rin.
Utsman mendampingi Rasulullah Saw dalam semua pertempuran yang
pernah Beliau lakukan. Tidak ada satu perang pun yang terlewatkan selain
perang Badr. Dia tidak turut-serta dalam perang ini sebab harus merawat
istrinya yang bernama Ruqayah sebab sakit.
Saat Rasulullah Saw kembali dari Badr, dan Beliau mendapati Ruqayah
telah kembali ke pangkuan Allah, maka Rasul Saw menjadi amat sedih.
Rasul Saw berbagi kesedihan dengan Utsman atas musibah yang terjadi.
Maka Rasul Saw memasukkan Utsman ke dalam golongan ahli Badr, dan
mendapatkan jatah ghanimah. lalu Rasulullah Saw menikahkan
Utsman dengan putri kedua Rasulullah Saw yang bernama Ummu Kultsum.
Oleh sebab nya, manusia memanggil Utsman dengan sebutan Dzu Nuraini
(orang yang memiliki dua cahaya).
Pernikahan Utsman yang kedua kalinya dengan putri Nabi Saw yaitu
sebuah keutamaan yang tidak didapatkan pria lain selain dirinya. Hal itu
disebab kan, belum pernah terjadi sebelumnya ada orang yang menjadi
menantu Nabi sebanyak dua kali selain Utsman bin Affan ra.
Keislaman Utsman ra yaitu salah satu nikmat terbesar yang Allah Swt
anugerahkan kepada kaum muslimin dan kepada Islam. Tidak ada
kesulitan yang dirasakan oleh kaum muslimin, maka Utsman akan menjadi
orang yang akan segera membantu kesulitan mereka. Tidak ada satu
musibah pun yang menimpa Islam, kecuali Utsman akan menjadi orang
terdepan yang akan mengurangi beban yang diderita Islam.
Salah satunya yaitu saat Rasulullah Saw hendak melakukan perang
Tabuk, pada saat itu Rasulullah Saw amat membutuhkan bantuan finansial
sebagaimana Beliau juga membutuhkan orang-orang yang akan menjadi
prajurit dalam perang ini.
Sementara pasukan Romawi memiliki prajurit yang banyak, logistik
yang memadai dan mereka bertempur di negerinya sendiri.
Sedangkan kaum muslimin, mereka akan melalui perjalanan yang
panjang dengan bekal yang sedikit dan kendaraan yang tidak memadai.
Saat itu, kaum muslimin juga sedang mengalami masa paceklik, yang
jarang terjadi hal seperti ini di jazirah Arab.
Dengan terpaksa maka Rasulullah Saw menolak banyak orang yang
hendak melakukan jihad dan melarang mereka untuk mencari syahadah
(mati di jalan Allah) sebab mereka tidak memiliki kendaraan yang dapat
membawa mereka ke sana. Maka orang-orang tadi kembali pulang ke
tempat masing-masing dengan mata yang berlinang.
Pada saat itulah Rasulullah Saw naik ke atas mimbar. Beliau memuji
Allah Swt, lalu Beliau menganjurkan umat Islam untuk mengerahkan
segala kemampuan mereka dan menjanjikan mereka dengan balasan yang
besar.
Serta-merta Utsman berdiri dan berkata: “Aku akan memberikan 100
unta lengkap dengan bekalnya, ya Rasulullah!”
lalu Rasulullah Saw turun satu anak tangga dari mimbarnya dan
Beliau terus menganjurkan umat Islam untuk mengerahkan apa yang
mereka punya. Maka untuk kedua kalinya Utsman berdiri dan berkata:
“Aku akan memberikan 100 unta lagi lengkap dengan bekalnya, ya
Rasulullah!”
Wajah Rasul Saw menjadi cerah, lalu Beliau turun satu anak
tangga lagi dari mimbar dan Beliau masih saja menyerukan umat Islam
untuk mengerahkan segala yang mereka miliki. Utsman untuk ketiga
kalinya berdiri dan berkata: “Aku akan memberikan 100 unta lagi lengkap
dengan bekalnya, ya Rasulullah!”
Pada saat itu Rasulullah Saw mengarahkan tangannya ke arah Utsman
pertanda Beliau senang dengan apa yang telah dilakukan Utsman ra. Beliau
pun bersabda: “Utsman sesudah hari ini tidak akan pernah kesulitan…
Utsman sesudah hari ini tidak akan pernah kesulitan.”
Belum lagi Rasulullah Saw turun dari mimbarnya, namun Utsman
sudah berlari pulang ke rumah. Ia segera mengirimkan semua unta yang ia
janjikan dan disertai dengan 1000 dinar emas.
Begitu uang-uang dinar tadi diserahkan kepangkuan Rasulullah Saw,
Beliau lalu membolak-balikkan uang dinar ini seraya bersabda:
“Semoga Allah Swt akan mengampunimu, ya Utsman atas sedekah yang
kau berikan secara terang-terangan maupun sembunyi. Semoga Allah juga
akan mengampuni segala sesuatu yang ada pada dirimu, dan apa yang
telah Ia ciptakan hingga terjadinya hari kiamat.”
Pada saat kekhalifahan Umar Al Faruq ra, saat itu manusia sedang
menderita tahun paceklik yang mengakibatkan banyak sawah ladang serta
hewan yang menjadi korbannya. Sehingga tahun ini dikenang dengan
sebutan tahun Ramadah (debu)171 sebab parahnya paceklik yang terjadi.
Kesulitan yang dirasakan oleh manusia di Madinah terus semakin
mengganas sehingga banyak nyawa manusia yang terancam. Suatu pagi
para penduduk datang menghadap khalifah Umar dan berkata: “Wahai
khalifah Rasulullah. Langit sudah lama tidak menurunkan hujan, dan bumi
sudah tidak menumbuhkan pephonan. Banyak nyawa manusia yang
terancam. Apa yang mesti kita lakukan?!”
Dengan tatapan penuh kegelisahan Umar melihat wajah mereka dan
berkata: “Bersabarlah dan berharap pahalalah kalian kepada Allah! Aku
amat berharap semoga Allah Swt akan memudahkan kesulitan kalian pada
petang ini.”
Pada penghujung hari, terdengar kabar bahwa kafilah Utsman bin
Affan telah datang dari Syam, dan rombongan ini akan tiba di
Madinah pada pagi hari.
171
Tahun Ramadah (debu): yaitu suatu tahun dimana tanah menjadi kering-kerontang dan
warnanya seperti debu. Banyak manusia yang kelaparan, oleh sebab nya ia disebut dengan nama
sedemikian.
Begitu shalat Fajar usai dilaksanakan, maka semua orang berbondong-
bondong menyambut kedatangan kafilah ini.
Para pedagang yang menyambut kedatangan kafilah ini mendapati
bahwa rombongan Utsman terdiri dari 1000 unta yang sarat dipenuhi
dengan gandum, minyak dan anggur kering.
Kafilah unta ini berhenti di depan pintu rumah Utsman bin Affan
ra. Para budak segera menurunkan muatan dari punggung unta.
Para pedagang pun segera menemui Utsman dan berkata kepadanya:
“Juallah kepada kami segala yang kau bawa, ya Abu Amr (panggilan
Utsman)!”
Utsman berkata: “Aku akan menjualnya dengan senang hati kepada
kalian, akan tetapi berapa harga yang hendak kalian tawarkan kepadaku?”
Mereka menjawab: “Setiap dirham yang kau bayarkan akan kami ganti
dengan dua dirham.”
Utsman menjawab: “Aku akan mendapatkan lebih dari itu.” Maka para
pedagangpun menambahkan lagi harga tawaran mereka.
Utsman lalu berkata: “Aku akan mendapatkan lebih dari harga yang
telah kalian tambahkan.” Para pedagangpun menambahkan lagi harga
tawaran mereka.
Namun Utsman tetap berkata: “Aku akan mendapatkan lebih dari ini.”
Para pedagang tadi berkata: “Wahai Abu Amr, tidak ada para pedagang
lain di Madinah selainkami. Juga tidak ada seorang pun yang mendahului
kami datang ke tempat ini. Lalu siapa yang telah memberikan tawaran
kepadamu melebihi harga yang kami tawarkan?!”
Ustman menjawab: “Allah Swt akan memberikan 10 kali lipat dari
setiap dirham yang aku bayarkan. Apakah kalian dapat membayar lebih
dari ini?”
Para pedagang itu menjawab: “Kami tidak sanggup untuk
membayarnya, wahai Abu Amr.
Utsman langsung berseru: “Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku akan
menjadikan semua barang bawaan yang dibawa oleh kafilah ini sebagai
sedekah kepada para fuqara kaum muslimin. Aku tidak pernah berharap
satu dirham ataupun satu dinar sebagai gantinya. Aku hanya berharap
keridhaan dan balasan dari Allah Swt.
Saat kekhalifahan berpindah ke tangan Utsman bin Affan, Allah Swt
berkenan menaklukan pada masa Utsman daerah Armenia dan Kaukasus.
Allah juga memenangkan kaum muslimin untuk menaklukan daerah
Khurasan, Karman, Sigistan, cyprus dan beberapa daerah kecil di benua
Afrika.
Kaum muslimin pada masa Utsman mendapatkan kesejahteraan yang
belum pernah dirasakan oleh bangsa lain di muka bumi ini.
Hasan Al Bashry172 ra mengisahkan kesejahteraan penduduk pada masa
Utsman bin Affan Dzu Nurain, serta kedamaian dan kenyamanan yang
dirasakan oleh umat Islam. Ia berkata:
“Aku pernah melihat ada seorang pegawai Utsman berseru: ‘Wahai
manusia, segeralah kalian mengambil jatah!’ Maka semua orang pun
segera mengambil jatah mereka secara merata.
‘Wahai manusia, segeralah datang untuk mengambil rizqi kalian!’
Maka semua manusia segera berdatangan dan mereka mendapatkan jatah
rizqi yang berlimpah.
Demi Allah kedua telingaku mendengar pegawai tadi berseru:
‘Segeralah kalian mengambil pakaian kalian!’ Semua orang segera
mengambil pakaian yang panjang dan lebar. Pegawai tadi juga berseru:
‘Segeralah kalian mengambil minyak dan juga madu!’
Semua itu tidak mengherankan sebab harta pada masa Utsman terus
menerus berdatangan dan berlimpah.
Hubungan antara sesama muslim menjadi nyaman. Tidak ada di muka
bumi seorang mukmin yang merasa khawatir terhadap seorang mukmin
yang lain. Yang ada yaitu seorang muslim yang menyayangi, mencintai
dan membantu muslim lainnya.
Akan tetapi ada sebagian orang yang bila sudah merasa kenyang maka
mereka akan kelewat batas. Jika mereka mendapatkan nikmat Allah maka
mereka akan menjadi kufur.
Maka sebagian orang tadi malah melemparkan cacian kepada Utsman
tentang berbagai permasalahan, yang bila permasalah ini dilakukan
oleh orang selain Utsman maka mereka tidak akan mencacinya.
Mereka tidak hanya mencaci Utsman. Kalau saja mereka berhenti
mencaci Utsman, maka keadaan akan bertambah tenang.
Akan tetapi setan terus meniupkan api permusuhan dan kejahatan pada
diri orang-orang tadi.
172
Hasan Al Bashry: Lihatla profilnya dalam buku Shuwar min Hayatit Tabi’in karya penulis
Sehingga ada sekelompok orang yang berjumlah banyak dari berbagai
suku berbeda berkumpul di sekeliling rumah Utsman selama 40 malam.
Mereka menghalangi penduduk rumah Utsman untuk mendapatkan air
bersih.
Orang-orang zhalim ini telah lupa bahwa Utsman-lah orang yang
pernah membeli sumur rumah173 dengan hartanya agar pada penduduk
dan orang yang melancong ke Madinah Al Munawarah tidak kehausan.
Padahal sebelumnya, penduduk Madinah tidak memiliki sumber air jernih
yang dapat mereka minum.
Mereka juga menghalangi Utsman untuk melakukan shalat berjamaah
di Masjid Rasulullah Saw.
Orang-orang ini telah tertutup matanya untuk mengetahui bahwa
Utsman-lah yang pernah memperluas Masjid Nabawi dengan hartanya
sendiri, agar kaum muslimin merasa lapang dan nyaman berada di
dalamnya.
Saat kesulitan ini semakin menghebat menimpa diri Utsman, maka
sekitar 700 orang dari kalangan sahabat dan anak-anak mereka segera
berusaha melindungi Utsman.
Di antara mereka yaitu : Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin
Zubair Al Awwam, Al Hasan dan Al Husain kedua putra Ali bin Abi Thalib,
Abu Hurairah dan banyak lagi.
Akan tetapi Utsman bin Affan lebih memilih dirinya yang akan menjadi
korban dibandingkan banyak nyawa kaum muslimin yang akan menjadi korban
hanya demi melindungi dirinya saja. Ia juga memilih untuk meregang
nyawa dibandingkan kaum muslimin lain yang akan menjadi korban
pembunuhan.
Utsman berpesan kepada orang-orang yang hendak melindunginya
agar ia dibiarkan sesuai kehendak Allah Swt saja.
Utsman berkata kepada mereka: “Aku berjanji kepada orang yang
memiliki tanggung jawab kepadaku agar mereka menahan diri dan
tangannya.” Ia juga berkata kepada para budaknya: “Siapa yang
mengembalikan pedang ke sarungnya, maka ia akan merdeka!”
Saat Utsman memejamkan matanya sebelum terjadi pembunuhan
terhadap dirinya,ia melihat Nabi Saw yang diiringi oleh kedua sahabatnya
yang bernama Abu Bakar As Shiddiq dan Umar bin Khattab.
173
Sumur Rumah yaitu sebuah sumur di Madinah yang dibeli Utsman dari seorang beragama
Yahudi
Utsman mendengar Rasulullah Saw bersabda kepadanya: “Segeralah
menyusul kami, ya Utsman!” Maka Utsman merasa yakin bahwa ia akan
segera berjumpa dengan Tuhannya dan Nabinya.
Pagi itu Utsman bin Affab berpuasa. Ia meminta untuk dibawakan
celana panjang dan lalu ia mengenakannya sebab ia merasa
khawatir bahwa auratnya dapat tersingkap jika ia dibunuh oleh orang-
orang durjana tadi.
Pada hari Jum;at 18 Dzul Hijjah, terbunuhlah seorang hamba yang
rajin beribadah dan berzuhud. Orang yang suka berpuasa dan melakukan
qiyamul lail. Orang yang berhasil menyatukan mushaf Al Qur’an174.
Menantu Rasulullah Saw.
Ia berpulang ke pangkuan Tuhan saat ia sedang kehausan sebab
berpuasa, sementara Kitabullah terbentang di antara kedua tangannya.
Hal yang membuat kaum muslimin semakin sedih yaitu di antara para
pembunuh Utsman ra tidak terdapat seorang tokoh sahabat maupun anak
sahabat yang turut-serta dalam proses pembunuhannya ini kecuali seorang
saja dari mereka yang pada akhirnya ia merasa malu dan enggan untuk
melakukannya.
174
Pada masa Utsman telah berhasil dituliskan Mushaf Al Qur’an pertama dengan naskah yang
terjaga dari Hafshah binti Umar bin Khattab – dan mushaf yang pernah dikumpulkan oleh Zaid bin
Tsabit pada masa Abu Bakar As Shiddiq. Dalam penulisan mushaf ini amat mempertimbangkan adanya
perbedaan bacaan (qira’at) demi menjaga adanya perpecahan. Untuk proses penulisan Mushaf ini,
Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Al Zubeir, Said bin Al Ash dan Abdurrahman bin
Al Harits bin Hisyam.
Amr bin Al Ash
“Amr bin Al Ash Masuk Islam sesudah Ia Melakukan Perenungan dan
Pemikiran yang Cukup Panjang. Rasulullah Saw Pernah Bersabda
tentang Diri Amr: “Para Manusia telah Masuk Islam, dan Amr bin Al
Ash telah Beriman.”175
“Ya Allah, Engkau dulu pernah memerintahkan kami, namun kami
bermaksiat. Engkau dulu pernah melarang kami, namun kami masih saja
tak berhenti melakukannya. Tidak ada daya upaya kami selain berharap
ampunan-Mu, wahai Dzat Yang Paling Penyayang!”
Dengan do’a yang sarat dengan kerendahan hati dan harapan ini, Amr
bin Ash menutup usia dan menjelang kematian.
Kisah hidup Amr bi Ash sarat dengan cerita berharga.
Dalam masa hidupnya, ia telah berhasil mempersembahkan untuk
Islam dua daerah besar dan makmur. Keduanya yaitu Palestina dan Mesir.
Ia berhasil meninggalkan sebuah riwayat berharga dan senantiasa
dibaca oleh manusia sepanjang masa.
Kisah ini di mulai kira-kira setengah abad sebelum hijrah saat Amr
dilahirkan, dan berakhir 43 tahun sesudah hijrah saat ia menutup usia.
Ayahnya bernama Al Ash bin Wa’il yang menjadi salah seorang
pemimpin dan tokoh Arab terpandang pada masa jahiliah. Ayahnya juga
merupakan sosok yang memiliki kedudukan tinggi pada bangsa Quraisy.
Sedangkan ibunya, memiliki nasib yang berbeda. Ibunya yaitu seorang
budak tawanan saja.
Oleh sebab nya orang-orang yang merasa iri terhadap Amr bin Ash
selalu mengungkit kisah ibunya saat Amr sudah menjabat posisi tertentu
atau saat ia sedang menaiki tangga mimbar untuk memberikan khutbah.
Bahkan ada seseorang yang membujuk seorang lain untuk berdiri saat
Amr bin Ash hendak naik ke atas mimbar lalu menanyakan Amr tentang
175
HR. Imam Ahmad dan At Tirmidzi. Barangkali yang dimaksudkan di sini yaitu orang-orang
yang masuk Islam pada tahap-tahap akhir.
kisah ibunya. Orang yang menyuruh tadi menjanjikan sejumlah uang
kepada orang yang berani melakukan hal ini.
Orang yang disuruh itu bertanya: “Siapakah ibu dari pemimpin kita
ini?” Amr langsung berusaha menekan emosinya dan menggunakan akal
sehatnya. Ia menjawab: “Dia yaitu Nabighah binti Abdullah. Ia pernah
tertawan pada masa jahiliah lalu ia dijual sebagai budak di pasar
Ukadz. lalu ia dibeli oleh Abdullah bin Jad’an yang lalu
diberikan kepada Ash bin Wa’il (yaitu ayah Amr) sehingga membawa
karunia seorang anak bagi Ash. Jika orang yang hatinya teracuni sifat
dengki menjanjikan sejumlah uang kepadamu, maka ambillah!”
Saat kaum muslimin yang menderita berhijrah ke Habasyah untuk
menyelamatkan diri dari siksaan bangsa Quraisy dan tinggal di sana. Pada
saat itu bangsa Quraisy bertekad untuk memulangkan mereka ke Mekkah
lagi, lalu menyiksa mereka dengan berbagai siksaan.
Bangsa Quraisy menunjuk Amr bin Ash untuk melakukan tugas ini,
sebab ia memiliki hubungan lama yang baik dengan An Najasy176.
Bangsa Quraisy juga membekali Amr dengan hadiah yang disenangi
oleh An Najasy dan para pemuka agama di sana.
Begitu Amr bin Ash bertemu dengan An Najasy, Amr bin Ash
memberikan penghormatan kepadanya dan berkata: “Ada sebuah
kelompok dari kaum kami yang telah berpaling dari agama orang tua dan
kakek moyang kami, mereka kini telah membuat agama baru untuk diri
mereka. Bangsa Quraisy mengutusku untuk bertemu denganmu untuk
mendapatkan izin darimu agar mereka dapat dikembalikan kepada
kaumnya dan kembali kepada agama mereka.”
Maka An Najasy segera memanggil beberapa orang dari sahabat Nabi
yang berhijrah. An Najasy bertanya kepada mereka tentang agama yang
mereka anut, Tuhan yang mereka imani dan tentang Nabi mereka yang
membawa ajaran agama ini.
An Najasy mendengarkan dari penuturan para sahabat tadi yang
membuat hatinya menjadi yakin dan tenang. Akidah mereka telah
membuat An Najasy menjadi suka dengan ajaran agama mereka dan
beriman kepadanya.
Maka An Najasy menolak dengan keras permintaan Amr bin Ash.
lalu An Najasy mengembalikan semua hadiah yang diberikan oleh
Amr bin Ash.
176
An Najasy: Lihat profilnya dalam buku Shuwar min Hayatit Tabi’in karya penulis. Terbitan
Darul Adab Al Islamy
Saat Amr bin Ash hendak berangkat menuju Mekkah, An Najasy
berkata kepadanya: “Bagaimana bisa engkau menjauh dari urusan
Muhammad, ya Amr padahal aku tahu bahwa engkau yaitu orang yang
berpikiran cerdas dan berwawasan luas?! Demi Allah dia yaitu seorang
utusan Allah kepada kalian khususnya dan kepada manusia secara umum.”
Amr lalu bertanya: “Apakah kau sungguh mengatakan hal demikian,
wahai paduka raja?!”
An Najasy menjawab: “Demi Allah, taatilah titahku, ya Amr dan
berimanlah kepada Muhammad dan kepada kebenaran yang ia bawa untuk
kalian!”
Amr bin Ash meninggalkan Habasyah. Ia terus melanjutkan
perjalanannya namun ia tidak mengerti apa yang ia lakukan. Kalimat yang
telah diucapkan An Najasy meninggalkan bekas mendalam dan berhasil
mengguncang hatinya.
Ucapan An Najasy tentang Muhammad membuat dirinya ingin segera
menemui Muhammad, akan tetapi ia tidak memiliki kesempatan hingga
pada tahun 8 hijriyah. Pada saat Allah Swt berkenan untuk melapangkan
dadanya untuk menerima agama yang baru. Maka pada saat itulah Amr
berangkat menyusuri jalan yang menuju ke Madinah Munawarah untuk
menemui Rasulullah Saw dan menyatakan keislaman dirinya dihadapan
Beliau.
Saat ia sedang di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan Khalid bin Al
Walid dan Utsman bin Thalhah. Keduanya pun memiliki tujuan yang sama.
Akhirnya ketiga orang itu pun berangkat bersama-sama.
Begitu mereka menjumpai Nabi Saw, Khalid bin Walid dan Utsman bin
Thalhah segera berbai’at (melakukan sumpah setia) kepada Nabi Saw.
lalu Rasulullah Saw membentangkan tangannya kepada Amr,
lalu Amr memegang tangan Beliau.
Rasulullah Saw lalu bertanya kepada Amr: “Apa yang terjadi dengan
dirimu, ya Amr?!” Ia menjawab: “Aku berbai’at kepadamu agar dosaku
yang terdahulu diampuni.”
Nabi Saw langsung berujar: “Islam dan hijrah keduanya menghapuskan
dosa yang terjadi sebelumnya.” Pada saat itu Amr langsung berbai’at
kepada Rasul Saw.
Akan tetapi kejadian ini meninggalkan kesan pada diri Amr bin Ash
yang sering ia ucapkan: “Demi Allah, mataku tidak pernah memandang
Rasulullah Saw dan menatap wajah Beliau hingga Beliau kembali ke
pangkuan Tuhannya.”
Dengan cahaya kenabian Rasulullah Saw melihat diri Amr bin Ash.
Beliau mengetahui adanya potensi tertentu dalam dirinya. Maka Rasulullah
Saw menunjuk Amr untuk menjadi pemimpin pasukan muslimin dalam
perang Dzatus Salasil meski dalam pasukan ini banyak terdapat para
tokoh Muhajirin dan Anshar yang lebih dahulu masuk Islam.
Saat Rasulullah Saw sudah wafat, dan kekhalifahan berada di tangan
Abu Bakar As Shiddiq ra maka Amr bin Asha berjuang keras dalam
peperangan melawan gerakan kemurtadan.
Amr bin Ash juga memberantas fitnah yang merebak saat itu bersama
Abu Bakar As Shiddiq Ra.
Amr bin Ash pernah singgah di Bani Amir dan bertemu dengan
pemimpin mereka yang bernama Qurrata bin Hubairaj yang berniat untuk
murtad. Qurrata berkata kepada Amr: “Wahai Amr, Bangsa Arab tidak
menyukai kewajiban pembayaran yang kalian tetapkan kepada semua
orang (maksudnya yaitu zakat). Jika kalian menghilangkan zakat ini ,
maka bangsa Arab akan patuh dan taat kepada kalian. Jika kalian menolak
untuk menghapuskannya, maka mereka tidak akan bersatu lagi dengan
kalian sesudah hari ini.
Maka Amr pun langsung berseru kepada Bani Amir: “Celaka kamu!!
Apakah engkau sudah menjadi kafir wahai Qurrata?! Apakah engkau mau
menakutiku dengan murtadnya bangsa Arab?! Demi Allah, aku akan
menjejakan kaki kuda di kemah ibumu!”
Saat Abu Bakar As Shiddiq kembali ke pangkuan Tuhannya, dan
amanah kekuasaan diserahkan kepada Umar Al Faruq. Al Faruq
memanfaatkan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh Amr bin
Ash lalu Umar menempatkan Amr untuk berkhidmat kepada Islam
dan muslimin.
Maka lewat Amr bin Ash, Allah Swt berkenan menaklukan satu negeri
demi negeri lainnya yang berada di tepi pantai Palestina. Pasukan Romawi
satu demi satu menemukan kekalahan mereka. lalu Amr bin Ash
bersama pasukannya berniat untuk memblokade Baitul Maqdis.
Amr bin Ash semakin memperketat blokade di sekeliling wilayah Baitul
Maqdis sehingga Arthabun panglima pasukan Romawi merasa putus asa.
Blokade ini menyebabkan Arthabun melepaskan kota suci ini
dan lebih memilih untuk melarikan diri. Maka Jerusalem pun kembali ke
pangkuan kaum muslimin.
Pada saat itu, seorang pemuka agama Nashrani di sana berharap
penyerahan kota suci ini dapat dihadiri oleh Khalifah sendiri.
Maka Amr bin Ash segera menuliskan sebuah surat kepada Umar Al
Faruq yang mengundang khalifah untuk menerima secara langsung
penyerahan Baitul Maqdis. Khalifah Umar pun hadir dalam penyerahan
ini dan ia menandatangani perjanjian penyerahan kota Jerusalem.
Maka Jerusalem pun diserahkan kepada kaum muslimin pada tahun 15
hijriyah berkat usaha Amr bin Ash ra.
Umar Al Faruq jika diingatkan tentang peristiwa blokade Baitul Maqdis
dan teringat akan kehebatan Amr bin Ash, ia akan berkata: “Kita telah
berhasil mengusir Arthabun Romawi dengan Arthabun Arab.”
Amr bin Ash masih meneruskan kemenangan besarnya dengan
menaklukan Mesir. Akhirnya negeri yang subur ini menjadi bagian dari
wilayah Islam.
Di samping itu, Amr bin Ash berhasil menaklukan pintu-pintu benua
Afrika, negeri Maroko lalu Spanyol.
Semua ini dilakukan oleh Amr bin Ash untuk kaum muslimin hanya
dalam setengah abad saja.
Kelebihan Amr bin Ash bukan hanya pada bidang ini saja. Ia juga salah
seorang ahli makar dan tipu daya bangsa Arab. Ia juga termasuk salah
seorang yang paling jenius di antara mereka.
Barangkali salah satu kisah kecerdikannya yaitu saat ia menaklukkan
Mesir. Amr bin Ash terus membujuk Umar Al Faruq agar diperbolehkan
untuk menaklukkan Mesir, sehingga Umar pun mengizinkannya. Umar
memberikan dukungan kepada Amr bin Ash dengan 4000 prajurit
muslimin.
Maka berangkatlah Amr bin Ash dengan pasukannya dengan begitu
gagah dan tanpa beban. Akan tetapi yang turut serta dalam rombongannya
hanya sedikit prajurit saja, sehingga Utsman bin Affan pun menemui Umar
dan berkata kepadanya:
“Wahai Amirul Mukminin, Amr bin Ash yaitu orang yang gagah
berani. Dalam dirinya terdapat kecintaan kepada jabatan. Aku khawatir ia
pergi ke Mesir tanpa jumlah pasukan yang cukup dan logistik yang
memadai, dan hal itu dapat membawa petaka bagi pasukan muslimin.
Umar langsung menyesal telah memberikan izin kepada Amr bin Ash
untuk menaklukan Mesir. Maka ia langsung mengirimkan seorang utusan
yang membawa surat dari khalifah untuk Amr tentang masalah ini.
Utusan yang dikirim Umar tadi menjumpai pasukan muslimin di
daerah Rafah di bagian negeri Palestina. Ketika Amr in Ash mengetahui
kedatangan seorang utusan Umar Al Faruq yang membawa sebuah surat
yang ditujukan kepadanya dari Khalifah, Amr langsung merasa khawatir
akan isi surat ini .
Amr terus berpura-pura sibuk dan meneruskan perjalanannya sehingga
ia masuk ke sebuah perkampungan Mesir.
Pada saat itu, Amr baru menemui utusan khalifah. Ia langsung
mengambil surat ini dan membukanya. Di dalamnya tertulis: “Jika
engkau menerima suratku ini sebelum memasuki daerah Mesir, maka
kembalilah ke tempat asalmu! Jika kau telah menginjak tanah Mesir, maka
teruskanlah perjalananmu!”
lalu Amr bin Ash menyeru semua prajurit muslimin dan
membacakan surat dari Umar Al Faruq. lalu Amr bertanya: “Apakah
kalian sudah tahu bahwa kita sekarangsudah berada di tanah Mesir?”
Mereka menjawab: “Ya, kami tahu.” Amr berujar: “Kalau demikian,
marilah kita meneruskan perjalanan ini di bawah keberkahan dan taufiq
Allah Swt!”
Allah Swt pun berkenan menaklukkan Mesir lewat perjuangan Amr bin
Ash.
Salah satu bukti kecerdasannya juga yaitu saat ia sedang mengepung
salah satu benteng negeri Mesir yang kuat, tokoh agama Romawi meminta
panglima pasukan muslimin untuk mengirimkan seorang negosiator dan
juru runding. Beberapa orang dari pasukan muslimin rela untuk
melakukan tugas ini. Akan tetapi Amr bin Ash berkata: “Aku akan menjadi
utusan kaumku untuk menemuinya.” Lalu Amr bin Ash menemui tokoh
agama tadi, lalu ia berhasil memasuki benteng tadi dengan berpura-
pura bahwa dirinya yaitu utusan panglima pasukan muslimin.
Tokoh agama itu bertemu dengan Amr dan tokoh agama ini tidak
mengenalinya.
Maka terjadilah perundingan antara mereka berdua dan Amr bin Ash
berhasil memperlihatkan kecerdasan dan pengalamannya. Maka tokoh
agama Romawi ini berniat untuk mengkhianati Amr. Tokoh agama ini
memberikan hadiah yang besar kepada Amr dan menyuruh para penjaga
benteng untuk membunuh Amr sebelum ia melewati parit.
Akan tetapi Amr mengetahui niat jahat dari pancaran mata para
penjaga ini . Lalu Amr kembali lagi menemui tokoh agama tadi dan
berkata: “Wahai Tuan, pemberian yang engkau berikan kepadaku tidak
bakal cukup untuk dibagi kepada seluruh sepupuku. Maukah engkau
mengizinkan aku untuk mengajak sepuluh orang dari mereka untuk
mendapatkan hadiah yang sama darimu?”
Tokoh agama tadi menjadi bahagia, dan ia berharap dapat membunuh
sepuluh orang dari pihak muslim dibandingkan hanya membunuh satu orang
saja.”
lalu tokoh agama tadi memberi isyarat kepada para penjaga
benteng untuk membiarkan Amr bin Ash pergi.
Maka selamatlah Amr bin Ash dari ancaman pembunuhan.
Ketika Mesir berhasil ditaklukan dan diserahkan kepada pihak
muslimin, tokoh agama tadi berjumpa dengan Amr bin Ash dan bertanya
dengan nada keheranan: “Apakah ini yaitu kamu sebenarnya?” Amr
menjawab: “Ya, seperti saat hendak kau khianati dulu.”
Amr bin Ash yaitu manusia yang amat pandai berbicara dan
berdialog. Sehingga Umar Al Faruq menganggap bahwa kepandaian Amr
bin Ash dalam berbicara merupakan tanda kekuasaan Allah Swt.
Maka setiap kali Umar melihat ada orang yang gagap dalam berbicara,
maka Umar berkata: “Sang Pencipta orang ini dan Sang Pencipta Amr bin
Ash yaitu Tunggal.”
Salah satu ucapan Amr bin Ash yang sarat dengan makna yaitu :
“Manusia itu terbagi tiga; Manusia yang sempurna, separuh manusia dan
manusia yang tak bermakna.
Adapun manusia yang sempurna yaitu manusia yang lengkap agama
dan akalnya. Jika ia hendak memutuskan sebuah perkara, maka ia akan
meminta pendapat orang-orang cerdas sehingga ia akan terus
mendapatkan petunjuk.
Sedangkan separuh manusia yaitu orang yang yang disempurnakan
agama dan akalnya oleh Allah. Jika ia hendak meutuskan sebuah perkara,
ia tidak meminta pendapat orang lain, dan ia akan berkata: “Manusia
seperti apa yang mesti aku ikuti pendapatnya lalu aku akan
meninggalkan pendapatku dan mengikuti pendapatnya?” Maka terkadang
ia benar, terkadang ia salah.
Adapun orang yang tak bermakna yaitu orang yang tidak beragama
dan tidak berakal. Maka ia akan selalu keliru dan terbelakang.
Demi Allah, aku senantiasa meminta pendapat orang lain, bahkan
kepada pembantuku.
Saat Amr bin Ash jatuh sakit dan merasakan ajalnya telah tiba, ia
meneteskan air mata dan berkata kepada anaknya: “Aku pernah menjalani
tiga kondisi yang diketahui oleh diriku sendiri. Aku pernah menjadi orang
kafir, kalau saja saat itu aku mati maka aku pasti akan masuk ke dalam
neraka. Saat aku berbai’at kepada Rasulullah Saw, aku menjadi manusia
yang amat malu terhadap Beliau, sehingga kedua mataku tak berani
menatap Beliau. Kalau saja aku mati pada saat itu, pasti banyak orang yang
mengatakan: ‘Selamat bagi Amr yang telah masuk Islam secara baik dan
mati secara baik.’
lalu aku mengalami banyak kejadian sesudah itu, dan aku tidak
tahu bahwa semua itu akan memberi kebaikan kepadaku ataukah
keburukan?”
lalu Amr bin Ash menghadapkan wajahnya ke arah dinding dan
berkata: “Ya Allah, Engkau dulu pernah memerintahkan kami, namun kami
bermaksiat. Engkau dulu pernah melarang kami, namun kami masih saja
tak berhenti melakukannya. Tidak ada daya upaya kami selain berharap
ampunan-Mu, wahai Dzat Yang Paling Penyayang!”
lalu ia meletakkan tangannya di bawah lehernya dan ia
mengangkat pandangannya ke arah langit dan berdo’a: “Ya Allah tidak ada
kekuatan yang aku miliki, maka menangkanlah aku! Tidak ada yang tidak
memiliki kesalahan, maka maafkanlah! Aku bukanlah orang yang sombong
akan tetapi orang yang memohon ampunan. Maka ampunilah aku, wahai
Dzat Yang Maha Pengampun!”
Ia terus mengulangi do’a ini sehingga ruhnya berpisah dari badan.