Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 11. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label halal haram menurut islam 11. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Januari 2025

halal haram menurut islam 11

 


g haram karena larangan

ini masuk dalam satu kata akad nikah dan cakupan umum hadits, "Dnn

tidnk boleh mengkhitbnh, " bahwa larangan ini menunjukkan larangan tidak

boleh mengkhitbah secara sindiran maupun secara terang-terangan.

Ketiga, seandainya akad nikah dilakukan saat ihram, kemudian

setelah ihram selesai ia menggauli istrinya dan Allah menganugerah￾kan anak-anak kepada pasangan tersebut, maka keduanya harus

mengadakan akad nikah baru. Persetubuhan sebelumnya dianggapsebagai persetubuhan karena syubhat dan anak-anaknya sah menurut

syariat. Artinya mereka bernasab kepadanya secara syar'i sebagaimana

mereka bernasab kepadanya secara takdir.

Tidak ada kewajiban membayar fidyah ketika orang melakukan

akad nikah dalam keadaan seperti itu. Dalilnya adalah tidak ada da￾lil yang memerintahkannya. Artinya, tidak ada dalil yang mewajibkan

membayar fidyah. Hukum dasar yang dipakai adalah barn'atu dimmah

(penunaian tanggung jawab dan tidak ada kewajiban tanpa perintah).

Sebagian ulama mengatakan bahwa ada kewajiban membayar fi￾dyah dalam pernikahan itu. Mereka menetapkan ini berdasarkan qiyas

kepada kewajiban membayar fidyah karena memakai pakaian. Sebab,

kesenangan yang didapat oleh manusia karena pernikahan lebih besar

daripada kesenangan karena memakai pakaian. Namun, yang benar

adalah tidak ada kewajiban membayar fidyah karenanya. Hanya saja,

seseorang berdosa bila melakukan pernikahan itu dan akadnya tidak

sah.

Bila seseorang berargumen, "Bila kalian menetapkan hukum de￾ngan kaidah dasar tersebut, tentunya kalian akan mengatakan bahwa

dengan begitu tidak ada kewajiban membayar fidyah karena wewang￾ian maupun pakaian. Karena tidak ada dalil yang menyatakan bahwa

ada kewajiban membayar fidyah karena dua sebab ini. Dalil yang ada

hanyalah karena mencukur rambut kepala dan membunuh binatang

buruan. Manakah dalil yang menunjukkan kewajiban membayar fidyah

karena memakai gamis, celana pendek, jubah pelapis gamis (atau jaket),

sorban, dan sepatu? Tidak ada dalilnya dalam hal ini.

Jawabannya adalah, mereka mengatakan dalilnya adalah qiyas.

Karena alasan yang mereka pakai dalam mengharamkan mencukur

rambut kepala adalah kesenangan. Dan manusia mendapatkan kese￾nangan karena memakai pakaian.

Persoalannya, bila seseorang berkata, "Bagaimana bila seseorang

melakukan akad nikah namun ia tidak tahu hukumnya bahwa akad

nikah saat sedang ihram itu diharamkan? Jawabannya, tidak ada dosa

baginya, seperti yang akan dijelaskan nanti, insyn Allah. Hanya saja, akad

nikah tersebut tidak sah. Sebab akad nikah itu dianggap satu peristiwa

dalam hal itu.

Seseorang (yang sedang berihram) boleh rujuk kepada istri yang

telah ditalaknya dalam kondisi talak yang boleh rujuk baginya (bukan

talak tiga). Misalnya, seorang laki-laki berihram untuk menunaikan iba￾dah haji atau umrah. Sebelumnya, ia telah menalak istrinya dengan ta￾lak raj'i. Pada saat itu, ia ingin rujuk kepada istrinya, maka tidak ada

dosa baginya. Rujuknya sah dan dibolehkan.

Di sinilah kita membedakan antara akad nikah baru dan melang￾gengkan pernikahan. Karena, rujuk itu tidak disebut mengadakan

akad nikah. Tetapi, istilahnya adalah rujuk. Dan karena melanggeng￾kan pernikahan itu lebih kuat daripada akad nikah bant, bagaimana

pendapat kalian tentang wewangian? Itu boleh bagi orang yang sedang

berihram tetapi menganjurkan agar ketika mengadakan akad nikah

memakai wewangian maka ini diharamkan. Wewangian itu boleh bila

berpisah. Akan tetapi, bila seseorang berinisiatif untuk memakai wewa￾ngian maka ini tidakboleh karena melanggengkan pernikahan itu lebih

kuat pengaruhnya daripada akad nikah baru. Dari sini kita menemukan

dua perbedaan berdasarkan kaidah ini dalam larangan-larangan ihram.

Pertama, wewangian boleh dalam kasus melanggengkan pernikahan

(rujuk) dan tidak boleh dalam akad nikah baru.Kedua, pernikahan boleh

bila itu hanya rujuk saja tetapi tidak boleh bila itu akad nikah baru.

7. Bersetubuh Sebelum Tahalul Pertama

Persetubuhan sebelum tahalul pertama lebih besar dosanya dan

palingbesar pengaruhnya terhadap ibadah manasik. Tidak ada satu pun

dari larangan-larangan saat ihram yang bisa merusak rangkaian mana￾sik kecuali bersetubuh sebelum tahalul pertama, berbanding terbalik

dengan.ibadah-ibadah lainnya. Sebab, dalam ibadah-ibadah lain semua

larangan yang dilakukan di dalamnya pengaruhnya adalah merusak

ibadah itu, kecuali dalam ibadah haji dan umrah.

Hukum tersebut berbeda dengan aliran Zhahiriyah yang menya￾takan bahwa seluruh larangan dalam ihram merusak haji dan um￾rah. Ini merupakan bagian dari qiyas yang mereka ingkari sendiri. Ini

merupakan qiyas tidak benar (qtyas fasid) yang bertentangan dengan

nash. Sebab, nash menyebutkan bahwa Allah membolehkan orang yang

berihram untuk mencukur rambut kepalanya bila ia merasa ada gang￾guan di kepalanya dan perbuatannya ini tidak merusak ibadah haji atau

umrahnya. Seandainya semua larangan dalam ihram merusak ihram,

tentu sudah merusaknya meskipun seseorang melakukannya karena

darurat. Ini sebagaimana kita katakan kepada orang yang berpuasa,Bila ia terpaksa makan dan minum, dan makan dan minum itu meru￾sak puasa." Kita katakan, puasanya rusak, bukan batal. Karena kalau

kita katakan puasanya batal, ini berarti ia sudah keluar dari puasanya.

Bila katakan puasanya rusak ini berarti puasanya tetap sah meskipun

rusak. Tidak ada yang membatalkan ibadah haji kecuali satu hal yaitu

murtad-kita berlindung kepada Allah-bahkan seandainya orang

yang murtad itu bertaubat dan masuk Islam lagl ia diperintahkan un￾tuk menggadha hajinya.

Persetubuhan (jima') terjadi dengan memasukkan batang zakar ke

qubul maupun ke dubur. Persetubuhan saat ihram diharamkan sesuai

nash Al-Quran. Allah Ta'alaberfirman :

5-

,=: ?i C i,t \, ij*r t'r ur t-'"ii 3*4,-el F

" Borongsiopa yang menetapkan nintnya dalam bulan itu akan menger￾jakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-banta￾han di dalam masa mengerjakan haji. . . " (Al-Baqarah I2l z L97l

Ibnu Abbas s; menafsirkan kata rafats dengan persetubuhan, se￾dangkan persetubuhan itu ada dua keadaan : Pertama, persetubuhan

sebelum tahalul pertama. Kedua, persetubuhan setelah tahalul pertama.

Tahalul pertama terjadi dengan melempar jumrah aqabah pada hari Idul

Adha. Bila orang yang beribadah haji belum melempar jumrah, maka ia

dalam keadaan ihram yang sempurna. Bila ia telah melakukan jumrah

itu maka ia sudah terbebas.dari tahalul pertama, menurut kebanyakan

ulama. Sementara itu, menurut ulama yang lain, orang yang berihram

masih tetap dianggap berihram kecuali setelah melakukan jumrah di￾tambah dengan menggundul atau mencukur rambut. Dan ditambah tha￾waf dan sa'i bila seseorang meniatkan haji tamattu'. Atau, orang yang

berniat haji ifrad atau haji qiran dan ia tidak melalukan sa'i bersamaan

dengan thawaf qudum. Dengan demikian, tahalul pertama berlaku sete￾lah melakukan lempar jumrah dan menggundul atau mencukur ram￾but.

Kedua, tahalul pertama berlaku setelah melakukan lempar jum￾rah, menggundul atau mencukur, thawal dan sa'i. Adapun menyembe￾lih hewan kurban, maka ini tidak ada kaitannya dengan tahalul. Orang

yang beribadah haji dapat melakukan seluruh tahalul meski ia belum

menyembelih hewan kurban.Perkataan penulis, "Ibadah manasik kedua orang itu (laki-laki dan

pasangannya yang telah bersetubuh) rusak tetapi tetap sah dan kedua￾nya harus mengqadha tahun berikutnya." Ini merupakan tiga hukum

yang menyisakan dua hukum, yaltu berdosa dan membayar fidyah,

yaitu menyembelih hewan kurban. Dengan demikian persetubuhan se￾belum tahalul pertama berkonsekuensi lima perkara, yaitu : Pertama,

berdosa. Kedua, manasiknya rusak. Ketiga, wajib meneruskan ibadah￾nya. Keempat, wajib mengqadha. Kelima, membayar fidyah, yaitu he￾wan kurban yang disembelih pada waktu mengqadha.

Contohnya, seseorang menggauli istrinya pada malam saat mengi￾nap di Muzdalifah saat ibadah haji dengan kesadaran penuh, sengaja dan

tidak ada udzur apa pun. Maka kita katakan bahwa ia harus menang￾gung lima perkara : (1) Berdosa dan ia wajib bertaubat. (2) Manasiknya

rusak sehingga ibadahnya dianggap tidak sah. (3) Ia wajib meneruskan

ibadahnya hingga selesai karena Allah berfirman, "Dan sempurnakanlah

ibadah haji dan 'umrah karena Allah." (Al-Baqarah [2] : 196r. (4) Ia harus

mengqadha tahun berikutnya tanpa ada pilihan lain. (5) Wajib mem￾bayar fidyah yaitu hewan kurban yang disembelih pada saat mengqa￾dha. Bahwa ia berdosa itu merupakan persoalan yang sudah jelas. Kare￾na ia telah durhaka terhadap Allah Ta'aIa, berdasarkan firman-Nya,

"Maka janganlah iaberbust rafsts." (Al-Baqarah [2] : 197). Adapun tentang

rusaknya ibadah haji, maka dalilnya adalah qadha yang dilakukan para

sahabat karena perbuatan seperti ini. Ada beberapa hadits yang marfu'

dalam persoalan ini hanya saja dhaif. Adapun tentang wajibnya me￾neruskan ibadah haji, dalil yang shahih dari sahabat dari Umar bin Al￾Khaththab dan selainnya.

Mazhab Zhahiriyah berpendapat bahwa persetubuhan pada saat

seperti itu merusak dan membatalkan ibadah hajinya.Ia wajib berhenti

dan tidak meneruskan hingga selesai. Ia tidak dapat meneruskan ibadah

manasik yang telah rusak. Sebab, mereka mengatakan,'Apakah ibadah

yang rusak itu perintah Allah dan Rasul-Nya?" Bila Anda menjawab,

"Ya." Ini berarti bahwa Allah dan Rasul-Nya memerintahkan ibadah

yang rusak. Bila Anda mengatakarr, "Trdak." Mereka mengatakary "Se￾sungguhnya Nabi ffi bersabda :

Barangsiapa mengamalknn suatu perkara yang tidak kami perin￾tahknn, maka ia tertolnk."32s)

Sesuatu yang tertolak itu tidak ada gunanya bila dilakukan. Allah

Ta'alaberfirman :

a

E" {t ; 1 x # ;r\, €,\ L,ni J,;"4 t3

"Allah tidak aknn menyiksamu, jikn kamu beisyuk , dan beriman."

(An-Nisa' [4]:'/-.47')

Sebagian ulama pada masa tabi'in berkata, "Bebas dari ihram ter￾jadi dengan umrah dan mengqadha." Mereka menyamakan dengan ke￾dudukan orang yang tidak wukuf di Arafah maka ia bebas dari ihram

dengan umrah dan ia sudah bebas dari ihramnya. Akan tetapi, tidak

diragukan bahwa para sahabat lebih dalam ilmunya daripada kita'

Mereka juga lebih tajam pemikirannya daripada kita. Dengan demikiary

mereka lebih dekat kepada kebenaran daripada kita, sehingga kita me￾ngambil pendapat mereka. Kita mengatakary "Ibadah hajinya rusak dan

ia wajib meneruskan hingga selesai." Tidak ada yang aneh dalam hal

ini. Lihat saja, seorang laki-laki yang makan pada saat puasa Ramadhan

secara sengaja tanpa ada udzur, maka ia harus meneruskan puasanya.

Kewajiban meneruskan puasanya hingga waktu buka puasa merupa￾kan hukuman baginya. Selain itu, kewajiban ini juga dapat menutup

pintu keburukan. Karena (dalam ibadah haji) orang-orang tidak akan

berprasangka bahwa ia telah berbuat dosa dengan sengaja bersetubuh

agar terputus dari ibadah hajinya. Ini merupakan wujud pembelajaran

dan pelajaran baginya.

Bila orang tersebut tetap meneruskan ibadah haji yang telah ru￾sak itu, maka hukumnya adalah hukum yang benar menurut dalil yang

rajih dalam semua larangan dan kewajiban yang menjadi konsekuensi￾nya. Untuk menjawab pendapat aliran Zhahiriyah, kita katakan bahwa

mengikuti para sahabat itu lebih baik dan lebih utama.

Perkataan penulis, "Keduanya harus mengqadhanya'" Maksudnya

adalah lakilaki dan istrinya yang telahbersetubuh itu harus mengqadha

ibadah hajinya. Perkataan penulis ini secara lahir menunjukkan bahwa

keduanya wajib mengqadha haji yang telah dirusaknya, baik hajinya itu

wajib maupun sunnah. Bila ibadah hajinya hukumnya wajib maka per￾soalan ini sudah jelas. Adapun bila itu sunnah maka karena keduanya

telah merusak ibadah yang wajib diselesaikan oleh keduanya, maka ke￾duanya harus mengulangnya.

Perkataannya, "Tahun berikutnya," dapat dipahami bahwa tidak

boleh diakhirkan hingga tahun ketiga. Maka bila keduanya tidak mam￾pu melaksanakannya, maka kewajiban ini tetap menjadi tanggungan

keduanya sampai mampu melaksanakannya.

Sebagai catatan, penulis tidak menyebutkan bagaimana bila se￾seorang bersetubuh setelah tahalul pertama akan tetapi menyebutkan

lainnya.

Lantas, bagaimana hukum bersetubuh setelah tahalul pertama?

Bila seseorang bersetubuh setelah tahalul pertama, maka ia wajib keluar

ke wilayah yang bukan ihram lalu berihram lagi. Maksudnya, ia harus

menanggalkan pakaian bukan ihram lalu memakai pakaian ihram lagi

untuk thawaf ifadhah. Karena ia telah merusak ihramnya. Artinya, ia

telah merusak rangkaian ibadah ihram yang masih tersisa. Karena itu

ia harus memperbaruinya lagi. Ia juga wajib membayar fidyah. Penjela￾san tentang fidyah akan disebutkan di bahasan berikutnya, insya Allah.

Ia juga telah berdosa. Jadi, bila ia bersetubuh setelah tahalul pertama,

ini berarti menimbulkan empat konsekuensi yaitu : Pertama, berdosa.

Kedua, ihramnya rusak. Ketiga, wajib keluar ke wilayah yang bukan

ihram untuk berihram lagi.Keempat, membayar fidyah.

Contohnya, seseorang telah melempar jumrah dan mencukur ram￾butnya pada hari Idul Adha. Kemudian, ia menggauli istrinya sebelum

melakukan thawaf dan sa'i. Ini berarti ia telah berdosa, wajib membayar

fidyah, ihramnya telah rusak, dan harus keluar ke wilayah yang bukan

ihram lalu berihram lagi dan melakukan thawaf. Bukan dengan bajunya

karena ihramnya telah rusak.

B. Bercumbu dengan lstri (Mubasyarah)

Mubasyarah artinya ialah bercumbu dengan istri dengan disertai

syahwat. Dalil larangan ini adalah firman Allah :

" B n r nn g si ap a y an g m en et npkan n ia t ny a do I sm b til an i t u nka n m en g e r -

jakan hnji, nnka tidak boleh rafats, berbtLnt fasik dan berbnntabbanta￾hnt di dtilam nnsa mengerjakan lnji..." (Al-Baqarah[2]:197)

Sebab bila akad nikah yang menyebabkan percumbuan diboleh￾kan hukumnya diharamkan, maka bercumbu lebih pantas untuk cli￾larang. Adapun ntubnsynrah tanpa syahwat, rnisalnya seseorang mene￾gang tangan istrinya, maka ini tidak haram. Aclapun mubanlnrah dengan

syahwat maka ini diharamkan. Keharaman ini berlaku untuk mubasyn'

rah yang disertai syahwat dengan tangan atau dengan anggota badan

lainnya, bersentuhan langsung maupun tidak. Karena perbuatan ini

akan membuat manasiknya tidak berarti dan bisa jadi menyebabkan ke￾luarnya sperma.

Bila seseorang bercurnbu dengan istrinya sebelum tahalul pertama

dan sampai mengeluarkan sperma, maka perbuatan ini menimbulkan

dua perkara; berdosa dan wajib membayar fidyah. Fidyahnya adalah

menyembelih hewan kurban seperti fidyah bersetubuh. Hanya saja, ma￾nasik dan ihramnya tidak rusak karena perbuatannya itu. Bila ia ber￾cumbu dengan istrinya dan tidak sampai mengeluarkan sperma tetapi

mengeluarktrn madzi, atau mencurnbuinya dengan syahwat tetapi tidak

mengeluarkan madzi maupun sperma, maka tidak ada kewajiban mem￾bayar fidyah hewan kurban.Ia hanya membayar fidyah gangguan yang

akan kami jelaskan di bahasan berikutnya, insya Allah.

Mtfuaryarnlr memiliki konsekuensi hukurn yang sama dengan ber￾setubuh dalam arti bahwa fidyahnya adalah menyembelih hewan kur￾ban dan ia berbeda dengan bersetubuh bila dilihat dari sisi hukumnya

yang tidak merusak manasik dan ihram, dan tidak harus mengqadha.

Bila seseorang berkata, 'Apa dalil yang menunjukkan wajibnya menyem￾belih hewan kurban bila melakukan mubasyarah?" Jawaban kita, "Dalil￾nya adalah qiyas der-rgan hukum persetubuhan. Karena perbuatan itu

mewajibkan pelakunya mandi besar disebabkan telah mengeluarkan

mani. Sehingga ia wajib membayar fidyah seperti fidyah persetttbuhan.

Ticlak ada nash dan perkataan sahabat dalam persoalan ini." Hanya saja,

qiyas ini lemah. Karena, bagaimana mungkin mengiyaskan cabang ke￾pada pokok, di mana qiyas seperti ini dalam banyak kasus hukum tidak

sesuai. Daiam hal ini, mubnsynrnh tidak rnenyamai persetubuhan kecuali

dalam satu perkara, yaitu wajibnya mandi. Ia tidak menyamai dalam

merusak manasik, kewajiban mengqadha, dan merusak puasa-menurutsebagian ulama--. Maka bila demikian, timbul pertanyaan, "Apa alasan

Anda menyamakan hukum mubnsyarnh dengan hukum persetubuhan,

padahal itu tidak sama konsekuensinya dalam banyak hukum? Men￾gapa Anda tidak membedakan dalam satu hukum ini sebagaimana

Anda membedakan dalam banyak hukum lainnya? Maka yang benar,

mubnsyarnh tidak mewajibkan pelakunya menyembelih hewan kurban,

tetapi hukumnya sama dengan larangan yang lain.

Perkataannya, 'Akan tetapi, haram untuk thawaf wajib dari tempat

yang bukan ihram." Tampaknya ini merupakan kesalahan penulisan

oleh penyusun naskah. Karena hukum yang ini tidak berlaku untuk

mubasyarah, tetapi berlaku untuk persetubuhan setelah tahalul pertama.

Yah, namanya juga manusia. Dalam hal ini, Allah Ta'ala berfirman :

\j;;\ y\:E| yi -& Y u r4 l)'t[Fi r;;:^;" rt\

'=':\'re

"Kalau saja Al-Quran itubuknn dari sisi Allah, tentulahmerekamen￾dapat pertentangan yang banyak di dnlamnya." (An-Nisa' [4] : 82)

Kalimat tersebut lebih tepat bila dipindahkan ke pembahasan Per￾setubuhan setelah tahalul pertama. Hukum itu merupakan hukum yang

disebutkan oleh ulama bahwa itu merusak ihram. Dan ia wajib keluar

ke tempat yang bukan wilayah ihram untuk ihram dari tempat itu lalu

melakukan thawaf dalam keadaan ihram.326)

9. Membunuh Binatang Buruan di Tanah Haram

Binatang buruan di tanah haram, hukumnya haram dibunuh oleh

orang yang sedang berihram maupun tidak berihram. Maksudnya, bi￾natang buruan di tanah haram, hukumnya haram dibunuh oleh orang

yang sedang berihram maupun tidak berihram karena pengharamannya

terkait dengan tempat. Bagi orang yang sedang ihram, keharamannya

dari dua sisi; tanah haram dan ihram yang sedang ia jalani. Sedangkan

bagi orang yang tidak berihram keharamannya dari satu sisi saja yaitu

tanahharam. Apakah wajibbagi orang yangberihrambila ia membunuh

binatang buruan di tanah haram menanggung dua konsekuensi karena

adanya dua sebab? ]awaban yang benar, dua konsekuensi itu tidak wajib

baginya karena intinya hanya satu. Dan Allah pun bersabda :

',7'Ai 

- w;'J4i1';;

"Maka dendanyn ialah mertgganti dengan binatang ternak seimbnng

dengan btrrusn yang dibunuhnya." (Al-Maidah [5] : 95)

Dalilnya bahwa Nabi EE mengumumkan haramnya perbuatan ini

pada waktu penaklukan Mekah. Beliau bersabda :

e

',a' ,, 4-€J> 4,Ul Jl

o'

-'r'-lr drl--aJl I +r

- \J'

"Sesungguhnya Allnh telah menglnrnntkannyn (Mekah) sejak tercip￾tanya langit dan buni. Maka negeri ini adalah negeri ltaram, karena

diharamkan oleh Allah hingga lwri kiamot."327)

Itu merupakan hadits yang panjang yang di dalamnya beliau ber￾sabda, "Binatang buruannya boleh usir." Bila mengusir binatang di ta￾nah Mekah saja diharamkan, tentu saja membunuhnya lebih haram lagi.

Hadits yang kuat ini merupakan dalilbahwa pengharaman Mekah tidak

dapat dihapus (dinaskh). Karena ia dijadikan hutan pada hari kiamat.

Perkataan penulis, "Haram berburu binatang di tanah haram bagi

orang yang berihram dan orang yang tidak berihram." Penulis menyan￾darkan binatang buruan tersebut ke kata haram (tanah haram). Berdasar￾kan ini, binatang buruan di wilayah halal bila masuk ke tanah haram

maka hukumnya tidak diharamkan. Akan tetapi, wajib melepaskannya

dan tidak boleh disembelih di Tanah Haram. Bahkan tidak boleh tetap

menahannya. inilah yang masyhur dalam mazhab Imam Ahmad.

Benar bahwa binatang buruan bila dibawa masuk oleh seseorang

dari luar tanah haram dan ia termasuk orang yang tidak berihram maka

binatang itu halal. Karena itu bukan termasuk binatang di Tanah Ha￾ram. Akan tetapi merupakan binatang milik orang yang membawanya.

Dahulu, banyak orang berjual beli kijang dan kelinci di tengah-tengah

kota Mekah pada masa kekhalifahan Abdullah bin Z.ubair tanpa ada

yang mengingkarinya. Ini menunjukkan bahwa binatang buruan yang

dimasukkan ke Tanah Haram dari luar kota ini dan dijual di Mekah

maka jual belinya halal, termasuk menyembelih dan memakannya' Ti￾dak ada dosa dalam perbuatan ini.

Sebagai catatan, tampak dari ungkapan penulis bahwa binatang

laut tidak haram diambil bila berada di Mekah dan berdasarkan maz￾hab Imam Ahmad bila berada di Mekah maka itu haram akan tetapi

tidak ada konsekuensi hukum aPa Pun. Mereka berdalil dengan keumu￾man hadits yang menunjukkan haramnya binatang buruan di Mekah.

Pendapat yang benar, binatang laut boleh diambil meski di tanah haram

sesuai dengan firman Allah Ta'ala :

'^? F*i. 7W,) iA (s,:,Jt:b3 4i e 8 "bi

-o

::: U;3\\;';i

"Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang be￾rasal) dari laut sebagai maknnan yang lezat bagimu, dan bagi 0ran8-

orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap)

binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram." (Al-Maidah [51

:961

Ayat tersebut bersifat umum. Kalau dianggap bahwa ada berkah

air dan semacamnya dan di dalamnya ada ikan yang diimpor ke dalam￾nya tetapi merupakan ikan yang dibesarkan di sana, maka yang benar

adalah tidak diharamkan. Ia halal bagi orang yang berihram mauPun

yang tidak berihram.

Perkataan penulis, "Diharamkan memotong pohon dan rerumpu￾tan yang hijau." Maksudnya adalah pohon yang punya cabang, sedang￾kan rerumputan adalah yang tidak memiliki cabang. Dalilnya bahwa

Nabi ffi bersabda :

dan tanaman maknnan kudanya tidak boleh dibabat."328)

Semua ini merupakan penguat untuk keharaman tempat ini. Dan

bahkan pepohonan pun diharamkan dan demikian pula hewan juga di￾haramkan. Kalau saja bukan karena rahmat Allah u;1., niscaya semua

hewan diharamkan. Akan tetapi, bila demikian akan memberatkan ma￾nusia, sehingga hanya binatang di tanah haram saja yang diharamkan.

Maksud pohon di tanah haram adalah bahwa yang diharamkan adalah

pepohonan yang ada di sana, bukan tanaman yang ditanam oleh manu￾sia. Berdasarkan ini, tanaman apa saja yang ditanam atau disemai oleh

manusia maka ini tidak haram. Karena itu merupakan miliknya. Tana￾man ini tidak diikutkan kepada hukum pepohonan di tanah haram.

Akan tetapi dikembalikan kepada pemiliknya. Maksud hijau adalah si￾fat bagi pepohonan dan rerumputan. Maksudnya adalah pohon yang

masih hidup dan tumbuh, baik warnanya hijau maupun tidak. Sebab,

ada pohon yang warna daunnya tidak hijau. Demikian pula pertanian

dan rerumputan ada yang tidak hijau. Ada jenis pohon yang sudah mati

tetapi tetap hijau, seperti rumput jeruk. Yang lebih baik adalah dengan

mengatakan, "Pepohonan dan rerumputan yang masih hidup baik war￾nanya hijau maupun tidak."

Dari ungkapan itu maka pohon dan rumput yang sudah mati tidak

termasuk di dalamnya. Karena yang sudah mati halal. Jadi misalnya

Anda melihat pohon yang sudah mati maka ia halal. Seandainya Anda

melihat dahan yang patah di bawah pohon maka ini juga halal. Karena

ia telah terpisah dan sudah mati. Dahan kering yang masih berada di

pohon yang hidup pun oleh dipotong bila keringnya itu karena mati.

Sebab ada sebagian jenis pohon yang dahan-dahannya tampak kering

tetapi tumbuh lagi bila hujan turun. Akan tetapr, ulama berpendapat,

"Pohon tanah haram mana saja yang dipotong oleh manusia maka itu

haram. Karena ia telah dipotong dengan tidak benar."

Yang menjadi persoalan, apakah buah dari pohon yang haram juga

haram dipetik seperti pohonnya? Jawabannya adalah tidak. Seandainya

ada pohon apel yang tumbuh sendiri di Tanah Haram, tanpa ditanam

oleh manusia lalu berbuah dan manusia memetik buahnya maka ini

tidak ada masalah.Ucapan penulis, "Kecuali rumput jeruk." Rumput jeruk adalah

tumbuhan yang biasanya digunakan oleh penduduk Mekah di rumah,

di kuburan dan untuk pengapian pandai besi. Rerumputan ini cocok

untuk pengapian pandai besi kArena mudah terbakar, sehingga api mu￾dah menyala dengannya. Ia biasanya digunakan untuk menyalakan

arang dan kayu. Adapun di kuburary orang-orang memakainya untuk

menyumbat lubang agar tanah galian tidak mengenai mayit. Di peru￾mahan, orang-orang menaruhnya di atas pelepah kurma agar tanah

tidak masuk dari pelepah kurma lalu merusak atap. Manusia membu￾tuhkan rumput tersebut. Penyebab Al-Abbas bin Abdul Muthallib u'a

mengecualikan rumput tersebut karena Nabi ffi ketika mengharamkan

rerumputan Mekah, maka ia berkata, "Wahai Rasulullah, kecuali rum￾put jeruk karena orang-orang memerlukannya untuk rumah dan kubur

mereka." Dalam redaksi lain, "Untuk rumah dan tukang besi mereka."

Maka, Nabi s mengiyakannya dengan bersabda, "Kecuali rumput je￾ruk." Berdasarkan ini maka rumput jeruk dikecualikan dari semua jenis

pohon dan rerumputan yang hidup.

Ada beberapa persoalan : Pertama, kam'at (cendawan), seledri, pu￾tri pilasus dan semacamnya yang biasa diistilahkan oleh manusia de￾ngan Al-Fathathir, apakah diharamkan atau tidak? Jawabannya, tidak.

Sebab, itu semua tidak termasuk pohon. Kamht (cendawan), seledri, pu￾tri pilasus dan semacamnya merupakan jenis tumbuhan yang masuk

dalam satu jenis yaitu cendawan. Semua tumbuhan ini halal. Karena

bukan pohon ataupun rerumputan, sehingga tidak termasuk dalam

larangan.

Kedua, penulis tidak membahas tentang sangsi terkait pepohonan

atau rerumputan tersebut. Tidak jelas apa sebabnya, apakah itu karena

tujuan agar singkat ungkapannya atau karena memang cukup begitu

saja. ]awabannya, karena penulis merupakan penganut mazhab Imam

Ahmad Al-Hambali, maka tampaknya ia tidakmembahas karena alasan

agar singkat ungkapannya atau karena cukup seperti itu. Akan tetapi

tetap ada kemungkinan karena memang cukup begitu. Maksudnya,

bahwa larangan tersebut terbatas pada memotong pohon dan rumpuf

dan tidak ada sangsi dalam perkara ini.

Masalah ini merupakan perbedaan pendapat di kalangan para

ulama. Sebagian ulama mengatakan, bahwa pohon-pohon atau rerum￾putan tersebut tidak membawa sangsi apa pun. Ini merupakan mazhab

Imam Malik, Ibnul Mundzir, dan sejumlah ulama. Pendapat inilah yangbenar karena tidak ada dalil yang shahih dari sunnah yang menunjuk￾kan kewajiban membayar sangsi hukum. Tidak pula ada riwayat dari

sebagian sahabat. Maka kemungkinan itu termasuk hukuman. Dengan

demikian, mereka berpendapat bahwa orang yang memotong pohon￾pohon tersebut harus dihukum, berdasarkan bolehnya memberikan

hukuman keuangan. Seandainya hukuman tersebut wajrb, niscaya Nabi

ffi menjelaskannya. Sebab, tidak mungkin beliau membiarkan umatnya

saja tanpa ada penjelasan apa yang wajib bagi mereka. Dengan wafatnya

Nabi ffi, pensyariatan pun berhenti. Dan permasalahan ini tidak masuk

dalam qiyas hingga dikatakanbahwa itu hukumnya sama dengan mem￾buru binatang buruan. Sebab ada perbedaan antara pohon dan binatang

di dalam persoalan ini. Pepohonan memang tumbuh tetapi kehidupan￾nya jauh berbeda dengan kehidupan binatang. Bila seseorang memotong

sebatang pohon atau dahannya atau memotong rumput, maka ia tidak

berdosa akan tetapi tidak ada sangsi hukum karena perbuatannya, baik

sedikit maupun banyak.

Ketiga,jika pohon-pohon tersebut tumbuh di tengah jalan, apakah

diperbolehkan mencabutnya dari jalan? Jawabannya, jika ada alasan

yang penting, misalnya tidak ada jalan lain untuk sampai ke tempat

lain, maka tidak ada masalah memotongnya. Namury bila alasannya ti￾dak penting, lebih baik jalan ini tidak dilewati karena haram memotong

pohon tanpa alasan darurat.

Keempat, jika pohon tersebut tumbuh di pinggir jalary tetapi da￾han-dahannya tumbuh ke jalan, sehingga duri dan rantingnya meng￾ganggu pejalan, apakah ini boleh dipotong? Jawaban, jangan dipotong.

Karena Nabi ffi bersabda, "...Pohonnya tidak boleh ditebang,"32e) Duri me￾mang mengganggu, tetapi meski demikianbeliau melarang memotong￾nya. Orang yang lewat dapat menundukkan kepalanya agar tidak ter￾ganggu oleh rantingnya yang berduri.

Jika seseorang mengatakan, "Bila seseorang menginjak rumput

tanpa sengaja, apakah ada konsekuensi baginy*" Jawabannya adalah

tidak ada konsekuensi apa pun. Demikian juga seandainya ada belalang

yang terinjak atau ia lewat di atasnya, maka tidak ada konsekuensi apa

pun baginya. Termasuk juga, ketika seseorang ingin menghamparkan

kasur di Mina atau Muzdalifah dan di sana ada tumbuhan, maka tidakharam baginya untuk meletakkan tempat tidur di atas tanah, meski￾pun tindakannya itu dapat menvebabkan kerusakan rumput atau akar

pohon di bawahnya. Karena ia melakukan itu tanpa sengaja. Kita tahu

bahwa Nabi #*q dan para sahabat beliau, unta-untu mereka berjalan di

atas tanah namun beliau tidak pernah bersabda, "Berhentilah kalian

berjalan di atas tanah." Ada perbedaan antara perbuatan yang disengaja

dan yang tidak disengaja.

Perkataan penulis, "Binatang buruan di Madinah diharamkan." Bi￾natang buruan di Madinah haram dibunuh. Akan tetapi, keharaman￾nya tidak sekuat keharaman binatang buruan di Mekah. Sebab, peng￾haraman binatang buruan di Mekah telah ditetapkan dengan nash

dan ijma'. Adapun binatang haram di Madinah maka masih terjadi

perbedaan pendapat. Hanya saja, pendapat yang benar, bahwa Madi￾nah memiliki binatang yang diharamkan dan tidak boleh berburu di

kota tersebut. Hanya saja, yang membedakan dengan Mekah bahwa

siapa saja yang memasukkan binatang ke dalam kota Madinah maka

binatang itu miliknya. Berbeda dengan Mekah yang sebelumnya telah

dijelaskan bahwa rnazhab Imam Ahmad mewajibkan untuk melepas￾kannya bila ada binatang yang dimasukkan ke kota ini. Akan tetapi,

pendapat yang lebih kuat, tidak ada perbedaan dalam hal ini antara ke￾dua kota ini. Yaitu bahwa siapa saja yang memasukkanbinatang ke dua

kota, baik Madinah maupun Mekah, maka ia tetap berhak memiliki￾nya dan berkuasa untuk melakukan keinginannya terhadap binatang

bawaanya itu. Dalilnya adalah hadits Abu Umair saat ia masih kecil.

Ia membawa burung kecil yang disebut Nughair. Dengan penuh ke￾gembiraan ia membawa burung itu kepada nabi #. Beliau mengetahui

bahwa ia gembira karena burung itu. Namun, burung itu kemudian

mati. Maka Nabi # bersabda kepadanya, "Wnhni Abu Umair, opa yong

dilnkukan oleh Nughair2z330) Nabi .$ mencandainya.

Perkataan penulis, "Tidak ada sangsi dalam persoalan ini." Dalil￾nya bahwa Nabi s; tidak pernah menetapkan sangsi untuk persoalan

ini. Karena hukum dasar itu tidak ada tanggung jawab dan tidak

wajib. Sebagian ulama -yaitu riwayat dari Imam Ahmad- berkata,

'Ada sangsi hukum dalam persoalan ini." Yaitu menyita barang mi￾lik orang yang membunuh itu. Yaitu menyita baju, tutup kepala dan

semacamnya. Ada dasar tentang ini yang diriwayatkan oleh Muslim.

Para ulama yang menyatakan tidak ada sangsi hukum, mereka men￾jelaskan tentang hadits riwayat Muslim itu bahwa itu hanyalah sangsi

teguran saja, bukan konsekuensi denda. Karena itu teguran ini tidak

berbeda antara yang besar maupun yang kecil. Dan tidak berbeda da￾lam barang sitaan, apakah itu baru maupun barang lama.

Yang benar, tidak ada sangsi hukuman dalam persoalan itu. Ha￾nya saja, bila seorang hakim memutuskan untuk memberikan teguran

kepada orang yang nekat memburu binatang di Madinah untuk disita

barangnya atau harus membayar denda uang, maka keputusannya itu

tidak keliru.

Perkataan penulis, "Rumput boleh dimanfaatkan untuk makanan

ternak, alat bercocok tanam dan semacamnya." Ini karena penduduk

Madinah adalah para petani, sehingga diberikan keringanan kepada

mereka dalam persoalan ini, sebagaimana penduduk Mekah juga diberi

keringanan untuk rumput jeruk. Dalilnya adalah bahwa Nabi ffi mem￾berikan keringanan tersebut. Sehingga, Anda boleh membabat rumput

untuk makanan ternak Anda. Demikian pula, boleh memotong dahan

untuk alat bertani. Artinya, seseorang boleh memotong pohon untuk

memanfaatkan kayunya sebagai alat pertanian. Dengan demikian, kita

tahu bahwa larangan di tempat suci di Madinah lebih ringan daripada

larangan di tempat suci di Mekah. Penggembala boleh menggembala

ternaknya di rerumputan yang diharamkan di Madinah dan Mekah

karena Rasulullah ffi dahulu juga membawa unta dan tidak ada riwayat

yang menyebutkan bahwa beliau menutup mulut unta beliau.

Perkataan penulis, "Tempat suci di Madinah adalah antara gu￾nung'Ir dan gunung Tsaur." Yakni, wilayah yang diharamkan di kota

Madinah adalah satu barid persegi. Satu barid sama dengan empat far￾sakh dan satu farsakh sama dengan tiga mil. Jadi, wilayah tersebut ada￾lah segi empat antara Ir dan Tsaur. Tsaur adalah bukit kecil di belakang

gunung Uhud dari arah Utara. 'Ir adalah gunung yang besar di arah

Tenggara kota Madinah, di selatan Dzul Hulaifah. Adapun dari arah

Timur dan Barat, maka batasnya haramnya adalah antara dua bidang

tersebut. wilayah haram di kota Madinah sudah terkenal di kalangan

penduduk Madinah.

Perbedaan antara tempat suci di Madinah dan Mekah : Perta￾ma,bahwa tempat suci di Mekah sudah jelas menurut nash dan ijma',sedangkan tempat suci di Madinah terjadi perbedaan di dalamnya.

Kedua,bahwa berburu binatang di tempat suci di Mekah berdosa dan

ada sangsi hukuman denda, sedangkan berburu binatang di tempat suci

di Madinah berdosa tetapi tidak ada sangsi hukuman denda. Ketiga,

bahwa dosa yang ditimbulkan karena membunuh binatang di Mekah

lebih berat daripada dosa membunuh binatang di Madinah ' Keempat,

tempat suci di Mekah lebih utama daripada tempat suci di Madinah.

Karena pelipatgandaan kebaikan di Mekah lebih banyak daripada di

Madinah. Demikian juga, dosa perbuatan buruk di Mekah lebih besar

daripada di Madinah.Kelima, bahwa siapa saja yang memasukkanbi￾natang ke Madinah dari luar tempat suci maka ia berhak memiliki￾nya dan tidak wajib baginya untuk melepaskannya. Dan demikian ini

pula penafsiran kisah Abu Umar yang waktu itu membawa burung

kecil untuk mainnya. Burung itu disebut Nughair namun kemudian

burung itu mati. Anak kecil tersebut sedih karena burungnya mati, se￾hingga Nabi ffi bersabda kepada anak tersebut untuk mencandainya,

"Wahai Abu L-Imair, apa ynng dilakukan oleh Nughair?" sedangkan hukum

binatang bila dimasukkan ke Mekah sudah dijelaskan sebelumnya.

Hadits ini dijadikan landasan hukum bagi ulama yang berpendapat

bahwa binatang di tepat suci di Madinah tidak haram. Karena Nabi

ffi mendiamkan anak yang membawa burung tersebut. Adapun para

ulama yang mengharamkannya-yaitu pendapat jumhur ulama-me￾ngatakan, "Kisah ini ditafsirkan bahwa burung Nughair itu dibawa

dari luar ke tempat suci dan bukan merupakan binatang tanah suci."

Keenam, tempat suci di Mekah mengharamkan pemotongan pepo￾honan dengan keadaan apa pun kecuali bila karena alasan darurat'

Sedangkan tanah suci di Madinah masih membolehkan memotong se￾suatu. Ketujuh, bahwa rumput dan pohon dari tempat suci di Mekah

berkonsekuensi denda menurut pendapat yang masyhur dari mazhab

Imam Ahmad. Namun, yang benar tidak ada denda, sehingga dengan

demikian tidak ada bedanya. Sedangkan pohon dan rumput di tanah

suci di Madinah tidak menimbulkan sangsi denda.331)

BEIT RAPA KTSRINHAN YANG DIIRI<UKAN

OLEH SIBAGIRN ONRNG YANG

BTruBADAH Hnlt

ertamfl, keyakinan mereka bahwa kerikil harus diambil

dari Muzdalifah, sehingga mereka telah membuat diri me￾reka kelelahan karena harus mengumpulkannya dari sana

pada waktu malam dan tetap menyimpannya selama di Mina. Bahkan,

sebagian dari mereka bila kehilangan satu kerikil saja, ia sangat berse￾dih hati. Ia berusaha meminta rekannya agar merelakan kerikilnya dari

Muzdalifah yang jumlahnya lebih agar diberikan kepadanya. Sudah di￾jelaskan sebelumnya bahwa tidak ada dasarnya tentang keharusan ini

dari Nabi ffi. Bahwa beliau memerintah Ibnu Abbas Ne agar memun￾gut kerikil untuk beliau sedangkan beliau duduk di atas tunggangan.

Tampak bahwa posisi berhenti Rasulullah di atas unta ini ada di tem￾pat lempar jumrah. Sebab, tidak ada riwayat dari bahwa beliau berhenti

setelah perjalanannya dari Muzdalifah sebelum itu. Dan, karena saat

itulah waktu yang dibutuhkan, sehingga beliau tidak menyuruh agar

dipungutkan kerikil sebelum berada di tempat jumrah, karena tidak ada

faedahnya dan ini memberatkan diri dengan harus membawanya dari

jauh.

Kedua, keyakinan mereka bahwa dengan melempar kerikil itu me￾reka sedang melempar setan. Karena itu, mereka menyebut nama setan

ketika melemparkannya. Mereka mengatakan, "Kami melempar setan

besar dan setan kecil." Atau, "Kami melempar bapak setan." Yakni, ketika

mereka melempar jumrah aqabah. Atau dengan ungkapan semacamnya

yang tidak layak untuk syiar ini. Anda juga melihat mereka melempar

kerikil dengan sekuat tenaga sambil marah, berteriak, menghujat, dan

mencela setan-setan tersebut, menurut keyakinan mereka. Bahkan, kita

melihat orang yang naik ke atasnya dan melemparkan sandalnya dan

batu besar dengan penuh kemarahan dan emosi. Ia tidak sadar bahwa

kadang-kadang kerikilnya mengenai orang lain.Ia justru semakin marah

membabi buta dalam melempar. Orang-orang di sekitarnya tertawa dan

geli melihat ulahnya. Ini merupakan pandangan yang lucu dan mengge￾likan. Kita dapat menyaksikan pemandangan seperti itu sebelum tem￾pat melempar jumrah dibangun dan ditinggikan. Semua ini terbangun

karena sebuah keyal{inan bahwa orang yang berhaji itu melempar setan.

Padahal tidak ada dasar yang shahih yang dipercaya. Anda telah tahu se￾belumnya bahwa hikmah dalam pensyariatan melempar jumrah adalah

untuk menegakkan kebiasaan dzikir kepada Allah rle. Karena itu, Nabi

ffi selalu bertakbir setiap selesai melempar kerikil.

Ketiga, melempar jumrah dengan batu besar, sepatu atau sandal,

dan kayu. Ini merupakan kesalahan besar yang menyelisihi apa yang

telah disyariatkan oleh Nabi ffi untuk umat beliau dengan perbuatan

dan perintah beliau. Sebab, beliau melempar jumrah dengan kerikil ke￾cil dan memerintahkan umatnya agar melempar dengan kerikil sebe￾sar itu pula. Beliau telah mengingatkan mereka agar tidak berlebihan

dalam agama ini. Penyebab kesalahan besar ini adalah keyakinan yang

sudah terbangun pada diri mereka bahwa mereka sedang melempar

setan.

Keempat, kedatangan mereka ke tempat melempar jumrah den￾gan kemarahan dan ketegangan otot. Mereka tidak khusyuk kepada

Allah. Mereka juga tidak bersikap kasih sayang kepada hamba Allah

lainnya. Perbuatannya itu mengakibatkan gangguan dan bahaya ter￾hadap sesama muslim. Ulahnya itu bisa menimbulkan sikap saling

mencela dan baku hantam. Ini tentu saja telah mengubah ibadah dan

syiar Islam tersebut menjadi pemandangan orang-orang yang saling

mencaci dan membunuh. Ia telah mengeluarkan tujuan syariat ini

diturunkan dan dari sunnah yang dicontohkan oleh Nabi ffi.di dalam

Al-Musnad, disebutkan bahwa Qudamah bin Abdullah bin Ammar

berkata,'Aku melihat Nabi;tg pada hari nahr (hari Idul Adha) melem￾par jumrah aqabah dari atas unta Shahba' tanpa memukul, mengusir,

dan tidak mengganggu sana sini.//332)

Kelima, mereka meninggalkan sunnah berdiri untuk berdoa sete￾lah melempar jumrah ula dan tsaniyah pada hari-hari tasyriq. Anda

sudah tahu bahwa Nabi ffi berdiri menghadap kiblat setelah melem￾par jumrah ula dan tsaniyah, sambil mengangkat kedua tangan danberdoa dengan doa yang panjang. Penyebab manusia meninggalkan

anjuranberdiri ini adalah kebodohan terhadap sunnah atau karena ke￾banyakan orang suka terburu-buru dan ingin cepat selesai dari ibadah

tersebut. Alangkah baiknya bila orang yang akan berhaji'sudah tahu

hukum-hukum ibadah haji sebelum berangkat ke tanah suci agar ia da￾patberibadah kepada Allahberdasarkan pengetahuan yang dalam dan

dapat merealisasikan sunnah mengikuti Rasulullah. Kalau seseorang

ingin pergi ke suatu negara, pasti Anda akan melihatnya bertanya ten￾tang bagaimana caranya agat ia bisa sampai ke tempat tujuan. Lantas

bagaimana dengan orang yang menempuh jalan yang bersambung

kepada Allah dan surga-Nya? Bukankah lebih pantas bila ia bertanya

dahulu bagaimana caranya sebelum menempuh jalan tersebut agar ia

benar-benar sampai ke tempat yang dimaksud?

Keenam, mereka melempar semua kerikil sekali lempar. Ini me￾rupakan kesalahan yang fatal. Ulama telah menyebutkan bahwa bila

seseorang melempar lebih dari satu kerikil dalam satu lemparan maka

hanya dihitung satu lemparan. Karena itu ia wajib melempar kerikil

satu per satu, seperti sabda Nabi $.

Ketujuh, mereka menambah berbagai doa ketika melempar,

yang tidak ada contohnya dari Nabi ffi. Misalnya mereka berdoa, "Ya

Allah, jadikanlah lemparan ini sebagai keridhaan b agiDzatYang Maha

Pengasih dan kemarahan bagi setan." Bisa jadi, ia mengucapkan doa

seperti itu, sedangkan takbir yang ada riwayatnya dari Nabi ffi justru

ditinggalkan. Lebih utama bila ia mencukupkan diri dengan apa yang

diriwayatkan dari Nabi S tanpa menambahi ataupun mengurangi.

Keilelapan, mereka tidak melempar jumrah sendiri dan mengang￾gapnya remeh. Anda dapat melihat mereka mewakilkan kepada orang

lain untuk melempar jumrah, padahal mereka mampu melemparkan￾nya sendiri. Mereka melakukan ini karena tidak ingin dirinya ter￾ganggu oleh suasana berdesak-desakan dan kepayahan saat melaku￾kannya. Perbuatan ini jelas menyelisihi perintah Allah Ta'ala yang agar

menyempurnakan ibadah haji. Dalam hal ini, Aliah berf.irman, "Dan

sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah Karena Allah..." (Al-Baqarah [2] :

195). Maka, wajib bagi orang yang mampu melempar agar melakukan￾nya sendiri dan bersabar atas kepayahan dan kelelahan saat melaku￾kannya. Sebab, ibadah haji merupakan ibadah sejenis jihad yang men￾gandung konsekuensi kelelahan dan kepayahan. Karena itu, orangyang beribadah haji hendaknya bertakwa kepada Allah dan menyem￾purnakan manasiknya seperti yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala

selama ia mampu menjalankannya.KESALAHAN-KESALAHAN DALAM

TURwRF WADA

isebutkan di dalam kltab Ash-Shnhihain dari Ibnu Abbas

xE:, bahwa ia berkata, "Orang-orang diperintahkan agar

menjadikan akhir dari perjalanan haji mereka adalah

thawaf di Ka'bah Baitullah. Namun perintah ini diringankan bagi para

wanita yang sedang mengalami haid.z333) Di dalam redaksi milik Mus￾lim, dari Ibnu Abbas juga bahwa ia berkata, "Orang banyak telah pulang

ke negerinya masing-masing. Maka bersabdalah Rasulullah ffi, "Jangan￾lah seseorang pulang sebelum dia thawaf wada' (akhir) di Baitullah."33a)

Abu Dawud meriwayatkan dengan redaksi sebagai berikut, "Hingga

(ibadah) terakhir ia lakukan adalah thawaf di Ka/bah.z335)

Di kitab Ash-Shahihain, diriwayatkan dari Ummu Salamah €"1i,

bahwa ia berkata, "Saya mengadu kepada Rasulullah bahwa aku sakit,

maka beliau bersabda :

f,r:i,,6t,t, b g.+

'Thawaflah di belaknng orang banyak sambil berkendaraan.'336)

Maka, aku melakukan thawaf, sementara Rasulullah M saat itu

shalat di sisi Baitullah, beliau membaca surat Ath{hur." Dalam riwayat

Nasai dari Ummu Salamah bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, demi

Allah, aku tidak mampu melakukan thawaf akhir." Maka beliau ber￾sabda, 'Biln shalat telah ditegnkknn, berthawaflah di atas untnmu di belakang

ornng banyak.Di dalam kttab shahih Al-Bukhnri,diriwayatkan dari Anas bin Malik

,&u2,"BahwaNabi S melaksanakan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan

'Isya' kemudian beliau tidur sejenak di Al-Muhashib (tempat melempar

jumrah di Mina), lalu beliau menunggang tunggangannya menuju ke

Ka'bah Baitullah lalu thawaf di sana".338)

Di dalam kltab Ash-Shahihsin dari Aisyah ,'ps,' bahwa Shafiyah

q&;, kedatangan haid setelah melakukan thawaf ifadhah. Maka Nabi *

bersabda, 'Apakah dia akan menyusahkan kita?" Orang-orang menja￾wab,"Diatelah melakukan thawaf ifadhah dan thawaf di Ka'bah. Rasu￾lullah M pun bersabda, 'Kalau begitu Kembalilah (kembali dari Mina

ke Madinah)'."330)

Di dalam Al-Muzoaththa', dirrwayatkan dari Abdullah bin Umar bin

Al-Khaththab ,4;, bahwa Umar berkata, "Janganlah seseorang menga￾khiri ibadah haji sebelum thawaf di Baitullah karena akhir manasik ada￾lah thawaf di Baitullah.//3a0) Masih di dalam kitab yang sama, diriwayat￾kan dari Yahya bin said bahwa Umar bin Al-Khaththab menyuruh

seorang laki-laki dari Mari Zhuhran yang belum melakukan thawaf

wada, untuk kembali lagi (ke Mekah)hingga orang tersebut melakukan

thawaf.

Adapun kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang se￾dang beribadah haji dalam persoalan ini adalah :

Pertama, mereka pindah dari Mina pada hari nahar sebelum me￾lempar jumrah, lalu mereka melakukan thawaf wada' lalu kembali lagi

ke Mina dan selanjutnya melempar jumrah. Setelah itu, mereka pulang

ke negaranya dari tempat tersebut. Perbuatan ini tidak boleh karena ti￾dak sesuai dengan perintah Nabi $ agar akhir ibadah haji adalah tahwaf

di Baitullah. sebab, barangsiapa melempar jumrah setelah thawaf wada'

itu berarti bahwa ia telah menjadikan akhir ibadahnya adalah lempar

jumrah bukan thawaf di Baitullah. selain itu, Nabi s tidak pernah tha￾waf wada' kecuali saat hendak mengakhiri ibadah haji ketika semua

manasik haji telah dikerjakan semuanya. Perlu diingat bahwa beliau

berpesan:Ambillah dariku ibadah haii kalian."3a1)

Atsar dari Umar bin Al-Khaththab ou pun sangat jelas bahwa tha￾waf di Baitullah merupakan akhir rangkaian ibadah haji. Maka barang￾siapa thawaf wada' lalu melempar jumrah setelah thawaf tersebut, maka

ini tidak dibolehkan karena ia telah menempatkan urutan ibadah bukan

pada tempatnya. Karena itu, ia wajib mengulangi thawafnya setelah me￾lempar jumrah. Bagi yang tidak mengulangi tahwaf maka hukumnya

adalah seperti hukum orang yang meninggalkan thawaf wada'.

Kedua, mereka tetap tinggal di Mekah setelah thawaf wada', se￾hingga akhir ibadahnya adalahbukan di Baitullah. Perbuatan ini menye￾lisihi perintah Nabi M danbahwa beliau telah menjelaskan kepada umat￾nya dengan perbuatan beliau. sebab, Nabi ffi memerintahkan agar akhir

manasik haji adalah thawaf di Baitullah. Thawaf wada'tidak dilakukan

kecuali ketika hendak keluar dari ibadah haji. Beginilah yang dilakukan

oleh para sahabat beliau. Akan tetapi, para ulama memberikan keringa￾nan untuk tetap di sana setelah thawaf wada' karena suatu keperluan,

bila keperluan itu sangat penting. Misalnya, bila shalat fardhu telah di￾tegakkan setelah thawaf wada' yang dilakukan oleh seseorang, maka

hendaknya ia ikut shalat. Atau di situ diselenggarakan shalat ienazah,

sehingga ia ikut menshalatkan. Atau, ia punya keperluan yang berkai￾tan dengan perjalanannya, misalnya membeli bekal, menunggu teman

seperjalanan dan semacamnya. Maka barangsiapa tetap tinggal setelah

thawaf wada' tanpa ada alasan yang membolehkan maka ia wajib me￾ngulangi thawaf wada tersebut.

Ketiga, mereka keluar dari Masjidil Haram setelah thawaf wada'

dengan berjalan mundur. Mereka mengira bahwa dengan itu telah me￾ngagungkan Ka'bah. Ini menyelisihi sunnah bahkan bidhh yang diwan￾ti-wanti oleh Rasulullah agar dijauhi. Beliau bersabda, "Semua bid'ah itu

sesat.lBaz) Bid'ah adalah semua hal yang baru dalam persoalan aqidah

atau ibadah rfangmenyelisihi apa yang telah dijalani oleh Rasulullah s

dan para Khulafaur Rasyidun. Apakah orang mengira bahwa berjalan

mundur berupakan penghormatan terhadap Ka'bah dan itu lebih besar

penghormatannya daripada Rasulullah? Apakah ia mengirabahwa Nabi

ffi dan empat khalifah sepeninggal beliau belum tahu bahwa perbuatan

seperti itu merupakan penghormatan terhadap Ka'bah?

Keempat, mereka menghadap ke Ka'bah di pintu Masjidil Haram

setelah selesai dari thawaf wada' dan berdoa di sana layaknya orang

yang berpisah dengan Ka'bah. Ini merupakan bagian dari bid'ah yang

tidak ada dasarnya dari Rasulullah maupun dari Khulafaur Rasyidun.

Semua hal yang dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah sedang￾kan itu tidak ada dalilnya dari syariai maka itu batil dan dikembalikan

kepada pelakunya. Sebab, Rasulullah bersabda :

\r*pAvriirri.;evi;

" Siapa yang membuat perknra baru dalam urusan fami i|i yang tidak

ada perintahnya maka perkara itu tertolak."3a3)

Yakni, dikembalikan kepada pelakunya. Wajib bagi orang yangbe￾riman kepada Allah dan Rasul-Nya agar ibadahnya sesuai dengan apa

yang diriwayatkan dari Rasulullah agar dengan itu ia mendapatkan cin￾ta dan ampunan dari-Nya, sebagaimana Allah berfirman :

4i. L ,-- tt- ,.t!- aJJl 'rc->sr -c-i5 '\l I-9 vJ./ -e9

:!:.+)')tjlAi',

" Kat akanlah,' I ika kamu (b enar -benar ) men cintai AII ah, ikutil ah nku,

niscaya AIIah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. ' Allah Maha

Pengampunlagi Maha Penyayang." (Ali'Imran [3] : 31)

Mengikuti Nabi $ itu mencakup semua perbuatan yang dikerja￾kan dan yang ditinggalkan. Dengan demikian, siapa yang menemukan

tuntutan perbuatan di masa beliau namun beliau tidak melakukannya,

itu berarti merupakan dalil bahwa sunnah dan syariat meninggalkan￾nya. Sehingga, seseorang tidakboleh mengada-adakannya dalam agama

Allah ini meskipun manusia menyukai dan berhasrat melakukannya.

Alah Tahla berfirmanAndaikata kebenaran itu menirt,ti h'azua nafstt merekn, pasti bina￾salah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenar￾ny a Kami t el ah m en d at a n gkan kep a d a m er eka keb an g ga an ( AI - Qur an )

mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggann lfa." (Al-Muk￾minun [231:7ll

Nabi M pun bersabda :

:)- \-1."\;;,\f i6 ;; €;i bit

"Tidak (semprtrnn) iman salnh sevrlng di antara knlian hingga hawa

nafsunyn mengikuti apa yang diturunkan kepadaku.":++)

Kita memohon kepada Allah agar memberikan petunjuk kepada

kita ke jalan-Nya yang lurus. Mudah-mudahan Dia tidak memalingkan

hati kita setelah Dia memberikan petunjuk kepada kita dan semoga Dia

memberikan rahmat-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Memberi.

Manfaat Mengetahui Larangan-larangan lhram dari

Segi Amal bagi Manusia

Apakah manfaat mengetahui apa yang dilarang dan apa konse￾kuensinya? Atau, bahwa manfaat mengetahui sebuah larangan adalah

agar dapat menjauhinya. Nah, bila seseorang ternyata melanggarnya,

beri tahukanlah apa yang wajib dilakukan? Jawabannya adalah seba￾gai peringatan. Karena kita kurang dalam beramal. Bahwa kita tidak

mengimplementasikan apa yang sudah kita ketahui dalam perilaku

kita. Kebanyakan dari kita mengetahui hukum syar'i, tetapi yang mau

mengimplementasikannya hanya segelintir orang saja. Kita memohon

kepada Allah semoga memperlakukan kita dengan ampunan-Nya.

Manfaat ilmu adalah dipraktekkan dalam amal nyata. Dengan demi￾kian, pengaruh ilmu itu tampak nyata di wajah-wajah manusia, dalamperilaku, akhlak, ibadah, kewibawaan, kekhusyukan dan lain-lain. Ini￾lah yang terpenting.

Saya yakin bahwa seandainya ada seorang Nasrani yang memiliki

otak cerdas dan mempelajari fikih Islam seperti yang kita pelajari pula,

niscaya ia mampu memahaminya sama seperti pemahaman kita atau

bahkan lebih pandai. Lihat saja contohnya dalam bahasa Arab. kamus

Al-Munjid, orang-orang mengatakan, "Penulisnya adalah seorang Nas￾rani dan ia mampu membuat karya yang baik." Jadi, urusan teori bukan￾lah tujuan dalam menuntut ilmu-ya Allah, kami memohon kepada-Mu

ilmu yang bermanfaat--. Maka, ilmu itu manfaatnya adalah bila diman￾faatkan. Banyak orang awam yang tidak banyak ilmunya, tetapi Anda

melihatnya sebagai orang yang khusyuk kepada Allah, ia selalu merasa

diawasi oleh-Nya, perjalanan hidupnya terpuji, akhlaknya baik, dan iba￾dahnya lebih banyak daripada seorang yang banyak ilmunya.3a5)

Hewan yang Dibunuh di Tanah Suci dan di Luar Tanah

Suci

Diriwayatkan dari Aisyah qts, dari Rasulullah S bahwa beliau

bersabda:

-'F,'r'-,\/\',,

" Ada lima hewan yang berbnhaya dan boleh dibunuh, baik berada di

Iuar tanah haram maupun di tanah haram, yaitu; nniing, binatang

buas, tikus, burung gagak, burung elang, dan kalajengking."346)

Di dalam hadits ini, Ummu Mukminin Aisyah €l, mengabarkan

perintah Nabi EE tentang bolehnya membunuh jenis hewan yang meng￾ganggu,baik di tanah haram maupun di luar tanah haram. Nabi # telah

menyebutkan secara kuantif yaitu lima jenis hewan. Bisa jadi, penyebu￾tan itu sebagai peringatan atas apa yang gangguannya seruPa dengan

lima jenis hewan tersebut. Beliau menyebutkan burung gagak dan elangsebagai peringatan untuk burung semacamnya yang biasanya mencu￾ri buah dan harta manusia. Beliau menyebutkan kalajengking sebagai

peringatan untuk hewan menyengat sejenisnya. Beliau menyebutkan

tikus sebagai peringatan terhadap hewan sejenis yang biasanya merusak

pakaian, melubangi pagar, dan merusak makanan. Beliau menyebutkan

anjing gila sebagai peringatan terhadap hewan sejenis yang suka meng￾gigit dan melukai.

Manfaat dari hadits tersebut adalah :

1. Perintah membunuh lima jenis binatang ini di tanah haram

maupun di luar tanah haram bagi orang yang sedang berihram

maupun yang tidak berihram.

2. Semua binatang itu boleh dibunuh meskipun masih kecil karena

dapat menyakiti manusia.

3. Bahwa alasan perintah membunuhnya adalah sifat buruk dan

suka memusuhi yang melekat pada hewan-hewan tersebut, mes￾kipun bukan karakternya.

4. Islam memerangi segala bentuk penggangguan dan permusu￾han bahkan pada hewan.

5. Kesempurnaan syariat Islam karena Islam memerintahkan agar

hewan yang merusak dimusnahkan.3aTHurum Don BtnsnuR Senr THnwRr

erdoa bersama saat ihram mengandung Permasalahan

karena sebagaimana kita ketahui tidak pernah ada riwa￾yatnya dari para pendahulu kita. Doa bersama tersebut

juga mengganggu orang lain dan sulit bagi seseorang untuk meman￾jatkan doa pribadi. Terutama bila kelompok yang thawaf tersebut berdoa

dengan suara yang keras. Adapun bila doa tersebut diucapkan dengan

suara lirih dengan tujuan mengajari regu yang bersamanya, saya ber￾harap mudah-mudahan perbuatan seperti ini tidak ada masalah. Me￾ngambil upah karena mengajari doa tersebut juga dibolehkan karena itu

serupa dengan hukum mengambil upah mengajarkan Al-Quran' Akan

tetapi, sebagian orang memanfaatkan pekerjaan ini sebagai profesi dan

alat untuk mengambil harta orang 1ain.3aHTJKIJM KUnNRX

ara ulama berbeda pendapat apakah berkurban itu hukum￾nya wajib atau sunnah yang makruhbila ditinggalkan atau￾kah sunnah yang tidak makruh bila ditinggalkan. Berikut

ini beberapa pendapat ulama mengenai berkurban :

Mazhab Hambali menyatakan bahwa berkurban itu hukumnya

sunnah dan makruhbagi orang mamPu yang meninggalkannya. Penda￾pat kedua menyatakan bahwa berkurban itu hukumnya wajib. Ini meru￾pakan mazhab Imam Abu Hanifah dan satu riwayat dari Imam Ahmad.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga memilih pendapat ini, ia menga￾takary "Yang tampak nyata, hukum berkurban itu wajib dan bahwa

orang mampu yang meninggalkannya maka ia berdosa. Karena, Allah

e menyebutkannya berdampingan dengan shalat dalam firman-Nya :

,_, 

-r;i: 9:).|6

'Maka diriknnlnh shalat karena Rabbmtt dan berkorbanlah. ' (Al￾Kautsar [108] :2)

:.: ;i;i ;t +. -;.Lq s\+i 53 G.t* t',-v

"Kstakanlah, 'Sesungguhnya shalntku, ibndatku, hidupku drn *otiku

hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam." (Al-An'am 16l:162)

Allah menunjukkan di ayat-ayat tersebut dan mengulang Penye￾butan hukum-hukum dan manfaatnya di surat Al-Hajj' Sesuatu yang di￾sebutkan seperti ini mestinya hukumnya adalah wajib bagi orang yang

mampu mengerjakannya. Berkurban merupakan nikmat dari Allah un￾tuk manusia karena Dia menurunkan syariat bagi manusia yang ber￾samaan dengan musim haji. Sebab, orang yang melakukan ibadah haji

mengerjakan ibadah haji dan berkurban