r cepat masuk ke dalam rumah
Khabbab yang dikejutkan oleh bunyi langkah-langkah cepat itu, telah
menyembunyikan diri. Adik Umar, Fatimah, menyembunyikan
lembaran-lembaran Al-Qur’an. Umar menghampiri Fatimah dan
suaminya, dan berkata, “Aku mendengar kamu telah meninggalkan
agamamu”, dan sambil berkata demikian ia mengangkat tangannya
hendak memukul suami Fatimah yang kebetulan kemenakannya sendiri.
Fatimah menghalanginya sehingga pukulan itu mengenai hidung
Fatimah yang mulai mengucurkan darah. Pukulan itu menjadikan
Fatimah bertambah berani, katanya, “Memang benar, kami sekarang
orang-orang Islam dan akan tetap demikian. Sekarang Iakukan apa yang
kau suka”. Umar orang yang gagah berani, walaupun juga kasar. Wajah
adiknya merah berdarah oleh pukulannya dan hal itu menjadikan Umar
sangat menyesal. Sekonyong-konyong ia berubah. Ia meminta lembaran-
lembaran Al-Qur’an yang dibaca tadi diperlihatkan kepadanya. Fatimah
menolaknya, takut-takut akan disobek-sobeknya dan dicampakkannya.
Umar berjanji tak akan berbuat demikian. namun , kata Fatimah, ia tidak
bersih. Umar menawarkan akan mandi dahulu. Bersih dan sejuk,
diambilnya lembaran Al-Qur’an yang memuat sebagian dan Surah Ta-
Ha. Dan Umar sampai kepada ayat-ayat yang berbunyi:
“Sesungguhnya, Aku Allah; tiada Allah selain Aku, maka sembahlah
Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Sesungguhnya, saat
Kiamat itu akan datang, dan Aku hampir menampakkannya supaya setiap
jiwa dibalas menurut apa yang ia usahakan” (20:15-16).
Pernyataan tegas tentang adanya Allah dan janji yang jelas
bahwa Islam akan segera menegakkan ibadah yang sejati menggantikan
ibadah secara adat yang berlaku di Mekkah - hal itu dan banyak lagi
pikiran yang bertalian lainnya, telah mengguncangkan hati Umar. Ia
tidak dapat menahan diri lagi. Keimanan muncul di dalam hatinya dan ia
berkata, “Alangkah indahnya, betapa mengilhami!” Khabbab keluar dari
persembunyiannya dan berkata, “Demi Allah, baru kemarin aku
mendengar Rasulullah s.a.w. mendoa supaya Umar atau 'Amr ibn
Hisyam masuk Islam. Perubahan engkau yaitu hasil doa itu”. Umar
telah mengambil keputusan. Ia menanyakan di mana Rasulullah s.a.w.
berada dan langsung mendapatkan beliau di Dar Arqam, dengan pedang
masih terhunus di tangannya. saat ia mengetuk pintu, para sahabat
Rasulullah dapat melihat Umar melalui celah-celah. Mereka sangat
khawatir jangan-jangan Umar datang dengan maksud buruk. namun
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Silakan dia masuk”. Umar masuk dengan
pedang di tangannya. “Apakah maksud kedatangan anda?” Tanya
Rasulullah s.a.w. “Ya, Rasulullah,” jawab Umar, “Aku datang kemari
untuk masuk Islam”. Allahu Akbar, seru Rasulullah s.a.w. Allahu Akbar,
seru para sahabat. Bukit-bukit di sekitar Mekkah menggemakan seruan
itu. Berita bai’at Umar menyebar, laksana api merembet, dan sejak itu,
Umar, penganiaya Islam yang paling di takuti, ia sendiri mulai menjadi
sasaran aniaya bersama-sama dengan orang-orang Muslim lainnya.
namun Umar telah berubah. Dalam derita aniaya ia merasa senang seperti
kesenangannya menganiaya dan memberi penderitaan sebelum masuk
Islam. Ia pergi ke mana-mana di kota Mekkah sebagai orang yang paling
diganggu dan disiksa.
Aniaya Bertambah Berat
Aniaya makin lama makin keras dan tak tertanggungkan.
Banyak orang Muslim telah meninggalkan Mekkah. Mereka yang tinggal
di Mekkah harus menderita lebih lagi dari masa-masa sebelumnya.
Walaupun demikian, mereka tidak menyimpang sedikit pun dari jalan
yang telah mereka pilih. Hati mereka makin membaja, iman mereka
kokoh dan kuat. Kebaktian mereka kepada Allah Yang Tunggal makin
meningkat seperti juga kebencian terhadap berhala-berhala Mekkah.
Pertentangan makin menjadi-jadi. Kaum Mekkah mengadakan
musyawarah besar lagi. Pada rapat itu diputuskan mengadakan
pemboikotan menyeluruh terhadap orang-orang Muslim. Kaum Mekkah
harus memutuskan semua perhubungan dengan mereka, tidak akan
belanja dari mereka, dan tidak akan menjual apa-apa kepada mereka.
Rasulullah s.a.w., keluarga beliau dan sanak-saudara beliau, walau
bukan Muslim namun memihak mereka, terpaksa mencari perlindungan di
tempat yang terpencil milik Abu Thalib. Tanpa uang, tanpa sarana, dan
tanpa bekal hidup, keluarga Rasulullah s.a.w. dan kaum kerabat sangat
menderita oleh tindakan blokade itu. Tiga tahun lamanya blokade itu
tidak kendur dan longgar. Akhirnya, lima orang yang
berperikemanusiaan memberontak terhadap keadaan itu. Mereka
menjumpai sanak-saudara yang ikut terkurung, menawarkan
penghapusan boikot dan mengajak mereka keluar dari kurungan. Abu
Thalib keluar dan menyesali kaumnya. Pelanggaran blokade lima orang
itu kemudian diketahui seluruh Mekkah, namun rasa peri kemanusiaan
pun tergerak pula, dan kaum Mekkah mengambil keputusan untuk
membatalkan dan menghapuskan pemboikotan itu. Boikot telah lewat,
namun dampaknya tidak. Dalam beberapa hari istri Rasulullah s.a.w.,
Khadijah, wafat dan sebulan kemudian paman Rasulullah, Abu Thalib
menyusul.
Rasulullah s.a.w. kini kehilangan kawan hidup dan bantuan
Khadijah, dan beliau bersama kaum Muslimin kehilangan perlindungan
dan bantuan Abu Thalib. Wafat mereka itu tentu saja membawa akibat
juga hilangnya simpati umum sedikit. Abu Lahab, paman Rasulullah
lainnya, mula-mula nampak seolah-olah akan mendampingi Rasulullah
s.a.w.. Pukulan batin akibat meninggalnya saudaranya dan keseganan
akan amanatnya terakhir masih diingatnya dengan jelas. namun , dalam
waktu yang singkat kaum Mekkah berhasil membangkitkan rasa
permusuhannya. Mereka mempergunakan hasutan yang sama.
Muhammad mengajarkan bahwa mengingkari Keesaan Allah itu dosa
yang akan mendapat siksaan di akhirat; ajarannya sama sekali
bertentangan dengan apa-apa yang mereka dapati dari nenek-moyang
mereka dan demikian seterusnya. Abu Lahab mengambil keputusan
untuk menentang Rasulullah s.a.w. lebih hebat dari yang sudah.
Perhubungan antara orang-orang Muslim dan kaum Mekkah semakin
tegang. Tiga tahun lamanya boikot dan blokade telah memperbesar
jurang yang memisahkan mereka. Pertemuan dan tabligh tampaknya
tidak mungkin. Rasulullah s.a.w. tidak menghiraukan perlakuan kejam
dan aniaya; hal itu bukan apa-apa selama beliau mendapat kesempatan
bertemu dan bercakap dengan orang-orang. namun , sekarang tampaknya
kesempatan itu pun tidak ada lagi di Mekkah. Bukan perlawanan umum
sekarang; Rasulullah s.a.w. merasa tidak mungkin lagi menampakkan
diri di jalan atau tempat umum mana saja. Jika hal itu dilakukan beliau,
mereka melemparkan debu kepada beliau dan mengusir beliau pulang.
Sekali peristiwa beliau pulang dengan kepala penuh debu. Puteri beliau
menangis saat membersihkan debu dari beliau. Rasulullah s.a.w.
mengatakan tidak boleh menangis, sebab Allah beserta beliau.
Perlakuan buruk tidak membingungkan beliau. Beliau menyambutnya
sebagai pertanda adanya perhatian terhadap ajaran beliau. Umpamanya,
pada suatu hari kaum Mekkah, atas kesepakatan bersama, mereka tak
berkata apa-apa kepada beliau atau tak mengganggu beliau sedikit pun.
Rasulullah s.a.w. pulang dengan sangat kecewa, hingga suara Allah
yang meneguhkan hati menyuruh beliau kembali menjumpai kaum
beliau.
Rasulullah Ke Ta’if
Tampaknya di Mekkah kini tak ada lagi orang yang mau
mendengarkan kepada beliau dan hal itu membuat beliau bersedih hati.
Beliau merasa bahwa usaha beliau telah terhenti. Maka, beliau
memutuskan pergi bertabligh ke luar. Untuk itu beliau memilih Ta’if,
sebuah kota kecil kira-kira enam puluh mil di Tenggara Mekkah dan
termashur oleh buah-buahan dan pertaniannya. Putusan Rasulullah s.a.w.
berdasarkan pertimbangan sunnah para nabi semuanya. Nabi Musa a.s.
kadang-kadang menjumpai Firaun, kadang-kadang pergi ke Israil dan
kadang-kadang pergi ke kaum Madian. Nabi Isa a.s. pun kadang-kadang
ke Galilea, kadang-kadang ke tempat-tempat di seberang sungai Yordan
dan kadang-kadang ke Yerusalem. Maka, saat Rasulullah s.a.w.
melihat bahwa kaum Mekkah biasa berbuat aniaya, namun tidak mau
mendengarkan, beliau pergi ke Ta’if. Dalam kepercayaan dan perbuatan
syirik orang-orang Ta’if tidak ketinggalan dari kaum Mekkah. Berhala-
berhala yang ada di Ka’bah tidak merupakan satu-satunya, pula
tidak berarti bahwa tidak ada berhala-berhala penting di tempat lain
di Arabia. Salah satu berhala terpenting, Al-Lat, ada patungnya di
Ta’if; oleh sebab itu, Ta’if menjadi pusat ziarah juga. Penduduk Ta’if
memiliki pertalian dengan penduduk Mekkah oleh hubungan darah;
dan beberapa lahan hijau antara Ta’if dan Mekkah dimiliki oleh orang-
orang Mekkah. saat datang di Ta’if, Rasulullah s.a.w. telah dikunjungi
para pemimpin, namun tidak ada seorang pun bersedia menerima seruan
itu. Dan rakyat biasa semuanya mengikuti para pemimpin mereka dan
menolak ajaran itu dengan menghina. Hal itu sudah tidak asing lagi.
Kaum yang tenggelam dalam urusan duniawi senantiasa memandang
seruan demikian sebagai suatu gangguan, bahkan sebagai serangan.
sebab seruan itu tidak disertai dengan dukungan yang dapat dilihat -
seperti manusia atau persenjataan yang bilangannya banyak, mereka
merasa layak menolaknya dengan menghina. Rasulullah s.a.w. pun tidak
merupakan kekecualian. Berita tentang beliau telah sampai ke Ta’if dan
sekarang beliau datang ke situ tanpa senjata dan tanpa pengikut atau
pengawal, seorang diri yang hanya ditemani oleh Zaid. Rakyat kota
memandang beliau sebagai pengacau yang harus dihentikan kegiatannya,
walaupun hanya sekedar menyenangkan hati para pemimpin mereka.
Orang-orang gelandangan dan anak-anak nakal mereka lepaskan supaya
mereka melempari beliau dengan batu dan mengusir beliau ke luar kota.
Zaid luka-luka dan Rasulullah s.a.w. banyak mengeluarkan darah. namun
pengajaran terus dilakukan sampai dua pelarian tanpa daya itu telah
berada beberapa mil di luar Ta’if. Rasulullah s.a.w. sangat bersedih hati
dan masygul saat seorang malaikat turun ke hadapan beliau dan
bertanya, apa beliau menghendaki penganiaya-penganiaya beliau
dibinasakan. “Jangan”, jawab Rasulullah s.a.w., “Aku mengharapkan
justru dari penganiaya-penganiaya itu akan lahir mereka yang akan
beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Esa” (Bukhari, Kitab Bad’al-
Khalq).
Letih dan masygul, beliau berhenti di kebun anggur milik dua
orang Mekkah yang kebetulan ada di situ. Mereka pun termasuk
penyerang dan penganiaya kaum Muslimin di Mekkah, namun pada
peristiwa itu tergerak hatinya. Apa hal itu disebabkan seorang Mekkah
diperlakukan buruk oleh orang-orang Ta’if, atau disebabkan tiba-tiba
menyalanya bara sifat baik insani dalam hati mereka? Mereka
memberikan senampan (satu baki) anggur, diantarkan oleh seorang
budak Kristen, bernama Addas yang berasal dari Niniwe. Addas
menyodorkan nampan penuh anggur itu kepada Rasulullah s.a.w. dan
kawannya. Sementara ia melihat dengan tercenung sedih kepada kedua
orang itu ia makin tertarik lagi perhatiannya, saat ia mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Dengan Nama Allah, Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang”. Latar belakang Kristennya tersentuh dan ia
merasakan seolah-olah ia berhadapan dengan seorang nabi Bani Israil.
Rasulullah s.a.w. menanyakan dari mana ia berasal dan Addas
menjawab, “Dari Ninewe”, yang disambut oleh Rasulullah s.a.w.,
“Yunus, putera Amittai, yang berasal dari Ninewe yaitu orang suci,
seorang nabi seperti aku”. Rasulullah s.a.w. menyampaikan tabligh.
Addas merasa terpukau dan segera beriman. Dirangkulnya Rasulullah
s.a.w. dengan air mata berlinang-linang dan mulai mencium kepala,
tangan, dan kaki beliau. Sesudah pertemuan selesai, Rasulullah s.a.w.
memanjatkan doa kepada Allah s.w.t.:
Ya Allah, hamba panjatkan doaku kepada Engkau. Hamba sangat
lemah. Kaumku memandang rendah dan hina kepadaku. Engkau yaitu
Allah -ku. Kepada siapa lagi Engkau akan melepaskan hamba: kepada
orang-orang asingkah yang mengusirku atau kepada musuhkah yang
menganiaya hamba di kotaku sendiri? Jika Engkau tidak murka kepada
hamba, hamba tak akan menghiraukan mereka, musuh-musuh itu.
Semoga rahmat Engkau beserta hamba ini. Hamba berlindung di dalam
Nur wajah-Mu. Engkaulah yang dapat mengusir kegelapan dari bumi ini
dan menganugerahkan kedamaian di sini dan di akhirat. Janganlah murka
dan kutuk Engkau turun kepada hamba-Mu ini. Engkau tak pernah murka
kecuali untuk segera ridha sesudahnya. Dan tidak ada kekuasaan dan
perlindungan kecuali beserta Engkau (Hisyam dan Tabari).
Seusai mendoa demikian, beliau pulang kembali ke Mekkah.
Dalam perjalanan beliau singgah di Nakhla beberapa hari dan kemudian
berangkat lagi. Menurut hukum adat di Mekkah, beliau sudah bukan
penduduk Mekkah lagi. Beliau telah meninggalkannya, sebab beliau
memandangnya tidak bersahabat dan tidak dapat kembali lagi kecuali
dengan izin kaum Mekkah. Oleh sebab itu beliau mengirim amanat
kepada Mut’im bin Adi - seorang kepala kabilah Mekkah - untuk
meminta, apa kaum Mekkah mau mengizinkan beliau kembali ke
Mekkah. Mut’im, walaupun musuh keras seperti yang lain, memiliki
hati yang mulia. Ia mengumpulkan anak-anak dan sanak-saudaranya.
Dengan bersenjata lengkap mereka pergi ke Ka’bah. Berdiri di pelataran
ia mengumumkan izin Rasulullah s.a.w. kembali. Rasulullah s.a.w.
kembali dan berthawaf, Mut’im, anak-anak dan saudara-saudaranya,
dengan pedang terhunus mengantarkan Rasulullah s.a.w. ke rumah
beliau. Bukan perlindungan dalam arti menurut adat di Arabia yang
diberikan kepada Rasulullah s.a.w.. Rasulullah s.a.w. terus-menerus
menderita dan Mut’im tidak melindungi beliau. Tindakan Mut’im hanya
sejauh pemyataan izin resmi untuk Rasulullah s.a.w. kembali lagi ke
Mekkah.
Perjalanan Rasulullah s.a.w. ke Ta’if membangkitkan
kekaguman juga dari musuh-musuh Islam. Sir William Muir dalam
biografi Rasulullah s.a.w. menulis (ihwal perjalanan ke Ta’if):
Ada suatu keagungan dan kepahlawanan dalam perjalanannya ke
Ta’if; seorang diri, dihina dan ditolak oleh kaumnya sendiri, pergi
dengan gagah tanpa ragu-ragu dengan nama Allah , seperti Yunus ke
Ninewe dan memanggil suatu kota musyrik untuk bertobat dan menerima
ajarannya. Hal ini menunjukkan dengan sejelas-jelasnya betapa teguh
dan dalamnya keimanan kepada tugasnya yang bersumber kepada Allah
(Life of Muhammad by Sir W. Muir, 1923, hlm. 112-113).
Mekkah kembali lagi kepada permusuhannya semula. Kota
kelahiran Rasulullah s.a.w. lagi menjadi neraka bagi beliau. namun beliau
terus-menerus menyampaikan tabligh. Sebutan “Allah Maha Esa”
mulai berkumandang di mana-mana. Dengan cinta dan kesungguhan hati
serta sarat dengan rasa peri kemanusiaan, Rasulullah s.a.w. tetap giat
dalam menyampaikan tabligh beliau.
Orang berpaling, namun beliau terus-menerus berseru dan
memanggil mereka. Beliau menyampaikan dakwah beliau tak perduli
diperhatikan atau tidak, dan kegigihan itu tampak akan berhasil.
Beberapa orang Muslim yang kembali dari Abessinia dan memutuskan
untuk tinggal terus, menyampaikan tabligh dengan diam-diam kepada
sahabat-sahabat, tetangga, dan sanak-saudara. Beberapa dari antara
mereka tertarik dan menyatakan iman mereka secara terang-terangan dan
ikut serta dalam penderitaan orang-orang Muslim lainnya. namun banyak,
walaupun telah beriman di dalam hati, yang tidak berani mengatakan
dengan terang-terangan; mereka menunggu turunnya kerajaan Ilahi ke
bumi.
34
Dalam pada itu wahyu-wahyu yang diterima oleh Rasulullah
s.a.w. mulai mengisyaratkan kemungkinan mendekatnya hijrah dari
Mekkah. Keterangan-keterangan tentang tempat yang akan dituju juga
dikemukakan. Tempat itu kota yang banyak sumber air dan kebun
kurma. Beliau menyangka Yamama. namun persangkaan itu segera
ditanggalkan. Beliau menunggu dengan keyakinan bahwa tempat mana
atau bagaimana yang akan ditetapkan untuk dituju pasti akan menjadi
tempat pembibitan Islam.
Islam Meluas Ke Medinah
Hari ziarah Haji tahunan mendekat dan dari segala penjuru
Arabia peziarah-peziarah mulai mengalir ke Mekkah. Rasulullah s.a.w.
menjumpai tiap-tiap rombongan dan menjelaskan kepada mereka
Keesaan Allah dan menganjurkan untuk meninggalkan segala macam
pelampauan batas dan bersiap-siap menyambut tibanya kerajaan Ilahi.
Beberapa orang memperhatikan dan menjadi tertarik. Beberapa ingin
mendengarkan, namun diusir oleh orang-orang Mekkah. Beberapa yang
telah mengambil kebulatan tekad berhenti menertawakan. Rasulullah
s.a.w. ada di lembah Mina saat beliau melihat serombongan orang
yang terdiri atas enam atau tujuh orang. Beliau mengetahui kemudian
bahwa mereka dari suku Khazraj, suku yang bersekutu dengan kaum
Yahudi. Beliau bertanya kalau mereka mau mendengarkan apa yang
akan beliau katakan. Mereka telah mendengar tentang beliau dan sangat
tertarik. Mereka menyatakan bersedia. Rasulullah s.a.w. menghabiskan
beberapa waktu untuk menceriterakan bahwa Kerajaan Ilahi akan segera
datang, berhala-berhala akan lenyap, dan Keesaan Allah harus menang,
serta kesalehan dan kesucian sekali lagi akan berkuasa. Apakah mereka
di Medinah tidak akan menyambut ajaran atau amanat itu? Rombongan
semakin terkesan. Mereka menerima amanat itu dan menjanjikan,
sepulang di Medinah, mengadakan musyawarah dengan orang-orang lain
dan melaporkan tahun berikutnya kalau Medinah bersedia menerima
para Muhajirin dari Mekkah.
Mereka pulang dan bermusyawarah dengan sahabat-sahabat dan
sanak-saudara. Pada masa itu ada dua suku Arab dan tiga suku Yahudi di
Medinah. Suku-suku Arab itu suku Aus dan Khazraj, dan suku-suku
Yahudi itu Banu Quraiza, Banu Nadzir dan Banu Qainuqa. Suku Aus
dan Khazraj sedang terlibat dalam peperangan. Suku Quraiza dan Banu
Nadzir bersekutu dengan suku Aus, sedangkan Banu Qainuqa dengan
suku Khazraj. sebab peperangan itu meletihkan dan tak ada henti-
hentinya, maka mereka cenderung kepada perdamaian. Akhirnya,
mereka sepakat mengakui kepala suku Khazraj, Abdullah bin Ubayyi bin
Salul, sebagai raja Medinah. Dari orang-orang Yahudi suku Aus dan
Khazraj mendengar kabar-kabar ghaib dalam Bible. Mereka mendengar
dongengan-dongengan orang Yahudi tentang kebesaran Israil yang sudah
hilang dan tentang kedatangan seorang nabi “seperti Musa”. Kedatangan
itu sudah dekat, orang-orang Yahudi biasa berkata: itu yaitu tanda
kembalinya kekuasaan Israil dan kehancuran musuh-musuh mereka.
saat kaum Medinah mendengar tentang Rasulullah s.a.w., mereka
sangat terkesan dan mulai bertanya-tanya kalau-kalau Nabi dari Mekkah
itulah orangnya yang mereka dengar dari kaum Yahudi. Beberapa
pemuda dengan serta-merta beriman. Pada Haji berikutnya dua belas
orang Medinah datang ke Mekkah menggabungkan diri kepada
Rasulullah s.a.w.
Sepuluh di antaranya dari suku Khazraj dan dua dari suku Aus.
Mereka berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. di lembah Mina dan, sambil
memegang tangan Rasulullah s.a.w., mereka dengan penuh khidmat
menyatakan iman akan Tauhid Ilahi dan mereka bertekad menjauhkan
diri dan segala kejahatan biasa, dan pembunuhan anak kecil, dan dari
fitnah-memfitnah. Mereka bertekad bulat untuk taat kepada Rasulullah
s.a.w. dalam segala hal yang ma’ruf (baik). saat mereka pulang ke
Medinah mereka mulai mentablighkan agama baru mereka. Semangat
berkobar dan menyala-nyala. Patung-patung berhala diambil dari relung-
relung mereka di dinding tembok dan dicampakkan ke jalan. Mereka
yang biasa membungkuk dengan hormat di hadapan patung, mulai
menegakkan kepala. Mereka bertekad hanya akan membungkuk
dihadapan Allah Yang Maha Esa. Kaum Yahudi tercengang. Berabad-
abad persahabatan, penjelasan dan perdebatan gagal mengadakan
perubahan yang telah dicapai dalam beberapa hari oleh Sang Guru dari
Mekkah itu. Penduduk Medinah biasa menjumpai beberapa orang
Muslim yang tinggal di tengah-tengah mereka dan mencari keterangan
tentang Islam. namun orang-orang Muslim yang sedikit itu tidak dapat
menampung pertanyaan-pertanyaan yang banyak, lagi pula pengetahuan
mereka tidak cukup. Maka, mereka itu mengambil keputusan untuk
mengajukan permohonan kepada Rasulullah s.a.w. agar mengirimkan
seseorang memberi pelajaran Islam, Rasulullah s.a.w. berkenan
mengirimkan Mus’ab, seorang dari antara orang-orang Muslim, yang
pernah hijrah ke Abessinia. Mus’ab yaitu muballigh Islam pertama
yang dikirim ke luar kota Mekkah. Kira-kira pada waktu itu Rasulullah
s.a.w. mendapat perjanjian dari Allah s.w.t.. Beliau menerima kasyaf, di
dalam kasyaf itu beliau ada di Yerusalem, yang berarti Medinah sedang
akan menjadi pusat ibadah kepada Allah Yang Maha Esa. Nabi-nabi
lainnya ikut bersembahyang di belakang Rasulullah s.a.w. berarti, bahwa
para pengikut berbagai nabi itu akan masuk Islam dan dengan demikian
Islam akan menjadi suatu agama universal.
Keadaan-keadaan di Mekkah sekarang menjadi sangat genting.
Kaum Mekkah menertawakan kasyaf itu dan menggambarkannya
sebagai lamunan kaum Muslimin sendiri. Mereka, kaum Mekkah, tidak
mengetahui bahwa landasan Yerusalem Baru telah diletakkan. Bangsa-
bangsa Timur dan Barat sedang menunggu-nunggu dengan penuh
harapan. Mereka sangat merindukan Seruan Allah yang agung dan
terakhir. Pada zaman itu Kaisar Roma dan Kisra Iran saling menggempur
dalam peperangan. Kisra menang. Siria dan Palestina digilas oleh tentara
Persia. Yerusalem hancur Iuluh. Mesir dan Asia Kecil dikuasai. Di selat
Bosporus, hanya sepuluh mil dari Istanbul*, panglima-panglima Iran
dapat mendirikan kemah mereka. Kaum Mekkah bergembira ria atas
kemenangan Iran itu dan mengatakan bahwa keputusan Allah telah
jatuh - penyembah berhala dari Iran telah mengalahkan kaum Ahlul
Kitab. Pada saat itu Rasulullah s.a.w. menerima wahyu berikut ini:
Telah dikalahkan bangsa Romawi; Di negeri yang dekat dan mereka
sesudah kekalahan mereka, akan memperoleh kemenangan; Dalam
beberapa tahun. Bagi Allah kedaulatan sebelum dan sesudah-nya. Dan
* Konstantinopel
pada hari itu akan bergembira orang-orang mukmin; Dengan pertolongan
Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia Maha
Perkasa, Maha Penyayang. Ingatlah janji Allah. Allah tidak menyalahi
janji-Nya, akan namun kebanyakan manusia tidak mengetahui. (30:3-7).
Kabar-ghaib itu menjadi sempurna dalam beberapa tahun.
Lasykar Romawi mengalahkan pasukan-pasukan Iran dan merebut
kembali daerah-daerah yang telah lepas dari tangan mereka. Bagian
kabar-ghaib yang mengatakan. “Pada hari itu akan bergembira orang-
orang mukmin dengan pertolongan Allah” telah sempurna juga. Islam
bertambah maju. Kaum Mekkah menyangka dapat menghentikannya
dengan mengajak orang-orang agar jangan mendengarkan orang-orang
Muslim, bahkan harus giat memperlihatkan permusuhan. Justru pada
waktu itu Rasulullah s.a.w. menerima dalam wahyunya kabar-kabar
mengenai kemenangan kaum Muslimin dan kehancuran kaum Mekkah.
Rasulullah s.a.w. mengumumkan ayat-ayat berikut ini:
Dan mereka berkata, “Mengapakah ia tidak mendatangkan kepada
kami suatu tanda dari Allah -nya?” Bukankah telah datang kepada
mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran
terdahulu? Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan azab sebelum
ini, niscaya mereka akan berkata, “Ya Allah kami, mengapakah tidak
Engkau kirimkan kepada kami, seorang rasul supaya kami mengikuti
Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?”
Katakanlah, “Setiap orang sedang menunggu, maka kamu tunggulah, dan
segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus
dan siapa yang mengikuti petunjuk” (20:134-136).
Kaum Mekkah mengeluh akan kekurangan tanda-tanda. Mereka
diberi tahu bahwa kabar-kabar ghaib tentang Islam dan Rasulullah s.a.w.
yang tercantum dalam kitab-kitab terdahulu memadai hendaknya. Jika
kaum Mekkah dibinasakan sebelum amanat Islam dapat disampaikan
kepada mereka, mereka dapat mengeluh tentang tidak adanya
kesempatan memperhatikan Tanda-tanda itu. Oleh sebab itu, kaum
Mekkah harus menunggu.
Wahyu-wahyu yang menjanjikan kemenangan bagi orang-orang
Mukmin diterima tiap hari. saat kaum Mekkah memandang kekuasaan
dan kesejahteraan mereka sendiri serta kelemahan dan kemiskinan kaum
Muslim, dan kemudian mendengar janji-janji pertolongan Ilahi, dan
janji-janji kemenangan-kemenangan kaum Muslim dalam wahyu-wahyu
tiap hari, mereka menjadi heran dan tercengang. Adakah mereka gila
atau adakah Rasulullah s.a.w. telah menjadi gila? Mereka mengharapkan
bahwa tindakan aniaya akan memaksa kaum Muslimin menggugurkan
kepercayaan mereka dan kembali kepada kaum Mekkah, mereka
mengharapkan Rasulullah s.a.w. sendiri dan pengikut-pengikut beliau
yang paling akrab akan mulai ragu-ragu tentang pengakuan-pengakuan
beliau. namun , bahkan mereka itu mendengarkan penegasan-penegasan
yang meyakinkan seperti berikut:
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat, dan apa yang
kamu tidak lihat. Sesungguhnya Al-Qur’an itu firman yang disampaikan
seorang Rasul mulia. Dan, bukanlah Al-Qur’an itu perkataan seorang
penyair. Sedikit sekali apa yang kamu percayai. Dan bukanlah ini
perkataan ahli nujum. Sedikit sekali kamu nengambil nasihat! Ini yaitu
wahyu yang diturunkan dari Allah semesta alam. Dan sekiranya ia
mengada-adakan atas nama Kami sebagian perkataan, niscaya Kami
akan menangkap dia dengan tangan kanan, kemudian tentulah Kami
memotong urat nadinya. Dan tiada seorang pun di antaramu dapat
mencegah darinya. Dan, sesungguhnya Al-Qur’an itu nasihat bagi orang-
orang muttaki. Dan sesungguhnya, Kami pasti mengetahui bahwa di
antara kamu ada orang-orang yang mendustakan Al-Qur’an. Dan
sesungguhnya, Al-Qur’an akan menjadi sumber penyesalan bagi orang-
orang kafir. Dan sesungguhnya, Al-Qur’an itu yaitu kebenaran yang
diyakini. Maka sucikanlah nama Allah engkau, Yang Maha Besar.
(69:39-53).
Kaum Mekkah diperingatkan bahwa semua harapan mereka
akan hancur. Rasulullah bukan penyair, bukan juru nujum, bukan pula
nabi palsu. Al-Qur’an yaitu Kitab bagi sekalian orang mukhlis.
Memang benar ada orang-orang yang menolaknya. Akan namun ,
ada juga orang-orang yang diam-diam menyukai dan
mengaguminya, mereka yang bergairah kepada ajaran serta
kebenarannya. Janji-janji dan kabar ghaib yang terkandung di dalamnya
pasti akan menjadi sempurna semuanya. Rasulullah s.a.w. diminta
supaya mengabaikan segala perlawanan dan terus mengagungkan Allah .
Masa ibadah Haji ketiga pun datang. Di antara rombongan
peziarah yang datang dari Medinah ada banyak orang Muslim.
Mengingat akan adanya perlawanan kaum Mekkah, orang-orang Muslim
Medinah itu ingin bertemu dengan Rasulullah s.a.w. secara bersemuka.
Pikiran Rasulullah s.a.w. sendiri senantiasa makin tertuju ke Medinah
sebagai tempat yang memungkinkan untuk berhijrah. Harapan-harapan
masa depan di Medinah semuanya tidak pasti dan andai kata Medinah
ternyata sama memusuhi seperti Mekkah, apakah sanak saudara
Rasulullah s.a.w. di Mekkah dapat membantu? namun , Rasulullah s.a.w.
yakin bahwa hijrah ke Medinah telah ditakdirkan. Maka, nasihat dan
usul-usul keluarga beliau ditolak dan memutuskan untuk berhijrah ke
Medinah.
Sumpah Pertama Dl ‘Aqaba
Lewat tengah malam Rasulullah s.a.w. mengadakan lagi
pertemuan dengan orang-orang Muslim dari Medinah di lembah ‘Aqaba.
Paman beliau Abbas, menyertai beliau. Rombongan Muslim dari
Medinah berjumlah tujuh puluh tiga, di antara mereka enam puluh dua
dari suku Khazraj dan sebelas dari suku Aus. Rombongan meliputi juga
dua wanita, seorang di antaranya bernama Umm ‘Ammara dari Banu
Najjar. Mereka mendapat pelajaran agama Islam dari Mus’ab dan
mereka penuh dengan iman dan tawakal. Mereka ternyata menjadi tiang-
tiang Islam. Umm ‘Ammara yaitu suatu contoh. Ia menanam pada
anak-anaknya keikhlasan dan kesetiaan tak kunjung padam kepada
Islam. Seorang anaknya yang bernama Habib telah tertawan oleh
Musailima, seorang nabi palsu, dalam pertempuran sesudah wafat
Rasulullah s.a.w.. Musailima berusaha supaya Habib mengingkari
imannya. “Apakah kamu percaya Muhammad itu utusan Allah?” tanya
Musailima. “Ya,” jawab Habib. “Apakah kamu percaya aku Utusan
Allah ?” tanya Musailima. “Tidak,” sahut Habib. Atas jawaban itu satu
kakinya dipotong atas perintah Musailima. Kemudian ditanya lagi,
“Kamu percaya Muhammad itu Utusan Allah?” “Ya,” jawab Habib.
“Kamu percaya aku pun seorang Utusan Allah?” “Tidak.” Diperintahkan
lagi untuk memotong kaki yang sebelah lagi. Bagian yang satu sesudah
yang lain dipotong dan badan Habib terpotong-potong jadi beberapa
bagian. Ia mati dalam keadaan mengerikan, namun meninggalkan suatu
contoh kepahlawanan dan pengorbanan yang tak dapat dilupakan untuk
kepentingan membela keyakinan agama (Halbiyya, Jilid 2 hlm. 17).
Umm ‘Ammara menyertai Rasulullah s.a.w. dalam berbagai
peperangan. Pendek kata, rombongan Muslim Medinah itu meraih
penghargaan istimewa atas kesetiakawanan dan keimanan mereka.
Mereka datang ke Mekkah bukan sebab kekayaan, melainkan untuk
agama; dan mereka mendapatkannya dengan berlimpah-limpah.
Terharu atas tali persaudaraan dan rasa tanggung jawab yang
wajar terhadap keselamatan Rasulullah s.a.w., Abbas berseru kepada
rombongan itu sebagai berikut:
“Wahai Khazraj, anggota keluargaku ini disini dihormati oleh
kaumnya. Mereka tidak semua Muslim, namun mereka melindunginya
juga. namun sekarang ia telah memilih untuk meninggalkan kami dan
menuju kepada saudara-saudara. Wahai Khazraj, tahukah saudara-
saudara, apa yang akan terjadi? Seluruh Arabia akan memusuhi saudara-
saudara. Jika saudara-saudara tahu akan akibat-akibat sebagai ekor dari
undangan saudara-saudara, maka bawalah dia; namun jika tidak demikian,
maka tinggalkan dan batalkan maksud saudara-saudara dan biarkanlah ia
tetap tinggal disini.”
Pemimpin rombongan itu, Al-Bara menjawab dengan tegas:
“Kami telah mendengar ucapan saudara. Putusan kami telah bulat.
Jiwa kami, kami serahkan kepada Rasulullah s.a.w. Kami telah bertekad
bulat dan hanya menunggu putusan beliau”. (Halbiyya, jilid 2, hlm. 18).
Rasulullah s.a.w. memberi uraian lebih lanjut mengenai Islam
dan ajarannya. Sambil memberikan penerangan itu beliau menyatakan
kepada rombongan bahwa beliau akan berhijrah ke Medinah jika mereka
memandang Islam sama tercintanya seperti cinta mereka terhadap anak-
istri mereka sendiri. Beliau belum selesai benar berkata saat
rombongan yang tujuh puluh tiga orang mukhlis itu berseru dengan
serentak: “Benar, benar!” Dalam berkobarnya semangat mereka lupa
bahwa pembicaraan mereka dapat didengar oleh orang luar. Abbas
memperingatkan supaya berbicara perlahan-lahan. namun iman
rombongan itu telah meluap-luap. Kematian yaitu bukan apa-apa lagi
pada pemandangan mereka. saat Abbas menasihatkan untuk berhati-
hati, seorang dari antara mereka dengan lantang menjawab:
“Kami tidak takut, ya Rasulullah!izinkanlah dan kami akan membuat
perhitungan sekarang juga dengan orang-orang Mekkah dan mengadakan
pembalasan terhadap segala kejahatan yang telah mereka lakukan
terhadap engkau.”
namun Rasulullah s.a.w. bersabda, beliau belum mendapat
perintah berperang. Rombongan kemudian mengangkat sumpah setia dan
pertemuan itu pun bubarlah.
Kaum Medinah mengetahui juga adanya pertemuan itu. Mereka
pergi ke perkemahan orang-orang Medinah untuk mengadukan ihwal
para pendatang itu kepada para pemimpin mereka. Abdullah bin Ubayyi
bin Salul, Pemimpin tertinggi mereka, tidak tahu-menahu tentang apa
yang telah terjadi. Ia meyakinkan kepada orang-orang Mekkah bahwa
kabar yang mereka dengar itu tentu kabar palsu. Kaum Medinah telah
menerima dia sebagai pemimpin mereka dan tidak dapat berbuat sesuatu
di luar pengetahuan dan izinnya. Ia tidak mengetahui bahwa kaum
Medinah telah mencampakkan peraturan syaitan dan menerima peraturan
Allah sebagai gantinya.
Hijrah
Rombongan kembali ke Medinah, dan Rasulullah s.a.w. serta
para pengikut beliau mulai mengadakan persiapan untuk hijrah. Keluarga
demi keluarga mulai menghilang. Orang-orang Muslimin, yakin bahwa
Kerajaan Allah telah dekat, penuh dengan keberanian. Kadang-kadang
seluruh lorong menjadi kosong dalam jangka waktu satu malam saja.
Pada pagi hari kaum Mekkah mendapatkan pintu-pintu terkunci dan
mengetahui bahwa penghuninya telah hijrah ke Medinah. Pengaruh
Islam yang bertambah besar itu menjadikan mereka tercengang
keheranan.
Akhirnya, tidak ada seorang Muslim pun tinggal di Mekkah
kecuali beberapa budak yang telah bai’at, Rasulullah s.a.w., Abu Bakar
dan Ali. Kaum Mekkah mengetahui bahwa mangsa mereka ini pun akan
lolos juga. Para pemimpin berkumpul lagi dan mengambil keputusan
harus membunuh Rasulullah. Tampak ada suatu rencana istimewa
Allah , tanggal yang mereka tetapkan untuk membinasakan beliau yaitu
tanggal yang ditetapkan oleh Allah untuk beliau lolos. saat kaum
Mekkah berkumpul dihadapan rumah Rasulullah s.a.w. dengan maksud
membunuh beliau, Rasulullah s.a.w. menyelinap keluar di kegelapan
malam. Kaum Mekkah pasti merasa khawatir waktu itu bahwa
Rasulullah s.a.w. mengetahui maksud jahat mereka. Mereka maju
dengan sangat hati-hati dan saat Rasulullah s.a.w. berlalu, mereka
menyangka beliau orang lain. Beliau bersembunyi untuk menghindar
kalau-kalau diketahui mereka. Sahabat Rasulullah s.a.w. terdekat, Abu
Bakar, telah diberi tahu sehari sebelumnya tentang rencana Rasulullah
s.a.w.. Pada waktunya ia menggabungkan diri dan mereka berdua
meninggalkan Mekkah serta mencari perlindungan di sebuah gua yang
disebut Tsaur, kira-kira tiga atau empat mil dan Mekkah, terletak di atas
sebuah bukit.
saat kaum Mekkah mengetahui tentang lolosnya Rasulullah
s.a.w., mereka berkumpul dan mengirim satu pasukan untuk mengejar
para pelarian itu. Dipimpin oleh seorang pencari jejak, mereka tiba di
Tsaur. Sambil berdiri di muka lubang itu, tempat Rasulullah s.a.w. dan
Abu Bakar menyembunyikan diri, pencari jejak itu berkata bahwa
Muhammad s.a.w. itu ada di dalam gua atau telah naik ke langit. Abu
Bakar mendengar ucapan itu dan hatinya ciut. “Musuh hampir dapat
menangkap kita”, bisiknya. “Jangan takut, Allah beserta kita”, jawab
Rasulullah s.a.w. “Saya tak takut akan diriku sendiri namun takut akan
keselamatan engkau. Sebab, jika aku mati, aku hanya seorang manusia
biasa; namun jika engkau mati, itu berarti matinya agama dan semangat”
(Zurqani). “Walaupun demikian, jangan takut”, Rasulullah s.a.w.
meyakinkan. “Kita bukan berdua dalam gua ini. Ada wujud yang ketiga:
Allah ” (Bukhari).
Merajalelanya kezaliman orang-orang Mekkah sudah
ditakdirkan akan berhenti. Islam harus mendapat kesempatan tumbuh.
Para pengejar terkecoh. Mereka mengejek perkiraan si pencari jejak. Gua
itu terlalu terbuka untuk dijadikan tempat berlindung siapa juga;
tambahan pula tidak ada orang yang dapat aman terhadap ular-ular
berbisa, kata mereka. Andaikata mereka membungkuk sedikit, pasti
mereka dapat melihat kedua pelarian itu. namun mereka tidak
membungkuk. Mereka menyuruh pergi si pencari jejak itu dan mereka
pun pulang ke Mekkah. Dua hari lamanya Rasulullah s.a.w. dan Abu
Bakar bersembunyi di gua itu. Pada malam ketiga dua ekor unta
diantarkan ke gua itu, seperti yang sudah direncanakan, seekor untuk
Rasulullah dan penunjuk jalan; yang lainnya untuk Abu Bakar dan
pembantunya, Amir bin Fuhaira.
Suraqa Mengejar Rasulullah
Sebelum bertolak. Rasulullah s.a.w. menoleh ke belakang dan
melayangkan pandangan ke Mekkah. Keharuan timbul dalam hati.
Mekkah yaitu tempat kelahiran beliau. Di sana beliau hidup sebagai
kanak-kanak dan orang dewasa, dan di sana pula beliau menerima
nubuwat. Di tempat itu juga tinggal nenek-moyang beliau dan hidup
sejahtera sejak masa Nabi Ismail a.s. Dengan pikiran dan perasaan
demikian, untuk penghabisan kali beliau memandang lama ke kota itu
dan bersabda, “Wahai Mekkah, engkau lebih kucintai dari pada tempat
mana pun di dunia; namun , penghunimu tak memberi kesempatan
kepadaku untuk tinggal di sini”. Maka, Abu Bakar berkata, “Tempat
itu telah mengusir Nabinya. Hanya kehancurannya yang dinantikannya”.
Kaum Mekkah sesudah gagal mengejar, menjanjikan hadiah untuk
menangkap kedua pelarian itu. Siapa saja yang berhasil menyerahkan
kepada kaum Mekkah, Rasulullah s.a.w. atau Abu Bakar hidup atau
mati, akan menerima hadiah seratus unta. Pengumuman itu disebar di
tengah kabilah-kabilah di sekitar Mekkah. Tergiur oleh hadiah itu,
Suraqa bin Malik, seorang kepala kabilah Badui, berangkat mengejar
dan akhirnya melihat mereka di jalan menuju ke Medinah. Dilihatnya
dua unta dikendarai dan yakin bahwa penunggangnya yaitu Rasulullah
s.a.w. dan Abu Bakar. Dihardiknya kudanya. Kuda itu mendompak dan
jatuh sebelum dapat maju jauh dan Suraqa pun ikut jatuh pula. Ceritera
Suraqa sendiri mengenai peristiwa itu sangat menarik. Katanya:
sesudah aku jatuh dari kudaku, aku periksa peruntungan nasibku
dengan cara kebiasaan takhayul orang Arab, dengan melemparkan
panah-panah. Panah-panah itu meramalkan kemalangan. namun , iming-
iming hadiah sangat kuat. Aku tunggangi lagi kudaku dan meneruskan
lagi pengejaran dan hampir-hampir aku dapat mengejar Rasulullah s.a.w.
berkendaraan dengan penuh wibawa dan tidak menoleh. namun , Abu
Bakar berkali-kali menengok ke belakang (jelas sebab sangat khawatir
akan keselamatan Rasulullah s.a.w.). saat aku mendekat, kudaku
mendompak lagi dan aku pun jatuh. Sekali lagi kuperiksa peruntungan
nasibku dengan panah. Sekali lagi ramalannya menunjukkan
kemalangan. Kaki kudaku terperosok dalam sekali ke dalam pasir. Untuk
menaiki kudaku dan meneruskan pengejaran menjadi sangat sukar. Maka
barulah aku mengerti bahwa rombongan itu ada dalam perlindungan
Ilahi. Aku berteriak memanggil dan minta mereka berhenti. sesudah
cukup dekat, aku menerangkan maksudku yang buruk dan perubahan
yang timbul dalam hatiku. Aku menerangkan akan mengurungkan
pengejaran dan akan pulang. Rasulullah s.a.w. mengizinkan aku pergi,
namun dengan perjanjian akan tutup mulut dan tidak menceriterakan
pengalamannya kepada siapa pun. Aku mulai yakin bahwa Rasulullah
s.a.w. yaitu benar dan ditakdirkan untuk berhasil. Aku memohon
kepada Rasulullah s.a.w. untuk menulis keterangan jaminan keamanan
untuk keperluanku pada saat beliau sudah berjaya. Rasulullah s.a.w.
menyuruh Amir bin Fuhaira membuat surat keterangan jaminan dan
dilakukannya dengan segera. saat aku sudah siap untuk pulang dengan
membawa surat itu, Rasulullah s.a.w. menerima kabar-ghaib tentang
kemudian hari dan bersabda, “Suraqa, bagaimana engkau akan merasa
kalau memakai gelang-gelang emas Kisra di pergelanganmu?”
Tercengang atas kabar-ghaib itu aku bertanya, “Kisra yang mana? Kisra
bin Hormizd, Maharaja Iran?” Rasulullah s.a.w. menjawab, “Betul”.
(Usud-al-Ghaba).
Enam belas atau tujuh belas tahun kemudian kabar-ghaib itu
menjadi sempurna secara harfiah. Suraqa menerima Islam dan pergi ke
Medinah. Rasulullah s.a.w. wafat, dan sesudah beliau, mula-mula Abu
Bakar, dan kemudian Umar menjadi Khalifah. Bertambah besamya
pengaruh Islam menjadikan bangsa Iran iri hati dan mendorongnya untuk
menyerang kaum Muslim, namun dari pada menundukkan kaum Muslim,
mereka sendiri yang ditundukkan. Ibu kota Iran jatuh ke tangan kaum
Muslim yang merampas segala isi khazanah, termasuk juga gelang-
gelang emas yang biasa dipakai oleh Kisra pada waktu sidang-sidang
kenegaraan. Sesudah Suraqa masuk Islam, ia sering menceriterakan
pengejaran Rasulullah s.a.w. dengan rombongan dan menggambarkan
bagaimana telah terjadi antara dia dan Rasulullah s.a.w.. saat
rampasan-rampasan perang diletakkan di hadapan Umar, beliau melihat
gelang-gelang emas itu dan ingat akan perkataan Rasulullah s.a.w.
terhadap Suraqa. Hal itu suatu kabar-ghaib agung di masa Islam sama
sekali tak berdaya. Umar mengambil keputusan untuk mementaskan
sempurnanya kabar-ghaib itu. Maka, Suraqa dipanggil beliau dan beliau
memerintahkan kepadanya memakai gelang-gelang emas tersebut.
Suraqa memprotes bahwa pemakaian emas oleh kaum pria telah dilarang
oleh Islam. Umar menjawab bahwa hal itu memang benar, namun
kejadian ini suatu kekecualian. Rasulullah s.a.w. telah melihat lebih
dahulu gelang-gelang emas Kisra itu ada pada pergelangannya, maka itu
ia harus memakainya sekarang, walaupun menghadapi risiko siksaan.
Sesungguhnya Suraqa berkeberatan memakai gelang itu sebab
menghormati ajaran Rasulullah s.a.w.; jika tidak demikian, ia sangat
berhasrat seperti tiap-tiap orang lain untuk memberi bukti yang terlihat
sempurnanya suatu kabar ghaib yang agung. Ia mengenakan gelang-
gelang emas itu pada lengannya dan kaum Muslimin melihat dengan
mata sendiri sempurnanya kabar-ghaib itu (Usud al-Ghaba). Nabi yang
dulu pernah melarikan diri itu telah menjadi raja. Beliau sendiri telah
tiada. namun para Khalifah beliau dapat menyaksikan sempurnanya kata-
kata dan kasyaf-kasyaf beliau.
Rasulullah Tiba Dl Medinah
Kembali lagi kepada ceritera kita mengenai hijrah. Sesudah
Rasulullah s.a.w. berpisah dengan Suraqa, beliau meneruskan perjalanan
ke Medinah tanpa mendapat gangguan apa pun. saat beliau tiba di
Medinah, Rasulullah s.a.w. mendapatkan penduduknya menanti dengan
tak sabar. Tidak ada hari bagi mereka yang lebih bahagia dari pada hari
itu. Sebab, matahari yang telah terbit untuk Mekkah sekarang telah
bersinar di Medinah.
Berita bahwa Rasulullah s.a.w. telah meninggalkan Mekkah
telah sampai kepada mereka, maka mereka mengharap-harap kedatangan
beliau. Rombongan demi rombongan pergi menempuh jarak beberapa
mil jauhnya dari Medinah untuk menjemput beliau. Mereka berangkat
pagi-pagi dan kembali dengan kecewa pada sore harinya. saat
Rasulullah s.a.w., akhirnya, benar-benar sampai ke Medinah beliau
mengambil keputusan singgah sebentar di Quba, sebuah kampung dekat
Medinah. Seorang Yahudi telah melihat dua ekor unta dan memastikan
bahwa penunggangnya tentu Rasulullah s.a.w. dan para sahabat beliau.
Ia mendekati suatu bukit dan berseru, “Bani Qailah, orang yang kalian
nanti-nantikan telah datang”.Tiap-tiap orang di Medinah yang
mendengar seruan itu berlari-lari pergi ke Quba, sedangkan penduduk
Quba sendiri larut dalam suka-cita dan gembira atas kedatangan
Rasulullah s.a.w. di tengah-tengah mereka, menyanyikan lagu-lagu
untuk menghormati beliau.
Kesederhanaan Rasulullah s.a.w. dibuktikan oleh peristiwa yang
terjadi pada saat itu di Quba. Kebanyakan kaum Medinah sebelumnya
belum pernah melihat Rasulullah s.a.w.. saat mereka melihat
rombongan beliau duduk di bawah sebatang pohon, banyak di antara
mereka menyangka Abu Bakar itulah Rasulullah s.a.w.. Abu Bakar,
walaupun lebih muda, berjanggut lebih putih dan pakaiannya lebih baik
dari pada pakaian Rasulullah s.a.w.. Maka mereka menghadap kepada
Abu Bakar, duduk di hadapannya, sesudah memperlihatkan
penghormatan yang seharusnya ditujukan kepada Rasulullah s.a.w.
saat Abu Bakar melihat gelagat orang-orang itu keliru dan menyangka
berhadapan dengan Rasulullah s.a.w., ia bangkit, mengambil selimut,
dan digantungkan untuk menahan terik sinar matahari dan berkata, “Ya
Rasulullah, Anda duduk di tempat panas. Aku membuat naungan ini
untuk Anda” (Bukhari). Dengan bijaksana dan unjuk rasa hormat ia telah
membuat jelas kekeliruan tamu-tamu dari Medinah itu. Rasulullah s.a.w.
tinggal sepuluh hari di Quba. Sesudah itu kaum Medinah membawa
tamu agung itu ke kota mereka sendiri. saat Rasulullah s.a.w. tiba di
kota, beliau menyaksikan semua penduduk, pria, wanita, dan anak-anak,
telah keluar untuk menjemput beliau. Dari antara lagu-lagu yang
dinyanyikan mereka berbunyi demikian:
“Bulan purnama malam keempat belas telah terbit menyinari kita dari
belakang al-Wida. Selama ada dia di antara kita, yang memanggil kita
kepada Allah , maka layak dan wajib kita bersyukur kepada Allah .
Kepada engkau, yang Allah telah mengutusmu kepada kami, kami
persembahkan ketaatan kami”.
Rasulullah s.a.w. tidak masuk ke Medinah dari sebelah Timur.
saat kaum Medinah menggambarkan beliau sebagai “bulan purnama
keempat belas”, mereka maksudkan bahwa mereka hidup dalam
kegelapan sebelum Rasulullah s.a.w. datang menyinari mereka. Hari itu
yaitu hari Senin, saat Rasulullah s.a.w. masuk ke kota Medinah. Pada
hari Senin pula beliau meninggalkan gua Tsaur, dan sangat ajaib
tampaknya, justru pada hari Senin pula beliau merebut kota Mekkah
kira-kira sepuluh tahun kemudian.
Abu Ayub Anshari Sebagai Penerima Tamu
Rasulullah
saat Rasulullah s.a.w. datang ke Medinah, tiap-tiap orang
sangat mendambakan dapat meraih kehormatan menjadi tuan rumah
beliau. saat unta beliau lewat melalui sebuah lorong, keluarga-
keluarga berjajar-jajar dalam deretan panjang menyambut beliau. Seolah-
olah ingin dengan serempak mereka mengatakan, “Inilah rumah kami,
harta-benda kami, dan jiwa kami siap menerima anda dan
mempersembahkan perlindungan kami kepada anda. Silakan dan
tinggallah bersama kami”. Banyak di antara mereka yang lebih
bersemangat, maju ke depan dan memegang tali kekang unta dan
mendesak Rasulullah s.a.w. supaya turun dihadapan pintu mereka dan
masuk ke dalam rumah mereka. namun , Rasulullah s.a.w. dengan wajah
yang ramah menolak sambil berkata, “Biarkan untaku. Ia ada dalam
perintah Ilahi; ia akan berhenti di mana Allah menghendaki ia
berhenti”. Akhirnya, berhentilah unta itu di sebidang tanah kepunyaan
anak-anak yatim suku Banu Najjar. Rasulullah s.a.w. turun dan berkata,
“Rupanya inilah tempat Allah menghendaki kami berhenti”. Beliau
mencari keterangan. Seorang wali anak-anak yatim tersebut tampil
kemuka dan mempersembahkan tanah itu untuk dipergunakan oleh
Rasulullah s.a.w.. Rasulullah s.a.w. menjawab bahwa beliau tidak dapat
menerima persembahan itu kalau beliau tidak diizinkan membayar
harganya. Harganya lalu ditetapkan, dan Rasulullah s.a.w. mengambil
keputusan mendirikan mesjid dan beberapa rumah di atas tanah itu.
sesudah segala sesuatu diatur baik, Rasulullah s.a.w. menanyakan rumah
siapa yang terdekat ke lahan itu. Abu Ayyub Anshari tampil ke muka
dan mengatakan bahwa rumahnya yaitu yang terdekat dan ia
mempersembahkannya untuk keperluan Rasulullah s.a.w.. Beliau
meminta agar untuk beliau disediakan sebuah kamar di rumahnya.
Rumah Abu Ayyub itu bertingkat. Ia mengusulkan supaya Rasulullah
s.a.w. mengambil tingkat atas. namun Rasulullah s.a.w. lebih menyukai
tingkat bawah, mengingat kemudahan untuk para pengunjung.
Keikhlasan kaum Medinah terhadap Rasulullah s.a.w. kini
nampak pula. Abu Ayyub setuju Rasulullah s.a.w. mempergunakan
tingkat bawah, namun menolak untuk tidur di bagian atas yang tepat di
bawahnya Rasulullah s.a.w. tidur. Ia dan istrinya merasa kurang hormat
berbuat demikian. Sekali peristiwa sebuah tempat air pecah dan air jatuh
ke lantai. Abu Ayyub, yang takut ada air yang merembes dan menetes
keruangan yang dipakai oleh Rasulullah s.a.w., segera mengambil
selimutnya dan dikeringkannya lantai itu dengan selimutnya itu sebelum
ada air menetes ke dalam ruangan Rasulullah s.a.w.. Pagi-pagi keesokan
harinya ia menghadap Rasulullah s.a.w. dan menceriterakan ihwal
kejadian semalam. sesudah Rasulullah s.a.w. menyiapkan makanan dan
mengirimkannya ke atas, Rasulullah s.a.w. menyimak tuturannya, beliau
berkenan menempati tingkat atas. Abu Ayyub menyiapkan makanan dan
mengirimkan makanan itu ke atas. Rasulullah s.a.w. menyantap makanan
yang diinginkan beliau dan Abu Ayyub makan sisanya. Sesudah
beberapa hari lewat, orang-orang lain menuntut giliran menjamin makan
Rasulullah s.a.w.. Sebelum Rasulullah s.a.w. menghuni rumah beliau
sendiri dan mengatur kehidupan sendiri, beliau selalu dijamin oleh
penduduk Medinah secara bergantian. Seorang janda memiliki
seorang anak bernama Anas yang berumur antara delapan dan sembilan
tahun. Ia membawa anaknya kepada Rasulullah s.a.w. dan
mempersembahkan anak itu kepada beliau untuk dijadikan pelayanan
pribadi. Anas ini menjadi abadi namanya dalam sejarah Islam, ia menjadi
orang yang terpelajar dan kaya-raya pula. Ia mencapai umur lebih dari
seratus tahun dan di zaman para Khalifah ia sangat dihormati dan
disegani oleh setiap orang. Anas, diriwayatkan, pernah mengatakan
bahwa walaupun ia menjadi seorang pelayan dan pesuruh Rasulullah
s.a.w., dan tetap dalam kedudukan itu sampai wafat Rasulullah s.a.w.,
Rasulullah tak pernah berucap kasar, tidak pernah menegurnya tanpa
ramah dan tidak pernah memberi tugas yang lebih berat dari pada
kemampuannya bekerja. Selama tinggal di Medinah Rasulullah s.a.w.
hanya bersama-sama Anas. Oleh sebab itu kesaksian Anas
menyingkapkan watak Rasulullah s.a.w. selama beliau bermukim di
Medinah sebagai pemegang tampuk kekuasaan, dan kejayaan Islam kian
bertambah.
Kemudian Rasulullah s.a.w. mengutus Zaid, budak yang telah
dimerdekakan itu, ke Mekkah guna menjemput keluarga dan sanak-
saudara beliau. Kaum Mekkah menjadi amat tercengang oleh
keberangkatan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat secara tiba-tiba dan
rencananya rapi itu. Maka, untuk sementara waktu, mereka tak berbuat
apa-apa untuk mengganggu beliau. saat keluarga Rasulullah dan
keluarga Abu Bakar meninggalkan Mekkah, mereka tidak menimbulkan
kesukaran. Kedua keluarga itu mencapai Medinah tanpa mendapat
gangguan apa pun. Dalam pada itu, Rasulullah s.a.w. meletakkan dasar
suatu mesjid di atas tanah yang telah dibeli untuk keperluan itu. Sesudah
itu beliau mendirikan rumah-rumah untuk beliau sendiri dan juga untuk
para Sahabat. Kira-kira tujuh bulan dipergunakan untuk penyelesaian
bangunan-bangunan itu.
Kehidupan Dl Medinah Tidak Aman
Dalam beberapa hari, sesudah kedatangan Rasulullah s.a.w. di
Medinah, suku-suku kaum penyembah berhala di sana mulai tertarik
kepada Islam dan kebanyakan dari antara mereka masuk Islam. Beberapa
orang, yang dalam hatinya tidak tertarik, ikut masuk juga. Dengan
demikian ada segolongan yang menggabungkan diri, namun di dalam hati
mereka itu bukan-Muslim. Anggota-anggota golongan itu menjalankan
segi peranan yang gelap dan jahat dalam sejarah berikutnya. Beberapa
dari antara mereka menjadi orang Muslim yang mukhlis. Orang-orang
yang lainnya tetap tidak bersungguh-sungguh dan terus-menerus berbuat
curang terhadap Islam dan kaum Muslimin. Beberapa lainnya sama
sekali tidak mau menggabungkan diri. namun , mereka tidak dapat
bertahan terhadap pengaruh Agama Baru yang kian berkembang itu.
Maka itu mereka pindah dari Medinah ke Mekkah. Medinah menjadi
kota Muslim. Di kota itu ditegakkan rukun ibadah kepada Allah Yang
Maha Esa. Tidak ada kota kedua di dunia pada waktu itu yang dapat
mengemukakan pengakuan serupa itu. Bukan kegembiraan yang tidak
sedikit bagi Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat dengan kenyataan bahwa
dalam beberapa hari sesudah hijrah seluruh warga kota telah dapat
meninggalkan pemujaan berhala dan beralih kepada ibadah kepada
Allah Yang Maha Esa dan Maha Ghaib. namun , belum ada rasa aman
untuk kaum Muslimin. Di Medinah sendiri segolongan bangsa Arab
hanya pada lahirnya masuk Islam. Batin mereka musuh kental Rasulullah
s.a.w.. Disamping itu masih ada orang-orang Yahudi yang terus-menerus
berbuat curang terhadap beliau. Rasulullah s.a.w. menyadari kehadiran
bahaya itu. Beliau tetap waspada dan meminta sahabat-sahabat dan
pengikut-pengikut beliau agar senantiasa berhati-hati. Beliau sendiri
sering berjaga-jaga dan tidak tidur semalam suntuk (Bari, jilid 6. hlm.
60). Payah oleh jaga sepanjang malam, pada suatu waktu beliau
menyatakan keinginan mendapatkan bantuan. Tak lama kemudian beliau
mendengar bunyi senjata. "Ada apa?" beliau bertanya "Saya, Saad bin
Waqqas ya Rasulullah datang untuk tugas jaga bagi Anda" (Bukhari dan
Muslim). Kesadaran penduduk Medinah akan kewajiban dan tanggung
jawab besar mereka tergugah. Mereka telah mengundang Rasulullah
saw. untuk datang dan untuk tinggal di antara mereka, dan sekarang
sudah menjadi kewajiban mereka melindungi beliau. Suku-suku
Medinah mengadakan musyawarah dan mengambil keputusan untuk
menjaga rumah Rasulullah s.a.w. secara bergiliran.
Dalam ketidak-amanan pribadi beliau dan ketidak-tenteraman
para pengikut beliau, tidak ada beda antara kehidupan di Mekkah dan di
Medinah. Satu-satunya perbedaan ialah kaum Muslim di Medinah dapat
beribadah dengan bebas di dalam mesjid yang telah mereka dirikan atas
nama Allah . Mereka dapat berkumpul untuk keperluan itu lima kali
sehari tanpa gangguan atau rintangan sedikit pun.
Dua atau tiga bulan telah lampau. Kaum Mekkah telah sadar
kembali dan kebingungan mereka dan sudah mulai lagi membuat
rencana untuk mengganggu dan menyerang kaum Muslim. Mereka
segera tahu bahwa mereka tidak akan memenuhi maksud mereka kalau
semata-mata mengganggu dan menyusahkan kaum Muslim di Mekkah
dan sekitarnya saja. yaitu sangat perlu untuk menyerang Rasulullah
s.a.w. dan para Sahabat di Medinah dan mengusir pula dari tempat
perlindungan mereka yang baru. Untuk tujuan itu mereka berkirim surat
kepada Abdullah bin Ubayyi ibnu Salul kepala kabilah di Medinah yang,
sebelum Rasulullah s.a.w. datang ke sana, telah diterima sebagai raja
Medinah oleh semua golongan. Mereka mengatakan dalam surat itu
bahwa mereka dikejutkan oleh kedatangan Rasulullah s.a.w. di Medinah
dan yaitu keliru di pihak kaum Medinah memberi perlindungan kepada
beliau. Pada akhir surat mereka mengatakan:
sebab sekarang kalian telah mengizinkan musuh kami masuk
kedalam rumah kalian, kami bersumpah dengan nama Allah dan
menyatakan bahwa kami, kaum Mekkah, akan bersatu padu menyerang
Medinah, kecuali jika kalian, kaum Medinah, setuju mengusirnya dari
Medinah atau bersama kami memeranginya, Jika kami menyerang
Medinah, kami akan membunuh semua orang pria yang dapat bertarung
dan menjadikan semua wanita budak (Abu Daud, Kitab al-Kharaj).
Abdullah bin Ubayyi ibnu Salul berpikir bahwa surat itu
merupakan anugerah Allah . Ia bermusyawarah dengan beberapa orang
munafik Medinah dan membujuk mereka bahwa apabila membiarkan
Rasulullah s.a.w. hidup di Medinah dengan aman dan damai, berarti
mengundang permusuhan kaum Mekkah. Oleh sebab itu, sebaiknya
mereka memerangi Rasulullah s.a.w., walaupun hanya sekedar
menyejukkan hati kaum Mekkah. Rasulullah s.a.w. mendapat kabar
ihwal ini. Beliau menjumpai Abdullah bin Ubayyi ibnu Salul dan
berusaha meyakinkannya bahwa tindakan serupa itu akan merupakan
tindakan bunuh diri. Banyak kaum Medinah telah masuk Islam dan
bersedia mengorbankan jiwa-raga untuk agama Islam. Jika Abdullah
menyatakan perang terhadap orang-orang Islam, maka mayoritas kaum
Medinah akan berkelahi di pihak orang-orang Islam. Oleh sebab itu,
perang serupa itu akan sangat merugikan kepadanya dan berarti
kebinasaan dirinya sendiri. Abdullah, terkesan oleh nasihat itu, lalu
membatalkan lagi rencananya.
Pada masa itu Rasulullah s.a.w. mengambil tindakan penting
yang lain. Beliau mengumpulkan kaum Muslimin dan menganjurkan
supaya tiap-tiap dua orang hendaklah mengikat perhubungan sebagai dua
saudara. Anjuran itu diterima dengan baik. Orang Medinah mengaku
orang Mekkah sebagai saudaranya. Dalam persaudaraan baru itu kaum
Anshar menawarkan berbagai kekayaan dengan kaum Muhajirin.
Seorang Anshar hendak menceraikan seorang dari istri-istrinya untuk
dikawin oleh saudaranya dari kaum Muhajirin. Orang-orang Muhajirin
menolak pemberian-pemberian itu mengingat keperluan saudaranya,
orang-orang Anshar sendiri. namun , kaum Anshar mendesak terus dan
urusan itu dihadapkan kepada Rasulullah s.a.w.. Kaum Anshar
mengemukakan bahwa kaum Muhajirin itu saudara mereka; oleh sebab
itu, mereka harus memberi sebagian dari harta-benda mereka kepada
mereka itu. Para Muhajirin tidak dapat bercocok-tanam. namun mereka
dapat menerima bagian dari hasilnya seandainya tidak mau menerima
hibah tanahnya. Para Muhajirin menolak dengan ucapan terima kasih
atas pemberian yang royal dan sukar dipercaya ini, dan mereka lebih
menyukai menggeluti usaha mereka sendiri, berniaga. Banyak orang
Muhajirin menjadi kaya lagi. namun kaum Anshar tetap bersedia
menyerahkan sebagian kekayaan mereka kepada kaum Muhajirin.
Seringkali terjadi bila seorang anak Anshar meninggal anak-anaknya
membagi warisan peninggalan orang tua mereka kepada saudara-saudara
mereka dari Mekkah. Beberapa tahun lamanya kebiasaan ini berlaku
hingga akhirnya Al-Qur’an menghapus kebiasaan ini dengan ajarannya
mengenai pembagian warisan (Bukhari dan Muslim).
Perjanjian Antara Berbagai Suku Medinah
Di samping mempersatukan para Muhajirin dengan kaum
Anshar dalam ikatan persaudaraan, Rasulullah s.a.w. menjalin perjanjian
antara semua penduduk Medinah. Dengan perjanjian itu bangsa Arab dan
bangsa Yahudi dipersatukan dalam kewargaan kota bersama-sama
dengan kaum Muslimin. Rasulullah s.a.w. menerangkan kepada orang-
orang Arab dan Yahudi bahwa sebelum kaum Muslimin muncul sebagai
sebuah golongan di Medinah, ada hanya dua golongan di Medinah,
namun dengan adanya kaum Muslimin sekarang jadi ada tiga golongan.
Jadi, memang sudah sewajarnya agar bersama-sama mengadakan
perjanjian yang mengikat semua golongan dan perjanjian itu menjamin
keamanan kepada semuanya. Persetujuan itu berbunyi:
Antara Rasulullah s.a.w. dan orang-orang Muslim di satu pihak dan
semua lainnya di pihak lain yang suka rela ikut serta dalam perjanjian ini.
Jika seorang dari kaum Muhajirin terbunuh, kaum Muhajirin sendiri
yang bertanggung jawab. Kewajiban pembebasan tawanan-tawanan
mereka pun menjadi tanggung jawab mereka. Kaum Anshar pun sama-
sama bertanggung jawab atas jiwa dan tawanan mereka sendiri. Siapa
memberontak atau meruncingkan permusuhan dan kekacauan akan
dipandang sebagai musuh bersama. Oleh sebab itu, yaitu menjadi
kewajiban semua lainnya untuk memeranginya, walaupun andai kata ia
anak atau keluarga sendiri. Jika seorang yang tidak beriman terbunuh
dalam perang oleh seorang mukmin, maka sanak-saudaranya yang
beriman tidak akan mengadakan tindakan pembalasan. Tidak akan
mereka bantu juga orang-orang tak beriman terhadap orang-orang
beriman. Kaum Yahudi yang masuk ke dalam perjanjian ini akan dibantu
oleh kaum Muslimin. Kaum Yahudi tidak akan dihadapkan kepada suatu
kesukaran. Musuh-musuh mereka tidak akan dibantu memerangi mereka.
Tidak ada orang tak beriman diperkenankan memberi perlindungan
kepada siapa pun dari Mekkah. Ia tidak akan menjadi wali atas milik
seorang Mekkah. Dalam peperangan antara kaum Muslimin dan kaum
Musyrikin ia tidak akan berpihak. Jika seorang-orang mukmin dianiaya
tanpa alasan, kaum Muslimin berhak berkelahi melawan mereka yang
aniaya. Jika musuh orang-orang mukmin menyerang Medinah, kaum
Yahudi akan berpihak kepada kaum Muslimin dan sama-sama
menanggung perongkosan perang. Suku-suku Yahudi yang berada dalam
ikatan perjanjian dengan suku-suku Medinah lainnya akan memiliki
hak yang sama dengan orang-orang Muslim. Kaum Yahudi akan
berpegang pada agama mereka dan kaum Muslimin pada agama mereka
sendiri. Hak-hak kaum Yahudi menjadi hak-hak tiap-tiap pengikutnya.
Warga kota Medinah tidak berhak menyatakan perang tanpa disahkan
oleh Rasulullah. namun , hal itu tidak mengganggu hak tiap-tiap pribadi
untuk mengadakan tindakan pembalasan terhadap kesalahan pribadi.
Kaum Yahudi akan memikul sendiri biaya organisasi mereka sendiri dan
kaum Muslimin pun demikian. namun dalam peperangan mereka akan
bertindak secara terpadu. Kota Medinah akan dipandang suci dan tak
dirusak oleh penandatangan perjanjian ini. Orang-orang asing yang
mendapat perlindungan warga kotanya akan diperlakukan sebagai warga-
warga kota. namun , kaum Medinah tidak akan mengizinkan seorang
wanita jadi warga kota tanpa izin keluarganya. Segala perselisihan akan
diserahkan kepada keputusan Allah dan Rasul-Nya. Pihak-pihak yang
bernaung dalam ikatan perjanjian ini tidak berhak mengadakan
persetujuan apapun dengan kaum Mekkah atau sekutunya. Hal itu