Tampilkan postingan dengan label yohanes 17. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label yohanes 17. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2025

yohanes 17


 tanya, Di ma-

nakah Sang Mesias yang berhak itu? 

(3) Bagaimanapun juga, ada campur tangan Tuhan di situ, 

sehingga mereka tidak lagi memiliki kekuasaan untuk men-

jatuhkan hukuman mati terhadap seseorang, atau tidak 

urung melakukannya, supaya genaplah perkataan Yesus, 

yang dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya 

Ia akan mati (ay. 32).  

Amatilah:  

[1] Secara umum, bahkan mereka yang berencana untuk 

mencegah digenapinya firman Kristus, tanpa kuasa di-

buat menjadi pelaku penggenapan firman itu oleh ta-

ngan Allah yang berkuasa. Tidak ada satu pun dari fir-

man Kristus itu yang dibiarkan-Nya gugur. Ia tidak akan 

pernah menipu atau ditipu. Bahkan, saat imam-imam 

kepala menganiaya Kristus sebagai seorang penipu, roh 

mereka malah diarahkan sedemikian rupa untuk mem-

bantu membuktikan bahwa Ia benar adanya, sekalipun 

orang mungkin mengira bahwa dengan melakukan hal 

demikian mereka akan membatalkan semua nubuatan-

Nya. namun  mereka sendiri tidak demikian maksudnya 

(Yes. 10:7).  

[2] Secara khusus, perkataan-perkataan Kristus yang dige-

napi yaitu  yang berkenaan dengan kematian-Nya sen-

diri. Dua perkataan Kristus ini digenapi oleh orang-

orang Yahudi yang menolak untuk menghakimi Dia me-

nurut hukum Taurat mereka.  

Pertama, Kristus telah berkata bahwa Ia akan dise-

rahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal 

Allah, dan bahwa mereka akan menjatuhi Dia hukuman 

mati (Mat. 20:19; Mrk. 10:33; Luk. 17:32-33). Dengan 

penolakan orang-orang Yahudi itu perkataan ini  

digenapi.  

Kedua, Kristus telah mengatakan bahwa Ia akan di-

salibkan (Mat. 20:19; 26:2), dan ditinggikan (3:14; 

12:32). Nah, seandainya mereka mau menghakimi Dia 

menurut hukum Taurat mereka, maka Ia akan dilempari 

dengan batu, dibakar, dicekik, dan dipancung, yakni 

hukuman yang biasa digunakan di antara bangsa Ya-

hudi, dan tidak pernah dengan cara menyalibkan. Kare-

na itu Kristus perlu dijatuhi hukuman mati oleh orang-

orang Romawi, sehingga dengan digantung pada kayu 

salib, Ia menjadi kutuk sebab  kita (Gal. 3:13), dan 

mereka akan menusuk tangan dan kaki-Nya. Sementara 

kekuasaan Romawi menyebabkan Dia harus dilahirkan 

di Betlehem, sekarang kekuasaan yang sama membuat 

Dia mati di atas kayu salib, dan keduanya sesuai de-

ngan perkataan Kitab Suci. Meskipun kita tidak menge-

tahuinya, hal yang sama juga telah ditetapkan bagi kita, 

bagaimana caranya kita akan mati. Namun, ini akan 

membebaskan kita dari semua kecemasan tentang ke-

matian itu. “Tuhan, apa, bilamana, dan bagaimana pun 

caranya, biarlah terjadi seperti yang telah Engkau tetap-

kan.” 

II. Inilah percakapan Pilatus dengan si tahanan itu (ay. 33 dan 

seterusnya). Di sini kita temukan, 

1. Orang tahanan itu diadili. sesudah  Pilatus bercakap-cakap de-

ngan imam-imam kepala di luar, ia kembali memasuki gedung 

itu dan memerintahkan supaya Yesus dibawa masuk. Ia tidak 

mau memeriksa Kristus di tengah orang banyak, supaya ia 

tidak terganggu oleh kegaduhan mereka. Ia memerintahkan 

agar Dia dibawa masuk ke gedung pengadilan, sebab  Ia telah 

biasa berada di tengah bangsa-bangsa bukan-Yahudi. sebab  

dosa, kita harus menghadapi penghakiman Allah dan dibawa 

ke hadapan pengadilan-Nya. sebab  itulah Kristus yang telah 

menjadi dosa dan kutuk sebab  kita didakwa sebagai seorang 

penjahat. Pilatus menghakimi Dia, supaya Allah tidak meng-

hakimi kita.  

2. Pemeriksaan perkara oleh Pilatus. Penulis Injil lainnya menu-

turkan bahwa para pendakwa-Nya menuduh Dia bahwa Ia 

telah menyesatkan bangsa Yahudi dan melarang membayar pa-

jak kepada Kaisar. Atas dakwaan inilah Ia diperiksa.  

(1) Inilah pertanyaan yang diajukan kepada-Nya, dengan mak-

sud untuk menjerat Dia guna menemukan sesuatu yang 

dapat dijadikan dasar pendakwaan: “Engkau inikah raja 

orang Yahudi? ho basileus – raja orang Yahudi yang begitu 

banyak dibicarakan orang dan yang telah begitu lama 

dinanti-nantikan itu – Mesias Sang Raja, Engkau-kah Dia? 

Apakah Engkau mengaku-ngaku sebagai Dia? Apakah Eng-

kau menyebut diri-Mu seperti itu, dan apakah Engkau mau 

dianggap orang demikian?” Tidak sedikit pun Pilatus mem-

bayangkan bahwa Ia memang demikian. Ia juga tidak per-

nah berencana untuk mengajukan pertanyaan yang seperti 

itu. Ada yang berpendapat bahwa Pilatus mengajukan 

pertanyaan ini dengan nada mencemoohkan dan meng-

hina: “Apa? Engkau ini seorang raja? Dengan penampilan-

Mu yang hina ini? Engkau inikah raja orang Yahudi, yang 

justru sedemikian membenci dan menganiaya Engkau? 

Apakah Engkau ini raja secara de jure – yang sah menurut 

hukum, sementara Kaisar hanyalah raja de facto – menurut 

kenyataan saja?” sebab  tidak dapat dibuktikan bahwa ia 

pernah berkata seperti itu, Pilatus mendesak Dia untuk 

mengatakannya sekarang, supaya dia dapat terus meng-

adili Kristus berdasarkan pengakuan-Nya itu. 

(2) Kristus menjawab pertanyaan ini dengan pertanyaan lain. 

Bukan untuk mengelak, namun  sebagai isyarat bagi Pilatus 

untuk mempertimbangkan apa yang ia lakukan dan atas 

dasar apa dia melakukan semuanya ini (ay. 34):  “Apakah 

engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, berdasarkan ke-

curigaan yang muncul dari lubuk hatimu, atau adakah 

orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku, 

dan engkau hanya bertanya untuk menuruti kemauan me-

reka?” 

[1] “Jelaslah bahwa engkau tidak mempunyai alasan untuk 

mengatakan bahwa hal ini berasal dari hatimu sendiri.” 

Pilatus terikat dengan jabatannya untuk menjaga ke-

pentingan pemerintahan Romawi, namun  ia tidak dapat 

mengatakan bahwa kepentingan ini sedang terancam 

atau dirugikan akibat semua yang pernah dikatakan 

atau dilakukan oleh Yesus Tuhan kita. Kristus tidak 

pernah tampil dalam kemegahan duniawi, tidak pernah 

memangku jabatan atau mengharapkan kekuasaan du-

niawi, tidak pernah bertindak sebagai hakim atau peja-

bat pemerintah, tidak pernah dituduh sebagai peng-

khianat atau melakukan tindakan pengkhianatan. 

Tidak ada hal-hal yang dapat menunjukkan bayangan 

kecurigaan sedikit pun.  

[2] “Kalau ada orang lain yang mengatakannya kepadamu 

tentang Aku, untuk menghasut engkau melawan Aku, 

engkau harus mempertimbangkan dulu siapakah mere-

ka itu, dan atas dasar apa mereka melakukannya. Pikir-

kan, apakah mereka yang menuduh Aku sebagai musuh 

Kaisar justru mereka sendiri yang sesungguhnya meru-

pakan musuh Kaisar atau bukan, dan yang sebab  itu 

menggunakan kesempatan ini hanya untuk menutupi 

kejahatan mereka? Jika demikian halnya, perkara ini 

harus ditimbang dengan baik oleh seorang hakim yang 

hendak menegakkan keadilan.” Bahkan seandainya 

Pilatus benar-benar mencari tahu sebagaimana yang 

semestinya ia harus lakukan dalam menangani perkara 

ini, ia akan menemukan bahwa alasan yang sebenarnya 

mengapa imam-imam kepala begitu menentang Yesus 

yaitu  sebab  Ia tidak bersedia mendirikan kerajaan 

dunia yang bisa menentang kekuasaan Romawi. Sean-

dainya Ia melakukan hal ini dan membuat mujizat 

untuk membawa bangsa Yahudi keluar dari perbudak-

an Romawi, seperti yang dilakukan Musa saat  mem-

bawa mereka keluar dari Mesir, maka mereka pasti ti-

dak akan memihak pemerintahan Romawi melawan Dia, 

namun  mengangkat-Nya sebagai raja mereka dan ber-

juang di bawah pimpinan-Nya melawan pemerintah Ro-

mawi. Akan namun , sebab  Kristus tidak menanggapi ha-

rapan mereka itu, mereka mendakwa Dia atas perkara 

yang justru mereka sendirilah yang paling bersalah di 

dalamnya, yakni kebencian dan rancangan busuk un-

tuk melawan pemerintahan saat itu. Jadi, masakan ma-

salah seperti ini layak disetujui orang?  

(3) Pilatus merasa tersinggung oleh jawaban Kristus, dan 

menganggapnya sangat tidak pantas (ay. 35). Jawabannya 

langsung menanggapi pertanyaan Kristus (ay. 34), 

[1] Kristus bertanya kepadanya apakah ia mengatakan hal 

itu dari hatinya sendiri. “Tidak,” katanya, “apakah aku 

seorang Yahudi, sehingga engkau mencurigai aku berse-

kongkol melawan Engkau? Aku tidak tahu apa-apa me-

ngenai Mesias, dan Aku tidak ingin mengetahuinya, jadi 

untuk apa aku tertarik untuk mengetahui siapa yang 

Mesias dan siapa yang bukan? Mesias atau bukan, 

tidak ada bedanya bagiku.” Amatilah, betapa menghina-

nya nada pertanyaan Pilatus, “Apakah aku seorang Ya-

hudi?”  Dalam banyak hal bangsa Yahudi yaitu  bangsa 

yang terhormat. Namun, sebab  mereka telah merusak 

kovenan Allah mereka, Ia membuat mereka hina dan 

rendah bagi seluruh umat ini (Mal. 2:8-9). Jadi, saat itu 

seorang Yahudi yang terpelajar dan terhormat mengang-

gap aib jika disebut sebagai orang Yahudi. Demikianlah 

nama baik sering kali menjadi jelek saat  disandang 

orang jahat. Sungguh menyedihkan bila dicurigai ber-

laku tidak jujur, seorang bukan Kristen lalu berujar 

balik, “Apa? Kamu kira aku ini orang Kristen?” 

[2] Kristus bertanya kepada Pilatus, “Adakah orang lain 

yang mengatakannya kepadamu?” “Ya,” katanya, “dan 

mereka itu yaitu  bangsa-Mu sendiri, yang seharusnya 

lebih memihak Engkau, dan juga imam-imam kepala, 

yang kesaksian mereka in verbum sacerdotis – atas per-

kataan seorang imam, patut dihormati. sebab  itu, tidak 

ada yang perlu kulakukan selain melanjutkan pemerik-

saan berdasarkan keterangan mereka.” Demikianlah, di 

dalam agama-Nya sendiri Kristus masih juga harus 

menderita sebab  perbuatan bangsanya sendiri, bahkan 

oleh imam-imam yang mengaku memiliki hubungan 

dengan-Nya, namun  tidak hidup sesuai dengan pengaku-

an iman mereka itu. 

[3] Kristus menolak menjawab pertanyaan, Engkau inikah 

raja orang Yahudi? Oleh sebab  itu Pilatus mengajukan 

pertanyaan lain yang bersifat lebih umum, “Apakah 

yang telah Engkau perbuat? Tindakan hasutan apa yang 

telah Engkau lakukan terhadap bangsa-Mu sendiri, 

khususnya terhadap imam-imam itu, sehingga mereka 

menjadi begitu bengis terhadap-Mu? Tidak mungkin 

ada asap tanpa api. Jadi apakah itu?” 

(4) Dalam jawaban berikutnya Kristus memberi  jawaban 

yang lebih lengkap dan langsung atas pertanyaan Pilatus 

sebelumnya, Apakah Engkau seorang raja? Ia menjawab 

dalam hal apa Ia sungguh seorang raja, namun  bukan raja 

yang dapat membahayakan pemerintah Romawi, dan juga 

bukan raja dari dunia ini, sebab  kepentingan-Nya tidak 

didukung dengan cara-cara duniawi (ay. 36). Amatilah,  

[1] Uraian mengenai sifat dan hukum dasar kerajaan Kris-

tus. Kerajaan itu bukan dari dunia ini. Penjelasan terse-

but diungkapkan secara negatif untuk meralat berbagai 

kesalahan yang dilakukan saat itu mengenai sifat kera-

jaan-Nya. Namun demikian, sisi positifnya sudah tersi-

rat di dalamnya, yaitu bahwa kerajaan-Nya yaitu  kera-

jaan sorga, dan termasuk dalam dunia lain. Kristus 

yaitu  seorang Raja, dan Ia memiliki sebuah Kerajaan, 

namun  bukan dari dunia ini.  

Pertama, kerajaan itu tidak muncul dari dunia ini. 

Kerajaan manusia muncul dari dalam laut dan bumi 

(Dan. 7:3; Why. 13:1, 11), namun  kota yang kudus itu tu-

run dari sorga, dari Allah (Why. 21:2). Kerajaan-Nya di-

peroleh bukan sebab  pergantian pemimpin sebab  pe-

warisan, pemilihan, atau penaklukan, namun  langsung 

oleh penunjukkan khusus yang berasal dari kehendak 

dan kebijaksanaan ilahi.  

Kedua, sifatnya bukanlah duniawi. Kerajaan-Nya 

yaitu  kerajaan yang ada di antara manusia (Luk. 

17:21), dibangun di dalam hati dan nurani mereka (Rm. 

14:17). Kekayaannya bersifat rohaniah, kuasanya bersi-

fat rohaniah, demikian pula dengan semua kemuliaan 

yang ada di dalamnya. Pelayan-pelayan kerajaan Kris-

tus tidak memiliki roh dari dunia ini (1Kor. 2:12).  

Ketiga, para pengawal serta pendukungnya tidak 

bersifat duniawi. Senjata-senjatanya bersifat rohaniah. 

Kerajaan itu juga tidak membutuhkan dan mengguna-

kan kekuatan duniawi untuk menjaga dan mengem-

bangkannya, juga tidak dilaksanakan dengan cara-cara 

yang mendatangkan kerugian kepada raja-raja dan dae-

rah-daerah. Setidaknya kerajaan itu tidak mencampuri 

urusan hak istimewa raja-raja dan juga hak-hak warga 

negaranya. Kerajaan ini juga tidak mengubah dasar-da-

sar kebangsaan yang duniawi sifatnya, dan tidak mela-

wan kerajaan apa pun selain melawan dosa dan Iblis.  

Keempat, kecenderungan dan rancangan kerajaan 

ini bukanlah pada perkara-perkara duniawi. Kristus ti-

dak mengejar perkara-perkara duniawi dan tidak akan 

membiarkan murid-murid-Nya mengejar kemegahan 

serta kekuasaan pembesar-pembesar di bumi ini.  

Kelima, warga negara kerajaan ini, meskipun mereka 

masih tinggal di dunia ini, bukanlah dari dunia ini. Me-

reka telah dipanggil dan dipilih dari dunia ini. Mereka di-

lahirkan dari dan pergi ke dunia yang lain. Mereka juga 

bukan murid-murid dunia ini dan bukan pula kesa-

yangan dunia ini. Mereka tidak dikuasai oleh hikmat 

ataupun diperkaya oleh kekayaan dunia ini.  

[2] Sebuah bukti sifat rohaniah dari Kerajaan Kristus diha-

silkan. Jika Kristus berencana melawan pemerintah, Ia 

akan bertempur dengan mereka memakai senjata yang 

juga digunakan mereka. Dia melawan kekuatan dengan 

kekuatan yang sifatnya sama. Namun, Ia tidak meng-

ambil jalan ini : Jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, 

pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku 

jangan diserahkan kepada orang Yahudi dan Kerajaan-

Ku dihancurkan. Sebaliknyalah,  

Pertama, pengikut-pengikut-Nya tidak diperbolehkan 

untuk melawan. Tidak ada huru-hara, tidak ada usaha 

untuk menyelamatkan Dia, meskipun kota ini sekarang 

telah dipenuhi oleh orang-orang Galilea, sahabat-saha-

bat-Nya dan orang-orang sekampung-Nya, dan banyak 

dari mereka bersenjata. Sekalipun begitu, tingkah laku 

murid-murid-Nya yang suka damai dalam semua keja-

dian ini  sudah cukup untuk membungkam kepicik-

an orang-orang bodoh.  

Kedua, Kristus tidak memerintahkan mereka untuk 

melawan. Dia bahkan melarang mereka. Hal ini menjadi 

bukti bahwa Ia tidak mengandalkan pertolongan-perto-

longan yang bersifat duniawi (sebab  Ia sanggup menge-

rahkan sejumlah besar pasukan malaikat untuk mem-

bantu-Nya, yang menunjukkan bahwa Kerajaan-Nya 

datang dari atas). Ia juga tidak merasa takut akan per-

lawanan duniawi ini, sebab  Ia memang rela untuk 

diserahkan kepada orang Yahudi. Ia tahu bahwa peng-

hancuran kerajaan duniawi ini justru akan memajukan 

dan menegakkan Kerajaan-Nya. sebab  itu sudah se-

pantasnya kalau Ia berkata, Sekarang, engkau dapat 

melihat, bahwa Kerajaan-Ku bukan dari sini. Berada di 

dunia ini, namun  bukan dari dunia ini.   

(5) Dalam menjawab pertanyaan Pilatus selanjutnya, Kristus 

menjawab secara lebih langsung (ay. 37). Di sini kita temu-

kan,  

[1] Pertanyaan langsung dan terang-terangan dari Pilatus: 

“Jadi Engkau yaitu  raja? Engkau berbicara tentang 

Kerajaan-Mu, jadi kalau begitu Engkau ini seorang raja? 

Apa hak-Mu sampai Engkau menyatakan diri sebagai 

seorang raja? Jelaskan sendiri.” 

[2] Pengakuan baik yang dinyatakan Tuhan Yesus di ha-

dapan Pontius Pilatus dalam menjawab pertanyaan ini 

(1Tim. 6:13), Engkau mengatakan bahwa Aku yaitu  

Raja, dan memang seperti yang engkau katakan, Aku 

ini seorang Raja, sebab  Aku datang untuk memberi  

kesaksian tentang kebenaran.  

Pertama, Ia menyatakan diri sebagai seorang Raja, 

meskipun bukan dalam pengertian yang dimaksudkan 

oleh Pilatus. Sang Mesias diharapkan memiliki watak 

atau karakter seorang Raja, seorang yang diurapi, se-

orang raja. sebab  itu, sesudah  mengaku di hadapan 

Kayafas bahwa Ia yaitu  Kristus (Yang Diurapi), Ia 

tidak akan menyangkalnya di hadapan Pilatus bahwa Ia 

seorang Raja. Kalau tidak, ini berarti bahwa Ia tidak 

berpendirian tetap. Perhatikanlah, meskipun Kristus 

mengambil rupa seorang hamba, pada saat yang sama 

pula secara layak Ia juga menyatakan dengan tegas ke-

hormatan dan wewenang yang dimiliki-Nya sebagai se-

orang Raja.  

Kedua, Ia menjelaskan tentang diri-Nya sendiri dan 

menunjukkan bagaimana Ia menjadi seorang Raja, ka-

rena Ia datang untuk memberi  kesaksian tentang 

kebenaran. Ia memerintah dalam hati manusia melalui 

kuasa kebenaran. Seandainya Ia menyatakan diri seba-

gai raja dunia ini, mungkin Ia akan berkata, untuk itu-

lah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam 

dunia ini, yaitu untuk memerintah bangsa-bangsa, me-

naklukkan raja-raja, dan merampas kerajaan-kerajaan. 

namun , tidak, Ia datang untuk menjadi seorang Saksi, 

Saksi bagi Allah yang menciptakan dunia ini, dan Saksi 

untuk melawan dosa yang telah menghancurkan dunia 

ini. Melalui perkataan kesaksian-Nya inilah Ia memba-

ngun dan meneguhkan Kerajaan-Nya. Telah dinubuat-

kan bahwa Ia harus menjadi saksi bagi bangsa-bangsa 

dan sebab  itu, sebagai raja dan pemerintah bagi suku-

suku bangsa (Yes. 55:4). Kerajaan Kristus bukan dari 

dunia ini, tempat kebenaran telah hilang (Yes. 59:15, 

Qui nescit dissimulare, nescit regnare – Ia yang tidak 

dapat menyembunyikan diri di balik topeng kepalsuan, 

tidak tahu bagaimana memerintah [dunia ini – pen.]). 

Sebaliknya, kerajaan-Nya datang dari dunia yang di da-

lamnya kebenaran memerintah selama-lamanya. Kris-

tus diutus ke dunia ini, dan tugas-Nya di dunia ini ada-

lah untuk memberi kesaksian tentang kebenaran: 

1. Untuk mengungkapkan kebenaran itu, untuk me-

nyatakan kepada dunia kebenaran yang tanpanya 

dunia tidak akan bisa mengenal Allah, kehendak-

Nya, dan kasih-Nya terhadap manusia (1:18; 17:26). 

2 Untuk menegaskan kebenaran itu (Rm. 15:8). Mela-

lui mujizat-mujizat-Nya Ia memberi kesaksian ten-

tang kebenaran agama, kebenaran wahyu ilahi, ke-

benaran tentang kesempurnaan dan pemeliharaan 

Allah, serta kebenaran akan janji dan kovenan-Nya, 

supaya oleh Dia semua orang menjadi percaya. Nah, 

dengan melakukan semuanya ini, Ia sungguh se-

orang Raja, dan mulai membangun Kerajaan-Nya. 

(1) Dasar, kekuasaan, roh, dan watak Kerajaan Kris-

tus yaitu  kebenaran, yaitu kebenaran ilahi. Ke-

tika Ia berkata, Aku yaitu  kebenaran, sebenar-

nya Ia berkata, Aku yaitu  seorang Raja. Ia 

menaklukkan dengan bukti kebenaran yang me-

yakinkan hati orang. Ia memerintah dengan kua-

sa kebenaran yang penuh wibawa, dan dalam se-

marak-Nya itu Ia maju demi kebenaran (Mzm. 

45:5). Dengan kebenaran-Nya itulah Ia akan 

menghakimi bangsa-bangsa (Mzm. 96:13). Itulah 

tongkat Kerajaan-Nya. Ia menarik mereka dengan 

tali kesetiaan, dengan kebenaran yang diungkap-

kan kepada kita dan yang diterima oleh kita de-

ngan rasa kasih akan kebenaran itu. Dengan 

begitu Ia menawan segala pikiran dan menakluk-

kannya kepada-Nya. Ia datang ke dalam dunia 

sebagai terang, dan memerintah seperti matahari 

di siang hari.  

(2) Warga negara Kerajaan ini yaitu  setiap orang 

yang berasal dari kebenaran. Setiap orang yang 

oleh kasih karunia Allah diselamatkan dari ke-

kuasaan bapa segala dusta, dan bersedia mene-

rima kebenaran itu serta tunduk pada kuasa dan 

pengaruhnya, mereka ini akan mendengar suara 

Kristus, akan menjadi warga Kerajaan-Nya, dan 

beriman serta beribadah kepada-Nya. Setiap 

orang yang mempunyai pengertian yang sungguh 

mengenai agama yang benar akan menyambut 

agama Kristen, dan mereka inilah yang menjadi 

milik kerajaan-Nya. Dengan kuasa kebenaran, 

Kristus membuat mereka merelakan diri untuk 

maju (Mzm. 110:3). Semua orang yang mencintai 

kebenaran akan mendengar suara Kristus, kare-

na kebenaran yang lebih besar, lebih baik, lebih 

pasti, dan lebih manis, tidak akan dapat ditemu-

kan di mana pun selain di dalam Kristus, yang 

oleh-Nya kasih karunia dan kebenaran datang. 

sebab  itu, dengan mendengar suara Kristus, kita 

tahu bahwa kita berasal dari kebenaran (1Yoh. 

3:19).  

(6) Kemudian Pilatus mengajukan sebuah pertanyaan yang 

baik kepada-Nya, namun  ia tidak menunggu jawaban (ay. 

38). Ia berkata kepada Kristus, “Apakah kebenaran itu?” Se-

sudah mengatakan demikian keluarlah Pilatus lagi.  

[1] Sudah jelas bahwa pertanyaan ini pertanyaan yang ba-

gus dan hanya dapat dijawab oleh orang yang paling 

mampu menjawabnya. Kebenaran yaitu  mutiara yang 

sangat berharga yang sangat diingini dan dicari-cari 

oleh akal budi manusia. Mereka tidak akan berhenti 

mencari dan hanya bisa beristirahat di dalamnya, yaitu 

apa yang sungguh merupakan kebenaran, atau setidak-

nya yang dipahami sebagai kebenaran. saat  kita me-

nyelidiki Kitab Suci dan mengikuti pekerjaan Firman 

ini , kita harus melakukannya dengan pertanyaan, 

“Apakah kebenaran itu?” dan diiringi dengan doa, “Bim-

binglah aku dalam kebenaran, ke dalam seluruh kebe-

naran.” Namun, banyak orang yang mengajukan perta-

nyaan ini tidak memiliki cukup kesabaran dan ketekun-

an dalam menyelidiki kebenaran itu, atau tidak memi-

liki cukup kerendahan hati dan ketulusan hati untuk 

menerima kebenaran itu saat  mereka menemukannya 

(2Tim. 3:7). Demikianlah, banyak orang bergumul de-

ngan hati nurani mereka sendiri. Mereka mengajukan 

pertanyaan-pertanyaan penting kepada hati nurani me-

reka sendiri, “Siapakah aku ini?”, “Apa yang telah aku 

perbuat?”, namun  mereka tidak mau meluangkan waktu 

untuk menunggu jawabannya.  

[2] Tidak pasti apa maksud Pilatus dalam mengajukan per-

tanyaan itu.  

Pertama, boleh jadi ia berbicara sebagai seorang pel-

ajar, sebagai seorang yang mulai memikirkan yang baik-

baik tentang Kristus, dan memandang-Nya dengan pe-

nuh rasa hormat, serta berharap diberi tahu tentang 

pemikiran-pemikiran baru apa yang Ia kembangkan dan 

kemajuan-kemajuan apa yang Ia bawa dalam agama 

dan pembelajaran. Namun, sementara ia sangat berhas-

rat mendengar suatu kebenaran baru dari Kristus, se-

perti halnya Herodes yang ingin melihat suatu mujizat, 

teriakan dan kemarahan gerombolan imam-imam di 

pintu gerbangnya mengharuskannya mengakhiri perca-

kapan itu dengan tiba-tiba.  

Kedua, ada yang berpendapat bahwa ia berbicara se-

perti itu sebagai seorang hakim, yang menyelidiki lebih 

lanjut perkara yang sekarang sedang diperhadapkan 

kepadanya: “Biarkan aku menyelidiki rahasia ini, kata-

kan kepadaku apa itu kebenaran dari semuanya ini, ke-

adaan yang sebenarnya dari perkara ini.”  

Ketiga, ada juga orang lain yang berpendapat bahwa 

ia berkata seperti itu sebagai orang yang sedang meng-

ejek, dengan nada mengolok, “Engkau berbicara tentang 

kebenaran, dapatkah engkau mengatakan apakah kebe-

naran itu, atau dapatkah engkau memberi  arti dari 

kebenaran itu?” Dengan demikian ia memperolokkan 

Injil yang kekal itu, kebenaran agung yang dibenci dan 

dianiaya oleh imam-imam kepala, yang untuknya Kris-

tus sekarang sedang memberi  kesaksian dan men-

derita. Seperti orang yang tidak mengenal agama, yang 

senang mengolok-olok agama-agama, Pilatus mengejek 

kedua belah pihak. sebab  itulah Kristus tidak mau 

menjawab. Jangan menjawab orang bebal menurut kebo-

dohannya, dan jangan melemparkan mutiaramu kepada 

babi. Namun, walaupun Kristus tidak mau memberi 

tahu Pilatus tentang apakah kebenaran itu, Ia telah 

memberitahukan hal itu kepada murid-murid-Nya, dan 

melalui mereka kita diberi tahu tentang kebenaran itu 

(14:6).  

III. Hasil percakapan Pilatus dengan para pendakwa dan Si tahanan 

(ay. 38-40), dalam dua hal:  

1. Hakim ini tampil sebagai sahabat Kristus dan berpihak ke-

pada-Nya, sebab , 

(1) Ia menyatakan secara terbuka bahwa Kristus tidak bersa-

lah (ay. 38). Atas seluruh perkara ini, aku tidak mendapati 

kesalahan apa pun pada-Nya. Ia beranggapan mungkin ada 

semacam pertentangan paham dalam bidang agama antara 

Kristus dan mereka, dalam hal mana Kristus bisa sama 

benarnya seperti mereka. Ia tidak mendapati kejahatan apa 

pun pada Kristus. Pernyataan sungguh-sungguh bahwa 

Kristus tidak bersalah ini,  

[1] Merupakan suatu pembenaran dan kehormatan bagi 

Tuhan Yesus. Melalui pernyataan ini tampak jelas bah-

wa meskipun Ia diperlakukan seperti pelaku kejahatan 

yang terbejat, Ia sama sekali tidak pantas diperlakukan 

seperti itu. 

[2] Menjelaskan rancangan dan maksud kematian-Nya, 

bahwa Ia bukan mati menanggung dosa-Nya sendiri, 

bahkan menurut penghakiman si hakim sendiri. sebab  

itu, Ia mati sebagai korban bagi dosa-dosa kita, bahkan 

menurut pertimbangan para pendakwa itu sendiri, bah-

wa lebih berguna jika satu orang mati untuk bangsa kita 

(11:50). Inilah Dia yang tidak berbuat kekerasan dan 

tipu tidak ada dalam mulut-Nya (Yes. 53:9), yang dising-

kirkan, padahal tidak ada salahnya apa-apa (Dan. 

9:26).  

[3] Menambah berat dosa orang-orang Yahudi yang telah 

menganiaya Kristus dengan begitu kejam. Jika seorang 

tahanan telah diadili dengan adil dan telah dibebaskan 

dari semua tuduhan kejahatan oleh hakim yang berwe-

nang, terlebih lagi bila hakim ini  tidak terbukti 

berat sebelah dalam keputusannya, maka si tahanan 

itu harus dipercaya tidak bersalah, dan para pendakwa-

nya berkewajiban untuk menerima keputusan itu. Na-

mun kenyataanya, Yesus Tuhan kita, walaupun dinya-

takan tidak bersalah, tetap saja diperlakukan seperti 

seorang penjahat, dan darah-Nya sangat diingini.  

(2) Pilatus menawarkan sebuah jalan keluar sementara untuk 

membebaskan Kristus (ay. 39): namun  pada kamu ada kebia-

saan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagi-

mu, jadi maukah kamu, supaya aku membebaskan raja 

orang Yahudi ini bagimu? Ia menawarkan pembebasan ini 

bukan kepada imam-imam kepala (ia tahu betul bahwa 

mereka tidak akan pernah menyetujuinya), namun  kepada 

orang banyak itu. Ia sungguh menawarkannya kepada 

orang banyak, seperti nyata dalam Matius 27:15. Mungkin 

ia telah mendengar kabar bagaimana beberapa hari sebe-

lumnya Yesus telah disambut dengan seruan hosana oleh 

rakyat jelata. sebab  itu ia memandang orang ini sebagai 

tokoh kesayangan masyarakat dan para penguasa hanya 

merasa cemburu dan iri kepada-Nya. sebab  itu ia merasa 

sangat yakin bahwa mereka akan menuntut pembebasan 

Yesus yang akan membungkam mulut para pendakwa itu, 

dan selesailah semua perkara ini. 

[1] Ia memperbolehkan adat kebiasaan mereka itu, yang 

mungkin telah lama sekali dijalani mereka dalam meng-

hormati perayaan Paskah, yang menjadi peringatan 

akan pembebasan bangsa ini  dari perbudakan. 

Namun, pembebasan seorang jahat pada perayaan Pas-

kah ini  sebenarnya merupakan penambahan pada 

Firman Allah. Hal ini seakan-akan menyatakan bahwa 

Allah itu belum cukup membuat ketetapan untuk mem-

peringati peristiwa pembebasan bangsa Israel itu. Mes-

kipun hal ini merupakan sebuah tindakan belas kasih-

an, namun mungkin justru tidak adil bagi masyarakat 

banyak (Ams. 17:15). 

[2] Ia menawarkan untuk membebaskan Yesus bagi mere-

ka sesuai dengan kebiasaan mereka pada hari Paskah. 

Jika Pilatus memiliki cukup kejujuran dan keberanian 

sebagaimana layaknya seorang hakim, ia seharusnya 

tidak boleh menyamakan dan menyandingkan sese-

orang yang tidak bersalah dengan orang yang jelas-jelas 

terkenal sebagai penjahat untuk tujuan ini . Jika 

ia tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya, ia ter-

ikat dengan hati nuraninya untuk membebaskan Kris-

tus. Namun, ia malah bersedia bersikap netral dan me-

nyenangkan semua pihak, sebab  ia lebih dikendalikan 

oleh kebijaksanaan duniawi daripada aturan keadilan. 

2. Orang banyak itu tampil menjadi musuh-musuh Kristus, dan 

dengan sengit menentang Dia (ay. 40). Mereka berteriak pula: 

Jangan Dia, melainkan Barabas!  

Amatilah: 

(1) Betapa buas dan garangnya mereka itu. Pilatus menyam-

paikan usulnya dengan tenang, menghormati pertimbangan 

mereka yang dianggap dewasa, namun  mereka menanggapi-

nya dalam kemarahan dan menyampaikan kebulatan hati 

mereka dengan teriakan-teriakan keras dan gaduh, dan 

luar biasa kacaunya. Perhatikanlah, musuh-musuh agama 

kudus Kristus suka mengeluarkan kata-kata penghinaan 

dengan suara keras, dengan harapan untuk menghancur-

kannya. Coba lihat teriakan mereka di Efesus (Kis. 19:34). 

Akan namun , orang-orang yang berprasangka buruk tentang 

berbagai hal dan manusia dan berteriak-teriak hanya demi 

keberadaan mereka semata, biasanya hanya memiliki sedi-

kit ketetapan hati dan pertimbangan. Bahkan patut dicuri-

gai bahwa orang-orang seperti ini biasanya tidak berbudi 

dan tidak punya rasa keadilan, dan sebab  itu mereka ber-

usaha mencari bantuan dengan menggerakkan huru-hara 

masyarakat luas demi kepentingan mereka. 

(2) Betapa bodoh dan tidak masuk akalnya keputusan mereka 

ini, seperti tampak dalam penjelasan singkat tentang calon 

lain yang akan dibebaskan itu: Barabas yaitu  seorang 

penyamun.  

Oleh sebab  itu: 

[1] Ia yaitu  seorang pelanggar hukum Allah. Namun jus-

tru dialah yang hendak dibebaskan, dan bukan yang 

satunya lagi yang telah menegur keangkuhan, kesera-

kahan, dan kelaliman para imam dan tua-tua. Meski-

pun Barabas seorang perampok, ia tidak akan meram-

pok kursi Musa dari mereka, dan juga adat istiadat me-

reka. Jadi, memang Barabas bukanlah masalah bagi 

mereka. 

[2] Ia yaitu  musuh bagi keamanan masyarakat dan harta 

milik pribadi. Teriakan warga masyarakat kota terhadap 

penyamun-penyamun merupakan hal yang lazim (Ayb. 

30:5), orang berteriak-teriak terhadap mereka seperti ter-

hadap pencuri, namun di sini teriakan itu hanya dituju-

kan kepada satu orang. Demikianlah perilaku orang-

orang yang lebih menyukai dosa daripada Kristus. Dosa 

yaitu  penyamun. Setiap nafsu rendah yaitu  penya-

mun. Namun, bodohnya, justru si penyamun itulah 

yang dipilih daripada Kristus, yang justru akan mem-

perkaya kita. 

 

PASAL 19  

eskipun sampai pada saat ini sang penulis Injil ini terlihat gigih 

untuk tidak mencatat bagian-bagian kisah yang telah dising-

gung oleh para penulis Injil lainnya, akan namun , saat  tiba saatnya 

bagi dia untuk menuliskan mengenai penderitaan dan kematian Kris-

tus, dia tidak lagi melewatkan bagian itu seperti orang yang malu 

akan belenggu dan salib Gurunya, yang menganggap kedua hal itu 

sebagai noda dalam kisah yang dituliskannya. Sebaliknya, ia justru 

mengulangi apa yang sebelumnya telah diceritakan penulis Injil lain, 

dengan menambahkan lebih banyak keterangan lagi, seperti orang 

yang kerinduannya hanya untuk mengenal Kristus dan bagaimana Ia 

disalibkan, untuk tidak bermegah dalam hal apa pun kecuali dalam 

salib Kristus. Dalam kisah di pasal ini kita mendapati: 

I. Kelanjutan persidangan Kristus di hadapan Pilatus, yang 

penuh kekacauan dan huru-hara (ay. 1-15).  

II. Hukuman yang dijatuhkan serta pelaksanaan hukuman 

ini  (ay. 16-18).  

III. Gelar di atas kepala-Nya (ay. 19-22).  

IV. Bagaimana pakaian-Nya dibagi-bagikan (ay. 23-24).  

V. Kepedulian Kristus terhadap ibu-Nya (ay. 25-27).  

VI. Pemberian anggur asam supaya diminum-Nya (ay. 28-29).  

VII. Perkataan-Nya sesaat sebelum mati (ay. 30).  

VIII. Penikaman lambung-Nya (ay. 31-37).  

IX. Penguburan mayat-Nya (ay. 38-42).  

Biarlah saat kita merenungkan semua kejadian ini kita boleh meng-

alami kuasa kematian Kristus dan persekutuan di dalam penderita-

an-Nya! 


Kristus di hadapan Pilatus 

(19:1-15) 

1 Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia.  2 Praju-

rit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas ke-

pala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, 3 dan sambil maju ke depan 

mereka berkata: “Salam, hai raja orang Yahudi!” Lalu mereka menampar mu-

ka-Nya. 4 Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: “Lihatlah, aku 

membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak 

mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” 5 Lalu Yesus keluar, bermahkota 

duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: “Lihatlah Manu-

sia itu!” 6 saat  imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, 

berteriaklah mereka: “Salibkan Dia, salibkan Dia!” Kata Pilatus kepada 

mereka: “Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan 

apa pun pada-Nya.” 7 Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: “Kami mem-

punyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap 

diri-Nya sebagai Anak Allah.” 8 saat  Pilatus mendengar perkataan itu ber-

tambah takutlah ia, 9 lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan 

berkata kepada Yesus: “Dari manakah asal-Mu?” namun  Yesus tidak memberi 

jawab kepadanya. 10 Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Tidakkah Engkau mau 

bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk 

membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?” 11 

Yesus menjawab: “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, 

jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang 

menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.” 12 Sejak itu Pilatus ber-

usaha untuk membebaskan Dia, namun  orang-orang Yahudi berteriak: “Jika-

lau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap 

orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.” 13 saat  

Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan 

ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litostrotos, dalam 

bahasa Ibrani Gabata. 14 Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam 

dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: “Inilah rajamu!” 15 

Maka berteriaklah mereka: “Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!” 

Kata Pilatus kepada mereka: “Haruskah aku menyalibkan rajamu?” Jawab 

imam-imam kepala: “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!” 

Di sini ada  kelanjutan kisah persidangan tidak adil yang terjadi 

atas Tuhan kita Yesus. Para penganiaya melangsungkan persidangan 

ini  di tengah-tengah kekacauan rakyat, dan sang hakim me-

mimpin persidangan itu dengan kebingungan yang melanda hatinya. 

Dengan demikian, tidak mudah untuk menelusuri kisah ini di antara 

kedua pihak ini . Oleh sebab  itu, kita harus berusaha mema-

hami bagian-bagian kisah ini sebagaimana yang diceritakan. 

I. Sang hakim melecehkan Sang Terdakwa, sekalipun dia menyata-

kan-Nya tidak bersalah, dan berharap dapat menenangkan para 

penganiaya ini . Sekalipun tujuannya mungkin baik, namun  

hal itu tetap tidak bisa membenarkan proses peradilan yang dila-

kukannya, yang nyata-nyata tidak adil.  

 1.  Dia memerintahkan supaya Kristus disesah layaknya seorang 

penjahat (ay. 1). Pilatus, saat  melihat begitu murkanya 

orang-orang itu, dan sebab  kecewa dengan kegagalan upaya-

nya untuk mencoba membujuk mereka supaya melepaskan 

Dia, mengambil Yesus dan menyesah Dia, yang berarti ia me-

nyuruh orang-orang bawahannya supaya melakukan itu. Bede 

[seorang theolog Inggris abad ketujuh – pen.] berpendapat bah-

wa Pilatus menyesah Yesus dengan tangannya sendiri, sebab 

dikatakan bahwa dia mengambil Yesus dan menyesah Dia, su-

paya tampak jelas bahwa hukumannya berasal dari dia sen-

diri, untuk menyenangkan hati orang. Matius dan Markus me-

nyebutkan penyesahan ini  dilakukan sesudah  Dia dijatuhi 

hukuman, namun  di sini tampaknya hal itu terjadi sebelumnya. 

Lukas menceritakan bagaimana Pilatus menawarkan diri un-

tuk menghajar-Nya, lalu melepaskan-Nya, yang pastinya terjadi 

sebelum hukuman dijatuhkan. Penyesahan Kristus itu hanya 

dimaksudkan untuk memuaskan orang-orang Yahudi itu, dan 

melaluinya Pilatus menunjukkan bahwa ia hendak menye-

nangkan mereka dengan cara mengabulkan keinginan mereka, 

meskipun hal itu sebenarnya bertentangan dengan hati nura-

ninya sendiri. Biasanya, penyesahan yang dilakukan oleh 

bangsa Romawi amatlah kejam dan tidak terbatas, berbeda de-

ngan penyesahan di antara kaum Yahudi yang dibatasi hanya 

sebanyak empat puluh pukulan. Meskipun demikian, Kristus 

rela menanggung semua hinaan dan kesakitan ini demi ke-

baikan kita.  

(1) Supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci, yang 

menceritakan keadaan-Nya yang seperti kena tulah, dipukul 

dan ditindas, dan ganjaran yang mendatangkan keselamat-

an bagi kita ditimpakan kepadanya (Yes. 53:5), tentang ba-

gaimana Dia memberi punggung-Nya kepada orang-orang 

yang memukul Dia (Yes. 50:6), tentang bagaimana pemba-

jak membajak di atas punggung-Nya (Mzm. 129:3). Dia sen-

diri juga telah memberitahukan semuanya itu sebelumnya 

(Mat. 20:19; Mrk. 10:34; Luk. 18:33).  

(2)  Supaya oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh (1Ptr. 2:24). 

Kita layak dihajar dengan cambuk dan kalajengking, dan 

menerima banyak pukulan, sebab kita tahu kehendak Tu-

han namun  tidak melakukannya. Akan namun , Kristus me-

nanggung semua pukulan itu demi kita, dan menerima 

cambukan murka Bapa-Nya (Rat. 3:1). Pilatus mencambuk-

Nya supaya Dia tidak dihukum, namun  maksudnya itu ter-

nyata tidak berjalan sesuai dengan rencana. Walaupun 

demikian, kejadian ini menunjukkan apa yang telah men-

jadi rancangan Allah, yaitu bahwa Dia dicambuk supaya 

mencegah kita dihukum, sebab  kita memiliki persekutuan 

di dalam penderitaan-Nya, dan hal ini sungguh-sungguh 

terlaksana: sang tabib disesah, dan si sakit pun sembuh.  

(3)  Supaya pukulan-pukulan itu, sebab  telah ditanggung-

Nya, dapat dikuduskan dan menjadi lebih mudah ditang-

gung oleh para pengikut-Nya. Dengan demikian, mereka 

boleh bersukacita di dalam aib itu, seperti yang memang 

sungguh terjadi demikian (Kis. 5:41; 16:22, 25), seperti 

yang terjadi pada diri Paulus yang didera di luar batas 

(2Kor. 11:23). Bilur-bilur Kristus melenyapkan sengatan 

yang harus mereka rasakan saat mereka didera, sehingga 

mengubah sifat dari pukulan-pukulan mereka itu. Kita di-

didik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama de-

ngan dunia (1Kor. 11:32). 

2.  Pilatus menyerahkan Kristus ke tangan para prajuritnya un-

tuk diolok-olok dan dipermainkan seperti seorang dungu (ay. 

2-3): Para prajurit, yang merupakan pengawal sang wali negeri 

itu, memakaikan mahkota duri di atas kepala-Nya. Mahkota 

yang demikian mereka pikir paling pantas dipakai oleh seorang 

raja seperti itu. Mereka juga memakaikan sebuah jubah ungu 

di tubuh-Nya, yaitu sebuah jubah rombeng yang berwarna 

ungu, yang mereka anggap cukup pantas untuk menjadi pa-

kaian kebesaran-Nya. Lalu, mereka menyerukan bagi-Nya, 

“Salam, hai raja orang Yahudi” (memang pantas jika kaum se-

perti mereka memiliki raja semacam ini), dan kemudian mere-

ka menampar muka-Nya.     

(1) Lihatlah di sini bagaimana rendah dan tidak adilnya sikap 

Pilatus, sebab dia membiarkan para hambanya melecehkan 

dan menginjak-injak orang yang dia percayai tidak bersa-

lah, yang begitu luar biasa. Orang-orang yang ditahan ber-

dasarkan hukum harus dilindungi oleh hukum ini , 

sehingga mereka seharusnya diamankan. Akan namun  Pila-

tus bertindak demikian, 

[1] Untuk memuaskan keinginan para prajuritnya, dan 

mungkin dirinya sendiri, untuk berhura-hura, tanpa pe-

duli dengan martabat yang seharusnya dimiliki oleh 

seorang hakim. Herodes dan para pasukannya juga 

baru saja berpesta seperti itu (Luk. 23:11). Bagi mereka, 

peristiwa itu tidak ubahnya seperti sebuah pertunjuk-

kan di musim pesta, sebagaimana orang-orang Filistin 

mempermainkan Samson.  

[2] Untuk menuruti niat jahat orang-orang Yahudi dan me-

muaskan keinginan hati mereka yang hendak mela-

yangkan segenap aib dan penghinaan sehebat-hebatnya 

kepada Kristus. 

(2) Lihatlah di sini kekurangajaran dan kelancangan para pra-

jurit itu. Betapa mereka benar-benar telah kehilangan sege-

nap rasa keadilan dan kemanusiaan sehingga begitu tega 

bersukacita di atas kesengsaraan orang lain, padahal orang 

ini sudah dikenal sebab  hikmat dan kehormatan-Nya, dan 

tidak pernah melakukan apa pun yang cemar. Akan namun , 

memang begitulah wajah agama Kristus yang suci telah 

dicemari dan dilumuri oleh orang-orang jahat sesuka hati 

mereka. Mereka menjadikannya sasaran hinaan dan cela-

an, sebagaimana yang dialami Kristus di sini.   

[1]  Mereka menyandangkan sebuah jubah untuk meng-

olok-olok-Nya. Bagi mereka jubah itu seolah-olah meng-

gambarkan aib dan cela. Semua tindakan ini tiada lain 

daripada khayalan panas hati dan lamunan gila. Dan, 

sebagaimana di sini Kristus dianggap sebagai seorang 

raja palsu, begitu pulalah mereka menganggap agama-

Nya itu palsu. Demikian juga, Allah dan jiwa, dosa dan 

kewajiban, sorga dan neraka, dianggap hanya isapan 

jempol belaka.  

[2] Mereka memahkotai-Nya dengan duri. Seakan-akan 

agama Kristus itu berupa tindakan ibadah yang dilaku-

kan melalui tindakan mati raga dengan menyakiti diri 

sendiri, yang hanya mendatangkan kesakitan dan kesu-

karan yang teramat hebat di dunia ini. Seolah-olah ber-

serah ke dalam kendali Allah dan kesadaran hati nurani 

sama saja dengan menancapkan kepala sendiri ke da-

lam serumpun duri yang lebat. Akan namun , semua 

tuduhan ini benar-benar tidak adil; Duri dan perangkap 

ada di jalan orang yang serong hatinya, namun  bunga 

mawar dan sanjungan ada di jalan orang yang ber-

agama.  

(3) Lihatlah di sini bagaimana Tuhan kita Yesus begitu rela  

merendahkan diri bagi kita di dalam penderitaan-Nya. 

Orang-orang yang berpikiran agung dan panjang sabar 

biasanya lebih tahan menghadapi penghinaan, kesusahan, 

kepedihan, kehilangan, daripada celaan, caci maki dan pe-

ngucilan. Akan namun , Yesus yang agung dan kudus ini 

mau menerima semuanya ini demi kita. Lihatlah dan kagu-

milah,  

[1] Kesabaran luar biasa yang ditunjukkan oleh Si Pende-

rita, yang meninggalkan sebuah teladan bagi kita supa-

ya tetap tabah dan berbesar hati, tenang dan damai di 

dalam roh, saat menghadapi kesukaran-kesukaran he-

bat yang mungkin kita hadapi saat sedang mengerjakan 

kewajiban kita. 

[2] Kasih dan kebaikan Sang Juruselamat yang tiada tara-

nya, yang tidak hanya menunaikan semuanya itu de-

ngan penuh kegirangan hati dan tekad yang bulat, te-

tapi juga dengan sukarela menawarkan diri-Nya untuk 

menanggungnya bagi kita dan bagi keselamatan kita. 

Demikianlah Dia membuktikan kasih-Nya, yaitu dengan 

mati bagi kita, bahkan melalui kematian yang terlihat 

sangat konyol. 

Pertama, Dia menahan rasa sakit-Nya; bukan hanya 

sengatan penderitaan maut saja, yang sungguh teramat 

menyakitkan sebab  disalibkan, namun juga, seolah 

rasa sakit itu saja belum cukup, Dia bahkan rela me-

nanggung kesakitan-kesakitan lainnya sebelum itu. La-

yakkah kita mengeluhkan sebuah duri di dalam daging, 

atau mengerang saat dihantam oleh kesesakan yang se-

benarnya kita perlukan untuk menghindarkan kesom-

bongan dari kita, sementara Kristus sendiri merendah-

kan diri-Nya untuk menanggung duri-duri di kepala-

Nya dan tusukan-tusukannya, demi untuk menyelamat-

kan dan mengajari kita? (2Kor. 12:7).  

Kedua, Dia menanggung rasa malu itu, rasa malu 

yang ditimbulkan oleh jubah rombeng dan ejekan mere-

ka yang berseru, Salam, hai raja orang Yahudi! Jadi, ka-

pan saja kita diejek sebab  melakukan suatu kebaikan, 

janganlah kita merasa malu, namun  muliakanlah Allah, 

sebab dengan melewati semuanya itu, kita sudah meng-

ambil bagian dalam penderitaan Kristus. Siapa yang 

menanggung kehormatan yang merendahkan ini, dia 

akan diganjar dengan kehormatan yang sejati. Demikian 

pula kita, jika kita sabar menanggung aib demi Dia.  

II.  sesudah  menyiksa Sang Tahanan, Pilatus kemudian membawa-

Nya ke hadapan para penganiaya, dengan harapan bahwa mereka 

akan merasa puas sekarang dan menarik tuntutan mereka (ay. 4-

5). Ia mengajukan dua hal supaya dipertimbangkan oleh mereka: 

1.  Bahwa ia tidak mendapati apa pun di dalam diri-Nya yang me-

nentang pemerintahan Romawi (ay. 4): Aku tidak mendapati 

kesalahan apa pun pada-Nya; oudemian aitian heuriskō – Aku 

tidak mendapati sedikit pun kesalahan atau sesuatu yang 

layak dituduhkan kepada-Nya. Berdasarkan pemeriksaan yang 

dilakukannya lebih lanjut lagi, ia mengumumkan lagi pernya-

taan yang telah ia buat tadi (18:38). Dengan begitu, ia sebenar-

nya menjatuhkan penghukuman atas dirinya sendiri, sebab, 

jika dia tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya, meng-

apa tadi dia menyesah-Nya, mengapa ia tadi menyerahkan Dia 

untuk disiksa? Tidak ada yang layak diperlakukan dengan keji 

selain orang yang berlaku keji. Demikianlah, banyak orang 

masih juga membantah dan melecehkan agama [Kristen – 

pen.], padahal, jika saja mereka mau bersungguh-sungguh di 

dalamnya, mereka pasti tidak akan mendapati kesalahan apa 

pun dalam agama itu. Jika Pilatus tidak mendapati suatu ke-

salahan apa pun pada-Nya, mengapa dia membawa-Nya keluar 

ke hadapan para penganiaya-Nya, dan tidak langsung saja me-

lepaskan-Nya, sebagaimana yang seharusnya ia lakukan? Se-

andainya saja Pilatus hanya mendengarkan hati nuraninya 

sendiri, dia pasti tidak akan menyesah ataupun menyalibkan 

Kristus. Akan namun , sebab  ia ingin memenangkan perkara 

itu dengan aman, ia menyenangkan orang-orang itu dengan 

menyesah Kristus dan menyelamatkan hati nuraninya sendiri 

dengan berusaha untuk tidak menyalibkan-Nya. Jadi, lihatlah, 

ia melakukan keduanya. Padahal, jika sedari awal dia memu-

tuskan untuk menyalibkan Kristus, dia tentu tidak perlu me-

nyesah-Nya terlebih dahulu. Tidak mengherankan memang 

bila orang yang berusaha untuk berkelit dari dosa besar de-

ngan melakukan dosa yang lebih ringan, justru terjerembab 

melakukan keduanya.  

2. Bahwa ia telah melakukan tindakan yang membuat Kristus 

tidak lagi terlihat membahayakan mereka dan pemerintahan 

mereka (ay. 5). Dia membawa-Nya keluar ke hadapan mereka 

dengan bermahkotakan duri, kepala dan mukanya berlumuran 

darah. Lalu Pilatus berkata, “Lihatlah Manusia yang kepada-

Nya kalian dengki ini.”  Perkataannya ini menunjukkan bahwa 

kemasyhuran-Nya di seluruh negeri itu bisa menimbulkan 

rasa takut pada mereka semua, bahwa pekerjaan-Nya akan 

memudarkan kepentingan mereka. sebab  itu, Pilatus berusa-

ha mencegah hal itu dengan memperlakukan-Nya seperti se-

orang budak, dan membuat-Nya dihina. Dengan tindakan ini 

ia mengira bahwa sesudah  itu orang-orang tidak akan lagi 

memandang-Nya dengan penuh hormat, dan Dia sendiri tidak 

akan dapat memulihkan nama baik-Nya lagi. Tak terpikirkan 

sedikit pun oleh Pilatus, betapa besar kehormatan yang justru 

ditimbulkan oleh semua penderitaan-Nya itu, yang sesudah  ber-

abad-abad kemudian malah dirayakan oleh orang-orang terhe-

bat, yang bermegah di dalam salib dan bilur-bilur-Nya, yang 

dikiranya akan menjadi aib cela bagi Dia dan para pengikut-

Nya untuk selama-lamanya tanpa terhapuskan lagi.  

(1) Perhatikanlah di sini, bagaimana Tuhan Yesus menampak-

kan diri dengan berpakaian segenap tanda-tanda penghina-

an. Dia keluar, rela dijadikan tontonan dan diolok-olok, 

dan ini tampak jelas saat Dia keluar dengan penampilan 

yang usang seperti itu, sadar bahwa diri-Nya ditentukan 

untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan 

(Luk. 2:34). Bukankah Dia telah tampil untuk menanggung 

kehinaan kita? sebab  itu, marilah kita pergi kepada-Nya 

dan menanggung kehinaan-Nya (Ibr. 13:13). 

(2) Bagaimana Pilatus menampilkan Dia: kata Pilatus kepada 

mereka: Lihatlah Manusia itu! Katanya kepada mereka: 

begitulah teks asli menyebutkan. Dan, oleh sebab  pelaku 

di kalimat sebelumnya yaitu  Yesus, saya pikir tidak ada 

salahnya menduga bahwa kata-kata itu sebetulnya yaitu  

kata-kata Kristus sendiri. Dia berkata, “Lihatlah Manusia 

yang kalian begitu murkahi ini.”  Akan namun  beberapa sa-

linan Yunani, dan para penerjemah umumnya beranggapan 

sama seperti kita, yaitu kalimat ini  dikatakan Pilatus 

kepada mereka dengan maksud untuk menenangkan mere-

ka, Lihatlah Manusia itu. Perkataannya itu tidaklah ber-

tujuan untuk menggugah belas kasihan mereka, Lihatlah 

Manusia yang patut kalian kasihani, untuk meredam ke-

dengkian mereka, Lihatlah Manusia yang tidak pantas ka-

lian curigai, Manusia yang tidak perlu membuat kalian me-

rasa terancam. Mahkota-Nya telah dinajiskan laksana 

debu, dan kini semua umat manusia akan mengolok-olok 

Dia. Bagaimanapun juga, kalimat itu sangat menggugah 

perasaan: Lihatlah Manusia itu. Baiklah setiap dari kita de-

ngan mata iman kita melihat Manusia itu, Kristus Yesus 

dalam semua penderitaan-Nya itu. Tengoklah raja itu de-

ngan mahkota yang dikenakan kepadanya oleh ibunya, 

mahkota dari duri (Kid. 3:11). “Lihatlah Dia, dan semoga 

engkau tergugah dengan pemandangan itu. Lihatlah Dia 

dan merataplah sebab -Nya. Lihatlah Dia dan kasihilah 

Dia. Hendaklah pandanganmu tetap kepada Yesus.”  

III. Bukannya mereda, para penganiaya Yesus justru semakin beri-

ngas (ay. 6-7). 

1.  Perhatikanlah segala keributan dan keberangan mereka di 

sini. Imam-imam kepala, yang mendalangi kerumunan orang 

itu, berteriak dengan penuh amarah dan murka, dan para 

bawahan atau pembantu mereka, yang harus menirukan apa 

yang mereka katakan, juga ikut berseru, “Salibkan Dia, salib-

kan Dia!” Rakyat jelata mungkin sebenarnya menyetujui per-

nyataan Pilatus mengenai ketidakbersalahan Yesus, akan te-

tapi para pemimpin mereka, yaitu para imam, menyesatkan 

mereka. Dengan begitu, nyata sekali bahwa kedengkian mere-

ka terhadap Kristus,  

(1) Tidak masuk akal dan sungguh janggal, sebab mereka 

bukan saja tidak mau menarik tuduhan mereka terhadap-

Nya, namun  juga tidak mengajukan keberatan terhadap 

penilaian Pilatus mengenai Dia. Meskipun Dia tidak ber-

salah, Dia harus tetap disalibkan.   

(2) Tidak kenal puas dan sangat keji. Tidak ada yang mampu 

meluluhkan hati mereka sedikit pun, baik itu penyesahan 

yang melampaui batas yang diterima-Nya, kesabaran-Nya 

dalam menanggung itu semua, maupun pernyataan-per-

nyataan sang hakim yang lunak dan masuk akal itu. Bah-

kan, olok-olok yang dilakukan Pilatus terhadap Dia pun 

tidak mampu menyenangkan hati mereka.  

(3) Bengis dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Pokoknya mere-

ka ingin supaya keinginan mereka dituruti. Mereka lebih 

memilih untuk menentang pemerintah dan merusak keda-

maian negeri serta mempertaruhkan keselamatan mereka 

sendiri daripada mengurangi tuntutan mereka. Bukankah 

mereka begitu bernafsu hendak menindas Kristus dan ber-

seru, “Salibkan Dia, salibkan Dia”? Jadi, tidakkah kita juga 

harus lebih bersemangat dan giat dalam meninggikan 

nama-Nya dan berseru, “Mahkotailah Dia, mahkotailah 

Dia”? Bukankah kebencian mereka terhadap-Nya membuat 

mereka semakin menjadi-jadi dalam berusaha menentang 

Dia? Jadi, tidakkah kasih kita kepada-Nya seharusnya 

lebih mendorong lagi segala usaha kita bagi Dia dan keraja-

an-Nya? 

  

2.  Teguran Pilatus terhadap kemarahan mereka, dengan tetap 

kukuh membela ketidakbersalahan Sang Tahanan: “Ambil Dia 

dan salibkan Dia, jika Dia memang harus disalibkan.” Perkata-

annya itu sebenarnya tidak dimaksudkan begitu, namun  dise-

ngaja untuk menantang orang-orang Yahudi itu. Pilatus tahu 

bahwa mereka tidak dapat dan tidak berani menyalibkan-Nya. 

Jadi seolah-olah ia hendak mengatakan, “Kalian tidak dapat 

memanfaatkanku untuk melaksanakan kedengkianmu itu. 

Aku tidak bisa menyalibkan-Nya tanpa menentang hati nura-

niku sendiri.” Jika saja ia terus bersiteguh seperti itu, maka 

keputusannya itu sangat baik. Dia tidak mendapati suatu ke-

salahan apa pun pada Yesus, jadi dia tidak seharusnya terus 

berdebat dengan para penganiaya itu. Orang-orang yang mau 

selamat dari dosa haruslah tuli terhadap godaan. Bahkan, se-

harusnya dia mengamankan Sang Tahanan dari penghinaan 

mereka. Untuk apa dia diperlengkapi dengan kekuasaan selain 

untuk melindungi pihak yang ditindas? Para pengawal wali 

negeri juga seharusnya menjadi pengawal-pengawal keadilan. 

Akan namun , Pilatus tidak cukup berani untuk bertindak se-

suai dengan hati nuraninya, dan sikap pengecutnya itu kemu-

dian menjadi perangkap bagi dirinya sendiri.   

3.  Topeng kepura-puraan yang dipakai para penganiaya untuk 

meloloskan tuntutan mereka (ay. 7): Kami mempunyai hukum 

dan menurut hukum itu, jika kami memiliki kuasa untuk me-

laksanakannya, Ia harus mati, sebab Ia menganggap diri-Nya 

sebagai Anak Allah.  

Perhatikanlah di sini: 

(1) Mereka bermegah atas hukum Taurat, sekalipun mereka 

sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu, 

sebagaimana yang dituduhkan atas bangsa Yahudi (Rm. 

2:23). Mereka memang memiliki hukum hebat yang mele-

bihi peraturan dan perundang-undangan bangsa lainnya. 

namun  apa gunanya mereka bermegah akan hal itu, jika 

mereka malah menyalahgunakannya untuk tujuan-tujuan 

yang busuk.  

(2)  Kedengkian mereka terhadap Tuhan kita Yesus tidak kenal 

lelah dan sudah mendarah daging. Saat mereka tidak bisa 

lagi menghasut Pilatus dengan menuduh bahwa Yesus 

mengaku-ngaku sebagai raja, kini mereka mengemukakan 

tuduhan lain, yaitu bahwa Dia mengaku diri-Nya sebagai 

Allah. Demikianlah mereka terus berikhtiar sedapat mung-

kin untuk melenyapkan Dia.  

(3) Mereka menyelewengkan hukum Taurat dan memanfaat-

kannya sebagai alat untuk melaksanakan kejahatan mere-

ka. Beberapa orang berpendapat bahwa mereka merujuk 

pada sebuah hukum yang khusus dibuat untuk menentang 

Kristus, seolah-olah, sebab  itu yaitu  hukum, maka hu-

kum itu harus dilaksanakan, tidak peduli benar atau salah. 

Padahal sudah ada peringatan bagi mereka, “Celakalah 

mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak

adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan 

kelaliman “(Yes. 10:1; Mi. 6:16). Akan namun , tampaknya 

yang mereka maksudkan yaitu  hukum Musa, dan jika 

demikian: 

[1] Memang benar bahwa para penghujat, penyembah ber-

hala dan nabi-nabi palsu, haruslah dihukum mati ber-

dasarkan hukum itu. Siapa pun yang mengaku-aku 

sebagai Anak Allah berarti telah melakukan dosa peng-

hujatan (Im. 24:16). Akan namun , 

[2] Tidak benar bahwa Kristus hanya mengaku-ngaku se-

bagai Anak Allah, sebab Dia memang Anak Allah. Me-

reka seharusnya menyelidiki bukti-bukti yang Ia miliki 

mengenai jati diri-Nya itu. Jika Dia berkata bahwa Dia 

yaitu  Anak Allah, dan maksud serta tujuan ajaran-

Nya tidak membuat orang berpaling dari Allah, melain-

kan membawa mereka kepada-Nya, dan jika Dia mene-

guhkan amanat dan ajaran-Nya dengan banyak mujizat 

seperti yang telah Dia nyata-nyata lakukan tanpa dapat 

disangkal lagi, maka berdasarkan hukum mereka itu, 

mereka seharusnya mendengarkan-Nya (Ul. 18:18-19), 

dan jika mereka tidak melakukannya, mereka harus di-

lenyapkan. Apa yang merupakan kehormatan bagi-Nya, 

mereka timpakan kepada Dia sebagai suatu kejahatan. 

Padahal, kehormatan-Nya ini justru akan menjadi keba-

hagiaan mereka sendiri seandainya saja mereka tidak 

mengikuti jalan mereka sendiri. Tidak selayaknya Ia di-

salibkan sebab  kehormatan-Nya ini , sebab hu-

kum yang mereka pakai itu tidaklah memerintahkan 

kematian sebab  hal yang demikian. 

 IV. Sang hakim kemudian membawa Sang Tahanan sekali lagi ke 

dalam persidangannya, berdasarkan tuntutan baru ini .  

Perhatikanlah:   

1. Kerisauan yang melanda Pilatus saat mendengar laporan itu 

(ay. 8): Saat ia mendengar bahwa tahanannya itu bukan saja 

dituduh mengaku-ngaku sebagai raja, namun  juga dituduh 

menganggap diri sebagai Tuhan, maka bertambah takutlah ia. 

Hal itu membuatnya merasa lebih malu lagi dan mempersulit 

kasus yang sedang dihadapinya itu dari dua arah, sebab: 

(1) Jika ia melepas Kristus, maka kemungkinan besar ia akan 

menyinggung perasaan orang-orang itu, sebab dia tahu 

betul bagaimana mereka begitu mendewa-dewakan bahwa 

Allah mereka itu esa, dan bahwa mereka sangat tidak suka 

dengan ilah-ilah lain saat itu. sebab  itulah, meskipun ia 

mungkin berharap untuk dapat meredakan kegeraman 

mereka terhadap orang yang dituduh mengaku diri menjadi 

raja, dia tidak akan pernah dapat melunakkan hati mereka 

terhadap seseorang yang mengaku-ngaku sebagai Allah. 

“Jika ini yang menjadi dasar kekacauan ini,” pikir Pilatus, 

“maka masalah ini tidak akan dapat diredakan dengan 

suatu olok-olok saja terhadap si Tahanan itu.” 

(2) Jika dia harus menjatuhkan hukuman ke atas-Nya, maka 

hal itu berarti dia harus menentan