r tahun 46 M pen.) menyampaikan satu perkataan dari Cato
Major (seorang negarawan Romawi yang hidup pada tahun 234-
149 SM pen.), bahwa orang-orang bijak lebih diuntungkan oleh
orang-orang bodoh, dibandingkan orang-orang bodoh oleh orang-orang
bijak. Sebab orang-orang bijak akan menghindari segala kesalah-
an orang-orang bodoh, namun orang-orang bodoh tidak akan meni-
ru segala kebajikan orang-orang bijak. Salomo berkata bahwa ia
menarik suatu pelajaran dari apa yang dilihatnya ini, meskipun
itu tidak menyarankan kepadanya suatu gagasan atau pemikiran
baru, namun hanya mengingatkan dia akan suatu pengamatan
yang sudah dibuatnya sendiri sebelumnya. Yang dulu diamatinya
itu yaitu kebodohan yang menggelikan dari seorang pemalas
(saat harus bekerja, ia berbaring malas-malasan di tempat ti-
durnya dan berteriak, tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi,
dan masih sebentar-sebentar lagi, sampai kedua matanya terpe-
jam. Lalu, bukannya disegarkan oleh tidur untuk bekerja, seba-
gaimana pada orang-orang bijak, ia menjadi lesu, lemas, dan tidak
berguna untuk apa pun). Salomo sebelumnya juga mengamati
kesengsaraan tertentu yang mengikuti si pemalas itu: kemiskinan-
nya datang seperti seorang penyerbu. Kemiskinan itu datang se-
makin dekat dan dekat kepadanya, dan akan menimpanya dengan
cepat, dan menyergapnya tanpa bisa dielakkannya, seperti oleh
seorang yang bersenjata, seperti oleh seorang penyamun di tengah
jalan yang akan melucuti apa saja yang dimilikinya. Nah, ini ber-
laku bukan hanya pada urusan duniawi kita, untuk menunjuk-
kan betapa memalukannya kemalasan dalam mengerjakan urus-
an duniawi itu, betapa membahayakan hal itu bagi keluarga,
namun juga pada perkara-perkara jiwa kita.
Perhatikanlah:
(1) Jiwa kita yaitu ladang dan kebun anggur kita, yang oleh
setiap kita harus dirawat, dihiasi, dan dijaga. Jiwa kita mampu
berkembang jika diolah dengan baik. Sehingga darinya akan
didapat sesuatu yang menjadi buah-buah yang makin mem-
perbesar keuntungan kita. Kita diserahi tanggung jawab atas-
nya, untuk mendiaminya sampai Tuhan kita datang. Dan di-
tuntut jerih payah yang besar dari kita untuk memeliharanya.
(2) Ladang dan kebun anggur ini sering kali berada dalam keada-
an yang buruk, bukan saja tidak ada buah yang tumbuh di
dalamnya, namun juga semuanya tertutup oleh onak dan jeruju
(segala hawa nafsu, kesombongan, ketamakan, kedagingan,
dan kebencian berlebihan yang menggores dan menyengat
yaitu onak dan jeruju, anggur-anggur liar, yang tumbuh dari
hati yang tidak dikuduskan). Selain itu, tidak ada penjaga
yang ditempatkan untuk mengawasi musuh, malah temboknya
sudah roboh, dan semuanya berserakan di mana-mana, se-
muanya terbuka terhadap bahaya.
(3) Terjadinya keadaan itu yaitu sebab kemalasan dan kebo-
dohan orang berdosa sendiri. Ia seorang pemalas, suka tidur,
dan benci bekerja. Ia tidak berakal budi, tidak mengerti urus-
annya maupun kepentingannya. Ia benar-benar sudah kehi-
langan akal.
(4) Pada akhirnya hal itu akan menjadi kehancuran bagi jiwa dan
segala sesuatu yang mendatangkan kesejahteraan baginya.
Kekurangan untuk selama-lamanya, itulah yang akan menim-
pa jiwanya, seperti diserbu oleh orang bersenjata. Dan kita
tahu tempat seperti apa yang sudah dipersiapkan bagi orang
fasik dan hamba yang malas itu.
1 Juga ini yaitu amsal-amsal Salomo yang dikumpulkan pegawai-pegawai
Hizkia, raja Yehuda.
Ayat ini merupakan judul dari kumpulan terakhir amsal-amsal Salo-
mo ini, sebab ia menguji dan menyusun banyak amsal, agar dengan-
nya ia bisa tetap mengajarkan kepada umat pengetahuan (Pkh. 12:9).
Amatilah:
1. Amsal-amsal itu yaitu kepunyaan Salomo, yang disampaikannya
sesuai dengan ilham ilahi yang diperolehnya, untuk digunakan
oleh jemaat, perkataan-perkataan yang bijak dan berbobot ini.
Kita sudah melihat banyak dari antaranya, namun masih ada lagi.
Namun, dalam hal ini Kristus lebih besar dibandingkan Salomo, sebab
seandainya kita mempunyai semua catatan tentang apa yang
dikatakan dan diperbuat oleh Kristus sebagai pengajaran bagi
kita, maka dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus
ditulis itu (Yoh. 21:25).
2. Yang mengumpulkan yaitu hamba-hamba Hizkia, yang ada ke-
mungkinan dalam hal ini bertindak sebagai pegawai-pegawainya
yang ditunjuk olehnya untuk melakukan pelayanan yang baik ini
terhadap jemaat. Tugas ini merupakan salah satu dari tugas-
tugas baik yang dilakukan Salomo untuk pelaksanaan Taurat dan
perintah Allah (2Taw. 31:21). Apakah ia mempekerjakan para nabi
untuk pekerjaan ini, seperti Yesaya, Hosea, atau Mikha, yang
hidup pada masanya, atau sebagian orang yang terdidik di seko-
lah-sekolah para nabi, atau sebagian dari para imam dan orang-
orang Lewi, yang kepada mereka kita mendapati ia memberikan
perintah mengenai perkara-perkara ilahi (2Taw. 29:4), ataukah
(seperti menurut pendapat orang-orang Yahudi) ia mempekerja-
kan para pembesar dan abdi negaranya, yang lebih tepat disebut
sebagai hamba-hambanya, tidaklah pasti. Jika pekerjaan itu dila-
kukan oleh Elyakim, Yoah, dan Sebna, itu tidaklah merendahkan
martabat mereka. Mereka menyalin amsal-amsal ini dari catatan-
catatan tentang pemerintahan Salomo, dan menambahkannya
sebagai lampiran dalam terbitan sebelumnya dari kitab ini. Bisa
jadi merupakan suatu pelayanan yang sangat baik bagi jemaat
jika kita mengumpulkan karya-karya orang lain yang sudah ter-
sembunyi tanpa kejelasan dalam waktu yang mungkin sudah sa-
ngat lama. Beberapa orang berpendapat bahwa amsal-amsal ini
dipilih dari tiga ribu amsal yang digubah Salomo (1Raj. 4:32) de-
ngan meninggalkan amsal-amsal yang berkenaan dengan benda-
benda dan ajaran tentang alam, dan hanya memelihara amsal-
amsal yang berkenaan dengan perkara-perkara ilahi dan moral.
Dan dalam kumpulan ini beberapa orang mencermati bahwa ada
perhatian khusus yang diberikan terhadap pengamatan-pengamat-
an yang berhubungan dengan para raja dan pemerintahan mereka.
2 Kemuliaan Allah ialah merahasiakan sesuatu, namun kemuliaan raja-raja ia-
lah menyelidiki sesuatu. 3 Seperti tingginya langit dan dalamnya bumi, demi-
kianlah hati raja-raja tidak terduga.
Inilah:
1. Sebuah contoh diberikan tentang kehormatan Allah: kemuliaan-
Nya ialah merahasiakan sesuatu. Ia tidak perlu menyelidiki apa
pun, sebab Ia mengetahui segala sesuatu secara sempurna, de-
ngan pandangan yang jernih dan pasti, dan tidak ada yang dapat
disembunyikan dari-Nya. Namun demikian, jalan-Nya sendiri ada-
lah melalui laut dan lorong-Nya melalui muka air yang luas. Nasi-
hat-nasihat-Nya dalam tak terselami (Rm. 11:33). Yang kita de-
ngar tentang Dia baru sedikit saja. Awan dan kekelaman ada
sekeliling Dia. Kita melihat apa yang dilakukan-Nya, namun kita
tidak mengetahui alasan-alasannya. Sebagian orang merujuknya
pada dosa-dosa manusia. Kemuliaan-Nya ialah mengampuni
dosa, yaitu menutupinya, tidak mengingat-ingatnya, tidak menye-
butkannya. Kesabaran-Nya, yang ditunjukkan-Nya kepada orang-
orang berdosa, yaitu juga kehormatan-Nya, yang di dalamnya Ia
tampak berdiam diri dan mengabaikan permasalahannya.
2. Contoh ganda dari kehormatan raja-raja:
(1) yaitu kemuliaan Allah bahwa Ia tidak perlu menyelidiki se-
suatu, sebab Ia mengetahuinya tanpa menyelidikinya. namun
yaitu kehormatan raja-raja, dengan penuh perhatian dan
dengan menggunakan segala cara untuk mencari tahu, untuk
menyelidiki perkara-perkara yang dibawa ke hadapan mereka,
untuk bekerja keras memeriksa para pelanggar hukum, agar
bisa mengungkapkan rancangan-rancangan mereka dan me-
nerangkan pekerjaan-pekerjaan gelap yang tersembunyi. Ada-
lah kehormatan raja-raja untuk tidak memberikan penghakim-
an secara tergesa-gesa atau sebelum mereka menimbang-nim-
bang segala sesuatunya, atau tidak menyerahkan sepenuhnya
kepada orang lain untuk memeriksa perkara-perkara, namun
melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri.
(2) yaitu kemuliaan Allah bahwa Ia sendiri tidak dapat ditemu-
kan dengan cara menyelidiki, dan sebagian dari kehormatan
itu dilimpahkan kepada raja-raja, raja-raja yang bijaksana,
yang menyelidiki sesuatu. Hati mereka tidak terduga, seperti
tingginya langit atau dalamnya bumi, yang dapat kita perkira-
kan namun tidak dapat kita ukur. Para raja memiliki arcana
imperii rahasia-rahasia negara mereka, rancangan-rancang-
an yang dirahasiakan dan alasan-alasan kenegaraan, yang
tidak mampu dinilai orang-orang biasa, dan oleh sebab itu
tidak boleh diselidiki mereka. Raja-raja yang bijaksana, apa-
bila mereka menyelidiki sesuatu, bisa melakukan apa yang
tidak akan pernah terpikirkan orang, seperti Salomo, saat ia
meminta dibawakan sebilah pedang untuk membelah seorang
anak yang hidup dengan maksud menyingkapkan siapa ibu-
nya yang sebenarnya.
4 Sisihkanlah sanga dari perak, maka keluarlah benda yang indah bagi pan-
dai emas. 5 Sisihkanlah orang fasik dari hadapan raja, maka kokohlah takh-
tanya oleh kebenaran.
Ini menunjukkan bahwa usaha yang gigih dari seorang raja untuk
menekan perbuatan-perbuatan jahat dan memperbarui perilaku rak-
yatnya, yaitu cara yang paling mujarab untuk menyokong peme-
rintahannya.
Amatilah:
1. Apa kewajiban dari para penguasa: yaitu menyisihkan orang fasik,
menggunakan kekuasaan mereka untuk mengancam perbuatan-
perbuatan jahat dan para pembuat kejahatan. Bukan hanya
mengusir orang-orang yang keji dan cemar dari hadapan mereka,
serta melarang mereka memasuki istana, namun juga menakut-
nakuti dan menahan mereka dengan sedemikian rupa sehingga
mereka tidak menularkan kefasikan mereka ke tengah-tengah
rakyatnya. Ini dinamakan menyisihkan sanga dari perak, yang
dilakukan dengan kekuatan api. Orang fasik yaitu sanga pada
bangsa, ampas pada negeri, dan, sebagai sanga dan ampas, mere-
ka harus dibuang. Jika manusia tidak mau membuang mereka,
maka Allah yang akan melakukannya (Mzm. 119:119). Jika orang
fasik disisihkan dari hadapan raja, jika raja meninggalkan mereka
dan menunjukkan kebenciannya terhadap jalan-jalan mereka
yang fasik, maka itu akan berdampak jauh sampai melumpuhkan
mereka untuk berbuat kejahatan. Pembaharuan di dalam istana
akan mendorong pembaharuan di dalam kerajaan (Mzm. 101:3-8).
2. Apa untungnya jika mereka melakukan kewajiban ini.
(1) Hal itu akan membuat rakyat menjadi lebih baik. Mereka akan
dibuat seperti perak yang sudah dimurnikan, cocok untuk di-
jadikan bejana-bejana kemuliaan.
(2) Hal itu akan memantapkan kedudukan sang raja. Kokohlah
takhtanya oleh kebenaran ini, sebab Allah akan memberkati
pemerintahannya, rakyat akan menurut padanya, dan dengan
demikian pemerintahannya akan bertahan.
6 Jangan berlagak di hadapan raja, atau berdiri di tempat para pembesar. 7
sebab lebih baik orang berkata kepadamu: Naiklah ke mari, dari pada eng-
kau direndahkan di hadapan orang mulia.
Di sini kita melihat:
1. Sama sekali tidaklah benar bahwa agama itu menghancurkan
perilaku yang baik. Sebaliknya, agama justru mengajar kita untuk
bersikap rendah hati dan hormat terhadap atasan-atasan kita,
untuk menjaga jarak, dan memberikan tempat bagi orang-orang
yang berhak mendudukinya. Jangan bersikap kasar dan gegabah
di hadapan raja atau di hadapan para pembesar. Jangan memban-
ding-bandingkan dirimu dengan mereka (begitu sebagian orang me-
mahaminya). Jangan bersaing dengan mereka dalam hal pakaian,
perabotan rumah tangga, kebun ladang, perawatan rumah, atau
pelayan-pelayan, sebab itu merupakan suatu penghinaan bagi
mereka, dan akan merendahkan kedudukanmu sendiri.
2. Bahwa agama mengajar kita kerendahan hati dan penyangkalan
diri, yang merupakan pelajaran yang lebih baik dibandingkan pelajaran
tentang sopan santun: Sangkallah dirimu dari tempat yang ber-
hak engkau duduki. Jangan ingin pamer, atau berusaha naik
jabatan, atau menempatkan dirimu di antara kumpulan orang
yang ada di atasmu. Puaslah dengan kedudukan yang rendah jika
memang itu yang sudah ditetapkan Allah bagimu. Alasan yang
diberikannya yaitu sebab inilah sesungguhnya jalan untuk
maju, seperti yang ditunjukkan oleh Juruselamat kita dalam se-
buah perumpamaan yang tampak meminjam dari sini (Luk. 14:9).
Bukan berarti bahwa oleh sebab itu kita harus berpura-pura
bersikap sederhana dan rendah hati, dan menjadikannya sebagai
alat untuk mencapai kehormatan, namun oleh sebab itu kita harus
benar-benar bersikap sederhana dan rendah hati, sebab Allah
akan memberikan kehormatan kepada orang-orang seperti itu,
dan demikian pula yang akan dilakukan manusia. Lebih baik,
demi kepuasan dan nama baik kita, kita ditinggikan melebihi apa
yang dikatakan dan diharapkan, dibandingkan dilemparkan lebih ren-
dah dibandingkan itu, di hadapan raja. sebab , merupakan kehormat-
an besar jika kita diakui di hadapan dia, dan merupakan kelan-
cangan besar jika kita sampai meninggikan diri tanpa izin.
Apa matamu lihat, 8 jangan terburu-buru kaubuat perkara pengadilan. Ka-
rena pada akhirnya apa yang engkau dapat lakukan, kalau sesamamu telah
mempermalukan engkau? 9 Belalah perkaramu terhadap sesamamu itu, teta-
pi jangan buka rahasia orang lain, 10 supaya jangan orang yang mendengar
engkau akan mencemoohkan engkau, dan umpat terhadap engkau akan
tidak hilang.
I. Di sini ada nasihat baik yang diberikan tentang mengajukan per-
kara ke pengadilan:
1. Janganlah gegabah memperkarakan suatu tindakan, sebelum
engkau sendiri mempertimbangkannya dan meminta nasihat
dari teman-temanmu tentang hal itu: jangan terburu-buru kau-
buat perkara pengadilan. Jangan mengirimkan tuntutan per-
kara kalau hati sedang marah, atau sesudah melihat apa yang
pada awalnya tampak benar bagi pihakmu, namun pertimbang-
kanlah permasalahannya dengan hati-hati, sebab kita cende-
rung berat sebelah dalam menilai perkara kita sendiri. Pertim-
bangkanlah kepastian dari biaya yang harus dikeluarkan dan
ketidakpastian dari keberhasilannya, betapa besar kekhawatir-
an dan kekesalan yang akan ditimbulkannya, dan, sesudah
melewati itu semua, perkara itu bisa saja akan melawanmu.
Jadi sudah tentu engkau tidak boleh terburu-buru membuat
perkara pengadilan.
2. Jangan memperkarakan suatu tindakan sebelum engkau ber-
usaha menyelesaikan permasalahannya dengan jalan damai
(ay. 9): belalah perkaramu terhadap sesamamu itu secara pri-
badi, maka mungkin engkau akan mengerti satu sama lain
dengan lebih baik dan menyadari bahwa tidak ada alasan un-
tuk pergi ke pengadilan. Dalam persengketaan-persengketaan
umum, peperangan yang pada akhirnya harus dihentikan bisa
saja dicegah pada awalnya melalui perjanjian damai, dan de-
ngan demikian banyak darah serta harta benda akan tersela-
matkan. Demikian pula dalam persengketaan-persengketaan
pribadi: Janganlah menuntut sesamamu sebagai seorang
yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai sebe-
lum engkau memberi tahu dia kesalahannya di antara engkau
dan dia sendiri, dan sebelum ia menolak untuk menyelesaikan
permasalahannya, atau menolak tawaran jalan damai. Mung-
kin masalah yang diributkan yaitu suatu rahasia, tidak pan-
tas untuk dibocorkan kepada siapa pun, apalagi dipertonton-
kan di hadapan seluruh negeri. Jika demikian halnya, maka
akhirilah permasalahannya secara pribadi, supaya jangan di-
ketahui orang. Jangan buka rahasia orang lain, begitu sebagi-
an orang membacanya. Janganlah, dalam membalas dendam,
dan untuk mempermalukan musuhmu, engkau mengungkap-
kan apa yang seharusnya dirahasiakan dan yang sama sekali
tidak bersangkut paut dengan perkaranya.
II. Dua alasan yang ia berikan mengapa kita harus berhati-hati se-
perti itu dalam mengajukan perkara ke pengadilan:
1. sebab kalau engkau tidak berhati-hati, maka perkaranya
bisa saja berbalik menentangmu, dan engkau menjadi kebi-
ngungan tidak tahu apa yang dapat dilakukan jika si ter-
dakwa berhasil membenarkan dirinya sendiri melawan apa
yang engkau tuduhkan kepadanya dan mampu menunjukkan
bahwa keluhanmu itu sepele dan menyusahkan orang, dan
bahwa tindakanmu itu tidak berdasar sama sekali. Dan de-
ngan demikian, hal itu mempermalukan engkau, membuat per-
karamu tidak mempunyai dasar hukum, dan memaksamu
membayar semua biaya pengadilan, yang padahal semuanya
ini bisa saja dicegah bila engkau mau menimbang-nimbang
sebentar.
2. sebab akan berbalik menjadi cela yang amat besar bagimu
jika engkau dipandang sebagai orang yang suka mencari-cari
perkara. Bukan hanya si terdakwa sendiri (ay. 8), melainkan
orang yang mendengarkan perkara itu disidangkan juga akan
mencemoohkan engkau, akan membicarakan engkau sebagai
orang yang tidak berpendirian, dan umpat terhadap engkau
akan tidak hilang. Engkau tidak akan pernah memulihkan
kembali nama baikmu.
11 Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya yaitu seperti buah apel
emas di pinggan perak. 12 Teguran orang yang bijak yaitu seperti cincin
emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar.
Di sini Salomo menunjukkan betapa manusia sudah sepatutnya,
1. Berbicara secara mengena: perkataan yang siap meluncur, yang
mengalir dengan baik, yang disesuaikan dengan keadaan, serta
pada waktu dan tempat yang tepat. Ini berupa didikan, nasihat,
atau penghiburan yang diberikan pada waktunya, dan disertai
ungkapan-ungkapan yang mengena, yang sesuai dengan persoal-
an orang yang diajak berbicara, dan selaras dengan tabiat orang
yang berbicara. Perkataan yang demikian yaitu seperti bola-bola
emas yang menyerupai apel, atau seperti buah apel yang berwar-
na keemasan (dagingnya yang keemasan), atau mungkin buah
apel yang disepuh, seperti kadang-kadang kita menyepuh daun
salam. Dan semua itu berhiaskan pinggan perak, atau lebih tepat-
nya dihidangkan di atas meja dalam keranjang dengan jalinan
perak, atau di kotak perak yang kita sebut filigree, yaitu perhiasan
dari benang mas, yang melaluinya buah-buah apel emas terlihat.
Tidak diragukan lagi bahwa itu yaitu semacam perhiasan meja
yang dikenal baik pada saat itu. Seperti halnya barang itu sangat
menyenangkan mata, begitu pula perkataan yang diucapkan tepat
pada waktunya menyenangkan telinga.
2. Sudah sepatutnya manusia terutama memberi teguran dengan
bijaksana, sehingga membuatnya dapat diterima. Jika teguran itu
diberikan dengan baik, oleh seorang penegur yang bijaksana, dan
diterima dengan baik, oleh telinga yang mendengar, maka itu
yaitu cincin emas dan hiasan kencana, yang sangat indah dan
pantas dikenakan baik oleh si penegur maupun yang ditegur.
Kedua-duanya akan mendapat pujian, si penegur sebab mem-
berikan teguran dengan begitu bijak, dan yang ditegur sebab
menerimanya dengan begitu sabar dan memanfaatkannya dengan
baik. Orang lain akan memuji kedua-duanya, dan mereka merasa
puas satu sama lain. Orang yang memberi teguran merasa senang
sebab tegurannya mendapat hasil yang diinginkan, dan orang
yang ditegur mempunyai alasan untuk bersyukur atas teguran itu
dan melihatnya sebagai kebaikan. Apa yang diberikan dengan
baik, kita berkata, akan diterima dengan baik. Namun tidaklah
selalu benar bahwa orang akan menerima dengan baik bila sesua-
tu diberikan dengan baik. Penegur yang bijak diharapkan selalu
menjumpai telinga yang mendengar, namun sering kali yang terjadi
tidaklah demikian.
13 Seperti sejuk salju di musim panen, demikianlah pesuruh yang setia bagi
orang-orang yang menyuruhnya. Ia menyegarkan hati tuan-tuannya.
Lihatlah di sini:
1. Apa yang harus menjadi perhatian seorang hamba, yaitu hamba
yang terendah yang disuruh dan dipercayai untuk mengurus sua-
tu pekerjaan, dan terlebih lagi hamba yang tertinggi, wakil dan
duta seorang raja. Ia harus setia bagi orang-orang yang menyuruh-
nya, dan harus memastikan bahwa ia, entah secara sengaja atau
tidak sengaja, tidak mengkhianati kepercayaan yang sudah diberi-
kan kepadanya. Juga, ia harus selalu menjalankan kepentingan
tuannya jika itu mampu dilakukannya. Orang-orang yang bertin-
dak sebagai wakil, untuk menjalankan mandat, harus bertindak
dengan hati-hati seolah-olah seperti untuk diri mereka sendiri.
2. Betapa hal ini akan membawa kepuasan bagi sang tuan. Itu akan
menyegarkan hatinya sama seperti sejuk salju (yang di negara-
negara beriklim panas dijaga sepanjang tahun dengan keahlian
tertentu) menyegarkan para pekerja di musim panen, yang sehari
suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Se-
makin penting perkaranya, dan semakin takut orang jika salah
menjalankannya, semakin si pesuruh diterima jika ia mengatur-
nya dengan berhasil dan baik. Hamba yang setia, utusan Kristus,
harus kita terima seperti itu (Ayb. 33:23). Namun apa pun yang
terjadi, ia akan menjadi bau yang harum bagi Allah (2Kor. 2:15).
14 Awan dan angin tanpa hujan, demikianlah orang yang menyombongkan
diri dengan hadiah yang tidak pernah diberikannya.
Orang yang bisa dikatakan memegahkan pemberian palsu yaitu ,
1. Orang yang berpura-pura sudah menerima atau memberikan apa
yang tidak pernah dimilikinya, dan yang tidak pernah diberikan-
nya, yang meributkan pencapaian-pencapaian besar dan pelayan-
an-pelayanan baik yang sudah dilakukannya, namun semua itu
palsu. Ia tidak seperti apa yang pura-pura ditunjukkannya. Atau,
2. Orang yang berjanji akan memberikan dan melakukan sesuatu,
namun tidak melakukan apa-apa. Ia membangkitkan harapan-
harapan orang lain akan perkara-perkara besar yang akan dilaku-
kannya bagi bangsanya, bagi teman-temannya. Ia menjanjikan
untuk meninggalkan warisan-warisan mulia. Namun, ia tidak mem-
punyai apa-apa untuk dilakukan atau tidak pernah merancang-
kannya. Orang yang demikian yaitu seperti awan pagi, yang
pergi menghilang, dan mengecewakan orang-orang yang mengha-
rapkan hujan darinya untuk menyirami tanah yang kering keron-
tang (Yud. 1:12), awan yang tak berair.
15 Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut
mematahkan tulang.
Dua hal di sini dianjurkan kepada kita, dalam berurusan dengan orang
lain, sebagai sarana yang mungkin untuk mencapai tujuan kita, yaitu:
1. Kesabaran, untuk menahan suasana panas tanpa menjadi panas
olehnya, dan menunggu kesempatan yang tepat untuk menjelas-
kan alasan-alasan kita serta memberikan waktu kepada orang
lain untuk mempertimbangkannya. Dengan sarana ini bahkan
seorang penguasa sekalipun dapat diyakinkan untuk melakukan
sesuatu yang tampak amat dibencinya, dan jauh terlebih lagi
orang biasa. Apa yang merupakan keadilan dan alasan pada saat
sekarang akan tetap menjadi keadilan dan alasan di lain waktu,
dan oleh sebab itu kita tidak perlu memaksakannya dengan keke-
rasan sekarang, namun harus menunggu waktu yang lebih pantas.
2. Kelembutan, untuk berbicara tanpa amarah atau dengan nada
yang memancing amarah: lidah lembut mematahkan tulang. Lidah
lembut meredakan jiwa yang terkasar dan menenteramkan jiwa
yang teramat murung, seperti kilat, yang, kata orang, kadang-
kadang mematahkan tulang, namun tidak sampai menusuk
daging. Dengan lidah lembut Gideon menenangkan suku Efraim,
dan Abigail menghilangkan murka Daud. Kata-kata yang kasar,
kita berkata, tidak mematahkan tulang, dan oleh sebab itu kita
harus sabar menanggungnya. namun , tampaknya, kata-kata yang
lembut mematahkan tulang, dan oleh sebab itu kita harus, dalam
semua kesempatan, mengucapkannya dengan bijak.
(25:16)
16 Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai eng-
kau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya.
Di sini:
1. Kita diperbolehkan merasakan kenikmatan-kenikmatan indrawi
secara sederhana dan secukupnya: kalau engkau mendapat madu,
itu bukanlah buah terlarang bagimu, seperti halnya bagi Yonatan.
Engkau boleh memakannya dengan mengucap syukur kepada
Allah, sebab Dia telah menciptakan hal-hal yang menyenangkan
bagi pancaindra kita dan membiarkan kita untuk memanfaatkan-
nya. Makanlah secukupnya, dan jangan lebih dari itu. Makanan
yang cukup sudah seperti makanan pesta.
2. Kita diperingatkan untuk waspada terhadap apa saja yang berle-
bihan. Kita harus memanfaatkan semua kesenangan seperti kita
memanfaatkan madu, dengan menahan nafsu kita, supaya jangan
kita mengambil melebihi apa yang baik bagi kita sehingga mem-
buat diri sendiri menjadi sakit dengannya. Kita berada dalam ba-
haya teramat besar untuk kehilangan apa yang paling manis, dan
oleh sebab itu orang-orang yang hidup bermewah-mewah setiap
hari perlu menjaga diri mereka sendiri, supaya hati mereka jangan
sarat oleh segala kemewahan. Kesenangan-kesenangan indrawi
kehilangan rasa manisnya jika digunakan secara berlebihan,
dan akan memuakkan, seperti madu, yang menjadi asam di da-
lam perut. Oleh sebab itu, sudah menjadi kepentingan kita, serta
juga kewajiban kita, untuk menggunakannya dengan sewajarnya.
17 Janganlah kerap kali datang ke rumah sesamamu, supaya jangan ia
bosan, lalu membencimu.
Di sini ia menyebutkan kesenangan lain yang tidak boleh kita turuti
terlalu berlebihan, yaitu kesenangan mengunjungi teman-teman kita.
Kalau kesenangan indrawi yang berlebihan bisa membuat diri kita
sendiri menjadi bosan, maka kesenangan mengunjungi teman ini
bisa membuat bosan sesama kita.
1. Sudah menjadi bagian dari kesopanan bila kita kadang-kadang
mengunjungi tetangga kita, untuk menunjukkan rasa hormat dan
kepedulian kita terhadap mereka, dan untuk saling mempererat
tali kasih serta menambah keakraban satu sama lain. Kita pun
akan mendapatkan kepuasan maupun keuntungan dari perca-
kapan dengan mereka.
2. Sudah merupakan hikmat, dan juga tata krama, bagi kita untuk
tidak menyusahkan teman-teman kita jika kita mengunjungi
mereka. Janganlah terlalu sering berkunjung, atau terlalu lama
tinggal, atau sengaja datang pada waktu makan, atau menyibuk-
kan diri dengan urusan-urusan keluarga mereka. Jika kita ber-
buat demikian, kita sendiri menjadikan diri kita murahan, ren-
dah, dan hanya menyusahkan orang lain. Tetanggamu, yang
diserbu dan dihantui oleh kunjungan-kunjunganmu, akan men-
jadi bosan terhadapmu, lalu membencimu, dan apa yang seharus-
nya meningkatkan persahabatan malah akan menghancurkan-
nya. Post tres sæpe dies piscis vilescit et hospes sesudah tiga hari,
ikan dan kawan terasa tidak enak. Keakraban menumbuhkan
sikap merendahkan. Nulli te facias nimis sodalem Jangan terlalu
akrab dengan siapa pun. Barangsiapa hidup dari belas kasihan
temannya akan kehilangan dia. Dengan demikian, betapa Allah
merupakan Teman yang jauh lebih baik dibandingkan teman mana
pun. Sebab, kita tidak perlu mengangkat kaki dari rumah-Nya,
dari takhta anugerah-Nya (8:34). Semakin sering kita datang ke-
pada-Nya, semakin baik, dan semakin kita disambut.
18 Orang yang bersaksi dusta terhadap sesamanya yaitu seperti gada, atau
pedang, atau panah yang tajam.
Di sini:
1. Dosa yang dikutuk yaitu bersaksi dusta terhadap sesama kita,
entah di pengadilan atau dalam percakapan biasa, yang berten-
tangan dengan perintah kesembilan.
2. Apa yang dikutuk di sini yaitu kejahatannya. Di dalamnyalah
ada kekuatan untuk menghancurkan bukan saja nama baik
orang melainkan juga kehidupan, harta milik, dan keluarga me-
reka, serta segala sesuatu yang mereka sayangi. Kesaksian palsu
itu berbahaya dalam segala hal. Kesaksian palsu yaitu gada
(atau tongkat untuk memukul otak manusia sampai keluar), se-
buah cambuk, yang tidak bisa ditangkis. Kesaksian palsu yaitu
pedang untuk melukai apa yang dekat, dan panah yang tajam
untuk melukai apa yang jauh. Oleh sebab itu, kita perlu berdoa,
ya TUHAN, lepaskanlah aku dari pada bibir dusta (Mzm. 120:2).
19 Kepercayaan kepada pengkhianat di masa kesesakan yaitu seperti gigi
yang rapuh dan kaki yang goyah.
1. Kepercayaan dari seorang pengkhianat (begitu sebagian orang
membacanya) akan menjadi seperti gigi yang rapuh. Kebijakan-
nya, kekuatannya, kepentingannya, semua yang diandalkannya
untuk mendukungnya dalam kefasikannya, akan mengecewakan
dia di masa kesesakan (Mzm. 52:9).
2. Kepercayaan kepada pengkhianat (begitu kita membacanya), ke-
pada orang yang kita sangka bisa dipercaya, dan oleh sebab itu
kepadanya kita bergantung, namun ternyata yang terjadi malah
sebaliknya. Kepercayaan itu ternyata bukan saja tidak berguna,
namun juga menyakitkan dan menjengkelkan, seperti gigi yang ra-
puh, atau kaki yang goyah, yang, jika kita tekan-tekan, bukan
saja akan mengecewakan kita namun juga membuat kita merasa-
kan sakitnya, terutama di masa kesesakan, saat kita paling
mengharapkan pertolongan darinya. Kepercayaan itu seperti tong-
kat bambu yang patah terkulai (Yes. 36:6). Kepercayaan kepada
Allah yang setia, di masa kesesakan, tidak akan seperti itu. Ke-
pada-Nya kita bisa bersandar dan di dalam Dia kita bisa berdiam
dengan tenang.
20 Orang yang menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih yaitu seperti
orang yang menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti cuka pada luka.
Inilah:
1. Keganjilan yang ditegur di sini yaitu menyanyikan nyanyian un-
tuk hati yang sedih. Orang yang sedang sangat berduka haruslah
kita hibur dengan cara menunjukkan rasa simpati kepada mere-
ka, berduka dengan mereka, dan ikut meratap bersama mereka.
Jika kita mengikuti cara itu, barangkali saja bibir kita bisa mere-
dakan dukacita mereka (Ayb. 16:5, KJV; TB: Aku akan menguatkan
hatimu dengan mulut, dan tidak menahan bibir mengatakan belas
kasihan pen.). namun kita mengambil jalan salah jika kita me-
nyangka dapat meringankan beban mereka dengan bersikap
gembira kepada mereka, dan berusaha membuat mereka bergem-
bira. Dengan cara seperti ini, mereka akan semakin sedih sebab
melihat teman-teman mereka begitu kurang peduli terhadap me-
reka. Itu membuat mereka mengungkit-ungkit segala penyebab
dari dukacita mereka, dan membesar-besarkannya, dan membuat
mereka mengeraskan diri di dalam penderitaan melawan gempur-
an-gempuran kegembiraan.
2. Tindakan-tindakan yang tidak masuk akal ini diibaratkan dengan
menanggalkan baju dari seseorang di musim dingin, yang mem-
buatnya bertambah dingin, dan mengucurkan cuka pada luka,
yang, seperti air pada kapur, membuatnya meragi. Betapa tidak
pantas, begitu tidak layak, menyanyikan lagu-lagu ceria kepada
orang yang sedang bersedih hati. Sebagian orang membacanya
dalam arti yang berlawanan: seperti orang yang memakai baju di
musim dingin menghangatkan tubuh, atau seperti cuka pada luka
melarutkannya, demikian pula siapa yang menyanyikan nyanyian
penghiburan kepada orang yang sedang berduka menyegarkannya
dan mengusir kesedihannya.
Pengampunan terhadap Musuh
21 Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, beri-
lah dia minum air. 22 sebab engkau akan menimbun bara api di atas kepala-
nya, dan TUHAN akan membalas itu kepadamu.
Dengan ini tampak bahwa, betapapun ahli-ahli Taurat dan orang-
orang Farisi sudah merusakkan hukum Taurat, tidak hanya perintah
untuk mengasihi saudara-saudari kita, namun juga bahkan perintah
untuk mengasihi musuh-musuh kita yaitu bukan saja perintah
baru, melainkan juga perintah lama, perintah dari Perjanjian Lama.
Namun, Juruselamat kita telah memberikannya kepada kita dengan
kekuatan baru dari teladan-Nya sendiri yang agung dalam mengasihi
kita saat kita menjadi musuh-musuh-Nya.
Amatilah:
1. Bagaimana kita harus mengungkapkan kasih kita kepada musuh-
musuh kita dengan perbuatan-perbuatan baik yang nyata, bah-
kan perbuatan-perbuatan yang menuntut banyak biaya dari kita
dan yang paling dapat diterima oleh mereka: Jika mereka lapar
dan dahaga, dibandingkan menyenangkan dirimu dengan kesusahan
mereka dan mencari-cari cara untuk menghabiskan persediaan
mereka, ringankanlah beban mereka, seperti yang diperbuat Elisa
terhadap orang-orang Aram yang datang untuk menangkapnya
(2Raj. 6:22).
2. Dorongan apa yang diberikan kepada kita untuk melakukannya.
(1) Mengampuni musuh akan menjadi sarana yang mungkin un-
tuk memenangkan mereka, dan membawa mereka untuk ber-
damai dengan kita. Kita akan melembutkan hati mereka se-
perti halnya penghalus meleburkan logam di dalam wadah,
bukan hanya dengan menaruhnya di atas api, namun juga de-
ngan menimbunkan bara-bara api di atasnya. Cara untuk
mengubah lawan menjadi kawan yaitu dengan memperlaku-
kannya seperti seorang kawan. Jika hal itu tidak meme-
nangkan dia, maka itu akan memperberat dosa dan hukuman-
nya, dan menimbun bara api murka Allah di atas kepalanya,
sama seperti bersukacita di dalam malapetaka yang menimpa-
nya bisa menjadi kesempatan untuk membuat Allah mema-
lingkan murka-Nya dari dia (24:17).
(2) Namun, kita tidak akan menjadi pecundang dengan menyang-
kal diri: Apakah dia melunak terhadap engkau atau tidak,
TUHAN akan membalas itu kepadamu. Ia akan mengampuni
engkau yang sudah menunjukkan dirimu sebagai orang yang
berjiwa pengampun. Ia akan memberikan persediaan bagimu
jika engkau sedang dalam kesusahan (meskipun engkau
sudah berlaku jahat dan tidak tahu berterima kasih), seperti
yang engkau lakukan terhadap musuhmu. Setidak-tidaknya
perbuatanmu itu akan dibalas pada hari kebangkitan orang
benar, saat kebaikan-kebaikan yang diperbuat terhadap mu-
suh-musuh kita akan diingat, seperti halnya kebaikan-kebaik-
an yang ditunjukkan kepada sahabat-sahabat Allah.
23 Angin utara membawa hujan, bicara secara rahasia muka marah.
Lihatlah di sini:
1. Bagaimana kita harus mencegah dosa dan bersaksi melawannya,
dan khususnya dosa memfitnah dan mengumpat. Kita harus
mengernyitkan dahi terhadap perbuatan dosa, dan dengan mem-
perlihatkan muka marah, berusaha menyingkirkannya dari wajah
kita. Fitnah tidak akan begitu mudah diucapkan seperti yang se-
ring kali terjadi jika saja tidak begitu cepat didengar. Dengan peri-
laku yang sopan kita dapat membungkam seorang pemfitnah jika
ia melihat bahwa cerita-ceritanya tidak menyenangkan kumpulan
temannya. Kita harus menunjukkan kegelisahan kita jika mende-
ngar seorang teman yang kita kasihi, yang kita hargai, dipergun-
jingkan dengan jahat. Ketidaksukaan yang sama harus kita tun-
jukkan terhadap segala pergunjingan yang jahat apa saja. Jika
kita tidak dapat menegur dengan mulut, kita bisa menunjukkan-
nya dengan wajah kita.
2. Dampak baik dari menunjukkan ketidaksukaan terhadap dosa
itu. Siapa tahu hal itu dapat membungkam dan mengusir lidah
yang bicara secara rahasia? Dosa, jika diperbolehkan, akan ber-
tambah berani, namun , jika ditegur, ia akan sadar tentang aibnya
sendiri sehingga menjadi pengecut. Khususnya dampak terhadap
dosa pergunjingan sangat besar, sebab banyak orang melecehkan
orang lain yang mereka bicarakan hanya sebab berharap ingin
disenangi oleh orang-orang yang sedang mereka ajak berbicara.
24 Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah de-
ngan wanita yang suka bertengkar.
Ayat ini sama dengan apa yang sudah dikatakan Salomo sebelumnya
Amatilah:
1. Betapa kasihan orang-orang yang menanggung beban secara
tidak seimbang, terutama bila mereka harus tinggal dengan orang
yang suka cekcok dan bertengkar, entah suami atau istri. Sebab
hal itu sama-sama berlaku bagi keduanya. Lebih baik hidup sen-
diri dibandingkan harus hidup bersama orang yang bukannya menjadi
penolong yang sepadan namun justru menjadi penghalang bagi kita
untuk menikmati kenyamanan hidup.
2. Betapa kadang-kadang harus dicemburui orang-orang yang hidup
sendiri. Oleh sebab mereka tidak mendapat penghiburan dari
warga , mereka pun bebas dari gangguannya. Dan sebagai-
mana ada masanya orang berkata, Berbahagialah rahim yang
tidak pernah mengandung, demikian pula ada masanya orang
berkata, Berbahagialah laki-laki yang tidak pernah menikah, namun
yang berbaring seperti seorang hamba pada sudut sotoh rumah.
25 Seperti air sejuk bagi jiwa yang dahaga, demikianlah kabar baik dari negeri
yang jauh.
Lihatlah di sini:
1. Betapa sudah menjadi hal yang wajar bagi kita untuk ingin men-
dengar kabar baik dari teman-teman kita, dan yang mengenai
urusan-urusan kita di tempat yang jauh. Kadang-kadang dengan
tidak sabar kita berharap mendengar kabar dari negeri yang jauh.
Jiwa kita haus akan kabar itu. namun kita harus menahan keingin-
an itu agar jangan sampai berlebihan. Jika kabar buruk, maka da-
tangnya akan terlalu cepat, jika kabar baik, maka akan disambut
di setiap saat.
2. Betapa kabar baik seperti itu akan disambut dengan baik jika
benar-benar datang, yang akan menyegarkan seperti air dingin
bagi orang yang dahaga. Salomo sendiri mempunyai banyak urus-
an dagang di luar negeri, seperti juga hubungan surat-menyurat
melalui para dutanya dengan kerajaan-kerajaan asing. sebab itu,
ia sungguh tahu melalui pengalamannya betapa senang hatinya
bila mendengar keberhasilan dari perundingan-perundingan da-
gangnya di luar negeri. Sorga yaitu negeri yang jauh. Dan, beta-
pa menyejukkannya mendengar kabar baik dari sana, baik dalam
Injil kekal, yang berarti kabar gembira, maupun dalam kesaksian
Roh bersama roh kita bahwa kita yaitu anak-anak Allah.
26 Seperti mata air yang keruh dan sumber yang kotor, demikianlah orang
benar yang kuatir di hadapan orang fasik.
Di sini digambarkan sebagai hal yang sangat diratapi dan membawa
kesedihan bagi orang banyak, dan akan berakibat buruk bagi banyak
orang, seperti keruhnya mata air dan kotornya sumber air, jika
orang benar khawatir di hadapan orang fasik, maksudnya,
1. jika orang benar jatuh ke dalam dosa di depan mata orang fa-
sik. Yakni, jika mereka melakukan apa saja yang tidak sesuai
dengan pengakuan mereka sendiri, yang dikabarkan di Gat, dan
diberitakan di lorong-lorong Askelon, dan yang di dalamnya ber-
sukacita anak-anak wanita orang Filistin. jika orang-orang
yang sudah terkenal akan hikmat dan kehormatannya jatuh dari
keunggulan mereka, maka ini mengeruhkan mata air dengan men-
dukakan sebagian orang, dan mengotori sumber dengan membuat
orang lain ikut tertular, serta mendorong mereka untuk berani
melakukan hal yang serupa.
2. jika orang benar ditindas, dijatuhkan, dan diinjak-injak de-
ngan kekerasan atau kelicikan orang jahat, dilempar dan dibuang
ke dalam pengasingan, maka ini mengeruhkan mata air keadilan
dan mengotori sumber pemerintahan itu sendiri (28:12, 28; 29:2).
3. jika orang benar bersikap seperti pengecut, merendahkan diri
kepada orang fasik, takut menentang kefasikannya dan dengan
hina menyerah kepadanya, maka ini merupakan cela atas agama,
mematahkan semangat orang baik, dan memperkuat tangan
orang-orang berdosa dalam dosa-dosa mereka, dan dengan demi-
kian seperti mata air yang keruh dan sumber yang kotor.
27 Tidaklah baik makan banyak madu; sebab itu biarlah jarang kata-kata
pujianmu.
I. Dua hal yang terhadapnya kita harus mati dengan pertolongan
rahmat ilahi:
1. Terhadap kesenangan-kesenangan indrawi, sebab tidaklah
baik makan banyak madu. Meskipun madu menyenangkan
rasa, dan, jika dimakan secukupnya, sangat menyehatkan,
namun, jika dimakan berlebihan, akan membuat perut mual,
menciptakan cairan pahit empedu, dan mengundang banyak
penyakit. Sungguh benar untuk semua kesenangan anak-anak
manusia bahwa semuanya itu akan membuat bosan, namun
tidak pernah memuaskan, dan semuanya itu berbahaya bagi
orang-orang yang membiarkan diri mereka menggunakannya
dengan bebas.
2. Terhadap pujian dari manusia. Kita tidak boleh serakah meng-
harapkan pujian sama seperti mengharapkan kesenangan,
sebab , bila manusia mencari kemuliaan mereka sendiri, ingin
disoraki dan disenangi banyak orang, maka itu bukanlah ke-
muliaan mereka, melainkan aib mereka. Semua orang akan
menertawakan mereka sebab nya. Dan juga, kemuliaan yang
diinginkan seperti itu bukanlah kemuliaan jika diperoleh,
sebab itu sungguh bukanlah kehormatan yang sejati bagi ma-
nusia.
II. Sebagian orang memberikan pengertian yang lain untuk ayat ini:
tidaklah baik makan banyak madu, namun menyelidiki perkara-
perkara yang mulia dan unggul itu yaitu pujian yang besar, itu
yaitu kemuliaan yang sejati. Bila kita melakukannya secara
berlebihan, kita tidak melakukan pelanggaran apa pun. Sebagian
yang lain membacanya seperti ini: Seperti madu, meskipun me-
nyenangkan rasa, jika dimakan secara berlebihan akan mem-
bebani perut, demikian pula penyelidikan yang dipicu oleh rasa
penasaran yang berlebihan akan perkara-perkara yang agung dan
mulia, meskipun itu menyenangkan bagi kita, namun jika kita
mengorek-oreknya terlalu jauh, akan membuat kemampuan-ke-
mampuan kita kewalahan oleh kemuliaan dan kemilau yang lebih
besar dibandingkan yang dapat kita tanggung. Atau seperti ini: Eng-
kau mungkin akan bosan bila makan terlalu banyak madu, namun
kemuliaan yang terakhir, kemuliaan mereka, yaitu kemuliaan
orang-orang yang terberkati, yaitu sungguh-sungguh kemuliaan.
Kemuliaan itu akan senantiasa segar, dan tidak akan pernah
membosankan hasrat.
28 Orang yang tak dapat mengendalikan diri yaitu seperti kota yang roboh
temboknya.
Di sini:
1. Tersirat tabiat baik dari orang yang bijak dan berbudi luhur. Ia
yaitu seorang yang dapat mengendalikan diri. Ia terus mengatur
dirinya, dan mengatur nafsu serta amarahnya, dan tidak mem-
biarkannya memberontak melawan akal budi dan hati nurani. Ia
mampu mengatur pikiran-pikiran, keinginan-keinginan, kecende-
rungan-kecenderungan, dan kebencian-kebenciannya sendiri, dan
senantiasa memelihara semuanya itu tetap teratur.
2. Keadaan buruk yang terjadi pada orang keji, yang tidak dapat
mengendalikan diri seperti ini, yang, saat godaan-godaan untuk
makan atau minum secara berlebihan muncul di hadapannya,
tidak bisa menahan diri, dan saat dipancing-pancing amarah-
nya meledak melampaui batas-batas kewajaran. Orang seperti ini
yaitu seperti kota yang roboh temboknya. Segala sesuatu yang
baik lenyap dan meninggalkan dia, dan segala sesuatu yang jahat
mendobrak masuk ke dalam dirinya. Ia rentan terhadap semua
godaan Iblis dan menjadi mangsa yang empuk bagi si musuh itu.
Ia juga menjadi mudah terkena banyak masalah dan gangguan.
Hal itu menjadi cela baginya sama seperti bagi kota jika roboh
temboknya (Neh. 1:3).
1 Seperti salju di musim panas dan hujan pada waktu panen, demikian
kehormatan pun tidak layak bagi orang bebal.
Perhatikanlah:
1. Sudah terlalu lazim kita melihat bahwa kehormatan diberikan ke-
pada orang-orang bodoh, padahal mereka sama sekali tidak layak
untuk menerimanya dan tidak pantas untuk itu. Orang-orang ja-
hat, yang tidak punya kecerdasan atau niat baik, kadang-kadang
malah lebih disukai oleh para raja, dan dipuji serta dielu-elukan
oleh orang banyak. Pada banyak tempat yang tinggi, didudukkan
orang bodoh, sebagaimana yang diamati oleh Salomo (Pkh. 10:6).
2. Sangatlah tidak masuk akal dan tidak pantas bila terjadi demi-
kian. Itu tidaklah wajar, seperti salju di musim panas, dan menda-
tangkan kekacauan besar di dalam warga , seperti yang juga
akan terjadi dengan perputaran alam dan pergantian musim-mu-
sim sepanjang tahun. Bahkan, itu bisa sangat merugikan seperti
hujan pada waktu panen, yang menghalang-halangi para petani
dan merusakkan hasil-hasil bumi saat siap dikumpulkan. Apa-
bila orang-orang jahat berkuasa, mereka biasanya menyalahguna-
kan kekuasaan mereka, dengan menekan kebajikan dan menyo-
kong kefasikan, sebab mereka tidak punya hikmat untuk mema-
hami kefasikan, dan anugerah untuk membencinya.
2 Seperti burung pipit mengirap dan burung layang-layang terbang, demi-
kianlah kutuk tanpa alasan tidak akan kena.
Inilah:
1. Bodohnya amarah itu. Amarah membuat orang menebarkan ku-
tuk tanpa alasan, menginginkan yang jahat bagi orang lain sebab
berprasangka bahwa mereka jahat dan sudah berbuat jahat.
Padahal, mereka salah menuduh orang atau salah memahami ke-
jadian yang sebenarnya, atau mereka menyebut yang jahat seba-
gai baik dan yang baik sebagai jahat. Berilah kehormatan kepada
orang bodoh, maka ia akan menggelegarkan laknat-laknatnya ter-
hadap semua orang yang ia muaki, tidak peduli apakah mereka
benar atau salah. Orang-orang besar, jika mereka fasik, me-
nyangka bahwa mereka memiliki hak istimewa untuk menjaga
orang-orang di sekitar mereka tetap hormat kepada mereka, dengan
mengutuk mereka dan menyumpahi mereka. Namun, mereka tidak
sadar bahwa hal itu justru mengungkapkan kebencian mereka aki-
bat ketidakberdayaan mereka sendiri, dan menunjukkan kelemah-
an seperti juga kefasikan mereka.
2. Perasaan aman bila kita tidak bersalah. jika orang dikutuk
tanpa alasan, entah dengan celaan-celaan yang penuh kegeraman
atau laknat-laknat yang diucapkan dengan penuh kesungguhan,
maka kutuk itu sama sekali tidak akan membahayakan dia, ba-
gaikan burung yang terbang melintas di atas kepalanya. Ini se-
perti kutuk-kutuk Goliat terhadap Daud (1Sam. 17:43). Kutuk itu
akan terbang menghilang seperti burung pipit atau burung mer-
pati liar, yang perginya tidak diketahui oleh siapa pun, sampai
mereka kembali ke tempat mereka yang sebenarnya, sebab kutuk-
an pada akhirnya akan kembali ke atas kepala orang yang meng-
ucapkannya.
3 Cemeti yaitu untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk
punggung orang bebal.
Di sini:
1. Orang fasik dibandingkan dengan kuda dan keledai, begitu seru-
panya mereka dengan binatang, begitu tidak berakal budi, tak
terkendalikan, dan tidak bisa diatur kecuali dengan paksaan atau
ancaman. Begitu dalamnya dosa telah menenggelamkan manusia,
begitu jauh rendah di bawah martabat mereka sendiri. Manusia
memang dilahirkan seperti anak keledai liar, namun seperti halnya
sebagian orang melalui anugerah Allah diubahkan, dan berakal
budi, demikian pula sebagian yang lain melalui kebiasaan berdosa
menjadi mengeras, dan semakin lama semakin dungu, seperti
kuda atau bagal (Mzm. 32:9).
2. Arahan diberikan untuk menggunakan cemeti dan kekang seba-
gaimana mestinya. Para raja, dibandingkan memberikan kehormatan
bagi orang bebal (ay. 1), harus menimpakan penghinaan ke atas
orang fasik. dibandingkan menyerahkan kekuasaan ke dalam tangan-
nya, lebih baik menjalankan kekuasaan atas dia. Kuda yang liar
perlu cemeti untuk membetulkannya, dan keledai perlu kekang
untuk mengarahkan dan menegur dia jika keluar jalur. Demi-
kian pula orang keji, yang tidak mau dibimbing atau dikekang
oleh agama dan akal budi, harus dicambuk dan dikekang, harus
ditegur dengan keras, dan dibuat menderita atas kesalahan yang
telah diperbuatnya, serta harus dikendalikan supaya tidak me-
langgar lagi.
4 Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan eng-
kau sendiri menjadi sama dengan dia. 5 Jawablah orang bebal menurut
kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak.
Lihatlah di sini betapa aman serta mulia gaya bahasa Alkitab, yang
tampak bertentangan dengan dirinya sendiri, padahal sebenarnya
tidak. Orang-orang bijak perlu dibimbing bagaimana harus berurus-
an dengan orang-orang bodoh. Dan mereka tidak pernah lebih me-
merlukan hikmat selain saat berurusan dengan orang-orang seperti
itu, untuk mengetahui kapan harus diam dan kapan harus berbicara,
sebab ada waktu untuk kedua-duanya.
1. Dalam perkara-perkara tertentu, orang bijak janganlah menyama-
kan kecerdasannya dengan orang bebal sampai mau menjawab
dia menurut kebodohannya. Jika ia memegahkan dirinya sendiri,
janganlah menjawab dia dengan memegahkan dirimu sendiri. Jika
ia menista dan marah-marah, janganlah engkau balas menista
dan marah-marah. Jika ia mengatakan satu kebohongan besar,
janganlah engkau mengatakan kebohongan lain untuk menan-
dinginya. Jika ia memfitnah teman-temanmu, janganlah engkau
memfitnah teman-temannya. Jika ia mengolok-olok, janganlah
menjawab dia dalam bahasanya sendiri, supaya jangan engkau
sendiri menjadi sama dengan dia. Engkau mengetahui hal-hal
lebih baik, lebih berpengertian, dan lebih terdidik dengan baik.
2. Namun, dalam perkara-perkara lain, orang bijak harus meng-
gunakan hikmatnya untuk menginsafkan orang bebal, jika ,
dengan memperhatikan apa yang dikatakannya, mungkin saja
ada harapan bagi orang bijak itu untuk berbuat kebaikan, atau
setidak-tidaknya mencegah kejahatan yang lebih jauh, terhadap
dirinya sendiri atau orang lain. Jika engkau berpikir, kalau diam
akan dipandang sebagai bukti bahwa engkau kalah dalam per-
karamu atau engkau sendiri lemah, maka jawablah dia, dan biar-
lah jawaban itu ad hominem ditujukan kepada orangnya. Han-
tam dia dengan senjata-senjatanya sendiri, dan itu akan menjadi
jawaban ad rem langsung tertuju pada pokok persoalannya atau
yang sebaik itu. Jika ia memberikan suatu pernyataan yang tam-
pak seperti bantahan, jawablah itu, dan sesuaikanlah jawabanmu
dengan perkaranya. Jika ia menyangka, sebab engkau tidak
menjawabnya, bahwa apa yang dikatakannya tak terbantahkan,
maka berilah dia jawaban, supaya jangan ia menganggap dirinya
bijak dan menyombongkan suatu kemenangan. Sebab Hikmat
harus dibenarkan oleh anak-anaknya (Luk. 7:35).
6 Siapa mengirim pesan dengan perantaraan orang bebal mematahkan kaki-
nya sendiri dan meminum kecelakaan. 7 Amsal di mulut orang bebal yaitu
seperti kaki yang terkulai dari pada orang yang lumpuh. 8 Seperti orang
menaruh batu di umban, demikianlah orang yang memberi hormat kepada
orang bebal. 9 Amsal di mulut orang bebal yaitu seperti duri yang menusuk
tangan pemabuk.
Untuk menganjurkan hikmat kepada kita, dan untuk menggugah kita
agar rajin menggunakan segala sarana untuk mendapat hikmat, di sini
Salomo menunjukkan bahwa orang-orang bebal tidak pantas untuk
apa pun. Mereka itu orang-orang dungu, yang tidak akan pernah ber-
pikir dan merancangkan apa-apa. Mereka itu orang-orang keji, yang
tidak akan pernah berpikir dan merancangkan apa-apa dengan baik.
1. Mereka tidak pantas dipercayakan urusan apa pun, tidak pantas
disuruh mengerjakan suatu kepentingan (ay. 6): siapa yang me-
ngirim pesan dengan perantaraan orang bebal, yaitu orang yang
gegabah dan tak acuh, yang cuma ingin bermain-main dan ber-
senang-senang sehingga ia tidak dapat berpikir apa-apa dengan
sungguh-sungguh, ia akan mendapati pe