Dia, kita tidak akan kekurangan. Meskipun telah memberi
banyak, Dia masih akan memberi lebih banyak lagi. Kemu-
rahan hati Allah kepada kita ini sungguh memperberat
ketidakpuasan dan keinginan kita akan buah terlarang.
Sungguh tidak tahu berterima kasih jika kita meng-
ingini apa yang telah dilarang Allah, sementara kita punya
kebebasan untuk berdoa meminta apa yang telah dijanji-
kan Allah, dan itu sudah cukup.
(2) Natan mendakwa Daud atas penghinaan berat terhadap
wewenang ilahi, dalam dosa-dosa yang telah diperbuatnya:
Mengapa engkau menghina TUHAN dengan menyalahguna-
kan martabat dan kuasamu sebagai raja? (ay. 9). Inilah
sumber dosa, dan inilah kejahatan dosa, yakni bahwa dosa
menganggap enteng hukum Allah dan Sang Pembuat Hu-
kum, seolah-olah kewajiban yang ditetapkan hukum itu
tidaklah penting, perintah-perintahnya merupakan hal yang
remeh, dan ancaman-ancamannya sama sekali tidak mena-
kutkan. Meskipun tidak pernah ada orang yang menulis
tentang hukum Allah dengan lebih terhormat daripada
Daud, namun, dalam perkara ini, ia dengan adil didakwa
atas penghinaan terhadap hukum itu. Perzinahan Daud
dengan Batsyeba, yang mengawali kejahatan ini, tidak
disebutkan, mungkin sebab ia sendiri sudah diyakinkan
akan dosanya itu, namun ,
[1] Pembunuhan terhadap Uria disebutkan sebanyak dua
kali: “Uria kaubiarkan ditewaskan dengan pedang, mes-
kipun bukan dengan pedangmu, namun, yang sama saja
kejinya, dengan penamu, dengan memerintahkan supaya
dia ditempatkan di barisan depan dalam pertempuran.”
Orang yang merancang kejahatan dan memerintahkan-
nya, sesungguhnya sama bersalahnya dengan orang yang
menjalankan kejahatan itu. Pembunuhan terhadap Uria
ini diulang kembali dengan penekanan yang memberat-
kan: Dia telah kaubiarkan dibunuh dengan pedang bani
Amon, seteru Allah dan Israel yang tidak bersunat itu.
[2] Perbuatan Daud mengawini Batsyeba juga disebutkan
sebanyak dua kali, sebab Daud menganggap tidak ada
salahnya melakukan hal itu (ay. 9): Isterinya kauambil
menjadi isterimu, dan lagi (ay. 10). Mengawini Batsyeba
yang telah dicemarinya, dan yang suaminya telah di-
tewaskannya, merupakan penghinaan terhadap ketetap-
an perkawinan, dengan membuat perkawinan tidak ha-
nya memperingan kekejian-kekejian seperti itu, namun
juga seolah-olah menyucikannya. Dalam semuanya ini,
Daud telah menghina firman Tuhan (demikian dituliskan
dalam bahasa Ibrani), bukan hanya perintah-Nya secara
umum yang melarang perbuatan-perbuatan seperti itu,
melainkan juga janji khusus yang telah disampaikan
Allah kepada Daud, melalui perantaraan Natan, bebe-
rapa waktu sebelumnya, bahwa Allah akan memberikan
keturunan baginya. Seandainya Daud menghargai dan
menghormati janji suci ini sebagaimana mestinya, ia
tentu tidak akan mencemari keturunannya dengan
hawa nafsu dan pertumpahan darah.
(3) Allah mengancamkan penghukuman-penghukuman yang
berlaku turun-temurun dalam keluarga Daud atas dosa ini
(ay. 10): “Pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu
sampai selamanya, tidak pada masa hidupmu tidak pula
sesudah nya, sebaliknya, engkau dan keturunanmu akan
menghabiskan sebagian besar umur dengan berperang.”
Atau ancaman ini merujuk kepada sejumlah pembantaian
yang akan terjadi di antara anak-anak Daud, yakni Amnon,
Absalom, dan Adonia, yang semuanya tewas oleh pedang.
Allah telah berjanji bahwa kasih setia-Nya tidak akan
hilang daripada Daud dan keluarganya (7:15), namun di
sini Allah mengancam bahwa pedang tidak akan menying-
kir daripadanya. Dapatkah kasih setia dan pedang saling
berdampingan? Ya, manusia dapat ditimpa kesengsaraan
yang hebat dan panjang, namun tidak akan disingkirkan
dari anugerah perjanjian. Alasan yang diberikan yaitu
sebagai berikut, sebab engkau telah menghina Aku. Per-
hatikanlah, orang yang menghina firman dan hukum Allah,
sama saja menghina Allah sendiri dan akan dipandang
rendah. Diancamkan secara khusus,
[1] Bahwa anak-anaknya akan mendatangkan kesedihan
baginya: Malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang
datang dari kaum keluargamu sendiri. Dosa mendatang-
kan kesusahan ke dalam keluarga, dan satu dosa kerap
kali merupakan penghukuman atas dosa yang lain.
[2] Bahwa istri-istrinya akan mendatangkan cela baginya,
bahwa melalui suatu kekejian yang tidak ada banding-
nya, mereka akan digagahi secara terbuka di hadapan
seluruh Israel (ay. 11-12). Tidak dikatakan bahwa per-
buatan ini akan dilakukan oleh anak laki-lakinya sen-
diri, agar penggenapannya tidak dihalang-halangi oleh
nubuatannya yang terlalu jelas. namun kekejian ini
diperbuat oleh Absalom, atas nasihat Ahitofel (16:21-
22). Orang yang mencemari istri sesamanya akan men-
dapati istrinya sendiri dicemari, sebab demikianlah dosa
ini dahulu lazim dihukum, seperti yang terlihat
pada kutuk Ayub (Ayb. 31:10), maka biarlah isteriku
menggiling bagi orang lain, dan pada ancaman dalam
Hosea 4:14. Dosa itu diperbuat dengan rahasia, dan
ditutupi rapat-rapat, namun hukumannya akan dilak-
sanakan dengan terbuka, dan dinyatakan dengan lan-
tang, untuk mempermalukan Daud, yang dosanya da-
lam perkara Uria, meskipun diperbuat bertahun-tahun
sebelumnya, akan kembali diingat dan diperbincangkan
secara luas dalam kesempatan itu. Seperti halnya muka
pada cermin sesuai dengan aslinya, demikian pula
hukuman kerap kali sesuai dengan dosanya. Di sini ada
darah ganti darah, dan kenajisan ganti kenajisan. Dan
dengan demikian, Allah hendak menunjukkan betapa
diri-Nya membenci dosa, bahkan dosa di dalam umat-
Nya sendiri, dan bahwa, di mana pun Ia menemukan-
nya, Ia tidak akan membiarkan dosa itu lolos tanpa
hukuman.
3. Pengakuan Daud yang penuh sesal akan dosanya akibat tegur-
an itu. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk mem-
benarkan dirinya ataupun untuk meringankan dosanya, namun
secara terang-terangan mengakuinya: Aku sudah berdosa
kepada TUHAN (ay. 13). Ada kemungkinan bahwa Daud ber-
kata-kata lebih banyak lagi untuk menyampaikan maksud ini.
namun perkataan ini sudah cukup untuk memperlihatkan
bahwa hatinya betul-betul direndahkan oleh apa yang diucap-
kan Natan, dan tunduk kepada dakwaan yang menyatakan dia
bersalah. Daud mengakui kesalahannya – Aku sudah berdosa,
kemudian memperberatnya – dosa itu diperbuat kepada Tuhan.
Nada inilah yang dialunkannya dalam mazmur yang ditulisnya
pada kesempatan ini (Mzm. 51:6), terhadap Engkau, terhadap
Engkau sajalah aku telah berdosa.
4. Pengampunan terhadap Daud dinyatakan, sesudah ia membuat
pengakuan yang penuh penyesalan ini, namun dengan sebuah
ketentuan. saat Daud berkata, aku sudah berdosa, dan
Natan melihat bahwa ia sungguh-sungguh bertobat,
(1) Natan, dalam nama Allah, meyakinkan Daud bahwa dosa-
nya telah diampuni: “TUHAN telah menjauhkan dosamu itu
dari mata-Nya yang menuntut balas. Engkau tidak akan
mati,” artinya, “tidak akan mengalami kematian kekal,
tidak pula selama-lamanya dijauhkan dari Allah, sebagai-
mana yang pasti akan engkau alami andaikan Ia tidak
menjauhkan dosa itu.” Tuntutan hukuman dengan ini
dibatalkan dan dicabut. Ia tidak turut dihukum: itulah haki-
kat pengampunan. “Kesalahanmu tidak akan menjadi kebi-
nasaanmu untuk selamanya. Pedang tidak akan menyingkir
dari keturunanmu sampai selamanya, namun ,
[1] Pedang itu tidak akan membunuhmu. Engkau akan
masuk ke dalam kuburmu dalam damai.” Daud pantas
mati sebagai seorang pezinah dan pembunuh, namun
Allah tidak mau membunuhnya seperti yang bisa saja
diperbuat-Nya dengan adil.
[2] “Meskipun di sepanjang umurmu engkau akan mene-
rima hukuman dari Tuhan, namun engkau tidak akan
dihukum bersama-sama dengan dunia.” Lihatlah betapa
Allah bersedia mengampuni dosa. Kepada kejadian ini-
lah, mungkin, Daud merujuk saat ia menulis (Mzm.
32:5), aku berkata, “Aku akan mengaku,” dan Engkau
mengampuni. Janganlah para pendosa besar berputus
asa untuk mendapatkan belas kasihan Allah jika
mereka sungguh-sungguh bertobat. Sebab siapakah
Allah seperti Dia, yang mengampuni kesalahan?
(2) Namun demikian, Allah menjatuhkan hukuman mati atas
anak hasil perzinahan itu (ay. 14). Lihatlah kedaulatan
Allah! Sang orangtua yang bersalah tetap hidup, sementara
sang bayi yang tidak bersalah mati. namun semua jiwa
yaitu kepunyaan-Nya, dan Ia bisa saja, dengan cara apa
pun yang dikehendaki-Nya, memuliakan diri-Nya dalam
makhluk ciptaan-Nya.
[1] Daud, dengan dosanya, telah menghina kehormatan
Allah. Daud telah memberi celah bagi para seteru Tuhan
untuk menista nama-Nya (ay. 14, KJV). Orang-orang fasik
dari angkatan ini , orang-orang kafir, penyembah
berhala, dan orang-orang cemar, akan bersorak-sorak
atas kejatuhan Daud, dan mengatakan yang buruk ten-
tang Allah serta hukum-Nya, saat mereka menyaksi-
kan seseorang yang mengaku menghormati Dia dan
hukum-Nya ternyata bersalah atas kekejian yang busuk
seperti itu. “Inilah para penganut-Mu! Inilah dia yang
berdoa dan menyanyikan mazmur, dan yang begitu sa-
ngat saleh! Apa gunanya ibadah-ibadah seperti itu apa-
bila tidak dapat mencegah manusia berzinah dan mem-
bunuh?” Mereka akan berkata, “Bukankah Saul ditolak
oleh sebab perkara yang lebih ringan? Kalau begitu,
mengapa Daud harus tetap hidup dan memerintah?”
Mereka ini tidak mempertimbangkan bahwa Allah tidak
melihat apa yang dilihat manusia, namun melihat hati.
Sampai hari ini, masih ada orang yang mencela Allah,
dan berkeras di dalam dosa, sebab teladan buruk
Daud. Nah, meskipun benar bahwa tidak ada seorang
pun berhak untuk berkata-kata buruk tentang Allah,
atau tentang firman dan jalan-Nya, oleh sebab Daud,
dan mereka yang berbuat demikian telah berdosa, na-
mun orang yang meletakkan batu sandungan di jalan
mereka, dan yang memberikan dalih, meskipun bukan
penyebab, bagi celaan itu, pasti akan dimintai perhi-
tungan. Perhatikanlah, dalam dosa-dosa yang memalu-
kan yang diperbuat oleh orang-orang yang mengaku ber-
agama dan menjalin hubungan dengan Allah, terdapat
kejahatan yang besar ini, bahwa dosa-dosa itu menye-
diakan celah bagi para seteru Allah dan agama untuk
melakukan penghinaan dan penistaan (Rm. 2:24).
[2] Oleh sebab itu, Allah akan membersihkan kehormatan-
Nya dengan menunjukkan murka-Nya kepada Daud ka-
rena dosa ini, dan membiarkan dunia tahu, bahwa mes-
kipun Ia mengasihi Daud, Ia membenci dosanya. Dan Ia
memilih untuk melakukannya melalui kematian anak
itu. Tuan tanah berhak mengambil bagian mana pun
dari tanah miliknya sesuka hatinya. Mungkin penyakit
dan kematian bayi tidak begitu lazim terjadi pada waktu
itu seperti yang terjadi sekarang, yang menjadikan
kematian anak ini, sebagai sesuatu yang tidak biasa,
pertanda yang lebih nyata akan murka Allah, sesuai
firman yang kerap kali dikatakan-Nya, bahwa Ia akan
membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya.
Perendahan Diri Daud; Kelahiran Salomo
(12:15-25)
15 Kemudian pergilah Natan ke rumahnya. Dan TUHAN menulahi anak yang
dilahirkan bekas isteri Uria bagi Daud, sehingga sakit. 16 Lalu Daud memo-
hon kepada Allah oleh sebab anak itu, ia berpuasa dengan tekun dan
jika ia masuk ke dalam, semalam-malaman itu ia berbaring di tanah.
17 Maka datanglah kepadanya para tua-tua yang di rumahnya untuk memin-
ta ia bangun dari lantai, namun ia tidak mau; juga ia tidak makan bersama-
sama dengan mereka. 18 Pada hari yang ketujuh matilah anak itu. Dan pega-
wai-pegawai Daud takut memberitahukan kepadanya, bahwa anak itu sudah
mati. Sebab mereka berkata: “saat anak itu masih hidup, kita telah ber-
bicara kepadanya, namun ia tidak menghiraukan perkataan kita. Bagaimana
kita dapat mengatakan kepadanya: anak itu sudah mati? Jangan-jangan ia
mencelakakan diri!” 19 saat Daud melihat, bahwa pegawai-pegawainya ber-
bisik-bisik, mengertilah ia, bahwa anak itu sudah mati. Lalu Daud bertanya
kepada pegawai-pegawainya: “Sudah matikah anak itu?” Jawab mereka:
“Sudah.” 20 Lalu Daud bangun dari lantai, ia mandi dan berurap dan bertu-
kar pakaian; ia masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyembah.
Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya, dan atas permintaannya dihidangkan
kepadanya roti, lalu ia makan. 21 Berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya:
“Apakah artinya hal yang kauperbuat ini? Oleh sebab anak yang masih
hidup itu, engkau berpuasa dan menangis, namun sesudah anak itu mati,
engkau bangun dan makan!” 22 Jawabnya: “Selagi anak itu hidup, aku ber-
puasa dan menangis, sebab pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku,
sehingga anak itu tetap hidup. 23 namun sekarang ia sudah mati, mengapa
aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan
pergi kepadanya, namun ia tidak akan kembali kepadaku.” 24 Kemudian Daud
menghibur hati Batsyeba, isterinya; ia menghampiri wanita itu dan tidur
dengan dia, dan wanita itu melahirkan seorang anak laki-laki, lalu Daud
memberi nama Salomo kepada anak itu. TUHAN mengasihi anak ini 25 dan
dengan perantaraan nabi Natan Ia menyuruh menamakan anak itu Yedija,
oleh sebab TUHAN.
Natan, seusai menyampaikan pesan Allah, tidak tinggal di istana,
namun pulang ke rumah, mungkin untuk mendoakan Daud yang telah
ditegurnya. Allah, dengan memakai Natan sebagai alat untuk mem-
buat Daud bertobat, dan sebagai seorang bentara yang memaklum-
kan belas kasihan dan juga penghakiman, memberikan kehormatan
pada pelayanan Natan itu, dan membuat nama-Nya dan janji-Nya
melebihi segala sesuatu. Daud menamai salah seorang anak laki-
lakinya dari Batsyeba dengan nama Natan, sebagai penghormatan
terhadap nabi ini (1Taw. 3:5), dan dari garis keturunan anak laki-laki
itulah terlahir Kristus, Sang Nabi Agung (Luk. 3:31). Sewaktu Natan
undur diri, Daud, ada kemungkinan, turut undur diri, lalu menulis
Mazmur 51. Meskipun sudah diyakinkan bahwa dosanya telah diam-
puni, di dalam mazmur ini Daud berdoa dengan sungguh-sungguh
memohon pengampunan, dan meratapi dosanya dengan sangat.
Sebab orang yang sungguh-sungguh bertobat akan merasa malu atas
apa yang telah mereka perbuat pada saat Allah mengadakan pen-
damaian bagi mereka (Yeh. 16:63). Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Penyakit anak itu: TUHAN menulahi anak itu sehingga sakit, ke-
mungkinan dengan penyakit kejang atau suatu penyakit lain yang
menakutkan (ay. 15). Segenap penyakit dan kematian yang me-
nimpa bayi yang belum berbuat dosa dengan cara yang sama
seperti yang telah dibuat oleh Adam, terutama yang kadang-
kadang terjadi secara menyedihkan, merupakan bukti nyata dari
dosa asal, yang di dalamnya para bayi dikandung.
II. Perendahan diri Daud di bawah tanda murka Allah ini, dan sya-
faat yang diperbuatnya kepada Allah demi nyawa anak itu (ay. 16-
17): Ia berpuasa dengan tekun, dan semalam-malaman berbaring
di tanah, dan tidak memperbolehkan satu pun pegawainya untuk
memberinya makan ataupun membantunya berdiri. Inilah bukti
kesungguhan pertobatannya. Sebab,
1. Melalui tindakannya itu, tampak bahwa Daud bersedia untuk
menanggung malu akibat dosanya, untuk senantiasa diperha-
dapkan pada dosa itu, dan untuk terus-menerus dicela de-
ngannya. Sebab anak ini akan terus menjadi pengingat dosa
itu, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, seandainya
anak itu tetap hidup. Maka dari itu, Daud sama sekali tidak
menghendaki anak itu mati, seperti yang diharapkan keba-
nyakan orang dalam keadaan serupa, sehingga Daud berdoa
dengan sungguh-sungguh supaya anak itu hidup. Orang yang
benar-benar bertobat akan sabar menanggung aib masa muda-
nya dan nafsu orang muda di dalam diri mereka (Yer. 31:19).
2. Jiwa yang sungguh lembut dan penuh belas kasihan, serta
rasa kemanusiaan yang besar, terlihat dari tindakan ini, me-
lampaui apa yang umumnya dijumpai pada laki-laki, khusus-
nya prajurit, terhadap anak-anak kecil, bahkan anak-anak
mereka sendiri. Lebih lanjut, tindakan ini juga merupakan
tanda lain dari jiwa yang remuk-redam. Orang yang bertobat
akan berbelas kasihan.
3. Dalam perkara ini, Daud menyingkapkan suatu perhatian be-
sar akan dunia lain, yang merupakan bukti sebuah pertobat-
an. Natan sudah memberi tahu Daud bahwa anak itu pasti
akan mati. Namun demikian, selama masih berada dalam
jangkauan doa, Daud dengan sungguh-sungguh bersyafaat ke-
pada Allah untuk anak itu, terutama (dapat kita duga) supaya
jiwa anak itu aman dan bahagia di dunia lain, dan supaya
dosanya tidak diungkit untuk melawan anak itu, dan supaya
anak itu tidak bernasib buruk sebab dosa itu dalam kehidup-
an yang akan datang.
4. Dalam perkara ini, Daud menyingkapkan kengerian yang ku-
dus terhadap Allah dan murka-Nya. Daud berdoa supaya anak
itu tidak mati, terutama sebab kematian anak itu merupakan
tanda kemarahan Allah terhadap dirinya dan keluarganya, dan
dijatuhkan sebagai pelaksanaan dari sebuah ancaman. Oleh
sebab itu, Daud berdoa dengan sungguh-sungguh seperti itu
supaya, jika Allah berkehendak, anak itu dapat hidup,
sebab hal itu akan menjadi pertanda bagi Daud bahwa Allah
telah diperdamaikan dengannya. Ya TUHAN, janganlah meng-
hajar aku dalam kepanasan amarah-Mu (Mzm. 6:2).
III. Kematian sang anak. Anak itu mati pada hari yang ketujuh (ay.
18), saat berusia tujuh hari, dan sebab itu tidak disunat. Hal
ini mungkin dipahami Daud sebagai pertanda lebih lanjut akan
murka Allah, bahwa anak itu mati sebelum menerima meterai
perjanjian. Sekalipun demikian, Daud tidak meragukan bahwa
anak itu merasakan kebahagiaan, sebab keuntungan-keuntung-
an perjanjian tidak bergantung kepada meterainya. Para pegawai
Daud, dengan menilai dia menurut pikiran mereka sendiri, me-
rasa takut untuk memberi tahu dia bahwa anak itu sudah mati,
sebab mereka berkesimpulan bahwa hal itu akan membuatnya
gelisah lebih dari segalanya, sehingga Daud tidak mengetahui hal
itu sampai ia bertanya (ay. 19).
IV. Ketenangan dan penguasaan diri Daud yang mengagumkan se-
waktu mengerti bahwa anak itu telah mati. Cermatilah,
1. Apa yang diperbuat Daud.
(1) Daud mengesampingkan ungkapan-ungkapan kesedihan-
nya, lalu mandi dan berurap, kemudian meminta dibawa-
kan pakaian bersih, supaya ia dapat tampil dengan pantas
di hadapan Allah di dalam rumah-Nya.
(2) Daud masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyem-
bah, seperti Ayub sewaktu mendengar tentang kematian
anak-anaknya. Daud pergi untuk mengakui campur tangan
Allah dalam penderitaan ini, dan untuk merendahkan diri-
nya di bawah tangan itu, dan untuk berserah kepada ke-
hendak-Nya yang kudus dalam perkara ini, untuk bersyu-
kur kepada Allah bahwa ia sendiri telah dibiarkan hidup
dan dosanya telah diampuni, dan untuk berdoa supaya
Allah tidak melanjutkan perseteruan-Nya dengan dirinya,
ataupun membangkitkan seluruh murka-Nya. Kalau ada
seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa.
Isak tangis janganlah sampai menghalangi penyembahan.
(3) Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya dan menyegarkan
diri, seperti orang yang memperoleh keuntungan dari iba-
dahnya pada hari kesesakannya. Sebab, sesudah pergi me-
nyembah, ia makan, dan mukanya tak lagi sedih.
2. Alasan yang diberikan Daud atas apa yang diperbuatnya. Pe-
gawai-pegawainya merasa heran bahwa ia sampai menyiksa
diri sedemikian rupa pada waktu anak itu sakit, namun kemu-
dian menerima kematian sang anak dengan mudahnya, se-
hingga mereka menanyakan alasannya kepada Daud (ay. 21).
Sebagai jawabannya, Daud menyampaikan keterangan yang
jelas ini akan perbuatannya,
(1) Bahwa selagi anak itu hidup, Daud berpikir bahwa sudah
menjadi kewajibannya untuk memohon perkenanan ilahi
terhadap anak itu (ay. 22). Natan memang telah berkata
bahwa anak itu pasti akan mati, namun , sepanjang yang
diketahui Daud, ancaman itu bisa jadi bersyarat, sebagai-
mana yang terjadi pada Hizkia. Atas perendahan dirinya
yang hebat dan doanya yang sungguh-sungguh, Dia yang
telah begitu sering mendengar tangisnya bisa saja berkenan
membatalkan hukuman ini , dan membiarkan anak
itu tetap hidup: Siapa tahu TUHAN mengasihani aku? Allah
mengizinkan kita untuk bersungguh-sungguh dengan-Nya
di dalam doa untuk meminta belas kasihan tertentu, ber-
dasarkan keyakinan pada kuasa dan kemurahan hati-Nya
terhadap semua orang, meskipun tidak ada janji khusus
yang dapat kita jadikan sebagai dasar. Kita tidak bisa
merasa yakin, namun hendaklah kita berdoa, sebab siapa
tahu TUHAN mengasihani kita, di dalam perkara ini atau
itu? saat kerabat dan sahabat kita jatuh sakit, doa yang
disampaikan dengan penuh iman sangat besar kuasanya.
Selama masih ada hidup, masih ada harapan, dan, selama
masih ada harapan, ada ruang bagi doa.
(2) Bahwa sebab sekarang anak itu telah mati, Daud berpikir
bahwa sudah menjadi kewajibannya pula untuk menerima
keputusan ilahi mengenai anak itu (ay. 23): Sekarang, meng-
apa aku harus berpuasa? Ada dua hal yang menahan kese-
dihannya:
[1] Aku tidak dapat mengembalikannya lagi, dan lagi, ia
tidak akan kembali kepadaku. Orang yang sudah mati
tidak bisa lagi didoakan, tidak pula tangisan kita akan
berguna bagi mereka. Kita tidak dapat menangis atau-
pun berdoa agar mereka kembali kepada kehidupan ini.
Maka dari itu, mengapa kita harus berpuasa? Untuk
apa pemborosan ini? Namun demikian, Daud berpuasa
dan menangis bagi Yonatan saat ia mati, sebagai
penghormatan terhadap sahabatnya itu.
[2] Aku yang akan pergi kepadanya. Pertama, pergi kepada-
nya menuju liang kubur. Perhatikanlah, memikirkan
kematian kita sendiri akan meringankan dukacita kita
atas kematian kerabat kita. Kematian yaitu nasib yang
menimpa semua orang. Daripada meratapi kematian
mereka, lebih baik kita memikirkan kematian kita sen-
diri. Lebih lanjut, betapa pun besarnya rasa kehilangan
kita akan mereka pada saat ini, kita akan segera mati,
dan pergi kepada mereka. Kedua, pergi kepadanya me-
nuju sorga, menuju keadaan yang penuh berkat, yang
bahkan diharapkan sampai batas tertentu oleh para
orang kudus di dalam Perjanjian Lama. Orangtua yang
saleh mempunyai alasan kuat untuk berharap bahwa
anak-anak mereka yang mati pada masa bayi akan
menemukan keselamatan jiwa di dunia lain. Sebab bagi
kitalah janji itu dan bagi anak-anak kita, yang akan
digenapi bagi orang-orang yang tidak menaruh pengha-
lang di depan pintu mereka sendiri, seperti yang tidak
akan diperbuat oleh para bayi. Favores sunt ampliandi –
Perkenanan yang diterima haruslah menumbuhkan peng-
harapan akan perkenanan yang lebih banyak lagi. Allah
menyebut orang-orang yang lahir bagi Dia sebagai
anak-anak-Nya, dan, jika mereka menjadi milik-Nya,
Ia akan menyelamatkan mereka. Ini dapat menghibur
kita pada waktu anak-anak kita diambil dari kita mela-
lui kematian, yakni bahwa mereka dipelihara dengan
lebih baik, baik dalam pekerjaan maupun kekayaan,
daripada yang dapat mereka peroleh seandainya mereka
masih ada di dunia ini. Kita akan segera bersama-sama
dengan mereka, dan tidak lagi terpisahkan.
V. Kelahiran Salomo. Meskipun perbuatan Daud menikahi Batsyeba
dipandang jahat di mata Tuhan, namun Tuhan tidak serta-merta
memerintahkannya untuk menceraikan istrinya ini . Jauh
daripada itu, Allah bahkan mengaruniakan kepada Daud, melalui
Batsyeba, seorang anak laki-laki yang akan mewarisi perjanjian
kerajaan. Tak ayal lagi, Batsyeba sungguh menderita oleh rasa
bersalah akibat dosanya dan tanda-tanda murka Allah. Akan
namun , oleh sebab Allah telah membangkitkan kembali pada diri
Daud kegirangan sebab selamat yang daripada-Nya, maka Daud
menghibur Batsyeba dengan penghiburan yang sama dengan yang
diterimanya dari Allah (ay. 24): Daud menghibur hati Batsyeba.
Dan baik Daud maupun Batsyeba beroleh alasan untuk terhibur
dengan tanda-tanda perdamaian Allah dengan mereka,
1. Dengan mengingat bahwa Allah, melalui penyelenggaraan-Nya,
telah mengaruniakan kepada mereka seorang anak laki-laki,
yang tidak seperti anak sebelumnya, yang diberikan dalam
kemarahan dan diambil dalam murka, melainkan seorang
anak yang diberikan dengan penuh rahmat, dan tercatat un-
tuk beroleh hidup di Yerusalem. Mereka menamainya Salomo –
penuh kedamaian, sebab kelahirannya merupakan tanda
bahwa Allah telah berdamai dengan mereka, oleh sebab kese-
jahteraan yang diwariskan kepadanya, dan sebab ia akan
menjadi perlambang Kristus, Sang Raja Damai. Allah telah
mengambil seorang anak laki-laki dari mereka, namun sekarang
mengaruniakan seorang anak laki-laki lain kepada mereka
ganti anak laki-laki sebelumnya, seperti Set sebagai ganti
Habel (Kej. 4:25). Demikianlah Allah sering kali menyeimbang-
kan kedukaan umat-Nya dengan penghiburan dalam perkara
yang sama seperti yang telah ditimpakan-Nya kepada mereka,
dengan mempertentangkan yang satu dengan yang lain. Daud
sudah dengan sangat sabar berserah kepada kehendak Allah
dalam perkara kematian anak laki-laki yang sebelumnya, dan
sekarang Allah mengganti kehilangan itu, dengan limpahnya
bagi keuntungan Daud, melalui kelahiran anak laki-laki ini.
Cara agar penghiburan yang kita nikmati dari makhluk cipta-
an dapat terus berlanjut atau dipulihkan, atau agar hilangnya
penghiburan itu dapat tergantikan dengan suatu cara lain,
yaitu dengan menyerahkan semuanya itu dengan riang hati
kepada Allah.
2. Dengan mengingat bahwa Allah, melalui anugerah-Nya, telah
secara khusus mengakui dan berkenan kepada anak laki-laki
ini : TUHAN mengasihi anak ini (ay. 24-25), dan melalui
perantaraan Nabi Natan, menyuruh menamakan anak ini
Yedija – Dikasihi oleh Tuhan. Meskipun ia yaitu keturunan
penjahat, sebab demikianlah Daud dan Batsyeba pada saat
itu, namun kovenan itu telah tertata dengan begitu baik,
begitu pula dengan mahkota yang diwariskan melalui kovenan
ini , sehingga kovenan itu menghapus segala hukuman
dan kebusukan akibat ikatan darah. Hal ini menandakan bah-
wa manusia yang pada dasarnya merupakan orang-orang yang
patut dimurkai dan orang-orang durhaka, melalui kovenan
anugerah, tidak hanya akan diperdamaikan namun juga akan
dijadikan orang-orang kesayangan. Lebih lanjut, melalui nama
ini, Salomo melambangkan Yesus Kristus, Sang Yedija yang
terberkati itu, Anak dari kasih Allah, yang tentang-Nya Allah
berulang kali menyatakan, inilah Anak-Ku yang Kukasihi, ke-
pada-Nyalah Aku berkenan.
Penaklukan Kota Raba
(12:26-31)
26 Yoab berperang melawan Raba, kota bani Amon dan ia merebut kota
kerajaan. 27 Lalu Yoab menyuruh orang kepada Daud dengan pesan: “Aku
berperang melawan kota Raba, dan telah merebut pula kota air. 28 Oleh
sebab itu, kumpulkanlah sisa tentara, kepunglah kota itu dan rebutlah,
supaya jangan aku yang merebut kota itu dan jangan namaku menjadi juga
nama kota itu.” 29 Sesudah itu Daud mengumpulkan seluruh tentara, ia be-
rangkat ke kota Raba dan berperang melawannya, lalu merebutnya. 30 Ia
mengambil mahkota dari kepala raja mereka, beratnya setalenta emas,
bertatahkan sebuah batu permata yang mahal dan itu dikenakan pada
kepala Daud. Juga diangkutnya banyak sekali jarahan dari kota itu. 31 Pen-
duduk kota itu diangkutnya dan dipaksanya bekerja dengan gergaji, peng-
gerek besi dan kapak; juga dipekerjakannya mereka di tempat pembuatan
batu bata. Demikianlah juga diperlakukan Daud segala kota bani Amon.
Sesudah itu pulanglah Daud dengan seluruh tentara ke Yerusalem.
Dalam perikop ini kita mendapati penjelasan tentang penaklukan
kota Raba, dan kota-kota lain kepunyaan bani Amon. Meskipun di-
tuliskan di sini sesudah kelahiran anak Daud, kemungkinan besar
peristiwa ini terjadi beberapa waktu sebelumnya, dan tak lama
sesudah kematian Uria, mungkin pada hari-hari perkabungan Batsye-
ba atas suaminya itu. Cermatilah,
1. Bahwa Allah sangat bermurah hati dengan mengaruniakan ke-
pada Daud kemenangan besar atas seteru-seterunya ini, kendati
dengan dosa yang telah diperbuatnya tepat pada waktu ia sedang
menjalani peperangan ini, dan kebusukannya yang telah meman-
faatkan pedang orang Amon untuk membunuh Uria. Sudah
sepantasnya Allah menjadikan pedang itu, semenjak dosa itu
diperbuat, tulah bagi Daud dan kerajaannya. Namun Allah mema-
tahkan pedang orang Amon itu, dan menjadikan pedang Daud
berjaya, bahkan sebelum ia bertobat, supaya kemurahan Allah ini
menuntunnya kepada pertobatan. Besarlah alasan Daud untuk
mengakui bahwa tidak dilakukan Allah kepadanya setimpal de-
ngan dosanya (Mzm. 103:10).
2. Bahwa Yoab bertindak dengan sangat jujur dan terhormat. Sete-
lah merebut kota air, kota kerajaan, tempat istana bani Amon
berada, serta kota yang memasok air bagi kota-kota lainnya dan
oleh sebab itu, dengan memotong pasokan air ini, kota-kota lain
terpaksa harus menyerah dengan segera. Oleh sebab itu Yoab
menyuruh orang kepada Daud agar Daud datang sendiri untuk
menuntaskan pertempuran yang besar ini, supaya Daudlah yang
mendapat pujian untuk itu (ay. 26-28). Melalui tindakannya ini,
Yoab menunjukkan diri sebagai hamba yang setia, yang mencari
kemuliaan bagi tuannya, dan yang menempatkan kemuliaannya
sendiri di bawah kemuliaan tuannya itu, dan meninggalkan tela-
dan bagi hamba-hamba Tuhan Yesus agar memikirkan kemulia-
an-Nya dalam segala hal yang mereka lakukan. Bukan kepada
kami, ya TUHAN, bukan kepada kami, namun kepada nama-Mulah
beri kemuliaan.
3. Bahwa Daud bersikap terlampau angkuh dan terlampau kejam
dalam kesempatan ini, dan tidak rendah hati ataupun lembut
seperti yang seharusnya.
(1) Daud tampak terlalu senang dengan mahkota raja Amon (ay.
30). Oleh sebab nilainya luar biasa mahal, sebab bertakhta-
kan pelbagai batu permata mulia, Daud mau supaya mahkota
itu dikenakan pada kepalanya, meskipun alangkah lebih
baiknya jika ia meletakkan mahkota ini pada kaki Allah,
dan pada saat ini merebahkan diri dengan mukanya di dalam
debu dengan rasa bersalah. Hati yang sungguh-sungguh di-
rendahkan oleh dosa akan mati terhadap kemuliaan duniawi,
dan akan memandangnya dengan pandangan hina yang kudus.
(2) Daud tampak bersikap terlalu kasar terhadap tahanan perang-
nya (ay. 31). saat merebut kota itu dengan gempuran yang
dahsyat, sesudah kota itu bersikeras untuk bertahan dari
kepungan yang lama dan yang memakan biaya besar, andai
saja Daud dalam panasnya pertempuran membunuh semua
orang bersenjata dengan pedang, ini sudah merupakan hu-
kuman yang cukup berat. Akan namun , membunuh tahanan
perang dengan darah dingin sesudah peperangan usai, dan
melalui berbagai siksaan yang kejam, dengan menggunakan
gergaji dan penggerek (KJV), sehingga tubuh mereka terkoyak
menjadi potongan-potongan, tidaklah pantas dilakukan se-
orang Daud yang, saat memulai pemerintahannya, berjanji
untuk menyanyikan kasih setia dan hukum (Mzm. 101:1).
Andaikan Daud hanya menghukum tahanan perang yang telah
menganiaya utusan-utusannya, atau yang telah memberikan
anjuran atau ikut andil dalam perkara itu, untuk dijadikannya
sebagai contoh, mengingat perbuatan mereka itu merupakan
pelanggaran atas hukum yang berlaku di antara bangsa-bang-
sa, maka tindakannya itu dapat dipandang sebagai suatu
langkah keadilan yang harus diambil untuk menimbulkan
kengerian bagi bangsa-bangsa lain. Akan namun , berbuat kejam
seperti itu terhadap semua kota orang Amon yaitu, terhadap
para pasukan atau prajurit di kota-kota ini , sungguh
keterlaluan, dan menjadi pertanda bahwa hati Daud belum
dilembutkan oleh pertobatan. Sebab jika tidak demikian, tentu
pintu hatinya tidak akan tertutup seperti ini – satu pertanda
bahwa Daud belum mendapatkan belas kasihan, sebab jika
tidak demikian, tentu ia akan lebih bersedia untuk menunjuk-
kan belas kasihan.
PASAL 1 3
llah yang benar telah memberi tahu Daud baru-baru ini, melalui
Natan sang nabi, bahwa, untuk menghukumnya sebab dosanya
dalam perkara Uria, Ia akan “menimpakan malapetaka ke atasnya
yang datang dari kaum keluarganya sendiri” (12:11). Dan di sini,
tepat dalam pasal berikutnya, kita mendapati malapetaka ini
mulai timbul. Sejak saat itu Daud ditimpa masalah demi masalah,
yang membuat masa akhir pemerintahannya tidak begitu gemilang
dan menyenangkan daripada masa awalnya. Demikianlah Allah meng-
hukumnya dengan rotan yang dipakai orang, namun meyakinkan dia
bahwa “kasih setia-Nya tidak akan dijauhkan-Nya daripadanya.”
Perzinahan dan pembunuhan yaitu dosa-dosa Daud, dan dosa-dosa
yang dilakukan di antara anak-anaknya itu yaitu Amnon yang meno-
dai Tamar saudari tirinya, dan Absalom yang membunuh Amnon
saudara tirinya, yaitu permulaan dari hukumannya. Hukuman itu
bahkan lebih menyedihkan lagi sebab Daud memiliki alasan untuk
mengkhawatirkan bahwa contoh buruknya bisa jadi mempengaruhi
mereka untuk melakukan kejahatan-kejahatan ini. Dalam pasal ini
kita mendapati,
I. Amnon memperkosa Tamar, dengan dibantu oleh Yonadab,
kerabat Amnon, dalam membuat rencana untuk melakukan-
nya, dan menjalankan rencana itu dengan keji (ay. 1-20).
II. Absalom membunuh Amnon sebab perbuatannya itu (ay. 21-
39). Keduanya membawa kesedihan yang besar bagi Daud,
dan terlebih lagi sebab tanpa disadarinya dia telah menjadi
kaki tangan bagi keduanya, dengan menyuruh Tamar mene-
mui Amnon dan Amnon menemui Absalom.
Hubungan Sedarah yang Dilakukan Amnon
(13:1-20)
1 Sesudah itu terjadilah yang berikut. Absalom bin Daud mempunyai seorang
adik wanita yang cantik, namanya Tamar; dan Amnon bin Daud jatuh
cinta kepadanya. 2 Hati Amnon sangat tergoda, sehingga ia jatuh sakit sebab
Tamar, saudaranya itu, sebab anak wanita itu masih perawan dan
menurut anggapan Amnon mustahil untuk melakukan sesuatu terhadap dia.
3 Amnon mempunyai seorang sahabat bernama Yonadab, anak Simea kakak
Daud. Yonadab itu seorang yang sangat cerdik. 4 Katanya kepada Amnon:
“Hai anak raja, mengapa engkau demikian merana setiap pagi? Tidakkah
lebih baik engkau memberitahukannya kepadaku?” Kata Amnon kepadanya:
“Aku cinta kepada Tamar, adik wanita Absalom, saudaraku itu.” 5 Lalu
berkatalah Yonadab kepadanya: “Berbaringlah di tempat tidurmu dan ber-
buat pura-pura sakit. jika ayahmu datang menengok engkau, maka
haruslah engkau berkata kepadanya: Izinkanlah adikku Tamar datang mem-
beri aku makan. jika ia menyediakan makanan di depan mataku, sehing-
ga aku dapat melihatnya, maka aku akan memakannya dari tangannya.”
6 Sesudah itu berbaringlah Amnon dan berbuat pura-pura sakit. saat raja
datang menengok dia, berkatalah Amnon kepada raja: “Izinkanlah adikku
Tamar datang membuat barang dua kue di depan mataku, supaya aku
memakannya dari tangannya.” 7 Lalu Daud menyuruh orang kepada Tamar,
ke rumahnya, dengan pesan: “Pergilah ke rumah Amnon, kakakmu dan se-
diakanlah makanan baginya.” 8 Maka Tamar pergi ke rumah Amnon, kakak-
nya, yang sedang berbaring-baring, lalu anak wanita itu mengambil
adonan, meremasnya dan membuat kue di depan matanya, kemudian diba-
karnya kue itu. 9 Sesudah itu gadis itu mengambil kuali dan mengeluarkan
isinya di depan Amnon, namun ia tidak mau makan. Berkatalah Amnon:
“Suruhlah setiap orang keluar meninggalkan aku.” Lalu keluarlah setiap
orang meninggalkan dia. 10 Lalu berkatalah Amnon kepada Tamar: “Bawalah
makanan itu ke dalam kamar, supaya aku memakannya dari tanganmu.”
Tamar mengambil kue yang disediakannya itu, lalu membawanya kepada
Amnon, kakaknya, ke dalam kamar. 11 saat gadis itu menghidangkannya
kepadanya supaya ia makan, dipegangnyalah gadis itu dan berkata kepada-
nya: “Marilah tidur dengan aku, adikku.” 12 namun gadis itu berkata kepada-
nya: “Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti
itu di Israel. Janganlah berbuat noda seperti itu. 13 Dan aku, ke manakah
kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang
yang bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak
akan menolak memberikan aku kepadamu.” 14 namun Amnon tidak mau men-
dengarkan perkataannya, dan sebab ia lebih kuat dari padanya, diperkosa-
nyalah dia, lalu tidur dengan dia. 15 Kemudian timbullah kebencian yang
sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu, bahkan lebih besar benci yang
dirasanya kepada gadis itu dari pada cinta yang dirasanya sebelumnya. Lalu
Amnon berkata kepadanya: “Bangunlah, enyahlah!” 16 Lalu berkatalah gadis
itu kepadanya: “Tidak kakakku, sebab menyuruh aku pergi yaitu lebih
jahat dari pada apa yang telah kaulakukan kepadaku tadi.” namun Amnon
tidak mau mendengarkan dia. 17 Dipanggilnya orang muda yang melayani
dia, katanya: “Suruhlah wanita ini pergi dari padaku dan kuncilah pintu
di belakangnya.” 18 Gadis itu memakai baju kurung yang maha indah; sebab
demikianlah puteri-puteri raja yang masih perawan berpakaikan baju kurung
panjang. Kemudian pelayan itu menyuruh dia keluar, lalu mengunci pintu di
belakangnya. 19 Lalu Tamar menaruh abu di atas kepalanya, mengoyakkan
baju kurung yang maha indah yang dipakainya, meletakkan tangannya di
atas kepalanya dan pergilah ia sambil meratap dengan nyaring. 20 Bertanya-
lah Absalom, kakaknya, kepadanya: “Apakah Amnon, kakakmu itu, bersetu-
buh dengan engkau? Maka sekarang, adikku, diamlah saja, bukankah ia
kakakmu, janganlah begitu memikirkan perkara itu.” Lalu Tamar tinggal di
rumah Absalom, kakaknya itu, seorang diri.
Kita mendapati di sini sebuah penjelasan terperinci tentang kejahat-
an yang menjijikkan yang dilakukan Amnon dalam memperkosa adik
tirinya sendiri, suatu hal yang tidak patut dibicarakan panjang lebar
ataupun disebutkan tanpa rasa malu, bahwa ada orang yang sedemi-
kian keji, terutama seorang anak Daud. Beralasan bagi kita untuk
menduga bahwa tabiat Amnon juga buruk dalam hal-hal lain. Sean-
dainya dia tidak meninggalkan Allah, maka dia tidak akan pernah
diserahkan kepada hawa nafsu yang memalukan seperti ini. Para
orangtua yang saleh sering kali didukakan oleh anak-anak yang
jahat. Anugerah tidak menurun kepada darah daging, namun kebo-
brokan ya. Kita tidak mendapati bahwa anak-anak Daud mencontoh
dia dalam kesalehannya. namun langkah-langkah hidupnya yang
keliru mereka ikuti, dan dalam hal ini mereka bahkan berbuat jauh
lebih buruk, dan tidak bertobat. Para orangtua tidak tahu betapa
mematikan akibatnya jika mereka memberikan contoh yang buruk
dalam perkara saja kepada anak-anak mereka. Amatilah langkah-
langkah menuju dosa Amnon ini.
I. Iblis, sebagai roh yang najis, memasukkan ke dalam hatinya naf-
su birahi terhadap Tamar adik wanita nya. Kecantikan yaitu
jerat bagi banyak orang. Demikianlah yang terjadi pada Tamar. Ia
begitu cantik, dan sebab nya Amnon sangat menginginkannya
(ay. 1). Orang-orang yang sangat rupawan tidak mempunyai alas-
an, sebab kerupawanannya itu, untuk menjadi sombong, namun
justru mempunyai banyak alasan untuk senantiasa berjaga-jaga.
Nafsu birahi Amnon itu,
1. Dengan sendirinya tidak wajar, mengingini adik tirinya sendiri.
Bahkan hati nurani pun tersentak dan ngeri membayang-
kannya. Roh pertentangan seperti itulah yang ada dalam kod-
rat manusia yang telah rusak, bahwa ia masih saja mengingin-
kan buah yang terlarang, dan semakin terlarang semakin di-
inginkan dengan tamak. Bagaimana Amnon bisa membiarkan
niat untuk mengkhianati kebajikan dan kehormatan yang, se-
bagai kakak laki-laki, seharusnya dilindunginya? namun sekeji
apa pun suatu kejahatan, ia pasti akan dapat masuk ke dalam
hati yang tidak dikuduskan dan tidak dijaga, yang dibiarkan
menuruti keinginannnya sendiri.
2. Nafsu birahi Amnon itu membuatnya sangat gelisah. Ia begitu
kesal sebab tidak dapat memperoleh kesempatan untuk me-
renggut kesucian Tamar sebab kalau sekadar bercakap-cakap,
ia diperbolehkan melakukannya, sehingga dia jatuh sakit (ay. 2).
Keinginan-keinginan daging sudah merupakan hukumannya
sendiri, dan tidak hanya berjuang melawan jiwa, namun juga me-
lawan tubuh, dan membusukkan tulang. Lihatlah betapa keras
tuan yang dilayani para pendosa, dan betapa berat kuknya.
II. Iblis, sebagai ular yang licik, memasukkan ke dalam kepala Amnon
bagaimana mewujudkan rencana yang jahat ini. Amnon mempu-
nyai seorang sahabat, demikian dia menyebutnya, namun sesung-
guhnya dia yaitu seorang musuh baginya. Namanya Yonadab. Dia
seorang kerabat, yang lebih mewarisi darah Daud sebab dia ada-
lah keponakannya daripada roh Daud. Sebab dia yaitu seorang
yang cerdik, licik dalam menjalankan rencana buruk apa pun,
terutama tipu daya semacam ini (ay. 3).
1. Yonadab memperhatikan bahwa Amnon tampak murung, dan,
sebagai seorang yang cerdik, menyimpulkan bahwa dia sakit
sebab cinta (ay. 4). Lalu ia bertanya kepadanya, “Hai anak
raja, mengapa engkau demikian merana setiap pagi? Mengapa
engkau bermuram durja, sebagai seorang putra sulung raja,
dan ahli waris mahkota kerajaan. Sebagai anak raja,”
(1) “Engkau memiliki kesenangan-kesenangan istana untuk
menghiburmu. Maka nikmatilah kesenangan-kesenangan
itu, dan dengannya singkirkanlah kesedihan, apa pun itu.”
Kepuasan dan penghiburan tidaklah selalu didapat di
dalam istana kerajaan. Dengan alasan yang jauh lebih kuat
kita dapat bertanya kepada orang-orang percaya yang mu-
rung dan bermuram durja, mengapa mereka, sebagai anak-
anak Raja segala raja dan ahli waris mahkota kehidupan,
merana setiap pagi seperti itu.
(2) “Engkau mempunyai kekuasaan seorang putra raja untuk
memerintahkan apa yang engkau mau dan harapkan. Oleh
sebab itu, pakailah kuasa ini dan puaskanlah dirimu.
Janganlah merana sebab apa yang, diperbolehkan atau
dilarang, bisa engkau dapatkan sebagai seorang anak raja.
Quicquid libet licet – Kehendakmu yaitu hukum.” Demikian
pula kata Izebel kepada Ahab dalam perkara serupa (1Raj.
21:7), “Bukankah engkau sekarang yang memegang kuasa
raja atas Israel?” Penyalahgunaan kekuasaan yaitu goda-
an yang paling berbahaya bagi para penguasa.
2. sebab Amnon cukup lancang untuk mengakui nafsu birahi-
nya yang jahat, dengan salah mengartikannya sebagai cinta,
“Aku cinta kepada Tamar,” maka Yonadab memberinya jalan
untuk mewujudkan rencananya (ay. 5). Seandainya Yonadab
memang orang seperti yang diakuinya yaitu sahabat Amnon,
maka dia akan tercengang mendengar kefasikan yang mengeri-
kan seperti itu disebut, akan memberitahukan kepada Amnon
kejahatan dari tindakan ini . Betapa suatu pelanggaran
terhadap Allah dan kejahatan terhadap jiwanya sendiri untuk
menumbuhkan pemikiran yang keji seperti itu, betapa mema-
tikan akibatnya bagi dia untuk menyimpan dan melaksana-
kannya. Yonadab akan menggunakan kecerdikannya untuk
mengalihkan perhatian Amnon dari hal itu, dengan mengusul-
kan seorang wanita lain kepadanya, yang secara hukum
dapat dinikahinya. Namun sepertinya Yonadab sama sekali
tidak terkejut mendengarnya, tidak keberatan bahwa hal itu
melanggar hukum atau sulit dilakukan, tidak pula keberatan
terhadap teguran atau bahkan sekadar ketidaksenangan ayah-
nya. Sebaliknya, ia malah memberi Amnon jalan untuk men-
dapatkan Tamar di tempat tidurnya, sehingga Amnon dapat
melakukan seperti yang diinginkannya. Perhatikanlah, sangat
menyedihkan jika orang memiliki teman yang bukannya mem-
peringatkan dan menegur mereka, namun malah membuai dan
mendukung mereka di jalan mereka yang berdosa. Dan bah-
kan menjadi penasihat dan penyusun rencana bagi mereka
untuk berbuat keji. Amnon sudah sakit, namun masih bisa ber-
jalan. Ia harus berpura-pura sakit begitu parah, dan tubuhnya
yang kurus kering akan cukup menguatkan kepura-puraan
itu, hingga tidak sanggup bangun, dan tidak bernafsu untuk
memakan apa pun selain apa yang menyenangkan seleranya
saja. Makanan yang lezat-lezat membosankan baginya (Ayb.
33:20). Sajian terbaik dari meja raja tidak dapat menyenang-
kan hatinya. Akan namun , kalaupun dia bisa makan, itu harus
dari tangan lembut Tamar adiknya. Inilah yang dianjurkan ke-
padanya.
3. Amnon mengikuti semua arahan ini, dan dengan begitu men-
dapatkan Tamar dalam jangkauannya: Berbaringlah Amnon
dan berbuat pura-pura sakit (ay. 6). Lalu dia mengendap di tem-
pat yang tersembunyi seperti singa mengendap untuk menang-
kap orang yang tertindas, dan menariknya ke dalam jaringnya
(Mzm. 10:8-10). Daud selalu menyayangi anak-anaknya, dan
peduli jika ada yang sakit. Begitu mendengar Amnon sedang
sakit, Daud segera datang sendiri untuk menjenguknya. Hen-
daklah para orangtua belajar dari sini untuk bersikap lembut
terhadap anak-anak mereka dan berbelas kasihan kepada me-
reka. Anak yang sakit biasanya dihibur ibunya (Yes. 66:13),
namun janganlah ayahnya tidak peduli. Kita dapat menduga
bahwa saat Daud datang untuk menjenguk putranya yang
sakit, dia memberinya nasihat yang baik untuk memanfaatkan
dengan benar penderitaannya, dan berdoa bersamanya. Na-
mun demikian, hal itu tetap tidak mengubah rencana Amnon
yang jahat. saat hendak berpisah, sang ayah yang memanja-
kan anaknya itu bertanya, “Adakah sesuatu yang engkau mau
supaya aku bisa mendapatkannya untukmu?” “Ya, Ayah,”
jawab sang anak yang sedang menyembunyikan sesuatu itu,
“perutku lemah, dan aku tidak dapat memakan apa pun,
kecuali kalau itu sepotong kue yang dibuat oleh adikku Tamar.
Aku tidak akan puas kecuali aku melihat Tamar membuatnya,
dan akan lebih baik buatku jika aku memakannya langsung
dari tangannya.” Daud tidak melihat alasan untuk mencurigai
adanya maksud jahat apa pun. Allah menutupi hati Daud
sehingga ia tidak memahami perkara ini. Oleh sebab itu, dia
segera memerintahkan Tamar untuk pergi dan merawat sau-
daranya yang sakit (ay. 7). Daud melakukannya tanpa kecuri-
gaan apa pun, namun sesudahnya, tidak diragukan lagi, mere-
nungkannya dengan penuh penyesalan. Tamar pun tanpa cu-
riga pergi ke kamar kakaknya, tanpa takut terhadap pelecehan
apa pun. Mengapa harus takut kepada kakak sendiri, kakak
yang sedang sakit? Tamar tidak memandang dirinya rendah,
dalam ketaatan kepada ayahnya dan kasih kepada kakaknya,
kendati hanya kakak tiri, untuk menjadi perawatnya (ay. 8-9).
Meskipun seorang putri raja, sangat cantik (ay. 1), dan berpa-
kaian yang maha indah (ay. 18), Tamar tidak merasa diri ren-
dah untuk meremas adonan kue dan membakarnya, tidak
pula dia akan melakukannya sekarang seandainya ia belum
terbiasa melakukan hal itu. Pekerjaan rumah tangga yang baik
bukanlah sesuatu yang rendah bagi wanita -wanita
terpandang sekalipun, dan mereka juga tidak boleh meman-
dangnya sebagai sesuatu yang akan membuat mereka hina.
Istri yang cakap, yang suaminya duduk bersama para tua-tua
negeri, senang bekerja dengan tangannya (Ams. 31:13). Pada
zaman sekarang pun masih ada wanita -wanita seper-
ti itu, dan hal ini bukanlah sesuatu yang ketinggalan
zaman seperti yang dianggap sebagian orang. Menyiapkan ma-
kanan untuk orang sakit seharusnya lebih menjadi kepedulian
dan kesenangan kaum wanita daripada menyiapkan ma-
kanan untuk orang yang cerewet soal makanan, berbuat kasih
daripada memuaskan selera makan.
4. sesudah mendapatkan Tamar, Amnon berusaha untuk berdua
saja dengannya. Sebab seorang pezinah, apalagi pezinah yang
begitu keji seperti ini, berusaha agar jangan seorang pun meli-
hatnya (Ayb. 24:15). Makanannya sudah tersedia, namun
Amnon tidak dapat makan kalau dilihat oleh orang-orang di
sekitarnya. Mereka semua harus disuruh keluar (ay. 9). Orang
sakit harus dituruti keinginannya, dan berpikir bahwa ia
mempunyai hak istimewa untuk memerintah. Tamar bersedia
menuruti keinginan Amnon. Jiwanya yang murni dan berbudi
sama sekali tidak memikirkan apa yang memenuhi pikiran
Amnon yang cemar. Oleh sebab itu, dia tidak segan-segan
berduaan saja dengan kakaknya di dalam kamar (ay. 10). Dan
sekarang topengnya dilempar, makanannya disingkirkan, dan
si bedebah keji itu memanggil adiknya, namun dengan kurang
ajar merayunya untuk tidur dengannya (ay. 11). Sungguh sua-
tu penghinaan yang rendah terhadap kebajikan Tamar untuk
berpikir bahwa ia bisa dibujuk untuk melakukan kefasikan
seperti itu, sementara Amnon mengenal perilaku teladan adik-
nya yang selalu sopan dan berbudi. namun sudah biasa bagi
orang-orang yang hidup dalam kenajisan untuk berpikir bah-
wa orang lain sama saja seperti diri mereka, atau setidak-
tidaknya merupakan bahan bakar bagi percikan api mereka.
III. Iblis, sebagai penggoda yang kuat, menutup telinga Amnon dari
semua alasan yang dipakai Tamar untuk menolak serangan-se-
rangannya dan yang bisa saja membujuknya untuk menghentikan
perbuatannya itu. Kita dapat membayangkan betapa terkejut dan
ngerinya wanita muda itu saat diserang seperti itu, betapa
malu dan gemetarnya dia. Namun, dalam kekalutan ini, tidak ada
hal yang dapat diucapkan dengan lebih tepat, atau dengan alasan
yang lebih kuat, daripada apa yang dikatakannya kepada Amnon.
1. Tamar menyebut Amnon kakak, untuk mengingatkan dia akan
kedekatan hubungan mereka, yang membuatnya melanggar
hukum untuk menikahinya, apalagi untuk mencemarinya. Hal
itu dengan tegas dilarang (Im. 18:9) dengan ancaman hukuman
yang berat (Im. 20:17). Dalam hal ini orang harus bertindak sa-
ngat hati-hati, supaya jangan sampai kasih yang harus ada di
antara sesama anggota keluarga merosot menjadi nafsu birahi.
2. Ia memohon kakaknya untuk tidak memperkosanya, yang me-
nyiratkan bahwa dia tidak akan pernah menyetujui perbuatan
keji ini sedikit pun. Dan kepuasan apakah yang dapat
dirasakan Amnon dengan cara kekerasan?
3. Ia menjelaskan kepada kakaknya betapa jahatnya perbuatan
itu. Perbuatan itu merupakan suatu kebodohan (KJV). Semua
dosa yaitu demikian, terutama dosa kenajisan. Perbuatan itu
yaitu jenis kefasikan yang paling buruk. Kekejian yang demi-
kian tidak boleh dilakukan di Israel, di antara orang-orang
yang mengaku sebagai umat Allah, yang memiliki ketetapan-
ketetapan yang lebih baik daripada yang dimiliki oleh bangsa-
bangsa kafir. Kita yaitu orang Israel. Jika kita melakukan
hal-hal seperti itu, kita lebih tidak dapat dimaafkan daripada
bangsa lain, dan hukuman kita akan lebih tidak dapat ditang-
gung, sebab kita mencela TUHAN dan Nama yang mulia, yang
oleh-Nya kita menjadi milik Allah.
4. Ia menunjukkan kepada kakaknya betapa memalukannya
perbuatan ini , yang mungkin dapat mempengaruhinya
lebih kuat daripada dosa dari perbuatan itu: “Dan aku, ke
manakah kubawa kecemaranku? Walaupun kecemaranku ha-
rus disembunyikan, namun aku akan merasa malu untuk
mengingatnya seumur hidupku. Jika hal itu sampai ketahuan,
bagaimanakah aku sanggup menatap wajah teman-temanku?
Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang
bebal di Israel,” yaitu, “Engkau akan dipandang sebagai orang
bejat yang keji, yang paling buruk dari semua orang. Engkau
akan kehilangan kehormatan di mata semua orang yang bijak
dan baik, sehingga akan disingkirkan sebagai orang yang tidak
pantas untuk memerintah, sekalipun engkau anak sulung.
Sebab Israel tidak akan pernah tunduk kepada pemerintahan
dari seorang yang bodoh seperti itu.” Kemungkinan akan men-
dapat malu, terutama rasa malu untuk selamanya, haruslah
mencegah kita dari berbuat dosa.
5. Untuk mengalihkan kakaknya dari maksud jahatnya pada saat
ini, dan, kalau mungkin, untuk bisa pergi dari kakaknya, Ta-
mar menyatakan kepada kakaknya bahwa mungkin saja sang
raja, daripada melihat putranya mati sebab cinta, akan me-
ngesampingkan hukum ilahi dan membiarkan putranya meni-
kahinya. Bukan berarti Tamar berpikir bahwa sang raja memi-
liki kuasa untuk mengesampingkan hukum ilahi seperti itu,
atau akan berlagak melakukannya. Sebaliknya, dia yakin bah-
wa, sesudah raja diberi tahu tentang keinginan yang jahat ini
oleh Amnon sendiri, yang hampir tidak akan dipercayainya
dari orang lain, maka raja akan mengambil suatu cara yang
jitu untuk melindunginya dari kakaknya. Namun semua usaha
dan alasan yang dikemukakannya itu tidak berhasil. Jiwa
Amnon yang sombong tidak dapat menerima penolakan. Seba-
liknya, penghiburan dan kehormatan Tamar, dan semua yang
berharga baginya, harus dikorbankan demi memuaskan nafsu
binatangnya yang memalukan (ay. 14). Dikhawatirkan bahwa
Amnon, kendati masih muda, telah lama menjalani kehidupan
yang cabul, yang tidak pernah diketahui ataupun dihukum
oleh ayahnya. Sebab orang tidak bisa, secara tiba-tiba, sampai
kepada puncak kejahatan yang begitu tinggi seperti ini. namun
inikah cintanya kepada Tamar? Inikah balasan yang diberikan-
nya kepada adiknya atas kesediaan adiknya untuk merawat dia
di kala sakit? Akankah dia memperlakukan adik wanita -
nya seperti seorang pelacur? Penjahat rendahan! Semoga Allah
melepaskan semua wanita yang sopan dan berbudi dari
para pria yang jahat dan tidak berakal sehat seperti itu.
IV. Iblis, sebagai penganiaya dan pengkhianat, segera mengubah cin-
ta Amnon terhadap Tamar menjadi kebencian (ay. 15): Kemudian
timbullah kebencian yang sangat besar, sungguh besar, pada Am-
non terhadap gadis itu, demikian dalam tafsiran yang agak luas.
Dan Amnon menjadi biadab dalam kebenciannya sama seperti
sebelumnya dalam nafsu birahinya.
1. Amnon dengan hina memaksa Tamar keluar dari pintu. Bah-
kan, seakan-akan dia sekarang tidak sudi menyentuh Tamar
dengan tangannya sendiri, dia memerintahkan pelayannya un-
tuk menyuruh wanita itu pergi dan mengunci pintu di bela-
kangnya (ay. 17). Nah,
(1) wanita yang tidak bersalah dan disakiti itu mempunyai
alasan untuk membenci hal ini sebagai suatu penghinaan
yang besar, dan dalam beberapa hal (ay. 16) lebih jahat
daripada penghinaan sebelumnya. Sebab tidak ada hal lain
yang dapat dilakukan kepadanya dengan lebih biadab dan
keji, atau lebih menghina. Seandainya Amnon mau berusa-
ha menyembunyikan apa yang telah dilakukan, maka ke-
hormatan Tamar hanya akan hilang dari dirinya sendiri.
Seandainya Amnon mau berlutut dan memohon ampun ke-
pada Tamar, itu bisa saja sedikit memperbaiki keadaan.
Seandainya Amnon memberinya waktu untuk menenang-
kan diri sesudah kekalutan yang mengerikan yang dialami-
nya itu, bisa saja Tamar mengendalikan perasaannya ke-
tika pergi keluar, dan dengan demikian berdiam diri secara
bijaksana. namun menyuruhnya keluar dengan cepat-cepat
seperti itu, dengan kasar seperti itu, seakan-akan dia telah
berbuat sesuatu yang jahat, mengharuskan dia, sebagai
pembelaan diri, untuk menyatakan kesalahan yang telah
dilakukan terhadapnya.
(2) Kita dapat belajar dari sini tentang kejahatan dosa, hawa
nafsu yang tak terkendali itu sama buruknya dengan nafsu
makan yang tak terkendali, dan juga akibat-akibat yang
merusak dari dosa sebab pada akhirnya, dosa memagut
seperti seekor ular. Sebab di sini kita mendapati,
[1] Bahwa dosa, yang manis saat dilakukan, sesudahnya
menjadi menjijikkan dan menyakitkan, dan hati nurani
si pendosa sendiri menjadikan dosa itu demikian bagi
dirinya. Amnon membenci Tamar sebab Tamar tidak
mau menuruti kejahatannya, dan dengan demikian ikut
ambil bagian dalam kesalahan itu, namun justru meno-
laknya sampai akhir, dan mengajukan alasan yang me-
nentangnya. Dan dengan demikian Tamar melemparkan
semua kesalahan hanya kepada Amnon. Seandainya
Amnon membenci dosa itu, dan merasa jijik terhadap
dirinya sendiri sebab dosa itu, kita bisa saja berharap
bahwa dia bertobat. Dukacita yang menurut kehendak
Allah itu mengerjakan kejengkelan pada kita (2Kor.
7:11). namun membenci orang yang telah dilecehkannya
menunjukkan bahwa hati nuraninya ketakutan, namun
hatinya sama sekali tidak merendah. Lihatlah betapa
kesenangan daging itu merupakan kesenangan yang
menipu, betapa cepat kesenangan itu berlalu, dan ber-
ubah menjadi kebencian (lih. Yeh. 23:17).
[2] Bahwa dosa, yang tersembunyi saat dilakukan, sesu-
dahnya menjadi terbuka dan diketahui semua orang,
dan orang-orang berdosa itu sendiri sering menjadikan-
nya demikian. Mereka tergelincir sebab lidah mereka
sendiri. Para ahli Yahudi berkata bahwa, oleh sebab
kejahatan Amnon ini, dibuat suatu hukum bahwa se-
orang laki-laki muda dan seorang wanita muda tidak
boleh berduaan saja. Sebab, kata mereka, jika putri raja
saja diperlakukan demikian, apa jadinya dengan anak-
anak orang biasa?
2. Sekarang kita harus meninggalkan si penjahat pada serangan-
serangan yang menakutkan dari hati nuraninya sendiri yang
bersalah, dan mencari tahu apa yang terjadi pada korban yang
malang.
(1) Tamar dengan getir meratapi luka yang telah diterimanya,
sebab hal itu mencoreng kehormatannya, meskipun tidak
betul-betul menodai kebajikannya. Ia mengoyakkan baju
kurungnya yang maha indah sebagai tanda kesedihannya,
dan menaruh abu di atas kepalanya, untuk memperburuk
rupanya, sebab membenci kecantikannya sendiri dan per-
hiasan yang dipakainya, sebab semuanya itu telah menye-
babkan timbulnya cinta terlarang Amnon. Lalu pergilah dia
sambil meratapi dosa orang lain (ay. 19).
(2) Tamar menarik diri ke rumah Absalom kakaknya, sebab
dia yaitu kakak kandungnya sendiri, dan di sana dia
hidup menyendiri dan menderita, sebagai tanda kebersaha-
jaannya dan kebenciannya terhadap kenajisan. Absalom
kemudian berbicara kepadanya dengan lembut, meminta-
nya untuk melupakan kejahatan itu untuk saat ini, sambil
berencana untuk membalaskannya sendiri (ay. 20). Tam-
pak dari pertanyaan Absalom Apakah Amnon, kakakmu itu,
bersetubuh dengan engkau?, bahwa Amnon terkenal suka
berbuat cabul seperti itu, sehingga berbahaya bagi perem-
puan baik-baik untuk berada bersamanya. Hal ini mungkin
diketahui Absalom, namun Tamar sama sekali tidak tahu-
menahu soal itu.
Persekongkolan Melawan Amnon
(13:21-29)
21 saat segala perkara itu didengar raja Daud sangat marahlah ia. 22 Dan
Absalom tidak berkata-kata dengan Amnon, baik tentang yang jahat maupun
tentang yang baik, namun Absalom membenci Amnon, sebab ia telah memper-
kosa Tamar, adiknya. 23 Sesudah lewat dua tahun, Absalom mengadakan
pengguntingan bulu domba di Baal-Hazor yang dekat kota Efraim. Lalu Absa-
lom mengundang semua anak raja. 24 Kemudian Absalom menghadap raja,
lalu berkata: “Hambamu ini mengadakan pengguntingan bulu domba. Kiraya
raja dan pegawai-pegawainya ikut bersama-sama dengan hambamu ini.”
25 namun raja berkata kepada Absalom: “Maaf, anakku, jangan kami semua
pergi, supaya kami jangan menyusahkan engkau.” Lalu Absalom mendesak,
namun raja tidak mau pergi, ia hanya memberi restu kepadanya. 26 Kemudian
berkatalah Absalom: “Kalau tidak, izinkanlah kakakku Amnon pergi beserta
kami.” namun raja menjawabnya: “Apa gunanya ia pergi bersama-sama
dengan engkau?” 27 namun saat Absalom mendesak, diizinkannyalah Amnon
dan semua anak raja pergi beserta dia. 28 Lalu Absalom memerintahkan
orang-orangnya, demikian: “Perhatikan! jika hati Amnon menjadi gembira
sebab anggur, dan aku berkata kepadamu: Paranglah Amnon, maka harus-
lah kamu membunuh dia. Jangan takut. Bukankah aku yang memerintah-
kannya kepadamu? Kuatkanlah hatimu dan tunjukkanlah dirimu sebagai
orang yang gagah perkasa!” 29 Orang-orang Absalom memperlakukan Amnon
seperti yang diperintahkan Absalom. Lalu bangunlah semua anak raja itu,
mereka menaiki bagalnya masing-masing dan melarikan diri.
Apa yang dikatakan Salomo tentang awal perselisihan yaitu sama
benarnya dengan awal dari semua dosa, yaitu seperti membuka jalan
air. Sekali pintu air dibuka, banjir akan datang. Satu kejahatan mela-
hirkan kejahatan lain, dan sulit dikatakan apa yang akan menjadi
kesudahannya.
I. Dalam perikop ini kita diberi tahu bagaimana Daud geram men-
dengar kabar tentang dosa Amnon: Sangat marahlah ia (ay. 21). Ia
memang punya alasan untuk marah, sebab bisa-bisanya putranya
sendiri melakukan kejahatan seperti itu dan menyeret dirinya
menjadi kaki tangan kejahatan itu. Ini akan menjadi celaan
baginya sebab tidak mendidik Amnon dengan baik. Ini juga akan
menjadi aib bagi keluarganya, kehancuran bagi putrinya, contoh
yang buruk bagi kerajaannya, dan kejahatan bagi jiwa putranya.
namun cukupkah baginya untuk marah? Ia seharusnya meng-
hukum putranya sebab kejahatan itu, dan mempermalukannya
di depan umum. Baik sebagai seorang ayah maupun seorang raja,
dia memiliki kuasa untuk berbuat demikian. Namun di sini Sep-
tuaginta menambahkan perkataan ini: namun dia tidak membuat
sedih jiwa putranya Amnon, sebab dia menyayanginya, sebab
Amnon yaitu putra sulung. Ia jatuh ke dalam kesalahan imam
Eli, yang anak-anaknya telah menghujat Allah, namun ia tidak me-
marahi mereka. Jika Amnon yaitu kesayangannya, maka dengan
menghukumnya, hal itu akan menjadi hukuman yang jauh lebih
besar bagi Daud atas kenajisannya sendiri. namun dia tidak dapat
menanggung malu yang harus ditanggung oleh orang-orang yang
menghukum dalam diri orang lain, apa yang mereka sadari telah
mereka perbuat sendiri. Oleh sebab itu, kemarahannya sudah
cukup untuk menjadi pengganti keadilannya. Dan hal ini semakin
mengeraskan hati orang berdosa (Pkh. 8:11).
II. Betapa Absalom geram atas kejadian itu. Ia sudah bertekad untuk
melakukan bagian dari pekerjaan seorang hakim di Israel. Dan,
sebab ayahnya tidak mau menghukum Amnon, maka dia akan
menghukumnya, bukan berdasar keadilan atau semangat
untuk menegakkan kebajikan, melainkan untuk membalas den-
dam, sebab dia menganggap dirinya dihina dalam pelecehan yang
dilakukan terhadap saudari kandungnya. Ibu mereka yaitu anak
wanita dari seorang raja kafir (3:3), dan mungkin mereka
kadang-kadang diejek oleh saudara-saudara mereka sebab itu,
sebagai anak-anak orang asing. Sebagai orang yang demikianlah
Absalom berpikir adik wanita nya telah diperlakukan. Dan,
jika Amnon berpikir bahwa adiknya pantas dijadikan pelacurnya,
maka dia juga akan berpikir bahwa Absalom pantas dijadikan
budaknya. Hal inilah yang membuat Absalom geram, dan tidak
ada hal lain selain darah Amnon yang dapat meredakan kegeram-
annya. Di sini kita mendapati,
1. Rancangan yang timbul dalam pikiran: Absalom membenci
Amnon (ay. 22), dan orang yang membenci saudaranya sudah
menjadi seorang pembunuh manusia, dan, seperti Kain, ber-
asal dari si jahat (1Yoh. 3:12, 15). Kalau saja Absalom mem-
benci kejahatan saudaranya, maka itu akan menjadi sesuatu
yang patut dipuji, dan dia bisa saja dengan adil menuntut sau-
daranya sebab kejahatannya itu melalui ketentuan hukum,
sebagai pelajaran bagi orang lain, dan untuk memberikan se-
macam ganti rugi bagi saudarinya yang tersakiti. namun mem-
benci orangnya, dan merancang kematiannya melalui pembu-
nuhan, sama saja dengan memberikan penghinaan yang besar
kepada Allah, dengan menawarkan diri untuk memperbaiki
pelanggaran perintah Allah yang ketujuh dengan melanggar
perintah-Nya yang keenam, seakan-akan keduanya tidak sama
kudusnya. Sebab Ia yang mengatakan: “Jangan berzinah,” Ia
mengatakan juga: “Jangan membunuh,” (Yak. 2:11).
2. Rancangan itu disembunyikan. Absalom tidak berkata apa-apa
tentang hal ini kepada Amnon, entah yang baik ataupun yang
buruk. Absalom tampak seakan-akan tidak mengetahuinya,
dan tetap bersikap sopan seperti biasa kepada Amnon, hanya
menunggu kesempatan yang baik untuk berbuat jahat kepada-
nya. Kebencian yang paling buruk yaitu kebencian,
(1) Yang disembunyikan rapat-rapat, dan tidak dilampiaskan.
Seandainya Absalom beperkara dengan Amnon, maka dia
bisa saja meyakinkan Amnon akan dosanya dan membuat-
nya bertobat. Akan namun , sebab Absalom tidak berkata
apa-apa, hati Amnon menjadi keras, dan hatinya sendiri
makin lama makin pahit terhadapnya. Itulah sebabnya
menegur sesama kita dipertentangkan dengan membenci-
nya di dalam hati kita (Im. 19:17). Lampiaskan saja ama-
rah, maka itu akan terkuras dengan sendirinya.
(2) Kebencian yang dipoles dengan persahabatan palsu. Demi-
kianlah kebencian Absalom, mulutnya lebih licin dari men-
tega, namun ia berniat menyerang (lih. Ams. 26:26).
(3) Kebencian yang dipendam lama-lama. Dua tahun penuh
Absalom merawat akar kepahitan ini (ay. 24). Ada kemung-
kinan, pada awalnya, dia tidak berniat untuk membunuh
saudaranya sebab, seandainya berniat, dia bisa saja me-
miliki kesempatan baik untuk melakukan itu sebelumnya
sama seperti pada akhirnya, namun hanya menunggu suatu
peluang untuk mempermalukannya atau melakukan suatu
kejahatan lain kepadanya. namun dengan berjalannya wak-
tu, kebenciannya telah matang sehingga melahirkan niat
ini, bahwa dia tidak menginginkan yang lain selain kemati-
an saudaranya. Kalau matahari terbenam satu kali saja
sebelum padam amarah kita, maka itu memberi kesempatan
kepada Iblis, seperti yang dinyatakan dalam Efesus 4:26-
27, apa jadinya kalau matahari terbenam dalam kurun
waktu dua tahun penuh?
3. Rancangan itu disusun.
(1) Absalom mengadakan sebuah perayaan di rumahnya di
desa, seperti yang diadakan oleh Nabal, pada waktu acara
pengguntingan bulu domba (ay. 23). Sekalipun Absalom
suka merawat diri (14:26), dan elok rupanya, namun dia
mengenal baik-baik keadaan kambing dombanya dan mem-
perhatikan kawanan hewannya. Orang-orang yang tidak
peduli terhadap harta milik mereka di desa selain bagaimana
menghabiskannya di kota, sedang berjalan mulus melihat
kepunahannya. Walaupun Absalom mempunyai penggunting
bulu domba, dia sendiri ingin berada bersama mereka.
(2) Ke perayaan inilah dia mengundang sang raja, ayahnya,
dan semua anak raja (ay. 23), bukan hanya agar dia bisa
mendapat kesempatan untuk memberikan penghormatan-
nya kepada mereka, melainkan juga supaya dia dapat
membuat dirinya lebih dihormati di antara sesama anak
raja. Orang-orang yang berkerabat dengan para pembesar
cenderung menilai terlalu tinggi diri mereka berdasar
kerabat mereka itu.
(3) Sang raja sendiri tidak mau pergi, sebab tidak ingin mem-
bebani putranya dengan biaya untuk menjamunya (ay. 25).
Sepertinya Absalom memiliki sebuah ladang yang dikelola-
nya sendiri, yang memberinya penghidupan sendiri. Sang
raja telah memberikan ladang itu kepadanya, namun ingin
agar ia mengelolanya dengan baik. Dalam kedua hal ini,
Daud menjadi teladan bagi para orangtua, saat anak-
anak mereka telah bertumbuh dewasa, untuk memberi me-
reka suatu kemampuan sehingga mereka dapat menghi-
dupi diri mereka sendiri, sesuai kedudukan mereka, dan
kemudian berusaha agar mereka tidak hidup melampaui
pendapatan mereka. Terutama agar para orangtua sama
sekali tidak berperan dalam membuat anak-anak mereka
hidup dengan cara demikian. Sungguh bijaksana bagi para
kepala rumah tangga muda untuk memulai dengan apa
yang sanggup mereka keluarkan, dan tidak menghabiskan
bulu kambing domba pada waktu pengguntingannya.
(4) Absalom mendapat izin untuk mengundang Amnon, dan
semua anak raja, untuk datang dan menyemarakkan per-
jamuan makan di desanya (ay. 26-27). Absalom telah
begitu berhasil menyembunyikan rasa permusuhannya ter-
hadap Amnon, sehingga Daud tidak melihat alasan untuk
mencurigai rancangan apa pun terhadap Amnon dalam
undangan khusus ini : “Izinkanlah kakakku Amnon
pergi.” namun hal ini akan memberikan pukulan yang lebih
hebat bagi Daud, bahwa dia sendiri terjebak untuk mem-
berikan persetujuan kepada sesuatu yang akan memberi-
kan kesempatan bagi pembunuhan Amnon, seperti sebe-
lumnya (ay. 7). Tampaknya putra-putra Daud, kendati su-
dah tumbuh dewasa, terus menghormati ayah mereka
dengan begitu besar hingga mereka tidak akan melakukan
perjalanan yang sedekat ini sekalipun tanpa izin darinya.
Demikian pula halnya anak-anak, bahkan saat telah
menjadi seorang pria dan wanita dewasa, harus menghor-
mati orangtua mereka, meminta nasihat mereka, dan tidak
melakukan apa pun yang penting tanpa doa restu mereka,
apalagi bertentangan dengan kehendak mereka.
4. Rancangan itu dijalankan (ay. 28-29).
(1) Jamuan Absalom sangat melimpah. Sebab dia bertekad
bahwa mereka semua harus menjadi gembira sebab ang-
gur, paling tidak, yakin bahwa Amnon akan demikian, se-
bab dia tahu bahwa Amnon cenderung minum berlebihan.
Akan namun ,
(2) Perintah yang diberikan Absalom kepada para pelayannya
mengenai Amnon, bahwa mereka harus mencampurkan
darahnya dengan anggurnya, sungguh sangat biadab. Se-
andainya dia menantang Amnon, dan, dengan mengandal-
kan kebaikan perkaranya dan keadilan Allah, berkelahi
langsung dengannya, maka walaupun hal ini cukup
buruk, namun itu akan lebih terhormat dan dapat dimak-
lumi (hukum kita pada zaman dulu, dalam beberapa per-
kara, mengizinkan pengadilan melalui perkelahian). namun
membunuh Amnon, seperti yang dilakukannya, sama saja
dengan mencontoh Kain, hanya saja alasannya yang mem-
buat perbedaan: Habel dibunuh sebab kebenarannya, se-
dangkan Amnon sebab kejahatannya. Cermatilah hal-hal
yang memperberat dosa ini:
[1] Absalom ingin agar Amnon terbunuh jika hatinya
menjadi gembira sebab anggur, dan sebagai akibatnya
paling tidak waspada akan adanya bahaya, paling tidak
mampu untuk melawan, dan juga paling tidak layak
untuk meninggalkan dunia ini. Seakan-akan kebencian
Absalom bertujuan untuk menghancurkan baik tubuh
maupun jiwanya, tanpa memberinya waktu untuk ber-
kata, kasihanilah aku, TUHAN. Betapa kematian telah
menjadi suatu kejutan yang mengerikan bagi banyak
orang, yang hatinya sarat oleh pesta pora dan kemabuk-
an!
[2] Para pelayan Absalom harus dipekerjakan untuk mela-
kukannya, dan dengan demikian terlibat dalam kesa-
lahan itu. Ia akan memberikan kata perintah, paranglah
Amnon. Lalu mereka, dalam ketaatan kepadanya, dan,
dengan menganggap bahwa wewenangnya akan menyo-
kong mereka, harus membunuhnya. Betapa Absalom
menantang hukum ilahi dengan durhaka. Sekalipun
perintah Allah sudah tegas, jangan membunuh, ia justru
memerintahkan mereka untuk membunuh Amnon,
dengan jaminan ini, “Bukankah aku yang memerintah-
kannya kepadamu? Itu sudah cukup. Kuatkanlah hati-
mu, dan jangan takut kepada Allah ataupun manusia.”
Para pelayan diajar tidak benar jika mereka menaati
tuan mereka dengan menentang Allah. Dan sungguh
jahat para tuan yang mengajar para pelayan mereka un-
tuk berbuat demikian. Sungguh terlalu penurut orang-
orang yang bersedia membiarkan jiwa mereka terkutuk
demi menyenangkan tuan mereka, yang mulut besarnya
tidak dapat menjamin mereka luput dari murka Allah.
Para tuan harus selalu memerintah para pelayan mere-
ka sebagai orang-orang yang tahu bahwa mereka juga
memiliki Tuan di sorga.
[3] Absalom melakukan pembunuhan itu di hadapan se-
mua anak raja, yang tentang mereka dikatakan (8:18)
bahwa mereka yaitu para imam (KJV: para pemimpin
utama). Dengan demikian, hal itu merupakan suatu
penghinaan terhadap keadilan masyarakat yang ber-
usaha mereka tegakkan, dan kepada sang raja, ayahnya,
yang mereka wakili. Itu juga berarti meremehkan pedang
yang seharusnya menjadi kengerian bagi perbuatan-per-
buatannya yang jahat, sementara perbuatan-perbuatan-
nya yang jahat, sebaliknya, justru menjadi kengerian
bagi orang-orang yang menyandang pedang itu.
[4] Ada alasan untuk curiga bahwa Absalom melakukan
pembunuhan itu tidak hanya untuk membalaskan per-
tikaian adik wanita nya, namun juga untuk mem-
buka jalan bagi dirinya sendiri menuju takhta, yang
telah diincarnya, dan yang kemungkinan besar akan
diperolehnya jika Amnon sang putra sulung telah
disingkirkan. sesudah kata perintah itu diberikan, para
pelayan Absalom tidak gagal melaksanakannya, sebab
dibuai dengan harapan bahwa tuan mereka, yang seka-
rang menjadi pewaris takhta berikutnya (sebab Kileab
telah mati, seperti menurut pendapat Uskup Patrick),
akan menyelamatkan mereka dari bahaya. Sekarang pe-
dang yang diancamkan itu telah dihunus dalam keluar-
ga Daud, dan pedang itu tidak akan pernah menyingkir
darinya. Pertama, anak sulungnya jatuh tewas olehnya,
sebab ia sendiri, dengan kejahatannya, menjadi penye-
babnya, dan ayahnya, dengan kerja samanya secara
diam-diam, ikut berperan di dalamnya. Kedua, semua
anaknya melarikan diri dari pedang itu, dan pulang ke
rumah dengan sangat ketakutan, sebab tidak tahu
sejauh mana rancangan berdarah dari Absalom saudara
mereka itu akan diteruskan. Lihatlah kejahatan apa
yang dibuat oleh dosa di dalam keluarga.
Kematian Amnon; Absalom Melarikan Diri
(13:30-39)
30 Mereka masih di tengah jalan, saat kabar sampai kepada Daud, demi-
kian: “Absalom telah membunuh semua anak raja, tidak ada seorang pun
dari mereka yang lolos.” 31 Lalu bangunlah raja, dikoyakkannya pakaiannya
dan berbaring di lantai, dan semua pegawainya yang hadir padanya mengo-
yakkan pakaian mereka. 32 Maka berbicaralah Yonadab, anak Simea, kakak
Daud, katanya: “Janganlah tuanku menyangka, bahwa semua orang muda
anak-anak raja itu, telah dibunuh. Hanya Amnon yang mati, sebab hal itu
telah terlihat pada air muka Absalom, sejak Amnon memperkosa Tamar,
adiknya. 33 Jadi, janganlah tuanku raja menaruh pikiran dalam hatinya, bah-
wa semua anak raja itu sudah mati, sebab hanya Amnon yang mati.” 34 Absa-
lom melarikan diri. saat orang yang berjaga-jaga melayangkan pandangnya,
maka terlihatlah olehnya sejumlah besar orang datang dari jurusan Horo-
naim, sepanjang sisi pegunungan. 35 Berkatalah Yonadab kepada raja: “Lihat,
anak-anak raja datang! Benar seperti kata hambamu ini.” 36 Baru saja ia
habis berkata, datanglah anak-anak raja itu. Mereka menangis dengan suara
nyaring. Juga raja dan semua pegawainya menangis dengan amat keras.
37 Absalom telah melarikan diri dan telah pergi kepada Talmai bin Amihur,
raja negeri Gesur. Dan Daud berdukacita berhari-hari lamanya sebab anak-
nya itu. 38 Absalom telah melarikan diri dan telah pergi ke Gesur; ia tinggal di
sana tiga tahun lamanya. 39 Lalu raja tidak lagi marah terhadap Absalom,
sebab kesedihan hatinya sebab kematian Amnon telah surut.
Dalam perikop ini kita mendapati,
I. Ketakutan yang melanda Daud sesudah mendengar kabar palsu
yang dibawa ke Yerusalem bahwa Absalom telah membunuh se-
mua anak raja (ay. 30). Sudah biasa jika hal buruk dikabar-
kan menjadi lebih buruk. Dan kabar pertama tentang hal seperti
ini biasa digambarkan sebagai hal yang lebih mengerikan dari-
pada yang terbukti sesudahnya. Oleh sebab itu, janganlah kita
takut akan kabar-kabar buruk, selama masih harus dipastikan
kebenarannya. Sebaliknya, saat kita mendengar kabar paling
buruk, berharaplah yang terbaik, atau paling tidak berharaplah
yang lebih baik. Meskipun demikian, kabar palsu ini memberikan
kesedihan yang sama besarnya kepada Daud, untuk saat ini,
seperti seandainya kabar ini benar. Ia mengoyakkan pakai-
annya dan berbaring di lantai, padahal pada saat itu kabar terse-
but hanyalah sebuah kabar burung (ay. 31). Syukurlah Daud
mendapat anugerah ilahi. Ia cukup memerlukannya, sebab dia
mempunyai gejolak perasaan yang kuat.
II. Diluruskannya kesalahan itu dengan dua cara:
1. Melalui penjelasan yang licik dari Yonadab, keponakan Daud,
yang bisa memberi tahu dia, hanya Amnon yang mati, dan
bukan semua anak raja (ay. 32-33), dan bisa memberi tahu dia
pula bahwa hal ini dilakukan melalui ketetapan Absa-
lom, dan dirancang sejak saat Amnon memerkosa Tamar adik-
nya. Betapa jahatnya Yonadab ini, jika dia memang sudah
mengetahui semuanya ini atau mempunyai alasan untuk
mencurigainya, bahwa dia tidak memberitahukan hal itu ke-
pada Daud secepatnya, supaya dapat dipakai suatu cara un-
tuk menyelesaikan perselisihan itu, atau setidak-tidaknya su-
paya Da