tanya, Di ma-
nakah Sang Mesias yang berhak itu?
(3) Bagaimanapun juga, ada campur tangan Tuhan di situ,
sehingga mereka tidak lagi memiliki kekuasaan untuk men-
jatuhkan hukuman mati terhadap seseorang, atau tidak
urung melakukannya, supaya genaplah perkataan Yesus,
yang dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya
Ia akan mati (ay. 32).
Amatilah:
[1] Secara umum, bahkan mereka yang berencana untuk
mencegah digenapinya firman Kristus, tanpa kuasa di-
buat menjadi pelaku penggenapan firman itu oleh ta-
ngan Allah yang berkuasa. Tidak ada satu pun dari fir-
man Kristus itu yang dibiarkan-Nya gugur. Ia tidak akan
pernah menipu atau ditipu. Bahkan, saat imam-imam
kepala menganiaya Kristus sebagai seorang penipu, roh
mereka malah diarahkan sedemikian rupa untuk mem-
bantu membuktikan bahwa Ia benar adanya, sekalipun
orang mungkin mengira bahwa dengan melakukan hal
demikian mereka akan membatalkan semua nubuatan-
Nya. namun mereka sendiri tidak demikian maksudnya
(Yes. 10:7).
[2] Secara khusus, perkataan-perkataan Kristus yang dige-
napi yaitu yang berkenaan dengan kematian-Nya sen-
diri. Dua perkataan Kristus ini digenapi oleh orang-
orang Yahudi yang menolak untuk menghakimi Dia me-
nurut hukum Taurat mereka.
Pertama, Kristus telah berkata bahwa Ia akan dise-
rahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal
Allah, dan bahwa mereka akan menjatuhi Dia hukuman
mati (Mat. 20:19; Mrk. 10:33; Luk. 17:32-33). Dengan
penolakan orang-orang Yahudi itu perkataan ini
digenapi.
Kedua, Kristus telah mengatakan bahwa Ia akan di-
salibkan (Mat. 20:19; 26:2), dan ditinggikan (3:14;
12:32). Nah, seandainya mereka mau menghakimi Dia
menurut hukum Taurat mereka, maka Ia akan dilempari
dengan batu, dibakar, dicekik, dan dipancung, yakni
hukuman yang biasa digunakan di antara bangsa Ya-
hudi, dan tidak pernah dengan cara menyalibkan. Kare-
na itu Kristus perlu dijatuhi hukuman mati oleh orang-
orang Romawi, sehingga dengan digantung pada kayu
salib, Ia menjadi kutuk sebab kita (Gal. 3:13), dan
mereka akan menusuk tangan dan kaki-Nya. Sementara
kekuasaan Romawi menyebabkan Dia harus dilahirkan
di Betlehem, sekarang kekuasaan yang sama membuat
Dia mati di atas kayu salib, dan keduanya sesuai de-
ngan perkataan Kitab Suci. Meskipun kita tidak menge-
tahuinya, hal yang sama juga telah ditetapkan bagi kita,
bagaimana caranya kita akan mati. Namun, ini akan
membebaskan kita dari semua kecemasan tentang ke-
matian itu. “Tuhan, apa, bilamana, dan bagaimana pun
caranya, biarlah terjadi seperti yang telah Engkau tetap-
kan.”
II. Inilah percakapan Pilatus dengan si tahanan itu (ay. 33 dan
seterusnya). Di sini kita temukan,
1. Orang tahanan itu diadili. sesudah Pilatus bercakap-cakap de-
ngan imam-imam kepala di luar, ia kembali memasuki gedung
itu dan memerintahkan supaya Yesus dibawa masuk. Ia tidak
mau memeriksa Kristus di tengah orang banyak, supaya ia
tidak terganggu oleh kegaduhan mereka. Ia memerintahkan
agar Dia dibawa masuk ke gedung pengadilan, sebab Ia telah
biasa berada di tengah bangsa-bangsa bukan-Yahudi. sebab
dosa, kita harus menghadapi penghakiman Allah dan dibawa
ke hadapan pengadilan-Nya. sebab itulah Kristus yang telah
menjadi dosa dan kutuk sebab kita didakwa sebagai seorang
penjahat. Pilatus menghakimi Dia, supaya Allah tidak meng-
hakimi kita.
2. Pemeriksaan perkara oleh Pilatus. Penulis Injil lainnya menu-
turkan bahwa para pendakwa-Nya menuduh Dia bahwa Ia
telah menyesatkan bangsa Yahudi dan melarang membayar pa-
jak kepada Kaisar. Atas dakwaan inilah Ia diperiksa.
(1) Inilah pertanyaan yang diajukan kepada-Nya, dengan mak-
sud untuk menjerat Dia guna menemukan sesuatu yang
dapat dijadikan dasar pendakwaan: “Engkau inikah raja
orang Yahudi? ho basileus – raja orang Yahudi yang begitu
banyak dibicarakan orang dan yang telah begitu lama
dinanti-nantikan itu – Mesias Sang Raja, Engkau-kah Dia?
Apakah Engkau mengaku-ngaku sebagai Dia? Apakah Eng-
kau menyebut diri-Mu seperti itu, dan apakah Engkau mau
dianggap orang demikian?” Tidak sedikit pun Pilatus mem-
bayangkan bahwa Ia memang demikian. Ia juga tidak per-
nah berencana untuk mengajukan pertanyaan yang seperti
itu. Ada yang berpendapat bahwa Pilatus mengajukan
pertanyaan ini dengan nada mencemoohkan dan meng-
hina: “Apa? Engkau ini seorang raja? Dengan penampilan-
Mu yang hina ini? Engkau inikah raja orang Yahudi, yang
justru sedemikian membenci dan menganiaya Engkau?
Apakah Engkau ini raja secara de jure – yang sah menurut
hukum, sementara Kaisar hanyalah raja de facto – menurut
kenyataan saja?” sebab tidak dapat dibuktikan bahwa ia
pernah berkata seperti itu, Pilatus mendesak Dia untuk
mengatakannya sekarang, supaya dia dapat terus meng-
adili Kristus berdasarkan pengakuan-Nya itu.
(2) Kristus menjawab pertanyaan ini dengan pertanyaan lain.
Bukan untuk mengelak, namun sebagai isyarat bagi Pilatus
untuk mempertimbangkan apa yang ia lakukan dan atas
dasar apa dia melakukan semuanya ini (ay. 34): “Apakah
engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, berdasarkan ke-
curigaan yang muncul dari lubuk hatimu, atau adakah
orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku,
dan engkau hanya bertanya untuk menuruti kemauan me-
reka?”
[1] “Jelaslah bahwa engkau tidak mempunyai alasan untuk
mengatakan bahwa hal ini berasal dari hatimu sendiri.”
Pilatus terikat dengan jabatannya untuk menjaga ke-
pentingan pemerintahan Romawi, namun ia tidak dapat
mengatakan bahwa kepentingan ini sedang terancam
atau dirugikan akibat semua yang pernah dikatakan
atau dilakukan oleh Yesus Tuhan kita. Kristus tidak
pernah tampil dalam kemegahan duniawi, tidak pernah
memangku jabatan atau mengharapkan kekuasaan du-
niawi, tidak pernah bertindak sebagai hakim atau peja-
bat pemerintah, tidak pernah dituduh sebagai peng-
khianat atau melakukan tindakan pengkhianatan.
Tidak ada hal-hal yang dapat menunjukkan bayangan
kecurigaan sedikit pun.
[2] “Kalau ada orang lain yang mengatakannya kepadamu
tentang Aku, untuk menghasut engkau melawan Aku,
engkau harus mempertimbangkan dulu siapakah mere-
ka itu, dan atas dasar apa mereka melakukannya. Pikir-
kan, apakah mereka yang menuduh Aku sebagai musuh
Kaisar justru mereka sendiri yang sesungguhnya meru-
pakan musuh Kaisar atau bukan, dan yang sebab itu
menggunakan kesempatan ini hanya untuk menutupi
kejahatan mereka? Jika demikian halnya, perkara ini
harus ditimbang dengan baik oleh seorang hakim yang
hendak menegakkan keadilan.” Bahkan seandainya
Pilatus benar-benar mencari tahu sebagaimana yang
semestinya ia harus lakukan dalam menangani perkara
ini, ia akan menemukan bahwa alasan yang sebenarnya
mengapa imam-imam kepala begitu menentang Yesus
yaitu sebab Ia tidak bersedia mendirikan kerajaan
dunia yang bisa menentang kekuasaan Romawi. Sean-
dainya Ia melakukan hal ini dan membuat mujizat
untuk membawa bangsa Yahudi keluar dari perbudak-
an Romawi, seperti yang dilakukan Musa saat mem-
bawa mereka keluar dari Mesir, maka mereka pasti ti-
dak akan memihak pemerintahan Romawi melawan Dia,
namun mengangkat-Nya sebagai raja mereka dan ber-
juang di bawah pimpinan-Nya melawan pemerintah Ro-
mawi. Akan namun , sebab Kristus tidak menanggapi ha-
rapan mereka itu, mereka mendakwa Dia atas perkara
yang justru mereka sendirilah yang paling bersalah di
dalamnya, yakni kebencian dan rancangan busuk un-
tuk melawan pemerintahan saat itu. Jadi, masakan ma-
salah seperti ini layak disetujui orang?
(3) Pilatus merasa tersinggung oleh jawaban Kristus, dan
menganggapnya sangat tidak pantas (ay. 35). Jawabannya
langsung menanggapi pertanyaan Kristus (ay. 34),
[1] Kristus bertanya kepadanya apakah ia mengatakan hal
itu dari hatinya sendiri. “Tidak,” katanya, “apakah aku
seorang Yahudi, sehingga engkau mencurigai aku berse-
kongkol melawan Engkau? Aku tidak tahu apa-apa me-
ngenai Mesias, dan Aku tidak ingin mengetahuinya, jadi
untuk apa aku tertarik untuk mengetahui siapa yang
Mesias dan siapa yang bukan? Mesias atau bukan,
tidak ada bedanya bagiku.” Amatilah, betapa menghina-
nya nada pertanyaan Pilatus, “Apakah aku seorang Ya-
hudi?” Dalam banyak hal bangsa Yahudi yaitu bangsa
yang terhormat. Namun, sebab mereka telah merusak
kovenan Allah mereka, Ia membuat mereka hina dan
rendah bagi seluruh umat ini (Mal. 2:8-9). Jadi, saat itu
seorang Yahudi yang terpelajar dan terhormat mengang-
gap aib jika disebut sebagai orang Yahudi. Demikianlah
nama baik sering kali menjadi jelek saat disandang
orang jahat. Sungguh menyedihkan bila dicurigai ber-
laku tidak jujur, seorang bukan Kristen lalu berujar
balik, “Apa? Kamu kira aku ini orang Kristen?”
[2] Kristus bertanya kepada Pilatus, “Adakah orang lain
yang mengatakannya kepadamu?” “Ya,” katanya, “dan
mereka itu yaitu bangsa-Mu sendiri, yang seharusnya
lebih memihak Engkau, dan juga imam-imam kepala,
yang kesaksian mereka in verbum sacerdotis – atas per-
kataan seorang imam, patut dihormati. sebab itu, tidak
ada yang perlu kulakukan selain melanjutkan pemerik-
saan berdasarkan keterangan mereka.” Demikianlah, di
dalam agama-Nya sendiri Kristus masih juga harus
menderita sebab perbuatan bangsanya sendiri, bahkan
oleh imam-imam yang mengaku memiliki hubungan
dengan-Nya, namun tidak hidup sesuai dengan pengaku-
an iman mereka itu.
[3] Kristus menolak menjawab pertanyaan, Engkau inikah
raja orang Yahudi? Oleh sebab itu Pilatus mengajukan
pertanyaan lain yang bersifat lebih umum, “Apakah
yang telah Engkau perbuat? Tindakan hasutan apa yang
telah Engkau lakukan terhadap bangsa-Mu sendiri,
khususnya terhadap imam-imam itu, sehingga mereka
menjadi begitu bengis terhadap-Mu? Tidak mungkin
ada asap tanpa api. Jadi apakah itu?”
(4) Dalam jawaban berikutnya Kristus memberi jawaban
yang lebih lengkap dan langsung atas pertanyaan Pilatus
sebelumnya, Apakah Engkau seorang raja? Ia menjawab
dalam hal apa Ia sungguh seorang raja, namun bukan raja
yang dapat membahayakan pemerintah Romawi, dan juga
bukan raja dari dunia ini, sebab kepentingan-Nya tidak
didukung dengan cara-cara duniawi (ay. 36). Amatilah,
[1] Uraian mengenai sifat dan hukum dasar kerajaan Kris-
tus. Kerajaan itu bukan dari dunia ini. Penjelasan terse-
but diungkapkan secara negatif untuk meralat berbagai
kesalahan yang dilakukan saat itu mengenai sifat kera-
jaan-Nya. Namun demikian, sisi positifnya sudah tersi-
rat di dalamnya, yaitu bahwa kerajaan-Nya yaitu kera-
jaan sorga, dan termasuk dalam dunia lain. Kristus
yaitu seorang Raja, dan Ia memiliki sebuah Kerajaan,
namun bukan dari dunia ini.
Pertama, kerajaan itu tidak muncul dari dunia ini.
Kerajaan manusia muncul dari dalam laut dan bumi
(Dan. 7:3; Why. 13:1, 11), namun kota yang kudus itu tu-
run dari sorga, dari Allah (Why. 21:2). Kerajaan-Nya di-
peroleh bukan sebab pergantian pemimpin sebab pe-
warisan, pemilihan, atau penaklukan, namun langsung
oleh penunjukkan khusus yang berasal dari kehendak
dan kebijaksanaan ilahi.
Kedua, sifatnya bukanlah duniawi. Kerajaan-Nya
yaitu kerajaan yang ada di antara manusia (Luk.
17:21), dibangun di dalam hati dan nurani mereka (Rm.
14:17). Kekayaannya bersifat rohaniah, kuasanya bersi-
fat rohaniah, demikian pula dengan semua kemuliaan
yang ada di dalamnya. Pelayan-pelayan kerajaan Kris-
tus tidak memiliki roh dari dunia ini (1Kor. 2:12).
Ketiga, para pengawal serta pendukungnya tidak
bersifat duniawi. Senjata-senjatanya bersifat rohaniah.
Kerajaan itu juga tidak membutuhkan dan mengguna-
kan kekuatan duniawi untuk menjaga dan mengem-
bangkannya, juga tidak dilaksanakan dengan cara-cara
yang mendatangkan kerugian kepada raja-raja dan dae-
rah-daerah. Setidaknya kerajaan itu tidak mencampuri
urusan hak istimewa raja-raja dan juga hak-hak warga
negaranya. Kerajaan ini juga tidak mengubah dasar-da-
sar kebangsaan yang duniawi sifatnya, dan tidak mela-
wan kerajaan apa pun selain melawan dosa dan Iblis.
Keempat, kecenderungan dan rancangan kerajaan
ini bukanlah pada perkara-perkara duniawi. Kristus ti-
dak mengejar perkara-perkara duniawi dan tidak akan
membiarkan murid-murid-Nya mengejar kemegahan
serta kekuasaan pembesar-pembesar di bumi ini.
Kelima, warga negara kerajaan ini, meskipun mereka
masih tinggal di dunia ini, bukanlah dari dunia ini. Me-
reka telah dipanggil dan dipilih dari dunia ini. Mereka di-
lahirkan dari dan pergi ke dunia yang lain. Mereka juga
bukan murid-murid dunia ini dan bukan pula kesa-
yangan dunia ini. Mereka tidak dikuasai oleh hikmat
ataupun diperkaya oleh kekayaan dunia ini.
[2] Sebuah bukti sifat rohaniah dari Kerajaan Kristus diha-
silkan. Jika Kristus berencana melawan pemerintah, Ia
akan bertempur dengan mereka memakai senjata yang
juga digunakan mereka. Dia melawan kekuatan dengan
kekuatan yang sifatnya sama. Namun, Ia tidak meng-
ambil jalan ini : Jika Kerajaan-Ku dari dunia ini,
pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku
jangan diserahkan kepada orang Yahudi dan Kerajaan-
Ku dihancurkan. Sebaliknyalah,
Pertama, pengikut-pengikut-Nya tidak diperbolehkan
untuk melawan. Tidak ada huru-hara, tidak ada usaha
untuk menyelamatkan Dia, meskipun kota ini sekarang
telah dipenuhi oleh orang-orang Galilea, sahabat-saha-
bat-Nya dan orang-orang sekampung-Nya, dan banyak
dari mereka bersenjata. Sekalipun begitu, tingkah laku
murid-murid-Nya yang suka damai dalam semua keja-
dian ini sudah cukup untuk membungkam kepicik-
an orang-orang bodoh.
Kedua, Kristus tidak memerintahkan mereka untuk
melawan. Dia bahkan melarang mereka. Hal ini menjadi
bukti bahwa Ia tidak mengandalkan pertolongan-perto-
longan yang bersifat duniawi (sebab Ia sanggup menge-
rahkan sejumlah besar pasukan malaikat untuk mem-
bantu-Nya, yang menunjukkan bahwa Kerajaan-Nya
datang dari atas). Ia juga tidak merasa takut akan per-
lawanan duniawi ini, sebab Ia memang rela untuk
diserahkan kepada orang Yahudi. Ia tahu bahwa peng-
hancuran kerajaan duniawi ini justru akan memajukan
dan menegakkan Kerajaan-Nya. sebab itu sudah se-
pantasnya kalau Ia berkata, Sekarang, engkau dapat
melihat, bahwa Kerajaan-Ku bukan dari sini. Berada di
dunia ini, namun bukan dari dunia ini.
(5) Dalam menjawab pertanyaan Pilatus selanjutnya, Kristus
menjawab secara lebih langsung (ay. 37). Di sini kita temu-
kan,
[1] Pertanyaan langsung dan terang-terangan dari Pilatus:
“Jadi Engkau yaitu raja? Engkau berbicara tentang
Kerajaan-Mu, jadi kalau begitu Engkau ini seorang raja?
Apa hak-Mu sampai Engkau menyatakan diri sebagai
seorang raja? Jelaskan sendiri.”
[2] Pengakuan baik yang dinyatakan Tuhan Yesus di ha-
dapan Pontius Pilatus dalam menjawab pertanyaan ini
(1Tim. 6:13), Engkau mengatakan bahwa Aku yaitu
Raja, dan memang seperti yang engkau katakan, Aku
ini seorang Raja, sebab Aku datang untuk memberi
kesaksian tentang kebenaran.
Pertama, Ia menyatakan diri sebagai seorang Raja,
meskipun bukan dalam pengertian yang dimaksudkan
oleh Pilatus. Sang Mesias diharapkan memiliki watak
atau karakter seorang Raja, seorang yang diurapi, se-
orang raja. sebab itu, sesudah mengaku di hadapan
Kayafas bahwa Ia yaitu Kristus (Yang Diurapi), Ia
tidak akan menyangkalnya di hadapan Pilatus bahwa Ia
seorang Raja. Kalau tidak, ini berarti bahwa Ia tidak
berpendirian tetap. Perhatikanlah, meskipun Kristus
mengambil rupa seorang hamba, pada saat yang sama
pula secara layak Ia juga menyatakan dengan tegas ke-
hormatan dan wewenang yang dimiliki-Nya sebagai se-
orang Raja.
Kedua, Ia menjelaskan tentang diri-Nya sendiri dan
menunjukkan bagaimana Ia menjadi seorang Raja, ka-
rena Ia datang untuk memberi kesaksian tentang
kebenaran. Ia memerintah dalam hati manusia melalui
kuasa kebenaran. Seandainya Ia menyatakan diri seba-
gai raja dunia ini, mungkin Ia akan berkata, untuk itu-
lah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam
dunia ini, yaitu untuk memerintah bangsa-bangsa, me-
naklukkan raja-raja, dan merampas kerajaan-kerajaan.
namun , tidak, Ia datang untuk menjadi seorang Saksi,
Saksi bagi Allah yang menciptakan dunia ini, dan Saksi
untuk melawan dosa yang telah menghancurkan dunia
ini. Melalui perkataan kesaksian-Nya inilah Ia memba-
ngun dan meneguhkan Kerajaan-Nya. Telah dinubuat-
kan bahwa Ia harus menjadi saksi bagi bangsa-bangsa
dan sebab itu, sebagai raja dan pemerintah bagi suku-
suku bangsa (Yes. 55:4). Kerajaan Kristus bukan dari
dunia ini, tempat kebenaran telah hilang (Yes. 59:15,
Qui nescit dissimulare, nescit regnare – Ia yang tidak
dapat menyembunyikan diri di balik topeng kepalsuan,
tidak tahu bagaimana memerintah [dunia ini – pen.]).
Sebaliknya, kerajaan-Nya datang dari dunia yang di da-
lamnya kebenaran memerintah selama-lamanya. Kris-
tus diutus ke dunia ini, dan tugas-Nya di dunia ini ada-
lah untuk memberi kesaksian tentang kebenaran:
1. Untuk mengungkapkan kebenaran itu, untuk me-
nyatakan kepada dunia kebenaran yang tanpanya
dunia tidak akan bisa mengenal Allah, kehendak-
Nya, dan kasih-Nya terhadap manusia (1:18; 17:26).
2 Untuk menegaskan kebenaran itu (Rm. 15:8). Mela-
lui mujizat-mujizat-Nya Ia memberi kesaksian ten-
tang kebenaran agama, kebenaran wahyu ilahi, ke-
benaran tentang kesempurnaan dan pemeliharaan
Allah, serta kebenaran akan janji dan kovenan-Nya,
supaya oleh Dia semua orang menjadi percaya. Nah,
dengan melakukan semuanya ini, Ia sungguh se-
orang Raja, dan mulai membangun Kerajaan-Nya.
(1) Dasar, kekuasaan, roh, dan watak Kerajaan Kris-
tus yaitu kebenaran, yaitu kebenaran ilahi. Ke-
tika Ia berkata, Aku yaitu kebenaran, sebenar-
nya Ia berkata, Aku yaitu seorang Raja. Ia
menaklukkan dengan bukti kebenaran yang me-
yakinkan hati orang. Ia memerintah dengan kua-
sa kebenaran yang penuh wibawa, dan dalam se-
marak-Nya itu Ia maju demi kebenaran (Mzm.
45:5). Dengan kebenaran-Nya itulah Ia akan
menghakimi bangsa-bangsa (Mzm. 96:13). Itulah
tongkat Kerajaan-Nya. Ia menarik mereka dengan
tali kesetiaan, dengan kebenaran yang diungkap-
kan kepada kita dan yang diterima oleh kita de-
ngan rasa kasih akan kebenaran itu. Dengan
begitu Ia menawan segala pikiran dan menakluk-
kannya kepada-Nya. Ia datang ke dalam dunia
sebagai terang, dan memerintah seperti matahari
di siang hari.
(2) Warga negara Kerajaan ini yaitu setiap orang
yang berasal dari kebenaran. Setiap orang yang
oleh kasih karunia Allah diselamatkan dari ke-
kuasaan bapa segala dusta, dan bersedia mene-
rima kebenaran itu serta tunduk pada kuasa dan
pengaruhnya, mereka ini akan mendengar suara
Kristus, akan menjadi warga Kerajaan-Nya, dan
beriman serta beribadah kepada-Nya. Setiap
orang yang mempunyai pengertian yang sungguh
mengenai agama yang benar akan menyambut
agama Kristen, dan mereka inilah yang menjadi
milik kerajaan-Nya. Dengan kuasa kebenaran,
Kristus membuat mereka merelakan diri untuk
maju (Mzm. 110:3). Semua orang yang mencintai
kebenaran akan mendengar suara Kristus, kare-
na kebenaran yang lebih besar, lebih baik, lebih
pasti, dan lebih manis, tidak akan dapat ditemu-
kan di mana pun selain di dalam Kristus, yang
oleh-Nya kasih karunia dan kebenaran datang.
sebab itu, dengan mendengar suara Kristus, kita
tahu bahwa kita berasal dari kebenaran (1Yoh.
3:19).
(6) Kemudian Pilatus mengajukan sebuah pertanyaan yang
baik kepada-Nya, namun ia tidak menunggu jawaban (ay.
38). Ia berkata kepada Kristus, “Apakah kebenaran itu?” Se-
sudah mengatakan demikian keluarlah Pilatus lagi.
[1] Sudah jelas bahwa pertanyaan ini pertanyaan yang ba-
gus dan hanya dapat dijawab oleh orang yang paling
mampu menjawabnya. Kebenaran yaitu mutiara yang
sangat berharga yang sangat diingini dan dicari-cari
oleh akal budi manusia. Mereka tidak akan berhenti
mencari dan hanya bisa beristirahat di dalamnya, yaitu
apa yang sungguh merupakan kebenaran, atau setidak-
nya yang dipahami sebagai kebenaran. saat kita me-
nyelidiki Kitab Suci dan mengikuti pekerjaan Firman
ini , kita harus melakukannya dengan pertanyaan,
“Apakah kebenaran itu?” dan diiringi dengan doa, “Bim-
binglah aku dalam kebenaran, ke dalam seluruh kebe-
naran.” Namun, banyak orang yang mengajukan perta-
nyaan ini tidak memiliki cukup kesabaran dan ketekun-
an dalam menyelidiki kebenaran itu, atau tidak memi-
liki cukup kerendahan hati dan ketulusan hati untuk
menerima kebenaran itu saat mereka menemukannya
(2Tim. 3:7). Demikianlah, banyak orang bergumul de-
ngan hati nurani mereka sendiri. Mereka mengajukan
pertanyaan-pertanyaan penting kepada hati nurani me-
reka sendiri, “Siapakah aku ini?”, “Apa yang telah aku
perbuat?”, namun mereka tidak mau meluangkan waktu
untuk menunggu jawabannya.
[2] Tidak pasti apa maksud Pilatus dalam mengajukan per-
tanyaan itu.
Pertama, boleh jadi ia berbicara sebagai seorang pel-
ajar, sebagai seorang yang mulai memikirkan yang baik-
baik tentang Kristus, dan memandang-Nya dengan pe-
nuh rasa hormat, serta berharap diberi tahu tentang
pemikiran-pemikiran baru apa yang Ia kembangkan dan
kemajuan-kemajuan apa yang Ia bawa dalam agama
dan pembelajaran. Namun, sementara ia sangat berhas-
rat mendengar suatu kebenaran baru dari Kristus, se-
perti halnya Herodes yang ingin melihat suatu mujizat,
teriakan dan kemarahan gerombolan imam-imam di
pintu gerbangnya mengharuskannya mengakhiri perca-
kapan itu dengan tiba-tiba.
Kedua, ada yang berpendapat bahwa ia berbicara se-
perti itu sebagai seorang hakim, yang menyelidiki lebih
lanjut perkara yang sekarang sedang diperhadapkan
kepadanya: “Biarkan aku menyelidiki rahasia ini, kata-
kan kepadaku apa itu kebenaran dari semuanya ini, ke-
adaan yang sebenarnya dari perkara ini.”
Ketiga, ada juga orang lain yang berpendapat bahwa
ia berkata seperti itu sebagai orang yang sedang meng-
ejek, dengan nada mengolok, “Engkau berbicara tentang
kebenaran, dapatkah engkau mengatakan apakah kebe-
naran itu, atau dapatkah engkau memberi arti dari
kebenaran itu?” Dengan demikian ia memperolokkan
Injil yang kekal itu, kebenaran agung yang dibenci dan
dianiaya oleh imam-imam kepala, yang untuknya Kris-
tus sekarang sedang memberi kesaksian dan men-
derita. Seperti orang yang tidak mengenal agama, yang
senang mengolok-olok agama-agama, Pilatus mengejek
kedua belah pihak. sebab itulah Kristus tidak mau
menjawab. Jangan menjawab orang bebal menurut kebo-
dohannya, dan jangan melemparkan mutiaramu kepada
babi. Namun, walaupun Kristus tidak mau memberi
tahu Pilatus tentang apakah kebenaran itu, Ia telah
memberitahukan hal itu kepada murid-murid-Nya, dan
melalui mereka kita diberi tahu tentang kebenaran itu
(14:6).
III. Hasil percakapan Pilatus dengan para pendakwa dan Si tahanan
(ay. 38-40), dalam dua hal:
1. Hakim ini tampil sebagai sahabat Kristus dan berpihak ke-
pada-Nya, sebab ,
(1) Ia menyatakan secara terbuka bahwa Kristus tidak bersa-
lah (ay. 38). Atas seluruh perkara ini, aku tidak mendapati
kesalahan apa pun pada-Nya. Ia beranggapan mungkin ada
semacam pertentangan paham dalam bidang agama antara
Kristus dan mereka, dalam hal mana Kristus bisa sama
benarnya seperti mereka. Ia tidak mendapati kejahatan apa
pun pada Kristus. Pernyataan sungguh-sungguh bahwa
Kristus tidak bersalah ini,
[1] Merupakan suatu pembenaran dan kehormatan bagi
Tuhan Yesus. Melalui pernyataan ini tampak jelas bah-
wa meskipun Ia diperlakukan seperti pelaku kejahatan
yang terbejat, Ia sama sekali tidak pantas diperlakukan
seperti itu.
[2] Menjelaskan rancangan dan maksud kematian-Nya,
bahwa Ia bukan mati menanggung dosa-Nya sendiri,
bahkan menurut penghakiman si hakim sendiri. sebab
itu, Ia mati sebagai korban bagi dosa-dosa kita, bahkan
menurut pertimbangan para pendakwa itu sendiri, bah-
wa lebih berguna jika satu orang mati untuk bangsa kita
(11:50). Inilah Dia yang tidak berbuat kekerasan dan
tipu tidak ada dalam mulut-Nya (Yes. 53:9), yang dising-
kirkan, padahal tidak ada salahnya apa-apa (Dan.
9:26).
[3] Menambah berat dosa orang-orang Yahudi yang telah
menganiaya Kristus dengan begitu kejam. Jika seorang
tahanan telah diadili dengan adil dan telah dibebaskan
dari semua tuduhan kejahatan oleh hakim yang berwe-
nang, terlebih lagi bila hakim ini tidak terbukti
berat sebelah dalam keputusannya, maka si tahanan
itu harus dipercaya tidak bersalah, dan para pendakwa-
nya berkewajiban untuk menerima keputusan itu. Na-
mun kenyataanya, Yesus Tuhan kita, walaupun dinya-
takan tidak bersalah, tetap saja diperlakukan seperti
seorang penjahat, dan darah-Nya sangat diingini.
(2) Pilatus menawarkan sebuah jalan keluar sementara untuk
membebaskan Kristus (ay. 39): namun pada kamu ada kebia-
saan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagi-
mu, jadi maukah kamu, supaya aku membebaskan raja
orang Yahudi ini bagimu? Ia menawarkan pembebasan ini
bukan kepada imam-imam kepala (ia tahu betul bahwa
mereka tidak akan pernah menyetujuinya), namun kepada
orang banyak itu. Ia sungguh menawarkannya kepada
orang banyak, seperti nyata dalam Matius 27:15. Mungkin
ia telah mendengar kabar bagaimana beberapa hari sebe-
lumnya Yesus telah disambut dengan seruan hosana oleh
rakyat jelata. sebab itu ia memandang orang ini sebagai
tokoh kesayangan masyarakat dan para penguasa hanya
merasa cemburu dan iri kepada-Nya. sebab itu ia merasa
sangat yakin bahwa mereka akan menuntut pembebasan
Yesus yang akan membungkam mulut para pendakwa itu,
dan selesailah semua perkara ini.
[1] Ia memperbolehkan adat kebiasaan mereka itu, yang
mungkin telah lama sekali dijalani mereka dalam meng-
hormati perayaan Paskah, yang menjadi peringatan
akan pembebasan bangsa ini dari perbudakan.
Namun, pembebasan seorang jahat pada perayaan Pas-
kah ini sebenarnya merupakan penambahan pada
Firman Allah. Hal ini seakan-akan menyatakan bahwa
Allah itu belum cukup membuat ketetapan untuk mem-
peringati peristiwa pembebasan bangsa Israel itu. Mes-
kipun hal ini merupakan sebuah tindakan belas kasih-
an, namun mungkin justru tidak adil bagi masyarakat
banyak (Ams. 17:15).
[2] Ia menawarkan untuk membebaskan Yesus bagi mere-
ka sesuai dengan kebiasaan mereka pada hari Paskah.
Jika Pilatus memiliki cukup kejujuran dan keberanian
sebagaimana layaknya seorang hakim, ia seharusnya
tidak boleh menyamakan dan menyandingkan sese-
orang yang tidak bersalah dengan orang yang jelas-jelas
terkenal sebagai penjahat untuk tujuan ini . Jika
ia tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya, ia ter-
ikat dengan hati nuraninya untuk membebaskan Kris-
tus. Namun, ia malah bersedia bersikap netral dan me-
nyenangkan semua pihak, sebab ia lebih dikendalikan
oleh kebijaksanaan duniawi daripada aturan keadilan.
2. Orang banyak itu tampil menjadi musuh-musuh Kristus, dan
dengan sengit menentang Dia (ay. 40). Mereka berteriak pula:
Jangan Dia, melainkan Barabas!
Amatilah:
(1) Betapa buas dan garangnya mereka itu. Pilatus menyam-
paikan usulnya dengan tenang, menghormati pertimbangan
mereka yang dianggap dewasa, namun mereka menanggapi-
nya dalam kemarahan dan menyampaikan kebulatan hati
mereka dengan teriakan-teriakan keras dan gaduh, dan
luar biasa kacaunya. Perhatikanlah, musuh-musuh agama
kudus Kristus suka mengeluarkan kata-kata penghinaan
dengan suara keras, dengan harapan untuk menghancur-
kannya. Coba lihat teriakan mereka di Efesus (Kis. 19:34).
Akan namun , orang-orang yang berprasangka buruk tentang
berbagai hal dan manusia dan berteriak-teriak hanya demi
keberadaan mereka semata, biasanya hanya memiliki sedi-
kit ketetapan hati dan pertimbangan. Bahkan patut dicuri-
gai bahwa orang-orang seperti ini biasanya tidak berbudi
dan tidak punya rasa keadilan, dan sebab itu mereka ber-
usaha mencari bantuan dengan menggerakkan huru-hara
masyarakat luas demi kepentingan mereka.
(2) Betapa bodoh dan tidak masuk akalnya keputusan mereka
ini, seperti tampak dalam penjelasan singkat tentang calon
lain yang akan dibebaskan itu: Barabas yaitu seorang
penyamun.
Oleh sebab itu:
[1] Ia yaitu seorang pelanggar hukum Allah. Namun jus-
tru dialah yang hendak dibebaskan, dan bukan yang
satunya lagi yang telah menegur keangkuhan, kesera-
kahan, dan kelaliman para imam dan tua-tua. Meski-
pun Barabas seorang perampok, ia tidak akan meram-
pok kursi Musa dari mereka, dan juga adat istiadat me-
reka. Jadi, memang Barabas bukanlah masalah bagi
mereka.
[2] Ia yaitu musuh bagi keamanan masyarakat dan harta
milik pribadi. Teriakan warga masyarakat kota terhadap
penyamun-penyamun merupakan hal yang lazim (Ayb.
30:5), orang berteriak-teriak terhadap mereka seperti ter-
hadap pencuri, namun di sini teriakan itu hanya dituju-
kan kepada satu orang. Demikianlah perilaku orang-
orang yang lebih menyukai dosa daripada Kristus. Dosa
yaitu penyamun. Setiap nafsu rendah yaitu penya-
mun. Namun, bodohnya, justru si penyamun itulah
yang dipilih daripada Kristus, yang justru akan mem-
perkaya kita.
PASAL 19
eskipun sampai pada saat ini sang penulis Injil ini terlihat gigih
untuk tidak mencatat bagian-bagian kisah yang telah dising-
gung oleh para penulis Injil lainnya, akan namun , saat tiba saatnya
bagi dia untuk menuliskan mengenai penderitaan dan kematian Kris-
tus, dia tidak lagi melewatkan bagian itu seperti orang yang malu
akan belenggu dan salib Gurunya, yang menganggap kedua hal itu
sebagai noda dalam kisah yang dituliskannya. Sebaliknya, ia justru
mengulangi apa yang sebelumnya telah diceritakan penulis Injil lain,
dengan menambahkan lebih banyak keterangan lagi, seperti orang
yang kerinduannya hanya untuk mengenal Kristus dan bagaimana Ia
disalibkan, untuk tidak bermegah dalam hal apa pun kecuali dalam
salib Kristus. Dalam kisah di pasal ini kita mendapati:
I. Kelanjutan persidangan Kristus di hadapan Pilatus, yang
penuh kekacauan dan huru-hara (ay. 1-15).
II. Hukuman yang dijatuhkan serta pelaksanaan hukuman
ini (ay. 16-18).
III. Gelar di atas kepala-Nya (ay. 19-22).
IV. Bagaimana pakaian-Nya dibagi-bagikan (ay. 23-24).
V. Kepedulian Kristus terhadap ibu-Nya (ay. 25-27).
VI. Pemberian anggur asam supaya diminum-Nya (ay. 28-29).
VII. Perkataan-Nya sesaat sebelum mati (ay. 30).
VIII. Penikaman lambung-Nya (ay. 31-37).
IX. Penguburan mayat-Nya (ay. 38-42).
Biarlah saat kita merenungkan semua kejadian ini kita boleh meng-
alami kuasa kematian Kristus dan persekutuan di dalam penderita-
an-Nya!
Kristus di hadapan Pilatus
(19:1-15)
1 Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia. 2 Praju-
rit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas ke-
pala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, 3 dan sambil maju ke depan
mereka berkata: “Salam, hai raja orang Yahudi!” Lalu mereka menampar mu-
ka-Nya. 4 Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: “Lihatlah, aku
membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak
mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” 5 Lalu Yesus keluar, bermahkota
duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: “Lihatlah Manu-
sia itu!” 6 saat imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia,
berteriaklah mereka: “Salibkan Dia, salibkan Dia!” Kata Pilatus kepada
mereka: “Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan
apa pun pada-Nya.” 7 Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: “Kami mem-
punyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap
diri-Nya sebagai Anak Allah.” 8 saat Pilatus mendengar perkataan itu ber-
tambah takutlah ia, 9 lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan
berkata kepada Yesus: “Dari manakah asal-Mu?” namun Yesus tidak memberi
jawab kepadanya. 10 Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Tidakkah Engkau mau
bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk
membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?” 11
Yesus menjawab: “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku,
jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang
menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.” 12 Sejak itu Pilatus ber-
usaha untuk membebaskan Dia, namun orang-orang Yahudi berteriak: “Jika-
lau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap
orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.” 13 saat
Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan
ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litostrotos, dalam
bahasa Ibrani Gabata. 14 Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam
dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: “Inilah rajamu!” 15
Maka berteriaklah mereka: “Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!”
Kata Pilatus kepada mereka: “Haruskah aku menyalibkan rajamu?” Jawab
imam-imam kepala: “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!”
Di sini ada kelanjutan kisah persidangan tidak adil yang terjadi
atas Tuhan kita Yesus. Para penganiaya melangsungkan persidangan
ini di tengah-tengah kekacauan rakyat, dan sang hakim me-
mimpin persidangan itu dengan kebingungan yang melanda hatinya.
Dengan demikian, tidak mudah untuk menelusuri kisah ini di antara
kedua pihak ini . Oleh sebab itu, kita harus berusaha mema-
hami bagian-bagian kisah ini sebagaimana yang diceritakan.
I. Sang hakim melecehkan Sang Terdakwa, sekalipun dia menyata-
kan-Nya tidak bersalah, dan berharap dapat menenangkan para
penganiaya ini . Sekalipun tujuannya mungkin baik, namun
hal itu tetap tidak bisa membenarkan proses peradilan yang dila-
kukannya, yang nyata-nyata tidak adil.
1. Dia memerintahkan supaya Kristus disesah layaknya seorang
penjahat (ay. 1). Pilatus, saat melihat begitu murkanya
orang-orang itu, dan sebab kecewa dengan kegagalan upaya-
nya untuk mencoba membujuk mereka supaya melepaskan
Dia, mengambil Yesus dan menyesah Dia, yang berarti ia me-
nyuruh orang-orang bawahannya supaya melakukan itu. Bede
[seorang theolog Inggris abad ketujuh – pen.] berpendapat bah-
wa Pilatus menyesah Yesus dengan tangannya sendiri, sebab
dikatakan bahwa dia mengambil Yesus dan menyesah Dia, su-
paya tampak jelas bahwa hukumannya berasal dari dia sen-
diri, untuk menyenangkan hati orang. Matius dan Markus me-
nyebutkan penyesahan ini dilakukan sesudah Dia dijatuhi
hukuman, namun di sini tampaknya hal itu terjadi sebelumnya.
Lukas menceritakan bagaimana Pilatus menawarkan diri un-
tuk menghajar-Nya, lalu melepaskan-Nya, yang pastinya terjadi
sebelum hukuman dijatuhkan. Penyesahan Kristus itu hanya
dimaksudkan untuk memuaskan orang-orang Yahudi itu, dan
melaluinya Pilatus menunjukkan bahwa ia hendak menye-
nangkan mereka dengan cara mengabulkan keinginan mereka,
meskipun hal itu sebenarnya bertentangan dengan hati nura-
ninya sendiri. Biasanya, penyesahan yang dilakukan oleh
bangsa Romawi amatlah kejam dan tidak terbatas, berbeda de-
ngan penyesahan di antara kaum Yahudi yang dibatasi hanya
sebanyak empat puluh pukulan. Meskipun demikian, Kristus
rela menanggung semua hinaan dan kesakitan ini demi ke-
baikan kita.
(1) Supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci, yang
menceritakan keadaan-Nya yang seperti kena tulah, dipukul
dan ditindas, dan ganjaran yang mendatangkan keselamat-
an bagi kita ditimpakan kepadanya (Yes. 53:5), tentang ba-
gaimana Dia memberi punggung-Nya kepada orang-orang
yang memukul Dia (Yes. 50:6), tentang bagaimana pemba-
jak membajak di atas punggung-Nya (Mzm. 129:3). Dia sen-
diri juga telah memberitahukan semuanya itu sebelumnya
(Mat. 20:19; Mrk. 10:34; Luk. 18:33).
(2) Supaya oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh (1Ptr. 2:24).
Kita layak dihajar dengan cambuk dan kalajengking, dan
menerima banyak pukulan, sebab kita tahu kehendak Tu-
han namun tidak melakukannya. Akan namun , Kristus me-
nanggung semua pukulan itu demi kita, dan menerima
cambukan murka Bapa-Nya (Rat. 3:1). Pilatus mencambuk-
Nya supaya Dia tidak dihukum, namun maksudnya itu ter-
nyata tidak berjalan sesuai dengan rencana. Walaupun
demikian, kejadian ini menunjukkan apa yang telah men-
jadi rancangan Allah, yaitu bahwa Dia dicambuk supaya
mencegah kita dihukum, sebab kita memiliki persekutuan
di dalam penderitaan-Nya, dan hal ini sungguh-sungguh
terlaksana: sang tabib disesah, dan si sakit pun sembuh.
(3) Supaya pukulan-pukulan itu, sebab telah ditanggung-
Nya, dapat dikuduskan dan menjadi lebih mudah ditang-
gung oleh para pengikut-Nya. Dengan demikian, mereka
boleh bersukacita di dalam aib itu, seperti yang memang
sungguh terjadi demikian (Kis. 5:41; 16:22, 25), seperti
yang terjadi pada diri Paulus yang didera di luar batas
(2Kor. 11:23). Bilur-bilur Kristus melenyapkan sengatan
yang harus mereka rasakan saat mereka didera, sehingga
mengubah sifat dari pukulan-pukulan mereka itu. Kita di-
didik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama de-
ngan dunia (1Kor. 11:32).
2. Pilatus menyerahkan Kristus ke tangan para prajuritnya un-
tuk diolok-olok dan dipermainkan seperti seorang dungu (ay.
2-3): Para prajurit, yang merupakan pengawal sang wali negeri
itu, memakaikan mahkota duri di atas kepala-Nya. Mahkota
yang demikian mereka pikir paling pantas dipakai oleh seorang
raja seperti itu. Mereka juga memakaikan sebuah jubah ungu
di tubuh-Nya, yaitu sebuah jubah rombeng yang berwarna
ungu, yang mereka anggap cukup pantas untuk menjadi pa-
kaian kebesaran-Nya. Lalu, mereka menyerukan bagi-Nya,
“Salam, hai raja orang Yahudi” (memang pantas jika kaum se-
perti mereka memiliki raja semacam ini), dan kemudian mere-
ka menampar muka-Nya.
(1) Lihatlah di sini bagaimana rendah dan tidak adilnya sikap
Pilatus, sebab dia membiarkan para hambanya melecehkan
dan menginjak-injak orang yang dia percayai tidak bersa-
lah, yang begitu luar biasa. Orang-orang yang ditahan ber-
dasarkan hukum harus dilindungi oleh hukum ini ,
sehingga mereka seharusnya diamankan. Akan namun Pila-
tus bertindak demikian,
[1] Untuk memuaskan keinginan para prajuritnya, dan
mungkin dirinya sendiri, untuk berhura-hura, tanpa pe-
duli dengan martabat yang seharusnya dimiliki oleh
seorang hakim. Herodes dan para pasukannya juga
baru saja berpesta seperti itu (Luk. 23:11). Bagi mereka,
peristiwa itu tidak ubahnya seperti sebuah pertunjuk-
kan di musim pesta, sebagaimana orang-orang Filistin
mempermainkan Samson.
[2] Untuk menuruti niat jahat orang-orang Yahudi dan me-
muaskan keinginan hati mereka yang hendak mela-
yangkan segenap aib dan penghinaan sehebat-hebatnya
kepada Kristus.
(2) Lihatlah di sini kekurangajaran dan kelancangan para pra-
jurit itu. Betapa mereka benar-benar telah kehilangan sege-
nap rasa keadilan dan kemanusiaan sehingga begitu tega
bersukacita di atas kesengsaraan orang lain, padahal orang
ini sudah dikenal sebab hikmat dan kehormatan-Nya, dan
tidak pernah melakukan apa pun yang cemar. Akan namun ,
memang begitulah wajah agama Kristus yang suci telah
dicemari dan dilumuri oleh orang-orang jahat sesuka hati
mereka. Mereka menjadikannya sasaran hinaan dan cela-
an, sebagaimana yang dialami Kristus di sini.
[1] Mereka menyandangkan sebuah jubah untuk meng-
olok-olok-Nya. Bagi mereka jubah itu seolah-olah meng-
gambarkan aib dan cela. Semua tindakan ini tiada lain
daripada khayalan panas hati dan lamunan gila. Dan,
sebagaimana di sini Kristus dianggap sebagai seorang
raja palsu, begitu pulalah mereka menganggap agama-
Nya itu palsu. Demikian juga, Allah dan jiwa, dosa dan
kewajiban, sorga dan neraka, dianggap hanya isapan
jempol belaka.
[2] Mereka memahkotai-Nya dengan duri. Seakan-akan
agama Kristus itu berupa tindakan ibadah yang dilaku-
kan melalui tindakan mati raga dengan menyakiti diri
sendiri, yang hanya mendatangkan kesakitan dan kesu-
karan yang teramat hebat di dunia ini. Seolah-olah ber-
serah ke dalam kendali Allah dan kesadaran hati nurani
sama saja dengan menancapkan kepala sendiri ke da-
lam serumpun duri yang lebat. Akan namun , semua
tuduhan ini benar-benar tidak adil; Duri dan perangkap
ada di jalan orang yang serong hatinya, namun bunga
mawar dan sanjungan ada di jalan orang yang ber-
agama.
(3) Lihatlah di sini bagaimana Tuhan kita Yesus begitu rela
merendahkan diri bagi kita di dalam penderitaan-Nya.
Orang-orang yang berpikiran agung dan panjang sabar
biasanya lebih tahan menghadapi penghinaan, kesusahan,
kepedihan, kehilangan, daripada celaan, caci maki dan pe-
ngucilan. Akan namun , Yesus yang agung dan kudus ini
mau menerima semuanya ini demi kita. Lihatlah dan kagu-
milah,
[1] Kesabaran luar biasa yang ditunjukkan oleh Si Pende-
rita, yang meninggalkan sebuah teladan bagi kita supa-
ya tetap tabah dan berbesar hati, tenang dan damai di
dalam roh, saat menghadapi kesukaran-kesukaran he-
bat yang mungkin kita hadapi saat sedang mengerjakan
kewajiban kita.
[2] Kasih dan kebaikan Sang Juruselamat yang tiada tara-
nya, yang tidak hanya menunaikan semuanya itu de-
ngan penuh kegirangan hati dan tekad yang bulat, te-
tapi juga dengan sukarela menawarkan diri-Nya untuk
menanggungnya bagi kita dan bagi keselamatan kita.
Demikianlah Dia membuktikan kasih-Nya, yaitu dengan
mati bagi kita, bahkan melalui kematian yang terlihat
sangat konyol.
Pertama, Dia menahan rasa sakit-Nya; bukan hanya
sengatan penderitaan maut saja, yang sungguh teramat
menyakitkan sebab disalibkan, namun juga, seolah
rasa sakit itu saja belum cukup, Dia bahkan rela me-
nanggung kesakitan-kesakitan lainnya sebelum itu. La-
yakkah kita mengeluhkan sebuah duri di dalam daging,
atau mengerang saat dihantam oleh kesesakan yang se-
benarnya kita perlukan untuk menghindarkan kesom-
bongan dari kita, sementara Kristus sendiri merendah-
kan diri-Nya untuk menanggung duri-duri di kepala-
Nya dan tusukan-tusukannya, demi untuk menyelamat-
kan dan mengajari kita? (2Kor. 12:7).
Kedua, Dia menanggung rasa malu itu, rasa malu
yang ditimbulkan oleh jubah rombeng dan ejekan mere-
ka yang berseru, Salam, hai raja orang Yahudi! Jadi, ka-
pan saja kita diejek sebab melakukan suatu kebaikan,
janganlah kita merasa malu, namun muliakanlah Allah,
sebab dengan melewati semuanya itu, kita sudah meng-
ambil bagian dalam penderitaan Kristus. Siapa yang
menanggung kehormatan yang merendahkan ini, dia
akan diganjar dengan kehormatan yang sejati. Demikian
pula kita, jika kita sabar menanggung aib demi Dia.
II. sesudah menyiksa Sang Tahanan, Pilatus kemudian membawa-
Nya ke hadapan para penganiaya, dengan harapan bahwa mereka
akan merasa puas sekarang dan menarik tuntutan mereka (ay. 4-
5). Ia mengajukan dua hal supaya dipertimbangkan oleh mereka:
1. Bahwa ia tidak mendapati apa pun di dalam diri-Nya yang me-
nentang pemerintahan Romawi (ay. 4): Aku tidak mendapati
kesalahan apa pun pada-Nya; oudemian aitian heuriskō – Aku
tidak mendapati sedikit pun kesalahan atau sesuatu yang
layak dituduhkan kepada-Nya. Berdasarkan pemeriksaan yang
dilakukannya lebih lanjut lagi, ia mengumumkan lagi pernya-
taan yang telah ia buat tadi (18:38). Dengan begitu, ia sebenar-
nya menjatuhkan penghukuman atas dirinya sendiri, sebab,
jika dia tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya, meng-
apa tadi dia menyesah-Nya, mengapa ia tadi menyerahkan Dia
untuk disiksa? Tidak ada yang layak diperlakukan dengan keji
selain orang yang berlaku keji. Demikianlah, banyak orang
masih juga membantah dan melecehkan agama [Kristen –
pen.], padahal, jika saja mereka mau bersungguh-sungguh di
dalamnya, mereka pasti tidak akan mendapati kesalahan apa
pun dalam agama itu. Jika Pilatus tidak mendapati suatu ke-
salahan apa pun pada-Nya, mengapa dia membawa-Nya keluar
ke hadapan para penganiaya-Nya, dan tidak langsung saja me-
lepaskan-Nya, sebagaimana yang seharusnya ia lakukan? Se-
andainya saja Pilatus hanya mendengarkan hati nuraninya
sendiri, dia pasti tidak akan menyesah ataupun menyalibkan
Kristus. Akan namun , sebab ia ingin memenangkan perkara
itu dengan aman, ia menyenangkan orang-orang itu dengan
menyesah Kristus dan menyelamatkan hati nuraninya sendiri
dengan berusaha untuk tidak menyalibkan-Nya. Jadi, lihatlah,
ia melakukan keduanya. Padahal, jika sedari awal dia memu-
tuskan untuk menyalibkan Kristus, dia tentu tidak perlu me-
nyesah-Nya terlebih dahulu. Tidak mengherankan memang
bila orang yang berusaha untuk berkelit dari dosa besar de-
ngan melakukan dosa yang lebih ringan, justru terjerembab
melakukan keduanya.
2. Bahwa ia telah melakukan tindakan yang membuat Kristus
tidak lagi terlihat membahayakan mereka dan pemerintahan
mereka (ay. 5). Dia membawa-Nya keluar ke hadapan mereka
dengan bermahkotakan duri, kepala dan mukanya berlumuran
darah. Lalu Pilatus berkata, “Lihatlah Manusia yang kepada-
Nya kalian dengki ini.” Perkataannya ini menunjukkan bahwa
kemasyhuran-Nya di seluruh negeri itu bisa menimbulkan
rasa takut pada mereka semua, bahwa pekerjaan-Nya akan
memudarkan kepentingan mereka. sebab itu, Pilatus berusa-
ha mencegah hal itu dengan memperlakukan-Nya seperti se-
orang budak, dan membuat-Nya dihina. Dengan tindakan ini
ia mengira bahwa sesudah itu orang-orang tidak akan lagi
memandang-Nya dengan penuh hormat, dan Dia sendiri tidak
akan dapat memulihkan nama baik-Nya lagi. Tak terpikirkan
sedikit pun oleh Pilatus, betapa besar kehormatan yang justru
ditimbulkan oleh semua penderitaan-Nya itu, yang sesudah ber-
abad-abad kemudian malah dirayakan oleh orang-orang terhe-
bat, yang bermegah di dalam salib dan bilur-bilur-Nya, yang
dikiranya akan menjadi aib cela bagi Dia dan para pengikut-
Nya untuk selama-lamanya tanpa terhapuskan lagi.
(1) Perhatikanlah di sini, bagaimana Tuhan Yesus menampak-
kan diri dengan berpakaian segenap tanda-tanda penghina-
an. Dia keluar, rela dijadikan tontonan dan diolok-olok,
dan ini tampak jelas saat Dia keluar dengan penampilan
yang usang seperti itu, sadar bahwa diri-Nya ditentukan
untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan
(Luk. 2:34). Bukankah Dia telah tampil untuk menanggung
kehinaan kita? sebab itu, marilah kita pergi kepada-Nya
dan menanggung kehinaan-Nya (Ibr. 13:13).
(2) Bagaimana Pilatus menampilkan Dia: kata Pilatus kepada
mereka: Lihatlah Manusia itu! Katanya kepada mereka:
begitulah teks asli menyebutkan. Dan, oleh sebab pelaku
di kalimat sebelumnya yaitu Yesus, saya pikir tidak ada
salahnya menduga bahwa kata-kata itu sebetulnya yaitu
kata-kata Kristus sendiri. Dia berkata, “Lihatlah Manusia
yang kalian begitu murkahi ini.” Akan namun beberapa sa-
linan Yunani, dan para penerjemah umumnya beranggapan
sama seperti kita, yaitu kalimat ini dikatakan Pilatus
kepada mereka dengan maksud untuk menenangkan mere-
ka, Lihatlah Manusia itu. Perkataannya itu tidaklah ber-
tujuan untuk menggugah belas kasihan mereka, Lihatlah
Manusia yang patut kalian kasihani, untuk meredam ke-
dengkian mereka, Lihatlah Manusia yang tidak pantas ka-
lian curigai, Manusia yang tidak perlu membuat kalian me-
rasa terancam. Mahkota-Nya telah dinajiskan laksana
debu, dan kini semua umat manusia akan mengolok-olok
Dia. Bagaimanapun juga, kalimat itu sangat menggugah
perasaan: Lihatlah Manusia itu. Baiklah setiap dari kita de-
ngan mata iman kita melihat Manusia itu, Kristus Yesus
dalam semua penderitaan-Nya itu. Tengoklah raja itu de-
ngan mahkota yang dikenakan kepadanya oleh ibunya,
mahkota dari duri (Kid. 3:11). “Lihatlah Dia, dan semoga
engkau tergugah dengan pemandangan itu. Lihatlah Dia
dan merataplah sebab -Nya. Lihatlah Dia dan kasihilah
Dia. Hendaklah pandanganmu tetap kepada Yesus.”
III. Bukannya mereda, para penganiaya Yesus justru semakin beri-
ngas (ay. 6-7).
1. Perhatikanlah segala keributan dan keberangan mereka di
sini. Imam-imam kepala, yang mendalangi kerumunan orang
itu, berteriak dengan penuh amarah dan murka, dan para
bawahan atau pembantu mereka, yang harus menirukan apa
yang mereka katakan, juga ikut berseru, “Salibkan Dia, salib-
kan Dia!” Rakyat jelata mungkin sebenarnya menyetujui per-
nyataan Pilatus mengenai ketidakbersalahan Yesus, akan te-
tapi para pemimpin mereka, yaitu para imam, menyesatkan
mereka. Dengan begitu, nyata sekali bahwa kedengkian mere-
ka terhadap Kristus,
(1) Tidak masuk akal dan sungguh janggal, sebab mereka
bukan saja tidak mau menarik tuduhan mereka terhadap-
Nya, namun juga tidak mengajukan keberatan terhadap
penilaian Pilatus mengenai Dia. Meskipun Dia tidak ber-
salah, Dia harus tetap disalibkan.
(2) Tidak kenal puas dan sangat keji. Tidak ada yang mampu
meluluhkan hati mereka sedikit pun, baik itu penyesahan
yang melampaui batas yang diterima-Nya, kesabaran-Nya
dalam menanggung itu semua, maupun pernyataan-per-
nyataan sang hakim yang lunak dan masuk akal itu. Bah-
kan, olok-olok yang dilakukan Pilatus terhadap Dia pun
tidak mampu menyenangkan hati mereka.
(3) Bengis dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Pokoknya mere-
ka ingin supaya keinginan mereka dituruti. Mereka lebih
memilih untuk menentang pemerintah dan merusak keda-
maian negeri serta mempertaruhkan keselamatan mereka
sendiri daripada mengurangi tuntutan mereka. Bukankah
mereka begitu bernafsu hendak menindas Kristus dan ber-
seru, “Salibkan Dia, salibkan Dia”? Jadi, tidakkah kita juga
harus lebih bersemangat dan giat dalam meninggikan
nama-Nya dan berseru, “Mahkotailah Dia, mahkotailah
Dia”? Bukankah kebencian mereka terhadap-Nya membuat
mereka semakin menjadi-jadi dalam berusaha menentang
Dia? Jadi, tidakkah kasih kita kepada-Nya seharusnya
lebih mendorong lagi segala usaha kita bagi Dia dan keraja-
an-Nya?
2. Teguran Pilatus terhadap kemarahan mereka, dengan tetap
kukuh membela ketidakbersalahan Sang Tahanan: “Ambil Dia
dan salibkan Dia, jika Dia memang harus disalibkan.” Perkata-
annya itu sebenarnya tidak dimaksudkan begitu, namun dise-
ngaja untuk menantang orang-orang Yahudi itu. Pilatus tahu
bahwa mereka tidak dapat dan tidak berani menyalibkan-Nya.
Jadi seolah-olah ia hendak mengatakan, “Kalian tidak dapat
memanfaatkanku untuk melaksanakan kedengkianmu itu.
Aku tidak bisa menyalibkan-Nya tanpa menentang hati nura-
niku sendiri.” Jika saja ia terus bersiteguh seperti itu, maka
keputusannya itu sangat baik. Dia tidak mendapati suatu ke-
salahan apa pun pada Yesus, jadi dia tidak seharusnya terus
berdebat dengan para penganiaya itu. Orang-orang yang mau
selamat dari dosa haruslah tuli terhadap godaan. Bahkan, se-
harusnya dia mengamankan Sang Tahanan dari penghinaan
mereka. Untuk apa dia diperlengkapi dengan kekuasaan selain
untuk melindungi pihak yang ditindas? Para pengawal wali
negeri juga seharusnya menjadi pengawal-pengawal keadilan.
Akan namun , Pilatus tidak cukup berani untuk bertindak se-
suai dengan hati nuraninya, dan sikap pengecutnya itu kemu-
dian menjadi perangkap bagi dirinya sendiri.
3. Topeng kepura-puraan yang dipakai para penganiaya untuk
meloloskan tuntutan mereka (ay. 7): Kami mempunyai hukum
dan menurut hukum itu, jika kami memiliki kuasa untuk me-
laksanakannya, Ia harus mati, sebab Ia menganggap diri-Nya
sebagai Anak Allah.
Perhatikanlah di sini:
(1) Mereka bermegah atas hukum Taurat, sekalipun mereka
sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu,
sebagaimana yang dituduhkan atas bangsa Yahudi (Rm.
2:23). Mereka memang memiliki hukum hebat yang mele-
bihi peraturan dan perundang-undangan bangsa lainnya.
namun apa gunanya mereka bermegah akan hal itu, jika
mereka malah menyalahgunakannya untuk tujuan-tujuan
yang busuk.
(2) Kedengkian mereka terhadap Tuhan kita Yesus tidak kenal
lelah dan sudah mendarah daging. Saat mereka tidak bisa
lagi menghasut Pilatus dengan menuduh bahwa Yesus
mengaku-ngaku sebagai raja, kini mereka mengemukakan
tuduhan lain, yaitu bahwa Dia mengaku diri-Nya sebagai
Allah. Demikianlah mereka terus berikhtiar sedapat mung-
kin untuk melenyapkan Dia.
(3) Mereka menyelewengkan hukum Taurat dan memanfaat-
kannya sebagai alat untuk melaksanakan kejahatan mere-
ka. Beberapa orang berpendapat bahwa mereka merujuk
pada sebuah hukum yang khusus dibuat untuk menentang
Kristus, seolah-olah, sebab itu yaitu hukum, maka hu-
kum itu harus dilaksanakan, tidak peduli benar atau salah.
Padahal sudah ada peringatan bagi mereka, “Celakalah
mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak
adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan
kelaliman “(Yes. 10:1; Mi. 6:16). Akan namun , tampaknya
yang mereka maksudkan yaitu hukum Musa, dan jika
demikian:
[1] Memang benar bahwa para penghujat, penyembah ber-
hala dan nabi-nabi palsu, haruslah dihukum mati ber-
dasarkan hukum itu. Siapa pun yang mengaku-aku
sebagai Anak Allah berarti telah melakukan dosa peng-
hujatan (Im. 24:16). Akan namun ,
[2] Tidak benar bahwa Kristus hanya mengaku-ngaku se-
bagai Anak Allah, sebab Dia memang Anak Allah. Me-
reka seharusnya menyelidiki bukti-bukti yang Ia miliki
mengenai jati diri-Nya itu. Jika Dia berkata bahwa Dia
yaitu Anak Allah, dan maksud serta tujuan ajaran-
Nya tidak membuat orang berpaling dari Allah, melain-
kan membawa mereka kepada-Nya, dan jika Dia mene-
guhkan amanat dan ajaran-Nya dengan banyak mujizat
seperti yang telah Dia nyata-nyata lakukan tanpa dapat
disangkal lagi, maka berdasarkan hukum mereka itu,
mereka seharusnya mendengarkan-Nya (Ul. 18:18-19),
dan jika mereka tidak melakukannya, mereka harus di-
lenyapkan. Apa yang merupakan kehormatan bagi-Nya,
mereka timpakan kepada Dia sebagai suatu kejahatan.
Padahal, kehormatan-Nya ini justru akan menjadi keba-
hagiaan mereka sendiri seandainya saja mereka tidak
mengikuti jalan mereka sendiri. Tidak selayaknya Ia di-
salibkan sebab kehormatan-Nya ini , sebab hu-
kum yang mereka pakai itu tidaklah memerintahkan
kematian sebab hal yang demikian.
IV. Sang hakim kemudian membawa Sang Tahanan sekali lagi ke
dalam persidangannya, berdasarkan tuntutan baru ini .
Perhatikanlah:
1. Kerisauan yang melanda Pilatus saat mendengar laporan itu
(ay. 8): Saat ia mendengar bahwa tahanannya itu bukan saja
dituduh mengaku-ngaku sebagai raja, namun juga dituduh
menganggap diri sebagai Tuhan, maka bertambah takutlah ia.
Hal itu membuatnya merasa lebih malu lagi dan mempersulit
kasus yang sedang dihadapinya itu dari dua arah, sebab:
(1) Jika ia melepas Kristus, maka kemungkinan besar ia akan
menyinggung perasaan orang-orang itu, sebab dia tahu
betul bagaimana mereka begitu mendewa-dewakan bahwa
Allah mereka itu esa, dan bahwa mereka sangat tidak suka
dengan ilah-ilah lain saat itu. sebab itulah, meskipun ia
mungkin berharap untuk dapat meredakan kegeraman
mereka terhadap orang yang dituduh mengaku diri menjadi
raja, dia tidak akan pernah dapat melunakkan hati mereka
terhadap seseorang yang mengaku-ngaku sebagai Allah.
“Jika ini yang menjadi dasar kekacauan ini,” pikir Pilatus,
“maka masalah ini tidak akan dapat diredakan dengan
suatu olok-olok saja terhadap si Tahanan itu.”
(2) Jika dia harus menjatuhkan hukuman ke atas-Nya, maka
hal itu berarti dia harus menentan