me ledak. Ini membuat kita mema-
sang jerat bagi diri kita sendiri, sebab amarah merupakan jerat
yang kuat bagi setiap orang, dan sangat mungkin menimbulkan
banyak dosa. Salomo tidak berkata, Supaya engkau jangan dicaci
atau dipukul orang, melainkan mengatakan akibat yang lebih bu-
ruk lagi, yaitu supaya engkau jangan menirunya, menjadi sama
dengan dia, lalu menciptakan suatu kebiasaan yang buruk.
26 Jangan engkau termasuk orang yang membuat persetujuan, dan yang menjadi
penanggung hutang. 27 Mengapa orang akan mengambil tempat tidurmu dari
bawahmu, bila engkau tidak mempunyai apa-apa untuk membayar kembali?
Seperti telah sering disebutkan sebelumnya, kita dapati di sini suatu
peringatan tentang menanggung utang, yang merupakan suatu tin-
dakan ceroboh dan juga tidak adil.
1. Kita tidak boleh berhubungan atau menjalin keakraban dengan
orang-orang yang selalu sial dan memiliki nama buruk, yang men-
desak dan memaksa-maksa teman-teman mereka untuk men-
jamin mereka, supaya mereka bisa menipu sesama mereka demi
memuaskan nafsu mereka. Dengan bergaul lebih lama sedikit
saja, mungkin akhirnya mereka akan mendatangkan celaka yang
lebih besar bagi orang yang mengutangi mereka. Jangan berurus-
an dengan orang-orang seperti itu. Jangan engkau termasuk di
antara orang yang demikian.
2. Kita tidak boleh mencuri uang orang lain, dengan membuat per-
setujuan, atau menjadi penanggung hutang bagi orang lain, apa-
bila bukan kewajiban kita untuk membayar. Jika oleh penyeleng-
garaan ilahi seseorang tidak mampu membayar utang-utangnya,
maka ia perlu dikasihani dan ditolong. Namun barangsiapa ber-
utang uang atau barang untuk dirinya sendiri, atau terikat utang
bagi orang lain, sementara ia tahu bahwa ia tidak memiliki apa-
apa untuk membayar utangnya itu, maka itu sama saja berarti ia
mencopet sesamanya. Meskipun selalu ada belas kasihan, orang
itu akan menanggung akibat kesalahannya sendiri jika hukum
dilaksanakan dan tempat tidurnya diambil dari bawahnya, yaitu
apa pun yang penting bagi hidupnya, untuk dijadikan jaminan bagi
utangnya (Kel. 22:26-27). Jika benar-benar terbukti bahwa sese-
orang begitu miskin sehingga ia tidak punya apa-apa lagi untuk di-
berikan sebagai jaminan, maka ia harus dibebaskan, dan pembe-
basan itu dilakukan untuk mengakui bahwa ia berutang. Namun,
untuk melunasi suatu utang, tampaknya tempat tidur itu diambil
oleh sebab summum jus hukum yang dijalankan secara ketat.
3. Kita tidak boleh menghancurkan harta milik dan keluarga kita.
Setiap orang harus bersikap adil terhadap dirinya sendiri, terhadap
istri serta anak-anaknya. Orang-orang yang tidak hidup demikian
yaitu mereka yang hidup melebihi apa yang mereka miliki, yang
sebab salah urus atau membebani diri dengan utang orang lain,
menghabiskan apa yang mereka miliki dan mengakibatkan diri
jatuh miskin. Kita bisa bersukacita bila harta kita dirampas habis
bila itu memang memberi kesaksian tentang nurani kita yang baik.
Namun, jika itu disebabkan oleh kecerobohan dan kebodohan kita
sendiri, kita hanya bisa menerimanya dengan dukacita.
28 Jangan engkau memindahkan batas tanah yang lama, yang ditetapkan
oleh nenek moyangmu.
1. Di sini kita diajar supaya tidak melanggar hak orang lain, meski-
pun kita bisa menemukan cara untuk melakukannya dengan
diam-diam, secara rahasia, dengan tipuan, dan tanpa memaksa
secara terang-terangan. Janganlah menjarah harta milik apa saja,
dengan merampas kebebasan dan hak istimewa orang lain, atau
menghalangi mereka yang hendak mempertahankan kebebasan
dan hak istimewa itu melalui cara-cara yang benar. Janganlah
menjarah harta milik pribadi seseorang. Batas tanah, atau patok,
merupakan saksi yang kuat atas setiap hak manusia. Janganlah
batas tanah itu dipindahkan begitu saja, sebab itu akan menim-
bulkan peperangan, perselisihan, dan pertentangan yang tidak
ada akhirnya. Janganlah memindahkan batas tanah supaya eng-
kau bisa merampas tanah sesamamu, sebab itu berarti sama
dengan merampoknya sehingga keturunannya tidak mendapatkan
apa-apa.
2. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa kita harus menun-
jukkan rasa hormat dalam kehidupan berwarga , terhadap
tata cara yang telah berlangsung sejak dahulu kala, dan terhadap
hukum pemerintah yang berlaku. Kita harus menerimanya su-
paya kita tidak berusaha mengubahnya, sekalipun dengan alasan
seolah-olah untuk menjadikannya lebih baik, padahal bisa ter-
bukti mendatangkan akibat yang berbahaya.
29 Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di ha-
dapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina.
Di sini ada :
1. Suatu pernyataan yang jelas tentang betapa sulitnya menemukan
orang yang benar-benar rajin dan cerdas. Pernahkah engkau meli-
hat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Engkau tidak akan
melihat banyak orang seperti itu, sebab begitu mewabahnya ke-
lambanan dan kemalasan. Di sini Salomo memuji orang yang
berusaha mendapatkan pekerjaan, meskipun pekerjaan itu sangat
rendah dan tidak penting, dan hidupnya tidak mudah saat
sedang menganggur. Salomo memuji orang yang senang bekerja,
gesit dan sibuk dengan pekerjaannya. Orang yang terus bekerja
sampai tuntas, tidak hanya dengan tekun dan gigih, namun juga
dengan terampil dan cepat. Orang yang sigap, yang tahu bagai
mana cara mendatangkan hasil yang besar dengan lingkup peker-
jaan yang terbatas.
2. Tidak diragukan lagi, semua orang tahu bahwa orang-orang yang
demikian akan lebih disukai. Meskipun sekarang ia berdiri di
hadapan orang-orang yang hina, dipekerjakan oleh mereka dan
harus siap melayani mereka, namun dia akan menjulang tinggi
dan kemungkinan besar akan berdiri di hadapan raja-raja, men-
jadi duta besar untuk raja-raja asing atau perdana menteri di ne-
gerinya sendiri. Pernahkah engkau melihat orang yang cakap di
dalam ibadahnya? Kemungkinan besar ia menjadi unggul dalam
perbuatan baik dan akan berdiri di hadapan Raja segala raja.
1 Bila engkau duduk makan dengan seorang pembesar, perhatikanlah baik-
baik apa yang ada di depanmu. 2 Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila
besar nafsumu! 3 Jangan ingin akan makanannya yang lezat, itu yaitu
hidangan yang menipu.
Dosa yang diperingatkan kepada kita di sini yaitu kemewahan dan
hawa nafsu daging, serta makan minum secara berlebihan. Ini yaitu
dosa yang paling mudah menyerang kita.
1. Di sini kita diberi tahu bilamana kita masuk ke dalam pencobaan
dan sangat terancam jatuh ke dalam dosa ini: Bila engkau duduk
makan dengan seorang pembesar, akan ada hidangan berlimpah
di hadapanmu, beraneka macam makanan yang lezat, dan meja
jamuannya dibentang luas seperti yang jarang engkau lihat. Saat
itu, seperti Haman, engkau tidak akan memikirkan hal lain selain
kehormatan yang ditunjukkan kepadamu dengan cara ini (Est.
5:12), dan kesempatan yang engkau miliki untuk menyenangkan
langit-langit mulutmu, dan lupa bahwa ada jerat yang terpasang
untukmu. Godaan itu mungkin terasa lebih kuat dan lebih ber-
bahaya bagi orang yang tidak terbiasa dengan jamuan-jamuan
seperti itu, dibandingkan bagi orang yang selalu duduk di hadapan
meja yang penuh dengan makanan.
2. Di sini kita diperintah untuk melipatgandakan kewaspadaan kita
pada saat seperti itu.
Kita harus,
(1) Menyadari diri sedang dalam bahaya: Perhatikanlah baik-baik
apa yang ada di depanmu, makanan dan minuman apa yang
ada di depanmu, supaya engkau bisa memilih apa yang paling
aman untukmu dan yang paling tidak membuatmu makan
minum secara berlebihan. Perhatikanlah teman seperti apa
yang ada di depanmu, si pembesar itu sendiri, yang, jika ia
bijak dan baik, akan menganggapnya sebagai penghinaan jika
siapa pun dari tamu-tamunya bersikap tidak tertib di meja-
nya. Dan, jika demikian halnya bila kita duduk makan de-
ngan seorang pembesar, jauh terlebih lagi bila kita duduk
makan dengan Pembesar dari segala pembesar di meja Tuhan,
kita harus memperhatikan baik-baik apa yang ada di depan
kita, agar dalam hal apa pun kita tidak makan dan minum de-
ngan cara yang tidak layak, yang tidak pantas, agar jangan
meja itu menjadi jerat.
(2) Kita harus mengingatkan diri kita sendiri untuk bersikap
sederhana dan tidak berlebihan: Taruhlah sebuah pisau pada
lehermu, maksudnya, tahanlah dirimu sendiri, seolah-olah ada
pedang yang menggantung di atas kepalamu, dari semua peri-
laku yang berlebihan. Perhatikanlah peringatan ini, jagalah
dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kema-
bukan, supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke
atas dirimu seperti suatu jerat, atau peringatan ini, sebab se-
gala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan atau
peringatan ini, para pemabuk tidak akan mendapat bagian da-
lam Kerajaan Allah, menjadi pisau pada lehermu. Penutur
bahasa Latin menyebut kemewahan dengan kata gula, yang
artinya tenggorokan. Angkatlah senjatamu melawan dosa itu.
Lebih baik berpantang sehingga jika engkau mulai ber-
nafsu, engkau ketakutan tenggorokanmu akan putus dibandingkan
memanjakan dirimu sendiri dalam nafsu yang memabukkan.
Jangan pernah melahap tanpa malu-malu (Yud. 1:12), namun
merasa takutlah jika godaan ada di depan kita.
(3) Kita harus memikirkan alasan-alasan yang benar untuk me-
mandang rendah secara kudus pemuasan-pemuasan terhadap
hawa nafsu kedagingan: Bila besar nafsumu, engkau harus
mengendalikan dirimu sendiri dengan tekad bulat saat itu juga,
dan dengan membayangkan kengerian-kengerian Tuhan. Bila
engkau terancam bahaya untuk jatuh ke dalam sikap yang ber-
lebihan, taruhlah sebuah pisau pada lehermu. Mungkin itu bisa
langsung manjur. namun itu saja tidak cukup: tebanglah akar-
akarnya. Matikanlah hawa nafsu yang begitu berkuasa atas
dirimu itu: jangan ingin akan makanannya yang lezat. Per-
hatikanlah, kita harus mencermati apa kelemahan kita sendiri,
dan, jika kita mendapati diri kita kecanduan untuk memuas-
kan hawa nafsu daging, maka kita bukan saja harus waspada
terhadap godaan-godaan dari luar, namun juga harus menun-
dukkan kebobrokan yang ada di dalam diri. Sudah menjadi
sifat kodrati untuk menginginkan makanan, dan kita diajar
untuk berdoa memintanya, namun nafsulah yang menginginkan
makanan-makanan lezat, dan kita di dalam iman tidak bisa
berdoa memintanya, sebab sering kali makanan yang lezat itu
bukanlah makanan yang sesuai bagi pikiran, tubuh, atau
keadaan kita. Makanan yang lezat itu penipu, dan oleh sebab
itu Daud tidak berdoa memintanya, namun berdoa melawannya
(Mzm. 141:4). Makanan yang lezat itu menyenangkan bagi la-
ngit-langit mulut, namun mungkin membuat perut mulas-
mulas, menjadi asam di sana, menyusahkan orang, dan mem-
buatnya sakit. Makanan yang lezat tidak memberikan kepuas-
an yang dijanjikan bagi orang. Sebab, orang-orang yang besar
nafsunya, jika sudah mengecap makanan yang amat lezat,
tidak merasa senang. Mereka cepat bosan dengannya. Mereka
ingin mencicipi lagi makanan lain yang lebih lezat. Semakin
nafsu makan yang mewah dituruti dan dimanjakan, semakin
ia bertambah konyol dan menyusahkan, dan semakin sulit
dipuaskan. Makanan yang lezat akan membuat jenuh, namun
tidak pernah membuat puas. namun makanan yang lezat ada-
lah hidangan yang menipu terutama menurut pertimbangan
ini, yaitu bahwa, meskipun menyenangkan tubuh, makanan
itu merusak jiwa, membebani hati, dan membuatnya tidak
layak untuk melayani Allah. Bahkan, makanan itu menjauhkan
hati, dan mengasingkan pikiran dari kesenangan-kesenangan
rohani, dan merusak kenikmatannya terhadap kesenangan-
kesenangan itu. Jadi, mengapa kita harus mengidam-idamkan
apa yang sudah pasti akan menipu kita?
4 Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. 5 Kalau
engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, sebab tiba-tiba ia bersayap, lalu
terbang ke angkasa seperti rajawali.
Sementara sebagian orang bernafsu besar (ay. 2), sebagian yang lain
berkelakuan tamak, dan orang-orang inilah yang diperingatkan Sa-
lomo di sini (ay. 2). Dengan mengarahkan hati pada uang (meskipun
itu tampak sebagai barang yang paling penting), orang menipu diri
mereka sendiri, sama seperti bila mereka mengarahkan hatinya pada
makanan lezat.
Amatilah:
I. Bagaimana Salomo meminta orang tamak untuk tidak memban-
ting tulang dan menyiksa dirinya sendiri (ay. 4). Jangan bersusah
payah untuk menjadi kaya, untuk menambah harta dan membuat
apa yang engkau miliki semakin berlimpah-limpah melebihi apa
yang ada sekarang. Kita harus berusaha hidup dengan nyaman
dan membuat persediaan bagi anak-anak dan keluarga kita,
sesuai dengan kedudukan dan keadaan kita, namun kita tidak
boleh mencari perkara-perkara besar. Jangan menjadi orang yang
berkeinginan menjadi kaya, yang menginginkannya sebagai ke-
baikan utama mereka dan merancangkannya sebagai tujuan ter-
tinggi mereka (1Tim. 6:9). Orang tamak menyangka ia berhikmat
dengan membayangkan bahwa seandainya ia menjadi sedemikian
kaya, maka ia akan benar-benar berbahagia. Tinggalkan niat itu,
sebab itu yaitu kesalahan. Hidup orang tidaklah tergantung dari
pada kekayaannya (Luk. 12:15).
1. Orang-orang yang bersusah payah untuk melakukan perkara-
perkara besar memenuhi tangan mereka dengan pekerjaan-
pekerjaan yang lebih banyak dibandingkan yang bisa mereka ta-
ngani, sehingga kehidupan mereka sungguh-sungguh membo-
sankan dan senantiasa terburu-buru. Jadi, janganlah engkau
menjadi orang bodoh seperti itu. Jangan bersusah payah untuk
menjadi kaya. Apa yang engkau miliki atau lakukan, jadilah
tuan atasnya, dan jangan menjadi budak untuknya seperti
orang yang bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh
malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah,
dan semua itu demi menjadi kaya. Bekerja dengan secukup-
nya, supaya kita dapat membagikan sesuatu, yaitu hikmat
dan kewajiban kita (Ef. 4:28). Bekerja dengan melampaui ba-
tas, supaya kita dapat menimbun, yaitu dosa dan kebodohan
kita.
2. Mereka memenuhi kepala mereka dengan rencana-rencana
yang lebih banyak dibandingkan yang mereka mengerti, sehingga
kehidupan mereka senantiasa diombang-ambingkan oleh kece-
masan dan ketakutan. namun janganlah engkau menyusahkan
dirimu sendiri seperti itu: tinggalkan niatmu ini. Teruslah beker-
ja dengan tenang, jangan merancangkan cara-cara baru dan
bersiasat dengan akal bulusmu untuk mencari temuan-temuan
baru. Selaraskan dirimu dengan hikmat Allah dan tinggalkan
hikmatmu sendiri (3:5-6).
II. Bagaimana Salomo membujuk orang yang tamak untuk tidak ber-
laku curang dan menipu dirinya sendiri dengan mencintai dan
mengejar secara berlebihan apa yang sia-sia dan hanya menyu-
sahkan jiwa.
Sebab,
1. Itu bukan hal yang pokok dan memuaskan hati: Masakan eng-
kau menjadi orang yang demikian bodoh sehingga mengarah-
kan pandanganmu, melayangkan matamu dengan hasrat dan
kekerasan, pada apa yang lenyap?
Perhatikanlah:
(1) Perkara-perkara dunia ini yaitu perkara-perkara yang
lenyap. Semua itu mempunyai keberadaan yang nyata di
alam dan merupakan pemberian-pemberian yang nyata
dari Pemeliharaan Allah, namun di dalam kerajaan anuge-
rah, semua itu yaitu sesuatu yang tidak nyata. Semuanya
itu bukanlah kebahagiaan dan bagian untuk jiwa. Semua-
nya bukan seperti yang mereka janjikan atau yang kita ha-
rapkan. Mereka hanya untuk sekadar pamer, sebuah ba-
yangan, sebuah dusta bagi jiwa yang mempercayai mereka.
Mereka lenyap, sebab sebentar saja mereka tidak akan ada
lagi, mereka tidak akan menjadi milik kita. Mereka akan
habis sebab digunakan. Semarak mereka akan berlalu.
(2) Oleh sebab itu, bodohlah kita jika mengarahkan mata kita
kepada semuanya itu, mengaguminya sebagai perkara-per-
kara terbaik, menempatkan mereka sebagai barang-barang
kita yang baik, dan bersusah payah untuk mencapainya
sebagai tujuan akhir dari semua tindakan kita, terbang
mengejarnya bak rajawali mengejar mangsanya. Masakan
engkau mau melakukan sesuatu yang jelas-jelas tidak
masuk akal seperti itu? Masakan engkau, makhluk yang
berakal, mau mengejar-ngejar bayangan? Mata dibuat un-
tuk melihat kekuatan-kekuatan yang berakal dan berbudi.
Masakan engkau mau membuangnya begitu saja demi ba-
rang-barang yang tidak layak seperti itu? Menaruh tangan
dan kaki pada dunia ini sudahlah baik, namun janganlah
menaruh mata, mata akal budi padanya. Mata itu dicipta-
kan untuk merenungkan perkara-perkara yang lebih baik.
Masakan engkau, hai anakku, yang mengaku sebagai orang
beragama, menghina Allah seperti itu (yang kepada-Nya
mata kita harus selalu terarah) dan melecehkan jiwamu se-
perti itu?
2. Kekayaan tidak bertahan lama dan tidak tetap. Kekayaan ada-
lah sesuatu yang sangat tidak pasti. Sudah tentu demikian:
tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang. Semakin kita mengarahkan
mata kita untuk terbang mengejarnya, semakin ia akan ter-
bang menjauh dari kita.
(1) Kekayaan akan meninggalkan kita. Orang bisa menggeng-
gamnya erat-erat namun tidak untuk waktu yang lama. En-
tah ia harus diambil dari kita atau kita harus diambil dari-
nya. Hasil usaha dikatakan mengalir seperti aliran sungai
(Ayb. 20:28, KJV), namun di sini dikatakan terbang seperti
burung.
(2) Mungkin saja kekayaan meninggalkan kita secara tiba-tiba,
sementara kita sudah sangat bersusah payah mendapat-
kannya dan sudah mulai sangat berbangga dan bersuka di
dalamnya. Orang yang tamak duduk mengerami kekayaan-
nya dan menetaskannya, sampai ia bersayap, seperti anak-
anak ayam di bawah induknya, dan kemudian ia pergi meng-
hilang. Atau, seolah-olah ada orang yang senang dengan
unggas-unggas yang hinggap di ladangnya, dan menyebutnya
sebagai miliknya sendiri sebab ada di tanahnya, sementara,
jika ia mencoba mendekati mereka, mereka akan segera me-
rentangkan sayap dan terbang ke ladang orang lain.
(3) Sayap-sayap yang dengannya kekayaan terbang yaitu
buatannya sendiri. Pada dirinya sendiri, kekayaan sudah
mengandung kecenderungan-kecenderungan untuk rusak,
ia akan dirusakkan oleh ngengat dan karatnya sendiri. Ia
akan lenyap sesuai dengan sifatnya, dan seperti segenggam
debu yang, jika digenggam, berjatuhan melalui sela-sela
jari. Salju akan bertahan sebentar saja, dan tampak indah
di mata jika dibiarkan berserakan di tanah di mana ia
jatuh, namun jika dikumpulkan dan didekapkan di dada, ia
akan larut dan lenyap dengan tiba-tiba.
(4) Ia pergi tanpa bisa ditolak dan tanpa bisa dipanggil kembali,
seperti rajawali terbang ke angkasa, yang terbang dengan
sangat kencang (ia tidak bisa dihentikan), dan terbang meng-
hilang dari pandangan dan dari panggilan (ia tidak bisa di-
bawa kembali). Seperti itulah kekayaan meninggalkan orang,
dan meninggalkannya dalam kesedihan dan kesusahan jika
hati mereka terpatri padanya.
6 Jangan makan roti orang yang kikir, jangan ingin akan makanannya yang
lezat. 7 Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri
demikianlah ia. Silakan makan dan minum, katanya kepadamu, namun ia
tidak tulus hati terhadapmu. 8 Suap yang telah kaumakan, kau akan
muntahkan, dan kata-katamu yang manis kausia-siakan.
Mereka yang mencari kenikmatan jasmani dan bernafsu besar (ay. 2)
senang pergi ke tempat-tempat yang dipenuhi canda tawa dan ke-
riangan. Dan orang-orang yang tamak dan pelit, supaya bisa berhe-
mat di rumah, akan senang diundang makan malam di rumah orang
lain. Oleh sebab itu, kedua-duanya di sini dinasihati untuk tidak
lekas-lekas menerima kunjungan dari setiap orang, namun terutama
untuk tidak memaksa diri untuk mengundang orang lain.
Amatilah:
1. Ada orang yang berpura-pura menyambut teman-teman mereka,
padahal mereka tidak melakukannya dengan sepenuh hati dan
tulus ikhlas. Mereka bermulut manis, dan tahu apa yang harus
mereka katakan: silakan makan dan minum, katanya, sebab
tuan rumah memang diharapkan bersikap ramah terhadap para
tamunya. namun , mereka kikir, dan kesal dengan setiap potong
makanan yang dimakan oleh para tamunya, terutama jika mereka
makan dengan cuma-cuma. Mereka ingin tampak royal dalam
menjamu dan ingin mendapatkan pujian untuknya, namun sebab
mereka begitu mencintai uang mereka dan tidak mencintai
teman-teman mereka, maka mereka pun tidak dapat merasakan
penghiburan dari jamuan itu atau menikmati diri mereka sendiri
atau teman-teman mereka. Pesta orang kikir itu seperti penghu-
kuman bagi dirinya sendiri. Jika orang begitu cinta diri, tamak,
dan kikir sehingga ia tidak sampai hati mempersilakan teman-
temannya menikmati apa yang dimilikinya, ia seharusnya tidak
menambah kesalahannya dengan bersikap palsu dalam mengun-
dang mereka, namun membiarkan dirinya mengakui sendiri siapa
dia sebenarnya, agar orang bebal tidak akan disebutkan lagi orang
yang berbudi luhur, dan orang penipu tidak akan dikatakan terhor-
mat (Yes. 32:5).
2. Orang tidak bisa merasakan penghiburan dalam menerima jamu-
an-jamuan yang diberikan dengan berat hati: Jangan makan roti
dari orang seperti itu. Biarlah dia menyimpannya untuk dirinya
sendiri. Jangan mengemis-ngemis kepada orang-orang yang ber-
kelimpahan, atau membuat dirimu menjadi beban bagi siapa saja.
namun terutama janganlah engkau sudi berutang budi pada
orang-orang yang kikir dan tidak tulus. Lebih baik sepiring sayur,
disertai sambutan yang tulus, dibandingkan makanan yang lezat tanpa
itu. Oleh sebab itu,
(1) Nilailah orang berdasarkan pikirannya. Sangkamu engkau
menghormatinya sebagai teman, sebagaimana engkau meman-
dangnya, sebab ia memuji-muji engkau, namun seperti orang
yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia
(KJV: seperti apa yang dipikirkan orang di dalam hatinya, demi-
kianlah ia pen.), bukan seperti apa yang diucapkannya dengan
lidahnya. Siapa kita sebenarnya, baik terhadap Allah maupun
manusia, tergantung bagaimana kita di dalam batin. Jadi, aga-
ma ataupun persahabatan itu tidak berarti apa-apa bila tidak
disertai ketulusan dalam menjalankannya.
(2) Nilailah makanan berdasarkan mudah tidaknya untuk dicer-
na dan apakah engkau bisa menerimanya. Ia memintamu un-
tuk makan dengan cuma-cuma, namun , cepat atau lambat, ia
akan mengungkapkan sifatnya yang pelit dan tamak. Dan
seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri
demikianlah ia akan tampak, dan membuatmu mengerti bah-
wa engkau tidak diterima, maka pada saat itulah suap yang
telah kaumakan, kau akan muntahkan. Memikirkannya saja
akan membuatmu memuntahkan makanan yang sudah kau-
makan, dan menelan kembali perkataan yang sudah kauucap-
kan dalam membalas pujian-pujiannya dan berterima kasih
kepadanya atas keramahtamahannya. Kata-katamu yang ma-
nis, yang telah dia berikan kepadamu dan telah engkau beri-
kan kepadanya, akan kausia-siakan.
9 Jangan berbicara di telinga orang bebal, sebab ia akan meremehkan kata-
katamu yang bijak.
Di sini kita diperintah untuk tidak melemparkan mutiara kepada babi
(Mat. 7:6) dan tidak menunjukkan perkara-perkara yang sakral ha-
nya untuk dihina dan diejek oleh para pencemooh yang cemar. Su-
dah menjadi kewajiban kita untuk memanfaatkan semua kesempatan
yang tepat untuk membicarakan perkara-perkara ilahi, namun ,
1. Ada sebagian orang yang akan membuat lelucon tentang segala
sesuatu, meskipun diucapkan dengan begitu bijaksana dan tepat.
Orang-orang demikian tidak hanya meremehkan kata-kata orang
bijak, namun juga bahkan meremehkan kebijaksanaan mereka,
yang justru paling bermanfaat untuk membangun diri mereka
sendiri. Mereka akan mencelanya dengan gencar, seolah-olah per-
kataan itu punya maksud buruk bagi mereka, sehingga mereka
harus waspada terhadapnya.
2. Orang-orang yang berbuat demikian kehilangan manfaat yang bisa
mereka dapatkan dari nasihat dan didikan yang baik. Dan orang
bijak tidak hanya diperbolehkan, namun juga disarankan, untuk
tidak berbicara di telinga orang-orang bebal seperti itu. Biarlah
mereka tetap bodoh, dan janganlah nafas yang berharga diembus-
kan dengan sia-sia untuk mereka. Jika apa yang dikatakan orang
bijak dalam hikmatnya tidak mau didengar, maka biarlah ia diam
saja, dan coba lihat apakah cara itu akan diperhatikan.
10 Jangan engkau memindahkan batas tanah yang lama, dan memasuki
ladang anak-anak yatim. 11 sebab penebus mereka kuat, Dialah yang mem-
bela perkara mereka melawan engkau.
Perhatikanlah:
1. Anak-anak yatim mendapat perlindungan Allah secara khusus.
Bersama Dia, bukan saja kasih sayang akan ditunjukkan kepada
mereka (Hos. 14:4), namun juga keadilan akan diperbuat bagi me-
reka. Dia yaitu Penebus mereka, Goël mereka, Kerabat dekat
mereka, yang akan berpihak pada mereka dan membela mereka
dengan cemburu, sebab Ia turut merasa terhina oleh kejahatan-
kejahatan yang diperbuat terhadap mereka. Sebagai Penebus me-
reka, Dia akan membela perkara mereka melawan siapa saja yang
merugikan mereka. Dengan cara apa saja, Ia tidak hanya akan
membela hak mereka dan memulihkannya kepada mereka, namun
juga akan membalaskan kejahatan-kejahatan yang telah diper-
buat terhadap mereka. Dan Dia kuat, mahakuat. Kemahakuasa-
an-Nya dilibatkan dan dikerahkan untuk melindungi mereka, dan
para penindas mereka yang paling congkak dan berkuasa sekali-
pun tidak hanya akan mendapati diri mereka sebagai lawan yang
tidak seimbang untuk ini, namun juga akan mendapati bahwa
mereka sendirilah yang akan terancam bahaya jika menentang
kemahakuasaan-Nya.
2. Oleh sebab itu, setiap orang harus berhati-hati untuk tidak melu-
kai mereka sedikit pun, atau melanggar hak-hak mereka, entah
dengan memindahkan batas tanah yang lama secara diam-diam,
atau dengan memasuki ladang mereka secara paksa. Sebagai
anak yatim, mereka tidak mempunyai siapa pun untuk membe-
tulkan kesalahan-kesalahan mereka, dan, sebab masih anak-
anak, mereka bahkan tidak sadar akan kejahatan yang diperbuat
terhadap mereka. Rasa hormat, dan terlebih jauh lagi rasa takut
akan Allah, akan menahan orang untuk melukai anak-anak, ter-
utama anak-anak yatim.
Kewajiban-kewajiban Orangtua
12 Arahkanlah perhatianmu kepada didikan, dan telingamu kepada kata-kata
pengetahuan. 13 Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati
kalau engkau memukulnya dengan rotan. 14 Engkau memukulnya dengan
rotan, namun engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati. 15 Hai
anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita. 16 Jiwaku bersukaria,
kalau bibirmu mengatakan yang jujur.
Inilah,
1. Orangtua yang sedang mendidik anaknya. Di sini ia diperlihatkan
sedang membujuk anaknya untuk membaca buku, dan terutama
membaca Kitab Suci dan pelajaran agamanya, untuk memperhati-
kan kata-kata pengetahuan, yang dengannya ia bisa mengetahui
kewajibannya dan bahaya yang mengintainya serta kepentingan-
nya. Dan tidak hanya mendengarkan kata-kata pengetahuan itu
saja, namun juga mengarahkan hatinya kepadanya, bersuka di da-
lamnya, dan menundukkan kehendaknya pada kewenangannya.
Hati diarahkan kepada didikan hanya jika didikan diarahkan
ke dalam hati.
2. Orangtua yang membetulkan anaknya. Orangtua yang berhati
lembut hampir tidak sampai hati untuk melakukan ini. Tindakan
tersebut amat berlawanan dengan pembawaannya. namun ia men-
dapatinya sebagai hal yang perlu dilakukan. Itu yaitu kewajib-
annya, dan oleh sebab itu ia tidak berani menolak didikan apa-
bila ada kesempatan untuk melakukannya (bila rotan tidak dipu-
kulkan, anak menjadi manja). Ia memukulnya dengan rotan, mem-
perbaiki kelakuannya dengan lembut, memberinya pukulan yang
diberikan anak-anak manusia, bukan seperti yang kita berikan
kepada binatang. Ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya
dengan rotan. Rotan tidak akan membunuhnya. Justru itu akan
mencegah si anak membunuh dirinya sendiri dengan jalan-jalan
yang keji itu, yang darinya ia perlu ditahan dengan rotan. Untuk
saat ini pukulan itu tidak menggembirakan, namun menyedihkan,
baik bagi orangtua maupun bagi si anak. namun jika pukulan
itu diberikan dengan hikmat, dirancang demi kebaikan, disertai
dengan doa, dan diberkati Allah, maka itu akan menjadi sarana
yang membahagiakan untuk mencegah kehancuran totalnya dan
menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati. Yang harus
teramat sangat kita pedulikan yaitu jiwa anak-anak kita. Ja-
nganlah sampai kita melihat jiwa mereka terancam bahaya masuk
neraka tanpa menggunakan segala kemungkinan sarana, dengan
sepenuh perhatian dan kepedulian, untuk merebut mereka kem-
bali seperti merebut kayu dari api yang membakar untuk selama-
lamanya. Biarlah tubuhnya menderita, asalkan rohnya diselamat-
kan pada hari Tuhan Yesus.
3. Orangtua yang membesarkan hati anaknya, memberi tahu anaknya,
(1) Bahwa apa yang diharapkannya yaitu tidak lain demi kebaik-
an anaknya sendiri, yaitu agar hatinya bijak dan bibirnya me-
ngatakan yang jujur, agar ia diatur oleh asas-asas yang baik,
dan agar dengan asas-asas itu ia secara khusus memelihara
ucapan lidahnya. Anak-anak yang belajar mengatakan yang
jujur, dan tidak berani mengucapkan kata-kata jahat, diharap-
kan akan berbuat jujur saat mereka tumbuh dewasa.
(2) Betapa terhiburnya orangtua jika dalam hal ini anaknya me-
menuhi harapannya: Jika hatimu bijak, hatiku juga bersuka-
cita, bersukacita di dalam engkau, bahkan hatiku, yang sudah
berjerih payah membesarkan engkau, hatiku, yang sudah se-
ring kali sakit sebab mu, hendaknya engkau berusaha mem-
balasnya dengan penuh rasa syukur. Perhatikanlah, hikmat
anak-anak akan menjadi kegembiraan orangtua dan guru-
guru mereka, yang tidak akan merasakan kegembiraan besar
selain melihat mereka hidup dalam kebenaran (3Yoh. 1:4).
Anak-anak, jika kalian menjadi bijak dan baik, taat dan patuh
pada hati nurani, maka Allah akan senang kepadamu, dan itu
akan menjadi sukacita kami. Dengan begitu, tahulah kami bah-
wa jerih payah kami dalam mendidik kalian sangatlah diberkati.
Itu akan menjadi jawaban yang menghibur atas banyaknya doa
yang sudah kami panjatkan untuk kalian. Hati kami akan diri-
ngankan dari banyak kekhawatiran, dan tidak akan perlu ber-
tindak dengan begitu ketat dan keras dalam mengawasimu, dan
itu sungguh lebih nyaman bagimu dan bagi diri kami sendiri.
Kami akan bersukacita dalam harapan bahwa engkau akan
menjadi pujian dan penghiburan bagi kami, jika memang kami
akan hidup sampai tua, bahwa engkau akan menjunjung ting-
gi nama Kristus di tengah-tengah angkatanmu, dan bahwa
engkau akan hidup nyaman di dunia ini dan berbahagia di du-
nia yang lain.
17 Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa, namun takutlah
akan TUHAN senantiasa. 18 sebab masa depan sungguh ada, dan harapan-
mu tidak akan hilang.
Inilah:
1. Peringatan yang penting agar kita tidak menjamu diri dengan
angan-angan untuk memperoleh kemakmuran duniawi: Jangan-
lah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa. Jangan kesal en-
tah dengan kebebasan yang mereka pakai untuk berdosa atau
dengan keberhasilan mereka, yang lebih harus dikasihani dari-
pada dicemburui. Kemakmuran mereka yaitu bagian mereka
(Mzm. 17:14), bahkan, kemakmuran yaitu racun bagi mereka
(1:32, KJV). Kita tidak boleh menaruh rasa tidak puas secara diam-
diam di dalam hati mengenai pemeliharaan Allah, meskipun peme-
liharaan-Nya tampak tersenyum kepada orang-orang berdosa. Kita
pun tidak boleh berkhayal untuk menjadi seperti mereka. Jangan-
lah hatimu meniru orang-orang berdosa (begitu sebagian orang
membaca ayat ini). Jangan berbuat seperti yang mereka perbuat.
Jangan berjalan di jalan yang sama dengan mereka. Jangan meng-
gunakan cara-cara yang mereka pakai untuk memperkaya diri
mereka sendiri, sekalipun mereka maju pesat sebab nya.
2. Petunjuk luar biasa untuk menjaga pikiran-pikiran yang luhur
tentang Allah sepanjang waktu: takutlah akan TUHAN selalu dan
senantiasa. Kita harus memelihara rasa takut akan Tuhan di
dalam diri kita, melatih diri kita untuk memuja-Nya dalam keku-
dusan, tunduk pada perintah-perintah-Nya, berserah pada peme-
liharaan-pemeliharaan-Nya, dan senantiasa berusaha menye-
nangkan-Nya. Kita harus takut akan Tuhan seperti layaknya kita
senang melakukan apa yang kita sukai, dengan bersuka dalam
merenungkan kemuliaan Allah dan mematuhi kehendak-Nya. Kita
harus mengabdikan diri untuk takut akan Dia (Mzm. 119:38, KJV),
dan diatur oleh rasa takut itu sebagai asas yang memimpin segala
sesuatu yang kita katakan dan kita perbuat. Di sepanjang hidup
kita, kita harus senantiasa menjaga rasa hormat akan Allah di
dalam roh kita, harus menghargai kewenangan-Nya, dan merasa
ngeri terhadap murka-Nya. Kita harus selalu berlaku demikian
dalam rasa takut akan Dia, tanpa pernah menyimpang dari itu.
3. Alasan yang baik untuk tetap hormat dan takut kepada-Nya (ay.
18): masa depan sungguh ada, masa depan dan harapan, seperti
dalam Yeremia 29:11. Akan ada masa depan atau akhir bagi
kemakmuran orang fasik, dan oleh sebab itu, janganlah iri hati
terhadap mereka (Mzm. 73:17). Akan ada akhir bagi penderitaan-
penderitaanmu, dan oleh sebab itu janganlah lelah menanggung-
nya. Akan ada akhir bagi segala pelayananmu. Pekerjaan dan per-
juanganmu akan tercapai, kasih yang sempurna akan segera me-
lenyapkan ketakutan, dan harapanmu untuk mendapat imbalan
bukan saja tidak akan hilang atau dikecewakan, namun akan ter-
capai tanpa batas. Pertimbangan tentang masa depan atau akhir
dari semuanya itu akan membantu kita menerima segala kesulit-
an dan kekecewaan di sepanjang jalan.
19 Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak, tujukanlah hatimu ke jalan
yang benar. 20 Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap
daging. 21 sebab si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk
membuat orang berpakaian compang-camping. 22 Dengarkanlah ayahmu
yang memperanakkan engkau, dan janganlah menghina ibumu kalau ia
sudah tua. 23 Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga de-
ngan hikmat, didikan dan pengertian. 24 Ayah seorang yang benar akan ber-
sorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita
sebab dia. 25 Biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita, biarlah beria-ria dia
yang melahirkan engkau. 26 Hai anakku, berikanlah hatimu kepadaku, biar-
lah matamu senang dengan jalan-jalanku. 27 sebab wanita jalang ada-
lah lobang yang dalam, dan wanita asing yaitu sumur yang sempit. 28
Bahkan, seperti penyamun ia menghadang, dan memperbanyak pengkhianat
di antara manusia.
Inilah nasihat yang baik untuk diberikan orangtua kepada anak-anak
mereka. Kata-kata ditaruh di dalam mulut mereka, supaya orangtua
bisa mendidik anak-anak mereka menurut jalan yang patut bagi mere-
ka.
Di sini kita mendapati:
I. Panggilan yang sungguh-sungguh kepada orang muda untuk mem-
perhatikan nasihat orangtua mereka yang saleh, bukan hanya yang
diberikan di sini, namun juga semua didikan lain yang bermanfaat:
Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak (ay. 19). Ini akan
menjadi bukti bahwa engkau bijak, dan dengan begitu menjadi
sarana untuk membuatmu lebih bijak. Hikmat, seperti halnya
iman, timbul dari pendengaran. Dan sekali lagi (ay. 22): Dengar-
kanlah ayahmu yang memperanakkan engkau, dan yang oleh
sebab itu memiliki wewenang atas dirimu dan kasih sayang un-
tukmu, dan, engkau boleh yakin, bahwa tidak ada rancangan lain
selain demi kebaikanmu sendiri. Kita harus menghormati para
bapa leluhur kita di dalam daging, yang telah memperanakkan
kita dan menjadi sarana bagi keberadaan kita. Bila demikian ada-
nya, maka jauh terlebih lagi kita harus patuh dan tunduk kepada
Bapa dari roh kita, yang telah menjadikan kita dan yang merupa-
kan Pencipta dari keberadaan kita. Dan sebab ibu juga, berdasar-
kan rasa kewajiban terhadap Allah dan kasih terhadap anaknya,
memberinya didikan yang baik, maka janganlah anak menghina ibu-
nya, ataupun nasihatnya, kalau ia sudah tua. jika sang ibu su-
dah tua, pastilah dalam anggapan kita, anak-anaknya sudah tum-
buh dewasa. Walaupun demikian, janganlah anak-anak menyangka
bahwa mereka sudah tidak perlu dididik lagi, bahkan oleh sang ibu
yang sudah tua itu, namun hormatilah ia justru sebab banyaknya
tahun yang sudah ia lewati dan hikmat yang diajarkan melalui
tahun-tahun itu. Orang muda yang suka mencemooh dan bersikap
kurang ajar mungkin akan menertawakan nasihat baik dari ibu
yang sudah lanjut usia, dan menyangka tidak harus memperhati-
kan apa yang dikatakan oleh seorang wanita tua. Namun,
orang-orang seperti itu akan dimintai banyak petanggungjawaban
pada suatu hari nanti, bukan saja sebab mereka sudah menyia-
nyiakan nasihat yang baik, namun juga sebab mereka sudah meng-
hina dan mendukakan seorang ibu yang baik (30:17).
II. Alasan untuk memperkuat panggilan ini, yang didasarkan atas
penghiburan yang akan dirasakan orangtua mereka (ay. 24-25).
Perhatikanlah:
1. yaitu kewajiban anak-anak untuk berusaha sedapat mung-
kin menyenangkan hati orangtua mereka yang baik. Mereka
wajib terus-menerus melakukannya, supaya orangtua mereka
bisa bersorak-sorak sebab mereka. Dengan demikian, bahkan
sekalipun tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-
tahun yang mereka katakan bahwa tak ada kesenangan bagi
mereka di dalamnya, mereka masih bersuka saat melihat
anak-anak mereka berperilaku baik, seperti Barzilai yang ingin
melihat Kimham mendapat kehormatan.
2. Anak-anak akan menjadi sukacita bagi orangtua mereka jika
mereka benar dan bijak. Kebenaran yaitu hikmat yang sejati.
Barangsiapa berbuat baik, ia melakukannya untuk kebaikan-
nya sendiri. Orang-orang yang sepenuhnya demikian yaitu
mereka yang tidak hanya bijak (yaitu, berpengetahuan dan
berpendidikan), namun juga benar (yaitu, jujur dan baik). Mere-
ka tidak hanya benar (yaitu, berhati nurani dan berniat baik),
namun juga bijak (yaitu, penuh penilaian dan pertimbangan)
dalam mengatur diri mereka sendiri. Jika anak-anak menjadi
seperti itu, apalagi semua anak, maka ayah dan ibu akan se-
nang. Mereka tidak memandang apa pun yang telah mereka
lakukan atau yang tengah mereka lakukan bagi anak-anak
mereka sebagai hal yang berlebihan. Mereka akan bersuka di
dalam anak-anak mereka, dan bersyukur kepada Allah untuk
mereka. Khususnya ibu yang telah melahirkan mereka dengan
rasa sakit dan menyusui mereka dengan perih, akan bersuka di
dalam mereka. Ia menganggap dirinya sudah mendapat balas-
an yang setimpal. Dukacitanya bahkan terlupakan begitu saja,
sebab yang dihasilkannya yaitu seorang yang bijak dan baik,
menjadi berkat bagi dunia yang di dalamnya ia dilahirkan.
III. Beberapa aturan umum tentang hikmat dan kebajikan.
1. Tujukanlah hatimu ke jalan yang benar (ay. 19). Hatilah yang
harus dijaga dan diarahkan dengan benar. Segala pergerakan
dan perasaan jiwa haruslah mengarah pada sasaran-sasaran
yang benar dan di bawah bimbingan yang mantap. Jika hati
dipandu di jalan yang benar, langkah-langkah kaki akan ter-
bimbing dan perilaku akan teratur dengan baik.
2. Belilah kebenaran dan jangan menjualnya (ay. 23). Kebenaran
yaitu sesuatu yang dengannya hati harus dibimbing dan
diatur, sebab tanpa kebenaran tidak ada kebaikan. Tidak ada
perbuatan-perbuatan yang sesuai aturan tanpa asas-asas
yang benar. Dengan kuasa kebenaranlah, yang diketahui dan
dipercayai, kita akan dijauhkan dari dosa dan dihalau untuk
taat pada kewajiban. Pengertian harus diisi baik-baik dengan
hikmat dan didikan, dan oleh sebab itu,
(1) Kita harus membeli kebenaran itu, yakni, harus rela ber-
pisah dengan apa saja demi kebenaran. Salomo tidak ber-
kata dengan harga berapa kita harus membelinya, sebab
kita tidak dapat membelinya bila terlalu mahal, namun
bahwa kita harus mendapatkannya berapa pun harganya.
Berapa pun harga yang harus kita bayar, kita tidak akan
menyesal membayarnya. jika kita mengeluarkan biaya
untuk sarana pengetahuan dan bertekad untuk tidak men-
derita kelaparan dengan melewatkan perkara yang begitu
baik seperti itu, maka kita membeli kebenaran. Kekayaan
haruslah dimanfaatkan untuk mendapatkan pengetahuan,
bukan pengetahuan untuk mendapat kekayaan. jika
kita tengah bersusah payah mencari kebenaran, agar kita
bisa mendapat pengetahuan tentangnya dan bisa mem-
bedakan antara yang benar dan yang salah, maka itu ber-
arti kita membeli kebenaran. Dii laboribus omnia vendunt
Sorga mengaruniakan apa saja kepada orang-orang yang
bekerja keras. jika kita lebih memilih menderita kerugi-
an dalam kepentingan duniawi kita dibandingkan menyangkal
atau mengabaikan kebenaran, maka kita membelinya. Dan
kebenaran yaitu mutiara yang begitu berharga sehingga
kita harus rela berpisah dengan semua hal lain demi mem-
belinya, harus lebih memilih kehilangan harta, bisnis, dan
kedudukan kita dibandingkan kehilangan iman dan hati nurani
yang baik.
(2) Kita tidak boleh menjualnya. Jangan berpisah dengannya
demi kesenangan, kehormatan, kekayaan, atau apa saja di
dunia ini. Jangan lalai mempelajarinya, atau tidak lagi
mengakuinya, atau memberontak dari kekuasaannya, demi
mendapatkan atau menyimpan kepentingan duniawi apa
pun. Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar,
dan jangan pernah melepaskannya demi apa pun.
3. Berikanlah hatimu kepadaku (ay. 26). Allah di dalam nasihat
ini berbicara kepada kita seperti kepada anak-anak: Hai
anakku, berikanlah hatimu kepada-Ku. Hati yaitu apa yang
dituntut dan diminta oleh Allah yang agung dari setiap kita.
Apa pun yang kita berikan, jika kita tidak memberikan hati
kita kepada-Nya, tidak akan diterima. Kita harus mengarah-
kan kasih kita kepada-Nya. Pikiran-pikiran kita harus banyak
bercakap-cakap dengan-Nya, dan tentang Dia, sebagai tujuan
terluhur kita. Pikiran hati kita harus diteguhkan. Kita harus
sepenuh hati mengabdikan diri kepada Tuhan, dengan bebas
dan riang hati dalam melakukannya. Sekali-kali janganlah kita
membagi hati antara Allah dan dunia. Ia mau memiliki semua-
nya, atau tidak sama sekali. Kasihilah TUHAN, Allahmu, de-
ngan segenap hatimu. Terhadap panggilan ini, kita harus siap
menjawab, Bapaku, ambillah hatiku sebagaimana adanya ia,
dan jadikanlah ia sebagaimana seharusnya. Milikilah hatiku
itu, dan dirikanlah takhta-Mu di dalamnya.
4. Biarlah matamu senang dengan jalan-jalanku. Arahkanlah pan-
danganmu pada aturan firman Allah, pada pimpinan pemeli-
haraan-Nya, dan pada teladan-teladan yang baik dari umat-Nya.
Mata kita harus memperhatikan semua ini, seperti penulis yang
memperhatikan salinan tulisannya, agar kita tetap di jalan-jalan
yang benar dan terus maju serta bertekun di dalamnya.
IV. Beberapa peringatan khusus terhadap dosa-dosa yang, dari se-
mua dosa, paling merusak benih-benih hikmat dan anugerah di
dalam jiwa, yang mempermiskin dan menghancurkannya.
1. Kerakusan dan kemabukan (ay. 20-21). Dunia penuh dengan
contoh-contoh dari dosa ini dan godaan-godaan yang menju-
rus kepadanya. Orang-orang muda harus peduli untuk ber-
jaga-jaga dan menjauhinya. Janganlah menjadi peminum ang-
gur. Kita diperbolehkan minum anggur sedikit (1Tim. 5:23),
namun tidak banyak, tidak untuk menjadikannya sebagai ke-
biasaan, jangan minum secara berlebihan. Janganlah menjadi
pelahap daging, seperti orang-orang Israel dulu, yang bernafsu
dengan berlebihan untuk memakannya, dengan berkata, si-
apakah yang akan memberi kita makan daging? Sementara itu,
Paulus, sekalipun ia bebas untuk makan daging, bertekad un-
tuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi,
supaya ia jangan menjadi batu sandungan bagi saudaranya.
Begitu tak acuhnya dia pada daging (1Kor. 8:13). Janganlah
menjadi pelahap daging secara berlebihan. Sikap berlebihan
harus dihindari dalam hal makanan dan juga minuman. Ja-
nganlah menjadi pelahap daging yang melampaui batas, sam-
pai tidak senang dengan makanan apa saja kecuali yang enak-
enak, hidangan-hidangan yang lezat, dan daging-dagingan.
Sebagian orang tidak saja senang, namun juga bangga, jika
mereka memperhatikan betul apa yang mereka makan, dan,
sebagaimana mereka menyebutnya, dengan pola makan yang
baik. Seolah-olah makanan yaitu perhiasan seorang bang-
sawan, padahal itu sesungguhnya aib seorang Kristen, dengan
menjadikan perut sebagai ilah mereka. Janganlah menjadi
peminum anggur, dan janganlah menjadi pelahap daging. Jadi,
oleh sebab itu, janganlah engkau ada di antara peminum ang-
gur atau pelahap daging. Janganlah setuju dengan mereka,
supaya jangan engkau mempelajari cara-cara mereka dan tan-
pa sadar jatuh ke dalam dosa-dosa itu, atau setidak-tidaknya,
janganlah sampai engkau kehilangan rasa takut dan benci ter-
hadap jalan-jalan mereka itu. Mereka mendambakan engkau
bersama-sama dengan mereka. Sebab orang-orang yang me-
mang bejat sangat ingin membuat orang lain ikut bejat. Oleh
sebab itu, janganlah memenuhi keinginan mereka, supaya ja-
ngan engkau membahayakan dirimu sendiri. Salomo mem-
berikan alasan yang melawan dosa ini berdasarkan mahalnya
cara hidup tersebut dan kecenderungannya untuk membuat
orang menjadi miskin. Banyak orang sudah tidak bisa lagi
dibuat merasa takut terhadap dosa itu meskipun sudah diperi-
ngatkan bahwa dosa itu akan menghancurkan kepentingan-
kepentingan duniawi mereka. Jika mereka sudah seperti ini,
maka tidak mengherankan jika mereka juga tidak akan takut
terhadap dosa itu sekalipun kepada mereka disampaikan fir-
man Allah bahwa dosa itu sangatlah jahat sampai merusak
kepentingan-kepentingan rohani dan kehidupan kekal mereka.
Peminum dan pelahap benci diperbaharui, meskipun mereka
diberi tahu akan menjadi miskin, bahkan, meskipun mereka
diberi tahu akan masuk neraka. Kemabukan yaitu penyebab
kantuk. Kemabukan membuat orang lemas dan tidak bisa ber-
sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan. Ini membuat
segala sesuatu akan hancur berantakan. Dengan cara itulah
orang yang dulu hidup secara terpuji sekarang berpakaian
compang-camping.
2. Persundalan. Ini satu lagi dosa yang menghilangkan daya pikir
(KJV: menjauhkan hati pen.) yang seharusnya diberikan ke-
pada Allah (Hos. 4:11). Salomo menunjukkan bahaya yang me-
nyertai dosa tersebut (ay. 27-28),
(1) Persundalan yaitu dosa yang darinya cuma sedikit orang
bisa dipulihkan kembali sekali mereka sudah terjerat di
dalamnya. Dosa itu seperti lobang yang dalam dan sumur
yang sempit, yang hampir mustahil untuk keluar darinya.
sebab itu, berhikmatlah kita jika kita menjauhkan diri se-
jauh mungkin dari tepiannya. Berjaga-jagalah untuk tidak
mengambil langkah sekecil apa pun untuk mendekati dosa
ini, sebab begitu sulit untuk mundur darinya. Hati nu-
rani, yang seharusnya memandu langkah mundur, diru-
sakkan olehnya, dan anugerah ilahi pun terhilang.
(2) Persundalan yaitu dosa yang memesonakan manusia se-
hingga mereka hancur: seperti penyamun, wanita sun-
dal menghadang, berpura-pura ingin berteman, padahal se-
dang merancangkan kejahatan besar, untuk merampok apa
saja yang berharga dari orang-orang yang lewat, dan untuk
melucuti persenjataan maupun perhiasan mereka. Bahkan
orang-orang yang, sebab sudah terdidik di dalam kebajik-
an, berusaha menghindar dari wanita sundal itu, tetap
akan dihadangnya, agar ia dapat menyerang mereka apa-
bila mereka lengah, sehingga ia dapat mengambil keun-
tungan dari mereka. Oleh sebab itu, janganlah ada orang
yang merasa diri mereka aman di setiap waktu.
(3) Persundalan yaitu dosa, yang bila dibandingkan dosa-dosa
lain, lebih berperan dalam menyebarkan perbuatan tercela
dan kebejatan di dalam sebuah kerajaan: dosa itu memper-
banyak pengkhianat di antara manusia. Seorang wanita
sundal bisa membawa kehancuran pada banyak jiwa yang
berharga, dan bisa membantu membuat bejat seluruh kota.
Dosa itu menambah banyak para pengkhianat atau orang-
orang durhaka. Dosa itu tidak hanya membuat suami-suami
berbohong kepada istri-istri mereka dan para hamba kepada
tuan-tuan mereka, namun juga mengakibatkan banyak orang
yang sudah mengaku beragama membuang pengakuan
mereka dan melanggar kovenan mereka dengan Allah. Oleh
sebab itu, rumah-rumah kenajisan yaitu rumah-rumah
hama, yang harus dibasmi oleh orang-orang yang bertugas
menjaga kesejahteraan warga .
Peringatan-peringatan Melawan
Kebiasaan yang Berlebih-lebihan
29 Siapa mengaduh? Siapa mengeluh? Siapa bertengkar? Siapa berkeluh ke-
sah? Siapa mendapat cidera tanpa sebab? Siapa merah matanya? 30 Yakni
mereka yang duduk dengan anggur sampai jauh malam, mereka yang datang
mengecap anggur campuran. 31 Jangan melihat kepada anggur, kalau merah
menarik warnanya, dan mengilau dalam cawan, yang mengalir masuk de-
ngan nikmat, 32 namun kemudian memagut seperti ular, dan menyemburkan
bisa seperti beludak. 33 Lalu matamu akan melihat hal-hal yang aneh, dan
hatimu mengucapkan kata-kata yang kacau. 34 Engkau seperti orang di tengah ombak laut, seperti orang di atas tiang kapal. 35 Engkau akan berkata:
Orang memukul aku, namun aku tidak merasa sakit. Orang memalu aku,
namun tidak kurasa. Bilakah aku siuman? Aku akan mencari anggur lagi.
Di sini Salomo memberikan peringatan yang baik melawan dosa ke-
mabukan, untuk menegaskan apa yang sudah dikatakannya sebe-
lumnya (ay. 20).
I. Ia memperingatkan semua orang untuk menjauhkan diri dari go-
daan-godaan terhadap dosa ini (ay. 31): jangan melihat kepada
anggur, kalau merah menarik warnanya. Di Kanaan, anggur me-
rah dipandang sebagai anggur terbaik, dan oleh sebab itu disebut-
kan orang darah buah anggur. Para peminat anggur menilai
anggur, selain petunjuk-petunjuk lainnya, berdasarkan warnanya.
Ada anggur, kata mereka, yang tampak memesona, begitu meng-
giurkan sehingga seolah-olah berkata, Mari, minumlah aku. Ia
mengalir masuk dengan nikmat, turun dengan amat mulus, atau
mungkin kekesatannya terasa menyenangkan. Dikatakan tentang
anggur yang kuat dan pekat bahwa ia bahkan membuat bicara
bibir orang-orang yang sedang tidur (Kid. 7:9, KJV; TB: melimpah ke
bibir orang-orang yang sedang tidur pen.). namun janganlah eng-
kau melihatnya.
1. Janganlah engkau diperintah oleh perasaan, namun oleh akal
budi dan agama. Janganlah mengidam-idamkan