g hati nuraninya sendiri.
“Diakah orangnya,” (pikir Pilatus) “yang menganggap diri-
Nya sebagai Anak Allah? Lalu bagaimana jika terbukti
bahwa Ia memang demikian? Apa gerangan yang akan me-
nimpaku kelak?” Bahkan, secara alamiah pun hati nurani
dapat membuat orang merasa gentar untuk menentang
Allah. Orang-orang kafir pun memiliki tradisi yang menak-
jubkan mengenai ilah-ilah yang berinkarnasi dan kadang-
kadang dalam keadaan yang hina, dan mereka diperlaku-
kan jahat oleh sebagian orang, yang kemudian harus mem-
bayar mahal akibat perbuatan mereka itu. Pilatus pun ta-
kut harus menghadapi karma di kemudian hari.
2. Penyelidikan lebih lanjut yang dilakukan Pilatus terhadap
Tuhan kita Yesus (ay. 9). Agar dapat melangsungkan persi-
dangan yang adil menuruti keinginan para pendakwa, dia pun
memulai lagi perdebatan itu, dengan masuk ke dalam gedung
pengadilan dan menanyai Kristus, Dari manakah asal-Mu?
Perhatikanlah:
(1) Tempat yang ia pilih untuk melakukan penyelidikannya itu:
Dia masuk ke dalam gedung pengadilan supaya bisa berbi-
cara secara pribadi, supaya dia bisa menjauh dari kega-
duhan dan hiruk-pikuk orang-orang itu, dan dapat menye-
lidiki perkara itu dengan lebih saksama. Orang-orang yang
ingin menemukan kebenaran sebagaimana yang ada di
dalam diri Yesus haruslah menjauh dari hiruk-pikuk pra-
sangka, dan menyepi, seperti ke dalam ruang pengadilan,
untuk bercakap-cakap seorang diri dengan Kristus.
(2) Pertanyaan yang dia ajukan kepada-Nya: Dari manakah
asal-Mu? Apakah Engkau berasal dari antara manusia atau
dari sorga? Dari bawah atau dari atas? Sebelumnya dia
bertanya langsung, Jadi Engkau yaitu raja? Akan namun di
sini dia tidak langsung bertanya, Jadi Engkau Anak Allah?,
supaya jangan sampai tampak bahwa dia terlalu lancang
ikut campur dalam perkara keilahian. sebab itulah dia
menanyakan sesuatu yang lebih umum, “Dari manakah
asal-Mu? Di manakah Engkau sebelumnya, dan di dunia
manakah Engkau ada sebelum datang ke dunia ini?”
(3) Bagaimana Tuhan kita Yesus berdiam diri saat ditanyai
seperti itu. namun , Yesus tidak memberi jawab kepadanya.
Yesus tetap bungkam, bukan sebab Ia bersungut-sungut
dan bermaksud menghina pengadilan, juga bukan sebab
Ia tidak tahu apa yang harus Ia katakan, melainkan,
[1] Sikap diam-Nya itu merupakan sebuah kesabaran,
supaya firman Allah digenapi, seperti induk domba yang
kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, Ia
tidak membuka mulutnya (Yes. 53:7). Keheningan-Nya
itu dengan lantang menyatakan keberserahan-Nya
kepada kehendak Bapa-Nya di dalam banyak penderita-
an-Nya saat itu, yang Dia terima dan tanggung dengan
lapang dada. Dia diam saja, sebab Dia tidak ingin me-
ngatakan apa pun yang dapat menghalangi penderita-
an-Nya. Jika saja Kristus mengakui jati diri-Nya sebagai
Allah sejelas Dia mengakui diri-Nya sebagai Raja, mung-
kin saja Pilatus tidak akan menjatuhkan hukuman
kepada-Nya (sebab saat para pendakwa menyebutkan
hal itu saja dia sudah begitu ketakutan). Selain itu,
orang-orang Romawi itu, meskipun biasa mengarak raja
bangsa-bangsa yang mereka taklukkan, mereka tetap
masih menyegani ilah-ilah mereka (1Kor. 2:8). Kalau
sekiranya mereka mengenal-Nya sebagai Allah yang mu-
lia, mereka pasti tidak akan menyalibkan-Nya; dan jika
begitu, bagaimana kita dapat diselamatkan?
[2] Keheningan itu sungguh penuh dengan hikmat dan per-
timbangan. Saat para imam kepala bertanya kepada-
Nya, Apakah Engkau Anak dari Yang Terpuji? Dia men-
jawab, Akulah Dia, sebab Dia tahu bahwa mereka
memiliki pengetahuan mengenai Perjanjian Lama yang
menceritakan tentang Mesias. namun saat Pilatus berta-
nya kepada-Nya, Dia tahu bahwa Pilatus tidak mema-
hami pertanyaannya sendiri, sebab ia tidak mengenal
Mesias dan keberadaan-Nya sebagai Anak Allah, sehing-
ga untuk apa Dia menjawab seorang yang kepalanya di-
penuhi dengan hal-hal mengenai dewa-dewa kafir, yang
pasti akan ia pakai untuk mengartikan jawaban-Nya?
(4) Teguran sombong yang dilayangkan Pilatus sebab Yesus
berdiam diri (ay. 10): “Tidakkah Engkau mau bicara dengan
aku? Apakah Engkau hendak menghina aku dengan ber-
diam diri seperti itu? Tidakkah Engkau tahu bahwa, sebagai
penguasa daerah ini, Aku berkuasa, jika saja aku mau, un-
tuk menyalibkan Engkau, dan berkuasa, jika saja aku mau,
untuk melepaskan Engkau?”
Perhatikanlah di sini:
[1] Bagaimana Pilatus meninggikan dirinya sendiri dan me-
megahkan wewenangnya, seakan tidak lebih kecil dari-
pada wewenang Nebukadnezar, yang mengenai dirinya
dikatakan, dibunuhnya siapa yang dikehendakinya dan
dibiarkannya hidup siapa yang dikehendakinya (Dan.
5:19). Orang-orang berkuasa memang mudah sekali
menjadi tinggi hati sebab kekuasaan yang mereka mi-
liki, dan semakin mutlak dan bebas kekuasaan mereka,
semakin besar pula kesombongan itu memuaskan dan
menyenangkan rasa tinggi hati mereka. Akan namun ia
memegahkan kekuasaannya itu dengan terlalu berlebih-
an, saat dia menyombong bahwa ia memiliki kuasa un-
tuk menyalibkan seseorang yang telah ia nyatakan tidak
bersalah, sebab tidak ada raja atau penguasa yang me-
miliki kewenangan untuk berbuat lalim. Id possumus,
quod jure possumus – Kita hanya boleh melakukan apa
yang dapat kita lakukan dengan adil.
[2] Bagaimana ia merendahkan Sang Juruselamat kita
yang mulia: Tidakkah Engkau mau bicara kepadaku?
Pilatus menganggap-Nya, pertama, seolah-olah Ia bersi-
kap membangkang dan tidak menghormati pihak yang
berwenang, dengan cara berdiam diri pada saat Ia di-
ajak bicara. Kedua, seolah-olah Ia tidak tahu berterima
kasih kepada orang yang telah bersikap baik terhadap-
Nya: “Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku yang
telah bersusah payah mengusahakan pembebasan-
Mu?” Ketiga, seolah-olah Ia bersikap tidak bijaksana
bagi diri-Nya sendiri: “Tidakkah Engkau mau berbicara
untuk membersihkan diri-Mu sendiri dengan orang
yang hendak membersihkan diri-Mu dari tuduhan keja-
hatan?” Jika Kristus benar-benar hendak menyelamat-
kan nyawa-Nya sendiri, saat itu yaitu saat yang benar-
benar tepat untuk angkat bicara. Akan namun , yang
harus Ia lakukan justru yaitu menyerahkan nyawa-
Nya.
(5) Jawaban mengena yang diberikan Kristus terhadap teguran
itu (ay. 11). Dalam jawaban-Nya ini,
[1] Dengan berani Kristus mencela kesombongan Pilatus
dan membetulkan kekeliruannya: “Tidak peduli betapa
agungnya penampilan atau gaya bicaramu, engkau
tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, tidak
berkuasa menyesah, atau juga menyalibkan, jikalau
kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas.” Meski-
pun Kristus tidak merasa perlu menjawab Pilatus saat
ia menanyai-Nya tanpa memahami pertanyaannya sen-
diri (sebab, jangan menjawab orang bebal menurut kebo-
dohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama
dengan dia), Ia tetap merasa pantas menjawabnya saat
dia bersikap sok berkuasa, sebab, jawablah orang bebal
menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap
dirinya bijak (Ams. 26:4-5). Saat Pilatus memakai ke-
kuasaannya, Kristus menyerahkan diri dengan berdiam
diri. Akan namun , saat ia mulai menyombongkan ke-
kuasaannya itu, Kristus membuat dia belajar menem-
patkan diri selayaknya: “Segala kuasa yang engkau
miliki itu diberikan kepadamu dari atas,” yang bisa di-
artikan sebagai dua hal:
Pertama, sebagai peringatan bahwa kekuasaannya
sebagai pejabat pengadilan yaitu kekuasaan yang ter-
batas, dan dia tidak bisa melakukan lebih dari apa yang
Allah izinkan bagi dia. Allah yaitu sumber kekuasaan,
dan segala kuasa yang ada, sebab dibentuk dan ber-
asal dari-Nya, maka juga tunduk kepada Dia. Mereka
tidak boleh bertindak lebih jauh melebihi apa yang di-
arahkan oleh hukum-Nya. Mereka juga tidak bisa ber-
tindak lebih jauh melebihi batas-batas tindakan pemeli-
haraan-Nya. Mereka yaitu tangan dan pedang Allah
(Mzm. 17:13, 14). Meskipun kapak dapat memegahkan
diri terhadap orang yang memakainya, namun tetap saja
kapak itu hanyalah alat semata (Yes. 10:5, 15). Biarlah
para penindas yang sombong mengetahui bawah ada
yang lebih tinggi dari mereka, yang kepadanya mereka
harus bertanggung jawab (Pkh. 5:7). Dan biarlah per-
kataan ini meredakan keluh kesah pihak yang tertin-
das, bahwa yang lebih tinggi dari para penindas itu ada-
lah Tuhan. Allah membiarkan Simei mengutuk Daud,
dan biarlah hal ini menghibur orang-orang tertindas,
bahwa para penganiaya mereka tidak dapat melakukan
lebih jauh daripada yang diperkenankan Allah (Yes.
51:12-13).
Kedua, sebagai pemberitahuan bagi Pilatus bahwa
khususnya kekuasaannya untuk menentang Dia, dan
semua kekuatan dari kuasa ini , yaitu seturut de-
ngan maksud dan rencana-Nya (Kis. 2:23). Sebelumnya
Pilatus tidak pernah membayangkan bahwa dia akan
tampak seagung saat itu, saat dia duduk untuk meng-
hakimi seorang tahanan seperti Dia, yang dipandang
banyak orang sebagai Anak Allah dan Raja Israel, dan
nasib orang yang sedemikian agung ini sekarang ada di
tangannya. Akan namun Kristus menyadarkannya bahwa
ia tidaklah lebih dari sebuah alat di tangan Allah, dan
tidak memiliki kuasa apa pun terhadap-Nya, selain dari
yang diberikan kepadanya dari sorga (Kis. 4:27-28).
[2] Dengan cara yang lunak, Dia memaklumi dan mengang-
gap dosa Pilatus itu ringan, jika dibandingkan dengan
dosa para pemimpin yang menyerahkan-Nya: “Sebab itu
dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, beban dosanya
jauh lebih besar, sebab sebagai pejabat pengadilan eng-
kau memang memiliki kuasa dari atas untuk tugasmu
itu. sebab engkau berada sesuai dengan kedudukan-
mu itu, dosamu lebih kecil dari dosa mereka yang me-
nekanmu sebab rasa dengki dan kejahatan untuk me-
nyelewengkan kekuasaanmu.”
Pertama, jelas sekali ditegaskan bahwa apa yang di-
perbuat Pilatus itu yaitu dosa, sebuah dosa besar.
Paksaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi kepa-
danya dan yang diturutinya, tidaklah membenarkan
dirinya. Maksud Kristus dengan ini yaitu untuk mem-
berikan sedikit peringatan kepada Pilatus untuk meng-
gugah hati nuraninya dan untuk menambah ketakutan
yang sedang dia rasakan itu. Kesalahan orang lain tidak
akan melepaskan kita dari kesalahan kita sendiri, dan
di hari yang agung nanti, kita tidak bisa membela diri
dengan mengatakan bahwa orang lain lebih buruk dari
kita, sebab kita tidak dihakimi menurut perbandingan,
melainkan harus memikul tanggungan kita sendiri.
Kedua, dosa orang yang menyerahkan Kristus ke
tangan Pilatus masih tetap lebih besar daripada dosa
Pilatus sendiri. Dengan demikian, jelaslah bahwa tidak
semua dosa sama tingkatannya, melainkan ada bebe-
rapa dosa yang lebih keji dari yang lainnya. Beberapa
jenis dosa diibaratkan sebagai nyamuk, sedangkan yang
lainnya sebagai unta. Beberapa dianggap seperti selum-
bar di mata, yang lainnya seperti balok. Beberapa di-
anggap senilai dengan dinar, yang lainnya dianggap
mina. Dia yang menyerahkan Kristus kepada Pilatus
bisa berarti:
1. Orang-orang Yahudi yang berteriak, “Salibkan Dia,
salibkan Dia!” Mereka telah menyaksikan mujizat-
mujizat Kristus, yang tidak disaksikan Pilatus. Ke-
pada merekalah Sang Mesias pertama kali diutus.
Mereka yaitu milik-Nya, dan seharusnyalah, mere-
ka ini, yang kini sedang ditindas seperti budak, yang
seharusnya lebih menyambut seorang Penebus. Jadi
sungguh keterlaluan bila mereka malah tampil un-
tuk menentang Dia di hadapan Pilatus.
2. Atau mungkin, yang terutama Dia maksudkan ialah
Kayafas, yang merupakan kepala komplotan penen-
tang Kristus dan yang pertama kali mengusulkan
hukuman mati bagi-Nya (11:49-50). Dosa Kayafas
jauh lebih besar dari dosa Pilatus. Kayafas meng-
aniaya Kristus murni sebab rasa permusuhannya
terhadap Dia dan ajaran-Nya. Kejahatannya memang
disengaja dan telah direncanakan secara matang.
Pilatus menghukum Dia hanya sebab rasa takutnya
terhadap orang banyak, dan keputusan itu diambil-
nya dengan terburu-buru sebab dia tidak punya
banyak waktu untuk memikirkannya baik-baik.
3. Beberapa orang mengira bahwa yang Kristus mak-
sudkan yaitu Yudas, sebab, walaupun dia tidak se-
cara langsung menyerahkan-Nya ke tangan Pilatus,
dialah yang menyerahkan-Nya kepada orang-orang
yang kemudian menggiring-Nya ke hadapan Pilatus.
Dari segala segi, dosa Yudas memang lebih besar
dari dosa Pilatus. Pilatus tidak mengenal Kristus, se-
dangkan Yudas yaitu kawan dan pengikut-Nya.
Pilatus tidak mendapati suatu kesalahan apa pun di
dalam diri-Nya, namun Yudas mengenal banyak ke-
baikan di dalam Dia. Pilatus, sekalipun diombang-
ambingkan oleh prasangka, tidak menerima suap,
sedangkan Yudas mengambil keuntungan dari orang
yang tidak bersalah. Dosa Yudas menjerumuskan
dan memberi jalan masuk bagi semua yang meng-
ikuti kesesatannya. Dialah yang menuntun orang-
orang yang menahan Yesus. Begitu besarnya dosa
Yudas, sampai-sampai balasan yang harus ia terima
tidak mengizinkan dia untuk tetap hidup. Pada saat
Kristus mengatakan apa yang menimpanya itu, atau
segera sesudah Ia mengatakannya, Yudas telah pergi
ke tempat yang wajar baginya.
V. Pilatus berjuang melawan orang-orang Yahudi supaya bisa mele-
paskan Yesus dari cengkeraman tangan mereka, namun usahanya
nihil. sesudah kejadian itu, kita tidak mendapati apa pun lagi me-
ngenai apa yang terjadi di antara Pilatus dan Sang Tahanan. Yang
tertulis hanyalah peristiwa di antara dia dan para penganiaya-Nya
itu.
1. Pilatus terlihat lebih bersungguh-sungguh dalam usahanya
melepaskan Yesus daripada sebelumnya (ay. 12): Sejak itu,
dari saat itu, yaitu sejak Kristus memberinya jawaban tadi (ay.
11), yang dia terima dengan besar hati sekalipun jawaban itu
mengandung teguran. Dan meskipun Kristus menemukan ke-
salahan di dalam dirinya, Pilatus tetap tidak mendapati kesa-
lahan apa pun di dalam Kristus, malahan berusaha untuk me-
lepaskan Dia, ingin dan berjuang untuk melepaskan-Nya. Dia
berusaha untuk melepaskan Dia. Dia mencari jalan untuk me-
lakukannya dengan cara yang semestinya dan aman tanpa
menyinggung para imam. Saat tekad kita dalam menunaikan
tugas hanya didorong dengan semangat untuk melakukannya
dengan cara yang gampang-gampang saja, maka hal itu tidak-
lah pernah berjalan mulus. Jika kebijakan Pilatus tidak melen-
ceng dari sikap adilnya, maka dia tidak akan berlama-lama
berusaha untuk melepaskan Kristus, melainkan pasti sudah
melakukannya. Fiat justitia, ruat cœlum – Biarlah keadilan
ditegakkan, sekalipun langit hendak runtuh.
2. Orang-orang Yahudi malah semakin berang dan semakin ga-
nas menghendaki Kristus disalibkan. Mereka tetap melanjut-
kan rencana mereka dengan kegaduhan dan kericuhan seperti
sebelumnya, sehingga kini mereka berteriak-teriak. Mereka
ingin menimbulkan kesan bahwa semua orang menentang-
Nya, sehingga mereka berusaha untuk menghimpun banyak
orang supaya berteriak menentang-Nya. Menghasut sekawan-
an orang banyak tidaklah sulit. Padahal, jika saja pemungutan
suara yang adil dijalankan, saya tidak ragu bahwa sebagian
besar orang pasti memilih untuk melepaskan Dia. Teriakan se-
gelintir orang sinting mungkin saja bisa mengalahkan suara
banyak orang bijak, dan kalau sudah begitu, mereka lantas
mengira bahwa mereka telah mewakili suara seluruh bangsa,
atau bahkan seluruh umat manusia (padahal yang keluar dari
mulut mereka hanya omong kosong). Walaupun demikian,
mengubah pendapat rakyat tidaklah semudah seperti mewakili
pendapat mereka atau mengubah teriakan mereka. Kini, selagi
Kristus berada di dalam genggaman tangan musuh-musuh-
Nya, para sahabat-Nya malah bungkam dan ketakutan, dan
menghilang entah ke mana, sedangkan orang-orang yang me-
nentang-Nya maju ke depan untuk unjuk gigi. Keadaan ini
membuat para imam kepala serasa mendapat angin untuk me-
nunjukkan bahwa seolah-olah tuntutan mereka itu yaitu ke-
bulatan pendapat semua orang Yahudi, yaitu bahwa Kristus
harus disalibkan. Melalui teriakan itu mereka mengupayakan
dua hal:
(1) Untuk mencemarkan nama baik Sang Tahanan dan mem-
buat-Nya terlihat seperti musuh kaisar. Dia menolak kera-
jaan-kerajaan di dunia ini beserta kemuliaan mereka, me-
nyatakan bahwa kerajaan-Nya bukan berasal dari dunia
ini, namun mereka menganggap Dia telah menentang kai-
sar; antilegei – Dia melawan kaisar, menyerang martabat
dan kedaulatannya. Memang sudah menjadi siasat para
musuh agama [Kristen – pen.] untuk selalu menggambar-
kan agama Kristen itu merugikan raja atau para penguasa,
padahal sebenarnya agama Kristen justru sangat mengun-
tungkan bagi kedua pihak ini .
(2) Untuk menakut-nakuti sang hakim, sebagai bukan sahabat
kaisar: “Jikalau engkau membebaskan Dia tanpa menghu-
kum-Nya dan membiarkan saja Dia, engkau bukanlah sa-
habat Kaisar, dan sebab itu engkau bersalah terhadap tu-
gas dan kepercayaanmu, tidak menyenangkan hati sang
penguasa, dan pantas disingkirkan.” Mereka menegaskan
ancaman mereka bahwa mereka hendak melaporkan dia
dan membuat dia digantikan saja. Dengan ini mereka be-
nar-benar menyerang bagian yang sungguh menjadi kele-
mahannya. Akan namun , dari antara semua orang, kaum
Yahudi itu sebenarnya tidak pantas berpura-pura peduli
terhadap kaisar, sebab mereka sendiri begitu membenci
kaisar dan pemerintahannya. Tidak seharusnya mereka
bermanis mulut dengan menyatakan diri sebagai kawan
kaisar. Akan namun , rasa bakti semu terhadap sesuatu yang
baik justru sering dipakai untuk menutupi kejahatan besar
melawan sesuatu yang lebih baik.
3. Saat usaha-usaha lain tetap tidak ampuh juga, akhirnya
Pilatus pun mencoba untuk membujuk mereka supaya tidak
lagi terlalu berang, dan dengan bertindak seperti itu, dia telah
menyerahkan dirinya sendiri kepada mereka dan akhirnya
takluk pada arus yang begitu deras (ay. 13-15). sesudah dia
mencoba bertahan selama beberapa waktu dan kini terlihat
seperti hendak tetap bersiteguh melawan desakan mereka (ay.
12), dia justru menjadi seorang pengecut dan menyerah.
Perhatikanlah di sini:
(1) Apa yang begitu mengejutkan Pilatus (ay. 13): saat dia
mendengar perkataan itu, bahwa dia akan dianggap tidak
setia kepada kehormatan kaisar dan tidak meyakini ke-
baikan kaisar jika dia tidak menghukum mati Yesus, maka
dia pun berpikir bahwa sudah tiba saatnya dia harus mem-
bela diri sendiri. Segala sesuatu yang mereka katakan un-
tuk membuktikan bahwa Kristus yaitu seorang penjahat
sehingga Pilatus wajib menghukum-Nya, tidaklah mampu
menggerakkan hatinya, malah ia terus bersikukuh bahwa
Kristus tidak bersalah. Akan namun , sewaktu mereka mene-
kan dengan mengatakan bahwa menghukum Kristus ada-
lah demi kepentingannya sendiri, dia pun mulai melunak.
Perhatikanlah, orang-orang yang menggantungkan kebaha-
giaan mereka pada pendapat orang lain menempatkan diri
mereka sendiri sebagai mangsa yang empuk bagi godaan
Iblis.
(2) Persiapan yang dilakukan untuk hukuman yang telah dise-
pakati dalam perkara ini: Pilatus menyuruh membawa
Yesus keluar, dan ia sendiri, dalam keadaannya yang agung
itu, menempati kursinya. Bolehlah kita menduga bahwa dia
meminta jubah kebesarannya supaya terlihat hebat, lalu ia
duduk di kursi pengadilan.
[1] Kristus dihukum dengan seluruh acara apa saja yang
perlu dijalankan untuk menghukum-Nya.
Pertama, untuk membawa kita keluar ke hadapan
sidang penghukuman Allah, dan supaya semua orang
percaya dapat dibebaskan dari segala humuman di da-
lam persidangan sorga melalui Kristus yang sekarang
sedang diadili.
Kedua, untuk mengambil kengerian semua persi-
dangan yang hebat itu, yang harus dihadapi para peng-
ikut-Nya nanti demi Dia. Paulus lebih diteguhkan saat
dia harus berdiri di hadapan kursi pengadilan kaisar,
sebab Gurunya sendiri telah berdiri di sana sebelum-
nya.
[2] Di sini dicatat mengenai tempat dan waktu kejadian ter-
sebut.
Pertama, tempat di mana Kristus dijatuhi hukuman:
di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani
Gabata, kemungkinan merupakan tempat di mana
Pilatus biasa duduk untuk menangani perkara-perkara
kejahatan. Beberapa orang mengartikan Gabata sebagai
sebuah tempat tertutup, terlindung dari penghinaan
orang-orang, yang sebab nya tidak perlu ia takuti lagi.
Sebagian orang lagi mengartikannya sebagai sebuah
tempat yang ditinggikan, diangkat, supaya semua orang
dapat melihatnya.
Kedua, waktunya (ay. 14). Hari itu ialah hari per-
siapan Paskah, kira-kira jam dua belas.
Perhatikanlah:
1. Hari itu: Hari itu ialah hari persiapan Paskah, yaitu
persiapan hari sabat Paskah dan segenap kekhid-
matan yang mengiringinya, serta sisa hari raya roti
tidak beragi. Hal ini jelas dinyatakan dalam Lukas
23:54, Hari itu yaitu hari persiapan dan sabat ham-
pir mulai. Dengan demikian, persiapan itu dilakukan
untuk menyongsong hari sabat. Perhatikanlah, sebe-
lum Paskah berlangsung, harus selalu dilakukan
persiapan terlebih dahulu. Hal ini disebutkan di sini
untuk menegaskan begitu beratnya dosa mereka ka-
rena menganiaya Kristus dengan begitu banyak ke-
dengkian dan kemarahan, padahal saat itu yaitu
hari saat seharusnya mereka menyucikan diri dari
ragi lama dan bersiap menyambut Paskah. Akan te-
tapi, semakin baik hari itu, semakin buruk perbuat-
an.
2. Jam kejadian itu: kira-kira jam dua belas. Beberapa
naskah kuno Yunani dan Latin menuliskannya seba-
gai jam sembilan, yang sesuai dengan Markus 15:25.
Dan tampak dalam Matius 27:45, bahwa Dia sudah
tergantung di kayu salib sebelum pukul dua belas
tengah hari. Akan namun hal itu disebutkan di sini
bukan untuk menegaskan ketepatan waktunya, me-
lainkan sebagai penegasan dosa para penganiaya
yang begitu berat, sebab mereka mendesak pelang-
sungan hukuman itu bukan saja di hari yang khid-
mat itu, yaitu hari persiapan Sabat, melainkan juga
pada jam sembilan sampai dua belas tengah hari
(yang biasa kita sebut sebagai waktunya bergereja)
pada hari itu. Mereka begitu bergiat dalam kejahat-
an itu, sehingga sekalipun mereka yaitu imam, me-
reka tidak pergi beribadah di Bait Allah, sebab mere-
ka tidak meninggalkan Kristus sampai jam dua
belas, yaitu sampai kegelapan dimulai dan membuat
mereka lari ketakutan. Beberapa orang berpendapat
bahwa jam dua belas berdasarkan sang penulis Injil
ini yaitu jam enam pagi berdasarkan penghitungan
orang Romawi dan juga penghitungan waktu kita.
Perkiraan ini mungkin saja benar, yaitu bahwa
persidangan Kristus di hadapan Pilatus berlangsung
sekitar jam enam pagi, yang berarti tidak lama sete-
lah fajar menyingsing.
(3) Perdebatan yang terjadi di antara Pilatus dan orang-orang
Yahudi, baik para imam maupun rakyat jelata, saat ia ber-
usaha meredakan amarah mereka dengan sia-sia, sebelum
meneruskan persidangannya.
[1] Dia berkata kepada orang-orang Yahudi itu, “Inilah
rajamu!” Perkataannya itu merupakan teguran bagi
mereka atas kejahatan mereka yang tidak masuk akal
itu, dengan menuduh Yesus telah mengangkat diri-Nya
sendiri sebagai raja: “Inilah rajamu, yaitu orang yang
telah kamu tuduh mengaku diri sebagai raja. Beginikah
orang yang kelihatannya bisa membahayakan pemerin-
tahan? Aku rasa dia tidak begitu, dan kamu juga seha-
rusnya setuju dengan pendapatku dan tidak lagi meng-
usik-Nya.” Beberapa orang berpendapat bahwa di sini
Pilatus mencela kebencian tersembunyi mereka terha-
dap kaisar: “Kamu pasti akan menerima orang ini seba-
gai rajamu jika saja Dia mau memimpin pemberontakan
melawan kaisar.” Akan namun , meskipun Pilatus sama
sekali tidak memaksudkannya, ia terdengar seperti sua-
ra Allah untuk mereka. Kristus, yang kini dimahkotai
duri bagaikan seorang raja, ditawarkan kepada orang-
orang itu: “Inilah rajamu, Raja yang telah Allah tempat-
kan di atas bukit kudus-Nya di Sion;” Akan namun , bu-
kannya menyambut hal itu dengan kegirangan, mereka
malah menentang Allah. Mereka tidak sudi memiliki
Raja yang telah dipilih Allah.
[2] Mereka berteriak dengan kemarahan yang menyala-
nyala, “Enyahkan Dia, Enyahkan Dia!”, yang menunjuk-
kan penghinaan sekaligus kekejaman, aron, aron –
“Bawa saja Dia, Dia bukan salah satu dari kami; kami
tidak menerima-Nya sebagai sanak saudara kami, apa-
lagi menjadi raja kami; kami bukan saja tidak memuja-
Nya, namun juga tidak mengasihani Dia; enyahkan Dia
dari pandangan kami:” Begitulah yang tertulis mengenai
Dia, bahwa Dia yaitu orang yang dijijikkan bangsa-
bangsa (Yes. 49:7), dan mereka menutup muka mereka
terhadap Dia (Yes. 53:2-3). Enyahkan orang ini dari
muka bumi (Kis. 22:22). Hal ini menunjukkan,
Pertama, perlakuan yang pantas kita terima di ha-
dapan penghakiman Allah. sebab dosa, kita menjadi
menjijikkan di hadapan kekudusan Allah, yang berte-
riak, “Enyahkan mereka, enyahkan mereka”, sebab
mata Allah terlalu suci untuk dapat melihat kelaliman.
Kita juga jadi menjijikkan di hadapan keadilan Allah
yang berseru melawan kita, “Salibkan mereka, salibkan
mereka, biarlah penghukuman dilangsungkan.” Jika
saja Kristus tidak turut campur dan sebab itu harus
ditolak oleh manusia, maka kita akan ditolak oleh Allah
untuk selamanya.
Kedua, hal itu menunjukkan bagaimana kita seha-
rusnya memperlakukan dosa-dosa kita. Sering kali kita
diperintahkan oleh firman Allah untuk menyalibkan
dosa supaya kita menjadi bersesuaian dengan kematian
Kristus. Kini, mereka yang menyalibkan Kristus mela-
kukannya dengan kebencian besar. Jadi, dengan keben-
cian kudus yang besar pula seharusnya kita menghan-
curkan dosa di dalam diri kita, sebagaimana mereka
tanpa ampun menindas Dia yang dijadikan dosa bagi
kita dengan kekejian mereka yang bejat itu. Orang yang
benar-benar bertobat akan menjauhkan segenap pe-
langgarannya, “Enyahkan mereka, enyahkan mereka”
(Yes. 2:20; 30:22), “Salibkan mereka, salibkan mereka,
tidak layak mereka berdiam di dalam jiwaku” (Ho. 14:9).
[3] Pilatus, yang hendak membebaskan Yesus namun tetap
ingin melakukannya berdasarkan persetujuan mereka,
bertanya, “Haruskah aku menyalibkan rajamu?” Dengan
berkata begitu, dia memiliki maksud,
Pertama, untuk membungkam mulut mereka dengan
menunjukkan kepada mereka bahwa betapa tidak ma-
suk akalnya jika mereka menolak seseorang yang mena-
warkan diri sebagai raja mereka pada saat yang tepat,
yaitu saat mereka benar-benar memerlukan seorang
raja. Tidakkah mereka merasa diperbudak selama ini?
Tidakkah mereka memiliki keinginan untuk merdeka?
Tidakkah mereka menghargai seorang penyelamat?
Meskipun dia tidak melihat alasan untuk takut kepada-
Nya, mereka kan bisa melihat alasan untuk mengharap-
kan sesuatu dari diri-Nya, sebab biasanya orang-orang
yang sedang dalam keadaan terjepit lebih mudah mene-
rima apa saja yang ditawarkan. Atau,
Kedua, untuk membungkam teriakan hati nuraninya
sendiri. “Jika Yesus ini memang benar seorang raja”
(pikir Pilatus), “dia hanya terkait dengan orang-orang
Yahudi saja, dan sebab itu aku tidak punya kepenting-
an apa-apa dengan ini, selain berusaha membuat per-
kara ini adil bagi dia dan orang-orang Yahudi itu. Jika
mereka menolak-Nya dan ingin menyalibkan raja mere-
ka sendiri, apa urusannya hal itu denganku?” Dia men-
cemooh kebodohan mereka yang mengharapkan se-
orang Mesias, namun menindas orang yang dapat mem-
buktikan diri sebagai Sang Mesias itu.
[4] Supaya bisa sepenuhnya lepas tangan dari masalah
Kristus dan melibatkan Pilatus untuk menyalibkan Dia,
yang sama sekali tidak ingin mereka lakukan sendiri,
imam-imam kepala pun berseru, “Kami tidak mempu-
nyai raja selain dari pada Kaisar!” Mereka tahu bahwa
hal ini akan membuat Pilatus senang. Dengan berbuat
demikian, mereka berharap dapat mencapai tujuan me-
reka, meskipun pada saat yang sama mereka membenci
kaisar dan pemerintahannya.
namun amatilah di sini:
Pertama, betapa hal ini merupakan petunjuk yang
jelas bahwa sekaranglah waktunya, bahkan waktu yang
sudah ditentukan, bagi Mesias untuk datang. Sebab,
jika orang Yahudi tidak mempunyai raja selain kai-
sar, maka benar bahwa tongkat kerajaan beranjak dari
Yehuda dan lambang pemerintahan dari antara kakinya,
dan hal ini sekali-kali tidak akan terjadi sebelum Silo
datang mendirikan kerajaan rohani. Dan,
Kedua, betapa adil dan benar Allah dalam menda-
tangkan kehancuran bagi mereka melalui orang-orang
Romawi tidak lama sesudah itu.
1. Mereka patuh kepada kaisar, dan kepada kaisarlah
mereka akan pergi. Allah segera membuat mereka
tidak tahan dengan kaisar-kaisar mereka. Dan, me-
nurut perumpamaan Yotam, sebab segala pohon
memilih semak duri sebagai raja mereka, dan bukan
pohon anggur dan pohon zaitun, maka roh jahat di-
kirim ke tengah-tengah mereka, sebab mereka tidak
dapat berlaku setia dan tulus ikhlas (Hak. 9:12, 19).
Sejak saat itu, mereka menjadi pemberontak-pem-
berontak kaisar, dan kaisar-kaisar menjadi para pe-
nguasa yang lalim bagi mereka. Dan ketidakpuasan
mereka itu berakhir dengan digulingkannya negeri
dan bangsa mereka. Jika kita mengutamakan hal
lain selain Kristus, maka adillah jika Allah men-
jadikan hal lain itu sebagai momok dan tulah bagi
kita.
2. Mereka tidak mau mempunyai raja lain selain dari-
pada kaisar, maka tidak pernah mereka mempunyai
seorang raja pun sampai hari ini. Sebaliknya,
mereka diam dengan tidak ada raja, tiada pemimpin
(Hos. 3:4), tanpa raja atau pemimpin sendiri, melain-
kan raja-raja dari bangsa-bangsa lain memerintah
atas mereka. sebab mereka tidak mau mempunyai
raja selain daripada kaisar, maka begitulah nasib
yang akan menimpa mereka, sebab mereka sendiri
yang telah memutuskannya.
Kristus Dihukum; Penyaliban
(19:16-18)
16 Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan.
Mereka menerima Yesus. 17 Sambil memikul salib-Nya Ia pergi ke luar ke
tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. 18
Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan
juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah.
Di sini kita mendapati hukuman mati dijatuhkan ke atas Tuhan
Yesus, dan pelaksanaannya dilangsungkan tidak lama kemudian. Be-
tapa Pilatus bergumul hebat antara keyakinan dan kebejatan dalam
dirinya, namun akhirnya keyakinannya itu luluh dan kebejatannya
menang. Rasa takut kepada orang banyak mengalahkan rasa takut-
nya kepada Allah.
I. Pilatus menjatuhkan penghakimannya terhadap Kristus dan me-
nyetujui perintah pelaksanaan hukuman itu (ay. 16).
Di sini kita dapat melihat:
1. Bagaimana Pilatus berdosa melawan hati nuraninya sendiri:
Dia telah berulang kali menyatakan bahwa Kristus tidak ber-
salah, namun pada akhirnya dia menghukum-Nya sebagai se-
orang yang bersalah. Sejak menjadi wali negeri, Pilatus telah
banyak mengecewakan dan menggeramkan bangsa Yahudi,
sebab ia yaitu seorang yang berjiwa keras dan tinggi hati,
dan tindak-tanduknya selalu sesuai dengan tabiatnya yang
jahat. Dia telah merampas persembahan kepada Allah dan
menghamburkannya untuk pekerjaan pengairan. Ia membawa
perisai-perisai yang berukir gambar kaisar ke Yerusalem, dan
hal itu sangat menggusarkan orang-orang Yahudi. Ia mengor-
bankan nyawa banyak orang dengan keputusan-keputusannya
pada waktu itu. sebab merasa takut akan dilaporkan menge-
nai hal-hal di atas serta kekurangajarannya yang lain, ia pun
bersedia mengambil hati orang-orang Yahudi. Hal itu membuat
keadaan semakin runyam saja. Seandainya dia berlaku baik,
lembut dan penuh pertimbangan, maka sikapnya yang menye-
rah terhadap desakan arus yang deras itu pastilah lebih dapat
dimaklumi. Akan namun , menyerah di dalam perkara seperti itu
membuatnya terlihat sangat jahat, sebab dia biasanya bersiku-
kuh dalam hal lain dan selalu tegas mempertahankan kepu-
tusannya. namun kini, dia memilih untuk mengkhianati hati
nuraninya sendiri daripada melakukan sesuatu yang dapat
merugikan kepentingannya.
2. Kini dia berusaha untuk memindahkan semua kesalahan ke
pundak orang-orang Yahudi. Dia tidak menyerahkan Yesus ke-
pada para bawahannya seperti biasanya, namun kepada para
penganiaya, yaitu para imam kepala dan tua-tua. Dengan de-
mikian, ia hendak memaafkan keputusannya yang tidak se-
suai dengan hati nuraninya sendiri, yaitu bahwa dia hanya
membiarkan penghukuman itu terjadi, dan tidak menjatuhkan
hukuman mati kepada Kristus, melainkan hanya menyerah-
kan-Nya saja kepada orang-orang yang hendak menghukum-
Nya seperti itu.
3. Bagaimana Kristus dijadikan dosa bagi kita. Kita layak dihu-
kum, namun Kristus menanggung hukuman itu bagi kita su-
paya kita tidak lagi harus berada di bawah penghukuman. Kini
Allah memasuki penghakiman bersama Anak-Nya, supaya Dia
tidak harus memasuki penghakiman itu bersama para hamba-
Nya.
II. Penghakiman itu pun segera dilaksanakan oleh para penganiaya.
Mereka telah memperoleh apa yang mereka inginkan dan tidak
ingin membuang waktu, sebab mereka khawatir jangan sampai
Pilatus berubah pikiran dan memerintahkan pembatalan penghu-
kuman itu (orang-orang yang cepat-cepat menjerumuskan kita
supaya berbuat dosa, lalu tidak memberi kita kesempatan untuk
membatalkan apa yang telah kita putuskan yaitu musuh-musuh
jiwa kita, musuh-musuh yang paling jahat). Selain itu, mereka
juga khawatir jangan sampai timbul keributan di antara rakyat
dan muncul lebih banyak orang yang menentang mereka melebihi
jumlah yang telah dihasut oleh mereka. Alangkah baiknya jika
kita mau bertindak gesit dan penuh daya seperti yang mereka
lakukan itu, namun untuk hal-hal yang baik, supaya jangan da-
tang lebih banyak kesukaran lagi.
1. Mereka segera menggiring Sang Tahanan keluar. Dengan ra-
kus para imam kepala langsung saja menerkam mangsa yang
telah lama mereka incar-incar itu. Mangsa itu kini telah terje-
rat jaring mereka. Atau mereka, yaitu para tentara yang akan
menjalankan penghukuman itu, membawa-Nya dan menggi-
ring-Nya keluar, bukan ke tempat dari mana Ia berasal, lalu
kemudian ke tempat pelaksanaan penghukuman sebagaimana
yang biasa kita lakukan, melainkan langsung ke tempat peng-
hukuman. Para imam dan tentara bersatupadu menggiring-
Nya. Inilah saatnya Anak Manusia akan diserahkan ke dalam
tangan manusia, manusia-manusia yang jahat dan bebal. Ber-
dasarkan hukum Taurat Musa (yang juga dijalankan oleh hu-
kum kita), para pendakwa juga menjadi pihak yang melak-
sanakan penghukuman (Ul. 17:7). Begitulah, para imam di sini
sangat membanggakan tugas mereka itu. Dia digiring bukan
kerena Dia telah melakukan perlawanan, namun supaya firman
Allah digenapi, seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian
(Kis. 8:32). Kita pantas dienyahkan bersama-sama orang-orang
yang melakukan kejahatan, sebagaimana penjahat digiring ke
tempat penghukuman (Mzm. 125:5). namun Dia-lah yang justru
dienyahkan demi kita, supaya kita bisa lolos dari penghukum-
an.
2. Untuk menambah kesengsaraan-Nya, mereka menyuruh Dia
memikul salib-Nya sendiri sampai semampu-mampunya (ay.
17), sesuai dengan adat kebiasaan Romawi. sebab itulah me-
reka dikecam dengan julukan Furcifer, yaitu keras dan keji.
Kayu salib mereka tidak langsung berdiri tegak, sebagaimana
tiang gantungan yang kita pakai di tempat-tempat penghu-
kuman, sebab si penjahat dipakukan saat salib diletakkan di
atas tanah, lalu kemudian salib diangkat tinggi dan dipan-
cangkan ke dalam tanah, lalu dicabut lagi sesudah hukuman
selesai dilaksanakan. Dan biasanya, salib itu ikut dikuburkan
bersama jenazah. Dengan demikian, setiap orang yang disalib-
kan memiliki salibnya sendiri. Nah, hal Kristus memikul salib-
Nya sendiri dapat dipandang:
(1) Sebagai bagian dari penderitaan-Nya. Dia benar-benar
menderita akibat salib-Nya itu. Salib itu terbuat dari kayu
yang panjang dan tebal, yang cocok untuk menyalibkan
orang. Beberapa orang berpikir bahwa kayu itu tidaklah
dipotong atau diperhalus dulu. Tubuh Tuhan Yesus yang
mulia itu begitu rapuh dan tidak biasa menanggung beban
seberat itu, apalagi tubuh itu telah banyak didera dan
disiksa belakangan ini. Bahunya masih perih dengan cam-
bukan yang mereka hantamkan, dan setiap derik kayu
salib itu membuat lukanya semakin pedih, dan membuat
nyeri sebab tusukan mahkota duri di kepalanya semakin
menyayat. Walaupun begitu, semuanya itu Dia tanggung
dengan sabar. Dan, semuanya itu barulah permulaan pen-
deritaan-Nya.
(2) Sebagai pemenuhan perlambangan yang telah terjadi sebe-
lumnya untuk melambangkan diri-Nya. Ishak, saat dia
hendak dikorbankan, juga memikul bilah-bilah kayu tem-
pat tubuhnya kemudian diikatkan untuk dibakar.
(3) Sebagai bagian terpenting dari tugas yang sedang dijalan-
kan-Nya, sesudah Bapa menimpakan kepadanya kejahatan
kita sekalian (Yes. 53:6), dan Dia harus memikul dosa kita
di dalam tubuh-Nya di kayu salib (1Ptr. 2:24). Hal itu sama
saja dengan mengatakan, Biarlah kutuk menimpa Aku saja,
sebab Dia dijadikan kutuk bagi kita, dan sebab itulah
salib menimpa Dia.
(4) Sebagai pengajaran bagi kita. Di sini Guru kita mengajari
semua murid-Nya untuk memikul salib mereka dan meng-
ikuti Dia. Apa pun salib yang Ia perintahkan supaya kita
pikul pada suatu waktu, kita harus ingat bahwa Dia telah
memikul salib terlebih dahulu. Dia telah memikul sebagian
besar beban salib dari kita dan dengan begitu Dia menjadi-
kan kuk yang Dia pasang itu enak dan beban-Nya pun
ringan. Dia menanggung ujung salib yang mengandung ku-
tuk itu. Ini bagian ujung yang berat. sebab itulah semua
orang kepunyaan-Nya dimampukan untuk menyebut sega-
la kesusahan mereka bagi Dia sebagai kesusahan yang
ringan, dan hanya sekejap mata.
3. Mereka membawa-Nya ke tempat pelaksanaan hukuman: Ia
pergi keluar, tidak perlu diseret dengan paksa, sebab Dia
suka rela menderita. Dia keluar dari kota itu, sebab Dia disa-
libkan di luar pintu gerbang (Ibr. 13:12). Dan, untuk menam-
bahkan penghinaan pada penderitaan-Nya, Dia dibawa ke se-
buah tempat yang biasa dipakai untuk melangsungkan peng-
hukuman, sebagai orang yang dalam segala hal terhitung di
antara pemberontak-pemberontak. Tempat itu disebut Golgota,
Tempat Tengkorak. Ke tempat ini orang biasanya melemparkan
tengkorak dan tulang belulang orang mati. Kepala-kepala
orang jahat yang telah dipenggal juga ditinggalkan di sana. Ini
tempat yang menurut adat kebiasaan dianggap najis. Di sana-
lah Kristus menderita, sebab Dia dijadikan dosa bagi kita, su-
paya Dia dapat membersihkan hati nurani kita dari perbuatan-
perbuatan kita yang mendatangkan kebinasaan serta menge-
luarkan kecemaran dari dalamnya. Jika kita menelaah tradisi
tua-tua Yahudi, ada dua hal yang disebutkan oleh banyak
penulis kuno mengenai tempat itu:
(1) Bahwa Adam dikuburkan di sana, dan tengkoraknya terku-
bur di situ. Mereka menelaah bahwa tempat di mana maut
mengalahkan Adam yang pertama juga menjadi tempat di
mana Adam yang kedua mengalahkan sang maut itu.
Penulis Gerhard mengutip tradisi ini dari Origen, Kyprian,
Epifanius, Augustinus, Jerome, dan lain-lain.
(2) Bahwa tempat itu merupakan gunung di tanah Moria di
mana Abraham hendak mengorbankan Ishak, dan kemu-
dian seekor domba jantan dikorbankan sebagai pengganti
Ishak.
4. Di sanalah mereka menyalibkan Dia bersama kedua penjahat
lainnya (ay. 18): Dan di situ Ia disalibkan mereka.
Perhatikanlah:
(1) Kematian macam apa yang dialami Kristus: mati di atas
kayu salib, sebuah kematian yang berlumuran darah, me-
nyakitkan dan memalukan, kematian yang penuh dengan
kutuk. Dia dipakukan di atas kayu salib sebagai korban
yang terikat di mezbah, sebagai seorang Juruselamat yang
ditetapkan untuk menjalani semua itu. Telinganya ditindik
ke tiang pintu Allah, untuk melayani Allah selamanya. Dia
diangkat ke atas seperti ular tembaga, tergantung di antara
sorga dan bumi, oleh sebab kita tidak layak berada di ke-
dua tempat itu, kita diabaikan oleh keduanya. Tangan-Nya
terentang untuk mengundang dan memeluk kita. Dia ter-
gantung di kayu itu selama beberapa jam. Perlahan-lahan
fungsi pikiran dan mulut-Nya melemah hingga akhirnya
mati, supaya dengan begitu Dia dapat menyerahkan diri-
Nya sendiri sebagai korban.
(2) Siapa yang menemani-Nya saat Dia mati: Bersama-sama
dengan Dia disalibkan juga dua orang lain. Mungkin saja
kedua orang itu sebenarnya tidak harus disalibkan saat
itu, namun semua itu dilakukan atas permintaan para
imam-imam kepala yang ingin menambah penghinaan ter-
hadap Tuhan kita Yesus. Ini mungkin yang menjadi alasan
mengapa salah satu di antara mereka ikut mencerca-Nya
juga, sebab kematian mereka dipercepat gara-gara Dia.
Jika saja mereka menangkap dua dari antara para murid-
Nya dan menyalibkan mereka juga bersama-sama dengan
Dia, hal itu pasti menjadi sebuah kehormatan bagi-Nya.
Akan namun , jika orang-orang yang seperti itu mengambil
bagian dalam penderitaan-Nya, maka hal itu akan terlihat
seolah-olah mereka juga bersama-sama dengan-Nya dalam
menanggung hukuman-Nya. sebab itulah ditetapkan bah-
wa orang-orang yang menemani-Nya dalam penderitaan itu
yaitu para pendosa yang paling jahat, supaya Dia dapat
menanggung cela kita dan dengan demikian upah dan ke-
muliaan itu menjadi milik-Nya saja. Hal ini membuat-Nya
semakin menjadi sasaran penghinaan dan kebencian
orang-orang yang cenderung memukul rata semua orang
dan tidak mau repot-repot membedakan, sehingga mereka
bukan saja menyimpulkan bahwa Dia juga yaitu seorang
penjahat oleh sebab Dia disalibkan bersama para pembe-
rontak, namun juga yang terburuk di antara mereka bertiga,
sebab Dia ditempatkan di tengah-tengah mereka. Namun
dengan begitu firman Allah justru tergenapi, Dia terhitung
di antara pemberontak-pemberontak. Dia tidak mati di te-
ngah-tengah korban di mezbah, darah-Nya pun tidak ber-
campur dengan darah lembu atau kambing, namun Dia mati
di antara para penjahat, dan darah-Nya bercampur dengan
darah orang-orang yang dikorbankan demi keadilan bagi
banyak orang.
Sekarang, marilah kita berhenti sejenak. Marilah kita
pandangi Yesus dengan mata iman. Pernahkah ada kepe-
dihan yang serupa seperti yang Dia alami saat itu? Lihatlah
Dia yang telah dilucuti oleh segala kemuliaan dan diselu-
bungi dengan kehinaan – Dia yang dipuji-puji para malaikat
dijadikan cela bagi manusia – Dia yang sebelumnya berada
di pelukan Bapa-Nya dalam kenikmatan dan sukacita yang
abadi kini berada dalam jurang kesakitan dan penderitaan.
Lihatlah bagaimana darah-Nya mengucur, bagaimana Dia
menghadapi penderitaan maut. Pandanglah Dia dan kasihi-
lah Dia, kasihilah Dia dan hiduplah bagi-Nya, dan berte-
kunlah untuk memberi bagi-Nya apa yang bisa kita per-
sembahkan.
Tulisan di atas Salib; Penyaliban
(19:19-30)
19 Dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bu-
nyinya: “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi.” 20 Banyak orang Yahudi
yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya
dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin dan
bahasa Yunani. 21 Maka kata imam-imam kepala orang Yahudi kepada
Pilatus: “Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, namun bahwa Ia menga-
takan: Aku yaitu Raja orang Yahudi.” 22 Jawab Pilatus: “Apa yang kutulis,
tetap tertulis.” 23 Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka
mengambil pakaian-Nya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-
tiap prajurit satu bagian – dan jubah-Nya juga mereka ambil. Jubah itu tidak
berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. 24 sebab itu mereka
berkata seorang kepada yang lain: “Janganlah kita membaginya menjadi
beberapa potong, namun baiklah kita membuang undi untuk menentukan
siapa yang mendapatnya.” Demikianlah hendaknya supaya genaplah yang
ada tertulis dalam Kitab Suci: ”Mereka membagi-bagi pakaian-Ku di antara
mereka dan mereka membuang undi atas jubah-Ku.” Hal itu telah dilakukan
prajurit-prajurit itu. 25 Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara
ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. 26 saat Yesus melihat
ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada
ibu-Nya: ”Ibu, inilah, anakmu!” 27 Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-
Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam ru-
mahnya. 28 Sesudah itu, sebab Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah sele-
sai, berkatalah Ia – supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: “Aku
haus!” 29 Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka men-
cucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada
sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. 30 Sesudah Yesus
meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menun-
dukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.
Di sini ada beberapa penjelasan luar biasa mengenai berbagai
peristiwa yang terjadi menjelang kematian Kristus. Peristiwa-peris-
tiwa yang menyertai ini dipaparkan dengan lebih jelas di sini diban-
dingkan yang ada dalam kitab-kitab Injil sebelumnya, supaya orang-
orang yang berhasrat untuk mengenal Kristus dan bagaimana Ia di-
salibkan boleh memperhatikan semuanya itu.
I. Gelar yang dipasangkan di atas kepala-Nya.
Perhatikanlah:
1. Tulisan yang dibuat Pilatus, dan yang ia perintahkan untuk
dipakukan di atas kayu salib untuk menyatakan penyebab
mengapa Dia disalibkan di sana (ay. 19). Matius menyebutnya
aitia – tuduhan. Markus dan Lukas menyebutnya epigraphē –
tulisan. Yohanes menyebutnya dengan kata Latin yang tepat,
titlos – gelar: dan bunyinya demikian, Yesus, orang Nazaret,
Raja orang Yahudi. Pilatus memaksudkannya sebagai celaan,
yaitu bahwa Dia, Yesus yang berasal dari Nazaret, mengaku-
ngaku sebagai raja orang Yahudi dan hendak bersaing dengan
kaisar, sedangkan kaisar ini yaitu orang yang kepadanya
Pilatus mencari muka, seakan dia begitu setia mengabdi bagi
kehormatan dan kepentingannya, sehingga dia pun memper-
lakukan seorang raja gadungan seperti penjahat besar. Akan
namun Allah menguasai dan membalikkan maksud jahat Pila-
tus itu,
(1) Supaya tulisan itu justru menjadi kesaksian lebih lanjut
mengenai ketidakbersalahan Tuhan kita Yesus, sebab kata-
kata di dalam tuduhan itu tidaklah mengandung kejahatan
apa pun. Jika hal itu yang menjadi dasar untuk mendak-
wa-Nya, maka jelaskan bahwa Dia tidak melakukan apa
pun sampai harus diganjar dengan hukuman mati ataupun
belenggu.
(2) Supaya tulisan itu dapat memperlihatkan keagungan dan
kehormatan-Nya. Inilah Yesus Sang Juruselamat,
Nazoraios, seorang Nazir yang terberkati, dikuduskan bagi
Allah. Inilah Raja orang Yahudi, Mesias Sang Raja, tongkat
kerajaan yang timbul dari Israel, sebagaimana yang telah
dinubuatkan oleh Bileam. Dia mati demi kebaikan umat-
Nya, seperti yang dinubuatkan oleh Kayafas. Demikianlah
tiga orang jahat itu menjadi saksi bagi Kristus, meskipun
mereka tidak bermaksud begitu.
2. Bagaimana tulisan itu mendapat perhatian orang (ay. 20): Ba-
nyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, bukan hanya
mereka yang berdiam di Yerusalem, namun juga mereka yang
datang dari luar daerah itu, dan juga dari negeri-negeri lain,
orang-orang asing dan para pemeluk agama Yahudi dari
bangsa lain yang datang untuk beribadah pada hari raya itu.
Orang banyak membacanya, dan hal itu menyebabkan berma-
cam-macam perenungan dan pendapat dalam diri orang-orang
yang berdiri di sana dan merasa tergugah sebab nya. Kristus
sendiri telah ditetapkan sebagai sebuah tanda, sebuah gelar.
Inilah dua alasan mengapa gelar ini dibaca oleh begitu
banyak orang:
(1) Sebab tempat di mana Yesus disalibkan terletak dekat de-
ngan kota, walaupun di luar gerbang. Seandainya saja tem-
pat itu terletak jauh, mereka mungkin tidak akan tergerak
sebab rasa penasaran untuk pergi ke sana untuk melihat
dan membaca tulisan itu. Sungguh untunglah kita bila
sarana untuk mengenal Kristus dihantarkan ke dekat kita.
(2) Sebab gelar itu dituliskan dalam bahasa Ibrani, Yunani,
dan Latin, sehingga dapat dipahami oleh semua. Mereka
semua mengerti paling tidak satu dari ketiga bahasa terse-
but, dan biasanya orang-orang Yahudi yaitu kaum yang
paling teliti dalam mengajarkan anak-anak mereka mem-
baca. Hal itu semakin membuat tulisan ini lebih ber-
nilai lagi, sebab kini semua orang menjadi sangat penasar-
an untuk mengetahui perkara apa itu yang begitu hangat
sampai dituliskan dalam tiga bahasa yang paling terkenal
itu. Bahasa Ibrani dipakai untuk mencatat pesan-pesan
dari Allah, bahasa Yunani dipakai untuk ajaran para filsuf,
sedangkan bahasa Latin untuk tata hukum kerajaan. Da-
lam ketiga bahasa itulah Kristus dinyatakan sebagai Raja,
yang di dalam diri-Nya tersembunyi segala harta karun
pewahyuan, hikmat dan kuasa. Allah telah mengaturnya
sedemikian rupa sehingga gelar bagi-Nya itu dituliskan
dalam tiga bahasa yang paling terkenal pada saat itu, yang
menegaskan bahwa Yesus Kristus harus menjadi Jurusela-
mat bagi segala bangsa, dan bukan hanya bagi bangsa
Yahudi. Juga untuk menyatakan bahwa setiap bangsa
akan mendengar semua pekerjaan ajaib Sang Penebus da-
lam bahasa mereka sendiri. Bahasa Ibrani, Yunani dan
Latin merupakan bahasa sehari-hari masyarakat di sana
pada zaman itu, sehingga sama sekali tidak benar bahwa
Kitab Suci harus tetap dipertahankan dalam ketiga bahasa
ini (seperti yang diartikan oleh beberapa pihak terten-
tu), melainkan sebaliknya, peristiwa ini mengajarkan
kepada kita bahwa pengenalan akan Kristus haruslah
disebarkan ke segala bangsa dalam bahasa mereka sendiri,
sebagai sarana yang paling sesuai, supaya orang-orang
dapat berbicara mengenai firman Allah dengan bebasnya
seperti saat mereka sedang bercakap-cakap dengan te-
man-teman mereka.
3. Keberatan para penganiaya terhadap tulisan itu (ay. 21). Mere-
ka tidak mau di sana dituliskan Raja orang Yahudi, namun
bahwa Ia mengatakan, Aku yaitu Raja orang Yahudi. Dengan
begitu mereka menunjukkan bahwa mereka,
(1) Begitu membenci dan mendengki Kristus. Belumlah cukup
bahwa Dia disalibkan saja, namun mereka ingin menyalib-
kan nama-Nya juga. Untuk membenarkan tindakan mereka
yang memperlakukan-Nya dengan semena-mena, mereka
berencana untuk memberi sifat jelek kepada Dia serta
menggambarkan Dia sebagai seorang penyabot kehormatan
dan kuasa yang bukan hak-Nya.
(2) Begitu mendewa-dewakan kehormatan bangsa mereka.
Meskipun mereka kini sudah ditaklukkan dan dijadikan
budak oleh bangsa lain, mereka masih tetap bersikukuh
mengagungkan martabat mereka sampai-sampai mereka
tidak rela memiliki orang semacam itu sebagai raja mereka.
(3) Begitu lancang dan sangat menyusahkan Pilatus. Seharus-
nya mereka sadar bahwa mereka telah memaksanya untuk
menghukum Kristus dengan melawan pikirannya sendiri.
Namun, tidak mau sadar-sadar juga, mereka masih saja
merecokinya dengan hal-hal sepele seperti itu. Dan yang
terburuk dalam semua itu yaitu bahwa meskipun mereka
telah menuduh-Nya berpura-pura menjadi raja orang Ya-
hudi, mereka tetap tidak bisa membuktikannya. Yesus sen-
diri pun tidak pernah berkata demikian.
4. Keputusan bulat sang hakim untuk tidak mengubah tulisan
itu: “Apa yang kutulis, tetap tertulis, dan tidak akan kuubah
hanya demi menyenangkan hati mereka.”
(1) Di sini, para imam kepala yang bersikap selalu mau meng-
atur itu mendapatkan jawaban yang ketus. Sepertinya, dari
cara Pilatus bicara, dia masih gelisah sebab telah menye-
rah pada keinginan mereka, dan kesal sekali kepada mere-
ka sebab telah memaksanya melakukan semua itu, se-
hingga dia pun bertekad untuk bersikap masam terhadap
mereka. Dan dengan tulisan itu dia menyiratkan,
[1] Bahwa, sekalipun mereka berpura-pura setia kepada
kaisar dan pemerintahannya, mereka sebenarnya tidak
tulus. Mereka pasti bersedia mempunyai seorang raja
orang Yahudi, jika saja mereka memiliki seorang yang
cocok dengan angan-angan mereka.
[2] Bahwa seorang Raja yang hina dan rendah seperti itu
sudah cukup baik untuk menjadi Raja orang Yahudi,
dan itu akan menjadi nasib semua orang yang berani
menentang pemerintahan Romawi.
[3] Bahwa mereka telah berlaku tidak adil dan tidak masuk
akal dalam menganiaya Yesus, sebab tidak ada kesa-
lahan yang didapati pada-Nya.
(2) Dengan ini, penghormatan pun diberikan kepada Tuhan
Yesus. Pilatus tetap pada pendiriannya, bahwa Dia yaitu
Raja orang Yahudi. Apa yang ia tuliskan itu sebenarnya te-
lah ditulis sendiri oleh Allah sebelumnya, sehingga dia pun
tidak dapat mengubahnya lagi, sebab demikianlah yang
tertulis, bahwa Mesias, Raja yang telah diurapi itu akan di-
singkirkan (Dan. 9:26). Jadi, inilah alasan yang benar dari
kematian-Nya: Dia mati sebab Raja Israel memang harus
mati, harus mati dengan cara demikian. Saat orang-orang
Yahudi menolak Kristus dan tidak mau menerima-Nya se-
bagai raja mereka, Pilatus, seorang bukan-Yahudi, justru
ngotot mempertahankan bahwa Dia yaitu Raja. Hal ini
melambangkan apa yang terjadi selanjutnya, yaitu saat
orang-orang bukan-Yahudi tunduk kepada kerajaan Mesias
yang sudah ditentang habis-habisan oleh orang-orang Ya-
hudi yang tidak mau percaya.
II. Pembagian pakaian-Nya di antara para prajurit yang menyalib-
kan-Nya (ay. 23-24). Ada empat prajurit yang ditugaskan saat itu.
Sesudah mereka menyalibkan Yesus, memakukan tubuh-Nya di
kayu salib dan mengangkat salib itu beserta Dia yang terpaku di
sana, mereka kemudian tidak punya tugas apa-apa lagi selain me-
nunggu-Nya mengembuskan nafas terakhir sesudah mengalami ke-
sakitan yang amat sangat. Sebagaimana yang kita lakukan kini
bila telah selesai dengan seorang tahanan, mereka pun lalu mem-
bagi-bagikan pakaiannya, setiap orang menghendaki bagian yang
sama, sehingga mereka pun membaginya menjadi empat bagian,
dengan seadil mungkin, untuk tiap-tiap prajurit satu bagian. Akan
namun jubah-Nya, atau pakaian bagian atas (mungkin jubah atau
baju), tidak bisa dibagi-bagi, tidak berjahit, dari atas ke bawah
hanya satu tenunan saja, sehingga mereka bersepakat untuk
membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya.
Perhatikanlah di sini:
1. Bagaimana mereka mempermalukan Tuhan kita Yesus, de-
ngan melucuti pakaian-Nya sebelum menyalibkan Dia. Rasa
malu sebab telanjang datang bersamaan dengan dosa. sebab
itulah, Dia, yang dijadikan dosa bagi kita, harus menanggung
rasa malu itu untuk menghapuskan aib kita. Dia ditelanjangi,
supaya kepada kita dapat dipakaikan pakaian putih (Why.
3:18), supaya dengan demikian kita berpakaian dan tidak ke-
dapatan telanjang.
2. Upah yang rela dicari para prajurit itu dengan menyalibkan
Kristus. Mereka bersedia melakukan pekerjaan penyaliban itu
hanya demi pakaian usang-Nya. Tidak ada gunanya untuk
melakukan hal yang jahat, namun akan selalu ada orang yang
cukup jahat untuk bersedia melakukannya demi hal sepele.
Mungkin mereka berharap dapat memanfaatkan pakaian-Nya
dengan cara yang tidak biasa, sebab mereka telah mendengar
bahwa hanya dengan menyentuh ujung pakaian-Nya saja
orang banyak disembuhkan dari berbagai penyakit, atau
mungkin juga mereka berharap bahwa orang-orang yang me-
ngagumi-Nya akan mau menukar pakaian itu dengan sejum-
lah uang.
3. Olok-olok yang mereka buat dengan jubah-Nya yang tidak ber-
jahit itu. Kita tidak perna