Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 32. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yosua Hakim Hakim Rut 32. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

Yosua Hakim Hakim Rut 32


 sat ini digambarkan se-

cara panjang lebar di sini. Jaminan keberhasilan yang telah di-

berikan Allah kepada mereka dalam peperangan hari ini 

bukannya membuat mereka lalai dan gegabah, namun  justru 

membuat semua kepala dan tangan bekerja untuk mewujud-

kan apa yang telah dijanjikan Allah. 

(1) Cermatilah cara yang mereka pakai. Sekumpulan tentara 

Israel menghadap kota Gibea, seperti yang telah mereka 

lakukan sebelumnya, bergerak maju menuju pintu gerbang 

(ay. 30). Bani Benyamin, yang bala tentaranya sekarang 

bermarkas di Gibea, menyerbu mereka, dan menyerang 

mereka dengan gagah berani. Para pengepung dari pihak 

Israel pun mundur, lari tunggang-langgang, seolah-olah 

hati mereka menjadi tawar saat   melihat bani Benyamin. 

Tindakan ini dipercayai begitu saja oleh bani Benyamin, 

yang dengan bangga membayangkan, bahwa dengan keber-

hasilan sebelumnya, mereka telah menjadi orang-orang 

yang sangat menakutkan. Pasukan Israel mengalami kehi-

langan dalam pelarian pura-pura ini, yaitu sekitar tiga pu-

luh orang dibinasakan di barisan belakang mereka (ay. 31, 

39). Akan namun , saat   semua orang Benyamin dipancing 

keluar dari kota, para penghadang Israel pun menyerbu 

kota itu (ay. 37), memberikan isyarat kepada kumpulan 

tentara Israel (ay. 38, 40), yang segera berbalik menyerang 

bani Benyamin (ay. 41). Dan, sepertinya, kumpulan besar 

lain dari pihak Israel yang ditempatkan di Baal-Tamar me-

nyerang bani Benyamin pada saat yang sama (ay. 33). 

Dengan begitu, bani Benyamin benar-benar terkepung, se-

hingga mereka menjadi kalang kabut sejadi-jadinya. Rasa 

bersalah sekarang membuat mereka kecil hati, dan sema-

kin tinggi harapan mereka terangkat, semakin menyakitkan 

rasa malu ini. Pada awalnya pertempuran itu dahsyat (ay. 

34), bani Benyamin berperang dengan ganas. Akan namun , 

saat   tersadar betapa mereka sudah masuk perangkap, 

mereka berpikir bahwa sepasang kaki, seperti kita berkata, 

sama nilainya dengan dua pasang tangan, dan mereka pun 

kabur sedapat-dapatnya ke arah padang gurun (ay. 42). 

namun  itu sia-sia saja: pertempuran itu tidak dapat dihindari 

mereka. Dan, untuk melengkapi kesusahan mereka, orang-

orang dari kota-kota Israel, yang menunggu untuk melihat 

bagaimana akhir pertempuran itu, bergabung bersama 

orang-orang yang mengejar mereka, dan membantu mem-

binasakan mereka. Setiap tangan ikut melawan mereka. 

(2) Cermatilah dalam cerita ini,  

[1] Bahwa bani Benyamin, pada awal pertempuran, yakin 

bahwa hari itu akan menjadi milik mereka: Orang-orang 

itu telah terpukul kalah oleh kita (ay. 32, 39). Adakala-

nya Allah membiarkan orang-orang fasik terangkat da-

lam keberhasilan dan harapan,supaya  kejatuhan mere-

ka bisa menjadi lebih sakit. Lihatlah betapa singkatnya 

kegembiraan mereka, dan sorak-sorak kemenangan me-

reka hanyalah sesaat. Orang yang baru menyandangkan 

pedang janganlah memegahkan diri, kecuali ia mempu-

nyai alasan untuk bermegah di dalam Allah.  

[2] Malapetaka ada di dekat mereka, namun mereka tidak 

mengetahuinya (ay. 34). namun  mereka melihat (ay. 41), 

sesudah  terlambat untuk mencegahnya, bahwa mala-

petaka datang meinimpa mereka. Malapetaka apa yang 

sewaktu-waktu ada di dekat kita, tidak dapat kita keta-

hui, namun  semakin kita tidak takut akan malapetaka 

itu, semakin berat malapetaka itu menimpa kita. Para 

pendosa tidak mau diinsafkan untuk melihat mala-

petaka yang ada di dekat mereka, namun  sungguh me-

ngerikan saat   malapetaka itu datang dan tidak ada 

jalan untuk luput! (1Tes. 5:3).  

[3] Meskipun orang-orang Israel melakukan bagian mereka 

dengan sangat baik dalam pertempuran ini, namun 

kemenangan itu dipandang berasal dari Allah (ay. 35): 

TUHAN membuat suku Benyamin terpukul kalah oleh 

Kitab Hakim-hakim 20:26-48 

orang Israel. Pertempuran itu yaitu  pertempuran-Nya, 

dan begitu pula dengan keberhasilannya.  

[4] Mereka menginjak-injak suku Benyamin dengan mudah-

nya saat   Allah berperang melawan mereka (ay. 43, KJV). 

Mudah saja untuk menginjak-injak orang-orang yang 

menjadikan Allah sebagai musuh mereka (Lih. Mal. 4:3). 

II. Bagaimana kemenangan itu direbut dan hukuman dijatuhkan ke 

atas para pendosa melalui perang ini.  

1. Gibea itu sendiri, sarang kemesuman itu, dihancurkan per-

tama-tama. Para penghadang yang memasuki kota secara 

mengejutkan itu bergerak maju, yaitu, berpencar ke sejumlah 

penjuru kota, yang dapat mereka lakukan dengan mudah, 

sebab  sekarang semua prajurit Benyamin telah keluar untuk 

menyerang dan meninggalkan kota itu tanpa pertahanan. Para 

penghadang itu memukul semua yang mereka temui, bahkan 

perempuan dan anak-anak, dengan mata pedang (ay. 37), dan 

membakar kota itu (ay. 40). Dosa membawa kehancuran atas 

kota-kota.  

2. Pasukan Benyamin yang bertempur di medan perang kalah 

telak dan dibinasakan: delapan belas ribu orang gagah per-

kasa terkapar mati di tempat (ay. 44).  

3. Orang-orang Benyamin yang melarikan diri dari medan perang 

dikejar, dan dipukul mati dalam pelarian mereka, semuanya 

berjumlah 7.000 orang (ay. 45). Tidak ada gunanya coba-coba 

kabur dari pembalasan ilahi. Orang berdosa dikejar oleh mala-

petaka, dan malapetaka itu akan menyusul mereka.  

4. Bahkan orang-orang Benyamin yang tinggal di rumah tidak 

luput dari kehancuran itu. Orang Israel membiarkan pedang 

mereka makan terus-menerus, tanpa mempertimbangkan bah-

wa kepahitan datang pada akhirnya, seperti yang diserukan 

Abner lama sesudahnya, saat   ia menjadi kepala pasukan 

bani Benyamin, mungkin dengan pandangan yang tertuju 

tepat pada cerita ini (2Sam. 2:25-26). Mereka menumpas 

dengan pedang segala yang bernafas, dan membakar segala 

kota (ay. 48). Dengan begitu, dari semua suku Benyamin, se-

panjang yang bisa disaksikan, tidak tersisa orang yang hidup 

kecuali 600 orang yang berlindung di bukit batu Rimon, dan 

tinggal di sana selama empat bulan (ay. 47). Nah,  

(1) Sulit untuk membenarkan tindak kekerasan ini, sebab  

dilakukan oleh Israel. Seluruh suku Benyamin memang 

bersalah, namun  haruskah sebab  itu mereka diperlakukan 

seperti orang Kanaan yang dikhususkan untuk ditumpas? 

Alasan bahwa itu dilakukan dalam panasnya perang, bah-

wa ini yaitu  cara memburu kemenangan yang sudah bia-

sa dilakukan pedang Israel, bahwa orang-orang Israel luar 

biasa geram terhadap bani Benyamin atas pembantaian 

yang telah mereka lakukan di antara orang Israel dalam 

dua pertempuran sebelumnya, semuanya hanyalah alasan 

saja untuk membenarkan kejamnya pelaksanaan hukuman 

mati ini. Memang benar mereka telah bersumpah bahwa 

siapa saja yang tidak maju ke Mizpa harus dihukum mati 

(21:5). Akan namun , kalaupun itu yaitu  sumpah yang da-

pat dibenarkan, sumpah itu hanya berlaku untuk para 

prajurit, rakyat selebihnya tidak seharusnya diharapkan 

untuk maju. Namun demikian,  

(2) Mudah untuk membenarkan ada tangan Allah di dalamnya. 

Suku Benyamin telah berdosa terhadap-Nya, dan Allah telah 

mengancam bahwa, jika mereka melupakan-Nya, mereka 

akan binasa seperti bangsa-bangsa yang ada di hadapan me-

reka (Ul. 8:20), yang semuanya dibinasakan dengan cara ini.  

(3) Mudah juga untuk memandang hal ini sebagai peringatan 

terhadap permulaan-permulaan dosa: Permulaan dosa itu 

seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum mulai, 

sebab kita tidak tahu apa yang akan menjadi kesudahan-

nya. Kebinasaan kekal jiwa-jiwa akan lebih buruk, dan le-

bih menakutkan daripada semua kehancuran yang menim-

pa satu suku ini. Perkara Gibea ini dibicarakan dua kali 

oleh nabi Hosea sebagai awal dari kebobrokan Israel dan 

merupakan contoh dari segala kebobrokan yang ditiru 

sesudahnya (Hos. 9:9): Busuk sangat perbuatan mereka 

seperti pada hari-hari Gibea. Dan sejak hari Gibea engkau 

telah berdosa (Hos. 10:9). Dan ditambahkan (KJV), bahwa 

perang melawan orang-orang curang  di Gebea tidak juga, 

yaitu, pada awalnya, membuat mereka takut. 

 

PASAL  2 1  

ehancuran suku Benyamin telah kita baca di dalam pasal sebe-

lumnya. Sekarang kita membaca, 

I. Ratapan orang Israel atas kehancuran ini (ay. 1-4, 6, 15).  

II. Bantuan yang mereka buat bagi 600 orang suku Benyamin 

yang berhasil lolos, yaitu untuk mendapatkan istri bagi mereka,  

1.  Dari gadis-gadis Yabesh-Gilead, saat   mereka menghan-

curkan kota tersebut sebab  tidak mengirim utusan ke 

pertemuan jemaat (ay.5, 7-14).  

2. Dari anak-anak perempuan Silo (ay. 16-25). Dan dengan 

begini berakhirlah kisah yang menyedihkan ini.  

Ratapan atas Suku Benyamin;  

Istri Dicarikan bagi Suku Benyamin  

(21:1-15) 

1 Orang-orang Israel telah bersumpah di Mizpa, demikian: “Seorang pun dari 

kita takkan memberikan anaknya perempuan kepada seorang Benyamin 

menjadi isterinya.” 2 saat   bangsa itu datang ke Betel dan tinggal di situ di 

hadapan Allah sampai petang, maka mereka pun menyaringkan suaranya 

menangis dengan sangat keras, 3 katanya: “Mengapa, ya TUHAN, Allah Israel, 

terjadi hal yang begini di antara orang Israel, yakni bahwa hari ini satu suku 

dari antara orang Israel hilang?” 4 Keesokan harinya pagi-pagi maka bangsa 

itu mendirikan mezbah di situ, lalu mempersembahkan korban bakaran dan 

korban keselamatan. 5 Pada waktu itu berkatalah orang-orang Israel: “Siapa-

kah dari seluruh suku Israel yang tidak ikut datang dengan jemaah ini untuk 

menghadap TUHAN?” Sebab mereka telah bersumpah dengan sungguh-

sungguh mengenai orang yang tidak datang menghadap TUHAN di Mizpa, 

demikian: “Pastilah ia dihukum mati.” 6 Orang-orang Israel merasa kasihan 

terhadap suku Benyamin, saudaranya itu, maka kata mereka: “Hari ini ada 

satu suku terputus dari orang Israel. 7 Apakah yang dapat kita lakukan ke-

pada orang-orang yang tinggal itu dalam hal mencarikan isteri, sebab  kita-

lah yang bersumpah demi TUHAN untuk tidak memberikan seorang pun dari 

anak-anak perempuan kita kepada mereka menjadi isterinya?” 8 Sebab itu 


berkatalah mereka: “Dari suku-suku Israel adakah satu yang tidak datang 

menghadap TUHAN di Mizpa?” Lalu tampaklah, bahwa dari Yabesh-Gilead 

tidak ada seorang pun yang datang ke perkemahan jemaah itu. 9 Lalu 

diperiksa jumlah bangsa itu, dan tampaklah tidak hadir seorang pun dari 

penduduk Yabesh-Gilead. 10 Maka perkumpulan itu menyuruh ke situ dua 

belas ribu orang dari orang-orang gagah perkasa dengan memerintahkan 

kepada mereka, demikian: “Pergilah, pukullah penduduk Yabesh-Gilead 

dengan mata pedang, juga perempuan-perempuan dan anak-anak. 11 namun  

perbuatlah begini: hanya semua laki-laki sajalah dan semua perempuan yang 

telah pernah tidur dengan laki-laki harus kamu tumpas.” 12 Mereka menjum-

pai di antara penduduk Yabesh-Gilead empat ratus orang anak gadis, pera-

wan yang belum pernah tidur dengan orang laki-laki, lalu gadis-gadis itu 

dibawa mereka ke perkemahan di Silo, di tanah Kanaan. 13 Sesudah itu 

segenap umat itu menyuruh orang membawa pesan kepada bani Benyamin 

yang ada di bukit batu Rimon, lalu memaklumkan damai kepada mereka.  

14 Pada waktu itu kembalilah suku Benyamin, dan kepada mereka diberikan 

perempuan-perempuan yang telah dibiarkan hidup dari antara perempuan 

Yabesh-Gilead; namun  belum cukup juga jumlahnya bagi mereka. 15 Maka 

bangsa itu merasa kasihan kepada suku Benyamin, sebab  TUHAN telah 

membuat keretakan di antara suku-suku Israel. 

Kita dapat mengamati di dalam ayat-ayat di atas ini,  

I. Kemarahan berapi-api yang ditunjukkan oleh orang-orang Israel 

terhadap kejahatan orang-orang Gibea, sebab  mereka didukung 

oleh suku Benyamin. Ada dua alasan disebutkan di sini mengapa 

kemarahan ini timbul. Alasan ini tidak kita temukan sebelumnya. 

Alasannya yaitu ,  

1. Sementara pertemuan umum jemaah sedang berkumpul ber-

sama dan sedang menunggu seluruh perwakilan sebelum 

mereka akan memulai, mereka telah mengikat diri dengan rasa 

benci yang besar, yang mereka sebut sumpah, untuk sama 

sekali membinasakan seluruh isi kota yang tidak mengirimkan 

perwakilan orang laki-laki dalam jumlah tertentu. Mereka juga 

telah bersumpah untuk menjatuhi hukuman kutuk kepada 

mereka yang menolak untuk datang (ay. 5). Sebab, mereka 

memandang orang-orang yang tidak mau datang sebagai tidak 

memiliki kemarahan atas kejahatan yang telah dilakukan 

orang Gibea, tidak ada perhatian untuk melindungi bangsa 

Israel dari hukuman Allah dengan menjalankan keadilan, atau 

tidak menghargai kekuasaan yang telah disepakati bersama, 

yang memanggil semua orang untuk datang berkumpul.  

2. sesudah  orang Israel bertemu dan mendengar perkaranya, me-

reka mengadakan sumpah bahwa tak satu pun dari seluruh 

ribuan orang Israel yang hadir atau siapa pun yang mereka 

Kitab Hakim-hakim 21:1-15 

wakili, tidak bermaksud untuk mengikat keturunan mereka, 

tidak akan memberikan anaknya perempuan kepada seorang 

Benyamin menjadi isterinya (ay. 1). Hal ini dijadikan suatu ke-

tentuan perang, bukan dengan suatu rancangan untuk me-

musnahkan suku tersebut, namun  sebab  secara umum mere-

ka akan memperlakukan orang-orang yang menjadi pelaku 

dan kaki tangan kejahatan ini dalam segala hal seperti mereka 

telah memperlakukan bangsa Kanaan, yang menjadi tidak 

hanya kewajiban mereka untuk membinasakannya, namun  juga 

larangan untuk mengambil istri dari antara mereka. Secara 

khusus mereka menghakimi orang-orang Benyamin itu seba-

gai tidak layak untuk menikah dengan seorang putri Israel, 

sebab  telah dengan sedemikian biadabnya melecehkan salah 

satu dari kaum yang lemah. sebab  itu, bagi mereka, tidak 

ada yang bisa dilakukan lagi terhadap perbuatan yang sedemi-

kian rendah dan jahat ini, yang akal budinya benar-benar te-

lah kehilangan semua kehormatan dan kebajikan sama sama 

sekali. Kita dapat menduga potongan-potongan tubuh istri 

orang Lewi yang disebarkan kepada beberapa suku Israel itu 

telah memicu semua kemarahan yang amat sangat ini. Ini 

jauh lebih hebat pengaruhnya daripada sekadar kata-kata 

yang menceritakan apa yang terjadi, meski didukung dengan 

bukti-bukti yang benar. Betapa mata sungguh memengaruhi 

hati.  

II. Keprihatinan mendalam yang diungkapkan oleh orang Israel atas 

kehancuran suku Benyamin saat   hal itu terjadi. Amatilah,  

1. Luapan kemarahan orang Israel terhadap kejahatan suku Be-

nyamin tidaklah setinggi dan sekuat saat   kehancuran suku 

itu terjadi. Bangsa itu merasa kasihan kepada suku Benyamin 

(ay. 6, 15). Mereka tidak merasa kasihan atas semangat me-

reka melawan dosa. Ada suatu kemarahan suci terhadap dosa, 

hasil dari dukacita menurut kehendak Allah, yang memimpin 

kepada keselamatan, yang tidak akan disesalkan (2Kor. 7:10-

11). Namun mereka berdukacita atas akibat yang menyedih-

kan dari apa yang telah mereka lakukan, bahwa mereka mem-

bawa perkara itu lebih jauh dari yang semestinya atau yang 

perlu. Sebenarnya sudah cukup untuk membinasakan segala 

yang mereka tangkap dengan tangan. Mereka tidak perlu 

membinasakan para suami dan para gembala, para ibu dan 

anak-anak. Perhatikanlah,  

(1) Mungkin saja terjadi perbuatan yang berlebihan saat   me-

lakukan perbuatan yang baik. Kita harus sangat berhati-

hati dalam mengatur api semangat dalam bertindak, ja-

ngan sampai yang apa tampaknya rohani berubah menjadi 

tidak wajar dalam dampaknya. Apa yang saleh tidak akan 

menyakiti manusia. Banyak peperangan yang dimulai de-

ngan baik namun  berakhir dengan sangat menyedihkan.  

(2) Dalam menegakkan keadilan pun kita harus menunjukkan 

kasih dan belas kasihan. Allah tidak senang saat   meng-

hukum, maka demikian pula seharusnya dengan manusia.  

(3) Kasih yang kuat mendatangkan pertobatan. Apa yang kita 

katakan dan lakukan dalam suatu kemarahan, biasanya 

akan ditenangkan kembali saat   pikiran kita lebih tenang.  

(4) Dalam suatu peperangan rakyat (menurut kebiasaan kera-

jaan Romawi), kemenangan tidak boleh dirayakan dengan 

gegap gempita, sebab, pihak mana pun yang menang, rak-

yatlah yang rugi, seperti yang terjadi di sini dengan orang 

Israel, ada satu suku dari antara orang Israel yang hilang. 

Apa untungnya bagi tubuh jika anggota-anggota tubuh sa-

ling menghancurkan? Sekarang, 

2. Bagaimana orang Israel mencurahkan kegundahan hati mere-

ka?   

(1) Dengan penyesalan mereka atas keretakan yang mereka 

perbuat. Mereka datang ke rumah Allah, untuk membawa 

segala keraguan mereka di sana, semua perkara mereka, 

semua keprihatinan mereka, dan semua kesedihan mereka. 

Yang terdengar di sana bukan suara sukacita dan puji-pu-

jian, namun  hanya ratapan semata, dan perkabungan, serta 

seruan celaka: Mereka menyaringkan suaranya menangis 

dengan sangat keras (ay. 2), terutama tidak untuk keempat 

puluh ribu orang yang telah hilang, jumlah ini hanya 

sedikit saja di antara sebelas suku, namun  untuk seluruh 

kehancuran yang menimpa salah satu suku mereka. 

Sebab, inilah keluhan yang mereka curahkan di hadapan 

Allah (ay. 3): Satu suku hilang. Allah telah memelihara se-

tiap suku. Jumlah mereka yang dua belas itu yaitu  nama 

Kitab Hakim-hakim 21:1-15 

yang dengannya mereka dikenal. Setiap suku memiliki pos 

yang ditetapkan bagi mereka dalam perkemahan, dan na-

manya terukir pada tutup dada jubah imam besar. Setiap 

suku memperoleh berkat dari Yakub dan Musa. sebab  itu, 

sungguh akan menjadi celaan yang tidak dapat dimaafkan 

bila salah satu dari mereka harus keluar dari kumpulan 

duabelas suku ini. Janganlah sampai mereka kehilangan 

salah satu dari antara duabelas itu, terutama suku Benya-

min, yang termuda, anak yang paling disayang oleh Yakub 

bapak leluhur mereka. Selain itu, mereka juga harus saling 

menyayangi. Jika Benyamin tidak ada, apa jadinya dengan 

Yakub? Benyamin akan menjadi seorang Benoni, anak laki-

laki di sebelah kanan, seorang putra kesedihan! Dalam ke-

sulitan inilah mereka mendirikan sebuah mezbah, bukan 

untuk bersaing dengan, namun  untuk bergabung bersama 

dengan mezbah yang telah ditegakkan di pintu kemah suci, 

yang tidak cukup besar untuk menampung semua korban 

yang telah mereka bawa. Sebab mereka mempersembahkan 

korban bakaran dan korban pendamaian, untuk mengucap 

syukur atas kemenangan mereka, namun  juga untuk mene-

bus kebodohan mereka sendiri dalam mengejar kemenang-

an itu, dan untuk memohon dengan sangat belas kasihan 

ilahi dalam kesulitan mereka sekarang. Setiap hal yang 

mendukakan kita harus membawa diri kita kepada Allah.  

(2) Melalui perjanjian damai dengan sisa orang-orang Gibead 

yang melarikan diri dan bersembunyi ketakutan di bukit 

batu Rimon. Orang Israel mengirim orang ke sana dengan 

pesan untuk menjamin keselamatan mereka, dengan iman 

bersama, bahwa mereka tidak akan lagi memperlakukan 

mereka sebagai musuh, melainkan menerima mereka seba-

gai saudara (ay. 13). Kejatuhan teman-teman seharusnya 

menjadi pembaruan persahabatan. Bahkan mereka yang 

telah berdosa, saat   akhirnya bertobat, harus diampuni 

dan dihiburkan (2Kor. 2:7).  

(3) Dengan perhatian yang mereka berikan untuk menyedia-

kan para istri bagi orang-orang Benyamin,supaya  suku itu 

dapat dibangun kembali, dan keruntuhannya diperbaiki. 

Seandainya bangsa Israel hanya mencari kepentingan diri 

sendiri, maka secara diam-diam mereka tentu akan senang 

dengan lenyapnya kaum-kaum Benyamin, sebab lalu  

tanah yang diundikan bagi mereka akan beralih tangan 

kepada suku-suku selebihnya, ob defectum sanguinis – ka-

rena kekurangan yang dialami ahli-ahli waris, dan dengan 

mudah disita sebab  tidak ada penghuni. namun  tidak 

patutlah disebut orang Israel sejati, jika seseorang mening-

gikan dirinya di atas kehancuran sesamanya. Sama sekali 

tidak tebersit rencana semacam ini, sehingga setiap orang 

berusaha menemukan jalan dan sarana guna membangun 

kembali suku ini. Semua wanita dan anak-anak Benyamin 

telah dibunuh, dan orang Israel telah bersumpah untuk 

tidak menikahkan anak-anak perempuan mereka kepada 

laki-laki Benyamin. Orang Israel dilarang untuk menikah 

dengan orang-orang Kanaan. Jadi mereka tidak boleh 

membiarkan orang Benyamin menikah dengan orang-orang 

Kanaan, sebab  itu sama saja dengan meminta mereka 

untuk mengikuti allah lain. Jadi, apa yang harus mereka 

lakukan untuk mencarikan istri bagi orang-orang Be-

nyamin yang tersisa itu? Sementara orang-orang Benyamin 

dengan ketakutan bersembunyi di bukit sebab  takut sau-

dara-saudara mereka berencana untuk menghancurkan 

mereka, pada saat yang sama pula orang Israel membuat 

rencana untuk menolong mereka. Dan inilah yang terjadi:  

[1] Ada sedikit kebutuhan akan keadilan untuk dilakukan 

terhadap kota Yabesh-Gilead, yang termasuk suku Gad, 

di seberang sungai Yordan. Keadilan ini dirasakan perlu 

sesudah  ketahuan (20:2), bahwa tak seorang pun dari 

kota tersebut yang datang dalam pertemuan jemaat (ay. 

8-9), maka lalu  diputuskan, sebelum tampak jelas 

siapa yang tidak hadir, bahwa kota mana pun dari 

Israel yang bersalah atas penghinaan terhadap otoritas 

dan kepentingan bersama, maka kota itu harus terku-

tuk. Yabesh-Gilead berada di bawah hukuman yang 

berat, yang sama sekali tidak boleh dibiarkan. Orang-

orang yang telah membiarkan orang-orang Kanaan 

hidup di banyak tempat, yang sebenarnya ditentukan 

untuk dihancurkan oleh perintah ilahi, tidak bersedia 

membiarkan hidup saudara-saudara mereka yang telah 

ditetapkan oleh kutukan mereka sendiri. Mengapa me-

Kitab Hakim-hakim 21:1-15 

reka sekarang tidak mengirim orang-orang untuk men-

cabut orang-orang Yebus keluar dari Yerusalem, pada-

hal sebab  merekalah orang-orang Lewi yang malang itu 

dipaksa melarikan diri ke Gibea?  (19:11-12). Manusia 

umumnya lebih bersemangat untuk mendukung kekua-

saannya sendiri daripada kekuasaan Allah. Begitulah, 

orang Israel lalu mengutus suatu detasemen pasukan 

berjumlah 12.000 orang ke Yabesh-Gilead untuk meng-

hukum penduduknya. Sebelum ini mereka mengirim-

kan pasukan yang besar saat   menyerang Gibea, namun  

sekarang mereka sadar itu terlalu banyak untuk Allah, 

jadi kali ini mereka hanya mengirimkan sedikit pasukan 

saja ke Yabesh-Gilead (ay. 10). Tujuan mereka yaitu  

untuk membunuh dengan pedang semua orang laki-

laki, perempuan dan anak-anak (ay. 11), menurut hu-

kum (Im. 27:29), Setiap orang yang dikhususkan, yang 

harus ditumpas di antara manusia, tidak boleh ditebus, 

pastilah ia dihukum mati.  

[2] Suatu rancangan jahat dibuat demi menyediakan istri 

bagi orang-orang Benyamin. saat   Musa mengutus 

jumlah pasukan yang sama untuk membalaskan den-

dam bagi TUHAN terhadap  orang Midian, perintah yang 

sama juga diberikan di sini, bahwa semua perempuan 

yang pernah menikah harus dibunuh bersama dengan 

suami mereka, sebagai satu-kesatuan, namun  yang 

anak-anak gadis harus dibiarkan hidup (31:17-18). Pe-

ristiwa ini dijadikan contoh untuk mendukung pembe-

daan yang dibuat di sini antara seorang istri dan se-

orang gadis (ay. 11-12). Empat ratus gadis yang belum 

menikah ditemukan di Yabesh-Gilead, dan mereka dini-

kahkan dengan begitu banyak orang laki-laki Benyamin 

yang masih bertahan hidup (ay. 14). Orangtua mereka 

tidak ada saat   sumpah dibuat untuk menikah dengan 

orang Benyamin, sehingga mereka tidak berada di 

bawah kewajiban apa pun oleh pernikahan tersebut. 

Selain itu, sebagai korban pampasan perang, mereka 

ada di bawah kuasa para penakluk. Mungkin perjanjian 

yang diadakan sekarang antara suku Benyamin dan 

Yabesh-Gilead yang disatukan oleh Saul, yang yaitu  

seorang suku Benyamin, lebih menambah peduli terha-

dap tempat tersebut (1Sam. 11:4), kendati sekarang di-

diami oleh keluarga-keluarga baru.  

Gadis-gadis dari Silo 

(21:16-25) 

16 lalu  berkatalah para tua-tua umat itu: “Apakah yang dapat kita 

lakukan kepada yang tinggal ini dalam hal mencarikan isteri? Sebab perem-

puan-perempuan telah punah dari antara suku Benyamin.” 17 Lagi kata 

mereka: “Warisan orang-orang yang terluput itu haruslah tetap tinggal pada 

suku Benyamin,supaya  jangan ada suku yang terhapus dari antara orang 

Israel. 18 namun  kita ini tidak dapat memberikan isteri kepada mereka dari 

anak-anak perempuan kita.” Sebab orang-orang Israel telah bersumpah, 

demikian: “Terkutuklah orang yang memberikan isteri kepada suku Be-

nyamin!” 19 Lalu kata mereka pula: “Setiap tahun ada perayaan bagi TUHAN 

di Silo yang letaknya di sebelah utara Betel, di sebelah timur jalan raya yang 

menuju dari Betel ke Sikhem dan di sebelah selatan Lebona.” 20 Maka mereka 

berpesan kepada bani Benyamin, demikian: “Pergilah menghadang di kebun-

kebun anggur. 21 Perhatikanlah baik-baik; maka jika  anak-anak perem-

puan Silo keluar untuk menari-nari, baiklah kamu keluar dari kebun-kebun 

anggur itu, dan masing-masing melarikan seorang dari anak-anak perem-

puan Silo itu menjadi isterinya dan pergi ke tanah Benyamin. 22 jika  ayah 

atau saudaranya laki-laki datang untuk menuntutnya kepada kami, maka 

kami akan berkata kepada mereka: Serahkanlah mereka itu kepada kami 

dengan rela hati, sebab dalam pertempuran kita tidak dapat menangkap 

seorang perempuan untuk menjadi isteri mereka masing-masing. Memang 

kamu ini tidak memberikan anak-anak gadis itu kepada mereka; sebab 

seandainya demikian, kamu bersalah.” 23 Jadi bani Benyamin berbuat demi-

kian; dari gadis-gadis yang menari-nari yang dirampas itu mereka mengambil 

perempuan, jumlahnya sama dengan jumlah mereka, lalu  pulanglah 

mereka ke milik pusakanya lalu membangun kota-kotanya kembali dan diam 

di sana. 24 Pada waktu itu pergilah orang Israel dari sana, masing-masing 

menurut suku dan kaumnya; mereka masing-masing berangkat dari sana ke 

milik pusakanya. 25 Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; 

setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri. 

Kita menemukan di sini cara yang diambil untuk menyediakan istri 

bagi 200 orang Benyamin yang belum beristri. Dan, kendati suku itu 

sudah berkurang menjadi suatu jumlah yang kecil, setiap orang laki-

lakinya hanya disediakan dengan seorang istri, bukan dengan banyak 

istrisupaya  lebih cepat melipatgandakan keturunan mereka. Orang 

Israel tidak dapat memberikan gadis-gadis mereka kepada orang-

orang Benyamin, untuk memenuhi sumpah mereka, namun tetap 

saja mereka menikahkan sejumlah anak-anak gadis mereka dengan 

orang Benyamin dengan cara merampas anak-anak gadis itu dan 

menikahi mereka. Persetujuan dari orang tua anak-anak gadis itu

Kitab Hakim-hakim 21:16-25 

diminta ex post facto – sesudahnya. Semakin sedikit pertimbangan 

dipikirkan sebelum membuat suatu janji, umumnya semakin banyak 

usaha untuk menjaganya.  

I. Peristiwa yang memberi kesempatan untuk merampas anak-anak 

gadis ini yaitu  sebuah pesta tari-tarian di Silo, di ladang-ladang, 

di mana semua gadis muda di kota itu dan tetanggannya datang 

berkumpul untuk menari-nari, untuk menghormati perayaan bagi 

TUHAN, mungkin perayaan hari raya Pondok Daun (ay. 19), sebab 

pesta tersebut (kata Uskup Patrick) yaitu  satu-satunya kesempat-

an di mana para gadis Yahudi diizinkan untuk menari. Namun tari-

tarian itu terutama bukan untuk bersuka-ria mengungkapkan rasa 

sukacita yang kudus, seperti Daud saat   dia menari di depan 

tabut perjanjian, sebab saat itu negeri sedang dilanda kesedihan, 

sehingga tidak patut ada suka-ria (bdk. Yes. 22:12-13). Tariannya 

sangat sederhana dan tidak menggoda, bukan tari-tarian antara 

pasangan laki dan perempuan. Tidak ada laki-laki yang menari 

dengan gadis-gadis Silo ini. Orang perempuan yang sudah menikah 

juga tidak lupa daratan sampau ikut bergabung dengan gadis-gadis 

ini. Namun demikian, sebab  acara ini dilakukan di tempat umum, 

maka anak-anak gadis itu menjadi mangsa empuk bagi orang-

orang yang sudah merancangkan sesuatu terhadap mereka. Seba-

gaimana yang diamati oleh Uskup Hall, bahwa Sergapan mendadak 

roh-roh jahat akan membawa pergi banyak jiwa dari keadaan 

menari-nari menuju kehancuran yang menakutkan. 

II. Tua-tua Israel memberikan kewenangan kepada para lelaki Be-

nyamin untuk berbuat demikian, menghadang di kebun-kebun 

anggur yang mengelilingi ladang tempat para gadis biasa menari. 

saat   mereka sedang manari-nari, hampiri mereka dan setiap 

laki-laki menangkap seorang gadis sebagai istrinya, dan langsung 

dibawa pulang ke rumahnya (ay. 20-21). Orang tua dari anak-

anak gadis itu tidak ada di sana, jadi tidak dapat dikatakan 

bahwa mereka menyerahkan anak-anak gadisnya kepada orang-

orang Benyamin itu. Suatu serangan mendadak diikuti perminta-

an maaf sesudahnya yaitu  lebih baik daripada tidak sama se-

kali, untuk menyelamatkan diri dari pelanggaran sumpah. Pada-

hal, yaitu  jauh lebih baik untuk berhati-hati dalam membuat 

sumpah,supaya  tidak ada alasan sesudahnya, seperti yang ter-

jadi di sini, untuk berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau 

khilaf. Inilah cara perjodohan yang sangat tidak masuk akal, 

saat   kasih sayang sepasang muda-mudi dan persetujuan dari 

orangtua dilakukan sesudah perjodohan itu dilakukan. Ini sebuah 

perkara yang sangat tidak biasa, sehingga tidak boleh dipakai 

sebagai contoh. Pernikahan yang tergesa-gesa sering kali menye-

babkan suatu penyesalan di lalu  hari. Penghiburan apakah 

yang dapat diharapkan dari suatu perjodohan yang dilakukan 

dengan paksaan atau tipuan? Para gadis dari Yabesh-Gilead 

dirampas dari tengah-tengah pertumpahan darah dan pembunuh-

an, namun  para gadis dari Silo ini dari tengah-tengah kegembiraan 

dan sukacita. Gadis-gadis pertama punya alasan untuk bersyukur 

sebab  mereka dijadikan rampasan ganti nyawa mereka. namun  

gadis-gadis Silo hanya bisa berharap, semoga mereka mendapat-

kan jodoh mereka, bukan dengan laki-laki yang nasib hidupnya 

malang dan putus asa, seperti yang tampaknya sekarang, yang 

dijemput dari sebuah gua. Semoga mereka mendapatkan jodoh 

laki-laki yang berasal dari suku yang terbaik dan terbesar di 

negeri Israel, seperti yang seharusnya demikian saat   undian 

bagi seluruh suku Benyamin, yang semula terdiri atas 45.600 

orang laki-laki (Bil. 26:41) sekarang dibagi-bagi hanya kepada 600 

orang, yaitu yang masih bertahan hidup.  

III. Orang Israel berusaha untuk menenangkan hati para orangtua 

dari gadis-gadis muda ini. Mengenai pelanggaran terhadap kewe-

nangan ayah mereka, mereka akan dengan mudah memaafkan-

nya saat mereka mempertimbangkan kepada siapa anak perem-

puan mereka dijodohkan dan bahwa mereka akan menjadi ibu-

ibu bagi keturunan suku Benyamin lalu . Namun sumpah 

yang mengikat mereka, untuk tidak memberikan anak-anak pe-

rempuan mereka kepada orang-orang Benyamin, mungkin masih 

tertanam kuat pada diri sebagian di antara mereka yang masih 

punya kesadaran hati nurani. Namun, mereka ini pun berusaha 

menenangkan diri dengan alasan ini:  

1. Bahwa ada kebutuhan mendesak (ay. 22): kita tidak dapat me-

nangkap seorang perempuan untuk menjadi isteri mereka 

masing-masing. Dengan pertanyaan ini, mereka sekarang meng-

akui sudah berbuat jahat dengan membinasakan semua wanita 

suku Benyamin, dan ingin mencari selamat bagi diri sendiri 

Kitab Hakim-hakim 21:16-25 

sebab  sudah bersumpah untuk membinasakan suku itu de-

ngan tidak menjodohkan anak-anak gadis mereka kepada 

suku itu. “Oleh sebab  itu, demi keselamatan kita, yang sa-

ngat kejam, biarlah suku itu tetap menjaga apa yang telah 

mereka peroleh.” Sebab,  

2. Bagi mereka, mereka tidak tegas-tegas melakukan suatu pe-

langgaran terhadap sumpah mereka. Mereka telah bersumpah 

untuk tidak memberikan anak-anak perempuan mereka ke-

pada orang-orang Benyamin, namun  mereka tidak bersumpah 

untuk mengambil kembali anak-anak gadis mereka jika anak-

anak itu direbut secara paksa untuk dijadikan isteri. sebab  

itu, jika di lalu  hari ada kesalahan, maka tua-tua Israel 

yang harus bertanggung jawab, bukan orangtua. Bagi mereka, 

Quod fieri non debuit, factum valet – Apa yang seharusnya tidak 

dilakukan, dipandang sah, jika hal itu dilakukan. Begitulah, 

perbuatan itu telah dilakukan, dan disahkan secara diam-

diam menurut hukum (Bil. 30:4). 

Hal terakhir, sebagai akhir dari semua peristiwa ini kita 

mendapatkan,  

1. Menetapnya kembali suku Benyamin. Sedikit orang yang ter-

sisa telah kembali ke milik pusaka suku itu (ay. 23). Segera 

sesudahnya, dari antara mereka bangkit Ehud, yang terke-

nal dalam generasinya, hakim yang kedua dari Israel (3:15).  

2. Pembubaran tentara Israel dan kepulangan mereka ke 

tanah milik masing-masing (ay. 24). Mereka tidak bertugas 

sebagai pasukan yang tetap, dan tidak bermaksud melaku-

kan perubahan atau mengatur-atur pemerintahan negeri 

Israel. Sebaliknya, saat   tugas pasukan itu telah selesai 

sesuai panggilan mereka, dengan tenang mereka bubar 

dalam damai sejahtera Allah, setiap orang pulang kepada 

keluarganya masing-masing. Pelayanan bagi rakyat tidak 

boleh membuat kita mengabaikan urusan pribadi dan tang-

gung jawab untuk keluarga kita sendiri.  

3. Disebutkan kembali penyebab kekacauan di Israel (ay. 25). 

Meskipun TUHAN yaitu  Raja mereka, setiap orang merasa 

menjadi tuan, seolah-olah tidak ada raja. Terpujilah TUHAN 

atas kuasa pemerintahan-Nya. 

  

 

Tafsiran  

Kitab RUT  

ejarah singkat mengenai urusan rumah tangga sebuah keluarga 

ini memang tepat diletakkan sesudah  Kitab Hakim-hakim, sebab  

peristiwa yang diceritakan terjadi pada zaman para hakim. Sejarah 

singkat ini juga cocok ditempatkan sebelum Kitab Samuel, sebab  

pada bagian penutupnya, kitab ini memperkenalkan tokoh Daud. 

Namun, dalam Kitab Suci mereka, orang Yahudi memisahkan Kitab 

Rut dari Hakim-hakim dan Samuel, dan memasukkannya dalam 

Megilloth atau Gulungan Kitab Suci yang terdiri dari lima kitab, 

dengan urutan: Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, dan Ester. 

Penulis Kitab Rut kemungkinan yaitu  Samuel. Kitab ini tidak 

menceritakan tentang mujizat ataupun hukum, perang ataupun 

kemenangan, bukan juga tentang pergolakan negeri, melainkan per-

tama-tama kesengsaraan Naomi dan diikuti dengan penghiburannya. 

Juga mula-mula pertobatan Rut, lalu disusul dengan kenaikan kedu-

dukannya. Banyak peristiwa semacam ini telah terjadi, yang mungkin 

layak untuk dicatat juga. Namun, Allah memandang kisah yang satu 

ini tepat untuk disampaikan kepada kita. Sejarawan yang biasa saja 

merasa bebas untuk memilih suatu kisah untuk mereka sampaikan, 

apalagi Tuhan Allah. Tujuan kitab ini yaitu  untuk: 

I. Menuntun kita kepada penyelenggaraan Allah, menunjukkan 

betapa penyelenggaraan itu sangat erat dengan persoalan pribadi 

kita, dan mengajar kita untuk tetap melihat penyelenggaraan-Nya 

di tengah semua persoalan tersebut, dan mengakui Allah dalam 

segala jalan kita dan semua peristiwa yang menimpa kita (lihat 

1Sam. 2:7-8; Mzm. 113:7-9). 

II. Memperkenalkan sejarah yang menuntun kepada Kristus yang 

merupakan keturunan dari Rut, yang sebagian silsilahnya meng-

akhiri kitab ini. Dari situlah berasal silsilah dalam Matius 1. 

Dalam pertobatan Rut si orang Moab dan masuknya dia ke dalam 

garis leluhur Mesias, kita melihat sebuah perlambangan akan 

dipanggilnya orang-orang bukan Yahudi ke dalam persekutuan 

dengan Kristus Yesus, Tuhan kita. Kita dapati kesusahan Naomi 

dan Rut dalam pasal  

1.  Contoh kerja keras dan kerendahan hati mereka (ps. 1-2). 

2. Masuknya kedua orang itu ke dalam ikatan dengan Boas (ps. 3).  

3. Dan kebahagiaan mereka menetap dengan Boas (ps. 4).  

4. Ingatlah, bahwa peristiwa ini terjadi di Betlehem, kota tempat 

Penebus kita lahir. 

 

 

 

 

PASAL  1  

Dalam pasal ini dikisahkan tentang kesengsaraan Naomi. 

I. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang tertekan, terpaksa 

mengungsi ke negeri Moab sebab  kelaparan (ay. 1-2). 

II. Sebagai seorang janda dan ibu yang berduka, meratapi 

kematian suami dan dua putranya (ay. 3-5). 

III. Sebagai seorang mertua yang penuh perhatian, ingin berbuat 

baik kepada dua menantu perempuannya. Namun, bagai-

mana melakukan itu di tengah kemiskinan saat ia pulang ke 

negerinya (ay. 6-13). 

IV. Sebagai seorang wanita miskin yang kembali ke tempat pemu-

kimannya semula, disokong oleh kemurahan kawan-kawan-

nya (ay. 19-22). 

Semua kejadian ini sangat menyedihkan hati, dan tampaknya me-

nyerang Naomi, namun  semuanya akhirnya mendatangkan kebaikan. 

Elimelekh dan Naomi; 

Kematian Elimelekh dan Anak-anaknya  

(1:1-5) 

1 Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu 

pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta istrinya dan kedua anaknya 

laki-laki ke daerah Moab untuk menetap di sana sebagai orang asing. 2 Nama 

orang itu ialah Elimelekh, nama isterinya Naomi dan nama kedua anaknya 

Mahlon dan Kilyon, semuanya orang-orang Efrata dari Betlehem-Yehuda; dan 

sesudah  sampai ke daerah Moab, diamlah mereka di sana. 3 lalu  

matilah Elimelekh, suami Naomi, sehingga perempuan itu tertinggal dengan 

kedua anaknya. 4 Keduanya mengambil perempuan Moab: yang pertama 

bernama Orpa, yang kedua bernama Rut; dan mereka diam di situ kira-kira 

sepuluh tahun lamanya. 5 Lalu matilah juga keduanya, yakni Mahlon dan 

Kilyon, sehingga perempuan itu kehilangan kedua anaknya dan suaminya. 


Kalimat pertama menyatakan penanggalan kisah ini. Peristiwa ter-

sebut terjadi pada zaman para hakim memerintah (ay.1), bukan pada 

zaman kekacauan saat   tidak ada raja di antara orang Israel. Tidak 

diceritakan pada masa pemerintahan hakim yang mana peristiwa ini 

terjadi, dan perkiraan para ahli juga sangat tidak menentu. Namun, 

dapat dipastikan pada permulaan zaman para hakim, sebab  Boas 

yang menikahi Rut merupakan anak Rahab, wanita yang menerima 

para pengintai pada masa Yosua. Sebagian orang menduga pada 

zaman Ehud, sebagian lain memperkirakan pada zaman Debora. 

Cendekiawan Uskup Patrick cenderung beranggapan bahwa kisah 

Rut terjadi pada zaman Gideon, sebab hanya pada masa Gideonlah 

diceritakan adanya kelaparan sebab  serangan orang Midian (Hak. 

6:3-4). Selagi para hakim memerintah di kota yang satu dan lainnya, 

Allah sang Penyelenggara memperhatikan Betlehem secara khusus, 

dan mata-Nya tertuju kepada seorang Raja, yakni Mesias sendiri, 

yang harus berasal dari keturunan dua orang bukan Yahudi, yaitu 

Rahab dan Rut. Dalam perikop di atas diceritakan tentang, 

I. Kelaparan di dalam negeri, di tanah Kanaan, tanah yang berlim-

pah-limpah susu dan madunya. Ini merupakan salah satu bentuk 

penghakiman yang Allah telah ancamkan kepada mereka atas 

dosa-dosa mereka (Im. 26:19-20). Ada banyak anak panah dalam 

tabung-Nya. Pada masa hakim-hakim, orang Israel ditindas oleh 

musuh-musuhnya. saat   mereka tidak juga berubah meskipun 

sudah dihukum, Allah pun mendatangkan kelaparan ini, sebab 

saat   Allah menghakimi, Ia akan menang.  saat   tanah itu ada 

kedamaian, hasilnya tidak banyak. Bahkan di Betlehem pun, yang 

artinya rumah roti, ada kekurangan. Tanah yang subur menjadi 

padang asin, untuk memperbaiki dan mengendalikan penghuni-

nya yang hidup bermewah-mewah dan sembrono.  

II. Cerita mengenai sebuah keluarga yang terimpit di tengah kela-

paran. Itulah keluarga Elimelekh. Arti namanya ialah Allahku raja, 

sesuai dengan keadaan Israel sewaktu para hakim memerintah, 

sebab Tuhan yaitu  Raja mereka. Hal ini menenteramkan dia dan 

keluarganya dalam kesengsaraan mereka, yakni bahwa mereka 

memiliki Allah dan Ia memerintah selamanya. Istrinya yaitu  

Naomi, artinya “yang manis” atau “menyenangkan.” Akan namun , 

anak-anak Elimelekh bernama Mahlon dan Kilyon, penyakit dan 

kemusnahan. Mungkin sebab  mereka yaitu  anak-anak lemah 

yang kemungkinan tidak berumur panjang. Begitulah hasil dari 

hal-hal yang menyenangkan, pasti menjadi lesu dan lemah, 

beranjak pudar dan mati. 

III. Kepindahan keluarga ini dari Betlehem ke negeri Moab di sebe-

rang sungai Yordan untuk bertahan hidup, sebab  adanya bahaya 

kelaparan (ay. 1-2). Tampaknya ada kelimpahan di negeri Moab 

sementara tanah Israel sedang kekurangan pangan. Anugerah 

umum penyelenggaraan Allah sering kali dicurahkan jauh lebih 

banyak kepada yang tidak mengenal Allah daripada kepada yang 

mengenal dan menyembah Dia. Moab hidup aman dari sejak masa 

mudanya, sementara Israel dituangkan dari tempayan yang satu 

ke tempayan yang lain (Yer. 48:11), bukan sebab  Allah lebih me-

ngasihi Moab, melainkan sebab  bagiannya yaitu  dalam hidup 

ini. Ke sanalah Elimelekh pergi, bukan untuk menetap seterusnya, 

melainkan untuk singgah sementara selama masa kekurangan. 

Seperti Abraham dahulu pergi ke Mesir, dan Ishak ke tanah 

Kanaan, pada saat mereka juga mengalami hal serupa. Lihatlah di 

sini, 

1. Kepedulian Elimelekh untuk menafkahi keluarganya dengan 

membawa istri dan anak-anaknya memang patut dipuji. Jika 

ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, 

orang itu murtad (1Tim. 5:8). Dalam kesukaran, Elimelekh 

tidak meninggalkan rumahnya dan pergi mencari untung sen-

diri, lalu membiarkan istri dan anak-anaknya berjuang untuk 

penghidupan mereka. Akan namun , sebagai suami yang baik 

dan bapa yang penuh kasih, Elimelekh membawa keluarganya 

serta, tidak seperti burung unta (Ayb. 39:16). Namun, 

2. Kepindahannya ke negeri Moab pada masa kelaparan ini tidak 

dapat dibenarkan begitu saja. Abraham dan Ishak dahulu 

hanya pendatang di Kanaan, sehingga jika  mereka pindah, 

hal itu dapat dimaklumi. Namun, keturunan Israel sekarang 

telah menetap. Tidak seharusnya mereka pindah ke wilayah 

orang kafir. Mengapa Elimelekh tidak pergi kepada sesamanya 

orang Israel saja? Bila ia menjadi kepala rumah tangga yang 

buruk dan kehilangan warisan leluhurnya, sehingga harus 

menjual atau menggadaikan tanahnya (seperti yang tampak 

dalam 4:3-4), dan menyebabkan dia berada dalam keadaan 

lebih miskin daripada orang lain, maka menurut hukum Allah, 

saudara-saudaranya wajib menebus dia (Im. 25:35). Namun, 

tidak demikian halnya dengan Elimelekh. Ia pergi dengan 

tangan penuh (ay. 21). Bagi orang yang menetap di rumah, 

kelaparan itu tampaknya tidak terlalu parah, masih cukup 

untuk bertahan hidup. Lagi pula tanggung jawab Elimelekh 

tidak besar, hanya dua orang anak. Namun, jika ia tidak dapat 

mencukupkan diri dengan sedikit nafkah seperti saudara-

saudaranya, dan pada hari-hari kelaparan tidak akan menjadi 

kenyang bila tidak memiliki makanan berlimpah seperti sebe-

lumnya, bila ia tidak mampu berharap bahwa tahun kelimpah-

an akan datang lagi pada waktunya, atau tidak bisa bersabar 

menantikan saat tersebut, maka itu kesalahannya. Dengan 

demikian Elimelekh tidak menghormati Allah dan tanah yang 

baik yang telah diberikan-Nya kepada Israel. Ia melemahkan 

semangat saudara-saudaranya, padahal seharusnya Elimelekh 

menjalani nasibnya bersama-sama dengan mereka. Ia memberi 

contoh buruk bagi orang lain. Kalau semua orang pergi seperti 

dia, Kanaan akan menjadi kosong. Perhatikan, ini menunjuk-

kan sikap yang tidak puas diri, tidak percaya, dan tidak teguh, 

jika kita merasa jemu akan tempat yang telah ditetapkan Allah 

bagi kita, dan cepat-cepat meninggalkannya setiap kali datang 

kesulitan atau ketidaknyamanan. Sungguh bodoh bila kita 

berpikir untuk lari dari salib yang telah diberikan kepada kita 

untuk dipikul. Sungguh berhikmat jika kita mengusahakan 

yang terbaik dengan salib yang ada pada kita, sebab berpindah 

tempat jarang sekali menyelesaikan masalah. Kalau pun 

Elimelekh mau pindah, mengapa harus ke Moab? Andai saja ia 

memeriksa baik-baik, mungkin saja ia akan menemukan ke-

limpahan di antara sebagian suku Israel, misalnya di seberang 

sungai Yordan yang berbatasan dengan Moab. Seandainya ia 

memiliki kerinduan akan Allah dan penyembahan kepada-Nya, 

serta rasa sayang terhadap saudara-saudaranya orang Israel, 

tentu tidak akan semudah itu Elimelekh memutuskan untuk 

pergi dan menumpang di antara orang Moab. 

IV. Pernikahan kedua putra Elimelekh dengan perempuan Moab sete-

lah kematiannya (ay. 4). Semua orang sependapat bahwa itu me-

rupakan tindakan yang keliru. Alkitab terjemahan bahasa Aram 

menulis, “Mereka melanggar ketetapan firman Tuhan dengan 

mengambil istri dari negeri asing.” Kalau saja Mahlon dan Kilyon 

mau tetap melajang hingga kembali ke tanah Israel yang tidak 

begitu jauh letaknya, mereka akan mendapat istri di situ. 

Elimelekh tidak mengira bahwa dalam persinggahannya di Moab, 

anak-anaknya akan berkerabat dengan orang Moab lewat perka-

winan. Orang yang membawa anak-anak muda ke dalam penga-

ruh buruk serta menjauhkan mereka dari aturan umum, sekali-

pun orang itu menyangka anak-anak itu sudah terdidik dengan 

baik dan terlindung dari pencobaan, sesungguhnya ia tidak tahu 

apa yang diperbuatnya maupun bagaimana kesudahannya. Tidak 

tampak bahwa kedua wanita yang mereka nikahi itu sudah 

memeluk agama Yahudi, sebab dikatakan bahwa Orpa kembali 

kepada para allahnya (ay. 15). Ilah-ilah Moab tetaplah miliknya. 

Ada tradisi Yahudi yang tidak berdasar menyebut bahwa Rut 

merupakan putri Eglon, raja Moab. Catatan ini ditambahkan 

dalam parafrasa Alkitab terjemahan bahasa Aram. Akan namun , 

tradisi ini, beserta tradisi lain yang juga disisipkannya, tidak 

saling mendukung bahwa Boas yang menikahi Rut yaitu  Ebzan, 

yang menjadi hakim atas Israel 200 tahun sesudah  kematian Eglon 

(Hak. 12). 

V. Kematian Elimelekh dan kedua putranya, yang  menyebabkan 

kepiluan Naomi. Suaminya meninggal (ay. 3), begitu juga dengan 

kedua anaknya (ay. 5) tidak lama sesudah  pernikahan mereka. 

Tafsiran Alkitab dalam terjemahan bahasa Aram menulis, “Waktu 

mereka dipersingkat, sebab mereka melanggar hukum Tuhan 

dengan memperistri orang asing.” Perhatikanlah bahwa, 

1. Ke mana pun kita pergi, kita tidak dapat lari dari kematian, 

yang panah mautnya berdesing di segala tempat. 

2. Kita tidak akan memperoleh kesejahteraan jika meninggalkan 

kewajiban ibadah kita. Barangsiapa mau menyelamatkan nya-

wanya dengan suatu jalan pintas, ia akan kehilangan nyawa-

nya. 

3. saat   kematian menimpa suatu keluarga, sering kali ia akan 

menciptakan keretakan demi keretakan. Satu orang diambil 

untuk mempersiapkan anggota keluarga lain yang akan segera 

menyusul. Satu orang diambil, dan kesedihan itu tidak juga 

membaik. Allah pun mengirim kesusahan lain yang serupa. 

saat   Naomi kehilangan suaminya, ia menaruh begitu banyak 

harapan dan kepercayaan pada anak-anaknya. Di bawah 

naungan penghiburan orang-orang yang masih hidup ini, ia 

mengira dirinya akan dapat tetap bertahan di tengah bangsa 

kafir. Ia sangat bersukacita sebab  pohon jarak itu. Namun, 

lihatlah, anak-anaknya segera mati. Di waktu pagi berkembang 

dan bertumbuh, lisut dan layu sebelum petang, masuk ke alam 

kubur tidak lama sesudah  menikah, tanpa meninggalkan anak. 

Betapa tidak pasti dan sementara segala kenikmatan kita di 

dunia ini. sebab  itu berhikmatlah kita untuk memastikan 

mana penghiburan yang tetap, yang tidak dapat direnggut dari 

kita oleh kematian. Betapa kesepiannya keadaan Naomi yang 

malang, jiwanya berduka, tatkala perempuan itu kehilangan 

kedua anaknya dan suaminya! saat   kedua hal itu menimpa-

nya dalam sekejap mata, kepunahan dan kejandaan, menimpa 

dia dengan sepenuhnya, siapakah yang akan menghibur dia? 

(Yes. 47:9; 51:19). Hanya Allah sendirilah yang memiliki segala 

yang diperlukan untuk menghibur orang yang terpuruk seperti 

ini. 

Naomi Pulang ke Kanaan; Naomi dan Menantunya; 

Kesetiaan Rut kepada Naomi 

(1:6-18) 

6 lalu  berkemaslah ia dengan kedua menantunya dan ia pulang dari 

daerah Moab, sebab di daerah Moab ia mendengar bahwa TUHAN telah 

memperhatikan umat-Nya dan memberikan makanan kepada mereka. 7 Maka 

berangkatlah ia dari tempat tinggalnya itu, bersama-sama dengan kedua 

menantunya. saat   mereka sedang di jalan untuk pulang ke tanah Yehuda,  

8 berkatalah Naomi kepada kedua menantunya itu: “Pergilah, pulanglah 

masing-masing ke rumah ibunya; TUHAN kiranya menunjukkan kasih-Nya 

kepadamu, seperti yang kamu tunjukkan kepada orang-orang yang telah 

mati itu dan kepadaku; 9 kiranya atas karunia TUHAN kamu mendapat tem-

pat perlindungan, masing-masing di rumah suaminya.” Lalu diciumnyalah 

mereka, namun  mereka menangis dengan suara keras 10 dan berkata kepada-

nya: “Tidak, kami ikut dengan engkau pulang kepada bangsamu.” 11 namun  

Naomi berkata: “Pulanglah, anak-anakku, mengapakah kamu turut dengan 

aku? Bukankah tidak akan ada lagi anak laki-laki yang kulahirkan untuk 

dijadikan suamimu nanti? 12 Pulanglah, anak-anakku, pergilah, sebab sudah 

terlalu tua aku untuk bersuami. Seandainya pikirku: Ada harapan bagiku, 

dan sekalipun malam ini aku bersuami, bahkan sekalipun aku masih mela-

hirkan anak laki-laki, 13 masakan kamu menanti sampai mereka dewasa? 

Masakan sebab  itu kamu harus menahan diri dan tidak bersuami? Jangan-

lah kiranya demikian, anak-anakku, bukankah jauh lebih pahit yang aku 

alami dari pada kamu, sebab tangan TUHAN teracung terhadap aku?” 14 Me-

nangis pula mereka dengan suara keras, lalu Orpa mencium mertuanya itu 

minta diri, namun  Rut tetap berpaut padanya. 15 Berkatalah Naomi: “Telah 

pulang iparmu kepada bangsanya dan kepada para allahnya; pulanglah 

mengikuti iparmu itu.” 16 namun  kata Rut: “Janganlah desak aku meninggal-

kan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana 

engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di 

situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; 

17 di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikubur-

kan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada 

itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada 

maut!” 18 saat   Naomi melihat, bahwa Rut berkeras untuk ikut bersama-

sama dengan dia, berhentilah ia berkata-kata kepadanya. 

Pada perikop ini, tampaklah  

I. Kecintaan Naomi kepada negeri Israel (ay. 6). Meskipun ia tidak 

dapat tetap tinggal di dalamnya selama masa kelaparan, ia tidak 

akan tetap tinggal di luar Israel saat   kelaparan itu sudah berhen-

ti. Sekalipun Moab telah menjadi naungannya serta mencukupi 

kebutuhannya pada masa kekurangan, ia tidak bermaksud men-

jadikannya tempat peristirahatan selamanya. Tidak ada tempat lain 

yang akan menjadi perhentiannya selain tanah kudus, tempat 

Kemah Suci Allah berada, yang tentangnya Allah berfirman, “Inilah 

tempat perhentianku selama-lamanya.” Cermatilah bahwa, 

1. Pada akhirnya, Allah kembali berbelaskasihan kepada umat-

Nya. Meskipun Ia berbantah untuk waktu yang lama, tidak 

untuk seterusnya Ia bersikap keras. Sama seperti peng-

hakiman dalam bentuk penindasan yang menyebabkan umat 

Israel mengerang pada masa hakim-hakim akhirnya berlalu 

saat   Allah membangkitkan seorang penyelamat, demikianlah 

penghakiman dalam bentuk kelaparan ini selesai juga. Pada 

akhirnya, Allah dengan penuh kemurahan memperhatikan 

umat-Nya dan memberikan makanan kepada mereka. Anuge-

rah Allah berlimpah, dan belas kasihan-Nya itulah yang mem-

pertahankan jiwa kami di dalam hidup, yakni dengan memberi-

kan makanan, bahan pokok penghidupan. Memang, kemurah-

an ini lebih terasa sesudah  masa kelaparan. Akan namun , jika 

selama ini kita telah senantiasa menikmatinya tanpa pernah 

merasakan kelaparan, kita tidak boleh memandang rendah 

berkat ini. 

2. Dalam rasa tanggung jawab kepada bangsanya, Naomi pun 

pulang. Sudah sering ia bertanya-tanya tentang keadaan mere-

ka, ada panen apa, dan bagaimana kegiatan perniagaan, namun  

kabar yang datang selalu mengecewakan. Akan namun , seperti 

bujang Elia yang tujuh kali memeriksa tanda akan datangnya 

hujan dan hasilnya nihil, pada akhirnya ia melihat segumpal 

awan kecil sebesar telapak tangan, yang dalam waktu singkat 

menyebar menutupi langit. Begitulah Naomi akhirnya men-

dengar kabar baik tentang kelimpahan di Betlehem, dan tidak 

ada lagi yang ia pikirkan selain kembali ke sana. Sanak 

keluarganya yang baru di Moab tidak dapat membuat dia lupa 

akan hubungannya dengan tanah Israel. Camkanlah, meski 

untuk alasan tertentu kita harus tinggal di tempat yang buruk, 

namun  saat   alasan tersebut sudah berlalu, kita tidak boleh 

terus tinggal di sana. Dipisahkan secara paksa dari ketetapan-

ketetapan Allah dan dipersatukan secara paksa dengan orang-

orang fasik merupakan kesengsaraan besar. Namun, saat   

paksaan tersebut berhenti, dan kita memilih untuk tetap ada 

dalam keadaan itu, maka kita berbuat dosa besar. Tampak-

nya, Naomi mulai berpikir untuk pulang tidak lama sesudah  

kematian anak-anaknya, sebab  

(1) Ia memandang kesengsaraan tersebut sebagai hukuman 

atas keluarganya sebab  berlama-lama tinggal di Moab. 

Mendengar ini sebagai suara pukulan tongkat dan suara 

Dia yang menetapkannya, ia pun taat dan pulang. Kalau 

saja ia kembali sesudah kematian sang suami, mungkin 

kedua anaknya akan selamat. Akan namun , saat   Allah 

menghakimi, Ia akan menang. Jika satu kesusahan tidak 

menyadarkan kita akan dosa dan tanggung jawab, maka 

Allah akan mendatangkan kesusahan lain. Sewaktu kema-

tian menimpa sebuah keluarga, hal itu seharusnya dipakai 

untuk memperbaiki apa yang keliru dalam keluarga terse-

but. saat   sanak kerabat diambil dari kita, maka kita 

harus bertanya apakah dalam satu dan lain hal kita telah 

lalai dari tanggung jawab, lalu kembali melakukannya. Ke-

tika Allah menyebabkan seorang anak mati, Ia mengingat-

kan kesalahan kita, 1 Raja-raja 17:18. Tujuan Allah merin-

tangi jalan kita dengan duri ialahsupaya  kita berkata, 

“Kami akan pulang kembali kepada suami kami yang per-

tama,” seperti Naomi kembali ke negerinya (Hos. 2:6). 

(2) Negeri Moab kini menjadi tempat yang menyedihkan bagi 

Naomi. Tidak menyenangkan baginya untuk menghirup 

udara di tempat kematian suami dan kedua anaknya, atau-

pun menginjak tanah tempat mereka terbaring dalam ku-

bur tanpa dapat dilihatnya, namun  masih ada dalam benak-

nya. Jadi, dia akan kembali ke Kanaan. Demikianlah Allah 

mengambil penghiburan dan pelipur lara di tempat persing-

gahan kita yang sementara ini, sebab  kita terlalu berpaut 

padanya,supaya  kita lebih mengingat akan rumah kita di 

dunia yang lain. Dengan begitu, dengan iman dan pengha-

rapan, kita dapat bergegas menuju ke sana. Bumi mema-

hitkan kita, agar sorga dirindukan. 

II. Kasih sayang para menantu kepada Naomi, terutama salah satu 

dari mereka, dan balasan kemurahan hatinya yang melimpah 

kepada mereka yang begitu mengasihi dia. 

1. Rut dan Orpa begitu baik mau menemani Naomi dalam per-

jalanannya kembali ke Yehuda, setidaknya sampai setengah 

jalan. Kedua menantunya itu tidak bermaksud membujuk dia 

untuk tetap tinggal di Moab. Malah, jika ia memang telah me-

mutuskan untuk kembali ke tanah Yehuda, mereka akan me-

lepasnya pergi dengan segala keramahtamahan dan rasa 

hormat yang dapat mereka berikan. Dan inilah salah satu tin-

dakan mereka, keduanya menyertainya dalam perjalanan, seti-

daknya hingga batas terluar negeri mereka. Keduanya mem-

bawakan barang-barangnya sepanjang perjalanan yang mere-

ka tempuh, sebab tidak tampak adanya hamba yang melayani 

dia (ay. 7). Melalui hal ini, kita melihat dua hal. Pertama, 

Naomi, sebagai orang Israel, telah berbuat begitu baik dan me-

ngasihi kedua menantunya itu hingga ia mendapatkan kasih 

sayang mereka. Dalam hal ini, ia merupakan teladan bagi 

semua ibu mertua. Kedua, Orpa dan Rut sangat tersentuh 

dengan kebaikan hati Naomi, sehingga rela membalas budinya 

sampai sejauh itu. Hal tersebut menandakan bahwa Naomi 

dan menantunya itu selama ini tinggal bersama dengan rukun 

meski orang yang menjadikan mereka berkerabat telah mati. 

Walaupun Orpa dan Rut tetap mengasihi para allah Moab (ay. 

15), sementara Naomi tetap se