Tampilkan postingan dengan label amsal 20. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label amsal 20. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Desember 2024

amsal 20


me ledak. Ini membuat kita mema-

sang jerat bagi diri kita sendiri,   sebab  amarah merupakan jerat 

yang kuat bagi setiap orang, dan sangat mungkin menimbulkan 

banyak dosa. Salomo tidak berkata, “Supaya engkau jangan dicaci 

atau dipukul orang,” melainkan mengatakan akibat yang lebih bu-

ruk lagi, yaitu “supaya engkau jangan menirunya, menjadi sama 

dengan dia, lalu menciptakan suatu kebiasaan yang buruk.” 

26 Jangan engkau termasuk orang yang membuat persetujuan, dan yang menjadi 

penanggung hutang. 27 Mengapa orang akan mengambil tempat tidurmu dari 

bawahmu, bila engkau tidak mempunyai apa-apa untuk membayar kembali? 

Seperti telah sering disebutkan sebelumnya, kita dapati di sini suatu 

peringatan tentang menanggung utang, yang merupakan suatu tin-

dakan ceroboh dan juga tidak adil.  

1. Kita tidak boleh berhubungan atau menjalin keakraban dengan 

orang-orang yang selalu sial dan memiliki nama buruk, yang men-

desak dan memaksa-maksa teman-teman mereka untuk men-

jamin mereka, supaya mereka bisa menipu sesama mereka demi 

memuaskan nafsu mereka. Dengan bergaul lebih lama sedikit 

saja, mungkin akhirnya mereka akan mendatangkan celaka yang 

lebih besar bagi orang yang mengutangi mereka. Jangan berurus-

an dengan orang-orang seperti itu. Jangan engkau termasuk di 

antara orang yang demikian. 

2. Kita tidak boleh mencuri uang orang lain, dengan membuat per-

setujuan, atau menjadi penanggung hutang bagi orang lain, apa-

bila bukan kewajiban kita untuk membayar. Jika oleh penyeleng-

garaan ilahi seseorang tidak mampu membayar utang-utangnya, 

maka ia perlu dikasihani dan ditolong. Namun barangsiapa ber-

utang uang atau barang untuk dirinya sendiri, atau terikat utang 

bagi orang lain, sementara ia tahu bahwa ia tidak memiliki apa-

apa untuk membayar utangnya itu, maka itu sama saja berarti ia 

mencopet sesamanya. Meskipun selalu ada belas kasihan, orang 

itu akan menanggung akibat kesalahannya sendiri jika hukum 

dilaksanakan dan tempat tidurnya diambil dari bawahnya, yaitu 

apa pun yang penting bagi hidupnya, untuk dijadikan jaminan bagi 

utangnya (Kel. 22:26-27). Jika benar-benar terbukti bahwa sese-

orang begitu miskin sehingga ia tidak punya apa-apa lagi untuk di-

berikan sebagai jaminan, maka ia harus dibebaskan, dan pembe-

basan itu dilakukan untuk mengakui bahwa ia berutang. Namun, 

untuk melunasi suatu utang, tampaknya tempat tidur itu diambil 

oleh   sebab  summum jus – hukum yang dijalankan secara ketat.  

3. Kita tidak boleh menghancurkan harta milik dan keluarga kita. 

Setiap orang harus bersikap adil terhadap dirinya sendiri, terhadap 

istri serta anak-anaknya. Orang-orang yang tidak hidup demikian 

yaitu  mereka yang hidup melebihi apa yang mereka miliki, yang 

  sebab  salah urus atau membebani diri dengan utang orang lain, 

menghabiskan apa yang mereka miliki dan mengakibatkan diri 

jatuh miskin. Kita bisa bersukacita bila harta kita dirampas habis 

bila itu memang memberi kesaksian tentang nurani kita yang baik. 

Namun, jika itu disebabkan oleh kecerobohan dan kebodohan kita 

sendiri, kita hanya bisa menerimanya dengan dukacita. 

28 Jangan engkau memindahkan batas tanah yang lama, yang ditetapkan 

oleh nenek moyangmu. 


1. Di sini kita diajar supaya tidak melanggar hak orang lain, meski-

pun kita bisa menemukan cara untuk melakukannya dengan 

diam-diam, secara rahasia, dengan tipuan, dan tanpa memaksa 

secara terang-terangan. Janganlah menjarah harta milik apa saja, 

dengan merampas kebebasan dan hak istimewa orang lain, atau 

menghalangi mereka yang hendak mempertahankan kebebasan 

dan hak istimewa itu melalui cara-cara yang benar. Janganlah 

menjarah harta milik pribadi seseorang. Batas tanah, atau patok, 

merupakan saksi yang kuat atas setiap hak manusia. Janganlah 

batas tanah itu dipindahkan begitu saja,   sebab  itu akan menim-

bulkan peperangan, perselisihan, dan pertentangan yang tidak 

ada akhirnya. Janganlah memindahkan batas tanah supaya eng-

kau bisa merampas tanah sesamamu,   sebab  itu berarti sama 

dengan merampoknya sehingga keturunannya tidak mendapatkan 

apa-apa. 

2. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa kita harus menun-

jukkan rasa hormat dalam kehidupan berwarga , terhadap 

tata cara yang telah berlangsung sejak dahulu kala, dan terhadap 

hukum pemerintah yang berlaku. Kita harus menerimanya su-

paya kita tidak berusaha mengubahnya, sekalipun dengan alasan 

seolah-olah untuk menjadikannya lebih baik, padahal bisa ter-

bukti mendatangkan akibat yang berbahaya. 

29 Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di ha-

dapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina. 

Di sini ada : 

1. Suatu pernyataan yang jelas tentang betapa sulitnya menemukan 

orang yang benar-benar rajin dan cerdas. “Pernahkah engkau meli-

hat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Engkau tidak akan 

melihat banyak orang seperti itu,   sebab  begitu mewabahnya ke-

lambanan dan kemalasan.” Di sini Salomo memuji orang yang 

berusaha mendapatkan pekerjaan, meskipun pekerjaan itu sangat 

rendah dan tidak penting, dan hidupnya tidak mudah saat  

sedang menganggur. Salomo memuji orang yang senang bekerja, 

gesit dan sibuk dengan pekerjaannya. Orang yang terus bekerja 

sampai tuntas, tidak hanya dengan tekun dan gigih, namun  juga 

dengan terampil dan cepat. Orang yang sigap, yang tahu bagai

mana cara mendatangkan hasil yang besar dengan lingkup peker-

jaan yang terbatas. 

2. Tidak diragukan lagi, semua orang tahu bahwa orang-orang yang 

demikian akan lebih disukai. Meskipun sekarang ia berdiri di 

hadapan orang-orang yang hina, dipekerjakan oleh mereka dan 

harus siap melayani mereka, namun dia akan menjulang tinggi 

dan kemungkinan besar akan berdiri di hadapan raja-raja, men-

jadi duta besar untuk raja-raja asing atau perdana menteri di ne-

gerinya sendiri. Pernahkah engkau melihat orang yang cakap di 

dalam ibadahnya? Kemungkinan besar ia menjadi unggul dalam 

perbuatan baik dan akan berdiri di hadapan Raja segala raja.   


1 Bila engkau duduk makan dengan seorang pembesar, perhatikanlah baik-

baik apa yang ada di depanmu. 2 Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila 

besar nafsumu! 3 Jangan ingin akan makanannya yang lezat, itu yaitu  

hidangan yang menipu.  

Dosa yang diperingatkan kepada kita di sini yaitu  kemewahan dan 

hawa nafsu daging, serta makan minum secara berlebihan. Ini yaitu  

dosa yang paling mudah menyerang kita.  

1. Di sini kita diberi tahu bilamana kita masuk ke dalam pencobaan 

dan sangat terancam jatuh ke dalam dosa ini: “Bila engkau duduk 

makan dengan seorang pembesar, akan ada hidangan berlimpah 

di hadapanmu, beraneka macam makanan yang lezat, dan meja 

jamuannya dibentang luas seperti yang jarang engkau lihat. Saat 

itu, seperti Haman, engkau tidak akan memikirkan hal lain selain 

kehormatan yang ditunjukkan kepadamu dengan cara ini (Est. 

5:12), dan kesempatan yang engkau miliki untuk menyenangkan 

langit-langit mulutmu, dan lupa bahwa ada jerat yang terpasang 

untukmu.” Godaan itu mungkin terasa lebih kuat dan lebih ber-

bahaya bagi orang yang tidak terbiasa dengan jamuan-jamuan 

seperti itu, dibandingkan  bagi orang yang selalu duduk di hadapan 

meja yang penuh dengan makanan. 

2. Di sini kita diperintah untuk melipatgandakan kewaspadaan kita 

pada saat seperti itu.  

Kita harus, 

(1) Menyadari diri sedang dalam bahaya: “Perhatikanlah baik-baik 

apa yang ada di depanmu, makanan dan minuman apa yang 

ada di depanmu, supaya engkau bisa memilih apa yang paling 

aman untukmu dan yang paling tidak membuatmu makan 

minum secara berlebihan. Perhatikanlah teman seperti apa 

yang ada di depanmu, si pembesar itu sendiri, yang, jika ia 

bijak dan baik, akan menganggapnya sebagai penghinaan jika 

siapa pun dari tamu-tamunya bersikap tidak tertib di meja-

nya.” Dan, jika demikian halnya bila kita duduk makan de-

ngan seorang pembesar, jauh terlebih lagi bila kita duduk 

makan dengan Pembesar dari segala pembesar di meja Tuhan, 

kita harus memperhatikan baik-baik apa yang ada di depan 

kita, agar dalam hal apa pun kita tidak makan dan minum de-

ngan cara yang tidak layak, yang tidak pantas, agar jangan 

meja itu menjadi jerat. 

(2) Kita harus mengingatkan diri kita sendiri untuk bersikap 

sederhana dan tidak berlebihan: “Taruhlah sebuah pisau pada 

lehermu, maksudnya, tahanlah dirimu sendiri, seolah-olah ada 

pedang yang menggantung di atas kepalamu, dari semua peri-

laku yang berlebihan. Perhatikanlah peringatan ini, jagalah 

dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kema-

bukan, supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke 

atas dirimu seperti suatu jerat, atau peringatan ini,   sebab  se-

gala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan – atau 

peringatan ini, para pemabuk tidak akan mendapat bagian da-

lam Kerajaan Allah, menjadi pisau pada lehermu.” Penutur 

bahasa Latin menyebut kemewahan dengan kata gula, yang 

artinya tenggorokan. “Angkatlah senjatamu melawan dosa itu. 

Lebih baik berpantang sehingga jika  engkau mulai ber-

nafsu, engkau ketakutan tenggorokanmu akan putus dibandingkan  

memanjakan dirimu sendiri dalam nafsu yang memabukkan.” 

Jangan pernah melahap tanpa malu-malu (Yud. 1:12), namun  

merasa takutlah jika  godaan ada di depan kita. 

(3) Kita harus memikirkan alasan-alasan yang benar untuk me-

mandang rendah secara kudus pemuasan-pemuasan terhadap 

hawa nafsu kedagingan: “Bila besar nafsumu, engkau harus 

mengendalikan dirimu sendiri dengan tekad bulat saat itu juga, 

dan dengan membayangkan kengerian-kengerian Tuhan. Bila 

engkau terancam bahaya untuk jatuh ke dalam sikap yang ber-

lebihan, taruhlah sebuah pisau pada lehermu. Mungkin itu bisa 

langsung manjur. namun  itu saja tidak cukup: tebanglah akar-

akarnya. Matikanlah hawa nafsu yang begitu berkuasa atas 

dirimu itu: jangan ingin akan makanannya yang lezat.” Per-

hatikanlah, kita harus mencermati apa kelemahan kita sendiri, 

dan, jika kita mendapati diri kita kecanduan untuk memuas-

kan hawa nafsu daging, maka kita bukan saja harus waspada 

terhadap godaan-godaan dari luar, namun  juga harus menun-

dukkan kebobrokan yang ada di dalam diri. Sudah menjadi 

sifat kodrati untuk menginginkan makanan, dan kita diajar 

untuk berdoa memintanya, namun  nafsulah yang menginginkan 

makanan-makanan lezat, dan kita di dalam iman tidak bisa 

berdoa memintanya,   sebab  sering kali makanan yang lezat itu 

bukanlah makanan yang sesuai bagi pikiran, tubuh, atau 

keadaan kita. Makanan yang lezat itu penipu, dan oleh sebab 

itu Daud tidak berdoa memintanya, namun  berdoa melawannya 

(Mzm. 141:4). Makanan yang lezat itu menyenangkan bagi la-

ngit-langit mulut, namun  mungkin membuat perut mulas-

mulas, menjadi asam di sana, menyusahkan orang, dan mem-

buatnya sakit. Makanan yang lezat tidak memberikan kepuas-

an yang dijanjikan bagi orang. Sebab, orang-orang yang besar 

nafsunya, jika  sudah mengecap makanan yang amat lezat, 

tidak merasa senang. Mereka cepat bosan dengannya. Mereka 

ingin mencicipi lagi makanan lain yang lebih lezat. Semakin 

nafsu makan yang mewah dituruti dan dimanjakan, semakin 

ia bertambah konyol dan menyusahkan, dan semakin sulit 

dipuaskan. Makanan yang lezat akan membuat jenuh, namun  

tidak pernah membuat puas. namun  makanan yang lezat ada-

lah hidangan yang menipu terutama menurut pertimbangan 

ini, yaitu bahwa, meskipun menyenangkan tubuh, makanan 

itu merusak jiwa, membebani hati, dan membuatnya tidak 

layak untuk melayani Allah. Bahkan, makanan itu menjauhkan 

hati, dan mengasingkan pikiran dari kesenangan-kesenangan 

rohani, dan merusak kenikmatannya terhadap kesenangan-

kesenangan itu. Jadi, mengapa kita harus mengidam-idamkan 

apa yang sudah pasti akan menipu kita? 

4 Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. 5 Kalau 

engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia,   sebab  tiba-tiba ia bersayap, lalu 

terbang ke angkasa seperti rajawali. 

Sementara sebagian orang bernafsu besar (ay. 2), sebagian yang lain 

berkelakuan tamak, dan orang-orang inilah yang diperingatkan Sa-

lomo di sini (ay. 2). Dengan mengarahkan hati pada uang (meskipun 

itu tampak sebagai barang yang paling penting), orang menipu diri 

mereka sendiri, sama seperti bila mereka mengarahkan hatinya pada 

makanan lezat.  

Amatilah:  

I. Bagaimana Salomo meminta orang tamak untuk tidak memban-

ting tulang dan menyiksa dirinya sendiri (ay. 4). “Jangan bersusah 

payah untuk menjadi kaya, untuk menambah harta dan membuat 

apa yang engkau miliki semakin berlimpah-limpah melebihi apa 

yang ada sekarang.” Kita harus berusaha hidup dengan nyaman 

dan membuat persediaan bagi anak-anak dan keluarga kita, 

sesuai dengan kedudukan dan keadaan kita, namun  kita tidak 

boleh mencari perkara-perkara besar. Jangan menjadi orang yang 

berkeinginan menjadi kaya, yang menginginkannya sebagai ke-

baikan utama mereka dan merancangkannya sebagai tujuan ter-

tinggi mereka (1Tim. 6:9). Orang tamak menyangka ia berhikmat 

dengan membayangkan bahwa seandainya ia menjadi sedemikian 

kaya, maka ia akan benar-benar berbahagia. Tinggalkan niat itu, 

sebab itu yaitu  kesalahan. Hidup orang tidaklah tergantung dari 

pada kekayaannya (Luk. 12:15). 

1. Orang-orang yang bersusah payah untuk melakukan perkara-

perkara besar memenuhi tangan mereka dengan pekerjaan-

pekerjaan yang lebih banyak dibandingkan  yang bisa mereka ta-

ngani, sehingga kehidupan mereka sungguh-sungguh membo-

sankan dan senantiasa terburu-buru. Jadi, janganlah engkau 

menjadi orang bodoh seperti itu. Jangan bersusah payah untuk 

menjadi kaya. Apa yang engkau miliki atau lakukan, jadilah 

tuan atasnya, dan jangan menjadi budak untuknya seperti 

orang yang bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh 

malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah, 

dan semua itu demi menjadi kaya. Bekerja dengan secukup-

nya, supaya kita dapat membagikan sesuatu, yaitu  hikmat 

dan kewajiban kita (Ef. 4:28). Bekerja dengan melampaui ba-

tas, supaya kita dapat menimbun, yaitu  dosa dan kebodohan 

kita.  

2.  Mereka memenuhi kepala mereka dengan rencana-rencana 

yang lebih banyak dibandingkan  yang mereka mengerti, sehingga 

kehidupan mereka senantiasa diombang-ambingkan oleh kece-

masan dan ketakutan. namun  janganlah engkau menyusahkan 

dirimu sendiri seperti itu: tinggalkan niatmu ini. Teruslah beker-

ja dengan tenang, jangan merancangkan cara-cara baru dan 

bersiasat dengan akal bulusmu untuk mencari temuan-temuan 

baru. Selaraskan dirimu dengan hikmat Allah dan tinggalkan 

hikmatmu sendiri (3:5-6). 

II. Bagaimana Salomo membujuk orang yang tamak untuk tidak ber-

laku curang dan menipu dirinya sendiri dengan mencintai dan 

mengejar secara berlebihan apa yang sia-sia dan hanya menyu-

sahkan jiwa.  

Sebab, 

1. Itu bukan hal yang pokok dan memuaskan hati: “Masakan eng-

kau menjadi orang yang demikian bodoh sehingga mengarah-

kan pandanganmu, melayangkan matamu dengan hasrat dan 

kekerasan, pada apa yang lenyap?”  

Perhatikanlah:  

(1) Perkara-perkara dunia ini yaitu  perkara-perkara yang 

lenyap. Semua itu mempunyai keberadaan yang nyata di 

alam dan merupakan pemberian-pemberian yang nyata 

dari Pemeliharaan Allah, namun  di dalam kerajaan anuge-

rah, semua itu yaitu  sesuatu yang tidak nyata. Semuanya 

itu bukanlah kebahagiaan dan bagian untuk jiwa. Semua-

nya bukan seperti yang mereka janjikan atau yang kita ha-

rapkan. Mereka hanya untuk sekadar pamer, sebuah ba-

yangan, sebuah dusta bagi jiwa yang mempercayai mereka. 

Mereka lenyap, sebab sebentar saja mereka tidak akan ada 

lagi, mereka tidak akan menjadi milik kita. Mereka akan 

habis   sebab  digunakan. Semarak mereka akan berlalu. 

(2) Oleh sebab itu, bodohlah kita jika mengarahkan mata kita 

kepada semuanya itu, mengaguminya sebagai perkara-per-

kara terbaik, menempatkan mereka sebagai barang-barang 

kita yang baik, dan bersusah payah untuk mencapainya 

sebagai tujuan akhir dari semua tindakan kita, terbang 

mengejarnya bak rajawali mengejar mangsanya. “Masakan 

engkau mau melakukan sesuatu yang jelas-jelas tidak 

masuk akal seperti itu? Masakan engkau, makhluk yang 

berakal, mau mengejar-ngejar bayangan? Mata dibuat un-

tuk melihat kekuatan-kekuatan yang berakal dan berbudi. 

Masakan engkau mau membuangnya begitu saja demi ba-

rang-barang yang tidak layak seperti itu? Menaruh tangan 

dan kaki pada dunia ini sudahlah baik, namun  janganlah 

menaruh mata, mata akal budi padanya. Mata itu dicipta-

kan untuk merenungkan perkara-perkara yang lebih baik. 

Masakan engkau, hai anakku, yang mengaku sebagai orang 

beragama, menghina Allah seperti itu (yang kepada-Nya 

mata kita harus selalu terarah) dan melecehkan jiwamu se-

perti itu?” 

2. Kekayaan tidak bertahan lama dan tidak tetap. Kekayaan ada-

lah sesuatu yang sangat tidak pasti. Sudah tentu demikian: 

tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang. Semakin kita mengarahkan 

mata kita untuk terbang mengejarnya, semakin ia akan ter-

bang menjauh dari kita.  

(1) Kekayaan akan meninggalkan kita. Orang bisa menggeng-

gamnya erat-erat namun  tidak untuk waktu yang lama. En-

tah ia harus diambil dari kita atau kita harus diambil dari-

nya. Hasil usaha dikatakan mengalir seperti aliran sungai 

(Ayb. 20:28, KJV), namun  di sini dikatakan terbang seperti 

burung.  

(2) Mungkin saja kekayaan meninggalkan kita secara tiba-tiba, 

sementara kita sudah sangat bersusah payah mendapat-

kannya dan sudah mulai sangat berbangga dan bersuka di 

dalamnya. Orang yang tamak duduk mengerami kekayaan-

nya dan menetaskannya, sampai ia bersayap, seperti anak-

anak ayam di bawah induknya, dan kemudian ia pergi meng-

hilang. Atau, seolah-olah ada orang yang senang dengan 

unggas-unggas yang hinggap di ladangnya, dan menyebutnya 

sebagai miliknya sendiri   sebab  ada di tanahnya, sementara, 

jika ia mencoba mendekati mereka, mereka akan segera me-

rentangkan sayap dan terbang ke ladang orang lain.  

(3) Sayap-sayap yang dengannya kekayaan terbang yaitu  

buatannya sendiri. Pada dirinya sendiri, kekayaan sudah 

mengandung kecenderungan-kecenderungan untuk rusak, 

ia akan dirusakkan oleh ngengat dan karatnya sendiri. Ia 

akan lenyap sesuai dengan sifatnya, dan seperti segenggam 

debu yang, jika digenggam, berjatuhan melalui sela-sela 

jari. Salju akan bertahan sebentar saja, dan tampak indah 

di mata jika dibiarkan berserakan di tanah di mana ia 

jatuh, namun  jika dikumpulkan dan didekapkan di dada, ia 

akan larut dan lenyap dengan tiba-tiba.  

(4) Ia pergi tanpa bisa ditolak dan tanpa bisa dipanggil kembali, 

seperti rajawali terbang ke angkasa, yang terbang dengan 

sangat kencang (ia tidak bisa dihentikan), dan terbang meng-

hilang dari pandangan dan dari panggilan (ia tidak bisa di-

bawa kembali). Seperti itulah kekayaan meninggalkan orang, 

dan meninggalkannya dalam kesedihan dan kesusahan jika 

hati mereka terpatri padanya. 

6 Jangan makan roti orang yang kikir, jangan ingin akan makanannya yang 

lezat. 7 Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri 

demikianlah ia. “Silakan makan dan minum,” katanya kepadamu, namun  ia 

tidak tulus hati terhadapmu. 8 Suap yang telah kaumakan, kau akan 

muntahkan, dan kata-katamu yang manis kausia-siakan. 

Mereka yang mencari kenikmatan jasmani dan bernafsu besar (ay. 2) 

senang pergi ke tempat-tempat yang dipenuhi canda tawa dan ke-

riangan. Dan orang-orang yang tamak dan pelit, supaya bisa berhe-

mat di rumah, akan senang diundang makan malam di rumah orang 

lain. Oleh   sebab  itu, kedua-duanya di sini dinasihati untuk tidak 

lekas-lekas menerima kunjungan dari setiap orang, namun  terutama 

untuk tidak memaksa diri untuk mengundang orang lain. 

Amatilah:  

1. Ada orang yang berpura-pura menyambut teman-teman mereka, 

padahal mereka tidak melakukannya dengan sepenuh hati dan 

tulus ikhlas. Mereka bermulut manis, dan tahu apa yang harus 

mereka katakan: silakan makan dan minum, katanya,   sebab  

tuan rumah memang diharapkan bersikap ramah terhadap para 

tamunya. namun , mereka kikir, dan kesal dengan setiap potong 

makanan yang dimakan oleh para tamunya, terutama jika mereka 

makan dengan cuma-cuma. Mereka ingin tampak royal dalam 

menjamu dan ingin mendapatkan pujian untuknya, namun    sebab  

mereka begitu mencintai uang mereka dan tidak mencintai 

teman-teman mereka, maka mereka pun tidak dapat merasakan 

penghiburan dari jamuan itu atau menikmati diri mereka sendiri 

atau teman-teman mereka. Pesta orang kikir itu seperti penghu-

kuman bagi dirinya sendiri. Jika orang begitu cinta diri, tamak, 

dan kikir sehingga ia tidak sampai hati mempersilakan teman-

temannya menikmati apa yang dimilikinya, ia seharusnya tidak 

menambah kesalahannya dengan bersikap palsu dalam mengun-

dang mereka, namun  membiarkan dirinya mengakui sendiri siapa 

dia sebenarnya, agar orang bebal tidak akan disebutkan lagi orang 

yang berbudi luhur, dan orang penipu tidak akan dikatakan terhor-

mat (Yes. 32:5). 

2. Orang tidak bisa merasakan penghiburan dalam menerima jamu-

an-jamuan yang diberikan dengan berat hati: “Jangan makan roti 

dari orang seperti itu. Biarlah dia menyimpannya untuk dirinya 

sendiri. Jangan mengemis-ngemis kepada orang-orang yang ber-

kelimpahan, atau membuat dirimu menjadi beban bagi siapa saja. 

namun  terutama janganlah engkau sudi berutang budi pada 

orang-orang yang kikir dan tidak tulus. Lebih baik sepiring sayur, 

disertai sambutan yang tulus, dibandingkan  makanan yang lezat tanpa 

itu. Oleh   sebab  itu,”  

(1) “Nilailah orang berdasarkan pikirannya. Sangkamu engkau 

menghormatinya sebagai teman, sebagaimana engkau meman-

dangnya,   sebab  ia memuji-muji engkau, namun  seperti orang 

yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia 

(KJV: seperti apa yang dipikirkan orang di dalam hatinya, demi-

kianlah ia – pen.), bukan seperti apa yang diucapkannya dengan 

lidahnya.” Siapa kita sebenarnya, baik terhadap Allah maupun 

manusia, tergantung bagaimana kita di dalam batin. Jadi, aga-

ma ataupun persahabatan itu tidak berarti apa-apa bila tidak 

disertai ketulusan dalam menjalankannya.  

(2) “Nilailah makanan berdasarkan mudah tidaknya untuk dicer-

na dan apakah engkau bisa menerimanya. Ia memintamu un-

tuk makan dengan cuma-cuma, namun , cepat atau lambat, ia 

akan mengungkapkan sifatnya yang pelit dan tamak. Dan 

seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri 

demikianlah ia akan tampak, dan membuatmu mengerti bah-

wa engkau tidak diterima, maka pada saat itulah suap yang 

telah kaumakan, kau akan muntahkan. Memikirkannya saja 

akan membuatmu memuntahkan makanan yang sudah kau-

makan, dan menelan kembali perkataan yang sudah kauucap-

kan dalam membalas pujian-pujiannya dan berterima kasih 

kepadanya atas keramahtamahannya. Kata-katamu yang ma-

nis, yang telah dia berikan kepadamu dan telah engkau beri-

kan kepadanya, akan kausia-siakan.”

9 Jangan berbicara di telinga orang bebal, sebab ia akan meremehkan kata-

katamu yang bijak. 

Di sini kita diperintah untuk tidak melemparkan mutiara kepada babi 

(Mat. 7:6) dan tidak menunjukkan perkara-perkara yang sakral ha-

nya untuk dihina dan diejek oleh para pencemooh yang cemar. Su-

dah menjadi kewajiban kita untuk memanfaatkan semua kesempatan 

yang tepat untuk membicarakan perkara-perkara ilahi, namun , 

1. Ada sebagian orang yang akan membuat lelucon tentang segala 

sesuatu, meskipun diucapkan dengan begitu bijaksana dan tepat. 

Orang-orang demikian tidak hanya meremehkan kata-kata orang 

bijak, namun  juga bahkan meremehkan kebijaksanaan mereka, 

yang justru paling bermanfaat untuk membangun diri mereka 

sendiri. Mereka akan mencelanya dengan gencar, seolah-olah per-

kataan itu punya maksud buruk bagi mereka, sehingga mereka 

harus waspada terhadapnya. 

2. Orang-orang yang berbuat demikian kehilangan manfaat yang bisa 

mereka dapatkan dari nasihat dan didikan yang baik. Dan orang 

bijak tidak hanya diperbolehkan, namun  juga disarankan, untuk 

tidak berbicara di telinga orang-orang bebal seperti itu. Biarlah 

mereka tetap bodoh, dan janganlah nafas yang berharga diembus-

kan dengan sia-sia untuk mereka. Jika apa yang dikatakan orang 

bijak dalam hikmatnya tidak mau didengar, maka biarlah ia diam 

saja, dan coba lihat apakah cara itu akan diperhatikan. 

10 Jangan engkau memindahkan batas tanah yang lama, dan memasuki 

ladang anak-anak yatim. 11   sebab  penebus mereka kuat, Dialah yang mem-

bela perkara mereka melawan engkau. 

Perhatikanlah:  

1. Anak-anak yatim mendapat perlindungan Allah secara khusus. 

Bersama Dia, bukan saja kasih sayang akan ditunjukkan kepada 

mereka (Hos. 14:4), namun  juga keadilan akan diperbuat bagi me-

reka. Dia yaitu  Penebus mereka, Goël mereka, Kerabat dekat 

mereka, yang akan berpihak pada mereka dan membela mereka 

dengan cemburu,   sebab  Ia turut merasa terhina oleh kejahatan-

kejahatan yang diperbuat terhadap mereka. Sebagai Penebus me-

reka, Dia akan membela perkara mereka melawan siapa saja yang 

merugikan mereka. Dengan cara apa saja, Ia tidak hanya akan 

membela hak mereka dan memulihkannya kepada mereka, namun  

juga akan membalaskan kejahatan-kejahatan yang telah diper-

buat terhadap mereka. Dan Dia kuat, mahakuat. Kemahakuasa-

an-Nya dilibatkan dan dikerahkan untuk melindungi mereka, dan 

para penindas mereka yang paling congkak dan berkuasa sekali-

pun tidak hanya akan mendapati diri mereka sebagai lawan yang 

tidak seimbang untuk ini, namun  juga akan mendapati bahwa 

mereka sendirilah yang akan terancam bahaya jika menentang 

kemahakuasaan-Nya. 

2. Oleh sebab itu, setiap orang harus berhati-hati untuk tidak melu-

kai mereka sedikit pun, atau melanggar hak-hak mereka, entah 

dengan memindahkan batas tanah yang lama secara diam-diam, 

atau dengan memasuki ladang mereka secara paksa. Sebagai 

anak yatim, mereka tidak mempunyai siapa pun untuk membe-

tulkan kesalahan-kesalahan mereka, dan,   sebab  masih anak-

anak, mereka bahkan tidak sadar akan kejahatan yang diperbuat 

terhadap mereka. Rasa hormat, dan terlebih jauh lagi rasa takut 

akan Allah, akan menahan orang untuk melukai anak-anak, ter-

utama anak-anak yatim. 

Kewajiban-kewajiban Orangtua 

12 Arahkanlah perhatianmu kepada didikan, dan telingamu kepada kata-kata 

pengetahuan. 13 Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati 

kalau engkau memukulnya dengan rotan. 14 Engkau memukulnya dengan 

rotan, namun  engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati. 15 Hai 

anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita. 16 Jiwaku bersukaria, 

kalau bibirmu mengatakan yang jujur. 


Inilah, 

1. Orangtua yang sedang mendidik anaknya. Di sini ia diperlihatkan 

sedang membujuk anaknya untuk membaca buku, dan terutama 

membaca Kitab Suci dan pelajaran agamanya, untuk memperhati-

kan kata-kata pengetahuan, yang dengannya ia bisa mengetahui 

kewajibannya dan bahaya yang mengintainya serta kepentingan-

nya. Dan tidak hanya mendengarkan kata-kata pengetahuan itu 

saja, namun  juga mengarahkan hatinya kepadanya, bersuka di da-

lamnya, dan menundukkan kehendaknya pada kewenangannya. 

Hati diarahkan kepada didikan hanya jika  didikan diarahkan 

ke dalam hati. 

2. Orangtua yang membetulkan anaknya. Orangtua yang berhati 

lembut hampir tidak sampai hati untuk melakukan ini. Tindakan 

tersebut amat berlawanan dengan pembawaannya. namun  ia men-

dapatinya sebagai hal yang perlu dilakukan. Itu yaitu  kewajib-

annya, dan oleh   sebab  itu ia tidak berani menolak didikan apa-

bila ada kesempatan untuk melakukannya (bila rotan tidak dipu-

kulkan, anak menjadi manja). Ia memukulnya dengan rotan, mem-

perbaiki kelakuannya dengan lembut, memberinya pukulan yang 

diberikan anak-anak manusia, bukan seperti yang kita berikan 

kepada binatang. Ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya 

dengan rotan. Rotan tidak akan membunuhnya. Justru itu akan 

mencegah si anak membunuh dirinya sendiri dengan jalan-jalan 

yang keji itu, yang darinya ia perlu ditahan dengan rotan. Untuk 

saat ini pukulan itu tidak menggembirakan, namun  menyedihkan, 

baik bagi orangtua maupun bagi si anak. namun  jika  pukulan 

itu diberikan dengan hikmat, dirancang demi kebaikan, disertai 

dengan doa, dan diberkati Allah, maka itu akan menjadi sarana 

yang membahagiakan untuk mencegah kehancuran totalnya dan 

menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati. Yang harus 

teramat sangat kita pedulikan yaitu  jiwa anak-anak kita. Ja-

nganlah sampai kita melihat jiwa mereka terancam bahaya masuk 

neraka tanpa menggunakan segala kemungkinan sarana, dengan 

sepenuh perhatian dan kepedulian, untuk merebut mereka kem-

bali seperti merebut kayu dari api yang membakar untuk selama-

lamanya. Biarlah tubuhnya menderita, asalkan rohnya diselamat-

kan pada hari Tuhan Yesus.  

3. Orangtua yang membesarkan hati anaknya, memberi tahu anaknya,  

(1) Bahwa apa yang diharapkannya yaitu  tidak lain demi kebaik-

an anaknya sendiri, yaitu agar hatinya bijak dan bibirnya me-

ngatakan yang jujur, agar ia diatur oleh asas-asas yang baik, 

dan agar dengan asas-asas itu ia secara khusus memelihara 

ucapan lidahnya. Anak-anak yang belajar mengatakan yang 

jujur, dan tidak berani mengucapkan kata-kata jahat, diharap-

kan akan berbuat jujur saat  mereka tumbuh dewasa.  

(2) Betapa terhiburnya orangtua jika dalam hal ini anaknya me-

menuhi harapannya: “Jika hatimu bijak, hatiku juga bersuka-

cita, bersukacita di dalam engkau, bahkan hatiku, yang sudah 

berjerih payah membesarkan engkau, hatiku, yang sudah se-

ring kali sakit   sebab mu, hendaknya engkau berusaha mem-

balasnya dengan penuh rasa syukur.” Perhatikanlah, hikmat 

anak-anak akan menjadi kegembiraan orangtua dan guru-

guru mereka, yang tidak akan merasakan kegembiraan besar 

selain melihat mereka hidup dalam kebenaran (3Yoh. 1:4). 

“Anak-anak, jika kalian menjadi bijak dan baik, taat dan patuh 

pada hati nurani, maka Allah akan senang kepadamu, dan itu 

akan menjadi sukacita kami. Dengan begitu, tahulah kami bah-

wa jerih payah kami dalam mendidik kalian sangatlah diberkati. 

Itu akan menjadi jawaban yang menghibur atas banyaknya doa 

yang sudah kami panjatkan untuk kalian. Hati kami akan diri-

ngankan dari banyak kekhawatiran, dan tidak akan perlu ber-

tindak dengan begitu ketat dan keras dalam mengawasimu, dan 

itu sungguh lebih nyaman bagimu dan bagi diri kami sendiri. 

Kami akan bersukacita dalam harapan bahwa engkau akan 

menjadi pujian dan penghiburan bagi kami, jika memang kami 

akan hidup sampai tua, bahwa engkau akan menjunjung ting-

gi nama Kristus di tengah-tengah angkatanmu, dan bahwa 

engkau akan hidup nyaman di dunia ini dan berbahagia di du-

nia yang lain.” 


17 Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa, namun  takutlah 

akan TUHAN senantiasa. 18   sebab  masa depan sungguh ada, dan harapan-

mu tidak akan hilang. 


Inilah: 

1. Peringatan yang penting agar kita tidak menjamu diri dengan 

angan-angan untuk memperoleh kemakmuran duniawi: “Jangan-

lah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa. Jangan kesal en-

tah dengan kebebasan yang mereka pakai untuk berdosa atau 

dengan keberhasilan mereka, yang lebih harus dikasihani dari-

pada dicemburui. Kemakmuran mereka yaitu  bagian mereka 

(Mzm. 17:14), bahkan, kemakmuran yaitu  racun bagi mereka” 

(1:32, KJV). Kita tidak boleh menaruh rasa tidak puas secara diam-

diam di dalam hati mengenai pemeliharaan Allah, meskipun peme-

liharaan-Nya tampak tersenyum kepada orang-orang berdosa. Kita 

pun tidak boleh berkhayal untuk menjadi seperti mereka. “Jangan-

lah hatimu meniru orang-orang berdosa” (begitu sebagian orang 

membaca ayat ini). Jangan berbuat seperti yang mereka perbuat. 

Jangan berjalan di jalan yang sama dengan mereka. Jangan meng-

gunakan cara-cara yang mereka pakai untuk memperkaya diri 

mereka sendiri, sekalipun mereka maju pesat   sebab nya. 

2. Petunjuk luar biasa untuk menjaga pikiran-pikiran yang luhur 

tentang Allah sepanjang waktu: takutlah akan TUHAN selalu dan 

senantiasa. Kita harus memelihara rasa takut akan Tuhan di 

dalam diri kita, melatih diri kita untuk memuja-Nya dalam keku-

dusan, tunduk pada perintah-perintah-Nya, berserah pada peme-

liharaan-pemeliharaan-Nya, dan senantiasa berusaha menye-

nangkan-Nya. Kita harus takut akan Tuhan seperti layaknya kita 

senang melakukan apa yang kita sukai, dengan bersuka dalam 

merenungkan kemuliaan Allah dan mematuhi kehendak-Nya. Kita 

harus mengabdikan diri untuk takut akan Dia (Mzm. 119:38, KJV), 

dan diatur oleh rasa takut itu sebagai asas yang memimpin segala 

sesuatu yang kita katakan dan kita perbuat. Di sepanjang hidup 

kita, kita harus senantiasa menjaga rasa hormat akan Allah di 

dalam roh kita, harus menghargai kewenangan-Nya, dan merasa 

ngeri terhadap murka-Nya. Kita harus selalu berlaku demikian 

dalam rasa takut akan Dia, tanpa pernah menyimpang dari itu.  

3. Alasan yang baik untuk tetap hormat dan takut kepada-Nya (ay. 

18): masa depan sungguh ada, masa depan dan harapan, seperti 

dalam Yeremia 29:11. Akan ada masa depan atau akhir bagi 

kemakmuran orang fasik, dan oleh sebab itu, janganlah iri hati 

terhadap mereka (Mzm. 73:17). Akan ada akhir bagi penderitaan-

penderitaanmu, dan oleh sebab itu janganlah lelah menanggung-

nya. Akan ada akhir bagi segala pelayananmu. Pekerjaan dan per-

juanganmu akan tercapai, kasih yang sempurna akan segera me-

lenyapkan ketakutan, dan harapanmu untuk mendapat imbalan 

bukan saja tidak akan hilang atau dikecewakan, namun  akan ter-

capai tanpa batas. Pertimbangan tentang masa depan atau akhir 

dari semuanya itu akan membantu kita menerima segala kesulit-

an dan kekecewaan di sepanjang jalan. 

19 Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak, tujukanlah hatimu ke jalan 

yang benar. 20 Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap 

daging. 21   sebab  si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk 

membuat orang berpakaian compang-camping. 22 Dengarkanlah ayahmu 

yang memperanakkan engkau, dan janganlah menghina ibumu kalau ia 

sudah tua. 23 Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga de-

ngan hikmat, didikan dan pengertian. 24 Ayah seorang yang benar akan ber-

sorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita 

  sebab  dia. 25 Biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita, biarlah beria-ria dia 

yang melahirkan engkau. 26 Hai anakku, berikanlah hatimu kepadaku, biar-

lah matamu senang dengan jalan-jalanku. 27   sebab  wanita  jalang ada-

lah lobang yang dalam, dan wanita  asing yaitu  sumur yang sempit. 28 

Bahkan, seperti penyamun ia menghadang, dan memperbanyak pengkhianat 

di antara manusia. 

Inilah nasihat yang baik untuk diberikan orangtua kepada anak-anak 

mereka. Kata-kata ditaruh di dalam mulut mereka, supaya orangtua 

bisa mendidik anak-anak mereka menurut jalan yang patut bagi mere-

ka.  

Di sini kita mendapati: 

I. Panggilan yang sungguh-sungguh kepada orang muda untuk mem-

perhatikan nasihat orangtua mereka yang saleh, bukan hanya yang 

diberikan di sini, namun  juga semua didikan lain yang bermanfaat: 

“Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak (ay. 19). Ini akan 

menjadi bukti bahwa engkau bijak, dan dengan begitu menjadi 

sarana untuk membuatmu lebih bijak.” Hikmat, seperti halnya 

iman, timbul dari pendengaran. Dan sekali lagi (ay. 22): “Dengar-

kanlah ayahmu yang memperanakkan engkau, dan yang oleh 

sebab itu memiliki wewenang atas dirimu dan kasih sayang un-

tukmu, dan, engkau boleh yakin, bahwa tidak ada rancangan lain 

selain demi kebaikanmu sendiri.” Kita harus menghormati para 

bapa leluhur kita di dalam daging, yang telah memperanakkan 

kita dan menjadi sarana bagi keberadaan kita. Bila demikian ada-

nya, maka jauh terlebih lagi kita harus patuh dan tunduk kepada 

Bapa dari roh kita, yang telah menjadikan kita dan yang merupa-

kan Pencipta dari keberadaan kita. Dan   sebab  ibu juga, berdasar-

kan rasa kewajiban terhadap Allah dan kasih terhadap anaknya, 

memberinya didikan yang baik, maka janganlah anak menghina ibu-

nya, ataupun nasihatnya, kalau ia sudah tua. jika  sang ibu su-

dah tua, pastilah dalam anggapan kita, anak-anaknya sudah tum-

buh dewasa. Walaupun demikian, janganlah anak-anak menyangka 

bahwa mereka sudah tidak perlu dididik lagi, bahkan oleh sang ibu 

yang sudah tua itu, namun  hormatilah ia justru   sebab  banyaknya 

tahun yang sudah ia lewati dan hikmat yang diajarkan melalui 

tahun-tahun itu. Orang muda yang suka mencemooh dan bersikap 

kurang ajar mungkin akan menertawakan nasihat baik dari ibu 

yang sudah lanjut usia, dan menyangka tidak harus memperhati-

kan apa yang dikatakan oleh seorang wanita  tua. Namun, 

orang-orang seperti itu akan dimintai banyak petanggungjawaban 

pada suatu hari nanti, bukan saja   sebab  mereka sudah menyia-

nyiakan nasihat yang baik, namun  juga   sebab  mereka sudah meng-

hina dan mendukakan seorang ibu yang baik (30:17). 

II. Alasan untuk memperkuat panggilan ini, yang didasarkan atas 

penghiburan yang akan dirasakan orangtua mereka (ay. 24-25). 

Perhatikanlah:  

1. yaitu  kewajiban anak-anak untuk berusaha sedapat mung-

kin menyenangkan hati orangtua mereka yang baik. Mereka 

wajib terus-menerus melakukannya, supaya orangtua mereka 

bisa bersorak-sorak   sebab  mereka. Dengan demikian, bahkan 

sekalipun tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-

tahun yang mereka katakan bahwa tak ada kesenangan bagi 

mereka di dalamnya, mereka masih bersuka saat melihat 

anak-anak mereka berperilaku baik, seperti Barzilai yang ingin 

melihat Kimham mendapat kehormatan.  

2. Anak-anak akan menjadi sukacita bagi orangtua mereka jika 

mereka benar dan bijak. Kebenaran yaitu  hikmat yang sejati. 

Barangsiapa berbuat baik, ia melakukannya untuk kebaikan-

nya sendiri. Orang-orang yang sepenuhnya demikian yaitu  

mereka yang tidak hanya bijak (yaitu, berpengetahuan dan 

berpendidikan), namun  juga benar (yaitu, jujur dan baik). Mere-

ka tidak hanya benar (yaitu, berhati nurani dan berniat baik), 

namun  juga bijak (yaitu, penuh penilaian dan pertimbangan) 

dalam mengatur diri mereka sendiri. Jika anak-anak menjadi 

seperti itu, apalagi semua anak, maka ayah dan ibu akan se-

nang. Mereka tidak memandang apa pun yang telah mereka 

lakukan atau yang tengah mereka lakukan bagi anak-anak 

mereka sebagai hal yang berlebihan. Mereka akan bersuka di 

dalam anak-anak mereka, dan bersyukur kepada Allah untuk 

mereka. Khususnya ibu yang telah melahirkan mereka dengan 

rasa sakit dan menyusui mereka dengan perih, akan bersuka di 

dalam mereka. Ia menganggap dirinya sudah mendapat balas-

an yang setimpal. Dukacitanya bahkan terlupakan begitu saja, 

  sebab  yang dihasilkannya yaitu  seorang yang bijak dan baik, 

menjadi berkat bagi dunia yang di dalamnya ia dilahirkan. 

III. Beberapa aturan umum tentang hikmat dan kebajikan. 

1. Tujukanlah hatimu ke jalan yang benar (ay. 19). Hatilah yang 

harus dijaga dan diarahkan dengan benar. Segala pergerakan 

dan perasaan jiwa haruslah mengarah pada sasaran-sasaran 

yang benar dan di bawah bimbingan yang mantap. Jika hati 

dipandu di jalan yang benar, langkah-langkah kaki akan ter-

bimbing dan perilaku akan teratur dengan baik. 

2. Belilah kebenaran dan jangan menjualnya (ay. 23). Kebenaran 

yaitu  sesuatu yang dengannya hati harus dibimbing dan 

diatur, sebab tanpa kebenaran tidak ada kebaikan. Tidak ada 

perbuatan-perbuatan yang sesuai aturan tanpa asas-asas 

yang benar. Dengan kuasa kebenaranlah, yang diketahui dan 

dipercayai, kita akan dijauhkan dari dosa dan dihalau untuk 

taat pada kewajiban. Pengertian harus diisi baik-baik dengan 

hikmat dan didikan, dan oleh sebab itu,  

(1) Kita harus membeli kebenaran itu, yakni, harus rela ber-

pisah dengan apa saja demi kebenaran. Salomo tidak ber-

kata dengan harga berapa kita harus membelinya, sebab 

kita tidak dapat membelinya bila terlalu mahal, namun  

bahwa kita harus mendapatkannya berapa pun harganya. 

Berapa pun harga yang harus kita bayar, kita tidak akan 

menyesal membayarnya. jika  kita mengeluarkan biaya 

untuk sarana pengetahuan dan bertekad untuk tidak men-

derita kelaparan dengan melewatkan perkara yang begitu 

baik seperti itu, maka kita membeli kebenaran. Kekayaan 

haruslah dimanfaatkan untuk mendapatkan pengetahuan, 

bukan pengetahuan untuk mendapat kekayaan. jika  

kita tengah bersusah payah mencari kebenaran, agar kita 

bisa mendapat pengetahuan tentangnya dan bisa mem-

bedakan antara yang benar dan yang salah, maka itu ber-

arti kita membeli kebenaran. Dii laboribus omnia vendunt – 

Sorga mengaruniakan apa saja kepada orang-orang yang 

bekerja keras. jika  kita lebih memilih menderita kerugi-

an dalam kepentingan duniawi kita dibandingkan  menyangkal 

atau mengabaikan kebenaran, maka kita membelinya. Dan 

kebenaran yaitu  mutiara yang begitu berharga sehingga 

kita harus rela berpisah dengan semua hal lain demi mem-

belinya, harus lebih memilih kehilangan harta, bisnis, dan 

kedudukan kita dibandingkan  kehilangan iman dan hati nurani 

yang baik.  

(2) Kita tidak boleh menjualnya. Jangan berpisah dengannya 

demi kesenangan, kehormatan, kekayaan, atau apa saja di 

dunia ini. Jangan lalai mempelajarinya, atau tidak lagi 

mengakuinya, atau memberontak dari kekuasaannya, demi 

mendapatkan atau menyimpan kepentingan duniawi apa 

pun. Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar, 

dan jangan pernah melepaskannya demi apa pun. 

3. Berikanlah hatimu kepadaku (ay. 26). Allah di dalam nasihat 

ini berbicara kepada kita seperti kepada anak-anak: “Hai 

anakku, berikanlah hatimu kepada-Ku.” Hati yaitu  apa yang 

dituntut dan diminta oleh Allah yang agung dari setiap kita. 

Apa pun yang kita berikan, jika kita tidak memberikan hati 

kita kepada-Nya, tidak akan diterima. Kita harus mengarah-

kan kasih kita kepada-Nya. Pikiran-pikiran kita harus banyak 

bercakap-cakap dengan-Nya, dan tentang Dia, sebagai tujuan 

terluhur kita. Pikiran hati kita harus diteguhkan. Kita harus 

sepenuh hati mengabdikan diri kepada Tuhan, dengan bebas 

dan riang hati dalam melakukannya. Sekali-kali janganlah kita 

membagi hati antara Allah dan dunia. Ia mau memiliki semua-

nya, atau tidak sama sekali. Kasihilah TUHAN, Allahmu, de-

ngan segenap hatimu. Terhadap panggilan ini, kita harus siap 

menjawab, “Bapaku, ambillah hatiku sebagaimana adanya ia, 

dan jadikanlah ia sebagaimana seharusnya. Milikilah hatiku 

itu, dan dirikanlah takhta-Mu di dalamnya.” 

4. Biarlah matamu senang dengan jalan-jalanku. Arahkanlah pan-

danganmu pada aturan firman Allah, pada pimpinan pemeli-

haraan-Nya, dan pada teladan-teladan yang baik dari umat-Nya. 

Mata kita harus memperhatikan semua ini, seperti penulis yang 

memperhatikan salinan tulisannya, agar kita tetap di jalan-jalan 

yang benar dan terus maju serta bertekun di dalamnya. 

IV. Beberapa peringatan khusus terhadap dosa-dosa yang, dari se-

mua dosa, paling merusak benih-benih hikmat dan anugerah di 

dalam jiwa, yang mempermiskin dan menghancurkannya. 

1. Kerakusan dan kemabukan (ay. 20-21). Dunia penuh dengan 

contoh-contoh dari dosa ini dan godaan-godaan yang menju-

rus kepadanya. Orang-orang muda harus peduli untuk ber-

jaga-jaga dan menjauhinya. Janganlah menjadi peminum ang-

gur. Kita diperbolehkan minum anggur sedikit (1Tim. 5:23), 

namun  tidak banyak, tidak untuk menjadikannya sebagai ke-

biasaan, jangan minum secara berlebihan. Janganlah menjadi 

pelahap daging, seperti orang-orang Israel dulu, yang bernafsu 

dengan berlebihan untuk memakannya, dengan berkata, si-

apakah yang akan memberi kita makan daging? Sementara itu, 

Paulus, sekalipun ia bebas untuk makan daging, bertekad un-

tuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, 

supaya ia jangan menjadi batu sandungan bagi saudaranya. 

Begitu tak acuhnya dia pada daging (1Kor. 8:13). Janganlah 

menjadi pelahap daging secara berlebihan. Sikap berlebihan 

harus dihindari dalam hal makanan dan juga minuman. Ja-

nganlah menjadi pelahap daging yang melampaui batas, sam-

pai tidak senang dengan makanan apa saja kecuali yang enak-

enak, hidangan-hidangan yang lezat, dan daging-dagingan. 

Sebagian orang tidak saja senang, namun  juga bangga, jika 

mereka memperhatikan betul apa yang mereka makan, dan, 

sebagaimana mereka menyebutnya, dengan pola makan yang 

baik. Seolah-olah makanan yaitu  perhiasan seorang bang-

sawan, padahal itu sesungguhnya aib seorang Kristen, dengan 

menjadikan perut sebagai ilah mereka. “Janganlah menjadi 

peminum anggur, dan janganlah menjadi pelahap daging. Jadi, 

oleh sebab itu, janganlah engkau ada di antara peminum ang-

gur atau pelahap daging. Janganlah setuju dengan mereka, 

supaya jangan engkau mempelajari cara-cara mereka dan tan-

pa sadar jatuh ke dalam dosa-dosa itu, atau setidak-tidaknya, 

janganlah sampai engkau kehilangan rasa takut dan benci ter-

hadap jalan-jalan mereka itu. Mereka mendambakan engkau 

bersama-sama dengan mereka. Sebab orang-orang yang me-

mang bejat sangat ingin membuat orang lain ikut bejat. Oleh 

sebab itu, janganlah memenuhi keinginan mereka, supaya ja-

ngan engkau membahayakan dirimu sendiri.” Salomo mem-

berikan alasan yang melawan dosa ini berdasarkan mahalnya 

cara hidup tersebut dan kecenderungannya untuk membuat 

orang menjadi miskin. Banyak orang sudah tidak bisa lagi 

dibuat merasa takut terhadap dosa itu meskipun sudah diperi-

ngatkan bahwa dosa itu akan menghancurkan kepentingan-

kepentingan duniawi mereka. Jika mereka sudah seperti ini, 

maka tidak mengherankan jika mereka juga tidak akan takut 

terhadap dosa itu sekalipun kepada mereka disampaikan fir-

man Allah bahwa dosa itu sangatlah jahat sampai merusak 

kepentingan-kepentingan rohani dan kehidupan kekal mereka. 

Peminum dan pelahap benci diperbaharui, meskipun mereka 

diberi tahu akan menjadi miskin, bahkan, meskipun mereka 

diberi tahu akan masuk neraka. Kemabukan yaitu  penyebab 

kantuk. Kemabukan membuat orang lemas dan tidak bisa ber-

sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan. Ini membuat 

segala sesuatu akan hancur berantakan. Dengan cara itulah 

orang yang dulu hidup secara terpuji sekarang berpakaian 

compang-camping.  

2. Persundalan. Ini satu lagi dosa yang menghilangkan daya pikir 

(KJV: menjauhkan hati – pen.) yang seharusnya diberikan ke-

pada Allah (Hos. 4:11). Salomo menunjukkan bahaya yang me-

nyertai dosa tersebut (ay. 27-28),  

(1) Persundalan yaitu  dosa yang darinya cuma sedikit orang 

bisa dipulihkan kembali sekali mereka sudah terjerat di 

dalamnya. Dosa itu seperti lobang yang dalam dan sumur 

yang sempit, yang hampir mustahil untuk keluar darinya. 

  sebab  itu, berhikmatlah kita jika kita menjauhkan diri se-

jauh mungkin dari tepiannya. Berjaga-jagalah untuk tidak 

mengambil langkah sekecil apa pun untuk mendekati dosa 

ini,   sebab  begitu sulit untuk mundur darinya. Hati nu-

rani, yang seharusnya memandu langkah mundur, diru-

sakkan olehnya, dan anugerah ilahi pun terhilang.  

(2) Persundalan yaitu  dosa yang memesonakan manusia se-

hingga mereka hancur: seperti penyamun, wanita  sun-

dal menghadang, berpura-pura ingin berteman, padahal se-

dang merancangkan kejahatan besar, untuk merampok apa 

saja yang berharga dari orang-orang yang lewat, dan untuk 

melucuti persenjataan maupun perhiasan mereka. Bahkan 

orang-orang yang,   sebab  sudah terdidik di dalam kebajik-

an, berusaha menghindar dari wanita  sundal itu, tetap 

akan dihadangnya, agar ia dapat menyerang mereka apa-

bila mereka lengah, sehingga ia dapat mengambil keun-

tungan dari mereka. Oleh sebab itu, janganlah ada orang 

yang merasa diri mereka aman di setiap waktu.  

(3) Persundalan yaitu  dosa, yang bila dibandingkan dosa-dosa 

lain, lebih berperan dalam menyebarkan perbuatan tercela 

dan kebejatan di dalam sebuah kerajaan: dosa itu memper-

banyak pengkhianat di antara manusia. Seorang wanita  

sundal bisa membawa kehancuran pada banyak jiwa yang 

berharga, dan bisa membantu membuat bejat seluruh kota. 

Dosa itu menambah banyak para pengkhianat atau orang-

orang durhaka. Dosa itu tidak hanya membuat suami-suami 

berbohong kepada istri-istri mereka dan para hamba kepada 

tuan-tuan mereka, namun  juga mengakibatkan banyak orang 

yang sudah mengaku beragama membuang pengakuan 

mereka dan melanggar kovenan mereka dengan Allah. Oleh 

sebab itu, rumah-rumah kenajisan yaitu  rumah-rumah 

hama, yang harus dibasmi oleh orang-orang yang bertugas 

menjaga kesejahteraan warga . 

Peringatan-peringatan Melawan  

Kebiasaan yang Berlebih-lebihan 

29 Siapa mengaduh? Siapa mengeluh? Siapa bertengkar? Siapa berkeluh ke-

sah? Siapa mendapat cidera tanpa sebab? Siapa merah matanya? 30 Yakni 

mereka yang duduk dengan anggur sampai jauh malam, mereka yang datang 

mengecap anggur campuran. 31 Jangan melihat kepada anggur, kalau merah 

menarik warnanya, dan mengilau dalam cawan, yang mengalir masuk de-

ngan nikmat, 32 namun  kemudian memagut seperti ular, dan menyemburkan 

bisa seperti beludak. 33 Lalu matamu akan melihat hal-hal yang aneh, dan 

hatimu mengucapkan kata-kata yang kacau. 34 Engkau seperti orang di tengah ombak laut, seperti orang di atas tiang kapal. 35 Engkau akan berkata: 

“Orang memukul aku, namun  aku tidak merasa sakit. Orang memalu aku, 

namun  tidak kurasa. Bilakah aku siuman? Aku akan mencari anggur lagi. 

Di sini Salomo memberikan peringatan yang baik melawan dosa ke-

mabukan, untuk menegaskan apa yang sudah dikatakannya sebe-

lumnya (ay. 20). 

I. Ia memperingatkan semua orang untuk menjauhkan diri dari go-

daan-godaan terhadap dosa ini (ay. 31): jangan melihat kepada 

anggur, kalau merah menarik warnanya. Di Kanaan, anggur me-

rah dipandang sebagai anggur terbaik, dan oleh sebab itu disebut-

kan orang darah buah anggur. Para peminat anggur menilai 

anggur, selain petunjuk-petunjuk lainnya, berdasarkan warnanya. 

Ada anggur, kata mereka, yang tampak memesona, begitu meng-

giurkan sehingga seolah-olah berkata, “Mari, minumlah aku.” Ia 

mengalir masuk dengan nikmat, turun dengan amat mulus, atau 

mungkin kekesatannya terasa menyenangkan. Dikatakan tentang 

anggur yang kuat dan pekat bahwa ia bahkan membuat bicara 

bibir orang-orang yang sedang tidur (Kid. 7:9, KJV; TB: melimpah ke 

bibir orang-orang yang sedang tidur – pen.). namun  janganlah eng-

kau melihatnya.  

1. “Janganlah engkau diperintah oleh perasaan, namun  oleh akal 

budi dan agama. Janganlah mengidam-idamkan