Tampilkan postingan dengan label amsal 22. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 22. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 22


 r tahun 46 M – pen.) menyampaikan satu perkataan dari Cato 

Major (seorang negarawan Romawi yang hidup pada tahun 234-

149 SM – pen.), bahwa “orang-orang bijak lebih diuntungkan oleh 

orang-orang bodoh, dibandingkan  orang-orang bodoh oleh orang-orang 

bijak. Sebab orang-orang bijak akan menghindari segala kesalah-

an orang-orang bodoh, namun  orang-orang bodoh tidak akan meni-

ru segala kebajikan orang-orang bijak.” Salomo berkata bahwa ia 

menarik suatu pelajaran dari apa yang dilihatnya ini, meskipun 

itu tidak menyarankan kepadanya suatu gagasan atau pemikiran 

baru, namun  hanya mengingatkan dia akan suatu pengamatan 

yang sudah dibuatnya sendiri sebelumnya. Yang dulu diamatinya 

itu yaitu  kebodohan yang menggelikan dari seorang pemalas 

(saat  harus bekerja, ia berbaring malas-malasan di tempat ti-

durnya dan berteriak, tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, 

dan masih sebentar-sebentar lagi, sampai kedua matanya terpe-

jam. Lalu, bukannya disegarkan oleh tidur untuk bekerja, seba-

gaimana pada orang-orang bijak, ia menjadi lesu, lemas, dan tidak 

berguna untuk apa pun). Salomo sebelumnya juga mengamati 

kesengsaraan tertentu yang mengikuti si pemalas itu: kemiskinan-

nya datang seperti seorang penyerbu. Kemiskinan itu datang se-

makin dekat dan dekat kepadanya, dan akan menimpanya dengan 

cepat, dan menyergapnya tanpa bisa dielakkannya, seperti oleh 

seorang yang bersenjata, seperti oleh seorang penyamun di tengah 

jalan yang akan melucuti apa saja yang dimilikinya. Nah, ini ber-

laku bukan hanya pada urusan duniawi kita, untuk menunjuk-

kan betapa memalukannya kemalasan dalam mengerjakan urus-

an duniawi itu, betapa membahayakan hal itu bagi keluarga, 

namun  juga pada perkara-perkara jiwa kita.  

Perhatikanlah:  

(1) Jiwa kita yaitu  ladang dan kebun anggur kita, yang oleh 

setiap kita harus dirawat, dihiasi, dan dijaga. Jiwa kita mampu 

berkembang jika diolah dengan baik. Sehingga darinya akan 

didapat sesuatu yang menjadi buah-buah yang makin mem-

perbesar keuntungan kita. Kita diserahi tanggung jawab atas-

nya, untuk mendiaminya sampai Tuhan kita datang. Dan di-

tuntut jerih payah yang besar dari kita untuk memeliharanya.  

(2) Ladang dan kebun anggur ini sering kali berada dalam keada-

an yang buruk, bukan saja tidak ada buah yang tumbuh di 

dalamnya, namun  juga semuanya tertutup oleh onak dan jeruju 

(segala hawa nafsu, kesombongan, ketamakan, kedagingan, 

dan kebencian berlebihan yang menggores dan menyengat 

yaitu  onak dan jeruju, anggur-anggur liar, yang tumbuh dari 

hati yang tidak dikuduskan). Selain itu, tidak ada penjaga 

yang ditempatkan untuk mengawasi musuh, malah temboknya 

sudah roboh, dan semuanya berserakan di mana-mana, se-

muanya terbuka terhadap bahaya.  

(3) Terjadinya keadaan itu yaitu    sebab  kemalasan dan kebo-

dohan orang berdosa sendiri. Ia seorang pemalas, suka tidur, 

dan benci bekerja. Ia tidak berakal budi, tidak mengerti urus-

annya maupun kepentingannya. Ia benar-benar sudah kehi-

langan akal.  

(4) Pada akhirnya hal itu akan menjadi kehancuran bagi jiwa dan 

segala sesuatu yang mendatangkan kesejahteraan baginya. 

Kekurangan untuk selama-lamanya, itulah yang akan menim-

pa jiwanya, seperti diserbu oleh orang bersenjata. Dan kita 

tahu tempat seperti apa yang sudah dipersiapkan bagi orang 

fasik dan hamba yang malas itu.   

  

1 Juga ini yaitu  amsal-amsal Salomo yang dikumpulkan pegawai-pegawai 

Hizkia, raja Yehuda.  

Ayat ini merupakan judul dari kumpulan terakhir amsal-amsal Salo-

mo ini, sebab ia menguji dan menyusun banyak amsal, agar dengan-

nya ia bisa tetap mengajarkan kepada umat pengetahuan (Pkh. 12:9).  

Amatilah:  

1. Amsal-amsal itu yaitu  kepunyaan Salomo, yang disampaikannya 

sesuai dengan ilham ilahi yang diperolehnya, untuk digunakan 

oleh jemaat, perkataan-perkataan yang bijak dan berbobot ini. 

Kita sudah melihat banyak dari antaranya, namun  masih ada lagi. 

Namun, dalam hal ini Kristus lebih besar dibandingkan  Salomo, sebab 

seandainya kita mempunyai semua catatan tentang apa yang 

dikatakan dan diperbuat oleh Kristus sebagai pengajaran bagi 

kita, maka dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus 

ditulis itu (Yoh. 21:25).  

2. Yang mengumpulkan yaitu  hamba-hamba Hizkia, yang ada ke-

mungkinan dalam hal ini bertindak sebagai pegawai-pegawainya 

yang ditunjuk olehnya untuk melakukan pelayanan yang baik ini 

terhadap jemaat. Tugas ini merupakan salah satu dari tugas-

tugas baik yang dilakukan Salomo untuk pelaksanaan Taurat dan 

perintah Allah (2Taw. 31:21). Apakah ia mempekerjakan para nabi 

untuk pekerjaan ini, seperti Yesaya, Hosea, atau Mikha, yang 

hidup pada masanya, atau sebagian orang yang terdidik di seko-

lah-sekolah para nabi, atau sebagian dari para imam dan orang-

orang Lewi, yang kepada mereka kita mendapati ia memberikan 

perintah mengenai perkara-perkara ilahi (2Taw. 29:4), ataukah 

(seperti menurut pendapat orang-orang Yahudi) ia mempekerja-

kan para pembesar dan abdi negaranya, yang lebih tepat disebut 

sebagai hamba-hambanya, tidaklah pasti. Jika pekerjaan itu dila-

kukan oleh Elyakim, Yoah, dan Sebna, itu tidaklah merendahkan 

martabat mereka. Mereka menyalin amsal-amsal ini dari catatan-

catatan tentang pemerintahan Salomo, dan menambahkannya 

sebagai lampiran dalam terbitan sebelumnya dari kitab ini. Bisa 

jadi merupakan suatu pelayanan yang sangat baik bagi jemaat 

jika kita mengumpulkan karya-karya orang lain yang sudah ter-

sembunyi tanpa kejelasan dalam waktu yang mungkin sudah sa-

ngat lama. Beberapa orang berpendapat bahwa amsal-amsal ini 

dipilih dari tiga ribu amsal yang digubah Salomo (1Raj. 4:32) de-

ngan meninggalkan amsal-amsal yang berkenaan dengan benda-

benda dan ajaran tentang alam, dan hanya memelihara amsal-

amsal yang berkenaan dengan perkara-perkara ilahi dan moral. 

Dan dalam kumpulan ini beberapa orang mencermati bahwa ada 

perhatian khusus yang diberikan terhadap pengamatan-pengamat-

an yang berhubungan dengan para raja dan pemerintahan mereka. 

2 Kemuliaan Allah ialah merahasiakan sesuatu, namun  kemuliaan raja-raja ia-

lah menyelidiki sesuatu. 3 Seperti tingginya langit dan dalamnya bumi, demi-

kianlah hati raja-raja tidak terduga. 

Inilah:  

1. Sebuah contoh diberikan tentang kehormatan Allah: kemuliaan-

Nya ialah merahasiakan sesuatu. Ia tidak perlu menyelidiki apa 

pun, sebab Ia mengetahui segala sesuatu secara sempurna, de-

ngan pandangan yang jernih dan pasti, dan tidak ada yang dapat 

disembunyikan dari-Nya. Namun demikian, jalan-Nya sendiri ada-

lah melalui laut dan lorong-Nya melalui muka air yang luas. Nasi-

hat-nasihat-Nya dalam tak terselami (Rm. 11:33). Yang kita de-

ngar tentang Dia baru sedikit saja. Awan dan kekelaman ada 

sekeliling Dia. Kita melihat apa yang dilakukan-Nya, namun  kita 

tidak mengetahui alasan-alasannya. Sebagian orang merujuknya 

pada dosa-dosa manusia. Kemuliaan-Nya ialah mengampuni 

dosa, yaitu menutupinya, tidak mengingat-ingatnya, tidak menye-

butkannya. Kesabaran-Nya, yang ditunjukkan-Nya kepada orang-

orang berdosa, yaitu  juga kehormatan-Nya, yang di dalamnya Ia 

tampak berdiam diri dan mengabaikan permasalahannya.  

2. Contoh ganda dari kehormatan raja-raja:  

(1) yaitu  kemuliaan Allah bahwa Ia tidak perlu menyelidiki se-

suatu,   sebab  Ia mengetahuinya tanpa menyelidikinya. namun  

yaitu  kehormatan raja-raja, dengan penuh perhatian dan 

dengan menggunakan segala cara untuk mencari tahu, untuk 

menyelidiki perkara-perkara yang dibawa ke hadapan mereka, 

untuk bekerja keras memeriksa para pelanggar hukum, agar 

bisa mengungkapkan rancangan-rancangan mereka dan me-

nerangkan pekerjaan-pekerjaan gelap yang tersembunyi. Ada-

lah kehormatan raja-raja untuk tidak memberikan penghakim-

an secara tergesa-gesa atau sebelum mereka menimbang-nim-

bang segala sesuatunya, atau tidak menyerahkan sepenuhnya 

kepada orang lain untuk memeriksa perkara-perkara, namun  

melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri.  

(2) yaitu  kemuliaan Allah bahwa Ia sendiri tidak dapat ditemu-

kan dengan cara menyelidiki, dan sebagian dari kehormatan 

itu dilimpahkan kepada raja-raja, raja-raja yang bijaksana, 

yang menyelidiki sesuatu. Hati mereka tidak terduga, seperti 

tingginya langit atau dalamnya bumi, yang dapat kita perkira-

kan namun  tidak dapat kita ukur. Para raja memiliki arcana 

imperii – rahasia-rahasia negara mereka, rancangan-rancang-

an yang dirahasiakan dan alasan-alasan kenegaraan, yang 

tidak mampu dinilai orang-orang biasa, dan oleh sebab itu 

tidak boleh diselidiki mereka. Raja-raja yang bijaksana, apa-

bila mereka menyelidiki sesuatu, bisa melakukan apa yang 

tidak akan pernah terpikirkan orang, seperti Salomo, saat  ia 

meminta dibawakan sebilah pedang untuk membelah seorang 

anak yang hidup dengan maksud menyingkapkan siapa ibu-

nya yang sebenarnya. 

4 Sisihkanlah sanga dari perak, maka keluarlah benda yang indah bagi pan-

dai emas. 5 Sisihkanlah orang fasik dari hadapan raja, maka kokohlah takh-

tanya oleh kebenaran. 


Ini menunjukkan bahwa usaha yang gigih dari seorang raja untuk 

menekan perbuatan-perbuatan jahat dan memperbarui perilaku rak-

yatnya, yaitu  cara yang paling mujarab untuk menyokong peme-

rintahannya.  

Amatilah: 

1. Apa kewajiban dari para penguasa: yaitu menyisihkan orang fasik, 

menggunakan kekuasaan mereka untuk mengancam perbuatan-

perbuatan jahat dan para pembuat kejahatan. Bukan hanya 

mengusir orang-orang yang keji dan cemar dari hadapan mereka, 

serta melarang mereka memasuki istana, namun  juga menakut-

nakuti dan menahan mereka dengan sedemikian rupa sehingga 

mereka tidak menularkan kefasikan mereka ke tengah-tengah 

rakyatnya. Ini dinamakan menyisihkan sanga dari perak, yang 

dilakukan dengan kekuatan api. Orang fasik yaitu  sanga pada 

bangsa, ampas pada negeri, dan, sebagai sanga dan ampas, mere-

ka harus dibuang. Jika manusia tidak mau membuang mereka, 

maka Allah yang akan melakukannya (Mzm. 119:119). Jika orang 

fasik disisihkan dari hadapan raja, jika raja meninggalkan mereka 

dan menunjukkan kebenciannya terhadap jalan-jalan mereka 

yang fasik, maka itu akan berdampak jauh sampai melumpuhkan 

mereka untuk berbuat kejahatan. Pembaharuan di dalam istana 

akan mendorong pembaharuan di dalam kerajaan (Mzm. 101:3-8).  

2. Apa untungnya jika mereka melakukan kewajiban ini.  

(1) Hal itu akan membuat rakyat menjadi lebih baik. Mereka akan 

dibuat seperti perak yang sudah dimurnikan, cocok untuk di-

jadikan bejana-bejana kemuliaan.  

(2) Hal itu akan memantapkan kedudukan sang raja. Kokohlah 

takhtanya oleh kebenaran ini, sebab Allah akan memberkati 

pemerintahannya, rakyat akan menurut padanya, dan dengan 

demikian pemerintahannya akan bertahan. 

6 Jangan berlagak di hadapan raja, atau berdiri di tempat para pembesar. 7 

  sebab  lebih baik orang berkata kepadamu: “Naiklah ke mari,” dari pada eng-

kau direndahkan di hadapan orang mulia. 

Di sini kita melihat: 

1. Sama sekali tidaklah benar bahwa agama itu menghancurkan 

perilaku yang baik. Sebaliknya, agama justru mengajar kita untuk 

bersikap rendah hati dan hormat terhadap atasan-atasan kita, 

untuk menjaga jarak, dan memberikan tempat bagi orang-orang 

yang berhak mendudukinya. “Jangan bersikap kasar dan gegabah 

di hadapan raja atau di hadapan para pembesar. Jangan memban-

ding-bandingkan dirimu dengan mereka” (begitu sebagian orang me-

mahaminya). “Jangan bersaing dengan mereka dalam hal pakaian, 

perabotan rumah tangga, kebun ladang, perawatan rumah, atau 

pelayan-pelayan, sebab itu merupakan suatu penghinaan bagi 

mereka, dan akan merendahkan kedudukanmu sendiri.”  

2. Bahwa agama mengajar kita kerendahan hati dan penyangkalan 

diri, yang merupakan pelajaran yang lebih baik dibandingkan  pelajaran 

tentang sopan santun: “Sangkallah dirimu dari tempat yang ber-

hak engkau duduki. Jangan ingin pamer, atau berusaha naik 

jabatan, atau menempatkan dirimu di antara kumpulan orang 

yang ada di atasmu. Puaslah dengan kedudukan yang rendah jika 

memang itu yang sudah ditetapkan Allah bagimu.” Alasan yang 

diberikannya yaitu    sebab  inilah sesungguhnya jalan untuk 

maju, seperti yang ditunjukkan oleh Juruselamat kita dalam se-

buah perumpamaan yang tampak meminjam dari sini (Luk. 14:9). 

Bukan berarti bahwa oleh   sebab  itu kita harus berpura-pura 

bersikap sederhana dan rendah hati, dan menjadikannya sebagai 

alat untuk mencapai kehormatan, namun  oleh   sebab  itu kita harus 

benar-benar bersikap sederhana dan rendah hati, sebab Allah 

akan memberikan kehormatan kepada orang-orang seperti itu, 

dan demikian pula yang akan dilakukan manusia. Lebih baik, 

demi kepuasan dan nama baik kita, kita ditinggikan melebihi apa 

yang dikatakan dan diharapkan, dibandingkan  dilemparkan lebih ren-

dah dibandingkan  itu, di hadapan raja.   sebab , merupakan kehormat-

an besar jika kita diakui di hadapan dia, dan merupakan kelan-

cangan besar jika kita sampai meninggikan diri tanpa izin. 

Apa matamu lihat, 8 jangan terburu-buru kaubuat perkara pengadilan. Ka-

rena pada akhirnya apa yang engkau dapat lakukan, kalau sesamamu telah 

mempermalukan engkau? 9 Belalah perkaramu terhadap sesamamu itu, teta-

pi jangan buka rahasia orang lain, 10 supaya jangan orang yang mendengar 

engkau akan mencemoohkan engkau, dan umpat terhadap engkau akan 

tidak hilang. 

I. Di sini ada nasihat baik yang diberikan tentang mengajukan per-

kara ke pengadilan:  

1. “Janganlah gegabah memperkarakan suatu tindakan, sebelum 

engkau sendiri mempertimbangkannya dan meminta nasihat 

dari teman-temanmu tentang hal itu: jangan terburu-buru kau-

buat perkara pengadilan. Jangan mengirimkan tuntutan per-

kara kalau hati sedang marah, atau sesudah  melihat apa yang 

pada awalnya tampak benar bagi pihakmu, namun  pertimbang-

kanlah permasalahannya dengan hati-hati,   sebab  kita cende-

rung berat sebelah dalam menilai perkara kita sendiri. Pertim-

bangkanlah kepastian dari biaya yang harus dikeluarkan dan 

ketidakpastian dari keberhasilannya, betapa besar kekhawatir-

an dan kekesalan yang akan ditimbulkannya, dan, sesudah  

melewati itu semua, perkara itu bisa saja akan melawanmu. 

Jadi sudah tentu engkau tidak boleh terburu-buru membuat 

perkara pengadilan.”  

2. “Jangan memperkarakan suatu tindakan sebelum engkau ber-

usaha menyelesaikan permasalahannya dengan jalan damai 

(ay. 9): belalah perkaramu terhadap sesamamu itu secara pri-

badi, maka mungkin engkau akan mengerti satu sama lain 

dengan lebih baik dan menyadari bahwa tidak ada alasan un-

tuk pergi ke pengadilan.” Dalam persengketaan-persengketaan 

umum, peperangan yang pada akhirnya harus dihentikan bisa 

saja dicegah pada awalnya melalui perjanjian damai, dan de-

ngan demikian banyak darah serta harta benda akan tersela-

matkan. Demikian pula dalam persengketaan-persengketaan 

pribadi: “Janganlah menuntut sesamamu sebagai seorang 

yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai sebe-

lum engkau memberi tahu dia kesalahannya di antara engkau 

dan dia sendiri, dan sebelum ia menolak untuk menyelesaikan 

permasalahannya, atau menolak tawaran jalan damai. Mung-

kin masalah yang diributkan yaitu  suatu rahasia, tidak pan-

tas untuk dibocorkan kepada siapa pun, apalagi dipertonton-

kan di hadapan seluruh negeri. Jika demikian halnya, maka 

akhirilah permasalahannya secara pribadi, supaya jangan di-

ketahui orang.” Jangan buka rahasia orang lain, begitu sebagi-

an orang membacanya. “Janganlah, dalam membalas dendam, 

dan untuk mempermalukan musuhmu, engkau mengungkap-

kan apa yang seharusnya dirahasiakan dan yang sama sekali 

tidak bersangkut paut dengan perkaranya.” 

II. Dua alasan yang ia berikan mengapa kita harus berhati-hati se-

perti itu dalam mengajukan perkara ke pengadilan:  

1. “  sebab  kalau engkau tidak berhati-hati, maka perkaranya 

bisa saja berbalik menentangmu, dan engkau menjadi kebi-

ngungan tidak tahu apa yang dapat dilakukan jika  si ter-

dakwa berhasil membenarkan dirinya sendiri melawan apa 

yang engkau tuduhkan kepadanya dan mampu menunjukkan 

bahwa keluhanmu itu sepele dan menyusahkan orang, dan 

bahwa tindakanmu itu tidak berdasar sama sekali. Dan de-

ngan demikian, hal itu mempermalukan engkau, membuat per-

karamu tidak mempunyai dasar hukum, dan memaksamu 

membayar semua biaya pengadilan, yang padahal semuanya 

ini bisa saja dicegah bila engkau mau menimbang-nimbang 

sebentar.”  

2. “  sebab  akan berbalik menjadi cela yang amat besar bagimu 

jika engkau dipandang sebagai orang yang suka mencari-cari 

perkara. Bukan hanya si terdakwa sendiri (ay. 8), melainkan 

orang yang mendengarkan perkara itu disidangkan juga akan 

mencemoohkan engkau, akan membicarakan engkau sebagai 

orang yang tidak berpendirian, dan umpat terhadap engkau 

akan tidak hilang. Engkau tidak akan pernah memulihkan 

kembali nama baikmu.” 

 

11 Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya yaitu  seperti buah apel 

emas di pinggan perak. 12 Teguran orang yang bijak yaitu  seperti cincin 

emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar. 

Di sini Salomo menunjukkan betapa manusia sudah sepatutnya, 

1. Berbicara secara mengena: perkataan yang siap meluncur, yang 

mengalir dengan baik, yang disesuaikan dengan keadaan, serta 

pada waktu dan tempat yang tepat. Ini berupa didikan, nasihat, 

atau penghiburan yang diberikan pada waktunya, dan disertai 

ungkapan-ungkapan yang mengena, yang sesuai dengan persoal-

an orang yang diajak berbicara, dan selaras dengan tabiat orang 

yang berbicara. Perkataan yang demikian yaitu  seperti bola-bola 

emas yang menyerupai apel, atau seperti buah apel yang berwar-

na keemasan (dagingnya yang keemasan), atau mungkin buah 

apel yang disepuh, seperti kadang-kadang kita menyepuh daun 

salam. Dan semua itu berhiaskan pinggan perak, atau lebih tepat-

nya dihidangkan di atas meja dalam keranjang dengan jalinan 

perak, atau di kotak perak yang kita sebut filigree, yaitu perhiasan 

dari benang mas, yang melaluinya buah-buah apel emas terlihat. 

Tidak diragukan lagi bahwa itu yaitu  semacam perhiasan meja 

yang dikenal baik pada saat itu. Seperti halnya barang itu sangat 

menyenangkan mata, begitu pula perkataan yang diucapkan tepat 

pada waktunya menyenangkan telinga.  

2. Sudah sepatutnya manusia terutama memberi teguran dengan 

bijaksana, sehingga membuatnya dapat diterima. Jika teguran itu 

diberikan dengan baik, oleh seorang penegur yang bijaksana, dan 

diterima dengan baik, oleh telinga yang mendengar, maka itu 

yaitu  cincin emas dan hiasan kencana, yang sangat indah dan 

pantas dikenakan baik oleh si penegur maupun yang ditegur. 

Kedua-duanya akan mendapat pujian, si penegur   sebab  mem-

berikan teguran dengan begitu bijak, dan yang ditegur   sebab  

menerimanya dengan begitu sabar dan memanfaatkannya dengan 

baik. Orang lain akan memuji kedua-duanya, dan mereka merasa 

puas satu sama lain. Orang yang memberi teguran merasa senang 

  sebab  tegurannya mendapat hasil yang diinginkan, dan orang 

yang ditegur mempunyai alasan untuk bersyukur atas teguran itu 

dan melihatnya sebagai kebaikan. Apa yang diberikan dengan 

baik, kita berkata, akan diterima dengan baik. Namun tidaklah 

selalu benar bahwa orang akan menerima dengan baik bila sesua-

tu diberikan dengan baik. Penegur yang bijak diharapkan selalu 

menjumpai telinga yang mendengar, namun  sering kali yang terjadi 

tidaklah demikian.  

13 Seperti sejuk salju di musim panen, demikianlah pesuruh yang setia bagi 

orang-orang yang menyuruhnya. Ia menyegarkan hati tuan-tuannya. 


Lihatlah di sini: 

1. Apa yang harus menjadi perhatian seorang hamba, yaitu hamba 

yang terendah yang disuruh dan dipercayai untuk mengurus sua-

tu pekerjaan, dan terlebih lagi hamba yang tertinggi, wakil dan 

duta seorang raja. Ia harus setia bagi orang-orang yang menyuruh-

nya, dan harus memastikan bahwa ia, entah secara sengaja atau 

tidak sengaja, tidak mengkhianati kepercayaan yang sudah diberi-

kan kepadanya. Juga, ia harus selalu menjalankan kepentingan 

tuannya jika itu mampu dilakukannya. Orang-orang yang bertin-

dak sebagai wakil, untuk menjalankan mandat, harus bertindak 

dengan hati-hati seolah-olah seperti untuk diri mereka sendiri.  

2. Betapa hal ini akan membawa kepuasan bagi sang tuan. Itu akan 

menyegarkan hatinya sama seperti sejuk salju (yang di negara-

negara beriklim panas dijaga sepanjang tahun dengan keahlian 

tertentu) menyegarkan para pekerja di musim panen, yang sehari 

suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Se-

makin penting perkaranya, dan semakin takut orang jika salah 

menjalankannya, semakin si pesuruh diterima jika ia mengatur-

nya dengan berhasil dan baik. Hamba yang setia, utusan Kristus, 

harus kita terima seperti itu (Ayb. 33:23). Namun apa pun yang 

terjadi, ia akan menjadi bau yang harum bagi Allah (2Kor. 2:15).  

14 Awan dan angin tanpa hujan, demikianlah orang yang menyombongkan 

diri dengan hadiah yang tidak pernah diberikannya. 

Orang yang bisa dikatakan memegahkan pemberian palsu yaitu , 

1. Orang yang berpura-pura sudah menerima atau memberikan apa 

yang tidak pernah dimilikinya, dan yang tidak pernah diberikan-

nya, yang meributkan pencapaian-pencapaian besar dan pelayan-

an-pelayanan baik yang sudah dilakukannya, namun  semua itu 

palsu. Ia tidak seperti apa yang pura-pura ditunjukkannya. Atau,  

2. Orang yang berjanji akan memberikan dan melakukan sesuatu, 

namun  tidak melakukan apa-apa. Ia membangkitkan harapan-

harapan orang lain akan perkara-perkara besar yang akan dilaku-

kannya bagi bangsanya, bagi teman-temannya. Ia menjanjikan 

untuk meninggalkan warisan-warisan mulia. Namun, ia tidak mem-

punyai apa-apa untuk dilakukan atau tidak pernah merancang-

kannya. Orang yang demikian yaitu  seperti awan pagi, yang 

pergi menghilang, dan mengecewakan orang-orang yang mengha-

rapkan hujan darinya untuk menyirami tanah yang kering keron-

tang (Yud. 1:12), awan yang tak berair. 


15 Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut 

mematahkan tulang. 

Dua hal di sini dianjurkan kepada kita, dalam berurusan dengan orang 

lain, sebagai sarana yang mungkin untuk mencapai tujuan kita, yaitu: 

1. Kesabaran, untuk menahan suasana panas tanpa menjadi panas 

olehnya, dan menunggu kesempatan yang tepat untuk menjelas-

kan alasan-alasan kita serta memberikan waktu kepada orang 

lain untuk mempertimbangkannya. Dengan sarana ini bahkan 

seorang penguasa sekalipun dapat diyakinkan untuk melakukan 

sesuatu yang tampak amat dibencinya, dan jauh terlebih lagi 

orang biasa. Apa yang merupakan keadilan dan alasan pada saat 

sekarang akan tetap menjadi keadilan dan alasan di lain waktu, 

dan oleh sebab itu kita tidak perlu memaksakannya dengan keke-

rasan sekarang, namun  harus menunggu waktu yang lebih pantas.  

2. Kelembutan, untuk berbicara tanpa amarah atau dengan nada 

yang memancing amarah: lidah lembut mematahkan tulang. Lidah 

lembut meredakan jiwa yang terkasar dan menenteramkan jiwa 

yang teramat murung, seperti kilat, yang, kata orang, kadang-

kadang mematahkan tulang, namun tidak sampai menusuk 

daging. Dengan lidah lembut Gideon menenangkan suku Efraim, 

dan Abigail menghilangkan murka Daud. Kata-kata yang kasar, 

kita berkata, tidak mematahkan tulang, dan oleh sebab itu kita 

harus sabar menanggungnya. namun , tampaknya, kata-kata yang 

lembut mematahkan tulang, dan oleh sebab itu kita harus, dalam 

semua kesempatan, mengucapkannya dengan bijak. 

(25:16) 

16 Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai eng-

kau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya.  


Di sini: 

1. Kita diperbolehkan merasakan kenikmatan-kenikmatan indrawi 

secara sederhana dan secukupnya: kalau engkau mendapat madu, 

itu bukanlah buah terlarang bagimu, seperti halnya bagi Yonatan. 

Engkau boleh memakannya dengan mengucap syukur kepada 

Allah,   sebab  Dia telah menciptakan hal-hal yang menyenangkan 

bagi pancaindra kita dan membiarkan kita untuk memanfaatkan-

nya. Makanlah secukupnya, dan jangan lebih dari itu. Makanan 

yang cukup sudah seperti makanan pesta.  

2. Kita diperingatkan untuk waspada terhadap apa saja yang berle-

bihan. Kita harus memanfaatkan semua kesenangan seperti kita 

memanfaatkan madu, dengan menahan nafsu kita, supaya jangan 

kita mengambil melebihi apa yang baik bagi kita sehingga mem-

buat diri sendiri menjadi sakit dengannya. Kita berada dalam ba-

haya teramat besar untuk kehilangan apa yang paling manis, dan 

oleh sebab itu orang-orang yang hidup bermewah-mewah setiap 

hari perlu menjaga diri mereka sendiri, supaya hati mereka jangan 

sarat oleh segala kemewahan. Kesenangan-kesenangan indrawi 

kehilangan rasa manisnya jika  digunakan secara berlebihan, 

dan akan memuakkan, seperti madu, yang menjadi asam di da-

lam perut. Oleh sebab itu, sudah menjadi kepentingan kita, serta 

juga kewajiban kita, untuk menggunakannya dengan sewajarnya. 

17 Janganlah kerap kali datang ke rumah sesamamu, supaya jangan ia 

bosan, lalu membencimu. 

Di sini ia menyebutkan kesenangan lain yang tidak boleh kita turuti 

terlalu berlebihan, yaitu kesenangan mengunjungi teman-teman kita. 

Kalau kesenangan indrawi yang berlebihan bisa membuat diri kita 

sendiri menjadi bosan, maka kesenangan mengunjungi teman ini 

bisa membuat bosan sesama kita. 

1. Sudah menjadi bagian dari kesopanan bila kita kadang-kadang 

mengunjungi tetangga kita, untuk menunjukkan rasa hormat dan 

kepedulian kita terhadap mereka, dan untuk saling mempererat 

tali kasih serta menambah keakraban satu sama lain. Kita pun 

akan mendapatkan kepuasan maupun keuntungan dari perca-

kapan dengan mereka.  

2. Sudah merupakan hikmat, dan juga tata krama, bagi kita untuk 

tidak menyusahkan teman-teman kita jika  kita mengunjungi 

mereka. Janganlah terlalu sering berkunjung, atau terlalu lama 

tinggal, atau sengaja datang pada waktu makan, atau menyibuk-

kan diri dengan urusan-urusan keluarga mereka. Jika kita ber-

buat demikian, kita sendiri menjadikan diri kita murahan, ren-

dah, dan hanya menyusahkan orang lain. Tetanggamu, yang 

diserbu dan dihantui oleh kunjungan-kunjunganmu, akan men-

jadi bosan terhadapmu, lalu membencimu, dan apa yang seharus-

nya meningkatkan persahabatan malah akan menghancurkan-

nya. Post tres sæpe dies piscis vilescit et hospes – sesudah  tiga hari, 

ikan dan kawan terasa tidak enak. Keakraban menumbuhkan 

sikap merendahkan. Nulli te facias nimis sodalem – Jangan terlalu 

akrab dengan siapa pun. Barangsiapa hidup dari belas kasihan 

temannya akan kehilangan dia. Dengan demikian, betapa Allah 

merupakan Teman yang jauh lebih baik dibandingkan  teman mana 

pun. Sebab, kita tidak perlu mengangkat kaki dari rumah-Nya, 

dari takhta anugerah-Nya (8:34). Semakin sering kita datang ke-

pada-Nya, semakin baik, dan semakin kita disambut. 


18 Orang yang bersaksi dusta terhadap sesamanya yaitu  seperti gada, atau 

pedang, atau panah yang tajam. 

Di sini: 

1. Dosa yang dikutuk yaitu  bersaksi dusta terhadap sesama kita, 

entah di pengadilan atau dalam percakapan biasa, yang berten-

tangan dengan perintah kesembilan.  

2. Apa yang dikutuk di sini yaitu  kejahatannya. Di dalamnyalah 

ada kekuatan untuk menghancurkan bukan saja nama baik 

orang melainkan juga kehidupan, harta milik, dan keluarga me-

reka, serta segala sesuatu yang mereka sayangi. Kesaksian palsu 

itu berbahaya dalam segala hal. Kesaksian palsu yaitu  gada 

(atau tongkat untuk memukul otak manusia sampai keluar), se-

buah cambuk, yang tidak bisa ditangkis. Kesaksian palsu yaitu  

pedang untuk melukai apa yang dekat, dan panah yang tajam 

untuk melukai apa yang jauh. Oleh   sebab  itu, kita perlu berdoa, 

ya TUHAN, lepaskanlah aku dari pada bibir dusta (Mzm. 120:2). 


19 Kepercayaan kepada pengkhianat di masa kesesakan yaitu  seperti gigi 

yang rapuh dan kaki yang goyah. 

1. Kepercayaan dari seorang pengkhianat (begitu sebagian orang 

membacanya) akan menjadi seperti gigi yang rapuh. Kebijakan-

nya, kekuatannya, kepentingannya, semua yang diandalkannya 

untuk mendukungnya dalam kefasikannya, akan mengecewakan 

dia di masa kesesakan (Mzm. 52:9).  

2.  Kepercayaan kepada pengkhianat (begitu kita membacanya), ke-

pada orang yang kita sangka bisa dipercaya, dan oleh sebab itu 

kepadanya kita bergantung, namun  ternyata yang terjadi malah 

sebaliknya. Kepercayaan itu ternyata bukan saja tidak berguna, 

namun  juga menyakitkan dan menjengkelkan, seperti gigi yang ra-

puh, atau kaki yang goyah, yang, jika  kita tekan-tekan, bukan 

saja akan mengecewakan kita namun  juga membuat kita merasa-

kan sakitnya, terutama di masa kesesakan, saat  kita paling 

mengharapkan pertolongan darinya. Kepercayaan itu seperti tong-

kat bambu yang patah terkulai (Yes. 36:6). Kepercayaan kepada 

Allah yang setia, di masa kesesakan, tidak akan seperti itu. Ke-

pada-Nya kita bisa bersandar dan di dalam Dia kita bisa berdiam 

dengan tenang. 


20 Orang yang menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih yaitu  seperti 

orang yang menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti cuka pada luka. 

Inilah: 

1. Keganjilan yang ditegur di sini yaitu  menyanyikan nyanyian un-

tuk hati yang sedih. Orang yang sedang sangat berduka haruslah 

kita hibur dengan cara menunjukkan rasa simpati kepada mere-

ka, berduka dengan mereka, dan ikut meratap bersama mereka. 

Jika kita mengikuti cara itu, barangkali saja bibir kita bisa mere-

dakan dukacita mereka (Ayb. 16:5, KJV; TB: Aku akan menguatkan 

hatimu dengan mulut, dan tidak menahan bibir mengatakan belas 

kasihan – pen.). namun  kita mengambil jalan salah jika kita me-

nyangka dapat meringankan beban mereka dengan bersikap 

gembira kepada mereka, dan berusaha membuat mereka bergem-

bira. Dengan cara seperti ini, mereka akan semakin sedih   sebab  

melihat teman-teman mereka begitu kurang peduli terhadap me-

reka. Itu membuat mereka mengungkit-ungkit segala penyebab 

dari dukacita mereka, dan membesar-besarkannya, dan membuat 

mereka mengeraskan diri di dalam penderitaan melawan gempur-

an-gempuran kegembiraan.  

2. Tindakan-tindakan yang tidak masuk akal ini diibaratkan dengan 

menanggalkan baju dari seseorang di musim dingin, yang mem-

buatnya bertambah dingin, dan mengucurkan cuka pada luka, 

yang, seperti air pada kapur, membuatnya meragi. Betapa tidak 

pantas, begitu tidak layak, menyanyikan lagu-lagu ceria kepada 

orang yang sedang bersedih hati. Sebagian orang membacanya 

dalam arti yang berlawanan: seperti orang yang memakai baju di 

musim dingin menghangatkan tubuh, atau seperti cuka pada luka 

melarutkannya, demikian pula siapa yang menyanyikan nyanyian 

penghiburan kepada orang yang sedang berduka menyegarkannya 

dan mengusir kesedihannya. 

Pengampunan terhadap Musuh 


21 Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, beri-

lah dia minum air. 22   sebab  engkau akan menimbun bara api di atas kepala-

nya, dan TUHAN akan membalas itu kepadamu. 

Dengan ini tampak bahwa, betapapun ahli-ahli Taurat dan orang-

orang Farisi sudah merusakkan hukum Taurat, tidak hanya perintah 

untuk mengasihi saudara-saudari kita, namun  juga bahkan perintah 

untuk mengasihi musuh-musuh kita yaitu  bukan saja perintah 

baru, melainkan juga perintah lama, perintah dari Perjanjian Lama. 

Namun, Juruselamat kita telah memberikannya kepada kita dengan 

kekuatan baru dari teladan-Nya sendiri yang agung dalam mengasihi 

kita saat  kita menjadi musuh-musuh-Nya.  

Amatilah: 

1. Bagaimana kita harus mengungkapkan kasih kita kepada musuh-

musuh kita dengan perbuatan-perbuatan baik yang nyata, bah-

kan perbuatan-perbuatan yang menuntut banyak biaya dari kita 

dan yang paling dapat diterima oleh mereka: “Jika mereka lapar 

dan dahaga, dibandingkan  menyenangkan dirimu dengan kesusahan 

mereka dan mencari-cari cara untuk menghabiskan persediaan 

mereka, ringankanlah beban mereka, seperti yang diperbuat Elisa 

 terhadap orang-orang Aram yang datang untuk menangkapnya” 

(2Raj. 6:22).  

2. Dorongan apa yang diberikan kepada kita untuk melakukannya.  

(1) Mengampuni musuh akan menjadi sarana yang mungkin un-

tuk memenangkan mereka, dan membawa mereka untuk ber-

damai dengan kita. Kita akan melembutkan hati mereka se-

perti halnya penghalus meleburkan logam di dalam wadah, 

bukan hanya dengan menaruhnya di atas api, namun  juga de-

ngan menimbunkan bara-bara api di atasnya. Cara untuk 

mengubah lawan menjadi kawan yaitu  dengan memperlaku-

kannya seperti seorang kawan. Jika hal itu tidak meme-

nangkan dia, maka itu akan memperberat dosa dan hukuman-

nya, dan menimbun bara api murka Allah di atas kepalanya, 

sama seperti bersukacita di dalam malapetaka yang menimpa-

nya bisa menjadi kesempatan untuk membuat Allah mema-

lingkan murka-Nya dari dia (24:17).  

(2) Namun, kita tidak akan menjadi pecundang dengan menyang-

kal diri: “Apakah dia melunak terhadap engkau atau tidak, 

TUHAN akan membalas itu kepadamu. Ia akan mengampuni 

engkau yang sudah menunjukkan dirimu sebagai orang yang 

berjiwa pengampun. Ia akan memberikan persediaan bagimu 

jika  engkau sedang dalam kesusahan (meskipun engkau 

sudah berlaku jahat dan tidak tahu berterima kasih), seperti 

yang engkau lakukan terhadap musuhmu. Setidak-tidaknya 

perbuatanmu itu akan dibalas pada hari kebangkitan orang 

benar, saat  kebaikan-kebaikan yang diperbuat terhadap mu-

suh-musuh kita akan diingat, seperti halnya kebaikan-kebaik-

an yang ditunjukkan kepada sahabat-sahabat Allah.” 

23 Angin utara membawa hujan, bicara secara rahasia muka marah. 

Lihatlah di sini: 

1. Bagaimana kita harus mencegah dosa dan bersaksi melawannya, 

dan khususnya dosa memfitnah dan mengumpat. Kita harus 

mengernyitkan dahi terhadap perbuatan dosa, dan dengan mem-

perlihatkan muka marah, berusaha menyingkirkannya dari wajah 

kita. Fitnah tidak akan begitu mudah diucapkan seperti yang se-

ring kali terjadi jika saja tidak begitu cepat didengar. Dengan peri-

laku yang sopan kita dapat membungkam seorang pemfitnah jika 

ia melihat bahwa cerita-ceritanya tidak menyenangkan kumpulan 

temannya. Kita harus menunjukkan kegelisahan kita jika mende-

ngar seorang teman yang kita kasihi, yang kita hargai, dipergun-

jingkan dengan jahat. Ketidaksukaan yang sama harus kita tun-

jukkan terhadap segala pergunjingan yang jahat apa saja. Jika 

kita tidak dapat menegur dengan mulut, kita bisa menunjukkan-

nya dengan wajah kita.  

2. Dampak baik dari menunjukkan ketidaksukaan terhadap dosa 

itu. Siapa tahu hal itu dapat membungkam dan mengusir lidah 

yang bicara secara rahasia? Dosa, jika diperbolehkan, akan ber-

tambah berani, namun , jika ditegur, ia akan sadar tentang aibnya 

sendiri sehingga menjadi pengecut. Khususnya dampak terhadap 

dosa pergunjingan sangat besar, sebab banyak orang melecehkan 

orang lain yang mereka bicarakan hanya   sebab  berharap ingin 

disenangi oleh orang-orang yang sedang mereka ajak berbicara. 

24 Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah de-

ngan wanita  yang suka bertengkar. 

Ayat ini sama dengan apa yang sudah dikatakan Salomo sebelumnya 

Amatilah: 

1. Betapa kasihan orang-orang yang menanggung beban secara 

tidak seimbang, terutama bila mereka harus tinggal dengan orang 

yang suka cekcok dan bertengkar, entah suami atau istri. Sebab 

hal itu sama-sama berlaku bagi keduanya. Lebih baik hidup sen-

diri dibandingkan  harus hidup bersama orang yang bukannya menjadi 

penolong yang sepadan namun  justru menjadi penghalang bagi kita 

untuk menikmati kenyamanan hidup.  

2. Betapa kadang-kadang harus dicemburui orang-orang yang hidup 

sendiri. Oleh   sebab  mereka tidak mendapat penghiburan dari 

warga , mereka pun bebas dari gangguannya. Dan sebagai-

mana ada masanya orang berkata, “Berbahagialah rahim yang 

tidak pernah mengandung,” demikian pula ada masanya orang 


berkata, “Berbahagialah laki-laki yang tidak pernah menikah, namun  

yang berbaring seperti seorang hamba pada sudut sotoh rumah.” 

25 Seperti air sejuk bagi jiwa yang dahaga, demikianlah kabar baik dari negeri 

yang jauh. 

Lihatlah di sini: 

1. Betapa sudah menjadi hal yang wajar bagi kita untuk ingin men-

dengar kabar baik dari teman-teman kita, dan yang mengenai 

urusan-urusan kita di tempat yang jauh. Kadang-kadang dengan 

tidak sabar kita berharap mendengar kabar dari negeri yang jauh. 

Jiwa kita haus akan kabar itu. namun  kita harus menahan keingin-

an itu agar jangan sampai berlebihan. Jika kabar buruk, maka da-

tangnya akan terlalu cepat, jika kabar baik, maka akan disambut 

di setiap saat.  

2. Betapa kabar baik seperti itu akan disambut dengan baik jika  

benar-benar datang, yang akan menyegarkan seperti air dingin 

bagi orang yang dahaga. Salomo sendiri mempunyai banyak urus-

an dagang di luar negeri, seperti juga hubungan surat-menyurat 

melalui para dutanya dengan kerajaan-kerajaan asing.   sebab  itu, 

ia sungguh tahu melalui pengalamannya betapa senang hatinya 

bila mendengar keberhasilan dari perundingan-perundingan da-

gangnya di luar negeri. Sorga yaitu  negeri yang jauh. Dan, beta-

pa menyejukkannya mendengar kabar baik dari sana, baik dalam 

Injil kekal, yang berarti kabar gembira, maupun dalam kesaksian 

Roh bersama roh kita bahwa kita yaitu  anak-anak Allah. 

26 Seperti mata air yang keruh dan sumber yang kotor, demikianlah orang 

benar yang kuatir di hadapan orang fasik. 

Di sini digambarkan sebagai hal yang sangat diratapi dan membawa 

kesedihan bagi orang banyak, dan akan berakibat buruk bagi banyak 

orang, seperti keruhnya mata air dan kotornya sumber air, jika  

orang benar khawatir di hadapan orang fasik, maksudnya,  

1. jika  orang benar jatuh ke dalam dosa di depan mata orang fa-

sik. Yakni, jika  mereka melakukan apa saja yang tidak sesuai 

dengan pengakuan mereka sendiri, yang dikabarkan di Gat, dan 

diberitakan di lorong-lorong Askelon, dan yang di dalamnya ber-

sukacita anak-anak wanita  orang Filistin. jika  orang-orang 

yang sudah terkenal akan hikmat dan kehormatannya jatuh dari 

keunggulan mereka, maka ini mengeruhkan mata air dengan men-

dukakan sebagian orang, dan mengotori sumber dengan membuat 

orang lain ikut tertular, serta mendorong mereka untuk berani 

melakukan hal yang serupa.  

2. jika  orang benar ditindas, dijatuhkan, dan diinjak-injak de-

ngan kekerasan atau kelicikan orang jahat, dilempar dan dibuang 

ke dalam pengasingan, maka ini mengeruhkan mata air keadilan 

dan mengotori sumber pemerintahan itu sendiri (28:12, 28; 29:2).  

3. jika  orang benar bersikap seperti pengecut, merendahkan diri 

kepada orang fasik, takut menentang kefasikannya dan dengan 

hina menyerah kepadanya, maka ini merupakan cela atas agama, 

mematahkan semangat orang baik, dan memperkuat tangan 

orang-orang berdosa dalam dosa-dosa mereka, dan dengan demi-

kian seperti mata air yang keruh dan sumber yang kotor. 

27 Tidaklah baik makan banyak madu; sebab itu biarlah jarang kata-kata 

pujianmu. 

I. Dua hal yang terhadapnya kita harus mati dengan pertolongan 

rahmat ilahi:  

1. Terhadap kesenangan-kesenangan indrawi, sebab tidaklah 

baik makan banyak madu. Meskipun madu menyenangkan 

rasa, dan, jika dimakan secukupnya, sangat menyehatkan, 

namun, jika dimakan berlebihan, akan membuat perut mual, 

menciptakan cairan pahit empedu, dan mengundang banyak 

penyakit. Sungguh benar untuk semua kesenangan anak-anak 

manusia bahwa semuanya itu akan membuat bosan, namun  

tidak pernah memuaskan, dan semuanya itu berbahaya bagi 

orang-orang yang membiarkan diri mereka menggunakannya 

dengan bebas.  

2.  Terhadap pujian dari manusia. Kita tidak boleh serakah meng-

harapkan pujian sama seperti mengharapkan kesenangan, 

  sebab , bila manusia mencari kemuliaan mereka sendiri, ingin 

disoraki dan disenangi banyak orang, maka itu bukanlah ke-

muliaan mereka, melainkan aib mereka. Semua orang akan 

menertawakan mereka   sebab nya. Dan juga, kemuliaan yang 

diinginkan seperti itu bukanlah kemuliaan jika  diperoleh, 

sebab itu sungguh bukanlah kehormatan yang sejati bagi ma-

nusia. 

II. Sebagian orang memberikan pengertian yang lain untuk ayat ini: 

tidaklah baik makan banyak madu, namun  menyelidiki perkara-

perkara yang mulia dan unggul itu yaitu  pujian yang besar, itu 

yaitu  kemuliaan yang sejati. Bila kita melakukannya secara 

berlebihan, kita tidak melakukan pelanggaran apa pun. Sebagian 

yang lain membacanya seperti ini: “Seperti madu, meskipun me-

nyenangkan rasa, jika dimakan secara berlebihan akan mem-

bebani perut, demikian pula penyelidikan yang dipicu oleh rasa 

penasaran yang berlebihan akan perkara-perkara yang agung dan 

mulia, meskipun itu menyenangkan bagi kita, namun jika kita 

mengorek-oreknya terlalu jauh, akan membuat kemampuan-ke-

mampuan kita kewalahan oleh kemuliaan dan kemilau yang lebih 

besar dibandingkan  yang dapat kita tanggung.” Atau seperti ini: “Eng-

kau mungkin akan bosan bila makan terlalu banyak madu, namun  

kemuliaan yang terakhir, kemuliaan mereka, yaitu kemuliaan 

orang-orang yang terberkati, yaitu  sungguh-sungguh kemuliaan. 

Kemuliaan itu akan senantiasa segar, dan tidak akan pernah 

membosankan hasrat.” 

28 Orang yang tak dapat mengendalikan diri yaitu  seperti kota yang roboh 

temboknya. 

Di sini:  

1. Tersirat tabiat baik dari orang yang bijak dan berbudi luhur. Ia 

yaitu  seorang yang dapat mengendalikan diri. Ia terus mengatur 

dirinya, dan mengatur nafsu serta amarahnya, dan tidak mem-

biarkannya memberontak melawan akal budi dan hati nurani. Ia 

mampu mengatur pikiran-pikiran, keinginan-keinginan, kecende-

rungan-kecenderungan, dan kebencian-kebenciannya sendiri, dan 

senantiasa memelihara semuanya itu tetap teratur.  

2. Keadaan buruk yang terjadi pada orang keji, yang tidak dapat 

mengendalikan diri seperti ini, yang, saat  godaan-godaan untuk 

makan atau minum secara berlebihan muncul di hadapannya, 

tidak bisa menahan diri, dan saat  dipancing-pancing amarah-

nya meledak melampaui batas-batas kewajaran. Orang seperti ini 

yaitu  seperti kota yang roboh temboknya. Segala sesuatu yang 

baik lenyap dan meninggalkan dia, dan segala sesuatu yang jahat 

mendobrak masuk ke dalam dirinya. Ia rentan terhadap semua 

godaan Iblis dan menjadi mangsa yang empuk bagi si musuh itu. 

Ia juga menjadi mudah terkena banyak masalah dan gangguan. 

Hal itu menjadi cela baginya sama seperti bagi kota jika  roboh 

temboknya (Neh. 1:3).   


1 Seperti salju di musim panas dan hujan pada waktu panen, demikian 

kehormatan pun tidak layak bagi orang bebal.  

Perhatikanlah:  

1. Sudah terlalu lazim kita melihat bahwa kehormatan diberikan ke-

pada orang-orang bodoh, padahal mereka sama sekali tidak layak 

untuk menerimanya dan tidak pantas untuk itu. Orang-orang ja-

hat, yang tidak punya kecerdasan atau niat baik, kadang-kadang 

malah lebih disukai oleh para raja, dan dipuji serta dielu-elukan 

oleh orang banyak. Pada banyak tempat yang tinggi, didudukkan 

orang bodoh, sebagaimana yang diamati oleh Salomo (Pkh. 10:6).  

2. Sangatlah tidak masuk akal dan tidak pantas bila terjadi demi-

kian. Itu tidaklah wajar, seperti salju di musim panas, dan menda-

tangkan kekacauan besar di dalam warga , seperti yang juga 

akan terjadi dengan perputaran alam dan pergantian musim-mu-

sim sepanjang tahun. Bahkan, itu bisa sangat merugikan seperti 

hujan pada waktu panen, yang menghalang-halangi para petani 

dan merusakkan hasil-hasil bumi saat  siap dikumpulkan. Apa-

bila orang-orang jahat berkuasa, mereka biasanya menyalahguna-

kan kekuasaan mereka, dengan menekan kebajikan dan menyo-

kong kefasikan,   sebab  mereka tidak punya hikmat untuk mema-

hami kefasikan, dan anugerah untuk membencinya. 

2 Seperti burung pipit mengirap dan burung layang-layang terbang, demi-

kianlah kutuk tanpa alasan tidak akan kena. 


 

Inilah:  

1. Bodohnya amarah itu. Amarah membuat orang menebarkan ku-

tuk tanpa alasan, menginginkan yang jahat bagi orang lain   sebab  

berprasangka bahwa mereka jahat dan sudah berbuat jahat. 

Padahal, mereka salah menuduh orang atau salah memahami ke-

jadian yang sebenarnya, atau mereka menyebut yang jahat seba-

gai baik dan yang baik sebagai jahat. Berilah kehormatan kepada 

orang bodoh, maka ia akan menggelegarkan laknat-laknatnya ter-

hadap semua orang yang ia muaki, tidak peduli apakah mereka 

benar atau salah. Orang-orang besar, jika  mereka fasik, me-

nyangka bahwa mereka memiliki hak istimewa untuk menjaga 

orang-orang di sekitar mereka tetap hormat kepada mereka, dengan 

mengutuk mereka dan menyumpahi mereka. Namun, mereka tidak 

sadar bahwa hal itu justru mengungkapkan kebencian mereka aki-

bat ketidakberdayaan mereka sendiri, dan menunjukkan kelemah-

an seperti juga kefasikan mereka.  

2. Perasaan aman bila kita tidak bersalah. jika  orang dikutuk 

tanpa alasan, entah dengan celaan-celaan yang penuh kegeraman 

atau laknat-laknat yang diucapkan dengan penuh kesungguhan, 

maka kutuk itu sama sekali tidak akan membahayakan dia, ba-

gaikan burung yang terbang melintas di atas kepalanya. Ini se-

perti kutuk-kutuk Goliat terhadap Daud (1Sam. 17:43). Kutuk itu 

akan terbang menghilang seperti burung pipit atau burung mer-

pati liar, yang perginya tidak diketahui oleh siapa pun, sampai 

mereka kembali ke tempat mereka yang sebenarnya, sebab kutuk-

an pada akhirnya akan kembali ke atas kepala orang yang meng-

ucapkannya. 

3 Cemeti yaitu  untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk 

punggung orang bebal. 

Di sini:  

1. Orang fasik dibandingkan dengan kuda dan keledai, begitu seru-

panya mereka dengan binatang, begitu tidak berakal budi, tak 

terkendalikan, dan tidak bisa diatur kecuali dengan paksaan atau 

ancaman. Begitu dalamnya dosa telah menenggelamkan manusia, 

begitu jauh rendah di bawah martabat mereka sendiri. Manusia 

memang dilahirkan seperti anak keledai liar, namun  seperti halnya 

sebagian orang melalui anugerah Allah diubahkan, dan berakal 

budi, demikian pula sebagian yang lain melalui kebiasaan berdosa 

menjadi mengeras, dan semakin lama semakin dungu, seperti 

kuda atau bagal (Mzm. 32:9).  

2. Arahan diberikan untuk menggunakan cemeti dan kekang seba-

gaimana mestinya. Para raja, dibandingkan  memberikan kehormatan 

bagi orang bebal (ay. 1), harus menimpakan penghinaan ke atas 

orang fasik. dibandingkan  menyerahkan kekuasaan ke dalam tangan-

nya, lebih baik menjalankan kekuasaan atas dia. Kuda yang liar 

perlu cemeti untuk membetulkannya, dan keledai perlu kekang 

untuk mengarahkan dan menegur dia jika  keluar jalur. Demi-

kian pula orang keji, yang tidak mau dibimbing atau dikekang 

oleh agama dan akal budi, harus dicambuk dan dikekang, harus 

ditegur dengan keras, dan dibuat menderita atas kesalahan yang 

telah diperbuatnya, serta harus dikendalikan supaya tidak me-

langgar lagi. 

4 Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan eng-

kau sendiri menjadi sama dengan dia. 5 Jawablah orang bebal menurut 

kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak. 

Lihatlah di sini betapa aman serta mulia gaya bahasa Alkitab, yang 

tampak bertentangan dengan dirinya sendiri, padahal sebenarnya 

tidak. Orang-orang bijak perlu dibimbing bagaimana harus berurus-

an dengan orang-orang bodoh. Dan mereka tidak pernah lebih me-

merlukan hikmat selain saat  berurusan dengan orang-orang seperti 

itu, untuk mengetahui kapan harus diam dan kapan harus berbicara, 

sebab ada waktu untuk kedua-duanya.  

1. Dalam perkara-perkara tertentu, orang bijak janganlah menyama-

kan kecerdasannya dengan orang bebal sampai mau menjawab 

dia menurut kebodohannya. “Jika ia memegahkan dirinya sendiri, 

janganlah menjawab dia dengan memegahkan dirimu sendiri. Jika 

ia menista dan marah-marah, janganlah engkau balas menista 

dan marah-marah. Jika ia mengatakan satu kebohongan besar, 

janganlah engkau mengatakan kebohongan lain untuk menan-

dinginya. Jika ia memfitnah teman-temanmu, janganlah engkau 

memfitnah teman-temannya. Jika ia mengolok-olok, janganlah 

menjawab dia dalam bahasanya sendiri, supaya jangan engkau 

sendiri menjadi sama dengan dia. Engkau mengetahui hal-hal 

lebih baik, lebih berpengertian, dan lebih terdidik dengan baik.“  

2. Namun, dalam perkara-perkara lain, orang bijak harus meng-

gunakan hikmatnya untuk menginsafkan orang bebal, jika , 

dengan memperhatikan apa yang dikatakannya, mungkin saja 

ada harapan bagi orang bijak itu untuk berbuat kebaikan, atau 

setidak-tidaknya mencegah kejahatan yang lebih jauh, terhadap 

dirinya sendiri atau orang lain. “Jika engkau berpikir, kalau diam 

akan dipandang sebagai bukti bahwa engkau kalah dalam per-

karamu atau engkau sendiri lemah, maka jawablah dia, dan biar-

lah jawaban itu ad hominem – ditujukan kepada orangnya. Han-

tam dia dengan senjata-senjatanya sendiri, dan itu akan menjadi 

jawaban ad rem – langsung tertuju pada pokok persoalannya atau 

yang sebaik itu. Jika ia memberikan suatu pernyataan yang tam-

pak seperti bantahan, jawablah itu, dan sesuaikanlah jawabanmu 

dengan perkaranya. Jika ia menyangka,   sebab  engkau tidak 

menjawabnya, bahwa apa yang dikatakannya tak terbantahkan, 

maka berilah dia jawaban, supaya jangan ia menganggap dirinya 

bijak dan menyombongkan suatu kemenangan.“ Sebab Hikmat 

harus dibenarkan oleh anak-anaknya (Luk. 7:35). 

6 Siapa mengirim pesan dengan perantaraan orang bebal mematahkan kaki-

nya sendiri dan meminum kecelakaan. 7 Amsal di mulut orang bebal yaitu  

seperti kaki yang terkulai dari pada orang yang lumpuh. 8 Seperti orang 

menaruh batu di umban, demikianlah orang yang memberi hormat kepada 

orang bebal. 9 Amsal di mulut orang bebal yaitu  seperti duri yang menusuk 

tangan pemabuk. 

Untuk menganjurkan hikmat kepada kita, dan untuk menggugah kita 

agar rajin menggunakan segala sarana untuk mendapat hikmat, di sini 

Salomo menunjukkan bahwa orang-orang bebal tidak pantas untuk 

apa pun. Mereka itu orang-orang dungu, yang tidak akan pernah ber-

pikir dan merancangkan apa-apa. Mereka itu orang-orang keji, yang 

tidak akan pernah berpikir dan merancangkan apa-apa dengan baik. 

1. Mereka tidak pantas dipercayakan urusan apa pun, tidak pantas 

disuruh mengerjakan suatu kepentingan (ay. 6): siapa yang me-

ngirim pesan dengan perantaraan orang bebal, yaitu orang yang 

gegabah dan tak acuh, yang cuma ingin bermain-main dan ber-

senang-senang sehingga ia tidak dapat berpikir apa-apa dengan 

sungguh-sungguh, ia akan mendapati pe