Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tasyabuh yg dilarang fiqh 1. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

tasyabuh yg dilarang fiqh 1

 



puji hanya bagiAllah, Dzat yang telah menyempumakan lslam

\-/u6tuk para hamba-Nya, yang dengan penyempurnaan itu Dia telah

memberi sesuatu yang sangat mahal dan telah membedakan syariah ini

dan menyempurnakannya dengan sebaik-baiknya sehingga tampil sebagai

satu-satunya syariah yang paling jelas dan murni. Menetapkan bahwa

orang yang menentangnya adalah orang yang paling keras kepala dan

sesat. Seraya Penulis menyampaikan shalawat dan salam kepada sese￾orang yang diutus-Nya dengan membawa petunjuk dan iman, menurun￾kan kepadanya AI-Qur' an ; di antara petunjuk Al-Qur' an adalah menyetisihi

kaum musyrik dan penyembah berhala, ahli maksiat, dan picik. Shalawat

dan salam juga kepada seluruh keluarga, para shahabat, dan seluruh

pengikutnya yang selalu berbuat kebaikan.

Amma ba' du. Sungguh, Allah telah menyempurnakan agama-Nya,

dah mencukupkan kenikmatannya dengan agama itu untuk kaum

Muslimin. Sebagaimana Allah Ta'ala telah berfirman,

" Pada hari ini telah Kusenpurnakan untuk kamu agaflramu, dan tetah

Kucukupkan kepadamu nibnat-Ku, dan telah Kuridhai Istan iu jadi

agama bagimu." (Al-Maidah: 3)

Islam datang untuk menghimpun seluruh kaum Muslimin, baik ber￾sifat individual maupun sosial yang tercerai-berai dan tumbuh dengan

agama dan kebudayaan yang berbeda-beda sehingga menjadi umatyang

satu dengan agama dan syariahnya yang sangat istimewa. Tirk satu pun

bangsa yang setara dengannya dalam hal kehormatan yang dimitikinya.

Maka, jadilah umat terbaik yang dimunculkan ke permukaan. Sebagaimana

telah difirmankan oleh Allah Ta'ala,

'Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, me￾nyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan

briman kepada Allah." (Ali Imran: 110)Kebaikan umat itu muncul dari kesempurnaan dan ketepatannya

dalam perkara akidah dan syariah. Oleh karena itu, lslam adalah satu￾satunya agama yang diridhaidi sisiAllah sampai-sampai seseorang tidak

akan menjadi mulia dan berhasil meraih keselamatan, kecuali dengan

meniti jalan-Nya. Semua umat sangat memerlukan agama ini, sebagai￾mana manusia membutuhkan udara dan makanan.

Diantara bentuk kesempurnaannya adalah bahwa lslam mencakup

seluruh kebaikan yang diserukan oleh seluruh syariatterdahulu, menyem￾purnakannya dan menghapuskan selainnya. Sebagaimana difirmankan

olehAllah Ta'ala,

"Dan l(ami telah rurunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa

kebenaran, nrembenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-kitab (yang

diurunkan sebelumnya) dan baru ujian terhadap Kitab-kitab yang lain

iru ...." (Al-Maidah: 48)

Secara rinci hukum-hukum syar'itelah datang dengan menjelaskan

berbagai makna agar seluruh kaum Muslimin menyadarisemuanya, lalu

mengimani dan mengamalkannya. Disusul fikih Islam yang mencakup

semua halyang bersentuhan dengan kehidupan setiap Muslim, baik indi￾vidual maupun sosial.

Ketika syariat Islam berbeda dari syariat yang lain, dan kaum

Muslimin berbeda dengan bangsa-bangsa lain adalah sesuatu yang

memang telah disengaja oleh Penetap syariat. Harapannya adalah agar

setiap Muslim tampil dengan kondisi yang paling semPurna sesuai dengan

dirinya. Hukum-hukum syariatjuga telah munculdengan larangan untuk

latah mengikuti bangsa-bangsa kafir terdahulu dan terkini. Sebagaimana

firman AllahTa'ala,

"... Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan

jalan yang terang .. . . " (Al-lUaidah: 48)

Sebagaimana aturan dan jalan itu telah menggiring umat untuk

menentang orang-orang yang kurang agamanya, seperti, kaum ahlibid'ah

yang sesat, orang-orang fasikdan ahlimaksiat. Demikian pula, telah men￾syariatkan untuk menentang orang-orang yang kurang ilmu, seperti,

golongan baduidan semisalnya. Syariat lslam juga menjamin perlindungan

untuk setiap Muslim dari hal-hal yang bertentangan dengan fitrah yang

telah ditetapkan oleh Allah untuk semua manusia. Maka, syariat lslamtampil dengan melarang kaum pria menyerupai kaum wanita dan kaum

wanita menyerupai kaum pria; karena masing-masing dari keduanya

memiliki peranan dalam kehidupan selain kewajiban-kewajiban dan tabiat

yang berbeda satu dariyang lain. Sebagaimana syariat lslam tetah berhasil

mengangkat harkat setiap Muslim dengan melarangnya untuk bertindak

menyerupai binatang.

Ketika program studi Penulis di bidang fikih pada program pasca￾sarjana syariah di Fakultas syariah dan studi-studi lslam, universitas

Ommu Al-Qura, mengharuskan Penulis untuk mengajukan pembahasan

ilmiah untuk meraih tingkat master, Penulis mengarahkan niat untuk mem￾bahas aspek ini ditinjau dari perspektif syariat yang sangat mulia ini, yaitu

dengan mendalami sikap latah atautasgabbuhyangtelah dilarang oteh

syariat karena tindakan sedemikian itu telah mendatangkan berbagai

kekacauan di zaman sekarang ini. Maka, sangat dipertukan penjerasan

yang jelas dan gamblang berkenaan dengan hal-hal itu, sehingga penulis

memilih tema pembahasan:

"Thsyabbuh yang Dilarang dalam Fikih Islam"

lni adalah objek pembahasan yang sangat luas dan dalam, yang

terbentang mulai dari niat-niat yang terpendam hingga berbagai bentuk

aktualisasinya yang sangat variatif. Juga mencakup hubungan semua

manusia dengan semua kelompok yang ada di sekelilingnya, baik yang

ada didaerah kafil kaum ahli maksiat, atau kaum yang kurang beradab.

Berikut ini Penulis akan mengetengahkan secara global, sebab￾sebab yang mendorong Penulis untuk memilih objek pembahasan ini:

Pertama. Objek tasyabbuh (latah, meniru-niru, menyerupai, mirip)

secara umum adalah salah satu permasalahan yang sangat berbahaya

bagikehidupan kaum Muslimin, khususnya diabad-abad belakangan ini.

Yang demikian ini karena meluasnya daerah interaksi kaum Muslimin

dengan pihak-pihak lain, selain interaksiantara bangsa-bangsa dan negeri￾negeri dengan bentuk yang belum pernah ada sebelumnya. Sebagai

contoh, orang-orang kafir kini menguasai mayoritas sarana kebudayaan

dan informasiyang sangat efektif secara internasional. Mereka menyebar￾kan racun-racun yang menghancurkan akidah dan akhlak di seluruh pen￾juru dunia, selain kaum kafir ada juga suatu kaum yang syariat telah

melarang menyerupakan diri dengan mereka, seperti orang-orang non-Arab, para ahlibid'ah, orang-orang fasik, dan lain-lainnya. Tak satu masya￾rakat Muslim pun di zaman sekarang ini yang kosong dari pengaruh

tersebul Baik di kalangan masyarakatMuslim itu sendiri, dan merupakan

bagian darinya atau di luarnya dan dekat dengannya. Karena itu, keka￾cauan telah demikian marak dinegeri-negeri Muslim.

Oleh sebab itu, Penulis terpanggiluntuk membahas objektaqnbbuh,

menjelaskan batasan-batasannya dan ketentuan-ketentuan syariahnya;

sebagaiandil dalam memperjelas kesulitan yang selama ini membelit kehi￾dupan kaum Muslimin pada umumnya dizaman sekarang ini. Juga se￾bagai nasihat untuk diri Penulis sendiri dan saudara-saudaraku karena

Allah. sekaligus juga merupakan peringatan keras dari hal-hal yang

kadang-kadang perkara tasyabbuh ini menjadikan seseorang mencintai

orang-orang kafir atau para pelaku berbagai kemaksiatan, yang karenanya

hitang kepribadian lslam yang istimewa yang telah dihadirkan oleh lslam.

Kedtn. Setelah Pembahasan dan Pertanyaan, jelas bahwa objek

yang satu ini belum pernah dibahas dalam fikih secara utuh, tetapi hanya

berupa beberapa pembahasan dan terbitan tentang tasyabbuh terhadap

orang-orang kafir dari aspek akidah dan beberapa masalah lain yang

tersebar berkenaan dengan kelompok lain yang dilarang untuk menyerupai

mereka. Dengan ini, Penulis bermaksud menghimpun semua objek pem￾bahasan itu dan menyatukannya, selanjutnya mengkajinya dari sisi pan￾dang fikih secara mendasar, mendalam agar batasan dan ciri khasnya

menjadijelas tanpa ada keraguan Padanya dengan harapan dapat diambil

suatu manfaat dari semua itu.

Ketiga. Objek pembahasan ini-secara objektif- memberikan Per￾hatian besar kepada kaidah-kaidah fikih yang berkaitan dengan tasyabbuh

yang dilarang. Dengan demikian jelaslah bahwa ilmu tentang kaidah￾kaidah fikih adalah ilmuyang paling penting dan paling besarkemuliaannya

bagi orang yang ingin pemahaman mendalam di dunia fikih. Ketika visi

yang utuhtentang hukum-hukum hanya dengan kaidah-kaidah itu, ketika

para pakar di zaman ini selalu menggunakannya untuk memunculkan

ilmu ini, ketika semua hasilaplikasiilmu iniberupa fikih yang luas diterbit￾kan, dan karena kemauan Penulis yang kuat untuk mengambil manfaat

dari ilmu ini selanjutnya mengaPlikasikannya dalam sebuah pembahasan

ilmiah, Penulis metihat bahwa objek pembahasan "tasyabbuh yang

dilarang" membutuhkan kaidah-kaidah yang menentukan cabang-cabang-nya dan bagian-bagiannya. Maka ini adalah kesempatan yang sangat

mahal bagi Penulis untuk mendalami eksperimen ilmiah dalam pembaha￾san ini. Dan -allamdulillah- telah ada pada Penulis kemampuan yang

cukup untuk menelaah dan mengkaji berbagai literatur tentang kaidah￾kaidah fikih dan metode yang diambil oleh para penyusunnya.

Berkaitan dengan pembahasan dan kajian tersebut di atas, yakni

ketika merencanakan langkah-langkah pengkajian, menulis pembahasan

dan kajian; dan setelah mengerahkan seluruh daya dan upaya untuksemua

itu, Penulis tidak melakukan penelaahan dan kajian-kajian fikih apa pun

yang membahas permasalahan tasyabbuh yang dilarang secara umum,

melainkan d ua rujukan literatu r yang merupakan literatu r terpenting sejauh

yang Penulis ingat. Keduanya mencakup sebagian pembahasan itu, dan

kini secara ringkas buat Anda. Dua rujukan literatur tersebut adalah:

I. Husnu At:fanabbuh Lima Warada fii At:fasyabbuh, karya Muhammad

bin Muhammad Al-Ghazi Asy-Syafi'ir

Karyanya itu berupa buku besaryang terdiridari tujuh jilid dan masih

dalam bentuk manuskrip (tulisan tangan). Di dalamnya Penulis meng￾himpun segala halyang berhubungan dengan sikap latah atau meniru￾niru dalam hal-hal terpuji, seperti meniru-niru para nabi dan orang-orang

shalih. Juga meniru-niru dalam hal-hal yang tercela seperti meniru-niru

orang-orang kafi I orang-orang jahiliyah, orang-orang ajam, orang-orang

fasik, orang-orang terbelakang, binatang dengan berbagai jenisnya, dan

lain sebagainya.

Dalam buku itu Al-Ghazi menghadirkan ayat-ayat, hadits-hadits,

atsaq ungkapan para salaf, hikmah, dan syair-syair. Seluruh perhatian Al￾Ghaziadalah pada upayanya menghimpunkan dan menghadirkan hadits￾hadits lemah atau yang ditolak dan kadang-kadang menetapkan derajat

hadits yang ia sitir.

Kadang-kadang dalam buku itu ia memaksakan diri membahas

secara panjang-lebar berkenaan suatu bentuk tasyabbuh dan memasuk￾kan apa-apa yang sebenarnya tidak termasuk ke dalamnya. Sebagaimana

tindakan tersebut demikian nyata dalam pembahasan mengenai meniru

binatang, bisa jadi karena ia konsisten mengetengahkan segala sesuatu

-menurut dirinya- sesuai dengan kaitan sikap latah atau meniru-niru.

Dalam buku ini disinggung mengenaijarangnya Penulis menarik

kesimpulan, penjelasan hukum, dan kandungan kaidah syariah dalam

teksyang berkaitan dengan masalah tasyabbuh. Apalagi, kadang itu sangat

dibutuhkan pada beberapa pokok bahasan. Agar buku itu lebih banyak

mendatangkan manfaat untuk para pembaca di mana ia tidak perlu ba￾nyak mengetengahkan hal-hal yang serupa.

Metode umum yang dipaloi Al-Ghazi sebagai dasar penyusunan

bukunya adalah ia membagitopik pembahasan menjadidua bagian besar:

Pertama, (setelah mukadimah) ia berbicara tentang mereka yang

mana kita disuruh untukmenirun)ra.Dalam pembahasan iniia menyebutkan

meniru para malaikat, orang-orang pilihan dengan semua macamnya,

seperti para syuhada, orang-orang jujur imannya, dan para nabi.

Kedua, ia membahas tentang orang-orang yang karenanya muncul

larangan bagikita untuk meniru-niru mereka. la memulaidengan syetan,

lalu menyerupai orang-orang kafir yang di antaranya disebutkan semua

umat terdahulu yang dimulai dari Qabil, kaum Nuh, Aad, Tsamud, dan

terakhir adalah Ahli Kitab.

Kemudian, ia menyebutkan orang-orang ajam, orang-orang Majusi,

orang-orang zaman jahiliyah, orang-orang fasik, dan orang-orang ahlibid'ah.

Kemudian, ia menyebutkan jenis tasyabbuh yang lain, seperti orang laki￾laki menyerupai kaum wanita, kaum wanita menyeruPai kaum laki-laki,

yang pada akhirnya menyebutkan tentang tasyabbuh kepada berbagai

hewan: hewan buas, burung, dan hewan berbisa (hawamm).

Secara umum buku karya Al-Ghazi adalah buku yang bermanfaat

yang cukup komprehensif berkenaan dengan objekpembahasannya. Bisa

dikatakan bahwa buku itu cukup memuat segala yang munculyang ber￾kaitan dengan perkara tasyabbuh.

ll. Iqtidha' Ash-shiroth Al-Mustaqim Limukharafah Ashhab Al-Jahim,

karya Syaikhul Islam Ibnu Thimiyah3

Buku ini khusus membahastentang meniru kepada orang-orang kafir

saja. Dalam bukunya, syaikhul lslam membahas panjang-tebar berkenaan

meniru kepada orang-orang kafir. Ia juga menyitir dalil-dalil pembahasan

dari Kitab dan sunnah. Ia juga menghimpun ucapan para utama dan

salaf berkenaan dalam objek pembahasannya. Dengan diselingi cukup

banyak subbahasan fikih yang didasarkan kepada hukum sikap merryeru￾pai, baik makruh maupun haram, dengan menunjuk secara umum dan

tidakdengan cara rinci. Beberapa subbahasan fikih itu, menurutperhitung￾an awallebih darisembilan puluh sub. la dalam berbagai bagian buku itu

berbicara banyaktentang pengaruh meniru orang-orang kafir dan hikmah

larangan berkenaan dengan tindakan itu. ra berpanjang-tebar membahas

hari-hari raya orang-orang musyrik, yaitu Ahri Kitab dan setain mereka.

Bencana yang ditimbulkannya sangat meluas di zamannya.

Telah banyak buku yang telah ditahkik oleh Dr. Nashir Ar-Aql, karya

terbaiknya yang pernah diterbitkan adalah disertasi doktoralnya di Gniver￾sitas lmam Muhammad bin Saud Al-lslamiyah Riyadh.

Banyak buku-buku lain membahas objek ini. Akan tetapi, semuanya

memfokuskan sorotannya kepada tasyabbuh terhadap orang-orang kafir.

Paling penting di antara nya adalah memuat subbahasan berkaitan dengan

fikih. Sekedar menunjukkan adalah buku-buku yang berjudul:

a. Risalah "Tasybih Al-Khasis biAhliAl-Khamis",4 ditutis oleh Al-Hafizh

Adz-Dzahabi.

b. At-tdhah wa At-Tab7in LimaWaqa'a fthi Al-Aktsarun min Musga￾bahah Al-Musyrikfn,s ditulis oleh Hamud At-TUwaijiri.

c. Al-lstinfar Liqhazwi At-Tasaabbuh bil Kuffar,6 ditulis oleh Ahmad

bin Ash-shiddiq Al-Ghumari. sebenamya ini ringkasan dari buku

lqtidha' Ash-Shirath Al-Mustaqim li Mulelalafah Ashhabul Jahirn,

karya lbnu lbimiyah.

d.As-Sunanur,aAl-Atnrfi ,\n'NahgianAt-Tas7abbtthbill{uff ar,'},ang

ditulis oleh Suhail bin AbdutGhaffar.

secara umum saya membagimetode pembahasan buku inikepada

dua bagian besaq yaitu:

Bagianl. Aspek teoritis berkenaan dengan objek bahasan tentang

tasyabbuh yang diketengahkan sebagai bab pertama yang terdiri dari bebe￾rapa mukadimah dan beberapa definisi, kaidah syariah sekitar tasyabbuh

yang dilarang dilengkapi dengan golongan-golongan yang dilarang mela￾kukan tasyabbuh kepada mereka dan hikmah pelarangan bertasyabbuh.

Hal penting -pokok bahasan- dalam bagian ini adalah kaidah syari￾ah berkenaan tentang tasyabbuh yang dilarang. Karena pentingnya maka

Penulis sampailon pada pasalkhusus, mengikuti kaidah sebagai berikut:

O Sebagaimana disebutkan oleh ahli ilmu tentang kaidah pada judul

bahasan. Maka Penulis menyebutkannya, sekalipun berkenaan dengan

itu ada beberapa hal yang menjadi catatan acuan, sekalipun hanya

sedikit dan kaidah itu saya jadikan sebagai pokok. l-alu Penulis men￾jelaskan apa yang meniadikebutuhan kaidah itu yang berupa Penyem￾purnaan atau pelurusan. Yang demikian itu diambildari baraloh ilmu

orang-orang terdahulu, tidak mengambil pendapatnya sendiri, dan

sebagai pengakuan akan keutamaan orang terdahulu.

O Jika Penulis tidak menemukan kaidah suatu judul, Penulis berupaya

membangun suatu kaidah dengan mengikuti metode para ulama di

bidang tersebut secara menyeluruh, kesederhanaan, dan kemudahan

ungkapannya.O Makna-makna yang dekat untuk bisa dijadikan suatu kaidah Penulis

sebutkan dalam bentuk peringatan yang digabungkan dengan kaidah

atau ditengah-tengah menjelaskan kaidah. Penulis tidak mengkhusus￾kannya sebagai kaidah tersendiri setiap ada kemungkinan untuk meng￾kaitkannya dengan kaidah yang telah dibahas. Kecualijika mengan￾dung makna yang jelas-jelas berdiri sendiri yang memerlukan untuk

dimunculkan dan diangkat. Maka dengan demikian Penulis jadikannya

berdirisendiri.

O Dalam penyebutan kaidah-kaidah, Penulis mengikuti prosedur sebagai￾mana yang diikuti oleh orang-orang modern. Yakni dengan menyebut￾kan kaidah, menjelaskannya, Penulis sebutkan dalilnya, lalu Penulis

tambahkan beberapa cabang. Setelah itu Penulis sebutkan beberapa

peringatan yang bertalian dengannya atau beberapa pengecualian jika

ada. Penulis juga mencantumkan sumber referensi di catatan kaki.

Bagianll. Dari pembahasan ituyang dijadikan bab kedua dan ketiga

mencakup 76 masalah pilihan untuk dilakukan studiterhadapnya. Semua￾nya adalah dari bab-bab fikih yang sngat bervariasi. Juga mencakup

penerapan berbagai bentuk tindakan menyerupai yang dilarang. Penulis

telah mengkajinya secara fikih perbandingan. Dalam upaya itu penulis

moderat dan sangat berhati-hati untuk mendapatkan pengetahuan secu￾kupnya. Penulis juga telah berupaya dengan keras untuk mengaitkan

antara masalah-masalah itu dengan kaidah-kaidah yang telah disebutkan

di dalam bab pertama.

Sedangkan langkah-langkah pembahasan secara rinci adalah

sebagaiberikut:

Bab I, mencakup lima pasal: (A) Definisitasyabbuh menurut bahasa

dan menurut istilah dan menjelaskan lafazh-lafazh yang berdekatan arti

dengannya, (B) Studi hadits yang berbunyi "rnan tasgabbaha biqaumin

fahuwa minhum" 'barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka adalah

bagian dari mereka', (C) Berbagai kelompok yang dilarang untuk diserupai,

(D) Kaidah-kaidah tasyabbuh yang dilarang, (E) Hikmah pelarangan

bertasyabbuh.

Bab II, mencakup sembilan pasal: (A) Tentang thaharah dan bejana￾bejana, terdiridari: (1) I-arangan memanjangkan kuku seperti kuku-kuku

burung, (2) l-arangan meninggalkan makan dan berkumpul bersama

wanita (istri) haid di rumah, (3) Mengutamakan mengusap sepatu daripada mencuci kedua kaki untuk membedakan diri dengan ahli bid'ah, (4)

Larangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir berkenaan dengan

bejana-bejana mereka.

(B) Berkenaan dengan adtandan waktu-waktu shalat serta temPat￾tempat ibadah: (1) Larangan Penggunaan terompetdan kentungan untuk

mengumumkan tibanya waktu shalat, (2) Larangan Penamaan maghrib

dengan nama isya dan isya dengan atamah, (3) l-arangan mengakhirkan

maghrib hingga tampak bintang-bintang bertaburan, (4) Larangan

melaksanakan shalat saat matahariterbit, mengarah tepat di atas kepala

kita, dan terbenam, (5) Larangan melakukan shalat di dalam mihrab, (6)

Larangan melaksanakan shalat mengarah pada apa yang disembah selain

Allah.

(9 Tentang tata cara shalak (1) Larangan duduk seperti cara duduk￾nya anjing (pantat bertumpu pada kedua telapak kakiyang ditegakkan),

(2) Larangan menempetkan kedua lengan ketilo sujud seperti halnya anjing

dan binatang buas, (3) Larangan mematuk dalam shalat seperti patukan

jago atau gagak, (4) larangan mengkhususkan tempat tertentu seperti

dikhususkan unta pada kandang, (5) Larangan merebah sepertirebahnya

unta, (6) Apakah dilarang melakukan sa.dl?, (7) L-arangan bergoyang￾goyang (tamagull dalam shalat, (8) l-arangan memejamkan kedua mata

ketika melaksanakan shalat, (9) Larangan menganyam jari (tasybih)

dalam shalat, (10) l-arangan menutup mulut ketika melaksanakan shalat,

(11) l-arangan meletakkan tangan diatas pinggang ketika melaksanakan

shalat, (12) l-arangan berdiri di belakang seorang imam yang shalat

dengan duduk, (13) t-arangan ber-isgtrrnal sebagaimana dstgr'mal orang

Yahudi ketika melaksanakan shalat, (14) Larangan bersandar ketika

melaksanakan shalat, (15) l-arangan mengangkat kedua tangan ketika

melaksanakan shalat seakan-akan ekor kuda liar, (16) Perintah melaksa￾nakan shalatdengan tetaP mengenakan sepatu atau sandaldalam rangka

berbeda dengan orang-orang Yahudi dan hukum masalah ini di zaman

modern sekarang ini.

(D) Tentang masjid: (1) Larangan membangun masjid diatas larburan,

(2) Larangan menghias masjid, (3) l.-arangan membangun syarafaat

'balkon'untuk masjid.

(E) Tentang hari-hari besar: ( 1 ) I-arangan menghadiri hari-hari besar

Ahli Kitab dan bertasyabbuh dengan mereka dalam hal yang sama (2)I-arangan berpuasa pada hari sabtu dan Ahad karena keduanya adatah

hari besar kaum musyrikin, (3) I-arangan libur kerja pada hari Jum'at

sepertiyang dilakukan oleh Ahli Kitab pada dua hari: sabtu dan Ahad.

(F) Tentang jenazah: (l) Apaloh berdiri ketika ada mayat sedang

diusung dilarang?, (2) Apakah sgaqq (liang tengah) dilarang dan IaM

(liang lahad) dianjurkan?, (3) l-arangan memukuli pipi, merobek kerah

dan meratap, (41 Larangan meninggikan suara di dekat jenazah, (5)

l-arangan lambat ketika mengusung jenazah.

(G) Tentang puasa: (l) Perintah melakukan makan sahur sebagai

pembeda dengan tindakan Ahli Kitab, (2) l_arangan menyambung puasa

wishal, (3) Puasa sehari sebelum hari Asyura atau'sehari seterahnya

sebagai pembeda dengan orang-orang Yahudi, (4) Bersandar kepada hasil

rukgat pada puasa Ramadhan dan ldul Fitri, (5) Apakah puasa pada hari

yang diragukan dilarang?, (6) larangan mendahului Ramadhan dengan

puasa sehari atau dua hari sebelumnya.

(H) Tentang haji: (1) [-arangan menggunakan kerikiluntuk melontar

jamarat, (2) Perintah untuk meninggalkan Muzdalifah seberum matahari

terbit, (3) I-arangan bersiul dan bertepuk tangan, (4) Larangan untuk tidak

berteduh bagi orang yang berihram saat panas terik matahari.

(l) Tentang makan, minum, salam, dan duduk: (1) I-arangan makan

dan minum dengan tangan kiri, (2) Larangan makan dan minum dengan

menggunakan wadah dari emas atau perak, (3) Apakah satam dengan

isyarat dilarang? (4) Larangan duduk di antara naungan dan panas terik

matahari.

Bab III, mencakup tiga pasal: (A) Tentang pakaian dan perhiasan:

(1) Larangan bertasyabbuh dengan pakaian khusus milik orang-orang

fasik, (2) Larangan menyemir rambut dengan warna hitam dan disunnah￾kan mewamainya dengan selain hitam, (3) Larangan mencukur habis

jenggot dan perintah untuk menggunting kumis, (4) Apakah mencukur

habis rambut di tengkuk dilarang? (5) l-arangan menyambung rambut, (6)

l-arangan menggunakan alat-alat atau pakaian yang di atasnya tertera

tanda salib, (7) Larangan mengenakan sutra bagikaum laki-laki, (8) Apa￾kah mengenakan cincin dari kuningan atau besi dilarang? (9) l-arangan

mengenakan sandal berbunyi (bakiak) dan hukum mengenakan sanda!

sindiah dan sandal kulit, (10) Larangan mengenakan grssrg (semacam

modelpakaian dariPersia), (I I) Larangan bagikaum laki-laki mengenakanpakaian yang diceluP, (12) I-arangan mengenakan Pakaian merah dan

pakaianyangdihiasidenganpermatauntukkaumlaki-laki,(13)Apakah

mengenakan thailasan itu dilarang? (14) Larangan menggunakan

bantalanuntukdudukdaribahansutra,(15)laranganberjalandengan

mengenakan sebelah sandal, (16) Larangan mengenakan lonceng dan

kalung, (17) Apakah membentuk sorban dilarang?

(B) Tentang adab: (1) Perintah untuk membersihkan pekarangan'

(2)Laranganmembiarkanrambutkepalasemrawutsepertirambutkepala

syetan, (3) Apakah berbicara dengan bahasa asing dilarang? (4) Larangan

untuk diam mutlak.

(C) Tentang perkara-perkara lain: (1) l-arangan meninggalkan pene￾gakan eksekusi hukr,rman atas orang-orang terpandang dan Para Pem￾besar,(2)Laranganbenpisatatanpatujuansepertihalnyadalamkepen￾detaan, (3) Apakah Penamaan bulan dengan nama-nama asing dilarang?

Dan apa hukum beisandar kepada kalenderMiladiah dan bukan kalender

Hiiriah. Demikian pula dalam angka-angka? (4) Apakah pemberian nama

orang dengan nama-nama asing dilarang?

Disusutdengan bagian PenutuP dan daftar pustaka'

PerluPenulistegaskanbahwaPenulisberusahauntukkonsisten

dalam pengkajian dengan selalu berpegang kepada kaidah-kaidah yang

dipergunakandalamsetiappembahasanilmiah,makaPenulisselalu

menyandarkan setiap ungkapan kepada para penuturnya dari sumber￾sumbernya sedapat mungkin dengan menakhrij hadits-hadits dan mene￾tapkan derajat hadits dengan menukil dari para kritikus hadits dan para

ahlinya. Jika tidak Penulis temukan, Penulis akan melihat dan mengkaji

haditsituserayamengambilkeputusansesuaidengancarayangdiikuti

oleh para muhaditsin. Sebagaimana Penutis juga akan terus berupaya

sekuattenagaketikamenyajikankaidah-kaidahdanmasalah-masalah

fikihagarPenulisselalupenuhperhatiandankeseriusandenganmeng￾efektifkandayapemikirandananalisayangdibarengidenganamanah

dalam penyajian dan penukilan seraya selalu berusaha untuk tetap ber￾sungguh-sungguh datam Penyusunan dan menjelaskan berbagai masalah

dengan sekuat tenaga yang ada dalam melakukan uPaya faryrh atas hal￾hal fang dil€ji. Selalu mengaitkan berbagai sub dengan kaidah-kaidahnya

dengan tetap melihat kepada tujuan dan sasaranPenulis menjelaskan juga biografipara perawi ditengah-tengah pem￾bahasan dengan tidak melakukan pengecualian selain para shahabat yang

mulia, para imam yang empat dan mereka yang dikandung oleh sanad

sebagian hadits-hadits. Sebagaimana pada pasalkedua dari bab pertama

ketika melakukan kajian jalur-jalur hadits:


'Barangsiapa menyentpai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari

mereka." (Diriwayatkan lbnu Majah)

Dimungkinkan kajian, pembahasan dan perhatian yang terfokus

pada dalil-dalilakan menuju kepada kejelasan bahwa sebagian masalah￾masalah yang dipilih -yang mana jumlahnya hanya sedikit saja- sebagian

lebih dekat dengan judul tasyabbuh dan lebih sesuai untuk dikembangkan

dan dikaji. Semua itu tidakakan menjadidemikian jelas melainkan setelah

pengkajian semua masalah secara ilmiah.

Dalam kehendak Penulis -insya NlahTa'ala- semua permasalahan

yang menjadijudul kajian itu menjadi sedemikian ringkas agar sesuai de￾ngan bentuk buku yang diterbitkan kepada umum dan ketika keluar dari

kemestian sebuah kajian ilmiah akademis.

Pada akhirnya, pertama-tama dan terakhir Penulis menyampaikan

pujian kepada Allah Subha nahu wa Ta'ala atas segala karunia dan taufik￾Nya dan apa-apa yang telah dianugerahkan-Nya berupa amal bakti ter￾hadap ilmu dan penyebarannya ditengah-tengah seluruh manusia. Juga

atas apa yang telah dianugerahkan berupa terselesaikannya pembahasan

judul kajian ini dan menjadikannya semPurna sebagaimana hasil akhir

buku ini. Penulis juga senantiasa memohon tambahan anugerah-Nya.

Kemudian Penulis menyamPaikan rasa terimakasih kepada Oniver￾sitas Ummu Al-Qura di Makkah Al-Mukarramah, khususnya Biro Studi

Pascasarjana Bidang Syariah di Fakultas Syariah dan Studi lslam yang

Penulis telah daftarkan bahasan ini, mendiskusikan dan meluruskan segala

kekurangannya. Dan secara khusus Penulis sampaikan terimakasih ke￾pada yang mulia Syaikh Dr. Yasin bin NashirAl-Khathib selaku pembimbing

dalam penyusunan pembahasan ilmiah ini atas segala uPaya, nasihat,

dan akhlaknya yang mulia. Penulis juga memohon kepada Allah Ta'ala

kiranya sudi melimpahkan kebaikan kepadanya atas jasanya kepada

Penulis dan para pencari ilmu lainnya.ffisyabbuh secara bahasa adalah bentuk mashdar dari kata kerja

u-'tasaabbaha (syin,ba', dan ha') adatah satu asat yang menunjukkan

kepada penyerupaan sesuatu, kesamaan warna, dan sifat. sering disebut

pula kata-kata: syibh, syabah, dan sgabiih. sgibhadalah kata yang artinya

suatu permata yang serupa dengan emas. Jika disebutkan, musgabhihat

milal umur artinya musykilatadalah kesulitan-kesulitan. Jika disebutkan

isgtabaha al-amrani. artinya dua perkara yang membingungkan.s

sedangkan syibhadalah kata yang berarti 'seperti'. Dan bentuk jamaknya

adalah asgbah. Jika dikatal<an tasgabalaa, artinyadua halyang masing￾masing mirip satu sama lain.e

1?rsyabbuh secara istilah memiliki beberapa definisi, di antaranya:

a. Definisi Imam Muhammad AI-GhaziAsy-Syaf i, "Tasyabbuh adalah ung￾kapan yang menunjukkan upaya manusia untuk menyerupakan dirinya

dengan sesuatu yang diinginkan dirinya serupa dengannya, dalam hal

tingkah, pakaian, atau sifat-sifatnya. Jadi tasyabbuh adalah ungkapan

tentang tingkah yang dibuat-buat yang diinginkan dan dilakukannyab. At-Munawir I ketika menjelaskan hadiB,'Barangsiapa menyeruPai suatu

kaum, maka ia adalah bagian dari merelo"12 yaknitekstualnya adalah

berdandan sebagaimana dandanan mereka, berusaha mengenalir3

sesuai perbuatan mereka, berakhlak dengan akhlak mereka, berjalan

pada jalan mereka, mengikuti mereka berkenaan dengan pakaian dan

sebagian perbuatan, yakni tasyabbuh yang sesungguhnya adalah

dengan yang diinginkan berkenaan dengan aspek lahir maupun batin.ra

Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang nyata antara definisi

tasyabbuh secara bahasa dengan definisi secara istilaht5 sebagaimana

akan dijelaskan nanti. Ungkapan Al-Munawi di sini adalah tepat untuk men￾jelaskan tasyabbuh yang terlarang saja. Karena ungkapannya muncul

sebagai konteks penjelasan hadits:


. Barangsiapa menyen pai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari

merelca.n (Diriwayatkan lbnu Majah)

Yang selanjutnya pembahasannya terfokus Pada tasyabbuh yang

dilarang kepada berbagaijenis yang berakal dan tidak kepada selainnya'

Haldemikian itu karena bertolak dari kata qawninyang ada dalam hadits'

Maka dengan demikian ia memfokuskan pada terjadinya tasyabbuh de￾ngan segala pengaruhnya yang bakal muncul pada hadits tersebut sebagai

tasyabbuh dengan segata detailnya. Hal itu sebagaimana terlihat jelas

dari akhir pembahasannya. lni tidak lazim demikian. Karena seseorangbisa jadi menyerupakan dirinya kepada suatu kaum jika berupaya untuk

menyerupai mereka dalam sebagian sifat. Sabda Rasulullah Slallallahu

Alaihi ua Sallam, "Barangsiapa menAerupai suatu lcantm ...."

Dalam hadits itu mengandung pola pemahaman sedemikian rupa

sehingga pelaku berupaya memiripkan diridalam segala haluntuk mirip

dengan mereka. lni adalah masalah yang lain dan bukan masalah mene￾tapkan suatu hukum atas orang yang berusaha untuk menyerupakan diri

dengan bentuk tasyabbuh secara parsial. Sedangkan permasalahan pene￾tapan hukum, maka orang yang berusaha bertasyabbuh pada sebagian

sifatyang ada pada orang lain sebagai orang yang bertasyabbuh dengan

segala sesuatu padanya, sebagaimana orang yang bertasyabbuh kepada

orang-orang kafir berkenaan dengan syiar-syiar agama mereka.

Sedangkan berkenaan dengan pembagianyang objektif dan ilmiah

maka sudah pasti definisi harus mengandung isyarat bahwa tasyabbuh

adalah dua macam, baik parsial atau total.

Defi nisi Al-G hazi berbeda karena mencaktrp seluruh macam tasyab￾buh. la menyebutkan berbagai macam tasyabbuh yang dilarang, seperti

tasyabbuh kaum pria kepada kaum wanita dan kaum wanita kepada kaum

pria, kepada para ahli bid'ah, orang-orang asing, dan makhluk berakal

lainnya. Demikian juga kepada makhlukyang tidak berakal, yakniberbagai

macam binatang. la juga memasukkan jenis tasyabbuh yang diperboleh￾kan. Akan tetapi, membutuhkan tambahan tulisan dan penlrusunan yang

lebih rapi. Bisa dikatakan bahwa definisi tasyabbuh secara singkat adalah

*seorang Aang mernbebani dii untuk menAerupai selainnga bqkenaan

dengan segala sifat atau s&agbnnya fla.

Ungkapan "seseorang yang membebani diri" menunjukkan bahwa

upaya itu dikehendaki dan disengaja. Dengan demikian tidak termasuk

segala sesuatu yang tidak disengaja, seperti keserupaan seorang pria

dengan seorang wanita dalam gerak-gerik dan suara karena tabiat yang

tercipta tanpa adanya niat.

Demikian pula tidak mencakup tasyabbuh yang disebabkan keter￾paksaan atau dalam rangka menolak kerusakan yang lebih besar. Yang

demikian itu adalah sepertiorang yang dipaksa. Sebagaimana tasyabbuh

loum Muslimin yang bermukim di negeriorang-orang kafir harbi mereka

menyerupai kepada orang-orang kafir itu berkenaan dengan sifat-sifat

mereka secara lahiriah demi keselamatan dari siksaan orang-orang kafir.Ongkapan "untuk menyerupai selainnya" mencakup segala jenis

yang bisa diserupai. Baik yang boleh diserupai atau yang tidak boleh.

Baik dari makhluk berakaldari kalangan manusia, orang kafi6 ajam, dan

ahli bid'ah; atau dari kalangan yang tidak berakal, seperti berbagaijenis

binatang.

Ungkapan "berkenaan dengan segala sifat itu atau sebagiannya

saja", yakni semua sifatnya yang bersifat abstrak atau konket yang bisa

diketahui dan dilihat atau kepada sebagian dari sifat-sifat itu dan tidak

kepada sebagian yang lain.

Kebanyakan ungkapan menunjukkan bahwa tasyabbuh adalah

kepada perkara-perkara nyata, berupa perkataan, perbuatan, dan tidak

kepada perkara-perkara yang batin.

tafa!-lafal yang Dekat Artlnya dengan LafalTasVabbuh

Di antara lafal-lafal yang paling jelas memiliki penyerupaan makna

dengan lafal tasyabbuh adalah sebagaimana berikut:

a. Tamatstsul, mashdar dari l<ata tamatstsala. Mitsl adalah kata yang

berarti kesamaan. Dikatakan, ladza mitsltJhu wamatsaluhu'ini seruPa

dengannya' adalah sebagaimana jika dikatakan, syibhuhu wa sgaba￾huhu 'ini sepertinya'. Orang-orang fuab mengatakan, hadza mitslu

hadza'ini seperti ini'.r6

Mumatsalah 'kesamaan adalah tidak mungkin terjadi, kecuali pada

dua halyang benar-benar sama persis. Sebagaimana jika Anda katakan,

"nahwunya seperti nahwunya", "fikihnya sama sePerti fikihnya", atau

"warnanya sama sePerti warnanya". Jika dikatakan, "itu mutlak sama

sepertinya" adalah benar-benar sepertinya. Jika dikatakan, "itu sama

sepertinya dalam hal anu", itu sama sepertinya pada sebagian haldan

tidak pada sebagian yang lain.r? Kadang-kadang keserupaan diungkap￾kan dengan kata mttsl.rs Kadang-kadang disebutkan secara bebas

dengan maksud keserupaan dalam bentuk.re Sebagaimana firman

Allah Subha nahu wa Ta' ala,

"... Maka ia menjelma di hadapannya (dalan bentuk) manusia yang

sempurna." (Maryam: 17)

Yakni sama seperti bentuknya.

b. Mdlakat yang sama dengan musgabahah. Sebagaimana jika Anda

katakan, hakaitu fi' lahu wa halcaituhu Jika engkau melakukan seperti

perbuatan, gerak-gerik, atau perkataannya'. Dalam hadits Aisyah dengan

derajat manfu' disebutkan,


"Betapa senangnya aku bahwa aku telah menyerupai seonng manusia

dan ternyata aku memiliki demikian dandemikian "(Diriwayatkan Abu

Dawud)m

Yakni, aku telah melakukan sebagaimana yang ia lakukan. Kebanyakan

persamaan ini digunakan dalam pengungkapan perkara-perkara yang

buruk.2r

c. Musyalcalah. Kata sgakl adalah sama dengansgibh dan mffsl. Bentuk

jamaknya adatah asglcaal dan sgukuut. Dikatakan, hada. asylcala bi

hadza artinya adalah'mirip dengan ini'. Al-mtsgalcalah al-muwafaqah

adalah sama dengan tasyakul.22 Al-Ghazi mengkhususl<an tasgalckul

berarti mengikuti tingkah-laku yang nyata dan cara berpakaian yang

nyata. Maka berkenaan dengan pakaian dan perhiasan dikatakan

tasgakleala, tazayy a, dan tahallad. lttiba'. Jika Penulis katakan, tabi'ta al-lcaum taba'an wa taba'atan

'ketika Anda mengikuti orang dengan berjalan di belakangnya'. Atau

it'taba'ahu wa atba'ahu ua tatabba'ahu, qafahu watatlallabahu

muttabian lahu 'sangat hendak mengikuti'.2a Al-Bukhari dan Muslim

dengan sanad dari keduanya meriwayatkan hadits,

" Sungguh l<alian akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian

sejengkal demi sejengkat dan sehasta demi sehasA. "(Muttafaq alaih)zs

e. Muwafagah. salah satu dari dua orang yang saling berserikat dalam

hat berkenaan dengan kata-kata, perbuatan, menjauhi sesuatu, keya￾kinan, atau lainnya, baik yang demikian itu karena demi yang lain atau

tidak demiyang lain itu.

f. Ia'assr. uswahlqudwah. sebagaimana jika dikatakan i'tasabihi, yailu

iqtada bihi adalah sama dengan wakun mitslahu wattabi' fi 'lahu

'tirulah ia, jadilah sepertinya, dan ikutilah perbuatannya'. Dikatakan:

fulanun gata'assa bi fulan, yaitu yardha linafsihi ma radhiyahu

wagaktadi brhr, artinya jika si fulan itu hatinya ridha dengan aPa-aPa

yang ia ridhainya kemudian mengikutinya

g. Taktid, yang merupakan bentuk mashdar dari kata keria qallada yang

berasal dari kata qiladah, yang artinya segala sesuatu yang melingkar

di leher atau semacamnya.2s Kata-kata itu memiliki berbagai ungkapan

lain, seperti : qatlada futanun fulanan, artinya 'fulan mengikuti fulan tanpa

alasan dan daliltertentu'. Seakan-akan orang yang mengikuti itu menja￾dikan perkataan atau perbuatan orang lain yang ia ikuti laksana kalung

yang melingkar di lehernya.lnilah kata-kata yang paling nyata yang memiliki makna yang sama

dengan kata-kata tasyabbuh atau maknanya dekat dengan makna kata￾kata tasyabbuh itu.


Dari hadits Abdullah bin Omar Radh iyallahu Anhuma dengan derajat

marfu,


i.

'Aku diurus di zaman sebelum Kiamat dengan pedang hingga hanya

Atlah njalah yang disemfuh, tiada sekuu bagi'Nya, ddadkan rezekiku

di bawah bayangan tombakku dan dliadikan kehinaan dan kenisAan atas

siapa saja yang n enenAng perinAhku. Dan barangsiapa menyerupai

suatu kaum, malca ia adalah Mgian dari merekaHadits ini seutuhnya ditaktrrij oleh lbnu Abu syaibah dalam kitab￾nya,30 Ahmad dalam kitabnya,3r Abdun bin Humaid dalam kitabnya

Ath-Thahawi dalam kitabnya,33 dan di-ta'/ig Al-Bukhari dalam kitab

shahihnya, jumlah sebelum kalimat terakhir hadits itu dan jumlah kalimat

sebelumnya. Yakni, sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,


"... Dan dijadikan rezekiku di bawah bayangan tombak dan dijadikan￾lah kehinaan dan kenistaan aAs siapa nja yang menenAngperinAhku..

(Diriwayatkan Bukhari)3a

Abu Dawud menakhrij hanya kalimat terakhir dari hadits tersebut

dari lbnu Umar Radhiyallahu Anhuma

Ditakhrij pula oleh Abu Nua'im dalam kitabnya ,\khbar Ashfahan

dari Anas bin Malik Radhigallahu Anhu.%

Thabrani menakhrijnya dalam kitab karyanya, Al-Ausath, dari

Hudzaifah bin Al-Yaman Radhigallahu Anhu.

Ditakhrij Al-Harawi dalam kitab Dzamm Al-KataLn, dari Abu

Hurairah RadhiyaUahu Anhu.

talur-lalur Hadlts,

ParaPe]awlsanadTlatrtlaptalur,danDera|alnya

JalurI:DariAbuAn-NadhrdariAbdurrahmanbinTsabitbinGauban

dariHassanbinAthiyahdariAbuMunibAl-JurasyidarilbnuUmar;ia

berkata, "Rasulullah shaltallahu Ataihi wa satlambersabda' 

" Hadits" "

IsnadiniditakhrijolehAtrmad,AbdunbinHumaid,lbnuAbuSyaibah,

danAbuDawud-"nuxt''tlkalimatterakhirdalamhaditstersebut.3g

Dalamisnadini,AbdurrahmanbinTbabitbinTsaubandiperselisihkan

oleh para ulama:

Iatelahdipercayaolehsekelompokulama'diantaramerekaitu

adalah Abu Hatim, Duhaim, Al-Fallas, dan disebutkan oleh lbnu Hibban

dalamAts-Tsiqat.AbuDawuddanAbuZur'ahberkata,..Tidakada

masalah.,, Dari lbnu Ma'in ia berkata, ..Haditsnya shahih.'' Shalih bin

Muhammad berkata, "Dia orang syam, jujur, hanya saja mazhabnya ada￾lahQadariyah.',IbnuAdiyberkata,..tamemilikibanyakhaditsshahihdan

iaadalahorangshalih.IamenulishadiB-haditsnyadalamkeadaanlemah￾nya." Ia berkata dalam At:faqrib"'seorang yang jujur tapi bersalah'

Dituduh dari kalangan Qadariyah dan berubah pada akhimya"'

Jamaah ulama menganggaPnya hadits lemah' Di antara mereka

adalah Imam Ahmad. Ia berlrata, "lbnu Tsauban itu hadits-haditsnya

munkar.,,suatuketikajugaberkata,..labukanoranglaratdalamhadits.''

Ibnu Ma'in berkata, "Lemah, dan menulis hadiBnya dalam kelemahannya'

IaadalahSeorangyangshalih.''IbnuMa'inmemilikiduapendapatberbeda

berkenaan ri*uyui-"igenai rawi ini.o An-Nasa'i berkata, "L€mah .'' S uatu

ketikaiajugaberkata,..Tidakkuat.''lbnuKharrasyberkata,..Dalam

hadiBnya ada kelemahan." Al-Ajli dan Abu Zur'ah berkata' "L'emah"'4l

Yang jelas mereka berpendapat berbeda dalam hal ini karena yang

bersangkutan bermazhab Qadariyah dan karena perubahan akalnya pada

akhir masa hidupnya. Para perawi sanadnya yang tersisa adalah tepercaya

dan masyhur. syaikhul lsla,m lbnu Taimiyah setelah menyitir hadits dari

jalur ini berkata, "lni adalah isnad yang bagus. Karena sesungguhnya

lbnu Abu Syaibah, Abu An-Nadh4 dan Hassan bin Athiyah adalah orang￾orang masyhur bahwa mereka itu tepercaya dan merupakan orang￾orang terhormat dari kalangan rawi-rawi Shahihain. Bahkan mereka itu

Iebih mulia daripada sekedar dikatakan sebagai rawi-rawi Shahihain.e

UstadzAhmad Syakir berkata, "lsnadnya shahih." la juga menyebut￾kan adanya perbedaan pendapat tentang lbnu Tsauban.€

Al-Albani berkata, "lni adalah isnad bagus (hasan). Para rawinya

adalah orang-orang yang tepercaya selain lbnu Tsauban yang mana ulama

berbeda pendapat tentangnya."a

lbnu Tsauban tidak sendirian. Ath-Thahawi dalam Musgkil Al-A*ar

berkata, "Dari Abu Umayyah dari Muhammad bin Wahhab bin Athiyah

dari Al-walid bin Muslim dari Al-Auza'i dari Hassan bin Athiyah dari tbnu

Munib Al-Jurasyi dariAbdullah bin Omac hadits dengan derajat marfu'.a,

Al-Albani berkata, "Semua rawi isnad hadits ini adalah orang-orang

tepercaya, kecualiAbu Umayyah. Namanya adalah Muhammad bin Harib

lbrahim Ath-Tharsus. Di dalam kttab Taqrib: "Dia orang jujur; dan perawi

hadits suka lupa. Al-walid bin Muslim adalah seorang yang tepercaya dan

haditsnya sebagaihuiiah didalam kitab shahihain. Akan tetapi, ia pernah

berbuat tadlb, tadlis taswigah. Jika ditetapkan bahwa hadits ini darinya

dikhawatirkan ini hadits dari selain dirinya. Juga belum ada kejetasan

bahwa Al-Auza'i mendengar hadits ini dari Hassan.6 Pada prinsipnya para

ulama banyak menyahihkan hadits ini dari jalur pertama ini. Ibnu Taimiyah

berkata sebagaimana telah disebutkan di atas, "lni adalah isnad yang

bagus.,,a7 Al-Hafidz Al-traqi berkata, "sanadnya shahih."s lbnu Hajar

berkata, "sanadnya hasan." Juga menyebutkan dalam kttab Bulugh Al￾Maram bahwa lbnu Hibban menyahihkannya'ae

Jalur Il: Dari shadaqah, dari Al-Auza'i, dari Yahya bin Abu Katsil

dari lbnu salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu Alaihi wa

sallam, "... Hadits." Dengan jalur ini ditakhrij Al-Harawi dalam Dzamm

Al-l{alamdari jalur Amr bin Abu salamah dari shadaqah bin ....5o

Dalam barisan isnad ini terdapat shadaqah. Ia adalah lbnu Abdillah

As-Samin. Di dalam Taqrib, ia berkata, "Lemah.5l Sedangl<an sisa perawi

isnad yang lain adatah orang-orang tepercaya. Hadits inimemiliki hadits

pendukr.rng yang lain dengan derajat mursal dari jalur lsa bin Yunus, dari

Al-Auza'i, dari sa'id bin Jabalah, dari Thawus bahwa Nabi shallallahu

Ataihi wa Sallambersabda,'Maka beliau menyebutkan " ""52 Ini disebut￾kan pula oleh Al-Hafidz dalam l<ttab Al-Fathdan tidak disebutkan Thawus

di dalamnya, dan ia mengatakan, "lsnadnya hasan"'

Jalur III: Bisyr bin Al-Husain Al-Ashfahani menyampaikan hadits

kepada kami, Az-Zubair bin Adiy menyampaikan hadits kepada Bisyt; dari

Anas bin Malik dengan derajat marfu" ditakhrij dengan isnad demikian

oleh Al-Harawi didalam l<t:ab DzammAl'I{alam, dan Abu Nua'im dalam

l<ttab At&bar Ashfahan.Y

Dalam deretan isnad ini terdapat Bisyr bin Al-Husain yang meruPa￾kan seorang yang matuk'tertinggal'. Al-Bukhari mengatakan, "Berkenaan

dengannya perlu adanya peninjauan." Ad-Daruquthni berkata, "Matruk"'


bnu Adiy berkata, "S eca ra um um haditsnya ttdak mahfizh'terjaga'. " Dan

Abu Hatim berkata, "Mendustakan Az-Zubair."

Jalur M Ath-Thabrani berkata, "Dari lbnu Zakariya, dari Muhammad

bin Mazuq, dariAbdulAziz bin Khaththab, dari AIi bin Ghurab, dari Hiqpm

bin Hassan, dari lbnu sirin, dariAbu ubaidah, dari Hudzaifah Radhigaltahu

Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

'Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari

mereka." (Diriwayatkan Ibnu Majah)

Denga n isnad yan g i n i d ita kh rij AthiThab rani dalam kttab Al-Arsath.n

Para rawi isnad hadiB ini adalah orang-orang tepercaya, kecuari AIi bin

Ghurab yang banyak komentar terhadap dirinya. Al-Haitsami berkata,

"Di dalamnya terdapat AIi bin Ghurab yang dipercayai oleh tidak hanya

satu orang dan dilemahkan juga oleh sebagian mereka. sedangkan sisa

rawi isnadnya yang lain adalah orang-orang tepercaya."

Dikatakan didalam Taqrib, "la jujuq mudallis, dan cenderung kepada

Syiah." lbnu Hibban sangat berlebihan dalam melemahkannya, namun

telah dipercaya oleh lbnu Ma'in dan Ad-Daruquthni. Abu Hatim berkata,

"Tidak ada masalah." Abu Zur'ah berkata, "Dia itu menurut saya adarah

orang jujur." Sedangkan Abu Dawud berkata, "Orang-orang meninggalkan

haditsnya." Al-Jurjani berkata, "Dia itu Jatuh' (saqith)." lbnu Hibban ber￾kata, "la menceritakan hadits-hadits maudhu'dan sangat cenderung ke￾pada syiah." Al-Khathib berkata, "la berbicara dalam hal ini demi mazhab,

sedangkan riwayat-riwayatnya disebutkan orang-orang sebagai sesuatu

yang jujur." Ahmad bin Hanbal berkata, "Saya telah mendengar darinya

dalam satu majelis bahwa ia berbuat tadlis, sedangkan yang saya rihat

darinya adalah bahwa dirinya itu orang jujur.*

Pembicaraan berkenaan dengan isnad yang satu ini adalah menjadi￾lonnya cocok sebagai hadits pendukung atas hadits menurut jarur per￾tama.Ringkasnya, pembahasan hadits dengan meninjau kepada yang

barulalu,bahwahaditsitutidakmenjadilebihrendahdaripadaderajat

hasandan bahkan terkadang membumbung menjadi berderaj al shahih

liglairihi.n

Sedangkan hadits yang semakna dengan hadits di atas sangat

banyak yang terkompilasi dalam kitab-kitab hadits'm

Syarah Hadlts dan Penielasan Flklhnyan

Nabi Shall allahu Alaihi wa Sallam menyamPaikan berita bahwa

sebelumterjadiKiamatbeliauakandiutusdenganmembawapedang.

ongkapanbeliau,baynagadai.sebelumKiamat'adatahbentuksindiran

yang menunjukkan kepada dekatnya masa Pengutusannya untuk seluruh

manusia dari masa terjadinya Kiamat'

Ungkapan beliau, bis saifi 'dengan pedang'; dikatakan oleh para

ulama, .,Be,au mengkhususkan dirinya dengan pedang, sekalipun para

nabi selain beliau jula diutus untuk memerangi para musuhnya adalah

karenakiprahmerekaitutidaksampaisepadandengankiprahbeliau.

Dengan mengkhususkan diri beliau dengan pedang juga bisa karena

demikianlahbeliaudisebutkandidalamberbagaikitabadalahuntuk

mengetukahliduaKitabdanmengingatkanmerekaakanapa-aPayang

ada Pada mereka itu

DalamhaditsituRasutullahshallallahuAtaihiwaSallammenjelas.

kan bahwa inti risalah dan tujuan akhir dirinya diutus adalah demi

tauhidullah.mengesakanAllah,dengansegalamacamibadahuntuk-Nya

dan pembatatan igata bentuk kesyirikan. Dalam hadits itu terdapat suatu

indikasibahwaun.ut.mencapaitujuanakhiritutidakmungkinmelainkan

denganjihaddijalanAllahdenganmemerangiahlisyirikdankesesatan.

Sedangkan ungkapan waju'ila rbqi tahta zhilli rumhi'dan dijadikan

rezekiku di bawah bayangan tombakku' mengandung isyarat tentang tata

cara memecahkan masalah harta rampasan perang untuk kepentingan

umat dan rezeki Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah dalam harta

rampasan perang dan bukan pada hasilkerja lain. Oleh sebab itu, sebagian

ulama berkata, "Yang demikian itu adalah pendapatan yang paling baik."a

Beliau makan dari sumberyang lain. Akan tetapi, kebanyakan rezeki￾nya adalah dari hasil berjihad, karena beliau memiliki bagian tersendiri di

dalam harta rampasan perang.n

Hikmah pengkhususan penyebutan tombak dan bukan yang lain

berupa berbagai alat perang, seperti pedang, adalah karena sebagaimana

berlaku dalam tradisimereka ketika itu bahwa panji-panjiselalu dipasang

di ujung tangkai tombak. Maka bayangan tombak lebih sempuma dan

mengaitkan rezeki dengannya menjadi lebih sesuai.65

Nabi Shalla llahu Alaihi wa Sallamjuga menyampaikan berita bah￾wa kehinaan dan kenistaan dijadikan atas mereka yang menentang pe￾rintah beliau. Yang dimaksudkan adalah kehinaan abstrak dan kehinaan

konkit karena mereka wajib membayarjizgah (upeti).

Sedangkan sabda beliau,

" Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari

mereka." (Diriwayatkan Ibnu Majah)

lni adalah halyang menjadisebab disajikannya hadits inidan menda￾patkan banyak dukungan. Hadits itu menunjukkan bahwa siapa pun yang

berusaha meniru seseorang, maka ia akan menjadisepertiorang tersebut

dalam hal keadaan dan tempat kembalinya. Jadi, barangsiapa yang me￾nyerupai orang-orang shalih, maka ia akan menjadi orang shalih dan

dikumpulkan dengan mereka. Dan barangsiapa yang menyerupaiorang￾orang kafir atau fasik, maka ia akan menJadi sedemiklan itu pula.Al.Munawiberkata,..Dikatakanbahwamaknanyaadalahbarang￾siapa menyerupai orang-orang shalih dan menjadi pengikut mereka' maka

iaat<anmenjaditerhormatpulasebagaimanaorang.orangshalihituter￾hormat. Dan barangsiapa yang menyerupai orang-orang fasik' maka ia

akandihinakandandinistakansebagaimanamereka.Siapasajayang

disemati lencana kehormatan adalah lebih mulia sekalipun kehormatannya

itu tidak muncul. sejalan pula dengan makna itu adalah bahwa siapa saja

yang menyerupai jin iengan bentuk ular, maka berhak untuk dibunuh . . . ."

Ash-Shanani6sberkata,..Haditsitumenunjukkanbahwasiapasaja

yang menyerupai orang-orang fasik adalah menjadi bagian dari mereka'

demikian pula siapa saja yang menyeruPai orang-orang kafir atau ahli

bid,ah dalam hal apa saja yang khusus bagi mereka, baik berupa gaya

dan cara berpakaian, berkendaraan' atau gaya lainnya " ""6e

syaikhul Islam Ibnu Thimiyah berkata, "Hadits ini minimal menetap￾kanpengharamanbersikaptasyabbuhkepadaparaAhliKitab,meskipun

secara dzahir berkonsekuensi pengafiran atas orang-orang yang bersikap

menyeruPai mereka ..""

SikapmenyeruPaibisajadikepadaperkara-perkarahati,berupa

keyakinandankemauan;danjugabisajadikepadaperkara-perkara

eksternal berupa beribadatan dan kebiasaan'

Menyerupai orang-orang kafir adalah tindakan yang terlarang. Telah

banyak teks dalil yang sangat jelas melarang tindakan itu, baik secara

umum atau secara khusus. Di antaranya:

Pertama. Muncul dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, ia

berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaht wa Sallam bersabda, 'e'tijt?'tui

).

'Barangsiapa menyerupai suatu kaum, mala ia adalah bagian dari

mereka.' (Diriwayatkan Ibnu Majah)"z

Syaikhul Islam tbnu lbimiyah berkata, "Hadits ini minir4alrry/a mene￾tapkan haramnya bersikap bertasyabbuh kepada mereka, meskipun

secara dzahir dapat mengakibatkan kekafiran bagi orang-orang yang

bertasyabbuh kepada mereka, sebagaimana dalam firman-Nya'

,Banngsiapa di anan tcamu nrengambil nrueka menjadi peminryin, maka

sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka' - (Al-Maidah:

5l)'

Ash-Shananiberkata,..Haditsitumenunjukkanbahwasiapasaja

yang menyerupai orang-orang fasik adalah menjadi bagian dari mereka;

demikian pula siapa saja yang menyeruPai orang-orang kafir dan ahli

bid'ahdatamhalapasajayangkhususbagimereka'baikberupagaya

dan cara berpakaian, berkendaraan, atau gaya lainnya' Mereka berkata'

uika seseorang menyerupai orang kafir berkenaan dengan Pakaiannya

dan berkeyakinan bahwa ia menjadi seperti si kafir itu, dengan tindakan

demikian ia telah kafir. Jika tanpa keyakinan, ulama berbeda pendapat

dalam perkara ini. Diantara mereka mengatakan, .ta menjadi kafir'. Yang

demikian itu menurut arti tekstual hadits tersebut. Di antara mereka ada

pulayangmengatakan,.Tidakmenjadikannyakafir,tetapiperludiberikan

pelajaran kePadanYa'."74

Kedtn,DariAbuSaidAl-KhudfiRadhigatlahuAnhu,iaberkata,

"Rasulullah Shallaltahu Alaihi wa Sallam bersabda'

'sungguh kalianpasti akan mengiktti dadisi onng-orang reblumkalin

sejengkat demi seiengkat, sehasta demi sehasa hingga ika mereka

masuklubangbiawak,tentukatianakanmengikutimereka.,Dikatakan,

,WahaiRasulullah!(Apakahmerekaitu)YahudidanNasrani?,Beliau

betsaMa, '(Kalau bukan mereka) siapa lagi?-7s

Haditsinisekalipuntergolongkabar;tetapimunculdenganbentuk

celaanyangmengundangmanfaatuntukpelarangandanpembatasan.

Ketiga.HaditslaindiriwayatkanolehMuslimdengansanadnyadari

Abdullah bin Amr Ra dhigattahu ,\nhubahwa Nabi shalla llahu Alaihi wa

sallam bersabda kepadanya ketika menyaksikan bahwa ia mengenakan

dua pakaian celupan,

" Sesungguhnya pakaian ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka

jangan engkau memakainya."

Alasan yang menjadi dasar pelarangan Rasulullah shallallahuAlaihi

wa Sallam adalah karena pakaian demikian itu adalah pakaian orang￾orang kafir. Mal<a mengharuskan pelarangan atas segala yang menjadi

kekhususan orang-orang kafir.

Syaikh Ahmad SyakirTT berkata, "Hadits ini dengan teksnya yang

jelas menunjukkan kepada haramnya bertasyabbuh kepada orang-orang

kafir berkenaan dengan pakaian, dalam gaya hidup dan penampilan. Tak

ada seorang pun yang berbeda pendapat dalam hal ini sejak abad per￾tama. Yakni haram bertasyabbuh kepada orang-orang kafir hingga kita

tiba di masa sekarang ini. Kemudian mulaitumbuh suatu benih kecil ke￾hinaan di tengah-tengah kaum Muslimin yang dikarenakan oleh sikap

tasyabbuh kepada kaum kafir dalam segala hal sehingga tumbuh sikap

siap menjadi budak dan dijajah oleh mereka. Kemudian mereka itu mene￾mukan orang-orang terpelajar yang di mana mereka dekat dengannya

yang menjadikan indah segala sikap yang ada pada mereka dan menjadi￾kan perkara tasyabbuh kepada orang-orang kafir dalam berpakaian, gaya

hidup, penampilan, moral, dan segala sesuatu adalah hal-halyang biasa￾biasa saja. Sehingga pada akhirnya kita menjadi sebuah umat yang tidak

memiliki penampilan yang islami melainkan penampilan ketika melaksana￾kan shalat, puasa, dan haji selama mereka masuk di dalamnya."

Keempat. Perintah beliau untuk tampil beda dengan penampilan

orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam cabang-cabang yang sangat

bervariasi, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari￾Muslim sebagai berikut,

*Tampillah fuda dengan or*, or*, musyrik, Surriogkh kumis, dan

biarkan jenggot."R

Ini adalah perintah yang jelas untuk tampil berbeda dari orang￾orang musyrikin. Yang demikian ini menunjuklon betapa tegas larangan

beliau untuk menyamai mereka.

Teks ini dan yang semisalnya dan juga dalil-dalilyang lalu menunjuk￾kan haramnya tindakan bertasyabbuh dengan orang-orang kafia karena

bisa menjadi kejahatan yang membawa orang kepada kekafiran dan ke￾maksiatan. Sedangkan syariat datang adalah untuk membendung berba￾gai macam kejahatan.

Syaikhullslam lbnu Taimiyah, dalam rangka mengomentari semua

itu berkata, "Dengan demikian maka jelaslah bagi Anda kesempumaan

syariat yang lurus ini. Demikian juga sebagian hikmah dari apa-apa yang

disyariatkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa perintah untuk tampil

beda dari orang-orang kafir. Beda dari mereka dalam segala hal. Agar

dengan penampilan yang berbeda itu menjadikan sangatjelas beda materi

kejahatan itu dan menjadikan kita sangat jauh untukterjerumus ke dalam

apa-apa yang kebanyakan manusia terjerumus ke dalamnya. Saya sung￾guh sangat mengetahui, bahwa kesamaan dengan mereka itu akan mem￾bawa kepada kejahatan yang sedemikian rupa. Maka dengan demikian

itu kita juga mengetahui bagaimana tabiat manusia terhadapnya. Tindakan

kita mengambil dalil dari pokok-pokok syariah menunjukkan bahwa wajib

hukumnya pelarangan atas kejahatan itu. Bagaimana tidak, kami telah

menyaksikan berbagai kemunkaran yang disebabkan oleh tindakan

menyerupai yang memaksa orang keluar dari Islam secara total. Rahasia

perkara itu: sikap menyerupai mendorong orang kepada kekafiran, atau

paling tidak kepada kemaksiatan, bahkan mendorong kepada keduanya

secara simultan. Dalam kecenderungan demikian initidak mengandung

maslahat. Apa-apa yang menjadi kecenderungan itu adalah perkara￾perkara haram, maka tasyabbuh itu sendiri menjadi haram. Mukadimah

kedua adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi. Dengan menarik kesim￾pulan darisyariah dengan segala sumbemya dan rujukannya menunjukkan

bahwa segala sesuatu yang mendorong kepada kekafiran, pada umumnya

adalah haram. Dan apa-apa yang seseorang selalu didorong kepadanya

secara sembunyi-sembunyi adalah haram. Setiap yang mendorong kepa￾danya, tanpa adanya kebutuhan untuk itu adalah haram. Sebagaimana

telah kita bahas dalam kaidah membendung kejahatan dalam kitab selain

kitab ini."


Dalam pembahasan ini terdapat dua subbahasan:

A. Definisi Orang-orang Aiam

A:4iim menurut bahasa adalah bentuk jamak dari aljamg. Pada

asalnya berartiorang yang tidak fasih. Sedangkan yang dimaksud di sini,

orang 4iam adalah mereka yang non-Arab, baik itu Persia atau lainnya.sr

Sedangkan menurut istilah adalah bahwa kata 4jam dipakai untuk

mengungkapkan orang selain Arab, yaitu orang-orang kafir saja. Juga

kadang-kadang dipakai untuk mengungkapkan siapa saja orang-orang

non-Arab, yaitu orang-orang kafir dan kaum Muslimin. Sebagaimana

makna kata-kata itu secara bahasa. Juga kadang-kadang dipakai untuk

mengungkapkan tentang orang-orang Persia secara khusus.AlJzzu bin Abdussalams2 berkata, "Yang dimaksud dengan orang￾orang asing yang kita dilarang untuk meniru-nirunya adalah seperti para

pengikut kaisar-kaisar pada zaman itu."B

Syaikhul Islam lbnu lbimiyah berkata, "Demikianlah 4iam. Mereka

adalah non-fuab darikalangan Persia, Romawi, Ti.rrki, Barbal Habasyah,

dan lain-lain. Mereka terbagi antarayang mukmin dan kafir; baikdan jahat,

sebagaimana pembagian orang-orang badui sendiri."e Demikian pula,

dimaksudkan oleh Al-Ghazi dalam kitabnya'85

Syaikhul lslam lbnu Taimiyah juga berkata, "Sesungguhnya nama

Arab dan 41bm telah mengandung suatu kesamaan. Ketika kita mengete￾ngahkan istilah 4iam, maka menurut bahasa mencakup seluruh selain

Arab. Kemudian ketika ilmu dan keimanan justru lebih banyakpada Putra￾putra Persia dibanding putra-putra lainnya dari kalangan non-fuab, maka

mereka menjelma menjadiqam. Maka, istilah4lam belakangan ini menjadi

lebih cocok dan menjadi lazim untuk mereka."s

Yang jelas bahwa asal mula penuturan istilah 4larn dalam per￾istilahan syar'i adalah sesuai dengan aPa yang dimaksudkan menurut

bahasa secara umum. lstilah itu berlaku umum bagi selain non-fuab,

sebagai kafir atau Muslim. Tidak khusus berarti suatu kelompok, kecuali

adanya penegasan verbal atau nonverbal.sT Yang sedemikian ini banyak

lafal-lafalyang diberlakukan oleh para pakar fikih.

Istllah AJam ltu DltuJukan dalam Hal Bahasa atau Nosgb?

Menurut kebanyakan ahli, istilah 4,ram mengacu kepada nasab dan

bukan bahasa. Bisa saja seseorang berasal dari kalangan non-Arab,

namun ia lebih fasih berbahasafuab. Dan demikian pendapatyang benar.

Sedangkan ungkapan mereka, "fulan adalah 4iam", artinya adalah

bahwa fulan itu tidak bisa berbicara dengan bahasa fuab. Yang demikian

ini menegaskan antara yang fuab dan bukan Arab. Asal katanya adalah

i'jam, yang berarti al-ibham wa adamu al-ibanah 'tersembunyi dan tidak

jelas'. Berdasarkan arti ini, bermacam jenis binatang disebut4lrna' karena

mereka itu tidak bisa menjelaskan akan dirinya.s

B. Dalil-dalil Larangan Bertasyabbuh dengan Orang Aiam

li4jim sebagaimana telah dijelaskan di atas, baik dari kalangan kaum

Muslimin atau dari l<alangan orang-orang kafir. Jika mereka adalah dari

kalangan orang-orang kafu dalil-dalil yang melarang bertasyabbuh kepada

mereka itu adalah dalil-dalilyang melarang bertasyabbuh kepada orang￾orang kafir itu sendiri.er

Namun, jika mereka itu dari kalangan kaum Muslimin, bertasyabbuh

dengan mereka adalah tindakan makruh sebagaimana akan dijelaskan

dalam kaidah-kaidah. (Karena haldemikian itu akan mendorong kepada

hilangnya berbagai macam fadhilah'keutamaan yang telah diciptakan

oleh Allah Ta'ala untuk orang-orang terdahulu. Atau diterimanya berbagai

macam kekurangan yang ada pada orang-orang selain mereka).e

Maka seakan-akan penyebutan orang non-Arab secara sendirian

dengan apa-apa yang bukan pada kaum Muslimin berkonotasi kepada

berbagaimacam kekurangan dan kelemahan, karena kaum Muslimin yang

mula-mula telah datang membawa berbagai pokok keutamaan hingga

suatu tingkat yang sangat tinggi dalam hal itu dan dalam hal-hal yang

lain. Tidak ada yang menyaingi mereka dalam hal itu.

Hal ini menunjukkan aPa-aPa yang ada pada mereka berupa

moralitas dan lain-lain. Sedangkan tradisi dalam kehidupan, maka masing￾masing mereka akan selalu berbeda, seperti pada macam-macam pakai￾an, tempat tinggal, dan lain-lain, yang tidak berkaitan dengan larangan

secara syar'i. Dalam keadaan sedemikian, tidaklah dicela bertasyabbuh

dengan mereka. Wallahu Ta'ala lilam -%


Pembahasan ini mencalmp dua subbahasan:

A. Deftnisi Jahiliyah

Jahitiyah menurut bahasa adalah bentuk mashdar dari.lbhl. Kata

ini dalam bahasa fuab menjadi dasar untuk dua hal:

Peftama. Kosongnya jiwa dari suatu ilmu. Maka sering dikatakan,

"fulan jahil", artinya dia tidak memiliki ilmu.

Kedua.ceroboh dan lawan kata dari keadaan thumakntnah'tenang'.

Sebagaimana kebanyakan orang yang mengatakan tentang suatu PaPan

yang digerakkan oteh apidengan sebutan miihal.Seperti sering dikatakan,

isQjlalat ar-riihat-ghushn, Jika angin berhembus dahan pun bergoyang'.s

Ar-Raghib Al-Ashfahanis berkata, "Kebodohan itu ada tiga macam:

(1) kosongnya jiwa dari ilmu, (2) mempercayai sesuatu bertentangan

dengan semestinya, (3) melakukan sesuatu yang bertentangan dengan

semestinya dilakukan. Baik berkenaan dengan kepercayaan benar atau

bathil, sebagaimana orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja.

Sebagaimana dalam firman Nlah Ta'ala berkenaan dengan perdebatan

antara Musa dengan kaumnya,

" Mereka brkata, 'Apakah kamu hendak menjadkan lcami buah ejekan?'

Musa menjawab, 'Aku kepada Allah agar tidak menjadi

salah seorang dari orang-orang yang jahil'." (Al-Baqarah: 67)

Dalam ayat iniMusa menjadikan perbuatan mengejek sebagai kebo￾dohan. Nlah,\zza wa Jallajuga berfirman,

" ... Maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu

musibah kepada suatu kaum tanpa mengeahui keadaannya...." (Al￾Hujurat: 6)s

Jahiliyah menurut istilah adalah nama yang berkaitan dengan se￾gala halsebelum Islam. As-SuyuthieT berkata, "Kejahiliyahan adalah suatu

kondisi di mana demikian itulah orang-orang Arab sebelum lslam. Bodoh

kepada Allah, kepada Rasulullah, dan kepada syariat agama. Berbangga

dengan nasab, kebesaran, kekuasaan, dan lain sebagainya."sJadi yang

dimaksudkan adalah kondisi setelah mereka meninggalkan sedikit demi

sedikit syariat pada zaman fatrah 'periode di antara dua nabi'.

Dinamakan jahiliyah karena mereka tidak melakukan ibadah dengan

dasar syariat. Akan tetapi, mereka itu semacam orang yang melakukan

segala urusannya dengan tanpa kesadaran dan berjalan dengan tiada

menyadari arah tujuannya.ss

l-afaljahiliyah terkadang diucapkan sebagai ism hal (istilah nahwu

mengenai keadaan), demikian kebanyakan dalam Kitab dan Sunnah.

Sebagaimana dalam ucapan Umar Radhtyallahu Anhu,

.

" sesungguhnya aku telah bernazar di zaman jahiliyah untuk beri'tikat'

di malam hari ..Sebagaimana pula dalam hadits Hudzaifah Radhigallahu Atthu

yang di dalamnya ada ungkapan,


" Wahai Rasulullah, sesungguhnya kiA selalu dalam kejahiliyahan dan

kejahaan ...."

Yang dimaksudkan adalah dalam keadaan jahiliyah atau kejahiliyahan.

Kadang-kadang diucapkan sebagai ism lidzi al-hal, sebagaimana

ucapan mereka : tha' ifahj ahiligah wa sg air i ahf If 'kelompok jahiliyah dan

penyair jahiliyah'.

Jahiliyah dari aspek kebanyakannya dan penyebarannya ada dua

macam, yaitu:

Pertama,jahiliyah al-muthlaqah(umum), adalah kejahiliyahan yang

ada sebelum Nabi Shatla llahu Alaihi wa Sallam diutus, berbeda den gan

semua agama yang ada, dan berakhir dengan diutusnya Rasulullah

Shallatlahu Alaihi wa Sallam; dan tetap ada sekelompok umat beliau

yang selalu berpegang-teguh kepada kebenaran hingga tibanya Kiamat.

selalu masih ada sekelompok dari umatku yang tampil di atas kebenaran,

tidak memudharatkan dari oft,ng'oft,ng yang berbeda dengan mereka.'

Hadits no. 1037, (311210). Dipahami dari ini suatu kesalahan pengucapan

sifat jahiliyah tanpa mengaitkannya dengan kondisi (hal), perbualan seseorang, atau

negeri tertentu ... karena pertentangan hal itu dengan adanya suatu khabar dengan

keberadaan kebaikan dalam sebuah umat hingga tiba hari Kiamat karena sekelompok

umat lslam yang tetap konsisten dan berpegang-teguh kepadanya. Yang benar dan

lebih berhati-hati serta tidak ada sikap ceroboh berkenaan dengan lafazh sedemikian

ini dalam mengucapkannya sebagaimana disebutkan di atas, dan karena berkonotasi

adanya berbagai konsekuensi yang sangat berbahaya'

Kedua, jahtligah al-muqaggadah (ahiliyah khusus). Yang demikian

ini telah banyak terjadi di kalangan kaum Muslimin di negeri-negeri lslam.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

*Enpat hal di dalam umatku yang tcrmasuk prkara jahiliy211.',rw

Juga sebagaimana sabda beliau kepada Abu Dzarr sebagai berikut,


" Sesungguhnya engtcau adalalt seonng yang .".itilri rint irruiyu1r." r*

Yang dimaksud adalah adanya sebagian tradisijahiliyah di tengah￾tengah umat. Akan tetapi, tidak berlaku secara umum dalam seluruh umat.

B. Sebagian Dalil yang Menegaskan Larangan Bertasyabbuh

kepada Orang Jahiliyah

Nabi Sla//allahu Alaihi wa Sallam datang untuk bersikap beda

dengan orang jahiliyah dan melarang umatnya untuk menyamai dan

mengikuti mereka,roo di antaranya:

1 . Da ri lb nu Abbas Radhiy allahu Anhuma bahwa N abi shalla llahu Alaihi

wa Sallam bersabda,

"Manusia yang paling dibnci oleh Allah ada tiga macam: orang ateis

yang berada di anah haram, pmeluk Islam yang mencari-cari tradisi

jahiliyah, dan penuntut darah seseorang dengan tidak ada hak untuk

menumpahkan darahnya.

2. Dari Jabir Radhtgallahu Anhubahwa Rasulullah Sha llallahu Alaiht wa

Sallam berkhutbah di hadapan orang banyak di Hari Arafah saat

menunaikan Haji Wada' dengan bersabda,


,sesungguhnya darah dan harta t<alian adalah haram aas kalian sebagai￾mana haramnya hari katian ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian

ini. KeAhuitah oleh kalian semua, sesungguhnya segala sesuatu dari

perkarajahiliyah adatah di bawah tclapak kakiku bathil dan ditinggalkan

dan darah jahiliyah bathil dan ditinggalkan."tos

3. Apa yang datang dari Abu Bakar Radhiyallahu Anhu ketika ia bertemu

dengan seorang wanita dari Ahmas,'* yang disebutkan bemama Zainab.

ta melihatnya tidak mau berbicara. Maka ia bertanya,


*'Kenapa ia tidak berbicara?' Mereka ."oir*rO, 'Ia beribadah haii

dengan diam tidak berbicara.' Maka ia furkata kepadanya, 'Berbicara￾lah! Karena perbuatan demikian itu tidak halal. PerbuaAn demikian

iu adalah iahiliyah.' Maka wanik itu pun berbicara

Dalil-dalil di atas dan semua yang sejenis dengannya adalah me￾nuntut pelarangan bertasyabbuh kepada perbuatan-perbuatan orang-orang

jahiliyah yang memang khusus ada pada mereka berupa berbagai tradisi

dan ritual peribadatan mereka, kecuali yang ditegaskan oleh dalil syar'i

sebagaimana yang akan dijelaskan dalam kaidah-kaidah tasyabbuh de￾ngan golongan jahiliyah.


Syetan

Sangat banyak dalil syar'i yang muncul, baik dalam Kitab atau

sunnah yang menjelaskan tentang berita berkenaan dengan syetan dan

bahayanya, sekaligus mengandung peringatan keras dari aksinya yang

menyesatkan dan tipu dayanya.

NlahTa'ala berfirman,

" Sesungguhnya syetan iru adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia

musuh (mu), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya meng4jak

golongannya anpaya nrercla nre4idi pnghuni rcrata ya,g nrenyala-n1ala."

(Fathir:6)

Nlah Ta' ala ju ga berfi rman menceritakan tentan g syeta n itu,

"Iblis menjawab, 'Karena Engkau telah menghukunku tersesat, aku

benar-bnar akan (menghalang-halang) mereka dari jalan Engkau yang

lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari

belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak

akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taaO.,. (Al-A,raf:

t6-17)

Nlahra'alajuga berfirman menceritakan tentang mereka itu pula,

" Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membang￾kitkan ilgan-angan kosong pada mereka dan akan mensruruh mereka

(memotong telinga-telinga binatang ternakl, lalu mereka benar-bnar

memotongnya, dan akan aku sunth mereka (merubah ciptaan Attah),

lalu bnar-bnar mereka merubahnya. 'Barangsiapa yang menjadikan

syetan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia nrenderia

kentgian yang nyata. syean itu memberikan janji-janji kepada mereka

dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahat syekn

itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan blaka.' (An￾Nisa: 119-l2O)

sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan syetan telah dijelaskan oleh Kitab

Nlah ra'ala dan sunnah Rasulullah s lallallahu Alaihi wa sallam dengan

sangat rinci karena tingkat bahayanya bagi para hamba di dunia dan di

akhirat, agar mereka mengetahuijalan yang bathil sebagai lawan jalan

yang baik sehingga ia dapat menjauhinya.

Dalil-dalilitumunculdenganmembawalarangankerasdariber￾bagai bentuk keyakinan dan perbuatan tertentu karena di dalamnya ter￾dapat sikap menyerupai syetan. Dengan mengamati dalil-dalil itu, maka

kita mengetahuibahwa dalil-daliltersebut ada dua macam:

Pertama. Dalil-dalil yang mengandung berbagai macam bentuk

keyakinandanperbuatanyangdipropagandakanolehsyetandandengan￾nyasyetanmelakukantipudayanya.Syetanselalumenyebarkannyadan

mendulungnya dengan segala alasannya. Dalil-dalilitu disitir dalam ber￾bagai teks dengan bentuk yang sedemikian itu'

Sehinggaorangyangbersifatdengansifat-sifatitupadahakikatnya

menjadiSerupaaengensyetan.Karenasyetanitutidakmemerintahkan

sesuatu, melainkan setelah ia melakukannya'

lmamNajmuddinAl.GhaziberkatabahwasebagaimanaRasulullah

stallatlahu Alaihi wa sallamtidak menyeru kepada petunjuk dan jalan

lurus, melainkan beliau menitinya sebagai pengamalan firman Nlah Ta, ala,

"...Danteaplahsebagaimanadiperinahkankepadamu"""(Asy￾SYura: 15)

YangdemikianituagarlebihmenarikSemuamanusiauntukmeng￾ikuti dan mendorong mereka untuk menitijaran yang beliau seru kepada￾nya. Karena orang yang diseru menuju suatu jalan' maka hatinya akan

menjaditenanguntukmenitinyajikatelahmengetahuibahwaPenyerunya

telah menitinya terlebih dahulu, dan tidak akan merasa tenang hatinya

ketikamengetahuibahwaPenyerusendiribelumpernahmenitinyadan

tidakmelewatinya.Olehkarenaitu,AllahTb'alaberfirman'

* sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu ...." (Al-Ahzab: 2l)

Demikian pula syetan, tidak pemah mengajakkepada sesuatu me￾lainkaniatelahturundanmelakr'rkannya.Yangdemikianituagarlebih

tajamdatammenyesatkandanmenjerumuskan.Karenarasamalutelah

hilang dari syetanilr yang demikianlah