tahiyatul masjidnya adalah thawaf." Namun ini tidak berlaku secara
umum. Kami mengatakan, kecuali Masjidil Haram, karena tahiyatul
masjidnya adalah thawaf bagi orang yang memasukinya untuk thawaf
sebab thawaf tersebut sudah mewakili dua rakaat shalat tahiyatul masjid. Pasalnya, manakala Nabi ffi masuk Masjidil Haram untuk thawaf
umrah dan haji, beliau tidak shalat dua rakaat. Sedangkan orang yang
masuk untuk shalat, mendengarkan kajian, membaca Al-Quran atau semacamnya, maka Masjidil Haram seperti masjid-masjid lainnya; yakni
tahiyatul masjidnya adalah shalat dua rakaat berdasarkan keumuman
.
sabda Nabi ffi, "Apabila salah seorang kalian masuk masjid jangnnlnh ia duduk
sebelum shalat dua rnkaat./HARAM BINBICRNN SENT IMAM KHUTNRH
Diriwayatkan dari Abu Hurairuh eo, bahwa Nabi ffi bersabda :
,
":i ",-: , ,t o. t , ., ,, jo
-;J rb -:;" iv>,': a;)At r,i 'u;i +6,$ lil
" Apabila engkau berknta kepada saudaramu pada hari lumat, 'Dinmlah!'
padahnl imnm sedang berkhutbnh, mnka sungguh engkau telah berbuat
sia-sia."228)
Tujuan diadakannya dua khutbah jumat adalah menyampaikan
arahan dan nasihat kepada jamaah. Dan hal itu tidak terwujud kecuali
dengan menyimak dan mendengarkan dengan seksama uraian khatib.
Nah, dalam hadits ini, Abu Hurairah mengabarkan dari Nabi ffi hukuman bagi orang yang bicara saat khutbah lantaran ia telah menyibukkan
diri dengan sesuatu yang menyebabkan tujuan khutbah tak tercapai. Hukuman tersebut adalah, ia tidak memperoleh keutamaan Jumat mengingat ia telah berbuat sia-sia, dan siapa berbuat sia-sia ia tak mendapat
keutamaan hari Jumat.
Beberapa pelajaran dari hadits ini : Pertama, wailb diam untuk
mendengarkan dua khutbah Jumat. Kedua, haram berbicara sendiri saat
imam menyampaikan khutbah Jumat, meskipun berbicara tentang larangan terhadap perbuatan mungkar, menjawab salam atau semacamnya.
Ketiga, hukuman orang yang bicara sendiri ketika imam khutbah adalah ia tidak memperoleh keutamaan Jumat. Keempat, boleh berbicara di
jeda waktu antara dua khutbah.2MnrcPtutvt Hnnnu MENDAHULUI
GrnnrnN Ivevt
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi ffi bersabda :
oot
'lz t,l. \ ',s.1 o" " t 2 ,' '"i') {i', il J"fr;i ,u)r .p Li; €t" +tlt ,*- Ci
ire irr*'irr* .p ,i ,r,(:
"Apakah orang yang mengangkat kEalanya sebelum imam tidak takut
bila Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah
rupanya menjadi rupa keledai? "
Dalamhadits ini, Abu Hurairah memberitakan dari Nabi Sbahwa
beliau memperingatkan orang yang mengangkat kepalanya mendahului imam dalam rukuk maupun sujud, bahwa Allah akan mengubah
kepalanya menjadi kepala keledai dan rupanya menjadi rupa keledai
sebagai balasan perbuatannya tersebut. Itu karena ia tidak memahami
hikmah dan tujuan diadakannya imam. Yakni, agar diikuti. Sehingga
dengan demikianterwujudlah pengertian jamaah. Danbeliau ffi mengecam keras orang yang tidak takut kepada ancaman ini.
Beberapa pelajaran dari hadits ini : PertamA, haram mengangkat
kepala dari rukuk dan sujud mendahului imam. Dan diqiyaskan dengan
hal ini, mendahuluinya rukuk dan sujud. Kedua, orang yang melakukannya terancam mengalami perubahan rupa atau kepala menjadi rupa
atau kepala keledai. Ketiga, balasan itu sejenis dengan perbuatan.2eo)TINRrc BOITU
BERADA
MELARANG ANAK.ANAK
pI SHAF PrnrRun
hak-anak tidak boleh dilarang shalat di shaf pertama di
dalam masjid kecuali bila mereka menimbulkan gangguan atau kegaduhan. Adapun selama mereka tertib, mereka tidak boleh diperintah agar pindah dari shaf pertama, karena Nabi
S bersabda :
"Bnrangsiapa lebih dahulu mencnpai (rya yang tidak didahtilui seorang
mtrslim ptm maka ia lebih berhak (memilikinye)."zstt
Dan anak-anak tersebut telah lebih dahulu mengisi tempat yang
belum ditempati seorang pun, sehingga mereka lebih berhak daripada
orang lain. Bila dikatakan, Nabi *g telah bersabda, "Hendaknya orangorang yang dewnsn dan berilmu di antars kalian berbaris di belakangku." Jawabnya, maksud dari hadits ini adalah memotivasi kaum dewasa dan
berilmu agar berada di depan. Ya, seandainya Nabi S bersabda, "Hanya
orang-orangyang dewasa dan berilmu saja yang berbaris di belakangku," tentunya ini menjadi larangan bagi anak-anak berada di shaf pertama. Tapi beliau bersabda, "Hendaknya orang-orang yang dewasa danberilmu
di antara kslian berbaris di belakangku." Jadi maknanya, karena mereka itu
orang-orang dewasa dan berakal seharusnya mereka maju agar merekalah yang berada di belakang Rasulullah S.
Selain itu, seandainya kita memindahkan anak-anak dari shaf pertama ke shaf kedua, mereka lebih berpotensi untuk bersendau gurau
daripada bila berbaris di shaf pertama dan posisi mereka berada di antara barisan orang dewasa.Ini satu perkara yang konkret. Semoga Allah
memberi bimbingan.Hurum SHRIAT ONNNC YANG MNSUrc
MASIto MTmBAWA RoKoK
yaikh Ibnu'Utsaimin pernah ditanya, "Bolehkah seseorang
masuk masjid dan shalat dengan masih mengantongi rokok?
Apakah rokok itu haram dan apa dalilnya?"
Beliau menjawab, "Boleh shalat dengan mengantongi rokok. Namun merokok itu haram, dalilnya firman Allah, "Dan jangnnlah kalisn
membunuh diri kalian..." (An-Nisa' lal:29\. Firman-Nya, "...Dan ianganlah
kamu menj atuhkan diri kalinn sendiri ke dalam kebinasaan... " (Al-Baqarah [2]
:195). Firman-Nya :
'' " =iiE;1'JiAi\;*\) :il q^5J llt 'tJ
"Dan janganlnh kalian menyerahknn kepada lrang-orang ynng belum
seffipurna akalnya, harta (mereka yang ada dolam kekuasaan kalian)
ynng dijadikan Allah sebngai pokokkehidupan..." (An Nisa' [4] : 5)
Dan terbukti shahih diriwayatkan dari Nabi ffi bahwa beliau melarang perbuatan membuang-buang harta. Telah terbukti pula secara
medis bahwa rokok itu berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Sehingga mengonsumsi rokok menjadi sebab kematian perokok itu sendiri'
Orang yang merokok sama dengan melemparkan diri ke dalam kebinasaan. Dan seorang perokok berarti membuang-buang harta karena ia
membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak dijadikan Allah sebagai
tujuannya. Sebab Allah menjadikan harta sebagai pokok kehidupan manusia guna menopang maslahat agama serta dunia mereka. Sementara
rokok bukan termasuk penyangga maslahat agama maupun dunia, sehingga membelanjakan harta untuk rokok berarti menyia-siakannya.
Dan Nabi $ telah melarang tindakan menyia-siakan hartaHUTUITZI MEXCKHUSUSKAN DUN HNru RAYA
DAN Hnru JUMAI UNTUK Znneu Kusun
Srnrn MENGKHUSUSKAN WnnNn BAIU
TTRTTNTU UNTurc TATzTRH
gkhususkan hariJumat dan dua hariraya (Idul Fitri dan
Idul Adha) untuk ziarah kubur tak ada dasarnya dalam
sunnah. Maka mengkhususkan ziarah kubur pada hari
raya dan meyakini bahwa itu disyariatkan tergolong perbuatan bid'ah.
Karena hal itu tidak diriwayatkan dari Nabi S. Saya tidak mengetahui
seorang ulama pun berpendapat seperti itu.
Mengkhususkan baju tertentu untuk takziah, menurut kami, termasuk perbuatan bid'ah. Apalagi hal itu kadang-kadang menandakan
kekesalan manusia terhadap takdir Allah. Meskipun sebagian orang
menganggapnya tidak mengapa, namun apabila generasi salaf tidak melakukannya sementara hal itu mengindikasikan suatu ketidakpuasan
terhadap takdir Allah, tidak diragukan lebih baik hal itu ditinggalkan.
Sebab bila seseorang memakainya boleh jadi ia lebih dekat kepada dosa
daripada keselamatan.Hurcum MTXCNDAKAN UpNCRnN S TLRAzIATAN
KItr,tnTIAN DAN MENcTNAKAN PAKAIAN
HIIRU SrgRcnI TANnR BrRrcngUNG
@pacara selamatan kematian semuanya adalah bid'ah, baik
/ / yang dilakukan tiga hari setelah kematian, tujuh hari, mau-
(/, pun empat puluh hari. Sebab upacara ini tidak disebutkan di
antara perbuatan kaum salafush shalih. Andai perbuatan itu baik, tentunya mereka telah mendahului kita melakukannya. Pun upacara ini
hanya membuang-buang harta dan menghabiskan waktu. Bahkan tak
tertutup kemungkinan terjadi tindakan-tindakan mungkar dalam upacara ini seperti meratapi mayit yang termasuk tindakan terlaknat. Sebab,
Nabi & melaknat orang yang meratapi mayit dan yang mendengarkannya'
Jika biaya selamatan tersebut diambil dari harta si mayit -maksud
saya, bagian sepertiganya- maka ini merupakan tindak kejahatan terhadap dirinya karena merupakan pembelanjaan harta tidak untuk ketaatan. Jika biaya selamatan tersebut diambil dari harta ahli waris, bila
di antara mereka ada anak-anak dan orang-orangyar.g belum mampu
mengelola harta (sufaha'), maka penyelenggaraan acara itu juga sebuah
kejahatan kepada mereka. Pasalnya, seseorang itu diberi amanat menjaga harta anak-anak dan orang-orang yang belum mampu mengelola
harta, sehingga ia tidak boleh membelanjakannya kecuali dalam hal
yang bermanfaat bagi mereka. Dan jika biaya itu diambilkan dari harta
orang-orang berakal, dewasa dan pintar mengelola harta, itu termasuk
tindakan bodoh. Sebab mengeluarkan harta untuk sesuatu yang tidak
bisa mendekatkan diri kepada Allah atau tidak memberi manfaat kepada
orang yang bersangkutan di dunia termasuk tindakan yang dikategorikan bodoh. Dan mengeluarkan harta untuk acara tersebut dianggap sebagai tindakan membuang-buang harta. Padahal, Nabi # telah melarang
perbuatan membuang-buang harta. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita.Memakai pakaian berwarna hitam sebagai tanda berkabung atas
peristiwa kematian termasuk perbuatan bid'ah dan simbol kesedihan.
Perbuatan ini mirip dengan merobek-robek saku dan menampar-nampar pipi yang sangat dibenci oleh Nabi ffi. Beliau berlepas diri dari
pelakunya. Beliau bersabda :
"Bukanlah dari golongan knmi orang yang merobek-robek saku, menaflrpar pipi dan berdoa dengan ungknpan-ungkapnn jahiliynh."zaztHur<uvt Me NcrNlnr MIKAM, MINcRPUR
DAN MTN,ISUBUHKAN TUr-ISRN DI AINS
KusuRNvn
Q anbi S melarang kita menginjak kuburan, mengapur/
ff / Y membangun, dan membubuhkan tulisan di atasnya.
\Y, Dalam larangan ini beliau menggabungkan antara perbuatan yang bisa menjadi sebab tindakan melampaui batas terhadap
kubur dan yang dapat menjadi sebab penghinaan padanya.
Tindakan melampaui batas terdapat dalam tindakan mendirikan
bangunan di atasnya, mengapurnya dan membubuhkan tulisan. Sedang penghinaan ada dalam perbuatan menginjak kubur. Itu semua
semata-mata agar manusia menyikapi penghuni kubur dengan wajar,
tidak berlebih-lebihan dan tidak mengabaikan.MTNRNGISI ONNNC YANG
MININGGAL DUNIR
eorang muslim boleh menangisi orang yang meninggal dunia. Dalilnya, Nabi M pernah menangisi kematian putra beIiau, Ibrahim, dan beliau bersabda :
a - ,t, l3t-*.ub6.) -)iu i* tt it; d\') {u J"rt"ot
;r,fu
!l
trr4 e,i\["
"Mata melelehkqn air mata dan hati bersedih, namun kami