beliau
yang memberi warna bagi kariernya ialah : Prof. Dr.T.M. Hasbi Ash
Shiddieqy, Prof. Dr. H. Muhtar Yahya, H. Saadoe'ddin Djambek, Sa'di
Thalib dan Saleh Haedarah.
Sedangkan karya-karya ilmiahnya yang berkaitan dengan ilmu
Falak yang telah diterbitkan, antara lain : Mengapa Bilangan Ramadlan
1389 H ditetapkan 30 Hari ? (1969 M/1389 H), Menghitung Permulaan
Tahun Hidjrah (1970 M/1390 H), Ufuq Mar'i sebagai Lingkaran
Pemisah antara Terbit dan Terbenamnya Benda-benda Langit (1970
M/1390 H), Ilmu Falak (1983 M/1404 H), dan Kalender Internasional.
113
16. Susiknan Azhari.
Lahir di Lamongan, Jawa Timur 1968, yaitu Dosen Fakultas
Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan tokoh ilmu falak.
Menyelesaikan program S-2 di pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta (1997) dan menyelesaikan program Doktor ditempat yang
sama (2007). Setelah muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta diberi
amanat menjadi wakil sekretaris Majlis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2000-2005). Pernah
mengkuti pelatihan Hisab Rukyat tingkat ASEAN (MABIMS) di ITB
dan Malaysia. Melakukan penelitian tentang penentuan awal bulan
kamariah di Saudi Arabia dan Mesir.
Selain menekuni pekerjaan sebagai dosen, Beliau kini duduk
sebagai Direktur Pusat Studi Falak PP. Muhammadiyah, pengelola
-ournal of Islamic Studies “al--ami’ah” dan -urnal Tarjih. Tulisan-
tulisannya telah dipublikasikan di berbagai media massa dan jurnal, di
antaranya Sriwijaya Post, Bali Post, Republika, Kedaulatan Rakyat,
113I b i d., h. iv.
122
Suara Muhammadiyah, Jurnal Mimbar Hukum (Jakarta), al-Jami’ah
(Yogyakarta), Profetika (Solo), Ihya Ulumuddin (Malang). Buku-buku
yang telah diterbitkan yaitu Ilmu Falak Teori dan Praktek (Lazuardi
2002 dan Suara Muhammadiyah 2004), Pembaharuan Pemikiran
Hisab di Indonesia (Pustaka Pelajar, 2002) Antologi Studi Islam
(editor), Pemikiran Islam Kontemporer (kontributor), Manaj Tarjih
Muhammadiyah (editor), Ensiklopedi Hisab Rukyat (Pustaka Pelajar,
2005 dan 2008), dan Hisab & Rukyat: Wacana Untuk Membangun
Kebersamaan di Tengah Peradaban (Putaka pelajar, 2007).114
17. KH. Banadji Aqil
Lahir di Indramayu pada 17 Februari 1922/1341 H, yaitu
mantan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Raya. Jabatan sebelumnya
kepala Seksi Hisab dan Rukyat Direktorat Pembinaan Badan Peradilan
Agama sejak 1957 M/1377 H sampai dengan 1979 M/1400 H.
Sebagai Seksi Hisab dan Rukyat, kegiatannya banyak dicurahkan
kepada masalah-masalah yang erat kaitannya dengan hal ini antara
lain merancang dan menyelenggarakan musyawarah-musyawarah yang
bertaraf nasional atau internasional, dan yang lebih penting lagi sebagai
konseptor SK Menteri Agama tentang penentuan Hari-hari Libur
Nasional yang sangat diperlukan oleh seluruh rakyat di Indonesia.
Memperoleh pengetahuan hisab dan rukyat dari pesanteren
Tebuireng Jombang selama 9 tahu dan Sekolah Tinggi Islam
Yogyakarta selam 1 tahun. Karyanya dibidang falak yang telah
diterbitkan yaitu Kalender Urfi Tahun 0 s.d 12000 M/ 0 s.d 12400
H.
Lahir di Cirebon Jawa Barat. Dia merupakan putera dari KH. Ali
salah seorang pengasuh pondok desa. Ma’sum bin Ali mempunyai adik
yang tak kalah populer dalam kualitas keilmuannya walaupun dalam
spesialisasi yang berbeda yaitu, KH. Adlan Ali pendiri dan pengasuh
pondok Pesantern Walisongo Cukir Jombang.
Ma’sum bin Ali banyak menimba ilmu dari KH. Hasyim Asy’ari
selama bertahun-tahun di pondok pesantren tebuireng Jombang.
Ketekunannya dalam belajar membuahkan hasil optimal dengan
diangkatnya dia menjadi lurah pondok. Kepintaran dan
kecemerlangannya dalam berfikir dan mengaji terutama disiplin ilmu
falak menarik simpati KH. Hasyim Asy’ari untuk mengankatnya
menjadi salah seorang menantu yang dikawinkannya dengan puterinya
Siti Khodijah.115
Pergulatan dan konsentrasinya dalam menekuni bidang ilmu falak
dengan tidak mengabaikan disiplin lainnya ternyata membuahkan hasil.
Karya monumentalnya dalam bidang ilmu falak yaitu : Durusul
Falakiyah dan Badi’atul Mitsal.
Kehidupan Ma’sum bin Ali mecerminkan sosok pribadi yang
harmonis ditengah kelurga, maupun bersama masyarakat umum dan
santrinya. Waktu pulang dari Mekah (1332 H) ia menghadiahkan kitab
al-Jawahir al-/aZami’ kepada Syekh Hasyim Asy’ari. Kitab Asy-Syifa’
dijadikan referinsi oleh Syekh Hasyim Asy’ari dalam penulisan kitab-
kitabnya.116
Syekh Ma’sum bin Ali berbeda dengan Syekh Hasyim Asy’ari
dalam penetapan awal Ramadan, menurut Syekh Ma’sum penetapan
awal Ramadan dengan hisab, dan menurut Syekh Hasyim Asy’ari
penetapan awal Ramadan dengan rukyat. Perbedaan metode dalam
penetapan awal Ramadan berakibat pelaksanaan Ramadan selalu tidak
sama.117
19. .+.5LI’an
Ia ahli ilmu falak dan penggagas rubu’ mujayyab di Indonesia,
dilahirkan di Kudus 12 Mei 1909 M / 1327 H dan meninggal dunia
pada hari senin Legi 27 September 1982 M / 9 Zulhijjah 1402 H.
Pendidikannnya diperoleh di Taswikut Tullab Salafiyah Kudus.
Kyai Rif’an selain ahli falak, dikenal juga ahli matematika. Kegiatan
sehari-hari yaitu pengasuh pondok Pesantren Raudlatul Mutaalim
Jagalan, Langgar Dalem Kudus.
Menurut penuturan salah satu puterinya Hj. Hurriyati, Kyai Rif’an
pernah menulis buku Ilmu Falak, namun karya ini kini tidak
ditemukan karena dipinjam dan belum dikembalikan oleh teman Kyai
Rif’an. Selain ahli falak, ia juga dikenal sebagai ahli mtematika, ia
menghabiskan waktu mengajar dan pengasuh pondok Pesantren
Raudhatul Mutaalim Jagalan, Kudus.118
20. KH. Abdul Jalil
Nama lengkapnya yaitu Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abdul
Hamid, lahir pada 12 Juli 1905/1323 H di Bulumanis Kidul Margoyoso
Tayu Pati Jawa Tengah. Nama orang tuanya yaitu KH. Abdul Hamid
dan Syamsiyah. Pendidikan yang ditempuh KH. Abdul Jalil yaitu
belajar di pondok pesantren Jamsaren Solo di bawah asuhan KH. Idris
pada 1919-1920 M/1338-1339 H, setelah itu melanjutkan ke pondok
Termas Pacitan Jawa Timur yang diasuh oleh KH. Dimyati.
Pada 1921-1924 M/1340-1343 H belajar di pondok pesanteren
Kasingan Rembang diasuh oleh KH. Khalil. Pada 1924-1926 M/1343-
1345 H beliau belajar di Mekkah Saudi Arabia. Sepulang dari Mekah
beliau belajar di pondok pesanteren Tebuireng Jombang Jawa Timur
diasuh KH. Hasyim Asy’ari selama satu tahun, setelah itu kembali lagi
ke Mekah sampai tahun 1930 M/1349 H.119
Aktifitas KH. Abdul Jalil yaitu pernah menjadi ketua Pengadilan
Agama kabupaten Kudus, Pembantu Khusus Perdana Menteri RI di
Jakarta, Anggota DPR / MPR pusat wakil Alim Ulama Fraksi NU,
Ketua Lajnah Falakiyah PBNU merangkap anggota Badan Hisab
Rukyat Departemen Agama RI, dan penyusun tetap
penanggalan/almanak NU. Adapun karya tulisnya yang berkaitan
dengan ilmu falak di antaranya yaitu Fathur Rauful Mannan dan
JadZal Rubu’.
21. KH. Ibrahim Hosen
Lahir di Tanjung Agung, pada tanggal 1 Januari 1917. ayahnya
bernama K.H. Hosen, seorang ulama dan saudagar besar keturunan
Bugis. Sedangkan ibunya bernama Siti Zawiyah, seorang anak
bangsawan dari keluarga ningrat, wafat pada 7 November 2001. Dari
latar belakang yang sudah diketahui, jelaslah bahwa beliau menurunkan
dua sifat penting yaitu kepemimpinan dan kafasihan dalam ilmu agama,
beliau merupakan salah satu ulama besar yang ada di Indonesia.
Ibrahim Hosen dibesarkan dalam keluarga yang serba ada, dicukupi
dengan ilmu agama sejak kecil. Ia belajar Al-Quran dan ilmu agama
dari ayahnya dan para ulama di Bengkulu. Sejak kecil kecerdasan sudah
merupakan ciri khasnya, dan murid yang sangat disayangi oleh para
gurunya. Sewaktu ayahnya pindah ke Singapura ia memulai
sekolahnya di sekolah As-Saqqaf, Singapura. Pada tahun 1934, Ibrahim
Hosain menapakkan kakinya di pulau Jawa. Tempat pertama yang
menjadi persinggahannya yaitu Pesantren yang diasuh oleh KH.
Abdul latief di Cibeber, Cilegon di kawasan Banten. Tetapi ia hanya
tinggal selama 2 bulan. Kemudian ia melanjutkan pengembaraannya
menuju Jameat al-Khaer, Tanah Abang. Tujuanya yaitu ingin belajar
kepada Sayyid Ahmad al-Segaf, seorang ulama yang sangat pandai
dalam ilmu bahasa dan sastra Arab.120
Pada tahun yang sama, Ibrahim meneruskan ke Pesantren lontar,
Serang Banten yang diasuh oleh KH. TB. Soleh Makmun (di Arab
dikenal dengan Syeh Makmun al-Khusairi) yang ahli dalam bidang
Qiraat dan Tilawah al-Quran. Kemudian, Ibrahim pergi ke Buntet untuk
berguru kepada ulama besar, yaitu KH. Abbas, seorang murid KH.
Hasyim Asyari pendiri NU. Dengan Kyai Abbas, walaupun hanya
sebentar, yaitu 4 bulan, Ibrahim sudah dianggap cukup. Sehingga
disarankan untuk untuk melanjutkan belajarnya di Solo atau ke Gunung
Puyuh, Sukabumi. Ketika berpamitan untuk pulang hendak pulang,
Ibrahim diberi 2 (dua) mangga Hrumanis dan sebuah sajadah Kurdi dari
Wol. Entah apa maksud dibalik itu. Tapi, Ibrahim menyimpulkan,
bahwa mangga yaitu lambing pergaulan dengan rakyat, sedangkan
sajadah yaitu syimbol untuk terus-menrus berbakti kepada Allah Swt.
KH. Abbas berpesan kepada Ibrahim; Fiqh itu luas. Jangan hanya
terpaku pada sastu mazhab. Contoh, menurut Syafi’i, tidak sah nikah
kecuali ada wali dan saksi. Menurut Malik, harus pakai Wali. Kalau
tidak pakai saksi cukup dengan Ilan. Menurut Daud Zahiri, sah nikah
walaupun tanpa wali dan saksi. Lanjutnya, jika seorang menggunakan
mazhab Zahiri dan dia merahasiakannya pada masyarakat agar tidak
diketahui qadhi. Kalau qadhi tahu, maka ia akan bertanya, siapa
perempuan itu ?, jawab saja temanku. Tentu masalahnya selesai.
Tetapi kalau dijawab bahwa perempuan itu yaitu istriku, maka qadhi
bertanya, kapan nikahnya, siapa walinya, dan siapa saksinya ?,
dijawab aku nikah tanpa wali dan tanpa saksi. Jika qadhi menyatakan
nikahnya batal, maka batallah pernikahan ini . Tetapi jika tidak
ada reaksi qadhi, maka pernikahan ini tidak batal.
Kemudian, Ibrahim pergi ke Solo untuk menemui Sayyid Ahmad al-
Segaf untuk memperdalam bahasa Arab dan Muhsin al-Segaf (kakak
Ahmad al-Segaf) memperdalam fiqh. Kemudian melanjutkan
pendidikannya di Gunung Puyuh, Sukabumi yang dipimpin oleh KH.
Sanusi. Dalam asuhan KH. Sanusi, Ibrahim mempelajari kitab al-Um,
Balaghah, dan lain-lain selama 5 bulan. Hal ini dilakukan oleh Ibrahim
Hosen karena ketaatannya kepada KH. Abbas.
Pada tahun 1940, ia diterima sebagai mahasiswa di Universitas al-
Azhar, dengan memperoleh beasiswa dari al-Azhar Mesir. Tetapi
kenyataan berkata lain, karena Ibrahim tidak bisa berangat ke Mesir.
Konsul Belanda di Palembang tidak mau memberikan paspor bagi
Ibrahim, karena bersamaan dengan itu Polandia di serang oleh tentara
Nazi Jerman, sebagai awal pecahnya perang dunia II. Dengan alasan
situasi dunia yang tidak aman, termasuk Mesir. Tetapi baru pada tahun
1955, Ibrahim benar-benar pergi ke Mesir. Selama belajar di Mesir, ia
dapat meraih Syahadah Aliyah atau sarjana lengkap dalam bidang
syariah (LML).
Ibrahim Hosen memiliki empat langkah ijtihad, yakni: 1)
menggalakkan lembaga ijtihad; 2) mendudukkan fiqih pada proporsi
yang semestinya; 3) mengembangkan pendapat bahwa orang awam
tidak wajib terikat dengan mazhab manapun; 4) mengembangkan rasa
dan sifat tasamuh dalam bermazhab. Sementara pemikiran lainnya,
126
lebih melihat konsepsi metodologi yang dikembangkan oleh ulama-
ulama terdahulu, baik kaidah-kaidah kebahasaan, maupun kaidah-
kaidah legislasi hukum Islamnya.121
Ibrahim Hosen yaitu tokoh yang mempunyai kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda-beda. Perjalanan
pendidikannya dari pesantren satu ke pesantren yang lain menjadi bukti
akan hal itu. Berbagai guru dengan latar belakang berbeda menyatu
dalam dirinya. Interkasinya dengan NU, Jameat al-Khaer, dan
Muhammadiyah membuat beliau mudah diterima berbagai kalangan.
Pemikiran Ibrahim Hosen dalam ilmu falak yaitu Menggagas
adanya mazhab negara dalam penentuan awal Ramadan dan Syawal.
Menurutnya penetapan awal Ramadan dan Syawal yaitu wilayah fikih
yang bersifat ijtihadi, karena itu diperlukan campur tangan Pemerintah
agar tercipta kebersamaan dan keharmonisan.
Karya Ibrahim Hosen yang berkenaan dengan hisab dan rukyat
yaitu Penetapan Awal Ramadan dan Syawal, Bagaimana Seharusnya
Sikap Kita, dan Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Islam dan
Permasalahannya (1994).122
22. KH. Ahmad Badawi
Ahli Falak yang menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah
periode 1962-1965 M/1382-1385 H dan 1965-1968 M/1385-1388 H.
Lahir pada tanggal 5 Februari 1902 M/ 1320 H di Kampung Kauman
Yogyakarta dan meninggal dunia pada hari Jum'at 25 April 1969 M/8
Safar 1389 H pukul 09.25 WIB di PKU Yogyakarta, putra K.H. Ahmad
Faqih dan Hj. Habibah (adik KH. Ahmad Dahlan).
Semasa kecil, ia belajar di Madrasah Ibtidaiyah Diniyyah
Islamiyyah yang didirikan dan diasuh langsung oleh KH. Ahmad
Dahlan. Setelah itu ia melanjutkan belajar di berbagai pesantren di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Karena ketekunan dan rajin belajar, KH.
Ahmad Badawi terkenal sebagai ahli fikih, ahli hadis, dan ahli falak.
Semua karyanya ditulis dengan tangan dalam huruf arab maupun latin
dengan rapi.
Karyanya yang berkaitan dengan ilmu falak yaitu Djadwal Waktu
Shalat se-lama-lamanya, Tjara Menghitung Hisab Haqiqi Tahun 1361
H, Hisab Haqiqi, dan Gerhana Bulan. Negara Islam yang pernah
dikunjungi diantaranya : Pakistan, Irak, Kuwait, Teheran, Saudi Arabia,
Beirut, dan Jordan.123
23. HM . Bidran Hadie
Ahli falak, dilahirkan di Kauman Yogyakarta pada tahun 1925
M/1344 H, meninggal dunia pada tanggal 28 Nopember 1994 M/ 25
Jumadal Akhir 1415 H, dan dimakamkan satu komplek dengan K.H.
Ahmad Dahlan di Pemakaman Karang Kajen Yogyakarta.
Pendidikannya dimulai di SR, kemudian melanjutkan ke Madrasah
Mu'allimin Yogyakarta. Setelah itu ia melanjutkan kuliah di Universitas
Islam Indonesia(UII) namun tidak sampai tamat. Ia termasuk tokoh
yang membidani lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bahkan
menurut data sejarah ia termasuk pendiri Lembaga Astronomi
Himpunan Mahasiswa Islam (LAHMI).124
Bidran Hadie merupakan ahli falak yang berpenampilan sederhana
namun keilmuannya dalam bidang falak tidak diragukan. Berkat
keilmuannya dalam bidang falak ia diberi amanat menjadi anggota
bagian Hisab Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan
anggota Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI mewakili
Muhammadiyah.
24. H. Basit Wahid
Salah seorang tokoh Falak, lahir di Yogyakarta pada tanggal 12
Desember 1925 M/1344 H. Pendidikannnya dimulai di Sekolah Dasar
Muhammadiyah, kemudian melanjutkan di SLTP Muhammadiyah dan
Muallimin. Setelah lulus dari Muallimin, ia melanjutkan ke Universitas
Gadjah Mada Fakultas Tehnik Jurusan Kimia.
Menurut penuturannya, keahliannya dalam bidang ilmu Falak
diperoleh dari guru-gurunya, yaitu : KH. Syamsun Jombang, KH.
Siraadj Dahlan (Putra Pendiri Muhammadiyah), dan KH. Muhammad
Wardan Diponingrat. Menurutnya pula untuk menambah wawasannya
dalam bidang falak ia pernah mengunjungi Jerman, Nederland,
Australia, dan Malaysia.
Sebagai seorang ahli falak, ia pernah diberi amanat menjadi Ketua
Bagian Hisab Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan wakil
Muhammadiyah di Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama Pusat.
Basit Wahid termasuk ahli falak yang produktif dalam menuangkan
gagasan-gagasannya tentang hisab-rukyat melalui berbagai media
massa, diantara karyanya : “Serba-serbi Kalender ”, “Kalender
Hijriah Tiada Mitos di dalamnya”, “Rukyat dengan Alat &anggih”,
“Memahami +isab sebagai Alternatif Rukyat”, “Astronomi dan
Astrologi, “Waktu-waktu Shalat dan Puasa di Pelbagai Tempat di
3ermukaan Bumi”, dan “3enentuan AZal Bulan +ijriah”.125
25. Farid Ruskanda
Salah seorang penggagas teleskop rukyat, dilahirkan di Bandung,
28 Maret 1948. Pendidikan S-1 Teknik Fisika ITB diselesaikannya
tahun 1974, pendidikan S-2 di Reading Univesity Inggris pada 1978.
Pada 1988 ia mencapai gelar doktor dalam bidang ilmu Pengetahuan
Teknik pada ITB. Ia aktif menulis tentang Hisab Rukyat di berbagai
media.
Adapun karya yang diterbitkan yaitu : Iptek untuk Menjembatani
Perbedaan Rukyah dan Hisab (1993), Memahami Wajah Hilal (1995),
Sistem Dua Tarikh dan Perlunya Kesempatan Kalender Islam (1995),
Permasalahan Hisab Rukyah dan Memahami Kontroversi (1995), 100
Masalah +isab dan Rukyat Tela’ah Syari’ah, Sains dan Teknologi
(1996), Teleskop Rukyah (1996), Bisakah Hisab Sepenuhnya
Menggantikan Rukyah (2002).
26. Moedji Raharto
Seorang astronom yang menaruh perhatian besar pada Islamic
Calendar, lahir di desa Ponggok, Blitar Jawa Timur pada hari senin, 8
November 1954 M 13 Rabi’ul Tsani 1374 H. Mengikuti pendidikan
Sekolah Dasar di SD GIKI Diponegoro Surabaya, tahun 1960-1966 M/
1380-1386 H. Kemudian melanjutkan ke SMPN X Surabaya 1966-
1969, meneruskan ke SMAN 3 Surabaya 1969-1972, pendidikan
tingginya diperoleh di Departemen Astronomi FMIPA ITB, tahun
1974-1980. Kemudian bekerja sebagai dosen di Departemen Astronomi
FMIPA ITB sejak tahun 1981-sekarang.
Karya-karya tulisnya yang berkaitan dengan kalender Islam yaitu:
Posisi dan Visibilitas Hilal Penentu 1 Ramadan dan 1 Syawal 1415 H,
Sumber Keagamaan Penanggalan Islam, Idul Fitri 1415 H dan Ilmu
Astronomi, Menertibkan Kalender Islam Internasional, Dibalik
Persoalan Awal Bulan Islam, dan Realisasi Visibilitas Hilal.
27. Muhyiddin Khozin
Muhyiddin Khozin, lahir di Salatiga pada tanggal 19 Agustus 1956.
menyelesaikan Sekolah Dasar hingga Tsanawiyah di Salatiga,
kemudian melanjutkan jejang Aliyah di Tebu Ireng Jombang. Setamat
dari Jombang, Beliau melanjutkan ke IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
dan lulus pada tahun 1985 dan menjadi dosen di perguruan tinggi yang
sama.
Dalam ilmu falak, eksistensinya telah dikenal luas oleh berbagai
kalangan terbukti dengan banyaknya lembaga yang memanfaatkan
keahliannya ini . Tercatat sebagai anggota Lajnah Falakiyah PBNU
dan sekaligus Penasehat untuk Lajnah Falakiyah PWNU DIY. Ia sering
mengisi seminar-seminar dan pelatihan Hisab Rukyat untuk tingkat
regional dan nasional.
Saat ini, ia menjabat sebagai subdit Hisab dan Rukyat Departemen
Agama Pusat di Jakrta. Buku-buku karangannya yang diterbitkan antara
129
lain: Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek (Buana Pustaka, 2005) dan
Kamus Ilmu Falak (Buana Pustaka, 2005).
28. Oman Faturohman
Oman Faturohman, dilahirkan di Ciamis 2 Maret 1957. menempuh
pendidikan formal di SDN Gunung Cupu II lulus tahun 1970, PGA
pertama 4 tahun di Sindangkasih lulus tahun 1974, lalu PGAN 6 tahun
&iamis lulus tahun 1976, fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta lulus sarjana muda tahun 1981 dan lulus sarjana lengkap
dari Fakultas yang sama tahun 1984. menyelesaikan program S-2
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta lulus tahun 1999,
sekarang sedang menempuh S-3 di Universitas yang sama.
Tugas pokok sehari-hari yaitu dosen tetap Fakultas Syari’ah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak 1985. Disamping itu, sebagai dosen
luar biasa pada FIA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fakultas
Hukum UII, dosen pada Program Magister Studi Islam UMY
Yogyakarta dan dosen pada UMS Surakarta Program Khusus.
Selain dosen, ia aktif sebagai anggota Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama Pusat, sedangkan Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama Kanwil Depag Propinsi DIY menjabat sebagai
Koordinator Tim Ahli. Sejak 2001 mendapat tugas tambahan dari UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai Kepala Pusat UPT Pusat
Komputer.
29. Thomas Djamaluddin
Lahir di Purwokerto, 23 Januari 1962. Pendidikan dasarnya dimulai
di SD Negeri Kejaksan 1, SMP Negeri 1, dan SMA Negeri 2 Cirebon.
Pada 1981 diterima tanpa test di ITB melalui PP II, sejenis PMDK pada
jurusan Astronomi.
Lulus dari ITB (1986) kemudian masuk LAPAN (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional) Bandung menjadi peneliti
antariksa. Dan tahun 1988-1994 mendapat kesempatan tugas belajar
program S2 dan S3 ke Jepang di Department of Astronomy, Kyoto
University, dengan beasiswa Monbusho.
Saat ini bekerja di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional) Bandung sebagai Peneliti Utama IVe (Profesor Riset)
Astronomi dan Astrofisika. Sebelumnya pernah menjadi Kepala Unit
Komputer Induk LAPAN Bandung, Kepala Bidang Matahari dan
Antariksa, dan Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim
LAPAN. Ia juga mengajar di Program Magister dan Doktor Ilmu Falak
di IAIN Walisongo Semarang.
Adapun karya tulis yang berkaitan dengan hisab rukyat yaitu :
*lobalisasi Rukyah tak sederhana, 3rakiraan Ru’yatul +ilal AZal
Ramadan dan Syawal, aspek Astronomi dalam kesatuan Umat,
Menyatukan dua Idul Fitri, Sifat Ijtihadiyah Penentuan Awal Ramadan
130
dan hari raya, Pengertian dan Perbandingan Mazhab tentang Hisab
Rukyat dan Mathla’ (Kritik terhadap Teori :ujudul hlal dan Mathla’
Wilayatul Hukmi) dan Menggagas Fiqih Astronomi (Kaki Langit, 2005)
30. Bambang Hidayat
Seorang astronom yang menaruh perhatian dalam bidang hisab
rukyat, dilahirkan di Kudus, Jawa Tengah pada 18 September 1939.
Pendidikan menengah dilaluinya di SMP II Semarang, dan SMA BAG.
B Semarang. Bambang masuk FMIPA (waktu itu masih merupakan
bagian dari UI) di Bandung tahun 1953.
Pada 1954 Bambang diangkat menjadi asisten pengamatan bintang
ganda visual menggunakan teropong Zeiss Besar, di Observatorium
Bosscha Lembang diawali dengan mengamati oposisi planet Mars yang
mendekati Bumi kala itu.
Akhir tahun 1960, ia tamat dari ITB dalam bidang astronomi, fisika
dan matematika. Pada 1961, Bambang mendapat kesempatan
melanjutkan studi. Melalui hibah dari USAID, Bambang memulai studi
pada Pascasarjana di Case Institute of Technology, sekarang dikenal
sebagai Case Western Reserve University di Cleveland, Oiho, Amerika
Serikat.
Pada 1968 Bambang diberi kehormatan untuk memimpin
observatorium dan Departemen astronomi ITB menggantikan Prof. Dr.
The Pik Sin yang pindah ke Universiteit van Amsterdam. Pada 1973
diangkat menjadi anggota Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI.
Pada akhir 1976, Bambang diangkat menjadi guru besar penuh ITB
dalam bidang astronomi. Tulisannya dibidang falak yaitu Astronomi
dan Penentuan Waktu.
31. Ahmad Izzuddin
Lahir pada tanggal 12 Mei 1972 di Jekulo Kauman, Kudus,
merupakan anak ketujuh dari pasangan K.H. Maksum Rosyidie dan Hj.
Siti Masri’ah. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SDN I -ekulo
Kudus 91985), ia melanjutkan pendidikan di SMPN II Kudus (1988),
kemudian, ia nyantri di Pondok Pesantren al-Falah Ploso Mojo Kediri,
dan sekolah di Madrasah Aliyah al-Muttaqin Ploso Kediri, Surabaya
(1991). Pendidikan S-1 diselesaikan di Fakultas Syariah IAIN
Walisongo Semarang dan menyelesaikan program S2 pada tahun 2001
di program pascasarjana Institut yang sama. Tugas pokok sehari-
harinya yaitu staf pengajar di Fakultas Syari’ah IAIN :alisongo
Semarang.126
Adapun karya tulisnya yang berkaitan dengan Hisab-Rukyat di
antaranya yaitu : Zubaer Umar al-Jaelani dalam Sejarah Hisab Rukyat
di Indonesia, Fiqih Hisab Rukyat di Indonesia (Erlangga, 2007), Awal
Ramadan 1418 H dan Validitas Ilmu Hisab, Idul Fitri antara Hisab dan
Rukyah, Awal dan Akhir Ramadan yang Kompromistis, dan
Menghisabkan NU dan Merukyahkan Muhammadiyah.
32. Hendro Setyanto
Lahir di kota semarang pada tanggal 1 Oktober 1973. Selepas
menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Badan Wakaf
melanjutkan belajar di Madrasah Aliyah Tebuireng Jombang. Setamat
dari Madrasah Aliyah Tebuireng melanjutkan belajarnya di jurusan
Astronomi Institut Teknologi Bandung hingga jenjang pendidikan S-2.
Sekarang bekerja di Observatorium Bosscha-FMIPA ITB sebagai
koordinator kunjungan publik, disamping itu, bersama beberapa rekan
membuat sebuah wadah aktivitas yang diberi nama Najma House.
Aktivitasnya di bidang Ilmu Falak diawali sejak masih duduk
dibangku kuliah dengan mendirikan sebuah Forum Kajian Ilmu Falak
‘’zenith’’ bersama teman-teman mahasiswa di jurusan Astronomi ITB.
Berbagai seminar dan diskusi berkenaan dengan astronomi dan ilmu
falak telah diikuti. Sejak tahun 2006 bergabung dengan Lajnah
Falakiyah NU di biro penelitian dan pengembangan.
33. Abdul Razak.
Abdul Razak yaitu seorang ahli falak yang lahir di Cepu, Jawa
Tengah pada tanggal 5 September 1938 M/10 Rajab 1357 H, dan wafat
pada tanggal 17 Mei 2000/13 Safar 1421 H.127 Karena keahliannya di
bidang ilmu falak, ia diangkat menjadi anggota Badan Hisab dan
Rukyat Departeman Agama RI sejak tahun 1981 sampai ia wafat. Salah
satu karyanya di bidang ilmu falak yaitu Sistem
Perhitungan/Penentuan Waktu sh alat seluruh Indonesia (1999)
34. KH. Tubagus Muhammad Falak
Nama lengkapnya K.H Tubagus Muhammad Falak bin K.H
Tubagus Abbas, lahir pada tahun 1842 M di Sabi, Pandeglang Banten.
Sejak kecil ia mendapat pendidikan agama Islam dari orang tuanya.
Ayahnya yaitu kyai pemimpin pesantren yang hidup dari hasil bertani
dan sangat aktif dalam melakukan kegiatan dakwah Islam di
Pandeglang dan daerah-daerah sekitarnya bersama isterinya..
Secara garis kuturunan, kyai Falak tidak saja berasal dari keturunan
kyai pesantren, tetapi juga keturunan dari keluarga kesultanan Banten,
dari pihak ayahnya. Silsilahnya sampai kepada Sultan Maulana
Hasanuddin, putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Kebangsawanannya diperkuat oleh garis keturunan dari sang ibu yaitu
Ratu Quraisyn yang masih merupakan keturunan Sultan Banten.
Pembangunan Pesantren al-Falak di Pagentongan Bogor merupakan
perwujudan dari perjalanan intelektual dan spiritual selama menetap di
Timur Tengah, dengan berkiprah dalam dunia pendidikan di
masyarakat. Banyak kalangan yang datang kepada kyai Falak untuk
belajar ilmu pengetahuan agama Islam.
Nama Falak yang tersemat di belakang namanya merupakan gelar
yang diberikan oleh gurunya, Sayyid Affandi Turki, karena kecerdasan
dan keahlian kyai Falak dalam menguasai ilmu hisab dan ilmu falak.
Bahkan, selama di Mekkah ia mendapat sebutan nama Sayyid Syekh
Muhammad Falak, karena kemampuan dalam ilmu falak.
Kyai Falak ini dikenal sebagai sosok yang mudah berkomunikasi. Ia
memiliki kedekatan dengan ulama-ulama besar di dalam dan luar
Nusantara yang sebagian besar pernah berkunjung ke Pagentongan. Di
antaranya yaitu Syekh Abdul Halim Palembang, Syekh Abdul Manan
Palembang, Syekh Abdul Qodir Mandailing, Syeikh Ahmad Ambon,
Syekh Daud Malaysia, Tuan Guru Zainuddin Lombok, Guru Zaini
Ghoni Martapura, Habib Soleh Tanggul Jawa Timur, Habib Umar
Alatas, Habib Idrus Pekalongan, Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, Habib
Abu Bakar Kwitang dan lainnya.
35. KH. A. Ghazaly
Lahir di Cianjur, pada tanggal 8 Agustus 1953 M/1354 H.
Perjalanan pendidikannya dimulai dari Muallimin Bandung, kemudian
melanjutkan ke Pesantren Persis Bnadung. Ilmu falak dipelajarinya
secara otodidak.
Karyanya dibidang ilmu falak di antaranya, Mabadi’ al-Falak,
Masalah Idul Fitri 1 Syawal 1418 H, Dua Kali Beridul Fitri dalan Satu
Tahun, Perbedaan Jatuh Awal Bulan antara Indonesia dan Mekah,
3enentuan AZal Bulan +ijriah Berdasarkan 1ash Syara’ dan 3endapat
Fuqaha, dan Kriteria Imkanurrukyah di Indonesia.128
36. Fahmi Amhar
Lahir di Magelang pada tanggal 15 Maret 1968 M/16 Zulhijah 1387
H. Ia seorang astronom yang menyelesaikan pendidikan S-3 di Vienna
University of Technology, Austria pada tahun 1997 M/1418 H.
Karyanya di bidang ilmu falak antara lain, Pengantar Memahami
Astronomi Rukyat Mencarai Solusi Keseragaman Waktu-waktu Ibadah,
Fakta Hisab dan Idul Fitri Mencarai Kebersamaan Hari.129
37. T .M Hasbi Ash -Shiddieqy
Lahir di Lhokseumawe, Aceh pada tanggal 10 Maret 1904 M/1322
H, dan meninggal di Jakarta pada tanggal 9 Desember 1975 M/6
=ulhijah 1385 H, yaitu seorang penggagas konsep mathla’ global.
H Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein bin
Muhammad Mas‘ud dan Teungku Amrah yaitu nama orang tuanya.
Ayahnya seorang ulama terkenal yang memiliki sebuah dayah
(pesantren) sementara ibunya yaitu puteri Teungku Abdul Aziz,
pemangku jabatan Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Kesultanan
Aceh waktu itu. Ia merupakan keturunan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang
ketiga puluh tujuh. Oleh sebab itu, gelar Ash-Shiddiq dijadikan nama
keluarganya. Ketika berusia 6 tahun, ibunya meningggal dunia. Sejak
itu ia diasuh oleh bibinya, Teungku Syamsiah.
Sejak kecil Hasbi belajar agama Islam di dayah milik ayahnya.
Kemudian pada usia delapan tahun ia sudah pergi belajar dari satu
dayah ke dayah lainnya. Mulanya ia pergi ke dayah Teungku Chik di
Piyeung untuk belajar Bahasa Arab. Setahun kemudian ia pindah ke
dayah Teungku Chik di Bluk Bayu. Pada tahun 1916 ia kembali pindah
ke dayah Teungku Chik Idris. Pada salah satu dayah terbesar di Aceh
ini Hasbi belajar fiqih. Dua tahun kemudian ia pindah ke dayah
Teungku Chik Hasan Krueng Kale untuk memperdalam ilmu hadits dan
fiqih. Setelah dua tahun belajar di dayah ini, Hasbi mendapatkan
syahadah (ijazah) sebagai tanda ilmunya telah cukup dan berhak
membuka dayah sendiri. Disamping gemar belajar, Hasbi juga gemar
membaca, oleh karena itu, kemampuan otodidaknya sangat bagus.
Sekembalinya dari merantau, Hasbi kemudian menjadi anak didik
Syaikh al-Kalali, seorang tokoh pembaharu asal Singapura yang
kemudian menetap di Aceh, dari sini ia mendapat kesempatan untuk
membaca kitab-kitab para ulama besar seperti Fatawa Ibnu Taimiyah,
=kdul Ma’kd Ibnu Qayyim dan ‘Ilamul MuZaqi’in.
Melihat gairah dan kemampuan Hasbi itu, Syaikh al-Kalali
kemudian mengirimnya ke Surabaya untuk belajar kepada Syaikh
Ahmad as-Surkati. Setelah dites ia ditempatkan di kelas takhasus.
Selama satu setengah tahun belajar di al-Irsyad, yang paling banyak
dipelajari Hasbi yaitu kemahiran berbahasa arab dan pengalaman
menyaksikan kiprah kaum pembaharu di Jawa yang bergerak secara
terorganisir. Akhirnya Syaikh as-Surkati dengan al-Irsyadnya telah
memantapkan sikap, Hasbi untuk bergabung dengan kelompok
pembaharu.
Berbeda dengan kebanyakan tokoh pembaharu lainnya di
Indonesia, ia telah mengeluarkan suara pembaharuan sebelum naik haji
atau belajar di Timur Tengah. Kemudian Ia mulai menyuarakan
pembaharuannya di Aceh, masyarakat yang dikenal fanatik. Namun ia
tidak gentar dan surut kendatipun karena itu ia dimusuhi, ditawan dan
diasingkan oleh pihak yang tidak sepaham dengannya.
Sikap pembaharuan Hasbi tercermin dalam pemikiran-pemikirannya.
Dalam berpendapat ia merasa bebas, tidak terikat dengan pendapat
kelompoknya. Ia berpolemik dengan orang-orang Muhammadiyah dan
Persis, padahal ia juga anggota dari kedua perserikatan itu. Ia bahkan
134
berani berbeda pendapat dengan jumhur ulama, sesuatu yang langka
terjadi di Indonesia.
Pada tahun 1933 Hasbi pindah ke Kutaraja (Banda Aceh).
Kepindahannya ke ibukota karesidenan ini membuka peluang bagi
Hasbi untuk lebih banyak bergerak. Kemudian ia bergabung dengan
organisasi Nadil Ishlahil Islami (Kelompok Pembaruan Islam). Dalam
rapat umum organisasi tahun 1933, Hasbi ditunjuk sebagai wakil
redaktur Soeara Atjeh, salah satu organ dari Nadil Ishlahil Islami.
Hasbi juga mendaftarkan diri sebagai anggota Muhamadiyah. Ia pernah
menjadi ketua cabang Muhamadiyah Kutaraja dan ketua Majelis
Wilayah Muhamadiyah Aceh.
Pada awal kemerdekaan Hasbi ditangkap dan dipenjara oleh
Gerakan Revolusi Sosial di Lembah Burnitelong dan Takengon selama
satu tahun lebih. Apa yang menjadi sebab semua ini tidak begitu jelas,
karena Hasbi sendiri tidak pernah diinterogasi maupun diadili. Tapi ada
kemungkinan karena sikap pembaharuannya. Selama di dalam tahanan
Hasbi berhasil menyelesaikan tulisan naskah buku al-Islam setebal
1.404 halaman dalam dua jilid. Buku ini kemudian diterbitkan untuk
pertama kalinya pada tahun 1951. Sampai tahun 1982 saja buku ini
telah mengalami tujuh kali cetak ulang.
Hasbi baru dibebaskan dari penjara setelah ada desakan dari
Pimpinan Muhamadiyah dan surat dari Wakil Presiden Mohammad
Hatta. Tetapi ia masih berstatus tahanan kota. Setelah dibebaskan ia
pulang ke Lhok Seumawe dan menjadi Kepala Sekolah Menengah
Islam di sana. Status tahanan kotanya kemudian dicabut pada tanggal
28 Februari 1948.
Setahun kemudian Hasbi bersama Ali Balwi berangkat ke
Yogyakarta untuk menghadiri Kongres Muslim Indonesia (KMI) ke XV
mewakili Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Dalam kongres itu
Hasbi menyampaikan makalah yang berjudul ”Pedoman Perjuangan
Ummat Islam mengenai Soal Kenegaraan”. Ia juga dikenalkan oleh
Abu Bakar Atjeh, ulama asal Aceh, kepada Kyai Wahid Hasyim,
Mentri Agama saat itu, dan Kyai Fatchurrahman Kafrawi, ketua Panitia
Pendirian PTAIN (cikal bakal IAIN).
Perkenalannya dengan Kyai Fatchurrahman Kafrawi, membawanya
ke Yogyakarta dua tahun kemudian, kali ini untuk menetap, karena ia
ditawari mengajar di Sekolah Persiapan PTAIN. Karena kepakarannya
dalam ilmu hadits, tahun 1960, ia diangkat sebagai Guru Besar dalam
bidang ilmu Hadis. Kemudian, ia juga diangkat sebagai Dekan
Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hingga tahun 1972.
Ia juga diangkat sebagai Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry
Banda Aceh.
135
Atas jasa-jasanya dalam dunia pendidikan, Teungku Hasbi ash-
Shiddieqy telah dianugerahi beberapa penghargaan, di antaranya yaitu
Anugerah Doctor Honoris Causa dari Universitas Islam Bandung
(UNISBA) pada tahun 1975 dan Anugerah Doctor Honoris Causa dari
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jogjakarta tahun 1075.
Semenjak dari Aceh, Hasbi sudah aktif di Masyumi. Dalam
pemilihan umum tahun 1955 Hasbi terpilih sebagai anggota
konstituante dari partainya. Ia kemudian ditempatkan di Panitia
Persiapan Konstitusi (PPK). Sebagai anggota konstituante, pada tahun
1957 Hasbi berangkat ke Pakistan untuk menghadiri International
Islamic Colloquium yang diselenggarakan oleh University of Punjab.
Dalam acara ini Hasbi menyampaikan makalah dalam bahasa Arab
dengan judul ”Sikap Islam terhadap Ilmu Pengetahuan”.
Semasa hidupnya, Hasbi ash-Shiddieqy aktif menulis dalam berbagai
disiplin ilmu, khususnya ilmu-ilmu keislaman. Menurut catatan, karya
tulis yang telah dihasilkannya berjumlah 73 judul buku, terdiri dari 142
jilid, dan 50 artikel. Sebagian besar karyanya yaitu buku-buku fiqh
yang berjumlah 36 judul. Sementara bidang-bidang lainnya, seperti
hadis berjumlah 8 judul, tafsir 6 judul, dan tauhid 5 judul, selebihnya
yaitu tema-tema yang bersifat umum. Karya terakhirnya yaitu
Pedoman Haji, yang ia tulis beberapa waktu sebelum meninggal dunia.
Karya Hasbi yang fenomenal yaitu Tafsir an-Nur. Sebuah tafsir al-
Qur`an 30 juz dalam bahasa Indonesia. Karya ini fenomenal karena
tidak banyak ulama Indonesia yang mampu menghasilkan karya tafsir
semacam itu.
Pada tanggal 9 Desember 1975, Hasbi mengikuti karantina guna
menunaikan Ibadah haji, namun Allah swt. menakdirkan memanggilnya
dalam usia 71 tahun. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga
IAIN Ciputat, Jakarta. Buya HAMKA dan Mr. Mohammad Roem turut
memberi sambutan pada acara pelepasan dan pemakamannya.130
Menurut Hasbi, perbedaan ijtihad tentang mathla’ menjadi penyebab
kaum muslimin terpecah-pecah, dan demikian pula hasil dari perbedaan
pemahaman tentang rukyat. Untuk menjaga dan memelihara persatuan
umat, jalan yang terbaik yang harus ditempuh menurutnya yaitu
berpegang teguh kepada dalil nash dan hadis seperti yang dipraktekkan
oleh para sahabat. Akal hanya digunakan sebagai alat bantu, dan roh
syari’at tidah boleh digusur oleh akal.131
38. KH. Noor Ahmad
Lahir di Jepara pada hari Kamis Kliwon 14 Desember 1932 M/ 19
Rajab 1351 H, dari pasangan K.H Shiddiq bin Saryani dan Hj Sawinah.
Perjalanan intelektual K.H Noor Ahmad, dimulai dari pendidikan
madrasah yang ada di kampung halamannya sendiri, sebelum
melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Tasywiq al-Thullab Salafiyah
(TBS) Kudus.
KH Noor Ahmad menekuni Ilmu Falak ketika duduk di bangku
Madrasah, ia senang belajar ilmu Falak menggunakan kitab Falak
karangan Kyai Mawardi Solo. Pada masa itu, dia menyalin kitab
ini dengan tinta tutul yang digunakan santri zaman dahulu untuk
memberi makna kitab kuning. Keistimewaan cara belajar Noor Ahmad
langsung belajar tanpa memekai kitab panduan kepada Mbah Toor
(sapaan akrap KH Turaichan Adjhuri asy-Syarofi).
Setelah menamatkan pendidikan di Kudus, Noor Ahmad berkelana
ke pesantren-pesantren lain di Jawa. Di antara pesantren yang pernah
disinggahi ialah Tebuireng Jombang, Langitan, Lasem dan Salatiga.
Perjalanannya menuntut ilmu Falak dilakukan setelah mendapatkan
restu dari gurunya, KH Turaichan. Yaitu setelah Noor Ahmad dianggap
telah cukup menguasai dasar-dasar Falakiyah dan membutuhkan
bersilaturrahim (mengaji) kepada guru-guru lain. Dari sinilah Noor
Ahmad menguasai banyak metode dalam perhitungan Falakiyah.
Selama di Salatiga, Noor Ahmad belajar kepada Kyai Zubair Umar
al-Jaelani, pengarang kitab al-Khulashah al-Wafiyah. Selama di
pesantren Langitan, Noor Ahmad mengaji kepada Kyai Abdul Hadi dan
dengan Kyai Abdullah Faqih yang merupakan teman satu angkatannya.
Selain belajar secara jasmaniah, KH Noor Ahmad juga
diperintahkan oleh gurunya, KH Turaichan, untuk berguru secara
ruhaniah. Cara berguru ini berupa perjalanan ziarah kepada para ulama
ahli Falak yang telah wafat. Noor Ahmad sering mendapat perintah
untuk berziarah ke makam-makam ulama Falak, seperti Raden Dahlan,
Semarang, seorang ulama ahli falak pada zamannya,
Setelah sekian lama belajar kepada Kyai Turaichan, Noor Ahmad
pun muncul sebagai salah satu ulama ahli Falak di Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU). Awalnya, Kyai Turaichan Adjhuri asy-
Syarofi, sebagai ketua Markaz penanggalan Jawa Tengah, diminta
untuk menjadi anggota Lajnah Falakiyah di PBNU dari perwakilan
Jawa Tengah. Akan tetapi dia tidak berkenan. Lalu Kyai Turaichan
diminta untuk menunjuk perwakilannya. Maka sang guru pun
menunjuk KH. Noor Ahmad sebagai wakilnya.
Salah satu barometer yang digunakan untuk mengukur kualitas
keilmuan seseorang ialah seberapa banyak dan berkualitas karyanya.
Dari segi ini KH. Noor Ahmad memenuhi kriteria ini , karena telah
menelurkan karya-karya yang berkualitas dalam bidang ilmu Falak.
137
Diantara karyanya ialah; pertama. Syams al-Hilal. Kitab ini terdiri dari
dua jilid, yakni jilid pertama berbahasa Arab yang menjelaskan hisab
Jawa Islam, hisab Istilahi tahun Hijriyah dan Masehi, dan konversi dari
tahun Hijriyah ke Masehi atau sebaliknya. Karya yang kedua ialah
Syawariq al-Anwar. Kitab ini juga terdiri dari dua jilid. Jilid pertama
menjelaskan perhitungan arah kiblat dan waktu Shalat dengan beracuan
tabel Logaritma. Sedangkan jilid kedua menjelaskan perhitungan arah
Kiblat dan waktu Shalat, akan tetapi sudah menggunakan alat bantu
kalkulator. Karya ketiga ialah Taufiq al-Rahman. Kitab ini merupakan
kitab pertama K.H Noor Ahmad yang masuk dalam katagori Haqiqi bi
al-Tahqiq. Di dalamnya dijelaskan hisab awal Bulan Qamariyah,
Gerhana Bulan, dan Gerhana Matahari. Namun kitab ini sudah tidak
dipakai lagi setelah lahir karyanya yang keempat, yakni Nur al-Anwar.
Kitab Nur al-Anwar menjelaskan hisab awal bulan Kamariah metode
Haqiqi bi al-Tahqiq, Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari.132
39. KH. Irfan Zidny
Seorang ahli rukyat, lahir di Banyuwangi, 2 Februari 1946 M/1
Rabi’ul Awal 1365 H, dan meninggal pada tanggal 27 Mei 2004 M8
Rabiul Akhir 1425 H di Jakarta. Setelah tamat SD Banyuwangi, ia
melanjutkan ke SGA Solo, kemudian mengikuti kuliah di Kulliyatul
Qadha UNU Solo. Setelah lulus, ia melanjutkan ke Universitas
Baghdad, meraih gelar Master, pada tahun 1972 M/1392 H.
Irfan Zidny pernah menjadi ketua Lajnah Falakiyah PB. NU
menggantikan K.H Machfudz Anwar. Ia juga diangkat menjadi Rais
Syuriyah PB NU. Karyanya dalam ilmu falak, Memahami Cara
Nahdhatul Ulama Menetapkan satu Syawal dan Idul Fitri Antara
Rukyat dan Hilal.133
40. KH. M Kamil Chayan
Lahir di Gersik pada 10 Nopember 1933 M/1352 H. Setelah tamat
di Madrasah NU Gersik 1946 M/1366 H, ia meneruskan
pendidikannya ke Pesantren Tebuireng Jombang. Pada tahun 1948
M/1368 H, M. Kamil Chayan mengunjungi kyai-kyai ahli falak, sekitar
20 orang kyai telah ditemuinya untuk belajar ilmu falak.
Ia tercatat seorang ahli falak yang dalam ilmunya, pendapatnya
selalu menjadi rujukan bagi warga NU dalam menentukan awal awal
Ramadan dan Idul Fitri. Selain menimba ilmu falak dari para kyai, ia
juga banyak belajar ilmu falak dari nelayan, karena nelayan sangat
faham dengan masalah perbintangan. Menurutnya, hisab dan rukyat itu
sama, sebab orang yang melakukan rukyat mesti melakukan hisab
terlebi dahulu. Rukyat sulit dilakukan tanpa lebih dahulu melakukan
hisab.134
41. H.T. Muhammad Ali Muda
Nama lengkapnya H.Tengku Muhammad Ali Muda bin Jariah
Teungku Muda. Ia yaitu salah seorang ahli falak yang lahir di Lhok
Sukun Aceh, pada 31 Desember 1942, dan wafat pada hari Selasa/23
Sya’ban 1426 H27 September 2005.
Pada tahun 1968-1972 M/1388-1392, Muhammad Ali Muda
berangkat ke Malaysia untuk memperdalam dan memperluas kajian
ilmu falak dan bahasa Inggris. Syekh Tun Khair H. Mohammad Taib
yaitu gurunga di bidang ilmu falak yang mempengaruhi
pemikirannya. Ia dipercayai menjadi anggota Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama RI.
Karya tulinya di bidang ilmu falak, Kududukan Ilmu Falak Dalam
Menetapkan Beberapa Furu’ Syariat (), JadZal Miqat () dan
Cara Praktis Mengatahui Arah Kiblat (1994)135
42. Raja Muhammad Tahir Riau
Ia salah seorang ulama Riau yang menulis tentang ilmu hisab dan
falakiyah. Kitab aslinya tidak dapat jumpai lagi, tetapi naskah kitabnya
hanya dapat diketahui melalui salinan yang dibuat oleh puteranya yang
bernama Raja Haji Muhammad Said.136
43. Sayyid Usman
Nama lengkapnya yaitu al-Habib Sayyid Usman bin Abdullah bin
Aqil bin Yahya al-Alawi al-Husaini, lahir di Pakojan, Batavia, pada 17
Rabiul Awal 1238 H/1822 M, dan wafat pada tahun 1331 H/18 Januari
1914 M.
Sebagai seorang ahli falak, ia melakukan koreksi terhadap beberapa
masjid di Palembang. Salah satu karyanya di bidang ilmu hisab yang
sampai sekarang berada di Perpustakaan Leiden, Belanda yaitu Tahrir
Aqwa al-Adillah fi Tahshili ‘Aini al-Qiblah.137
44. Sultan Agung Demak
Ia lahir pada hari Jumat, tanggal 14 Nopember 1592 M, seorang
tokoh pembaharu dalam bidang kalender Islam. Sebagaimana diketahui,
bahwa sebelum masuk pengaruh Islam, kalender yang berlaku di Jawa
didasarkan kepada sistem peredaran Matahari (Syamsiyah), yang
dikenal dengan kalender Saka. Sementara Islam menggunakan kalender
dengan sistem peredaran Bulan (Qamariyah) yang dikenal dengan
kalender Hijriah (kalender Islam).
Sultan Agung menyelaraskan kedua sistem kalender itu dengan
menyatukannya serta menjadikannya sebagai kalender resmi
Mataram.138 Kalender Islam-Jawa diresmikan pada tanggal 8 Agustus
1633 M/1 Muharam 1043 H atau satu Suro 1555.139
Tahun Hijriah yang baru diresmikan, merupakan salah satu karya
monumental Sultan Agung (1633-1645). Raja Mataram Islam ketiga
ini , memberikan keteladanan akan kearifan, toleransi, pluralisme
serta sosok negarawan sejati. Kedatangan agama Islam di tanah Jawa,
pelan tapi pasti menggeser agama dan kebudayaan Hindu dan Budha.
Sultan Agung mampu memberi ”warna” budaya -awa dengan Islam
yang merupakan agama ”baru” zaman itu. Dengan “warna” lokal itu,
Islam meresap ke dalam jiwa dan hati sanubari masyarakat Jawa
sebagai Islam yang matang dan akomodatif terhadap perubahan.
Keteladanan lain yang dicontohkan Sultan Agung, yaitu kedekatan
dan rasa hormat kawula terhadapnya. Pada masa Sultan Agung,
penanggalan (kalender) merupakan bagian penting dari kehidupan
kenegaraan. Hampir semua perikehidupan masyarakat Jawa kala itu,
khususnya tata laku budaya, berpatok kuat pada sistem penanggalan.
Sebelum Islam datang, telah berkembang penanggalan yang
bersandar pada kalender Saka-berasal dari sistem penanggalan Hindu-
Buddha- yang dimulai sekitar tahun 78 Masehi. Sementara agama Islam
membawa penanggalan baru (Hijriah) yang mendasarkan pada
perhitungan bulan (komariah).
Melalui ide kreatifnya, Sultan Agung mengasimilasikan dua
penanggalan itu. Caranya, tahun baru Jawa yang semula berdasar
perhitungan syamsiah diubah dengan perhitungan komariah. Alhasil,
hingga awal tahun baru Jawa selalu berbarengan dengan tahun Hijriah.
Sejak saat itu asimilasi ini menghasilkan kalender Jawa-Islam yang
berdampak kepada substansi ritual religiusnya. Nilai Islam berjalan
bersama dengan tata laku adat Jawa sehingga memunculkan inspirasi
baru dalam identifikasi terhadap kalender Islam murni di Jawa.
Latarbelakang penyatuan kalender ini melalui dakwah dan politis.
Sultan Agung mempunyai kewajiban mendakwahkan nilai Islam di
Jawa, yang ketika itu sebagian rakyatnya masih berpegang kuat pada
ajaran Syiwa-Buddha. Ia memilih mengakomodasi kepercayaan lokal
dalam Islam. Model akomodasi budaya Jawa, khususnya Syiwa-
Buddha, sebelumnya pernah dilakukan Walisongo, khususnya Sunan
Kalijaga.
138Dalam sistem kalender baru terdapat perubahan nama-nama bulan, misalnya bulan Safar
dalam tahun Hijriyah menjadi sapar dalam tahun Jawa, bulan Rajab menjadi bulan Rejeb, bulan
Muharam menjadi bulan Suro, dan bulan Ramadan menjadi bulan Poso. Ciri lain terdapat
penafsiran pada pasaran seperti legi,pahing, pon, wagi, kliwon, wuku, dan windu.
Penyatuan kalender merupakan bagian dari penyatuan unsur-unsur
lain, seperti dipakainya doa Islam dalam ritual jamasan dan penggunaan
istilah Islam untuk menyebut tanggal dan bulan Jawa. Pertimbangan
Sultan Agung yang lain, adanya mitos bulan Suro yang dipercaya
masyarakat Jawa sebagai bulan yang sakral, karena pada bulan ini
lahir dan runtuhnya Majapahit dan berdirinya kerajaan Mataram Islam.
Di antara semua karyanya, peran sultan Agung yang lebih
membawa pengaruh luas yaitu dalam penyatuan penanggalan. Sultan
Agung memadukan tradisi pesantren Islam dengan tradisi kejawen
dalam perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa menggunakan
tahun Hijriah, masyarakat kejawen menggunakan tahun Caka atau saka.
Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan
berlakunya sistem perhitungan tahun yang baru bagi seluruh Mataram.
Perhitungan itu hampir seluruhnya disesuaikan dengan tahun Hijriah,
berdasarkan perhitungan bulan. Namun, awal perhitungan tahun Jawa-
Islam ini tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 M. Kesatuan
perhitungan tahun sangat penting bagi penulisan babad. Perubahan
perhitungan itu merupakan sumbangan yang sangat penting bagi
perkembangan proses pengislaman tradisi dan kebudayaan Jawa yang
sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan Demak.
45. A. Jamil
Lahir pada 15 Agustus 1959 di Jabung, Lampung Tengah.
Pendidikan dasar di MIN 1 Teluk Betung tamat 1973, melanjutkan ke
Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar tamat 1976, kemudian meneruskan
ke MAN Tanjung Karang tamat 1980. Sarjana S-1 diperoleh pada
Fakultas Sayri’ah IAIN Sunan Kali -aga tahun 1987, kemudian
meneruskan ke Pascasarajana IAIN Raden Intan Lampung.
A. -amil mengasuh mata kuliah ilmu falak pada jurusan Syari’ah
STAIN Metro Lampung dari 1999-2008 dan di Ma’had Aly
Muhammadiyah Metro Lmpung dari 2005-228. Karya tulisnya dalam
ilmu falak ialah Ilmu Falak (Teori & Aplikasi) Arah Qiblat, Awal
Waktu, dan Awal Tahun.140
46. Drs. Wahyu Widiana, MA
Ahli falak muda, lahir di Ciawi Tasikmalaya pada 18 Agustus 1952,
kini memangku jabatan sebagai Dirjen Badan Peradilan Agama di
Mahkamah Agung RI. Sebelum itu, ia memangku jabatan Direktur
Peradilan Agama RI. Pendidikan S-1 diselesaikan di Fakultas Syariah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan S-2 diperoleh dari University of
Michigan Amirika Serikat, jurusan astronomi.141 Karya tulisnya;
a. International Date Line dalam Hubungannya dengan Shalat Juat
b. Kedudukan Ijtimak Sebagai Pedoman dalam Menentukan Awal
Bulan Kamariah
c. Pelaksanaan Rukyatul Hilal di Indonesia
d. Penetapan Idul Adha di Indonesia
e. Kriteria Imkanurrukyah Menurut Kerjasama Negara MABIMS.142
47. Buya H. A bdul Jalil Manaf
Ia bergelar Malin Joneh Datuk Putih, lahir di Penyesawan Airtiris,
Kabupaten Kampar-Riau, pada bulan Juli 1913 M, dan wafat pada hari
Selasa tanggal 29 Januari 1985 M/8 Jumadil Awal 1405 H di
Pekanbaru.
Setelah menyelesaikan pendidikan SR di Penyasawan, ia
melanjutkan ke Pesantren di Sumanik Sumatera Barat dan kemudian
kuliah di al-Atas University Singapura. Setelah menamatkan
pendidikan di Pesantren, H. Abdul Jalil Manaf bersama kawan-
kawannya mendirikan Pandu al-Hilal di Sumanik. Akibatnya,
Pemerintah Belanda ingin menangkapnya, tetapi tidak berhasil, karena
ia melarikan diri ke Singapura dan kemudian menetap di Johor
Malaysia.143
Di Johor, H. Abdul Jalil Manaf bekerja sebagai pelukis, pada
suatu hari datang seorang membeli lukisannya dari kelurga raja Johor.
Kemudian, raja Johor yang bernama Raja Daud memintak agar H.
Abdul Jalil Manaf mengajarkan anak-anaknya melukis dan mengaji
(membaca al-Qur’an) serta tinggal bersama bersama kelurga raja.
Pada tahun 1935, H. Abdul Jalil Manaf pulang ke kampunga
halamannya Penyesawan Airtiris, ia menunting seorang dara yang
bernama Zubaidah. Berselang beberapa bulan setelah menikah, ia
kembali ke Johor Malaysia. Kemudian pada tahun 1937, ia kembali lagi
ke Penyesawan Airtiris, dan dimintak oleh masyarakat untuk menjadi
Pembina dan sekaligus mengajar di Madrasah an-Naim. Pada tahun
1937, ia menikah lagi dengan Asmah binti H Abdul Wahid (seorang
ulama).
Pada tahun 1949, ia diangkat menjadi Qadh nikah bekerja secara
sembunyi karena Belanda mengetahui bahwa ia berada di Penyesawan
Airtiris, untuk menghindari kejaran Belanda H. Abdul Jalil Manaf lebih
banyak tidur di Masjid, Surau dan tempat-tempat yang dirasa aman.
Pada hari Selasa bulan Oktober 1949, ketika ia sedang berjalan di pasar
Airtiris bersama H Abul Somad, tiba-tiba Belanda menodong dan
menembakan pistolnya tepai tidak meledak, kemudian Belanda
menodong dan menembak H. Abdul Somad, dan H. Abdul Somad
tersungkur dan meninggal di pasar Airtiris. Kemudian, Belanda
membakar pasar Airtiris sehingga menjadi lautan api, disaat itulah H.
Abdul Jalil Manaf melarikan diri kehutan.
Ketika terjadi pergolakan PRRI, ia dicugai dan dicari oleh
tentara pusat, dan akhirnya ia ditangkap. Setelah dilakukan introgasi
oleh Kodim Pekanbaru tidak bukti ketrlibatannya menentang pusat, dan
akhirnya, ia dilepaskan. Pada tahun 1955, ia mendirikan sekolah
Tarbiyah Islamiyah di Pekanbaru. Sewaktu Kaharuddin Nasution
menjadi Gubernur Riau, H. Abdul Jalim Manaf diangkat menjadi
anggota DPR-GR Provinsi Riau sampai tahun 1960.
Pada tahun 1960, ia dipindahkan tugas oleh Gubernur Arifin
Ahmad menjadi Pegawai Urusan Agama Departemen Agama Provinsi
Riau, waktu itu dipimpin Nurdin Jalil. H. Abdul Jalil Manaf orang parti
dan Nurdin Jalil orang NU. Nurdin Jalil akan membayar gaji H. Abdul
Jalil Manaf, jika ia mau pindah ke NU. Selama enam bulan gajinya
tidak dibayar, dan akhirnya ia masuk NU. Setelah pansiun, ia menjadi
imam Masjid Agung An-Nur dan al-Hasib sampai wafat.
Pengetahun falak, ia tekuni maulai masuk Pesantren di Sumatera
Barat dan ketika kuliah di al-Atas University Singapura, kemudian
didalami sendiri secara otodidak melalui buku-buku falak yang beredar
waktu itu. Karyanya yaitu Jadwal Waktu Shalat, Berbuka Puasa dan
Imsak Sepanjang Masa di Pekanbaru dan Daerah-daerah lan di
Provinsi Riau Menurut WIB.
48. +.$EGurraKPan<a’NuE
Nama lengkapnya ialah H. Abdurrahman bin Ya’kub,144 lahir
tanggal 12 Oktober 1912 M/1331 H. di Desa Sungai Bangkar Retih
Inderagiri Hilir. Ayahnya bernama H. Ya’kub dan ibunya bernama Hj.
Hafsah. Dari hasil perkawinan dengan Hj. Hafsah (isteri pertama)
dikaruniai empat orang anak. Kemudian H. Ya’kub menikah dengan
Asmah (isteri ke dua) dikaruniai satu orang anak.
H. Abdurrahman Ya’kub dibawa pindah oleh orang tuanya ke
Desa Teluk Dalam Safat Tembilahan. Di daerah ini H.
Abdurrahman Ya’kub menetap sampai usia remaja. Menurut salah
seorang puteranya yang bernama Kurdi bahwa ayahnya semasa kecil
diasuh dan dibesarkan oleh H. Ya’kub dengan menanamkan pendidikan
agama dan penuh kasih sayang. Sejak kecil H. Abdurrahman Ya’kub
sudah terlihat kecerdasan dan kemandiriannya, ketika ayahnya memberi
tugas, dapat ia selesaikan sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang
lain, kecuali jika ia rasakan tugas itu benar-benar sulit dan tidak mampu
ia sesaikan. H. Abdurrahman Ya’kub diasuh dan dididik oleh orang
tuanya dalam keadaan hidup sederhana dan penuh disiplin. Jerih payah
H. Ya’kub dalam mendidik dan mengasuh anaknya itu membuahkan
hasil positif, hal itu terlihat setelah H. Abdurrahman Ya’kub,145
menginjak dewasa.
Pada tahun 1927 M1345 H. Abdurrahman Ya’kub bersama ke
dua orang tuanya (H. Ya’kub dan Hj. Hafsah) serta adik kandung Hj.
Hafsah berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji ke
Mekah al-Mukarramah,146 dan sekaligus mengantarkan H.
Abdurrahman Ya’kub belajar di kota Mekah al-Mukarramah.
H. Abdurrahman Ya’kub menetap di Mekah selama 12 tahun, dan
ia berkenalan dengan Hj. Rukayah yang berasal dari daerah Merlung
Kuala Tungkal Riau. Hj. Rukayah sudah sejak kecil menetap di Mekah
al-Mukaramah bersama orang tuanya. Perkenalan H. Abdurrahman
Ya’kub dengan Hj. Rukayah diikat dengan tali pertunangan dan
berakhir dengan pernikahan. Pernikahan H. Abdurrahman Ya’kub
dengan Hj. Rukayah dilangsungkan pada tahun 1938 M/1356 H. di kota
suci Mekah
Setelah menikah H. Abdurrahman Ya’kub bersama isterinya
kembali ke Indonesia, tepatnya ke daerah kelahirannya desa Teluk
Dalam Safat di Inderagiri Hilir Riau, dan menetap disana. Ia bersama
isterinya mulai mengajar dan mengembangkan ilmunya kepada
masyarakat. Pada tanggal 15 April 1970 M bersamaan tanggl 6
Syakban 1391 H,147 H. Abdurrahman Ya’kub wafat di desa Pasar
145Syafruddin Saleh (cucu H. Abdurrahman Ya’kub), Wawancara, 25 Mei 2012 di
Pekanbaru.
146Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jilid I, Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1990.
Kota Mekah yaitu suatu tempat yang dipandang suci oleh seluruh bangsa Arab dan umat Islam
seluruh dunia. Mekah tempat pusat berkumpul umat Islam seluruh dunia untuk menunaikan haji
dan umrah, Mekah dengan Masjid al-Haram yang di dalamnya terdapat Ka’bah sebagai Kiblat
umat Islam dalam melaksanakan ibadah salat. Selain Mekah sebagai pusat peribadatan umat Islam,
Mekah juga sebagai kota pelajar yang menjadi tumpuan umat Islam dari berbagai penjuru dunia
datang ke sana untuk menuntut ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan agama Islam. Di
kota suci inilah lahirnya Islam yang kemudian menyebar dan berkembang keseluruh penjuru
dunia, termasuk Indonesia. Ulama yang hidup pada awal abad dua puluhan sampai sekarang
banyak lulusan dari Timur Tengah khususnya Mekah. Salah seorang Ulama lulusan Mekah yang
berasal dari Riau yaitu H. Abdurrahman Ya’kub.
147Sebelum H. Abdurrahman Ya’kub menghembuskan nafas terakhir ia sempat
melaksanakan salat =uhur, zikir dan berdo’a, kemudian beliau memangil anak-anaknya untuk
dibaringkan. Sekitar sepuluh menit setelah itu, dalam keadaan tenang beliau menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
144
Kembang Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir. Ia
meninggalkan empat orang isteri dan empat belas orang anak.148
Orang pertama yang membimbing, mendidik dan mengajar H.
Abdurrahman Ya’kub yaitu orang tuanya sendiri, yaitu H. Ya’kub. H.
Ya’kub belajar agama Islam di Kedah Malaysia, dan ia sebagai tokoh
agama dan tokoh masyarakat kharismatik yang berpengaruh dalam
masyarakat. Sebagai tokoh agama, banyak orang datang belajar agama
Islam terutama ilmu tauhid dan fikih kepadanya.
H. Ya’kub terkenal pula sebagai pedagang,149 ia banyak
menghabiskan waktu bepergian keluar daerah untuk membawa barang
dagangannya. Karena kesibukan berdagang, pendidikan anaknya tidak
berjalan lancar. H. Ya’kub mengambil inisiatif menyerahkan anaknya
kepada H. Zuhri untuk dibimbing dan meneruskan pendidikan agama
yang sudah diajarkannya.150
Selama berada di bawah asuhan dan bimbingan H. Zuhri, H.
Abdurrahman Ya’kub belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh serta
mencurahkan perhatiannya dalam belajar membaca al-Qurān. Pada
waktu itu sudah terlihat kecerdasan H. Abdurrahman Ya’kub dalam
menerima dan memahami pelajaran yang diberikan gurunya.
H. =uhri yaitu sahabat H. Ya’kub, ia memiliki kemampuan yang
handal dalam membaca al-Qur’an, dan ia menguasai ilmu agama Islam
dengan baik dan mendalam. H. Zuhri dipandang sebagai ulama dan
Qari’ di Teluk Dalam Safat. H. Abdurrahman Ya’kub juga berguru dan
belajar mengaji al-Qur’an dan agama dengan ustad /ahaya. Ia juga
seorang guru mengaji al-Qur’an yang terkenal di Teluk Dalam Safat.151
H. Abdurrahman Ya’kub berguru dan belajar dengan Tuan *uru
H. Abdurrahman Shiddiq al-Banjari tentang ilmu fikih dan ilmu falak.
148Dari isteri pertama Hj. Rukayah mendapat tiga orang anak yaitu Khadijah, Umi Kalsum
dan Syamsiah. Dari isteri ke dua Hj. Asmah mendapat empat orang anak yaitu Syamsuddin, Kurdi,
Asmah dan Normah. Dari isteri ke tiga Salmah mendapat tiga orang anak, yaitu Abdah, Luthfi dan
Abdan. Dari isteri ke empat Aminah mendapat empat orang anak yaitu Sayuti, Hamdan, Adnan
dan Maisyarah. Sebagian anak-anaknya mendapat pendidikan di Madrasah Nurul Wathan.
Maisyarah (anak H.Abdurrahman Ya’kub), wawancara, 26 Mei 2011 di Pasar Sungai Kembang.
149Ulama dan tokoh masyarakat Inderagiri hilir yang hidup pada awal abad dua puluhan
secara umum mempunyai perekonomian yang kuat. Ada ulama yang mempunyai kebun yang
banyak, ada yang mempunyai usaha dagang, sehingga dalam mengembangkan dan menyibarkan
Islam dengan berda’wah tidak membebani masyarakat dan pemerintah, bahkan sebagian hartanya
disumbangkan untuk kepentingan Agama dan keperluan masyarakat. Ulama pada waktu itu
mempunyai ekonomi yang mapan, hidupnya tidak digaji oleh pemerintah. H. Ya’kub yaitu
seorang ulama, tokoh masyarakat dan juga aghniya’.
150H. Zuhri yaitu seorang guru mengaji dan ilmu fikih yang terkenal di Teluk Dalam
Safat, beliau berasal dari suku Banjar yang hijrah dari Kalimantan Selatan ke Tembilahan dan
menetap di Teluk Dalam. Ia mendapat pendidikan agama Islam di Kalimantan Selatan.
151Lahaya yaitu suku Bugis berasal dari Sulawisi Selatan hijrah ke Tembilahan dan
menetap di Teluk Dalam Safat . Selain berkebun beliau juga menjadi guru mengaji al-Qurān
sehingga namanya terkenal.
145
H. Abdurrahman Shiddiq seorang ulama besar dan tokoh masyarakat
yang diangkat sebagai mufti oleh sulthan kerajaan Inderagiri, dan
bertugas selama 17 tahun.152
Pada tahun 1927 M1345 H. Abdurrahman Ya’kub bersama
orang tuanya berangkat ke tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah
haji dan menuntut ilmu di Mekah. Menurut salah seorang muridnya,
Muhammad Yunus, H. Abdurrahman Ya’kub menetap di Mekah
selama dua belas tahun.153
Tahun demi tahun telah dilalui H. Abdurrahman Ya’kub dengan
baik dan hampir tidak ada waktu yang disia-siakannya, sehingga ia
dapat meneruskan ke tingkat Tsanawiyah. Selain menekuni dunia
pendidikan, ia bersama rekan-rekan pelajar dari Indonesia dan
Malaysia,154 menyadari dan memikirkan perlunya membentuk suatu
organisasi persatuan pelajar Indonesia dan Malaysia. Akhirnya wadah
yang mereka inginkan itu terbentuk dengan resmi dengan nama
“2rganisasi 3elajar Indonesia dan Malaysia”.
Salah satu program utama yang ingin diwujudkan merka yaitu
mendirikan lembaga pendidikan (madrasah) yang khusus menampung
pelajar dari Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 1932 mereka
mendirikan madrasah dan mereka beri nama “Madrasah Dar al-
8lum”. H. Abdurrahman Ya’kub diberi kepercayaan oleh rekan-
rekannya memimpin Madrasah ini selama enam bulan. Setelah
mengalami kemajuan, jabatan sebagai pimpinan madrasah diserahkan
kepada salah seorang gurunya yang bernama Syekh Mukhsin. Syekh
mukhsin bersama para guru mengajar dan memajukan Madrasah
ini . H. Abdurrrahman Ya’kub bertugas mengajar di tingkat
Ibtidaiyah.155
H. Abdurrahman Ya’kub menamatkan pendidikan tingkat
Tsanawiyah pada tahun 1934 M, kemudian ia meneruskan studinya ke
152Syafei Abdullah, Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Syekh H. Abdurrahman
Shiddiq, Mufti Indragiri, Jakarta, Serajaya, 1984, hlm. 34. Lihat juga Ahmad Yusuf dkk.,Sejarah
Kesultanan Indragiri, Pekanbaru, Pemda Riau, 1994, hlm. 37-39.
1532rang tuanya (H. Ya’kub dan Hj. Hafsah) sempat menetap di Mekah selama satu tahun
untuk mendampingi anaknya . Setelah mereka melihat bahwa anaknya betah, senang belajar dan
mamapu mendiri, orang tuanya pun pulang ke desa Teluk Dalam Safat Tembilahan. H. Ya’kub
tergolong mempunyai penghasilan yang baik, karena selain berdang, ia juga memiliki kebun
kelapa yang luas. Umumnya ulama pada masa itu memiliki kemampuan ekonomi yang kuat,
sehingga mereka tidak mengharap bantuan dari masyarakat, tetapi mereka yang membantu
masyarakat.
154Pada waktu itu nama Riau belum ada, masih berada di bawah kesultanan Siak Sri
Inderapura. Malaysia masih berada di bawah kesultanan Melaka, dan Indonesia ketika itu masih
bernama kepulauan nusantara, masih berada di bawah penjajahan Belanda.
155Kurdi dan Syamsiah (putra-putri H. Abdurrahman Ya’kub), dikutip dari penelitian
Hajar Hasan dengan judul H. Abdurrahman Ya’kub (Metode Hisab dalam Menentukan Awal
Waktu Shalat), 1993, hlm. 20.
146
tingkat Aliah dan selesai pada tahun 1937 M. Ia aktif mengajar di
Madrasah Dar al-Ulum pada tingkat Ibtidaiyah dan diberi kepercayaan
mengajar di Masjid al-Haram Mekah. Selama di Mekah, ia mengisi
waktunya dengan menggeluti dunia pendidikan (belajar dan mengajar)
dan berorganisasi.
H. Abdurrahman Ya’kub mendapat bimbingan dari guru-gurunya
di antaranya, Syekh Hamdan al-Maliky, salah seorang ulama besar dan
berpengaruh di kota Mekah, Syekh Musaddad seorang ulama besar
yang berpengaruh dan Syekh Mukhsin. Rekan-rekan H. Abdurrahman
Ya’kub dari Indonesia (sekarang) yang belajar di Mekah, di antaranya,
K.H. Hasan Basri, Farid Ma’ruf dan Kahar Muzakar, mereka setelah
kembali ke Indonesia menyumbangkan pemikiran dan ilmunya dan
menduduki jabatan penting di Republik Indonesia.
Setelah menamatkan pendidikan di tingkat Aliah, H.
Abdurrahman Ya’kub bersama isterinya kembali ke tanah kelahirannya.
Setelah menetap tiga tahun di Teluk Dalam Safat, H. Abdurrahman
Ya’kub pindak ke Enok. Di daerah ini ia mengajar dan aktif berdakwah,
seperti yang dilakukannya di Teluk Dalam Safat. Lebih kurang tiga
tahun mengajar dan berdakwah di Enok, ia kembali lagi ke Teluk
Dalam Safat atas permintaan masyarakat. Selama dua tahun ia menetap
di Teluk Dalam Safat, kemudian pada tahun 1946 M, ia pindah ke Kota
Baru Keritang Inderagiri Hilir.
Di Kota Baru, H. Abdurrahman Ya’kub diangkat menjadi pejabat
agama ( Kantor Urusan Agama pada masa sekarang). Pada tahun 1947
M ia bersama masyarakat setempat mendirikan Madrasah yang
diberinama “Madrasah 1urul :athan”. Pada tahun 1949 M Madrasah
ini terbakar, dan masyarakat kota Baru kehilangan lembaga
pendidikan yang mereka banggakan.
Kemudian pada tahun 1954 M. ia bersama masyarakat
membangun kembali Madrasah dengan nama yang sama yaitu
“Madrasah 1urul :athan”, lokasi Madrasah yang baru ini di desa
Sungai Gergaji tidak berapa jauh dari lokasi Madrasah yang lama.
Pimpinan Madrasah langsung dipercayakan kepada H. Abdurrahman
Ya’kub.156 Madrasah Nurul Wathan banyak melahirkan lulusan yang
meneruskan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi, di dalam maupun
di luar negeri. :aktu dan tenaga H. Abdurrahman Ya’kub banyak
dicurahkan mengajar di Madrasah ini, disamping itu beliau aktif
memberi pengajian dan berdakwah di tengah masyarakat luas. Ia
mengembangkan ajaran Islam melalui dunia pendidikan, memberikan
ceramah agama dalam berbagai kesempatan, berda’wah ke masyarakat
luas dan menulis dalam berbagai cabang ilmu seperti fikih, tauhid,
bahasa arab, ilmu falak dan lainnya. Berdasarkan pengetahuan agama
yang dikuasainya, ia dipandang sebagai ulama yang kharismatik, dilihat
dari ketekunan dan kesungguhanya dalam duani pendidikan ia
ditetapkan masyarakat sebagai tokoh pendidikan dan karena kiprahnya
ditengah masyarakat, ia diangkat sebagai tokoh masyarakat.
Di samping kesibukan, H. Abdurrahman Ya’kub dalam
melaksanakan tugas guru, da’i dan ulama, ia masih dapat menyisihkan
sebagian waktu untuk belajar dan menulis. H. Abdurrahman Ya’kub
tergolong sebagai penulis yang produktif dan kreatif, karena disela
kesibukannya masih sempat menulis beberapa kitab dalam disiplin
ilmu yang berbeda.157
Karya-karya tulis, H. Abdurrahman Ya’kub yang masih dapat
dijumpai yaitu sebagai berikut;
a. Kitab Amsilah al-Mukhtasar
Amsilah al-Mukhtasar kitab bahasa arab yang membicarakah
tentang bahasa arab. Sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan
Hadis Rasulullah saw., keduanya berbahasa arab. Untuk mengetahui
dan memahami ajaran yang terkandung di dalam ke dua sumber
ini harus menguasai bahasa arab yang baik dan benar. Oleh
sebab itu, pelajaran bahasa arab dalam kaitannya dengan memahami
isi al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum utama yaitu sangat
penting. Atas pertimbangan yang demikian penulis kitab Amsilah al-
Mukhtasar menempatkan pelajaran bahasa arab salah satu mata
pelajaran penting yang diajarkan kepada santri. Amsilah al-
Mukhtasar menjadi kitab pegangan para guru dan santri di
Madrasah-Madrasah.
b. Kitab QaZāid an-Nahwiyah
QaZāid an-Nahwiyah yaitu kitab tentang pelajaran bahasa arab
yang pembahasannya berkenaan masalah “qaZāid’ atau tata bahasa.
QaZāid yaitu bahagian terpenting dalam pelajaran bahasa arab.
Dengan mempelajari QaZāid dapat diketahui kata perintah (amar),
kata larangan (nahyu), kejadian telah lalu (madi) dan peristiwa
sedang dan akan terjadi (mudari’). Yang lebih penting dengan
mengetahui QaZāid bahasa arab dapat membantu dengan mudah
dalam menetapkan hukum.
c. Kitab Ahwal al-:arātsat fi TaqsƯm at-Tirkah
Kitab ketiga, membentangkan permasalahan hukum Islam yang
berkenaan dengan pembagian harta warisan (fikih mawaris). Kitab
ini mengupas secara rinci pembagian harta warisan menurut ajaran
Islam yang berdasarkan al-Qur’an, Hadis Nabi saw dan pendapat
ulama. Masalah harta warisan selalu memimbulkan perselisihan
dalam pembagiannya ditengah-tengah masyarakat, yang berujung
kepada permusuhan, salah satu penyebabnya karena masyarakat
tidak mengetahui kedudukan pembagian waris yang ditetepkan
syariat Islam. Hadirnya Kitab Ahwal al-:arātsat fi TaqsƯm at-Tirkah
dijadikan pegangan dan pedoman oleh para guru dalam
menyelesaikan pembagian harta warisan secara benar dan adil.158
d. Kitab Fikih
Kitab ini membahas persoalan yang berhubungan dengan hukum
sebagai mana yang ditemukan dalam kitab-kitab fikih lainnya. H.
Abdurrahman Ya’kub memulai pembahasan dari bab pertama
thaharah, bab ke dua salat, bab ke tiga zakat, bab ke empat puasa dan
bab ke lima membicarakan tentang haji. Menurut keterangan
anaknya (Kurdi) kitab fikih yang ditulis ayahnya itu merujuk kepada
mazhab Syafi’i, disamping mazhab lainnya. Masyarakat Inderagiri
Hilir pada khususnya dan masyarakat Melayu pada ummnya
cenderung menganut mazhab Syafi’i dalam persoalan ibadah. H.
Abdurrahman Ya’kub bermazhab Syafi’i. Kitab fikih ini menjadi
pegangan para guru dan diajarkan pada Madrasah Nnjrul :atan,
walaupun hanya dalam bentuk naskah tulisan tangan (belum
diterbitkan dan terbakar).
e. Kitab Tauhid
Kitab Tauhid yang ditulis H. Abdurrahman Ya’kub merupakan
kumpulan dari ceramahnya dalam berbagai kesempatan. Kitab ini
lebih dahulu ditulis dari kitab mawaris dan kitab fikih dan hanya
dalam bentuk naskah belum sempat diterbitkan. Tujuan penulisan
kitab Tauhid ini yaitu untuk menjelaskan tauhid yang benar,
karena tauhid merupakan ilmu kunci dalam Islam. Disisi lain,
sebagian masyarakat akidahnya belum kuat dan masih bercapur
dengan paham animesme. Kitab ini diajarkan kepada masyarakat
dan menjadi pegangan bagi para guru dan ulama.159 Contoh mata
pelajaran tauhid, fikih dan bahasa arab, kitab rujukannya yaitu
kitab yang ditulis H. Abdurrahman Ya’kub. Dalam masalah tauhid
H. Abdurrahman Ya’kub menganut faham asy-Ariyah.160
f. Kitab Nailu al-Amāni /ima’rifah al-Auqāti as-Syar’iyah.
Kitab Nailu al-Amāni /ima’rifah al-Auqāti as-Syr’iyah yaitu
kitab ilmu falak yang membahas masalah arah kiblat, waktu salat
zuhur, asar, magrib, isya, subuh, terbit matahari, salat idul fitri dan
idul adha dan penetapan awal bulan Kamariah. Kitab ini juga
membicarakan lintang dan bujur beberapa kota besar di Indonesia
dan Malaysia. Ilmu falak berkaitan erat dengan pembahasan waktu,
dan waktu terkait dengan pelaksanaan ibadah, karena itu, kitab ini
merupakan kitab penting dalam Islam.
49. Syekh H. Aidarus Ghani
Ia lahir di desa Batu Bersurat, Kabupaten Kampar,Riau pada
tahun 1926, dan wafat pada tanggal 19 Agustus 1989 di desa Batu
Bersurat. Ayahnya bernama Syekh H. Abdul Ghani al-Khalidi, seorang
ulama terkemuka dan tokoh tasawuf terpandang, ia belajari dan
menetap di Mekah selama 20 tahun, salah seorang gurunya yaitu
Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
H. Aidarus Ghani mengasuh sebuah Pondok Pesantren
Darussalam. Santri yang belajar di Pondok Pesantren ini datang dari
berbagai daerah. Lulusan dari Pesantren Darussalam, banyak yang
melanjutkan ke Timur Tengah.
Untuk menentukan awal Ramdan dan Syawal, H. Aidarus Ghani
menggunakan rukyat (tanpa menggunakan alat), dilakukan pada akhir
bulan Sya’ban dan bulan Ramadan pada tempat tertentu. Apa bila bulan
tidak terlihat, disebabkan cuaca mendung, maka dilakukan
penggenapan bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari (dengan
sistem istkmal).161
Metode rukyat yang dipraktekkan H. Aidarus Ghani sesuai dengan
ketentuan dan petunjuk Hadis Nabi saw dan praktek para sahabat dan
tabi’in serta sebagian besar ahli falak sekarang.
50. Maskufa
Lahir di Cirebon pada tanggal 3 Juli 1968, ia dosen pada Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.162 Selain aktif
memberi kuliah, ia juga aktif meneliti dan menulis diberbagai artikel
dan media masa. Di antara karya ilmiahnya;
a. Akurasi Arah KIBLAT Masjid dan Mushala di Kecamatan Ciputat
b. Antara Hisab Urfi dan Hisab Hakiki:Studi Terhadap Penentuan
Awal Bulan Qamariyah Model Muhammadiyah ( 2003)
c. Awal Waktu Shalat Perspektif Normatif dan Sains (2007)
d. Kontroversi Penetapan Hari Raya: Studi Terhadap Penentuan Awal
Bulan Qamariyah Komunitas Ainul Yaqien Jatiasih Bekasi 92008)