Tampilkan postingan dengan label riwayat hidup nabi muhammad 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label riwayat hidup nabi muhammad 2. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Februari 2025

riwayat hidup nabi muhammad 2


 r cepat masuk ke dalam rumah 

Khabbab yang dikejutkan oleh bunyi langkah-langkah cepat itu, telah 

menyembunyikan diri. Adik Umar, Fatimah, menyembunyikan 

lembaran-lembaran Al-Qur’an. Umar menghampiri Fatimah dan 

suaminya, dan berkata, “Aku mendengar kamu telah meninggalkan 

agamamu”, dan sambil berkata demikian ia mengangkat tangannya 

hendak memukul suami Fatimah yang kebetulan kemenakannya sendiri. 

Fatimah menghalanginya sehingga pukulan itu mengenai hidung 

Fatimah yang mulai mengucurkan darah. Pukulan itu menjadikan 

Fatimah bertambah berani, katanya, “Memang benar, kami sekarang 

orang-orang Islam dan akan tetap demikian. Sekarang Iakukan apa yang 

kau suka”. Umar orang yang gagah berani, walaupun juga kasar. Wajah 

adiknya merah berdarah oleh pukulannya dan hal itu menjadikan Umar 

sangat menyesal. Sekonyong-konyong ia berubah. Ia meminta lembaran-

lembaran Al-Qur’an yang dibaca tadi diperlihatkan kepadanya. Fatimah 

menolaknya, takut-takut akan disobek-sobeknya dan dicampakkannya. 

Umar berjanji tak akan berbuat demikian. namun , kata Fatimah, ia tidak 

bersih. Umar menawarkan akan mandi dahulu. Bersih dan sejuk, 

diambilnya lembaran Al-Qur’an yang memuat sebagian dan Surah Ta-

Ha. Dan Umar sampai kepada ayat-ayat yang berbunyi: 

“Sesungguhnya, Aku Allah; tiada Allah  selain Aku, maka sembahlah 

Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Sesungguhnya, saat 

Kiamat itu akan datang, dan Aku hampir menampakkannya supaya setiap 

jiwa dibalas menurut apa yang ia usahakan” (20:15-16). 

Pernyataan tegas tentang adanya Allah  dan janji yang jelas 

bahwa Islam akan segera menegakkan ibadah yang sejati menggantikan 

ibadah secara adat yang berlaku di Mekkah - hal itu dan banyak lagi 

pikiran yang bertalian lainnya, telah mengguncangkan hati Umar. Ia 

tidak dapat menahan diri lagi. Keimanan muncul di dalam hatinya dan ia 

berkata, “Alangkah indahnya, betapa mengilhami!” Khabbab keluar dari 

persembunyiannya dan berkata, “Demi Allah, baru kemarin aku 

mendengar Rasulullah s.a.w. mendoa supaya Umar atau 'Amr ibn 

Hisyam masuk Islam. Perubahan engkau yaitu  hasil doa itu”. Umar 

telah mengambil keputusan. Ia menanyakan di mana Rasulullah s.a.w. 

berada dan langsung mendapatkan beliau di Dar Arqam, dengan pedang 

masih terhunus di tangannya. saat  ia mengetuk pintu, para sahabat 

Rasulullah dapat melihat Umar melalui celah-celah. Mereka sangat 

khawatir jangan-jangan Umar datang dengan maksud buruk. namun 

Rasulullah s.a.w. bersabda, “Silakan dia masuk”. Umar masuk dengan 

pedang di tangannya. “Apakah maksud kedatangan anda?” Tanya 

Rasulullah s.a.w. “Ya, Rasulullah,” jawab Umar, “Aku datang kemari 

untuk masuk Islam”. Allahu Akbar, seru Rasulullah s.a.w. Allahu Akbar, 

seru para sahabat. Bukit-bukit di sekitar Mekkah menggemakan seruan 

itu. Berita bai’at Umar menyebar, laksana api merembet, dan sejak itu, 

Umar, penganiaya Islam yang paling di takuti, ia sendiri mulai menjadi 

sasaran aniaya bersama-sama dengan orang-orang Muslim lainnya. 

namun Umar telah berubah. Dalam derita aniaya ia merasa senang seperti 

kesenangannya menganiaya dan memberi penderitaan sebelum masuk 

Islam. Ia pergi ke mana-mana di kota Mekkah sebagai orang yang paling 

diganggu dan disiksa. 

Aniaya Bertambah Berat 

Aniaya makin lama makin keras dan tak tertanggungkan. 

Banyak orang Muslim telah meninggalkan Mekkah. Mereka yang tinggal 

di Mekkah harus menderita lebih lagi dari masa-masa sebelumnya. 

Walaupun demikian, mereka tidak menyimpang sedikit pun dari jalan 

yang telah mereka pilih. Hati mereka makin membaja, iman mereka 

kokoh dan kuat. Kebaktian mereka kepada Allah  Yang Tunggal makin 

meningkat seperti juga kebencian terhadap berhala-berhala Mekkah. 

Pertentangan makin menjadi-jadi.  Kaum  Mekkah mengadakan 

musyawarah besar lagi. Pada rapat itu diputuskan mengadakan 

pemboikotan menyeluruh terhadap orang-orang Muslim. Kaum Mekkah 

harus memutuskan semua perhubungan dengan mereka, tidak akan 

belanja dari mereka, dan tidak akan menjual apa-apa kepada mereka. 

Rasulullah s.a.w.,  keluarga beliau dan sanak-saudara beliau,  walau 

bukan Muslim namun memihak mereka, terpaksa mencari perlindungan di 

tempat yang terpencil milik Abu Thalib. Tanpa uang, tanpa sarana, dan 

tanpa bekal hidup, keluarga Rasulullah s.a.w. dan kaum kerabat sangat  

menderita oleh  tindakan blokade itu. Tiga tahun lamanya blokade itu 

tidak kendur dan longgar. Akhirnya, lima orang yang 

berperikemanusiaan memberontak terhadap keadaan itu. Mereka 

menjumpai sanak-saudara yang ikut terkurung, menawarkan 

penghapusan boikot dan mengajak mereka keluar dari kurungan. Abu 

Thalib keluar dan menyesali kaumnya. Pelanggaran blokade lima orang 

itu kemudian diketahui seluruh Mekkah, namun rasa peri kemanusiaan 

pun tergerak pula, dan kaum Mekkah mengambil keputusan untuk 

membatalkan dan menghapuskan pemboikotan itu. Boikot telah lewat, 

namun dampaknya tidak. Dalam beberapa hari istri Rasulullah s.a.w., 

Khadijah, wafat dan sebulan kemudian paman Rasulullah, Abu Thalib 

menyusul. 

Rasulullah s.a.w. kini kehilangan kawan hidup dan bantuan 

Khadijah, dan beliau bersama kaum Muslimin kehilangan perlindungan 

dan bantuan Abu Thalib. Wafat mereka itu tentu saja membawa akibat 

juga hilangnya simpati umum sedikit. Abu Lahab, paman Rasulullah 

lainnya, mula-mula nampak seolah-olah akan mendampingi Rasulullah 

s.a.w.. Pukulan batin akibat meninggalnya saudaranya dan keseganan 

akan amanatnya terakhir masih diingatnya dengan jelas. namun , dalam 

waktu yang singkat kaum Mekkah berhasil membangkitkan rasa 

permusuhannya. Mereka mempergunakan hasutan yang sama. 

Muhammad mengajarkan bahwa mengingkari Keesaan Allah  itu dosa 

yang akan mendapat siksaan di akhirat; ajarannya sama sekali 

bertentangan dengan apa-apa yang mereka dapati dari nenek-moyang 

mereka dan demikian seterusnya. Abu Lahab mengambil keputusan 

untuk menentang Rasulullah s.a.w. lebih hebat dari yang sudah. 

Perhubungan antara orang-orang Muslim dan kaum Mekkah semakin 

tegang. Tiga tahun lamanya boikot dan blokade telah memperbesar 

jurang yang memisahkan mereka. Pertemuan dan tabligh tampaknya 

tidak mungkin. Rasulullah s.a.w. tidak menghiraukan perlakuan kejam 

dan aniaya; hal itu bukan apa-apa selama beliau mendapat kesempatan 

bertemu dan bercakap dengan orang-orang. namun , sekarang tampaknya 

kesempatan itu pun tidak ada lagi di Mekkah. Bukan perlawanan umum 

sekarang; Rasulullah s.a.w. merasa tidak mungkin lagi menampakkan 

diri di jalan atau tempat umum mana saja. Jika hal itu dilakukan beliau, 

mereka melemparkan debu kepada beliau dan mengusir beliau pulang. 

Sekali peristiwa beliau pulang dengan kepala penuh debu. Puteri beliau 

menangis saat  membersihkan debu dari beliau. Rasulullah s.a.w. 

mengatakan tidak boleh menangis, sebab Allah  beserta beliau. 

Perlakuan buruk tidak membingungkan beliau. Beliau menyambutnya 

sebagai pertanda adanya perhatian terhadap ajaran beliau. Umpamanya, 

pada suatu hari kaum Mekkah, atas kesepakatan bersama, mereka tak 

berkata apa-apa kepada beliau atau tak mengganggu beliau sedikit pun. 

Rasulullah s.a.w. pulang dengan sangat kecewa, hingga suara Allah  

yang meneguhkan hati menyuruh beliau kembali menjumpai kaum 

beliau. 

Rasulullah Ke Ta’if 

Tampaknya di Mekkah kini tak ada lagi orang yang mau 

mendengarkan kepada beliau dan hal itu membuat beliau bersedih hati. 

Beliau merasa bahwa usaha beliau telah terhenti. Maka, beliau 

memutuskan pergi bertabligh ke luar. Untuk itu beliau memilih Ta’if, 

sebuah kota kecil kira-kira enam puluh mil di Tenggara Mekkah dan 

termashur oleh buah-buahan dan pertaniannya. Putusan Rasulullah s.a.w. 

berdasarkan pertimbangan sunnah para nabi semuanya. Nabi Musa a.s. 

kadang-kadang menjumpai Firaun, kadang-kadang pergi ke Israil dan 

kadang-kadang pergi ke kaum Madian. Nabi Isa a.s. pun kadang-kadang 

ke Galilea, kadang-kadang ke tempat-tempat di seberang sungai Yordan 

dan kadang-kadang ke Yerusalem. Maka, saat  Rasulullah s.a.w. 

melihat bahwa kaum Mekkah biasa berbuat aniaya, namun tidak mau 

mendengarkan, beliau pergi ke Ta’if. Dalam kepercayaan dan perbuatan 

syirik orang-orang Ta’if tidak ketinggalan dari kaum Mekkah. Berhala-

berhala yang ada  di Ka’bah tidak merupakan satu-satunya, pula 

tidak berarti bahwa tidak ada  berhala-berhala penting di tempat lain 

di Arabia. Salah satu berhala terpenting, Al-Lat, ada  patungnya di 

Ta’if; oleh sebab  itu, Ta’if menjadi pusat ziarah juga. Penduduk Ta’if 

memiliki  pertalian dengan penduduk Mekkah oleh hubungan darah; 

dan beberapa lahan hijau antara Ta’if dan Mekkah dimiliki oleh orang-

orang Mekkah. saat  datang di Ta’if, Rasulullah s.a.w. telah dikunjungi 

para pemimpin, namun tidak ada seorang pun bersedia menerima seruan 

itu. Dan rakyat biasa semuanya mengikuti para pemimpin mereka dan 

menolak ajaran itu dengan menghina. Hal itu sudah tidak asing lagi. 

Kaum yang tenggelam dalam urusan duniawi senantiasa memandang 

seruan demikian sebagai suatu gangguan, bahkan sebagai serangan. 

sebab  seruan itu tidak disertai dengan dukungan yang dapat dilihat - 

seperti manusia atau persenjataan yang bilangannya banyak, mereka 

merasa layak menolaknya dengan menghina. Rasulullah s.a.w. pun tidak 

merupakan kekecualian. Berita tentang beliau telah sampai ke Ta’if dan 

sekarang beliau datang ke situ tanpa senjata dan tanpa pengikut atau 

pengawal, seorang diri yang hanya ditemani oleh Zaid. Rakyat kota 

memandang beliau sebagai pengacau yang harus dihentikan kegiatannya, 

walaupun hanya sekedar menyenangkan hati para pemimpin mereka. 

Orang-orang gelandangan dan anak-anak nakal mereka lepaskan supaya 

mereka melempari beliau dengan batu dan mengusir beliau ke luar kota. 

Zaid luka-luka dan Rasulullah s.a.w. banyak mengeluarkan darah. namun 

pengajaran terus dilakukan sampai dua pelarian tanpa daya itu telah 

berada beberapa mil di luar Ta’if. Rasulullah s.a.w. sangat bersedih hati 

dan masygul saat  seorang malaikat turun ke hadapan beliau dan 

bertanya, apa beliau menghendaki penganiaya-penganiaya  beliau  

dibinasakan.  “Jangan”,  jawab Rasulullah s.a.w., “Aku mengharapkan 

justru dari penganiaya-penganiaya itu akan lahir mereka yang akan 

beribadah hanya kepada Allah  Yang Maha Esa” (Bukhari, Kitab Bad’al-

Khalq). 

Letih dan masygul, beliau berhenti di kebun anggur milik dua 

orang Mekkah yang kebetulan ada di situ. Mereka pun termasuk 

penyerang dan penganiaya kaum Muslimin di Mekkah, namun pada 

peristiwa itu tergerak hatinya. Apa hal itu disebabkan seorang Mekkah 

diperlakukan buruk oleh orang-orang Ta’if, atau disebabkan tiba-tiba 

menyalanya bara sifat baik insani dalam hati mereka? Mereka 

memberikan senampan (satu baki) anggur, diantarkan oleh seorang 

budak Kristen, bernama Addas yang berasal dari Niniwe. Addas 

menyodorkan nampan penuh anggur itu kepada Rasulullah s.a.w. dan 

kawannya. Sementara ia melihat dengan tercenung sedih kepada kedua 

orang itu ia makin tertarik lagi perhatiannya, saat  ia mendengar 

Rasulullah s.a.w. bersabda, “Dengan Nama Allah, Yang Maha Pengasih 

dan Maha Penyayang”. Latar belakang Kristennya tersentuh dan ia 

merasakan seolah-olah ia berhadapan dengan seorang nabi Bani Israil. 

Rasulullah s.a.w. menanyakan dari mana ia berasal dan Addas 

menjawab, “Dari Ninewe”, yang disambut oleh Rasulullah s.a.w., 

“Yunus, putera Amittai, yang berasal dari Ninewe yaitu  orang suci, 

seorang nabi seperti aku”. Rasulullah s.a.w. menyampaikan tabligh. 

Addas merasa terpukau dan segera beriman. Dirangkulnya Rasulullah 

s.a.w. dengan air mata berlinang-linang dan mulai mencium kepala, 

tangan, dan kaki beliau. Sesudah pertemuan selesai, Rasulullah s.a.w. 

memanjatkan doa kepada Allah s.w.t.: 

Ya Allah, hamba panjatkan doaku kepada Engkau. Hamba sangat 

lemah. Kaumku memandang rendah dan hina kepadaku. Engkau yaitu  

Allah -ku. Kepada siapa lagi Engkau akan melepaskan hamba: kepada 

orang-orang asingkah yang mengusirku atau kepada musuhkah yang 

menganiaya hamba di kotaku sendiri? Jika Engkau tidak murka kepada 

hamba, hamba tak akan menghiraukan mereka, musuh-musuh itu. 

Semoga rahmat Engkau beserta hamba ini. Hamba berlindung di dalam 

Nur wajah-Mu. Engkaulah yang dapat mengusir kegelapan dari bumi ini 

dan menganugerahkan kedamaian di sini dan di akhirat. Janganlah murka 

dan kutuk Engkau turun kepada hamba-Mu ini. Engkau tak pernah murka 

kecuali untuk segera ridha sesudahnya. Dan tidak ada kekuasaan dan 

perlindungan kecuali beserta Engkau (Hisyam dan Tabari). 

Seusai mendoa demikian, beliau pulang kembali ke Mekkah. 

Dalam perjalanan beliau singgah di Nakhla beberapa hari dan kemudian 

berangkat lagi. Menurut hukum adat di Mekkah, beliau sudah bukan 

penduduk Mekkah lagi. Beliau telah meninggalkannya, sebab beliau 

memandangnya tidak bersahabat dan tidak dapat kembali lagi kecuali 

dengan izin kaum Mekkah. Oleh sebab itu beliau mengirim amanat 

kepada Mut’im bin Adi - seorang kepala kabilah Mekkah - untuk 

meminta, apa kaum Mekkah mau mengizinkan beliau kembali ke 

Mekkah. Mut’im, walaupun musuh keras seperti yang lain, memiliki  

hati yang mulia. Ia mengumpulkan anak-anak dan sanak-saudaranya. 

Dengan bersenjata lengkap mereka pergi ke Ka’bah. Berdiri di pelataran 

ia mengumumkan izin Rasulullah s.a.w. kembali. Rasulullah s.a.w. 

kembali dan berthawaf, Mut’im, anak-anak dan saudara-saudaranya, 

dengan pedang terhunus mengantarkan Rasulullah s.a.w. ke rumah 

beliau. Bukan perlindungan dalam arti menurut adat di Arabia yang 

diberikan kepada Rasulullah s.a.w.. Rasulullah s.a.w. terus-menerus 

menderita dan Mut’im tidak melindungi beliau. Tindakan Mut’im hanya 

sejauh pemyataan izin resmi untuk Rasulullah s.a.w. kembali lagi ke 

Mekkah.  

Perjalanan Rasulullah s.a.w. ke Ta’if membangkitkan 

kekaguman juga dari musuh-musuh Islam. Sir William Muir dalam 

biografi Rasulullah s.a.w. menulis (ihwal perjalanan ke Ta’if):  

Ada suatu keagungan dan kepahlawanan dalam perjalanannya ke 

Ta’if; seorang diri, dihina dan ditolak oleh kaumnya sendiri, pergi 

dengan gagah tanpa ragu-ragu dengan nama Allah , seperti Yunus ke 

Ninewe dan memanggil suatu kota musyrik untuk bertobat dan menerima 

ajarannya. Hal ini menunjukkan dengan sejelas-jelasnya betapa teguh 

dan dalamnya keimanan kepada tugasnya yang bersumber kepada Allah 

(Life of Muhammad by Sir W. Muir, 1923, hlm. 112-113). 

Mekkah kembali lagi kepada permusuhannya semula. Kota 

kelahiran Rasulullah s.a.w. lagi menjadi neraka bagi beliau. namun beliau  

terus-menerus menyampaikan tabligh.  Sebutan “Allah  Maha Esa” 

mulai berkumandang di mana-mana. Dengan cinta dan kesungguhan hati 

serta sarat dengan rasa peri kemanusiaan, Rasulullah s.a.w. tetap giat 

dalam menyampaikan tabligh beliau. 

Orang berpaling, namun beliau terus-menerus berseru dan 

memanggil mereka. Beliau menyampaikan dakwah beliau tak perduli 

diperhatikan atau tidak, dan kegigihan itu tampak akan berhasil. 

Beberapa orang Muslim yang kembali dari Abessinia dan memutuskan 

untuk tinggal terus, menyampaikan tabligh dengan diam-diam kepada 

sahabat-sahabat, tetangga, dan sanak-saudara. Beberapa dari antara 

mereka tertarik dan menyatakan iman mereka secara terang-terangan dan 

ikut serta dalam penderitaan orang-orang Muslim lainnya. namun banyak, 

walaupun telah beriman di dalam hati, yang tidak berani mengatakan 

dengan terang-terangan; mereka menunggu turunnya kerajaan Ilahi ke 

bumi.  

 34 

Dalam pada itu wahyu-wahyu yang diterima oleh Rasulullah 

s.a.w.  mulai mengisyaratkan kemungkinan mendekatnya hijrah dari 

Mekkah. Keterangan-keterangan tentang tempat yang akan dituju juga 

dikemukakan. Tempat itu kota yang banyak sumber air dan kebun 

kurma. Beliau menyangka Yamama. namun persangkaan itu segera 

ditanggalkan. Beliau menunggu dengan keyakinan bahwa tempat mana 

atau bagaimana yang akan ditetapkan untuk dituju pasti akan menjadi 

tempat pembibitan Islam.  

 

Islam Meluas Ke Medinah 

Hari ziarah Haji tahunan mendekat dan dari segala penjuru 

Arabia peziarah-peziarah mulai mengalir ke Mekkah. Rasulullah s.a.w. 

menjumpai tiap-tiap rombongan dan menjelaskan kepada mereka 

Keesaan Allah  dan menganjurkan untuk meninggalkan segala macam 

pelampauan batas dan bersiap-siap menyambut tibanya kerajaan Ilahi. 

Beberapa orang memperhatikan dan menjadi tertarik. Beberapa ingin 

mendengarkan, namun diusir oleh orang-orang Mekkah. Beberapa yang 

telah mengambil kebulatan tekad berhenti menertawakan. Rasulullah 

s.a.w. ada di lembah Mina saat  beliau melihat serombongan orang 

yang terdiri atas enam atau tujuh orang. Beliau mengetahui kemudian 

bahwa mereka dari suku Khazraj, suku yang bersekutu dengan kaum 

Yahudi. Beliau bertanya kalau mereka mau mendengarkan apa yang 

akan beliau katakan. Mereka telah mendengar tentang beliau dan sangat 

tertarik. Mereka menyatakan bersedia. Rasulullah s.a.w. menghabiskan 

beberapa waktu untuk menceriterakan bahwa Kerajaan Ilahi akan segera 

datang, berhala-berhala akan lenyap, dan Keesaan Allah  harus menang, 

serta kesalehan dan kesucian sekali lagi akan berkuasa. Apakah mereka 

di Medinah tidak akan menyambut ajaran atau amanat itu? Rombongan 

semakin terkesan. Mereka menerima amanat itu dan menjanjikan, 

sepulang di Medinah, mengadakan musyawarah dengan orang-orang lain 

dan melaporkan tahun berikutnya kalau Medinah bersedia menerima 

para Muhajirin dari Mekkah. 

Mereka pulang dan bermusyawarah dengan sahabat-sahabat dan 

sanak-saudara. Pada masa itu ada dua suku Arab dan tiga suku Yahudi di 

Medinah. Suku-suku Arab itu suku Aus dan Khazraj, dan suku-suku 

Yahudi itu Banu Quraiza, Banu Nadzir dan Banu Qainuqa. Suku Aus 

dan Khazraj sedang terlibat dalam peperangan. Suku Quraiza dan Banu 

Nadzir bersekutu dengan suku Aus, sedangkan Banu Qainuqa dengan 

suku Khazraj. sebab  peperangan itu meletihkan dan tak ada henti-

hentinya, maka mereka cenderung kepada perdamaian. Akhirnya, 

mereka sepakat mengakui kepala suku Khazraj, Abdullah bin Ubayyi bin 

Salul, sebagai raja Medinah. Dari orang-orang Yahudi suku Aus dan 

Khazraj mendengar kabar-kabar ghaib dalam Bible. Mereka mendengar 

dongengan-dongengan orang Yahudi tentang kebesaran Israil yang sudah 

hilang dan tentang kedatangan seorang nabi  “seperti Musa”. Kedatangan 

itu sudah dekat, orang-orang Yahudi biasa berkata: itu yaitu  tanda 

kembalinya kekuasaan Israil dan kehancuran musuh-musuh mereka. 

saat  kaum Medinah mendengar tentang Rasulullah s.a.w., mereka 

sangat terkesan dan mulai bertanya-tanya kalau-kalau Nabi dari Mekkah 

itulah orangnya yang mereka dengar dari kaum Yahudi. Beberapa 

pemuda dengan serta-merta beriman. Pada Haji berikutnya dua belas 

orang Medinah datang ke Mekkah menggabungkan diri kepada 

Rasulullah s.a.w. 

Sepuluh di antaranya dari suku Khazraj dan dua dari suku Aus. 

Mereka berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. di lembah Mina dan, sambil 

memegang tangan Rasulullah s.a.w., mereka dengan penuh khidmat 

menyatakan iman akan Tauhid Ilahi dan mereka bertekad menjauhkan 

diri dan segala kejahatan biasa, dan pembunuhan anak kecil, dan dari 

fitnah-memfitnah. Mereka bertekad bulat untuk taat kepada Rasulullah 

s.a.w. dalam segala hal yang ma’ruf (baik). saat  mereka pulang ke 

Medinah mereka mulai mentablighkan agama baru mereka. Semangat 

berkobar dan menyala-nyala. Patung-patung berhala diambil dari relung-

relung mereka di dinding tembok dan dicampakkan ke jalan. Mereka 

yang biasa membungkuk dengan hormat di hadapan patung, mulai 

menegakkan kepala. Mereka bertekad hanya akan membungkuk 

dihadapan Allah  Yang Maha Esa. Kaum Yahudi tercengang. Berabad-

abad persahabatan, penjelasan dan perdebatan gagal mengadakan 

perubahan yang telah dicapai dalam beberapa hari oleh Sang Guru dari 

Mekkah itu. Penduduk Medinah biasa menjumpai beberapa orang 

Muslim yang tinggal di tengah-tengah mereka dan mencari keterangan 

tentang Islam. namun orang-orang Muslim yang sedikit itu tidak dapat 

menampung pertanyaan-pertanyaan yang banyak, lagi pula pengetahuan 

mereka tidak cukup. Maka, mereka itu mengambil keputusan untuk 

mengajukan permohonan kepada Rasulullah s.a.w. agar mengirimkan 

seseorang memberi pelajaran Islam, Rasulullah s.a.w. berkenan 

mengirimkan Mus’ab, seorang dari antara orang-orang Muslim, yang 

pernah hijrah ke Abessinia. Mus’ab yaitu  muballigh Islam pertama 

yang dikirim ke luar kota Mekkah. Kira-kira pada waktu itu Rasulullah 

s.a.w. mendapat perjanjian dari Allah s.w.t.. Beliau menerima kasyaf, di 

dalam kasyaf itu beliau ada di Yerusalem, yang berarti Medinah sedang 

akan menjadi pusat ibadah kepada Allah  Yang Maha Esa. Nabi-nabi 

lainnya ikut bersembahyang di belakang Rasulullah s.a.w. berarti, bahwa 

para pengikut berbagai nabi itu akan masuk Islam dan dengan demikian 

Islam akan menjadi suatu agama universal.  

Keadaan-keadaan di Mekkah sekarang menjadi sangat genting. 

Kaum Mekkah menertawakan kasyaf itu dan menggambarkannya 

sebagai lamunan kaum Muslimin sendiri. Mereka, kaum Mekkah, tidak 

mengetahui bahwa landasan Yerusalem Baru telah diletakkan. Bangsa-

bangsa Timur dan Barat sedang menunggu-nunggu dengan penuh 

harapan. Mereka sangat merindukan Seruan Allah  yang agung dan 

terakhir. Pada zaman itu Kaisar Roma dan Kisra Iran saling menggempur 

dalam peperangan. Kisra menang. Siria dan Palestina digilas oleh tentara 

Persia. Yerusalem hancur Iuluh. Mesir dan Asia Kecil dikuasai. Di selat 

Bosporus, hanya sepuluh mil dari Istanbul*, panglima-panglima Iran 

dapat mendirikan kemah mereka. Kaum Mekkah bergembira ria atas 

kemenangan Iran itu dan mengatakan bahwa keputusan Allah  telah 

jatuh - penyembah berhala dari Iran telah mengalahkan kaum Ahlul 

Kitab. Pada saat itu Rasulullah s.a.w. menerima wahyu berikut ini: 

Telah dikalahkan bangsa Romawi; Di negeri yang dekat dan mereka 

sesudah kekalahan mereka, akan memperoleh kemenangan; Dalam 

beberapa tahun. Bagi Allah kedaulatan sebelum dan sesudah-nya. Dan 

                                                     

* Konstantinopel 

pada hari itu akan bergembira orang-orang mukmin; Dengan pertolongan 

Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia Maha 

Perkasa, Maha Penyayang. Ingatlah janji Allah. Allah tidak menyalahi 

janji-Nya, akan namun kebanyakan manusia tidak mengetahui. (30:3-7). 

Kabar-ghaib itu menjadi sempurna dalam beberapa tahun. 

Lasykar Romawi mengalahkan pasukan-pasukan Iran dan merebut 

kembali daerah-daerah yang telah lepas dari tangan mereka. Bagian 

kabar-ghaib yang mengatakan. “Pada hari itu akan bergembira orang-

orang mukmin dengan pertolongan Allah” telah sempurna juga. Islam 

bertambah maju. Kaum Mekkah menyangka dapat menghentikannya 

dengan mengajak orang-orang agar jangan mendengarkan orang-orang 

Muslim, bahkan harus giat memperlihatkan permusuhan. Justru pada 

waktu itu Rasulullah s.a.w. menerima dalam wahyunya kabar-kabar 

mengenai kemenangan kaum Muslimin dan kehancuran kaum Mekkah. 

Rasulullah s.a.w. mengumumkan ayat-ayat berikut ini: 

Dan mereka berkata, “Mengapakah ia tidak mendatangkan kepada 

kami suatu tanda dari Allah -nya?” Bukankah telah datang kepada 

mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran 

terdahulu? Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan azab sebelum 

ini, niscaya mereka akan berkata, “Ya Allah  kami, mengapakah tidak 

Engkau kirimkan kepada kami, seorang rasul supaya kami mengikuti 

Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?” 

Katakanlah, “Setiap orang sedang menunggu, maka kamu tunggulah, dan 

segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus 

dan siapa yang mengikuti petunjuk” (20:134-136). 

Kaum Mekkah mengeluh akan kekurangan tanda-tanda. Mereka  

diberi tahu bahwa kabar-kabar ghaib tentang Islam dan Rasulullah s.a.w. 

yang tercantum dalam kitab-kitab terdahulu memadai hendaknya. Jika 

kaum Mekkah dibinasakan sebelum amanat Islam dapat disampaikan 

kepada mereka, mereka dapat mengeluh tentang tidak adanya 

kesempatan memperhatikan Tanda-tanda itu. Oleh sebab  itu, kaum 

Mekkah harus menunggu.  

Wahyu-wahyu yang menjanjikan kemenangan bagi orang-orang 

Mukmin diterima tiap hari. saat  kaum Mekkah memandang kekuasaan 

dan kesejahteraan mereka sendiri serta kelemahan dan kemiskinan kaum 

Muslim, dan kemudian mendengar janji-janji pertolongan Ilahi, dan 

janji-janji kemenangan-kemenangan kaum Muslim dalam wahyu-wahyu 

tiap hari, mereka menjadi heran dan tercengang. Adakah mereka gila 

atau adakah Rasulullah s.a.w. telah menjadi gila? Mereka mengharapkan 

bahwa tindakan aniaya akan memaksa kaum Muslimin menggugurkan 

kepercayaan mereka dan kembali kepada kaum Mekkah, mereka 

mengharapkan Rasulullah s.a.w. sendiri dan pengikut-pengikut beliau 

yang paling akrab akan mulai ragu-ragu tentang pengakuan-pengakuan 

beliau. namun , bahkan mereka itu mendengarkan penegasan-penegasan 

yang meyakinkan seperti berikut: 

Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat, dan apa yang 

kamu tidak lihat. Sesungguhnya Al-Qur’an itu firman yang disampaikan 

seorang Rasul mulia. Dan, bukanlah Al-Qur’an itu perkataan seorang 

penyair. Sedikit sekali apa yang kamu percayai. Dan bukanlah ini 

perkataan ahli nujum. Sedikit sekali kamu nengambil nasihat! Ini yaitu  

wahyu yang diturunkan dari Allah  semesta alam. Dan sekiranya ia 

mengada-adakan atas nama Kami sebagian perkataan, niscaya Kami 

akan menangkap dia dengan tangan kanan, kemudian tentulah Kami 

memotong urat nadinya. Dan tiada seorang pun di antaramu dapat 

mencegah darinya. Dan, sesungguhnya Al-Qur’an itu nasihat bagi orang-

orang muttaki. Dan sesungguhnya, Kami pasti mengetahui bahwa di 

antara kamu ada orang-orang yang mendustakan Al-Qur’an. Dan 

sesungguhnya, Al-Qur’an akan menjadi sumber penyesalan bagi orang-

orang kafir. Dan sesungguhnya, Al-Qur’an itu yaitu  kebenaran yang 

diyakini. Maka sucikanlah nama Allah  engkau, Yang Maha Besar. 

(69:39-53). 

Kaum Mekkah diperingatkan bahwa semua harapan mereka 

akan hancur. Rasulullah bukan penyair, bukan juru nujum, bukan pula 

nabi palsu. Al-Qur’an yaitu  Kitab bagi sekalian orang mukhlis. 

Memang benar ada  orang-orang yang menolaknya. Akan namun , 

ada  juga orang-orang yang diam-diam menyukai dan 

mengaguminya, mereka yang bergairah kepada ajaran serta 

kebenarannya. Janji-janji dan kabar ghaib yang terkandung di dalamnya 

pasti akan menjadi sempurna semuanya. Rasulullah s.a.w. diminta 

supaya mengabaikan segala perlawanan dan terus mengagungkan Allah . 

Masa ibadah Haji ketiga pun datang. Di antara rombongan 

peziarah yang datang dari Medinah ada  banyak orang Muslim. 

Mengingat akan adanya perlawanan kaum Mekkah, orang-orang Muslim 

Medinah itu ingin bertemu dengan Rasulullah s.a.w. secara bersemuka. 

Pikiran Rasulullah s.a.w. sendiri senantiasa makin tertuju ke Medinah 

sebagai tempat yang memungkinkan untuk berhijrah. Harapan-harapan 

masa depan di Medinah semuanya tidak pasti dan andai kata Medinah 

ternyata sama memusuhi seperti Mekkah, apakah sanak saudara 

Rasulullah s.a.w. di Mekkah dapat membantu? namun , Rasulullah s.a.w. 

yakin bahwa hijrah ke Medinah telah ditakdirkan. Maka, nasihat dan 

usul-usul keluarga beliau ditolak dan memutuskan untuk berhijrah ke 

Medinah. 

 

Sumpah Pertama Dl ‘Aqaba 

Lewat tengah malam Rasulullah s.a.w. mengadakan lagi 

pertemuan dengan orang-orang Muslim dari Medinah di lembah ‘Aqaba. 

Paman beliau Abbas, menyertai beliau. Rombongan Muslim dari 

Medinah berjumlah tujuh puluh tiga, di antara mereka enam puluh dua 

dari suku Khazraj dan sebelas dari suku Aus. Rombongan meliputi juga 

dua wanita, seorang di antaranya bernama Umm ‘Ammara dari Banu 

Najjar. Mereka mendapat pelajaran agama Islam dari Mus’ab dan 

mereka penuh dengan iman dan tawakal. Mereka ternyata menjadi tiang-

tiang Islam. Umm ‘Ammara yaitu  suatu contoh. Ia menanam pada 

anak-anaknya keikhlasan dan kesetiaan tak kunjung padam kepada 

Islam. Seorang anaknya yang bernama Habib telah tertawan oleh 

Musailima, seorang nabi palsu, dalam pertempuran sesudah wafat 

Rasulullah s.a.w.. Musailima berusaha supaya Habib mengingkari 

imannya. “Apakah kamu percaya Muhammad itu utusan Allah?” tanya 

Musailima. “Ya,” jawab Habib. “Apakah kamu percaya aku Utusan 

Allah ?” tanya Musailima. “Tidak,” sahut Habib. Atas jawaban itu satu 

kakinya dipotong atas perintah Musailima. Kemudian ditanya lagi, 

“Kamu percaya Muhammad itu Utusan Allah?” “Ya,” jawab Habib. 

“Kamu percaya aku pun seorang Utusan Allah?” “Tidak.” Diperintahkan 

lagi untuk memotong kaki yang sebelah lagi. Bagian yang satu sesudah 

yang lain dipotong dan badan Habib terpotong-potong jadi beberapa 

bagian. Ia mati dalam keadaan mengerikan, namun meninggalkan suatu 

contoh kepahlawanan dan pengorbanan yang tak dapat dilupakan untuk 

kepentingan membela keyakinan agama (Halbiyya, Jilid 2 hlm. 17). 

Umm ‘Ammara menyertai Rasulullah s.a.w. dalam berbagai 

peperangan. Pendek kata, rombongan Muslim Medinah itu meraih 

penghargaan istimewa atas kesetiakawanan dan keimanan mereka. 

Mereka datang ke Mekkah bukan sebab  kekayaan, melainkan untuk 

agama; dan mereka mendapatkannya dengan berlimpah-limpah. 

Terharu atas tali persaudaraan dan rasa tanggung jawab yang 

wajar terhadap keselamatan Rasulullah s.a.w., Abbas berseru kepada 

rombongan itu sebagai berikut: 

“Wahai Khazraj, anggota keluargaku ini disini dihormati oleh 

kaumnya. Mereka tidak semua Muslim, namun mereka melindunginya 

juga. namun sekarang ia telah memilih untuk meninggalkan kami dan 

menuju kepada saudara-saudara. Wahai Khazraj, tahukah saudara-

saudara, apa yang akan terjadi? Seluruh Arabia akan memusuhi saudara-

saudara. Jika saudara-saudara tahu akan akibat-akibat sebagai ekor dari 

undangan saudara-saudara, maka bawalah dia; namun jika tidak demikian, 

maka tinggalkan dan batalkan maksud saudara-saudara dan biarkanlah ia 

tetap tinggal disini.” 

Pemimpin rombongan itu, Al-Bara menjawab dengan tegas: 

“Kami telah mendengar ucapan saudara. Putusan kami telah bulat. 

Jiwa kami, kami serahkan kepada Rasulullah s.a.w. Kami telah bertekad 

bulat dan hanya menunggu putusan beliau”. (Halbiyya, jilid 2, hlm. 18).  

Rasulullah  s.a.w. memberi uraian lebih lanjut mengenai Islam 

dan ajarannya. Sambil memberikan penerangan itu beliau menyatakan 

kepada rombongan bahwa beliau akan berhijrah ke Medinah jika mereka 

memandang Islam sama tercintanya seperti cinta mereka terhadap anak-

istri mereka sendiri. Beliau belum selesai benar berkata saat  

rombongan yang tujuh puluh tiga orang mukhlis itu berseru dengan 

serentak: “Benar, benar!” Dalam berkobarnya semangat mereka lupa 

bahwa pembicaraan mereka dapat didengar oleh orang luar. Abbas 

memperingatkan supaya berbicara perlahan-lahan. namun iman 

rombongan itu telah meluap-luap.  Kematian yaitu  bukan apa-apa lagi 

pada pemandangan mereka. saat  Abbas menasihatkan untuk berhati-

hati, seorang dari antara mereka dengan lantang menjawab: 

“Kami tidak takut, ya Rasulullah!izinkanlah dan kami akan membuat 

perhitungan sekarang juga dengan orang-orang Mekkah dan mengadakan 

pembalasan terhadap segala kejahatan yang telah mereka lakukan 

terhadap engkau.” 

namun Rasulullah s.a.w. bersabda, beliau belum mendapat 

perintah berperang. Rombongan kemudian mengangkat sumpah setia dan 

pertemuan itu pun bubarlah. 

Kaum Medinah mengetahui juga adanya pertemuan itu. Mereka 

pergi ke perkemahan orang-orang Medinah untuk mengadukan ihwal 

para pendatang itu kepada para pemimpin mereka. Abdullah bin Ubayyi 

bin Salul, Pemimpin tertinggi mereka, tidak tahu-menahu tentang apa 

yang telah terjadi. Ia meyakinkan kepada orang-orang Mekkah bahwa 

kabar yang mereka dengar itu tentu kabar palsu. Kaum Medinah telah 

menerima dia sebagai pemimpin mereka dan tidak dapat berbuat sesuatu 

di luar pengetahuan dan izinnya. Ia tidak mengetahui bahwa kaum 

Medinah telah mencampakkan peraturan syaitan dan menerima peraturan 

Allah  sebagai gantinya. 

Hijrah 

Rombongan kembali ke Medinah, dan Rasulullah s.a.w. serta 

para pengikut beliau mulai mengadakan persiapan untuk hijrah. Keluarga 

demi keluarga mulai menghilang. Orang-orang Muslimin, yakin bahwa 

Kerajaan Allah  telah dekat, penuh dengan keberanian. Kadang-kadang 

seluruh lorong menjadi kosong dalam jangka waktu satu malam saja. 

Pada pagi hari kaum Mekkah mendapatkan pintu-pintu terkunci dan 

mengetahui bahwa penghuninya telah hijrah ke Medinah. Pengaruh 

Islam yang bertambah besar itu menjadikan mereka tercengang 

keheranan. 

Akhirnya, tidak ada seorang Muslim pun tinggal di Mekkah 

kecuali beberapa budak yang telah bai’at, Rasulullah s.a.w., Abu Bakar 

dan Ali. Kaum Mekkah mengetahui bahwa mangsa mereka ini pun akan 

lolos juga. Para pemimpin berkumpul lagi dan mengambil keputusan 

harus membunuh Rasulullah. Tampak ada suatu rencana istimewa 

Allah , tanggal yang mereka tetapkan untuk membinasakan beliau yaitu  

tanggal yang ditetapkan oleh Allah  untuk beliau lolos. saat  kaum 

Mekkah berkumpul dihadapan rumah Rasulullah s.a.w. dengan maksud 

membunuh beliau, Rasulullah s.a.w. menyelinap keluar di kegelapan 

malam. Kaum Mekkah pasti merasa khawatir waktu itu bahwa 

Rasulullah s.a.w. mengetahui maksud jahat mereka. Mereka maju 

dengan sangat hati-hati dan saat  Rasulullah s.a.w. berlalu, mereka 

menyangka beliau orang lain. Beliau bersembunyi untuk menghindar 

kalau-kalau diketahui mereka. Sahabat Rasulullah s.a.w. terdekat, Abu 

Bakar, telah diberi tahu sehari sebelumnya tentang rencana Rasulullah 

s.a.w.. Pada waktunya ia menggabungkan diri dan mereka berdua 

meninggalkan Mekkah serta mencari perlindungan di sebuah gua yang 

disebut Tsaur, kira-kira tiga atau empat mil dan Mekkah, terletak di atas 

sebuah bukit. 

saat  kaum Mekkah mengetahui tentang lolosnya Rasulullah 

s.a.w., mereka berkumpul dan  mengirim satu pasukan untuk mengejar 

para pelarian itu. Dipimpin oleh seorang pencari jejak, mereka tiba di 

Tsaur. Sambil berdiri di muka lubang itu, tempat Rasulullah s.a.w. dan 

Abu Bakar menyembunyikan diri, pencari jejak itu berkata bahwa 

Muhammad s.a.w. itu ada di dalam gua atau telah naik ke langit. Abu 

Bakar mendengar ucapan itu dan hatinya ciut. “Musuh hampir dapat 

menangkap kita”, bisiknya. “Jangan takut, Allah  beserta kita”, jawab 

Rasulullah s.a.w. “Saya tak takut akan diriku sendiri namun takut akan 

keselamatan engkau. Sebab, jika aku mati, aku hanya seorang manusia 

biasa; namun jika engkau mati, itu berarti matinya agama dan semangat” 

(Zurqani). “Walaupun demikian, jangan takut”, Rasulullah s.a.w. 

meyakinkan. “Kita bukan berdua dalam gua ini. Ada wujud yang ketiga: 

Allah ” (Bukhari). 

Merajalelanya kezaliman orang-orang Mekkah sudah 

ditakdirkan akan berhenti. Islam harus mendapat kesempatan tumbuh. 

Para pengejar terkecoh. Mereka mengejek perkiraan si pencari jejak. Gua 

itu terlalu terbuka untuk dijadikan tempat berlindung siapa juga; 

tambahan pula tidak ada orang yang dapat aman terhadap ular-ular 

berbisa, kata mereka. Andaikata mereka membungkuk sedikit, pasti 

mereka dapat melihat kedua pelarian itu. namun mereka tidak 

membungkuk. Mereka menyuruh pergi si pencari jejak itu dan mereka 

pun pulang ke Mekkah. Dua hari lamanya Rasulullah s.a.w. dan Abu 

Bakar bersembunyi di gua itu. Pada malam ketiga dua ekor unta 

diantarkan ke gua itu, seperti yang sudah direncanakan, seekor untuk 

Rasulullah dan penunjuk jalan; yang lainnya untuk Abu Bakar dan 

pembantunya, Amir bin Fuhaira. 

Suraqa Mengejar Rasulullah 

Sebelum bertolak. Rasulullah s.a.w. menoleh ke belakang dan 

melayangkan pandangan ke Mekkah. Keharuan timbul dalam hati. 

Mekkah yaitu  tempat kelahiran beliau. Di sana beliau hidup sebagai 

kanak-kanak dan orang dewasa, dan di sana pula beliau menerima 

nubuwat. Di tempat itu juga tinggal nenek-moyang beliau dan hidup 

sejahtera sejak masa Nabi Ismail a.s. Dengan pikiran dan perasaan 

demikian, untuk penghabisan kali beliau memandang lama ke kota itu 

dan bersabda, “Wahai Mekkah, engkau lebih kucintai dari pada tempat 

mana pun di dunia; namun , penghunimu tak memberi kesempatan 

kepadaku untuk tinggal di sini”.  Maka,  Abu  Bakar  berkata,  “Tempat  

itu telah mengusir Nabinya.  Hanya kehancurannya yang dinantikannya”. 

Kaum Mekkah sesudah  gagal mengejar, menjanjikan hadiah untuk 

menangkap kedua pelarian itu. Siapa saja yang berhasil menyerahkan 

kepada kaum Mekkah, Rasulullah s.a.w. atau Abu Bakar hidup atau 

mati, akan menerima hadiah seratus unta. Pengumuman itu disebar di 

tengah kabilah-kabilah di sekitar Mekkah. Tergiur oleh hadiah itu, 

Suraqa bin Malik, seorang kepala kabilah Badui, berangkat mengejar 

dan akhirnya melihat mereka di jalan menuju ke Medinah. Dilihatnya 

dua unta dikendarai dan yakin bahwa penunggangnya yaitu  Rasulullah 

s.a.w. dan Abu Bakar. Dihardiknya kudanya. Kuda itu mendompak dan 

jatuh sebelum dapat maju jauh dan Suraqa pun ikut jatuh pula. Ceritera 

Suraqa sendiri mengenai peristiwa itu sangat menarik. Katanya: 

sesudah  aku jatuh dari kudaku, aku periksa peruntungan nasibku 

dengan cara kebiasaan takhayul orang Arab, dengan melemparkan 

panah-panah. Panah-panah itu meramalkan kemalangan. namun , iming-

iming hadiah sangat kuat. Aku tunggangi lagi kudaku dan meneruskan 

lagi pengejaran dan hampir-hampir aku dapat mengejar Rasulullah s.a.w. 

berkendaraan dengan penuh wibawa dan tidak menoleh. namun , Abu 

Bakar berkali-kali menengok ke belakang (jelas sebab  sangat khawatir 

akan keselamatan Rasulullah s.a.w.). saat  aku mendekat, kudaku 

mendompak lagi dan aku pun jatuh. Sekali lagi kuperiksa peruntungan 

nasibku dengan panah. Sekali lagi ramalannya menunjukkan 

kemalangan. Kaki kudaku terperosok dalam sekali ke dalam pasir. Untuk 

menaiki kudaku dan meneruskan pengejaran menjadi sangat sukar. Maka 

barulah aku mengerti bahwa rombongan itu ada dalam perlindungan 

Ilahi. Aku berteriak memanggil dan minta mereka berhenti. sesudah  

cukup dekat, aku menerangkan maksudku yang buruk dan perubahan 

yang timbul dalam hatiku. Aku menerangkan akan mengurungkan 

pengejaran dan akan pulang. Rasulullah s.a.w. mengizinkan aku pergi, 

namun dengan perjanjian akan tutup mulut dan tidak menceriterakan 

pengalamannya kepada siapa pun. Aku mulai yakin bahwa Rasulullah 

s.a.w. yaitu  benar dan ditakdirkan untuk berhasil. Aku memohon 

kepada Rasulullah s.a.w. untuk menulis keterangan jaminan keamanan 

untuk keperluanku pada saat beliau sudah berjaya. Rasulullah s.a.w. 

menyuruh Amir bin Fuhaira membuat surat keterangan jaminan dan 

dilakukannya dengan segera. saat  aku sudah siap untuk pulang dengan 

membawa surat itu, Rasulullah s.a.w. menerima  kabar-ghaib tentang 

kemudian hari dan bersabda, “Suraqa, bagaimana engkau akan merasa 

kalau memakai gelang-gelang emas Kisra di pergelanganmu?” 

Tercengang atas kabar-ghaib itu aku bertanya, “Kisra yang mana? Kisra 

bin Hormizd, Maharaja Iran?” Rasulullah s.a.w. menjawab, “Betul”. 

(Usud-al-Ghaba). 

Enam belas atau tujuh belas tahun kemudian kabar-ghaib itu 

menjadi sempurna secara harfiah.  Suraqa menerima Islam dan pergi ke 

Medinah. Rasulullah s.a.w. wafat, dan sesudah beliau, mula-mula Abu 

Bakar, dan kemudian Umar menjadi Khalifah. Bertambah besamya 

pengaruh Islam menjadikan bangsa Iran iri hati dan mendorongnya untuk 

menyerang kaum Muslim, namun dari pada menundukkan kaum Muslim, 

mereka sendiri yang ditundukkan. Ibu kota Iran jatuh ke tangan kaum 

Muslim yang merampas segala isi khazanah, termasuk juga gelang-

gelang emas yang biasa dipakai oleh Kisra pada waktu sidang-sidang 

kenegaraan. Sesudah Suraqa masuk Islam, ia sering menceriterakan 

pengejaran Rasulullah s.a.w. dengan rombongan dan menggambarkan 

bagaimana telah terjadi antara dia dan Rasulullah s.a.w.. saat  

rampasan-rampasan perang diletakkan di hadapan Umar, beliau melihat 

gelang-gelang emas itu dan ingat akan perkataan Rasulullah s.a.w. 

terhadap Suraqa. Hal itu suatu kabar-ghaib agung di masa Islam sama 

sekali tak berdaya. Umar mengambil keputusan untuk mementaskan 

sempurnanya kabar-ghaib itu. Maka, Suraqa dipanggil beliau dan beliau 

memerintahkan kepadanya memakai gelang-gelang emas tersebut. 

Suraqa memprotes bahwa pemakaian emas oleh kaum pria telah dilarang 

oleh Islam. Umar menjawab bahwa hal itu memang benar, namun 

kejadian ini suatu kekecualian. Rasulullah s.a.w. telah melihat lebih 

dahulu gelang-gelang emas Kisra itu ada pada pergelangannya, maka itu 

ia harus memakainya sekarang, walaupun menghadapi risiko siksaan. 

Sesungguhnya Suraqa berkeberatan memakai gelang itu sebab  

menghormati ajaran Rasulullah s.a.w.; jika tidak demikian, ia sangat 

berhasrat seperti tiap-tiap orang lain untuk memberi bukti yang terlihat 

sempurnanya suatu kabar ghaib yang agung. Ia mengenakan gelang-

gelang emas itu pada lengannya dan kaum Muslimin melihat dengan 

mata sendiri sempurnanya kabar-ghaib itu (Usud al-Ghaba). Nabi yang 

dulu pernah melarikan diri itu telah menjadi raja. Beliau sendiri telah 

tiada. namun para Khalifah beliau dapat menyaksikan sempurnanya kata-

kata dan kasyaf-kasyaf beliau. 

Rasulullah Tiba Dl Medinah 

Kembali lagi kepada ceritera kita mengenai hijrah. Sesudah 

Rasulullah s.a.w. berpisah dengan Suraqa, beliau meneruskan perjalanan 

ke Medinah tanpa mendapat gangguan apa pun. saat  beliau tiba di 

Medinah, Rasulullah s.a.w. mendapatkan penduduknya menanti dengan 

tak sabar. Tidak ada hari bagi mereka yang lebih bahagia dari pada hari 

itu. Sebab, matahari yang telah terbit untuk Mekkah sekarang telah 

bersinar di Medinah. 

Berita bahwa Rasulullah s.a.w. telah meninggalkan Mekkah 

telah sampai kepada mereka, maka mereka mengharap-harap kedatangan 

beliau. Rombongan demi rombongan pergi menempuh jarak beberapa 

mil jauhnya dari Medinah untuk menjemput beliau. Mereka berangkat 

pagi-pagi dan kembali dengan kecewa pada sore harinya. saat  

Rasulullah s.a.w., akhirnya, benar-benar sampai ke Medinah beliau 

mengambil keputusan singgah sebentar di Quba, sebuah kampung dekat 

Medinah. Seorang Yahudi telah melihat dua ekor unta dan memastikan 

bahwa penunggangnya tentu Rasulullah s.a.w. dan para sahabat beliau. 

Ia mendekati suatu bukit dan berseru, “Bani Qailah, orang yang kalian 

nanti-nantikan telah datang”.Tiap-tiap orang di Medinah yang 

mendengar seruan itu berlari-lari pergi ke Quba, sedangkan penduduk 

Quba sendiri larut dalam suka-cita dan gembira atas kedatangan 

Rasulullah s.a.w. di tengah-tengah mereka, menyanyikan lagu-lagu 

untuk menghormati beliau. 

Kesederhanaan Rasulullah s.a.w. dibuktikan oleh peristiwa yang 

terjadi pada saat itu di Quba. Kebanyakan kaum Medinah sebelumnya 

belum pernah melihat Rasulullah s.a.w.. saat  mereka melihat 

rombongan beliau duduk di bawah sebatang pohon, banyak di antara 

mereka menyangka Abu Bakar itulah Rasulullah s.a.w.. Abu Bakar, 

walaupun lebih muda, berjanggut lebih putih dan pakaiannya lebih baik 

dari pada pakaian Rasulullah s.a.w.. Maka mereka menghadap kepada 

Abu Bakar, duduk di hadapannya, sesudah memperlihatkan 

penghormatan yang seharusnya ditujukan kepada Rasulullah s.a.w. 

saat  Abu Bakar melihat gelagat orang-orang itu keliru dan menyangka 

berhadapan dengan Rasulullah s.a.w., ia bangkit, mengambil selimut, 

dan digantungkan untuk menahan terik sinar matahari dan berkata, “Ya 

Rasulullah, Anda duduk di tempat panas. Aku membuat naungan ini 

untuk Anda” (Bukhari). Dengan bijaksana dan unjuk rasa hormat ia telah 

membuat jelas kekeliruan tamu-tamu dari Medinah itu. Rasulullah s.a.w. 

tinggal sepuluh hari di Quba. Sesudah itu kaum Medinah membawa 

tamu agung itu ke kota mereka sendiri. saat  Rasulullah s.a.w. tiba di 

kota, beliau menyaksikan semua penduduk, pria, wanita, dan anak-anak, 

telah keluar untuk menjemput beliau. Dari antara lagu-lagu yang 

dinyanyikan mereka berbunyi demikian: 

“Bulan purnama malam keempat belas telah terbit menyinari kita dari 

belakang al-Wida. Selama ada dia di antara kita, yang memanggil kita 

kepada Allah , maka layak dan wajib kita bersyukur kepada Allah . 

Kepada engkau, yang Allah  telah mengutusmu kepada kami, kami 

persembahkan ketaatan kami”.  

Rasulullah s.a.w. tidak masuk ke Medinah dari sebelah Timur. 

saat  kaum Medinah menggambarkan beliau sebagai “bulan purnama 

keempat belas”, mereka maksudkan bahwa mereka hidup dalam 

kegelapan sebelum Rasulullah s.a.w. datang menyinari mereka. Hari itu 

yaitu  hari Senin, saat  Rasulullah s.a.w. masuk ke kota Medinah. Pada 

hari Senin pula beliau meninggalkan gua Tsaur, dan sangat ajaib 

tampaknya, justru pada hari Senin pula beliau merebut kota Mekkah 

kira-kira sepuluh tahun kemudian. 

Abu Ayub Anshari Sebagai Penerima Tamu 

Rasulullah 

saat  Rasulullah s.a.w. datang ke Medinah, tiap-tiap orang 

sangat mendambakan dapat meraih kehormatan menjadi tuan rumah 

beliau. saat  unta beliau lewat melalui sebuah lorong, keluarga-

keluarga berjajar-jajar dalam deretan panjang menyambut beliau. Seolah-

olah ingin dengan serempak mereka mengatakan, “Inilah rumah kami, 

harta-benda kami, dan jiwa kami siap menerima anda dan 

mempersembahkan perlindungan kami kepada anda. Silakan dan 

tinggallah bersama kami”. Banyak di antara mereka yang lebih 

bersemangat, maju ke depan dan memegang tali kekang unta dan 

mendesak Rasulullah s.a.w. supaya turun dihadapan pintu mereka dan 

masuk ke dalam rumah mereka. namun , Rasulullah s.a.w. dengan wajah 

yang ramah menolak sambil berkata, “Biarkan untaku. Ia ada dalam 

perintah Ilahi; ia akan berhenti di mana Allah  menghendaki ia 

berhenti”. Akhirnya, berhentilah unta itu di sebidang tanah kepunyaan 

anak-anak yatim suku Banu Najjar. Rasulullah s.a.w. turun dan berkata, 

“Rupanya inilah tempat Allah  menghendaki kami berhenti”. Beliau 

mencari keterangan. Seorang wali anak-anak yatim tersebut tampil 

kemuka dan mempersembahkan tanah itu untuk dipergunakan oleh 

Rasulullah s.a.w.. Rasulullah s.a.w. menjawab bahwa beliau tidak dapat 

menerima persembahan itu kalau beliau tidak diizinkan membayar 

harganya. Harganya lalu ditetapkan, dan Rasulullah s.a.w. mengambil 

keputusan mendirikan mesjid dan beberapa rumah di atas tanah itu. 

sesudah  segala sesuatu diatur baik, Rasulullah s.a.w. menanyakan rumah 

siapa yang terdekat ke lahan itu. Abu Ayyub Anshari tampil ke muka 

dan mengatakan bahwa rumahnya yaitu  yang terdekat dan ia 

mempersembahkannya untuk keperluan Rasulullah s.a.w.. Beliau 

meminta agar untuk beliau disediakan sebuah kamar di rumahnya. 

Rumah Abu Ayyub itu bertingkat. Ia mengusulkan supaya Rasulullah 

s.a.w. mengambil tingkat atas. namun Rasulullah s.a.w. lebih menyukai 

tingkat bawah, mengingat kemudahan untuk para pengunjung. 

Keikhlasan kaum Medinah terhadap Rasulullah s.a.w. kini 

nampak pula. Abu Ayyub setuju Rasulullah s.a.w. mempergunakan 

tingkat bawah, namun menolak untuk tidur di bagian atas yang tepat di 

bawahnya Rasulullah s.a.w. tidur. Ia dan istrinya merasa kurang hormat 

berbuat demikian. Sekali peristiwa sebuah tempat air pecah dan air jatuh 

ke lantai. Abu Ayyub, yang takut ada air yang merembes dan menetes 

keruangan yang dipakai oleh Rasulullah s.a.w., segera mengambil 

selimutnya dan dikeringkannya lantai itu dengan selimutnya itu sebelum 

ada air menetes ke dalam ruangan Rasulullah s.a.w.. Pagi-pagi keesokan 

harinya ia menghadap Rasulullah s.a.w. dan menceriterakan ihwal 

kejadian semalam. sesudah  Rasulullah s.a.w. menyiapkan makanan dan 

mengirimkannya ke atas, Rasulullah s.a.w. menyimak tuturannya, beliau 

berkenan menempati tingkat atas. Abu Ayyub menyiapkan makanan dan 

mengirimkan makanan itu ke atas. Rasulullah s.a.w. menyantap makanan 

yang diinginkan beliau dan Abu Ayyub makan sisanya. Sesudah 

beberapa hari lewat, orang-orang lain menuntut giliran menjamin makan 

Rasulullah s.a.w.. Sebelum Rasulullah s.a.w. menghuni rumah beliau 

sendiri dan mengatur kehidupan sendiri, beliau selalu dijamin oleh 

penduduk Medinah secara bergantian. Seorang janda memiliki  

seorang anak bernama Anas yang berumur antara delapan dan sembilan 

tahun. Ia membawa anaknya kepada Rasulullah s.a.w. dan 

mempersembahkan anak itu kepada beliau untuk dijadikan pelayanan 

pribadi. Anas ini menjadi abadi namanya dalam sejarah Islam, ia menjadi 

orang yang terpelajar dan kaya-raya pula. Ia mencapai umur lebih dari 

seratus tahun dan di zaman para Khalifah ia sangat dihormati dan 

disegani oleh setiap orang. Anas, diriwayatkan, pernah mengatakan 

bahwa walaupun ia menjadi seorang pelayan dan pesuruh Rasulullah 

s.a.w., dan tetap dalam kedudukan itu sampai wafat Rasulullah s.a.w., 

Rasulullah tak pernah berucap kasar, tidak pernah menegurnya tanpa 

ramah dan tidak pernah memberi tugas yang lebih berat dari pada 

kemampuannya bekerja. Selama tinggal di Medinah Rasulullah s.a.w. 

hanya bersama-sama Anas. Oleh sebab  itu kesaksian Anas 

menyingkapkan watak Rasulullah s.a.w. selama beliau bermukim di 

Medinah sebagai pemegang tampuk kekuasaan, dan kejayaan Islam kian 

bertambah. 

Kemudian Rasulullah s.a.w. mengutus Zaid, budak yang telah 

dimerdekakan itu, ke Mekkah guna menjemput keluarga dan sanak-

saudara beliau. Kaum Mekkah menjadi amat tercengang oleh 

keberangkatan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat secara tiba-tiba dan 

rencananya rapi itu. Maka, untuk sementara waktu, mereka tak berbuat 

apa-apa untuk mengganggu beliau. saat  keluarga Rasulullah dan 

keluarga Abu Bakar meninggalkan Mekkah, mereka tidak menimbulkan 

kesukaran. Kedua keluarga itu mencapai Medinah tanpa mendapat 

gangguan apa pun. Dalam pada itu, Rasulullah s.a.w. meletakkan dasar 

suatu mesjid di atas tanah yang telah dibeli untuk keperluan itu. Sesudah 

itu beliau mendirikan rumah-rumah untuk beliau sendiri dan juga untuk 

para Sahabat. Kira-kira tujuh bulan dipergunakan untuk penyelesaian 

bangunan-bangunan itu.  

Kehidupan Dl Medinah Tidak Aman 

Dalam beberapa hari, sesudah  kedatangan Rasulullah s.a.w. di 

Medinah, suku-suku kaum penyembah berhala di sana mulai tertarik 

kepada Islam dan kebanyakan dari antara mereka masuk Islam. Beberapa 

orang, yang dalam hatinya tidak tertarik, ikut masuk juga. Dengan 

demikian ada segolongan yang menggabungkan diri, namun di dalam hati 

mereka itu bukan-Muslim. Anggota-anggota golongan itu menjalankan 

segi peranan yang gelap dan jahat dalam sejarah berikutnya. Beberapa 

dari antara mereka menjadi orang Muslim yang mukhlis. Orang-orang 

yang lainnya tetap tidak bersungguh-sungguh dan terus-menerus berbuat 

curang terhadap Islam dan kaum Muslimin. Beberapa lainnya sama 

sekali tidak mau menggabungkan diri. namun , mereka tidak dapat 

bertahan terhadap pengaruh Agama Baru yang kian berkembang itu. 

Maka itu mereka pindah dari Medinah ke Mekkah. Medinah menjadi 

kota Muslim. Di kota itu ditegakkan rukun ibadah kepada Allah  Yang 

Maha Esa. Tidak ada kota kedua di dunia pada waktu itu yang dapat 

mengemukakan pengakuan serupa itu. Bukan kegembiraan yang tidak 

sedikit bagi Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat dengan kenyataan bahwa 

dalam beberapa hari sesudah hijrah seluruh warga kota telah dapat 

meninggalkan pemujaan berhala dan beralih kepada ibadah kepada 

Allah  Yang Maha Esa dan Maha Ghaib. namun , belum ada rasa aman 

untuk kaum Muslimin. Di Medinah sendiri segolongan bangsa Arab 

hanya pada lahirnya masuk Islam. Batin mereka musuh kental Rasulullah 

s.a.w.. Disamping itu masih ada orang-orang Yahudi yang terus-menerus 

berbuat curang terhadap beliau. Rasulullah s.a.w. menyadari kehadiran 

bahaya itu. Beliau tetap waspada dan meminta sahabat-sahabat dan 

pengikut-pengikut beliau agar senantiasa berhati-hati. Beliau sendiri 

sering berjaga-jaga dan tidak tidur semalam suntuk (Bari, jilid 6. hlm. 

60). Payah oleh jaga sepanjang malam, pada suatu waktu beliau 

menyatakan keinginan mendapatkan bantuan. Tak lama kemudian beliau 

mendengar bunyi senjata. "Ada apa?" beliau bertanya "Saya, Saad bin 

Waqqas ya Rasulullah datang untuk tugas jaga bagi Anda" (Bukhari dan 

Muslim). Kesadaran penduduk Medinah akan kewajiban dan tanggung 

jawab besar mereka tergugah. Mereka telah mengundang Rasulullah 

saw. untuk datang dan untuk tinggal di antara mereka, dan sekarang 

sudah menjadi kewajiban mereka melindungi beliau. Suku-suku 

Medinah mengadakan musyawarah dan mengambil keputusan untuk 

menjaga rumah Rasulullah s.a.w. secara bergiliran. 

Dalam ketidak-amanan pribadi beliau dan ketidak-tenteraman 

para pengikut beliau, tidak ada beda antara kehidupan di Mekkah dan di 

Medinah. Satu-satunya perbedaan ialah kaum Muslim di Medinah dapat 

beribadah dengan bebas di dalam mesjid yang telah mereka dirikan atas 

nama Allah . Mereka dapat berkumpul untuk keperluan itu lima kali 

sehari tanpa gangguan atau rintangan sedikit pun. 

Dua atau tiga bulan telah lampau. Kaum Mekkah telah sadar 

kembali dan kebingungan mereka dan sudah mulai lagi membuat 

rencana untuk mengganggu dan menyerang kaum Muslim. Mereka 

segera tahu bahwa mereka tidak akan memenuhi maksud mereka kalau 

semata-mata mengganggu dan menyusahkan kaum Muslim di Mekkah 

dan sekitarnya saja. yaitu  sangat perlu untuk menyerang Rasulullah 

s.a.w. dan para Sahabat di Medinah dan mengusir pula dari tempat 

perlindungan mereka yang baru. Untuk tujuan itu mereka berkirim surat 

kepada Abdullah bin Ubayyi ibnu Salul kepala kabilah di Medinah yang, 

sebelum Rasulullah s.a.w. datang ke sana, telah diterima sebagai raja 

Medinah oleh semua golongan. Mereka mengatakan dalam surat itu 

bahwa mereka dikejutkan oleh kedatangan Rasulullah s.a.w. di Medinah 

dan yaitu  keliru di pihak kaum Medinah memberi perlindungan kepada 

beliau. Pada akhir surat mereka mengatakan: 

sebab  sekarang kalian telah mengizinkan musuh kami masuk 

kedalam rumah kalian, kami bersumpah dengan nama Allah  dan 

menyatakan bahwa kami, kaum Mekkah, akan bersatu padu menyerang 

Medinah, kecuali jika kalian, kaum Medinah, setuju mengusirnya dari 

Medinah atau bersama kami memeranginya, Jika kami menyerang 

Medinah, kami akan membunuh semua orang pria yang dapat bertarung 

dan menjadikan semua wanita budak (Abu Daud, Kitab al-Kharaj). 

Abdullah bin Ubayyi ibnu Salul berpikir bahwa surat itu 

merupakan anugerah Allah . Ia bermusyawarah dengan beberapa orang 

munafik Medinah dan membujuk mereka bahwa apabila membiarkan 

Rasulullah s.a.w. hidup di Medinah dengan aman dan damai, berarti 

mengundang permusuhan kaum Mekkah. Oleh sebab  itu, sebaiknya 

mereka memerangi Rasulullah s.a.w., walaupun hanya sekedar 

menyejukkan hati kaum Mekkah. Rasulullah s.a.w. mendapat kabar 

ihwal ini. Beliau menjumpai Abdullah bin Ubayyi ibnu Salul dan 

berusaha meyakinkannya bahwa tindakan serupa itu akan merupakan 

tindakan bunuh diri. Banyak kaum Medinah telah masuk Islam dan 

bersedia mengorbankan jiwa-raga untuk agama Islam. Jika Abdullah 

menyatakan perang terhadap orang-orang Islam, maka mayoritas kaum 

Medinah akan berkelahi di pihak orang-orang Islam. Oleh sebab itu, 

perang serupa itu akan sangat merugikan kepadanya dan berarti 

kebinasaan dirinya sendiri. Abdullah, terkesan oleh nasihat itu, lalu 

membatalkan lagi rencananya. 

Pada masa itu Rasulullah s.a.w. mengambil tindakan penting 

yang lain. Beliau mengumpulkan kaum Muslimin dan menganjurkan 

supaya tiap-tiap dua orang hendaklah mengikat perhubungan sebagai dua 

saudara. Anjuran itu diterima dengan baik. Orang Medinah mengaku 

orang Mekkah sebagai saudaranya. Dalam persaudaraan baru itu kaum 

Anshar menawarkan berbagai kekayaan dengan kaum Muhajirin. 

Seorang Anshar hendak menceraikan seorang dari istri-istrinya untuk 

dikawin oleh saudaranya dari kaum Muhajirin. Orang-orang Muhajirin 

menolak pemberian-pemberian itu mengingat keperluan saudaranya, 

orang-orang Anshar sendiri. namun , kaum Anshar mendesak terus dan 

urusan itu dihadapkan kepada Rasulullah s.a.w.. Kaum Anshar 

mengemukakan bahwa kaum Muhajirin itu saudara mereka; oleh sebab  

itu, mereka harus memberi sebagian dari harta-benda mereka kepada 

mereka itu. Para Muhajirin tidak dapat bercocok-tanam. namun mereka 

dapat menerima bagian dari hasilnya seandainya tidak mau menerima 

hibah tanahnya. Para Muhajirin menolak dengan ucapan terima kasih 

atas pemberian yang royal dan sukar dipercaya ini, dan mereka lebih 

menyukai menggeluti usaha mereka sendiri, berniaga. Banyak orang 

Muhajirin menjadi kaya lagi. namun kaum Anshar tetap bersedia 

menyerahkan sebagian kekayaan mereka kepada kaum Muhajirin. 

Seringkali terjadi bila seorang anak Anshar meninggal anak-anaknya 

membagi warisan peninggalan orang tua mereka kepada saudara-saudara 

mereka dari Mekkah. Beberapa tahun lamanya kebiasaan ini berlaku 

hingga akhirnya Al-Qur’an menghapus kebiasaan ini dengan ajarannya 

mengenai pembagian warisan (Bukhari dan Muslim). 

Perjanjian Antara Berbagai Suku Medinah 

Di samping mempersatukan para Muhajirin dengan kaum 

Anshar dalam ikatan persaudaraan, Rasulullah s.a.w. menjalin perjanjian 

antara semua penduduk Medinah. Dengan perjanjian itu bangsa Arab dan 

bangsa Yahudi dipersatukan dalam kewargaan kota bersama-sama 

dengan kaum Muslimin. Rasulullah s.a.w. menerangkan kepada orang-

orang Arab dan Yahudi bahwa sebelum kaum Muslimin muncul sebagai 

sebuah golongan di Medinah, ada  hanya dua golongan di Medinah, 

namun dengan adanya kaum Muslimin sekarang jadi ada tiga golongan. 

Jadi, memang sudah sewajarnya agar bersama-sama mengadakan 

perjanjian yang mengikat semua golongan dan perjanjian itu menjamin 

keamanan kepada semuanya. Persetujuan itu berbunyi: 

Antara  Rasulullah s.a.w. dan orang-orang Muslim di satu pihak dan 

semua lainnya di pihak lain yang suka rela ikut serta dalam perjanjian ini. 

Jika seorang dari kaum Muhajirin terbunuh, kaum Muhajirin sendiri 

yang bertanggung jawab. Kewajiban pembebasan tawanan-tawanan 

mereka pun menjadi tanggung jawab mereka. Kaum Anshar pun sama-

sama bertanggung jawab atas jiwa dan tawanan mereka sendiri. Siapa 

memberontak atau meruncingkan permusuhan dan kekacauan akan 

dipandang sebagai musuh bersama. Oleh sebab  itu, yaitu  menjadi 

kewajiban semua lainnya untuk memeranginya, walaupun andai kata ia 

anak atau keluarga sendiri. Jika seorang yang tidak beriman terbunuh 

dalam perang oleh seorang mukmin, maka sanak-saudaranya yang 

beriman tidak akan mengadakan tindakan pembalasan. Tidak akan 

mereka bantu juga orang-orang tak beriman terhadap orang-orang 

beriman. Kaum Yahudi yang masuk ke dalam perjanjian ini akan dibantu 

oleh kaum Muslimin. Kaum Yahudi tidak akan dihadapkan kepada suatu 

kesukaran. Musuh-musuh mereka tidak akan dibantu memerangi mereka. 

Tidak ada orang tak beriman diperkenankan memberi perlindungan 

kepada siapa pun dari Mekkah. Ia tidak akan menjadi wali atas milik 

seorang Mekkah. Dalam peperangan antara kaum Muslimin dan kaum 

Musyrikin ia tidak akan berpihak. Jika seorang-orang mukmin dianiaya 

tanpa alasan, kaum Muslimin berhak berkelahi melawan mereka yang 

aniaya. Jika musuh orang-orang mukmin menyerang Medinah, kaum 

Yahudi akan berpihak kepada kaum Muslimin dan sama-sama 

menanggung perongkosan perang. Suku-suku Yahudi yang berada dalam 

ikatan perjanjian dengan suku-suku Medinah lainnya akan memiliki  

hak yang sama dengan orang-orang Muslim. Kaum Yahudi akan 

berpegang pada agama mereka dan kaum Muslimin pada agama mereka 

sendiri. Hak-hak kaum Yahudi menjadi hak-hak tiap-tiap pengikutnya. 

Warga kota Medinah tidak berhak menyatakan perang tanpa disahkan 

oleh Rasulullah. namun , hal itu tidak mengganggu hak tiap-tiap pribadi 

untuk mengadakan tindakan pembalasan terhadap kesalahan pribadi. 

Kaum Yahudi akan memikul sendiri biaya organisasi mereka sendiri dan 

kaum Muslimin pun demikian. namun dalam peperangan mereka akan 

bertindak secara terpadu. Kota Medinah akan dipandang suci dan tak 

dirusak oleh penandatangan perjanjian ini. Orang-orang asing yang 

mendapat perlindungan warga kotanya akan diperlakukan sebagai warga-

warga kota. namun , kaum Medinah tidak akan mengizinkan seorang 

wanita jadi warga kota tanpa izin keluarganya. Segala perselisihan akan 

diserahkan kepada keputusan Allah dan Rasul-Nya. Pihak-pihak yang 

bernaung dalam ikatan perjanjian ini tidak berhak mengadakan 

persetujuan apapun dengan kaum Mekkah atau sekutunya. Hal itu