akan dapat
memperoleh apa yang dia punyai, sebab semuanya harus dibayar
dengan harga yang amat mahal. Nah, untuk menunjukkan meng-
apa orang-orang kudus tidak sepatutnya merasa iri terhadap para
pendosa, dalam empat ayat terakhir di pasal ini, Salomo memban-
dingkan keadaan para pendosa dengan orang-orang kudus (seper-
ti yang pernah dilakukan oleh Daud, ayahnya, Mzm. 37). Ia mem-
pertentangkan keduanya berhadap-hadapan supaya kita dapat
melihat betapa bahagianya orang-orang kudus itu sekalipun
mereka teraniaya, dan betapa sengsaranya orang fasik, sekalipun
merekalah yang menjadi penganiaya. Manusia akan dihakimi ber-
dasarkan kedudukan mereka di hadapan Allah, dan berdasarkan
penghakiman Allah atas mereka, bukan berdasarkan kedudukan
mereka di mata dunia. Orang-orang yang seturut dengan pikiran
Allah berarti sudah berbuat benar, dan jika kita seturut dengan
pikiran-Nya, maka kita akan melihat bahwa begitu bahagianya
orang-orang kudus itu sehingga mereka tidak memiliki alasan lagi
untuk merasa iri terhadap para pendosa, walaupun keadaan me-
reka makmur sampai mereka sendiri saling merasa iri. Sebab,
1. Orang-orang berdosa dibenci Allah, namun orang-orang kudus
dikasihi-Nya (ay. 32). Para pendosa yang lancang, yang terus-
menerus menyimpang dari-Nya, yang hidupnya merupakan
pertentangan melawan kehendak-Nya, yaitu kekejian bagi
TUHAN. Dia yang tidak membenci apa pun yang telah Dia
66
ciptakan harus merasa jijik terhadap orang-orang yang telah
mencemari diri mereka sendiri. Mereka bukan saja menjijikkan
di depan mata-Nya, namun juga merupakan kekejian. Oleh
sebab itu, orang-orang benar tidak memiliki alasan untuk
merasa cemburu terhadap para pendosa itu, sebab dengan
orang-orang benarlah Ia bergaul erat. Mereka yaitu orang-
orang kesayangan-Nya. Dia bergaul erat dengan mereka mela-
lui persekutuan yang tidak diketahui dunia ini, dan dalam
persekutuan itulah mereka memiliki sukacita yang tidak
dirasakan oleh orang lain. Dia menyampaikan tanda-tanda ka-
sih-Nya kepada mereka. Kovenan-Nya atau janji-Nya ada
dengan mereka. Mereka mengenal pikiran-Nya serta makna
dan tujuan pemeliharaan-Nya, lebih dibandingkan yang diketahui
orang lain. Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abra-
ham apa yang hendak Kulakukan ini?
2. Para pendosa beserta seisi rumah mereka berada di bawah
kutuk Allah. Para orang kudus dan kediaman mereka ada di
bawah berkat-Nya (ay. 33). Orang fasik memiliki rumah yang
mungkin kokoh dan megah, namun kutuk TUHAN ada di sana,
ada di dalamnya. Dan, sekalipun usaha keluarga mereka
mungkin berhasil, namun setiap berkat mereka akan menjadi
kutuk (Mal. 2:2). Di sana ada penyakit paru-paru, saat tubuh
mereka justru dikenyangkan sampai puas (Mzm. 106:15). Ku-
tuk dapat menimpa dengan diam-diam dan perlahan-lahan,
namun hal itu merupakan penyakit kusta yang parah, yang
pada akhirnya akan memusnahkan baik kayunya maupun
batu-batunya (Za. 5:4; Hab. 2:11). Orang benar memiliki tem-
pat tinggal yang sederhana (kata yang dipakai yaitu yang
biasa digunakan untuk kandang domba), gubuk yang sangat
hina, namun Allah memberkatinya. Dia terus memberkatinya
dari awal hingga akhir tahun. Kutuk dan berkat Allah ada di
atas rumah berdasarkan penghuninya, apakah mereka fasik
atau saleh, dan jelaslah bahwa keluarga yang diberkati, meski-
pun mereka miskin, tidak seharusnya merasa iri terhadap
keluarga yang dikutuk, sekalipun mereka kaya.
3. Allah merendahkan pendosa, namun menghormati orang-orang
kudus (ay. 34).
(1) Orang-orang yang meninggikan diri pasti akan direndah-
kan: jika Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun men-
Kitab Amsal 3:27-35
67
cemooh. Orang-orang yang mencemooh dan tidak mau tun-
duk pada disiplin agama, tidak sudi memikul kuk Allah,
tidak mengindahkan anugerah-Nya dan mengolok-olok
kesalehan serta orang-orang saleh, dan suka menentang
dan mencemoohkan mereka, akan dicemoohkan oleh Allah
dan dipertontonkan kepada dunia untuk dicemoohkan. Dia
mengejek kejahatan mereka yang tidak punya daya apa-apa
itu. Ia bersemayam di sorga, tertawa (Mzm. 2:4). Dia meng-
ganjar mereka (Mzm. 18:26). Dia menentang orang yang cong-
kak.
(2) Orang yang merendahkan diri akan ditinggikan, sebab
orang yang rendah hati dikasihani-Nya. Dia mengerjakan di
dalam diri mereka apa yang mendatangkan kehormatan
bagi mereka, dan oleh sebab itu mereka berkenan pada
Allah dan dihormati oleh manusia. Mereka yang sabar me-
nanggung celaan orang-orang fasik akan mendapat kehor-
matan dari Allah dan dari orang-orang benar, dan sebab
itulah mereka tidak memiliki alasan untuk mencemburui
para pendosa atau untuk memilih jalan mereka.
4. Nasib akhir para pendosa yaitu aib yang kekal, sementara
nasib akhir para orang kudus yaitu kehormatan yang tidak
berkesudahan (ay. 35).
(1) Orang-orang kudus itu bijaksana dan bertindak bijak bagi
diri mereka sendiri. Sebab, sekalipun agama mereka kini
seolah-olah menyembunyikan kehormatan mereka dan
membuat mereka rawan terhadap hinaan, namun pada
akhirnya mereka pasti akan mendapatkan kehormatan itu,
yang jauh lebih besar dan kekal. Mereka akan memperoleh
dan mewarisi harta yang paling indah dan terjamin. Allah
memberi mereka anugerah (ay. 34), dan oleh sebab itulah
mereka akan mewarisi kehormatan, sebab anugerah meru-
pakan kehormatan (2Kor. 3:18). Anugerah merupakan awal
dari kemuliaan, pertanda yang mengawalinya (Mzm. 84:12).
(2) Para pendosa merupakan orang-orang bebal, sebab mereka
bukan saja menyediakan aib bagi diri mereka sendiri, me-
lainkan juga berkhayal akan mendapatkan kehormatan, se-
akan-akan hanya mereka saja yang akan menjadi agung.
Nasib akhir mereka akan mempertontonkan kebebalan me-
68
reka: orang yang bebal akan menerima cemooh. Bukannya
kehormatan yang didapat mereka, malah penghukuman
yang lebih besar. Satu-satunya kehormatan yang bisa me-
reka dapatkan yaitu bahwa Allah akan dipermuliakan di
dalam kebinasaan kekal mereka.
PASAL 4
etika hal-hal yang berkenaan dengan Allah harus diajarkan,
maka ketetapan demi ketetapan, baris demi baris harus diajar-
kan dengan telaten, bukan hanya sebab hal-hal itu mengandung
bobot dan nilai yang tinggi, melainkan sebab akal manusia, sebaik
apa pun, tidak siap menerima semua itu dan sering kali berprasang-
ka buruk terhadapnya. Oleh sebab itu, dalam pasal ini Salomo me-
nekankan hal-hal yang sama dengan yang telah ditekankannya ke-
pada kita dalam pasal-pasal sebelumnya, dengan berbagai ungkapan
dan kefasihan ilahi yang begitu indah dan dahsyat kuasanya. Di sini
ada ,
I. Imbauan yang bersungguh-sungguh untuk mempelajari hik-
mat, yaitu agama dan kesalehan yang sejati, yang berasal
dari didikan-didikan baik yang diberikan oleh ayahnya ke-
padanya dan diperkuat dengan berbagai alasan yang tepat
(ay. 1-13).
II. Peringatan untuk menjauhi pergaulan buruk dan segala per-
sekongkolan dengan pekerjaan kegelapan yang sia-sia (ay.
14-19).
III. Arahan-arahan khusus untuk memperoleh dan memperta-
hankan hikmat dan menghasilkan buah-buah hikmat itu (ay.
20-27).
Perkara ini diketengahkan di hadapan kita dengan begitu jelas
dan ditekankan dengan sungguh-sungguh, sehingga kita tidak akan
diampuni jika kita binasa dalam kebebalan kita sendiri.
K
70
Didikan Orangtua
(4:1-13)
1 Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah
supaya engkau beroleh pengertian, 2 sebab aku memberikan ilmu yang baik
kepadamu; janganlah meninggalkan petunjukku. 3 sebab saat aku masih
tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi
ibuku, 4 aku diajari ayahku, katanya kepadaku: Biarlah hatimu memegang
perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan
hidup. 5 Perolehlah hikmat, perolehlah pengertian, jangan lupa, dan jangan
menyimpang dari perkataan mulutku. 6 Janganlah meninggalkan hikmat itu,
maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaga-
nya. 7 Permulaan hikmat ialah: perolehlah hikmat dan dengan segala yang
kauperoleh perolehlah pengertian. 8 Junjunglah dia, maka engkau akan di-
tinggikannya; engkau akan dijadikan terhormat, jika engkau memeluk-
nya. 9 Ia akan mengenakan karangan bunga yang indah di kepalamu, mah-
kota yang indah akan dikaruniakannya kepadamu. 10 Hai anakku, dengar-
kanlah dan terimalah perkataanku, supaya tahun hidupmu menjadi banyak.
11 Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, aku memimpin engkau di jalan
yang lurus. 12 Bila engkau berjalan langkahmu tidak akan terhambat, bila
engkau berlari engkau tidak akan tersandung. 13 Berpeganglah pada didikan,
janganlah melepaskannya, peliharalah dia, sebab dialah hidupmu.
Di sini kita mendapati,
I. Ajakan yang dilayangkan Salomo kepada anak-anaknya untuk
datang dan menerima didikan darinya (ay. 1-2): Dengarkanlah, hai
anak-anak, didikan seorang ayah. Artinya,
1. Biarlah anak-anakku sendiri terlebih dahulu menerima dan
mengindahkan semua didikan yang aku paparkan untuk men-
didik orang lain juga. Perhatikanlah, para pejabat dan pelayan
yang dipercaya untuk mengarahkan kumpulan warga
yang lebih luas, haruslah mendidik keluarga mereka sendiri
dengan lebih hati-hati, sebab tugas mereka terhadap kepen-
tingan umum sama sekali tidak berarti bahwa mereka boleh
melalaikan kepentingan keluarga sendiri. Pekerjaan yang baik
itu harus dimulai di rumah sendiri, namun tidak boleh berakhir
sampai di sana saja, sebab bagaimana mungkin seseorang
bisa menjalankan kewajibannya untuk mengurus jemaat Allah,
jika anak-anaknya saja tidak menyegani dan menghormatinya
sebab dia sendiri tidak mau berupaya mendidik mereka
dengan benar? (1Tim. 3:4-5). Anak-anak dari orang-orang yang
terkemuka dalam hikmat dan kepentingan umum haruslah
meningkatkan pengetahuan dan sopan santun, sebanding de-
ngan keuntungan yang mereka miliki oleh sebab mempunyai
Kitab Amsal 4:1-13
71
orangtua terpandang seperti itu. Akan namun perlu diperhati-
kan bahwa Rehabeam, anak Salomo, sama sekali bukanlah
orang yang terbijak atau terbaik. Hal ini digambarkan untuk
menyelamatkan kehormatan dan penghiburan bagi para orang-
tua yang anak-anaknya tidaklah sebaik didikan yang mereka
miliki. Jadi, kita memiliki alasan untuk berpikir bahwa ribuan
orang lain menjadi lebih baik oleh sebab amsal-amsal Sa-
lomo, dibandingkan dengan anaknya sendiri. Jadi tampaknya
amsal-amsal itu terutama ditujukan bagi mereka.
2. Biarlah semua kaum muda, dalam masa kecil dan masa re-
maja mereka, mau bersusah payah mendapatkan pengetahuan
dan karunia, sebab masa-masa itu yaitu masa yang tepat
untuk belajar, supaya akal budi mereka dibentuk dan dididik.
Dia tidak berkata, anak-anakku, namun hai, anak-anak. Kita
hanya mendapati satu saja anak kandung Salomo, namun (ti-
dakkah Anda pikir demikian?), dia sudi menjadikan diri sen-
diri sebagai seorang guru dan mengajari anak-anak orang lain!
Sebab, di usia muda seperti itulah terletak harapan keberha-
silan. Batang pohon juga mudah dibengkokkan saat masih
muda dan lemah.
3. Biarlah semua orang yang mau menerima didikan datang de-
ngan sikap seperti anak-anak, sekalipun mereka sudah de-
wasa. Kesampingkanlah segala prasangka dan biarlah pikiran
menjadi seputih kertas. Kiranya mereka menurut, dapat di-
ajari, dan tidak mengandalkan diri sendiri. Kiranya mereka
menerima nasihat itu sebagai perkataan dari seorang ayah,
yang diucapkan dengan kuasa dan juga kasih sayang. Kita ha-
rus menganggapnya berasal dari Allah sebagai Bapa kita di
sorga, kepada siapa kita berdoa, dari siapa kita mengharapkan
berkat, Bapa dari roh kita, yang harus kita patuhi supaya kita
hidup. Kita harus memandang guru-guru kita sebagai ayah
kita sendiri, yang mengasihi kita dan mengusahakan kese-
jahteraan kita. Oleh sebab itu, sekalipun didikan mereka me-
ngandung teguran dan hajaran, demikianlah arti yang terkan-
dung dalam kata aslinya, kita tetap harus menerimanya de-
ngan lapang dada. Nah,
(1) Untuk menganjurkan kita menerima perkataan itu, di sini
kita diberi tahu bahwa pengajaran itu bukan saja didikan
seorang ayah, melainkan juga merupakan sebuah pengerti-
72
an, dan sebab itulah harus disambut oleh semua makhluk
yang berakal budi. Agama memiliki dasar yang teguh dan
kita diajar mengenainya dengan alasan yang masuk akal.
Agama merupakan sebuah petunjuk (ay. 2), namun petunjuk
yang didasari ilmu, oleh kaidah-kaidah kebenaran yang
tidak terbantahkan, atas dasar ilmu yang baik, yang bukan
saja teguh, namun juga sangat berharga untuk diterima.
Jika kita mengakui ilmu itu, pastilah kita bersedia tunduk
kepada hukum.
(2) Untuk mematrikannya di dalam diri kita, kita diarahkan
untuk menerima didikan itu sebagai sebuah karunia, un-
tuk mematuhinya dengan segenap ketekunan, untuk mem-
perhatikannya dan mengenalnya, sebab jika tidak begitu,
kita tidak akan mampu mengamalkannya. Kita juga diarah-
kan untuk tidak melalaikannya, tidak mengabaikan ilmu
tersebut atau melanggar hukum itu.
II. Didikan yang dia berikan kepada mereka.
Perhatikanlah:
1. Bagaimana ia memperoleh didikan tersebut. Ia mendapatkan-
nya dari orangtuanya, dan kini mengajarkan anak-anaknya hal
yang sama seperti yang telah diajarkan orangtuanya (ay. 3-4).
Perhatikanlah:
(1) Orangtuanya mengasihi dia, dan sebab itulah mereka
mendidiknya: Aku tinggal di rumah ayahku sebagai anak.
Daud mempunyai banyak anak, namun Salomolah yang
benar-benar menjadi anak laki-laki baginya, sebagaimana
Ishak disebut demikian (Kej. 17:19) dan sebab alasan yang
sama, yaitu sebab kepadanyalah perjanjian (kovenan)
berlaku. Ia merupakan anak kesayangan ayahnya, melebihi
anak-anaknya yang lain. Allah menunjukkan kebaikan
yang istimewa kepada Salomo (Nabi Natan menamakan dia
Yedija, sebab Allah mengasihi anak itu, 2Sam. 12:25), dan
sebab itulah Daud pun menunjukkan kebaikan istimewa
terhadap Salomo, sebab dia yaitu seorang yang berkenan
di hati Allah. Para orangtua hanya boleh mengasihi seorang
anak lebih dari anak yang lainnya, jika Allah telah jelas-
jelas menunjukkan hal yang serupa. Salomo lemah dan
Kitab Amsal 4:1-13
73
merupakan anak tunggal bagi ibunya. Tentu saja harus ada
alasan yang jelas dalam menerapkan perlakuan yang ber-
beda seperti itu oleh kedua orangtua kepada salah seorang
anaknya. Lihatlah bagaimana mereka menunjukkan kasih
mereka. Mereka mendidiknya secara rohani, membimbing-
nya supaya rajin belajar dan menerapkan kedisiplinan yang
tinggi terhadapnya. Meskipun dia yaitu seorang putra
mahkota yang akan mewarisi takhta, mereka tidak membiar-
kannya hidup seenaknya. Bahkan, mereka terus membim-
bingnya. Mungkin juga Daud lebih keras mendidik Salomo
sebab dia telah melihat dampak buruk akibat terlalu me-
manjakan Adonia, yang sama sekali tidak pernah dia tegor
dalam hal apa pun (1Raj. 1:6), seperti juga terhadap Absa-
lom.
(2) Apa yang telah diajarkan orangtuanya, diajarkannya pula
kepada orang lain.
Perhatikanlah:
[1] Saat Salomo telah dewasa, dia bukan saja mengingat, te-
tapi juga gemar mengulangi didikan baik yang diajarkan
orangtuanya saat ia masih kecil. Dia tidak melupakan
didikan itu, sebab didikan itu sudah demikian tertanam
dalam dirinya. Dia tidak malu oleh sebab didikan itu,
justru sangat menghargainya. Saat ia sudah dewasa,
dia juga tidak lantas menganggapnya sebagai hal yang
kekanak-kanakan dan remeh yang harus ia kesamping-
kan saat ia menjadi raja, seolah hal itu dapat mem-
permalukannya. Dia juga tidak mengulang-ulanginya
sebagaimana yang biasa dilakukan anak-anak liar yang
mengolok-olok didikan dan menertawakannya bersama-
sama dengan kawan-kawan mereka. Dia tidak berlaku
seperti anak-anak itu yang merasa bangga sebab telah
melepaskan diri dari segala didikan dan kekangan.
[2] Meski Salomo yaitu seorang yang bijak dan diilhami
secara ilahi, akan namun , saat ia harus mengajarkan
hikmat, dia tidak merasa risih untuk mengutip dan me-
makai kata-kata ayahnya. Orang-orang yang hendak
belajar dan mengajar dengan baik dalam bidang agama,
tidak boleh mengarang keyakinan baru dan merumus-
74
kan perkataan baru sedemikian rupa untuk merendah-
kan pengetahuan dan bahasa para pendahulu mereka.
Jika kita harus terus menempuh jalan-jalan dahulu
kala yang baik itu, mengapakah kita menghina perkata-
an dahulu kala yang baik? (Yer. 6:16)
[3] sebab telah dididik dengan baik oleh orangtuanya, Sa-
lomo menganggap dirinya wajib mendidik anak-anaknya
pula. Inilah salah satu cara yang bisa kita tempuh un-
tuk membalas budi orangtua kita yang telah bersusah
payah mendidik kita. Bahkan lebih dari itu, kita harus
menunjukkan bakti kita kepada kaum keluarga (1Tim.
5:4). Mereka mengajari kita bukan hanya supaya kita
belajar, namun juga supaya kita mengajarkan pengenal-
an akan Allah kepada anak cucu kita (Mzm. 78:6). Jika
kita tidak melakukannya, berarti kita gagal menunaikan
apa yang dipercayakan kepada kita, sebab benih suci
didikan dan hukum agamawi ditaruh di tangan kita de-
ngan suatu perintah untuk meneruskan seluruhnya dan
secara murni kepada orang-orang yang akan datang
sesudah kita (2Tim. 2:2).
[4] Salomo memperkuat himbauan-himbauannya itu de-
ngan kewenangan ayahnya Daud, seorang yang kena-
maan di angkatannya dalam segala hal. Biarlah hal ini
dicamkan bagi kehormatan agama, yaitu bahwa orang-
orang yang terbaik dan terbijak di segala zaman yaitu
orang-orang yang paling giat, bukan saja dalam mene-
rapkan agama itu bagi diri mereka sendiri, namun juga
dalam meneruskannya kepada orang lain. Oleh sebab
itulah kita hendaknya tetap berpegang pada kebenaran
yang telah kita terima, dengan selalu mengingat orang
yang telah mengajarkannya kepada kita (2Tim. 3:14).
2. Apa didikan-didikan tersebut (ay. 4-13).
(1) Melalui titah dan dorongan. Daud, saat mengajar anaknya,
sekalipun anak itu memiliki kemampuan yang besar dan
cepat mengerti, tetap mengungkapkan ajarannya dengan se-
mangat dan ketekunan, mengulangi hal yang sama, lagi dan
lagi, untuk menunjukkan bahwa dia bersungguh-sungguh
dengan semua itu, dan juga untuk menggugah anaknya le-
Kitab Amsal 4:1-13
75
bih dalam lagi dengan semua yang ia katakan. Anak-anak
memang harus diajar dengan cara demikian (Ul. 6:7), harus-
lah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-
anakmu. Meski Daud memiliki banyak sekali urusan dan
mempunyai banyak pengajar untuk anaknya, dia tetap meng-
ajari sendiri anaknya itu.
[1] Dia mengajar anaknya dengan Kitab Suci dan didikan-
nya sebagai sarana, perkataan ayahnya (ay. 4), perkata-
an mulutnya (ay. 5), perkataannya (ay. 10), seluruh
pelajaran baik yang telah diajarkannya. Mungkin dia
terutama memaksudkan Kitab Mazmur yang kebanyak-
an berisi Maschil mazmur pengajaran, dan dua di
antaranya jelas-jelas disebutkan sebagai mazmur untuk
Salomo. Salomo harus memperhatikan kedua mazmur
itu dan juga seluruh perkataan lain yang diutarakan
ayahnya. Pertama, dia harus mendengar dan menerima
perkataan itu (ay. 10), tekun memperhatikan dan me-
nyerapnya, sebagaimana tanah yang menghisap air hu-
jan yang sering turun ke atasnya (Ibr. 6:7). Begitulah
Allah menarik perhatian kita pada firman-Nya: Hai anak-
ku, dengarkanlah dan terimalah perkataanku. Kedua, dia
harus memegang contoh ajaran yang sehat yang diberi-
kan ayahnya (ay. 4): Biarlah hatimu memegang perkata-
anku. Perkataan itu baru bisa dipegang jika perkataan
tersebut ditanamkan dalam hati, terpatri dalam tekad
dan kasih. Ketiga, dia harus menguasai dirinya sendiri
dengan perkataan tersebut: Berpeganglah pada petunjuk-
petunjukku, taatilah, dan itulah cara untuk bertambah di
dalam pengetahuan mengenai hal itu (Yoh. 7:17). Keem-
pat, dia harus setia dan tinggal di dalam perkataan itu:
Jangan menyimpang dari perkataan mulutku (ay. 5),
seakan-akan gentar menerima akibatnya yang terlalu
besar bagimu, namun berpeganglah pada didikan (ay. 13),
bertekad untuk tetap teguh dan tidak pernah mengabai-
kannya. Orang-orang yang memiliki pendidikan yang
baik, sekalipun mereka berusaha mencampakkannya,
akan tetap mendapati didikan itu melekat dalam diri
mereka selama beberapa saat, dan jika tidak begitu,
76
maka keadaan mereka itu akan menjadi amat memilu-
kan.
[2] Dia memaparkan hikmat dan pengertian di hadapan
anaknya sebagai tujuan yang harus dibidik dalam me-
manfaatkan sarana-sarana tersebut. Raihlah hikmat
yang merupakan hikmat yang terutama. Quod caput est
sapientia eam acquire sapientiam Pastikan untuk mem-
perhatikan ranting hikmat yang merupakan puncaknya,
yaitu takut akan TUHAN (1:7). Junius dan Tremellius:
Kaidah agamawi di dalam hati merupakan satu hal yang
diperlukan. sebab itu, pertama, perolehlah hikmat, per-
olehlah pengertian (ay. 5). Dan lagi, Perolehlah hikmat
dan dengan segala yang kauperoleh perolehlah pengerti-
an (ay. 7). Berdoalah untuk hikmat itu, bersusah payah-
lah untuk meraihnya dengan bertekun memakai semua
sarana untuk memperolehnya. Tunggulah pada pintuku
(8:34). Berkuasalah atas segala kebejatanmu, yang me-
rupakan kebebalanmu: milikilah kaidah-kaidah bijak-
sana dan kebiasaan-kebiasaan yang bijak. Raihlah hik-
mat melalui pengalaman, raihlah di atas segala yang
kauperoleh. Bergiatlah lebih lagi dalam berusaha mem-
perolehnya, lebih dibandingkan berusaha memperoleh keka-
yaan dunia ini. Apa pun boleh engkau abaikan, namun
yang satu ini, tetaplah berusaha memperolehnya, pan-
danglah itu sebagai tujuan yang besar, dan kejarlah
dengan sungguh-sungguh. Hikmat sejati merupakan
karunia dari Allah, namun di sini kita tetap diperintah-
kan untuk mendapatkannya, sebab Allah mengarunia-
kannya kepada orang-orang yang mau berusaha untuk
mendapatkannya. Akan namun , sesudah mendapatkan-
nya, kita tetap tidak boleh berkata, kekuasaanku dan
kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh
kekayaan ini. Kedua, jangan lupa (ay. 5), janganlah
meninggalkan hikmat itu (ay. 6), janganlah melepaskan-
nya (ay. 13), namun peliharalah dia. Orang-orang yang
telah memperoleh hikmat ini harus berjaga-jaga supaya
tidak kehilangan hikmat lagi akibat kembali ke dalam
kebodohan mereka: memang benar, hal yang baik tidak
akan diambil dari kita. Akan namun , kita harus berhati-
Kitab Amsal 4:1-13
77
hati supaya kita tidak membuangnya sendiri, seperti
yang dilakukan oleh mereka yang pertama-tama melu-
pakannya, lalu menghapuskannya dari benak mereka,
mengabaikannya dan menolak jalan-jalannya yang baik.
Hal baik yang telah diserahkan kepada kita itu haruslah
kita jaga dan tidak boleh kita lalai sampai membuatnya
terlepas. Janganlah juga kita membiarkannya direnggut
dari kita atau menjauhkan diri kita darinya. Jangan
pernah melepaskan permata seperti itu. Ketiga, kasihi-
lah dia (ay. 6) dan peluklah dia (ay. 8), sebagaimana
orang-orang duniawi memuja harta dan melekatkan
hati mereka pada harta itu. Agama haruslah menjadi
sesuatu yang amat berharga bagi kita, lebih dari segala
sesuatu di dunia ini. Jika kita tidak mampu menjadi
ulung dalam hikmat, biarlah kita sungguh-sungguh
mengasihi hikmat itu. Marilah kita memeluk anugerah
yang kita miliki dengan kasih yang tulus, sebagai orang-
orang yang mengagumi keelokannya. Keempat, Jun-
junglah dia (ay. 8). Miliki selalu pemikiran yang luhur
terhadap agama, dan lakukan semampumu untuk men-
jaga nama baiknya dan memelihara kehormatannya di
antara manusia. Bersatulah dengan Allah dalam tuju-
an-Nya, yaitu untuk mengagungkan petunjuk-Nya dan
menjaganya supaya dihargai, dan berbuat semampumu
untuk meraih tujuan itu. Biarlah anak-anak hikmat
tidak hanya membenarkan hikmat itu, namun juga
mengagungkannya, lebih memilihnya dibandingkan apa pun
yang berharga bagi mereka di dunia ini. Saat kita meng-
hormati orang-orang yang takut akan Tuhan, meskipun
mereka miskin di dunia ini, dan menghormati seorang
miskin yang berhikmat, kita menjunjung hikmat.
(2) Melalui alasan dan dorongan untuk bertekun mencari hik-
mat dan berserah di dalam bimbingannya, pertimbangkan-
lah,
[1] Hikmat merupakan perkara yang utama, yang harus
menjadi kepedulian utama dan terus-menerus dari setiap
manusia di dalam kehidupan ini (ay. 7): Adapun hikmat
itu terutamalah adanya. Hal-hal lainnya yang begitu ingin
78
kita dapatkan dan pertahankan sama sekali tidaklah se-
banding dengan hikmat. Ini yaitu kewajiban setiap
orang (Pkh. 12:13). Itulah yang mendekatkan kita de-
ngan Allah, yang memperindah jiwa, memampukan kita
menggapai tujuan penciptaan, untuk menjalani hidup
yang memiliki makna di dunia ini, dan untuk mencapai
sorga pada akhirnya. sebab itulah, hikmat merupakan
hal yang terutama.
[2] Hikmat memiliki dasar dan keadilan di dalamnya (ay.
11): Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, dan pada
akhirnya jalan itu memang akan didapati demikian. Aku
memimpin engkau, bukan di jalan serong kedagingan,
yang melakukan kejahatan di bawah kedok hikmat, te-
tapi di jalan yang lurus, sesuai dengan aturan-aturan
dan alasan-alasan kekal mengenai apa yang baik dan
yang jahat. Kebenaran natur (kodrat) ilahi tampak da-
lam kebenaran seluruh petunjuk ilahi. Perhatikanlah,
Daud tidak hanya mengajari anaknya melalui petunjuk-
petunjuk yang baik, namun juga memimpinnya melalui
teladan yang benar dan dengan mengamalkan didikan
umum pada perkara-perkara khusus. Dengan demikian,
dia tidak kekurangan apa pun untuk menjadi bijaksana.
[3] Hikmat itu akan mendatangkan keuntungan baginya:
Jika engkau baik dan bijak, engkau akan menjadi se-
perti itu demi keuntungan dirimu sendiri.
Pertama, Hikmat itu akan menjadi kehidupanmu,
penghiburanmu, dan kebahagiaanmu. Engkau tidak akan
dapat hidup tanpanya. Berpeganglah pada petunjuk-pe-
tunjukku, maka engkau akan hidup (ay. 4). Juruselamat
kita pun setuju dengan itu, namun jikalau engkau ingin
masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.
(Mat. 19:17). Kita diharuskan untuk menjadi saleh, se-
bab taruhannya yaitu kesakitan maut, maut yang ke-
kal, atau kehidupan, hidup yang kekal. Terimalah per-
kataan hikmat, supaya tahun hidupmu menjadi banyak
(ay. 10), sebanyak yang dianggap baik oleh Hikmat Tak
Terbatas, dan di dunia yang lain engkau akan menjalani
kehidupan yang tidak dapat terhitung panjangnya. Oleh
sebab itu, peliharalah dia, berapa pun harganya, sebab
Kitab Amsal 4:1-13
79
dialah hidupmu (ay. 13). Semua kepuasanmu akan dite-
mukan di dalamnya. Jiwa yang tidak memiliki hikmat
dan karunia sejati yaitu jiwa yang benar-benar mati.
Kedua, Hikmat itu akan menjadi penjaga dan pem-
bimbingmu, pelindung dan pemimpinmu melalui sege-
nap marabahaya dan kesukaran dalam perjalananmu
mengarungi belantara. Kasihilah hikmat dan berpegang-
lah erat-erat kepadanya, maka engkau akan dipelihara
dan dijaganya (ay. 6) dari dosa, dari kebejatan kejahat-
an, dari musuh yang terbusuk. Dia akan menjagamu
supaya tidak mencelakai dirimu sendiri, dan tidak ada
lagi yang dapat mencelakakanmu. Seperti pepatah orang
Inggris, Jagalah tokomu, maka tokomu itu akan men-
jaga engkau, begitu pula Jagalah hikmatmu, maka hik-
matmu akan menjagamu. Hikmat itu akan menjaga kita
dari hambatan dan sandungan dalam kehidupan dan
urusan kita (ay. 12).
1. Sehingga langkah kita tidak akan terhambat jika
kita melangkah, sehingga kita tidak mendatangkan
hambatan bagi diri kita seperti yang menimpa Daud
dulu (2Sam. 24:14). Orang-orang yang menjadikan
firman Allah sebagai pedoman mereka akan berjalan
dengan leluasa dan merasa nyaman.
2. Sehingga kaki kita tidak akan tersandung saat kita
berlari. Jika orang-orang bijak dan baik tiba-tiba ter-
libat dalam kesukaran, maka pedoman firman Allah
yang teguh mereka jalankan itu akan memelihara
mereka sehingga mereka tidak akan tersandung oleh
apa pun yang mungkin membahayakan. Kesetiaan
dan hati yang lurus akan menjaga kita.
Ketiga, Hikmat itu akan menjadi kehormatan dan
nama baikmu (ay. 8): Junjunglah hikmat (tunjukkanlah
maksud baikmu dalam memajukan hikmat itu) dan
sekalipun hikmat tidak membutuhkan bantuanmu, dia
tetap akan memberimu imbalan yang melimpah. Eng-
kau akan ditinggikannya, engkau akan dijadikan terhor-
mat. Pada waktu itu Salomo akan menjadi raja, namun
hikmat dan kebijakannyalah yang akan menjadi kehor-
80
matannya, lebih dibandingkan mahkota atau takhtanya. Itu-
lah yang membuat semua orang di sekelilingnya menga-
gumi dia. Tidak diragukan lagi, pada masa pemerintah-
annya dan masa pemerintahan Daud, orang-orang yang
benar dan bijak selalu ditinggikan. Bagaimanapun juga,
cepat ataupun lambat, agama akan membuat semua
orang yang memeluknya dengan sungguh-sungguh men-
jadi terhormat. Mereka akan diterima oleh Allah, dan
disegani oleh semua orang bijak. Mereka akan diakui
pada hari yang agung itu, dan akan mewarisi kehor-
matan yang abadi. Inilah yang ia tekankan (ay. 9): Ia
akan mengenakan karangan bunga yang indah di ke-
palamu, di dunia ini. Dia akan memujimu di hadapan
Allah dan manusia, dan di dunia yang lain mahkota
yang indah akan dikaruniakannya kepadamu. Mahkota
itu tidak akan menjadi rapuh, mahkota kemuliaan yang
tidak akan pernah pudar. Inilah kehormatan sejati
yang mengiringi agama. Nobilitas sola est atique unica
virtus kebajikan merupakan satu-satunya hal yang
mulia! Demikianlah Daud menekankan hikmat kepada
anaknya. Jadi tidaklah mengherankan, saat Allah ber-
tanya apa yang ia inginkan, dia berdoa, berikanlah ke-
padaku hati yang penuh hikmat dan pengertian. Jadi,
kita harus menunjukkan melalui doa-doa kita seberapa
baiknya kita telah dididik.
Peringatan mengenai Pergaulan Buruk
(4:14-19)
14 Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan
orang jahat. 15 Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari
padanya dan jalanlah terus. 16 sebab mereka tidak dapat tidur, bila tidak
berbuat jahat; kantuk mereka lenyap, bila mereka tidak membuat orang
tersandung; 17 sebab mereka makan roti kefasikan, dan minum anggur kela-
liman. 18 namun jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertam-
bah terang sampai rembang tengah hari. 19 Jalan orang fasik itu seperti kege-
lapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.
Beberapa orang menganggap bahwa didikan Daud bagi Salomo, yang
dimulai di ayat 4, berlanjut sampai akhir pasal ini. Bahkan, beberapa
menganggapnya terus berlanjut sampai akhir pasal sembilan. Akan
namun , kemungkinan besar perkataan Salomo dimulai lagi di sini,
Kitab Amsal 4:14-19
81
atau justru lebih awal dari ini. sesudah ia mengimbau kita untuk
berjalan di jalan-jalan hikmat, dalam ayat-ayat di atas dia memper-
ingatkan kita untuk menghindari jalan orang fasik.
1. Kita harus berjaga-jaga terhadap jalan dosa dan menghindari se-
gala sesuatu yang tampak seperti dosa dan menjerumuskan kita
ke dalam dosa.
2. Untuk itu kita harus menghindari jalan orang berdosa dan tidak
bergaul erat dengan mereka. Kita harus menutup diri dari pergaul-
an buruk oleh sebab rasa takut terseret ke dalam perbuatan fa-
sik.
Di sini ada ,
I. Peringatan itu sendiri (ay. 14-15).
1. Kita harus berjaga-jaga supaya tidak terjerumus ke dalam
dosa bersama para pendosa: Janganlah menempuh jalan orang
fasik. sesudah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus (ay.
11), di sini guru kita memperingatkan mengenai jalan serong
yang mungkin saja dapat menjebak kita. Orang-orang yang
memiliki didikan baik dan telah terlatih untuk memilih jalan
yang harus mereka tempuh, hendaknya sekali-kali tidak me-
nyimpang ke jalan yang tidak boleh mereka masuki itu.
Janganlah sampai mereka menempuh jalan itu, janganlah me-
reka berani mencoba-coba, sebab bisa saja perbuatan itu ter-
nyata membahayakan dan mereka akan sukar untuk mundur
kembali dengan aman. Jangan berani-berani bercampur de-
ngan orang-orang yang sudah terkena wabah, sekalipun eng-
kau sendiri sudah dilindungi oleh obat pencegahnya.
2. Kapan saja kita terbujuk untuk masuk ke dalam jalan yang
jahat, kita harus cepat-cepat keluar darinya. Jika, tanpa kau
sadari, engkau memasuki gerbang jalan itu, oleh sebab ger-
bang itu lebar, janganlah terus mengikuti jalan orang jahat.
Segera sesudah engkau menyadari kekeliruanmu, keluarlah ce-
pat-cepat, jangan teruskan satu langkah pun, jangan tinggal se-
menit lagi pun di jalan yang pastinya menuju kebinasaan itu.
3. Kita harus gentar dan membenci jalan dosa dan jalan para
pendosa, serta menolaknya dengan sungguh-sungguh. Jalan
orang jahat bisa saja terlihat menyenangkan dan ramai, dan
dari sana kita mungkin dapat melihat jalan terdekat untuk
82
mencapai tujuan duniawi. namun jalan itu jahat, akhirnya pun
buruk. Oleh sebab itu, jika engkau mengasihi Allahmu dan
jiwamu, jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, sehingga eng-
kau tidak tergoda untuk menempuhnya. Jika engkau menda-
pati dirimu berada di dekat-dekat jalan itu, menyimpanglah
dari padanya dan jalanlah terus, dan jauhilah jalan itu sedapat
mungkin. Cara pengungkapan itu menegaskan marabahaya
besar yang mengintai kita, kebutuhan kita akan peringatan se-
perti itu dan pentingnya peringatan tersebut, serta bagaimana
para penjaga kita harus atau seharusnya bersungguh-sungguh
memperingatkan kita. Hal itu juga menegaskan seberapa jauh-
nya kita harus menjaga jarak dari dosa dan para pendosa. Dia
tidak berkata, jauhilah dengan jarak yang secukupnya saja,
melainkan sejauh-jauhnya, makin jauh makin baik. Jangan
pernah mengira bahwa engkau sudah cukup jauh darinya. Se-
lamatkanlah nyawamu. Janganlah menoleh ke belakang.
II. Alasan digaungkannya peringatan tersebut.
1. Pertimbangkan tabiat orang-orang yang jalannya tidak boleh
engkau tempuh itu. Mereka yaitu orang-orang jahat (ay. 16-
17). Mereka bukan saja tidak peduli bagaimana mereka men-
celakai orang-orang yang menghalangi jalan mereka, namun
juga giat berbuat jahat dan gemar melakukannya hanya untuk
bersenang-senang saja. Mereka terus saja merencanakan dan
berikhtiar untuk membuat orang tersandung, untuk membina-
sakan tubuh dan jiwa mereka. Kejahatan dan kedengkian
mengalir dalam diri mereka, dan kelaliman ada dalam tingkah
laku mereka. Mereka begitu jahatnya, sebab,
(1) Kejahatan merupakan peristirahatan dan tidur mereka.
Sama seperti orang tamak dipuaskan saat ia mendapat-
kan uang, atau orang yang ingin selalu unggul dipuaskan
saat dia naik jabatan, atau seperti orang benar dipuas-
kan sesudah ia melakukan kebaikan, mereka juga dipuas-
kan saat perkataan dan perbuatan mereka merugikan
dan mencelakakan orang lain. Mereka menjadi sangat re-
sah jika rasa dengki dan dendam mereka tidak terlampias-
kan, seperti Haman, yang tidak bisa menikmati apa pun
selama Mordekhai belum digantung. Hal itu menegaskan
Kitab Amsal 4:14-19
83
betapa giat dan tidak kenal lelahnya mereka saat sedang
mengusahakan kejahatan. Mereka lebih memilih tidak tidur
saja dibandingkan tidak mendapatkan kesenangan saat menya-
kiti orang lain.
(2) Kejahatan merupakan makanan dan minuman bagi mereka.
Mereka makan dan berpesta dengannya. Mereka makan roti
kefasikan (memakan habis umat-Ku seperti memakan roti,
Mzm. 14:4) dan minum anggur kelaliman (ay. 17), menghirup
kecurangan seperti air (Ayb. 15:16). Semua yang mereka ma-
kan dan minum yaitu hasil perampasan dan penindasan.
Bukankah orang fasik menganggap waktu mereka terbuang
percuma saat mereka tidak mencelakai orang? Marilah
orang benar juga bergiat seperti itu dalam berbuat kebaik-
an. Amici, diem perdidi Kawan, aku sudah kehilangan
satu hari. Jadi marilah semua orang bijak yang ingin
menjaga diri baik-baik, hindarilah pergaulan dengan orang-
orang jahat, sebab,
[1] Hal itu sangat memalukan. sebab tidak ada sikap pikir-
an lain yang lebih memalukan bagi kodrat manusia,
yang menjadi musuh besar bagi warga , yang be-
rani menentang Allah dan hati nurani, yang dicemari de-
ngan gambar Iblis, atau lebih dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan Iblis, selain kegemaran berbuat jahat dan
mencelakakan, menyakiti dan menghancurkan orang.
[2] Hal itu sangat berbahaya. Jauhilah orang-orang yang
gemar berbuat jahat demi keselamatanmu sendiri. Se-
bab, persahabatan apa pun yang mereka perlihatkan
sebagai kedok, suatu hari nanti mereka pasti akan men-
jahatimu. Engkau akan menghancurkan dirimu sendiri
jika engkau sehati dengan mereka (1:18), dan mereka
akan menghancurkan engkau jika engkau tidak sehati
dengan mereka.
2. Pertimbangkan sifat jalan yang harus engkau jauhi itu, dan
bandingkan dengan jalan lurus yang engkau harus masuki.
(1) Jalan kebenaran yaitu terang (ay. 18): jalan orang benar
itu, yang telah mereka pilih dan mereka tempuh, seperti
cahaya. Cahaya terang menyinari jalan-jalan mereka (Ayb.
22:28) dan membuat mereka aman dan senang. Kristus
84
yaitu jalan mereka, dan Dia yaitu terang. Mereka dipim-
pin oleh firman Allah yang menjadi pelita bagi kaki mereka.
Mereka sendiri yaitu terang di dalam Tuhan dan mereka
hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam
terang.
[1] Jalan itu seperti cahaya fajar. Jalan itu menerangi me-
reka dengan sukacita dan penghiburan di dalamnya,
menyinari orang lain dengan gemilang dan kehormatan-
nya. Terang itu bercahaya di depan orang, yang melihat
perbuatan mereka yang baik (Mat. 5:16). Mereka terus
menempuh jalan itu dengan rasa aman yang kudus dan
ketenangan pikiran, sebagaimana orang-orang yang hi-
dup di dalam terang. Terang itu bagaikan sinar fajar,
yang terbit dalam gelap (Yes. 58:8-10) dan mengakhiri
perbuatan-perbuatan kegelapan.
[2] Jalan itu semakin bercahaya, kian bertambah terang,
tidak seperti cahaya meteor yang segera memudar, atau
cahaya lilin yang remang-remang dan cepat mati, me-
lainkan sinar matahari yang terbit, yang terus meninggi
dan semakin terang. Anugerah, pedoman dari jalan ini,
selalu bertumbuh. Orang yang bersih tangannya bertam-
bah-tambah kuat. Sukacita yang merupakan kesenang-
an dari jalan ini, kehormatan yang merupakan terang
darinya, dan segala kebahagiaan yang merupakan caha-
yanya, akan terus bertambah-tambah.
[3] Pada akhirnya jalan itu akan mencapai rembang tengah
hari. Cahaya siang akan terus bertambah sampai te-
ngah hari, dan inilah yang dituju oleh jiwa yang telah
diterangi. Orang-orang kudus tidak akan menjadi sem-
purna sampai mereka tiba di sorga, dan saat di sana
mereka akan bercahaya seperti matahari yang terik
(Mat. 13:43). Anugerah dan sukacita mereka akan men-
jadi lengkap. Oleh sebab itu, bijaksanalah kita jika
tetap berada di jalan orang benar.
(2) Jalan dosa itu seperti kegelapan (ay. 19). Perbuatan yang
dia hendak tekankan untuk kita hindari yaitu pergaulan
dengan perbuatan-perbuatan kegelapan. Kesenangan dan
kepuasan sejati macam apakah yang dimiliki orang-orang
Kitab Amsal 4:20-27
85
yang tidak mengenal kesenangan dan kepuasan kecuali
melalui perbuatan jahat mereka? Bimbingan seperti apa-
kah yang dipunyai orang-orang yang menanggalkan firman
Allah di belakang mereka? Jalan orang fasik itu gelap, dan
sebab itu berbahaya, sebab mereka akan tersandung dan
tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung. Me-
reka jatuh ke dalam dosa, namun tidak sadar jalan apa yang
mendatangkan cobaan yang menyesatkan mereka itu, dan
sebab itulah mereka tidak tahu bagaimana menghindari-
nya di waktu mendatang. Mereka diimpit kesukaran, namun
tidak pernah bertanya-tanya apakah Allah sedang melawan
mereka. Mereka tidak sadar bahwa mereka berbuat jahat,
juga tidak tahu bagaimana akhir perbuatan mereka itu
(Mzm. 82:5; Ayb. 18:5-6). Inilah jalan yang dianjurkan un-
tuk kita hindari.
Didikan Orangtua
(4:20-27)
20 Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada
ucapanku; 21 janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu
di lubuk hatimu. 22 sebab itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang
mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka. 23 Jagalah
hatimu dengan segala kewaspadaan, sebab dari situlah terpancar kehidup-
an. 24 Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-
dalik dari padamu. 25 Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatap-
an matamu tetap ke muka. 26 Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah
tetap segala jalanmu. 27 Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauh-
kanlah kakimu dari kejahatan.
sesudah memperingatkan kita supaya tidak berbuat jahat, di sini Sa-
lomo mengajari kita untuk berbuat baik. Tidak cukup bagi kita untuk
menutup peluang dosa saja, namun kita juga harus belajar cara-cara
menjalankan kewajiban kita.
I. Kita harus selalu mengindahkan firman Allah dan berusaha su-
paya firman itu selalu siap kita amalkan.
1. Ucapan-ucapan hikmat harus menjadi pedoman yang meng-
atur kita, menjadi pengawas yang memperingatkan kita akan
kewajiban dan marabahaya. sebab itu,
(1) Kita harus siap menerimanya: Arahkanlah telingamu kepa-
da ucapan-ucapan itu (ay. 20). Tundukkanlah dirimu de-
86
ngan rendah hati di hadapannya, dan dengarkanlah de-
ngan tekun. Mendengarkan firman Allah dengan baik me-
nandakan bahwa pekerjaan anugerah telah dimulai di
dalam hati dan itu merupakan sarana yang bagus untuk
melanjutkan pekerjaan tersebut. Orang yang mengarahkan
telinga untuk mengenal nasihat-nasihat itu diharapkan
untuk menjalankan kewajiban mereka.
(2) Kita harus memeliharanya dengan saksama (ay. 21). Kita
harus menempatkannya di hadapan kita sebagai pedoman
kita: Janganlah semuanya itu menjauh dari matamu. Perik-
salah, tinjau ulang lagi, dan dalam segala hal berusahalah
untuk berjalan sesuai dengannya. Kita harus menanam-
kannya di dalam diri kita sebagai asas yang utama, yang
pengaruhnya memerintah atas seluruh diri kita: Simpan-
lah itu di lubuk hatimu, sebagai harta kesayanganmu, yang
engkau takut bila itu hilang. Biarlah firman Allah ditulis-
kan di hati kita, dan apa yang tertulis di sana akan tinggal
tetap.
2. Alasan mengapa kita harus mengutamakan perkataan hikmat
yaitu sebab perkataan itu akan menjadi makanan dan ke-
sembuhan bagi kita, seperti pohon kehidupan (Why. 22:2; Yeh.
47:12). Orang-orang yang mencari dan menemukannya, yang
menemukan dan memeliharanya, akan mendapati di dalam-
nya,
(1) Makanan: sebab itulah yang menjadi kehidupan bagi mere-
ka yang mendapatkannya (ay. 22). Sebagaimana kehidupan
rohani dibangun oleh firman yang menjadi alatnya, begitu
pula kehidupan itu masih ditumbuh-kembangkan dan di-
pelihara oleh firman yang sama. Kita tidak dapat hidup
tanpanya. Dalam iman, kita dapat hidup oleh sebab nya.
(2) Kesembuhan. Perkataan hikmat itu merupakan kesembuh-
an bagi seluruh tubuh mereka, manusia seutuhnya, baik
jiwa maupun raga. Perkataan hikmat itu membantu kedua-
nya di dalam keadaan yang sukar. Perkataan hikmat itu
merupakan kesembuhan bagi seluruh tubuh (begitulah me-
nurut Septuaginta). Dengannya ada kesembuhan yang cu-
kup untuk memulihkan dunia yang sakit ini. Perkataan
hikmat itu yaitu obat bagi seluruh tubuh mereka (begitu-
Kitab Amsal 4:20-27
87
lah kalimat aslinya), bagi segala kebejatan mereka, sebab
mereka disebut daging oleh sebab kedukaan mereka yang
bagaikan duri di dalam daging. Di dalam firman Allah ada
obat yang cocok untuk menyembuhkan semua penyakit ro-
hani kita.
II. Kita harus mengawasi dan mengekang segala sikap diri kita (ay. 23).
Di sini ada :
1. Kewajiban besar yang dituntut oleh hukum hikmat supaya
kita memperoleh hikmat dan memeliharanya: Jagalah hatimu
dengan segala kewaspadaan. Allah, yang memberi kita jiwa,
juga menyertakan tugas yang ketat mengenainya: Laki-laki
ataupun wanita , waspyaitu dan berhati-hatilah (Ul. 4:9).
Kita harus mempertahankan semangat yang menyala-nyala
untuk menjaga diri kita, dan berjaga-jaga dengan ketat, meng-
awasi jalan-jalan yang ditempuh jiwa kita. Jagalah hati kita
supaya tidak melukai dan dilukai, supaya tidak dicemari dosa
atau dikacaukan oleh kesukaran. Jagalah hati kita seperti per-
mata, seperti kebun anggur kita. Peliharalah hati nurani su-
paya tidak tercemar, jauhi pikiran-pikiran yang buruk, perta-
hankanlah pikiran-pikiran yang baik, kobarkan kasihmu ter-
hadap hal-hal yang baik dalam batas-batas yang semestinya.
Jagalah baik-baik (begitulah kalimat aslinya). Ada banyak cara
untuk menjaga sesuatu, yaitu dengan ketekunan, dengan
kekuatan, dengan meminta bantuan, dan kita harus memakai
semuanya untuk menjaga hati kita. Oleh sebab hati itu begitu
licik (Yer. 17:9), semuanya itu sebetulnya belumlah cukup.
Atau dengan sangat baik-baik. Kita harus menjaga hati kita
dengan lebih tekun dan saksama, lebih dibandingkan menjaga hal-
hal lainnya. Kita harus menjaga mata kita (Ayb. 31:1), menjaga
lidah kita (Mzm. 34:14), menjaga kaki kita (Pkh. 5:1), namun ,
lebih dari semua itu, kita harus menjaga hati kita.
2. Alasan baik untuk memelihara hati, yaitu sebab dari situlah
terpancar kehidupan. Dari hati yang dijaga dengan baik meng-
alirlah hal-hal yang hidup, buah-buah yang baik bagi kemulia-
an Allah dan peneguhan orang lain. Atau, secara umum, se-
gala tindakan kehidupan memancar dari dalam hati, dan kare-
na itulah, memeliharanya berarti mengokohkan pohon dan
88
memulihkan sumber airnya. Hidup kita akan teratur atau ka-
cau, nyaman atau tidak nyaman, sesuai dengan keadaan hati
kita, apakah terpelihara atau terlantar.
III. Kita harus mengendalikan mulut kita supaya tidak menyinggung
orang lain dengan lidah kita (ay. 24): Buanglah mulut serong dari
padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu.
sebab sifat asal hati kita itu cemar, maka dari dalamnya dapat
muncul banyak sekali perkataan yang cemar, dan sebab itulah
kita harus merasa sangat gentar dan benci terhadap segala per-
kataan jahat, kutukan, sumpah serapah, kebohongan, fitnah,
gertakan, kenajisan dan percakapan yang sia-sia, yang datang
dari mulut serong dan bibir dolak-dalik. Mulut dan bibir yang
seperti itu tidak sudi tunduk kepada akal sehat maupun agama,
malahan menentang keduanya, dan keduanya merupakan hal
yang jelek dan tidak diinginkan di hadapan Allah, sama menjijik-
kannya seperti mulut cacat dalam pandangan manusia. Kita ha-
rus menjauhkan segala macam dosa lidah, sejauh-jauhnya dari
kita, melalui kesiagaan dan tekad yang kuat, dengan cara meng-
hindari segala perkataan buruk dan tidak mau mengenal perkata-
an seperti itu.
IV. Kita harus berjanji mengenai mata kita sendiri: Biarlah matamu
memandang terus ke depan dan tetap ke mukamu (ay. 25). Biarlah
matamu terarah dan tidak mengembara. Biarlah matamu tidak
berkelana ke segala hal yang menampakkan diri, sebab jika
begitu, matamu akan disesatkan dari hal baik dan dijebak dalam
kejahatan. Berhentilah memandang kesia-siaan. Biarlah matamu
menjadi utuh dan tidak terbagi-bagi. Biarlah maksudmu tulus
dan tidak berubah-ubah, dan janganlah melirik ke jalan yang
menyimpang. Kita harus mengarahkan pandangan kita kepada
Guru kita, dan berawas-awas supaya kita tetap mengikuti Dia.
Arahkan mata kita kepada pedoman kita dan taatilah. Arahkan
pandangan kita kepada tanda kita, upah panggilan agung kita,
dan arahkanlah semuanya itu kepada hal tersebut. Oculum in
metam Mata terarah ke tujuan.
V. Kita harus hati-hati dalam segala tindakan kita (ay. 26): Tempuh-
lah jalan yang rata, dan pertimbangkanlah (begitulah kata asli-
Kitab Amsal 4:20-27
89
nya). Letakkanlah firman Allah di satu sisi timbangan, dan apa
yang telah engkau lakukan, atau apa yang akan engkau lakukan,
di sisi yang satunya lagi, dan lihatlah bagaimana perbandingan di
antara keduanya. Bersikap baik dan cermatlah dalam meninjau
apakah jalanmu baik di hadapan Allah dan apakah jalan itu akan
berakhir baik. Kita harus mempertimbangkan jalan yang telah
kita lalui dan menyelidiki apa yang telah kita lakukan, juga jalan
yang sekarang sedang kita tempuh, apa yang sedang kita kerja-
kan, ke mana kita melangkah, dan lihatlah apakah kita telah
berjalan dengan cermat. Kita harus mempertimbangkan apa saja
kewajiban kita dan kesukarannya, apa saja keuntungan dan tan-
tangan dari jalan kita, supaya kita bisa berlaku dengan tepat.
Janganlah terburu-buru bertindak.
VI. Kita harus berlaku teguh, cermat dan tidak berubah-ubah. Hen-
daklah tetap segala jalanmu (ay. 26) dan jangan goyah di dalam-
nya seperti orang yang bercabang pendirian. Janganlah berhenti
di persimpangan jalan, melainkan teruslah melangkah dengan
taat. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, sebab ada
kesalahan dalam keduanya, dan Iblis mencapai tujuannya jika dia
berhasil menyesatkan kita ke kiri ataupun ke kanan. Berhati-hati-
lah supaya jauh kakimu dari kejahatan. Berjaga-jagalah supaya
jangan keluar dari batas, sebab di sana ada kejahatan, dan
biarlah matamu memandang terus ke depan, supaya engkau me-
melihara jalan emas itu. Orang-orang yang hendak bertindak
bijaksana haruslah berjaga-jaga.
PASAL 5
ujuan pasal ini sangat mirip dengan pasal 2. Kita tidak perlu risau
jika menuliskan hal yang sama dengan kata-kata lain, sebab cara
ini aman (Flp. 3:1). Di sini ada ,
I. Himbauan untuk mengenal hukum-hukum hikmat secara
umum dan tunduk kepadanya (ay. 2).
II. Peringatan khusus terhadap dosa persundalan (ay. 3-14).
III. Penangkal untuk melawan dosa tersebut.
1. Kasih dalam pernikahan (ay. 15-20).
2. Rasa hormat terhadap kemahatahuan Allah (ay. 21).
3. Rasa takut terhadap akhir penuh sengsara yang harus
dialami orang-orang fasik (ay. 22-23).
Semua ini cukup untuk mempersenjatai kaum muda melawan
nafsu daging yang berjuang melawan jiwa.
Didikan Orangtua;
Peringatan terhadap Hawa Nafsu
(5:1-14)
1 Hai anakku, perhatikanlah hikmatku, arahkanlah telingamu kepada kepan-
daian yang kuajarkan, 2 supaya engkau berpegang pada kebijaksanaan dan
bibirmu memelihara pengetahuan. 3 sebab bibir wanita jalang menitik-
kan tetesan madu dan langit-langit mulutnya lebih licin dari pada minyak, 4
namun kemudian ia pahit seperti empedu, dan tajam s