tidak mengucapkan selain apayang diridhai Rabb kami. Sesungguhnya kami sangat
b erduka dengan kep ergi anmu w ahai Ibr ahim. " 2 3 3 )
Dan beliau pernah menangis di dekat kubur salah seorang putri
beliau yang tengah dimakamkan.Ini merupakan tangisan yang timbul
dari naluri manusia dan tidak dibuat-buat. Adapun tangisan yang dibuat-buat, saya khawatir tergolong ratapan yang menjadi interpretasi
sabda Nabi S berikut :
"e *r:\<" -"X" 4, "it
"sesungguhnya mayit itu disiksa akibat tangisan keluarga kepadanYA"'234)
Ulama berselisih pendapat tentang hadits ini. Persoalannya, bagaimana seseorang diadzab akibat perbuatan orang lain padahal Allah telah berfirman, ".,..Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosn orang
lain..." (Az-Zumar l39l z 7). Penyiksaan terhadap seseorang lantaran
perbuatan orang lain adalah tindakan zhalim kepada dirinya, sebab
itu sama dengan menghukum orang yang tidak berbuat zhalim karenatindakan orang yang berbuat zhalim. Ini jelas sekali bertentangan dengan keadilan dan kebijaksanaan Allah. Karena itu, sebagian ulama
berkata, "Hadits ini berlaku untuk orang yang mewasiatkan agar keluarganya menangisi kematiannya. Misalnya, sebelum meninggal ia berkata
kepada keluarganya, "Brla aku mati, tangisilah aku."
Ulama lain berpendapat bahwa hadits tersebut berlaku untuk
orang yang ketika hidupnya terbiasa seperti itu. Yakni, orang-orang
yang kebiasaan mereka menangisi mayit dan ia tidak mencegah keluarganya melakukan hal itu, sehingga seolah-olah ia membenarkan mereka melakukan apa yang biasa diperbuat orang banyak terkait masalah
ini. Ulama lain berpendapat bahwa hadits ini berlaku untuk orang kafir.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa siksaan yang dimaksud hadits itu bukan penyiksaan yang berwujud hukumary tapi penyiksaan
dalam bentuk kejenuhan dan semisalnya. Dan siksaan yang termasuk
jenis ini tidak selamanya menjadi hukuman. Hal itu diperkuat oleh sabda Nabi ffi, "Bepergian itu bagian dari siksa"235) Padahal, orang yang bepergian bukan sedang disiksa, melainkan konsentrasi terhadap sesuatu
dan merasakan kesusahannya. Demikian halnya orang yang mati, ia diberi tahu tangisan keluarga kepadanya, sehingga ia merasa pedih dan
tersiksa karena kasihan kepada mereka dan karena mereka menangisi
dirinya. Ini bukan termasuk hukuman. Kiranya, pendapat terakhir ini
yang terbaik.
Akan tetapi, tangisan yang timbul dari naluri kemanusiaan dan
terjadi pada seseorang di luar keinginannya, tangisan seperti ini tidak
menyakiti siapa pun karena biasa terjadi. Sehingga, seseorang tidak
akan merasa terganggu bila melihat orang yang terkena musibah menangis dengan tangisan yang biasa ini. Seseorang bisa merasa pedih dan
iba bila orang yang mengalami musibah tersebut menangis iba atau melebihi kebiasaan.LnnRNcAN MERATAPI MAYIT DAN
MTNRNGT sr Meur (NtvnunH)
atapi mayit itu diharamkan. Meratapi mayit yang dimaksud adalah menyebut-nyebut kebaikan si mayit dengan ungkapan-ungkapan penyesalan. Contohnya mengucapkan, "Duhai Tuanku, siapa nanti yang memberi makan dan
minum kami, siapa nanti yang mengajak kami berekreasi, siapa nanti
yang melakukan ini dan itu; ... dst."
Meratapi mayit diistilahkan dengan nadbkarena seolah-olah orang
yang terkena musibah ini menyebut-nyebut si mayit suPaya datang dengan kata yang dipergunakan untuk meratap itu. Ini dikuatkan dengan
pernyataan Ibnu Malik dalam Al-Fiyah, Kata wa digunakan untuk memanggil orang y ang dir atapi."
Niyahah adalah menangis dan meratap dengan rintihan suara yang
mirip dengkuran merpati. Perbuatan ini dilarang karena menyiratkan
bahwa orang yang mengalami musibah tersebut murka terhadap ketetapan dan takdir Allah. Karenanya, orang yang melakukan niynhah mendapatkan ancaman keras sebab Nabi ffi bersabda :
t ir.> \e; r-\A'iT"rw A; ,P *, ! ';'
:i q L','
"Wanita yang merntap apnbila tidak bertaubot sebelum mnti, maka ia
dibangkitknn pada hari kiamat dengnn mengenakan iubah dnri ter dnn
baju panjang dari kudis."236)
Penyebutan pelaku wanita secara khusus dalam hadits tersebut
karena pada umumnya ratapan dilakukan kalangan wanita sebab perasaan mereka lebih sensitif. Kaum lelaki pun, bila mereka meratapi mayit
ancaman hukumannya seperti para wanita.LRnRNcnN MTROBEK ROBErc SRTU DAN
MTNNMPAR-NAMPAR PIPI
ram merobek saku pakaian sebagaimana dilakukan sebagian orang yang tertimpa musibah. Mereka merobek
saku baik dari bawah maupun dari atas sebagai pertanda
bahwa dirinya tak sanggup bersabar menerima musibah.
Menampar-nampar pipi saat ditimpa musibah juga diharamkan.
Sebab sebagian orang yang terkena musibah, lantaranberatnya penderitaan yang dialami, ia menampar-nampar pipinya sendiri. Ia memukul
pipi kanan dan kirinya berulang-ulang. Demikian pula seandainya
ia memukul anggota tubuh selain pipi. Contohnya, memukul kepala,
membenturkan kepala ke tembok dan semacamnya. Semua perbuatan
ini haram.
Seperti diungkapkan penulis bahwa larangan itu termasuk yang
sejenisnya, seperti mencabuti rambut, yakni menjambak rambut sendiri
dan mencabutinya. Sebab semua tindakan ini mengungkapkan ketidak
relaan terhadap musibah. Nabi & telah berlepas diri dari orang-orang
yang melakukan perbuatan seperti ini, beliau bersabda :
o o
. t to
dl^uJr si+Gt') -,#Jt:*i !;-rJr P Jw :4
"nrt oiid, dari golon'gan knmi orang yatlg merobek-robek saku, ,nrro*-
p ar - n amp ar p ip i d an b er do a d en g an un gkap nn-un gknp an j ahil iy ah. " z at t
Seperti juga ucapan, 'Aduh celakanya aku; Aduh malangnya aku;
dan semacamnya" adalah haram, karena mengindikasikan kemurkaan
terhadap takdir Allah. Perlu diketahui, dalam menyikapi musibah manusia berada dalam beberapa tingkatan : Pertama, bersyukur. Kedua,
menerima dengan lapang dada (ridha). Ketiga, sabar. Keempat, mengeluh.Orang yang mengeluh berarti telah melakukan sesuatu yang diharamkan dan murka terhadap ketetapan Rabb alam semesta yang hanya terletak di tangan-Nya kekuasaan langit danbumi,seluruh kerajaan
milik-Nya, dan melakukan apa yang dikehendaki-Nya.
Orang yang sabar berarti telah melakukan kewajiban' Orang yang
sabar adalah orang yang tabah menghadapi musibah. Ia melihat musibah tersebut pahi! berat dan sulit, dan ia tidak menginginkannya terjadi. Tapi ia berusaha tabah dan menahan diri dari melakukan sesuatu
yang haram.Ini sikap yang wajib.
Orang yang ridha adalah orang yang tidak memedulikan musibah
ini.Ia melihat musibah itu dari Allah sehingga ia ridha secara total dan
tak ada perasan kesal atau penyesalan dalam hatinya terhadap musibah
itu. Sebab ia bisa menerimanya dengan sangat lapang dada' Tingkatan
orang ini lebih tinggi dibanding orang yang bersabar. Karenanya, ridha
terhadap musibah hukumnya mustahab, tidak wajib.
Orang yang bersyukur atas musibah berarti bersyukur kepada
Allah atas musibah yang dialami. Pertanyaannya, bagaimana ia bersyukur kepada Allah lantaran musibah ini padahal itu sebuah musibah?
Pertanyaan ini bisa dijawab dari dua sisi :
Pertama, ia melihat ada orang lain yang ditimpa musibah lebih
besar daripada musibah yang sedang menimpanya, sehingga ia dapat
bersyukur kepada Allah karena tidak ditimpa musibah separah itu' Ada
sebuah hadits yang relevan dengan pengertian ini: "lnnganlahkalinn melihat orang yang di atas knlian, tapi lihatlah lrang yang di bnwah knlian. Sungguh
itu tebih pnntas supaya kalian tidnk meremehkan nikmat Allnh kepada knlian."
Kedua, ia mengetahui bahwa melalui musibah ini ia memperoleh
penghapusan kesalahan-kesalahan dan peningkatan derajat bila mau
bersabar. Apa yang disediakan di akhirat lebih baik daripada yang ada
di dunia. Sehingga ia bersyukur kepada Allah atas musibah itu. Manusia
yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang
shalih, kemudian yang paling baik lalu orang-orang yang lebih rendah
tingkatannya. Maka ia berharap menjadi orang shalih dengan musibah
itu, sehingga ia pun bersyukur kepada Allah atas musibah ini.
Diriwayatkan bahwa Rabihh Al-Adawiyah mengalami cacat di
jarinya dan ia tidak bisa menggerak-gerakkan sesuatu pun' Ketika hal
itu ditanyakan kepadanya, ia menjawab, "Manisnya pahala musibah initelah membuatku lupa akan pahitnya kesabaran menghadapinya." Mensyukuri musibah itu mustahab karena levelnya di atas ridha. Sebab syukur itu lebih dari sekedar ridha.HUTUvt MTNTERCAKAN SUNAT YASIN KEPADA
OnnNc YANG SroRNc MTNcHADAPI Alnl
aksud ungkapan penulis, "Dan dibacakan surat Yasin
di sisinya," adalah surat Yasin dibacakan kepada orang
yang sedang menghadapi ajalnya, berdasarkan sabda
"Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang (akan) mati di antara
knlian.//238)
Hadits ini diperselisihkan keshahihannya. Namun orang yang
berpendapat hadits ini hasary ia mengamalkannya.
Sabda Nabi ffi, "Bacakanlah kepada oran7-orang yang mati di antara
kalian," maksudnya orang yang masih dalam sakaratul maut. Penggunaan ungkapan brang mati'karena mempertimbangkan apa yang akan
dialaminya. Dan menamakan sesuatu dengan aPayang akan terjadi itu
ada dalam bahasa Arab. Contohnya, ucapan orang yang bermimpi kepada Yusuf, ."..Sesungguhnya aku bermimpi, bahzoa aku memeras khamer.."
(Yusuf [12] : 35). Padahal ia tidak memeras khamer, tapi memeras anggur yang akhirnya berubah menjadi khamer.
Sebagian ulama mengungkapkan bahwa salah satu faedah membacakan surat Yasin kepada orang yang menghadapi sakaratul maut
adalah memudahkan ruhnya keluar. Sebab dalam surat ini terdapat
motivasi, misalnya firman Allah, "Dikatakan (kepadanya), 'Masuklah ke
sltrga'." (Yasin 13612 261. Suntikan kerinduan kepada surga itu mampu
memudahkan keluarnya ruh. Karenanya, bila ruh diberi kabar gembiradengan surga
-semoga
Allah menjadikan kami dan Anda semua di
antara orang yang ruhnya diberi kabar gembira dengan surga- ruh merasa senang bertemu Allah, maka Allah pun suka bertemu dengannya.
Dalam surat ini juga ada ayat berbunyi, "Sesungguhnyn penghuni surga
pada hnri itu bersenang-senang dnlam kesibukan (mereka). Mereka dan istriistri merekn beradn dalam tempat yang teduh, bertelekan di atrts dipan-dipan."
(Yasin [36] : 55).
Dan di akhirnya terdapat pengukuhan kemampuan Allah menghidupkan orang yang mati. Akan tetapi, apakah surat ini dibaca dengan
suara lirih atau keras, atau ada perincian dalam masalah ini? Jawabnya,
sabda beliau "Bacnkanlahkepadn orang-orangyang (akan) meninggal di nntara
kalinn," menuntut membacanya dengan suara keras Qnhr). Apalagi bila
kita mengatakan, alasan pembacaan ini adalah menyuntikkan kerinduan kepada orang yang sedang menghadapi ajal terhadap apayangia dengar dalam surat ini. Tetapi bila dikhawatirkan orang yang sakit malah
gelisah bila mendengar seseorang membaca surat Yasin atau orang yang
membaca ragu apakah orang yang sakit tersebut sudah dalam keadaan
sakaratul maut, ia tidak perlu mengeraskan suara bacaan. Namun jika ia
yakin orang itu telah mendekati kematian, sebab orang yang sering menyaksikan orang-orangyangmenghadapi sakaratul maut ia tahu apakah
si sakit tersebut sudah dalam keadaan mendekati ajal atau belum. Maka
jika ia tahu bila orang yang sakit itu sudah dalam sakaratul maut, ia
membaca surat Yasin dengan suara keras. Hal ini tidak mengapa, karena
orang yang sakit itu tengah sakaratul maut. Bacaan surat Yasin ini tidak
disertai tiupan kepada orang yang sedang sekaratul mauf karena perbuatan ini tidak diriwayatkan.23e)
Sebagai catatan, bahwa membacakan surat Yasin untuk mayit setelah dikubur adalah bidhh. Tidak tepat berdalil untuk perbuatan ini dengan sabda Nabi ffi, "Bncaknnlah surat Ynsin kepada orang-lrang mati di
antnrn kalian." Sebab bacaan ini tak memberi faedah kepada mayit yang
telah mati. Bacaan inihanyabermanfaatbagi orang selama ruhnya masih
dalam tubuh. Selain itu, yang dibutuhkan mayit adalah doa. Karena itu,
Rasulullah S memerintahkan orang yang melayat supaya mendoakan
orang yang meninggal tersebut dan beliau bersabda, "Karena sesungguhnya pnra malaikat mengamini apa yang kalian ucnpkan."2Syaikh Utsaimin mengungkapkan, "Ibadah apa pun yang dikerjakan dan pahalanya dihadiahkan untuk orang mati yang muslim atau
orang yang masih hidup itu bermanfaat bagi orang yang dimaksud."
Ini kaidah tentang memberikan pahala amal shalih kepada orang lain,
Apakah perbuatan ini dibolehkan menurut syariat? Apakah bermanfaat
untuk orang yang dimaksud?
Dalam kaidah ini, Syaikh Utsaimin mengungkapkan, "Ibadah apa
pun yang dikerjakan -artinya, semua macam ibadah- dan pahalanya
dihadiahkan untuk orang mati yang muslim atau orang yang masih
hidup itu bermanfaat baginya." Seandainya pengarang mengatakan,
'Untuk orang muslim, baik yang sudah mati maupunyang masih hidup'
tentu kalimatnya lebih tepat. Sebab ungkapan'untuk orang mati yang
muslim atau orang yang masih hidup'kadang-kadang membuat orang
bertanya-tanya apakah maksudnya orang hidup yang muslim atau kafir.
Seandainya Syaikh Utsaimin mengatakan 'untuk orang muslim, baik
yang sudah mati maupun yang masih hidup' ungkapan ini tentu lebih
gamblang. Dan tak diragukan, tentu saja makna inilah yang dimaksud
oleh Syaikh Utsaimin dalam ungkapan tersebut.
Syaikh menggunakan ungkapan, "Ibadah apa pun," yang berarti
tidak dispesifikkan jenis ibadah harta atau badan, tapi mengungkapkannya secara umum. Contohnya, seseorang puasa sunnah satu hari untuk
orang lairy apakah hadiah puasa ini bermanfaat bagi orang yang dimaksud? Syaikh mengatakan, "Bermanfaat baginya selagi ia muslim." Contoh kedua, seseorang menyedekahkan harta untuk orang lairy apakah
bermanfaat bagi orang lain itu? |awabnya, ya, bermanfaat baginya. Contoh ketiga, seseorang memerdekakan budak dan meniatkan pahalanya
untuk orang lain, bermanfaatkah? Jawabnya,bermanfaat. Contoh keempat, seseorang menunaikan haji dan meniatkan pahalanya untuk orang
lain, bermanfaatkah? Jawabnya, bermanfaat.
Jika orang tersebut sudah mati, menghadiahkan amal kebaikan
untuknya cukup beralasan. Sebab orang yang telah mati membutuhkan
pahala amal, padahal ia tak mungkin lagi dapat beramal. Akan tetapi
bila orang yang diberi hadiah amal itu masih hidup dan sanggup mengerjakannya sendiri, tindakan penghadiahan ini perlu ditilik ulang.
Karena dapat berakibat orang yang hidup tersebut mengandalkan amal
baik kepada orang yang beribadah kepada Allah untuk dirinya. Dan ini
tidak dikenal pada masa para sahabat maupun zamangenerasi salafush
shalih. Yang diketahui dari mereka hanyalah menghadiahkan amal shalih kepada orang-orang yang telah tiada. Sedangkan menghadiahkan
pahala amal kepada orang-orang yang masih hidup maka sama sekali
tak diketahui adanya riwayat tentangnya, kecuali ibadah wajib seperti
haji. Ini memang dikenal pada masa Nabi n, tapi dengan syarat orang
yang dihajikan benar-benar tidak sanggup secara permanen untuk
menjalankannya sendiri.
Jika ada yang bertanya, apa dalil bahwa penghadiahan amal shalih
ini bermanfaat bagi orang lain? Dalilnya ialah sabda Nabi ffi, " Sesungguhnya semua amnl itu tergnntung niat dan setiap orang nkan memperoleh apaynng
ia niatkan."2al)Apabila Anda berniat, Aku beribadah kepada Allah untuk
si Fulan', itu bermanfaat baginya, dan tak ada dalil larangannya. Selain
itu, sebagian kasus seperti ini pernah terjadi pada masa Rasulullah ffi
dan beliau membolehkannya. Di antaranya adalah : Pertama, Sa'ad bin
Ubadah menyedekahkan kebunnya untuk ibunya yang telah meninggal
dunia, dan Nabi S membolehkannya.242) Kedua, hadits Aisyah bahwa
seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal
mendadak dan seandainya ia sempat berpesan pasti ia bersedekah. Apukah aku boleh bersedekah untuknya?" Beliau menjawab, t';yo."z+ttl(sfigs,
Amru bin Ash bertanya kepada Nabi ffi, apakah ia boleh bersedekah
untuk ayahnya dengan memerdekakan 50 budak, sebab ayahnya berpesan agar dimerdekakan 100 budak untuknya lantas saudara Amru
telah bersedekah dengan memerdekakan 50 budak. Amru bertanya kepada Nabi g, apakah ia perlu memerdekakan 50 sisanya? Maka Nabi M
menjelaskan padanya, andai ayahnya seorang muslim tentu sedekah itu
akan bermanfaatbaginya. Akhirnya Amru batal memerdekakanbudak2aa)
lantaran ayahnya seorang kafir. Sebab orang kafir itu tidak bisa mengambil manfaat dari amal orang lain, bahkan juga amal baik yang ia
kerjakan sendiri. Allah berfirman terkait hal ini, "Dan Kamihadapi segnla
amal yang mereka kerjakan,Ialu Kami jadiknn amnl itu (bagnikan) debu yang
beterbangnn." (Al-Furqan [25] : 23).
Karena ini merupakan kasus yang bersifat pribadi, kami berpendapat bahwa pada dasarnya boleh menghadiahkan amal shalih kepada
9orang lain yang muslim sampai ada dalil yang melarang. Adapun seandainya terdapat dalil yang menunjukkan larangan, kami mengatakan,
kasus-kasus yang disebutkan ini dikecualikan dari larangan. Akan tetapi tidak ada riwayat yang mengindikasikan larangan beribadah kepada Allah dengan amal shalih yang dihadiahkan kepada orang lain.
Jika ada yang bertanya, bagaimana kaitannya dengan firman Allah
.
"Dnn bahwasanya selrang mnnusin tiadn memperoleh selain apn yang telah diusahakannya." (An-Najm [53] : 39). ]awabannya, orang yang membaca
beberapa ayat sebelumnya pasti mengetahui maksud ayat di atas. Allah
berfirman, "Atnukah belum tiiberitakan kepadanya apa yang nda dnlam lembnran-Iembaran Musa dnn lembaran-Iembaran Ibrahim yang selalu menvempurnnknn jnnji, (yaitu) bahwasnnya selrang yang berdosa tidak nkan memikul dosa
orang lain, dnn bahwasanya seorang mnnusin tinda memperoleh selain apa yang
telnh diusahakannya." (An-Najm [53] : 36-39) Sebagaimana dosa orang
lain tidak dibebankan kepada Anda, demikian pula amal kebaikan
, orang lain tidak diberikan kepada Anda. Artinya, amal Anda tidak akan
hilang dan engkau tidak akan memikul dosa orang lain. Akan tetapi
seandainya seseorang beramal untuk diberikan kepada Anda, adakah
hal yang melarang? Bukankah orang yang berbuat zhalim, kebaikan-kebaikannya akan diambil orang-orang yang dizhaliminya dan ditambahkan ke tabungan kebaikan mereka, padahal mereka tidak mengerjakannya?
|adi pengertian ayat tersebut, seseorang itu sebagaimana ia tidak
memikul dosa orang lain ia juga tidak memiliki usaha baik orang lain. Ia
" hanya memiliki kebaikan yang telah ia perbuat. Adapun bila orang lain
berusaha untuknya, ini sah-sah saja. Sebab ayat di atas tidak menunjukkan larangan usaha orang lain untuk dirinya. Tapi hanya menunjukkan
bahwa ia tidak memiliki sedikit pun dari usaha orang lain, sebagaimana
ia tidak dibebani sedikit pun dari dosa orang lain.
Masih ada satu persoalan yang harus dicermati, apakah perbuatan masyarakat umum terkait masalah ini sekarang ini sudah benar?
- Mereka tidak mengerjakan satu amal pun kecuali dihadiahkan untuk
kedua orang tua, paman-paman dan semacamnya. Bahkan pada bulan
Ramadhan, mereka antusias membaca Al-Quran dan menghadiahkan
khatam pertama untuk ibu, khatam kedua untuk ayah, khatam ketiga
untuk nenek, khatam keempat untuk kakek, khatam kelima untuk paman dari ayah, khatam keenam untuk bibi dari ayah, khatam ketujuh
untuk paman dari ibu dan khatam kedelapan untuk bibi dari ibu. Ini
merupakan perbuatan keliru dan bukan petunjuk generasi salafush
shalih.
Hal ini juga terjadi saat mereka menunaikan ibadah umrah di Mekah. Umrah hari pertama untuk dirinya sendiri, umrah hari kedua untuk ibunya, umrah hari ketiga untuk ayahnya dan umrah hari keempat
untuk kakeknya. Bahkan sebagian orang berfatwa kepada mereka dengan mengatakary "Tidak mengapa mengerjakan umrah berulang kali
setiap hari bila bukan untuk diri Anda sendiri."
Sementara itu, orang-orang yang tidak umrah, mereka memperbanyak thawaf untuk orang-orang yang telah meninggal dari keluarga
mereka. Padahal pembimbing makhluk dan penuntun mereka kepada
Allah, Muhammad g, tidak pernah memberikan tuntunan kepada
umat dengan perbuatan seperti ini. Beliau bersabda :
ot1 ti1
-Ucr fu
" Apabila selrang manusia mati terputuslah nmalnyn kecuali dari tiga
hal, yakni; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang
mendoakannya."24s)
Hadits tersebut berbicara tentang amal apa saja yang masih
bermanfaat bagi manusia setelah mati. Seandainya amal shalih yang
diperbuat untuk seseorang setelah wafatnya itu bermanfaat, tentunya
beliau bersabda'dan anak shalih yang beramal untukny a'. Jadi, pemakaian kata doa oleh Nabi ffi, bukan kata amal, mengindikasikan bahwa
tidak disyariatkan memberikan amal kepada orang yang telah meninggal. ]ika Anda ingin memberi manfaat kepada mereka, berdoalah kepada Allah untuk mereka. Beginilah ucapan kaum beriman, "Ya Robb
kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnyn Engkau
Maha Penyantunlagi Maha Penyayang." (Al-Hasyr [59] : 10)Kami tidak menyangkalbahwa mayit mendapat manfaat dari amal
yang dihadiahkan kepadanya, tapi kami mengingkari bila permasalahan ini dilakukan secara berlebihan, di mana segala amal baik dihadiahkan untuk orang yang telah mati.
Saya bahkan pernah mendengar sebuah kisah yang ganjil. Yakni
bila makanan siang telah dihidangkan, orang-orang mengulurkan tangannya sembari mengucapkan "Ya Allah, berikanlah pahalanya untuk si fulan." Mereka melakukan hal yang sama saat makan malam, sehingga tak tersisa suatu amal shalih kecuali mereka hadiahkan untuk
orang-orang yang telah mati. Semua ini perbuatan bidhh. Ironisnya,
masyarakat itu bila melakukan perbuatan dan mereka tidak diingatkan
kesalahannya, perbuatan bid'ah tersebut menjadi sunnah bagi mereka
dan mereka bereaksi keras kepada orang yang mengingkari, dengan
mengatakan, 'Apakah engkau iri kepada orang-orang mati di antara
kami? Orang-orang yang telah mati itu membutuhkan amal, sedangkan
amal mereka telah terputus."
Maka kita perlu mengatakan kepada orang-orang ini, "Doakanlah
mereka. Itu lebih baik daripada engkau memberikan amal shalih kepada
mereka. Niatkanlah amal itu untuk dirimu sendiri dan doakanlah mereka kepada Allah. Ini lebih baik dan utama, sekaligus mengimplementasikan petunjuk Nabi S."
Saat masih kecil, kami tidak mengetahui ada hewan kurban yang
pahalanya diniatkan untuk orang yang masih hidup. Semua hewan kurban pahalanya dihadiahkan untuk orang-orangyangtelah tiada. Alhamdulillah, sekarang masyarakat telah mendapat cahaya petunjuk dan mereka mengetahui bahwa pada dasarnya hewan kurban itu dikurbankan
untuk orang yang masih hidup.
Sebagian orang kadang-kadang beralasan bahwa pada zaman dahulu manusia sangat fakir dan mereka tidak memiliki hewan untuk dikurbankan kecuali bila mereka mendapatkan wasiat berkurban dengan
harta keluarga mereka yang hendak meninggal. Tetapi alasan ini tidak
berlaku bagi kalangan awam sebab mereka tidak berkata kepada Anda,
"Kami tidak memiliki uang,." tetapi mengatakan, "Kutban itu hanya
untuk orang rnati." 24KEUTRmERN ZAKAT
Manfaat dan hikmah zakat secara individual maupun sosial adalah:
Pertama, menyempurnakan keislaman seorang hamba, sebab zakat merupakan salah satu rukun Islam. Bila seseorang melaksanakannya, keislamannya sempurna dan paripurna' Tak diragukan, prestasi ini
merupakan cita-cita besar setiap muslim. Karena setiap muslim yang
beriman berusaha menyempurnakan agamanya.
Kedua, zakat adalah bukti kebenaran iman orang yang menunaikannya. Hal ini karena harta itu digandrungi oleh jiwa, dan sesuatu
yang disenangi tidak akan dilepaskan kecuali untuk meraih sesuatu
yang juga disenangi, baik sama mauPun lebih. Bahkan zakal ini untuk
mengejar sesuatu yang lebih disenangi. Karenanya ia disebut sedekah
lantaran mengindikasikan kebenaran atau ketulusan pelakunya dalam
mencari ridha Allah.
Ketiga, zakat membersihkan akhlak pelakunya. Yakni mengeluarkannya dari kelompok orang-orang bakhil dan memasukkannya ke dalam golongan kaum dermawan. Sebab bila ia melatih dirinya agar terbiasa berkorban, baik berkorban ilmu, harta, mauPun kedudukannya,
kebiasaan itu akan menjadi karakter dan tabiatnya. Walhasil, ia merasa
kurang nyaman bila suatu hari ia belum melakukan kebiasaannya tersebut. Hal ini bisa dianalogikan dengan pemburu yang telah terbiasa berburu, bila suatu hari ia tidak berburu Anda mendapatinya merasa gundah. Demikian halnya orang yang membiasakan diri berderma, dadanya
sempit bila satu hari berlalu, sedangkan ia belum mendermakan harta
atau jasanya, atau membantu lewat kedudukannya.
Keempat, zakat melapangkan dada. Bila seseorang memberikan
sesuatu, terutama harta,ia akan merasakan bahwa hatinya lega. Ini telah
terbukti. Tapi dengan syarat pemberian itu dilakukan secara suka rela,
bukan memberi namun hati merasa berat. Dalam b uku Z adul Ma' ad, Ibnu
Qayyim menyebutkan bahwa memberi dan berderma termasuk faktor
kelonggaran dada. Tapi keuntungan ini tak dapat diunduh kecuali oleh
orang yang memberi dengan lapang dada dan suka rela. Harta sudahkeluar dari hatinya sebelum lepas dari tangannya. Adapun orang yang
melepaskan harta dari tangannya namun harta ini masih'mendekam'
dalam hati kecilnya, ia tak akan mendapat manfaat dari pemberian ini.
Kelima, zakat menyebabkan seseorang menjadi mukmin yang
sempurna. Rasulullah $; bersabda, "Tidak sempurnn iman snlnh selrnng
di antnrn kalinn sebelum ia mencintni untuk saudnranya apa ynng ia cintai untuk dirinya."2a7)Sebagaimana engkau suka diberi harta yang dapat mencukupi kebutuhanmu, engkau juga harus senang memberikannya kepada saudaramu seagama. Dengan demikian, engkau menjadi orang yang
memiliki iman sempurna.
Keenam, zakat merupakan salah satu penyebab seseorang masuk
surga. Karena surga itu'disediakan bagi orang yang membaikkan ucapan, fftenyebnrkan salam, memberi makanan dan shalat malam di saat manusia tidur.'/2!E)
Kita semua berusaha bisa masuk surga.
Ketujuh, zakat menjadikan masyarakat Islam bagai satu keluarga,
yang mampu membantu yang lemah dan yang kaya menyantuni yang
miskin. Setiap orang merasa memiliki banyak saudara yang menjadi
lahan berbuat baik baginya, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya. Allah berfirman, "Berbuat baiklah (kepadn orang lain) sebagaimann
Allah telah berbuat baik kepada kalian." (Al-Qashash I2Sl : 77). Maka umat
Islam menjadi seperti satu keluarga.Inilah yang oleh generasi akhir diistilahkan dengan Takaful ljtima'i (solidaritas sosial). Dan zakat merupakan
media terbaik guna mewujudkan hal tersebut. Sebab dengan berzakat
seorang muslim berarti menunaikan satu kewajiban sekaligus memberi
manfaat bagi saudara-saudaranya.
Kedelapan, zakat mampu memadamkan api kemarahan kaum fakir. Sebab orang yang fakir itu kadang-kadang mudah terbakar api kemarahan manakala melihat seseorang bisa mengendarai apa pun yang
diinginkannya, tinggal di istana yang dikehendakinya dan menikmati
makanan apapun yang disukainya. Sementara ia hanya bisa haik' kedua
kakinya, tidur beralas aspal dan semacamnya. Tak diragukan, pasti ia
merasa kesal. Maka bila kaum kaya bermurah hati kepada orang-orang
miskin berarti mereka telah meredakan dan menenangkan kemarahankaum miskin tersebut. Dan orang-orang ini akan mengucapkan, "Ternyata kita memiliki saudara-saudara yang ingat kepada kita saat kita
kesusahan." Sehingga mereka akan bersikap ramah dan menghormati
orang-orang kaya.
Kesembilan, zakat mencegah berbagai tindakan kriminal yang
bermotif materi seperti pencurian, perampokan atau pembegalan dan
semacamnya. Sebab orang-orang miskin telah mendapatkan sesuatu
yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dan mereka memaafkan orangorang kaya karena telah mau berbagi sedikit dari harta mereka. Mereka
memberikan 2,5 persen dari harta emas, perak dan komoditas perdagangan; 10 atau 5 persen dari hasil biji-bijian dan buah-buahan. Adapun
terkait binatang ternak, orang-orang kaya memberikan persentase yang
besar. Orang-orang miskin memandang orang-orang kaya telah berbuat
baik kepada mereka, sehingga mereka pun tidak berbuat jahat kepada
kalangan berharta tersebut.
Kesepuluh, keselamatan dari terik matahari pada hari kiamat.
Nabi s pernah bersabda, "Pndn hari kiamat kelak setiap orang beradn di bawah naungan sedekahnya.tl2as) figlias juga bersabda tentang orang-orang
yang Allah naungi dalam naungan-Nya pada hari tak ada naungan
selain naungan-Nya, "Dan seseorang yang menyedekahkan sesuatu,lalu ia
merahasiakannya hinggn tnngnn kirinya tak mengetahui apa yang diinfakkan
t angan ko,nanny 0." z s o )
Kesebelas, zakat menuntun manusia mengetahui hukum dan syariat Allah. Pasalnya ia tidak akan membayarkan zakatnya kecuali setelah mengetahui hukum-hukum zakat,jenis-jenis harta yang wajlb dizakati, nishab (takaran zakat) dan orang-orang yang berhak menerimanya,
serta berbagai hal lain yang perlu diketahui.
Kedu ab eI as, zakat itu menumbuhkan harta. Artinya, mengembangkan harta baik secara materi maupun maknawi. Bila seseorang
menyedekahkan sebagian hartanya perbuatannya ini dapat menjaga
hartanya dari berbagai bahaya. Bahkan tak menutup kemungkinan,Allah membukakan tambahan rezeki untuknya disebabkan sedekah
ini. Karenanya, Nabi S bersabda, "Sedekah itu tidakmengurangiharta."2sl)
Ini sudah terbukti. Bahwa orang yang bakhil kadang-kadang hartanya
ditimpa sesuatu yang menyebabkan semuanya atau sebagian besarnya
habis, baik oleh kebakaran, kerugian besar maupun sakit yang memaksanya menempuh terapi pengobatan yang menguras dana yang tidak
sedikit.
K e tig ab eI a s, zakat merupakan satu f aktor kemakmuran. Disebutkan dalam hadits, "Tiadalah suntu kaum menahan zakat harta mereka kecuali
mereka tidak diberi huian dari langit.""zt
Keempatbelas,bahwa zakat itu memadamkan amarah Rabb, sebagaimana'terbukti shahih diriwayatkan dari Rasulullah g;.zsat
Kelimabelas, zakat dapat menghindarkan kematian yang buruk.
Keensmbelas, zakatberperang melawan bala'yang turun dari langit lalu menghalanginya sampai ke bumi.25a)
Ketujuhbelas, zakat menghapuskan kesalahan-kesalahan. Rasulullah ffi bersabda, "sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimnnn air
memadamkafl apti."2sst
Demikian penjelasan Syaikh Utsaimin'25WA] IB MENDAHULUKAN PEMBAYARAN ZXrcXT
DALAM HNNTN WARISAN
enulis mengungkapkary "Zakal itu seperti hutang dalam
harta warisan." Yakni, bila seseorang meninggal dunia,
sementara ia memiliki kewajiban menunaikan zakat
maka zakat ini hukumnya seperti hutang. Artinya, zakat didahulukan
daripada wasiat dan hak ahli waris. Maka orang yang mendapat wasiat tidak berhak mendapat sesuatu pun dari harta peninggalan mayit
kecuali setelah zakat dibayarkan. Demikian halnya ahli waris tidak berhak mengambil sesuatu pun dari harta warisan kecuali setelah zakat
ditunaikan. Bila kita asumsikan seseorang wajib mengeluarkan zakat
Rp. 10.00Q- kemudian ketika meninggal seluruh hartanya telah habis
selain uang sepuluh ribu tersebut. Maka uang sepuluh ribu tersebut dialokasikan untuk zakat, sedangkan ahli waris tidak mendapat apa-apa.
Dalilnya adalah sabda Nabi M;
" Bnyarlah hak Allah karena Allnh itu lebih berhak mendapatkan penunainn (kewajiban)."zszt
Zakat lebih didahulukan daripada wasiat dan warisan. Ini bila
orang yang mati tersebut tidak sengaja menunda zakat, maka kita mengeluarkan zakat dari harta peninggalannya. Itu mencukupinya dan
tanggungan kewajibannya terbebas. Seperti seseorang yang biasa membayarkan zakat setiap tahun. Di akhir masa kehidupannya di dunia,
sempurna satu putaran haul pada hartanya. Namun kemudian ia wafat
sebelum membayarkan zakal. Di sini kita mengeluarkan zakat tersebut dari harta peninggalannya dan dengan hal itu tanggungan kewajibannya sudah bebas. Bila ia sengaja meninggalkan pembayaran zakat
dan menolaknya karena bakhil kemudian ia mati, menurut madzhab
Hambali zakat itu tetap dikeluarkan dan tanggungan kewajlban zakatnya terbebas.
Namun Ibnul Qayyim mengatakan, "Tanggungan kewajiba n zakatnya tersebut tidak terbebas meskipun mereka mengeluarkan zakat dari
harta peninggalannya. Sebabnya, ia bersikap keras tidak mau menunaikan zakat, sehingga bagaimana mungkin amal orang lain bermanfaat
bagi dirinya?" Ia melanjutkan, "Nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah
serta kaidah-kaidah syariat menunjukkan hal ini.z258)
Ungkapan Ibnul Qayim ini benar, bahwa pembayaran zakat tersebut tidak mencukupi penunaian kewajiban si mayit dan tanggungannya
tidak terbebas. Akan tetapi menggugurkan kewajlban zakat dari harta peninggalan tersebut juga perlu dilihat ulang. Bila kita lebih mengedepankan aspek ibadah dalam syariat zakat, kita mengatakan bahwa
tidak perlu membayarkannya dari harta peninggalan itu karena itu tak
akan memberi manfaat bagi pemiliknya. Dan jika kita lebih mengedepankan aspek hak, yakni hak para mustahik zakat, kita mengatakan
bahwa zakat tersebut wajib ditunaikan untuk memenuhi hak mereka.
Meskipun di sisi Allah hal itu tidak memberi manfaat si pemilik harta.
Langkah paling hati-hati adalah kita mengeluarkan zakal dari
harta peninggalannya karena zakat tersebut berkaitan dengan hak para
mustahik. Di mana hak ini tidak gugur lantaran kezaliman orang yang
wajib membayarkannya dan hak mereka ini lebih diutamakan dibanding hak ahli waris. Akan tetapi penunaian zakat ini tidak memberi keuntungan kepada si mayit di sisi Allah karena ia orang yang enggan
membayar zakat.
- Ada sebuah permasalahary Andai seseorang meninggal dunia padahal ia memiliki kewajiban hutang danzakat, manakah dari keduanya
yang didahulukan? Contohnya, seseorang mati meninggalkan harta 100
Reyal, namun ia memiliki kewajiban membayar zakat 100 Real dan hutang sebesar 100 Reyal pula. Hak pemberi utang atau mustahik zakat
yang lebih didahulukan? Ada tiga pendapat terkait masalah ini.
Sebagian ulama mengatakan bahwa hutang kepada orang lain lebih
didahulukan karena hak manusia itu sering menimbulkan perselisihan
bila tidak ditunaikan. Selain itu, manusia perlu mendapatkan haknya didunia. Adapun hak Allah, Dia Maha Kaya dari itu dan hak-Nya didasari
oleh ampunan-Nya.
Sebagian ulama lain mengatakan bahwa hak Allah didahulukan
sesuai sabda Nabi $$, "Bnyarlah hnk Allah karenn Allah itu lebih berhnk ditun aikan (h ak-Ny a)," z ss t
Ulama lainnya lagiberpendapat, keduanya sama-sama mengambil
bagian karena masing-masing dari hutang dan zakat menjadi tanggungan wajib si mayit sehingga keduanya berkedudukan sama. Jika mayit
memiliki hutang 100 dan zakal juga sebesar 100, sementara ia hanya
meninggalkan harta 100, maka 50 dibayarkan untuk zakat dan 50 untuk
hutang. Hadits di atas dapat dijawab bahwa dalam hadits itu Rasulullah
M tidak menghukumi antara dua hutang yang salah satunya menjadi
hak manusia dan lainnya adalah hak Allah. Tapi beliau hanya ingin menganalogikan. Karena sebelumnya beliau bertanya, "Apa pendapattnt, seandainya ibumu memiliki hutang apnkah engkau aknn melunasinya?" Ia menjawab, "Ya." Beliats pun bersab da, "Bayarlah hak Allah karena Allah itu lebih
berhnk ditunaikan (hnk-Nyn)." Beliau seolah-olah mengatakan,'Apabila
hutang kepada manusia itu harus dilunasi maka hutang kepada Allah
lebih utama untuk dilunasi." Inilah pendapat mazhab Imam Ahmad
dan inilah pendapat yang rajih.zMINUXON ZNTAT FITNRU KRNTNR
Sueru SreRe
pabila zakat fitrah ditunda karena suatu sebab, misalnya
seandainya seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk membayarkan zakat fitrahnya karena ia bepergian,
lalu ketika pulang ia mengetahui bahwa orang yang ditugasi tersebut
belum melakukannya, maka orang ini membayarkan zakatnya dan tidak berdosa meskipun setelah lewat hari raya'Idul Fitri. Ini diqiyaskan
dengan shalat, berdasarkan sabda Nabi ffi, "Barnngsinpa tertidur dnri
shalat ntau lupn hendaknya ia mengerjnkannya apabila telah mengingatnya."zett
Demikian pula seandainya berita tentang hari Idul Fitri datang secara
tiba-tiba dan seseorang tidak sempat menyalurkan zakat fitrahnya kepada orang fakir kecuali setelah shalat Id, maka ia dimaafkan dan tetap
harus menunaikannya, serta ia tidak berdosa.
Orang yang mengerjakan ibadah setelah waktunya berlalu lantaran
suatu udzur, pengerjaan itu tetap disebut sah apabila ia langsung melakukannya setelah udzur hilang. Begitu pula seandainya Idul Fitri tiba
sementara ia berada di wilayah yang tak berpenghuni, tak ada seorang
pun yang menerima zakaf, di samping itu ia tak mewakilkan seseorang
untuk membayarkannya. Apakah kewajiban zakat fitrah gugur lantaran
sasaran pelaksanaan yang tidak ada, layaknya orang yang tangannya
putus sehingga kewajiban mencuci tangan saat wudhu gugur atauzakat
fitrah tetap wajib dibayar olehnya?
Jawabnya, yang lebih hati-hati zakat tetap wajib dibayar olehnya
dan ia harus membayarkannya meskipun pasca hari Idul Fitri. Kewajibanzakat dalam keadaan seperti ini kemungkinan kuat memang gugur
karena sasaran pelaksanaan tidak ada.TEMPAT PENUNAIAN ZNrcNT FITNRH
akat fitrah disalurkan di daerah tempat tinggal orang yang
bersangkutan berada. Tidak benar bila zakat disalurkan
di selain di wilayahnya sendiri, termasuk penyaluran daging kurban. Sebab zakat fitrah dan kurban tergolong syiar Islam yang
seyogianya terdapat di setiap rumah, sementara mengirimkanuartgzakat dan kurban ke tempat yarrg jauh berarti mengosongkan rumah dari
syiar tersebut.
Selain alasan tersebut, siapa yang dapat menjamin pemilihan zakat
fitrah dan hewan kurban tersebut sesuai keinginan pemiliknya? Belum
lagi kadang-kadang pelaksanaan zakat ini telat dan disalurkan setelah
Idul Fitri.263)
Tindakan yang paling baik adalah menyalurkan zakat kepada
kaum fakir sedaerah. Ini karena beberapa pertimbangan : Pertama,lebih memudahkan petugas, karena mengirimkannya ke daerah lain cenderung lebih membebani dan menambah biaya. Kedua,lebih terjamin
keamanannya karena bila dikirimkan ke daerah lain ada risiko hilang
di tengah perjalanan. Ketiga, orang-orang sedaerah adalah manusia
yang paling dekat dengan Anda dan kerabat memiliki hak. Kaum kerabat itu lebih berhak merasakan kebaikan. Keempat, kaum fakir daerah
Anda menyimpan keinginan kepada harta milik Anda. Berbeda dengan orang-orang fakir yang iauh, di mana boleh jadi mereka sama sekali
tak mengenal Anda. Kelima, bila Anda memberi orang-orang yang sewilayah dengan Anda sama artinya Anda menanam benih cinta dan
kasih sayang antara diri Anda dan mereka. Jelas ini memiliki efektivitas
yang besar dalam menghidupkan jiwa saling tolong menolong di antara
sesama muslin di satu daerah.
Ungkapan penulis, "Kepada kaum fakir daerahrtya," bukan sebagai penentuan penyaluran zakat kepada kaum fakir saja, tetapi juga kepada mustahikmustahik zakat yang lain. Dari ungkapan penulis bahwayang lebih baik menyalurkan zakat kepada kaum fakir sedaerah, menunjukkan bahwa membayarkan zakat kepada kaum fakir yang tidak
sedaerah itu boleh. Akan tetapi kurang utama. Dalam hal ini, Anda wajib mengetahui bahwa bila kaum fakir di luar daerah Anda lebih membutuhkan atau mereka adalah para kerabat maka mereka lebih berhak
menerima zakat. Tapi Anda juga harus tahu bahwa ini bila daerah tersebut dekat dalam arti perjalanan ke tempat itu tidak disebut safar.
Adapunbila jauh, terkait masalah ini pengarang mengatakart,,,Zakat tidak boleh dikirimkan ke daerah yang shalat boleh diqashar dalam
perjalanan ke daerah itu." Artinya, Anda tidak boleh menyalurkan zakat ke satu daerah yang jarak antara tempat Anda dan daerah tersebut
sejauh jarak shalat boleh diqashar. Yakni, menurut madzhab Hambali
kurang lebih 83 km. Maka daerah yang jaraknya dengan tempat tinggal Anda sejauh ini, Anda tidak boleh mengirimkan zakat harta Anda
ke tempat tersebuf meskipun kaum fakir di sana lebih membutuhkan,
selagi di daerah Anda masih ada orang yang berhak menerima zakat.
secara eksplisit, ucapan pengarang ini menunjukkan, hal itu tidak boleh
meskipun untuk satu maslahat, kondisi darurat atau semacamnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan ada tiga tempat penyaluran
zakat: Pertama, daerah Anda, inilah yang pokok sekaligus paling utama terkait penyaluran zakat. Kedua, daerah yang dekat dengan daerah
Anda.Ini boleh, hanya kurang utama selagi tidak ditopang oleh adanya
maslahat lain. Ketiga, daerah jauh yang jaraknya di atas jarak shalat boleh diqashar. Ini tidak boleh. Tidak ada dalil yang tegas berkaitan dengan
persoalan yang ketiga. sebab mereka berdalil dengan hadits Muhdz ketika Nabi ffi mendelegasikannya ke Yaman dan beliau bersabda padanya, "Beri tahukanlah kepada merekn bahwa Allah mewajibkan sedekah kepada
merekn yang diambil dari kaum kaya di antara merekn dan dikembnlikan kepada
kaum fnkir di antara mereka.//261) Ungkapan, "Kaum fakir di antara mereka," mengandung arti pengkhususan. Artinya, kaum fakir penduduk
Yaman. Alasan lain, keinginan kaum fakir tersebut berkaitan dengan
harta ini.
Namun sebagian ulama berpendapat bahwa zakat boleh disalurkan
ke daerah yang jauh maupun dekat karena kebutuhan atau maslahat.
contoh alasan kebutuhan adalah penduduk wilayah yang jauh tersebut
sangat melarat. Sedangkan contoh alasan maslahat adalah seandainya
pihak wajib zakat memiliki kerabat-kerabat fakir di daerah yang jauh
yang tingkat kebutuhannya sama dengan orang-orang fakir di daerahnya. Maka menyalurkan zakat ke kerabat-kerabatnya ini menghasilkan
maslahat berupa sedekah dan menyambung hubungan kekeluargaan.
Atau, misalnya, di daerah yang jauh tersebut ada para penuntut ilmu
yang tingkat kebutuhan mereka sama dengan kebutuhan orang-orang
fakir sedaerahnya. Pendapat ini yang benar sekaligus yang layak diamalkan mengacu kepada keumuman dalIl, "Sesungguhnyn zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin..." (At-Taubah [9] : 50).
Yakni, orang-orang fakir dan miskin di segala tempat.
Adapun penyandaran kata ganti hum (mereka) dalam hadits
Mdadz di atas yakni orang-orang fakir di antara mereka kemungkinan
untuk menunjukkan jenis, yakni orang-orang fakir kaum muslimin, sebagaimana terdapat dalam firman Allah, "Katctkanlahkepada wanita yang
beriman,' Hendaklah mer eka menahan p andangan mereka....' sampai firmanNya,'.,Atau wanita-utanita mereka." (An-Nur [24] : 31). Maksudnya, wanita-wanita muslimah. Namury kata ganti itu bisa juga untuk menunjukkan penentuan dan pengkhususan, artinya, kaum fakir setempat.
Akan tetapi, karena mengirimkan zakat dari Yaman ke Madinah, misalnya, pada masa itu, cenderung menyulitkan dan merepotkan maka
mendistribusikannya di Yaman jelas lebih memudahkan dan efektif'
Selain itu, apa dalil yang membedakan antara perjalanan sejauh jarak
shalat qashar dan selainnya selagi engkau mengirimkan zakat tersebut
dari daerah yang masih ada orang-orang yang membutuhkannya? Jika
mereka mengatakan, wilayah di bawah jarak qashar dihukumi daerah
setempa! maka bantahannya bahwa itu terkait hukum shalat, bukan
zakat. Hukum zakat fitrah sama dengan hukum zakat mal dalam hal
bolehnya dikirimkan ke daerah lain bila ada kebutuhan atau maslahat.
Penarikan zakat oleh para petugas yang ditunjuk oleh imam kaum
muslimin dari para wajib zakat dan pengirimannya ke daerah lain itu
tidak mengapa. Sebab zakat tersebut ditarik di negeri tempat tinggal
muzakki, sedangkan imam kaum muslimin ialah wakil para fakir. Dan
jika muzakki mengirimkannya ke daerah sejauh jarak shalat qashar atau
lebitr, zakat tersebut sah, tetapi ia berdosa.
Bila ada yang mengatakary "Kaidah yang kita anut bahwa sesuatu
yang diharamkan itu tidak sah dan tidak menggugurkan kewajiban."
Kita jawab, "Pengharaman di sini tidak kembali kepada penyerahan
zakat, tapi kepada pengirimannya. Sebab orang itu telah menyerahkan
zakat kepada mustahiknya sehingga sah. Hanya saja ia berdosa karena
mengirimkannya ke daerah yang jauh. Pengharaman yang berkonsekuensi tidak sahnya amal adalah yang kembali kepada materi sesuatu
yang dilarang. Seperti sabda Rasulullah ffi, "Tidak ada shalat setelah shalat
4t7rr."265)Jika seseorang nekat shalat setelah shalat Ashar, shalatnya tidak sah, selain yang dikecualikan. Jadi ada perbedaan antara keterkaitan
pengharaman dan materi ibadah dan keterkaitannya dengan perkara
eksternal.
Ungkapan penulis, "Kecuali bila ia berada di satu daerah yang
tak lagi ada orang fakirnya, maka ia mendistribusikan zakat ke daerah
yang paling dekat," merupakan pengecualian dari ucapan sebelumnya,
"Tidak boleh mengirimkan zakat ke daerah sejauh jarak shalat boleh
diqashar." Kata ganti dalam ucapan'kecuali bila ia berada'kembali kepada harta, dengan bukti perkataan sebelumnya, 'dan yang paling utama membayarkan zakat setiap harta...." Maksudnya, kecuali bila harta
berada di satu daerah yang tak lagi ada orang fakirnya.
Ungkapan, "Tak lagi ada orang fakirnya," penyebutan orang fakir
ini berdasar kepada yang lebih dominan saja. Sedang ungkapan yang
lebih komprehensif berbunyi 'kecuali bila ia berada di satu daerah yang
tak ada lagi mustahik zakatnya', supaya mencakup seluruh jenis mustahik zakat. Sebab boleh jadi di tempat tersebut tak terdapat orang fakir
tapi ada mustahik lain bukan karena fakir.
Ungkapan, "Maka ia mendistribusikan zakat'.Htruf fa' (maka) di
sini hanyalahfa isti'nafiyalz untuk mengawali kalimaf bukan kata penghubung. Maksudnya, orang yang wajib zakat (muzakki).
Alasan penulis mengungkapkan, "Ke daerah yang paling dekat,"
karena tidak adanya mustahik di tempat zakatwajib dibayarkan menyebabkan gugurnya penyaluran zakat di tempat tersebut, sehingga mlrzakki mendistribusikannya ke wilayah yang paling dekat. Sebab orangorang yang dekat lebih berhak dibanding orang-orang yang jauh.
Sebagaimana seandainya telapak tangan putus, gugurlah kewajiban
sujud dengan tangan ketika shalat. Sebab anggota tubuh yang wajib
digunakan untuk sujud sudah tidak ada. Kita bisa juga mengatakan,
orang yang telapak tangannya putus wajib meletakkan ujung lengan ke
tanah, sebab tujuan sujud adalah merendah kepada Allah.
Perkataan pengarang, 'Ia mendistribusikannya ke daerah yang paling dekat' secara eksplisit menunjukkan hal itu wajib dilakukan. Pendapat inilah yang dianut para ulama Hambali. Dan sebagian ahli ilmu
berpendapat, bila muzakki tidak bisa menyalurkan zakat di daerahnya,
ia boleh mendistribusikannya di manapun ia suka. Sebab tempat yang
pokok telah gugur, dan apabila yang pokok sudah gugur, tak ada suattr
tempat pun yang menjadi wajib. Alasan lain, penduduk sedaerah semuanya kaya dan tidak menginginkan harta zakat itu lagi, sedangkan
penduduk luar daerah tidak mengetahuinya sama sekali. Mirip dengan
kasus ini, wanita yang tengah berkabung karena kematian suami harus
berada di rumah. Bila karena satu kondisi darurat ia boleh pindah dari
rumah ittl ia bebas menjalani masa iddah di mana pun ia ingin dan
ia tidak harus menjalani masa iddah di rumah yang paling dekat dengan tempat tinggalnya. Namun sebagian ulama mengatakan, ia harus
tinggal di rumah yang paling dekat dengan tempat tinggal pertamanya.
Seperti zakat bila tidak mungkin didistribusikan di tempat asal, maka
disalurkan di daerah paling dekat.
Mazhab Hambali membedakan antara dua permasalahan ini.
Wanita yang berkabung karena ditinggal mati suami menyelesaikan
masa iddah di mana pun ia suka jika ia tak mungkin menjalaninya di
rumahnya. Dan terkait masalah zakat bila tak lagi ada orang fakir di
daerah sendiri, zakat tersebut dibagikan di daerah paling dekat.
Kami sudah menyampaikan pendapat yang rajih dalam masalah
ini bahwa zakat boleh dikirimkan ke tempat yang jauh bila ada kebutuhan dan maslahat. Dari perkataan pengarang, 'Maka ia mendistribusikan zakat' dapat disimpulkan bahwa biaya pengiriman ditanggung
pihak muzakki, bukan diambilkan dari zakat. Bila diasumsikan zakat
tidak bisa dibawa ke daerah yang ada kaum fakirnya kecuali dengan
biaya, maka biaya tersebut tidak diambilkan dari zakat. Sebab kaidah
berbunyi,'Sesuatu yang kewajiban tidak menjadi sempurna kecuali dengan keberadaannya maka sesuatu tersebut hukumnya wajib'. Nah, di
sini muzakki wajib mengeluarkan zakat sehingga ia pun wajib menyampaikannya kepada para mustahik.Perkataan penulis, "Bila seseorang berada di satu daerah, sedangkan hartanya di daerah yang lain, ia menunaikan zakat mal di daerahnya dan zakat fitrah di daerah di mana ia berada'. Artinya, apabila pemilik harta tinggal di satu daerah, sedangkan hartanya ada di daerah
berbeda, apalagi bila harta tersebut berupa benda yang konkret seperti
binatang ternak dan buah-buahan, maka ia mengeluarkan zakat mal di
daerah tempat harta itu berada dan menunaikan zakat fitrah di daerah
domisilinya. Sebab zakat fitrah berkaitan dengan jiwa seseorang, sedangkan zakat mal berkaitan dengan harta. Orang-orang yang pergi umrah
pada bulan Ramadhan dan belum kembali hingga hari Idul Fitri, tindakan yang paling utama adalah menunaikan zakat fitrah di Mekah.
Selain lebih utama dari aspek penunaian, hal itu juga lebih utama dari
aspek tempat. Sebab kota Mekah adalah daerah paling baik dibanding
wilayah-wilayah lain, termasuk dari sisi penduduk. Sebab, umumnya,
kaum fakir di Mekah lebih banyak dan lebih membutuhkan.
Contohnya, seseorang berdomisili di Mekah, sedangkan harta
yang ia bisniskan di Madinah. Kita katakan padanya, bayarkan zakat
mal Anda di Madinah danzakat fitrah Anda di Mekah, sebab zakat mal
itu mengikuti harta, sedangkan zakat fitrah mengikuti jiwa.z^eMTNYTRRHKAN ZNTNT rcT LTUBAGA SOSIU
akat boleh diserahkan ke lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh negara dan memiliki izin dari pemerintah. Sebab
lembaga ini merepresentasikan negara dan negara sebagai
wakil kaum miskin dalam menerima zakat dari muzakki. Atas dasar
ini, bila zakat frlrah telah diterima oleh lembaga amil zakat pada waktunya, maka pembayaran zakat tersebut sudah sah, meskipun seandainya belum disalurkan kepada fakir miskin kecuali setelah hari raya.
sebab boleh jadi mereka melihat ada maslahat dalam menunda pembagian zakat.267)
MrNuNoe ZnrRr Mel
lka ada yang menanyakan, bolehkah menunda pembayaran
zakat karena alasan maslahat dan bukan lantaran kondisi
darurat? Jawabnya, ya, boleh. Sebagai contoh, pada bulan Ramadhan di masyarakat kita terjadi banyak pembayaranzakatdan orangorang miskin atau kebanyakan mereka mendadak berubah menjadi
kaya. Tetapi pada musim dingin yang tidak bertepatan dengan bulan
Ramadhan mereka dalam kondisi sangat membutuhkan namun sedikit
orang yang menunaikan zakat. Maka di sini boleh menunda zakat karena mengandung maslahat bagi orang yang berhak menerimanya. Tetapi
dengan syarat ia telah memisahkannya dari harta yang lain atau menulis surat yang menyatakan bahwa kewajiban zakat harta tersebut jatuh
pada bulan Ramadhan, hanya saja ia menangguhkan pengeluarannya
sampai musim dingin demi kebaikan kaum fakir miskin. Tujuannya
agar ahli warisnya mengetahui persoalan tersebut. Nabi ffi bersabda :
"a
A:---a q c 6-fl
t'o
o-\,:-c
"Tiadalah seorang muslim yang memiliki sesuatu yang ingin ia wasiatknn berhak melewati dua mnlam kecuali wasiatnyn telah tercatnt di sisinyn.'""'
Dan zakat termasuk hal yang harus diwasiatkan karena merupakan hak yang wajib. Selain itu, ia boleh menunda zakat dengan alasan
mencari orang yang lebih berhak menerimanya. Sebab zaman kita ini,
amanah telah hilang dan cinta harta begitu mendominasi. Maka menangguhkan pembayaran zakat guna mencari siapa yang benar-benar
berhak menerimanya dibolehkan karena mengandung maslahat bagi
mustahik. Allah Maha Tahu terhadap niat seseorang. Kadang-kadangsebagian orang beralibi dengan alasan ini, padahal ia bermaksud memanfaatkan hartanya sebelum zakat dikeluarkan. Akan tetapi bila dalam
niatnya ia mengakhirkan zakat untuk mencari dengan tepat orang yang
berhak menerima, ini boleh-boleh saja.
Pengarang Zadul Mustaqni' fi lkhtisharil Muqni'tidak menyebutkan
bolehnya menunda zakat untuk kebaikan mustahik. Kebolehan ini diungkapkan oleh penga r ang Ar -Rau dhul Murb i' 26e ) dan ulama-u lama lain.
Demikian pula boleh menunda zakat mal bila tidak mungkin membayarkannya, sesuai perkataan pengarang, 'Bila memungkinkan' sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. |adi boleh menunda pengeluaranzakat dalam kondisi-kondisi berikut :
1. Saat tidak mungkin menunaikannya.
2. Ketika pengeluaran zakat menimbulkan madharat kepada muzakki.
3. Saat ada kebutuhan atau maslahat menundanya.
Andai seseorang menunda zakat dari waktu pembayarannya kemudian hartanya bertambah, maka yang dihitung adalah waktu wajibnya ketika genap satu haul. Seandainya zakat telah wajib di bulan
Ramadhan dan hartanya berjumlah 10.000 Reyal, lalu ia menunda pembayarannya hingga Dzulhijjah sehingga harta bertambah menjadi 20.000
Reyal, ia tidak wajib mengeluarkan zakat selain dari uang 10.000 Reyal
tersebut.
SANCS I PE NOI-AKAN MEITZIBRYRR ZAKAT
yaikh Utsaimin mengungkapkan, "Jika seseorang enggan
membayar zakat karena menentang kewajibannya dan mengetahui hukumnya maka iakafir." Maksudnya, jika ia menolak mengeluark an zakat. Ungkapan' ia kafir' maksudnya adalah kafir
i'tiqadi (keyakinan)bukan kafir'amali (perbuatan). Sebab orang itu berkeyakinan berbeda dengan apa yang ditunjukkan syariat, mendustakan
Al-Quran, As-Sunnah dan ijma'kaum muslimin. Bila penentangan ini
dipadukan dengan penolakan menunaikannya, kesalahan menjadi lebih
fatal dan besar. Pasalnya, ia kafir secara keyakinan dan fasik menyimpang secara amalan.
Alasan vonis kafir di sini bukan disebabkan keengganan membayarkan zakat, melainkan penentangan kewajibannya. Adapun bila seseorang enggan menunaikannya karena bakhil atau meremehkannya,
maka persoalan ini akan dijelaskan dalam perkataan Syaikh berikutnya.
Atas dasar ini, ucapan pengarang, "Jika seseorang enggan membayar
zakat karena menentang kewajibannya," hanya sebagai ilustrasi atau
contoh, bukan pengukuhan prinsip dasar. Artinya, penolakan menunaikan zakat bukan termasuk syarat vonis kafir kepada penentang
kewajibannya. Tapi syaratnya adalah penentangan kewajiban tersebut.
Maka andai seseorang menunaikan zakat namun ia menentang kewajibannya, ia tetap kafir.
Ungkapan, "Karena menentang," adalah maf'ul li a/ih (kata keterangan sebab), dan ini mendahului perbuatan. Sebab maf'ul li ajlih ltu
adakalanya mendahului perbuatan, atau mengiringinya, atau menyusulnya. Sedangkan penentangan di sini mendahului atau mengiringi
perbuatan. Maksud mendahului misalnya, ia mengatakan "Saya tidak
harus membayar zakat karena ia tidak waiib." Maksud mengiringi adalah ia menentang kewajiban zakat saat menolak membayarkannya. Bila
ia enggan menunaikan zakal dengan alasan penentangan ini, maka ia
kafir bila ia mengetahui hukumny a." Artinya, ia kafir bila berani menentang kewajiban zakat padahal ia tahu zakat itu wajib. Ha