Tampilkan postingan dengan label ilmu ketuhanan ilmu kalam 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu ketuhanan ilmu kalam 1. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Januari 2025

ilmu ketuhanan ilmu kalam 1

 



Sebagaimana wahju itu pernah diturunkan kepada Nabi-Nabi 

dan Rasul-Rasul sebelumnja, begitu djuga Nabi Muhammad me-

nerima wahju itu dari Tuhan, baik dengan tidak ada sesuatu 

perantara, maupun dengan perantaraan Malaikat Djibril , jang 

menjampaSkan djuga wahju-wahju itu kepada utusan-utusan Tuhan 

jang lain, pada masa jang soedah  lampau. 

Sitti Aisjah menerangkan, bahwa wahju itu didahului oleh 

mimpi jang benar (ru'ja sadiq) dari Djundjungan kita. Beliau 

demikian kira-kira kata Sitti Aisjah, tjdak melihat sesuatu ru'-

ja melainkan djelas dan terang kedjadiannja, seperti pentjaran 

tjahaja dinihari. Kemudian beliau sangat suka bersunji-sunji diri, 

duduk tafakkur sendiri dalam gua Hira'. Disitulah beliau menger-

djakan ibadat bermalam-malam, sehingga beliau itu rindu kembali 

kepada sanak keluarganja, lalu pulang dan mengambil perbekalan 

untuk kehidupan dalam tempat beribadat itu. Demikianlah beliau 

kembali kepada Chadidjah, mengambil perbekalan seperti jang 

soedah  sudah. Demikian beberapa lama hingga datanglah wahju 

kepada beliau, tatkala beliau ada dalam gua Hira'. Kepadanja 

datang seorang jang tidak dikenal dan memerintahkan : „Batjalah!". 

Kata beliau : „Ak u tidak pandai membatja". Dipeluknja Nabi se-

hingga lemah rasa beliau. Kemudian dilepaskannja pula sambil 

mengandjurkan „Batjalah !" . 

Kata N a b i: „Ak u tidak pandai membatja". Sesudah sampai 

ketiga-kalinja dipeluk, kemudian dilepaskannja, sambil berkata: 

„Batjalah dengan nama Tuhan jang soedah  mendjadikan, membuat 

manusia ini " , seterusnja ajat-ajat Qur'an dalam surat 

Al'Alaq. 

Dan dengan hati jang menggetar beliau pulang minta diselimuti 

oleh Chadidjah, Sesoedah  hilang ketakutannja, ditjeriterakannja 

apa jang soedah  kedjadian dalam gua Hira' itu. „Sebenarnja aku 

takut diriku binasa", udjar Nabi sebagai penutup uraiannja. 

Sitti Chadidjah mendjawab. „Tidak sekali-kali, Demi Allah, 

Tuhan tidak akan menghina engkau, karena engkau adalah se-

orang jang suka memperhubungkan silaturahmi, suka menanggung 

kepajahan, membelandjai fakir miskin, mendjamu tetamu, dan me-

nolong orang jang ada dalam kesusahan". Chadidjah membawa 

beliau kepada Warqah bin Naufal, anak saudara ajahnja, seorang 

jang pernah menganut Nasrani dan pandai menulis dalam bahasa 

Ibrani. Warqah pernah menjalin Indjil kedalam bahasa Ibrani. 

Ketika itu Warqah sudah mendjadi seorang tua dan soedah  buta 

pula, Nabi mentjeriterakan kepadanja apa-apa jang soedah  dialami-

nja. Sesudah tjeritera itu selesai, djawab Warqah : 'Itulah Djibri l 

jang soedah  pernah diturunkan Allah kepada Musa. O , anakku, 

djika aku masih hidup kiranja, pada waktu engkau diusir oleh 

kaummu". „Apakah aku akan diusir oleh mereka", tanja Nabi. 

D jawab Warqah : „Tak ada orang jang mengenengahkan perkara 

seperti jang engkau bawa ini, melainkan mesti dimusuhi orang. 

Kalau aku mendapati masa engkau ini, pasti aku akan memberi 

pertolongan kepadamu". 

Ditjeriterakan, bahwa tidak lama kemudian Warqah meninggal 

dunia. Sesudah kedjadian itu, wahju turun berturut-turut kepada 

beliau selama 23 tahun, sedjak beliau diangkat mendjadi Nabi 

di Mekah hingga wafat di Madinah. Terkadang putus wahju itu. 

Demikian tjatatan ringkas tentang kedatangan wahju pertama. 

Sepintas lalu kita lihat, sukar diterima akal, djika tidak ditun-

djang iman, dibuka hati oleh Tuhan akan menerima kebenaran 

wahju itu. Inilah pula jang menjebabkan segolongan bangsa Arab 

dalam zaman Nabi Muhammad ingkar mengakui Djundjungan kita 

itu benar seorang utusan Allah. Dalam pandangannja tidak lebih 

dari seorang manusia biasa, sebagai mereka itu djuga. Kemudian 

beliau menerima wahju dari Tuhan tidak masuk dalam pikirannja. 

Rasa keragu-raguan dari bangsa Arab Djahilijah itu digambar-

kan dalam ajat-ajat Al-Qur'a n sebagai berikut: „Mengapa me-

reka heran kami menurunkan wahju kepada seorang laki-laki dari 

golongan mereka itu sendiri"  (Surat Junus). 

Sungguh djika tidak kita mengikuti lebih dahulu kehidupan Nabi 

Muhammad s.a.w. tidak akan dapat kita memahamkan kemung-

kinan wahju itu kepada beliau. Benar beliau seorang manusia, te-

tapi riwajat hidupnja menundjukkan, bahwa beliau bukan seperti 

manusia biasa. Djikalau kita dapat perbedaan antara benda dengan 

benda, antara hewan dengan hewan, mengapa mendjadi tidak 

mungkin ada perlainan antara manusia dengan manusia ? . 

Tepat djika tuan Husain Jahja, mahaguru dalam ilmu tafsir 

pada Sekolah Tinggi Islam di Jogjakarta, tatkala mengutjapkan 

pidato keangkatannja, menangkis serangan orang, jang tidak per-

tjaja akan kemungkinan wahju sebagai berikut : 

Pun tumbuh-tumbuhan, ada  tanaman-tanaman jang lebih 

tinggi deradjatnja dari' jang lain, jang mempunjai perasaan, sifat 

jang sesungguhnja chusus bagi hewan. Dalam alam hewan, de-

mikian katanja, ada djuga sebangsa binatang jang mempunjai 

sifat-sifat jang mendjadikan deradjatnja lebih tinggi dari jang lain, 

sehingga dengan kelebihannja itu, hampir' seperti manusia dalam 

beberapa perihalnja. 

Alam manusiapun tidak terketjuali dari sunnah kedjadian machluk 

jang lain-lain itu. Manusia djuga sepantun pohon kaju dirimba, ada 

jang tinggi dan ada pula jang rendah deradjat roh dan ada akalnja. 

Dalam masjarakat ada ada  orang jang otaknja tumpul, berpikir 

amat lambat, bebal. Bil a menghadapi sesuatu soal jang ketjil sadja, 

ia merasa seolah-olah berhadapan dengan gunung jang tinggi. 

Disamping mereka itu kita dapati-orang-orang jang tjerdas, jang 

djernih otaknja, akalnja sinar-seminar, djalan dimukanja selalu ter-

bentang, berbudi tinggi, rohnja sutji tidak bernoda. 

Perbedaan deradjat manusia seperti ini, sering terbukti bukan 

karena bekas pendidikan atau kesan masjarakat, melainkan semata-

mata dari fitrah atau bawaan dari ketjil, tegasnja kurnia dari Tuhan 

jang Maha Kuasa. Kurnia Allah dianugerahkannja kepada siapa 

jang dikehendakinja, dengan kemungkinan jang tidak terbatas. 

Nabi Muhammad s.a.w. mempunjai lembaran sedjarah jang gi-

lang-gemilang, sedjak dari ketjil, beliau penuh dengan kesutjian, 

achlak tinggi, budi halus dan djernih, roh sutji murni, pendek kata 

soedah  diperlengkapi oleh Allah s.w.t. dengan segala kesempurnaan 

rohani dan djasmani, hingga dengan ini semua, mudah bagi beliau 

berhubungan dengan alam rochani, menerima wahju Tuhan dengan 

perantaraan Malaikat Djibri l a.s. 

Dalam hadis jang dirawikan oleh Buchari dan Muslim ada dua 

matjam tjara turun wahju kepada Nabi Muhammad. Pertama, Nabi 

hanja mendengar suara, dan ini sangat menjulitkan beliau benar. 

Kedua, Nabi berhadapan dengan Malaikat jang mendjelma seperti 

orang laki-laki, berbitjara dengan beliau. Barangkali mudah dipa-

ham kenapa beliau merasa sulit dalam tjara jang pertama tadi, 

Sebabnja ialah karena beliau memakai tenaga, melepaskan diri dari 

pengaruh djasmani, tubuh kasar, mendjelma kedalam rohani, ber-

hubungan dengan Malaikat. Sebaliknja hal jang kedua, Malaikat 

mendjelma berupa manusia biasa. 

Disamping kemusjkilan bangsa Arab dahulu kala itu, akan ke-

mungkinan dan adanja wahju, ada  pula golongan dizaman 

sekarang, jaitu orang-orang materialis dari oriëntalisten belum per-

tjaja akan wahju jang diterima Nabi Muhammad, dan mereka me-

ngatakan, bahwa Qur'an tidak benar dari Tuhan. Berbeda dengan 

bangsa Arab jang disebut tadi jang berkeberatan mengakui Nabi 

Muhammad mempunjai sifat-sifat teristimewa dan berkelebihan 

jang luar biasa dari mereka. Sebaliknja golongan jang achir ini 

dengan segala kemurahan tidak keberatan melekatkan segala sifat 

sifat kesempurnaan rohani dan djasmani kepada Nabi Muhammad. 

Diantara golongan ini tersua nama Emile Dermenghem, seorang 

Orientalist bangsa Perantjis, penulis buku „L a vie de Mahomet". 

Almarhum Sjeich Rasjid Ridha dalam bukunja ,,A1-Wahj u Al -

Muhammaddi", ada menulis kesimpulan pendapat orang-orang ma-

terialis terhadap wahju kira-kira begini : 

„Sesungguhnja wahju itu, hanja ilham jang meruah dari lautan 

djiwa dan lubuk hati Nabi Muhammad sendiri, bukan dari luar, 

dari Tuhan. Roh beliau jang tinggi, hati jang sutji murni, kekuatan 

iman, akan wadjib mengabdi kepada Tuhan, dan menjingkirkan me-

njembah patung dan berhala , semua ini memberi kesan 

kepada otaknja dan membajangkan kepada akalnja akan adanja 

mimpi-mimpi dan peristiwa-peristiwa wahju, jang dikatakannja pe-

tundjuk Ilahi, jang turun kepadanja dari langit dengan tidak ber-

perantaraan ataupun dengan perantaraan seorang laki-laki jang 

dikatakannja Malaikat, utusan dari Tuhan". 

Kedjadian seperti ini mereka samakan dengan peristiwa seorang 

gadis Perantjis, Jean d'Arc, jang mengatakan, bahwa ia diilhamkan 

oleh Tuhan untuk melepaskan tanah airnja dari genggaman musuh-

nja bangsa Inggris diabad ke 15. Hampir serupa dengan kekeliruan 

jang diterangkan tadi, pendapat orang jang mengatakan : „Andai 

kata Solon, Failasuf Junani jang hidup diabad jang ke 7 sebelum 

Nabi Isa, soedah  bisa merobah undang-undang Negara, maka tidak 

gandjil Nabi Muhammad sanggup menjusun sjari'at atau undang-

undang dengan sendirinja. (Achirnja Qur'an itu dari Muhammad 

sendiri, bukan dari Tuhan). 

Tidak pada tempa'Jnja kita adakan perbandingan antara Nabi 

Muhammad dengan Jean d'Arc dan Solon jang mereka sebutkan 

tadi, hanja biarlah kita serahkan sadja kepada pikiran-pikiran jang 

merdeka pentjipta-pentjipta kebenaran, dan ahli sedjarah untuk 

membanding antara kesan-kesan gerakan jang diadakan oleh Jean 

d'Arc diabad ke 15 terhadap rakjat dan tanah Perantjis, dengan 

hasil-hasil revolusi jang dilantjarkan oleh Nabi Muhammad, di-

permukaan abad ke 7, dengan petundjuk Qur'an, terhadap 

negeri dan bangsa Arab chususnja, dan terhadap dunia dan pri-

kemanusiaan umumnja. Seterusnja kepada mereka itu djuga terserah 

membandingkan antara undang-undang dasar jang ditjiptakan 

oleh Solon dan terpakai 10 tahun di Junani diabad ke 7 sebelum 

Nabi Isa dengan aturan-aturan Qur'an, jang sekarang masih ada 

dan akan tetap ada. 

Tetapi ada gunanja djuga kita tegaskan, bahwa penghidupan 

Nabi Muhammad sangat mendjadi perhatian umum semendjak dari 

dahulu sampai sekarang diselidiki dan ditjatat dari hal jang ketjil-

ketjil jang mengenai urusan prive sampai kepada masaalah-masaalah 

jang besar-besar, jang bersangkutan dengan urusan umum. Diamtara 

peristiwa-peristiwa jang mengenai diri Nabi Muhammad dan wahju 

jang diakui kebenarannja dengan mutawatir ialah bahwa : Nabi 

Muhammad seorang Ummi tidak pernah beladjar ilmu pengetahuan 

dari siapapun. Beliau dari ketjil terkenal dengan ketinggian achlak 

dan kehalusan budi. Tidak pernah berdusta. 

Tidak tahu menahu dari ketjilnja, bahwa beliau akan mendjadi 

Nabi. Ketika beliau menerima wahju buat pertama kalinja beliau 

merasa takut dan rahasia hatinja ini ditjurahkannja kepada isteri-

nja Sitti Chadidjah. 

Menurut ukuran ahli bahasa Arab, sedjak zaman dahulu sampai 

dewasa ini sangatlah djauhnja perbedaan antara perkataan-perka-

kataan Nabi sendiri dengan perkataan-perkataan wahju jang 

didalam Qur'an. Qur'an itu mu'djizat (diluar kekuasaan manusia 

menirunja) dengan sadjaknja jang teristimewa dan mengandung 

riwajat-riwajat dan kisah Nabi-Nabi jang tidak diketahui Nabi 

Muhammad sebelum menerima wahju. 

Dengan uraian jang kita beberkan ini, akal manusia tentu akan 

mudah membenarkan bahwa Nabi Muhammad utusan Tuhan dan 

Qur'an itu wahju Allah. 


MU'DJIZAT . 

Sedjarah Nabi-Nabi menundjukkan, bahwa tiap-tiap utusan 

Tuhan itu, dalam perdjuangan menjiarkan kebenaran, menjampai-

kan suruh dan tegah Tuhan kepada manusia, menemui bermatjam-

matjam rintangan, berbagai-bagai perlawanan dari .manusia. Te-

tapi kita lihat kekuasaan Tuhan, mereka memang dalam perdju-

angannja itu. 

Pada diri Nabi-Nabi itu kita bertemu dengan perkara-perkara 

jang aneh-aneh, kedjadian jang adjaib-adjaib, sifat dan ketjakapan 

jang luar biasa, jang dapat mengatasi ketjakapan dan kepandaian 

musuh jang dihadapinja. Kelebihan jang diberikan Tuhan kepada 

utusan dan kekasihnja itu sebagai sendjata, untuk melemahkan 

perlawanan musuh jang mendustakan kenabian dan kerasulannja, 

kita namakan „mu'djizat". 

Mu'djizat-mu'djizat jang luar biasa itu, baik jang dapat dilihat 

dengan mata, didengar dengan telinga, dikenjam dengan lidah tak 

dapat ditjapai dengan kekuasaan pantjaindera itu ketjuali dengan 

perasaan jang tinggi, dengan hati dan pikiran jang sudah bersih, 

dengan mempergunakan akal jang sehat, sudah pernah diberikan 

kepada Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad, seperti-kepada Nabi 

Isa, jang dapat menjembuhkan penjakit buta, kepada Nabi Musa 

jang dapat berkata-kata dengan Tuhan, kepada Nabi Daud, jang 

dapat mengalahkan Goliat, dan sebagainja. 

Demikianlah Djundjungan kita, Nabi Muhammad s.a.w. pun 

diperlengkapkan Tuhan dengan mu'djizat-mu'djizat jang tidak ku-

rang aneh dan adjaibnja, jang dapat mengatasi kesanggupan dan 

ketjakapan manusia jang hendak menentang, menjamai kekuasaan 

dan kebenaran Tuhan jang dibawanja. Salah satu daripada mu'-

djizat-mu'djizat jang dikurniakan Allah kepadanja untuk membim-

bing manusia kearah keadilan, kearah tauhid, persatuan dan 

persaudaraan jang kekal, menudju kepada peri-kemanusiaan dan 

kebahagiaan hidup didunia dan achirat, ialah Al-Qur'anul Karim. 

Al-Qur'anul Karim, kitab luar biasa ! Undang-undang dan tun-

tunan hidup jang tidak dapat ditjiptakan oleh manusia ! Keadilan 

jang abadi untuk segala bangsa dan' nusa, untuk segala zaman dan 

masa. Qur'anul Hakim jang penuh hikmah dan kebahagiaan, di-

djelmakan dari langit sebagai obat pelerai demam, hiburan untuk 

pelipur lara. 

Qur'an ! Itulah ajat-ajat jang diturunkan dari Arasj, su|tji dan 

murni, kalam Tuhan jang mengandung kebenaran jang abadi, ter-

pentjar laksana bintang jang gemerlapan, menghiasi langit dan 

bumi, membawa suluh dan obor untuk menerangi djalan keutamaan 

hidup. Nur fauqa nur, tjahaja diatas tjahaja titik sinar jang seminar, 

jang soedah  dapat membukakan hati bangsa Arab kepada kebenaran, 

jang soedah  dapat memperhaluskan budi pekerti jang kasar, me-

ngangkat tabir adat lembaga djahilijah jang sempit dan murka, 

menembusi kezaliman dan perbuatan semena-mena. 

Berapakah banjak halangan dan perintang bagi Djundjungan 

kita dalam menjiarkan kebenaran kitab Sutji itu. Tetapi siapa-

kah jang sanggup menahan air bah, tatkala lepas dari bendungan-

nja.? 

Prikemanusiaan harus mendapat keadilan. Dan Qur'an mem-

bawa teguk minuman jang dapat memuaskan, mereka menentang 

dan melawannja, tetapi siapakah gerangan jang sanggup menolak 

takdir Tuhan, jang dapat menjamai mu'djizat, jang diturunkan 

kepada utusan dan kekasihnja ! 

Kalimat dan susunan kata-katanja, pada waktu berkeras-keras 

laksana gelombang samudra jang menggunung, gulung-gemulung, 

diwaktu berlemah-lembut sepantun penaka nafas baju sorga, le-

mah lunglai membelai meraju djiwa. Asa jang putus disambung 

berbunga dan berbuah ! Qur'an Mu'djizat Nabi Muhammad ! Ia 

melukiskan kehidupan dunia, ia menggambarkan dasar-dasar hi-

dup dengan aturannja, mengubah uraian kehidupan achirat, dengan 

taman-taman sorga dan keindahannja jang tidak berbanding, un-

tuk balasan kehidupan dunia jang baik. Tetapi djuga ia mengubah 

uraian kesengsaraan hari kemudian, dengan njala api siksaan jang 

menjeramkan bulu roma. Kalau ia mendjandjikan rachmat kurnia 

Tuhan jang berlimpah-limpah, tiap mulut manusia bergerak me-

ngeluarkan selera, tiap bibir membajangkan senjum menampakkan 

tertawa gembira ria. Tetapi kalau ia mengantjam dengan siksaan 

Tuhan, tiap detik nafas tertegun, djantung seakan-akan terhenti, 

bulu roma berdiri, urat saraf dan benak meregang berguntjang 

karena ketakutan. Lemah semua sendi, lumpuh semua anggota, 

tidak berkuasa, tidak berdaja menentang hukum Tuhan, tidak 

sanggup menderita api neraka. Djiw a jang aman lalu berontak, 

kembali kepada kebenaran, kembali minta ampun kepada Tuhan 

Jang Maha Kuasa, jang djuga Pemurah dan Pengasih. Tidak akan 

terderita olehmu siksaan jang sekian dan dahsjat ! 

Kalau ia menggambarkan kebesaran Tuhan, demikian hormat 

dan indahnja, sehingga tiap djiwa jang insaf dan bersih akan 

merasa ketjil dan tunduk kepada Tuhan semesta alam itu. Arti 

dan ibaratnja, sungguh penawar penjiar kalbu, penuntun pertjik 

pemenungan. Lemah-lembut menghembus ibarat angin sorga, ber-

tiup sepoi-sepoi basah, menggulung menjuruk kedalam djiwa dan 

pikiran, kedalam akai dan ilmu pengetahuan. Kian diselami kian 

dalam, kian dirombak dan diurai, makin bertambah banjak kan-

dungannja. Tampak sederhana ditindjau makin melaut, diadjuk 

makin mendalam. Arti dan ibarat jang tidak terasa dalam kata-

kata bikinan manusia sehari-hari. Dikatakan sjair, bukan, dika-

takan gubahan tidak kena. Sadjak susunan tidak terletak dalam 

timbangan huruf dan kalimat, tetapi terselip dalam keindahan arti 

dan umpama, jang terpilih pula dengan irama riak alunan kata-kata, 

jang menuntun perhatian dan djiwa pembatja kearah tudjuan 

ajat sutji itu. Kekuatan gaib jang tersimpul dalam mu'djizat Al -

Qur'an itu memaksa mereka berkata : „Inila h sihir jang terang-

terangan". „Sihirkah jang kamu dengar, ataukah kamu jang tidak 

mempunjai telinga ?". 

Tetapi mereka jang hatinja tertutup, tidak dapat melihat keluar-

biasaannja Al-Qur'an itu, tidak dapat mempertjajai, bahwa ia wahju 

Tuhan. Mereka berpendapat, bahwa ia dapat diperbuat orang, 

machluk, kedjadian jang sama dengan sesuatu jang bahari, jang 

berubah-ubah, bekas tangan dan buatan manusia. Pendapat se-

matjam ini sudah terdjadi sedjak Al-Qur'a n diturunkan sampai 

keabad sekarang ini. 

Demikianlah jang -mula menjamakan Al-Qur'an itu dengan mach-

luk ialah orang Jahudi, bernama Lubaid bin A'shan. Ia mengatakan 

bahwa kitab Taurat itu machluk, demikian djuga Al-Qur'an. 

Paham sematjam ini mendjalar, disiarkan oleh anak saudara pe-

rempuannja, Thaulut, sehingga diakui oleh Banan bin Samaa,i 

jang melahirkan mazhab Bananijah, paham jang disetudjui oleh 

Dja'ad bin Dirham, seorang penasihat Marwan bin Muhammad, 

Chalifah Bani Umaijah jang penghabisan. Orang Zindiq ini tidak 

sadja mempergunakan djabatannja untuk merendahkan keindahan 

Al-Qur'an, tetapi ditolaknja pendapat jang mengatakan, bahwa 

Al-Qur'an itu suatu mu'djizat kepada Nabi kita Muhammad, dan 

dikatakannja, bahwa bukan tidak mungkin manusia biasa dapat 

mengubah kalimat-kalimat, susunan kata-kata dan isi, jang 

sama mdahnja dengan Al-Qur'an. Kota Damaskus tatkala itu gem-

par. Konon ditjeriterakan pula, bahwa fitnah sematjam itu timbul 

sekali lagi dalam masa Ahmad bin Daud, seorang menteri dalam 

masa pemerintahan Chalifah Mud'tasim tahun 230 hidjrah. Kita 

tjatat dalam sedjarah Al-Qur'an, sebagai orang jang sangat mem-

besar-besarkan fitnah itu, nama-nama Isa bin Shabih, jang lebih 

dikenal orang dengan gelar Muzdar, pembangun bahwa buah ke-

susastraannja lebih indah dari Al-Qur'an. Begitu djuga perselisihan 

paham ditimbulkan oleh pemeluk-pemeluk Mu'tazilah, jang tjara-

nja berpikir soedah  sangat dipengaruhi oleh filsafat Junani dan 

mempergunakan akal jang terlalu merdeka. Sebagai akibat daripada 

pertentangan jang sangat hebat ini timbullah bermatjam-matjam 

golongan, jang tidak kurang dari sepuluh djenis banjaknja. 

Dalam pada itu kemurnian dan kesutjian Al-Qur'an, jang se-

lalu dalam pemeliharaan Allah, berdjalan terus sinar-seminar. 

Jang sudah tertutup mata hatinja menolak, jang beroleh tjahaja 

Ilahi menerima dengan djiwa jang penuh kejakinan. 

Demikianlah Abu Ishaq Ibrahim an-Nadzam, seorang ahli Ilmu 

Kalam, mengatakan bahwa mu'djizat Al-Qur'a n itu terletak 

dalam sjirfah, dalam revolusi. Qur'an soedah  dapat membalikkan 

masjarakat berhala kepada masjarakat ketuhanan jang Maha Esa, 

dari masjarakat djahilijah kepada pergaulan jang beradab. Mu'-

djizat jang melukiskan sedjarah umat-umat purbakala dan kehi-

dupan umat-umat sekarang dan dimasa jang akan datang. 

Murtaza seorang Sjiah mengatakan bahwa mu'djizat Al-Qur'a n 

ialah dapat melenjapkan kepandaian kepudjanggaan bangsa 

Arab, sehingga ahli-ahli kesusastraan jang 'terkenalpun tidak 

dapat mengubah kalimat-kalimat dan susunan kata-kata jang sama 

indah dengan Al-Qur'an. Pendeknja dari bermatjam-matjam sudut 

orang melihat mu'djizat Al-Qur'a n itu : dari keindahan bahasa 

dan susunan kalimatnja jang tak ada retak dan djanggalnja, dari 

tjara melukiskan tamsil dan ibarat, menggambarkan perikelakuan 

bermatjam-matjam umat, tjara menjampaikan tuntunan dan peri-

ngatan, mengemukakan perintah dan larangan Tuhan, kandungan 

isi jang penuh ilmu dan hikmah, dan sifatnja jang lain-lain, menje-

babkan kesutjian dan kemurnian Al-Qur'a n itu terpelihara sampai 

waktu jang tidak terbatas. 

Kebenaran ini diakui djuga oleh pengarang-pengarang Barat. 

Saja sebut misalnja Sir W . Muir, jang mengatakan : There is 

probably in the world no other work which has remained twelve 

centuries with so pure a text. Barangkali tak ada dalam dunia 

ini kitab lain, jang demikian kemurnian isinja (sebagai Al-Qur 'an), 

dapat terpelihara sampai dua belas abad. Sungguh ialah kitab wahju 

Tuhan ! Mu'djizat jang chusus bagi seorang Nabi jang tulus ichlas. 

Biduk lalu kiambang bertaut. Boleh diperdengarkan tjela-tjatjian. 

Boleh diserang dengan bermatjam-matjam tuduhan, terutama dari 

dunia pengetahuan Barat, tetapi ahli-ahli Barat jang tidak sempit 

hatinja, jang mau menjelami Islam dan djiwa Djundjungan kita, 

Muhammad s.a.w., jang mau membuang sedikit waktu untuk mem-

buka lembar sedjarah umat-umat jang dihidupkan oleh tuntunan 

wahju Ilahi itu, seperti Thomas Carlyle umpamanja, mengaku bah-

wa Nabi Muhammad itu bukan orang biasa dan kitab Al-Qur'a n 

itu bukan hanja suatu hasil kesusastraan belaka. 

Sesudah mentjeriterakan, bahwa Al-Qur'a n itu turun sebagai 

wahju kepada Djundjungan kita, sesudah ia menguraikan, bahwa 

susunan kata dan isinja diluar kekuasaan manusia, apalagi keku-

asaan seorang jang tidak pandai menulis dan membatja, sesudah 

ia menerangkan, bagaimana Al-Qur'a n itu dihormati, dipakai un-

tuk tuntunan hidup, dibatja, diperlindungi oleh kaum Muslimin 

sedunia sebagai kalam Allah jang sutji, Thomas Carlyle menge-

mukakan : „Ak u berani berkata, bahwa bukan aku tidak mengerti, 

apa sebabnja bangsa Arab sampai sekian tjintanja kepada Al-Qur,a n 

Djikalau kamu sudah membatjanja sekali Qur'an itu dengan baik, 

dan kemudian sesudah selesai batjaan itu, mulailah sifat-sifat kan-

dungan_ Qur'an itu terbuka bagimu. Dan disinilah letaknja perlain-

an Qur'an ini dengan hasil sesuatu kesusastraan. 

Kalau sebuah buku keluar dari djiwa, nistjaja buku itu akan da-

pat menarik djiwa lain. Semua kesenian dan ketjakapan pengarang 

akan tidak berarti dibandingkan dengan Qur'an itu. Orang menga-

takan, bahwa sifat jang terutama dari Al-Qur,a n itu, ialah keich-

lasan hati bahwa Qur'an itu keluar dari kemurnian kepertjajaan. 

Aku tahu, bahwa Prideaux dengan teman-temannja menggambarkan 

Qur'an itu tidak lebih dari suatu kumpulan penipuan jang litjin, 

sepasal demi sepasal disusun untuk membela dan membersihkan 

dosa pengarangnja, memupuk kegilaan hormat dan omongan ko-

song, tetapi aku katakan, sungguh sudah datang masanja untuk 

membuang pikiran-pikiran jang sematjam itu". 

ISI AL-QUR'A N 

Sungguh tepat djika Al-Qur'a n sendiri mengatakan tentang isi-

nja, tentang pengetahuan dan peladjaran-peladjaran jang sangat 

luas terkandung didalamnja, bahwa „djik a sekiranja lautan itu di-

djadikan tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhan, tentu tinta 

habis, sebelum firman Tuhan itu tertulis" (Kahfi: 109). „dan 

djikalau pohon-pohon dibumi didjadikan pena, lautan didjadikan 

dawat, pun tidak akan selesai menulis segala kalimat Allah itu". 

(Lukman : 27). 

Qur'an ialah sumber segala peladjaran dan pengetahuan. Tidak 

dapat diadjuk berapa dalamnja, didjangka berapa luasnja. 

Qur'an penuh dengan bahan-bahan sedjarah, sedjak sedjarah ke-

djadian bumi dan kedjadian langit, alam seluruhnja, sedjarah kehi-

dupan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul dari Nabi Adam sampai kepada 

Nabi achir zaman, sampai kepada Nabi-Nabi palsu jang akan tim-

bul digambarkan didalam Al-Qur'an, sedjarah keradjaan-keradjaan 

terbesar dimuka bumi, seperti Babylonia, Mesir, Romania, se-

djarah bangsa Arab djahilijah, Nasrani dan Jahudi, dan lain-lain. 

Tidak sadja bahan-bahan sedjarah, tetapi djuga peladjaran jang 

dapat diambil daripada kedjadian-kedjadian dalam sedjarah itu, 

sebab-sebab jang menimbulkan sesuatu keradjaan dan jang men-

djatuhkannja. 

Dalam Al-Qur'a n penuh peladjaran-peladjaran jang sangat baik 

untuk didjadikan penuntun, dalam pergaulan antara satu keradjaan 

dengan keradjaan, antara satu golongan manusia dengan satu go-

longan manusia, antara keluarga sesama keluarga, antara murid 

dengan guru, antara manusia dengan Tuhan, dan sebagainja, tun-

tunan jang baik antara sesama umat manusia, tuntunan pergaulan 

hidup jang dapat membawa perdamaian dan kemadjuan, ketenteram-

an dan pergaulan hidup jang dikemukakan oleh Al-Qur'a n tidak, 

sadja bersifat pengetahuan, tetapi bersifat pendidikan, tuntunan 

hidup jang murni. 

Tuntunan dalam kehidupan sehari-hari sangat dipentingkan 

oleh Al-Qur'an. Ajat-ajat Qur'an jang mengenai ekonomi, jang 

mengenai industri,, jang mengenai perdagangan, perhubungan laut 

dan darat, jang menjinggung perburuhan dan sebagainja, tjukup 

banjaknja untuk didjadikan dasar dalam memetjahkan soal-soal 

masjarakat jang ma'mur dan adil, jang dapat mendjaga hak masing-

masing anggota pergaulan hidup dalam perlombaan membagi ke-

kajaan dunia. 

Terutama dalam soal ketuhanan Al-Qur'an memberi djawaban 

jang putus, puas dan tegas. Tidak sebuahpun diantara kitab-kitab 

sutji sedjak dunia terkembang jang soedah  dapat menerangkan pe-

ladjaran tauhid demikian sempurna sebagai jang termuat dalam 

Al-Qur'an. J 

Dari abad keabad dunia keagamaan mentjari djalan kearah ke-

esaan Tuhan, Islamlah dengan peladjaran Qur'annja jang dapat 

membawa manusia kepada tauhid dalam arti kata jang sesungguh-

sungguhnja. 

Islam membasmi semua kemusjrikan, menghilangkan semua 

lahjul jang mengikat kemerdekaan berpikir bagi manusia. 

Sebagimana Qur'an sendiri soedah  berkata, bahwa Qur'an itu 

ialah obat penjakit luar dan dalam sesuatu umat. Qur'an melahirkan 

sesuatu ilmu pendidikan jang sampai sekarang djarang ada tolok 

bandingnja. Peladjaran-peladjaran achlak dan ilmu djiwa, tuntunan 

membentuk budi pekerti dan perangai dalam Qur'an, sesuai de-

ngan kehendak tiap masa dan musim, dengan tiap tempat dan 

daerah. Ia mempersatukan tjara berpikir antara umat manusia 

dan dengan methode jang berdasarkan ketuhanan dlituntunnjäl 

manusia itu kearah persatuan dunia, sama hak sama kewadjiban, 

tidak memilih kulit dan badju, tingkat dan pangkat, bukan pendi-

dikan jang akan menguntungkan sesuatu golongan umat, tetapi 

untuk memperbaiki, mempertinggi perikemanusiaan seluruhnja. 

Oleh karena itu ahli-ahli pikir dan sedjarah banjak jang berpenda-

pat, bahwa Qur'anlah jang akan dapat mempersatukan bangsa-

bangsa jang aneka warna diatas bumi ini kelak mendjadi suatu ikat. 

an keluarga jang hidup rukun dan damai, Islamlah jang akan men-

djadi agama bagi seluruh umat manusia sesuai dengan kemadjuan 

mereka. 

Oleh karena politik jang dikemukakan oleh Al-Qur'an <ia!ah 

politik jang berdasarkan hak sama rata jang sehat, hak kedaulatan 

rakjat jang adil, ijang dapat membawa kaamanan dan lambat-

launnja akan menang. Pemerintah tidak terpegang semata mata 

oleh seorang pemlimpin, tetapi djuga tidak terle'iak dalam tangan 

anggoila pemerintah jang lajak turut memerintah. 

UrJtuk mengatur pertahanan negara jang kuat Al-Qur'an mem-

berikan tjara-tjara jang sempurna. Peperangan untuk mendjadjah, 

untuk memperbudak sesama manusia tidak dSperkenankan, telap 

peperangan untuk membela diri, membela harta dan djiwa, teru-

tama membela agama Allah, mendjamin kemerdekaan beragama 

lap berpikir, melen japkan keealiman, d jihad diaftas d»ja!an Allah. 

Disiplin diaturnja, stra:iegd diaturnja, kalah menang diaturnja, 

perdjandjian dan perdamaian diaturnja, sampai kepada urusan har-

ta rampasan dan kelakuan-kelakuan peradjurit diberinja tuntunan 

tuntunan jang baik, untuk mendjauhi segala apa jang bersifat zalim 

dan mendjaga kehormatan Islam dan umatnja. 

Qur'an adalah tasik pengetahuan jang tidak habis-habisnja da-

pat ditimba oleh ahli-ahli pikir lan penjelidik keanehan alam, 

oleh guru dan pemimpin, oleh semua mereka jang ingin berdjuang 

untuk kebahagiaan dunia dan isinja. 

Dengan firman Tuhan dan ajat-ajat sutji Qur'an membersihkan 

sekalian kepertjajaan-kepertjajaan jang diadakan, jang bukan 

sebenarnja dari pengadjaran Allah, melepaskan djiwa manusia da-

ri kungkungan churafat dan tahjulan, mendirikan kekuasaan jang 

mendjadi dinding antara hamba dan Tuhan dan menjamakan ma-

nusia ini sekaliannja, menghapuskan perbedaan kebangsaan dan 

perselisihan jang diterbitkan kekampungan, dan menjerukan supaja 

manusia itu bernaung dibawah bendera persaudaraan dan perike-

manusiaan, menjerukan sekalian manusia supaja sama meninggikan 

seruan Allah, menjuruh kembali berpegang kepada pengadjaran 

jang diberikan Tuhan kepada Nabi-Nabi jang soedah  datang lebih 

dahulu, mendirikan kebenaran dan sama-sama mempertahankannja, 

menarik manusia sekaliannja supaja berkasih-kasihan dan mengem-

bangkan pengetahuan jang berguna untuk meninggikan prikemanu-

siaan, dan memperingatkan kedatangan bahaja besar kepada orang-

orang jang tidak suka melakukan kebaikan dan perbaikan. 

Nah, beberapa hal jang dapat killa sebut sebagai lisi kandungan 

Al-Qur'an. Isi jang sesungguhnja hanja Allah jang mengetahuinja. 

Luas, apa jang ditjari tersedia ! 

Mungkin orang alim dalam abad ini merasa bangga dengan pen-

dapatan baru dalam sesuatu lapangan ilmu pengetahuan, tetapi 

dalam abad jang akan datang boleh djadi ada jang lebih baru dan 

aneh lagi, ada jang lebih banjak mengetahui daripada itu. 

Sekaliannja seakan-akan berlomba-lomba dalam membuka tabir 

sesuatu keadjaiban dunia, tetapi bagaimanapun djuga sesuatu pen-

dapat ilmu pengetahuan itu, djika kembali menindjau kedalam 

Al-Qu r an pasti sindiran atau dasar kearah penjelidikan itu soedah  

dibajangkan tiga belas abad jang lalu olehnja. Tidak ada jang 

baru, hanja kita belum mengetahui. Tidak ada jang aneh, hanja 

manusia itu belum mendapat. 

Qur'an sendiri menjampaikan firman Tuhan : „Tidak kami beri-

kan pengetahuan itu kepadamu hanja baru sedikit sadja" (Isra':85). 

Dan tahulah pula kita akan kesempurnaan isi Al-Qur'a n Tuhan 

dalam ajat penutup : „Pada hari ini kusempurnakan bagimu agama-

mu dan kulengkapkan ni'matku, serta kuridhai bagimu Islam untuk 

agamamu" (Maidah : 4). 


NASRAN I D A N ILM U KALAM . 

Sebagaimana kejahudian begitu djuga kenasranian banjak se-

kali masuk kedalam adjaran Islam. Memang pada permulaan masa 

Abbasijah ini banjak sekali orang-orang Nasrani Arab dan lain 

Arab, baik jang sudah masuk Islam atau tidak memeluk agama 

Islam, dipekerdjakan untuk kepentingan penjelidikan ilmu- penge-

tahuan dan penterdjemahan kitab-kitab dari bahasa-bahasa asing 

kedalam bahasa Arab dengan biaja pemerintah. 

Prof. Goldziher, seorang ahli ketimuran dan ahli agama Islam 

bangsa Djerman jang terkenal, menerangkan, bahwa banjak sekali 

kenasranian ini, utjapan-utjapan dan tjaia berpikir, dimasukkan 

orang kedalam hadis-hadis, jang dikatakan berasal dari Nabi 

Muhammad. Tentu sadja tidak seluruh pikiran Goldziher ini kita 

benarkan, karena hanja berdasarkan kepada persamaan tjara 

ungkapan kerohanian tetapi sebagaimana kita katakan diatas per-

hubungan antara umat Islam dengan orang-orang Jahudi dan 

Nasrani, begitu djuga pertentangan jang ditimbulkan oleh per-

bedaan pendirian dalam i'tikad bukan tidak meninggalkan bekas-

bekas dalam uraian-uraian Islam jang tertulis dalam masa Abba-

sijah itu. 

Persamaan tentu ada, karena semua agama berasal dari Tuhan 

jang satu dan wahju jang sama dibawa oleh Malaikat Djibril . 

Qur'anpun membenarkan pokok-pokok agama itu bersamaan. 

Dalam surat An-Nisa', ajat 163-165, ditegaskan dengan firman 

Allah : „Bahwa kami turunkan wahju ini kepadamu sebagaimana 

wahju jang pernah kami turunkan kepada Noh dan Nabi-Nabi 

sesudahnja, sebagaimana wahju-wahju jang sudah kami turunkan 

kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ja'kub dan keluarganja, Isa, Ajjub, 

Junus, Har ;n, Sulaiman; dan sebagaimana pernah kami turunkan 

Zabur kepada Daud (dan kitab-kitab sutji jang lain kepada Rasul-

Rasul), jang kami tjeriterakan kepadamu dimasa jang lampau, dan 

djuga Rasul-Rasul jang kami tidak tjeriterakan kepada engkau. 

Allah soedah  berbitjara dengan Musa, dan Rasul-Rasul jang men-

djadi djurubitjara keselamatan dan djuru kabar takut, agar tidak 

ada pertengkaran lagi sesudah Rasul-Rasul itu, dan Allah maha 

perkasa serta mempunjai hikmah jang berlimpah-limpah" (Qur 'an). 

Djelas kepada kita, bahwa agama-agama itu memang bersamaan 

pada dasarnja, karena semuanja berasal daripada wahju Tuhan 

jang sama pula. Tetapi jang dimaksudkan dengan masuknja ke-

jahudian dan kenasranian kedalam Islam ialah dalam bentuk tafsir 

jang ditambah-tambah dan tjeritera-tjeritera jang disulam-sulam, 

dihubung-hubungkan dengan nama sahabat dan dikatakan berasal 

dari Nabi Muhammad. Pemasukan ini setengahnja untuk memper-

indah sesuatu uraian atau untuk membela sesuatu pendirian aliran-

aliran jang tumbuh pada permulaan zaman Abbasijah itu, jang 

hampir dalam semua aliran kemadjuan berpikir ada  tokoh-

tokoh keahlian dari penganut kedua agama besar itu. 

Dalam Qur'an banjak sekali ada  ajat-ajat jang memper-

bintjangkan Indjil , jang diakuinja sebagai kitab sutji dari Allah. 

Diantaranja : „Kemudian kami perikutkan sesudah mereka dengan 

beberapa Rasul dan kami perikutkan pula dengan Isa anak Mar-

jam : kepadanja kami anugrahkan kitab Indjil dan ia kami dja-

dikan kasih sajang dalam hati orang-orang jang mengikutnja (Qur'-

an LVI I : 27). „Ingatlah ketika Allah berfirman: Hai Isa anak 

Marjam kenangkanlah nikmat jang aku limpahkan kepadamu dan 

kepada ibumu, dan ketika aku perkuatkan engkau dengan roh sutji, 

sehingga engkau dapat bertjakap-tjakap dengan manusia dalam 

buaianmu dan dikala engkau sudah besar. Kenangkanlah djuga 

ketika aku mengadjarkan kepadamu kitab bersama ilmu penge-

tahuan, Taurat dan Indjil "  (Qur'an V : 110), dan „Da n hendak-

lah penganut-penganut Indjil itu menghukum sesuatu dengan 

wahju jang sudah diturunkan Tuhan kepada mereka" (Qur'an 

V : 4 7 ) . 

Memang menurut kejakinan Islam isi Indjil itu pada keasliannja 

hampir tidak berbeda dengan isi Al-Qur'an. Tetapi orang Islam 

berpendapat, bahwa orang-orang Jahudi Nasrani kemudian soedah  

banjak menukar-nukarkan ajat-ajat sutji itu. Bahkan pernah 

diterangkan oleh Ibn Hazm dan Ibn Taimijah dan lain-lain ulama 

besar, bahwa mereka tidak dapat menerima lagi lafad-lafad Indjil 

pada waktu jang achir ini karena sudah ditukar-tukarkan (Al-

Fisal /i M Hal wan Nihal). 

Kebudajaan Nasrani jang terpenting bersumber kepada Indjil 

dan kitab-kitab jang mengulas kitab Indjil itu, begitu djuga tje-

ritera-tjeritera dan dongeng-dongeng jang ditambah-tambah 

kemudian oleh penganut-penganutnja. Islam kemasukan kenasra-

nian ini melalui beberapa djalan, pertama jang terpenting melalui 

orang-orang Nasrani Arab, jang ada  bertaburan dalam banjak 

kabilah Arab, terutama Kabilah Tughlab dan Nadjran. Djalan lain 

misalnja melalui orang-orang Kristen jang sudah Islam jang turut 

kemudian dalam gerakan Da'wah dan karang-mengarang. Dengan 

tidak terasa golongan terachir ini memasukkan paham-pahamnja 

kedalam tafsir Qur'an dan penghubungkan tjeriteranja itu djuga 

dengan hadis-hadis Nabi. 

Dalam pokoknja Qur'an mengandung tjeritera-tjeritera jang 

berasal dari Indjil, seperti tjeritera mengenai Isa dan Marjam, tjeri-

tera-tjeritera itu dalam bentuk jang sangat sederhana, sambil me-

nekankan kepada nasihat dan adjaran, tamsil dan peladjaran jang 

harus ditjamkan oleh manusia untuk mentjapai kebahagiaan hi-

dupnja. 

Hari-hari kemudian dalam masa Abbasijah itu datanglah djurü-

djuru tafsir jang mengambil banjak utjapan-utjapan dan keterangan 

dan orang-orang Jahudi dan Nasrani jang sudah masuk Islam 

dan dimasukkannja kedalam pengulasan tafsir itu. 

Barangsiapa jang membatja tafsir surat Marjam dalam karangan 

At - ihaban, pasti akan menemui banjak sekali tjeritera-tjeritera 

jang berasal dari Indjil , jang diambil melalui utjapan-utjapan W a -

hab bin Munabbih dan keluarganja, melalui Ibn Djuraidj dan me-

lalui Zakaria bin Jahja ibn Za'idah. Lihat djugalah dalam tafsir 

At - inabari itu penafsiran surat Al-Imran dan mengenai mu'djizat-

mudjizat Isa, jang dalam Qur'an diterangkan dengan tjara jang 

sederhana sekali tentang kedatangan seorang Rasul kepada Bani 

Israil dengan menerangkan bahwa ia datang kepada mereka 

dengan ajat dan tanda Tuhan, membuat seekor burung dari tanah 

dan ditiupinja, lalu burung itu terbang dengan izin Tuhan. Dalam 

menafsirkan ajat ini Ibn Djuraidj lalu menerangkan, bahwa burung 

itu ialah kelelawar jang tidak disinggung sama sekali oleh ajat-

ajat Q u r an itu dan hanja ada  nama tersebut dalam kitab-

kitab Kristen Thabari mengambil banjak sekali dongeng-donqenq. 

im dan Ibn Humaid, dari Salmah, dari Ibn Ishak, dan dimasuk-

kannja sebagai kelengkapan tafsirnja (lihat At-Thabari III - 190) 

V i « o Ans11 d a l am 3u b a h a n nJa Dhuhal Islam I (Mesir 1952 

ha 358-359) mentjeriterakan pandjang lebar tentang tjara ahli-

ahli tafsir jang memasukkan kenasranian ini kedalam pengulahan 

ajat-ajat Q u r an dan dengan demikian tafsir-tafsir mereka men-

djadi kitab-kitab besar jang berdjilid-djilid. Ia mengetjam tjeri-

tera-tjeritera pandjang jang dipetik Thabari untuk tafsirnja me-

ngena! Zakaria, Jahja bin Zakaria, mengenai Marjam dan Isa 

serta pengikutnja, mengenai hidangan jang diturunkan Tuhan dari 

langit, dan uraian-uraian jang ada  dalam Kitab Qishashul 

Anbija, karangan As-Sa'labi (mgl. 427 H ) . 

m Dengan demikian terdjadilah pengutïpan-pengutipan dari Indjil 

jang kemudian dikatakan hadis-hadis Nabi. 

Sudah kita singgung diatas, bahwa Goldziher pedas sekali menge-

tjam Islam dengan menerangkan banjak hadis-hadis Nabi janq 

sebenarnja adalah petikan-petikan Indjil ada  dalam Islam 

seperti sedekah jang dirahasiakan dan keadaan orang-orang mis-

kin, doa-doa dan lain-lain sebagainja. Tetapi sebagai jang sudah 

kita sebutkan diatas djuga tidak semua persamaan itu dapat di-

tjapkan pengutipan dari Indjil oleh Islam, terutama djika dibanding 

kan tjara pengungkapan Qur'an dan Hadis dengan tjara pengung-

kapan Indjil dan pikiran-pikiran penganutnja. 

Memang dalam beberapa hal kita akui banjak sekali tjara-tjara 

berpikir Kristen ini diselundupkan orang kedalam Islam melalui 

tjeritera-tjeritera orang-orang salih dan perbaikan budi pekerti 

misalnja seperti jang dikatakan oleh Ahmad Amin dalam kitabnja 

tsb. diatas ada  dalam kitab Ihja Ulumuddin, karangan Imam 

Ghazali dan tjeritera-tjeritera tasauf jang lain, jang penuh dengan 

kisah-kisah dari Nabi Isa dan dari kawan-kawan sütjinja. Sebagai 

tjeritera tentu sadja tidak merupakan ketjelaan apa-apa, asal ti-

dak dianggap sebagai isi terpokok daripada adjaran Islam jang 

sederhana. 

Sebagaimana sederhananja Qur'an dalam menerangkan sesuatu, 

begitu pulalah sederhananja Nabi Muhammad dalam menggambar-

kan sesuatu adjaran kepada pengikut-pengikutnja. Sebagai tjontoh 

kita kemukakan suatu tjeritera, bahwa ada beberapa teman Abu 

Musa al-Asj'ari jang banjak merantau datang kepada Rasulullah 

dan berkata : „Ja Rasulullah ! Kami bertemu dengan orang-orang 

jang kami sangka termasuk terafdhal manusia sesudah engkau, 

ia berpuasa saban hari dan ia beribadat pada malamnja dengan 

segala kegiatan, sampai saat kami meninggalkan mereka". Rasul-

lulah bertanja : „Siapakah jang mengurus orang itu dikala ia puasa 

dan beribadat ?" Djawab mereka : „Kami semua jang melajaninja". 

Kemudian Nabi berkata : „Sebenarnja semua kamu ini lebih baik 

dan lebih afdhal daripada orang itu". Kita lihat bagaimana seder-

hananja Rasullah mengungkapkan pendapatnja untuk menerangkan 

bahwa pekerdjaan sosial lebih utama daripada ibadat jang dilaku-

kan sehari dan semalam suntuk. 

Demikianlah kita lihat banjak sekali ahli-ahli sedjarah Islam 

djuga berasal dari orang-orang Nasrani, seperti Ja'kubi, Djurdjis, 

Al-Mas'udi dan lain-lain jang djuga turut membungai sedjarah 

Islam dengan kenasranian dan kejahudian. Orang-orang jang 

seperti ini bertambah banjak tatkala negeri Sjam dan Irak soedah  

merupakan daerah Islam dan turut mempengaruhi kebudajaan dan 

tjara berpikir orang Islam. 

Maka dengan demikian tidaklah salah tuduhan Von Kreimer, 

bahwa aliran Mu'tazilah itu lahir oleh orang-orang Nasrani, ka-

rena banjak sekali persoalan-persoalan jang dibawanja adalah 

persoalan-persoalan kenasranian atau jang sudah ada  dalam 

kalangan masjarakat geredja Kristen, seperti kemauan merdeka 

dari manusia, apakah manusia itu dapat berbuat sekehendak hati-

nja atau menurut kehendak Tuhan, begitu djuga persoalan me-

ngenai sifat-sifat Tuhsn, jang banjak berasal dari orang-orang 

Nasrani, seperti dari Jahja Dimsjiqi, Abu Kara, jang selalu ber-

bitjara tentang pendirian bahwa Allah itu sumber kebadjikan, bahwa 

Allah itu seperti matahari jang melahirkan tjahajanja dsb. Begitu 

djuga Mu'tazilah itu turut membitjarakan persoalan bentuk Tuhan 

(tadjsim), dengan ajat-ajat Mutasjabih, jang harus dibahas dengan 

menggunakan akal lebih utama daripada menggunakan nas kitab 

sutji. Ibn Taimijah menuduh orang-orang Islam mengambil tjara 

penjembahan kubur dari orang Kristen, karena Nabi melarang 

mendjadikan kuburan itu mesdjid dan Imam Sjafi'i melarang de-

mikian, karena menganggap adalah bid'ah membuat tembok kubur, 

menjalakan lampu, berdoa menghadapi kubur, jang semuanja itu 

berasal dari pekerdjaannja orang Nasrani. Segala praktek ini di-

masukkan orang Islam dalam masa Abbasijah itu kedalam karang-

an-karangannja, seperti tafsir dan hadis, maka timbullah aliran-

aliran jang banjak itu jang mempersoalkan segala pendapat tersebut 

dalam masa abad ketiga sesudah wafat Nabi. 


JAHUD I D A N ILM U KALA M 

Kit a ketahui bahwa pengaruh Jahudi dalam pergaulan, kebu-

dajaan dan kejakinan Arab besar sekali sebelum kedatangan Islam, 

dan oleh karena itu tidak sedikit tjara berpikir dan pengaruh itu 

masuk dalam kehidupan orang-orang Islam. Djalan perkembangan 

Islam dalam masa Nabi Muhammad dan sesudah wafatnja tidak 

dapat dipisahkan daripada persoalan-persoalan jang berasal dari 

tjara berpikir orang Jahudi itu. Dalam tahun 1165 (560 H.), Ben 

Yamin menaksir djumlah orang Jahudi dalam keradjaan-keradjaan 

Islam selain Arab sadja tidak kurang dari 300.000 djiwa banjaknja 

tersebar disekitar daerah sungai Tigris dan Efrat, kemudian dipu-

lau-pulau Ibn Umar, Musul, Ukbirah, Wasid, Bagdad, Hillah, 

Kufa dan Basarah dan banjak tersebar pula dinegeri-negeri Persi, 

seperti Hamzan, Asfahan, Sjiras, Busjuagh dan Samarkhand. D i 

Persi sampai sekarang masih ada  dua buah kota dinamakan 

dengan bahasa Jahudi seperti Djirdjan dengan Aslaha, begitu dju-

ga nama-nama gang dan kampung (Mudjamul Buldan, perkam-

pungan Jahudi). 

Begitu djuga dalam daerah-daerah Islam sebelah Barat, seperti 

di Sjam banjak sekali ada  orang Jahudi jang bekerdja sebagai 

orang jang kaja-kaja dan tabib-tabib jang termasjhur. 

Zaman Rasulullah banjak orang Jahudi masuk Islam, sampai 

ada jang dianggap sebagai sahabat dan Tabi'in dan turut dalam 

peperangan dan pembangunan Islam dan mendjadi orang Islam 

jang baik. Tetapi banjak pula jang hanja masuk Islam karena salah 

satu maksud. Sebaliknja banjak orang-orang Islam jang membatja 

dan menghafal kitab-kitab Indjil dan Taurat pada ketika itu, se-

hingga isi dan bahasanja soedah  meresap kedalam djiwanja dan 

utjapannja sehari-hari. Ibn Sa'ad mentjeriterakan, bahwa Djilan bin 

Farwah ahli dalam kitab-kitab sutji Jahudi dan Kristen. Maimunah 

anaknja membenarkan, bahwa ajahnja menamatkan batjaan Qur'an 

dalam tudjuh hari dan kitab Taurat dalam enam hari. Abu Hurai-

rah mentjeriterakan, bahwa dalam masanja banjak Ahl i Kitab mem-

batja Taurat dalam bahasa Ibrani dan mentjeriterakan isinja kepada 

orang-orang Islam dalam bahasa Arab. 

Disampaikannja kepada Rasulullah, dan Nabi berkata : „Djangau 

kamu benarkan Ahl i Kitab itu, tetapi djangan pula kamu mendus-

takannja. Katakan kepada mereka : Kami pertjaja jang diturunkan 

kepada kami dan apa jang diturunkan kepada kamu, baik Tuhan 

kami apa Tuhan kamu satu djua" (Buchari). Banjak orang men-

tjeriterakan, bahwa W a h ab bin Munabbih pernah berkata : „Ak u 

pernah batja 92 buah kitab, semuanja diturunkan dari langit, 72 

dalam geredja atau kepunjaan orang, dan 20 buah hanja diketahui 

oleh beberapa orang sadja" 

Kebudajaan Jahudi ini masuk kedalam Islam dari berbagai 

djurusan, dari orang Jahudi jang sudah memeluk agama Islam, 

terutama. Muslimah dari Jaman, Ka'bul Achbar dan Wahab bin 

Munabbih, diantaranja banjak mendjadi sahabat dan tabi'in atau 

merupakan ahli sedjarah (qassas), muballigh (quraa') dan ahli 

tjeritera. Pada waktu jang achir dikenal orang Abu Ubaidah Ma'-

mur bin al-Musanna. 

Sebenarnja banjak isi Al-Qur'an jang pokok sama dengan kitab 

Taurat, misalnja mengenai beberapa persoalan manusia, terutama 

mengenai tjeritera Nabi-Nabi. Tetapi gaja firmannja berlainan. 

Qur'an terutama menondjolkan pokok-pokok nasihat dan peladjar-

an, tidak memperintji sesuatu masalah sampai menjebut masa ke-

djadian nama tempat atau nama-nama pribadi jang berlaku dalam 

kedjadian itu. Qur'an tidak memasuki pembitjaraan jang terperin-

tji sampai bahagian jang ketjil-ketjil, tetapi memilih pokok-pokok 

adjaran jang berguna sebagai ibarat bagi manusia. 

Mari kita ambil sebagai tjontoh, tjeritera Adam, sebagaimana 

tersebut dalam Qur'an surat Al-Baqarah : „Berkata kami : „Hai 

Adam ! Tinggallah engkau bersama perempuan engkau didalam 

sorga (kebun), dan makanlah oleh engkau berdua, buah sorga itu, 

dengan bersuka tjita, menurut kehendak engkau dan djanganlah 

engkau berdua mendekati pohon kaju ini. Djik a engkau dekati 

nistjaja masuklah engkau kedalam golongan orang-orang aniaja 

Maka diperdajakan keduanja oleh setan, sampai dikeluarkan 

keduanja daripada kesenangan jang soedah  didapat oleh keduanja. 

Berkata kami : „Berangkatlah kamu sekalian ! Antara kamu de-

ngan jang lain bermusuh-musuhan, dan bagi kamu, tempat kedi-

aman diatas bumi, disanalah tempat kesenanganmu sampai mati. 


Maka Adam memperoleh beberapa kata (doa) daripada Tuhan, 

(meminta ampun) dan permintaan itu diperkenankan Allah, se-

sungguhnja Allah penerima tobat lagi penjajang (36). 

Berkata kami : Berangkatlah kamu sekaliannja dari dalam sorga, 

djika datang petundjuk aku kepada kamu, maka siapa mengikut 

petundjukku itu, nistjaja tiada takut dan tiada berduka-tjifa (38). 

„Orang-orang jang kafir dan mendustakan ajat-ajat kami mereka 

itu ialah isi neraka. Mereka kekal didalamnja" (39). 

Kita lihat, bahwa Qur'an tidak menentukan dimana tempat sor-

ga, tidak pula menentukan matjam pohon dilarang didekati dan 

dimakan oleh Adam, begitu djuga tidak menentukan bagaimana 

bentuk setan jang menggoda Adam itu, bagaimana pertjakapan 

antara Adam sesudah ia diusir dari sorga. Tetapi Taurat mem-

perintji hal ini, diantara lain disebut bahwa sorga itu terletak 

ditanah sebelah Timur, pohon jang dilarang itu tumbuh ditengah-

tengah sorga dan bernama pohon kehidupan, bahwa jang dimak-

sudkan dengan pohon itu mengenal baik dan buruk, machluk jang 

berbitjara dengan Hawa ialah seekor Ular; Tuhan mendendam 

kepada Ular jang menipu Adam dan Hawa sehingga dikutuknja 

selamanja berdjalan diatas perut dan memakan tanah, selan-

djutnja kutukan Tuhan terhadap Hawa ialah bahwa wanita pertama 

ini dengan segala keturunannja merasa letih dan lesu dengan 

kandungan dan lain-lain sebagainja. 

Maka masuklah pengaruh ini kepada Islam. Ahli-ahli tafsir 

kemudian memindahkan tjeritera-tjeritera ini kedalam kitab-kitab-

nja setjara terperintji. Ditjeritakan Thabari, bahwa Wahab bin 

Munabbih mengemukakan suatu tafsir, bahwa pohon jang disebut-

kan dalam kitab sutji itu senantiasa berbuah jang dimakan oleh 

Malaikat untuk mengabdikan dirinja dalam kesutjian. Tatkala ib-

lis hendak mengeluarkan Adam dalam sorga, ia menempatkan diri-

nja dalam mulut ular, jang berkaki empat dan indah rupanja. 

Tatkala ular ini masuk kedalam sorga, loloslah ia kedalamnja 

dan keluar kembali dalam mulut ular serta berbitjara dengan Adam 

dan Hawa menjuruh memakan buah tanaman sorga itu dan se-

terusnja. Konon lalu Tuhan berkata kepada Hawa : „Wahai Hawa! 

Engkau soedah  merugikan hambaku. Engkau akan memikul pikulan 

jang berat dalam perutmu serta menjabung djiwa tiap-tiap mela-

hirkannja". Konon Tuhan berkata pula kepada ular : „Wahai ular ! 

Engkau kemasukan machluk jang terlaknat dalam mulutmu, engkau 

merugikan hambaku, engkau terlaknat dan akan berdjalan terus 

dengan perutmu, tidak ada makanan lain bagimu ketjuali tanah 

dsb.". 

Riwajat ini pernah disampaikan djuga dari Ibn Abbas. Dan 

barangsiapa membatja tafsir At-Thabari mengenai ajat ini, pasti 

ia akan mengambil kesimpulan, bahwa tjeritera-tjeritera itu berasal 

dari Tauralt. Demikianlah pendapat Ahmad Amin dalam Dhuhal 

Islam (Cairo, 1952). I : 352). Begitu djuga pendapat Ibn Chaldun 

jang menerangkan, bahwa kebudajaan Jahudi Isvailiat, banjak se-

kali masuk kedalam Islam dan tumbuh dalam masa-masa belakang-

an dalam uraian bermatjam-matjam kitab, misalnja dalam kitab 

Qishashul Anbija, karangan As-Sa'labi. 

Ibn Asir mentjeriterakan tentang diri Ahmad ibn Abi Daud, 

bahwa ia termasuk orang jang berkejakinan Qur'an itu ditjiptakan 

manusia, sesuai dengan pendapat mazhabnja Mu'tazilah. Ia mene-

rangkan bahwa paham ini diambil Ahmad dari Bisjir al-Murai-

si, jang mengambil dari Al-Zaham ibn Safwan, jang mengambil 

pula dari Al-Dja'd i bin Darham, berasal dari Aban bin Sam'an, 

jang mengambil dari Thalud, jang berasal dari Lubaid ibn al-A'sam, 

seorang Jahudi jang pernah mentjoba melakukan guna-gunanja 

terhadap Nabi. Ibn Al-A'sam ini mengemukakan pendapatnja bah-

wa Taurat itu ditjiptakan manusia dan oleh karena itu orang-

orang menjiarkan dibelakangnja, bahwa Qur'an itu ditjiptakan 

oleh manusia. 

Bahan-bahan perbandingan seperti ini selalu terdjadi oleh orang 

Isl